BAB I PENDAHULUAN. Agustus 1945 hingga April 1952 yang sepenuhnya dijalankan oleh. dedengkot sekutu yaitu Amerika Serikat (AS). Demi melancarkan upaya

Ukuran: px
Mulai penontonan dengan halaman:

Download "BAB I PENDAHULUAN. Agustus 1945 hingga April 1952 yang sepenuhnya dijalankan oleh. dedengkot sekutu yaitu Amerika Serikat (AS). Demi melancarkan upaya"

Transkripsi

1 BAB I PENDAHULUAN 1.1. LATAR BELAKANG MASALAH Kalah di Perang Dunia II, Jepang harus berada di bawah kendali Supreme Commander Allied Powers (SCAP) bentukan Sekutu selama bulan Agustus 1945 hingga April 1952 yang sepenuhnya dijalankan oleh dedengkot sekutu yaitu Amerika Serikat (AS). Demi melancarkan upaya penaklukannya, SCAP pun mengubah konstitusi Jepang yang lama yaitu Konstitusi Meiji menjadi Konstitusi Konstitusi ini menjadi tenar sekaligus krusial bagi masa depan pertahanan Jepang karena mengandung Pasal 9. Pasal ini mengatakan bahwa Jepang tidak diperkenankan lagi memiliki angkatan bersenjata, anggaran pertahanannya dibatasi menjadi satu persen dari Gross Domestic Product (GDP) dan Jepang diharuskan bergabung dalam sebuah aliansi militer dengan AS. Dengan kata lain Jepang takkan lagi menjadi negara yang berkekuatan militer ataupun menjadi ancaman militer bagi negara-negara tetangganya. Angkatan bersenjata Jepang dirombak total menjadi Self-Defense Forces (SDF) atau Pasukan Bela Diri yang kekuatannya hanya setara dengan polisi dan berfungsi sebagai penjaga ketertiban. Kesemua aspek tersebut menyebabkan Jepang menjadi sangat bergantung pada AS. Begitu pula AS memperlakukan Jepang layaknya sebuah koloni. Keterbatasan

2 peran militer Jepang juga terlihat dalam keamanan regional maupun internasional, kecuali karena di-backing oleh AS. Namun lewat aliansi militer tersebut, Jepang akhirnya bisa berperan di dunia internasional meski hanya sebatas tentara perdamaian yang bergerak di bawah PBB maupun semacam tentara kedua bagi AS. Setidaknya melalui sebuah joint statement antara Jepang dan AS, SDF dapat memainkan peranan yang lebih menonjol secara regional dan global seperti melalui partisipasi dalam pengembangan misil pertahanan, operasi keamanan laut, operasi bantuan kemanusiaan dan inisiatif lainnya. Upaya ini diharapkan akan menjadi penopang pertahanan Jepang dan mulai meningkatkan reputasi Jepang sebagai anggota masyarakat internasional yang bertanggung jawab, mengingat sebelum kalah di Perang Dunia II, militer Jepang menginvasi negara-negara di kawasan Asia Pasifik secara brutal. Seiring dengan perkembangan kerangka aliansi Jepang-AS tersebut, Jepang pun makin merasa bertanggung jawab untuk memelihara perdamaian dan stabilitas di Asia sekaligus merespon tekanan internasional bagi Jepang agar lebih menjadi normal nation atau bangsa yang normal, pemimpinpemimpin Jepang pun mulai mempertimbangkan bahwa kepentingan nasional mereka mungkin sesekali harus berada diarahkan jauh dari rumah dan tabu untuk mengirim tentara Jepang ke luar negeri sebenarnya bisa dihapuskan. Akan tetapi untuk memecahkan tabu tersebut, mereka harus 2

3 meyakinkan publik Jepang yang skeptis terhadap kebutuhan strategis Jepang itu agar SDF memperoleh mandat yang luas demi menjaga keamanan unilateral Jepang, termasuk terkait dengan kredibilitas aliansi mereka dengan AS dan agenda diplomatik mereka sendiri 1. Sebagai langkah awal, pada tanggal 9 Desember 2004, Jepang mengumumkan bahwa mereka mengadopsi garis pedoman kebijakan pertahanan baru, yang secara resmi disebut National Defense Program Outline dan mulai berlaku pada bulan April Ini adalah revisi kedua sejak kompilasi pertamanya yang dirilis pada tahun 1976 dan akan menggantikan pedoman tahun 1995 yang sebelumnya digunakan. Dalam pedoman yang memetakan kebijakan pertahanan Jepang untuk 10 tahun ke depan, NDPO 2004 memiliki garis besar di antaranya: 1). Persepsi baru tentang ancaman. Hal ini menekankan pada kemunculan ancaman baru dalam situasi beragam seperti terorisme internasional, serangan misil balistik, perang gerilya, invasi terhadap pulau-pulau kecil nan terpencil, pengiriman kapal mata-mata dan bencana alam besar, dan lain-lain, khususnya di kawasan Asia Pasifik. Namun yang paling mengejutkan adalah untuk pertama kalinya Tokyo terangterangan menyebut DPRK (Democratic People s Republic of Korea) alias Korea Utara dan China sebagai ancaman utama mereka. 1 Lihat Nicholas Szechenyi. A Turning Point for Japan s Self-Defense Forces. 2006, dalam < diakses 14 Juli

4 Padahal dalam outline sebelumnya (1995), Jepang menghindari menunjuk negara tertentu secara spesifik. Guideline baru tersebut dilaporkan menggambarkan gerakan militer Korea Utara sebagai sebuah faktor yang tidak stabil namun signifikan dalam keamanan regional dan sebuah masalah yang serius dalam upaya non-proliferasi. Sedangkan terkait dengan China, dokumen tersebut menekankan bahwa China yang memiliki pengaruh signifikan dalam keamanan regional terus meningkatkan kapabilitas misil dan nuklirnya serta melakukan modernisasi terhadap angkatan laut dan udaranya dan negara tersebut juga mencoba untuk memperluas jangkauan dan aktivitas kelautannya sehingga perhatian harus diberikan pada perkembangan tersebut. 2). Jangkauan dan kodrat baru dari tanggung jawab pertahanan Jepang. Guideline baru tersebut menetapkan dua misi utama pertahanan Jepang yaitu membela tanah air dan melakukan aktivitas yang kooperatif bagi perdamaian internasional. Pesan yang dibawa guideline tersebut secara eksplisit kembali menjelaskan secara sekilas bahwa fokus kebijakan pertahanan Jepang telah meluas dari selfdefense menjadi salah satu aktor yang berperan memelihara keamanan internasional. Perwujudannya, outline tersebut menekankan Jepang akan mengambil peran aktif dalam aktivitas peacekeeping atau menjaga perdamaian internasional. 4

5 Guideline baru ini juga menekankan keinginan Jepang memperkuat aliansinya dengan AS sebagai pilar terpenting dalam upaya pertahanan mereka. Bahkan guideline ini pun mendeklarasikan aliansi dengan AS sangat diperlukan oleh Jepang. 3). Modernisasi angkatan bersenjata Jepang. Guideline baru mengindikasikan bahwa SDF akan mengubah namanya dengan istilah yang lebih berbau tentara profesional sebagaimana yang ada di negara normal. Ini artinya pembatasan misi dan struktur SDF bisa jadi akan diubah sepenuhnya. Namun meski statusnya tak seformal tentara profesional, setiap personel SDF tetap diberi pelatihan tentang berbagai teknologi persenjataan yang mutakhir, termasuk senjata biologis dan kimia. Singkatnya, SDF akan menjadi angkatan bersenjata paling maju sekaligus paling efisien di dunia. Guideline itu pun kemudian dituangkan dalam Buku Putih Pertahanan Jepang 2. Namun terkait kebijakan transformasi pertahanan Biro Pertahanan Jepang, yang menjadi sorotan adalah Buku Putih Pertahanan Jepang tahun Buku ini merangkum ada empat isu utama keamanan internasional bagi Jepang yaitu (i) terorisme internasional, (ii) penyebaran senjata 2 Buku Putih Pertahanan Jepang atau lebih dikenal dengan sebutan Defense of Japan (Annual White Paper) dirancang untuk memperoleh pemahaman tentang masyarakat Jepang dan negaranegara di luar Jepang yang relevan atau menjadi tren utama dan isu penting bagi pertahanan Jepang. 5

6 pemusnah massal, (iii) situasi di Irak, dan (iv) konflik regional 3, sebagai respon kondisi keamanan internasional yang semakin tidak menentu. Buku Putih Pertahanan tersebut juga ikut mendorong SDF agar dapat memenuhi harapan untuk memperluas peran militer yang lebih dari Jepang guna menjaga keamanan internasional dan regional. Hal ini sebenarnya sudah dilakukan Jepang sejak tahun 1980-an melalui modernisasi dan peningkatan kapasitas dan perluasan peranan SDF 4 yang tercantum dalam Mid-Term Defense Estimate for FY Kebijakan tersebut mengerucut melalui keikutsertaan Jepang dalam Operasi Penjaga Perdamaian PBB (Peacekeeping Operation). Dari situ, sejak bulan Agustus 1994, Tim Penasihat Pertahanan (Advisory Group of Defence) yang dibentuk oleh Perdana Menteri Morihiro Hosokawa ( ) 3 Lihat, Alman Helvas Ali, Transformasi Badan Pertahanan Jepang, dalam < diakses 28 Januari Secara lengkap, Buku Putih Pertahanan Jepang 2006 menyatakan isu-isu internasional yang penting bagi pertahanan Jepang adalah (1) terorisme internasional meliputi (i) fenomena terorisme pasca serangan 9/11, (ii) perlawanan terhadap terorisme di dalam maupun di sekitar Afghanistan, dan (iii) serangan terorisme di penjuru dunia; (2) penyebaran dan pengembangan senjata pemusnah massal meliputi (i) senjata nuklir, (ii) senjata kimia dan biologi, (iii) misil balistik (ballistic missiles), (iv) resiko penyebaran dan pengembangan senjata pemusnah massal, (v) kecurigaan terhadap pengembangan senjata nuklir Iran; (3) situasi di Irak meliputi (i) situasi keamanan pasca berdirinya pemerintahan transisi Irak, (ii) ketentuan keamanan bagi angkatan bersenjata Irak dan angkatan bersenjata multinasional, (iii) situasi keamanan di wilayah Al Muthanna, dimana Self-Defense Forces ditempatkan, (iv) kemajuan proses politik Irak, dan (iv) upaya komunitas internasional dalam proses rekonstruksi Irak; serta (4) konflik regional yang kompleks dan bervariasi. Lihat juga, Defense of Japan 2006, Chapter 1 Security Environment Surrounding Japan, Section 1. Issues in International Community, dalam < dan < diakses 24 Maret Lihat Ministry of Defense, dalam < diakses 24 Maret 2010 Sejak Uni Soviet menginvasi Afghanistan pada tahun 1979 dan pembangunan kekuatan militer di Soviet Timur, apalagi setelah munculnya konflik perebutan Kepulauan Kuril, Jepang meningkatkan kapasitas militernya, terutama pada pertahanan udara dan persenjataan submarine. 6

7 mempublikasikan Laporan Higuchi (Higuchi Report) yang berisi tentang tiga kebijakan mendasar SDF, yaitu: 1). Memajukan kerjasama keamanan multilateral pada skala regional dan global. 2). Meningkatkan fungsi perjanjian keamanan antara Jepang dan AS. 3). Membangun kapabilitas pertahanan yang efisien dan dapat diandalkan berdasarkan upaya memperkuat kapabilitas informasi dan manajemen krisis 5. Lebih jauh, pemerintah Jepang berinisiatif untuk memperluas kebijakan pertahanan nasionalnya menjadi lebih defensif dan independen dengan transformasi Biro Pertahanan Jepang (Japan Defense Agency) menjadi Kementerian Pertahanan. Transformasi tersebut dikatakan sebagai momentum penting dalam perkembangan pertahanan Jepang. Dari situlah nantinya muncul berbagai kebijakan terkait perluasan peran dan kontribusi Jepang dalam stabilisasi kondisi keamanan nasional, regional, maupun internasional. Aktor yang berhasil merealisasikan perluasan kebijakan pertahanan nasional Jepang tersebut adalah Perdana Menteri Shinzo Abe. Sejak sebelum menduduki jabatan perdana menteri menggantikan Junichiro Koizumi ( ), Abe telah menyerukan perluasan peran keamanan 5 Lihat subbab How to Address the New Regional Security Environment?, bab The International Environment and Japan s Hard Power, dalam Reinhard Drifte, Japan s Foreign Policy for the 21 st Century. From Economic Superpower to What Power?, (New York: St Martin Press Inc, 1998), hal. 56 7

8 Jepang dalam isu keamanan global seperti pencanangan hukum tetap yang mengatur pengerahan SDF ke luar negeri karena peran militer Jepang di kancah internasional dianggap masih belum signifikan 6. Upaya untuk mendirikan Kementerian Pertahanan Jepang itu sebenarnya telah lama dilakukan namun selalu gagal mengingat masa lalu Jepang 7 dan demi menjaga hubungan dengan negara-negara tetangga yang mengaku masih trauma dengan masa lalu Jepang. Namun pada akhirnya transformasi tersebut disepakati oleh para anggota Diet (parlemen Jepang) sebagai bentuk tanggung jawab keamanan internasional. Transformasi Biro Pertahanan Jepang berhasil terwujud pada tanggal 9 Januari 2007 atau tepatnya 53 tahun setelah Biro Pertahanan Jepang berdiri di tahun Sebagai cikal bakal Kementerian Pertahanan, biro ini sebelumnya berada di bawah Kementerian Dalam Negeri meski kepala bironya bertanggung jawab langsung kepada Perdana Menteri. Dengan perubahan status ini secara otomatis Kementerian Pertahanan Jepang yang baru diberikan otoritas penuh dan independen untuk menentukan anggaran dan kebijakan terkait keamanan dan pertahanan 6 Lihat Tobias Harris, Shinzo Abe and the Koizumi Revolution, 30 September 2006, dalam < diakses 28 Januari Pada masa Perang Dunia II Jepang dikenal sebagai imperial power yang menggunakan kekuatan militernya untuk menginvasi berbagai negara. Jepang dikenal sebagai negara penjajah yang sangat kejam, bahkan setelah Perang Dunia II berakhir gerakan anti-jepang masih marak di beberapa negara. Sebagian besar korban kekejaman Jepang berada di kawasan Asia Pasifik, terutama negara tetangga Jepang sendiri seperti China, Korea Selatan, Korea Utara, dan Asia Tenggara. Permasalahan seperti kompensasi perang baik secara finansial maupun mental, jugun ianfu (wanita pemuas nafsu tentara Jepang), maupun kunjungan PM Junichiro Koizumi ke Kuil Yasukuni, tempat para jenderal penjahat perang Jepang dimakamkan, selalu menjadi kontroversi bagi Jepang dan negara-negara yang pernah terlibat dengannya. 8

9 Jepang. Kapasitas itu ditunjang dengan posisi Jepang sebagai salah satu raksasa ekonomi dunia, sehingga Jepang mampu meningkatkan anggaran pertahanannya disesuaikan dengan kondisi keamanan yang ada. Lagipula meski hanya memiliki Pasukan Bela Diri, namun sebenarnya Jepang adalah salah satu negara dengan anggaran pertahanan terbesar di dunia yaitu hampir mendekati 50 miliar dolar AS per tahunnya. Sebagai perbandingan tabel di bawah ini menunjukkan 10 peringkat teratas anggaran pertahanan negara-negara di seluruh dunia 8. Tabel 1. Negara-negara dengan anggaran pertahanan terbesar di dunia Rank Nama Negara Total Anggaran 1 Amerika Serikat $ 689,591,000,000 2 China $ 129,272,000,000 3 Rusia $ 64,000,000,000 4 Perancis $ 58,244,000,000 5 Inggris $ 57,875,170,000 6 Jepang $ 54,529,000,000 7 Saudi Arabia $ 46,219,000,000 8 India $ 44,282,000,000 9 Jerman $ 43,478,000, Italia $ 31,946,000,000 Sumber: 8 Lihat Military Defense Spending and Budgets by Country, dalam < diakses 10 Januari

10 Hal ini dipertegas pernyataan Menteri Pertahanan Jepang Shigeru Ishiba saat berkunjung ke Singapura dalam rangka pertemuan ASEAN Regional Forum (ARF) 9 di tahun Ishiba menyatakan Jepang sebagai salah satu major power (kekuatan utama) dunia, keberadaannya bertujuan untuk mengurangi berbagai friksi dan konfrontasi serta mengedepankan kolaborasi di antara negara-negara yang berkonflik di dunia. Hal itu terangkum dalam tiga tanggung jawab utama yang harus diemban Jepang sebagai major power, yaitu: 1). Meningkatkan kepercayaan diri di antara major powers dengan memajukan kerjasama pertahanan pada berbagai level dan meningkatkan transparansi angkatan bersenjata. 2). Mengadakan kerjasama untuk mengatasi tantangan keamanan global. Khusus negara pemilik kekuatan nuklir, mereka harus mengambil inisiatif untuk melakukan pelucutan kekuatan nuklir dan nonproliferasi. 9 ARF atau ASEAN Regional Forum merupakan forum yang dibentuk oleh ASEAN pada tahun 1994 sebagai wahana dialog dan konsultasi mengenai hal-hal yang terkait dengan politik dan keamanan di kawasan, sehingga bisa dikatakan bahwa ASEAN merupakan penggerak utama ARF. ARF adalah satu-satunya forum di level pemerintahan yang dihadiri oleh seluruh negaranegara kuat (major powers) di kawasan Asia Pasifik dan kawasan lainnya seperti AS, China, Jepang, Rusia, dan Uni Eropa. Pesertanya berjumlah 27 negara yang terdiri atas 10 negara anggota ASEAN, 10 negara Mitra Wacana ASEAN, dan beberapa negara lainnya di kawasan Asia Pasifik. ARF menyepakati bahwa konsep keamanan menyeluruh (comprehensive security) tak hanya mencakup aspek-aspek militer dan isu keamanan tradisional tetapi juga terkait dengan aspek politik, ekonomi, sosial dan isu lainnya seperti isu keamanan non-tradisional. Kinerjanya dilengkapi oleh aktivitas Track 2 yang dilakukan oleh entitas non-pemerintah dalam lingkup ARF. Lihat ASEAN Regional Forum (ARF) dalam < nal&i=id>, diakses 30 Maret

11 3). Berkontribusi membangun kapasitas regional untuk menanggulangi berbagai situasi, salah satunya melalui ARF dan kerangka kerjasama multinasional lain, termasuk mendukung proses capacity-building bagi setiap negara yang terlibat dalam kerjasama tersebut 10. Tanggung jawab tersebut memang akan terlaksana dengan lebih mantap melalui kebijakan berupa peningkatan status atau transformasi Biro Pertahanan Jepang menjadi Kementerian Pertahanan Jepang. Tidak dapat dipungkiri hal ini juga dapat dimanfaatkan sebagai salah satu kanal untuk meningkatkan bargaining position Jepang di kawasan Asia Timur. Hanya saja setelah Kementerian Pertahanan Jepang resmi berdiri, belum banyak yang memahami bagaimana postur pertahanan Negeri Matahari Terbit itu kini, apakah eksistensi kementerian itu dapat meningkatkan posisi tawar Jepang dalam konstelasi keamanan regional maupun global, atau hanya sekadar sebagai lembaga yang bersifat formalitas saja. 10 Lihat Defense Minister Mr. Shigeru Ishiba speech at the 7th IISS Shangri-La Dialogue, Singapore, "The Future of East Asian Security", 31 Mei 2008, dalam < diakses 28 Januari

12 1.2. RUMUSAN MASALAH Dari pemaparan latar belakang di atas, maka penelitian skripsi ini akan merumuskan permasalahan yaitu setelah transformasi Biro Pertahanan Jepang tercapai dengan terbentuknya Kementerian Pertahanan, lalu bagaimana postur pertahanan nasional Jepang pasca perubahan status tersebut? 1.3. KERANGKA KONSEPTUAL Untuk menjelaskan perubahan sejumlah aspek yang terjadi pada perubahan status Biro Pertahanan Jepang menjadi Kementerian Pertahanan, maka penulis menggunakan dua konsep, yaitu Organizational Process Model dalam Decision Making Process serta Neoralisme. Organizational process model dalam decision making process Berbeda dengan rational actor model, aktor dalam proses pembuatan keputusan bukan lagi negara melainkan organisasi yang menduduki fungsi eksekutif suatu pemerintahan, serta bukan berbentuk unit kesatuan atau monolitik. Pembuatan kebijakannya didasarkan pada SOP (standard operating procedures), termasuk dalam mengidentifikasi masalah yang dihadapi. Mengapa SOP? Pasalnya organisasi-organisasi ini beranggapan dari waktu ke waktu, mereka akan menghadapi situasi yang sama, sehingga ketika mereka menemukan cara yang nyaman, dirasa pas dan berhasil mengatasi 12

13 masalah yang terjadi berulang kali itu, maka mereka pun merangkumnya menjadi SOP. Itulah mengapa, alih-alih memformulasikan respons yang spesifik pada situasi baru, organizational process model berargumen bahwa pembuat kebijakan (decision-makers) bertindak berdasarkan bagaimana mereka menyikapi situasi atau masalah baru dengan pola yang telah mereka pelajari dari situasi yang sebelumnya pernah terjadi. Kelebihan SOP adalah efisiensi dalam pengambilan keputusan, termasuk menghemat waktu karena organisasi senantiasa dihadapkan pada beberapa masalah sekaligus, serta mengurangi ketidakpastian ketika mereka dihadapkan pada situasi yang kompleks karena SOP biasanya berisi kebijakan yang bersifat jangka pendek. Setidaknya bila ada SOP maka kinerja organisasi akan jauh lebih efektif ketimbang jika setiap masalah yang datang disikapi satu-persatu 11. Kelemahannya, SOP tentu tidak memberikan solusi bagi adanya situasi atau masalah baru. Malahan setiap organisasi hanya bisa memilih SOP mana yang harus mereka pakai untuk mengatasi masalah baru tersebut. Akibatnya solusi yang diajukan organisasi cenderung kurang tepat atau semacam dipaksakan. Kelemahan lainnya, organisasi yang hanya mengandalkan SOP mempunyai 11 Lihat Kevin Dougherty, The Organizational Process Model dalam Military Decision-Making Processes: Case Studies Involving the Preparation, Commitment, Application and Withdrawal of Force, 2014, (North Carolina: McFarland & Company Inc Publishers), hal

14 prioritas, persepsi dan isu yang parokial (sempit), bahkan kerapkali mereka dihadapkan pada masalah saat mengimplementasikan kebijakan tersebut karena SOP itu sendiri. Belum lagi kalaupun organisasi terpaksa harus menangani masalah baru, mereka cenderung menanggapinya dengan lamban. Organisasi semacam ini juga lambat dalam mempelajari kesalahan. Bahkan mereka baru mau belajar bila dihadapkan pada dua situasi saja; 1). Ketika situasi yang mereka hadapi mengalami kegagalan; dan 2). Kekurangan ataupun kelebihan anggaran. Neorealisme Dasar daripada teori neorealisme sebenarnya sama dengan realisme, namun penganut neorealisme mengesampingkan level analisis individu dan negara. Neorealisme justru menegaskan bahwa sistem globallah yang dapat menjelaskan alasan di balik tindakan yang diambil suatu negara. Dan seperti halnya realisme, neorealisme juga percaya bahwa anarki atau tidak adanya institusi sentral di atas negara merupakan hal penting demi mempertahankan properti struktur itu sendiri Lihat Charles W. Kegley Jr; Eugene R. Wittkopf. World Politics: Trend and Transformation (Boston: Bedford/St Martin s), hal

15 Negara tetap menjadi aktor utama, bertindak dengan memegang teguh prinsip self-help 13 dan memastikan mereka bisa survive atau bertahan hidup. Tapi yang dibedakan neorealis bukanlah masalah yang dihadapi suatu negara, melainkan kapabilitas mereka untuk menanganinya. Kapabilitas itu nantinya menentukan posisi negara bersangkutan dalam sistem global dan distribusi kapabilitas menunjukkan struktur dari sistem itu sendiri yang membentuk bagaimana unit-unit di dalamnya berinteraksi antara satu sama lain. Power atau kekuasaan juga menjadi konsep sentral dari neorealisme, namun bukan sebagai bagian dari nature mereka melainkan menjadi sarana bagi negara untuk bertahan hidup. Pencetus neorealisme, Kenneth N. Waltz dalam bukunya Theory of International Politics (1979) menerangkan sarana itu sendiri terbagi ke dalam dua kategori: upaya internal (peningkatan kapabilitas ekonomi, penambahan kekuatan militer, atau mengembangkan strategi yang lebih baik) dan upaya eksternal (memperkuat dan memperbesar aliansinya atau melemahkan musuh). Akan tetapi karena insting untuk bertahan hidup dari masingmasing negara itulah, maka neorealisme menegaskan nantinya balance of power atau perimbangan kekuasaan akan terbentuk secara otomatis, terlepas dari apakah satu atau beberapa negara sengaja 13 Di dalam buku World Politics: Trend and Transformation dipaparkan bahwa self-help pada dasarnya adalah konsep dalam realism yang menunjukkan bahwa dalam situasi internasional yang anarki, setiap aktor harus bisa bergantung pada dirinya sendiri. 15

16 menciptakan atau mempertahankan perimbangan, atau satu dan beberapa negara lain bertujuan untuk melakukan dominasi secara universal. Selain itu, kendati neorealis mengakui bila tujuan negara seringkali harus berubah-ubah karena perubahan pola politik domestik, pemimpin, ideologi atau hal lainnya, namun itu tetap takkan berpengaruh terhadap proses yang dilakukan negara untuk mengejar perimbangan kekuasaan dengan power yang mereka miliki karena yang menjadi acuan mereka hanyalah sistem global yang ada. In its stress on the structure of the international system, that is, the state of anarchy among sovereign states, (neo)realism attaches little or no importance of what is going on inside states what kind of regimes are in power, what kind of ideologies prevail, what kind of leadership is provided. According to (neo)realists, the foreign policies of all states are basically driven by the same systemic factors they are like so many billiard balls, obeying the same laws of political geometry and physics. (Owen Harries, 1995, Realism in a New Era, Quadrant 39/April, p.13). Teori neorealisme juga membantu menjelaskan mengapa prospek kerjasama internasional begitu kecil dan mengapa banyak negara yang cenderung curiga antara satu sama lain serta saling berkompetisi. Struktur anarkis dari sistem yang ada di sekitar merekalah yang membuat negara-negara ini menjadi sensitif, terutama 16

17 berkaitan dengan posisi relatif mereka dalam distribusi kekuasaan. Dalam bukunya, Waltz menegaskan ketika dihadapkan pada kemungkinan untuk melakukan kerjasama dengan negara lain, meski demi keuntungan bersama, negara yang merasa insecure pasti akan bertanya-tanya bagaimana keuntungan itu akan dibagi; apakah kedua negara akan diuntungkan atau siapakah yang akan memperoleh keuntungan lebih. Jadi misalkan keuntungannya sudah dibagi menjadi 2 banding 1, maka negara yang insecure tadi akan menggunakan perolehannya yang tidak sebanding itu untuk sengaja membuat kebijakan yang dapat menghancurkan negara lainnya. Bahkan Waltz menduga meski keduanya memiliki prospek keuntungan yang sama besarnya bukan berarti kerjasama akan berlangsung lama karena satu sama lain takut membayangkan bagaimana pihak lainnya akan memanfaatkan penambahan kapabilitas mereka itu. Kalaupun mereka terpaksa melakukan kerjasama dengan negara lain, itu bukanlah didasari oleh adanya potensi negara yang diajak kerjasama, melainkan lebih dikarenakan sikap insecurity mereka terhadap kondisi sistem internasional yang anarkis. Kata Waltz, insecurity, setidaknya pada ketidakpastian tentang niat dan aksi yang akan dilakukan negara lain di masa depan, begitu juga dengan ketakutan mereka bila harus bergantung pada negara lain tentu membuat mereka sulit bekerjasama. 17

18 1.4. HIPOTESIS Mengacu pada Buku Putih Pertahanan Jepang tahun 2006, Jepang dihadapkan pada beberapa persoalan keamanan regional dan internasional. Dibarengi dengan perspektif personal dari Perdana Menteri Shinzo Abe yang nasionalis kemudian muncul inisiatif bagi Jepang untuk kembali menjadi normal nation 14 tanpa dibayangi oleh pasifisme sebagai refleksi dari Pasal 9 Konstitusi 1947 lagi maka Jepang memutuskan perlunya suatu tindakan nyata dalam meningkatkan posisi tawar Jepang di kancah keamanan nasional, regional, maupun internasional. Tindakan yang dimaksud adalah adanya remiliterisasi dan perubahan status Biro Pertahanan Jepang menjadi Kementerian Pertahanan yang berotoritas penuh terhadap kebijakan-kebijakan pertahanan Jepang. Upaya transformasi Biro Pertahanan Jepang merupakan momentum awal Jepang dalam menegakkan kedaulatan bangsa Jepang melalui konsep normal nation sekaligus menjadi aktor keamanan internasional yang bertanggung jawab. 14 PM Yasuhiro Nakasone merespons adanya pembatasan kekuatan militer dan anggaran pertahanan Jepang oleh Pasal 9 Konstitusi 1947 dengan menggagas konsep normal nation. Hal ini ditujukan untuk menormalisasi imej Jepang sebagai negara yang unik berkat pembatasan Konstitusi Nakasone berharap dengan upayanya tersebut, Jepang mampu mencapai keseimbangan tujuan di bidang ekonomi dan politik serta mendudukkan posisi Jepang setara dengan negara-negara lainnya dalam sistem internasional melalui peranan politik dan penyebaran pengaruh kekuatan ekonomi Jepang. Inisiatif tersebut secara khusus bertujuan untuk memperkuat hubungan Jepang dengan Amerika Serikat dalam kerangka yang lebih seimbang (tidak ada dominasi salah satu negara). Lihat S. Javed Maswood, Japanese Defence. The Search for Political Power, (Singapura: Institute of Southeast Asian Studies, 1990), hal Sejak PM Yasuhiro Nakasone memerintah, pemerintah AS pun mulai mengevaluasi kembali pentingnya posisi Jepang dalam kebijakan global atau sistem internasional. Lihat juga, Japan s Place in the World, dalam Shibusawa Masahide, Japan and the Asian Pacific Region. Profile of Change, (London: Routledge, 1984), hal

19 Namun tampaknya aspek yang paling kentara perubahannya seiring dengan peningkatan status Biro Pertahanan Jepang menjadi kementerian adalah aspek struktural dan anggaran pertahanan. Aspek struktural merujuk pada perubahan struktur organisasi dan proses pembuatan keputusan dari Biro Pertahanan Jepang ketika ditingkatkan statusnya menjadi kementerian. Di samping itu peningkatan status ini memberikan wewenang bagi departemen yang bersangkutan untuk mengurus anggarannya sendiri. Ini artinya masing-masing aspek tampak mengalami perubahan yang signifikan. Bahkan bisa jadi dengan adanya perubahan ini maka peranan militer Jepang, baik secara nasional, regional maupun internasional bisa lebih diakui, kendati revisi konstitusi masih belum bisa dicapai sepenuhnya METODE PENELITIAN Berdasarkan identifikasi tingkat analisa yang dikembangkan R.F. Hopkins dan R.W. Mansbach 15, unit analisa yang digunakan dalam tulisan ini adalah unit analisa kelompok, sedangkan unit eksplanasinya adalah unit eksplanasi kelompok pula sehingga merupakan analisa korelasionis. Unit analisa dalam tulisan ini adalah Jepang, sedangkan unit eksplanasinya adalah postur atau kondisi pertahanan Jepang pasca transformasi Biro Pertahanan Jepang dalam kurun waktu tahun Lihat Hopkins & Mansbach dalam Mohtar Mas oed, Ilmu Hubungan Internasional: Disiplin dan Metodologi (Jakarta: LP3ES, 1990), hal

20 Sebagai metode penelitian, beberapa langkah yang diambil adalah dengan melakukan konseptualisasi kemudian melakukan generalisasi. Konseptualisasi merupakan proses penyederhanaan fenomena dengan mengklasifikasikan dan mengkategorisasikannya 16. Data-data yang diperoleh melalui media dikategorisasikan dalam konsep-konsep yang telah dibahas dalam landasan konseptual. Setelah kategorisasi dilakukan, analisis difokuskan pada relasi antara konsep-konsep, apakah itu kondisional, kausalitas, atau tidak berhubungan sama sekali. Sedangkan generalisasi merupakan pernyataan tentang hubungan antara dua konsep atau lebih. Sebagai contoh, data-data yang diperoleh berkaitan dengan kebijakan peningkatan status Biro Pertahanan Jepang menjadi Kementerian Pertahanan Jepang akan dikategorisasikan untuk kemudian ditarik generalisasi. Pengumpulan data-data dimaksudkan untuk menguatkan argumen yang dibangun. Penelitian skripsi yang akan dilakukan menggunakan sumber data sekunder berupa data kualitatif dengan mengumpulkan sejumlah literatur atau studi pustaka, jurnal, artikel-artikel terkait, baik dari media cetak maupun sumber online. Pengumpulan data ini ditujukan untuk mengetahui data berbagai aspek yang mendukung terkait kebijakan transformasi status Biro Pertahanan Jepang dan relevansinya dengan perkembangan pertahanan Jepang pasca implementasi kebijakan tersebut. 16 Ibid,. hal

21 1.6. SISTEMATIKA PENELITIAN Skripsi berjudul Postur Pertahanan Jepang Pasca Pembentukan Kementerian Pertahanan ( ) ini akan dibagi menjadi 4 (empat) bab. Bab pertama berisi pendahuluan. Pada bab ini dijelaskan mengenai latar belakang masalah, rumusan masalah, kerangka konseptual mengenai proses pembuatan keputusan (decision-making process) dan teori neorealisme yang sekiranya dapat menjelaskan perubahan postur pertahanan Jepang pasca pembentukan Kementerian Pertahanan. Dilanjutkan dengan hipotesis, metode penelitian, dan sistematika penulisan. Bab kedua akan membahas proses transformasi Biro Pertahanan Jepang hingga berhasil ditingkatkan statusnya menjadi Kementerian Pertahanan. Lalu membahas perubahan postur pasca pembentukan Kementerian Pertahanan, terutama aspek-aspek penting di bidang pertahanan yaitu kondisi struktural dan anggaran, serta paparan tentang perbandingan antara kinerja Biro Pertahanan Jepang dengan setelah menjadi kementerian. Bab ketiga akan berisikan tentang analisis perubahan beberapa aspek yang berkaitan dengan postur pertahanan Jepang pasca pembentukan Kementerian Pertahanan, termasuk menelaah faktor-faktor yang mendasarinya. 21

22 Bab keempat merupakan penutup yang berisi kesimpulan dari bab-bab sebelumnya. Pada bab terakhir ini akan diuraikan secara singkat jawaban dari rumusan masalah yang sudah dibahas dalam bab-bab sebelumnya, utamanya terkait kondisi postur pertahanan Jepang pasca pembentukan Kementerian Pertahanan, serta proyeksi tentang postur keamanan Jepang di masa yang akan datang, terutama setelah adanya Kementerian Pertahanan. 22

BAB I Pendahuluan. 1.1 Latar Belakang

BAB I Pendahuluan. 1.1 Latar Belakang BAB I Pendahuluan 1.1 Latar Belakang Six Party Talks merupakan sebuah mekanisme multilateral yang bertujuan untuk mewujudkan upaya denuklirisasi Korea Utara melalui proses negosiasi yang melibatkan Cina,

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Penelitian ini akan membahas mengenai kerja sama keamanan antara pemerintah Jepang dan pemerintah Australia. Hal ini menjadi menarik mengetahui kedua negara memiliki

Lebih terperinci

PERSPEKTIF DALAM HUBUNGAN INTERNASIONAL REALISM DAN NEO REALISM

PERSPEKTIF DALAM HUBUNGAN INTERNASIONAL REALISM DAN NEO REALISM PERSPEKTIF DALAM HUBUNGAN INTERNASIONAL REALISM DAN NEO REALISM Sebelum PD I studi Hubungan Internasional lebih banyak berorientasi pada sejarah diplomasi dan hukum internasional Setelah PD I mulai ada

Lebih terperinci

BAB 4 KESIMPULAN. 97 Universitas Indonesia. Dampak pengembangan..., Alfina Farmaritia Wicahyani, FISIP UI, 2010.

BAB 4 KESIMPULAN. 97 Universitas Indonesia. Dampak pengembangan..., Alfina Farmaritia Wicahyani, FISIP UI, 2010. BAB 4 KESIMPULAN Korea Utara sejak tahun 1950 telah menjadi ancaman utama bagi keamanan kawasan Asia Timur. Korea Utara telah mengancam Korea Selatan dengan invasinya. Kemudian Korea Utara dapat menjadi

Lebih terperinci

Realisme dan Neorealisme I. Summary

Realisme dan Neorealisme I. Summary Realisme dan Neorealisme I. Summary Dalam tulisannya, Realist Thought and Neorealist Theory, Waltz mengemukakan 3 soal, yaitu: 1) pembentukan teori; 2) kaitan studi politik internasional dengan ekonomi;

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Jepang merupakan negara yang unik karena konsep pasifis dan anti militer yang dimilikinya walaupun memiliki potensi besar untuk memiliki militer yang kuat. Keunikan

Lebih terperinci

mengakibatkan potensi ancaman dan esklasi konflik. Eskalasi konflik di kawasan mulai terlihat dari persaingan anggaran belanja militer Cina, Korea

mengakibatkan potensi ancaman dan esklasi konflik. Eskalasi konflik di kawasan mulai terlihat dari persaingan anggaran belanja militer Cina, Korea BAB V PENUTUP Tesis ini menjelaskan kompleksitas keamanan kawasan Asia Timur yang berimplikasi terhadap program pengembangan senjata nuklir Korea Utara. Kompleksitas keamanan yang terjadi di kawasan Asia

Lebih terperinci

memperoleh status, kehormatan, dan kekuatan dalam menjaga kedaulatan, keutuhan wilayah, serta pengaruhnya di arena global.

memperoleh status, kehormatan, dan kekuatan dalam menjaga kedaulatan, keutuhan wilayah, serta pengaruhnya di arena global. BAB V PENUTUP Kebangkitan Cina di awal abad ke-21tidak dapat dipisahkan dari reformasi ekonomi dan modernisasi yang ia jalankan. Reformasi telah mengantarkan Cina menemukan momentum kebangkitan ekonominya

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Pasca kekalahannya dalam Perang Dunia II, Jepang berusaha untuk bangkit kembali menjadi salah satu kekuatan besar di dunia. Usaha Jepang untuk bangkit kembali dilakukan

Lebih terperinci

REALISM. Theoretical Intrepretations of World Politics. By Dewi Triwahyuni

REALISM. Theoretical Intrepretations of World Politics. By Dewi Triwahyuni REALISM Theoretical Intrepretations of World Politics By Dewi Triwahyuni Theory in Brief REALISM & NEOREALISM Key Actors View of the individual View of the state View of the international system Beliefs

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. tersebut memiliki nilai tawar kekuatan untuk menentukan suatu pemerintahan

BAB I PENDAHULUAN. tersebut memiliki nilai tawar kekuatan untuk menentukan suatu pemerintahan BAB I PENDAHULUAN A. Alasan Pemilihan Judul Kepemilikan senjata nuklir oleh suatu negara memang menjadikan perubahan konteks politik internasional menjadi rawan konflik mengingat senjata tersebut memiliki

Lebih terperinci

BAB V KESIMPULAN. evaluasi kegagalan dan keberhasilan kebijakan War on Terrorism dapat disimpulkan

BAB V KESIMPULAN. evaluasi kegagalan dan keberhasilan kebijakan War on Terrorism dapat disimpulkan BAB V KESIMPULAN Dari penjelasan pada Bab III dan Bab IV mengenai implementasi serta evaluasi kegagalan dan keberhasilan kebijakan War on Terrorism dapat disimpulkan bahwa kebijakan tersebut gagal. Pada

Lebih terperinci

Kemunduran Amerika Serikat dilihat sebagai sebuah kemunduran yang bersifat

Kemunduran Amerika Serikat dilihat sebagai sebuah kemunduran yang bersifat Kesimpulan Amerika Serikat saat ini adalah negara yang sedang mengalami kemunduran. Kemunduran Amerika Serikat dilihat sebagai sebuah kemunduran yang bersifat relatif; karena disaat kemampuan ekonomi dan

Lebih terperinci

bilateral, multilateral maupun regional dan peningkatan henemoni Amerika Serikat di dunia. Pada masa perang dingin, kebijakan luar negeri Amerika

bilateral, multilateral maupun regional dan peningkatan henemoni Amerika Serikat di dunia. Pada masa perang dingin, kebijakan luar negeri Amerika BAB V KESIMPULAN Amerika Serikat merupakan negara adikuasa dengan dinamika kebijakan politik luar negeri yang dinamis. Kebijakan luar negeri yang diputuskan oleh Amerika Serikat disesuaikan dengan isu

Lebih terperinci

PERATURAN PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 7 TAHUN 2008 TENTANG KEBIJAKAN UMUM PERTAHANAN NEGARA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

PERATURAN PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 7 TAHUN 2008 TENTANG KEBIJAKAN UMUM PERTAHANAN NEGARA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA www.bpkp.go.id PERATURAN PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 7 TAHUN 2008 TENTANG KEBIJAKAN UMUM PERTAHANAN NEGARA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang : a. bahwa penyelenggaraan

Lebih terperinci

LAMPIRAN PERATURAN PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 7 TAHUN 2008 TENTANG KEBIJAKAN UMUM PERTAHANAN NEGARA PENDAHULUAN

LAMPIRAN PERATURAN PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 7 TAHUN 2008 TENTANG KEBIJAKAN UMUM PERTAHANAN NEGARA PENDAHULUAN LAMPIRAN PERATURAN PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 7 TAHUN 2008 TENTANG KEBIJAKAN UMUM PERTAHANAN NEGARA PENDAHULUAN 1. Umum. Pertahanan negara sebagai salah satu fungsi pemerintahan negara merupakan

Lebih terperinci

sebagai seratus persen aman, tetapi dalam beberapa dekade ini Asia Tenggara merupakan salah satu kawasan yang cenderung bebas perang.

sebagai seratus persen aman, tetapi dalam beberapa dekade ini Asia Tenggara merupakan salah satu kawasan yang cenderung bebas perang. BAB V KESIMPULAN Asia Tenggara merupakan kawasan yang memiliki potensi konflik di masa kini maupun akan datang. Konflik perbatasan seringkali mewarnai dinamika hubungan antarnegara di kawasan ini. Konflik

Lebih terperinci

JURUSAN SOSIAL YOGYAKARTA

JURUSAN SOSIAL YOGYAKARTA UPAYA JEPANG DALAM MENJAGA STABILITAS KEAMANAN KAWASAN ASIA TENGGARA RESUME SKRIPSI Marsianaa Marnitta Saga 151040008 JURUSAN ILMU HUBUNGAN INTERNASIONAL FAKULTAS ILMU SOSIAL DAN POLITIK UNIVERSITAS PEMBANGUNAN

Lebih terperinci

BAB 5 KESIMPULAN. Kebijakan nuklir..., Tide Aji Pratama, FISIP UI., 2008.

BAB 5 KESIMPULAN. Kebijakan nuklir..., Tide Aji Pratama, FISIP UI., 2008. BAB 5 KESIMPULAN Kecurigaan utama negara-negara Barat terutama Amerika Serikat adalah bahwa program nuklir sipil merupakan kedok untuk menutupi pengembangan senjata nuklir. Persepsi negara-negara Barat

Lebih terperinci

BAB 4 PENUTUP 4.1 Kesimpulan

BAB 4 PENUTUP 4.1 Kesimpulan BAB 4 PENUTUP 4.1 Kesimpulan Akuntansi merupakan satu-satunya bahasa bisnis utama di pasar modal. Tanpa standar akuntansi yang baik, pasar modal tidak akan pernah berjalan dengan baik pula karena laporan

Lebih terperinci

untuk memastikan agar liberalisasi tetap menjamin kesejahteraan sektor swasta. Hasil dari interaksi tersebut adalah rekomendasi sektor swasta yang

untuk memastikan agar liberalisasi tetap menjamin kesejahteraan sektor swasta. Hasil dari interaksi tersebut adalah rekomendasi sektor swasta yang Bab V KESIMPULAN Dalam analisis politik perdagangan internasional, peran politik dalam negeri sering menjadi pendekatan tunggal untuk memahami motif suatu negara menjajaki perjanjian perdagangan. Jiro

Lebih terperinci

BAB IV KESIMPULAN. Perkembangan pada konstalasi politik internasional pasca-perang Dingin

BAB IV KESIMPULAN. Perkembangan pada konstalasi politik internasional pasca-perang Dingin BAB IV KESIMPULAN Perkembangan pada konstalasi politik internasional pasca-perang Dingin memiliki implikasi bagi kebijakan luar negeri India. Perubahan tersebut memiliki implikasi bagi India baik pada

Lebih terperinci

BAB V KESIMPULAN. ini terjadi dan meningkatnya kebutuhan suatu negara akibat berkembangnya

BAB V KESIMPULAN. ini terjadi dan meningkatnya kebutuhan suatu negara akibat berkembangnya BAB V KESIMPULAN Keamanan energi erat hubungannya dengan kelangkaan energi yang saat ini terjadi dan meningkatnya kebutuhan suatu negara akibat berkembangnya industrialisasi dan kepentingan militer. Kelangsungan

Lebih terperinci

BAB I Pendahuluan. 1.1 Latar Belakang

BAB I Pendahuluan. 1.1 Latar Belakang BAB I Pendahuluan 1.1 Latar Belakang Six Party Talks merupakan sebuah mekanisme multilateral yang bertujuan untuk mewujudkan upaya denuklirisasi Korea Utara melalui proses negosiasi yang melibatkan Cina,

Lebih terperinci

dalam membangun kekuatan pertahanan mengedepankan konsep pertahanan berbasis kemampuan anggaran (capability-based defence) dengan tetap

dalam membangun kekuatan pertahanan mengedepankan konsep pertahanan berbasis kemampuan anggaran (capability-based defence) dengan tetap BAB V PENUTUP Sejak reformasi nasional tahun 1998 dan dilanjutkan dengan reformasi pertahanan pada tahun 2000 sistem pertahanan Indonesia mengalami transformasi yang cukup substansial, TNI sebagai kekuatan

Lebih terperinci

PERATURAN PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 7 TAHUN 2008 TENTANG KEBIJAKAN UMUM PERTAHANAN NEGARA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

PERATURAN PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 7 TAHUN 2008 TENTANG KEBIJAKAN UMUM PERTAHANAN NEGARA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PERATURAN PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 7 TAHUN 2008 TENTANG KEBIJAKAN UMUM PERTAHANAN NEGARA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang : a. bahwa penyelenggaraan pertahanan

Lebih terperinci

AKTOR NEGARA DAN NON NEGARA DALAM HUBUNGAN INTERNASIONAL. Pengantar Hubungan Internasional FISIP UMJ 2017

AKTOR NEGARA DAN NON NEGARA DALAM HUBUNGAN INTERNASIONAL. Pengantar Hubungan Internasional FISIP UMJ 2017 AKTOR NEGARA DAN NON NEGARA DALAM HUBUNGAN INTERNASIONAL Pengantar Hubungan Internasional FISIP UMJ 2017 STATE Miriam Budiardjo: Negara sebagai suatu organisasi dalam suatu wilayah yang memiliki kekuasaan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. <http://www.japantimes.co.jp/news/2013/06/01/world/the-evolution-of-ticad-since-its-inception-in-1993/>, diakses 16 Juni 2016.

BAB I PENDAHULUAN. <http://www.japantimes.co.jp/news/2013/06/01/world/the-evolution-of-ticad-since-its-inception-in-1993/>, diakses 16 Juni 2016. BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Sejak kebijakan ODA Jepang mulai dijalankan pada tahun 1954 1, ODA pertama kali diberikan kepada benua Asia (khususnya Asia Tenggara) berupa pembayaran kerusakan akibat

Lebih terperinci

BAB IV PENUTUP. Strategi keamanan..., Fitria Purnihastuti, FISIP UI, 2008

BAB IV PENUTUP. Strategi keamanan..., Fitria Purnihastuti, FISIP UI, 2008 BAB IV PENUTUP A.Kesimpulan Sangat jelas terlihat bahwa Asia Tengah memerankan peran penting dalam strategi China di masa depan. Disamping oleh karena alasan alasan ekonomi, namun juga meluas menjadi aspek

Lebih terperinci

yang dihadapi pasukan mereka. Tingginya jumlah korban jiwa baik dari pihak sipil maupun pasukan NATO serta besarnya dana yang harus dialirkan menjadi

yang dihadapi pasukan mereka. Tingginya jumlah korban jiwa baik dari pihak sipil maupun pasukan NATO serta besarnya dana yang harus dialirkan menjadi BAB V PENUTUP Penelitian ini berawal dari sebuah keputusan berani yang dikeluarkan oleh Presiden Perancis Nicholas Sarkozy pada tahun 2012 terkait penarikan pasukan Perancis dari Afghanistan. Dikatakan

Lebih terperinci

2 dunia. Kerjasama yang terjalin diantara negara-negara menjadikan status antar negara adalah partner bukan musuh sehingga keinginan untuk saling bers

2 dunia. Kerjasama yang terjalin diantara negara-negara menjadikan status antar negara adalah partner bukan musuh sehingga keinginan untuk saling bers BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Globalisasi telah menjadi fenomena yang terjadi secara global yang cukup mempengaruhi tatanan dunia hubungan internasional dewasa ini. Globalisasi merupakan proses

Lebih terperinci

terlalu keras kepada kelima negara tersebut. Karena akan berakibat pada hubungan kemitraan diantara ASEAN dan kelima negara tersebut.

terlalu keras kepada kelima negara tersebut. Karena akan berakibat pada hubungan kemitraan diantara ASEAN dan kelima negara tersebut. BAB V KESIMPULAN Sampai saat ini kelima negara pemilik nuklir belum juga bersedia menandatangani Protokol SEANWFZ. Dan dilihat dari usaha ASEAN dalam berbagai jalur diplomasi tersebut masih belum cukup

Lebih terperinci

MEMORANDUM ANTARA KEMENTERIAN PERTAHANAN JEPANG DAN KEMENTERIAN PERTAHANAN REPUBLIK INDONESIA TENTANG KERJA SAMA DAN PERTUKARAN DI BIDANG PERTAHANAN

MEMORANDUM ANTARA KEMENTERIAN PERTAHANAN JEPANG DAN KEMENTERIAN PERTAHANAN REPUBLIK INDONESIA TENTANG KERJA SAMA DAN PERTUKARAN DI BIDANG PERTAHANAN MEMORANDUM ANTARA KEMENTERIAN PERTAHANAN JEPANG DAN KEMENTERIAN PERTAHANAN REPUBLIK INDONESIA TENTANG KERJA SAMA DAN PERTUKARAN DI BIDANG PERTAHANAN Kementerian Kementerian Pertahanan Jepang dan Pertahanan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. II, di era 1950-an ialah Perdana Menteri Yoshida Shigeru. Ia dikenal karena

BAB I PENDAHULUAN. II, di era 1950-an ialah Perdana Menteri Yoshida Shigeru. Ia dikenal karena BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Pasca kekalahan dalam Perang Dunia II, Jepang berusaha bangkit menjadi salah satu kekuatan besar di dunia. Perdana Menteri yang berpengaruh pasca PD II, di

Lebih terperinci

BAB VI. 6.1 Kesimpulan Strategi Suriah dalam menghadapi konflik dengan Israel pada masa Hafiz al-

BAB VI. 6.1 Kesimpulan Strategi Suriah dalam menghadapi konflik dengan Israel pada masa Hafiz al- 166 BAB VI 6.1 Kesimpulan Strategi Suriah dalam menghadapi konflik dengan Israel pada masa Hafiz al- Assad berkaitan dengan dasar ideologi Partai Ba ath yang menjunjung persatuan, kebebasan, dan sosialisme

Lebih terperinci

DIALOG KOREA UTARA-KOREA SELATAN DAN DAMPAKNYA TERHADAP KEAMANAN KAWASAN

DIALOG KOREA UTARA-KOREA SELATAN DAN DAMPAKNYA TERHADAP KEAMANAN KAWASAN Pusat Penelitian Badan Keahlian DPR RI Gd. Nusantara I Lt. 2 Jl. Jend. Gatot Subroto Jakarta Pusat - 10270 c 5715409 d 5715245 m infosingkat@gmail.com BIDANG HUBUNGAN INTERNASIONAL KAJIAN SINGKAT TERHADAP

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Penelitian

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Penelitian BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Penelitian New Zealand merupakan negara persemakmuran dari negara Inggris yang selama Perang Dunia I (PD I) maupun Perang Dunia II (PD II) selalu berada di

Lebih terperinci

1. DARI IDEOLOGI HINGGA TERORISME

1. DARI IDEOLOGI HINGGA TERORISME 1 1. DARI IDEOLOGI HINGGA TERORISME Dalam sejarahnya, manusia memang sudah ditakdirkan untuk berkompetisi demi bertahan hidup. Namun terkadang kompetisi yang dijalankan manusia itu tidaklah sehat dan menjurus

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang. Globalisasi menjadi sebuah wacana yang menarik untuk didiskusikan

I. PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang. Globalisasi menjadi sebuah wacana yang menarik untuk didiskusikan I. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Globalisasi menjadi sebuah wacana yang menarik untuk didiskusikan dalam berbagai bidang, tak terkecuali dalam bidang ekonomi. Menurut Todaro dan Smith (2006), globalisasi

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Kerja sama merupakan upaya yang dilakukan oleh perseorangan, kelompok maupun negara untuk mencapai kepentingan bersama. Lewat bekerjasama, tentu saja seseorang, kelompok

Lebih terperinci

internasional. Kanada juga mulai melihat kepentingannya dalam kacamata norma keamanan manusia. Setelah terlibat dalam invasi Amerika di Afghanistan

internasional. Kanada juga mulai melihat kepentingannya dalam kacamata norma keamanan manusia. Setelah terlibat dalam invasi Amerika di Afghanistan BAB V KESIMPULAN Dalam bab terakhir ini, penulis akan menyimpulkan jawaban atas pertanyaan pertama yaitu mengapa Kanada menggunakan norma keamanan manusia terhadap Afghanistan, serta pertanyaan kedua yaitu

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. pada awal tahun 1957 dengan dukungan dari Amerika Serikat. 1 Pada saat itu

BAB I PENDAHULUAN. pada awal tahun 1957 dengan dukungan dari Amerika Serikat. 1 Pada saat itu BAB I A. Latar Belakang PENDAHULUAN Iran meluncurkan program pengembangan energi nuklir pertamanya pada awal tahun 1957 dengan dukungan dari Amerika Serikat. 1 Pada saat itu Iran dan Amerika Serikat memang

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. kita. Konflik tersebut terjadi karena interaksi antar kedua negara atau lebih

BAB I PENDAHULUAN. kita. Konflik tersebut terjadi karena interaksi antar kedua negara atau lebih 1 BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Konflik internasional antar dua negara cukup terdengar akrab di telinga kita. Konflik tersebut terjadi karena interaksi antar kedua negara atau lebih terganggu akibat

Lebih terperinci

Politik Global dalam Teori dan Praktik

Politik Global dalam Teori dan Praktik Politik Global dalam Teori dan Praktik Oleh: Aleksius Jemadu Edisi Pertama Cetakan Pertama, 2008 Hak Cipta 2008 pada penulis, Hak Cipta dilindungi undang-undang. Dilarang memperbanyak atau memindahkan

Lebih terperinci

1.1 Latar Belakang. BAB I : Pendahuluan

1.1 Latar Belakang. BAB I : Pendahuluan BAB I : Pendahuluan 1.1 Latar Belakang Penarikan pasukan Amerika Serikat dari Afghanistan barangkali merupakan salah satu kebijakan pemerintahan Obama yang paling dilematis. Keputusan untuk menarik pasukan

Lebih terperinci

BAB 5 KESIMPULAN. Universitas Indonesia

BAB 5 KESIMPULAN. Universitas Indonesia BAB 5 KESIMPULAN Dalam bab terakhir ini akan disampaikan tentang kesimpulan yang berisi ringkasan dari keseluruhan uraian pada bab-bab terdahulu. Selanjutnya, dalam kesimpulan ini juga akan dipaparkan

Lebih terperinci

BAB III SISTEM PEMERINTAHAN JEPANG DAN TRANFORMASI KEBIJAKAN KEAMANAN DAN DEPARTEMEN KEAMANAN JEPANG

BAB III SISTEM PEMERINTAHAN JEPANG DAN TRANFORMASI KEBIJAKAN KEAMANAN DAN DEPARTEMEN KEAMANAN JEPANG BAB III SISTEM PEMERINTAHAN JEPANG DAN TRANFORMASI KEBIJAKAN KEAMANAN DAN DEPARTEMEN KEAMANAN JEPANG Pada bab ini, penulis akan menjelaskan sistem pemerintahan Jepang dan transformasi kebijakan kemanan

Lebih terperinci

dalam merespon serangkaian tindakan provokatif Korea Selatan dalam bentuk latihan gabungan dalam skala besar yang dilakukan secara rutin, dan

dalam merespon serangkaian tindakan provokatif Korea Selatan dalam bentuk latihan gabungan dalam skala besar yang dilakukan secara rutin, dan BAB V KESIMPULAN Secara keseluruhan, upaya kelima negara China, Jepang, Korea Selatan, Taiwan, dan Korea Utara dalam meningkatkan kekuatan pertahanannya dilakukan untuk memberikan daya gentar terhadap

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Jepang selama ini dikenal sebagai negara dengan kemajuan teknologi yang luar biasa pesat jika dibandingkan dengan negara lain di kawasan Asia. Kemajuan teknologi yang

Lebih terperinci

1. PENDAHULUAN. 1 Occupation of Japan : Policy and Progress (New York: Greenwood Prees,1969), hlm 38.

1. PENDAHULUAN. 1 Occupation of Japan : Policy and Progress (New York: Greenwood Prees,1969), hlm 38. 1. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Kekalahan Jepang dalam Perang Dunia II menyebabkan negara ini kehilangan kedaulatannya dan dikuasai oleh Sekutu. Berdasarkan isi dari Deklarasi Potsdam, Sekutu sebagai

Lebih terperinci

MODUL IV PENGATURAN KEAMANAN REGIONAL

MODUL IV PENGATURAN KEAMANAN REGIONAL MODUL IV PENGATURAN KEAMANAN REGIONAL PENDAHULUAN Kajian tentang strategi keamanan juga melandaskan diri pada perkembangan teori-teori keamanan terutama teori-teori yang berkembang pada masa perang dingin

Lebih terperinci

Sambutan Presiden RI pd Prasetya dan Pelantikan Perwira TNI dan Polri, 2 Juli 2013, di Surabaya Selasa, 02 Juli 2013

Sambutan Presiden RI pd Prasetya dan Pelantikan Perwira TNI dan Polri, 2 Juli 2013, di Surabaya Selasa, 02 Juli 2013 Sambutan Presiden RI pd Prasetya dan Pelantikan Perwira TNI dan Polri, 2 Juli 2013, di Surabaya Selasa, 02 Juli 2013 SAMBUTAN PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA PADA ACARA PRASETYA PERWIRA TENTARA NASIONAL INDONESIA

Lebih terperinci

DEKLARASI BERSAMA TENTANG KEMITRAAN STRATEGIS ANTARA PERANCIS DAN INDONESIA

DEKLARASI BERSAMA TENTANG KEMITRAAN STRATEGIS ANTARA PERANCIS DAN INDONESIA DEKLARASI BERSAMA TENTANG KEMITRAAN STRATEGIS ANTARA PERANCIS DAN INDONESIA Jakarta, 1 Juli 2011 - 1 - Untuk menandai 60 tahun hubungan diplomatik dan melanjutkan persahabatan antara kedua negara, Presiden

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Amerika Serikat masih berupa non-intervensi. Namun ketika Perang Dunia Kedua

BAB I PENDAHULUAN. Amerika Serikat masih berupa non-intervensi. Namun ketika Perang Dunia Kedua BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Ketika Perang Dunia Pertama terjadi, tren utama kebijakan luar negeri Amerika Serikat masih berupa non-intervensi. Namun ketika Perang Dunia Kedua terjadi Amerika

Lebih terperinci

BAB 5 PENUTUP. 5.1.Kesimpulan

BAB 5 PENUTUP. 5.1.Kesimpulan 99 BAB 5 PENUTUP 5.1.Kesimpulan Berbagai macam pernyataan dari komunitas internasional mengenai situasi di Kosovo memberikan dasar faktual bahwa bangsa Kosovo-Albania merupakan sebuah kelompok yang memiliki

Lebih terperinci

KEBIJAKAN UMUM PERTAHANAN NEGARA

KEBIJAKAN UMUM PERTAHANAN NEGARA LAMPIRAN PERATURAN PRESIDEN NOMOR : 7 TAHUN 2008 TANGGAL : 26 JANUARI 2008 KEBIJAKAN UMUM PERTAHANAN NEGARA A. UMUM. Pertahanan negara sebagai salah satu fungsi pemerintahan negara merupakan usaha untuk

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Pada saat berlangsungnya Perang Dingin antara Blok Barat dengan Blok Timur, Vietnam ikut terlibat dalam Perang Vietnam melawan Amerika Serikat (AS). Blok barat

Lebih terperinci

UNIVERSITAS INDONESIA

UNIVERSITAS INDONESIA UNIVERSITAS INDONESIA TRANSFORMASI PERTAHANAN JEPANG PASCA PERANG DINGIN (1990-2007) SEBAGAI BENTUK ADAPTASI JEPANG TERHADAP PERKEMBANGAN KEAMANAN INTERNASIONAL DAN RESPON NEGARA ASIA TENGGARA TERHADAP

Lebih terperinci

Sumber-sumber kemasyarakatan merupakan aspek dari non pemerintah dari suatu system politik yang mempengaruhi tingkah laku eksternal negaranya.

Sumber-sumber kemasyarakatan merupakan aspek dari non pemerintah dari suatu system politik yang mempengaruhi tingkah laku eksternal negaranya. Politik Luar Negeri Amerika Serikat Interaksi antarnegara dalam paradigma hubungan internasional banyak ditentukan oleh politik luar negeri negara tersebut. Politik luar negeri tersebut merupakan kebijaksanaan

Lebih terperinci

BAB 4 PENUTUP. 4.1 Kesimpulan

BAB 4 PENUTUP. 4.1 Kesimpulan BAB 4 PENUTUP 4.1 Kesimpulan Selama kurun waktu tahun 2000 hingga 2004 atau berdasarkan tahun pelaksanaan Rencana Strategis (RENSTRA) Pembangunan Pertahanan Tahun 2000-2004, pertumbuhan anggaran pertahanan

Lebih terperinci

Signifikasi Kawasan Asia Pasifik. Yesi Marince, S.Ip., M.Si

Signifikasi Kawasan Asia Pasifik. Yesi Marince, S.Ip., M.Si Signifikasi Kawasan Asia Pasifik Yesi Marince, S.Ip., M.Si A NEW WORLD AND ASIA PACIFIC ORDER Bagaimana Berakhirnya Perang Dingin mempengaruhi kawasan Asia Pasifik? 1. Alasan pelaksanaan containment policy

Lebih terperinci

DAFTAR ISI. I.6.1 Kelemahan Organisasi Internasional secara Internal I.6.2 Kelemahan Organisasi Internasional dari Pengaruh Aktor Eksternal...

DAFTAR ISI. I.6.1 Kelemahan Organisasi Internasional secara Internal I.6.2 Kelemahan Organisasi Internasional dari Pengaruh Aktor Eksternal... DAFTAR ISI DAFTAR ISI... i DAFTAR TABEL... iii DAFTAR GAMBAR... iii DAFTAR GRAFIK... iii DAFTAR SINGKATAN... iii ABSTRAK... iii ABSTRACT... iv BAB I PENDAHULUAN... 1 I.1 Latar Belakang... 1 I.2 Rumusan

Lebih terperinci

BAB V KESIMPULAN. baru dengan adanya terobosan Kebijakan Pembangunan Pangkalan Militer

BAB V KESIMPULAN. baru dengan adanya terobosan Kebijakan Pembangunan Pangkalan Militer BAB V KESIMPULAN Perjalanan sejarah strategi kekuatan militer China telah memasuki babak baru dengan adanya terobosan Kebijakan Pembangunan Pangkalan Militer China di Djibouti, Afrika pada Tahun 2016.

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. J. Suatma, Kesiapan Indonesia dalam Menghadapi ASEAN Economic Community 2015, Jurnal STIE Semarang, vol.4 no.1, 2012.

BAB I PENDAHULUAN. J. Suatma, Kesiapan Indonesia dalam Menghadapi ASEAN Economic Community 2015, Jurnal STIE Semarang, vol.4 no.1, 2012. BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Kerjasama ASEAN telah dimulai ketika Deklarasi Bangkok ditandatangani oleh Indonesia, Singapura, Malaysia, Thailand, dan Filiphina pada tahun 1967. Sejak saat

Lebih terperinci

OEPARTEMEN PERTAHANAN REPUBLIK INDONESIA BUKU PUTIH PERTAHANAN INDONESIA

OEPARTEMEN PERTAHANAN REPUBLIK INDONESIA BUKU PUTIH PERTAHANAN INDONESIA OEPARTEMEN PERTAHANAN REPUBLIK INDONESIA BUKU PUTIH PERTAHANAN INDONESIA 2008 DAFTAR 151 PEN D A H U l U A N... 1 Latar Belakang Buku Putih.................................. 1 Esensi Buku Putih..............................4

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. Isu globalisasi sering diperbincangkan sejak awal tahun Globalisasi

I. PENDAHULUAN. Isu globalisasi sering diperbincangkan sejak awal tahun Globalisasi I. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Isu globalisasi sering diperbincangkan sejak awal tahun 1980. Globalisasi selain memberikan dampak positif, juga memberikan dampak yang mengkhawatirkan bagi negara yang

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. meyampaikan pendapatnya di pertemuan rakyat terbuka untuk kepentingan

BAB I PENDAHULUAN. meyampaikan pendapatnya di pertemuan rakyat terbuka untuk kepentingan BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Media dan demokrasi merupakan dua entitas yang saling melengkapi. Media merupakan salah satu produk dari demokrasi. Dalam sejarah berkembangnya demokrasi, salah satu

Lebih terperinci

BAB 5 PENCEGAHAN DAN PENANGGULANGAN TERORISME

BAB 5 PENCEGAHAN DAN PENANGGULANGAN TERORISME BAB 5 PENCEGAHAN DAN PENANGGULANGAN TERORISME A. KONDISI UMUM Keterlibatan dalam pergaulan internasional dan pengaruh dari arus globalisasi dunia, menjadikan Indonesia secara langsung maupun tidak langsung

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. News. Retrieved from

BAB I PENDAHULUAN. News. Retrieved from BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Sejak Jepang kalah Perang Dunia II pada tahun 1945 Jepang harus menyerah tanpa syarat kepada pihak sekutu yang dipimpin oleh Amerika. Sejak saat itu banyak sekali campur

Lebih terperinci

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 47 TAHUN 2007 TENTANG PENGESAHAN PERJANJIAN ANTARA REPUBLIK INDONESIA DAN AUSTRALIA TENTANG KERANGKA KERJA SAMA KEAMANAN (AGREEMENT BETWEEN THE REPUBLIC OF INDONESIA

Lebih terperinci

PERBANDINGAN KEBIJAKAN LUAR NEGERI AMERIKA SERIKAT TERHADAP NEGARA- NEGARA ISLAM PADA MASA PEMERINTAHAN GEORGE WALKER BUSH DAN BARACK OBAMA RESUME

PERBANDINGAN KEBIJAKAN LUAR NEGERI AMERIKA SERIKAT TERHADAP NEGARA- NEGARA ISLAM PADA MASA PEMERINTAHAN GEORGE WALKER BUSH DAN BARACK OBAMA RESUME PERBANDINGAN KEBIJAKAN LUAR NEGERI AMERIKA SERIKAT TERHADAP NEGARA- NEGARA ISLAM PADA MASA PEMERINTAHAN GEORGE WALKER BUSH DAN BARACK OBAMA RESUME Dinamika politik internasional pasca berakhirnya Perang

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. integritas, identitas, kelangsungan hidup bangsa dan negara serta perjuangan. dalam mewujudkan tujuan perjuangan nasional.

BAB I PENDAHULUAN. integritas, identitas, kelangsungan hidup bangsa dan negara serta perjuangan. dalam mewujudkan tujuan perjuangan nasional. BAB I PENDAHULUAN A. Alasan Pemilihan Judul Ketahanan nasional adalah suatu kondisi dinamis suatu bangsa yang terdiri atas ketangguhan serta keuletan dan kemampuan untuk mengembangkan kekuatan nasional

Lebih terperinci

AMERIKA SERIKAT DAN NEGARA DUNIA KETIGA

AMERIKA SERIKAT DAN NEGARA DUNIA KETIGA AMERIKA SERIKAT DAN NEGARA DUNIA KETIGA Oleh: Dewi Triwahyuni, S.Ip., M.Si. Saran Bacaan: Eugene R. Wittkopf, The Future of American Foreign Policy,, Second Edition (New York: St. Matin s Press, 1992).

Lebih terperinci

BAB 5 PENCEGAHAN DAN PENANGGULANGAN TERORISME

BAB 5 PENCEGAHAN DAN PENANGGULANGAN TERORISME BAB 5 PENCEGAHAN DAN PENANGGULANGAN TERORISME BAB 5 PENCEGAHAN DAN PENANGGULANGAN TERORISME A. KONDISI UMUM Keterlibatan dalam pergaulan internasional dan pengaruh dari arus globalisasi dunia, menjadikan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. menimbulkan penderitaan bagi masyarakat Korea. Jepang melakukan eksploitasi

BAB I PENDAHULUAN. menimbulkan penderitaan bagi masyarakat Korea. Jepang melakukan eksploitasi BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Penelitian Sejarah Korea yang pernah berada di bawah kolonial kekuasaan Jepang menimbulkan penderitaan bagi masyarakat Korea. Jepang melakukan eksploitasi sumber

Lebih terperinci

Pengertian Dasar & Jenisnya. Mata Kuliah Studi Keamanan Internasional. By Dewi Triwahyuni

Pengertian Dasar & Jenisnya. Mata Kuliah Studi Keamanan Internasional. By Dewi Triwahyuni Pengertian Dasar & Jenisnya Mata Kuliah Studi Keamanan Internasional By Dewi Triwahyuni Definisi : Keamanan (security) secara umum dapat diartikan sebagai kemampuan mempertahankan diri (survival) dalam

Lebih terperinci

PERATURAN PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 7 TAHUN 2008 TENTANG KEBIJAKAN UMUM PERTAHANAN NEGARA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

PERATURAN PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 7 TAHUN 2008 TENTANG KEBIJAKAN UMUM PERTAHANAN NEGARA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PERATURAN PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 7 TAHUN 2008 TENTANG KEBIJAKAN UMUM PERTAHANAN NEGARA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang : a. bahwa penyelenggaraan pertahanan

Lebih terperinci

RESUME. bagian selatan yang juga merupakan benua terkecil di dunia. Di sebelah. barat Australia berbatasan dengan Indonesia dan Papua New Guinea,

RESUME. bagian selatan yang juga merupakan benua terkecil di dunia. Di sebelah. barat Australia berbatasan dengan Indonesia dan Papua New Guinea, RESUME Australia adalah sebuah negara yang terdapat di belahan bumi bagian selatan yang juga merupakan benua terkecil di dunia. Di sebelah barat Australia berbatasan dengan Indonesia dan Papua New Guinea,

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. p K. Kishimoto, Politics in Modern Japan: Development and Organization, 3rd ed., Japan Echo, Tokyo, 1988,

BAB I PENDAHULUAN. p K. Kishimoto, Politics in Modern Japan: Development and Organization, 3rd ed., Japan Echo, Tokyo, 1988, BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Berdasarkan Konstitusi yang dibuat tahun 1947, Jepang menjadi sebuah negara yang memiliki keterbatasan besar akan kekuatan militer. Pasal 9 Konstitusi ini kurang lebih

Lebih terperinci

MUHAMMAD NAFIS PENGANTAR ILMU TEKNOLOGI MARITIM

MUHAMMAD NAFIS PENGANTAR ILMU TEKNOLOGI MARITIM MUHAMMAD NAFIS 140462201067 PENGANTAR ILMU TEKNOLOGI MARITIM Translated by Muhammad Nafis Task 8 Part 2 Satu hal yang menarik dari program politik luar negeri Jokowi adalah pemasukan Samudera Hindia sebagai

Lebih terperinci

BAB II GAMBARAN UMUM

BAB II GAMBARAN UMUM BAB II GAMBARAN UMUM 2.1. Jepang Pasca Perang Dunia II Pada saat Perang Dunia II, Jepang sebagai negara penyerang menduduki negara Asia, terutama Cina dan Korea. Berakhirnya Perang Dunia II merupakan kesempatan

Lebih terperinci

BAB 5 PENUTUP. 5.1 Kesimpulan

BAB 5 PENUTUP. 5.1 Kesimpulan BAB 5 PENUTUP 5.1 Kesimpulan Analisa penelitian ini ditujukan untuk menjawab pertanyaan penelitian dan membuktikan jawaban awal yang telah dirumuskan. Penelitian ini menjelaskan alasan Venezeula menggunakan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. signifikan terhadap perkembangan penetapan hukum di dunia ini, dimana

BAB I PENDAHULUAN. signifikan terhadap perkembangan penetapan hukum di dunia ini, dimana BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Serangan 11 September pada tahun 2001 telah memberikan dampak yang signifikan terhadap perkembangan penetapan hukum di dunia ini, dimana serangan teroris tertentu telah

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Ekonomi global merujuk kepada ekonomi yang berdasarkan ekonomi nasional masing-masing negara yang ada di belahan dunia. Saat ini, fenomena krisis global menunjukkan

Lebih terperinci

BAB II PERKEMBANGAN BRIC. signifikan pasca krisis ekonomi besar yang melanda beberapa Negara-negara besar.

BAB II PERKEMBANGAN BRIC. signifikan pasca krisis ekonomi besar yang melanda beberapa Negara-negara besar. BAB II PERKEMBANGAN BRIC BRIC merupakan organisasi yang mengalami perkembangan yang signifikan pasca krisis ekonomi besar yang melanda beberapa Negara-negara besar. Sejak saat itu BRIC mulai dikenal sebagai

Lebih terperinci

TINJAUAN UMUM ILMU HUBUNGAN INTERNASIONAL DOSEN : DR. AGUS SUBAGYO, S.IP., M.SI

TINJAUAN UMUM ILMU HUBUNGAN INTERNASIONAL DOSEN : DR. AGUS SUBAGYO, S.IP., M.SI FISIP HI UNJANI CIMAHI 2015 TINJAUAN UMUM ILMU HUBUNGAN INTERNASIONAL DOSEN : DR. AGUS SUBAGYO, S.IP., M.SI TINJAUAN UMUM ILMU HUBUNGAN INTERNASIONAL Sejarah Lahirnya Nation State / Negara Bangsa Transformasi

Lebih terperinci

KERJA SAMA KEAMANAN MARITIM INDONESIA-AUSTRALIA: TANTANGAN DAN UPAYA PENGUATANNYA DALAM MENGHADAPI KEJAHATAN LINTAS NEGARA DI PERAIRAN PERBATASAN

KERJA SAMA KEAMANAN MARITIM INDONESIA-AUSTRALIA: TANTANGAN DAN UPAYA PENGUATANNYA DALAM MENGHADAPI KEJAHATAN LINTAS NEGARA DI PERAIRAN PERBATASAN LAPORAN PENELITIAN KERJA SAMA KEAMANAN MARITIM INDONESIA-AUSTRALIA: TANTANGAN DAN UPAYA PENGUATANNYA DALAM MENGHADAPI KEJAHATAN LINTAS NEGARA DI PERAIRAN PERBATASAN Oleh: Drs. Simela Victor Muhamad, MSi.

Lebih terperinci

BAB 20: SEJARAH PERANG DINGIN

BAB 20: SEJARAH PERANG DINGIN www.bimbinganalumniui.com 1. Perang Dingin a. Perang terbuka antara Blok Barat dan Blok Timur b. Ketegangan antara Blok Barat dalam masa ideologi c. Persaingan militer antara Amerika Uni di Timur Tengah

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. geografis. Kecenderungan inilah yang sering dinamakan regionalisme.

BAB I PENDAHULUAN. geografis. Kecenderungan inilah yang sering dinamakan regionalisme. BAB I PENDAHULUAN A. Alasan Pemilihan Judul Pada akhir abad ke 20 hingga awal abad ke 21 telah ditandai dengan adanya suatu proses penyatuan dunia yang menjadi sebuah ruang tanpa batasan tertentu. Proses

Lebih terperinci

ASIA PACIFIC PARLIAMENTARY FORUM (APPF)

ASIA PACIFIC PARLIAMENTARY FORUM (APPF) ASIA PACIFIC PARLIAMENTARY FORUM (APPF) www.appf.org.pe LATAR BELAKANG APPF dibentuk atas gagasan Yasuhiro Nakasone (Mantan Perdana Menteri Jepang dan Anggota Parlemen Jepang) dan beberapa orang diplomat

Lebih terperinci

BAB V SIMPULAN DAN SARAN

BAB V SIMPULAN DAN SARAN BAB V SIMPULAN DAN SARAN 5.1 Simpulan Bab ini merupakan kesimpulan dari penelitian skripsi peneliti yang berjudul Peran New Zealand dalam Pakta ANZUS (Australia, New Zealand, United States) Tahun 1951-.

Lebih terperinci

BAB V PENUTUP. Tesis ini berupaya untuk memberikan sebuah penjelasan mengenai

BAB V PENUTUP. Tesis ini berupaya untuk memberikan sebuah penjelasan mengenai BAB V PENUTUP Tesis ini berupaya untuk memberikan sebuah penjelasan mengenai hubungan antara kebangkitan gerakan politik Islam dalam pergolakan yang terjadi di Suriah dengan persepsi Amerika Serikat, yang

Lebih terperinci

Pidato Bapak M. Jusuf Kalla Wakil Presiden Republik Indonesia Pada Sidang Majelis Umum Perserikatan Bangsa- Bangsa Ke-71 New York, 23 September 2016

Pidato Bapak M. Jusuf Kalla Wakil Presiden Republik Indonesia Pada Sidang Majelis Umum Perserikatan Bangsa- Bangsa Ke-71 New York, 23 September 2016 Pidato Bapak M. Jusuf Kalla Wakil Presiden Republik Indonesia Pada Sidang Majelis Umum Perserikatan Bangsa- Bangsa Ke-71 New York, 23 September 2016 Bapak Presiden SMU PBB, Saya ingin menyampaikan ucapan

Lebih terperinci

Para filsuf Eropa menyebut istilah akhir sejarah bagi modernisasi yang kemudian diikuti dengan perubahan besar.

Para filsuf Eropa menyebut istilah akhir sejarah bagi modernisasi yang kemudian diikuti dengan perubahan besar. Tiga Gelombang Demokrasi Demokrasi modern ditandai dengan adanya perubahan pada bidang politik (perubahan dalam hubungan kekuasaan) dan bidang ekonomi (perubahan hubungan dalam perdagangan). Ciriciri utama

Lebih terperinci

ANALISIS POLITIK LUAR NEGERI. Oleh : Agus Subagyo, S.IP.,M.SI FISIP UNJANI

ANALISIS POLITIK LUAR NEGERI. Oleh : Agus Subagyo, S.IP.,M.SI FISIP UNJANI ANALISIS POLITIK LUAR NEGERI POLITIK LUAR NEGERI INDONESIA PADA MASA DEMOKRASI PARLEMENTER : STUDI KASUS KONFERENSI ASIA AFRIKA BANDUNG ANALISIS KEPENTINGAN NASIONAL Oleh : Agus Subagyo, S.IP.,M.SI FISIP

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. merupakan Eropa Barat membuat suatu kebijakan dengan memberikan

BAB I PENDAHULUAN. merupakan Eropa Barat membuat suatu kebijakan dengan memberikan BAB I PENDAHULUAN A. LATAR BELAKANG Skripsi ini akan mengupas mengenai alasan kebijakan luar negeri Uni Eropa memberikan dukungan terhadap Ukraina dalam kasus konflik gerakan separatisme pro-rusia di Ukraina.

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. internasional, negara harus memiliki syarat-syarat yang harus dipenuhi yaitu,

BAB I PENDAHULUAN. internasional, negara harus memiliki syarat-syarat yang harus dipenuhi yaitu, BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Negara merupakan salah satu subjek hukum internasional. Sebagai subjek hukum internasional, negara harus memiliki syarat-syarat yang harus dipenuhi yaitu, salah satunya

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN. Universitas Indonesia

BAB 1 PENDAHULUAN. Universitas Indonesia 1 BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Pada tanggal 26 Juli 1945, diumumkanlah Deklarasi Potsdam untuk Jepang, yang ditandatangani oleh ketiga pemimpin pemerintahan negara Sekutu yaitu Amerika Serikat,

Lebih terperinci

PERATURAN PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 7 TAHUN 2008 TENTANG KEBIJAKAN UMUM PERTAHANAN NEGARA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

PERATURAN PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 7 TAHUN 2008 TENTANG KEBIJAKAN UMUM PERTAHANAN NEGARA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PERATURAN PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 7 TAHUN 2008 TENTANG KEBIJAKAN UMUM PERTAHANAN NEGARA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang : a. Bahwa penyelenggaraan pertahanan

Lebih terperinci

BAB V KESIMPULAN. Tulisan ini telah menunjukkan analisis terhadap alasan-alasan di balik peningkatan

BAB V KESIMPULAN. Tulisan ini telah menunjukkan analisis terhadap alasan-alasan di balik peningkatan BAB V KESIMPULAN Tulisan ini telah menunjukkan analisis terhadap alasan-alasan di balik peningkatan intensitas diplomasi dan perdagangan jasa pendidikan tinggi di kawasan Asia Tenggara, yang kemudian ditengarai

Lebih terperinci