IV. HASIL DAN PEMBAHASAN

Ukuran: px
Mulai penontonan dengan halaman:

Download "IV. HASIL DAN PEMBAHASAN"

Transkripsi

1 43 IV. HASIL DAN PEMBAHASAN Pada pelaksanaannya validasi dilakukan dengan 2 tahap, tahap pertama adalah uji pendahuluana dan tahap kedua adalah validasi metode analisis dan uji coba dilakukan terhadap susu bubuk skim lain dengan kadar IgG yang bervariasi. 4.1 Kurva baku dan kadar optimum kadar IgG dalam dalam sampel susu bubuk Kurva baku dan Kalibrasi kurva baku Pada tahap pertama uji pendahuluan pada validasi metode analisis ELISA sebagai pengukuran kuantitatif memerlukan kurva baku, kurva baku yang digunakan pada validasi metode harus dikalibrasi atau distandardisasi terlebih dahulu karena kurva baku merupakan suatu fungsi dari rentang nilai analisis, yang akan berhubungan dengan respon analat (Chan 2004). Kurva baku yang valid diperoleh bila larutan baku bovine IgG menunjukkan nilai r 0,95. Pengukuran densitas optik larutan baku bovine IgG tercantum dalam lampiran 2 dan densitas optik (OD) larutan baku bovine IgG tercantum pada Tabel 4. Tabel 4. Densitas optik (OD) larutan baku bovine IgG Kadar baku IgG (ng/ml) Densitas optik (OD) 125 1,82 ±0,006 62,5 1,17±0,004 31,2 0,66±0,000 15,6 0,37±0,000 7,8 0,21±0, ,08±0,000 a (Intersep) 0,07 b (Slope) 0,02 r (Koefisien korelasi) 0,99

2 44 Hasil evaluasi terhadap kurva baku menunjukkan koefisien korelasi (r) masih dalam nilai keberterimaan r 0,95, dimana nilai r perhitungan adalah 0.99 intersept= 0,07, slope=0,02. Nilai korelasi yang diperoleh diatas menunjukkan bahwa setiap kenaikan konsentrasi larutan IgG yang diuji akan diikuti dengan kenaikan densitas optik (OD) yang sebanding pada rentang ng/ml. Maka kurva baku dengan seri larutan baku IgG dengan kadar ng/ml yang telah ditetapkan dapat digunakan untuk uji selanjutnya Kadar optimum IgG dalam sampel susu bubuk skim yang digunakan pada validasi Evaluasi hasil analisis terhadap kadar optimum sampel susububuk skim dengan pengenceran 1/10, 1/100, 1/500, dan 1/1000 larutan stok sampel dengan kadar 15 mg/10 ml, Densitas optik larutan baku bovine IgG yang tercantum pada Tabel 4 digunakan sebagai kurva baku, maka diperoleh kadar optimum IgG dalam sampel A seperti tercantum pada Tabel 5. Tabel 5. Kadar optimum IgG dalam Sampel A Pengenceran sampel (mg/ml) Kadar IgG (ng/ml) Rata rata Sampel 1 Sampel 2 Sampel 3 1:10 40,73 36,21 38,30 38,42 1:100 19,66 19,74 20,88 20,01 1:500 12,33 13,02 12,99 12,78 1:1000 4,86 5,44 5,01 5,10 Evaluasi terhadap kadar IgG dalam sampel, maka diperoleh kadar tiap sampel untuk pengenceran tertinggi (1/10) sebesar 5,1 ng/ml dan pengenceran terendah (1/1000) dengan kadar 38,4 ng/ml, maka kandungan

3 45 IgG dalam larutan sampel terletak dalam rentang antara 5,1 ng/ml dan 38,4 ng/ml. Dari hasil tersebut juga dapat dilihat bahwa pada pengenceran 1/10, memiliki kadar yang masih kecil karena kadar analat yang dimasukkan terlalu besar (pekat) sehingga tidak semua antigen dapat terikat oleh antibodi. Apabila dilihat pada pengenceran 1/100 dan 1/500 menunjukkan kadar yang hampir dekat yaitu 12,8 ng/ml dan 20,0 ng/ml IgG dalam sampel, sedangkan pengenceran dengan kadar 1/1000 terlihat sangat kecil 5,1 ng/ml. Berdasarkan densitas optik yang dihasilkan dari beberapa kadar IgG pada optimasi percobaan dan dengan nilai yang diperoleh, maka dapat diambil suatu kondisi analisis yang paling optimum untuk analisis IgG dalam matriks susu bubuk skim. Dari kelima pengenceran sampel yang mengandung IgG maka kadar 1/500 memberikan hasil reaksi antigenantibodi terbaik karena memberikan reaksi lebih baik dari pengenceran 1/1000, tetapi sedikit dibawah pengenceran 1/100. Selanjutnya karena pertimbangan ekonomis dan tidak terlalu jauh dengan penggunaan pengenceran 1/100, maka pengenceran sampel 1/500 dari larutan stok dengan kadar 12,8 ng/ml yang akan digunakan untuk validasi metode analisis. 4.2 Validasi metode analisis penetapan kadar imunoglobulin G Tahap kedua adalah validasi metode analisis kadar imunoglobulin G (IgG) dalam susu bubuk skim menggunakan metode Sandwich ELISA. Pelaksanaan validasi dilakukan terhadap parameter, linieritas dan rentang, penetapan limit deteksi dan limit kuantitasi, uji presisi, uji akurasi, dan spesifisitas. Analisis dilakukan teradap susu bubuk skim yang beredar dengan kadar IgG yang berbeda yaitu sampel A: 150mg/15g, sampel B: 180mg/15g dan sampel C: 200mg/15g berdasarkan kadar yang tercantum pada label produk, dan terhadap sampel dilakukan uji keberulangan.

4 Linieritas dan rentang Linearitas adalah kemampuan metode analisis yang menunjukkan bahwa larutan sampel yang berada dalam rentang kadar memiliki respon analat yang proporsional dengan kadar, secara langsung atau melalui transformasi matematika. Rentang adalah interval antara kadar analat terendah dan tertinggi. Linieritas kurva ditentukan dengan cara menghitung koefisien korelasi (r), linieritas memenuhi syarat bila r hitung 0,95. Densitas optik larutan baku bovine IgG yang tercantum pada Tabel 4 digunakan sebagai kurva baku, pembacaan densitas optik (OD) dan kadar larutan baku bovine IgG tercantum pada Tabel 6. Dari hasil analisis densitas optik dan perhitungan kadar baku, diperoleh nilai r = 0,99 yang telah memenuhi kriteria keberterimaan nilai r 0,95 dan rentang kadar 7,7 ng/ml dan kadar 33,7 ng/ml pada densitas optik 0,2 sampai 0,8. sehingga dapat disimpulkan bahwa kurva baku bovine IgG linier. Tabel 6. Densitas optik dan kadar larutan baku bovine IgG Pengenceran baku IgG (ng/ml) OD Kadar baku IgG (ng/ml) 125 2,08 94,08 62,5 1,39 61,13 31,25 0,82 33,73 15,6 0,44 15,82 7,8 0,26 7,47 0 0,08-1,29 a (intersep) 0,11 b (slope) 0,02 r (Koef korelasi) 0,99

5 Limit deteksi dan limit kuantitasi Limit deteksi (LOD) adalah kadar terendah dari analat dalam sampel yang dapat terdeteksi, akan tetapi tidak perlu terkuantisasi, dibawah kondisi pengujian yang disepakati. Limit kuantitasi (LOQ) adalah kadar terendah dari analat yang dapat ditentukan dengan tingkat presisi dan akurasi yang dapat diterima, dibawah kondisi pengujian yang disepakati. Limit deteksi merupakan hal yang penting karena akan menyebabkan penggunaan kadar yang tidak tepat pada saat melakukan validasi metode (Chan 2004). Densitas optik larutan baku bovine IgG yang tercantum pada Tabel 6 digunakan sebagai kurva baku, hasil uji keberulangan dan simpangan baku (SD) larutan bovine IgG pada kadar terendah (5,7 ng/ml) tercantum pada Tabel 7. Tabel 7. Densitas optik (OD) dan konsentrasi larutan baku bovine IgG Konsentrasi baku IgG (ng/ml) Densitas optik (OD) Konsentrasi baku IgG (ng/ml) 125 1,82 119,36 62,5 1,17 72,93 31,25 0,66 36,5 15,6 0,37 15,78 7,8 0,21 5,37 0 0,07 0,00 a (Intersep) 0,07 b (Slope) 0,02 r (Koefisien korelasi) 0,99

6 48 Tabel 8 Uji keberulangan larutan baku bovine IgG pada kadar 5,37 ng/ml Pengulangan Kadar IgG (ng) (x - x ) (x - x ) 2 1 4,75-0,62 0,38 2 5,73 0,36 0,13 3 5,39 0,02 0,00 4 5,50 0,13 0,02 5 5,24-0,13 0,02 6 5,56 0,20 0,04 7 5,45 0,08 0,01 JumLah 37,62 0,59 Rata-rata 5,37 0,08 SD 0,31 Dari hasil perhitungan keberulangan larutan baku bovine IgG dengan kadar 5,7 ng/ml dan perhitungan simpangan baku maka diperoleh limit deteksi sebesar 0,93 ng/ml dan limit kuantitasi sebesar 3,1 ng/ml. Dimana kadar ini mempunyai nilai lebih kecil dari kadar terendah larutan baku bovine IgG 7,5 ng/ml dan kadar optimum yang digunakan untuk validasi yaitu 12,8 ng/ml Presisi Presisi adalah adalah tingkat kesamaan antar hasil uji individual ketika metode tersebut diterapkan secara berulang dari suatu sampel homogenat, presisi suatu metode analisis biasanya ditunjukkan dengan simpangan baku relatif atau koefisien variasi dari suatu seri pengukuran. Presisi suatu metode ELISA akan memenuhi keberterimaan apabila RSD yang diperoleh 20% (Chan 2004). Pada percobaan ini dilaksanakan pengujian terhadap sampel yang diklaim mengandung IgG 150 mg /15g. Densitas optik larutan baku bovine IgG yang tercantum pada Tabel 3 digunakan sebagai kurva baku, dan data hasil uji presisi pada sampel A dapat dilihat pada Tabel 9.

7 49 Hasil pengujian yang diperoleh menunjukkan bahwa nilai RSD untuk sampel susu bubuk skim A adalah 3,87% untuk repitibilitas dan kriteria RSD 20%, sehingga hal ini menunjukkan bahwa sistem operasional instrumen dan prosedur metode sudah baik dengan respon. Tabel 9. Uji presisi pada Sampel A Pengulangan Kadar IgG (ng/ml) (x - x ) (x - x ) ,07 1,97 3, ,19 1,95 3, ,07 1,07 1, ,98 0,84 0, ,82 0,32 0, ,98 0,84 0, ,82 0,32 1,10 Jumlah 238, ,44 Rata-rata ( x ) 34,14 SD 1,32 RSD (%) 3, Akurasi dengan Uji Rekoveri Akurasi adalah kemampuan suatu metode untuk mengukur suatu nilai yang aktual atau sebenarnya dari suatu analat, atau kedekatan hasil uji yang diperoleh atau menggunakan metode yang sedang divalidasi dengan nilai sebenarnya yang terdapat dalam sampel. Pada penelitian ini digunakan metode penambahan standar adisi dan menghitung persen perolehan kembali (persen rekoveri). Uji akurasi harus memenuhi keberterimaan RSD 15% atau persen rekoveri % (Chan 2004). Pada penelitian ini uji akurasi dilakukan dengan tingkat kadar 100% dan menggunakan spike larutan baku dan larutan sampel masing masing 50%, pengujian dilakukan 9 replikasi. Densitas optik larutan baku bovine IgG yang tercantum pada Tabel 3 digunakan sebagai kurva baku, dan data hasil uji akurasi dengan uji rekoveri tercantum pada Tabel 10.

8 50 Tabel 10. Uji Akurasi dengan Uji Rekoveri Pengu langan Dens. Optik (OD) Kons. IgG total (ng/ml) Kons. IgG baku (ng/ml) Bobot sampel (mg) Kons IgG sampel (ng/ml) % Reko veri 1 0,64 38,19 15,6 14,66 18,04 129,00 2 0,64 38,42 15,6 14,23 18,54 127,00 3 0,63 37,31 15,6 15,72 17,86 124,00 4 0,61 35,81 15,6 15,13 17,67 116,28 5 0,62 36,38 15,6 14,98 17,56 120,64 6 0,56 32,15 15,6 15,62 18,89 85,00 7 0,57 32,69 15,6 16,08 18,79 89,49 8 0,64 38,31 15,6 14,73 20,24 115,83 9 0,59 34,13 15,6 15,09 19,48 93,91 Jumlah 1001,15 Rata rata 111,24 Evaluasi hasil yang diperoleh menunjukkan bahwa nilai persen rekoveri 111,24% yang memenuhi kriteria keberterimaan persen rekoveri yang terletak antara %. Hal ini menunjukkan bahwa sistem operasional instrumen dan prosedur metode sudah baik dengan respon Spesifisitas Spesifisitas adalah kemampuan metode untuk mendeteksi/ mengukur analat secara cermat dan seksama dengan adanya analat asing/bahan/matriks lain, matriks yang merupakan sampel blanko tanpa analat dan kemungkinan dapat mengandung analat lain yang dapat mempengaruhi/mengganggu penetapan yang dicari. Sehingga perlu diketahui apakah metode yang akan digunakan spesifik untuk analisis analat dan analat lain yang tidak diinginkan tidak mengganggu/ mempengaruhi hasil analisis (Chan 2004).

9 51 Dari hasil penetapan sampel matriks tanpa IgG (IgG negatif) dan sampel yang mengandung IgG (IgG positif) maka diperoleh densitas optik yang baik untuk sampel yang mengandung IgG pada perbandingan kadar dari pengenceran 1/10 sampai 1/1000 adalah 0,71 dan 0,10. Densitas optik larutan baku bovine IgG yang tercantum pada Tabel 4 digunakan sebagai kurva baku, dan data densitas optik larutan sampel dan larutan matriks dengan dan tanpa kandungan IgG tertera pada Tabel 11. Hasil analisis pada larutan matriks sampel tanpa IgG terlihat densitas optik pada kadar 1/10 sampai dengan 1/1000 adalah 0,07 ng/ml dan 0,07 ng/ml, yang menunjukkan nilai dibawah atau nilai yang hampir sama dengan nilai densitas optik larutan baku bovine IgG pada kadar 0 ng/ml yaitu 0,08 ng/ml seperti yang tercantum pada Tabel 3, blanko assay diluent adalah 0,07 dan blanko substrat sebesar 0,06. Tabel 11. Densitas optik larutan sampel dan larutan matriks (1,5 mg/ml) dengan dan tanpa kandungan IgG Pengenceran sampel/matriks OD sampel (IgG pos.) OD matriks (IgG neg.) 1:10 0,71 0,07 1:100 0,38 0,07 1:500 0, :1000 0,10 0,07 Hal ini menunjukkan tidak adanya kandungan bovine IgG dalam larutan matriks sehingga dapat disimpulkan bahwa matriks sampel yang terkandung dalam sampel susu bubuk skim tidak mengganggu dalam analisis dan spesifik untuk penetapan bovine IgG dalam sampel susu bubuk skim Penetapan kadar IgG pada susu bubuk skim dengan kadar Ig G bervariasi Penetapan kadar IgG pada susu bubuk skim dengan kadar selain 150 mg/15g adalah sampel susu bubuk skim A dengan kadar 180 mg/15g

10 52 serta sampel B dengan kadar 200mg/15g, dan terhadap sampel tersebut dilakukan uji keberulangan. Prosedur dilakukan dengan membuat suatu kurva baku dari satu seri larutan standar dan pembuatan larutan sampel susu bubuk skim dan dilakukan replikasi tujuh kali. Hasil pengujian sampel dibuat rata rata dan dihitung simpangan baku dan % RSD. Hasil uji keberulangan terhadap kedua sampel B dan sampel C tertera pada Tabel 12. Tabel 12. Uji keberulangan pada Sampel B dan sampel C Sampel A Sampel C Pengu Kadar Kadar (x - x ) langan (ng/ml) (ng/ml) (x - x ) ,12 1, , ,48 0, ,91 1, ,14 0, ,75 3, ,58 0, , ,06 0, Jumlah 84, , Rata-rata 12,01 10,09 SD 1, RSD (%) 9,67 4,86 Dari hasil penetapan kadar bovine IgG dalam susu bubuk skim dengan kadar IgG yang bervariasi seperti tercantum pada labelnya selain dari susu bubuk skim A, menunjukkan uji keberulangan untuk kedua sampel susu bubuk skim lain diperoleh nilai RSD 9,67% untuk susu bubuk B dan RSD 4,86% untuk susu bubuk C. Hasil evaluasi nilai RSD dari kedua sampel menunjukkan nilai RSD memenuhi keberterimaan RSD 20% sehingga dapat disimpulkan bahwa metode analisis dapat digunakan untuk analisis kadar IgG dalam susu bubuk skim. 4.3 BAHASAN UMUM Metode analisis yang valid memegang peranan yang sangat penting untuk mendapatkan data yang valid, dengan metode yang valid

11 53 akan dapat diketahui tingkat akurasi dan presisi dari suatu data hasil pengujian, sehingga metode analisis yang akan digunakan secara rutin sebelumnya harus divalidasi (Hadi 2007). Validasi metode adalah konfirmasi dengan cara menguji suatu metode dan melengkapi bukti bukti yang objektif apakah metode tersebut memenuhi persyaratan yang ditetapkan dan sesuai dengan suatu tujuan tertentu. Walaupun metode analisis IgG dalam produk sudah banyak yang dikembangkan oleh peneliti terdahulu baik dengan cara kimia maupun imunologi, namun masih terdapat kelemahannya seperti kerumitan ataupun spesifisitas dari metode tersebut. Dari penelitian yang dilakukan terhadap 3 jenis immunoassay yaitu Fluorescen Immunoassay (FIA), Radio Immunoassay (RIA) dan ELISA (Daussant and Bureau 1984, dalam Pomeranz 2000), untuk metode ELISA lebih baik dari FIA karena metode FIA sulit di standardisasi sedang metode RIA merupakan metode yang komplek dan sangat sensitif dan markernya adalah radioaktif sehingga sulit untuk ditangani serta memerlukan alat yang mahal. Untuk metode immunoassay yaitu ELISA yang relatif tidak berbahaya, dan mempunyai kadaluarsa yang lebih panjang, serta tidak memerlukan peralatan yang mahal sedangkan pengujian dapat dibuat lebih cepat dan dapat di otomatisasi dan pengujian secara simultan. Walaupun ada juga kelemahan metode ELISA terutama untuk yang produk yang mengandung analat yang dapat mempengaruhi reaksi enzimatisnya dan disamping itu reaksi enzimatis kadang kadang sulit dikontrol serta sensitifitasnya relatif rendah. Aplikasi metode ELISA ini sudah diterapkan pada identifikasi protein dari bermacam macam sumber (misalnya daging sapi, biri-biri, kanguru, babi dan unta), protein yang sudah diproses secara panas, dan protein spesifik dari roti gandum dan lektin serta glikoprotein (Pomeranz 2000). Pada penelitian ini telah dilakukan validasi metode analisis untuk penetapan kadar imunoglobulin G (IgG) dalam susu bubuk skim menggunakan metode Enzyme Link Immunosorbent Assay (ELISA) yaitu

12 54 Sandwich ELISA dan ELISA merupakan salah satu uji serologi yang dapat digunakan untuk mendeteksi adanya antigen atau antibodi dalam suatu sampel. Metode analisis yang divalidasi oleh peneliti ini dipilih karena memiliki kelebihan, yaitu metodenya lebih spesifik, sederhana, dan dapat dilakukan terhadap jumlah sampel yang banyak dalam waktu relatif singkat Kurva baku dan Kalibrasi kurva baku dan Kadar optimum IgG dalam sampel susu bubuk skim yang digunakan pada validasi Kurva kalibrasi yang merupakan suatu fungsi dari rentang nilai analisis, yang akan berhubungan dengan respon analat (Chan 2004) yang dipeoleh harus merupakan kurva baku yang valid. Evaluasi densitas optik (OD) larutan baku bovine IgG tercantum pada Tabel 4 menunjukkan koefisien korelasi (r) masih dalam nilai keberterimaan r 0,95, dimana nilai r perhitungan adalah 0.99, intersep: 0,07 dan slope: 0,02 sehingga kurva baku dengan seri larutan baku IgG yang telah ditetapkan dapat digunakan untuk uji selanjutnya. Untuk analisis dengan ELISA belum ditemukan teori yang dapat menghubungkan secara pasti antara aktivitas dengan absorbansi secara memadai. Secara umum akan diperoleh kurva baku berbentuk sigmoid, namun demikian bentuk fungsionalnya tidak diketahui dengan pasti dan dapat digunakan model yang melibatkan 4 atau 5 parameter. Linialisasi model biasanya dilakukan, tetapi penyesuaian langsung dengan model non linier tetap lebih berarti. Pada analisis ELISA belum diketahui secara pasti pemahaman terhadap banyaknya proses yang terjadi antara aktifitas antibodi dan pembacaan densitas optik (absorbans) yang dihasilkannya sebagai respon, sehingga dilakukan pendekatan secara empirik.

13 55 Otomatisasi pembacaan data hasil ELISA sejauh mungkin dikendalikan, diklasifikasi dan kuantifikasi, sehingga sistem yang dipilih harus memuaskan keperluan pengguna, dan program pembuatan kurva harus dikendalikan. Untuk itu perangkat lunak yang digunakan misalnya harus dapat dijalankan baik dalam bentuk grafik atau bentuk numerik dan kriteria klasifikasi hendaknya dispesifikasi oleh pengguna. Densitas optik hendaknya dimasukkan ke dalam memori secara otomatis. Dalam software ELISA nilai densitas optik (OD) ditampilkan dalam Result Data, dimana nilai yang terdapat didalamnya merupakan hasil uji nilai sebenarnya, yaitu rata-rata nilai OD sampel dikurangi dengan rata-rata nilai OD blank. Dalam software dari intrumen terdapat berbagai macam pilihan tampilan untuk kurva standar, namun yang sering digunakan adalah tampilan linier dengan besaran misalnya y = 0,01909x + 0, dimana r 2 = dan tampilan pada Gambar 7. atau tampilan untuk 5-parameter dengan tujuan meng-fit kan standar ke dalam kurva sigmoid yang dapat dilihat pada Gambar 8. Dari hasil kurva tersebut nilai r 2 menjadi lebih baik yaitu sebesar Dari persamaan y pada kurva standar, maka diketahui nilai konsentrasi tiap sampel. Gambar 7. Kurva Baku larutan standar dengan bentuk garis lurus

14 56 Gambar 8. Kurva Baku larutan standar dengan bentuk sigmoid Menurut Lipton (2000) pada pengujian immunoassay secara kuantitatif maka kurva baku yang diperoleh dari densitas optik (OD) akan menghasilkan kurva berbentuk sigmoid, dan untuk memperoleh nilai yang akurat dan cermat secara kuantitatif maka OD larutan sampel harus berada pada bagian linier kurva baku. Daerah kerja kurva liner yang baik terletak pada densitas optik pada rentang 0,2-0,8 (USP 2011). Bila OD terlalu tinggi, maka larutan sampel harus diencerkan hingga OD berada diantara rentang kuantitatif pengujian. Konsentrasi analat dalam sampel dapat dihitung dengan membuat koreksi menggunakan faktor pengenceran yang diperoleh pada saat pembuatan larutan uji yang akan diteteskan pada microplate. Menurut Burgess (1995) kinerja pengujian kuantitatif dengan cara sandwich ELISA dipengaruhi oleh beberapa faktor, misalnya kapasitas penangkapan antibodi, karakteristik sistem deteksi, dan peralatan yang tersedia untuk melakukan prosedur ELISA. Penangkapan antibodi tergantung pada kapasitas adsorbsi microplate yang telah di coating dengan antigen atau antibodi spesifik. Karakteristik sistem deteksi termasuk kompleksitas, antibodi yang berlebihan, dan spesifisitas antibodi. Selanjutnya hasil yang terlihat sangat jelas pada antigen-spesifik ELISA

15 57 dimana ikatan aktual analat yang diukur tidak paralel dengan sinyal enzimatis yang dihasilkan. Immuno-Tek Bovine IgG ELISA kit merupakan gabungan bahanbahan yang diperlukan dalam pengerjaan ELISA untuk mendeteksi bovine IgG dalam kolostrum sapi, serum susu, plasma atau larutan biologis lainnya sehingga mudah digunakan serta lebih cepat dalam pengerjaan. Microplate pre coated with purified goat anti-bovine IgG (antibodi terhadap bovine IgG yang berasal dari kambing) yang disediakan dalam kit oleh pabrik telah dioptimasi agar bereaksi seimbang dengan semua subklas dari bovine IgG, dan spesifik untuk bovine IgG. Metode sandwich ELISA disebut juga dengan ELISA penangkap antigen, menggunakan antibodi yang terikat pada fase padat untuk menangkap antigen secara spesifik, antibodi penangkap antigen dan sistem indikator dibuat konstan dan yang berubah adalah titer antibodi primer untuk antigen spesifik, fase padat yang digunakan adalah microplate (Kemeny 1989) Umumnya enzim yang digunakan pada metode ELISA adalah Horseradish peroxydase (HRP), alkaline phosphatase (AP) dan beta galactosidase. Setiap enzim mempunyai fitur yang unik sesuai dengan kondisi dimana enzim tersebut dapat digunakan secara optimum. Pada analisis digunakan enzim HRP hal ini dipilih karena HRP lebih sensitif pada uji ELISA bila dibandingkan dengan enzim AP. Hal ini terjadi karena daya katalitik enzim HRP lebih cepat, sehingga lebih banyak produk yang digenerasi dalam waktu inkubasi yang lebih pendek, Pada metode ELISA tidak hanya berdasarkan pada jumlah antigen atau antibodi yang akan mengadsorbsi. Banyaknya adsorbsi harus dapat diulangi didalam microplate, dan jumlah protein yang teradsorbsi pada tiap sumuran harus pada batas tertentu. Substrat yang digunakan harus merupakan suatu bahan yang akan mengadsorbsi sampel yang dikehendaki dalam jumlah banyak namun dengan variasi minimal dari pengujian ke pengujian. Antigen atau antibodi dapat secara pasif teradsorbsi pada

16 58 permukaan padat dan keragaman dapat terjadi karena perbedaan ph, kekuatan ion dan komposisi penyangga sehingga akan mempengaruhi hasil pengujian. Proses metode ELISA memerlukan masa inkubasi selama 30 menit pada suhu 37 o C sehingga suhu inkubasi dan lamanya masa inkubasi merupakan salah satu faktor yang perlu diperhatikan dimana pada peneitian ini penyimpangan suhu sudah ditetapkan yaitu lebih kurang 1 o C. Perbedaan suhu akan berpengaruh pada pengikatan antigen atau antibodi, misalnya pada suhu tinggi pengikatan antigen atau antibodi dapat menyebabkan pengaruh pinggir yaitu terbentuknya warna yang lebih banyak pada pinggir sumuran microplate dan hal ini akan mempengaruhi pengukuran densitas optik. Sensitivitas kadang kadang dapat ditingkatkan dengan membuat masa inkubasi lebih lama, dimana terjadi reaksi yang lebih sempurna. Pada proses ELISA dilakukan pencucian dengan wash buffer (wash Buffer berisi campuran PBS, Tween dan 2-chloroacetamide), dengan volume 300 µl tiap sumuran sebanyak 4x dan dikeringkan hingga tidak ada lagi droplet pada sumuran. Larutan pencuci diperlukan untuk menghilangkan semua materi dari luar dan ikatan yang longgar pada permukaan fase padat. Komponen larutan pencuci harus cukup kuat untuk menggusur ikatan tersebut. Larutan pencuci juga tidak boleh merusak ikatan kompleks antigen-antibodi. Larutan pencuci dari kit ELISA yang digunakan merupakan suatu campuran untuk menggantikan detergen tetapi bersifat sama seperti detergen yaitu mengurangi reaksi pengikatan nonspesifik yaitu pengikatan antigen dan antibodi yang spesifik. Pada tahap akhir prosedur ELISA, hal penting yang harus diperhatikan adalah waktu pengukuran warna yang terjadi, sehingga harus dihentikan pada masa periode tertentu yaitu setelah 30 menit, dengan penambahan stop solution dan selanjutnya dilakukan pembacaan densitas optik (OD) dari warna yang terbentuk menggunakan instrument (ELISA

17 59 reader). Hal ini disebabkan karena warna yang terbentuk akan menjadi lebih gelap dibiarkan dalam waktu yang lama. Air suling merupakan salah satu problem pada standardisasi uji ELISA terutama diantara laboratorium yang berbeda bila dilakukan uji kolaborasi ataupun uji robustness, walaupun menggunakan reagen yang sama untuk pengujian. Sehingga bila air suling yang disertakan pada kit, minimal air suling digunakan untuk pengenceran awal larutan stok reagen. Walaupun sampai saat ini belum diketahui alasan mengapa air dapat mempengaruhi uji ELISA dan tidak ada satupun faktor yang ditemukan sebagai hal yang penting, sebaiknya disarankan air suling dan kontrol sera juga digunakan sebagai blanko pada prosedur ELISA, disamping itu air juga digunakan untuk mengencerkan larutan dapar. Menurut Burgess (1995) metode ELISA dengan antigen spesifik, maka peningkatan kompeleksitas berhubungan dengan peningkatan sensitivitas. Konsentrasi kerja optimal semua reagen harus dipastikan jumlahnya apakah sedikit atau berlebihan karena dapat berpengaruh atau mengganggu sensitiftas pengujian, sehingga konsentrasi optimum sampel merupakan hal yang penting. Umumnya kisaran kerja sistem ELISA untuk mendeteksi imunoglobulin membutuhkan serum yang sangat encer (1/ s/d 1/ untuk serum) sebelum dimasukkan ke dalam sumuran yang dilapisi antibodi penangkap (Burgess, 1995). Pengenceran tinggi yang sesuai dengan serum tersebut biasanya setara dengan ng/ml, dimaksudkan untuk mendeteksi batas maksimum dan minimum yang mampu dideteksi oleh ELISA reader. Pada manual kit ELISA telah direkomendasikan kadar minimum yang dapat digunakan dalam pengujian pada sampel susu yang mengandung kadar antibodi IgG sampai dengan 0,5 mg/ml, dan normalnya digunakan dengan pengenceran 1/ Untuk itu dilakukan pengenceran sampel susu bubuk skim dari 1/10 sampai dengan 1/1000 dari larutan stok sampel 15mg /10mL.

18 60 Evaluasi analisis terhadap kadar optimum sampel dengan pengenceran 1/10, 1/100, 1/500, dan 1/1000 seperti yang tercantum pada Tabel 5. Berdasarkan densitas optik yang dihasilkan dari beberapa konsentrasi larutan sampel pada optimasi percobaan, maka diperoleh suatu kondisi analisis yang optimum untuk analisis IgG dalam matriks susu bubuk skim Validasi metode analisis Validasi metode analisis diawali dengan linieritas dan rentang konsentrasi IgG, linearitas adalah kemampuan metode analisis yang menunjukkan bahwa larutan sampel yang berada dalam rentang konsentrasi memiliki respon analat yang proporsional dengan konsentrasi, secara langsung atau melalui transformasi matematika. Rentang adalah interval antara konsentrasi analat terendah dan tertinggi. Prosedur uji sama seperti prosedur ELISA seperti pada pembuatan kurva baku dan ditetapkan kurva linier: y=bx + a, dimana a adalah intersep (perpotongan garis dengan sumbu y) dan b adalah slope (kemiringan garis regresi), linieritas kurva ditentukan dengan cara menghitung koefisien korelasi (r). Linieritas memenuhi syarat bila r hitung 0,95. Hasil pembacaan densitas optik (OD) baku bovine IgG tercantum pada Tabel 5. Evaluasi hasil analisis densitas optik dan perhitungan konsentrasi baku, diperoleh nilai r = 0,99 yang telah memenuhi kriteria keberterimaan nilai r 0,95 dan rentang konsentrasi 7,7 ng/ml dan konsentrasi 33,7 ng/ml pada densitas optik dengan rentang kerja kurva linier 0,2 sampai 0,8 (USP 2011), sehingga dapat disimpulkan bahwa kurva baku larutan bovine IgG linier pada rentang konsntrasi tersebut. Menurut Horwitz (2003) aspek penting dari kurva kalibrasi, disamping linieritas adalah kestabilan dan keberulangan pada waktu berbeda di hari yang sama ataupun pada hari yang berbeda sehingga aspek ini merupakan hal yang kritikal. Perbedaan instrumen akan membuat kurva baku yang sangat berbeda, sehingga kurva baku yang diperoleh pada alat

19 61 yang digunakan tidak dapat diaplikasikan pada alat yang lain. Kurva baku harus disiapkan beberapa kali, menggunakan standar berbeda sebagai sumbernya, bila memungkinkan dilakukan pada waktu berbeda di hari yang sama atau pada hari yang berbeda. Limit deteksi merupakan hal yang penting karena akan menyebabkan penggunaan konsentrasi yang tidak tepat pada saat melakukan validasi metode (Chan 2004). Untuk mendapatkan suatu titer ELISA, ada tahap bahwa status positif atau negatif ditentukan oleh kadar sampel uji, sehingga perlu dilakukan pendekatan untuk menentukan nilai batasnya, cara yang paling umum misalnya dengan menentukan rata rata densitas optik ditambah dengan dua sampai empat simpangan baku. Masalah yang mendasar terhadap pendekatan ini adalah asumsi bahwa kadar antibodi berbanding langsung dengan densitas optik sehingga akan diperoleh kurva linier, tetapi kenyataannya kurva berbentuk sigmoid. Pada analisis menggunakan instrumen limit deteksi dapat dihitung dengan mengukur respon blanko beberapa kali lalu dihitung simpangan baku respon blanko. limit deteksi dan kuantitasi dapat dihitung secara statistik melalui garis regresi linier dari kurva kalibrasi. Limit deteksi mempunyai nilai ekuivalen dengan rata-rata respon blanko plus 3 kali simpangan baku (SD), dan limit kuantitasi adalah rata-rata blanko plus 10 kali SD (Eurachem 2002). Perhitungan untuk nilai y dan x dilakukan dengan menggunakan kurva baku. Evaluasi hasil penetapan sampel untuk limit deteksi dan limit kuantitasi dengan konsentrasi terendah larutan baku bovine IgG diperoleh data hasil pengukuran dari Tabel 8 dan data uji keberulangan dan simpangan baku pada kadar bovine IgG pada kadar terendah (5,37 ng/ml) tercantum dalam Tabel 9. Dari hasil perhitungan keberulangan larutan baku bovine IgG dengan kadar 5,37 ng/ml dan perhitungan simpangan baku maka diperoleh limit deteksi sebesar 0,93 ng/ml dan limit kuantitasi sebesar 3,1 ng/ml. Dimana konsentrasi ini mempunyai nilai lebih kecil

20 62 dari kadar terendah larutan baku bovine IgG 7,5 ng/ml dan konsentrasi 12,8 ng/ml yang merupakan konsentrasi optimum yang digunakan pada valiidasi metode analisis. Presisi adalah adalah tingkat kesamaan antar hasil uji individual ketika metode tersebut diterapkan secara berulang dari suatu sampel homogenat, presisi suatu metode analisis biasanya ditunjukkan dengan simpangan baku relatif atau koefisien variasi dari suatu seri pengukuran. Presisi suatu metode akan memenuhi keberterimaan apabila RSD yang diperoleh 20% (Chan 2004). Uji presisi dilakukan dengan menganalisis sampel yang sama secara berulang minimal enam kali pengulangan. Kemudian dihitung standar deviasi (SD) dan Setelah diketahui nilai SD nya maka dapat dihitung standar deviasi relatif (RSD) atau koefisien variasi. Presisi suatu metode ELISA akan memenuhi keberterimaan apabila RSD yang diperoleh 20%. Hasil uji presisi pada sampel A yang tercantum pada Tabel 9, menunjukkan hasil presisi yang memenuhi kriteria keberterimaan. sehingga hal ini menunjukkan bahwa sistem operasional instrumen dan prosedur metode sudah baik dengan respon. Akurasi adalah kemampuan suatu metode untuk mengukur suatu nilai yang aktual atau sebenarnya dari suatu analat, dengan kata lain akurasi atau kecermatan adalah kedekatan hasil uji yang diperoleh atau menggunakan metode yang sedang divalidasi dengan nilai sebenarnya yang terdapat dalam sampel. Penentuan akurasi metode untuk membuktikan kedekatan hasil analisis dengan nilai benar. Akurasi dapat ditetapkan dengan 3 cara yaitu; penetapan dengan menggunakan bahan acuan bersertifikat atau standard reference material (SRM), membandingkan menggunakan metode yang telah valid (metode resmi atau metode standar) dan menghitung uji perolehan kembali dengan menggunakan penambahan standar. Pada penelitian ini digunakan metode penambahan standar adisi dan menghitung persen perolehan kembali. Uji perolehan kembali

21 63 (rekoveri) dilakukan dengan cara menambahkan sejumlah larutan baku IgG ke dalam sampel yang sebelumnya telah ditentukan kadarnya (sampel yang telah ditentukan nilai presisinya). Selanjutnya sampel dianalisis hingga diperoleh nilai persen perolehan kembali. Nilai persen perolehan kembali yang mendekati 100 % menunjukkan bahwa metode tersebut memiliki ketepatan yang baik dalam menunjukkan tingkat kesesuaian dari rata-rata suatu pengukuran yang sebanding nilai sebesinarnya (true value). Untuk metode ELISA maka uji akurasi harus memenuhi keberterimaan RSD 15% atau persen rekoveri % (Chan 2004). Evaluasi hasil analisis dari uji akurasi yang tercantum pada Tabel 10, menunjukkan hasil yang diperoleh persen rekoveri 111,24% yang memenuhi kriteria keberterimaan yang terletak antara %. Hal ini menunjukkan bahwa sistem operasional instrumen dan prosedur metode sudah baik dengan respon. Spesifisitas adalah kemampuan metode untuk mendeteksi/ mengukur analat secara cermat dan seksama dengan adanya analat asing/bahan/matriks lain, matriks yang merupakan sampel blanko tanpa analat dan kemungkinan dapat mengandung analat lain yang dapat mempengaruhi/mengganggu penetapan analat yang dicari. Sehingga perlu diketahui apakah metode yang akan digunakan spesifik untuk analisis analat dan analat lain yang tidak diinginkan tidak mengganggu/ mempengaruhi hasil analisis (Chan 2004). Menurut De Silva (2003) idealnya antibodi yang digunakan harus spesifik dengan analat target, tanpa adanya gangguan dari bahan yang strukturnya hampir sama dengan analat yang ada dalam sampel ataupun bahan yang terdapat dalam matriks. Sehingga verifikasi untuk spesifitas perlu dilakukan untuk seleksi analat dari matriks yang komplek sehingga tidak diperoleh hasil positif atau negatif palsu. Spesifisitas pengujian dievaluasi menggunakan matriks sampel yang di spike, tetapi pada beberapa kasus dilakukan menggunakan matriks

22 64 sampel yang mengandung bahan yang mirip dengan analat target. Tetapi bila tidak diperoleh bahan yang sesuai dengan analat target, maka pada validasi metode dilakukan kuantifikasi analat dalam komponen matriks menggunakan konsentrasi dibawah konsentrasi yang mungkin merupakan gangguan pada waktu pengujian (De Silva 2003) Pada penelitian ini penetapan menggunakan matriks sampel tanpa analat target untuk melihat adanya gangguan komponen yang ada dalam matriks susu bubuk skim, walaupun sebenarnya matriks tersebut tidak sama dengan matriks dari sampel yang diuji. Hal ini terjadi karena matriks sampel yang akan dianalisis sulit diperoleh dan tidak ada di pasaran. Menurut DeSilva (2003), bila matriks yang dimaksudkan sulit diperoleh maka kurva baku dapat digunakan sebagai pengganti matriks. Dari hasil penetapan sampel seperti yang tertera Tabel 11 dan Densitas optik larutan sampel dan larutan matriks yang tertera pada Tabel 12. Maka densitas optik untuk sampel tanpa IgG dan sampel yang mengandung IgG diperoleh densitas optik yang baik untuk sampel yang mengandung IgG dimana pada perbandingan konsentrasi dari pengenceran 1/10 sampai 1/1000 adalah 0,7 dan 0,1. Hasil analisis pada larutan matriks sampel tanpa IgG terlihat densitas optik pada konsentrasi 1/10 sampai 1/1000 adalah 0,07 dan 0,07, dimana nilai ini menunjukkan nilai dibawah atau nilai yang hampir sama dengan nilai densitas optik larutan baku bovine IgG pada konsentrasi 0 ng/ml (0,08), dan hamper sama dengan nilai densitas optik blanko assay diluent (0,07) dan blanko substrat (0,06). Hal ini menunjukkan tidak adanya kandungan bovine IgG dalam larutan matriks sehingga dapat disimpulkan bahwa matriks sampel yang terkandung dalam sampel susu bubuk skim tidak mengganggu dalam analisis dan spesifik untuk penetapan bovine IgG dalam sampel susu bubuk skim. Dari hasil penetapan kadar bovine IgG dalam susu bubuk skim yang beredar dengan kadar IgG yang bervariasi dan pada labelnya tercantum kadar bovine IgG selain dari susu bubuk skim A. Dari hasil uji

23 65 keberulangan untuk kedua sampel susu bubuk skim sampel B dan sampel C diperoleh nilai RSD 9,67% untuk susu bubuk B dan nilai RSD 4,86% untuk susu bubuk C yang memenuhi keberterimaan uji keberulangan nilai RSD 20%. Maka dapat disimpulkan bahwa metode analisis dapat digunakan untuk analisis kadar IgG dalam susu bubuk skim dengan kadar ber variasi Hasil validasi metode analisis Dari hasil validasi metode pengujian kadar immunoglobulin G dalam susu bubuk skim dengan metode Enzyme Link Immunosorbent Assay (ELISA) dengan parameter validasi yang telah ditetapkan, terlihat hasil validasi yang memenuhi kriteria keberterimaan seperti tertera pada Tabel 13. Tabel 13 Parameter validasi, kriteria keberterimaan dan hasil validasi No Parameter Kriteria Hasil validasi validasi 1 Linieritas dan rentang r 0,95 r = 0,99 2 Sampel A: RSD 9,67 % Sampel B: RSD 4,86 % Sampel C: RSD 3,87 % Presisi RSD < 20% 3 Persen rekoveri Akurasi % 111,24% 4 Limit deteksi (LOD) dan limit LOD = 3 SD LOD = 0,93 kuantitasi (LOQ) LOQ = 10 SD LOQ = 3,1 5 Spesifisits Spesifik Spesifik Dari hasil validasi ada 5 parameter validasi yang dilakukan dilakukan sedangkan parameter lain seperti Ruggedness dan Robustness belum dapat dilakukan disini karena diperlukan beberapa laboratorium yang berbeda untuk dilakukan uji kolabarasi untuk parameter tersebut.

24 66 Pada uji Uji akurasi pada penelitian ini digunakan sebagai baku pembanding adalah larutan standar bovine IgG dengan kadar maksimum 125ng/mL, dimana reagen tersebut disertakan dalam reagen kit yang telah disediakan. Pada pembuatan larutan rekoveri ditemukan kendala pada penyiapan pengenceran konsentrasi larutan baku, karena larutan baku stok yang harus disiapkan tidak akan dapat melebihi dari 125ng/mL. Untuk itu sebaiknya digunakan baku pembanding bovine IgG murni dengan konsentrasi lebih tinggi dari pada larutan stok yang ada pada kit. Pada peneliian ini untuk mengetahui spesifisitas metode maka dilakukan uji spesifisitas dan dalam hal ini digunakan sampel matriks susu bubuk skim yang pada labelnya diklaim tidak mengandung IgG, dalam hal ini komposisi sampel matriks tidak sama dengan komposisi dari sampel yang mengandung IgG. Hal ini disebabkan karena sampel matriks yang komposisinya sama seperti dengan sampel yang mengandung IgG tidak ditemukan dipasaran. Untuk lebih mendapatkan uji spesifisitas yang lebih meyakinkan maka sebaiknya komposisi matriks sampel susu bubukng mengandung dibuat sama seperti sampel susu bubuk yang mengandung IgG.

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN. 4.1 Spektrum Derivatif Metil Paraben dan Propil Paraben

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN. 4.1 Spektrum Derivatif Metil Paraben dan Propil Paraben BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN Salah satu produk kosmetik yang banyak menggunakan bahan pengawet sebagai bahan tambahan adalah krim wajah. Metode analisis yang sensitif dan akurat diperlukan untuk mengetahui

Lebih terperinci

Gambar 1. Struktur Imunoglobulin (williams 2007)

Gambar 1. Struktur Imunoglobulin (williams 2007) 9 II. TINJAUAN PUSTAKA 2.1 IMUNOGLOBULIN G Menurut Webster dictionary (2002), Imunoglobulin G yang disingkat sebagai IgG adalah kelas terbesar dari kelompok imunoglobulin yang ditemukan dalam darah, termasuk

Lebih terperinci

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN Salah satu produk kosmetik yang banyak menggunakan bahan pengawet sebagai bahan tambahan adalah hand body lotion. Metode analisis yang sensitif dan akurat diperlukan untuk mengetahui

Lebih terperinci

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN. Pengembangan metode dapat dilakukan dalam semua tahapan ataupun

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN. Pengembangan metode dapat dilakukan dalam semua tahapan ataupun BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1 Hasil 4.1.1 Pengembangan Metode Pengembangan metode dapat dilakukan dalam semua tahapan ataupun hanya salah satu tahapan saja. Pengembangan metode dilakukan karena metode

Lebih terperinci

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN. Merck, kemudian larutan DHA (oil) yang termetilasi dengan kadar akhir

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN. Merck, kemudian larutan DHA (oil) yang termetilasi dengan kadar akhir BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN A. HASIL 1. Optimasi esterifikasi DHA Dilakukan dua metode esterifikasi DHA yakni prosedur Lepage dan Merck, kemudian larutan DHA (oil) yang termetilasi dengan kadar akhir DHA

Lebih terperinci

III. METODOLOGI PENELITIAN. Penelitian ini dilaksanakan pada bulan Juni sampai dengan bulan Oktober 2011,

III. METODOLOGI PENELITIAN. Penelitian ini dilaksanakan pada bulan Juni sampai dengan bulan Oktober 2011, III. METODOLOGI PENELITIAN A. Waktu dan Tempat Penelitian Penelitian ini dilaksanakan pada bulan Juni sampai dengan bulan Oktober 2011, pengambilan sampel dilakukan di Sungai Way Kuala Bandar Lampung,

Lebih terperinci

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN. Linieritas metode analisis kalsium dalam tanah dengan AAS ditentukan

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN. Linieritas metode analisis kalsium dalam tanah dengan AAS ditentukan BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1. Penentuan Linieritas Linieritas metode analisis kalsium dalam tanah dengan AAS ditentukan dengan cara membuat kurva hubungan antara absorbansi pada sumbu y dan konsentrasi

Lebih terperinci

BAB V HASIL DAN PEMBAHASAN

BAB V HASIL DAN PEMBAHASAN BAB V HASIL DAN PEMBAHASAN Penelitian studi voltametri siklik asam urat dengan menggunakan elektroda nikel sebagai elektroda kerja ini bertujuan untuk mengetahui berbagai pengaruh dari parameter yang ada

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN 1.1 LATAR BELAKANG

I. PENDAHULUAN 1.1 LATAR BELAKANG 1 I. PENDAHULUAN 1.1 LATAR BELAKANG Pada masa kini yang disebut dengan kehidupan modern, telah terjadi pergeseran di bidang pangan, dimana makan bukanlah sekedar untuk mengenyangkan tetapi untuk mencapai

Lebih terperinci

V. HASIL DA PEMBAHASA

V. HASIL DA PEMBAHASA V. HASIL DA PEMBAHASA Metode analisis kadar vitamin C pada susu bubuk yang dilakukan pada penelitian ini merupakan metode yang tercantum dalam AOAC 985.33 tentang penentuan kadar vitamin C pada susu formula

Lebih terperinci

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN. Fase gerak : dapar fosfat ph 3,5 : asetonitril (80:20) : panjang gelombang 195 nm

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN. Fase gerak : dapar fosfat ph 3,5 : asetonitril (80:20) : panjang gelombang 195 nm BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN A. Hasil Penelitian 1. Optimasi Sistem KCKT Sistem KCKT yang digunakan untuk analisis senyawa siklamat adalah sebagai berikut: Fase diam : C 18 Fase gerak : dapar fosfat ph

Lebih terperinci

III. METODOLOGI PENELITIAN. Penelitian ini akan dilaksanakan pada bulan April sampai dengan bulan Juli 2014

III. METODOLOGI PENELITIAN. Penelitian ini akan dilaksanakan pada bulan April sampai dengan bulan Juli 2014 33 III. METODOLOGI PENELITIAN A. Waktu dan Tempat Penelitian Penelitian ini akan dilaksanakan pada bulan April sampai dengan bulan Juli 2014 di laboratorium Kimia Analitik Fakultas Matematika dan Ilmu

Lebih terperinci

LAPORAN PRAKTIKUM TEKNIK ELISA PEMERIKSAAN KUANTITATIF MANNAN BINDING LECTIN PADA PLASMA DARAH

LAPORAN PRAKTIKUM TEKNIK ELISA PEMERIKSAAN KUANTITATIF MANNAN BINDING LECTIN PADA PLASMA DARAH LAPORAN PRAKTIKUM TEKNIK ELISA PEMERIKSAAN KUANTITATIF MANNAN BINDING LECTIN PADA PLASMA DARAH NAMA PRAKTIKAN : Amirul Hadi KELOMPOK : I HARI/TGL. PRAKTIKUM : Kamis, 9 Januari 2014 I. TUJUAN PRAKTIKUM

Lebih terperinci

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN. 1. Pemilihan Kondisi Optimum Kromatografi Gas untuk Analisis

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN. 1. Pemilihan Kondisi Optimum Kromatografi Gas untuk Analisis BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN A. HASIL 1. Pemilihan Kondisi Optimum Kromatografi Gas untuk Analisis DHA Kondisi analisis optimum kromatografi gas terpilih adalah dengan pemrograman suhu dengan suhu awal

Lebih terperinci

III. METODOLOGI PENELITIAN di Laboratorium Kimia Analitik dan Kimia Anorganik Jurusan Kimia

III. METODOLOGI PENELITIAN di Laboratorium Kimia Analitik dan Kimia Anorganik Jurusan Kimia 44 III. METODOLOGI PENELITIAN A. Waktu dan Tempat Penelitian Penelitian ini telah dilaksanakan pada bulan Maret sampai dengan bulan Agustus 2011 di Laboratorium Kimia Analitik dan Kimia Anorganik Jurusan

Lebih terperinci

III. METODOLOGI PERCOBAAN. Penelitian ini dilakukan pada bulan Januari 2015 sampai Juni 2015 di

III. METODOLOGI PERCOBAAN. Penelitian ini dilakukan pada bulan Januari 2015 sampai Juni 2015 di 30 III. METODOLOGI PERCOBAAN A. Waktu dan Tempat Penelitian ini dilakukan pada bulan Januari 2015 sampai Juni 2015 di Laboratorium Kimia Analitik dan Instrumentasi Jurusan Kimia Fakultas Matematika dan

Lebih terperinci

PRAKTIKUM ELISA (Enzyme- linked Immunosorbent Assay) Melviana Maya Anjelir Antika. Kamis 9 Januari 2014, pukul

PRAKTIKUM ELISA (Enzyme- linked Immunosorbent Assay) Melviana Maya Anjelir Antika. Kamis 9 Januari 2014, pukul PRAKTIKUM ELISA (Enzyme- linked Immunosorbent Assay) Melviana Maya Anjelir Antika Kamis 9 Januari 2014, pukul 09.00-16.00 I. Tujuan Praktikum: 1. Praktikan mampu mengambil dan mempersiapkan sampel plasma

Lebih terperinci

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN. a. Pemilihan komposisi fase gerak untuk analisis levofloksasin secara KCKT

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN. a. Pemilihan komposisi fase gerak untuk analisis levofloksasin secara KCKT BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN A. HASIL PENELITIAN 1. Pencarian kondisi analisis optimum levofloksasin a. Pemilihan komposisi fase gerak untuk analisis levofloksasin secara KCKT Pada penelitian ini digunakan

Lebih terperinci

III. BAHAN DAN METODE

III. BAHAN DAN METODE III. BAHAN DAN METODE 3.1 WAKTU DAN TEMPAT Penelitian ini dilaksanakan pada bulan April sampai dengan Juli 2011, bertempat di Laboratorium Pangan Pusat Pengujian Obat dan Makanan Nasional Badan POM RI,

Lebih terperinci

III. METODOLOGI PENELITIAN. Penelitian ini dilaksanakan pada bulan April sampai dengan bulan Juli 2014 di

III. METODOLOGI PENELITIAN. Penelitian ini dilaksanakan pada bulan April sampai dengan bulan Juli 2014 di 34 III. METODOLOGI PENELITIAN A. Waktu dan Tempat Penelitian Penelitian ini dilaksanakan pada bulan April sampai dengan bulan Juli 2014 di laboratorium Kimia Analitik Fakultas Matematika dan Ilmu Pengetahuan

Lebih terperinci

BAB III METODOLOGI PENELITIAN. Penelitian ini dilaksanakan di Laboratorium Tanah Balai Penelitian

BAB III METODOLOGI PENELITIAN. Penelitian ini dilaksanakan di Laboratorium Tanah Balai Penelitian BAB III METODOLOGI PENELITIAN 3.1. Lokasi Penelitian Penelitian ini dilaksanakan di Laboratorium Tanah Balai Penelitian Tanaman Sayuran (BALITSA), jalan Tangkuban Perahu No. 157 Lembang, Bandung. 3.2.

Lebih terperinci

III. METODOLOGI PERCOBAAN. Penelitian ini telah dilaksanakan pada bulan Juni sampai dengan bulan September

III. METODOLOGI PERCOBAAN. Penelitian ini telah dilaksanakan pada bulan Juni sampai dengan bulan September 33 III. METODOLOGI PERCOBAAN A. Tempat dan Waktu Penelitian Penelitian ini telah dilaksanakan pada bulan Juni sampai dengan bulan September 2013 di Laboratorium Kimia Analitik Fakultas Matematika dan Ilmu

Lebih terperinci

METODE PENELITIAN. Penelitian dilakukan di Laboratorium Penelitian Fakultas Farmasi USU

METODE PENELITIAN. Penelitian dilakukan di Laboratorium Penelitian Fakultas Farmasi USU BAB III METODE PENELITIAN 2.1 Waktu dan Tempat Penelitian Penelitian dilakukan di Laboratorium Penelitian Fakultas Farmasi USU pada bulan Februari 2012 April 2012. 2.2 Alat dan Bahan 2.2.1 Alat-alat Alat-alat

Lebih terperinci

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN. 1. Pembuatan larutan induk standar fenobarbital dan diazepam

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN. 1. Pembuatan larutan induk standar fenobarbital dan diazepam BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN A. HASIL PERCOBAAN 1. Pembuatan larutan induk standar fenobarbital dan diazepam Ditimbang 10,90 mg fenobarbital dan 10,90 mg diazepam, kemudian masing-masing dimasukkan ke dalam

Lebih terperinci

III. METODOLOGI PENELITIAN. Penelitian ini akan dilaksanakan pada bulan Juli 2012 sampai dengan bulan

III. METODOLOGI PENELITIAN. Penelitian ini akan dilaksanakan pada bulan Juli 2012 sampai dengan bulan III. METODOLOGI PENELITIAN 3.1. Waktu dan Tempat Penelitian Penelitian ini akan dilaksanakan pada bulan Juli 2012 sampai dengan bulan Januari 2013. Proses penyemaian, penanaman, dan pemaparan dilakukan

Lebih terperinci

BAB III METODE PENELITIAN. Penelitian ini dilakukan pada Laboratorium Penelitian Fakultas Farmasi

BAB III METODE PENELITIAN. Penelitian ini dilakukan pada Laboratorium Penelitian Fakultas Farmasi BAB III METODE PENELITIAN 3.1 Tempat dan waktu penelitian Penelitian ini dilakukan pada Laboratorium Penelitian Fakultas Farmasi pada bulan Februari sampai Mei tahun 2012. 3.2 Alat-alat Alat alat yang

Lebih terperinci

BAB III METODE PENELITIAN. formula menggunakan HPLC Hitachi D-7000 dilaksanakan di Laboratorium

BAB III METODE PENELITIAN. formula menggunakan HPLC Hitachi D-7000 dilaksanakan di Laboratorium 30 BAB III METODE PENELITIAN 3.1 Lokasi Penelitian Penelitian validasi metode dan penentuan cemaran melamin dalam susu formula menggunakan HPLC Hitachi D-7000 dilaksanakan di Laboratorium Kimia Instrumen

Lebih terperinci

LAPORAN PRAKTIKUM PEMERIKSAAN KUANTITATIF MANNAN-BINDING LECTIN (MBL) PADA PLASMA DARAH DENGAN TEKNIK ELISA

LAPORAN PRAKTIKUM PEMERIKSAAN KUANTITATIF MANNAN-BINDING LECTIN (MBL) PADA PLASMA DARAH DENGAN TEKNIK ELISA LAPORAN PRAKTIKUM PEMERIKSAAN KUANTITATIF MANNAN-BINDING LECTIN (MBL) PADA PLASMA DARAH DENGAN TEKNIK ELISA Ade Sinaga Seri Rayani Bangun Kamis 9 Januari 2014, pukul 09.00-16.00 1. TUJUAN PRAKTIKUM Agar

Lebih terperinci

Air dan air limbah Bagian 2: Cara uji kebutuhan oksigen kimiawi (KOK) dengan refluks tertutup secara spektrofotometri

Air dan air limbah Bagian 2: Cara uji kebutuhan oksigen kimiawi (KOK) dengan refluks tertutup secara spektrofotometri Standar Nasional Indonesia Air dan air limbah Bagian 2: Cara uji kebutuhan oksigen kimiawi (KOK) dengan refluks tertutup secara spektrofotometri ICS 13.060.50 Badan Standardisasi Nasional Daftar isi Daftar

Lebih terperinci

BAB III METODE PENELITIAN

BAB III METODE PENELITIAN BAB III METODE PENELITIAN 3.1. Bahan dan Alat 3.1.1. Bahan Bahan yang digunakan pada penelitian ini adalah larutan asam klorida pekat 37% (Merck KG aa), akuadestilata, sampel hand body lotion, standar

Lebih terperinci

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN A. Penentuan Panjang Gelombang Maksimum Penentuan panjang gelombang maksimum ini digunakan untuk mengetahui pada serapan berapa zat yang dibaca oleh spektrofotometer UV secara

Lebih terperinci

IV. HASIL DAN PEMBAHASAN

IV. HASIL DAN PEMBAHASAN IV. HASIL DAN PEMBAHASAN Pada penelitian ini telah dilakukan pengembangan dan validasi metode analisis untuk penetapan kadar vitamin A dalam minyak goreng sawit secara KCKT menggunakan kolom C 18 dengan

Lebih terperinci

DAFTAR ISI.. ABSTRAK.. KATA PENGANTAR UCAPAN TERIMA KASIH. DAFTAR TABEL.. DAFTAR GAMBAR. DAFTAR LAMPIRAN..

DAFTAR ISI.. ABSTRAK.. KATA PENGANTAR UCAPAN TERIMA KASIH. DAFTAR TABEL.. DAFTAR GAMBAR. DAFTAR LAMPIRAN.. DAFTAR ISI ABSTRAK.. KATA PENGANTAR UCAPAN TERIMA KASIH. DAFTAR ISI.. DAFTAR TABEL.. DAFTAR GAMBAR. DAFTAR LAMPIRAN.. i ii iii iv vi vii viii BAB I : PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang.. 1 1.2 Rumusan Masalah.

Lebih terperinci

BAB III METODE PENELITIAN

BAB III METODE PENELITIAN BAB III METODE PENELITIAN 3.1. Bahan dan Alat 3.1.1. Bahan Bahan yang digunakan pada penelitian ini adalah asam klorida pekat 37% (Merck KG, aa), sampel krim, metil paraben pa (Brataco), dan propil paraben

Lebih terperinci

BAB III METODOLOGI PENELITIAN

BAB III METODOLOGI PENELITIAN BAB III METODOLOGI PENELITIAN 3.1 Lokasi Penelitian Penelitian ini dilaksanakan di laboratorium riset dan laboratorium kimia instrumen Jurusan Kimia, Fakultas Pendidikan Matematika dan Ilmu Pengetahuan

Lebih terperinci

BAB III METODOLOGI PENELITIAN. Penelitian dilakukan di Laboratorium Kimia Farmasi Analisis Kuantitatif

BAB III METODOLOGI PENELITIAN. Penelitian dilakukan di Laboratorium Kimia Farmasi Analisis Kuantitatif BAB III METODOLOGI PENELITIAN Penelitian dilakukan di Laboratorium Kimia Farmasi Analisis Kuantitatif Departemen Farmasi Fakultas Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam Universitas Indonesia, Depok, pada

Lebih terperinci

BAB III METODOLOGI PENELITIAN. Penelitian ini dilaksanakan di Laboratorium Kimia Instrumen Jurusan

BAB III METODOLOGI PENELITIAN. Penelitian ini dilaksanakan di Laboratorium Kimia Instrumen Jurusan BAB III METODOLOGI PENELITIAN 3.1. Lokasi Penelitian Penelitian ini dilaksanakan di Laboratorium Kimia Instrumen Jurusan Pendidikan Kimia, Fakultas Pendidikan Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam, Universitas

Lebih terperinci

BAB V HASIL DAN PEMBAHASAN

BAB V HASIL DAN PEMBAHASAN BAB V HASIL DAN PEMBAHASAN 5.1. Preparasi sampel Daging bebek yang direbus dengan parasetamol dihaluskan menggunakan blender dan ditimbang sebanyak 10 g kemudian dipreparasi dengan menambahkan asam trikloroasetat

Lebih terperinci

BAB 3 PERCOBAAN. Pada bab ini dibahas mengenai percobaan yang dilakukan meliputi bahan dan alat serta prosedur yang dilakukan.

BAB 3 PERCOBAAN. Pada bab ini dibahas mengenai percobaan yang dilakukan meliputi bahan dan alat serta prosedur yang dilakukan. BAB 3 PERCOBAAN Pada bab ini dibahas mengenai percobaan yang dilakukan meliputi bahan dan alat serta prosedur yang dilakukan. 3.1 Bahan Buah jeruk nipis, belimbing, jeruk lemon, vitamin C baku (PPOMN),

Lebih terperinci

HASIL DAN PEMBAHASAN

HASIL DAN PEMBAHASAN IV. HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1 KULTUR UJI 4.1.1 Kemurnian kultur Kemurnian kultur uji merupakan faktor penting yang harus diperhatikan dalam melakukan validasi metode analisis karena dapat mempengaruhi hasil

Lebih terperinci

BAB 4 HASIL PERCOBAAN DAN BAHASAN

BAB 4 HASIL PERCOBAAN DAN BAHASAN BAB 4 HASIL PERCOBAAN DAN BAHASAN Pada penelitian ini diawali dengan penentuan kadar vitamin C untuk mengetahui kemurnian vitamin C yang digunakan sebagai larutan baku. Iodium 0,1N digunakan sebagai peniter

Lebih terperinci

BAB III METODE PENELITIAN. Metode penelitian yang dilakukan adalah penelitian deskriptif.

BAB III METODE PENELITIAN. Metode penelitian yang dilakukan adalah penelitian deskriptif. BAB III METODE PENELITIAN Metode penelitian yang dilakukan adalah penelitian deskriptif. 3.1 Tempat dan Waktu Penelitian Penyiapan sampel dilakukan di Laboratorium Kimia Farmasi Kualitatif Fakultas Farmasi

Lebih terperinci

BAB III METODOLOGI PENELITIAN. 3. Bahan baku dengan mutu pro analisis yang berasal dari Merck (kloroform,

BAB III METODOLOGI PENELITIAN. 3. Bahan baku dengan mutu pro analisis yang berasal dari Merck (kloroform, BAB III METODOLOGI PENELITIAN A. BAHAN 1. Standar DHA murni (Sigma-Aldrich) 2. Standar DHA oil (Tama Biochemical Co., Ltd.) 3. Bahan baku dengan mutu pro analisis yang berasal dari Merck (kloroform, metanol,

Lebih terperinci

BAB 4 HASIL PERCOBAAN DAN PEMBAHASAN

BAB 4 HASIL PERCOBAAN DAN PEMBAHASAN BAB 4 HASIL PERCOBAAN DAN PEMBAHASAN Penetapan kadar metoflutrin dengan menggunakan kromatografi gas, terlebih dahulu ditentukan kondisi optimum sistem kromatografi gas untuk analisis metoflutrin. Kondisi

Lebih terperinci

LAPORAN PRAKTIKUM TEKNIK ELISA PEMERIKSAAN KUANTITATIF MANNAN BINDING LECTIN (MBL) PADA PLASMA DARAH

LAPORAN PRAKTIKUM TEKNIK ELISA PEMERIKSAAN KUANTITATIF MANNAN BINDING LECTIN (MBL) PADA PLASMA DARAH LAPORAN PRAKTIKUM TEKNIK ELISA PEMERIKSAAN KUANTITATIF MANNAN BINDING LECTIN (MBL) PADA PLASMA DARAH NAMA PRAKTIKAN : Ichwan Alamsyah Lubis KELOMPOK : 2 GROUP : Pagi ( 8. 1. Wib ) HARI/TGL. PRAKTIKUM :

Lebih terperinci

BAB III METODOLOGI PENELITIAN

BAB III METODOLOGI PENELITIAN BAB III METODOLOGI PENELITIAN A. Tempat dan Waktu Penelitian Penelitian dilakukan di Laboratorium Kimia Analisis Universitas Muhammadiyah Purwokerto selama 4 bulan. Penelitian dilaksanakan dari bulan Maret

Lebih terperinci

HASIL DAN PEMBAHASAN

HASIL DAN PEMBAHASAN 6 Sampel yang akan diuji kemudian dimasukkan ke dalam sumuran-sumuran cawan ELISA sesuai dengan pola yang telah ditentukan. Setiap sumuran cawan berisi sebanyak 100 μl sampel. Cawan ELISA kemudian diinkubasi

Lebih terperinci

SNI Standar Nasional Indonesia

SNI Standar Nasional Indonesia Standar Nasional Indonesia Air dan air limbah Bagian 16: Cara uji kadmium (Cd) dengan metode Spektrofotometri Serapan Atom (SSA) nyala ICS 13.060.50 Badan Standardisasi Nasional Daftar isi Daftar isi...i

Lebih terperinci

Air dan air limbah Bagian 20 : Cara uji sulfat, SO 4. secara turbidimetri

Air dan air limbah Bagian 20 : Cara uji sulfat, SO 4. secara turbidimetri Standar Nasional Indonesia Air dan air limbah Bagian 20 : Cara uji sulfat, SO 4 2- secara turbidimetri ICS 13.060.50 Badan Standardisasi Nasional Daftar isi Daftar isi...i Prakata....ii 1 Ruang lingkup...

Lebih terperinci

4 Hasil dan Pembahasan

4 Hasil dan Pembahasan 4 Hasil dan Pembahasan Reaktor-separator terintegraasi yang dikembangkan dan dikombinasikan dengan teknik analisis injeksi alir dan spektrofotometri serapan atom uap dingin (FIA-CV-AAS) telah dikaji untuk

Lebih terperinci

III. METODOLOGI PENELITIAN. Penelitian ini dilaksanakan pada bulan Maret sampai Agustus 2014 di

III. METODOLOGI PENELITIAN. Penelitian ini dilaksanakan pada bulan Maret sampai Agustus 2014 di 23 III. METODOLOGI PENELITIAN A. Waktu dan Tempat Penelitian Penelitian ini dilaksanakan pada bulan Maret sampai Agustus 2014 di Laboratorium Kimia Analitik FMIPA Universitas Lampung. B. Alat dan Bahan

Lebih terperinci

BAB 4 HASIL PERCOBAAN DAN BAHASAN

BAB 4 HASIL PERCOBAAN DAN BAHASAN BAB 4 HASIL PERCOBAAN DAN BAHASAN Validasi merupakan proses penilaian terhadap parameter analitik tertentu, berdasarkan percobaan laboratorium untuk membuktikan bahwa metode tersebut memenuhi syarat sesuai

Lebih terperinci

Air dan air limbah Bagian 8: Cara uji timbal (Pb) dengan Spektrofotometri Serapan Atom (SSA)-nyala

Air dan air limbah Bagian 8: Cara uji timbal (Pb) dengan Spektrofotometri Serapan Atom (SSA)-nyala Standar Nasional Indonesia Air dan air limbah Bagian 8: Cara uji timbal (Pb) dengan Spektrofotometri Serapan Atom (SSA)-nyala ICS 13.060.50 Badan Standardisasi Nasional Daftar isi Daftar isi...i Prakata...ii

Lebih terperinci

BAB V HASIL DAN PEMBAHASAN

BAB V HASIL DAN PEMBAHASAN BAB V HASIL DAN PEMBAHASAN 5.1 Pengambilan Sampel Dalam penelitian ini, pengambilan lima sampel yang dilakukan dengan cara memilih madu impor berasal Jerman, Austria, China, Australia, dan Swiss yang dijual

Lebih terperinci

4. HASIL DAN PEMBAHASAN

4. HASIL DAN PEMBAHASAN 4. HASIL DAN PEMBAHASAN Konsentrasi immunoglobulin Y (IgY) yang diperoleh dalam penelitian ini adalah 9,57 mg/ml dan immunoglobulin G (IgG) adalah 3,75 mg/ml. Pada penelitian ini, antibodi yang dilapiskan

Lebih terperinci

massa = 2,296 gram Volume = gram BE Lampiran 1. Perhitungan Pembuatan Pereaksi ml Natrium Fosfat 28 mm massa 1 M = massa 0,028 =

massa = 2,296 gram Volume = gram BE Lampiran 1. Perhitungan Pembuatan Pereaksi ml Natrium Fosfat 28 mm massa 1 M = massa 0,028 = Lampiran 1. Perhitungan Pembuatan Pereaksi 1. 500 ml Natrium Fosfat 28 mm M massa 1 x Mr V(liter) 0,028 massa 1 x 164 0, 5 massa 2,296 gram 2. 500 ml Amonium Molibdat 4 mm M massa 1 x Mr V(liter) massa

Lebih terperinci

HASIL DAN PEMBAHASAN. Perhitungan Kadar Kadar residu antibiotik golongan tetrasiklin dihitung dengan rumus:

HASIL DAN PEMBAHASAN. Perhitungan Kadar Kadar residu antibiotik golongan tetrasiklin dihitung dengan rumus: 8 Kolom : Bondapak C18 Varian 150 4,6 mm Sistem : Fase Terbalik Fase Gerak : Asam oksalat 0.0025 M - asetonitril (4:1, v/v) Laju Alir : 1 ml/menit Detektor : Berkas fotodioda 355 nm dan 368 nm Atenuasi

Lebih terperinci

BAB 4 HASIL PERCOBAAN DAN BAHASAN

BAB 4 HASIL PERCOBAAN DAN BAHASAN 24 BAB 4 HASIL PERCOBAAN DAN BAHASAN Perangkat lunak validasi metode analisis ini dibuat dengan menggunakan perangkat lunak pemograman yang biasa dipakai yaitu Microsoft Visual Basic 6.0, dimana perangkat

Lebih terperinci

Validasi metode merupakan proses yang dilakukan

Validasi metode merupakan proses yang dilakukan TEKNIK VALIDASI METODE ANALISIS KADAR KETOPROFEN SECARA KROMATOGRAFI CAIR KINERJA TINGGI Erina Oktavia 1 Validasi metode merupakan proses yang dilakukan melalui penelitian laboratorium untuk membuktikan

Lebih terperinci

III. METODE PENELITIAN. Penelitian ini dilakukan pada bulan Juni sampai dengan Agustus 2011

III. METODE PENELITIAN. Penelitian ini dilakukan pada bulan Juni sampai dengan Agustus 2011 36 III. METODE PENELITIAN A. Waktu dan Tempat Penelitian Penelitian ini dilakukan pada bulan Juni sampai dengan Agustus 2011 di Laboratorium Kimia Analitik, Laboratorium Kimia Organik Jurusan Kimia Fakultas

Lebih terperinci

LAPORAN PRAKTIKUM. ELISA (Enzyme Linked Immune-sorbent Assay ) - NITA ANDRIANI LUBIS. TANGGAL PRAKTIKUM: Kamis, 9 Januari 2014, pukul

LAPORAN PRAKTIKUM. ELISA (Enzyme Linked Immune-sorbent Assay ) - NITA ANDRIANI LUBIS. TANGGAL PRAKTIKUM: Kamis, 9 Januari 2014, pukul LAPORAN PRAKTIKUM ELISA (Enzyme Linked Immune-sorbent Assay ) NAMA PRAKTIKAN : - DEBBY MIRANI LUBIS - NITA ANDRIANI LUBIS TANGGAL PRAKTIKUM: Kamis, 9 Januari 2014, pukul 09.00-17.00 WIB I. TUJUAN PRAKTIKUM:

Lebih terperinci

Latar Belakang VAKSIN. Colony Forming Unit ( CFU) Metode Alternatif

Latar Belakang VAKSIN. Colony Forming Unit ( CFU) Metode Alternatif Latar Belakang VAKSIN KUALITAS & STABILITAS JUMLAH BAKTERI HIDUP PREVENTIF Colony Forming Unit ( CFU) Metode Alternatif 1. Waktu pengujian yang lama 2. Tergantung pada medium pertumbuhan >> waktu inkubasi

Lebih terperinci

UNIVERSITAS PANCASILA FAKULTAS FARMASI LAPORAN PENELITIAN DAN PUBLIKASI ILMIAH

UNIVERSITAS PANCASILA FAKULTAS FARMASI LAPORAN PENELITIAN DAN PUBLIKASI ILMIAH UNIVERSITAS PANCASILA FAKULTAS FARMASI LAPORAN PENELITIAN DAN PUBLIKASI ILMIAH UJI SENSITIVITAS PEREAKSI PENDETEKSI KUNING METANIL DI DALAM SIRUP SECARA SPEKTROFOTOMETRI CAHAYA TAMPAK Oleh: Novi Yantih

Lebih terperinci

BAB III METODOLOGI PENELITIAN. Penelitian ini dilaksanakan di Laboratorium Tanah Balai Penelitian

BAB III METODOLOGI PENELITIAN. Penelitian ini dilaksanakan di Laboratorium Tanah Balai Penelitian BAB III METODOLOGI PENELITIAN 3.1 Lokasi Penelitian Penelitian ini dilaksanakan di Laboratorium Tanah Balai Penelitian Tanaman Sayuran (BALITSA), jalan Tangkuban Perahu No. 157 Lembang, Bandung. 3.2 Alat

Lebih terperinci

IV. METODOLOGI PE ELITIA

IV. METODOLOGI PE ELITIA IV. METODOLOGI PE ELITIA 4.1 Waktu dan Tempat Penelitian Penelitian ini dilakukan selama 4 bulan, mulai bulan Februari 2012 sampai dengan Mei 2012 di laboratorium kimia departemen Quality Control (QC)

Lebih terperinci

BAB V HASIL DAN PEMBAHASAN

BAB V HASIL DAN PEMBAHASAN BAB V HASIL DAN PEMBAHASAN Penentuan kadar Aspartam ini dilakukan menggunakan alat KCKT, dengan sistem kromatografi fasa terbalik, yaitu polarisitas fasa gerak lebih polar daripada fasa diam dengan kolom

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. menghambat enzim HMG-CoA reduktase. HMG-CoA merupakan pembentuk

BAB I PENDAHULUAN. menghambat enzim HMG-CoA reduktase. HMG-CoA merupakan pembentuk BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Simvastatin merupakan obat antihiperlidemia yang bekerja dengan cara menghambat enzim HMG-CoA reduktase. HMG-CoA merupakan pembentuk kolesterol dengan bantuan katalis

Lebih terperinci

Air dan air limbah Bagian 31 : Cara uji kadar fosfat dengan spektrofotometer secara asam askorbat

Air dan air limbah Bagian 31 : Cara uji kadar fosfat dengan spektrofotometer secara asam askorbat Standar Nasional Indonesia Air dan air limbah Bagian 31 : Cara uji kadar fosfat dengan spektrofotometer secara asam askorbat ICS 13.060.01 Badan Standardisasi Nasional Daftar isi Daftar isi... Prakata...

Lebih terperinci

BAB 4 HASIL PERCOBAAN DAN PEMBAHASAN

BAB 4 HASIL PERCOBAAN DAN PEMBAHASAN BAB 4 HASIL PERCOBAAN DAN PEMBAHASAN Pembuatan homogenat hati tikus dan proses sentrifugasi dilakukan pada suhu 4 o C untuk menghindari kerusakan atau denaturasi enzim karena pengaruh panas. Kebanyakan

Lebih terperinci

Verifikasi Metode Pengujian Sulfat Dalam Air dan Air Limbah Sesuai SNI : 2009

Verifikasi Metode Pengujian Sulfat Dalam Air dan Air Limbah Sesuai SNI : 2009 JURNAL TEKNOLOGI PROSES DAN INOVASI INDUSTRI, VOL. 2, NO. 1, JULI 2017 19 Verifikasi Metode Pengujian Sulfat Dalam Air dan Air Limbah Sesuai SNI 6989.20 : 2009 Methods Verification of Sulfat Analysis in

Lebih terperinci

Air dan air limbah Bagian 19: Cara uji klorida (Cl - ) dengan metode argentometri (mohr)

Air dan air limbah Bagian 19: Cara uji klorida (Cl - ) dengan metode argentometri (mohr) Standar Nasional Indonesia Air dan air limbah Bagian 19: Cara uji klorida (Cl - ) dengan metode argentometri (mohr) ICS 13.060.50 Badan Standardisasi Nasional Daftar isi Daftar isi...i Prakata....ii 1

Lebih terperinci

III. METODE PENELITIAN

III. METODE PENELITIAN III. METODE PENELITIAN 3.1. Waktu dan Tempat Penelitian Penelitian ini dilakukan selama 6 bulan, mulai bulan Maret 2011 sampai dengan Agustus 2011. Berlokasi di Laboratorium Jasa Analisis Pangan, Departemen

Lebih terperinci

4 Hasil dan Pembahasan

4 Hasil dan Pembahasan 4 Hasil dan Pembahasan 4.1 Pembentukan Senyawa Indotimol Biru Reaksi pembentukan senyawa indotimol biru ini, pertama kali dijelaskan oleh Berthelot pada 1859, sudah sangat lazim digunakan untuk penentuan

Lebih terperinci

Lampiran 1. Perhitungan Pembuatan Larutan Natrium Tetraboraks 500 ppm. Untuk pembuatan larutan natrium tetraboraks 500 ppm (LIB I)

Lampiran 1. Perhitungan Pembuatan Larutan Natrium Tetraboraks 500 ppm. Untuk pembuatan larutan natrium tetraboraks 500 ppm (LIB I) Lampiran 1. Perhitungan Pembuatan Larutan Natrium Tetraboraks 500 ppm Untuk pembuatan larutan natrium tetraboraks 500 ppm (LIB I) 500 ppm 500 mcg/ml Berat Natrium tetraboraks yang ditimbang 500 mcg / ml

Lebih terperinci

VALIDASI PENETAPAN KADAR ASAM ASETIL SALISILAT (ASETOSAL) DALAM SEDIAAN TABLET BERBAGAI MEREK MENGGUNAKAN METODE KOLORIMETRI SKRIPSI

VALIDASI PENETAPAN KADAR ASAM ASETIL SALISILAT (ASETOSAL) DALAM SEDIAAN TABLET BERBAGAI MEREK MENGGUNAKAN METODE KOLORIMETRI SKRIPSI VALIDASI PENETAPAN KADAR ASAM ASETIL SALISILAT (ASETOSAL) DALAM SEDIAAN TABLET BERBAGAI MEREK MENGGUNAKAN METODE KOLORIMETRI SKRIPSI Oleh: DENNY TIRTA LENGGANA K100060020 FAKULTAS FARMASI UNIVERSITAS MUHAMMADIYAH

Lebih terperinci

Lampiran 1. Perhitungan Bobot Jenis Sampel. 1. Kalibrasi Piknometer. Piknometer Kosong = 15,302 g. Piknometer berisi Aquadest Panas.

Lampiran 1. Perhitungan Bobot Jenis Sampel. 1. Kalibrasi Piknometer. Piknometer Kosong = 15,302 g. Piknometer berisi Aquadest Panas. Lampiran 1. Perhitungan Bobot Jenis Sampel 1. Kalibrasi Piknometer Piknometer Kosong = 15,30 g Piknometer berisi Aquadest Panas NO Aquadest Panas 1 5,330 5,37 3 5,38 4 5,35 5 5,39 6 5,3 Jumlah Rata-rata

Lebih terperinci

VALIDASI METODE ANALISIS PENENTUAN KADAR HIDROKINON DALAM SAMPEL KRIM PEMUTIH WAJAH MELALUI KLT-DENSITOMETRI

VALIDASI METODE ANALISIS PENENTUAN KADAR HIDROKINON DALAM SAMPEL KRIM PEMUTIH WAJAH MELALUI KLT-DENSITOMETRI VALIDASI METODE ANALISIS PENENTUAN KADAR HIDROKINON DALAM SAMPEL KRIM PEMUTIH WAJAH MELALUI KLT-DENSITOMETRI SKRIPSI diajukan guna melengkapi tugas akhir dan memenuhi syarat-syarat untuk menyelesaikan

Lebih terperinci

ANALISIS Pb PADA SEDIAAN EYESHADOW DARI PASAR KIARACONDONG DENGAN METODE SPEKTROFOTOMETRI SERAPAN ATOM

ANALISIS Pb PADA SEDIAAN EYESHADOW DARI PASAR KIARACONDONG DENGAN METODE SPEKTROFOTOMETRI SERAPAN ATOM ANALISIS Pb PADA SEDIAAN EYESHADOW DARI PASAR KIARACONDONG DENGAN METODE SPEKTROFOTOMETRI SERAPAN ATOM FENTI FATMAWATI 1,, AYUMULIA 2 1 Program Studi Farmasi, Sekolah Tinggi Farmasi Bandung. email: fenti.fatmawati@stfb.ac.id.

Lebih terperinci

BAB II METODE PENELITIAN. Universitas Sumatera Utara pada bulan Januari-April 2015

BAB II METODE PENELITIAN. Universitas Sumatera Utara pada bulan Januari-April 2015 BAB II METODE PENELITIAN 2.1 Tempat danwaktupenelitian Penelitian ini dilakukan di Laboratorium Penelitian Fakultas Farmasi pada bulan Januari-April 2015 2.2Bahan-bahan 2.2.1 Sampel Sampel yang digunakan

Lebih terperinci

Air dan air limbah - Bagian 22: Cara uji nilai permanganat secara titrimetri

Air dan air limbah - Bagian 22: Cara uji nilai permanganat secara titrimetri Standar Nasional Indonesia Air dan air limbah - Bagian 22: Cara uji nilai permanganat secara titrimetri ICS 13.060.50 Badan Standardisasi Nasional Daftar isi Daftar isi...i Prakata....ii 1 Ruang lingkup...

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Kegiatan analisis semakin dikenal secara luas, bahkan mulai dilakukan secara rutin dengan metode sistematis. Hal ini didukung pula oleh perkembangan yang pesat dari

Lebih terperinci

BAB 4 HASIL PERCOBAAN DAN BAHASAN

BAB 4 HASIL PERCOBAAN DAN BAHASAN BAB 4 HASIL PERCOBAAN DAN BAHASAN Pengukuran serapan harus dilakukan pada panjang gelombang serapan maksimumnya agar kepekaan maksimum dapat diperoleh karena larutan dengan konsentrasi tertentu dapat memberikan

Lebih terperinci

3 Metodologi Penelitian

3 Metodologi Penelitian 3 Metodologi Penelitian Penelitian ini bertujuan untuk mengembangkan metoda analisis dengan menggunakan elektroda yang telah dimodifikasi dengan buah pisang dan buah alpukat untuk menentukan kadar parasetamol.

Lebih terperinci

BAB III METODE PENELITIAN. Penelitian ini dilakukan di Laboratorium Kimia Farmasi Kualitatif

BAB III METODE PENELITIAN. Penelitian ini dilakukan di Laboratorium Kimia Farmasi Kualitatif BAB III METODE PENELITIAN 3.1 Tempat dan Waktu Penelitian Penelitian ini dilakukan di Laboratorium Kimia Farmasi Kualitatif Fakultas Farmasi dan di Laboratorium Penelitian Fakultas Farmasi Medan pada bulan

Lebih terperinci

III. METODOLOGI PENELITIAN

III. METODOLOGI PENELITIAN 32 III. METODOLOGI PENELITIAN A. Waktu dan Tempat Penelitian ini telah dilakukan pada bulan Oktober sampai Desember 2013 bertempat di Laboratorium Biomassa Terpadu Jurusan Kimia FMIPA Universitas Lampung.

Lebih terperinci

LAPORAN PRAKTIKUM METABOLISME GLUKOSA, UREA, DAN PROTEIN (TEKNIK SPEKTROFOTOMETRI) BINAYANTI NAINGGOLAN ( )

LAPORAN PRAKTIKUM METABOLISME GLUKOSA, UREA, DAN PROTEIN (TEKNIK SPEKTROFOTOMETRI) BINAYANTI NAINGGOLAN ( ) LAPORAN PRAKTIKUM METABOLISME GLUKOSA, UREA, DAN PROTEIN (TEKNIK SPEKTROFOTOMETRI) NAMA : RAHMIWITA (157008005) Tanggal Praktikum : 14 April 2016 BINAYANTI NAINGGOLAN (157008008) Tujuan Praktikum 1. Mampu

Lebih terperinci

Metodologi Penelitian

Metodologi Penelitian Bab III Metodologi Penelitian III.1. Tahapan Penelitian Penelitian ini dibagi menjadi 3 tahapan. Pertama adalah pembuatan elektroda pasta karbon termodifikasi diikuti dengan karakterisasi elektroda yang

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Uraian Bahan 2.1.1. Sifat Fisika dan Kimia Omeprazole Rumus struktur : Nama Kimia : 5-metoksi-{[(4-metoksi-3,5-dimetil-2- piridinil)metil]sulfinil]}1h-benzimidazol Rumus Molekul

Lebih terperinci

BAB III. BAHAN DAN METODE PENELITIAN

BAB III. BAHAN DAN METODE PENELITIAN 8 BAB III. BAHAN DAN METODE PENELITIAN 3.1 Waktu dan Tempat Penelitian ini dilaksanakan selama dua bulan mulai Juli sampai dengan Agustus 2010. Pemeliharaan ayam broiler dimulai dari Day Old Chick (DOC)

Lebih terperinci

VALIDASI DAN PENGEMBANGAN PENETAPAN KADAR TABLET BESI (II) SULFAT DENGAN METODE TITRASI PERMANGANOMETRI DAN SERIMETRI SEBAGAI PEMBANDING SKRIPSI

VALIDASI DAN PENGEMBANGAN PENETAPAN KADAR TABLET BESI (II) SULFAT DENGAN METODE TITRASI PERMANGANOMETRI DAN SERIMETRI SEBAGAI PEMBANDING SKRIPSI VALIDASI DAN PENGEMBANGAN PENETAPAN KADAR TABLET BESI (II) SULFAT DENGAN METODE TITRASI PERMANGANOMETRI DAN SERIMETRI SEBAGAI PEMBANDING SKRIPSI Oleh : WAHYU PURWANITA K100050239 FAKULTAS FARMASI UNIVERSITAS

Lebih terperinci

Lampiran 1. Sampel Pulna Forte Tablet

Lampiran 1. Sampel Pulna Forte Tablet Lampiran 1. Sampel Pulna Forte Tablet 50 Lampiran 2. Komposisi Tablet Pulna Forte Daftar Spesifikasi Sampel 1. Pulna Forte No. Reg : DKL 0319609209A1 ExpireDate :Agustus 2017 Komposisi : Ethambutol HCL...

Lebih terperinci

Lampiran 1. Krim Klorfeson dan Chloramfecort-H

Lampiran 1. Krim Klorfeson dan Chloramfecort-H Lampiran 1. Krim Klorfeson dan Chloramfecort-H Gambar 1 Krim merek Klorfeson Gambar 2 Krim merek Chloramfecort-H 48 Lampiran 2. Komposisi krim Klorfeson dan Chloramfecort-H Daftar Spesifikasi krim 1. Klorfeson

Lebih terperinci

BAB 6 RINGKASAN PENELITIAN

BAB 6 RINGKASAN PENELITIAN 32 BAB 6 RINGKASAN PENELITIAN Validasi metode analisis merupakan suatu proses untuk menentukan keabsahan dan pertanggungjawaban suatu hasil percobaan di laboratorium, tetapi dalam proses dan perhitungannya

Lebih terperinci

DAFTAR ISI. ABSTRAK... ABSTRACT... KATA PENGANTAR... i DAFTAR ISI... iii DAFTAR LAMPIRAN...v DAFTAR TABEL... vi DAFTAR GAMBAR... vii PENDAHULUAN...

DAFTAR ISI. ABSTRAK... ABSTRACT... KATA PENGANTAR... i DAFTAR ISI... iii DAFTAR LAMPIRAN...v DAFTAR TABEL... vi DAFTAR GAMBAR... vii PENDAHULUAN... DAFTAR ISI Halaman ABSTRAK... ABSTRACT... KATA PENGANTAR... i DAFTAR ISI... iii DAFTAR LAMPIRAN...v DAFTAR TABEL... vi DAFTAR GAMBAR... vii PENDAHULUAN...1 BAB I TINJAUAN PUSTAKA...4 1.1 Tinjauan Antibiotik...4

Lebih terperinci

Spektrum serapan derivat kedua deksklorfeniramin 20 mcg/ml

Spektrum serapan derivat kedua deksklorfeniramin 20 mcg/ml Lampiran 1. Spektrum Serapan Penentuan Panjang Gelombang Analisis Spektrum serapan derivat kedua deksametason 5 mcg/ml Spektrum serapan derivat kedua deksklorfeniramin 20 mcg/ml 45 Lampiran 1. (lanjutan)

Lebih terperinci

METODE PENELITIAN. ultraviolet secara adisi standar menggunakan teknik ekstraksi MSPD dalam. penetapan residu tetrasiklin dalam daging ayam pedaging.

METODE PENELITIAN. ultraviolet secara adisi standar menggunakan teknik ekstraksi MSPD dalam. penetapan residu tetrasiklin dalam daging ayam pedaging. III. METODE PENELITIAN Metode penelitian yang dilakukan adalah penelitian deskriptif yang mengarah pada pengembangan metode dengan tujuan mengembangkan spektrofotometri ultraviolet secara adisi standar

Lebih terperinci

BAB III METODOLOGI PENELITIAN

BAB III METODOLOGI PENELITIAN BAB III METODOLOGI PENELITIAN A. Metode dan Jenis Penelitian 1. Metode Penelitian Metode yang digunakan dalam penelitian ini adalah metode penelitian eksperimen (experiment research) (Notoatmodjo, 2002).

Lebih terperinci

VALIDASI METODE PENGUJIAN KADAR IMUNOGLOBULIN G DALAM SUSU BUBUK SKIM DENGAN METODE ENZYME LINK IMMUNOSORBENT ASSAY (ELISA) SUMARIA

VALIDASI METODE PENGUJIAN KADAR IMUNOGLOBULIN G DALAM SUSU BUBUK SKIM DENGAN METODE ENZYME LINK IMMUNOSORBENT ASSAY (ELISA) SUMARIA VALIDASI METODE PENGUJIAN KADAR IMUNOGLOBULIN G DALAM SUSU BUBUK SKIM DENGAN METODE ENZYME LINK IMMUNOSORBENT ASSAY (ELISA) SUMARIA SEKOLAH PASCASARJANA INSTITUT PERTANIAN BOGOR BOGOR 2013 PERNYATAAN MENGENAI

Lebih terperinci

BAB III METODE PENELITIAN

BAB III METODE PENELITIAN BAB III METODE PENELITIAN Penelitian ini bertujuan untuk mengidentifikasi adanya kandungan logam Timbal pada kerupuk rambak dengan menggunakan alat Spektrofotometer serapan atom Perkin Elmer 5100 PC. A.

Lebih terperinci

Kentang (Solanum tuberosum L.)

Kentang (Solanum tuberosum L.) Gambar 1. Kentang (Solanum tuberosum L.) Kentang (Solanum tuberosum L.) Gambar. Tanaman Kentang Tanaman Kentang Gambar 3. Hasil Analisis Kualitatif Timbal dan Kadmium Kadmium Timbal Hasil Analisa Kualitatif

Lebih terperinci