Hubungan Psychological Well-Being dan Work Engagement pada Karyawan yang Bekerja di Lokasi Tambang

Ukuran: px
Mulai penontonan dengan halaman:

Download "Hubungan Psychological Well-Being dan Work Engagement pada Karyawan yang Bekerja di Lokasi Tambang"

Transkripsi

1 Hubungan Psychological Well-Being dan Work Engagement pada Karyawan yang Bekerja di Lokasi Tambang Kimberly dan Siti Dharmayati Bambang Utoyo Program Studi Sarjana, Fakultas Psikologi Universitas Indonesia Abstrak Penelitian ini dilakukan untuk melihat hubungan antara psychological well-being dan work engagement pada karyawan yang bekerja di lokasi tambang. Pengukuran psychological wellbeing dilakukan dengan menggunakan alat ukur The Scale of Psychological Well-being (SPWB) yang disusun oleh Carol D. Ryff (1989) dan untuk mengukur work engagement digunakan alat ukur Utrecht Work Engagement Scale (UWES) yang disusun oleh Schaufeli dkk. pada tahun Partisipan penelitian berjumlah 75 orang, memiliki karakteristik usia tahun dan telah bekerja selama lebih dari satu tahun. Hasil penelitian ini menunjukkan terdapat hubungan positif yang signifikan antara psychological well-being dan work engagement ( r = 0.635, p<0.01, two tails), yang artinya peningkatan pada psychological wellbeing diikuti dengan peningkatan pada work engagement karyawan. Kata Kunci : Pekerja Tambang; Psychological Well-Being; Work Engagement Abstract This research was conducted to find the correlation between psychological well-being and work engagement in mining site workers. Psychological well-being was measured by using The Scale of Psychological Well-being (SPWB) which is developed by Carol D. Ryff (1989) and work engagement was measured by using Utrecht Work Engagement Scale (UWES) that have been developed by Schaufeli et al. (2002). The participants of this research are 75 persons, with age ranges between years old and had been working in the mining site for at least one year. The result shows that psychological well-being is positively correlated with work engagement (r = 0.635, p<0.01, two tails), which means that increase in psychological well-being leads to increase of employee s work engagement. Keywords: Mining Site Worker; Psychological Well-Being; Work Engagement Latar Belakang Seiring dengan perkembangan jaman, pandangan organisasi atau perusahaan mengenai karyawan pun berubah, dari yang memandang karyawan sebagai sumber daya (resources) yang dapat digunakan oleh organisasi untuk mencapai tujuan, menjadi karyawan sebagai modal (capital) penting bagi perusahaan untuk menjalankan, mengembangkan, dan mencapai tujuan organisasi secara optimal. Pandangan ini membuat karyawan dilihat memiliki potensi yang dapat memberikan keuntungan kompetitif pada organisasi dan juga sebagai pemeran utama dalam menggunakan dan memanfaatkan segala sumber daya yang dimiliki organisasi (Ivanović, Galičić, & Krstevska, 2010). Dengan memandang karyawan sebagai modal,

2 organisasi harus memberikan perhatian khusus bagi karyawannya dan selalu berusaha untuk memberikan kenyamanan, serta memastikan keamanan karyawan selama bekerja, sehingga karyawan dapat merasa pekerjaan mereka sebagai salah satu pengalaman hidup yang menyenangkan. Pandangan ini membuat organisasi saat ini fokus untuk dapat membuat karyawan mereka terikat dengan pekerjaan dan organisasinya. Keterikatan karyawan dengan pekerjaannya atau yang disebut juga dengan work engagement adalah suatu kondisi atau derajat yang menunjukkan seberapa besar seseorang benar-benar menghayati peran kerjanya (Saks, 2006). Work engagement didefinisikan oleh Schaufeli dan Bakker (2003) sebagai suatu kondisi pikiran yang positif terkait pekerjaan. Kahn (1990) menyebutkan bahwa dalam engagement, seseorang bekerja dan mengekspresikan dirinya secara fisik, kognitif, dan emosi selama mereka bekerja. Schaufeli dan Bakker (2003) menyebutkan bahwa seseorang yang memiliki work engagement akan menunjukkan level energi yang tinggi, merasa pekerjaan yang dilakukan berarti dan signifikan, merasa tertantang dengan tugas-tugas yang diberikan, memiliki level konsentrasi yang tinggi, dan selalu antusias serta senang ketika mengerjakan tugasnya. Lebih lanjut, Schaufeli dan Bakker (2003) menjelaskan orang yang tidak memiliki work engagement digambarkan hanya memiliki sedikit tenaga, kesenangan dan stamina dalam hal yang berkaitan dengan pekerjaan, tidak merasa pekerjaannya bermakna atau menantang, tidak menghayati pekerjaan, dan tidak mengalami kesulitan untuk lepas dari pekerjaannya tersebut. Dalam penelitian yang dilakukan oleh Schaufeli dan Bakker (2003), disebutkan bahwa work engagement berhubungan dengan kesehatan karyawan yaitu rendahnya tingkat depresi atau stres yang. Selain itu, work engagement juga dikatakan berhubungan dengan sikap positif karyawan terhadap pekerjaan dan organisasinya, seperti kepuasan kerja, komitmen organisasi, dan rendahnya tingkat turnover karyawan, serta dapat mempengaruhi organizational citizenship behavior. Selain itu, penelitian yang dilakukan oleh Megani (2012) menunjukkan adanya hubungan yang signifikan antara work engagement dengan kesiapan karyawan untuk berubah. Hal ini berarti bahwa karyawan yang memiliki work engagement yang tinggi akan memiliki kesiapan untuk berubah yang juga tinggi. Untuk dapat meningkatkan engagement karyawan tersebut, organisasi sebaiknya perlu mengetahui hal-hal apa saja yang dapat mempengaruhi engagement. Simon (2011) menyebutkan bahwa seorang karyawan dapat engaged jika ia menemukan arti dan motivasi personal dalam bekerja, mendapat dukungan interpersonal yang positif, bekerja dalam lingkungan kerja yang efisien, memiliki keterlibatan dalam pengambilan keputusan, memiliki

3 kesempatan untuk mengungkapkan ide, kesempatan untuk mengembangan diri, dan jika organisasi menunjukkan kepeduliannya pada kesehatan dan well-being karyawan. Kesehatan dan well-being atau psychological well-being karyawan merupakan salah satu faktor penting dalam mempengaruhi hidup seseorang, termasuk dalam konteks kerja. Psychological well-being dapat didefinisikan sebagai pencapaian kesempurnaan yang merepresentasikan realisasi potensi individu yang sesungguhnya (Ryff, 1995). Bila dihubungkan dengan pekerjaan, psychological well-being merupakan faktor yang dapat mempengaruhi performa dan sikap karyawan, dimana karyawan yang mampu menyadari potensi dirinya dan merealisasikan potensi tersebut, akan dapat menunjukkan performa yang baik. Seperti yang telah disebutkan sebelumnya, psychological well-being pada karyawan memiliki peran yang signifikan dalam mempengaruhi performa kerja seseorang. Hal ini dapat dilihat dari hasil penelitian yang dilakukan oleh Wright, Cropanzano, dan Bonett (2007) yang menemukan bahwa kepuasan kerja dapat menjadi prediktor dari perfoma kerja jika orang tersebut memiliki psychological well-being yang tinggi. Page dan Vella-Brodrick (2009) juga menyebutkan bahwa menjaga dan meningkatkan kesehatan mental karyawan dapat meningkatkan performa kerja karyawan dan menurunkan tingkat turnover dalam organisasi. Hasil penelitian tersebut sesuai dengan penelitian yang dilakukan oleh Aggarwal-Gupta, Vohra, dan Bhatnagar (2010) yang menyebutkan bahwa meningkatnya well-being individu dalam organisasi dapat mengarahkan terjadinya peningkatan reaksi afektif terhadap pekerjaan dan juga mempengaruhi tingkat turnover serta absen. Dalam penelitian yang dilakukan oleh Aggarwal-Gupta, Vohra, dan Bhatnagar (2010) ditemukan bahwa psychological well-being memiliki hubungan yang signifikan dengan komitmen organisasi dan juga persepsi karyawan terhadap dukungan yang diberikan oleh organisasi. Selain mempengaruhi performa kerja, tingkat turnover, komitmen berorganisasi, dan organizational citizenship behavior, psychological well-being juga berkaitan dengan keterikatan seseorang akan pekerjaannya. Karyawan yang memiliki psychological well-being yang tinggi akan memiliki keterikatan dengan pekerjaan yang tinggi. Pandangan tersebut didukung penelitian yang dilakukan oleh Robertson dan Cooper (2010), yang mengungkapkan bahwa interaksi antara psychological well-being dan engagement yang dimiliki karyawan dapat mengarah pada terciptanya kondisi full engagement, dimana pada kondisi tersebut karyawan memiliki kondisi psikologis yang sehat, sekaligus tingkat engagement tinggi yang akan berlangsung dalam waktu lama. Lebih lanjut, Robertson dan Cooper (2010) juga mengatakan bahwa psychological well-being merupakan salah satu faktor

4 yang mempengaruhi engagement, dimana tingginya well-being dapat membantu meningkatkan engagement dan rendahnya well-being akan menyebabkan rendahnya engagement. Dalam penelitian ini, peneliti ingin melakukan penelitian untuk melihat hubungan antara psychological well-being dan work engagement, yang akan dilakukan pada para karyawan yang bekerja di lokasi tambang di Indonesia. Peneliti memilih karyawan yang bekerja di lokasi tambang karena peneliti melihat adanya isu menarik yang membedakan karyawan yang bekerja di lokasi tambang dengan karyawan kantoran pada umumnya, seperti jam kerja yang panjang, lokasi kerja yang terpencil, resiko kerja yang tinggi, dll. Semua kondisi kerja tersebut biasanya dikompensasi oleh perusahaan dengan memberikan gaji dan tunjangan yang tinggi untuk karyawannya, dengan harapan bahwa karyawan dapat merasa perusahaan sangat menghargai kerja keras mereka dan dapat meningkatkan well-being karyawan. Akan tetapi, bagi karyawan yang berada pada tahap perkembangan dewasa muda, mereka tidak hanya memiliki tujuan untuk mendapatkan karir yang baik, tetapi mereka juga memiliki tugas perkembangan untuk mencari pasangan hidup dan membangun keluarga (Papalia, Olds, & Feldman, 2009). Seperti yang disebutkan oleh Erikson (dalam Papalia, Olds, & Feldman, 2009) bahwa masa dewasa muda adalah masa dimana seseorang perlu untuk membangun hubungan intim dengan orang lain dan juga membentuk keluarga. Dengan berada di lokasi penambangan (site) yang terpencil, kesempatan bagi para karyawan untuk bertemu dengan keluarganya dan membangun hubungan dengan orang lain menjadi terbatas. Mereka kemungkinan hanya dapat membangun hubungan pertemanan dengan sesama karyawan yang bekerja di tempat yang sama atau dengan penduduk sekitar. Oleh karena itu, penelitian ini akan dilakukan untuk melihat hubungan psychological well-being dan work engagement pada pekerja tambang yang berada pada rentang usia dewasa muda. Tinjauan Teoritis Work Engagement Dalam penelitian ini akan digunakan pengertian work engagement yang dikembangkan oleh Schaufeli dan Bakker (2003). Work engagement didefinisikan Schaufeli dan Bakker (2003, pp. 4-5) sebagai: A positive, fulfilling, work-related state of mind that is characterized by vigor, dedication, and absorption. Rather than a momentary and specific state, engagement

5 refers to a more persistent and pervasive affective-cognitive state that is not focused on any particular object, event, individual, or behavior. Definisi tersebut, menyatakan bahwa work engagement adalah kondisi pikiran yang positif dan berkaitan dengan pekerjaan, yang dicirikan dengan vigor, dedication, dan absorption. Vigor merujuk pada tingkat energi dan resiliensi mental yang tinggi selama bekerja, kemauan untuk menyalurkan tenaga pada pekerjaan, dan ketahanan walaupun menghadapi kesulitan. Dedication merujuk pada keikutsertaan yang intens pada pengerjaan tugas dan merasakan adanya signifikansi, antusias, inspirasi, rasa bangga, dan tantangan terhadap pekerjaan yang dimiliki. Absorption merujuk pada konsentrasi penuh dan dengan senang hati mengerjakan pekerjaannya, dimana biasanya waktu terasa cepat berlalu dan merasa sulit untuk memisahkan diri dari pekerjaan. Engagement yang diungkapkan oleh Schaufeli dan Bakker (2003) ini tidak merujuk pada kondisi yang sesaat dan spesifik, tetapi lebih pada kondisi afeksi-kognitif yang terus berlanjut dan nyata, yang tidak terfokus pada objek, situasi, individu, atau tingkah laku tertentu. Psychological Well-Being Konsep mengenai psychological well-being telah menjadi perhatian banyak peneliti sampai saat ini. Penelitian mengenai psychological well-being kebanyakan diarahkan oleh dua konsep utama dari positive functioning, yaitu konsep yang diungkapkan oleh Bradburn dimana ia mendefinisikan kebahagian sebagai bentuk keseimbangan antara afek positif dan negatif, dan konsep yang menekankan pada kepuasan hidup (life satisfaction) sebagai indikator utama well being (Ryff & Keyes, 1995). Ryff (1989) mendefinisikan psychological well-being sebagai suatu kondisi dimana seseorang dapat menerima dan mempertahankan sikap positif terhadap dirinya sendiri, memiliki hubungan yang baik dan dapat menunjukkan kasih sayang atau kepedulian pada orang lain, tidak bergantung pada orang lain serta memiliki standar personal, mampu memilih atau menciptakan lingkungan yang sesuai dengan kondisi dirinya, memiliki tujuan hidup dan percaya bahwa hidupnya berarti, serta dapat mengaktualisasikan diri dan menyadari potensi yang dimiliki. Dalam penelitian ini, akan digunakan pengertian psychological well-being yang dikembangkan oleh Ryff. Dalam memformulasikan teori mengenai psychological well-being, Ryff (1989) menjelaskan mengenai beberapa dimensi yang telah ia teliti untuk mengoperasionalkan

6 dimensi tersebut. Berikut adalah dimensi psychological well-being yang diungkapkan oleh Ryff (1989), antara lain: Penerimaan diri (Self acceptance). Penerimaan diri didefinisikan sebagai hal utama dari kesehatan mental, karakteristik aktualisasi diri, fungsi yang optimal, dan kedewasaan. Dengan mempertahankan sikap positif terhadap diri sendiri dapat menjadi karakteristik utama dari fungsi psikologis yang positif. Hubungan positif dengan orang lain (positive relations with others). Kemampuan untuk mencintai dilihat sebagai komponen utama dari kesehatan ental. Orang yang telah mencapai self actualization digambarkan sebagai orang yang memiliki empati yang kuat dan kasih sayang untuk semua manusia, serta dapat menunjukkan cinta yang lebih besar, persahabatan yang lebih kuat, dan identifikasi terhadap orang lain yang lebih sempurna. Hubungan yang hangat dengan orang lain merupakan salah satu kriteria dari kedewasaan. Teori perkembangan pada orang dewasa juga menekankan pada pencapaian kedekatan hubungan dengan orang lain (intimacy) serta pemberian arahan dan petunjuk pada orang lain (generativity). Oleh karena itu, hubungan dengan orang lain menjadi salah satu hal penting dalam konsep psychological well-being. Otonomi (autonomy). Orang yang dapat berfungsi secara optimal digambarkan sebagai orang yang memiliki internal locus of evaluation, dimana seseorang tidak melihat atau bergantung pada orang lain untuk persetujuan, akan tetapi mengevaluasi dirinya sendiri berdasarkan standar personal. Penguasaan lingkungan (Environmental mastery). Kemampuan seseorang untuk memilih atau menciptakan lingkungan yang sesuai dengan kondisi psikisnya merupakan salah satu karakteristik kesehatan mental. Perkembangan yang terjadi selama hidup juga digambarkan dengan adanya kemampuan untuk memanipulasi dan mengontrol lingkungan yang kompleks. Teori ini menekankan pada kemampuan seseorang untuk menjadi lebih baik di dunia dan merubahnya secara kreatif melalui aktivitas fisik atau mental. Perspektif ini menunjukkan bahwa partisipasi aktif dan penguasaan lingkungan merupakan bagian penting dalam kerangka kerja psychological well-being. Tujuan hidup (purpose in life). Kesehatan mental diartikan sebagai adanya kepercayaan yang memberikan seseorang perasaan bahwa hidup memiliki tujuan dan arti. Orang yang dapat berfungsi secara positif memiliki tujuan, intensi, dan arahan, yang berkontibusi pada timbulnya perasaan bahwa hidup itu bermakna. Pengembangan diri (personal growth). Fungsi psikologis yang optimal membutuhkan tidak hanya seseorang dapat mencapai kelima hal yang disebutkan sebelumnya, tetapi juga

7 harus terus mengembangkan potensi dirinya untuk terus berkembang sebagai seorang manusia. Kebutuhan untuk mengaktualisasikan diri dan menyadari potensi yang dimiliki merupakan perspektif utama dari pengembangan diri. Metode Penelitian Berdasarkan cara perolehan data, penelitian ini termasuk kedalam tipe penelitian kuantitatif karena data yang akan digunakan dalam penelitian ini didapatkan dari skor psychological well-being dan skor work engagement. Berdasarkan tujuan penelitian menurut Kumar (2005), penelitian ini termasuk kedalam tipe penelitian korelasional karena ingin melihat hubungan antara psychological well-being dengan work engagement. Berdasarkan sifat penelitian (nature of investigation), penelitian ini termasuk dalam non-experimental study dimana dalam penelitian ini hanya akan dilihat hubungan antara kedua variabel tanpa melakukan manipulasi. Penelitian ini ditujukan kepada karyawan perusahaan pertambangan dan perminyakan yang bekerja di lokasi tambang dan sampel penelitian ini adalah karyawan-karyawan dengan range usia tahun, yang sudah bekerja selama minimal satu tahun. Lokasi tambang yang dimaksud dalam penelitian ini adalah lokasi tambang yang ada di pulau-pulau Indonesia, seperti di Kalimantan (Barat, Selatan, Timur, Utara), Sumatera (Selatan, Utara, Riau), Jawa (Timur dan Barat), dan Papua (Timika). Sampel penelitian diambil dengan menggunakan desain non-probablity sampling. Secara lebih spesifik, desain yang akan digunakan adalah convenience sampling, yaitu berdasarkan kesediaan partispan untuk mengisi kuesioner (Graveter & Forzano, 2009). Selain itu, untuk lebih memudahkan pencarian partisipan, digunakan pula snowball sampling (Kumar, 2005) dimana peneliti terlebih dahulu mencari partisipan yang memenuhi karakteristik penelitian dan kemudian meminta bantuan partisipan tersebut untuk mengenalkan dan memberikan informasi kontak teman kerja partisipan kepada peneliti, yang juga memiliki karakteristik serupa. Untuk mengumpulkan data yang diperlukan dalam penelitian ini akan digunakan kuesioner. Terdapat beberapa keuntungan dalam menggunakan kuesioner, yaitu lebih murah, dapat menghemat waktu, lebih mudah untuk disebarkan, dan memiliki anonimitas yang lebih besar dibandingkan metode pengumpulan data lainnya (Kumar, 2005). Anonimitas yang tinggi ini terjadi karena tidak ada interaksi tatap muka antara partisipan dan peneliti, sehingga partisipan dapat merasa lebih nyaman dalam memberikan jawaban. Dalam penelitian ini, kuesioner akan diberikan kepada partisipan secara online atau melalui . Cara ini dipilih

8 karena dianggap yang paling memungkinkan untuk dilakukan, mengingat lokasi kerja partisipan yang sulit dijangkau. Pengukuran variabel work engagement dilakukan dengan menggunakan alat ukur Utrecht Work Engagement Scale (UWES) yang disusun oleh Schaufeli dkk. pada tahun 2002 dan memiliki tiga aspek, yaitu vigor, dedication, dan absorption yang sudah diadaptasi oleh Wijaya (2011) dan diuji kembali reliabilitas dan validitasnya oleh Megani (2012). Wijaya (2011) melakukan adaptasi dan menghasilkan alat ukur UWES yang memiliki 20 item dan menggunakan skala Likert dengan tujuh skala, mulai dari tidak pernah hingga selalu (0-6). Alat ukur ini memiliki koefisien reliabilitas sebesar 0,942 dan validitas konstruk internal consistency yang signifikan pada los Megani (2012) kembali melakukan uji validitas dan reliabilitas alat ukur UWES yang diadaptasi oleh Wijaya (2011). Hasil pengujian tersebut menunjukkan bahwa alat ukur UWES hasil adaptasi memiliki koefisien reliabilitas sebesar 0,928 dan validitas internal consistency yang signifikan pada los Pengukuran variabel psychological well-being dilakukan dengan menggunakan alat ukur The Scale of Psychological Well-being (SPWB) yang telah diadaptasi oleh para peneliti yang tergabung dalam payung penelitian Psychological Well-Being dibawah bimbingan Dra. Dharmayati Bambang Utoyo, MA., Ph.D. Alat ukur ini telah diukur validitas dan reliabilitasnya sejak tahun Puspa (2012) dan Aryaningtias (2012) telah juga menggunakan alat ukur ini pada sampel remaja dan dewasa muda. Alat ukur ini memiliki enam dimensi yaitu self acceptance, positive relations with orhers, autonomy, environmental mastery, purpose in life, dan personal growth. Masing-masing dimensi memiliki 3 item, sehingga total item dalam alat ukur SPWB ini adalah 18 item. Skala yang digunakan dalam alat ukur ini adalah skala Likert dengan enam skala, yaitu Sangat Tidak Setuju (STS), Tidak Setuju (TS), Agak Tidak Setuju (ATS), Agak Setuju (AS), Setuju (S), dan Sangat Setuju (SS). Alat ukur ini memiliki dua jenis item, yaitu item favourable dan item unfavourable. Skor yang diberikan untuk item favourable adalah 1 untuk STS, 2 untuk TS, dan seterusnya sampai 6 untuk SS. Pemberian skor untuk item unfavourable dilakukan secara terbalik (reverse score). Selanjutnya, pengolahan data akan dilakukan dengan menggunakan beberapa teknik, antara lain; teknik analisis statistik deskriptif yang digunakan untuk mengolah gambaran data partisipan, yang dilakukan dengan menghitung mean, frekuensi, dan presentase data yang diperoleh; Pearson Correlation yang digunakan untuk melihat hubungan antara psychological well-being dan work engagement.; independent sample t-test yang digunakan untuk membandingkan mean dua kelompok, yaitu mean dua variabel pada kelompok usia dan jenis

9 kelamin; dan one way anova yang digunakan untuk mengetahui signifikansi perbedaan mean lebih dari dua kelompok, yaitu mean pada kelompok berdasarkan status pernikahan, penghasilan, dan sistem keamanan. Hasil Penelitian Tabel 1 menunjukkan bahwa psychological well-being dan work engagement memiliki korelasi yang signifikan (r = 0.635, p<0.01, two tails). Hasil korelasi menunjukkan hubungan yang positif, dimana peningkatan pada psychological well-being diikuti dengan peningkatan pada work engagement karyawan. Dengan koefisien korelasi r = 0.635, maka diperoleh r 2 = 0.403, yang berarti bahwa 40.3% dari variasi skor work engagement dapat dijelaskan oleh psychological well-being. Sesuai dengan kriteria Cohen (dalam Gravetter & Wallnau, 2007), nilai r 2 yang lebih besar dari 0.25 berarti memiliki pengaruh yang kuat. Dengan kata lain, psychological well-being dan work engagement pada karyawan yang bekerja di lokasi tambang memiliki hubungan yang cukup kuat dengan r 2 = Tabel 1. Hubungan antara psychological well-being dan work engagement pada karyawan yang bekerja di lokasi tambang Variabel r r 2 Sig. (p) psychological well-being dan work engagement *Korelasi signifikan pada level 0.01 (2-tailed) 0.635* Tabel 2 menunjukkan bahwa terdapat perbedaan yang signifikan (p = 0.008, p<0.05) antara skor rata-rata psychological well-being pada usia tahun tahun. Begitu pula dengan rata-rata skor work engagement, dimana skor rata-rata partisipan yang berusia tahun lebih rendah dibandingkan dengan rata-rata skor partisipan yang berusia tahun. Hal ini menunjukkan bahwa rata-rata partisipan yang berusia antara tahun memiliki work engagement lebih besar dibandingkan dengan partisipan yang berusia tahun. Bila dilihat berdasarkan jenis kelamin, tidak terdapat perbedaan yang signifikan antara skor rata-rata laki-laki dan perempuan, baik pada psychological well-being maupun pada work engagement. Berdasarkan status perkawinan, terdapat perbedaan yang signifikan (p= 0.002, p<0.05) dalam skor rata-rata psychological well being yang diperoleh partisipan yang single (M = 4,48), sudah menikah (M = 4,74), dan duda/janda (M = 5,5). Perbedaan juga terjadi pada skor rata-rata work engagement, dimana partisipan yang berstatus duda/janda memiliki skor rata-rata paling tinggi (M = 5,125), diikuti dengan partisipan yang berstatus sudah menikah

10 (M = 4,76), dan terakhir partisipan yang belum menikah dengan skor work engagement ratarata sebesar M = 4,55. Walaupun begitu, tidak terdapat perbedaan yang signifikan (p= 0.179, p<0.05) antara skor rata-rata work engagement berdasarkan status pernikahan. Berdasarkan analisis mengenai penghasilan, terdapat perbedaan yang signifikan baik pada skor rata-rata psychological well-being (p= 0.011, p<0.05), maupun work engagement (p= 0.027, p<0.05). Dari tabel tersebut juga dapat dilihat bahwa rata-rata skor psychological well-being paling tinggi diperoleh oleh partisipan yang memiliki penghasilan lebih dari 50 juta rupiah (M = 5,11) dan yang paling rendah adalah partisipan dengan penghasilan kurang dari 5 juta rupiah (M = 4,25). Hal tersebut juga terjadi pada work engagement, dimana rata-rata skor work engagement paling tinggi terlihat pada partisipan yang memiliki penghasilan lebih dari 50 juta rupiah (M = 5,175) dan skor rata-rata paling rendah terlihat pada partisipan yang memiliki penghasilan lebih kecil dari 5 juta rupiah (M = 4,25). Berdasarkan analisis mengenai persepsi terhadap sistem keamanan yang ada di tempatnya bekerja, terlihat terdapat perbedaan yang signifikan pada skor rata-rata psychological wellbeing (p= 0.001, p<0.05), dimana skor rata-rata paling rendah diperoleh oleh partisipan yang mempersepsikan sistem keamanan di tempat kerjanya kurang baik (M = 3,98). Hal serupa juga terjadi pada rata-rata skor work engagement, dimana terdapat perbedaan yang signifikan antara partisipan yang mempersepsikan sistem keamanan di tempat kerjanya kurang baik, cukup baik, dan sangat baik, dengan signifikansi sebesar p= 0.000, p<0.05. Tabel 2. Gambaran perbedaan mean masing-masing variabel berdasarkan karakteristik demografis Karakteristik Psychological Well-Being Work Engagement Usia Demografis Jenis Kelamin Status Laki-Laki Perempuan Belum menikah 4,48 0,53 mean SD sig. mean SD sig. 4,315 0,55 4,28 0, ** 4,685 0,449 4,739 0,53 4,614 0,435 4,63 0, ,594 0,724 4,73 0,7 4,55 0,67 Menikah 4,74 0, ** 4,76 0,503 Duda/Janda 5,5 0,314 5,125 0, *

11 Pendapatan < Rp 5 juta 4,25 0,57 4,25 0,67 Rp 5-10 juta 4,62 0,388 4,644 0,49 Rp juta 4,88 0,443 5,004 0, * Rp juta 4,59 0,678 4,72 0,88 Rp juta 4,83 0 4,35 0 > Rp 50 juta 5,11 0,314 5,175 0,389 Sistem Keamanan Kurang Baik Cukup Baik Sangat Baik 3,98 0,74 * Signifikan pada level 0.05 (2-tailed) ** Signifikan pada level 0.01 (2-tailed) 3,8 0,59 4,714 0, ** 4,792 0,487 4,576 0,47 4,589 0,66 0,027* 0.000** Kesimpulan dan Diskusi Secara umum, kesimpulan yang diperoleh dari penelitian ini adalah terdapat hubungan yang signifikan antara psychological well-being dan work engagement pada karyawan yang bekerja di lokasi tambang. Hubungan antara psychological well-being dan work engagement ini menunjukkan hubungan yang positif, yang artinya peningkatan pada kondisi psychological well-being diikuti dengan peningkatan pada work engagement karyawan yang bekerja di lokasi tambang. Hubungan positif ini juga dapat berarti sebaliknya yaitu, peningkatan pada work engagement diikuti dengan peningkatan pada psychological well-being karyawan yang bekerja di lokasi tambang. Hasil yang diperoleh dari penelitian ini menunjukkan bahwa terdapat hubungan yang signifikan antara psychological well-being dan work engagement pada karyawan yang bekerja di lokasi tambang. Hasil penelitian ini sejalan dengan apa yang diungkapkan oleh Robertson dan Cooper (2010) bahwa psychological well-being merupakan salah satu faktor yang mempengaruhi engagement, dimana tingginya well-being dapat membantu meningkatkan engagement dan rendahnya well-being akan menyebabkan rendahnya engagement. Hal ini juga sesuai dengan korelasi positif yang diperoleh dalam penelitian ini, yaitu peningkatan pada kondisi psychological well-being juga akan diikuti dengan peningkatan pada work engagement karyawan yang bekerja di lokasi tambang. Selain itu, hasil penelitian ini juga sejalan dengan penelitian yang dilakukan oleh Robertson, Birch, dan Cooper (2012) yang

12 menemukan bahwa psychological well-being dapat mempengaruhi timbulnya sikap kerja yang positif dan meningkatkan produktivitas mereka. lalui hasil penelitian ini dapat dilihat bahwa psychological well-being merupakan salah satu faktor yang mempengaruhi work engagement. Dengan demikian, adanya kondisi psikologis yang baik, ketika seseorang dapat menyadari dan memanfaatkan potensi dirinya secara utuh, akan mempengaruhi performa dan juga penghayatan seseorang terhadap apa yang ia kerjakan. Hal ini juga berlaku sebaliknya, ketika seseorang memiliki keterikatan (engagement) dengan pekerjaannya, ia akan memiliki perasaan dan pikiran yang lebih positif dalam hubungannya dengan pekerjaan (Schaufeli & Bakker, 2004). Robertson dan Copper (2009) menyebut hal tersebut sebagai keuntungan jangka panjang bagi karyawan karena perasaan berkomitmen dan positif terhadap pekerjaan tersebut berhubungan dengan psychological well-being mereka. Sebagai bagian dari kehidupan seseorang, bekerja juga menjadi salah satu faktor yang dapat mempengaruhi kondisi psikologis seseorang. Ketika seseorang merasa senang dan nyaman dengan apa yang ia kerjakan, tentunya akan berpengaruh pada kondisi psikologis orang tersebut, yang kemudian juga dapat membuatnya menjadi terikat dengan pekerjaan tersebut. Dari hasil analisis mengenai data demografis, dapat dilihat bahwa terdapat perbedaan yang signifikan dalam skor rata-rata psychological well-being pada usia tahun dan tahun. Hal ini mungkin terjadi karena pada rentang usia tahun, terdapat dua tahap perkembangan, yaitu tahap perkembangan dewasa muda dan juga dewasa madya. Orang yang berada pada tahap perkembangan dewasa madya cenderung memiliki keadaan fisik, kognitif, dan emosi yang baik, serta merasa nyaman dengan kualitas hidup mereka (Papalia, Olds, & Feldman, 2009). Begitu pula dengan rata-rata skor work engagement, dimana rata-rata partisipan yang berusia antara tahun memiliki work engagement lebih besar dibandingkan dengan partisipan yang berusia tahun. Hasil penelitian ini sesuai dengan penelitian yang dilakukan oleh Schaufeli dan Bakker (2003), yang mengatakan semakin tua karyawan, mereka akan semakin engaged dengan pekerjaannya. Selanjutnya, bila dilihat berdasarkan jenis kelamin, tampak bahwa tidak terdapat perbedaan skor rata-rata yang signifikan antara laki-laki dan perempuan, baik pada psychological well-being maupun pada work engagement. Penemuan ini sesuai dengan yang diungkapkan oleh Ryff dan Singer (1996) bahwa secara umum tidak terdapat perbedaan yang signifikan antara laki-laki dan perempuan pada skor psychological well-being. Pada variabel work engagement, skor rata-rata laki-laki tidak jauh berbeda dengan skor rata-rata dari partisipan perempuan. Hal ini sesuai dengan penelitian yang dilakukan oleh Drake (2012)

13 yang menemukan tidak ada hubungan antara jenis kelamin dengan keterikatan (engagement) seseorang dengan pekerjaannya. Selain berdasarkan usia dan jenis kelamin, penelitian ini juga memberikan informasi mengenai gambaran psychological well-being dan work engagement pekerja tambang berdasarkan pendapatan yang mereka peroleh. Hasil penelitian menunjukkan skor psychological well-being paling tinggi diperoleh oleh partisipan yang memiliki penghasilan lebih dari 50 juta rupiah dan skor paling rendah diperoleh oleh partisipan dengan penghasilan kurang dari 5 juta rupiah. Hal ini sesuai dengan yang diungkapkan oleh Ryff dan Singer (1996) bahwa ketersediaan pendidikan, status, dan pendapatan yang baik menjadi faktor yang dapat membantu seseorang dalam menghadapi tekanan, tantangan, dan keberagaman dalam hidup. Warr s vitamin model juga mengungkapkan hal yang sama, bahwa ketersediaan uang dapat mempengaruhi psychological well-being seseorang (Hodson, 2001). Hal serupa juga terjadi pada variabel work engagement, dimana skor rata-rata paling tinggi terlihat pada partisipan yang memiliki penghasilan lebih dari 50 juta rupiah dan skor rata-rata paling rendah terlihat pada partisipan yang memiliki penghasilan lebih kecil dari 5 juta rupiah. Hal ini sesuai dengan yang diungkapkan oleh Vazirani (2007) mengenai faktor-faktor yang mempengaruhi work engagement, bahwa sistem kompensasi yang baik dapat membuat karyawan termotivasi untuk bekerja dan dapat membantu meningkatkan engagement karyawan. Berdasarkan sistem keamanan, skor rata-rata paling rendah, baik pada psychological well-being maupun pada work engagement, terdapat pada partisipan yang mempersepsikan sistem keamanan di tempat kerjanya kurang baik. Dua hasil yang diperoleh tersebut sesuai dengan hasil penelitian yang dilakukan oleh Aggarwal-Gupta, Vohra, dan Bhatnagar (2010) bahwa persepsi akan dukungan dari organisasi mempengaruhi well-being karyawan. Pada variabel work engagement, hasil yang diperoleh dalam penelitian ini juga sesuai dengan yang diungkapkan oleh Vazirani (2007) bahwa tingkat engagement menjadi rendah ketika karyawan merasa tidak aman selama bekerja. Walaupun begitu, hasil mengenai persepsi terhadap sistem keamanan ini mungkin tidak dapat memberikan gambaran yang cukup baik karena dalam proses pengambilan data, peneliti tidak memberikan penjelasan mengenai apa yang dimaksud dengan sistem keamanan, sehingga partisipan penelitian mungkin saja mengartikan sistem keamanan tersebut secara berbeda. Selain itu, penelitian ini juga memiliki kekurangan lainnya antara lain, pertama, penyebaran kuesioner yang dilakukan tanpa memfokuskan pada suatu perusahaan tertentu. Hal ini akan dapat mempengaruhi hasil penelitian yang diperoleh karena adanya perbedaan

14 budaya organisasi di tempat partisipan penelitian bekerja. Perbedaan budaya ini dapat mempengaruhi keseluruhan aspek pekerjaan dan organisasi, karena budaya merupakan suatu nilai yang menjadi panduan karyawan dalam menilai lingkungan dan bersikap (Jex & Britt, 2008). Kedua, tidak adanya kontrol terhadap beberapa hal, antara lain status kerja dan posisi karyawan. Perbedaan status ini juga mungkin dapat mempengaruhi hasil penelitian yang diperoleh karena adanya perlakuan yang berbeda pada status karyawan tetap, karyawan kontrak, atau karyawan outsource. Kemudian, perbedaan posisi juga dapat mempengaruhi hasil penelitian ini karena adanya perbedaan tugas dan tanggung jawab. Ketiga, peneliti tidak melihat pengaruh lama kerja terhadap psychological well-being dan work engagement karyawan. Hal ini terjadi karena banyak data yang diperoleh tidak menyertakan berapa lama mereka sudah bekerja di perusahaan tempat mereka bekerja saat ini, sehingga peneliti memutuskan untuk tidak mengolahnya. Keempat, penyebaran kuesioner yang dilakukan secara online. Penyebaran kuesioner secara online ini dilakukan oleh peneliti karena kondisi yang tidak memungkinkan untuk memberikan secara langsung kepada partisipan, mengingat lokasi kerja partisipan yang sangat jauh. Hal ini membuat peneliti tidak dapat memastikan keaslian data yang diperoleh dan juga tidak dapat mengontrol karakteristik orang yang mengisi kuesioner. Akibatnya, ada beberapa data yang diperoleh memiliki karakteristik yang tidak sesuai dengan karakteristik partisipan penelitian, seperti usia yang melebihi batas dan lokasi kerja yang bukan berada di lokasi pertambangan. Kelima, jumlah partisipan yang tidak terlalu besar dan tidak merata pada pengelompokkan yang dilakukan, misalnya jenis kelamin dan usia. Hal tersebut mungkin dapat mempengaruhi perhitungan statistik yang dilakukan. Akan lebih baik jika penelitian selanjutnya membuat klasifikasi yang lebih jelas dan terarah, agar dapat menyeimbangkan jumlah partisipan dalam setiap kelompok. Saran Berdasarkan penelitian yang telah dilakukan, peneliti mengajukan beberapa saran metodologis dan saran praktis untuk menjadi bahan pertimbangan bagi penelitian selanjutnya. beberapa saran metodologis yang diajukan antara lain: 1. Dalam penelitian selanjutnya, akan lebih baik jika dilakukan pada satu perusahaan tambang tertentu agar dapat dipastikan bahwa seluruh partisipan memiliki budaya

15 organisasi yang sama. Dengan begitu, pengaruh varians budaya organisasi dapat dikurangi. 2. Dalam penelitian selanjutnya, diharapkan lebih memperhatikan data demografis, seperti latar belakang pendidikan, status kerja partisipan (tetap, kontrak, atau outsource), posisi atau jabatan yang dimiliki, dan lama kerja agar memperoleh hasil penelitian yang lebih kaya dan dapat melihat perbedaan dari masing-masing variabel tersebut. 3. Dari hasil penelitian ini, terdapat perbedaan yang signifikan, baik pada variabel psychological well-being maupun work engagement pada kategori sistem keamanan. Akan tetapi, hasil penelitian tersebut tidak dapat memberikan gambaran sebenarnya karena adanya kekurangan penelitian yang telah dijelaskan sebelumnya. Oleh karena itu, dalam penelitian selanjutnya, dapat dilakukan kembali penelitian untuk melihat pengaruh sistem keamanan terhadap work engagement atau psychological well-being, dengan memberi penjelasan yang lebih komprehensif mengenai sistem keamanan yang dimaksud, seperti sistem keamanan secara fisik selama proses kerja atau sistem keamanan yang berkaitan dengan stabilitas status dan jaminan masa depan. 4. Memperbanyak jumlah partisipan yang dilibatkan dalam penelitian agar hasil yang diperoleh dapat lebih akurat. 5. Melakukan penelitian lanjutan mengenai work engagement untuk dapat memperoleh informasi yang lebih mendalam mengenai aspek-aspek lain yang mungkin dapat mempengaruhi work engagement, seperti iklim dan budaya organisasi, persepsi terhadap dukungan organisasi, dll. Selain saran metodologis, peneliti juga mengajukan beberapa saran praktis berdasarkan hasil penelitian ini, antara lain: 1. Hasil penelitian ini menunjukkan adanya hubungan yang kuat antara psychological well-being dan work engagement pada karyawan tambang. Oleh karena itu, perusahaan sebaiknya benar-benar memperhatikan kondisi psikologis karyawannya. Salah satu caranya adalah dengan melakukan survei secara berkala mengenai keterikatan (engagement) dan juga aspek-aspek psikologis lainnya dari para pekerja, seperti kepuasan kerja, dll., guna memperoleh umpan balik dari pekerja mengenai kondisi psikologis mereka. Dengan cara ini, mereka akan merasa lebih diperhatikan dan didengarkan oleh organisasinya, sehingga dapat meningkatkan engagement mereka. 2. Bagi perusahaan, sebaiknya lebih memperhatikan well-being karyawan. Salah satu caranya adalah dengan memberikan kesempatan bagi karyawan untuk mengungkapkan keluhan atau masukan bagi perusahaan mengenai apa yang mereka sukai atau tidak

16 sukai dari perusahaan. Melalui cara ini, perusahaan dapat mengetahui hal-hal apa saja yang menjadi perhatian karyawan, sehingga perusahaan dapat mengambil tindak lanjut terkait hal tersebut dan meningkatkan well-being karyawan. Daftar Pustaka Aggarwal-Gupta, M., Vohra, N., & Bhatnagar, D. (2010). Perceived organizational support and organizational commitment: the mediational influence of psychological well being. Journal of Business and Management, 16(2), Retrieved from docview/ Astriani, D. A. (2013). Pengaruh kepemimpinan transformasional terhadap kesejahteraan psikologis karyawan yang menjalani program pengembangan karyawan di bank. (Skripsi Sarjana). Depok: Universitas Indonesia. Drake, T. J. (2012). Assessing employee engagement: A comparison of the job engagement scale and the Utrecht work engagement scale. Available from ProQuest Dissertations and Theses database. (UMI No ) Gravetter, F. J., & Forzano, L. A. (2009). Research methods for the behavioral sciences (3 rd ed.). Canada: Wadsworth Cengage Learning. Hodson, C. (2001). Psychology and work. New York, NY: Taylor & Francis. Ivanović, S., Galičić, V., & Krstevska G. (2010). Transformation of human resources into human capital base for acquiring competitive advantage. Tourism & Hospitality Management, Retrieved from Jex, S. M., & Britt, T. W. (2008). Organizational psychology: A scientist-practitioner approach (2 nd ed.). New Jersey: John Wiley & Sons. Kahn, W. A. (1990). Psychological conditions of personal engagement and disengagement at work. Academy of Management Journal, 33(4), Retrieved from 13B9E36696F71F7DAE/6?accountid=17242 Kumar, R. (2005). Research methodology: A step by step guide for beginners (2 nd ed.). London: Sage Publication. Megani, A. (2012). Hubungan antara employee engagement dan kesiapan karyawan untuk berubah (studi pada PT. X). (Skripsi Sarjana). Retrieved from

17 Page, K. M., & Vella-Brodrick, D. A. (2009). The what, why, and how of employee well being: A new model. Social Indicators Research, 90, doi: /s Papalia, D. E., Olds, S. W., & Feldman, R. D. (2009). Human development (11 th ed.). New York : McGraw-Hill. Puspa, I. N. (2012). Gambaran psychological well-being pada mahasiswa yang mengalami overweight. (Skripsi Sarjana). Depok: Universitas Indonesia. Robertson, I. T., Birch, A. J., & Cooper, C. L. (2012). Job and work attitudes, engagement and employee performance: Where does psychological well-being fit in? Leadership and Organization Development Journal, 33(2), doi: / Robertson, I. T., & Cooper, C. L. (2010). Full engagement: The integration of employee engagement and psychological well being. Leadership and Organization Development Journal, 31(4), doi: / Ryff, C. D. (1989). Happiness is everything, or is it? Explorations on the meaning of psychological well-being. Journal of Personality and Social Psychology, 57(6), Retrieved from /13BA4A0F71529DA6CCA/1?accountid=17242 Ryff, C. D. (1995). Psychological well-being in adult life. Current Directions in Psychological Science, 4(4), doi: / Ryff, C. D., & Keyes, C. L. M. (1995). The structure of psychological well being revisited. Journal of Personality and Social Psychology. Retrieved from Ryff, C. D., & Singer, B. (1996). Psychological well-being: Meaning, measurement, and implications for psychotherapy research. Psychotherapy and Psychosomatics, 65, Retrieved from Saks, A. M. (2006). Antecedents and consequences of employee engagement. Journal of Managerial Psychology, 21(7), doi: / Schaufeli, W., & Bakker, A. (2003). UWES Utrecht Work Engagement Scale. Preliminary Manual [Version 1, November 2003]. Utrecht University: Occupational Health Psychology Unit. Retrieved from Simon, S. S. (2011). The essentials of employee engagement in organizations. Journal of Contemporary Research in Management, 6(1), Vazirani, N. (2007). Employee engagement. SIES College of Management Studies.

18 Wijaya, M. (2011). Hubungan antara employee engagement dan need for achievement pada karyawan. (Skripsi Sarjana). Depok: Universitas Indonesia. Wright, T. A., Cropanzano, R., & Bonett, D. G. (2007). The moderating role of employee positive well being on the relation between job satisfaction and job performance. Journal of Occupational Health Psychology, 12(2), doi: /

GAMBARAN WORK ENGAGEMENT PADA KARYAWAN DI PT EG (MANUFACTURING INDUSTRY)

GAMBARAN WORK ENGAGEMENT PADA KARYAWAN DI PT EG (MANUFACTURING INDUSTRY) GAMBARAN WORK ENGAGEMENT PADA KARYAWAN DI PT EG (MANUFACTURING INDUSTRY) Rian Pri¹, Zamralita² ¹Fakultas Psikologi, Universitas Tarumanagara Email : rianpri13@gmail.com ²Fakultas Psikologi, Universitas

Lebih terperinci

BAB 3 METODE PENELITIAN

BAB 3 METODE PENELITIAN BAB 3 METODE PENELITIAN 3.1 Variabel Penelitian & Hipotesis 3.1.1 Variabel penelitian & definisi operasional Variabel adalah sebuah karakteristik atau kondisi yang berubah atau memiliki nilai yang berbeda

Lebih terperinci

BAB 3 METODE PENELITIAN

BAB 3 METODE PENELITIAN BAB 3 METODE PENELITIAN 3.1. Variabel Penelitian & Hipotesis 3.1.1. Variabel Penelitian & Definisi Operasional Dalam penelitian ini, variabel-variabel yang akan diuji adalah: 1. Variable (X): Materialisme

Lebih terperinci

BAB III METODOLOGI PENELITIAN

BAB III METODOLOGI PENELITIAN BAB III METODOLOGI PENELITIAN 3.1 Rancangan Penelitian Metode yang digunakan pada penelitian ini adalah metode deskriptif, yaitu metode penelitian yang bertujuan untuk menggambarkan secara sistematis mengenai

Lebih terperinci

PSYCHOLOGICAL WELL BEING PADA WANITA LAJANG DEWASA MADYA NASKAH PUBLIKASI

PSYCHOLOGICAL WELL BEING PADA WANITA LAJANG DEWASA MADYA NASKAH PUBLIKASI PSYCHOLOGICAL WELL BEING PADA WANITA LAJANG DEWASA MADYA NASKAH PUBLIKASI Diajukan kepada Fakultas Psikologi Untuk Memenuhi Sebagian Syarat Memperoleh Gelar Sarjana (S1) Psikologi Disusun oleh : RIZKIAN

Lebih terperinci

BAB III METODE PENELITIAN. A. Identifikasi Variabel Penelitian. B. Definisi Operasional

BAB III METODE PENELITIAN. A. Identifikasi Variabel Penelitian. B. Definisi Operasional BAB III METODE PENELITIAN A. Identifikasi Variabel Penelitian 1. Variabel bebas : Psychological Well-Being 2. Variabel tergantung : Komitmen Organisasional B. Definisi Operasional 1. Komitmen Organisasional

Lebih terperinci

ABSTRAK. Universitas Kristen Maranatha

ABSTRAK. Universitas Kristen Maranatha ABSTRAK Penelitian ini dilakukan untuk mengetahui psychological well-being pada pasien HIV positif (usia 20-34 tahun) di RS X Bandung. Metode yang digunakan dalam penelitian ini adalah metode deskriptif

Lebih terperinci

BAB III METODE PENELITIAN

BAB III METODE PENELITIAN BAB III METODE PENELITIAN 3.1 Desain Penelitian Penelitian ini menggunakan metode kuantitatif. yaitu sebuah metode yang datanya dinyatakan dalam bentuk nilai atau angka (Sugiyono, 2009). Desain ini sangat

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Banyak penelitian yang menggunakan istilah engagement sebagai variabel

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Banyak penelitian yang menggunakan istilah engagement sebagai variabel BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Employee Engagement 2.1.1 Pengertian Employee Engagement Banyak penelitian yang menggunakan istilah engagement sebagai variabel mereka, tetapi belum ada definisi jelas mengenai

Lebih terperinci

GAMBARAN KEBAHAGIAAN MAHASISWA FAKULTAS PSIKOLOGI UNIVERSITAS PADJADJARAN DENGAN LATAR BELAKANG BUDAYA BATAK, JAWA, MINANG, DAN SUNDA

GAMBARAN KEBAHAGIAAN MAHASISWA FAKULTAS PSIKOLOGI UNIVERSITAS PADJADJARAN DENGAN LATAR BELAKANG BUDAYA BATAK, JAWA, MINANG, DAN SUNDA GAMBARAN KEBAHAGIAAN MAHASISWA FAKULTAS PSIKOLOGI UNIVERSITAS PADJADJARAN DENGAN LATAR BELAKANG BUDAYA BATAK, JAWA, MINANG, DAN SUNDA INDIENA SARASWATI ABSTRAK Studi yang menggunakan teori kebahagiaan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. muncul melalui proses evaluasi masing-masing individu terhadap kehidupannya

BAB I PENDAHULUAN. muncul melalui proses evaluasi masing-masing individu terhadap kehidupannya 1 BAB I PENDAHULUAN Bab ini membahas mengenai latar belakang masalah, rumusan permasalahan penelitian, tujuan penelitian, signifikansi penelitian, isu etis, cakupan penelitian, dan sistematika penelitian.

Lebih terperinci

3. METODE PENELITIAN

3. METODE PENELITIAN 3. METODE PENELITIAN Pada bab ketiga ini akan dijelaskan mengenai permasalahan penelitian, hipotesis penelitian, subjek penelitian, tipe dan desain penelitian, alat ukur yang digunakan dan prosedur pelaksanaan

Lebih terperinci

BAB II LANDASAN TEORI. memiliki pengertian berbeda mengenai engagement (Albrecht, 2010).

BAB II LANDASAN TEORI. memiliki pengertian berbeda mengenai engagement (Albrecht, 2010). BAB II LANDASAN TEORI A. Employee Engagement 1. Pengertian Employee Engagement Kata engage memiliki berbagai makna dan banyak peneliti yang memiliki pengertian berbeda mengenai engagement (Albrecht, 2010).

Lebih terperinci

BAB V KESIMPULAN DAN SARAN

BAB V KESIMPULAN DAN SARAN BAB V KESIMPULAN DAN SARAN 5.1 Kesimpulan Berdasarkan hasil analisis data yang dilakukan oleh peneliti, peneliti dapat menyimpulkan bahwa terdapat hubungan yang signifikan antara psychological well being

Lebih terperinci

Abstrak. iii Universitas Kristen Maranatha

Abstrak. iii Universitas Kristen Maranatha Abstrak Penelitian mengenai Work Engagement dalam konteks organisasi kesehatan atau rumah sakit, jika ditelusuri berdasarkan catatan publikasi masih sedikit dilakukan di Indonesia. Penelitian ini menggunakan

Lebih terperinci

STUDI DESKRIPTIF MENGENAI WORK ENGAGEMENT PADA KARYAWAN OUTSOURCING DIVISI KARTU KREDIT PT. BANK RAKYAT INDONESIA (PERSERO) TBK.

STUDI DESKRIPTIF MENGENAI WORK ENGAGEMENT PADA KARYAWAN OUTSOURCING DIVISI KARTU KREDIT PT. BANK RAKYAT INDONESIA (PERSERO) TBK. STUDI DESKRIPTIF MENGENAI WORK ENGAGEMENT PADA KARYAWAN OUTSOURCING DIVISI KARTU KREDIT PT. BANK RAKYAT INDONESIA (PERSERO) TBK. NADHIRA DANESSA M. ABSTRAK Bank Rakyat Indonesia (BRI) merupakan perusahaan

Lebih terperinci

BAB III METODE PENELITIAN

BAB III METODE PENELITIAN BAB III METODE PENELITIAN A. Populasi, Sampel, dan Lokasi Penelitian 1. Populasi dan Sampel penelitian Sampel penelitian adalah orang tua anak tunarungu. Anak tunarungu tersebut bersekolah di kelas satu

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Carol D. Ryff merupakan penggagas teori Psychological well-being.

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Carol D. Ryff merupakan penggagas teori Psychological well-being. BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 PSYCHOLOGICAL WELL-BEING 2.1.1. Definisi Psychological Well-Being Carol D. Ryff merupakan penggagas teori Psychological well-being. Menurut Ryff (1989), psychological well being

Lebih terperinci

BAB III METODOLOGI PENELITIAN. 3.1 Metode Penelitian Dan Rancangan Penelitian

BAB III METODOLOGI PENELITIAN. 3.1 Metode Penelitian Dan Rancangan Penelitian BAB III METODOLOGI PENELITIAN 3.1 Metode Penelitian Dan Rancangan Penelitian 3.1.1 Metode Penelitian Metode penelitian pada dasarnya merupakan cara ilmiah untuk mendapatkan data dengan tujuan dan kegunaan

Lebih terperinci

Employee engagement merupakan topik yang sudah banyak. diperbincangkan dalam perusahaan. Employee engagement menjadi sangat

Employee engagement merupakan topik yang sudah banyak. diperbincangkan dalam perusahaan. Employee engagement menjadi sangat Employee engagement merupakan topik yang sudah banyak diperbincangkan dalam perusahaan. Employee engagement menjadi sangat penting bagi sebuah perusahaan untuk dapat mempertahankan karyawannya yang bertalenta.

Lebih terperinci

BAB III METODOLOGI PENELITIAN. A. Variabel Penelitian dan Definisi Operasional. Dalam penelitian ini menggunakan dua variabel, yaitu variabel gaya

BAB III METODOLOGI PENELITIAN. A. Variabel Penelitian dan Definisi Operasional. Dalam penelitian ini menggunakan dua variabel, yaitu variabel gaya BAB III METODOLOGI PENELITIAN A. Variabel Penelitian dan Definisi Operasional 1. Identifikasi Variabel Dalam penelitian ini menggunakan dua variabel, yaitu variabel gaya kepemimpinan partisipatif dan Work

Lebih terperinci

BAB III METODE PENELITIAN

BAB III METODE PENELITIAN BAB III METODE PENELITIAN A. Identifikasi Variabel Variabel- variabel yang diteliti dalam penelitian ini adalah sebagai berikut: 1. Variabel Tergantung : Psychological well-being 2. Variabel Bebas : Locus

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. yang sehat, pintar, dan dapat berkembang seperti anak pada umumnya. Namun, tidak

BAB I PENDAHULUAN. yang sehat, pintar, dan dapat berkembang seperti anak pada umumnya. Namun, tidak BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Anak merupakan bagian dari keluarga, dimana sebagian besar kelahiran disambut bahagia oleh anggota keluarganya, setiap orang tua mengharapkan anak yang sehat,

Lebih terperinci

BAB III METODE PENELITIAN. Penelitian ini merupakan penelitian kuantitatif dengan mengambil metode

BAB III METODE PENELITIAN. Penelitian ini merupakan penelitian kuantitatif dengan mengambil metode 56 BAB III METODE PENELITIAN 3.1 Rancangan Penelitian Metode penelitian pada dasarnya merupakan cara ilmiah untuk mendapatkan data dengan tujuan dan kegunaan tertentu. Berdasarkan hal tersebut terdapat

Lebih terperinci

Studi Deskriptif Psychological Well Being pada Ibu yang Memiliki Anak Penderita Autism yang Bersekolah Di SLB-C YPLB Bandung

Studi Deskriptif Psychological Well Being pada Ibu yang Memiliki Anak Penderita Autism yang Bersekolah Di SLB-C YPLB Bandung Prosiding Psikologi ISSN: 246-6448 Studi Deskriptif Psychological Well Being pada Ibu yang Memiliki Anak Penderita Autism yang Bersekolah Di SLB-C YPLB Bandung 1 Rahmadina Haturahim, 2 Lilim Halimah 1,2

Lebih terperinci

PENDAHULUAN. Employee engagement merupakan topik yang banyak dibicarakan. beberapa tahun terakhir. Penelitian dan aplikasi mengenai topik ini banyak

PENDAHULUAN. Employee engagement merupakan topik yang banyak dibicarakan. beberapa tahun terakhir. Penelitian dan aplikasi mengenai topik ini banyak PENDAHULUAN Employee engagement merupakan topik yang banyak dibicarakan beberapa tahun terakhir. Penelitian dan aplikasi mengenai topik ini banyak dilakukan di bidang human resource development (HRD) (Chalofsky

Lebih terperinci

3. METODE PENELITIAN

3. METODE PENELITIAN 25 3. METODE PENELITIAN Pada bagian ketiga ini, peneliti akan menjelaskan mengenai permasalahan penelitian, hipotesis penelitian, variabel-variabel penelitian, tipe dan desain penelitian, partisipan penelitian,

Lebih terperinci

DAFTAR ISI Dina Meyraniza Sari,2013

DAFTAR ISI Dina Meyraniza Sari,2013 DAFTAR ISI Halaman Halaman Pernyataan... i Kata Pengantar... ii Hikmah... iii Ucapan Terima Kasih... iv Abstrak... vi Abstract... vii Daftar Isi... viii Daftar Tabel... xi Daftar Gambar... xii Daftar Lampiran...

Lebih terperinci

GAMBARAN PROFIL ORIENTASI MASA DEPAN BIDANG PERNIKAHAN PADA WANITA BEKERJA USIA TAHUN YANG BELUM MENIKAH. Siti Anggraini

GAMBARAN PROFIL ORIENTASI MASA DEPAN BIDANG PERNIKAHAN PADA WANITA BEKERJA USIA TAHUN YANG BELUM MENIKAH. Siti Anggraini GAMBARAN PROFIL ORIENTASI MASA DEPAN BIDANG PERNIKAHAN PADA WANITA BEKERJA USIA 30-40 TAHUN YANG BELUM MENIKAH Siti Anggraini Langgersari Elsari Novianti, S.Psi. M.Psi. Fakultas Psikologi Universitas Padjadjaran

Lebih terperinci

HARGA DIRI, ORIENTASI KONTROL, DAN KEPUASAN KERJA KARYAWAN

HARGA DIRI, ORIENTASI KONTROL, DAN KEPUASAN KERJA KARYAWAN HARGA DIRI, ORIENTASI KONTROL, DAN KEPUASAN KERJA KARYAWAN Andri 1 Lieke E.M. Waluyo 2 1,2 Fakultas Psikologi Universitas Gunadarma Jl. Margonda Raya No. 100 Depok 16424, Jawa Barat 2 andric@minamas.co.id

Lebih terperinci

Gambaran Keterikatan Kerja pada Dosen-Tetap Ditinjau dari Karakteristik Personal

Gambaran Keterikatan Kerja pada Dosen-Tetap Ditinjau dari Karakteristik Personal Jurnal Muara Ilmu Sosial, Humaniora, dan Seni Vol. 1, No. 1, April 2017: hlm 338-345 ISSN 2579-6348 (Versi Cetak) ISSN-L 2579-6356 (Versi Elektronik) Gambaran Keterikatan Kerja pada Dosen-Tetap Ditinjau

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Pada bab II ini akan menjelaskan Psychological well-being, dimensidimensi

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Pada bab II ini akan menjelaskan Psychological well-being, dimensidimensi BAB II TINJAUAN PUSTAKA Pada bab II ini akan menjelaskan Psychological well-being, dimensidimensi psychological well-being, faktor-faktor yang berkaitan dengan psychological well-being, pengertian remaja,

Lebih terperinci

BAB III METODOLOGI PENELITIAN

BAB III METODOLOGI PENELITIAN BAB III METODOLOGI PENELITIAN Bab ini akan memaparkan metode penelitian dan bagaimana teori yang dibahas dalam kajian pustaka diaplikasikan dalam penelitian. Bab ini terdiri dari beberapa bagian, diantaranya

Lebih terperinci

BAB 5 ANALISIS DAN INTERPRETASI DATA

BAB 5 ANALISIS DAN INTERPRETASI DATA 44 BAB 5 ANALISIS DAN INTERPRETASI DATA Pada bagian ini peneliti memaparkan hasil dari penelitian yang telah dilakukan. Hasil penelitian diperoleh dari pengolahan data secara statistik dengan menggunakan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. menjalin relasi sosial. Kebutuhan individu untuk. membangun relasi sosial meningkat seiring bertambahnya

BAB I PENDAHULUAN. menjalin relasi sosial. Kebutuhan individu untuk. membangun relasi sosial meningkat seiring bertambahnya BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Pada hakikatnya manusia merupakan makhluk sosial yang membutuhkan manusia lainnya untuk menjalin relasi sosial. Kebutuhan individu untuk membangun relasi sosial

Lebih terperinci

PEMETAAN KESEJAHTERAAN PSIKOLOGIS GURU PG PAUD SE KOTA PEKANBARU

PEMETAAN KESEJAHTERAAN PSIKOLOGIS GURU PG PAUD SE KOTA PEKANBARU PEMETAAN KESEJAHTERAAN PSIKOLOGIS GURU PG PAUD SE KOTA PEKANBARU Program Studi PG-PAUD FKIP Universitas Riau email: pakzul_n@yahoo.co.id ABSTRAK Kesejahteraan guru secara umum sangat penting diperhatikan

Lebih terperinci

KEPRIBADIAN PROAKTIF DAN KETERIKATAN KERJA PADA KARYAWAN PT PLN (PERSERO) DISTRIBUSI JAWA TENGAH DAN DAERAH ISTIMEWA YOGYAKARTA

KEPRIBADIAN PROAKTIF DAN KETERIKATAN KERJA PADA KARYAWAN PT PLN (PERSERO) DISTRIBUSI JAWA TENGAH DAN DAERAH ISTIMEWA YOGYAKARTA KEPRIBADIAN PROAKTIF DAN KETERIKATAN KERJA PADA KARYAWAN PT PLN (PERSERO) DISTRIBUSI JAWA TENGAH DAN DAERAH ISTIMEWA YOGYAKARTA Bonyta Ermintika Rizkiani, Dian Ratna Sawitri Fakultas Psikologi, Universitas

Lebih terperinci

3. METODE PE ELITIA Partisipan Penelitian

3. METODE PE ELITIA Partisipan Penelitian 32 3. METODE PE ELITIA Pada bagian ini akan dijelaskan mengenai desain penelitian, partisipan penelitian (meliputi karakteristik partisipan, teknik pengambilan sample, dan jumlah partisipan), instrumen

Lebih terperinci

Perbedaan Psychological Well-being pada Dewasa Muda Pasangan Long Distance Relationship dengan Pasangan Non Long Distance Relationship

Perbedaan Psychological Well-being pada Dewasa Muda Pasangan Long Distance Relationship dengan Pasangan Non Long Distance Relationship Perbedaan Psychological Well-being pada Dewasa Muda Pasangan Long Distance Relationship dengan Pasangan Non Long Distance Relationship Sania Faradita ABSTRACT The purpose of this study, is to know the

Lebih terperinci

Peran Dukungan Sosial di Tempat Kerja Terhadap Keterikatan Kerja Karyawan

Peran Dukungan Sosial di Tempat Kerja Terhadap Keterikatan Kerja Karyawan MEDIAPSI 2016, Vol. 2, No. 2, 38-45 Peran Dukungan Sosial di Tempat Kerja Terhadap Keterikatan Kerja Karyawan Ferry Iswanto, Ike Agustina ferry.iswanto44@gmail.com Program Studi Psikologi, Universitas

Lebih terperinci

: deskriptif, work engagement, dosen, Kota Bandung

: deskriptif, work engagement, dosen, Kota Bandung ABSTRAK Penellitian ini berjudul Studi Deskriptif Mengenai Work pada Dosen Pengajar KBK Fakultas Psikologi Universitas X di Kota Bandung. Tujuannya adalah memperoleh gambaran mengenai work engagement dari

Lebih terperinci

BAB 3 METODOLOGI PENELITIAN

BAB 3 METODOLOGI PENELITIAN BAB 3 METODOLOGI PENELITIAN Dalam bab metodologi penelitian, akan dibahas mengenai variabel penelitian, masalah penelitian, subjek penelitian, metode pengambilan data, alat ukur yang digunakan, prosedur

Lebih terperinci

Hubungan Antara Psychological Well Being (Kesejahteraan Psikologi) dengan Kepuasan Kerja pada PNS Dinas Sosial Provinsi Lampung

Hubungan Antara Psychological Well Being (Kesejahteraan Psikologi) dengan Kepuasan Kerja pada PNS Dinas Sosial Provinsi Lampung Hubungan Antara Psychological Well Being (Kesejahteraan Psikologi) dengan Kepuasan Kerja pada PNS Dinas Sosial Provinsi Lampung Aden Rahmat Afrianto, Binsar Siregar, Insan Firdaus Fakultas Psikologi, Universitas

Lebih terperinci

BAB 3 METODOLOGI PENELITIAN. Dalam penelitian ini beberapa variabel yang akan dikaji adalah :

BAB 3 METODOLOGI PENELITIAN. Dalam penelitian ini beberapa variabel yang akan dikaji adalah : BAB 3 METODOLOGI PENELITIAN 3.1. Variabel Penelitian & Hipotesis Dalam penelitian ini beberapa variabel yang akan dikaji adalah : 1. Variabel ( X ) : Kesepian (loneliness) 2. Variabel ( Y ) : Kesehjateraan

Lebih terperinci

BAB III METODE PENELITIAN. kuantitatif adalah fakta-fakta dari objek penelitian realitas dan variabel-variabel

BAB III METODE PENELITIAN. kuantitatif adalah fakta-fakta dari objek penelitian realitas dan variabel-variabel BAB III METODE PENELITIAN Pendekatan yang digunakan pada penelitian ini adalah pendekatan kuantitatif. Hal ini dikarenakan peneliti lebih menekankan pada data yang dapat dihitung untuk mendapatkan penafsiran

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Dunia pendidikan sangat penting untuk menjamin perkembangan kelangsungan

BAB I PENDAHULUAN. Dunia pendidikan sangat penting untuk menjamin perkembangan kelangsungan BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Dunia pendidikan sangat penting untuk menjamin perkembangan kelangsungan kehidupan bangsa, hal ini tidak lepas dari peran seorang guru. Guru memiliki peran

Lebih terperinci

BAB III METODE PENELITIAN. Arikunto (2006:12), mengatakan bahwa penelitian kuantitatif adalah pendekatan

BAB III METODE PENELITIAN. Arikunto (2006:12), mengatakan bahwa penelitian kuantitatif adalah pendekatan BAB III METODE PENELITIAN A. Tipe Penelitian Penelitian yang dilakukan ini dapat dikatakan sebagai penelitian kuantitatif. Arikunto (2006:12), mengatakan bahwa penelitian kuantitatif adalah pendekatan

Lebih terperinci

BAB 3. Metodologi Penelitian

BAB 3. Metodologi Penelitian BAB 3 Metodologi Penelitian 3.1 Variabel Penelitian Variabel penelitian merupakan karakteristik atau fenomena yang dapat berbeda di antara organisme, situasi, atau lingkungan (Christensen, 2001). 3.1.1

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Manusia sebagai makhluk individu dan juga makhluk sosial yang tidak

BAB I PENDAHULUAN. Manusia sebagai makhluk individu dan juga makhluk sosial yang tidak BAB I PENDAHULUAN 1.1. LATAR BELAKANG Manusia sebagai makhluk individu dan juga makhluk sosial yang tidak dapat dipisahkan dari masyarakat. Dalam kehidupan bermasyarakat, manusia memerlukan norma atau

Lebih terperinci

HUBUNGAN ANTARA SELF DETERMINATION DENGAN KETERIKATAN KERJA (WORK ENGAGEMENT) PADA KARYAWAN PT JAPFA COMFEED INDONESIA CABANG SIDOARJO

HUBUNGAN ANTARA SELF DETERMINATION DENGAN KETERIKATAN KERJA (WORK ENGAGEMENT) PADA KARYAWAN PT JAPFA COMFEED INDONESIA CABANG SIDOARJO HUBUNGAN ANTARA SELF DETERMINATION DENGAN KETERIKATAN KERJA (WORK ENGAGEMENT) PADA KARYAWAN PT JAPFA COMFEED INDONESIA CABANG SIDOARJO ARIANI Program Studi Psikologi, Universitas Brawijaya Malang ariani_arin@ymail.com

Lebih terperinci

BAB V KESIMPULAN DAN SARAN. Berdasarkan hasil pengolahan data mengenai derajat psychological wellbeing

BAB V KESIMPULAN DAN SARAN. Berdasarkan hasil pengolahan data mengenai derajat psychological wellbeing 67 BAB V KESIMPULAN DAN SARAN 5.1 Kesimpulan Berdasarkan hasil pengolahan data mengenai derajat psychological wellbeing pada mahasiswa Fakultas Psikologi Unversitas X di kota Bandung, maka diperoleh kesimpulan

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA 12 BAB II TINJAUAN PUSTAKA Bab ini berisi tentang teori-teori yang akan digunakan dalam penelitian. Selain itu juga akan dibahas tentang definisi, aspek dan karakteristik, faktor-faktor yang mempengaruhi,

Lebih terperinci

Hubungan antara Gaya Regulasi Motivasi dengan Psychological Well Being pada Mahasiswa Bidikmisi Fakultas Ilmu Budaya Unpad Novita Purnamasari

Hubungan antara Gaya Regulasi Motivasi dengan Psychological Well Being pada Mahasiswa Bidikmisi Fakultas Ilmu Budaya Unpad Novita Purnamasari Hubungan antara Gaya Regulasi Motivasi dengan Psychological Well Being pada Mahasiswa Bidikmisi Fakultas Ilmu Budaya Unpad Novita Purnamasari Dibimbing Oleh : Dr.Ahmad Gimmy Prathama Siswandi, M.Si ABSTRAK

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. individu. Kegiatan bekerja dilakukan untuk berbagai alasan seperti; mencari uang,

BAB I PENDAHULUAN. individu. Kegiatan bekerja dilakukan untuk berbagai alasan seperti; mencari uang, BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Bekerja merupakan salah satu aktivitas yang dilakukan oleh setiap individu. Kegiatan bekerja dilakukan untuk berbagai alasan seperti; mencari uang, mengisi

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. daya manusia (SDM) adalah pelaksanaan job analysis, perencanaan SDM,

BAB I PENDAHULUAN. daya manusia (SDM) adalah pelaksanaan job analysis, perencanaan SDM, BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Manajemen sumber daya manusia merupakan salah satu bagian dari manajemen yang berfokus kepada aspek manusia. Fungsi dari manajemen sumber daya manusia (SDM)

Lebih terperinci

BAB III METODE PENELITIAN. Rancangan penelitian diartikan sebuah cara untuk menyelesaikan

BAB III METODE PENELITIAN. Rancangan penelitian diartikan sebuah cara untuk menyelesaikan BAB III METODE PENELITIAN A. Rancangan Penelitian Rancangan penelitian diartikan sebuah cara untuk menyelesaikan penelitian sesuai dengan latar belakang, rumusan masalah, dan tujuan yang hendak dicapai.

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. A. Psychological Well Being. perspektif besar mengenai psychological well being yang diturunkan dari dua

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. A. Psychological Well Being. perspektif besar mengenai psychological well being yang diturunkan dari dua 14 BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. Psychological Well Being 1. Konsep Psychological Well Being Konsep psychological well being sendiri mengacu pada pengalaman dan fungsi psikologis yang optimal. Sampai saat

Lebih terperinci

BAB 3 METODE PENELITIAN

BAB 3 METODE PENELITIAN 29 BAB 3 METODE PENELITIAN Pada bagian ini peneliti akan menjelaskan masalah penelitian, hipotesis berdasarkan permasalahan dalam penelitian, variabel-variabel penelitian yang akan diteliti, populasi dan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Menurut Duvall & Miller (1985) pernikahan bukan semata-mata legalisasi,

BAB I PENDAHULUAN. Menurut Duvall & Miller (1985) pernikahan bukan semata-mata legalisasi, BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Menurut Duvall & Miller (1985) pernikahan bukan semata-mata legalisasi, dari kehidupan bersama antara seorang laki-laki dan perempuan tetapi lebih dari itu

Lebih terperinci

BAB II LANDASAN TEORI. 1. Definisi Employee Engagement Definisi mengenai engagement saat ini masih belum jelas, istilah

BAB II LANDASAN TEORI. 1. Definisi Employee Engagement Definisi mengenai engagement saat ini masih belum jelas, istilah BAB II LANDASAN TEORI A. Employee Engagement 1. Definisi Employee Engagement Definisi mengenai engagement saat ini masih belum jelas, istilah engagement pertama kali digunakan dalam setting pekerjaan,

Lebih terperinci

HUBUNGAN FORGIVENESS TERHADAP PERISTIWA PERCERAIAN ORANG TUA DENGAN PSYCHOLOGICAL WELL-BEING PADA REMAJA KORBAN PERCERAIAN

HUBUNGAN FORGIVENESS TERHADAP PERISTIWA PERCERAIAN ORANG TUA DENGAN PSYCHOLOGICAL WELL-BEING PADA REMAJA KORBAN PERCERAIAN HUBUNGAN FORGIVENESS TERHADAP PERISTIWA PERCERAIAN ORANG TUA DENGAN PSYCHOLOGICAL WELL-BEING PADA REMAJA KORBAN PERCERAIAN Disusun Oleh Nama : Pandu Perdana NPM : 15512631 Kelas : 4PA05 Keluarga Perceraian

Lebih terperinci

iv Universitas Kristen Maranatha

iv Universitas Kristen Maranatha ABSTRAK Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui Psychological Well-Being pada pensiunan bank X di Kota Bandung. Pemilihan sampel menggunakan metode Accidental Sampling dan didapatkan sampel berjumlah

Lebih terperinci

1 PENDAHULUAN Latar belakang

1 PENDAHULUAN Latar belakang 1 1 PENDAHULUAN Latar belakang Organisasi menghadapi persaingan yang amat ketat dan kompetitif saat ini. Globalisasi, perkembangan komunikasi dan teknologi informasi yang terjadi cepat selama 20 tahun

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. berubah dari perubahan kognitif, fisik, sosial dan identitas diri. Selain itu, terjadi pula

BAB I PENDAHULUAN. berubah dari perubahan kognitif, fisik, sosial dan identitas diri. Selain itu, terjadi pula BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Masalah Mahasiswa berada pada masa dewasa awal. Pada masa ini, mahasiswa berada pada masa transisi dari masa remaja ke masa dewasa. Pada masa transisi ini banyak hal

Lebih terperinci

Katarina Edwina Saputri dan Sumbodo Prabowo Fakultas Psikologi Unika Soegijapranata

Katarina Edwina Saputri dan Sumbodo Prabowo Fakultas Psikologi Unika Soegijapranata Psikodimensia Vol. 14 No.1, Januari - Juli 2015, 97-115 EMPLOYEE ENGAGEMENT DITINJAU DARI PERSEPSI TERHADAP BEBAN KERJA Katarina Edwina Saputri dan Sumbodo Prabowo Fakultas Psikologi Unika Soegijapranata

Lebih terperinci

BAB I PENGANTAR. A. Latar Belakang Masalah. Studi tentang kesejahteraan psikologis pada karyawan dalam beberapa tahun

BAB I PENGANTAR. A. Latar Belakang Masalah. Studi tentang kesejahteraan psikologis pada karyawan dalam beberapa tahun BAB I PENGANTAR A. Latar Belakang Masalah Studi tentang kesejahteraan psikologis pada karyawan dalam beberapa tahun terakhir mendapat perhatian yang cukup besar. Menurut Russel (2008) kesejahteraan psikologis

Lebih terperinci

BAB II LANDASAN TEORI. Bradburn (1969 dalam Ryff, 1989) membedakan psychological

BAB II LANDASAN TEORI. Bradburn (1969 dalam Ryff, 1989) membedakan psychological 15 BAB II LANDASAN TEORI A. PSYCHOLOGICAL WELL-BEING 1. Definisi Psychological Well-Being Bradburn (1969 dalam Ryff, 1989) membedakan psychological well-being menjadi afek positif dan afek negatif. Penelitiannya

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Perkembangan pengelolaan sumber daya manusia telah ditandai pergeseran

BAB I PENDAHULUAN. Perkembangan pengelolaan sumber daya manusia telah ditandai pergeseran BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Perkembangan pengelolaan sumber daya manusia telah ditandai pergeseran peran dan fungsi sumber daya manusia yang sangat dramatis. Fungsi sumber daya manusia tidak dianggap

Lebih terperinci

ABSTRAK Program Magister Psikologi Universitas Kristen Maranatha

ABSTRAK  Program Magister Psikologi  Universitas Kristen Maranatha ABSTRAK Low vision merupakan salah satu bentuk gangguan pengihatan yang tidak dapat diperbaiki meskipun telah dilakukan penanganan secara medis. Penyandang low vision hanya memiliki sisa penglihatan yang

Lebih terperinci

Perbedaan Psychological Well-Being pada Guru Sekolah Menengah Atas dan Sekolah Menengah Kejuruan di Kabupaten Bangka

Perbedaan Psychological Well-Being pada Guru Sekolah Menengah Atas dan Sekolah Menengah Kejuruan di Kabupaten Bangka Perbedaan Psychological Well-Being pada Guru Sekolah Menengah Atas dan Sekolah Menengah Kejuruan di Kabupaten Bangka (The Difference of Psychological Well-Being among Senior High School and Vocational

Lebih terperinci

LAMPIRAN A. SKALA PERSEPSI DUKUNGAN ORGANISASI DAN KESEJAHTERAAN PSIKOLOGIS PADA SAAT UJI COBA B. RELIABILITAS DAN UJI DAYA BEDA SKALA PERSEPSI

LAMPIRAN A. SKALA PERSEPSI DUKUNGAN ORGANISASI DAN KESEJAHTERAAN PSIKOLOGIS PADA SAAT UJI COBA B. RELIABILITAS DAN UJI DAYA BEDA SKALA PERSEPSI 87 LAMPIRAN A. SKALA PERSEPSI DUKUNGAN ORGANISASI DAN KESEJAHTERAAN PSIKOLOGIS PADA SAAT UJI COBA B. RELIABILITAS DAN UJI DAYA BEDA SKALA PERSEPSI DUKUNGAN ORGANISASI DAN KESEJAHTERAAN PSIKOLOGIS PADA

Lebih terperinci

BAB III METODE PENELITIAN. pada penelitian kuantitatif, lebih menekankan pada pengujian teori melalui angka,

BAB III METODE PENELITIAN. pada penelitian kuantitatif, lebih menekankan pada pengujian teori melalui angka, 64 BAB III METODE PENELITIAN A. Rancangan Penelitian Dalam penelitian ini menggunakan pendekatan korelasi kuantitatif, dimana pada penelitian kuantitatif, lebih menekankan pada pengujian teori melalui

Lebih terperinci

ABSTRAK. Universitas Kristen Maranatha

ABSTRAK. Universitas Kristen Maranatha ABSTRAK Penelitian ini dilakukan untuk memperoleh gambaran mengenai kesejahteraan psikologis pada pegawai outsourcing Universitas X kota Bandung. Metode yang digunakan dalam pengambilan sampel pada penelitian

Lebih terperinci

HUBUNGAN ANTARA DUKUNGAN SOSIAL DAN MOTIVASI BERPRESTASI SISWA KELAS VII DI MADRASAH TSANAWIYAH NEGERI 8 JAKARTA BARAT

HUBUNGAN ANTARA DUKUNGAN SOSIAL DAN MOTIVASI BERPRESTASI SISWA KELAS VII DI MADRASAH TSANAWIYAH NEGERI 8 JAKARTA BARAT Hubungan Antara Dukungan Sosial Dan Motivasi Berprestasi Siswa Kelas VII... Jakarta Barat HUBUNGAN ANTARA DUKUNGAN SOSIAL DAN MOTIVASI BERPRESTASI SISWA KELAS VII DI MADRASAH TSANAWIYAH NEGERI 8 JAKARTA

Lebih terperinci

ABSTRAK. viii. Universitas Kristen Maranatha

ABSTRAK. viii. Universitas Kristen Maranatha ABSTRAK Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui gambaran mengenai derajat Psychological Well-Being pada tunanetra dewasa awal di Panti Sosial Bina Netra X Kota Bandung. Pemilihan sampel menggunakan metode

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. potensi individu dimana individu dapat menerima kekurangan dan kelebihan

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. potensi individu dimana individu dapat menerima kekurangan dan kelebihan BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. Psychological Well-Being 1. Pengertian Psychological Well-Being Psychological well-being merupakan realisasi dan pencapaian penuh dari potensi individu dimana individu dapat

Lebih terperinci

SELF REGULATION, KEPUASAN TERHADAP INFORMASI PEKERJAAN DAN WORK ENGAGEMENT: Studi Kasus pada Dosen FISIP UT

SELF REGULATION, KEPUASAN TERHADAP INFORMASI PEKERJAAN DAN WORK ENGAGEMENT: Studi Kasus pada Dosen FISIP UT SELF REGULATION, KEPUASAN TERHADAP INFORMASI PEKERJAAN DAN WORK ENGAGEMENT: Studi Kasus pada Dosen FISIP UT Lilik Aslichati, Universitas Terbuka (lilika@ut.ac.id) Abstrak Penelitian penelitan yang dilakukan

Lebih terperinci

DAFTAR PUSTAKA. Papalia, D. E., Olds, S. W., & Feldman, R. D Human Development (Psikologi Perkembangan Edisi Kesepuluh). Jakarta: Kencana.

DAFTAR PUSTAKA. Papalia, D. E., Olds, S. W., & Feldman, R. D Human Development (Psikologi Perkembangan Edisi Kesepuluh). Jakarta: Kencana. DAFTAR PUSTAKA Fransiska, M. 2009. Gambaran Psychological well-being pada Pria Gay Dewasa Muda yang telah Coming-out. Skripsi Fakultas Psikologi Universitas Indonesia. Mardiah, D. 2009. Hubungan antara

Lebih terperinci

DAFTAR ISI HALAMAN JUDUL... LEMBAR PENGESAHAN... PERNYATAAN ORISINALITAS LAPORAN PENELITIAN... PERNYATAAN PUBLIKASI LAPORAN PENELITIAN... ABSTRAK...

DAFTAR ISI HALAMAN JUDUL... LEMBAR PENGESAHAN... PERNYATAAN ORISINALITAS LAPORAN PENELITIAN... PERNYATAAN PUBLIKASI LAPORAN PENELITIAN... ABSTRAK... Abstrak Tinggi rendahnya derajat work engagement pada guru akan sangat berpengaruh terhadap penghayatan atas pekerjaannya. Tujuan penelitian ini adalah untuk mengetahui gambaran mengenai work engagement

Lebih terperinci

BAB III METODE PENELITIAN. Pembahasan pada bab metode penelitian ini meliputi: Identifikasi variabel

BAB III METODE PENELITIAN. Pembahasan pada bab metode penelitian ini meliputi: Identifikasi variabel BAB III METODE PEELITIA Pembahasan pada bab metode penelitian ini meliputi: Identifikasi variabel penelitian, definisi operasional variabel penelitian, populasi dan metode pengambilan sampel, metode pengambilan

Lebih terperinci

PERBEDAAN KOMITMEN BERPACARAN ANTARA DEWASA MUDA YANG MEMILIKI SELF-MONITORING TINGGI DAN SELF-MONITORING RENDAH

PERBEDAAN KOMITMEN BERPACARAN ANTARA DEWASA MUDA YANG MEMILIKI SELF-MONITORING TINGGI DAN SELF-MONITORING RENDAH PERBEDAAN KOMITMEN BERPACARAN ANTARA DEWASA MUDA YANG MEMILIKI SELF-MONITORING TINGGI DAN SELF-MONITORING RENDAH Fransisca Iriani Dosen Fakultas Psikologi Universitas Tarumanagara, Jakarta dosenpsikologi@yahoo.com

Lebih terperinci

4. METODE PENELITIAN. Universitas Indonesia. Hubungan Antara..., Anindita Kart, F.Psi UI, 2008i

4. METODE PENELITIAN. Universitas Indonesia. Hubungan Antara..., Anindita Kart, F.Psi UI, 2008i 34 4. METODE PENELITIAN Dalam bab ini akan diuraikan mengenai metode yang digunakan dalam penelitian ini. Penjelasan mengenai metode dimulai dengan partisipan penelitian, desain penelitian, metode pengumpulan

Lebih terperinci

S E M I N A R A S E A N 2 nd PSYCHOLOGY & HUMANITY Psychology Forum UMM, Februari 2016

S E M I N A R A S E A N 2 nd PSYCHOLOGY & HUMANITY Psychology Forum UMM, Februari 2016 Analisa Psikometrik Alat Ukur Ryff s Psychological Well-Being (RPWB) Versi Bahasa Indonesia: Studi pada Lansia guna Mengukur Kesejahteraan dan Kebahagiaan Sofa Amalia Universitas Muhammadiyah Malang amaliasofa@gmail.com

Lebih terperinci

untuk dapat terus mempertahankan kualitas kinerjanya. Perkembangan zaman juga menyebabkan persaingan antar perusahaan semakin ketat.

untuk dapat terus mempertahankan kualitas kinerjanya. Perkembangan zaman juga menyebabkan persaingan antar perusahaan semakin ketat. Perubahan zaman yang semakin berkembang menuntut perusahaanperusahaan untuk dapat terus mempertahankan kualitas kinerjanya. Perkembangan zaman juga menyebabkan persaingan antar perusahaan semakin ketat.

Lebih terperinci

HUBUNGAN PSYCHOLOGICAL WELL-BEING DENGAN PENYESUAIAN DIRI PADA ISTRI YANG TINGGAL DI RUMAH MERTUA

HUBUNGAN PSYCHOLOGICAL WELL-BEING DENGAN PENYESUAIAN DIRI PADA ISTRI YANG TINGGAL DI RUMAH MERTUA HUBUNGAN PSYCHOLOGICAL WELL-BEING DENGAN PENYESUAIAN DIRI PADA ISTRI YANG TINGGAL DI RUMAH MERTUA Nellafrisca Noviasari dan Agoes Dariyo Fakultas Psikologi Universitas Tarumanagara ABSTRAKSI Tujuan penelitian

Lebih terperinci

HUBUNGAN ANTARA IKLIM ORGANISASI DENGAN KESEJAHTERAAN PSIKOLOGIS PADA KARYAWAN SKRIPSI. Diajukan untuk memenuhi persyaratan. Ujian Sarjana Psikologi

HUBUNGAN ANTARA IKLIM ORGANISASI DENGAN KESEJAHTERAAN PSIKOLOGIS PADA KARYAWAN SKRIPSI. Diajukan untuk memenuhi persyaratan. Ujian Sarjana Psikologi HUBUNGAN ANTARA IKLIM ORGANISASI DENGAN KESEJAHTERAAN PSIKOLOGIS PADA KARYAWAN SKRIPSI Diajukan untuk memenuhi persyaratan Ujian Sarjana Psikologi OLEH FITRI DIAN ADLINA 101301091 FAKULTAS PSIKOLOGI UNIVERSITAS

Lebih terperinci

HUBUNGAN ANTARA PERSEPSI TERHADAP KOMPENSASI DENGAN EMPLOYEE ENGAGEMENT PADA KARYAWAN PT. X

HUBUNGAN ANTARA PERSEPSI TERHADAP KOMPENSASI DENGAN EMPLOYEE ENGAGEMENT PADA KARYAWAN PT. X HUBUNGAN ANTARA PERSEPSI TERHADAP KOMPENSASI DENGAN EMPLOYEE ENGAGEMENT PADA KARYAWAN PT. X Briananta Winda Kurniawan, Harlina Nurtjahjanti Fakultas Psikologi, Universitas Diponegoro, Jl. Prof. Soedharto,

Lebih terperinci

Perbedaan Motivasi Berprestasi Ditinjau Dari Orientasi Pusat Kendali Pada Mahasiswa. Atrie Bintan Lestari. Hendro Prabowo, SPsi

Perbedaan Motivasi Berprestasi Ditinjau Dari Orientasi Pusat Kendali Pada Mahasiswa. Atrie Bintan Lestari. Hendro Prabowo, SPsi Perbedaan Motivasi Berprestasi Ditinjau Dari Orientasi Pusat Kendali Pada Mahasiswa Atrie Bintan Lestari Hendro Prabowo, SPsi Fakultas Psikologi Universitas Gunadarma ABSTRAKSI Penelitian ini bertujuan

Lebih terperinci

BAB II LANDASAN TEORI. dari pembahasan komitmen organisasional dan work engagement terhadap job

BAB II LANDASAN TEORI. dari pembahasan komitmen organisasional dan work engagement terhadap job 9 BAB II LANDASAN TEORI Bab ini berisikan tentang teori-teori yang digunakan untuk mendukung dan menjelaskan variabel dalam penelitian. Pembahasan dalam bab ini dimulai dari pembahasan komitmen organisasional

Lebih terperinci

Prosiding Psikologi ISSN:

Prosiding Psikologi ISSN: Prosiding Psikologi ISSN: 2460-6448 Hubungan Gaya Kepemimpinan Transformasional dengan Employee Engagement Karyawan Bank X Correlation between Transformational Leadership with Employee Engagement in Bank

Lebih terperinci

KESEJAHTERAAN PSIKOLOGIS DITINJAU DARI DUKUNGAN SOSIAL KELUARGA. (Psychological Well-Being Review From Family Social Support)

KESEJAHTERAAN PSIKOLOGIS DITINJAU DARI DUKUNGAN SOSIAL KELUARGA. (Psychological Well-Being Review From Family Social Support) KESEJAHTERAAN PSIKOLOGIS DITINJAU DARI DUKUNGAN SOSIAL KELUARGA (Psychological Well-Being Review From Family Social Support) ANITA CRESENTIANA LINDA YOSEPHIN Fakultas Psikologi Universitas Semarang Abstrak

Lebih terperinci

BAB III METODE PENELITIAN. A. Variabel Penelitian dan Definisi Operasional

BAB III METODE PENELITIAN. A. Variabel Penelitian dan Definisi Operasional BAB III METODE PENELITIAN A. Variabel Penelitian dan Definisi Operasional 1. Variabel Penelitian Variabel adalah sesuatu yang dapat berubah-ubah dan mempunyai nilai yang berbeda-beda (Turmudi dan Sri Harini,

Lebih terperinci

LAMPIRAN A. Alat Ukur

LAMPIRAN A. Alat Ukur LAMPIRAN A Alat Ukur A1. Kuesioner PWB Petunjuk pengisian : Di balik halaman ini terdapat sejumlah pernyataan yang berhubungan dengan apa yang Saudara rasakan terhadap diri sendiri dan kehidupan Saudara

Lebih terperinci

BAB III METODE PENELITIAN. yang menekankan analisisnya pada data-data numerical (angka) yang dioleh

BAB III METODE PENELITIAN. yang menekankan analisisnya pada data-data numerical (angka) yang dioleh BAB III METODE PENELITIAN 3.1. Pendekatan Penelitian Jenis penelitian ini adalah penelitian dengan menggunakan pendekatan kuantitatif, menurut Azwar (2011) pendekatan kuantitatif merupakan penelitian yang

Lebih terperinci

ABSTRAK. viii. Universitas Kristen Maranatha

ABSTRAK. viii. Universitas Kristen Maranatha ABSTRAK Pekerjaan sebagai perawat hemodialisa (HD) terdiri dari beberapa tahap, dengan tuntutan untuk terlibat secara cermat dengan kondisi pasien dan alat HD, sehingga dibutuhkan Work Engagement pada

Lebih terperinci

3. METODE PENELITIAN

3. METODE PENELITIAN 3. METODE PENELITIAN Dalam bab ini, peneliti akan memaparkan operasionalisasi dari variabel penelitian, menjelaskan tipe dan desain penelitian yang digunakan, instrumen penelitian beserta metode skoring,

Lebih terperinci

BAB III METODOLOGI PENELITIAN. tidaknya hubungan antara variabel satu dengan variabel yang lainnya.

BAB III METODOLOGI PENELITIAN. tidaknya hubungan antara variabel satu dengan variabel yang lainnya. BAB III METODOLOGI PENELITIAN A. Tipe Penelitian Penelitian dapat diklasifikasikan dari berbagai sudut pandang antara lain dari pendekatan analisis, kedalaman analisis serta sifat permasalahannya. Dilihat

Lebih terperinci

DAFTAR PUSTAKA. Aamodt, M. G. (2010). Industrial/Organizational Psychology (6th ed.). US:

DAFTAR PUSTAKA. Aamodt, M. G. (2010). Industrial/Organizational Psychology (6th ed.). US: DAFTAR PUSTAKA Aamodt, M. G. (2010). Industrial/Organizational Psychology (6th ed.). US: Wadsworth Cengage Learning. Arishanti, K. I. (2007). Budaya Organisasi, Komitmen Organisasional, dan Kepuasan Kerja

Lebih terperinci

BAB III METODE PENELITIAN

BAB III METODE PENELITIAN BAB III METODE PENELITIAN 3.1. Metode Penelitian Metode penelitian yang akan digunakan dalam penelitian ini yaitu metode kuantitatif. Metode kuantitatif menurut Robert Donmoyer (Given, 2008), adalah pendekatan-pendekatan

Lebih terperinci

Paket 10 PSYCHOLOGICAL WELL BEING

Paket 10 PSYCHOLOGICAL WELL BEING Paket 10 PSYCHOLOGICAL WELL BEING Pendahuluan Psikologi kesehatan sebagai pengetahuan social-psychological dapat digunakan untuk mengubah pola health behavior dan mengurangi pengaruh dari psychosocial

Lebih terperinci