PRAKTEK PEMBERIAN MAKAN, KONSUMSI PANGAN, STIMULASI PSIKOSOSIAL, DAN PERKEMBANGAN BALITA STUNTING DAN NORMAL LELIYANA NURSANTI

Ukuran: px
Mulai penontonan dengan halaman:

Download "PRAKTEK PEMBERIAN MAKAN, KONSUMSI PANGAN, STIMULASI PSIKOSOSIAL, DAN PERKEMBANGAN BALITA STUNTING DAN NORMAL LELIYANA NURSANTI"

Transkripsi

1 PRAKTEK PEMBERIAN MAKAN, KONSUMSI PANGAN, STIMULASI PSIKOSOSIAL, DAN PERKEMBANGAN BALITA STUNTING DAN NORMAL LELIYANA NURSANTI DEPARTEMEN GIZI MASYARAKAT FAKULTAS EKOLOGI MANUSIA INSTITUT PERTANIAN BOGOR 2013

2

3 PERNYATAAN MENGENAI SKRIPSI DAN SUMBER INFORMASI SERTA PELIMPAHAN HAK CIPTA Dengan ini saya menyatakan bahwa skripsi berjudul Praktek Pemberian Makan, Konsumsi Pangan, Stimulasi Psikososial dan Perkembangan Balita Stunting dan Normal adalah benar karya saya dengan arahan dari komisi pembimbing dan belum diajukan dalam bentuk apa pun kepada perguruan tinggi mana pun. Sumber informasi yang berasal atau dikutip dari karya yang diterbitkan maupun tidak diterbitkan dari penulis lain telah disebutkan dalam teks dan dicantumkan dalam Daftar Pustaka di bagian akhir skripsi ini. Dengan ini saya melimpahkan hak cipta dari karya tulis saya kepada Institut Pertanian Bogor. Bogor, Oktober 2013 Leliyana Nursanti NIM I

4 ABSTRAK LELIYANA NURSANTI. Praktek Pemberian Makan, Konsumsi Pangan, Stimulasi Psikososial dan Perkembangan Balita Stunting dan Normal. Dibimbing oleh CESILIA METI DWIRIANI dan NETI HERNAWATI. Prevalensi balita pendek/stunting di Indonesia masih sebesar 35.6% dan menjadi permasalahan gizi Indonesia. Dampak dari kekurangan gizi kronis pada anak dapat menyebabkan menurunnya perkembangan otak yang dapat berdampak pada rendahnya kecerdasan, kemampuan belajar anak. Tujuan dari penelitian ini adalah untuk menganalisis praktek pemberian makan, konsumsi pangan, stimulasi psikososial dan perkembangan kognitif dan bahasa pada balita stunting dan normal. Desain yang digunakan dalam penelitian ini adalah crossectional study. Contoh pada penelitian ini berjumlah 92 anak balita usia bulan di Desa Cibatok Dua. Hasil penelitian menunjukkan terdapat perbedaan yang signifikan (p<0.05) konsumsi pangan dan perkembangan bahasa pada balita stunting dan normal (p<0.05). Hasil uji korelasi menunjukkan bahwa terdapat hubungan yang positif antara konsumsi pangan dengan status gizi (TB/U) juga antara status gizi (TB/U) dengan perkembangan (p<0.05). Kata kunci : stunting, praktek pemberian makan, konsumsi pangan, perkembangan anak. ABSTRACT Feeding Practices, Food Consumption, Psychosocial Stimulation and Child Development in Stunting and Normal Under Five Children. Supervised by CESILIA METI DWIRIANI dan NETI HERNAWATI. Stunting it s a nutrition problem in Indonesia, prevalence of stunting in Indonesia is 35.6%. The impact of chronic under nutrition in children can decreased brain development that can result in low intelligence, learning ability in children. The purpose of this study was to identify feeding practices, food consumption and psychosocial stimulation and it s relation to child development in stunting and normal under five children. Design used in this study was a crosssectional study. Subjects in this study were 92 children under the age of months in the village Cibatok Dua. The result showed, there was significant differences in food consumption and language development between stunting and normal under five children (p<0.05). Correlation test result is significant positive relation between food consumption and nutritional status (HAZ), nutritional status (HAZ) and cognitive development, and nutritional status (HAZ) and language development (p<0.05). Keywords: stunting, feeding practice, food consumption, child development

5 RINGKASAN LELIYANA NURSANTI. Praktek Pemberian Makan, Konsumsi Pangan, Stimulasi Psikososial, Perkembangan Anak Balita Stunting dan Normal. Dibimbing oleh CESILIA METI DWIRIANI dan NETI HERNAWATI. Tujuan umum dari penelitian ini adalah untuk mengukur praktek pemberian makan, konsumsi pangan, stimulasi psikososial dan perkembangan anak pada balita stunting dan normal. Secara khusus penelitian ini bertujuan untuk : (1) Mengidentifikasi karakteristik keluarga dan balita stunting dan normal; (2) Mengidentifikasi pengetahuan gizi dan kesehatan, praktek pemberian makan, tingkat kecukupan energi dan zat gizi, stimulasi psikososial, perkembangan kognitif dan bahasa pada balita stunting dan normal; (3) Menganalisis hubungan karakteristik keluarga dengan pengetahuan ibu tentang gizi, kesehatan dan tumbuh kembang; (4) Menganalisis hubungan antara tingkat pengetahuan ibu dengan pola asuh makan dan tingkat kecukupan energi dan zat gizi contoh serta status gizi contoh (TB/U); (5) Menganalisis hubungan karakteristik balita, pengetahuan tumbuh kembang anak dengan skor stimulasi psikososial dan status gizi (TB/U) dengan perkembangan anak. Penelitian ini merupakan penelitian yang bersifat survei dengan desain penelitian cross-sectional study. Penelitian dilakukan di desa Cibatok Dua Kecamatan Cibungbulang Kabupaten Bogor. Contoh pada penelitian ini adalah anak balita bulan yang memiliki status gizi pendek (stunting) atau sangat pendek (severe stunting) sebanyak 46 orang dan status gizi normal berdasarkan indeks TB/U (WHO Child Growth 2005) sebanyak 46 orang. Data yang dikumpulkan pada penelitian ini adalah data primer diperoleh melalui wawancara, pengamatan dan pengukuran. Data yang dikumpulkan melalui wawancara terstruktur meliputi karakteristik anak, karakteristik keluarga, pengetahuan ibu tentang gizi kesehatan dan tumbuh kembang anak, konsumsi pangan yaitu food recall 2x24 jam. Data yang dikumpulkan melalui pengukuran adalah data antropometri yaitu tinggi badan menggunakan alat microtoise. Sedangkan data yang dikumpulkan melalui wawancara dan pengamatan langsung terhadap ibu dan anak balita meliputi stimulasi psikososial dan perkembangan anak, aspek perkembangan anak yang di amati adalah perkembangan kognitif dan bahasa. Contoh dalam penelitian ini adalah anak balita usia bulan. Jumlah contoh yang berjenis kelamin laki-laki sebesar 46.7% dan contoh berjenis kelamin perempuan sebesar 53.3%. Sebagian besar (63%) kelompok anak stunting termasuk kategori keluarga miskin dan pada kelompok anak normal proporsi keluarga miskin sebesar 54.3%. Rata-rata z-skor pada kelompok anak stunting adalah ± 0.56 sementara pada anak normal sebesar ± Sebanyak 47.8% kelompok stunting memiliki tingkat pengetahuan sedang dan sebanyak 52.2% kelompok normal memiliki tingkat pengetahuan yang baik. berdasarkan uji independent t-test menunjukan terdapat perbedaan yang signifikan (p<0.05) pengetahuan gizi dan kesehatan antara pengetahuan ibu balita stunting dengan balita normal. Pada kedua kelompok contoh masing-masing berada pada tingkat praktek pemberian makan yang sedang, sebanyak (45.7%) untuk kelompok anak stunting

6 dan (39.1%) untuk anak normal. Secara statistik praktek pemberian makan pada kelompok anak stunting dan normal tidak berbeda (p>0.05). Rata-rata asupan energi anak balita sebesar 1346 kkal ± 228. Rata-rata asupan protein sebesar 27 ± 6 gram. Tingkat kecukupan energi dengan kategori normal lebih tinggi terdapat pada anak balita normal yaitu sebesar 47.5 % dibanding dengan anak balita stunting. Berdasarkan uji independent t-test terdapat perbedaan yang signifikan (p<0.05) pada tingkat kecukupan energi dan protein antara anak balita stunting dan normal. Tingkat kecukupan kalsium dan zat besi pada kategori kurang lebih tinggi dibandingkan dengan balita normal. Pada tingkat kecukupan vitamin C, pada kedua kelompok sebagian besar memiliki tingkat asupan yang kurang (<80%) tetapi proporsi balita stunting lebih tinggi dibanding balita normal (95.7%). Sedangkan tingkat kecukupan vitamin A dengan kategori kurang lebih banyak ditemukan pada anak balita normal yaitu sebesar 17.4 %. Berdasarkan uji independent t-test terdapat perbedaan yang signifikan (p<0.05) tingkat kecukupan vitamin C antara anak balita stunting dan normal. Tidak terdapat perbedaan signifikan skor stimulasi psikososial (>0.05) antara anak balita stunting dan normal. Tidak terdapat perbedaan yang signifikan pada skor pencapaian perkembangan kognitif (p>0.05) antara balita stunting dan normal. Terdapat perbedaan yang signifikan pada skor perkembangan bahasa (p<0.05) antara balita stunting dan normal. Beberapa variabel yang tidak berhubungan signifikan (p>0.05) adalah pengetahuan gizi dan kesehatan dengan asupan energi dan protein, pengetahuan gizi dan kesehatan dengan praktek pemberian makan, praktek pemberian makan dengan asupan energi dan protein, berat badan lahir dengan status gizi (TB/U) dan stimulasi psikososial dengan perkembangan kognitif dan bahasa. Beberapa variabel yang saling berhubungan (p<0.05) diantaranya adalah pendidikan ibu dan pendapatan keluarga dengan pengetahuan gizi, kesehatan, dan tumbuh kembang, asupan energi dan protein dengan status gizi, pengetahuan tumbuh kembang dengan stimulasi psikososial, sub skala stimulasi belajar dan stimulasi bahasa dengan perkembangan kognitif, sub skala stimulasi akademik dan stimulasi bahasa dengan perkembangan bahasa dan status gizi (TB/U) dengan perkembangan kognitif dan bahasa.

7 ABSTRAK LELIYANA NURSANTI. Praktek Pemberian Makan, Konsumsi Pangan, Stimulasi Psikososial dan Perkembangan Balita Stunting dan Normal. Dibimbing oleh CESILIA METI DWIRIANI dan NETI HERNAWATI. Prevalensi balita pendek/stunting di Indonesia masih sebesar 35.6% dan menjadi permasalahan gizi Indonesia. Dampak dari kekurangan gizi kronis pada anak dapat menyebabkan menurunnya perkembangan otak yang dapat berdampak pada rendahnya kecerdasan, kemampuan belajar anak. Tujuan dari penelitian ini adalah untuk menganalisis praktek pemberian makan, konsumsi pangan, stimulasi psikososial dan perkembangan kognitif dan bahasa pada balita stunting dan normal. Desain yang digunakan dalam penelitian ini adalah crossectional study. Contoh pada penelitian ini berjumlah 92 anak balita usia bulan di Desa Cibatok Dua. Hasil penelitian menunjukkan terdapat perbedaan yang signifikan (p<0.05) konsumsi pangan dan perkembangan bahasa pada balita stunting dan normal (p<0.05). Hasil uji korelasi menunjukkan bahwa terdapat hubungan yang positif antara konsumsi pangan dengan status gizi (TB/U) juga antara status gizi (TB/U) dengan perkembangan (p<0.05). Kata kunci : stunting, praktek pemberian makan, konsumsi pangan, perkembangan anak. ABSTRACT Feeding Practices, Food Consumption, Psychosocial Stimulation and Child Development in Stunting and Normal Under Five Children. Supervised by CESILIA METI DWIRIANI dan NETI HERNAWATI. Stunting it s a nutrition problem in Indonesia, prevalence of stunting in Indonesia is 35.6%. The impact of chronic under nutrition in children can decreased brain development that can result in low intelligence, learning ability in children. The purpose of this study was to identify feeding practices, food consumption and psychosocial stimulation and it s relation to child development in stunting and normal under five children. Design used in this study was a crosssectional study. Subjects in this study were 92 children under the age of months in the village Cibatok Dua. The result showed, there was significant differences in food consumption and language development between stunting and normal under five children (p<0.05). Correlation test result is significant positive relation between food consumption and nutritional status (HAZ), nutritional status (HAZ) and cognitive development, and nutritional status (HAZ) and language development (p<0.05). Keywords: stunting, feeding practice, food consumption, child development

8 PRAKTEK PEMBERIAN MAKAN, KONSUMSI PANGAN, STIMULASI PSIKOSOSIAL, DAN PERKEMBANGAN BALITA STUNTING DAN NORMAL LELIYANA NURSANTI Skripsi Sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar Sarjana Gizi pada Departemen Gizi Masyarakat DEPARTEMEN GIZI MASYARAKAT FAKULTAS EKOLOGI MANUSIA INSTITUT PERTANIAN BOGOR BOGOR 2013

9

10 Judul : Praktek Pemberian Makan, Konsumsi Pangan, Stimulasi Psikososial dan Perkembangan Balita Stunting dan Normal Nama : Leliyana Nursanti NRP : Disetujui oleh Dr. Ir. Cesilia Meti Dwiriani, M.Sc. Pembimbing I Neti Hernawati, SP, M.Si. Pembimbing II Ketua Departemen Tanggal Lulus: o7 OCT LOB

11 Judul Nama NRP : Praktek Pemberian Makan, Konsumsi Pangan, Stimulasi Psikososial dan Perkembangan Balita Stunting dan Normal : Leliyana Nursanti : I Disetujui oleh Dr. Ir. Cesilia Meti Dwiriani, M.Sc. Pembimbing I Neti Hernawati, SP, M.Si. Pembimbing II Diketahui oleh Dr. Ir. Budi Setiawan, MS Ketua Departemen Tanggal Lulus:

12 PRAKATA Puji dan syukur penulis panjatkan kepada Allah SWT atas segala karunia- Nya sehingga karya ilmiah yang berjudul Praktek Pemberian Makan, Konsumsi Pangan, Stimulasi Psikososial dan Perkembangan Balita Stunting dan Normal ini dapat diselesaikan. Terima kasih penulis ucapkan kepada Dr.Ir. Cesilia Meti Dwiriani, M.Sc selaku dosen pembimbing pertama dan Neti Hernawati, SP, M.Si selaku dosen pembimbing kedua serta Prof.Dr.Ir.Faisal Anwar, M.S selaku dosen pemandu seminar dan penguji yang telah banyak memberi saran. Disamping itu terima kasih kepada kepala Puskesmas Cibungbulang dan tenaga pelaksana gizi Puskesmas Cibungbulang yang telah memberikan izin penelitian di Wilayah Desa Cibatok Dua dan kader Posyandu yang telah membantu selama penelitian. Terima kasih saya ucapkan kepada Direktur Poltekkes Kemenkes Jakarta II dan Ketua Jurusan Gizi Poltekkes Kemenkes Jakarta II atas kesempatan yang telah diberikan sehingga saya bisa menempuh studi sarjana gizi di IPB. Ungkapan terima kasih disampaikan kepada kedua orang tua, suami dan anak-anakku tercinta atas segala doa, kasih sayang dan dukungannya. Terima kasih teman-teman alih jenis angkatan 5 (Erna, Ama, Nia, Imas, Fitria, Tiwi, Silmi, Mba sofy, dan teman-teman lainnya yang tidak bisa saya sebutkan satu per satu) yang telah memberikan semangat dan membantu selama pengumpulan data sampai terselesaikannya karya ilmiah ini. Semoga karya ilmiah ini bermanfaat. Bogor, Oktober 2013 Leliyana Nursanti

13 DAFTAR TABEL DAFTAR GAMBAR DAFTAR LAMPIRAN DAFTAR ISI PENDAHULUAN 1 Latar Belakang 1 Tujuan 2 Hipotesis 3 Manfaat Penelitian 3 Kerangka Pemikiran 4 METODE 6 Desain, Waktu dan Tempat Penelitian 6 Jumlah dan Cara Penarikan contoh 6 Jenis dan Cara Pengumpulan Data 8 Pengolahan dan Analisis Data 9 Definisi Operasional 12 HASIL DAN PEMBAHASAN 13 Keadaan Umum Daerah Penelitian 13 Karakteristik Keluarga 13 Karakteristik Anak 15 Pengetahuan Gizi, Kesehatan dan Tumbuh Kembang 17 Praktek Pemberian Makan 19 Pola Konsumsi Pangan 23 Frekuensi Pangan 23 Tingkat Kecukupan Zat Gizi 25 Stimulasi Psikososial 27 Perkembangan 33 Perkembangan Kognitif 34 Perkembangan Bahasa 36 Hubungan Antar Variabel 39 SIMPULAN DAN SARAN 43 Simpulan 43 Saran 43 DAFTAR PUSTAKA 44 LAMPIRAN 48 RIWAYAT HIDUP ix ix ix

14 DAFTAR TABEL 1 Jenis dan cara pengumpulan data 9 2 Klasifikasi status gizi balita (TB/U) 11 3 Sebaran contoh berdasar karakteristik keluarga 13 4 Sebaran contoh berdasar karakteristik keluarga 14 5 Sebaran contoh berdasar karakteristik anak 16 6 Sebaran contoh berdasar kategori pengetahuan ibu 19 7 Sebaran contoh berdasar praktek pemberian makan 20 8 Sebaran contoh berdasar kategori praktek pemberian makan 22 9 Sebaran contoh berdasar jenis MP-ASI dan awal diberikan Frekuensi konsumsi pangan Sebaran contoh berdasar rata-rata asupan zat gizi Sebaran contoh berdasar tingkat kecukupan zat gizi makro Sebaran contoh berdasar tingkat kecukupan zat gizi mikro Persentase pencapaian stimulasi psikososial sub skala stimulasi belajar Persentase pencapaian stimulasi psikososial sub skala stimulasi bahasa Persentase pencapaian stimulasi psikososial sub skala lingkungan fisik Persentase pencapaian stimulasi psikososial sub skala kehangatan Persentase pencapaian stimulasi psikososial sub skala stimulasi akademik Persentase pencapaian stimulasi psikososial sub skala modeling Persentase pencapaian stimulasi psikososial sub skala variasi pengalaman Persentase pencapaian stimulasi psikososial sub skala penerimaan Sebaran contoh berdasar kategori stimulasi psikososial Persentase pencapaian perkembangan kognitif usia bulan Persentase pencapaian perkembangan kognitif usia bulan Sebaran contoh berdasar kategori perkembangan kognitif Persentase pencapaian perkembangan bahasa usia bulan Persentase pencapaian perkembangan bahasa usia bulan Sebaran contoh berdasarkan kategori perkembangan bahasa 39 DAFTAR GAMBAR 1 Gambar kerangka pemikiran 5 2 Gambar alur penarikan contoh 7 3 Gambar sebaran jawaban pengetahuan gizi dan kesehatan 17 4 Gambar sebaran jawaban pengetahuan tumbuh kembang 18 5 Gambar skor rata-rata stimulasi psikososial 32 DAFTAR LAMPIRAN 1 Dokumentasi kegiatan pengumpulan data 48 2 Daftar Riwayat hidup

15 DAFTAR RIWAYAT HIDUP Penulis dilahirkan di Jakarta pada tanggal 31 Mei 1983 dari pasangan Soepardjo dan Suharti. Penulis merupakan anak ketiga dari tiga bersaudara. Pendidikan menengah atas ditempuh di SMA Negeri 39 Jakarta Timur dan lulus tahun 2001, kemudian melanjutkan pendidikan di Poltekkes Jakarta II di tahun yang sama dan lulus tahun Setelah itu penulis menjadi pegawai negeri di Poltekkes Jakarta II pada tahun 2004 sampai sekarang dan pada tahun 2011 mendapatkan beasiswa tugas belajar dan lulus seleksi program alih jenis di Fakultas Ekologi Manusia Departemen Gizi Masyarakat Institut Pertanian Bogor. Saat menempuh studi di IPB penulis pernah menjadi asisten laboratorium kulinari pada praktikum mata kuliah gizi daur dalam kehidupan. Penulis pernah melakukan praktek konseling gizi di Puskesmas Merdeka, Kota Bogor dalam rangka praktek mata kuliah konseling gizi.

16 1 PENDAHULUAN Latar Belakang Pembangunan kesehatan merupakan salah satu bagian dari pembangunan nasional yang diarahkan untuk mencapai sasaran peningkatan kualitas sumber daya manusia (SDM) yang ditandai dengan meningkatnya indeks pembangunan manusia (IPM). Pencapaian tersebut ditentukan oleh terkendalinya pertumbuhan penduduk, meningkatnya usia harapan hidup, meningkatnya kesejahteraan serta kualitas hidup anak dan perempuan (Kemenkes 2010). Anak-anak merupakan masa depan bangsa yang sangat penting dalam pembangunan SDM yang berkualitas. Masalah anak sangat perlu mendapatkan perhatian khusus dalam keluarga ataupun masyarakat. Bukti empiris menunjukkan bahwa kualitas anak sangat ditentukan terutama oleh status gizi, apabila kekurangan gizi terus terjadi maka dapat menjadi faktor penghambat dalam pembangunan nasional yang secara perlahan akan berdampak pada tingginya angka kematian ibu, bayi dan balita serta rendahnya umur harapan hidup (BAPPENAS 2011). Salah satu yang menjadi persoalan masalah gizi di Indonesia adalah permasalahan stunting (Kemenkes 2010). Stunting disebabkan oleh akumulasi episode stres yang sudah berlangsung lama (misalnya infeksi dan asupan makanan yang buruk), yang kemudian tidak terimbangi oleh catch-up growth (kejar tumbuh) yang ditandai dengan terhambatnya pertumbuhan linier dengan defisit dalam panjang atau tinggi badan sebesar kurang dari -2 SD Z-score menurut baku rujukan WHO (ACC/SCN 2000). Data Riset Kesehatan Dasar tahun 2010 menunjukkan bahwa prevalensi balita pendek/stunting (tinggi badan menurut umur) pada balita adalah 35,6 %, dengan distribusi sebesar 18,5 % untuk prevalensi balita sangat pendek dan 17,1 % untuk prevalensi balita pendek. Berdasarkan prevalensi stunting tersebut, maka kejadian stunting di Indonesia termasuk sebagai permasalahan gizi karena prevalensinya diatas prevalensi yang ditetapkan WHO yang hanya sebesar 20% (Kemenkes 2010). Balita stunting dipengaruhi oleh berbagai faktor penyebab, penelitian Kalimbera et al (2006) menyatakan bahwa faktor yang menyebabkan terjadinya kekurangan gizi pada anak adalah kurangnya akses untuk mendapatkan pangan, pola asuh yang tidak tepat, sanitasi yang buruk dan kurangnya pelayanan kesehatan sedangkan Aditianti (2010) yang meneliti faktor-faktor determinan stunting pada anak balita juga menemukan bahwa faktor-faktor yang berpengaruh signifikan terhadap stunting adalah tinggi badan ayah, tinggi badan ibu, umur, tempat tinggal, status sosial ekonomi, pendidikan ibu, penyakit infeksi, personal hygiene dan sanitasi lingkungan. Gagal tumbuh yang terjadi akibat kurang gizi pada masa-masa emas ini akan berakibat buruk pada kehidupan berikutnya yang sulit di perbaiki. Anak yang menderita kurang gizi (stunting) berat mempunyai rata-rata IQ 11 point lebih rendah dibanding rata-rata anak yang tidak stunting (UNICEF 2001). Beberapa penelitian membuktikan adanya hubungan yang kuat antara gizi buruk pada balita dengan berkurangnya tingkat kecerdasan anak. Walker et al (2005) menyatakan bahwa stunting pada balita berkaitan erat dengan

17 2 kurangnya kemampuan kognitif dan bahasa. Hasil penelitian Hanum (2012) menunjukkan bahwa terdapat perbedaan yang signifikan terhadap perkembangan kognitif dan bahasa balita stunting dengan normal, skor perkembangan kognitif dan bahasa balita stunting lebih rendah dibanding dengan balita normal. Salah satu faktor yang dapat mempengaruhi kemampuan kognitif pada anak stunting adalah stimulasi. Pada penelitian Watanabe et al (2005) menemukan bahwa ada pengaruh yang signifikan dari intervensi gizi dan stimulasi pada peningkatan skor kognitif anak yang stunting, hal ini juga sejalan dengan penelitian Walker et al (2005) yang menemukan hasil bahwa anak stunting yang distimulasi memiliki skor tes kognitif dan belajar yang lebih tinggi dibanding dengan anak stunting yang tidak distimulasi. Berdasarkan hasil-hasil penelitian tersebut maka penulis tertarik meneliti hubungan praktek pemberian makan, konsumsi pangan serta stimulasi psikososial terhadap perkembangan kognitif dan bahasa pada balita stunting dan normal. Penelitian-penelitian dengan topik tersebut sebenarnya sudah banyak dilakukan di negara berkembang seperti Meksiko, Guatemala dan Jamaika namun di Indonesia belum banyak dilakukan penelitian mengenai dampak stunting terhadap perkembangan anak. Tujuan Umum Tujuan Penelitian ini bertujuan untuk menganalisis praktek pemberian makan, konsumsi pangan, stimulasi psikososial serta perkembangan kognitif dan bahasa pada balita stunting dan normal Tujuan Khusus 1. Mengidentifikasi karakteristik keluarga dan balita stunting dan normal. 2. Mengidentifikasi pengetahuan gizi, kesehatan dan tumbuh kembang, praktek pemberian makan, tingkat kecukupan energi dan zat gizi, stimulasi psikososial, perkembangan kognitif dan bahasa antara balita stunting dan normal. 3. Menganalisis hubungan karakteristik keluarga dengan pengetahuan ibu tentang gizi, kesehatan dan tumbuh kembang. Menganalisis hubungan antara karakteristik balita dengan status gizi. Menganalisis hubungan antara tingkat pengetahuan ibu dengan praktek pemberian makan dan kecukupan zat gizi contoh dan praktek pemberian makan dengan tingkat kecukupan zat gizi contoh serta menganalisis hubungan antara tingkat kecukupan zat gizi contoh dengan status gizi contoh (TB/U). 4. Menganalisis pengetahuan tumbuh kembang anak dengan skor stimulasi psikososial. Menganalisis hubungan antara stimulasi psikososial dengan perkembangan kognitif dan bahasa contoh. Menganalisis hubungan antara status gizi (TB/U) dengan perkembangan kognitif dan bahasa contoh.

18 3 Hipotesis 1. Terdapat perbedaan karakteristik keluarga dan balita, pengetahuan gizi dan tumbuh kembang, praktek pemberian makan, tingkat kecukupan energi dan zat gizi, stimulasi psikososial serta perkembangan kognitif dan bahasa balita stunting dan normal. 2. Terdapat hubungan antara karakteristik keluarga dengan pengetahuan gizi, kesehatan dan tumbuh kembang. Terdapat hubungan pengetahuan gizi dengan praktek pemberian makan, terdapat hubungan antara praktek pemberian makan dengan tingkat kecukupan zat gizi dan tingkat kecukupan zat gizi dengan status gizi. Terdapat hubungan antara pengetahuan tumbuh kembang dengan stimulasi psikososial. Stimulasi psikososial, status gizi dengan perkembangan kognitif dan bahasa. Manfaat Penelitian Hasil penelitian ini diharapkan dapat memberikan gambaran dan informasi bahwa masalah stunting pada balita sebaiknya menjadi perhatian khusus baik dikalangan pemerintah selaku pembuat kebijakan, pihak swasta dan masyarakat. Gambaran dari penelitian juga untuk menginformasikan kepada orang tua agar lebih sadar akan pentingnya menerapkan pengetahuan gizi menjadi suatu perilaku makan kaitannya dengan status gizi serta stimulasi terhadap perkembangan anak stunting terutama pada aspek kognitif dan bahasa. Hal tersebut guna menciptakan pertumbuhan dan perkembangan yang optimal sebagai generasi penerus yang berkualitas dimasa mendatang.

19 4 KERANGKA PEMIKIRAN Anak-anak merupakan masa depan bangsa yang sangat penting dalam pembangunan sumber daya manusia yang berkualitas. Masalah gizi anak sangat perlu mendapatkan perhatian khusus dalam keluarga ataupun masyarakat. Terdapat beberapa faktor yang dapat mempengaruhi status gizi anak yaitu yang memberikan pengaruh secara langsung, tidak langsung dan penyebab dasar. Faktor yang memberikan pengaruh secara langsung terhadap terjadinya kurang gizi pada anak adalah tingkat konsumsi atau intik pangan serta ada tidaknya infeksi yang diderita anak, sedangkan faktor tidak langsung yang memberikan pengaruh adalah pengetahuan gizi yang dapat memberikan pengaruh terhadap kualitas pengasuhan seperti praktek pemberian makan dan faktor sosial ekonomi yaitu pendidikan orang tua, pekerjaan orang tua, pendapatan dan besar keluarga. Masing-masing faktor saling berinteraksi satu dengan yang lainnya sehingga dapat mempengaruhi masukan zat gizi dan infeksi pada anak yang pada akhirnya ketersediaan zat gizi pada tingkat seluler rendah yang dapat mengakibatkan pertumbuhan terganggu. Salah satu dampak kekurangan gizi adalah gangguan pertumbuhan linier (stunting) yang mengakibatkan anak tidak mampu mencapai pertumbuhan optimal. Stunting menggambarkan keadaan gizi yang kurang akibat kekurangan energi dan protein pada masa lalu. Gangguan pertumbuhan linier (stunting) dapat menyebabkan perkembangan anak terganggu salah satunya perkembangan kognitif dan bahasa anak karena anak-anak yang bertumbuh pendek (stunting) dapat menurunkan, kemampuan belajar, kreativitas dan produktivitas anak dan menyebabkan rendahnya kecerdasan Selain status gizi, faktor lain yang dapat mempengaruhi perkembangan kognitif dan bahasa anak adalah stimulasi psikososial. Stimulasi psikososial adalah stimulasi pendidikan dalam rangka mengembangkan kemampuan kognitif, dan bahasa anak. Stimulasi ditentukan oleh seberapa lama orang tua berinteraksi dengan anak selain itu juga dari kualitas stimulasi itu sendiri yaitu pemahaman terhadap kebutuhan masing-masing dan upaya untuk memenuhi kebutuhan tersebut yang dilandasi dengan kasih sayang, sehingga dapat mendukung perkembangan anak dengan optimal.

20 5 Karakteristik Keluarga: Pendapatan Orang Tua Pendidikan Terakhir Orang Tua Pekerjaan Orang Tua Karakteristik Anak: Umur Jenis Kelamin Berat Badan Lahir Pengetahuan Gizi dan Kesehatan Pengetahuan tumbuh kembang anak Praktek Pemberian Makan Stimulasi Psikososial Tingkat Kecukupan Energi dan zat gizi Keadaan Kesehatan STATUS GIZI TB/U Perkembangan Kognitif dan Bahasa Gambar 1 Kerangka Pemikiran Keterangan: = variabel yang diteliti = variabel yang tidak diteliti = hubungan antar variabel = hubungan antara variabel yang tidak diteliti

21 6 METODE Desain, Waktu dan Tempat Penelitian Penelitian ini merupakan penelitian yang bersifat survei dengan desain penelitian cross-sectional study yaitu meneliti variabel-variabel yang diduga berpengaruh pada waktu yang bersamaan. Penelitan ini dilakukan di Kecamatan Cibungbulang Kabupaten Bogor, Jawa Barat. Lokasi penelitian dipilih secara purposive dengan pertimbangan prevalensi status gizi (BB/U) dengan kategori kurang dan sangat kurang di Kecamatan Cibungbulang cukup tinggi yaitu 14,98% dibanding dengan prevalensi Kabupaten Bogor yang hanya 8.31% (Dinkes 2012), menurut King dan Ann (1993) diketahui jika anak sangat pendek maka berat badannya akan berada dibawah 3 rd pada grafik pertumbuhan, sehingga berat badan rendah dapat merefleksikan tinggi badan yang juga rendah. Pengumpulan data dilakukan bulan Juli sampai Agustus Jumlah dan Cara Pengambilan Contoh Contoh pada penelitian ini adalah anak balita bulan yang memiliki status gizi pendek (stunting) atau sangat pendek (severe stunting) dan status gizi normal berdasarkan indeks TB/U (WHO Child Growth 2005) dengan responden dan contoh masing-masing adalah ibu dan balita. Penentuan usia balita disesuaikan dengan instrumen stimulasi psikososial dan perkembangan yang digunakan. Contoh diambil berdasarkan data posyandu yang paling lengkap data balita berdasarkan tinggi badan dan umur pada bulan Februari 2013 yang diperoleh dari Puskesmas Cibungbulang, kemudian setelah dihitung staus gizi berdasarkan TB/U kemudian dipilih posyandu yang jumlah balita stuntingnya mencukupi. Jumlah contoh ditentukan menggunakan rumus sebagai berikut: Keterangan: n = besar sampel = tingkat kepercayaan (1.96) = 46 balita stunting dan 46 balita normal = kekuatan uji (1.28) p = (p 1 +p 2 ) /2 q = 1-p p 1 = proporsi kelompok stunting di provinsi Jawa Barat (33.6 %) q 1 = 1-p 1 p 2 = proporsi kelompok normal (66.4 %) q 2 =1-p

22 7 Alur cara penarikan contoh adalah sebagai berikut : Kecamatan Cibungbulang (15 Desa) Data posyandu paling lengkap (tinggi badan dan umur) Desa Cibatok 2 (11 Posyandu) Pertimbangan pemilihan posyandu Berdasarkan jumlah balita stunting di wilayah posyandu yang paling mencukupi Letak rumah saling berdekatan Posyandu Mulyasari I dan II Posyandu Idaman Posyandu Bunda Teladan I dan II Inklusi 1. Anak balita berumur 36 sampai 60 bulan 2. Anak balita tinggal dan diasuh dengan keluarga kandung 3. Ibu balita bersedia menjadi responden dalam penelitian 4. Ibu balita bersedia anaknya diukur perkembangannya 5. Anak dapat bekerjasama dalam pengukuran perkembangan kognitif dan bahasanya Ekslusi : 1. Anak menderita sakit kronis berdasarkan informasi dari puskesmas 2. Anak menderita keterbelakangan mental Posyandu Mulyasari Jumlah contoh : 39 Stunting : 20 balita Normal : 19 balita Posyandu Idaman Jumlah contoh : 25 Stunting : 10 balita Normal : 15 balita Posyandu Bunda Teladan Jumlah contoh : 28 Stunting : 16 balita Normal : 12 balita Gambar 2 Alur dan cara penarikan contoh

23 8 Jenis dan Cara Pengumpulan Data Jenis data yang dikumpulkan adalah data primer dan data sekunder. Data primer antara lain adalah karakteristik anak yaitu tanggal lahir, jenis kelamin, berat badan lahir diperoleh berdasarkan pada surat keterangan lahir contoh (bila ada) atau berdasarkan ingatan ibu, riwayat MP-ASI dengan berbagai pendekatan awal pemberian MP-ASI sehingga diketahui yang ASI eksklusif (pemberian ASI saja selama 6 bulan) dan non ASI eksklusif (tidak pemberian ASI saja selama 6 bulan), tinggi badan dan berat badan, karakteristik keluarga yaitu umur orang tua, pendidikan orang tua, pekerjaan orang tua, pendapatan orang tua dan besar keluarga, pengetahuan ibu tentang gizi, kesehatan yang terdiri dari 20 pertanyaan dengan topik sebagai berikut : fungsi zat gizi (3 pertanyaan), sumber zat gizi (3 pertanyaan), akibat defisiensi zat gizi (3 pertanyaan), gizi seimbang (3 pertanyaan), ASI ekslusif (2 pertanyaan), hygiene dan sanitasi personal (4 pertanyaan), pelayanan kesehatan (2 pertanyaan) dan pengetahuan tumbuh kembang yang terdiri dari 10 pertanyaan dengan topik periode emas tumbuh kembang anak (1 pertanyaan), bentuk pertumbuhan dan perkembangan anak (3 pertanyaan), faktor yang mempengaruhi perkembangan anak (4 pertanyaan), tahap perkembangan (2 pertanyaan). Praktek pemberian makan yang meliputi 14 pertanyaan terbuka dengan topik pemberian kolustrum, kebiasaan frekuensi makan, susunan hidangan saat makan, usia diberhentikan ASI, menghabiskan makanan atau tidak, kesulitan makan atau tidak, yang menyiapkan makanan, alas an pemilihan bahan makanan, yang dilakukan ibu saat anak tidak mau makan, penentuan jadwal makan, kebiasaan memberikan camilan dan memberikan pangan hewani. Konsumsi pangan dan tingkat kecukupan konsumsi pangan meliputi energi, protein, kalsium, zat besi,vitamin A dan vitamin C, diperoleh melalui food recall 2x 24 jam dan food frequency. Stimulasi psikososial dengan menggunakan instrumen Home of Observational Measurement of the Environment (HOME) 3 sampai 6 tahun yang terdiri dari delapan subskala dan 55 pertanyaan yaitu stimulasi belajar (11 item), stimulasi bahasa (7 item), lingkungan fisik (7 item), kehangatan dan penerimaan (7 item), stimulasi akademik (5 item), modeling (5 item), variasi pengalaman (9 item) dan penerimaan (4 item), perkembangan kognitif dan bahasa anak menggunakan instrument BKB yang terdiri dari 2 kelompok umur 36 sampai 48 bulan dan 48 sampai 60 bulan dan terbagi menjadi bagian kecerdasan, komunikasi aktif dan pasif, sedangkan data sekunder yang diambil adalah luas wilayah, batas-batas wilayah dan jumlah penduduk. Data yang dikumpulkan melalui wawancara terstruktur meliputi karakteristik anak, karakteristik keluarga, pengetahuan ibu tentang gizi kesehatan dan tumbuh kembang anak, praktek pemberian makan, konsumsi pangan yaitu food recall 2x24 jam dan food frequency questionnaire. Data yang dikumpulkan melalui pengukuran adalah data antropometri yaitu tinggi badan menggunakan alat microtoise dan berat badan dengan menggunakan timbangan injak, data yang dikumpulkan melalui pengukuran dan pengamatan adalah perkembangan anak yaitu kognitif dan bahasa, sedangkan data yang dikumpulkan melalui wawancara dan pengamatan langsung terhadap ibu dan anak balita yaitu stimulasi psikososial.

24 9 Tabel 1 Jenis dan cara pengumpulan data No Variabel Cara Pengambilan Data Jenis Data 1 Karakteristik anak Wawancara menggunakan Primer kuesioner 2 Karakteristik keluarga Wawancara menggunakan Primer kuesioner 3 Pengetahuan ibu tentang gizi, Wawancara menggunakan Primer kesehatan dan tumbuh kembang kuesioner 4 Praktek pemberian makan Wawancara menggunakan Primer kuesioner 5 Status gizi anak Pengukuran antropometri Primer tinggi badan dan berat badan 6 Stimulasi psikososial Wawancara menggunakan Primer menggunakan instrumen Home of Observational Measurement of the Environment (HOME) 3-6 tahun yang terdiri dari delapan subskala 7 Perkembangan anak Wawancara dan pengamatan Primer langsung menggunakan instrumen Bina Keluarga Balita (BKB), perkembangan anak yang diamati terbagi menjadi tiga aspek yaitu komunikasi pasif, komunikasi aktif dan kecerdasan 8 Konsumsi zat gizi contoh Wawancara menggunakan Primer food recall dan food frekuensi 9 Gambaran umum wilayah Data dari instansi terkait Sekunder penelitian Pengolahan dan Analisis Data Data yang dikumpulkan kemudian diolah secara statistik deskriptif dan inferensia statistik. Analisis statistik yang digunakan analisis statistik deskriptif untuk menggambarkan sebaran variabel yang diteliti dalam kuesioner berdasarkan persen dan rataan yang disajikan dalam tabel, sedangkan analisis inferensia yang digunakan adalah uji independent sample t-test untuk mengetahui perbedaan balita stunting dan normal baik karakteristik, pengetahuan ibu, tingkat kecukupan, praktek pemberian makan, status gizi, perbedaan tingkat kecukupan zat gizi serta perkembangan kognitif dan bahasa. Uji korelasi pearson untuk uji hubungan antara pendidikan dengan pengetahuan, pengetahuan dengan praktek pemberian makan dan asupan zat gizi, praktek pemberian makan dengan status gizi dan status gizi dengan TB/U, TB/U dengan perkembangan kognitif dan bahasa serta stimulasi psikososial dengan perkembangan kognitif dan bahasa. Tahapan pengolahan data meliputi editing, coding, entry dan cleaning data. Karakteristik anak. Data karakteristik anak meliputi tanggal lahir, jenis kelamin, berat badan lahir, panjang badan lahir, riwayat MP-ASI dan tinggi badan

25 10 dan berat badan. Usia dikelompokan menjadi 2 yaitu bulan dan bulan Data berat badan lahir dikelompokan menjadi dua yaitu <2.5 kg (BBLR) dan 2.5 kg (normal). Data riwayat pemberian MP-ASI yaitu ASI Ekslusif dan non ASI eksklusif. Status gizi BB/U diklasifikasikan menjadi gizi buruk (z-skor <-3.0 SD), gizi kurang (z-skor -3.0 s/d -2.0 SD), gizi baik (z-skor -2.0 s/d 2.0 SD) dan gizi lebih (z-skor >2.0 SD). Status gizi berdasarkan BB/TB diklasifikasikan menjadi sangat kurus (z-skor <-3.0 SD), kurus (z-skor -3.0 s/d -2.0 SD), normal (z-skor -2.0 s/d 2.0 SD) dan gemuk (z-skor >2.0 SD). Karakteristik Keluarga. Data karakteristik keluarga meliputi pendapatan orang tua, pendidikan terakhir orang tua, pekerjaan orang tua dan besar keluarga. Data pendapatan perkapita perkeluarga dikategorikan berdasarkan garis kemiskinan provinsi Jawa Barat tahun 2013 yaitu miskin (<Rp ) dan tidak miskin (>Rp ). Data tingkat pendidikan orang tua dikelompokan berdasarkan lama pendidikan, yaitu tidak tamat SD (<6 tahun), SD (6 tahun), SMP (9 Tahun), SMA (12 Tahun) dan Perguruan Tinggi ( 15 tahun). Data pekerjaan orang tua dikelompokan menjadi wiraswasta, buruh, petani, supir/ojek, karyawan, guru dan ibu rumah tangga (hanya pada variabel ibu). Menurut BKKBN (1998) data besar keluarga dibagi menjadi tiga kelompok yaitu keluarga kecil ( 4 orang), sedang (5 sampai 6 orang) dan besar ( 7 orang). Pengetahuan ibu tentang tumbuh kembang anak. Data pengetahuan tumbuh kembang anak diukur dengan menggunakan kuesioner yang terdiri dari 10 pertanyaan kemudian jawaban yang benar diberi poin 1 dan jawaban salah 0 kemudian di jumlah dan dipersentasekan, selanjutnya bila >80 % dikategorikan baik, bila % dikategorikan cukup dan bila <60 % dikategorikan kurang (Khomsan 2000). Pengetahuan gizi dan kesehatan. Data pengetahuan gizi dan kesehatan anak diukur menggunakan kuesioner yang terdiri dari 20 pertanyaan, selanjutnya untuk pertanyaan benar di beri poin 1 sedangkan salah diberi poin 0, kemudian di jumlah dan di persentasekan apabila >80 % dikategorikan baik, bila % dikategorikan cukup dan bila <60 % dikategorikan kurang (Khomsan 2000). Praktek pemberian makan. Data praktek pemberian makan meliputi 14 pertanyaan terbuka mengenai praktek pemberian makan pada anak balita, kemudian jawaban tersebut diberikan skor paling tinggi 2 dan paling rendah 1, apabila jawaban terdiri dari 2 kategori maka nilainya 2 dan 0, sedangkan apabila jawaban terdiri dari 3 kategori maka nilainya 2, 1 dan 0. Penilaian terhadap praktek pemberian makan dibagi menjadi tiga kategori yaitu >80% dikategorikan baik, 66-80% dikategorikan sedang dan 65% di kategorikan kurang (Astari 2006). Konsumsi zat gizi contoh. Data jumlah dan jenis pangan aktual yang dikonsumsi contoh diperoleh melalui recall konsumsi pangan 2 x 24 jam. Kandungan zat gizi dalam pangan yang dikonsumsi oleh contoh dihitung dengan menggunakan Daftar Konsumsi Bahan Makanan. Identifikasi terhadap masalah konsumsi diamati melalui tingkat konsumsi yang merupakan persentase konsumsi aktual contoh dengan Angka Kecukupan Gizi yang dianjurkan berdasarkan WNPG tahun Tingkat Kecukupan Zat Gizi. Tingkat kecukupan energi dan protein dikategorikan berdasarkan Depkes (1996), yaitu defisit tingkat berat (<70% dari AKG 2004), defisit tingkat sedang (70-79% dari AKG 2004), defisit tingkat

26 11 ringan (80-89% dari AKG 2004), normal (90-119% dari AKG 2004) dan lebih ( 120% dari AKG 2004). Tingkat kecukupan mineral dikategorikan menjadi kurang (<77% dari AKG 2004) dan cukup ( 77% dari AKG 2004) (Gibson, 2005). Konversi kandungan energi dan zat gizi makanan yang konsumsi dihitung dengan rumus sebagai berikut: Kgij= ((BJ/100) x Gij x ((BDD/100)) Keterangan: Kgij = Kandungan zat gizi-i dalam bahan makanan-j Bj = Berat makanan-j yang dikonsumsi (g) Gij = Kandungan zat gizi dalam 100 g BDD bahan makanan-j BDDj = Bagian bahan makanan-j yang dapat dimakan Tingkat kecukupan energi dan zat gizi diperoleh dengan cara membandingkan jumlah konsumsi zat gizi tersebut dengan kecukupannya. Menurut Supariasa et al (2002), tingkat kecukupan gizi contoh dihitung dengan rumus sebagai berikut: TKGI = (Ki/AKGI) x 100 % Keterangan: TKGI = Tingkat kecukupan energi atau zat gizi contoh Ki = Konsumsi energi atau zat gizi contoh AKGI = Angka kecukupan energi atau zat gizi contoh Status Gizi. Data status gizi berdasarkan TB/U menggunakan pengukuran tinggi badan yang diukur secara antropometri menurut Standar WHO Child Growth Tabel 2 Klasifikasi Status Gizi Balita Berdasarkan Indikator TB/U No Nilai Z-skor Status Gizi 1 < -3,0 SD Sangat pendek 2-3,0 SD s/d < -2,0 SD Pendek 3-2,0 SD Normal Sumber : Kemenkes 2010 Stimulasi Psikososial. Data stimulasi psikososial menggunakan instrumen HOME inventory usia 3-5 tahun yang terdiri dari 55 item pertanyaan (delapan subskala). Nilai skor 1 bila jawaban ya dan skor 0 jika jawaban tidak, kemudian nilai skornya dijumlahkan dan diklasifikasi menjadi tiga kategori yaitu kategori rendah (<31), kategori sedang 31-45, kategori tinggi (>45) (Hastuti 2006). Perkembangan Kognitif dan Bahasa. Data perkembangan anak diukur menggunakan instrumen BKB (Bina Keluarga Balita). Aspek perkembangan anak yang diukur adalah perkembangan kognitif dan bahasa yang terdiri dari komunikasi pasif, komunikasi aktif dan kecerdasan. Data perkembangan anak diberi nilai 1 untuk jenis perkembangan yang berhasil ditempuh balita dan nilai 0

27 12 untuk yang tidak berhasil. Perkembangan kognitif dan bahasa diklasifikasikan menjadi tinggi apabila nilai persen lebih dari atau sama dengan 80, sedang apabila nilai persen berada pada rentang dan rendah apabila nilai persen kurang dari 60 (Oktarina et al 2012). Definisi Operasional Stunting adalah status keadaan fisik anak usia bulan yang memiliki z skor TB/U < -2 SD dari referensi WHO/NCHS (WHO 2005). Praktek pemberian makan adalah cara yang dilakukan keluarga contoh dalam praktek pemberian makan contoh meliputi pemberian ASI dan kolostrum, frekuensi pemberian makanan utama, pemberian makanan selingan, komposisi makanan dalam sekali makan, penentuan waktu makan, penggunaan alat makan, usaha ibu dalam memberikan makanan pada anak, pemilihan jenis makanan, pengenalan makanan baru, penyiapan dan penyajian makanan, pantangan makan dan kesulitan anak makan. Konsumsi zat gizi contoh adalah semua makanan dan minuman yang dimakan oleh contoh, baik yang berasal dari membeli atau dibuat di rumah berdasarkan hasil wawancara dengan metode recall 2x24 jam yang dinyatakan dalam bentuk satuan energi, protein, vitamin A, Vitamin C, kalsium, dan besi. Tingkat kecukupan energi dan zat gizi adalah persentase jumlah zat gizi yang dikonsumsi contoh terhadap angka kecukupan gizi Untuk zat gizi makro terdapat 5 kategori yaitu defisit tingkat berat, defisit tingkat sedang, defisit tingkat ringan, normal dan berlebih dan zat gizi mikro 2 kategori yaitu kurang dan cukup. Stimulasi psikososial adalah rangsangan yang bermanfaat bagi pengoptimalan tumbuh kembang anak yang berasal dari lingkungan luar anak, diukur dengan skala interval melalui wawancara dan pengamatan menggunakan kuesioner Home Observation Measurement for Environment (HOME Inventory) untuk anak usia 3-5 tahun kuesioner terdiri dari 55 pertanyaan. Perkembangan anak adalah perkembangan anak yang meliputi perkembangan kognitif dan bahasa. Perkembangan kognitif adalah tingkat pencapaian kemampuan anak yang menyangkut aspek persepsi, ingatan, pikiran, simbol, penalaran, dan pemecahan masalah (Soetjiningsih 1995) yang diukur dengan skala interval melalui pengukuran dan pengamatan menggunakan kuesioner perkembangan kognitif sesuai usia anak dari BKB kemudian dikelompokan menjadi tinggi, sedang, rendah sedangkan perkembangan bahasa adalah tingkat pencapaian kemampuan contoh dalam berbicara spontan, mengikuti perintah, dan berespon terhadap suara (Soetjiningsih 1995) yang diukur dengan skala interval melalui pengukuran dan pengamatan menggunakan kuesioner perkembangan bahasa sesuai usia anak dari BKB yang terdiri dari bagian komunikasi aktif dan komunikasi pasif kemudian dikelompokan menjadi tinggi, sedang dan rendah.

28 13 HASIL DAN PEMBAHASAN Keadaan Umum Daerah Penelitian Desa Cibatok Dua berada dalam wilayah kecamatan Cibungbulang Kabupaten Bogor. Desa Cibatok Dua terdiri dari 10 RW dan 31 RT. Secara geografis batas-batas wilayah, di sebelah utara berbatasan dengan desa Cibatok Satu, sebelah timur dengan desa Ciareteun Udik, sebelah Barat dengan desa Situ Ilir dan sebelah selatan dengan desa Cimayang. Luas wilayah desa Cibatok Dua adalah seluas ha. Jumlah penduduk desa Cibatok Dua pada tahun 2013 adalah 6970 jiwa dengan 1739 KK. Jumlah posyandu di desa Cibatok Dua adalah 11 posyandu. Karakteristik Keluarga Perkembangan anak memiliki beberapa faktor yang dapat mempengaruhinya, salah satunya adalah keadaan sosial ekonomi antara lain umur, pekerjaan, pendidikan dan besar keluarga. Tabel 3 menyajikan data sebaran contoh berdasarkan karakteristik keluarga contoh balita stunting dan normal. Pada tabel 3, diketahui bahwa rata-rata umur bapak pada kedua kelompok contoh adalah 36 tahun. Pada kedua kelompok sebesar 75.6% di kelompok stunting dan sebesar 65.2% kelompok anak normal, usia ayah masuk pada kelompok usia tahun. Sementara rata-rata umur ibu pada kedua kelompok contoh adalah 32 tahun. Sebagian besar umur ibu pada kedua kelompok masuk kedalam kelompok usia tahun. Tabel 3 Sebaran contoh berdasarkan karakteristik keluarga anak balita stunting dan normal Karakteristik keluarga Usia Ayah <30 tahun tahun >43 tahun Stunting Normal Total n % n % n % rata-rata±sd 37 ± ± ± 7.5 Usia Ibu <25 tahun tahun >38 tahun rata-rata±sd 32.5 ± ± ± 6.9 Pendapatan Miskin (< Rp ) Tidak miskin ( Rp ) rata-rata±sd* ± ± ± *berbeda signifikan (p<0.05) 54.3

29 14 Rata-rata pendapatan perkapita perbulan pada kedua kelompok contoh adalah Rp Berdasarkan batas garis kemiskinan di Provinsi Jawa Barat menurut BPS (2013) maka pada kelompok anak balita stunting, sebagian besar (63%) termasuk kategori keluarga miskin dan pada kelompok anak normal proporsi keluarga miskin sebesar 54.3%. Pendapatan keluarga pada kelompok anak stunting dan kelompok anak normal secara statistik berbeda bermakna (p=0.032). Hasil tersebut sejalan dengan penelitian yang dilakukan oleh Astari (2006) yaitu pendapatan keluarga pada kelompok anak normal lebih tinggi secara nyata (p<0.05) dibandingkan dengan pendapatan keluarga pada kelompok anak stunting. Pada Tabel 4 dibawah ini menyajikan data mengenai karakteristik keluarga yang meliputi pendidikan orang tua, pekerjaan orang tua dan besar keluarga. Tabel 4 Sebaran contoh berdasarkan karakteristik keluarga anak balita stunting dan normal Karakteristik keluarga Pendidikan Ayah Tidak Tamat SD SD SMP SMA Perguruan Tinggi Pendidikan ibu Tidak Tamat SD SD SMP SMA Perguruan Tinggi Pekerjaan ayah Wiraswasta Buruh Petani Supir/ ojek Karyawan Guru Pekerjaan ibu Ibu Rumah Tangga Karyawan Guru Buruh Wiraswasta Besar keluarga Keluarga kecil ( 4 orang) Keluarga sedang (5-6 orang) Keluarga besar ( 7 orang) Stunting Normal Total n % n % n % rata-rata ± SD 5 ± 2 5 ± 2 5 ± Hasil penelitian menunjukkan bahwa tingkat pendidikan ayah pada kelompok anak stunting terbanyak (35.6%) adalah pada pendidikan SD sedangkan pada kelompok anak normal terbanyak (39.1%) adalah pada pendidikan SMA.

30 15 Sementara pada tingkat pendidikan ibu pada kelompok anak stunting diketahui sebagian besar (63%) adalah pendidikan SD sedangkan pada kelompok anak normal terbanyak ada pada pendidikan ibu adalah SD dan SMP masing-masing sebesar 37%. Pada umumnya pekerjaan ibu pada kedua kelompok contoh adalah ibu rumah tangga, sedangkan pekerjaan bapak terbanyak pada kelompok anak stunting adalah buruh (35.6%) dan pada kelompok anak normal yang terbanyak adalah wiraswasta (34.1%). Rata-rata besar keluarga pada kedua kelompok adalah 5 orang, sebesar 45.7% kelompok anak stunting masuk ke dalam kategori keluarga kecil ( 4 orang) begitu pula dengan kelompok anak normal yang terbanyak (47.8%) adalah keluarga kecil ( 4 orang). Karakteristik Anak Anak balita yang dijadikan contoh dalam penelitian ini adalah anak dengan usia bulan. Tabel 5 menyajikan karakteristik anak balita yang menjadi contoh yang meliputi antara lain usia anak, jenis kelamin, berat badan lahir dan riwayat pemberian ASI. Tabel 5 menunjukkan bahwa umur contoh terbagi menjadi 2 yaitu usia bulan dan bulan, dengan proporsi antara keduanya hampir sama. Separuh dari jumlah contoh adalah berjenis kelamin perempuan dengan proporsi 46.7% laki-laki dan 53.3% perempuan. Berat badan lahir contoh dibagi menjadi dua kategori yaitu rendah (<2.5 kg) dan normal ( 2.5 kg), sebagian besar (93.5%) contoh termasuk dalam kategori berat badan lahir normal, berdasarkan uji independent t-test menunjukkan tidak terdapat perbedaan yang signifikan (p>0.05) berat badan lahir antara balita stunting dengan balita normal. ASI Eksklusif menurut PP no 33 tahun 2012 adalah ASI yang diberikan kepada bayi sejak dilahirkan selama enam bulan, tanpa menambahkan dan atau mengganti dengan makanan atau minuman lain. Sebagian besar contoh berada pada kategori non ASI eksklusif yaitu sebesar 95.7 %. Kemungkinan dikarenakan masyarakat di wilayah penelitian mengikuti adat istiadat dan kebiasaan di daerah tersebut, yaitu bayi yang baru lahir biasa diberikan madu dengan harapan supaya ia akan mudah menyusu karena sudah terbiasa dikenalkan dengan rasa manis. Pemberian ASI eksklusif selama kurang dari lima bulan (<5 bulan) dapat menjadi salah satu faktor penyebab tingkat konsumsi balita yang masih rendah karena kemungkinan bayi terkena penyakit infeksi telinga, batuk, pilek dan penyakit alergi. Bayi ASI eksklusif akan lebih sehat dan jarang sakit dibandingkan dengan bayi yang tidak mendapatkan ASI ekslusif (Gabriel 2008), tetapi apabila tradisi masyarakat tersebut kita hilangkan dan kita anggap bayi masih mendapatkan ASI ekslusif maka bayi yang ASI ekslusif meningkat menjadi 29.3 %. Rata-rata z-skor TB/U pada kelompok anak stunting adalah -2.77±0.56 sementara pada anak normal sebesar -1.05±0.69. Pada status gizi menurut BB/U, hasil penelitian menunjukkan bahwa terdapat balita stunting pada kategori gizi buruk (17.4%) sedangkan pada balita normal tidak terdapat balita dengan kategori gizi buruk. Pada status gizi kurang balita stunting lebih banyak (28.3%) dibandingkan balita normal (6.5%). Hasil status gizi berdasarkan BB/TB juga menunjukkan adanya kecenderungan balita stunting lebih tinggi pada kategori kurus (13%) dibandingkan balita normal (4.2%). Berdasarkan uji t-test terdapat

31 16 perbedaan yang signifikan (p<0.05) status gizi berdasarkan BB/U antara balita stunting dan normal, diketahui bahwa rata-rata berat badan balita stunting lebih ringan, hal ini dapat dilihat dari nilai z-skor BB/U yang lebih kecil yaitu ± 0.99, dibandingkan pada balita normal (-0.56±0.97) dan terdapat perbedaan signifikan (p<0.05) status gizi berdasarkan BB/TB, diketahui bahwa rata-rata nilai z-skor BB/TB balita stunting lebih rendah (-0.47±1.3) dibanding balita normal (0.06 ± 1.18). Beberapa studi menunjukkan bahwa ada keterkaitan antara stunting dengan berat badan menurut tinggi badan, penelitian tersebut menganalisis hubungan antara perubahan berat badan dan pertumbuhan linier pada tingkat individu. Tabel 5 Sebaran contoh berdasarkan karakteristik anak balita stunting dan normal Karakteristik Balita Kelompok usia bulan bulan Stunting Normal Total n % n % n % rata-rata±sd 47 ± 8 47 ± 7 47 ± 7 Jenis kelamin Laki-laki Perempuan Berat badan lahir Rendah (<2500 gram) Normal ( 2500 gram) rata-rata±sd 3198 ± ± ± 499 Riwayat Pemberian ASI Non ASI eksklusif ASI ekslusif Status gizi (BB/U) Gizi buruk Gizi kurang Gizi baik Gizi lebih rata-rata±sd* ± ± ± 1.21 Status gizi (BB/TB) Sangat kurus Kurus Normal Gemuk rata-rata±sd* ± ± ± 1.27 *berbeda signifikan (p<0.05) Penelitian Walker et al (2005) menemukan bahwa pada anak yang kekurangan gizi dibutuhkan setidaknya 85% persentil dari berat badan menurut tinggi badan supaya pertumbuhan linier bisa terkejar pada usia pertumbuhan. Penelitian tersebut menemukan bahwa terjadi perubahan berat badan terhadap tinggi badan pada pertumbuhan linier dalam populasi anak stunted di Jamaika yang diberikan suplementasi, peningkatan 1 poin berat badan menurut tinggi badan selama interval 6 bulan pemberian suplementasi dapat mempengaruhi perbedaan tinggi badan hingga 0.49 cm (95 % CI : 0,04-0,95) dan meningkat

32 17 menjadi 1,09 cm ( 95 % CI : 0,73-1,44) tingginya selama interval selanjutnya, sedangkan Richard (2012) menemukan peningkatan yang simultan terhadap perubahan BB/U dan BB/TB apabila pola makan dan jenis makanan yang dikonsumsi anak diawasi, penelitian tersebut menemukan bahwa berat awal menurut tinggi badan dan berat badan menurut umur berkorelasi dengan tinggi badan pada anak-anak selama tahun pertama kehidupan mereka ( r = 0,15-0,36, P<0,01 ). Pengetahuan Gizi, Kesehatan dan Tumbuh Kembang Pengetahuan merupakan hasil dari tahu, dan ini terjadi setelah orang melakukan pengindraan terhadap suatu objek tertentu. Sebagian besar pengetahuan manusia diperoleh melalui mata dan telinga. Gambar 3 Persentase ibu contoh yang menjawab benar soal pengetahuan gizi dan kesehatan pada kelompok ibu balita stunting dan ibu balita normal Gambar 3 merupakan sebaran contoh berdasarkan jawaban benar pada masing-masing pertanyaan. Pertanyaan dibagi menjadi dua yaitu pertanyaan pengetahuan mengenai gizi dan kesehatan dan pertanyaan mengenai tumbuh kembang. Diketahui bahwa pada pertanyaan pengetahuan tentang gizi dan

33 18 kesehatan, pertanyaan yang paling banyak di jawab benar adalah pertanyaan tentang pengertian zat gizi, sebesar 98.9% responden menjawab dengan benar, sedangkan pertanyaan yang paling sedikit dijawab benar adalah pertanyaan mengenai zat gizi untuk pertumbuhan, hanya sebesar 28.3% responden yang menjawab dengan benar. Pada pertanyaan tentang pengetahuan gizi dan kesehatan dari 20 pertanyaan yang diberikan terdapat 11 pertanyaan yang cenderung kelompok responden stunting memiliki skor lebih rendah dibandingkan dengan kelompok responden normal tetapi pada beberapa pertanyaan, seperti pertanyaan sumber protein hewani, masalah gizi di Indonesia dan usia pengenalan makanan keluarga, kelompok responden stunting memiliki skor yang lebih tinggi dibanding normal. Pada pertanyaan pengetahuan tentang tumbuh kembang anak di Gambar 4, diketahui bahwa pertanyaan yang paling banyak dijawab benar adalah pertanyaan tentang pentingnya mengajak anak berbicara sejak bayi, sebesar 77.2% responden menjawab dengan benar dan pertanyaan yang paling sedikit dijawab benar adalah pertanyaan mengenai minimal berat bayi lahir, hanya 30.4% responden yang menjawab dengan benar. Dari 10 pertanyaan tentang pengetahuan tumbuh kembang, diketahui bahwa sebanyak 7 pertanyaan, responden stunting memiliki skor yang lebih rendah dibandingkan dengan responden normal. Gambar 4 Persentase ibu contoh yang menjawab benar soal pengetahuan tumbuh kembang anak pada kelompok ibu balita stunting dan ibu balita normal Pengetahuan gizi seseorang menentukan perilaku gizinya kelak, pengetahuan tentang gizi dan makanan merupakan faktor penentu kesehatan seseorang. Pertanyaan pengetahuan tentang gizi, kesehatan dan tumbuh kembang anak dibagi menurut tiga kategori yaitu kurang, sedang dan baik. Sebaran contoh berdasarkan kategori pengetahuan ibu balita stunting dan normal mengenai gizi, kesehatan dan tumbuh kembang. Pada Tabel 6, diketahui untuk pengetahuan gizi dan kesehatan, sebanyak 47.8% kelompok stunting memiliki tingkat pengetahuan sedang dan sebanyak 52.2% kelompok normal memiliki tingkat pengetahuan yang baik. berdasarkan uji independent t-test menunjukkan terdapat perbedaan yang

34 19 signifikan (p<0.05) antara pengetahuan gizi kesehatan ibu balita stunting dengan balita normal. Konsisten dengan hasil penelitian Sabaruddin (2012) bahwa pengetahuan gizi ibu antara kelompok anak stunted berbeda secara signifikan (p<0.05), itu berarti bahwa pengetahuan gizi ibu balita normal lebih tinggi dibanding dengan ibu balita stunting. Hal tersebut diduga berkaitan dengan keadaan status sosial ekonomi responden yaitu pendapatan keluarga, kelompok anak normal memiliki pendapatan yang lebih tinggi dibanding dengan kelompok anak stunting, hal ini dapat menyebabkan akses untuk mencari informasi untuk menambah pengetahuan gizi dan kesehatan lebih luas. Pada pengetahuan tentang tumbuh kembang diketahui bahwa sebesar 56.5% ibu balita stunting dan sebesar 52.2% ibu balita normal memiliki tingkat pengetahuan sedang tetapi pada kategori baik hanya sebanyak 8.7% ibu balita normal yang memiliki pengetahuan tumbuh kembang yang baik sedangkan pada kelompok ibu balita stunting tidak ada yang memiliki pengetahuan tumbuh kembang yang baik, tetapi hasil ini tidak menunjukkan perbedaan yang signifikan (p>0.05) antara pengetahuan tumbuh kembang ibu balita stunting dan normal. Tabel 6 Sebaran contoh berdasarkan kategori pengetahuan ibu balita stunting dan normal Pengetahuan Ibu Pengetahuan Gizi dan Kesehatan Kurang Sedang Baik Total Pengetahuan Tumbuh Kembang Kurang Sedang Baik Stunting Normal Total n % n % n % Total Skor pengetahuan gizi dan kesehatan (rata-rata ± SD)* 77.5 ± ± ± 13 Skor pengetahuan tumbuh kembang (rata-rata ± SD) 55.7 ± ± ± 16.3 *berbeda signifikan (p<0.05) Praktek Pemberian Makan Praktek pemberian makan meliputi siapa orang yang menyiapkan makan, disuapi atau tidak, pengawasan ibu ketika tidak disuapi, penentu jadwal makan, ketetapan jadwal makan. Selain itu praktek pemberian makan juga diukur melalui cara menghidangkan makanan, situasi makan, cara memberi makan, memperkenalkan makanan baru, respon jika anak menolak makanan baru, dan apakah anak menghabiskan makanan. Pemberian makanan keluarga pada masa transisi dari makanan bayi ke makanan keluarga cukup penting dalam menentukan pola makan selanjutnya (Khomsan et al 2013).

35 20 Tabel 7 Sebaran contoh berdasarkan praktek pemberian makanan anak balita stunting dan normal Praktek pemberian makan Pemberian kolostrum a. Ya b. Tidak Frekuensi makan sehari a. >= 3x/hari b. 2x/hari c. 1x/hari Susunan jenis hidangan saat makan a. 3 jenis pangan b. < 3 jenis pangan Usia diberhentikan ASI a. >= 24 bulan b. <24 bulan Anak selalu menghabiskan makanan a. Selalu b. Kadang-kadang c. Tidak Anak mengalami kesulitan makan a. Tidak b. Kadang-kadang c. Ya Orang yang menyiapkan makanan untuk anak a. Ibu b. Nenek/pengasuh Alasan pemilihan bahan makanan a. Kesukaan dan kandungan gizi b. Kandungan gizi c. Kesukaan anak Yang dilakukan ibu saat anak tdk mau makan a. Dibujuk b. Dipaksa c. Dibiarkan Menentukan jam makan anak a. Ibu/pengasuh b. Anak Kebiasaan ibu memberikan pangan hewani saat makan a. Iya b. Kadang-kadang Kebiasaan memberikan camilan a. Iya b. Tidak Stunting Normal Total n % n % n % Hasil penelitian pada Tabel 7 menunjukkan bahwa sebagian besar contoh diberikan kolostrum (>85%) saat baru lahir selanjutnya diketahui bahwa sebagian besar contoh diberhentikan ASI saat usianya kurang dari 24 bulan (57.6%) dan sisanya (42.4%) diberhentikan ASI saat usianya sudah 24 bulan atau lebih dengan rata-rata umur saat diberhentikan ASI adalah bulan. Dari

36 beberapa pertanyaan praktek pemberian makan, kelompok anak stunting memiliki proporsi yang lebih rendah dibanding anak normal pada pertanyaan frekuensi pemberian makan, susunan jenis hidangan hidangan, anak selalu menghabiskan makanan, anak tidak mengalami kesulitan makan dan alasan pemilihan bahan makanan. Penelitian ini juga menunjukkan bahwa pengasuhan dalam hal pengaturan waktu makan oleh responden pada kelompok anak normal lebih tinggi (56.5%) dibandingkan dengan kelompok stunting (50%). Pada kedua kelompok contoh, sebagian dari contoh tidak mengalami kesulitan makan tetapi proporsinya lebih tinggi pada anak normal yaitu sebesar (60.9%) dan anak stunting (54.3%). Hasil penelitian tersebut juga menunjukkan frekuensi pemberian makan 3 kali pada kedua kelompok cenderung lebih tinggi pada kelompok anak normal (63%) dibanding anak stunting (52.2%) walaupun perbedaannya tidak bermakna (p>0.05), menurut Bridge et al (2006) pemberian makanan pada anak kurang dari tiga kali sehari memiliki hubungan secara signifikan terhadap kejadian stunting. Susunan makanan yang diberikan saat makan sebagian besar dari contoh (70.7%) adalah kurang dari tiga jenis pangan, sedangkan sebesar 29.3% terdiri lebih dari tiga jenis pangan, pada kelompok anak normal proporsinya lebih tinggi dibanding anak stunting yaitu sebesar 34.8%. Selain makanan utama, semua contoh juga diberikan makanan selingan, tetapi sebagian besar (78.3%) diberikan selingan berupa biskuit/wafer dan sebanyak 64.1% contoh diberikan selingan berupa makanan ringan. Sebanyak 29.3% ibu contoh menyatakan bahwa dasar pemilihan bahan makanan untuk diberikan kepada anak karena kesukaan anak dengan proporsi lebih tinggi pada anak normal (32.6%) dibanding anak stunting (26.3%). Cara pemberian makan juga merupakan salah satu bentuk pengasuhan ibu yang dapat mempengaruhi anak. Apabila anak kesulitan makan sebagian besar (64.1%) responden akan membujuk anaknya untuk makan, sisanya akan memaksa dan membiarkan saja dan lebih dari 90% responden dari kedua kelompok contoh memasak makanan untuk anaknya sendiri. Kategori dalam praktek pemberian makan terbagi menjadi tiga kategori yaitu baik (>85%), sedang (65-85%) dan kurang (<65%). Kategori pemberian makanan yang baik apabila responden memberikan perhatian dan keterlibatan yang baik dalam memberikan makan anak. Praktek makan yang kurang baik merupakan penyebab utama terjadinya kurang gizi pada anak-anak. Anak-anak yang tidak mendapat ASI rentan terkena infeksi, tumbuh kurang baik, dan hampir enam kali lebih mungkin meninggal pada usia satu bulan dibanding anak-anak yang menerima ASI walaupun tidak secara ekslusif. Dari usia enam bulan dan seterusnya, ketika ASI saja tidak lagi cukup untuk memenuhi semua kebutuhan gizi, bayi memasuki masa pemberian makanan pendamping ASI, di mana pada masa ini mereka secara bertahap diperkenalkan pada makanan pendamping ASI dari makanan lumat ke makanan keluarga biasa. Apabila pada masa pemberian makanan pendamping ASI tersebut tidak berjalan dengan baik sesuai dengan tahapannya, kemungkinan insiden kekurangan gizi meningkat tajam selama periode umur 6 sampai 18 bulan dan defisit akibat kekurangan gizi pada usia tersebut akan sulit untuk dikejar nanti di usia balita (Daelmans 2003). Berdasarkan skor kumulatif pada praktek pemberian makan seperti tertera pada Tabel 8 dibawah ini diketahui bahwa pada kedua kelompok contoh masingmasing berada pada tingkat praktek pemberian makan yang sedang yaitu sebanyak 21

37 22 (45.7%) untuk kelompok anak stunting dan (39.1%) untuk anak normal, tetapi untuk kategori baik responden kelompok anak normal lebih tinggi dibanding dengan anak stunting yaitu sebesar (39.1%) kelompok anak normal memiliki praktek pemberian makan yang baik dan hanya sebanyak (30.4%) responden dari kelompok anak stunting yang memiliki kategori baik. Secara statistik praktek pemberian makan pada kelompok anak stunting dan normal tidak berbeda (p>0.05). Hasil ini sejalan dengan penelitian Sabaruddin (2012) yang menyatakan bahwa tidak ada perbedaan yang bermakna terhadap praktek pemberian makan pada anak stunting dan normal, hal ini diduga karena tingkat pendidikan ibu yang hampir sama dan lingkungan tempat tinggal yang sama. Tabel 8 Sebaran contoh berdasarkan praktek pemberian makan anak balita stunting dan normal Praktek pemberian makan Kurang Sedang Baik Total Stunting Normal Total n % n % n % Rata-rata ± SD 71.2 ± ± ± 15.5 Tabel 9 menyajikan data sebaran contoh berdasarkan jenis MP-ASI dan awal pemberiannya, jenis MP-ASI yang paling sering diberikan adalah pisang, susu formula, sari buah, biskuit, bubur nasi, bubur instan dan makanan keluarga. Perkenalan MP-ASI pada bayi harus di berikan secara bertahap yaitu dari makanan lumat, makanan lunak kemudian baru makanan biasa. Berdasarkan Tabel 9 diketahui bahwa pemberian susu formula pada kelompok anak balita stunting lebih dini di perkenalkan pada susu formula yaitu pada usia 3.5 bulan sedangkan pada kelompok anak balita normal mulai diperkenalkan pada susu formula pada usia 5.5 bulan. Untuk pemberian MP-ASI lain seperti pisang, sari buah, biskuit, bubur instan dan makanan biasa, rata-rata usia perkenalan pada kelompok anak balita stunting dan normal tidak berbeda. Sesuai dengan tahapan perkenalan MP-ASI, diketahui bahwa sebagian besar contoh telah mengikuti kaidah tahapan umur yang sesuai seperti lebih dulu memperkenalkan makanan lumat kemudian makanan lunak untuk kemudian makanan biasa, terlihat dari Tabel 9 bahwa pemberian pisang dan biskuit diberikan pada anak pada anak saat usianya >6 bulan, pemberian makanan keluarga rata-rata diperkenalkan saat usia contoh 12 bulan. Menurut Gabriel (2008) penyapihan bayi yang terlalu dini apabila dibiarkan dalam waktu yang relatif lama akan mempengaruhi status gizinya. Menyapih terlalu dini dapat membahayakan kondisi gizi balita dan dapat menyebabkan kurang gizi. kemungkinan anak mengalami defisiensi zat gizi meningkat karena belum tentu MP-ASI yang diberikan itu sesuai dengan kebutuhan gizi bayi. Selain jenis MP- ASI diatas, balita juga diberikan air putih, madu san kopi. Diketahui bahwa sebagian besar contoh 69.2% telah diberikan air putih pada usia <6 bulan dengan rata-rata umur pemberian pada umur 3 bulan. Sebagian besar contoh 93.2% telah diberikan madu pada umur < 6 bulan dengan rata-rata umur saat di perkenalkan

38 23 madu adalah 1 bulan, hal ini terjadi karena adat istiadat setempat, menurut masyarakat memberikan madu pada anak yang baru lahir diyakini akan memudahkan bayi untuk menyusu kelak. Tabel 9 Sebaran contoh berdasarkan jenis MP-ASI dan awal pemberiannya Jenis MP-ASI Stunting Normal Total n % n % n % pisang (rata-rata awal diberikan (bulan) ± SD) 5.8 ± ± ± 3.84 < 6 bulan bulan Susu formula (rata-rata awal diberikan (bulan) ± SD) 3.8 ± ± ± 7.32 < 6 bulan bulan Sari buah (rata-rata awal diberikan (bulan) ± SD) 8.4 ± ± ± 4.61 < 6 bulan bulan biskuit (rata-rata awal diberikan (bulan) ± SD) 6.2 ± ± ± 2.43 < 6 bulan bulan Bubur nasi (rata-rata awal diberikan (bulan) ± SD) 7.7 ± ± ± 2.81 < 6 bulan bulan Bubur instan (rata-rata awal diberikan (bulan) ± SD) 5.6 ± ± ± 2.61 < 6 bulan bulan Makanan keluarga (rata-rata awal diberikan (bulan) ± SD) 11.2 ± ± ± 4.33 < 6 bulan bulan Frekuensi Pangan Pola Konsumsi Pangan Frekuensi konsumsi pangan per hari merupakan salah satu aspek dalam kebiasaan makan. Frekuensi konsumsi pangan pada anak, ada yang terikat pada pola makan 3 kali per hari tetapi banyak pula yang mengkonsumsi pangan antara 5 sampai 7 kali per hari atau lebih. Frekuensi konsumsi pangan bisa menjadi penduga tingkat kecukupan gizi, artinya semakin tinggi frekuensi konsumsi pangan, maka peluang terpenuhinya kecukupan gizi semakin besar. Penelitian yang dilakukan di Uganda anak balita yang mengalami stunted berkaitan dengan rendahnya asupan energi dan protein. Konsumsi makanan sebagian besar anak stunted yang diperoleh dari pencatatan makanan dengan FFQ ( Food Frequencies Qustionare) sebagian berasal dari sumber pati-patian dengan densitas energi yang sedikit, konsumsi sumber sayur dan buah yang sangat rendah

39 24 dan rendahnya konsumsi zat besi hem (Bridge et.al 2006). Studi yang dilakukan di Etiopia menyatakan bahwa terdapat hubungan signifikan antara faktor konsumsi makanan terhadap kejadian stunting, faktor lain yaitu jenis makanan yang diberikan pada anak juga berpengaruh signifikan terhadap kejadian stunting pada anak kurang dari lima tahun. Sebanyak 51% anak yang lebih sering diberikan makanan berupa bubur beras saja mengalami stunting, sedangkan anak yang lebih sering diberikan tambahan susu dan mashed potato (pure kentang) lebih rendah resiko kejadian stunted. Tabel 10 dibawah ini adalah tentang frekuensi konsumsi pangan pada balita yang meliputi konsumsi makanan pokok, pangan nabati, pangan hewani, sayur dan buah. Makanan pokok diberikan sebagai sumber energi untuk tubuh, pangan hewani penting diperlukan pada anak, karena anak-anak masih dalam masa pertumbuhan dan protein merupakan zat yang berperan dalam pertumbuhan, sedangkan sayur dan buah merupakan sumber vitamin dan mineral selain itu Sayur dan buah merupakan sumber vitamin, mineral, serat dan antioksidan. Konsumsi sayur dan buah setiap hari dapat mencegah kekurangan vitamin, mencegah obesitas, mencegah sembelit dan gangguan usus lainnya, dan meningkatkan kontrol glukosa darah (Agudo 2005). Pada penelitian ini diketahui bahwa sebagian besar (>80%) pada dua kelompok contoh terbiasa diberikan protein hewani saat makan, dengan rata-rata frekuensi pemberian pangan hewani adalah sebesar ± 6.81 kali/minggu untuk kelompok anak stunting dan ± 6.02 kali/minggu untuk anak normal, dan rata-rata pemberiannya adalah 83.6 g ± 46.1 g/hari. Menurut penelitian Krebs et al (2011), rutin mengkonsumsi protein hewani 1-3 kali perhari dapat menurunkan resiko stunting pada anak hingga 64% (OR = 0.64; 95% CI, 0.46 to 0.90). Tabel 10 Frekuensi konsumsi pangan kelompok contoh stunting dan normal Praktek pemberian makan Stunting Normal (x/ minggu) (x/minggu) Total Konsumsi makanan pokok Rata-rata ± SD 17.8 ± ± ± 4.88 Konsumsi pangan hewani Rata-rata ± SD ± ± ± 6.45 Konsumsi pangan nabati Rata-rata ± SD 1.72 ± ± ± 3.33 Konsumsi sayur Rata-rata ± SD 2.47 ± ± ± 1.97 Konsumsi buah Rata-rata ± SD 2.2 ± ± ± 2.14 Penelitian ini menunjukkan bahwa rata-rata frekuensi pemberian makanan pokok 18.1 ± 4.88 kali/minggu dan konsumsi pangan nabati adalah 1.73±3.33 kali/minggu. Konsumsi sayur sebesar 2.47±1.18 kali/minggu untuk kelompok anak stunting dan 3.43±2.13 kali/minggu untuk anak normal, rata-rata konsumsinya adalah 78.5±75.7 g/hari sedangkan frekuensi konsumsi buah adalah sebesar 2.2±2.04 kali/minggu untuk kelompok anak stunting dan 2.74±2.28 kali/minggu untuk anak normal, rata-rata konsumsinya adalah 42.8±50 g/hari. Berdasarkan data tersebut maka konsumsi sayur dan buah yang dikonsumsi anak

40 25 masih kurang, karena menurut Agudo (2005) konsumsi sayur dan buah yang dianjurkan adalah sebesar 400 g/hari atau sekitar 5 porsi perhari ( 1-2 porsi buah dan 2-4 porsi sayuran perhari). Tingkat Kecukupan Zat Gizi Pangan merupakan salah satu kebutuhan pokok yang diperlukan tubuh setiap hari dalam jumlah tertentu sebagai sumber energi dan zat-zat gizi, kekurangan dan kelebihan dalam jangka waktu yang lama akan berakibat buruk terhadap kesehatan. Kebutuhan akan energi dan zat gizi bergantung pada berbagai faktor seperti umur, jenis kelamin, berat badan, iklim dan aktivitas fisik (Almatsier 2003). Perbandingan antara konsumsi zat gizi dengan angka kecukupan gizi yang dianjurkan disebut sebagai tingkat kecukupan zat gizi. Tabel berikut menunjukkan sebaran contoh berdasarkan asupan dan tingkat kecukupan zat gizinya. Tabel 11 Energi (kkal)* Protein (g)* Kalsium (mg) Zat besi (mg) Vitamin A (RE) Vitamin C (mg)* *berbeda signifikan (p<0.05) Sebaran contoh berdasarkan rata-rata asupan energi dan zat gizi pada anak balita stunting dan normal Rata-rata asupan Stunting Normal Total 1286 ± ± ± 5 28 ± ± ± ± 2 9 ± ± ± ± 8 23 ± ± ± ± ± ± ± 16 Berdasarkan Tabel 11 diketahui bahwa rata-rata asupan zat gizi pada anak stunting lebih rendah dibanding anak normal kecuali untuk asupan vitamin A, pada anak stunting asupan vitamin A lebih tinggi dibanding anak normal. Ratarata asupan energi anak balita sebesar 1346 kkal ± 228. Rata-rata asupan protein sebesar 27 ± 6 gram. Rata-rata asupan kalsium sebesar 1024 ± 868 mg. Rata-rata asupan zat besi sebesar 9 ± 2 mg. Rata-rata asupan vitamin A sebesar 697 ±540 RE. Rata-rata asupan vitamin C sebesar 14 ± 8 mg. Berdasarkan uji independent t- test terdapat perbedaan yang signifikan (p<0.05) pada tingkat kecukupan energi dan protein antara anak balita stunting dan normal. Hasil tersebut sesuai dengan penelitian Nurmiati (2006) yang menyatakan bahwa terdapat perbedaan yang signifikan (p<0.05) tingkat kecukupan energi antara balita stunting dan normal, hasil penelitian Lee (2012) juga menemukan bahwa asupan protein, kalsium dan zat besi pada kelompok anak stunting signifikan lebih rendah dibandingkan dengan anak normal, pada penelitian Lee (2012) diketahui bahwa rata-rata asupan protein pada anak stunting sebesar 32.9 ± 1.6 g dan anak normal adalah 39.6 ± 1.3 g, sehingga apabila dilihat dapat dikatakan bahwa rata-rata asupan protein pada kedua kelompok penelitian lebih sedikit dibandingkan dengan penelitian tersebut. Tingkat kecukupan energi dan protein diklasifikasikan sebagai defisit tingkat berat (<70 %), defisit tingkat sedang (70-79 %), defisit tingkat ringan (80-

41 26 89 % AKG), normal (90-119%) dan kelebihan ( 120 % AKG) (Depkes 1996). Klasifikasi tingkat kecukupan vitamin dan mineral menurut Gibson (2005) yaitu (1) kurang (<77% AKG); (2) cukup (>=77% AKG). Penilaian untuk mengetahui tingkat kecukupan zat gizi dilakukan dengan membandingkan antara konsumsi zat gizi aktual (nyata) dengan kecukupan gizi yang dianjurkan. Hasil perhitungan kemudian dinyatakan dalam persen. Tabel 12 Sebaran contoh berdasarkan tingkat kecukupan zat gizi makro anak balita stunting dan normal Tingkat Kecukupan Energi Defisit tingkat berat Defisit tingkat sedang Defisit tingkat ringan Normal Protein Defisit tingkat berat Defisit tingkat sedang Defisit tingkat ringan Normal Rata-rata±SD tingkat kecukupan energi (%)* Rata-rata±SD tingkat kecukupan protein (%)* * berbeda signifikan (p<0.05) Stunting Normal Total n % n % n % ± ± ± ± ± ± Tabel 12 menunjukkan bahwa tingkat kecukupan energi dengan kategori defisit lebih banyak ditemukan pada anak balita stunting (82.6%) dibandingkan dengan anak balita normal (52.8%). Tingkat kecukupan energi dengan kategori normal lebih tinggi terdapat pada anak balita normal (47.8 %) dibanding dengan anak balita stunting (17.4%). Tingkat kecukupan protein dengan kategori defisit lebih banyak pada anak stunting (65.2%) dibanding anak normal (19.6%). Berdasarkan uji t-test terdapat perbedaan antara tingkat kecukupan balita stunting dengan normal (p<0.05) diketahui bahwa tingkat kecukupan balita stunting lebih rendah dibandingkan balita normal. Hasil tersebut sesuai dengan penelitian Hermina dan Prihartini (2011) yaitu terdapat perbedaan yang signifikan (p=0.000) antara kecukupan energi balita stunting dengan balita normal diketahui bahwa pada anak pendek rata-rata konsumsi energinya lebih rendah dibanding dengan anak yang normal. Hasil penelitian tersebut juga menemukan bahwa untuk tingkat kecukupan protein terdapat perbedaan yang signifikan (p=0.000) antara anak pendek dengan anak normal. Tingkat kecukupan protein pada anak pendek lebih kecil dibanding anak normal. Tabel 13 menunjukkan bahwa pada balita stunting tingkat kecukupan kalsium dan zat besi yang masuk pada kategori kurang lebih tinggi dibandingkan dengan balita normal yaitu sebesar 17.4% balita stunting memiliki tingkat kecukupan kalsium yang kurang dan 15.2% memiliki tingkat kecukupan zat besi yang kurang. Pada tingkat kecukupan vitamin C, pada kedua kelompok sebagian besar memiliki tingkat asupan yang kurang (<80%) tetapi proporsi balita stunting

42 27 lebih tinggi dibanding balita normal (95.7%). Sedangkan tingkat kecukupan vitamin A dengan kategori kurang lebih banyak ditemukan pada anak balita normal yaitu sebesar 17.4 %. Tabel 13 Sebaran contoh berdasarkan tingkat kecukupan zat gizi mikro anak balita stunting dan normal Tingkat Kecukupan Zat Gizi Kalsium Kurang Cukup Vitamin C Kurang Cukup Vitamin A Kurang Cukup Zat Besi Kurang Cukup Stunting Normal Total n % n % n % , Stimulasi Psikososial Menurut Unicef (1998) terdapat tiga aspek yang harus diperhatikan untuk memperbaiki kualitas hidup anak yaitu konsumsi pangan (gizi), kesehatan dan stimulasi psikososial. Menurut Soetjiningsih (1995), stimulasi psikososial adalah perangsangan yang datang dari lingkungan luar diri anak dan merupakan hal yang penting dalam tumbuh kembang anak. Anak yang mendapat stimulus terarah dan teratur akan lebih cepat berkembang dibanding dengan anak yang kurang atau tidak mendapat stimulus, sehingga dengan tingginya pemberian stimulus psikososial maka perkembangan anak akan lebih baik. Stimulasi psikososial pada penelitian ini diukur menggunakan instrumen Home Observational for Measurement of the Environment (HOME) yang terdiri dari delapan subskala dan 55 pertanyaan (Totsika 2004). Pada Tabel tersaji data rincian pencapaian stimulasi psikososial yang dilakukan ibu kepada balita pada masing-masing kelompok. Pada Tabel 14 diketahui bahwa pada stimulasi belajar, yang paling sedikit pencapaian stimulasinya yaitu pada pertanyaan membaca atau berlangganan koran setiap hari pada kelompok balita stunting tidak pernah berlangganan koran sedangkan pada balita normal sebesar 4.3% yang berlangganan koran, untuk berlangganan majalah, hampir semua responden tidak berlangganan media tersebut hanya sebesar 2.2% yang berlangganan majalah pada kedua kelompok. Pencapaian yang paling banyak yaitu pada pertanyaan apakah responden mengajari anaknya bentuk-bentuk, sebagian besar responden menjawab iya (>70%). Apabila dilihat maka pada stimulasi belajar kecenderungan pencapaiannya lebih tinggi pada anak normal dibanding pada responden dengan anak stunting.

43 28 Tabel 14 Pencapaian stimulasi psikososial sub skala stimulasi belajar pada kelompok balita stunting dan normal Stimulasi Belajar Keterangan 1. Anak mempunyai mainan tentang warna, bentuk, ukuran 2. Anak punya 3 mainan yang memiliki peraturan dalam permainannya, seperti monopoli, ular tangga, congklak,catur (... buah) 3. Anak punya tape recorder dan kaset/vcd (nyanyian, cerita, pengetahuan, dll) 4. Anak punya mainan bebas berekspresi (crayon, spidol, cat air) 5. Anak punya mainan untuk melatih gerakan tangan yang halus (puzzle, lilin, dll) Stunting Normal total n % n % n % Anak punya mainan untuk belajar angka Anak punya buku sendiri paling sedikit 10 buah Keluarga punya buku paling sedikit 10 buah Keluarga membeli/membaca koran setiap hari Keluarga berlangganan paling sedikit 1 majalah Anak diajari tentang bentuk-bentuk Pada stimulasi bahasa di Tabel 15 diketahui bahwa pencapaian antara responden dengan anak normal dan stunting pada beberapa pertanyaan pencapaiannya tidak begitu berbeda jauh, bahkan pencapaian pada kelompok anak stunting lebih tinggi (100%) dibanding anak normal (97.8%) pada pertanyaan anak diajari mengucap salam dan ibu menggunakan tata bahasa yang benar, tetapi nilai terendah didapatkan pada kelompok anak stunting pada pertanyaan anak memiliki mainan untuk belajar mengenai nama-nama binatang, hanya sebesar 56.5% ibu balita stunting yang menyediakannya, lebih rendah dibanding dengan ibu kelompok normal (71.7%). Tabel 15 Pencapaian stimulasi psikososial sub skala stimulasi bahasa pada kelompok balita stunting dan normal Keterangan Stunting Normal Total n % n % n % Stimulasi Bahasa 12. Anak punya mainan untuk belajar mengenal nama-nama binatang 13. Anak diajari huruf-huruf Anak diajari untuk mengucapkan salam,terima kasih 15. Ibu berbicara dengan tata bahasa yang benar Anak diberi kesempatan berbicara dan ibu mendengarkan 17. Kata-kata ibu selalu menyenangkan anak Anak diberi kesempatan memilih sendiri makanan yang diinginkannya

44 29 Tabel 15 juga menunjukkan pada pertanyaan anak mempunyai mainan gambar-gambar binatang pencapaiannya lebih tinggi pada kelompok ibu balita normal (71.6%) dibanding dengan ibu balita stunting (56.5%), begitupula pada pertanyaan anak diajari huruf-huruf pencapaiannya lebih tinggi pada ibu balita normal (82.6%) dibanding ibu balita stunting (63%). Tabel 16 Pencapaian stimulasi psikososial sub skala lingkungan fisik pada kelompok balita stunting dan normal Keterangan Stunting Normal Total n % n % n % Lingkungan Fisik 19. Rumah aman dari bahaya (selokan, sungai, jalan besar) 20. Tempat bermain anak bebas dari kemungkinan bahaya 21. Keadaan rumah tidak gelap Para tetangga bersikap ramah Ruang dalam rumah tidak dipenuhi alat rumah tangga 24. Rumah bersih dan rapi Rumah tidak sempit Pada lingkungan fisik di Tabel 16 semua balita memiliki tetangga yang ramah (100%), skor terendah didapatkan pada pertanyaan keadaan rumah tidak gelap, hanya sebanyak 65.2% balita stunting yang memliki rumah tidak gelap dan 78.3% pada kelompok normal. Pada pertanyaan rumah tidak sempit skornya lebih tinggi pada balita stunting yaitu 71.7% sedangkan pada kelompok balita normal hanya sebesar 63.0% yang memiliki rumah tidak sempit. Tabel 17 Pencapaian stimulasi psikososial sub skala kehangatan dan penerimaan pada kelompok balita stunting dan normal Keterangan Stunting Normal Total n % n % n % Kehangatan dan Penerimaan 26. Ibu berbicara dengan anak minimal 2x selama kunjungan 27. Ibu menjawab pertanyaan dan permintaan anak dengan kata-kata 28. Ibu menanggapi ocehan anak dengan kata-kata Ibu memuji anak secara spontan minimal 2x selama kunjungan 30. Ibu menggendong anak minimal menit setiap hari 31. Ibu mencium, membelai atau merangkul anak minimal sekali selama kunjungan Ibu membantu anak menunjukkan kepintarannya

45 30 Pada sub skala kehangatan dan penerimaan di Tabel 17, pada pertanyaan sedikitnya 15 menit ibu menggendong anak, lebih banyak responden anak stunting yang melakukan hal tersebut (45.7%) dibanding responden anak normal (28.3%). Skor tertinggi ada pada pertanyaan ibu berbicara dengan anak minimal 2x selama kunjungan, sebagian besar ibu melakukan hal tersebut (>90%). Pada Tabel 18 dapat dilihat bahwa pencapaian stimulasi psikososial pada sub skala akademik kecenderungan skor pada balita stunting lebih rendah di banding dengan balita normal, dengan pencapaian yang paling rendah ada pada pertanyaan anak sudah di ajari membaca yaitu hanya sebanyak 39.1% anak stunting diajari membaca oleh ibunya dan sebanyak 45.7% balita normal yang diajari membaca oleh ibunya. Skor tertinggi ada pada pertanyaan anak di ajari menyanyi, sebagian besar balita di kedua kelompok dijari menyanyi oleh ibunya (>90%). Berikut adalah tabel rinciannya : Tabel 18 Pencapaian stimulasi psikososial sub skala stimulasi akademik pada kelompok balita stunting dan normal Stimulasi akademik Keterangan Stunting Normal Total n % n % n % 33. Anak diajari tentang warna diajari menyanyi Anak diajari pengertian ruang,dimensi (besar kecil) 36. Anak diajari tentang angka Anak diajari membaca kata-kata sederhana Pada sub skala modeling di Tabel 19, skor terendah ada pada pertanyaan anak disuruh menunggu waktu makan dan jajan yang tepat dengan proporsi kelompok anak normal lebih banyak yang melakukan stimulasi tersebut yakni sebanyak 21.7% sedangkan untuk anak stunting hanya 8.7%. Skor tertinggi pada pertanyaan apakah anak diperkenalkan pada tamu, hampir sebagian besar pada kedua kelompok ibu memperkenalkan anak pada tamunya (>90%). Tabel 19 Pencapaian stimulasi psikososial sub skala modeling pada kelompok balita stunting dan normal Keterangan Stunting Normal Total n % n % n % Modeling 38. Anak disuruh menunggu waktu makan dan jajan yang tepat 39. Anak dikenalkan pada tamu Anak dapat menunjukkan kekecewaan atau kemarahan tanpa dibalas dengan kemarahan oleh ibu 41. TV tidak boleh disetel setiap hari Anak dapat memukul ibu tanpa dibalas dengan pukulan yang sama oleh ibu

46 31 Di sub skala variasi pengalaman pada Tabel 20, kedua kelompok rata-rata skor pencapaiannya tidak berbeda jauh tetapi pada pertanyaan anak diperbolehkan memilih makanan yang disukai dan diajak pergi keluar rumah, skor pada anak stunting lebih tinggi dibanding anak normal. Untuk pencapaian terendah pada kedua kelompok ada pada pertanyaan apakah hasil karya anak ditempel di rumah, hanya sebanyak 4.3% ibu balita stunting yang menempel hasil karya anaknya di rumah dan hanya sebanyak 10.9% ibu balita normal yang melakukannya. Tabel 20 Pencapaian stimulasi psikososial sub skala variasi pengalaman pada kelompok balita stunting dan normal Keterangan Variasi pengalaman 43. Anak diajak mengunjungi saudara atau dikunjungi saudara minimal 2 minggu sekali 44. Anak diharuskan mengembalikan atau mengambil mainan sendiri, tanpa bantuan 45. Ibu berbicara menggunakan kalimat yang kompleks, baik struktur maupun kata yang digunakan 46. Hasil karya anak ditempel di suatu tempat di rumah 47. Anak diperbolehkan memilih makanan yang disukainya di warung Stunting Normal Total n % n % n % Anak mempunyai alat musik mainan atau sungguhan 49. Anak diajak pergi keluar rumah Anak diajak ke museum (taman, toko buku, kebun) tahun lalu Anak diajak makan bersama minimal sekali dalam sehari Pada Tabel 21 tentang sub skala penerimaan, rata-rata sebagian besar ibu telah melakukan stimulasi yang tepat (>85%) kecuali untuk pertanyaan apakah ibu tidak menghukum anak seminggu terakhir (hukuman fisik) hanya sebanyak 32.6% pada kelompok balita stunting dan 34.8% pada kelompok balita normal yang tidak dihukum secara fisik dalam satu minggu terakhir. Dari pertanyaan-pertanyaan tersebut dapat ditarik kesimpulan bahwa skor rata-rata stimulasi psikososial yang dilakukan ibu pada kedua kelompok hasilnya tidak berbeda jauh, diduga hal ini karena pendidikan ibu yang tidak berbeda dan juga lingkungaan sekitar yang tidak berbeda sehingga pola pengasuhannya pun tidak berbeda pula. Dibawah ini tabel stimulasi psikososial sub skala terakhir yaitu sub skala penerimaan.

47 32 Tabel 21 Pencapaian stimulasi psikososial sub skala penerimaan pada kelompok balita stunting dan normal Keterangan Stunting Normal Total n % n % n % Penerimaan 52. Ibu tidak memarahi anak, baik dengan katakata maupun isyarat lebih dari sekali (... kali) 53. Ibu tidak membatasi atau melarang anak secara fisik selama kunjungan (dengan tindakan... kali) (dengan kata-kata... kali) 54. Ibu tidak mencubit atau memukul anak selama kunjungan 55. Ibu tidak menghukum anak lebih dari sekali dalam satu minggu terakhir (hukuman fisik) Berdasarkan gambar 5 beberapa skala menunjukkan bahwa rata-rata skor yang dicapai responden kelompok anak balita normal lebih tinggi dibanding anak balita stunting yaitu pada subskala stimulasi belajar, stimulasi bahasa, modeling dan variasi pengalaman, namun pada subskala kehangatan dan penerimaan skor rata-rata yang lebih tinggi ditemukan pada responden balita stunting. Pada subskala lingkungan fisik, stimulasi akademik dan penerimaan, jumlah skor ratarata sama antara anak balita stunting dan normal. Gambar 5 Skor rata-rata pencapaian stimulasi psikososial Dari 8 subskala yang terdiri dari 55 pertanyaan, kemudian dijumlahkan dan dikategori menjadi rendah (<31), sedang (31-45) dan tinggi (>45). Tabel 22 menunjukkan sebaran contoh berdasarkan kategori stimulasi psikososial anak balita stunting dan normal.

48 33 Tabel 22 Sebaran contoh berdasarkan kategori stimulasi psikososial balita stunting dan normal Stimulasi Psikososial Rendah Sedang Tinggi Total Stunting Normal Total n % n % n % Rata-rata ± SD 34.9 ± ± ± 5.4 Berdasarkan tabel 22 diketahui bahwa sebagian besar contoh (79.3%) memperoleh stimulasi dengan kategori sedang, tetapi ternyata pada anak balita stunting memperoleh stimulasi rendah lebih banyak (23.9%) dibanding balita normal (10.9%). Menurut penelitian Giyarti (2008) bahwa memang rata-rata skor pencapaian stimulasi psikososial pada anak usia 3-6 tahun sebagian besar adalah kategori sedang (76,9%), lebih dari seperempatnya memperoleh stimulasi psikososial dengan kategori rendah (22,0%), dan hanya 1,1% contoh yang memperoleh stimulasi psikososial dengan kategori tinggi. Berdasarkan data tersebut, maka hasil penelitian ini menunjukkan hal yang tidak berbeda jauh nilainya. Berdasarkan uji independent t-test tidak terdapat perbedaan signifikan (p>0.05) stimulasi psikososial antara anak balita stunting dan normal. Walker et al (2007) menyatakan bahwa stunting usia dini berhubungan dengan rendahnya stimulasi psikososial pada anak walaupun pada penelitian tersebut skor HOME pada kelompok anak stunted tidak signifikan lebih rendah pada saat balita tetapi cenderung nilainya lebih kecil. Perkembangan Perkembangan adalah bertambahnya kemampuan dalam struktur dan fungsi tubuh yang lebih kompleks dalam pola yang teratur dan dapat diramalkan, sebagai hasil proses pematangan. Perkembangan menyangkut adanya proses diferensiasi dari sel-sel tubuh, jaringan tubuh, organ-organ dan sistem organ yang berkembang sedemikian rupa sehingga masing-masing dapat memenuhi fungsinya. Termasuk juga perkembangan emosi, intelektual, dan tingkah laku sebagai hasil interaksi dengan lingkungannya (Soetjiningsih 1995). Perkembangan anak yang diamati pada penelitian ini adalah perkembangan kognitif dan bahasa. Perkembangan Kognitif Teori perkembangan kognitif Piaget mengatakan bahwa anak secara aktif membangun pemahaman dan pengetahuan mereka tentang dunia melalui empat tahapan perkembangan kognitif (Santrock 2007). Teori perkembangan kognitif menurut Piaget yang harus dilewati oleh anak terdiri dari Sensorimotorik (0-2 tahun), preoperational (2-7 tahun), concret operational (7-12 tahun) dan formal operational (>12 tahun). Berikut merupakan hasil pencapaian perkembangan kognitif pada kedua kelompok:

49 34 Tabel 23 Skor pencapaian perkembangan kognitif anak balita stunting dan normal usia bulan Keterangan stunting normal total n % n % n % Kecerdasan 1. Mengenal dan memasangkan 6 warna Secara sengaja menyusun balok atau gelanggelang berdasarkan ukuran 3. Membuat gambar yang bentuknya dapat dikenal meskipun bagi orang lain tidak jelas 4. Bertanya untuk mendapat keterangan (dengan kata tanya : bagaimana, mengapa) 5. Mengetahui umur sendiri Mengerti nama panjangnya dan nama ayah Kemampuan konsentrasi (memusatkan perhatian) 8. Bertambahnya pengetahuan untuk mengerti : fungsi, pengelompokkan benda-benda, mengerti bagian-bagian keseluruhan 9. Mulai menyadari tentang masa lalu dan yang akan datang (misalnya : kemarin kita pergi ke kebun, hari ini kita ke rumah nenek) Pencapaian tertinggi perkembangan kecerdasan ada di item secara sengaja menyusun balok atau gelang-gelang berdasarkan ukuran, pada kedua kelompok hampir sebagian besar mampu menyusun balok atau gelang-gelang menurut ukuran (>70%), sedangkan pencapaian terendah ada pada item mengetahui umur sendiri, hanya sebesar 15.4% pada balita stunting dan 29.2% pada balita normal yang mengetahui umurnya sendiri. Apabila dilihat, terdapat kecenderungan bahwa nilai pencapaian perkembangan kecerdasan pada kelompok normal lebih tinggi dibandingkan dengan kelompok stunting, tetapi terdapat dua item yang nilainya lebih tinggi pada anak stunting yaitu mengetahui nama panjang dan nama ayahnya dan bertambahnya pengetahuan untuk mengerti fungsi, pengelompokan bendabenda dan mengerti bagian-bagian keseluruhan. Pada pencapaian perkembangan kecerdasan anak usia bulan, diketahui bahwa pencapaian perkembangan tertinggi ada di item memasangkan gambar-gambar dari benda yang telah dikenal, sebagian besar (>80%) pada kedua kelompok mampu memasangkan gambar yang telah dikenal, sedangkan pencapaian terendah ada pada item kemampuan konsentrasi sudah lebih lama, hanya sebesar 36.4% balita stunting yang memiliki konsentrasi lebih lama, sedangkan pada anak normal yang terendah ada di menunjuk dan menyebutkan 4-6 warna, hanya sebanyak 45% anak pada kelompok normal yang mampu menjuk dan menyebutkan dengan benar, lebih rendah dibandingkan pada kelompok stunting (54.5%). Rincian tersebut dapat dilihat di Tabel 24 berikut ini :

50 35 Tabel 24 Skor pencapaian perkembangan kognitif anak balita stunting dan normal usia bulan Keterangan stunting normal total n % n % n % Kecerdasan 1. Bermain dengan menggunakan kata-kata (mengucapkan kata-kata yang berirama, menyebutkan kata-kata yang mempunyai bunyi yang sama) 2. Menunjuk dan menyebut 4-6 warna Memasangkan gambar-gambar dari benda yang telah dikenal 4. Dapat menyebutkan atau memasangkan bagian badan yang digambar dengan diri 5. Menggambar, menyebut nama dan menjelaskan gambar yang dapat dikenalnya 6. Menggambar orang dengan 2-5 bagian badan yang dapat dikenal seperti kepala, tangan dan kaki, dapat menyebutkan atau memasangkan bagian badan yang digambar dengan badannya sendiri 7. Menghitung di luar kepala sampai 5, meniru orang dewasa 8. Kemampuan untuk memperhatikan/ konsentrasi sudah lebih lama, belajar dengan cara mengamati dan mendengarkan orang dewasa, juga melalui eksplorasi atau mencoba-coba 9. Bertambahnya pengalaman tentang pengertian/ arti dari fungsi, waktu, hubungan bagian dengan keseluruhan Konsep waktu bertambah luas. Anak dapat berbicara tentang kemarin atau minggu lalu Perkembangan kognitif pada usia ini adalah tahap praoperasional (2-7 tahun) yang dibagi dalam dua sub tahap yakni subtahap fungsi simbolik dan sub tahap berpikir secara intuitif. Pada subtahap simbolik terjadi saat anak berusia 2-4 tahun. Pada masa ini anak memiliki kemampuan untuk dapat menggambarkan objek secara fisik misalnya menyusun puzzel atau menyusun balok menjadi bangunan tertentu. Pada tahap ini juga dikenal dengan sub tahap berpikir egosentris, yakni ketidakmampuan anak anak untuk memahami perspektif atau cara berpikir orang lain. Sedangkan sub tahap berpikir intuitif terjadi pada usia 4-7 tahun. Masa ini disebut tahap berpikir secara intuisi karena saat ini anak kelihatannya mengerti sesuatu padahal ia tidak mengetahui alasan-alasan yang menyebabkan balok itu dapat disusun menjadi rumah. Dengan kata lain anak belum memiliki kemampuan kritis tentang apa yang ada dibalik suatu kejadian pada periode praoperasional anak-anak cenderung mendemonstrasikan persepsi mereka dengan beberapa karakteristik warna, bentuk, dan ukuran, mereka juga sudah mengkategorikan konsep (Santrock 2007). Tabel 25 menunjukkan bahwa perkembangan kognitif dengan kategori rendah lebih banyak ditemukan pada anak balita stunting yaitu sebesar 23.9 % dan

51 36 kategori sedang lebih banyak ditemukan pada anak balita normal yaitu sebesar 41.3 %, diketahui bahwa nilai rata-rata pencapaian perkembangan kognitif pada balita normal lebih tinggi dibanding balita stunting hasil ini sejalan dengan penelitin Nurmiati (2006) yang menemukan bahwa rata-rata untuk skor pada balita normal lebih tinggi dibanding dengan balita stunting namun berdasarkan uji independent t-test tidak terdapat perbedaan yang signifikan (p>0.05) perkembangan kognitif antara balita stunting dan normal. Tabel 25 Sebaran contoh berdasarkan kategori perkembangan kognitif anak balita stunting dan normal Perkembangan kognitif Rendah Sedang Tinggi Total Stunting Normal Total n % n % n % Rata-rata ± SD 63.09± ± ±21.4 Perkembangan Bahasa Perkembangan bahasa pada anak balita adalah kemampuan seorang anak dalam bentuk komunikasi entah itu lisan, tertulis atau isyarat yang berdasarkan pada simbol-simbol. Bahasa terdiri dari kata-kata yang digunakan oleh masyarakat beserta aturan-aturan untuk menyusun berbagai variasi dan mengkombinasikannya (Santrock 2007). Peralihan dari kalimat-kalimat sederhana menjadi kalimat-kalimat kompleks diawali di usia 2 hingga 3 tahun dan berlanjut hingga sekolah dasar. Pencapaian komunikasi pada balita usia bulan yaitu pada komunikasi pasif, pencapaian tertinggi pada perkembangan komunikasi pasif adalah pada item mengerti dan dapat melaksanakan 2 sampai 4 perintah yang ada kaitannya, rata-rata sebagian besar contoh mampu melaksanakan perintah tersebut (>70%), sedangkan pencapaian terendah adalah pada item memahami konsep sebab akibat, hanya sebanyak 37.5% pada balita stunting dan 30.4% pada balita normal yang mampu mengerti konsep sebab akibat. Dapat dilihat bahwa terdapat kecenderungan skor pencapaiannya lebih tinggi pada anak normal dibanding anak stunting. Pada komunikasi aktif, item tertinggi ada pada anak berbicara dalam kalimat-kalimat yang terdiri dari 3 kata yaitu sebagian besar anak sudah berbicara secara aktif (>80%), sedangkan skor terendah ada pada anak dapat menceritakan pengalaman masa lalu, hanya sebanyak 54.2% anak stunting dan 53.8% anak normal yang mampu membicarakan pengalaman masa lalu mereka. Hoff (2009) menyatakan bahwa selama tahun ketiga kehidupan, perkembangan yang paling jelas adalah meningkatnya penguasaan tata bahasa mereka. Biasanya, anak-anak pada tahun ini mulai memproduksi dua dan tiga kata afirmatif seperti saya bisa, kalimat deklaratif yang kekurangan gramatikal akhiran, seperti penanda jamak dan masa lampau, pada kata benda dan kata kerja seperti. Pada akhir tahun ketiga, anak-anak memproduksi kalimat lengkap, termasuk pertanyaan dan pengucapan bentuk dengan perangkat gramatikal yang

52 37 paling tepat. Peningkatan keterampilan anak pada masa ini dalam berbicara meningkat dan mereka mulai menyadari peristiwa masa lalu dalam percakapan mereka. Periode dari 3 sampai 4 tahun sebagian besar merupakan salah satu pengembangan lebih lanjut pada keterampilan yang sudah ada. Tabel 26 Skor pencapaian perkembangan bahasa anak balita stunting dan normal usia bulan Keterangan stunting normal total n % n % n % Komunikasi pasif 1. Mulai memahami kalimat-kalimat yang memakai konsep waktu 2. Mengerti perbandingan-perbandingan dalam hal ukuran, membandingkan 2 benda 3. Memahami konsep sebab akibat Mengerti dan dapat melaksanakan 2 sampai perintah/ petunjuk yang ada kaitannya 5. Mengerti kalau diberitahukan ayo, kita purapura Komunikasi aktif 6. Bicara dalam kalimat-kalimat yang terdiri dari kata 7. Anak dapat menceritakan pengalaman masa lalu Menyebut diri dengan memakai kata saya/ aku Mengulang paling sedikit satu nyanyian dan dapat menyanyikan lagu 10. Bicara dengan ucapan yang dapat dimengerti orang lain (yang masih asing) Perkembangan baru yang paling jelas terjadi pada bidang tata bahasa, di mana anak-anak mulai menghasilkan kata kompleks dan kalimat lengkap, penguasaan bahasa selesai selama 4 tahun pertama kehidupan. Kemampuan bahasa terus berkembang di setiap domain perkembangan setelah usia 4 tahun, pada masa ini juga adalah masa transisi anak-anak dari lingkungan rumah ke lingkungan sekolah dan belajar cara-cara baru dalam menggunakan bahasa serta pengembangan keaksaraan lebih lanjut terkait dengan perubahan dalam pengetahuan berbahasa. Lebih lanjut menurut Papalia dan Olds (1981) pada usia 3 tahun anak-anak mulai menjawab mengapa dengan benar. Frekuensi jawaban yang betul dari semua jenis pertanyaan apa, mengapa meningkat pada usia antara 3 dan 5 tahun, pada saat anak berumur 3 dan 4 tahun anak sangat familiar dengan binatang, bagian tubuh, dan orang-orang terdekat. Anak usia 3 tahun telah mahir mengambil perspektif si pengamat yaitu menginterpretasikan di sini, di sana, ini, itu, di depan, dan di belakang dengan benar. Ini terlihat dari item pertanyaan-pertanyaan yang ada pada instrumen ini yaitu pada komunikasi pasif anak-anak sudah mengerti dengan sesuatu yang berhubungan dengan waktu, mampu melaksanakan perintah dan konsep sebab akibat sedangkan pada komunikasi aktif anak-anak sudah mampu bebicara dengan susunan kata yang

53 38 lengkap, berbicara tentang masa lalu dan menyanyi sebagai bagian dari pemahaman mengenai fungsi fonologis dan artikulasi yang baik. Tabel 27 Skor pencapaian perkembangan bahasa anak balita stunting dan normal usia bulan Keterangan Stunting Normal Total n % n % n % Komunikasi pasif 1. Dapat mengikuti 3 perintah yang tidak berhubungan, dalam urutan yang tepat 2. Mengerti perbandingan sesuatu sifat dari benda/ orang secara bertingkat (biasa, lebih, paling) 3. Mendengarkan cerita yang panjang Menggabungkan perintah lisan ke dalam kegiatan bermain 5. Mengerti urutan kejadian-kejadian kalau anak diberitahu Komunikasi aktif 6. Bertanya dengan pertanyaan : kapan, bagaimana, mengapa 7. Menggunakan kata-kata : dapat, akan Menggabungkan kalimat Berbicara tentang hubungan sebab akibat dengan menggunakan kata karena dan jadi 10. Menceritakan isi cerita, walau mungkin masih campur aduk faktanya Hasil penelitian, seperti yang tersaji di Tabel 27 menunjukkan bahwa pencapaian tertinggi pada komunikasi pasif usia bulan ada di item menggabungkan perintah lisan ke dalam kegiatan bermain, sebagian besar contoh mampu melakukannya (>80%), sedangkan pencapaian terendah pada balita stunting ada di item dapat mengikuti perintah yang tidak berhubungan, hanya sebanyak 50% balita stunting yang mampu melaksanakannya sedangkan pada anak normal pencapaian terendah ada di mengerti urutan-urutan kejadian (75%). Pada komunikasi aktif skor tertinggi pada balita stunting ada pada item menggunakan kata-kata dapat dan akan dan menggabungkan kalimat (59.1%) dan pencapaian tertinggi komunikasi aktif pada balita normal adalah pada menggabungkan kalimat (90%). Pencapaian terendah ada di mengeluarkan pertanyaan kapan, bagaimana dan mengapa yaitu sebanyak 18.2% balita stunting dan 35% balita normal yang mampu melaksanakannya. Menurut Santrock (2007) anak yang berumur 4-5 tahun sudah dapat menggunakan empat sampai lima kata perkalimat, lebih dapat membedakan posisi benda-benda disekelilingnya yaitu dibawah, diatas, didepan, dibelakang, disamping serta sering menggunakan kata kerja daripada kata benda, pemahaman anak dan berbicara anak lebih kompleks, anak dapat berbicara dengan total 1500 sampai 2000 kata. Tabel 28 menunjukkan bahwa perkembangan bahasa dengan kategori rendah lebih banyak ditemukan pada anak balita stunting yaitu sebesar 21.7 % dan

54 39 kategori tinggi lebih banyak ditemukan pada anak balita normal yaitu sebesar 45.7 %. Skor rata-rata untuk pencapaian perkembangan bahasa pada kedua kelompok adalah 74.46± Perkembangan bahasa dibagi kedalam dua bagian yaitu komunikasi aktif dan pasif. Dapat dilihat bahwa skor rata-rata pencapaian perkembangan bahasa lebih tinggi pada kelompok anak balita normal (78.48±18.50) dibanding stunting (70.43±18.13). Berdasarkan uji independent t- test terdapat perbedaan yang signifikan (p<0.05) perkembangan bahasa antara balita stunting dan normal bahwa pencapaian perkembangan bahasa pada anak balita stunting lebih rendah dibanding pada anak balita normal. Hal ini sejalan dengan penelitian Hanum (2012) yaitu skor perkembangan bahasa pada anak normal lebih tinggi secara signifikan (p<0.05) dibanding pada anak stunted. Tabel 28 Rendah Sedang Tinggi Total Sebaran contoh berdasarkan kategori perkembangan bahasa anak balita stunting dan normal Perkembangan bahasa Stunting Normal Total n % n % n % Rata-rata ± SD* 70.43± ± ±18.32 *berbeda signifikan (p<0.05) Hubungan antar variabel Dari hasil uji korelasi pearson menunjukkan bahwa terdapat hubungan yang signifikan (p<0.05 dan r= 0.369) antara lama pendidikan ibu dengan pengetahuan gizi dan kesehatan, sejalan dengan penelitian Yuliana (2004) yang menyatakan bahwa ibu yang berpendidikan tinggi cenderung lebih terbuka terhadap hal-hal baru karena sering membaca artikel-artikel maupun pemberitaan dari berbagai media sehingga pengetahuan ibu tentang anak terurama mengenai gizi dan kesehatan semakin baik, dan menurut penelitian Sabaruddin (2012) bahwa pendidikan ibu berkontribusi terhadap pengetahuan gizi dan kesehatan. Semakin tinggi pendidikan diduga semakin baik pengetahuan gizinya dan ibu yang memiliki pengetahuan gizi baik akan mengetahui bagaimana cara mengolah makanan, cara mengatur menu sehingga keadaan gizi anak terjamin. Hasil uji korelasi pearson memperlihatkan bahwa ada hubungan yang bermakna (p<0.05 r= 0,267) antara pendapatan keluarga dengan pengetahuan gizi dan kesehatan bahwa apabila pendapatan keluarga meningkat maka pengetahuan gizi dan kesehatan akan meningkat karena berkorelasi positif, demikian juga dengan hasil uji korelasi pearson antara pendapatan keluarga dengan pengetahuan tumbuh kembang memperlihatkan bahwa ada hubungan yang bermakna (p<0.05 r=0.303) antara pendapatan dan pengetahuan tumbuh kembang serta pendidikan ibu dengan pengetahuan tumbuh kembang (p<0.05 r=0.394). Hasil tersebut sejalan dengan penelitian Rahmaulina (2007), yang menyatakan bahwa terdapat hubungan yang signifikan (P<0.05) antara pendapatan dengan tingkat pengetahuan ibu, bahwa semakin tinggi pendapatan keluarga maka semakin baik

55 40 pengetahuannya, hal ini dikarenakan kemampuan untuk mengakses sumber informasi menjadi lebih luas. Pengetahuan gizi seseorang menentukan perilaku gizinya kelak termasuk dalam hal pemberian makan. Hasil penelitian menunjukkan berdasarkan uji korelasi pearson, tidak terdapat hubungan yang signifikan antara pengetahuan responden terhadap gizi dan kesehatan dengan praktek pemberian makan (p>0.05). Menurut penelitian Rohner et al (2013) faktor sosial ekonomi dan pendidikan ibu terkait dengan kejadian stunting tetapi praktek pemberian makan tidak mempunyai hubungan yang signifikan dengan status gizi anak sehingga responden dengan pengetahuan gizi yang baik belum tentu mempengaruhi praktek pemberian makan dan berdasarkan uji korelasi pearson tidak terdapat hubungan (P>0.05) antara praktek pemberian makan dengan asupan energi dan protein. Berdasarkan hasil uji statistik pearson tidak terdapat hubungan yang signifikan (p>0.05) antara berat badan lahir dengan status gizi (TB/U), menurut penelitian Kusharisupeni (2002) diketahui bahwa berat badan saat lahir merupakan prediktor terbesar untuk panjang badan bayi pada umur 6 sampai 12 bulan tetapi setelah umur tersebut tinggi badan lebih dipengaruhi oleh asupan zat gizi dan infeksi, sehingga di duga saat usia balita bulan, berat badan saat lahir tidak lagi mempengaruhi tinggi badan saat ini. Berdasarkan uji pearson tidak terdapat hubungan yang signifikan (p>0.05) antara pengetahuan gizi dan kesehatan dengan tingkat kecukupan energi. Pengetahuan gizi dan kesehatan tidak terdapat hubungan yang signifikan (p>0.05) dengan tingkat kecukupan protein. Asupan energi memiliki hubungan yang signifikan (p<0.05 dan r=0.300) dengan status gizi (TB/U) begitu juga dengan asupan protein yang memiliki hubungan yang signifikan (p=<0.05 dan r=0.379) dengan status gizi (TB/U). Menurut Supariasa (2002) status gizi merupakan suatu ekspresi dan keseimbangan zat gizi dalam bentuk variabel tertentu, atau perwujudan nutriture dalam bentuk variabel tertentu meliputi berat badan, tinggi badan, lingkar lengan atas, dan lain-lain. Status gizi adalah keadaan keseimbangan antara asupan (intake) zat gizi dan jumlah yang dibutuhkan (requirement) oleh tubuh untuk berbagai fungsi biologis (pertumbuhan fisik, perkembangan, aktivitas, pemeliharaan kesehatan dan lain-lain). Suharjo (2003) menyatakan bahwa status gizi adalah suatu keadaan tubuh yang disebabkan oleh konsumsi penyerapan dan penggunaan makanan oleh jumlah dan jenis makanan yang dikonsumsi. Sehingga dapat dikatakan bahwa memang asupan zat gizi mempunyai hubungan yang erat dengan status gizi. Status gizi seringkali digunakan untuk mengetahui gambaran tingkat kecukupan konsumsi makan individu pada suatu saat. Dari gambaran status gizi balita dapat diprediksikan apakah balita tersebut telah mengkonsumsi makanan yang telah cukup untuk memenuhi kebutuhannya agar dapat memelihara proses dan fungsi tubuh termasuk diantaranya untuk pertumbuhan dan aktivitas fisik. Berdasarkan uji statistik pearson terdapat hubungan yang signifikan (p<0.05 dan r=0.327) antara pengetahuan tumbuh kembang dengan stimulasi psikososial. Hasil uji korelasi pearson menunjukkan bahwa tidak terdapat hubungan (p>0.05) antara stimulasi psikososial dengan perkembangan kognitif, dan perkembangan bahasa. Hal ini diduga karena pendidikan ibu yang tidak berbeda dan juga lingkungaan sekitar yang tidak berbeda sehingga pola pengasuhannya pun tidak berbeda pula. Meskipun pada penelitian ini stimulasi

56 psikososial tidak menunjukkan ada hubungan namun stimulasi psikososial merupakan upaya pendidikan untuk mengembangkan kognitif, fisik dan keterampilan motorik serta kemampuan sosial emosi anak. Penelitian Watanabe et al (2005) menemukan bahwa ada pengaruh yang signifikan dari intervensi gizi dan stimulasi pada peningkatan skor kognitif anak yang stunting. Teori perkembangan kognitif Piaget menyatakan bahwa anak prasekolah berada dalam kategori pemikiran praoperasional yang dimulai dengan pengakuan fungsi simbolis yaitu kemampuan untuk menggunakan sesuatu sebagai simbol untuk mewakili sesuatu yang lain (Santrock 2007). Stimulasi psikososial sangat penting terhadap perkembangan anak, pada penelitian ini ketika skor stimulasi psikososial secara keseluruhan diuji tidak terdapat hubungan dengan perkembangan kognitif anak, namun ketika beberapa sub skala dihubungkan diketahui bahwa terdapat hubungan yang nyata antara sub skala stimulasi belajar (p<0.05 r=0.206) dan sub skala stimulasi bahasa (p<0.05 dan r= 0.318) dengan perkembangan kognitif anak. Stimulasi belajar digunakan untuk membangkitkan perkembangan kognitif anak, misalnya memecahkan tekateki mendorong anak untuk berpikir secara simbolis dan menghubungkan satu peristiwa dengan peristiwa lain. Jadi, ketika sebuah teka-teki bisa diselesaikan itu menunjukkan bahwa mereka telah mengalami proses kognitif yaitu organisasi dan adaptasi, dan ada korelasi yang positif antara stimulasi belajar dan perkembangan kognitif anak sehingga diketahui bahwa stimulasi belajar memiliki hubungan yang paling dekat dibandingkan dengan dimensi lainnya terhadap perkembangan kognitif anak. Anak-anak membutuhkan beberapa pengetahuan untuk menganalisis dan mendengar bahasa mereka dengan demikian beberapa pengetahuan tentang bahasa harus diperkenalkan pada usia dini (Santrock 2007). Stimulasi bahasa juga digunakan untuk meningkatkan perkembangan bahasa dan kognitif anak, karena dengan diberikan stimulasi bahasa perbendaharaan kata-kata anak akan menjadi semakin baik dan akan mendorong anak untuk berpikir bagaimana merangkai sebuah kata maupun kalimat untuk menjelaskan maksudnya. Hal ini sesuai dengan penelitian ini yang menemukan bahwa ketika masing-masing sub skala dihubungkan terdapat hubungan yang nyata antara sub skala stimulasi bahasa (p<0.05 r=0.242) dan sub skala stimulasi akademik (p<0.05 r=0.414) dengan perkembangan bahasa anak selain itu menurut Yusuf (2005) faktor-faktor yang mempengaruhi perkembangan bahasa diantaranya adalah faktor kesehatan, anak yang sehat lebih cepat berbicara dibanding anak tidak sehat, hal ini karena motivasi yang lebih kuat untuk menjadi anggota kelompok sosial dan berkomunikasi dengan anggota kelompok tersebut. Faktor lainnya adalah kecerdasan, anak dengan kecerdasan yang tinggi, dalam berbicara lebih cepat dan memperlihatkan penguasaan bahasa yang lebih baik dibandingkan dengan anak yang tingkat kecerdasan yang rendah (Santrock 2007). Penelitian Walker et al (2005) menyatakan bahwa stunting pada balita berkaitan erat dengan kurangnya kemampuan kognitif dan bahasa anak, sehingga dapat dikatakan bahwa ketika skor kognitif anak lebih tinggi maka kemampuan bahasanya juga semakin baik, pada penelitian ini diketahui bahwa skor kognitif pada contoh berkorelasi positif terhadap perkembangan bahasa anak (p<0.05 r=0.437) selain kecerdasan faktor lain yang dapat mempengaruhi perkembangan bahasa anak adalah keadaan sosial ekonomi, anak dari keluarga ekonomi yang 41

57 42 mampu itu lebih mudah belajar berbicara, pengungkapan perasaan dirinya lebih baik, dan lebih banyak bicara dibanding anak dari keluarga kurang mampu. Hal ini dikarenakan anak dari keluarga berada lebih banyak mendapat dorongan dan bimbingan untuk berbicara dari anggota keluarga yang lain. Keluarga dengan ekonomi yang rendah cenderung lebih memfokuskan pada pemenuhan kebutuhan sehari-hari sehingga perkembangan bahasa anak kurang diperhatikan, sesuai dengan hasil penelitian ini diketahui bahwa pendapatan keluarga dari kedua kelompok berbeda secara signifikan (p<0.05), diketahui bahwa pada kelompok anak balita stunting pendapatan keluarganya lebih rendah dibanding anak balita normal. Berdasarkan uji korelasi peason diketahui bahwa terdapat hubungan yang signifikan (p<0.05 dan r=0.317) antara status gizi (TB/U) dengan perkembangan kognitif. Penelitian Oktarina et al (2012) menunjukkan bahwa anak yang kurang gizi memiliki skor kognitif rata-rata terendah dibanding anak normal, ini menggambarkan bahwa stunting merupakan kejadian kurang gizi kronis yang memiliki efek negatif terhadap perkembangan kognitif anak. Hal ini sejalan dengan penelitian Hall et al. (2001) bahwa anak yang stunted memiliki skor nilai matematika dan bahasa yang lebih rendah daripada anak yang bertumbuh normal. Terdapat hubungan yang signifikan (p<0.05 dan r=0.353) antara status gizi (TB/U) dengan perkembangan bahasa. Hasil tersebut sesuai dengan penelitian Hanum (2012) bahwa terdapat hubungan signifikan berdasarkan status gizi (TB/U) dengan perkembangan bahasa (p<0.05). Hasil studi Hizni et al (2009) pada anak balita di pesisir kota Cirebon, menyatakan bahwa terdapat hubungan antara status gizi stunted pada anak balita dengan perkembangan bahasa dimana perkembangan bahasa merupakan salah satu aspek yang diteliti dalam perkembangan anak.. Lebih lanjut pada penelitian Meenakshi et al (2007) di India tentang pertumbuhan dan perkembangan anak, diketahui bahwa terdapat hubungan signifikan antara status stunted dengan perkembangan bahasa anak. Menurut Supariasa (2002) perkembangan dapat berfungsi optimal bila didukung oleh potensi biologis. Tingkat pencapaian fungsi biologis seseorang merupakan hasil interaksi dari berbagai faktor terkait. Faktor-faktor tersebut adalah genetik, lingkungan dan perilaku, salah satunya adalah faktor gizi, anak yang memiliki status gizi kurang cenderung perkembangannya juga terlambat.

58 43 SIMPULAN DAN SARAN Simpulan Karakteristik keluarga relatif sama, namun pendapatan pada keluarga balita stunting (Rp ± Rp ) signifikan lebih rendah dibandingkan keluarga balita normal (Rp ± Rp ). Pendidikan ibu cenderung lebih rendah pada ibu balita stunting (tingkat SD 63.0 %) dibandingkan ibu balita normal (tingkat SD 37.0 %). Karakteristik balita yang terdiri dari umur, jenis kelamin dan BBL (3202 gram±499) relatif sama antara balita stunting dan normal. Status gizi menurut BB/U secara signifikan lebih rendah pada balita stunting (-1.98 ± 0.99) dibanding normal (-0.56 ± 0.97), status gizi menurut BB/TB signifikan lebih rendah pada balita stunting (-0.47 ± 1.3) dibanding balita normal (0.06 ± 1.18). Pengetahuan gizi dan kesehatan pada ibu balita stunting (77.0 ± 13.5) signifikan lebih rendah dibandingkan normal (82.6 ± 12.1). Pada pengetahuan tumbuh kembang terdapat kecenderungan ibu balita stunting memiliki skor yang lebih rendah (55.7 ± 14.4) dibandingkan ibu balita normal (57.0 ± 18.0). Asupan balita stunting secara signifikan lebih rendah dibanding normal adalah energi, protein dan vitamin C. Praktek pemberian makan dan stimulasi psikososial pada balita stunting cenderung lebih rendah dibandingkan normal namun tidak signifikan. Pada perkembangan kognitif terdapat kecenderungan skor perkembangan kognitif balita stunting lebih rendah (63.09 ± 22.27) dibandingkan balita normal (69.37 ± 20.26). Perkembangan bahasa pada balita stunting (70.43 ± 18.13) lebih rendah secara signifikan dibandingkan balita normal (78.48 ± 18.50). Beberapa variabel yang tidak berhubungan signifikan (p>0.05) adalah pengetahuan gizi dan kesehatan dengan asupan energi dan protein, pengetahuan gizi dan kesehatan dengan praktek pemberian makan, praktek pemberian makan dengan asupan energi dan protein, berat badan lahir dengan status gizi (TB/U) dan stimulasi psikososial dengan perkembangan kognitif dan bahasa. Beberapa variabel yang saling berhubungan (p<0.05) diantaranya adalah pendidikan ibu dan pendapatan keluarga dengan pengetahuan gizi, kesehatan, dan tumbuh kembang, asupan energi dan protein dengan status gizi, pengetahuan tumbuh kembang dengan stimulasi psikososial, sub skala stimulasi belajar dan stimulasi bahasa dengan perkembangan kognitif, sub skala stimulasi akademik dan stimulasi bahasa dengan perkembangan bahasa dan status gizi (TB/U) dengan perkembangan kognitif dan bahasa. Saran Perlu dilakukannya penyuluhan yang berkaitan dengan peningkatan pemahaman ibu mengenai pentingnya tumbuh kembang anak dan juga mengenai gizi seimbang terutama pengaturan menu makan dan pengolahan bahan makanan dari bahan makanan setempat. Diharapkan agar ibu dapat lebih memahami dan menerapkan pemahaman tersebut pada kehidupan sehari-hari.

59 44 Stimulasi pada anak dapat diperoleh dari lingkungan rumah dan sekolah, diharapkan para orang tua dapat memberikan stimulasi yang tepat dan beruasaha untuk menambah pengetahuannya dengan cara mencari informasi mengenai tumbuh kembang dan stimulasi yang tepat untuk anak. Pos BKB yang menyatu dengan PAUD yang ada di Desa Cibatok Dua dapat digunakan untuk menggiatkan program BKB yakni penyuluhan dan pemberian informasi melalui pertemuan orang tua dengan kader Posyandu guna menambah informasi mengenai tumbuh kembang dan stimulasi anak. Orang tua disarankan untuk memasukan anaknya mengikuti pendidikan anak usia dini, karena efek positif dari pendidikan tersebut diketahui dapat meningkatkan perkembangan anak secara lebih baik. Diharapkan tenaga kesehatan dapat melatih kader Posyandu dalam melakukan deteksi dini tumbuh kembang anak sehingga kader Posyandu dapat melakukannya saat Posyandu dan bisa memberikan ilmunya kepada para ibu di wilayah desa Cibatok Dua, selain itu diharapkan di klinik gizi yang terdapat di Puskesmas Kecamatan Cibungbulang selain klinik gizi juga bisa membuka klinik tumbuh kembang anak dengan memakai instrument yang sudah ada dari Kemenkes yaitu Stimulasi, Deteksi Intervensi Dini Tumbuh kembang. DAFTAR PUSTAKA ACC/SCN Fourth report on the world nutrition situation: nutrition throughout the life cycle. Geneva, ACC/SCN in collaboration with IFPRI Aditianti Faktor Determinan Stunting Pada Anak usia Bulan di Indonesia. [Tesis]. Jurusan Gizi Masyarakat. Fakultas Ekologi Manusia. Bogor: Institut Pertanian Bogor. Agudo Antonio Measuring Intake of Food and Vegetables. Paper of FAO/WHO on fruit and Vegetables for Health. Kobe, Japan : WHO. Astari LD Faktor-faktor yang berpengaruh terhadap kejadian stunting anak usia 6-12 bulan di Kabupaten Bogor. [tesis]. Program Pascasarjana. Bogor : Institut Pertanian Bogor. [Bappenas] Rencana Nasional Aksi Pangan dan Gizi Kementerian Perencanaan Pangan dan Pembangunan. Bridge et al Nutritional Status and food consumption patterns of young children living in western Uganda. Afrika : East African Medical Journal 83: Daelmans B, Martines J, Saadeh R Conclusion of The Global Consultation on Complementary Feeding. Tokyo : The United Nations University : Food and Nutrition Bulletin Vol. 24 No. 1. [Depkes] Kementerian Kesehatan RI Rencana Strategis Kementerian Kesehatan Kementerian Kesehatan RI. Gabriel A Perilaku Keluarga Sadar Gizi (KADARZI) serta Hidup bersih dan Sehat Ibu Kaitannya dengan Status Gizi dan Kesehatan Balita di Desa Cikarawang Bogor [Skripsi]. Jurusan Gizi Masyarakat dan Sumber Daya Keluarga. Fakultas Pertanian. Bogor: Institut Pertanian Bogor.

60 Gibson RS Principles Of Nutritional Assesment. New York : Oxford University Express. Giyarti Pengaruh Stimulasi Psikososial, Perkembangan Kognitif, dan Perkembangan Sosial Emosi terhadap Perkembangan Bahasa Anak Usia Prasekolah di Kabupaten Bogor. [Skripsi]. Jurusan Gizi Masyarakat dan Sumber Daya Manusia. Fakultas Pertanian. Bogor: Institut Pertanian Bogor. Hall et al Original communication: an association between chronic undernutrition and educational test scores in Vietnamese children. European Journal of Clinical Nutrition 55: Hanum NL Pola asuh makan, Perkembangan Bahasa dan Kognitif pada Anak Balita Stunting dan Normal di Kelurahan Sumur Batu Bantar Gebang Bekasi. [Skripsi]. Jurusan Gizi Masyarakat. Fakultas Ekologi Manusia. Bogor: Institut Pertanian Bogor. Hastuti D Analisis Pengaruh Model Pendidikan Prasekolah pada Pembentukan Anak Sehat, Cerdas, dan Berkarakter. [Disertasi]. Jurusan Gizi Masyarakat dan Sumberdaya Keluarga. Fakultas Pertanian. Bogor: Institut Pertanian Bogor. Hermina, Prihatini S Gambaran Keragaman Makanan dan Sumbangan Terhadap Konsumsi Energi dan Protein pada Anak Balita Pendek (Stunting) Indonesia. Buletin Penelitian Kesehatan, 39(2), Hizni A, Julia M, Gamayanti IL Status stunted dan hubungannya dengan perkembangan anak balita di Wilayah Pesisir Pantai Utara Kecamatan Lemahwungkuk Kota Cirebon. The Indonesian Journal of Clinical Nutrition 6(3): Hoff E Language Development. Belmort (USA) : Wadsworth Cengage Learning. Kalimbira AA, Chilima DM, Mtimuni BM Disparities in the prevalence of child undernutrition in Malawi. South African Clinical Journal of Nutrition Vol.19 No. 4 [Kemenkes] Kementerian Kesehatan Laporan Hasil Riset Kesehatan Dasar Indonesia Tahun Jakarta : Badan Penelitian dan Pengembangan Kesehatan Kementerian Kesehatan RI. Khomsan A Teknik Pengukuran Pengetahuan Gizi. Bogor: Gizi Masyarakat Sumberdaya Keluarga Institut Pertanian Bogor. Khomsan A, Anwar F, Hernawati N, Suhanda NS, Oktarina Tumbuh Kembang dan Pola Asuh Anak. Bogor: IPB Press. Khomsan A, Anwar F, Riyadi H, Sukandar D, Mudjajanto ES Studi Implementasi Program Gizi: Pemanfaatan, Cakupan, Keefektifan dan Dampak Terhadap Status Gizi. Bogor: Departemen Gizi Masyarakat, Institut Pertanian Bogor. King FS, Ann B Nutrition for Developing Countries. New York : Oxford University Press. Kusherisupeni Peran Status Kelahiran terhadap Stunting pada Bayi : Sebuah Studi Prospektif. Jakarta : Jurnal kedokteran Trisakti Vol. 23 No. 3 Krebs NF et al Meat Consumption is Associated With Less Stunting Among Toodler in Four Divers Low Income Setting. The United Nations University : Food and Nutrition Bulletin Vol. 23 No

61 46 Lee EM, Park MJ, Ahn HS, Lee SM Differences in Dietary Intakes between Normal and Short Stature Korean Children Visiting a Growth Clinic. Korea : Korean Society of Clinical Nutrition Vol 1 (1) : Meenakshi, Pradhan SK, Prasuna JG A cross-sectional study of the association of postnatal growth and psychosocial development of the infants in an Urban Slum of Delhi. Indian Journal of Community Medicine 32:1. Nurmiati Pertumbuhan dan Perkembangan Anak Balita dengan Status Gizi Stunting dan Normal. [skripsi]. Jurusan Gizi Masyarakat Sumberdaya keluarga. Fakultas Pertanian. Bogor : Institut Pertanian Bogor. Oktarina, Khomsan A, Hernawati N, Anwar F Relationship between Nutritional Status, Psychosocial Stimulation and cognitive Development in Preschooler Children In Indonesia. Published by the Nutrition Research and Practices. Papalia DE, Olds SW A Child s World Infancy Through Adolesence. (2nd ed). USA : McGraw-Hill. Rahmaulina, N D Hubungan Pengetahuan Ibu dan Tumbuh Kembang Anak serta Stimulasi Psikososial dengan Perkembangan Kognitif anak Usia 2-5 tahun. [skripsi]. Jurusan Gizi Masyarakat Sumberdaya keluarga. Fakultas Pertanian. Bogor : Institut Pertanian Bogor. Richard SA, Black RE, Checkley W Revisiting the Relationship of Weight and Height in Early Childhood. Washington DC : American Society for Nutrition. Adv.Nutr. 3: Rohner F et al Infant and young child feeding practices in urban Philippines and their associations with stunting, anemia, and deficiencies of iron and vitamin A. The United Nations University : Food and Nutrition Bulletin Vol. 34 No. 2. Sabaruddin EE Kajian positive deviance masalah stunting balita pada keluarga miskin di kota Bogor. [Tesis]. Sekolah Pasca Sarjana. Bogor : Institut Pertanian Bogor. Santrock JW Perkembangan Anak Edisi Sebelas. Rachmawati M, Kuswanti A, penerjemah; Jakarta: Erlangga. Terjemahan dari : Child Development. Soetjiningsih Tumbuh Kembang Anak. Jakarta : EGC. Supariasa I, Bachtiar B, Ibnu F Penilaian Status Gizi. Jakarta: EGC. Suharjo Perencanaan Pangan dan Gizi. Jakarta : PT. Bumi Aksara. [UNICEF]. United Nations Children's Fund Early Chilhood Development. New York: Oxford University Press. Totsika V, Kathy S The Home Observation for Measurement of The Environment Revisited. Child and Adolescent Mental Health 9 (1): Walker SP, Chang SM, Powell AC, Mc Gregor SM Effect of early childhood psychosocial, stimulation and nutritional supplementation on cognition and education in growth-retarded Jamaican children : prospective cohort study. Walker SP, Chang SM, Powell AC, Mc Gregor SM Early Childhood Stunting Is Associated with Poor Psychological Functioning in Late Adolence and Effect Are Reduced by Psychosocial Stimulation. The Journal of Nutrition

62 47 Watanabe K, Flores R, Fujiwara J, Tran L.T.H Early chilhood development and cognitive development of young childern in rural Vietnam. J Nutr. 135: World Health Organization [WHO].2005.Child Growth Anthro. Yuliana Pengaruh Gizi, Pengasuhan dan Lingkungan Terhadap Pertumbuhan dan Perkembangan Anak Usia Prasekolah. [disertasi]. Program Pascasarjana. Bogor : Institut Pertanian Bogor. Yusuf S Psikologi Perkembangan Anak dan Remaja. Bandung: PT. Remaja Rosdakarya. LAMPIRAN

63 48 Lampiran 1 Dokumentasi kegiatan pengumpulan data

PRAKTEK KESEHATAN, MORBIDITAS, STIMULASI PSIKOSOSIAL, DAN PERKEMBANGAN BALITA STUNTING DAN NORMAL NOVIANY CIPTA DEWI

PRAKTEK KESEHATAN, MORBIDITAS, STIMULASI PSIKOSOSIAL, DAN PERKEMBANGAN BALITA STUNTING DAN NORMAL NOVIANY CIPTA DEWI PRAKTEK KESEHATAN, MORBIDITAS, STIMULASI PSIKOSOSIAL, DAN PERKEMBANGAN BALITA STUNTING DAN NORMAL NOVIANY CIPTA DEWI DEPARTEMEN GIZI MASYARAKAT FAKULTAS EKOLOGI MANUSIA INSTITUT PERTANIAN BOGOR BOGOR 2013

Lebih terperinci

METODE PENELITIAN. n = z 2 α/2.p(1-p) = (1,96) 2. 0,15 (1-0,15) = 48,9 49 d 2 0,1 2

METODE PENELITIAN. n = z 2 α/2.p(1-p) = (1,96) 2. 0,15 (1-0,15) = 48,9 49 d 2 0,1 2 METODE PENELITIAN Desain, Tempat, dan Waktu Penelitian Penelitian ini desain population survey, yaitu dengan mensurvei sebagian dari populasi balita yang ada di lokasi penelitian selama periode waktu tertentu.

Lebih terperinci

METODE PENELITIAN Desain, Waktu dan Tempat Cara Pemilihan Contoh

METODE PENELITIAN Desain, Waktu dan Tempat Cara Pemilihan Contoh METODE PENELITIAN Desain, Waktu dan Tempat Penelitian mengenai Pemberian Makanan Tambahan (PMT) biskuit yang disubstitusi tepung Ikan Lele Dumbo (Clarias gariepinus) pada balita gizi kurang dan gizi buruk

Lebih terperinci

METODE. PAUD Cikal Mandiri. PAUD Dukuh. Gambar 2 Kerangka pemilihan contoh. Kls B 1 :25. Kls A:20. Kls B 2 :30. Kls B:25. Kls A:11

METODE. PAUD Cikal Mandiri. PAUD Dukuh. Gambar 2 Kerangka pemilihan contoh. Kls B 1 :25. Kls A:20. Kls B 2 :30. Kls B:25. Kls A:11 METODE Desain, Tempat dan Waktu Penelitian Desain penelitian ini adalah cross sectional study (sebab akibat diteliti dalam satu waktu). Pemilihan PAUD dilakukan secara purposive, dengan kriteria memiliki

Lebih terperinci

METODE PENELITIAN Desain, Tempat, dan Waktu Jumlah dan Cara Penarikan Contoh Jenis dan Cara Pengumpulan Data

METODE PENELITIAN Desain, Tempat, dan Waktu Jumlah dan Cara Penarikan Contoh Jenis dan Cara Pengumpulan Data METODE PENELITIAN Desain, Tempat, dan Waktu Desain penelitian ini adalah cross sectional study, dilakukan di SDN 09 Pagi Pademangan Barat Jakarta Utara. Pemilihan lokasi sekolah dasar dilakukan secara

Lebih terperinci

METODE PENELITIAN Desain, Tempat, dan Waktu Penelitian Populasi dan Sampel Penelitian n = (zα² PQ) / d²

METODE PENELITIAN Desain, Tempat, dan Waktu Penelitian Populasi dan Sampel Penelitian n = (zα² PQ) / d² 31 METODE PENELITIAN Desain, Tempat, dan Waktu Penelitian Penelitian ini menggunakan pendekatan kuantitatif dengan rancangan penelitian potong lintang (cross sectional study), dengan cara mengukur variabel

Lebih terperinci

METODE PENELITIAN Desain, Waktu dan Tempat Penelitian Jumlah dan Cara Pengambilan Contoh

METODE PENELITIAN Desain, Waktu dan Tempat Penelitian Jumlah dan Cara Pengambilan Contoh 19 METODE PENELITIAN Desain, Waktu dan Tempat Penelitian Penelitian ini menggunakan desain cross sectional study. Cross sectional study yaitu rancangan yang digunakan pada penelitian dengan variabel sebab

Lebih terperinci

METODE PENELITIAN Desain, Waktu, dan Tempat Jumlah dan Cara Pemilihan Contoh Jenis dan Cara Pengambilan Data

METODE PENELITIAN Desain, Waktu, dan Tempat Jumlah dan Cara Pemilihan Contoh Jenis dan Cara Pengambilan Data 15 METODE PENELITIAN Desain, Waktu, dan Tempat Penelitian ini dilakukan dengan metode cross sectional study. Lokasi penelitian bertempat di Desa Sukajadi, Sukaresmi, Sukaluyu, dan Sukajaya, Kecamatan Taman

Lebih terperinci

Gambar 3 Hubungan ketahanan pangan rumahtangga, kondisi lingkungan, morbidity, konsumsi pangan dan status gizi Balita

Gambar 3 Hubungan ketahanan pangan rumahtangga, kondisi lingkungan, morbidity, konsumsi pangan dan status gizi Balita 22 KERANGKA PEMIKIRAN Status gizi yang baik, terutama pada anak merupakan salah satu aset penting untuk pembangunan sumber daya manusia yang berkualitas. Sumber daya manusia yang berkualitas merupakan

Lebih terperinci

Gambar 1 Hubungan pola asuh makan dan kesehatan dengan status gizi anak balita

Gambar 1 Hubungan pola asuh makan dan kesehatan dengan status gizi anak balita 17 KERANGKA PEMIKIRAN Masa balita merupakan periode emas, karena pada masa ini terjadi pertumbuhan dan perkembangan otak yang optimal, terlebih lagi pada periode dua tahun pertama kehidupan seorang anak.

Lebih terperinci

METODOLOGI Desain, Tempat dan Waktu Penelitian Jumlah dan Teknik Penarikan Contoh Jenis dan Cara Pengumpulan Data

METODOLOGI Desain, Tempat dan Waktu Penelitian Jumlah dan Teknik Penarikan Contoh Jenis dan Cara Pengumpulan Data 18 METODOLOGI Desain, Tempat dan Waktu Penelitian Desain penelitian ini adalah cross sectional study dimana seluruh pengumpulan data dilakukan pada satu waktu. Penelitian ini dilakukan di SD Negeri 1 Malangsari

Lebih terperinci

METODE. n = Z 2 P (1- P)

METODE. n = Z 2 P (1- P) 18 METODE Desain, Tempat, dan Waktu Penelitian ini menggunakan desain cross sectional study yaitu pengamatan yang dilakukan sekaligus pada satu waktu. Lokasi penelitian adalah TKA Plus Ihsan Mulya Cibinong.

Lebih terperinci

METODE. Zα 2 x p x (1-p)

METODE. Zα 2 x p x (1-p) 16 METODE Desain, Tempat dan Waktu Penelitian Desain penelitian ini adalah cross sectional study. Pemilihan tempat dilakukan secara purposif dengan pertimbangan kemudahan akses dan perolehan izin. Penelitian

Lebih terperinci

METODE PENELITIAN. n= z 2 1-α/2.p(1-p) d 2

METODE PENELITIAN. n= z 2 1-α/2.p(1-p) d 2 METODE PENELITIAN Desain, Tempat, dan Waktu Penelitian Desain dalam penelitian ini adalah cross sectional study. Lokasi penelitian di Desa Paberasan Kabupaten Sumenep. Pemilihan lokasi penelitian dilakukan

Lebih terperinci

METODE PENELITIAN Desain, Waktu, dan Tempat Penelitian Jumlah dan Cara Penarikan Contoh Jenis dan Cara Pengumpulan Data

METODE PENELITIAN Desain, Waktu, dan Tempat Penelitian Jumlah dan Cara Penarikan Contoh Jenis dan Cara Pengumpulan Data METODE PENELITIAN Desain, Waktu, dan Tempat Penelitian Desain penelitian yang digunakan adalah cross sectional study. Pengambilan data penelitian dilaksanakan pada bulan April-Mei 2011. Penelitian dilaksanakan

Lebih terperinci

METODE Desain, Tempat, dan Waktu Jumlah dan Cara Penarikan Contoh

METODE Desain, Tempat, dan Waktu Jumlah dan Cara Penarikan Contoh METODE Desain, Tempat, dan Waktu Penelitian ini menggunakan desain cross sectional study yang bertujuan mempelajari hubungan pengetahuan gizi ibu dan kebiasaan jajan siswa serta kaitannya dengan status

Lebih terperinci

METODE PENELITIAN Desain, Tempat dan Waktu Penelitian Jumlah dan Teknik Penarikan Contoh Jenis dan Cara Pengumpulan Data

METODE PENELITIAN Desain, Tempat dan Waktu Penelitian Jumlah dan Teknik Penarikan Contoh Jenis dan Cara Pengumpulan Data METODE PENELITIAN Desain, Tempat dan Waktu Penelitian Desain penelitian adalah cross sectional study. Penelitian ini merupakan bagian dari Penelitian Aspek Sosio-ekonomi dan Faktor Lingkungan yang Mempengaruhi

Lebih terperinci

METODE PENELITIAN. n = N 1+ N (d 2 ) keterangan : N = besar populasi n = besar sampel d = tingkat kepercayaan/ketepatan yang diinginkan

METODE PENELITIAN. n = N 1+ N (d 2 ) keterangan : N = besar populasi n = besar sampel d = tingkat kepercayaan/ketepatan yang diinginkan METODE PENELITIAN Desain, Tempat dan Waktu Penelitian Penelitian ini menggunakan desain cross sectional study karena pengambilan data dilakukan pada suatu waktu. Penelitian dilaksanakan di Pesantren di

Lebih terperinci

METODE PENELITIAN Desain, Tempat, dan Waktu Penelitian Jumlah dan Cara Penarikan Contoh

METODE PENELITIAN Desain, Tempat, dan Waktu Penelitian Jumlah dan Cara Penarikan Contoh METODE PENELITIAN Desain, Tempat, dan Waktu Penelitian Penelitian ini menggunakan desain retrospektif dan cross sectional study. Penelitian dilakukan di dua lokasi yaitu Desa Sukajadi, Kecamatan Tamansari,

Lebih terperinci

METODE PENELITIAN Desain, Tempat, dan Waktu Penelitian Jumlah dan Teknik Penarikan Contoh Jenis dan Cara Pengumpulan Data

METODE PENELITIAN Desain, Tempat, dan Waktu Penelitian Jumlah dan Teknik Penarikan Contoh Jenis dan Cara Pengumpulan Data METODE PENELITIAN Desain, Tempat, dan Waktu Penelitian Penelitian ini menggunakan desain cross-sectional, bertempat di Pabrik Hot Strip Mill (HSM) PT. Krakatau Steel Cilegon, Propinsi Banten. Lokasi penelitian

Lebih terperinci

METODE PENELITIAN Desain, Tempat, dan Waktu Jumlah dan Cara Pemilihan Contoh

METODE PENELITIAN Desain, Tempat, dan Waktu Jumlah dan Cara Pemilihan Contoh 19 METODE PENELITIAN Desain, Tempat, dan Waktu Penelitian ini bersifat deskriptif dan menggunakan metode survey dengan desain cross sectional study. Penelitian ini dilaksanakan di SMA Negeri 6 Bogor. Penentuan

Lebih terperinci

METODE PENELITIAN Waktu, Tempat, dan Desain Penelitian Jumlah dan Cara Penarikan Contoh

METODE PENELITIAN Waktu, Tempat, dan Desain Penelitian Jumlah dan Cara Penarikan Contoh METODE PENELITIAN Waktu, Tempat, dan Desain Penelitian Penelitian mengenai studi karakteristik pertumbuhan anak usia sekolah di Provinsi Jawa Barat dilaksanakan dari bulan Mei-Juli 2011 dengan menggunakan

Lebih terperinci

METODE PENELITIAN 1 N

METODE PENELITIAN 1 N 32 METODE PENELITIAN Desain, Tempat, dan Waktu Penelitian ini merupakan bagian dari data baseline pada kajian Studi Ketahanan Pangan dan Coping Mechanism Rumah Tangga di Daerah Kumuh yang dilakukan Departemen

Lebih terperinci

METODE Desain, Tempat, dan Waktu Penelitian Jumlah dan Cara Penarikan Contoh Jenis dan Cara Pengumpulan Data

METODE Desain, Tempat, dan Waktu Penelitian Jumlah dan Cara Penarikan Contoh Jenis dan Cara Pengumpulan Data METODE Desain, Tempat, dan Waktu Penelitian Desain studi yang digunakan dalam penelitian ini adalah cross sectional study, yaitu data dikumpulkan pada satu waktu yang tidak berkelanjutan untuk menggambarkan

Lebih terperinci

METODE Desain, Tempat, dan Waktu Penelitian Teknik Penarikan Contoh

METODE Desain, Tempat, dan Waktu Penelitian Teknik Penarikan Contoh METODE Desain, Tempat, dan Waktu Penelitian Penelitian ini menggunakan desain cross sectional study yaitu pengamatan yang dilakukan sekaligus pada satu waktu. Penelitian ini dilakukan pada bulan Maret

Lebih terperinci

METODE PENELITIAN. Gambar 2 Sistematika pengambilan contoh. Pemilihan SDN Kebon Kopi 2 Bogor. Purposive. siswa kelas 5 & 6. Siswa laki-laki (n=27)

METODE PENELITIAN. Gambar 2 Sistematika pengambilan contoh. Pemilihan SDN Kebon Kopi 2 Bogor. Purposive. siswa kelas 5 & 6. Siswa laki-laki (n=27) METODE PENELITIAN Desain, Tempat, dan Waktu Desain yang digunakan dalam penelitian ini adalah case study. Penelitian ini dilaksanakan di Sekolah Dasar Negeri Kebon Kopi 2, Kota Bogor. Penentuan lokasi

Lebih terperinci

HASIL DAN PEMBAHASAN. Keikutsertaan PAUD

HASIL DAN PEMBAHASAN. Keikutsertaan PAUD HASIL DAN PEMBAHASAN Keikutsertaan PAUD Konsep Pendidikan Anak Usia Dini (PAUD) adalah konsep bermain sambil belajar yang merupakan fondasi yang akan mengarahkan anak pada pengembangan kemampuan yang lebih

Lebih terperinci

METODE PENELITIAN. Desain, Tempat, dan Waktu Penelitian

METODE PENELITIAN. Desain, Tempat, dan Waktu Penelitian 23 METODE PENELITIAN Desain, Tempat, dan Waktu Penelitian Desain penelitian ini adalah crosssectional study dimana seluruh paparan dan outcome diamati pada saat bersamaan dan pengumpulan data dilakukan

Lebih terperinci

METODE PENELITIAN. n1 = = 35. n2 = = 32. n3 =

METODE PENELITIAN. n1 = = 35. n2 = = 32. n3 = 17 METODE PENELITIAN Desain, Tempat dan Waktu Penelitian Penelitian ini menggunakan desain cross sectional study yang dilakukan di perguruan tinggi penyelenggara Beastudi Etos wilayah Jawa Barat yaitu

Lebih terperinci

METODE PENELITIAN. Desain, Tempat dan Waktu

METODE PENELITIAN. Desain, Tempat dan Waktu METODE PENELITIAN Desain, Tempat dan Waktu Desain yang digunakan dalam penelitian ini adalah cross sectional, yaitu pengamatan terhadap paparan dan outcome dilakukan dalam satu periode waktu yang bersamaan.

Lebih terperinci

METODOLOGI PENELITIAN

METODOLOGI PENELITIAN 16 METODOLOGI PENELITIAN Desain Waktu dan Tempat Penelitian Desain penelitian ini adalah Cross sectional study yaitu rancangan yang digunakan pada penelitian dengan variabel sebab atau faktor resiko dan

Lebih terperinci

METODE PENELITIAN. Desain, Waktu, dan Tempat

METODE PENELITIAN. Desain, Waktu, dan Tempat METODE PENELITIAN Desain, Waktu, dan Tempat Penelitian ini dilakukan dengan menggunakan desain Cross Sectional Study. Penelitian ini dilakukan pada bulan Maret-Juni 2012 di Cipayung, Bogor. Pemilihan tempat

Lebih terperinci

KONSUMSI PANGAN, PENGETAHUAN GIZI, AKTIVITAS FISIK DAN STATUS GIZI PADA REMAJA DI KOTA SUNGAI PENUH KABUPATEN KERINCI PROPINSI JAMBI

KONSUMSI PANGAN, PENGETAHUAN GIZI, AKTIVITAS FISIK DAN STATUS GIZI PADA REMAJA DI KOTA SUNGAI PENUH KABUPATEN KERINCI PROPINSI JAMBI 1 KONSUMSI PANGAN, PENGETAHUAN GIZI, AKTIVITAS FISIK DAN STATUS GIZI PADA REMAJA DI KOTA SUNGAI PENUH KABUPATEN KERINCI PROPINSI JAMBI Oleh: FRISKA AMELIA PROGRAM STUDI GIZI MASYARAKAT DAN SUMBERDAYA KELUARGA

Lebih terperinci

METODE PENELITIAN. Kelas Populasi (N) Contoh (n) Kelas Kelas Total 81 40

METODE PENELITIAN. Kelas Populasi (N) Contoh (n) Kelas Kelas Total 81 40 15 METODE PENELITIAN Desain, Tempat dan Waktu Penelitian Desain penelitian ini adalah metode survei dengan teknik wawancara. Penelitian ini dilakukan di SD Negeri Babakan, Kota Bogor. Pemilihan lokasi

Lebih terperinci

METODE PENELITIAN. Sedep n = 93. Purbasari n = 90. Talun Santosa n = 69. Malabar n = 102. n = 87. Gambar 3 Teknik Penarikan Contoh

METODE PENELITIAN. Sedep n = 93. Purbasari n = 90. Talun Santosa n = 69. Malabar n = 102. n = 87. Gambar 3 Teknik Penarikan Contoh METODE PENELITIAN Desain, Lokasi dan Waktu Penelitian Desain penelitian adalah cross-sectional. Penelitian ini dilakukan di kebun Malabar PTPN VIII Desa Banjarsari, Kecamatan Pangalengan Kabupaten Bandung

Lebih terperinci

Gambar 1 Bagan kerangka pemikiran analisis kontribusi konsumsi ikan terhadap kecukupan zat gizi ibu hamil

Gambar 1 Bagan kerangka pemikiran analisis kontribusi konsumsi ikan terhadap kecukupan zat gizi ibu hamil 13 KERANGKA PEMIKIRAN Masa kehamilan merupakan masa yang sangat menentukan kualitas anak yang akan dilahirkan. Menurut Sediaoetama (1996), pemenuhan kebutuhan akan zat gizi merupakan faktor utama untuk

Lebih terperinci

METODE PENELITIAN Desain, Tempat dan Waktu Penelitian Jumlah dan Cara Penarikan Contoh Jenis dan Cara Pengumpulan Data

METODE PENELITIAN Desain, Tempat dan Waktu Penelitian Jumlah dan Cara Penarikan Contoh Jenis dan Cara Pengumpulan Data 21 METODE PENELITIAN Desain, Tempat dan Waktu Penelitian Desain penelitian ini adalah cross sectional study yaitu seluruh variabel diamati pada saat yang bersamaan pada waktu penelitian berlangsung. Pemilihan

Lebih terperinci

METODE PENELITIAN Desain, Waktu, dan Tempat Penelitian Cara Pengambilan Sampel Jenis dan Cara Pengumpulan Data

METODE PENELITIAN Desain, Waktu, dan Tempat Penelitian Cara Pengambilan Sampel Jenis dan Cara Pengumpulan Data 29 METODE PENELITIAN Desain, Waktu, dan Tempat Penelitian Penelitian ini dilakukan dengan menggunakan desain Cross Sectional Study. Penelitian ini dilaksanakan pada bulan Agustus-Desember 2011 di SMA Ragunan

Lebih terperinci

METODE PENELITIAN. n [(1.96) 2 x (0.188 x 0.812)] (0.1) 2. n 59 Keterangan: = jumlah contoh

METODE PENELITIAN. n [(1.96) 2 x (0.188 x 0.812)] (0.1) 2. n 59 Keterangan: = jumlah contoh METODE PENELITIAN Desain, Tempat, dan Waktu Penelitian ini menggunakan desain cross sectional study. Penelitian ini menggunakan data yang berasal dari penelitian payung Ajinomoto IPB Nutrition Program

Lebih terperinci

KERANGKA PEMIKIRAN. Karakteristik sosial ekonomi keluarga contoh: Karakteristik contoh: Pengetahuan gizi seimbang. Jenis kelamin Umur Uang saku

KERANGKA PEMIKIRAN. Karakteristik sosial ekonomi keluarga contoh: Karakteristik contoh: Pengetahuan gizi seimbang. Jenis kelamin Umur Uang saku 126 KERANGKA PEMIKIRAN Ada beberapa faktor yang mempengaruhi praktek gizi seimbang yang selanjutnya diterapkan dalam konsumsi energi dan zat gizi. Faktor tersebut diantaranya adalah pengetahuan,sikap,

Lebih terperinci

perkembangan kognitif anak. Kerangka pemikiran penelitian secara skematis di sajikan pada Gambar 1.

perkembangan kognitif anak. Kerangka pemikiran penelitian secara skematis di sajikan pada Gambar 1. KERANGKA PEMIKIRAN Faktor yang mempengaruhi pertumbuhan dan perkembangan seorang anak ada dua yaitu, faktor internal dan faktor eksternal. Faktor internal bersifat bawaan atau genetik, merupakan potensi

Lebih terperinci

METODE PENELITIAN Desain, Waktu, dan Tempat Penelitian Cara Pengambilan Contoh Jenis dan Cara Pengumpulan Data

METODE PENELITIAN Desain, Waktu, dan Tempat Penelitian Cara Pengambilan Contoh Jenis dan Cara Pengumpulan Data METODE PENELITIAN Desain, Waktu, dan Tempat Penelitian Penelitian ini dilakukan dengan menggunakan desain Cross Sectional Study. Penelitian ini dilaksanakan bulan Agustus-September 2011 di SMA Negeri 6

Lebih terperinci

POLA ASUH MAKAN PADA RUMAH TANGGA YANG TAHAN DAN TIDAK TAHAN PANGAN SERTA KAITANNYA DENGAN STATUS GIZI ANAK BALITA DI KABUPATEN BANJARNEGARA

POLA ASUH MAKAN PADA RUMAH TANGGA YANG TAHAN DAN TIDAK TAHAN PANGAN SERTA KAITANNYA DENGAN STATUS GIZI ANAK BALITA DI KABUPATEN BANJARNEGARA POLA ASUH MAKAN PADA RUMAH TANGGA YANG TAHAN DAN TIDAK TAHAN PANGAN SERTA KAITANNYA DENGAN STATUS GIZI ANAK BALITA DI KABUPATEN BANJARNEGARA (Feeding Practices in Food-secure and Food-insecure Households

Lebih terperinci

METODE PENELITIAN Desain, Tempat, dan Waktu Penelitian Jumlah dan Cara Penarikan Contoh Jenis dan Cara Pengumpulan Data

METODE PENELITIAN Desain, Tempat, dan Waktu Penelitian Jumlah dan Cara Penarikan Contoh Jenis dan Cara Pengumpulan Data METODE PENELITIAN Desain, Tempat, dan Waktu Penelitian Desain penelitian ini adalah Cross Sectional Study yaitu seluruh variabel diamati pada saat yang bersamaan ketika penelitian berlangsung. Penelitian

Lebih terperinci

Jumlah dan Teknik Pemilihan Sampel

Jumlah dan Teknik Pemilihan Sampel Penelitian METODE PENELITIAN Desain, Waktu dan Tempat Penelitian ini menggunakan desain case control bersifat Retrospective bertujuan menilai hubungan paparan penyakit cara menentukan sekelompok kasus

Lebih terperinci

METODE PENELITIAN Desain, Waktu, dan Tempat Penelitian Cara Pengambilan Contoh Jenis dan Cara Pengumpulan Data

METODE PENELITIAN Desain, Waktu, dan Tempat Penelitian Cara Pengambilan Contoh Jenis dan Cara Pengumpulan Data 21 METODE PENELITIAN Desain, Waktu, dan Tempat Penelitian Penelitian ini dilakukan dengan menggunakan desain Cross Sectional Study. Penelitian ini dilakukan pada bulan Maret-Mei 2011 di SMP/SMA Ragunan

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. hidup anak sangat tergantung pada orang tuanya (Sediaoetama, 2008).

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. hidup anak sangat tergantung pada orang tuanya (Sediaoetama, 2008). BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Anak Balita Anak balita merupakan kelompok yang menunjukkan pertumbuhan yang pesat sehingga memerlukan zat gizi yang tinggi setiap kilogram berat badannya. Anak balita ini justru

Lebih terperinci

METODE PENELITIAN. penelitian. Kota Medan. 21 Kecamatan. 2 Kecamatan. Kec. Medan Kota Kelurahan Sitirejo (60 RT)

METODE PENELITIAN. penelitian. Kota Medan. 21 Kecamatan. 2 Kecamatan. Kec. Medan Kota Kelurahan Sitirejo (60 RT) 22 METODE PENELITIAN Desain, Tempat dan Waktu Penelitian Desain penelitian yang digunakan dalam penelitian adalah Cross Sectional Study. Lokasi Penelitian dilakukan di Kecamatan Medan Kota (1 kelurahan)

Lebih terperinci

METODOLOGI Desain, Tempat, dan Waktu Jumlah dan Cara Penarikan Sampel Jenis dan Cara Pengumpulan Data

METODOLOGI Desain, Tempat, dan Waktu Jumlah dan Cara Penarikan Sampel Jenis dan Cara Pengumpulan Data 22 METODOLOGI Desain, Tempat, dan Waktu Penelitian ini menggunakan desain cross sectional yang menggambarkan hubungan antara asupan makanan dan komposisi lemak tubuh terhadap kapasitas daya tahan tubuh

Lebih terperinci

METODE PENELITIAN. Kabupaten Sukabumi. Puskesmas Kadudampit Puskesmas Cikidang Puskesmas Citarik. Peserta program pemberian makanan biskuit fungsional

METODE PENELITIAN. Kabupaten Sukabumi. Puskesmas Kadudampit Puskesmas Cikidang Puskesmas Citarik. Peserta program pemberian makanan biskuit fungsional 37 METODE PENELITIAN Desain, Tempat, dan waktu Penelitian ini merupakan penelitian survey yang dilakukan di Kabupaten Sukabumi, Jawa Barat. Lokasi penelitian ini terdiri dari 3 Puskesmas yaitu Kadudampit,

Lebih terperinci

METODE PENELITIAN Desain, Tempat, dan Waktu Penelitian Teknik Penarikan Contoh

METODE PENELITIAN Desain, Tempat, dan Waktu Penelitian Teknik Penarikan Contoh METODE PENELITIAN Desain, Tempat, dan Waktu Penelitian Penelitian ini merupakan bagian dari penelitian berjudul Dampak Program Warung Anak Sehat terhadap Perubahan Pengetahuan dan Perilaku Hidup Bersih

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN. Tantangan utama dalam pembangunan suatu bangsa adalah membangun

BAB 1 PENDAHULUAN. Tantangan utama dalam pembangunan suatu bangsa adalah membangun BAB 1 PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Tantangan utama dalam pembangunan suatu bangsa adalah membangun Sumber Daya Manusia (SDM) yang berkualitas yang sehat, cerdas, dan produktif. Pencapaian pembangunan

Lebih terperinci

METODE PENELITIAN. Desain, Tempat, dan Waktu Penelitian

METODE PENELITIAN. Desain, Tempat, dan Waktu Penelitian METODE PENELITIAN Desain, Tempat, dan Waktu Penelitian Penelitian ini merupakan bagian dari penelitian payung berjudul Dampak Program Warung Anak Sehat (WAS) terhadap Perilaku Hygiene-Sanitasi Ibu WAS

Lebih terperinci

PENGETAHUAN, SIKAP, DAN PRAKTEK GIZI SERTA TINGKAT KONSUMSI IBU HAMIL DI KELURAHAN KRAMAT JATI DAN KELURAHAN RAGUNAN PROPINSI DKI JAKARTA

PENGETAHUAN, SIKAP, DAN PRAKTEK GIZI SERTA TINGKAT KONSUMSI IBU HAMIL DI KELURAHAN KRAMAT JATI DAN KELURAHAN RAGUNAN PROPINSI DKI JAKARTA PENGETAHUAN, SIKAP, DAN PRAKTEK GIZI SERTA TINGKAT KONSUMSI IBU HAMIL DI KELURAHAN KRAMAT JATI DAN KELURAHAN RAGUNAN PROPINSI DKI JAKARTA NADIYA MAWADDAH PROGRAM STUDI GIZI MASYARAKAT DAN SUMBERDAYA KELUARGA

Lebih terperinci

PROGRAM STUDI GIZI MASYARAKAT DAN SUMBERDAYA KELUARGA FAKULTAS PERTANIAN INSTITUT PERTANIAN BOGOR BOGOR

PROGRAM STUDI GIZI MASYARAKAT DAN SUMBERDAYA KELUARGA FAKULTAS PERTANIAN INSTITUT PERTANIAN BOGOR BOGOR PENGARUH STIMULASI PSIKOSOSIAL, PERKEMBANGAN KOGNITIF, DAN PERKEMBANGAN SOSIAL EMOSI TERHADAP PERKEMBANGAN BAHASA ANAK USIA PRASEKOLAH DI KABUPATEN BOGOR GIYARTI PROGRAM STUDI GIZI MASYARAKAT DAN SUMBERDAYA

Lebih terperinci

ANALISIS BIAYA KONSUMSI PANGAN, PENGETAHUAN GIZI, SERTA TINGKAT KECUKUPAN GIZI SISWI SMA DI PESANTREN LA TANSA, BANTEN SYIFA PUJIANTI

ANALISIS BIAYA KONSUMSI PANGAN, PENGETAHUAN GIZI, SERTA TINGKAT KECUKUPAN GIZI SISWI SMA DI PESANTREN LA TANSA, BANTEN SYIFA PUJIANTI ANALISIS BIAYA KONSUMSI PANGAN, PENGETAHUAN GIZI, SERTA TINGKAT KECUKUPAN GIZI SISWI SMA DI PESANTREN LA TANSA, BANTEN SYIFA PUJIANTI DEPARTEMEN GIZI MASYARAKAT FAKULTAS EKOLOGI MANUSIA INSTITUT PERTANIAN

Lebih terperinci

METODE PENELITIAN Desain, Tempat, dan waktu Jumlah dan Cara penarikan Contoh

METODE PENELITIAN Desain, Tempat, dan waktu Jumlah dan Cara penarikan Contoh METODE PENELITIAN Desain, Tempat, dan waktu Penelitian mengenai hubungan antara kepatuhan konsumsi biskuit yang diperkaya protein tepung ikan lele dumbo (Clarias gariepinus) dengan status gizi dan morbiditas

Lebih terperinci

PENGETAHUAN, SIKAP, DAN PRAKTEK PEMBERIAN ASI SERTA STATUS GIZI BAYI USIA 4-12 BULAN DI PERDESAAN DAN PERKOTAAN

PENGETAHUAN, SIKAP, DAN PRAKTEK PEMBERIAN ASI SERTA STATUS GIZI BAYI USIA 4-12 BULAN DI PERDESAAN DAN PERKOTAAN i PENGETAHUAN, SIKAP, DAN PRAKTEK PEMBERIAN ASI SERTA STATUS GIZI BAYI USIA 4-12 BULAN DI PERDESAAN DAN PERKOTAAN ASRINISA RACHMADEWI DEPARTEMEN GIZI MASYARAKAT FAKULTAS EKOLOGI MANUSIA INSTITUT PERTANIAN

Lebih terperinci

III. METODOLOGI PENELITIAN. Konsep dasar dan definisi operasional ini mencakup pengertian yang

III. METODOLOGI PENELITIAN. Konsep dasar dan definisi operasional ini mencakup pengertian yang III. METODOLOGI PENELITIAN A. Konsep Dasar dan Batasan Operasional Konsep dasar dan definisi operasional ini mencakup pengertian yang digunakan untuk mendapatkan data dan melakukan analisis sehubungan

Lebih terperinci

METODE PENELITIAN. Desain, Waktu dan Tempat. Desain penelitian yang digunakan adalah cross-sectional study dan

METODE PENELITIAN. Desain, Waktu dan Tempat. Desain penelitian yang digunakan adalah cross-sectional study dan METODE PENELITIAN Desain, Waktu dan Tempat Desain penelitian yang digunakan adalah cross-sectional study dan prospective study. Penelitian ini dilaksanakan pada bulan Juni sampai Agustus 2003 (antara musim

Lebih terperinci

PENGETAHUAN GIZI, AKTIVITAS FISIK, KONSUMSI SNACK DAN PANGAN LAINNYA, PADA MURID SD BINA INSANI BOGOR YANG BERSTATUS GIZI NORMAL DAN GEMUK

PENGETAHUAN GIZI, AKTIVITAS FISIK, KONSUMSI SNACK DAN PANGAN LAINNYA, PADA MURID SD BINA INSANI BOGOR YANG BERSTATUS GIZI NORMAL DAN GEMUK i PENGETAHUAN GIZI, AKTIVITAS FISIK, KONSUMSI SNACK DAN PANGAN LAINNYA, PADA MURID SD BINA INSANI BOGOR YANG BERSTATUS GIZI NORMAL DAN GEMUK DENI DEPARTEMEN GIZI MASYARAKAT FAKULTAS EKOLOGI MANUSIA INSTITUT

Lebih terperinci

Secara umum seluruh keluarga contoh termasuk keluarga miskin dengan pengeluaran dibawah Garis Kemiskinan Kota Bogor yaitu Rp. 256.

Secara umum seluruh keluarga contoh termasuk keluarga miskin dengan pengeluaran dibawah Garis Kemiskinan Kota Bogor yaitu Rp. 256. ABSTRACT ERNY ELVIANY SABARUDDIN. Study on Positive Deviance of Stunting Problems among Under five Children from Poor Family in Bogor City. Under direction of IKEU TANZIHA and YAYAT HERYATNO. The objectives

Lebih terperinci

POLA PEMBERIAN SUSU FORMULA DAN KONSUMSI ZAT GIZI ANAK USIA DI BAWAH DUA TAHUN (BADUTA) PADA KELUARGA IBU BEKERJA DAN TIDAK BEKERJA.

POLA PEMBERIAN SUSU FORMULA DAN KONSUMSI ZAT GIZI ANAK USIA DI BAWAH DUA TAHUN (BADUTA) PADA KELUARGA IBU BEKERJA DAN TIDAK BEKERJA. POLA PEMBERIAN SUSU FORMULA DAN KONSUMSI ZAT GIZI ANAK USIA DI BAWAH DUA TAHUN (BADUTA) PADA KELUARGA IBU BEKERJA DAN TIDAK BEKERJA Djuwita Andini PROGRAM STUDI GIZI MASYARAKAT DAN SUMBERDAYA KELUARGA

Lebih terperinci

METODE PENELITIAN Waktu, Tempat dan Desain Penelitian Jumlah dan Cara Penarikan Sampel Jenis dan Cara Pengambilan Data

METODE PENELITIAN Waktu, Tempat dan Desain Penelitian Jumlah dan Cara Penarikan Sampel Jenis dan Cara Pengambilan Data METODE PENELITIAN Waktu, Tempat dan Desain Penelitian Penelitian ini merupakan baseline dari penelitian Dr. Ir. Sri Anna Marliyati MSi. dengan judul Studi Pengaruh Pemanfaatan Karoten dari Crude Pal Oil

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Indeks Pembangunan Manusia (IPM) di Indonesia sangat dipengaruhi oleh rendahnya

BAB I PENDAHULUAN. Indeks Pembangunan Manusia (IPM) di Indonesia sangat dipengaruhi oleh rendahnya BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Gizi memegang peranan penting dalam siklus hidup manusia. Rendahnya Indeks Pembangunan Manusia (IPM) di Indonesia sangat dipengaruhi oleh rendahnya status gizi

Lebih terperinci

PENDIDIKAN IBU, KETERATURAN PENIMBANGAN, ASUPAN GIZI DAN STATUS GIZI ANAK USIA 0-24 BULAN

PENDIDIKAN IBU, KETERATURAN PENIMBANGAN, ASUPAN GIZI DAN STATUS GIZI ANAK USIA 0-24 BULAN Media Gizi Pangan, Vol. XI, Edisi, Januari Juni PENDIDIKAN IBU, KETERATURAN PENIMBANGAN, ASUPAN GIZI DAN STATUS GIZI ANAK USIA -4 BULAN Asmarudin Pakhri ), Lydia Fanny ), St. Faridah ) ) Jurusan Gizi Politeknik

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. terjadi sangat pesat. Pada masa ini balita membutuhkan asupan zat gizi yang cukup

BAB I PENDAHULUAN. terjadi sangat pesat. Pada masa ini balita membutuhkan asupan zat gizi yang cukup BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Usia balita merupakan masa di mana proses pertumbuhan dan perkembangan terjadi sangat pesat. Pada masa ini balita membutuhkan asupan zat gizi yang cukup dalam jumlah

Lebih terperinci

METODE PENELITIAN Desain, Tempat dan Waktu Penelitian Jumlah dan Cara Penarikan Contoh Jenis dan Cara Pengumpulan Data

METODE PENELITIAN Desain, Tempat dan Waktu Penelitian Jumlah dan Cara Penarikan Contoh Jenis dan Cara Pengumpulan Data 21 METODE PENELITIAN Desain, Tempat dan Waktu Penelitian Penelitian ini merupakan penelitian proyek intevensi cookies muli gizi IPB, data yang diambil adalah data baseline penelitian. Penelitian ini merupakan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN UNIVERSITAS ESA UNGGUL

BAB I PENDAHULUAN UNIVERSITAS ESA UNGGUL 1 BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Anak sekolah merupakan generasi penerus dan modal pembangunan. Oleh karena itu, tingkat kesehatannya perlu dibina dan ditingkatkan. Salah satu upaya kesehatan tersebut

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. SDM yang berkualitas dicirikan dengan fisik yang tangguh, kesehatan yang

BAB I PENDAHULUAN. SDM yang berkualitas dicirikan dengan fisik yang tangguh, kesehatan yang BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Keberhasilan pembangunan nasional yang diupayakan oleh pemerintah dan masyarakat sangat ditentukan oleh ketersediaan sumber daya manusia (SDM). SDM yang berkualitas

Lebih terperinci

e-journal Boga, Volume 04, Nomor 09, Edisi Yudisium Periode Maret 2015, hal 71-75

e-journal Boga, Volume 04, Nomor 09, Edisi Yudisium Periode Maret 2015, hal 71-75 71 PENDAHULUAN Pada saat ini dan masa yang akan datang pembangunan di Indonesia memerlukan sumberdaya manusia yang berkualitas, yaitu sumberdaya manusia yang memiliki fisik yang tangguh, mental yang kuat

Lebih terperinci

Gambar 1. Kerangka pemikiran tingkat kecukupan energi zat gizi anak usia sekolah Keterangan : = Variabel yang diteliti = Hubungan yang diteliti

Gambar 1. Kerangka pemikiran tingkat kecukupan energi zat gizi anak usia sekolah Keterangan : = Variabel yang diteliti = Hubungan yang diteliti KERANGKA PEMIKIRAN Usia sekolah adalah periode yang sangat menentukan kualitas seorang manusia dewasa nantinya. Kebutuhan gizi pada masa anak-anak harus dipenuhi agar proses pertumbuhan dan perkembangan

Lebih terperinci

METODE Desain, Tempat, dan Waktu Jumlah dan Cara Penarikan Contoh Jenis dan Cara Pengumpulan Data

METODE Desain, Tempat, dan Waktu Jumlah dan Cara Penarikan Contoh Jenis dan Cara Pengumpulan Data METODE Desain, Tempat, dan Waktu Penelitian mengenai keragaan konsumsi pangan, status kesehatan, kondisi mental dan status gizi pada lansia peserta dan bukan peserta home care menggunakan disain cross

Lebih terperinci

METODE PENELITIAN. n = n/n(d) 2 + 1

METODE PENELITIAN. n = n/n(d) 2 + 1 20 METODE PENELITIAN Desain, Tempat, dan Waktu Penelitian Desain penelitian adalah cross sectional study dengan metode survey observational. Tempat penelitian dipilih dengan metode purposive yaitu di UPT

Lebih terperinci

METODE PENELITIAN Desain, Tempat dan Waktu Jumlah dan Cara Pengambilan Contoh Jenis dan Cara Pengumpulan Data

METODE PENELITIAN Desain, Tempat dan Waktu Jumlah dan Cara Pengambilan Contoh Jenis dan Cara Pengumpulan Data 18 METODE PENELITIAN Desain, Tempat dan Waktu Desain penelitian ini adalah cross-sectional study. Penelitian ini dilakukan di Sekolah Dasar Negeri (SDN) Kebon Kopi 2 Bogor. Penentuan lokasi SDN Kebon Kopi

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang. Masa balita merupakan periode penting dalam proses. tumbuh kembang manusia. Pertumbuhan dan perkembangan

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang. Masa balita merupakan periode penting dalam proses. tumbuh kembang manusia. Pertumbuhan dan perkembangan BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masa balita merupakan periode penting dalam proses tumbuh kembang manusia. Pertumbuhan dan perkembangan di masa itu menjadi penentu keberhasilan pertumbuhan dan perkembangan

Lebih terperinci

BAB III METODE PENELITIAN

BAB III METODE PENELITIAN BAB III METODE PENELITIAN A. Jenis Penelitian Jenis penelitian ini adalah Explanatory Research dibidang gizi masyarakat, yaitu penelitian yang menjelaskan hubungan antar variabel. Metode yang digunakan

Lebih terperinci

Pola Konsumsi Pangan Rumah Tangga Perubahan konsumsi pangan sebelum dan sesudah mengikuti program pemberdayaan Tingkat Kecukupan energi dan zat gizi

Pola Konsumsi Pangan Rumah Tangga Perubahan konsumsi pangan sebelum dan sesudah mengikuti program pemberdayaan Tingkat Kecukupan energi dan zat gizi KERANGKA PEMIKIRAN Masa yang terentang antara usia satu tahun sampai remaja boleh dikatakan sebagai periode laten karena pertumbuhan fisik berlangsung tidak sedramatis ketika masih berstatus bayi (Arisman

Lebih terperinci

BAB III METODE PENELITIAN. Jenis penelitian yang digunakan dalam penelitian ini adalah

BAB III METODE PENELITIAN. Jenis penelitian yang digunakan dalam penelitian ini adalah BAB III METODE PENELITIAN A. Jenis Penelitian Jenis penelitian yang digunakan dalam penelitian ini adalah observasional analitik dengan pendekatan cross sectional yaitu peneliti melakukan pengukuran terhadap

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Stunting atau pendek merupakan salah satu indikator gizi klinis yang dapat memberikan gambaran gangguan keadaan

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Stunting atau pendek merupakan salah satu indikator gizi klinis yang dapat memberikan gambaran gangguan keadaan BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Stunting atau pendek merupakan salah satu indikator gizi klinis yang dapat memberikan gambaran gangguan keadaan sosial ekonomi secara keseluruhan di masa lampau dan

Lebih terperinci

METODE Desain, Tempat dan Waktu Cara Penarikan Contoh Jenis dan Cara Pengumpulan Data

METODE Desain, Tempat dan Waktu Cara Penarikan Contoh Jenis dan Cara Pengumpulan Data 21 METODE Desain, Tempat dan Waktu Penelitian mengenai konsumsi pangan, aktivitas fisik, status gizi dan status kesehatan lansia menggunakan desain cross sectional. Desain ini merupakan pengamatan yang

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN. (SDM) yang berkualitas, sehat, cerdas, dan produktif (Hadi, 2005). bangsa bagi pembangunan yang berkesinambungan (sustainable

BAB 1 PENDAHULUAN. (SDM) yang berkualitas, sehat, cerdas, dan produktif (Hadi, 2005). bangsa bagi pembangunan yang berkesinambungan (sustainable BAB 1 PENDAHULUAN A. Latar Belakang Keberhasilan pembangunan suatu bangsa sangat tergantung kepada keberhasilan bangsa itu sendiri dalam menyiapkan sumber daya manusia (SDM) yang berkualitas, sehat, cerdas,

Lebih terperinci

METODE Desain, Waktu, dan Tempat Penelitian Cara Pengambilan Contoh Jenis dan Cara Pengumpulan Data

METODE Desain, Waktu, dan Tempat Penelitian Cara Pengambilan Contoh Jenis dan Cara Pengumpulan Data 17 METODE Desain, Waktu, dan Tempat Penelitian Penelitian dilakukan dengan menggunakan desain Cross Sectional Study. Penelitian ini dilaksanakan pada bulan November-Desember 2011 di lingkungan Kampus (IPB)

Lebih terperinci

METODE PENELITIAN. n =

METODE PENELITIAN. n = 24 METODE PENELITIAN Desain, Tempat dan Waktu Penelitian Penelitian ini menggunakan desain cross sectional study karena pengumpulan variabel independen dan dependen dilakukan pada satu waktu yang tidak

Lebih terperinci

METODE PENELITIAN. d 2. dimana n : Jumlah sampel Z 2 1-α/2 : derajat kepercayaan (1.96) D : presisi (0.10) P : proporsi ibu balita pada populasi (0.

METODE PENELITIAN. d 2. dimana n : Jumlah sampel Z 2 1-α/2 : derajat kepercayaan (1.96) D : presisi (0.10) P : proporsi ibu balita pada populasi (0. METODE PENELITIAN Desain Penelitian, Waktu dantempat Penelitian Penelitian ini dilakukan di Kelurahan Sumur Batu, Bantar Gebang Bekasi. Penelitian dilakukan pada bulan Agustusi 2012. Desain penelitian

Lebih terperinci

METODE PENELITIAN. Lokasi dan Waktu Penelitian

METODE PENELITIAN. Lokasi dan Waktu Penelitian 38 METODE PENELITIAN Lokasi dan Waktu Penelitian Penelitian ini dilakukan di dua kecamatan yaitu Kecamatan Ciomas dan Kecamatan Dramaga Kabupaten Bogor, Provinsi Jawa Barat. Penulis terlibat dalam pengambilan

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Status Gizi Status gizi merupakan suatu keadaan tubuh akibat interaksi antara asupan energi dan protein serta zat-zat gizi esensial lainnya dengan keadaan kesehatan tubuh (Sri,

Lebih terperinci

METODOLOGI PENELITIAN

METODOLOGI PENELITIAN 15 METODOLOGI PENELITIAN Desain, Waktu, dan Tempat Penelitian Penelitian ini menggunakan desain crossecsional study, semua data yang dibutuhkan dikumpulkan dalam satu waktu (Singarimbun & Effendi 2006).

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Masalah gizi khususnya balita stunting dapat menghambat proses

BAB I PENDAHULUAN. Masalah gizi khususnya balita stunting dapat menghambat proses BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah gizi khususnya balita stunting dapat menghambat proses tumbuh kembang balita. Balita pendek memiliki dampak negatif yang akan berlangsung dalam kehidupan selanjutnya.

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. perkembangan anak di periode selanjutnya. Masa tumbuh kembang di usia ini

BAB I PENDAHULUAN. perkembangan anak di periode selanjutnya. Masa tumbuh kembang di usia ini BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Pembangunan kesehatan adalah bagian dari membangun manusia seutuhnya yang diawali dengan pembinaan kesehatan anak mulai sejak dini. Pembinaan kesehatan anak sejak awal

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN. dipengaruhi oleh keadaan gizi (Kemenkes, 2014). Indonesia merupakan akibat penyakit tidak menular.

BAB 1 PENDAHULUAN. dipengaruhi oleh keadaan gizi (Kemenkes, 2014). Indonesia merupakan akibat penyakit tidak menular. BAB 1 PENDAHULUAN A. Latar Belakang Salah satu ciri bangsa maju adalah bangsa yang memiliki tingkat kesehatan, kecerdasan, dan produktivitas kerja yang tinggi. Ketiga hal ini dipengaruhi oleh keadaan gizi

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. terpenuhi. Anak sekolah yang kekurangan gizi disebabkan oleh kekurangan gizi pada

BAB I PENDAHULUAN. terpenuhi. Anak sekolah yang kekurangan gizi disebabkan oleh kekurangan gizi pada BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Keadaan gizi kurang dapat ditemukan pada setiap kelompok masyarakat. Pada hakikatnya keadaan gizi kurang dapat dilihat sebagai suatu proses kurang asupan makanan ketika

Lebih terperinci

Adequacy Levels of Energy and Protein with Nutritional Status in Infants of Poor Households in The Subdistrict of Blambangan Umpu District of Waykanan

Adequacy Levels of Energy and Protein with Nutritional Status in Infants of Poor Households in The Subdistrict of Blambangan Umpu District of Waykanan Adequacy Levels of Energy and Protein with Nutritional Status in Infants of Poor Households in The Subdistrict of Blambangan Umpu District of Waykanan Silaen P, Zuraidah R, Larasati TA. Medical Faculty

Lebih terperinci

METODE PENELITIAN Desain, Tempat dan Waktu Penelitian Jumlah dan Cara Penarikan Contoh Jenis dan Cara Pengumpulan Data

METODE PENELITIAN Desain, Tempat dan Waktu Penelitian Jumlah dan Cara Penarikan Contoh Jenis dan Cara Pengumpulan Data 26 METODE PENELITIAN Desain, Tempat dan Waktu Penelitian Desain penelitian ini adalah crosectional study. Penelitian dilakukan menggunakan data sekunder dari Program Perbaikan Anemia Gizi Besi di Sekolah

Lebih terperinci

METODE PENELITIAN. Disain dan Tempat Penelitian. Teknik Penarikan Contoh. di = di/d x 100

METODE PENELITIAN. Disain dan Tempat Penelitian. Teknik Penarikan Contoh. di = di/d x 100 METODE PENELITIAN Disain dan Tempat Penelitian Penelitian ini bagian dari penelitian yang dilaksanakan Khomsan et al (006) bekerjasama dengan Neysvan Hoogstraten Foundation (NHF) The Netherlands yang dilaksanakan

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN Latar Belakang. Gizi merupakan faktor penting untuk mewujudkan manusia Indonesia.

BAB 1 PENDAHULUAN Latar Belakang. Gizi merupakan faktor penting untuk mewujudkan manusia Indonesia. BAB 1 PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Gizi merupakan faktor penting untuk mewujudkan manusia Indonesia. Berbagai penelitian mengungkapkan bahwa kekurangan gizi, terutama pada usia dini akan berdampak pada

Lebih terperinci

METODE PENELITIAN Desain, Tempat dan Waktu Penelitian Jumlah dan Cara Penarikan Contoh Jenis dan Cara Pengumpulan Data

METODE PENELITIAN Desain, Tempat dan Waktu Penelitian Jumlah dan Cara Penarikan Contoh Jenis dan Cara Pengumpulan Data 18 METODE PENELITIAN Desain, Tempat dan Waktu Penelitian Desain penelitian yang digunakan dalam penelitian ini adalah Cross Sectional. Pemilihan lokasi SMA dilakukan secara purposive dengan pertimbangan

Lebih terperinci

Gambar 1 Kerangka Pemikiran Penelitian. Karakteristik anak 1. jenis kelamin 2. usia. Status Gizi

Gambar 1 Kerangka Pemikiran Penelitian. Karakteristik anak 1. jenis kelamin 2. usia. Status Gizi KERANGKA PEMIKIRAN Perkembangan kognitif merupakan suatu proses psikologis yang terjadi dalam bentuk pengenalan, pengertian, dan pemahaman dengan menggunakan pengamatan, pendengaran, dan pemikiran (Baraja

Lebih terperinci

BAB 1 : PENDAHULUAN. Millenuim Development Goals (MDGs) adalah status gizi (SDKI, 2012). Status

BAB 1 : PENDAHULUAN. Millenuim Development Goals (MDGs) adalah status gizi (SDKI, 2012). Status BAB 1 : PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Salah satu indikator kesehatan yang dinilai keberhasilannya dalam Millenuim Development Goals (MDGs) adalah status gizi (SDKI, 2012). Status gizi adalah ekspresi

Lebih terperinci

METODE PENELITIAN Desain Penelitian Teknik Penarikan Contoh

METODE PENELITIAN Desain Penelitian Teknik Penarikan Contoh METODE PENELITIAN Desain Penelitian Desain penelitian yang digunakan dalam penelitian ini adalah cross sectional study. Cross sectional study dilakukan untuk mengidentifikasi dan menganalisis karakteristik

Lebih terperinci