V. HASIL DAN PEMBAHASAN

Ukuran: px
Mulai penontonan dengan halaman:

Download "V. HASIL DAN PEMBAHASAN"

Transkripsi

1 V. HASIL DAN PEMBAHASAN A. EVALUASI KELAYAKAN PERSYARATAN DASAR (GMP) DI PERUSAHAAN PT Kuala Pangan sejak berdiri (tahun 1988) sampai dengan pada saat ini (tahun 2008) dalam pengelolaan produksinya belum menerapkan sistem manajemen mutu ISO 9000 : 2000 ataupun sistem manajemen keamanan pangan berdasarkan sistem HACCP. Namun demikian, pihak manajemen PT Kuala Pangan menyadari pentingnya jaminan keamanan pangan bagi produk mi kering yang dihasilkan, sehingga pihak manajemen berencana untuk menerapkan sistem manajemen keamanan pangan berdasarkan sistem HACCP di perusahaan, lebihlebih adanya permintaan sertifikat HACCP dari pihak importir produk mi kering kepada perusahaan PT Kuala Pangan. Penerapan sistem manajemen keamanan pangan berdasarkan sistem HACCP di perusahaan akan berjalan dengan sukses apabila penerapan good manufacturing practice (GMP) sebagai fondasi sistem manajemen keamanan pangan berdasarkan sistem HACCP ini telah berjalan dengan efektif. Oleh karena itu, sebelum dilakukan penerapan dan pengembangan sistem manajemen keamanan pangan berdasarkan/berbasis sistem HACCP, akan lebih baik jika dievaluasi terlebih dahulu penerapan GMP yang sudah dijalankan dan dibandingkan dengan standar penerapan GMP yang ada, yaitu standar GMP dari Badan Pengawas Obat dan Makanan (BPOM) tahun Hal ini disebabkan karena GMP merupakan suatu persyaratan dasar dan program umum bagi industri pangan untuk menghasilkan produk bermutu, layak dan aman secara konsisten. Berdasarkan pengamatan (observasi) yang dilakukan di lapangan, wawancara dan pengamatan keadaan nyata perusahaan atas penerapan GMP di PT Kuala Pangan dibandingkan dengan standar yang ada (berdasarkan kriteria penilaian yang digunakan BPOM tahun 2002) ditemukan 13 penyimpangan; yaitu 1 penyimpangan berkategori serius, 6 penyimpangan mayor dan 6 penyimpangan minor. Oleh karena itu, berdasarkan standar tingkat (rating) kelayakan sarana produksi dari Badan POM tersebut, tingkat (rating) GMP di PT Kuala Pangan 79

2 masuk dalam peringkat B (baik). Hasil selengkapnya dari pemeriksaan GMP sarana produksi pangan di PT Kuala Pangan dapat dilihat pada Lampiran 11. Hasil identifikasi dan ketiga-belas hasil penyimpangan atau ketidaksesuaian tersebut dapat dikelompokkan dalam unsur-unsur GMP yang disajikan pada Tabel 18. Tabel 18. Hasil Identifikasi Penyimpangan/Ketidaksesuaian Dalam Penerapan Unsur-Unsur GMP di Perusahaan. No Unsur/Elemen GMP Penyimpangan/Ketidaksesuaian Kategori 1. Bangunan - Pertemuan antara lantai dan dinding serta antara dinding dengan dinding berbentuk siku, sehingga hal ini tidak mudah untuk pembersihan bila ada deposit kotoran ; - Rancang bangun untuk pabrik, khususnya dengan disain penutup (canopy) untuk perlindungan pada proses produksi di bagian atas proses pembentukan untaian mi belum lengkap untuk mencegah adanya kontaminasi silang. 2. Fasilitas Sanitasi - Fasilitas untuk pencucian tangan tidak tersedia sabun cair dan pengering serta tidak adanya peringatan pencucian tangan sebelum bekerja atau setelah dari toilet ; - Fasilitas toilet/urinoir tidak terawat dengan baik, ada pintu yang sudah rusak dan perlu adanya perbaikan ; - Sebagian tempat sampah yang disediakan oleh perusahaan tidak ada penutupnya, sehingga dapat berpotensi menimbulkan adanya kontaminasi silang. 3. Peralatan - Tidak ada program pemantauan untuk membuang wadah dan peralatan yang sudah rusak atau tidk digunakan oleh perusahaan 4. Higiene Karyawan - Tidak ada pengawasan dalam hal sanitasi pencucian tangan dan kaki sebelum masuk ke ruang pengolahan dan setelah keluar dari toilet ; - Fasilitas klinik tidak digunakan untuk check up rutin seluruh, khususnya di bagian produksi ; - Manajemen unit pengolahan tidak memiliki tindakan efektif untuk mencegah yang diketahui mengidap penyakit yang dapat mengkontaminasi produk ; - Kebersihan tidak terjaga dengan baik dan kurang memperhatikan aspek sanitasi dan higiene (misalnya pakaian seragam celemek ada yang kotor, kebiasaan minum di ruang produksi). 5. Penyimpanan - Di ruang gudang biasa/kering ditemukan adanya penempatan barang yang tidak teratur dan tidak memisahkan penyimpanan bahan pangan dan bahan nonpangan 6. Pemeliharaan Sarana Pengolahan dan Sanitasi serta Pengendalian Hama 7. Manajemen dan Pelatihan - Pencegahan binatang pengganggu tikus di dalam pabrik belum efektif, terutama di gudang penyimpanan kering ; - Pest control hingga saat ini dikerjakan oleh perusahaan sendiri - Pimpinan/pihak manajemen mempunyai wawasan terhadap metode pengawasan modern (ISO 9000, HACCP, TQM, dan lain-lain), tetapi belum melaksanakan penerapannya dalam perusahaan ; - Alasan belum melaksanakan penerapan HACCP di perusahaan adalah HACCP cukup rumit dan perlu persiapan waktu, tenaga dan sumber daya lain. - Minor - Minor - Minor - Minor - Minor - Minor - Serius - Mayor - Mayor - Mayor - Mayor - Mayor - Mayor 80

3 Penyimpangan/ketidaksesuaian pertama dan kedua, adalah saling terkait dan berhubungan dengan persyaratan bangunan serta berkaitan dengan upaya untuk mencegah adanya kontaminasi silang yang disebabkan oleh keadaaan lingkungan perusahaan/pabrik. Oleh karena itu, untuk mengatasi kedua penyimpangan ini dapat dilakukan dengan program pemasangan penutup (canopy) di ruang produksi mi terutama di atas proses pencetakan/pembentukan kembang mi, memodifikasi bangunan pabrik di bagian proses tersebut agar sesuai dengan jenis pangan mi yang diproduksi dan dihasilkan; dan modifikasi ruang pengolahan khususnya di sudut-sudut pertemuan antara dinding dengan dinding dan dinding dengan lantai untuk dibuat lengkungan sehingga memudahkan pembersihannya. Penyimpangan ini merupakan penyimpangan yang cukup penting yang perlu diatasi sebelum diterapkannya sistem manajemen keamanan pangan berdasarkan sistem HACCP, mengingat rancang bangun dan kontsruksi bangunan di ruang pengolahan/proses produksi sangat penting artinya dalam mendukung pelaksanaan persyaratan dasar sistem HACCP. Penyimpangan/ketidaksesuaian ketiga, keempat dan kelima adalah saling terkait dan berhubungan dengan persyaratan fasilitas sanitasi, serta berkaitan dengan upaya untuk mencegah adanya kontaminasi silang yang disebabkan oleh kebersihan dan kesehatan. Hal ini berkaitan pula dengan program persyaratan dasar (prerequisite programs) sebelum menerapkan manajemen keamanan pangan berdasarkan sistem HACCP. Oleh karena itu, program perbaikan fasilitas sanitasi dan higiene khususnya berkaitan dengan fasilitas cuci tangan dan toilet harus dilakukan untuk memenuhi fondasi persyaratan dasar dalam sistem HACCP tersebut. Misalnya perbaikan terhadap konstruksi lantai, dinding dan pintu yang sudah rusak pada toilet/urinoir, penyediaan fasilitas sabun (cair) dan pengering tangan atau tissue pengering/kain lap serta penyediaan fasiltas tanda peringatan pencucian sebelum bekerja atau setelah ke toilet. Selain itu, perusahaan juga harus melengkapi penutup tempat sampah untuk mencegah terjadinya kontaminasi silang. Penyimpangan/ketidaksesuaian ini merupakan penyimpangan yang sangat penting yang harus diatasi sebelum diterapakannya sistem manajemen keamanan pangan berdasarkan sistem HACCP, mengingat kebersihan dan sanitasi sangat penting 81

4 artinya dalam pengolahan pangan karena mereka () terlibat langsung dan mengalami kontak dengan makanan sehingga kemungkinan kontaminasi terhadap produk sangat tinggi. Dengan demikian, program perbaikan fasilitas sanitasi dan higiene perlu mendapat perhatian dalam pelaksanaan implementasinya. Penggunaan sanitaiser dalam proses pencucian tangan sangat membantu terwujudnya tangan pekerja yang higienis, karena pada prinsipnya ada beberapa bahan pangan atau kotoran yang melekat di tangan sulit dibersihkan kecuali melibatkan penggunaan sanitaiser. Menurut Jenie (1998), untuk pencucian tangan /pekerja di bagian produksi dapat menggunakan sabun antiseptik yang mengandung senyawa triklosan (trikloro-hidroksi-difenil-eter), atau mengandung senyawa hipoklorit (klorin) 50 part per million (ppm), senyawa yodofor (yodium), amonium kwartener dan alkohol 70%; selanjutnya dibilas dengan air akan menghilangkan banyak mikroba patogen yang berasal dari makanan, kemudian setelah itu ditambahkan dengan penggunaan air hangat dengan kisaran antara o C atau larutan pembersih lainnya. Penyimpangan keenam berhubungan dengan persyaratan peralatan dan mesin yang digunakan untuk proses produksi, yaitu tidak ada program pemantauan untuk menangani/membuang peralatan yang sudah rusak/tidak digunakan lagi oleh perusahaan. Hal ini ditandai dengan cara penanganan bekas peralatan yang sudah rusak atau tidak digunakan oleh perusahaan yang tidak terkontrol dengan baik, misalnya menaruh peralatan yang sudah rusak di ruang yang dekat dengan ruang untuk proses produksi. Karena tidak ada program pemantauan dan ruang tersebut tidak dijaga kebersihan dan sanitasinya, mengakibatkan ruang tersebut kotor dan dipakai sarang tikus. Penyimpangan ketujuh, kedelapan, kesembilan dan kesepuluh juga merupakan empat hal yang saling terkait, yaitu berkaitan dengan upaya untuk mencegah adanya kontaminasi silang yang disebabkan oleh status kesehatan, kebersihan, dan kebiasaan (Higiene Karyawan). Oleh karenanya, untuk mengatasi keempat penyimpangan/ketidaksesuaian ini dapat dilakukan dengan melakukan pemeriksaan dan pemantauan kesehatan (khususnya bagian produksi) secara berkala, misalnya setahun 3 kali, untuk memastikan bahwa terbebas dari penyakit yang dapat 82

5 mengkontaminasi produk. Pemantauan dan pemeriksaan kesehatan dapat dilakukan secara visual, misalnya luka, penyakit kulit dan lainnya dapat dilakukan langsung oleh supervisor (ketua regu/kelompok) yang sedang bertugas. Apabila dijumpai ada yang mempunyai luka dan penyakit kulit (luka terbuka), maka /pekerja tersebut bisa dikeluarkan dari ruang di bagian produksi dan dari pekerjaan penanganan kritis lainnya. Pekerja/ di bagian produksi harus melapor pada penyelia (supervisor) pabrik atau petugas pemeriksa kesehatan di klinik apabila menderita penyakit-penyakit, seperti : hepatitis (sakit kuning), tifus, infeksi Salmonella, disentri, dan infeksi Staphylococcus (termasuk noda, bisul, dan luka terbuka di tangan serta kudis dan eksim yang luas terutama di muka, jari, dan tangan (Jenie, 2007). Sedang, apabila dijumpai/ditemui ada yang tidak menjaga kebersihan dan tingkah laku nya selama proses produksi, maka yang bersangkutan dapat ditegur/diperingatkan dan dicatat terlebih dahulu. Bila yang sudah diperingatkan dan dicatat sudah 5 kali tetapi masih berperi laku yang tidak sesuai dengan aturan penerapan sanitasi dan higiene serta kebiasaan yang tidak sesuai dengan aturan perusahaan, maka diperlukan adanya pelatihan kembali terhadap yang bersangkutan dalam hal sanitasi dan higiene sekaligus untuk memperbaiki sikap dan perilaku dalam berkomitmen untuk mendukung program rencana penerapan sistem manajemen keamanan pangan berdasarkan sistem HACCP di perusahaan. Penyimpangan/ketidaksesuaian di atas merupakan penyimpangan yang sangat penting yang perlu segera diatasi dan diprogramkan implementasinya sebelum diterapkannya sistem manajemen kemanan pangan berdasarkan sistem HACCP; mengingat pengendalian kondisi kesehatan yang berpotensi menghasilkan kontaminasi mikrobiologis terhadap pangan, bahan kemasan pangan dan permukaan yang kontak dengan pangan ini harus dikendalikan dengan baik melalui program penerapan yang efektif. Penyimpangan kesebelas, berhubungan dengan aspek GMP penyimpanan, yaitu di gudang kering, yang mana penempatan barang tidak teratur dan sebagian tidak dipisahkan (penyimpanan bahan pengemas dan bahanbahan lain, bahan kimia dan desinfektan/deterjen), hal ini dapat segera diatasi 83

6 dengan mengelompokkan atau memisahkan sesuai dengan jenisnya dalam suatu rak/tempat yang terpisah dan khusus untuk jenis barang-barang tersebut. Pengaturan ini perlu dibakukan dan dilaksanakan/ dijalankan secara konsisten. Penyimpangan kedua-belas, berhubungan dengan aspek GMP pemeliharaan sarana pengolahan dan sanitasi serta pengendalian hama, yaitu di gudang kering tempat penyimpanan bahan baku dan di gudang kering tempat penyimpanan produk mi kering yang dihasilkan; pencegahan binatang pengerat tikus yang dapat membawa bibit penyakit pes belum efektif dan dilaksanakan secara konsisten. Hal ini ditandai dengan tidak adanya denah pentunjuk penempatan umpan tikus, belum dilaksanakannya pengendalian binatang tikus ini baik oleh perusahaan sendiri ataupun melalui kontrak yang dilakukan oleh pihak lain. Oleh karena itu, penyimpangan ini dapat segera diatasi dengan melaksanakan dan membuat prosedur pengendalian hama tikus dengan cara menempatkan jebakan/umpan tikus atau menempatkan suatu alat yang menghasilkan gelombang suara tertentu sehingga binatang pengganggu/tikus tidak suka memasuki gudang penyimpanan kering. Pengendalian hama tikus tersebut dapat pula dilakukan dengan cara kontrak dengan pihak kedua yang melakukan program pest control. Penyimpangan ketiga-belas berhubungan dengan aspek manajemen dan pelatihan, yaitu pimpinan/pihak manajemen mempunyai wawasan terhadap metode pengawasan modern (ISO 9000, HACCP) tetapi belum atau sedang akan melaksanakan penerapannya. Berdasarkan wawancara dengan pihak manajemen terungkap bahwa perusahaan mempunyai kendala/hambatan dalam mengembangkan dan menerapkan sistem HACCP di perusahaan disebabkan karena : (1) Kurangnya informasi pengetahuan tentang sistem keamanan pangan dan tenaga ahli/sumber daya manusia yang mengerti sistem HACCP; (2) Adanya perkiraan tingginya biaya yang harus ditanggung perusahaan untuk mengoperasikan sistem HACCP; (3) Adanya perkiraan tingginya biaya yang diperlukan untuk memberi pelatihan sistem HACCP kepada nya; (4) Adanya perkiraan tingginya biaya lain yang derlukan untuk mebangun fasilitas laboratorium dan fasilitas pemeliharaan peralatan lainnya guna mendukung penerapan sistem HACCP dalam perusahaan, dan (5) Terbatasnya waktu untuk 84

7 mempersiapkan penerapan sistem HACCP sebagai akibat kurangnya sumber daya manusia yang mengerti dan memahami sistem HACCP. Ditinjau dari aspek cara produksi pangan yang baik atau good manufacturing practice (GMP) yang sudah diterapkan perusahaan, selain penyimpangan atau ketidaksesuaian yang ditemukan di atas; ada beberapa penyimpangan lain dalam bentuk penyimpangan administrasi, fisik dan oprasional sebagai berikut : a. Spesifikasi bahan baku, bahan penolong dan bahan tambahan pangan belum diterapkan secara konsisten karena standar persyaratan spesifikasi yang ditetapkan perusahaan masih suka berubah, oleh karena itu perlu ditetapkan standar persyaratan spesifikasi bahan-bahan tersebut yang tetap dan konsisten penerapannya; b. Tempat fasilitas sanitasi dan cuci tangan terutama toilet dan urinoir pada prinsipnya jumlahnya sudah memenuhi persyaratan yang ditetapkan dalam pedoman GMP Badan POM yaitu ada 6 toilet untuk 80 orang, namun kondisi fisiknya sudah perlu adanya perbaikan, karena pintunya sudah ada yang mulai rusak dan dinding tempat toilet tersebut sudah mulai kotor dan perlu adanya pengecatan dinding kembali, sehingga program perbaikan fisik sarana fasilitas sanitasi dan cuci tangan ini perlu segera diprogramkan perbaikannya; c. Alat-alat mesin-mesin yang sudah rusak dan tidak dipakai, sebagian masih ada yang disimpan di bagian ruang proses produksi meskipun diletakkan di lantai bawah dan agak terpisah; namun barang-barang (alat-alat) tersebut dapat menjadi tempat sarang tikus dan berpotensi menimbulkan kontaminasi silang. Dengan demikian, perusahaan tidak mempunyai program pemantauan untuk menangani/membuang peralatan yang sudah rusak/tidak digunakan dengan baik. Sebaiknya alat-alat ini dipindahkan dan diletakkan di ruang khusus bagian teknik/bengkel dan maintenance, sehingga kebersihan dan higiene di ruang proses produksi bisa dijaga dengan baik atau dibuang; d. Pada higiene ditemukan kekurangan dalam pelaksanaan GMP pada saat produksi, antara lain masih adanya yang menggunakan perhiasan atau jam tangan pada waktu bekerja, penutup kepala yang dipakai 85

8 tidak menutup seluruh rambutnya dan masih ada berbicara pada saat berproduksi serta tidak memakai penutup mulut untuk di bagian pengumpulan produk mi kering sebelum dikemas dengan plastik jenis PP (kemasan primer); e. Kondisi sanitasi di ruang/gudang penyimpanan bahan baku tepung terigu saat diobservasi/diinspeksi kurang bersih dan kurang terkontrol. Cukup banyak debu dan kotoran pada lantai dan dindingnya. Kemungkinan kegiatan sanitasi di gudang penyimpanan bahan baku tepung terigu ini belum terjadwal dan terkontrol dengan baik. Oleh karena itu, kegiatan sanitasi di gudang penyimpanan ini harus terjadwal dan terkontrol dengan baik untuk mencegah kontaminasi terhadap bahan baku dari cemaran fisik, debu, kotoran dan serangga; f. Kondisi dan kebersihan permukaan yang kontak dengan pangan terutama pada alat roll presser, slitter, cutter dan conveyor meskipun sudah dilakukan program pembersihan dan sanitasi; namun pada saat tidak digunakan/dipakai terlihat masih ada sisa-sisa produk yang menempel pada perlatan tersebut, sehingga dapat memungkinkan terjadinya kontaminai ke produk mi kering yang akan diproduksi/dihasilkan. Oleh karena itu, program pembersihan dan sanitasi pada perlatan tersebut perlu lebih diefektifkan untuk menghilangkan sisa-sisa kotoran adonan mi yang lengket pada alat dan menjaga agar kondisi bagian peralatan yang kontak dengan produk pangan tetap bersih dan higienis. Menurut Winarno (2002), prosedur pembersihan peralatan dapat meliputi tahapan perendaman atau penggosokan, pencucian dengan air bersih, pembilasan dengan pembersih seperti deterjen atau sabun, pengecekan secara visual untuk memastikan bahwa permukaan alat sudah bersih, penggunaan desinfektan untuk membunuh mikroba, dan pembersihan akhir untuk membilas desinfektan serta pembilasan kering untuk mengeringkan desinfektan tanpa dilap. Pembersihan peralatan yang terbuat dari bahan stainless steel dapat digunakan larutan pembersih deterjen alkali non ionik, dan desinfektan yang antara lain : hipoklorit, yodophor, dan klorin organik (Jenie, 1998). 86

9 Hasil pengamatan terhadap pelaksanaan standar prosedur operasi sanitasi atau sanitation standard operating procedure (SSOP) secara ringkas di perusahaan PT Kuala Pangan dapat dilihat pada Tabel 19, sedang hal-hal yang perlu dimonitor, tindakan koreksi dan rekaman SSOP dapat dilihat pada Tabel 20. Sanitation standard operating procedure (SSOP) ini akan memberikan manfaat bagi unit usaha perusahaan PT Kuala Pangan dalam menjamin sistem keamanan produksi pangannya, antara lain : (a) Memberi jadwal pada prosedur sanitasi, (b) Memberikan landasan program monitoring berkesinambungan, (c) Menjamin setiap personil mengerti sanitasi, (d) Memberikan sarana pelatihan yang konsisten bagi personil, (e) Mendorong perencanaan yang menjamin dilakukan koreksi bila diperlukan, (f) Mengidentifikasi kecenderungan dan mencegah kembali terjadinya masalah, dan (g) Membawa peningkatan praktek sanitasi dan kondisi yang saniter di unit usaha. 87

10 Tabel 19. Hasil pengamatan terhadap pelaksanaan sanitation standard operating procedure (SSOP) di perusahaan. No Kunci Persyaratan Sanitasi Deskripsi Pelaksanaan Sanitation Standard Operating Procedure (SSOP) 1. Keamanan air - Air yang digunakan pada proses produksi terbagi menjadi dua, yaitu air bersih yang digunakan pada pencucian alat-alat produksi dan air minum untuk produksi ; - Air bersih digunakan untuk keperluan sanitasi, pencucian peralatan, dan mandi cuci kakus (MCK), sedang air minum untuk produksi harus diolah (treatment) terlebih dahulu dengan SOP(Standar Prosedur Operasi) dan IK (Instruksi Kerja) yang ditetapkan perusahaan sehingga dapat menghasilkan air yang memenuhi persyaratan mutu sesuai dengan PerMen Kes No. 907/MenKes/SK/VII/2002 ; - Mutu produk air untuk produksi dilakukan pengujian oleh bagian QC dan teknik; - Air yang memenuhi standar, selanjutnya disimpan dan ditampung pada storage tank dan diset secara otomatis agar siap digunakan untuk proses produksi ; 2 Kondisi dan kebersihan permukaan yang kontak dengan bahan pangan - Semua peralatan yang kontak dengan makanan/produk akhir terbuat dari bahan yang bersifat inert (stainless steel). Hal ini bertujuan untuk mencegah cemaran fisik dari korosi logam peralatan produksi ; - Proses pembersihan permukaan yang kontak dengan bahan pangan terdiri dari pembersihan clean in place (CIP) dan pembersihan untuk kemasan yang digunakan untuk produk akhir ; - Penggunaan seragam produksi dipakai setiap hari dan diganti seminggu dua kali dan dijaga kebersihannya oleh masing-masing ; Perusahaan menyediakan sarung tangan dan penutup mulut di bagian kemasan primer ; - Pembersihan peralatan produksi yang digunakan sesuai dengan SOP dan IK Instruksi Kerja) yang ditetapkan perusahaan, yang meliputi : penyemprotan air biasa pada seluruh permukaan yang kontak dan bersihkan sampai kotorannya hilang, gosok permukaan alat dengan larutan Duboa 1%, semprotkan air panas ke permukaan alat dan kemudian dikeringkan ; - Proses pembersihan clean in place dilakukan pada vessel mixing dengan kapasitas lebih dari 500 kg. Prosedur pembersihannya dengan cara menyemprotkan bagian dalam vessel dengan air panas (65 o C). Jika bagian vessel masih bau, maka dilakukan pembersihan dengan larutan sabun. Tindakan koreksi - Bila air yang diproses untuk keperluan produksi belum memenuhi standar mutu, maka akan dilakukan proses ulang - Air yang digunakan untuk produksi dilakukan pengujian secara eksternal setiap 6 bulan sekali - Agar kegiatan sanitasi berjalan efektif, maka berhentikan/stop operasi dan bersihkan serta disanitasi - Bila perlu diistirahatkan Rekaman - Hasil pemeriksaan mutu air untuk produksi disimpan di bagian QC dan teknik - Hasil pengujian mutu air untuk produksi eksternal disimpan di bagian QC - Monitoring hasil sanitasi permukaan disimpan di bagian QC - Monitoring terhadap disimpan di bagian QC 88

11 Tabel 19. Hasil pengamatan terhadap pelaksanaan sanitation standard operating procedure (SSOP) di perusahaan (Lanjutan). No Kunci Persyaratan Sanitasi 3. Pencegahan Kontaminasi Silang 4 Menjaga Fasilitas Pencuci Tangan, Sanitasi dan Toilet Deskripsi Pelaksanaan Sanitation Standard Operating Procedure (SSOP) - Pencegahan kontaminasi silang dilakukan mulai dari bahan baku, bahan pembantu dan bahan tambahan pangan yang baru masuk sampai penyimpanan produk akhir. Bahan baku dan bahan pembantu yang berada di ruang gudang penyimpanan kondisi kemasannya ada yang bersih, kotor dan berdebu ; - Pencegahan kontaminasi silang pada saat produksi dilakukan dengan cara pemeriksaan bagian dalam vessel atau alat produksi sebelum digunakan untuk proses produksi sesuai dengan SOP dan IK yang ditetapkan perusahaan ; - Bagian dalam vessel atau alat produksi harus bebas dari kotoran dan cemaran fisik agar tidak mengkontaminasi produk akhir pada saat proses produksi ; - Setelah dikemas primer dengan plastik jenis PP dan kemasan sekunder kotak karton harus ditutup dan disegel (diseal) dengan rapat untuk mencegah kontaminasi dari cemaran fisik, mikroba dan zat lain ; - Selama proses produksi, personil harus bekerja sesuai dengan prosedur GMP, menggunakan seragam dan sepatu yang sesuai GMP, penggunaan sarung tangan dan tutup mulut/kepala ; - Pemeliharaan fasilitas sanitasi terdiri kegiatan sanitasi di ruang produksi, gudang penyimpanan, ruang karantina dan ruang MCK. Kegiatan sanitasi di ruang produksi secara umum dilakukan dua minggu sekali pada saat hari libur kerja. Kegiatannya meliputi pembersihan lantai, membersihkan bagian luar vessel, tangki penampungan, dan bagian dinding yang dapat dijangkau ; Kegiatan sanitasi rutin di ruang produksi dilakukan oleh personil produksi, sedang kegiatan sanitasi bulanan dilakukan oleh personil QC dan maintenance ; - Kegiatan sanitasi di ruang gudang dan karantina dilakukan satu minggu sekali. Kegiatannya meliputi pembersihan lantai, dinding, pallet penyimpanan bahan baku dan produk akhir, dan pintu. Pembersihan lantai ruang produksi dan gudang menggunakan sabun deterjen untuk lantai, yaitu Drathon 10 dengan dosis 660 ml per 3400 ml air. - Kegiatan sanitasi di ruang MCK dilakukan setiap hari kerja. Kegiatannya meliputi pembersihan toilet, kamar mandi, dan tempat cuci tangan. Fasilitas cuci tangan terdiri dari air yang mengalir, tetapi kadang-kadang tidak ada sabun cair dan lap pengeringnya. Tindakan koreksi - Bila ada masalah produksi, stop produksi dan tahan produk yang dihasilkan - Karyawan diperingatkan dan perlu dilatih kembali bila melakukan praktek tidak sesuai dengan SOP; - Evaluasi keamanan produk yang dihasilkan - Cek fasilitas cuci tangan dan toilet dan inspeksi di lapangan dan bila ada kerusakan segera diperbaiki - Karyawan diperingatkan dan perlu dilatih kembali bila melakukan praktek tidak sesuai dengan SOP; - Evaluasi keamanan produk yang dihasilkan - Rekaman - Hasil pemeriksaan dan monitoring pembersihan disimpan di bagian QC; - Hasil pemeriksaan dan monitoring disimpan di bagian QC; - Hasil pemeriksaan dan monitoring program sanitasi disimpan di bagian QC; - Hasil pemeriksaan dan monitoring disimpan di bagian QC; 89

12 Tabel 19. Hasil pengamatan terhadap pelaksanaan sanitation standard operating procedure (SSOP) di perusahaan (Lanjutan). No Kunci Persyaratan Sanitasi 5. Proteksi dari bahan-bahan kontaminan 6 Pelabelan, penyimpanan, dan penggunaan bahan toksin yang benar Deskripsi Pelaksanaan Sanitation Standard Operating Procedure (SSOP) - Bahan-bahan non-pangan atau bahan-bahan kimia yang digunakan selama pengolahan seperti larutan klorin pekat, deterjen/sabun cair, larutan Drathon, larutan Duboa 1% dan pelumas disimpan di gudang penyimpanan khusus di luar area pengolahan dan penggunaannya harus sesuai dengan SOP dan IK yang ditetapkan perusahaan. - Wadah larutan kimia di dalam area pengolahan ditempatkan di pojok ruangan yang jauh dari produk dan pekerja ; jika terjadi terjadi kontaminasi bahan nonpangan/kimia seperti sabun, maka pekerja wajib melaporkannya kepada supervisor. Supervisor akan meneruskan informasi kepada kepala bagian produksi dan produk akan disingkirkan/dipisah ; - Senyawa toksik disimpan dalam wadah berlabel yang juga disertai dengan tanggal penerimaan produk ; - Setiap kemasan yang berisi produk akhir harus mempunyai label yang memberikan informasi mengenai karakteristik dari produk akhir yang dikemas; Informasi label terdiri atas : nama produk, bobot netto, kode produksi, kadaluwarsa, dan cara penggunaan produk ; - Penyimpanan produk akhir mi kering diletakkan terpisah dengan bahan baku utama, bahan pembantu lain, bahan tambahan pangan dan produk yang cacat; sedang penyimpanan bahan yang sensitif terhadap suhu disimpan di ruang sensitive room ; - Sistem yang digunakan dalam penyimpanan adalah prinsip FIFO (First In First Out), yaitu produk akhir yang production date atau lotnya lebih lama dikeluarkan terlebih dahulu dibandingkan lot yang baru ; - Semua kegiatan pelabelan, penyimpanan dan penggunaan bahan kimia/toksik menggunakan SOP dan IK yang sudah ditetapkan perusahaan. Tindakan koreksi - Bila ada bahan pengkontaminan, hilangkan bahan tersebut dari permukaan - Menghindarkan lingkungan ruang produksi dari adanya genangan air ; - Memindahkan bahan toksik tidak berlabel dengan benar. - Bila ada/terjadi pelabelan yang salah, produksi dihentikan, pisahkan produk yang salah ; - Karyawan diperingatkan dan perlu dilatih kembali bila melakukan praktek tidak sesuai dengan SOP; Rekaman - Catatan hasil pemeriksaan dan monitoring penggunaan bahan kimia disimpan di bagian QC; - Catatan tindakan koreksi dari pemeriksaan dan evaluasi disimpan di bagian QC - Hasil pemeriksaan dan monitoring kegiatan pelabelan dan penyimpanan disimpan di bagian QC; - Hasil pemeriksaan dan monitoring penggunaan bahan kimia disimpan di bagian QC; 90

13 Tabel 19. Hasil pengamatan terhadap pelaksanaan sanitation standard operating procedure (SSOP) di perusahaan (Lanjutan). No Kunci Persyaratan Sanitasi 7. Pengawasan Kondisi Kesehatan personil Deskripsi Pelaksanaan Sanitation Standard Operating Procedure (SSOP) Tindakan koreksi Rekaman - Kontrol kondisi kesehatan /personil terutama di bagian produksi kurang dimanfaatkan/diperhatikan oleh yang bersangkutan, meskipun perusahaan telah menyediakan fasilitas klinik dan dokter serta perawat kesehatan ; - Pengawasan kesehatan di perusahaan perlu lebih diintensifkan meskipun perusahaan telah mempunyai SOP dan IK (Instruksi Kerja) yang sudah ditetapkan perusahaan ; - Efektivitas pemantauan kesehatan sebaiknya perlu dikaji ulang oleh pihak perusahaan atau manajemen, sehingga diperlukan adanya aksi tindak koreksi yang tepat. - Bila ada yang terkena penya-- kit diistirahatkan dan tidak diperkenankan ke ruang produksi ; - Lakukan pemantauan dengan lebih ketat. - Catatan hasil pemeriksaan dan monitoring terhadap yang menderita sakit disimpan di bagian HRD 8. Menghilangkan pest dari Unit pengolahan - Hama yang terdapat di kawasan PT Kuala Pangan terdiri dari serangga (lalat, kecoa, laba-laba, nyamuk, dan lain-lain), burung dan tikus. Penanganan hama serangga seperti lalat, nyamuk dan serangga lain dilakukan dengan memasang insecta trap. Lampu insecta trap diletakkan di luar ruang produksi/gudang dan dikontrol setiap satu bulan sekali. - Di ruang produksi dipasang lem perangkap lalat. Lem perangkap lalat juga dipsang di dekat pintu masuk ruang produksi. Adanya lalat atau serangga di dalam ruang produksi dikontrol oleh personil produksi sebelum aktivitas produksi. - Pencegahan binatang lain seperti burung dilakukan dengan cara memasang kawat kassa di ventilasi ruangan atau pintu trap plastik pada pintu ruang gudang, dan ruang produksi ; - Perusahaan perlu menetapkan program pest control ; - Perlu dibuat denah penempatan program pest control di seluruh pabrik - Hasil pemeriksaan dan monitoring kegiatan pest control disimpan di bagian QC; - Hasil tindakan koreksi pemeriksaan dan monitoring pest control disimpan di bagian QC; 91

14 Tabel 20. Pemantauan pada program Sanitation Standard Operating Procedure (SSOP) di perusahaan No. Kunci Persyaratan Hal-hal Yang Perlu Dimonitor pada Program SSOP Sanitasi Apa Dimana Bagaimana Kapan Siapa 1 Keamanan air - Kualitas air - Cek kualitas air - Sebelum operasi 2 Kondisi dan kebersihan permukaan yang kontak dengan bahan pangan 3 Pencegahan kontaminasi silang 4 Menjaga fasilitas pencuci tangan, sanitasi dan toilet - Instalasi plumbing - Permukaan harus bersih - Permukaan disanitasi - Sarung tangan dan pakaian harus bersih - Kebiasaan - Desain ruang untuk bahan baku dan produk jadi - Fasilitas cuci tangan - Fasilitas toilet - Fasilitas sanitasi - Unit treatment air - Outlet - Instalasi dan outlet plumbing - Line produksi - Karyawan - Line produksi - Karyawan - Toilet daan wastafel - Gudang penyimpanan - Tempat cuci tangan - Tempat toilet - Bagian sanitasi - Inspeksi jaringan - Inspeksi secara visual - Inspeksi terhadap - Cek bahan konsentrasi sanitaiser - Cek fasilitas pencuci tangan dan toilet - Inspeksi di lapangan - Inspeksi - Cek fasilitas pencuci tangan dan toilet - Inspeksi ke lapangan - Cek bahan konsentrasi sanitaiser - Saat akan instalasi & modifikasi - Setiap sebelum operasi dan setiap 4 jam sekali - Setiap sebelum operasi dan setiap 4 jam - Setiap sebelum operasi dan setiap 4 jam sekali - Setiap sebelum operasi dan setiap 4 jam sekali - Sebelum operasi, dan setiap 4 jam sekali - Sebelum operasi dan setiap 4 jam sekali - Bagian QC - Operator water treatment - Bagian QC - Bagian QC - Bagian QC - Bagian QC - Supervisor produksi - Petugas kebersihan Tindakan koreksi - Bila belum memenuhi standar, lakukan proses ulang - Perbaiki instalasi yang memungkinkan kontaminasi - Stop operasi, dibersihkan dan disanitasi - Istirahatkan - Stop produk dan tahan produk yang dihasilkan - Peringatkan dan latih kembali - Evaluasi keamanan produk, untuk didisposisi, direproses atau dimusnahkan - Bagian QC - Perbaiki dan laporkan bila ada kerusakan - Peringatkan pelaksana dan latih kembali Rekaman - Monitoring kualitas air - Inspeksi instalasi plumbing - Monitoring permukaan yang kontak dengan pangan - Monitoring terhadap - Monitoring - Monitoring pembersihan - Monitoring tata letak produk dalam ruangan - Monitoring harian sanitasi - Tindakan koreksi yang dilakukan 92

15 Tabel 20. Pemantauan pada program Sanitation Standard Operating Procedure (SSOP) di perusahaan (Lanjutan) No. Kunci Persyaratan Hal-hal Yang Perlu Dimonitor pada Program SSOP Sanitasi Apa Dimana Bagaimana Kapan Siapa 5 Proteksi dari bahanbahan kontaminan - Bahan yang berpotensi untuk mengkontaminasi - Produk pangan - Bahan pengemas - Permukaan yang kontak langsung dengan pangan - Cek bahan dan akses personil/ - Inspeksi secara visual - Sebelum operasi, dan setiap 3 jam sekali - Sebelum operasi, dan setiap 4 jam sekali - Bagian QC - Dibantu oleh bagian produksi Tindakan koreksi - Hilangkan bahan kontaminan dari permukaan - Hindari adanya genangan air di dalam ruang produksi Rekaman - Monitoring/ pemantauan - Tindakan koreksi 6 Pelabelan, penyimpanan, dan penggunaan bahan toksin yang benar 7 Pengawasan kondisi kesehatan personil - Pelabelan, penyimpanan, dan penggunaan bahan - Karyawan dengan tandatanda penyakit/ luka - Tempat/ruang penyimpanan - Tempat penerapan /aplikasi - Karyawan yang masuk ruang kerja - Pada saat sedang bekerja - Cek pelabelan - Cek cara aplikasinya - Lakukan inspeksi terhadap / pelaksana - Satu kali setiap hari - Satu kali per hari - Sebelum operasi dan setiap 4 jam sekali - Bagian QC - Bagian QC - Bagian QC - Supervisor produksi - Pindahkan bahan toksin tidak berlabel dengan benar - Peringatkan dan latih kembali - Stop produksi, dan recall produk yang terkena - Stop produk dan tahan produk yang dihasilkan - Monitoring/ pemantauan - Tindakan koreksi - Monitoring kesehatan - Tindakan koreksi 8 Menghilangkan pest dari unit pengolahan - Pest di ruang produksi dan gudang - Seluruh ruangan produksi dan lingkungan pabrik - Cek dan inspeksi ke lapang - Dua kali (2x) setiap hari - Bagian QC dibantu bagian produksi - Tetapkan program pest control dengan baik - Tetapkan tempat/ denah penempatannya - Monitoring pest control - Tindakan koreksi yang dilakukan 93

16 B. PENYUSUNAN RENCANA HACCP (HACCP PLAN) UNTUK PRODUKSI MI KERING PADA PT KUALA PANGAN Penyusunan rencana HACCP (HACCP Plan) untuk produksi mi kering pada PT Kuala Pangan mengacu kepada Codex guidelines dan tujuh prinsip HACCP yang telah diadopsi dan dituangkan dalam acuan (standar) SNI tentang Sistem Analisa Bahaya dan Pengendalian Titik Kritis (BSN, 1998) serta Pedoman penerapannya yaitu Pedoman BSN 1004 : 2002 (BSN, 2002). Rencana HACCP pada perusahaan ini diintegrasikan ke dalam prosedur dan instruksi kerja yang akan memudahkan (personil yang terlibat) dalam melaksanakannya. Penyusunan dan pengembangan rencana HACCP dilakukan dengan tahapan sebagai berikut : 1. Melakukan Pelatihan Sistem HACCP Pelatihan sistem HACCP pada perusahaan PT Kuala Pangan diperuntukkan bagi seluruh dan pihak manajemen yang akan terlibat dalam mengelola sistem manajemen keamanan pangan berdasarkan sistem HACCP di perusahaan yang bersangkutan. Pelatihan terhadap sumber daya manusia (SDM) yang terlibat dalam proses produksi mi kering di perusahaan tersebut bertujuan : (1) Memberdayakan perusahaan industri pangan PT Kuala Pangan dalam menghadapi era globalisasi, kompetisi dengan perusahaan yang sejenis dan meraih sertifikat jaminan keamanan pangan berdasarkan sistem HACCP; (2) Meningkatkan pengetahuan, ketrampilan dan keahlian personil yang terlibat dalam mengerjakan dan mengelola perusahaan yang menghasilkan produk mi kering; (3) Meningkatkan kemampuan personil dalam pemahaman dan penerapan sistem keamanan pangan yang mencakup good manufacturing practice (GMP), standard operating procedure (SOP), sanitasi dan higiene, sistem manajemen mutu dan HACCP; dan (4) Meningkatkan kesadaran, sikap (attitude) dan tanggung jawab personil perusahaan dalam menerapkan persyaratan dasar sistem HACCP khususnya GMP dan sanitation standard operating procedure (SSOP) di perusahaan. Hal ini disebabkan kualitas sumber daya manusia (SDM) yang terlibat dalam pengolahan pangan untuk memproduksi mi kering, sangat berperan dalam membantu kesuksesan perusahaan industri pangan tersebut guna menghasilkan produk mi kering yang aman dikonsumsi memerlukan pengetahuan, ketrampilan, keahlian dan tanggung 94

17 jawab (komitmen) yang tinggi SDM yang mengerjakan dan mengelolanya. Tingkat pengetahuan, ketrampilan, keahlian dan tanggung jawab yang tinggi mutlak diperlukan, karena industri pengolahan pangan untuk menghasilkan produk mi kering ini adalah industri yang perlu penanganan secara hati-hati. Menurut Maryon (1998) dikatakan bahwa pendidikan dan pelatihan terhadap sumber daya manusia yang terlibat dalam sistem industri pangan merupakan kunci terbaik untuk menghasilkan produk pangan yang aman bagi perusahaan industri pangan. Oleh karena itu, program pelatihan pada perusahaan industri pangan di PT Kuala Pangan ini diharapkan mampu meningkatkan SDM yang terlibat dalam mengerjakan dan mengelola industri pangan tersebut, sehingga pada gilirannya dapat meningkatkan kinerja perusahaan PT Kuala Pangan di bidang mutu dan keamanan pangan. Disamping itu, dengan pelatihan ini diharapkan SDM yang terlibat dalam sistem industri pangan menyadari tidak harus mengerti apa yang harus dikerjakan untuk menjamin keamanan pangan produk mi kering yang dihasilkan, tetapi juga harus memahami mengapa mereka harus melaksanakan tugas khusus yang dibebankan kepada mereka (MFSCNPA, 1992). Pelatihan sistem HACCP di perusahaan industri pangan PT Kuala Pangan diikuti oleh (dari tingkat line operator, supervisor/kepala regu, kepala bagian) dan manajemen perusahaan yang berjumlah sekitar 30 orang dan dilakukan selama 4 hari dengan cara inhouse training di PT Kuala Pangan Citeureup, Bogor dari tanggal 13 sampai dengan 16 bulan Nopember tahun Materi yang diajarkan dalam pelatihan ini terdiri dari 7 (delapan) topik yang disampaikan dalam 32 jam pelajaran (jp) dan setiap jam pelajaran dengan waktu 45 menit selama 4 hari dengan rincian sebagai berikut (Tabel 21). Sedang contoh soal untuk evaluasi dan mengetahui tingkat pemahaman peserta pelatihan dapat dilihat di halaman Lampiran 3. Tabel 21. Materi Yang Diajarkan dalam Pelatihan Sistem HACCP di PT Kuala Pangan No. Topik pelatihan/pengajaran Jumlah jam pelajaran (jp); 1 jp = 45 menit 1. Pengantar sistem pengendalian keamanan pangan 2 2. Sanitasi dan higiene dalam industri pangan 2 3. Good manufacturing practice (GMP) 3 4. Prinsip sistem HACCP 3 5. Implementasi sistem HACCP dalam industri pangan 3 6. Dokumentasi GMP dan sistem HACCP 3 7. Workshop penyusunan rencana HACCP (HACCP Plan) 16 95

18 Hasil evaluasi penilaian tingkat pengertian dan pemahaman peserta pelatihan sistem HACCP di perusahaan sebelum dan sesudah pelatihan dapat dilihat pada Tabel 22. Tabel 22. Hasil evaluasi penilaian tingkat pengertian dan pemahaman peserta (Sebelum dan setelah pelatihan) Tingkat Pemahaman Peserta Pelatihan No. Jabatan/kedudukan peserta pelatihan Sebelum Pelatihan Setelah Pelatihan SB B C K SB B C K 1. Manajer produksi Manajer teknik & maintenance Kepala Bagian QC Supervisor produksi Ketua kelompok/regu produksi Kepala Gudang Operator produksi Staf bagian QC/laboratorium Jumlah peserta Keterangan : SB = Sangat Baik (Nilai lebih besar atau sama dengan 80) B = Baik (Nilai lebih besar atau sama dengan 70) C = Cukup (Nilai lebih besar atau sama dengan 60) K = Kurang (Nilai lebih kecil dari 60). Dari Tabel 22 tersebut dapat dilihat bahwa berdasarkan hasil evaluasi penilaian, tingkat pengertian dan pemahaman peserta setelah mendapat pelatihan menunjukkan tingkat pengertian dan pemahamannya sangat baik ada 1 orang, baik berjumlah 10 orang dan cukup 19 orang. Dari Tabel 22 di atas juga terungkap bahwa peserta pelatihan, baik yang berasal dari tingkat manajer dan kepala bagian QC dan staf bagian QC yang pernah mendapat pelatihan sebelum pelatihan sistem manajemen keamanan pangan ini dilkukan, lebih meningkat lagi tingkat pengertian dan pemahamannya. Dengan demikian dapat dikatakan ada dampak positif terhadap sumber daya manusia pada perusahaan PT Kuala Pangan. Hal ini mendukung hasil penelitian/kajian yang dilakukan oleh Manning (1994) dan Howes et al (1996) yang menyatakan bahwa salah satu dampak positif adanya pelatihan sistem keamanan pangan termasuk sistem HACCP adalah meningkatnya tingkat pengetahuan, pengertian dan pemahaman SDM yang terlibat dalam sistem industri pangan. 96

19 2. Menetapkan Kebijakan Mutu dan Keamanan Pangan Yang Berhubungan Dengan HACCP Plan Kebijakan mutu dan keamanan pangan merupakan pernyataan yang diungkapkan oleh pimpinan tertinggi atau manajemen puncak suatu organisasi yang berupa janji atau komitmen sebagai upaya untuk melaksanakan dan menegakkan serta memelihara standar mutu yang tinggi (BSN, 2002). Pimpinan tertinggi yang bertanggung jawab terhadap perencanaan, pelaksanaan dan pengawasan prosedur HACCP di PT Kuala Pangan dijabat oleh Direktur. Komitmen manajemen puncak ini juga menjadi salah satu unsur dalam pedoman penerapan sistem HACCP (Thaheer, 2005). Pernyataan kebijakan mutu dan keamanan pangan perusahaan adalah sebagai berikut : (a) kami menetapkan bahwa mutu dan keamanan produk menjadi prioritas utama dalam sistem produksi, sistem manajemen mutu maupun pola pikir dalam sistem usaha secara keseluruhan dalam jangka pendek maupun jangka panjang, (b) kami menghasilkan produk dan layanan yang aman dan bermutu tinggi sesuai dengan sistem HACCP yang memenuhi standar nasional ataupun internasional, dan (c) kami berupaya secara terus menerus dan konsisten melakukan penegakan keamanan pangan dan perbaikan sistem manajemen. Konsekuensi dari komitmen perusahaan PT Kuala Pangan tersebut adalah segala sesuatu yang berkaitan dengan pembiayaan dan investasi terhadap suatu fasilitas yang dianggap penting dalam pelaksanaan sistem HACCP akan segera ditanggapi oleh manajemen puncak PT Kuala Pangan. Misalnya biaya yang diperlukan untuk pelatihan tim HACCP dan perusahaan yang akan mendukung dalam penerapan sistem HACCP, biaya yang dikeluarkan untuk memperbaiki fasilitas sanitasi dan higiene (urinoir, toilet/wc, wastafel) yang sudah dimiliki perusahaan dan perlu adanya perbaikan, biaya yang dikeluarkan perusahaan untuk pembelian bak sampah sebagai sarana pendukung pengelolaan sampah, adanya perjanjian dalam bentuk kontrak kerja sama dengan pihak lain dalam penanganan pengendalian hama (pest control), biaya yang dikeluarkan pembuatan manual dokumen rencana HACCP serta biaya yang perlu dikeluarkan untuk melatih internal auditor sistem HACCP di perusahaan. Bahkan komitmen tersebut harus dijaga terus secara konsisten oleh perusahaan setelah perusahaan mendapat sertifikat HACCP, karena dalam sistem HACCP berlaku pula filosofi adanya perbaikan yang berkelanjutan. 97

20 3. Pembentukan Tim HACCP (Langkah Ke-1) Tim HACCP diharapkan merupakan tim yang terdiri dari berbagai disiplin ilmu yang mengembangkan, mengimplementasikan dan memelihara sistem HACCP. Anggota tim HACCP yang baik dan lengkap membutuhkan pengetahuan dan keahlian/kepakaran tentang seluruh alur proses produksi, dimulai dari bahan baku, proses produksi, bahaya yang mungkin timbul, dan produk akhir yang dihasilkan sampai pada pengiriman dan pendistribusiannya. Pembentukan Tim HACCP disusun berdasarkan struktur organisasi yang sudah ada dalam badan usaha perusahaan PT Kuala Pangan sehingga legalitas dari tim ini dapat dipertanggung-jawabkan. Pimpinan puncak/tertinggi secara formal organisasi adalah orang yang memiliki wewenang tertinggi dalam pengendalian perusahaan. Berkaiatn dengan pelaksanaan kebijakan penerapan sistem manajemen HACCP, pimpinan puncak memberikan mandatnya kepada wakil manajemen (Ketua/Koordinator Tim HACCP) untuk melaksanakan aktivitas persiapan sertifikasi dan pemantauan dalam penerapannya. Organisasi Tim HACCP di PT Kuala Pangan terdiri dari : Ketua, Wakil Ketua, Sekretaris dan Anggota Tim HACCP. Struktur organisasi tim HACCP di perusahaan PT Kuala Pangan dan uraian tugasnya dapat dilihat pada Tabel 23 dan 24. Tabel 23. Struktur Organisasi Tim HACCP di Perusahaan PT Kuala Pangan No. Nama Personil Kedudukan di Tim HACCP Pendidikan 1. Abie Suhendra Ketua tim S-1 Teknik Kimia 2. Dede Sundjaja Wakil Ketua S-1 Teknik Mesin 3. Mulyanti Rustella Sekretaris Sarjana Muda AKA Jabatan di Perusahaan Manajer Produksi Manajer Teknik dan Maintenance Kepala Bagian QC Kompetensi Personil Di bidang proses dan analisis pangan, pengalaman kerja 20 tahun, pernah training sistem HACCP Di bidang proses dan pemeliharaan mesin, pengalaman kerja 5 tahun, pernah ikut pelatihan sistem HACCP Di bidang analisis fisik dan kimia pangan, pengalaman kerja 3 tahun, Pelatihan internal sistem HACCP Analisis fisik dan kimia, kalibrator, pelatihan internal HACCP 4. Sony Irawan Anggota Sarjana Muda Supervisor QC AKA 5. Akim Anggota STM Operator bagian produksi Operasi mesin-mesin proses produksi, pelatihan internal HACCP 6. Aden Anggota STM Operator bagian produksi Operasi mesin-mesin proses produksi 7. Nurlela Anggota SAKMA Staf bagian QC Di bidang sanitasi 8. Thomas Kartolo Anggota STM Kepala Regu di bagian produksi Proses dan mesin, pelatihan internal sistem HACCP 9. Endang Anggota SAKMA Staf bagian QC Pengujian bahan baku 10. Usman Benny Anggota STM Supervisor Produksi Proses dan mesin 11. Subandy Tipto Anggota STM Kepala gudang Pengendali gudang, pelatihan internal HACCP 12. Samyuli Anggota STM Staf Bagian Maintenance Perawatan mesin 98

21 Tabel 24. Uraian Tugas Tim HACCP di Perusahaan PT Kuala Pangan No. Jabatan Uraian Tugas Tim HACCP 1. Ketua Tim HACCP - Menyiapkan, membuat dan mengesahkan dokumen manual HACCP - Menjamin dan bertanggung jawab penuh atas penerapan sistem HACCP di dalam organisasi secara meneyeluruh - Memberikan program pelatihan kepada semua - melakukan verifikasi/audit secara berkala terhadap sistem HACCP dan tindakan perbaikan serta perubahan yang diperlukan - Mengadakan dan memimpin rapat tim HACCP secara berkala - Melakukan dan menjaga hubungan dengan pihak konsultan HACCP dan LSSM HACCP 2. Wakil Ketua - Membantu Ketua tim HACCP dalam menjalankan tugas penerapan sistem HACCP - Menjalankan tugas dan fungsi ketua, jika yang bersangkutan berhalangan - Membantu Ketua tim dalam program pelatihan sistem HACCP terhadap perusahaan - Memberikan program pelatihan kepada h harian terhadap penerapan sistem HACCP - Memberikan masukan, usulan perbaikan sistem HACCP kepada Ketua tim sehingga terjadi peningkatan mutu atas sistem HACCP - Membantu Ketua tim HACCP dalam program pelatihan, penerapan dan perbaikan sistem HACCP di dalam perusahaan 3. Sekretaris - Menyiapkan dan membuat dokumen manual HACCP - Mengendalikan, mendistribusikan dokumen HACCP dan menjamin bahwa setiap unit menerima dokumen HACCP yang benar dan terbaru - Menyimpan semua rekaman dokumen, catatan dan data terhadap semua dokmen HACCP dengan baik dan rapi - Melakukan revisi terhadap dokumen sesuai dengan perubahan yang telah ditetapkan dan mendistribusikan dokumen yang baru serta menarik dokumen yang lama - Memusnahkan dokumen yang sudah tidak terpakai atau yang sudah melewati masa simpan dokumen 4. Anggota - Membantu persiapan dan pembuatan dokumen manual sistem HACCP - Memberikan masukan, usulan perbaikan sistem HACCP sehingga terjadi peningkatan mutu atas sistem HACCP - Menjadi fungsi kontrol dalam pelaksanaan sistem HACCP di dalam lingkungan unit masing-masing Dari struktur organisasi tim HACCP dan kompetensi personil yang termasuk dalam tim HACCP tersebut terlihat belum terdapat personil yang kompeten di bidang mikrobiologi dan personil yang berlatar belakang pendidikan di bidang ilmu dan teknologi pangan, serta personil yang kompeten sebagai internal auditor untuk melakukan program audit sistem HACCP di perusahaan. Oleh karena itu, PT Kuala Pangan sebagai industri atau perusahaan yang menerapkan sistem HACCP harus menyediakan sumber daya manusia (SDM) dengan kompetensi yang sesuai untuk mendukung sistem HACCP tersebut. Bila perusahaan PT Kuala Pangan tidak memiliki SDM dengan kompetensi yang sesuai dan dibutuhkan perusahaan, maka direkomendasikan dapat menggunakan/ memanfaatkan jasa konsultan dari luar perusahaan yang ahli di bidangnya dan pengalaman dalam mengembangkan sistem HACCP. 99

22 Ruang lingkup dalam penyusunan dan pengembangan rancangan HACCP (HACCP Plan) ini adalah produksi mi kering. Mi kering ini merupakan produk yang berbentuk padat, kering bebentuk khas mi dan dibuat dari bahan baku tepung terigu, garam, tepung telur, air, dan bahan tambahan pangan (BTP) yang terdiri dari natrium karbonat dan kalium karbonat serta bahan pewarna tartrazin. Prosedur untuk rencana HACCP atau HACCP Plan meliputi seluruh proses produksi, mulai dari penerimaan bahan baku sampai dengan penyimpanan sementara produk akhir di gudang penyimpanan dan pendistribusiannya. Bahaya biologi (mikrobiologi) untuk produk mi kering yang mungkin timbul adalah E. coli, coliform, Salmonella, Staphylococcus dan kapang, tetapi karena dalam proses produksinya menggunakan pemanasan dan pengeringan sehingga tidak memungkinkan bahaya biologi tersebut untuk tumbuh. Sedangkan bahan baku yang digunakan juga tidak memungkinkan mikroba untuk tumbuh. Bahaya mikrobiologi yang mungkin terjadi berasal dari tepung telur berupa Salmonella, Staphylococcus dan kapang. Namun bahaya biologi yang berupa bakteri E. coli, Salmonella, Staphylococcus dan kapang akan musnah dan dihilangkan pada saat pemasakan produk mi kering dengan suhu 100 o C oleh konsumen sebelum dikonsumsinya. Bahaya kimia dapat berasal dari bahan pembersih (deterjen), bahan pensanitasi (sanitaiser) dan cemaran logam-logam berat yang berasal dari bahan baku tepung terigu dan garam konsumsi beryodium; sedangkan bahaya fisik bukan merupakan suatu bahaya yang potensial. 4. Deskripsi Produk Dan Identifikasi Pengguna (Langkah Ke-2 dan Langkah Ke-3) Deskripsi produk mi kering hasil produski PT Kuala Pangan dan identifikasi penggunaannya dapat dilihat pada Tabel

LAMPIRAN 1. DAFTAR PERTANYAAN

LAMPIRAN 1. DAFTAR PERTANYAAN 93 LAMPIRAN. DAFTAR PERTANYAAN Pertanyaan yang diberikan kepada responden Unit Usaha Jasa Boga dan Unit Usaha Pengguna Jasa Boga mengenai pengetahuan tentang sertifikat keamanan pangan.. Apakah anda mengetahui

Lebih terperinci

Dokumentasi SSOP (Sanitation Standard Operating Procedures) S P O Sanitasi

Dokumentasi SSOP (Sanitation Standard Operating Procedures) S P O Sanitasi Dokumentasi SSOP (Sanitation Standard Operating Procedures) S P O Sanitasi HANDOUT MATA KULIAH : REGULASI PANGAN (KI 531) OLEH : SUSIWI S JURUSAN PENDIDIKAN KIMIA F P M I P A UNIVERSITAS PENDIDIKAN INDONESIA

Lebih terperinci

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN Sanitasi Dan Higiene Pada Tahap Penerimaan Bahan Baku.

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN Sanitasi Dan Higiene Pada Tahap Penerimaan Bahan Baku. BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1. Sanitasi Dan Higiene Pada Tahap Penerimaan Bahan Baku. Penerapan sanitasi dan higiene diruang penerimaan lebih dititik beratkan pada penggunaan alat dan bahan sanitasi.

Lebih terperinci

Pujianto, SE DINAS PERINKOP DAN UMKM KABUPATEN MAGELANG TAHUN 2015

Pujianto, SE DINAS PERINKOP DAN UMKM KABUPATEN MAGELANG TAHUN 2015 Pujianto, SE DINAS PERINKOP DAN UMKM KABUPATEN MAGELANG TAHUN 2015 APA ITU CPPOB? adalah cara produksi yang memperhatikan aspek keamanan pangan, antara lain dengan cara : a. mencegah tercemarnya pangan

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. (CPOB). Hal ini didasarkan oleh Keputusan Menteri Kesehatan RI.

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. (CPOB). Hal ini didasarkan oleh Keputusan Menteri Kesehatan RI. BAB II TINJAUAN PUSTAKA Industri farmasi diwajibkan menerapkan Cara Pembuatan Obat yang Baik (CPOB). Hal ini didasarkan oleh Keputusan Menteri Kesehatan RI. No.43/MENKES/SK/II/1988 tentang CPOB dan Keputusan

Lebih terperinci

TEKNIK PENGOLAHAN HASIL PERTANIAN

TEKNIK PENGOLAHAN HASIL PERTANIAN SUMBER BELAJAR PENUNJANG PLPG 2017 MATA PELAJARAN/PAKET KEAHLIAN TEKNIK PENGOLAHAN HASIL PERTANIAN BAB XV PENGENDALIAN MUTU SELAMA PROSES KEMENTERIAN PENDIDIKAN DAN KEBUDAYAAN DIREKTORAT JENDERAL GURU

Lebih terperinci

Keberadaan mikroorganisme patogen pada makanan umumnya tidak menyebabkan perubahan fisik

Keberadaan mikroorganisme patogen pada makanan umumnya tidak menyebabkan perubahan fisik Prerequisite Program #7 Pencegahan Kontaminasi Silang Pencegahan, pengendalian, deteksi kontaminasi; kontaminasi mikrobiologik, fisik, dan kimiawi Bahaya biologis: cacing, protozos, bakteri, cendawan/fungi

Lebih terperinci

III. METODA KAJIAN. Lokasi yang menjadi obyek kajian tugas akhir ini adalah PT. Libe Bumi

III. METODA KAJIAN. Lokasi yang menjadi obyek kajian tugas akhir ini adalah PT. Libe Bumi III. METODA KAJIAN A. Lokasi dan Waktu Kajian Lokasi yang menjadi obyek kajian tugas akhir ini adalah PT. Libe Bumi Abadi dengan lokasi Jl. Langgar Raya No. 7 RT. 12, Rw. 05 Kelurahan Pondok Bambu, Kecamatan

Lebih terperinci

IV. HASIL DAN PEMBAHASAN

IV. HASIL DAN PEMBAHASAN IV. HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1. KECUKUPAN SISTEM KEAMANAN PANGAN UNTUK INDUSTRI JASA BOGA Hasil wawancara langsung terhadap unit usaha jasa boga dan unit usaha pengguna jasa boga diperoleh dengan memberikan

Lebih terperinci

GOOD MANUFACTURING PRACTICES GOOD MANUFACTURING PRACTICES. Manajemen Mutu 11/17/2011

GOOD MANUFACTURING PRACTICES GOOD MANUFACTURING PRACTICES. Manajemen Mutu 11/17/2011 GOOD MANUFACTURING PRACTICES GOOD MANUFACTURING PRACTICES Manajemen Mutu Definisi: Prosedur dalam perusahaan yang menggaransi keamanan produksi Presenter: Nur Hidayat Manajer Mutu Lab Sentral Ilmu Hayati

Lebih terperinci

PENGEMBANGAN PROSEDUR DAN LEMBAR KERJA

PENGEMBANGAN PROSEDUR DAN LEMBAR KERJA PENGEMBANGAN PROSEDUR DAN LEMBAR KERJA BAHAYA BIOLOGIS BAHAYA KIMIA AMANKAN PANGAN dan BEBASKAN PRODUK dari BAHAN BERBAHAYA BAHAYA FISIK BEBAS BAHAYA Direktorat Surveilan dan Penyuluhan 1 PROSEDUR Direktorat

Lebih terperinci

FORMULIR PEMERIKSAAN SARANA PRODUKSI PANGAN INDUSTRI RUMAH TANGGA. Kabupaten / Kota Propinsi Nomor P-IRT. Penanggungjawab :

FORMULIR PEMERIKSAAN SARANA PRODUKSI PANGAN INDUSTRI RUMAH TANGGA. Kabupaten / Kota Propinsi Nomor P-IRT. Penanggungjawab : Sub Lampiran 1 FORMULIR PEMERIKSAAN SARANA PRODUKSI PANGAN INDUSTRI RUMAH TANGGA Nama dan alamat fasilitas yang diperiksa Kabupaten / Kota Propinsi Nomor P-IRT Pemilik Fasilitas (Perusahaan atau Perorangan)

Lebih terperinci

PERANAN NOMOR KONTROL VETERINER (NKV) SEBAGAI PERSYARATAN DASAR UNTUK PRODUKSI PANGAN HEWANI YANG AMAN, SEHAT, UTUH DAN HALAL (ASUH)**

PERANAN NOMOR KONTROL VETERINER (NKV) SEBAGAI PERSYARATAN DASAR UNTUK PRODUKSI PANGAN HEWANI YANG AMAN, SEHAT, UTUH DAN HALAL (ASUH)** PERANAN NOMOR KONTROL VETERINER (NKV) SEBAGAI PERSYARATAN DASAR UNTUK PRODUKSI PANGAN HEWANI YANG AMAN, SEHAT, UTUH DAN HALAL (ASUH)** Oleh : Dr.drh. I Wayan Suardana, MSi* *Dosen Bagan Kesmavet Fakultas

Lebih terperinci

Lampiran 1. Daftar Angka Paling Mungkin Coliform dengan Tiga Tabung

Lampiran 1. Daftar Angka Paling Mungkin Coliform dengan Tiga Tabung LAMPIRAN Lampiran 1. Daftar Angka Paling Mungkin Coliform dengan Tiga Tabung Kombinasi Jumlah Tabung yang Positif 1:10 1:100 1:1000 APM per gram atau ml 0 0 0

Lebih terperinci

1 KUISIONER GAMBARAN HYGIENE SANITASI PENGELOLAAN MAKANAN DAN PEMERIKSAAN

1 KUISIONER GAMBARAN HYGIENE SANITASI PENGELOLAAN MAKANAN DAN PEMERIKSAAN Lampiran KUISIONER GAMBARAN HYGIENE SANITASI PENGELOLAAN MAKANAN DAN PEMERIKSAAN Escherichia coli PADA MAKANAN DI RUMAH MAKAN KHAS MINANG JALAN SETIA BUDI KELURAHAN TANJUNG REJO KECAMATAN MEDAN SUNGGAL

Lebih terperinci

V. HASIL DAN PEMBAHASAN

V. HASIL DAN PEMBAHASAN V. HASIL DAN PEMBAHASAN A. Penilaian Penerapan GMP di PT. Libe Bumi Abadi Hasil penilaian penerapan GMP dengan formulir pemeriksaan sarana pengolahan (BPOM, 1999) dapat dilihat pada Tabel 9. Aspek Tabel

Lebih terperinci

BAB IX SANITASI PABRIK

BAB IX SANITASI PABRIK BAB IX SANITASI PABRIK Sanitasi merupakan suatu kegiatan yang terencana terhadap lingkungan produksi, bahan baku, peralatan dan kebersihan, kesehatan, kesejahteraan pekerja, mencegah terjadinya pencemaran

Lebih terperinci

I. Data Responden Penjamah Makanan 1. Nama : 2. Umur : 3. Jenis Kelamin : 4. Pendidikan :

I. Data Responden Penjamah Makanan 1. Nama : 2. Umur : 3. Jenis Kelamin : 4. Pendidikan : KUESIONER HIGIENE SANITASI PENGELOLAAN MAKANAN DAN PEMERIKSAAN Escherichia coli PADA PERALATAN MAKAN DI INSTALASI GIZI RUMAH SAKIT UMUM MAYJEN H.A THALIB KABUPATEN KERINCI TAHUN 0 I. Data Responden Penjamah

Lebih terperinci

Lampiran 1. Pengukuran tingkat penerapan Good Manufacturing Practice

Lampiran 1. Pengukuran tingkat penerapan Good Manufacturing Practice 113 LAMPIRAN 113 114 Lampiran 1. Pengukuran tingkat penerapan Good Manufacturing Practice 1 Lokasi Lokasi produksi harus jauh dari tempattempat yang menjadi sumber cemaran, seperti: tempat pembuangan sampah,

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Industri Farmasi Berdasarkan Surat Keputusan Menteri Kesehatan Republik Indonesia Nomor 245/Menkes/SK/V/1990 tentang Ketentuan dan Tata cara Pelaksanaan Pemberian Izin Usaha

Lebih terperinci

- 5 - BAB II PERSYARATAN TEKNIS HIGIENE DAN SANITASI

- 5 - BAB II PERSYARATAN TEKNIS HIGIENE DAN SANITASI - 5 - BAB II PERSYARATAN TEKNIS HIGIENE DAN SANITASI A. BANGUNAN 1. Lokasi Lokasi jasaboga tidak berdekatan dengan sumber pencemaran seperti tempat sampah umum, WC umum, pabrik cat dan sumber pencemaran

Lebih terperinci

From Farm to Fork...

From Farm to Fork... TITIS SARI KUSUMA From Farm to Fork... GAP GHP GTP GHP GLP GMP Konsumen Praktek Produksi yang baik (GMP) Merupakan kombinasi dari produksi dan prosedur pengawasan kualitas yang ditujukan untuk memastikan

Lebih terperinci

HIGIENE DAN SANITASI SARANA PP - IRT

HIGIENE DAN SANITASI SARANA PP - IRT HIGIENE DAN SANITASI SARANA PP - IRT BAHAYA BIOLOGIS BAHAYA KIMIA AMANKAN PANGAN dan BEBASKAN PRODUK dari BAHAN BERBAHAYA BAHAYA FISIK BEBAS BAHAYA Pendahuluan Sanitasi : pencegahan penyakit dengan menghilangkan/mengatur

Lebih terperinci

2016, No Mengingat : 1. Undang-Undang Nomor 8 Tahun 1999 tentang Perlindungan Konsumen (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 1999 Nomor 42,

2016, No Mengingat : 1. Undang-Undang Nomor 8 Tahun 1999 tentang Perlindungan Konsumen (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 1999 Nomor 42, BERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA No.880, 2016 BPOM. Industri Kosmetika Gol. B. Higiene Sanitasi. Dokumen. Penerapan. Pedoman. PERATURAN KEPALA BADAN PENGAWAS OBAT DAN MAKANAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 11

Lebih terperinci

Lampiran 1. Aspek Penilaian GMP dalam Restoran

Lampiran 1. Aspek Penilaian GMP dalam Restoran LAMPIRAN Lampiran 1. Aspek Penilaian GMP dalam Restoran No Parameter Bobot Nilai A Kondisi umum sekitar restoran 1 Lokasi 1 0 Jarak jasaboga minimal 500 m dari sumber pencemaran seperti tempat sampah umum,

Lebih terperinci

Gambar lampiran 1: Tempat Pencucian Alat masak dan makan hanya satu bak

Gambar lampiran 1: Tempat Pencucian Alat masak dan makan hanya satu bak Gambar lampiran : Tempat Pencucian Alat masak dan makan hanya satu bak Gambar lampiran 2: saluran limbah yang kotor dan tidak tertutup dekat dengan Pengolahan sambal Gambar lampiran 3: keadaan dapur yang

Lebih terperinci

TATA CARA PEMERIKSAAN SARANA PRODUKSI PANGAN INDUSTRI RUMAH TANGGA

TATA CARA PEMERIKSAAN SARANA PRODUKSI PANGAN INDUSTRI RUMAH TANGGA 5 LAMPIRAN PERATURAN KEPALA BADAN PENGAWAS OBAT DAN MAKANAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR HK.03.1.23.04.12.2207 TAHUN 2012 TENTANG TATA CARA PEMERIKSAAN SARANA PRODUKSI PANGAN INDUSTRI RUMAH TANGGA TATA CARA

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Obat Jadi dan Industri Bahan Baku Obat. Definisi dari obat jadi yaitu

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Obat Jadi dan Industri Bahan Baku Obat. Definisi dari obat jadi yaitu BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. Industri Farmasi 1. Pengertian Industri Farmasi Berdasarkan Surat Keputusan Menteri Kesehatan No. 245/MenKes/SK/V/1990 tentang Ketentuan dan Tata Cara Pelaksanaan Pemberian Izin

Lebih terperinci

II Observasi. No Objek pengamatan. Total skor masing masing setiap kantin Bobot Nilai Lokasi & Bangunan SMA Lokasi : a.

II Observasi. No Objek pengamatan. Total skor masing masing setiap kantin Bobot Nilai Lokasi & Bangunan SMA Lokasi : a. LAMPIRAN I LEMBAR OBSERVASI KONDISI HIGIENE DAN SANITASI PENYELENGGARA MAKANAN DAN MINUMAN PADA KANTIN SEKOLAH MENENGAH ATAS (SMA) DI KECAMATAN PERBAUNGAN KABUPATEN SERDANG BEDAGAI TAHUN 0 I. Indentitas

Lebih terperinci

PENERAPAN CARA BUDIDAYA IKAN YANG BAIK (CBIB) PADA UNIT USAHA BUDIDAYA

PENERAPAN CARA BUDIDAYA IKAN YANG BAIK (CBIB) PADA UNIT USAHA BUDIDAYA PENERAPAN CARA BUDIDAYA IKAN YANG BAIK (CBIB) PADA UNIT USAHA BUDIDAYA Direktorat Jenderal Perikanan Budidaya Direktorat Produksi 2010 Pendahuluan Dalam rangka menghadapi era globalisasi, maka produk perikanan

Lebih terperinci

10/13/2015 HIGIENE KARYAWAN DALAM PENGOLAHAN MAKANAN

10/13/2015 HIGIENE KARYAWAN DALAM PENGOLAHAN MAKANAN HIGIENE KARYAWAN DALAM PENGOLAHAN MAKANAN Jur. Tek. Industri Pertanian FTP-UB Higiene adalah ilmu yang berhubungan dengan masalah kesehatan dan berbagai usaha untuk mempertahankan atau untuk memperbaiki

Lebih terperinci

Bgn-2. Penanganan Mutu Produk

Bgn-2. Penanganan Mutu Produk Bgn-2. Penanganan Mutu Produk 1. Proses produksi 2. Pengolahan 3. Teknologi 4. Pemasaran A. Sasaran B. Hazard Analysis Critical Control Point, meliputi 2 aspek : 1. SSOP (Sanitation Standar Operating Procedure)

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. menurut Peraturan Menteri Kesehatan RI No. 1799/Menkes/Per/XII/2010 tentang Industri Farmasi adalah badan usaha yang

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. menurut Peraturan Menteri Kesehatan RI No. 1799/Menkes/Per/XII/2010 tentang Industri Farmasi adalah badan usaha yang BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Industri Farmasi 2.1.1 Pengertian Industri Farmasi Industri farmasi menurut Peraturan Menteri Kesehatan RI No. 1799/Menkes/Per/XII/2010 tentang Industri Farmasi adalah badan

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN UMUM INDUSTRI FARMASI. Lembaga Farmasi Direktorat Kesehatan Angkatan Darat (Lafi Ditkesad)

BAB II TINJAUAN UMUM INDUSTRI FARMASI. Lembaga Farmasi Direktorat Kesehatan Angkatan Darat (Lafi Ditkesad) BAB II TINJAUAN UMUM INDUSTRI FARMASI 2.1 Perkembangan Lafi Ditkesad Lembaga Farmasi Direktorat Kesehatan Angkatan Darat (Lafi Ditkesad) merupakan lembaga yang telah ada sejak zaman penjajahan Belanda.

Lebih terperinci

II OBSERVASI. NO OBJEK PENGAMATAN. TOTAL SKOR MASING MASING SETIAP KANTIN BOBOT NILAI LOKASI & BANGUNAN SMA LOKASI : A

II OBSERVASI. NO OBJEK PENGAMATAN. TOTAL SKOR MASING MASING SETIAP KANTIN BOBOT NILAI LOKASI & BANGUNAN SMA LOKASI : A II OBSERVASI. NO OBJEK PENGAMATAN. TOTAL SKOR MASING MASING SETIAP KANTIN BOBOT NILAI LOKASI & BANGUNAN SMA LOKASI : A LAMPIRAN I LEMBAR OBSERVASI KONDISI HIGIENE DAN SANITASI PENYELENGGARA MAKANAN DAN

Lebih terperinci

III. METODE PENELITIAN

III. METODE PENELITIAN III. METODE PENELITIAN 3.1. TEMPAT DAN WAKTU Penelitian terhadap kecukupan Sistem Keamanan Pangan untuk Industri Jasa Boga dilakukan dengan pengambilan data di beberapa instansi terkait yaitu Direktorat

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN UMUM. Universitas Sumatera Utara

BAB II TINJAUAN UMUM. Universitas Sumatera Utara BAB II TINJAUAN UMUM 2.1 Industri Farmasi Industri farmasi adalah industri obat jadi dan industri bahan baku obat. Industri farmasi sebagai industri penghasil obat, dituntut untuk dapat menghasilkan obat

Lebih terperinci

Lembar Observasi. Hygiene dan Sanitasi Pedagang Minuman Teh Susu Telur (TST) yang Dijual di Kecamatan Medan Area di Kota Medan Tahun 2012

Lembar Observasi. Hygiene dan Sanitasi Pedagang Minuman Teh Susu Telur (TST) yang Dijual di Kecamatan Medan Area di Kota Medan Tahun 2012 Lampiran 1 Lembar Observasi Hygiene dan Sanitasi Pedagang Minuman Teh Susu Telur (TST) yang Dijual di Kecamatan Medan Area di Kota Medan Tahun 2012 Nama : No. sampel : Lokasi : Jenis kelamin : Umur : Lama

Lebih terperinci

BAB V PRAKTEK PRODUKSI YANG BAIK

BAB V PRAKTEK PRODUKSI YANG BAIK BAB V PRAKTEK PRODUKSI YANG BAIK Good Manufacturing Practice (GMP) adalah cara berproduksi yang baik dan benar untuk menghasilkan produk yang memenuhi persyaratan mutu dan keamanan. Telah dijelaskan sebelumnya

Lebih terperinci

GMP (Good Manufacturing Practices) Cara Pengolahan Pangan Yang Baik

GMP (Good Manufacturing Practices) Cara Pengolahan Pangan Yang Baik GMP (Good Manufacturing Practices) Cara Pengolahan Pangan Yang Baik HANDOUT MATA KULIAH : REGULASI PANGAN (KI 531) OLEH : SUSIWI S JURUSAN PENDIDIKAN KIMIA F P M I P A UNIVERSITAS PENDIDIKAN INDONESIA

Lebih terperinci

Studi Sanitasi Dan Pemeriksaan Angka Kuman Pada Usapan Peralatan Makan Di Rumah Makan Kompleks Pasar Sentral Kota Gorontalo Tahun 2012

Studi Sanitasi Dan Pemeriksaan Angka Kuman Pada Usapan Peralatan Makan Di Rumah Makan Kompleks Pasar Sentral Kota Gorontalo Tahun 2012 Studi Sanitasi Dan Pemeriksaan Angka Kuman Pada Usapan Peralatan Makan Di Rumah Makan Kompleks Pasar Sentral Kota Gorontalo Tahun 2012 Febriyani Bobihu, 811408025 Jurusan Kesehatan Masyarakat Fakultas

Lebih terperinci

PENILAIAN PEMERIKSAAN KESEHATAN LINGKUNGAN HYGIENE SANITASI DI RUMAH MAKAN/RESTORAN

PENILAIAN PEMERIKSAAN KESEHATAN LINGKUNGAN HYGIENE SANITASI DI RUMAH MAKAN/RESTORAN PENILAIAN PEMERIKSAAN KESEHATAN LINGKUNGAN HYGIENE SANITASI DI RUMAH MAKAN/RESTORAN Nama Rumah Makan/Restoran : Alamat : Nama Pengusaha : Jumlah Karyawan : Jumlah Penjamah Makanan : Nomor Izin Usaha :

Lebih terperinci

g. Pemeliharaan dan Program Higiene Sanitasi

g. Pemeliharaan dan Program Higiene Sanitasi g. Pemeliharaan dan Program Higiene Sanitasi Fokus Menghindari Pencemaran dan Penurunan Mutu Produk Pemeliharaan dan Pembersihan Prosedur Pembersihan dan Sanitasi Program Pengendalian Hama (Mencegah, Pemasangan

Lebih terperinci

METODE PENELITIAN Desain, Waktu dan Tempat Penelitian Penarikan Sampel Jenis dan Cara Pengumpulan Data

METODE PENELITIAN Desain, Waktu dan Tempat Penelitian Penarikan Sampel Jenis dan Cara Pengumpulan Data 20 METODE PENELITIAN Desain, Waktu dan Tempat Penelitian Penelitian ini menggunakan desain penelitian Cross sectional study, yaitu data dikumpulkan pada satu waktu. Pengambilan data dilaksanakan pada bulan

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Pengertian Industri Farmasi Berdasarkan Surat Keputusan Menteri Kesehatan Republik Indonesia No.245 /Menkes/VI/1990, industri farmasi adalah industri obat jadi dan industri

Lebih terperinci

SANITATION STANDARD OPERATING PROCEDURE (SSOP)

SANITATION STANDARD OPERATING PROCEDURE (SSOP) SANITATION STANDARD OPERATING PROCEDURE (SSOP) KULIAH PRINSIP SANITASI MAKANAN PROGRAM S1 TEKNOLOGI PANGAN Disiapkan oleh Siti Aminah SSOP Implementasi GMP sanitasi yang dituangkan dlm suatu prosedur dan

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Pengertian Industri Farmasi. Industri farmasi menurut Surat Keputusan Menteri Kesehatan Nomor. 245/Menkes/V/1990 adalah industri obat jadi dan industri bahan baku obat. Industri

Lebih terperinci

BAB III METODE PELAKSANAAN

BAB III METODE PELAKSANAAN A. Waktu dan Tempat Pelaksanaan BAB III METODE PELAKSANAAN Kegiatan penelitian Tugas Akhir ini dilaksanakan mulai bulan Maret - Juni 2016 di UKM tahu bakso EQ di Perumahan Singkil Rt 02 Rw 05, Singkil,

Lebih terperinci

REFERENSI PENYUSUNAN GOOD MANUFACTURING PRACTICE (GMP) MANUAL

REFERENSI PENYUSUNAN GOOD MANUFACTURING PRACTICE (GMP) MANUAL REFERENSI PENYUSUNAN GOOD MANUFACTURING PRACTICE (GMP) MANUAL Referensi Penyusunan GMP Manual Page 1 RUANG LINGKUP 1.1. Umum. GMP Manual ini menjelaskan mengenai persyaratan umum tatacara berproduksi yang

Lebih terperinci

Kuesioner ditujukan kepada karyawan pengolah makanan

Kuesioner ditujukan kepada karyawan pengolah makanan Kuesioner ditujukan kepada karyawan pengolah A. Karakteristik Responden 1. Nama :. Umur :. Jenis Kelamin : 4. Pendidikan : B. Pertanyaan 1. Apakah ibu/bapak sebelum dan sesudah bekerja mengolah selalu

Lebih terperinci

Sanitasi Peralatan. Nikie Astorina YD, SKM, M. Kes Bagian Kesehatan Lingkungan Fakultas Kesehatan Masyarakat UNDIP

Sanitasi Peralatan. Nikie Astorina YD, SKM, M. Kes Bagian Kesehatan Lingkungan Fakultas Kesehatan Masyarakat UNDIP Sanitasi Peralatan Nikie Astorina YD, SKM, M. Kes Bagian Kesehatan Lingkungan Fakultas Kesehatan Masyarakat UNDIP Definisi Sanitasi Peralatan : Tujuan : membunuh mikroba vegetatif yg tinggal di permukaan

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Gudang merupakan sarana pendukung kegiatan produksi industri farmasi

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Gudang merupakan sarana pendukung kegiatan produksi industri farmasi BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Definisi Gudang merupakan sarana pendukung kegiatan produksi industri farmasi yang berfungsi untuk menyimpan bahan baku, bahan kemas dan obat jadi yang belum didistribusikan.

Lebih terperinci

DIREKTORAT INSPEKSI DAN SERTIFIKASI OBAT TRADISIONAL, KOSMETIK DAN PRODUK KOMPLEMEN BADAN PENGAWAS OBAT DAN MAKANAN

DIREKTORAT INSPEKSI DAN SERTIFIKASI OBAT TRADISIONAL, KOSMETIK DAN PRODUK KOMPLEMEN BADAN PENGAWAS OBAT DAN MAKANAN http://farmasibahanalam.com DIREKTORAT INSPEKSI DAN SERTIFIKASI OBAT TRADISIONAL, KOSMETIK DAN PRODUK KOMPLEMEN BADAN PENGAWAS OBAT DAN MAKANAN PENDAHULUAN Higiene dan sanitasi merupakan salah satu aspek

Lebih terperinci

KEPUTUSAN MENTERI KESEHATAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR : 965/MENKES/SK/XI/1992 TENTANG

KEPUTUSAN MENTERI KESEHATAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR : 965/MENKES/SK/XI/1992 TENTANG KEPUTUSAN MENTERI KESEHATAN NOMOR : 965/MENKES/SK/XI/1992 TENTANG CARA PRODUKSI KOSMETIKA YANG BAIK MENTERI KESEHATAN, Menimbang : a. bahwa langkah utama untuk menjamin keamanan kosmetika adalah penerapan

Lebih terperinci

PEMERIKSAAN KELAIKAN HYGIENE SANITASI RUMAH MAKAN DAN RESTORAN 1. Nama rumah makan/restoran :. 2. Alamat :.

PEMERIKSAAN KELAIKAN HYGIENE SANITASI RUMAH MAKAN DAN RESTORAN 1. Nama rumah makan/restoran :. 2. Alamat :. b.. CONTOH FORMULIR RM.. PEMERIKSAAN KELAIKAN HYGIENE SANITASI RUMAH MAKAN DAN RESTORAN. Nama rumah makan/restoran :.. Alamat :... NamaPengusaha/penanggungjawab :.. Jumlah karyawan :... orang. Jumlah penjamah

Lebih terperinci

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN A. Lokasi dan Lingkungan Produksi 1. Evaluasi a. Lokasi UKM Berdasarkan hasil pengamatan, lokasi UKM Al-Fadh terletak ditengah perkampungan yang berdekatan dengan area persawahan

Lebih terperinci

2016, No Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2008 tentang Usaha Mikro, Kecil, dan Menengah (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2008 Nomor 93

2016, No Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2008 tentang Usaha Mikro, Kecil, dan Menengah (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2008 Nomor 93 BERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA No.2154, 2016 KEMEN-KP. Sertifikat Kelayakan Pengolahan. Penerbitan. Pencabutan. PERATURAN MENTERI KELAUTAN DAN PERIKANAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 72/PERMEN-KP/2016 TENTANG

Lebih terperinci

PERATURAN DIREKTUR JENDERAL PENGUATAN DAYA SAING PRODUK KELAUTAN DAN PERIKANAN

PERATURAN DIREKTUR JENDERAL PENGUATAN DAYA SAING PRODUK KELAUTAN DAN PERIKANAN PERATURAN DIREKTUR JENDERAL PENGUATAN DAYA SAING PRODUK KELAUTAN DAN PERIKANAN NOMOR 24/PER-DJPDSPKP/2017 TENTANG PEMERINGKATAN SERTIFIKAT KELAYAKAN PENGOLAHAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA DIREKTUR

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN UMUM. Industri farmasi menurut Surat Keputusan Menteri Kesehatan Republik

BAB II TINJAUAN UMUM. Industri farmasi menurut Surat Keputusan Menteri Kesehatan Republik BAB II TINJAUAN UMUM 2.1 Industri Farmasi Industri farmasi menurut Surat Keputusan Menteri Kesehatan Republik Indonesia Nomor 245/Menkes/SK/V/1990 adalah industri obat jadi dan industri bahan baku obat.

Lebih terperinci

- 1 - PERATURAN MENTERI KELAUTAN DAN PERIKANAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR /PERMEN-KP/2017

- 1 - PERATURAN MENTERI KELAUTAN DAN PERIKANAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR /PERMEN-KP/2017 - 1 - PERATURAN MENTERI KELAUTAN DAN PERIKANAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR /PERMEN-KP/2017 TENTANG PERSYARATAN DAN TATA CARA PENERBITAN SERTIFIKAT PENERAPAN PROGRAM MANAJEMEN MUTU TERPADU DENGAN RAHMAT TUHAN

Lebih terperinci

TITIS SARI KUSUMA 08/01/2015 1

TITIS SARI KUSUMA 08/01/2015 1 TITIS SARI KUSUMA 08/01/2015 1 From Farm to Fork... 08/01/2015 2 GAP GHP GTP GHP GLP GMP Konsumen 08/01/2015 3 Praktek Produksi yang baik (GMP) Merupakan kombinasi dari produksi dan prosedur pengawasan

Lebih terperinci

MENCUCI INSTRUMEN BEDAH No.Dokumen No.Revisi Halaman. Tanggal Terbit Ditetapkan Oleh : Direktur RS

MENCUCI INSTRUMEN BEDAH No.Dokumen No.Revisi Halaman. Tanggal Terbit Ditetapkan Oleh : Direktur RS MENCUCI INSTRUMEN BEDAH L KEPERAWATA N Agar instrumen bedah yang dipakai dapat dibersihkan dari bahan berbahaya pasien 1. Siapkan larutan chlorine 0.5% secukupnya. 2. Selesai melakukan operasi, prosedur

Lebih terperinci

4. PEMBAHASAN 4.1. Implementasi SSOP dan GMP

4. PEMBAHASAN 4.1. Implementasi SSOP dan GMP 90 4. PEMBAHASAN 4.1. Implementasi SSOP dan GMP Checklist Standard Sanitation Operational Procedur (SSOP) (Lampiran 4) menunjukkan nilai akhir 83. Sesuai dengan Permenkes RI No. 1096/MENKES/PER/VI/2011

Lebih terperinci

Lampiran 1. Penentuan Pohon Keputusan untuk Bahan Baku Pertanyaan 1 (P1) Apakah ada potensi bahaya yang berkaitan dengan bahan baku ini?

Lampiran 1. Penentuan Pohon Keputusan untuk Bahan Baku Pertanyaan 1 (P1) Apakah ada potensi bahaya yang berkaitan dengan bahan baku ini? 105 7. LAMPIRAN Lampiran 1. Penentuan Pohon Keputusan untuk Bahan Baku Pertanyaan 1 (P1) Apakah ada potensi bahaya yang berkaitan dengan bahan baku ini? Ya Tidak Pertanyaan 2 (P2) Apakah anda/ pelanggan

Lebih terperinci

RAHASIA FORMULIR PENDAFTARAN PRODUK PANGAN

RAHASIA FORMULIR PENDAFTARAN PRODUK PANGAN RAHASIA FORMULIR PENDAFTARAN PRODUK PANGAN B A D A N P E N G A W A S O B A T D A N M A K A N A N R E P U B L I K I N D O N E S I A Jl. Percetakan Negara No. 23 Jakarta Pusat Tel. 4244691 4209221 4263333

Lebih terperinci

Untuk menjamin makanan aman

Untuk menjamin makanan aman Untuk menjamin makanan aman HIGIENE & SANITASI MAKANAN Mencegah kontaminasi makanan oleh mikroba Mencegah perkembangbiakan mikroba Mencegah terjadinya kontaminasi cemaran lain Higiene : upaya untuk memelihara

Lebih terperinci

Tugas Individu Farmasi Industri. Uraian Tugas Kepala Bagian Produksi, Pengawasan Mutu dan Pemastian Mutu

Tugas Individu Farmasi Industri. Uraian Tugas Kepala Bagian Produksi, Pengawasan Mutu dan Pemastian Mutu Tugas Individu Farmasi Industri Uraian Tugas Kepala Bagian Produksi, Pengawasan Mutu dan Pemastian Mutu Disusun Oleh : Eka Wahyu Lestari 14340004 Dosen : Drs. Kosasih, M.Sc., Apt. Program Profesi Apoteker

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN Pendahuluan ini berisikan tentang alasan dilakukannya penelitian dan menjelaskan permasalahan yang terjadi di PT Gunung Pulo Sari. Penjelasan yang akan dijabarkan pada pendahuluan ini

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Indonesia Nomor 245/Menkes/SK/V/1990 terdiri dari industri obat jadi dan

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Indonesia Nomor 245/Menkes/SK/V/1990 terdiri dari industri obat jadi dan BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Industri Farmasi 2.1.1 Pengertian Industri Farmasi Industri farmasi menurut Surat Keputusan Menteri Kesehatan Republik Indonesia Nomor 245/Menkes/SK/V/1990 terdiri dari industri

Lebih terperinci

Gambaran pentingnya HACCP dapat disimak pada video berikut

Gambaran pentingnya HACCP dapat disimak pada video berikut A. Penerapan Cara Peoduksi Perikanan laut yang Baik (GMP/SSOP/HACCP) HACCP merupakan suatu sistem yang mengidentifikasi, mengevaluasi dan mengontrol setiap tahapan proses yang rawan terhadap risiko bahaya

Lebih terperinci

BADAN PENGAWAS OBAT DAN MAKANAN PERATURAN KEPALA BADAN PENGAWAS OBAT DAN MAKANAN REPUBLIK INDONESIA

BADAN PENGAWAS OBAT DAN MAKANAN PERATURAN KEPALA BADAN PENGAWAS OBAT DAN MAKANAN REPUBLIK INDONESIA PERATURAN KEPALA BADAN PENGAWAS OBAT DAN MAKANAN NOMOR HK.03.1.23.04.12.2207 TAHUN 2012 TENTANG TATA CARA PEMERIKSAAN SARANA PRODUKSI PANGAN INDUSTRI RUMAH TANGGA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA KEPALA

Lebih terperinci

4 PEMBAHASAN 4.1 Implementasi Sanitation Standard Operating Procedure (SSOP) dan Good Manufacturing Practices (GMP) Di Katering A

4 PEMBAHASAN 4.1 Implementasi Sanitation Standard Operating Procedure (SSOP) dan Good Manufacturing Practices (GMP) Di Katering A 4 PEMBAHASAN 4.1 Implementasi Sanitation Standard Operating Procedure (SSOP) dan Good Manufacturing Practices (GMP) Di Katering A Penelitian ini dilakukan dengan menganalisa sebuah proses produksi dari

Lebih terperinci

Gambar 1. Ikan Tongkol (Ethynnus affinis) (Sumber: Anonim b 2010 )

Gambar 1. Ikan Tongkol (Ethynnus affinis) (Sumber: Anonim b 2010 ) 4 2 TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Deskripsi dan Klasifikasi Ikan Tongkol (Euthynnus affinis) Ikan tongkol (Euthynnus affinis) termasuk dalam famili scombridae terdapat di seluruh perairan hangat Indo-Pasifik Barat,

Lebih terperinci

KEPUTUSAN KEPALA BADAN KARANTINA IKAN, PENGENDALIAN MUTU, DAN KEAMANAN HASIL PERIKANAN NOMOR 66/KEP-BKIPM/2017 TENTANG

KEPUTUSAN KEPALA BADAN KARANTINA IKAN, PENGENDALIAN MUTU, DAN KEAMANAN HASIL PERIKANAN NOMOR 66/KEP-BKIPM/2017 TENTANG KEPUTUSAN KEPALA BADAN KARANTINA IKAN, PENGENDALIAN MUTU, DAN KEAMANAN HASIL PERIKANAN NOMOR 66/KEP-BKIPM/2017 TENTANG SKEMA SERTIFIKASI LEMBAGA SERTIFIKASI PROFESI PENGENDALI HAMA PENYAKIT DAN MUTU IKAN

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Industri farmasi menurut Peraturan Menteri Kesehatan RI No.

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Industri farmasi menurut Peraturan Menteri Kesehatan RI No. BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Industri Farmasi 2.1.1 Pengertian Industri Farmasi Industri farmasi menurut Peraturan Menteri Kesehatan RI No. 1799/Menkes/Per/XII/2010 tentang Industri Farmasi adalah badan

Lebih terperinci

IV. METODOLOGI A. TEMPAT DAN WAKTU PENELITIAN

IV. METODOLOGI A. TEMPAT DAN WAKTU PENELITIAN IV. METODOLOGI A. TEMPAT DAN WAKTU PENELITIAN Penelitian terhadap persiapan kelayakan persyaratan dasar (GMP) dan penyusunan rencana HACCP (hazard analysis critical control point) untuk produksi mi kering

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Industri farmasi menurut SK Menkes No. 245/Menkes/SK/V/1990 adalah

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Industri farmasi menurut SK Menkes No. 245/Menkes/SK/V/1990 adalah BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Industri Farmasi Industri farmasi menurut SK Menkes No. 245/Menkes/SK/V/1990 adalah industri obat jadi dan industri bahan baku obat. Industri obat jadi adalah industri yang

Lebih terperinci

HIGIENE PEKERJA DALAM PENENGANAN PANGAN

HIGIENE PEKERJA DALAM PENENGANAN PANGAN HIGIENE PEKERJA DALAM PENENGANAN PANGAN Mengapa higiene pekerja itu penting: 1. Pekerja yang sakit tidak seharusnya kontak dengan pangan dan alat yang digunakan selama pengolahan, penyiapan dan penyajian

Lebih terperinci

CONTOH SSOP PADA PROSES PENGOLAHAN SOSIS AYAM. Potensi Hazard Tujuan Petunjuk SSOP-nya

CONTOH SSOP PADA PROSES PENGOLAHAN SOSIS AYAM. Potensi Hazard Tujuan Petunjuk SSOP-nya No. unit prosesing CONTOH SSOP PADA PROSES PENGOLAHAN SOSIS AYAM Potensi Hazard Tujuan Petunjuk SSOP-nya 1. Sortasi daging biologis (bakteri pathogen, jamur, serangga dsb.),cemaran kimia (logam berat,

Lebih terperinci

PENYIAPAN KELAYAKAN PERSYARATAN DASAR DAN PENYUSUNAN RENCANA HACCP

PENYIAPAN KELAYAKAN PERSYARATAN DASAR DAN PENYUSUNAN RENCANA HACCP PENYIAPAN KELAYAKAN PERSYARATAN DASAR DAN PENYUSUNAN RENCANA HACCP (Hazard Analysis Critical Control Point) UNTUK PRODUKSI MI KERING PADA PT KUALA PANGAN DI CITEUREUP, BOGOR AGUS SUDIBYO SEKOLAH PASCASARJANA

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Industri farmasi adalah industri obat jadi dan industri bahan baku obat.

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Industri farmasi adalah industri obat jadi dan industri bahan baku obat. BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. Industri Farmasi Industri farmasi adalah industri obat jadi dan industri bahan baku obat. Industri farmasi sebagai industri penghasil obat, dituntut untuk dapat menghasilkan

Lebih terperinci

BERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA KEMENTERIAN PERINDUSTRIAN. Produksi. Pangan Olahan.

BERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA KEMENTERIAN PERINDUSTRIAN. Produksi. Pangan Olahan. No.358, 2010 BERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA KEMENTERIAN PERINDUSTRIAN. Produksi. Pangan Olahan. PERATURAN MENTERI PERINDUSTRIAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR: 75/M-IND/PER/7/2010 TENTANG PEDOMAN CARA PRODUKSI

Lebih terperinci

BAB III METODOLOGI PELAKSANAAN A. Tempat dan Waktu Pelaksanaan Kegiatan penyusunan dan penelitian tugas akhir ini dilakukan di Usaha Kecil Menengah

BAB III METODOLOGI PELAKSANAAN A. Tempat dan Waktu Pelaksanaan Kegiatan penyusunan dan penelitian tugas akhir ini dilakukan di Usaha Kecil Menengah 20 BAB III METODOLOGI PELAKSANAAN A. Tempat dan Waktu Pelaksanaan Kegiatan penyusunan dan penelitian tugas akhir ini dilakukan di Usaha Kecil Menengah (UKM) Chrisna Snack, Perumahan Josroyo 19 RT 7 RW

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Indonesia Nomor 245/Menkes/SK/V/1990 adalah industri obat jadi dan industri

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Indonesia Nomor 245/Menkes/SK/V/1990 adalah industri obat jadi dan industri BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Industri Farmasi Industri farmasi menurut Surat Keputusan Menteri Kesehatan Republik Indonesia Nomor 245/Menkes/SK/V/1990 adalah industri obat jadi dan industri bahan baku obat.

Lebih terperinci

Lampiran 1. Formulir Persetujuan Partisipasi Dalam Penelitian FORMULIR PERSETUJUAN PARTISIPASI DALAM PENELITIAN (INFORMED CONSENT) NASKAH PENJELASAN

Lampiran 1. Formulir Persetujuan Partisipasi Dalam Penelitian FORMULIR PERSETUJUAN PARTISIPASI DALAM PENELITIAN (INFORMED CONSENT) NASKAH PENJELASAN 97 Lampiran 1. Formulir Persetujuan Partisipasi Dalam Penelitian FORMULIR PERSETUJUAN PARTISIPASI DALAM PENELITIAN (INFORMED CONSENT) NASKAH PENJELASAN Sebagai persyaratan untuk menyelesaikan studi di

Lebih terperinci

2 MEMUTUSKAN: Menetapkan : PERATURAN PEMERINTAH TENTANG SISTEM JAMINAN MUTU DAN KEAMANAN HASIL PERIKANAN SERTA PENINGKATAN NILAI TAMBAH PRODUK HASIL P

2 MEMUTUSKAN: Menetapkan : PERATURAN PEMERINTAH TENTANG SISTEM JAMINAN MUTU DAN KEAMANAN HASIL PERIKANAN SERTA PENINGKATAN NILAI TAMBAH PRODUK HASIL P LEMBARAN NEGARA REPUBLIK INDONESIA No.181, 2015 LINGKUNGAN HIDUP. Perikanan. Hasil. Jaminan Mutu. Keamanan. Sistem. (Penjelasan Dalam Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 5726). PERATURAN

Lebih terperinci

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN. a. Sebelah Barat : berbatasan dengan Sungai Bulango. b. Sebelah Timur : berbatasan dengan Kelurahan Ipilo

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN. a. Sebelah Barat : berbatasan dengan Sungai Bulango. b. Sebelah Timur : berbatasan dengan Kelurahan Ipilo BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN 1.1 Deskripsi Lokasi Penelitian Berikut ini adalah deskripsi lokasi penelitian yang dilihat atas dua aspek, yaitu Geografi dan Demografi : 1.1.1 Keadaan Geografis Pasar jajan

Lebih terperinci

CARA PRODUKSI PANGAN Jejaring Promosi Keamanan Pangan dalam Sistem Keamanan Pangan Terpadu Nasional SIAP SAJI YANG BAIK

CARA PRODUKSI PANGAN Jejaring Promosi Keamanan Pangan dalam Sistem Keamanan Pangan Terpadu Nasional SIAP SAJI YANG BAIK CARA PRODUKSI PANGAN Jejaring Promosi SIAP SAJI YANG BAIK BAHAYA BIOLOGIS BAHAYA KIMIA AMANKAN PANGAN dan BEBASKAN PRODUK dari BAHAN BERBAHAYA BAHAYA FISIK BEBAS BAHAYA Direktorat Surveilan dan Penyuluhan

Lebih terperinci

BADAN PENGAWAS OBAT DAN MAKANAN KEPUTUSAN KEPALA BADAN PENGAWAS OBAT DAN MAKANAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR : HK

BADAN PENGAWAS OBAT DAN MAKANAN KEPUTUSAN KEPALA BADAN PENGAWAS OBAT DAN MAKANAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR : HK KEPUTUSAN KEPALA BADAN PENGAWAS OBAT DAN MAKANAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR : HK. 00.05.5.1639 TENTANG PEDOMAN CARA PRODUKSI PANGAN YANG BAIK UNTUK INDUSTRI RUMAH TANGGA (CPPB-IRT) KEPALA BADAN PENGAWAS

Lebih terperinci

B. Bangunan 1. Umum Bangunan harus dibuat sesuai dengan peraturan perundangundangan

B. Bangunan 1. Umum Bangunan harus dibuat sesuai dengan peraturan perundangundangan Syarat kesehatan yang mengacu pada Keputusan Menteri Kesehatan Republik Indonesia Nomor 519/MENKES/SK/VI/2008 tentang Pedoman Penyelenggaraan Pasar Sehat: A. Lokasi 1. Lokasi sesuai dengan Rencana Umum

Lebih terperinci

Studi Kelayakan Unit Pengolahan Udang Putih Beku Tanpa Kepala di PT. XX Gorontalo

Studi Kelayakan Unit Pengolahan Udang Putih Beku Tanpa Kepala di PT. XX Gorontalo Studi Kelayakan Unit Pengolahan Udang Putih Beku Tanpa Kepala di PT. XX Gorontalo 1,2 Saprin Hayade, 2 Rieny Sulistijowati, 2 Faiza A. Dali 1 saprin_hayade@yahoo.com 2 Jurusan Teknologi Perikanan Fakultas

Lebih terperinci

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA MENTERI KELAUTAN DAN PERIKANAN REPUBLIK INDONESIA,

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA MENTERI KELAUTAN DAN PERIKANAN REPUBLIK INDONESIA, PERATURAN MENTERI KELAUTAN DAN PERIKANAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR.../PERMEN-KP/2017 TENTANG PERSYARATAN DAN TATA CARA PENERBITAN SERTIFIKAT CARA PENANGANAN IKAN YANG BAIK DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang. Ancaman penyakit yang berkaitan dengan higiene dan sanitasi khususnya

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang. Ancaman penyakit yang berkaitan dengan higiene dan sanitasi khususnya BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Ancaman penyakit yang berkaitan dengan higiene dan sanitasi khususnya yang berkaitan dengan makanan dan minuman masih menjadi masalah yang paling sering ditemukan di

Lebih terperinci

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 57 TAHUN 2015 TENTANG SISTEM JAMINAN MUTU DAN KEAMANAN HASIL PERIKANAN SERTA PENINGKATAN NILAI TAMBAH PRODUK HASIL PERIKANAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA

Lebih terperinci

4. PEMBAHASAN 4.1. Implementasi checklist SSOP dan GMP 4.2. Titik Kendali Kritis HACCP Plan

4. PEMBAHASAN 4.1. Implementasi checklist SSOP dan GMP 4.2. Titik Kendali Kritis HACCP Plan 67 4. PEMBAHASAN 4.1. Implementasi checklist SSOP dan GMP Penelitian ini dimulai dengan observasi pada suatu proses produksi di katering A di Semarang, Jawa Tengah dengan acuan checklist SSOP dan GMP.

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN. Dalam industri manufaktur saat ini sebagian besar proses produksi

BAB 1 PENDAHULUAN. Dalam industri manufaktur saat ini sebagian besar proses produksi BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Dalam industri manufaktur saat ini sebagian besar proses produksi dilakukan dengan menggunakan mesin sebagai pengganti tenaga manusia. Dimana dengan menggunakan mesin

Lebih terperinci

1 dari1717 I. PENDAHULUAN. I. Latar Belakang

1 dari1717 I. PENDAHULUAN. I. Latar Belakang I. PENDAHULUAN I. Latar Belakang Pembinaan terhadap sarana produksi Perbekalan Kesehatan Rumah Tangga dalam rangka pengamanan alat kesehatan dan PKRT seperti yang disebutkan dalam Permenkes 1184/MENKES/PER/IX/2004

Lebih terperinci

Penerapan skema sertifikasi produk Garam Komsumsi Beryodium(13.10)

Penerapan skema sertifikasi produk Garam Komsumsi Beryodium(13.10) Penerapan skema sertifikasi produk Garam Komsumsi Beryodium(13.10) Daftar isi 1 Ruang lingkup 2 Acuan Normatif 3 Sistem sertifikasi 4 Definisi 5 Proses sertifikasi 6 Persyaratan umum sertifikasi 7 Sertifikat

Lebih terperinci

MATERI III : ANALISIS BAHAYA

MATERI III : ANALISIS BAHAYA MATERI III : ANALISIS BAHAYA (Prinsip HACCP I) Tahap-tahap Aplikasi HACCP 1 1. Pembentukan Tim HACCP 2. Deskripsi Produk 3. Indentifikasi Konsumen Pengguna 4. Penyusunan Bagan alir proses 5. Pemeriksaan

Lebih terperinci

MENERAPKAN HIGIENE SANITASI

MENERAPKAN HIGIENE SANITASI BAHAN AJAR PELATIHAN JURU SEMBELIH HALAL KODE UNIT KOMPETENSI : A. 016200.006.01 MENERAPKAN HIGIENE SANITASI BADAN PENYULUHAN DAN PENGEMBANGAN SDM PERTANIAN PUSAT PELATIHAN PERTANIAN 2015 1 DAFTAR ISI

Lebih terperinci