BAB I PENDAHULUAN. dilisankan atau diceritakan kepada orang lain, kemudian berangsur-angsur

Ukuran: px
Mulai penontonan dengan halaman:

Download "BAB I PENDAHULUAN. dilisankan atau diceritakan kepada orang lain, kemudian berangsur-angsur"

Transkripsi

1 BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Sebelum adanya tradisi tulis, kesusastraan Melayu klasik berkembang melalui tradisi lisan. Tradisi lisan dalam kesusastraan berarti kegiatan bercerita secara turun-temurun, dari satu generasi kepada generasi yang lain, sedangkan tradisi tulis menghasilkan naskah yang tertulis di atas berbagai alas seperti lontar, kertas, dan kulit kayu. Artinya, karya sastra yang pada awalnya dibuat untuk dilisankan atau diceritakan kepada orang lain, kemudian berangsur-angsur tergantikan oleh karya sastra yang ditulis agar dapat dibaca sendiri ataupun dibacakan kepada orang lain. Sastra yang hidup di tengah-tengah masyarakat disebut sebagai kesusastraan rakyat atau cerita rakyat. Cerita rakyat dapat dibagi atas empat jenis, yaitu cerita asal-usul, cerita binatang, cerita jenaka, dan cerita pelipur lara (Liaw Yock Fang, 2011: 1 2). Cerita asal-usul merupakan cerita rakyat yang tertua. Contoh cerita asal-usul ialah cerita asal-usul Batak. Cerita binatang merupakan cerita rakyat yang populer. Contoh cerita binatang yang terkenal ialah cerita kancil. Salah satu cerita kancil dalam bahasa Melayu terdapat dalam Hikayat Sang Kancil. Cerita jenaka ialah cerita tentang tokoh yang dapat membangkitkan tawa, lucu, atau licik. Contoh cerita jenaka yang paling masyhur ialah cerita Abu Nawas. Jenis cerita rakyat selanjutnya ialah cerita pelipur lara. Sesuai namanya, cerita jenis ini dipakai untuk menghibur hati yang lara. Salah satu contoh cerita 1

2 2 pelipur lara ialah Hikayat Malim Deman. Berdasarkan bentuk teksnya, kesusastraan rakyat dapat dibagi menjadi hikayat dan syair. Hikayat adalah nama jenis sastra yang menggunakan bahasa Melayu sebagai wahananya (Hooykaas dalam Baroroh-Baried, dkk., 1985: 4). Braginsky mendefinisikan hikayat dengan penjelasan The term hikayat applies to prose fiction, some historical writings, certain hagiographic works and some writings belonging to the domain bordering on kitab (1993: 42 43). Berdasarkan hal tersebut, istilah hikayat berlaku untuk karya fiksi prosa dan tulisan-tulisan kesejarahan. Dalam perkembangannya, istilah hikayat kemudian mengacu kepada jenis ragam prosa tertentu. Bahkan, istilah itu termasuk dalam judul karya sastra beragam prosa, seperti Hikayat Sang Kancil dan Hikayat Abunawas (Sudjiman, 1995: 18). Baroroh-Baried, dkk. (1985: 6) kemudian menyimpulkan bahwa pengertian hikayat yang sesuai dengan yang ada di kamus-kamus ialah (a) karangan yang kadarnya cerita, bukan cerita yang benar-benar terjadi atau hasil rekaan, (b) cerita yang sudah kuno atau lama, (c) bentuk ceritanya ialah prosa, dan (d) cerita yang pernah terjadi, kenang-kenangan atau sejarah atau riwayat. Selain hikayat, bentuk kesusastraan Melayu lama ialah syair. Syair merupakan jenis puisi lama. Pertama kali muncul dalam sastra Melayu pada abad ke-15 dalam Syair Ken Tambuhan, tetapi menurut A. Teeuw, kemunculan syair dalam sastra Melayu tidak mungkin lebih awal daripada abad kelima belas (Winstedt dalam Liaw Yock Fang, 2011: 563). Liaw Yock Fang (2011: ) menjelaskan bahwa syair terdiri dari empat baris dan setiap barisnya mengandung empat kata yang sekurang-kurangnya terdiri dari sembilan sampai

3 3 dua belas suku kata. Berbeda dengan pantun, syair tidak memiliki aturan bahwa sajak akhirnya harus a-a-a-a. Syair dalam kesusastraan Melayu merujuk pada pengertian puisi secara umum. Puisi (dalam pengertian modern) didefinisikan sebagai pendramaan pengalaman yang bersifat penafsiran (menafsirkan) dalam bahasa berirama (bermetrum) (Altenbernd dalam Pradopo, 2010: 5). Menurut Sweeney (1980: 28), syair merupakan bentuk karya sastra yang dinyanyikan. Ia juga mengatakan bahwa masyarakat Melayu tradisional selalu memperhatikan fungsi penting kesusastraannya. Hal tersebut dapat dilihat pada kutipan berikut: Traditional Malay society was well aware of the important didactic function of literature: writers would not merely choose to tell edifying tales, with intrusions by implied author and/or reliable narrator to provide advice (nasihat), but would often emphasize in their opening contract with their postulated audience that their work would be a source of benefit (faedah). Bertolak dari kutipan di atas dapat dikemukakan bahwa masyarakat Melayu tradisional sangat menyadari pentingnya fungsi didaktik sastra. Artinya, para penulis atau pengarang tidak hanya menekankan pada cerita dengan memberikan nasihat secara tersirat lewat narator, tetapi juga menekankan dalam hal kontrak dengan para pendengar dengan memberitahukan bahwa pekerjaan mereka akan menjadi sebuah sumber keuntungan (faedah). Hal tersebut berarti pengarang tidak dapat serta-merta bercerita tanpa menyelipkan pesan moral dalam ceritanya. Banyak sekali karya sastra Melayu yang memberikan pesan tersirat yang dapat ditemukan pada sekitar abad 19, baik dalam bentuk hikayat maupun syair.

4 4 Pada abad ke-19, bahasa Melayu dipengaruhi oleh situasi politis. Selain adanya pendudukan Belanda di Nusantara, perkembangan koloni Inggris di Semenanjung Malaysia menghasilkan persaingan-persaingan antarnegara penjajah. Jejak bahasa Melayu pada masa itu dapat ditemukan pada surat-surat dari sultan-sultan di Kedah, yakni Trengganu, Selangor, Perak, dan lainnya. Bentuk-bentuk kesusastraan yang terkenal yang lahir pada abad itu adalah Hikayat Abdullah (1843), yang merupakan cerita perjalanannya di pantai timur semenanjung, dan hikayat Merong Mahawangsa (1898). Selain itu, terdapat perkembangan karya baru sastra istana Melayu seperti Tuhfat al-nafis (1890) (lih. Collins, 2011: 73 79). Selain karya-karya tersebut, ada banyak karya sastra yang dihasilkan pada pada abad 19, salah satunya ialah Syair Raja Tedung dengan Raja Katak. Teks syair tersebut merupakan teks anonim yang ditulis sekitar tahun 1865 M. Syair Raja Tedung dengan Raja Katak merupakan salah satu jenis syair alegoris. Hal ini sesuai dengan pernyataan Braginsky (1998: 236) bahwa ragam-ragam syair ialah syair romantis (percintaan), syair sejarah, syair alegoris (yang sebagian mirip dengan syair-syair percintaan, tetapi tokoh-tokoh utamanya ialah bunga, burung, binatang dan serangga, dan lain sebagian lagi dengan syair-syair sufi), dan juga syair keagamaan serta syair didaktis. Karya Syair Raja Tedung dengan Raja Katak tergolong syair alegoris karena sesuai dengan pengertian yang dikemukakan oleh Braginsky bahwa syair-syair alegoris merupakan karya sastra berupa puisi yang sejenis dengan cerita-cerita tamsil dan fabel berbentuk prosa.

5 5 Liaw Yock Fang dalam Sejarah Kesusastraan Melayu Klasik juga membahas seluk-beluk syair. Menurutnya, syair kiasan atau simbolik adalah syair yang mengisahkan tentang ikan, burung, bunga, atau buah-buahan. Menurut Overbeck (dalam Liaw Yock Fang, 2011: 567), syair jenis ini biasanya mengandung kiasan atau sindiran terhadap peristiwa tertentu. Oleh karena itu, Syair Raja Tedung dengan Raja Katak dapat dikatakan sebagai syair alegoris atau syair kiasan. Tema utama dalam syair kiasan ialah percintaan dengan menggunakan karakter hewan-hewan ataupun tumbuhan untuk menyajikan tema cerita yang bersifat parodi, ironis, atau didaktis (Braginsky, 1993: 46). Syair dengan tema generik syair-syair binatang dan bunga ini adalah upaya untuk menghibur hati yang rindu karena cinta. Contoh karya sastra lain jenis ini ialah Syair Buah- Buahan, yang menurut Koster (2011: 253), dapat dibaca sebagai sebuah fabel didaktik yang mengenakan pakaian alegori. Biasanya karya jenis ini mengandung keteladanan. Jadi, karya seperti itu tidak hanya menyajikan parodi dan narasi, tetapi juga banyak pesan moral. Oleh karena itu, syair alegoris sering digunakan oleh orang-orang Melayu untuk menyampaikan pesan. Hal ini terutama karena kesusastraan rakyat masih berlangsung secara turun-temurun sehingga pesan yang ingin disampaikan diharapkan dapat tersebar luas. Sebagai sebuah sajak, syair merupakan sebuah struktur yang kompleks. Oleh karena itu, untuk memahaminya perlu dianalisis sehingga dapat diketahui bagian-bagiannya serta jalinannya secara nyata. Selain itu, syair harus dimengerti sebagai struktur norma-norma. Hal ini berarti kegiatan menganalisis sajak sama

6 6 dengan memahami makna sajak. Mengingat karya sastra merupakan sistem tanda yang mempunyai makna yang mempergunakan medium bahasa, maka diperlukan adanya analisis Syair Raja Tedung dengan Raja Katak (yang selanjutnya disingkat SRTDRK) berdasarkan semiotiknya. Di dalam penelitian ini teks tersebut akan dianalisis melalui kajian semiotika Riffaterre. Teori tersebut diaplikasikan sebagai landasan teori untuk mengetahui makna teks melalui pembacaan heuristik dan hermeneutik, juga untuk menemukan matriks, model, varian, dan hipogram teks. 1.2 Rumusan Masalah Dengan melihat latar belakang di atas, terdapat beberapa masalah yang perlu dikaji sebagai berikut: Bagaimanakah makna teks Syair Raja Tedung dan Raja Katak dilihat melalui pembacaan heuristik dan pembacaan hermeneutik sesuai teori Semiotika Riffaterre? Bagaimanakah unsur-unsur pembentuk teks Syair Raja Tedung dan Raja Katak dilihat melalui model, matriks, varian, dan hipogram yang dapat ditemukan sesuai teori Semiotika Riffaterre? 1.3 Tujuan Penelitian Penelitian terhadap SRTDRK ini memiliki dua tujuan, yaitu tujuan teoretis dan tujuan praktis. Tujuan teoretis penelitian ini ialah mendeskripsikan kompleksitas unsur-unsur pembentuk SRTDRK dan makna teks sehingga pembaca dapat mengetahui tujuan dari penulisan syair tersebut.

7 7 Adapun tujuan praktis penelitian ini ialah memberikan pengetahuan terhadap pembaca mengenai Syair Raja Tedung dengan Raja Katak, unsur-unsur semiotiknya, dan meningkatkan apresiasi pembaca terhadap karya sastra Melayu lama. 1.4 Tinjauan Pustaka Berdasarkan studi katalog, naskah SRTDRK tidak banyak ditemukan di Indonesia. Perpustakaan Universitas Indonesia menyimpan naskah SRTDRK dengan judul Syair Raja Tedung dengan Raja Katak dengan nomor panggil S 502. Ukuran naskah tersebut ialah 28 cm dengan volume halaman sebanyak 20 halaman. Adapun penelitian ini akan menggunakan naskah SRTDRK versi buku edisi faksimile dengan judul Syair Raja Tedung dengan Raja Katak the Poem of the Cobra-King and the Frog-King: A Facsimile Edition with Transcription, Translation, And Interpretation of Manuscript Kl.161 in The Library of The University of Leiden. Buku tersebut terdiri dari 80 halaman dan tersimpan di perpustakaan Universitas Leiden, Belanda. Berdasarkan pencarian terhadap hasil-hasil penelitian di Perpustakaan Fakultas Ilmu Budaya dan Perpustakaan Pusat Universitas Gadjah Mada, serta penelusuran di laman internet, sepengetahuan penulis, syair tersebut jarang digunakan sebagai objek material penelitian. Penelitian terhadap SRTDRK dengan teori semiotika Riffaterre belum ditemukan oleh penulis. Akan tetapi, berdasarkan kesamaan objek formalnya, ada beberapa penelitian terhadap karya sastra Melayu lama yang menggunakan teori semiotika Riffaterre yang dapat ditemukan, seperti

8 8 skripsi berjudul Syair Empat Puluh Dua Malam: Suntingan Teks dan Analisis Semiotika Riffaterre yang ditulis Esti Rosiana (2012) dan skripsi berjudul Suntingan Teks dan Amanat: Analisis Semiotika terhadap Syair Patut Delapan yang ditulis oleh Devi Esthetiana (2014). Skripsi Rosiana berisi hasil suntingan terhadap Syair Empat Puluh Dua Malam, kondisi pernaskahan dan perteksan syair tersebut, dan hasil analisis syair tersebut dalam kajian semiotika Riffaterre. Rosiana melakukan pembacaan heuristik dan hermeneutik pada syair tersebut, mulai dari prolog hingga epilog. Selain itu, ia menyajikan matriks, model, varian-varian yang terdapat dalam Syair Empat Puluh Dua Malam, dan hipogram teksnya (2012: 17). Skripsi Esthetiana berisi hasil suntingan terhadap Syair Patut Delapan, kondisi pernaskahan dan perteksan syair tersebut, dan hasis analisis syair dalam kajian semiotika Riffaterre. Ia juga melakukan pembacaan heuristik, pembacaan hermeneutik, kemudian menyajikan matriks, model, varian-varian, dan hipogram. Persamaan penelitian ini dengan penelitian Rosiana dan Esthetiana ialah penggunaan teori yang sama, yaitu semiotika Riffaterre. Akan tetapi, keduanya menggunakan syair yang berbeda dengan syair yang digunakan dalam penelitian ini. Adapun teori semiotika Riffaterre juga sering digunakan untuk analisis terhadap karya sastra modern, seperti skripsi berjudul Pemaknaan Kembang Tunjung karya Linus Suryadi AG. Berdasarkan Semiotika Riffaterre oleh Rodiyati (2004). Pada penelitian tersebut, Rodiyati melakukan pembacaan heuristik dan pembacaan heremeneutik pada sajak Sabtu Legi 30 April 1983, sajak Ziarah, sajak Tengah Malam, dan sajak-sajak lainnya. Rodiyati juga

9 9 menyajikan matriks, model, dan hipogram dari masing-masing sajak itu. Meskipun menggunakan teori yang sama, penelitian Rodiyati dan penelitian ini memiliki objek material yang berbeda. Berdasarkan penjelasan di atas, dapat dibuktikan bahwa penelitian dengan judul Syair Raja Tedung dengan Raja Katak: Analisis Semiotika Riffaterre belum pernah dilakukan sebelumnya. Oleh karena itu, penelitian terhadap SRTDRK perlu dilakukan dan diharapkan dapat memberikan banyak manfaat, selain sebagai suatu penelitian yang baru. 1.5 Landasan Teori Syair Raja Tedung dengan Raja Katak merupakan salah satu bentuk kesusastraan Melayu masa lampau. Sebagai sebuah syair, SRTDRK merupakan puisi lama. Sebagai sebuah karya sastra yang berbentuk puisi, apa yang ingin disampaikan oleh penyair tidak secara langsung dapat dimengerti oleh pembacanya. Untuk mengetahuinya, SRTDRK dianalisis menggunakan teori semiotik. Menurut Hartoko (1986: 131), semiotik berasal dari kata Yunani, semeion, yang berarti tanda. Artinya, semiotik merupakan ilmu yang meneliti tanda-tanda, sistem-sistem tanda dan proses suatu tanda diartikan. Setiap tanda berhubungan dengan tanda-tanda yang lain, dengan sesuatu yang dilambangkan dan dengan orang yang memakai tanda itu. Pradopo (1995: 119) juga berpendapat sama. Ia mengatakan bahwa semiotik (semiotika) adalah ilmu tentang tanda-tanda. Semiotik itu mempelajari sistem-sistem, aturan-aturan, dan konvensi-konvensi yang memungkinkan tanda-

10 10 tanda itu mempunyai arti. Dalam semiotik, tanda tidak hanya satu macam saja, akan tetapi memiliki hubungan yang erat antara penanda dan petandanya. Untuk membahas dan memahami SRTDRK, penulis menggunakan analisis semiotika Riffaterre. Adapun metode yang digunakan disesuaikan dengan teori Semiotika Riffaterre dalam bukunya Semiotics of Poetry (1978). Objek formal dari penelitian puisi/syair dengan kerangka teori Riffaterre ialah arti (significance). Bagi Riffaterre, arti tersebut dapat ditemukan melalui berbagai bentuk objektivasinya yang berupa teks. Teks yang menjadi matriks atau hipogram itu sendiri baru bisa ditemukan setelah peneliti menemukan makna kebahasaan dari puisi/syair yang bersangkutan (Faruk, 2012: 147). Sebagai karya sastra, SRTDRK merupakan suatu struktur yang memiliki makna di dalam hubungannya dengan unsur lain. Oleh karena itu, untuk mengetahui makna secara menyeluruh teks SRTDRK perlu adanya analisis yang berhubungan dengan tanda. Adapun penelitian ini menggunakan teori semiotika Riffaterre, yaitu dimulai dengan pembacaan secara heuristik dan hermeneutik sampai pencarian hipogram. Pembacaan heuristik merupakan pembacaan tingkat pertama untuk memahami makna secara linguistik yang menangkap arti sesuai dengan teks yang ada serta diartikan dengan bahasa yang sesuai dengan teks. Pembacaan tingkat kedua untuk menginterpretasikan makna secara utuh ialah pembacaan hermeneutik (Riffaterre, 1978: 5). Pradopo (1995: 135) juga menyinggung hal ini dalam bukunya, seperti dalam kutipan berikut: Pembacaan heuristik adalah pembacaan berdasarkan struktur bahasanya atau secara semiotik adalah berdasarkan konvensi sistem

11 11 semiotik tingkat pertama. Pembacaan hermeneutik adalah pembacaan karya sastra berdasarkan sistem semiotik tingkat kedua atau berdasarkan konvensi sastranya. Pembacaan hermeneutik adalah pembacaan ulang (retroaktif) sesudah pembacaan heuristik dengan memberi konvensi sastranya. Setelah melakukan pembacaan heuristik dan hermeneutik, kemudian dilakukan pengkonkretan terhadap bahasa puisi. Hal tersebut dapat dilakukan dengan pencarian matriks, model, dan varian-varian (Riffaterre, 1978: 19 21). Menurut Pradopo (2007: ), dalam analisis karya sastra, khususnya sajak, matriks diabstraksikan dari karya sastra, yang dapat berupa satu kata, gabungan kata, bagian kalimat atau kalimat sederhana. Matriks merupakan bagian Model dalam hal ini berupa kiasan atau metafora. Artinya, secara teoretis, sajak merupakan perkembangan dari matriks menjadi model dan ditransformasikan menjadi varian-varian. Matriks adalah hipotesis, sebuah aktualisasi gramatikal dan leksikal dari sebuah struktur. Matriks dapat dilambangkan dengan satu kata, yang dalam hal ini kata tidak akan dimunculkan dalam teks. Hal tersebut selalu diwujudkan dalam varian-varian yang berurutan. Adapun bentuk varian-varian itu diatur oleh perwujudan yang pertama dan yang paling dasar, yaitu model (Riffaterre, 1978: 19). Setelah menemukan matriks, model, dan varian, selanjutnya ialah mencari hipogram. Pencarian hipogram berarti pencarian latar belakang penulisan teks yang ditransformasikan. Pembaca harus menyimpulkan sendiri ide teks yang secara tekstual tidak dihadirkan oleh pengarang. Untuk memperoleh interpretasi kedua, pembaca harus menghadirkan teks lain (Riffaterre: 1978: 94). Artinya, pembaca memerlukan teks lain yang memiliki hubungan interteksualitas dengan

12 12 teks utama. Hipogram dapat bersifat potensial dan aktual. Hipogram potensial dilihat dari bahasa teks, sedangkan hipogram aktual dilihat dari teks-teks yang lebih dulu ada (ibid., hal. 23). 1.6 Metode Penelitian Metode yang digunakan dalam penelitian ini ada dua, yaitu metode pengumpulan data dan metode analisis data. Dalam pengumpulan data, peneliti mencari data melalui sumber data yang terkait dengan objek material penelitian, yaitu Syair Raja Tedung dengan Raja Katak. Dalam proses analisis data, peneliti melakukan penganalisisan data penelitian sesuai dengan teori yang digunakan. Untuk analisis semiotik dalam penelitian ini, metode yang dipakai ialah metode semiotika Riffaterre. Oleh karena itu, mengacu pada teori tersebut, penulis melakukan tiga langkah dalam mengkaji SRTDRK. Langkah yang pertama ialah melakukan pembacaan heuristik dan hermeneutik terhadap teks SRTDRK. Dalam pembacaan heuristik, karya sastra dibaca secara linier. Arti bahasa dijelaskan sebagaimana susunan bahasa, ejaan, dan bentuk morfologi pada umumnya. Selanjutnya dalam pembacaan hermeneutik, karya sastra tersebut dibaca secara berulang dan dijelaskan dengan memberikan tafsiran. Langkah yang kedua dalam mengkaji SRTDRK ialah menentukan matriks atau kata kunci, model atau transformasi dari matriks, dan varian-varian yang merupakan transformasi model dari pokok permasalahan dalam SRTDRK. Adapun matriks ialah bagian dari struktur yang berupa konsep abstrak yang tidak akan pernah terwujud dengan sendirinya, kecuali apabila berada dalam varian-varian

13 13 yang tidak gramatikal (Riffaterre, 1978: 13). Model merupakan perkembangan dari matriks dan varian merupakan transformasinya. Perkembangan itulah kemudian yang membentuk sebuah sajak. Untuk menemukan matriks, peneliti akan mencari tema. Untuk menemukan tema, peneliti perlu membaca teks secara berulang sehingga paham apa ide pokok yang membangun cerita. Untuk menemukan model, peneliti perlu membaca teks untuk menemukan kiasan-kiasan dan metafora yang merupakan transformasi dari matriks. Untuk menemukan varian-varian, peneliti perlu menemukan satuan-satuan makna kebahasaan pada bait-bait sajak yang dibangun oleh pengarang. Satuan-satuan makna kebahasaan tersebut dapat diperoleh dari bait-bait sajak yang di dalamnya terdapat model dengan melakukan pembacaan teks secara berulang Langkah yang ketiga ialah mencari hipogram teks yang menjadi latar belakang atau faktor pemicu dalam SRTDRK. Pencarian hipogram berarti pencarian latar belakang penulisan teks yang ditransformasikan. Artinya, pembaca harus menyimpulkan sendiri ide teks yang secara tekstual tidak dihadirkan oleh pengarang. Untuk menentukan hipogramnya, peneliti perlu menghadirkan karya sastra lain untuk diperbandingkan untuk menemukan hubungan intertekstualitas. Tahap pencarian hipogram ini dimungkinkan untuk mendapatkan makna sajak secara penuh. 1.7 Sistematika Laporan Penelitian Sistematika laporan penelitian ini terdiri atas empat bab yang disusun secara sistematis. Bab I berisi pendahuluan. Bab ini berisi latar belakang masalah,

14 14 rumusan masalah, tujuan penelitian, tinjauan pustaka, landasan teori, metode penelitian, dan sistematika laporan penelitian. Bab II dan Bab III berisi pembahasan. Dalam Bab II dibahas mengenai makna pembacaan heuristik dan makna pembacaan hermeneutik SRTDRK. Bab III berisi penjelasan mengenai Matriks, Model, Varian, dan Hiprogram yang ditemukan dalam SRTDRK. Bab IV berisi kesimpulan.

BAB 1 PENDAHULUAN. 1 Universitas Indonesia

BAB 1 PENDAHULUAN. 1 Universitas Indonesia BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Naskah kuno merupakan salah satu warisan nenek moyang yang masih tersimpan dengan baik di beberapa perpustakaan daerah, seperti Perpustakaan Pura Pakualaman dan Museum

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Puisi menurut Kamus Besar Besar Bahasa Indonesia terdapat dua macam

BAB I PENDAHULUAN. Puisi menurut Kamus Besar Besar Bahasa Indonesia terdapat dua macam BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Penelitian Puisi menurut Kamus Besar Besar Bahasa Indonesia terdapat dua macam arti, yaitu ragam sastra yang bahasanya terikat oleh rima atau pengulangan bunyi yang

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN. menggunakan bahasa ringkas, pilihan kata yang konotatif, banyak penafsiran, dan

BAB 1 PENDAHULUAN. menggunakan bahasa ringkas, pilihan kata yang konotatif, banyak penafsiran, dan BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Penelitian Puisi merupakan bentuk karya sastra yang tersaji menggunakan kata-kata yang indah dan kaya bahasa yang penuh makna (Kosasih, 2008: 31). Keindahan puisi ditentukan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. menggunakan media bahasa (Pradopo, 2010: 121). Bahasa merupakan media

BAB I PENDAHULUAN. menggunakan media bahasa (Pradopo, 2010: 121). Bahasa merupakan media BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Penelitian Karya sastra merupakan sebuah struktur yang bermakna. Hal ini disebabkan karya sastra merupakan sistem tanda yang mempunyai makna yang menggunakan media

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Naskah kuno merupakan warisan budaya masa lampau yang penting dan patut

BAB I PENDAHULUAN. Naskah kuno merupakan warisan budaya masa lampau yang penting dan patut 1 BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Naskah kuno merupakan warisan budaya masa lampau yang penting dan patut dilestarikan. Kita juga perlu mempelajarinya karena di dalamnya terkandung nilainilai luhur

Lebih terperinci

KAJIAN SEMIOTIK SYAIR SINDHEN BEDHAYA KETAWANG PADA NASKAH SERAT SINDHEN BEDHAYA

KAJIAN SEMIOTIK SYAIR SINDHEN BEDHAYA KETAWANG PADA NASKAH SERAT SINDHEN BEDHAYA KAJIAN SEMIOTIK SYAIR SINDHEN BEDHAYA KETAWANG PADA NASKAH SERAT SINDHEN BEDHAYA Skripsi Diajukan untuk Menempuh Ujian Sarjana Humaniora Program Strata 1 dalam Ilmu Sastra Indonesia Oleh: Fitrianna Arfiyanti

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. berkembang mengiringi kebudayaan dari zaman ke zaman.akibat perkembangan itu

BAB I PENDAHULUAN. berkembang mengiringi kebudayaan dari zaman ke zaman.akibat perkembangan itu BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Sastra Bali merupakan salah satu aspek kebudayaan Bali yang hidup dan berkembang mengiringi kebudayaan dari zaman ke zaman.akibat perkembangan itu maka di Bali lahirlah

Lebih terperinci

ABSTRAK. Kata Kunci: kritik sosial, bentuk, masalah, syair.

ABSTRAK. Kata Kunci: kritik sosial, bentuk, masalah, syair. ABSTRAK Lucyana. 2018. Kritik Sosial dalam Syair Nasib Melayu Karya Tenas Effendy. Skripsi, Program Studi Sastra Indonesia, FIB Universitas Jambi, Pembimbing: (I) Dr. Drs. Maizar Karim, M.Hum (II) Dwi

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. kebudayaan masa lampau, karena naskah-naskah tersebut merupakan satu dari berbagai

BAB I PENDAHULUAN. kebudayaan masa lampau, karena naskah-naskah tersebut merupakan satu dari berbagai BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang dan Masalah Khasanah budaya bangsa Indonesia yang berupa naskah klasik, merupakan peninggalan nenek moyang yang masih dapat dijumpai hingga sekarang. Naskah-naskah

Lebih terperinci

banyak orang yang meneliti gaya bahasa puisi kontemporer. Gaya bahasa yang dideskripsikan melalui penelitian Gaya Bahasa dalam

banyak orang yang meneliti gaya bahasa puisi kontemporer. Gaya bahasa yang dideskripsikan melalui penelitian Gaya Bahasa dalam 12 Telepon Genggam terdapat banyak gaya bahasa yang khas dan unik serta belum banyak orang yang meneliti gaya bahasa puisi kontemporer. Gaya bahasa yang dideskripsikan melalui penelitian Gaya Bahasa dalam

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN. Karya sastra adalah sebuah sistem yang kompleks sehingga untuk

BAB 1 PENDAHULUAN. Karya sastra adalah sebuah sistem yang kompleks sehingga untuk 1 BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Karya sastra adalah sebuah sistem yang kompleks sehingga untuk memahami karya sastra dibutuhkan analisis. Definisi karya sastra menurut KBBI (1989:76) adalah sebuah

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. sastra merupakan penjelasan ilham, perasaan, pikiran, dan angan-angan (cita-cita)

BAB I PENDAHULUAN. sastra merupakan penjelasan ilham, perasaan, pikiran, dan angan-angan (cita-cita) BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Sastra adalah hasil seni kreatif manusia yang menampilkan gambaran tentang kehidupan manusia, menggunakan seni bahasa sebagai mediumnya. Karya sastra merupakan penjelasan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. dimulai dari adanya Restorasi Meiji. Pada masa Meiji ini banyak dihasilkan karya

BAB I PENDAHULUAN. dimulai dari adanya Restorasi Meiji. Pada masa Meiji ini banyak dihasilkan karya BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Penelitian ini menggunakan salah satu karya sastra yang berasal dari kesusastraan Jepang modern sebagai objeknya. Kesusastraan Jepang modern dimulai dari adanya

Lebih terperinci

2015 RELEVANSI GAYA BAHASA GURIND AM D UA BELAS KARYA RAJA ALI HAJI D ENGAN KRITERIA BAHAN AJAR PEMBELAJARAN BAHASA D AN SASTRA IND ONESIA D I SMA

2015 RELEVANSI GAYA BAHASA GURIND AM D UA BELAS KARYA RAJA ALI HAJI D ENGAN KRITERIA BAHAN AJAR PEMBELAJARAN BAHASA D AN SASTRA IND ONESIA D I SMA BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Penelitian Setiap kali gurindam disebut, maka yang terbesit tidak lain ialah Gurindam Dua Belas karya Raja Ali Haji. Seakan-akan hanya Gurindam Dua Belas satu-satunya

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. dalam bentuk kata-kata. Manusia mengikuti aturan pembentukan kode verbal

BAB I PENDAHULUAN. dalam bentuk kata-kata. Manusia mengikuti aturan pembentukan kode verbal BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Semua manusia berpikir, setelah berpikir dia ingin menyatakan pikirannya dalam bentuk kata-kata. Manusia mengikuti aturan pembentukan kode verbal yang merupakan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Sastra adalah bentuk karya seni yang diungkapkan oleh pikiran

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Sastra adalah bentuk karya seni yang diungkapkan oleh pikiran BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Sastra adalah bentuk karya seni yang diungkapkan oleh pikiran danperasaan manusia dengan keindahan bahasa, keaslian gagasan, dan kedalaman pesan.genre sastra

Lebih terperinci

BAB II KAJIAN PUSTAKA DAN KERANGKA PIKIR. A. Tinjauan Studi Terdahulu. tahun Skripsi tersebut menggunakan semiotik Michael Riffatterre sebagai

BAB II KAJIAN PUSTAKA DAN KERANGKA PIKIR. A. Tinjauan Studi Terdahulu. tahun Skripsi tersebut menggunakan semiotik Michael Riffatterre sebagai BAB II KAJIAN PUSTAKA DAN KERANGKA PIKIR A. Tinjauan Studi Terdahulu Sebelumnya, ada beberapa penelitian yang memiliki tema yang sama. Pertama, Intertekstual Lirik-Lirik Lagu Karya Ahmad Dhani: Sebuah

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Indonesia adalah negara yang kaya kebudayaan. Kebudayaan tersebut

BAB I PENDAHULUAN. Indonesia adalah negara yang kaya kebudayaan. Kebudayaan tersebut 1 BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Indonesia adalah negara yang kaya kebudayaan. Kebudayaan tersebut tersebar di daerah-daerah sehingga setiap daerah memiliki kebudayaan yang berbeda-beda.

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Koentjaraningrat mengatakan bahwa kata budaya berasal dari bahasa Sanksekerta budhayah yang berasal dari bentuk jamak kata budhi yang berarti budi dan akal. Kebudayaan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Negara Indonesia merupakan gugusan pulau dan kepulauan yang memiliki beragam warisan budaya dari masa lampau. Kekayaan-kekayaan yang merupakan wujud dari aktivitas-aktivitas

Lebih terperinci

PENDAHULUAN. Dari masa ke masa banyak pujangga yang menghasilkan karya sastra. dengan berbagai bentuk dan gaya penulisan sebagai pengukuh segi

PENDAHULUAN. Dari masa ke masa banyak pujangga yang menghasilkan karya sastra. dengan berbagai bentuk dan gaya penulisan sebagai pengukuh segi BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Penelitian Dari masa ke masa banyak pujangga yang menghasilkan karya sastra dengan berbagai bentuk dan gaya penulisan sebagai pengukuh segi estetika. Apapun bentuk

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Kesusastraan Melayu klasik telah ada sebelum mesin cetak digunakan di

BAB I PENDAHULUAN. Kesusastraan Melayu klasik telah ada sebelum mesin cetak digunakan di 11 BAB I PENDAHULUAN I. Latar Belakang Masalah Kesusastraan Melayu klasik telah ada sebelum mesin cetak digunakan di Nusantara. Pada masa itu, proses reproduksi naskah dilakukan dengan cara disalin. Naskah-naskah

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. dapat dibaca dalam peningglan-peninggalan yang berupa tulisan.

BAB I PENDAHULUAN. dapat dibaca dalam peningglan-peninggalan yang berupa tulisan. BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Naskah merupakan sebuah bentuk karya tulis yang berupa bahan kertas atau buku tercipta dalam kurun waktu tertentu dapat terjadi penggerak tentang keadaan dan situasi

Lebih terperinci

Please purchase PDFcamp Printer on to remove this watermark.

Please purchase PDFcamp Printer on  to remove this watermark. 1 BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Kata budaya terdiri dari dua kata yaitu budi dan daya. Koentjaraningrat berpendapat bahwa kata budaya berasal dari bahasa Sansekerta buddhayah, ialah bentuk jamak

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. manusia dalam mencurahkan isi hati dan pikirannya. Dalam sebuah karya sastra

BAB I PENDAHULUAN. manusia dalam mencurahkan isi hati dan pikirannya. Dalam sebuah karya sastra BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Sastra adalah salah satu hasil dari kebudayaan. Sastra merupakan kreasi manusia dalam mencurahkan isi hati dan pikirannya. Dalam sebuah karya sastra manusia bisa menuangkan

Lebih terperinci

BAB II KAJIAN PUSTAKA, KONSEP, LANDASAN TEORI, DAN MODEL PENELITIAN

BAB II KAJIAN PUSTAKA, KONSEP, LANDASAN TEORI, DAN MODEL PENELITIAN 9 BAB II KAJIAN PUSTAKA, KONSEP, LANDASAN TEORI, DAN MODEL PENELITIAN 2.1 Kajian Pustaka Untuk memperjelas dan memantapkan ruang lingkup permasalahan, sumber data, dan kerangka teoretis penelitian ini,

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Butir-butir mutiara kebudayaan Indonesia pada masa lampau sebagai

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Butir-butir mutiara kebudayaan Indonesia pada masa lampau sebagai 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Butir-butir mutiara kebudayaan Indonesia pada masa lampau sebagai warisan kebudayaan para leluhur antara lain terdapat di dalam berbagai cerita lisan, benda-benda,

Lebih terperinci

BAB II KONSEP, LANDASAN TEORI, DAN TINJAUAN PUSTAKA. Konsep adalah gambaran mental dari suatu objek, proses, atau apapun

BAB II KONSEP, LANDASAN TEORI, DAN TINJAUAN PUSTAKA. Konsep adalah gambaran mental dari suatu objek, proses, atau apapun BAB II KONSEP, LANDASAN TEORI, DAN TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Konsep Konsep adalah gambaran mental dari suatu objek, proses, atau apapun yang ada diluar bahasa yang digunakan oleh akal budi untuk memahami hal-hal

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. penikmatnya. Karya sastra ditulis pada kurun waktu tertentu langsung berkaitan

BAB I PENDAHULUAN. penikmatnya. Karya sastra ditulis pada kurun waktu tertentu langsung berkaitan BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Karya sastra terbentuk atas dasar gambaran kehidupan masyarakat, karena dalam menciptakan karya sastra pengarang memadukan apa yang dialami dengan apa yang diketahui

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Karya sastra merupakan salah satu media yang digunakan seseorang untuk

BAB I PENDAHULUAN. Karya sastra merupakan salah satu media yang digunakan seseorang untuk BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Sastra adalah suatu bentuk dan hasil pekerjaan seni kreatif yang objeknya adalah manusia dan kehidupannya menggunakan bahasa sebagai mediumnya (Semi, 1998:

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. membicarakan secara langsung, menyampaikan lewat media-media elektronik,

BAB I PENDAHULUAN. membicarakan secara langsung, menyampaikan lewat media-media elektronik, BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Balakang Pada dasarnya setiap individu mempunyai pengalaman tentang suatu peristiwa. Pengalaman itu dapat berupa: kesenangan, kesedihan, keharuan, ketragiasan, dan sebagainya.

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. berkembang di tengah-tengah masyarakat. Kehidupan sastra daerah itu dapat. Mitchell (dalam Nurgiyantoro, 2005 : 163) yakni,

BAB I PENDAHULUAN. berkembang di tengah-tengah masyarakat. Kehidupan sastra daerah itu dapat. Mitchell (dalam Nurgiyantoro, 2005 : 163) yakni, BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Sastra daerah merupakan bagian dari suatu kebudayaan yang tumbuh dan berkembang di tengah-tengah masyarakat. Kehidupan sastra daerah itu dapat dikatakan masih

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Sastra adalah karya lisan atau tertulis yang memiliki berbagai ciri keunggulan seperti keorisinilan, keartistikan, keindahan dalam isi dan ungkapannya (Sudjiman,

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. teks yang ditulis dengan huruf bahasa daerah atau huruf Arab-Melayu. Naskah

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. teks yang ditulis dengan huruf bahasa daerah atau huruf Arab-Melayu. Naskah BAB II TINJAUAN PUSTAKA 1.1 Kepustakaan yang relevan 1.1.1 Transliterasi Transliterasi merupakan salah satu tahap/langkah dalam penyuntingan teks yang ditulis dengan huruf bahasa daerah atau huruf Arab-Melayu.

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Karya sastra, sebagai bagian dari proses zaman, dapat mengalami

BAB I PENDAHULUAN. Karya sastra, sebagai bagian dari proses zaman, dapat mengalami BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Penelitian Karya sastra, sebagai bagian dari proses zaman, dapat mengalami perkembangan. Karena itu, agar keberadaan karya sastra dan pengajarannya tetap tegak,

Lebih terperinci

KESASTRAAN MELAYU KLASIK oleh Halimah FPBS UPI Bandung

KESASTRAAN MELAYU KLASIK oleh Halimah FPBS UPI Bandung KESASTRAAN MELAYU KLASIK oleh Halimah FPBS UPI Bandung Nama Melayu pertama kali dipakai sebagai nama kerajaan tua di daerah Jambi di tepi sungai Batang hari. Peninggalan paling tua dari bahasa Melayu adalah

Lebih terperinci

BAB II KONSEP, LANDASAN TEORI, DAN TINJAUAN PUSTAKA. ada di luar bahasa yang digunakan oleh akal budi untuk memahami hal-hal lain

BAB II KONSEP, LANDASAN TEORI, DAN TINJAUAN PUSTAKA. ada di luar bahasa yang digunakan oleh akal budi untuk memahami hal-hal lain BAB II KONSEP, LANDASAN TEORI, DAN TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Konsep Konsep adalah gambaran mental dari suatu objek, proses, atau apa pun yang ada di luar bahasa yang digunakan oleh akal budi untuk memahami

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. bahasa yang dipadatkan, dipersingkat, diberi irama dengan bunyi yang padu, dan

BAB I PENDAHULUAN. bahasa yang dipadatkan, dipersingkat, diberi irama dengan bunyi yang padu, dan BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Puisi dalam Kamus Istilah Sastra (1984) adalah ragam sastra yang bahasanya terikat oleh irama, mantra, rima, serta penyusunan larik dan bait. Hal yang sama

Lebih terperinci

BAB II KAJIAN PUSTAKA, KONSEP, DAN LANDASAN TEORI

BAB II KAJIAN PUSTAKA, KONSEP, DAN LANDASAN TEORI BAB II KAJIAN PUSTAKA, KONSEP, DAN LANDASAN TEORI 2.1 Kajian Pustaka Putra (1986), dalam penelitian beliau yang berjudul "Aspek Sastra Dalam Babad Dalem Suatu Tinjauan Intertekstualitas", menyatakan bahwa

Lebih terperinci

SASTRA MELAYU HALAMAN SAMPUL SOAL MID SEMESTER JURUSAN SASTRA DAERAH/ MELAYU SEMESTER 2

SASTRA MELAYU HALAMAN SAMPUL SOAL MID SEMESTER JURUSAN SASTRA DAERAH/ MELAYU SEMESTER 2 SASTRA MELAYU HALAMAN SAMPUL SOAL MID SEMESTER JURUSAN SASTRA DAERAH/ MELAYU SEMESTER 2 FAKULTAS ILMU BUDAYA UNIVERSITAS LANCANG KUNING 2014 DAFTAR ISI HALAMAN SAMPUL... i DAFTAR ISI... ii DAFTAR TABEL...

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. ataupun kitab-kitab pengajaran, Teeuw dalam Susanto (2012 : 1).

BAB I PENDAHULUAN. ataupun kitab-kitab pengajaran, Teeuw dalam Susanto (2012 : 1). BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Secara etimologis sastra atau sastera berasal dari bahasa Sansekerta yang terdiri dari akar kata Cas atau sas dan tra. Cas dalam bentuk kata kerja yang diturunkan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Jepang dan Indonesia adalah dua negara yang berbeda. Namun, kedua

BAB I PENDAHULUAN. Jepang dan Indonesia adalah dua negara yang berbeda. Namun, kedua BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Masalah Jepang dan Indonesia adalah dua negara yang berbeda. Namun, kedua negara ini sama sama menghasilkan karya karya sastra dalam bentuk puisi terutama puisi puisi

Lebih terperinci

BAB II KAJIAN PUSTAKA. Sejauh pengetahuan peneliti, penelitian tentang pengajaran satra telah

BAB II KAJIAN PUSTAKA. Sejauh pengetahuan peneliti, penelitian tentang pengajaran satra telah 6 BAB II KAJIAN PUSTAKA 2.1 Kajian yang Relevan Sebelumnya Sejauh pengetahuan peneliti, penelitian tentang pengajaran satra telah banyak dilakukan salah satunya, penelitian pengajaran sastra dapat peneliti

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah digilib.uns.ac.id BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Kebudayaan dinilai sebagai identitas kepribadian dan penentu kemajuan suatu bangsa yang tidak bisa di ukur dan kehadirannya hanya dapat diketahui

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. pengarang serta refleksinya terhadap gejala-gejala sosial yang terdapat di

BAB I PENDAHULUAN. pengarang serta refleksinya terhadap gejala-gejala sosial yang terdapat di BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Karya sastra lahir di tengah-tengah masyarakat sebagai hasil imajinasi pengarang serta refleksinya terhadap gejala-gejala sosial yang terdapat di sekitarnya.

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Karya sastra merupakan cerminan, gambaran atau refleksi kehidupan

BAB I PENDAHULUAN. Karya sastra merupakan cerminan, gambaran atau refleksi kehidupan 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Karya sastra merupakan cerminan, gambaran atau refleksi kehidupan yang terjadi di masyarakat ataupun kehidupan seseorang. Karya sastra merupakan hasil kreasi

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. kreatif dalam rupa atau wujud yang indah. Pengertian indah, tidak semata-mata merujuk pada

BAB I PENDAHULUAN. kreatif dalam rupa atau wujud yang indah. Pengertian indah, tidak semata-mata merujuk pada BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Sastra sebagai salah satu unsur kesenian yang mengandalkan kreativitas pengarang melalui penggunaan bahasa sebagai media. Dalam hal ini, sastra menggunakan

Lebih terperinci

SERAT MUMULEN (SUNTINGAN TEKS DAN KAJIAN SEMIOTIK)

SERAT MUMULEN (SUNTINGAN TEKS DAN KAJIAN SEMIOTIK) SERAT MUMULEN (SUNTINGAN TEKS DAN KAJIAN SEMIOTIK) SKRIPSI Diajukan untuk Menempuh Ujian Sarjana Program Strata 1 dalam Ilmu Sastra Indonesia Oleh: Ika Cahyaningrum A2A 008 057 FAKULTAS ILMU BUDAYA UNIVERSITAS

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Bangsa Indonesia terdiri atas beberapa suku bangsa, masing-masing suku

BAB I PENDAHULUAN. Bangsa Indonesia terdiri atas beberapa suku bangsa, masing-masing suku BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Bangsa Indonesia terdiri atas beberapa suku bangsa, masing-masing suku memiliki etnis yang mereka kembangkan sesuai dengan tradisi dan sistem budaya masing-masing.

Lebih terperinci

89. Mata Pelajaran Sastra Indonesia untuk Sekolah Menengah Atas (SMA)/Madrasah Aliyah (MA) Program Bahasa

89. Mata Pelajaran Sastra Indonesia untuk Sekolah Menengah Atas (SMA)/Madrasah Aliyah (MA) Program Bahasa 89. Mata Pelajaran Sastra Indonesia untuk Sekolah Menengah Atas (SMA)/Madrasah Aliyah (MA) Program Bahasa A. Latar Belakang Mata pelajaran Sastra Indonesia berorientasi pada hakikat pembelajaran sastra

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. bangunan besar, benda-benda budaya, dan karya-karya sastra. Karya sastra tulis

BAB I PENDAHULUAN. bangunan besar, benda-benda budaya, dan karya-karya sastra. Karya sastra tulis BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Bangsa Indonesia memiliki banyak warisan kebudayaan yang berupa bangunan besar, benda-benda budaya, dan karya-karya sastra. Karya sastra tulis berupa naskah

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. rangkaian dari kebudayaan-kebudayaan masa lalu. Tidak ada salahnya bila ingin

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. rangkaian dari kebudayaan-kebudayaan masa lalu. Tidak ada salahnya bila ingin BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Kebudayaan suatu bangsa pada masa sekarang ini merupakan suatu rangkaian dari kebudayaan-kebudayaan masa lalu. Tidak ada salahnya bila ingin memahami lebih dalam mengenai

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN. suatu objek tertentu. Rene Wellek mengatakan bahwa sastra adalah institusi sosial

BAB 1 PENDAHULUAN. suatu objek tertentu. Rene Wellek mengatakan bahwa sastra adalah institusi sosial BAB 1 PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang dan Rumusan Masalah 1.1.1. Latar Belakang Sastra 1 merupakan curahan hati manusia berupa pengalaman atau pikiran tentang suatu objek tertentu. Rene Wellek mengatakan

Lebih terperinci

Teks, Tekstologi, dan Kritik Teks

Teks, Tekstologi, dan Kritik Teks Teks, Tekstologi, dan Kritik Teks Oleh: Tedi Permadi Program Studi Bahasa dan Sastra Indonesia Jurusan Pendidikan Bahasa dan Sastra Indonesia Fakultas Pendidikan Bahasa dan Seni - Universitas Pendidikan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Asal mula keberadaan lagu di negara Jepang diawali pada zaman Joodai

BAB I PENDAHULUAN. Asal mula keberadaan lagu di negara Jepang diawali pada zaman Joodai 1 BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Asal mula keberadaan lagu di negara Jepang diawali pada zaman Joodai yaitu dengan munculnya kayo. Kayo lahir di Jepang dari kebudayaan bercocok tanam yang mana kegiatan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Segala aktivitas kehidupan manusia menggunakan bahasa sebagai alat perantaranya.

BAB I PENDAHULUAN. Segala aktivitas kehidupan manusia menggunakan bahasa sebagai alat perantaranya. BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Dalam kehidupan sehari-hari manusia tidak bisa terlepas dari bahasa. Sebab bahasa merupakan alat bantu bagi manusia dalam berinteraksi dengan sesamanya. Segala aktivitas

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. dipandang sebagai cipta sastra karena teks yang terdapat dalam teks mengungkapkan

BAB I PENDAHULUAN. dipandang sebagai cipta sastra karena teks yang terdapat dalam teks mengungkapkan BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Naskah-naskah Nusantara sangat beraneka ragam, yang isinya mengemukakan tentang kehidupan manusia misalnya, masalah politik, sosial, ekonomi, agama, kebudayaan, bahasa,

Lebih terperinci

BAB V PENUTUP. A. Simpulan

BAB V PENUTUP. A. Simpulan digilib.uns.ac.id 69 BAB V PENUTUP A. Simpulan Simbolisme benda yang terdapat dalam kelima puisi karya Joko Pinurbo setelah melalui analisis semiotik (pembacaan heuristik, hermeneutik, hipogram serta matriks),

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. yang berbudaya dan bermasyarakat. Tak ada kegiatan manusia yang tidak disertai

BAB I PENDAHULUAN. yang berbudaya dan bermasyarakat. Tak ada kegiatan manusia yang tidak disertai BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Bahasa adalah satu-satunya milik manusia yang tidak pernah lepas dari segala kegiatan dan gerak manusia sepanjang keberadaan manusia itu, sebagai makhluk yang

Lebih terperinci

Daftar Pustaka (1992). Sastra Perang: Sebuah Pembicaraan mengenai Hikayat Perang Sabil. Jakarta: Balai Pustaka.

Daftar Pustaka (1992). Sastra Perang: Sebuah Pembicaraan mengenai Hikayat Perang Sabil. Jakarta: Balai Pustaka. Daftar Pustaka Naskah Syair Bintara Mahmud Setia Raja Blang Pidier Jajahan, NB 108. Perpustakaan Nasioanal Republik Indonesia. Buku Abdullah, Taufik. (1990). Sejarah Lokal di Indonesia. Yogyakarta: Gajah

Lebih terperinci

2015 KRITIK TEKS DAN TINJAUAN KANDUNGAN ISI NASKAH WAWACAN PANDITA SAWANG

2015 KRITIK TEKS DAN TINJAUAN KANDUNGAN ISI NASKAH WAWACAN PANDITA SAWANG BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Kondisi pernasakahan di Indonesia bisa dikatakan sangat kurang peminat, dalam hal ini penelitian yang dilakukan terhadap naskah. Sedikitnya penelitian terhadap

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Parwa merupakan prosa yang diadaptasi dari bagian epos-epos dalam

BAB I PENDAHULUAN. Parwa merupakan prosa yang diadaptasi dari bagian epos-epos dalam BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Parwa merupakan prosa yang diadaptasi dari bagian epos-epos dalam bahasa Sanskerta dan menunjukkan ketergantungannya dengan kutipan-kutipan dari karya asli dalam bahasa

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN. Masyarakat Jawa telah mengenal budaya bersusastra melalui tulisan yang

BAB 1 PENDAHULUAN. Masyarakat Jawa telah mengenal budaya bersusastra melalui tulisan yang BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 LATAR BELAKANG Masyarakat Jawa telah mengenal budaya bersusastra melalui tulisan yang tertuang dalam bentuk naskah sejak abad IX 1. Berkaitan dengan tulisan dalam bentuk naskah, Saputra

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. yang objeknya adalah manusia dan kehidupannya dengan menggunakan

BAB I PENDAHULUAN. yang objeknya adalah manusia dan kehidupannya dengan menggunakan 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Karya sastra merupakan bentuk dan hasil pekerjaan seni kreatif yang objeknya adalah manusia dan kehidupannya dengan menggunakan bahasa sebagai medianya (Semi,

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Hal ini berarti melalui karya sastra, seorang pengarang menyampaikan

BAB I PENDAHULUAN. Hal ini berarti melalui karya sastra, seorang pengarang menyampaikan BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Menurut Sumardjo dan Saini (1988:3), sastra adalah ungkapan pribadi manusia yang berupa pengalaman, pemikiran, perasaan, ide, semangat keyakinan dalam suatu bentuk

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN A. Bahasa Karya Sastra

BAB I PENDAHULUAN  A. Bahasa Karya Sastra BAB I PENDAHULUAN Karya sastra merupakan hasil kreasi sastrawan melalui kontemplasi dan refleksi setelah menyaksikan berbagai fenomena kehidupan dalam lingkungan sosialnya. Fenomena kehidupan itu beraneka

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. cara pengungkapannya. Puisi merupakan karya sastra yang disajikan secara

BAB I PENDAHULUAN. cara pengungkapannya. Puisi merupakan karya sastra yang disajikan secara 1.1 Latar Belakang Masalah BAB I PENDAHULUAN Secara umum karya sastra terbagi atas tiga jenis yaitu puisi, prosa dan drama. Menurut Kosasih (2012:1), ketiga jenis karya sastra tersebut dibedakan berdasarkan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. (tradisional) yang banyak ditemukan dalam masyarakat Bali. Satua atau dongeng

BAB I PENDAHULUAN. (tradisional) yang banyak ditemukan dalam masyarakat Bali. Satua atau dongeng BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Satua merupakan salah satu karya sastra dari kesusastraan Bali purwa (tradisional) yang banyak ditemukan dalam masyarakat Bali. Satua atau dongeng (bahasa Indonesia)

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang Masalah 1 BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Sastra Indonesia telah bermula sejak abad 20 dan menjadi salah satu bagian dari kekayaan kebudayaan Indonesia. Sastra Indonesia telah mengalami perjalanan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Puisi lama, (2) Puisi baru, dan (3) Puisi modern (Badudu, 1984).

BAB I PENDAHULUAN. Puisi lama, (2) Puisi baru, dan (3) Puisi modern (Badudu, 1984). BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang dan Masalah 1.1.1 Latar Belakang Puisi adalah bentuk karya sastra yang paling tua yang diciptakan oleh manusia. Menurut zamannya puisi dapat dibedakan menjadi tiga

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN A. LATAR BELAKANG

BAB I PENDAHULUAN A. LATAR BELAKANG 1 BAB I PENDAHULUAN A. LATAR BELAKANG Kurikulum dalam pendidikan di Indonesia terus berkembang dari waktu ke waktu. Tentunya perkembangan ini terjadi untuk terus meningkatkan mutu pendidikan, bahkan perbaikan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Penjelasan sederhana mengenai sastra menurut Bressler (1984:7), Literature

BAB I PENDAHULUAN. Penjelasan sederhana mengenai sastra menurut Bressler (1984:7), Literature BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Penjelasan sederhana mengenai sastra menurut Bressler (1984:7), Literature as works of imaginative or creative writing. Sastra sebagai karya imajinatif atau

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Geguritan merupakan salah satu karya sastra Bali tradisional yang masih

BAB I PENDAHULUAN. Geguritan merupakan salah satu karya sastra Bali tradisional yang masih BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Geguritan merupakan salah satu karya sastra Bali tradisional yang masih hidup dan berkembang cukup baik. Hal ini ditandai dengan banyaknya bermunculan para pengarang

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. sastra menggunakan bahasa sebagai mediumnya. Drama merupakan salah satu

BAB I PENDAHULUAN. sastra menggunakan bahasa sebagai mediumnya. Drama merupakan salah satu BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Sastra pada dasarnya adalah seni bahasa. Perbedaan seni sastra dengan cabang seni-seni yang lain terletak pada mediumnya yaitu bahasa. Seni lukis menggunakan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. hasil pemikiran orang-orang terdahulu yang dituangkan ke dalam sastra dan

BAB I PENDAHULUAN. hasil pemikiran orang-orang terdahulu yang dituangkan ke dalam sastra dan BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Kesusastraan Melayu Klasik merupakan bukti konkret kebudayaan berupa hasil pemikiran orang-orang terdahulu yang dituangkan ke dalam sastra dan bahasa. Indonesia merupakan

Lebih terperinci

ANALISIS GAYA BAHASA PADA LIRIK LAGU GRUP MUSIK WALI DAN PEMANFAATANNYA SEBAGAI BAHAN PEMBELAJARAN APRESIASI PUISI DI SMA

ANALISIS GAYA BAHASA PADA LIRIK LAGU GRUP MUSIK WALI DAN PEMANFAATANNYA SEBAGAI BAHAN PEMBELAJARAN APRESIASI PUISI DI SMA ANALISIS GAYA BAHASA PADA LIRIK LAGU GRUP MUSIK WALI DAN PEMANFAATANNYA SEBAGAI BAHAN PEMBELAJARAN APRESIASI PUISI DI SMA Oleh: Ulin Niswah Pendidikan Bahasa dan Sastra Indonesia Adi_Jaddati@yahoo.co.id

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. terlepas dari peristiwa komunikasi untuk mengungkapkan gagasan, ide,

BAB I PENDAHULUAN. terlepas dari peristiwa komunikasi untuk mengungkapkan gagasan, ide, BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Manusia dalam sepanjang hidupnya hampir-hampir tidak pernah dapat terlepas dari peristiwa komunikasi untuk mengungkapkan gagasan, ide, maupun isi pikiran kepada

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. karya sastra tidak lahir dalam situasi kekosongan budaya, budaya tidak hanya. konvensi atau tradisi yang mengelilinginya.

BAB I PENDAHULUAN. karya sastra tidak lahir dalam situasi kekosongan budaya, budaya tidak hanya. konvensi atau tradisi yang mengelilinginya. BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Karya sastra diciptakan oleh pengarang untuk dipahami dan dinikmati oleh pembaca pada khususnya dan oleh masyarakat pada umumnya. Hal-hal yang diungkap oleh

Lebih terperinci

RAGAM TULISAN KREATIF. Muhamad Husni Mubarok, S.Pd., M.IKom

RAGAM TULISAN KREATIF. Muhamad Husni Mubarok, S.Pd., M.IKom RAGAM TULISAN KREATIF C Muhamad Husni Mubarok, S.Pd., M.IKom HAKIKAT MENULIS Menulis merupakan salah satu dari empat aspek keterampilan berbahasa. Menulis merupakan kemampuan menggunakan pola-pola bahasa

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. materi yang harus diajarkan dalam mata pelajaran Bahasa dan Sastra

BAB I PENDAHULUAN. materi yang harus diajarkan dalam mata pelajaran Bahasa dan Sastra 1 BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Penelitian Karya sastra, yaitu puisi, prosa (cerpen dan novel), dan drama adalah materi yang harus diajarkan dalam mata pelajaran Bahasa dan Sastra Indonesia di Sekolah.

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Kehadiran sastra tulis Melayu dapat dilacak hingga abad ke-7 berdasarkan

BAB I PENDAHULUAN. Kehadiran sastra tulis Melayu dapat dilacak hingga abad ke-7 berdasarkan BAB I PENDAHULUAN 1. Latar Belakang Penelitian Kehadiran sastra tulis Melayu dapat dilacak hingga abad ke-7 berdasarkan penemuan tulisan dengan huruf Pallawa pada batu di Kedukan Bukit (683), Talang Tuwo

Lebih terperinci

BAB II KAJIAN PUSTAKA, KONSEP, LANDASAN TEORI, DAN MODEL PENELITIAN. hasil penelitian sebelumnya. Kajian pustaka bersifat mutakhir yang memuat teori,

BAB II KAJIAN PUSTAKA, KONSEP, LANDASAN TEORI, DAN MODEL PENELITIAN. hasil penelitian sebelumnya. Kajian pustaka bersifat mutakhir yang memuat teori, BAB II KAJIAN PUSTAKA, KONSEP, LANDASAN TEORI, DAN MODEL PENELITIAN 2.1 Kajian Pustaka Kajian pustaka memuat uraian yang sistematik dan relevan dari fakta serta hasil penelitian sebelumnya. Kajian pustaka

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. diajarkan. Pengajaran Bahasa dan Sastra Indonesia di sekolah bagi siswa. intelektual, emosional maupun budi pekerti.

BAB I PENDAHULUAN. diajarkan. Pengajaran Bahasa dan Sastra Indonesia di sekolah bagi siswa. intelektual, emosional maupun budi pekerti. BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Dunia pendidikan kini telah berkembang searah dengan kebutuhan masyarakat yang dinamis. Perkembangan ini tentunya mempengaruhi berbagai disiplin ilmu yang telah ada

Lebih terperinci

BAB II KAJIAN PUSTAKA, KONSEP,DANLANDASAN TEORI

BAB II KAJIAN PUSTAKA, KONSEP,DANLANDASAN TEORI BAB II KAJIAN PUSTAKA, KONSEP,DANLANDASAN TEORI 2.1 Kajian Pustaka Kajian pustaka merupakan penelusuran kepustakaan untuk mengidentifikasi makalah dan buku yang bermanfaat dan ada hubungannya dengan penelitian

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. kehidupan manusia, karena sastra berisikan ide para pengarang yang. lebih memaknai arti dari sebuah karya sastra tersebut.

BAB I PENDAHULUAN. kehidupan manusia, karena sastra berisikan ide para pengarang yang. lebih memaknai arti dari sebuah karya sastra tersebut. BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Sastra adalah bagian dari kebudayaan yang tidak terbatas pada nilai-nilai subjektif atau semata-mata terfokus pada daya khayal pengarang atau sastrawan saja,

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN. disebut sastra. Sastra menurut Fananie (2000:6), Literature is a fiction which is

BAB 1 PENDAHULUAN. disebut sastra. Sastra menurut Fananie (2000:6), Literature is a fiction which is 1 BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Manusia memiliki kemampuan tertentu yang begitu istimewa. Manusia mampu beradaptasi untuk bertahan hidup karena Tuhan telah memberikan mereka otak. Manusia

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Bahasa merupakan induk dari seluruh disiplin ilmu. Pengetahuan sebagai hasil proses belajar manusia baru tampak nyata apabila dikatakan, artinya diungkapkan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. seluruh tanah air hingga kini masih tersimpan karya-karya sastra lama. Penggalian

BAB I PENDAHULUAN. seluruh tanah air hingga kini masih tersimpan karya-karya sastra lama. Penggalian 1 BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Berbahagialah kita bangsa Indonesia, bahwa hampir di setiap daerah di seluruh tanah air hingga kini masih tersimpan karya-karya sastra lama. Penggalian karya

Lebih terperinci

Bab I. Pendahuluan. 1.1 Latar Belakang Masalah

Bab I. Pendahuluan. 1.1 Latar Belakang Masalah Bab I Pendahuluan 1.1 Latar Belakang Masalah Bahasa merupakan alat yang digunakan untuk menyampaikan maksud tertentu oleh seseorang kepada orang lain. Dengan kata lain, untuk berkomunikasi. Menurut Keraf

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Metode keilmuan adalah suatu cara dalam memperoleh pengetahuan yang berupa

BAB I PENDAHULUAN. Metode keilmuan adalah suatu cara dalam memperoleh pengetahuan yang berupa BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Sastra adalah Seni. Dalam seni banyak unsur kemanusiaan yang masuk di dalamnya, khususnya perasaan, sehingga sulit diterapkan untuk metode keilmuan. Metode

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang Drama hadir atas proses yang panjang dan tidak hanya terhenti sebagai

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang Drama hadir atas proses yang panjang dan tidak hanya terhenti sebagai BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Drama hadir atas proses yang panjang dan tidak hanya terhenti sebagai seni pertunjukan, akan tetapi berlanjut dengan menunjukan fungsinya dalam kehidupan masyarakat

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Parwa merupakan kesusastraan Jawa Kuna yang berbentuk prosa liris.

BAB I PENDAHULUAN. Parwa merupakan kesusastraan Jawa Kuna yang berbentuk prosa liris. BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Parwa merupakan kesusastraan Jawa Kuna yang berbentuk prosa liris. Parwa berarti bagian buku/cerita (Mardiwarsito, 1986:410). Parwa juga dikatakan sebagai bagian dari

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Karya sastra merupakan sistem tanda yang mempunyai makna yang mempergunakan medium bahasa. Bahasa sebagai medium karya sastra. Bahasa sudah menjadi sistem

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. pikir manusia demi menunjang keberlangsungan hidupnya. Dalam Kamus Besar

BAB I PENDAHULUAN. pikir manusia demi menunjang keberlangsungan hidupnya. Dalam Kamus Besar BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Kebudayaan merupakan salah satu unsur penting dalam kehidupan manusia. Hal itu disebabkan karena budaya merupakan hasil olah rasa dan olah pikir manusia demi menunjang

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. antara sastra Bali dengan kebudayaan Bali, di antaranya: Sastra Bali sebagai

BAB I PENDAHULUAN. antara sastra Bali dengan kebudayaan Bali, di antaranya: Sastra Bali sebagai BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Telah banyak ungkapan yang dilontarkan bertalian dengan hubungan antara sastra Bali dengan kebudayaan Bali, di antaranya: Sastra Bali sebagai aspek kebudayaan Bali,

Lebih terperinci

KAJIAN PEMAKAIAN GAYA BAHASA PERULANGAN DAN PERBANDINGAN PADA KUMPULAN PUISI KARENA BOLA SKRIPSI

KAJIAN PEMAKAIAN GAYA BAHASA PERULANGAN DAN PERBANDINGAN PADA KUMPULAN PUISI KARENA BOLA SKRIPSI 0 KAJIAN PEMAKAIAN GAYA BAHASA PERULANGAN DAN PERBANDINGAN PADA KUMPULAN PUISI KARENA BOLA MATAMU KARYA SYAIFUL IRBA TANPAKA SKRIPSI Untuk Memenuhi Sebagian Persyaratan Guna Mencapai Derajat Sarjana (S-1)

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. warisan leluhur nenek moyang kita sangat beragam dan banyak. menarik perhatian para ilmuwan, salah satunya berupa hikayat.

BAB I PENDAHULUAN. warisan leluhur nenek moyang kita sangat beragam dan banyak. menarik perhatian para ilmuwan, salah satunya berupa hikayat. 1 BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Penelitian Peninggalan-peninggalan budaya masa lampau yang merupakan warisan leluhur nenek moyang kita sangat beragam dan banyak menarik perhatian para ilmuwan, salah

Lebih terperinci

Soal UTS Bahasa Indonesia Kelas VI Semester 2

Soal UTS Bahasa Indonesia Kelas VI Semester 2 Soal UTS Bahasa Indonesia Kelas VI Semester 2 www.juraganles.com I. Berilah tanda silang (X) pada huruf a, b, c atau d di depan jawaban yang paling benar! 1. Bacalah penggalan pidato berikut! Hadirin yang

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Bangsa Indonesia memiliki beragam suku dan tentu saja bahasa daerah

BAB I PENDAHULUAN. Bangsa Indonesia memiliki beragam suku dan tentu saja bahasa daerah BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Bangsa Indonesia memiliki beragam suku dan tentu saja bahasa daerah yang beragam banyaknya. Bahasa daerah yang beragam digunakan sebagai alat komunikasi oleh

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN. Sastrawan yang dicetak pun semakin banyak pula dengan ide-ide dan karakter. dengan aneka ragam karya sastra yang diciptakan.

BAB 1 PENDAHULUAN. Sastrawan yang dicetak pun semakin banyak pula dengan ide-ide dan karakter. dengan aneka ragam karya sastra yang diciptakan. BAB 1 PENDAHULUAN A. Latar Belakang Karya sastra merupakan hasil kreasi sastrawan melalui kontemplasi dan refleksi setelah menyaksikan berbagai fenomena kehidupan dalam lingkungan sosialnya. Fenomena kehidupan

Lebih terperinci