IV HASIL DAN PEMBAHASAN

Ukuran: px
Mulai penontonan dengan halaman:

Download "IV HASIL DAN PEMBAHASAN"

Transkripsi

1 18 Body force : 0,5 Momentum : 0,4 Modified turbulent viscosity : 0,3 Turbulent viscosity : 0,3 Turbulent dissipation rate : 0,3 CO : 0,5 Energi : 0,5 Jam ke-4 Pressure velocity coupling : SIMPLE Under Relactation Factor Pressure : 0,2 Density : 0,2 Body force : 0,2 Momentum : 0,1 Modified turbulent viscosity : 0,09 Turbulent viscosity : 0,09 Turbulent dissipation rate : 0,09 CO : 0,3 Energi : 0,5 Diskretisasi pada jam ke-1 dan jam ke-4 Pressure :second order upwind Momentum :second order upwind Modified turbulent viscosity :second order upwind CO :second order upwind Energi : first order upwind 5. Inisialisasi medan aliran Inisialisasi adalah hipotesa awal pada kondisi batas saat memulai perhitungan. Sebelum memulai perhitungan atau menjalankan program, hal yang harus dilakukan terlebih dahulu adalah dengan melakukan inisialisasi. Pada penelitian ini, kondisi batas yang diinisialisasi adalah jendela Inlet. 6. Melakukan iterasi Pada proses perhitungan harus ditentukan terlebih dahulu kriteria konvergensi kasus yang akan dihitung. Kriteria konvergensi adalah kesalahan atau perbedaan antara dugaan awal dan hasil akhir dari iterasi yang dilakukan berdasarkan persamaan yang digunakan. 7. Hasil tampilan simulasi Hasil akhir yang dapat ditampilkan dapat berupa kontur, vektor, pathline serta plot XY. Pada penelitian ini visualisasi output akan ditampilkan dalam bentuk kontur 3D. 3.7 Asumsi yang digunakan pada Model Penelitian ini memiliki berbagai keterbatasan sehingga perlu digunakan beberapa asumsi diantaranya ; Simulasi dilakukan pada kondisi steady state, Data kosentrasi polutan yang teukur pada Geometri B diasumsikan sama dengan Geometri A. IV HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1 Kondisi Kepadatan Lalu Lintas Gerbang Tol Gerbang tol Bogor merupakan salah satu bagian gerbang tol Jagorawi yang dikelola oleh PT. Jasa Marga. Gerbang tol Bogor memiliki sembilan gardu tol yang terdiri dari empat gar-du sebagai loket tiket (Entrance) dan empat gardu sebagai loket pembayaran (Exit) serta satu gardu cadangan yang dapat berfungsi sebagai loket tiket maupun loket pembayaran (Entrance/ Exit). Berdasarkan data rekapan lalu lintas PT. Jasa Marga, total volume lalu lintas yang memasuki kota Bogor setiap tahunnya mencapai 9 hingga 11 juta unit dari gerbang tol Bogor (data dapat terlihat pada Lampiran 11). Sementara ratarata jumlah kendaraan yang melewati satu gardu tol per satu jam adalah sebanyak 270 unit. Pada Gambar 7 dapat terlihat bahwa terjadi fluktuasi jumlah kendaraan bermotor yang memasuki kota Bogor dari tahun 2005 hingga Pada tahun 2006 hingga 2009, trend jumlah kendaraan yang masuk ke kota Bogor melalui gerbang tol Bogor terus mengalami peningkatan, tetapi mengalami penurunan kembali pada tahun Pembukaan tol dalam kota untuk wilayah Sentul Barat merupakan salah satu penyebab jumlah kendaraan menurun pada gerbang tol Bogor tahun Hal ini dikarenakan gerbang tol tersebut digunakan sebagai jalan tol alternatif menuju kota Bogor. Diagram alir penelitian pada Langkah GAMBIT dan Fluent dapat terlihat pada Lampiran 15. Gambar 7 Jumlah kendaraan bermotor/tahun pada gerbang tol Bogor ( ).

2 19 (a) (b) (c) (d) Gambar 8 Jumlah kendaraan bermotor per Minggu (2011): (a) Januari; (b) Februari; (c) Maret; (d) April (W i = minggu ke- i ). Selanjutnya pada Gambar 8, dapat terlihat bahwa jumlah kendaraan yang melewati gerbang tol (Bogor) pada hari kerja lebih sedikit bila dibandingkan dengan hari libur. Puncak kepadatan jumlah kendaraaanyang memasuki kota Bogor melalui kedua gerbang tol tersebut relatif terjadi pada akhir pekan yakni hari Sabtu serta pada hari-hari libur nasional. Hal ini dapat ditunjukkan pada Gambar 8 (a), (b), (c) dan (d), yang mana trend kenaikan jumlah kendaraan pada bulan Januari, Februari, Maret, April pada tahun 2011 memiliki pola yang sama. Secara konsisten dapat terlihat pada grafik bahwa jumlah kendaraan cenderung stabil pada saat hari kerja dan meningkat pada akhir pekan yakni Jumat dan Sabtu, dan kemudian mengalami penurunan kembali pada saat hari Minggu. Sementara itu, kepadatan antrian di gerbang tol ini juga dapat terjadi jika terdapat hari libur nasional. Pada akhir pekan, total rata-rata kendaraan yang tercatat melewati gardu tol Exit pada gerbang tol Bogor dapat mencapai hingga unit. Sementara pada hari kerja total rata-rata kendaraan hanya mencapai sekitar hingga unit. Pada umumnya, kepadatan lalu lintas yang terjadi pada hari libur disebabkan oleh aktivitas wisata keluarga dengan daerah tujuan utama kota Bogor. Berbeda halnya dengan hari kerja dimana jumlah kendaraan relatif konstan karena hanya didominasi oleh aktivitas perkantoran yang melalui lintas antarkota yakni Jakarta-Bogor. Puncak kepadatan antrian pada gardu Exit selama hari kerja pada umumnya terjadi pada saat sore hari sekitar pukul Kondisi kepadatan antrian pada jam jam tersebut biasanya dipengaruhi oleh waktu keluar perkantoran. Sementara untuk hari libur pada umunya terjadi sekitar pukul Di sisi lain, jenis kendaraan yang paling dominan melalui gardu tol adalah kendaraan pribadi. Setelah itu diikuti oleh truk kecil, bus kecil, bus besar dan truk besar. Pada penelitian ini jumlah unit kendaraan yang tercatat selama satu jam adalah sebanyak 285 unit. Hal ini menunjukkan bahwa pada saat penelitian dilakukan, jumlah kendaraan berada dalam kondisi padat karena tercatat melebihi rata-rata/jam pada setiap gardu tol. Padatnya volume kendaraan yang terjadi di sekitar gardu tol sangat berpengaruh terhadap jumlah emisi gas buang yang dihasilkan dari suatu kendaraan bermotor.

3 Simulasi Dispersi Gas CO menggunakan Computational Fluid Dynamics (CFD) Kepadatan antrian kendaraan bermotor merupakan sumber utama dalam permasalahan pencemaran udara di sekitar gardu tol. Hal ini dikarenakan penggunaan bahan bakar untuk kendaraan bermotor dapat mengemisikan zat-zat pencemar ke udara, seperti CO, NO x, SO x, HC, TSP serta Pb. Sehingga potensi udara yang tercemar oleh polutan baik yang berada di sekitar gardu maupun di dalam gardu cukup besar dan dapat menyebabkan gangguan kesehatan baik dalam jangka pendek maupun jangka panjang. Proses pencemaran tersebut juga tidak terlepas dari beberapa faktor seperti, faktor meteorologi, jumlah kendaraan bermotor dan desain bangunan gardu. Sementara zat pencemar yang menjadi fokus objek penelitian ini adalah karbon monoksida atau CO. Pada peneilitian ini, penggunaan CFD dapat dilakukan untuk melihat sebaran polutan CO di dalam gardu tol yang dipengaruhi oleh berbagai faktor di atas serta untuk mengetahui potensi keterpaparan reseptor terhadap polutan CO tersebut. 4.3 Pengaruh Kecepatan Angin terhadap Dispersi Polutan CO Kecepatan dan arah angin (aliran) sangat berperan dalam persebaran polutan di udara terutama udara di dalam gardu tol. Besarnya nilai kecepatan angin akan berpengaruh terhadap besarnya turbulensi. Menurut Oke (1987), semakin kuat pergerakan turbulensi yang terjadi di dalam gardu tol maka semakin besar kemungkinan polutan dapat bercampur dengan udara di sekelilingnya sehingga konsentrasi zat pencemar di dalam gardu tersebut akan berkurang. Begitu pula sebaliknya, pengenceran akan lebih sulit terjadi dan membuat konsentrasi zat pencemar tetap tinggi apabila kecepatan angin atau pergerakan turbulensinya sangat kecil. Pada penelitian ini, parameter input yang disimulasikan pada Fluent hanya parameter input yang terukur pada jam ke-1 dan jam ke-4 (yaitu pada pukul dan ), seperti parameter angin yang terukur pada jam ke-1 sebesar 0,7 m/s dan 0.5 m/s pada jam ke-4. Selanjutnya, pengaruh angin pada kedua geometri cukup berbeda, hal ini dikarenakan adanya perbedaan letak Outflow dan besarnya volume geometri. Seperti yang telah dijelaskan sebelumnya pada metodologi bahwa volume Geometri A lebih kecil daripada volume Geometri B. Sementara Velocity Inlet adalah kondisi batas dalam Fluent yang dipilih sebagai daerah input untuk data profil angin, suhu dan konsentrasi polutan. Sedangkan Outflow adalah kondisi batas dalam Fluent yang dipilih sebagai aliran keluar. Pada penelitian ini hanya terdapat satu Outflow yaitu HV-AC. Pada dasarnya pemilihan HV-AC sebagai Outflow adalah karena prinsip kerja HV-AC yakni menghisap udara yang berada di dalam ruangan melalui kipas sentrifugal yang terdapat pada mesin HV-AC. Sehingga suhu udara dalam ruang menjadi lebih dingin dibandingkan suhu udara di luar ruangan. Hal ini terkait dengan perpindahan panas yang menyebabkan suhu udara dalam ruangan relatif dingin dari daripada di luar ruangan. Selain itu besarnya angin dan masuknya udara kering yang dihasilkan atau dikeluarkan oleh HV-AC melalui kisi-kisi relatif konstan atau seragam sehingga tidak diperhitungkan dalam kasus ini. Pada penelitian ini akan dibandingkan pengaruh faktor angin terhadap dua geometri yang berbeda dengan masing-masing nilai kecepatan yang berbeda pula. Analisis lebih lanjut mengenai distribusi angin yang terjadi pada kedua Geometri akan diuraikan pada sub bab selanjutnya Distribusi Angin pada Geometri A Pada simulasi Fluent, visualisasi output profil kecepatan angin difokuskan pada satu titik yaitu pada keberadaan reseptor atau petugas tol ketika sedang bekerja. Sehingga, pada penelitian ini dibuat beberapa plane, masing-masing pada bidang x (tampak atas), y (tampak samping) z (tampak depan) dan xyz (tampak isometrik/3d) yang dapat mewakili profil kecepatan angin di sekitar petugas tol serta agar distribusi angin di sekitar area tersebut dapat terlihat jelas. Masing-masing plane tersebut dapat diinterpretasikan sesuai dengan gradasi warna dan skala kecepatan angin. Selain itu, nilai kecepatan kontur dari hasil simulasi Fluent ditunjukkan pada bagian kontur sebelah kiri yang dapat dibedakan melalui gradasi warna. Pada gambar terlihat bahwa semakin merah warna kontur maka semakin besar nilai kecepatan anginnya dan semakin biru warna kontur maka semakin kecil nilai kecepatan angin.

4 21 Distribusi Angin pada Geometri A pada jam ke-1 Hasil simulasi Fluent untuk profil kecepatan angin yang terjadi di dalam gardu tol (Geometri A) pada jam ke-1tersaji pada Gambar 9. Nilai kecepatan angin yang terukur pada jam ke-1 adalah 0,7 m/s. Sementara skala distribusi kecepatan angin dalam geometri ini berkisar antara 0,01 hingga 1 m/s. Pada Gambar 9 (a), dapat terlihat bahwa pergerakan angin yang masuk melalui Inlet cukup terdistribusi secara merata ke seluruh bagian ruangan. Namun pada Gambar 9 (b); (c); dan (d), dapat terlihat bahwa pada saat angin masuk ke dalam gardu melalui inlet tidak langsung terjadi proses turbulensi, hal ini ditunjukkan oleh gradasi warna hijau dan kuning (disekitar area Inlet). Sementara bagian lain di dalam gardu cukup didominasi oleh gradasi biru, yang berarti bahwa setelah angin terdistribusi ke seluruh ruangan maka terjadi proses turbulensi, yang kemudian akan berpengaruh terhadap proses pendispersian polutan. Distribusi angin di dalam gardu ini sangat dipengaruhi oleh kecepatan angin dan banyaknya properti di dalam ruangan. Semakin banyak properti yang berada di dalam ruangan maka akan semakin besar gesekan yang terjadi sehingga aliran yang terjadi semakin turbulen atau acak. Besarnya luasan Inlet dan Outflow pada gardu tol juga turut mempengaruhi seberapa besar udara yang masuk dan keluar dari ruangan. Secara teknis, terjadi beberapa proses ketika angin masuk ke dalam ruangan melalui Inlet, diantaranya distribusi angin akan menyebar mengikuti arah dan kecepatan angin, kemudian akan mengalami gesekan dengan properti (yang telah didefinisikan sebagai Wall) yang berada di dalam ruangan sehingga menyebabkan terjadinya proses turbulensi. Hal inilah yang menyebabkan sebagian angin tidak langsung membawa baik udara maupun polutan untuk segera keluar melalui Outflow. Di sisi lain besarnya volume gardu juga turut mempengaruhi seberapa lama udara kotor berada dalam ruangan. Gambar 9 Profil kecepatan angin untuk Geometri A pada jam ke-1: (a) tampak isometrik/3d; (b) tampak depan; (c) tampak atas; (d) tampak samping.

5 22 Gambar 10 Profil kecepatan angin untuk Geometri A pada jam ke-4: (a) tampak isometrik/3d; (b) tampak depan; (c) tampak atas; (d) tampak samping. Distribusi Angin pada Geometri A pada jam ke-4 Pada Geometri A, hasil simulasi Fluent untuk profil kecepatan angin pada jam ke-4 tersaji pada Gambar 10. Seperti pada jam ke- 1, skala distribusi angin pada jam ke-4 juga berkisar antara 0,01 hingga 1 m/s. Namun, nilai kecepatan angin yang terukur pada jam ke-4 adalah 0,5 m/s, lebih kecil daripada kecepatan angin pada jam ke-1. Besar kecilnya nilai kecepatan angin yang masuk ke dalam gardu akan berpengaruh terhadap seberapa cepat angin akan terdistribusi ke seluruh bagian ruangan. Pada Gambar 10 dapat terlihat bahwa ketika angin masuk ke dalam ruangan, maka banyak aliran turbulen yang terbentuk. Namun pada beberapa bagian tepi Wall dari hasil simulasi terlihat gradasi warna merah, hal ini menunjukkan adanya residu yang dihasilkan dari proses perhitungan dan tidak terlalu berpengaruh sehingga dapat diabaikan. Bila dibandingkan dengan Gambar 9, aliran turbulen yang terlihat pada Gambar 10 sedikit lebih banyak dan lebih acak, padahal perbedaan nilai kecepatan angin antara jam ke-1 dan ke-4 hanya 0,2 m/s. Penentuan kriteria solusi kontrol yang digunakan dalam simulasi Fluent pada jam jam ke-4 memang jauh lebih kecil dan membutuhkan waktu komputasi yang lebih lama Distribusi Angin pada Geometri B Pada Geometri B visualisasi output profil kecepatan angin juga difokuskan pada satu titik yaitu pada keberadaan reseptor atau petugas tol ketika sedang bekerja. Sehingga, pada simulasi ini juga dibuat beberapa plane, masing-masing pada bidang x, y, z dan xyz (3D). Selanjutnya, nilai kecepatan kontur dari hasil simulasi Fluent ditunjukkan pada bagian kontur sebelah kiri yang dapat dibedakan melalui gradasi warna. Pada gambar terlihat bahwa semakin merah warna kontur maka semakin besar nilai kecepatan anginnya dan semakin biru warna kontur maka semakin kecil nilai kecepatan anginnya. Distribusi Angin pada Geometri B pada jam ke-1 Profil kecepatan angin yang terjadi di dalam gardu tol (Geometri B) pada jam ke-1 tersaji pada Gambar 11. Nilai kecepatan angin yang terukur pada jam ke-1 untuk Geometri ini adalah 0,7 m/s, seperti yang telah dijelaskan pada asumsi sebelumnya bahwa parameter input yang digunakan untuk kedua Geometri Adalah sama. Sementara skala distribusi angin dalam geometri ini juga sama yaitu skala 0,01 hingga 1 m/s Pada prinsipnya, faktor-faktor yang mempengaruhi distribusi angin pada gardu ini (Geometri B) sama dengan faktorfaktor yang mempengaruhi distribusi angin pada Geometri A. Hanya saja terdapat

6 23 Gambar 11 Profil kecepatan angin untuk Geometri B pada jam ke-1: (a) tampak isometrik/3d; (b) tampak depan; (c) tampak atas; (d) tampak samping. perbedaan pada letak Outflow dan volume geometri. Pada gardu ini, letak Outflow berada agak jauh dengan Inlet dan volume pada Geometri B lebih besar daripada volume Geometri A. Pada Gambar 11 (a) dapat terlihat bahwa pengaruh jarak antara Outflow dan Inlet serta volume yang lebih besar menunjukkan distribusi angin pada masing-masing plane masih cukup tinggi. Hal ini berarti bahwa semakin kecil dan sedikit proses turbulensi yang terjadi. Selanjutnya pada Gambar 11 (b) (c), (d), juga dapat terlihat bahwa turbulensi di sekitar area reseptor atau petugas di dalam gardu ini (Geometri B) cukup kecil bila dibandingkan turbulensi yang terjadi pada Geometri A untuk jam ke- 1. Sehingga dengan proses turbulensi yang kecil akibat letak Outflow yang cukup jauh dari Inlet serta volume gardu yang lebih besar makabaik udara maupun polutan akan cenderung dapat bertahan lebih lama di dalam ruangan. Distribusi Angin pada Geometri B pada jam ke-4 Profil kecepatan angin yang terjadi di dalam gardu tol (Geometri B) berdasarkan hasil simulasi Fluent pada jam ke-4 tersaji pada Gambar 12. Seperti jam ke-1, skala distribusi angin pada jam ke-4 juga berkisar antara 0,01 hingga 0,5 m/s. Namun, nilai kecepatan angin yang terukur pada jam ke-4 adalah 0,5 m/s, lebih kecil daripada kecepatan angin pada jam ke-1. Besar kecilnya nilai kecepatan angin yang masuk ke dalam gardu akan berpengaruh terhadap seberapa cepat angin akan terdistribusi ke seluruh bagian ruangan. Pada Gambar 12 (a), dapat terlihat bahwa pergerakan angin yang masuk melalui Inlet cukup terdistribusi secara merata ke seluruh bagian ruangan, kecuali pada bagian dekat inlet. Di sisi lain pada Gambar 12 (b), (c), dan (d); dapat terlihat bahwa pada saat angin masuk ke dalam gardu melalui inlet tidak langsung terjadi proses turbulensi, hal ini ditunjukkan oleh gradasi warna hijau dan kuning (di sekitar area Inlet). Sementara bagian lain di dalam gardu cukup didominasi oleh gradasi biru, yang berarti bahwa setelah angin terdistribusi ke seluruh ruangan maka terjadi proses turbulensi, yang kemudian akan berpengaruh terhadap proses pendispersian polutan. Pola aliran turbulen yang terjadi dalam Geometri B pada jam ke-4 ini ternyata tidak jauh berbeda dengan pola aliran yang terjadi dalam Geometri A pada jam ke-1. Padahal kedua geometri memiliki besar volume gardu dan letak Outflow yang berbeda, serta nilai kecepatan angin yang terukur juga bukan pada jam yang sama. Selisih antara nilai kecepatan angin pada jam ke-1 dan jam ke-4 adalah sebesar 0.2 m/s. Hal ini berarti bahwa distribusi angin dengan pola aliran turbulen yang hampir sama dapat terjadi pada geometri yang berbeda.

7 24 Gambar 12 Profil kecepatan angin untuk Geometri B pada jam ke-4: (a) tampak isometrik/3d; (b) tampak depan; (c) tampak atas; (d) tampak samping. 4.4 Konsentrasi Karbon Monoksida (CO) Sumber polutan CO dalam penelitian ini didominasi oleh kendaraan bermotor jenis mobil pribadi. Hal ini disebabkan pengukuran dilakukan bukan pada gardu tol khusus kendaraan dengan muatan besar (truk atau bus) sehingga kendaraan yang melewati gardu tol tersebut didominasi oleh jenis kendaraan biasa dan diasumsikan sebagai mobil pribadi yang sebagian besar mengkonsumsi bahan bakar bensin seperti premium atau pertamax. Hasil pengukuran yang terdapat pada Lampiran 7 dan 8 menunjukkan bahwa konsentrasi karbon monoksida (CO) yang terukur pada tanggal 15 Mei 2011 pukul selama empat kali pengukuran cukup bervariasi. Pada jam ke-1 hingga jam ke-3 nilai konsentrasi CO yang terukur berada pada kisaran 1 hingga 7 ppm, sedangkan pada jam ke-4 hasil konsentrasi CO yang diperoleh mencapai hingga 68 ppm. Berdasarkan Baku Mutu Udara Ambien (BMUA), nilai konsentrasi karbon monoksida (dalam waktu satu jam) yang terukur pada jam ke-4 berada jauh di atas ambang batas yang telah ditetapkan, sedangkan hasil konsentrasi CO yang terukur selama tiga jam pertama masih berada di bawah ambang batas yang telah ditetapkan menurut KLH (2002) yakni sebesar 10 ppm. Sementara berdasarkan Standar Nasional Indonesia Nilai Ambang Batas (SNI NAB) untuk zat CO adalah sebesar 25 ppm. Beberapa faktor yang berpengaruh terhadap tingkat keberadaan polutan di udara dalam gardu tol adalah bentuk gardu dan faktor meteorologi seperti, arah dan kecepatan angin yang turut berperan dalam pengurangan konsentrasi di dekat daerah sumber atau inlet. Sementara tingkat konsentrasi polutan dari kendaraan bermotor dipengaruhi oleh jumlah kendaraan yang melewati gardu tol per satuan waktu termasuk bahan bakar yang digunakan, usia kendaraan, dan tipe kendaraan. Berdasarkan faktor meteorologi, kecepatan angin rata-rata tertinggi terukur pada jam ke-1 dan jumlah kendaraan terbanyak terjadi pada jam ke-4. Selisih nilai kecepatan angin antara jam ke-1 dan jam ke- 4 adalah 0,4 m/s, sementara selisih jumlah kendaraan pada kedua jam tersebut adalah 19 unit. Namun perbedaan nilai konsentrasi CO yang terukur pada jam ke-4 jauh lebih besar hingga sembilan kali lipat dari jam ke- 1. Selain karena jumlah kendaraan jam ke-4 (304 unit) lebih padat dari jam ke-1 (285 unit), tingginya konsentrasi CO bisa terjadi akibat bahan bakar yang digunakan, usia kendaraan, dan tipe kendaraan yang melewati gardu tol pada masing-masing jam pengukuran. Sesuai dengan pengaruh faktor angin yang telah dibahas selanjutnya, pada penelitian ini akan dibandingkan simulasi dispersi gas CO pada setiap model yaitu untuk Geometri A dan B dengan masingmasing nilai konsentrasi CO yang berbeda pula. Analisis lebih lanjut mengenai dispersi gas CO yang terjadi pada kedua Geometri akan diuraikan pada sub bab selanjutnya.

8 Simulasi Dispersi Gas CO pada Setiap Model (Geometri A dan B) Hasil simulasi dispersi konsentrasi karbon monoksida (CO) pada Fluent untuk kedua geometri gardu tol cukup berbeda. Meskipun input data yang digunakan pada kedua Geometri adalah sama. Hal ini telah didasarkan pada asumsi yang telah dibuat sebelumnya yaitu kedua geometri hanya memiliki perbedaan pada volume gardu, yang mana Geometri B memiliki volume lebih besar daripada Geometri A. Sementara semua properti yang berada di dalam gardu serta tata letaknya tidak memiliki perbedaan kecuali pada letak AC atau Outflow. Pada penelitian ini akan dibandingkan pola pendispersian gas CO terhadap dua geometri yang berbeda dengan masingmasing nilai konsentrasi yang berbeda pula. Analisis lebih lanjut mengenai dispersi gas CO yang terjadi pada kedua Geometri Akan diuraikan pada sub bab selanjutnya Simulasi Dispersi Gas CO pada Geometri A Pada penelitian ini, visualisasi output simulasi dispersi Gas CO difokuskan pada satu titik yaitu pada keberadaan petugas tol ketika sedang bekerja sama halnya profil kecepatan angin. Sehingga, pada penelitian ini dibuat beberapa plane, masing-masing pada bidang x (tampak atas), y (tampak samping) z (tampak depan) dan xyz (tampak isometrik/3d) yang dapat mewakili profil kecepatan angin di sekitar petugas tol serta agar distribusi angin di sekitar area tersebut dapat terlihat jelas. Masing-masing plane tersebut dapat diinterpretasikan sesuai dengan gradasi warna dan skala konsentrasi CO. Selanjutnya nilai konsentrasi CO juga dapat terlihat pada plot di sepanjang garis (line) pada masing-masing sumbu x, y dan z dengan titik pusat reseptor (1,5, 1,2, 0,3m). Selain itu, nilai konsentrasi CO dari hasil simulasi Fluent ditunjukkan pada bagian kontur sebelah kiri yang dapat dibedakan melalui gradasi warna. Pada gambar akan terlihat bahwa semakin merah warna kontur maka semakin besar nilai konsentrasi CO dan semakin biru warna kontur maka semakin kecil nilai konsentrasi CO. Simulasi Dispersi Gas CO pada Geometri A pada jam ke-1 Simulasi dispersi gas CO berdasarkan hasil Fluent untuk Geometri A pada jam ke-1 tersaji pada Gambar 13. Skala dispersi konsentrasi polutan dalam geometri ini berada pada kisaran 2 hingga 7,5 ppm. Pada kasus ini, polutan atau zat pencemar yang diemisikan dari setiap kendaraan bermotor (sumber bergerak) pasti akan tersebar di dalam gardu melalui suatu proses dispersi, difusi, transformasi, dan transport. Di sisi lain, akibat adanya pergerakan dan dinamika atmosfer itu sendiri, polutan yang masuk ke dalam atmosfer dan telah mengalami prosesproses tadi akan dapat berpindah dari sumber menuju ke arah lain. Sehingga dalam permasalahan ini, daerah sumber yang dimaksud adalah daerah luar di sekitar gardu tol, sedangkan daerah yang menerima pancaran setelah polutan yang diemisikan dari sumbernya adalah ruangan di dalam gardu. Pada gambar 13 (a), terlihat bahwa dalam gardu ini konsentrasi dapat terdispersi hingga 2 ppm dari hasil konsentrasi CO yang terukur sebesar 7,5 ppm. Pada kasus ini, peran turbulensi cukup besar dalam mengurangi konsentrasi pencemar di dalam ruangan. Gradasi warna merah di sekitar bagian inlet menunjukkan bahwa konsentrasi CO masih cukup tinggi sesuai dengan hasil pengukuran CO yang terukur. Namun, secara keseluruhan, konsentrasi CO di dalam gardu tersebar merata yang ditunjukkan oleh gradasi warna merah dan oranye, terutama tampak dengan cukup jelas pada Gambar 13 (d). Kemudian pada Gambar 13 (b) dan (c), terlihat bahwa konsentrasi terendah terdapat pada area di sekitar Outflow yang ditunjukkan oleh gradasi warna biru, hijau dan kuning. Selanjutnya, ketika polutan masuk ke dalam ruangan, faktor angin sangat berperan terutama dalam proses transport atau pengangkutan zat pencemar ke udara secara horizontal sesuai arah angin, dalam hal ini nilai kecepatan angin yang dimasukkan hanya pada sumbu x dan z (sumbu y merupakan arah vertikal sehingga proses yang terjadi adalah konveksi). Simulasi dispersi gas CO pada gardu tol ini juga dapat disesuaikan dengan Gambar 9. Pada kedua gambar (Gambar 9 dan 13) terdapat korelasi yang menunjukkan bahwa faktor kecepatan angin akan berpengaruh terhadap besar kecilnya turbulensi, dan proses turbulensi akan berperan dalam mengurangi keberadaan zat pencemar di udara. Selama proses dispersi, atmosfer berperan dalam menentukan arah transport, jarak jangkau, bentuk persebaran dan

9 26 Gambar 13 Output visual dispersi gas CO untuk Geometri A pada jam ke-1: (a) tampak isometrik/3d; (b) tampak depan; (c) tampak atas; (d) tampak samping. kecepatan difusi setelah zat pencemar diemisikan ke dalam udara. Seluruh proses tersebut tidak terlepas dari kondisi fisis dan dinamis atmosfer yang ditunjukkan oleh nilai input (karakteristik udara dan CO) yang digunakan pada Fluent. Di samping itu, polutan yang berada di udara juga akan mengalami transformasi kimia yang dipengaruhi oleh banyaknya uap air, dan proses difusi baik secara molekuler maupun turbulensi. Pada kasus ini, karbon monoksida akan teroksidasi menjadi CO 2, proses transformasi tersebut dapat berlangsung secara cepat ataupun lambat. Sementara itu plot untuk melihat nilai konsentrasi di sepanjang garis (line) pada masing-masing sumbu x, y dan z, dapat ditunjukkan pada Gambar 14. Pada Gambar 14 (a) dapat terlihat bahwa terjadi fluktuasi nilai konsentrasi CO terhadap sumbu y dan z atau dengan kata lain line pada sumbu x. Gambar atau plot tersebut menunjukkan bahwa nilai konsentrasi CO terus berkurang hingga posisi sekitar 1 hingga 1,25 m kemudian mengalami peningkatan kembali hingga pada akhirnya konstan pada posisi sekitar 1,6m dengan nilai sebesar 7,5 ppm. Sedangkan konsentrasi terendah sepanjang garis pada line x tersebut adalah sebesar 7 ppm Selanjutnya Gambar 14 (b) menunjukkan bahwa nilai konsentrasi CO terus meningkat sampai pada ketinggian sekitar 1.5m dengan nilai konsentrasi sebesar 7,45 ppm kemudian berkurang hingga konsentrasi terendah sebesar 6,8 ppm pada ketinggian sekitar 2m dan cenderung mengalami peningkatan kembali. Sementara itu pada Gambar 14 (c) dapat terlihat bahwa nilai konsentrasi CO terus seiring dengan garis yang semakin jauh dari inlet. Konsentrasi CO di dekat sumber (inlet) pada line z ini mencapai 7,5 ppm dan berkurang hingga 5 ppm. Pada kondisi tersebut, maka nilai konsentrasi CO yang berada pada titik pusat reseptor yang ditunjukkan oleh ketiga plot line sama dengan hasil konsentrasi CO yang terukur. Hal ini dikarenakan titik pusat reseptor berada dekat dengan inlet, sehingga secara tidak langsung reseptor cenderung akan menerima udara yang lebih kotor dibandingkan dengan bagian ruangan lainnya.

10 27 (a) (b) (c) Gambar 14 Plot nilai konsentrasi CO untuk Geometri A pada jam ke-1: (a) line x; (b) line y; (c) line z. Simulasi Dispersi Gas CO pada Geometri A pada jam ke-4 Hasil simulasi dispersi gas CO pada Fluent untuk Geometri A pada jam ke-4 tersaji pada Gambar 15. Skala dispersi konsentrasi polutan dalam geometri ini berada pada kisaran 68 hingga 33 ppm. Konsentrasi yang terukur jauh lebih besar hingga sembilan kali lipat. Seperti yang telah di jelaskan sebelumnya bahwa hasil konsentrasi yang terukur pada jam ke-4, selain karena jumlah kendaraan yang jauh lebih padat, tingginya konsentrasi CO bisa terjadi akibat bahan bakar yang digunakan, usia kendaraan, dan tipe kendaraan yang melewati gardu tol pada masing-masing jam pengukuran. Pada Gambar 15 terlihat bahwa di sekitar area inlet, konsentrasi CO yang ditunjukkan oleh warna merah masih lebih tinggi Gambar 15 Output visual dispersi gas CO untuk Geometri A pada jam ke-4: (a) tampak isometrik/3d; (b) tampak depan; (c) tampak atas; (d) tampak samping.

11 28 dibandingkan dengan area lain di dalam gardu. Hal ini disebabkan, CO membutuhkan suatu proses turbulensi agar udara dapat bercampur dengan polutan (dalam hal ini adalah CO) sehingga konsentrasi CO dapat berkurang karena akan teroksidasi menjadi CO 2. Namun, ketika udara yang membawa polutan masuk ke dalam gardu tol melalui inlet, pengaruh faktor angin belum terlalu besar dalam proses terjadinya turbulensi. Tingkat konsentrasi yang tinggi di dalam gardu dapat menyebabkan keterpaparan bagi para reseptor, terlebih konsentrasi yang terukur pada jam ke-4 jauh diambang batas yang telah ditetapkan oleh KLH (2002). Hal ini berbeda dengan hasil pengukuran konsentrasi CO tiga jam sebelumnya, yang masih berada di bawah ambang batas. Selain itu, proses turbulensi yang terjadi dalam gardu ini juga tidak menyebabkan konsentrasi berkurang hingga mencapai nilai ambang batas. Sehingga tingkat kualitas udara dalam gardu tol pada jam ke-4 dapat dikatakan berbahaya, dan dapat merugikan kesehatan yang serius bagi para petugas gerbang tol. Selanjutnya plot untuk melihat nilai konsentrasi di sepanjang garis (line) pada masing-masing sumbu x, y dan z, juga dapat ditunjukkan pada Gambar 16. Pada Gambar 16 (a) dan (b) dapat terlihat bahwa terjadi fluktuasi nilai konsentrasi CO terhadap line pada sumbu x dan y. Gambar atau plot pada line x menunjukkan bahwa nilai konsentrasi CO sedikit berkurang hingga posisi sekitar 1,25m kemudian meningkat hingga mencapai konsentrasi CO tertinggi sebesar 68 ppm pada posisi sekitar 2,25m dan pada akhirnya relatif turun sampai pada konsentrasi CO terendah dengan nilai sebesar 30 ppm. Sementara line y menunjukkan bahwa nilai konsentrasi CO menurun hingga mencapai konsentrasi terendah pada ketinggian sekitar 0,75m dengan nilai konsentrasi sebesar 1,5 ppm kemudian meningkat secara signifikan hingga mencapai konsentrasi tertinggi sebesar 68 ppm pada ketinggian sekitar 1,25m dan cenderung mengalami penurunan kembali. Sementara itu pada Gambar 14 (c) dapat terlihat bahwa nilai konsentrasi CO terus mengalami penurunan seiring dengan posisi yang semakin jauh dari inlet. Konsentrasi CO di dekat sumber (inlet) pada line z ini mencapai 68 ppm dan berkurang hingga 32,5 ppm. (a) (b) (c) Gambar 16 Plot nilai konsentrasi CO untuk Geometri A pada jam ke-4: (a) line x; (b) line y; (c) line z.

12 Simulasi Dispersi Gas CO pada Geometri B Seperti halnya simulasi Fluent pada Geometri A, nilai konsentrasi CO dari hasil simulasi Fluent ditunjukkan pada bagian kontur sebelah kiri yang dapat dibedakan melalui gradasi warna. Pada gambar terlihat bahwa semakin merah warna kontur maka semakin besar nilai kecepatan anginnya dan semakin biru warna kontur maka semakin kecil nilai kecepatan anginnya. Selain itu, nilai konsentrasi CO juga dapat terlihat pada plot di sepanjang garis (line) pada masingmasing sumbu x, y dan z dengan titik pusat reseptor (1,5, 1,2, 0,3m). Kemudian parameter input yang digunakan untuk simulasi Fluent pada Geometri B sama dengan parameter input yang digunakan untuk simulasi Fluent pada Geometri A, sehingga pada simulasi ini akan dibahas mengenai seberapa besar pengaruh perbedaan volume geometri dan letak Outflow pada kedua geometri ketika memiliki parameter input yang sama. Simulasi Dispersi Gas CO pada Geometri B pada jam ke-1 Simulasi Fluent untuk profil sebaran polutan yang terjadi di dalam gardu tol (Geometri B) tersaji pada Gambar 17. Pada gardu ini, konsentrasi CO hanya dapat terdispersi hingga 6 ppm saja, (dari hasil konsentrasi CO yang terukur sebesar 7,5 ppm). Seperti yang telah dijelaskan sebelumnya, nilai konsentrasi dan karakteristik yang digunakan untuk kedua geometri pada jam ke-1 adalah sama. Sehingga, pada gambar 15 (a) dapat terlihat bahwa sebaran polutan di dalam gardu ini hampir sama dengan gardu atau Geometri A, yang mana konsentrasi CO di dalam gardu cukup tersebar merata yang ditunjukkan oleh gradasi warna merah, terutama tampak dengan cukup jelas pada Gambar 17 (d). Namun, pada Gambar 17 (b) dan (c), terlihat bahwa konsentrasi terendah terdapat pada area di sekitar Outflow yang ditunjukkan oleh gradasi warna biru, hijau dan kuning. Pada prinsipnya, konsep dari proses sebaran CO di dalam gardu ini (Geometri B) sama dengan konsep sebaran yang terjadi pada Geometri A, yang mana polutan atauzat pencemar yang diemisikan dari setiap kendaraan bermotor pasti akan tersebar di dalam gardu melalui suatu proses dispersi, difusi, transformasi, dan transport. Hanya saja jika dibandingkan dengan Geometri A,pengaruh turbulensi pada Geometri B tidak terlalu besar, karena konsentrasi polutan tidak berkurang secara signifikan. Meskipun konsentrasi yang terukur pada gardu ini masih berada di bawah ambang batas, namun potensi keberadaan udara kotor pada gardu ini cenderung dapat bertahan lebih lama dibandingkan dengan Geometri A. Hal tersebut juga dipengaruhi oleh beberapa faktor diantaranya adalah letak Outflow yang agak jauh dari Inlet serta volume gardu yang lebih besar. Gambar 17 Output visual dispersi gas CO untuk Geometri B pada jam ke-1: (a) tampak isometrik/3d; (b) tampak depan; (c) tampak atas; (d) tampak samping.

13 30 (a) (b) (c) Gambar 18 Plot nilai konsentrasi CO untuk Geometri B pada jam ke-1: (a) line x; (b) line y; (c) line z. Seperti halnya Geometri A, pada Geometri B plot untuk melihat nilai konsentrasi di sepanjang garis (line) pada masing-masing sumbu x, y dan z, dapat ditunjukkan pada Gambar 18. Pada Gambar 18 (a) dapat terlihat bahwa terjadi fluktuasi nilai konsentrasi CO line x. Gambar atau plot tersebut menunjukkan bahwa nilai konsentrasi CO relatif konstan dengan nilai sebesar 7,5 ppm hingga posisi sekitar 1,75m dan kemudian berkurang secara signifikan hingga mencapai konsentrasi terendah sebesar 5,7 ppm. Hal ini berkebalikan dengan plot line x pada Geometri A jam ke- 1, nilai konsentrasi CO justru relatif konstan setelah pada posisi sekitar 1,6m. Sementara Gambar 18 (b) menunjukkan bahwa nilai konsentrasi CO terus meningkat sampai pada ketinggian sekitar 1,25m tepat pada titik reseptor dengan nilai konsentrasi sebesar 7,48 ppm kemudian berkurang hingga konsentrasi terendah sebesar 7,3 ppm pada ketinggian sekitar 2m. Kemudian pada Gambar 18 (c) dapat terlihat bahwa nilai konsentrasi CO terus berkurang dari inlet menuju outflow. Konsentrasi CO di dekat sumber (inlet) pada line z ini mencapai 7,5 ppm dan berkurang hingga 7,34 ppm. Tidak jauh berbeda dengan Geometri A jam ke-1, pada Geometri B jam ke-1 nilai konsentrasi CO yang berada pada titik pusat reseptor yang terlihat oleh ketiga plot line juga hampir mendekati hasil konsentrasi CO yang terukur. Akan tetapi, pada kasus ini nilai konsentrasi CO tidak berkurang secara signifikan, sehingga meskipun memiliki pola fluktuasi yang sama tetapi nilai konsentrasi CO terendah pada geometri ini relatif lebih tinggi bila dibandingkan dengan Geometri B. Simulasi Dispersi Gas CO pada Geometri B pada jam ke-4 Hasil simulasi dispersi gas CO pada Fluent untuk Geometri B pada jam ke-4 tersaji pada Gambar 19. Skala dispersi konsentrasi polutan dalam Geometri B sama dengan skala pada Geometri A yakni berada pada kisaran 68 hingga 33 ppm. Sehingga dengan skala yang sama, dapat dibandingkan secara jelas bentuk pendispersian CO yang terjadi di dalam kedua gardu. Pada Gambar 19 terlihat bahwa di sekitar area inlet, konsentrasi CO yang ditunjukkan oleh warna merah masih lebih tinggi dibandingkan dengan area lain di dalam gardu. Namun berbeda dengan Geometri A, sebaran CO pada gardu ini di dominasi oleh gradasi warna oranye dan hijau. Hal ini berarti bahwa pengaruh proses turbulensi yang terjadi pada geometri ini tidak terlalu besar seperti halnya pada Gometri A, sehingga dapat dikatakan tingkat kualitas udara dalam Geometri B pada jam ke-4 lebih berbahaya dan dapat merugikan kesehatan

14 31 Gambar 19 Output visual dispersi gas CO untuk Geometri B pada jam ke -4: (a) tampak isometrik/3d; (b) tampak depan; (c) tampak atas; (d) tampak samping. bagi para reseptor (petugas gerbang tol) karena potensi keberadaan udara kotor pada gardu ini cenderung dapat bertahan lebih lama dibandingkan dengan Geometri A. Plot untuk melihat nilai konsentrasi di sepanjang garis (line) pada masing-masing sumbu x, y dan z, tersaji pada Gambar 20. Pada seluruh gambar tersebut dapat terlihat bahwa terjadi fluktuasi nilai konsentrasi CO terhadap line x, y dan z. Gambar atau plot pada line x yang tersaji pada Gambar 20 (a) menunjukkan bahwa nilai konsentrasi CO mengalami peningkatan hingga posisi sekitar 1,5m (titik reseptor) kemudian relatif konstan dengan nilai konsentrasi sebesar 68 ppm dan berkurang setelah berada pada posisi 2,5m. (a) (b) (c) Gambar 20 Plot nilai konsentrasi CO untuk Geometri B pada jam ke-4: (a) line x; (b) line y; (c) line z.

15 32 Sementara plot line y yang tersaji pada Gambar 20 (b) menunjukkan bahwa nilai konsentrasi CO mengalami peningkatan dan penurunan yang cukup signifikan sehingga dapat dikatakan sangat berfluktuasi. Plot line y untuk titik reseptor berada pada ketinggian 1,2m, dan pada titik tersebut nilai konsentrasi CO adalah sebesar 66 ppm. Sedangkan pada Gambar 20 (c) dapat terlihat bahwa nilai konsentrasi CO terus mengalami penurunan seiring dengan posisi yang semakin jauh dari inlet, meskipun cenderung mengalami peningkatan kembali. Konsentrasi CO di dekat sumber (inlet) pada line z ini mencapai 61 ppm dan berkurang hingga 32,5 ppm. Sedikit berbeda dengan kondisi pada jam ke-1, nilai konsentrasi CO pada jam ke-4 secara keseluruhan lebih fluktuatif. Hal ini dapat terlihat dari perbedaan pola nilai konsentrasi yang terlihat oleh ketiga plot line x, y dan z. Hal ini disebabkan pada tingginya konsentrasi CO yang terukur pada Geometri ini serta proses pendispersian berbeda karena sangat dipengaruhi oleh besarnya volume gardu dan letak outflow yang lebih jauh dari inlet. V SIMPULAN Sebaran polutan CO yang terlihat dari hasil simulasi menunjukkan bahwa terdapat perbedaan distribusi angin dan dispersi polutan pada jam ke-1 dan jam ke-4 baik pada Geometri A maupun pada Geometri B. Berdasarkan hasil pengukuran, nilai kecepatan angin pada jam ke-1 lebih besar daripada nilai kecepatan angin pada jam ke- 4. Sebaliknya, hasil konsentrasi CO yang terukur pada jam ke-4 jauh lebih besar hingga sembilan kali lipat daripada hasil konsentrasi yang terukur pada jam ke-1. Hasil simulasi Fluent pada jam ke-1 menunjukkan bahwa distribusi kecepatan angin dan dispersi gas CO pada Geometri A jauh lebih baik daripada Geometri B. Jika dibandingkan dengan Geometri A, pengaruh turbulensi pada Geometri B tidak terlalu besar, karena konsentrasi polutan tidak berkurang secara signifikan. Meskipun nilai konsentrasi CO yang terukur pada jam ke-1 masih berada di bawah ambang batas, namun potensi keberadaan udara kotor pada Geometri B dapat bertahan lebih lama dibandingkan dengan Geometri A. Sementara hasil simulasi Fluent pada jam ke-4, menunjukkan bahwa proses distribusi angin dengan nilai kecepatan angin yang lebih rendah dan proses dispersi gas CO dengan tingkat konsentrasi CO yang jauh lebih tinggi melebihi ambang batas baik pada Geometri A maupun pada Geometri B tidak jauh berbeda, yang mana pengaruh turbulensi di dalam kedua gardu ini juga tidak menyebabkan konsentrasi CO berkurang hingga mencapai nilai ambang batas. Selain itu, tingkat kualitas udara dalam gardu tol pada jam ke-4 untuk kedua Geometri cenderung lebih berbahaya, dan dapat merugikan kesehatan yang serius bagi para petugas gerbang tol terutama dalam jangka panjang. VI SARAN Pada penelitian ini disarankan perlu adanya sedikit upaya perbaikan atau penambahan properti yang dapat dilakukan agar dapat meminimalisir dampak yang dapat ditimbulkan seperti penambahan Exhaust fan atau kipas angin dan penambahan ventilasi pada sisi atas gardu tol. Upaya penambahan tersebut bertujuan untuk mempercepat proses distribusi udara beserta proses zat pencemar yang berada di dalam ruangan, sehingga konsentrasi polutan dapat segera terencerkan. Di sisi lain perlu adanya penelitian lebih lanjut untuk membuat modifikasi lokasi inlet dan outflow agar udara yang membawa polutan dapat terdispersi secara ideal di dalam gardu tol. DAFTAR PUSTAKA Arya S P Air Pollution Meteorology and Dispersion. New York: Oxford University Press. Benarie MM The Simple Box Model Simplified. [J. of Atm Pollution]. New-York: Elsevier Scientific Publishing Company. Budiraharjo E Pencemaran Udara. Widyapura No.5 Tahun VII Januari Brimblecombe P Air Compotition and Chemistry. Geat Britain: Cambridge University Press. [BSN] Badan Standardisasi Nasional Nilai Ambang Batas (NAB) Zat Kimia di Udara Tempat Kerja. Standar Nasional Indonesia: SNI

keterangan: G k : gradien kecepatan dalam energi kinetik turbulensi (m 2 det -1 ) G b : bouyansi dalam energi kinetik turbulensi (m 2 det -1 )

keterangan: G k : gradien kecepatan dalam energi kinetik turbulensi (m 2 det -1 ) G b : bouyansi dalam energi kinetik turbulensi (m 2 det -1 ) 13 dan t t ρk + x i ρku i = x j ρε + x i ρεu i = x j μ + μ t σ e α k μ eff k x j ε x j + G k + G b ρε Y M + S k + C 1e ε k G k + C 3e G b C 2e ρ ε2 k + S e keterangan: G k : gradien kecepatan dalam energi

Lebih terperinci

DAFTAR ISI. HALAMAN JUDUL... i. LEMBAR PENGESAHAN... ii. KATA PENGANTAR... iii. ABSTRAK... vi. ABSTRACT... vii. DAFTAR ISI... viii. DAFTAR TABEL...

DAFTAR ISI. HALAMAN JUDUL... i. LEMBAR PENGESAHAN... ii. KATA PENGANTAR... iii. ABSTRAK... vi. ABSTRACT... vii. DAFTAR ISI... viii. DAFTAR TABEL... DAFTAR ISI Halaman HALAMAN JUDUL... i LEMBAR PENGESAHAN... ii KATA PENGANTAR... iii ABSTRAK... vi ABSTRACT... vii DAFTAR ISI... viii DAFTAR TABEL... xv DAFTAR GAMBAR... xviii BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Transportasi saat ini menjadi masalah yang sangat penting karena dapat mengindikasikan kemajuan suatu daerah. Transportasi sangat diperlukan untuk mendukung perkembangan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Hasil Analisa Bulan November Lokasi/Tahun Penelitian SO2 (µg/m 3 ) Pintu KIM 1 (2014) 37,45. Pintu KIM 1 (2015) 105,85

BAB I PENDAHULUAN. Hasil Analisa Bulan November Lokasi/Tahun Penelitian SO2 (µg/m 3 ) Pintu KIM 1 (2014) 37,45. Pintu KIM 1 (2015) 105,85 BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar belakang Udara merupakan salah satu faktor penting dalam keberlangsungan hidup semua mahluk hidup terutama manusia. Seiring dengan meningkatnya pembangunan infrastruktur mulai

Lebih terperinci

4.1 Konsentrasi NO 2 Tahun 2011

4.1 Konsentrasi NO 2 Tahun 2011 4.1 Konsentrasi NO 2 Tahun 2011 Pada pengujian periode I nilai NO 2 lebih tinggi dibandingkan dengan periode II dan III (Gambar 4.1). Tinggi atau rendahnya konsentrasi NO 2 sangat dipengaruhi oleh berbagai

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Udara merupakan komponen yang sangat penting untuk keberlangsungan hidup manusia dan makhluk hidup lainnya. Tingkat pencemaran udara di Kota Padang cukup tinggi. Hal

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Pembangunan di Indonesia yang berkembang pesat dewasa ini terutama dalam bidang industri telah mengakibatkan kebutuhan tenaga listrik meningkat dari tahun ke tahun.

Lebih terperinci

BAB IV HASIL SIMULASI DAN PEMBAHASAN

BAB IV HASIL SIMULASI DAN PEMBAHASAN BAB IV HASIL SIMULASI DAN PEMBAHASAN Dari simulasi yang telah dilakukan didapat hasil sebaran konsentrasi SO 2 dari data emisi pada tanggal 31 Oktober 2003 pada PLTU milik PT. Indorama Synthetics tbk.

Lebih terperinci

BAB III METODOLOGI DAN PENGOLAHAN DATA

BAB III METODOLOGI DAN PENGOLAHAN DATA BAB III METODOLOGI DAN PENGOLAHAN DATA 3.1 Data Data yang akan digunakan dalam pengerjaan tugas akhir ini, antara lain data pemakaian batubara, data kandungan sulfur dalam batubara, arah dan kecepatan

Lebih terperinci

DAFTAR ISI. Halaman Judul... Halaman Pengesahan... Kata Pengantar Dan Persembahan... DAFTAR ISI... DAFTAR TABEL... DAFTAR GAMBAR... DAFTAR LAMPIRAN...

DAFTAR ISI. Halaman Judul... Halaman Pengesahan... Kata Pengantar Dan Persembahan... DAFTAR ISI... DAFTAR TABEL... DAFTAR GAMBAR... DAFTAR LAMPIRAN... DAFTAR ISI Halaman Judul... Halaman Pengesahan... Kata Pengantar Dan Persembahan... DAFTAR ISI... DAFTAR TABEL... DAFTAR GAMBAR... DAFTAR LAMPIRAN... ABSTRAK... i ii iii vi iv xi xiii xiv BAB I PENDAHULUAN...

Lebih terperinci

SIDANG TUGAS AKHIR KONVERSI ENERGI

SIDANG TUGAS AKHIR KONVERSI ENERGI SIDANG TUGAS AKHIR KONVERSI ENERGI ADITYA SAYUDHA. P NRP. 2107 100 082 PEMBIMBING Ir. KADARISMAN NIP. 194901091974121001 JURUSAN TEKNIK MESIN FAKULTAS TEKNOLOGI INDUSTRI INSTITUT TEKNOLOGI SEPULUH NOPEMBER

Lebih terperinci

ANALISIS TEMPERATUR DAN ALIRAN UDARA PADA SISTEM TATA UDARA DI GERBONG KERETA API PENUMPANG KELAS EKONOMI DENGAN VARIASI BUKAAN JENDELA

ANALISIS TEMPERATUR DAN ALIRAN UDARA PADA SISTEM TATA UDARA DI GERBONG KERETA API PENUMPANG KELAS EKONOMI DENGAN VARIASI BUKAAN JENDELA JURNAL TEKNIK POMITS Vol. 1, No. 1, (2012) 1-6 1 ANALISIS TEMPERATUR DAN ALIRAN UDARA PADA SISTEM TATA UDARA DI GERBONG KERETA API PENUMPANG KELAS EKONOMI DENGAN VARIASI BUKAAN JENDELA Lustyyah Ulfa, Ridho

Lebih terperinci

MODUL X CALINE4. 1. Tujuan Praktikum

MODUL X CALINE4. 1. Tujuan Praktikum MODUL X CALINE4 1. Tujuan Praktikum Praktikan mampu menggunakan model Caline4 untuk memprediksi sebaran gas karbon monoksida akibat emisi gas kendaraan bermotor. Praktikan mampu menganalisa dampak dari

Lebih terperinci

BAB I. PENDAHULUAN. Yogyakarta merupakan kota dengan kepadatan penduduk tertinggi di

BAB I. PENDAHULUAN. Yogyakarta merupakan kota dengan kepadatan penduduk tertinggi di BAB I. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Yogyakarta merupakan kota dengan kepadatan penduduk tertinggi di Daerah Istimewa Yogyakarta (DIY). Dengan luas wilayah 32,50 km 2, sekitar 1,02% luas DIY, jumlah

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Jumlah penduduk di Kota Padang setiap tahun terus meningkat, meningkatnya jumlah penduduk mengakibatkan peningkatan jumlah transportasi di Kota Padang. Jumlah kendaraan

Lebih terperinci

KAJIAN SUHU DAN ALIRAN UDARA DALAM KEMASAN BERVENTILASI MENGGUNAKAN TEKNIK COMPUTATIONAL DYNAMIC (CFD) Emmy Darmawati 1), Yudik Adhinata 2)

KAJIAN SUHU DAN ALIRAN UDARA DALAM KEMASAN BERVENTILASI MENGGUNAKAN TEKNIK COMPUTATIONAL DYNAMIC (CFD) Emmy Darmawati 1), Yudik Adhinata 2) KAJIAN SUHU DAN ALIRAN UDARA DALAM KEMASAN BERVENTILASI MENGGUNAKAN TEKNIK COMPUTATIONAL DYNAMIC (CFD) Emmy Darmawati 1), Yudik Adhinata 2) Departemen Teknik Pertanian, Fakultas Teknologi Pertanian, Institut

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. Landasan Teori 1. Komposisi dan Perilaku Gas Buang Kendaraan Bermotor Emisi kendaraan bermotor mengandung berbagai senyawa kimia. Komposisi dari kandungan senyawa kimianya tergantung

Lebih terperinci

IV. HASIL DAN PEMBAHASAN

IV. HASIL DAN PEMBAHASAN IV. HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1 RANCANGAN OBSTACLE Pola kecepatan dan jenis aliran di dalam reaktor kolom gelembung sangat berpengaruh terhadap laju reaksi pembentukan biodiesel. Kecepatan aliran yang tinggi

Lebih terperinci

Gambar 4 Simulasi trajektori PT. X bulan Juni (a) dan bulan Desember (b)

Gambar 4 Simulasi trajektori PT. X bulan Juni (a) dan bulan Desember (b) 9 Kasus 2 : - Top of model : 15 m AGL - Starting time : 8 Juni dan 3 Desember 211 - Height of stack : 8 m AGL - Emmision rate : 1 hour - Pollutant : NO 2 dan SO 2 3.4.3 Metode Penentuan Koefisien Korelasi

Lebih terperinci

IV. HASIL DAN PEMBAHASAN

IV. HASIL DAN PEMBAHASAN IV. HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1 Kondisi Kepadatan Lalu Lintas Jl. M.H. Thamrin Jalan M.H. Thamrin merupakan jalan arteri primer, dengan kondisi di sekitarnya didominasi wilayah perkantoran. Kepadatan lalu

Lebih terperinci

POLUSI UDARA DI KAWASAN CEKUNGAN BANDUNG

POLUSI UDARA DI KAWASAN CEKUNGAN BANDUNG POLUSI UDARA DI KAWASAN CEKUNGAN BANDUNG Sumaryati Peneliti Bidang Komposisi Atmosfer, LAPAN e-mail: sumary.bdg@gmail.com,maryati@bdg.lapan.go.id RINGKASAN Pengelolaan polusi udara pada prinsipnya adalah

Lebih terperinci

BAB III METODOLOGI PENELITIAN Prosedur Penggunaan Software Ansys FLUENT 15.0

BAB III METODOLOGI PENELITIAN Prosedur Penggunaan Software Ansys FLUENT 15.0 BAB III METODOLOGI PENELITIAN 3.1 Alat Penelitian Pada penelitian ini menggunakan software jenis program CFD Ansys FLUENT 15.0 dengan diameter dalam pipa 19 mm, diameter luar pipa 25,4 dan panjang pipa

Lebih terperinci

SUMMARY. ANALISIS KADAR NITROGEN DIOKSIDA (NO₂) dan KARBONMONOKSIDA (CO) DI UDARA AMBIEN KOTA GORONTALO

SUMMARY. ANALISIS KADAR NITROGEN DIOKSIDA (NO₂) dan KARBONMONOKSIDA (CO) DI UDARA AMBIEN KOTA GORONTALO SUMMARY ANALISIS KADAR NITROGEN DIOKSIDA (NO₂) dan KARBONMONOKSIDA (CO) DI UDARA AMBIEN KOTA GORONTALO Oleh : Yuliana Dauhi Jurusan Kesehatan Masyarakat Fakultas Ilmu-Ilmu Kesehatan Dan Keolahragaan Universitas

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. dan sektor transportasi berjalan sangat cepat. Perkembangan di bidang industri

BAB I PENDAHULUAN. dan sektor transportasi berjalan sangat cepat. Perkembangan di bidang industri 1 BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Pembangunan di Indonesia khususnya pembangunan di bidang industri dan sektor transportasi berjalan sangat cepat. Perkembangan di bidang industri dan transportasi

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN BAB I PENDAHULUAN

BAB I PENDAHULUAN BAB I PENDAHULUAN BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Dewasa ini, bumi tempat tinggal manusia telah tercemar oleh polutan. Polutan adalah segala sesuatu yang berbahaya bagi kehidupan makhluk hidup dan lingkungan. Udara

Lebih terperinci

IV. HASIL DAN PEMBAHASAN

IV. HASIL DAN PEMBAHASAN IV. HASIL DAN PEMBAHASAN A. Simulasi Distribusi Suhu Kolektor Surya 1. Domain 3 Dimensi Kolektor Surya Bentuk geometri 3 dimensi kolektor surya diperoleh dari proses pembentukan ruang kolektor menggunakan

Lebih terperinci

PROFIL VOLUME LALU LINTAS DAN KUALITAS UDARA AMBIEN PADA RUAS JALAN IR. SOEKARNO SURABAYA

PROFIL VOLUME LALU LINTAS DAN KUALITAS UDARA AMBIEN PADA RUAS JALAN IR. SOEKARNO SURABAYA PROFIL VOLUME LALU LINTAS DAN KUALITAS UDARA AMBIEN PADA RUAS JALAN IR. SOEKARNO SURABAYA Taty Alfiah 1, Evi Yuliawati 2, Yoseph F. Bota 1, Enggar Afriyandi 1 1) Jurusan Teknik Lingkungan, 2) Jurusan Teknik

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN Latar Belakang

BAB 1 PENDAHULUAN Latar Belakang BAB 1 PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Udara merupakan unsur yang sangat penting untuk mempertahankan kehidupan manusia, hewan dan tumbuhan semuanya membutuhkan udara untuk mempertahankan hidupnya. Udara

Lebih terperinci

V. PERCOBAAN. alat pengering hasil rancangan, berapa jenis alat ukur dan produk gabah sebagai

V. PERCOBAAN. alat pengering hasil rancangan, berapa jenis alat ukur dan produk gabah sebagai BAB V PERCOBAAN V. PERCOBAAN 5.1. Bahan dan alat Bahan dan peralatan yang digunakan dalam percobaan ini terdiri dari model alat pengering hasil rancangan, berapa jenis alat ukur dan produk gabah sebagai

Lebih terperinci

Winardi 1 Program Studi Teknik Lingkungan Universitas Tanjungpura Pontianak

Winardi 1 Program Studi Teknik Lingkungan Universitas Tanjungpura Pontianak Analisis Dispersi Gas Sulfur Dioksida (SO 2 ) Dari Sumber Transportasi Di Kota Pontianak Winardi 1 Program Studi Teknik Lingkungan Universitas Tanjungpura Pontianak win@pplh-untan.or.id Abstrak Pencemaran

Lebih terperinci

1.1. Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN

1.1. Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Udara merupakan unsur yang sangat penting untuk mempertahankan kehidupan manusia, hewan dan tumbuhan semuanya membutuhkan udara untuk mempertahankan hidupnya. Udara

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. utama pencemaran udara di daerah perkotaan. Kendaraan bermotor merupakan

BAB I PENDAHULUAN. utama pencemaran udara di daerah perkotaan. Kendaraan bermotor merupakan BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Aktivitas transportasi khususnya kendaraan bermotor merupakan sumber utama pencemaran udara di daerah perkotaan. Kendaraan bermotor merupakan kendaraan yang digerakan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Pembangunan kota lebih banyak mencerminkan adanya perkembangan

BAB I PENDAHULUAN. Pembangunan kota lebih banyak mencerminkan adanya perkembangan 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Pembangunan kota lebih banyak mencerminkan adanya perkembangan fisik kota yang ditentukan oleh pembangunan sarana dan prasarana. Lahan yang seharusnya untuk penghijauan

Lebih terperinci

Elaeis Noviani R *, Kiki Ramayana L. Tobing, Ita Tetriana A, Titik Istirokhatun. Abstrak. 1. Pendahuluan. 2. Dasar Teori Karbon Monoksida (CO)

Elaeis Noviani R *, Kiki Ramayana L. Tobing, Ita Tetriana A, Titik Istirokhatun. Abstrak. 1. Pendahuluan. 2. Dasar Teori Karbon Monoksida (CO) PENGARUH JUMLAH KENDARAAN DAN FAKTOR METEOROLOGIS (SUHU, KECEPATAN ANGIN) TERHADAP PENINGKATAN KONSENTRASI GAS PENCEMAR CO, NO₂, DAN SO₂ PADA PERSIMPANGAN JALAN KOTA SEMARANG (STUDI KASUS JALAN KARANGREJO

Lebih terperinci

BAB III METODOLOGI PENELITIAN

BAB III METODOLOGI PENELITIAN BAB III METODOLOGI PENELITIAN 3.1 Perangkat Penelitian Penelitian ini menggunakan perangkat sebagai berikut : 1. Laptop merk Asus tipe A45V dengan spesifikasi, 2. Aplikasi CFD Ansys 15.0 3.2 Diagram Alir

Lebih terperinci

PENCEMARAN UDARA AKIBAT KENDARAAN BERMOTOR DI JALAN P. H. H. MUSTOFA, BANDUNG. Grace Wibisana NRP : NIRM :

PENCEMARAN UDARA AKIBAT KENDARAAN BERMOTOR DI JALAN P. H. H. MUSTOFA, BANDUNG. Grace Wibisana NRP : NIRM : PENCEMARAN UDARA AKIBAT KENDARAAN BERMOTOR DI JALAN P. H. H. MUSTOFA, BANDUNG Grace Wibisana NRP : 9721053 NIRM : 41077011970288 Pembimbing : Ir. Budi Hartanto Susilo, M. Sc Ko-Pembimbing : Ir. Gugun Gunawan,

Lebih terperinci

IV. PEMBAHASAN A. Distribusi Suhu dan Pola Aliran Udara Hasil Simulasi CFD

IV. PEMBAHASAN A. Distribusi Suhu dan Pola Aliran Udara Hasil Simulasi CFD IV. PEMBAHASAN A. Distribusi Suhu dan Pola Aliran Udara Hasil Simulasi CFD Simulasi distribusi pola aliran udara dan suhu dilakukan pada saat ayam produksi sehingga dalam simulasi terdapat inisialisasi

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. orang berhak hidup sejahtera lahir dan batin, bertempat tinggal dan mendapatkan

BAB I PENDAHULUAN. orang berhak hidup sejahtera lahir dan batin, bertempat tinggal dan mendapatkan BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Undang-Undang Dasar 1945 Pasal 28 ayat (1) menyebutkan bahwa setiap orang berhak hidup sejahtera lahir dan batin, bertempat tinggal dan mendapatkan lingkungan hidup

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. I.1. Latar Belakang Masalah. Bagi masyarakat, transportasi merupakan urat nadi kehidupan sehari-hari

BAB I PENDAHULUAN. I.1. Latar Belakang Masalah. Bagi masyarakat, transportasi merupakan urat nadi kehidupan sehari-hari BAB I PENDAHULUAN I.1. Latar Belakang Masalah Bagi masyarakat, transportasi merupakan urat nadi kehidupan sehari-hari dan merupakan salah satu kebutuhan pokok yang sangat penting dan strategis. Seiring

Lebih terperinci

SIMULASI NUMERIK UJI EKSPERIMENTAL PROFIL ALIRAN SALURAN MULTI BELOKAN DENGAN VARIASI SUDU PENGARAH

SIMULASI NUMERIK UJI EKSPERIMENTAL PROFIL ALIRAN SALURAN MULTI BELOKAN DENGAN VARIASI SUDU PENGARAH SIMULASI NUMERIK UJI EKSPERIMENTAL PROFIL ALIRAN SALURAN MULTI BELOKAN DENGAN VARIASI SUDU PENGARAH Syukran 1* dan Muh. Haiyum 2 1,2 Jurusan Teknik Mesin Politeknik Negeri Lhokseumawe Jl. Banda Aceh-Medan

Lebih terperinci

DISPERSI GAS KARBON MONOKSIDA (CO) DARI SUMBER TRANSPORTASI DI KOTA PONTIANAK

DISPERSI GAS KARBON MONOKSIDA (CO) DARI SUMBER TRANSPORTASI DI KOTA PONTIANAK DISPERSI GAS KARBON MONOKSIDA () DARI SUMBER TRANSPORTASI DI KOTA PONTIANAK DISPERSION OF CARBON MONOXIDE () FROM TRANSPORTATION SOURCE IN PONTIANAK CITY Winardi* Program Studi Teknik Lingkungan Universitas

Lebih terperinci

OP-030 Uji Validasi Program Caline4 terhadap Dispersi Gas NO2 dari Sektor Transportasi di Kota Padang

OP-030 Uji Validasi Program Caline4 terhadap Dispersi Gas NO2 dari Sektor Transportasi di Kota Padang Seminar Nasional Sains dan Teknologi Lingkungan II e-issn -880 Padang, 9 Oktober 06 OP-00 Uji Validasi Program terhadap Dispersi Gas NO dari Sektor Transportasi di Kota Padang Vera Surtia Bachtiar, Siti

Lebih terperinci

BAB III METODOLOGI PENELITIAN

BAB III METODOLOGI PENELITIAN BAB III METODOLOGI PENELITIAN 3.1 Alat Penelitian Pada penelitian ini software yang digunakan untuk simulasi adalah jenis program CFD ANSYS 15.0 FLUENT. 3.1.1 Prosedur Penggunaan Software Ansys 15.0 Setelah

Lebih terperinci

BAB 4 HASIL & ANALISIS

BAB 4 HASIL & ANALISIS BAB 4 HASIL & ANALISIS 4.1 PENGUJIAN KARAKTERISTIK WATER MIST UNTUK PEMADAMAN DARI SISI SAMPING BAWAH (CO-FLOW) Untuk mengetahui kemampuan pemadaman api menggunakan sistem water mist terlebih dahulu perlu

Lebih terperinci

IV. HASIL DAN PEMBAHASAN

IV. HASIL DAN PEMBAHASAN IV. HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1. Suhu Udara Hasil pengukuran suhu udara di dalam rumah tanaman pada beberapa titik dapat dilihat pada Gambar 6. Grafik suhu udara di dalam rumah tanaman menyerupai bentuk parabola

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Tabel 1.1 Besaran dan peningkatan rata-rata konsumsi bahan bakar dunia (IEA, 2014)

BAB I PENDAHULUAN. Tabel 1.1 Besaran dan peningkatan rata-rata konsumsi bahan bakar dunia (IEA, 2014) BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Di era modern, teknologi mengalami perkembangan yang sangat pesat. Hal ini akan mempengaruhi pada jumlah konsumsi bahan bakar. Permintaan konsumsi bahan bakar ini akan

Lebih terperinci

PENDUGAAN KONSENTRASI CO, NO x, SO 2, HC, DAN PM 10 DARI AKTIVITAS TRANSPORTASI DI JALAN MAYOR OKING CITEUREUP BOGOR FITRI HASANAH

PENDUGAAN KONSENTRASI CO, NO x, SO 2, HC, DAN PM 10 DARI AKTIVITAS TRANSPORTASI DI JALAN MAYOR OKING CITEUREUP BOGOR FITRI HASANAH PENDUGAAN KONSENTRASI CO, NO x, SO 2, HC, DAN PM 10 DARI AKTIVITAS TRANSPORTASI DI JALAN MAYOR OKING CITEUREUP BOGOR FITRI HASANAH DEPARTEMEN GEOFISIKA DAN METEOROLOGI FAKULTAS MATEMATIKA DAN ILMU PENGETAHUAN

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. dunia. Hal ini disebabkan karena manusia memerlukan daya dukung unsur unsur

BAB I PENDAHULUAN. dunia. Hal ini disebabkan karena manusia memerlukan daya dukung unsur unsur BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Interaksi manusia dengan lingkungan hidupnya merupakan suatu proses yang wajar dan terlaksana sejak manusia itu dilahirkan sampai ia meninggal dunia. Hal ini disebabkan

Lebih terperinci

Analisa Unjuk Kerja Heat Recovery Steam Generator (HRSG) dengan Menggunakan Pendekatan Porous Media di PLTGU Jawa Timur

Analisa Unjuk Kerja Heat Recovery Steam Generator (HRSG) dengan Menggunakan Pendekatan Porous Media di PLTGU Jawa Timur Analisa Unjuk Kerja Heat Recovery Steam Generator (HRSG) dengan Menggunakan Pendekatan Porous Media di PLTGU Jawa Timur Nur Rima Samarotul Janah, Harsono Hadi dan Nur Laila Hamidah Departemen Teknik Fisika,

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. pencegahan kecelakaan kerja dan penyakit akibat kerja (PP RI No. 50 Tahun

BAB I PENDAHULUAN. pencegahan kecelakaan kerja dan penyakit akibat kerja (PP RI No. 50 Tahun BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Keselamatan dan Kesehatan Kerja adalah segala kegiatan untuk menjamin dan melindungi keselamatan dan kesehatan tenaga kerja melalui upaya pencegahan kecelakaan kerja

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. halaman belakang untuk memenuhi berbagai kenyamanan bagi para. penghuninya, terutama kenyamanan thermal. Keberadaan space halaman

BAB I PENDAHULUAN. halaman belakang untuk memenuhi berbagai kenyamanan bagi para. penghuninya, terutama kenyamanan thermal. Keberadaan space halaman BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Pada umumnya rumah tinggal mempunyai halaman depan dan halaman belakang untuk memenuhi berbagai kenyamanan bagi para penghuninya, terutama kenyamanan thermal. Keberadaan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN I-1

BAB I PENDAHULUAN I-1 BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Polusi udara akibat dari peningkatan penggunaan jumlah kendaraan bermotor yang mengeluarkan gas-gas berbahaya akan sangat mendukung terjadinya pencemaran udara dan

Lebih terperinci

ANALISIS MODEL MATEMATIKA PROSES PENYEBARAN LIMBAH CAIR PADA AIR TANAH

ANALISIS MODEL MATEMATIKA PROSES PENYEBARAN LIMBAH CAIR PADA AIR TANAH ANALISIS MODEL MATEMATIKA PROSES PENYEBARAN LIMBAH CAIR PADA AIR TANAH Oleh: 1 Arif Fatahillah, 2 M. Gangga D. F. F. P 1,2 Program Studi Pendidikan Matematika FKIP Universitas Jember e-mail: arif.fkip@unej.ac.id

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Lalu lintas kendaraan bermotor di suatu kawasan perkotaan dan kawasan lalu lintas padat lainnya seperti di kawasan pelabuhan barang akan memberikan pengaruh dan dampak

Lebih terperinci

MODIFIKASI MESIN MOTOR BENSIN 4 TAK TIPE 5K 1486 cc MENJADI BAHAN BAKAR LPG. Oleh : Hari Budianto

MODIFIKASI MESIN MOTOR BENSIN 4 TAK TIPE 5K 1486 cc MENJADI BAHAN BAKAR LPG. Oleh : Hari Budianto MODIFIKASI MESIN MOTOR BENSIN 4 TAK TIPE 5K 1486 cc MENJADI BAHAN BAKAR LPG Oleh : Hari Budianto 2105 030 057 Latar Belakang Kebutuhan manusia akan energi setiap tahun terus bertambah, selaras dengan perkembangan

Lebih terperinci

INVESTIGASI KARAKTERISTIK PERPINDAHAN PANAS PADA DESAIN HELICAL BAFFLE PENUKAR PANAS TIPE SHELL AND TUBE BERBASIS COMPUTATIONAL FLUID DYNAMICS (CFD)

INVESTIGASI KARAKTERISTIK PERPINDAHAN PANAS PADA DESAIN HELICAL BAFFLE PENUKAR PANAS TIPE SHELL AND TUBE BERBASIS COMPUTATIONAL FLUID DYNAMICS (CFD) INVESTIGASI KARAKTERISTIK PERPINDAHAN PANAS PADA DESAIN HELICAL BAFFLE PENUKAR PANAS TIPE SHELL AND TUBE BERBASIS COMPUTATIONAL FLUID DYNAMICS (CFD) Mirza Quanta Ahady Husainiy 2408100023 Dosen Pembimbing

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. Kota Bandar Lampung merupakan sebuah pusat kota, sekaligus ibu kota Provinsi

I. PENDAHULUAN. Kota Bandar Lampung merupakan sebuah pusat kota, sekaligus ibu kota Provinsi I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Kota Bandar Lampung merupakan sebuah pusat kota, sekaligus ibu kota Provinsi Lampung, Indonesia. Berdasarkan Profil Penataan Ruang Kabupaten dan Kota Provinsi Lampung Tahun

Lebih terperinci

BAB 1 : PENDAHULUAN. beberapa tahun terakhir ini. Ekonomi kota yang tumbuh ditandai dengan laju urbanisasi yang

BAB 1 : PENDAHULUAN. beberapa tahun terakhir ini. Ekonomi kota yang tumbuh ditandai dengan laju urbanisasi yang BAB 1 : PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Kualitas udara perkotaan di Indonesia menunjukkan kecenderungan menurun dalam beberapa tahun terakhir ini. Ekonomi kota yang tumbuh ditandai dengan laju urbanisasi

Lebih terperinci

BAB III METODOLOGI PENELITIAN

BAB III METODOLOGI PENELITIAN BAB III METODOLOGI PENELITIAN 3.1 Alat Penelitian Pada Penelitian ini dilakukan secara numerik dengan metode Computer Fluid Dynamic (CFD) menggunakan software Ansys Fluent versi 15.0. dengan menggunakan

Lebih terperinci

METODOLOGI PENELITIAN

METODOLOGI PENELITIAN METODOLOGI PENELITIAN Tempat dan Waktu Penelitian Penelitian ini dilaksanakan pada musim kemarau yaitu bulan Mei sampai Juli 2007 berlokasi di Laboratorium Lapangan Bagian Ternak Perah, Departemen Ilmu

Lebih terperinci

berbagai cara. Pencemaran udara terutama datang dari kendaraan bermotor, industri,

berbagai cara. Pencemaran udara terutama datang dari kendaraan bermotor, industri, BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Udara adalah campuran gas yang merupakan lapisan tipis yang meliputi bumi dan merupakan gas yang tidak kelihatan, tidak berasa dan tidak berbau. Pencemaran udara datang

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. mengetahui faktor-faktor yang mempengaruhi kinerja kendaraan. truk dengan penambahan pada bagian atap kabin truk berupa

BAB I PENDAHULUAN. mengetahui faktor-faktor yang mempengaruhi kinerja kendaraan. truk dengan penambahan pada bagian atap kabin truk berupa BAB I PENDAHULUAN 1.1 SUBYEK PENELITIAN Pengerjaan penelitian dalam tugas akhir ini dilakukan untuk mengetahui faktor-faktor yang mempengaruhi kinerja kendaraan truk dengan penambahan pada bagian atap

Lebih terperinci

PERBANDINGAN ANALISIS AERODINAMIKA PADA MOBIL SEDAN GENERIK BERBAGAI MODEL DENGAN MENGGUNAKAN SOFTWARE BERBASIS COMPUTATIONAL FLUID DYNAMICS (CFD)

PERBANDINGAN ANALISIS AERODINAMIKA PADA MOBIL SEDAN GENERIK BERBAGAI MODEL DENGAN MENGGUNAKAN SOFTWARE BERBASIS COMPUTATIONAL FLUID DYNAMICS (CFD) PERBANDINGAN ANALISIS AERODINAMIKA PADA MOBIL SEDAN GENERIK BERBAGAI MODEL DENGAN MENGGUNAKAN SOFTWARE BERBASIS COMPUTATIONAL FLUID DYNAMICS (CFD) Muh. Yamin *), Yulianto **) E-mail : Mohay_@staff.gunadarma.ac.id

Lebih terperinci

V. KESIMPULAN DAN SARAN. Berdasarkan dari hasil survei, perhitungan dan pembahasan dapat diperoleh

V. KESIMPULAN DAN SARAN. Berdasarkan dari hasil survei, perhitungan dan pembahasan dapat diperoleh V. KESIMPULAN DAN SARAN A. Kesimpulan Berdasarkan dari hasil survei, perhitungan dan pembahasan dapat diperoleh beberapa kesimpulan pada penelitian ini adalah sebagai berikut : 1. Kemacetan lalu lintas

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. makhluk hidup lainnya (Peraturan Pemerintah Republik Indonesia Nomor 41. Tahun 1999 tentang Pengendalian Pencemaran Udara).

BAB I PENDAHULUAN. makhluk hidup lainnya (Peraturan Pemerintah Republik Indonesia Nomor 41. Tahun 1999 tentang Pengendalian Pencemaran Udara). BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Udara sebagai sumber daya alam yang mempengaruhi kehidupan manusia serta makhluk hidup lainnya harus dijaga dan dipelihara kelestarian fungsinya untuk pemeliharaan

Lebih terperinci

ROTASI Volume 8 Nomor 1 Januari

ROTASI Volume 8 Nomor 1 Januari ROTASI Volume 8 Nomor 1 Januari 2006 33 SIMULASI AERODINAMIKA PADA MODEL SIMPLIFIED BUS MENGGUNAKAN PROGRAM COMPUTATIONAL FLUID DYNAMICS MSK. Tony Suryo Utomo 1) Abstrak Pada penelitian ini simulasi aerodinamika

Lebih terperinci

oleh : Ahmad Nurdian Syah NRP Dosen Pembimbing : Vivien Suphandani Djanali, S.T., ME., Ph.D

oleh : Ahmad Nurdian Syah NRP Dosen Pembimbing : Vivien Suphandani Djanali, S.T., ME., Ph.D STUDI NUMERIK PENGARUH VARIASI REYNOLDS NUMBER DAN RICHARDSON NUMBER PADA KARAKTERISTIK ALIRAN FLUIDA MELEWATI SILINDER TUNGGAL YANG DIPANASKAN (HEATED CYLINDER) oleh : Ahmad Nurdian Syah NRP. 2112105028

Lebih terperinci

POLA PERSEBARAN KUALITAS UDARA AMBIENT KAWASAN PERMUKIMAN DI SEKITAR INDUSTRI CILEGON SEBAGAI ACUAN RUANG TERBUKA HIJAU DI KOTA CILEGON TUGAS AKHIR

POLA PERSEBARAN KUALITAS UDARA AMBIENT KAWASAN PERMUKIMAN DI SEKITAR INDUSTRI CILEGON SEBAGAI ACUAN RUANG TERBUKA HIJAU DI KOTA CILEGON TUGAS AKHIR POLA PERSEBARAN KUALITAS UDARA AMBIENT KAWASAN PERMUKIMAN DI SEKITAR INDUSTRI CILEGON SEBAGAI ACUAN RUANG TERBUKA HIJAU DI KOTA CILEGON TUGAS AKHIR Oleh : WAHYU WARDANI L2D 098 471 JURUSAN PERENCANAAN

Lebih terperinci

STUDI NUMERIK DISTRIBUSI TEMPERATUR DAN KECEPATAN UDARA PADA RUANG KEDATANGAN TERMINAL 2 BANDAR UDARA INTERNASIONAL JUANDA SURABAYA

STUDI NUMERIK DISTRIBUSI TEMPERATUR DAN KECEPATAN UDARA PADA RUANG KEDATANGAN TERMINAL 2 BANDAR UDARA INTERNASIONAL JUANDA SURABAYA STUDI NUMERIK DISTRIBUSI TEMPERATUR DAN KECEPATAN UDARA PADA RUANG KEDATANGAN TERMINAL 2 BANDAR UDARA INTERNASIONAL JUANDA SURABAYA Disusun Oleh: Erni Zulfa Arini NRP. 2110 100 036 Dosen Pembimbing: Nur

Lebih terperinci

STUDI NUMERIK VARIASI INLET DUCT PADA HEAT RECOVERY STEAM GENERATOR

STUDI NUMERIK VARIASI INLET DUCT PADA HEAT RECOVERY STEAM GENERATOR JURNAL TEKNIK POMITS Vol. 1, No. 2, (2014) ISSN: 2301-9271 1 STUDI NUMERIK VARIASI INLET DUCT PADA HEAT RECOVERY STEAM GENERATOR Bayu Kusuma Wardhana ), Vivien Suphandani Djanali 2) Jurusan Teknik Mesin,

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. memberikan dampak negatif bagi kesehatan. Hal ini disebabkan oleh potensi

BAB I PENDAHULUAN. memberikan dampak negatif bagi kesehatan. Hal ini disebabkan oleh potensi BAB I PENDAHULUAN A. Latar belakang Perkembangan Industri yang pesat di Indonesia tidak hanya memberikan dampak positif bagi pendapatan negara dan kesejahteraan rakyat, tetapi juga memberikan dampak negatif

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. hidup terutama manusia. Di dalam udara terdapat gas oksigen (O 2 ) untuk

BAB I PENDAHULUAN. hidup terutama manusia. Di dalam udara terdapat gas oksigen (O 2 ) untuk BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Udara adalah suatu campuran gas yang terdapat pada lapisan yang mengelilingi bumi. Udara mempunyai fungsi yang sangat penting bagi makhluk hidup terutama manusia. Di

Lebih terperinci

PENERAPAN MODEL FINITE LENGTH LINE SOURCE UNTUK MENDUGA KONSENTRASI POLUTAN DARI SUMBER GARIS (STUDI KASUS: JL. M.H. THAMRIN, DKI JAKARTA)

PENERAPAN MODEL FINITE LENGTH LINE SOURCE UNTUK MENDUGA KONSENTRASI POLUTAN DARI SUMBER GARIS (STUDI KASUS: JL. M.H. THAMRIN, DKI JAKARTA) PENERAPAN MODEL FINITE LENGTH LINE SOURCE UNTUK MENDUGA KONSENTRASI POLUTAN DARI SUMBER GARIS (STUDI KASUS: JL. M.H. THAMRIN, DKI JAKARTA) EKO SUPRIYADI DEPARTEMEN GEOFISIKA DAN METEOROLOGI FAKULTAS MATEMATIKA

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. campuran beberapa gas yang dilepaskan ke atmospir yang berasal dari

BAB I PENDAHULUAN. campuran beberapa gas yang dilepaskan ke atmospir yang berasal dari BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Pencemaran udara dewasa ini semakin menampakkan kondisi yang sangat memprihatinkan. Sumber pencemaran udara dapat berasal dari berbagai kegiatan antara lain industri,

Lebih terperinci

ESTIMASI SEBARAN KERUANGAN EMISI GAS BUANG KENDARAAN BERMOTOR DI KOTA SEMARANG LAPORAN TUGAS AKHIR

ESTIMASI SEBARAN KERUANGAN EMISI GAS BUANG KENDARAAN BERMOTOR DI KOTA SEMARANG LAPORAN TUGAS AKHIR ESTIMASI SEBARAN KERUANGAN EMISI GAS BUANG KENDARAAN BERMOTOR DI KOTA SEMARANG LAPORAN TUGAS AKHIR Oleh : AMBAR YULIASTUTI L2D 004 294 JURUSAN PERENCANAAN WILAYAH DAN KOTA FAKULTAS TEKNIK UNIVERSITAS DIPONEGORO

Lebih terperinci

BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN. Gorontalo dibagi menjadi 9 kecamatan, terdiri dari 50 kelurahan. Secara

BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN. Gorontalo dibagi menjadi 9 kecamatan, terdiri dari 50 kelurahan. Secara 37 BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN 1.1 Hasil Penelitian 1.1.1 Gambaran Wilayah Penelitian Kota Gorontalo merupakan Ibukota Provinsi Gorontalo. Secara geografis mempunyai luas 79,03 km 2 atau 0,65

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Sumber energi dapat diperoleh dari berbagai macam sumber, baik sumber energi yang terbarukan (renewable erergy) ataupun tidak terbarukan (unrenewable energy). Pemenuhan

Lebih terperinci

CONTOH SOAL UJIAN SARINGAN MASUK (USM) IPA TERPADU 2014. Institut Teknologi Del (IT Del) Contoh Soal USM IT Del 1

CONTOH SOAL UJIAN SARINGAN MASUK (USM) IPA TERPADU 2014. Institut Teknologi Del (IT Del) Contoh Soal USM IT Del 1 CONTOH SOAL UJIAN SARINGAN MASUK (USM) IPA TERPADU 2014 Institut Teknologi Del (IT Del) Contoh Soal USM IT Del 1 Pencemaran Udara Pencemaran udara adalah kehadiran satu atau lebih substansi fisik, kimia

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Udara merupakan senyawa campuran gas yang terdapat pada permukaan bumi. Udara bumi yang kering mengandung nitrogen, oksigen, uap air dan gas-gas lain. Udara ambien,

Lebih terperinci

DAFTAR ISI HALAMAN JUDUL... LEMBAR PENGESAHAN PEMBIMBING... LEMBAR PENGESAHAN DOSEN PENGUJI... PERSEMBAHAN... MOTTO... KATA PENGANTAR...

DAFTAR ISI HALAMAN JUDUL... LEMBAR PENGESAHAN PEMBIMBING... LEMBAR PENGESAHAN DOSEN PENGUJI... PERSEMBAHAN... MOTTO... KATA PENGANTAR... DAFTAR ISI HALAMAN JUDUL... LEMBAR PENGESAHAN PEMBIMBING... LEMBAR PENGESAHAN DOSEN PENGUJI... PERSEMBAHAN... MOTTO... KATA PENGANTAR... ABSTRAK... TAKARIR... DAFTAR ISI... DAFTAR TABEL... DAFTAR GAMBAR...

Lebih terperinci

JURNAL TEKNIK POMITS Vol. 3, No. 2, (2014) ISSN: ( Print) B-192

JURNAL TEKNIK POMITS Vol. 3, No. 2, (2014) ISSN: ( Print) B-192 JURNAL TEKNIK POMITS Vol. 3, No. 2, (2014) ISSN: 2337-3539 (2301-9271 Print) B-192 Studi Numerik Pengaruh Baffle Inclination pada Alat Penukar Kalor Tipe Shell and Tube terhadap Aliran Fluida dan Perpindahan

Lebih terperinci

Prosiding SNaPP2015 Sains dan Teknologi ISSN EISSN Subagyo

Prosiding SNaPP2015 Sains dan Teknologi ISSN EISSN Subagyo Prosiding SNaPP2015 Sains dan Teknologi ISSN 2089-3582 EISSN 2303-2480 SIMULASI ALIRAN INTERNAL PADA PEMIPAAN INLET ENGINE TIGA DIMENSI Subagyo UPT-LAGG BPPT Kawasan Puspiptek Gd. 240 Tangerang Selatan

Lebih terperinci

FORMULASI PENGETAHUAN PROSES MELALUI SIMULASI ALIRAN FLUIDA TIGA DIMENSI

FORMULASI PENGETAHUAN PROSES MELALUI SIMULASI ALIRAN FLUIDA TIGA DIMENSI BAB VI FORMULASI PENGETAHUAN PROSES MELALUI SIMULASI ALIRAN FLUIDA TIGA DIMENSI VI.1 Pendahuluan Sebelumnya telah dibahas pengetahuan mengenai konversi reaksi sintesis urea dengan faktor-faktor yang mempengaruhinya.

Lebih terperinci

EVALUASI PERUBAHAN EMISI GAS NOX DAN SO 2 DARI KEGIATAN TRANSPORTASI DI KAMAL BANGKALAN AKIBAT PENGOPERASIAN JEMBATAN SURAMADU

EVALUASI PERUBAHAN EMISI GAS NOX DAN SO 2 DARI KEGIATAN TRANSPORTASI DI KAMAL BANGKALAN AKIBAT PENGOPERASIAN JEMBATAN SURAMADU EVALUASI PERUBAHAN EMISI GAS NOX DAN SO 2 DARI KEGIATAN TRANSPORTASI DI KAMAL BANGKALAN AKIBAT PENGOPERASIAN JEMBATAN SURAMADU Oleh: Imam Yanuar 3308 100 045 Jurusan Teknik Lingkungan Fakultas Teknik Sipil

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Perkembangan teknologi yang begitu pesat dewasa ini sangat mempengaruhi jumlah ketersediaan sumber-sumber energi yang tidak dapat diperbaharui yang ada di permukaan

Lebih terperinci

Keputusan Kepala Bapedal No. 107 Tahun 1997 Tentang : Perhitungan Dan Pelaporan Serta Informasi Indeks Standar Pencemar Udara

Keputusan Kepala Bapedal No. 107 Tahun 1997 Tentang : Perhitungan Dan Pelaporan Serta Informasi Indeks Standar Pencemar Udara Keputusan Kepala Bapedal No. 107 Tahun 1997 Tentang : Perhitungan Dan Pelaporan Serta Informasi Indeks Standar Pencemar Udara KEPALA BADAN PENGENDALIAN DAMPAK LINGKUNGAN Menimbang : a. bahwa sebagai pelaksanaan

Lebih terperinci

Studi Numerik Distribusi Temperatur dan Kecepatan Udara pada Ruang Kedatangan Terminal 2 Bandar Udara Internasional Juanda Surabaya

Studi Numerik Distribusi Temperatur dan Kecepatan Udara pada Ruang Kedatangan Terminal 2 Bandar Udara Internasional Juanda Surabaya JURNAL TEKNIK POMITS Vol. 1, No. 2, (2012) ISSN: 2301-9271 1 Studi Numerik Distribusi Temperatur dan Kecepatan Udara pada Ruang Kedatangan Terminal 2 Bandar Udara Internasional Juanda Surabaya Erni Zulfa

Lebih terperinci

Fakultas Ilmu dan Teknologi Kebumian

Fakultas Ilmu dan Teknologi Kebumian Fakultas Ilmu dan Teknologi Kebumian Program Studi Meteorologi PENERBITAN ONLINE AWAL Paper ini adalah PDF yang diserahkan oleh penulis kepada Program Studi Meteologi sebagai salah satu syarat kelulusan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Jaringan jalan memiliki fungsi yang sangat penting yaitu sebagai prasarana untuk memindahkan/transportasi orang dan barang, dan merupakan urat nadi untuk mendorong

Lebih terperinci

TINGKAT POLUSI UDARA DARI EMISI GAS BUANG KENDARAAN BERMOTOR BERDASARKAN VOLUME LALU LINTAS (Studi Kasus : Simpang Empat Bersinyal Kota Lhokseumawe)

TINGKAT POLUSI UDARA DARI EMISI GAS BUANG KENDARAAN BERMOTOR BERDASARKAN VOLUME LALU LINTAS (Studi Kasus : Simpang Empat Bersinyal Kota Lhokseumawe) TINGKAT POLUSI UDARA DARI EMISI GAS BUANG KENDARAAN BERMOTOR BERDASARKAN VOLUME LALU LINTAS (Studi Kasus : Simpang Empat Bersinyal Kota Lhokseumawe) Gustina Fitri *) ABSTRAK Simpang Empat Bersinyal Kota

Lebih terperinci

PENGARUH JUMLAH KENDARAAN DAN FAKTOR METEOROLOGI TERHADAP KONSENTRASI KARBON MONOKSIDA (CO) DI JALAN GAJAHMADA KAWASAN SIMPANGLIMA KOTA SEMARANG

PENGARUH JUMLAH KENDARAAN DAN FAKTOR METEOROLOGI TERHADAP KONSENTRASI KARBON MONOKSIDA (CO) DI JALAN GAJAHMADA KAWASAN SIMPANGLIMA KOTA SEMARANG PENGARUH JUMLAH KENDARAAN DAN FAKTOR METEOROLOGI TERHADAP KONSENTRASI KARBON MONOKSIDA (CO) DI JALAN GAJAHMADA KAWASAN SIMPANGLIMA KOTA SEMARANG Mariati S Manullang, Sudarno, Dwi Siwi Handayani *) ABSTRACT

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Polusi atau pencemaran lingkungan adalah masuknya atau dimasukkannya makhluk hidup, zat energi, dan atau komponen lain ke dalam lingkungan atau berubahnya tatanan lingkungan

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang Masalah

BAB 1 PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang Masalah BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Kendaraan bermotor sudah menjadi kebutuhan mutlak pada saat ini. Kendaraan yang berfungsi sebagai sarana transportasi masyarakat adalah salah satu faktor penting

Lebih terperinci

Wisnu Wisi N. Abdu Fadli Assomadi, S.Si., M.T.

Wisnu Wisi N. Abdu Fadli Assomadi, S.Si., M.T. PEMODELAN DISPERSI SULFUR DIOKSIDA (SO ) DARI SUMBER GARIS MAJEMUK (MULTIPLE LINE SOURCES) DENGAN MODIFIKASI MODEL GAUSS DI KAWASAN SURABAYA SELATAN Oleh: Wisnu Wisi N. 3308100050 Dosen Pembimbing: Abdu

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Udara adalah campuran beberapa macam gas yang perbandingannya tidak tetap, tergantung pada keadaan suhu udara, tekanan udara dan lingkungan sekitarnya. Udarajuga merupakan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Universitas Sumatera Utara

BAB I PENDAHULUAN. Universitas Sumatera Utara BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Kebutuhan terhadap energi merupakan hal mendasar yang dibutuhkan dalam usaha meningkatkan taraf hidup masyarakat. Seiring dengan meningkatnya taraf hidup serta kuantitas

Lebih terperinci

4. HASIL DAN PEMBAHASAN

4. HASIL DAN PEMBAHASAN 4. HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1. Validasi Data Pasang surut merupakan salah satu parameter yang dapat digunakan untuk melakukan validasi model. Validasi data pada model ini ditunjukkan dengan grafik serta

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang Masalah 1 BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Peningkatan jumlah penduduk di perkotaan akan menyebabkan kualitas lingkungan menurun karena tingginya aktivitas manusia. Perkembangan kota seringkali diikuti

Lebih terperinci

JURUSAN TEKNIK MESIN FAKULTAS TEKNOLOGI INDUSTRI INSTITUT TEKNOLOGI SEPULUH NOPEMBER SURABAYA 2010

JURUSAN TEKNIK MESIN FAKULTAS TEKNOLOGI INDUSTRI INSTITUT TEKNOLOGI SEPULUH NOPEMBER SURABAYA 2010 JURUSAN TEKNIK MESIN FAKULTAS TEKNOLOGI INDUSTRI INSTITUT TEKNOLOGI SEPULUH NOPEMBER SURABAYA 2010 Latar Belakang Hampir sebagian besar industri-industri yang bergerak dibidang penyimpanan dan pengiriman

Lebih terperinci

BAB 1 : PENDAHULUAN. kendaraan bermotor. Kendaraan bermotor mengeluarkan zat-zat berbahaya yang

BAB 1 : PENDAHULUAN. kendaraan bermotor. Kendaraan bermotor mengeluarkan zat-zat berbahaya yang BAB 1 : PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Peningkatan pembangunan di berbagai bidang yang semakin meningkat apabila tidak disertai oleh upaya pengelolaan lingkungan yang baik, maka dapat mengakibatkan terjadinya

Lebih terperinci