OPTIMASI TRANSFORMASI EKSPLAN TEBU MENGGUNAKAN GEN P5CS MELALUI AGROBACTERIUM TUMEFACIENS DWI SUBIYARTI

Ukuran: px
Mulai penontonan dengan halaman:

Download "OPTIMASI TRANSFORMASI EKSPLAN TEBU MENGGUNAKAN GEN P5CS MELALUI AGROBACTERIUM TUMEFACIENS DWI SUBIYARTI"

Transkripsi

1 OPTIMASI TRANSFORMASI EKSPLAN TEBU MENGGUNAKAN GEN P5CS MELALUI AGROBACTERIUM TUMEFACIENS DWI SUBIYARTI SEKOLAH PASCASARJANA INSTITUT PERTANIAN BOGOR BOGOR 2013

2

3 PERNYATAAN MENGENAI TESIS DAN SUMBER INFORMASI Dengan ini saya menyatakan bahwa tesis berjudul Optimasi Transformasi Eksplan Tebu menggunakan Gen P5CS melalui Agrobacterium tumefaciens adalah benar karya saya dengan arahan dari komisi pembimbing dan belum diajukan dalam bentuk apa pun kepada perguruan tinggi mana pun. Tesis ini merupakan bagian dari Proyek Penelitian Balai Penelitian Bioteknologi Perkebunan Indonesia (BPBPI), PT Riset Perkebunan Nasional (RPN) berkerja sama dengan Pusat Penelitian dan Pengembangan Perkebunan (PUSLITBANGBUN) DIPA APBN Tahun 2012 untuk publikasi nasional atas nama Dr. Hayati Minarsih, MSc. dan tim. Sumber informasi yang berasal atau dikutip dari karya yang diterbitkan maupun tidak diterbitkan dari penulis lain telah disebutkan dalam teks dan dicantumkan dalam Daftar Pustaka di bagian akhir tesis ini. Bogor, Agustus 2013 Dwi Subiyarti G

4 RINGKASAN DWI SUBIYARTI. Optimasi Transformasi Eksplan Tebu menggunakan Gen P5CS melalui Agrobacterium tumefaciens. Dibimbing oleh LAKSMI AMBARSARI dan HAYATI MINARSIH. Transformasi genetik merupakan salah satu upaya yang ditempuh untuk merakit tebu (Saccharum officinarum L.) yang toleran terhadap cekaman kekeringan. Gen P5CS berperan dalam biosintesis asam amino prolin yang terakumulasi saat tanaman mengalami cekaman kekeringan. Tujuan penelitian ini adalah untuk merakit tebu yang teleran terhadap kekeringan melalui optimasi transformasi eksplan tebu menggunakan gen P5CS melalui variasi strain A. tumefaciens, sumber eksplan dan varietas tebu. Penelitian ini dilakukan melalui tahap sebagai berikut verifikasi gen P5CS koleksi BPBPI (Balai Penelitian Bioteknologi Perkebunan Indonesia), transformasi A. tumefaciens (Wang 2006), transformasi eksplan tebu (Sain et al. 1994) dan regenerasi tebu transforman. Gen P5CS koleksi telah diverifikasi melalui analisis PCR dan elektroforesis gel agarosa menunjukkan adanya pita tunggal dengan ukuran 2.4 kb sama dengan kontrol positif. Hal ini menyakinkan bahwa benar gen P5CS dan selanjutnya siap digunakan untuk transformasi A. tumefaciens. Gen P5CS koleksi BPBPI berada dalam plasmid pbi121 yang tersusun dalam konstruk rekombinan pbi-p5cs ditransformasikan ke A. tumefaciens strain GV3101, LBA4404 dan AGL1. Konstruk rekombinan pbi-p5cs asal tanaman Vigna aconitifolia berhasil dengan baik ditransformasikan ke dalam sel A. tumefaciens strain GV3101, LBA4404 dan AGL1 yang ditumbuhkan dengan antibiotik yang sesuai. Strain GV3101 dan LBA4404 menggunakan antibiotik kanamisin dan rifampisin, sedangkan strain AGL1 antibiotik yang ditambahkan adalah kanamisin, rifampisin dan ampisilin masing-masing 50 ppm. Konfirmasi keberhasilan transformasi dilakukan dengan pengamatan pertumbuhan koloni transforman di media seleksi dan analisis PCR koloni menggunakan primer spesifik P5CS utuh. Hasil pengamatan menunjukkan bahwa A. tumefaciens transforman tumbuh di media seleksi. Selain itu, hasil analisis PCR dan elektroforesis gel agarosa menunjukkan adanya pita tunggal dengan ukuran 2.4 kb sama dengan kontrol positif. Hal tersebut menunjukkan keberhasilan transformasi A. tumefaciens dan selanjutnya siap digunakan untuk transformasi eksplan tebu. Sumber eksplan tebu yang digunakan dalam penelitian ini terdiri atas tiga jenis, yaitu kalus yang ditanam di media padat, kalus embriogenik dan embrio somatik yang diperoleh melalui metode Temporary Immersion System (TIS) atau Sistem Perendaman Sesaat (SPS) serta tebu dengan varietas Kidang Kencana, PS 881 dan PS 891. Ko-kultivasi dilakukan di media MS dengan penambahan asetosiringon 100 ppm di ruang kultur selama dua hari. Seleksi tebu transforman dilakukan di media MS dengan penambahan kanamisin 50 ppm dan sefotaksim 500 ppm. Eksplan yang tidak ditransformasi ditanam di media MS sebagai kontrol positif sedangkan kontrol negatif ditanam di media seleksi. Seleksi tebu transforman di media seleksi diamati dengan menghitung persentase pertumbuhan pada minggu ke-16 dan minggu ke-32. Selain itu, verifikasi tebu transforman dilakukan melalui uji histokimia GUS dan analisis

5 PCR untuk melihat keberhasilan dan kestabilan transformasi. Uji histokimia GUS untuk menguji keberadaan konstruk gen P5CS menunjukkan hasil positif dengan adanya pewarnaan biru. Demikian pula dengan analisis PCR menggunakan primer spesifik P5CS dari daerah terkonservasi gen P5CS menunjukkan adanya amplifikasi DNA yang berukuran sekitar 1.2 kb dan 700 bp untuk primer NPTII sama dengan kontrol positif. Hasil pengujian menunjukkan kedua gen telah masuk ke genom tebu. Pertumbuhan tunas transforman sebagian masih mengalami albino dan penurunan tingkat hijau daun. Oleh karena itu, pada media regenerasi MS penambahan glukosa 1% dan putresin dengan variasi konsentrasi 0 ppm, 10 ppm dan 30 ppm. Terlihat adanya peningkatan warna hijau tunas transforman setelah tumbuh di media regenerasi selama 2 bulan dengan konsentrasi putresin yang optimum adalah 30 ppm. Planlet transforman siap diaklimatisasi dan diuji lebih lanjut kestabilan transformasi gen P5CS. Serangkaian hasil penelitian dapat disimpulkan bahwa transformasi eksplan tebu menggunakan gen P5CS melalui A. tumefaciens telah berhasil dilakukan. Strain A. tumefaciens yang paling optimum sebagai media transformasi gen P5CS pada tebu adalah LBA4404. Sumber eksplan yang paling optimum adalah embrio somatik hasil kultur SPS. Sedangkan, pertumbuhan tebu transforman varietas Kidang Kencana terlihat paling baik dibandingkan dengan varietsaa PS 881 dan PS 891. Kata kunci: cekaman kekeringan, embrio somatik, kalus embriogenik, prolin

6 SUMMARY DWI SUBIYARTI. Optimization Sugarcane Explants Transformation of P5CS Gene using Agrobacterium tumefaciens. Supervised by LAKSMI AMBARSARI and HAYATI MINARSIH. Genetic transformation is one of the attempt in generating sugarcane (Saccharum officinarum L.) that are tolerant to drought stress. P5CS gene has a role in prolin biosynthesis, the amino acid that accumulating in water stress condition. Transformation of a P5CS gene construct into plant cells in conjunction with regeneration for transgenic plantlets should develop sugarcane tolerant to drought stress. The aim of this research is to generate drought-tolerant sugarcane through optimization transformation which includes the strain of Agrobacterium tumefaciens, a good source of sugarcane eksplant and varieties. This study was done through verification of IBRIEC (Indonesian Biotechnology Research Institute for Estate Crops) P5CS gene collection A. Tumefaciens transformation (Wang 2006), sugarcane explants transformation (Sain 1994) and sugarcane transformant regeneration. Verification of P5CS gene collection was PCR analysed by specific primers P5CS full lenght. PCR and gel electrophoresis showed a single band agarose and the same size of 2.4 kb with positive control. It is convinced that the P5CS gene has been isolated and transformed into A. tumefaciens. IBRIEC collection P5CS genes in plasmid pbi121 were arranged in a recombinant construct of PBI-P5CS transformed into A. tumefaciens strain GV3101, LBA4404 and AGL1. Recombinant constructs PBI- P5CS from Vigna aconitifolia (V. aconitifolia) successfully transformed into cell A. tumefaciens were grown with appropriate antibiotics. Strain GV3101 and LBA4404 used 50 ppm kanamycin and rifampicin respectively, while antibiotics were added in AGL1 strain is 50 ppm kanamycin, rifampicin and ampicillin respectively. The existence of P5CS gene in A. tumefaciens was tested by observing the growth of transformed colonies in media selection and colony PCR analysis using specific primers P5CS full lenght. The results showed that A. tumefaciens transformants were grown in selection media. PCR and gel electrophoresis analysis showed a single band agarose and same size of 2.4 kb with positive control. This showed the success of the transformation A. tumefaciens and used to explants sugar cane transformation. Sugarcane explants used in this research was included calli grown in solid medium, embryogenic calli and somatic embryos with MS medium derived from Temporary Immersion System (TIS) culture with three varieties Kidang Kencana, PS 881 and PS 891. Co-cultivation medium used solid MS medium with acetosyringon in room temperature for two days. Transgenes selection was done in solid MS with antibiotics 50 ppm kanamycin and 500 ppm cefotaxime. Explants were not transformed cultured in MS media as positive control negative control while planted in the media selection. Observation of sugarcane transforman in selection media was calculated the percentage growth in 16 th weeks and 32 th weeks. The existence of P5CS gene in transgenic shoots was tested with GUS histochemical assay, PCR using conserved

7 regions of specific primers P5CS and NPTII. GUS histochemical test for the presence of P5CS gene constructs showed positive results in the presence of blue staining. DNA amplification showed that expected bent size at 1.2 kb and 700 bp for primers NPTII. The results of this examination proved that both transgenes were inserted in the sugarcane genomes. The test results are stable sugarcane transformants through histochemical GUS test and PCR analysis showed stable transformants sugarcane. Growth of transformants on selection media indicated P5CS gene via A. tumefaciens transformation has been successfully performed on sugarcane. Regeneration of transformed sugarcane in the MS medium with the addition of 1% glucose and putrescine with various concentration of 0 ppm, 10 ppm and 30 ppm. Green shoots transformant were increased after growth in regeneration medium for 2 months with the optimum concentration of putrescine was 30 ppm. Transformant plantlets ready tobe acclimatized and to be further tested stability of P5CS gene. It can be concluded that A. tumefaciens strain LBA4404 was the most effective transformation media of P5CS gene on sugarcane. The regeneration of Kidang Kencana transformants was better than the other two varieties, PS 881 and PS 891. Whilst, the best performance of transformants based on the source of explants was somatic embryo. Keywords: drought stress, embryogenic calli, somatic embryos, proline

8 Hak Cipta Milik IPB, Tahun 2013 Hak Cipta Dilindungi Undang-Undang Dilarang mengutip sebagian atau seluruh karya tulis ini tanpa mencantumkan atau menyebutkan sumbernya. Pengutipan hanya untuk kepentingan pendidikan, penelitian, penulisan karya ilmiah, penyusunan laporan, penulisan kritik, atau tinjauan suatu masalah; dan pengutipan tersebut tidak merugikan kepentingan IPB Dilarang mengumumkan dan memperbanyak sebagian atau seluruh karya tulis ini dalam bentuk apa pun tanpa izin IPB

9 OPTIMASI TRANSFORMASI EKSPLAN TEBU MENGGUNAKAN GEN P5CS MELALUI AGROBACTERIUM TUMEFACIENS DWI SUBIYARTI Tesis sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar Magister Sains pada Program Studi Biokimia SEKOLAH PASCASARJANA INSTITUT PERTANIAN BOGOR BOGOR 2013

10 Penguji pada Ujian Tertutup: Dr. I Made Artika, M. App Sc.

11 Judul Tesis : Optimasi Transformasi Eksplan Tebu menggunakan Gen P5CS melalui Agrobacterium tumefaciens Nama : Dwi Subiyarti NIM : G Disetujui oleh Komisi Pembimbing Dr Laksmi Ambarsari, MS Ketua Dr Hayati Minarsih, MSc Anggota Diketahui oleh Ketua Program Studi Biokimia Dekan Sekolah Pascasarjana Prof Dr drh Maria Bintang, MSi Dr Ir Dahrul Syah, MScAgr Tanggal Ujian: 26 Juli 2013 Tanggal Lulus:

12 PRAKATA Puji dan syukur kepada Allah subhanahu wa ta ala yang telah melimpahkan rahmat dan hidayah-nya, sehingga karya ilmiah berjudul Optimasi Transformasi Eksplan Tebu menggunakan Gen P5CS melalui Agrobacterium tumefaciens dapat diselesaikan. Penulis mengucapkan penghargaan dan terima kasih kepada: 1. Ibu Dr. Laksmi Ambarsari, MS. selaku ketua Komisi Pembimbing. 2. Ibu Dr. Hayati Minarsih, MSc. selaku anggota Komisi Pembimbing dan Penanggung jawab penelitian di Laboratorium Biokimia dan Biologi Molekuler BPBPI yang telah memberi kesempatan kepada penulis untuk ikut serta dalam penelitian ini. 3. Triyono, MT. suamiku sayang yang telah memberikan kesempatan penulis untuk terus belajar. 4. Bapak Dr. Priyono, ADS selaku Kepala BPBPI sekarang dan Bapak Dr. Ir. H. Darmono Taniwiryono, MSc. selaku Kepala BPBPI sebelumnya atas izin penelitian dan seluruh keluarga BPBPI yang membantu penelitian ini. 5. Bapak Soekarno Mismana Putra, SSi; Bapak Imron Riyadi, MSi; Ibu Niyyah Fitranty, SSi; Ibu Marini, Amd dan Saudari Rizqi Emilia. 6. Mama, Papa, Mamak, Bapak, Kakak, Adik dan keponakan tersayang yang senantiasa mendoakan dan memberi dukungan. 7. Teman-teman angkatan 2011 Biokimia S2 (Endri Purwanti, SSi; Djihan Ryn Pratiwi, SSi; Edy Sukmara, SSi; Rahardian Pratama, SSi; Welly Anggraini dan Septiani C. Palilingan, SSi) dan Mba Martha Sari, MSi atas dukungan, kerja sama dan motivasinya. 8. Semua pihak yang telah membantu baik secara langsung maupun tidak langsung, sehingga penelitian ini dapat diselesaikan. Semoga Allah subhanahu wa ta ala memberi keberkahan dan karya ilmiah ini dapat bermanfaat. Amiin. Bogor, Agustus 2013 Dwi Subiyarti

13 DAFTAR TABEL DAFTAR GAMBAR DAFTAR LAMPIRAN DAFTAR ISI PENDAHULUAN 1 Latar Belakang 1 Perumusan Masalah 2 Tujuan Penelitian 2 Hipotesis Penelitian 2 Manfaat Penelitian 2 METODE 3 Waktu dan Tempat Penelitian 3 Alat dan Bahan 3 Strategi Penelitian 3 Prosedur Penelitian 4 HASIL DAN PEMBAHASAN 12 Gen P5CS 12 A. tumefaciens Transforman 17 Tebu Transforman 21 Hasil Verifikasi Tebu Transforman 24 Hasil Pengujian Kestabilan Tebu Transforman 33 Hasil Regenerasi Tebu Transforman 35 SIMPULAN DAN SARAN 39 Simpulan 39 Saran 39 DAFTAR PUSTAKA 40 LAMPIRAN 41 RIWAYAT HIDUP 48 xvi xvi xvi

14 DAFTAR TABEL Karakteristik strain A. tumefaciens 19 Pertumbuhan tebu transforman (16 minggu) 27 Pertumbuhan tebu transforman berdasarkan varietas tebu yang digunakan (16 minggu) 29 Pertumbuhan tunas transforman (32 minggu) 30 Pertumbuhan tunas transforman berdasarkan varietas tebu yang digunakan (32 minggu) 30 Tingkat hijau daun tunas transforman 36 DAFTAR GAMBAR Diagram penelitian 5 Skema jalur biosintesis prolin pada tanaman 13 Peta Restriksi Konstruk Plasmid pbi-p5cs 14 Pertumbuhan bakteri di media seleksi 15 Hasil database menggunakan BLASTN Elektroforegram hasil PCR dengan primer spesifik start stop 16 Interaksi A. tumefaciens dengan sel tumbuhan 18 Pertumbuhan koloni hasil transformasi konstruk rekombinan pbi- P5CS ke A. tumefaciens 19 Elektroforegram hasil transformasi pbi-p5cs ke A. tumefaciens A. tumefaciens 20 Pertumbuhan kalus di media MS 22 Sumber eksplan yang siap ditransformasi 23 Hasil uji histokimia GUS 24 Reaksi pembentukan warna biru 25 Perbandingan pertumbuhan tebu 26 Tebu transforman di media ko-kultivasi 28 Elektroforegram hasil PCR menggunakan primer spesifik P5CS CS tebu transforman 31 Elektroforegram hasil PCR menggunakan primer spesifik NPTII pada tebu transforman 32 Hasil uji histokimia GUS tunas transforman 33 Elektroforegram hasil PCR menggunakan primer spesifik P5CS CS tunas transforman 34 Elektroforegram hasil PCR menggunakan primer spesifik NPTII tunas transforman 35 Tunas transforman 36 Pertumbuhan tunas transforman di media dengan penambahan putresin (8 minggu) 38 Planlet tebu di media cair 38 DAFTAR LAMPIRAN Komposisi media MS untuk induksi kalus dan regenerasi planlet 46 Komposisi dan pembuatan media 47

15 PENDAHULUAN Latar Belakang Kebutuhan bibit tebu semakin meningkat seiring meningkatnya produksi gula menuju swasembada gula tahun Sekitar milyar bibit tebu per tahun harus tersedia, sementara penggunaan varietas tebu unggul masih terbatas. Selain itu, luas lahan perkebunan tebu semakin menurun dan saat ini bergeser ke lahanlahan marjinal. Pemanfaatan lahan marjinal memerlukan tanaman tebu yang memiliki produktivitas tinggi dan toleran terhadap cekaman abiotik, khususnya toleran kekeringan. Varietas unggul tebu (Saccharum officinarum L.) memiliki ciri-ciri antara lain produktivitas gula tinggi (nilai rendemen 13%), mudah dikepras dan toleran terhadap cekaman biotik (tahan terhadap hama dan penyakit) maupun cekaman abiotik (tahan kekeringan, genangan air, kadar garam tinggi, kadar nitrogen rendah dan sebagainya) (Tim Penulis PS 1992). Salah satu upaya yang ditempuh adalah melalui rekayasa genetik guna merakit tebu yang toleran kekeringan. Upaya ini terbukti mampu menghasilkan tanaman yang memiliki sifat-sifat unggul (Manuhara 2006). Keberhasilan perakitan tanaman transgenik unggul dipengaruhi oleh beberapa faktor, antara lain (1) adanya sistem transformasi dan regenerasi yang mapan, (2) konstruk gen pembawa sifat unggul yang berfungsi dan sesuai serta (3) varietas tanaman anjuran baik atas dasar karakter agronomis maupun kemudahan teknis (Minarsih 2003). Selain itu, juga ditunjukkan dengan keberhasilan pertumbuhan tanaman baru yang normal, fertil dan dapat mengekspresikan gen baru hasil insersi (Manuhara 2006). Beberapa hasil penelitian telah (Ananda 2004; Wulandari 2005; Nurkhasanah 2007; Susiyanti et al. 2007) dilaporkan bahwa transformasi tebu menggunakan gen fitase telah berhasil dilakukan agar tahan di lahan dengan kadar fosfat rendah. Selain itu, Eka et al. (1997) juga telah berhasil merakit tebu yang tahan terhadap penggerek batang (Chillo auricillius), stem borer (pembuat lubang pada batang) (Ali 2006), virus kuning daun (Sugarcane yellow leaf virus, SCYLV) (Gilbert et al. 2009) dan jamur (Khamrit et al. 2012). Perakitan tebu toleran kekeringan dapat diupayakan dengan melakukan transformasi gen P5CS yang menyandi enzim 1 -Pyrroline-5-carboxylate synthetase (P5CS). Gen P5CS berperan dalam biosintesis prolin yaitu asam amino yang berperan sebagai senyawa osmoprotektan yang diakumulasi saat tanaman mengalami cekaman kekeringan atau cekaman osmotik (Bray 1997). Transformasi gen P5CS ke tebu telah berhasil dilakukan tetapi masih mengalami beberapa kendala antara lain terhambatnya pertumbuhan transforman, terbentuknya planlet albino atau bulai, kimera, browning (pencoklatan pada eksplan dan media) dan vigor yang lemah (Minarsih 2003). Untuk memperbaiki tebu transgenik tersebut perlu dilakukan kembali transformasi gen P5CS, sehingga dapat diperoleh tebu transgenik yang toleran terhadap cekaman kekeringan dan vigor yang kuat. Penelitian ini penting dilakukan untuk mendapatkan metode transformasi gen yang optimum melalui variasi strain Agrobacterium, sumber eksplan dan varietas tebu yang baik sebagai target transformasi gen.

16 2 Perumusan Masalah Transformasi eksplan tebu menggunakan gen P5CS melalui A. tumefaciens telah berhasil diperoleh tebu transforman yang memiliki sifat toleran terhadap kekeringan. Transformasi kalus embriogenik tebu varietas PS 851 dan PS 862 asal media padat menggunakan gen P5CS melalui A. tumefaciens strain LBA4404 masih belum optimal karena menghadapi beberapa kendala seperti terhambatnya pertumbuhan transforman, terbentuknya planlet albino atau bulai, kimera, browning (pencoklatan pada eksplan dan media) dan vigor yang lemah. Oleh sebab itu perlu dilakukan optimasi penggunaan strain A. tumefaciens, sumber eksplan dan varietas tebu agar diperoleh tebu transgenik yang memiliki sifat toleran terhadap kekeringan dengan pertumbuhan transforman yang cepat, warna planlet hijau, tidak kimera dan vigor yang kuat. Tujuan Penelitian Tujuan penelitian ini adalah untuk merakit tebu yang teloren terhadap kekeringan melalui optimasi transformasi eksplan tebu menggunakan gen P5CS melalui variasi strain A. tumefaciens, sumber eksplan dan varietas tebu. Hipotesis Penelitian Perakitan tebu toleran kekeringan dapat dilakukan melalui transformasi eksplan tebu menggunakan strain A. tumefaciens yang efektif, sumber eksplan dan varietas tebu yang optimum. Manfaat Penelitian Manfaat dari penelitian ini diharapkan dapat membantu upaya rekayasa genetik toleran kekeringan, sehingga dapat meningkatkan produksi tebu melalui kulur jaringan.

17 3 METODE Waktu dan Tempat Penelitian Penelitian ini dilakukan di Laboratorium Biokimia dan Biologi Molekuler serta Laboratorium Biak Sel dan Mikropropagasi, Balai Penelitian Bioteknologi Perkebunan Indonesia (BPBPI) Jalan Taman Kencana No. 1 Bogor. Penelitian ini dimulai dari bulan Maret 2012-Juni Alat dan Bahan Alat yang digunakan adalah alat gelas, ose, bunsen, autoklaf, rak kultur, pipet mikro, mikrotips, neraca analitik Sartorius ED4252-CW, Allegra 64R Centrifuge-Beckman Coulter, tabung sentrifus, mikrosentrifus Eppendorf 5415R, tabung Eppendorf, shaker incubator ES20-Biosan, laminar air flow ESCO, ph meter (Docu phmeter Sartorius ), magnetic stirrer, seperangkat alat PCR TPersonal BIOMETRA, seperangkat elektroforesis TOYLAB, botol kultur steril, vortex mixer CORNING LSE, water bath, Speed Vacum DNA, lemari pendingin, mikrofilter, sarung tangan, plastik, karet, pinset, pisau dan seperangkat spektrofotometer Thermo Scientific Multiskan GO. Bahan yang digunakan adalah media MS (Murashige dan Skoog 1962) untuk induksi kalus dan media regenerasi yang komposisinya terdapat pada Lampiran 2, media LB (Luria-Bertani) (Lampiran 2), aluminium foil, serbuk agarosa, buffer TBE (Tris Borat EDTA), kit isolasi plasmid (GenJET TM plasmid miniprep kit, Fermentas life sciences), kit bahan campuran PCR (Fermentas life sciences), primer spesifik P5CS dari sekuen CDS gen P5CS V. aconitifolia (start 5 -CGG GGG TTC ATG AAG GAC G-3 dan stop 5 -GAA TCG TTA AAC ATT GTG GAC C-3 ), primer spesifik P5CS dari daerah terkonservasi sekuen CDS gen P5CS V. aconitifolia (CS forward 5 -TAC TGA GAC TGT GAA GTC GC-3 dan CS reverse 5 -ATG GCA TTG CAG GCT GCC G-3 ), primer spesifik NPTII (Neomycin Phosphotransferase II), akuades, Gel red, loading dye, nitrogen cair, tusuk gigi, masker, alkohol, antibiotik rifampisin, kanamisin, ampisilin, sefotaksim, asetosiringon, putresin, glukosa dan pereaksi untuk GUS assay (Uji histokimia GUS/ β-glukoronidase). Kalus dari media padat, kalus embriogenik dan embrio somatik tebu varietas PS 881, PS 891 dan Kidang Kencana (KK). Strain A. tumefaciens strain LBA4404, GV3103 dan AGL1 (dari Dr. Sony Suhandono, Sekolah Ilmu dan Teknologi Hayati, Institut Teknologi Bandung) serta konstruk rekombinan pbi- P5CS Vigna aconitifolia (V. aconitifolia) dari Dr. Desh Pal S. Verma, Ohio State University, USA. Strategi Penelitian Strategi penelitian melalui tahapan sebagai berikut, yaitu: (1) penyiapan konstruk rekombinan pbi-p5cs yang meliputi pertumbuhan koleksi di media

18 4 seleksi, perbanyakkan plasmid, isolasi konstruk rekombinan pbi-p5cs dan elektroforesis gel agarosa (2) transformasi konstruk rekombinan pbi-p5cs ke A. tumefaciens yang meliputi pertumbuhan A. tumefaciens starin GV3101, LBA4404 dan AGL1 koleksi di media seleksi, peremajaan dan perbanyakkan, pembuatan sel kompeten dan transformasi konstruk rekombinan pbi-p5cs sel kompeten A. tumefaciens, (3) pengujian Agrobacterium transforman yang meliputi pertumbuhan di media seleksi, analisis PCR koloni dan elektroforesis gel agarosa, (4) transformasi gen ke eksplan meliputi penyiapan pucuk tebu, subkultur kalus di media padat, subkultur kalus melalui metode SPS dan transformasi gen melalui A. tumefaciens ke eksplan tebu serta (5) pengujian tebu transforman meliputi perhitungan persentase pertumbuhan tunas transforman di media seleksi, uji GUS, isolasi DNA, analisis PCR, regenerasi tebu transforman dan kestabilan transformasi gen (Gambar 1). Prosedur Penelitian Kultur jaringan tanaman tebu Penanaman pucuk tebu untuk penyiapan kalus (Minarsih 2003) Pucuk tebu varietas varietas KK, PS 881 dan PS 891 disiapkan dengan memisahkan pucuk yang masih muda (daun menggulung) yaitu sekitar 20 cm pada jaringan meristem. Pucuk tebu direndam dalam alkohol dan disterilisasi dengan memanaskannya di atas pembakar spiritus beberapa saat. Setelah itu, bagian kulit terluar pucuk tebu dikupas, direndam kembali dalam alkohol, dipanaskan dan diulangi sebanyak 2 kali hingga mendapat pucuk yang lunak. Sekitar cm dari pangkal tunas, batang pucuk muda dipotong-potong menjadi 12 bagian kecil. Kemudian, potongan pucuk ditanam di media MS dan diinkubasi di ruang kultur tanpa cahaya selama 4 minggu. Penanaman pucuk tebu dilakukan dilakukan secara aseptis dalam laminar air flow. Pembuatan media MS dengan komposisi bahan yang digunakan dapat dilihat pada Lampiran 1. Penyiapan kalus embriogenik dan embrio somatik (Mordocco et al. 2009) Kalus embriogenik dan embrio somatik varietas KK, PS 881 dan PS 891 disiapkan di Laboratorium Biak Sel dan Mikropropagasi BPBPI, Ciomas melalui metode Temporary Immersion System (TIS) atau Sistem Perendaman Sesaat (SPS). Kalus yang berasal dari pucuk tebu ketiga varietas disubkultur sebanyak 2-4 kali. Kemudian, sebanyak 0.5 gram kalus dimasukkan dalam bejana SPS RITA dan dilakukan secara aseptis dalam laminar air flow. Bejana SPS RITA kemudian dihubungkan dengan pompa dan automatic timer (Autonic). Program Autonic diatur secara otomatis dengan lama perendaman selama tiga menit setiap 24 jam hingga terbentuk kalus embriogenik (6 minggu) dan embrio somatik (8 minggu).

19 5 Konstruk rekombinan pbi-p5cs Sel kompeten Agrobacterium Agrobacterium transforman Eksplan tebu Tebu Transforman Elektroforesis gel agaros Pembuatan sel kompeten Pertumbuhan di media seleksi Kalus, kalus embriogenik dan embrio somatik Pertumbuhan di media seleksi Isolasi plasmid Peremajaan dan perbanyakkan Agrobacterium Analisis PCR koloni Subkultur kalus di SPS Uji GUS Perbanyakkan plasmid Pertumbuhan di media seleksi Peremajaan Agrobacterium strain GV3101, LBA4404 dan AGL1 Elektroforesis gel agaros Subkultur kalus di media padat Penanaman pucuk tebu varietas KK, PS 881 dan PS 891 Isolasi DNA Analisis PCR Regenerasi tebu transforman Kestabilan transformasi gen Gambar 1 Diagram penelitian 5

20 6 Transformasi genetik Peremajaan A. tumefaciens A. tumefaciens strain GV3103, LBA4404 dan AGL1 ditanam kembali dalam media YEP (Yeast Extract Peptone) padat yang baru (Lampiran 2). Media seleksi YEP dengan penambahan antibiotik rifampisin 50 ppm digunakan untuk A. tumefaciens strain GV3101 dan LBA4404. Sedangkan untuk strain AGL1 antibiotik yang ditambahkan ke dalam media YEP adalah rifampisin 50 ppm dan ampisilin 50 ppm. Penyiapan media dan penanaman A. tumefaciens dilakukan secara aseptis dalam laminar air flow. A. tumefaciens di media baru kemudian diinkubasi tanpa cahaya selama 2 hari untuk strain GV3103 dan LBA4404 serta 3 hari untuk strain AGL1 pada suhu 28 o C. Pembuatan media dan peremajaan A. tumefaciens dilakukan secara aseptis dalam laminar air flow. Pembuatan Sel Kompeten (Wang 2006) Pembuatan sel kompeten menggunakan metode pembekuan (Thaw Method). Sebanyak 100 µl A. tumefaciens strain GV3101, LBA4404 dan AGL1 dimasukkan ke dalam 100 ml media YEP cair (Lampiran 2) dengan antibiotik rifampisin 50 ppm untuk strain GV3101 dan LBA4404. Sedangkan strain AGL1 antibiotik yang ditambahkan adalah rifampisin 50 ppm dan ampisilin 50 ppm. Campuran diinkubasi pada suhu 28 o C tanpa cahaya dan dikocok pada kecepatan 120 rpm hingga memperoleh nilai OD (OD 600, optical density pada panjang gelombang 600 nm). Lalu, suspensi biakan disentrifugasi selama 10 menit pada kecepatan rpm dan suhu 4 o C. Setelah itu, supernatan dibuang dan pelet disuspensikan ke dalam 5 ml larutan CaCl 2 20 mm dingin. Campuran disentrifugasi kembali selama 10 menit pada kecepatan rpm dan suhu 4 o C. Selanjutnya, supernatan dibuang dan pelet disuspensikan dalam 1 ml larutan CaCl 2 20 mm dingin. Campuran kemudian dibagi ke dalam tabung Eppendorf masing-masing 100 μl dalam kondisi dingin dan dimasukkan ke dalam nitrogen cair yang selanjutnya disimpan pada suhu -70 o C untuk digunakan sekali pakai. Pembuatan sel kompeten dilakukan secara aseptis dalam laminar air flow. Transformasi Agrobacterium (Wang 2006) Sebanyak 1 μl plasmid (pbi-p5cs) dan 5 μl sel kompeten A. tumefaciens dimasukkan ke dalam 2 ml media YEP (tanpa antibiotik). Campuran dimasukkan ke dalam nitrogen cair selama 5 menit dan selanjutnya dipindahkan pada suhu 37 o C selama 5-10 menit. Selanjutnya, campuran dimasukkan ke dalam media YEP 2 ml dan diinkubasi selama 2-4 jam pada suhu 28 o C serta dihomogenkan. Setelah itu, campuran disentrifugasi selama 2 menit pada kecepatan rpm dan suhu 4 o C. Pelet yang dihasilkan diresuspensi dengan media YEP cair sebanyak ml dengan penambahan antibiotik rifampisin 50 ppm. Sebanyak μl hasil resuspensi dipindahkan ke media seleksi LB padat (Lampiran 2) yang ditambahkan antibiotik rifampisin 50 ppm dan kanamisin 50 ppm untuk A. tumefaciens strain LBA4404 dan GV3101. Sedangkan penambahan antibiotik rifampisin 50 ppm, ampisilin 50 ppm dan kanamisin 50 ppm ke media seleksi LB padat untuk strain AGL1. A. tumefaciens yang telah ditransformasi kemudian

21 diinkubasi tanpa cahaya pada suhu 28 o C selama 2 hari untuk strain GV3103 dan LBA4404 serta 3 hari untuk strain AGL1. Transformasi konstruk rekombinan pbi-p5cs ke A. tumefaciens dilakukan secara aseptis dalam laminar air flow. 7 Transformasi eksplan tebu (Sain et al. 1994) Gen P5CS dalam konstruk rekombinan pbi-p5cs ditransformasi ke eksplan kalus asal media padat, kalus embriogenik dan embrio somatik yang berasal dari kultur SPS melalui perantara A. tumefaciens. A. tumefaciens transforman diremajakan terlebih dahulu dalam 5 ml media LB cair dengan penambahan antibiotik rifampisin 50 ppm dan kanamisin 50 ppm untuk A. tumefaciens strain LBA4404 dan GV3101. Sedangkan penambahan antibiotik rifampisin 50 ppm, ampisilin 50 ppm dan kanamisin 50 ppm ke media LB cair untuk strain AGL1. A. tumefaciens yang telah ditransformasi kemudian diinkubasi dan dikocok pada suhu 28 o C tanpa cahaya selama 2 hari untuk strain GV3103 dan LBA4404 serta 3 hari untuk strain AGL1. A. tumefaciens segar sebanyak 1 ml kemudian diremajakan kembali ke media LB baru sebanyak 10 ml dengan antibiotik yang sesuai. Campuran diinkubasi pada suhu 28 o C tanpa cahaya dan dikocok pada kecepatan 120 rpm hingga memperoleh nilai OD 600 = Selanjutnya, suspensi biakan disentrifugasi pada kecepatan rpm selama 2 menit. Pelet yang dihasilkan dilarutkan dengan larutan MS cair dan ditambah asetosiringon 100 ppm. Larutan kemudian digunakan untuk inokulasi eksplan selama 15 menit tanpa cahaya. Lalu, eksplan diserapkeringkan dengan kertas tisu steril. Segera setelah itu, eksplan diko-kultivasi pada media MS padat dengan asetosiringon 100 ppm dan diinkubasi selama 2 hari di ruang kultur tanpa cahaya. Jika A. tumefaciens tumbuh signifikan, maka eksplan dicuci dengan media MS cair atau akuades steril hingga bersih. Apabila pertumbuhan A. tumefaciens tidak nyata, maka eksplan dapat langsung dipindahkan ke MS padat yang mengandung sefotaksim 500 ppm dan diinkubasi di ruang kultur tanpa cahaya selama 7 hari. Eksplan kemudian disubkultur ke media seleksi dengan penambahan kanamisin 50 ppm dan sefotaksim 500 ppm selama 4 minggu di ruang kultur gelap. Selanjutnya, eksplan disubkultur dan diinkubasi di ruang terang pada media yang sama untuk inisiasi tunas. Eksplan yang tidak ditransformasi ditanam di media MS sebagai kontrol positif sedangkan kontrol negatif ditanam di media seleksi. Proses penambahan antibiotik, penyiapan eksplan dan subkultur dilakukan secara aseptis dalam laminar air flow. Media kultur untuk kalus tebu adalah MS padat ditambahkan suplemen 100 ml/l air kelapa muda, 30 g/l sukrosa dengan 3.0 mg/l 2,4 D 0.2 mg/l. Tunas diinduksi pada media yang sama tetapi berbeda kandungan hormonnya, yaitu 2 mg/l IAA dan BAP 0.2 ml/l (Lampiran 1). Subkultur ke media baru dilakukan setiap 4 minggu hingga terbentuk planlet (tanaman hasil kultur jaringan). Pada fase induksi akar, planlet dipindahkan ke dalam media MS cair hingga siap diaklimatisasi.

22 8 Pengujian molekuler Uji koleksi konstruk rekombinan pbi-p5cs Pengujian ini dilakukan untuk mengetahui apakah plasmid koleksi berada dalam Escherichia coli (E. coli) atau sudah dalam A. tumefaciens. Koleksi konstruk rekombinan pbi-p5cs sebanyak 10 μl ditambahkan dalam media LB sebanyak 25 ml dalam botol kecil yang sudah disterilisasi. Seleksi antibiotik koleksi konstruk rekombinan pbi-p5cs disiapkan dalam dua botol kecil. Botol pertama berisi media LB sebanyak 25 ml ditambah antibiotik rifampisin 50 ppm dan kanamisin 50 ppm kemudian dikocok pada kecepatan 250 rpm dan suhu 28 o C selama 2 hari. Apabila tumbuh (kuning keruh) maka dapat dipastikan bahwa konstruk rekombinan pbi-p5cs sudah berada dalam A. tumefaciens. Sedangkan botol kecil yang kedua berisi media LB sebanyak 25 ml ditambah antibiotik kanamisin 50 ppm dan diinkubasi pada suhu 37 o C hingga 18 jam sambil dikocok pada kecepatan 250 rpm. Apabila tumbuh, maka dapat disimpulkan bahwa konstruk rekombinan pbi-p5cs masih berada dalam E. coli yang selanjutnya harus diisolasi untuk mendapatkan pbi-p5cs. Isolasi konstruk rekombinan pbi-p5cs Isolasi konstruk rekombinan pbi-p5cs dalam E. coli dilakukan untuk mendapatkan konstruk rekombinan pbi-p5cs yang akan ditransformasi ke A. tumefaciens. Isolasi ini dilakukan dengan menggunakan GeneJET TM Plasmid miniprep kit (Fermantas life science kit). Sebanyak 4 ml kultur bakteri koleksi konstruk rekombinan pbi-p5cs disentrifugasi pada kecepatan rpm selama 1 menit. Supernatan dibuang dan ditambahkan Resuspesion buffer sebanyak 250 μl. Larutan kemudian dihomogenkan dengan vortex hingga larut. Setelah itu, campuran ditambah larutan Lysis buffer sebanyak 250 μl dan dihomogenkan dengan cara dibolakbalik 4-6 kali. Lalu, campuran ditambah larutan Neutralization buffer sebanyak 350 μl dan dihomogenkan dengan cara dibolak-balik 4-6 kali. Kemudian, campuran disentrifugasi pada kecepatan rpm dan suhu 25 o C selama 5 menit. Supernatan dibuang dan pelet yang diperoleh ditambah larutan Wash solution sebanyak 700 μl dalam tabung berfilter. Setelah itu, tabung berfilter disentrifugasi pada kecepatan rpm selama 2 menit. Lalu, supernatan dibuang dan ditambah larutan Wash solution sebanyak 700 μl. Campuran selanjutnya disentrifugasi kembali pada kecepatan rpm selama 2 menit. Supernatan dibuang dan tabung berfilter diganti dengan Eppendorf steril 1.5 ml. Kemudian, filtrat ditambah larutan Ellution buffer sebanyak 30 μl, didiamkan selama 2 menit pada suhu kamar dan selanjutnya disentrifugasi pada kecepatan rpm selama 2 menit. Tabung berfilter dibuang dan akhirnya diperoleh plasmid sekitar 30 μl. Cairan konstruk rekombinan pbi-p5cs yang diperoleh disimpan pada suhu -20 o C.

23 Isolasi DNA tebu transforman (Orozco-Castillo et al. 1994) Isolasi DNA tebu transforman dilakukan sebelum DNA dianalisis PCR. Sebanyak 0.1 gram tebu transforman yang sudah diseleksi dimasukkan ke dalam tabung Eppendorf 2 ml. Kemudian, tebu transforman ditambah nitrogen cair dan ditumbuk hingga halus. Selanjutnya, serbuk tebu transforman ditambah larutan buffer ekstraksi sebanyak 1 ml yang telah dipanaskan dan ditambahkan larutan β- merkaptoetanol 1% sebanyak 10 μl. Campuran kemudian dihomogenkan dengan cara dibolak-balik hingga homogen dan dipanaskan selama 30 menit pada suhu 65 o C. Larutan ekstrak buffer kemudian dibiarkan hingga dingin di suhu kamar. Setelah itu, larutan ditambah campuran kloroform:isoamilalkohol (24:1) (larutan KI) sebanyak 1 ml dan dihomogenkan dengan cara dibolak-balik. Setelah itu, campuran disentrifugasi pada kecepatan rpm dan suhu 25 o C selama 10 menit. Lapisan bagian atas dipipet ke tabung Eppendorf yang baru dan diekstrak kembali dengan larutan KI sebanyak volume cairan yang diperoleh. Kemudian campuran disentrifugasi kembali pada kecepatan rpm dan suhu 25 o C selama 10 menit. Cairan bagian atas dipipet ke tabung Eppendorf yang baru dan ditambahkan larutan isopropanol sebanyak 1 kali volume cairan yang diperoleh. Setelah itu, campuran dikocok perlahan hingga homogen dan disimpan dalam lemari pendingin pada suhu 4 o C selama 30 menit. Setelah itu, campuran disentrifugasi pada kecepatan rpm selama 10 menit. Supernatan dibuang dan pelet DNA dikeringkan dengan cara membalikkan tabung Eppendorf. Pelet DNA dilarutkan dalam 100 μl larutan buffer TE (Tris-EDTA). Kemudian, larutan ditambah 10 μl larutan CH 3 COONa 3 M ph 5.2 dan etanol absolut sebanyak 250 μl. Setelah itu, campuran dihomogenkan dan disimpan dalam lemari pendingin (-20 o C) selama 30 menit. Selanjutnya, campuran disentrifugasi pada kecepatan rpm selama 10 menit. Supernatan dibuang dan pelet DNA dicuci dengan larutan etanol 70% sebanyak μl dan dikeringkan dengan Speed Vacum DNA. Pelet yang sudah kering dilarutkan dalam 100 μl buffer TE atau ddh 2 O, ditambahkan RNase sebanyak 25 μl/ ml dan diinkubasi pada suhu 37 o C selama 30 menit. DNA tebu transforman yang telah diperoleh selanjutnya dianalisis PCR. Kualitas DNA lebih lanjut dapat diuji dengan elektroforesis gel agarosa 1% dan konsentrasinya diukur dengan spektrofotometer pada panjang gelombang 230, 260 dan 280 nm. 9 Verifikasi konstruk rekombinan pbi-p5cs (Minarsih 2003) Verifikasi konstruk rekombinan pbi-p5cs dilakukan untuk menyakinkan hasil isolasi menggunakan PCR (Polimerase Chain Reactions). Reaksi PCR menghasilkan DNA konstruk rekombinan pbi-p5cs yang telah diperbanyak. Keberadaan plasmid yang diinginkan dapat dilihat dengan elektroforesis gel agarosa. Reagen yang digunakan berasal dari Fermentas life science. Sebanyak 5 μl larutan buffer dntp 1 μl, primer spesifik P5CS start dan stop masing-masing sebanyak 2 μl, Taq polymerase sebanyak 0.6 μl, 1 μl DNA plasmid hasil isolasi yang telah diencerkan 10 kali dan ditambah ddh 2 O (molecular water) hingga volume 25 μl. Reaksi dijalankan pada mesin PCR sebanyak 35 siklus.

24 10 Program PCR diatur sebagai berikut: pre denaturasi 94 o C selama 10 menit, denaturasi 94 o C selama 30 menit, penempelan (annealing) 58 o C selama 30 detik, tahap penyempurnaan reaksi (perpanjangan rantai DNA) 72 o C selama 4 menit dan stabilisasi reaksi pada suhu 10 o C. Hasil PCR dianalisis menggunakan metode elektroforesis untuk mengetahui ukuran plasmid. Verifikasi gen NPTII dan gen P5CS (primer spesifik P5CS CS) tebu transforman dilakukan dengan program yang sama dengan primer spesifik P5CS start dan stop. Suhu annealing untuk primer NPTII adalah 55 o C (Minarsih 2003). Sedangkan, program PCR koloni ditambahkan tahap lisis sebelum pre denaturasi. Pengaturan program lisis sebagai berikut suhu 96 o C selama 5 menit, 50 o C selama 1 menit 30 detik, 96 o C selama 1 menit 30 detik, 45 o C selama 1 menit 30 detik, 96 o C selama 1 menit dan 40 o C selama 1 menit. Kontrol positif menggunakan template DNA rekombinan pbi-p5cs. Sedangkan kontrol negatif menggunakan molecular water sebagai template. Keduanya disiapkan dan direaksikan bersama setiap melakukan analisis PCR. Elektroforesis Sampel DNA dianalisis dengan elektroforesis gel agarosa untuk konfirmasi ukuran pbi-p5cs dan DNA tebu transforman setelah dianalisis PCR. Gel agarosa konsentrasi 1% dimasukkan dalam bejana elektroforesis dan sebanyak 2 μl sampel dimasukkan dalam sumur. Kemudian, gel agarosa dielektroforesis dengan tegangan 75 volt. Hasil elektroforesis diamati dan difoto di atas UV transluminator, sehingga dapat dilihat ukuran dari plasmid pbi-p5cs dalam satuan bp (base pair/ pasang basa) dibandingkan dengan marka 1 kb Plus DNA Ladder dari Invitrogen. Uji histokimia GUS (Jefferson 1987) Pengujian GUS dilakukan pada eksplan yang telah ditransformasi. Reagen yang digunakan adalah larutan X-Gluc (5-Bromo-4-chloro-3-indolyl-β-Dglucuronic acid) 1 mm; K 3 Fe(CN) mm; K 4 Fe(CN) mm; triton 3% dan fosfat buffer (NaH 2 PO 4 /NaHPO 4 ) 50 mm dengan ph 7.0. Tebu transforman diinkubasi dalam larutan reagen selama 24 jam pada suhu 37 o C tanpa cahaya. Setelah itu, tebu transforman dicuci dengan alkohol dan diamati warna biru yang terbentuk. Regenerasi tebu transforman Regenerasi tebu transforman dilakukan setelah tumbuh di media seleksi selama 24 minggu (6 bulan). Media regenerasi yang digunakan adalah media MS dengan penambahan glukosa 1% dan putresin masing-masing dengan variasi konsentrasi 0 ppm, 10 ppm dan 30 ppm. Pengamatan perubahan tingkat warna hijau daun tunas transforman dilakukan setelah 8 minggu (2 bulan).

25 Verifikasi kestabilan tebu transforman Verifikasi kestabilan tebu transforman diuji setelah terbentuk planlet transforman berumur 32 minggu (8 bulan) setelah transformasi. Uji histokimia GUS dan analisis PCR dilakukan pada tunas yang terbentuk dari tebu transforman yang telah diuji pada 16 minggu (4 bulan) setelah transformasi. Uji histokimia GUS dilakukan dengan metode Jefferson (1987), sedangkan analisis PCR menggunakan primer spesifik P5CS CS dan NPTII. 11

26 12 HASIL DAN PEMBAHASAN Gen P5CS Tebu termasuk dalam famili Poaceae, genus Saccharum dan spesies Saccharum officinarum L. (Benson 1957) yang dapat tumbuh di daerah tropis dan subtropis (James 2004). Kebutuhan tebu sebagai bahan baku utama pembuatan gula meningkat, untuk memenuhi program pemerintah yaitu swasembada gula tahun Oleh karena itu, perlu penyediaan bibit tebu yang cukup. Salah satu kendala yang dihadapi adalah adanya perubahan musim dan lahan yang terbatas. Berbagai upaya telah dilakukan untuk merakit tebu yang cocok ditanam di lahan marjinal mulai metode konvensional hingga modern. Kekeringan adalah faktor utama yang mempengaruhi pertumbuhan, perkembangan, ketahanan dan produktivitas tanaman. Kekeringan tidak hanya permasalahan utama di lahan marjinal tetapi juga di lahan optimum pada kondisi iklim di lahan kering. Respon tanaman terhadap toleran kekeringan bervariasi. Secara molekuler diantaranya adalah dengan mengakumulasi senyawa osmoprotektan (Bray 1997). Prolin merupakan asam amino yang berperan sebagai senyawa osmoprotektan. Sintesis prolin pada tanaman tingkat tinggi dapat melalui dua jalur yaitu jalur glutamat (Glu) dan jalur ornitin (Orn) (Gambar 2) (Delauney dan Verma 1993). Saat tanaman mengalami cekaman, prolin diproduksi secara langsung melalui jalur Glu. Sedangkan saat kondisi normal, tanaman menggunakan ornitin sebagai prekursor melalui jalur Orn untuk menghasilkan prolin (Aprile et al. 2009). Jalur Glu dimulai dengan konversi asam glutamat menjadi glutamat-γsemialdehid (GSA) yang dikatalisis oleh enzim 1 -pyrroline-5-carboxylate synthetase (P5CS). Selanjutnya, GSA diubah menjadi 1 -pyrroline-5-carboxylate (P5C) secara spontan. Akhirnya L-prolin terbentuk dari P5C yang dikatalisis oleh enzim 1 -pyrroline-5-carboxylate reductase (P5CR). Sintesis prolin melalui jalur Glu dapat meningkat pada kondisi tanaman mengalami cekaman kekeringan (Delauney dan Verma 1993). Sintesis prolin melalui jalur Orn dimulai dengan konversi L-ornitin menjadi α-keto-δ-amonivelarat yang dikatalisis oleh enzim ornitin-α-aminotransferase dan secara spontan diubah menjadi 1 - pyrroline-2-carboxylate (P2C). Akhirnya L- prolin terbentuk dari P2C yang dikatalisis oleh enzim 1 -pyrroline-2-carboxylate reductase (P2CR). Selain itu, L-ornitin juga dapat diubah menjadi GSA yang dikatalisis oleh enzim ornitin-δ-aminotransferase (OAT) dan selanjutnya dibentuk prolin melalui jalur Glu. Gen P5CS merupakan gen yang menyandi enzim P5CS. Enzim P5CS dianggap sebagai enzim pengatur utama dalam sintesis prolin dan meningkatkan pengaturan produksi prolin pada saat tanaman mengalami cekaman (Aprile et al. 2009). Selain itu, gen P5CS merupakan penyandi enzim yang menjadi faktor pembatas dalam biosintesis prolin pada tanaman tingkat tinggi (Hu et al. 1992). Prolin berfungsi sebagai pelindung enzim sitoplasmik dan pelindung stuktur seluler sebagai saat tanaman mengalami cekaman kekeringan (Gibon et al. 2000). Rodrigues et al. (2009) menganalisis profil ekspresi gen kondisi kekeringan pada tebu toleran kekeringan. Metode yang dilakukan menggunakan microarray

27 membrane yang terdiri atas 3575 klon cdna dari pustaka daun tebu dan hasilnya dikonfirmasi menggunakan analisis Real Time PCR. Hasil penelitian menunjukkan terdapat 165 gen yang terekspresi saat stress air, tetapi hanya 94% yang diatur saat stress dan baru 49 gen yang sudah diketahui identitasnya salah satunya adalah gen P5CS. 13 ornitin-δaminotransferase ornitin-αaminotransferase spontan L-ornitin α-keto-δ-aminovelarat 1 -pirolin-2-karboksilat (P2C) P2C reduktase spontan Asam L-glutamat L-prolin Gambar 2 Skema jalur biosintesis prolin pada tanaman (Delauney dan Verma 1993) Ket: P2C P2CR P5C P5CR P5CS GSA = 1 -pyrroline-2-carboxylate ( 1 -pirolin-2-karboksilat) = 1 -pyrroline-2-carboxylate reductase ( 1 -pirolin-2-karboksilat redutase) = 1 -pyrroline-5-carboxylate ( 1 -pirolin-5-karboksilat) = 1 -pyrroline-5-carboxylate reductase ( 1 -pirolin-5-karboksilat reduktase) = 1 -pyrroline-5-carboxylate synthetase ( 1 -pirolin-5-karbosilat sintetase) = glutamate-γ-semialdehide (glutamat-γ-semialdehid) Penelitian tembakau dan tebu transgenik yang diintroduksi gen P5CS dengan perlakuan kondisi toleran kekeringan menunjukkan konsentrasi prolin meningkat dan lebih tinggi dibandingkan dengan tanaman kontrol (non-transgenik) (Minarsih 2003). Selain itu, transformasi kalus kelapa sawit menggunakan gen P5CS telah berhasil mendapatkan kalus transforman yang memiliki sifat toleran terhadap kekeringan (Usmani 2011). Transformasi eksplan tebu menggunakan gen P5CS telah berhasil dilakukan secara biologis melalui A. tumefaciens dan secara fisik dengan particle bombardment. Hasil penelitian menunjukkan penggunaan Agrobacterium terbukti lebih efektif dan efisien dalam transfer konstruk transgen P5CS ke dalam kalus tebu daripada metode particle bombrdment. Tebu transforman yang dihasilkan mengalami pertumbuhan yang lebih lambat dibandingkan dengan kontrol positif, regenerasi planlet tebu transgenik bulai dan memiliki vigor yang lemah (Minarsih 2003). Gen P5CS koleksi BPBPI berada dalam plasmid pbi (Gambar 3) (Kishor et al. 1995). Plasmid pbi berfungsi sebagai vektor yang membawa gen P5CS yang akan ditransformasikan ke tebu. Plasmid pbi-p5cs diperoleh dari cdna P5CS tanaman V. aconitifolia yang ditempatkan antara promoter (35S-P) CaMV 35s dan

28 14 daerah NOS-3. Hasil konstruksi dimasukkan ke dalam EcoRl pada vektor bagian pbi121. Vektor tersebut juga mengandung NPTII dan uida (GUS) daerah penyandi yang digunakan untuk seleksi tanaman transgenik pada antibiotik kanamisin. Peta restriksi konstruk rekombinan menunjukkan daerah label cdna P5CS yang ditandai dengan marka oleh ATG pada nukleotida yang ke-37 dan TAA ke-2185 serta daerah lainnya (Kavi Kishor et al. 1995). NPT II GUS Gambar 3 Peta Restriksi Konstruk Rekombinan pbi-p5cs (Kishor et al. 1995) Plasmid pbi121 telah banyak digunakan untuk transformasi tanaman. Ukuran lengkap sekuen plasmid pbi121 adalah bp dengan daerah T-DNA 6193 bp yang mengandung batas kanan (right border, RB) gen NPTII sebagai penanda seleksi dan gen GUS sebagai gen reporter di batas kiri (left border, LB) (Chen et al. 2003). Tahap awal penelitian ini adalah menguji keberadaan koleksi pbi-p5cs BPBPI. Konstruk rekombinan pbi-p5cs koleksi diuji untuk mengetahui keberadaan plasmidnya di E. coli atau A. tumefaciens. Pengujian keberadaan plasmid dilakukan pada dua botol kultur dengan media LB sebagai media pertumbuhan. Penambahan antibiotik rifampisin bertujuan untuk menyeleksi pertumbuhan A. tumefaciens. Sedangkan antibiotik kanamisin merupakan penyeleksi konstruk rekombinan pbi-p5cs, yaitu pengujian keberadaan gen NPTII (Kishor et al. 1995). Botol pertama, media LB cair ditambahkan antibiotik rifampisin 50 ppm dan kanamisin 50 ppm kemudian dikocok pada kecepatan 250 rpm dan suhu 28 o C selama 2 hari tanpa cahaya. Media tersebut merupakan media seleksi untuk pertumbuhan A. tumefaciens (Venkatachalam et al. 2000; Minarsih 2003; Heikal et al. 2008). Sedangkan botol kedua, media LB cair ditambah antibiotik kanamisin 50 ppm dan diinkubasi pada suhu 37 o C hingga 18 jam sambil dikocok pada kecepatan 250 rpm. Botol kedua merupakan media seleksi untuk pertumbuhan E. coli (Chandrasekharaiah et al. 2004). Pengamatan hari pertama belum menunjukkan perubahan warna campuran pada kedua botol kultur. Suspensi biakan masih berwarna coklat tua. Hasil inkubasi hari kedua juga tidak menunjukkan adanya perubahan warna campuran pada botol pertama. Hal ini menunjukkan bahwa bakteri tidak tumbuh. Sedangkan botol kedua terjadi perubahan warna campuran menjadi kuning keruh yang

29 menunjukkan adanya pertumbuhan bakteri. Hasil inkubasi mengindikasikan bahwa koleksi konstruk rekombinan pbi-p5cs berada dalam E. coli (Gambar 4). 15 a b Gambar 4 Pertumbuhan bakteri di media seleksi a. Suspensi biakan A. tumefaciens dan b. Suspensi biakan E. coli Konstruk rekombinan pbi-p5cs dalam E. coli kemudian diisolasi untuk mendapatkan konstruk rekombinan pbi-p5cs yang akan ditransformasi ke A. tumefaciens. Isolasi konstruk rekombinan pbi-p5cs dilakukan dengan menggunakan GeneJET TM Plasmid miniprep kit (Fermantas life science kit). Proses isolasi diawali dengan peremajaan koleksi konstruk rekombinan pbi-p5cs dalam bakteri yang bertujuan untuk mendapatkan bakteri yang masih muda dan segar. Pengujian kebenaran konstruk rekombinan pbi-p5cs hasil isolasi dianalisis menggunakan PCR dengan primer spesifik P5CS dan elektroforesis gel agarosa yang dibandingkan dengan kontrol positif. Program PCR yang digunakan telah dioptimasi untuk mendapatkan suhu annealing yang optimum yaitu 58 o C. Primer spesifik P5CS yang digunakan dalam penelitian ini adalah primer yang dirancang untuk mengidentifikasi adanya gen P5CS menggunakan BLASTN atas dasar daerah terkonservasi dan cdna utuh gen P5CS V. aconitivolia (Gambar 5) (Minarsih 2003). Hasil analisis BLASTN menunjukkan perbandingan homologi P5CS V. aconitifolia dengan spesies lainnya. Gen P5CS telah dimiliki tanaman secara alami, termasuk juga tebu. Transformasi eksplan tebu menggunakan gen P5CS akan meningkatkan ketahanan tebu ketika mengalami cekaman kekeringan. Selain itu, pada proses pengkajian keamanan pangan tidak akan seketat apabila fungsi transgen di dalam tanaman merupakan sesuatu yang baru. Termasuk dalam hal ini adalah pengkajian kemungkinana protein baru terekspresi dari transgen yang dapat menyebabkan alergi atau toksik terhadap konsumen (Minarsih 2003). Pasangan primer untuk cdna P5CS utuh digunakan untuk verifikasi hasil isolasi konstruk rekombinan pbi-p5cs dari E. coli dan A. tumefaciens transforman. Sedangkan primer dari daerah terkonservasi digunakan untuk verifikasi hasil isolasi DNA tebu transforman.

30 16 Gambar 5 Hasil database menggunakan BLASTN (Minarsih 2003) a. Diagram homologi P5CS V. aconitifolia dengan spesies lainnya b. Primer DNA yang dirancang atas dasar daerah terkonservasi dan cdna utuh Amplifikasi menggunakan primer spesifik P5CS start stop menghasilkan pita DNA dengan ukuran sekitar 2.4 kb seperti terlihat pada Gambar 6. Satu pita yang terbentuk berukuran besar dan tebal seperti kontrol positif. Kontrol positif yang digunakan adalah DNA plasmid pbi-p5cs koleksi BPBPI. Hal tersebut menyakinkan keberhasilan isolasi konstruk rekombinan pbi-p5cs. 2.4 kb a b Gambar 6 Elektroforegram hasil PCR dengan primer spesifik P5CS start stop a. Kontrol positif dan b. pbi-p5cs konstruk rekombinan pbi-p5cs hasil isolasi Ukuran pita DNA hasil PCR menggunakan primer spesifik P5CS start stop sangat kecil dibandingkan dengan ukuran plasmid pbi121, yaitu 2400: Hal ini menunjukkan bahwa yang teramplifikasi adalah gen P5CS utuh. Plasmid

31 pbi121 tidak ikut teramplifikasi, sehingga primer P5CS start stop merupakan primer spesifik untuk gen P5CS. Hal ini menunjukkan bahwa ukuran gen P5CS utuh adalah sekitar 2.4 kb seperti yang dilaporkan Minarsih (2003) dan Soltani et al. (2007). Hal tersebut menyakinkan kembali bahwa gen P5CS telah terisolasi dan siap ditransformasikan ke A. tumefaciens. 17 A. tumefaciens A. tumefaciens adalah salah satu bakteri tanah gram negatif berbentuk batang (Alonso dan Espinosa 1993). Taksonomi A. tumefaciens sebagai berikut: Bakteria (Domain); Proteobakteria (Filum); Alfaproteobakteria (Kelas); Rhizobiales (Orde); Rhizobiaceae (Famili); Agrobacterium (Genus): A. tumefaciens (spesies) (Young 2008). A. tumefaciens mampu mentransfer bagian DNA tertentu (T-DNA) dari plasmid Ti (tumor inducing) yang kemudian berintegrasi ke genom tanaman target (Riva et al. 1998). Proses transfer gen dari A. tumefaciens ke dalam sel tumbuhan terdiri dari beberapa tahap: (1) kolonisasi bakteri (2) induksi sistem virulen bakteri (3) tahap transfer T-DNA kompleks (4) transfer T-DNA dan (5) integrasi T-DNA ke dalam genom tanaman (Riva et al. 1998). Mekanisme interaksi A. tumefaciens dapat dilihat pada Gambar 7 (Kakkar dan Verma 2011). Interaksi yang terjadi adalah sebagai berikut: (1) sel tumbuhan yang terluka menghasilkan senyawa fenolik asetosiringon, (2) asetosiringon dalam Agrobacterium mengaktivasi gen virulen (vir), (3) protein virulen yang dihasilkan untuk mensintesis T-DNA rantai tunggal, (4) T-DNA rantai tunggal intermediet masuk ke dalam sel tumbuhan, (5) T-DNA kompleks yang terbentuk masuk inti sel dan terintegrasi. T-DNA terintegrasi secara acak di situs kromosom tumbuhan. (6) tahap awal sintesis sitokinin, (7) sitokinin dan sintesis auksin yang kemudian memicu terbentuknya tumor pada tumbuhan yang terinfeksi Agrobacterium dan (8) sintesis opin yang selanjutnya digunakan untuk metabolisme A. tumefaciens. Opin adalah produk kondensasi dari asam amino dengan asam keto atau gula. Opin merupakan sumber utama nitrogen dan karbon untuk pertumbuhan Agrobacterium. A. tumefaciens diklasifikasikan berdasarkan jenis opin. Umumnya A. tumefaciens menghasilkan oktopin yang merupakan senyawa turunan dari asam amino arginin dan alanin. Sedangkan nopalin merupakan senyawa turunan asam amino arginin dan asam glutamat. Selain itu, agropin yang berasal dari asam amino glutamat (Park 2006). Jenis opin yang lain adalah sukinamopin (Hellens et al. 2007). Sukinamopin adalah senyawa asam-n-[(1a)-1-karboksi-2-karbamoiletil]-(r)-glutamat yang mudah berubah menjadi sukinamopin laktam dan akhirnya menjadi sukinopin laktam (Chilton et al. 1984).

32 18 Gambar 7 Interaksi A. tumefaciens dengan sel tumbuhan (Kakkar dan Verma 2011) Strain A. tumefaciens yang digunakan pada penelitian ini adalah GV3101, LBA4404 dan AGL1. Tabel 1 menunjukkan karakteristik A. tumefaciens. Adanya perbedaan karakteristik strain A. tumefaciens menyebabkan adanya perbedaan pula dalam optimasi transformasi (Hellens et al. 2000). Ketiga starin yang digunakan juga memiliki jenis opin yang berbeda. GV3101 menghasilkan opin jenis nopalin, LBA4404 oktopin dan AGL1 sukinamopin. Antibiotik yang digunakan dalam media seleksi sesuai dengan karakteristik masing-masing strain A. tumefaciens. A. tumefaciens strain GV3101 dan LBA4404 menggunakan antibiotik rifampisin sebagai seleksi pertumbuhannya. Sedangkan strain AGL1 menggunakan antibiotik rifampisin dan ampisilin. Antibiotik kanamisin yang ditambahkan di media seleksi berfungsi sebagai penanda adanya konstruk rekombinan pbi-p5cs yang mengandung gen NPTII. Tabel 1 Karakteristik strain A. tumefaciens (Hellens et al. 2000) Strain Gen penanda Kromosomal Gen penanda Ti Plasmid Opin GV3101 Rifampisin - Nopalin LBA4404 Rifampisin Spektinomisin dan Oktopin streptomisin AGL1 Rifampisin, Karbenisilin/ Ampisilin - Sukinamopin Transformasi konstruk rekombinan pbi-p5cs ke A. tumefaciens dilakukan dengan metode Wang (2006) yang dimulai dengan pembuatan sel kompeten. Sel

33 kompeten A. tumefaciens dibuat dengan cara menumbuhkan A. tumefaciens dalam media YEP cair hingga mencapai nilai OD 600 = agar mendapatkan jumlah bakteri yang optimum pada fase pertumbuhan. Konsentrasi yang dibutuhkan untuk transformasi adalah 1x10 6 sel/ ml (Bibiana 1994). Keberhasilan transformasi konstruk rekombinan pbi-p5cs ke dalam A. tumefaciens strain GV3101, LBA4404 dan AGL1 ditunjukkan dengan adanya pertumbuhan koloni pada suhu 28 o C yang diinkubasi di media seleksi (Venkatachalam et al. 2000; Minarsih 2003; Heikal et al. 2008). Media seleksi yang digunakan adalah media LB padat dengan penambahan antibiotik rifampisin 50 ppm dan kanamisin 50 ppm untuk strain GV3101 dan LBA4404 yang diinkubasi selama 2 hari tanpa cahaya. Sedangkan strain AGL1 diinkubasi selama 3 hari tanpa cahaya di media LB padat dengan penambahan antibiotik rifampisin 50 ppm, ampisilin 50 ppm dan kanamisin 50 ppm (Gambar 8). 19 a b c Gambar 8 Pertumbuhan koloni hasil transformasi konstruk rekombinan pbi- P5CS ke A. tumefaciens. a. Koloni transforman A. tumefaciens strain LBA4404, b. Koloni transforman A. tumefaciens strain AGL1 dan c. Koloni transforman A. tumefaciens strain GV3101 Pengamatan dilakukan mulai hari pertama setelah transformasi untuk melihat pertumbuhan koloni A. tumefaciens transforman. Pada hari pertama belum tampak pertumbuhan koloni A. tumefaciens transforman. Hari kedua dilakukan pengamatan kembali dan terlihat mulai tumbuh koloni-koloni tunggal, bulat, kecil dan berwarna putih kekuningan untuk strain GV3101 dan LBA4404 seperti terlihat pada Gambar 8. Terlihat adanya koloni yang menyebar merata di permukaan media seleksi. A. tumefaciens strain AGL1 baru terlihat pertumbuhan koloni transforman di media seleksi pada hari ketiga. Terlihat juga adanya kolonikoloni tunggal, bulat, kecil dan berwarna putih kekuningan yang menyebar merata di permukaan media seleksi. Pertumbuhan koloni di media seleksi menunjukkan adanya pertumbuhan A. tumefaciens transforman yang mengandung konstruk rekombinan pbi-p5cs. Apabila dibandingkan waktu kultur A. tumefaciens, maka strain AGL1 (3 hari) membutuhkan waktu inkubasi yang lebih lama dibandingkan strain GV3101 dan LBA4404 (2 hari). Selain itu, jumlah total koloni yang tumbuh dari ketiga strain yang digunakan terlihat strain LBA4404 menunjukkan pertumbuhan koloni dengan jumlah yang lebih banyak. Hal ini menunjukkan bahwa strain LBA4404 memiliki pertumbuhan yang optimum dibandingkan dengan strain GV3101 dan AGL1. Transfomasi A. tumefaciens menggunakan gen P5CS dilakukan sebanyak satu kali dan ditumbuhkan ke media seleksi 3 cawan petri untuk masing-masing strain A. tumefaciens. Sebanyak 10 koloni masing-masing strain A. tumefaciens

34 20 transforman diuji lebih lanjut dengan analisis PCR koloni untuk memastikan kembali keberadaan konstruk rekombinan pbi-p5cs. Koloni transforman yang dipilih adalah koloni tunggal yang letaknya terpisah dari koloni lain dan diambil dari 10 titik yang berbeda dalam satu cawan petri. Koloni dari ketiga strain A. tumefaciens selanjutnya dianalisis PCR koloni dengan primer spesifik P5CS start stop dan elektroforesis gel agarosa. Elektroforegram menunjukkan adanya pita pada ukuran 2.4 kb sama dengan kontrol positif (Gambar 9). Hal tersebut seperti dilaporkan Minarsih (2003) dan Soltani et al. (2007) bahwa ukuran gen P5CS utuh sekitar 2.4 kb. Ukuran pita DNA menunjukkan ukuran yang sama dengan elektroforegram hasil PCR DNA plasmid rekombinan pbi-p5cs menggunakan primer spesifik P5CS start stop. Hasil tersebut menunjukkan bahwa konstruk rekombinan pbi-p5cs telah berhasil ditransformasi ke A. tumefaciens. 2.4 kb Gambar 9 Elektroforegram hasil transformasi pbi-p5cs ke A. tumefaciens. 1 kontrol positif, 2 3 koloni 1 dan 3 strain AGL1; 4 5 koloni 1 dan 2 strain LBA4404 dan 6 7 koloni 1 dan 2 strain GV3101 Elektroforegram menunjukkan pita DNA yang tunggal dan cukup tebal pada ukuran yang sama dengan kontrol positif. Kontrol positif yang digunakan adalah DNA plasmid pbi-p5cs koleksi BPBPI. Dari semua koloni yang dianalisis PCR menunjukkan adanya pita pada ukuran 2.4 kb, tetapi memiliki kualitas pita yang berbeda-beda. Elektroforegram tersebut menjadi dasar pemilihan koloni yang selanjutnya akan digunakan untuk transformasi gen P5CS ke eksplan tebu. Pemilihan koloni didasarkan pada pita DNA yang tunggal, tebal dan jelas. Terlihat pita DNA dari strain LBA4404 menunjukkan pita yang jelas dan cukup tebal. Hal ini menunjukkan bahwa analisis PCR dengan menggunakan DNA template asal A. tumefaciens strain LBA4404 paling optimum dibandingkan dengan kedua strain yang lain. Tebu Transforman Transformasi gen merupakan salah satu metode penggabungan gen asing yang bertujuan untuk mendapatkan organisme dengan sifat-sifat tertentu, sehingga menghasilkan organisme yang lebih baik. Misalnya pada tanaman dengan pembuatan tanaman yang toleran suhu tinggi, suhu rendah, kekeringan, resisten

35 terhadap organisme pengganggu tanaman serta kuantitas dan kualitas hasil yang baik dari tanaman alami. Transfer gen ini dapat dilakukan dengan beberapa metode, yaitu metode transformasi protoplas, biolistik atau microprojectile bombardment dan transformasi biologis menggunakan A. tumefaciens (Hansen dan Wright 1999). Penggunaan A. tumefaciens telah banyak digunakan sebagai media transformasi, antara lain pada tanaman tembakau (Hoekema et al. 1983; Hansen et al. 1994), kapas (Hansen et al. 1994), buncis (Jaiwal et al. 2001), padi dan kedelai (Ke et al. 2001), jagung (Utomo 2004), kopi robusta (Siswanto et al. 2003) dan tebu (Fitranty et al. 2003; Minarsih 2003; Susiyanti et al. 2007; Sugiharto dan Safitri 2011). Penggunaan A. tumefaciens sebagai media transformasi pada berbagai tanaman dikotil dan monokotil telah terbukti karena tingkat keberhasilan dan kestabilan gen yang tinggi, spesifik, mengurangi kimera serta lebih ekonomis dibandingkan dengan metode transformasi yang lain. Kultur jaringan digunakan hampir di seluruh proses transformasi untuk efisiensi transfer gen, seleksi dan regenerasi transforman (Shah et al. 2009). Perkembangan kultur jaringan tebu diawali dengan keberhasilan Hawaiian Sugar Planters Association Experiment Station menginduksi kalus melalui kultur in vitro (Nickell 1964). Selanjutnya, Heinz dan Mee (1969) melaporkan keberhasilan meregenerasi kultur kalus menjadi planlet tebu menggunakan media MS (Murashige dan Skoog 1962) yang telah dimodifikasi. Hal tersebut menjadi titik tolak perkembangan penelitian kultur jaringan tebu yang kemudian diterapkan dalam berbagai aspek seperti mikropropagasi, pemuliaan, konservasi plasma nutfah, eliminasi patogen sistemik dan rekayasa genetik (Lakshmanan et al. 2005). Regenerasi kultur jaringan dapat dilakukan melalui organogenesis dan somatik embriogenesis. Metode somatik embriogenesis merupakan teknologi yang dapat memperbanyak tanaman secara seragam dan dalam jumlah yang sangat banyak karena berasal dari satu sel. Transformasi genetik ke sel-sel embrioid atau embrio somatik saat ini dianggap sebagai metode terbaik untuk menghindari terjadinya kimera (Deo et al. 2010). Dalam transformasi genetik, kimera adalah kondisi di mana transformasi gen yang tidak sempurna pada seluruh bagian transforman atau hanya sebagian yang tertransformasi, misalnya hanya pada daun. Kimera pada transformasi genetik dapat disebabkan karena (1) proses organogenesis tunas saat mulai membentuk asal multiseluler (Zhu et al. 2007), (2) toleransi endogen menyebabkan tidak efektifnya agen selektif lemah dan (3) mekanisme perlindungan diri (cross protection) (Park et al. 1998) Eksplan yang digunakan dalam penelitian ini berasal dari penanaman pucuk tebu ketiga varietas yaitu KK, PS 881 dan PS 891 yang sudah mengalami dua kali subkultur (Gambar 10). Pucuk tebu merupakan bagian daun muda yang masih menggulung. Kalus dari eksplan meristem daun tersebut dihasilkan dari jaringan parenkimatis yang belum mengalami diferensiasi (Minarsih 2003). Penanaman pucuk tebu dilakukan sebanyak 2-3 kali hingga diperoleh jumlah kalus yang sesuai dengan kebutuhan proses transformasi. Kalus yang tumbuh dari pucuk tebu disubkultur sebanyak 2 kali guna memperoleh kalus asal media padat yang baik, yaitu kalus yang sudah beradaptasi di media kultur, mulai berproliferasi dan berjumlah cukup banyak. Kalus yang tumbuh dari pucuk tebu diseleksi untuk mendapatkan kalus yang berwarna putih 21

36 22 dan kering. Selanjutnya, kalus subkultur di media yang sama sebanyak 2 kali hingga diperoleh kalus yang berwarna putih, kering dan sudah mengalami proliferasi. Kalus ini digunakan sebagai eksplan kalus asal media padat dan lebih lanjut digunakan untuk menghasilkan kalus embriogenik dan embrio somatik. a b Gambar 10 Pertumbuhan kalus di media MS a. Pertumbuhan kalus dari potongan pucuk tebu b. Pertumbuhan kalus yang telah disubkultur Kalus embriogenik dan embrio somatik diperoleh dari kultur cair SPS berturut-turut selama 6 minggu dan 8 minggu. Prinsip kerja SPS adalah bahan tanam hanya terpapar sebentar dalam medium, sehingga paparan dengan udara lebih lama dan kekurangan oksigen yang sering terjadi pada kultur cair dapat diatasi (Sumaryono et al. 2007). Kalus embriogenik umur 6 minggu pada fase globular dan embrio somatik umur 8 minggu (Synman et al. 2000) pada fase embrio awal yang siap digunakan sebagai eksplan target transformasi. Embrio somatik dicirikan adanya bentuk yang lebih besar membulat dan mulai terpisah atau dapat dipisahkan per individu dengan warna lebih jelas dan terang yaitu keputihan atau putih-kekuningan. Selain itu, embrio somatik memiliki 2 titik tumbuh, yaitu calon tunas dan akar. Gambar 11 menunjukkan sumber eksplan yang digunakan dalam penelitian ini. Eksplan tebu yang digunakan dalam penelitian ini adalah kalus asal media padat (8 minggu), kalus embriogenik (14 minggu) dan embrio somatik (16 minggu) asal kultur SPS. Selain adanya perbedaan umur eksplan tebu yang digunakan juga terlihat adanya perbedaan morfologi sumber eksplan. Kalus asal media padat yang digunakan diseleksi untuk mendapatkan kalus yang berwarna putih dan kering. Kalus embriogenik juga diseleksi untuk mendapatkan kalus embriogenik yang seragam. Sedangkan embrio somatik diseleksi untuk mendapatkan embrio somatik yang bulat, utuh dan berwana putih kekuningan. Varietas tebu yang digunakan dalam penelitian ini juga menunjukkan perbedaaan proliferasi eksplan. Eksplan tebu varietas KK memiliki tingkat proliferasi yang paling tinggi, selanjutnya varietas PS 881 dan terakhir PS 891. Terlihat sangat jelas di Gambar 11, bahwa tebu varietas KK menghasilkan kalus, kalus embriogenik dan embrio somatik yang paling banyak dalam waktu yang sama. Oleh karena itu, varietas KK merupakan varietas yang optimum dibandingkan dengan varietas PS 881 dan PS 891.

37 Transformasi ketiga sumber eksplan, ketiga varietas tebu melalui ketiga strain A. tumefaciens dilakukan sebanyak 3 kali. Masing-masing sebanyak sekitar 0.5 gram eksplan ditransformasi dan ditanam dalam botol kultur sekitar 100 buah. 23 a1 a2 a3 b1 b2 b3 c1 c2 c3 Gambar 11 Sumber eksplan yang siap ditransformasi a. Kalus, b. Kalus embriogenik, c. Embrio somatik dan 1. Varietas KK, 2. Varietas PS 881, 3. Varietas PS 891. Mula-mula A. tumefaciens transforman disiapkan untuk mendapatkan kultur yang segar agar proses transformasi optimum. Eksplan tebu terlebih dahulu dipisahkan dan sedikit dilukai untuk memacu produksi asetosiringon. Selain itu, asetosiringon 100 ppm juga ditambahkan saat eksplan tebu diinokulasi. Eksplan tebu diinokulasi dengan A. tumefaciens transforman dan ditumbuhkan di media MS padat dengan penambahan asetosiringon 100 ppm selama 2 hari di ruang kultur tanpa cahaya. Penambahan asetosiringon di media kultur dengan konsentrasi 100 ppm atau lebih bertujuan untuk meningkatkan efektifitas dan efisiensi A. tumefaciens dalam transfer konstruk gen P5CS ke dalam eksplan tebu (Fitranty et al. 2003). Lalu, eksplan disubkultur ke media MS padat dengan penambahan sefotaksim 500 ppm (Hossain et al. 2007; Setyati et al. 2007) selama 7 hari di ruang kultur tanpa cahaya. Sefotaksim merupakan antibiotik yang menghambat pertumbuhan A. tumefaciens. Inokulasi ini bertujuan agar A. tumefaciens tidak mengganggu pertumbuhan tanaman transforman. Mekanisme kerja sefotaksim adalah dengan menghambat sintesa dinding sel A. tumefaciens dengan mengganggu cross-linking akhir peptidoglikan dan mengaktifkan enzim otolitik dinding sel. Seleksi tebu transforman dilakukan di media seleksi yaitu media MS yang telah ditambah antibiotik kanamisin 50 ppm dan sefotaksim 500 ppm. Inkubasi

38 24 tebu transforman di media seleksi dilakukan selama 4 minggu di ruang kultur tanpa cahaya. Subkultur selanjutnya di media MS untuk inisisasi tunas dan akar dengan penambahan antibiotik kanamisin 50 ppm dan sefotaksim 500 ppm hingga terbentuk planlet (sekitar 32 minggu). Perlakuan tersebut di atas dilakukan di ruang kultur terang dan disubkultur setiap 4 minggu ke media baru. Hasil Verifikasi Tebu Transforman Pengujian tanaman hasil transformasi dapat dilakukan dengan dua cara yaitu skrening untuk ekspresi gen reporter (misalnya gen GUS) dan seleksi tanaman transforman yang tahan terhadap agen penyeleksi (antibiotik) (Jouanin et al. 1993). Tebu transforman pada penelitian ini diuji dengan dua cara yaitu skrening untuk ekspresi gen GUS melalui uji histokimia GUS dan seleksi tanaman transforman yang tahan terhadap agen penyeleksi menggunakan antibiotik kanamisin. Uji histokimia GUS diuji menggunakan metode Jefferson (1987) karena sudah umum digunakan dan relatif lebih mudah dibandingkan dengan metode lainnya. Gen GUS mengkode enzim β-glukuronidase (GUS) yang ditandai dengan terbentuknya warna biru pada eksplan transforman, sehingga mengindikasikan bahwa transformasi konstruk gen P5CS telah berhasil dilakukan ke tebu (Gambar 12). Aktivitas enzim tersebut dapat divisualisasikan dengan kehadiran substrat X- Gluc (5-bromo-4-chloro-3-indolyl-β-D-glucuronic acid) yang terurai, sehingga membentuk senyawa antara melalui reaksi dimerisasi oksidatif yang menghasilkan senyawa dikloro-dibromoindigo (ClBr-indigo) yang berwarna biru. a b c Gambar 12 Hasil uji histokimia GUS a. Eksplan transforman dalam reagen GUS b. Eksplan transforman berwarna biru Hasil uji histokimia GUS menunjukkan adanya warna biru yang jelas pada tebu transforman, walaupun tidak merata di seluruh permukaan. Kemungkinan disebabkan oleh proses transformasi yang tidak merata dan belum terintegrasi sempurna ke genom tebu. Selain itu, Chaidamsari et al. (1999) juga melaporkan tidak meratanya atau rendahnya intensitas warna biru pada daun tanaman kakao yang ditransformasi disebabkan rendahnya jumlah GUS atau rendahnya kualitas reaksi perubahan warna oleh GUS dan fenomena ini diduga kimera (Tangapo et al. 2012). Hal ini menunjukkan perlu adanya verifikasi lanjutan untuk mendapatkan tebu transforman khususnya eksplan kalus dan kalus embriogenik yang masih berpeluang berproliferasi. Terlihat juga warna biru dalam larutan

39 pereaksi GUS yang menunjukkan adanya gen GUS yang telarut. Hasil uji histokimia GUS tersebut dapat mengindikasikan bahwa transformasi eksplan tebu telah berhasil dilakukan. Gen GUS hanya akan diekpresikan pada sel tanaman dan tidak pada Agrobacterium, karena adanya intron pada daerah N-terminal dari sekuens gen gusa (Jouanin et al. 1993). Uji GUS merupakan metode untuk melihat ekspresi gen GUS pada tanaman transgenik walaupun sifatnya destruktif (merusak tanaman transforman). Gambar 3 menunjukkan adanya gen GUS yang menyandi enzim β-glukuronidase, sehingga mengindikasikan bahwa konstruk gen P5CS telah tertransformasi ke dalam eksplan. Reaksi pembentukan warna biru dapat dilihat pada Gambar 13. Substrat X- gluc diubah menjadi asam glukoronat dengan diaktivasi enzim β-glukuronidase. Selanjutnya, asam glukoronat mengalami oksidasi dan dimerisasi membentuk senyawa 5,5 -dibromo-4,4 -dikloro-indigo terlarut yang berwarna biru. Warna biru dapat dilihat pada larutan pereaksi GUS dan tebu transforman yang diuji. 25 Gambar 13 Reaksi pembentukan warna biru Seleksi tanaman transforman selanjutnya dilihat ketahanannya terhadap agen penyeleksi, antibiotik kanamisin. Antibiotik kanamisin 50 ppm ditambahan di media seleksi MS untuk melihat keberadaan konstruk rekombinan pbi-p5cs yang mengandung gen NPTII di tebu transforman. Selain itu, antibiotik sefotaksim 500 ppm ditambahkan juga di media MS untuk menghambat pertumbuhan A. tumefaciens. Pertumbuhan tebu transforman di media seleksi diamati di ruang terang mulai hari ke-1 hingga terbentuk planlet. Pertumbuhan eksplan tebu yang tidak ditransformasi yang ditanam di media MS sebagai kontrol positif baik. Tebu transforman berfoliferasi dan mulai muncul tunas berwarna hijau (Gambar 14).

40 26 Gambar 14 Perbandingan pertumbuhan tebu a. Kontol positif, b. Kontrol negatif dan c. Tebu transforman Eksplan yang tidak ditransformasi ditanam di media MS dengan penambahan antibiotik sefotaksim 500 ppm dan kanamisin 50 ppm sebagai kontrol negatif menunjukkan pertumbuhan yang lambat, bahkan ada yang tidak berkembang, berwarna kuning, coklat, hitam, kering dan akhirnya mati. Hal ini menunjukkan bahwa apabila benar gen P5CS telah tertransformasi ke eksplan, maka akan tumbuh di media seleksi. Pertumbuhan eksplan yang ditransformasi tumbuh cukup baik. Tebu transforman tumbuh dan terbentuk tunas berwarna hijau. Pertumbuhan eksplan di media seleksi menunjukkan keberhasilan proses transformasi karena pada konstruk rekombinan pbi-p5cs terdapat gen NPTII, yaitu gen ketahanan terhadap kanamisin (Gambar 3). Selain itu, kanamisin merupakan antibiotik yang berperan menghambat proses translasi pada bakteri (Smith dan Wood 1991). Oleh karena itu, kanamisin juga membantu sefotaksim menghambat pertumbuhan dan mematikan A. tumefaciens. Keberadaan gen P5CS pada tebu transforman dapat dilihat juga dari pertumbuhan tebu transforman di media seleksi setelah 4 bulan transformasi (Tabel 2). Persentase rata-rata pertumbuhan tebu transforman tertinggi adalah eksplan yang ditransformasi gen P5CS melalui A. tumefaciens strain LBA4404, yaitu mencapai 85.28%. Sedangkan, transformasi gen melalui A. tumefaciens strain AGL1 hanya mencapai 80.83% dan strain GV3101 mencapai 80.55%. Variasi strain A. tumefaciens mempengaruhi persentase pertumbuhan tunas transforman. Hal ini disebabkan karena karakteristik A. tumefaciens ketiga strain yang digunakan. Karakteristik yang mempengaruhi efektifitas transformasi dan perbanyakkan A. tumefaciens adalah variasi kromosomal dan plasmid Ti (Hellens et al. 2000). Terlihat dari optimasi strain yang dilakukan, ketiga strain A. tumefasiens menunjukkan hasil yang berbeda-beda.

41 27 Tabel 2 Pertumbuhan tebu transforman (16 minggu) Kalus Embrio Varietas Kalus embriogenik somatik Tebu (%) (%) (%) Strain GV3101 KK PS PS Strain LBA4404 KK PS PS Strain AGL1 KK PS PS Rata-rata (%) Rata-rata (%) LBA4404 merupakan strain A. tumefaciens yang paling efektif sebagai media transformasi gen P5CS ke eksplan tebu dibandingkan strain GV3101 dan AGL1. Terbukti strain LBA4404 telah banyak digunakan sebagai media transformasi gen pada tebu seperti yang dilakukan oleh Hoekema et al. (1983), Minarsih (2003), Mitic et al. (2004), Utomo (2004), Ahmed et al. (2007) dan Eldessoky et al. (2011). Selain itu, strain LBA4404 memiliki nilai efisiensi transformasi cukup tinggi yaitu 70% (Tripathi et al. 2005). Hal tersebut menunjukkan bahwa tebu transforman tidak terganggu pertumbuhannya dengan A. tumefaciens strain LBA4404 dibandingkan dengan menggunakan strain GV3101 dan AGL1. Selain itu, pada proses inokulasi di media padat, A. tumefaciens strain AGL1 masih sering tumbuh bahkan sampai ke media seleksi (MS dengan antibiotik sefotaksim dan kanamisin). Hal ini disebabkan karena adanya gen yang resisten terhadap ampisilin (gen yang mengkode enzim β-laktamase), sehingga tidak mudah untuk membersihkan dan membunuh A. tumefaciens strain AGL1 dalam media kultur jaringan (Hellens et al. 2000). Oleh karena itu, untuk meminimalisir pertumbuhan A. tumefaciens dapat ditambahkan kertas saring steril di atas media padat (Gambar 15).

42 28 Gambar 15 Tebu transforman di media ko-kultivasi Penggunaan kertas saring berhasil meminimalisir pertumbuhan A. tumefaciens strain AGL1 transforman di media padat. Apabila masih terlihat pertumbuhan, maka tebu transforman harus dicuci terlebih dahulu sebelum disubkultur dengan MS cair atau akuades steril hingga bersih. Persentase pertumbuhan tunas transforman setelah 32 minggu transformasi melalui A. tumefaciens strain LBA4404 juga menunjukkan nilai tertinggi, yaitu 22.17% (Tabel 4). Hal ini menunjukkan bahwa A. tumefaciens strain LBA4404 merupakan strain yang paling optimum dibandingkan dengan strain GV3101 dan AGL1. Penurunan persentase pertumbuhan tebu transforman terjadi karena dimungkinkan adanya seleksi lanjutan, sehingga diharapkan tebu transforman yang terseleksi merupakan tebu transforman yang stabil. Selain itu, eksplan yang berasal dari kalus dan kalus embriogenik masih berpeluang berproliferasi. Oleh karena itu, seleksi tebu transforman terus disubkultur hingga umur 32 minggu untuk memperoleh tebu transforman yang stabil. Tabel 2 juga menunjukkan persentase pertumbuhan tebu transforman tertinggi berasal dari sumber eksplan embrio somatik, yaitu 82.6%. Penggunaan embrio somatik sebagai eksplan telah banyak digunakan (Snyman et al. 2000; Gill et al. 2004; Khan dan Khatri 2006; Ali et al. 2007; Sani dan Musthapa 2010; Malabadi et al. 2011; Ikram-ul-Haq dan Memon 2012) karena selain pertumbuhannya yang cepat juga memiliki bentuk yang seragam. Penggunaan embrio somatik sebagai target transformasi gen menurunkan frekuensi terbentuknya kimera pada regenerasi transgenik (Deo et al. 2010). Selain itu, embrio somatik yang digunakan dalam penelitian ini memiliki umur yang lebih dewasa (16 minggu) dibandingkan dengan eksplan tebu yang lain. Oleh karena itu, embrio somatik memiliki persentase pertumbuhan yang tertinggi. Embrio somatik yang dihasilkan dari modifikasi kultur cair SPS apabila dibandingkan dengan kultur padat memiliki beberapa keunggulan antara lain laju pertumbuhan lebih cepat, total biomassa yang dihasilkan lebih banyak, bentuk fisik atau morfologi yang baik, abnormalitas rendah dan keseragaman yang tinggi (Riyadi I 28 Maret 2013, komunikasi pribadi). Metode SPS lebih praktis, cepat dan mengurangi biaya subkultur (Mordocco et al. 2009). Penggunakan kultur cair juga mempengaruhi proses fotosintesis dan transpirasi eksplan. Pertumbuhan eksplan mengalami peningkatan indikator morfologi misalnya tinggi, berat kering dan berat basah. Selain itu, peningkatan indikator fisiologi misalnya jumlah pigmen fotosisntesis (klorofil a, b dan total), transpirasi total dan konduktansi stomata berat daun (Jova et al. 2011).

43 Persentase pertumbuhan tebu transforman umur 16 minggu berdasarkan varietas tebu yang digunakan ditunjukkan pada Tabel 3. Ketiga varietas tebu yang digunakan merupakan varietas tebu unggul, tetapi tidak tahan di lahan kering. Varietas tebu KK memiliki persentase pertumbuhan tertinggi dengan nilai 87.85%. Hal ini juga dapat dibandingkan dengan Gambar 11. Proliferasi kalus, kalus embriogenik dan embrio somatik menggunakan kultur cair SPS varietas KK menunjukkan pertumbuhan yang lebih cepat dibandingkan dengan varietas PS 881 dan PS 891. Sifat ini terus dipertahankan setelah menjadi tebu transforman. 29 Tabel 3 Pertumbuhan tebu transforman berdasarkan varietas tebu yang digunakan (16 minggu) Kalus Varietas Kalus Embrio somatik Rata-rata embriogenik Tebu (%) (%) (%) (%) Strain GV3101 KK Strain LBA4404 PS Strain AGL1 PS Persentase pertumbuhan tunas transforman setelah 32 minggu transformasi asal eksplan tebu varietas KK juga menunjukkan nilai tertinggi, yaitu 18.41% (Tabel 5). Tebu varietas KK tetap menjadi sumber eksplan yang memiliki persentase terbaik pertumbuhan tunas sebanding dengan pertumbuhan eksplannya. Oleh karena itu, tebu varietas KK merupakan sumber eksplan yang baik karena memiliki pertumbuhan lebih cepat dan lebih banyak dibandingkan kedua varietas yang lain. Hal ini menunjukkan bahwa tebu varietas KK merupakan varietas tebu yang paling optimum dalam penelitian ini. Tabel 4 menunjukkan persentase pertumbuhan tunas transforman pada media seleksi yang diamati setelah 8 bulan transformasi (32 minggu). Sedangkan persentase pertumbuhan tunas transforman berdasarkan varietas tebu yang digunakan dapat dilihat pada Tabel 5. Persentase pertumbuhan tunas transforman tertinggi adalah eksplan yang berasal dari kalus embriogenik yaitu 20.78% asal kultur SPS. Kalus embriogenik merupakan sumber eksplan yang paling baik sebagai target transformasi karena masih berpeluang mengalami perbanyakkan, sehingga jumlah tunas transforman yang terbentuk lebih banyak dibandingkan dengan embrio somatik. Kalus embriogenik yang digunakan pada penelitian ini masih dalam tahap awal pembentukan embrio yaitu tahap globular umur 6 minggu (Riyadi I 28 Maret 2013, komunikasi pribadi). Oleh karena itu, kalus embriogenik merupakan sumber eksplan yang paling efektif sebagai target transformasi gen (Borsics et al. 2002; Falco dan Silva-Filho 2003; Liu et al. 2003; Wei et al. 2003; Gilbert et al. 2009).

44 30 Tabel 4 Pertumbuhan tunas transforman (32 minggu) Kalus Varietas Kalus Embrio somatik embriogenik Tebu (%) (%) (%) Strain GV3101 KK PS PS Strain LBA4404 KK PS PS Strain AGL1 KK PS PS Rata-rata (%) Rata-rata (%) Tabel 5 Pertumbuhan tunas transforman berdasarkan varietas tebu yang digunakan (32 minggu) Kalus Varietas Kalus Embrio somatik Rata-rata embriogenik Tebu (%) (%) (%) (%) Strain GV3101 KK Strain LBA4404 PS Strain AGL1 PS Sedangkan embrio somatik merupakan calon satu individu utuh, sehingga tunas yang dihasilkan paling sedikit dibandingkan dengan kalus yang berasal dari media padat dan kalus embriogenik. Embrio somatik yang digunakan dalam penelitian ini sudah tahap lanjut umur 8 minggu (Riyadi I 28 Maret 2013,

45 komunikasi pribadi). Pertumbuhan eksplan yang bersal dari kalus embriogenik dan embrio somatik selanjutnya akan lebih cepat tumbuh dibandingkan dengan kalus yang berasal dari media padat. Hal ini terlihat dari peningkatan jumlah akar dan rata-rata pertumbuhan yang tinggi (Arencibia et al. 2008). Terjadi penurunan persentase pertumbuhan tunas transforman (32 minggu) dibandingkan dengan persentase pertumbuhan tunas transforman (16 minggu). Hal ini dimungkinkan karena proses seleksi tebu transforman, sehingga diharapkan tunas transforman yang tumbuh memiliki kestabilan transformasi. Oleh karena itu, perlu dilakukan verifikasi tunas transforman yang stabil melalui uji histokimia GUS dan analisis PCR. Pengujian keberadaan gen P5CS secara molekuler lebih lanjut dilakukan dengan analisis PCR dan elektoforesis gel agarosa dari DNA tebu transforman setelah 16 minggu transformasi. Program PCR yang digunakan telah dioptimasi dan diperoleh suhu annealing yang optimum adalah 58 o C. Amplifikasi DNA menggunakan primer spesifik P5CS CS menghasilkan pita DNA dengan ukuran sekitar 1.2 kb. Ukuran pita ini sama dengan analisis PCR yang dilaporkan Minarsih (2003), sehingga menunjukkan adanya fragmen gen P5CS dengan ukuran 1.2 kb. Gambar 16 menunjukkan bahwa gen P5CS telah tertransformasi ke dalam eksplan dengan adanya pita yang mempunyai ukuran yang sama dengan kontrol positif. Secara umum, terlihat pada Gambar 16 terbentuk pita DNA yang cukup tegas dan tebal seperti kontrol positif. Kontrol positif yang digunakan adalah konstruk rekombinan pbi-p5cs yang diisolasi dari E. coli. Hal ini menunjukkan reaksi PCR yang baik dengan menggunakan template dari DNA tebu transforman. Selain itu, pita yang dihasilkan elektroforesis gel agarosa cukup bersih. Walaupun masih terdapat smear, tetapi keberadaanya tidak mengganggu pengamatan ukuran pita. 31 M M M kb a b c Gambar 16 Elektroforegram hasil PCR menggunakan primer spesifik P5CS CS tebu transforman. A. kalus, B. kalus embriogenik dan C. embrio somatik M. Marker, 1. Kontrol positif, 2. Kontrol negatif, 3. A. tumefaciens strain GV3101 varietas KK, 4. A. tumefaciens strain LBA4404 varietas KK, 5. A. tumefaciens strain AGL1 varietas KK, 6. A. tumefaciens strain GV3101 varietas PS 881, 7. A. tumefaciens strain LBA4404 varietas PS 881, 8. A. tumefaciens strain AGL1 varietas PS 881, 9. A. tumefaciens strain GV3101 varietas PS 891, 10. A. tumefaciens strain LBA4404 varietas PS 891 dan 11. A. tumefaciens strain AGL1 varietas PS 891 Hasil amplifikasi DNA tebu transforman asal kalus media padat dan embrio somatik untuk ketiga varietas yang ditransformasi dengan ketiga jenis strain A.

46 32 tumefaciens menghasilkan satu pita pada ukuran 1.2 kb. Tetapi pada amplifikasi DNA tebu transforman asal kalus embriogenik, tidak semua teramplifikasi sempurna. Terlihat adanya pita lebih dari satu buah, yaitu pada varietas KK yang ditransformasi dengan ketiga jenis strain A. tumefaciens dan PS 881 yang ditransformasi dengan A. tumefaciens strain GV3101. Hal ini kemungkinan disebabkan oleh DNA tebu transforman yang kurang murni, sehingga reaksi PCR tidak sempurna. Selain itu, dapat pula diindikasikan proses transformasi kalus embriogenik yang tidak sempurna/ tidak menyeluruh. Hal ini disebabkan kalus embriogenik masih berpeluang berproliferasi, sehingga ada bagian kalus embriogenik baru yang tidak tertransformasi. Keberadaan konstruk gen P5CS dalam tebu transforman diuji juga amplifikasi PCR dengan primer spesifik NPTII untuk menyakinkan keberadaan konstruk gen P5CS yang mengandung gen penyandi ketahanan terhadap antibiotik kanamisin, yaitu gen NPTII (Gambar 3). Secara umum, terlihat satu pita yang tegas dan tebal pada ukuran 700 bp sama dengan kontrol positif (Gambar 17). Walaupun masih terdapat smear yang disebabkan karena DNA tebu transforman belum murni (masih terdapat pengotor), tetapi tidak mengganggu pengamatan ukuran pita. Pada kontrol negatif dan eksplan yang tidak ditransformasi tidak terdapat pita karena tidak mengandung gen P5CS. Verifikasi menggunakan primer spesifik NPTII membuktikan kebenaran adanya konstruk gen P5CS dalam tebu transforman yang tumbuh di media seleksi padat dengan penambahan kanamisin 50 ppm. M M M a b c 700 kb Gambar 17 Elektroforegram hasil PCR menggunakan primer spesifik NPTII pada tebu transforman. a. Kalus, b. Kalus embriogenik, c. Embrio somatik, M. Marker, 1. Kontrol positif, 2. Kontrol negatif, 3. A. tumefaciens strain GV3101 varietas KK, 4. A. tumefaciens strain LBA4404 varietas KK, 5. A. tumefaciens strain AGL1 varietas KK, 6. A. tumefaciens strain GV3101 varietas PS 881, 7. A. tumefaciens strain LBA4404 varietas PS 881, 8. A. tumefaciens strain AGL1 varietas PS 881, 9. A. tumefaciens strain GV3101 varietas PS 891, 10. A. tumefaciens strain LBA4404 varietas PS A. tumefaciens strain AGL1 varietas PS 891 dan 12. Eksplan yang tidak ditransformasi. Gen NPTII sudah secara luas digunakan untuk seleksi tanaman transforman. Gen ini membawa sifat resisten terhadap antibiotik yang berbeda-beda (neomisin, kanamisin, paronomisin dan genetisin) (Jouanin et al. 1993). Hasil penelitian Lo et al. (2007) dilaporkan bahwa ukuran gen NPTII pada pbi121 antara Oleh karena itu, dapat disimpulkan bahwa ukuran pita DNA 700 bp pada penelitian ini merupakan ukuran fragmen gen NPTII.

47 33 Hasil Verifikasi Tebu Transforman yang Stabil Kestabilan transformasi gen P5CS diuji setelah terbentuk planlet (32 minggu) melalui uji histokimia GUS dan analisis PCR. Tunas transforman yang terbentuk dari kalus, kalus embriogenik dan embrio somatik yang sebelumnya telah diuji keberadaannya konstruk gen P5CS terlebih dahulu diisolasi DNA dengan metode Orozco-Castillo et al. (1994). Pengujian histokimia GUS pada tunas transforman umur 32 minggu juga menunjukkan hasil positif dengan terbentuknya warna biru pada tunas transforman (Gambar 18). Terdapat warna biru merata di seluruh permukaan tunas transforman, tetapi ada juga yang tidak merata. Hal ini menunjukkan bahwa tidak seluruh bagian tebu tertransformasi seperti yang telah dijelaskan di atas. Tanda panah menunjukkan warna biru yang dominan di bagian ujung tunas transforman. Gambar 18. Hasil uji histokimia GUS tunas transforman Uji histokimia GUS merupakan metode yang efektif untuk melihat ekspresi gen GUS pada tanaman transforman (Hossain et al. 2006; Khamrit et al. 2012). Hal ini disebabkan karena cepat, mudah diamati dan langsung dapat disimpulkan bahwa terbentuknya warna biru menunjukkan keberhasilan proses transformasi. Seperti yang dilaporkan Siswanto et al. (1999), ekspresi gen GUS tidak stabil pada eksplan daun. Pengujian secara molekuler dilakukan melalui analisis PCR menggunakan primer spesifik P5CS CS. Gambar 19 menunjukkan elektroforegram adanya pita pada ukuran 1.2 kb sama dengan kontrol positif. Adanya pita pada ukuran tersebut menunjukkan keberadaan konstruk gen P5CS dalam tunas tebu transforman. Hasil amplifikasi PCR tunas transforman asal kalus media padat varietas PS 881 terbentuk pita lebih dari satu, yaitu yang ditransformasi menggunakan A. tumefaciens strain AGL1 dan ketiga strain A. tumefaciens pada kalus varietas PS 891. Terlihat juga pada tunas transforman asal kalus embriogenik ketiga varietas yang ditransformasi menggunakan A. tumefaciens strain LBA4404 dan AGL1 terdapat lebih dari satu pita DNA, tetapi masih terdapat pita yang sama dengan kontrol positif pada ukuran 1.2 kb walaupun tidak tegas. Diindikasikan proses transformasi tetap berhasil karena adanya pita pada ukuran 1.2 kb.

48 34 M M M kb a b c Gambar 19 Elektroforegram hasil PCR menggunakan primer spesifik P5CS CS tunas transforman. a. kalus, b. kalus embriogenik dan c. embrio somatik M. Marker, 1. Kontrol positif, 2. Kontrol negatif, 3. A. tumefaciens strain GV3101 varietas KK, 4. A. tumefaciens strain LBA4404 varietas KK, 5. A. tumefaciens strain AGL1 varietas KK, 6. A. tumefaciens strain GV3101 varietas PS 881, 7. A. tumefaciens strain LBA4404 varietas PS 881, 8. A. tumefaciens strain AGL1 varietas PS 881, 9. A. tumefaciens strain GV3101 varietas PS 891, 10. A. tumefaciens strain LBA4404 varietas PS 891 dan 11. A. tumefaciens strain AGL1 varietas PS 891. Hal ini menunjukkan adanya reaksi amplifikasi PCR yang kurang baik. Terbentuknya pita lebih dari satu menunjukkan adanya proses amplifikasi yang tidak sempurna karena dimungkinkan DNA yang terisolasi tidak hanya mengandung gen P5CS atau DNA hasil isolasi tidak murni. Selain itu, dapat pula disebabkan program PCR yang belum optimum atau primer yang digunakan kurang spesifik untuk DNA tersebut. Sedangkan tunas transforman asal kalus media padat varietas PS 891 yang ditransformasi melalui A. tumefaciens strain GV3101 tidak terbentuk pita sama sekali. Hal ini menunjukkan tidak terjadi amplifikasi PCR menggunakan primer spesifik P5CS CS, sehingga transformasi kalus asal media padat varietas PS 891 yang ditransformasi melalui A. tumefaciens strain GV3101 tidak stabil. Apabila dibandingkan dengan hasil amplifikasi Gambar 16, maka terdapat satu pita pada ukuran 1.2 kb. Oleh karena itu, transformasi kalus asal media padat varietas PS 891 yang ditransformasi melalui A. tumefaciens strain GV3101 sudah berhasil dilakukan tetapi tidak stabil. Gambar 20 menunjukkan elektroforegram hasil reaksi PCR dengan primer NPTII adanya pita pada ukuran sekitar 700 bp sama dengan kontrol positif. Adanya pita pada ukuran tersebut menunjukkan keberadaan konstruk gen P5CS dalam tunas tebu transforman. Secara umum, terlihat adanya satu pita yang tegas dan tebal seperti pada kontrol positif. Tetapi, transformasi eksplan asal embrio somatik varietas PS 881 melalui A. tumefaciens strain LBA4404 terbentuk pita lebih dari satu. Hal ini dimungkinkan karena DNA tunas transforman tidak murni, tetapi hal tersebut masih tetap menunjukkan adanya pita pada ukuran sekitar 700 bp. Oleh karena itu, masih dapat disimpulkan bahwa tunas transforman masih mengandung konstruk gen P5CS.

49 M M M aa b b c c 700 kb Gambar 20 Elektroforegram hasil PCR menggunakan primer spesifik NPTII tunas transforman. a. Kalus, b. Kalus embriogenik, c. Embrio somatik, M. Marker, 1. Kontrol positif, 2. Kontrol negatif, 3. A. tumefaciens strain GV3101 varietas KK, 4. A. tumefaciens strain LBA4404 varietas KK, 5. A. tumefaciens strain AGL1 varietas KK, 6. A. tumefaciens strain GV3101 varietas PS 881, 7. A. tumefaciens strain LBA4404 varietas PS 881, 8. A. tumefaciens strain AGL1 varietas PS 881, 9. A. tumefaciens strain GV3101 varietas PS 891, 10. A. tumefaciens strain LBA4404 varietas PS 891 dan 11. A. tumefaciens strain AGL1 varietas PS 891. Hasil pengujian kestabilan tebu transforman menunjukkan keberhasilan proses transformasi eksplan tebu yang cukup baik. Keberhasilan transformasi eksplan tebu menggunakan gen P5CS memerlukan pengujian lebih lanjut untuk melihat kestabilan gen yang telah ditransformasi setelah diaklimatisasi. Hasil Regenerasi Tebu Transforman Regenerasi tebu transforman perlu dilakukan untuk menjaga kelangsungan hidup tebu transforman. Regenerasi tebu transforman diamati lebih lanjut hingga siap diaklimatisasi. Tebu transforman yang tumbuh di media seleksi selama 8 bulan kemudian dipindahkan ke media MS biasa tanpa penambahan antibiotik dan disubkultur setiap 4 minggu di media baru. Gambar 21 menunjukkan adanya perbedaan warna tunas tebu transforman. Variasi warna tunas transforman yang terbentuk mulai tunas berwarna putih hingga berwarna hijau tua seperti kontrol positif. Selain itu, terdapat tunas yang berwarna belang hijau putih (Gambar 21e). Hal ini menujukkan fenomena kimera (Tangapo et al. 2012). Perbedaan warna tunas transforman diduga akibat terintegrasinya transgen secara acak dalam genom tanaman (Nurkhasanah 2007). Hal ini akan menyebabkan tebu transforman tidak dapat bertahan hidup ketika tahap aklimatisasi.

50 36 a b c d e Gambar 21 Tunas transforman. a. Tunas transforman berwarna putih. b. Tunas transforman berwarna hijau muda. c. Tunas transforman belang hijau putih di media d. Tunas transforman hijauntua dan ada yang kombinasi. e. Tunas transforman belang hijau putih di media MS cair Tingkat warna hijau daun tunas transforman disajikan pada Tabel 6. Tebu transforman varietas PS 881 yang ditransformasi menggunakan A. tumefaciens strain GV3101 memiliki warna yang terbaik yaitu hijau tua seperti kontrol baik eksplan kalus asal media padat, kalus embriogenik dan embrio somatik asal kultur SPS. Tetapi dari sumber eksplan embrio somatik terdapat tunas daun yang kimera (belang hijau tua dan putih). Begitu pula pada varietas PS 881 yang ditransformasi menggunakan A. tumefaciens strain LBA4404 dengan eksplan kalus embriogenik asal kultur SPS. Selain itu, varietas tebu PS 891 asal kalus media padat dan kalus embriogenik kultur SPS menggunakan A. tumefaciens strain AGL1 memiliki warna tunas hijau tua. Eksplan tebu varietas KK menunjukkan rata-rata warna tunas hijau muda dan hijau putih mendekati albino. Tabel 6 Tingkat hijau daun tunas transforman Varietas Tebu Kalus Kalus embriogenik Embrio (SPS) somatik (SPS) Strain GV3101 KK PS * PS Strain LBA440 KK PS PS Strain AGL1 KK PS PS Ket: +++ = baik (hijau tua seperti kontrol) ++ = cukup (hijau muda) + = kurang (hijau putih) * = terdapat tunas daun yang kimera (belang hijau tua dan putih)

51 Hal tersebut menunjukkan bahwa rata-rata abnormalitas warna daun terjadi pada eksplan transforman paling rendah adalah jenis eksplan kalus embriogenik kultur SPS. Perbedaan efektivitas medote transformasi gen P5CS pada ketiga varietas disebabkan karena variasi genotipe tebu yang unik dari masing-masing varietas tebu yang digunakan (Gilbert et al. 2005). Hal ini akan menghasilkan respon yang berbeda-beda setelah ditransformasi menggunakan gen P5CS. Pertumbuhan tunas transforman albino kemungkinan disebabkan adanya kelainan genetik pada kromosom setelah proses transformasi. Selain itu, ketika proses transformasi gen terjadi penyisipan dalam kloroplas yang menyebabkan gen penyandi pembentukan klorofil terganggu (Wulandari 2005). Terganggunya proses pembentukan zat hijau daun (klorofil) juga dapat disebakan karena adanya antibiotik kanamisin. Secara umum antibiotik kanamisin diketahui menghambat sintesis DNA, RNA, protein dan klorofil serta aktivitas enzim fotosintesis dan nonfotosintesis (Janardhanan 1991). Naik (2001), menyatakan bahwa variasi pada tanaman tebu dapat disebabkan adanya perubahan sekuen nukleotida dan struktur kromosom. Di inti, DNA tersisipi secara acak dengan potensi penyisipan yang berbeda yang dapat saja terjadi pada inti yang sama. Penyisipan ini terjadi dalam urutan berpasangan dan dapat mengganggu DNA inti (Naik 2001). Selain itu, dapat juga disebabkan karena T-DNA tidak terintegrasi ke inti sel tanaman (Sheludko 2008). Salah satu upaya yang ditempuh untuk meningkatkan kadar klorofil tunas transforman adalah dengan menambahkan senyawa poliamin pada media regenerasi. Putresin membantu proses laju proliferasi (perbanyakkan) sel (Yatin 2002). Putresin merupakan salah satu senyawa poliamin yang lebih efisien dalam meningkatkan induksi kalus dan regenerasi tanaman hijau dibandingkan dengan spermidin dan spermin (Dewi et al. 2004). Penambahan putresin pada media regenerasi berperan meningkatkan jumlah dan persentase kalus menghasilkan tanaman, meningkatkan persentase planlet hijau dan menurunkan persentase planlet albino (Mufida 2000). Selain itu, putresin berperan meningkatkan jumlah tanaman hijau, jumlah tanaman total, rasio tanaman hijau terhadap kalus menghasilkan tanaman (Dewi et al. 2004). Regenerasi eksplan tebu transforman dilakukan di media MS tanpa penambahan antibiotik, tetapi dengan penambahan glukosa 1% dan putresin. Gambar 22 menunjukkan pertumbuhan tebu transforman pada media MS dengan penambahan putresin masing-masing dengan konsentrasi 0 ppm, 10 ppm dan 30 ppm. Terlihat perubahan warna tunas menjadi hijau tua dan lebih segar. Pertumbuhan tunas transforman di media regenerasi dengan penambahan putresin 0 ppm menunjukkan hasil yang sama dengan kontrol setelah 2 bulan tumbuh. Tunas transforman tetap bulai, tidak terjadi perubahan tingkat warna hijau tunas traansforman. Sedangkan dengan penambahan putresin 10 ppm menunjukkan peningkatan tingkat warna hijau tunas transforman, tetapi masih lebih rendah kenaikannya dibandingkan dengan penambahan putresin sebanyak 30 ppm. Terlihat tunas transforman menjadi lebih hijau dan segar dengan penambahan putresin sebanyak 30 ppm. 37

52 38 a b c Gambar 22 Pertumbuhan tunas transforman di media dengan penambahan putresin (8 minggu). a. Konsentrasi putresin 0 ppm. b. Konsentrasi putresin 10 ppm c. Konsentrasi putresin 30 ppm Peningkatan vigor tunas tebu transforman dilakukan dengan menambahkan glukosa pada media MS cair sebanyak 1%. Glukosa merupakan gula sederhana yang berfungsi sebagai sumber karbon dan energi yang siap pakai. Selain itu, glukosa membantu sel tebu yang mengalami stress karena infeksi Agrobacterium, mengalami proses penyembuhan yang lebih cepat. Hal ini mendukung proses pertumbuhan dan regenerasi yang lebih baik serta meningkatkan warna hijau planlet (Minarsih 2003). Gambar 23 menunjukkan adanya perbedaan warna hijau dan vigor tebu. Tebu di media MS cair dengan penambahan glukosa 1% memiliki warna hijau lebih tua dibandingkan tanpa penambahan glukosa. Terlihat pula vigor tebu lebih kuat dibandingkan dengan tebu yang tanpa penambahan glukosa. Oleh karena itu, lebih lanjut media regenerasi perlu ditambahkan glukosa 1% untuk memperbaiki morfologi tebu transforman supaya dapat diaklimatisasi. a b Gambar 23 Planlet tebu di media cair. a. Tebu di media MS cair dengan penambahan glukosa 1%. b. Tebu di media MS cair tanpa penambahan glukosa 1%. Glukosa sesungguhnya memacu pembentukan dan regenerasi kalus, pembentukan tunas dan akar dalam kultur in vitro melalui energi dan beberapa kerangka karbon yang dihasilkan. Selain itu, glukosa menjadi bahan dasar penting dalam pembentukan berbagai jenis asam amino, asam nukleat, zat pengatur tumbuh, protein dan bahan lain yang berperan penting dalam pertumbuhan dan perkembangan tanaman secara in vitro (Winarto et al. 2009). Oleh karena itu, regenerasi tebu transforman perlu menambahkan glukosa 1% di media kultur agar diperoleh vigor yang kuat.

Pembuatan Media Kultur Bakteri Pemanenan sel bakteri. Isolasi DNA kromosom bakteri. Kloning DNA

Pembuatan Media Kultur Bakteri Pemanenan sel bakteri. Isolasi DNA kromosom bakteri. Kloning DNA LAMPIRAN 15 15 Lampiran 1 Tahapan penelitian Pembuatan Media Kultur Bakteri Pemanenan sel bakteri Isolasi DNA kromosom bakteri Pemotongan DNA dengan enzim restriksi Kloning DNA Isolasi DNA plasmid hasil

Lebih terperinci

BAHAN DAN METODE. tumefaciens LBA4404 yang membawa gen xyloglucanase, gen nptii, dan

BAHAN DAN METODE. tumefaciens LBA4404 yang membawa gen xyloglucanase, gen nptii, dan BAHAN DAN METODE Tempat dan Waktu Penelitian dilaksanakan di laboratorium Biologi Molekuler Tanaman, Pusat Penelitian Bioteknologi - LIPI, Cibinong, mulai bulan Agustus 2006 sarnpai dengan Agustus 2007.

Lebih terperinci

BAB III METODE PENELITIAN

BAB III METODE PENELITIAN BAB III METODE PENELITIAN A. Jenis Penelitian deskriptif. Jenis penelitian yang digunakan adalah penelitian dasar dengan metode B. Objek Penelitian Objek penelitian ini adalah sampel DNA koleksi hasil

Lebih terperinci

4 HASIL DAN PEMBAHASAN

4 HASIL DAN PEMBAHASAN 17 4 HASIL DAN PEMBAHASAN Konstruksi plasmid biner pmsh1-lisozim Konstruksi plasmid biner dilakukan dengan meligasi gen lisozim ayam dan pmsh1. Plasmid hasil ligasi berukuran 13.449 pb (Gambar 5A kolom

Lebih terperinci

BAHAN DAN METODE. 1. Waktu dan Tempat penelitian

BAHAN DAN METODE. 1. Waktu dan Tempat penelitian BAHAN DAN METODE 1. Waktu dan Tempat penelitian Penelitian dilakukan di Laboratorium Biologi Molekuler dan Rumah Kaca Balai Besar Penelitian dan Pengembangan Bioteknologi dan Sumberdaya Genetik Pertanian

Lebih terperinci

PERTUMBUHAN DAN TOLERANSI MELASTOMA TERHADAP ANTIBIOTIK KANAMISIN DAN HIGROMISIN SECARA IN VITRO NANI SUMARNI

PERTUMBUHAN DAN TOLERANSI MELASTOMA TERHADAP ANTIBIOTIK KANAMISIN DAN HIGROMISIN SECARA IN VITRO NANI SUMARNI PERTUMBUHAN DAN TOLERANSI MELASTOMA TERHADAP ANTIBIOTIK KANAMISIN DAN HIGROMISIN SECARA IN VITRO NANI SUMARNI SEKOLAH PASCASARJANA INSTITUT PERTANIAN BOGOR BOGOR 2008 2 PERNYATAAN MENGENAI TESIS DAN SUMBER

Lebih terperinci

FAKULTAS BIOLOGI LABORATORIUM GENETIKA & PEMULIAAN INSTRUKSI KERJA UJI

FAKULTAS BIOLOGI LABORATORIUM GENETIKA & PEMULIAAN INSTRUKSI KERJA UJI ISOLASI TOTAL DNA TUMBUHAN DENGAN KIT EKSTRAKSI DNA PHYTOPURE Halaman : 1 dari 5 1. RUANG LINGKUP Metode ini digunakan untuk mengisolasi DNA dari sampel jaringan tumbuhan, dapat dari daun, akar, batang,

Lebih terperinci

BAB III METODE PENELITIAN

BAB III METODE PENELITIAN BAB III METODE PENELITIAN A. Jenis Penelitian Jenis penelitian yang digunakan adalah penelitian dasar dengan metode deskriptif (Nazir, 1983). B. Populasi dan Sampel Populasi dalam penelitian ini adalah

Lebih terperinci

HASIL DAN PEMBAHASAN Transformasi, Kokultivasi, dan Regenerasi

HASIL DAN PEMBAHASAN Transformasi, Kokultivasi, dan Regenerasi 26 HASIL DAN PEMBAHASAN Transformasi, Kokultivasi, dan Regenerasi Konstruksi vektor ekspresi yang digunakan pada penelitian ini adalah p35scamv::tclfy. Promoter p35s CaMV digunakan dalam penelitian ini

Lebih terperinci

BAB III METODE PENELITIAN. Secara garis besar langkah-langkah yang dilakukan dalam penelitian ini

BAB III METODE PENELITIAN. Secara garis besar langkah-langkah yang dilakukan dalam penelitian ini BAB III METODE PENELITIAN Secara garis besar langkah-langkah yang dilakukan dalam penelitian ini adalah: pengumpulan sampel; lisis terhadap sampel mtdna yang telah diperoleh; amplifikasi daerah D-loop

Lebih terperinci

BAB III METODE PENELITIAN

BAB III METODE PENELITIAN 39 BAB III METODE PENELITIAN A. Desain Penelitian Penelitian yang dilakukan merupakan penelitian deskriptif. Penelitian membuat deskripsi secara sistematis, faktual dan akurat mengenai fakta-fakta dan

Lebih terperinci

BAB III METODE PENELITIAN

BAB III METODE PENELITIAN BAB III METODE PENELITIAN A. Jenis Penelitian Penelitian ini merupakan penelitian murni yang dilakukan dengan metode deskriptif, yaitu suatu metode penelitian untuk membuat deskripsi, gambaran atau lukisan

Lebih terperinci

BAB III METODE PENELITIAN. Dalam penelitian ini dilakukan lima tahap utama yang meliputi tahap

BAB III METODE PENELITIAN. Dalam penelitian ini dilakukan lima tahap utama yang meliputi tahap BAB III METODE PENELITIAN Dalam penelitian ini dilakukan lima tahap utama yang meliputi tahap penyiapan templat mtdna, amplifikasi fragmen mtdna pada daerah D-loop mtdna manusia dengan teknik PCR, deteksi

Lebih terperinci

III. METODE PENELITIAN. Penelitian ini dilakukan di Laboratorium Mikrobiologi Jurusan Biologi

III. METODE PENELITIAN. Penelitian ini dilakukan di Laboratorium Mikrobiologi Jurusan Biologi 17 III. METODE PENELITIAN A. Tempat dan Waktu Penelitian Penelitian ini dilakukan di Laboratorium Mikrobiologi Jurusan Biologi Fakultas Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam Universitas Lampung pada Januari

Lebih terperinci

BAB III METODE PENELITIAN. Jenis penelitian yang dilakukan termasuk dalam penelitian dasar yang. dilakukan dengan metode deskriptif (Nazir, 1998).

BAB III METODE PENELITIAN. Jenis penelitian yang dilakukan termasuk dalam penelitian dasar yang. dilakukan dengan metode deskriptif (Nazir, 1998). BAB III METODE PENELITIAN A. Jenis Penelitian Jenis penelitian yang dilakukan termasuk dalam penelitian dasar yang dilakukan dengan metode deskriptif (Nazir, 1998). B. Populasi dan Sampel 1. Populasi yang

Lebih terperinci

3 METODOLOGI 3.1 Waktu dan Tempat 3.2 Bahan dan Alat

3 METODOLOGI 3.1 Waktu dan Tempat 3.2 Bahan dan Alat 3 METODOLOGI 3.1 Waktu dan Tempat Penelitian Autentikasi Bahan Baku Ikan Tuna (Thunnus sp.) dalam Rangka Peningkatan Keamanan Pangan dengan Metode Berbasis DNA dilaksanakan pada bulan Januari sampai dengan

Lebih terperinci

BAB III METODOLOGI PENELITIAN. Penelitian akan diawali dengan preparasi alat dan bahan untuk sampling

BAB III METODOLOGI PENELITIAN. Penelitian akan diawali dengan preparasi alat dan bahan untuk sampling 16 BAB III METODOLOGI PENELITIAN Penelitian akan diawali dengan preparasi alat dan bahan untuk sampling sel folikel akar rambut. Sampel kemudian dilisis, diamplifikasi dan disekuensing dengan metode dideoksi

Lebih terperinci

bio.unsoed.ac.id METODE PENELITIAN A. Materi, Lokasi, dan Waktu Penelitian 1. Materi Penelitian

bio.unsoed.ac.id METODE PENELITIAN A. Materi, Lokasi, dan Waktu Penelitian 1. Materi Penelitian III. METODE PENELITIAN A. Materi, Lokasi, dan Waktu Penelitian 1. Materi Penelitian 1.1. Peralatan Penelitian Alat yang digunakan dalam penelitian ini adalah botol sampel, beaker glass, cool box, labu

Lebih terperinci

BAB III METODE PENELITIAN Bagan Alir Penelitian ini secara umum dapat digambarkan pada skema berikut:

BAB III METODE PENELITIAN Bagan Alir Penelitian ini secara umum dapat digambarkan pada skema berikut: BAB III METODE PENELITIAN Tahapan-tahapan yang dilakukan dalam penelitian ini adalah: pengumpulan sampel, lisis terhadap sampel mtdna yang telah diperoleh, amplifikasi daerah HVI mtdna sampel dengan menggunakan

Lebih terperinci

BAB III METODE PENELITIAN

BAB III METODE PENELITIAN BAB III METODE PENELITIAN A. Jenis Penelitian Jenis penelitian ini adalah penelitian deskriptif yang mengangkat fenomena alam sebagai salah satu masalah dalam penelitian. Penelitian ini dapat menerangkan

Lebih terperinci

BAB III. METODOLOGI PENELITIAN. Pengambilan sampel. Penyiapan templat mtdna dengan metode lisis sel

BAB III. METODOLOGI PENELITIAN. Pengambilan sampel. Penyiapan templat mtdna dengan metode lisis sel 16 BAB III. METODOLOGI PENELITIAN Bab ini menggambarkan tahapan penelitian yang terdiri dari pengambilan sampel, penyiapan templat mtdna dengan metode lisis sel, amplifikasi D-loop mtdna dengan teknik

Lebih terperinci

VII. UJI EKSPRESI GEN TcAP1 (APETALA1 KAKAO) PADA TANAMAN MODEL. Abstrak

VII. UJI EKSPRESI GEN TcAP1 (APETALA1 KAKAO) PADA TANAMAN MODEL. Abstrak VII. UJI EKSPRESI GEN TcAP1 (APETALA1 KAKAO) PADA TANAMAN MODEL Abstrak Pada berbagai spesies termasuk kakao, gen AP1 (APETALA1) diketahui sebagai gen penanda pembungaan yang mengendalikan terbentuknya

Lebih terperinci

3 BAHAN DAN METODE. Waktu dan Tempat

3 BAHAN DAN METODE. Waktu dan Tempat 13 3 BAHAN DAN METODE Waktu dan Tempat Penelitian ini dilakukan pada bulan April 2012 hingga Januari 2013, bertempat di Laboratorium Kultur Jaringan serta Laboratorium BIORIN (Biotechnology Research Indonesia-the

Lebih terperinci

PENYISIPAN GEN FITASE PADA TEBU (Saccharum officinarum) VARIETAS PS 851 DAN PA 198 DENGAN PERANTARA Agrobacterium tumefaciens GV 2260

PENYISIPAN GEN FITASE PADA TEBU (Saccharum officinarum) VARIETAS PS 851 DAN PA 198 DENGAN PERANTARA Agrobacterium tumefaciens GV 2260 PENYISIPAN GEN FITASE PADA TEBU (Saccharum officinarum) VARIETAS PS 851 DAN PA 198 DENGAN PERANTARA Agrobacterium tumefaciens GV 2260 ADE NENA NURHASANAH SEKOLAH PASCASARJANA INSTITUT PERTANIAN BOGOR 2007

Lebih terperinci

BAB III METODOLOGI PENELITIAN. Pada penelitian ini terdapat lima tahapan penelitian yang dilakukan yaitu

BAB III METODOLOGI PENELITIAN. Pada penelitian ini terdapat lima tahapan penelitian yang dilakukan yaitu BAB III METODOLOGI PENELITIAN Pada penelitian ini terdapat lima tahapan penelitian yang dilakukan yaitu pengumpulan sampel berupa akar rambut, ekstraksi mtdna melalui proses lisis akar rambut, amplifikasi

Lebih terperinci

BAB III METODE PENELITIAN. amplifikasi daerah HVI mtdna sampel dengan menggunakan teknik PCR;

BAB III METODE PENELITIAN. amplifikasi daerah HVI mtdna sampel dengan menggunakan teknik PCR; BAB III METODE PENELITIAN Secara garis besar, langkah-langkah yang dilakukan dalam penelitian ini adalah: pengumpulan sampel; lisis terhadap sampel mtdna yang telah diperoleh; amplifikasi daerah HVI mtdna

Lebih terperinci

FAKULTAS BIOLOGI LABORATORIUM GENETIKA & PEMULIAAN INSTRUKSI KERJA UJI

FAKULTAS BIOLOGI LABORATORIUM GENETIKA & PEMULIAAN INSTRUKSI KERJA UJI Halaman : 1 dari 5 ISOLASI TOTAL DNA HEWAN DENGAN KIT EKSTRAKSI DNA 1. RUANG LINGKUP Metode ini digunakan untuk mengisolasi DNA dari sampel jaringan hewan, dapat dari insang, otot, darah atau jaringan

Lebih terperinci

III. BAHAN DAN METODE

III. BAHAN DAN METODE III. BAHAN DAN METODE Tempat dan Waktu Penelitian dilakukan di Laboratorium BIORIN (Biotechnology Research Indonesian - The Netherlands) Pusat Penelitian Sumberdaya Hayati dan Bioteknologi IPB. Penelitian

Lebih terperinci

BAB III METODE PENELITIAN

BAB III METODE PENELITIAN BAB III METODE PENELITIAN 3.1 Waktu dan Tempat Penelitian ini dilaksanakan pada bulan Januari 2012 sampai bulan Juli 2012, yang bertempat di Laboratorium Genetika dan Biologi Molekuler Jurusan Biologi

Lebih terperinci

BAB III METODE PENELITIAN

BAB III METODE PENELITIAN BAB III METODE PENELITIAN 3.1 Rancangan Penelitian Penelitian ini termasuk jenis penelitian eksperimental menggunakan Rancangan Acak Lengkap (RAL) faktorial dengan 3 ulangan. Faktor pertama, konsentrasi

Lebih terperinci

II. BAHAN DAN METODE. Betina BEST BB NB RB. Nirwana BN NN RN. Red NIFI BR NR RR

II. BAHAN DAN METODE. Betina BEST BB NB RB. Nirwana BN NN RN. Red NIFI BR NR RR II. BAHAN DAN METODE Ikan Uji Ikan uji yang digunakan adalah ikan nila hibrida hasil persilangan resiprok 3 strain BEST, Nirwana dan Red NIFI koleksi Balai Riset Perikanan Budidaya Air Tawar Sempur, Bogor.

Lebih terperinci

BAB III METODE PENELITIAN. A. Waktu dan Tempat Penelitian. Penelitian dilaksanakan pada bulan Maret-November 2012 di

BAB III METODE PENELITIAN. A. Waktu dan Tempat Penelitian. Penelitian dilaksanakan pada bulan Maret-November 2012 di digilib.uns.ac.id BAB III METODE PENELITIAN A. Waktu dan Tempat Penelitian Penelitian dilaksanakan pada bulan Maret-November 2012 di Laboratorium Biologi Fakultas Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam Universitas

Lebih terperinci

BAB III METODE PENELITIAN

BAB III METODE PENELITIAN BAB III METODE PENELITIAN 3.1 Rancangan Penelitian Penelitian tentang Pengaruh Suhu Annealing pada Program PCR terhadap Keberhasilan Amplifikasi DNA Udang Jari (Metapenaeus elegans) Laguna Segara Anakan

Lebih terperinci

BAHAN DAN METODE. ditranskipsi dan produk translasi yang dikode oleh gen (Nasution 1999).

BAHAN DAN METODE. ditranskipsi dan produk translasi yang dikode oleh gen (Nasution 1999). 4 ditranskipsi dan produk translasi yang dikode oleh gen (Nasution 1999). Polymerase Chain Reaction (PCR) PCR merupakan suatu reaksi in vitro untuk menggandakan jumlah molekul DNA pada target tertentu

Lebih terperinci

BAHAN DAN METODE. Bahan dan Alat

BAHAN DAN METODE. Bahan dan Alat BAHAN DAN METODE Bahan dan Alat Bahan yang digunakan adalah daun salam, daun jati belanda, daun jambu biji yang diperoleh dari Pusat Studi Biofarmaka (PSB) LPPM-IPB Bogor. Bahan yang digunakan untuk uji

Lebih terperinci

BAB III METODE PENELITIAN

BAB III METODE PENELITIAN BAB III METODE PENELITIAN A. Jenis penelitian Jenis penelitian ini adalah penelitian deskriptif yang mengangkat fenomena alam sebagai salah satu masalah dalam penelitian, sehingga dapat menerangkan arti

Lebih terperinci

BAHAN DAN METODE Waktu dan Tempat Penelitian Bahan dan Alat

BAHAN DAN METODE Waktu dan Tempat Penelitian Bahan dan Alat BAHAN DAN METODE Waktu dan Tempat Penelitian Penelitian dilaksanakan mulai bulan Januari 2009 sampai dengan bulan Agustus 2009 di Laboratorium Bioteknologi Tanaman, Departemen Agronomi dan Hortikultura,

Lebih terperinci

BAB III METODE PENELITIAN. Penelitian ini merupakan penelitian eksperimental dengan 7 sampel dari 7

BAB III METODE PENELITIAN. Penelitian ini merupakan penelitian eksperimental dengan 7 sampel dari 7 BAB III METODE PENELITIAN 3.1 Rancangan Penelitian Penelitian ini merupakan penelitian eksperimental dengan 7 sampel dari 7 individu udang Jari yang diambil dari Segara Anakan Kabupaten Cilacap Jawa Tengah.

Lebih terperinci

BAHAN DAN METODE Bahan dan Alat

BAHAN DAN METODE Bahan dan Alat 19 Metode ekstraksi tergantung pada polaritas senyawa yang diekstrak. Suatu senyawa menunjukkan kelarutan yang berbeda-beda dalam pelarut yang berbeda. Hal-hal yang harus diperhatikan dalam pemilihan pelarut

Lebih terperinci

Asam Asetat Glacial = 5,7 ml EDTA 0,5 M ph 8.0 = 10 ml Aquades ditambahkan hingga volume larutan 100 ml

Asam Asetat Glacial = 5,7 ml EDTA 0,5 M ph 8.0 = 10 ml Aquades ditambahkan hingga volume larutan 100 ml 36 Lampiran 1. Pembuatan Larutan Stok dan Buffer A. Pembuatan Larutan Stok Tris HCL 1 M ph 8.0 (100 ml) : Timbang Tris sebanyak 12,114 g. Masukkan Tris ke dalam Erlenmeyer dan ditambahkan 80 ml aquades.

Lebih terperinci

BAB 3 PERCOBAAN. Alat elektroforesis agarosa (Biorad), autoklaf, cawan Petri, GeneAid High Speed Plasmid

BAB 3 PERCOBAAN. Alat elektroforesis agarosa (Biorad), autoklaf, cawan Petri, GeneAid High Speed Plasmid BAB 3 PERCOBAAN 3.1 Alat Alat elektroforesis agarosa (Biorad), autoklaf, cawan Petri, GeneAid High Speed Plasmid Mini kit, inkubator goyang (GSL), jarum Ose bundar, kit GFX (GE Healthcare), kompor listrik

Lebih terperinci

HASIL DAN PEMBAHASAN 1. Konstruksi vektor over-ekspresi gen OsWRKY 1.1 Amplifikasi dan purifikasi fragmen gen OsWRKY76

HASIL DAN PEMBAHASAN 1. Konstruksi vektor over-ekspresi gen OsWRKY 1.1 Amplifikasi dan purifikasi fragmen gen OsWRKY76 HASIL DAN PEMBAHASAN Kegiatan rekayasa genetik tanaman keberhasilannya tergantung pada beberapa hal, diantaranya adalah gen yang akan diintroduksikan, metode transformasi, sistem regenerasi tanaman dan

Lebih terperinci

BAB III METODE PENELITIAN. Penelitian ini merupakan penelitian yang dilakukan dengan metode

BAB III METODE PENELITIAN. Penelitian ini merupakan penelitian yang dilakukan dengan metode 16 BAB III METODE PENELITIAN A. Jenis Penelitian Penelitian ini merupakan penelitian yang dilakukan dengan metode deskriptif. Penelitian deskriptif adalah suatu metode penelitian untuk membuat deskripsi,

Lebih terperinci

Efektivitas Agrobacterium mentransfer gen P5CS ke dalam kalus tebu klon PS 851

Efektivitas Agrobacterium mentransfer gen P5CS ke dalam kalus tebu klon PS 851 Menara Perkebunan, 2003, 71 (1), 16-27 Efektivitas Agrobacterium mentransfer gen P5CS ke dalam kalus tebu klon PS 851 Effectivity of Agrobacterium to transfer P5CS gene into sugarcane callus PS 851 clone

Lebih terperinci

III. METODOLOGI PENELITIAN. Penelitian ini dilakukan pada bulan Juli 2012 sampai bulan Desember 2012 di

III. METODOLOGI PENELITIAN. Penelitian ini dilakukan pada bulan Juli 2012 sampai bulan Desember 2012 di 23 III. METODOLOGI PENELITIAN A. Waktu dan Tempat Penelitian Penelitian ini dilakukan pada bulan Juli 2012 sampai bulan Desember 2012 di Laboratorium Biokimia Jurusan Kimia Fakultas Matematika dan Ilmu

Lebih terperinci

LAMPIRAN. Lampiran 1. Deskripsi Pembuatan Larutan Stok dan Buffer

LAMPIRAN. Lampiran 1. Deskripsi Pembuatan Larutan Stok dan Buffer LAMPIRAN Lampiran 1. Deskripsi Pembuatan Larutan Stok dan Buffer 1. Pembuatan Larutan Stok a. CTAB 5 % Larutan dibuat dengan melarutkan : - NaCl : 2.0 gr - CTAB : 5.0 gr - Aquades : 100 ml b. Tris HCl

Lebih terperinci

METODE PENELITIAN. Penelitian ini telah dilakukan pada bulan Januari-Mei 2015 di Laboratorium

METODE PENELITIAN. Penelitian ini telah dilakukan pada bulan Januari-Mei 2015 di Laboratorium 15 III. METODE PENELITIAN A. Waktu dan Tempat Penelitian ini telah dilakukan pada bulan Januari-Mei 2015 di Laboratorium Mikrobiologi Jurusan Biologi Fakultas Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam, Universitas

Lebih terperinci

BAB III METODE PENELITIAN. mengekstraksi DNA dari dari beberapa spesimen herbarium Rafflesia arnoldii

BAB III METODE PENELITIAN. mengekstraksi DNA dari dari beberapa spesimen herbarium Rafflesia arnoldii 21 BAB III METODE PENELITIAN 3.1 Jenis Penelitian Penelitian ini merupakan penelitian deskriptif kuantitatif untuk mengekstraksi DNA dari dari beberapa spesimen herbarium Rafflesia arnoldii R.Br dan Rafflesia

Lebih terperinci

BAB III METODE PENELITIAN. Biologi dan Laboratorium Biokimia, Departemen Kimia Fakultas Sains dan

BAB III METODE PENELITIAN. Biologi dan Laboratorium Biokimia, Departemen Kimia Fakultas Sains dan BAB III METODE PENELITIAN 3.1 Tempat dan Waktu Penelitian Penelitian ini dilaksanakan di Laboratorium Mikrobiologi, Departemen Biologi dan Laboratorium Biokimia, Departemen Kimia Fakultas Sains dan Teknologi,

Lebih terperinci

3. METODE PENELITIAN

3. METODE PENELITIAN 19 3. METODE PENELITIAN 3.1 Waktu dan Tempat Penelitian ini dilaksanakan pada bulan Maret sampai Juni 2010 di Laboratorium Mikrobiologi, Biokimia dan Bioteknologi Hasil Perairan Departemen Teknologi Hasil

Lebih terperinci

BAB III METODE PENELITIAN. Jurusan Biologi Fakultas Sains dan Teknologi Universitas Islam Negeri Maulana

BAB III METODE PENELITIAN. Jurusan Biologi Fakultas Sains dan Teknologi Universitas Islam Negeri Maulana 38 BAB III METODE PENELITIAN 3.1 Waktu dan Tempat Penelitian ini dilakukan di laboratorium Plant Physiology and Culture Jurusan Biologi Fakultas Sains dan Teknologi Universitas Islam Negeri Maulana Malik

Lebih terperinci

3 Metodologi Penelitian

3 Metodologi Penelitian 3 Metodologi Penelitian 3.1 Alat Penelitian ini dilakukan di Laboratorium Penelitian Biokimia, Program Studi Kimia, Institut Teknologi Bandung. Peralatan yang digunakan pada penelitian ini diantaranya

Lebih terperinci

BAHAN DAN METODE Tempat dan Waktu Penelitian Bahan dan Alat

BAHAN DAN METODE Tempat dan Waktu Penelitian Bahan dan Alat 12 BAHAN DAN METODE Tempat dan Waktu Penelitian Survei penyakit klorosis dan koleksi sampel tanaman tomat sakit dilakukan di sentra produksi tomat di daerah Cianjur, Cipanas, Lembang, dan Garut. Deteksi

Lebih terperinci

BAB III METODE PENELITIAN

BAB III METODE PENELITIAN 25 BAB III METODE PENELITIAN 3.1 Waktu dan Tempat Penelitian telah berlangsung sejak bulan Januari 2012 - Juli 2012 di Laboratorium Mikrobiologi, Lab. Optik, Lab. Genetika dan Lab. Biologi Molekuler Jurusan

Lebih terperinci

KEMENTERIAN PENDIDIKAN DAN KEBUDAYAAN DIREKTORAT JENDERAL PENDIDIKAN MENENGAH DIREKTORAT PEMBINAAN SEKOLAH MENENGAH ATAS

KEMENTERIAN PENDIDIKAN DAN KEBUDAYAAN DIREKTORAT JENDERAL PENDIDIKAN MENENGAH DIREKTORAT PEMBINAAN SEKOLAH MENENGAH ATAS KEMENTERIAN PENDIDIKAN DAN KEBUDAYAAN DIREKTORAT JENDERAL PENDIDIKAN MENENGAH DIREKTORAT PEMBINAAN SEKOLAH MENENGAH ATAS Test Seleksi Calon Peserta International Biology Olympiad (IBO) 2014 2 8 September

Lebih terperinci

BAB 3 METODOLOGI PENELITIAN

BAB 3 METODOLOGI PENELITIAN 20 BAB 3 METODOLOGI PENELITIAN 3.1. Desain Penelitian Penelitian ini bersifat deskriptif cross sectional molekuler. Data yang diperoleh berasal dari pemeriksaan langsung yang dilakukan peneliti sebanyak

Lebih terperinci

BAHAN DAN METODE. Produksi Protein Rekombinan Hormon Pertumbuhan (rgh)

BAHAN DAN METODE. Produksi Protein Rekombinan Hormon Pertumbuhan (rgh) 11 BAHAN DAN METODE Penelitian ini terdiri atas 2 tahapan utama, yaitu produksi protein rekombinan hormon pertumbuhan (rgh) dari ikan kerapu kertang, ikan gurame, dan ikan mas, dan uji bioaktivitas protein

Lebih terperinci

HASIL DAN PEMBAHASAN bp bp bp

HASIL DAN PEMBAHASAN bp bp bp HASIL DAN PEBAHASAN Purifikasi dan Pengujian Produk PCR (Stilbena Sintase) Purifikasi ini menggunakan high pure plasmid isolation kit dari Invitrogen. Percobaan dilakukan sesuai dengan prosedur yang terdapat

Lebih terperinci

I. METODOLOGI PENELITIAN. Penelitian ini dilaksanakan pada bulan April - Juli 2012 di Laboratorium. Ilmu Pengetahuan Alam Universitas Lampung.

I. METODOLOGI PENELITIAN. Penelitian ini dilaksanakan pada bulan April - Juli 2012 di Laboratorium. Ilmu Pengetahuan Alam Universitas Lampung. 1 I. METODOLOGI PENELITIAN A. Waktu dan Tempat Penelitian Penelitian ini dilaksanakan pada bulan April - Juli 2012 di Laboratorium Biokimia, Laboratorium Instrumentasi Jurusan Kimia Fakultas Matematika

Lebih terperinci

TRANSFORMASI GEN NPTII VEKTOR pcl4 DENGAN Agrobacterium tumefaciens PADA TANAMAN TEBU (Saccharum officinarum L.)

TRANSFORMASI GEN NPTII VEKTOR pcl4 DENGAN Agrobacterium tumefaciens PADA TANAMAN TEBU (Saccharum officinarum L.) TRANSFORMASI GEN NPTII VEKTOR pcl4 DENGAN Agrobacterium tumefaciens PADA TANAMAN TEBU (Saccharum officinarum L.) S K R I P S I Oleh Moch. Ayub Afandi NIM. 021510101075 JURUSAN BUDIDAYA PERTANIAN FAKULTAS

Lebih terperinci

BAB III METODE PENELITIAN. Penelitian ini dilakukan di laboratorium Plant Physiology and Culture

BAB III METODE PENELITIAN. Penelitian ini dilakukan di laboratorium Plant Physiology and Culture BAB III METODE PENELITIAN 3.1 Waktu dan Tempat Penelitian ini dilakukan di laboratorium Plant Physiology and Culture Jurusan Biologi Fakultas Sains dan Teknologi Universitas Islam Negeri Maulana Malik

Lebih terperinci

LAPORAN PRAKTIKUM REKAYASA GENETIKA

LAPORAN PRAKTIKUM REKAYASA GENETIKA LAPORAN PRAKTIKUM REKAYASA GENETIKA LAPORAN IV (ISOLASI RNA DARI TANAMAN) KHAIRUL ANAM P051090031/BTK BIOTEKNOLOGI SEKOLAH PASCASARJANA INSTITUT PERTANIAN BOGOR 2010 0 ISOLASI RNA DARI TANAMAN TUJUAN Tujuan

Lebih terperinci

BAB III METODE PENELITIAN. A. Rancangan Penelitian. Pada metode difusi, digunakan 5 perlakuan dengan masing-masing 3

BAB III METODE PENELITIAN. A. Rancangan Penelitian. Pada metode difusi, digunakan 5 perlakuan dengan masing-masing 3 digilib.uns.ac.id BAB III METODE PENELITIAN A. Rancangan Penelitian Pada metode difusi, digunakan 5 perlakuan dengan masing-masing 3 ulangan meliputi pemberian minyak atsiri jahe gajah dengan konsentrasi

Lebih terperinci

BAB III METODE PENELITIAN. Penelitian ini dilakukan di Laboratorium Kultur Jaringan Tumbuhan

BAB III METODE PENELITIAN. Penelitian ini dilakukan di Laboratorium Kultur Jaringan Tumbuhan BAB III METODE PENELITIAN 3.1 Waktu dan Tempat Penelitian ini dilakukan di Laboratorium Kultur Jaringan Tumbuhan Jurusan Biologi Fakultas Sains dan Teknologi Universitas Islam Negeri Maulana Malik Ibrahim

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. Masalah mengenai tebu yang hingga kini sering dihadapi adalah rendahnya

I. PENDAHULUAN. Masalah mengenai tebu yang hingga kini sering dihadapi adalah rendahnya 1 I. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang dan Masalah Masalah mengenai tebu yang hingga kini sering dihadapi adalah rendahnya produktivitas tebu dan rendahnya tingkat rendemen gula. Rata-rata produktivitas tebu

Lebih terperinci

VISUALISASI HASIL PCR DENGAN METODE PCR LANGSUNG DAN TIDAK LANGSUNG PADA SAMPEL BAKTERI Pseudomonas fluorescens dan Ralstonia solanacearum

VISUALISASI HASIL PCR DENGAN METODE PCR LANGSUNG DAN TIDAK LANGSUNG PADA SAMPEL BAKTERI Pseudomonas fluorescens dan Ralstonia solanacearum VISUALISASI HASIL PCR DENGAN METODE PCR LANGSUNG DAN TIDAK LANGSUNG PADA SAMPEL BAKTERI Pseudomonas fluorescens dan Ralstonia solanacearum Pendahuluan Polymerase Chain Reaction (PCR) adalah suatu teknik

Lebih terperinci

BAHA DA METODE Tempat dan Waktu Bahan dan Alat Metode Penelitian

BAHA DA METODE Tempat dan Waktu Bahan dan Alat Metode Penelitian BAHA DA METODE Tempat dan Waktu Penelitian ini dilaksanakan di Laboratorium Bioteknologi Tanaman Departemen Agronomi dan Hortikultura Fakultas Pertanian, Institut Pertanian Bogor. Penelitian ini dimulai

Lebih terperinci

BAB 4 HASIL PERCOBAAN DAN PEMBAHASAN

BAB 4 HASIL PERCOBAAN DAN PEMBAHASAN BAB 4 HASIL PERCOBAAN DAN PEMBAHASAN Sebelum melakukan PCR, terlebih dahulu dilakukan perancangan primer menggunakan program DNA Star. Pemilihan primer dilakukan dengan mempertimbangkan parameter spesifisitas,

Lebih terperinci

BAB III METODE PENELITIAN. lengkap (RAL) pola faktorial yang terdiri dari 2 faktor. Faktor pertama adalah variasi

BAB III METODE PENELITIAN. lengkap (RAL) pola faktorial yang terdiri dari 2 faktor. Faktor pertama adalah variasi BAB III METODE PENELITIAN 3.1 Rancangan Penelitian Rancangan yang digunakan dalam penelitian ini adalah rancangan acak lengkap (RAL) pola faktorial yang terdiri dari 2 faktor. Faktor pertama adalah variasi

Lebih terperinci

BAHAN DAN METODE Waktu dan Tempat Bahan dan Alat

BAHAN DAN METODE Waktu dan Tempat Bahan dan Alat BAHAN DAN METODE Waktu dan Tempat Perbanyakan P. citrophthora dan B. theobromae dilaksanakan di Laboratorium Mikologi Tumbuhan Departemen Proteksi Tanaman, Fakultas Pertanian, Institut Pertanian Bogor,

Lebih terperinci

BAB 3 METODOLOGI PENELITIAN

BAB 3 METODOLOGI PENELITIAN BAB 3 METODOLOGI PENELITIAN 3.1 Desain Penelitian Bentuk desain penelitian yang akan digunakan adalah bentuk deskriptif molekuler potong lintang untuk mengetahui dan membandingkan kekerapan mikrodelesi

Lebih terperinci

III. Bahan dan Metode

III. Bahan dan Metode III. Bahan dan Metode A. Waktu dan Tempat Penelitian Penelitian ini dilaksanakan selama 3 bulan dari bulan Mei-Juli 2011 yang dilakukan di LPPT UGM Yogyakarta. B. Bahan Penelitian Sampel yang digunakan

Lebih terperinci

III. METODOLOGI PENELITIAN. Penelitian ini dilakukan pada bulan Agustus-Desember 2015 di Laboratorium

III. METODOLOGI PENELITIAN. Penelitian ini dilakukan pada bulan Agustus-Desember 2015 di Laboratorium 23 III. METODOLOGI PENELITIAN A. Waktu dan Tempat Penelitian Penelitian ini dilakukan pada bulan Agustus-Desember 2015 di Laboratorium Biokimia Jurusan Kimia Fakultas Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam

Lebih terperinci

BAB in. METODE PENELITIAN

BAB in. METODE PENELITIAN BAB in. METODE PENELITIAN Waktu Dan Tempat Penelitian Penelitian ini telah dilakukan dari April sampai November 2009 di laboratorium Biologi Molekular dan Rekayasa Genetika, Balai Penelitian Bioteknologi

Lebih terperinci

4.1. Alat dan Bahan Penelitian a. Alat Penelitian. No. URAIAN ALAT. A. Pengambilan sampel

4.1. Alat dan Bahan Penelitian a. Alat Penelitian. No. URAIAN ALAT. A. Pengambilan sampel 7 IV. METODE PENELITIAN Ikan Lais diperoleh dari hasil penangkapan ikan oleh nelayan dari sungaisungai di Propinsi Riau yaitu S. Kampar dan S. Indragiri. Identifikasi jenis sampel dilakukan dengan menggunakan

Lebih terperinci

BAB III BAHAN DAN CARA KERJA. Penelitian dilakukan di Laboratorium Institute of Human Virology and

BAB III BAHAN DAN CARA KERJA. Penelitian dilakukan di Laboratorium Institute of Human Virology and 23 BAB III BAHAN DAN CARA KERJA A. LOKASI DAN WAKTU PENELITIAN Penelitian dilakukan di Laboratorium Institute of Human Virology and Cancer Biology of the University of Indonesia (IHVCB-UI), Jl. Salemba

Lebih terperinci

METODOLOGI PENELITIAN. Penelitian ini dilakukan pada bulan April 2012 sampai dengan bulan Juni 2012 di

METODOLOGI PENELITIAN. Penelitian ini dilakukan pada bulan April 2012 sampai dengan bulan Juni 2012 di III. METODOLOGI PENELITIAN A. Waktu dan Tempat Penelitian Penelitian ini dilakukan pada bulan April 2012 sampai dengan bulan Juni 2012 di Laboratorium Biokimia Jurusan Kimia Fakultas Matematika dan Ilmu

Lebih terperinci

ANALISA HASIL TRANSFORMASI DENGAN MENGGUNAKAN PCR KOLONI DAN RESTRIKSI

ANALISA HASIL TRANSFORMASI DENGAN MENGGUNAKAN PCR KOLONI DAN RESTRIKSI 1 ANALISA HASIL TRANSFORMASI DENGAN MENGGUNAKAN PCR KOLONI DAN RESTRIKSI PENDAHULUAN Polimerase Chain Reaction (PCR) PCR adalah suatu reaksi invitro untuk menggandakan jumlah molekul DNA pada target tertentu

Lebih terperinci

BAHAN DAN METODE. Tempat dan Waktu

BAHAN DAN METODE. Tempat dan Waktu BAHAN DAN METODE Tempat dan Waktu Penelitian dilaksanakan di Laboratorium Kultur Jaringan Kelompok Peneliti Biologi Sel dan Jaringan, Balai Besar Penelitian dan Pengembangan Bioteknologi dan Sumberdaya

Lebih terperinci

LAMPIRAN. Lampiran 1. Pembuatan Larutan Stok dan Buffer

LAMPIRAN. Lampiran 1. Pembuatan Larutan Stok dan Buffer LAMPIRAN Lampiran 1. Pembuatan Larutan Stok dan Buffer A. LARUTAN STOK CTAB 5 % (100 ml) - Ditimbang NaCl sebanyak 2.0 gram - Ditimbang CTAB sebanyak 5.0 gram. - Dimasukkan bahan kimia ke dalam erlenmeyer

Lebih terperinci

III. BAHAN DAN METODE. Penelitian dilaksanakan di Laboratorium Kultur Jaringan, Fakultas Pertanian,

III. BAHAN DAN METODE. Penelitian dilaksanakan di Laboratorium Kultur Jaringan, Fakultas Pertanian, III. BAHAN DAN METODE 3.1 Tempat dan Waktu Penelitian Penelitian dilaksanakan di Laboratorium Kultur Jaringan, Fakultas Pertanian, Universitas Lampung pada November 2014 sampai April 2015. 3.2 Metode Penelitian

Lebih terperinci

TUGAS AKHIR (SB )

TUGAS AKHIR (SB ) TUGAS AKHIR (SB-091351) PENGARUH MEDIA MS DENGAN PENAMBAHAN GLUTAMIN 100 PPM TERHADAP RESPON PERTUMBUHAN DAN PERKEMBANGAN KULTUR TUNAS AKSILAR TEBU (Saccharum officinarum) VARIETAS NXI1-3, HW-1, DAN THA

Lebih terperinci

3 BAHAN DAN METODE Waktu dan Tempat Penelitian Bahan dan Alat

3 BAHAN DAN METODE Waktu dan Tempat Penelitian Bahan dan Alat 15 Tabel 8 Daftar komposisi media pada kultur mangga Komponen A B C D E Unsur makro ½ MS B5 B5 B5 ½B5 Unsur mikro MS MS MS MS MS Fe-EDTA ½MS MS MS MS MS Vitamin dan asam amino MS MS MS MS MS Asam askorbat

Lebih terperinci

Evaluasi varietas, sumber eksplan dan strain Agrobacterium terhadap keberhasilan transformasi tebu dengan gen P5CS

Evaluasi varietas, sumber eksplan dan strain Agrobacterium terhadap keberhasilan transformasi tebu dengan gen P5CS Evaluasi varietas, sumber eksplan dan strain Agrobacterium terhadap keberhasilan transformasi tebu dengan gen P5CS Evaluation of varieties, explant sources, and Agrobacterium strains for successful sugarcane

Lebih terperinci

BAB III METODE PENELITIAN. konsentrasi limbah cair tapioka (10%, 20%, 30%, 40%, 50% dan 0% atau kontrol)

BAB III METODE PENELITIAN. konsentrasi limbah cair tapioka (10%, 20%, 30%, 40%, 50% dan 0% atau kontrol) 34 BAB III METODE PENELITIAN 3.1 Rancangan Penelitian Penelitian disusun menggunakan metoda statistika rancangan acak lengkap (RAL) satu faktor, dimana faktor yang diujikan adalah pengaruh konsentrasi

Lebih terperinci

BAB III BAHAN DAN METODE

BAB III BAHAN DAN METODE BAB III BAHAN DAN METODE 3.1. Tempat dan Waktu Penelitian 3.1.1. Tempat Penelitian Penelitian dilaksanakan di Laboratorium Bioteknologi Perikanan dan Kelautan Fakultas Perikanan dan Ilmu Kelautan Universitas

Lebih terperinci

III. TATA CARA PENELITIAN. A. Tempat dan Waktu Penelitian. Penelitian ini dilaksanakan di Laboratorium Kultur In vitro Fakultas

III. TATA CARA PENELITIAN. A. Tempat dan Waktu Penelitian. Penelitian ini dilaksanakan di Laboratorium Kultur In vitro Fakultas III. TATA CARA PENELITIAN A. Tempat dan Waktu Penelitian Penelitian ini dilaksanakan di Laboratorium Kultur In vitro Fakultas Pertanian Universitas Muhammadiyah Yogyakarta, pada Bulan November 2015 hingga

Lebih terperinci

BAB III METODE PENELITIAN. Penelitaian ini di lakukan di Laboratorium Kultur Jaringan Tumbuhan

BAB III METODE PENELITIAN. Penelitaian ini di lakukan di Laboratorium Kultur Jaringan Tumbuhan BAB III METODE PENELITIAN 3.1 Waktu dan Tepat Penelitaian ini di lakukan di Laboratorium Kultur Jaringan Tumbuhan Jurusan Biologi Fakultas Sains dan Teknologi Universitas Islam Negeri (UIN) Maulana Malik

Lebih terperinci

BAHAN DAN METODE Waktu dan Tempat Bahan Metode Isolasi C. gloeosporioides dari Buah Avokad

BAHAN DAN METODE Waktu dan Tempat Bahan Metode Isolasi C. gloeosporioides dari Buah Avokad 15 BAHAN DAN METODE Waktu dan Tempat Penelitian dilaksanakan di Laboratorium Balai Besar Karantina Pertanian (BBKP) Tanjung Priok Wilayah Kerja Bogor, mulai bulan Oktober 2011 sampai Februari 2012. Bahan

Lebih terperinci

MATERI DAN METODE. Kota Padang Sumatera Barat pada bulan Oktober Amplifikasi gen Growth

MATERI DAN METODE. Kota Padang Sumatera Barat pada bulan Oktober Amplifikasi gen Growth III. MATERI DAN METODE 3.1 Waktu dan Tempat Pengambilan sampel darah domba dilakukan di Kecamatan Koto Tengah Kota Padang Sumatera Barat pada bulan Oktober 2012. Amplifikasi gen Growth Hormone menggunakan

Lebih terperinci

BAB III METODE PENELITIAN. Penelitian ini dilakukan di Laboratorium Mikrobiologi Departemen Biologi

BAB III METODE PENELITIAN. Penelitian ini dilakukan di Laboratorium Mikrobiologi Departemen Biologi BAB III METODE PENELITIAN 3.1 Waktu dan Lokasi Penelitian Penelitian ini dilakukan di Laboratorium Mikrobiologi Departemen Biologi Fakultas Sains dan Teknologi Universitas Airlangga pada bulan Januari-Mei

Lebih terperinci

TRANSFORMASI TANAMAN TEBU (Saccharum officinarum L. var. BL) DENGAN GEN SoSUT1 MENGGUNAKAN Agrobacterium tumefaciens strain GV3101 dan EKSPLAN KALUS

TRANSFORMASI TANAMAN TEBU (Saccharum officinarum L. var. BL) DENGAN GEN SoSUT1 MENGGUNAKAN Agrobacterium tumefaciens strain GV3101 dan EKSPLAN KALUS TRANSFORMASI TANAMAN TEBU (Saccharum officinarum L. var. BL) DENGAN GEN SoSUT1 MENGGUNAKAN Agrobacterium tumefaciens strain GV3101 dan EKSPLAN KALUS SKRIPSI Oleh: Anisa Indah Purnamasari 051810401026 JURUSAN

Lebih terperinci

4 HASIL DAN PEMBAHASAN. 4.1 Transformasi genetik Oryza sativa L. dengan gen MaMt2

4 HASIL DAN PEMBAHASAN. 4.1 Transformasi genetik Oryza sativa L. dengan gen MaMt2 27 4 HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1 Transformasi genetik Oryza sativa L. dengan gen MaMt2 Transformasi genetik Oryza sativa L. kultivar Kasalath dan Nipponbare dilakukan menggunakan eksplan yang berupa kalus

Lebih terperinci

BAB 4. METODE PENELITIAN

BAB 4. METODE PENELITIAN BAB 4. METODE PENELITIAN Penelitian penanda genetik spesifik dilakukan terhadap jenis-jenis ikan endemik sungai paparan banjir Riau yaitu dari Genus Kryptopterus dan Ompok. Penelitian ini bertujuan untuk

Lebih terperinci

BAB III METODE PENELITIAN. variasi suhu yang terdiri dari tiga taraf yaitu 40 C, 50 C, dan 60 C. Faktor kedua

BAB III METODE PENELITIAN. variasi suhu yang terdiri dari tiga taraf yaitu 40 C, 50 C, dan 60 C. Faktor kedua BAB III METODE PENELITIAN 3.1 Rancangan Penelitian Rancangan yang digunakan dalam penelitian ini adalah rancangan acak lengkap (RAL) pola faktorial yang terdiri dari 2 faktor. Faktor pertama adalah variasi

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. genom sel tanaman adalah kloning gen. Proses ini dilakukan dengan

I. PENDAHULUAN. genom sel tanaman adalah kloning gen. Proses ini dilakukan dengan I. PENDAHULUAN A. LATAR BELAKANG Salah satu proses umum dalam manipulasi gen yang akan ditransfer ke genom sel tanaman adalah kloning gen. Proses ini dilakukan dengan menyisipkan gen target ke dalam vektor

Lebih terperinci

BAB III METODE PENELITIAN. terdiri atas 5 perlakuan dengan 3 ulangan yang terdiri dari:

BAB III METODE PENELITIAN. terdiri atas 5 perlakuan dengan 3 ulangan yang terdiri dari: BAB III METODE PENELITIAN 3.1 Rancangan Penelitian Penelitian ini menggunakan rancangan acak lengkap (RAL) yang terdiri atas 5 perlakuan dengan 3 ulangan yang terdiri dari: 1. 0 ppm: perbandingan media

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. Kacang tanah (Arachis hypogaea L.) memiliki peran strategis dalam pangan

I. PENDAHULUAN. Kacang tanah (Arachis hypogaea L.) memiliki peran strategis dalam pangan I. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Kacang tanah (Arachis hypogaea L.) memiliki peran strategis dalam pangan nasional sebagai sumber protein dan minyak nabati, dalam setiap 100 g kacang tanah mentah mengandung

Lebih terperinci

BAHAN DAN METODE Tempat dan Waktu Bahan dan Alat Metode Penelitian Isolasi Aktinomiset

BAHAN DAN METODE Tempat dan Waktu Bahan dan Alat Metode Penelitian Isolasi Aktinomiset BAHAN DAN METODE Tempat dan Waktu Penelitian dilaksanakan di Laboratorium Bakteriologi Tumbuhan, Departemen Proteksi Tanaman, Fakultas Pertanian, Institut Pertanian Bogor, dari bulan Februari sampai dengan

Lebih terperinci

III. METODE PENELITIAN. Penelitian ini dilaksanakan dari bulan Januari sampai bulan Maret 2015 di

III. METODE PENELITIAN. Penelitian ini dilaksanakan dari bulan Januari sampai bulan Maret 2015 di III. METODE PENELITIAN A. Waktu dan Tempat Penelitian ini dilaksanakan dari bulan Januari sampai bulan Maret 2015 di Laboratorium Botani (ruang penelitian in vitro), Jurusan Biologi, Fakultas Matematika

Lebih terperinci