BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Pemanfaatan sumber daya perairan umum untuk aktivitas budidaya ikan air tawar menjadi sangat penting seiring

Transkripsi

1 BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Pemanfaatan sumber daya perairan umum untuk aktivitas budidaya ikan air tawar menjadi sangat penting seiring dengan berkembangnya pembangunan waduk di Indonesia. Pembangunan waduk secara tidak langsung dapat merubah ekosistem sungai dan daratan menjadi satu ekosistem yang berbeda dari ekosisitem asalnya. Pada hakekatnya pembangunan waduk merupakan usaha pembendungan aliran sungai yang dimanfaatkan untuk pembangkit tenaga listrik, irigasi, air minum dan pengendali banjir. Selain itu, pemanfaatan pembangunan waduk lebih luas lagi dapat dijadikan sebagai kawasan budidaya perikanan. Waduk Jatiluhur (Ir. H. Djuanda) merupakan waduk yang dibangun di daerah aliran sungai (DAS) Citarum dengan tujuan utama sebagai Pembangkit Listrik Tenaga Air (PLTA) dan penyediaan air minum. Waduk yang terletak di Kabupaten Purwakarta, Provinsi Jawa Barat, memiliki luas Ha dengan kapasitas waduk mencapai kurang lebih 3 milyar m 3 dan duga muka air maksimum mencapai 107 meter di atas permukaan laut. Pola budidaya ikan di waduk ini dilakukan dengan menggunakan sistem Keramba Jaring Apung (KJA) berukuran 7x7 meter. Jenis ikan yang dibudidayakan adalah jenis ikan mas, nila dan patin. Produksi ikan dari kegiatan budidaya dari tahun mengalami kenaikan yang signifikan yaitu dari 7.048,36 ton menjadi ton (Dinas Peternakan dan Perikanan Kabupaten Purwakarta ). Kegiatan budidaya ikan di dalam Karamba Jaring Apung (KJA) di waduk Jatiluhur, pada awalnya dimaksudkan sebagai kompensasi bagi petani atau penduduk yang lahannya termasuk areal genangan waduk, tetapi tetap bertahan sebagai petani di desa-desa sekitar genangan. Dalam perkembangan kegiatan ini telah tumbuh sebagai kegiatan bisnis yang menguntungkan dan menarik banyak kalangan untuk terlibat. Akibatnya jumlah petak usaha berkembang dengan cepat sekali dengan kurun waktu jumlah petak usaha Waduk Jatiluhur berkembang dengan laju rata-rata 27,65% pertahun (Kartamihardja dan Krismono 1996). 1

2 2 Skala usaha budidaya ikan Keramba Jaring Apung di waduk Jatiluhur berbeda-beda, tergantung dari besaran modal yang dimiliki petani pembudidaya Keramba Jaring Apung. Secara rata-rata petani pembudidaya Keramba Jaring Apung di waduk Jatiluhur termasuk petani dengan skala usaha kecil. Petani pembudidaya ikan Keramba Jaring Apung yang terdiri dari minimal 1 unit budidaya yang terdiri dari 4-6 petak Keramba Jaring Apung. Skala usaha minimal sebuah unit usaha budidaya adalah terdiri dari 1 unit budidaya yang memiliki 4 petak jaring terapung. Semakin besar skala usahanya, maka akan semakin banyak jumlah unit budidayanya dan semakin banyak juga jumlah petak jaring apungnya. Sebuah usaha pembudidayaan yang besar dapat memiliki hingga lebih dari seratus petak jaring terapung (Dinas Peternakan dan Perikanan Kabupaten Purwakarta 2009). Pemilik usaha umumnya masyarakat asli Purwakarta. Walaupun begitu, ada juga pemilik yang merupakan pendatang dari kota lain. Umumnya pemilik usaha tidak menjaga sendiri petak Keramba Jaring Apung mereka, dan lebih suka menggaji tenaga kerja penunggu petak. Tenaga kerja penunggu petak ini umumnya adalah penduduk desa di sekitar waduk Jatiluhur. Tenaga kerja penunggu petak ini umumnya memahami teknik budidaya ikan di Keramba Jaring Apung namun tidak memiliki kecukupan modal untuk memulai usaha sendiri. Pada akhirnya mereka hanya menjadi tenaga kerja upahan yang bertugas menjaga petak jaring apung orang lain. Modal menjadi salah satu kebutuhan dalam mengeloha usaha budidaya Keramba Jaring Apung (KJA) di waduk Jatiluhur. Pada saat ini perhatian lembaga pembiayaan seperti perbankan maupun investor swasta masih belum memberikan perhatian cukup terhadap sektor budidaya Keramba Jaring Apung di waduk Jatiluhur. Hal ini disebabkan oleh adanya resiko bisnis yang besar, seperti ketidak pastian pasokan karena masih tergantung dengan musim dan kondisi perairan. Secara umum, petani pembudidaya di daerah waduk Jatiluhur dapat memperoleh modal dari dua sumber, yaitu modal sendiri dan pinjaman lembaga keuangan (bank). Usaha budidaya Keramba Jaring Apung di Purwakarta

3 3 merupakan salah satu contoh usaha lokal yang sudah mendapat akses pembiayaan dari perbankan. Masalah keterbatasan permodalan dan akses fungsional menyebabkan pembudidaya Keramba Jaring Apung skala kecil di waduk Jatiluhur mengalami keterpurukan ekonomi banyak diantara mereka terancam gulung tikar diakibatkan karena mahalnya harga pakan dan harga ikan yang belum, stabil terlebih lagi dengan naiknya harga Bahan Bakar Minyak (BBM) sehingga perlu pengkajian lebih lanjut mengenai usaha budidaya Keramba Jaring Apung di waduk Jatiluhur. Umumnya seorang petani pembudidaya Keramba Jaring Apung perlu menyediakan modal antara 30 sampai 100 juta rupiah untuk memulai usaha budidaya Keramba Jaring Apung. Besarnya modal awal ini membuat tidak semua penduduk lokal di sekitar waduk Jatiluhur dapat memulai usaha budidaya ikan Keramba Jaring Apung. Sebagian penduduk yang memiliki modal cukup dapat menjadi pemilik budidaya, dan sisanya yang tidak memiliki kecukupan modal untuk membuka usaha sendiri, harus cukup puas untuk menjadi tenaga upahan yang bertugas menjaga petak jaring apung. Sumber pemodalan dari lembaga keuangan perbankan untuk usaha budidaya Keramba Jaring Apung di Kabupaten Purwakarta belum begitu berkembang, namun setidaknya upaya menuju arah tersebut telah dimulai oleh Pemerintah Daerah Purwakarta. Bantuan pemodalan dari lembaga keuangan perbankan bagi petani pembudidaya ikan Keramba Jaring Apung waduk Jatiluhur Purwakarta sudah bekerjasama dengan Pemerintah Daerah Kabupaten Purwakarta. Kebijakan perbankan nasional yang masih kurang terhadap pengembangan sektor perikanan terutama dari segi pembiayaannya sampai saat ini, disebabkan oleh orientasi tujuan perbankan yang lebih kepada probabilitas dan security sehingga belum sampai pada misi kesejahteraan masyarakat. Lembaga perbankan yang dapat dimanfaatkan dalam pembiayaan di sektor perikanan ini dapat berasal dari perbankan syariah maupun konvensional (Aziz 1993 dalam Imran 2004). Penelitian ini mengambil kaitan antara dukungan perbankan terhadap sektor pembudidaya Keramba Jaring Apung. Penelitian ini diharapkan dapat

4 4 memberikan informasi mengenai potensi akses perbankan, terhadap pengembangan industri budidaya Keramba Jaring Apung. 1.2 Identifikasi Masalah Usaha budidaya ikan dijaring apung semakin berkembang maka pihak perbankan sangat dibutuhkan, baik untuk permodalan maupun transaksi lainnya. Namun karena ketidaktahuan pembudidaya/petani ikan dalam hal tata cara pengajuan serta mekanisme pengajuan yang berbelit menyebabkan mereka tidak berminat untuk meminjam permodalan kepada sektor perbankan. Dari uraian di atas maka dapat diidentifikasikan beberapa permasalahan : 1. Bagaimana akses permodalan pembudidaya/petani ikan Keramba Jaring Apung kepada Bank formal. 2. Bagaimana gambaran dan mekanisme pemberian kredit perbankan pada usaha budidaya Keramba Jaring Apung di waduk Jatiluhur. 3. Perbandingan kinerja usaha budidaya Keramba Jaring Apung dengan pemberian kredit perbankan dan yang tidak menggunakan kredit perbankan. 1.3 Tujuan Penelitian 1. Mengetahui bagaimana akses permodalan usaha budidaya Keramba Jaring Apung (kepada Bank formal). 2. Mengetahui bagaimana gambaran dan mekanisme pemberian kredit perbankan pada usaha budidaya Keramba Jaring Apung di Waduk Jatiluhur. 3. Menganalisis perbandingan kinerja usaha budidaya Keramba Jaring Apung dengan pemberian kredit perbankan dan yang tidak menggunakan kredit perbankan.

5 5 1.4 Kegunaan Penelitian 1. Sebagai masukan dan pertimbangan bagi perencana lembaga keuangan dengan sistem kredit perbankan dalam memberikan bantuan kepada usaha budidaya ikan. 2. Sebagai bahan informasi dan data-data bagi pihak yang berkepentingan. 3. Sebagai pertimbangan kepada pengusaha budidaya ikan Keramba Jaring Apung, apakah usahanya memerlukan bantuan kredit perbankan atau tidak. 1.5 Kerangka Pemikiran Permasalahan permodalan yang terjadi pada pembudidaya Keramba Jaring Apung (KJA) di waduk Jatiluhur dapat diatasi dengan memberikan bantuan permodalan. Permodalan tersebut dapat diperoleh dari perbankan. Secara prinsip perbankan memiliki fungsi yaitu menghimpun dana dari masyarakat, menyalurkannya kepada pihak yang membutuhkan serta melayani jasa-jasa keuangan kepada masyarakat. Atas dasar tersebut, maka sistem pemberian modal dapat menjadi jalan keluar bagi permasalahan permodalan pembudidaya KJA di waduk Jatiluhur. Sedangkan lembaga keuangan seperti bank jarang di manfaatkan pembudidaya KJA, karena mereka menilai prosesnya sangat lambat dan berbelit-belit. Selain itu juga perhatian lembaga pembiayaan seperti perbankan maupun investor swasta masih belum memberikan perhatian yang cukup terhadap sektor pembudidaya KJA di waduk Jatiluhur, hal ini disebabkan oleh adanya resiko bisnis yang besar seperti ketidak pastian pasokan karena masih tergantung dengan musim dan kondisi perairan. Pada dasarnya usaha budidaya KJA tidak terlepas dari aspek tentang menyalurkan pemberian modal sektor perikanan. Secara umum, pembudidaya KJA di waduk Jatiluhur dapat memperoleh modal dari dua sumber, yaitu modal sendiri dan pinjaman lembaga keuangan (bank). Sumber permodalan dari lembaga keuangan perbankan untuk usaha budidaya KJA di waduk Jatiluhur belum begitu berkembang, namun setidaknya upaya menuju arah tersebut telah dimulai oleh Pemerintah Daerah Purwakarta.

6 6 Bantuan permodalan dari lembaga keuangan perbankan bagi petani pembudidaya KJA di waduk Jatiluhur Purwakarta sudah bekerjasama antara Pemerintah Daerah Kabupaten Purwakarta dengan pihak perbankan antara lain Bank Jabar, BRI dan BNI. Bentuk skema yang digunakan adalah menggunakan sistem plasma, dimana satu orang bapak plasma bersama-sama dengan puluhan petani binaannya mengajukan pinjaman kepada bank yang sudah bekerja sama dengan Pemerintah Kabupaten Purwakarta. Bapak plasma biasanya adalah petani dengan skala usaha besar yang memiliki jaminan yang sudah dianggap layak oleh bank. Selain itu, untuk melihat kinerja usaha antara pembudidaya KJA yang memakai bantuan kredit perbankan dan pembudidaya KJA yang tidak memakai bantuan kredit perbankan dengan menggunakan analisis pengaruh perbankan. Apakah pengaruh pemberian kredit perbankan dapat meningkatkan ekonomi pembudidaya KJA di waduk Jatiluhur. Secara lengkap alur proses kerangka pemikiran dapat dilihat pada Gambar 1.

7 7 Budidaya Keramba Jaring Apung Permodalan SDM Lahan Non Kreditor Akses Bank Formal Collateral/Jaminan Kinerja Usaha Budidaya Keramba Jaring Apung dengan Kredit Perbankan Budidaya Keramba Jaring Apung tanpa Kredit Perbankan Analisis Pengaruh Perbankan Meningkatkan Ekonomi Pembudidaya Keramba Jaring Apung Gambar 1. Alur Proses Kerangka Pemikiran