UNIVERSITAS INDONESIA

Ukuran: px
Mulai penontonan dengan halaman:

Download "UNIVERSITAS INDONESIA"

Transkripsi

1 UNIVERSITAS INDONESIA LAPORAN PRAKTEK KERJA PROFESI APOTEKER DI DIREKTORAT BINA OBAT PUBLIK DAN PERBEKALAN KESEHATAN DIREKTORAT JENDERAL BINA KEFARMASIAN DAN ALAT KESEHATAN KEMENTERIAN KESEHATAN REPUBLIK INDONESIA PERIODE JANUARI 2013 LAPORAN PRAKTEK KERJA PROFESI APOTEKER DIAN RAHMA BAKTI, S.Farm ANGKATAN LXXVI FAKULTAS FARMASI PROGRAM PROFESI APOTEKER DEPOK JUNI 2013

2 UNIVERSITAS INDONESIA LAPORAN PRAKTEK KERJA PROFESI APOTEKER DI DIREKTORAT BINA OBAT PUBLIK DAN PERBEKALAN KESEHATAN DIREKTORAT JENDERAL BINA KEFARMASIAN DAN ALAT KESEHATAN KEMENTERIAN KESEHATAN REPUBLIK INDONESIA PERIODE JANUARI 2013 TUGAS UMUM PRAKTEK KERJA PROFESI APOTEKER Diajukan sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar Apoteker DIAN RAHMA BAKTI, S.Farm ANGKATAN LXXVI FAKULTAS FARMASI PROGRAM PROFESI APOTEKER DEPOK JUNI 2013 i

3

4 HALAMAN PERNYATAAN PERSETUJUAN PUBLIKASI TUGAS AKHIR UNTUK KEPENTINGAN AKADEMIS Sebagai sivitas akademik, saya yang bertanda tangan di bawah ini: Nama : Dian Rahma Bakti, S.Farm NPM : Program Studi : Apoteker Fakultas : Farmasi Jenis karya : Karya Akhir demi pengembangan ilmu pengetahuan, menyetujui untuk memberikan kepada Hak Bebas Royalti Noneksklusif (Non-exclusive Royalty- Free Right) atas karya ilmiah saya yang berjudul : Laporan Praktek Kerja Profesi Apoteker di Direktorat Obat Publik dan Perbekalan Kesehatan Direktorat Jenderal Bina Kefarmasian dan Alat Kesehatan Kementerian Kesehatan Republik Indonesia Periode 7 18 Januari beserta perangkat yang ada (jika diperlukan). Dengan Hak Bebas Royalti Noneksklusif ini berhak menyimpan, mengalihmedia / memformatkan, mengelola dalam bentuk pangkalan data (database), merawat, dan memublikasikan tugas akhir saya selama tetap mencantumkan nama saya sebagai penulis / pencipta dan sebagai pemilik Hak Cipta. Demikian pernyataan ini saya buat dengan sebenarnya. Dibuat di : Depok Pada tanggal: 2 Juli 2013 Yang menyatakan (Dian Rahma Bakti, S.Farm.) iii

5 KATA PENGANTAR Puji syukur penulis panjatkan kepada Allah SWT karena atas berkah rahmat- Nya penulis dapat menyelesaikan Praktek Kerja Profesi Apoteker (PKPA) Angkatan LXXVI, yang diselenggarakan pada tanggal Januari 2013 di Direktorat Obat Publik dan Perbekalan Kesehatan Direktorat Jenderal Bina Kefarmasian dan Alat Kesehatan Kementerian Kesehatan Republik Indonesia. Kegiatan PKPA dan penyusunan laporan PKPA merupakan bagian dari kegiatan perkuliahan program pendidikan profesi apoteker dengan tujuan untuk meningkatkan pemahaman, pengetahuan dan keterampilan mahasiswa. Setelah mengikuti kegiatan PKPA, diharapkan apoteker yang lulus nantinya dapat mengaplikasikan pengetahuan dan keterampilan yang dimiliki kepada masyarakat pada saat memasuki dunia kerja. Penulis menyadari bahwa tanpa bantuan, bimbingan, dan dukungan dari berbagai pihak sejak masa kegiatan PKPA hingga masa penyusunan laporan PKPA, sulit untuk menyelesaikan laporan ini. Oleh karena itu dengan segala kerendahan hati, penulis ingin menyampaikan terima kasih dan rasa hormat kepada: 1. Dra. Maura Linda Sitanggang, PhD selaku Direktur Jenderal Bina kefarmasian dan Alat Kesehatan. 2. Drs. Bayu Teja M., Apt., M.Pharm. selaku Direktur Direktorat Bina Obat Publik dan Perbekalan Kesehatan di Direktorat Bina Obat Publik dan Perbekalan Kesehatan, atas pengarahannya selama pelaksanaan Praktek Kerja Profesi Apoteker. 3. Drs. Syafrizal, Apt. selaku Kepala Subdirektorat Pemantauan dan Evaluasi Program Obat Publik dan Perbekalan Kesehatan atas bimbingan dan arahan yang diberikan selama pelaksanaan Praktek Kerja Porfesi Apoteker. 4. Ibu Prof. Dr. Yahdiana Harahap, M.S, Apt. selaku Dekan Fakultas Farmasi. 5. Bapak Dr. Harmita, Apt. selaku Ketua Program Profesi Apoteker Fakultas Farmasi dan juga sebagai pembimbing dalam atas iv

6 pengarahan dan bimbingan yang diberikan selama pelaksanaan Praktek Kerja Profesi Apoteker. 6. Seluruh staf Fakultas Farmasi dan Seluruh staf Direktorat Bina Obat Publik dan Perbekalan Kesehatan. 7. Serta pihak-pihak lain yang tidak dapat disebutkan satu per satu, yang telah memberikan dukungan dalam penyusunan laporan ini. Akhir kata, penulis menyadari bahwa penyusunan laporan ini masih jauh dari kesempurnaan. Oleh karena itu, penulis dengan senang hati menerima segala kritik dan saran yang membangun demi perbaikan di masa yang akan datang. Penulis berharap Allah SWT berkenan membalas segala kebaikan semua pihak yang telah membantu. Semoga laporan ini membawa manfaat bagi pengembangan ilmu rekanrekan sejawat dan semua pihak yang membutuhkan. Depok, Januari 2013 Penulis v

7 DAFTAR ISI HALAMAN JUDUL... i HALAMAN PENGESEHAN... ii HALAMAN PERSETUJUAN PUBLIKASI... iii KATA PENGANTAR... iv DAFTAR ISI... vi DAFTAR LAMPIRAN... viii 1. PENDAHULUAN Latar Belakang Tujuan TINJAUAN UMUM Tinjauan Umum Kementerian Keseharan Visi Misi Kedudukan, Tugas, dan Fungsi Nilai-Nilai Rencana Strategis Struktur Organisasi Tinjauan Tentang Direktorat Jenderal Bina Kefarmasian dan Alat Kesehatan Tugas dan Fungsi Tujuan Sasaran dan Indikator Kegiatan Struktur Organisasi TINJAUAN KHUSUS DIREKTORAT BINA OBAT PUBLIK DAN PERBEKALAN KESEHATAN Tugas Pokok dan Fungsi Tujuan Sasaran Strategi Intervensi Struktur Organisasi Sumber Daya Manusia PEMBAHASAN Subdirektorat Analisis dan Standardisasi Harga Obat Subdirektorat Penyediaan Obat Publik dan Perbekalan Kesehatan Subdirektorat Pengelolaan Obat Publik dan Perbekalan Kesehatan Subdirektorat Pemantauan dan Evaluasi Program Obat Publik dan Perbekalan Kesehatan vi

8 5. KESIMPULAN DAN SARAN Kesimpulan Saran DAFTAR ACUAN vii

9 DAFTAR LAMPIRAN Lampiran 2.1 Struktur Organisasi Kementerian Kesehatan...47 Lampiran 2.2 Struktur Organisasi Direktorat Jenderal Bina Kefarmasian dan Alat Kesehatan...48 Lampiran 2.3 Struktur Organisasi Sekretariat Direktorat Jenderal Bina Kefarmasian dan Alat Kesehatan...48 Lampiran 2.4 Struktur Organisasi Direktorat Bina Obat Publik dan Perbekalan Kesehatan...49 Lampiran 2.5 Struktur Organisasi Direktorat Bina Pelayanan Kefarmasian...49 Lampiran 2.6 Struktur Organisasi Direktorat Bina Produksi dan Distribusi Alat Kesehatan...50 Lampiran 2.7 Struktur Organisasi Direktorat Bina Produksi dan Distribusi Kefarmasian...50 Lampiran 4.1 Alur Penyediaan Obat Nasional...51 Lampiran 4.2 Protap Perencanaan Kebutuhan Obat...52 Lampiran 4.3 Formulir IFK Lampiran 4.4 Formulir IFK viii

10 BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Hak untuk hidup sehat adalah hak setiap rakyat, baik secara fisik, mental, spritual maupun sosial yang memungkinkan setiap orang untuk hidup produktif secara sosial dan ekonomis. Setiap orang mempunyai hak yang sama dalam memperoleh akses atas sumber daya di bidang kesehatan termasuk pelayanan kesehatan yang aman, bermutu, dan terjangkau. Hal ini diatur dalam Undang-Undang Negara Republik Indonesia tahun 1945 dalam pasal 34 ayat (3) yang menyatakan bahwa Negara bertanggung jawab atas penyediaan fasilitas pelayanan kesehatan dan fasilitas pelayanan umum yang layak. Oleh karena kesehatan adalah salah satu unsur penting bahkan sangat strategis dalam upaya pembangunan manusia, maka harus dibarengi dengan pelaksanaan dari Pemerintah agar hak tersebut dapat diperoleh oleh setiap orang. Kementerian Kesehatan sebagai institusi pemerintah yang mempunyai tugas dan wewenang menyelenggarakan urusan di bidang kesehatan berupaya agar kualitas pelayanan kesehatan semakin baik, termasuk peningkatan kualitas di bidang pelayanan kefarmasian (Departemen Kesehatan RI, 2009). Dalam dunia kefarmasian, kegiatan pelayanan kefarmasian yang semula berorientasi pada pengelolaan obat sebagai komoditas (drug oriented) telah berubah orientasi menjadi pelayanan komprehensif yang bertujuan untuk meningkatkan kualitas hidup pasien (patient oriented). Untuk menunjang hal tersebut, maka pemerintah melalui Keputusan Menteri Kesehatan No. 1277/MENKES/SK/2001 membentuk Direktorat Jenderal Pelayanan Kefarmasian dan Alat Kesehatan (Ditjen Yanfar dan Alkes) yang selanjutnya berganti nama menjadi Direktorat Jenderal Bina Kefarmasian dan Alat Kesehatan (Ditjen Binfar Alkes) berdasarkan Peraturan Menteri Kesehatan RI No. 1575/MENKES/PER/XI/2005. Dengan demikian apoteker selaku tenaga kesehatan yang bertanggung jawab atas pelayanan kefarmasian dituntut 1

11 2 untuk dapat meningkatkan pengetahuan dan keterampilan melalui pembinaan pelayanan kefarmasian. Berdasarkan Peraturan Menteri Kesehatan Republik Indonesia No. 1144/MENKES/PER/VIII/2010 tentang Organisasi dan Tata Kerja Kementerian Kesehatan, Direktorat Jenderal Bina Kefarmasian dan Alat Kesehatan dibagi menjadi empat direktorat, salah satunya adalah Direktorat Bina Obat Publik dan Perbekalan Kesehatan. Direktorat ini bertugas menjamin ketersediaan, pemerataan, dan keterjangkauan obat dan alat kesehatan sebagai upaya menjalankan strategi pembangunan kesehatan dalam rangka mewujudkan visi dan misi Kementerian kesehatan periode tahun (Departemen Kesehatan RI, 2010). Kementerian Kesehatan melalui Direktorat Jenderal Bina Kefarmasian dan Alat Kesehatan (Ditjen Binfar dan Alkes) mempunyai tanggung jawab mensinergiskan pelayanan kefarmasian (pharmaceutical care) dengan pelayanan medik dan pelayanan keperawatan melalui penyusunan kebijakan, pedoman dan standar teknis pelaksanaam yang dapat dipergunakan di seluruh sarana pelayanan kesehatan di Indonesia agar terwujud visi Kementerian Kesehatan Masyarakat Sehat yang Mandiri dan Berkeadilan. Apoteker merupakan profesi yang diperkenankan dalam penyediaan obat karena apoteker mempunyai kompetensi dan pengetahuan di bidang obat dan perbekalan kesehatan (Direktorat Bina Obat Publik dan Perbekalan Kesehatan, 2007). Untuk menjamin ketersediaan dan terjangkaunya obat dan perbekalan kesehatan maka diperlukan sarana dan prasarana serta sumber daya manusia yang profesional salah satunya adalah apoteker tersebut. Mengingat pentingnya hal-hal tersebut, maka diperlukan adanya pembekalan bagi para calon apoteker mengenai tugas dan fungsi apoteker dalam regulasi terkait bidang kefarmasian yang bertujuan memperkenalkan program pemerintah dalam meningkatkan peran apoteker di masyarakat. Oleh karena itu, diselenggarakan Praktek Kerja Profesi Apoteker (PKPA) di Kementerian Kesehatan. Dengan demikian, diharapkan calon apoteker dapat memperoleh gambaran nyata tentang peran apoteker di masyarakat secara umum dan di Direktorat

12 3 Jenderal Bina Kefarmasian dan Alat Kesehatan secara khusus, terutama di Direktorat Bina Obat Publik dan Perbekalan Kesehatan. 1.2 Tujuan Praktek Kerja Profesi Apoteker (PKPA) di Direktorat Jenderal Bina Kefarmasian dan Alat Kesehatan bertujuan agar calon apoteker : a. Memahami tugas pokok dan fungsi dari Direktorat Jenderal Bina Kefarmasian dan Alat Kesehatan. b. Memahami tugas pokok dan fungsi Direktorat Bina Obat Publik dan Perbekalan Kesehatan.

13 BAB 2 TINJAUAN UMUM 2.1 Tinjauan Umum Kementerian Kesehatan Kementerian Kesehatan Republik Indonesia mempunyai visi dan misi (Kementerian Kesehatan Republik Indonesia, 2010b) Visi Kementerian Kesehatan mempunyai visi yaitu masyarakat sehat yang mandiri dan berkeadilan Misi Misi Kementerian Kesehatan adalah sebagai berikut: a. Meningkatkan derajat kesehatan masyarakat melalui pemberdayaanmasyarakat, termasuk swasta dan masyarakat madani. b. Melindungi kesehatan masyarakat dengan menjamin tersedianya upaya kesehatan yang paripurna, merata, bermutu, dan berkeadilan. c. Menjamin ketersediaan dan pemerataan sumber daya kesehatan. d. Menciptakan tata kelola kepemerintahan yang baik Kedudukan, Tugas, dan Fungsi (Kementerian Kesehatan Republik Indonesia, 2010a) Kementerian Kesehatan berada di bawah dan bertanggung jawab kepadapresiden. Kementerian Kesehatan dipimpin oleh Menteri Kesehatan. KementerianKesehatan mempunyai tugas membantu menyelenggarakan urusan di bidangkesehatan dalam pemerintahan untuk membantu Presiden dalammenyelenggarakan pemerintahan negara. Dalam melaksanakan tugas tersebut,kementerian Kesehatan menyelenggarakan fungsi: a. Perumusan, penetapan, dan pelaksanaan kebijakan di bidang kesehatan. b. Pengelolaan barang milik/kekayaan negara yang menjadi tanggung jawab Kementerian Kesehatan. c. Pengawasan atas pelaksanaan tugas di lingkungan Kementerian Kesehatan. 4

14 5 d. Pelaksanaan bimbingan teknis dan supervisi atas pelaksanaan urusan Kementerian Kesehatan di daerah. e. Pelaksanaan kegiatan teknis yang berskala nasional Nilai-Nilai (Kementerian Kesehatan Republik Indonesia, 2010b) Kementerian kesehatan memiliki nilai-nilai yang merupakan satukeseluruhan dalam melaksanakan program-program yang dimiliki oleh Kementerian Kesehatan. Nilainilai tersebut yaitu pro rakyat, inklusif, responsif, efektif, dan bersih Rencana Strategis (Kementerian Kesehatan Republik Indonesia, 2010b) Kementerian Kesehatan mempunyai Rencana Strategis sebagai berikut: a. Meningkatkan pemberdayaan masyarakat swasta dan masyarakat madanidalam pembangunan kesehatan melalui kerjasama nasional dan global. b. Meningkatkan kesehatan yang merata, terjangkau, bermutu, pelayanan, dan berkeadilan, serta berbasis bukti, dengan pengutamaan pada upaya promotifdan preventif. c. Meningkatkan pembiayaan pembangunan kesehatan, terutama untuk mewujudkan jaminan sosial kesehatan nasional. d. Meningkatkan pengembangan dan pendayagunaan sumber daya manusia kesehatan yang merata dan bermutu. e. Meningkatkan ketersediaan, pemerataan, dan keterjangkauan obat dan alat kesehatan serta menjamin keamanan, khasiat, kemanfaatan, dan mutu sediaan farmasi, alat kesehatan, dan makanan. f. Meningkatkan manajemen kesehatan yang akuntabel, transparan, berdaya guna, dan berhasil guna untuk memantapkan desentralisasi kesehatan yangbertanggung jawab Struktur Organisasi (Kementerian Kesehatan Republik Indonesia, 2010a) Kementerian Kesehatan yang dipimpin oleh Menteri Kesehatan terdiri atas: a. Sekretariat Jenderal. b. Direktorat Jenderal Bina Upaya Kesehatan. c. Direktorat Jenderal Pengendalian Penyakit dan Penyehatan Lingkungan. d. Direktorat Jenderal Bina Gizi dan Kesehatan Ibu dan Anak.

15 6 e. Direktorat Jenderal Bina Kefarmasian dan Alat Kesehatan. f. Inspektorat Jenderal. g. Badan Penelitian dan Pengembangan Kesehatan. h. Badan Pengembangan dan Pemberdayaan Sumber Daya Manusia Kesehatan. i. Staf Ahli Bidang Teknologi Kesehatan dan Globalisasi. j. Staf Ahli Bidang Pembiayaan dan Pemberdayaan Masyarakat. k. Staf Ahli Bidang Perlindungan Faktor Risiko Kesehatan. l. Staf Ahli Bidang Peningkatan Kapasitas Kelembagaan dan Desentralisasi. m. Staf Ahli Bidang Mediko Legal. n. Pusat Data dan Informasi. o. Pusat Kerja Sama Luar Negeri. p. Pusat Penanggulangan Krisis Kesehatan. q. Pusat Pembiayaan dan Jaminan Kesehatan. r. Pusat Komunikasi Publik. s. Pusat Promosi Kesehatan. t. Pusat Inteligensia Kesehatan. u. Pusat Kesehatan Haji. Struktur organisasi dari Kementerian Kesehatan Republik Indonesia dapat dilihat pada Lampiran Tinjauan Tentang Direktorat Jenderal Bina Kefarmasian dan Alat Kesehatan Tugas dan Fungsi (Departemen Kesehatan Republik Indonesia, 2010) Tugas Direktorat Jenderal Bina Kefarmasian dan Alat Kesehatan mempunyai tugas merumuskan serta melaksanakan kebijakan dan standardisasi teknis di bidang pembinaan kefarmasiaan dan alat kesehatan Fungsi Direktorat Jenderal Bina Kefarmasian dan Alat Kesehatan menyelenggarakan fungsi: 1. Perumusan kebijakan di bidang pembinaan kefarmasian dan alat kesehatan;

16 7 2. Pelaksanaan kebijakan di bidang pembinaan kefarmasian dan alat kesehatan; 3. Penyusunan norma, standar, prosedur, dan criteria di bidang pembinaan kefarmasian dan alat kesehatan; 4. Pemberian bimbingan teknis dan evaluasi di bidang pembinaan kefarmasian dan alat kesehatan; dan 5. Pelaksanaan administrasi Direktorat Jenderal Bina Kefarmasian dan Alat Kesehatan Tujuan (Kementerian Kesehatan Republik Indonesia, 2011) 1. Terjaminnya ketersediaan, pemerataan dan keterjangkauan obat dan perbekalan kesehatan bagi pelayanan kesehatan; 2. Terlindunginya masyarakat dari penggunaan obat dan perbekalan kesehatan yang tidak memenuhi standar mutu, keamanan, dan kerasionalan; dan 3. Meningkatnya mutu pelayanan farmasi komunitas dan farmasi rumah sakit dalam kerangka pelayanan kesehatan komprehensif yang didukung oleh tenaga farmasi yang profesional Sasaran dan Indikator (Kementerian Kesehatan Republik Indonesia, 2011) Sasaran hasil program kefarmasian dan alat kesehatan adalah meningkatnya sediaan farmasi dan alat kesehatan yang memenuhi standar dan terjangkau oleh masyarakat. Indikator tercapainya sasaran hasil pada tahun 2014 adalah persentase ketersediaan obat dan vaksin sebesar 100% Kegiatan (Kementerian Kesehatan Republik Indonesia, 2011) Untuk mencapai sasaran tersebut, maka kegiatan yang akan dilakukan meliputi: 1. Peningkatan ketersediaan obat publik dan perbekalan kesehatan; 2. Peningkatan produksi dan distribusi alat kesehatan dan perbekalan kesehatan rumah tangga; 3. Peningkatan pelayanan kefarmasian; dan 4. Peningkatan produksi dan distribusi kefarmasian.

17 Struktur Organisasi (Departemen Kesehatan Republik Indonesia, 2010) Direktorat Jenderal Bina Kefarmasian dan Alat Kesehatan dipimpin oleh Direktur Jenderal yang bertanggung jawab langsung kepada Menteri Kesehatan. Direktorat Jenderal Bina Kefarmasian dan Alat Kesehatan terdiri (Lampiran 2.2 ) : Sekretariat Direktorat Jenderal 1. Tugas dan Fungsi Sekretariat Direktorat Jenderal mempunyai tugas melaksanakan pelayanan teknis administrasi kepada semua unsur di lingkungan Direktorat Jenderal. Dalam melaksanakan tugas, Sekretariat Direktorat Jenderal menyelenggarakan fungsi : a. Koordinasi dan penyusunan rencana, program, anggaran; b. Pengelolaan data dan informasi; c. Penyiapan urusan hukum, penataan organisasi, jabatan fungsional dan hubungan masyarakat; d. Pengelolaan urusan keuangan; e. Pelaksanaan urusan kepegawaian, tata persuratan, kearsipan, gaji, rumah tangga, dan perlengkapan; dan f. Evaluasi dan penyusunan laporan 2. Struktur Organisasi Sekretariat Direktorat Jenderal terdiri dari (Lampiran 2.3) : a. Bagian Program dan Informasi; b. Bagian Hukum, Organisasi, dan Hubungan Masyarakat; c. Bagian Keuangan; d. Bagian Kepegawaian dan Umum; dan e. Kelompok Jabatan Fungsional Direktorat Bina Obat Publik dan Perbekalan Kesehatan 1. Tugas dan Fungsi Direktorat Bina Obat Publik dan Perbekalan Kesehatan mempunyai tugas melaksanakan penyiapan perumusan dan pelaksanaan kebijakan, dan penyusunan norma, standar, prosedur, dan kriteria, serta pemberian bimbingan teknis dan evaluasi

18 9 di bidang obat publik dan perbekalan kesehatan. Dalam melaksanakan tugas tersebut, Direktorat Bina Obat Publik dan Perbekalan Kesehatan menyelenggarakan fungsi : a. Penyiapan perumusan kebijakan di bidang analisis dan standardisasi harga obat, penyediaan dan pengelolaan obat publik dan perbekalan kesehatan, serta pemantauan dan evaluasi program obat publik dan perbekalan kesehatan. b. Pelaksanaan kegiatan di bidang analisis dan standardisasi harga obat, penyediaan dan pengelolaan obat publik dan perbekalan kesehatan, serta pemantauan dan evaluasi program obat publik dan perbekalan kesehatan; c. Penyiapan penyusunan norma, standar, prosedur, dan kriteria di bidang analisis dan standardisasi harga obat, penyediaan dan pengelolaan obat publik dan perbekalan kesehatan, serta pemantauan dan evaluasi program obat publik dan perbekalan kesehatan; d. Pemberian bimbingan teknis di bidang analisis dan standardisasi harga obat, penyediaan dan pengelolaan obat publik dan perbekalan kesehatan, serta pemantauan dan evaluasi program obat publik dan perbekalan kesehatan; e. Penyiapan pemantauan, evaluasi dan penyusunan laporan pelaksanaan kebijakan di bidang analisis dan standardisasi harga obat, penyediaan dan pengelolaan obat publik dan perbekalan kesehatan, serta pemantauan dan evaluasi program obat publik dan perbekalan kesehatan; dan f. Pelaksanaan urusan tata usaha dan rumah tangga Direktorat. 2. Struktur Organisasi Direktorat Bina Obat Publik dan Perbekalan Kesehatan terdiri dari (Lampiran 2.4) : a. Subdirektorat Analisis dan Standardisasi Harga Obat; b. Subdirektorat Penyediaan Obat Publik dan Perbekalan Kesehatan; c. Subdirektorat Pengelolaan Obat Publik dan Perbekalan Kesehatan; d. Subdirektorat Pemantauan dan Evaluasi Program Obat Publik dan Perbekalan Kesehatan; e. Subbagian Tata Usaha; dan f. Kelompok Jabatan Fungsional.

19 Direktorat Bina Pelayanan Kefarmasian 1. Tugas dan Fungsi Direktorat Bina Pelayanan Kefarmasian mempunyai tugas melaksanakan penyiapan perumusan dan pelaksanaan kebijakan, dan penyusunan norma, standar, prosedur, dan kriteria, serta pemberian bimbingan teknis dan evaluasi di bidang pelayanan kefarmasian. Dalam melaksanakan tugasnya, Direktorat Bina Pelayanan Kefarmasian menyelenggarakan fungsi : a. Penyiapan perumusan kebijakan di bidang standardisasi, farmasi komunitas, farmasi klinik dan penggunaan obat rasional; b. Pelaksanaan kegiatan di bidang standardisasi, farmasi komunitas, farmasi klinik dan penggunaan obat rasional; c. Penyiapan penyusunan norma, standar, prosedur, dan kriteria di bidang standardisasi,farmasi komunitas, farmasi klinik dan penggunaan obat rasional; d. Pemberian bimbingan teknis di bidang standardisasi, farmasi komunitas, farmasi klinik dan penggunaan obat rasional; e. Penyiapan pemantauan, evaluasi dan penyusunan laporan pelaksanaan kebijakan di bidang standardisasi, farmasi komunitas, farmasi klinik dan penggunaan obat rasional; dan f. Pelaksanaan urusan tata usaha dan rumah tangga Direktorat. 2. Struktur Organisasi Direktorat Bina Pelayanan Kefarmasian terdiri dari (Lampiran 2.5) : a. Subdirektorat Standardisasi; b. Subdirektorat Farmasi Komunitas; c. Subdirektorat Farmasi Klinik; d. Subdirektorat Penggunaan Obat Rasional; e. Subbagian Tata Usaha; dan f. Kelompok Jabatan Fungsional Direktorat Bina Produksi dan Distribusi Alat Kesehatan 1. Tugas dan Fungsi

20 11 Direktorat Bina Produksi dan Distribusi Alat Kesehatan mempunyai tugas melaksanakan penyiapan perumusan dan pelaksanaan kebijakan, penyusunan norma, standar, prosedur, dan kriteria, serta pemberian bimbingan teknis dan evaluasi di bidang produksi dan distribusi alat kesehatan dan perbekalan kesehatan rumah tangga. Dalam melaksanakan tugasnya, Direktorat Bina Produksi dan Distribusi Alat Kesehatan menyelenggarakan fungsi : a. Penyiapan perumusan kebijakan di bidang penilaian, inspeksi, standardisasi dan sertifikasi alat kesehatan dan perbekalan kesehatan rumah tangga; b. Pelaksanaan kegiatan di bidang penilaian, inspeksi, standardisasi dan sertifikasi alat kesehatan dan perbekalan kesehatan rumah tangga; c. Penyusunan norma, standar, prosedur, dan kriteria di bidang penilaian, inspeksi, standardisasi dan sertifikasi alat kesehatan dan perbekalan kesehatan rumah tangga; d. Penyiapan pemberian bimbingan teknis di bidang penilaian, inspeksi, standardisasi dan sertifikasi alat kesehatan dan perbekalan kesehatan rumah tangga; e. Evaluasi dan penyusunan laporan pelaksanaan kebijakan di bidang penilaian, inspeksi, standardisasi dan sertifikasi alat kesehatan dan perbekalan kesehatan rumah tangga; dan f. Pelaksanaan urusan tata usaha dan rumah tangga Direktorat. 2. Struktur Organisasi Direktorat Bina Produksi dan Distribusi Alat Kesehatan terdiri dari (Lampiran 2.6) : a. Subdirektorat Penilaian Alat Kesehatan; b. Subdirektorat Penilaian Produk Diagnostik Invitro dan Perbekalan Kesehatan Rumah Tangga; c. Subdirektorat Inspeksi Alat Kesehatan dan Perbekalan Kesehatan Rumah Tangga; d. Subdirektorat Standardisasi dan Sertifikasi; e. Subbagian Tata Usaha; dan f. Kelompok Jabatan Fungsional.

21 Direktorat Bina Produksi dan Distribusi Kefarmasian 1. Tugas dan Fungsi Direktorat Bina Produksi dan Distribusi Kefarmasian mempunyai tugas melaksanakan penyiapan perumusan dan pelaksanaan kebijakan, dan penyusunan norma, standar, prosedur, dan kriteria, serta pemberian bimbingan teknis dan evaluasi di bidang produksi dan distribusi kefarmasian. Dalam melaksanakan tugasnya, Direktorat Bina Produksi dan Distribusi Kefarmasian menyelenggarakan fungsi: a. Penyiapan perumusan kebijakan di bidang produksi dan distribusi kefarmasian; b. Pelaksanaan kegiatan di bidang produksi dan distribusi kefarmasian; c. Penyiapan penyusunan norma, standar, prosedur, dan criteria di bidang produksi dan distribusi kefarmasian; d. Penyiapan pemberian bimbingan teknis, pengendalian, kajian dan analisis di bidang produksi dan distribusi kefarmasian; e. Pemantauan, evaluasi dan penyusunan laporan pelaksanaan kebijakan di bidang produksi dan distribusi kefarmasian; f. Pelaksanaan perizinan di bidang produksi dan distribusi kefarmasian; dan g. Pelaksanaan urusan tata usaha dan rumah tangga Direktorat. 2. Struktur Organisasi Direktorat Bina Produksi dan Distribusi Kefarmasian terdiri dari (Lampiran 2.7) : a. Subdirektorat Produksi dan Distribusi Obat dan Obat Tradisional; b. Subdirektorat Produksi Kosmetika dan Makanan; c. Subdirektorat Produksi dan Distribusi Narkotika, Psikotropika, Prekusor dan Sediaan Farmasi Khusus; d. Subdirektorat Kemandirian Obat dan Bahan Baku Obat; e. Subbagian Tata Usaha; dan f. Kelompok Jabatan Fungsional

22 BAB 3 TINJAUAN KHUSUS DIREKTORAT BINA OBAT PUBLIK DAN PERBEKALAN KESEHATAN 3.1 Tugas pokok dan fungsi Tugas Direktorat Bina Obat Publik dan Perbekalan Kesehatan yaitu melaksanakan penyiapan perumusan dan pelaksanaan kebijakan, dan penyusunan norma, standar, prosedur, dan kriteria, serta pemberian bimbingan teknis dan evaluasi di bidang obat publik dan perbekalan kesehatan. Dalammelaksanakan tugasnya Direktorat Bina Obat Publik dan Perbekalan Kesehatan menyelenggarakan fungsi : 1. Penyiapan perumusan kebijakan di bidang analisis dan standardisasi harga obat, penyediaan dan pengelolaan obat publik dan perbekalan kesehatan, serta pemantauan dan evaluasi program obat publik dan perbekalan kesehatan; 2. Pelaksanaan kegiatan di bidang analisisdan standardisasi harga obat, penyediaan dan pengelolaan obat publik dan perbekalan kesehatan, serta pemantauan dan evaluasi program obat publik dan perbekalan kesehatan; 3. Penyiapan penyusunan norma, standar, prosedur, dan kriteria di bidang analisis dan standardisasi harga obat, penyediaan dan pengelolaan obat publik dan perbekalan kesehatan, serta pemantauan dan evaluasi program obat publik dan perbekalan kesehatan; 4. Penyiapan pemberian bimbingan teknis di bidang analisis dan Standardisasi harga obat, penyediaan dan pengelolaan obat publik dan perbekalan kesehatan, serta pemantauan dan evaluasi program obat publik dan perbekalan kesehatan, dan evaluasi program obat publik dan perbekalan kesehatan; 5. Evaluasi dan penyusunan laporan pelaksanaan kebijakan di bidang analisis dan standardisasi harga obat, penyediaan dan pengelolaan obat publik dan perbekalan kesehatan, serta pemantauan dan evaluasi program obat publik dan perbekalan kesehatan; dan 13

23 14 6. Pelaksanaan urusan tata usaha dan rumah tangga direktorat. 3.2 Tujuan Tujuan Direktorat Bina Obat Publik dan Perbekalan Kesehatan adalah penyediaan obat dan perbekalan kesehatan di sektor publik yang lengkap, jumlahcukup, dan mudah diperoleh setiap saat dengan harga terjangkau dan kualitas terjamin, serta menjamin ketersediaan, pemerataan, mutu, keterjangkauan obat dan perbekalan kesehatan bagi pelayanan kesehatan. Dengan mewujudkan suatu pedoman, standar, norma, kriteria, dan prosedur di bidang penyediaan dan pengelolaan obat publik dan perbekalan kesehatan untuk pelayanan kesehatan dasar, sesuai peraturan yang berlaku. 3.3 Sasaran Sasaran hasil Program Obat Publik dan Pebekalan Kesehatan adalah meningkatnya ketersediaan obat esensial generik di sarana pelayanan kesehatan dasar.indikatortercapainya sasaran hasil pada tahun 2014 adalah persentase ketersediaan obat dan vaksin sebesar 100%, persentase penggunaan obat generik di fasilitas pelayanan kesehatansebesar80%, dan persentase instalasi farmasi Kab/Kota sesuai standar sebesar 80%. 3.4 Strategi intervensi Dalam rangka mencapai sasaran, maka Direktorat Bina Obat Publik dan Perbekalan Kesehatan memiliki strategi dalam menjalankan kebijakannya antara lain : a. Meningkatkan cakupan dan kuantitas pelayanan dengan beberapa strategi yang dijalankan, antara lain: 1. Ketersediaan obat publik dan perbekalan kesehatan mencakup jenis, jumlah cukup dan mudah diperoleh setiap saat, harga terjangkau dan kualitas terjamin; dan 2. Manajemen logistik obat dan perbekalan kesehatan.

24 15 b. Membangun kemitraan dengan pemerintah daerah, dinas/instansi lintas sektor dan perguruan tinggi profesi terkait dalam hal: 1. Perumusan kebijakan di bidang obat publik dan perbekalan kesehatan di unit pelayanan kesehatan dasar. 2. Perumusan standar, norma, pedoman, kriteria dan prosedur dalam hal pengelolaan obat publik dan perbekalan kesehatan; dan 3. Melaksanakan advokasi dalam rangka terwujudnya kebijakan, program atau proyek atau kegiatan untuk mencapai tujuan dan sasarannya. 3.5 Struktur organisasi Direktorat Bina Obat Publik dan Perbekalan Kesehatan Struktur organisasi Direktorat Bina Obat Publik dan Perbekalan Kesehatan terdiri dari: 1. Subdirektorat Analisis dan Standardisasi Harga Obat; 2. Subdirektorat Penyediaan Obat Publik dan Perbekalan Kesehatan; 3. Subdirektorat Pengelolaan Obat Publik dan Perbekalan Kesehatan; 4. SubdirektoratPemantauan dan Evaluasi Program Obat Publik dan Perbekalan Kesehatan; 5. Subbagian Tata Usaha; dan 6. Kelompok Jabatan Fungsional Subdirektorat Analisis dan Standardisasi Harga Obat Subdirektorat Analisis dan Standardisasi Harga Obat mempunyai tugas melaksanakan penyiapan bahan perumusan dan pelaksanaan kebijakan, dan penyusunan norma, standar, prosedur, dan kriteria, serta bimbingan teknis, evaluasi dan penyusunan laporan di bidang analisis dan Standardisasi harga obat Tugas dan fungsi Dalam melaksanakan tugas, Subdirektorat Analisis dan Standardisasi Harga Obat menyelenggarakan fungsi : 1. Penyiapan bahan perumusan dan pelaksanaan kebijakan di bidang analisis dan standardisasi harga obat;

25 16 2. Penyiapan bahan penyusunan norma, standar, prosedur, dan kriteria di bidang analisis dan standardisasi harga obat; 3. Penyiapan bahan bimbingan teknis di bidang analisis dan standardisasi harga obat; dan 4. Penyiapan bahan pemantauan, evaluasi, dan penyusunan laporan pelaksanaan kebijakan di bidang analisis dan standardisasi harga obat Struktur organisasi Subdit Analisis dan Standardisasi Harga Obat Subdirektorat Analisis dan Standardisasi Harga Obat terdiri atas : a. Seksi Analisis Harga Obat Seksi Analisis Harga Obat mempunyai tugas melakukan penyiapan bahan perumusan kebijakan analisis, kajian, dan pemantauan harga obat. b. Seksi Standardisasi Harga Obat Seksi Standardisasi Harga Obat mempunyai tugas melakukan penyiapan bahan perumusan dan pelaksanaan kebijakan dan penyusunan norma, standar, prosedur, dan kriteria harga obat Subdirektorat Penyediaan Obat Publik dan Perbekalan Kesehatan Subdirektorat Penyediaan Obat Publik dan Perbekalan Kesehatan mempunyai tugas melaksanakan penyiapan bahan perumusan dan pelaksanaan kebijakan, dan penyusunan norma, standar, prosedur, dan kriteria, serta bimbingan teknis, pengendalian, pemantauan dan evaluasi serta penyusunan laporan di bidang penyediaan obat publik dan perbekalan kesehatan Tugas dan fungsi Subdit Penyediaan Obat Publik dan Perbekalan Kesehatan Dalam melaksanakan tugas, Subdirektorat Penyediaan Obat Publik dan Perbekalan Kesehatan menyelenggarakan fungsi : 1. Penyiapan bahan perumusan dan pelaksanaan kebijakan di bidang penyediaan obat publik dan perbekalan kesehatan; 2. Penyiapan bahan penyusunan norma, standar, prosedur, dan kriteria di bidang penyediaan obat publik dan perbekalan kesehatan; 3. Penyiapan bahan bimbingan teknis dan pengendalian di bidang penyediaan obat publik dan perbekalan kesehatan; dan

26 17 4. Penyiapan bahan pemantauan, evaluasi dan penyusunan laporan pelaksanaan kebijakan di bidang penyediaan obat publik dan perbekalan kesehatan Struktur organisasi Subdit Penyediaan Obat Publik dan Perbekalan Kesehatan Subdirektorat Penyediaan Obat Publik dan Perbekalan Kesehatan terdiri atas : a. Seksi Perencanaan Penyediaan Obat Publik dan Perbekalan Kesehatan Seksi Perencanaan Penyediaan Obat Publik dan Perbekalan Kesehatan mempunyai tugas melakukan penyiapan bahan perumusan dan pelaksanaan kebijakan di bidang perencanaan penyediaan obat publik dan perbekalan kesehatan. b. Seksi Pemantauan Ketersediaan Obat Publik dan Perbekalan Kesehatan Seksi Pemantauan Ketersediaan Obat Publik dan Perbekalan Kesehatan mempunyai tugas melakukan penyiapan bahan bimbingan teknis, pengendalian, pemantauan, dan evaluasi serta penyusunan laporan di bidang ketersediaan obat publik dan perbekalan kesehatan Subdirektorat Pengelolaan Obat Publik dan Perbekalan Kesehatan Subdirektorat Pengelolaan Obat Publik dan Perbekalan Kesehatan mempunyai tugas melaksanakan penyiapan bahan perumusan dan pelaksanaan kebijakan, dan penyusunan norma, standar, prosedur dan kriteria serta bimbingan teknis, evaluasi dan penyusunan laporan di bidang pengelolaan obat publik dan perbekalan kesehatan Tugas dan fungsi Subdit Pengelolaan Obat Publik dan Perbekalan Kesehatan Dalam melaksanakan tugas, Subdirektorat Pengelolaan Obat Publik dan Perbekalan Kesehatan menyelenggarakan fungsi: 1. Penyiapan bahan perumusan dan pelaksanaan kebijakan di bidang pengelolaan obat publik dan perbekalan kesehatan; 2. Penyiapan bahan penyusunan norma, standar, prosedur, dan kriteria di bidang pengelolaan obat publik dan perbekalan kesehatan; 3. Penyiapan bahan bimbingan teknis dan pengendalian di bidang pengelolaan obat publik dan perbekalan kesehatan; dan 4. Penyiapan bahan pemantauan, evaluasi, dan penyusunan laporan pelaksanaan kebijakan di bidang pengelolaan obat publik dan perbekalan kesehatan.

27 Struktur organisasi Subdit Pengelolaan Obat Publik dan Perbekalan Kesehatan Subdirektorat Pengelolaan Obat Publik dan Perbekalan Kesehatan terdiri atas : a. Seksi Standarisasi Pengelolaan Obat Publik dan Perbekalan Kesehatan Seksi Standarisasi Pengelolaan Obat Publik dan Perbekalan Kesehatan mempunyai tugas melakukan penyiapan bahan perumusan dan pelaksanaan kebijakan, dan penyusunan norma, standar, prosedur, dan kriteria di bidang pengelolaan obat publik dan perbekalan kesehatan. b. Seksi Bimbingan dan Pengendalian Obat Publik dan Perbekalan Kesehatan Seksi Bimbingan dan Pengendalian Obat Publik dan Perbekalan Kesehatan mempunyai tugas melakukan penyiapan bahan bimbingan teknis, pengendalian, pemantauan, evaluasi, dan penyusunan laporan di bidang pengelolaan obat publik dan perbekalan kesehatan Subdirektorat Pemantauan dan Evaluasi Program Obat Publik dan Perbekalan Kesehatan Subdirektorat Pemantauan dan Evaluasi Program Obat Publik dan Perbekalan Kesehatan mempunyai tugas melaksanakan penyiapan bahan perumusan dan pelaksanaan kebijakan, bimbingan teknis, pemantauan, evaluasi dan penyusunan laporan di bidang program obat publik dan perbekalan kesehatan Tugas dan fungsi Subdit Pemantauan dan Evaluasi Program Obat Publik dan Perbekalan Kesehatan Dalam melaksanakan tugasnya, Subdirektorat Pemantauan dan Evaluasi Program Obat Publik dan Perbekalan Kesehatan menyelenggarakan fungsi : a. Penyiapan bahan pemantauan pelaksanaan kebijakan di bidang program obat publik dan perbekalan kesehatan; dan b. Penyiapan bahan evaluasi pelaksanaan kebijakan di bidang program obat publik dan perbekalan kesehatan Struktur organisasi Subdit Pemantauan dan Evaluasi Program Obat Publik dan Perbekalan Kesehatan

28 19 Subdirektorat Pemantauan dan Evaluasi Program Obat Publik dan Perbekalan Kesehatan terdiri atas : a. Seksi Pemantauan Program Obat Publik dan Perbekalan Kesehatan Seksi Pemantauan Program Obat Publik dan Perbekalan Kesehatan mempunyai tugas melakukan penyiapan bahan pemantauan pelaksanaan program obat publik dan perbekalan kesehatan. b. Seksi Evaluasi Program Obat Publik dan Perbekalan Kesehatan Seksi Evaluasi Program Obat Publik dan Perbekalan Kesehatan mempunyai tugas melakukan penyiapan bahan evaluasi pelaksanaan program obat publik dan perbekalan kesehatan Subbagian Tata Usaha Subbagian Tata Usaha mempunyai tugas melakukan urusan tata usaha dan rumah tangga Direktorat. Tugas sub bagian ini adalah melakukan urusan Tata Usaha dan rumah tangga Direktorat. Uraian Tugas sub bagian ini adalah sebagai berikut : 1. Melakukan penyiapan rancangan kegiatan Sub Bagian Tata Usaha berdasarkan rencana jangka panjang, menengah, dan pendek sesuai program dan referensi terkait; 2. Melakukan penyiapan rancangan rencana pelaksanaan kegiatan Sub Bagian Tata Usaha berdasarkan rencana tahunan; 3. Membimbing pelaksanaan tugas/kegiatan Sub Bagian Tata Usaha dengan memberi petunjuk dan membagi tugas agar pelaksanaan tugas/kegiatan dapat berjalan dengan lancar, tepat waktu, dan tepat guna; 4. Melakukan manajemen layanan ketatausahaan dan kerumahtanggaan dengan cara merencanakan, mengatur, dan mengevaluasi sumber daya yang ada di lingkungan Direktorat Bina Obat Publik dan Perbekalan Kesehatan agar pelaksanaan program/kegiatan sesuai dengan rencana; 5. Melakukan penyiapan rancangan usulan kebutuhan tenaga dan kebutuhan diklat pegawai di lingkungan Direktorat Bina Obat Publik dan Perbekalan Kesehatan berdasarkan kebutuhan pelaksanaan program serta masukan dari unit kerja di lingkungan Direktorat;

29 20 6. Melakukan penyiapan rancangan usulan kebutuhan peralatan/perlengkapan/fasilitas kerja di lingkungan Direktorat Bina Obat Publik dan Perbekalan Kesehatan dan kebutuhan biaya pemeliharaannya berdasarkan kebutuhan pelaksanaan program serta masukan dari unit kerja di lingkungan Direktorat; 7. Melakukan penyiapan rancangan usulan kenaikan pangkat, Kejadian Luar Biasa (KLB), pemindahan, pemberhentian dan pensiun/cuti dan lain-lain di lingkungan Direktorat Bina Obat Publik dan Perbekalan Kesehatan dengan cara menelaah/mengolah bahan/data kepegawaian yang ada dan usulan dari pegawai yang bersangkutan; 8. Melaporkan secara berkala pelaksanaan kegiatan layanan ketatausahaan dan kerumahtanggaan baik lisan maupun tertulis kepada Direktur Bina Obat Publik dan Perbekalan Kesehatan dengan cara menyusun laporan sesuai dengan hasil pelaksanaan kegiatan; dan 9. Melakukan tugas lain yang diberikan oleh atasan dalam rangka kelancaran pelaksanaan tugas. 3.6 Sumber daya manusia Sumber daya manusia yang terdapat pada Direktorat Bina Obat Publik dan Perbekalan Kesehatan berjumlah 38 orang dengan perincian sebagai berikut : Tabel 3.1 Sumber Daya Manusia (SDM) Direktorat Bina Obat Publik dan Perbekalan Kesehatan Organisasi Jumlah SDM Direktur Direktorat Bina Obat Publik dan Perbekalan Kesehatan 1 Sub Direktorat Analisis Obat dan Standarisasi Harga Obat 7 Sub Direktorat Penyediaan Obat Publik dan Perbekalan Kesehatan 8 Sub Direktorat Pengelolaan Obat Publik dan Perbekalan 7

30 21 Kesehatan Sub Direktorat Pemantauan dan Evaluasi Program Obat Publik dan Perbekalan Kesehatan 7 Sub Bagian Tata Usaha 8 Total 38

31 BAB IV PEMBAHASAN 4.1. Subdirektorat Analisis dan Standardisasi Harga Obat Subdirektorat Analisis dan Standardisasi Harga Obat mempunyai tugas melaksanakan penyiapan bahan perumusan dan pelaksanaan kebijakan, dan penyusunan norma, standar, prosedur, dan kriteria, serta bimbingan teknis, evaluasi dan penyusunan laporan di bidang analisis dan standardisasi harga obat. Subdirektorat Analisis dan Standardisasi Harga Obat terdiri atas dua seksi, yaitu Seksi Analisis Harga Obat dan Seksi Standardisasi Harga Obat. Seksi Analisis Harga Obat mempunyai tugas melakukan penyiapan bahan perumusan dan pelaksanaan kebijakan analisis, kajian, dan pemantauan harga obat. Seksi Standardisasi Harga Obat mempunyai tugas melakukan penyiapan bahan perumusan dan pelaksanaan kebijakan dan penyusunan norma, standar, prosedur, dan criteria harga obat. Output atau keluaran utama dari subdit ini berupa Surat Keputusan Harga Obat baik berupa SK Harga Eceran Tertinggi (HET), SK Harga Obat untuk Pengadaan Pemerintah, dan SK Harga Vaksin dan Serum. Harga obat yang ditentukan adalah harga obat generik, baik untuk pengadaan pemerintah, maupun yang langsung ke masyarakat melalui penjualan di apotek. Keputusan Menteri Kesehatan RI nomor 092/MENKES/SK/II/2012 tentang Harga Eceran Tertinggi Obat Generik Tahun 2012 merupakan acuan bagi apotek, rumah sakit dan fasilitas pelayanan kesehatan lainnya dalam menjual obat generik. Keputusan Menteri Kesehatan RI nomor 094/MENKES/SK/II/2012 tentang Harga Obat untuk Pengadaan Pemerintah Tahun 2012 merupakan acuan dalam pengadaan obat di tingkat pemerintah pusat, pemerintah provinsi dan pemerintah kabupaten/kota termasuk rumah sakit dan fasilitas pelayanan kesehatan lainnya. Penetapan harga obat generik dilakukan oleh Menteri Kesehatan berdasarkan rekomendasi Tim Evaluasi Harga Obat yang terdiri dari unsur pakar kesehatan, akademisi, lembaga profesi, Yayasan Lembaga Konsumen Indonesia, Kementerian 23

32 24 Kesehatan dan Badan Pengawas Obat dan Makanan. Perumusan rekomendasi harga obat generik tersebut dilakukan dengan pendekatan struktur harga obat dan kelayakan harga dalam kondisi nyata Indonesia. Harga obat generik dikendalikan oleh pemerintah untuk menjamin akses masyarakat terhadap obat. Oleh karena itu, harga obat generik bisa ditekan karena obat generik dijual dalam kemasan dengan jumlah besar dan tidak diperlukan biaya iklan dalam pemasarannya. Proporsi biaya iklan obat dapat mencapai 20-30% sehingga biaya iklan obat akan mempengaruhi harga obat secara signifikan (Idris dan Widjajarta, 2007). Harga obat generik juga dikendalikan untuk meningkatkan ketersediaan, pemerataan dan keterjangkauan obat secara berkelanjutan agar tercipta derajat kesehatan setinggi-tingginya yang merupakan salah satu dari tujuan dari Kebijakan Obat Nasional. Di samping itu, amanat Undang-Undang Nomor 36 tahun 2009 tentang kesehatan memberikan tugas dan tanggung jawab kepada Kementerian Kesehatan untuk mengendalikan harga obat generik yang termasuk dalam Daftar Obat Esensial Nasional. Penetapan harga obat dilakukan dengan tetap memberikan peluang margin keuntungan yang memadai bagi industri farmasi untuk dapat memproduksi obat generik sesuai standar yang berlaku. Penetapan harga obat dilakukan berdasarkan beberapa komponen. Menurut Soewarta Kosen, health system specialist, komponen harga obat meliputi harga produksi, profit margin distributor, profit margin pengecer, pajak (import + PPN), biaya distribusi, pajak bahan baku. Sedangkan berdasarkan data yang diperoleh dari Direktorat Bina Obat Publik dan Perbekalan Kesehatan, komponen harga obat generik meliputi: zat aktif, zat tambahan, bahan kemasan, profit perusahaan, biaya operasional, pajak, termasuk juga biaya umum, dan biaya modal. Secara teoritis, komponen harga untuk penetapan harga obat generik sebenarnya telah memenuhi teori unsur komponen harga dari Soewarta Kosen, hanya saja ada dua perbedaan mendasar yang bisa dilihat dari kedua komponen harga tersebut, di mana kedua perbedaan tersebut saling terkait, a. Pertama, perbedaan sudut pandang dan tujuan. Sudut pandang komponen harga secara teoritis adalah sudut pandang industri farmasi/obat yang sangat

33 25 memperhatikan mekanisme pasar sehingga pada akhirnya komponen hargalah yang akan sangat menentukan profit yang akan di dapat oleh industri tersebut. Sedangkan sudut pandang komponen harga obat generik adalah sudut pandang pemerintah sebagai pembuat kebijakan, di mana komponen harga mengacu bukan hanya dari teori, tetapi juga dari pemikiran tim evaluasi harga obat. Pada akhirnya komponen harga obat generik yang ditentukan oleh pemerintah bukan sekadar bertujuan menentukan profit bagi industri farmasi, tetapi yang terpenting adalah mewujudkan dan memenuhi keterjangkauan obat bagi seluruh rakyat Indonesia. b. Kedua, unsur dari komponen harga obat, yaitu biaya promosi/pemasaran. Secara teoritis, biaya promosi merupakan unsur komponen harga yang tidak dapat dipisahkan dari unsur komponen harga yang lain (seperti biaya produksi dan biaya distribusi), karena biaya promosi juga merupakan unsur yang sangat menentukan bagi industri farmasi untuk mendapatkan profit yang sebesarbesarnya (terutama untuk bisa menutup biaya produksi obat dengan nama dagang). Biaya promosi jugalah yang membuat harga obat itu menjadi mahal. Sedangkan pada komponen harga obat generik yang ditetapkan, pemerintah menghilangkan unsur biaya promosi dari komponen harga sehingga obat generik yang ditetapkan pemerintah menjadi jauh lebih murah. Dengan hal ini, diharapkan obat generik bisa dijangkau oleh seluruh rakyat Indonesia Subdirektorat Penyediaan Obat Publik dan Perbekalan Kesehatan Seksi Perencanaan Penyediaan Obat Publik dan Perbekalan Kesehatan Perencanaan kebutuhan obat publik dan perbekalan kesehatan adalah salah satu fungsi yang menentukan dalam proses pengadaan obat publik dan perbekalan kesehatan. Tujuan perencanaan ini adalah untuk menetapkan jenis dan jumlah obat sesuai dengan pola penyakit dan kebutuhan pelayanan kesehatan dasar sehingga terjamin ketersediaan dan keterjangkauan obat yang bermutu, aman, dan berkhasiat. Pada tingkat pusat, rencana penyediaan obat meliputi obat program, vaksin imunisasi dasar, obat buffer/ bencana, serta vaksin dan obat haji yang dananya bersumber dana APBN. Tujuan pengadaan obat program, vaksin imunisasi dasar dan

34 26 obat buffer adalah untuk menjamin tersedianya obat baik ditingkat dipusat maupun di daerah dengan kondisi, mutu yang terjamin, sesuai kebutuhan program, tersedia secara teratur dan merata disetiap unit, dan mudah diperoleh berdasarkan tempat dan waktu. Tahap perencanaan kebutuhan (tahap pemilihan obat, tahap kompilasi pemakaian obat, prediksi perubahan pola penyakit, dan tahap perhitungan kebutuhan obat) dan pengusulan kebutuhan obat program (jenis dan jumlah, rencana distribusi, buffer stok pusat, dan spesifikasi) dilakukan oleh Ditjen P2PL sedangkan tahap perencanaan pengadaan (tahap perhitungan kebutuhan obat, sisa stok, dan alokasi anggaran) dan distribusi obat program dilakukan oleh Ditjen Binfar Alkes. Pada tingkat provinsi, perencanaan penyediaan obat meliputi buffer provinsi, vaksin reguler, obat program PPPL, dan obat gizi & kesehatan ibu anak. Sumber dana pernyediaan obat tersebut adalah dari APBD 1 (provinsi). Tanggung jawab pengadaan obat tingkat provinsi ada pada Dinkes Provinsi. Pada tingkat kabupaten/ kota, perencanaan penyediaan obat meliputi obat pelayanan kesehatan dasar dan buffer kabupaten/ kota. Sumber dana pernyediaan obat tersebut adalah dari APBD 2 (Kabupaten/ Kota) dan dana alokasi khusus (DAK) yang berasal dari pusat untuk daerah. Tanggung jawab pengadaan obat tingkat provinsi ada pada Dinkes Kabupaten/ Kota. Berkaitan dengan hal tersebut di atas, mutlak diperlukan koordinasi dan keterpaduan dalam hal perencanaan pengadaan obat dan perbekalan kesehatan, sehingga pembentukan tim perencanaan obat terpadu adalah merupakan suatu kebutuhan dalam rangka meningkatkan efisiensi dan efektivitas penggunaan dana melalui koordinasi, integrasi dan sinkronisasi antar instansi yang terkait dengan masalah obat di setiap Kabupaten/Kota. Sebelum tahun 2010, pengadaan obat berasal dari pusat (APBN) berupa obat dan perbekkes yang didistribusikan ke tiap Kabupaten/Kota dan berasal dari APBD dan Dana Alokasi Umum (DAU) berupa dana untuk pembelian atau pengadaan obat. Akan tetapi setelah 2010, pengadaan obat publik dan perbekalan kesehatan dari pusat dialihkan dalam bentuk Dana Alokasi Khusus (DAK). Adapun beberapa alasan pengalihan APBN ke kab/kota dalam bentuk DAK, antara lain: 1. Membantu kab/kota yang kemampuan APBD nya terbatas.

35 27 2. Sebagai bentuk pembelajaran bagi daerah, dimana bukan hanya dalam perencanaan obat, namun sampai proses pengadaan dan peng anggaran nya. 3. Meningkatkan rasa tanggungjawab daerah terhadap pemenuhan kebutuhan obat bagi masyarakatnya. 4. Sebagai salah satu langkah dalam mendukung berjalannya proses desentralisasi yang bertanggungjawab. DAK tersebut diberikan untuk Kabupaten/Kota tertentu, tergantung kemampuan keuangan dan letak geografis Kabupaten/Kota tersebut. Daerah yang tidak mendapatkan DAK maka pengadaan obatnya berasal dari APBD. Biasanya pemberian DAK dapat berbeda - beda tiap tahun baik jumlah maupun lokasi daerahnya, tergantung perkembangan dari Kabupaten/Kota tersebut. Saat ini pusat bertindak sebagai pengelola obat publik dan perbekalan kesehatan untuk stok pengaman nasional. Sumber dana yang masih belum tersedia adalah dana pengelolaan obat di kabupaten/ kota dan dana distribusi dari kabupaten/ kota ke puskesmas. Dana pengelolaan sejauh ini berasal dari dana operasional yang bersumber dari dana dekonsentrasi dari pusat ke provinsi untuk kegiatan yang menunjang program kefarmasian dan alat kesehatan. Dana distribusi seharusnya menjadi tanggung jawab daerah untuk menjamin ketersediaan obat dan perbekalan kesehatan yang diperlukan masyarakat di daerahnya hingga ke pelosok. Secara singkat, proses pengadaan obat di tingkat kabupaten/ kota ini diawali dari data yang disampaikan puskesmas (LPLPO) ke UPOPPK di Kabupaten/ Kota yang selanjutnya dikompilasi menjadi rencana kebutuhan obat publik dan perbekalan kesehatan di Kabupaten/ Kota yang dilengkapi dengan teknik teknik perhitungannya. Selanjutnya dalam perencanaan kebutuhan buffer stok pusat maupun provinsi dengan menyesuaikan terhadap kebutuhan obat publik dan perbekalan kesehatan di Kabupaten/ Kota dan tetap mengacu kepada DOEN. Rencana kebutuhan dan rencana pengadaan dapat berbeda. Rencana kebutuhan adalah jumlah dan jenis obat yang diperlukan dan didapat dari pemakaian rata rata perbulan pada tahun sebelumnya dikalikan delapan belas bulan. Sedangkan

36 28 rencana pengadaan adalah jumlah dan jenis obat yang harus dibeli atau diadakan dan didapatkan dengan mengurangi rencana kebutuhan dengan sisa stok. Perencanaan kebutuhan obat publik dan perbekalan kesehatan menjadi sangat penting karena tanpa perencanaan yang tepat dapat mengakibatkan ketersediaan obat yang tidak sesuai sehingga dapat menghambat pelaksanaan pelayanan kesehatan. Alur perencanaan obat dan perbekalan kesehatan dilakukan melalui jalur dari bawah ke atas (bottom-up), yaitu: 1. Data kebutuhan diperoleh dari data pemakaian oleh Puskesmas setiap bulan yang kemudian dikompilasi dan dibuat suatu rencana kebutuhan obat dan perbekalan kesehatan selama satu tahun. Dalam proses perencanaan kebutuhan obat per tahun, Puskesmas diminta menyediakan data pemakaian obat dengan menggunakan LPLPO (Laporan Pemakaian dan Lembar Permintaan Obat). 2. Instalasi Farmasi Kabupaten/Kota yang akan melakukan kompilasi dan analisa terhadap kebutuhan obat Puskesmas diwilayah kerjanya. 3. Instalasi Farmasi Kabupaten/Kota melapor ke Dinas Kesehatan Propinsi setiap tiga bulan sekali 4. Dinas Kesehatan Propinsi membuat laporan ke Direktorat Obat Publik Dan Perbekalan Kesehatan. Proses perencanaan obat dan perbekalan kesehatan dilakukan melalui beberapa tahap (Lampiran 4.2). Tahap pertama adalah tahap pemilihan obat. Fungsi seleksi/ pemilihan obat adalah untuk menentukan apakah obat benar benar diperlukan sesuai dengan jumlah penduduk dan pola penyakit di daerah. Seleksi dapat didasari oleh hal berikut ini, diantaranya: 1) Obat dipilih berdasarkan seleksi ilmiah, medik dan statistik yang memberikan efek terapi jauh lebih baik dibandingkan resiko efek samping yang akan ditimbulkan 2) Jenis obat yang dipilih seminimal mungkin dengan cara menghindari duplikasi kesamaan jenis. 3) Jika ada obat baru harus ada bukti yang spesifik untuk efek terapi yang lebih baik.

37 29 4) Hindari penggunaan obat kombinasi, kecuali jika obat kombinasi mempunyai efek yang lebih baik dibanding obat tunggal. 5) Apabila jenis obat banyak, maka kita memilih berdasarkan obat pilihan (drug of choice) dari penyakit yang prevalensinya tinggi. Berikutnya adalah proses kompilasi yang berfungsi untuk mengetahui pemakaian bulanan masing masing jenis obat di unit pelayanan kesehatan/ puskesmas selama setahun dan sebagai data pembanding bagi stok optimum. Informasi yang didapat dari kompilasi pemakaian obat adalah jumlah pemakaian tiap jenis obat pada masing masing unit pelayanan kesehatan/ puskesmas, persentase pemakaian tiap jenis obat terhadap total pemakaian setahun seluruh unit pelayanan kesehatan/ puskesmas, dan pemakaian rata rata untuk setiap jenis obat untuk tingkat kabupaten/ kota. Tahap selanjutnya adalah tahap perhitungan kebutuhan obat. Tahap ini merupakan tahap paling kritis karena masalah kekosongan ataupun kelebihan obat dapat terjadi apabila informasi semata mata hanya berdasarkan informasi yang teoritis kebutuhan pengobatan. Dengan koordinasi dan proses perencanaan untuk pengadaan obat secara terpadu serta melalui tahapan seperti di atas, maka diharapkan obat yang direncanakan dapat dengantepat jenis dan tepat jumlah serta tepat waktu dan tersedia pada saat dibutuhkan. Adapun pendekatan perencanaan kebutuhan dapat dilakukan melalui beberapa metode, yaitu metode konsumsi dan metode morbiditas. Metoda konsumsi didasarkan atas data pemakaian obat tahun sebelumnya. Untuk memperoleh data pemakaian obat yang mendekati ketepatan, maka perlu dilakukan analisa trend pemakaian obat tiga tahun sebelumnya atau lebih. Metode morbiditas didasarkan atas pola penyakit dengan memperhatikan perkembangan pola penyakit dan lead time. Tahap selanjutnya adalah memproyeksikan kebutuhan obat, pada tahap ini akan dibuat rancangan stok akhir untuk periode yang akan datang dan dihitung rancangan kebutuhan obat untuk tahun yang akan datang dengan mengisi Lembar Kerja Perencanaan Pengadaan Obat dengan menggunakan formulir IFK-3 (Lampiran 4.3). Kemudian dilakukan tahap penyesuaian rencana pengadaan obat dengan dana yang tersedia. Pada perencanaan kebutuhan obat, apabila dana tidak mencukupi, perlu

38 30 dilakukan analisa kebutuhan sesuai anggaran yang ada (dengan menggunakan metode perhitungan ABC) dan untuk seleksi obat perlu dilakukan analisa VEN. Agar kegiatan dalam perencanaan pengadaan obat dan perbekalan kesehatan dapat dilaksanakan sesuai dengan waktu yang ditetapkan, dalam hal ini ditetapkan jadwal kegiatan yang disajikan dalam Rencana Kerja Operasional untuk perencanaan pengadaan obat dan perbekalan kesehatan di Kabupaten/Kota yang dimulai dari persiapan perencanaan, pelaksanaan perencanaan dan pengendalian perencanaan yang dilanjutkan dengan penyusunan rencana kerja operasional untuk pengadaan juga dimulai dari persiapan pengadaan, pelaksanaan pengadaan dengan menggunakan formulir IFK-4 (Lampiran 4.4). Selain itu perlu pula pemerataan tenaga kesehatan yang memiliki kemampuan dalam hal pengelolaan obat, dalam hal ini, apoteker maupun tenaga teknis kefarmasian lainya agar proses pengelolaan obat pada umumnya dan perencanaan pengadaan obat khususnya dapat berjalan dengan efektif dan efisien karena dikerjakan oleh tenaga yang handal dan sesuai bidangnya. Pendayagunaan tenaga kesehatan di daerah tertinggal, terpencil, perbatasan dan kepulauan (DTPK) dan daerah bermasalah kesehatan (DBK), perlu memperoleh perhatian khusus. Pendayagunaan tenaga kesehatan untuk manajemen kesehatan, institusi pendidikan dan pelatihan tenaga kesehatan, institusi penelitian dan pengembangan kesehatan juga perlu mendapatkan perhatian yang memadai. Pengembangan tenaga kesehatan termasuk peningkatan karirnya dilakukan melalui peningkatan motivasi tenaga kesehatan untuk mengembangkan diri, dan mempermudah tenaga kesehatan memperoleh akses terhadap pendidikan dan pelatihan yang berkelanjutan. Peningkatan pelatihan tenaga kesehatan dilakukan melalui pengembangan standar pelatihan tenaga kesehatan guna memenuhi standar kompetensi yang diharapkan oleh pelayanan kesehatan kepada seluruh penduduk Indonesia. Peningkatan pelatihan tenaga kesehatan, juga dilakukan melalui akreditasi institusi pelatihan tenaga kesehatan, serta sertifikasi tenaga pelatih. Perlu juga dilakukan bimbingan teknis dan pelatihan rutin dari pusat mengenai pengelolan

39 31 termasuk perencanaan pengadaan obat dan perbekalan kesehatan kepada para pekerja yang bertanggung jawab dalam masalah ini Seksi Pemantauan Ketersediaan Obat Publik dan Perbekalan Kesehatan Dalam berbagai upaya pelayanan kesehatan, obat merupakan salah satu unsur penting. Di antara berbagai alternatif yang ada, intervensi dengan obat merupakan intervensi yang paling banyak digunakan dalam penyelenggaraan upaya kesehatan (Departemen Kesehatan RI, 2002). Peningkatan derajat kesehatan dapat tercapai dengan pemantauan secara rutin ketersediaan obat dan perbekalan kesehatan yang bermutu, bermanfaat dan berkhasiat.oleh karena itu, obat diharapkan tersedia dalam jumlah yang cukup dengan mutu yang baik, tersebar merata dengan jenis dan jumlah yang sesuai dengan kebutuhan pelayanan kesehatan. Untuk mejamin hal tersebut diperlukan pemantauan dan evaluasi ketersediaan obat secara rutin. Pada saat ini permasalahan yang masih ada pada pemantauan ketersediaan adalah persen ketersediaan beberapa obat yang bisa mencapai ratusan bahkan puluhan ribu persen pada beberapa provinsi dan terdapat kekurangan di provinsi lainnya. Hal ini dapat terjadi karena beberapa hal yaitu : Kurang tepatnya perencanaan ketersediaan yang diajukan pemerintah daerah Persediaan obat yang dikirim langsung dari pusat tanpa permintaan dari pemerintah daerah Tidak tersedianya sistem pemantauan ketersediaan seluruh Indonesia secara real time yang memadai yang dapat memberitahukan kelebihan dan kekurangan ketersediaan obat (e-logistic tidak berjalan dengan maksimal) Permasalahan kurang tepatnya perencanaan ketersediaan obat yang diajukan pemerintah daerah dapat diatasi dengan pemilihan metode bimbingan teknis yang efisien, tepat tujuan, dan berkala. Pergantian sumber daya manusia yang tidak menentu pada pengelola instalasi pada pemerintah daerah menjadi kendala dalam pemilihan metode teknis yang efisien, tepat tujuan dan berkala. Untuk itu perlu di tegaskan undang-undang penetapan tenaga kerja kefarmasian melalui masa bakti yang memuat sanksi tegas bagi daerah yang mengganti pengurus instalasi kefarmasian sebelum masa bakti berakhir dengan demikian waktu pemberian metode

40 32 teknis dapat disesuaikan dengan mulainya masa bakti kepengurusan yang baru. Pemilihan metode bimbingan teknis yang tepat dapat dilakukan dengan terlebih dahulu mempelajari karakteristik tiap sumber daya pada tiap daerah sehingga dapat diketahui metode terbaik yang dapat memberikan penyerapan materi yang maksimal pada setiap sumber daya. Untuk penelusuran karakter dilakukan menurut garis pemantauan yang ada (pemerintah pusat mempelajari karakter sumber daya manusia di tiap pemerintah provinsi, pemerintah provinsi mempelajari karakter sumber daya manusia di pemerintah kabupaten/kota, dan pemerintah kabupaten/kota mempelajari sumber daya manusia di puskesmas-puskesmas yang menjadi tanggung jawab pemantauan pemerintah kabupaten/kota tersebut). Ketersediaan obat yang tidak merata juga disebabkan oleh pengiriman obat oleh pusat secara spontan (bukan merupakan kebutuhan yang diajukan oleh pemerintah provinsi). Hal ini terjadi karena terdapat perkiraan pemerintah untuk kebutuhan obat suatu daerah di luar perencanaan daerah tersebut sehingga terdapat kelebihan ketersediaan. Untuk mengatasinya pemerintah pusat perlu memastikan kembali apakah daerah tersebut benar-benar membutuhkannya sebelum mengirim obat tersebut. Tidak tersedianya sistem pemantauan ketersediaan seluruh Indonesia secara real time yang memadai yang dapat memberitahukan kelebihan dan kekurangan ketersediaan obat (e-logistic tidak berjalan dengan maksimal). E-logistic menjadi terbengkalai dikarenakan tidak pada setiap daerah terdapat sarana penunjang komunikasi yang memadai sehingga pemantauan secara real time tidak dapat dilakukan. Sampai pada saat ini pemantauan ketersediaan masih memakai sistem laporan tertulis dan jika diperlukan memakai semi elektronik ( ). Jika memungkinkan, e-logistic dapat berjalan dengan maksimal jika ditunjang dengan pembangunan sarana komunikasi yang memadai pada setiap pemerintah daerah. Pembangunan tersebut dapat membantu tersedianya pemantauan secara real-time persediaan tiap provinsi sehingga tidak terjadi penumpukan dan kekurangan ketersediaan obat serta dapat menciptakan kerjasama antar pemerintah provinsi (jika terdapat obat berlebih pada satu provinsi dapat dialihkan ke provinsi lain yang

41 33 membutuhkan). Pembangunan sarana komunikasi tersebut dapat dimulai dengan membangun kerjasama lintas bidang dengan kementerian komunikasi dan informasi sehingga dapat bersama-sama mengusung keberhasilan e-logistic. Tentunya bantuan dari kementerian komunikasi bukan hanya berupa upaya pembangunan sarana komunikasi tetapi juga pembuatan dan pelaksanaan program e-logistic. Baik tidaknya suatu perencanaan dapat diketahui dengan mengevaluasi hasil pelaksanaan perencanaan ketersediaan obat. Jika setelah dilaksanakan perencanaan ketersediaan obat dapat memenuhi kebutuhan obat selama 18 bulan, maka perencanaan tersebut dikatakan baik. Jika setelah dilaksanakan hanya dapat memenuhi kebutuhan obat selama kurang dari 18 bulan atau lebih dari 18 bulan maka harus ditelusuri lagi letak kesalahan perencanaan ketersediaan obat tersebut. 4.3 Subdirektorat Pengelolaan Obat Publik dan Perbekalan Kesehatan Pengelolaan Obat Publik dan Perbekalan Kesehatan dibagi menjadi dua seksi yaitu Seksi Standarisasi Pengelolaan serta Seksi Bimbingan Teknis dan Pengendalian Standardisasi Pengelolaan Proses pengelolaan Oblik dan Perbekalan Kesehatan dapat berjalan dengan baik apabila terdapat suatu standar dan acuan yang digunakan setiap instalasi farmasi atau puskesmas. Oleh karena itu dibuat pedoman pengelolaan obat yang dapat digunakan sebagai acuan pengelolaan obat. Pedoman ini dibuat oleh seksi standarisasi seksi pengelolaan dari Subdirektorat Pengelolaan Obat Publik dan Perbekalan Kesehatan. Pedoman yang dibuat beragam jenisnya sesuai dengan kebutuhan masing-masing, misalnya pedoman pengelolaan obat di Puskesmas, Pustu (Puskesmas Pembantu), pedoman obat haji, pedoman pengelolaan vaksin dan lain-lain. Selain pedoman juga dibuat materi pelatihan yang ditujukan untuk menunjang kegiatan pelatihan yang dilakukan pengelola obat di Instalasi Farmasi kabupaten/kota dan Puskesmas. Proses pengelolaan obat tidak hanya pembuatan pedoman saja, namun perlu dilakukan bimbingan teknis dan pengendalian untuk menjamin bahwa Instalasi Farmasi menjalankan tugasnya sesuai pedoman Bimbingan Teknis

42 34 Seksi bimbingan teknis dan pengendalian obat publik dan perbekalan kesehatan diketahui mempunyai tugas dalam melakukan penyiapan bahan bimbingan teknis, pengendalian, pemantauan, evaluasi, dan penyusunan laporan di bidang pengelolaan obat publik dan perbekalan kesehatan. Bimbingan teknis dilakukan dengan cara memberikan bimbingan, pengarahan, dan penjelasan mengenai standar atau pedoman tentang seluruh tahap pengelolaan obat, sehingga obat dapat tersedia merata dan terjangkau di pelayanan kesehatan dasar. Dalam melaksanakan kegiatan ini digunakan instrumen (tools) untuk melakukan penilaian terhadap sumber daya manusia, anggaran, sarana dan prasaranan dan proses manajemen pengelolaan obat publik dan perbekalan kesehatan. Instrumen (tools) tersebut sebagai bahan bimbingan teknis yang perlu dipersiapkan oleh seksi bimbingan teknis dan pengendalian obat publik dan perbekalan kesehatan. Bimbingan teknis dilakukan secara rutin oleh seksi bimbingan teknis dan pengendalian di direktorat bina oblik dan perbekalan kesehatan, karena itu merupakan tugas dari seksi tersebut dalam upaya pengendalian, pemantauan, dan evaluasi instalasi farmasi kabupaten/kota. Keluaran (output) yang diperoleh setelah melakukan bimbingan teknis adalah profil pengelolaan oblik dan perbekalan kesehatan di instalasi farmasi kabupaten/kota. Profil tersebut berupa hasil penyusunan laporan dari bimbingan teknis yang dibuat oleh seksi bimbingan teknis dan pengendalian. Hasil profil tersebut dapat dijadikan landasan untuk menentukan kebijakan yang akan datang mengenai pengelolaan. Pengelolaan obat publik dan perbekalan kesehatan meliputi rangkaian kegiatan mulai dari tahap perencanaan, pengadaan, penyimpanan, pendistribusian, pencatatan dan pelaporan, monitoring dan evaluasi. Untuk pengelolaan obat publik dan perbekalan diperlukan suatu pedoman. Pedoman tersebut diberikan untuk memberikan kejelasan dan digunakan sebagai acuan bagi pengelolaan obat dan perbekalan kesehatan di Propinsi/Kabupaten/Kota maupun pusat dalam proses pelaksanaan pengelolaan obat publik dan perbekalan kesehatan. Pedoman tersebut telah mengalami penyempurnaan, yang diharapkan pengelolaan obat publik dan perbekalan kesehatan di Kabupaten/Kota menjadi lebih terarah dan dapat dijadikan dasar untuk menyamakan gerak dan langkah dalam memberdayakan Institusi

43 35 Pengelola Obat di Kabupaten/Kota, sehingga dapat menjamin ketersediaan obat yang bermutu di Unit Pelayanan Kesehatan Dasar. Penyusunan suatu pedoman melibatkan berbagai pihak baik itu dari kementerian kesehatan, departemen lain, maupun para pakar yang dianggap kompeten dibidangnya. Substansi untuk pedoman tersebut merupakan rumusan yang diberikan oleh berbagai pihak yang dianggap ahli di bidangnya. Pembahasan draft pedoman dilakukan dalam suatu forum khusus yang membahasa secara lebih terperinci mengenai aspek- aspek penting dan kritis dalam pedoman tersebut. Koreksi dan masukan mengenai tata bahasa akan dibantu oleh bagian biro hukum, sedangkan tata laksana format pembuatan pedoman akan dibantu oleh bagian Pusdiklat PPSDM. Setelah pedoman ini disetujui dan dianggap sesuai dengan maksud dan tujuan, pedoman ini kemudian disahkan oleh pejabat yang berwenang. Kemudian Setelah itu, dilakukan sosialisasi untuk mengimplementasikannya di lapangan agar sesuai dengan harapan. Tahap perencanaan dan pengadaan bertujuan untuk menetapkan jenis dan jumlah obat sesuai dengan pola penyakit dan kebutuhan pelayanan kesehatan dasar termasuk program kesehatan yang telah ditetapkan. Setelah dilakukan perencanaan dan pengadaan obat dan perbekalan kesehatan dilakukan penyimpanan dan pendistribusian. Proses penyimpanan dilakukan setelah pengadaan obat dan sebelum pendistribusian. Tujuan penyimpanan obat yaitu untuk memelihara mutu obat, menghindari penyalahgunaan, menjaga kelangsungan ketersediaan serta memudahkan pencariaan dan pengawasan. Kegiatan penyimpanan obat meliputi penyiapan sarana penyimpanan, pengaturan tata ruang, penyusunan stok obat, dan pengamatan mutu obat. Sistem penyimpanan dapat dilakukan melalui FIFO (First In First Out) dan FEFO (First Expired First Out). Sistem FIFO berarti bahwa obat yang pertama keluar adalah obat yang pertama masuk sedangkan FEFO berarti bahwa obat yang pertama keluar adalah obat yang pertama kadaluwarsa (Kementerian Kesehatan Republik Indonesia, Sistem yang digunakan bertujuan untuk menghindari terjadinya penumpukan obat dan perbekalan kesehatan yang beresiko kadaluwarsa sehingga akan menimbulkan kerugian.

44 36 Setelah obat diterima dan disimpan, obat dapat digunakan atau disitribusikan guna memenuhi pelayanan kesehatan. Obat yang didistribusikan merupakan obat yang bermutu, terjamin keabsahan, tepat jenis dan jumlahnya (Pedoman Teknis, 2008). Tujuan distribusi obat yaitu terlaksananya pengiriman obat secara merata dan teratur sehingga dapat diperoleh pada saat dibutuhkan, terjaminnya mutu obat publik dan perbekalan kesehatan pada saat pendistribusian, terjaminnya kecukupan dan terpeliharanya penggunaan obat di unit pelayanan kesehatan, terlaksananya pemerataan kecukupan obat sesuai kebutuhan pelayanan dan program kesehatan. Dalam melakukan pendistribusian obat publik dan perbekalan kesehatan untuk pelayanan kesehatan dasar dilakukan secara berjenjang. Instalasi Farmasi Provinsi akan melakukan disribusi ke Instalasi Farmasi Kabupaten/Kota. Selanjutnya, Instalasi Farmasi Kabupaten/Kota akan melakukan pendistribusian ke Puskesmas dan kemudian Puskesmas sebagai pelayanan kesehatan di tingkat dasar akan menggunakan obat publik dan perbekalan kesehatan tersebut disamping juga akan mendistribusikannya ke puskesmas jaringan-jaringannya. Pencatatan dan pelaporan data obat di Instalasi Farmasi Kabupaten/Kota merupakan rangkaian kegiatan dalam rangka pengelolaan obat secara tertib baik obat yang diterima, disimpan, didistribusikan maupun yang digunakan di unit pelayanan kesehatan seperti Puskesmas. Tujuannya adalah agar tersedianya data mengenai jenis dan jumlah penerimaan, persediaan, pengeluaran/penggunaan dan data mengenai waktu dari seluruh rangkaian kegiatan mutasi obat. Sarana dan prasarana menjadi unsur yang penting dalam pengelolaan obat publik dan perbekalan kesehatan terutama untuk pendistribusian dan penyimpanan. Distribusi merupakan kegiatan penyaluran dan penyerahan obat secara merata dan teratur untuk memenuhi kebutuhan sub-sub unit pelayanan kesehatan seperti sub unit pelayanan kesehatan di lingkungan Puskesmas, Puskesmas pembantu, Puskesmas keliling, Posyandu, dan Polindes. Penyimpanan adalah suatu kegiatan menyimpan dan memelihara dengan cara menempatkan obat-obatan yang diterima pada tempat yang aman dari pencurian serta gangguan fisik yang dapat merusak mutu obat. Sarana dan prasarana di Instalasi Farmasi mencakup luas tanah dan bangunan, alat

45 37 pengamanan, alat transportasi, alat komunikasi, alat pengolahan data, dan perlengkapan penyimpanan. Dengan dilakukan penilaian dapat diketahui kuantitas serta kualitas sarana dan prasarana telah sesuai standar atau tidak. Dalam pengadaan sarana dan prasarana biasanya disesuaikan dengan jumlah anggaran yang dimiliki Instalasi Farmasi Kabupaten/Kota. Pada prinsipnya dalam mengelola obat publik dan perbekalan kesehatan baik di tingkat Provinsi, Kabupaten/Kota, maupun Puskesmas adalah sama. Pengelolaan obat publik dan perbekalan kesehatan yang dilakukan pada masingmasing tingkat, meliputi perencanaan, pengadaan, penerimaan, penyimpanan, pendistribusian, pengendalian, pencatatan dan pelaporan, serta pemantauan dan evaluasi. Namun, dalam melakukan pengelolaan pada masing-masing tingkat tersebut juga terdapat perbedaan. Perbedaannya adalah dalam hal jalur pendistribusian dan sumber pendanaan untuk pengadaan obat publik dan perbekalan kesehatan. Pengelolaan Obat Publik dan Perbekalan Kesehatan Dalam pengelolaan yang menjadi indikator pencapaiannya adalah tersedianya obat dan perbekalan kesehatan dengan jenis dan jumlah yang cukup di Instalasi Farmasi Kabupaten/Kota. Instalasi Farmasi Kabupaten/Kota digunakan untuk mengelola obat di Kabupaten/Kota dan obat yang dikelola tersebut sebagian besar ditujukan untuk kebutuhan puskesmas dan jaringannya. Kegiatan pengelolaan obat publik dan perbekalan kesehatan yang baik adalah apabila masing-masing Instalasi Farmasi Kabupaten/Kota melaksanakan keseluruhan tahapan pengelolaan, seperti perencanaan, pengadaan, penyimpanan, pendistribusian, pengendalian penggunaan, pencatatan dan pelaporan, serta pemantauan dan evaluasi. Hambatan yang dialami saat pelaksanaan adalah sulitnya menyatukan pemahaman mengenai pendistribusian obat dan perbekalan kesehatan melalui satu pintu, hal ini disebabkan karena belum adanya pedoman pendistribusian khusus obat publik dan perbekalan kesehatan. Berdasarkan hal tersebut maka direncanakanlah pembuatan pedoman pendistribusian obat yang baik. Pedoman distribusi yang akan disusun diharapkan dapat menjaga mutu dan stabilitas

46 38 obat. Selain itu pedoman tersebut harus bersifat applicable yaitu mudah dipahami dan dilaksanakan sesuai dengan kondisi lapangan karena proses distribusi dilakukan oleh pihak ketiga yaitu pihak penyedia jasa pengantaran. Program yang direncanakan untuk tahun 2012 adalah memperbaiki pedoman pemusnahan, distribusi, perencanaan yang terpadu, buffer stock, dan pedoman instalasi farmasi yang lebih bertenaga. Terdapat beberapa tantangan yang dapat menghambat terlaksananya program di tahun 2012 antara lain tidak semua pihak menyetujui konsep yang dibuat, dalam membuat peraturan harus mudah diikuti, serta pencatatan dan pelaporan agar obat tersebut tepat penggunaan. Pedoman-pedoman yang disusun bersifat mengharuskan. Namun, jika terdapat kekurangan atau kesalahan dalam pelaksanaannya, instansi pelayanan kesehatan yang terlibat tidak diberikan hukuman namun diberikan bimbingan teknis agar pedoman dapat diterapkan secara keseluruhan Subdirektorat Pemantauan dan Evaluasi Program Obat Publik dan Perbekalan Kesehatan Berbeda dengan subdit-subdit lainnya yang adi direktorat obat publik dan perbekalan kesehatan, subdit pemantauan dan evaluasi dalam prakteknya, tidak melakukan kegiatan teknis. Tugas utama dari subdit ini adalah mengamati, memantau dan mengevaluasi pelaksanaan program yang dijalankan oleh ketiga subdit lainnya dalam mencapai sasaran hasil, yakni meningkatnya ketersediaan obat esensial generik di sarana pelayanan kesehatan dasar. Tujuan dari adanya unit kerja ini adalah untuk mendapatkan informasi bahwa kegiatan-kegiatan yang telah ditetapkan untuk dilaksanakan telah dilakukan sekaligus menilai apakah hasil pencapaian sesuai atau tidak dengan target yang diharapkan. Pada dasarnya, kegiatan pemantauan adalah kegiatan pengumpulan faktafakta yang ada, sedangkan evaluasi adalah kegiatan yang menganalisa kumpulan dari fakta-fakta tersebut. Oleh karena itu, pada subdirektorat ini dibagi ke dalam 2 seksi, yaitu seksi pemantauan dan seksi evaluasi, di mana keduanya saling bekerja secara sinergis. Aspek-aspek yang harus dilakukan pemantauan dan evaluasi adalah

47 39 perencanaan, pengadaan, penyimpanan, pendistribusian, penggunaan, pencatatan pelaporan, dan dukungan manajemen. Pemantauan adalah kegiatan mengamati perkembangan pelaksanaan suatu kegiatan, dan selanjutnya mengidentifikasi serta mengantisipasi permasalahan yang timbul atau yang akan timbul dengan maksud agar dapat diambil tindakan sedini mungkin sebagai dasar daiam melakukan tindakan-tindakan selanjutnya guna menjamin pencapaian tujuan. Secara garis besar, rencana pemantauan terbagi atas 3 hal. Pertama-tama, difokuskan memonitor apa yang telah dilakukan, keluaran apa yang dihasilkan, di mana, kapan, oleh siapa, dan untuk siapa dilakukan. Kemudian, hasil pemantauan dibandingkan dengan rencana semula (baseline). Selanjutnya, selisih antara rencana dan hasil pemantauan dibuat laporannya, kemudian sejauh mungkin faktor-faktor penyebab perbedaan itu diidentifikasi. Contoh hal yang biasanya dimonitor, seperti: prasarana apa saja yang telah ditingkatkan, di mana peningkatan prasarana itu dilakukan, klien mana saja yang menerima pelayanan tersebut dan untuk apa, obat gratis apa yang telah disediakan, untuk siapa dan untuk penyakit apa saja. Pelaksana pemantauan adalah yang bukan melaksanakan program atau kegiatan yang dipantau tersebut. Untuk frekuensi pemantauan, sebaiknya dilakukan paling tidak setiap 6 bulan sekali untuk sebuah program jangka menengah atau jangka panjang. Yang akan menerima laporan hasil pemantauan tidak hanya pihak pemerintah (eksekutif dan legislatif) tetapi juga pihak pelaksana (rumah sakit, penyedia), lalu instansi pemerintah pusat, serta wakil-wakil kelompok penerima manfaat untuk meminta umpan balik. Laporan ini bisa disosialisasikan dengan melaksanakan pertemuan berkala untuk meninjau kembali tingkat kemajuan serta memutuskan apakah rencana implementasi perlu disesuaikan. Evaluasi merupakan penilaian atas dampak kolektif, baik positif maupun negatif, dari semua (atau sebagian besar) kegiatan yang telah dilakukan, pada lokasi dan/atau kelompok sasaran yang berbeda-beda. Selain itu, evaluasi dapat juga didefinisikan sebagai penilaian deskripsi keluaran dan hasil/manfaat sebagaimana dilihat dari sudut pandang penerima manfaat.

48 40 Jenis evaluasi yang akan dilaksanakan meliputi evaluasi proses dan evaluasi dampak. Evaluasi ini berfokus pada apa yang telah dilakukan, bagaimana melakukannya, siapa yang menjadi penerima manfaat, serta apa respons mereka terhadap kegiatan yang dilakukan. Evaluasi didasarkan pada laporan-laporan monitoring dan penelaahan atas dokumen-dokumen, wawancara, serta kunjungan lapangan. Sementara untuk evaluasi dampak, dilakukan pada saat program/kegiatan sudah berakhir pada periode tertentu, dengan tujuan untuk mengukur dampak serta menghimpun pelajaran/pengalaman yang berguna. Evaluasi ini untuk mengungkapkan siapa sebenarnya yang memperoleh manfaat dari kegiatan yang dilakukan dan berapa besar manfaatnya; dengan kata lain, sejauh mana hasil/manfaat (dan dampak) yang diharapkan telah tercapai. Setelah dilakukan pemantauan terhadap kegiatan-kegiatan yang telah dilakukan, maka dilaksanakanlah evaluasi apakah kegiatan berjalan sesuai rencana atau tidak, jika tidak apa dampaknya untuk indikator-indikator pencapaian yang telah dibuat, bagian mana yang harus diperbaiki, hingga sampai pendeteksian dini atau early warning sebagai antisipasi awal. Dengan demikian, apabila terdapat kendala di awal pelaksanaan dapat segera diatasi sehingga tidak menjadi masalah yang berkelanjutan di akhir pelaksanaan program. Oleh karena itulah, perlu dirumuskan beberapa indikator pencapaian sasaran di tahun berikutnya berdasarkan hasil pencapaian pada tahun sebelumnya. Indikator tersebut terdiri dari 3 aspek utama, yakni persentase ketersediaan obat dan vaksin, persentase penggunaan obat generik di fasilitas pelayanan kesehatan, dan persentase instalasi farmasi kab/kota sesuai standar. Acuan besarnya target persentase pencapaian masing-masing indikator tersebut diperhitungkan dan dipertimbangkan dari dua faktor, yaitu ketersediaan obat pada satu perode tertentu dan kebutuhan obat selama satu tahun yang didasarkan pada rata-rata pemakaian obat per bulan di tahun sebelumnya. Tahapan prosedur pemantauan dan evaluasi ada beberapa, dimulai dari: 1. Tidak mengevaluasi orang yang melakukan kegiatannya tapi adalah program kegiatannya dan organisasinya. 2. Terbagi dari tahapan:

49 41 Case by case (sporadis) Yaitu melakukan pemantauan dan evaluasi secara random Evaluasi per struktur Yaitu melakukan pemantauan dan evaluasi secara bulanan, triwulan, atau per 6 bulan Evaluasi paripurna Yaitu melakukan pemantauan dan evaluasi secara setahun sekali, biasanya juga diundang dari pihak luar, seperti Pertemuan Capaian Obat Publik Evaluasi perbaikan Yaitu tahapan yang memberikan solusi atas masalah yang menjadi kendala agar terciptanya perbaikan di masa yang akan datang 3. Cermati indikator Yaitu tahapan yang melakukan pertimbangan menetapkan indikator selanjutnya secara SMART (smart, measurable, achieveable, realistic, time). Harus paham kapan suatu indikator bisa digunakan sebagai alat untuk mengukur kinerja suatu program kegiatan. Syaratnya, indikator tersebut harus dalam kendali orang yang mengerjakan tersebut atau setidaknya dominan kendalinya. Pemantauan dan evaluasi dilakukan secara sistematis. Keduanya dilaksanakan untuk mengetahui tingkat keberhasilan dan efisiensi dalam setiap aspek program Direktorat Obat Publik dan Perbekalan Kesehatan. Dengan mengetahui tingkat efisiensinya, akan menghemat tenaga, biaya, maupun waktu. Oleh karena itu, pemantauan dan evaluasi akan dilaksanakan menyangkut berbagai hal yang terkait, yaitu menyangkut kualitas input, proses, dan output. Dari pemantauan dan evaluasi program obat publik dan perbekalan kesehatan akan diperoleh output berupa profil pencapaian indikator berdasarkan pengambilan data secara bottom up. Profil ini dapat dijadikan sebagai sumber informasi untuk menentukan langkah ke depan dan menentukan solusi terhadap kendala-kendala yang dihadapi. Pengambilan data tersebut dilakukan dari struktur terendah kemudian di rekapitulasi ke sektor

50 42 diatasnya. Data diserahkan oleh Instalasi Farmasi Kabupaten /Kota melalui format laporan pemantauan, kemudian di laporkan setiap dua bulan sekali ke Dinas Kesehatan Propinsi (secara berjenjang) atau ke Pusat (secara langsung). Apabila kegiatan yang dilakukan tidak mencapai target sasaran, maka tugas dari unit kerja ini adalah mencari solusi yang baik yang dapat dilaksanakan atau dikenal dengan istilah mampu laksana. Perlu diketahui, menentukan solusi merupakan bagian pekerjaan yang paling sulit dalam pelaksanaan pihak yang bekerja pada subdirektorat ini, karena setiap orang yang berada dalam tim ini harus bisa memprioritaskan masalah apa dulu yang harus dicari solusinya di antara kurang lebih 46 kegiatan yang tergabung dalam berbagai program yang ada di Direktorat Obat Publik dan Perbekalan Kesehatan. Oleh karena itu, diharapkan orang-orang tersebut mempunyai sense of crisis yang tinggi. Solusi tidak harus ideal dan jangan terlalu sulit diimplementasikan, yang terpenting mampu dilaksanakan oleh seluruh subdit dalam rangka perbaikan hasil kegiatan. Selain itu, penyebab tidak memenuhi sesuai target dapat dikarenakan kinerja tim yang salah dalam membuat sasaran target sehingga terlalu kecil atau terlalu tinggi. Jika target terlalu kecil atau terlalu besar maka perlu diperhitungkan kembali sehingga didapatkan target yang lebih rasional dan diperkirakan lebih tepat dalam mendekati capaian sasaran untuk kegiatan selanjutnya. Sampai saat ini, refleksi pelaksanaan pemantauan dan evaluasi hanya sampai batasan output saja (terjaminnya ketersediaan obat dan vaksin di seluruh wilayah Indonesia), belum mencapai outcome (dampak adanya peningkatan kesehatan masyarakat di seluruh wilayah Indonesia). Hal ini dikarenakan adanya berbagai kendala yang masih sulit dihadapi. Kendala pertama terkait evaluasi keberhasilan suatu program yang menjadi sangat kompleks karena banyak terdapat aspek yang terkait di dalamnya, mulai dari sarana dan prasarana, SDM yang terlibat (baik edukatif maupun administratif), kelancaran pelaksanaan program, efisiensi waktu penyelenggaraan, dan seberapa jauh efektifnya program tersebut diselenggarakan. Oleh karena itu, pemantauan dan evaluasi baru dapat dilaksanakan di 3 kabupaten/kota tiap provinsi di Indonesia. Dalam pelaksanaannya, setelah dilakukan

51 43 pemantauan dan evaluasi, pemerintah pusat akan memberikan bimbingan teknis kepada pihak yang dipantau dan dievaluasi, yaitu dinas kesehatan propinsi, kabupaten/kota maupun puskesmas. Dengan demikian, diharapkan pihak tersebut dapat mengetahui kekurangan dan kendala apa saja yang dialami selama melakukan kegiatan atau program obat publik dan perbekalan kesehatan sehingga dapat mengatasi permasalahan yang terjadi, perbaiki kesalahan sistem pelaksanaan yang ada dan meningkatkan kualitas kinerjanya. Oleh karena itu, perlu adanya dukungan dari berbagai pihak yang terkait dengan pengelolaan obat baik di tingkat Provinsi maupun tingkat Kabupaten/Kota sehingga diharapkan terdapat perubahan yang signifikan dengan adanya evaluasi yang dilakukan demi perbaikan dalam pelaksanaan program yang akan datang.

52 BAB 5 KESIMPULAN DAN SARAN 5.1 Kesimpulan Berdasarkan pelaksanaan Praktek Kerja Profesi Apoteker (PKPA) di Kementerian Kesehatan Republik Indonesia yang dilakukan mahasiswa pada bagian Direktorat Bina Obat Publik dan Perbekalan Kesehatan, disimpulkan bahwa : a. Direktorat Jenderal Bina Kefarmasian dan Alat Kesehatan memiliki tugas merumuskan serta melaksanakan kebijakan dan standardisasi teknis di bidang pembinaan kefarmasian dan alat kesehatan. Adapun fungsi dari Direktorat tersebut adalah merumuskan kebijakan; pelaksanaan kebijakan; penyusunan norma, standard, prosedur, dan kriteria; pemberian bimbingan teknis dan evaluasi di bidang pembinaan kefarmasian dan alat kesehatan, serta pelaksanaan administrasi Direktorat Jenderal Bina Kefarmasian dan Alat Kesehatan. b. Direktorat Bina Obat Publik dan Perbekalan Kesehatan mempunyai tugas melaksanakan penyiapan perumusan dan pelaksanaan kebijakan, penyusunan norma, standard, prosedur, dan kriteria, serta pemberian bimbingan teknis dan evaluasi di bidang obat publik dan perbekalan kesehatan. Adapun fungsi dari Direktorat tersebut adalah penyiapan perumusan kebijakan; pelaksanaan kegiatan; penyiapan penyusunan norma, standard, prosedur, dan kriteria; penyiapan pemberian bimbingan teknis; evaluasi dan penyusunan laporan pelaksanaan kebijakan di bidang analisis dan standardisasi harga obat, penyediaan dan pengelolaan obat publik dan perbekalan kesehatan, serta pemantauan dan evaluasi program obat publik dan perbekalan kesehatan; serta pelaksanaan urusan tata usaha dan rumah tangga Direktorat. 44

53 Saran Saran yang dapat diberikan dari kesimpulan di atas adalah sebagai berikut: a. Pedoman yang sudah diselesaikan pembahasannya segera ditetapkan dan disosialisasikan kepada semua pihak yang terkait dengan pelaksanaan pedoman tersebut. b. Disarankan setiap subdit menyusun protap pelaksanaan kegiatannya, agar pemantauan lebih mudah dilaksanakan dalam rangka antisipasi untuk melakukan perbaikan dan rencana tindak lanjut yang akan dilakukan. c. Mahasiswa sebaiknya dilibatkan secara langsung dalam teknis pelaksanaan kerja di Direktorat Bina Obat Publik dan Perbekalan Kesehatan.

54 DAFTAR ACUAN Direktorat Bina Obat Publik dan Perbekalan Kesehatan Pedoman Supervisi dan Evaluasi Obat dan Perbekalan Kesehatan.Jakarta : Departemen Kesehatan RI. Direktorat Bina Obat Publik dan Perbekalan Kesehatan Laporan hasil anajemen Pengelolaan Obat Publik dan Perbekalan Kesehaatn di Instansi pemerintah Tahun Jakarta : Kementerian Kesehatan Republik Indonesia. Kementerian Kesehatan Republik Indonesia Keputusan Menteri Kesehatan Republik Indonesia Nomor 021/MENKES/SK/2011 tentang Rencana Strategis Kementerian Kesehatan Tahun Jakarta : Kementerian Kesehatan Republik Indonesia. Kementerian Kesehatan RI Keputusan Menteri Kesehatan Republik Indonesia Nomor 1121/MENKES/SK/XII/2008 tentang Teknis Pengadaan Obat Publik dan Perbekalan Kesehatan untuk Pelayanan Kesehatan Dasar.Jakarta : Kementerian Kesehatan RI. Kementerian Kesehatan RI Undang-Undang Kesehatan Republik Indonesia No. 36 tentang Kesehatan. Jakarta: Kementerian Kesehatan RI. Kementerian Kesehatan RI Keputusan Menteri Kesehatan Republik Indonesia Nomor 1810/ MENKES/SK/XII/2010 tentang Petunjuk Teknis Penggunaan Dana Alokasi Khusus Bidang Kesehatan Tahun Anggaran 2011.Jakarta : Kementerian Kesehatan RI. Kementerian Kesehatan RI Peraturan Menteri Kesehatan RI No. 1144/Menkes/Per/VIII/2010 tentang Organisasi Dan Tata Kerja Kementerian Kesehatan.Jakarta : Kementerian Kesehatan RI 46

55 47 Lampiran 2.1. Struktur Organisasi Kementerian Kesehatan Bagan Struktur Organisasi Kementerian Kesehatan

56 48 Lampiran 2.2. Struktur Organisasi Direktorat Jenderal Bina Kefarmasian dan Alat Kesehatan Lampiran 2.3. Struktur Organisasi Sekretariat Direktorat Jenderal Bina Kefarmasian dan Alat Kesehatan

57 49 Lampiran 2.4. Struktur Organisasi Direktorat Bina Obat Publik dan Perbekalan Kesehatan Lampiran 2.5. Struktur Organisasi Direktorat Bina Pelayanan Kefarmasian

58 50 Lampiran 2.6. Struktur Organisasi Direktorat Bina Produksi dan Distribusi Alat Kesehatan Lampiran 2.7. Struktur Organisasi Direktorat Bina Produksi dan Distribusi Kefarmasian

59 51 Lampiran 4.1. Alur Penyediaan Obat Nasional

60 52 Lampiran 4.2. Protap Perencanaan Kebutuhan Obat Mempertimbangkan Usulan Kebutuhan User Konsumsi tahun sebelumnya Rencana Pengadaan Perencana Usulan kebutuhan Sisa stok Hasil pemantauan/evaluasi Prediksi peningkatan sasaran/target Prediksi peningkatan kasus Usulan Pengadaaan KPA Rencana Pengadaan Ketersediaan anggaran Pengadaan Usulan pengadaan PPK Ketersediaan anggaran Mekanisme pengadaan

61 53 Lampiran 4.3. Formulir IFK-3

UNIVERSITAS INDONESIA

UNIVERSITAS INDONESIA UNIVERSITAS INDONESIA LAPORAN PRAKTEK KERJA PROFESI APOTEKER DI DIREKTORAT BINA OBAT PUBLIK DAN PERBEKALAN KESEHATAN DIREKTORAT JENDERAL BINA KEFARMASIAN DAN ALAT KESEHATAN KEMENTERIAN KESEHATAN REPUBLIK

Lebih terperinci

UNIVERSITAS INDONESIA

UNIVERSITAS INDONESIA UNIVERSITAS INDONESIA LAPORAN PRAKTEK KERJA PROFESI APOTEKER DI DIREKTORAT BINA OBAT PUBLIK DAN PERBEKALAN KESEHATAN DIREKTORAT JENDERAL BINA KEFARMASIAN DAN ALAT KESEHATAN KEMENTERIAN KESEHATAN REPUBLIK

Lebih terperinci

UNIVERSITAS INDONESIA

UNIVERSITAS INDONESIA UNIVERSITAS INDONESIA LAPORAN PRAKTEK KERJA PROFESI APOTEKER DI DIREKTORAT BINA OBAT PUBLIK DAN PERBEKALAN KESEHATAN DIREKTORAT JENDERAL BINA KEFARMASIAN DAN ALAT KESEHATAN KEMENTERIAN KESEHATAN REPUBLIK

Lebih terperinci

UNIVERSITAS INDONESIA

UNIVERSITAS INDONESIA UNIVERSITAS INDONESIA LAPORAN PRAKTEK KERJA PROFESI APOTEKER DI DIREKTORAT BINA OBAT PUBLIK DAN PERBEKALAN KESEHATAN DIREKTORAT JENDERAL BINA KEFARMASIAN DAN ALAT KESEHATAN KEMENTERIAN KESEHATAN REPUBLIK

Lebih terperinci

UNIVERSITAS INDONESIA

UNIVERSITAS INDONESIA UNIVERSITAS INDONESIA LAPORAN PRAKTEK KERJA PROFESI APOTEKER DI DIREKTORAT BINA OBAT PUBLIK DAN PERBEKALANKESEHATAN DIREKTORAT JENDERAL BINA KEFARMASIAN DAN ALAT KESEHATAN KEMENTERIAN KESEHATAN REPUBLIK

Lebih terperinci

UNIVERSITAS INDONESIA

UNIVERSITAS INDONESIA UNIVERSITAS INDONESIA LAPORAN PRAKTEK KERJA PROFESI APOTEKER DI DIREKTORAT BINA OBAT PUBLIK DAN PERBEKALAN KESEHATAN DIREKTORAT JENDERAL BINA KEFARMASIAN DAN ALAT KESEHATAN KEMENTERIAN KESEHATAN REPUBLIK

Lebih terperinci

UNIVERSITAS INDONESIA

UNIVERSITAS INDONESIA UNIVERSITAS INDONESIA LAPORAN PRAKTEK KERJA PROFESI APOTEKER DI DIREKTORAT BINA OBAT PUBLIK DAN PERBEKALAN KESEHATAN DIREKTORAT JENDERAL BINA KEFARMASIAN DAN ALAT KESEHATAN KEMENTERIAN KESEHATAN REPUBLIK

Lebih terperinci

UNIVERSITAS INDONESIA

UNIVERSITAS INDONESIA UNIVERSITAS INDONESIA LAPORAN PRAKTEK KERJA PROFESI APOTEKER DI DIREKTORAT BINA PELAYANAN KEFARMASIAN DIREKTORAT JENDERAL BINA KEFARMASIAN DAN ALAT KESEHATAN KEMENTERIAN KESEHATAN REPUBLIK INDONESIA PERIODE

Lebih terperinci

UNIVERSITAS INDONESIA

UNIVERSITAS INDONESIA UNIVERSITAS INDONESIA LAPORAN PRAKTEK KERJA PROFESI APOTEKER DI DIREKTORAT BINA PRODUKSI DAN DISTRIBUSI KEFARMASIAN DITJEN BINFAR DAN ALKES KEMENTERIAN KESEHATAN REPUBLIK INDONESIA JL. H.R. RASUNA SAID

Lebih terperinci

UNIVERSITAS INDONESIA

UNIVERSITAS INDONESIA UNIVERSITAS INDONESIA LAPORAN PRAKTEK KERJA PROFESI APOTEKER DI DIREKTORAT BINA PELAYANAN KEFARMASIAN DIREKTORAT JENDERAL BINA KEFARMASIAN DAN ALAT KESEHATAN KEMENTERIAN KESEHATAN REPUBLIK INDONESIA PERIODE

Lebih terperinci

UNIVERSITAS INDONESIA

UNIVERSITAS INDONESIA UNIVERSITAS INDONESIA LAPORAN PRAKTEK KERJA PROFESI APOTEKER DI DIREKTORAT BINA PELAYANAN KEFARMASIAN DIREKTORAT JENDERAL BINA KEFARMASIAN DAN ALAT KESEHATAN KEMENTERIAN KESEHATAN REPUBLIK INDONESIA PERIODE

Lebih terperinci

UNIVERSITAS INDONESIA

UNIVERSITAS INDONESIA UNIVERSITAS INDONESIA LAPORAN PRAKTEK KERJA PROFESI APOTEKER DI DIREKTORAT BINA OBAT PUBLIK DAN PERBEKALAN KESEHATAN DIREKTORAT JENDERAL BINA KEFARMASIAN DAN ALAT KESEHATAN KEMENTERIAN KESEHATAN REPUBLIK

Lebih terperinci

UNIVERSITAS INDONESIA

UNIVERSITAS INDONESIA UNIVERSITAS INDONESIA LAPORAN PRAKTEK KERJA PROFESI APOTEKER DI DIREKTORAT BINA PRODUKSI DAN DISTRIBUSI KEFARMASIAN DIREKTORAT JENDERAL BINA KEFARMASIAN DAN ALAT KESEHATAN KEMENTERIAN KESEHATAN REPUBLIK

Lebih terperinci

UNIVERSITAS INDONESIA LAPORAN PRAKTIK KERJA PROFESI APOTEKER

UNIVERSITAS INDONESIA LAPORAN PRAKTIK KERJA PROFESI APOTEKER UNIVERSITAS INDONESIA LAPORAN PRAKTEK KERJA PROFESI APOTEKER DI DIREKTORAT BINA OBAT PUBLIK DAN PERBEKALAN KESEHATAN DIREKTORAT JENDERAL BINA KEFARMASIAN DAN ALAT KESEHATAN KEMENTERIAN KESEHATAN REPUBLIK

Lebih terperinci

UNIVERSITAS INDONESIA

UNIVERSITAS INDONESIA UNIVERSITAS INDONESIA LAPORAN PRAKTEK KERJA PROFESI APOTEKER DI DIREKTORAT BINA PELAYANAN KEFARMASIAN DIREKTORAT JENDERAL BINA KEFARMASIAN DAN ALAT KESEHATAN KEMENTERIAN KESEHATAN REPUBLIK INDONESIA LAPORAN

Lebih terperinci

UNIVERSITAS INDONESIA

UNIVERSITAS INDONESIA UNIVERSITAS INDONESIA LAPORAN PRAKTEK KERJA PROFESI APOTEKER DI DIREKTORAT BINA PELAYANAN KEFARMASIAN DIREKTORAT JENDERAL BINA KEFARMASIAN DAN ALAT KESEHATAN KEMENTERIAN KESEHATAN REPUBLIK INDONESIA PERIODE

Lebih terperinci

UNIVERSITAS INDONESIA

UNIVERSITAS INDONESIA UNIVERSITAS INDONESIA LAPORAN PRAKTEK KERJA PROFESI APOTEKER DI DIREKTORAT BINA PELAYANAN KEFARMASIAN DIREKTORAT JENDERAL BINA KEFARMASIAN DAN ALAT KESEHATAN KEMENTERIAN KESEHATAN REPUBLIK INDONESIA PERIODE

Lebih terperinci

UNIVERSITAS INDONESIA

UNIVERSITAS INDONESIA UNIVERSITAS INDONESIA LAPORAN PRAKTEK KERJA PROFESI APOTEKER DI DIREKTORAT BINA OBAT PUBLIK DAN PERBEKALAN KESEHATAN DIREKTORAT JENDERAL BINA KEFARMASIAN DAN ALAT KESEHATAN KEMENTERIAN KESEHATAN REPUBLIK

Lebih terperinci

UNIVERSITAS INDONESIA LAPORAN PRAKTEK KERJA PROFESI APOTEKER DI KEMENTERIAN KESEHATAN REPUBLIK INDONESIA DI PT BINTANG TOEDJOE DI APOTEK ATRIKA

UNIVERSITAS INDONESIA LAPORAN PRAKTEK KERJA PROFESI APOTEKER DI KEMENTERIAN KESEHATAN REPUBLIK INDONESIA DI PT BINTANG TOEDJOE DI APOTEK ATRIKA UNIVERSITAS INDONESIA LAPORAN PRAKTEK KERJA PROFESI APOTEKER DI KEMENTERIAN KESEHATAN REPUBLIK INDONESIA DI PT BINTANG TOEDJOE DI APOTEK ATRIKA LAPORAN PRAKTEK KERJA PROFESI APOTEKER Anita Karlina, S.Farm.

Lebih terperinci

UNIVERSITAS INDONESIA

UNIVERSITAS INDONESIA UNIVERSITAS INDONESIA LAPORAN PRAKTEK KERJA PROFESI APOTEKER DI DIREKTORAT BINA PELAYANAN KEFARMASIAN DIREKTORAT JENDERAL BINA KEFARMASIAN DAN ALAT KESEHATAN KEMENTERIAN KESEHATAN REPUBLIK INDONESIA PERIODE

Lebih terperinci

UNIVERSITAS INDONESIA

UNIVERSITAS INDONESIA UNIVERSITAS INDONESIA LAPORAN PRAKTEK KERJA PROFESI APOTEKER DI DIREKTORAT BINA PELAYANAN KEFARMASIAN DIREKTORAT JENDERAL BINA KEFARMASIAN DAN ALAT KESEHATAN KEMENTERIAN KESEHATAN REPUBLIK INDONESIA PERIODE

Lebih terperinci

UNIVERSITAS INDONESIA

UNIVERSITAS INDONESIA UNIVERSITAS INDONESIA LAPORAN PRAKTEK KERJA PROFESI APOTEKER DI DIREKTORAT BINA PRODUKSI DAN DISTRIBUSI ALAT KESEHATAN DIREKTORAT JENDERAL BINA KEFARMASIAN DAN ALAT KESEHATAN KEMENTERIAN KESEHATAN REPUBLIK

Lebih terperinci

UNIVERSITAS INDONESIA

UNIVERSITAS INDONESIA UNIVERSITAS INDONESIA LAPORAN PRAKTEK KERJA PROFESI APOTEKER DI DIREKTORAT BINA PELAYANAN KEFARMASIAN DIREKTORAT JENDERAL BINA KEFARMASIAN DAN ALAT KESEHATAN KEMENTERIAN KESEHATAN REPUBLIK INDONESIA PERIODE

Lebih terperinci

UNIVERSITAS INDONESIA

UNIVERSITAS INDONESIA UNIVERSITAS INDONESIA LAPORAN PRAKTIK KERJA PROFESI APOTEKER DI DIREKTORAT BINA PELAYANAN KEFARMASIAN DIREKTORAT JENDERAL BINA KEFARMASIAN DAN ALAT KESEHATAN KEMENTERIAN KESEHATAN REPUBLIK INDONESIA PERIODE

Lebih terperinci

UNIVERSITAS INDONESIA

UNIVERSITAS INDONESIA UNIVERSITAS INDONESIA LAPORAN PRAKTEK KERJA PROFESI APOTEKER DI DIREKTORAT BINA PELAYANAN KEFARMASIAN DIREKTORAT JENDERAL BINA KEFARMASIAN DAN ALAT KESEHATAN KEMENTERIAN KESEHATAN REPUBLIK INDONESIA PERIODE

Lebih terperinci

UNIVERSITAS INDONESIA LAPORAN PRAKTEK KERJA PROFESI APOTEKER DI KEMENTERIAN KESEHATAN REPUBLIK INDONESIA DI PT SOHO INDUSTRI PHARMASI DI APOTEK ATRIKA

UNIVERSITAS INDONESIA LAPORAN PRAKTEK KERJA PROFESI APOTEKER DI KEMENTERIAN KESEHATAN REPUBLIK INDONESIA DI PT SOHO INDUSTRI PHARMASI DI APOTEK ATRIKA UNIVERSITAS INDONESIA LAPORAN PRAKTEK KERJA PROFESI APOTEKER DI KEMENTERIAN KESEHATAN REPUBLIK INDONESIA DI PT SOHO INDUSTRI PHARMASI DI APOTEK ATRIKA LAPORAN PRAKTEK KERJA PROFESI APOTEKER ANITA HASAN,

Lebih terperinci

UNIVERSITAS INDONESIA LAPORAN PRAKTEK KERJA PROFESI APOTEKER DI KEMENTERIAN KESEHATAN REPUBLIK INDONESIA DI PT. ETERCON PHARMA DI APOTEK KIMIA FARMA

UNIVERSITAS INDONESIA LAPORAN PRAKTEK KERJA PROFESI APOTEKER DI KEMENTERIAN KESEHATAN REPUBLIK INDONESIA DI PT. ETERCON PHARMA DI APOTEK KIMIA FARMA UNIVERSITAS INDONESIA LAPORAN PRAKTEK KERJA PROFESI APOTEKER DI KEMENTERIAN KESEHATAN REPUBLIK INDONESIA DI PT. ETERCON PHARMA DI APOTEK KIMIA FARMA LAPORAN PRAKTEK KERJA PROFESI APOTEKER ANATRIA KHOLIYAH,

Lebih terperinci

UNIVERSITAS INDONESIA

UNIVERSITAS INDONESIA UNIVERSITAS INDONESIA LAPORAN PRAKTEK KERJA PROFESI APOTEKER DI DIREKTORAT BINA PELAYANAN KEFARMASIAN DIREKTORAT JENDERAL BINA KEFARMASIAN DAN ALAT KESEHATAN KEMENTERIAN KESEHATAN REPUBLIK INDONESIA PERIODE

Lebih terperinci

UNIVERSITAS INDONESIA

UNIVERSITAS INDONESIA UNIVERSITAS INDONESIA LAPORAN PRAKTEK KERJA PROFESI APOTEKER DI DIREKTORAT BINA PRODUKSI DAN DISTRIBUSI ALAT KESEHATAN DIREKTORAT JENDERAL BINA KEFARMASIAN DAN ALAT KESEHATAN KEMENTERIAN KESEHATAN REPUBLIK

Lebih terperinci

UNIVERSITAS INDONESIA LAPORAN PRAKTEK KERJA PROFESI APOTEKER. YUDHO PRABOWO, S.Farm ANGKATAN LXXIII

UNIVERSITAS INDONESIA LAPORAN PRAKTEK KERJA PROFESI APOTEKER. YUDHO PRABOWO, S.Farm ANGKATAN LXXIII UNIVERSITAS INDONESIA LAPORAN PRAKTEK KERJA PROFESI APOTEKER DI DIREKTORAT BINA PRODUKSI DAN DISTRIBUSI ALAT KESEHATAN DIREKTORAT JENDERAL BINA KEFARMASIAN DAN ALAT KESEHATAN KEMENTERIAN KESEHATAN REPUBLIK

Lebih terperinci

UNIVERSITAS INDONESIA

UNIVERSITAS INDONESIA UNIVERSITAS INDONESIA LAPORAN PRAKTEK KERJA PROFESI APOTEKER DI DIREKTORAT BINA PRODUKSI DAN DISTRIBUSI ALAT KESEHATAN DIREKTORAT JENDERAL BINA KEFARMASIAN DAN ALAT KESEHATAN KEMENTERIAN KESEHATAN REPUBLIK

Lebih terperinci

UIVERSITAS IDOESIA LAPORA PRAKTEK KERJA PROFESI APOTEKER. APRILYA TRI SUSATI, S.Farm AGKATA LXXVI

UIVERSITAS IDOESIA LAPORA PRAKTEK KERJA PROFESI APOTEKER. APRILYA TRI SUSATI, S.Farm AGKATA LXXVI UIVERSITAS IDOESIA LAPORA PRAKTEK KERJA PROFESI APOTEKER DI DIREKTORAT BIA PRODUKSI DA DISTRIBUSI KEFARMASIA DIREKTORAT JEDERAL BIA KEFARMASIA DA ALAT KESEHATA KEMETERIA KESEHATA REPUBLIK IDOESIA PERIODE

Lebih terperinci

UNIVERSITAS INDONESIA

UNIVERSITAS INDONESIA UNIVERSITAS INDONESIA LAPORAN PRAKTEK KERJA PROFESI APOTEKER DI DIREKTORAT BINA PRODUKSI DAN DISTRIBUSI ALAT KESEHATAN DIREKTORAT JENDERAL BINA KEFARMASIAN DAN ALAT KESEHATAN KEMENTERIAN KESEHATAN REPUBLIK

Lebih terperinci

UNIVERSITAS INDONESIA

UNIVERSITAS INDONESIA UNIVERSITAS INDONESIA LAPORAN PRAKTEK KERJA PROFESI APOTEKER DI DIREKTORAT BINA PRODUKSI DAN DISTRIBUSI KEFARMASIAN DIREKTORAT JENDERAL BINA KEFARMASIAN DAN ALAT KESEHATAN KEMENTERIAN KESEHATAN REPUBLIK

Lebih terperinci

UNIVERSITAS INDONESIA

UNIVERSITAS INDONESIA UNIVERSITAS INDONESIA LAPORAN PRAKTEK KERJA PROFESI APOTEKER DI DIREKTORAT BINA PRODUKSI DAN DISTRIBUSI ALAT KESEHATAN DIREKTORAT JENDERAL BINA KEFARMASIAN DAN ALAT KESEHATAN KEMENTERIAN KESEHATAN REPUBLIK

Lebih terperinci

BERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA KEMENTERIAN KESEHATAN. Organisasi. Tata Kerja.

BERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA KEMENTERIAN KESEHATAN. Organisasi. Tata Kerja. No.585, 2010 BERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA KEMENTERIAN KESEHATAN. Organisasi. Tata Kerja. PERATURAN MENTERI KESEHATAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 1144/MENKES/PER/VIII/2010 TENTANG ORGANISASI DAN TATA KERJA

Lebih terperinci

UNIVERSITAS INDONESIA

UNIVERSITAS INDONESIA UNIVERSITAS INDONESIA LAPORAN PRAKTEK KERJA PROFESI APOTEKER DI DIREKTORAT BINA PELAYANAN KEFARMASIAN DIREKTORAT JENDERAL BINA KEFARMASIAN DAN ALAT KESEHATAN KEMENTERIAN KESEHATAN REPUBLIK INDONESIA PERIODE

Lebih terperinci

UNIVERSITAS INDONESIA

UNIVERSITAS INDONESIA UNIVERSITAS INDONESIA LAPORAN PRAKTEK KERJA PROFESI APOTEKER DI DIREKTORAT BINA PRODUKSI DAN DISTRIBUSI ALAT KESEHATAN DIREKTORAT JENDERAL BINA KEFARMASIAN DAN ALAT KESEHATAN KEMENTERIAN KESEHATAN REPUBLIK

Lebih terperinci

UNIVERSITAS INDONESIA

UNIVERSITAS INDONESIA UNIVERSITAS INDONESIA LAPORAN PRAKTEK KERJA PROFESI APOTEKER DI DIREKTORAT BINA PELANYANAN KEFARMASIAN DIREKTORAT JENDERAL BINA KEFARMASIAN DAN ALAT KESEHATAN KEMENTERIAN KESEHATAN REPUBLIK INDONESIA PERIODE

Lebih terperinci

UNIVERSITAS INDONESIA

UNIVERSITAS INDONESIA UNIVERSITAS INDONESIA LAPORAN PRAKTEK KERJA PROFESI APOTEKER DI DIREKTORAT BINA PRODUKSI DAN DISTRIBUSI ALAT KESEHATAN DIREKTORAT JENDERAL BINA KEFARMASIAN DAN ALAT KESEHATAN KEMENTERIAN KESEHATAN REPUBLIK

Lebih terperinci

UNIVERSITAS INDONESIA

UNIVERSITAS INDONESIA UNIVERSITAS INDONESIA LAPORAN PRAKTEK KERJA PROFESI APOTEKER DI DIREKTORAT BINA PRODUKSI DAN DISTRIBUSI ALAT KESEHATAN DIREKTORAT JENDERAL BINA KEFARMASIAN DAN ALAT KESEHATAN KEMENTERIAN KESEHATAN REPUBLIK

Lebih terperinci

UNIVERSITAS INDONESIA

UNIVERSITAS INDONESIA UNIVERSITAS INDONESIA LAPORAN PRAKTEK KERJA PROFESI APOTEKER DI DIREKTORAT BINA PRODUKSI DAN DISTRIBUSI ALAT KESEHATAN DIREKTORAT JENDERAL BINA KEFARMASIAN DAN ALAT KESEHATAN KEMENTERIAN KESEHATAN REPUBLIK

Lebih terperinci

UNIVERSITAS INDONESIA

UNIVERSITAS INDONESIA UNIVERSITAS INDONESIA LAPORAN PRAKTIK KERJA PROFESI APOTEKER DI APOTEK KIMIA FARMA MENTENG HUIS JALAN CIKINI RAYA NO. 2 JAKARTA PUSAT PERIODE 13 FEBRUARI 22 MARET 2012 LAPORAN PRAKTIK KERJA PROFESI APOTEKER

Lebih terperinci

UNIVERSITAS INDONESIA

UNIVERSITAS INDONESIA UNIVERSITAS INDONESIA LAPORAN PRAKTEK KERJA PROFESI APOTEKER DI DIREKTORAT BINA PELAYANAN KEFARMASIAN DIREKTORAT JENDERAL BINA KEFARMASIAN DAN ALAT KESEHATAN KEMENTERIAN KESEHATAN REPUBLIK INDONESIA PERIODE

Lebih terperinci

UNIVERSITAS INDONESIA

UNIVERSITAS INDONESIA UNIVERSITAS INDONESIA LAPORAN PRAKTEK KERJA PROFESI APOTEKER DI DIREKTORAT BINA PELAYANAN KEFARMASIAN DIREKTORAT JENDERAL BINA KEFARMASIAN DAN ALAT KESEHATAN KEMENTERIAN KESEHATAN REPUBLIK INDONESIA PERIODE

Lebih terperinci

Revisi PP.38/2007 serta implikasinya terhadap urusan direktorat jenderal bina upaya kesehatan.

Revisi PP.38/2007 serta implikasinya terhadap urusan direktorat jenderal bina upaya kesehatan. Revisi PP.38/2007 serta implikasinya terhadap urusan direktorat jenderal bina upaya kesehatan. Dr. Kuntjoro Adi Purjanto, M.Kes Sekretaris Ditjen Bina Upaya Kesehatan kementerian kesehatan republik indonesia

Lebih terperinci

UNIVERSITAS INDONESIA

UNIVERSITAS INDONESIA UNIVERSITAS INDONESIA LAPORAN PRAKTEK KERJA PROFESI APOTEKER DI DIREKTORAT BINA PRODUKSI DAN DISTRIBUSI ALAT KESEHATAN DIREKTORAT JENDERAL BINA KEFARMASIAN DAN ALAT KESEHATAN KEMENTERIAN KESEHATAN REPUBLIK

Lebih terperinci

UNIVERSITAS INDONESIA

UNIVERSITAS INDONESIA UNIVERSITAS INDONESIA LAPORAN PRAKTEK KERJA PROFESI APOTEKER DI DIREKTORAT BINA PRODUKSI DAN DISTRIBUSI ALAT KESEHATAN DIREKTORAT JENDERAL BINA KEFARMASIAN DAN ALAT KESEHATAN KEMENTERIAN KESEHATAN REPUBLIK

Lebih terperinci

PERATURAN MENTERI KESEHATAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 439/MENKES/PER/VI/2009 TENTANG

PERATURAN MENTERI KESEHATAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 439/MENKES/PER/VI/2009 TENTANG PERATURAN MENTERI KESEHATAN NOMOR 439/MENKES/PER/VI/2009 TENTANG PERUBAHAN KEDUA ATAS PERATURAN MENTERI KESEHATAN NOMOR 1575/MENKES/PER/XI/2005 TENTANG ORGANISASI DAN TATA KERJA DEPARTEMEN KESEHATAN MENTERI

Lebih terperinci

Diharapkan Laporan Tahunan ini bermanfaat bagi pengembangan Program Obat dan Perbekalan Kesehatan.

Diharapkan Laporan Tahunan ini bermanfaat bagi pengembangan Program Obat dan Perbekalan Kesehatan. KATA PENGANTAR Puji syukur ke hadirat Allah SWT dan atas berkat dan karunianya Buku Laporan Tahunan Pelaksanaan Program Obat dan Perbekalan Kesehatan, Direktorat Jenderal Bina Kefarmasian dan Alat Kesehatan

Lebih terperinci

LAPORAN PRAKTEK KERJA PROFESI APOTEKER DI DIREKTORAT BINA PRODUKSI DAN DISTRIBUSI ALAT KESEHATAN

LAPORAN PRAKTEK KERJA PROFESI APOTEKER DI DIREKTORAT BINA PRODUKSI DAN DISTRIBUSI ALAT KESEHATAN UNIVERSITAS INDONESIA LAPORAN PRAKTEK KERJA PROFESI APOTEKER DI DIREKTORAT BINA PRODUKSI DAN DISTRIBUSI ALAT KESEHATAN DIREKTORATT JENDERAL BINA KEFARMASIAN DAN ALAT KESEHATAN KEMENTERIAN KESEHATAN REPUBLIK

Lebih terperinci

Sekretaris Ditjen Bina Kefarmasian dan Alat Kesehatan

Sekretaris Ditjen Bina Kefarmasian dan Alat Kesehatan RANCANGAN REVISI PP 38/2007 DAN NSPK DI LINGKUNGAN DITJEN BINFAR DAN ALKES Sekretaris Ditjen Bina Kefarmasian dan Alat Kesehatan DISAMPAIKAN PADA SEMILOKA REVISI PP38/2007 DAN NSPK : IMPLIKASINYA TERHADAP

Lebih terperinci

UNIVERSITAS INDONESIA

UNIVERSITAS INDONESIA UNIVERSITAS INDONESIA LAPORAN PRAKTEK KERJA PROFESI APOTEKER DI DIREKTORAT BINA PRODUKSI DAN DISTRIBUSI KEFARMASIAN DIREKTORAT JENDERAL BINA KEFARMASIAN DAN ALAT KESEHATAN KEMENTERIAN KESEHATAN REPUBLIK

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Kesehatan merupakan hal yang penting dan menjadi hak semua orang. Kesehatan yang dimaksud tidak hanya sekedar sehat secara fisik atau jasmani, tetapi juga secara mental,

Lebih terperinci

UNIVERSITAS INDONESIA

UNIVERSITAS INDONESIA UNIVERSITAS INDONESIA LAPORAN PRAKTEK KERJA PROFESI APOTEKER DI DIREKTORAT BINA PRODUKSI DAN DISTRIBUSI ALAT KESEHATAN DIREKTORAT JENDERAL BINA KEFARMASIAN DAN ALAT KESEHATAN KEMENTERIAN KESEHATAN REPUBLIK

Lebih terperinci

UNIVERSITAS INDONESIA

UNIVERSITAS INDONESIA UNIVERSITAS INDONESIA LAPORAN PRAKTEK KERJA PROFESI APOTEKER DI DIREKTORAT BINA PRODUKSI DAN DISTRIBUSI ALAT KESEHATAN DIREKTORAT JENDERAL BINA KEFARMASIAN DAN ALAT KESEHATAN KEMENTERIAN KESEHATAN REPUBLIK

Lebih terperinci

BUPATI SIDOARJO PROVINSI JAWA TIMUR PERATURAN BUPATI SIDOARJO NOMOR 69 TAHUN 2016 TENTANG

BUPATI SIDOARJO PROVINSI JAWA TIMUR PERATURAN BUPATI SIDOARJO NOMOR 69 TAHUN 2016 TENTANG BUPATI SIDOARJO PROVINSI JAWA TIMUR PERATURAN BUPATI SIDOARJO NOMOR 69 TAHUN 2016 TENTANG KEDUDUKAN, SUSUNAN ORGANISASI, TUGAS DAN FUNGSI SERTA TATA KERJA DINAS KESEHATAN KABUPATEN SIDOARJO DENGAN RAHMAT

Lebih terperinci

UNIVERSITAS INDONESIA

UNIVERSITAS INDONESIA UNIVERSITAS INDONESIA LAPORAN PRAKTEK KERJA PROFESI APOTEKER DI KEMENTERIAN KESEHATAN REPUBLIK INDONESIA DI RUMAH SAKIT UMUM PUSAT NASIONAL (RSUPN) Dr. CIPTO MANGUNKUSUMO DI APOTEK KIMIA FARMA NO. 50 BOGOR

Lebih terperinci

UNIVERSITAS INDONESIA

UNIVERSITAS INDONESIA UNIVERSITAS INDONESIA LAPORAN PRAKTEK KERJA PROFESI APOTEKER DI DIREKTORAT BINA PRODUKSI DAN DISTRIBUSI ALAT KESEHATAN DIREKTORAT JENDERAL BINA KEFARMASIAN DAN ALAT KESEHATAN KEMENTERIAN KESEHATAN REPUBLIK

Lebih terperinci

KEBIJAKAN OBAT NASIONAL (KONAS) Kepmenkes No 189/Menkes/SK/III/2006

KEBIJAKAN OBAT NASIONAL (KONAS) Kepmenkes No 189/Menkes/SK/III/2006 KEBIJAKAN OBAT NASIONAL (KONAS) Kepmenkes No 189/Menkes/SK/III/2006 Oleh : Drs. Richard Panjaitan, Apt., SKM DISAMPAIKAN PADA WORKSHOP KETERSEDIAAN, KETERJANGKAUAN DAN PEMERATAAN OBAT ESENSIAL GENERIK

Lebih terperinci

PERBANDINGAN STRUKTUR ORGANISASI DIREKTORAT JENDERAL BINA KEFARMASIAN DAN ALAT KESEHATAN DEPARTEMEN KESEHATAN NOMOR 1575/MENKES/PER/IX/2005

PERBANDINGAN STRUKTUR ORGANISASI DIREKTORAT JENDERAL BINA KEFARMASIAN DAN ALAT KESEHATAN DEPARTEMEN KESEHATAN NOMOR 1575/MENKES/PER/IX/2005 PERBANDINGAN STRUKTUR ORGANISASI DIREKTORAT JENDERAL BINA KEFARMASIAN DAN ALAT KESEHATAN DEPARTEMEN KESEHATAN NOMOR 1575/MENKES/PER/IX/2005 DENGAN KEPUTUSAN KEPALA BADAN PENGAWAS OBAT DAN MAKANAN NOMOR

Lebih terperinci

STRUKTUR ORGANISASI KEMENTERIAN KESEHATAN

STRUKTUR ORGANISASI KEMENTERIAN KESEHATAN 1. Staf Ahli Bid. Teknologi Kesehatan dan Globalisasi; 2. Staf Ahli Bid. Pembiayaan & Pemberdayaan Masyarakat; 3. Staf Ahli Bid. Perlindungan Faktor Resiko Kesehatan; 4. Staf Ahli Bid Peningkatan Kapasitas

Lebih terperinci

UNIVERSITAS INDONESIA

UNIVERSITAS INDONESIA UNIVERSITAS INDONESIA LAPORAN PRAKTIK KERJA PROFESI APOTEKER DI DIREKTORAT BINA PRODUKSI DAN DISTRIBUSI ALAT KESEHATAN DIREKTORAT JENDERAL BINA KEFARMASIAN DAN ALAT KESEHATAN KEMENTERIAN KESEHATAN REPUBLIK

Lebih terperinci

Kebijakan Peningkatan Pembinaan Produksi dan Distribusi Kefarmasian

Kebijakan Peningkatan Pembinaan Produksi dan Distribusi Kefarmasian Kebijakan Peningkatan Pembinaan Produksi dan Distribusi Kefarmasian Rapat Koordinasi Nasional Palu, 31 Maret 2015 Direktorat Bina Produksi dan Distribusi Kefarmasian Direktorat Jenderal Bina Kefarmasian

Lebih terperinci

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA MENTERI KESEHATAN REPUBLIK INDONESIA,

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA MENTERI KESEHATAN REPUBLIK INDONESIA, KEPUTUSAN MENTERI KESEHATAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR HK.02.02/MENKES/497/2016 TENTANG PANITIA PENYELENGGARA PERINGATAN HARI KESEHATAN NASIONAL KE-52 TAHUN 2016 DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA MENTERI

Lebih terperinci

UNIVERSITAS INDONESIA

UNIVERSITAS INDONESIA UNIVERSITAS INDONESIA LAPORAN PRAKTIK KERJA PROFESI APOTEKER DI DIREKTORAT BINA PRODUKSI DAN DISTRIBUSI KEFARMASIAN DIREKTORAT JENDERAL BINA KEFARMASIAN DAN ALAT KESEHATAN KEMENTERIAN KESEHATAN REPUBLIK

Lebih terperinci

GUBERNUR JAWA TIMUR PERATURAN GUBERNUR JAWA TIMUR NOMOR 74 TAHUN 2016 TENTANG

GUBERNUR JAWA TIMUR PERATURAN GUBERNUR JAWA TIMUR NOMOR 74 TAHUN 2016 TENTANG GUBERNUR JAWA TIMUR PERATURAN GUBERNUR JAWA TIMUR NOMOR 74 TAHUN 2016 TENTANG KEDUDUKAN, SUSUNAN ORGANISASI, URAIAN TUGAS DAN FUNGSI SERTA TATA KERJA DINAS KESEHATAN PROVINSI JAWA TIMUR DENGAN RAHMAT TUHAN

Lebih terperinci

BAB II DESKRIPSI OBJEK PENELITIAN. Pada tanggal 1 Maret 1945 diumumkan pembentukan Badan

BAB II DESKRIPSI OBJEK PENELITIAN. Pada tanggal 1 Maret 1945 diumumkan pembentukan Badan BAB II DESKRIPSI OBJEK PENELITIAN 2.1. Sejarah Organisasi Pada tanggal 1 Maret 1945 diumumkan pembentukan Badan Penyelidik Usaha-Usaha Persiapan Kemerdekaan Indonesia (BPUPKI) atau Dokuritsu Junbi Cosakai

Lebih terperinci

PERATURAN PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 35 TAHUN 2015 TENTANG KEMENTERIAN KESEHATAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

PERATURAN PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 35 TAHUN 2015 TENTANG KEMENTERIAN KESEHATAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, PERATURAN PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 35 TAHUN 2015 TENTANG KEMENTERIAN KESEHATAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang: bahwa dengan telah ditetapkannya pembentukan

Lebih terperinci

GUBERNUR DAERAH ISTIMEWA YOGYAKARTA PERATURAN GUBERNUR DAERAH ISTIMEWA YOGYAKARTA NOMOR 57 TAHUN 2015 TENTANG RINCIAN TUGAS DAN FUNGSI DINAS KESEHATAN

GUBERNUR DAERAH ISTIMEWA YOGYAKARTA PERATURAN GUBERNUR DAERAH ISTIMEWA YOGYAKARTA NOMOR 57 TAHUN 2015 TENTANG RINCIAN TUGAS DAN FUNGSI DINAS KESEHATAN SALINAN GUBERNUR DAERAH ISTIMEWA YOGYAKARTA PERATURAN GUBERNUR DAERAH ISTIMEWA YOGYAKARTA NOMOR 57 TAHUN 2015 TENTANG RINCIAN TUGAS DAN FUNGSI DINAS KESEHATAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA GUBERNUR

Lebih terperinci

LEMBARAN DAERAH KABUPATEN LOMBOK UTARA NOMOR 9 TAHUN 2013 SERI D NOMOR 9 TAHUN 2013 PERATURAN DAERAH KABUPATEN LOMBOK UTARA NOMOR 9 TAHUN 2013 TENTANG

LEMBARAN DAERAH KABUPATEN LOMBOK UTARA NOMOR 9 TAHUN 2013 SERI D NOMOR 9 TAHUN 2013 PERATURAN DAERAH KABUPATEN LOMBOK UTARA NOMOR 9 TAHUN 2013 TENTANG LEMBARAN DAERAH KABUPATEN LOMBOK UTARA NOMOR 9 TAHUN 2013 SERI D NOMOR 9 TAHUN 2013 PERATURAN DAERAH KABUPATEN LOMBOK UTARA NOMOR 9 TAHUN 2013 TENTANG PEMBENTUKAN ORGANISASI DAN TATA KERJA RUMAH SAKIT

Lebih terperinci

PERATURAN PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 35 TAHUN 2015 TENTANG KEMENTERIAN KESEHATAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

PERATURAN PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 35 TAHUN 2015 TENTANG KEMENTERIAN KESEHATAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, PERATURAN PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 35 TAHUN 2015 TENTANG KEMENTERIAN KESEHATAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang : bahwa dengan telah ditetapkannya pembentukan

Lebih terperinci

Rencana Kerja Tahunan Tahun 2016

Rencana Kerja Tahunan Tahun 2016 Rencana Kerja Tahunan Tahun 2016 DIREKTORAT PELAYANAN KEFARMASIAN Direktorat Jenderal Kefarmasian dan Alat Kesehatan KEMENTERIAN KESEHATAN RI KATA PENGANTAR Kami memanjatkan puji syukur ke hadirat Allah

Lebih terperinci

UNIVERSITAS INDONESIA

UNIVERSITAS INDONESIA UNIVERSITAS INDONESIA LAPORAN PRAKTEK KERJA PROFESI APOTEKER DI DIREKTORAT BINA PELAYANAN KEFARMASIAN DIREKTORAT JENDERAL BINA KEFARMASIAN DAN ALAT KESEHATAN KEMENTERIAN KESEHATAN REPUBLIK INDONESIA PERIODE

Lebih terperinci

4. Undang-Undang Nomor 23 Tahun 2014 tentang Pemerintahan Daerah (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2014 Nomor 244, Tambahan Lembaran Negara

4. Undang-Undang Nomor 23 Tahun 2014 tentang Pemerintahan Daerah (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2014 Nomor 244, Tambahan Lembaran Negara BUPATI TASIKMALAYA PROVINSI JAWA BARAT PERATURAN BUPATI TASIKMALAYA NOMOR 60 TAHUN 2016 TENTANG RINCIAN TUGAS DAN FUNGSI DINAS KESEHATAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI TASIKMALAYA, Menimbang

Lebih terperinci

UNIVERSITAS INDONESIA

UNIVERSITAS INDONESIA UNIVERSITAS INDONESIA LAPORAN PRAKTIK KERJA PROFESI APOTEKER DI DIREKTORAT BINA PRODUKSI DAN DISTRIBUSI ALAT KESEHATAN DIREKTORAT JENDERAL BINA KEFARMASIAN DAN ALAT KESEHATAN KEMENTERIAN KESEHATAN REPUBLIK

Lebih terperinci

Bagian Kedua Kepala Dinas Pasal 159 (1) Kepala Dinas sebagaimana dimaksud dalam Pasal 158 huruf a, mempunyai tugas pokok melaksanakan urusan pemerinta

Bagian Kedua Kepala Dinas Pasal 159 (1) Kepala Dinas sebagaimana dimaksud dalam Pasal 158 huruf a, mempunyai tugas pokok melaksanakan urusan pemerinta BAB IX DINAS KESEHATAN Bagian Kesatu Susunan Organisasi Pasal 158 Susunan Organisasi Dinas Kesehatan, terdiri dari: a. Kepala Dinas; b. Sekretaris, membawahkan: 1. Sub Bagian Umum dan Kepegawaian; 2. Sub

Lebih terperinci

STRUKTUR ORGANISASI KEMENTERIAN KESEHATAN

STRUKTUR ORGANISASI KEMENTERIAN KESEHATAN 1. Staf Ahli Bidang Ekonomi Kesehatan; 2. Staf Ahli Bidang Teknologi Kesehatan dan Globalisasi; 3. Staf Ahli Bidang Desentralisasi Kesehatan; dan 4. Staf Ahli Bidang Hukum Kesehatan STAF AHLI STRUKTUR

Lebih terperinci

KATA PENGANTAR. Jakarta, 31 Januari 2013 Direktorat Jenderal Bina Kefarmasian dan Alat Kesehatan SEKRETARIS,

KATA PENGANTAR. Jakarta, 31 Januari 2013 Direktorat Jenderal Bina Kefarmasian dan Alat Kesehatan SEKRETARIS, KATA PENGANTAR Laporan Akuntabilitas Kinerja Sekretariat Direktorat Jenderal Bina Kefarmasian dan Alat Kesehatan Tahun 2012 disusun dalam rangka memenuhi Instruksi Presiden Nomor 7 Tahun 1999 tentang Akuntabilitas

Lebih terperinci

PERATURAN WALIKOTA MALANG NOMOR 26 TAHUN 2016 TENTANG KEDUDUKAN, SUSUNAN ORGANISASI, TUGAS DAN FUNGSI SERTA TATA KERJA DINAS KESEHATAN

PERATURAN WALIKOTA MALANG NOMOR 26 TAHUN 2016 TENTANG KEDUDUKAN, SUSUNAN ORGANISASI, TUGAS DAN FUNGSI SERTA TATA KERJA DINAS KESEHATAN SALINAN NOMOR 26/2016 PERATURAN WALIKOTA MALANG NOMOR 26 TAHUN 2016 TENTANG KEDUDUKAN, SUSUNAN ORGANISASI, TUGAS DAN FUNGSI SERTA TATA KERJA DINAS KESEHATAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA WALIKOTA MALANG,

Lebih terperinci

PERAN APOTEKER DI DALAM PENGELOLAAN OBAT DAN ALKES DI INSTALASI FARMASI PROVINSI, KABUPATEN/ KOTA. Hardiah Djuliani

PERAN APOTEKER DI DALAM PENGELOLAAN OBAT DAN ALKES DI INSTALASI FARMASI PROVINSI, KABUPATEN/ KOTA. Hardiah Djuliani PERAN APOTEKER DI DALAM PENGELOLAAN OBAT DAN ALKES DI INSTALASI FARMASI PROVINSI, KABUPATEN/ KOTA. Hardiah Djuliani LANDASAN HUKUM UU No. 36 Tahun 2009 tentang Kesehatan PP 51 Th. 2009 tentang pekerjaan

Lebih terperinci

BUPATI PURBALINGGA PROVINSI JAWA TENGAH PERATURAN BUPATI PURBALINGGA NOMOR 79 TAHUN 2016 TENTANG

BUPATI PURBALINGGA PROVINSI JAWA TENGAH PERATURAN BUPATI PURBALINGGA NOMOR 79 TAHUN 2016 TENTANG SALINAN BUPATI PURBALINGGA PROVINSI JAWA TENGAH PERATURAN BUPATI PURBALINGGA NOMOR 79 TAHUN 2016 TENTANG KEDUDUKAN, SUSUNAN ORGANISASI, TUGAS DAN FUNGSI SERTA TATA KERJA DINAS KESEHATAN KABUPATEN PURBALINGGA

Lebih terperinci

Jakarta, 8 Februari 2013 DIREKTUR JENDERAL, Dra. Maura Linda Sitanggang Ph.d NIP

Jakarta, 8 Februari 2013 DIREKTUR JENDERAL, Dra. Maura Linda Sitanggang Ph.d NIP KATA PENGANTAR Puji syukur kehadirat Allah yang Maha Kuasa karena atas izin dan rahmat-nya Laporan Akuntabilitas Kinerja (LAK) Direktorat Jenderal Bina Kefarmasian dan Alat Kesehatan tahun 2012 dapat diselesaikan.

Lebih terperinci

UNIVERSITAS INDONESIA

UNIVERSITAS INDONESIA UNIVERSITAS INDONESIA LAPORAN PRAKTEK KERJA PROFESI APOTEKER DI DIREKTORAT BINA PELAYANAN KEFARMASIAN DIREKTORAT JENDERAL BINA KEFARMASIAN DAN ALAT KESEHATAN KEMENTERIAN KESEHATAN REPUBLIK INDONESIA PERIODE

Lebih terperinci

UNIVERSITAS INDONESIA

UNIVERSITAS INDONESIA UNIVERSITAS INDONESIA LAPORAN PRAKTIK KERJA PROFESI APOTEKER DI DIREKTORAT BINA PRODUKSI DAN DISTRIBUSI ALAT KESEHATAN DIREKTORAT JENDERAL BINA KEFARMASIAN DAN ALAT KESEHATAN KEMENTERIAN KESEHATAN REPUBLIK

Lebih terperinci

MENTERI PERDAGANGAN REPUBLIK INDONESIA PERATURAN MENTERI PERDAGANGAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR

MENTERI PERDAGANGAN REPUBLIK INDONESIA PERATURAN MENTERI PERDAGANGAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR MENTERI PERDAGANGAN REPUBLIK INDONESIA PERATURAN MENTERI PERDAGANGAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR : 31/M-DAG/PER/7/2010 TENTANG ORGANISASI DAN TATA KERJA KEMENTERIAN PERDAGANGAN MENTERI PERDAGANGAN REPUBLIK

Lebih terperinci

WALIKOTA PASURUAN SALINAN PERATURAN WALIKOTA NOMOR 55 TAHUN 2011 TENTANG TUGAS POKOK DAN FUNGSI DINAS KESEHATAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

WALIKOTA PASURUAN SALINAN PERATURAN WALIKOTA NOMOR 55 TAHUN 2011 TENTANG TUGAS POKOK DAN FUNGSI DINAS KESEHATAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA WALIKOTA PASURUAN SALINAN PERATURAN WALIKOTA NOMOR 55 TAHUN 2011 TENTANG TUGAS POKOK DAN FUNGSI DINAS KESEHATAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA WALIKOTA PASURUAN, Menimbang : a. bahwa dalam rangka melaksanakan

Lebih terperinci

Kepala Dinas mempunyai tugas :

Kepala Dinas mempunyai tugas : Kepala Dinas mempunyai tugas : a. menyelenggarakan perumusan dan penetapan program kerja Dinas; d. menyelenggarakan perumusan kebijakan teknis di bidang kesehatan; e. menyelenggarakan urusan pemerintahan

Lebih terperinci

TATA HUBUNGAN KERJA DIREKTORAT JENDERAL BINA KEFARMASIAN DAN ALAT KESEHATAN PERATURAN MENTERI KESEHATAN RI NOMOR: TAHUN 2009

TATA HUBUNGAN KERJA DIREKTORAT JENDERAL BINA KEFARMASIAN DAN ALAT KESEHATAN PERATURAN MENTERI KESEHATAN RI NOMOR: TAHUN 2009 RANCANGAN TATA HUBUNGAN KERJA DIREKTORAT JENDERAL BINA KEFARMASIAN DAN ALAT KESEHATAN PERATURAN MENTERI KESEHATAN RI NOMOR: TAHUN 2009 DIREKTORAT JENDERAL BINA KEFARMASIAN DAN ALAT KESEHATAN DEPARTEMEN

Lebih terperinci

LEMBARAN DAERAH KOTA BOGOR TAHUN 2011 NOMOR 7 SERI E PERATURAN DAERAH KOTA BOGOR NOMOR 19 TAHUN 2011 TENTANG

LEMBARAN DAERAH KOTA BOGOR TAHUN 2011 NOMOR 7 SERI E PERATURAN DAERAH KOTA BOGOR NOMOR 19 TAHUN 2011 TENTANG LEMBARAN DAERAH KOTA BOGOR TAHUN 2011 NOMOR 7 SERI E PERATURAN DAERAH KOTA BOGOR NOMOR 19 TAHUN 2011 TENTANG PERUBAHAN ATAS PERATURAN DAERAH KOTA BOGOR NOMOR 3 TAHUN 2005 TENTANG PENYELENGGARAAN KESEHATAN

Lebih terperinci

UNIVERSITAS INDONESIA

UNIVERSITAS INDONESIA UNIVERSITAS INDONESIA LAPORAN PRAKTEK KERJA PROFESI APOTEKER DI DIREKTORAT BINA PRODUKSI DAN DISTRIBUSI KEFARMASIAN DIREKTORAT JENDERAL BINA KEFARMASIAN DAN ALAT KESEHATAN KEMENTERIAN KESEHATAN REPUBLIK

Lebih terperinci

WALIKOTA PASURUAN PROVINSI JAWA TIMUR SALINAN PERATURAN WALIKOTA PASURUAN NOMOR 29 TAHUN 2015 TENTANG

WALIKOTA PASURUAN PROVINSI JAWA TIMUR SALINAN PERATURAN WALIKOTA PASURUAN NOMOR 29 TAHUN 2015 TENTANG WALIKOTA PASURUAN PROVINSI JAWA TIMUR SALINAN PERATURAN WALIKOTA PASURUAN NOMOR 29 TAHUN 2015 TENTANG PERUBAHAN ATAS PERATURAN WALIKOTA PASURUAN NOMOR 55 TAHUN 2011 TENTANG TUGAS POKOK DAN FUNGSI DINAS

Lebih terperinci

PERATURAN MENTERI KESEHATAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 64 TAHUN 2015 TENTANG ORGANISASI DAN TATA KERJA KEMENTERIAN KESEHATAN

PERATURAN MENTERI KESEHATAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 64 TAHUN 2015 TENTANG ORGANISASI DAN TATA KERJA KEMENTERIAN KESEHATAN PERATURAN MENTERI KESEHATAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 64 TAHUN 2015 TENTANG ORGANISASI DAN TATA KERJA KEMENTERIAN KESEHATAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA MENTERI KESEHATAN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang

Lebih terperinci

Kebijakan Peningkatan Pembinaan Produksi dan Distribusi Kefarmasian

Kebijakan Peningkatan Pembinaan Produksi dan Distribusi Kefarmasian Kebijakan Peningkatan Pembinaan Produksi dan Distribusi Kefarmasian Rapat Koordinasi Nasional Padang, 16 Maret 2015 Direktorat Bina Produksi dan Distribusi Kefarmasian Direktorat Jenderal Bina Kefarmasian

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah 1. Kebijakan Obat dan Pelayanan Kesehatan

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah 1. Kebijakan Obat dan Pelayanan Kesehatan BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah 1. Kebijakan Obat dan Pelayanan Kesehatan Menurut Kemenkes RI (2006), Obat adalah bahan atau paduan bahanbahan yang digunakan untuk mempengaruhi atau menyedilidki

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang Berkembangnya ilmu pengetahuan tentang kesehatan di kehidupan masyarakat terutama perkembangan teknologi farmasi yang inovatif yang telah dikenal masyarakat luas dan banyaknya

Lebih terperinci

UNIVERSITAS INDONESIA

UNIVERSITAS INDONESIA UNIVERSITAS INDONESIA LAPORAN PRAKTEK KERJA PROFESI APOTEKER DI DIREKTORAT BINA PRODUKSI DAN DISTRIBUSI ALAT KESEHATAN DIREKTORAT JENDERAL BINA KEFARMASIAN DAN ALAT KESEHATAN KEMENTERIAN KESEHATAN REPUBLIK

Lebih terperinci

UNIVERSITAS INDONESIA

UNIVERSITAS INDONESIA UNIVERSITAS INDONESIA LAPORAN PRAKTEK KERJA PROFESI APOTEKER DI DIREKTORAT BINA PRODUKSI DAN DISTRIBUSI KEFARMASIAN DIREKTORAT JENDERAL BINA KEFARMASIAN DAN ALAT KESEHATAN PERIODE 17 MARET 28 MARET 2014

Lebih terperinci

- 1 - PERATURAN MENTERI DESA, PEMBANGUNAN DAERAH TERTINGGAL, DAN TRANSMIGRASI

- 1 - PERATURAN MENTERI DESA, PEMBANGUNAN DAERAH TERTINGGAL, DAN TRANSMIGRASI - 1 - MENTERI DESA, PEMBANGUNAN DAERAH TERTINGGAL, DAN TRANSMIGRASI REPUBLIK INDONESIA PERATURAN MENTERI DESA, PEMBANGUNAN DAERAH TERTINGGAL, DAN TRANSMIGRASI REPUBLIK INDONESIA NOMOR 6 TAHUN 2015 TENTANG

Lebih terperinci

MENTERI KOMUNIKASI DAN INFORMATIKA REPUBLIK INDONESIA

MENTERI KOMUNIKASI DAN INFORMATIKA REPUBLIK INDONESIA MENTERI KOMUNIKASI DAN INFORMATIKA REPUBLIK INDONESIA PERATURAN MENTERI KOMUNIKASI DAN INFORMATIKA NOMOR : 17 /PER/M.KOMINFO/10/2010 TENTANG ORGANISASI DAN TATA KERJA KEMENTERIAN KOMUNIKASI DAN INFORMATIKA

Lebih terperinci