V. HASIL DAN PEMBAHASAN Pengelolaan Kebun Kelapa Sawit dan Pengolahan Tandan Buah Segar di PTPN-III Kebun Torgamba

Ukuran: px
Mulai penontonan dengan halaman:

Download "V. HASIL DAN PEMBAHASAN Pengelolaan Kebun Kelapa Sawit dan Pengolahan Tandan Buah Segar di PTPN-III Kebun Torgamba"

Transkripsi

1 31 V. HASIL DAN PEMBAHASAN 5.1. Pengelolaan Kebun Kelapa Sawit dan Pengolahan Tandan Buah Segar di PTPN-III Kebun Torgamba Pengelolaan tanaman kelapa sawit di PT. Perkebunan Nusantara-III Kebun Torgamba meliputi proses-proses sebagai berikut: 1) Pemesanan Bahan Tanaman; 2) Pembibitan; 3) Persiapan Areal Tanam; 4) Penanaman Kelapa Sawit; 5) Pemeliharaan Tanaman; 6) Pemanenan TBS; 7) Pengangkutan Hasil Panen. Diagram alir dari proses pengelolaan tanaman kelapa sawit di Kebun Torgamba disajikan pada Gambar 2. Informasi diagram alir tersebut secara jelas dituangkan dalam Laporan Magang di Kebun Torgamba (Lampiran 5). Tandan Buah Segar (TBS) yang telah dipanen di kebun diangkut ke lokasi Pabrik Minyak Sawit dengan menggunakan truk. Pengolahan buah kelapa sawit (TBS) dimaksudkan untuk memperoleh minyak dan inti sawit. Secara garis besar, proses pengolahan kelapa sawit dibagi ke dalam beberapa stasiun, yaitu: 1) Stasiun Penerimaan Buah; 2) Stasiun Rebusan (Sterilizer); 3) Stasiun Penebahan (Thresher); 4) Stasiun Pengempaan (Presser); 5) Stasiun Klarifikasi; 6) Stasiun Kernel. Diagram alir dari proses pengolahan TBS disajikan pada Gambar 3. Informasi diagram alir tersebut secara lengkap dikemukakan dalam Laporan Magang di PKS Kebun Torgamba (Lampiran 6) Pengelolaan Kebun Kelapa Sawit Pengelolaan kebun di PTP. Nusantara-III Kebun Torgamba dari proses pembibitan sampai pengangkutan hasil panen sudah baik karena telah mengikuti Standar Operasional Prosedur (SOP) PT. Perkebunan Nusantara-III. SOP PT. Perkebunan Nusantara-III memberikan penjelasan dan informasi kepada pekerja mengenai kegiatan yang harus dilakukan secara runtut dan berurutan dalam menyelesaikan pekerjaan.

2 32 Tahap Pre Nursery Pemesanan Bahan Tanaman Pembuatan bedengan Pembuatan naungan Menanam kelapa sawit Pemeliharaan tanaman Pembuatan&pemeliharaan saluran air Pengisian Babybag Menanam kacangan penutup tanah Pembuatan titi panen beton Pembibitan (double Stage System) Penanaman kecambah Penyiraman Memupuk lubang tanam Membuat lubang tanam Pemeliharaan jalan Penyiangan Pemupukan Mengukur&memancang jarak tanam Penunasan di TM Pengendalian gulma manual Penanaman Kelapa sawit Pemupukan Tahap Main Nursery Pengendalian hama&penyakit Menyusun petak areal bibitan Konservasi tanah Membuat terras (Tapak Kuda) Pengisian Poly bag Perumpukan Membuat jaringan jalan&drainase Pemanenan TBS Tranplanting bibit Meluku (pengolahan tanah) Pemberian serasah (mulching) Pemupukan Penebangan pohon Pengimasan Pengangkutan hasil panen Pengendalian gulma Pemetaan satuan blok Seleksi bibit Persiapan Areal tanam Gambar 2. Diagram Alir Proses Pengelolaan Tanaman Kelapa Sawit di Kebun Torgamba

3 33 TBS Timbangan Loading Ramp Sterilizer Thresser Janjang kosong Digester Cake Screw Press Crude Oil Cake Breaker Conveyor (CBC) Oil gutter Stasiun Kernel Depericarper Stasiun Klarifikasi COT (crude oil tank) Nut Polishing Drum Sand Trap Nut Transport Vertical Clarifier Tank (VCT) Nut Silo Nut Grading Drum oil sludge Dry System Wet system Oil tank Sludge Tank Oil purifier Buffer Tank Ripple Mill Super Cracker Vacum Dryer Sludge Separator (low speed) inti LTDS I dan II cangkang Dewatering drum Claybath Storage tank Fat-fit Heavy sludge Kernel Silo Boiler inti cangkang Kernel Silo Boiler Kernel Storage Gambar 3. Diagram Alir Proses Pengolahan TBS di Pabrik Kelapa Sawit Torgamba

4 34 Selain itu, pengawasan asisten kebun kepada pekerja lapang juga cukup baik. Di kebun terdapat petugas khusus yang terlatih, tugasnya hanya memeriksa pelaksanaan hasil panen kelapa sawit di lapangan dan di TPH (tempat pengumpulan hasil) yang dilakukan pada setiap hari panen sesuai ketentuan yang berlaku. Petugas ini dinamakan Kap Inspeksi. Kap Inspeksi memberikan nilai kepada setiap pemanen sesuai norma yang ditetapkan. Semangat atau etos kerja pekerja kebun masih kurang baik terutama dari masyarakat lokal, hal ini dapat dilihat antara lain dari kurangnya disiplin jam masuk dan pulang kerja serta keseriusan dalam bekerja. Guna meningkatkan etos kerja para pemanen, perusahaan memberikan premi sebagai penghargaan baik kepada petugas Kap Inspeksi maupun kepada setiap pemanen. Premi Petugas Kap Inspeksi bertujuan untuk meningkatkan disiplin, kegairahan kerja, dan tanggungjawab untuk mencapai sasaran perusahaan yang optimal. Dengan demikian akan berdampak pada peningkatan pendapatan yang saling menguntungkan bagi karyawan dan perusahaan. Premi pemanen ditetapkan berdasarkan prestasi panen yang dicapai di atas basis tugas. Basis tugas adalah batas minimum yang harus yang dicapai pemanen (kg/hk) agar premi dapat dibayarkan. Premi diberikan setiap hari kepada pemanen secara merata atau tidak tergantung golongan. Tujuan dari pemberian premi adalah untuk meningkatkan produktivitas, rendemen minyak sawit, prestasi dan pendapatan karyawan. Disamping itu, perusahaan juga memberikan imbalan jasa tahunan (ijt) berupa bonus kepada karyawan kebun yang tujuannya juga untuk memacu semangat/produktifitas kerja. Bonus diberikan dari laba yang diperoleh perusahaan. Semakin banyak produksi kebun maka laba perusahaan semakin besar sehingga bonus/ijt yang akan diterima karyawan juga akan semakin tinggi. Inilah yang memacu kinerja karyawan untuk terus meningkatkan produksi perkebunan Pengolahan Tandan Buah Segar Pengolahan tandan buah segar (TBS) di PT. Perkebunan Nusantara-III kebun Tor Gamba dari stasiun penerimaan buah sampai stasiun kernel sudah mengikuti Standar Operasional Prosedur (SOP) PT. Perkebunan Nusantara-III

5 35 PKS Torgamba. Namun, sebagian buah yang masuk ke PKS Torgamba berasal dari pihak-iii sehingga mutu TBS yang dibawa ke pabrik masih sulit untuk dikendalikan. Dari hasil analisis laboratorium, kadar air dalam minyak dan inti sawit PKS Tor Gamba tahun 2009 masih dalam norma/standar kualitas minyak dan inti sawit yang ditetapkan. Demikian juga dengan hasil analisis kadar kotoran di dalam minyak dan inti sawit. Sementara itu, rata rata ALB (Asam Lemak Bebas) minyak sawitnya meningkat 0,25%. Peningkatan ALB dapat disebabkan oleh adanya buah yang restan, yakni buah yang menginap dan belum sempat diolah pada hari yang sama ketika buah tersebut masuk ke Loading Ramp. Ada sekitar 70% buah yang masuk ke PKS Torgamba berasal dari pihak-iii sehingga mutu produksi TBS yang dibawa ke pabrik tidak sepenuhnya dapat dikendalikan. Faktor lain yang dapat mempengaruhi yaitu faktor kebersihan peralatan pabrik. Produktivitas pabrik PKS Torgamba tergolong baik karena rendemen minyak yang dihasilkan pada tahun 2000 lebih dari 21% dan terus mengalami peningkatan sampai tahun Rendemen paling tinggi dicapai pada tahun 2005 dan 2006 yakni sekitar 23%, artinya tidak tertutup kemungkinan untuk dapat dilakukan peningkatan rendemen hingga 24%. Faktor utama yang mempengaruhi tinggi rendahnya rendemen adalah kualitas bahan baku TBS sesuai kriteria kematangan buah dan umur tanaman. Proses pengolahan hanya berperan menekan/meminimalkan kehilangan minyak Produktivitas Kelapa Sawit di Kebun Inti dan Plasma Tingkat Produktivitas antar Afdeling dan Umur Tanaman di Kebun Inti Hasil pembandingan tingkat produktivitas antar Afdeling di PTPN III Kebun Torgamba menunjukkan bahwa tingkat produktivitas Afdeling I berbeda nyata dengan Afdeling V dan VII, Afdeling II berbeda nyata dengan Afdeling VII, Afdeling III berbeda nyata dengan Afdeling V dan VII, serta Afdeling VI berbeda nyata dengan Afdeling VII. Produktivitas tertinggi terdapat pada Afdeling VII dengan rata-rata produktivitas sebesar kg/ha. Produktivitas terendah

6 36 terdapat pada Afdeling I dengan rata-rata produktivitas sebesar 5.344,8 kg/ha (Gambar 4). Jenis areal tanam pada Afdeling I merupakan areal tanaman belum menghasilkan (TBM) dengan tanaman berumur 3 tahun dan areal rencana tanaman ulang (TU) dengan tanaman berumur 25 dan 29 tahun. Produksi tanaman berumur 3 tahun di Afdeling I tergolong rendah karena memang pada keadaan normal, tandan buah kelapa sawit baru mencapai matang panen untuk pertama kalinya setelah tanaman berumur 3 tahun di lapangan sehingga produksinya kecil. Tanaman yang berumur 25 dan 29 tahun produksinya juga rendah karena merupakan tanaman yang sudah tua dan direncanakan untuk tanaman ulang sehingga pada pertengahan tahun 2009 (bulan Juli) tanaman tersebut sudah tidak dipanen lagi. Sementara itu, tanaman kelapa sawit pada Afdeling VII yang telah berumur 25 dan 27 tahun belum direncanakan untuk tanaman ulang (TU) sehingga masih dipanen sampai akhir tahun Dengan demikian, produktivitas di Afdeling VII lebih tinggi dibandingkan dengan produktivitas di Afdeling I. Afd II Afd III Afd IV Afd V Afd VI Afd VII Afd VIII Afd I Afd II Afd III Afd IV Afd V Afd VI Afd VII Keterangan : warna gelap menunjukkan berbeda nyata pada α = 0,05 Gambar 4. Tingkat Produktivitas antar Afdeling di Kebun Inti

7 37 Produktivitas tanaman kelapa sawit menurut umur tanaman di Kebun Torgamba tertera pada Gambar 5. Dari Gambar 5 nampak bahwa produktivitas kelapa sawit di Kebun Torgamba berfluktuasi yaitu meningkat sejalan dengan meningkatnya umur tanaman dari tanaman berumur 3, 4, dan 6 tahun, kemudian mengalami penurunan pada umur 25 tahun, pada umur 27 tahun mengalami peningkatan produksi kembali lalu turun lagi pada tanaman berumur 28 dan 29 tahun. Menurut Corley (1976) dalam Siregar (2003), produktivitas tandan kelapa sawit akan mencapai maksimum pada saat tanaman berumur antara 8-12 tahun. Di sini tidak dapat diketahui nilai produktivitas maksimum yang dapat dicapai Kebun Torgamba karena tidak ada areal dengan umur tanaman antara 8-12 tahun. Umur tanaman 27 tahun menunjukkan produktivitas yang tinggi sebesar ,2 kg/ha, padahal semestinya menurut teori mengalami penurunan (lebih rendah dibandingkan dengan produktivitas tanaman umur 25 tahun). Berdasarkan Laporan Bidang Tanaman PTPN-III Kebun Torgamba (Lampiran 4), rendahnya produktivitas tanaman umur 25 tahun diduga karena tiga dari enam Afdeling di kebun Torgamba yang lahannya berumur 25 tahun telah direncanakan sebagai tanaman ulang (TU). Tandan Buah Segar (TBS) hanya dipanen selama 6 bulan sehingga total produksi yang dicapai selama setahun rendah. Ini mengakibatkan perhitungan data produktivitas menjadi lebih kecil dibandingkan dengan tanaman berumur 27 tahun. Gambar 5. Tingkat Produktivitas antar Umur Tanaman di Kebun Inti

8 Perbandingan Tingkat Produktivitas antara Kebun Inti dan Plasma Menurut Kelas Umur Tanaman Menurut kelas umur tanaman, produktivitas kelapa sawit di kebun inti yang dikelola oleh perusahaan lebih tinggi dibandingkan dengan produktivitas kelapa sawit di kebun plasma yang dikelola oleh petani. Perbedaan yang terlihat jelas pada kelas umur tanaman 6-10 dan > 21 tahun. Di kebun inti, kelas umur tanaman 6-10 tahun produktivitasnya ,94 kg/ha sedangkan di kebun plasma produktivitasnya hanya ,07 kg/ha. Selisih perbedaan antara keduanya adalah 2.049,87 kg/ha. Pada kelas umur tanaman lebih dari 21 tahun, terdapat selisih perbedaan yang lebih besar yaitu 4.733,46 kg/ha. Rendahnya produktivitas pada kebun plasma dapat disebabkan oleh kualitas sumberdaya petani plasma dan kemampuan swadayanya yang rendah. Pengelolaan perkebunan kelapa sawit di tingkat plasma dihadapkan pada permasalahan adopsi teknologi yang tidak baku teknis karena keterbatasan pengetahuan dan daya beli sarana produksi yang rendah. Hasil perbandingan nilai tengah tingkat produktivitas antar kelas umur tanaman di kebun plasma menunjukkan tingkat produktivitas kelas umur 0-5 tahun berbeda nyata dengan kelas umur 6-10, 11-15, dan tahun. Disamping itu, tingkat produktivitas kelas umur tanaman lebih dari 21 tahun juga berbeda nyata dengan kelas umur tanaman 6-10, 11-15, dan tahun. Produktivitas tertinggi adalah pada kelas umur tanaman tahun dengan nilai tengah ,67 kg/ha, sedangkan produktivitas terendah terdapat pada kelas umur tanaman lebih dari 21 tahun dengan nilai tengah 6.188,00 kg/ha. Tingkat produktivitas ini lebih rendah dibandingkan dengan hasil penelitian Wigena et al. (2009) di kebun kelapa sawit plasma PTP Nusantara V Sei Pagar, kabupaten Kampar, Riau dimana pada umur tanaman 17 tahun rata-rata produksi TBS petani sebesar 24,00 ton TBS/ha/tahun dan pada umur tanaman 22 tahun produksi petani sebesar 21,00 ton TBS/ha/tahun.

9 > Keterangan: warna gelap menunjukkan berbeda nyata pada α = 0,05 Gambar 6. Perbandingan Nilai Tengah Produktivitas antar Kelas Umur Tanaman Median 25%-75% Non-Outlier Range Outliers Median 25%-75% Non-Outlier Range Outliers Extremes Extremes Produktifitas (kg/ha) Produktifitas (kg/ha/th) "0-5" "6-10" ">21" 2000 "0-5" "6-10" "11-15" "16-20" ">21" Kelas Umur Tanaman (Tahun) Kelas Umur Tanaman (Tahun) (a) Inti (b) Plasma Gambar 7. Box Plots Produktivitas Tanaman Kelapa Sawit pada Berbagai Umur Tanaman di Lahan (a) Inti dan (b) Plasma

10 40 Keragaman data produktivitas antar kelas umur tanaman di Kebun Inti dan Plasma dapat dilihat pada Box Plots dalam Gambar 7 di atas. Dalam Box Plots kebun inti dapat dilihat bahwa pada kelas umur tanaman 6-10 tahun ragam datanya sangat kecil karena hanya terdapat pada satu Adfeling yakni Afdeling II. Sementara itu, dalam Box Plots kebun plasma nampak ragam yang relatif sama Struktur Biaya Usahatani Menurut Kelas Umur Tanaman di Kebun Plasma Pada analisis usahatani, komponen yang digunakan sebagai input usahatani meliputi bibit, pupuk, pestisida, tenaga kerja, peralatan, dan pengangkutan panen. Penggunaan keenam komponen biaya tersebut disusun ke dalam dua kategori, yaitu dalam jumlah fisik dan nilai (Rp). Hasil rekapitulasi penggunaan input usahatani kelapa sawit menurut umur tanaman dalam jumlah fisik disajikan pada Tabel 9 dan dalam jumlah nilai (Rp) pada Tabel 10. Pada Tabel 9, ada tiga komponen yang tidak dapat diuraikan secara fisik berapa besar penggunaan komponen tersebut dalam usahatani yang telah dilakukan oleh para petani, yaitu komponen bibit, pestisida, dan pengangkutan panen. Hal ini disebabkan oleh masih minimnya kemauan petani dalam hal penggunaan catatan khusus untuk manajemen pengelolaan kebun sendiri, sehingga data yang diperoleh hanya dalam satuan Rupiah saja (Tabel 10). Pada penelitian ini, besarnya input usahatani dikelompokkan berdasarkan umur tanaman (Tabel 9). Berdasarkan sebaran umur tanaman yang diamati di lapang disusun 5 kelompok umur tanaman yaitu (0-5) tahun, (6-10) tahun, (11-15) tahun, (16-20) tahun, dan (>21) tahun. Uraian ringkas masing-masing komponen tersebut adalah sebagai berikut: 1. Bibit Penggunaan bibit tidak dijelaskan dalam jumlah fisik, melainkan hanya dalam satuan Rupiah. Bibit merupakan komponen yang hanya terdapat di awal tanam yakni pada kolom umur tanaman 0-5 tahun. 2. Kebutuhan pupuk Pupuk merupakan komponen terpenting dalam hal pengelolaan tanaman. Kebutuhan pemupukan bagi petani tergantung dari daya beli petani. Biasanya petani melakukan pemupukan rutin 2 kali dalam setahun. Jika tidak rutin, maka

11 41 petani melakukan pemupukan hanya 1 kali saja dalam setahun. Alasan utama petani tidak melakukan pemupukan rutin adalah karena tidak mampu membeli pupuk. Meskipun demikian, seluruh petani yang diwawancara pernah melakukan pemupukan. Jenis pupuk yang digunakan untuk tanaman kelapa sawit antara lain: Urea, ZA, KCl, TSP, MOP, dan Kieserite. Dari Tabel 9 nampak bahwa petani membutuhkan pupuk lebih banyak pada awal dan akhir tanam saat tanaman berumur 0-5 tahun dan > 21 tahun. Bagi para petani, pemupukan merupakan input yang sangat penting untuk meningkatkan atau mempertahankan hasil produksi yang bisa dicapai. Tabel 9. Rekapitulasi Penggunaan Input Usahatani Kelapa Sawit di Kebun Plasma Umur Tanaman No. Komponen Satuan > 21 1 Bibit Pupuk Dosis Urea Kg/ha 383,33 221,47 300,67 183,33 320,83 Dosis Za Kg/ha 0,00 24,49 106,67 25,00 0,00 Dosis Kcl Kg/ha 133,33 172,55 234,78 195,00 212,50 Dosis TSP Kg/ha 391,67 220,27 250,07 253,33 305,83 Dosis MOP Kg/ha 0,00 0,00 0,00 0,00 126,67 Dosis Kieserite Kg/ha 0,00 2,86 0,00 0,00 33,33 Jumlah 908,33 641,63 892,18 656,67 999,17 3 Pesisida Tenaga Kerja Laki-laki HOK Perempuan HOK Ternak HKT Mesin HKM Jumlah Peralatan Cangkul Unit 1,1 0,9 0,6 0,4 0,4 Kored Unit 0,9 0,1 0,0 0,1 0,1 Parang Unit 0,8 0,7 0,5 0,3 0,2 Garu Unit 0,4 0,3 0,1 0,2 0,1 Egrek Unit 0,0 0,2 0,5 0,5 0,5 Beko Unit 0,6 0,8 0,4 0,4 0,5 Semprotan Unit 0,5 0,2 0,1 0,1 0,1 Dodos Unit 0,6 0,4 0,0 0,0 0,0 Tojok Unit 0,4 0,5 0,3 0,3 0,5 Jumlah 5,3 4,0 2,5 2,3 2,3 6 Pengangkutan Panen Keterangan : HOK : Hari Orang Kerja HKT : Hari Kerja Ternak HKM : Hari Kerja Mesin

12 42 No. Tabel 10. Rekapitulasi Struktur Biaya Usahatani (Rp) Komponen Harga Satuan Umur Tanaman > 21 1 Bibit x ,33 0,00 0,00 0,00 0,00 2 Pupuk Rp/kg Urea 5484, , , , , ,31 Za , , , ,00 0,00 Kcl 7026, , , , , ,11 TSP 6352, , , , , ,21 MOP ,00 0,00 0,00 0, ,33 Kieserite , ,14 0,00 0, ,67 3 Pesisida x , , , , ,00 4 TK Rp/HK Laki-laki , , , , , ,33 Perempuan , , , , ,00 0,00 Ternak ,00 0,00 0,00 0,00 0,00 0,00 Mesin , ,00 0,00 0,00 0,00 0,00 5 Peralatan Rp/Unit Cangkul , , , , ,67 Kored , ,00 0, , ,00 Parang , , , , ,00 Garu , , , , ,00 Egrek , , , , ,00 Beko , , , , ,00 Semprotan , , , , ,00 Dodos , ,06 0,00 0,00 0,00 Tojok , , , , ,00 6 Biaya angkut panen x , , , , ,00 Jumlah , , , , ,63 3. Pestisida dan Herbisida Berdasarkan hasil wawancara, seluruh petani mengatakan bahwa tanamannya pernah terserang hama dan penyakit. Namun, tidak semua petani menggunakan pestisida dalam pengendalian hama dan penyakit tersebut. Alasan utama petani tidak menggunakan pestisida dan herbisida adalah karena tidak mampu membeli pestisida. Beberapa jenis pestisida yang digunakan antara lain roundap, gramoxone, herbatop, dan decis. Pengendalian gulma seperti rumput liar/lalang menggunakan roundap, gramoxone, herbatop, sedangkan untuk pengendalian serangan hama menggunakan decis.

13 43 Biaya penggunaan pestisida pada awal tanam (Tabel 10) lebih tinggi dibandingkan dengan kelompok umur lainnya, yakni sebesar ,44 kemudian mengalami penurunan hingga umur tanaman > 21 tahun. Hal in karena tanaman kelapa sawit muda sering mendapat gangguan hama dan penyakit sehingga memerlukan pengendalian sebagaimana mestinya agar diperoleh tanaman yang tumbuh sehat dan subur. 4. Tenaga Kerja Ada 3 jenis tenaga kerja yang digunakan petani plasma dalam pengelolaan dan pemeliharaan tanaman kelapa sawit yaitu manusia, ternak, dan mekanik (mesin). Tenaga kerja manusia dibedakan atas tenaga kerja pria dan wanita. Sumber tenaga kerja manusia berasal dari dalam keluarga dan luar keluarga. Jika tenaga kerja berasal dari dalam keluarga, maka nilai upah yang dihitung hanya upah tenaga kerja yang menyewa saja, sehingga petani tidak mengeluarkan biaya tenaga kerja. Tenaga kerja manusia dapat mengerjakan semua jenis pekerjaan usahatani berdasarkan tingkat kemampuannya. Misalnya, tenaga kerja pria biasanya melakukan pekerjaan pengolahan tanah, pemupukan, penyemprotan, dan panen, sedangkan jenis pekerjaan seperti pembibitan, penyiraman, pemupukan dan penyiangan biasanya dilakukan oleh tenaga kerja wanita. Tenaga mekanik digunakan untuk mengolah dan meratakan tanah. Tenaga kerja ternak bersifat substitusi pengganti tenaga kerja mesin. Sebagian petani menggunakan ternak juga untuk mengurangi populasi gulma di areal tanam. Berdasarkan Tabel 9, penggunaan tenaga kerja pada kelompok umur 0-5 tahun lebih tinggi dibandingkan kelompok umur yang lain. Ini menunjukkan bahwa pada awal tahun tanam sampai tanaman sawit berumur 5 tahun memerlukan kebutuhan tenaga kerja yang lebih banyak disebabkan jenis pekerjaan yang harus dilakukan juga banyak seperti olah tanah, penanaman, penyiangan, penyiraman bibit, pemupukan, dll. 5. Peralatan Beberapa peralatan yang digunakan petani dalam mengelola lahannya adalah cangkul, kored, parang, garu, egrek, beko, semprotan, dodos dan tojok. Biasanya peralatan seperti cangkul, parang, garu, dan kored digunakan petani untuk pengolahan dan pemeliharaan misalnya untuk penyiangan dan pembersihan

14 44 areal tanam. Semprotan berguna sebagai alat untuk mengaplikasikan pestisida dalam bentuk cair. Sementara itu, peralatan untuk memanen digunakan dodos, egrek, beko, dan tojok. Dodos digunakan untuk memanen tanaman yang berumur 8 tahun, sedangkan egrek digunakan untuk memanen tanaman yang berumur > 8 tahun. Beko digunakan untuk mengangkat hasil panen (TBS) ke tempat pengumpulan hasil (TPH) dan tojok digunakan untuk memindahkan TBS dari TPH ke dalam truk pengangkutan buah. 6. Pengangkutan panen Pengangkutan panen merupakan besarnya biaya yang harus dikeluarkan dalam sekali panen untuk mengangkut hasil panen sampai ke lokasi pabrik atau tempat pemasaran. Biaya angkut panen untuk sampai ke lokasi pasar ada yang ditanggung oleh petani dan ada juga yang ditanggung oleh penjual. Jika biaya ditanggung penjual, maka petani tidak perlu mengeluarkan biaya angkut panen. Pada Tabel 10 menunjukkan biaya angkut panen pada berbagai kelompok umur tanaman. Biaya pada awal tanam saat umur tanaman 0-5 tahun sebesar 3,2 juta lebih besar dibandingkan biaya angkut panen saat umur tanaman tahun sebesar 2,3 juta. Hal ini diduga karena petani pada awal tanam masih kurang berpengalaman dalam mengelola hasil panen sehingga pengangkutan panen belum lancar dan biaya angkut menjadi lebih besar. Gambar 8. Grafik Jumlah Biaya Usahatani per hektar Menurut Kelas Umur Tanaman Hasil rekapitulasi perincian jumlah biaya usahatani menurut kelas umur tanaman menunjukkan bahwa penggunaan biaya usahatani paling tinggi terdapat pada kelas umur tanaman 0-5 tahun yaitu sebesar Rp Pada kelas umur tanaman 0-5 tahun, seluruh komponen input usahatani digunakan untuk

15 45 menghasilkan produksi, mulai dari bibit, pupuk, pestisida, tenaga kerja, peralatan, dan biaya angkut panen, sehingga biaya produksi lebih besar dibandingkan dengan biaya produksi menurut kelas umur lainnya. Kemudian diikuti oleh kelas umur tanaman 11-15, 6-10, >21, dan tahun dengan biaya berturut-turut sebesar Rp , Rp , Rp , Rp Pada umumnya, produksi tanaman kelapa sawit yang berumur >21 tahun mengalami penurunan seiring dengan meningkatnya umur tanaman. Salah satu upaya yang dilakukan petani untuk dapat mempertahankan produktivitas tanamannya adalah dengan menambah komponen input usahatani berupa pupuk. Dengan penambahan komponen pupuk diharapkan dapat mempertahankan atau bahkan meningkatkan hasil produksi yang bisa dicapai Perbandingan Produktivitas Menurut Kelas Umur Tanaman dan Status Kepemilikan Lahan Analisis ini dilakukan untuk membandingkan rata-rata produktivitas kelapa sawit pada kelas umur tanaman dengan status kepemilikan lahan yang berbeda di kebun plasma. Hasil perhitungan ANOVA (Tabel 11) untuk kelas umur tanaman didapat nilai F-hitung sebesar 5,899 dengan tingkat signifikansi 0,0005. Nilai p-level yang lebih kecil dari 0,05 menunjukkan bahwa kelas umur tanaman memiliki pengaruh yang signifikan terhadap produktivitas kelapa sawit. Sementara itu, status kepemilikan lahan berbeda nyata pada selang kepercayaan 80% dan interaksi keduanya berpengaruh nyata pada selang kepercayaan 70%. Tabel 11. Hasil ANOVA Jumlah Derajat Kuadrat F P Sumber Keragaman Kuadrat bebas tengah Kelas Umur Tanaman ,7 4, ,9 5,9 0,0 Status Lahan ,3 2, ,7 1,5 0,2 Kelas Umur Tanaman*Status Lahan ,3 2, ,1 1,2 0,3 Error ,5 55, ,5 Untuk mengetahui interaksi faktor mana yang menghasilkan perbedaan yang signifikan terhadap produktivitas kelapa sawit di kebun plasma dilakukan uji lanjut dengan menggunakan metode Tukey. Hasil perhitungan uji Tukey disajikan pada Tabel 12.

16 46 Tabel 12. Hasil perhitungan uji Tukey No Umur Tanaman (Tahun) Status Lahan {1} 7366,7 {4} 13070, {5} 7200,0 {7} 15153, {8} 16053, {9} 8400,0 {10} 11983, {11} 14400, {13} 6188,0 {1} ,342 1,000 0,101 0,202 1,000 0,856 0,851 1,000 {4} ,342 0,883 0,860 0,949 0,966 1,000 1,000 0,009 {5} ,000 0,883 0,633 0,625 1,000 0,978 0,940 1,000 {7} ,101 0,860 0,633 1,000 0,805 0,916 1,000 0,002 {8} ,202 0,949 0,625 1,000 0,783 0,923 1,000 0,029 {9} ,000 0,966 1,000 0,805 0,783 0,997 0,979 1,000 {10} ,856 1,000 0,978 0,916 0,923 0,997 1,000 0,414 {11} ,851 1,000 0,940 1,000 1,000 0,979 1,000 0,635 {13} >21 1 1,000 0,009 1,000 0,002 0,029 1,000 0,414 0,635 Approximate Probabilities for Post Hoc Tests Error: antara K.Tengah = 1649E4, derajat bebas = 55,000 Interaksi : Umur tanaman & status lahan Keterangan: cetak tebal menunjukkan nyata pada selang kepercayaan s/d 70% Status lahan 1 : milik sendiri 2 : sewa 3 : garap

17 47 Berdasarkan Tabel 12, desain faktorial dengan faktor umur tanaman dan status kepemilikan lahan diperoleh bahwa pada status kepemilikan lahan yang sama yaitu lahan milik sendiri, produktivitas tanaman umur 6-10 tahun sebesar 13 ton/ha berbeda nyata dengan produktivitas tanaman umur > 21 tahun sebesar 6 ton/ha. Sama halnya dengan produktivitas tanaman umur tahun yang sebesar 15 ton/ha juga berbeda nyata dengan produktivitas tanaman umur > 21 tahun. Produktivitas tanaman umur > 21 tahun hanya diperoleh 6 ton/ha karena lahan yang dikelola petani menurut data yang diperoleh adalah lahan yang umur tanamannya 25, 26, 27, dan 28 tahun dengan jumlah petani hanya sebanyak 6 orang, sehingga produktivitas kelompok umur tanaman > 21 tahun sangat kecil dibandingkan dengan produktivitas umur tanaman 6-10 dan tahun. Selain itu, pada lahan yang dikelola milik sendiri, produktivitas tanaman pada kelompok umur 0-5 tahun berbeda nyata dengan produktivitas tanaman umur tahun. Produktivitas tanaman pada kelompok umur 0-5 tahun yang dikelola di lahan milik sendiri juga berbeda nyata dengan produktivitas tanaman umur tahun di lahan sewa. Selain itu, produktivitas tanaman pada kelompok umur tahun yang dikelola di lahan sewa berbeda nyata dengan produktivitas tanaman umur > 21 tahun di lahan milik sendiri. Produktivitas paling tinggi adalah kelompok umur tahun sebesar 16 ton/ha (di lahan sewa) sedangkan umur > 21 tahun hanya 6 ton/ha (di lahan milik sendiri). Produktivitas tanaman umur tahun yang dikelola di lahan milik sendiri lebih rendah (sebesar 15 ton/ha) dibandingkan dengan produktivitas tanaman umur tahun di lahan sewa (sebesar 16 ton/ha). Pada kelompok umur yang sama dengan status kepemilikan lahan berbeda ternyata menghasilkan produktivitas yang berbeda pula. Grafik produktivitas kelapa sawit antar status kepemilikan lahan pada kelompok umur tanaman tahun disajikan pada Gambar 9.

18 48 Gambar 9. Grafik Produktivitas Kelapa Sawit antar Status Kepemilikan Lahan pada Kelompok Umur Tanaman Tahun Para petani yang mengelola lahan sewa dibebani kewajiban untuk membayar biaya sewa lahan. Ini mendorong mereka untuk bekerja lebih giat dalam mengelola lahan sedemikian rupa agar produksi yang diperoleh bisa tinggi. Dengan demikian, produktivitas tanaman umur tahun di lahan sewa bisa lebih tinggi daripada di lahan milik sendiri. Berbeda dengan status lahan garap yang produktivitasnya lebih rendah dibandingkan dengan status lahan milik sendiri dan sewa. Hal ini diduga karena pihak penggarap mendapatkan hak atas tanah dengan perjanjian bagi hasil antara pemilik dan penggarap tanah serta tidak ada kewajiban untuk membayar sewa lahan. Pembelian input produksi menjadi tanggungjawab pihak penggarap. Sehingga pihak penggarap kurang berantusias dalam mengelola lahannya karena setengah dari hasil keuntungan yang diperoleh diberikan kepada pemilik sementara input produksi tetap menjadi tanggungan pihak penggarap Faktor-faktor yang Mempengaruhi Produktivitas Kelapa Sawit di Kebun Plasma Identifikasi faktor-faktor yang mempengaruhi produktivitas kelapa sawit didahului dengan analisis faktor terhadap kelompok variabel internal usahatani. Analisis dilakukan terhadap 12 variabel yang meliputi faktor umur tanaman, jumlah bibit, kebutuhan pupuk, jumlah pestisida, jumlah tenaga kerja, peralatan, biaya angkut panen, pemupukan rutin dan faktor eksternal (pengalaman dan pendidikan petani, pekerjaan sampingan, serta status kepemilikan lahan). Potensi

19 49 multikolinearitas cukup besar jika seluruh variabel asal terkait input produksi pertanian diikutsertakan dalam regresi berganda. Di sisi lain eliminasi terhadap variabel dihindari karena variabel tersebut penting berkontribusi terhadap pencapaian produktivitas usahatani. Oleh karena itu diperlukan analisis faktor terhadap seluruh variabel input usahatani, dan diharapkan seluruh input usahatani tersebut masuk dalam permodelan. Analisis faktor menghasilkan nilai akar ciri (eigenvalues), tabel kumulatif akar ciri (communalities), tabel nilai factor loadings, dan tabel nilai factor scores. Nilai akar ciri dari faktor-faktor baru sebesar 72,23% seperti tertera pada Tabel 13. Artinya, faktor-faktor baru yang dihasilkan mampu menjelaskan keragaman data awal sebesar 72,23%. Nilai ini menunjukkan suatu deskripsi yang cukup baik karena nilai akar ciri tersebut berada di atas 70%. Tabel 13. Akar ciri Komponen-komponen Utama Akar % Total kumulatif kumulatif Komponen utama ciri keragaman akar ciri (%) Faktor 1 3,09 38,63 3,09 38,63 Faktor 2 1,67 20,85 4,76 59,48 Faktor 3 1,02 12,75 5,78 72,23 Nilai pada tabel akar ciri pada dasarnya menerangkan keragaman data baru pada ketiga faktor utama yang terbentuk. Besarnya keragaman data masingmasing variabel asal terhadap ketiga faktor utama dapat dijelaskan dengan nilai kumulatif akar ciri (communalities) seperti tertera pada Tabel 14. Tabel 14. Nilai kumulatif akar ciri hasil analisis faktor Variabel asal From 1 Factor From 2 Factors From 3 Factors Multiple R-Square Umur 0,020 0,106 0,734 0,280 bibit (Rp) 0,005 0,151 0,563 0,214 pupuk (kg/ha/tahun) 0,006 0,686 0,706 0,331 pestisida (Rp) 0,436 0,444 0,721 0,451 TK (org) 0,461 0,759 0,759 0,634 Alat (Rp) 0,814 0,819 0,835 0,644 Panen (Rp) 0,686 0,723 0,731 0,504 Pemupukan rutin 0,026 0,700 0,730 0,438 Analisis faktor terhadap 8 variabel input produksi yang mempengaruhi tingkat produktivitas kelapa sawit di Kebun Plasma menghasilkan tiga faktor baru

20 50 yang orthogonal satu sama lain. Variabel-variabel asal dikelompokkan ke dalam faktor-faktor baru yang diinterpretasikan berdasarkan nilai factor loading-nya. Variabel-variabel asal yang berkorelasi dengan faktor-faktor baru atau dianggap sebagai penciri pada komponen utama ke-i dijelaskan dengan nilai marked loading yang lebih dari 0,7. Nilai factor loading selengkapnya dapat dilihat pada Tabel 15. Tabel 15. Nilai Factor Loading Analisis Komponen Utama Variabel asal Faktor 1 Faktor 2 Faktor 3 Umur tanaman -0,14 0,29 0,79 bibit (Rp) 0,07-0,38 0,64 pupuk (kg/ha/tahun) -0,07 0,82 0,14 pestisida (Rp) 0,66 0,09-0,53 TK (org) 0,68-0,55-0,02 Alat (Rp) 0,90-0,07-0,12 Panen (Rp) 0,83-0,19 0,09 Pemupukan rutin -0,16 0,82-0,17 Expl.Var 2,45 1,93 1,39 Prp.Totl 0,31 0,24 0,17 Keterangan : Cetak tebal : penciri yang berpengaruh nyata terhadap faktor utama Penjelasan untuk ketiga faktor tersebut adalah sebagai berikut: 1) Faktor utama 1 (F1) berkorelasi positif dengan pestisida, tenaga kerja, alat, dan panen selanjutnya disebut dengan variabel biaya input usahatani non pemupukan 2) Faktor utama 2 (F2) berkorelasi positif dengan pupuk dan jadwal pemupukan, selanjutnya disebut dengan variabel teknik pemupukan 3) Faktor utama 3 (F3) berkorelasi positif dengan umur tanaman dan bibit, selanjutnya disebut dengan variabel umur tanaman Hasil analisis faktor yang lain faktor skor (F scores), yakni tabel yang menyajikan titik-titik data baru hasil analisis komponen utama. Nilai-nilai pada F scores inilah yang digunakan untuk analisis regresi berganda. Selengkapnya nilainilai pada PC scores tertera pada Lampiran 1. Selanjutnya, hasil analisis faktor berupa nilai-nilai pada tabel faktor skor tersebut digunakan untuk analisis regresi berganda metode forward stepwise. Persamaan hasil regresi berganda dengan produktivitas sebagai variabel tujuan tertera pada Tabel 16.

21 51 Tabel 16. Hasil Analisis Regresi Berganda dengan Produktivitas sebagai Fungsi Tujuan Beta Std.Err. of Beta t(55) p-level Pendidikan Petani (Tahun) 0,43 0,19 2,30 0,02 ** Biaya input usahatani non pemupukan -0,06 0,04-1,37 0,18 Teknik pemupukan 0,14 0,04 3,47 0,00 ** Umur tanaman -0,06 0,04-1,48 0,14 * d1 0,08 0,05 1,47 0,15 * d22 0,46 0,18 2,54 0,01 ** R 2 91% R 2 adjusted 90% Std.Error of estimate (SE) 4226,0 Keterangan : * : nyata pada selang kepercayaan 85% ** : nyata pada selang kepercayaan 95% d1 : pekerjaan sampingan d22 : status kepemilikan lahan sewa Analysis of Variance; DV: Produktifitas (kg/ha/th) (Analisis di Plasma) Kuadrat Tengah F p-level S.Keragaman Jumlah kuadrat Derajat bebas Galat Regress. 1,027456E ,712427E+09 95,89 0,00 Galat 1,035821E ,785899E+07 Total 1,131038E+10 Hasil uji ANOVA atau F-test menunjukkan F hitung adalah 95,9 dengan nilai peluang galat uji (p-level) 0,00. Berhubung nilai p-level (0,00) jauh lebih kecil dari α (0,05), maka model regresi bisa dipakai untuk memprediksi produktivitas. Dengan demikian dapat dikatakan bahwa variabel-variabel penduga secara bersama-sama berpengaruh terhadap produktivitas. Berdasarkan hasil analisis regresi berganda diperoleh nilai R sebesar 0,95 menunjukkan bahwa korelasi/hubungan antara produktivitas dengan variabelvariabel bebasnya adalah kuat karena nilai di atas 0,5. Nilai R-square atau koefisien determinasi adalah 0,9084. Hal ini berarti 90,84% variasi dari produktivitas bisa dijelaskan oleh variasi variabel-variabel bebasnya. Sisanya (100% - 90,84% = 9,16%) dijelaskan oleh sebab-sebab lainnya atau tidak dapat dijelaskan dengan variabel bebas yang digunakan. Standard Error Estimate (SEE) adalah 4226,0 atau 4226 kg/ha/th (satuan yang dipakai adalah variabel tak bebas atau produktivitas). Makin kecil SEE akan membuat model regresi semakin tepat dalam memprediksi variabel bebas.

22 52 Hasil analisis regresi berganda menunjukkan bahwa pendidikan petani, teknik pemupukan, dan status kepemilikan lahan sewa berpengaruh nyata terhadap tingkat produktivitas kelapa sawit pada selang kepercayaan 95%. Umur tanaman dan pekerjaan sampingan berpengaruh nyata pada selang kepercayaan antara 85-95%. Hubungan antara variabel-variabel tersebut dapat dinyatakan dalam persamaan yang disajikan pada Tabel 17. Tabel 17. Persamaan hasil analisis regresi berdasarkan karakteristik responden No Persamaan Karakteristik responden 1 Y = 0,43X 1-0,06F 1 + 0,14F 2-0,06F 3 + 0,54 A 2 Y = 0,43X 1-0,06F 1 + 0,14F 2-0,06F 3 + 0,46 B Keterangan : A : sewa lahan dan memiliki pekerjaan sampingan B : sewa lahan, tidak memiliki pekerjaan sampingan Y : produktivitas X 1 : pendidikan petani (tahun) F 1 : variabel biaya input usahatani non pemupukan F 2 : variabel teknik pemupukan : variabel umur tanaman F 3 Uraian untuk masing-masing faktor penduga akan dikemukakan berikut ini: a. Pendidikan Petani Pendidikan petani merupakan faktor yang berpengaruh positif dan secara statistik sangat nyata (p-level 0,02). Artinya, setiap penambahan pendidikan petani selama 1 tahun nyata menyebabkan kenaikan produktivitas sebesar 0,43 kg/ha/tahun. Tingkat pendidikan terkait dengan kemampuan memahami dan mengadopsi introduksi teknologi. Semakin tinggi tingkat pendidikan petani maka kualitas sumberdaya petani akan semakin baik. Petani dapat lebih memahami permasalahan pengelolaan dan mengerti bagaimana langkah pemecahannya sesuai dengan pengetahuan yang dimiliki. Dengan demikian akan berdampak positif terhadap peningkatan produksi tanaman yang dikelola. b. Biaya Input Usahatani Non Pemupukan Faktor ini terdiri dari pestisida, tenaga kerja, alat, dan panen. Keempat variabel tersebut merupakan faktor yang berpengaruh negatif terhadap produktivitas, namun secara statistik tidak nyata (p-level 0,18). Pestisida dapat berpengaruh positif jika pemakaiannya tidak melebihi dosis atau aturan pakai. Jika pemakaiannya terlalu berlebih dapat berakibat negatif terhadap produksi karena dapat menyebabkan keracunan bagi tanaman bahkan kematian. Hasil

23 53 panen yang diangkut dapat berpengaruh negatif terhadap produktivitas jika jarak dari TPH sampai ke lokasi pabrik atau tempat pemasaran terlalu jauh. Semakin lama waktu perjalanan yang ditempuh maka berat tiap TBS yang diangkut dapat mengalami penyusutan sehingga mengurangi tingkat produktivitas yang dicapai. Sarana pertanian berupa cangkul, parang, kored, beko, dan lain-lain merupakan alat yang membantu para petani untuk mengolah lahannya dan memelihara tanamannya sehingga mereka tidak perlu bersusah payah untuk memperkerjakan orang. Namun, jika petani bekerja sendiri di lahannya maka pekerjaan akan menjadi tidak terspesifikasi (khusus) sehingga petani sulit berkonsentrasi penuh terhadap tugas-tugasnya. Adanya distribusi atau pembagian tugas yang tidak jelas dapat menyebabkan penurunan produktivitas karena semua pekerjaan tidak terinci untuk dikerjakan. Selain itu, faktor tenaga kerja juga dapat berpengaruh negatif terhadap produktivitas apabila penggunaan tenaga kerja tidak diimbangi dengan pembagian tugas yang terspesifikasi dengan baik. Para pekerja biasanya kurang semangat bila pekerjaan yang mereka kerjakan terlalu berat sementara jumlah tenaga kerjanya banyak. Mereka merasa kurang bertanggungjawab untuk menyelesaikan tugasnya dengan baik karena beranggapan bahwa masih ada tenaga/orang lain yang akan menyelesaikannya. Pengawasan kerja di kebun plasma juga tidak ketat seperti di kebun inti. Ini dapat menyebabkan produktivitas menjadi rendah karena etos tenaga kerjanya juga rendah. c. Teknik Pemupukan Faktor kebutuhan pupuk dan rutinitas pemupukan merupakan faktor yang berpengaruh positif sangat nyata (p-level 0,00). Artinya, setiap penambahan dosis pupuk sebesar satu satuan akan menyebabkan kenaikan produktivitas yang secara statistik sangat nyata sebesar 0,14 kg/ha/tahun. Demikian pula dengan jadwal pemupukan, petani yang melakukan pemupukan secara rutin akan mendapatkan hasil produktivitas yang lebih tinggi dibandingkan dengan petani yang tidak memupuk secara rutin.

24 54 d. Umur Tanaman Faktor yang terdiri dari umur tanaman dan bibit merupakan faktor yang berpengaruh negatif nyata (p-level 0,14) terhadap tingkat produktivitas kelapa sawit. Umur tanaman berpengaruh negatif terhadap tingkat produktivitas, yang artinya bahwa semakin tua tanaman cenderung semakin turun pula tingkat produktivitasnya. Umur tanaman memberikan respon negatif diduga karena kualitas bibit yang ditanam kurang baik. Ini kemungkinan karena kebutuhan bibit setiap petani kemungkinan tidak sama dan kualitas bibit yang ditanam juga berbeda antar petani yang satu dengan yang lain. Kualitas bibit sangat mempengaruhi produktivitas yang dicapai. Keterbatasan modal dan daya beli sarana produksi yang rendah diduga dapat menjadi penyebab kualitas bibit yang dibeli petani tidak baik atau bukan merupakan bibit unggul. Selain itu, para petani di kebun plasma biasanya juga tidak melakukan seleksi bibit secara cermat ketika bibit siap salur akan dipindahkan ke areal tanam. Beberapa alasan inilah yang mungkin menjadi pemicu produktivitas tanaman kelapa sawit mengalami penurunan. e. Pekerjaan Sampingan dan status kepemilikan lahan Pekerjaan sampingan merupakan faktor yang berpengaruh positif nyata (plevel 0,15), dan status kepemilikan lahan berpengaruh positif sangat nyata (plevel 0,01). Menurut karakteristik responden (Tabel 17 Terdahulu), petani yang menyewa lahan dan memiliki pekerjaan sampingan mampu meningkatkan produktivitas yang secara statistik nyata sebesar 0,54 kg/ha/th, lebih tinggi dibandingkan petani yang menyewa lahan namun tidak memiliki pekerjaan sampingan. Hal ini diduga karena petani pada karakteristik A merupakan petani yang masih memiliki keterbatasan modal dan sumberdaya sehingga mereka lebih giat dalam mengolah lahannya agar produksi yang dicapai maksimal sehingga keuntungan yang diperoleh dapat digunakan untuk membayar sewa lahan. Apabila belum tercukupi maka petani mencari pekerjaan sampingan lain untuk memenuhi kebutuhan sarana produksi dan rumah tangga keluarganya. Jenis pekerjaan sampingan yang dilakukan para petani antara lain menjadi tukang ojek, buruh harian lepas, satpam, dan pedagang sembako. Petani pada karakteristik B merupakan petani yang sudah

25 55 mapan, atau petani tersebut justru mengelola lahannya hanya sebagai pekerjaan sampingan karena telah memiliki pekerjaan utama, misalnya menjadi pegawai pemerintahan/pns. Dengan demikian, petani pada karakteristik B tidak bergantung sepenuhnya pada hasil produksi sawit yang ditanam. Meskipun demikian, para petani masih tetap mampu membayar sewa lahan Hirarki/Tingkat Perkembangan Desa-desa di Kecamatan Torgamba Hasil analisis skalogram tahun 2003 dan tahun 2008 menunjukkan IPD dan tingkat hirarki desa-desa di Kecamatan Torgamba. Desa-desa dengan Indeks Perkembangan Desa tinggi menunjukkan tingkat perkembangan wilayah desa yang tinggi. Sebaliknya, desa-desa dengan nilai Indeks Perkembangan Desa rendah menunjukkan tingkat perkembangan desa yang rendah. Dari hasil perhitungan dengan menggunakan rumus pada Tabel 5 terdahulu, diperoleh kisaran nilai IPD untuk penentuan hirarki desa sebagai berikut : Tahun 2003 Hirarki I : IPD 52,48 Hirarki II : 38,42 < IPD < 52,48 Hirarki III : IPD < 38,42 Tahun 2008 Hirarki I : IPD 52,16 Hirarki II : 35,18 < IPD < 52,16 Hirarki III : IPD < 35,18 Dengan menggunakan selang penetapan hirarki ini diketahui hirarki masing-masing desa seperti tertera pada Tabel 18 serta Lampiran 2 dan 3. Pada tahun 2003 Desa Aek Batu dan Desa Beringin Jaya termasuk ke dalam hirarki I, Desa Asam Jawa, Bangai, Rasau, Aek Raso termasuk hirarki II, dan Desa Bunut, Torgamba, Pinang Dame, Bukit Tujuh, Pangarungan, Teluk Rampah, Sungai Meranti, Torganda termasuk hirarki III. Pada tahun 2008, Desa Torgamba, Aek Batu dan Asam Jawa termasuk hirarki I, Desa Beringin Jaya termasuk hirarki II dan 10 desa lainnya termasuk ke dalam hirarki III.

26 56 Tabel 18. IPD dan Hirarki Desa-desa di Kecamatan Torgamba tahun 2003 dan 2008 IPD dan Tingkat Hirarki Desa pada Peningkatan (+) No Nama Desa Tahun / Penurunan (-) Hirarki 1 Aek Batu 70,48 I 74,17 I 0 2 Beringin Jaya 59,04 I 37,75 II -1 3 Asam Jawa 49,67 II 62,10 I +1 4 Bangai 41,83 II 13,80 III -1 5 Rasau 40,11 II 31,21 III -1 6 Aek Raso 39,61 II 30,33 III -1 7 Bunut 38,35 III 32,52 III 0 8 Torgamba 37,83 III 54,93 I +2 9 Pinang Dame 36,51 III 22,97 III 0 10 Bukit Tujuh 28,52 III 19,22 III 0 11 Pangarungan 28,01 III 25,73 III 0 12 Teluk Rampah 26,13 III 30,51 III 0 13 Sungai Meranti 21,08 III 29,55 III 0 14 Torganda 20,68 III 27,71 III 0 Keterangan : Hirarki tetap : 0 Hirarki menurun : - 1 Hirarki meningkat : +1 dan +2 Berdasarkan Tabel 18 dapat dilihat bahwa dalam kurun waktu 5 tahun, beberapa desa di Kecamatan Torgamba telah mengalami perubahan hirarki ada yang meningkat, ada yang menurun, tetapi ada juga yang tetap (tidak berubah). Desa yang mengalami peningkatan perkembangan ada 2 desa yaitu desa Asam Jawa dan desa Torgamba. Desa yang mengalami penurunan perkembangan ada 4 desa yaitu desa Beringin Jaya, Bangai, Rasau, dan Aek Raso. Sisanya ada 8 desa yang tidak mengalami perubahan perkembangan (hirarki tetap), yaitu desa Aek Batu, Bunut, Pinang Dame, Bukit Tujuh, Pangarungan, Teluk Rampah, Sungai Meranti, dan Torganda. Peta Hirarki Kecamatan Torgamba Tahun 2003 dan 2008 tertera pada Gambar 10.

27 57 Gambar 10. Peta Hiraki Kecamatan Torgamba Tahun 2003 dan 2008 Desa Asam Jawa merupakan daerah perkotaan dan dilalui oleh jalan utama. Adanya jalan utama dapat mempermudah penduduk mencapai fasilitas yang dibutuhkan. Desa Asam Jawa mengalami peningkatan perkembangan dari segi fasilitas pendidikan, sosial, perekonomian. Sementara itu, Desa Torgamba yang juga dilalui jalan utama, meskipun bukan sebagai daerah perkotaan namun terdapat berbagai sarana dan prasarana yang lengkap sehingga menjadi hirarki I. Desa Torgamba mengalami peningkatan perkembangan dari segi fasilitas kesehatan, sosial dan perekonomian. Dua desa ini merupakan pusat perbelanjaan bagi penduduk desa disekitarnya. Desa Beringin Jaya mengalami penurunan perkembangan dari hirarki I menjadi hirarki II. Beberapa fasilitas yang terdapat di desa Beringin Jaya kurang mendapat perhatian dari penduduknya terutama fasilitas pendidikan dan kesehatan. Keadaan ini mendorong pihak aparat desa meniadakan fasilitas tersebut. Pengurangan jumlah fasilitas yang tersedia menyebabkan desa Beringin Jaya tidak lagi berhirarki I, ditambah semakin meningkatnya lahan yang digunakan untuk areal perkebunan di desa tersebut. Desa Bangai, Rasau, dan Aek Raso merupakan desa yang jauh dari pusat perkotaan dan lebih dikembangkan

28 58 sebagai daerah perkebunan sehingga menjadi kurang berkembang. Desa Rasau mengalami penurunan perkembangan desa dari segi fasilitas kesehatan dan perekonomian. Desa Bangai mengalami penurunan perkembangan desa dari segi fasilitas pendidikan, kesehatan, sosial dan perekonomian. Desa Aek Raso mengalami penurunan perkembangan desa dari segi fasilitas pendidikan. Desa Torgamba dan Desa Aek Raso merupakan daerah perkebunan kelapa sawit milik PT. Perkebunan Nusantara-III. Keterkaitan antara produktivitas kelapa sawit dengan hirarki desa tertera pada Tabel 19. Pada umur tanaman > 21 tahun, tingkat produktivitas perkebunan inti yang terletak di desa Torgamba lebih tinggi sebesar ,5 kg/ha dibandingkan dengan produktivitas perkebunan plasma di desa Aek Raso hanya sebesar 6.188,0 kg/ha (Tabel 19). Produktivitas yang tinggi tentu akan menghasilkan keuntungan yang besar bagi perusahaan dan secara tidak langsung dapat berdampak pada peningkatan kesejahteraan masyarakat perkebunan. Dengan demikian, semakin besar keuntungan perusahaan maka perkembangan desa juga akan semakin meningkat. Hal ini berkaitan dengan hirarki desa karena terbukti bahwa desa Torgamba dalam selang waktu 5 tahun mengalami perubahan peningkatan hirarki dari hirarki III tahun 2003 menjadi hirarki I tahun Sebaliknya, Desa Aek Raso mengalami penurunan perkembangan hirarki dari hirarki II tahun 2003 menjadi hirarki III tahun Tabel 19. Keterkaitan Produktivitas Kelapa Sawit dengan Hirarki Desa Desa Umur Torgamba Aek Raso Status Tanaman Inti Plasma Hirarki 2003 III II Hirarki 2008 I III Produktivitas , ,7 (kg/ha) , , , ,4 > , ,0 Desa Torgamba mengalami perkembangan lebih cepat dibandingkan dengan Desa Aek Raso diduga karena lokasi kantor kebun dan pabrik pengolahan tandan buah kelapa sawit terletak di Desa Torgamba. Berdasarkan hasil survei lapang, pembangunan infrastruktur desa Torgamba banyak mendapat bantuan dari perusahaan inti yang bekerja sama dengan aparat desa Torgamba tersebut.

29 59 Perusahaan inti mendukung komunitas utama (masyarakat perkebunan) dengan menerapkan Program Bina Lingkungan, yaitu program pemberdayaan kondisi sosial masyarakat di wilayah usaha PTPN-III melalui pemanfaatan dana dari bagian laba perusahaan. Tujuan program Bina Lingkungan adalah untuk dapat mewujudkan hubungan yang harmonis dengan masyarakat di sekitar wilayah perkebunan serta menumbuhkembangkan kegiatan ekonomi kerakyatan sehingga tercapai pemerataan pembangunan. Bentuk bantuan Bina Lingkungan yang diberikan kepada masyarakat antara lain : Bantuan pendidikan atau pelatihan Bantuan peningkatan kesehatan Bantuan pengembangan sarana dan prasarana umum Bantuan sarana ibadah Bantuan korban bencana alam Berdasarkan data PODES, fasilitas pendidikan di Desa Aek Raso tahun 2003 terdapat TK 1 unit, SD 6 unit, dan pondok pesantren 1 unit sedangkan pada tahun 2008 jumlah SD berkurang menjadi 3 unit, sementara TK dan pondok pesantren tidak ada lagi. Pembangunan sarana dan prasarana umum di Desa Aek Raso kurang mendapat perhatian dari pemerintah daerah, terutama dari sektor fasilitas pendidikan. Menurut masyarakat setempat, faktor kurangnya tenaga didik serta minat masyarakat yang rendah menjadi alasan tidak berfungsinya bangunan sehingga sarana pendidikan menjadi berkurang. Berkurangnya sarana prasarana desa menyebabkan penurunan hirarki/tingkat perkembangan desa tersebut.

III. METODOLOGI PENELITIAN

III. METODOLOGI PENELITIAN 19 III. METODOLOGI PENELITIAN 3.1. Lokasi dan Waktu Penelitian Penelitian di lapangan dilaksanakan pada pertengahan bulan Februari hingga April 2010. Lokasi penelitian adalah areal perkebunan inti dan

Lebih terperinci

ABSTRAK. Universitas Kristen Maranatha

ABSTRAK. Universitas Kristen Maranatha ABSTRAK PT Karya Tama Bakti Mulia merupakan salah satu perusahaan dengan kompetensi pengelolaan perkebunan kelapa sawit yang sedang melakukan pengembangan bisnis dengan perencanaan pembangunan pabrik kelapa

Lebih terperinci

Universitas Sumatera Utara

Universitas Sumatera Utara Lampiran II : Mesin-mesin dan Peralatan yang digunakan PTPN III PKS Rambutan A. Mesin Produksi Adapun jenis dari mesin- mesin produksi yang digunakan oleh PTPN III PKS Rambutan dapat dilihat pada tabel

Lebih terperinci

V. HASIL DAN PEMBAHASAN

V. HASIL DAN PEMBAHASAN V. HASIL DAN PEMBAHASAN 5.1 Hasil Hasil yang diperoleh selama periode Maret 2011 adalah data operasional PMS Gunung Meliau, distribusi penerimaan TBS di PMS Gunung Meliau, distribusi penerimaan fraksi

Lebih terperinci

VI ANALISIS PENDAPATAN USAHATANI KEMBANG KOL

VI ANALISIS PENDAPATAN USAHATANI KEMBANG KOL VI ANALISIS PENDAPATAN USAHATANI KEMBANG KOL 6.1 Sarana Usahatani Kembang Kol Sarana produksi merupakan faktor pengantar produksi usahatani. Saran produksi pada usahatani kembang kol terdiri dari bibit,

Lebih terperinci

Lampiran 1 Curahan Tenaga Kerja (HK) Tanaman Tebu Per Ha Per Musim

Lampiran 1 Curahan Tenaga Kerja (HK) Tanaman Tebu Per Ha Per Musim Lampiran 1 Curahan Tenaga Kerja (HK) Tanaman Tebu Per Ha Per Musim Tanam 2009/2010 No Uraian Kegiatan Norma 1 Persiapan Lahan pembersihan lahan 25 Hk pembukaan jaringan drainase 10 Hk 2 Menanam Menanam

Lebih terperinci

VIII ANALISIS PENDAPATAN USAHATANI PENANGKARAN BENIH PADI BERSERTIFIKAT PADA PETANI MITRA DAN NON MITRA

VIII ANALISIS PENDAPATAN USAHATANI PENANGKARAN BENIH PADI BERSERTIFIKAT PADA PETANI MITRA DAN NON MITRA VIII ANALISIS PENDAPATAN USAHATANI PENANGKARAN BENIH PADI BERSERTIFIKAT PADA PETANI MITRA DAN NON MITRA Penelitian ini menganalisis perbandingan usahatani penangkaran benih padi pada petani yang melakukan

Lebih terperinci

PENGARUH KEMITRAAN TERHADAP PENDAPATAN PETANI PADI SEHAT

PENGARUH KEMITRAAN TERHADAP PENDAPATAN PETANI PADI SEHAT VIII PENGARUH KEMITRAAN TERHADAP PENDAPATAN PETANI PADI SEHAT 8.1. Penerimaan Usahatani Padi Sehat Produktivitas rata-rata gabah padi sehat petani responden sebesar 6,2 ton/ha. Produktivitas rata-rata

Lebih terperinci

BAB2 TINJAUAN PUSTAKA

BAB2 TINJAUAN PUSTAKA BAB2 TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Proses Pengolahan Kelapa Sawit Secara umum pengolahan kelapa sawit terbagi menjadi dua hasil akhir, yaitu pengolahan minyak kelapa sawit (CPO) dan pengolahan inti sawit (kernel).

Lebih terperinci

TINJAUAN PUSTAKA. Teknis Panen

TINJAUAN PUSTAKA. Teknis Panen 3 TINJAUAN PUSTAKA Teknis Panen Panen merupakan rangkaian kegiatan terakhir dari kegiatan budidaya kelapa sawit. Pelaksanaan panen perlu dilakukan secara baik dengan memperhatikan beberapa kriteria tertentu

Lebih terperinci

PERANCANGAN TATA LETAK PABRIK KELAPA SAWIT SEI BARUHUR PT. PERKEBUNAN NUSANTARA III UNTUK MENINGKATKAN KAPASITAS PRODUKSI

PERANCANGAN TATA LETAK PABRIK KELAPA SAWIT SEI BARUHUR PT. PERKEBUNAN NUSANTARA III UNTUK MENINGKATKAN KAPASITAS PRODUKSI PERANCANGAN TATA LETAK PABRIK KELAPA SAWIT SEI BARHR PT. PERKEBNAN NSANTARA III NTK MENINGKATKAN KAPASITAS PRODKSI Krismas Aditya Harjanto Sinaga 1, Baju Bawono 2 Program Studi Teknik Industri, Fakultas

Lebih terperinci

VI. REKOMENDASI KEBIJAKAN

VI. REKOMENDASI KEBIJAKAN 158 VI. REKOMENDASI KEBIJAKAN Pengelolaan lahan gambut berbasis sumberdaya lokal pada agroekologi perkebunan kelapa sawit rakyat di Kabupaten Bengkalis dilakukan berdasarkan atas strategi rekomendasi yang

Lebih terperinci

BAB IV GAMBARAN UMUM LOKASI PENELITIAN. PT. Salim Ivomas Pratama Tbk Kabupaten Rokan Hilir didirikan pada

BAB IV GAMBARAN UMUM LOKASI PENELITIAN. PT. Salim Ivomas Pratama Tbk Kabupaten Rokan Hilir didirikan pada BAB IV GAMBARAN UMUM LOKASI PENELITIAN 4.1 Sejarah Umum Perusahaan PT. Salim Ivomas Pratama Tbk Kabupaten Rokan Hilir didirikan pada tahun 1996 oleh PT. Dirga Bratasena Enginering dan resmi beroperasi

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. PT. Suryaraya Lestari 1 merupakan salah satu industri berskala besar yang

BAB I PENDAHULUAN. PT. Suryaraya Lestari 1 merupakan salah satu industri berskala besar yang BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah PT. Suryaraya Lestari 1 merupakan salah satu industri berskala besar yang memproduksi minyak kelapa sawit mentah (Crude Palm Oil : CPO). Perusahaan ini mengolah

Lebih terperinci

PERSETUJUAN. : Matematika Dan Ilmu Pengetahuan Alam Universitas Sumatera Utara. Disetujui di Medan,Mei 2014

PERSETUJUAN. : Matematika Dan Ilmu Pengetahuan Alam Universitas Sumatera Utara. Disetujui di Medan,Mei 2014 PERSETUJUAN Judul : Penentuan Kadar Asam Lemak Bebas (ALB) Minyak Kelapa Sawit (CPO) Pada Tangki Timbun Di PT. Multimas Nabati Asahan (MNA) Kuala Tanjung Kategori : Karya Ilmiah Nama : Marina Batubara

Lebih terperinci

HASIL DAN PEMBAHASAN Metode Pewarnaan Blok

HASIL DAN PEMBAHASAN Metode Pewarnaan Blok 26 HASIL DAN PEMBAHASAN Metode Pewarnaan Blok Sistem manajemen perkebunan kelapa sawit pada umumnya terdiri atas Kebun (Estate) yang dikepalai oleh seorang Estate Manager. Seorang Estate Manager membawahi

Lebih terperinci

VI ANALISIS KERAGAAN USAHATANI KEDELAI EDAMAME PETANI MITRA PT SAUNG MIRWAN

VI ANALISIS KERAGAAN USAHATANI KEDELAI EDAMAME PETANI MITRA PT SAUNG MIRWAN VI ANALISIS KERAGAAN USAHATANI KEDELAI EDAMAME PETANI MITRA PT SAUNG MIRWAN 6.1. Analisis Budidaya Kedelai Edamame Budidaya kedelai edamame dilakukan oleh para petani mitra PT Saung Mirwan di lahan persawahan.

Lebih terperinci

Tabel 6. Hasil Pendugaaan Faktor Penentu Produktivitas Kelapa Sawit

Tabel 6. Hasil Pendugaaan Faktor Penentu Produktivitas Kelapa Sawit 41 PEMBAHASAN Penurunan produktivitas tanaman kelapa sawit dipengaruhi oleh beberapa faktor, yaitu faktor lingkungan, faktor tanaman, dan teknik budidaya tanaman. Faktor-faktor tersebut saling berhubungan

Lebih terperinci

VII ANALISIS FUNGSI PRODUKSI DAN EFISIENSI

VII ANALISIS FUNGSI PRODUKSI DAN EFISIENSI VII ANALISIS FUNGSI PRODUKSI DAN EFISIENSI 7.1. Analisis Fungsi Produksi Stochastic Frontier 7.1.1. Pendugaan Model Fungsi Produksi Stochastic Frontier Model yang digunakan untuk mengestimasi fungsi produksi

Lebih terperinci

DAFTAR ISI KATA PENGANTAR A. PENGOLAHAN KELAPA SAWIT MENJADI CPO. 1 B. PENGOLAHAN KELAPA SAWIT MENJADI PKO...6 KESIMPULAN DAFTAR PUSTAKA...

DAFTAR ISI KATA PENGANTAR A. PENGOLAHAN KELAPA SAWIT MENJADI CPO. 1 B. PENGOLAHAN KELAPA SAWIT MENJADI PKO...6 KESIMPULAN DAFTAR PUSTAKA... DAFTAR ISI KATA PENGANTAR i DAFTAR ISI ii A. PENGOLAHAN KELAPA SAWIT MENJADI CPO. 1 B. PENGOLAHAN KELAPA SAWIT MENJADI PKO...6 KESIMPULAN 8 DAFTAR PUSTAKA...9 PROSES PENGOLAHAN KELAPA SAWIT MENJADI CPO

Lebih terperinci

VI ANALISIS PENDAPATAN USAHATANI BELIMBING DEWA

VI ANALISIS PENDAPATAN USAHATANI BELIMBING DEWA VI ANALISIS PENDAPATAN USAHATANI BELIMBING DEWA Analisis pendapatan usahatani dilakukan untuk mengetahui gambaran umum mengenai struktur biaya, penerimaan dan pendapatan dari kegiatan usahatani yang dijalankan

Lebih terperinci

POTENSI PENGEMBANGAN INDUSTRI KELAPA SAWIT 1 Oleh: Almasdi Syahza Peneliti dan Pengamat Ekonomi Pedesaan Lembaga Penelitian Universitas Riau

POTENSI PENGEMBANGAN INDUSTRI KELAPA SAWIT 1 Oleh: Almasdi Syahza Peneliti dan Pengamat Ekonomi Pedesaan Lembaga Penelitian Universitas Riau POTENSI PENGEMBANGAN INDUSTRI KELAPA SAWIT 1 Oleh: Almasdi Syahza Peneliti dan Pengamat Ekonomi Pedesaan Lembaga Penelitian Universitas Riau A. Kemampuan Daya Dukung Wilayah (DDW) Terhadap Pengembangan

Lebih terperinci

LAPORAN PRAKTEK KERJA LAPANG (PKL) DI PT. PERKEBUANAN NUSANTARA VII (Persero) UNIT BEKRI KAB. LAMPUNG TENGAH PROV. LAMPUNG. Oleh :

LAPORAN PRAKTEK KERJA LAPANG (PKL) DI PT. PERKEBUANAN NUSANTARA VII (Persero) UNIT BEKRI KAB. LAMPUNG TENGAH PROV. LAMPUNG. Oleh : LAPORAN PRAKTEK KERJA LAPANG (PKL) DI PT. PERKEBUANAN NUSANTARA VII (Persero) UNIT BEKRI KAB. LAMPUNG TENGAH PROV. LAMPUNG Oleh : MARIA ULFA NIM.110 500 106 PROGRAM STUDI TEKNOLOGI PENGOLAHAN HASIL PERKEBUNAN

Lebih terperinci

PROSES PENGOLAHAN CPO DI PT MURINIWOOD INDAH INDUSTRI. Oleh : Nur Fitriyani. (Di bawah bimbingan Ir. Hj Evawati, MP) RINGKASAN

PROSES PENGOLAHAN CPO DI PT MURINIWOOD INDAH INDUSTRI. Oleh : Nur Fitriyani. (Di bawah bimbingan Ir. Hj Evawati, MP) RINGKASAN i PROSES PENGOLAHAN CPO DI PT MURINIWOOD INDAH INDUSTRI Oleh : Nur Fitriyani (Di bawah bimbingan Ir. Hj Evawati, MP) RINGKASAN PT Muriniwood Indah Indurtri merupakan salah satu perusahaan yang bergerak

Lebih terperinci

BAB II GAMBARAN UMUM PERUSAHAAN

BAB II GAMBARAN UMUM PERUSAHAAN BAB II GAMBARAN UMUM PERUSAHAAN 2.1. Sejarah Perusahaan PT. Perkerbunan Nusantara III (Persero) merupakan salah satu dari 14 Badan Usaha Milik Negara (BUMN) yang bergerak dalam bidang usaha perkebunan,

Lebih terperinci

BAB II GAMBARAN UMUM PERUSAHAAN

BAB II GAMBARAN UMUM PERUSAHAAN BAB II GAMBARAN UMUM PERUSAHAAN 2.1 Sejarah Perusahaan PT Perkebunan Sumatera Utara diperoleh dari perusahaan Inggris pada awal tahun 1962-1967. PT Perkebunan Sumatera Utara pada awalnya bernama Perusahaan

Lebih terperinci

Gambar 8. Citra ALOS AVNIR-2 dengan Citra Komposit RGB 321

Gambar 8. Citra ALOS AVNIR-2 dengan Citra Komposit RGB 321 V. HASIL DAN PEMBAHASAN 5.1 Kenampakan Secara Spasial Kelapa Sawit PT. Perkebunan Nusantara VIII Cimulang Citra yang digunakan pada penelitian ini adalah Citra ALOS AVNIR-2 yang diakuisisi pada tanggal

Lebih terperinci

MAKALAH TEKNOLOGI PASCA PANEN

MAKALAH TEKNOLOGI PASCA PANEN MAKALAH TEKNOLOGI PASCA PANEN 39 ANALISIS LOSSES PADA NUT AND KERNEL STATION MELALUI PROSES PENDEKATAN DISETIAP PERALATAN Andryas Meiriska Syam 1), Rengga Arnalis Renjani 1), Nuraeni Dwi Dharmawati 2)

Lebih terperinci

BAB II GAMBARAN UMUM PERUSAHAAN

BAB II GAMBARAN UMUM PERUSAHAAN BAB II GAMBARAN UMUM PERUSAHAAN 2.1. Sejarah Umum Perusahaan Unit Usaha Sawit Langkat (disingkat SAL) mulai berdiri pada tanggal 01 Agustus 1974 sebagai salah satu Unit Usaha dari PTP.VIII yang bergerak

Lebih terperinci

MAGANG PROGRAM UNGGULAN INSTIPER

MAGANG PROGRAM UNGGULAN INSTIPER SILABUS MAGANG PROGRAM UNGGULAN INSTIPER INSTIPER YOGYAKARTA TAHUN 2018 1 M a g a n g I N S T I P E R 1. Budidaya Kelapa Sawit (Kultur Teknik) 2. Pabrik Kelapa Sawit (PKS) 3. Administrasi (Kebun, Gudang,

Lebih terperinci

V. HASIL DAN PEMBAHASAN. 1. Umur, Tingkat Pendidikan, dan Pengalaman berusahatani

V. HASIL DAN PEMBAHASAN. 1. Umur, Tingkat Pendidikan, dan Pengalaman berusahatani V. HASIL DAN PEMBAHASAN A. Karakteristik Petani Responden 1. Umur, Tingkat Pendidikan, dan Pengalaman berusahatani Berdasarkan dari penelitian yang dilakukan, diperoleh hasil komposisi umur kepala keluarga

Lebih terperinci

GAMBARAN UMUM LOKASI PENELITIAN

GAMBARAN UMUM LOKASI PENELITIAN V GAMBARAN UMUM LOKASI PENELITIAN 5.1 Gambaran Umum Kabupaten Kerinci 5.1.1 Kondisi Geografis Kabupaten Kerinci terletak di sepanjang Bukit Barisan, diantaranya terdapat gunung-gunung antara lain Gunung

Lebih terperinci

IV. METODE PENELITIAN. Provinsi Jawa Barat. Lokasi ini dipilih secara sengaja (purposive) dengan

IV. METODE PENELITIAN. Provinsi Jawa Barat. Lokasi ini dipilih secara sengaja (purposive) dengan 4.1 Lokasi dan Waktu Penelitian IV. METODE PENELITIAN Pengumpulan data primer penelitian dilakukan di Kabupaten Garut Provinsi Jawa Barat. Lokasi ini dipilih secara sengaja (purposive) dengan pertimbangan

Lebih terperinci

VII. ANALISIS FUNGSI PRODUKSI DAN EFISIENSI UBI JALAR DI DESA CIKARAWANG

VII. ANALISIS FUNGSI PRODUKSI DAN EFISIENSI UBI JALAR DI DESA CIKARAWANG VII. ANALISIS FUNGSI PRODUKSI DAN EFISIENSI UBI JALAR DI DESA CIKARAWANG Komoditas pertanian erat kaitannya dengan tingkat produktivitas dan efisiensi yang rendah. Kedua ukuran tersebut dipengaruhi oleh

Lebih terperinci

V GAMBARAN UMUM LOKASI DAN KARAKTERISTIK PETANI

V GAMBARAN UMUM LOKASI DAN KARAKTERISTIK PETANI V GAMBARAN UMUM LOKASI DAN KARAKTERISTIK PETANI 5.1. Gambaran Umum Lokasi Penelitian 5.1.1. Kabupaten Banyuasin Kabupaten Banyuasin merupakan salah satu kabupaten yang ada di Provinsi Sumatera Selatan.

Lebih terperinci

PANEN KELAPA SAWIT Pengrtian Panen Sistim Panen 2.1 Kriteria Matang Panen 2.2 Komposisi TBS Fraksi Komposisi (%) Kematangan

PANEN KELAPA SAWIT Pengrtian Panen Sistim Panen 2.1 Kriteria Matang Panen 2.2 Komposisi TBS Fraksi Komposisi (%) Kematangan PANEN KELAPA SAWIT 1. Pengrtian Panen Panen adalah serangkaian kegiatan mulai dari memotong tandan matang panen sesuai criteria matang panen, mengumpulkan dan mengutipbrondolan serta menyusun tandan di

Lebih terperinci

VI. ANALISIS EFISIENSI FAKTOR-FAKTOR PRODUKSI PADI

VI. ANALISIS EFISIENSI FAKTOR-FAKTOR PRODUKSI PADI VI. ANALISIS EFISIENSI FAKTOR-FAKTOR PRODUKSI PADI 6.1 Analisis Fungsi Produksi Hubungan antara faktor-faktor yang mempengaruhi produksi dapat dijelaskan ke dalam fungsi produksi. Kondisi di lapangan menunjukkan

Lebih terperinci

VI ANALISIS PENDAPATAN USAHATANI

VI ANALISIS PENDAPATAN USAHATANI VI ANALISIS PENDAPATAN USAHATANI 6.1 Penerimaan Usahatani Penerimaan usahatani merupakan nilai yang diperoleh dari total produksi usahatani sayuran per hektar yang dikelola oleh petani di Kelompok Tani

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. dan jasa menjadi kompetitif, baik untuk memenuhi kebutuhan pasar nasional. kerja bagi rakyatnya secara adil dan berkesinambungan.

I. PENDAHULUAN. dan jasa menjadi kompetitif, baik untuk memenuhi kebutuhan pasar nasional. kerja bagi rakyatnya secara adil dan berkesinambungan. I. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Pada masa globalisasi, persaingan antarbangsa semakin ketat. Hanya bangsa yang mampu mengembangkan daya sainglah yang bisa maju dan bertahan. Produksi yang tinggi harus

Lebih terperinci

DETAIL PROFIL PROYEK (DETIL PLAN OF INVESTMENT) KOMODITI KELAPA SAWIT DI NAGAN RAYA DISAMPAIKAN PADA FGD KAJIAN INVESTASI KELAPA SAWIT

DETAIL PROFIL PROYEK (DETIL PLAN OF INVESTMENT) KOMODITI KELAPA SAWIT DI NAGAN RAYA DISAMPAIKAN PADA FGD KAJIAN INVESTASI KELAPA SAWIT DETAIL PROFIL PROYEK (DETIL PLAN OF INVESTMENT) KOMODITI KELAPA SAWIT DI NAGAN RAYA DISAMPAIKAN PADA FGD KAJIAN INVESTASI KELAPA SAWIT Oleh : Tim Kajian LATAR BELAKANG 1. Kabupaten Nagan Raya memiliki

Lebih terperinci

DAMPAK FAKTOR EKSTERNAL DAN INTERNAL TERHADAP KINERJA EKONOMI RUMAHTANGGA PETANI PLASMA

DAMPAK FAKTOR EKSTERNAL DAN INTERNAL TERHADAP KINERJA EKONOMI RUMAHTANGGA PETANI PLASMA 233 IX. DAMPAK FAKTOR EKSTERNAL DAN INTERNAL TERHADAP KINERJA EKONOMI RUMAHTANGGA PETANI PLASMA Secara teoritis kinerja ekonomi rumahtangga petani dipengaruhi oleh perilaku rumahtangga dalam kegiatan produksi,

Lebih terperinci

BAB II GAMBARAN UMUM PERUSAHAAN

BAB II GAMBARAN UMUM PERUSAHAAN V-34 BAB II GAMBARAN UMUM PERUSAHAAN 2.1 Sejarah Perusahaan PT.PN III (PT. Perkebunan Nusantara III) Kebun Rambutan merupakan salah satu unit PT. PN III yang memiliki 8 wilayah kerja yang dibagi berdasarkan

Lebih terperinci

Pengembangan Wilayah Sentra Produksi tanaman, menyebabkan pemadatan lahan, serta menimbulkan serangan hama dan penyakit. Di beberapa lokasi perkebunan

Pengembangan Wilayah Sentra Produksi tanaman, menyebabkan pemadatan lahan, serta menimbulkan serangan hama dan penyakit. Di beberapa lokasi perkebunan BAB VII PENUTUP Perkembangan industri kelapa sawit yang cepat ini disebabkan oleh beberapa alasan, antara lain : (i) secara agroekologis kelapa sawit sangat cocok dikembangkan di Indonesia ; (ii) secara

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. dan biaya. Dengan mengelompokkan unsur-unsur pendapatan dan biaya, akan

BAB I PENDAHULUAN. dan biaya. Dengan mengelompokkan unsur-unsur pendapatan dan biaya, akan BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Laba atau rugi sering dimanfaatkan sebagai ukuran untuk menilai prestasi perusahaan. Unsur-unsur yang menjadi bagian pembentuk laba adalah pendapatan dan biaya.

Lebih terperinci

VII ANALISIS FUNGSI PRODUKSI USAHATANI BELIMBING DEWA

VII ANALISIS FUNGSI PRODUKSI USAHATANI BELIMBING DEWA VII ANALISIS FUNGSI PRODUKSI USAHATANI BELIMBING DEWA 7.1. Analisis Fungsi Produksi Hasil pendataan jumlah produksi serta tingkat penggunaan input yang digunakan dalam proses budidaya belimbing dewa digunakan

Lebih terperinci

LEMBAR KERJA MAHASISWA FIELDTRIP MANAJEMEN DAERAH ALIRAN SUNGAI (DAS) ASPEK SOSIAL EKONOMI

LEMBAR KERJA MAHASISWA FIELDTRIP MANAJEMEN DAERAH ALIRAN SUNGAI (DAS) ASPEK SOSIAL EKONOMI LEMBAR KERJA MAHASISWA FIELDTRIP MANAJEMEN DAERAH ALIRAN SUNGAI (DAS) ASPEK SOSIAL EKONOMI Kegiatan 1 1. Secara berkelompok mahasiswa diminta untuk mengidentifikasi asset sumber daya yang terkait dengan

Lebih terperinci

BAB II LANDASAN TEORI. Tanaman kelapa sawit adalah jenis tanaman palma yang berasal dari benua

BAB II LANDASAN TEORI. Tanaman kelapa sawit adalah jenis tanaman palma yang berasal dari benua BAB II LANDASAN TEORI II.1 Tinjauan Umum Tentang Kelapa Sawit. Tanaman kelapa sawit adalah jenis tanaman palma yang berasal dari benua Afrika dan cocok ditanam di daerah tropis, seperti halnya dinegara

Lebih terperinci

I. U M U M. TATA CARA PANEN.

I. U M U M. TATA CARA PANEN. LAMPIRAN : PERATURAN MENTERI PERTANIAN NOMOR : 17/Permentan/OT.140/2/2010 TANGGAL : 5 Pebruari 2010 TENTANG : PEDOMAN PENETAPAN HARGA PEMBELIAN TANDA BUAH SEGAR (TBS) KELAPA SAWIT PRODUKSI PEKEBUN TATA

Lebih terperinci

VII. ANALISIS FUNGSI PRODUKSI DAN PENDAPATAN PETANI GANYONG DI DESA SINDANGLAYA

VII. ANALISIS FUNGSI PRODUKSI DAN PENDAPATAN PETANI GANYONG DI DESA SINDANGLAYA VII. ANALISIS FUNGSI PRODUKSI DAN PENDAPATAN PETANI GANYONG DI DESA SINDANGLAYA 7.1. Analisis Fungsi Produksi Analisis untuk kegiatan budidaya ganyong di Desa Sindanglaya ini dilakukan dengan memperhitungkan

Lebih terperinci

pengusaha mikro, kecil dan menegah, serta (c) mengkaji manfaat ekonomis dari pengolahan limbah kelapa sawit.

pengusaha mikro, kecil dan menegah, serta (c) mengkaji manfaat ekonomis dari pengolahan limbah kelapa sawit. BOKS LAPORAN PENELITIAN: KAJIAN PELUANG INVESTASI PENGOLAHAN LIMBAH KELAPA SAWIT DALAM UPAYA PENGEMBANGAN USAHA MIKRO KECIL DAN MENENGAH DI PROVINSI JAMBI I. PENDAHULUAN Laju pertumbuhan areal perkebunan

Lebih terperinci

4. HASIL DAN PEMBAHASAN

4. HASIL DAN PEMBAHASAN 4. HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1 Gambaran Umum Tempat Penelitian 4.1.1 Letak Geografis Tempat Penelitian Desa Candi merupakan salah satu desa yang banyak menghasilkan produksi jagung terutama jagung pipilan

Lebih terperinci

LAPORAN PRAKTEK KERJA LAPANG (PKL) DI PT. KARANGJUANG HIJAU LESTARI (KHL) KEC. SEBUKU KAB. NUNUKAN KALIMANTAN TIMUR

LAPORAN PRAKTEK KERJA LAPANG (PKL) DI PT. KARANGJUANG HIJAU LESTARI (KHL) KEC. SEBUKU KAB. NUNUKAN KALIMANTAN TIMUR LAPORAN PRAKTEK KERJA LAPANG (PKL) DI PT. KARANGJUANG HIJAU LESTARI (KHL) KEC. SEBUKU KAB. NUNUKAN KALIMANTAN TIMUR Oleh YUHAYATI NIM. 070500092 PROGAM STUDI BUDIDAYA TANAMAN PERKEBUNAN JURUSAN MANAJEMEN

Lebih terperinci

VI. ANALISIS PENDAPATAN USAHATANI UBI JALAR DI DESA CIKARAWANG

VI. ANALISIS PENDAPATAN USAHATANI UBI JALAR DI DESA CIKARAWANG VI. ANALISIS PENDAPATAN USAHATANI UBI JALAR DI DESA CIKARAWANG Usahatani ubi jalar di Desa Cikarawang menurut bentuk dan coraknya tergolong ke dalam usahatani perorangan dimana pengelolaannya dilakukan

Lebih terperinci

PENINGKATAN PRODUKTIVITAS KELAPA SAWIT MENDUKUNG PENGEMBANGAN KAWASAN PERKEBUNAN DI KABUPATEN INDRAGIRI HULU

PENINGKATAN PRODUKTIVITAS KELAPA SAWIT MENDUKUNG PENGEMBANGAN KAWASAN PERKEBUNAN DI KABUPATEN INDRAGIRI HULU PENINGKATAN PRODUKTIVITAS KELAPA SAWIT MENDUKUNG PENGEMBANGAN KAWASAN PERKEBUNAN DI KABUPATEN INDRAGIRI HULU Anis Fahri, Taufik Hidayat, Heri Widyanto dan Ida Nur Istina 1 1 Balai Pengkajian Teknlogi Pertanian

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. Buku Pengalaman Kerja Praktek Mahasiswa ( BPKPM ) ini merupakan

I. PENDAHULUAN. Buku Pengalaman Kerja Praktek Mahasiswa ( BPKPM ) ini merupakan 1 I. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Buku Pengalaman Kerja Praktek Mahasiswa ( BPKPM ) ini merupakan petunjuk praktis bagi para mahasiswa dalam melaksanakan kerja praktek di lapangan secara terjadwal dan

Lebih terperinci

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA Produktivitas Tanaman Kelapa Sawit Potensi produksi tanaman kelapa sawit ditentukan oleh beberapa faktor sebagai berikut.

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA Produktivitas Tanaman Kelapa Sawit Potensi produksi tanaman kelapa sawit ditentukan oleh beberapa faktor sebagai berikut. BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Produktivitas Tanaman Kelapa Sawit Potensi produksi tanaman kelapa sawit ditentukan oleh beberapa faktor sebagai berikut. A. Jenis atau Varietas Kelapa Sawit Jenis (varietas)

Lebih terperinci

PEMBAHASAN Penetapan Target

PEMBAHASAN Penetapan Target 54 PEMBAHASAN Penetapan Target Tanaman kelapa sawit siap dipanen ketika berumur 30 bulan. Apabila memasuki tahap menghasilkan, tanaman akan terus berproduksi hingga umur 25 tahun. Pada periode tanaman

Lebih terperinci

KATA PENGANTAR. memberikan rahmat dan karunia-nya sehingga penulis dapat menyelesaikan

KATA PENGANTAR. memberikan rahmat dan karunia-nya sehingga penulis dapat menyelesaikan i KATA PENGANTAR Syukur Alhamdulillah penulis ucapkan kehadirat Allah SWT, yang telah memberikan rahmat dan karunia-nya sehingga penulis dapat menyelesaikan laporan Pengalaman Kerja Praktek Mahasiswa (PKPM)

Lebih terperinci

IV. METODOLOGI PENELITIAN. Kabupaten Bogor, Propinsi Jawa Barat. Pemilihan lokasi penelitian ini dilakukan

IV. METODOLOGI PENELITIAN. Kabupaten Bogor, Propinsi Jawa Barat. Pemilihan lokasi penelitian ini dilakukan IV. METODOLOGI PENELITIAN 4.1 Lokasi dan Waktu Penelitian Penelitian ini dilaksanakan di Desa Pasir Gaok, Kecamatan Rancabungur, Kabupaten Bogor, Propinsi Jawa Barat. Pemilihan lokasi penelitian ini dilakukan

Lebih terperinci

BAB II PROFIL PT PERKEBUNAN NUSANTARA IV (PERSERO) KEBUN SAWIT LANGKAT

BAB II PROFIL PT PERKEBUNAN NUSANTARA IV (PERSERO) KEBUN SAWIT LANGKAT BAB II PROFIL PT PERKEBUNAN NUSANTARA IV (PERSERO) KEBUN SAWIT LANGKAT A. Sejarah Ringkas PT Perkebunan Nusantara IV Kebun Sawit Langkat ini merupakan unit kebun sawit langkat (disingkat SAL) berdiri sejak

Lebih terperinci

BAB V DAMPAK BANTUAN LANGSUNG PUPUK ORGANIK TERHADAP PRODUKSI DAN PENDAPATAN PETANI PADI DI PROPINSI JAWA TIMUR

BAB V DAMPAK BANTUAN LANGSUNG PUPUK ORGANIK TERHADAP PRODUKSI DAN PENDAPATAN PETANI PADI DI PROPINSI JAWA TIMUR BAB V DAMPAK BANTUAN LANGSUNG PUPUK ORGANIK TERHADAP PRODUKSI DAN PENDAPATAN PETANI PADI DI PROPINSI JAWA TIMUR Penelitian dilakukan di Propinsi Jawa Timur selama bulan Juni 2011 dengan melihat hasil produksi

Lebih terperinci

VI. HASIL DAN PEMBAHASAN. Subur Arum Makmur kebun Senamanenek Rokan Hulu Riau, dalam pelaksanaan

VI. HASIL DAN PEMBAHASAN. Subur Arum Makmur kebun Senamanenek Rokan Hulu Riau, dalam pelaksanaan VI. HASIL DAN PEMBAHASAN 5.1. Hasil Kegiatan budidaya tanaman kelapa sawit di Ciliandra Perkasa Group PT. Subur Arum Makmur kebun Senamanenek Rokan Hulu Riau, dalam pelaksanaan Pengalaman Kerja Praktek

Lebih terperinci

1 PENDAHULUAN. Sumber : Direktorat Jendral Perkebunan (2014) Gambar 2 Perkembangan Produksi CPO Indonesia

1 PENDAHULUAN. Sumber : Direktorat Jendral Perkebunan (2014) Gambar 2 Perkembangan Produksi CPO Indonesia 1 1 PENDAHULUAN Latar Belakang Negara Indonesia merupakan salah satu negara yang berpotensi pada sektor pertanian. Wilayah Indonesia yang luas tersebar di berbagai wilayah dan kondisi tanahnya yang subur

Lebih terperinci

VIII ANALISIS PENDAPATAN USAHATANI BAWANG MERAH

VIII ANALISIS PENDAPATAN USAHATANI BAWANG MERAH VIII ANALISIS PENDAPATAN USAHATANI BAWANG MERAH 8.1. Penerimaan Usahatani Bawang Merah Penerimaan usahatani bawang merah terdiri dari penerimaan tunai dan penerimaan tidak tunai. Penerimaan tunai merupakan

Lebih terperinci

PENGELOLAAN RESIKO PANEN TANDAN BUAH SEGAR KELAPA SAWIT

PENGELOLAAN RESIKO PANEN TANDAN BUAH SEGAR KELAPA SAWIT PENGELOLAAN RESIKO PANEN TANDAN BUAH SEGAR KELAPA SAWIT (Elaeis guineensis Jacq.) DI BUKIT PINANG ESTATE, PT. BINA SAINS CEMERLANG, MINAMAS PLANTATION, SUMATERA SELATAN OLEH RIZA EKACITRA PUTRIANI RACHMAN

Lebih terperinci

V. HASIL DAN PEMBAHASAN. petani responden menyebar antara tahun. No Umur (thn) Jumlah sampel (%) , ,

V. HASIL DAN PEMBAHASAN. petani responden menyebar antara tahun. No Umur (thn) Jumlah sampel (%) , , V. HASIL DAN PEMBAHASAN 5.1 Karakteristik Responden 5.1.1 Umur petani responden Umur Petani merupakan salah satu faktor yang berpengaruh pada aktivitas di sektor pertanian. Berdasarkan hasil penelitian

Lebih terperinci

AUDIT ENERGI PADA PROSES PRODUKSI CPO (CRUDE PALM OIL) DI PT. PERKEBUNAN NUSANTARA IV UNIT USAHA ADOLINA, SUMATERA UTARA KRISTEN NATASHIA

AUDIT ENERGI PADA PROSES PRODUKSI CPO (CRUDE PALM OIL) DI PT. PERKEBUNAN NUSANTARA IV UNIT USAHA ADOLINA, SUMATERA UTARA KRISTEN NATASHIA AUDIT ENERGI PADA PROSES PRODUKSI CPO (CRUDE PALM OIL) DI PT. PERKEBUNAN NUSANTARA IV UNIT USAHA ADOLINA, SUMATERA UTARA KRISTEN NATASHIA DEPARTEMEN TEKNIK MESIN DAN BIOSISTEM FAKULTAS TEKNOLOGI PERTANIAN

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. perkebunan kelapa sawit adalah rata rata sebesar 750 kg/ha/tahun. Berarti

I. PENDAHULUAN. perkebunan kelapa sawit adalah rata rata sebesar 750 kg/ha/tahun. Berarti I. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Indonesia kini memiliki 8,9 juta hektar perkebunan kelapa sawit, dari luas tanaman tersebut rakyat memiliki 3,7 juta hektar, BUMN 616.575 hektar dan perkebunan swasta

Lebih terperinci

Lampiran 1. Tingkat Partisipasi Petani Dalam Mengikuti Sekolah Lapang Pengelolaan Tanaman Terpadu No. Pertanyaan Sampel

Lampiran 1. Tingkat Partisipasi Petani Dalam Mengikuti Sekolah Lapang Pengelolaan Tanaman Terpadu No. Pertanyaan Sampel Lampiran 1. Tingkat Partisipasi Petani Dalam Mengikuti Sekolah Lapang Pengelolaan Tanaman Terpadu No Pertanyaan Sampel 1 2 3 4 5 6 7 8 9 1 Total Skor 1 3 3 2 3 3 3 3 3 3 3 29 2 3 3 2 3 3 3 3 2 3 3 28 3

Lebih terperinci

IV. ANALISIS KEBERHASILAN HUTAN RAKYAT DI KABUPATEN PURWAKARTA. Tingkat Keberhasilan Hutan Rakyat di Kabupaten Purwakarta

IV. ANALISIS KEBERHASILAN HUTAN RAKYAT DI KABUPATEN PURWAKARTA. Tingkat Keberhasilan Hutan Rakyat di Kabupaten Purwakarta IV. ANALISIS KEBERHASILAN HUTAN RAKYAT DI KABUPATEN PURWAKARTA Tingkat Keberhasilan Hutan Rakyat di Kabupaten Purwakarta Hasil penilaian yang dilakukan oleh Dinas Kehutanan dan Konservasi Sumber Daya Alam

Lebih terperinci

PEMBAHASAN Kebutuhan Tenaga Panen

PEMBAHASAN Kebutuhan Tenaga Panen PEMBAHASAN Kebutuhan Tenaga Panen Kebutuhan tenaga panen untuk satu seksi (kadvel) panen dapat direncanakan tiap harinya berdasarkan pengamatan taksasi buah sehari sebelum blok tersebut akan dipanen. Pengamatan

Lebih terperinci

V. HASIL DAN PEMBAHASAN. Petani cabai merah lahan pasir pantai di Desa Karangsewu berusia antara

V. HASIL DAN PEMBAHASAN. Petani cabai merah lahan pasir pantai di Desa Karangsewu berusia antara V. HASIL DAN PEMBAHASAN A. Identitas Petani 1. Umur Petani Petani cabai merah lahan pasir pantai di Desa Karangsewu berusia antara 30 sampai lebih dari 60 tahun. Umur petani berpengaruh langsung terhadap

Lebih terperinci

METODE MAGANG. Tempat dan Waktu

METODE MAGANG. Tempat dan Waktu METODE MAGANG Tempat dan Waktu Kegiatan magang dilaksanakan selama tiga bulan, yaitu dimulai dari tanggal 13 Februari 2012 sampai 12 Mei 2012 di Teluk Siak Estate (TSE) PT. Aneka Intipersada, Minamas Plantation,

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN. terbaik yang dapat membantu para manajer dalam mengelola organisasi perusahaan

BAB 1 PENDAHULUAN. terbaik yang dapat membantu para manajer dalam mengelola organisasi perusahaan BAB 1 PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Total Quality Management (TQM) merupakan filosofi dan praktik manajemen terbaik yang dapat membantu para manajer dalam mengelola organisasi perusahaan agar efektivitas

Lebih terperinci

INOVASI TEKNOLOGI KOMPOS PRODUK SAMPING KELAPA SAWIT

INOVASI TEKNOLOGI KOMPOS PRODUK SAMPING KELAPA SAWIT INOVASI TEKNOLOGI KOMPOS PRODUK SAMPING KELAPA SAWIT Lembaga Riset Perkebunan Indonesia Teknologi kompos dari tandan kosong sawit INOVASI TEKNOLOGI Tandan kosong sawit (TKS) merupakan limbah pada pabrik

Lebih terperinci

VI. ANALISIS BIAYA USAHA TANI PADI SAWAH METODE SRI DAN PADI KONVENSIONAL

VI. ANALISIS BIAYA USAHA TANI PADI SAWAH METODE SRI DAN PADI KONVENSIONAL VI. ANALISIS BIAYA USAHA TANI PADI SAWAH METODE SRI DAN PADI KONVENSIONAL Sistem Pertanian dengan menggunakan metode SRI di desa Jambenenggang dimulai sekitar tahun 2007. Kegiatan ini diawali dengan adanya

Lebih terperinci

Ciparay Kabupaten Bandung. Ketinggian tempat ±600 m diatas permukaan laut. dengan jenis tanah Inceptisol (Lampiran 1) dan tipe curah hujan D 3 menurut

Ciparay Kabupaten Bandung. Ketinggian tempat ±600 m diatas permukaan laut. dengan jenis tanah Inceptisol (Lampiran 1) dan tipe curah hujan D 3 menurut III. BAHAN DAN METODE 3.1 Tempat dan Waktu Percobaan Penelitian dilaksanakan di lahan sawah Sanggar Penelitian Latihan dan Pengembangan Pertanian (SPLPP) Fakultas Pertanian Universitas Padjajaran Unit

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. perusahaan. Unsur-unsur yang menjadi bagian pembentuk laba adalah pendapatan

BAB I PENDAHULUAN. perusahaan. Unsur-unsur yang menjadi bagian pembentuk laba adalah pendapatan BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Laba atau rugi sering dimanfaatkan sebagai ukuran untuk menilai prestasi perusahaan. Unsur-unsur yang menjadi bagian pembentuk laba adalah pendapatan dan biaya.

Lebih terperinci

PENGARUH FAKTOR-FAKTOR SOSIAL TERHADAP CURAHAN WAKTU KERJA KELOMPOK WANITA TANI PADI DI DESA BANJARAN KECAMATAN BANGSRI KABUPATEN JEPARA

PENGARUH FAKTOR-FAKTOR SOSIAL TERHADAP CURAHAN WAKTU KERJA KELOMPOK WANITA TANI PADI DI DESA BANJARAN KECAMATAN BANGSRI KABUPATEN JEPARA PENGARUH FAKTOR-FAKTOR SOSIAL TERHADAP CURAHAN WAKTU KERJA KELOMPOK WANITA TANI PADI DI DESA BANJARAN KECAMATAN BANGSRI KABUPATEN JEPARA Rosalina Berliani, Dyah Mardiningsih, Siwi Gayatri Program Studi

Lebih terperinci

PEMBAHASAN. Tabel 11. Rencana dan Realisasi Pemupukan Kebun Mentawak PT JAW Tahun 2007 dan 2008.

PEMBAHASAN. Tabel 11. Rencana dan Realisasi Pemupukan Kebun Mentawak PT JAW Tahun 2007 dan 2008. 51 PEMBAHASAN Produksi Pencapaian produksi tandan buah segar (TBS) Kebun Mentawak PT JAW dari tahun 2005 2007 (Tabel 2) mengalami peningkatan yang signifikan yaitu dari tahun 2005 ke 2006 ± 10 000 ton,

Lebih terperinci

Mungkur dan Gading Jaya. kebun Limau. PT Selapan Jaya, OKI ha ha, Musi Banyuasin. PT Hindoli, 2, kebun Belida dan Mesuji

Mungkur dan Gading Jaya. kebun Limau. PT Selapan Jaya, OKI ha ha, Musi Banyuasin. PT Hindoli, 2, kebun Belida dan Mesuji Tabel 13 Perbandingan Karakteristik Kebun Kelapa Sawit Inti dan Plasma Contoh di Sumatera Selatan Tahun 2002 No Karakteristik Betung Barat 1 Nama lain IV Betung Talang Sawit Sungai Lengi II B Sule PT Aek

Lebih terperinci

VII. FAKTOR-FAKTOR DOMINAN BERPENGARUH TERHADAP MUTU

VII. FAKTOR-FAKTOR DOMINAN BERPENGARUH TERHADAP MUTU VII. FAKTOR-FAKTOR DOMINAN BERPENGARUH TERHADAP MUTU Faktor-faktor dominan yang mempengaruhi mutu komoditas dan produk sawit ditentukan berdasarkan urutan rantai pasok dan produk yang dihasilkan. Faktor-faktor

Lebih terperinci

VI. ANALISIS USAHATANI DAN EFEKTIVITAS KELEMBAGAAN KELOMPOK TANI

VI. ANALISIS USAHATANI DAN EFEKTIVITAS KELEMBAGAAN KELOMPOK TANI VI. ANALISIS USAHATANI DAN EFEKTIVITAS KELEMBAGAAN KELOMPOK TANI 6.1. Proses Budidaya Ganyong Ganyong ini merupakan tanaman berimpang yang biasa ditanam oleh petani dalam skala terbatas. Umbinya merupakan

Lebih terperinci

Proses Pengolahan CPO (Crude Palm Oil) Minyak Kelapa Sawit

Proses Pengolahan CPO (Crude Palm Oil) Minyak Kelapa Sawit Proses Pengolahan CPO (Crude Palm Oil) Minyak Kelapa Sawit 1. LOADING RAMP Setelah buah disortir pihak sortasi, buah dimasukkan kedalam ramp cage yang berada diatas rel lori. Ramp cage mempunyai 30 pintu

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. dihasilkan oleh perusahaan. Bahan baku suatu perusahaan industri dapat

BAB I PENDAHULUAN. dihasilkan oleh perusahaan. Bahan baku suatu perusahaan industri dapat BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Bahan baku yang berkualitas akan meningkatkan kualitas dari produk yang dihasilkan oleh perusahaan. Bahan baku suatu perusahaan industri dapat bervariasi dari satu

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. yang cerah dimasa mendatang. Potensi tersebut terletak pada beragam. nonpangan. Dalam perekonomian Indonesia komoditas kelapa sawit

I. PENDAHULUAN. yang cerah dimasa mendatang. Potensi tersebut terletak pada beragam. nonpangan. Dalam perekonomian Indonesia komoditas kelapa sawit 1 I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Minyak sawit merupakan produk perkebunan yang memiliki prospek yang cerah dimasa mendatang. Potensi tersebut terletak pada beragam kegunaan minyak kelapa sawit. Minyak

Lebih terperinci

LAPORAN TUGAS AKHIR. BUDIDAYA DAN PENGOLAHAN KELAPA SAWIT (Elaeis guineensis Jacq.) DI PT. BAKRIE PASAMAN PLANTATIONS - PASAMAN SUMATRA BARAT

LAPORAN TUGAS AKHIR. BUDIDAYA DAN PENGOLAHAN KELAPA SAWIT (Elaeis guineensis Jacq.) DI PT. BAKRIE PASAMAN PLANTATIONS - PASAMAN SUMATRA BARAT i LAPORAN TUGAS AKHIR BUDIDAYA DAN PENGOLAHAN KELAPA SAWIT (Elaeis guineensis Jacq.) DI PT. BAKRIE PASAMAN PLANTATIONS - PASAMAN SUMATRA BARAT Disusun oleh : DEDE SARFAWI HARAHAP NBP. 0801111021 Telah

Lebih terperinci

SISTEM INFORMASI BIAYA POKOK UNTUK MEMPRODUKSI CPO DI PKS TANAH PUTIH. Oleh AHMAD FAUZI LUBIS 07 118 039

SISTEM INFORMASI BIAYA POKOK UNTUK MEMPRODUKSI CPO DI PKS TANAH PUTIH. Oleh AHMAD FAUZI LUBIS 07 118 039 SISTEM INFORMASI BIAYA POKOK UNTUK MEMPRODUKSI CPO DI PKS TANAH PUTIH Oleh AHMAD FAUZI LUBIS 07 118 039 FAKULTAS TEKNOLOGI PERTANIAN UNIVERSITAS ANDALAS PADANG 2011 SISTEM INFORMASI BIAYA POKOK UNTUK MEMPRODUKSI

Lebih terperinci

Produktivitas Optimal PENDAHULUAN 13/07/2017 PT PADASA ENAM UTAMA. Bahan Tanaman. Manajemen Kebun. Oleh: Lambok Siahaan.

Produktivitas Optimal PENDAHULUAN 13/07/2017 PT PADASA ENAM UTAMA. Bahan Tanaman. Manajemen Kebun. Oleh: Lambok Siahaan. IMPLEMENTASI BEST MANAGEMENT PRACTICES (BMP) MELALUI PEMELIHARAAN KESEHATAN TANAH SEBAGAI BAGIAN DARI PENGELOLAAN PERKEBUNAN KELAPA SAWIT BERKELANJUTAN Oleh: Lambok Siahaan PT PADASA ENAM UTAMA PENDAHULUAN

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Pentingnya sektor pertanian dalam perekonomian Indonesia dilihat dari aspek kontribusinya terhadap PDB, penyediaan lapangan kerja, penyediaan penganekaragaman menu makanan,

Lebih terperinci

PERKIRAAN BIAYA PEMBUKAAN LAHAN PER HEKTAR

PERKIRAAN BIAYA PEMBUKAAN LAHAN PER HEKTAR PERKIRAAN PEMBUKAAN LAHAN PER HEKTAR PEKERJAAN HK URIAN VOLUME 1. Lahan Bekas Hutan : Survey dan Blocking (Manual) 3 Peralatan, Bahan dll (PO) Babat - Imas (Manual) 1 o Excavator 6 JK 25, 1,5, 25 1,5,

Lebih terperinci

PENGUKURAN DAN ANALISA PRODUKTIVITAS DENGAN MENGGUNAKAN METODE OBJECTIVE MATRIX (OMAX) DI PTPN IV UNIT USAHA SAWIT LANGKAT

PENGUKURAN DAN ANALISA PRODUKTIVITAS DENGAN MENGGUNAKAN METODE OBJECTIVE MATRIX (OMAX) DI PTPN IV UNIT USAHA SAWIT LANGKAT PENGUKURAN DAN ANALISA PRODUKTIVITAS DENGAN MENGGUNAKAN METODE OBJECTIVE MATRIX (OMAX) DI PTPN IV UNIT USAHA SAWIT LANGKAT TUGAS SARJANA Diajukan Untuk Memenuhi Sebagian Dari Syarat-Syarat Memperoleh Gelar

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. Pembangunan sektor pertanian khususnya subsektor perkebunan merupakan

I. PENDAHULUAN. Pembangunan sektor pertanian khususnya subsektor perkebunan merupakan 1 I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Pembangunan sektor pertanian khususnya subsektor perkebunan merupakan bagian dari pembangunan nasional. Secara umum posisi sektor perkebunan dalam perekonomian nasional

Lebih terperinci

BAB II GAMBARAN UMUM PERUSAHAAN

BAB II GAMBARAN UMUM PERUSAHAAN BAB II GAMBARAN UMUM PERUSAHAAN 2.1. Sejarah Perusahaan PT. Socfin Indonesia telah berdiri sejak tahun 1930 dengan nama Socfindo Medan SA (Societe Financiere Des Caulthous Medan Societe Anoyme) didirikan

Lebih terperinci

VII ANALISIS PENDAPATAN USAHATANI PADI SEHAT

VII ANALISIS PENDAPATAN USAHATANI PADI SEHAT VII ANALISIS PENDAPATAN USAHATANI PADI SEHAT 7.1. Penerimaan Usahatani Padi Sehat Penerimaan usahatani padi sehat terdiri dari penerimaan tunai dan penerimaan diperhitungkan. Penerimaan tunai adalah penerimaan

Lebih terperinci

BAB VI ANALISIS PRODUKSI USAHATANI BELIMBING DEWA DI KELAPA DUA

BAB VI ANALISIS PRODUKSI USAHATANI BELIMBING DEWA DI KELAPA DUA BAB VI ANALISIS PRODUKSI USAHATANI BELIMBING DEWA DI KELAPA DUA 6.1. Analisis Fungsi Produksi Model fungsi produksi yang digunakan adalah model fungsi Cobb- Douglas. Faktor-faktor produksi yang diduga

Lebih terperinci

BAB IV GAMBARAN UMUM PERUSAHAAN. berlokasi di Desa Pagaran Tapah Darussalam Kec. Pagaran Tapah Darussalam

BAB IV GAMBARAN UMUM PERUSAHAAN. berlokasi di Desa Pagaran Tapah Darussalam Kec. Pagaran Tapah Darussalam BAB IV GAMBARAN UMUM PERUSAHAAN 1. Sejarah Singkat Perusahaan PT. Perkebunan Nusantara V Kebun Sei-Rokan didirikan pada tahun 1979, berlokasi di Desa Pagaran Tapah Darussalam Kec. Pagaran Tapah Darussalam

Lebih terperinci

KAJIAN JUMLAH TANDAN BUAH SEGAR DAN GRADING DI PT. SAWIT SUKSES SEJAHTERA KECAMATAN MUARA ANCALONG KABUPATEN KUTAI TIMUR PROPINSI KALIMANTAN TIMUR

KAJIAN JUMLAH TANDAN BUAH SEGAR DAN GRADING DI PT. SAWIT SUKSES SEJAHTERA KECAMATAN MUARA ANCALONG KABUPATEN KUTAI TIMUR PROPINSI KALIMANTAN TIMUR KAJIAN JUMLAH TANDAN BUAH SEGAR DAN GRADING DI PT. SAWIT SUKSES SEJAHTERA KECAMATAN MUARA ANCALONG KABUPATEN KUTAI TIMUR PROPINSI KALIMANTAN TIMUR Oleh : BAYU SUGARA NIM. 110500079 PROGRAM STUDI BUDIDAYA

Lebih terperinci

VI. ANALISIS EFISIENSI PRODUKSI PADI SAWAH VARIETAS CIHERANG DI GAPOKTAN TANI BERSAMA

VI. ANALISIS EFISIENSI PRODUKSI PADI SAWAH VARIETAS CIHERANG DI GAPOKTAN TANI BERSAMA VI. ANALISIS EFISIENSI PRODUKSI PADI SAWAH VARIETAS CIHERANG DI GAPOKTAN TANI BERSAMA 6.1 Analisis Fungsi produksi Padi Sawah Varietas Ciherang Analisis dalam kegiatan produksi padi sawah varietas ciherang

Lebih terperinci

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Panen Kelapa sawit Panen merupakan suatu kegiatan memotong tandan buah yang sudah matang, kemudian mengutip tandan dan memungut brondolan, dan mengangkutnya dari pohon ke tempat

Lebih terperinci