BAB I PENDAHULUAN. Parwa merupakan prosa yang diadaptasi dari bagian epos-epos dalam

Transkripsi

1 BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Parwa merupakan prosa yang diadaptasi dari bagian epos-epos dalam bahasa Sanskerta dan menunjukkan ketergantungannya dengan kutipan-kutipan dari karya asli dalam bahasa Sanskerta, kutipan-kutipan tersebut tersebar di seluruh teks parwa itu (Zoetmulder, 1974: 80). Sastra Parwa yang dihasilkan pada masa Jawa Kuna kebanyakan merupakan gubahan atau saduran dari parwaparwa Mahabharata versi Sanskerta yang digubah dalam bahasa Jawa Kuna. Geguritan merupakan salah satu karya sastra Bali tradisional, yang memiliki konvensi sastra (padalingsa) yang cukup ketat (Agastia,1980: 16). Karya sastra ini, secara umum dibangun oleh pupuh-pupuh. Tidak semua karya sastra yang terbangun oleh pupuh-pupuh tersebut dapat didefinisikan sebagai geguritan. Pupuh-pupuh tersebut memiliki konvensi berupa padalingsa. Pada padalingsa inilah terlihat kepiawaian seorang pengarang dalam memilih kata-kata yang cocok dan tepat guna dalam mendukung jalannya cerita dan memenuhi aturan padalingsa yang ada sesuai dengan pupuh yang digunakan. Apabila diamati, masyarakat mengenal cerita tentang seekor anjing ataupun kesetiaan seekor anjing dalam kisah Sang Yudistira yang diantar oleh pandu (yang berwujud seekor anjing) ke Sorga yang terdapat di dalam 1

2 Swargarohanaparwa. Akan tetapi, berbeda halnya dengan keberadaan Geguritan Sarameya, karena selain menceritakan perwujudan putra Resi Pulaha yang berwujud seekor anjing, cerita ini juga mengandung hakekat yadnya yang sesungguhnya. Adapun struktur naratif Geguritan Sarameya ini mengisahkan tentang seorang Resi yang memiliki putra yang berwujud seekor anjing yang bernama Sarameya. Selain itu, geguritan ini mengisahkan tentang Raja Janamejaya yang melaksanakan upacara yadnya di Kuruksetra. Geguritan Sarameya hadir melengkapi khazanah karya sastra di Bali. Dilihat dari segi teksnya, karya sastra ini amat kuat berkaitan dengan Adiparwa. Untuk melihat kesesuaian serta seberapa jauh kehadiran maupun sumbangan teks Adiparwa dalam teks Geguritan Sarameya, maka dilakukan kajian Intertekstualitas. Biasanya dalam membaca parwa kesulitannya adalah pada bahasa yang menggunakan bahasa Kawi. Cerita Sarameya dalam Adiparwa berkedudukan sebagai teks penyumbang bagi teks Geguritan Sarameya. Sesuai dengan data yang ada, di dalam teks Geguritan Sarameya terdapat pula teks Adiparwa. Dengan demikian Intertekstualitas adalah kehadiran suatu teks pada teks yang lain (Putra, 1986: 137). Dalam membaca suatu teks tidak dapat membaca teks salah satu saja, akan tetapi kedua teks tersebut yaitu Adiparwa dan Geguritan Sarameya harus berdampingan sehingga interpretasi terhadapnya tidak dapat dilepaskan dari kedua teks tersebut. Transformasi karya sastra parwa ke dalam bentuk geguritan sangatlah menarik untuk diteliti. Pada kesempatan ini, peneliti ingin membandingkan 2

3 Geguritan Sarameya dengan Adiparwa yang merupakan naskah hipogramnya. Tidak semua cerita yang terdapat di dalam Adiparwa akan dibandingkan dengan Geguritan Sarameya. Cerita Sarameya dalam Adiparwa terdapat pada Bab II. Secara keseluruhan, ide cerita, tokoh, jalan cerita, latar cerita Sarameya dalam Adiparwa dengan Geguritan Sarameya tersebut memiliki kemiripan. Kemiripan tersebut menyiratkan adanya benang merah atau hubungan antara cerita Sarameya dalam Adiparwa dengan Geguritan Sarameya. Cerita Sarameya dalam Adiparwa dengan Geguritan Sarameya memiliki persamaan yang menonjol dari alur cerita. Persamaan tersebut adalah tokoh utama yang bernama Raja Janamejaya mendapat kutukan dari Diah Sarama yang tak lain adalah ibu dari Sarameya. Meskipun terdapat persamaan yang menonjol, isi cerita dari Sarameya dalam Adiparwa dengan Geguritan Sarameya juga memiliki beberapa perbedaan. Salah satu di antaranya adalah dalam Geguritan Sarameya diceritakan tentang kisah kehidupan Resi Pulaha bersama Diah Sarama di tengah hutan dan beliau mengadakan pemujaan guna memohon agar dianugerahi seorang putra. Doa itupun dikabulkan tetapi putra yang dilahirkan berwujud anjing. Cerita yang mengisahkan tentang kehidupan Resi Pulaha dan istrinya Diah Sarama tersebut tidak terdapat di dalam cerita Sarameya dalam Adiparwa. Penelitian ini merupakan satu usaha perbandingan terhadap hubungan antara cerita Sarameya dalam Adiparwa dengan Geguritan Sarameya dengan melihat pertalian isi cerita yang terdapat di dalam kedua teks ini. Hubungan intertekstual antara parwa dan geguritan tersebut akan ditelusuri dengan mengungkapkan pertalian cerita Sarameya dalam Adiparwa dengan Geguritan 3

4 Sarameya, untuk melihat sejauh mana kehadiran teks dari kedua objek tersebut. Cerita Sarameya dalam Adiparwa dengan Geguritan Sarameya, yaitu cerita ini mengandung unsur kesetiaan yang terefleksi dari perwujudan Sarameya yang terlahir menjadi seekor anjing. Cerita dan pesan yang ada di dalamnya lebih mudah dipahami setelah ditransformasi ke dalam bentuk geguritan yang dapat dilagukan dan berbahasa Bali. Cerita ini juga mengangkat hakekat pelaksanaan yadnya dan teks ini belum pernah dikaji sebelumnya. Oleh karena itu, penelitian yang berjudul "Cerita Sarameya dalam Adiparwa dengan Geguritan Sarameya, Kajian Intertekstual" sangat penting untuk dilakukan. Dari pengamatan yang telah dilakukan, penelitian mengenai hubungan interteks antara cerita Sarameya dalam Adiparwa dengan Geguritan Sarameya belum pernah dilakukan, oleh karena itu peneliti akan mencoba meneliti mengenai hubungan intertekstual antara cerita Sarameya dalam Adiparwa dengan Geguritan Sarameya. 1.2 Masalah Berdasarkan latar belakang di atas, maka masalah yang akan dibahas dalam penelitian ini dapat disusun dalam bentuk pertanyaan, sebagai berikut : 1. Bagaimanakah struktur cerita Sarameya dalam Adiparwa dan Geguritan Sarameya? 2. Bagaimanakah hubungan intertekstual antara cerita Sarameya dalam Adiparwa dengan Geguritan Sarameya? 4

5 1.3 Tujuan Penelitian Setiap penelitian memiliki suatu tujuan yang mendasari penelitian tersebut. Tujuan merupakan hal yang ingin dicapai secara tepat dan jelas sesuai dengan yang diharapkan. Berdasarkan hal tersebut penelitian ini dibedakan atas dua tujuan, sebagai berikut : Tujuan Umum Secara umum penelitian ini bertujuan untuk mendukung dan melestarikan karya sastra Bali Tradisional yaitu geguritan. Selain itu, penelitian ini berperan secara aktif dalam membina dan menumbuh kembangkan peminat matembang di dalam masyarakat. Melalui penelitian ini diharapkan pula dapat meningkatkan daya apresiasi masyarakat terhadap karya sastra Bali, baik tradisional maupun modern, hingga akhirnya menjadi sumber inspirasi dalam kehidupan masyarakat Tujuan Khusus Tujuan khusus berkaitan erat dengan masalah dan isi pembahasan dalam penelitian. Secara khusus penelitian ini bertujuan untuk : a. Mendeskripsikan struktur dari cerita Sarameya dalam Adiparwa dengan Geguritan Sarameya. b. Mendeskripsikan hubungan intertekstual antara cerita Sarameya dalam Adiparwa dengan Geguritan Sarameya. 1.4 Manfaat Penelitian Ada dua manfaat yang diharapkan dari penelitian ini, yaitu manfaat teoritis dan manfaat praktis. 5

6 1.4.1 Manfaat teoritis Secara teoritis penelitian ini diharapkan memberikan sumbangan terhadap ilmu sastra, utamanya dengan kajian intertekstualitas. Serta dapat menjadi acuan untuk penelitian-penelitian berikutnya khususnya di bidang sastra terutama yang berkaitan dengan parwa dan geguritan Manfaat praktis Secara praktis, penelitian ini diharapkan dapat membantu pembinaan, pengembangan, dan pelestarian karya sastra Bali Tradisional sehingga kedepannya dapat terus ditingkatkan. 6