BAB II TINJAUAN TEORITIS. Kosmetika adalah kata serapan dari bahasa Yunani Kuno, kosmetikus yang
|
|
- Hadian Tedjo
- 6 tahun lalu
- Tontonan:
Transkripsi
1 12 BAB II TINJAUAN TEORITIS A. Produk Kosmetika Kosmetika adalah bahan-bahan yang digunakan untuk memberikan dampak kecantikan dan kesehatan bagi tubuh. Kosmetika dikenal sejak berabadabad yang lalu. Pada abad ke-19, pemakaian kosmetika mulai mendapat perhatian, yaitu selain untuk kecantikan juga untuk kesehatan (Tranggono, dalam Utami, 2013). Kosmetika adalah kata serapan dari bahasa Yunani Kuno, kosmetikus yang artinya, upaya untuk memperindah tubuh manusia secara keseluruhan. Mulai dari rambut, mata, bibir, kulit, sampai ke kuku. Tujuan akhir dari upaya ini adalah tercapainya bentuk proporsi, warna, dan kehalusan bagian-bagian tubuh yang ideal. Untuk mencapai tujuan itu, ramuan yang paling banyak digunakan berasal dari bagian tumbuh-tumbuhan Defenisi kosmetik dalam Peraturan Menteri Kesehatan RI No. 220/MenKes/Per/X/1976 tanggal 6 September 1976 yang menyatakan bahwa kosmetika adalah bahan atau campuran bahan untuk digosokkan, dilekatkan, dituangkan, dipercikkan, atau disemprotkan, dimasukkan ke dalam, dipergunakan pada badan atau bagian badan manusia dengan maksud untuk membersihkan, memelihara, menambah daya tarik atau mengubah rupa, dan tidak termasuk golongan obat (Wasitaatmadja, dalam Utami, 2013).
2 Berdasarkan pendapat-pendapat di atas, dapat disimpulkan bahwa kosmetika adalah bahan-bahan atau campuran bahan yang digunakan untuk memberikan dampak kecantikan atau kesehatan bagi tubuh serta menambah daya tarik maupun mengubah rupa. B. Penggolongan Kosmetika 1. Penggolongan Menurut Peraturan Menteri Kesehatan RI Menurut Peraturan Menteri Kesehatan RI (Tranggono, dalam Suhartini, dkk., 2013) kosmetik dibagi dalam 12 macam, yaitu : a. Kosmetik untuk bayi, misalnya, minyak bayi, bedak bayi, dan sebagainya b. Kosmetik untuk mandi, misalnya sabun mandi, bath capsule, dan sebagainya c. Kosmetik untuk mata, misalnya mascara, eye shadow, dan sebagainya d. Wangi-wangian, misalnya parfum, toilet water, dan sebagainya e. Kosmetik untuk rambut, misalnya cat rambut, hair spray, dan sebagainya f. Make up, (kecuali mata) misalnya bedak, lipstik, dan sebagainya g. Kosmetik untuk kebersihan mulut, misalnya pasta gigi, mouth washes, dan sebagainya h. Kosmetik kebersihan badan, misalnya deodorant, dan sebagainya i. Kosmetik untuk perawatan kuku, misalnya cat kuku, lotion kuku, dan sebagainya 13
3 j. Kosmetik perawatan kulit, misalnya pembersih, pelembab, pelindung dan sebagainya k. Kosmetik untuk cukur, misalnya, sabun cukur, dan sebagainya l. Kosmetik untuk sunscreen, misalnya sunscreen foundation, dan sebagainya. 2. Penggolongan Menurut Sifat dan Cara Pembuatannya Menurut Tranggono (dalam Suhartini, dkk., 2013), sifat dan cara pembuatannya kosmetik dibagi menjadi dua bagian, yaitu : a. Kosmetik modern, yaitu kosmetik yang diramu dari bahan kimia dan diolah secara modern. b. Kosmetik tradisional, kosmetik yang diramu dari bahan-bahan tradisional dan diolah secara tradisional. 3. Penggolongan Menurut Kegunaannya Bagi Kulit Menurut Tranggono (dalam Suhartini, dkk., 2013), menurut kegunaannya bagi kulit, kosmetik dibagi menjadi dua bagian, yaitu: a. Kosmetik perawatan kulit (skin care cosmetics). Jenis kosmetik ini diperlukan untuk merawat kebersihan dan kesehatan kulit. Beberapa kosmetik yang termasuk jenis kosmetik perawatan kulit ini, antara lain : 1. Kosmetik untuk membersihkan kulit (cleanser), misalnya sabun, cleansing milk, dan penyegar mulut (freshener) 2. Kosmetik untuk melembabkan kulit (moisturizer), misalnya moisturizing cream, night cream,dan antiwrinkle cream, 14
4 3. Kosmetik pelindung kulit, misalnya sunscreen cream, sunscreen foundation, dan sun block cream / lotion, 4. Kosmetik untuk menipiskan atau mengelupaskan kulit (peeling), misalnya scrub cream yang berisi butiran butiran halus yang berfungsi sebagai pengampelasan (abrasiver). b. Kosmetik riasan (dekoratif atau make up). Jenis kosmetik ini di perlukan untuk merias dan menutup cacat pada kulit, sehingga menghasilkan penampilan yang lebih menarik serta menimbulkan efek psikologis yang baik, seperti percaya diri (self confidence). Dalam kosmetik riasan, peran zat pewarna dan zat pewangi sangat besar (Iswari, dalam Utami, 2013). Berdasarkan penggolongan kosmetika di atas dapat disimpulkan bahwa, kosmetika dapat digolongkan menjadi tiga golongan, yaitu penggolongan menurut peraturan Menteri Kesehatan RI, penggolongan menurut sifat dan cara pembuatannya, dan penggolongan menurut kegunaannya bagi kulit. Dasarnya tetaplah sama yaitu untuk mempercantik atau merawat tubuh. C. Produk Kecantikan Wardah Cosmetics Di Indonesia, saat ini telah beredar banyak sekali produk kecantikan dengan berbagai merek, harga, dan bentuk. Berbagai produk kosmetik ini samasama berusaha untuk menunjukkan keunggulan produknya masing-masing, baik dari segi kualitas, harga, maupun kehalalan. Masing-masing perusahaan kosmetik berusaha mengusung tema masing-masing agar dapat menarik konsumen yang menjadi sasarannya. 15
5 Salah satu contoh kosmetik yang ada di Indonesia adalah produk Wardah Cosmetics. Wardah merupakan salah satu kosmetik yang mengusung tema Kosmetik Halal pada produknya. Wardah adalah salah satu produk produksi PT. Paragon Technology and Innovation (PT. PTI) yang berhasil melewati dua kompetitor utama untuk menjadi merek top di Indonesia setelah membawa pulang penghargaan Top Brand Award Wardah berawal dari kepedulian seorang wanita lulusan Farmasi ITB terhadap kehalalan produk kosmetika yang beredar di pasaran Indonesia. Maka terciptalah produk kosmetika halal sesuai dengan ketentuan syariah Islam, Wardah yang berarti bunga mawar. Produk Wardah ini mengantongi sertifikat halal MUI memberikan jaminan kebaikan produk. Wardah Cosmetics memiliki tiga konsep kecantikan yang disebut Wardah Beauty Concept, yaitu Pure and Safe, sebab Wardah Cosmetics dibuat dari bahan berkualitas dan terbukti aman serta halal, Beauty Expert, sebab Wardah diformulasikan oleh para ahli farmasi dan kecantikan yang menghadirkan produk berkualitas dengan inovasi terkini, dan Inspiring Beauty. Bagi Wardah, kosmetika tidak hanya untuk tubuh akan tetapi juga untuk jiwa. Wardah mendorong setiap wanita untuk senantiasa percaya diri dan peduli terhadap sesama. Produk Wardah sudah dikenal oleh masyarakat luas sebagai kosmetik halal dan aman. Dalam kategori bedak muka, Wardah berhasil memperoleh nilai sebesar 14,4% dan sebesar 12,6% untuk kategori lipstik. 16
6 Keseluruhan produk Wardah berjumlah sekitar 70 macam, diantaranya adalah Wardah Eye Shadow, Wardah Acne Face Powder, Wardah Matte Lipstick, Wardah Exclusive Lipstick, Wardah Two Way Cake, Wardah Eye Shadow, dan lain sebagainya. Semua produk Wardah ini telah mendapatkan sertifikasi halal yang dikeluarkan oleh Majelis Ulama Indonesia (MUI). Dalam strategi promosinya, Wardah juga menjadikan artis-artis yang berpenampilan religius sebagai duta produknya, seperti Dewi Sandra dan Inneke Koesherawati. D. Minat Beli (Purchasing Intention) Slameto (dalam Hidayat, dkk., 2012) mendefinisikan minat sebagai suatu rasa suka dan rasa ketertarikan pada suatu hal atau aktivitas tanpa ada yang menyuruh. Minat pada dasarnya adalah penerimaan akan suatu hubungan antara diri sendiri dengan sesuatu di luar diri. Semakin kuat atau dekat hubungan tersebut akan semakin besar minat. Suryabrata (dalam Hidayat, dkk., 2012) mengemukakan bahwa minat sebagai kecenderungan untuk memberi perhatian dan bertindak terhadap orang, benda, aktivitas atau situasi yang disertai perasaan senang. Sedangkan menurut Shaleh dan Wahab (2004), minat adalah suatu kecenderungan untuk memberikan perhatian dan bertindak terhadap orang, aktivitas atau situasi yang menjadi obyek dari minat tersebut dengan disertai perasaan senang. Dalam batasan tersebut terkandung suatu pengertian bahwa di dalam minat ada usaha (untuk mendekati, memiliki, menguasai, berhubungan) dari subyek yang dilakukan dengan perasaan senang, ada daya tarik dari obyek. 17
7 Berdasarkan berbagai pendapat dari para ahli di atas, dapat disimpulkan bahwa minat adalah suatu kecenderungan atau pemberian perhatian terhadap orang, aktivitas, atau objek tertentu dengan disertai perasaan senang tanpa ada yang menyuruh atau memaksa. Menurut Kotler dan Keller (dalam Suradi, 2012), minat beli konsumen adalah sebuah perilaku konsumen dimana konsumen mempunyai keinginan dalam membeli atau memilih suatu produk, berdasarkan pengalaman dalam memilih, menggunakan dan mengkonsumsi atau bahkan menginginkan suatu produk. Sedangkan menurut Simamora (dalam Suradi, 2012), minat beli adalah sesuatu yang pribadi dan berhubungan dengan sikap. Individu yang berminat terhadap suatu objek akan memiliki kekuatan atau dorongan untuk mendapatkan objek tersebut. Howard (dalam Saidani, dkk., 2012) menyatakan bahwa minat beli merupakan sesuatu yang berhubungan dengan rencana konsumen untuk membeli produk tertentu serta berapa banyak unit produk yang dibutuhkan pada periode tertentu. Dapat dikatakan bahwa minat beli merupakan pernyataan mental dari konsumen yang merefleksikan rencana pembelian sejumlah produk dengan merek tertentu. Hal ini sangat diperlukan oleh para pemasar untuk mengetahui minat beli konsumen terhadap suatu produk, baik para pemasar maupun ahli ekonomi menggunakan variabel minat untuk memprediksi perilaku konsumen di masa yang akan datang. 18
8 Mehta (dalam Saidani, dkk., 2012), mendefinisikan minat beli sebagai kecenderungan konsumen untuk membeli suatu merek atau mengambil tindakan yang berhubungan dengan pembelian yang diukur dengan tingkat kemungkinan konsumen melakukan pembelian. Sedangkan, menurut E. Jerome Mc. Carthy (dalam Hidayat, dkk., 2012), minat beli merupakan dorongan yang timbul dalam diri seseorang untuk membeli barang atau jasa dalam rangka pemenuhan kebutuhannya. Berdasarkan pendapat-pendapat tersebut di atas maka dapat disimpulkan bahwa minat beli adalah keinginan seseorang untuk membeli suatu produk yang disertai pemusatan perhatian pada produk tertentu yang dapat menggugah hasrat konsumen, motif-motif membeli mempengaruhi kecenderungan seseorang dalam mengambil keputusan membeli. 1. Faktor-Faktor yang Mempengaruhi Minat Beli Terdapat banyak hal yang dapat mempengaruhi timbulnya minat, baik berasal dari individu itu sendiri, ataupun di lingkungan masyarakat. Crow dan Crow (dalam Shaleh & Wahab, 2004) mengemukakan ada tiga faktor utama yang membentuk minat yaitu : a. Faktor dorongan dari dalam diri individu, yang artinya pada kebutuhan-kebutuhan yang muncul dari dalam individu, merupakan faktor yang berhubungan dengan dorongan fisik, motif, rasa takut, dan rasa sakit. Termasuk di dalamnya berkaitan dengan faktor-faktor biologis yaitu faktor-faktor yang berkaitan dengan kebutuhan- 19
9 kebutuhan fisik yang mendasar. Fakta dorongan dari dalam dapat disebut auto-sugesti. b. Faktor motif sosial, artinya mengarah pada penyesuaian diri dengan lingkungan agar dapat diterima dan diakui oleh lingkungannya atau aktivitas untuk memenuhi kebutuhan sosial, seperti bekerja, mendapatkan status, mendapatkan perhatian dan penghargaan. Hubungannya dengan sugesti disebut juga hetero-sugesti. c. Faktor emosional atau perasaan, artinya minat yang erat hubungannya dengan perasaan emosi, keberhasilan dalam beraktivitas yang didorong oleh minat akan membawa rasa senang dan memperkuat minat yang sudah ada, sebaliknya kegagalan akan mengurangi minat individu tersebut. Minat ini dapat berupa dorongan-dorongan, motifmotif, respon-respon emosional dan pengalaman-pengalaman yang diperoleh individu. Bigot, dkk. (dalam Prabowo, 2014) memberikan klasifikasi perasaan sebagai berikut: a. Perasaan keinderaan, yaitu perasaan yang berkaitan dengan alat indera. b. Perasaan psikis atau kejiwaan, yang masih dibedakan atas: 1. Perasaan intelektual yaitu perasaan yang timbul apabila orang dapat memecahkan sesuatu soal atau mendapatkan hal-hal baru sebagai hasil kerja dari segi intelektualnya. 20
10 2. Perasaan kesusilaan yaitu perasaan yang timbul apabila orang mengalami hal-hal yang baik atau buruk menurut norma-norma kesusilaan. 3. Perasaan keindahan atau perasaan estetika yaitu perasaan yang timbul apabila orang mengalami sesuatu yang indah atau yang tidak indah. 4. Perasaan kemasyarakatan atau perasaan sosial yaitu perasaan yang timbul dalam hubungannya dengan interaksi sosial, yaitu hubungan individu satu dengan individu lain. 5. Perasaan harga diri, perasaan ini dapat positif, yaitu apabila individu dapat menghargai dirinya sendiri dengan secara baik, tetapi sebaliknya perasaan harga-diri ini dapat negatif, yaitu apabila seseorang tidak dapat menghargai dirinya secara baik. 6. Perasaan Ketuhanan, perasaan ini timbul menyertai kepercayaan kepada Tuhan yang mempunyai sifat-sifat serba sempurna. Perasaan ini merupakan perasaan tertinggi atau terdalam. Perbuatan manusia yang luhur, yang suci bersumber pada perasaan Ketuhanan ini. Swastha dan Irawan (dalam Suradi, dkk., 2012) mengemukakan faktorfaktor yang mempengaruhi minat membeli berhubungan dengan perasaan dan emosi, bila seseorang merasa senang dan puas dalam membeli barang atau jasa maka hal itu akan memperkuat minat membeli, ketidakpuasan biasanya menghilangkan minat. 21
11 Dari pendapat-pendapat yang dikemukakan oleh Engel, Kotler, dan Loudon & Bitta (dalam Suradi, dkk., 2012), faktor-faktor yang berpengaruh pada minat dibagi menjadi dua, yaitu faktor internal dan faktor eksternal. Faktor internal meliputi pengalaman, kepribadian, sikap dan kepercayaan, serta konsep diri. Faktor eksternal meliputi budaya, sosial, kelompok referensi dan keluarga. Faktor internal individu berupa pengalaman merupakan hasil dari proses belajar yang akan menambah wawasan individu. Pada saat proses terjadi, individu akan mengumpulkan informasi yang berkaitan dengan objek. Hasil pemrosesan akan menentukan sikap individu terhadap objek. Berdasarkan pendapat-pendapat para ahli di atas dapat disimpulkan bahwa faktor-faktor yang mempengaruhi minat beli pada konsumen, yaitu faktor dorongan dari dalam, faktor sosial, dan faktor emosional atau perasaan. 2. Motif Konsumen dalam Membeli Menurut Netisemito (dalam Hidayat,dkk.,2012), untuk menimbulkan keinginan untuk membeli harus mengetahui motif-motif seseorang untuk dapat membeli, misalnya dengan kata, gambar, nyanyian, tulisan dan sebagainya, harus dapat menimbulkan keinginan konsumen untuk membeli. Menurut Swastha (1989), motif konsumen untuk dapat membeli ada dua macam, yakni : a. Motif Rasionil adalah motif yang didasarkan pada kenyataankenyataan seperti yang ditunjukkan oleh pembeli. Faktor-faktor yang dipertimbangkan dapat berupa pertimbangan untung rugi, jaminan, kualitas harga, daya tahan, dan kegunaan. 22
12 b. Motif Emosionil merupakan pembelian berdasarkan emosi-emosi tertentu. Motif pembelian ini berkaitan dengan perasaan atau emosi individu (pengungkapan rasa cinta, kebanggaan, kenyamanan, kesehatan, keamanan dan kepraktisan) sehingga bersifat subyektif dan sulit untuk menentukan hubungan antara motif pembelian dengan produk yang dibeli, seperti prestise, status sosial, perasaan bangga, terkenalnya merek, harga diri, tak mau kalah dengan tetangga, nilainilai agama dan kepuasan. Winardi (dalam Siswanto, dkk., 2013), membedakan motif pembelian atas beberapa motif, yaitu: a. Motif pembelian terhadap produk (product motives). Motif ini meliputi semua pengaruh dan alasan yang menyebabkan seseorang membeli produk tertentu. b. Motif pembelian terhadap tempat atau penyalur yang menjual produk tersebut (patronage motives). Motif ini merupakan pertimbangan mengapa seorang konsumen membeli pada tempat tertentu. Pada hakikatnya, motif pembelian baik terhadap produk ataupun terhadap tempat penjualan (patronage motives) dibedakan atas dasar apakah pembelian itu rasional atau emosional. Yang termasuk dalam motif rasional diantaranya adalah harga, mutu, ketersediaan barang, model, kemasan, praktis dan lain-lain. Sedangkan motif emosional diantaranya perasaan bangga, gengsi, pengaruh dari orang lain. 23
13 Berdasarkan pendapat di atas dapat disimpulkan bahwa motif konsumen dalam membeli dapat berupa motif rasionil dan motif emosionil. Motif rasionil lebih menekankan berdasarkan logika, sedangkan motif emosionil mengarah ke perasaan konsumen. 3. Indikator Minat Beli Menurut Ferdinand (dalam Hidayat, dkk., 2012), minat beli dapat diidentifikasi melalui indikator-indikator sebagai berikut : a. Minat transaksional, yaitu kecenderungan seseorang untuk membeli produk. b. Minat referensial, yaitu kecenderungan seseorang untuk mereferensikan produk kepada orang lain. c. Minat preferensial, yaitu minat yang menggambarkan perilaku seseorang yang memiliki preferensi utama pada produk tersebut. Preferensi ini hanya dapat diganti jika terjadi sesuatu dengan produk preferensinya. d. Minat eksploratif, minat ini menggambarkan perilaku seseorang yang selalu mencari informasi mengenai produk yang diminatinya dan mencari informasi untuk mendukung sifat-sifat positif dari produk tersebut. Menurut Schiffman dan Kanuk (dalam Siswanto, dkk., 2013), indikator minat beli seorang konsumen adalah sebagai berikut: a. Ketertarikan mencari informasi yang lebih tentang produk b. Mempertimbangan untuk membeli 24
14 c. Keinginan untuk mengetahui produk d. Ketertarikan untuk mencoba produk e. Keinginan untuk memiliki produk Menurut Suwandari (dalam Yasin, dkk., 2014) yang menjadi indikator minat beli seorang konsumen adalah sebagai berikut: a. Attention, yaitu perhatian calon konsumen terhadap produk yang ditawarkan oleh produsen. b. Interest, ketertarikan calon konsumen terhadap produk yang ditawarkan oleh produsen. c. Desire, keinginan calon konsumen untuk memiliki produk yang ditawarkan oleh produsen. d. Action, yaitu calon konsumen melakukan pembelian terhadap produk yang ditawarkan. Berdasarkan pendapat di atas, dapat disimpulkan bahwa indikator minat beli konsumen, yaitu ketertarikan mencari informasi yang lebih tentang produk, mempertimbangan untuk membeli, keinginan untuk mengetahui produk, ketertarikan untuk mencoba produk, dan keinginan untuk memiliki produk. 25
15 E. Religiusitas 1. Pengertian Religiusitas Harun Nasution (dalam Rakhmat, 1996) memberikan definisi bahwa kata religi atau relegare berarti mengumpulkan atau membaca. Dapat diartikan bahwa agama merupakan kumpulan cara-cara mengabdi kepada Tuhan yang terkumpul dalam kitab suci yang harus dibaca, dipelajari dan diamalkan. Kemudian kata religare berarti mengikat. Agama bersifat mengikat antara manusia dengan Tuhan. Dari konsep tentang pengertian religi tersebut maka muncul istilah religiusitas. Menurut Nashori (dalam Reza, 2013), religiusitas adalah seberapa jauh pengetahuan, seberapa kokoh keyakinan, seberapa pelaksanaan ibadah dan kaidah, dan seberapa dalam penghayatan atas agama yang dianut. Rakhmat (1996), menyatakan bahwa religiusitas adalah penghayatan agama seseorang yang menyangkut simbol, keyakinan, nilai dan perilaku yang didorong oleh kekuatan spiritual. Religiusitas dapat digambarkan sebagai adanya konsistensi antara kepercayaan terhadap agama sebagai unsur kognitif, perasaan agama sebagai unsur afektif dan perilaku terhadap agama sebagai unsur psikomotorik. Religiusitas adalah tingkat keimanan agama seseorang yang dicerminkan dalam keyakinan, pengalaman dan tingkah laku yang menunjuk kepada aspek kualitas dari manusia yang beragama untuk menjalani kehidupan sehari-hari dengan baik (Putri, 2012). 26
16 Dari beberapa pendapat di atas, maka dapat diambil kesimpulan bahwa religiusitas adalah bentuk internalisasi nilai agama dan keterikatan manusia terhadap Tuhan yang mengandung norma-norma untuk mengatur perilaku manusia tersebut dalam hubungan dengan Tuhan, manusia lain, maupun lingkungannya. 2. Aspek-aspek (Dimensi) Religiusitas Menurut Glock & Stark (dalam Rakhmat, 2003), terdapat lima aspek atau dimensi religiusitas, yaitu : a. Dimensi ideologi atau keyakinan, yaitu dimensi dari keberagamaan yang berkaitan dengan apa yang harus dipercayai, misalnya kepercayaan adanya Tuhan, malaikat, surga, dan sebagainya. Kepercayaan atau doktrin agama adalah dimensi yang paling mendasar. b. Dimensi peribadatan atau ritualistik, yaitu dimensi keberagaman yang berkaitan dengan sejumlah perilaku, dimana perilaku tersebut sudah ditetapkan oleh agama, seperti tata cara ibadah, pembaptisan, pengakuan dosa, berpuasa, shalat atau menjalankan ritual-ritual khusus pada hari-hari suci. c. Dimensi penghayatan atau eksperensial, yaitu dimensi yang berkaitan dengan perasaan keagamaan yang dialami oleh penganut agama atau seberapa jauh seseorang dapat menghayati pengalaman dalam ritual agama yang dilakukannya, misalnya kekhusyukan ketika melakukan sholat. 27
17 d. Dimensi pengetahuan atau intelektual, yaitu berkaitan dengan pemahaman dan pengetahuan seseorang terhadap ajaran-ajaran agama yang dianutnya. e. Dimensi pengamalan atau konsekuensial, yaitu berkaitan dengan akibat dari ajaran-ajaran agama yang dianutnya yang diaplikasikan melalui sikap dan perilaku dalam kehidupan sehari-hari. Efek agama ini boleh jadi positif atau negatif; pada tingkat personal dan sosial. Menurut Ancok dan Nashori (dalam Reza, 2013), mengungkapkan religiusitas memiliki lima dimensi, yaitu : a. Akidah, yaitu tingkat keyakinan seorang Muslim terhadap kebenaran ajaran-ajaran agama Islam. b. Syariah, yaitu tingkat kepatuhan Muslim dalam mengerjakan kegiatan-kegiatan ritual sebagaimana disuruh dan dianjurkan dalam agama Islam. c. Akhlak, yaitu tingkat perilaku seorang Muslim berdasarkan ajaranajaran agama Islam, bagaimana berealisasi dengan dunia beserta isinya. d. Pengetahuan agama, yaitu tingkat pemahaman Muslim terhadap ajaran-ajaran agama Islam, sebagaimana termuat dalam Al-Qur an. e. Penghayatan, yaitu mengalami perasaan-perasaan dalam menjalankan aktivitas beragama dalam agama Islam. Konsep dimensi-dimensi religisuitas yang diungkapkan Ancok dan Nashori ini menggambarkan konsep religiusitas menurut agama Islam. 28
18 Berdasarkan teori di atas dapat disimpulkan bahwa ada lima aspek atau dimensi di dalam religiusitas, yaitu dimensi ideologi atau keyakinan, dimensi peribadatan, dimensi penghayatan, dimensi pengetahuan, dan dimensi pengamalan. F. Hubungan antara Religiusitas dengan Minat Beli Minat beli adalah sesuatu yang berhubungan dengan rencana konsumen untuk membeli produk tertentu serta berapa banyak unit produk yang dibutuhkan pada periode tertentu. Crow dan Crow (dalam Shaleh & Wahab, 2004) mengemukakan ada tiga faktor utama yang membentuk minat, yaitu faktor dorongan dari dalam, yang artinya pada kebutuhan-kebutuhan yang muncul dari dalam individu, faktor motif sosial, artinya mengarah pada penyesuaian diri dengan lingkungan, dan faktor emosional atau perasaan, artinya minat yang erat hubungannya dengan perasaan emosi. Bigot, dkk. (dalam Prabowo, 2014) memberikan klasifikasi perasaan menjadi 2 bagian, yaitu perasaan keinderaan dan perasaan psikis atau kejiwaan, yang masih dibedakan atas, (a) Perasaan intelektual, (b) Perasaan kesusilaan, (c) Perasaan keindahan atau perasaan estetika, (d) Perasaan kemasyarakatan atau perasaan sosial, (e) Perasaan harga diri, dan (f) Perasaan Ketuhanan, yang berhubungan dengan nilai-nilai agama dan keyakinan seeorang. Berdasarkan faktor emosional atau perasaan yang dikemukakan oleh Crow dan Crow di atas diketahui bahwa minat beli dapat dipengaruhi oleh nilai-nilai agama atau religiusitas. 29
19 Religiusitas adalah tingkat keimanan agama seseorang yang dicerminkan dalam keyakinan, pengalaman dan tingkah laku yang menunjuk kepada aspek kualitas dari manusia yang beragama untuk menjalani kehidupan sehari-hari dengan baik (Putri, 2012). Beberapa aspek atau dimensi dari religiusitas diantaranya, yaitu dimensi ideologi atau keyakinan, dimensi peribadatan, dimensi penghayatan, dimensi pengetahuan, dan dimensi pengamalan (Glock & Stark, dalam Rakhmat, 2003). Nilai-nilai religiusitas yang dianut oleh seseorang dapat mempengaruhi berbagai aspek kehidupannya, misalnya dalam hal membeli suatu produk. Orang yang memiliki sisi religiusitas yang tinggi tentu akan memilih produk yang sesuai dan tidak bertentangan dengan ajaran agamanya. Hal ini tentu dapat mempengaruhi minat beli konsumen. Perbedaan di tingkat religiusitas menampilkan perbedaan penting dalam pola perilaku pembelian. Religiusitas yang tinggi membedakan khususnya dalam hal persepsi penjual, efisiensi belanja, kualitas produk, kepuasan pada kehidupan dan pola konsumsi (Mokhlis, dalam Aziz, dkk., 2015). Konsumen yang memiliki sisi religiusitas yang tinggi akan memilih produk yang tidak bertolak belakang dengan ajaran agamanya, misalnya dalam hal memilih produk yang halal. Memilih produk yang halal bagi konsumen bukan hanya sekedar untuk makanan saja tetapi juga produk-produk lainnya, seperti kosmetik. Konsumen yang menemukan label halal atau dapat melihat atribut produk yang menonjolkan sisi religiusitas ini pada sebuah produk tentu akan tertarik untuk memilih produk 30
20 tersebut untuk digunakan. Hal ini membangkitkan minat beli konsumen terhadap produk-produk tersebut. G. Kerangka Konseptual RELIGIUSITAS Menurut Glock & Stark (dalam Rakhmat, 2003), ada lima aspek atau dimensi religiusitas, yaitu : a. Dimensi ideologi atau keyakinan b. Dimensi peribadatan, c. Dimensi penghayatan d. Dimensi pengetahuan e. Dimensi pengamalan MINAT BELI Indikator minat beli konsumen menurut Schiffman dan Kanuk (dalam Siswanto, dkk., 2013), a. Ketertarikan mencari informasi yang lebih tentang produk b. Mempertimbangkan untuk membeli c. Keinginan untuk mengetahui produk d. Ketertarikan untuk mencoba produk e. Keinginan untuk memiliki produk H. Hipotesis Hipotesis yang diajukan dalam penelitian ini, yaitu Ada hubungan positif antara religiusitas dengan minat beli konsumen produk Wardah Cosmetics. Hal ini berarti semakin tinggi religiusitas konsumen, maka semakin tinggi minat beli konsumen terhadap produk Wardah Cosmetics, sebaliknya semakin rendah religiusitas konsumen, maka semakin rendah pula minat beli konsumen terhadap produk Wardah Cosmetics. 31
A. Latar Belakang Masalah
1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Seiring dengan berkembangnya ilmu pengetahuan dan teknologi maka kebutuhan hidup manusia kian berkembang pula. Tidak hanya kebutuhan akan sandang, papan, pangan,
Lebih terperinciBAB II DESKRIPSI OBYEK PENELITIAN. Produk kosmetik sangat diperlukan manusia, baik laki-laki maupun
BAB II DESKRIPSI OBYEK PENELITIAN A. Kosmetik Produk kosmetik sangat diperlukan manusia, baik laki-laki maupun perempuan, sejak lahir. Produk-produk itu dipakai secara berulang setiap hari dan di seluruh
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. Fenomena persaingan yang ada dalam era globalisasi akan semakin ketat untuk
BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Fenomena persaingan yang ada dalam era globalisasi akan semakin ketat untuk selalu mengembangkan dan merebut pangsa pasar (market share). Persaingan yang terjadi
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. Kebutuhan manusia merupakan suatu keadaan akan sebagian dari pemuasan
BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Kebutuhan manusia merupakan suatu keadaan akan sebagian dari pemuasan dasar yang dirasakan atau disadari. Setiap orang memiliki kebutuhan yang berbeda-beda, terlebih
Lebih terperinciBAB II TINJAUAN PUSTAKA. berabad abad yang lalu. Pada abad ke 19, pemakaian kosmetik mulai. besaran pada abad ke 20 (Tranggono, 2007).
BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. Kosmetik 1. Pengertian Kosmetik Menurut Wall dan Jellinenk, 1970, kosmetik dikenal manusia sejak berabad abad yang lalu. Pada abad ke 19, pemakaian kosmetik mulai mendapat perhatian,
Lebih terperinciBAB 1 PENDAHULUAN. menjadi satu alasan industri kosmetik tetap tumbuh. Pemerintah mengklaim
BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Perekonomian nasional nampaknya belum mempengaruhi produk kinerja industri kosmetik nasional. Naiknya minat pembeli dari dalam dan luar negeri menjadi satu
Lebih terperinciLaboratorium Farmasetika
KOSMETIKA OSMETIKA: PENDAHULUAN ANATOMI K KULIT & RAMBUT 10/4 4/2012 1 Dhadhang Wahyu Kurniawan Laboratorium Farmasetika Unsoed @Dhadhang_WK PENGERTIAN KOSMETIKA KOSMETIKA = Berasal dari bahasa yunani
Lebih terperinciKOSMETOLOGI. = Berasal dari bahasa yunani Cosmein = berias
MATA KULIAH KOSMETOLOGI (PENANGGUNG JAWAB: DRA, JUANITA T, APT) KOSMETOLOGI KOSMETIKA LOGOS = Berasal dari bahasa yunani Cosmein = berias = Ilmu Menurut PERMENKES N0.220 THN 1976 : KOSMETIKA adalah: Bahan/campuran
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. Berdasarkan Peraturan Pemerintah Republik Indonesia Nomor 14 Tahun
BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Berdasarkan Peraturan Pemerintah Republik Indonesia Nomor 14 Tahun 2015 tentang Rencana Induk Pembangunan Industri Nasional (RIPIN) tahun 2015-2035 menjadikan
Lebih terperinciBAB 1 PENDAHULUAN. produsen kosmetik atau produk perawatan kulit yang kini beredar di pasar, yaitu
1 BAB 1 PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Perkembangan produk kosmetik memberi peluang bisnis bagi para produsen kosmetik atau produk perawatan kulit yang kini beredar di pasar, yaitu dari produk lokal
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. tergantung pada perilaku konsumennya (Tjiptono, 2002). konsumen ada dua hal yaitu faktor internal dan eksternal.
1 BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Perkembangan produk saat ini merupakan sebuah dampak dari semakin banyak dan kompleksnya kebutuhan manusia. Dengan dasar tersebut, maka setiap perusahaan harus memahami
Lebih terperinciI. PENDAHULUAN. Kosmetik adalah kata serapan yang berasal dari bahasa Yunani kuno. kosmetikus,
I. PENDAHULUAN I.1 Latar Belakang Kosmetik adalah kata serapan yang berasal dari bahasa Yunani kuno. kosmetikus, artinya, upaya untuk memperindah tubuh manusia secara keseluruhan, mulai dari rambut, mata,
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. 1.1 Gambaran Umum Objek Penelitian Profil Kosmetik Wardah. Gambar 1.1 Logo Wardah Sumber:
BAB I PENDAHULUAN 1.1 Gambaran Umum Objek Penelitian 1.1.1 Profil Kosmetik Wardah Gambar 1.1 Logo Wardah Sumber: www.wardahbeauty.com Wardah adalah produk kosmetik bersertifikat halal dari lembaga LP POM
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. bermunculan ide-ide baru baik dari bidang makanan, pakaian, kosmetik, dan
BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Pada zaman yang serba modern ini banyak orang yang tumbuh menjadi seseorang yang kreatif dan mempunyai ide yang inovatif sehingga banyak bermunculan ide-ide
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. yang perlu dilakukan dan diperhatikan oleh setiap perusahaan adalah
BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Dalam kondisi persaingan yang semakin ketat, setiap perusahaan harus mampu bertahan, bahkan harus dapat terus berkembang. Salah satu hal penting yang perlu dilakukan
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. dasarnya saja. Persaingan sekarang bukanlah apa yang diproduksi perusahaan dalam
BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Dalam menghadapi persaingan pemasaran yang semakin tajam, seorang produsen tidak boleh terpaku pada bentuk produk yang menawarkan manfaat dasarnya saja. Persaingan
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. kecantikan pada kulit wajah dan tubuh sudah menjadi prioritas utama dalam
BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Pada saat ini penampilan menjadi suatu perhatian utama bagi seluruh kalangan terlebih pada kaum wanita. Setiap wanita selalu berkeinginan untuk memiliki penampilan
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. Perkembangan kosmetik secara industri baru dimulai secara besar-besaran
BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Pada abad ke-19, pemakaian kosmetik mulai mendapat perhatian, selain untuk kecantikan kosmetik juga digunakan untuk kesehatan. Perkembangan kosmetik secara industri
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. Wanita dan kosmetik adalah dua hal yang tak dapat dipisahkan. Akan tetapi banyak kosmetik yang komposisinya mengandung bahan
BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Wanita dan kosmetik adalah dua hal yang tak dapat dipisahkan. Akan tetapi banyak kosmetik yang komposisinya mengandung bahan kimia yang berbahaya dan tidak
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. dilirik pengusaha karena potensinya cukup besar. Ketatnya persaingan
BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Industri kosmetik belakangan ini memang menjadi magnet yang dilirik pengusaha karena potensinya cukup besar. Ketatnya persaingan bisnis industri kosmetik menuntut
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah
BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Persaingan antar pasar industri perawatan kecantikan dan kosmetik semakin kompetitif. Peningkatan kebutuhan dan keinginan wanita yang tidak ada puasnya akan
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. Kondisi persaingan di dalam bidang pemasaran produk begitu ketatnya,
BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Kondisi persaingan di dalam bidang pemasaran produk begitu ketatnya, guna mendapatkan pangsa pasar yang tinggi. Persaingan tersebut ditambah dengan semakin kritisnya
Lebih terperinciI. PENDAHULUAN. Pemasaran pada dasarnya adalah membangun merek di benak konsumen. Merek menjadi semakin penting karena konsumen tidak lagi puas hanya
1 I. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Penelitian Pemasaran pada dasarnya adalah membangun merek di benak konsumen. Merek menjadi semakin penting karena konsumen tidak lagi puas hanya dengan tercukupi kebutuhannya.
Lebih terperinciBAB II LANDASAN TEORI. Llabel adalah bagian dari sebuah barang yang berupa keterangan (kata-kata) tentang
BAB II LANDASAN TEORI 2.1. Landasan Teori 2.1.1. Pengertian Label Halal Label adalah sejumlah keterangan pada kemasan produk. Secara umum, label minimal harus berisi nama atau merek produk, bahan baku,
Lebih terperinciII. TINJAUAN PUSTAKA
9 II. TINJAUAN PUSTAKA A. Perlindungan Konsumen Istilah perlindungan konsumen berkaitan dengan perlindungan hukum, sehingga perlindungan konsumen pasti mengandung aspek hukum. Materi yang mendapatkan perlindungan
Lebih terperinciBAB 1 PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. Fenomena mengenai perilaku konsumen dapat di lihat dalam kehidupan
BAB 1 PENDAHULUAN A. Latar Belakang Fenomena mengenai perilaku konsumen dapat di lihat dalam kehidupan sehari-hari. Salah satu dari perilaku konsumen tersebut adalah prilaku membeli. Seperti yang dikatakan
Lebih terperinciBAB II TINJAUAN PUSTAKA. bagian luar badan (kulit, rambut, kuku, bibir dan organ kelamin bagian luar), gigi
BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Kosmetik Kosmetik adalah sediaan atau paduan bahan yang untuk digunakan pada bagian luar badan (kulit, rambut, kuku, bibir dan organ kelamin bagian luar), gigi dan rongga mulut
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. kebutuhan terhadap suatu barang, salah satunya adalah kosmetik. Kosmetika
BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Dinamisnya perubahan jaman, menuntut tingginya permintaan dan kebutuhan terhadap suatu barang, salah satunya adalah kosmetik. Kosmetika merupakan bahan atau
Lebih terperincibukan lagi untuk memenuhi keinginan (wants) saja, melainkan karena kosmetik Berikut adalah tabel perkembangan pasar industri kosmetik di Indonesia.
BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Persaingan antar pasar industri perawatan pribadi dan kosmetik semakin kompetitif. Hal ini terbukti dengan banyaknya jenis kosmetik produksi dalam negeri dan produksi
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. lahir hingga dewasa semua membutuhkan kosmetik. Lotions untuk kulit, powder,
BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Persaingan antar pasar industri perawatan pribadi dan kosmetik semakin kompetitif. Hal ini terbukti dengan banyaknya jenis kosmetika produksi dalam negeri dan
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. alam, yang dapat menyebabkan perasaan daya tarik dan ketentraman. emosional, karena hal itu merupakan pengalaman subyektif.
BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Keindahan atau keelokan merupakan sifat dan ciri dari orang, hewan, tempat, objek, atau gagasan yang memberikan pengalaman persepsi kesenangan, bermakna, atau
Lebih terperinciBAB 1 PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang Masalah. Seiring dengan perkembangan ilmu pengetahuan, budaya serta teknologi
BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Seiring dengan perkembangan ilmu pengetahuan, budaya serta teknologi saat ini, maka kebutuhan hidup manusia kian berkembang pula. Tidak hanya kebutuhan akan
Lebih terperinciHAKEKAT RELEGIUSITAS Oleh Drs.H.Ahmad Thontowi
HAKEKAT RELEGIUSITAS Oleh Drs.H.Ahmad Thontowi 1. Pengertian Religiusitas Secara bahasa ada tiga istilah yang masing-masing kata tersebut memilki perbedaan arti yakni religi, religiusitas dan religius.
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. tersebut sangat identik dengan wanita. Kecantikan dan keindahan tersebut dapat
BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Kecantikan dan keindahan merupakan dambaan setiap wanita dan hal tersebut sangat identik dengan wanita. Kecantikan dan keindahan tersebut dapat dicapai dengan memanfaatkan
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. dari China yang masuk ke Indonesia antara lain seperti, industri makanan, industri
BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Masalah Di zaman Globalisasi saat ini, banyak produk-produk buatan dari China yang tidak asing bagi masyarakat Indonesia. Berbagai macam industri-industri dari China
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. mempunyai pandangan berbeda dalam mendefinisikan cantik secara fisik. Definisi
BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah 1. Latar belakang penelitian Setiap wanita ingin terlihat cantik dalam penampilannya. Kecantikan merupakan satu hal yang tidak asing bagi wanita karena keberadaannya
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN Latar Belakang Masalah. Sejak adanya pasar bebas ASEAN dan China (AC-FTA) yang berlaku
1 BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Masalah Sejak adanya pasar bebas ASEAN dan China (AC-FTA) yang berlaku mulai tahun 2015 maka persaingan di dunia industri akan semakin ketat salah satunya yaitu
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang Masalah. Zaman terus berkembang, begitu pula dengan ilmu pengetahuan
BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Zaman terus berkembang, begitu pula dengan ilmu pengetahuan dan teknologi. Berkembangnya ilmu pengetahuan tidak hanya berkaitan dengan penelitian-penelitian
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. yang berperan penting dalam menciptakan kualitas terbaik.
BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Penelitian Kosmetik berasal dari kata kosmein (Yunani) yang berarti berhias, maka dapat diartikan kosmetik adalah zat perawatan yang digunakan untuk meningkatkan penampilan
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. Semua manusia ingin tampil menarik dan menyenangkan, khususnya
BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Semua manusia ingin tampil menarik dan menyenangkan, khususnya wanita. Untuk tampil menarik banyak cara yang ditempuh antara lain perawatan kecantikan, pengaturan
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. yang menawan sangat penting bagi wanita. Hal ini dapat dibuktikan dengan
1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Seiring dengan perkembangan zaman, produk kosmetik khususnya kosmetik wanita memberikan suatu peluang bisnis. Kulit wajah dan tubuh yang menawan sangat penting
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. yang semakin ketat dan berbentuk sangat kompleks. Menghadapi persaingan
BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Sebagai negara yang termasuk dalam kategori negara berkembang, Indonesia menjadi pasar yang sangat memberikan peluang bagi dunia bisnis. Fenomena tersebut menggambarkan
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN 1.1 GAMBARAN UMUM PERUSAHAAN
BAB I PENDAHULUAN 1.1 GAMBARAN UMUM PERUSAHAAN 1.1.1 Sejarah Singkat Perusahaan PT. Paragon Technology And Innovation (PTI)adalah sebuah perusahaan yang bergerak di bidang produksi kosmetika. Pada awal
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang
BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Wanita selalu ingin tampil cantik dalam berbagai keadaan dan selalu ingin menjadi pusat perhatian bagi sekelilingnya. Hal inilah yang menjadi alasan mengapa wanita senang
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang Masalah Selama dekade terakhir, merek mempunyai peranan sangat penting bagi
BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Selama dekade terakhir, merek mempunyai peranan sangat penting bagi kelangsungan hidup perusahaan. Apalagi pemasaran dimasa kini dan masa yang akan datang menjadi
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. Wanita merupakan simbol dari keindahan. Salah satu upaya wanita untuk menjaga
BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Wanita merupakan simbol dari keindahan. Salah satu upaya wanita untuk menjaga keindahannya adalah dengan cara merawat diri baik dari dalam yaitu dengan berolahraga
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang
BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Di zaman modern ini, kebutuhan manusia sudah sangat bermacam-macam. Setiap orang memiliki kebutuhan yang berbedabeda terlebih untuk tampil menarik dengan menggunakan
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. suatu produk bukan lagi untuk memenuhikebutuhan (need), melainkan karena
BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Saat ini persaingan antar pasar industri perawatan pribadi dan kosmetik semakin kompetitif. Hal ini dibuktikan dengan ada banyaknya jenis kosmetik yang beredar
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. prenadamedia, 2010, h.65. Jakarta: Kencana Prenada media group, 2006, h. 57
BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Ilmu ekonomi adalah suatu studi yang mempelajari tentang manusia. Dalam kapitalisme, studi yang dimaksud di sini bukanlah tentang manusia secara umum, tetapi tentang
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. diwujudkan dalam keindahan dan keserasian berbusana, cara komunikasi, kecantikan
BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Kecantikan merupakan bagian terpenting dari gaya hidup wanita. Karena dengan menjadi cantik seorang wanita merasa lebih percaya diri dan lebih diterima di masyarakatnya.kecantikan
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. pesat, hampir bagi para wanita kosmetik merupakan kebutuhan sehari-hari
1 BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Masalah Saat ini perkembangan produk kosmetik bagi kaum wanita sangatlah pesat, hampir bagi para wanita kosmetik merupakan kebutuhan sehari-hari wanita. Hal tersebut
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. jenis kosmetika seperti lipstik, pelembab, pensil alis, mascara ataupun
BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Dalam era globalisasi produk kosmetik di Indonesia berkembang semakin pesat. Hal tersebut terlihat seiring dengan munculnya berbagai jenis kosmetika seperti lipstik,
Lebih terperinciEKSPLORASI SIKAP KONSUMEN TERHADAP KOSMETIK HALAL (STUDI KASUS:WARDAH) ABSTRAK
EKSPLORASI SIKAP KONSUMEN TERHADAP KOSMETIK HALAL (STUDI KASUS:WARDAH) Oleh: Deru R Indika, Safia Lainufar Dosen tetap pada Universitas Padjadjaran derurindika@gmail.com ABSTRAK Potensi pasar kosmetik
Lebih terperinciBAB I: PENDAHULUAN BAB I. Pada bab ini dijelaskan mengenai latar belakang masalah, LATAR BELAKANG. rumusan masalah, tujuan penelitian dan kegunaan
BAB I: PENDAHULUAN Pada bab ini dijelaskan mengenai latar belakang masalah, BAB I LATAR BELAKANG rumusan masalah, tujuan penelitian dan kegunaan penelitian serta sistematika penulisan. BAB II: TINJAUAN
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. sering menggunakan kosmetik dibanding laki-laki. Wanita adalah makhluk yang
BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Dalam kehidupan sehari-sehari, tidak dapat dipungkiri kalau wanita lebih sering menggunakan kosmetik dibanding laki-laki. Wanita adalah makhluk yang senang akan
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. oleh akhlak yang baik dari seorang wanita. Menjadi seorang wanita dituntut untuk
BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Kecantikan yang sesungguhnya yaitu kecantikan seorang wanita yang tidak hanya memiliki kecantikan jasmani, tetapi juga kecantikan rohani. Kecantikan rohani (inner beauty)
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. tantangan bagi pengusaha untuk tetap berada dalam persaingan industri.
BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Persaingan bisnis yang sangat tajam pada saat ini merupakan sebuah tantangan bagi pengusaha untuk tetap berada dalam persaingan industri. Persaingan yang terjadi akan
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. dengan tingkat Product Domestic Bruto (PDB) pada berita resmi dari Badan Pusat
BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Kondisi perekonomian di Indonesia semakin meningkat, hal ini ditandai dengan tingkat Product Domestic Bruto (PDB) pada berita resmi dari Badan Pusat Statistik
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. produknya. Menghadapi persaingan yang ketat, perusahaan berlomba-lomba
BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Penelitian Perkembangan ekonomi dewasa ini semakin mengarah pada persaingan ketat, khususnya untuk perusahaan sejenis dalam memasarkan produknya. Menghadapi persaingan
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. mempertahankan (brand loyalty) loyalitas merek. Loyalitas terhadap merek
1 BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Penelitian Kondisi persaingan usaha saat ini semakin ketat, setiap perusahaan harus mampu bertahan hidup, bahkan harus dapat terus berkembang. Salah satu hal penting
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. juga dari kebersihan dan kecantikan seseorang. Diera globalisasi ini
BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Penampilan merupakan salah satu penunjang kepercayaan diri seseorang. Penampilan yang menarik tidak hanya dilihat dari pakaian namun juga dari kebersihan dan
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. Perawatan kulit mulai menjadi sebuah trend gaya hidup di beberapa kalangan
BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Perawatan kulit mulai menjadi sebuah trend gaya hidup di beberapa kalangan yang tidak bisa ditinggalkan baik oleh kaum wanita maupun pria. Wanita maupun pria di kehidupan
Lebih terperinciBAB 1 PENDAHULUAN. memiliki keinginan membeli yang tinggi. Dalam menggunakan produk
BAB 1 PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Keinginan tampil cantik dan segar adalah dambaan setiap wanita. Wanita selalu ingin terlihat sempurna dan menarik setiap saat. Oleh karena itu, salah satu cara untuk
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. Gambar 1.1
BAB I PENDAHULUAN 1.1 Gambaran Umum Objek Penelitian 1.1.1 Sejarah Perusahaan PT. Paragon Technology And Innovation (PTI) adalah sebuah perusahaan yang bergerak di bidang produksi kosmetik. Pada awal berdirinya
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. yang dituntut untuk menjaga penampilannya melainkan kaum pria telah mulai
1 BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Seiring dengan perkembangan jaman, tidak hanya kaum wanita saja yang dituntut untuk menjaga penampilannya melainkan kaum pria telah mulai menyadari pentingnya menjaga
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. kompetitif. Hal ini terbukti dengan banyaknya jenis kosmetika produksi
1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Persaingan antar pasar industri perawatan pribadi dan kosmetik semakin kompetitif. Hal ini terbukti dengan banyaknya jenis kosmetika produksi dalam negeri dan produksi
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang. Kebutuhan manusia adalah suatu keadaan akan sebagian dari pemuasan
BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Kebutuhan manusia adalah suatu keadaan akan sebagian dari pemuasan dasar yang dirasakan atau disadari. Kebutuhan menjadi suatu dorongan bila kebutuhan itu muncul hingga
Lebih terperinciBAB II LANDASAN TEORI. hasil yang paling diharapkan dari sebuah penelitian mengenai perilaku konsumen.
BAB II LANDASAN TEORI A. LOYALITAS MEREK 1. Definisi Loyalitas Merek Schiffman dan Kanuk (2004) mengatakan bahwa loyalitas merek merupakan hasil yang paling diharapkan dari sebuah penelitian mengenai perilaku
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. Persaingan antar pasar industri perawatan pribadi dan kosmetik semakin
BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Persaingan antar pasar industri perawatan pribadi dan kosmetik semakin kompetitif. Terbukti dengan banyaknya jenis kosmetika yang beredar baik produksi dalam negeri
Lebih terperinciBAB 1 PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang Masalah
BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Seiring kemajuan zaman, kecantikan dan kesehatan kian menjadi penting bagi kebanyakan manusia. Kecantikan telah menjadi sebuah komoditas bisnis yang sangat
Lebih terperinciBAB 1 PENDAHULUAN. ingin menunjukkan eksistensi dirinya dalam sosialitas. Bagi wanita, kecantikan
BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar belakang masalah Kecantikan merupakan modal dasar bagi wanita modern yang senantiasa ingin menunjukkan eksistensi dirinya dalam sosialitas. Bagi wanita, kecantikan dan daya
Lebih terperinciBAB V SIMPULAN DAN IMPLIKASI MANAJERIAL. Berdasarkan hasil analisis data pada bab sebelumnya maka diperoleh kesimpulan sebagai
BAB V SIMPULAN DAN IMPLIKASI MANAJERIAL 5.1 Kesimpulan berikut: Berdasarkan hasil analisis data pada bab sebelumnya maka diperoleh kesimpulan sebagai 1. Label halal berpengaruh positif signifikan terhadap
Lebih terperinciPADA LIMA MEDIA CETAK YANG BEREDAR DI KOTA SURAKARTA PERIODE BULAN FEBRUARI-APRIL
ANALISIS KESESUAIAN IKLAN PRODUK KOSMETIK DENGAN Kep.Men.Kes RI No: 386/Men.Kes/SK/IV/1994 PADA LIMA MEDIA CETAK YANG BEREDAR DI KOTA SURAKARTA PERIODE BULAN FEBRUARI-APRIL 2009 SKRIPSI Oleh : ANDI PURWANTO
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. tersendiri bagi setiap orang. Untuk itu yang selalu ingin berpenampilan menarik,
BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Kecantikan dan keindahan wajah merupakan dambaan dan daya tarik tersendiri bagi setiap orang. Untuk itu yang selalu ingin berpenampilan menarik, perawatan wajah
Lebih terperincimerupakan campuran dari beragam senyawa kimia, beberapa terbuat dari sumbersumber alami dan kebanyakan dari bahan sintetis (BPOM RI, 2003).
BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Kosmetik adalah bahan atau sediaan yang dimaksudkan untuk digunakan pada bagian luar tubuh manusia (epidermis, rambut, kuku, bibir dan organ genital bagian luar) atau
Lebih terperinciBAB 2. Data & Analisa
BAB 2 Data & Analisa 2.1 Data & Literatur Data dan informasi untuk mendukung proyek Tugas Akhir ini diperoleh dari berbagai sumber antara lain : 1. Website 2. Wawancara dengan wakil perusahaan 3. Riset
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Indonesia merupakan salah satu negara dengan jumlah penduduk terbanyak di
BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Indonesia merupakan salah satu negara dengan jumlah penduduk terbanyak di dunia setelah china, India, dan Amerika Serikat. Saat ini Indonesia menempati posisi
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. Perubahan dasar dalam sistem perekonomian dan globalisasi telah
BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Penelitian Perubahan dasar dalam sistem perekonomian dan globalisasi telah memunculkan dinamika aktivitas perdagangan dan bisnis di seluruh dunia. Fenomena tersebut
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. ketat. Hal ini terbukti dari semakin banyaknya perusahaan perusahaan baru
BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Perkembangan usaha bisnis dalam era globalisasi saat ini semakin pesat ditandai dengan tingkat persaingan antar perusahaan yang semakin tinggi dan ketat. Hal ini terbukti
Lebih terperinciPENGARUH MOTIVASI KONSUMEN TERHADAP KEPUTUSAN PEMBELIAN RENDY GUSTY RADITYATAMA
PENGARUH MOTIVASI KONSUMEN TERHADAP KEPUTUSAN PEMBELIAN RENDY GUSTY RADITYATAMA ( rendy.clearence@yahoo.com, 105020201111001@student.ub.ac.id ) Perkembangan dunia usaha dewasa ini telah diwarnai dengan
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN Latar Belakang Masalah. Era pasar bebas berdampak pada adanya persaingan yang sangat
BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Masalah Era pasar bebas berdampak pada adanya persaingan yang sangat ketat bagi para pelaku bisnis, sehingga berdampak pada adanya tuntutan bagi setiap manajemen perusahaan
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. Di era modern seperti sekarang ini, perawatan wajah sepertinya bukan
1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Penelitian Di era modern seperti sekarang ini, perawatan wajah sepertinya bukan hanya milik kaum hawa, pria pun membutuhkan perawatan tubuh. Bentuk perawatan yang
Lebih terperinciBAB II TINJAUAN PUSTAKA
BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. Kosmetik 1. Pengertian Kosmetik Kosmetika berasal dari kata kosmein (Yunani) yang berarti berhias. Bahan yang dipakai dalam usaha untuk mempercantik diri, dahulu diramu dari
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang Masalah. Dalam kemajuan dan berkembangnya dunia dapat diprediksi bahwa pola
BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Dalam kemajuan dan berkembangnya dunia dapat diprediksi bahwa pola hidup masyarakat juga mengalami perubahan yang sungguh berarti. Dari kehidupan pribadi sampai
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. Seiring dengan menggemanya semangat back to nature, banyak orang
BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Seiring dengan menggemanya semangat back to nature, banyak orang diseluruh dunia kini makin menggandrungi produk-produk yang terbuat dari bahan alami dan proses
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. Kecantikan identik dengan penampilan diri dan merupakan aset berharga
BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Kecantikan identik dengan penampilan diri dan merupakan aset berharga bagi setiap wanita. Tata rias wajah atau make-up sehari - hari merupakan suatu seni yang
Lebih terperinciBAB 1 PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang
BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Secara garis besar, kata halal dalam hukum diartikan sebagai sesuatu yang bukan haram, sedangkan haram merupakan perbuatan yang mengakibatkan dosa dan ancaman siksa
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. setiap kesempaatan. Pada umumnya riasan tebal tersebut hanya digunakan oleh
BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Saat ini trend menggunakan alat make up menjadi salah satu trend yang berkembang di dunia. Bahkan trend ini memiliki peningkatan dari waktu ke waktu. Hal ini bisa
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. banyaknya kosmetik yang tersedia. Spesifikasi produk kosmetik juga menjadi
BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Kemajuan teknologi kosmetik saat ini semakin nyata, terlihat dari semakin banyaknya kosmetik yang tersedia. Spesifikasi produk kosmetik juga menjadi tinjauan
Lebih terperinciBAB II KERANGKA TEORITIS. Para pemasar mendefinisikan perilaku konsumen sebagai interaksi dinamis antara
BAB II KERANGKA TEORITIS 2.1. Perilaku Konsumen Setiap manusia mempunyai karakter dan kepribadian yang berbeda dengan orang lain, sehingga menghasilkan perilaku yang berbeda pula dalam membelanjakan uangnya.
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. individu yang beranekaragam mendorong banyak orang mendirikan tempat
1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Manusia pada dasarnya berupaya memenuhi kebutuhan dari mulai kebutuhan primer, sekunder hingga tersier. Perkembangan kebutuhan dari setiap individu yang beranekaragam
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. bersaing di pasar menjadikan tugas seorang pemasar makin sulit dan kompleks.
BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Meningkatnya intensitas persaingan akibat makin banyaknya merek yang bersaing di pasar menjadikan tugas seorang pemasar makin sulit dan kompleks. Dikatakan
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. objek memiliki arti yang personal dan penting, berkaitan dengan diri atau
1 BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Keterlibatan konsumen berasal dari keterlibatan ego, yang didasarkan pada hubungan dengan sebuah isu atau objek. Keterlibatan ego terjadi ketika sebuah isu atau objek
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. Perawatan kulit wajah secara teratur sangat penting dilakukan. secara langsung. Dalam mengatasi masalah tersebut kaum pria
BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Kebersihan adalah sebagian dari iman. Ungkapan tersebut saat ini sudah sangat umum bagi setiap orang. Bahkan kebersihan sudah menjadi perhatian bagi setiap
Lebih terperinciUKDW. BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar belakang Masalah. Kecantikan dan keindahan wajah merupakan dambaan dan daya tarik tersendiri
BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar belakang Masalah Kecantikan dan keindahan wajah merupakan dambaan dan daya tarik tersendiri bagi setiap orang. Untuk itu yang selalu ingin berpenampilan menarik, perwatan wajah
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. pemenuhan kebutuhan. Dimana kebutuhan-kebutuhan tersebut semakin bervariasi
BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Manusia sebagai makhluk homo economicus, tidak akan lepas dari pemenuhan kebutuhan. Dimana kebutuhan-kebutuhan tersebut semakin bervariasi pada tiap individu. Tidak
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. hal tersebut sangat lah penting dalam pemakaian bedak tabur muka.
BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Trend yang sedang terjadi sekarang makin banyak persaingan pada kosmetik khususnya bedak tabur muka di Indonesia sudah sangat pesat. Berbagai merek bedak tabur
Lebih terperinciBAB II KAJIAN PUSTAKA, RERANGKA PEMIKIRAN, DAN HIPOTESIS
BAB II KAJIAN PUSTAKA, RERANGKA PEMIKIRAN, DAN HIPOTESIS 2.1. Percaya Diri 2.1.1. Definisi Rasa Percaya Diri Kepercayaan diri merupakan sebuah hal yang berkaitan dengan dunia Psikologi yang ada dalam diri
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. Setiap orang pada dasarnya mempunyai keinginan untuk memiliki kulit yang
BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Setiap orang pada dasarnya mempunyai keinginan untuk memiliki kulit yang sehat, cantik, dan bersinar, terutama wanita yang ingin terlihat sempurna dimanapun dan kapanpun.
Lebih terperinciBAB II TINJAUAN KONSEPTUAL. sebelum membeli, ketika membeli, menggunakan, menghabiskan produk dan jasa
BAB II TINJAUAN KONSEPTUAL 2.1 Perilaku Konsumen Menurut Sumarwan (2003), perilaku konsumen sebagai semua kegiatan, tindakan, serta proses psikologis yang mendorong tindakan tersebut pada saat sebelum
Lebih terperinci