PENGARUH FRAKSI N-HEKSANDAUN ALPUKAT TERHADAP GAMBARAN UREUM DAN KREATININ PADA TIKUS HARIS PRAYITNO

Ukuran: px
Mulai penontonan dengan halaman:

Download "PENGARUH FRAKSI N-HEKSANDAUN ALPUKAT TERHADAP GAMBARAN UREUM DAN KREATININ PADA TIKUS HARIS PRAYITNO"

Transkripsi

1 1 PENGARUH FRAKSI N-HEKSANDAUN ALPUKAT TERHADAP GAMBARAN UREUM DAN KREATININ PADA TIKUS HARIS PRAYITNO DEPARTEMEN KLINIK, REPRODUKSI DAN PATOLOGI FAKULTAS KEDOKTERAN HEWAN INSTITUT PERTANIAN BOGOR 2010

2 2 PERNYATAAN MENGENAI SKRIPSI DAN SUMBER INFORMASI Dengan ini sayamenyatakanbahwaskripsidenganjudul PengaruhFraksi N- Heksan Daun Alpukat Terhadap Gambaran Ureum dan KreatininPadaTikus adalah karya sendiri dan belum diajukan dalam bentuk apapun pada perguruan tinggi manapun.sumberinformasi yang berasal atau dikutip dari karya yang diterbitkan maupun tidak diterbitkan dari penulis lain telah disebutkan dalam teks dan dicantumkan dalamdaftarpustaka di bagian akhir Skripsi. Bogor, Setember 2010 Penulis HarisPrayitno B

3 3 ABSTRACT HARIS PRAYTINO.The Effect of Avocado Leaves N-Hexane Fraction on Creatinine and Ureum Description of White Rats.Under direction of IETJE WIENTARSIH and RINI MADYASTUTI The objective of this study was to determine the influence of avocado leaves n-hexane fraction on ureum and creatinine description of Sparague-Dawley rats, induced by ethylene glicol (EG) 0.75 % and ammonium choloride(ac) 2%. Twenty adult male rats were devided into four treatment groups. The first group was normal group (A) that had not been given any special treatment. Second group was treated EG/AC but not avocado leavesn-hexane fraction. In addition to EG/AC treatment, two groups of rats were also gavage-administratedn-hexane fraction of avocado leaves dose of 100 mg/ Kg BW (C) and n-hexane fraction of avocado leaves dose 300 mg/kg BW(D). Rat blood serum was taken before and after treatment. The result of this study showed that on the ureum and creatinine parameters value were not differences among each group statistically (P>0.05), but ureum and creatinine on D group were higher compared with other groups. Body weight of rats on B, C and D groups was decreased, but body weight of rats on D group was more decreased than B and C groups. The results of this research could be concluded that n- heksan was not good fraction for alvocado leaves and n-hexane fraction of avocado leaves dose 300 mg/ Kg BW and 100 mg/ Kg BW could not decrease ureum and creatinine plasma value. Key words : n-hexane fraction, avocado leaves, ureum, creatinine, ethylene glicol.

4 4 RINGKASAN HARIS PRAYITNO. PengaruhFraksi N-Heksan Daun Alpukat Terhadap Gambaran Ureum dan Kreatinin Pada Tikus. Dibawah Bimbingan IETJE WIENTARSIH dan RINI MADYASTUTI. Tujuan dalam penelitian ini adalah untuk mengetahui pengaruh fraksi n- heksan daun alpukat terhadap gambaran ureum dan kreatinin pada tikus putih (Sparague- Dawley). Tikus diinduksi dengan etilen glikol (EG) 0.75 % dan ammonium klorida (AC) 0.2 %.Sebanyak duapuluh ekor tikus dewasa dibagi menjadi 4 kelompok perlakuan. Kelompok pertama merupakan kelompok normal (A) yang tidak diberi perlakuan apapun. Kelompok dua adalah kelompok yang diberiinduksi EG/AC tanpa pemberian fraksi n-heksandaun alpukat. Perlakuan EG/AC tambahan sebanyak dua kelompok yang diberikan fraksi n-heksan daun alpukat masing-masing dengan dosis 100 mg/ Kg BB (C) dan dosis 300 mg/kg BB (D). Serum darah tikus diambil sebelum dan setelah perlakuan. Hasil penelitian ini menunjukan kadar ureum dan kreatinin tidak berbeda nyata antara kelompok perlakuan secara statistik (P>0.05), tapi kadar ureum dan kreatinin kelompok D lebih tinggi daripada kelompok lainnya. Bobot badan kelompok B, C, dan D menurun, tetapi penurunan bobot kelompok D lebih tinggi dibanding kelompok B dan C. Hasil penelitian ini dapat disimpulkan bahwa n-heksan kurang baik untuk fraksinasi daun alpukat dan fraksi n-heksan daun alpukat dosis 100 mg/ Kg BB dan 300 mg/ Kg BB tidak dapat menurunkan kadar ureum dan kreatinin. Kata kunci : fraksi n-heksan, daun alpukat, ureum, kreatinin, etilen glikol.

5 5 Hak Cipta milik IPB, tahun 2010 Hak Cipta dilindungi Undang-Undang Dilarang mengutip sebagian atau seluruh karya tulis ini tanpa mencantumkan atau menyebutkan sumbernya. Pengutipan hanya untuk kepentingan pendidikan, penelitian, penulisan karya ilmiah, penyusunan laporan, penulisan kritik, atau tinjauan suatu masalah, dan pengutipan tersebut tidak merugikan kepentingan yang wajar IPB. Dilarang mengumumkan dan memperbanyak sebagian atau seluruh karya tulis dalam bentuk apapun tanpa izin IPB.

6 6 PENGARUH FRAKSI N-HEKSAN DAUN ALPUKAT TERHADAP GAMBARAN UREUM DAN KREATININ PADA TIKUS HARIS PRAYITNO Skripsi Sebagai Salah SatuSyaratUntukMemperolehGelarSarjanaKedokteranHewanpadaFakultasKedokt eranhewan InstitutPertanian Bogor DEPARTEMEN KLINIK, REPRODUKSI DAN PATOLOGI FAKULTAS KEDOKTERAN HEWAN INSTITUT PERTANIAN BOGOR 2010

7 7 LembarPengesahan Judul : PengaruhFraksi N- HeksanDaunAlpukatterhadapGambaranUreumdanK reatininpadatikus Nama : HarisPrayitno NIM : B Disetujui Pembimbing I Pembimbing II Dr.dra.Hj. IetjeWientarsih, Apt, M.Sc RiniMadyastuti P, S.Si, Apt, M.Si NIP NIP Mengetahui Wakil Dekan Fakultas Kedokteran Hewan Dr. NastitiKusumoroni NIP Tanggal Lulus :

8 8 PRAKATA Syukur Alhamdulillah penulis haturkan ke hadirat Allah SWT karena berkat, rahmat, dan hidayahnya skripsi ini dapat terselesaikan dengan baik. Penulisan skripsi ini merupakan salah satu syarat untuk memperoleh gelar Sarjana Kedokteran Hewan pada Fakultas Kedokteran Hewan, Institut Pertanian Bogor. Dengan segala keikhlasan hati, penulis mengucapkan terima kasih kepada: 1. Ibu Dr.dra.Hj.Ietje Wientarsih, Apt, M.Sc dan Ibu Rini Madyastuti P,Ssi,Apt,M.si selaku dosen pembimbing yang banyak memberikan bimbingan dan arahan dalam penulisan skripsi ini. 2. Keluarga tercinta, Bapak dan Ibu semoga selalu diberi kesehatan, kedua adikku Risnahwati dan Adhan semoga selalu dalam lindungannya 3. Teman-teman sepenelitianku, dian, reni, ical, mayang, dan nia yang telah berjuang bersama menyelesaikan penelitian ini. 4. Semua teman-teman Aesculapius 43 yang penuh semangat, kacau tapi bersahabat 5. Teman-teman seperantauan dari Sulawesi Celebes, abin, zahir, jerry, adun, icang, obie, sube, restu, yus,ape, epi,atta dan Isa Mail, isa Mani, Isa Toni, Isa Jamal, isa Wati,Ka Ancil, isa Imran serta semua celebesman yang tidak dapat disebutkan satu persatu 6. To someone in the far place, This is the Real Me I Couldn t Be otherman 7. Semuan pihak yang terlibat dalam penulisan skripsi ini yang tidak dapat dituliskan satu per satu Penulis menyadari penulisan skiripsi ini masih jauh dari sempurna, karena itu penulis mengharapkan kritik dan saran yang membangun, terima kasih Bogor, September 2010 Penulis Haris Prayitno B

9 9 RIWAYAT HIDUP Penulis dilahirkan di Raha Sulawesi Tenggara, 27 Agustus Penulis merupakan pertama dari tiga bersaudara dari pasangan Bapak La Buhari, AMa.Pd dan Ibu Wa Hari, AMa.Pd. Pendidikan formal dimulai Sekolah Dasar di SD Negeri 1 Motewe pada tahun Pada tahun 2000, penulis melanjutkan sekolah ke SMP Negeri 1 Baus sampai tahun Setelah itu, penulis melanjutkan pendidikan di SMA Negeri 1 Baus dan lulus tahun Pada tahun 2006, penulis diterima sebagai mahasiswa Institut Pertanian Bogor melalui jalur USMI. Penulis diterima sebagai mahasiswa Fakultas Kedokteran Hewan IPB setelah satu tahun menyelesaikan Tingkat Persiapan Bersama IPB. Selama menjadi mahasiswa, penulis pernah aktif dalam Organisasi yakni Anggota Himpro Satli dan Sekretaris Umum HMI Komisariat FKH Cabang Bogor Tugas akhir dalam pendidikan tinggi diselesaikan penulis dengan menulis skripsi berjudul Pengaruh Fraksi N-Heksan Daun Alpukat Terhadap Gambaran Ureum dan Kreatinin Pada Tikus sebagai salah satu syarat mendapatkan gelar Sarjana Kedokteran Hewan di Fakultas Kedokteran Hewan, Institut Pertanian

10 10 DAFTAR ISI Halaman DAFTAR ISI. i DAFTAR TABEL. ii DAFTAR GAMBAR... iii I. PENDAHULUAN Latar Belakang. 1 Tujuan 2 Manfaat Hipotesis. 2 II. TINJAUAN PUSTAKA Alpukat (Persea americana Mill). 3 Etilen glikol 5 Ureum. 7 Kreatinin...9 Ginjal. 11 Batu Ginjal (nefrolitiasis) Hewan Percobaan.. 14 N Hexan.. 15 Maserasi. 17 III. METODOLOGI PENELITIAN Lokasi dan Waktu Penelitian. 18 Alat dan Bahan.. 18 Pembuatan Serbuk dan Simplisia.. 18 Pengujian Aktivitas Penghambatan Batu Ginjal 19 Analisis Kimia Darah 20 Analisis Data.. 21 IV. HASIL DAN PEMBAHASAN Ureum 22 Kreatinin 25 V. KESIMPULAN DAN SARAN Kesimpulan 29 Saran.. 29 DAFTAR PUSTAKA..30 LAMPIRAN.34

11 11 DAFTAR TABEL Halaman 1. Kadar normal BUN dan kreatinin beberapa jenis hewan Hasil uji penapisan fitokimia fraksi n-heksan Rataan ureum sebelum dan sesudah perlakuan Rataan kreatinin sabelum dan sesudah perlakuan...25

12 12 DAFTAR GAMBAR Halaman 1. Buah alpukat Daun alpukat Metabolisme Etilen Glikol Tahapan pembentukan Ureum Sintesis Kreatinin Ginjal dan nefron Metabolisme N-heksan dalam tubuh Grafik rataan ureum tikus selama perlakuan Grafik berat badan tikus selama perlakuan 26.

13 13 Ι. PENDAHULUAN Ι.1 Latar Belakang Masyarakat Indonesia sudah terbiasa menggunakan obat-obatan tradisional yang umumnya berasal dari tanaman untuk mencegah serangan penyakit atau mengobati penyakit. Aplikasi dari obat-obatan tersebut bisa dilakukan dengan cara meminum rebusan air dari tanaman tersebut atau meletakan simplisia yang sudah ditumbuk halus pada tempat yang sakit. Kurangnya informasi ilmiah mengenai komponen-komponen kimia yang terdapat dalam tanaman obat tradisional ini mengakibatkan nilai ekonomi dari tanaman ini menjadi rendah. Selain itu penggunaannya tanpa memperhatikan dosis yang sesuai dapat mengakibatkan efek yang tidak dinginkan (Dewi dan Subawa 2007). Salah satu penyakit yang dapat diobati dan dicegah dengan pengobatan herbal yaitu batu ginjal atau nefrolitiasis yang 1%-12% tiap tahunnya penduduk dunia menderita penyakit batu ginjal (Dewi dan Subawa 2007). Kasus penyakit batu saluran kemih banyak dijumpai di Indonesia khususnya nefrolitiasis yang membutuhkan biaya yang cukup tinggi dalam pemyembuhannya, kekambuhannya dan kesakitan yang parah. Nefrolitiasis merupakan salah satu penyakit urologi yang menempati urutan ketiga setelah infeksi saluran kemih dan kelainan prostat (Bahdarsyam 2003). Kekambuhan pembentukan batu merupakan masalah yang sering muncul pada semua jenis batu dan oleh karena itu menjadi bagian penting perawatan medis pada pasien dengan batu saluran kemih. Pembentukan batu ginjal atau nefrolitiasis merupakan proses yang cukup kompleks yang melibatkan beberapa proses fisiko-kimia termasuk supersaturasi, nukleasi, pertumbuhan, aggegasi dan retensi dalam tubula renalis (Khan 1997). Ureum sebagai hasil akhir dari katabolisme asam amino di hati disekresikan melalui urin di ginjal. Ureum yang terdapat di plasma darah dalam bentuk Blood Urea Nitrogen (BUN) dan Urea. Kreatinin merupakan hasil pemecahan dari senyawa kreatinin phospat yang berfungsi sebagai pembawa energi. Jumlah kreatinin dalam tubuh relatif konstan. Peningkatan kedua zat ini dalam plasma darah dapat menjadi indikator terjadinya gangguan fungsi ginjal (Doxey 1983). Penggunaan obat-obatan farmasetik standar untuk mencegah urolitiasis tidak semuanya efektif untuk pasien

14 14 bahkan dapat menimbulkan efek samping yang cukup berbahaya dalam penggunaan jangka panjang (Odvina 2006). Karena besarnya efek samping yang disebabkan obat-obatan kimia, maka sebagai alternatif digunakan pengobatan herbal. Daun alpukat (Persea americana) merupakan salah satu obat herbal yang dapat memperlancar pengeluaran air seni dan penghancur batu pada saluran kemih karena mengandung gula d-perseit, flavonoid quersetin dan senyawa sterin ( Mursito 2002). Oleh karena itu perlu dilakukan penelitian untuk mengetahui efek fraksi n-heksan daun alpukat dengan terhadap batu ginjal atau nefrolitiasis. 1.2 Tujuan Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui dan mengetahui pengaruh fraksi n-heksan ekstrak etanol daun alpukat (Persea americana Mill) terhadap gambaran ureum dan kreatinin sebagai parameter gangguan fungsi ginjal pada tikus putih (Rattus sp) yang diinduksi etilen glikol dan ammonium klorida dengan metode cekok. 1.3 Manfaat Hasil dari penelitian ini diharapkan dapat digunakan sebagai pelarut obat herbal alternatif yang aman dan tepat sehingga zat aktif obat herbal dapat mencegah dan mengobati batu ginjal atau nefrolitiasis. Selain itu juga, hasil penelitian dapat mengurangi risiko efek samping akibat penggunaan obat ini dengan mengetahui dosis dan pelarut yang tepat. Dilain pihak dapat meningkatkan nilai ekonomi dari tanaman alpukat (Persea amaricana Mill). 1.4 Hipotesis Pemberian fraksi ekstrak daun alpukat dengan menggunakan pelarut n- heksan pada tikus putih (Rattus sp) yang diinduksi dengan etilen glikol dapat menurunkan kadar ureum dan kreatinin sebagai indikator adanya gangguan fungsi ginjal

15 15 ΙΙ. TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Alpukat (Persea americana) Menurut Orwa et al. (2009) tanaman alpukat merupakan tanaman buah berupa pohon yang dikenal dengan nama kyesehtaw bat (Myanmar); avocado (Filipina); butter fruit, avocado, avocado pear, alligator pear (Inggis); avocat, avocatier, zaboka, zabelbok (Prancis); alligatorbirne, avocadobirne (Jerman); Avokad, Adpukat (Indonesia); avokaa (Kamboja); apukado, avokado (Malaysia); pagua, aguacate (Spanyol); awokado (Thai) Sejak zaman dahulu, buah alpukat sudah dikenal sebagai salah satu makanan yang berkhasiat bagi pengobatan. Manfaat yang dapat diperoleh antara lain dapat membantu menurunkan kolesterol darah, regenerasi darah merah, mencegah anemia, melembabkan kulit serta mencegah konstipasi. Diketahui bahwa kandungan gizi alpukat dalam 100 g BDD antara lain energi 93 kal, protein 0,9 kal, lemak 6,2 kal dan karbohidrat 10,5 g. Buah ini mengandung lemak kali lebih banyak dibanding buah lainnya (Mahendra dan Rachmawati 2005). Menurut Mahendra dan Rachmawati (2005) jenis lemak dalam alpukat termasuk asam oleik dan asam linoleik sehingga mudah dicerna dan berfungsi dalam tubuh. Penelitian yang dilakukan di Amerika Serikat pada sampel daun alpukat dapat menurunkan serum kolesterol jenuh sebanyak 8,7-42,8%. Alpukat mengandung 14 jenis mineral yang berguna dalam mengatur fungsi tubuh dan menstimulasi pertumbuhan, salah satunya besi dan tembaga yang berperan dalam regenerasi darah merah dan mencegah anemia. Menurut Nurrasid (1999) dan Wijayakusuma (1998) biji alpukat mengandung alkaloid, tanin, triterpen, dan kuinon. Kandungan kimia buah alpukat dan daun alpukat adalah saponin, alkaloid dan flavonoid. Buah juga mengandung tanin sedangkan daun mengandung polifenol, kuersetin dan gula alkohol persit. Khasiat lain dari tumbuhan ini diantaranya untuk mengobati sariawan, sebagai pelembab, kencing batu, darah tinggi, nyeri saraf, nyeri lambung, saluran napas bengkak, menstruasi tidak teratur dan sakit gigi. Tanaman alpukat adalah tanaman buah dengan tinggi antara 9-20 m. alpukat sering dikelompokan dalam tanaman yang selalu hijau atau evergeen,

16 16 walaupun ada beberapa varietas yang menggugurkan daunnya dalam waktu singkat sebelum berbunga. Panjang daun antara 7-41 cm dan bentuknya bervariasi mulai dari oval, elips, dan lanceolate. Daun alpukat muda bewarna kemerahan, lalu menjadi licin dan bewarna hijau gelap saat tua (Orwa et al. 2009). Tanaman alpukat mempunyai bunga majemuk, berumah dua, tersusun dalam malai yang keluar dekat ujung ranting, warnanya kuning kehijauan. Buahnnya buni, berbentuk bola atau bulat telur dengan panjang 5-20 cm, warnanya hijau atau hijau kekuningan, berbintik-bintik ungu, daging buah lunak jika sudah matang, warnanya hijau kekuningan. Biji bulat dengan diameter 2,5-5 cm, keping biji putih kemerahan. Minyak buah alpukat biasa digunakan untuk keperluan kosmetik (BAPPENAS 2000). Klasifikasi lengkap tanaman alpukat adalah sebagai berikut (BAPPENAS 2000) : Divisi :Spermatophyta Subdivisi :Angiospermae Kelas :Dicotyledoneae Ordo :Ranales Famili :Lauraceae Genus :Persea Spesies :Persea americana Mill Orwa et al. (2009) melaporkan bahwa ekstrak daun alpukat mepunyai sifat anti-kanker. Minyak yang diekstrak dari biji alpukat mempunyai kandungan adnstrigent. Pemberian oral infusum daun alpukat digunakan untuk mengobati disentri. Kulit buahnya mengandung anti-helmintik. Alpukat juga mempunyai sifat spasmolitik. Minyak dari biji alpukat dapat digunakan sebagai treatment dalam melembabkan kulit, mengobati skabies, luka purulent, dan lesio akibat scalp dan ketombe. Kandungan tiap 100 g buah alpukat yakni g air, 1-4 g protein, g lemak, g karbohidrat (dengan gula hanya 1 g), g besi, g vitamin A dan B-kompleks dan energi kj/100 g. Buah alpukat yang belum matang dapat menyebabkan keracunan pada tikus (Orwa et al.2009).

17 17 Buah dan daun alpukat dapat dilihat pada Gambar 1 dan 2 Gambar 1. Buah Alpukat (Persea americana Mill) Daun alpukat yang telah tua dan dapat digunakan sebagai bahan obat herbal dapat terlihat pada Gambar 2 Gambar 2. Daun Alpukat (Orwa et al. 2009) 2.2 Etilen Glikol Menurut Eder et al (1998) etilen glikol merupakan bahan dasar dalam pembuatan produk-produk otomotif yang sangat penting seperti anti pendingin dan antifreezing tapi umumnya menimbulkan masalah toksik dalam praktis medis saat ini. Umumnya etilen glikol dikonsumsi sebagai penghangat tubuh akibat mahalnya alkohol atau sebagai racun untuk bunuh diri. Etilen glikol dapat menyebabkan depressi pada susunan saraf pusat, kardiopulmonari dan insuffisiensi ginjal. Metabolisme etilen glikol menjadi asam organik dapat menyebabkam kerusakan organ. Keracunan etilen glikol dapat meningkatkan batasan metabolik asidosis, meningkatkan batasan osmolaritas, kalsium oksalat, kristaluria dan jumlah etilen glikol yang terdeteksi dalam serum. Keracunan etilen glikol dapat digambarkan dalam tiga tahap. Gejala saraf terjadi jam setelah ingesti dan termasuk mabuk yang dapat dideteksi

18 18 keberadaan etanol pada nafas atau darah, nausea, muntah, nistagmus, papillaedema, tekanan sistem refleks, konvulsi dan koma. Gejala kardiopulmonari dapat terlihat setelah jam pasca ingesti dan termasuk tachypnea (sesak napas), tachycardia, hipertensi, edema pulmonal, dan gagal jantung kongesti. Komplikasi ginjal umumnya terjadi jam setelah ingesti dan terdiri dari dari sakit pada daerah legok lapar, kostovertebral, oligouria (urin sedikit) dan gagal ginjal. Tingkat keparahan dari tiap stadium dan perkembangannya tergantung pada jumlah etilen glikol yang dikonsumsi. Etilen glikol diabsorbsi dengan cepat dari saluran pencernaan dan menimbulkan gejala sekitar 30 menit setelah ingesti. Absorbsi etilen glikol perkutaneus jarang terjadi tapi secara topikal dapat menimbulkan keracunan terutama preparasi yang mengandung propilen glikol dan dietilen glikol (Eder et al. 1998). Berikut merupakan mekanisme metabolisme etilen glikol dalam tubuh dan perubahan etilen glikol menjadi zat lain yang dapat diekskresi ke luar tubuh melalui urin atau menjadi bahan yang dapat menginduksi terjadinya nefrolitiasis. Mekanisme tersebut dapat dilihat pada Gambar 3 Gambar 3. Metabolisme Etilen Glikol (Eder et al 1998)

19 19 Etilen glikol di hati dimetabolisme dengan alkohol dehidrogenase dan enzim hepatik lainnya menjadi glikoaldehid dan asam organik. Eliminasi paruh waktu etilen glikol dapat meningkat menjadi lima kali lipat akibat adanya etanol. Hal ini terjadi karena keduanya mengandung komponen lengkap yang dapat mengaktifkan alkohol dehidrogenase. Enzim ini mempunyai afinitas yang lebih kuat dengan etanol daripada etilen glikol atau metanol ( Eder et al 1998) Di Amerika Serikat keracunan etilen glikol menyebabkan 50 sampai 60 kematian tiap tahun. Keracunan ini dapat menimbulkan injuri pada sistem saraf, jantung, dan ginjal. Indikator klinis dari ingesti atau keracunan etilen glikol tidak jelas sehingga diagnosis harus diperoleh melalui demonstrasi laboratorium etilen glikol pada serum pasien (Ryder et al.1986) Konsumsi asam prekursor atau asam non- volatil seperti etilen glikol dapat mengakibatkan metabolik asidosis sehingga terjadi peningkatan gap anion dan konsentrasi anion organik, terutama glikonat. Metabolisme asidosis juga dapat dihubungkan dengan komposisi kimia urin sebagai gambaran respon fisiologi atau biokimia dengan miningkatnya jumlah asam, seperti penurunan ph dan ekskresi sitrat pada urin. Selain itu juga dapat terjadi peningkatan ekskresi kalsium, ammonium dan phospat ( Geen et al.2005). 2.4 Ureum Ureum adalah ampas terakhir yang terpenting dalam metabolisme protein. Air dan ureum merupakan dua bagian penting dalam air kemih. Dalam keadaan normal ureum dapat melalui saringan glomeruli ginjal. Bila saringan glomeruli rusak maka jumlah air yang melalui saringan berkurang dan pengeluaran ureum juga tidak sempurna sehingga dapat menimbulkan intoksikasi yang disebut uremi atau asam urat (Hidayah 2005). Ureum dan kreatinin merupakan senyawa kimia yang menandakan fungsi ginjal normal atau tidak. Ureum merupakan produk nitrogen yang dikeluarkan ginjal dari diet protein. Kadar ureum memberikan gambaran paling baik untuk timbulnya ureum toksik dan gejala yang dapat dideteksi dibandingkan kreatinin pada gagal ginjal kronik. Nilai perbandingan ureum kreatinin pada manusia normal berkisar ( Pratiwi 2009). Penurunan GFR akibat peningkatan jumlah

20 20 nefron yang mengalami kerusakan akan mengakibatkan peningkatan kreatinin serum dan BUN yang sangat mencolok. Hal ini biasanya terjadi pada gagal ginjal stadium tiga atau progesif akibat kerusakan nefron sekitar 90 % (Lorraine dan Sylvia 2002). Tahapan pembentukan ureum terlihat pada Gambar 4 +CO 2 +NH 3 Ornitin -H 2 O Sitrulin +NH 3 -H 2 O Arginin Ureum Gambar 4. Tahapan pembentukan Ureum sebagai hasil metabolisme protein normal (Guyton 1994) Reaksi dimulai dengan derivat asam amino ornitin yang bergabung dengan satu molekul karbondioksida dan satu molekul amonia untuk membentuk zat kedua yaitu sitrulin. Sitrulin kemudian bergabung dengan molekul amonia lain untuk membentuk arginin, yang kemudian pecah menjadi ornitin dan ureum. Ureum berdifusi dari sel hati ke cairan tubuh dan dikeluarkan melalui ginjal. Ornitin dipakai kembali dalam siklus berulang-ulang (Guyton 1994). Menurut Poedjiadi dan Supriyanti (2006) ureum merupakan suatu senyawa yang mudah larut dalam air, bersifat netral dan terdapat dalam urin yang dikeluarkan dari dalam tubuh. Dalam pembentukan ureum, amonia bereaksi dengan CO 2 membentuk karbamil phospat. Karbamil yang terbentuk bereaksi dengan ornitin membentuk sitrulin. Kemudian sitrulin bereaksi dengan asam aspartat membentuk asam arginosuksinat, selanjutnya asam arginosuksiksinat diuraikan menjadi arginin dan asam fumarat serta reaksi terakhir penguraiaan arginin menjadi urea dan ornitin. Menurut Girindra (1988) ureum merupakan senyawa organik sederhana yang dihasilkan oleh hati mamalia sebagai hasil akhir katabolisme protein. Senyawa ini sangat mudah berdifusi sehingga tedapat diseluruh cairan tubuh. Secara relatif tidak toksik, namun dalam konsentrasi yang tinggi dapat

21 21 menyebabkan denaturasi protein dengan terbentuknya suatu produk yang besifat racun. Ureum terbentuk dalam hati melalui reaksi daeaminasi asam amino menjadi amonia dan masuk dalam siklus Krebs lalu terbentuk ureum yang terutama dikeluarkan melalui urin. Ureum mengalami reabsorbsi yang bermakna dalam tubulus renal, meskipun bebas filtrasi dalam glomerulus. Sejumlah urea yang telah difiltrasi dan direabsorbsi dalam tubulus proksimal, loop of Henle terjadi secara pasif (Noer 1992). Menurut Gatot (2003) kadar urea-nitrogen plasma yang meningkat disebabkan peningkatan pemasukan protein, hiperkatabolisme (infeksi), perdarahan ganstrointestinal, fungsi renal residual yang menurun dan efesiensi hemodialisis yang menurun. Penurunan GFR akibat insufisiensi ginjal akan meningkatkan BUN plasma, keadaan ini dikenal dengan nama azotemia atau zat nitrogen dalam darah (Lorraine dan Sylvia 2002). Kadar BUN yang tinggi dapat menimbulkan gejala uremia antara lain letargi, anoreksia, mual dan muntah, kebingungan, kedutan otot, kejang-kejang dan akhirnya koma (Ganong 1995). 2.3 Kreatinin Kreatinin merupakan hasil metabolisme kreatin dan fosfokreatin, disintesis terutama dalam otot bergaris, hati, pankreas dan ginjal. Kreatinin secara eksklusif diekskresi melalui ginjal, terutama melalui proses filtrasi glomerulus dan sedikit sekali melalui sekresi tubulus. Kreatinin kemih berasal dari sekresi tubulus pada manusia sehat tidak melampaui persen, tetapi secara bermakna akan lebih tinggi pada pasien gagal ginjal kronik. Umumnya kecepatan sintesis kreatinin relatif konstan, dan kadar dalam serum menggambarkan kecepatan eliminasi ginjal (Noer 1992). Kreatin dalam tubuh sebagai phospat berenergi tinggi yakni sebagai sumber energi dalam urat daging. Kadar kreatin dalam plasma hewan dewasa lebih sedikit dibanding pada hewan muda. Kreatinin merupakan senyawa yang mudah berdifusi sehingga terdapat di seluruh cairan tubuh. Pengeluaran kreatinin dalam urin tidak dipengaruhi oleh kreatinin yang berasal dari makanan, umur, seks, olahraga dan diet (Girindra 1988). Hati mensintesis metionin, arginin dan glisin menjadi kreatin. Difosforilasi kreatin terjadi dalam otot rangka menjadi

22 22 fosforil kreatin yang merupakan cadangan energi yang penting bagi sintesis Adenosintriphospat (ATP). Pembentukan ATP melalui proses glikolisis dan fosforilasi oksidatif bereaksi dengan kreatin membentuk Adenosindiphospat (ADP) dan fosfokreatin yang mengandung ikatan phospat lebih banyak sehingga energinya lebih banyak dibanding dengan ATP. Kreatin di dalam urin dibentuk fosforilasi kreatin. Kreatin tidak dikonversi secara langsung menjadi kreatinin tetapi kecepatan ekskresi kreatinin relatif konstan (Ganong 1995). H 2 N Istrahat HN PO 3 H 2 N + C + ATP H 2 N C + ADP CH 3 NCH 2 COO - olahraga CH 3 NCH 2 COO - Kreatin Fosforilkreatin HN C O HN C Gambar 5. Sintesis Kreatinin (Ganong 1995) CH 3 N CH 2 Kreatinin Kreatininphospat dapat bereaksi dengan ADP secara berulang untuk membentuk ATP dengan cara memberikan gugus phospat kepada ADP dan berubah menjadi kreatin, kemudian kreatin dalam urin dibentuk oleh fosfokreatin. Kemudian fosfokreatin diubah menjadi kreatinin. Jika ATP banyak dibutuhkan maka kreatininphospat yang berubah menjadi kreatin meningkat pula. Sebaliknya, bila ATP telah terbentuk kembali oleh proses glikolisis dan siklus asam sitrat maka kreatinin phospat terbentuk kembali (Poedjiadi dan Supriyanti 2006). Kreatinin disekresi dalam urin melalui proses filtrasi glomerulus, tetapi kreatinin tidak direabsorbsi oleh tubulus ginjal bahkan sejumlah kecil disekresi oleh tubulus terutama bila kadar kreatinin dalam serum tinggi. Uji bersihan

23 23 kreatinin merupakan pemeriksaan yang cukup memuaskan untuk memperkirakan GFR dalam pemeriksaan klinis. Kreatinin plasma merupakan indeks GFR yang lebih cermat daripada BUN karena kecepatan produksinya merupakan fungsi dari massa otot yang sedikit sekali mengalami perubahan (Sylvia dan Lorraine 2002). Kadar BUN dan kreatinin bervariasi sesuai dengan jenis hewan. Pada Tabel 1 berikut disajikan kadar normal BUN dan kreatinin dari beberapa jenis hewan. Tabel 1 Kadar normal BUN dan kreatinin beberapa jenis hewan (Malole dan Pramono 1989) Hewan Kadar Normal (mg/dl) BUN Kreatinin Kelinci Marmut Hamster Mencit Tikus 17,0-23,5 9,0-31,5 0,91-0,99 17,0-28,0 15,0-21,0 0,8-1,8 0,6-2,2 0,25-0,60 0,31-1,0 0,2-0,8 2.5 Ginjal Ginjal merupakan organ yang berbentuk seperti kacang yang terletak di kedua sisi kolumna vertebralis. Ginjal kanan teletak sedikit lebih ke posterior karena tertekan ke bawah oleh hati. Ginjal mempunyai peran yang sangat vital dalam mempertahankan volume dan komposisi Extracellular Fluid (ECF) dalam batas normal dengan kontrol filtrasi glomerulus, reabsorbsi, dan sekresi tubulus (Lorraine dan Sylvia 2002). Menurut Sharma dan Rajput (2008) nefron merupakan unit satuan terkecil dari ginjal. Pada masing-masing ginjal mempunyai sekitar satu juta nefron. Setiap nefron terdiri dari satu unit penyaring yang terdiri dari pembuluh darah halus yang disebut glomerulus, dan setiap glomerulus menempel pada sebuah tubula yang merupakan tempat terjadinya proses kimia yang rumit dan penyaringan darah menjadi urin. Ginjal menyaring sekitar 200 liter darah setiap hari dan menghasilkan sekitar 2 liter urin. Sampah dari hasil penyaringan darah berasal

24 24 dari hasil proses metabolisme seperti urea, kreatinin, asam urat, kalsium, kalium, natrium, klorida dan ion-ion hidrogen Ada dua populasi nefron yaitu kortikal nefron yang mempunyai glomerulus pada lapisan dua dan tiga dari korteks dan short loop of Henle kemudian masuk ke lapisan luar medula. Populasi nefron yang kedua yaitu nefron juxtamedullary yang mempunyai glomerulus pada lapisan dalam korteks dan long loop of Henle ( Sharma dan Rajput 2008). Gambar 6. Ginjal dan nefron (Noer 1992) Proses ultrafiltrasi glomerulus mempunyai komposisi yang sama seperti plasma kecuali tanpa protein. Sel-sel darah dan protein yang berukuran besar atau protein bermuatan negatif (albumin) secara efektif tertahan oleh seleksi ukuran dan seleksi muatan dari sawar membran filtrasi glomerular sedangkan molekul yang berukuran kecil atau dengan muatan netral dan positif akan tersaring seperti kalium, natrium, klorida, phospat inorganik, glukosa, kreatinin dan asam urat (Lorraine dan Sylvia 2002). Ginjal merupakan alat pengatur utama dalam tubuh sedangkan urin dapat dipandang sebagai hasil dari aktivitas pengaturannya. Sehubungan dengan

25 25 itu, ginjal dalam keadaan normal dapat membedakan zat yang berguna dan harus dibuang,bahkan benda asing pun dengan segera dikenalnya. Dalam keadaan patologis atau ada gangguan pada ginjal, daya pengaturan filtrasi ginjal akan menyimpang. Perubahan ini biasanya dapat dilihat dari senyawa kimia yang dilepaskannya. Begitu juga jika ada kelainan pada organ lain yang dapat menyebabkan perubahan komposisi darah, maka komposisi air kemih akan mengalami perubahan (Girindra 1988). 2.6 Batu Ginjal (Nefrolitiasis) Ginjal menjalankan fungsi yang vital sebagai pengatur volume dan komposisi kimia darah (termasuk lingkungan dalam tubuh) dengan mensekresikan zat terlarut dan air secara selektif. Fungsi utama ginjal dicapai dengan filtrasi plasma darah melalui glomerulus diikuti dengan reabsorbsi sejumlah zat terlarut dan air dalam jumlah yang sesuai di sepanjang tubulus ginjal. Kelebihan zat terlarut dan air diekskresikan keluar tubuh dalam urin melalui sistem pengumpul urin. Zat terlarut kadang kala menjadi endapan jika dalam keadaan superjenuh dan tidak dikeluarkan. Hal ini yang akan menyebabkan batu di ginjal atau berpindah ke kandung kemih (Lorraine dan Sylvia 2002) Nefrolitiasis umumnya merupakan penyakit dengan multifaktorial etiopathogenesis (Jaeger 1996 ; Baggio 1999). Batu ginjal atau nefrolitiasis merupakan penyakit yang melibatkan beberapa mekanisme yang kompleks. Batu ginjal umumnya terdiri dari garam kalsium, asam urat, magnesium amonium phospat (struvite), atau cystine. Umummya batu ginjal yang mengandung kalsium sekitar 70 % tersusun oleh kalsium oksalat atau kalsium phospat atau keduanya. Pembentuk batu ginjal kalsium oksalat berasal dari metabolisme endogonius glisin, glikonat, hidroxiprolin, dan diet vitamin C. Intake kalsium dan magnesium yang dapat membatasi absorbsi oksalat di usus sehingga sebagian besar oksalat dapat diekskresikan melalui urin, hal ini dapat mencegah terbentuknya batu oksalat (Taylor dan Curhan 2007). Kurangnya sitrat, magnesium, pirophospat dalam urin dapat menyebabkan terbentuknya batu (Dewi dan Subawa 2007). Batu struvit sering terjadi karena ada infeksi di ginjal sedangkan batu sistin terbentuk jika ada gangguan metebolisme (Coe 2003).

26 26 Pembentukan batu pada urin yang mengalami supersaturasi berhubungan dengan komponen ion dari batu spesifik dan urin yang mengalami saturasi tergantung pada aktivitas ion kimia bebas. Aktivitas ion kimia pembentuk batu dipengaruhi oleh beberapa faktor antara lain konsentrasi ion, ph urin, dan kompleksitas zat dalam urin. Konsentrasi urin menunjukan fungsi dan banyaknya ion yang diekresikan di urin melalui ginjal. Peningkatan ekskresi ion urinari dan menurunnya volume urin akan meningkatkan aktivitas ion bebas dan pembentukan batu (Bushinsky 1998). Nefrolitiasis juga dapat menurunkan Glomerulus Filtration Rate (GFR) karena adanya obstruksi pada saluran urinari akibat akumulasi batu pada saluran tersebut. Penurunan GFR berlanjut pada peningkatan nitrogenous partikular seperti urea, kreatinin dan asam urat yang terakumulasi dalam darah (Ghodkhar 1994). 2.7 Hewan Percobaan Hewan percobaan yang digunakan dalam penelitian harus memenuhi kriteria tertentu, antara lain kemiripan fungsi fisiologis dengan manusia, perkembangan cepat, canderung mudah didapat dan dipelihara (Subahagio et al. 1997). Hewan percobaan yang umum digunakan dalam penelitian farmakologi dan toksikologi adalah mencit dan tikus putih. Hewan ini dipilih karena murah, mudah diperoleh, dan mudah ditangani. Mencit dan tikus putih mempunyai data toksikologi sehingga akan mempermudah perbandingan toksisitas zat-zat kimia (Lu 1995). Menurut Malole dan Pramono (1989) terdapat 3 galur tikus putih yang umum dikenal yakni galur Sprague- Dawley, galur Winstar, dan Galur Long Evans. Galur Sparague-Dawley yang umum digunakan untuk penelitian mempunyai ciri berwarna putih albino, berkepala kecil, dan ekornya lebih panjang dari badannya. Taksonomi tikus putih dalam Robinson (1979) : Kingdom : Animalia Kelas : Mamalia Ordo : Rodentia

27 27 Subordo : Myorpha Famili : Muridae Subfamili : Murinae Genus : Rattus Spesies : Rattus sp. Tikus putih (Rattus novergicus) strain Sprague Dawley merupakan salah satu pilihan hewan model eksprimental yang diminati untuk penelitian laboratorium. Hal ini karena penetapan data kontrol sesuai dengan dasar ciri anatominya yang merupakan kemudahan dalam berbagai penelitian biomedis (Ezumi et al. 2007). Penelitian dalam bidang toksikologi dan farmakologi memerlukan serangkaian percobaan terhadap hewan percobaan untuk mengetahui tingkat toksisitas dan keamanan obat untuk manusia. Penggunaan berbagai tingkat dosis obat terhadap hewan percobaan dilakukan untuk mendapatkan dosis tebesar yang tidak menimbulkan efek merugikan atau dosis yang sangat besar yang dapat menimbulkan kelainan jaringan atau efek toksik yang jelas. Waktu observasi akan jauh lebih pendek bila kita menggunakan dosis yang lebih besar, sehinnga akan mengurangi biaya pemeriksaan. Pada waktu tertentu sebagian hewan percobaan perlu dibunuh untuk mengetahui pengaruh terhadap oragan dalamnya. Pemeriksaan kimia darah, urin dan tinja dilakukan untuk mengetahui kelainan yang timbul (Darmansjah 1995). 2.8 N-heksan Menurut Agency For Toxic Substances and Disease Registry (1999) n- heksan merupakan senyawa kimia yang diperoleh dari minyak mentah. N- hexan murni berupa cairan yang berwarna dan sedikit berbau busuk. Senyawa ini mudah terbakar dan meledak. N-heksan murni sering digunakan di laboratorium. Umumnya n-heksan digunakan dalam industri sebagai pelarut bahan kimia lainnya. Kegunaan utama pelarut yang mengandung n-heksan yaitu mengekstrak minyak tumbuhan. Senyawa ini merupakan senyawa non-polar dan tidak larut dalam air.n- hexan merupakan senyawa anorganik yang tidak larut dalam air, larut dalam sebagian besar pelarut organik dan sangat larut dalam alkohol.

28 28 Senyawa ini sering digunakan untuk mengekstrak minyak tumbuhan (HSDB 1999). Bahan ini juga sering digunakan sebagai pelarut alkohol dan campuran cat. Industri tekstil, furnitur, dan kulit sering menggunakan n-heksan sebagai cleaning agent (HSDB 1999). Yamada (1967) melaporkan bahwa polineuropathi yang berkembang menjadi atrophi otot dan parastesia pada ekstrimitas distal yang terjadi pada pekerja yang terpapar 500 dan 1000 ppm (1 ppm = 3,52 mg/m 3 ) n- heksan yang diperoleh dari tanaman herbal. Konsentrasi hexanedione pada urin secara signifikan lebih tinggi pada 35 orang yang terpapar n- hexan dibanding dengan dengan kelompok orang yang tidak terpapar n-heksan (Karakaya et al. 1996). Penurunan serum IgG, IgM dan IgA pada urine secara signifikan berkorelasi dengan konsentrasi 2,5 hexanedione (Karakaya et al.1996). Menurut Daughtrey et al.(1999) tidak ada perbedaan signifikan yang jelas antara tikus yang terpapar n-heksan dengan kelompok tikus kontrol, tapi secara statistik ada penurunan berat badan secara signifikan pada tikus yang terpapar n-heksan dibanding dengan kelompok tikus yang tidak terpapar n-heksan (kelompok kontrol). Menurut Perbelinni et al. (1981) metabolisme n-heksan dalam tubuh diubah menjadi 2-hexanol, 2,5-hexadione, 2,5-dimetil-furan dan γ-valerolacetone. Seluruh hasil metabolit tersebut dapat ditemukan dalam serum tikus yang terpapar n-heksan tapi tidak ditemukan dalam urin manusia yang terpapar n-heksan. Senyawa 2,5 hexadione dapat menghambat kerja fosfofruktokinase, glyceraldehid-3-phospat dehidrogenase dan α-glicerophospat dehidrogenase. Mekanisme metabolisme n-heksan dalam tubuh dapat terlihat pada Gambar 7 2,5-Dimetilfluran Siklisasi Oksidasi Metil-n-butil keton Enolisasi N-heksan 2-hexanol 5-hidroxy-2-hexanon α-oksidasi 2,5 Hexadiol Dekarboksilasi Oksidasi 2,5- Hexadion Laktonosasi γ -Valeroaseton Gambar 7. Metabolisme N-heksan dalam tubuh (Pebellini et al.1981)

29 29 Menurut Tensiska et al. (2007) dalam pengujian efektivitas palarut untuk mengekstrak komponen flovonoid (Randemen), n-heksan mempunyai randeman yang terendah dibandingkan dengan etil-asetat dan etenol sehingga n-heksan hanya dapat mengekstrak komponen aglikon yang sifatnya non-polar. 2.9 Maserasi Metode dasar ekstraksi obat adalah maserasi dan perkolasi. Cara ekstraksi dipilih berdasarkan beberapa faktor seperti sifat bahan mentah obat, daya penyesuaian dengan cara-cara ekstraksi, dan tujuan dalam memperoleh ekstrak yang sempurna atau mendekati sempurna dari obat. Sifat dari bahan mentah obat merupakan faktor utama yang harus dipertimbangkan dalam memilih metode ekstraksi. Pada umunya lebih sering digunakan kombinasi dari kedua proses dalam melakukan ekstraksi bahan mentah obat. Obat mula-mula dimaserasi untuk melunakan jaringan tanaman dengan melarutkan lebih banyak zat aktifnya, kemudian dilakukan proses perkolasi untuk memisahkan ekstrak dari ampasnya. Preparat farmasi dibuat dengan proses ekstraksi, yakni dengan penarikan zat pokok yang diinginkan dari bahan mentah obat dengan menggunakan pelarut yang dipilih dimana zat yang diinginkan larut, sedangkan hasil dari ekstraksi yang berisi unsur-unsur yang dapat larut dalam pelarut tertentu disebut dengan ekstrak. Sistem pelarut yang digunakan dalam ekstraksi harus dipilih berdasarkan kemampuan dalam melarutkan jumlah yang maksimum dari zat aktif dan seminimum mungkin bagi unsur yang tidak diinginkan (Voight 1994). Beberapa bahan yang dapat dijadikan mesentrum diantaranya air, campuran hidroalkohol, dan gliserin. Gliserin dan campuran hidroalkohol merupakan bahan mesentrum yang sering digunakan. Penggunaan ini dikarenakan mudah tercampur, melindungi dari kontaminasi mikroba, mencegah pemisahan dengan bahan yang diekstraksi, dan dapat membantu kemantapan dari ekstrak obat (Voight 1994).

30 30 ΙΙΙ. METODOLOGI PENELITIAN 3.1 Lokasi dan Waktu Penelitian Penelitian ini dilakukan di Laboratorium Nutrisi, Departemen Ilmu Nutrisi dan Teknologi Pakan, Fakultas Peternakan, Laboratorium Farmasi, Departemen Klinik, Reproduksi, dan Patologi, serta Laboratorium Fisiologi dan Farmakologi Departemen Anatomi, Fisiologi dan Farmakologi Fakultas Kedokteran Hewan, Institut Pertanian Bogor mulai bulan Mei sampai Agustus Alat dan Bahan Bahan yang digunakan adalah simplisia daun alpukat, heksan, aquadest, etilen glikol, eter, kit ureum. Peralatan yang digunakan dalam penelitian ini adalah sonde lambung, timbangan digital, cawan penguap, seperangkat alat operasi mini, gelas ukur, gelas piala 100 ml, gelas piala 1 L, batang pengaduk, spuit 1 ml, spuit 3 ml. 3.3 Pembuatan Serbuk / Simplisia Daun Alpukat Pengumpulan Bahan Daun alpukat diperoleh dari Balai Penelitian Tanaman Rempah dan Obat (BALITRO) Bogor dan dilakukan determinasi di Pusat Penelitian LIPI Cibinong. Bagian yang digunakan adalah daun yaitu daun yang sudah tua Pembuatan Simplisia Daun alpukat dibersihkan dari kotoran yang menempel, kemudian dicuci dengan air mengalir sampai bersih dan ditiriskan. Daun alpukat dikeringkan dengan oven pada suhu 40 C. Setelah kering daun dibersihkan lagi apabila masih terdapat kotoran yang mungkin tertinggal saat pencucian. Daun yang telah kering kemudian digiling dan diayak kemudian disimpan dalam wadah bersih dan tertutup rapat serta ditempatkan dalam tempat yang kering Pembuatan Ekstrak Etanol Daun Alpukat

31 31 Ekstrak etanol daun alpukat dilakukan dengan cara maserasi, yaitu menambahkan etanol 70% dalam simplisia kering daun alpukat. Sebanyak 500 gam simplisia dimasukan ke dalam maserator lalu direndam dengan lima liter etanol 70%. Perbandingan banyaknya alkohol dengan daun alpukat sebanyak 1:10. Kemudian direndam dan diaduk selama 24 jam dan ditampung. Meserat dipisahkan dan proses diulangi dua kali dengan jenis dan jumlah pelarut yang sama. Pencampuran dan penguapan filtrat etanol dengan menggunakan rotavapor sampai terbentuk ekstrak kental. Ekstrak yang diperoleh dipekatkan di atas penangas air dengan suhu 40 C-50 C sampai larutan penyari hilang atau jumlahnya berkurang Pembuatan Fraksi n- Heksan Daun Alpukat Ekstrak etanol yang diperoleh diatas kemudian dipartisi (cair-cair) dengan menggunakan corong pisah dengan pelarut n-heksan (1:1) sampai diperoleh dua lapisan terpisah, lapisan atas (n-heksan) dan lapisan bawah (air). Lapisan n-heksan dipisahkan dan ditampung. 3.4 Pengujian Aktivitas Penghambatan Batu Ginjal Penelitian mengenai aktivitas penghambatan batu ginjal oleh fraksi heksan daun alpukat ini dilakukan dengan menggunakan tikus putih jantan galur Sprague dawley. Uji aktivitas fraksi heksan daun alpukat pada percobaan ini digunakan 20 tikus sehat dengan berat badan sekitar 200 g -300 g yang dibagi ke dalam 4 kelompok dan masing-masing kelompok terdiri dari 5 tikus, yaitu : 1. Kelompok perlakuan A (normal) Tikus diberi air minum biasa ad libitum. 2. Kelompok perlakuan B (kontrol negatif)) Tikus diberi induksi (etilen glikol 0,75% dan amonium klorida 2%) 3. Kelompok perlakuan C Tikus diberi induksi dan dicekok fraksi n-heksan ekstrak daun alpukat dosis 100 mg/kg BB. 4. Kelompok perlakuan D

32 32 Tikus diberi induksi dan dicekok fraksi n-heksan ekstrak daun alpukat dosis 300 mg/kg BB. Dosis cekok ekstrak daun alpukat adalah 3 ml/200g BB dicekok dengan menggunakan sonde lambung. Sebelum dilakukan perlakuan, darah tikus diambil untuk pengamatan kadar ureum dan kreatinin. Pengamatan bobot badan juga dilakukan dan perhitungan rasio terhadap bobot ginjal. Perlakuan dilakukan selama 14 hari dan pada hari ke- 14 dilakukan pengambilan darah terakhir untuk dianalisa kadar ureum dan kreatinin dengan menggunakan mesin Spektrofotometer Pengambilan sampel darah tikus dilakukan di laboratorium Fisiologi Departemen Anatomi, Fisiologi dan Farmakologi, Fakultas Kedokteran Hewan, Institut Pertanian Bogor dengan spuit 3 ml. Sebelum pengambilan darah, tikus dianastesi terlebih dahulu dengan menggunakan eter sampai terbius lalu diambil darah sebanyak ± 2 ml melalui ventrikel kiri jantung (intracardial). Kemudian darah ditampung dalam tabung reaksi dan diletakan dalam posisi miring untuk mendapatkan luas permukaan yang maksimal sehingga serum yamg diperoleh akan lebih banyak. Sampel disentrifus dengan kecepatan 2500 rpm selama 15 menit kemudian diambil serumnya untuk pemeriksaan kadar ureum dan kreatinin. 3.5 Analisis Kimia Darah Sampel darah dianalisis di laboratorium Fisiologi, Departemen Anatomi, Fisiologi dan Farmakologi FKH IPB segera setelah pengambilan darah. Sampel dianalisis dengan menggunakan KiT Randox dan dibaca dengan alat Spectrofotometer Hitachi UV/Vs mouse instrument. Ureum Mesin Spectrofotometer Hitachi UV/Vs mouse instrument bekerja secara otomatis dalam mengukur kadar ureum serum darah. Ureum ditambah aquades dan urease untuk menghasilkan amonia dan karbon dioksida. Reaksi pertama, amonia akan bergabung dengan α-oxoglutarat dan NADH dengan katalisator glutamat-dehidrogenase sehingga manghsilkan glutamat dan NAD +. Reagen yang digunakan terdiri dari larutan penyangga dan reagen enzim. Larutan penyangga

33 33 yang digunakan adalah Tris-Buffer 150 mmol/l dengan ph 7.6. Reagen enzim melibatkan urease 10 U/ml, GLDH 2 U/ml, NADH 0.26 mmol/l, Adenosine- 5-diphospat 3 mmol/l dan α-oxoglutarat 14 mmol/l. Perubahan 2NH 3 + CO 2 dapat terlihat pada reaksi kimia berikut : Urea + H 2 O urease 2 NH 3 + CO 2 2 α-oxoglutarate + 2 NH NADH GLDH 2 L- glutarate + 2 NAD H 2 O Kreatinin Metode kerja mesin analisis ini dalam mengukur kadar kreatinin dalam serum darah adalah dengan mengukur pembentukan kalorimetri kompleks. Jika kreatinin bereaksi dengan alkalin pikrat akan membentuk kalorimetri kompleks. Dari pembentukan kalorimetri kompleks tersebut maka dapat dihitung jumlah kreatinin dalam sampel serum yang diuji, dengan menggunakan reagen asam pikrat 35 mmol/l (reagen 1) dan sodium hidroksida 0,32 mmol/l. Hasil pengukuran kadar ureum dan kreatinin dari serum darah akan ditampilkan di layar monitor kontrol secara otomatis dan dapat diambil kapanpun dibutuhkan 3.6 Analisis data Analisis data menggunakan metode ANOVA dengan uji lanjut Duncan Multiple Range Test (DMRT) dengan α : 0,05 untuk melihat adanya perbedaan kadar ureum dan kreatinin plasma diantara kelompok perlakuan.

34 34 IV. HASIL DAN PEMBAHASAN Penapisan fitokimia merupakan suatu metode kimia untuk mengetahui kandungan kimia suatu simplisia, ekstrak ataupun fraksi senyawa metabolit suatu tanaman herbal. Hasil penapisan fitokimia fraksi daun alpukat disajikan pada pada Tabel 2 Tabel 2. Hasil uji penapisan fitokimia fraksi daun alpukat Metabolit Sekunder Hasil Flavonoid Tanin Kuinon Saponin Alkaloid Triterperten Positif Positif Negatif Negatif Negatif Negatif Hasil penelitian ini memberikan informasi data kadar kreatinin dan ureum di dalam plasma darah tikus jantan kelompok normal, induksi etilen glikol, fraksi n-heksan ekstrak daun alpukat 100 mg/kg BB, dan kelompok fraksi n-heksan ekstrak etanol daun alpukat 300 mg/kg BB. 4.1 Ureum Ureum sebagai hasil metabolisme protein di hati sangat dipengaruhi oleh intake protein dan fungsi hati. Perubahan kadar ureum dalam darah dapat menggambarkan gangguan fungsi ginjal. Kelainan fungsi ginjal tersebut dapat terlihat dengan menurunnya laju filtrasi glomerulus yang mengakibatkan peningkatan kadar ureum dalam darah (Lorraine dan Sylvia 2002). Rataan kadar ureum dalam darah tikus sebelum dan sesudah diberi perlakuan, disajikan pada Tabel 3

35 35 Tabel 3. Rataan ureum sabelum dan sesudah perlakuan Kelompok Sebelum (mg/dl) Sesudah (mg/dl) Normal (A) ± ± a Induksi (B) ± ± a Heksan(hx)-100 (C) ± ± a Heksan(hx)-300 (D) ± ± a Keterangan : Nilai pada kolom yang sama diikuti huruf superskrip yang sama menunjukan tidak berbeda nyata (P>0.05) Tabel 3 menunjukkan bahwa rataan kadar ureum semua perlakuan tidak ada yang berbeda nyata. Semua perlakuan mengalami kenaikan kadar ureum setelah perlakuan. Rataan ureum kelompok normal (A) sebelum perlakuan mg/dl naik menjadi mg/dl setelah perlakuan. Kadar ureum kelompok induksi etilen glikol (B) sebelum perlakuan mg/dl meningkat menjadi mg/dl. Pada kelompok C (fraksi n-heksan dosis 100 mg/kg BB) dan D (fraksi n-heksan dosis 300 mg/kg BB) juga terjadi kenaikan kadar ureum, masing- masing mg/dl menjadi mg/dl dan mg/dl menjadi mg/dl. Berdasarkan uji statistik yang dilakukan dengan P >0,05 didapatkan bahwa kelompok C tidak berbeda nyata dengan semua kelompok lainnya. Hal yang sama terjadi juga antara kelompok A, B dan D. Kadar ureum normal pada tikus Sprague Dawley menurut Dhawan dan Srimal (2000) yaitu mg/dl. Dilihat dari keempat kelompok perlakuan, semuanya menunjukan angka yang besar. Hal ini mungkin disebabkan karena pemberian pakan dengan kadar protein yang tinggi. Guyton dan Hall (2007) menyebutkan bahwa distribusi dari asam amino dalam darah sampai batas tertentu bergantung pada tipe protein yang dimakan. BUN meningkat biasanya menunjukan kerusakan glomerulus. Kadar BUN juga dipengaruhi oleh kurangnya zat makanan dan hepatotoksisitas yang merupakan efek umum beberapa toksikan (Lu 2006). Menurut Charbonneau M et al.(1986) hasil metabolit n-heksan berupa γ- valeroaseton bersifat hepatotoksik. Kenaikan kadar ureum yang paling tinggi terjadi pada kelompok D dibandingkan kelompok yang lain setelah perlakuan, hal

36 36 ini menggambarkan bahwa kelompok D dengan fraksi n-heksan dosis 300 mg/kg BB memberikan pengaruh yang tidak baik terhadap fungsi ginjal. Secara tidak langsung menunjukan bahwa jumlah flavonoid yang dapat ditarik dari daun alpukat juga sedikit, sehingga kandungan flavonoid dalam sediaan sedikit. Menurut Mermaridou et al (2006) salah satu derivat flavonoid yaitu quersetin memiliki aktivitas renoprotective dengan mekanisme radikal bebas. Paparan oksalat akan menghasilkan radikal bebas dan mengakibatkan terbentuknya lipid peroksidasi. Dengan sedikitnya kandungan flavonoid ini, maka flavonoid tidak mampu untuk mengikat radikal bebas dan mengikat ion logam transisi. Hal ini menyebabkan jumlah proton yang didonorkan terhadap radikal bebas yang terbentuk tidak mecukupi sehingga tidak bisa menetralkan efek dari oksalat (Mermaridou et al 2006) Pengaruh selanjutnya adalah kerusakan ginjal akut yang menyebabkan penurunan laju filtrasi glomerolus sehingga kadar ureum dalam plasma meningkat karena kerusakan sel epitel tubulus ginjal. Rataan kenaikan kadar ureum selama perlakuan yang disebabkan kerusakan sel epitel ginjal dan nefron cukup tinggi untuk semua perlakuan. Nilai rataan tersebut dapat disajikan pada Gambar 8 Kadar Ureum mg/dl sebelum sesudah 10 0 normal induksi hx-100 hx-300 Kelompok Perlakuan Gambar 8. Grafik rataan ureum tikus selama perlakuan

IV. HASIL DAN PEMBAHASAN

IV. HASIL DAN PEMBAHASAN 34 IV. HASIL DAN PEMBAHASAN Penapisan fitokimia merupakan suatu metode kimia untuk mengetahui kandungan kimia suatu simplisia, ekstrak ataupun fraksi senyawa metabolit suatu tanaman herbal. Hasil penapisan

Lebih terperinci

ΙΙ. TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Alpukat ( Persea americana

ΙΙ. TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Alpukat ( Persea americana 15 ΙΙ. TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Alpukat (Persea americana) Menurut Orwa et al. (2009) tanaman alpukat merupakan tanaman buah berupa pohon yang dikenal dengan nama kyesehtaw bat (Myanmar); avocado (Filipina);

Lebih terperinci

TINJAUAN PUSTAKA. Gambar 1 Tanaman alpukat.

TINJAUAN PUSTAKA. Gambar 1 Tanaman alpukat. 3 TINJAUAN PUSTAKA Alpukat Tanaman alpukat berasal dari dataran tinggi Amerika Tengah dan diperkirakan masuk ke Indonesia pada abad ke-18, namun secara resmi antara tahun 1920-1930 (Anonim 2009). Kata

Lebih terperinci

PENGARUH EKSTRAK ETANOL DAUN ALPUKAT

PENGARUH EKSTRAK ETANOL DAUN ALPUKAT i PENGARUH EKSTRAK ETANOL DAUN ALPUKAT (Persea americana Mill) TERHADAP GAMBARAN UREUM DAN KREATININ PADA TIKUS PUTIH JANTAN YANG DIINDUKSI ETILEN GLIKOL AKHMAD FUADI FAKULTAS KEDOKTERAN HEWAN INSTITUT

Lebih terperinci

BAB V HASIL DAN PEMBAHASAN

BAB V HASIL DAN PEMBAHASAN BAB V HASIL DAN PEMBAHASAN 5.1 Pengumpulan Tanaman Pada penelitian ini digunakan Persea americana Mill yang diperoleh dari perkebunan Manoko, Lembang, sebanyak 800 gram daun alpukat dan 800 gram biji alpukat.

Lebih terperinci

EFEK EKSTRAK TANDUK RUSA SAMBAR (CERVUS UNICOLOR) TERHADAP KADAR UREUM DAN KREATININ TIKUS PUTIH (RATTUS NOVERGICUS)

EFEK EKSTRAK TANDUK RUSA SAMBAR (CERVUS UNICOLOR) TERHADAP KADAR UREUM DAN KREATININ TIKUS PUTIH (RATTUS NOVERGICUS) EFEK EKSTRAK TANDUK RUSA SAMBAR (CERVUS UNICOLOR) TERHADAP KADAR UREUM DAN KREATININ TIKUS PUTIH (RATTUS NOVERGICUS) Defriana, Aditya Fridayanti, Laode Rijai Laboratorium Penelitian dan Pengembangan FARMAKA

Lebih terperinci

HASIL DAN PEMBAHASAN Hasil Ekstraksi dan Penapisan Fitokimia

HASIL DAN PEMBAHASAN Hasil Ekstraksi dan Penapisan Fitokimia 17 HASIL DAN PEMBAHASAN Hasil Ekstraksi dan Penapisan Fitokimia Metode ekstraksi yang digunakan adalah maserasi dengan pelarut etil asetat. Etil asetat merupakan pelarut semi polar yang volatil (mudah

Lebih terperinci

TINJAUAN PUSTAKA. Ginjal adalah system organ yang berpasangan yang terletak pada rongga

TINJAUAN PUSTAKA. Ginjal adalah system organ yang berpasangan yang terletak pada rongga BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. Ginjal Ginjal adalah system organ yang berpasangan yang terletak pada rongga retroperitonium. Secara anatomi ginjal terletak dibelakang abdomen atas dan di kedua sisi kolumna

Lebih terperinci

LAPORAN PENELITIAN. tablet dan eliksir tikusputih serta pengembangannya menjadisediaan sirup elixir dan tablet salut enteric

LAPORAN PENELITIAN. tablet dan eliksir tikusputih serta pengembangannya menjadisediaan sirup elixir dan tablet salut enteric LAPORAN PENELITIAN Aktivitas ekstrak dan LAPORAN fraksi PENELITIAN etanol daun Alpukat (Persea americana Aktivitas Mill.) ekstrak terhadap etanolbatu daunginjal Alpukat buatan (Persea dan gratissima diuretiknya

Lebih terperinci

BAHAN DAN METODE PENELITIAN

BAHAN DAN METODE PENELITIAN BAHAN DAN METODE PENELITIAN Waktu dan Tempat Penelitian Penelitian ini dilakukan mulai bulan Juni 2010 sampai dengan bulan Desember 2010 di kandang percobaan Fakultas Kedokteran Hewan Institut Pertanian

Lebih terperinci

BAB III METODOLOGI PENELITIAN. Sampel atau bahan yang digunakan dalam penelitian ini adalah daun

BAB III METODOLOGI PENELITIAN. Sampel atau bahan yang digunakan dalam penelitian ini adalah daun BAB III METODOLOGI PENELITIAN 3.1 Sampel dan Lokasi Penelitian Sampel atau bahan yang digunakan dalam penelitian ini adalah daun Artocarpus communis (sukun) yang diperoleh dari Garut, Jawa Barat serta

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. Ginjal Ginjal merupakan organ ekskresi utama pada manusia. Ginjal mempunyai peran penting dalam mempertahankan kestabilan tubuh. Ginjal memiliki fungsi yaitu mempertahankan keseimbangan

Lebih terperinci

SMP kelas 9 - BIOLOGI BAB 1. Sistem Ekskresi ManusiaLATIHAN SOAL BAB 1

SMP kelas 9 - BIOLOGI BAB 1. Sistem Ekskresi ManusiaLATIHAN SOAL BAB 1 1. Perhatikan gambar nefron di bawah ini! SMP kelas 9 - BIOLOGI BAB 1. Sistem Ekskresi ManusiaLATIHAN SOAL BAB 1 Urin sesungguhnya dihasilkan di bagian nomor... A. B. C. D. 1 2 3 4 E. Kunci Jawaban : D

Lebih terperinci

BAB III METODOLOGI PENELITIAN. Sampel atau bahan penelitian ini adalah daun M. australis (hasil

BAB III METODOLOGI PENELITIAN. Sampel atau bahan penelitian ini adalah daun M. australis (hasil BAB III METODOLOGI PENELITIAN 3.1 Sampel dan Lokasi Penelitian Sampel atau bahan penelitian ini adalah daun M. australis (hasil determinasi tumbuhan dilampirkan pada Lampiran 1) yang diperoleh dari perkebunan

Lebih terperinci

IDENTIFIKASI FITOKIMIA DAN EVALUASI TOKSISITAS EKSTRAK KULIT BUAH LANGSAT (Lansium domesticum var. langsat)

IDENTIFIKASI FITOKIMIA DAN EVALUASI TOKSISITAS EKSTRAK KULIT BUAH LANGSAT (Lansium domesticum var. langsat) IDENTIFIKASI FITOKIMIA DAN EVALUASI TOKSISITAS EKSTRAK KULIT BUAH LANGSAT (Lansium domesticum var. langsat) Abstrak Kulit buah langsat diekstraksi menggunakan metode maserasi dengan pelarut yang berbeda

Lebih terperinci

BAB III BAHAN DAN CARA KERJA. Departemen Farmasi FMIPA UI dari Januari 2008 hingga Mei 2008.

BAB III BAHAN DAN CARA KERJA. Departemen Farmasi FMIPA UI dari Januari 2008 hingga Mei 2008. BAB III BAHAN DAN CARA KERJA A. LOKASI DAN WAKTU PENELITIAN Penelitian dilakukan di Laboratorium Fitokimia dan Farmakologi Departemen Farmasi FMIPA UI dari Januari 2008 hingga Mei 2008. B. BAHAN DAN ALAT

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. Kreatinin Kreatinin adalah produk akhir metabolisme kreatin.keratin sebagai besar dijumpai di otot rangka, tempat zat terlibat dalam penyimpanan energy sebagai keratin fosfat.dalam

Lebih terperinci

BAB IV PROSEDUR KERJA

BAB IV PROSEDUR KERJA BAB IV PROSEDUR KERJA 4.1. Penyiapan Bahan Bahan tumbuhan yang digunakan dalam penelitian ini adalah daun alpukat dan biji alpukat (Persea americana Mill). Determinasi dilakukan di Herbarium Bandung Sekolah

Lebih terperinci

BAB III METODOLOGI PENELITIAN. Objek atau bahan penelitian ini adalah daging buah paria (Momordica

BAB III METODOLOGI PENELITIAN. Objek atau bahan penelitian ini adalah daging buah paria (Momordica BAB III METODOLOGI PENELITIAN 3.1. Objek dan Lokasi Penelitian Objek atau bahan penelitian ini adalah daging buah paria (Momordica charantia L.) yang diperoleh dari Kampung Pamahan-Jati Asih, Bekasi. Dan

Lebih terperinci

Struktur Ginjal: nefron. kapsul cortex. medula. arteri renalis vena renalis pelvis renalis. ureter

Struktur Ginjal: nefron. kapsul cortex. medula. arteri renalis vena renalis pelvis renalis. ureter Ginjal adalah organ pengeluaran (ekskresi) utama pada manusia yang berfungsi untik mengekskresikan urine. Ginjal berbentuk seperti kacang merah, terletak di daerah pinggang, di sebelah kiri dan kanan tulang

Lebih terperinci

BAB III METODOLOGI PENELITIAN. Sampel dari penelitian ini adalah daun murbei (Morus australis Poir) yang

BAB III METODOLOGI PENELITIAN. Sampel dari penelitian ini adalah daun murbei (Morus australis Poir) yang BAB III METODOLOGI PENELITIAN 3.1. Sampel dan Lokasi Penelitian Sampel dari penelitian ini adalah daun murbei (Morus australis Poir) yang diperoleh dari perkebunan murbei di Kampung Cibeureum, Cisurupan

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Kreatinin adalah produk protein otot yang merupakan hasil akhir

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Kreatinin adalah produk protein otot yang merupakan hasil akhir BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. Kreatinin Kreatinin adalah produk protein otot yang merupakan hasil akhir metabolisme otot yang dilepaskan dari otot dengan kecepatan yang hampir konstan dan diekskresi dalam

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA 4 BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. Tinjauan Pustaka 1. Berenuk (Crescentia cujete L). a. Sistematika Tumbuhan Kingdom : Plantae Sub kingdom : Tracheobionata Super divisi : Spermatophyta Divisi : Magnoliophyta

Lebih terperinci

3 METODE PENELITIAN. Gambar 3 Garis besar jalannya penelitian

3 METODE PENELITIAN. Gambar 3 Garis besar jalannya penelitian 3 METODE PENELITIAN 3. 1 Waktu dan tempat penelitian Penelitian ini dilakukan di laboratorium Protozoologi, Bagian Parasitologi dan Entomologi Kesehatan, Departemen Ilmu Penyakit Hewan dan Kesehatan Masyarakat

Lebih terperinci

BAB III METODE PENELITIAN

BAB III METODE PENELITIAN 14 BAB III METODE PENELITIAN 3.1 Waktu dan Tempat Penelitian ini dilaksanakan melalui dua tahap selama bulan April-Oktober 2010. Tahap pertama adalah proses pencekokan serbuk buah kepel dan akuades dilakukan

Lebih terperinci

SISTEM EKSKRESI PADA MANUSIA

SISTEM EKSKRESI PADA MANUSIA A. GINJAL SISTEM EKSKRESI PADA MANUSIA Sebagian besar produk sisa metabolisme sel berasal dari perombakan protein, misalnya amonia dan urea. Kedua senyawa tersebut beracun bagi tubuh dan harus dikeluarkan

Lebih terperinci

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN. bertingkat dengan empat dosis tidak didapatkan kematian pada

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN. bertingkat dengan empat dosis tidak didapatkan kematian pada BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN A. HASIL PERCOBAAN 1. Pengujian nilai LD 50 Dari pengujian yang dilakukan menggunakan dosis yang bertingkat dengan empat dosis tidak didapatkan kematian pada hewan coba dalam

Lebih terperinci

Penyakit diabetes mellitus digolongkan menjadi dua yaitu diabetes tipe I dan diabetes tipe II, yang mana pada dasarnya diabetes tipe I disebabkan

Penyakit diabetes mellitus digolongkan menjadi dua yaitu diabetes tipe I dan diabetes tipe II, yang mana pada dasarnya diabetes tipe I disebabkan BAB 1 PENDAHULUAN Diabetes mellitus (DM) merupakan gangguan metabolisme karbohidrat, lemak, dan protein yang ditandai dengan kondisi hiperglikemia (Sukandar et al., 2009). Diabetes menurut WHO (1999) adalah

Lebih terperinci

Sistem Ekskresi. Drs. Refli, MSc Diberikan pada Pelatihan Penguatan UN bagi Guru SMP/MTS se Provinsi NTT September 2013

Sistem Ekskresi. Drs. Refli, MSc Diberikan pada Pelatihan Penguatan UN bagi Guru SMP/MTS se Provinsi NTT September 2013 Sistem Ekskresi Drs. Refli, MSc Diberikan pada Pelatihan Penguatan UN bagi Guru SMP/MTS se Provinsi NTT September 2013 Pengertian & Fungsi Proses Ekskresi Penegrtian : Proses pengeluaran zat-zat sisa hasil

Lebih terperinci

UJI AKTIVITAS ANTI LITHIASIS EKSTRAK ETANOL DAUN ALPUKAT (Persea americana Mill) PADA TIKUS PUTIH JANTAN ANGGARA ALDOBRATA HERNAS SAPUTRA

UJI AKTIVITAS ANTI LITHIASIS EKSTRAK ETANOL DAUN ALPUKAT (Persea americana Mill) PADA TIKUS PUTIH JANTAN ANGGARA ALDOBRATA HERNAS SAPUTRA UJI AKTIVITAS ANTI LITHIASIS EKSTRAK ETANOL DAUN ALPUKAT (Persea americana Mill) PADA TIKUS PUTIH JANTAN ANGGARA ALDOBRATA HERNAS SAPUTRA FAKULTAS KEDOKTERAN HEWAN INSTITUT PERTANIAN BOGOR BOGOR 2009 PERNYATAAN

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Keseimbangan dalam fisiologi sangat penting bagi semua mekanisme

BAB I PENDAHULUAN. Keseimbangan dalam fisiologi sangat penting bagi semua mekanisme 1 BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Keseimbangan dalam fisiologi sangat penting bagi semua mekanisme tubuh, termasuk dalam mekanisme keseimbangan kadar glukosa darah yang berperan penting dalam aktifitas

Lebih terperinci

Sistem Eksresi> Kelas XI IPA 3 SMA Santa Maria Pekanbaru

Sistem Eksresi> Kelas XI IPA 3 SMA Santa Maria Pekanbaru Sistem Eksresi> Kelas XI IPA 3 SMA Santa Maria Pekanbaru O R G A N P E N Y U S U N S I S T E M E K S K R E S I K U L I T G I N J A L H A T I P A R U - P A R U kulit K ULIT K U L I T A D A L A H O R G A

Lebih terperinci

Hubungan Hipertensi dan Diabetes Melitus terhadap Gagal Ginjal Kronik

Hubungan Hipertensi dan Diabetes Melitus terhadap Gagal Ginjal Kronik Hubungan Hipertensi dan Diabetes Melitus terhadap Gagal Ginjal Kronik Latar Belakang Masalah Gagal ginjal kronik merupakan keadaan klinis kerusakan ginjal yang progresif dan irreversibel yang berasal dari

Lebih terperinci

4. HASIL DAN PEMBAHASAN

4. HASIL DAN PEMBAHASAN 22 4. HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1 Komposisi Proksimat Komposisi rumput laut Padina australis yang diuji meliputi kadar air, kadar abu, kadar lemak, kadar protein, dan kadar abu tidak larut asam dilakukan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. mellitus meluas pada suatu kumpulan aspek gejala yang timbul pada seseorang

BAB I PENDAHULUAN. mellitus meluas pada suatu kumpulan aspek gejala yang timbul pada seseorang 1 BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Penelitian Diabetes adalah penyakit tertua didunia. Diabetes berhubungan dengan metabolisme kadar glukosa dalam darah. Secara medis, pengertian diabetes mellitus

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. endemik di Indonesia (Indriani dan Suminarsih, 1997). Tumbuhan-tumbuhan

I. PENDAHULUAN. endemik di Indonesia (Indriani dan Suminarsih, 1997). Tumbuhan-tumbuhan I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Indonesia merupakan negara yang kaya dengan keanekaragaman hayatinya dan menduduki peringkat lima besar di dunia dalam hal keanekaragaman tumbuhan, dengan 38.000 spesies

Lebih terperinci

UKDW BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar belakang. Ginjal merupakan salah satu organ utama dalam tubuh manusia yang

UKDW BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar belakang. Ginjal merupakan salah satu organ utama dalam tubuh manusia yang BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar belakang Ginjal merupakan salah satu organ utama dalam tubuh manusia yang berfungsi dalam proses penyaringan dan pembersihan darah. Ginjal menjalankan fungsi vital sebagai pengatur

Lebih terperinci

BAB III BAHAN DAN CARA KERJA

BAB III BAHAN DAN CARA KERJA BAB III BAHAN DAN CARA KERJA A. LOKASI DAN WAKTU Penelitian dilaksanakan di Laboratorium Farmakologi Departemen Farmasi FMIPA UI Depok selama lebih kurang 6 (enam) bulan yaitu dari bulan Januari sampai

Lebih terperinci

Reabsorbsi pada kapiler peritubuler

Reabsorbsi pada kapiler peritubuler SISTEM UROPOETIKA Reabsorbsi pada kapiler peritubuler Substansi yang dieliminasikan dari tubuh melalui filtrasi dari kapiler peritubuler GANGGUAN GINJAL Menunjukkan gejala klinis jika 70% fungsinya terganggu

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Tanaman herbal sudah lama digunakan oleh penduduk Indonesiasebagai terapi untuk mengobati berbagai penyakit. Hal ini disebabkan karena sebagian besar masyarakat berpendapat

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. hal dasar dalam kehidupan untuk menunjang semua aktivitas mahkluk hidup. Kesehatan

BAB I PENDAHULUAN. hal dasar dalam kehidupan untuk menunjang semua aktivitas mahkluk hidup. Kesehatan BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Kesehatan merupakan salah satu hal dasar dalam kehidupan manusia. Dengan kondisi yang sehat dan tubuh yang prima, manusia dapat melaksanakan proses kehidupan dengan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. suatu industri minuman yang dikemas dalam kantong plastik. Minuman

BAB I PENDAHULUAN. suatu industri minuman yang dikemas dalam kantong plastik. Minuman BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Minuman serbuk instan adalah minuman yang diproduksi oleh suatu industri minuman yang dikemas dalam kantong plastik. Minuman tersebut dijual dan dapat ditemukan

Lebih terperinci

Bab IV Hasil dan Pembahasan

Bab IV Hasil dan Pembahasan Bab IV Hasil dan Pembahasan Penelitian ini didesain sedemikian rupa sehingga diharapkan mampu merepresentasikan aktivitas hipoglikemik yang dimiliki buah tin (Ficus carica L.) melalui penurunan kadar glukosa

Lebih terperinci

III. METODOLOGI PENELITIAN

III. METODOLOGI PENELITIAN 26 III. METODOLOGI PENELITIAN A. Desain Penelitian Penelitian ini merupakan penelitian eksperimental dengan metode post test group only design. Menggunakan tikus putih jantan galur Sprague dawley berumur

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Obesitas merupakan masalah dunia dan terus meningkat setiap tahunnya. Pada tahun 2014 lebih dari 600 juta penduduk dunia mengalami obesitas dan 13% remaja berusia 18

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Penelitian

BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Penelitian BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Penelitian Indonesia merupakan salah satu negara yang memiliki kekayaan alam dengan berbagai jenis tumbuhan yang tersebar merata di seluruh daerah. Tuhan menciptakan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Ginjal mempunyai peran yang sangat penting dalam mengaja kesehatan tubuh secara menyeluruh karena ginjal adalah salah satu organ vital dalam tubuh. Ginjal berfungsi

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Pola perilaku makan seseorang dibentuk oleh kebiasaan makan yang merupakan ekspresi setiap individu dalam memilih makanan. Oleh karena itu, ekspresi setiap individu

Lebih terperinci

EFEK PROTEKSI KOMBINASI EKSTRAK ETANOL BIJI KEDELAI

EFEK PROTEKSI KOMBINASI EKSTRAK ETANOL BIJI KEDELAI ABSTRAK EFEK PROTEKSI KOMBINASI EKSTRAK ETANOL BIJI KEDELAI (Glycine max L.merr) DETAM-1 DAN JATI BELANDA (Guazuma ulmifolia) TERHADAP UREUM DAN KREATININ TIKUS WISTAR YANG DIINDUKSI PAKAN TINGGI LEMAK

Lebih terperinci

BAB III METODOLOGI PENELITIAN. Objek atau bahan penelitian ini adalah biji paria (Momordica charantia)

BAB III METODOLOGI PENELITIAN. Objek atau bahan penelitian ini adalah biji paria (Momordica charantia) BAB III METODOLOGI PENELITIAN 3.1 Objek dan Lokasi Penelitian Objek atau bahan penelitian ini adalah biji paria (Momordica charantia) yang diperoleh dari Kampung Pamahan, Jati Asih, Bekasi Determinasi

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Masalah

BAB 1 PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Masalah BAB 1 PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Masalah Tingkat kematian akibat berbagai macam penyakit seperti serangan jantung, angina, gagal jantung, stroke, penuaan, kerusakan otak, penyakit ginjal, katarak,

Lebih terperinci

Sistem Ekskresi Manusia

Sistem Ekskresi Manusia Sistem Ekskresi Manusia Sistem ekskresi merupakan sistem dalam tubuh kita yang berfungsi mengeluarkan zatzat yang tidak dibutuhkan lagi oleh tubuh dan zat yang keberadaannya dalam tubuh akan mengganggu

Lebih terperinci

FUNGSI SISTEM GINJAL DALAM HOMEOSTASIS ph

FUNGSI SISTEM GINJAL DALAM HOMEOSTASIS ph FUNGSI SISTEM GINJAL DALAM HOMEOSTASIS ph Dr. MUTIARA INDAH SARI NIP: 132 296 973 2007 DAFTAR ISI I. PENDAHULUAN.......... 1 II. ASAM BASA DEFINISI dan ARTINYA............ 2 III. PENGATURAN KESEIMBANGAN

Lebih terperinci

UJI TOKSISITAS SUB KRONIS DARI EKSTRAK ETANOL DAUN SIRSAK (Annona muricata.l) TERHADAP HATI DAN GINJAL PADA MENCIT PUTIH

UJI TOKSISITAS SUB KRONIS DARI EKSTRAK ETANOL DAUN SIRSAK (Annona muricata.l) TERHADAP HATI DAN GINJAL PADA MENCIT PUTIH UJI TOKSISITAS SUB KRONIS DARI EKSTRAK ETANOL DAUN SIRSAK (Annona muricata.l) TERHADAP HATI DAN GINJAL PADA MENCIT PUTIH SKRIPSI SARJANA FARMASI Oleh: MUTIA HARISSA No. BP 0811013150 FAKULTAS FARMASI UNIVERSITAS

Lebih terperinci

BAB III BAHAN DAN CARA KERJA. Penelitian dilaksanakan di Laboratorium Farmakologi. Departemen Farmasi FMIPA UI Depok selama tiga bulan dari Februari

BAB III BAHAN DAN CARA KERJA. Penelitian dilaksanakan di Laboratorium Farmakologi. Departemen Farmasi FMIPA UI Depok selama tiga bulan dari Februari BAB III BAHAN DAN CARA KERJA A. LOKASI DAN WAKTU PENELITIAN Penelitian dilaksanakan di Laboratorium Farmakologi Departemen Farmasi FMIPA UI Depok selama tiga bulan dari Februari sampai April 2008. B. ALAT

Lebih terperinci

Created by Mr. E. D, S.Pd, S.Si LOGO

Created by Mr. E. D, S.Pd, S.Si LOGO Created by Mr. E. D, S.Pd, S.Si darma_erick77@yahoo.com LOGO Proses Pengeluaran Berdasarkan zat yang dibuang, proses pengeluaran pada manusia dibedakan menjadi: Defekasi: pengeluaran zat sisa hasil ( feses

Lebih terperinci

BAB IV PROSEDUR PENELITIAN

BAB IV PROSEDUR PENELITIAN BAB IV PROSEDUR PENELITIAN 4.1. Penyiapan Bahan Daun sukun Artocarpus altilis (Parkinson) Fosberg yang digunakan sudah berwarna hijau tua dengan ukuran yang sama. Bahan uji yang digunakan dalam penelitian

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. konsumsi minuman ini. Secara nasional, prevalensi penduduk laki-laki yang

BAB I PENDAHULUAN. konsumsi minuman ini. Secara nasional, prevalensi penduduk laki-laki yang BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Minuman beralkohol telah banyak dikenal oleh masyarakat di dunia, salah satunya Indonesia. Indonesia merupakan salah satu negara yang cukup tinggi angka konsumsi minuman

Lebih terperinci

DIURETIC EFFECT OF MULBERRY LEAF INFUSION (Morus alba L.) TOWARD POTASSIUM AND SODIUM CONCENTRATION IN URINE ON THE WHITE MALE RATS WISTAR

DIURETIC EFFECT OF MULBERRY LEAF INFUSION (Morus alba L.) TOWARD POTASSIUM AND SODIUM CONCENTRATION IN URINE ON THE WHITE MALE RATS WISTAR 30 DIURETIC EFFECT OF MULBERRY LEAF INFUSION (Morus alba L.) TOWARD POTASSIUM AND SODIUM CONCENTRATION IN URINE ON THE WHITE MALE RATS WISTAR Jatmiko Susilo, Sikni Retno K, Ni Wayan Rusmiati retnoyas@yahoo.co.id

Lebih terperinci

TINJAUAN PUSTAKA Persea americana Mill.

TINJAUAN PUSTAKA Persea americana Mill. 3 TINJAUAN PUSTAKA Persea americana Mill. Alpukat merupakan tanaman buah berupa pohon dengan nama alpuket (Jawa Barat), alpokat (Jawa Timur dan Jawa Tengah), boah pokat, jamboo pokat (Batak), dan pookat

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. Ginjal 1. Mekanisme Filtrasi Ginjal Glomerulus adalah bagian kecil dari ginjal yang mempunyai fungsi sebagai saringan yang setiap menit kira-kira 1 liter darah yang mengandung

Lebih terperinci

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN. Ekstrak memberikan rendemen sebesar 27,13% (Tabel 3).

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN. Ekstrak memberikan rendemen sebesar 27,13% (Tabel 3). BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN A. HASIL 1. Nilai Rendemen Ekstrak Ekstrak memberikan rendemen sebesar 27,13% (Tabel 3). 2. Deskripsi Organoleptik Ekstrak Ekstrak berbentuk kental, berasa pahit, berwarna hitam

Lebih terperinci

BAB III METODE PENELITIAN. Penelitian yang dilakukan bersifat eksperimental dengan rancangan penelitian

BAB III METODE PENELITIAN. Penelitian yang dilakukan bersifat eksperimental dengan rancangan penelitian 31 BAB III METODE PENELITIAN III.1 Jenis dan Desain Penelitian Penelitian yang dilakukan bersifat eksperimental dengan rancangan penelitian Post Test Controlled Group Design. III.2 Tempat dan Waktu Penelitian

Lebih terperinci

SMP kelas 8 - BIOLOGI BAB 11. SISTEM EKSKRESI MANUSIALatihan Soal 11.1

SMP kelas 8 - BIOLOGI BAB 11. SISTEM EKSKRESI MANUSIALatihan Soal 11.1 . Perhatikan gambar nefron di bawah ini! SMP kelas 8 - BIOLOGI BAB. SISTEM EKSKRESI MANUSIALatihan Soal. Urin sesungguhnya dihasilkan di bagian nomor... Berdasarkan pada gambar di atas yang dimaksud dengan

Lebih terperinci

PENGARUH PEMBERIAN EKSTRAK ETANOL DAUN ALPUKAT (Persea americana Mill.) TERHADAP AKTIVITAS DIURETIK TIKUS PUTIH JANTAN SPRAGUE-DAWLEY ANDI CITRA ADHA

PENGARUH PEMBERIAN EKSTRAK ETANOL DAUN ALPUKAT (Persea americana Mill.) TERHADAP AKTIVITAS DIURETIK TIKUS PUTIH JANTAN SPRAGUE-DAWLEY ANDI CITRA ADHA i PENGARUH PEMBERIAN EKSTRAK ETANOL DAUN ALPUKAT (Persea americana Mill.) TERHADAP AKTIVITAS DIURETIK TIKUS PUTIH JANTAN SPRAGUE-DAWLEY ANDI CITRA ADHA FAKULTAS KEDOKTERAN HEWAN INSTITUT PERTANIAN BOGOR

Lebih terperinci

HASIL DAN PEMBAHASAN. Tabel 1 Rataan volume urin (ml) kumulatif tikus percobaan pada setiap jam

HASIL DAN PEMBAHASAN. Tabel 1 Rataan volume urin (ml) kumulatif tikus percobaan pada setiap jam 13 HASIL DAN PEMBAHASAN Hasil penelitian ini terdiri atas volume urin, persentase ekskresi urin, kerja diuretik, aktivitas diuretik, ph, kadar natrium, dan kalium urin. Selanjutnya, hasil penelitian disajikan

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. perhatian adalah buah luwingan (Ficus hispida L.f.). Kesamaan genus buah

I. PENDAHULUAN. perhatian adalah buah luwingan (Ficus hispida L.f.). Kesamaan genus buah I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Pengobatan terhadap penyakit ringan atau berat dapat dilakukan menggunakan obat sintetis ataupun obat yang berasal dari bahan alam. Namun demikian, beberapa pihak terutama

Lebih terperinci

PENGARUH EKSTRAK ETANOL DAUN ALPUKAT

PENGARUH EKSTRAK ETANOL DAUN ALPUKAT i PENGARUH EKSTRAK ETANOL DAUN ALPUKAT (Persea americana Mill) TERHADAP GAMBARAN UREUM DAN KREATININ PADA TIKUS PUTIH JANTAN YANG DIINDUKSI ETILEN GLIKOL AKHMAD FUADI FAKULTAS KEDOKTERAN HEWAN INSTITUT

Lebih terperinci

III. METODOLOGI PENELITIAN. Metodologi penelitian meliputi aspek- aspek yang berkaitan dengan

III. METODOLOGI PENELITIAN. Metodologi penelitian meliputi aspek- aspek yang berkaitan dengan III. METODOLOGI PENELITIAN Metodologi penelitian meliputi aspek- aspek yang berkaitan dengan preparasi sampel, bahan, alat dan prosedur kerja yang dilakukan, yaitu : A. Sampel Uji Penelitian Tanaman Ara

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Ginjal memiliki peranan yang sangat vital sebagai organ tubuh

BAB I PENDAHULUAN. Ginjal memiliki peranan yang sangat vital sebagai organ tubuh BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Ginjal memiliki peranan yang sangat vital sebagai organ tubuh manusia terutama dalam sistem urinaria. Pada manusia, ginjal berfungsi untuk mengatur keseimbangan cairan

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. 1. Taksonomi Dan Morfologi Tanaman Durian. Kingdom : Plantae ( tumbuh tumbuhan ) Divisi : Spermatophyta ( tumbuhan berbiji )

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. 1. Taksonomi Dan Morfologi Tanaman Durian. Kingdom : Plantae ( tumbuh tumbuhan ) Divisi : Spermatophyta ( tumbuhan berbiji ) BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. Durian 1. Taksonomi Dan Morfologi Tanaman Durian Menurut Rahmat Rukmana ( 1996 ) klasifikasi tanaman durian adalah sebagai berikut : Kingdom : Plantae ( tumbuh tumbuhan ) Divisi

Lebih terperinci

BAB III METODE PENELITIAN. penelitian post test only controlled group design. Universitas Lampung dalam periode Oktober November 2014.

BAB III METODE PENELITIAN. penelitian post test only controlled group design. Universitas Lampung dalam periode Oktober November 2014. BAB III METODE PENELITIAN III.1 Jenis Penelitian Penelitian yang dilakukan bersifat eksperimental dengan rancangan penelitian post test only controlled group design. III.2 Tempat dan Waktu Penelitian Hewan

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. terutama di masyarakat kota-kota besar di Indonesia menjadi penyebab

I. PENDAHULUAN. terutama di masyarakat kota-kota besar di Indonesia menjadi penyebab I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Perubahan gaya hidup dan sosial ekonomi akibat urbanisasi dan modernisasi terutama di masyarakat kota-kota besar di Indonesia menjadi penyebab terjadinya peningkatan prevalensi

Lebih terperinci

BAB III METODOLOGI PENELITIAN. polyanthum) asal NTB. Untuk memastikan identitas dari tanaman salam

BAB III METODOLOGI PENELITIAN. polyanthum) asal NTB. Untuk memastikan identitas dari tanaman salam BAB III METODOLOGI PENELITIAN 3.1 Objek dan Lokasi Penelitian Objek atau bahan penelitian ini adalah daun salam (Syzygium polyanthum) asal NTB. Untuk memastikan identitas dari tanaman salam yang didapatkan

Lebih terperinci

HASIL DAN PEMBAHASAN

HASIL DAN PEMBAHASAN HASIL DAN PEMBAHASAN Konsumsi Zat Makanan Berdasarkan analisis statistik, konsumsi bahan kering nyata dipengaruhi oleh jenis ransum, tetapi tidak dipengaruhi oleh jenis domba dan interaksi antara kedua

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Minuman herbal merupakan minuman yang berasal dari bahan alami yang bermanfaat bagi tubuh. Minuman herbal biasanya dibuat dari rempah-rempah atau bagian dari tanaman,

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. kerusakan sel, dan menjadi penyebab dari berbagai keadaan patologik. Oksidan

BAB I PENDAHULUAN. kerusakan sel, dan menjadi penyebab dari berbagai keadaan patologik. Oksidan BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Perhatian dunia kedokteran terhadap oksidan semakin meningkat, hal ini disebabkan oleh karena timbulnya kesadaran bahwa oksidan dapat menimbulkan kerusakan sel, dan

Lebih terperinci

BAB III METODE PENELITIAN. Penelitian menggunakan rancangan eksperimental dengan Post Test Only

BAB III METODE PENELITIAN. Penelitian menggunakan rancangan eksperimental dengan Post Test Only 32 BAB III METODE PENELITIAN 3.1 Rancangan Penelitian Penelitian menggunakan rancangan eksperimental dengan Post Test Only Control Group Design. Melibatkan dua kelompok subyek, dimana salah satu kelompok

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Penelitian

BAB 1 PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Penelitian BAB 1 PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Penelitian Salah satu ciri budaya masyarakat di negara berkembang adalah masih dominannya unsur-unsur tradisional dalam kehidupan sehari-hari. Keadaan ini didukung

Lebih terperinci

BAB III METODE PENELITIAN. Penelitian yang dilakukan bersifat eksperimental dengan rancangan penelitian

BAB III METODE PENELITIAN. Penelitian yang dilakukan bersifat eksperimental dengan rancangan penelitian 21 BAB III METODE PENELITIAN III.1 Jenis Penelitian Penelitian yang dilakukan bersifat eksperimental dengan rancangan penelitian Post Test Controlled Group Design. III.2 Tempat dan Waktu Penelitian Hewan

Lebih terperinci

BAB III METODOLOGI PENELITIAN. Objek yang digunakan dalam penelitian ini adalah daun Artocarpus

BAB III METODOLOGI PENELITIAN. Objek yang digunakan dalam penelitian ini adalah daun Artocarpus BAB III METODOLOGI PENELITIAN 3.1 Objek dan Lokasi Penelitian Objek yang digunakan dalam penelitian ini adalah daun Artocarpus communis (sukun) yang diperoleh dari Jawa Barat. Identifikasi dari sampel

Lebih terperinci

BAB III METODE PENELITIAN. 3.1 Lokasi Pengambilan Sampel, Waktu dan Tempat Penelitian. Lokasi pengambilan sampel bertempat di sepanjang jalan Lembang-

BAB III METODE PENELITIAN. 3.1 Lokasi Pengambilan Sampel, Waktu dan Tempat Penelitian. Lokasi pengambilan sampel bertempat di sepanjang jalan Lembang- 18 BAB III METODE PENELITIAN 3.1 Lokasi Pengambilan Sampel, Waktu dan Tempat Penelitian Lokasi pengambilan sampel bertempat di sepanjang jalan Lembang- Cihideung. Sampel yang diambil adalah CAF. Penelitian

Lebih terperinci

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN. Pada penelitian ini digunakan sampel 52 orang yang terbagi menjadi 2

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN. Pada penelitian ini digunakan sampel 52 orang yang terbagi menjadi 2 BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN A. Hasil Pada penelitian ini digunakan sampel 52 orang yang terbagi menjadi 2 kelompok. Pada kelompok pertama adalah kelompok pasien yang melakukan Hemodialisa 2 kali/minggu,

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Di Indonesia banyak sekali masyarakat yang mengkonsumsi produk

BAB I PENDAHULUAN. Di Indonesia banyak sekali masyarakat yang mengkonsumsi produk BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Di Indonesia banyak sekali masyarakat yang mengkonsumsi produk minuman sachet, tidak hanya dari kalangan anak-anak tetapi banyak juga remaja bahkan orang tua yang gemar

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Eva Anriani Lubis, 2013

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Eva Anriani Lubis, 2013 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Lemak merupakan salah satu zat yang dibutuhkan oleh tubuh. Lemak ini mencakup kurang lebih 15% berat badan dan dibagi menjadi empat kelas yaitu trigliserida,

Lebih terperinci

HASIL DAN PEMBAHASAN

HASIL DAN PEMBAHASAN 16 HASIL DAN PEMBAHASAN Penapisan Fitokimia Uji fitokimia dilakukan untuk mengetahui kandungan metabolit sekunder yang ada dalam fraksi heksan dan etil asetat ekstrak etanol daun alpukat. Fraksinasi dilakukan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Menurut WHO dan the International Society of Hypertension (ISH), saat ini terdapat

BAB I PENDAHULUAN. Menurut WHO dan the International Society of Hypertension (ISH), saat ini terdapat BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Hipertensi saat ini telah menjadi masalah kesehatan yang serius di dunia. Menurut WHO dan the International Society of Hypertension (ISH), saat ini terdapat

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Pestisida adalah bahan racun yang disamping memberikan manfaat di bidang

BAB I PENDAHULUAN. Pestisida adalah bahan racun yang disamping memberikan manfaat di bidang 1 BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Pestisida adalah bahan racun yang disamping memberikan manfaat di bidang pertanian tetapi dapat memberikan dampak terhadap kesehatan masyarakat. Residu pestisida

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN. Manusia dapat terpapar logam berat di lingkungan kehidupannya seharihari.

BAB 1 PENDAHULUAN. Manusia dapat terpapar logam berat di lingkungan kehidupannya seharihari. BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Manusia dapat terpapar logam berat di lingkungan kehidupannya seharihari. Pada lingkungan yang kadar logam beratnya cukup tinggi, kontaminasi dalam makanan, air, dan

Lebih terperinci

HASIL DAN PEMBAHASAN

HASIL DAN PEMBAHASAN 21 HASIL DAN PEMBAHASAN Pada setiap sediaan otot gastrocnemius dilakukan tiga kali perekaman mekanomiogram. Perekaman yang pertama adalah ketika otot direndam dalam ringer laktat, kemudian dilanjutkan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Natrium diklofenak merupakan obat golongan antiinflamasi nonsteroid

BAB I PENDAHULUAN. Natrium diklofenak merupakan obat golongan antiinflamasi nonsteroid 1 BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar belakang Natrium diklofenak merupakan obat golongan antiinflamasi nonsteroid (OAINS) dengan efek analgesik, antiinflamasi, dan antipiretik yang digunakan secara luas pada

Lebih terperinci

biologi SET 15 SISTEM EKSKRESI DAN LATIHAN SOAL SBMPTN ADVANCE AND TOP LEVEL A. ORGAN EKSKRESI

biologi SET 15 SISTEM EKSKRESI DAN LATIHAN SOAL SBMPTN ADVANCE AND TOP LEVEL A. ORGAN EKSKRESI 15 MATERI DAN LATIHAN SOAL SBMPTN ADVANCE AND TOP LEVEL biologi SET 15 SISTEM EKSKRESI Pengeluaran zat di dalam tubuh berlangsung melalui defekasi yaitu pengeluaran sisa pencernaan berupa feses. Ekskresi

Lebih terperinci

BAB III METODE PENELITIAN. Lokasi pengambilan sampel bertempat di daerah Cihideung Lembang Kab

BAB III METODE PENELITIAN. Lokasi pengambilan sampel bertempat di daerah Cihideung Lembang Kab BAB III METODE PENELITIAN 3.1 Deskripsi Penelitian Lokasi pengambilan sampel bertempat di daerah Cihideung Lembang Kab Bandung Barat. Sampel yang diambil berupa tanaman KPD. Penelitian berlangsung sekitar

Lebih terperinci

BAHAN DAN METODE. Tempat dan Waktu

BAHAN DAN METODE. Tempat dan Waktu BAHAN DAN METODE Tempat dan Waktu Penelitian dilaksanakan di net house Gunung Batu, Bogor. Analisis tanah dilaksanakan di Laboratorium Tanah, Departemen Ilmu Tanah dan Sumberdaya Lahan, Institut Pertanian

Lebih terperinci

BAB III METODE PENELITIAN. Penelitian tentang pengaruh pemberian ekstrak biji jintan hitam (Nigella

BAB III METODE PENELITIAN. Penelitian tentang pengaruh pemberian ekstrak biji jintan hitam (Nigella BAB III METODE PENELITIAN 3.1 Rancangan Penelitian Penelitian tentang pengaruh pemberian ekstrak biji jintan hitam (Nigella sativa Linn.) terhadap kadar transaminase hepar pada tikus (Rattus norvegicus)

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. yang terkandung di dalam urine serta adanya kelainan-kelainan pada urine.

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. yang terkandung di dalam urine serta adanya kelainan-kelainan pada urine. BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. Urinalisis Urinalisis merupakan suatu metode analisa untuk mengetahui zat-zat yang terkandung di dalam urine serta adanya kelainan-kelainan pada urine. Urinalisis berasal dari

Lebih terperinci

EFEK NEFROPROTEKTIF EKSTRAK TAUGE (Vigna radiata (L.)) TERHADAP PENINGKATAN KADAR UREA SERUM TIKUS WISTAR YANG DIINDUKSI PARASETAMOL DOSIS TOKSIK

EFEK NEFROPROTEKTIF EKSTRAK TAUGE (Vigna radiata (L.)) TERHADAP PENINGKATAN KADAR UREA SERUM TIKUS WISTAR YANG DIINDUKSI PARASETAMOL DOSIS TOKSIK EFEK NEFROPROTEKTIF EKSTRAK TAUGE (Vigna radiata (L.)) TERHADAP PENINGKATAN KADAR UREA SERUM TIKUS WISTAR YANG DIINDUKSI PARASETAMOL DOSIS TOKSIK SKRIPSI Oleh Mochamad Bagus R. NIM 102010101090 FAKULTAS

Lebih terperinci

EFEK DIURETIK DAN DAYA LARUT BATU GINJAL DARI EKSTRAK TALI PUTRI (Cassytha filiformis L.)

EFEK DIURETIK DAN DAYA LARUT BATU GINJAL DARI EKSTRAK TALI PUTRI (Cassytha filiformis L.) EFEK DIURETIK DAN DAYA LARUT BATU GINJAL DARI EKSTRAK TALI PUTRI (Cassytha filiformis L.) Skripsi ini diajukan sebagai salah satu syarat untuk menempuh ujian Sarjana Farmasi pada Fakultas Farmasi Universitas

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. dunia telah memanfaatkan tumbuhan obat untuk memelihara kesehatan (Dorly,

I. PENDAHULUAN. dunia telah memanfaatkan tumbuhan obat untuk memelihara kesehatan (Dorly, I. PENDAHULUAN Tumbuhan telah digunakan manusia sebagai obat sepanjang sejarah peradaban manusia. Penggunaan tumbuh-tumbuhan dalam penyembuhan suatu penyakit merupakan bentuk pengobatan tertua di dunia.

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Selama proses pencernaan, karbohidrat akan dipecah dan diserap di dinding

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Selama proses pencernaan, karbohidrat akan dipecah dan diserap di dinding BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Glukosa Karbohidrat merupakan salah satu senyawa yang penting dalam tubuh manusia. Senyawa ini memiliki peran struktural dan metabolik yang penting. 10 Selama proses pencernaan,

Lebih terperinci