ke tiga dan seterusnya kurang efektif dalam mereduksi konsentrasi partikel timbal di udara. Halangan yang berupa vegetasi akan semakin efektif
|
|
- Hendra Lesmono
- 6 tahun lalu
- Tontonan:
Transkripsi
1 PEMBAHASAN UMUM Dalam studi ini salah satu tujuan dari penelitian ini adalah mengkaji hubungan antara konsentrasi partikel Pb yang berasal dari emisi kendaraan bermotor dengan besarnya penurunan konsentrasi partikel Pb setelah melalui jalur hijau jalan. Jawaban dari tujuan ini telah diuraikan pada Topik Penelitian I. Hasil penelitian menunjukkan bahwa jalur hijau lebih dua baris mempunyai kemampuan paling besar dalam menurunkan konsentrasi rata-rata Pb seteleh melalui jalur hijau yaitu sebesar 0,3920 µg. m-3, secara statistik jalur ini mempunyai pengaruh yang sama dalam penurunan konsentrasi partikel Pb dengan jalur hijau dua baris yaitu sebesar 0,1767 µg. m-3. Besarnya nilai penurunan ini belum dapat digunakan untuk menyimpulkan efektivitas suatu jalur hijau dalam menurunkan konsentrasi partikel Pb dari udara ambien, hal ini karena nilai konsentrasi partikel Pb pada titik emisi di setiap jalur mempunyai kondisi yang berbeda-beda. Rata-rata konsentrasi partikel Pb berbeda berdasarkan jalurnya. Nilai persentase penurunan konsentrasi partikel Pb yang paling tinggi adalah pada jalur dua baris dan jalur lebih dua baris berkisar antara 40,58%- 66,21%. Penurunan yang cukup besar terjadi pada 5 m di belakang jalur hijau yaitu mencapai nilai 40,58-41,15 %, sedangkan penurunan pada titik 15 m di belakang jalur hijau berkisar antara 64,17-64,33 %. Penurunan persentase konsentrasi partikel timbal pada jarak 15 m dan 30 m di belakang jalur hijau menunjukkan nilai yang tidak jauh berbeda yaitu berkisar antara 64,17 sampai dengan 66,21 %. Di sini terlihat bahwa jalur hijau mempunyai peran dalam menurunkan konsentrasi partikel Pb di udara. Semakin lebar jalur, maka semakin besar dalam mengurangi besarnya konsentrasi partikel timbal di udara. Dengan semakin lebar jalur hijau artinya bahwa semakin lebar halangan yang harus dilalui oleh dispersi partikel. Baris tanaman yang terletak dekat sumber emisi atau jalan mempunyai efektivitas yang tinggi dalam mereduksi besarnya konsentrasi partikel timbal di udara. Hal ini terlihat bahwa jalur hijau dua baris mempunyai kemampuan yang sama dengan jalur hijau lebih dua baris, artinya baris tanaman
2 92 ke tiga dan seterusnya kurang efektif dalam mereduksi konsentrasi partikel timbal di udara. Halangan yang berupa vegetasi akan semakin efektif apabila struktur penyusun vegetasi mempunyai kemampuan tinggi dalam menjerap konsentrasi partikel timbal. Semakin banyak partikel Pb yang dapat dijerap, maka akan semakin kecil partikel Pb yang lolos yang ada di udara ambien untuk daerah yang berada di belakang jalur hijau. Sifat-sifat vegetasi yang mempunyai kemampuan tinggi dalam penjerapan partikel telah dibahas oleh banyak peneliti sebelumnya (Purnomohadi 1995; Beckett et al. 1998; Taihuttu 2001; Smith 2011) yaitu mempunyai ciri: a) daunnya berbulu atau permukaan kasap; b) nilai indeks luas daun yang tinggi; c) bentuk percabangan tanaman V atau mendatar, tidak mengarah ke bawah; d) bentuk tajuk. Selain sifat yang dimiliki oleh tanaman, keefektifan penjerapan juga dipengaruhi oleh penataan tanaman. Penataan tanaman ini meliputi pengaturan kerapatan dan strata tanaman. Penanaman yang rapat akan memberikan efek yang relatif besar dalam penjerapan, tetapi jarak tanam yang sangat rapat akan menyebabkan jalur hijau mempunyai sifat seperti dinding suara. Artinya bahwa vegetasi yang ada bersifat non-permeable, tidak bisa ditembus oleh angin. Dalam kondisi yang demikian partikel yang diemisikan hanya sedikit yang dapat dijerap oleh vegetasi, kemungkinan hanya vegetasi bagian depan saja yang menjerap, partikel lebih banyak dibawa oleh angin yang melalui atas tajuk pohon dan akan dijatuhkan di belakang jalur hijau, sehingga konsentrasi partikel akan relatif tinggi. Hal tersebut berbeda, kalau jalur hijau bersifat permeable, dapat ditembus angin sehingga ada lebih banyak partikel yang bisa dibawa angin melalui sela-sela tajuk dan batang pohon. Porositas jalur hijau yang baik untuk penjerapan partikel sesuai dengan kemampuannya sebagai windbreak yaitu tidak boleh terlalu rapat dan juga tidak boleh terlalu renggang. Kalau terlalu rapat akan menyebabkan terjadinya turbulensi, tetapi kalau terlalu renggang kurang memberikan manfaat sebagai agen penjerap karena banyak partikel yang lolos melalui sela-sela batang dan tajuk. Gardiner et al. (2006) diacu dalam Fuller et al. (2009a) melaporkan bahwa tegakan yang semi permeable dengan kerapatan
3 % mempunyai peran penting dalam penyaringan partikel karena membantu dalam mengarahkan udara melalui pohon serta memungkinkan jatuhan partikel melalui impaction dan difusi. Dengan keberadaan vegetasi jalur hijau yang terdiri dari beberapa baris mempunyai potensi untuk memaksimalkan jatuhan partikel dengah proses difusi karena pengurangan kecepatan angin di dalam tajuk. Pengurangan kecepatam angin dalam tajuk menyebabkan waktu tinggal partikel lebih lama sehingga memungkinkan terjadi difusi ke permukaan tanaman (Chakre 2006; Fuller et al. 2009b). Pola ini mirip dengan penelitian gas NO2 yang berada vegetasi sekitar jalan raya yang menyimpulkan bahwa vegetasi mempunyai peran dalam mereduksi NO2 melalui dua mekanisme yaitu mengabsorpsi dan menghambat dispersi NO2 secara horizontal (Nasrullah et al. 1994; Sulistijorini 2009). Jalur hijau mangium mempunyai ILD berkisar antara 0,746 sampai dengan 1,023 yang mempunyai kemampuan berbeda dalam menurunkan konsentrasi partikel Pb. Ada kecenderungan bahwa dengan semakin tinggi nilai ILD, maka semakin besar persentase penurunan konsentrasi partikel timbal. Penelitian ini hanya menggunakan tiga nilai ILD, sehingga belum dapat diketahui pola penurunan konsentrasi partikel timbal pada nilai ILD yang lebih besar. Tetapi hal ini dapat diduga bahwa besarnya penurunan konsentrasi partikel timbal akan semakin meningkat dengan meningkatnya nilai ILD, sampai pada titik tertentu akan tetap, karena nilai ILD pada titik tertentu akan relatif tetap. Selain itu, juga diduga bersifat spesifik tergantung dari jenis tanaman yang digunakan sebagai jalur hijau. Dengan nilai ILD yang sama belum tentu kemampuan jerap suatu jalur hijau mempunyai kemampuan yang sama, karena juga dipengaruhi oleh sifat daun dan percabangan tanaman tersebut. Daun mangium, kalau menggunakan kriteria pengelompokan Taihuttu (2001), termasuk daun besar, permukaan kasar dan berbulu yang mempunyai kemampuan tinggi dalam menjerap partikel. Studi ini tidak melakukan pengkajian terhadap strata tanaman, lebih memfokuskan pada struktur vegetasi secara horizontal yaitu pada lebar jalur, jumlah baris, indeks luas daun dan kerapatan (jarak tanam). Strata tanaman dapat dipastikan akan memberikan pengaruh terhadap besarnya partikel Pb yang dapat
4 94 ditangkap. Ruang-ruang kosong yang terdapat di sela-sela tajuk atau batang dapat diisi dengan tanaman yang mempunyai tajuk yang lebih rendah. Dengan adanya tanaman dengan tajuk yang lebih rendah, diduga akan meningkatkan efektivitas di dalam reduksi partikel timbal. Hal ini sesuai dengan penelitian Irwan (1997) yang melakukan pengujian terhadap berbagai bentuk dan struktur hutan kota dengan salah satu kesimpulannya bahwa hutan kota berstrata banyak mempunyai efektifitas yang tinggi dalam mengatasi permasalahan pencemaran udara, antara lain timbal. Konsentrasi partikel Pb di udara yang dapat dijerap oleh tanaman, dipengaruhi oleh faktor lingkungan, antara lain: konsentrasi partikel Pb dari emisi, jarak sumber emisi ke reseptor (jalur hijau), arah dan kecepatan angin, suhu dan kelembaban. Faktor meteorologi yang mempunyai peran dominan dalam dispersi konsentrasi dan penyebaran polutan udara adalah arah dan kecepatan angin. Semakin tinggi kecepatan angin, pengenceran polutan udara semakin intensif; konsentrasi polutan udara di satu titik searah angin berbanding terbalik dengan kecepatan anginnya (Purnomohadi 1995). Di plot-plot penelitian mempunyai arah angin yang berubah-ubah dan jarang sekali ditemui dengan arah yang tegak lurus dengan jalur hijau. Hal ini diduga akan berpengaruh tehadap besarnya konsentrasi partikel Pb yang dapat dijerap oleh tanaman. Arah angin yang tegak lurus diduga akan lebih banyak membawa konsentrasi partikel Pb yang relatif tinggi dibandingkan arah angin yanng miring, sejajar atau bahkan menjauh dari jalur hijau. Cavanagh et al. (2009) menjelaskan bahwa konsentrasi partikulat di udara ambien dipengaruhi oleh suhu dan interaksi antara kecepatan angin dan suhu udara. Dengan meningkatnya suhu, menyebabkan turunnya konsentrasi partikulat. Pada suhu yang rendah (< 6oC), konsentrasi partikulat meningkat dengan meningkatnya kecepatan angin; sedangkan pada suhu yang lebih tinggi, konsentrasi partikulat meningkat dengan menurunnya kecepatan angin. Hal ini berbeda dengan penelitian yang dilakukan oleh Chan et al. (1998), menunjukkan bahwa dengan semakin tinggi kelembaban udara, maka konsentrasi RSP (respirable particulate) semakin menurun.
5 95 Besarnya jerapan partikel Pb selain dipengaruhi oleh kondisi tanaman, juga dipengaruhi faktor lingkungan yang berperan sebagai media atau pembawa partikel Pb. Angin merupakan agen yang menyebabkan terjadinya dispersi partikel. Pengambilan sampel udara pada penelitian tidak dilakukan secara serempak. Untuk mengurangi keragaman, maka pengambilan sampel dilakukan pada kondisi cuaca dan waktu yang kurang lebih sama. Disamping itu, untuk mengetahui pengaruh sumber emisi terhadap konsentrasi Pb di udara, dilakukan penghitungan jumlah kendaraan bermotor. Hasil penelitian menunjukkan bahwa jumlah kendaraan bermotor yang melewati plot-plot penelitian tidak ada perbedaan. Oleh karena itu perbedaan konsentrasi diduga disebabkan oleh struktur jalur hijau jalan yang ada. Konsentrasi partikel timbal pada titik emisi jalur dua baris dan lebih dua baris lebih tinggi dibandingkan pada jalur satu baris dan jalur terbuka. Hal ini diduga adanya penumpukan partikel Pb, karena terdapat halangan yang relatif rapat, sehingga partikel tidak bebas untuk didispersikan. Penelitian ini merupakan penelitian lapangan sehingga relatif sulit untuk melakukan pengendalian faktor-faktor lain yang tidak diteliti. Oleh karena itu, untuk mengetahui kemampuan suatu jalur hijau dalam menurunkan konsentrasi partikel timbal, tidak digunakan nilai konsentrasi pada masing-masing titik pengukuran, tetapi digunakan besarnya persentase penurunan dari titik emisi terhadap titik-titik yang berada di belakang jalur hijau. Selanjutnya untuk melihat efektivitas jalur hijau, dapat dilihat kecenderungan penurunannya dan dibandingkan dengan jalur terbuka. Hasil penelitian menunjukkan bahwa pada jalur dua baris dan lebih dua baris, konsentrasi partikel Pb mengalami penurunan secara tajam pada jarak 5 m di belakang jalur hijau. Selain itu, bahwa penelitian baru mengkaji konsentrasi partikel timbal secara horizontal, belum mengkaji konsentrasi timbal secara vertikal. Penelitian dapat memberikan informasi gradasi penurunan konsentrasi partikel timbal berdasarkan ketinggian. Dengan demikian akan dapat diketahui tinggi pohon yang efektif dalam mereduksi partikel Pb. Implikasi kebijakan dari penelitian ini bahwa untuk mengembangkan jalur hijau jalan, tertutama untuk jalan-jalan bebas hambatan, cukup dilakukan
6 96 penanaman dengan dua baris jenis tanaman Acacia mangium dengan ciri struktur indeks luas daun 0,890 ± 1,140, tinggi bebas cabang 2,7± 0,8, jarak tanam 3-4 m. Di sini yang diduga memberikan pengaruh terhadap besarnya jerapan partikel timbal adalah tinggi bebas cabang. Jalur hijau jalan lebih dua baris mempunyai indeks luas daun lebih besar dan lebar jalur hijau lebih besar, tetapi mempunyai kemampuan yang sama dengan jalur hijau dua baris. Hal ini diduga bahwa partikel-partikel timbal lebih banyak terakumulasi di dekat permukaan tanah karena pengaruh gravitasi. Jalur hijau lebih dua baris mempunyai tinggi bebas cabang lebih tinggi dibandingkan dengan jalur hijau dua baris yaitu 8,1 ± 3,0 m. Hal ini juga dapat dilihat pada jalur satu baris. Pada jalur ini tidak berbeda nyata dengan jalur terbuka artinya konsentrasi partikel timbal banyak yang lolos. Oleh karena itu dalam aplikasi di lapangan agar memberikan efek yang maksimum, perlu adanya tanaman dengan strata yang lebih rendah sehingga dapat mengisi kekosongan di bawah tinggi bebas cabang.
Program Studi Ilmu Pengetahuan Kehutanan, Sekolah Pascasarjana IPB 2. Departemen Silvikultur Fakultas Kehutanan IPB 3
Media Konservasi Vol. 16, No. 2 Agustus 2011 : 55 64 PENGARUH JUMLAH BARIS TANAMAN JALUR HIJAU JALAN DALAM MEREDUKSI PARTIKEL TIMBAL (PB) DARI EMISI KENDARAAN BERMOTOR (STUDI KASUS JALUR HIJAU ACACIA MANGIUM
Lebih terperinciPENGARUH JUMLAH BARIS TANAMAN JALUR HIJAU JALAN DALAM MEREDUKSI PARTIKEL TIMBAL
42 PENGARUH JUMLAH BARIS TANAMAN JALUR HIJAU JALAN DALAM MEREDUKSI PARTIKEL TIMBAL (Pb) DARI EMISI KENDARAAN BERMOTOR (STUDI KASUS JALUR HIJAU Acacia mangium JALAN TOL JAGORAWI) [The Effect of the Plant
Lebih terperinciMETODE PENELITIAN. Waktu Penelitian
METODE PENELITIAN Lokasi Penelitian Penelitian ini dilaksanakan di jalur hijau jalan yang terdapat di Jalan Tol Jagorawi (Jakarta-Bogor-Ciawi). Analisis konsentrasi partikel timbal udara dilaksanakan di
Lebih terperinciJERAPAN DEBU DAN PARTIKEL TIMBAL (Pb) OLEH DAUN BERDASARKAN LETAK POHON DAN POSISI TAJUK: STUDI KASUS JALUR HIJAU Acacia mangium, JALAN TOL JAGORAWI
Media Konservasi Vol. 16, No. 3 Desember 2011 : 101 107 JERAPAN DEBU DAN PARTIKEL TIMBAL (Pb) OLEH DAUN BERDASARKAN LETAK POHON DAN POSISI TAJUK: STUDI KASUS JALUR HIJAU Acacia mangium, JALAN TOL JAGORAWI
Lebih terperinciPOLA SEBARAN SPASIAL KONSENTRASI PARTIKEL TIMBAL DI SEKITAR JALUR HIJAU JALAN (STUDI KASUS JALUR HIJAU
POLA SEBARAN SPASIAL KONSENTRASI PARTIKEL TIMBAL DI SEKITAR JALUR HIJAU JALAN (STUDI KASUS JALUR HIJAU Acacia mangium, JALAN TOL JAGORAWI) [Spatial Dispersion Pattern of Lead Particle Concentration in
Lebih terperinciDAUN BERDASARKAN LETAK POHON DAN POSISI TAJUK (STUDI KASUS JALUR HIJAU
65 JERAPAN DEBU DAN PARTIKEL TIMBAL (Pb) OLEH DAUN BERDASARKAN LETAK POHON DAN POSISI TAJUK (STUDI KASUS JALUR HIJAU Acacia mangium, JALAN TOL JAGORAWI) [Adsorption of Dust and Pb Particles By Leaves Based
Lebih terperinciBAB V HASIL DAN PEMBAHASAN
23 BAB V HASIL DAN PEMBAHASAN 5.1 Leaf Index Area (LAI) Lokasi Sampel Kerapatan daun atau kerindangan, biasa diukur dengan nilai indeks luas daun atau Leaf Area Index (LAI) (Chen & Black 1992 diacu dalam
Lebih terperinciBAB VI R E K O M E N D A S I
BAB VI R E K O M E N D A S I 6.1. Rekomendasi Umum Kerangka pemikiran rekomendasi dalam perencanaan untuk mengoptimalkan fungsi jalur hijau jalan Tol Jagorawi sebagai pereduksi polusi, peredam kebisingan
Lebih terperinciDAFTAR ISI. HALAMAN JUDUL... i. LEMBAR PENGESAHAN... ii. KATA PENGANTAR... iii. ABSTRAK... vi. ABSTRACT... vii. DAFTAR ISI... viii. DAFTAR TABEL...
DAFTAR ISI Halaman HALAMAN JUDUL... i LEMBAR PENGESAHAN... ii KATA PENGANTAR... iii ABSTRAK... vi ABSTRACT... vii DAFTAR ISI... viii DAFTAR TABEL... xv DAFTAR GAMBAR... xviii BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar
Lebih terperinciANALISIS DAN SINTESIS
55 ANALISIS DAN SINTESIS Lokasi Lokasi PT Pindo Deli Pulp and Paper Mills yang terlalu dekat dengan pemukiman penduduk dikhawatirkan dapat berakibat buruk bagi masyarakat di sekitar kawasan industri PT
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. konstan meningkat sebesar 5,64 % (BPS, 2012). Perkembangan pada suatu wilayah
BAB I PENDAHULUAN A. LATAR BELAKANG Yogyakarta merupakan salah satu daerah tujuan wisata, budaya, dan pendidikan. Hal ini menjadikan perkembangan kota ini menjadi pesat, salah satunya ditunjukkan dengan
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. meningkat dengan tajam, sementara itu pertambahan jaringan jalan tidak sesuai
BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Kota merupakan ekosistem buatan yang terjadi karena campur tangan manusia dengan merubah struktur di dalam ekosistem alam sesuai dengan yang dikehendaki (Rohaini, 1990).
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang
1 BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Pesatnya kemajuan dan kestabilan pembangunan nasional menempatkan Daerah Khusus Ibukota Jakarta sebagai kota metropolitan dengan kondisi perekonomian yang selama
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang
BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Udara merupakan komponen yang sangat penting untuk keberlangsungan hidup manusia dan makhluk hidup lainnya. Tingkat pencemaran udara di Kota Padang cukup tinggi. Hal
Lebih terperinciREKOMENDASI Peredam Kebisingan
83 REKOMENDASI Dari hasil analisis dan evaluasi berdasarkan penilaian, maka telah disimpulkan bahwa keragaman vegetasi di cluster BGH memiliki fungsi ekologis yang berbeda-beda berdasarkan keragaman kriteria
Lebih terperinciDAFTAR ISI. Halaman Judul... Halaman Pengesahan... Kata Pengantar Dan Persembahan... DAFTAR ISI... DAFTAR TABEL... DAFTAR GAMBAR... DAFTAR LAMPIRAN...
DAFTAR ISI Halaman Judul... Halaman Pengesahan... Kata Pengantar Dan Persembahan... DAFTAR ISI... DAFTAR TABEL... DAFTAR GAMBAR... DAFTAR LAMPIRAN... ABSTRAK... i ii iii vi iv xi xiii xiv BAB I PENDAHULUAN...
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang
BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Transportasi saat ini menjadi masalah yang sangat penting karena dapat mengindikasikan kemajuan suatu daerah. Transportasi sangat diperlukan untuk mendukung perkembangan
Lebih terperinciPENDAHULUAN. didirikan sebagai tempat kedudukan resmi pusat pemerintahan setempat. Pada
PENDAHULUAN Latar Belakang Kota adalah suatu pusat pemukiman penduduk yang besar dan luas.dalam kota terdapat berbagai ragam kegiatan ekonomi dan budaya. Adakalanya kota didirikan sebagai tempat kedudukan
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. sempurna. Kegiatan tersebut mengakibatkan adanya unsur-unsur gas, baik itu karbon
1 BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Setiap tahun di Indonesia terjadi peningkatan jumlah kendaraan bermotor yang cukup besar. Di sisi lain dengan makin meningkatnya jumlah kendaraan dan pemakaian bahan
Lebih terperinciPENURUNAN POLUSI TIMBAL OLEH JALUR HIJAU TANJUNG (Mimusops elengi Linn) DI TAMAN MONAS JAKARTA PUSAT
PENURUNAN POLUSI TIMBAL OLEH JALUR HIJAU TANJUNG (Mimusops elengi Linn) DI TAMAN MONAS JAKARTA PUSAT [Decreasing Lead Pollution by Tanjung (Mimusops elengi Linn) Green Belt in Taman Monas, Central Jakarta]
Lebih terperinciPENGAMBILAN SAMPEL ANALISA KUALITAS UDARA
PENGAMBILAN SAMPEL ANALISA KUALITAS UDARA A. EMISI CEROBONG INDUSTRI Pengambilan sampel emisi cerobong industri membutuhkan sarana pendukung sebagai berikut: 1) Tangga besi dan selubung pengaman berupa
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. dikota-kota besar yang banyak terdapat pengguna kendaraan bermotor. Menurut
BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Pencemaran udara semakin hari semakin memprihatinkan. Terutama dikota-kota besar yang banyak terdapat pengguna kendaraan bermotor. Menurut Ismiyati dkk (2014), kendaraan
Lebih terperinciMODUL X CALINE4. 1. Tujuan Praktikum
MODUL X CALINE4 1. Tujuan Praktikum Praktikan mampu menggunakan model Caline4 untuk memprediksi sebaran gas karbon monoksida akibat emisi gas kendaraan bermotor. Praktikan mampu menganalisa dampak dari
Lebih terperinciII. METODOLOGI. A. Metode survei
II. METODOLOGI A. Metode survei Pelaksanaan kegiatan inventarisasi hutan di KPHP Maria Donggomassa wilayah Donggomasa menggunakan sistem plot, dengan tahapan pelaksaan sebagai berikut : 1. Stratifikasi
Lebih terperinciPeta PT. Pindo Deli Pulp and Paper Mills Karawang Sumber: Gambar 3. Lokasi Penelitian
25 METODOLOGI Lokasi dan Waktu Penelitian Penelitian dilakukan selama 6 bulan, berlangsung dari bulan Maret 2010 sampai bulan Agustus 2010. Penelitian ini mengambil tempat di Kawasan Industri PT Pindo
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. utama pencemaran udara di daerah perkotaan. Kendaraan bermotor merupakan
BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Aktivitas transportasi khususnya kendaraan bermotor merupakan sumber utama pencemaran udara di daerah perkotaan. Kendaraan bermotor merupakan kendaraan yang digerakan
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang Masalah
1 BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Peningkatan jumlah penduduk di perkotaan akan menyebabkan kualitas lingkungan menurun karena tingginya aktivitas manusia. Perkembangan kota seringkali diikuti
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. Jalur hijau di sepanjang jalan selain memberikan aspek estetik juga dapat
BAB I PENDAHULUAN 1.I Latar belakang Jalur hijau di sepanjang jalan selain memberikan aspek estetik juga dapat meningkatkan kualitas lingkungan. Tetapi keberadaan jalur hijau jalan pada saat ini di Indonesia
Lebih terperinciPENDAHULUAN. Tabel 1 Lokasi, jenis industri dan limbah yang mungkin dihasilkan
1 PENDAHULUAN Latar Belakang Batam sebagai salah satu daerah industri yang cukup strategis, membuat keberadaan industri berkembang cukup pesat. Perkembangan industri ini di dominasi oleh industri berat
Lebih terperinciBAB II TINJAUAN PUSTAKA
3 BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Definisi Perencanaan Hutan Kota Arti kata perencanaan menurut Kamus Besar Bahasa Indonesia (Fak. Ilmu Komputer UI 2008) adalah proses, perbuatan, cara merencanakan (merancangkan).
Lebih terperinciIV. HASIL DAN PEMBAHASAN
IV. HASIL DAN PEMBAHASAN Penggunaan bejana berjungkit sebagai alat pengukuran memiliki kelebihan tersendiri dibandingkan pengggunaan alat pengkuran konvensional. Kelebihan alat ini memberikan kemudahan
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang
BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Jumlah penduduk di Kota Padang setiap tahun terus meningkat, meningkatnya jumlah penduduk mengakibatkan peningkatan jumlah transportasi di Kota Padang. Jumlah kendaraan
Lebih terperinci[Decreasing Lead Pollution by Tanjung (Mimusops elengi Linn) Green Belt in Taman Monas, Central Jakarta]
Penurunan Polusi Timbal PENURUNAN POLUS TMBAL OLEH JALUR HJAU TANJUNG (Mimusops elengi Linn) D TAMAN MONAS JAKARTA PUSAT [Decreasing Lead Pollution by Tanjung (Mimusops elengi Linn) Green Belt in Taman
Lebih terperinciPemantauan dan Analisis Kualitas Udara
Pemantauan dan Analisis Kualitas Udara STANDARDS Keputusan Menteri Negara Lingkungan Hidup No. 13 Tahun 1995 tentang: Baku Mutu Emisi Sumber Tidak Bergerak KepKaBaPedal No 205/1996 tentang: Pengendalian
Lebih terperinciPENDAHULUAN. hutan yang luas diberbagai benua di bumi menyebabkan karbon yang tersimpan
PENDAHULUAN Latar Belakang Pencemaran lingkungan, pembakaran hutan dan penghancuran lahan-lahan hutan yang luas diberbagai benua di bumi menyebabkan karbon yang tersimpan dalam biomassa hutan terlepas
Lebih terperinciPemantauan dan Analisis Kualitas Udara. Eko Hartini
Pemantauan dan Analisis Kualitas Udara Eko Hartini STANDARDS Keputusan Menteri Negara Lingkungan Hidup No. 13 Tahun 1995 tentang: Baku Mutu Emisi Sumber Tidak Bergerak KepKaBaPedal No 205/1996 tentang:
Lebih terperinciBAB V HASIL DAN PEMBAHASAN
43 BAB V HASIL DAN PEMBAHASAN 5.1 Analisis Pengaruh RTH Terhadap Iklim Mikro 5.1.1 Analisis Pengaruh Struktur RTH Pohon Terhadap Iklim Mikro Pohon merupakan struktur RTH yang memiliki pengaruh cukup besar
Lebih terperinciBAHAN DAN METODE. Penelitian dilakukan pada tegakan Hevea brasiliensis yang terdapat di
BAHAN DAN METODE Tempat dan Waktu Penelitian Penelitian dilakukan pada tegakan Hevea brasiliensis yang terdapat di perkebunan rakyat Desa Huta II Tumorang, kabupaten Simalungun Propinsi Sumatera Utara.
Lebih terperinciI. PENDAHULUAN 1.1 Latar belakang
I. PENDAHULUAN 1.1 Latar belakang Aktivitas industri dapat memberikan kontribusi kenaikan kadar polutan, seperti gas dan partikulat ke dalam lingkungan udara atmosfer sehingga dapat menurunkan mutu udara
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. tinggi. Sebagai pusat kota wisata, perindustrian dan perdagangan, kota Bandung
BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Kota Bandung merupakan kota dengan aktivitas masyarakat yang tinggi. Sebagai pusat kota wisata, perindustrian dan perdagangan, kota Bandung dikunjungi banyak masyarakat
Lebih terperinciUdara ambien Bagian 6: Penentuan lokasi pengambilan contoh uji pemantauan kualitas udara ambien
Standar Nasional Indonesia Udara ambien Bagian 6: Penentuan lokasi pengambilan contoh uji pemantauan kualitas udara ambien ICS 13.040.20 Badan Standardisasi Nasional Daftar isi Daftar isi... i Prakata...
Lebih terperinciPENGARUH JUMLAH KENDARAAN DAN FAKTOR METEOROLOGI TERHADAP KONSENTRASI KARBON MONOKSIDA (CO) DI JALAN GAJAHMADA KAWASAN SIMPANGLIMA KOTA SEMARANG
PENGARUH JUMLAH KENDARAAN DAN FAKTOR METEOROLOGI TERHADAP KONSENTRASI KARBON MONOKSIDA (CO) DI JALAN GAJAHMADA KAWASAN SIMPANGLIMA KOTA SEMARANG Mariati S Manullang, Sudarno, Dwi Siwi Handayani *) ABSTRACT
Lebih terperinciBAB V HASIL DAN PEMBAHASAN
30 BAB V HASIL DAN PEMBAHASAN 5.1 Pencemaran Udara yang Terjadi di Lokasi Penelitian 5.1.1 Potensi pencemaran yang terjadi di lokasi penelitian Kualitas udara dapat diketahui dengan membandingkan hasil
Lebih terperinciSpesifikasi kelas kekuatan kayu bangunan yang dipilah secara masinal
Spesifikasi kelas kekuatan kayu bangunan yang dipilah secara masinal 1 Ruang lingkup Spesifikasi ini memuat ketentuan mengenai jenis, ukuran, persyaratan modulus elastisitas dan keteguhan lentur mutlak
Lebih terperinciBAB IV HASIL SIMULASI DAN PEMBAHASAN
BAB IV HASIL SIMULASI DAN PEMBAHASAN Dari simulasi yang telah dilakukan didapat hasil sebaran konsentrasi SO 2 dari data emisi pada tanggal 31 Oktober 2003 pada PLTU milik PT. Indorama Synthetics tbk.
Lebih terperinciPOLUSI UDARA DI KAWASAN CEKUNGAN BANDUNG
POLUSI UDARA DI KAWASAN CEKUNGAN BANDUNG Sumaryati Peneliti Bidang Komposisi Atmosfer, LAPAN e-mail: sumary.bdg@gmail.com,maryati@bdg.lapan.go.id RINGKASAN Pengelolaan polusi udara pada prinsipnya adalah
Lebih terperinciBAB III METODOLOGI Tempat dan Waktu Penelitian
BAB III METODOLOGI 3.1. Tempat dan Waktu Penelitian Penelitian ini mengambil lokasi di jalan bebas hambatan Tol Jagorawi dengan mengambil beberapa segmen jalan yang mewakili karakteristik lanskap jalan
Lebih terperinciLanskap Perkotaan (Urban Landscape) HUTAN KOTA. Dr. Ir. Ahmad Sarwadi, MEng. Ir. Siti Nurul Rofiqo Irwan, MAgr, PhD.
Lanskap Perkotaan (Urban Landscape) HUTAN KOTA Dr. Ir. Ahmad Sarwadi, MEng. Ir. Siti Nurul Rofiqo Irwan, MAgr, PhD. Tujuan Memahami makna dan manfaat hutan kota pada penerapannya untuk Lanskap Kota. Memiliki
Lebih terperinciBAB 1 PENDAHULUAN Latar Belakang
BAB 1 PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Kota Medan adalah ibu kota provinsi Sumatera Utara, Indonesia. Kota ini merupakan kota terbesar di Pulau Sumatera. Secara geografis Kota Medan terletak pada 3 30'
Lebih terperinciGambar 4 Simulasi trajektori PT. X bulan Juni (a) dan bulan Desember (b)
9 Kasus 2 : - Top of model : 15 m AGL - Starting time : 8 Juni dan 3 Desember 211 - Height of stack : 8 m AGL - Emmision rate : 1 hour - Pollutant : NO 2 dan SO 2 3.4.3 Metode Penentuan Koefisien Korelasi
Lebih terperinciBAB IV ANALISIS DAN SINTESIS
BAB IV ANALISIS DAN SINTESIS 4.1 Analisis 4.1.1 Gambaran Umum Kota Bogor Kota Bogor terletak di antara 106 43 30 BT - 106 51 00 BT dan 30 30 LS 6 41 00 LS dengan jarak dari ibu kota 54 km. Dengan ketinggian
Lebih terperinciTINJAUAN PUSTAKA. Hutan Kota
TINJAUAN PUSTAKA Hutan Kota Hutan kota telah banyak didefinisikan oleh banyak pakar, pihak maupun berbagai forum. Dari berbagai definisi yang ada dapat ditarik persamaannya bahwa hutan kota merupakan ruang
Lebih terperinciHASIL DAN PEMBAHASAN. Pengelompokan tanaman
29 HASIL DAN PEMBAHASAN Pengelompokan tanaman Hasil pengamatan yang telah dilakukan terhadap sampel daun untuk mengetahui ukuran stomata/mulut daun, dapat dilihat pada tabel 3. Pada tabel 3 ditunjukkan
Lebih terperinciBAB 1 PENDAHULUAN. akibat penggunaan sumber daya alam (Wardhani, 2001).
BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Pembangunan di bidang industri merupakan perwujudan dari komitmen politik dan pilihan pembangunan yang tepat oleh pemerintah untuk mewujudkan kesejahteraan bagi segenap
Lebih terperinciV. HASIL DAN PEMBAHASAN
V. HASIL DAN PEMBAHASAN 5.1. Hasil Program Model Simulasi Program penyebaran polutan dari sumber garis telah dibuat dan dijalankan dengan data masukan konsentrasi awal CO, arah dan kecepatan angin sebagaimana
Lebih terperinciPENDUGAAN KONSENTRASI PERMUKAAN POLUTAN SULFUR DIOKSIDA (SO*) MENGGUNAKAN MODEL GAUSSIAN (STUD1 KASUS : PT. YAMAHA MOTOR MANUFARTURING, JAKARTA)
PENDUGAAN KONSENTRASI PERMUKAAN POLUTAN SULFUR DIOKSIDA (SO*) MENGGUNAKAN MODEL GAUSSIAN (STUD1 KASUS : PT. YAMAHA MOTOR MANUFARTURING, JAKARTA) OLEH : MUHAMMAD HAKIKI G24103021 DEPARTEMEN GEOFISIKA DAN
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. dalam usaha di bidang kesehatan seperti di jelaskan dalam Undang-Undang Nomor
BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Tujuan pembangunan nasional di bidang kesehatan yang tercantum dalam Sistem Kesehatan Nasional (SKN) yaitu terselenggaranya pembangunan kesehatan oleh semua potensi
Lebih terperinciBAB V HASIL DAN PEMBAHASAN
35 BAB V HASIL DAN PEMBAHASAN 5.1 Curah Hujan Data curah hujan yang terjadi di lokasi penelitian selama 5 tahun, yaitu Januari 2006 hingga Desember 2010 disajikan dalam Gambar 5.1. CH (mm) 600 500 400
Lebih terperinciV. HASIL DAN PEMBAHASAN
V. HASIL DAN PEMBAHASAN 5.1 Hasil Penelitian Parameter pertumbuhan yang diamati pada penelitian ini adalah diameter batang setinggi dada ( DBH), tinggi total, tinggi bebas cabang (TBC), dan diameter tajuk.
Lebih terperinciBAB 1 PENDAHULUAN. menjadi masalah kesehatan lingkungan utama di dunia, terutama di negara-negara
BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Sektor transportasi sebagai tulang punggung manusia mempunyai kontribusi yang cukup besar bagi pencemaran udara. Pencemaran udara telah menjadi masalah kesehatan lingkungan
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. memberikan dampak negatif bagi kesehatan. Hal ini disebabkan oleh potensi
BAB I PENDAHULUAN A. Latar belakang Perkembangan Industri yang pesat di Indonesia tidak hanya memberikan dampak positif bagi pendapatan negara dan kesejahteraan rakyat, tetapi juga memberikan dampak negatif
Lebih terperinciPEMANASAN BUMI BAB. Suhu dan Perpindahan Panas. Skala Suhu
BAB 2 PEMANASAN BUMI S alah satu kemampuan bahasa pemrograman adalah untuk melakukan kontrol struktur perulangan. Hal ini disebabkan di dalam komputasi numerik, proses perulangan sering digunakan terutama
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. udara terbesar mencapai 60-70%, dibanding dengan industri yang hanya
BAB I PENDAHULUAN A. LATAR BELAKANG Kontribusi emisi gas buang kendaraan bermotor sebagai sumber polusi udara terbesar mencapai 60-70%, dibanding dengan industri yang hanya berkisar antara 10-15%. Sedangkan
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang
1.1 Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN Udara merupakan zat yang penting dalam memberikan kehidupan di permukaan bumi. Selain memberikan oksigen, udara juga berfungsi sebagai alat penghantar suara dan bunyi-bunyian,
Lebih terperinciBAB IV KONDISI UMUM LOKASI PENELITIAN
18 BAB IV KONDISI UMUM LOKASI PENELITIAN 4.1 Letak Geografis dan Administratif Kawasan permukiman skala besar Bumi Serpong Damai (BSD City) secara administratif termasuk ke dalam wilayah Kecamatan Serpong
Lebih terperinciKANDUNGAN TIMBAL (Pb) PADA TANAMAN PENEDUH DI JALAN TUANKU TAMBUSAI KOTA PEKANBARU
KANDUNGAN TIMBAL (Pb) PADA TANAMAN PENEDUH DI JALAN TUANKU TAMBUSAI KOTA PEKANBARU CONTENT OF LEAD (Pb) IN SHADE PLANTS OF TUANKU TAMBUSAI STREET IN PEKANBARU Indah Sulistyo Ningrum 1, Defri Yoza 2, Tuti
Lebih terperinciDAFTAR ISI. BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang dan Permasalahan Tujuan Penelitian Manfaat Penelitian 2
DAFTAR ISI HALAMAN JUDUL HALAMAN PENGESAHAN HALAMAN PERNYATAAN HALAMAN PERSEMBAHAN KATA PENGANTAR DAFTAR ISI DAFTAR GAMBAR DAFTAR TABEL DAFTAR LAMPIRAN INTISARI ABSTRACT i ii iii iv v vii ix x xi xii xiii
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Masalah
BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Masalah Lumut kerak merupakan salah satu anggota dari tumbuhan tingkat rendah yang mana belum mendapatkan perhatian yang maksimal seperti anggota yang lainnya. Organisme
Lebih terperincike segala arah dan melepaskan panas pada malam hari. cukup pesat. Luas wilayah kota Pematangsiantar adalah km 2 dan
Kota memiliki keterbatasan lahan, namun pemanfaatan lahan kota yang terus meningkat mengakibatkan pembangunan kota sering meminimalkan ruang terbuka hijau. Lahan-lahan pertumbuhan banyak yang dialihfungsikan
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. ini dalam mendukung perkembangan kemajuan kota-kota besar di dunia, namun
BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Masalah Transportasi merupakan bagian yang sangat bernilai dan diperlukan saat ini dalam mendukung perkembangan kemajuan kota-kota besar di dunia, namun pada sisi
Lebih terperinciGambar 8. Peta Kontur Ketinggian Stasiun Pemantauan Kualitas Udara Bandung
4. HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1 Kondisi Umum Daerah Kajian Stasiun pemantauan kualitas udara (fix station) yang terdapat di Bandung ada lima stasiun dan masing-masing mewakili daerah dataran tinggi, pemukiman
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar belakang
1 BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar belakang Pencemaran udara adalah proses masuknya atau dimasukkannya zat pencemar ke udara oleh aktivitas manusia atau alam yang menyebabkan berubahnya tatanan udara sehingga
Lebih terperinciMETODE PENELITIAN. Lokasi dan Waktu Penelitian
METODE PENELITIAN Lokasi dan Waktu Penelitian Penelitian dilakukan di dalam areal Hak Pengusahaan Hutan (HPH) PT. Sari Bumi Kusuma, Unit S. Seruyan, Kalimantan Tengah. Areal hutan yang dipilih untuk penelitian
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang
BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Kebakaran hutan merupakan fenomena yang sering terjadi di Indonesia (Stolle et al, 1999) yang menjadi perhatian lokal dan global (Herawati dan Santoso, 2011). Kebakaran
Lebih terperinciANALISIS KUALITAS UDARA JAKARTA TANGGAL JUNI 2017
BADAN METEROLOGI KLIMATOLOGI DAN GEOFISIKA Jl. Angkasa I No. 2 Jakarta, 10720 Telp: (021) 424 6321, Fax: (021) 424 6703, P.O. Box 3540 Jkt Website: http://www.bmkg.go.id ANALISIS KUALITAS UDARA JAKARTA
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. penting bagi kehidupan di dunia ini ( Arya, 2004: 27).
BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Udara merupakan campuran beberapa gas yang perbandingannya tidak tetap, tergantung pada keadaan suhu udara, tekanan udara dan lingkungan sekitar. Udara juga adalah
Lebih terperinciBAB V HASIL DAN PEMBAHASAN
BAB V HASIL DAN PEMBAHASAN 5.1 Letak dan Ciri-ciri Lintasan Sepeda Gunung Letak lintasan sepeda gunung di HPGW disajikan dalam Gambar 5. Ciricirinya disajikan dalam Tabel 9. Tabel 9 Keadaan plot penelitian
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. Kendaraan bermotor telah lama menjadi salah satu sumber pencemar
BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Kendaraan bermotor telah lama menjadi salah satu sumber pencemar udara di banyak kota besar di dunia, termasuk Indonesia. Emisi gas buangan kendaraan bermotor memberikan
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. pantai km serta pulau dan luas laut sekitar 3,1 juta km 2, sehingga
BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Indonesia merupakan negara kepulauan terbesar di dunia dengan panjang garis pantai 81.791 km serta 17.504 pulau dan luas laut sekitar 3,1 juta km 2, sehingga wilayah
Lebih terperinciMETODE Waktu dan Tempat Metode Penelitian Analisis Vegetasi
METODE Waktu dan Tempat Pengumpulan data dilakukan di ekosistem program PHBM di RPH Gambung petak 27, KPH Bandung Selatan (S 07 0 07 25.1 E 107 0 30 35.2, ketinggian 1246 mdpl), kemiringan lereng 36% pada
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang
BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Peningkatan jumlah kendaraan di kota besar menyebabkan polusi udara yang meningkat akibat pengeluaran emisi gas kendaraan. Banyak faktor seperti tuntutan pekerjaan
Lebih terperinciBAB II TINJAUAN PUSTAKA
4 BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Central Business District (CBD) Berdasarkan Undang-Undang No. 24 Tahun 1992 mengenai penataan ruang, pada Pasal 1 disebutkan bahwa kawasan perkotaan adalah kawasan yang mempunyai
Lebih terperinciBAB IV ANALISIS DAN SINTESIS
BAB IV ANALISIS DAN SINTESIS 4.1 Analisis Pengaruh Peningkatan Penjualan Kendaraan Bermotor terhadap Peningkatan Emisi CO 2 di udara Indonesia merupakan negara pengguna kendaraan bermotor terbesar ketiga
Lebih terperinciBAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN. Secara keseluruhan daerah tempat penelitian ini didominasi oleh Avicennia
BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1. Kondisi umum daerah Wonorejo Kawasan mangrove di Desa Wonorejo yang tumbuh secara alami dan juga semi buatan telah diputuskan oleh pemerintah Surabaya sebagai tempat ekowisata.
Lebih terperinciIII. METODE PENELITIAN. 2. Air yang berasal dari Laboratorium Mekanika Tanah Fakultas Teknik
26 III. METODE PENELITIAN A. Bahan Bahan Penetilian 1. Sampel tanah yang digunakan pada penelitian ini yaitu berupa tanah lempung yang berasal dari Kecamatan Yosomulyo, Kota Metro, Provinsi Lampung. 2.
Lebih terperinci2015 STRUKTUR VEGETASI DAN KEANEKARAGAMAN TUMBUHAN PANTAI DI HUTAN PANTAI LEUWEUNG SANCANG, KECAMATAN CIBALONG, KABUPATEN GARUT
BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Indonesia merupakan salah satu negara kepulauan yang memiliki sekitar 17.508 pulau dan panjang garis pantai sekitar 80.791,42 km (Soegianto, 1986). Letak Indonesia sangat
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. makhluk hidup lainnya (Peraturan Pemerintah Republik Indonesia Nomor 41. Tahun 1999 tentang Pengendalian Pencemaran Udara).
BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Udara sebagai sumber daya alam yang mempengaruhi kehidupan manusia serta makhluk hidup lainnya harus dijaga dan dipelihara kelestarian fungsinya untuk pemeliharaan
Lebih terperinciHASIL DAN PEMBAHASAN
27 HASIL DAN PEMBAHASAN Hasil dari penelitian ini menunjukkan kualitas estetika pohon-pohon dengan tekstur tertentu pada lanskap jalan dan rekreasi yang bervariasi. Perhitungan berbagai nilai perlakuan
Lebih terperinci07. Bentangalam Fluvial
TKG 123 Geomorfologi untuk Teknik Geologi 07. Bentangalam Fluvial Salahuddin Husein Jurusan Teknik Geologi Fakultas Teknik Universitas Gadjah Mada 2010 Pendahuluan Diantara planet-planet sekitarnya, Bumi
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Masalah
1 BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Masalah Sarana dan prasarana fisik seperti pusat-pusat industri merupakan salah satu penunjang aktivitas dan simbol kemajuan peradaban kota. Di sisi lain, pembangunan
Lebih terperinciIV HASIL DAN PEMBAHASAN
18 Body force : 0,5 Momentum : 0,4 Modified turbulent viscosity : 0,3 Turbulent viscosity : 0,3 Turbulent dissipation rate : 0,3 CO : 0,5 Energi : 0,5 Jam ke-4 Pressure velocity coupling : SIMPLE Under
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. yang semakin menurun untuk mendukung kehidupan mahluk hidup. Menurut
BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Isu mengenai pencemaran lingkungan terutama udara masih hangat diperbincangkan oleh masyrakat dan komunitas pecinta lingkungan di seluruh dunia. Hal ini dikarenakan
Lebih terperinciMETODE PENELITIAN. A. Materi, Lokasi, dan Waktu Penelitian 1. Materi Penelitian a. Bahan
II. METODE PENELITIAN A. Materi, Lokasi, dan Waktu Penelitian 1. Materi Penelitian a. Bahan Bahan-bahan yang digunakan dalam penelitian ini adalah tegakan jabon dan vegetasi tumbuhan bawah yang terdapat
Lebih terperinciKonstruksi Atap. Pengertian, fungsi dan komponen konstruksi atap
Konstruksi Atap Pengertian, fungsi dan komponen konstruksi atap Atap adalah bagaian paling atas dari suatu bangunan, yang melilndungi gedung dan penghuninya secara fisik maupun metafisik (mikrokosmos/makrokosmos).
Lebih terperinciKONSERVASI LAHAN: Pemilihan Teknik Konservasi, Fungsi Seresah dan Cacing Tanah, dan mulsa organik
KONSERVASI LAHAN: Pemilihan Teknik Konservasi, Fungsi Seresah dan Cacing Tanah, dan mulsa organik Latar Belakang: Penghutan kembali atau reboisasi telah banyak dilakukan oleh multipihak untuk menyukseskan
Lebih terperinciBAB I. PENDAHULUAN. Yogyakarta merupakan kota dengan kepadatan penduduk tertinggi di
BAB I. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Yogyakarta merupakan kota dengan kepadatan penduduk tertinggi di Daerah Istimewa Yogyakarta (DIY). Dengan luas wilayah 32,50 km 2, sekitar 1,02% luas DIY, jumlah
Lebih terperinciPENERAPAN MODEL FINITE LENGTH LINE SOURCE UNTUK MENDUGA KONSENTRASI POLUTAN DARI SUMBER GARIS (STUDI KASUS: JL. M.H. THAMRIN, DKI JAKARTA)
PENERAPAN MODEL FINITE LENGTH LINE SOURCE UNTUK MENDUGA KONSENTRASI POLUTAN DARI SUMBER GARIS (STUDI KASUS: JL. M.H. THAMRIN, DKI JAKARTA) EKO SUPRIYADI DEPARTEMEN GEOFISIKA DAN METEOROLOGI FAKULTAS MATEMATIKA
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang
1.1 Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN Kualitas udara merupakan komponen lingkungan yang sangat penting, karena akan berpengaruh langsung terhadap kesehatan masyarakat terutama pada pernafasan. Polutan di
Lebih terperinciBAB II TINJAUAN PUSTAKA
BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Deskripsi Jati (Tectona grandis Linn. f) Jati (Tectona grandis Linn. f) termasuk kelompok tumbuhan yang dapat menggugurkan daunnya sebagaimana mekanisme pengendalian diri terhadap
Lebih terperinciLampiran 1 Hasil Uji Kualitas Udara Ambien. Laporan Kegiatan Pemantauan Kualitas Udara Ambien Tahun
DAFTAR PUSTAKA Indeks Kualitas Lingkungan Hidup 2009, Kementerian Negara Lingkungan Hidup Republik Indonesia; Keputusan Kepala Bapedal Nomor 107 Tahun 1997 tentang Perhitungan dan Pelaporan serta Informasi
Lebih terperinci