HASIL DAN PEMBAHASAN

Ukuran: px
Mulai penontonan dengan halaman:

Download "HASIL DAN PEMBAHASAN"

Transkripsi

1 110 HASIL DAN PEMBAHASAN Gambaran Umum Lokasi Penelitian Potensi Wilayah Luas wilayah Kabupaten Cianjur adalah km 2, dengan jumlah penduduk pada tahun 2007 sebanyak jiwa. Mata pencaharian utama penduduk di sektor pertanian (52%). Sektor pertanian merupakan penyumbang terbesar terhadap Produk Domestik Regional Bruto (PDRB) Kabupaten Cianjur yaitu sekitar 42,8 persen. Secara administratif Pemerintah Kabupaten Cianjur terbagi dalam 32 kecamatan, dengan batas-batas administratif sebagai berikut: (1) Sebelah Utara berbatasan dengan Kabupaten Bogor dan Kabupaten Purwakarta. (2) Sebelah Barat berbatasan dengan Kabupaten Sukabumi. (3) Sebelah Selatan berbatasan dengan Samudera Indonesia. (4) Sebelah Timur berbatasan dengan Kabupaten Bandung dan Kabupaten Garut. Kabupaten Bogor secara geografis mempunyai luas sekitar 2.301,95 km 2, terletak antara LS dan ' ' BT, dengan batas administratif: (1) Sebelah Utara berbatasan dengan Kabupaten Bekasi dan Kota Depok. (2) Sebelah Barat berbatasan dengan Kabupaten Lebak (Banten). (3) Sebelah Barat Daya berbatasan dengan Kabupaten Tangerang (4) Sebelah Selatan berbatasan dengan Kabupaten Sukabumi (5) Sebelah Timur berbatasan dengan Kabupaten Karawang (6) Sebelah Timur Laut berbatasan dengan Kabupaten Purwakarta (7) Sebelah Tenggara berbatasan dengan Kabupaten Cianjur (8) Sebelah Tengah berbatasan dengan Kota Bogor Kabupaten Bogor memiliki 40 kecamatan, 427 desa/kelurahan, RW dan RT. Sebagian besar desa (234 desa) berada di ketinggian kurang dari 500 m dpl, 144 desa berlokasi di ketinggian 500 sampai 700 meter dpl, dan sisanya 49 desa berada di ketinggian lebih dari 500 meter dpl. Potensi perikanan cukup besar di kedua kabupaten tersebut. Produksi ikan di Kabupaten Cianjur pada tahun 2008 sebesar ,08 ton, yang dihasilkan dari

2 111 berbagai jenis usaha. Poduksi tahun 2008 meningkat sebesar 6,3 persen dari satu tahun sebelumnya. Peningkatan yang signifikan terjadi pada jenis usaha Kolam Air Tenang (KTA) dan mina padi (Tabel 27). Kenaikan produksi ikan konsumsi dari jenis usaha Kolam Air Deras (KAD), keramba, jaring apung tidak signifikan, disebabkan oleh berbagai kendala yang dihadapi pembudidaya ikan, diantaranya adalah cuaca (Dinas Peternakan Perikanan dan Kelautan Kabupaten Cianjur 2008). Tabel 27. Perkembangan Produksi Ikan Konsumsi Menurut Jenis Usaha di Kabupaten Cianjur Tahun 2008 dibanding Tahun 2007 No Jenis Usaha Produksi (ton) Perubahan (%) Tahun 2007 Tahun KAT 9.601, ,99 10,83 2 KAD 78,74 79,59 1,08 3 Mina padi , ,00 6,61 4 Karamba 76,19 77,18 1,30 5 Jaring Terapung , ,68 4,03 6 Tambak 58,77 59,95 2,01 7 Perairan Umum 242,80 247,61 1,98 8 Laut 359,89 367,08 2,00 Jumlah , ,08 6,29 Sumber: Laporan Tahun 2008 Dinas Peternakan, Perikanan dan Kelautan, Kabupaten Cianjur Produksi benih ikan air tawar tahun 2008 sebesar ekor, dengan jenis ikan mas, nila, lele, dan lainnya. Dibandingkan satu tahun sebelumnya produksi benih ini mengalami peningkatan sebesar 36,1 persen (Tabel 28). Tabel 28. Perkembangan Produksi Benih Ikan Air Tawar di Kabupaten Cianjur Tahun 2008 No Jenis Ikan Produksi (ekor) Perubahan (%) Tahun 2007 Tahun Mas ,07 2 Nila ,98 3 Lele ,46 4 Lainnya ,34 Jumlah ,14 Sumber: Laporan Tahun 2008 Dinas Peternakan, Perikanan dan Kelautan, Kab. Cianjur Berbeda dengan Kabupaten Cianjur, potensi perikanan Kabupaten Bogor berupa budidaya air tawar tanpa perikanan laut, karena Kabupaten Bogor tidak memiliki wilayah laut. Produksi perikanan di Kabupaten Bogor mengalami peningkatan dari tahun 2007 ke tahun 2008 sebesar 5,8 persen, dan pencapaian target produksi pada tahun 2008 sebesar 100,1 persen (Tabel 29). Pencapaian ini disebabkan

3 112 adanya peningkatan produksi dari usaha budidaya lele di kolam air tenang di tiga kecamatan, yaitu Parung, Ciseeng, dan Gunung Sindur (Dinas Peternakan dan Perikanan Kabupaten Bogor 2008). Tabel 29. Perkembangan Produksi Perikanan di Kabupaten Bogor Tahun No Jenis Usaha Jumlah Produksi Perubahan (%) A. Budidaya Perikanan Air Tawar (Ton) 1 Kolam Air Tenang (KAT) ,86 2 Kolam Air Deras (KAD) (6,32) 3 Perikanan Sawah Jaring Apung ,95 5 Karamba ,22 B. Perikanan Tangkap Air Tawar Perairan Umum (Ton) ,29 (46,97) JUMLAH A+B (Ikan Konsumsi) ,29 5,84 C. Ikan Hias (ekor) ,96 D. Pembenihan (ekor) ,90 Sumber: Buku Data Perikanan Tahun 2008, Dinas Peternakan dan Perikanan Kab.Bogor Dinas Peternakan, Perikanan dan Kelautan Kabupaten Cianjur dan Dinas Peternakan dan Perikanan Kabupaten Bogor bertugas melaksanakan urusan pemerintah daerah di bidang peternakan, perikanan, dan kelautan (untuk Kabupaten Bogor tanpa bidang kelautan), berdasarkan asas otonomi dan tugas pembantuan. Fungsi dinas ini adalah: (1) perumusan kebijakan teknis dinas di bidang perencanaan, pelaksanaan, pembinaan, evaluasi dan lapoan penyelenggara sebagai urusan pemerintah di bidang perternakan perikanan dan kelautan sesuai dengan ketentuan dan/atau peraturan perundang-undangan yang berlaku; (2) penyelenggaraan urusan pemerintah dan pelayanan umum di bidang perternakan perikanan dan kelautan sesuai dengan ketentuan dan/atau peraturan perundang-undangan yang berlaku; (3) pembinaan dan pelaksanaan tugas dinas dalam menyelenggarakan sebagai urusan pemerintah di bidang peternakan perikanan dan kelautan sesuai dengan ketentuan dan/atau peraturan perundang-undangan yang berlaku; dan (4) pelaksanaan tugas lain yang diberikan oleh Bupati sesuai dengan tugas dan fungsi Dinas. Penyelenggaraan penyuluhan perikanan di kedua kabupaten tersebut berbeda lembaganya, yaitu di Kabupaten Cianjur dilakukan oleh Bidang Penyuluhan Perikanan dan Peternakan dalam struktur Dinas Peternakan, Perikanan

4 113 dan Kelautan, sedangkan di Kabupaten Bogor ditugaskan pada Badan Pelaksana Penyuluhan Pertanian, Perikanan dan Kehutanan (BP4K). Undang-Undang Nomor 16 Tahun 2006 mengamanatkan pembentukan Badan Penyuluhan di setiap kabupaten, namun hingga pertengahan tahun 2009 di Kabupaten Cianjur belum dibentuk BP4K, sehingga penyelenggaraan penyuluhan masih berada di bawah tanggungjawab masing-masing dinas teknis. Bidang Penyuluhan Perikanan dan Peternakan, Dinas Perikanan, Peternakan dan Kelautan Kabupaten Cianjur membawahi: (1) Seksi Prasarana dan Sarana Penyuluhan Perikanan dan Peternakan, (2) Seksi Bina Penyuluhan dan Kelembagan Petani Perikanan dan Peternakan, dan (3) Seksi Pembinaan Mutu Tenaga Penyuluh Perikanan dan Peternakan. Berdasarkan Laporan Dinas Peternakan, Perikanan dan Kelautan Tahun 2008, kegiatan penyuluhan yang telah dilaksanakan meliputi kegiatan: pembinaan, kunjungan, monitoring, peningkatan SDM, pelayanan terpadu, sosialisasi, dan pertemuan rutin dan rapat. Kegiatan pembinaan kelompok meliputi kegiatan pembinaan/anjangsana, kunjungan, monitoring, pelayanan terpadu, sosialisasi dan kegiatan-kegiatan pembinaan lainnya. Tercatat ada 227 kelompok tani ternak dan ikan, dengan jenis kelompok untuk bidang perikanan berupa: inmindi (intensifikasi mina padi), UPR (Unit Perikanan Rakyat), jaring apung, karamba, nelayan laut, ikan hias, dan pengolah ikan sebanyak 98 kelompok. Dari sejumlah kelompok bidang perikanan tersebut yang masih aktif melakukan kegiatan kelompok sekitar lima kelompok. Kelompok yang aktif ini umumnya dicirikan oleh adanya kegiatan kelompok. Perilaku Usaha Pembudidaya Ikan Perkembangan usaha budidaya ikan di wilayah sentra-sentra budidaya ikan, umumnya diawali oleh warga setempat yang mulai mencoba merintis usaha ikan. Seperti halnya di Desa Barengkok, Kecamatan Leuwiliang, Kabupaten Bogor masyarakat mulai mengenal usaha budidaya ikan gurame dari salah seorang warga setempat yang berhasil dalam usaha pembesaran gurame. Guna memenuhi kebutuhan benih gurame, warga tersebut mengajak para warga setempat untuk menjadi pembenih atau pendeder. Pada perkembangan selanjutnya, banyak warga yang beralih ke usaha pembenihan atau pendederan ikan dari sebelumnya bertani.

5 114 Nilai keuntungannya dirasakan lebih tinggi, masa panen lebih cepat (20-40 hari), dan ikan selalu habis terjual. Perintisan usaha pembenihan atau pendederan di Desa Putat Nutug, Ciseeng, Kabupaten Bogor dimulai dari salah satu warga yang mencoba melakukan pembenihan lele, setelah sebelumnya berusaha di pembesaran. Ilmu diperoleh dari pelatihan pembenihan lele di Balai Budidaya Air Tawar (BBAT) Sukabumi. Pengalaman pelatihan ini selanjutnya dicoba diterapkan di desa, dengan melakukan penyesuaian-penyesuaian tertentu. Pada akhirnya warga tersebut berhasil melakukan pembenihan sendiri dan selanjutnya diikuti oleh para tetangganya. Sejarah perkembangan usaha perikanan air tawar di Kabupaten Cianjur relatif cukup lama. Diperkirakan usaha budidaya ikan telah ada sejak tahun an. Pada perkembangan selanjutnya, seiring dengan berkembangnya usaha pembesaran ikan di Keramba Jaring Apung (KJA) Waduk Cirata, banyak masyarakat desa yang sebelumnya bertani beralih ke usaha pembenihan ikan, untuk memenuhi permintaan benih ikan di KJA tersebut. Usaha yang dilakukan oleh pembudidaya ikan di Kabupaten Bogor dan Kabupaten Cianjur secara umum bersifat tradisional, semi intensif, dan artisanal. Pengelolaan usaha yang tradisional dicirikan oleh kebiasaan yang dilakukan oleh masyarakat setempat, sehingga umumnya ada keseragaman dalam pengelolaan usaha di satu wilayah, misalnya dalam pemilihan jenis ikan, pemberian pakan, pemupukan, pemanenan dan sebagainya. Semi intensif dicirikan oleh pemberian pakan dengan jenis pakan alami dan pelet. Menurut Edwards dan Demaine (1998) pada sistem budidaya semi-intensif, masih mengandalkan pakan alami, tetapi ada upaya untuk meningkatkan jumlahnya melalui pemupukan dan atau dengan pakan tambahan. Intensitas pemberian pakan ini akan mempengaruhi input yang lain, seperti benih, tenaga kerja, modal, dan manajemen. Usaha pembudidaya ikan umumnya bersifat artisanal, karena tujuan pembudidaya ikan menggeluti usaha ikan ini adalah memperoleh keuntungan sebesar-besarnya, meskipun skala usahanya relatif kecil. Menurut Lazard et al. (Edwards dan Demaine 1998), ciri artisanal adalah tujuan produksi untuk dipasarkan, tetapi dengan skala yang kecil. Jenis ikan yang diusahakan oleh pembudidaya ikan di kedua kabupaten umumnya terspesialisasi di suatu wilayah tertentu, di Kabupaten Bogor jenis ikan

6 115 gurame banyak diusahakan di Darmaga, Ciampea, Leuwiliang, dan Pamijahan, ikan lele di Parung, Ciseeng, dan Gunung Sindur. Jenis ikan yang diusahakan oleh sebagian besar pembudidaya ikan di Kabupaten Cianjur adalah nila, dan sebagian kecil mas, dan bawal. Sepuluh tahun terakhir terjadi peralihan jenis ikan di Cianjur, dari mas ke nila. Ikan nila ini memiliki daya tahan penyakit yang lebih tinggi dibandingkan mas, dan harga jualnya cukup tinggi dan stabil. Konstruksi kolam di Kabupaten Bogor dan Cianjur umumnya berupa kolam tanah. Luas kolam bervariasi berkisar m m 2. Persiapan kolam diawali dengan proses pengeringan kolam dan pembersihan pematang kolam, selanjutnya kolam diberi pupuk yang umumnya berupa pupuk kandang. Harga pupuk kandang jauh lebih murah dibandingkan dengan pupuk urea, dan mudah memperolehnya yakni dari kandang peternakan ayam yang ada di sekitar desa. Langkah berikutnya setelah tiga hari, kolam diisi air secara perlahan-lahan. Pada usaha pembenihan di Cianjur pengisian air sampai 10 hari, dan di hari kedua benih dimasukkan ke kolam, sedangkan di Bogor pengisian air selama 1-3 jam dengan kedalaman cm. Penggunaan kapur sebagai bahan untuk meningkatkan ph air menuju ph normal jarang dilakukan oleh para pembudidaya ikan. Sumber induk atau benih diperoleh dengan cara membeli atau dari hasil penyeleksian milik sendiri. Induk ikan pada jenis nila di Kabupaten Cianjur umumnya diperoleh dengan membeli secara paket. Setiap paket berisi 400 ekor (jantan dan betina), dengan harga per paket Rp 300 ribu. Satu paket digunakan untuk luas kolam 100 m 2. Induk ikan bawal umumnya diperoleh dari hasil seleksi pembudidaya ikan itu sendiri dengan memilih ikan yang berkualitas baik. Proses pemijahan ikan dilakukan secara alami, yaitu dengan menyatukan induk jantan dan induk betina dalam satu kolam. Induk ikan maupun benih ikan unggul yang diperoleh dari BBAT dan BBI, seperti sangkuriang pada lele, sangat jarang digunakan oleh pembudidaya ikan di Kabupaten Bogor. Pembudidaya ikan sulit mendapatkan induk dan benih unggul, karena komoditi ini tidak tersedia di lokasi dan untuk mendapatkannya harus ke BBAT Sukabumi yang jaraknya cukup jauh. Umumnya pembudidaya ikan memperoleh induk dari hasil menyeleksi sendiri, yaitu benih ikan yang ukuran lebih besar, gerakan lincah, dan sehat. Benih umumnya dibeli dari pembenih lokal.

7 116 Saat musim hujan (Desember-Maret) induk ikan gurame dan patin tidak menghasilkan telur atau kosong. Pada saat ini umumnya pembudidaya tidak melakukan pemijahan dan mengisi kolamnya dengan jenis ikan lain, seperti mas, nila, dan mujair. Proses pemijahan ikan gurame dilakukan secara alami. Perbandingan induk jantan dan betina tidak dipertimbangkan. Secara teoritis perbandingan yang tepat adalah 5 kg betina dan 3 kg jantan (Efendi 2002). Pemijahan pada ikan lele selain dengan cara alami, beberapa pembudidaya ikan ada yang melakukannya dengan cara penyuntikan. Pemberian pakan ikan dilakukan dua kali sehari pada pagi hari (sekitar pukul 09.00) dan sore hari (pukul 16.00). Cara pemberiannya dengan menaburkan pakan ke kolam, beberapa pembudidaya ikan menaburkannya dengan mengelilingi kolam, namun masih banyak yang melakukannya pada satu posisi. Menurut Efendi (2002), cara yang tepat adalah dengan mengelilingi kolam, agar pakan tersebar merata. Pakan yang diberikan oleh ditakar dengan menggunakan ember. Jenis pakan yang digunakan pada usaha pembenihan ikan di Cianjur hampir sebagian besar berupa dedak. Dedak sebagai pengganti pakan pelet yang biasa digunakan sebelumnya, dikarenakan harga pelet semakin mahal dan tak mampu terbeli. Harga pelet yang mahal ini oleh pembudidaya ikan lele di Bogor disiasati dengan membeli pelet butiran dan digiling sendiri, agar dalam jumlah yang sedikit bisa lebih merata dimakan ikan. Harga pakan pelet yang semakin meningkat, juga menjadi alasan utama bagi pembudidaya ikan beralih dari usaha pembesaran ke pembenihan atau pendederan. Pelet sebagai komponen utama usaha pembesaran harganya terus meningkat hingga mencapai 220 persen, yaitu dari harga Rp 90 ribu menjadi Rp 200 ribu. Untuk skala usaha kecil, hasil penjualan tidak dapat menutup biaya produksi. Usaha pembenihan atau pendederan dirasa lebih menguntungkan jika dibandingkan usaha pembesaran. Sebagai gambaran, usaha pembesaran lele di Bogor membutuhkan modal kerja Rp 8,5 juta per kolam ukuran 200m 2-300m 2 dan akan menghasilkan penerimaan Rp 10,3 juta, sehingga nilai keuntungannya Rp 1,8 juta. Pada usaha pendederan dengan modal yang lebih kecil yaitu Rp 1 juta akan menghasilkan penerimaan Rp 2 juta (keuntungan 100 persen). Selain dedak dan pelet, daun sente juga menjadi pakan ikan, khususnya pada ikan gurame.

8 117 Pembenihan patin dan bawal menggunakan pakan artemia, cacing rambut, dan cacing darah. Pakan tambahan, yang berupa vitamin diberikan oleh beberapa pembudidaya ikan di Cianjur, dengan alasan untuk meningkatkan nafsu makan ikan. Diberikan sehari sekali dimulai hari kelima dari benih ditebar selama 15 hari. Jenis penyakit yang umumnya menyerang ikan adalah sejenis jamur yang dicirikan luka bernanah di tubuh ikan. Upaya yang dilakukan oleh pembudidaya ikan di Bogor untuk menanggulangi penyakit adalah dengan memberi obat kimia dan cara alami dengan menggunakan daun aci-aci yang ditempelkan ke tubuh ikan. Pembudidaya ikan di Cianjur lebih banyak yang menggunakan obat kimia dibandingkan obat alami, karena dirasakan lebih praktis dan mudah diperoleh di toko bahan kimia. Pengendalian serangan hama ikan dilakukan dengan cara mencegah hama seperti ular dan katak masuk ke kolam, dan memisahkan ikan sesuai ukuran guna mencegah kanibalisme. Kegiatan produksi diakhiri dengan pemanenan. Pemanenan pada usaha pembenihan dilakukan dengan dua cara. Cara pertama, ikan diambil setiap hari dimulai dari hari ke-20 (ukuran larva:1-3 cm), dilakukan pagi hingga siang hari, dengan cara menyerok mengelilingi kolam. Kedua, dengan membedah kolam, yaitu kolam disurutkan airnya, kemudian ikan diambil. Pada pemanenan ukuran larva, induk dibiarkan tetap di kolam dan kolam kembali dialiri air. Untuk ukuran 3-5 cm sampai ukuran konsumsi, ikan dipindahkan ke jaring di kolam lain dan didiamkan selama setengah hari sebelum siap dijual. Jenis usaha perikanan budidaya air tawar di perairan darat yang khas di Kabupaten Cianjur selain di wahana kolam, adalah mina padi. Mina padi adalah salah satu sistem menanam ikan bersama-sama dengan padi di areal persawahan. Ikan dipelihara selama 30 hari dari mulai saat tanam bibit padi hingga penyiangan pertama. Jenis ikan yang umumnya dipelihara adalah ikan mas. Ikan mas yang dipanen pada masa tersebut berukuran 3-5 cm atau putihan. Kebutuhan benih ikan untuk setiap 0,25 ha sawah sebanyak 1 liter. Harga per liternya Rp 50 ribu. Hasil panen dari setiap liter benih yang ditanam sebanyak kg pada musim kemarau, dan kg pada musim hujan. Selain benih,

9 118 input produksi yang digunakan dedak, meskipun tidak semua pembudidaya memberikan pakan dedak ini, dengan alasan tidak mampu membelinya. Pembudidaya ikan di kedua kabupaten umumnya tidak menjual hasil panennya langsung ke konsumen akhir, melainkan melalui jalur-jalur lembagalembaga pemasaran atau yang disebut dengan rantai pemasaran. Panjang pendeknya rantai pemasaran dapat menunjukkan efisiensi pemasaran, semakin pendek rantai maka semakin efisien, sebaliknya semakin panjang rantai, maka pemasaran tidak efisien (Hanafiah dan Saefuddin 2006). Rantai pemasaran hasil produksi akuakultur di kedua lokasi studi tampak pada Gambar 13. Tengkulak desa Pedagang ikan luar kota Pedagang pengecer Pembudidaya ikan Kelompok Pedagang ikan luar kota Pedagang pengecer Restoran/warung makan Konsumen Restoran/warung makan Konsumen Gambar 13. Rantai Pemasaran Ikan di Lokasi Studi Lembaga pada rantai pemasaran ikan adalah tengkulak desa atau bandar, kelompok, dan restoran/warung makan. Tengkulak membeli ikan langsung dari pembudidaya ikan untuk dijual kembali. Terdapat dua jenis tengkulak yang dibedakan atas jenis resiko yang ditanggungnya, yaitu tengkulak yang berlaku sebagai pembeli ikan yang nantinya dijual kembali, sehingga ada tanggungan resiko jika ikannya mati atau tidak laku; dan broker yang bertindak menjualkan ikan dari pembudidaya ikan, tidak menanggung resiko atas kerugian dari ikan milik pembudidaya ikan, dan keuntungannya diperoleh dari fee. Jenis kedua ini hanya dikenal pada pembenihan ikan patin. Bandar pada dasarnya seperti tengkulak atau pedagang pengumpul desa, namun perannya tidak hanya sekedar menampung ikan melainkan juga sebagai penyedia modal. Seorang bandar memiliki beberapa orang klien yang diberi

10 119 modal usaha berupa benih, dan hasilnya harus dijual ke bandar dengan harga yang lebih rendah dari harga pasar. Pola ini banyak dilakukan pada usaha ikan patin. Peran kelompok dalam memasarkan produk ikan dari para anggota umumnya sebagai koordinator pemasaran, bukan sebagai pembeli. Pembeli lebih mudah memesan ikan dari kelompok, karena kebutuhan yang banyak bisa dipenuhi dari kelompok, tidak perlu repot mencari ikan ke tiap individu pembudidaya ikan, dan sudah terjalin rasa percaya antar kedua pihak. Selain memasarkan, ada juga kelompok yang berperan mengkoordinir anggotanya mengelola usaha yang modalnya berasal dari investor perorangan, seperti yang terjadi di Kelompok Jumbo Lestari, Desa Babakan, Bogor. Pedagang ikan yang berasal dari luar kota juga biasa langsung mencari ikan ke pembudidaya ikan. Para pedagang ini umumnya punya pembudidaya ikan langganan tetap. Pembudidaya ikan yang berskala besar, umumnya menjual ikannya langsung ke pedagang luar kota, dengan menanggung sendiri biaya transportasi. Lembaga-lembaga pemasaran yang terlibat dalam pemasaran ikan pada usaha pembenihan, pendederan, dan pembesaran tidak berbeda secara nyata, yang berbeda hanya lembaga lanjutan, misalnya pada rantai pemasaran pembenihan ada pendeder, pada usaha pendeder ada pembesar, dan pada usaha pembesaran ada restoran atau warung makan. Rantai pemasaran ikan di dua lokasi juga relatif sama, namun ada yang spesifik untuk kasus mina padi di Cianjur, yaitu produk ikan selain dijual untuk pembesaran juga untuk diolah menjadi baby fish (ikan yang dkonsumsi ukuran 5-7cm). Produk olahan ini dari waktu ke waktu mengalami peningkatan permintaan, sehingga berpengaruh pada peningkatan produk segarnya di tingkat pembudidaya ikan. Pembesaran di Cianjur umumnya dilakukan KJA di Waduk Cirata, sehingga produk benih dan deder yang dihasilkan sebagian besar dijual ke Cirata. Informasi harga ikan cukup transparan pada beberapa tingkatan, mulai harga di tingkat pembudidaya ikan sampai ke konsumen. Harga ikan di tingkat pembudidaya ikan menurut jenis dan ukurannya dapat dilihat pada Tabel 30. Harga jual ikan yang diterima oleh pembudidaya ikan umumnya mengalami fluktuasi, bergantung pada hukum pasar yang berlaku. Pada saat permintaan ikan

11 120 tinggi dan jumlah ikan sedikit, maka harga cenderung naik, sebaliknya, jika permintaan rendah dan suplai ikan tinggi, maka harga akan turun. Beberapa jenis ikan yang fluktuasi harganya relatif konstan, antara lain: mas, lele, gurame, dan nila, sedangkan bawal dan benih ikan patin mengalami fluktuasi harga yang relatif tinggi dibandingkan jenis ikan lain. Harga benih patin dipengaruhi permintaan benih dari Sumatera. dan bawal dipengaruhi jumlah tangkapan bawal laut di pasar Muara Angke. Tabel 30. Harga Ikan Berdasarkan Jenis dan Ukuran di Tingkat Pembudidaya Ikan di Kabupaten Bogor dan Kabupaten Cianjur Tahun 2009 Lokasi Jenis ikan Ukuran Satuan Harga (Rp) Cianjur Nila 0-1 cm (larva) Liter cm Kg Size 4 Kg Mas 5-7 cm Kg Size 3 Kg Baby fish Kg Lele 5 cm Ekor cm Gelas Bawal 3-5 cm Ekor 70 Size 3 Kg Bogor Patin ¾ inch Ekor Gurame Larva Ekor 30 Kwaci Ekor Kuku Ekor Jempol Ekor Silet Ekor Korek Ekor Jinggo Ekor Super Ekor ons Kg Lele 5-6 cm Ekor cm Ekor cm Ekor cm Ekor cm Ekor Size 7 (7 ekor/kg) Kg Nila Size 4 Kg Mas Size 3 Kg Tawes Size 3 Kg Karakteristik Kelompok Kelompok pembudidaya ikan di sektor perikanan dikelompokkan berdasarkan komoditasnya, misalnya Kelompok Usaha Ikan Hias (KUIH), Kelompok Unit Pembenihan Rakyat (UPR) sesuai jenis ikan, misalnya UPR gurame, UPR lele dan sebagainya. Hal ini berbeda dengan kelompok tani pada

12 121 sektor pertanian, yang hanya disebut sebagai kelompok tani tanpa ada penambahan jenis komoditasnya. Pertumbuhan kelompok pembudidaya ikan pada umumnya seiring dengan tumbuhnya usaha budidaya ikan di suatu wilayah. Awal pembentukannya berasal dari pemerintah melalui penyuluh, maupun dari warga masyarakat itu sendiri. Beberapa tipe proses pembentukannya sebagai berikut. Pertama, kelompok pembudidaya ikan yang sebelumnya berasal dari kelompok tani yang sudah ada. Kelompok ini dibentuk seiring dengan terpisahnya sektor perikanan dari sektor pertanian, dan sebagai binaan dari Dinas Perikanan. Kedua, kelompok yang terbentuk dari kelompok kemitraan antara pihak penyedia input dan pemasaran (sebagai inti) dan anggota-anggota mitranya sebagai plasma yang mendapatkan modal dari inti. Ketiga, kelompok baru yang dibentuk oleh Dinas Perikanan, sebelumnya para pembudidaya ikan belum tergabung dalam suatu kelompok. Pembinaan pembudidaya ikan oleh instansi terkait (Dinas Perikanan atau BP4K) umumnya dilakukan melalui kelompok, baik berupa kegiatan yang bersifat rutin maupun pemberian bantuan yang bersifat hibah atau bergulir. Adanya bantuan melalui kelompok menjadi salah satu alasan pembudidaya ikan untuk membentuk kelompok. Pembinaan melalui kelompok juga memudahkan penyuluh menyelenggarakan kegiatan penyuluhan, karena dalam satu waktu jumlah pembudidaya yang terlibat lebih banyak, terjadi proses belajar antara sesama anggota, dan adanya tanggungjawab kelompok atas program bantuan yang diberikan. Tingkat aktivitas kelompok masih banyak ditentukan oleh intensitas pembinaan dari penyuluh dan ada tidaknya program pemerintah yang diselenggarakan dalam kelompok. Semakin intensif penyuluh mengunjungi kelompok, maka semakin aktif kelompok, sebaliknya kelompok menjadi pasif bahkan mati jika tidak secara intensif dikunjungi penyuluh. Lomba kelompok juga menjadikan kelompok menjadi aktif, karena menjelang perlombaan secara intensif anggota kelompok berkumpul mempersiapkan diri untuk dinilai. Menurut Slamet (1990), lomba kelompok merupakan salah satu unsur dinamika kelompok yaitu berupa tekanan kelompok yang bersumber dari luar kelompok.

13 122 Tanggapan anggota kelompok terhadap penyelenggaraan lomba kelompok tidak selalu positif, karena harapannya dengan menjadi juara lomba kelompok akan mendatangkan manfaat kurang terpenuhi. Salah satu ketua kelompok di Bogor yang kelompoknya pernah menjadi Juara I UPR tingkat Jawa Barat, menyatakan menjadi juara hanya mendapat piala dan merepotkan karena sering kedatangan tamu. Hal yang sama juga dinyatakan oleh salah satu ketua kelompok di Cianjur, anggota kelompoknya sangat kecewa setelah janji untuk mendapatkan bantuan modal usaha apabila menjadi juara tidak terpenuhi, hanya diberikan sertifikat. Perubahan orientasi mendapat hadiah bantuan uang pada anggota kelompok perlu dirubah, sebaiknya yang perlu ditekankan adalah tujuan mengikuti lomba kelompok adalah sebagai momentum untuk memantapkan kelompok menjadi mandiri dan kuat di tengah-tengah lingkungan yang kompetitif. Karakteristik Pembudidaya Ikan Karakteristik Internal Kondisi karakteristik internal pembudidaya ikan di kedua kabupaten umumnya pada tingkat yang rendah, baik dalam hal pendidikan formal, pendidikan non formal, pengalaman usaha, jumlah tanggungan keluarga, pendapatan, maupun skala usahanya, sedangkan untuk umur pada tingkat madya (Tabel 31). Kondisi ini juga dapat menggambarkan bahwa tingkat sosial ekonomi masyarakat pembudidaya ikan juga rendah. Secara lebih terinci penjelasan masing-masing karakteristik internal tersebut diuraikan lebih lanjut. Umur Umur sebagian besar pembudidaya ikan (98%) berada pada umur produktif, hanya sebagian kecil (2%) yang berumur lebih dari 65 tahun, sedangkan umur di bawah 15 tahun atau usia anak-anak tidak ada. Umur produktif mengacu pada rentang umur 15 sampai 65 tahun (Rusli 1995). Usaha budidaya ikan banyak diminati oleh kaum muda di kedua kabupaten, alasannya menguntungkan dan waktu panennya singkat, misalnya pada pembenihan lele, nila, dan gurami dapat panen setiap hari. Hal ini berbeda dengan usaha di pertanian. Dinyatakan oleh kaum muda, usaha pertanian lebih melelahkan dan masa panennya lebih lima, sekitar empat hingga enam bulan.

14 123 Berdasarkan pengkategorian umur, baik di Kabupaten Bogor maupun Cianjur sebagian besar pembudidaya ikan berada pada kelas madya (35-51 tahun), dan rata-rata umur 40,6 tahun. Penelitian Kareem et al.(2008) di Nigeria juga memperlihatkan hal yang sama, rata-rata umur pembudidaya ikan berkisar pada usia 40-an (44 tahun), dan di Thailand umur rata-ratanya 45 tahun (Naksung 2003). Umur berperan dalam meningkatkan kemampuan seseorang dalam menjalankan suatu usaha, baik dari aspek kognitif, afektif, maupun keterampilan fisik. Dalam hal kemampuan kognitif seseorang, usia tahun merupakan masa yang paling optimal untuk menyerap pengetahuan dari luar dirinya (Padmodihardjo 1994). Secara fisik umur yang lebih muda juga memiliki kekuatan yang lebih besar dibandingkan umur yang lebih tua. Pada usaha akuakultur, fisik yang prima diperlukan untuk menjalankan usahanya, terutama pada aspek produksi, mulai dari persiapan kolam, pemeliharaan, hingga panen. Tabel 31. Karakteristik Pembudidaya Ikan Karakteristik Individu Kriteria Kabupaten (orang) Total Bogor Cianjur (orang) N % N % N % Umur (th) Muda 51 32, , ,8 Selang skor (18-68) Madya 86 54, , ,8 Rataan=40,6 Lanjut 21 13, , ,5 Jumlah , , ,0 Pendidikan formal (th) Rendah 93 58, , ,1 Selang skor (3-16) Sedang 61 38, , ,0 Rataan= 7,9 Tinggi 4 2,5 4 3,3 8 2,9 Jumlah , , ,0 Pendidikan non formal (kali)* Rendah , , ,4 Selang skor (0-6) Sedang 28 17,7 1 0, ,4 Rataan= 2 Tinggi 5 3,2 1 0,8 6 22,0 Jumlah , , ,0 Pengalaman (th)* Rendah , , ,9 Selang skor (1-42) Sedang 51 32, , ,4 Rataan= 11,9 Tinggi 6 3,8 7 5,8 13 4,7 Jumlah , , ,0 Jumlah Tanggungan (orang) Rendah , , ,7 Selang skor (1-14) Sedang 51 32, , ,7 Rataan= 4 Tinggi 3 1,9 4 3,3 7 2,5 Jumlah , , ,0 Pendapatan (ribu Rp per bulan)* Rendah , , ,2 Selang skor ( ) Sedang 20 12, , ,0 Rataan= Tinggi 1 0,6 4 3,3 5 1,8 Jumlah , , ,0 Skala usaha m 2 * Rendah , , ,6 Selang skor ( ) Sedang 6 3,8 5 4,2 11 4,0 Rataan= Tinggi 3 1,9 1 0,8 4 1,4 Jumlah , , ,0 Hasil uji beda t berbeda nyata pada α=0,05

15 124 Pendidikan Formal. Tingkat pendidikan formal sebagian besar pembudidaya ikan (56,1%) di kedua kabupaten berada pada kategori rendah, dengan nilai rata-rata tujuh tahun. Hal yang sama terjadi di Thailand (Naksung 2003). Dikaitkan dengan program wajib belajar sembilan tahun, masih banyak pembudidaya ikan yang belum dapat memuntaskan program ini, terdapat 11,9 persen pembudidaya ikan tidak menamatkan Sekolah Dasar (enam tahun). Namun demikian, ada juga pembudidaya ikan yang bersekolah sampai jenjang perguruan tinggi (2,9%). Umumnya mereka yang bergelar sarjana ini memiliki pekerjaan lain, seperti guru ataupun pengusaha. Pendidikan formal sangat penting bagi seseorang untuk mengembangkan kapasitas dirinya, karena dengan mengenyam pendidikan formal yang lebih tinggi pengalaman belajar dan wawasan pengetahuan yang diperoleh juga akan meningkat. Berbekal pengalaman dan pengetahuan ini dapat dikembangkan sikap yang positif dan keterampilan yang lebih baik. Bagi seorang pembudidaya ikan, pengetahuan yang tinggi, sikap yang positif, dan keterampilan yang tinggi akan menjadikan dirinya lebih adaptif terhadap perubahan, mengatasi masalah dengan baik, dan mampu merencanakan usaha dan mengevaluasinya secara lebih tepat. Hasil penelitian Kareem et al. (2008) di Nigeria menunjukkan bahwa tingkat pendidikan pembudidaya ikan berimplikasi pada peningkatan produktivitas melalui adopsi teknologi baru. Mengacu pada laporan UNDP (1998), melalui pendidikan akan membebaskan diri seseorang dari segala penindasan, ketidakadilan, ketakutan, dan sebaliknya menjadikan seseorang berani mengembangkan pikiran, ide, berbicara dan memiliki impian. Pendidikan Non Formal Pendidikan non formal mayoritas pembudidaya ikan (87,4%) di Kabupaten Bogor dan Cianjur berada di kategori rendah. Secara nyata terdapat perbedaan tingkat pendidikan non formal di antara dua kabupaten tersebut, artinya pembudidaya ikan di Kabupaten Bogor memiliki frekwensi mengikuti pelatihan atau penyuluhan yang lebih tinggi dibandingkan pembudidaya ikan di Kabupaten Cianjur.

16 125 Rendahnya tingkat pendidikan non formal terkait dengan penyelenggaraan penyuluhan yang tidak secara rutin dilakukan, atau adanya kecenderungan penunjukan peserta pelatihan orangnya itu-itu saja, seperti ketua kelompok atau pembudidaya ikan yang dinilai berhasil. Keaktifan pembudidaya ikan dalam kelompok juga berpengaruh terhadap intensitas mengikuti pelatihan, artinya pembudidaya ikan yang menjadi anggota kelompok berpeluang mengikuti pelatihan, karena informasi adanya pelatihan disampaikan melalui kelompok. Seperti halnya pendidikan formal, pendidikan non formal juga sebagai sarana yang penting untuk meningkatkan pengetahuan, sikap positif dan keterampilan tinggi dalam menjalankan usaha. Menurut Tarigan (2009), melalui pendidikan non formal diperoleh pengetahuan, keterampilan, sikap, dan daya saing, serta siap menghadapi perubahan sebagai akibat kemajuan ilmu pengetahuan dan teknologi yang berkembang pesat. Umumnya pembudidaya ikan yang aktif mengikuti penyuluhan memiliki pengetahuan yang lebih baik tentang konsepkonsep dasar perikanan, seperti konsep padat tebar, ph air, dan sampling. Pengalaman Usaha Rata-rata pembudidaya ikan telah menjalankan usahanya selama hampir 12 tahun, dengan variasi antara 1 hingga 42 tahun. Sebagian besar (62,9%) pembudidaya ikan memiliki pengalaman yang rendah (kurang dari 14 tahun). Secara nyata terdapat perbedaan pengalaman berusaha antara Kabupaten Bogor dengan Kabupaten Cianjur. Pada umumnya pembudidaya ikan di Kabupaten Cianjur menggeluti usaha budidaya ikan lebih lama dibandingkan pembudidaya ikan di Kabupaten Bogor. Hal ini terkait dengan sejarah pertumbuhan usaha budidaya ikan di kedua wilayah tersebut. Usaha budidaya ikan di Cianjur sudah digeluti oleh pembudidaya ikan sejak lama. Menurut salah seorang pembudidaya ikan (berumur 64 tahun), sejak kakek buyutnya sudah mengusahakan ikan di kolam miliknya sekarang. Pembudidaya ikan di Bogor menggeluti usaha budidaya ikan relatif belum lama. Banyak pembudidaya ikan yang semula berusaha di sektor pertanian, baik pada tanaman pangan maupun tanaman palawija. Mereka tertarik beralih ke usaha ikan, karena dirasa lebih menguntungkan dan memperoleh hasil dalam jangka waktu lebih singkat. Sebagai gambaran, jika lahannya ditanami padi atau

17 126 palawija (singkong, jagung, kacang-kacangan), hasilnya baru diperoleh 6-12 bulan, sedangkan jika ditanam ikan dalam jangka waktu 40 hari (ukuran benih) hingga 3 bulan (ukuran konsumsi) hasil sudah dapat diperoleh. Pengalaman usaha yang dimiliki oleh seorang pembudidaya ikan dapat berhubungan dengan kemampuan dalam menjalankan usahanya, karena selama masa menjalankan usaha orang tersebut akan mengalami proses belajar termasuk memperoleh pelajaran cara mengatasi permasalahan yang dihadapi. Havelock (1969) menyatakan, pengalaman masa seseorang mempengaruhi kecenderungannya untuk memerlukan dan siap menerima pengetahuan baru. Jumlah Tanggungan Keluarga Sebagian besar pembudidaya ikan (64,7%) memiliki jumlah tanggungan keluarga yang sedikit (kurang dari empat orang). Rata-rata dalam satu rumah tangga memiliki beban tanggungan sebanyak empat orang. Rata-rata jumlah tanggungan keluarga di kedua kabupaten ini tidak jauh berbeda dengan masyarakat di Nigeria yakni sebanyak 5 orang (Kareem et al. 2008). Beban tanggungan keluarga dapat berhubungan dengan kondisi ekonomi suatu rumah tangga. Bagi rumah tangga yang berpenghasilan rendah akan lebih sulit memenuhi kebutuhan hidupnya, jika jumlah anggota keluarga yang harus ditanggung hidupnya lebih banyak. Besarnya beban tanggungan keluarga juga akan mempengaruhi indeks kesejahteraan rumah tangga, karena salah satu kriteria indeks ini adalah pendapatan per kapita, artinya pendapatan yang diperoleh dari seseorang terbagi ke dalam jumlah anggota keluarga yang ditanggungnya. Semakin banyak orang yang ditanggung akan semakin sedikit pendapatan per kapitanya. Pendapatan Pendapatan rumah tangga pembudidaya ikan dihitung dari penghasilan yang diperoleh pembudidaya ikan, baik dari usaha budidaya ikan maupun dari usaha lain. Rata-rata pendapatan rumah tangga pembudidaya ikan per bulan sebesar Rp 1,86 juta. Berdasarkan kategori pendapatan, sebagian besar pembudidaya ikan (80,2%) memiliki pendapatan pada tingkat yang rendah. Umumnya pembudidaya ikan yang memiliki pendapatan yang rendah adalah mereka yang memiliki kolam sempit dan modal usaha yang sangat

18 127 terbatas. Pembudidaya ikan yang memiliki pendapatan cukup tinggi, didominasi oleh pengusaha ikan skala besar yang bermodal kuat. Pendapatan per kapita pada rumah tangga pembudidaya ikan Rp ,00 per hari, yang dihitung dari pendapatan rata-rata per bulan yang sebesar Rp 1,8 juta dibagi jumlah tanggungan keluarga rata-rata pada rumah tangga pembudidaya ikan yang sebesar empat orang. Dikaitkan dengan ukuran kemiskinan Bank Dunia (2007) bahwa seseorang dikatakan miskin secara absolut jika pendapatan per harinya kurang dari US$ 1 (sekitar Rp 10 ribu), dan hidup dalam kemiskinan menengah jika pendapatan per harinya kurang dari US$ 2 (sekitar Rp 20 ribu), maka dapat dinyatakan pembudidaya ikan sudah hidup di atas kemiskinan absolut, tetapi masih di bawah kemiskinan menengah. Skala Usaha Skala usaha diukur dari luas kolam yang diusahakan oleh pembudidaya ikan. Mayoritas pembudidaya ikan memiliki skala usaha yang rendah (kurang dari 2 ribu m 2 ) yakni sebesar 94,6 persen. Rata-rata luas lahan yang diusahakan oleh pembudidaya ikan sebesar m 2. Dibandingkan dengan luas kolam pembudidaya ikan di Nigeria yang sebesar 0,182 ha atau m 2 (Kareem et al. 2009), maka luas kolam yang diusahakan oleh pembudidaya ikan di Cianjur dan Bogor sedikit lebih tinggi dibandingkan di Nigeria. Luas kolam bervariasi antara 120 m 2 hingga 6 ha. Pembudidaya ikan yang memiliki kolam luas, umumnya memiliki kedudukan sosial yang tinggi di masyarakatnya, dan cenderung memiliki kemampuan mempengaruhi orang lain. Seperti yang dinyatakan oleh Sajogjo (Tony 2000), pemilikan lahan sebagai sumber kekuasaan pada masyarakat pedesaan, dan umumnya mereka adalah golongan elit pedesaan. Beberapa pembudidaya ikan yang memiliki lahan luas antara lain ketua kelompok, pembudidaya ikan yang merangkap sebagai pedagang ikan, dan pengusaha ikan berskala besar. Karakteristik Eksternal Sama halnya dengan kondisi sosial ekonomi pembudidaya ikan, kondisi eksternal yang mendukung usaha pembudidaya ikan juga pada tingkat yang rendah, baik dari kelembagaan agribisnis, kinerja penyuluh, maupun kelompok

19 128 pembudidaya ikan. Secara lebih rinci penjelasan kondisi ini dijelaskan pada uraian lebih lanjut. Terkait dengan pentingnya faktor eksternal dalam mendukung usaha pembudidaya ikan, Mosher (1981) menyatakan bahwa keberhasilan pembangunan pertanian dapat tercapai bila didukung oleh setiap unsur yang terdapat di dalamnya, yaitu fasilitas dan layanan sebagai syarat pokok dan faktor pelancar pembangunan pertanian. Syarat pokok yang harus tersedia bagi petani agar pertanian menjadi maju, yaitu: (1) pasar hasil usahatani, (2) teknologi yang selalu berubah, (3) tersedianya sarana produksi dan peralatan secara lokal, (4) perangsang produksi bagi petani, dan (5) pengangkutan. Selain kelima syarat pokok tersebut, agar pertanian maju diperlukan lima faktor pelancar pembangunan pertanian, yaitu: (1) pendidikan pembangunan, (2) kredit produksi, (3) kerjasama kelompok tani, (4) memperbaiki dan memperluas lahan pertanian, dan (5) perencanaan pembangunan pertanian. Dukungan Kelembagaan Agribisnis Dukungan kelembagaan agribisnis kepada pembudidaya ikan tergolong rendah, baik dari aspek penyediaan modal usaha, input produksi, maupun informasi (Tabel 32). Di lain pihak, dukungan ini sangat penting bagi keberhasilan usaha pembudidaya ikan, karena agribisnis merupakan suatu sistem yang antara satu bagian dengan bagian lainnya saling terkait, sehingga kelemahan fungsi pada satu bagian akan mempengaruhi fungsi bagian yang lain. Artinya, jika dari sektor hulu yaitu lembaga penyedia input produksi, informasi, serta modal tidak berfungsi dengan baik, maka akan berakibat pada lemahnya fungsi di sektor tengah yang memperoduksi ikan oleh pembudidaya ikan tidak dapat maksimal. Akibat lanjutnya sektor hilir yang memasarkan produksi ikan juga tidak berjalan maksimal. Lembaga Penyedia Modal Dukungan lembaga penyedia modal pada usaha akuakultur di kedua kabupaten memperlihatkan tingkat yang rendah (Tabel 32). Rendahnya dukungan ini dikarenakan tidak banyak lembaga keuangan yang menyediakan kredit modal bagi pembudidaya ikan.

20 129 Mayoritas pembudidaya ikan mengandalkan modal dari dirinya sendiri (78,8%), tidak dari sektor perbankan, seperti yang terlihat pada Tabel 33. Kondisi yang sama terjadi pada pembudidaya ikan di Nigeria, sebanyak 92,9 persen pembudidaya ikan menggunakan modal sendiri (Kareem et al. 2008). Kondisi di Thailand berbeda, sebagian besar pembudidaya ikan (80%) memperoleh modal usaha dari agen penyedia pakan (feed agent), karena sebagian besar kebutuhan modal (70%) digunakan untuk membeli pakan yang disediakan oleh agen pakan tersebut. Tabel 32. Tingkat Dukungan Lembaga Agribisnis Dukungan Kriteria Kabupaten (orang) Total Bogor Cianjur (orang) N % N % N % Modal Sangat Rendah 52 32, , ,4 Rataan=24,3 Rendah 64 40, , ,7 Sedang 34 21, , ,1 Tinggi 6 3,8 5 4,2 11 4,0 Sangat Tinggi 2 1, ,7 Jumlah , , ,0 Input Produksi Sangat Rendah Rataan= 62,1 Rendah 7 4,4 1 0,8 8 2,9 Sedang 98 62, , ,5 Tinggi 52 32, , ,9 Sangat Tinggi 1 0,6 1 0,8 2 0,7 Jumlah , , ,0 Pasar Sangat Rendah Rataan= 73 Rendah 2 1,3 0 0,0 2 0,7 Sedang 41 25, , ,4 Tinggi 70 44, , ,4 Sangat Tinggi 45 28, , ,4 Jumlah , , ,0 Informasi Sangat Rendah Rataan= 40,7 Rendah Sedang Tinggi Sangat Tinggi Jumlah Nilai skor, sangat rendah= 0-20, rendah=21-40, sedang=41-60, tinggi=61-80, sangat tinggi= Penggunaan modal sendiri, yang umumnya terbatas, pada dasarnya memiliki kelemahan, karena kurang leluasa untuk mengembangkan usaha. Oleh

21 130 sebagian pembudidaya ikan, keterbatasan modal yang terbatas ini disiasati dengan meminjam ke pemilik modal. Pemilik modal ini umumnya adalah tengkulak atau bandar dari desa setempat. Peminjaman ke tengkulak ini cukup mudah, tersedia setiap saat dan tanpa agunan, namun ada ikatan tertentu yaitu ikan produksi pembudidaya ikan harus dijual ke tengkulak tersebut dan bunga pinjaman ditentukan oleh tengkulak tersebut. Pola ini banyak berkembang di Kabupaten Cianjur. Tabel 33. Sumber Modal Usaha Pembudidaya Ikan Bogor Cianjur Total Sumber modal Jumlah % Jumlah % Jumlah % Sendiri , , ,8 Investor/tengkulak 39 24, ,5 54 9,4 Bank 2 1,3 3 2,5 5 1,8 Jumlah total , , ,0 Pola yang berkembang di Bogor umumnya adalah bagi hasil. Pemilik modal atau investor memberikan modal kerja untuk membeli input produksi dan pembudidaya ikan mengelola usahanya. Nilai bagi hasilnya adalah 70:30 dari keuntungan bersih, yaitu 70 persen untuk investor dan 30 persen untuk pembudidaya ikan. Hubungan investor dengan pembudidaya ikan bersifat perorangan atau kelompok. Kasus di Desa Putat Nutug, investor berhubungan dengan ketua kelompok sebagai penanggungjawab kelompok, dan ketua kelompok ini berkewajiban melaporkan keuangan sekaligus menyerahkan keuntungan ke investor setiap bulannya Lembaga perbankan tidak banyak diakses oleh pembudidaya ikan, dengan alasan utama kerepotan dalam mengurus peminjaman. Hal ini terkait dengan prosedur peminjaman kredit bank yang dirasakan oleh pembudidaya ikan berbelitbelit, dan mensyaratkan agunan yang sulit dipenuhi oleh pembudidaya ikan. Menurut Yustika (2008), masyarakat pedesaan enggan mengakses lembaga keuangan formal (perbankan), dikarenakan adanya persyaratan peminjaman yang kompleks, syarat agunan, tidak fleksibel dan tidak adanya hubungan personal antara kreditor dan debitor sebagaimana lembaga keuangan informal. Lembaga perbankan sebagai penyalur skim kredit sulit diakses petani,

22 131 karena prinsip 5C, yaitu Character, Capacity, Capital, Condition, dan Collateral dalam menilai usaha pertanian. Jumlah pembudidaya ikan yang mengakses bank sangat sedikit (1,8%), namun jika dilihat dari tingkat keinginan untuk meminjam kredit di bank sebagai modal usaha cukup tinggi. Tabel 34 memperlihatkan, lebih banyak pembudidaya ikan (56,8%) yang memiliki keinginan untuk meminjam kredit di bank. Alasan utamanya adalah untuk mengembangkan usaha. Pembudidaya ikan yang tidak ingin meminjam kredit beralasan, modal yang dimiliki sudah cukup atau ada bandar atau tengkulak yang siap memberikan pinjaman kapan saja dan tidak merepotkan. Pembudidaya ikan yang berkeinginan meminjam kredit bank di Cianjur tidak sebanyak pembudidaya ikan di Bogor. Hal ini terkait dengan sistem kelembagaan penyediaan modal melalui bandar atau tengkulak di Cianjur lebih kuat. Tabel 34. Keinginan Meminjam Modal Pembudida Ikan ke Lembaga Perbankan Keinginan Bogor Cianjur Total Meminjam Jumlah % Jumlah % Jumlah % Ya , , ,8 Tidak 54 34, , ,2 Jumlah total , , ,0 Program modal usaha dari pemerintah yang sudah diterapkan di desa studi antara lain: (a) program bantuan penguatan modal dan Bantuan Sosial Pengembangan Usaha Kecil Perikanan Budidaya (Bansos PUKPB); (b) program pengadaan dan penyaluran benih ikan kepada pembudidaya ikan kecil, yang berupa bantuan selisih harga benih ikan; dan (c) program Kredit Ketahanan Pangan untuk pembudidaya ikan kecil, dengan suku bunga lebih rendah dari kredit umum. Sebagian kecil pembudidaya ikan yang memperoleh bantuan tersebut menganggap, nilai modal yang diberikan terlalu kecil untuk membiayai modal usaha. Pada kasus di salah satu kelompok di Kabupaten Bogor, bansos PUKPB yang berupa modal uang diterima oleh setiap anggota berkisar Rp 500 ribu. Nilai ini tidak cukup sebagai modal usaha, akibatnya uang tersebut digunakan untuk kebutuhan yang sifatnya konsumtif. Bansos tersebut dapat lebih berdaya guna apabila dikelola dalam satu unit usaha kelompok, namun yang menjadi

23 132 kendalanya adalah dalam mengorganisir usaha secara berkelompok diperlukan kepemimpinan yang kuat sekaligus pendampingan dari penyuluh. Pada kenyataannya, ketua kelompok tidak bersedia mengelola uang bantuan karena dianggap riskan atau beresiko. Dari pihak pemerintah terkesan bantuan telah tersalurkan dan dibuat laporan penyerahan bantuan, tanpa tindakan pendampingan dalam mengelola bantuan tersebut. Dukungan Lembaga Penyedia Input Produksi Dukungan lembaga penyedia input produksi terhadap usaha pembudidaya ikan tergolong rendah, dengan nilai rata-rata 62,1 (Tabel 32). Nilai ini memperlihatkan, pembudidaya ikan masih mengalami kesulitan untuk memperoleh input produksi, sesuai dengan jumlah dan mutu yang diperlukan, tepat waktu, dan harganya relatif terjangkau. Lembaga-lembaga penyedia input produksi berasal dari: (1) pemerintah, seperti Balai Besar Budidaya Air Tawar (BBAT) dan Balai Perbenihan dan Budidaya Ikan atau yang sebelumnya dikenal sebagai Balai Benih Ikan (BBI) yang berfungsi menyediakan induk dan benih ikan; (2) swasta, seperti pedagang benih ikan, toko penjual pakan, pupuk, obat-obatan, dan peralatan produksi; dan (3) masyarakat pembudidaya benih ikan. Input produksi yang didapatkan oleh pembudidaya ikan, sebagian besar berasal dari pembenihan rakyat. Jumlah pembudidaya ikan yang menggunakan induk atau benih ikan dari lembaga pemerintah yaitu BBAT dan BBI sangat sedikit, yaitu 1,3 persen di Bogor dan 3,3 persen di Cianjur. Sebenarnya di kedua kabupaten sudah ada BBI. Kabupaten Bogor memiliki dua BBI yang terletak di Desa Cibening, Kecamatan Pamijahan dan di Desa Cibitung, Kecamatan Tenjolaya. Kabupaten Cianjur juga terdapat dua BBI, yaitu satu BBI milik provinsi dan satu BBI kabupaten. Tugas yang diemban BBI adalah pembenihan ikan yang bermutu sesuai dengan Standar Nasional Indonesia (SNI), pelayanan dan penyebaran informasi teknis pembenihan ikan, pengkajian dan penerapan teknologi pembenihan ikan, serta pengujian mutu induk dan benih ikan, dan pembinaan kepada UPR (Unit Pembenihan Rakyat).

24 133 Peran BBI dalam menyediakan benih untuk pembudidaya ikan belum maksimal, antara lain disebabkan oleh terbatasnya produksi benih yang dihasilkan, kesulitan pembudidaya ikan mengakses benih ke BBI karena jaraknya yang relatif jauh, dan BBI tidak menghasilkan jenis benih ikan yang diinginkan oleh pembudidaya, misalnya BBI di Kabupaten Bogor tidak memproduksi benih gurame dan lele yang banyak diperlukan oleh pembudidaya ikan di wilayah ini. Hasil kajian tentang fungsi BBI di beberapa kabupaten memperlihatkan, kurang berfungsinya BBI ikan air tawar disebabkan oleh minimnya sarana prasarana, dana operasional terbatas, sistem dan desain kolam dan panti benih (hatchery) yang tidak tepat atau rusak dan kurangnya tenaga operasional ( Kebutuhan induk atau benih ikan pada sebagian besar pembudidaya ikan (68,4%) diperoleh dari lembaga di luar pemerintah, seperti: sesama pembudidaya ikan, bandar, pedagang, dan pasar benih. Hal yang sama terjadi di Nigeria, mayoritas pembudidaya ikan (76,5%) memperoleh benih ikan dari pedagang (Kareem 2009). Induk atau benih ikan yang diperoleh dari usaha sendiri dinyatakan oleh hampir sepertiga pembudidaya ikan (29,5%). Mutu benih yang dihasilkan oleh pembenihan rakyat umumnya tidak tinggi, seperti yang ditunjukkan tingkat mortalitas ikan yang ditebar dalam ukuran benih mencapai 60 persen. Kebutuhan pakan pada umumnya diperoleh dengan membeli langsung ke toko atau pasar, namun demikian ada pula yang memperolehnya dengan cara mengambil lebih dulu ke pemilik modal atau bandar yang nantinya akan diperhitungkan dari hasil penjualan ikan ke bandar tersebut. Pakan daun sente yang banyak digunakan oleh pembudidaya ikan gurame diperoleh dari pematang kolam milik sendiri. Pupuk yang digunakan oleh pembudidaya ikan berupa pupuk buatan (urea) dan pupuk organik berupa kotoran ayam. Pupuk urea diperoleh dari toko, pasar, dan kios KUD (Koperasi Unit Desa), sedangkan pupuk organik diperoleh dari peternakan ayam. Pupuk organik lebih banyak digunakan oleh pembudidaya ikan (60,2%), dengan alasan harganya lebih murah dibandingkan dengan pupuk urea.

I PENDAHULUAN Latar Belakang

I PENDAHULUAN Latar Belakang 1.1. Latar Belakang I PENDAHULUAN Jawa Barat merupakan salah satu provinsi di Indonesia yang mempunyai potensi perikanan cukup besar. Hal ini ditunjukkan dengan kontribusi Jawa Barat pada tahun 2010 terhadap

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. potensi besar dalam pengembangan di sektor pertanian. Sektor pertanian di

I. PENDAHULUAN. potensi besar dalam pengembangan di sektor pertanian. Sektor pertanian di 1 I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Indonesia merupakan negara agraris dengan ribuan pulau yang mempunyai potensi besar dalam pengembangan di sektor pertanian. Sektor pertanian di Indonesia telah memberikan

Lebih terperinci

1. PENDAHULUAN. Indonesia adalah salah satu negara yang memiliki jumlah penduduk yang

1. PENDAHULUAN. Indonesia adalah salah satu negara yang memiliki jumlah penduduk yang 1. PENDAHULUAN Latar Belakang Indonesia adalah salah satu negara yang memiliki jumlah penduduk yang sangat tinggi. Jumlah penduduk Indonesia di tahun 2008 diperkirakan sebesar 227.779.100 orang dan akan

Lebih terperinci

1. PENDAHULUAN. sangat tinggi. Jumlah penduduk Indonesia di tahun 2008 diperkirakan sebesar

1. PENDAHULUAN. sangat tinggi. Jumlah penduduk Indonesia di tahun 2008 diperkirakan sebesar 1. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Indonesia adalah salah satu negara yang memiliki jumlah penduduk yang sangat tinggi. Jumlah penduduk Indonesia di tahun 2008 diperkirakan sebesar 227.779.100 orang dan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Indonesia merupakan salah satu dari negara yang menjadi produsen utama akuakultur dunia. Sampai tahun 2009, Indonesia menempati urutan keempat terbesar sebagai produsen

Lebih terperinci

PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang

PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang I. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Sektor perikanan pada dasarnya dibagi menjadi dua yaitu perikanan tangkap dan perikanan budidaya. Potensi sektor perikanan tangkap Indonesia diperkirakan mencapai 6,4

Lebih terperinci

V. HASIL DAN PEMBAHASAN. A. Teknik Budidaya Ikan Nila, Bawal, dan Udang Galah

V. HASIL DAN PEMBAHASAN. A. Teknik Budidaya Ikan Nila, Bawal, dan Udang Galah V. HASIL DAN PEMBAHASAN A. Teknik Budidaya Ikan Nila, Bawal, dan Udang Galah 1. Persiapan kolam Di Desa Sendangtirto, seluruh petani pembudidaya ikan menggunakan kolam tanah biasa. Jenis kolam ini memiliki

Lebih terperinci

I PENDAHULUAN. Laju 2008 % 2009 % 2010* % (%) Pertanian, Peternakan,

I PENDAHULUAN. Laju 2008 % 2009 % 2010* % (%) Pertanian, Peternakan, I PENDAHULUAN I.1 Latar Belakang Kemiskinan merupakan permasalahan yang banyak dihadapi oleh setiap negara di dunia. Sektor pertanian salah satu sektor lapangan usaha yang selalu diindentikan dengan kemiskinan

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN * 2009 ** Kenaikan ratarata(%)

I. PENDAHULUAN * 2009 ** Kenaikan ratarata(%) I. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Indonesia dikenal sebagai negara bahari dan kepulauan yang dikelilingi oleh perairan laut dan perairan tawar yang sangat luas, yaitu 5,8 juta km 2 atau meliputi sekitar

Lebih terperinci

V GAMBARAN UMUM LOKASI PENELITIAN

V GAMBARAN UMUM LOKASI PENELITIAN V GAMBARAN UMUM LOKASI PENELITIAN 5.1 Keadaan Umum Desa Pabuaran Desa Pabuaran berada di wilayah Kecamatan Kemang, Kabupaten Bogor provinsi Jawa Barat. Desa ini merupakan daerah dataran tinggi dengan tingkat

Lebih terperinci

VI HASIL DAN PEMBAHASAN

VI HASIL DAN PEMBAHASAN VI HASIL DAN PEMBAHASAN 6.1 Saluran dan Lembaga Tataniaga Dalam menjalankan kegiatan tataniaga, diperlukannya saluran tataniaga yang saling tergantung dimana terdiri dari sub-sub sistem atau fungsi-fungsi

Lebih terperinci

PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang

PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang I. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Indonesia merupakan negara kaya akan sumberdaya alam yang dapat di gali untuk kesejahteraan umat manusia. Salah satu sumberdaya alam yang berpotensi yaitu sektor perikanan.

Lebih terperinci

PERANAN SEKTOR PERTANIAN KHUSUSNYA JAGUNG TERHADAP PERTUMBUHAN EKONOMI KABUPATEN JENEPONTO Oleh : Muhammad Anshar

PERANAN SEKTOR PERTANIAN KHUSUSNYA JAGUNG TERHADAP PERTUMBUHAN EKONOMI KABUPATEN JENEPONTO Oleh : Muhammad Anshar PERANAN SEKTOR PERTANIAN KHUSUSNYA JAGUNG TERHADAP PERTUMBUHAN EKONOMI KABUPATEN JENEPONTO Oleh : Muhammad Anshar Jurusan Teknik Perencanaan Wilayah dan Kota Fakultas Sains dan Teknologi ABSTRAK Penelitian

Lebih terperinci

GAMBARAN UMUM LOKASI PENELITIAN

GAMBARAN UMUM LOKASI PENELITIAN V GAMBARAN UMUM LOKASI PENELITIAN 5.1 Gambaran Umum Kabupaten Kerinci 5.1.1 Kondisi Geografis Kabupaten Kerinci terletak di sepanjang Bukit Barisan, diantaranya terdapat gunung-gunung antara lain Gunung

Lebih terperinci

BAB I. PENDAHULUAN. Tahun. Pusat Statistik 2011.htpp://www.BPS.go.id/ind/pdffiles/pdf [Diakses Tanggal 9 Juli 2011]

BAB I. PENDAHULUAN. Tahun. Pusat Statistik 2011.htpp://www.BPS.go.id/ind/pdffiles/pdf [Diakses Tanggal 9 Juli 2011] BAB I. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Pertanian merupakan sumber mata pencaharian masyarakat Indonesia. Sektor pertanian yang meliputi pertanian, peternakan, kehutanan dan perikanan merupakan kegiatan

Lebih terperinci

V. GAMBARAN UMUM 5.1. Wilayah dan Topografi 5.2. Jumlah Kepala Keluarga (KK) Tani dan Status Penguasaan Lahan di Kelurahan Situmekar

V. GAMBARAN UMUM 5.1. Wilayah dan Topografi 5.2. Jumlah Kepala Keluarga (KK) Tani dan Status Penguasaan Lahan di Kelurahan Situmekar V. GAMBARAN UMUM 5.1. Wilayah dan Topografi Kota Sukabumi terletak pada bagian selatan tengah Jawa Barat pada koordinat 106 0 45 50 Bujur Timur dan 106 0 45 10 Bujur Timur, 6 0 49 29 Lintang Selatan dan

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. pembangunan di Indonesia yakni sektor pertanian. Sektor pertanian. merupakan sektor yang penting dalam pembangunan Indonesia karena

I. PENDAHULUAN. pembangunan di Indonesia yakni sektor pertanian. Sektor pertanian. merupakan sektor yang penting dalam pembangunan Indonesia karena 1 I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Indonesia merupakan salah satu negara yang memiliki potensi ekonomi yang cukup besar dengan berbagai sektor. Salah satu sektor yang menunjang pembangunan di Indonesia

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. Pembangunan yang dilakukan di negara-negara dunia ketiga masih menitikberatkan

I. PENDAHULUAN. Pembangunan yang dilakukan di negara-negara dunia ketiga masih menitikberatkan 1 I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Pembangunan yang dilakukan di negara-negara dunia ketiga masih menitikberatkan pada sektor pertanian. Di Indonesia sektor pertanian memiliki peranan besar dalam menunjang

Lebih terperinci

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1 Keadaan Umum Secara geografis letak Kabupaten Bandung berada pada 6,41' - 7,19' Lintang Selatan dan diantara 107 22' - 108 5' Bujur Timur dengan ketinggian 500m-1.800m dpl

Lebih terperinci

PEMBERDAYAAN EKONOMI MASYARAKAT DALAM KONSEP MINAPOLITAN

PEMBERDAYAAN EKONOMI MASYARAKAT DALAM KONSEP MINAPOLITAN EXECUTIVE SUMMARY PENELITIAN INDIVIDU PEMBERDAYAAN EKONOMI MASYARAKAT DALAM KONSEP MINAPOLITAN Oleh: Edmira Rivani, S.Si., M.Stat. Peneliti Bidang Ekonomi dan Kebijakan Publik PUSAT PENELITIAN BADAN KEAHLIAN

Lebih terperinci

PENDAHULUAN Latar Belakang

PENDAHULUAN Latar Belakang PENDAHULUAN Latar Belakang Salah satu masalah global yang dihadapi oleh sebagian besar negara-negara dunia ketiga pada saat ini adalah krisis pangan. Terkait dengan hal tersebut strategi ketahanan pangan

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN Latar Belakang

I. PENDAHULUAN Latar Belakang 1.1. Latar Belakang I. PENDAHULUAN Agribisnis peternakan memberikan banyak kontribusi bagi bangsa Indonesia yaitu sebagai penyedia lapangan pekerjaaan dan berperan dalam pembangunan. Berdasarkan data statistik

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. Indonesia sebagai negara agraris dan maritim memiliki potensi besar dalam

I. PENDAHULUAN. Indonesia sebagai negara agraris dan maritim memiliki potensi besar dalam 1 I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Indonesia sebagai negara agraris dan maritim memiliki potensi besar dalam produksi komoditi yang bersumber dari kekayaan alam terutama dalam sektor pertanian. Besarnya

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. telah mendapat prioritas utama dalam pembangunan nasional karena. pembangunan ekonomi diharapkan dapat menjadi motor penggerak

BAB I PENDAHULUAN. telah mendapat prioritas utama dalam pembangunan nasional karena. pembangunan ekonomi diharapkan dapat menjadi motor penggerak BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Seiring dengan pertumbuhan penduduk, kebutuhan masyarakat semakin meningkat dari tahun ke tahun. Pembangunan Bangsa Indonesia bidang ekonomi telah mendapat prioritas

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. Sumber: Badan Pusat Statistik (2009)

I. PENDAHULUAN. Sumber: Badan Pusat Statistik (2009) I. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Pertanian merupakan sektor yang memiliki peranan penting bagi perekonomian Negara Indonesia. Sebagian besar masyarakat Indonesia menggantungkan kehidupan mereka pada sektor

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. dari penangkapan ikan di laut. Akan tetapi, pemanfaatan sumberdaya tersebut di

I. PENDAHULUAN. dari penangkapan ikan di laut. Akan tetapi, pemanfaatan sumberdaya tersebut di I. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Selama ini pasokan ikan dunia termasuk Indonesia sebagian besar berasal dari penangkapan ikan di laut. Akan tetapi, pemanfaatan sumberdaya tersebut di sejumlah negara

Lebih terperinci

1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Potensi lestari perikanan laut Indonesia diperkirakan sebesar 6,4 juta ton per tahun yang tersebar di perairan wilayah Indonesia dan ZEE (Zona Ekonomi Eksklusif) dengan

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang

I. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang 1 I. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Upaya pembangunan pada akhirnya bertujuan untuk meningkatkan taraf hidup dan kesejahteraan masyarakat kearah yang lebih baik, yang tercermin dalam peningkatan pendapatan

Lebih terperinci

VI ANALISIS KERAGAAN USAHATANI KEDELAI EDAMAME PETANI MITRA PT SAUNG MIRWAN

VI ANALISIS KERAGAAN USAHATANI KEDELAI EDAMAME PETANI MITRA PT SAUNG MIRWAN VI ANALISIS KERAGAAN USAHATANI KEDELAI EDAMAME PETANI MITRA PT SAUNG MIRWAN 6.1. Analisis Budidaya Kedelai Edamame Budidaya kedelai edamame dilakukan oleh para petani mitra PT Saung Mirwan di lahan persawahan.

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang

I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Sektor pertanian memegang peranan penting dalam perekonomian Indonesia karena merupakan tumpuan hidup sebagian besar penduduk Indonesia. Lebih dari setengah angkatan kerja

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. dan peranan penting bagi perekonomian Indonesia. Pembangunan perikanan

I. PENDAHULUAN. dan peranan penting bagi perekonomian Indonesia. Pembangunan perikanan I. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Perikanan merupakan salah satu sektor ekonomi yang mempunyai potensi dan peranan penting bagi perekonomian Indonesia. Pembangunan perikanan merupakan bagian integral dari

Lebih terperinci

BUPATI PASURUAN PERATURAN BUPATI PASURUAN NOMOR 9 TAHUN 2015 TENTANG PEDOMAN PELAKSANAAN PROGRAM INTENSIFIKASI PERTANIAN KABUPATEN PASURUAN TAHUN 2015

BUPATI PASURUAN PERATURAN BUPATI PASURUAN NOMOR 9 TAHUN 2015 TENTANG PEDOMAN PELAKSANAAN PROGRAM INTENSIFIKASI PERTANIAN KABUPATEN PASURUAN TAHUN 2015 BUPATI PASURUAN PERATURAN BUPATI PASURUAN NOMOR 9 TAHUN 2015 TENTANG PEDOMAN PELAKSANAAN PROGRAM INTENSIFIKASI PERTANIAN KABUPATEN PASURUAN TAHUN 2015 DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI PASURUAN,

Lebih terperinci

Bab I. Pendahuluan. memberikan bantuan permodalan dengan menyalurkan kredit pertanian. Studi ini

Bab I. Pendahuluan. memberikan bantuan permodalan dengan menyalurkan kredit pertanian. Studi ini Bab I Pendahuluan Di setiap negara manapun masalah ketahanan pangan merupakan suatu hal yang sangat penting. Begitu juga di Indonesia, terutama dengan hal yang menyangkut padi sebagai makanan pokok mayoritas

Lebih terperinci

Daftar Hasil Wawancara. Adapun daftar pertanyaan dan jawaban ata pertanyaan sebagai berikut:

Daftar Hasil Wawancara. Adapun daftar pertanyaan dan jawaban ata pertanyaan sebagai berikut: Daftar Hasil Wawancara Informan yang dipakai dalam penelitian ini adalah informan kunci. Informan kunci merupakan orang yang menjadi narasumber yang mengetahui seluruhnya mengenai objek penelitian. Wawancara

Lebih terperinci

VI. ANALISIS USAHATANI DAN EFEKTIVITAS KELEMBAGAAN KELOMPOK TANI

VI. ANALISIS USAHATANI DAN EFEKTIVITAS KELEMBAGAAN KELOMPOK TANI VI. ANALISIS USAHATANI DAN EFEKTIVITAS KELEMBAGAAN KELOMPOK TANI 6.1. Proses Budidaya Ganyong Ganyong ini merupakan tanaman berimpang yang biasa ditanam oleh petani dalam skala terbatas. Umbinya merupakan

Lebih terperinci

V. GAMBARAN UMUM LOKASI DAN RESPONDEN

V. GAMBARAN UMUM LOKASI DAN RESPONDEN V. GAMBARAN UMUM LOKASI DAN RESPONDEN 5.1. Gambaran Umum Desa Purwasari Desa Purwasari merupakan salah satu Desa pengembangan ubi jalar di Kecamatan Dramaga Kabupaten Bogor. Usahatani ubi jalar menjadi

Lebih terperinci

PENDAHULUAN. Latar Belakang

PENDAHULUAN. Latar Belakang PENDAHULUAN Latar Belakang Desa Tegal Arum Kecamatan Rimbo Bujang Kabupaten Tebo merupakan daerah yang terbentuk karena transmigrasi berasal dari Jawa pada tahun 1979. Desa Tegal Arum merupakan daerah

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. Keputusan Menteri Kelautan dan Perikanan Nomor Kep.32/Men/2010 Tentang Penetapan Kawasan Minapolitan

I. PENDAHULUAN. Keputusan Menteri Kelautan dan Perikanan Nomor Kep.32/Men/2010 Tentang Penetapan Kawasan Minapolitan I. PENDAHULUAN Latar Belakang Setiap daerah mempunyai corak pertumbuhan ekonomi yang berbeda dengan daerah lain. Oleh sebab itu perencanaan pembangunan ekonomi suatu daerah pertama-tama perlu mengenali

Lebih terperinci

I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang

I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Perikanan merupakan salah satu subsektor pertanian yang potensial untuk dikembangkan di Indonesia. Hal ini dikarenakan sebagian besar wilayah Indonesia terdiri atas perairan

Lebih terperinci

PENDAHULUAN. (http://www.bps.go.id). Populasi Ternak (000) Ekor Diakses Tanggal 3 Oktober 2011.

PENDAHULUAN. (http://www.bps.go.id). Populasi Ternak (000) Ekor Diakses Tanggal 3 Oktober 2011. I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Rata-rata laju pertumbuhan populasi ternak unggas selama enam tahun dari tahun 2004 hingga 2010 menunjukkan peningkatan, diantaranya ternak ayam ras petelur dan pedaging

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. hanya buah masih diberi nama. Indonesia memiliki panjang garis pantai

BAB I PENDAHULUAN. hanya buah masih diberi nama. Indonesia memiliki panjang garis pantai BAB I PENDAHULUAN 1.6 Latar Belakang Indonesia adalah negara kepulauan yang memiliki 13.466 buah namun hanya 5.707 buah masih diberi nama. Indonesia memiliki panjang garis pantai sepanjang 99.093 km dengan

Lebih terperinci

I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang

I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Indonesia merupakan salah satu negara agraris terbesar di dunia. Sebagian besar penduduk Indonesia hidup dari sektor agribisnis. Agribisnis merupakan suatu sistem yang

Lebih terperinci

I PENDAHULUAN * Keterangan : *Angka ramalan PDB berdasarkan harga berlaku Sumber : Direktorat Jenderal Hortikultura (2010) 1

I PENDAHULUAN * Keterangan : *Angka ramalan PDB berdasarkan harga berlaku Sumber : Direktorat Jenderal Hortikultura (2010) 1 1.1 Latar Belakang I PENDAHULUAN Sektor pertanian terdiri dari beberapa sub sektor, yaitu tanaman pangan, hortikultura, perkebunan, dan peternakan, dimana keempat sub sektor tersebut mempunyai peranan

Lebih terperinci

BAB IV GAMBARAN UMUM LOKASI PENELITIAN

BAB IV GAMBARAN UMUM LOKASI PENELITIAN 34 BAB IV GAMBARAN UMUM LOKASI PENELITIAN 4.1 Profil Desa Cibunian 4.1.1 Keadaan Alam dan Letak Geografis Desa Cibunian merupakan salah satu desa di Kecamatan Pamijahan Kabupaten Bogor, Jawa Barat. Secara

Lebih terperinci

II. TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Usaha Pembesaran Lele Sangkuriang

II. TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Usaha Pembesaran Lele Sangkuriang II. TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Usaha Pembesaran Lele Sangkuriang Pengembangan usaha budidaya ikan lele semakin meningkat setelah masuknya jenis ikan lele dumbo ke Indonesia pada tahun 1985. Keunggulan lele dumbo

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. Salah satu tujuan pembangunan pertanian di Indonesia adalah

I. PENDAHULUAN. Salah satu tujuan pembangunan pertanian di Indonesia adalah 1 I. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Salah satu tujuan pembangunan pertanian di Indonesia adalah pengembangan hortikultura untuk meningkatkan pendapatan petani kecil. Petani kecil yang dimaksud dalam pengembangan

Lebih terperinci

VI. ANALISIS ASPEK-ASPEK NON FINANSIAL

VI. ANALISIS ASPEK-ASPEK NON FINANSIAL VI. ANALISIS ASPEK-ASPEK NON FINANSIAL 6.1 Aspek Pasar Dalam menjalankan usaha sebaiknya terlebih dahulu mengetahui aspek pasar yang akan dimasuki oleh produk yang akan dihasilkan oleh usaha yang akan

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. Krisis ekonomi di Indonesia yang mulai terjadi sekitar pertengahan 1997

I. PENDAHULUAN. Krisis ekonomi di Indonesia yang mulai terjadi sekitar pertengahan 1997 I. PENDAHULUAN I.1. Latar Belakang Krisis ekonomi di Indonesia yang mulai terjadi sekitar pertengahan 1997 menyebabkan banyak sektor usaha mengalami pailit yang secara langsung memberi andil besar bagi

Lebih terperinci

Potensi pengembangan budi daya ikan nila skala industri di Kabupaten Musi Rawas, Sumatera Selatan

Potensi pengembangan budi daya ikan nila skala industri di Kabupaten Musi Rawas, Sumatera Selatan Prosiding Seminar Nasional Ikan ke 8 Potensi pengembangan budi daya ikan nila skala industri di Kabupaten Musi Rawas, Sumatera Selatan Rasidi 1, Estu Nugroho 1, Lies Emawati 1, Idil Ardi 2, Deni Radona

Lebih terperinci

V. GAMBARAN UMUM 5.1. Sejarah Perusahaan 5.2. Struktur Organisasi

V. GAMBARAN UMUM 5.1. Sejarah Perusahaan 5.2. Struktur Organisasi V. GAMBARAN UMUM 5.1. Sejarah Perusahaan Ben s Fish Farm mulai berdiri pada awal tahun 1996. Ben s Fish Farm merupakan suatu usaha pembenihan larva ikan yang bergerak dalam budidaya ikan konsumsi, terutama

Lebih terperinci

I PENDAHULUAN Latar Belakang

I PENDAHULUAN Latar Belakang 1.1. Latar Belakang I PENDAHULUAN Indonesia sebagai negara agraris memiliki hasil pertanian yang sangat berlimpah. Pertanian merupakan sektor ekonomi yang memiliki posisi penting di Indonesia. Data Product

Lebih terperinci

PROSIDING ISSN: E-ISSN:

PROSIDING ISSN: E-ISSN: PRODUKSI IKAN PATIN SUPER Dwi Puji Hartono* 1, Nur Indariyanti 2, Dian Febriani 3 1,2,3 Program Studi Budidaya Perikanan Politeknik Negeri Lampung Unit IbIKK Produksi Ikan Patin Super Politeknik Negeri

Lebih terperinci

BAB V GAMBARAN UMUM LOKASI PENELITIAN

BAB V GAMBARAN UMUM LOKASI PENELITIAN BAB V GAMBARAN UMUM LOKASI PENELITIAN 5.1 Keadaan Umum, Geografis, dan Iklim Lokasi Penelitian Desa Ciaruten Ilir merupakan desa yang masih berada dalam bagian wilayah Kecamatan Cibungbulang, Kabupaten

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. Sumber : Direktorat Jenderal Hortikultura (2011)

I. PENDAHULUAN. Sumber : Direktorat Jenderal Hortikultura (2011) I. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Indonesia merupakan negara beriklim tropis yang memiliki peluang besar dalam memanfaatkan sumberdaya alam yang melimpah untuk memajukan sektor pertanian. Salah satu subsektor

Lebih terperinci

BAB VI PENGEMBANGAN KEGIATAN USAHATANI ANGGOTA

BAB VI PENGEMBANGAN KEGIATAN USAHATANI ANGGOTA BAB VI PENGEMBANGAN KEGIATAN USAHATANI ANGGOTA 6.1 Pengembangan Kegiatan Usahatani Anggota Pengembangan usatani dapat terlihat melalui penerapan diversifikasi usahatani yang dilakukan, peningkatan produktivitas

Lebih terperinci

1 PENDAHULUAN Latar Belakang Perumusan Masalah

1 PENDAHULUAN Latar Belakang Perumusan Masalah 1 PENDAHULUAN Latar Belakang Pembangunan ekonomi merupakan suatu proses yang melibatkan berbagai perubahan dalam banyak aspek kehidupan manusia yang bertujuan dan memberi harapan kepada perbaikan tingkat

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang

I. PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang I. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Pangan merupakan kebutuhan yang paling mendasar bagi sumberdaya manusia suatu bangsa. Untuk mencapai ketahanan pangan diperlukan ketersediaan pangan dalam jumlah dan kualitas

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. Tabel 1. Struktur PDB Menurut Lapangan Usaha Triwulan-I Tahun

I. PENDAHULUAN. Tabel 1. Struktur PDB Menurut Lapangan Usaha Triwulan-I Tahun I. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Indonesia sebagai negara agraris menunjukkan bahwa sektor pertanian mempunyai peranan yang penting dalam mendukung perekonomian nasional, terutama sebagai sumber bahan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Ujang Muhaemin A, 2015

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Ujang Muhaemin A, 2015 BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Indonesia sebagai Negara yang memiliki penduduk yang padat, setidaknya mampu mendorong perekonomian Indonesia secara cepat, ditambah lagi dengan sumber daya

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. Pangan merupakan kebutuhan yang mendasar (basic need) bagi setiap

I. PENDAHULUAN. Pangan merupakan kebutuhan yang mendasar (basic need) bagi setiap I. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Pangan merupakan kebutuhan yang mendasar (basic need) bagi setiap manusia untuk dapat melakukan aktivitas sehari-hari guna mempertahankan hidup. Pangan juga merupakan

Lebih terperinci

PENDAHULUAN. Latar Belakang. Petani rumput laut yang kompeten merupakan petani yang mampu dan menguasai

PENDAHULUAN. Latar Belakang. Petani rumput laut yang kompeten merupakan petani yang mampu dan menguasai PENDAHULUAN Latar Belakang Petani rumput laut yang kompeten merupakan petani yang mampu dan menguasai aspek teknik budidaya rumput laut dan aspek manajerial usaha tani rumput laut. teknik manajemen usahatani.

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Perikanan budidaya diyakini memiliki kemampuan untuk menciptakan peluang usaha guna mengurangi kemiskinan (pro-poor), menyerap tenaga kerja (pro-job) serta

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Peranan sektor pertanian dalam pembangunan di Indonesia tidak perlu diragukan lagi. Garis Besar Haluan Negara (GBHN) telah memberikan amanat bahwa prioritas pembangunan

Lebih terperinci

BAB 4 EVALUASI KEEFEKTIFAN PROGRAM DALAM MENINGKATKAN PRODUKSI PADI SAWAH

BAB 4 EVALUASI KEEFEKTIFAN PROGRAM DALAM MENINGKATKAN PRODUKSI PADI SAWAH 67 BAB 4 EVALUASI KEEFEKTIFAN PROGRAM DALAM MENINGKATKAN PRODUKSI PADI SAWAH Bab ini akan membahas keefektifan Program Aksi Masyarakat Agribisnis Tanaman Pangan (Proksi Mantap) dalam mencapai sasaran-sasaran

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Pemanfaatan sumber daya perairan umum untuk aktivitas budidaya ikan air tawar menjadi sangat penting seiring

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Pemanfaatan sumber daya perairan umum untuk aktivitas budidaya ikan air tawar menjadi sangat penting seiring BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Pemanfaatan sumber daya perairan umum untuk aktivitas budidaya ikan air tawar menjadi sangat penting seiring dengan berkembangnya pembangunan waduk di Indonesia. Pembangunan

Lebih terperinci

V GAMBARAN UMUM LOKASI DAN KARAKTERISTIK PETANI

V GAMBARAN UMUM LOKASI DAN KARAKTERISTIK PETANI V GAMBARAN UMUM LOKASI DAN KARAKTERISTIK PETANI 5.1. Gambaran Umum Lokasi Penelitian 5.1.1. Kabupaten Banyuasin Kabupaten Banyuasin merupakan salah satu kabupaten yang ada di Provinsi Sumatera Selatan.

Lebih terperinci

Lingkup Kegiatan Adapun ruang lingkup dari kegiatan ini yaitu :

Lingkup Kegiatan Adapun ruang lingkup dari kegiatan ini yaitu : PROJECT DIGEST NAMA CLUSTER : Ternak Sapi JUDUL KEGIATAN : DISEMINASI INOVASI TEKNOLOGI pembibitan menghasilkan sapi bakalan super (bobot lahir > 12 kg DI LOKASI PRIMA TANI KABUPATEN TTU PENANGGUNG JAWAB

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Tahun (juta orang)

BAB I PENDAHULUAN. Tahun (juta orang) 1.1 Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN Meningkatnya jumlah penduduk dan adanya perubahan pola konsumsi serta selera masyarakat telah menyebabkan konsumsi daging ayam ras (broiler) secara nasional cenderung

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. Tabel 1. Data Perkembangan Koperasi tahun Jumlah

I. PENDAHULUAN. Tabel 1. Data Perkembangan Koperasi tahun Jumlah I. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Koperasi dapat memberikan sumbangan bagi pembangunan ekonomi sosial negara sedang berkembang dengan membantu membangun struktur ekonomi dan sosial yang kuat (Partomo,

Lebih terperinci

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN. Balai Benih Ikan Inovatif ( BBII ) merupakan unit pelaksanaan teknis daerah

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN. Balai Benih Ikan Inovatif ( BBII ) merupakan unit pelaksanaan teknis daerah BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1 Keadaan Umum Lokasi PKL Balai Benih Ikan Inovatif ( BBII ) merupakan unit pelaksanaan teknis daerah tingkat Provinsi yang mempunyai fungsi menyebar luaskan teknologi perbenihan

Lebih terperinci

Tabel IV.C.1.1 Rincian Program dan Realisasi Anggaran Urusan Perikanan Tahun 2013

Tabel IV.C.1.1 Rincian Program dan Realisasi Anggaran Urusan Perikanan Tahun 2013 C. URUSAN PILIHAN YANG DILAKSANAKAN 1. URUSAN PERIKANAN Pembangunan pertanian khususnya sektor perikanan merupakan bagian integral dari pembangunan ekonomi, dalam hal ini sektor perikanan adalah sektor

Lebih terperinci

BAB V PERAN KELOMPOK TANI BAGI KEGIATAN USAHATANI ANGGOTA

BAB V PERAN KELOMPOK TANI BAGI KEGIATAN USAHATANI ANGGOTA BAB V PERAN KELOMPOK TANI BAGI KEGIATAN USAHATANI ANGGOTA 5.1 Pengorganisasian Kegiatan Produksi Kelembagaan Kelompok Tani Peran produksi kelembagaan Kelompok Tani yang dikaji dalam penelitian ini ialah

Lebih terperinci

BAB V KESIMPULAN DAN REKOMENDASI. 1. Faktor-faktor geografis yang mempengaruhi terhadap budidaya ikan air tawar

BAB V KESIMPULAN DAN REKOMENDASI. 1. Faktor-faktor geografis yang mempengaruhi terhadap budidaya ikan air tawar 113 BAB V KESIMPULAN DAN REKOMENDASI A. Kesimpulan Berdasarkan penelitian dan pembahasan yang telah penulis lakukan diperoleh kesimpulan sebagai berikut: 1. Faktor-faktor geografis yang mempengaruhi terhadap

Lebih terperinci

Menanam Laba Dari Usaha Budidaya Kedelai

Menanam Laba Dari Usaha Budidaya Kedelai Menanam Laba Dari Usaha Budidaya Kedelai Sebagai salah satu tanaman penghasil protein nabati, kebutuhan kedelai di tingkat lokal maupun nasional masih cenderung sangat tinggi. Bahkan sekarang ini kedelai

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN I.1 Latar Belakang

I. PENDAHULUAN I.1 Latar Belakang I. PENDAHULUAN I.1 Latar Belakang Pembangunan Pertanian merupakan bagian yang tidak dapat dipisahkan dari pembangunan nasional. Pertanian memegang peranan penting dalam perekonomian bangsa, hal ini ditunjukkan

Lebih terperinci

PENGEMBANGAN USAHA BUDIDAYA IKAN PADA KELOMPOK IKAN DI DESA JATISARI KECAMATAN JATISRONO KABUPATEN WONOGIRI

PENGEMBANGAN USAHA BUDIDAYA IKAN PADA KELOMPOK IKAN DI DESA JATISARI KECAMATAN JATISRONO KABUPATEN WONOGIRI Jurnal DIANMAS, Volume 6, Nomor 2, Oktober2017 PENGEMBANGAN USAHA BUDIDAYA IKAN PADA KELOMPOK IKAN DI DESA JATISARI KECAMATAN JATISRONO KABUPATEN WONOGIRI Wiwit Rahayu 1,2) dan Wara Pratitis Sabar Suprayogi

Lebih terperinci

5 GAMBARAN UMUM DAERAH PENELITIAN

5 GAMBARAN UMUM DAERAH PENELITIAN 27 Secara rinci indikator-indikator penilaian pada penetapan sentra pengembangan komoditas unggulan dapat dijelaskan sebagai berikut: Lokasi/jarak ekonomi: Jarak yang dimaksud disini adalah jarak produksi

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. nasional yang diarahkan untuk mengembangkan daerah tersebut. Tujuan. dari pembangunan daerah adalah untuk meningkatkan kesejahteraan

I. PENDAHULUAN. nasional yang diarahkan untuk mengembangkan daerah tersebut. Tujuan. dari pembangunan daerah adalah untuk meningkatkan kesejahteraan I. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Pembangunan daerah merupakan bagian dari pembangunan nasional yang diarahkan untuk mengembangkan daerah tersebut. Tujuan dari pembangunan daerah adalah untuk meningkatkan

Lebih terperinci

PENDAHULUAN Latar Belakang

PENDAHULUAN Latar Belakang 27 PENDAHULUAN Latar Belakang Paradigma baru pembangunan Indonesia lebih diorientasikan pada sektor pertanian sebagai sumber utama pertumbuhan ekonomi melalui peningkatan kapasitas lokal. Salah satu fokus

Lebih terperinci

Budidaya ikan sistem karamba jaring apung di Waduk Kedungombo Kabupaten Boyolali. Sutini NIM K UNIVERSITAS SEBELAS MARET BAB I PENDAHULUAN

Budidaya ikan sistem karamba jaring apung di Waduk Kedungombo Kabupaten Boyolali. Sutini NIM K UNIVERSITAS SEBELAS MARET BAB I PENDAHULUAN Budidaya ikan sistem karamba jaring apung di Waduk Kedungombo Kabupaten Boyolali Sutini NIM K.5404064 UNIVERSITAS SEBELAS MARET BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Negara Indonesia merupakan negara dengan

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. melalui perluasan areal menghadapi tantangan besar pada masa akan datang.

I. PENDAHULUAN. melalui perluasan areal menghadapi tantangan besar pada masa akan datang. I. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Upaya peningkatan produksi tanaman pangan khususnya pada lahan sawah melalui perluasan areal menghadapi tantangan besar pada masa akan datang. Pertambahan jumlah penduduk

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. kontribusi positif terhadap pertumbuhan Produk Domestik Bruto Indonesia.

I. PENDAHULUAN. kontribusi positif terhadap pertumbuhan Produk Domestik Bruto Indonesia. I. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Peternakan sebagai salah satu sub dari sektor pertanian masih memberikan kontribusi positif terhadap pertumbuhan Produk Domestik Bruto Indonesia. Kontribusi peningkatan

Lebih terperinci

LAPORAN KEGIATAN KINERJA PENYALURAN DAN PEMANFAATAN KREDIT PROGRAM PERTANIAN KKPE DI PROVINSI BALI

LAPORAN KEGIATAN KINERJA PENYALURAN DAN PEMANFAATAN KREDIT PROGRAM PERTANIAN KKPE DI PROVINSI BALI LAPORAN KEGIATAN KINERJA PENYALURAN DAN PEMANFAATAN KREDIT PROGRAM PERTANIAN KKPE DI PROVINSI BALI I. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Permasalahan mendasar bagi pengembangan usaha pertanian adalah lemahnya

Lebih terperinci

4. GAMBARAN UMUM WILAYAH

4. GAMBARAN UMUM WILAYAH 4. GAMBARAN UMUM WILAYAH 4.1. Letak Geografis Kabupaten Sukabumi yang beribukota Palabuhanratu termasuk kedalam wilayah administrasi propinsi Jawa Barat. Wilayah yang seluas 4.128 Km 2, berbatasan dengan

Lebih terperinci

PENDAHULUAN 1. Latar Belakang

PENDAHULUAN 1. Latar Belakang I. PENDAHULUAN 1. Latar Belakang Sawah irigasi sebagai basis usahatani merupakan lahan yang sangat potensial serta menguntungkan untuk kegiatan usaha tani. Dalam satu tahun setidaknya sawah irigasi dapat

Lebih terperinci

BAB V GAMBARAN UMUM DAERAH PENELITIAN. Desa Banjar termasuk salah satu wilayah di Kecamatan Banjar Kabupaten

BAB V GAMBARAN UMUM DAERAH PENELITIAN. Desa Banjar termasuk salah satu wilayah di Kecamatan Banjar Kabupaten BAB V GAMBARAN UMUM DAERAH PENELITIAN 5.1 Letak Geografis Desa Banjar termasuk salah satu wilayah di Kecamatan Banjar Kabupaten Buleleng dengan jarak kurang lebih 18 km dari ibu kota Kabupaten Buleleng

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang

I. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang I. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Pembangunan nasional dewasa ini salah satunya diprioritaskan pada bidang ketahanan pangan, sehingga pemerintah selalu berusaha untuk menerapkan kebijakan dalam peningkatan

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. Indonesia merupakan negara kepulauan yang memiliki sekitar pulau

I. PENDAHULUAN. Indonesia merupakan negara kepulauan yang memiliki sekitar pulau 1 I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Indonesia merupakan negara kepulauan yang memiliki sekitar 17.504 pulau dengan 13.466 pulau bernama, dari total pulau bernama, 1.667 pulau diantaranya berpenduduk dan

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. lebih dari dua pertiga penduduk Propinsi Lampung diserap oleh sektor

I. PENDAHULUAN. lebih dari dua pertiga penduduk Propinsi Lampung diserap oleh sektor I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Salah satu sektor andalan perekonomian di Propinsi Lampung adalah pertanian. Kontribusi sektor pertanian terhadap Produk Domestik Regional Bruto (PDRB) Propinsi Lampung

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Perikanan merupakan semua kegiatan yang berhubungan dengan pengelolaan dan pemanfaatan sumber daya ikan dan lingkungannya mulai dari pra produksi, produksi, pengolahan

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. Sumber :

I. PENDAHULUAN. Sumber : I. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Penduduk Indonesia merupakan penduduk terbesar keempat di dunia setelah Republik Rakyat Cina (RRC), India, dan Amerika Serikat. Jumlah penduduk Indonesia sejak tahun

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Meskipun Indonesia merupakan negara yang memiliki potensi pertanian yang

BAB I PENDAHULUAN. Meskipun Indonesia merupakan negara yang memiliki potensi pertanian yang BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Meskipun Indonesia merupakan negara yang memiliki potensi pertanian yang sangat tinggi, namun belum banyak upaya yang dilakukan untuk mengidentifikasi keberhasilan agribisnis

Lebih terperinci

DAFTAR ISI. Halaman KATA PENGANTAR... i DAFTAR ISI... iii DAFTAR TABEL... vi DAFTAR GAMBAR... viii DAFTAR LAMPIRAN... ix

DAFTAR ISI. Halaman KATA PENGANTAR... i DAFTAR ISI... iii DAFTAR TABEL... vi DAFTAR GAMBAR... viii DAFTAR LAMPIRAN... ix DAFTAR ISI KATA PENGANTAR... i DAFTAR ISI... iii DAFTAR TABEL... vi DAFTAR GAMBAR... viii DAFTAR LAMPIRAN... ix I. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang... 1 1.2. Rumusan Masalah... 10 1.3. Tujuan Penelitian...

Lebih terperinci

ANALISIS SITUASI DAN PERMASALAHAN PETANI MISKIN

ANALISIS SITUASI DAN PERMASALAHAN PETANI MISKIN 45 ANALISIS SITUASI DAN PERMASALAHAN PETANI MISKIN Karakteristik Petani Miskin Ditinjau dari kepemilikan lahan dan usaha taninya, petani yang ada di RT 24 Kelurahan Nunukan Timur dapat dikategorikan sebagai

Lebih terperinci

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1 Kondisi Perikanan Kabupaten Bandung Secara astronomi Kabupaten Bandung terletak pada 107 22-108 50 Bujur Timur dan 6 41-7 19 Lintang Selatan. Berdasarkan tofografi, wilayah

Lebih terperinci

V. GAMBARAN UMUM LOKASI PENELITIAN

V. GAMBARAN UMUM LOKASI PENELITIAN V. GAMBARAN UMUM LOKASI PENELITIAN 5.1 Gambaran Umum Desa Situ Udik Desa Situ Udik terletak dalam wilayah administratif Kecamatan Cibungbulang, Kabupaten Bogor, Propinsi Jawa Barat. Desa Situ Udik terletak

Lebih terperinci

V. GAMBARAN UMUM LOKASI PENELITIAN

V. GAMBARAN UMUM LOKASI PENELITIAN V. GAMBARAN UMUM LOKASI PENELITIAN 5.1 Kondisi Geografis Kecamatan Cigombong Kecamatan Cigombong adalah salah satu daerah di wilayah Kabupaten Bogor yang berjarak 30 km dari Ibu Kota Kabupaten, 120 km

Lebih terperinci

GAMBARAN UMUM USAHA. Tabel 4. Penggunaan Lahan Pada Kecamatan Bekasi Utara Pada Tahun 2010

GAMBARAN UMUM USAHA. Tabel 4. Penggunaan Lahan Pada Kecamatan Bekasi Utara Pada Tahun 2010 V GAMBARAN UMUM USAHA 5.1. Gambaran Umum Wilayah 5.1.1. Letak dan Keadaan Alam Kecamatan Bekasi Utara merupakan salah satu kecamatan yang terletak di sebelah utara Kota Bekasi dengan luas wilayah sekitar

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Indonesia merupakan salah satu negara kepulauan yang terbesar di dunia,

BAB I PENDAHULUAN. Indonesia merupakan salah satu negara kepulauan yang terbesar di dunia, BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Indonesia merupakan salah satu negara kepulauan yang terbesar di dunia, dengan sekitar 18. 110 buah pulau, yang terbentang sepanjang 5.210 Km dari Timur ke Barat sepanjang

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. Indonesia merupakan negara agraris dengan sektor pertanian sebagai sumber. penduduknya menggantungkan hidupnya pada sektor pertanian.

I. PENDAHULUAN. Indonesia merupakan negara agraris dengan sektor pertanian sebagai sumber. penduduknya menggantungkan hidupnya pada sektor pertanian. I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang dan Masalah Indonesia merupakan negara agraris dengan sektor pertanian sebagai sumber matapencaharian dari mayoritas penduduknya, sehingga sebagian besar penduduknya menggantungkan

Lebih terperinci