4. PEMBAHASAN 4.1. Implementasi checklist SSOP dan GMP 4.2. Titik Kendali Kritis HACCP Plan

Ukuran: px
Mulai penontonan dengan halaman:

Download "4. PEMBAHASAN 4.1. Implementasi checklist SSOP dan GMP 4.2. Titik Kendali Kritis HACCP Plan"

Transkripsi

1 67 4. PEMBAHASAN 4.1. Implementasi checklist SSOP dan GMP Penelitian ini dimulai dengan observasi pada suatu proses produksi di katering A di Semarang, Jawa Tengah dengan acuan checklist SSOP dan GMP. Hasil dari observasi akan menentukan tingkat keparahan berdasar nilai total pada checklist GMP, dimana dari observasi yang dilakukan di industri katering di Semarang ini masuk dalam kategori tingkat keparahan ringan. Pada checklist SSOP terdapat beberapa bagian yang belum ideal yaitu tidak adanya perlindungan kontak tangan pekerja dengan bahan pangan karena tidak semua pekerja mencuci tangan terlebih dahulu, penanganan bahan pangan masih kurang tepat, proses pencucian yang hanya dilakukan pembersihan makanan, pencucian dan pembilasan, tidak ada tahap perendaman kemudian tempat memasak dengan penyiapan makanan matang masih dalam satu ruangan. Lemari penyimpanan makanan belum ada termometer pengontrol, hanya ada tanda yang menunjukkan suhu pada bagian luar lemari Pada checklist GMP tingkat keparahan tersebut menunjukkan adanya beberapa prinsip yang belum di terapkan seperti pada saat pengiriman bahan baku, pada saat pengiriman tidak menggunakan es serta tidak adanya pengontrolan suhu, saat thawing tidak ada pengontrolan suhu dan dilakukan di ruangan yang cukup sering dilalui banyak orang. Pada saat memasak adanya penggunaan alat yang tidak aman yaitu plastik untuk membungkus bumbu. Pada saat penyajian pekerja tidak menggunakan masker, dan belum adanya training pekerja tentang standar sanitasi. Kekurangan pada setiap checklist ini dapat mengakibatkan kontaminasi dan bahaya pada pangan yang dihasilkan Titik Kendali Kritis HACCP Plan Pemilihan menu tengkleng dengan bahan baku daging kambing di katering A karena disukai oleh banyak konsumen. Selain itu menurut Soeparno (1998) daging kambing memiliki kandungan gizi yang cukup tinggi, sehingga cepat mengalami kerusakan oleh mikroorganisme (Susanto, 2014). Keamanan pangan pengolahan tengkleng berbasis daging kambing diperlukan agar dapat dikonsumsi oleh masyarakat dengan aman, sehingga penelitian ini merancang HACCP plan untuk mengetahui potensi bahaya dan 76

2 68 melakukan tindakan pengendalian. Berdasar Cooksafe (2012) HACCP adalah sistem manajemen keamanan pangan yang mudah di sesuaikan dengan semua ukuran dan jenis usaha makanan, sehingga dapat diterapkan pada katering A ini Bahan Baku Pada bahan baku yang digunakan, terdapat beberapa bahan baku yang ditetapkan signifikan yaitu daging kambing dan air. Dimana kedua bahan ini merupakan komponen utama dalam pembuatan tengkleng. Kedua bahan baku yang ditetapkan sebagai signifikan dari analisa bahaya kemudian akan ditetapkan kembali apakah bahan baku tersebut menjadi titik kendali kritis. Tahap penentuan ini diidentifikasi dengan pohon keputusan (Rushing and Ward, 1999) TKK 1: Air Bahan baku air menjadi signifikan dan Titik Kendali Kritis (TKK), dikarenakan penggunaan sumber air dari PDAM dimana umumnya terdapat penggunaan klorin sebagai desinfektan dan tidak adanya pengujian ulang dari katering. Bila penggunaan klorin terlalu banyak maka dapat memberikan efek negatif seperti kerusakan sistem pernafasan manusia. Adanya Escherichia coli juga menjadi hal diperhatikan dalam air, foodborne outbreaks yang disebabkan oleh E. coli pada air pencucian bahan pangan di katering sekolah di Jepang pada tahun 2009 menyebabkan 3 orang meninggal. Bila terdapat kandungan E. coli pada air dan sampai terkonsumsi dalam tubuh akan menyebabkan gejala muntah, demam, dan sakit perut (BPOM, 2003). Tindakan pengendalian harus dilakukan setelah mengetahui bahan yang menjadi TKK berdasar dari penentuan batas kritis. Menurut Sucofindo (2006), batas kritis adalah batas toleransi yang harus dipenuhi untuk menjamin keamanan pangan suatu produk jika TKK yang ditetapkan telah efektif dan dapat mengendalikan bahaya yang mungkin terjadi. Tindakan yang dapat dilakukan adalah pengujian sampel air secara berkala di laboratorium, untuk memastikan tidak adanya kebocoran yang dapat mengkontaminasi air. Batas klorin dalam air adalah maks. 250 mg/l yang aman untuk di konsumsi (SNI, 2006) dan kandungan mikrobiologi bagi E. coli adalah 0/100 ml air (Permenkes. 416/Menkes/Per/IX/1990). Pengujian laboratorium dapat dilakukan secara berkala dengan frekuensi sebulan sekali oleh kepala dapur. Bila ditemukan bahaya kontaminasi 68

3 69 maka harus dilakukan tindakan koreksi, yaitu penggantian sumber air yang digunakan. Sumber air yang terkontaminasi harus tetap diperiksa setiap bulan untuk memastikan apakah sumber air tersebut aman digunakan kembali atau tidak TKK 2 : Daging Kambing Hasil dari analisa bahaya daging kambing, yaitu dapat ditemukan adanya potensi bahaya dari mikroorganisme Salmonella dan Escherichia coli. Potensi bahaya ini dilihat dari banyaknya kasus yang terjadi akibat kontaminasi oleh Salmonella. Menurut Ariyanti dan Supar (2006), Salmonella merupakan bakteri patogen yang banyak ditemukan pada hewan ternak (daging dan olahannya) yang dapat membahayakan kesehatan manusia. Bell dan Kyriakides (2002) mengatakan bahwa di UK terdapat kasus sebanyak 830 insiden dikarenakan daging mentah yang terkontaminasi Salmonella. Arvanitoyannis et al.(2009) menyebutkan Escherichia coli sering ditemukan pada hewan yang sering diolah untuk konsumsi seperti sapi, babi, kambing. Didukung dengan pernyataan Cameron et al.(1995a-b) jika terdapat kasus keracunan E. coli di Australia selatan antara desember 1994 hingga 1995, hingga menyebabkan 23 anak-anak kurang dari 16 tahun mengalami sindrom hemolitik-uremik. Setelah ditentukan sebagai TKK maka harus ditentukan batas kritis yang berfungsi menjaga kontaminasi tetap dibawah batas aman dan makanan tetap aman dikonsumsi. Adanya mikroorganisme pada daging dapat mempengaruhi nilai organoleptik daging itu sendiri, sehingga diperlukan tindakan pengendalian seperti pengecekan visual (warna, bau dan tekstur) pada daging untuk memastikan kesegarannya. Sertifikasi dari supplier juga diperlukan untuk penjaminan kualitas bahan baku yang diterima. Batas kritis kandungan Salmonella sp dalam makanan negatif/25 g, dan Escherichia coli maksimal 1x10 1 /cfu/g yang di tentukan dalam SNI (2008). Frekuensi dari pengecekan visual adalah setiap daging datang yang dilakukan oleh petugas atau checker. Bila terdapat daging yang kurang memenuhi standar dari sertifikasi yang diberikan, maka daging dapat dikembalikan. Kedua bahan ini berkaitan karena selain pencucian daging menggunakan air, pada pengolahan makanan tengkleng juga terdapat penambahan air. Gustiani (2009), 69

4 70 menyebutkan jika foodborne disease yang disebabkan salmonella berasal dari air pencuci yang terkontaminasi penyebarannya. Setelah penetuan batas kritis, maka jumlah penyimpangan yang dapat di terima harus ditetapkan. Batas kritis menjadi batas bawah dimana jumlah minimum di perlukan untuk keamanan pangan (USDA, 1999) Proses Produksi Pada penentuan titik kendali kritis pada proses produksi, hasil yang dapat dilihat pada tabel 4. adalah proses pencucian, pemasakan, pemanasan ulang, dan penyajian TKK 3: Pencucian Pada tahap pencucian daging ini bertujuan untuk meminimalkan potensi bahaya seperti kotoran yang menempel pada daging atau kontaminasi fisik. Namun tahap ini juga perlu diperhatikan, karena penggunaan air PDAM yang umumnya menggunakan klorin sebagai desinfektan. Martinez-Tome et al. (2000) menyebutkan jika peningkatan kebersihan tergantung pada tingkat klorin pada air. Pada saat pencucian klorin pada air dapat menempel pada daging hingga proses selanjutnya hingga sampai saat makanan di konsumsi. Namun kadar klorin yang aman dikonsumsi manusia maks. 250 mg/l (SNI, 2006). Hasan (2006) juga menjelaskan jika kandungan klorin dalam tubuh manusia berlebih, maka dapat mengganggu sistem imun, merusak hati dan ginjal, syaraf, kanker, gangguan sistem reproduksi hingga keguguran. Bahaya bagi kesehatan yang ditimbulkan adanya kandungan klorin menjadi faktor mengapa tindakan pengendalian harus dilakukan setelah mengetahui bahan yang menjadi TKK. Tindakan yang dapat dilakukan adalah pengujian sampel air secara berkala di laboratorium, untuk memastikan tidak adanya kebocoran yang dapat mengkontaminasi air. Pengujian laboratorium dapat dilakukan secara berkala dengan frekuensi sebulan sekali oleh kepala dapur. Pengujian ini dilakukan dengan metode titrasi yang diatur dalam SNI No 3554 tahun Bila ditemukan bahaya kontaminasi maka harus dilakukan tindakan koreksi, yaitu penggantian sumber air yang digunakan. Sumber air yang terkontaminasi harus tetap di periksa setiap bulan untuk memastikan apakah sumber air tersebut aman digunakan kembali atau tidak. 70

5 71 Pada proses pencucian daging serta pemasakan, tindakan pengendalian yang harus dilakukan adalah penggunaan air standard air minum. Sebab pencucian yang dilakukan dengan benar dapat mencegah foodborne illness (Bolton et al., 2013). Sebenarnya untuk mengurangi kontaminasi bakteri pada proses pencucian dapat digunakan senyawa anti bakteri seperti klorin, vinergar dan sodium hipoklorit (Chao Chin et al., 2011). Namun, karena industri katering A ini sudah menggunakan air PDAM yang umumnya sudah terkandung klorin, maka tindakan pengendalian yang harus dilakukan adalah pengecekan kadar klorin di laboratorium TKK 4: Pemasakan Proses selanjutnya yang menjadi titik kendali kritis adalah pemasakan. Karena dalam proses ini dapat mengurangi kontaminasi mikrobiologi jika penggunaan suhu sesuai. Di industri katering A yang diteliti, suhu pemasakan dapat dikatakan baik karena telah mencapai titik didih dengan waktu yang cukup lama yaitu hingga 2 jam. Seperti yang dijelaskan oleh Arvanitoyannis dan Theodoros (2009) jika suhu pemasakan daging harus lebih dari 75 o C dan lebih dari 2 menit. Namun, yang menjadi tidak aman adalah adanya plastik pada proses. Plastik digunakan untuk membungkus daun kelor, dan bahan tambahan lainnya seperti batang sereh, daun jeruk dan laos. Selama pengamatan, plastik berisi bumbu tersebut dimasukan setelah 30 menit pemasakan air. Kemudian hingga akhir pemasakan, plastik bumbu tersebut dikeluarkan dibuang. Sulchan dan Winarno (1994), mengatakan jika semakin tinggi suhu bahan pangan maka akan terjadi migrasi dari zat-zat plastik. Minyak merupakan bahan yang cepat melarutkan komponen plastik (Irawan dan Guntarti, 2013), dimana pada proses pembuatan tengkleng ini menggunakan minyak yang cukup banyak. Irawan dan Guntarti (2013) menambahkan jika kandungan monomer vinil klorida dan akrilonitril dalam plastik dapat menyebabkan potensi menimbulkan kanker pada manusia. Jenis plastik yang digunakan oleh katering A selama pemasakan untuk mmbungkus bumbu rempah adalah plastik ynag transparan dan termasuk golongan Low Density Polyethylen (LDPE). Plastik jenis ini memiliki sifat tembus cahaya, fleksibel, proteksi terhadap uap air tergolong baik dan tahan terhadap senyawa kimia pada suhu <60 o C 71

6 72 (Nurminah, 2002). Dapat diartikan jika plastik ini berada dalam kondisi >60 o C bahkan mendidih, maka akan terjadi reaksi kimia. Tindakan pengendalian yang bisa dilakukan adalah selain adanya pengontrolan suhu juga tidak adanya penggunaan plastik pada proses pemasakan. Hal ini untuk mencegah adanya migrasi zat dalam plastik yang berbahaya jika ikut terkonsumsi. Plastik akan larut ketika suhu mencapai 80 o C (BPOM, 2011). Apabila plastik ikut dalam proses pemasakan dimana tengkleng merupakan makanan yang memiliki lemak yang tinggi, maka akan terjadi migrasi yang merupakan perpindahan zat-zat dalam plastik ke dalam makanan. Dimana terdapat 3 faktor yang mempercepat proses migrasi plastik yaitu panas, minyak dan waktu (Irawan dan Guntarti, 2013). Dan pada proses pembuatan tengkleng ini, panas ketika pemasakan hingga mencapai suhu didih 100 o C, kandungan minyak tinggi dan waktu pemasakan berdasarkan pengamatan adalah lebih dari 1 jam. Sehingga kemungkinan migrasi plastik sangat tinggi. Tindakan pengendalian tersebut dapat dilakukan oleh pekerja, bila ditemukan pekerja yang masih menggunakan plastik ketika memasak maka harus ditegur oleh kepala dapur dan dilakukan pemasakan ulang dengan bahan yang berbeda TKK 5 : Pemanasan Ulang Pemanasan ulang merupakan pemanasan ulang pada makanan. Tahap ini dilakukan selain untuk menjaga agar makanan enak untuk dikonsumsi, juga berfungsi untuk menghilangkan kontaminasi biologi yang terjadi selama distribusi maupun holding time. Karena selama dua tahap tersebut, wadah makanan akan sering kontak dengan kulit pekerja. Selain itu selama pengamatan disana, setelah sampai ke tempat acara maka tutup makanan agak sedikit dibuka dan para pekerja tidak menggunakan sarung tangan. Hal ini dapat mengakibatkan kontaminasi lewat udara dapat masuk. Menurut Winarno (2007), Staphylococcus aureus merupakan mikroba yang cukup berbahaya karena selalu berada di lingkungan bahkan tubuh manusia. Namun ketahanan panas Staphylococcus aureus lebih tinggi terutama pada pangan dengan aktivitas air tinggi (Stewart, 2003). Staphylococcus aureus akan mati pada suhu 62.8 o C (Hermayani et al., 1996). Maka suhu pemanasan ulang perlu pengontrolan untuk memastikan bahwa suhu mencapai batas aman, sebelum makanan disajikan. 72

7 73 Tindakan pengendalian yang dapat dilakukan adalah adanya pengontrolan suhu. Sehingga dapat dipastikan berapa lama waktu yang di perlukan untuk mencapai suhu yang aman sebelum makanan disajikan. Pengontrolan suhu ketika dilakukan pemanasan ulang hingga suhu aman yaitu mencapai >60 o C, dan lebih baik lagi jika makanan terlebih kuah dapat mencapai titik didih atau lebih dari 70 o C (Arvanitoyannis dan Theodoros, 2009). Tindakan pengendalian ini dapat dilakukan setelah makanan sampai di lokasi acara dan pada waktu acara penyajian, sehingga selama suhu kurang dari batas aman dapat segera dilakukan pemanasan ulang oleh pekerja TKK 6 : Penyajian Tahap akhir pada proses produksi tengkleng pada katering A di Semarang ini adalah tahap penyajian. Penyajian dilakukan dengan pembagian makanan ketika ada pengunjung dengan keadaan tengkleng di dalam panci dan tertutup. Tahap ini merupakan titik kendali kritis, karena rentang waktu penyajian akan mempengaruhi kualitas makanan yang disajikan. Meskipun sebelumnya dilakukan pemanasan ulang, namun umumnya kisaran waktu makanan disajikan selama acara adalah 2 hingga 3 jam. Tindakan pengendalian pada tahap ini adalah pengontrolan suhu, jika suhu makanan mencapai batas minimum harus segera dipanaskan kembali. Selain itu tengkleng merupakan makana berbahan dasar daging dimana daging memiliki nutrisi yang cukup tinggi dan mikroba akan tumbuh optimal dengan media tersebut. Menurut Arvanitoyannis dan Theodoros (2009) pada kondisi hot serving suhu yang aman adalah >60 o C, hal ini untuk mencegah kontaminasi dari udara maupun pekerja dan konsumen di sekitar. Kontaminasi biologi yang sangat rawan muncul pada tahap ini adalah Staphylococcus aureus. Untuk para pekerja, sebaiknya menggunakan sarung tangan selama proses penyajian. Berdasar hasil penetapan, maka dapat disimpulkan jika bahan daging kambing, air, dan proses produksi pencucian, pemasakan, pemanasan ulang dan penyajian memiliki potensi bahaya yang signifikan dan titik kendali kritis dalam proses pembuatan tengkleng. Berdasar ISO (2005), untuk mengendalikan bahaya yang signifikan 73

8 74 dan juga menjadi TKK menggunakan HACCP plan. Karena pada HACCP plan, terdapat penentuan batas kritis sehingga bahaya-bahaya tersebut dapat dikendalikan. Selama pengamatan dilakukan, dilakukan pengecekan suhu setiap 30 menit selama 3 hari dengan mengambil 3 sampel daging acak. Pengambilan sampel daging untuk memastikan jika panas dari pemasakan sampi ke bagian daging yang dalam. Dari hasil pengambilan suhu tersebut di didapatkan data seperti pada tabel 14. Dimana dari hasil tabel tersebut, dapat dilihat jika penurunan suhu yang cukup lambat. Namun pada hari kedua proses setelah pemasakan hingga tahap pemanasan ulang berjarak waktu cukup lama. Sehingga suhu daging tengkleng mencapai suhu 40 o C. Namun pada tahap pemanasan ulang, semua suhu daging mencapai batas standar yaitu 60 o C, yakni pada dikisaran suhu 70 o C. Hal ini memenuhi standar Permenkes. 1096/MEN.KES/PER/VI/201 yang berisi sebelum disajikan ke tempat saji makanan harus berada pada suhu >60 o C. Pengamatan menggunakan parameter suhu, hal ini dikarenakan proses termal atau pemasakan berfungsi untuk menghilangkan atau menurunkan jumlah mikroba sampai kadar yang dapat diterima, dan menghasilkan kondisi yang dpaat menghambat pertumbuhan mikroba patogen dan pembusuk (Estiasih dan Ahmadi, 2009). Kontaminasi mikroba seperti Staphylococcus aureus, Salmonella dan Escherichia coli dapat dikurangi dengan suhu sekitar o C (Estiasih dan Ahmadi, 2009). Dengan hasil pengamatan dan analisa menggunakan HACCP plan ini, didapatkan hasil jika pada proses produksi pencucian, pemasakan, pemanasan ulang, dan penyajian perlu diperhatikan karena merupakan TKK. Dan dilakukan tindakan pengendalian, untuk meminimalisir bahaya selama proses. Untuk keberhasilan HACCP plan ini diperlukan kesadaran dari para pekerja itu sendiri dan pihak manajemen katering. Diperlukan pembuatan SOP untuk setiap proses produksi untuk menunjang kualitas dari produk yang dihasilkan. Karena SOP (Standar Operating Proceudres) merupakan suatu metode yang ditetapkan dan ditentukan untuk dilakukan secara rutin (Arvanitoyannis dan Theodoros, 2009). 74

4. PEMBAHASAN 4.1. Implementasi SSOP dan GMP

4. PEMBAHASAN 4.1. Implementasi SSOP dan GMP 90 4. PEMBAHASAN 4.1. Implementasi SSOP dan GMP Checklist Standard Sanitation Operational Procedur (SSOP) (Lampiran 4) menunjukkan nilai akhir 83. Sesuai dengan Permenkes RI No. 1096/MENKES/PER/VI/2011

Lebih terperinci

4 PEMBAHASAN 4.1 Implementasi Sanitation Standard Operating Procedure (SSOP) dan Good Manufacturing Practices (GMP) Di Katering A

4 PEMBAHASAN 4.1 Implementasi Sanitation Standard Operating Procedure (SSOP) dan Good Manufacturing Practices (GMP) Di Katering A 4 PEMBAHASAN 4.1 Implementasi Sanitation Standard Operating Procedure (SSOP) dan Good Manufacturing Practices (GMP) Di Katering A Penelitian ini dilakukan dengan menganalisa sebuah proses produksi dari

Lebih terperinci

3. HASIL PENELITIAN 3.1. Observasi Lapangan Implementasi HACCP pada Katering A.

3. HASIL PENELITIAN 3.1. Observasi Lapangan Implementasi HACCP pada Katering A. 15 3. HASIL PENELITIAN 3.1. Observasi Lapangan Implementasi HACCP pada Katering A. Observasi dilakukan pada dapur industri jasa boga yang termasuk golongan A3 (Permenkes No.1096, 2011) yang terletak di

Lebih terperinci

Palembang Zuhri, Tangerang Christiyanto, 2002

Palembang Zuhri, Tangerang Christiyanto, 2002 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Makanan merupakan kebutuhan dasar manusia untuk melanjutkan kehidupan. Makanan yang dikonsumsi dapat berasal dari kafe, restoran, kantin, dan industri katering yang sudah

Lebih terperinci

DAFTAR PUSTAKA LAMPIRAN

DAFTAR PUSTAKA LAMPIRAN DAFTAR PUSTAKA... 70 LAMPIRAN DAFTAR TABEL Tabel 2.1. komposisi Kimia Daging Tanpa Lemak (%)... 12 Tabel 2.2. Masa Simpan Daging Dalam Freezer... 13 Tabel 2.3. Batas Maksimum Cemaran Mikroba Pada Pangan...

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN. Derajat kesehatan masyarakat merupakan salah satu indikator harapan hidup

BAB 1 PENDAHULUAN. Derajat kesehatan masyarakat merupakan salah satu indikator harapan hidup BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Derajat kesehatan masyarakat merupakan salah satu indikator harapan hidup manusia yang harus dicapai, untuk itu diperlukan upaya-upaya dalam mengatasi masalah kesehatan

Lebih terperinci

1. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang

1. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang 13 1. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Dunia kuliner saat ini di Indonesia khususnya di Semarang mengalami kemajuan yang cukup pesat. Jenis-jenis industri kuliner yang ada di Semarang sangat beraneka ragam

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN. bila dikonsumsi akan menyebabkan penyakit bawaan makanan atau foodborne

BAB 1 PENDAHULUAN. bila dikonsumsi akan menyebabkan penyakit bawaan makanan atau foodborne BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Kebersihan makanan dan minuman sangatlah penting karena berkaitan dengan kondisi tubuh manusia. Apabila makanan dan minuman yang dikonsumsi tidak terjaga kebersihannya

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Makanan adalah salah satu kebutuhan dasar manusia dan merupakan hak

BAB I PENDAHULUAN. Makanan adalah salah satu kebutuhan dasar manusia dan merupakan hak BAB I PENDAHULUAN A. LATAR BELAKANG Makanan adalah salah satu kebutuhan dasar manusia dan merupakan hak asasi setiap orang untuk keberlangsungan hidupnya. Makanan adalah unsur terpenting dalam menentukan

Lebih terperinci

TUGAS INDIVIDU PENGANTAR MIKROBIOLOGI. Penerapan HACCP pada Proses Produksi Yoghurt

TUGAS INDIVIDU PENGANTAR MIKROBIOLOGI. Penerapan HACCP pada Proses Produksi Yoghurt TUGAS INDIVIDU PENGANTAR MIKROBIOLOGI Penerapan HACCP pada Proses Produksi Yoghurt Disusun Oleh : Yatin Dwi Rahayu 1006578 JURUSAN PENDIDIKAN TEKNOLOGI AGROINDUSTRI FAKULTAS PENDIDIKAN TEKNOLOGI KEJURUAN

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. juga mengandung beberapa jenis vitamin dan mineral. Soeparno (2009)

I. PENDAHULUAN. juga mengandung beberapa jenis vitamin dan mineral. Soeparno (2009) I. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Daging merupakan bahan pangan yang penting dalam pemenuhan kebutuhan gizi manusia. Selain mutu proteinnya tinggi, daging juga mengandung asam amino essensial yang lengkap

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. Identifikasi Masalah, (1.3) Tujuan Penelitian, (1.4) Manfaat Penelitian, (1.5)

I. PENDAHULUAN. Identifikasi Masalah, (1.3) Tujuan Penelitian, (1.4) Manfaat Penelitian, (1.5) I. PENDAHULUAN Bab ini menguraikan mengenai: (1.1) Latar Belakang Penelitian, (1.2) Identifikasi Masalah, (1.3) Tujuan Penelitian, (1.4) Manfaat Penelitian, (1.5) Kerangka Pemikiran, (1.6) Hipotesis Penelitian

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. dan semua produk hasil pengolahan jaringan yang dapat dimakan dan tidak

I. PENDAHULUAN. dan semua produk hasil pengolahan jaringan yang dapat dimakan dan tidak I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Daging adalah semua jaringan hewan, baik yang berupa daging dari karkas, organ, dan semua produk hasil pengolahan jaringan yang dapat dimakan dan tidak menimbulkan gangguan

Lebih terperinci

Pangan dengan potensi bahaya. Bahan Pangan Apa yang Mudah Terkontaminasi? BERBAGAI JENIS BAHAYA SERTA CARA PENGENDALIANNYA

Pangan dengan potensi bahaya. Bahan Pangan Apa yang Mudah Terkontaminasi? BERBAGAI JENIS BAHAYA SERTA CARA PENGENDALIANNYA BERBAGAI JENIS BAHAYA SERTA CARA PENGENDALIANNYA AMANKAN PANGAN dan BEBASKAN PRODUK dari BAHAN BERBAHAYA BAHAYA BIOLOGIS BAHAYA FISIK BAHAYA KIMIA BEBAS BAHAYA Mengapa Keamanan Pangan Penting? Melindungi

Lebih terperinci

BERBAGAI JENIS BAHAYA SERTA CARA PENGENDALIANNYA

BERBAGAI JENIS BAHAYA SERTA CARA PENGENDALIANNYA BERBAGAI JENIS BAHAYA SERTA CARA PENGENDALIANNYA BAHAYA BIOLOGIS BAHAYA KIMIA AMANKAN PANGAN dan BEBASKAN PRODUK dari BAHAN BERBAHAYA BAHAYA FISIK BEBAS BAHAYA Mengapa Keamanan Pangan Penting? Melindungi

Lebih terperinci

HASIL DAN PEMBAHASAN

HASIL DAN PEMBAHASAN Produksi Bakteriosin HASIL DAN PEMBAHASAN Bakteriosin merupakan senyawa protein yang berasal dari Lactobacillus plantarum 2C12. Senyawa protein dari bakteriosin telah diukur konsentrasi dengan menggunakan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Berdasarkan Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 7 Tahun 1996

BAB I PENDAHULUAN. Berdasarkan Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 7 Tahun 1996 BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Berdasarkan Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 7 Tahun 1996 tentang Pangan dan Peraturan Pemerintah Republik Indonesia Nomor 28 Tahun 2004 tentang Keamanan, Mutu,

Lebih terperinci

Kontaminasi Pada Pangan

Kontaminasi Pada Pangan Kontaminasi Pada Pangan Sanitasi Industri Nur Hidayat Materi Sumber-sumber kontaminasi Keterkaitan mikroorganisme dengan sanitasi Hubungan alergi dengan proses sanitasi 1 Sumber-sumber kontaminasi 1. Bahan

Lebih terperinci

ANALISIS COLIFORM PADA MINUMAN ES DAWET YANG DIJUAL DI MALIOBORO YOGYAKARTA

ANALISIS COLIFORM PADA MINUMAN ES DAWET YANG DIJUAL DI MALIOBORO YOGYAKARTA ANALISIS COLIFORM PADA MINUMAN ES DAWET YANG DIJUAL DI MALIOBORO YOGYAKARTA Siti Fatimah1, Yuliana Prasetyaningsih2, Meditamaya Fitriani Intan Sari 3 1,2,3 Prodi D3 Analis Kesehatan STIKes Guna Bangsa

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. untuk keperluan hidup manusia sehari-harinya berbeda pada setiap tempat dan

BAB I PENDAHULUAN. untuk keperluan hidup manusia sehari-harinya berbeda pada setiap tempat dan BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Air merupakan kebutuhan manusia paling penting. Air digunakan untuk memenuhi kebutuhan hidup manusia dan mahluk hidup lainnya. Kebutuhan air untuk keperluan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Pengembangan keberhasilan program sanitasi makanan dan minuman

BAB I PENDAHULUAN. Pengembangan keberhasilan program sanitasi makanan dan minuman BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang. Pengembangan keberhasilan program sanitasi makanan dan minuman diperlukan peraturan dalam memproses makanan dan pencegahan terjadinya food borne disease. Selain itu

Lebih terperinci

2 TINJAUAN PUSTAKA. Gambar 1 Ikan Selais (O. hypophthalmus). Sumber : Fishbase (2011)

2 TINJAUAN PUSTAKA. Gambar 1 Ikan Selais (O. hypophthalmus). Sumber : Fishbase (2011) 3 2 TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Deskripsi dan Klasifikasi Ikan Selais (Ompok hypophthalmus) Ikan Ompok hypophthalmus dikenal dengan nama daerah selais, selais danau dan lais, sedangkan di Kalimantan disebut lais

Lebih terperinci

BAB III BAHAN DAN METODE

BAB III BAHAN DAN METODE BAB III BAHAN DAN METODE 3.1 Waktu dan Tempat Penelitian Penelitian ini dilaksanakan pada tanggal 27 Mei 2013 sampai dengan 5 Juni 2013 di PT. Awindo Internasional Jakarta. PT. Awindo Internasional terletak

Lebih terperinci

PENDAHULUAN 1.1.Latar Belakang

PENDAHULUAN 1.1.Latar Belakang 1. PENDAHULUAN 1.1.Latar Belakang Katering merupakan suatu industri jasa boga dalam melayani pemesanan makanan pada jumlah yang banyak. Pola hidup yang semakin berkembang dan serba cepat mengakibatkan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. gizi yang tinggi seperti protein, lemak vitamin B (vitamin B 6 /pridoksin, vitamin

BAB I PENDAHULUAN. gizi yang tinggi seperti protein, lemak vitamin B (vitamin B 6 /pridoksin, vitamin 1 BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Daging merupakan sumber makanan yang baik karena mempunyai nilai gizi yang tinggi seperti protein, lemak vitamin B (vitamin B 6 /pridoksin, vitamin B 1 /thiamin,

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN. Berdasarkan Keputusan Menteri Kesehatan Republik Indonesia Nomor

BAB 1 PENDAHULUAN. Berdasarkan Keputusan Menteri Kesehatan Republik Indonesia Nomor BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Berdasarkan Keputusan Menteri Kesehatan Republik Indonesia Nomor 942/Menkes/SK/VII/2003 Tentang Pedoman Persyaratan Hygiene Sanitasi Makanan Jajanan, pada pasal 1 menyebutkan

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. sebagai kondisi dan upaya yang diperlukan untuk mencegah pangan dari

I. PENDAHULUAN. sebagai kondisi dan upaya yang diperlukan untuk mencegah pangan dari I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Keamanan pangan, dalam UU RI no 7 tahun 1996 didefinisikan sebagai kondisi dan upaya yang diperlukan untuk mencegah pangan dari kemungkinan cemaran biologis, kimia dan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Buah menjadi pelengkap kebutuhan pangan manusia yang mempunyai banyak variasi rasa, warna, dan serat yang bermanfaat untuk kesehatan. Selain dikonsumsi secara langsung

Lebih terperinci

Bahan pada pembuatan sutra buatan, zat pewarna, cermin kaca dan bahan peledak. Bahan pembuatan pupuk dalam bentuk urea.

Bahan pada pembuatan sutra buatan, zat pewarna, cermin kaca dan bahan peledak. Bahan pembuatan pupuk dalam bentuk urea. Langkah 3 Penggunaan formalin: Pembunuh kuman sehingga dimanfaatkan untuk pembersih: lantai, kapal, gudang, pakaian. Pembasmi lalat dan berbagai serangga lain. Bahan pada pembuatan sutra buatan, zat pewarna,

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN. adanya mikroorganisme patogen pada makanan dan minuman sehingga bisa

BAB 1 PENDAHULUAN. adanya mikroorganisme patogen pada makanan dan minuman sehingga bisa BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Makanan dan minuman merupakan kebutuhan pokok bagi manusia. Makanan dan minuman selain berfungsi dalam mendukung kesehatan juga bisa menjadi sumber penyakit bagi manusia.

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Daging adalah salah satu hasil ternak yang hampir tidak dapat dipisahkan dari kebutuhan manusia. Selain penganekaragaman sumber pangan, daging juga dapat menimbulkan

Lebih terperinci

Analisa Mikroorganisme

Analisa Mikroorganisme 19 Analisa Mikroorganisme Pemeriksaan awal terhadap 36 sampel daging ayam dan 24 sampel daging sapi adalah pemeriksaan jumlah mikroorganisme. Hasil yang diperoleh untuk rataan jumlah mikroorganisme daging

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang World Health Organization atau WHO (2006), mendefinisikan foodborne disease sebagai istilah umum untuk menggambarkan penyakit yang disebabkan oleh makanan dan minuman

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. dalam kesehatan dan kesejahteraan manusia (Sumantri, 2010).

BAB I PENDAHULUAN. dalam kesehatan dan kesejahteraan manusia (Sumantri, 2010). BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Air merupakan zat yang memiliki peranan sangat penting bagi kelangsungan hidup manusia.tanpa air, berbagai proses kehidupan tidak dapat berlangsung. Oleh karena itu,

Lebih terperinci

Dokumentasi SSOP (Sanitation Standard Operating Procedures) S P O Sanitasi

Dokumentasi SSOP (Sanitation Standard Operating Procedures) S P O Sanitasi Dokumentasi SSOP (Sanitation Standard Operating Procedures) S P O Sanitasi HANDOUT MATA KULIAH : REGULASI PANGAN (KI 531) OLEH : SUSIWI S JURUSAN PENDIDIKAN KIMIA F P M I P A UNIVERSITAS PENDIDIKAN INDONESIA

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. makanan (foodborne disease) (Susanna, 2003). Foodborne disease tidak

I. PENDAHULUAN. makanan (foodborne disease) (Susanna, 2003). Foodborne disease tidak I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Kesehatan yaitu hal penting untuk diperhatikan terutama dari kebersihan tubuh dan makanan yang dikonsumsi. Makanan yang terkontaminasi oleh mikroorganisme patogen dapat

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Daging merupakan salah satu bahan pangan sumber protein hewani. Daging

BAB I PENDAHULUAN. Daging merupakan salah satu bahan pangan sumber protein hewani. Daging BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Daging merupakan salah satu bahan pangan sumber protein hewani. Daging mempunyai asam amino essensial yang lebih lengkap bila dibandingkan dengan protein yang

Lebih terperinci

sebagai vector/ agen penyakit yang ditularkan melalui makanan (food and milk

sebagai vector/ agen penyakit yang ditularkan melalui makanan (food and milk BAB I PENDAHULUAN I.1 Latar Belakang Pembangunan kesehatan bertujuan untuk meningkatkan kesadaran, kemauan, dan kemampuan hidup sehat bagi setiap orang agar terwujud derajat kesehatan masyarakat yang optimal.

Lebih terperinci

HASIL DAN PEMBAHASAN

HASIL DAN PEMBAHASAN xxix HASIL DAN PEMBAHASAN Sampel daging ayam beku yang diambil sebagai bahan penelitian berasal dari daerah DKI Jakarta sebanyak 16 sampel, 11 sampel dari Bekasi, 8 sampel dari Bogor, dan 18 sampel dari

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. Escherichia coli adalah bakteri yang merupakan bagian dari mikroflora yang

I. PENDAHULUAN. Escherichia coli adalah bakteri yang merupakan bagian dari mikroflora yang I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Escherichia coli adalah bakteri yang merupakan bagian dari mikroflora yang secara normal ada dalam saluran pencernaan manusia dan hewan berdarah panas. E. coli termasuk

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN. akan dikonsumsi akan semakin besar. Tujuan mengkonsumsi makanan bukan lagi

BAB 1 PENDAHULUAN. akan dikonsumsi akan semakin besar. Tujuan mengkonsumsi makanan bukan lagi 15 BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Pangan merupakan salah satu kebutuhan dasar manusia yang penting. Semakin maju suatu bangsa, tuntutan dan perhatian terhadap kualitas pangan yang akan dikonsumsi

Lebih terperinci

KEAMANAN PANGAN UNTUK INDONESIA SEHAT. keterkaitannya dengan penyakit akibat pangan di mana masalah keamanan pangan di suatu

KEAMANAN PANGAN UNTUK INDONESIA SEHAT. keterkaitannya dengan penyakit akibat pangan di mana masalah keamanan pangan di suatu KEAMANAN PANGAN UNTUK INDONESIA SEHAT Organisasi Kesehatan Dunia (World Health Organization) menekankan tentang tantangan dan peluang terkait Keamanan Pangan. Keamanan pangan sangat penting karena keterkaitannya

Lebih terperinci

BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN

BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN 4.1 Gambaran Umum Data yang diperoleh dari Dinas Kelautan, Perikanan Pertanian dan Ketahanan Pangan Kota Gorontalo memiliki 10 Tempat Pemotongan Hewan yang lokasinya

Lebih terperinci

TINJAUAN PUSTAKA. Susu

TINJAUAN PUSTAKA. Susu TINJAUAN PUSTAKA Susu segar Susu adalah susu murni yang belum mendapat perlakuan apapun kecuali proses pendinginan tanpa mempengaruhi kemurniannya. Susu murni adalah cairan yang berasal dari ambing sapi

Lebih terperinci

HASIL DAN PEMBAHASAN

HASIL DAN PEMBAHASAN 25 HASIL DAN PEMBAHASAN Sampel susu berasal dari 5 kabupaten yaitu Bogor, Bandung, Cianjur, Sumedang dan Tasikmalaya. Lima sampel kandang diambil dari setiap kabupaten sehingga jumlah keseluruhan sampel

Lebih terperinci

HASIL DAN PEMBAHASAN. Tabel 5. Rataan Nilai Warna (L, a, b dan HUE) Dendeng Sapi dengan Metode Perlakuan Curing yang Berbeda

HASIL DAN PEMBAHASAN. Tabel 5. Rataan Nilai Warna (L, a, b dan HUE) Dendeng Sapi dengan Metode Perlakuan Curing yang Berbeda HASIL DAN PEMBAHASAN Karakteristik Warna Dendeng Sapi Warna merupakan salah satu indikator fisik yang dapat mempengaruhi konsumen terhadap penerimaan suatu produk. Derajat warna menunjukkan tingkat warna

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN A. LATAR BELAKANG

BAB I PENDAHULUAN A. LATAR BELAKANG BAB I PENDAHULUAN A. LATAR BELAKANG Makanan berperan penting dalam kehidupan makhluk hidup sebagai sumber tenaga, pembangun bahkan penyembuh penyakit. Sumber makanan yang dibutuhkan oleh tubuh mengandung

Lebih terperinci

TINJAUAN PUSTAKA. melindungi kebersihan tangan. Sanitasi adalah upaya kesehatan dengan cara

TINJAUAN PUSTAKA. melindungi kebersihan tangan. Sanitasi adalah upaya kesehatan dengan cara TINJAUAN PUSTAKA Pengertian Higienis dan Sanitasi Higienis adalah upaya kesehatan dengan cara memelihara dan melindungi kebersihan subjeknya seperti mencuci tangan dengan air bersih dan sabun untuk melindungi

Lebih terperinci

BAB V PRAKTEK PRODUKSI YANG BAIK

BAB V PRAKTEK PRODUKSI YANG BAIK BAB V PRAKTEK PRODUKSI YANG BAIK Good Manufacturing Practice (GMP) adalah cara berproduksi yang baik dan benar untuk menghasilkan produk yang memenuhi persyaratan mutu dan keamanan. Telah dijelaskan sebelumnya

Lebih terperinci

STUDI KANDUNGAN BAKTERI Salmonella sp. PADA MINUMAN SUSU TELUR MADU JAHE (STMJ) DI TAMAN KOTA DAMAY KECAMATAN KOTA SELATAN KOTA GORONTALO TAHUN 2012

STUDI KANDUNGAN BAKTERI Salmonella sp. PADA MINUMAN SUSU TELUR MADU JAHE (STMJ) DI TAMAN KOTA DAMAY KECAMATAN KOTA SELATAN KOTA GORONTALO TAHUN 2012 1 Summary STUDI KANDUNGAN BAKTERI Salmonella sp. PADA MINUMAN SUSU TELUR MADU JAHE (STMJ) DI TAMAN KOTA DAMAY KECAMATAN KOTA SELATAN KOTA GORONTALO TAHUN 2012 TRI ASTUTI NIM 811408115 Program Studi Kesehatan

Lebih terperinci

11/22/ Menentukan CCP. 1. Menyusun TIM HACCP. 8. Menetapkan Batas Kritis untuk Setiap CCP Prinsip Mendeskripsikan produk

11/22/ Menentukan CCP. 1. Menyusun TIM HACCP. 8. Menetapkan Batas Kritis untuk Setiap CCP Prinsip Mendeskripsikan produk !"#"$$% &!'#(!"#"$ ('"$" 12 LANGKAH APLIKASI HACCP (CODEX) 1. Menyusun TIM HACCP 2. Mendeskripsikan produk 3. Identifikasi Penggunaan Produk 4. Menyusun Diagram Alir 5. Melakukan Verifikasi Diagram Alir

Lebih terperinci

BAB III BAHAN DAN METODE

BAB III BAHAN DAN METODE BAB III BAHAN DAN METODE 3.1 Waktu dan Tempat Penelitian Penelitian telah dilaksanakan di PT. Graha Insan Sejahtera yang berlokasi di salah satu Perusahaan Perikanan Samudera Nizam Zachman, Jalan Muara

Lebih terperinci

TINJAUAN PUSTAKA Sifat Umum Susu

TINJAUAN PUSTAKA Sifat Umum Susu TINJAUAN PUSTAKA Sifat Umum Susu Susu adalah sekresi yang dihasilkan oleh mammae atau ambing hewan mamalia termasuk manusia dan merupakan makanan pertama bagi bayi manusia dan hewan sejak lahir (Lukman

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Ketersediaan air minum saat ini cukup mengkhawatirkan, terutama di perkotaan. Banyak air sumur sudah tidak layak minum, karena tercemar bakteri maupun zat kimia, sedangkan,

Lebih terperinci

Faktor yang mempengaruhi keracunan makanan. Kontaminasi Pertumbuhan Daya hidup

Faktor yang mempengaruhi keracunan makanan. Kontaminasi Pertumbuhan Daya hidup Marselinus Laga Nur Faktor yang mempengaruhi keracunan makanan Kontaminasi Pertumbuhan Daya hidup Bacilus cereus Gram-positif Aerobik membentuk endospora Tahan terhadap panas kering dan disinfektan kimia

Lebih terperinci

CARA PRODUKSI PANGAN Jejaring Promosi Keamanan Pangan dalam Sistem Keamanan Pangan Terpadu Nasional SIAP SAJI YANG BAIK

CARA PRODUKSI PANGAN Jejaring Promosi Keamanan Pangan dalam Sistem Keamanan Pangan Terpadu Nasional SIAP SAJI YANG BAIK CARA PRODUKSI PANGAN Jejaring Promosi SIAP SAJI YANG BAIK BAHAYA BIOLOGIS BAHAYA KIMIA AMANKAN PANGAN dan BEBASKAN PRODUK dari BAHAN BERBAHAYA BAHAYA FISIK BEBAS BAHAYA Direktorat Surveilan dan Penyuluhan

Lebih terperinci

Sosis ikan SNI 7755:2013

Sosis ikan SNI 7755:2013 Standar Nasional Indonesia Sosis ikan ICS 67.120.30 Badan Standardisasi Nasional BSN 2013 Hak cipta dilindungi undang-undang. Dilarang mengumumkan dan memperbanyak sebagian atau seluruh isi dokumen ini

Lebih terperinci

II. TINJAUAN PUSTAKA A. MAKANAN ENTERAL

II. TINJAUAN PUSTAKA A. MAKANAN ENTERAL II. TINJAUAN PUSTAKA A. MAKANAN ENTERAL Pemberian makanan yang tepat pada pasien akan meningkatkan kualitas hidup, mencegah malnutrisi serta menurunkan angka morbiditas dan mortalitas. Ditinjau dari teksturnya

Lebih terperinci

Studi Sanitasi Dan Pemeriksaan Angka Kuman Pada Usapan Peralatan Makan Di Rumah Makan Kompleks Pasar Sentral Kota Gorontalo Tahun 2012

Studi Sanitasi Dan Pemeriksaan Angka Kuman Pada Usapan Peralatan Makan Di Rumah Makan Kompleks Pasar Sentral Kota Gorontalo Tahun 2012 Studi Sanitasi Dan Pemeriksaan Angka Kuman Pada Usapan Peralatan Makan Di Rumah Makan Kompleks Pasar Sentral Kota Gorontalo Tahun 2012 Febriyani Bobihu, 811408025 Jurusan Kesehatan Masyarakat Fakultas

Lebih terperinci

Menerapkan Teknik Pengolahan Menggunakan Media Penghantar Panas. KD 1. Melakukan Proses Pengolahan Abon Ikan

Menerapkan Teknik Pengolahan Menggunakan Media Penghantar Panas. KD 1. Melakukan Proses Pengolahan Abon Ikan 1 Menerapkan Teknik Pengolahan Menggunakan Media Penghantar Panas KD 1. Melakukan Proses Pengolahan Abon Ikan Pengertian Abon Abon merupakan salah satu jenis makanan awetan berasal dari daging (sapi, kerbau,

Lebih terperinci

METODE PENELITIAN Desain, Waktu dan Tempat Penelitian Penarikan Sampel Jenis dan Cara Pengumpulan Data

METODE PENELITIAN Desain, Waktu dan Tempat Penelitian Penarikan Sampel Jenis dan Cara Pengumpulan Data 20 METODE PENELITIAN Desain, Waktu dan Tempat Penelitian Penelitian ini menggunakan desain penelitian Cross sectional study, yaitu data dikumpulkan pada satu waktu. Pengambilan data dilaksanakan pada bulan

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN. secara optimal (Direktorat Pengelolaan Hasil Perikanan, 2007 dalam Marada, 2012).

BAB 1 PENDAHULUAN. secara optimal (Direktorat Pengelolaan Hasil Perikanan, 2007 dalam Marada, 2012). BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Indonesia dikenal sebagai Negara bahari dengan wilayah lautnya mencakup tiga per empat luas Indonesia atau 5,8 juta km 2 dengan garis pantai sepanjang 81.000 km, sedangkan

Lebih terperinci

PENDAHULUAN Latar Belakang

PENDAHULUAN Latar Belakang 1 PENDAHULUAN Latar Belakang Balai Besar Karantina Pertanian Soekarno-Hatta (BBKPSH) merupakan unit pelaksana teknis (UPT) lingkup Badan Karantina Pertanian yang berkedudukan di Bandara Udara Internasional

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. dapat melangsungkan kehidupan selain sandang dan perumahan. Makanan, selain mengandung nilai gizi, juga merupakan media untuk dapat

BAB I PENDAHULUAN. dapat melangsungkan kehidupan selain sandang dan perumahan. Makanan, selain mengandung nilai gizi, juga merupakan media untuk dapat BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Makanan merupakan salah satu kebutuhan pokok manusia untuk dapat melangsungkan kehidupan selain sandang dan perumahan. Makanan, selain mengandung nilai gizi, juga merupakan

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA mulut. 6) Bandeng presto merupakan makanan yan cukup populer sehingga dapat BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. Bandeng Presto Jenis olahan bandeng presto adalah salah satu diversifikasi pengolahan hasil perikanan,

Lebih terperinci

HASIL PENELITIAN 3.1 Hasil Observasi Lapangan

HASIL PENELITIAN 3.1 Hasil Observasi Lapangan 3 HASIL PENELITIAN Pada penelitian ini dimulai dari penerimaan bahan baku daging ayam, pengolahan, proses produksi, tempat produksi, peralatan dan higienitas pekerja di katering tersebut. Proses pengamatan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. makanan dan minuman yang cukup, kehidupan manusia akan terganggu sehingga

BAB I PENDAHULUAN. makanan dan minuman yang cukup, kehidupan manusia akan terganggu sehingga BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Makanan dan minuman merupakan bahan pokok yang penting dalam kehidupan manusia. Sebagai salah satu kebutuhan pokok, makanan dan minuman dibutuhkan manusia untuk hidup,

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. kesehatan tubuh serta kelangsungan hidup. Dengan demikian menyediakan air

BAB I PENDAHULUAN. kesehatan tubuh serta kelangsungan hidup. Dengan demikian menyediakan air BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Air merupakan salah satu kebutuhan vital manusia yang harus terpenuhi. Tanpa air, berbagai proses kehidupan tidak akan berjalan dan tidak dapat menjamin kesehatan tubuh

Lebih terperinci

Gambar 1. Ikan Tongkol (Ethynnus affinis) (Sumber: Anonim b 2010 )

Gambar 1. Ikan Tongkol (Ethynnus affinis) (Sumber: Anonim b 2010 ) 4 2 TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Deskripsi dan Klasifikasi Ikan Tongkol (Euthynnus affinis) Ikan tongkol (Euthynnus affinis) termasuk dalam famili scombridae terdapat di seluruh perairan hangat Indo-Pasifik Barat,

Lebih terperinci

I PENDAHULUAN. Bab ini menguraikan mengenai: Latar belakang, Identifikasi masalah,

I PENDAHULUAN. Bab ini menguraikan mengenai: Latar belakang, Identifikasi masalah, I PENDAHULUAN Bab ini menguraikan mengenai: Latar belakang, Identifikasi masalah, Maksud dan tujuan penelitian, Manfaat penelitian, Kerangka Berpikir, Hipotesa penelitian dan Waktu dan tempat penelitian.

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. 2012). Sapi berasal dari famili Bovida, seperti halnya bison, banteng, kerbau

BAB I PENDAHULUAN. 2012). Sapi berasal dari famili Bovida, seperti halnya bison, banteng, kerbau BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Sapi merupakan hewan ternak yang menghasilkan daging, susu, tenaga kerja dan kebutuhan lainnya. Sapi menghasilkan sekitar 50% kebutuhan daging di dunia, 95% kebutuhan

Lebih terperinci

PENGERINGAN PENDAHULUAN PRINSIP DAN TUJUAN PENGOLAHAN SECARA PENGERINGAN FAKTOR-FAKTOR PENGERINGAN PERLAKUAN SEBELUM DAN SETELAH PENGERINGAN

PENGERINGAN PENDAHULUAN PRINSIP DAN TUJUAN PENGOLAHAN SECARA PENGERINGAN FAKTOR-FAKTOR PENGERINGAN PERLAKUAN SEBELUM DAN SETELAH PENGERINGAN PENGERINGAN PENDAHULUAN PRINSIP DAN TUJUAN PENGOLAHAN SECARA PENGERINGAN FAKTOR-FAKTOR PENGERINGAN PERLAKUAN SEBELUM DAN SETELAH PENGERINGAN EFEK PENGERINGAN TERHADAP PANGAN HASIL TERNAK PERLAKUAN SEBELUM

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Daging sapi didefinisikan sebagai semua jaringan hewan dan semua produk

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Daging sapi didefinisikan sebagai semua jaringan hewan dan semua produk 4 BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Daging Sapi Daging sapi didefinisikan sebagai semua jaringan hewan dan semua produk hasil pengolahan jaringan-jaringan tersebut yang sesuai untuk dimakan serta tidak menimbulkan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Nilai konsumsi tahu tersebut lebih besar bila dibandingkan dengan konsumsi

BAB I PENDAHULUAN. Nilai konsumsi tahu tersebut lebih besar bila dibandingkan dengan konsumsi BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar belakang Tahu merupakan makanan yang biasa dikonsumsi bukan hanya oleh masyarakat Indonesia tetapi juga masyarakat Asia lainnya. Masyarakat Indonesia sudah sangat lama mengkonsumsi

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Menurut SNI 01-3719-1995, minuman sari buah ( fruit juice) adalah minuman ringan yang dibuat dari sari buah dan air minum dengan atau tanpa penambahan gula dan

Lebih terperinci

EVALUASI IMPLEMENTASI PROGRAM PRASYARAT DAN PERANCANGAN HACCP PLAN UNTUK PROSES PRODUKSI TENGKLENG DI SALAH SATU PERUSAHAAN KATERING DI SEMARANG

EVALUASI IMPLEMENTASI PROGRAM PRASYARAT DAN PERANCANGAN HACCP PLAN UNTUK PROSES PRODUKSI TENGKLENG DI SALAH SATU PERUSAHAAN KATERING DI SEMARANG i EVALUASI IMPLEMENTASI PROGRAM PRASYARAT DAN PERANCANGAN HACCP PLAN UNTUK PROSES PRODUKSI TENGKLENG DI SALAH SATU PERUSAHAAN KATERING DI SEMARANG EVALUATE OF IMPLEMENTATION PREREQUISITES PROGRAM AND HACCP

Lebih terperinci

LAMPIRAN 1 KUESIONER PENJAMAH MAKANAN DI RUMAH MAKAN

LAMPIRAN 1 KUESIONER PENJAMAH MAKANAN DI RUMAH MAKAN LAMPIRAN 58 LAMPIRAN 1 KUESIONER PENJAMAH MAKANAN DI RUMAH MAKAN KARAKTERISTIK SAMPEL Responden adalah penjamah makanan di rumah makan Jumlah responden adalah seluruh penjamah makanan di rumah makan Lembar

Lebih terperinci

GMP (Good Manufacturing Practices) Cara Pengolahan Pangan Yang Baik

GMP (Good Manufacturing Practices) Cara Pengolahan Pangan Yang Baik GMP (Good Manufacturing Practices) Cara Pengolahan Pangan Yang Baik HANDOUT MATA KULIAH : REGULASI PANGAN (KI 531) OLEH : SUSIWI S JURUSAN PENDIDIKAN KIMIA F P M I P A UNIVERSITAS PENDIDIKAN INDONESIA

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Ikan merupakan sumber protein hewani dan juga memiliki kandungan gizi yang tinggi diantaranya mengandung mineral, vitamin dan lemak tak jenuh. Protein dibutuhkan tubuh

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. dengan harga yang murah, menarik dan bervariasi. Menurut FAO (Food

BAB I PENDAHULUAN. dengan harga yang murah, menarik dan bervariasi. Menurut FAO (Food BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Makanan dan minuman merupakan salah satu kebutuhan pokok manusia yang harus dipenuhi dan diupayakan agar lebih tersedia dalam kualitas dan kuantitas secara memadai

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. manusia untuk mencapai kesehatan dan kesejahteraan sepanjang siklus kehidupan,

BAB I PENDAHULUAN. manusia untuk mencapai kesehatan dan kesejahteraan sepanjang siklus kehidupan, BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Makanan merupakan kebutuhan dasar yang paling esensial bagi manusia untuk mempertahankan hidup dan kehidupan. Makanan sebagai sumber zat gizi yaitu karbohidrat, lemak,

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. berupa pengawet yang berbahaya (Ismail & Harahap, 2014). Melihat dari

BAB I PENDAHULUAN. berupa pengawet yang berbahaya (Ismail & Harahap, 2014). Melihat dari BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar belakang Makanan merupakan salah satu kebutuhan primer bagi manusia, di Indonesia banyak sekali makanan siap saji yang dijual di pasaran utamanya adalah makanan olahan daging.

Lebih terperinci

ANALISIS HACCP DAN UJI BAKTERI PRODUKSI BAKSO DAGING SAPI DI SLEMAN, YOGYAKARTA SKRIPSI

ANALISIS HACCP DAN UJI BAKTERI PRODUKSI BAKSO DAGING SAPI DI SLEMAN, YOGYAKARTA SKRIPSI ANALISIS HACCP DAN UJI BAKTERI PRODUKSI BAKSO DAGING SAPI DI SLEMAN, YOGYAKARTA SKRIPSI Diajukan kepada Fakultas Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam Universitas Negeri Yogyakarta Untuk Memenuhi Sebagian

Lebih terperinci

KADAR PROTEIN DAN BETAKAROTEN BAKSO IKAN TUNA YANG DIPERKAYA JAMUR MERANG (Volvariella volvaceae) DAN UMBI WORTEL NASKAH PUBLIKASI

KADAR PROTEIN DAN BETAKAROTEN BAKSO IKAN TUNA YANG DIPERKAYA JAMUR MERANG (Volvariella volvaceae) DAN UMBI WORTEL NASKAH PUBLIKASI KADAR PROTEIN DAN BETAKAROTEN BAKSO IKAN TUNA YANG DIPERKAYA JAMUR MERANG (Volvariella volvaceae) DAN UMBI WORTEL NASKAH PUBLIKASI Disusun oleh : DESTI TRISNANINGSIH A 420 100 128 FAKULTAS KEGURUAN DAN

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN. kelebihan berat badan, anemia, dan sebagainya (Rahal et al., 2014). Sayuran

BAB 1 PENDAHULUAN. kelebihan berat badan, anemia, dan sebagainya (Rahal et al., 2014). Sayuran BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Sayuran merupakan sumber vitamin, mineral, air, protein, lemak, serat, dan asam amino yang paling mudah didapatkan dengan harga terjangkau. Mengkonsumsi sayuran hijau

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN. Es batu merupakan air yang dibekukan dan biasanya dijadikan komponen

BAB 1 PENDAHULUAN. Es batu merupakan air yang dibekukan dan biasanya dijadikan komponen BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Es batu merupakan air yang dibekukan dan biasanya dijadikan komponen pelengkap minuman (Hadi, 2014). Es batu termasuk produk yang penting dalam berbagai bidang usaha

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. kegiatan, salah satunya adalah pengamanan makanan dan minuman. Upaya

BAB I PENDAHULUAN. kegiatan, salah satunya adalah pengamanan makanan dan minuman. Upaya BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Undang-Undang No. 23 Tahun 1992 Tentang Kesehatan menyebutkan bahwa peningkatan dan pemantapan upaya kesehatan diselenggarakan melalui 15 macam kegiatan, salah satunya

Lebih terperinci

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN. batok sabut kelapa (lunggabongo). Sebelum dilakukan pengasapan terlebih dahulu

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN. batok sabut kelapa (lunggabongo). Sebelum dilakukan pengasapan terlebih dahulu BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN Ikan tongkol (Euthynnus affinis) segar diperoleh dari TPI (Tempat Pelelangan Ikan) kota Gorontalo. Bahan bakar yang digunakan dalam pengasapan ikan adalah batok sabut kelapa

Lebih terperinci

ASPEK MIKROBIOLOGIS PENGEMASAN MAKANAN

ASPEK MIKROBIOLOGIS PENGEMASAN MAKANAN ASPEK MIKROBIOLOGIS PENGEMASAN MAKANAN Anna Rakhmawati,M.Si Jurusan Pendidikan Biologi FMIPA UNY Email:anna_rakhmawati@uny.ac.id Bahan makanan merupakan salah satu kebutuhan primer manusia yang penting

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. diolah maupun yang tidak diolah, yang diperuntukkan sebagai makanan atau

I. PENDAHULUAN. diolah maupun yang tidak diolah, yang diperuntukkan sebagai makanan atau I. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Pangan adalah segala sesuatu yang berasal dari hayati dan air, baik yang diolah maupun yang tidak diolah, yang diperuntukkan sebagai makanan atau minuman bagi konsumsi

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. dan cepat mengalami penurunan mutu (perishable food). Ikan termasuk komoditi

I. PENDAHULUAN. dan cepat mengalami penurunan mutu (perishable food). Ikan termasuk komoditi I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Bahan pangan mentah merupakan komoditas yang mudah rusak sejak dipanen. Bahan pangan mentah, baik tanaman maupun hewan akan mengalami kerusakan melalui serangkaian reaksi

Lebih terperinci

MIKROORGANISME DALAM PENGEMAS ASEPTIK PENGENDALIAN MUTU MIKROORGANISME PANGAN KULIAH MIKROBIOLOGI PANGAN PERTEMUAN KE-12

MIKROORGANISME DALAM PENGEMAS ASEPTIK PENGENDALIAN MUTU MIKROORGANISME PANGAN KULIAH MIKROBIOLOGI PANGAN PERTEMUAN KE-12 MIKROORGANISME DALAM PENGEMAS ASEPTIK PENGENDALIAN MUTU MIKROORGANISME PANGAN KULIAH MIKROBIOLOGI PANGAN PERTEMUAN KE-12 MIKROORGANISME MAKANAN DAN KEMASAN Bahan pangan mempunyai mikroflora spesifik yang

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. jumlah dan kualitas yang baik. Kehidupan tidak akan berlangsung tanpa air.

BAB I PENDAHULUAN. jumlah dan kualitas yang baik. Kehidupan tidak akan berlangsung tanpa air. BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Salah satu sumber kehidupan mutlak adalah ketersediaan air dengan jumlah dan kualitas yang baik. Kehidupan tidak akan berlangsung tanpa air. Manusia hidup diatas kebutuhan

Lebih terperinci

BABI PENDAHULUAN. Rawon merupakan salah satu makanan khas Jawa Timur yang mudah

BABI PENDAHULUAN. Rawon merupakan salah satu makanan khas Jawa Timur yang mudah BABI PENDAHULUAN BABI PENDAHULUAN 1.1 Latar Be1akang Rawon merupakan salah satu makanan khas Jawa Timur yang mudah didapatkan di mana saja, mulai dari warung-warung kecil hingga restoran-restoran besar.

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang. Ancaman penyakit yang berkaitan dengan higiene dan sanitasi khususnya

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang. Ancaman penyakit yang berkaitan dengan higiene dan sanitasi khususnya BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Ancaman penyakit yang berkaitan dengan higiene dan sanitasi khususnya yang berkaitan dengan makanan dan minuman masih menjadi masalah yang paling sering ditemukan di

Lebih terperinci

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN Pada waktu dimekarkan Kabupaten Bone Bolango hanya terdiri atas empat

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN Pada waktu dimekarkan Kabupaten Bone Bolango hanya terdiri atas empat BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1 Gambaran Umum 4.1.1 Gambaran Lokasi Penelitian Kabupaten Bone Bolango adalah sebuah kabupaten di Provinsi Gorontalo Indonesia, Kabupaten ini merupakan hasil pemekaran Kabupaten

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. dari protein, karbohidrat, lemak, dan mineral sehingga merupakan salah satu

BAB I PENDAHULUAN. dari protein, karbohidrat, lemak, dan mineral sehingga merupakan salah satu BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Susu adalah bahan pangan dengan kandungan gizi lengkap yaitu terdiri dari protein, karbohidrat, lemak, dan mineral sehingga merupakan salah satu bahan pangan yang penting

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. kesehatannya sendiri, tapi harus dilihat dari segi-segi yang ada pengaruhnya

BAB I PENDAHULUAN. kesehatannya sendiri, tapi harus dilihat dari segi-segi yang ada pengaruhnya BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah kesehatan adalah suatu masalah yang sangat kompleks, yang saling berkaitan dengan masalah-masalah lain di luar kesehatan sendiri. Demikian pula pemecahan masalah

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. komposisi senyawanya terdiri dari 40% protein, 18% lemak, dan 17%

BAB I PENDAHULUAN. komposisi senyawanya terdiri dari 40% protein, 18% lemak, dan 17% BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Indonesia merupakan negara produsen tempe terbesar di dunia dan menjadi pasar kedelai terbesar di Asia. Sebanyak 50% dari konsumsi kedelai di Indonesia dilakukan dalam

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Kelapa merupakan komoditas penting bagi rakyat Indonesia dan

BAB I PENDAHULUAN. Kelapa merupakan komoditas penting bagi rakyat Indonesia dan BAB I PENDAHULUAN A. LATAR BELAKANG Kelapa merupakan komoditas penting bagi rakyat Indonesia dan merupakan salah satu sumber devisa negara. Daerah penghasil kelapa di Indonesia antara lain Sulawesi Utara,

Lebih terperinci