BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN Gambaran Umum Rumah Sakit Khusus Daerah (RSKD)

Ukuran: px
Mulai penontonan dengan halaman:

Download "BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN Gambaran Umum Rumah Sakit Khusus Daerah (RSKD)"

Transkripsi

1 BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN 4.1. Setting Penelitian Gambaran Umum Rumah Sakit Khusus Daerah (RSKD) Provinsi Maluku Rumah Sakit Jiwa Ambon di mulai tahun anggaran 1981/1982 Rumah Sakit Jiwa Pusat Ambon mulai beroperasi berdasarkan surat Keputusan Kakanwil Depkes Provmal Nomor : 874 / Kanwil / TU / II / 1985 tanggal 14 September 1985 dan di resmikan 12 Oktober 1990 oleh Menteri Kesehatan RI oleh Bapak Dr. Adhyatma,MPH. Pada tahun 2001 Rumah Sakit Jiwa Pusat Ambon diserahkan dari pemerintah Pusat dan menjadi UPT Dinas Dinas Kesehatan Provinsi maluku sebagai pusat rujukan kesehatan jiwa di Provinsi Maluku. Dan sesuai dengan Peraturan Daerah Provinsi Maluku Nomor : 04 tahun 2007 tentang pembentukan organisasi dan Tata Kerja Lembaga Teknis Daerah Provinsi Maluku maka Rumah Sakit Jiwa Provinsi Maluku diganti menjadi Rumah Sakit Khusus Daerah (RSKD) dan terletak di Jalan Laksdya Leo Wattimena dengan luas m². [46]

2 Gambar I. Rumah Sakit Khusus Daerah Provinsi Maluku. Rumah sakit Khusus Daerah (RSKD) Provinsi Maluku merupakan rumah sakit tipe B. Rumah Sakit Khusus Daerah Provinsi Maluku merupakan satu satunya fasilitas kesehatan jiwa di Provinsi Maluku yang berupaya mengadakan pelayanan kesehatan jiwa kepada masyarakat melalui upaya upaya promotif, preventif, kuratif, dan rehabilitatif. Pelayanan kesehatan di RSKD Provinsi Maluku yang dilakukan perawat sesuai dengan jam jaga atau shift. Shift pagi mulainya [47]

3 14.00 WIT, shift siang WIT dan shift malam WIT. Kegiatan setiap hari pemberian obat sesuai anjuran dokter, Terapi Aktivitas Kelompok (hanya terlihat selama ada mahasiswa praktik), visiting dokter setiap hari disetiap ruangan, Pendidikan Kesehatan (PenKes) (Hanya terlihat pada saat mahasiswa praktik) Gambaran Umum Informan Informan 1 Nama Umur : Tn.S : 26 Tahun Jenis Kelamin : Laki-laki Pendidikan Masa Kerja Ruang : D3 Keperawatan : 5 tahun : Asoka Informan 2 Nama Umur : Tn.R : 38 Tahun Jenis Kelamin : Laki-laki Pendidikan Masa Kerja Ruang : S1 Keperawatan : 13 tahun : Asoka [48]

4 Informan 3 Nama Umur :Ny.R.N : 33 Tahun Jenis Kelamin : Perempuan Pendidikan Masa Kerja Ruang : S1 Keperawatan : 11 tahun : Anggrek Informan 4 Nama Umur : Ny. D.P : 47 Tahun Jenis Kelamin : Perempuan Pendidikan Masa Kerja Ruang : S1 Keperawatan : 25 tahun : Anggrek 4.2. Analisis Data Penerapan Strategi Komunikasi Terapeutik Informan 1 (P1) Pada P1 mengatakan bahwa sebelum melakukan komunikasi terapeutik dilakukan BHSP kepada pasien gangguan jiwa walaupun disertai dengan konsumsi obat tetapi hal yang paling utama adalah BHSP. [49]

5 Bukan pasien HDR saja semua pasien katong butuh katong punya kesiapan diri artinya bagaimana metode pendekatan katong punya ikatan dengan dong. Pertama kan yah BHSP yang menjadi sasaran utama katong pasien jiwa karna pasien jiwa kebanyakan obat bukan salah satu untuk menyembuhkan dong tapi bagaimana katong pung cara bina hubungan dengan dong. Katong seng akan dapat kepercayaan sehingga dong bisa mengikuti apa yang katong mau begitu kalau katong BHSP dengan dong dengan baik maka apa yang katong mau capai dan sasaran yang perlu katong capai dong selalu kendala menurut dong. (P1) P1 mengatakan bahwa penerapan komunikasi terapeutik dilakukan walaupun tidak menggunakan Bahasa Indonesia yang benar karena tujuan komunikasi terapeutik adalah terbinanya hubungan saling percaya (BHSP). "Jadi komunikasi terapeutik untuk katong memang katong walaupun tidak menggunakan komunikasi terapeutik tidak menggunakan Bahasa Indonesia yang bagus artinya dong pasti memahami katong pung bicara tapi sasarannya tetap katong ee komunikasi terapeutik tujuannya untuk katong bina hubungan dengan dong bina hubungan saling percaya dengan pasien itu tapi tandanya kalau komunikasi terapeutik itu katong bikin penerapan apa yang perlu katong terapkan walaupun dengan Bahasa sederhana yang mudah dong mengerti seperti itu kalau yang komunikasi biasa-biasa ini mungkin katong dong berbuat ini, bikin ini tapi sasaran [50]

6 komunikasi terapeutik katong buat for dong walaupun dengan Bahasa sederhana tapi mempunyai waktu sama dengan penerapan SP. (P1) Namun P1 juga merasa kendala dalam penerapan komunikasi terapeutik yaitu jumlah perawat jiwa yang lebih sedikit daripada perawat umum. kalau katong di RSKD ini memang kendala karna katong juga perawat satu berbanding sekian banyak katong punya kendalanya seperti itu sehingga kalau katong mau penerapan komunikasi deng pasienpasien, seng disini kan dengan berbagai macam pasien mulai dari yaa paling tingkat terkecil gangguan konsep diri sampai ke waham sampai ke segala macam bentuk disini jadi katong penerapannya mungkin masih kurang karena terkendala dari tenaga sendri katong disini. (P1) Dari keterangan P1 disimpulkan bahwa BHSP sangat penting sebelum dilakukannya komunikasi terapeutik pada pasien HDR maupun pasien gangguan jiwa lainnya. Namun P1 juga merasakan adanya kendala dalam penerapannya karena kurangnya perawat jiwa di RSKD Provinsi Maluku. [51]

7 Informan 2 (P2) P2 mengatakan bahwa penerapan komunikasi terapeutik masih kurang diterapkan dengan maksimal oleh perawat-perawat di ruangan. Kalau saya mau bilang dalam komunikasi terapeutik memang rata-rata teman-teman saya belum mendukung itu belum menerapkan secara sempurna secara maksimal katakanlah seperti itu karena memang terkadang memang, saya tetap akan memberikan contoh itu, memberikan pendidikan kepada teman-teman cuma dalam pelaksanaan memang terkadang keluar dari konteks itu walaupun tujuannya ada tapi komunikasi terapeutik tetap berjalan dengan baik. Nah kalau saya bilang kurang ya kurang. (P2) Dari pernyataan P2 ini disimpulkan bahwa penerapan yang dilakukan masih belum maksimal karena masih belum didukung oleh perawat jiwa lainnya Informan 3 (P3) Pertama-tama ya itu komunikasi terapeutik, bina hubungan saling percaya maksudnya awalnya sih memang kadang-kadang pasien belum mau tapi lama kelamaan juga mau Cuma katong punya teknik disini katong bilang mau pulang tidak kalau mau pulang kita harus berbagi, kita harus tahu masalah masingmasing supaya mungkin kita bisa bantu gitu. Nah itu [52]

8 teknik yang disini kalau nda begitu kan pasien nda mau bicara, mau pulang tidak. Pasien itu kan kemungkinan pengen pulang semua nda ada yang mau tinggal dirumah sakit itu kuncinya itu. (P3) P3 menyatakan bahwa awal dari komunikasi terapeutik adalah membina hubungan saling percaya dengan pasien walaupun dengan waktu yang lama. Penerapan yang dilakukan P3 juga menggunakan teknik berbeda yaitu memberikan suatu stimulus katakata seperti membuat pasien menjadi takut. Namun P3 juga memberikan motivasi pada pasien jiwa tergantung masalah yang dihadapi pasien. Banyak hal. Iya itu tergantung kan. Motivasi katong berikan itu tergantung masalah yang dihadapi pasien contohnya pasien masuk dengan HDR itu masalahnya contoh ditinggal suami, katong kasi motivasi mengenai rumah tangga atau mengenai kehidupan kedepan bahwa belum tentu bercerai dengan suami semuanya menjadi hambar atau bagaimana pokoknya berikan motivasi tergantung masalah yang dihadapi pasien. (P3) Jadi dapat disimpulkan bahwa penerapan komunikasi terapeutik belum maksimal dilakukan P3 walaupun sudah terbina hubungan saling percaya dan teknik yang digunakan P3 sesuai dengan teori [53]

9 komunikasi terapeutik atau tidak sesuai dengan tahap-tahap komunikasi terapeutik namun tetap diberikan motivasi kepada pasien Informan 4 (P4) Awal P4 melakukan komunikasi terapeutik adalah membina hubungan saling percaya karena ketika pasien percaya maka komunikasi dapat terjadi. yang pertama dilakukan perawat itu dia harus bisa membangun hubungan saling percaya dulu, kalau hubungan saling percaya itu ada lalu dia bisa melakukan pendekatan yang baik dengan pasien, menimbulkan rasa percaya diri bagi pasien, rasa percaya baik dari pasien ke perawat pasti komunikasi bisa jalan. (P4) P4 mengatakan bahwa komunikasi terapeutik maupun SP 1-2 itu terjadi ketika ada mahasiswa praktek. Terkadang beta mau jujur buat ai, kadang komunikasi itu ada, peran SP 1-2 itu ada ketika ada mahasiswa yang dating praktek sehingga tidak benarbenhar jalan, semua kegiatan itu akan jalan ketika ada siswa praktek. (P4) Namun P4 juga mengatakan bahwa masih ada satu atau dua perawat yang melakukan komunikasi terapeutik pada pasien HDR walaupun masih banyak perawat lain yang melakukan [54]

10 komunikasi terapeutik karena adanya mahasiswa praktek dan lainnya. Iya. Tapi ada sih satu-satu perawat yang mau tapi yang lebih rutin dan intens itu jika ada mahasiswa praktek. (P4) Jadi dapat disimpulkan dari pernyataan P4 bahwa ketika BHSP dengan pasien HDR telah terjadi maka komunikasi dapat dilakukan dengan lancar namun komunikasi terapeutik dapat diterapkan secara rutin hanya jika terdapat mahasiswa praktek oleh karena itu penerapan komunikasi terapeutik belum efisien Penerapan Strategi Pelaksanaan (SP 1-2) Informan 1 (P1) Pada P1 menjelaskan bahwa SP 1-2 ini sudah dilakukan dalam aktivitas sehari-hari pasien sehingga tidak perlu lagi dilakukan SP. Kegiatan sehari-hari seperti kegiatan ibadah dan jika dilakukannya Terapi Aktivitas Kelompok (TAK). seng kalau katong kan untuk perawat diruangan itu kebanyakan seng perlu untuk [55]

11 menjalankan SP tapikan SP itu sudah tertuang dalam katong kegiatan sehari-hari sehingga katong seng perlu harus datang dengan format SP untuk katong laksanakan katong perawat Cuma hanya butuh katong cara strategi bagaimana supaya katong bisa merangkul orang-orang HDR itu saja. (P1) Kebanyakan sih katong banyak disini punya strategi harus melibatkan dong dalam katong punya TAK atau katong punya kegiatan ibadahibadah sehingga katong motivasi dong untuk bagaimana cara ini dia dengan teman-teman kalau dengan TAK dia bergaul dengan temanteman artinya katong libatkan dia dalam semua kegiatan yang berhubungan dengan dia punya kegiatan-kegiatan di jiwa. (P1) Disimpulkan bahwa penerapan SP 1-2 belum efisien karena perawat tidak melakukan sesuai tahapannya seperti perawat yang tidak melakukan identifikasi kemampuan positif yang dapat dilakukan maupun yang belum dapat dilakukan pasien namun langsung mengikutsertakan pasien dalam kegiatankegiatan mahasiswa praktek maupun kegiatan yang sudah ada di RSKD tersebut serta tidak ada evaluasi atau Rencana Tindak Lanjut (RTL) kepada pasien. Kurangnya pemahaman yang [56]

12 tepat dari perawat yang menyamakan antara kegiatan sehari-hari dengan kegiatan SP 1-2 yang harus dilakukan perawat Informan 2 (P2) P2 sudah cukup memahami SP 1-2 dengan yang dikatakan yaitu menanyakan kemampuan pasien, menilai kemampuannya, melatih pasien HDR, kemudian memilih kemampuan yang lain yang dapat dilakukan pasien serta adanya dukungan/motivasi dari P2. Salah satu motivasinya adalah kita menggali ke pasien itu sendiri jadi bukan kita yang menentukan misalkan kita menanyakan dia masih bisa menyapu atau tidak, masih bisa cuci piring tidak, masih bisa cuci pakaian tidak, merapikan tempat tidur tidak, kalau dia bilang masih bisa itulah kemampuan positif yang masih dia miliki dengan begitu kita akan memberikan support bahwa dia masih berguna tidak seperti yang pikirkan jadi kegiatan-kegiatan langsung untuk pasien HDR memang langsung kita terapkan, kita sering mengajak dia merapikan tempat tidurnya sendiri. (P2) Kalau kita melihat kesembuhan itu bahwa dia tidak HDR lagi kepercayaan dirinya mulai ada walaupun masih dalam proses itu biasanya pasien itu sudah mampu untuk bercerita, [57]

13 bergabung dengan teman-temannya. Perkembangan itulah yang kita lihat kalau dia sudah mampu mulai hallo apakabar, selamat pagi, mampu menjawab itu ada peningkatan disitu. Terus dalam hal praktik latihan walaupun mungkin dia merapikan apa yang kita suruh dan belum maksimal itu juga ada penilaian tersendiri dan dikatakan sudah mulai berhasil, itu yang kita nilai. (P2) Namun kerjasama dalam tindakan SP 1-2 antara P2 dan perawat yang lain belum maksimal karena belum pahamnya perawat lain tentang tindakan keperawatan dan belum ada usaha dari P2 (kepala ruang) dalam berbagi pengetahuan maupun dalam memberikan contoh serta mengevaluasi apa yang dilakukan perawat tersebut sehingga ini dapat menjadi kendala penerapan SP 1-2 yang tidak maksimal. Kalau menurut saya memang masih ada beberapa yang kurang jadi tidak semua beta teman-teman perawat tahu langsung ini loh tindakannya tapi kalau misalkan disuru mereka bisa tapi untuk secara konsep mungkin dalam hal praktik mungkin masih ada beberapa yang kurang. (P2) [58]

14 Disimpulkan bahwa P2 sudah cukup efesien melaksanakan SP 1-2 namun harus tetap dievaluasi lagi kemampuan pasien HDR tersebut Informan 3 (P3) P3 mengatakan bahwa penerapan SP 1-2 sudah maksimal karena adanya perubahan pada pasien HDR yang sudah mengungkapkan kemampuan positifnya. kalau belum efektif kan belum tentu pasien mengungkapkan. (P3) Iya sama. Pokoknya tujuan kita yang pertama itu SP 1 pasien yang mampu mengungkapkan kemampuan positif. Kita tanyakan itu sesuai SP 1. (P3) P3 mengatakan adanya paksaan atau ajakan perawat pada pasien HDR. otomatis aktivitas menurun karena merasa seng bergunalah itu aja sih yang lebih ke HDR untuk kegiatan lain memang sih harus dipaksa atau perawat lebih aktif untuk mengajak kalau tidak ya tidak sama sekali. (P3) [59]

15 Disimpulkan bahwa P3 masih kurang maksimal dalam pelaksanaan SP 1-2 kepada pasien HDR karena tidak adanya evaluasi dari kemampuan yang telah diungkapkan pasien dan tidak adanya rencana tindak lanjut dari perawat serta adanya paksaan dari perawat yang tidak harus dilakukan Informan 4 (P4) P4 jelas mengatakan bahwa penerapan SP 1-2 terlaksana jika ada mahasiswa praktek, koas yang praktek namun ada satu atau dua perawat juga yang melakukan SP 1-2 sehingga ada perubahan pada pasien walaupun dengan disuruh. P4 juga mengatakan terjadi kekurangan perawat dalam menjalankan tugas dan fungsi perawat yaitu melakukan SP 1-2. sebenarnya itu tanggung jawab perawat sampai merasa bahwa tugas dan tanggung jawab dia sebagai perawat dalam membantu pasien dalam proses suatu kesembuhan saya rasa masalah seng ada tinggal bagaimana perawat itu dia bertanggung jawab, mungkin waktu atau perawat shift-nya kurang. Satu [60]

16 perawat itukan rasa-rasa di RSKD itu dia kalau dinas pagi bisa 2-3 orang kalau shift-shiftan itu dia Cuma 1 orang. Dalam satu ruangan itu sampe blasan orang kalau satu orang dia bisa layani 8 orang itu kan eh satu perawat dia bisa tangani sampe diatas 10 orang kan kadang imposible jadi mungkin dia terbatas karna ketenagaannya yang kurang, itu mungkin kendala karna dia lebih, kalau dia mau fokus dengan 1 pasien lalu yang lain, nah itu mungkin kendala yang kadang-kadang akang tidak jalan karna tenaga kerja yang kurang atau kadang perawat masa bodoh. Terkadang beta mau jujur buat ai, kadang komunikasi itu ada, peran SP 1-2 itu ada ketika ada mahasiswa yang datang praktek sehingga tidak benar-benar jalan, semua kegiatan itu akan jalan ketika ada siswa praktek. (P4) perubahan yang sangat signifikan ketika disuruh, kalau disuruh dia menyapu ya sapu, dia membersihkan tempat tidur ya dia merapikan, disuruh membantu misalnya mengambil makanan dan lain-lain itu pasti dia mampu untuk melakukan. Beta rasa itu perubahanperubahan yang nyata yang dilakukan meskipun masih disuruh tapi dia sudah bisa melakukan itu. Kadang kalau tidak disuruh juga kan dia Cuma diam, ada yang duduk senyum-senyum, ada perhatian ada yang bisa bersosialisasi kalau disuruh beta rasa lebih baik disuruh, ada perkembangan daripada dia duduk diam. (P4) Jadi kesimpulanya adalah penerapan SP 1-2 terlaksana jika ada mahasiswa praktek [61]

17 dan kurangnya perawat jiwa dalam setiap ruangan Uji Keabsahan Data Keabsahan data dilakuakn dengan menggunakan trianggulasi teknik yaitu dengan membandingkan hasil wawancara dengan hasil observasi Informan 1 (P1) Hasil Wawancara Pada hasil wawancara peneliti dengan P1 menunjukkan bahwa kurang adanya pemahaman pada penerapan SP 1-2 dengan kegiatan sehari-hari atau kegiatan TAK yang disamakan oleh P Hasil Observasi Dari hasil observasi peneliti menyatakan bahwa P1 tidak melakukan komunikasi terapeutik dan tidak ada penerapan SP 1-2 pada pasien HDR serta P1 hanya lebih banyak menyuruh pasien mengikuti kegiatan yang sebelumnya tidak ada kesempatan pasien untuk ikut serta didalamnya dengan volume suara yang keras. [62]

18 Informan 2 (P2) Hasil Wawancara Hasil wawancara dengan P2 menunjukkan bahwa sudah cukup paham dalam pelaksanaan SP 1-2 pada pasien HDR namun masih belum sepenuhnya didukung oleh perawat yang lain Hasil Observasi Dari hasil observasi di ruang asoka terhadap P2 menunjukkan bahwa penerapan SP 1-2 tidak ada dan tidak ada interaksi antara P2 dan pasien HDR. P2 juga tidak adanya evaluasi atau memberikan contoh pada teman perawat lain yang belum paham tentang penerapan SP 1-2 pada pasien HDR. P2 juga tidak ada kontrol atau evaluasi terhadap mahasiswa praktek yang melakukan SP 1-2 pada pasien HDR. P2 terlihat sering keluar ruangan ke ruangan lain tanpa keterangan yang jelas. Dan P2 tidak melakukan komunikasi terapeutik dengan pasien HDR. [63]

19 Informan 3 (P3) Hasil Wawancara Seperti pada analisa data P3 menunjukkan bahwa penerapan SP 1-2 sudah efisien karena adanya perubahan pada pasien HDR. P3 juga mengatakan bahwa perawat diruangan anggrek melakukan paksaan pada pasien HDR supaya pasien HDR dapat melakukan kegiatan yang ada Hasil Observasi Dari hasil observasi di ruang anggrek terhadap P3 menunjukkan bahwa penerapan SP masih belum terlaksana maksimal karena peneliti hanya dapat melihat penerapan SP 1 sedangkan SP 2 maupun RTL tidak dilakukan P3 sehingga tidak efektif dalam penyembuhan pasien HDR. P3 juga tidak adanya evaluasi atau memberikan contoh pada teman perawat lain yang belum paham tentang penerapan SP 1-2 pasien Harga Diri Rendah (HDR) serta P3 lebih berfokus pada pasien dengan diagnosa lain daripada pasien HDR. [64]

20 Informan 4 (P4) Hasil Wawancara Dari hasil wawancara P4 menunjukkan bahwa penerapan SP 1-2 terlaksana hanya jika ada mahasiswa praktek maupun koas. P4 juga menyatakan bahwa terjadi kendala dalam penerapan SP 1-2 karena kurangnya tenaga perawat jiwa Hasil Observasi Observasi peneliti terhadap P4 menunjukkan bahwa P4 merupakan salah satu perawat jiwa yang melakukan SP 1-2 dengan cukup maksimal namun P4 masih terlihat belum melakukan SP 2 dengan maksimal karena P4 terlihat menyuruh pasien HDR mengulangi kegiatan yang sudah mampu pasien lakukan jadi tidak terlihat usaha meningkatkan kemampuan pasien dengan kegiatan yang lain. P4 juga kurang adanya pengontrolan pada perawat lain yang tidak paham penerapan SP 1-2 pada pasien HDR. [65]

21 4.4. Pembahasan Penerapan Strategi Komunikasi Terapeutik Berdasarkan hasil wawancara dan observasi yang dilakukan menyatakan bahwa tidak maksimal atau tidak efisien penerapan komunikasi terapeutik disebabkan karena kurangnya pengetahuan atau tingkat pendidikan, kurangnya empati dari perawat, dan jumlah tenaga perawat jiwa yang kurang. Kurangnya pengetahuan (P1 dan P2) dapat mempengaruhi penerapan komunikasi terapeutik yang kurang berhasil seperti menurut Purwanto (2007), kemungkinan kurang berhasilnya komunikasi terapeutik perawat pada klien diantaranya dipengaruhi oleh kurangnya pengetahuan perawat dalam komunikasi terapeutik, sikap perawat, tingkat pendidikan, pengalaman, lingkungan, jumlah tenaga yang kurang dan lain-lain. Kurangnya pengetahuan perawat jiwa akan berdampak negatif pada kesembuhan pasien gangguan jiwa khususnya pasien HDR dan hal ini merupakan kendala/hambatan perawat. Peningkatan pengetahuan perawat dapat didukung oleh kegiatan rumah sakit yaitu memberikan pelatihan-pelatihan, seminar tentang pasien gangguan jiwa khususnya HDR maupun rumah sakit memberikan sekolah lanjut kepada perawat. Pengetahuan atau tingkat pendidikan perawat juga mempengaruhi kejelasan [66]

22 dalam menyampaikan informasi dan edukasi pada pasien maupun keluarga pasien. Oleh karena itu perawat dituntut untuk menguasai bidang keilmuan, teknik komunikasi, strategi komunikasi dan mampu memotivasi serta mempengaruhi pasien untuk menceritakan keluhan yang dirasakannya (Nasir, 2009). Selain kurangnya pengetahuan terdapat kurangnya empati dari perawat jiwa di ruang sub akut RSKD Provinsi Maluku dalam melakukan komunikasi terapeutik padahal rasa empati harus dimiliki seorang perawat dalam menerapkan komunikasi terapeutik seperti yang dikatakan Townsend (2005) bahwa manfaat dari empati adalah agar perawat dapat membantu klien untuk mengidentifikasi, mengeksplorasi perasaan yang telah dipendam. Supaya klien menyadari bahwa ia benar-benar dipahami dan diterima oleh orang lain, serta meningkatkan harga diri klien khususnya klien dengan masalah gangguan jiwa, sikap empati telah menjadi bagian dalam setiap tindakan yang seharusnya dilakukan oleh perawat. Jumlah tenaga perawat jiwa juga sangat berpengaruhi pada penerapan komunikasi terapeutik. Jumlah perawat yang kurang dalam melakukan komunikasi terapeutik yang lebih sedikit dibandingkan banyaknya pasien sehingga kesulitan perawat karena satu perawat tidak dapat mengelolah banyak [67]

23 pasien. Sehingga dibutuhkan perhatian khusus pada bagian keperawatan dalam perhitungan jumlah perawat dengan jumlah pasien dalam setiap shift maupun ruangan serta system Rumah sakit tersebut. Gambar II. Tidak Ada Komunikasi Terapeutik Perawat Dengan Pasien Dan Tidak Ada Penerapan SP 1 2 Dari Perawat Penerapan Strategi Pelaksanaan (SP 1-2) Berdasarkan standar asuhan keperawatan, asuhan keperawatan harga diri rendah yang dilakukan yaitu SP 1-2. Tujuan tindakan keperawatan jiwa pada pasien harga diri rendah adalah pasien dapat mengidentifikasi kemampuan dan aspek positif yang dimiliki, pasien dapat menilai kemampuannya, pasien dapat memilih kegiatan sesuai dengan kemampuan, pasien dapat melakukan kegiatan yang sudah [68]

24 dilatih yang dipilih sesuai dengan kemampuannya, pasien dapat melakukan kegiatan yang sudah dilatih sesuai dengan kemampuan dan pasien dapat melakukan kegiatan yang lain sesuai dengan jadwal yang sudah ditentukan. Dari hasil wawancara dan observasi perawat menunjukkan bahwa belum maksimal/efisien dilakukannya SP 1-2 pada pasien HDR. Tidak terlaksana penerapan SP 1-2 dapat dipengaruhi oleh perawat maupun pasien. Perawat memiliki peran penting dalam penerapan SP 1-2 seperti yang dikatakan Doheny (1982) salah satu peran perawat yaitu perawat sebagai pemberi asuhan keperawatan. Pemahaman perawat menurut Stuart (2007), merupakan hal penting yang harus dimiliki perawat. Perawat harus mempunyai cukup pengetahuan tentang strategi pelaksanaan yang tersedia, tetapi informasi ini harus digunakan sebagai satu bagian dari pendekatan holistik pada asuhan keperawatan pada pasien. Asuhan keperawatan yang dimaksud adalah pemberian SP 1-2 kepada pasien HDR. Penerapan SP 1-2 tidak terlaksana dengan maksimal berarti peran perawat juga tidak maksimal, secara otomatis kesembuhan pasien sangat berpengaruh dan hal ini terjadi pada perawat jiwa di ruang sub akut RSKD Provinsi Maluku. Dalam penelitian juga terdapat sebagian besar perawat yang bertugas di ruang sub akut merupakan perawat D-III (pegawai [69]

25 tetap maupun honor) dan perawat umum sehingga tingkat pendidikan mempunyai pengaruh terhadap penerapan SP 1-2 pada pasien HDR. Edyana (2008) menyebutkan bahwa proses pendidikan merupakan suatu pengalaman yang berfungsi untuk mengembangkan kemampuan dan kualitas kepribadian seseorang, dimana semakin tinggi pendidikan maka akan semakin besar motivasinya untuk memanfaatkan pengetahuan dan ketrampilannya. Penerapan SP 1-2 tidak terlaksana juga karena kurang adanya kesadaran perawat jiwa bahwa penerapan SP 1-2 juga dapat dikatakan obat bagi pasien jiwa namun yang terjadi perawat jiwa hanya melakukannya jika terdapat mahasiswa praktek maupun koas sehingga proses penyembuhan pasien jiwa khususnya pasien HDR semakin lama dibandingkan pasien jiwa lain karena pasien HDR berbeda dengan pasien lain. [70]

26 Gambar III. Lokasi Penelitian [71]

Panduan Wawancara Pada Perawat

Panduan Wawancara Pada Perawat Lampiran 1 Panduan Wawancara Pada Perawat Nama perawat : Usia : Jenis kelamin : Masa kerja : Daftar Pertanyaan : 1. Menurut perawat apa pengertian pasien Harga Diri Rendah (HDR)? 2. Menurut perawat apa

Lebih terperinci

PENATALAKSANAAN PASIEN GANGGUAN JIWA DENGAN GANGGUAN KONSEP DIRI: HARGA DIRI RENDAH DI RUANG GATHOTKOCO RSJD Dr. AMINO GONDOHUTOMO SEMARANG.

PENATALAKSANAAN PASIEN GANGGUAN JIWA DENGAN GANGGUAN KONSEP DIRI: HARGA DIRI RENDAH DI RUANG GATHOTKOCO RSJD Dr. AMINO GONDOHUTOMO SEMARANG. PENATALAKSANAAN PASIEN GANGGUAN JIWA DENGAN GANGGUAN KONSEP DIRI: HARGA DIRI RENDAH DI RUANG GATHOTKOCO RSJD Dr. AMINO GONDOHUTOMO SEMARANG Oleh R.Purwasih 1), Y. Susilowati 2), 1) Alumni Akademi Keperawatan

Lebih terperinci

BAB IV ANALISIS DATA. A. Faktor-Faktor Penyebab Anak Terkena Epilepsi di Gubeng

BAB IV ANALISIS DATA. A. Faktor-Faktor Penyebab Anak Terkena Epilepsi di Gubeng BAB IV ANALISIS DATA A. Faktor-Faktor Penyebab Anak Terkena Epilepsi di Gubeng Klingsingan Surabaya Faktor penyebab klien terkena epilepsi terjadi karena faktor eksternal. Yaitu faktor yang terjadi bukan

Lebih terperinci

PROPOSAL KUNJUNGAN RUMAH (HOME VISITE)

PROPOSAL KUNJUNGAN RUMAH (HOME VISITE) 1 PROPOSAL KUNJUNGAN RUMAH (HOME VISITE) A. Identitas Klien Inisial Klien Usia Agama Pendidikan : Ny. F : 42 Tahun : Islam : SMA Nomor Register : 02. 14. 77 Masuk RSJSH : 27/03/2012 Nama Keluarga Alamat

Lebih terperinci

BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN

BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN 4.1 Setting Penelitian 4.1.1 Gambaran Umum Rumah Sakit Umum Daerah Ambarawa Rumah Sakit Umum Daerah Ambarawa Kabupaten Semarang yang berdiri sejak 1930 merupakan

Lebih terperinci

MODUL STRATEGI PELAKSANAAN PADA PASIEN DENGAN HALUSINASI DENGAR OLEH ANNISETYA ROBERTHA M. BATE

MODUL STRATEGI PELAKSANAAN PADA PASIEN DENGAN HALUSINASI DENGAR OLEH ANNISETYA ROBERTHA M. BATE Lampiran 8 MODUL STRATEGI PELAKSANAAN PADA PASIEN DENGAN HALUSINASI DENGAR OLEH ANNISETYA ROBERTHA M. BATE 2009.33.032 PROGRAM STUDI ILMU KEPERAWATAN FAKULTAS ILMU-ILMU KESEHATAN UNIVERSITAS ESA UNGGUL

Lebih terperinci

Koping individu tidak efektif

Koping individu tidak efektif LAPORAN PENDAHULUAN ISOLASI SOSIAL: MENARIK DIRI I. PROSES TERJADINYA MASALAH Isolasi social merupakan upaya klien untuk menghindari interaksi dengan orang lain, menghindari hubungan dengan orang lain

Lebih terperinci

BAB III TINJAUAN KASUS. Sakit Jiwa Daerah Dr.Aminogondhohutomo semarang, dengan. Skizofrenia berkelanjutan. Klien bernama Nn.S, Umur 25 tahun, jenis

BAB III TINJAUAN KASUS. Sakit Jiwa Daerah Dr.Aminogondhohutomo semarang, dengan. Skizofrenia berkelanjutan. Klien bernama Nn.S, Umur 25 tahun, jenis BAB III TINJAUAN KASUS A. Pengkajian I. Identitas Pasien Pengkajian dilakukan pada tanggal 5 Januari 2008 diruang II Rumah Sakit Jiwa Daerah Dr.Aminogondhohutomo semarang, dengan Skizofrenia berkelanjutan.

Lebih terperinci

FAKULTAS ILMU KEPERAWATAN UNIVERSITAS INDONESIA KEPERAWATAN KESEHATAN JIWA ANALISA PROSES INTERAKSI

FAKULTAS ILMU KEPERAWATAN UNIVERSITAS INDONESIA KEPERAWATAN KESEHATAN JIWA ANALISA PROSES INTERAKSI FAKULTAS ILMU KEPERAWATAN UNIVERSITAS INDONESIA KEPERAWATAN KESEHATAN JIWA ANALISA PROSES INTERAKSI Inisial Klien Nama Mahasiswa : Ny. S (69 tahun) : Sinta Dewi Status Interaksi M-K : Pertemuan, ke-2,

Lebih terperinci

KARAKTERISTIK INFORMAN

KARAKTERISTIK INFORMAN KARAKTERISTIK INFORMAN Komunikasi Efektif Dokter dan Pasien Dalam Upaya Keselamatan Pasien (patient Safety) di Ruang Rawat Inap Rumah Sakit Haji Medan Petunjuk Pengisian : Istilah pertanyaan dibawah ini

Lebih terperinci

BAB III ASUHAN KEPERAWATAN JIWA. PADA Sdr.W DENGAN HARGA DIRI RENDAH. DI RUANG X ( KRESNO ) RSJD Dr. AMINO GONDOHUTOMO SEMARANG. 1. Inisial : Sdr.

BAB III ASUHAN KEPERAWATAN JIWA. PADA Sdr.W DENGAN HARGA DIRI RENDAH. DI RUANG X ( KRESNO ) RSJD Dr. AMINO GONDOHUTOMO SEMARANG. 1. Inisial : Sdr. BAB III ASUHAN KEPERAWATAN JIWA PADA Sdr.W DENGAN HARGA DIRI RENDAH DI RUANG X ( KRESNO ) RSJD Dr. AMINO GONDOHUTOMO SEMARANG A. Identitas Pasien 1. Inisial : Sdr. W 2. Umur : 26 tahun 3. No.CM : 064601

Lebih terperinci

A. IDENTITAS INFORMAN (DOKTER) Nama : Umur : Tahun. Status kepegawaian : Pendidikan : Lama kerja : B. Pertanyaan

A. IDENTITAS INFORMAN (DOKTER) Nama : Umur : Tahun. Status kepegawaian : Pendidikan : Lama kerja : B. Pertanyaan 134 PEDOMAN WAWANCARA DETERMINAN KELENGKAPAN REKAM MEDIS RAWAT INAP DI RSUD BANGKINANG KABUPATEN KAMPAR RIAU TAHUN 2016 A. IDENTITAS INFORMAN (DOKTER) Nama : Umur : Tahun Status kepegawaian : PNS Non PNS

Lebih terperinci

BAB III TINJAUAN KASUS

BAB III TINJAUAN KASUS BAB III TINJAUAN KASUS A. Pengkajian I. Identitas Pasien Nama Umur Pendidikan Alamat Agama : Tn.G : 30 th : tamat SMA : Blora : Islam Tanggal masuk : 06/12/2009 Tgl pengkajian : 06/12/2009 No.cm : 06 80

Lebih terperinci

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN Gambaran Umum Lokasi Penelitian

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN Gambaran Umum Lokasi Penelitian BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1 Setting Penelitian 4.1.1 Gambaran Umum Lokasi Penelitian Lokasi penelitian yang diambil oleh peneliti adalah kota Ambon yang merupakan Provinsi Maluku. Peneliti melakukan

Lebih terperinci

STRATEGI PELAKSANAAN TINDAKAN KEPERAWATAN Masalah : Isolasi sosial Pertemuan : I (satu)

STRATEGI PELAKSANAAN TINDAKAN KEPERAWATAN Masalah : Isolasi sosial Pertemuan : I (satu) CONTOH KASUS Setiap lansia pada akhirnya akan mengalami penurunan fungsi organ, Hal ini timbul karena penyebab organik ataupun emosional (fungsional) dan yang menunjukkan gangguan kemampuan berpikir, bereakasi

Lebih terperinci

BAB III METODE PENELITIAN. digunakan untuk meneliti kondisi objek yang alamiah. Dengan. bermakna (Sugiyono, 2010). Penelitian kualitatif akan berfokus

BAB III METODE PENELITIAN. digunakan untuk meneliti kondisi objek yang alamiah. Dengan. bermakna (Sugiyono, 2010). Penelitian kualitatif akan berfokus BAB III METODE PENELITIAN 1.1 Tipe Penelitian Jenis peneltian yang digunakan peneliti adalah penelitian kualitatif. Metode kualitatif adalah metode penelitian yang digunakan untuk meneliti kondisi objek

Lebih terperinci

LAMPIRAN CATATAN PERKEMBANGAN Implementasi dan Evaluasi Keperawatan

LAMPIRAN CATATAN PERKEMBANGAN Implementasi dan Evaluasi Keperawatan LAMPIRAN CATATAN PERKEMBANGAN Implementasi dan Evaluasi Keperawatan Hari/Tanggal Diagnosa Keperawatan Implementasi Keperawatan Evaluasi (SOAP) Selasa, 18 Halusinasi 8. Mengidentifikasi jenis halusinasi

Lebih terperinci

INOVASI KEPERAWATAN KOMUNIKASI TERAPEUTIK PADA PASIEN KANKER DIRUANG SIRSAK RSUD CENGKARENG

INOVASI KEPERAWATAN KOMUNIKASI TERAPEUTIK PADA PASIEN KANKER DIRUANG SIRSAK RSUD CENGKARENG INOVASI KEPERAWATAN KOMUNIKASI TERAPEUTIK PADA PASIEN KANKER DIRUANG SIRSAK RSUD CENGKARENG A. Pengertian Komunikasi terapeutik adalah komunikasi yang dilakukan atau dirancang untuk tujuan terapi. Seorang

Lebih terperinci

ASUHAN KEPERAWATAN PADA Nn. L DENGAN GANGGUAN KONSEP DIRI: HARGA DIRI RENDAH DI RUANG SRIKANDI RUMAH SAKIT JIWA DAERAH SURAKARTA

ASUHAN KEPERAWATAN PADA Nn. L DENGAN GANGGUAN KONSEP DIRI: HARGA DIRI RENDAH DI RUANG SRIKANDI RUMAH SAKIT JIWA DAERAH SURAKARTA ASUHAN KEPERAWATAN PADA Nn. L DENGAN GANGGUAN KONSEP DIRI: HARGA DIRI RENDAH DI RUANG SRIKANDI RUMAH SAKIT JIWA DAERAH SURAKARTA KARYA TULIS ILMIAH Diajukan Sebagai Salah Satu Syarat Mendapatkan Gelar

Lebih terperinci

BAB III PENYAJIAN DATA. Dalam Proses Penyembuhan Kesehatan Mental Klien Rumah Sakit Jiwa Tampan

BAB III PENYAJIAN DATA. Dalam Proses Penyembuhan Kesehatan Mental Klien Rumah Sakit Jiwa Tampan BAB III PENYAJIAN DATA Pada bab III ini merupakan data yang disajikan berdasarkan hasil penelitian yang dilakukan di Rumah Sakit Jiwa Tampan Provinsi Riau. Penelitian ini dilakukan untuk mendapatkan data

Lebih terperinci

ASUHAN KEPERAWATAN PADA Sdr. D DENGAN GANGGUAN PERSEPSI SENSORI : HALUSINASI DI RUANG MAESPATI RUMAH SAKIT JIWA DAERAH SURAKARTA

ASUHAN KEPERAWATAN PADA Sdr. D DENGAN GANGGUAN PERSEPSI SENSORI : HALUSINASI DI RUANG MAESPATI RUMAH SAKIT JIWA DAERAH SURAKARTA ASUHAN KEPERAWATAN PADA Sdr. D DENGAN GANGGUAN PERSEPSI SENSORI : HALUSINASI DI RUANG MAESPATI RUMAH SAKIT JIWA DAERAH SURAKARTA NASKAH PUBLIKASI ILMIAH Disusun oleh : CAHYO FIRMAN TRISNO. S J 200 090

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. secara langsung terhadap sistem pendidikan dan pelayanan kepada masyarakat

BAB I PENDAHULUAN. secara langsung terhadap sistem pendidikan dan pelayanan kepada masyarakat BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Perubahan ilmu pengetahuan, teknologi dan globalisasi dunia berdampak secara langsung terhadap sistem pendidikan dan pelayanan kepada masyarakat termasuk pelayanan kesehatan.

Lebih terperinci

LAPORAN PENDAHULUAN STRATEGI PELAKSANAAN TINDAKAN KEPERAWATAN HARI KE 1

LAPORAN PENDAHULUAN STRATEGI PELAKSANAAN TINDAKAN KEPERAWATAN HARI KE 1 LAPORAN PENDAHULUAN STRATEGI PELAKSANAAN TINDAKAN KEPERAWATAN HARI KE 1 A. PROSES KEPERAWATAN 1. Kondisi klien: Mengkritik diri sendiri Perasaan tidak mampu Pandangan hidup yang pesimis Penurunan produktivitas

Lebih terperinci

Universitas Sumatera Utara. Universitas Sumatera Utara

Universitas Sumatera Utara. Universitas Sumatera Utara 86 Lampiran 1. Pedoman wawancara Pedoman wawancara saat penelitian Di Rumah Sakit Umum Bina Kasih Medan Daftar pertanyaan wawancara kepada keluarga pasien Data singkat informan Nama : Jenis Kelamin : Tanggal

Lebih terperinci

BAB III TINJAUAN KASUS. Rumah Sakit Jiwa Daerah Dr.Aminogondhohutomo Semarang, dengan

BAB III TINJAUAN KASUS. Rumah Sakit Jiwa Daerah Dr.Aminogondhohutomo Semarang, dengan BAB III TINJAUAN KASUS A. Pengkajian I. Identitas Pasien Pengkajian dilakukan pada tanggal 27 Desember 2008 diruang III Rumah Sakit Jiwa Daerah Dr.Aminogondhohutomo Semarang, dengan Skizofrenia paranoid.

Lebih terperinci

LAMPIRAN. Hubungan Komunikasi Terapeutik..., Wildan Akhmad A.Y, Fakultas Ilmu Kesehatan UMP, 2017

LAMPIRAN. Hubungan Komunikasi Terapeutik..., Wildan Akhmad A.Y, Fakultas Ilmu Kesehatan UMP, 2017 71 LAMPIRAN Hubungan Komunikasi Terapeutik..., Wildan Akhmad A.Y, Fakultas Ilmu Kesehatan UMP, 2017 SURAT PERMOHONAN MENJADI RESPONDEN Kepada Yth. Saudara/i... Di Tempat Dengan Hormat, Saya yang bertanda

Lebih terperinci

BAB III TINJAUAN KASUS. dr. Aminogondhohutomo, data diperoleh dari hasil wawancara dengan klien

BAB III TINJAUAN KASUS. dr. Aminogondhohutomo, data diperoleh dari hasil wawancara dengan klien BAB III TINJAUAN KASUS I. PENGKAJIAN Pengkajian dilakukan pada tanggal 22 Januari 2008 di ruang XII RSJD dr. Aminogondhohutomo, data diperoleh dari hasil wawancara dengan klien dan data dari catatan medik

Lebih terperinci

SKENARIO ROLE PLAY DISCHARGE PLANNING ( PERSIAPAN PASIEN PULANG )

SKENARIO ROLE PLAY DISCHARGE PLANNING ( PERSIAPAN PASIEN PULANG ) SKENARIO ROLE PLAY DISCHARGE PLANNING ( PERSIAPAN PASIEN PULANG ) Role : : Ismi Nikmatul Sita (1411020) Kepala Ruangan : Vinsa bayu (1411019) : Ayla Efyuwinta (1411016) Perawat P1 : Siti Rodiyah (1411027)

Lebih terperinci

PROPOSAL KUNJUNGAN RUMAH (HOME VISIT) PADA KELUARGA NY. A DENGAN RISIKO PERILAKU KEKERASAN HARGA DIRI RENDAH DAN WAHAM CURIGA

PROPOSAL KUNJUNGAN RUMAH (HOME VISIT) PADA KELUARGA NY. A DENGAN RISIKO PERILAKU KEKERASAN HARGA DIRI RENDAH DAN WAHAM CURIGA PROPOSAL KUNJUNGAN RUMAH (HOME VISIT) PADA KELUARGA NY. A DENGAN RISIKO PERILAKU KEKERASAN HARGA DIRI RENDAH DAN WAHAM CURIGA Disusun Oleh: DESI SUCI ANGRAENI SRI WAHYUNINGSIH PROGRAM STUDI ILMU KEPERAWATAN

Lebih terperinci

BAB III TINJAUAN KASUS. 1. Pengkajian dilakukan pada tanggal di Ruang ketergantungan

BAB III TINJAUAN KASUS. 1. Pengkajian dilakukan pada tanggal di Ruang ketergantungan BAB III TINJAUAN KASUS A. Pengkajian 1. Pengkajian dilakukan pada tanggal 18-12-2008 di Ruang ketergantungan obat Rumah Sakit Jiwa Daerah Dr. Amino Gondho Hutomo Semarang, dengan diagnosa medis skizofrenia

Lebih terperinci

BAB V SIMPULAN DAN SARAN

BAB V SIMPULAN DAN SARAN 2 BAB V SIMPULAN DAN SARAN 5.1 SIMPULAN Dari hasil penelitan dan pembahasan dapat disimpulkan bahwa riset partisipan 1 sampai 4 ketika melakukan kontrol rutin di poliklinik rumah sakit jiwa Amino Gondohutomo-Semarang

Lebih terperinci

STRATEGI PELAKSANAAN (SP) TINDAKAN KEPERAWATAN KLIEN DENGAN RESIKO TINGGI KEKERASAN

STRATEGI PELAKSANAAN (SP) TINDAKAN KEPERAWATAN KLIEN DENGAN RESIKO TINGGI KEKERASAN SP 1 Resiko Perilaku Kekerasan STRATEGI PELAKSANAAN (SP) TINDAKAN KEPERAWATAN KLIEN DENGAN RESIKO TINGGI KEKERASAN Pertemuan... Hari, TGL :... A. Proses Keperawatan 1. Kondisi Klien : a. Data Subjektif

Lebih terperinci

BAB III METODE PENELITIAN. menggambarkan lebih jauh mengenai proses strategi komunikasi

BAB III METODE PENELITIAN. menggambarkan lebih jauh mengenai proses strategi komunikasi BAB III METODE PENELITIAN 3.1. Tipe penelitian Tipe penelitian yang digunakan dalam penelitian ini adalah pendekatan kualitatif dengan jenis penelitian deskriptif untuk menggambarkan lebih jauh mengenai

Lebih terperinci

Pedoman Wawancara Proses Komunikasi Antarpribadi Efektif Pegawai P2TP2A Kabupaten Serdang Bedagai dengan Anak Korban Kekerasan Seksual

Pedoman Wawancara Proses Komunikasi Antarpribadi Efektif Pegawai P2TP2A Kabupaten Serdang Bedagai dengan Anak Korban Kekerasan Seksual 85 Pedoman Wawancara Proses Komunikasi Antarpribadi Efektif Pegawai P2TP2A Kabupaten Serdang Bedagai dengan Anak Korban Kekerasan Seksual Tujuan Penelitian: 1. Untuk mengetahui proses komunikasi antarpribadi

Lebih terperinci

Universitas Sumatera Utara

Universitas Sumatera Utara INFORMAN 1 Karakteristik pasien 1. Nama : ST 2. Alamat : Dusun Ujung Teran 3. Usia : 31 tahun 4. Jenis kelamin : Laki-laki 5. Suku : Batak 6. Pendidikan : SMA 7. Pendapatan : 2.000.000/bulan 8. Masa perawatan

Lebih terperinci

BAB IV PEMBAHASAN DAN KESIMPULAN

BAB IV PEMBAHASAN DAN KESIMPULAN BAB IV PEMBAHASAN DAN KESIMPULAN A. Pembahasan Dalam bab ini akan dibahas mengenai kesenjangan yang penulis dapatkan antara konsep dasar teori dan kasus nyata Sdr. D diruang Dewa Ruci RSJD Amino Gondohutomo

Lebih terperinci

BAB III RESUME KEPERAWATAN. Pengkajian dilaksanakan pada tanggal 3 Desember Paranoid, No Register

BAB III RESUME KEPERAWATAN. Pengkajian dilaksanakan pada tanggal 3 Desember Paranoid, No Register 14 BAB III RESUME KEPERAWATAN A. Pengkajian Pengkajian dilaksanakan pada tanggal 3 Desember 2004 1. Identitas a. Identitas pasien Nama klien Ny. K, umur 30 tahun, agama Kristen, pendidikan SD, suku/bangsa

Lebih terperinci

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1 Setting Penelitian Penelitian dilakukan selama 6 bulan, yaitu pada bulan Desember 2011 hingga Mei 2012. Penelitian pertama kali dilaksanakan dengan melakukan observasi.

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. World Health Organization (WHO) (2009) memperkirakan 450 juta. orang di seluruh dunia mengalami gangguan mental, sekitar 10% orang

BAB I PENDAHULUAN. World Health Organization (WHO) (2009) memperkirakan 450 juta. orang di seluruh dunia mengalami gangguan mental, sekitar 10% orang BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar belakang masalah World Health Organization (WHO) (2009) memperkirakan 450 juta orang di seluruh dunia mengalami gangguan mental, sekitar 10% orang dewasa mengalami gangguan

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN TEORI

BAB II TINJAUAN TEORI BAB II TINJAUAN TEORI 2.1 Kajian Pustaka 2.1.1. Perawat 2.1.1.1. Pengertian perawat Menurut Depkes RI (2007), perawat adalah seorang yang telah dipersiapkan melalui pendidikan untuk turut serta merawat

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. keselarasan dan keseimbangan kejiwaan yang mencerminkan kedewasaan

BAB I PENDAHULUAN. keselarasan dan keseimbangan kejiwaan yang mencerminkan kedewasaan BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Kesehatan jiwa adalah berbagai karakteristik positif yang menggambarkan keselarasan dan keseimbangan kejiwaan yang mencerminkan kedewasaan kepribadiannya (WHO dalam

Lebih terperinci

PENATALAKSANAAN PASIEN GANGGUAN JIWA DENGAN ISOLASI SOSIAL: MENARIK DIRI DI RUANG ARIMBI RSJD Dr. AMINO GONDOHUTOMO SEMARANG. Oleh

PENATALAKSANAAN PASIEN GANGGUAN JIWA DENGAN ISOLASI SOSIAL: MENARIK DIRI DI RUANG ARIMBI RSJD Dr. AMINO GONDOHUTOMO SEMARANG. Oleh PENATALAKSANAAN PASIEN GANGGUAN JIWA DENGAN ISOLASI SOSIAL: MENARIK DIRI DI RUANG ARIMBI RSJD Dr. AMINO GONDOHUTOMO SEMARANG Oleh Afandi 1), Y.Susilowati 2) 1) Alumni Akademi Keperawatan Krida Husada,

Lebih terperinci

Transkrip Wawancara dengan Suami Broken Home

Transkrip Wawancara dengan Suami Broken Home Transkrip Wawancara dengan Suami Broken Home Informan 1 Nama : Bapak MH Jenis kelamin : Laki-laki Usia : 39 tahun Pendidikan : SMA Hari/tanggal wawancara : Selasa, 8 April 2014 Tempat wawancara : Rumah

Lebih terperinci

LEMBAR PERSETUJUAN PARTISIPASI DALAM PENELITIAN

LEMBAR PERSETUJUAN PARTISIPASI DALAM PENELITIAN Lampiran 1 LEMBAR ERSETUJUAN ARTISIASI DALAM ENELITIAN (Informed Consent) Judul enelitian: engalaman erawat Dalam Memberikan Komunikasi Teraupetik ada Keluarga asien Di Ruang Rawat Inap enyakit Dalam RSUD

Lebih terperinci

RENCANA TINDAKAN KEPERAWATAN KLIEN DENGAN GANGGUAN SENSORI PERSEPSI: HALUSINASI

RENCANA TINDAKAN KEPERAWATAN KLIEN DENGAN GANGGUAN SENSORI PERSEPSI: HALUSINASI RENCANA TINDAKAN KEPERAWATAN KLIEN DENGAN GANGGUAN SENSORI PERSEPSI: HALUSINASI Nama Klien : Diagnosa Medis : No MR : Ruangan : Tgl No Dx Diagnosa Keperawatan Perencanaan Tujuan Kriteria Hasil Intervensi

Lebih terperinci

BAB Ι PENDAHULUAN A. LATAR BELAKANG. Perkembangan pelayanan kesehatan di Indonesia tidak terlepas dari sejarah

BAB Ι PENDAHULUAN A. LATAR BELAKANG. Perkembangan pelayanan kesehatan di Indonesia tidak terlepas dari sejarah 1 BAB Ι PENDAHULUAN A. LATAR BELAKANG Perkembangan pelayanan kesehatan di Indonesia tidak terlepas dari sejarah kehidupan bangsa setelah merdeka. Pelayanan kesehatan terhadap masyarakat dikembangkan sejalan

Lebih terperinci

BAB II TUNJAUAN TEORI. orang lain, menghindari hubungan dengan orang lain (Rawlins, 1993)

BAB II TUNJAUAN TEORI. orang lain, menghindari hubungan dengan orang lain (Rawlins, 1993) BAB II TUNJAUAN TEORI A. PENGERTIAN Menarik diri merupakan percobaan untuk menghindari interaksi dengan orang lain, menghindari hubungan dengan orang lain (Rawlins, 1993) Menarik diri merupakan suatu keadaan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. keluarga, kelompok, organisasi atau komunitas. ANA (American nurses

BAB I PENDAHULUAN. keluarga, kelompok, organisasi atau komunitas. ANA (American nurses BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Keperawatan jiwa adalah proses interpersonal yang berupaya untuk meningkatkan dan mempertahankan perilaku yang mengkonstribusi pada fungsi yang terintegrasi. Pasien

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. yang mengarah pada kestabilan emosional (Nasir dan Muhith, 2011). mencerminkan kedewasaan kepribadiannya.

BAB I PENDAHULUAN. yang mengarah pada kestabilan emosional (Nasir dan Muhith, 2011). mencerminkan kedewasaan kepribadiannya. BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Kesehatan jiwa merupakan pengendalian diri dalam menghadapi stresor di lingkungan sekitar dengan selalu berpikir positif dalam keselarasan tanpa adanya tekanan

Lebih terperinci

LAMPIRAN I. Verbatim (Bahasa Indonesia) Subjek JP. S : Iya, tidak apa-apa kak, saya juga punya waktu luang dan tidak ada kesibukan

LAMPIRAN I. Verbatim (Bahasa Indonesia) Subjek JP. S : Iya, tidak apa-apa kak, saya juga punya waktu luang dan tidak ada kesibukan LAMPIRAN I Verbatim (Bahasa Indonesia) P : Peneliti S : Subjek Subjek JP P : Assalamu alaikum, selamat pagi S : Wa alaikum salam, pagi.. P : Sebelum nya kakak mintaa maaf dik, mungkin mengganggu waktunya

Lebih terperinci

KUESIONER PENELITIAN. Hubungan Penerapan Fungsi Manajemen Kepala Ruangan dengan Kinerja Perawat di Ruang Rawat Inap Rumah Sakit Sayang Rakyat Makassar

KUESIONER PENELITIAN. Hubungan Penerapan Fungsi Manajemen Kepala Ruangan dengan Kinerja Perawat di Ruang Rawat Inap Rumah Sakit Sayang Rakyat Makassar KUESIONER PENELITIAN Hubungan Penerapan Fungsi Manajemen Kepala Ruangan dengan Kinerja Perawat di Ruang Rawat Inap Rumah Sakit Sayang Rakyat Makassar A. Petunjuk pengisian 1. Mohon bantuan dan kesediaan

Lebih terperinci

PENERAPAN STRATEGI PELAKSANAAN (SP 1-2) KOMUNIKASI PERAWAT KEPADA PASIEN HARGA DIRI RENDAH DI RUANG SUB AKUT RUMAH SAKIT KHUSUS DAERAH PROVINSI MALUKU

PENERAPAN STRATEGI PELAKSANAAN (SP 1-2) KOMUNIKASI PERAWAT KEPADA PASIEN HARGA DIRI RENDAH DI RUANG SUB AKUT RUMAH SAKIT KHUSUS DAERAH PROVINSI MALUKU PENERAPAN STRATEGI PELAKSANAAN (SP 1-2) KOMUNIKASI PERAWAT KEPADA PASIEN HARGA DIRI RENDAH DI RUANG SUB AKUT RUMAH SAKIT KHUSUS DAERAH PROVINSI MALUKU SKRIPSI Disusun Oleh: Valery Junete 462011085 PROGRAM

Lebih terperinci

ASUHAN KEPERAWATAN PADA Tn. H DENGAN PERUBAHAN PERSEPSI SENSORI HALUSINASI PENDENGARAN DI RUANG SENA RUMAH SAKIT JIWA DAERAH SURAKARTA

ASUHAN KEPERAWATAN PADA Tn. H DENGAN PERUBAHAN PERSEPSI SENSORI HALUSINASI PENDENGARAN DI RUANG SENA RUMAH SAKIT JIWA DAERAH SURAKARTA ASUHAN KEPERAWATAN PADA Tn. H DENGAN PERUBAHAN PERSEPSI SENSORI HALUSINASI PENDENGARAN DI RUANG SENA RUMAH SAKIT JIWA DAERAH SURAKARTA Disusun oleh : TRI ARI AYUNANINGRUM J 200 080 051 KARYA TULIS ILMIAH

Lebih terperinci

Lampiran 1. JADUAL KEGIATAN HARIAN Nama : No. Kode: Ruang Rawat : No. Waktu Kegiatan Tanggal Pelaksanaan Ket

Lampiran 1. JADUAL KEGIATAN HARIAN Nama : No. Kode: Ruang Rawat : No. Waktu Kegiatan Tanggal Pelaksanaan Ket Lampiran 1 JADUAL KEGIATAN HARIAN Nama : No. Kode: Ruang Rawat : No. Waktu Kegiatan Tanggal Pelaksanaan Ket 1. 05.00-06.00 2. 06.00-07.00 3. 07.00-08.00 4. 08.00-09.00 5. 09.00-10.00 6. 10.00-11.00 7.

Lebih terperinci

BAB VII KESIMPULAN DAN SARAN. standar akreditasi dalam asuhan keperawatan spiritual. Hasil penelitian ini sudah terjawab

BAB VII KESIMPULAN DAN SARAN. standar akreditasi dalam asuhan keperawatan spiritual. Hasil penelitian ini sudah terjawab BAB VII KESIMPULAN DAN SARAN Penelitian ini menggali secara mendalam persepsi perawat tentang pelaksanaan standar akreditasi dalam asuhan keperawatan spiritual. Hasil penelitian ini sudah terjawab bahwa

Lebih terperinci

BAB III TINJAUAN KASUS

BAB III TINJAUAN KASUS BAB III TINJAUAN KASUS A. Pengkajian Pengkajian dilakukan pada tanggal 19 Januari 2009, jam 10.00 WIB, di Ruang VIII Rumah Sakit Jiwa Daerah dr. Amino Gondhohutomo Semarang. 1. Biodata a. Identitas klien

Lebih terperinci

STRATEGI PELAKSANAAN KEBUTUHAN DASAR MANUSIA, PEMENUHAN NUTRISI

STRATEGI PELAKSANAAN KEBUTUHAN DASAR MANUSIA, PEMENUHAN NUTRISI STRATEGI PELAKSANAAN KEBUTUHAN DASAR MANUSIA, PEMENUHAN NUTRISI Hari / Tanggal : Kamis, 21 April 2011 Waktu Pertemuan : 10.00 Wita : II Proses Keperawatan a. Kondisi Klien Pasien berumur 25 tahun, sering

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. adanya tekanan fisik dan psikologis, baik secara internal maupun eksternal yang

BAB I PENDAHULUAN. adanya tekanan fisik dan psikologis, baik secara internal maupun eksternal yang BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Kesehatan jiwa merupakan pengendalian diri dalam menghadapi stresor di lingkungan sekitar dengan selalu berpikir positif dalam keselarasan tanpa adanya tekanan

Lebih terperinci

ASUHAN KEPERAWATAN KEHILANGAN DAN BERDUKA

ASUHAN KEPERAWATAN KEHILANGAN DAN BERDUKA ASUHAN KEPERAWATAN KEHILANGAN DAN BERDUKA Sepanjang daur kehidupan tidak terlepas dari situasi yang dapat mempengaruhi respon emosi individu. Salah satu situasi yang mempengaruhi emosi individu adalah

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. Manusia sebagai makhluk holistik dipengaruhi oleh lingkungan dari dalam

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. Manusia sebagai makhluk holistik dipengaruhi oleh lingkungan dari dalam BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Manusia sebagai makhluk holistik dipengaruhi oleh lingkungan dari dalam dirinya maupun lingkungan luarnya. Manusia yang mempunyai ego yang sehat dapat membedakan antara

Lebih terperinci

KUISIONER SELF-EFFICACY

KUISIONER SELF-EFFICACY LAMPIRAN I DATA PENUNJANG DAN KUESIONER SELF-EFFICACY KUISIONER SELF-EFFICACY Nama : Usia : Jenis Kelamin : Pendidikan Terakhir : Lama Bekerja : Pada kuisioner ini terdapat 48 item yang berupa kalimat

Lebih terperinci

PROPOSAL TERAPI AKTIVITAS STIMULASI PERSEPSI HALUSINASI

PROPOSAL TERAPI AKTIVITAS STIMULASI PERSEPSI HALUSINASI PROPOSAL TERAPI AKTIVITAS STIMULASI PERSEPSI HALUSINASI A. Latar belakang Pada pasien gangguan jiwa dengan dengan kasus skizofrenia selalu diikuti dengan gangguan persepsi sensori, halusinasi. Terjadinya

Lebih terperinci

LEMBAR PERSETUJUAN MENJADI PARTISIPAN PENELITIAN. Pmengetahui Adaptasi Psikososial Wanita Yang Menghadapi Menopause.

LEMBAR PERSETUJUAN MENJADI PARTISIPAN PENELITIAN. Pmengetahui Adaptasi Psikososial Wanita Yang Menghadapi Menopause. 40 Lampiran 1 LEMBAR PERSETUJUAN MENJADI PARTISIPAN PENELITIAN Nama : Fitri Mayang Sari NIM : 141121021 Saya adalah mahasiswi S-I Keperawatan Fakultas Keperawatan, yang akan melakukan penelitian dengan

Lebih terperinci

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN RS Kesdam IV Diponegoro Semarang

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN RS Kesdam IV Diponegoro Semarang BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1 Setting penelitian 4.1.1 Lokasi Penelitian 4.1.1.1 RS Kesdam IV Diponegoro Semarang Lokasi penelitian adalah RS Kesdam IV Diponegoro Semarang. Rumah sakit ini merupakan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. pemecahannya harus secara multi disiplin. Oleh sebab itu, kesehatan

BAB I PENDAHULUAN. pemecahannya harus secara multi disiplin. Oleh sebab itu, kesehatan 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah kesehatan masyarakat adalah multi kausal, maka pemecahannya harus secara multi disiplin. Oleh sebab itu, kesehatan masyarakat sebagai seni atau prakteknya

Lebih terperinci

BAB III TINJAUAN KASUS

BAB III TINJAUAN KASUS BAB III TINJAUAN KASUS A. Pengkajian I. Identitas Pasien Inisial klien : Tn W Umur : 38 Th Jenis Kelamin : Laki-Laki Suku : Jawa Alamat : Desa terban RT 008 / 001 penawangan, Grobogan Tanggal pengkajian

Lebih terperinci

LAMPIRAN 1 Pedoman Wawancara

LAMPIRAN 1 Pedoman Wawancara LAMPIRAN 1 Pedoman Wawancara Visi 1. Apa yang seharusnya dilakukan oleh perawat pelaksana untuk menjadikan Rumah Sakit yang memberikan pelayanan kesehatan holistik Kristiani dan tetap memperhatikan perkembangan

Lebih terperinci

Daftar Pertanyaan Wawancara untuk Perpustakaan. Informan: Kepala Kantor, Plt. Kepala Seksi Akuisisi dan Pengelolaan

Daftar Pertanyaan Wawancara untuk Perpustakaan. Informan: Kepala Kantor, Plt. Kepala Seksi Akuisisi dan Pengelolaan Lampiraan 1: Pedoman Wawacara Daftar Pertanyaan Wawancara untuk Perpustakaan Kode : I Informan: Kepala Kantor, Plt. Kepala Seksi Akuisisi dan Pengelolaan Kepustakaan, Kepala Sub agian Tata Usaha Kantor

Lebih terperinci

Universitas Sumatera Utara

Universitas Sumatera Utara PANDUAN WAWANCARA ANALISIS PENERAPAN SISTEM INFORMASI MANAJEMEN PUSKESMAS (SIMPUS) DI PUSKESMAS PEGANG BARU KECAMATAN PANTI KABUPATEN PASAMAN SUMATERA BARAT TAHUN 2014 Petugas SIMPUS (I 1) Data Responden

Lebih terperinci

BAB III TINJAUAN KASUS

BAB III TINJAUAN KASUS BAB III TINJAUAN KASUS Pengkajian dilakukan pada tanggal 3 Desember 2009 jam 10.00 wib A. Pengkajian Tanggal masuk Rumah Sakit : 05-11-2009 Bangsal di rawat : Gatotkoco/ruang VI No Rekam Medis : 067714

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN. terdapat kemungkinan suatu keadaan yang dapat mengancam jiwa ibu dan

BAB 1 PENDAHULUAN. terdapat kemungkinan suatu keadaan yang dapat mengancam jiwa ibu dan BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Kesejahteraan suatu bangsa di pengaruhi oleh kesejahteraan ibu dan anak, kesejahteraan ibu dan anak di pengaruhi oleh proses kehamilan, persalinan, pasca salin (nifas),

Lebih terperinci

BAB III TINJAUAN KASUS. Pengkajian dilakukan pada tanggl 6 Januari 2008, di ruang IV

BAB III TINJAUAN KASUS. Pengkajian dilakukan pada tanggl 6 Januari 2008, di ruang IV BAB III TINJAUAN KASUS A. Identitas Pengkajian dilakukan pada tanggl 6 Januari 2008, di ruang IV (Dewaruci) Rumah Sakit Jiwa Daerah Dr. Aminogondho Hutomo Semarang, dengan diagnosa medis Skizophrenia Katatonik.

Lebih terperinci

BAB III TINJAUAN KASUS

BAB III TINJAUAN KASUS BAB III TINJAUAN KASUS A. Pengkajian I. Identitas Pasien 1. Nama : Ny. S 2. Umur : 34 tahun 3. Jenis kelamin : Perempuan 4. Alamat : Singorojo Kendal 5. Agama : Islam 6. Pendidikan : SLTA 7. Pekerjaan

Lebih terperinci

Asuhan Keperawatan pada Pasien Defisit Perawatan Diri

Asuhan Keperawatan pada Pasien Defisit Perawatan Diri Asuhan Keperawatan pada Pasien Defisit Perawatan Diri Pasien yang mengalami gangguan jiwa kronik sering kali tidak memdulikan perawatan diri. Hal ini yang menyebabkan pasien dikucilkan dalam keluarga dan

Lebih terperinci

BAB III PENYAJIAN DATA

BAB III PENYAJIAN DATA BAB III PENYAJIAN DATA Dalam bab ini penulis akan menyajikan data yang telah diperoleh dengan menganalisa hasil wawancara dan observasi dengan responden dan menganalisa dokumen yang terdapat di Panti Asuhan

Lebih terperinci

RSUD KOTA DUMAI PELAYANAN GAWAT DARURAT

RSUD KOTA DUMAI PELAYANAN GAWAT DARURAT URAIAN TUGAS PETUGAS ADMINISTRASI DI INSTALASI RAWAT DARURAT Jl. Tanjung Jati No. 4 Dumai URAIAN TUGAS PETUGAS ADMINISTRASI DI INSTALASI RAWAT DARURAT I. Tanggung jawab Secara administrasi bertanggung

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN TEORETIS

BAB II TINJAUAN TEORETIS BAB II TINJAUAN TEORETIS 2.1 Tinjauan pustaka 2.1.1 Komunikasi Teraupetik Menurut Stuart (1998), mengatakan komunikasi terapeutik merupakan hubungan interpersonal antara perawat dengan klien dalam memperbaiki

Lebih terperinci

STRATEGI PELAKSANAAN TINDAKAN KEPERAWATAN MENARIK DIRI INTERAKSI PERTAMA/AWAL

STRATEGI PELAKSANAAN TINDAKAN KEPERAWATAN MENARIK DIRI INTERAKSI PERTAMA/AWAL 1 STRATEGI PELAKSANAAN TINDAKAN KEPERAWATAN MENARIK DIRI INTERAKSI PERTAMA/AWAL A. PROSES KEPERAWATAN 1. Kondisi klien : Senang menyendiri, tidak mau melakukan aktivitas, tampak murung, lebih banyak menunduk

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. kesehatan. Untuk mewujudkan derajat kesehatan yang setinggi-tingginya bagi

BAB I PENDAHULUAN. kesehatan. Untuk mewujudkan derajat kesehatan yang setinggi-tingginya bagi 1 BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Berdasarkan UU Kesehatan RI no 36 pasal 46 tahun 2009, tentang upaya kesehatan. Untuk mewujudkan derajat kesehatan yang setinggi-tingginya bagi masyarakat, diselenggarakan

Lebih terperinci

Arwani dan Monica Ester, Komunikasi Dalam Keperawatan. EGC Jakarta, 2002.

Arwani dan Monica Ester, Komunikasi Dalam Keperawatan. EGC Jakarta, 2002. DAFTAR PUSTAKA A. Buku dan Barang Cetakan Arwani dan Monica Ester, 2003. Komunikasi Dalam Keperawatan. EGC Jakarta, 2002. Agus M. Hardjana, Komunikasi Intrapersonal & Interpersonal.Yogyakarta,Kanisius,2007.

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. berupaya untuk mencapai pemulihan penderita dalam waktu singkat. Upayaupaya

BAB I PENDAHULUAN. berupaya untuk mencapai pemulihan penderita dalam waktu singkat. Upayaupaya BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Rumah sakit merupakan salah satu tempat pelayanan kesehatan yang berupaya untuk mencapai pemulihan penderita dalam waktu singkat. Upayaupaya yang dilakukan meliputi

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. yang menyelenggarakan upaya kesehatan yang bersifat menyeluruh, terpadu,

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. yang menyelenggarakan upaya kesehatan yang bersifat menyeluruh, terpadu, 6 BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. Puskesmas Pusat Kesehatan Masyarakat (Puskesmas) adalah organisasi fungsional yang menyelenggarakan upaya kesehatan yang bersifat menyeluruh, terpadu, merata, dapat diterima

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. dengan adanya distress ( tidak nyaman, tidak tentram dan rasa nyeri ), disabilitas

BAB I PENDAHULUAN. dengan adanya distress ( tidak nyaman, tidak tentram dan rasa nyeri ), disabilitas BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Gangguan jiwa adalah suatu keadaan dengan adanya gejala klinis yang bermakna berupa sindrom pola perilaku dan pola psikologik, yang berkaitan dengan adanya distress

Lebih terperinci

2. Tanggal Lahir : Umur : bulan. 4. Nama Ayah :. Umur : tahun. 5. Nama Ibu :. Umur : tahun

2. Tanggal Lahir : Umur : bulan. 4. Nama Ayah :. Umur : tahun. 5. Nama Ibu :. Umur : tahun KUESIONER PENELITIAN HUBUNGAN POLA ASUH DENGAN STATUS GIZI ANAK BAWAH DUA TAHUN (BADUTA) DI WILAYAH KERJA PUSKESMAS SABOKINGKING KOTA PALEMBANG (RESPONDEN ADALAH IBU) Tanggal pengumpulan data : / / Enumerator

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. menyesuaikan diri yang mengakibatkan orang menjadi tidak memiliki. suatu kesanggupan (Sunaryo, 2007).Menurut data Badan Kesehatan

BAB I PENDAHULUAN. menyesuaikan diri yang mengakibatkan orang menjadi tidak memiliki. suatu kesanggupan (Sunaryo, 2007).Menurut data Badan Kesehatan BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Menurut Chaplin,gangguan jiwa adalah ketidakmampuan menyesuaikan diri yang mengakibatkan orang menjadi tidak memiliki suatu kesanggupan (Sunaryo, 2007).Menurut data

Lebih terperinci

BAB IV ANALISIS DATA. penelitian yang telah dilakukan sebelumnya. Setelah data diperoleh dari

BAB IV ANALISIS DATA. penelitian yang telah dilakukan sebelumnya. Setelah data diperoleh dari BAB IV ANALISIS DATA Pada bab ke empat ini peneliti akan menguraikan analisis dari data penelitian yang telah dilakukan sebelumnya. Setelah data diperoleh dari lapangan yang berupa observasi dan wawancara

Lebih terperinci

PEDOMAN WAWANCARA MENDALAM ANALISIS SISTEM RUJUKAN KIA DI PUSKESMAS PERUMNAS BT.VI PEMATANG SIANTAR TAHUN 2015

PEDOMAN WAWANCARA MENDALAM ANALISIS SISTEM RUJUKAN KIA DI PUSKESMAS PERUMNAS BT.VI PEMATANG SIANTAR TAHUN 2015 Lampiran 1 PEDOMAN WAWANCARA MENDALAM ANALISIS SISTEM RUJUKAN KIA DI PUSKESMAS PERUMNAS BT.VI PEMATANG SIANTAR TAHUN 2015 I. Dokter puskesmas Nama : dr. Ernawaty Tarigan Umur : 38 Tahun Pendidikan : Sarjana

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. Pengertian Halusinasi adalah gangguan terganggunya persepsi sensori seseorang,dimana tidak terdapat stimulus. Pasien merasakan stimulus yang sebetulnya tidak ada. Pasien merasa

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN A. Latar belakang B. Tujuan C. Manfaat

BAB I PENDAHULUAN A. Latar belakang B. Tujuan C. Manfaat BAB I PENDAHULUAN A. Latar belakang Menurut Gail W. Stuart, Waham adalah keyakinan yang salah dan kuat dipertahankan walaupun tidak diyakini oleh orang lain dan bertentangan dengan realitas sosial. Waham

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Halusinasi adalah persepsi atau tanggapan dari panca indera tanpa adanya

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Halusinasi adalah persepsi atau tanggapan dari panca indera tanpa adanya 7 BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Konsep Halusinasi 2.1.1 Pengertian Halusinasi Halusinasi adalah persepsi atau tanggapan dari panca indera tanpa adanya rangsangan (stimulus) eksternal (Stuart & Laraia, 2001).

Lebih terperinci

Nama : Umur : Tahun Pendidikan : 1. Tamat SMU/Sederajat 2. Tamat D3 3. Tamat S1 4. Tamat S2 Unit Kerja : Masa Kerja : Tahun Bagian : Jenis Kelamin :

Nama : Umur : Tahun Pendidikan : 1. Tamat SMU/Sederajat 2. Tamat D3 3. Tamat S1 4. Tamat S2 Unit Kerja : Masa Kerja : Tahun Bagian : Jenis Kelamin : Lampiran 1. Pedoman Wawancara PEDOMAN WAWANCARA ANALISIS PERENCANAAN KEBUTUHAN OBAT DALAM IMPLEMENTASI KEBIJAKAN JAMINAN KESEHATAN NASIONAL DI INSTALASI FARMASI DINAS KESEHATAN KOTA MEDAN I. Identitas

Lebih terperinci

PEDOMAN WAWANCARA. A. Pedoman Wawancara dengan Kepala Puskesmas Berohol Kota Tebing Tinggi

PEDOMAN WAWANCARA. A. Pedoman Wawancara dengan Kepala Puskesmas Berohol Kota Tebing Tinggi Lampiran 1 PEDOMAN WAWANCARA PELAKSANAAN FUNGSI MANAJEMEN PROGRAM IMUNISASI DALAM PENCAPAIAN TARGET UCI DI PUSKESMAS BEROHOL, KECAMATAN BAJENIS, KOTA TEBING TINGGI TAHUN 2015 A. Pedoman Wawancara dengan

Lebih terperinci

PEDOMAN WAWANCARA. No. Isu Sub Isu Pertanyaan 1. Apakah anda selalu. Pola Keseimbangan. 2. Apakah anda selalu jujur dalam

PEDOMAN WAWANCARA. No. Isu Sub Isu Pertanyaan 1. Apakah anda selalu. Pola Keseimbangan. 2. Apakah anda selalu jujur dalam 100 PEDOMAN WAWANCARA Nama Suami : Nama Istri : Jumlah Anak : No. Isu Sub Isu Pertanyaan 1. Pola Pola 1. Apakah anda selalu Komunikasi Keseimbangan mendiskusikan segala hal yang Orang Tua (terbuka, jujur

Lebih terperinci

STRATEGI PELAKSANAAN 1 (SP1) PADA KLIEN DENGAN KEHILANGAN DAN BERDUKA. No. MR : 60xxxx RS Dr. H. Marzoeki Mahdi Bogor

STRATEGI PELAKSANAAN 1 (SP1) PADA KLIEN DENGAN KEHILANGAN DAN BERDUKA. No. MR : 60xxxx RS Dr. H. Marzoeki Mahdi Bogor Lampiran 1 STRATEGI PELAKSANAAN 1 (SP1) PADA KLIEN DENGAN KEHILANGAN DAN BERDUKA Nama klien : Ny. M Ruangan : Nakula No. MR : 60xxxx RS Dr. H. Marzoeki Mahdi Bogor A. Proses Keperawatan 1. Kondisi Klien

Lebih terperinci

Lampiran 1. Universitas Sumatera Utara

Lampiran 1. Universitas Sumatera Utara Lampiran 1 Lembar Persetujuan Menjadi Responden Penelitian Pengaruh Pelaksanaan Standar Asuhan Keperawatan Halusinasi Terhadap Kemampuan Kognitif dan Psikmotor Pasien Dalam Mengontrol Halusinasi Di Ruangan

Lebih terperinci

LEMBAR HASIL WAWANCARA (INFORMAN)

LEMBAR HASIL WAWANCARA (INFORMAN) LEMBAR HASIL WAWANCARA (INFORMAN) Inisial Nama : MA Jenis Kelamin : Laki-Laki Umur Pendidikan Pekerjaan : 45 Tahun : SMA : Tidak Ada No. Variabel / Pertanyaan Informan Kemudahan Memperoleh Narkoba 1 Apakah

Lebih terperinci

Wawancara Partisipan 1

Wawancara Partisipan 1 55 Verbatim Partisipan Wawancara Partisipan 1 S Isi Percakapan Kode P Selamat pasi mas 1 P1 Selamat pagi juga mbak 2 P Bisa minta waktunya sebentar mas sekitar 5-10 menit 3 P1 Iya bisa 4 P Perkenalkan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. perpecahan antara pemikiran, emosi dan perilaku. Stuart, (2013) mengatakan

BAB I PENDAHULUAN. perpecahan antara pemikiran, emosi dan perilaku. Stuart, (2013) mengatakan BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Skizofrenia merupakan gangguan kesehatan serius yang perlu mendapatkan perhatian dari keluarga. Townsend (2014), mengatakan skizofrenia yaitu terjadi perpecahan antara

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN. yang profit maupun yang non profit, mempunyai tujuan yang ingin dicapai melalui

BAB 1 PENDAHULUAN. yang profit maupun yang non profit, mempunyai tujuan yang ingin dicapai melalui BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Suatu organisasi baik organisasi pemerintah maupun organisasi swasta, baik yang profit maupun yang non profit, mempunyai tujuan yang ingin dicapai melalui pelaksanaan

Lebih terperinci

LEMBAR PERSETUJUAN MENJADI RESPONDEN PENELITIAN. : Hubungan Pelayanan Spiritual Yang Diberikan Perawat Dengan Kepuasan Pasien Diabetes melitus

LEMBAR PERSETUJUAN MENJADI RESPONDEN PENELITIAN. : Hubungan Pelayanan Spiritual Yang Diberikan Perawat Dengan Kepuasan Pasien Diabetes melitus LEMBAR PERSETUJUAN MENJADI RESPONDEN PENELITIAN Judul Penelitian : Hubungan Pelayanan Spiritual Yang Diberikan Perawat Dengan Kepuasan Pasien Diabetes melitus Nama Peneliti : Rina Rahmadani Sidabutar Nomor

Lebih terperinci