BAB I PENDAHULUAN. Tesis ini akan membicarakan mengenai peran pusat kebudayaan Prancis

Ukuran: px
Mulai penontonan dengan halaman:

Download "BAB I PENDAHULUAN. Tesis ini akan membicarakan mengenai peran pusat kebudayaan Prancis"

Transkripsi

1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Tesis ini akan membicarakan mengenai peran pusat kebudayaan Prancis dalam perkembangan diplomasi publik Prancis dan proses nation branding Prancis di Indonesia. Pusat kebudayaan suatu negara asing biasanya hanya terdapat di ibukota. Akan tetapi, Prancis telah membuka pusat kebudayaannya di Jakarta, Bandung, Yogyakarta, Semarang, Surabaya, Balikpapan, dan Bali. Secara umum pusat kebudayaan Prancis bisa dibagi menjadi dua, yaitu Institut Français dan Alliances Française. Menurut laman resmi Institut Français dan Alliances Française, Institut Français adalah lembaga publik yang berada di bawah Kementerian Luar Negeri sedangkan Alliances Française adalah lembaga swasta yang hadir atas inisiatif lokal, bersifat otonom, dan tunduk pada peraturan negara tempatnya berada. Menurut Richard T Arndt dalam bukunya The First Resort of Kings: American Cultural Diplomacy in the Twentienth Century, diplomasi melalui kebudayaan menjadi cara yang efektif dalam membangun komunikasi di dunia internasional (Arndt via Kim, 2011:1). Menurut Milton Cummings dalam Cultural Diplomacy and the United States Government : A Survey, diplomasi kebudayaan dilakukan melalui kegiatan budaya yang merepresentasikan negara tersebut (Cummings via Kim, 2011:5). Maack mendefinisikan diplomasi

2 kebudayaan sebagai aspek diplomasi yang melibatkan usaha pemerintah untuk menyebarkan kebudayaan nasionalnya kepada publik asing dengan tujuan untuk memberikan pemahaman mengenai nilai-nilai nasional negara tersebut. Hal ini sebagai bagian dari usaha untuk membangun dukungan terhadap tujuan-tujuan ekonomi dan politik (Maack, 2001:59). Selain Prancis, negara-negara lain juga melakukan diplomasi melalui pembukaan semacam pusat kebudayaan, seperti yang dilakukan Inggris dengan British Council, Jerman dengan Goethe Intitute, Spanyol dengan Intituto Cervantes, dan lain-lain. Pusat-pusat kebudayaan tersebut ada yang berada di bawah naungan pemerintah negara yang bersangkutan, namun banyak juga yang bersifat otonom. Prancis termasuk negara yang paling awal membuka pusat kebudayaan. Pusat kebudayaan Prancis pertama adalah Alliances Francaise yang didirikan pada tahun Alliances Francaise adalah pusat kebudayaan yang didirikan secara swasta (Chaubet, 2004:763). Tujuan utama Alliances Francaises adalah menyebarkan bahasa Prancis baik ke koloni-koloni Prancis maupun ke negaranegara lain (Chaubet, 2004:763). Hal ini dilakukan Prancis setelah kalah dalam Perang Prusia yang membuat Prancis merasa harus memperbaiki citranya dengan cara mempromosikan bahasa dan kesastraannya melalui Alliances Française baik dalam konteks kawasan maupun konteks internasional (Nye, 2008:96). Kebudayaan Prancis kemudian menjadi komponen yang signifikan dalam diplomasi Prancis (Pells via Nye, 2008:96). Menurut pendiri Alliances Francaise, penyebaran bahasa adalah langkah nyata untuk membangun kembali kekuatan dan

3 gengsi Prancis di dunia internasional dengan mempromosikan bahasa Prancis dalam sebuah pertarungan memperebutkan hegemoni diantara bahasa-bahasa di dunia. (Peroncel-Hugoz via Maack, 2001:61). Keberadaan Alliances Française dipandang mampu memperbaiki, bahkan menaikkan citra Prancis di dunia internasional, sehingga Prancis kemudian membuat suatu pusat kebudayaan yang berada di bawah pemerintah, yaitu Centre Culturel Français. Walaupun sama-sama bertujuan untuk menyebarkan kebudayaan Prancis di luar negeri, menurut laman Alliances Française dan Centre Culturel Français, kedua pusat kebudayaan tersebut mempunyai struktur organisasi yang berbeda dan fokus yang berbeda pula. Alliances Française lebih memfokuskan diri pada pengajaran bahasa Prancis (Maack, 2001:61) sedangkan Centre Culturel Français lebih berfokus pada penyebaran kebudayaan Prancis (Forster, 2010). Pada tahun 2011 Centre Culturel Français secara resmi berganti nama menjadi Institut Français. Alliances Française dan Intitut Français bersinergi membentuk suatu hubungan yang unik yang bertujuan untuk menyebarluaskan kebudayaan Prancis di dunia internasional (Forster, 2010). Di dalam laman Alliances Française dan Institut Français disebutkan bahwa di dunia terdapat sekitar seribu cabang Alliances Française dan sekitar seratus cabang Institut Français. Alliances Francais mempunyai cabang yang lebih banyak, selain karena telah ada jauh lebih dulu, juga karena pembentukannya mempunyai mekanisme yang berbeda yang membuatnya lebih mudah terbentuk dibandingkan dengan Institut Français.

4 Pendirian pusat kebudayaan di banyak kota di Indonesia, baik di kota besar maupun kota kecil, mengindikasikan bahwa Prancis sedang giat memperkuat soft power dalam rangka memproyeksikan citra ke Indonesia. Soft power Prancis di Indonesia diperoleh dengan melaksanakan diplomasi. Jika kita melihat fenomena pendirian pusat kebudayaan Prancis tersebut, maka Prancis menggunakan kebudayaan sebagai alat untuk melaksanakan diplomasinya. Tesis ini akan memfokuskan pada diplomasi yang dilakukan oleh Institut Français karena Institut Français adalah lembaga publik di bawah pemerintah sehingga program-programnya merupakan kepanjangan dari pemerintah Prancis dalam melaksanakan diplomasi dan pembentukan citra Prancis di Indonesia. Proses pembentukan citra suatu negara bisa diibaratkan dengan pembentukan sebuah brand. Proses nation branding bukan merupakan sesuatu yang baru bagi negara. Negara selalu berusaha untuk membuat dan menyesuaikan reputasinya untuk menciptakan loyalti dan koherensi di publik domestik dan mempromosikan kekuatan dan pengaruh mereka di negara tetangga (Ollins, 2005:170). Penelitian yang dilakukan oleh Aimé Besson memberi gambaran mengenai pentingnya pusat kebudayaan bagi Prancis dalam menjalankan diplomasinya. Pembahasan dalam penelitian Aimé Besson lebih kepada lembaga pusat kebudayaan itu sendiri. Tidak dibahas secara spesifik peran pusat kebudayaan dalam kaitannya dengan hubungan antarnegara dan perannya dalam membentuk brand suatu negara. Oleh karena itu, menarik untuk mengetahui bagaimana peran pusat kebudayaan dalam pembentukan citra suatu negara di mata publik negara lain.

5 B. Rumusan Masalah Bagaimana peran Institut Français Indonésie dalam pembentukan citra Prancis di Indonesia? C. Tujuan Penelitian Tujuan penelitian ini adalah untuk meneliti peran IFI (Institut Français Indonésie) sebagai instrumen diplomasi dan nation branding Prancis di Indonesia. D. Tinjauan Pustaka Penelitian yang membahas mengenai pusat kebudayaan Prancis bukan merupakan sebuah penelitian yang baru. Penelitian-penelitin tersebut sangat beragam, mulai dari yang menyoroti segi kelembagaan hingga menghubungkannya dengan situasi politik dan hubungan bilateral Prancis dengan negara lain. Besson (2011) dalam penelitiannya yang berjudul L institut Français : un Noveau Modèle pour l Action Culturelle Extérieure de la France menjelaskan evolusi pusat kebudayaan Prancis hingga bernama Institut Français. Pada awal pembentukannya, pusat kebudayaan Prancis bernama AFAA. AFAA merupakan kepanjangan tangan pemerintah Prancis dalam melaksanakan diplomasi kebudayaan di luar negeri. Ruang lingkup AFAA terbatas pada kebudayaan saja. Akan tetapi, perkembangan diplomasi membuat ruang lingkup AFAA menjadi terlalu sempit dan tidak mengakomodir politik kebudayaan Prancis. Lembaga ini kemudian mengalami berbagai transformasi hingga

6 sekarang bernama Institut Français. Penelitian ini juga menjelaskan peran Institut Français dalam politik kebudayaan Prancis di luar negeri. Pusat kebudayaan tidak hanya digunakan dalam pengenalan kebudayaan Prancis kepada publik internasional tetapi juga digunakan untuk masuk ke negara tertentu ketika hubungan bilateral sedang memburuk. Octaviati (2011) dalam Diplomasi Kebudayaan Prancis di Cina melalui Alliances Française Periode menjelaskan mengenai peran Alliances Française dalam dinamika hubungan bilateral Cina-Prancis. Hubungan bilateral Prancis dan Cina sempat memburuk akibat Peristiwa Tianamen yang menjadi sorotan dunia internasional. Di tengah memburuknya hubungan kedua negara, pembukaan Alliances Française di Cina tetap berlanjut. Alliances Française-Alliances Française ini kemudian membantu memperbaiki hubungan Prancis dengan Cina. Penelitian Octaviati menyoroti peran Alliances Française dalam normalisasi hubungan Cina dan Prancis setelah Peristiwa Tianamen. Jika Besson dan Octaviati berfokus pada pusat kebudayaan dalam diplomasi Prancis di luar negeri, maka Loïc (2008) dalam penelitiannya yang berjudul La Diplomatie Culturelle Française : La Culture Face à Des Nouveaux Enjeux menjelaskan bagaimana kebudayaan Prancis bisa menjadi kekuatan dalam melaksanakan diplomasi Prancis di luar negeri. Penelitian ini juga membahas sejarah diplomasi kebudayaan Prancis melalui pusat kebudayaannya. Prancis bukan merupakan negara satu-satunya yang menerapkan strategi ini sehingga Prancis harus mempunyai cara atau terobosan untuk bersaing dengan negara lain.

7 Diplomasi kebudayaan tidak hanya ditentukan oleh lembaga tetapi juga diplomat atau individu yang mencerminkan citra negara. Penelitian Marta Osojnik (2009) yang berjudul Cultural Diplomacy and the European Union : Key Characters and Historical Development membahas mengenai peran individu dalam pelaksanaan diplomasi kebudayaan. Individu-individu yang dimaksud adalah tokoh-tokoh yang mempromosikan penggunaan diplomasi kebudayaan. Osojnik mengambil kasus pembentukan Uni Eropa. Osojnik menyebut dua tokoh yang berperan dalam pembentukan Uni Eropa, yaitu Robert Schuman dari Jerman dan Charles de Gaulle dari Prancis. Diplomasi kebudayaan mempunyai peran dalam pembentukan Uni Eropa, tetapi diplomasi kebudayaan tidak akan berkembang jika Uni Eropa tidak terbentuk. Penelitian Marta Osojnik melihat peran aktor non-negara dalam diplomasi kebudayaan. Robert Schuman dan Charles de Gaulle dilihat tidak dalam kapasitasnya sebagai perwakilan negara tertentu tetapi sebagai tokoh internasional yang menjadi milik publik. Pandanganpandangan individu-individu ini terhadap diplomasi kebudayaan membawa efek yang besar bagi Eropa pada umumnya dan Uni Eropa pada khususnya. Penelitian-penelitian yang telah dikemukakan sebelumnya melihat pentingnya peran aktor non-negara dalam pelaksanaan diplomasi kebudayaan. Baik pusat kebudayaan maupun tokoh penting mempunyai hubungan dengan pemerintah tetapi juga dipandang sebagai milik publik. Perbedaan penelitian ini dengan penelitian-penelitian sebelumnya adalah penelitian ini akan mengangkat hubungan bilateral dua negara, yaitu Prancis dan Indonesia. Diplomasi kebudayaan yang dilakukan oleh Prancis di Indonesia kemudian dikaitkan dengan

8 citra yang dibangun Prancis di dunia internasional. Alasan memilih Prancis dalam penelitian ini adalah sejarah panjang Prancis dalam diplomasi kebudayaan dan nation branding. Prancis adalah negara di Eropa yang pertama-tama melakukan nation branding. Proses image branding dan re-branding yang dilakukan Prancis terutama di Eropa sejak Revolusi Prancis dinilai berhasil. Nation branding tersebut kemudian tidak hanya ditujukan kepada negara-negara Eropa saja tetapi juga dunia internasional pada umumnya (Ollins, 2005: ). E. Kerangka Konseptual Marta Osojnik dalam Cultural Diplomacy and the European Union : Key Characters and Historical Development mendefinisikan diplomasi sebagai seni atau praktek menuju hubungan internasional, seperti dalam menegosiasikan aliansi, pakta, dan persetujuan; keahlian dalam berhubungan dengan orang. Sedangkan kebudayaan mengacu pada kumpulan pengetahuan, pengalaman, kepercayaan, nilai-nilai, perilaku, arti, hirarki, gagasan tentang waktu, peran, hubungan antar-ruang, konsep alam semesta, dan objek material dan kepemilikan yang didapat oleh sekelompok orang selama bergenerasi melalui usaha individu atau kolektif (Osojnik, 2009:2). Kebudayaan merupakan salah satu cara dalam melakukan diplomasi publik. Di dalam konteks diplomasi publik, kebudayaan adalah serangkaian usaha aktor internasional untuk mempromosikan kebudayaan negaranya, memberi pengaruh kepada opini publik, dan membangun integritas dan kredibilitas melalui pertukaran kebudayaan. Jika kebudayaan dimaknai dalam konteks diplomasi

9 publik, maka diplomasi kebudayan merupakan praktek-praktek diplomasi publik melalui acara-acara kebudayaan, pameran kesenian, dan berbagai macam festival internasional (Kim, 2011:3) Milton Cummings mendefinisikan diplomasi kebudayaan sebagai pertukaran ide, informasi, seni, dan aspek kebudayaan lainnya diantara negaranegara dan rakyat mereka untuk memperkuat kesepahaman. Diplomasi kebudayaan direpresentasikan dalam kegiatan-kegiatan budaya yang bisa merepresentasikan negara dan mempengaruhi publik asing walaupun terdapat perbedaan politis antarnegara (Kim, 2011:5). Menurut Richard T Arndt dalam The First Resort of Kings: American Cultural Diplomacy in the Twentienth Century, diplomasi kebudayaan merupakan diplomasi yang efektif dalam hubungan internasional antarnegara. Diplomasi kebudayaan juga terbukti membantu dalam membangun fondasi berbasis rasa saling percaya antarmanusia. Hal ini kemudian menjadi dasar hubungan antarmanusia yang akan bisa bertahan melewati berbagai perubahan kepemimpinan di pemerintahan. Diplomasi kebudayaan akan bisa menjangkau tokoh-tokoh berpengaruh dalam masyarakat yang menjadi sasaran yang tidak akan bisa dicapai melalui cara-cara formal melalui fungsi diplomatik. Diplomasi kebudayaan bisa mengatasi perbedaan-perbedaan dalam kebijakan antara negara yang satu dengan yang lainnya dan membentuk platform netral bagi hubungan antarmasyarakat. Ketika hubungan diplomatik sedang terganggu atau tidak ada hubungan diplomatik, maka diplomasi kebudayaan berperan sebagai sarana yang fleksibel dan diterima semua pihak (Kim, 2011:1-2).

10 Diplomasi kebudayaan memfokuskan pada publik sebagai sasaran utamanya. Menurut Mette Lending, hubungan antara diplomasi publik dan pertukaran kebudayaan bisa digambarkan sebagai sebuah komunikasi antarnegara. Pertukaran kebudayaan bukan hanya mengenai seni dan budaya tetapi juga mengkomunikasikan pemikiran-pemikiran yang dianut oleh negara tersebut, jurnalisme, dan masalah-masalah yang menjadi perdebatan nasional di negara tersebut. Oleh karena itu, sisi tradisional dari pertukaran kebudayaan kemudian menjadi bagian dari cara berkomunikasi di dalam dunia internasional. Kenyataan ini kemudian menghasilkan konsep baru dari diplomasi publik yang merupakan reaksi dari hubungan antara kebudayaan, pers, dan aktivitas-aktivitas pertukaran informasi (Lending, 2000 : 13-14). Paul Sharp mendefinisikan diplomasi publik sebagai sebuah proses untuk melakukan kontak langsung dengan masyarakat negara tertentu untuk membantu meraih kepentingan dan memperluas nilai-nilai yang dianut oleh negara yang melakukan diplomasi publik tersebut. Diplomasi publik menjadi sesuatu yang penting karena pada saat ini semua negara saling tergantung secara ekonomi. Kemajuan teknologi komunikasi juga turut memberi andil diplomasi publik bisa dilakukan. Diplomasi publik juga dianggap sebagai sebuah pilihan yang lebih disukai karena peningkatan paham demokrasi di dunia internasional (Sharp, 2005 : 106). Perkembangan dunia internasional membuat munculnya aktor-aktor baru dalam dunia internasional. Fokus diplomasi kemudian tidak hanya pemerintah saja tetapi juga publik dan aktor-aktor non-negara. Konsep diplomasi publik

11 kemudian berubah. Diplomasi publik dulunya hanya berperan dalam menyampaikan pesan, mempromosikan negara, atau menjalin hubungan langsung dengan publik asing untuk kepentingan-kepentingan yang berkaitan dengan kebijakan negara tersebut. Diplomasi publik kemudian dimaknai sebagai suatu usaha untuk menjalin hubungan dengan aktor-aktor non-negara di negara yang menjadi sasaran diplomasi publik dan memfasilitasi hubungan antara aktor nonpemerintah di negara asal dengan negara sasaran (Melissen, 2005 : 22). Era teknologi informasi dewasa ini juga memberikan pemahaman yang baru dalam pelaksanaan diplomasi publik. Jika pada era sebelumnya yang berperan adalah birokrat, maka kemajuan teknologi informasi memberikan peran terhadap media sebagai penyedia informasi untuk mengambil peran dalam pelaksanaan diplomasi. Terbukanya akses informasi membuat diplomasi publik mengalami perubahan. Jika sebelumnya diplomasi publik yang dilakukan oleh negara hanya berjalan satu arah, yaitu pemberian info-info terkait kebijakankebijakan negara tersebut, maka sekarang publik mengambil peranan aktif dalam menanggapi strategi kebijakan luar negeri suatu negara. Media bukan lagi sebagai alat strategi kebijakan luar negeri. Media sekarang bisa mempengaruhi arah kebijakan luar negeri (Hocking, 2005 : 30). Oleh karena pentingnya diplomasi publik, maka diplomasi publik kini menjadi sebuah isu di kementerian luar negeri di banyak negara. Setiap negara, baik negara besar maupun negara kecil, membuat kebijakan terkait penggunaan diplomasi publik. Hal ini bisa dilihat sebagai gejala meningkatnya penggunaan soft power dalam kerja sama internasional atau jika dilihat dalam konteks yang

12 lebih luas, sebagai perubahan dalam praktek diplomasi yang kemudian menuntut adanya transparansi dan kerja sama transnasional. Diplomasi publik kemudian tidak hanya dilihat sebagai sebuat instrumen semata, tetapi juga sebuah bagian dalam perubahan yang terjadi di dunia internasional (Melissen, 2005 : 8). Diplomasi publik mempunyai perbedaan dengan diplomasi tradisional. Diplomasi publik digunakan untuk menyasar publik internasional secara umum, seperti kelompok-kelompok tidak resmi, organisasi, maupun individu-individu (Melissen, 2005:5). Di dalam pembahasan mengenai diplomasi publik, ada suatu konsep yang berkaitan erat dengan pelaksanaan diplomasi publik, yaitu nation branding (Melissen, 2005: 16). Membangun citra bukan sebuah hal baru dalam politik internasional. Menurut John Hertz, setengah dari politik kekuasaan adalah pembentukan citra (Hocking, 2005 : 31). Dampak dari globalisasi adalah negara menjadi semakin mirip antara satu dengan yang lainnya. Oleh karena itu, branding adalah mengenai pembentukan citra diri dan identitas yang membuat negara tersebut bisa dibedakan dengan negara lainnya (Melissen, 2005:19-20). cara ini termasuk ke dalam soft power. Konsep soft power diperkenalkan oleh Joseph Nye sebagai sebuah pendekatan lain untuk membuat suatu negara melakukan apa yang negara lain inginkan tanpa melalui ancaman atau bujukan karena soft power berhubungan dengan kemampuan suatu negara untuk membentuk preferensi negara lain, baik melalui budaya, ekonomi, kebijakan-kebijakan politik, dan lain sebagainya (Nye, 2005 : 5)

13 Soft power tidak bisa disamakan dengan pengaruh karena penggunaan hard power seperti ancaman bisa digunakan dalam mempengaruhi negara lain. Walaupun penggunaan bujukan-bujukan adalah salah satu cara yang digunakan dalam soft power, soft power sendiri tidak bisa disederhanakan hanya sebagai sebuah praktek membujuk negara lain. Soft power secara sederhananya bisa dikatakan sebagai semacam kemampuan suatu pihak untuk menimbulkan rasa tertarik pihak lain (Nye, 2005 : 6). Hard power dan soft power sama-sama digunakan untuk mempengaruhi perilaku pihak lain. Perbedaannya terletak pada jenis perilaku yang digunakan dan sifat sumber daya yang digunakan. Hard power bersifat memerintah dengan mengubah apa yang pihak lain lakukan. Cara yang digunakan bisa berupa paksaan atau bujukan. Sedangkan soft power lebih bersifat kooptif, yaitu kemampuan untuk mempengaruhi keinginan pihak lain. Cara yang digunakan adalah membuat pihak lain tertarik melalui budaya dan nilai-nilai, bahkan memanipulasi agenda politik agar pihak yang dimanipulasi merasa bahwa agenda politiknya sendiri yang telah ditetapkan tidak bisa dilakukan karena dianggap tidak realistis (Nye, 2005 : 7). Menurut Nye, ada tiga sumber soft power suatu negara, yaitu kebudayaan, nilai-nilai politik yang dianut negara tersebut, dan kebijakan luar negeri dalam kaitannya dengan legitimasi negara tersebut di dunia internasional dan kekuasaan moral yang dipunyai negara tersebut (Nye, 2005 : 11). Ketika berbicara mengenai kebudayaan, Nye membedakannya ke dalam high culture dan popular culture. High culture adalah produk-produk budaya

14 yang dianggap elit, seperti kesastraan, pendidikan, seni, dan lain-lain. Popular culture berhubungan dengan kebudayaan-kebudayaan populer yang bersifat menarik massa. Kebudayaan yang bisa digunakan sebagai soft power adalah kebudayaan yang sifatnya universal sehingga antara negara yang satu dengan negara yang lain berbagi nilai-nilai yang sama. Jika kebudayaannya bersifat spesifik dan khusus, hal tersebut tidak bisa digunakan sebagai soft power (Nye, ) F. Argumen utama Pendirian pusat kebudayaan Prancis di beberapa kota di Indonesia menarik untuk dicermati. Prancis tidak hanya membuka pusat kebudayaan di ibukota maupun di kota besar seperti Bandung dan Surabaya yang biasanya menjadi tempat tujuan pembukaan pusat kebudayaan, tetapi juga di kota berskala menengah seperti Yogyakarta dan Balikpapan. Selain dalam bentuk yang berdiri sendiri, Prancis juga berafiliasi dengan universitas-universitas untuk membentuk semcam pusat kebudayaan Prancis. Pembukaan pusat-pusat kebudayaan tersebut, baik langsung di bawah pemerintah Prancis maupun melalui kerjasama dengan institusi lain, merupakan salah satu upaya Prancis untuk menjalankan soft power di Indonesia. Soft power tersebut dijalankan melalui diplomasi kebudayaan. Oleh karena itu, pembukaan pusat kebudayaan adalah langkah penting bagi Prancis dalam melakukan diplomasi kebudayaannya di Indonesia. Diplomasi kebudayaan dipilih karena merupakan suatu proses diplomasi jangka panjang yang efeknya akan bertahan lama dan relatif tidak terpengaruh pada perubahan

15 hubungan politik antarnegara. Pembukaan pusat kebudayaan kemudian menjadi sebuah fondasi untuk membangun suatu komunikasi antara Indonesia dan Prancis dan menimbulkan kedekatan dengan masyarakat Indonesia. Ketika kedekatan tersebut sudah terbangun, maka akan lebih mudah bagi Prancis di masa yang akan datang untuk melaksanakan kebijakan politiknya di Indonesia. G. Metodologi Penelitian Penelitian ini akan menggunakan metode kualitatif. Data primer yang digunakan adalah angket dan wawancara dengan narasumber. Data sekunder yang digunakan adalah buku-buku, dokumen-dokumen, jurnal, dan lain-lain yang berkaitan dengan topik penelitian. Penelitian dilakukan di Jakarta dan Yogyakarta. Kedua kota ini dipilih karena mewakili dua tipe kota yang berbeda. Jakarta dipilih sebagai perwakilan kota besar, sedangkan Yogyakarta dipilih karena mewakili kota menengah. Kedua kota ini mempunyai dinamika yang berbeda sehingga diharapkan hasil yang didapatkan bisa mewakili kalangan anak muda di Indonesia. Penelitian dengan menggunakan metode wawancara dilakukan pada direktur IFI pusat di Indonesia. Wawancara pada direktur IFI dilakukan untuk mengetahui mengenai kebijakan pemerintah Prancis di Indonesia dan peran IFI di Indonesia. Wawancara dilakukan dengan metode terbuka untuk mendapatkan informasi yang lebih mendalam. Dengan metode tersebut diharapkan informasi yang didapatkan akan lebih banyak.

16 Penelitian ini mengambil sampel pada orang-orang yang mengambil kursus di IFI dan orang-orang yang datang di acara-acara kebudayaan yang diselenggarakan oleh IFI. Di Jakarta terdapat dua IFI yaitu di Thamrin dan Wijaya. Sampel diambil di IFI Thamrin karena IFI Thamrin adalah IFI pusat sedangkan IFI Wijaya adalah cabang dari IFI Thamrin. IFI Thamrin juga lebih besar daripada IFI Wijaya. Oleh karena itu, diharapkan sampel yang didapat di IFI Thamrin lebih beragam dan mampu mengakomodir berbagai kalangan masyarakat yang mengikuti kursus bahasa Prancis di IFI. Penelitian yang dilakukan terhadap peserta kursus menggunakan sistem angket. Sistem ini dipilih karena merupakan cara yang tepat dilakukan di dalam kelas pada waktu kelas sedang berlangsung. Sampel yang diambil sebanyak 50 peserta kursus dari IFI Jakarta dan 50 peserta kursus dari Yogyakarta. Tingkatan kelas peserta kursus yang mengisi angket bervariasi, mulai dari tingkat pemula sampai tingkat lanjut. Hal ini dimaksudkan untuk memberikan sebaran yang lebih merata. Terdapat dua belas pertanyaan yang diajukan, enam pertanyaan berkisar tentang IFI dan enam pertanyaan mengenai Prancis. Penelitian yang dilakukan terhadap orang-orang yang datang ke acara IFI dilakukan dengan metode wawancara. Metode ini dipilih untuk mendapatkan informasi dan memberikan ruang bagi peneliti untuk menjelaskan pertanyaanpertanyaan yang diajukan kepada responden. Hal ini untuk mengantisipasi kuantitas interaksi responden yang beragam dengan acara kebudayaan yang diselenggarakan oleh IFI.

17 H. Sistematika Penyajian Penelitian ini akan terbagi ke dalam lima bab, yaitu : Bab I adalah pendahuluan yang berisi latar belakang, rumusan masalah, tujuan penelitian, tinjauan pustaka, kerangka konseptual, argumen utama, dan metodologi penelitian. Bab II akan membahas mengenai hubungan antara kebudayaan, diplomasi publik, dan nation branding. Pada bab ini juga akan dibahas bagaimana peran pusat kebudayaan dalam diplomasi suatu negara. Bab III akan membahas mengenai evolusi instrumen diplomasi publik Prancis dan peran IFI dalam diplomasi dan proses pembentukan citra Prancis di Indonesia. Bab IV akan membahas mengenai citra yang terbentuk di mata publik Indonesia tentang Prancis. Publik Indonesia diwakili oleh orang-orang yang mengikuti kursus di IFI dan orang-orang yang datang ke acara kebudayaan IFI. Bab V berisi penutup dan kesimpulan dari penelitian yang telah dilakukan.

BAB V KESIMPULAN. Prancis adalah negara yang sejak awal mempunyai perhatian yang besar

BAB V KESIMPULAN. Prancis adalah negara yang sejak awal mempunyai perhatian yang besar BAB V KESIMPULAN Prancis adalah negara yang sejak awal mempunyai perhatian yang besar terhadap pelaksanaan diplomasi publik. Kebudayaan bukan merupakan suatu hal yang asing bagi Prancis dalam menyebarkan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Pasca kekalahannya dalam Perang Dunia II, Jepang berusaha untuk bangkit kembali menjadi salah satu kekuatan besar di dunia. Usaha Jepang untuk bangkit kembali dilakukan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. sejak lama. India merupakan negara non-komunis pertama yang mengakui

BAB I PENDAHULUAN. sejak lama. India merupakan negara non-komunis pertama yang mengakui BAB I PENDAHULUAN A. Latar belakang India dan Afganistan merupakan dua negara tetangga yang mempunyai keterikatan sejarah yang kuat. Hubungan baik antar kedua negara pun sudah terjalin sejak lama. India

Lebih terperinci

BAB V KESIMPULAN DAN SARAN. melekat pada suatu bangsa dimana didalamnya terkandung pesan identitas "Siapa

BAB V KESIMPULAN DAN SARAN. melekat pada suatu bangsa dimana didalamnya terkandung pesan identitas Siapa BAB V KESIMPULAN DAN SARAN 5.1 Kesimpulan Kebudayaan disadari atau tidak merupakan bagian dari identitas yang melekat pada suatu bangsa dimana didalamnya terkandung pesan identitas "Siapa bangsa itu" dan

Lebih terperinci

BAB IV KESIMPULAN. mempengaruhi sikap kedua negara terhadap negara-negara lain yang tidak terlibat.

BAB IV KESIMPULAN. mempengaruhi sikap kedua negara terhadap negara-negara lain yang tidak terlibat. BAB IV KESIMPULAN Terjadinya Perang Dingin antara Uni Soviet dan Amerika Serikat turut mempengaruhi sikap kedua negara terhadap negara-negara lain yang tidak terlibat. Salah satunya adalah sikap yang ditunjukkan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang Masalah. Globalisasi sebagai sebuah fenomena saat ini semakin banyak

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang Masalah. Globalisasi sebagai sebuah fenomena saat ini semakin banyak BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Globalisasi sebagai sebuah fenomena saat ini semakin banyak menimbulkan isu-isu dan permasalahan dalam hubungan antar negara, berbagai macam seperti permasalahan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Suatu negara tidak akan lepas dalam kerjasama dengan negara lain dalam memperat hubungan antar negara, kerjasama tersebut terutama dalam hal politik dan kebudayaan.

Lebih terperinci

BAB V KESIMPULAN DAN SARAN. tidak lagi menjadi isu-isu utama yang dihadapi oleh negara-negara sekarang ini.

BAB V KESIMPULAN DAN SARAN. tidak lagi menjadi isu-isu utama yang dihadapi oleh negara-negara sekarang ini. BAB V KESIMPULAN DAN SARAN 5.1 Kesimpulan Isu-isu hubungan internasional sampai saat ini telah menjadi sebuah isu yang kompleks dengan segala permasalahannya dan dinamika yang terjadi selalu berubah di

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN. Riqoh Fariqoh, 2013

BAB 1 PENDAHULUAN. Riqoh Fariqoh, 2013 BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Moeflich (2011) mengatakan bahwa pengajaran bahasa Indonesia bagi penutur asing merupakan salah satu cara untuk mengenalkan bahasa Indonesia ke negera-negara lain,

Lebih terperinci

Profil Lulusan, Capaian Belajar, dan Bahan Kajian

Profil Lulusan, Capaian Belajar, dan Bahan Kajian Profil Lulusan, Capaian Belajar, dan Bahan Kajian a. Profil Lulusan 1. Perumus dan pelaksana hubungan untuk pemerintah (diplomat, staf kementerian luar negeri, staf pemerintah daerah, staf lembaga pemerintah

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. konteks hubungan internasional guna mengatasi berbagai masalah dengan

BAB I PENDAHULUAN. konteks hubungan internasional guna mengatasi berbagai masalah dengan BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Peluang kerjasama dalam era globalisasi saat ini sangat diperlukan dalam konteks hubungan internasional guna mengatasi berbagai masalah dengan meningkatkan hubungan

Lebih terperinci

Membangun Insan dan Ekosistem Pendidikan dan Kebudayaan yang Berkarakter dan Dilandasi Semangat Gotong Royong

Membangun Insan dan Ekosistem Pendidikan dan Kebudayaan yang Berkarakter dan Dilandasi Semangat Gotong Royong Membangun Insan dan Ekosistem Pendidikan dan Kebudayaan yang Berkarakter dan Dilandasi Semangat Gotong Royong KEMENTERIAN PENDIDIKAN DAN KEBUDAYAAN REPUBLIK INDONESIA PELIBATAN PUBLIK PAPARAN MENTERI PENDIDIKAN

Lebih terperinci

Memahami Politik Luar Negeri Indonesia Era Susilo Bambang Yudhoyono secara Komprehensif: Resensi Buku

Memahami Politik Luar Negeri Indonesia Era Susilo Bambang Yudhoyono secara Komprehensif: Resensi Buku Indonesian Perspective, Vol. 2, No. 1 (Januari-Juni 2017): 77-81 Memahami Politik Luar Negeri Indonesia Era Susilo Bambang Yudhoyono secara Komprehensif: Resensi Buku Tonny Dian Effendi Universitas Muhammadiyah

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Karya sastra merupakan wujud dari proses imajinatif dan kreatif pengarang.

BAB I PENDAHULUAN. Karya sastra merupakan wujud dari proses imajinatif dan kreatif pengarang. BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Karya sastra merupakan wujud dari proses imajinatif dan kreatif pengarang. Adapun proses kreatif itu berasal dari pengalaman pengarang sebagai manusia yang hidup di

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Jepang adalah salah satu negara di kawasan Asia Timur yang berhasil menyebarkan kebudayaannya ke berbagai negara. Sepanjang sejarahnya, Jepang telah menyerap

Lebih terperinci

Sejak Edisi Pertama diterbitkan pada tahun 2008 sudah banyak perubahan yang terjadi baik

Sejak Edisi Pertama diterbitkan pada tahun 2008 sudah banyak perubahan yang terjadi baik Politik Global; Dalam Teori dan Praktik Edisi 2 oleh Aleksius Jemadu Hak Cipta 2014 pada penulis GRAHA ILMU Ruko Jambusari 7A Yogyakarta 55283 Telp: 0274-889398; Fax: 0274-889057; E-mail: info@grahailmu.co.id

Lebih terperinci

BAB 4 PENUTUP 4.1 Kesimpulan

BAB 4 PENUTUP 4.1 Kesimpulan BAB 4 PENUTUP 4.1 Kesimpulan Akuntansi merupakan satu-satunya bahasa bisnis utama di pasar modal. Tanpa standar akuntansi yang baik, pasar modal tidak akan pernah berjalan dengan baik pula karena laporan

Lebih terperinci

REGULASI PENYIARAN DI INDONESIA

REGULASI PENYIARAN DI INDONESIA REGULASI PENYIARAN DI INDONESIA Era Reformasi&Berakhirnya Era Orde Baru Proses disahkannya undang-undang penyiaran tersebut terjadi pada era pemerintahan Presiden Megawati. Tujuannya untuk menghasilkan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. masyarakat dewasa ini untuk menciptakan kerja sama, dimana orang-orangnya

BAB I PENDAHULUAN. masyarakat dewasa ini untuk menciptakan kerja sama, dimana orang-orangnya BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Public relations atau humas merupakan suatu kebutuhan dalam masyarakat dewasa ini untuk menciptakan kerja sama, dimana orang-orangnya bergerak di dalam berbagai

Lebih terperinci

sebagai seratus persen aman, tetapi dalam beberapa dekade ini Asia Tenggara merupakan salah satu kawasan yang cenderung bebas perang.

sebagai seratus persen aman, tetapi dalam beberapa dekade ini Asia Tenggara merupakan salah satu kawasan yang cenderung bebas perang. BAB V KESIMPULAN Asia Tenggara merupakan kawasan yang memiliki potensi konflik di masa kini maupun akan datang. Konflik perbatasan seringkali mewarnai dinamika hubungan antarnegara di kawasan ini. Konflik

Lebih terperinci

RESUME SKRIPSI. Dalam pergaulan internasional setiap negara tidak. bisa melepaskan diri dari hubungan atau kerjasama antar

RESUME SKRIPSI. Dalam pergaulan internasional setiap negara tidak. bisa melepaskan diri dari hubungan atau kerjasama antar RESUME SKRIPSI Dalam pergaulan internasional setiap negara tidak bisa melepaskan diri dari hubungan atau kerjasama antar negara yang melintasi batas negara. Sebagian besar negara-negara di dunia saling

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Radio Republik Indonesia (RRI) adalah satu-satunya stasiun radio yang dimiliki oleh

BAB I PENDAHULUAN. Radio Republik Indonesia (RRI) adalah satu-satunya stasiun radio yang dimiliki oleh BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Radio Republik Indonesia (RRI) adalah satu-satunya stasiun radio yang dimiliki oleh Negara Kesatua Republik Indonesia (NKRI). Radio ini memiliki slogan sekali

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. New York, 2007, p I. d Hooghe, The Expansion of China s Public Diplomacy System, dalam Wang, J. (ed.

BAB I PENDAHULUAN. New York, 2007, p I. d Hooghe, The Expansion of China s Public Diplomacy System, dalam Wang, J. (ed. BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Cina merupakan negara dengan pertumbuhan ekonomi pesat dan saat ini dianggap sebagai salah satu kekuatan besar dunia. Dengan semakin besarnya kekuatan Cina di dunia

Lebih terperinci

BAB III PEMBANGUNAN BIDANG POLITIK

BAB III PEMBANGUNAN BIDANG POLITIK BAB III PEMBANGUNAN BIDANG POLITIK A. KONDISI UMUM Setelah melalui lima tahun masa kerja parlemen dan pemerintahan demokratis hasil Pemilu 1999, secara umum dapat dikatakan bahwa proses demokratisasi telah

Lebih terperinci

BAB 5 KESIMPULAN. Universitas Indonesia

BAB 5 KESIMPULAN. Universitas Indonesia BAB 5 KESIMPULAN Dalam bab terakhir ini akan disampaikan tentang kesimpulan yang berisi ringkasan dari keseluruhan uraian pada bab-bab terdahulu. Selanjutnya, dalam kesimpulan ini juga akan dipaparkan

Lebih terperinci

PERBANDINGAN KEBIJAKAN LUAR NEGERI AMERIKA SERIKAT TERHADAP NEGARA- NEGARA ISLAM PADA MASA PEMERINTAHAN GEORGE WALKER BUSH DAN BARACK OBAMA RESUME

PERBANDINGAN KEBIJAKAN LUAR NEGERI AMERIKA SERIKAT TERHADAP NEGARA- NEGARA ISLAM PADA MASA PEMERINTAHAN GEORGE WALKER BUSH DAN BARACK OBAMA RESUME PERBANDINGAN KEBIJAKAN LUAR NEGERI AMERIKA SERIKAT TERHADAP NEGARA- NEGARA ISLAM PADA MASA PEMERINTAHAN GEORGE WALKER BUSH DAN BARACK OBAMA RESUME Dinamika politik internasional pasca berakhirnya Perang

Lebih terperinci

akan senantiasa terjalin dengan baik. Tanpa prinsip tersebut dapat mengarah kepada timbulnya hubungan tidak baik antar negara. Disamping itu juga, di

akan senantiasa terjalin dengan baik. Tanpa prinsip tersebut dapat mengarah kepada timbulnya hubungan tidak baik antar negara. Disamping itu juga, di BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Negara merupakan alat (agency) dari masyarakat yang mempunyai kekuasaan untuk mengatur dan menertibkan gejala-gejala kekuasaan dalam masyarakat atau menurut Roger H.

Lebih terperinci

BAB V KESIMPULAN. European Coal and Steel Community (ECSC), European Economic. Community (EEC), dan European Atomic Community (Euratom), kemudian

BAB V KESIMPULAN. European Coal and Steel Community (ECSC), European Economic. Community (EEC), dan European Atomic Community (Euratom), kemudian BAB V KESIMPULAN Pada dasarnya dalam tahapan mencapai integrasi Eropa seperti sekarang melalui proses yang cukup panjang dimulai dari pembentukan European Coal and Steel Community (ECSC), European Economic

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Televisi adalah media yang paling mudah dijangkau oleh berbagai kalangan, baik kalangan atas, menengah, maupun kalangan bawah. Harga televisi yang ramah di kantung

Lebih terperinci

: Diplomasi dan Negosiasi : Andrias Darmayadi, M.Si. Memahami Diplomasi

: Diplomasi dan Negosiasi : Andrias Darmayadi, M.Si. Memahami Diplomasi Mata Kuliah Dosen : Diplomasi dan Negosiasi : Andrias Darmayadi, M.Si Memahami Diplomasi Pada masa kini dengan berkembang luasnya isu internasional menyebabkan hubungan internasional tidak lagi dipandang

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN. 1.1.Latar Belakang

BAB 1 PENDAHULUAN. 1.1.Latar Belakang BAB 1 PENDAHULUAN 1.1.Latar Belakang Di era globalisasi seperti sekarang ini, distirbusi informasi serta mobilitas manusia menjadi lebih mudah. Hal ini merupakan dampak langsung dari adanya pengembangan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang Masalah BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Indonesia merupakan negara yang memiliki jenis kuliner tradisional yang sangat beragam. Kuliner tradisional Indonesia banyak menggunakan berbagai bumbu dalam

Lebih terperinci

PENDAHULUAN Latar Belakang

PENDAHULUAN Latar Belakang PENDAHULUAN Latar Belakang Reformasi politik yang sudah berlangsung sejak berakhirnya pemerintahan Orde Baru di bawah kepemimpinan Presiden Soeharto pada bulan Mei 1998, telah melahirkan perubahan besar

Lebih terperinci

proses sosial itulah terbangun struktur sosial yang mempengaruhi bagaimana China merumuskan politik luar negeri terhadap Zimbabwe.

proses sosial itulah terbangun struktur sosial yang mempengaruhi bagaimana China merumuskan politik luar negeri terhadap Zimbabwe. BAB V KESIMPULAN Studi ini menyimpulkan bahwa politik luar negeri Hu Jintao terhadap Zimbabwe merupakan konstruksi sosial yang dapat dipahami melalui konteks struktur sosial yang lebih luas. Khususnya

Lebih terperinci

BAB V KESIMPULAN. Diplomasi Indonesia pada masa pemerintahan Presiden Susilo Bambang

BAB V KESIMPULAN. Diplomasi Indonesia pada masa pemerintahan Presiden Susilo Bambang BAB V KESIMPULAN Diplomasi Indonesia pada masa pemerintahan Presiden Susilo Bambang Yudhoyono dihadapkan pada berbagai perubahan dan pergeseran kekuatan dalam lingkungan strategis global dan regional sebagai

Lebih terperinci

melakukan Revolusi Kuba dan berhasil menjatuhkan rezim diktator Fulgencio merubah orientasi Politik Luar Negeri Kuba lebih terfokus pada isu-isu high

melakukan Revolusi Kuba dan berhasil menjatuhkan rezim diktator Fulgencio merubah orientasi Politik Luar Negeri Kuba lebih terfokus pada isu-isu high BAB V KESIMPULAN Dari keseluruhan uraian skripsi maka dapat diambil kesimpulan yang merupakan gambaran menyeluruh dari hasil pembahasan yang dapat dikemukakan sebagai berikut : Hubungan luar negeri antara

Lebih terperinci

mengakibatkan potensi ancaman dan esklasi konflik. Eskalasi konflik di kawasan mulai terlihat dari persaingan anggaran belanja militer Cina, Korea

mengakibatkan potensi ancaman dan esklasi konflik. Eskalasi konflik di kawasan mulai terlihat dari persaingan anggaran belanja militer Cina, Korea BAB V PENUTUP Tesis ini menjelaskan kompleksitas keamanan kawasan Asia Timur yang berimplikasi terhadap program pengembangan senjata nuklir Korea Utara. Kompleksitas keamanan yang terjadi di kawasan Asia

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Amerika Serikat merupakan negara adikuasa yang memiliki pengaruh

BAB I PENDAHULUAN. Amerika Serikat merupakan negara adikuasa yang memiliki pengaruh BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Amerika Serikat merupakan negara adikuasa yang memiliki pengaruh sangat besar bagi ekonomi dunia. Secara politik, Amerika Serikat merupakan negara demokrasi

Lebih terperinci

Komunikasi Politik

Komunikasi Politik Komunikasi Politik Definisi Steven H. Chaffee (1975) Political Communication...peran komunikasi dalam proses politik Brian McNair (1995) Introduction to Political Communication Setiap buku tentang komunikasi

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. II, di era 1950-an ialah Perdana Menteri Yoshida Shigeru. Ia dikenal karena

BAB I PENDAHULUAN. II, di era 1950-an ialah Perdana Menteri Yoshida Shigeru. Ia dikenal karena BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Pasca kekalahan dalam Perang Dunia II, Jepang berusaha bangkit menjadi salah satu kekuatan besar di dunia. Perdana Menteri yang berpengaruh pasca PD II, di

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. penduduk cukup beragam suku bangsanya. Suku Minahasa yang paling banyak

BAB I PENDAHULUAN. penduduk cukup beragam suku bangsanya. Suku Minahasa yang paling banyak BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Kota Manado merupakan ibukota Provinsi Sulawesi Utara, yang memiliki penduduk cukup beragam suku bangsanya. Suku Minahasa yang paling banyak memenuhi kota Manado.

Lebih terperinci

KERJASAMA INTERNASIONAL PERGURUAN TINGGI: Pengalaman di Universitas Negeri Yogyakarta

KERJASAMA INTERNASIONAL PERGURUAN TINGGI: Pengalaman di Universitas Negeri Yogyakarta KERJASAMA INTERNASIONAL PERGURUAN TINGGI: Pengalaman di Universitas Negeri Yogyakarta Oleh: Satoto E. Nayono Kantor Urusan Internasional dan Kemitraan - Universitas Negeri Yogyakarta Jalan Colombo 1, Yogyakarta

Lebih terperinci

SEJARAH SUMBER TERBUKA: PEMETAAN PAMERAN SENI RUPA DI INDONESIA

SEJARAH SUMBER TERBUKA: PEMETAAN PAMERAN SENI RUPA DI INDONESIA SEJARAH SUMBER TERBUKA: PEMETAAN PAMERAN SENI RUPA DI INDONESIA Museum of Modern and Contemporary Art in Nusantara (Museum MACAN) mengundang Anda untuk berpartisipasi pada acara Sejarah Sumber Terbuka:

Lebih terperinci

Sasaran Pemberdayaan Pemuda Berlin Ditinjau dari Aktivitas Organisasi Kepemudaannya

Sasaran Pemberdayaan Pemuda Berlin Ditinjau dari Aktivitas Organisasi Kepemudaannya Sasaran Pemberdayaan Pemuda Berlin Ditinjau dari Aktivitas Organisasi Kepemudaannya oleh Yudistira Adipratama Nomenklatur pemuda adalah sebuah kata yang sarat akan arti. Pemuda merupakan pembawa semangat

Lebih terperinci

Politik Global dalam Teori dan Praktik

Politik Global dalam Teori dan Praktik Politik Global dalam Teori dan Praktik Oleh: Aleksius Jemadu Edisi Pertama Cetakan Pertama, 2008 Hak Cipta 2008 pada penulis, Hak Cipta dilindungi undang-undang. Dilarang memperbanyak atau memindahkan

Lebih terperinci

BAB V KESIMPULAN. Tulisan ini telah menunjukkan analisis terhadap alasan-alasan di balik peningkatan

BAB V KESIMPULAN. Tulisan ini telah menunjukkan analisis terhadap alasan-alasan di balik peningkatan BAB V KESIMPULAN Tulisan ini telah menunjukkan analisis terhadap alasan-alasan di balik peningkatan intensitas diplomasi dan perdagangan jasa pendidikan tinggi di kawasan Asia Tenggara, yang kemudian ditengarai

Lebih terperinci

2 masing-masing negara masih berhak untuk menentukan sendiri hambatan bagi negara non anggota. 1 Sebagai negara dalam kawasan Asia Tenggara tentunya p

2 masing-masing negara masih berhak untuk menentukan sendiri hambatan bagi negara non anggota. 1 Sebagai negara dalam kawasan Asia Tenggara tentunya p 1 BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Dalam era globalisasi yang semakin maju ini ada banyak isu-isu yang berkembang. Bukan hanya isu mengenai hard power yang menjadi perhatian dunia, tetapi isu soft

Lebih terperinci

BAB V KESIMPULAN DAN SARAN

BAB V KESIMPULAN DAN SARAN BAB V KESIMPULAN DAN SARAN A. Kesimpulan Sajian pemberitaan media oleh para wartawan narasumber penelitian ini merepresentasikan pemahaman mereka terhadap reputasi lingkungan sosial dan budaya Kota Yogyakarta.

Lebih terperinci

BAB V PENUTUP. telah dikaji oleh banyak sejarawan. Hubungan historis ini dilatarbelakangi dengan

BAB V PENUTUP. telah dikaji oleh banyak sejarawan. Hubungan historis ini dilatarbelakangi dengan 201 BAB V PENUTUP A. Simpulan Dalam penelitian ini dapat disimpulkan bahwa hubungan historis antara Turki Utsmani dan Hindia Belanda sejatinya telah terjalin lama sebagaimana yang telah dikaji oleh banyak

Lebih terperinci

BUDAYA DAN PENGEMBANGAN MASYARAKAT

BUDAYA DAN PENGEMBANGAN MASYARAKAT BUDAYA DAN PENGEMBANGAN MASYARAKAT 9/24/2012 Page 1 Kebudayaan dan COMDEV ISSUE-ISSUE di komunitas STRATEGI (MANAJEMEN) 9/24/2012 2Page 2 Issue issue keberagaman budaya dalam pengembangan masyarakat: Pendatang

Lebih terperinci

RENCANA AKSI GLOBAL MENANG DENGAN PEREMPUAN: MEMPERKUAT PARTAI PARTAI POLITIK

RENCANA AKSI GLOBAL MENANG DENGAN PEREMPUAN: MEMPERKUAT PARTAI PARTAI POLITIK RENCANA AKSI GLOBAL MENANG DENGAN PEREMPUAN: MEMPERKUAT PARTAI PARTAI POLITIK Sebagai para pemimpin partai politik, kami memiliki komitmen atas perkembangan demokratik yang bersemangat dan atas partai

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. promosi sehingga dapat diterima masyarakat dengan cepat.

BAB I PENDAHULUAN. promosi sehingga dapat diterima masyarakat dengan cepat. BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Budaya populer yaitu budaya yang terjadi karena adanya budaya massa. Budaya massa lahir karena adanya masyarakat (massa) yang menggeser masyarakat berbasis tradisi,

Lebih terperinci

BAB VI KESIMPULAN DAN SARAN. (Kompas, Republika, dan Rakyat Merdeka) yang diamati dalam penelitian

BAB VI KESIMPULAN DAN SARAN. (Kompas, Republika, dan Rakyat Merdeka) yang diamati dalam penelitian BAB VI KESIMPULAN DAN SARAN Pertarungan wacana politik Kasus Bank Century di media massa (Kompas, Republika, dan Rakyat Merdeka) yang diamati dalam penelitian menunjukkan berbagai temuan penelitian yang

Lebih terperinci

laporan simposium ppi kawasan eropa & amerika

laporan simposium ppi kawasan eropa & amerika PPI PRANCIS laporan simposium ppi kawasan eropa & amerika mengoptimalkan peran demokrasi dan kemajuan ekonomi indonesia sebagai modal menjadi bangsa yang besar Istanbul, Turki 16-20 mei 2013 kegiatan simposium

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. kemasyarakatan dan investasi. Dalam perencanaan nation branding terkait

BAB I PENDAHULUAN. kemasyarakatan dan investasi. Dalam perencanaan nation branding terkait BAB I - PENDAHULUAN BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Nation branding adalah strategi mempresentasikan sebuah negara dengan sasaran menciptakan nilai-nilai reputasi lewat turisme, keadaan sosial

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. pesan secara massal, dengan menggunakan alat media massa. Media. massa, menurut De Vito (Nurudin, 2006) merupakan komunikasi yang

BAB I PENDAHULUAN. pesan secara massal, dengan menggunakan alat media massa. Media. massa, menurut De Vito (Nurudin, 2006) merupakan komunikasi yang BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Komunikasi massa menjadi sebuah kekuatan sosial yang mampu membentuk opini publik dan mendorong gerakan sosial. Secara sederhana, komunikasi diartikan sebagai

Lebih terperinci

MENGENAI KERJA SAMA EKONOMI). DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

MENGENAI KERJA SAMA EKONOMI). DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, PERATURAN PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 31 TAHUN 2008 TENTANG PENGESAHAN AGREEMENT BETWEEN THE GOVERNMENT OF THE REPUBLIC OF INDONESIA AND THE GOVERNMENT OF THE CZECH REPUBLIC OF ECONOMIC COOPERATION

Lebih terperinci

2 Pemasaran dan brand suatu negara menjadi hal yang penting untuk dikelola oleh pemerintah karena memiliki kontribusi besar dalam ekonomi dan pembentu

2 Pemasaran dan brand suatu negara menjadi hal yang penting untuk dikelola oleh pemerintah karena memiliki kontribusi besar dalam ekonomi dan pembentu BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Penelitian Dunia telah memasuki era globalisasi. Globalisasi menuntut banyak perubahan diberbagai pola kehidupan. Globalisasi menuntut suatu negara melakukan kan inovasi

Lebih terperinci

internasional. Kanada juga mulai melihat kepentingannya dalam kacamata norma keamanan manusia. Setelah terlibat dalam invasi Amerika di Afghanistan

internasional. Kanada juga mulai melihat kepentingannya dalam kacamata norma keamanan manusia. Setelah terlibat dalam invasi Amerika di Afghanistan BAB V KESIMPULAN Dalam bab terakhir ini, penulis akan menyimpulkan jawaban atas pertanyaan pertama yaitu mengapa Kanada menggunakan norma keamanan manusia terhadap Afghanistan, serta pertanyaan kedua yaitu

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Politik luar negeri Korea Selatan dari masa ke masa banyak diwarnai dengan berbagai macam perubahan. Perubahan ini terjadi dari setiap pemerintahan yang berkuasa memiliki

Lebih terperinci

RESUME. bagian selatan yang juga merupakan benua terkecil di dunia. Di sebelah. barat Australia berbatasan dengan Indonesia dan Papua New Guinea,

RESUME. bagian selatan yang juga merupakan benua terkecil di dunia. Di sebelah. barat Australia berbatasan dengan Indonesia dan Papua New Guinea, RESUME Australia adalah sebuah negara yang terdapat di belahan bumi bagian selatan yang juga merupakan benua terkecil di dunia. Di sebelah barat Australia berbatasan dengan Indonesia dan Papua New Guinea,

Lebih terperinci

Pengumuman Pelatihan Untuk Semua Pelamar

Pengumuman Pelatihan Untuk Semua Pelamar On behalf of Pengumuman Pelatihan Untuk Semua Pelamar giz Deutsche Gesellschaft für Internationale Zusammenarbeit (GIZ) GmbH Divisi Kesehatan Pelatihan Kepemimpinan Internasional di Bidang Manajemen Rumah

Lebih terperinci

Pengaruh Economic Cooperation Framework Agreement (ECFA) terhadap Isu One China antara Cina dan Taiwan

Pengaruh Economic Cooperation Framework Agreement (ECFA) terhadap Isu One China antara Cina dan Taiwan Pengaruh Economic Cooperation Framework Agreement (ECFA) terhadap Isu One China antara Cina dan Taiwan BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 LATAR BELAKANG Cina dan Taiwan adalah dua kawasan yang memiliki latar belakang

Lebih terperinci

Pertama-tama, perkenanlah saya menyampaikan permohonan maaf dari Menteri Luar Negeri yang berhalangan hadir pada pertemuan ini.

Pertama-tama, perkenanlah saya menyampaikan permohonan maaf dari Menteri Luar Negeri yang berhalangan hadir pada pertemuan ini. PAPARAN WAKIL MENTERI LUAR NEGERI NILAI STRATEGIS DAN IMPLIKASI UNCAC BAGI INDONESIA DI TINGKAT NASIONAL DAN INTERNASIONAL PADA PERINGATAN HARI ANTI KORUPSI SEDUNIA JAKARTA, 11 DESEMBER 2017 Yang terhormat

Lebih terperinci

PERSPEKTIF DALAM HUBUNGAN INTERNASIONAL REALISM DAN NEO REALISM

PERSPEKTIF DALAM HUBUNGAN INTERNASIONAL REALISM DAN NEO REALISM PERSPEKTIF DALAM HUBUNGAN INTERNASIONAL REALISM DAN NEO REALISM Sebelum PD I studi Hubungan Internasional lebih banyak berorientasi pada sejarah diplomasi dan hukum internasional Setelah PD I mulai ada

Lebih terperinci

Hubungan Komunikasi Antar Pribadi Antara Warga Amerika dan Warga Medan yang tergabung di Lembaga Language and Cultural Exchange Medan.

Hubungan Komunikasi Antar Pribadi Antara Warga Amerika dan Warga Medan yang tergabung di Lembaga Language and Cultural Exchange Medan. Hubungan Komunikasi Antar Pribadi Antara Warga Amerika dan Warga Medan yang tergabung di Lembaga Language and Cultural Exchange Medan Yora Munirah ABSTRAK Penelitian ini berjudul Hubungan Komunikasi Antara

Lebih terperinci

BAB V PENUTUP Pertama

BAB V PENUTUP Pertama BAB V PENUTUP Tesis ini adalah media sosial sebagai strategi gerakan dalam konteks demokrasi. Peneliti memandang media sosial dengan cara pandang teknorealis. Artinya, media sosial bagai pedang bermata

Lebih terperinci

bilateral, multilateral maupun regional dan peningkatan henemoni Amerika Serikat di dunia. Pada masa perang dingin, kebijakan luar negeri Amerika

bilateral, multilateral maupun regional dan peningkatan henemoni Amerika Serikat di dunia. Pada masa perang dingin, kebijakan luar negeri Amerika BAB V KESIMPULAN Amerika Serikat merupakan negara adikuasa dengan dinamika kebijakan politik luar negeri yang dinamis. Kebijakan luar negeri yang diputuskan oleh Amerika Serikat disesuaikan dengan isu

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang

BAB 1 PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang BAB 1 PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Dengan adanya globalisasi perdagangan internasional menjadi hal yang tidak bisa dihindari lagi. Karena Indonesia menganut sistem ekonomi terbuka maka memungkinkan

Lebih terperinci

GLOBALISASI HAK ASASI MANUSIA DARI BAWAH: TANTANGAN HAM DI KOTA PADA ABAD KE-21

GLOBALISASI HAK ASASI MANUSIA DARI BAWAH: TANTANGAN HAM DI KOTA PADA ABAD KE-21 Forum Dunia tentang HAM di Kota tahun 2011 GLOBALISASI HAK ASASI MANUSIA DARI BAWAH: TANTANGAN HAM DI KOTA PADA ABAD KE-21 16-17 Mei 2011 Gwangju, Korea Selatan Deklarasi Gwangju tentang HAM di Kota 1

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. pergeseran industri dan perubahan perilaku karyawan. Sumber daya manusia (SDM)

BAB I PENDAHULUAN. pergeseran industri dan perubahan perilaku karyawan. Sumber daya manusia (SDM) BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Perasaingan dalam dunia bisnis merupakan tantangan yang harus dihadapi oleh organisasi. Organisasi dituntut untuk mampu menghadapi perubahan paradigma, pergeseran

Lebih terperinci

untuk memastikan agar liberalisasi tetap menjamin kesejahteraan sektor swasta. Hasil dari interaksi tersebut adalah rekomendasi sektor swasta yang

untuk memastikan agar liberalisasi tetap menjamin kesejahteraan sektor swasta. Hasil dari interaksi tersebut adalah rekomendasi sektor swasta yang Bab V KESIMPULAN Dalam analisis politik perdagangan internasional, peran politik dalam negeri sering menjadi pendekatan tunggal untuk memahami motif suatu negara menjajaki perjanjian perdagangan. Jiro

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. menguntungkan, salah satunya adalah pertukaran informasi guna meningkatkan. ilmu pengetahuan diantara kedua belah pihak.

BAB I PENDAHULUAN. menguntungkan, salah satunya adalah pertukaran informasi guna meningkatkan. ilmu pengetahuan diantara kedua belah pihak. BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Sebuah bangsa besar adalah bangsa yang memiliki masyarakat yang berilmu pengetahuan. Ilmu pengetahuan bisa diperoleh dari berbagai sumber, misalnya lembaga

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. diberikan suatu pelatihan atau yang sering disebut Kuliah Kerja Media

BAB I PENDAHULUAN. diberikan suatu pelatihan atau yang sering disebut Kuliah Kerja Media BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Memasuki era globalisasi sekarang ini sangat dipengaruhi oleh dampak perkembangan zaman yang sangat pesat, seperti majunya teknologi dan persaingan-persaingan di segala

Lebih terperinci

A. Latar Belakang Masalah

A. Latar Belakang Masalah BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Pada awal kemerdekannya, Indonesia memiliki kondisi yang belum stabil, baik dari segi politik, keamanan, maupun ekonomi. Dalam memenuhi kebutuhan dan kepentingan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. menciptakan sarjana sarjana terbaik yang dapat bersama-sama membangun

BAB I PENDAHULUAN. menciptakan sarjana sarjana terbaik yang dapat bersama-sama membangun BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Dunia pendidikan di Indonesia saat ini sangat dituntut untuk dapat menciptakan sarjana sarjana terbaik yang dapat bersama-sama membangun Indonesia ke arah yang

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang. Globalisasi menjadi sebuah wacana yang menarik untuk didiskusikan

I. PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang. Globalisasi menjadi sebuah wacana yang menarik untuk didiskusikan I. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Globalisasi menjadi sebuah wacana yang menarik untuk didiskusikan dalam berbagai bidang, tak terkecuali dalam bidang ekonomi. Menurut Todaro dan Smith (2006), globalisasi

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Di era kontemporer, pendekatan yang diambil Jepang dalam melakukan politik luar negeri dengan Myanmar kerap disebut sebagai critical engagement policy. Pendekatan

Lebih terperinci

Atika Puspita Marzaman. Recep Tayyib Erdogan:

Atika Puspita Marzaman. Recep Tayyib Erdogan: Atika Puspita Marzaman Recep Tayyib Erdogan: Turki, Islam, dan Uni Eropa HEPTAcentrum Press Recep Tayyib Erdogan: Turki, Islam, dan Uni Eropa Oleh: Atika Puspita Marzaman Copyright 2011 by Atika Puspita

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar belakang Penelitian Pendidikan merupakan hal penting yang harus dimiliki oleh setiap individu karena pendidikan menjadi

BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar belakang Penelitian Pendidikan merupakan hal penting yang harus dimiliki oleh setiap individu karena pendidikan menjadi BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar belakang Penelitian Pendidikan merupakan hal penting yang harus dimiliki oleh setiap individu karena pendidikan menjadi salah satu kebutuhan manusia. Pendidikan berfungsi untuk

Lebih terperinci

Komunikasi dan Politik 1 Oleh : Adiyana Slamet, S.Ip., M.Si

Komunikasi dan Politik 1 Oleh : Adiyana Slamet, S.Ip., M.Si Komunikasi dan Politik 1 Oleh : Adiyana Slamet, S.Ip., M.Si Seseorang yang menggeluti komunikasi politik, akan berhadapan dengan masalah yang rumit, karena komunikasi dan politik merupakan dua paradigma

Lebih terperinci

Meninjau Kerjasama Pembangunan bagi Pembiayaan Kesejahteraan

Meninjau Kerjasama Pembangunan bagi Pembiayaan Kesejahteraan Meninjau Kerjasama Pembangunan bagi Pembiayaan Kesejahteraan Mickael B. Hoelman choki.nainggolan@gmail.com Twitter: @ChokiHoelman Naskah disampaikan pada Konferensi PRAKARSA 2014 Akselerasi Transformasi

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Salah satu sarana dalam membangun suatu hubungan interpersonal dengan orang adalah dengan melakukan komunikasi. Komunikasi merupakan aktifitas dasar yang dilakukan

Lebih terperinci

BAB V PENUTUP. Akhir-akhir ini masalah yang menjadi keprihatinan umat manusia di seluruh dunia dan

BAB V PENUTUP. Akhir-akhir ini masalah yang menjadi keprihatinan umat manusia di seluruh dunia dan BAB V PENUTUP 4.1. Kesimpulan Akhir-akhir ini masalah yang menjadi keprihatinan umat manusia di seluruh dunia dan masyarakat di Asia Tenggara meluas mencangkup persolan-persoalan yang tidak terbatas pada

Lebih terperinci

Menakar Arah Kebijakan Pemerintah RI Dalam Melindungi Hak Asasi WNI di Luar Negeri

Menakar Arah Kebijakan Pemerintah RI Dalam Melindungi Hak Asasi WNI di Luar Negeri MAJELIS PERMUSYAWARATAN RAKYAT REPUBLIK INDONESIA --------- POINTERS Dengan Tema : Menakar Arah Kebijakan Pemerintah RI Dalam Melindungi Hak Asasi WNI di Luar Negeri OLEH : WAKIL KETUA MPR RI HIDAYAT NUR

Lebih terperinci

KOMUNIKASI ORGANISASI

KOMUNIKASI ORGANISASI Modul ke: KOMUNIKASI ORGANISASI Komunikasi dalam Konteks Global dan Multikultural Fakultas Ilmu Komunikasi www.mercubuana.ac.id Program Studi Public Relation Oni Tarsani, S.Sos.I., M.Ikom 1. Komunikasi

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Penelitian

BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Penelitian BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Penelitian Dalam perkembangan zaman saat ini persaingan dalam organiasasi merupakan hal yang sudah tidak asing dibicarakan. Persaingan ini turut terjadi dalam bidang

Lebih terperinci

BAB V PENUTUP. Tesis ini berupaya untuk memberikan sebuah penjelasan mengenai

BAB V PENUTUP. Tesis ini berupaya untuk memberikan sebuah penjelasan mengenai BAB V PENUTUP Tesis ini berupaya untuk memberikan sebuah penjelasan mengenai hubungan antara kebangkitan gerakan politik Islam dalam pergolakan yang terjadi di Suriah dengan persepsi Amerika Serikat, yang

Lebih terperinci

Pertemuan V : Perspektif Teoritis Regionalisme. Diplomasi HI di Kawasan Asia Pasifik Sylvia Octa Putri, S.IP

Pertemuan V : Perspektif Teoritis Regionalisme. Diplomasi HI di Kawasan Asia Pasifik Sylvia Octa Putri, S.IP Pertemuan V : Perspektif Teoritis Regionalisme Diplomasi HI di Kawasan Asia Pasifik Sylvia Octa Putri, S.IP Mengapa teori menjadi penting? Teori adalah pernyataan yang dibuat untuk menjawab pertanyaan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. komunikasi manusia saling membentuk pengertian dengan lingkungannya.

BAB I PENDAHULUAN. komunikasi manusia saling membentuk pengertian dengan lingkungannya. BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Proses komunikasi setua peradaban manusia di dunia ini, dan sejalan dengan perkembangan zaman. Bentuk komunikasinya pun terus berkembang. Melalui komunikasi

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. masuknya budaya asing di Indonesia membuat masyarakat melupakan

BAB I PENDAHULUAN. masuknya budaya asing di Indonesia membuat masyarakat melupakan BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Semakin berkembangnya zaman, era globalisasi semakin berkembang, terutama di Negara kita Indonesia. Dengan berkembangnya era globalisasi, masuknya budaya asing

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN. juga budaya. Joseph S. Nye, Jr. (2004) menyatakan bahwa sumber kekuatan

BAB 1 PENDAHULUAN. juga budaya. Joseph S. Nye, Jr. (2004) menyatakan bahwa sumber kekuatan BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Dewasa ini, dalam upaya mengejar kepentingan nasionalnya, negaranegara tidak hanya menekankan pada kekuatan militer atau ekonomi melainkan juga budaya. Joseph S. Nye,

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. kita. Konflik tersebut terjadi karena interaksi antar kedua negara atau lebih

BAB I PENDAHULUAN. kita. Konflik tersebut terjadi karena interaksi antar kedua negara atau lebih 1 BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Konflik internasional antar dua negara cukup terdengar akrab di telinga kita. Konflik tersebut terjadi karena interaksi antar kedua negara atau lebih terganggu akibat

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. berasal dari kata Italia caricare yang berarti memberi muatan atau melebihlebihkan.

BAB I PENDAHULUAN. berasal dari kata Italia caricare yang berarti memberi muatan atau melebihlebihkan. 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Karikatur adalah sebuah gambar atau penggambaran suatu objek konkret yang dengan cara melebih-lebihkan ciri khas objek tersebut. Karikatur sendiri berasal

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. farmasi harus dapat diterima dengan baik oleh publik atau stakeholder-nya. Dengan

BAB I PENDAHULUAN. farmasi harus dapat diterima dengan baik oleh publik atau stakeholder-nya. Dengan BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Seiring dengan berkembangnya dunia usaha di bidang farmasi yang semakin pesat, untuk dapat mempertahankan eksistensinya, sebuah perusahaan farmasi harus dapat

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Public Relations atau Humas secara garis besar adalah komunikator sebuah organisasi atau perusahaan, baik kepada publik internal maupun publik eksternal. Bagi sebuah

Lebih terperinci

Kabupaten Tasikmalaya 10 Mei 2011

Kabupaten Tasikmalaya 10 Mei 2011 DINAMIKA PELAKSANAAN OTONOMI DAERAH HUBUNGANNYA DENGAN PENETAPAN KEBIJAKAN STRATEGIS Oleh: Prof. Dr. Deden Mulyana, SE.,M.Si. Disampaikan Pada Focus Group Discussion Kantor Litbang I. Pendahuluan Kabupaten

Lebih terperinci

BAB V KESIMPULAN. standar Internasional mengenai hak-hak perempuan dan diskriminasi peremupuan

BAB V KESIMPULAN. standar Internasional mengenai hak-hak perempuan dan diskriminasi peremupuan BAB V KESIMPULAN Konstitusi yang berlaku dari era sebelum dan setelah Revolusi 2011 untuk dapat menjamin kesetaraan gender dan penolakan diskriminasi bagi perempuan dan lakilaki tampaknya hanya hitam diatas

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Bahasa asing kini memiliki nilai yang sangat penting seiring perkembangan dunia. Kemampuan berbahasa asing menjadi sebuah tuntutan bagi masyarakat Indonesia untuk dapat

Lebih terperinci

BAB 7 PEMANTAPAN POLITIK LUAR NEGERI DAN PENINGKATAN KERJA SAMA INTERNASIONAL

BAB 7 PEMANTAPAN POLITIK LUAR NEGERI DAN PENINGKATAN KERJA SAMA INTERNASIONAL BAB 7 PEMANTAPAN POLITIK LUAR NEGERI DAN PENINGKATAN KERJA SAMA INTERNASIONAL A. KONDISI UMUM Perhatian yang sangat serius terhadap persatuan dan kesatuan nasional, penegakan hukum dan penghormatan HAM

Lebih terperinci