BAB IV PENGUMPULAN DAN PENGOLAHAN DATA

Ukuran: px
Mulai penontonan dengan halaman:

Download "BAB IV PENGUMPULAN DAN PENGOLAHAN DATA"

Transkripsi

1 BAB IV PENGUMPULAN DAN PENGOLAHAN DATA 4.1 Pengumpulan data Sejarah Singkat Perusahaan PT. Garuda Maintenance Facilities AeroAsia (PT. GMF AA) adalah perusahaan yang menyediakan jasa pelayanan perawatan pesawat terbesar di Indonesia. PT. GMF AA memiliki unit perawatan mesin yang bernama Engine Maintenance. Unit Engine Maintenance sudah berdiri sejak tahun 1947, sebagai Motor Shop dari KLM, maskapai penerbangan Belanda. Lalu di tahun 1949 berubah nama menjadi Motor Shop dari Garuda Indonesia Airlines. Hingga tahun 1980, perusahaan ini masih dibawah PT. Garuda Indonesia Airlines, walaupun berganti-ganti nama, JEOS pada tahun 1974 PPOS pada tahun Pada tahun 1985, PT. GIA berubah nama menjadi PT. Garuda Indonesia. Unit Engine Maintenance kemudian berubah nama menjadi Engine Shop pada tahun yang sama, Maintenance Shop Facility pada tahun 1990, dan akhirnya menjadi Engine Maintenance di tahun Tahun 2002, PT. Garuda Maintenance Facilities AeroAsia memisahkan diri dari PT. Garuda Indonesia, dengan unit perawatan mesin dengan nama Engine 24

2 25 Maintenance. Secara singkat, sejarah singkat Engine Maintenance PT GMF AeroAsia dapat digambarkan pada bagan berikut: KLM Motor Shop (1947) GIA Motor Shop (1949) JEOS (Jet Engine Overhaul Shop) (1974) PPOS (Power Plant Overhaul Shop) (1980) Engine Shop (1985) Maintenance Shop Facility (1990) Engine Maintenance (1998) GMF AeroAsia (2002): Unit Engine Shop Gambar 4.1 Bagan sejarah Engine Maintenance (Sumber: Data perusahaan, 2014) Visi dan Misi Perusahaan Visi : To be a dominant player in the world market. Misi : To provide integrated and reliable maintenance, repair and overhaul solutions for a safer sky and secured quality of life of mankind.

3 Daerah Operasional Semua fasilitas PT. GMF AeroAsia terdapat di kawasan Bandar Udara Internasional Soekarno-Hatta termasuk Engine maintenance. Fasilitas Engine maintenance berdiri di lahan seluas 17,000 m 2, termasuk engine test cell. Berikut merupakan gambaran denah dari Engine maintenance. Gambar 4.2 Denah bangunan Engine Maintenace (Sumber: Data perusahaan, 2014) Engine Maintenance Unit Dinas Engine Maintenance / TV merupakan bagian dari GMF AeroAsia yang bertanggung jawab di industri jasa perawatan atau perbaikan engine dan APU pada pesawat. Engine Maintenance ini terdiri dari empat sub, yaitu ; a. Production TVP c. Engineering TVE b. Quality TVQ d. Finance TVF

4 Struktur Organisasi Dinas Engine Maintenance / TV SVP Engine Maintenance Engineering (TVE) Finance (TVF) Production (TVP) Quality (TVQ) Material Planning Forecasting Procurement & Finance Analyst APU Maintenance Engine Maintenance 1 Quality Certifying Staff Engineering Engine Maintenance 2 PPIC Engine APU Test cell Repair PPIC Processing & Lab Tool & Equipment Machining Kitting & Config. Welding & Repair Warehouse Bench Inspection Gambar 4.3 Struktur organisasi Engine Maintenace (Sumber: Data perusahaan, 2014)

5 Diagram Alir Perawatan Engine INDUCTION MEETING. LLP ( MPS). WORKSCOPE ( PREDEFINE) SAP REQ ENGINE/ APU SHOP IN INCOMING INSPECTION. REASON OF REMOVAL. DATA RECORD. BOROSCOPE WORK ORDER. WORKSCOPE. NO. WO REMOVAL AND DISASSEMBLY DIRTY INSPECTION CONDEMNED SAP REQ CLEANING. CHEMICAL. MECHANICAL VISUAL DIMENSION INSPECTION FARM OUT SERVICEABLE COMDEMNED REPAIRABLE CONDEMNED SAP REQ NO CAPABILITY CAPABILITY REPAIR KITTING OR MATERIAL PREPARATION. SHOTPEENING. ELECTROPLATING. ANODIZING. PAINTING. MISCELLANEOUS. THERMALSPRAY. MACHINING. WELDING. BRAZING. HEATTREATMENT SUB ASSEMBLY ROTOR BALANCING FINAL ASSEMBLY TEST CELL. LINIPOT. LEAK CHECK. RIGGING. TEMPERATURE. VIBRATION. SPEED (N 1 & N2). FLOW. PRESSURE. FLOW TEST. PRESSURE TEST SERVICEBLE/ UNSERVICEABLE BUILDUP. COMPONENT INSTALLATION. MEASURERESISTOR JUNCTION BOX. CHECK BLEED VALVE CRANK MOVEMENT LOAD ENGINE/ APU OUT Gambar 4.4 Diagram alir perawatan engine (Sumber: Data perusahaan, 2014)

6 29 Proses perawatan yang terjadi adalah berdasarkan dari order yang telah disepakati. Secara umum proses perawatan yang terjadi terdiri dari scheduled maintenance yang merupakan perbaikan atau penggantian suatu komponen yang telah diprediksi kapan umur komponen tersebut akan habis dan unscheduled maintenance yang merupakan perbaikan atau penggantian komponen sebelum waktu umur pemakaian habis. Kedua proses perawatan tersebut baik scheduled maupun unscheduled, proses perbaikannya akan meliputi proses repair atau overhaul tergantung dari keadaan engine itu sendiri maupun kesepakatan order antara konsumen dengan perusahaan. Kegiatan perawatan yang terdapat di Engine Maintenance meliputi pembongkaran, perbaikan, pemasangan kembali, dan pengujian baik untuk engine maupun APU. Perawatan engine pesawat merupakan usaha yang dilakukan dengan maksud untuk mempertahankan dan memulihkan kondisi pesawat pada suatu kondisi yang baik dan siap pakai. Engine Service menangani berbagai jenis tipe mesin pesawat, seperti CFM56 3 B1/B2/C1 (overhaul) untuk Boeing 737-Classic (-300/-400/-500) dan CFM56-7B (Boeing 737-NG) (-600/-700/-800/-900) untuk Boeing 737-Next Generation. Selain itu workshop ini juga melakukan overhaul pada APU (Auxiliary Power Unit) untuk GTCP85 (untuk Boeing 737-Classic (-300/-400/-500), GTCP131-9B untuk (Boeing 737-NG) (-600/-700/-800/-900), dan GTCP131-9A untuk Airbus A320/ A321.

7 30 Gambar 4.4 diatas menggambarkan alur proses pengerjaan repair suatu engine dari awal sampai akhir. Secara umum work flow tersebut dapat dijelaskan sebagai berikut: 1. Engine Removal Pemisahan engine dari pesawat dilakukan berdasarkan jadwal dari engine tersebut, (LLP Life Limited Parts) atau jika ditemukan masalah dari engine tersebut misalnya, High Exhaust Gas Temperature, vibration, dll. Tahapan ini dilakukan di hangar. 2. Engine / APU In Penerimaan engine / APU oleh pihak PT. GMF AeroAsia yang dilakukan di Engine Shop untuk diperbaiki dan penyerahan data historis engine tersebut. 3. Incoming Inspection Pada tahapan ini pihak PT. GMF AeroAsia terutama unit Engine Maintenance melakukan pengamatan secara visual (borescope) dan menyeluruh terhadap engine yang datang berdasarkan data historis yang ada untuk mengetahui kondisi engine sebelum diambil suatu keputusan yang dituangkan dalam workscoping. 4. Induction Meeting Pada tahapan ini akan dihasilkan workscope pengerjaan yang akan dilakukan terhadap suatu engine, apakah akan dilakukan repair atau overhaul. 5. Removal and Disassembly Pada tahap ini dilakukan proses pembongkaran pada engine menjadi tiga module utama (major module) yaitu : Fan module, Core module, dan LPT module. Setelah itu ketiga module tersebut dibongkar menjadi sub sub module masing masing yang telah ditentukan.

8 31 6. Dirty Inspection Tahap ini masih berada dalam tahapan Removal / Disassembly, dimana akan dilakukan inspeksi pada part part yang sedang di remove. Dari proses dirty inspection ini diperoleh hasil kondisi part dengan tiga kategori yaitu : comdemned merupakan kondisi part yang sudah tidak bisa diperbaiki lagi dan harus diganti dengan part lain; repairable dan serviceable merupakan kondisi part yang masih bisa di-repair atau masih layak dipakai, kondisi ini dibedakan menjadi dua, jika engine shop mempunyai kapabilitas untuk me-repair part tersebut, maka akan masuk ke proses repair, sedangkan jika engine shop tidak mempunyai kapabilitas untuk melakukan repair part tersebut, maka proses repair akan di outsourcing ke mitra kerja di luar negeri (farm out). 7. Cleaning Pada proses ini dilakukan permbersihan pada komponen komponen atau part yang sudah di disassembly dengan melalui dua proses, yaitu proses chemical cleaning yang menggunakan larutan kimia dan mechanical cleaning yang menggunakan mesin tertentu dalam melakukan proses pembersihannya. Chemical cleaning mencakup tiga proses besar, yaitu degreasing, paint removing, dan derusting. Degreasing adalah proses penurunan viskositas dari grease yang menempel pada part sehingga mudah dibersihkan dengan air bertekanan. Salah satu jenis larutan yang digunakan dalam proses degreasing adalah larutan alkali. Paint removing adalah proses pemisahan cat dengan material part dengan proses debonding. Derusting adalah penghilangan scale hasil korosi dengan menggunakan larutan asam dan alkali.

9 32 Mechanical cleaning menggunakan mesin seperti dry abrasive blasting, wet abrasive blasting, glass bead, dan tumbling. 8. Visual Dimension Inspection Bagian ini melakukan pemeriksaan terhadap komponen atau part untuk memastikan dalam kondisi baik atau tidak. Komponen yang masih dalam kondisi baik (serviceable) akan dikirim langsung ke bagian kitting atau material preparation. Komponen yang kondisinya kurang baik dan masih bisa diperbaiki (repairable) akan dikirim ke bagian repair untuk diperbaiki, sedangkan komponen yang kondisinya dalam kategori condemned harus diganti dengan komponen yang baru. Inspeksi ini dilakukan secara visual dan NDT. Inspeksi secara visual meliputi pengukuran perubahan dimensi. Sedangkan inspeksi secara NDT menggunakan metode FPI (Fluorescence Penetrant Inpection) dan MPI (Magnetic Particle Inspection). FPI adalah proses inspeksi non-desruktif dengan menggunakan larutan penetran yang fluorescence dan sinar ultraviolet. Prinsip dari FPI adalah capillarity action, dimana larutan penetran meresap ke dalam retakan sehingga retakan dapat muncul dan terlihat ketika disinari sinar ultraviolet. MPI adalah proses inspeksi non-destruktif untuk material yang bersifat ferromagnetic. Prinsip proses MPI adalah memanfaatkan medan magnet yang dihasilkan oleh part yang dialiri arus listrik. Apabila dalam part tersebut terdapat retakan, maka akan timbul kebocoran (leakage) medan magnet di sekitar retakan part yang dapat menarik partikel serbuk besi yang bersifat fluorescence, sehingga retakan di permukaan dapat terdeteksi.

10 33 9. Repair Pada tahap ini komponen dalam kategori repairable masuk ke bagian part repair untuk diperbaiki sesuai dengan langkah langkah (prosedur) perbaikan yang telah ditetapkan. Part part tersebut akan melalui tahapan tahapan proses sesuai dengan kerusakan masing masing. Beberapa proses dalam tahap repair sebagai berikut; shot peening, electroplating, anodizing, painting, miscellaneous, thermal spray, machining, welding, dan heat treatment. Shot peening adalah proses peningkatan umur fatigue dari part dengan mendeformasi permukaan menggunakan bola-bola baja atau partikel gelas yang ditembakan ke permukaan part dengan tekanan tertentu. Penembakkan partikel kecil ini akan memberikan tegangan negatif pada part sehingga dapat memperpanjang umur fatigue. Painting adalah pemberian cat pada engine part dengan memberikan lapisan proteksi terhadap korosi. Proses painting yang digunakan adalah spray painting dan brush painting. Cat yang digunakan berbahan dasar polimer. Thermal spray adalah proses pelapisan material part oleh material pelapis yang dilakukan secara semprot (spray) dengan tujuan memberikan perlindungan dan mengembalikan dimensi part. Dalam thermal spray terdapat empat proses, yaitu Oxygen Fuel Powder, Oxygen Fuel Wire, High Velocity Oxygen Fuel (HVOF), dan Plasma Spray. Oxygen Fuel Powder adalah proses spray dengan menggunakan bahan bakar oxyasetylene dan bahan pelapis dari serbuk. Proses Oxygen Fuel Wire hampir sama dengan proses Oxygen Fuel Powder, namun memakai bahan pelapis awal berbentuk kawat, bukan serbuk. High

11 34 Velocity Oxygen Fuel (HVOF) adalah proses pelapisan dengan metode semprot dan menggunakan bahan bakar oksigen, hidrogen, dan argon yang disemprotkan dengan tekanan dan kecepatan tinggi. Plasma Spray adalah proses pelapisan metode semprot dengan menggunakan plasma dari campuran gas argon dan hidrogen. Machining adalah proses permesinan dengan tujuan mengembalikan dimensi dengan menggunakan mesin bubut, gerinda, bor, rotor, dan lain-lain. Toleransi dimensi dari proses machining ini mencapai 1/ inci. Hasil dari proses machining diinspeksi dengan menggunakan metode NDT untuk memeriksa keberadaan retak (crack). Heat treatment atau proses perlakuan panas yang dilakukan pada part memiliki tujuan untuk : 1. Pada coating, proses heat treatment dilakukan dengan harapan supaya terjadi difusi antara atom pelapis dan base metal sehingga didapatkan daya lekat yang kuat antar keduanya. Terdapat dua jenis proses coating yang dilakukan di PT. GMF AA, yaitu Pack Aluminizing dan Sermetal J. 2. Pada proses welding, proses heat treatment memiliki dua fungsi. Sebelum proses welding dilakukan, pada part yang akan dilas dilakukan proses perlakuan panas untuk menyeragamkan fasa. Setelah proses welding, proses perlakuan panas bertujuan untuk menghilangkan tegangan sisa (stress-relief). 10. Laboratory of Garuda Maintenance Facility PT GMF AA ini memiliki fasilitas laboratorium yang digunakan untuk menguji spesimen dari part yang akan di-repair atau hasil dari proses repair.

12 35 Laboratorium yang tersedia adalah laboratorium kimia dan laboratorium untuk pengujian tarik (tensile testing). Laboratorium kimia dapat mengecek crack pada Corner Penetration untuk proses sertifikasi personal welding. Pengujian yang ada pada laboratorium kimia ini antara lain pengujian komposisi menggunakan XRF, pengujian kekerasan dengan Rockwell dan Vickers, pengujian viskositas dari oli dan larutan hidrolik dengan viscosity bath, mengacu pada ASTM D445. Proses lainnya adalah pengecekan porous pada coating dengan stereometri, memonitor jumlah mikroba pada avtur dengan testpack khusus, dan memonitor kualitas cairan kimia yang digunakan pada chemical cleaning. Laboratorium uji tarik digunakan untuk mengetahui kekuatan ikatan antara material pelapis (coating) dengan material yang dilapisi. Prosedur preparasi sampelnya sesuai dengan manual yang ada. Pengujian tarik dilakukan pada dua sampel yang dilekatkan dengan adhesive dimana salah satu dari kedua sampel merupakan sampel yang mengalami perlakuan sama dengan sampel coating namun tidak dilapisi (noncoating). Kegagalan diharapkan terjadi pada daerah coating agar penguji dapat mengetahui kekuatan dari coating. 11. Kitting or Material Preparation Tahap kitting merupakan tahap pengumpulan part part yang sudah dalam kategori serviceable dan persiapan kelengkapan material sebelum dirakit kembali. Komponen dari suatu engine tertentu akan dikumpulkan menjadi satu pada suatu tempat untuk dilanjutkan ke tahap sub assembly

13 Sub Assembly Komponen yang telah lengkap pada tahap kitting kemudian akan mulai dirakit kembali menjadi tiga module utama (Fan module, Core module, dan LPT module). Pada tahap ini juga dilakukan rotor balancing pada komponen agar dapat beroperasi dengan baik. 13. Final Assembly Pada tahap ini dilakukan perakitan tiga module utama yang telah selesai di assembly untuk disatukan kembali menjadi suatu engine yang utuh. Pada tahap ini dilakukan beberapa proses seperti: linipot, leak check, rigging, flow test, dan pressure test. 14. Test Cell Test Cell merupakan tahapan yang dapat dikatakan sebagai uji kelayakan terhadap engine yang telah selesai direpair. Uji kelayakan tersebut dapat dilihat dari nilai EGT margin atau temperatur dan ada tidaknya vibrate (getaran) pada engine sesuai dengan standar yang dimiliki oleh perusahaan. Selain itu beberapa test yang dilakukan pada tahap ini adalah speed (N1 & N2), flow, dan pressure. Untuk selanjutnya jika dari hasil test dinyatakan engine tersebut serviceable akan menuju ketahap build up, namun jika engine tersebut dinyatakan unserviceable, maka engine akan kembali ke proses disassembly untuk dilakukan repair pada part yang menjadi penyebab engine tersebut unserviceable (tidak layak untuk diinstall pada pesawat). 15. Build Up Pada tahap ini dilakukan pemasangan komponen komponen engine yang tidak diikutkan pada tahap test cell.

14 Engine / APU Out Tahapan ini adalah tahapan dimana engine telah siap untuk digunakan kembali oleh customer Engine Maintenance Gate System Untuk mencapai target yang telah disepakati dalam sebuah workscope agreement, Engine Maintenance menerapkan gate system untuk mengontrol dan menjaga agar Turn Around Time (TAT) dapat tercapai. Gambar 4.5 Gating Procedure Engine Maintenance (Sumber: Data perusahaan, 2014)

15 38 Tabel 4.1 Gate system description Gate Description Gate 0 Engine is inducted and the TAT Clock Starts Gate 1 Gate 2 Gate 3 Gate 4 Gate 5 Gate 6 Gate 7 Gate 8 Gate 9 Complete disassembly completed and off-logged down to piece part All Fast Track Parts have been shipped to Vendor for Repair All Inspections have been completed All parts in the Repair and Vendor Processes have return dates All parts on late return form Repair and Vendor Processes have been swapped, exchanged, loaned or purchased Sub Assembly is initiated with Critical Path Parts Final Assembly is initiated Test Cell Process is initiated Serviceable Engine is shipped Deskripsi umum dari tiap Gate dijelaskan pada paragraf berikut ini:

16 39 Gate 0 Pada gate 0, merupakan awal dari shop visit procedure dimana disini direncanakan yang namanya proses, dan bisnis berkepanjangan yang dilakukan oleh unit TRS 3 (forecasting dan scheduling) dan EO team (engine owner). Tim tersebut terdiri dari leader, logistic, engineer, planner dan certified staff. Pada gate 0, hal- hal yang harus disiapkan adalah antara lain workscope dan material monitoring. Gate 1 Pada gate 1, dilakukan yang namanya off-log yang berarti semua komponenkomponen yang berada pada mesin dibongkar. Gate 2 Pada gate 2, semua komponen yang sudah off-logged dan tidak memungkinkan diperbaiki sendiri dikirim ke vendor lain untuk diperbaiki. Komponen lain yang bisa diperbaiki masuk ke dalam kategori in-house repair. Gate 3 Pada gate 3, semua inspeksi sudah selesai dan barang-barang yang sudah termasuk servicable kembali dipasang ke mesin dan yang masuk ke kategori repair, diperbaiki di dalam atau dikirim ke vendor lain. Gate 4 Pada gate 4, semua komponen di repair and vendor processes sudah memasuki waktu pengembalian dan juga disini, dilakukan kitting, yang berarti pengumpulan alat-alat yang akan dipasang.

17 40 Gate 5 Di gate 5, engine owner akan menentukan apakah barang-barang yang telat kembali dari repair dan vendor processes akan ditukar, diganti, disewa, atau dibeli. Gate 6 Pada gate 6, dilakukan pemasangan kembali berdasarkan critical path parts yang artinya bagian-bagian yang harus didahulukan (penting) dipasang terlebih dahulu. Fungsinya agar tidak terjadi kesalahan dalam pemasangan bagian engine tersebut. Gate 7 Di gate 7, pemasangan akhir dilakukan hingga semua bagian-bagian engine terpasang sempurna. Gate 8 Pada gate 8, test cell dilakukan pada mesin yang baru saja dilakukan perawatan. Sehingga akan ditemukan dua kemungkinan yang terjadi, yaitu: - Engine bekerja sempurna dan masuk ke kategori serviceable - Engine tidak bekerja dengan baik dan masuk ke kategori reject Gate 9 Pada gate 9, engine yang masuk ke kategori servicable dikirim kepada engine owner dan akan segera dilakukan pembuatan invoice, yang terdiri dari: - Cost - Revenue - Profit - Quality

18 Pengolahan data Penggambaran Value Stream Mapping Untuk mempermudah penggambaran terhadap kondisi aktual dari proses maka digambarkan dalam bentuk Value Stream Mapping. Value stream mapping adalah sebuah metode visual untuk memetakan jalur produksi dari sebuah produk yang di dalamnya termasuk material dan informasi dari masing-masing stasiun kerja (George, 2002). Value stream mapping ini dapat dijadikan titik awal untuk mengenali pemborosan dan mengidentifikasi penyebabnya. Adapun tahap pembuatan Stream Mapping adalah sebagai berikut (Shiftindonesia.com, 2014): o Mengumpulkan data yang diperlukan dalam proses produksi. o Mengetahui tahapan-tahapan pokok dari proses produksi.. o Menggambarkan ke dalam bentuk Stream mapping. Langkah awal dari penggambaran Value Stream Mapping adalah penjelasan mengenai Aliran Informasi dan Aliran Fisik dari proses maintenance atau overhaul engine di Engine Maintenance PT. GMF AeroAsia Aliran Informasi Aliran Informasi dari proses perawatan engine diperoleh melalui observasi di lapangan dan wawancara langsung dengan pihak- pihak yang terkait. Penggambaran aliran informasi dilakukan untuk keseluruhan pihak yang terlibat dalam pemenuhan permintaan dari customer. Adapun gambaran aliran informasi dari proses perawatan atau overhaul engine adalah sebagai berikut:

19 42 Customer Request, Last Shop visit data break down into sales order. Account Manager Sales and Customer Program Manager Responsibility Draft of Maintenance, arranged by Engineering, Workscope proposal. AMS & Engineering Responsibility Engine Arrival in Shop. Preliminary Inspection and Borescope Inspection are performed. Production crew Responsibility Rearrange Workscope based on Preliminary and Borescope Inspection. Engineering Responsibility. Jobcard are issued and delivered to production by PPIC based on Master Production Schedulling. PPIC Responsibility. Disassy and Overhaul process started. Production Responsibility, controlled by PPIC. Gambar 4.6 Aliran informasi pada proses engine maintenance (Sumber: Data perusahaan, 2014) 1) Aliran informasi diawali dari customer yang akan melakukan perawatan engine di engine shop. Customer tersebut kemudian memberikan rincian permintaan tipe perawatan yang dilakukan dan data last shop visit dari engine yang akan dilakukan perawatan atau overhaul di engine shop GMF AA. Data last shop visit sangat penting mengingat didalamnya terdapat history dari perawatan engine tersebut. Data tersebut menyangkut configuration structure, umur dari

20 43 LLP (Life Limited Part), data EGT, dan parameter lain terkait dengan thrust, fuel consumption, serta informasi kemungkinan penggunaan part PMA. 2) Setelah customer menyetujui mengenai tawaran harga awal dari Account Manager Sales (AMS) maka selanjutnya AMS bekerja sama dengan Engineering membuat proposal untuk perawatan engine tersebut. Proposal tersebut berisi planning awal yang masih berupa draft dari perawatan atau overhaul. 3) Jika proposal telah disetujui oleh customer, maka engine pun dikirim ke engine shop untuk dilakukan preliminary inspection untuk mengetahui kondisi eksternal engine dan borescope inspection untuk mengetahui kondisi internal dari engine. 4) Hasil dari preliminary dan borescope selanjutnya akan digunakan Engineering untuk menyusun customer workscope. Customer workscope tersebut berisi planning dari proses overhaul atau perawatan per module dan submodule dari engine tersebut. 5) Workscope kemudian di break down menjadi Jobcard / PD Sheet untuk dikerjakan di area produksi. Job card tersebut disusun oleh Engineering berdasarkan OEM manual dari engine yang sedang dikerjakan. 6) Jobcard diserahkan ke bagian PPIC untuk diteruskan ke area produksi. Di sini peran dari PPIC yaitu untuk membuat schedule dari proses per module per engine berdasarkan workscope dan list of jobcard. Peran PPIC juga untuk mereservasi material/ part yang dibutuhkan. Part yang di reservasi bisa berasal dari internal warehouse atau vendor. 7) Part / Material yang direservasi sedangkan tidak ada di warehouse selanjutnya diinfokan oleh PPIC ke pihak procurement untuk dilakukan pengadaan dari vendor- vendor yang berkerjasama dengan engine shop. Peran vendor tidak

21 44 terbatas pada pengadaan saja namun juga repair subcont. Untuk lebih memperjelas alur material dapat dilihat pada gambar dibawah ini. Gambar 4.7 Aliran material secara umum pada proses engine maintenance (Sumber: Data perusahaan, 2014) Aliran Fisik Aliran Fisik dari proses perawatan engine kurang lebih sama dengan aliran informasi yaitu diperoleh melalui observasi di lapangan dan wawancara langsung dengan pihak- pihak yang terkait. Adapun gambaran aliran informasi dari proses perawatan tersebut adalah sebagai berikut:

22 45 Gambar 4.8 Aliran fisik material pada proses engine maintenance (Sumber: Data perusahaan, 2014)

23 46

24 47

25 48 Aliran fisik material dapat dijabarkan sebagai berikut: 1) Gate 1 dimana proses fisik dimulai bersamaan dengan sistem SAP, pada tahap ini engine mulai dilakukan induction atau tahap removal sesuai dengan workscope yang sebelumnya sudah disepakati. Pada tahap ini engine di bongkar berurutan dari level Major module, Submodule, Assy part, Piece part. Bersamaan dengan proses pembongkaran fisik dilakukan juga technical off log atau removal secara sistem di SAP. Secara harfiah kru produksi sering menyebutnya dengan proses removal and dirty inspection. 2) Setelah part atau module di remove baik secara fisik maupun sistem maka langkah selanjutnya ditentukan status part atau module tersebut sesuai kondisi pada saat removal. Kondisi tersebut dikategorikan ke dalam 5 jenis yaitu Serviceable, Subcont, Condemned, Continue to next process, dan Holding. Disini merupakan Gate 2 dimana part atau module yang diremove dari engine assy mulai dipecah flownya. Part serviceable akan langsung menuju area kitting, subcont langsung dikirim ke outside vendor, part atau module yang rusak akan langsung di scrap atau condemned, part atau module yang teremove akibat sequence removal process tapi tidak masuk dalam workscope dikategorikan holding, dan continue to next process artinya part tersebut akan dilakukan cleaning process dan detailed inspection. 3) Pada gate ini, Gate 3, material berupa module atau piece part selanjutnya dilakukan detailed inspection setelah di cleaning dan NDT untuk selanjutnya ditentukan apakah serviceable, condemned, return as is, subcont, atau internal repair. Serviceable akan langsung menuju kitting, condemned artinya scrap, return as is artinya part atau module dikembalikan ke customer namun tidak

26 49 dipasang kembali dan diganti baru. Subcont artinya di repair di outside vendor dan Internal repair menuju ke area repair. 4) Part yang bisa dilakukan repair selanjutnya dilakukan repair di unit repair maintenance yang melibatkan sebagian atau keseluruhan unit tersebut untuk melakukan repair. Part yang serviceable setelah dilakukan repair selanjutnya dikirim ke area kitting. Pun begitu dengan part yang telah kembali dari repair di outside vendor dikumpulkan kembali di area kitting. Kedua proses tersebut terjadi di gate 3. 5) Di gate 4, module atau piece part yang mengalami keterlambatan repair process dikumpulkan di area kitting. Gate 4 diperuntukkan pada part atau module yang memiliki kecenderungan mengalami kerusakan yang tidak terduga. 6) Seluruh part yang dinyatakan dikumpulkan di area kitting untuk selanjutnya pada area ini ditentukan apakah ditukar, diganti, disewa, atau dibeli. Penentuan ini dilakukan oleh Engine Owner atau Project manager bekerjasama dengan project team dan unit lain yang terkait di gate 5 ini. 7) Module atau part yang merupakan bagian utama yang menjadi acuan process assembling (Critical path) mulai dirakit kembali menjadi beberapa submodule. Semua proses assembling ulang menjadi submodul assy terjadi di gate 6. 8) Submodule yang telah dirakit ulang selanjutnya di assembling menjadi module yang level assy nya lebih besar yaitu Major moduel dan digabungkan ke satu assy engine utuh di gate 7 ini. 9) Di gate 8 ini, engine yang telah utuh selanjutnya dilakukan test untuk mengetahui apakah hasil dari overhaul dapat memperbaiki parameter performance dari engine. Apabila tidak memenuhi target maka dinyatakan RTS (Return to

27 50 Shop) dan dilakukan overhaul ulang. Jika memenuhi target maka dilanjutkan ke gate 9. 10) Di gate 9 ini engine yang telah serviceable selanjutnya dilakukan instalasi part QEC, Outgoing inspection dan Outgoing Borescope, Issued Airworthiness Release Certificate, Billing dan akhirnya redelivered to customer. Dari penjabaran mengenai Aliran Informasi dan Aliran Fisik maka dapat digambarkan Value Stream Mapping dari proses maintenance atau overhaul engine di Engine Maintenance PT. GMF AeroAsia. Penggambaran tersebut dapat dilihat pada gambar berikut ini :

28 Gambar 4.9 Value Stream Mapping Engine maintenance 51

29 52 Untuk mengetahui gate mana yang merupakan gate dengan waktu delay yang lama maka berikut ini disajikan data berupa gambar barchart dari 10 Engine Serial Number yang melakukan perawatan di Engine Maintenance selama periode Juli 2013 sampai November Gambar 4.10 Gate Bar chart dari 10 engine SN (Sumber: Data perusahaan, 2014)

30 53

31 54 Dari Barchart di atas kemudian data diolah dan disajikan dalam bentuk tabel dan Pareto diagram untuk mempermudah analisa terhadap gate yang paling banyak mengalami delay di sepanjang aktivitas prosesnya. Hasil dari pengolahan data dapat dilihat pada gambar 4.11.

32 Gambar 4.11 Perhitungan olah data delay per gate 55

33 56 Hasil pengolahan data barchart dari 10 ESN yang melakukan perawatan selama periode Juli 2013 sampai November 2014 yang diterjemahkan kedalam bentuk tabel rata rata delay time per gate serta akumulasi dari presentase delay per gate untuk keseluruhan gate atau total aktivitas proses dan direpresentasikan pada pareto diagram berikut ini G1 G3 G5 G6 G7 G4 G9 G2 G0 G8 120,00% 100,00% 80,00% 60,00% 40,00% 20,00% 0,00% Delay % Accumulative Grafik 4.1 Pareto diagram delay per gate Identifikasi aktivitas value added dan non value added Aktivitas - aktivitas pada proses overhaul Engine di Engine Shop dapat diklasifikasikan pada tabel berikut ini : Kode Tabel 4.2 Identifikasi value per gate Tipe aktivitas Value Added Non value Added Necessary Nonvalue Added Engine Incoming A.1 Penerimaan data Last Shop visit A.2 Penyusunan Draft Workscope A.3 Preliminary Inspection A.4 Borescope Inspection

34 57 Kode Tipe aktivitas Value Added Non value Added Necessary Nonvalue Added Pre Induction (Gate 0) B.1 Penyusunan Structure Engine di SAP B.2 Pemilihan Job card yang sesuai workscope B.3 Penyusunan Final Workscope B.4 Waiting Customer acceptance B.5 Penyusunan Work order B.6 Penyusunan Production Schedule Induction (Gate 1) C.1 Persiapan Jobcard, Tool, dan Equipment C.2 Proses Removal Major Module ke Submodule C.3 Proses Removal SubModule ke Piece part C.4 Dirty Inspection C.5 Waiting for routine jobcard C.6 Updating module/part status C.7 Pemindahan module/part sesuai status Vendor fast track & CNI process (Gate 2) D.1 Pengiriman module/ part subcont ke Outside Vendor D.2 Proses Cleaning pada Continue module/ part D.3 Proses NDT pada Continue module/ part Detailed Inspection & Inhouse Repair (Gate 3) E.1 Detailed Inspection pada Continue module/part E.2 Updating module/part status E.3 Waiting for shortage breakdown part E.4 Inhouse Repair Process ( Machining, Welding, etc) E.5 Pengiriman module/ part subcont ke Outside Vendor E.6 Pengumpulan module/ part subcont dirty & repair di kitting E.7 Pendataan Shortage material

35 58 Kode Tipe aktivitas Non Necessary Value value Nonvalue Added Added Added Repair & subcont from detailed inspection module/ part marshalling (Gate 4) F.1 Waiting for shortage subcont shipment F.2 Pengumpulan module/ part subcont detailed inspection F.3 Pengumpulan module/ part rework inhouse repair Kitting and Material Configuration Control (Gate 5) G.1 Reservasi shortage material lewat robbing, purchasing, loaning G.2 Waiting for shortage part shipment G.3 Update Staging dan kontrol konfigurasi module/ part Critical path Submodule Assembling (Gate 6) H.1 Persiapan Jobcard, Tool, dan Equipment H.2 Proses Assembling Critical path module/part ke submodule H.3 Updating status module/part di sistem SAP Final Assembling (Gate 7) I.1 Persiapan Jobcard, Tool, dan Equipment I.2 Proses Assembling Submodule ke major module lalu Engine assy I.3 Updating status module/part di sistem SAP Engine Performance Test (Gate 8) Persiapan Jobcard, Tool, dan J.1 Equipment J.2 Engine Performance Test J.3 Pembuatan laporan hasil pengetesan Engine Final Release (Gate 9) K.1 Waiting for QEC Build up material K.2 Instalasi part QEC K.3 Outgoing Borescope Inspection K.4 Outgoing Inspection Penyusunan Airworthiness Release K.5 Certificate K.6 Redeliver to Customer

36 Identifkasi waste pada proses overhaul engine Berdasarkan pada konsep seven waste, ada beberapa waste yang umumnya terdapat dalam sebuah proses yang antara lain sebagai berikut: 1) Overproduction, untuk jenis waste ini dalam proses overhaul engine tidak dapat ditemukan karena overhaul engine lebih bersifat mengonsumsi, atau memperbaiki material dari part atau module yang ada, sehingga tidak ada kemungkinan untuk itu. 2) Defect, Cacat yang terjadi pada saat proses kerja ini lebih sering ditemui saat dilakukan proses removal, internal repair, dan installation. Defect tersebut berupa: a) Defect akibat machining process, defect akibat welding process, defect akibat thermal spray process, defect akibat shootpeening process, dan lain sebagainya yang terkait dengan proses internal repair. b) Defect akibat material handling (umumnya part yang dikirim untuk subcont dan perpindahan yang terjadi selama proses overhaul). c) Defect akibat kesalahan removal dan installation process, penyebabnya dapat dikarenakan adanya human error, weak equipment, wrong tools dan wrong method. 3) Unnecessary Inventory, waste jenis ini terjadi pada saat ada penumpukan part/ module di satu titik dan tidak berlanjut ke next process atau dapat diistilahkan stuck WIP (Work In Progress). Penumpukan yang terjadi antara lain: a) Penumpukan part di gate 1 setelah dilaksanakan proses dirty inspect akibat keterlambatan routine jobcard untuk proses CNI.

37 60 b) Penumpukan part di gate 3 akibat kesalahan proses updating status part di dirty inspection dan waiting material untuk repair process (Shortage Breakdown Part) 4) Inappropriate Processing, proses dari overhaul yang seringkali tidak dibutuhkan namun sering dilakukan yaitu aktivitas removal yang berlebihan atau part yang seringkali tidak perlu dilakukan removal berdasarkan workscope. Hal ini lebih sering diakibatkan adanya miscommunication atau kurangnya pemahaman kru produksi terhadap instruksi kerja. 5) Excessive Transportation, pemindahan part yang kurang efisien dari satu proses ke proses yang lain menyebabkan pemborosan waktu sebagai contoh pemindahan part/ module yang dipindahkan secara terpisah akan membutuhkan waktu yang lebih lama jika dibandingkan dengan pemindahan secara massal. 6) Waiting, merupakan waste yang seringkali muncul dan menjadi akar penyebab terjadinya waste- waste yang lain. Proses waiting ini sangat berdampak langsung dalam proses perawatan engine dikarenakan waiting menyumbang kontribusi terbesar dalam penambahan delay dari Turn Around Time. Adapun waiting yang sering terjadi yaitu antara lain sebagai berikut: a) Waiting customer acceptance contoh untuk status part yang critical, perubahan workscope akibat upgrade workscope type dan data last shop visit dari customer. b) Waiting for work instruction / jobcard, waiting ini seringkali terjadi sesaat setelah dilakukan removal dan dirty inspection yaitu untuk CNI jobcard (routine jobcard) c) Waiting for shortage breakdown part material yang lebih sering terjadi akibat nil stock expandable part di warehouse dan menyebabkan terhentinya proses internal repair, dan proses installation.

38 61 d) Waiting for subcont material part dari outside vendor, Waiting ini sering terjadi akibat keterlambatan pengiriman dari vendor dan keterlambatan saat shipping. 7) Unnecessary Motion, yaitu waste yang diakibatkan pergerakan yang tidak diperlukan selama proses overhaul, contohnya ketika kru produksi mondarmandir hanya karena kesalahan pemilihan tools atau equipment. Namun hal ini umumnya jarang terjadi Pembobotan waste pada proses overhaul engine Untuk mengetahui jenis waste yang critical dan memerlukan perhatian lebih untuk pengurangannya maka digunakan metode pembobotan dan pemeringkatan untuk mengetahui waste mana yang paling dominan terjadi. Berikut ini merupakan rekap hasil kuesioner untuk mengetahui waste yang seringkali terjadi pada proses overhaul engine. Tabel 4.3 Rekap hasil olah data kuesioner Jenis Waste Gate Total Bobot % Ranking Over Production Defects Unnecessary Inventory Inappropriate Processing Excessive Transportation Waiting Unnecessary Motion Berdasarkan tabel yang ada diatas maka dapat disimpulkan bahwa waste yang sering ditemui atau yang terjadi yaitu Waiting. Adapun bobot dari tiap waste dapat dilihat pada grafik berikut ini.

39 62 0,4 0,35 0,3 0,25 0,2 0,15 0,1 0, ,23 0,15 0,08 0,09 0,38 0,07 Grafik 4.2 Hasil olah data pembobotan waste Dari grafik diatas dapat diketahui bahwa bobot tertinggi yaitu pada jenis waste waiting dengan bobot sebesar 0.38, diikuti waste berupa defect dengan bobot 0.23, lalu waste berupa unnecessary inventory dengan bobot Di urutan keempat waste jenis excessive tranportation dengan bobot 0.09, diikuti Inappropriate processing dengan bobot sebesar Unnecessary motion dengan bobot 0.07 menempati urutan keenam. Waste Overproduction tidak dapat dihitung bobotnya dikarenakan waste jenis ini lebih umum ditemui di perusahaan manufaktur yang menghasilkan produk massal.

BAB V ANALISIS HASIL OLAH DATA

BAB V ANALISIS HASIL OLAH DATA BAB V ANALISIS HASIL OLAH DATA 5.1 Analisis hasil Current State Value Stream Mapping Dari Current State Value Stream Mapping yang telah dibuat diketahui bahwa ada setidaknya 10 gate yang didalamnya masing-masing

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Perawatan IGTE & Power Services GMF Aeroasia berdiri sejak tahun 2011, merupakan perusahaan mandiri dan merupakan anak perusahaan dari PT GMF Aeroasia yang bergerak

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. I.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. I.1 Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN I.1 Latar Belakang Dalam kehidupan sehari-hari maupun di bidang industri manufaktur, persediaan tidak dapat dihindari. Tanpa adanya persediaan, perusahaan manufaktur harus siap menghadapi

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. akan menunjukkan korelasi yang sebanding dengan output perusahaan yang

BAB I PENDAHULUAN. akan menunjukkan korelasi yang sebanding dengan output perusahaan yang BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Persaingan industri di era global saat ini meningkat sangat pesat. Persaingan ini timbul sebagai salah satu konsekuensi kemajuan ilmu pengetahuan dan teknologi. Persaingan

Lebih terperinci

BAB 3 ANALISIS SISTEM YANG BERJALAN

BAB 3 ANALISIS SISTEM YANG BERJALAN 45 BAB 3 ANALISIS SISTEM YANG BERJALAN 3.1 Riwayat Perusahaan 3.1.1 Sejarah dan Perkembangan Perusahaan PT. GMF Aero Asia PT. GMF Aero Asia (Garuda Maintenance Facility) merupakan anak perusahaan dari

Lebih terperinci

PENGUJIAN DAN PERHITUNGAN PERFORMA MESIN KOMATSU SA12V140-1 SETELAH PROSES REMANUFACTURING

PENGUJIAN DAN PERHITUNGAN PERFORMA MESIN KOMATSU SA12V140-1 SETELAH PROSES REMANUFACTURING 6 PENGUJIAN DAN PERHITUNGAN PERFORMA MESIN KOMATSU SA12V140-1 SETELAH PROSES REMANUFACTURING Hendro Purwono 1* dan Thomas Djunaedi 2 1 Jurusan D3 Perawatan Alat Berat, Fakultas Teknik Universitas Muhammadiyah

Lebih terperinci

Permasalahan yang akan dijadikan objek penelitian ini adalah keterlambatan pengerjan proyek pembuatan High Pressure Heater (HPH) di PT.

Permasalahan yang akan dijadikan objek penelitian ini adalah keterlambatan pengerjan proyek pembuatan High Pressure Heater (HPH) di PT. PT. Barata Indonesia merupakan perusahaan manufaktur dengan salah satu proyek dengan tipe job order, yaitu pembuatan High Pressure Heater (HPH) dengan pengerjaan pada minggu ke 35 yang seharusnya sudah

Lebih terperinci

BAB V KESIMPULAN DAN SARAN

BAB V KESIMPULAN DAN SARAN BAB V KESIMPULAN DAN SARAN 5.1 Kesimpulan Berdasarkan hasil penelitian yang dilakukan pada perbaikan Enginr Type ZB9F di PT. Sapta Jaya Utama, dapat ditarik kesimpulan antara lain: 1. Penjadwalan yang

Lebih terperinci

NANCI ADRIANI Jurusan Teknik Industri Fakultas Teknologi Industri Institut Teknologi Sepuluh Nopember Surabaya 2009

NANCI ADRIANI Jurusan Teknik Industri Fakultas Teknologi Industri Institut Teknologi Sepuluh Nopember Surabaya 2009 Perancangan Perhitungan Direct Maintenance Cost dengan menggunakan Relational Database Studi Kasus di Engineering Service, GMF- Aero Asia NANCI ADRIANI 2505100163 Jurusan Teknik Industri Fakultas Teknologi

Lebih terperinci

MODUL ERP (I) JURUSAN TEKNIK INDUSTRI UNIVERSITAS MUHAMMADIYAH SURAKARTA Dukungan Modul ERP Idealnya ERP Menyediakan dukungan terhadap Fungsi penjualan Fungsi pengadaan persediaan material, pengadaan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN I.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN I.1 Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN I.1 Latar Belakang Perkembangan dalam industri manufakatur kini semakin meningkat, membuat persaingan indsutri manufaktur pun semakin ketat. Di Indonesia sendiri harus bersiap mengahadapi

Lebih terperinci

BAB III METODOLOGI PENELITIAN

BAB III METODOLOGI PENELITIAN BAB III METODOLOGI PENELITIAN Pada bab ini akan diuraikan metodologi penelitian atau tahapan-tahapan penelitian yang akan dilalui dari awal sampai akhir. Metodologi penelitian perlu ditentukan terlebih

Lebih terperinci

BAB III PROSES PERAKITAN KOMPRESOR SHARK L.1/2 HP. mesin dan metode. Sistem manufaktur terbagi menjadi 2, yaitu :

BAB III PROSES PERAKITAN KOMPRESOR SHARK L.1/2 HP. mesin dan metode. Sistem manufaktur terbagi menjadi 2, yaitu : BAB III PROSES PERAKITAN KOMPRESOR SHARK L.1/2 HP 3.1. SISTEM MANUFAKTUR 3.1.1. JENIS SISTEM MANUFAKTUR Proses manufaktur merupakan suatu proses perubahan bentuk dari bahan baku atau bahan setengah jadi

Lebih terperinci

BAB III METODE PENELITIAN DAN PENGUMPULAN DATA

BAB III METODE PENELITIAN DAN PENGUMPULAN DATA BAB III METODE PENELITIAN DAN PENGUMPULAN DATA 3.1 Diagram Air Metode penelitian merupakan suatu langkah-langkah sistematis yang akan manjadi acuan dalam penyelesaian (Sugiyono, 2004:28). Secara umum metodologi

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. dengan meningkatnya jumlah pesawat yang digunakan. Peningkatan jumlah

BAB I PENDAHULUAN. dengan meningkatnya jumlah pesawat yang digunakan. Peningkatan jumlah BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Penelitian Pada saat ini pesawat terbang sudah menjadi salah satu mode transportasi yang digemari banyak orang. Semakin banyak permintaan berbanding lurus dengan meningkatnya

Lebih terperinci

BAB IV PENGUMPULAN DAN PENGOLAHAN DATA

BAB IV PENGUMPULAN DAN PENGOLAHAN DATA BAB IV PENGUMPULAN DAN PENGOLAHAN DATA 4.1 Flow Process PT. ADM divisi Stamping Plant Start Press Line IRM 2A Line Single Part 3B Line Logistik PPC 4A Line Press Inspection Door Assy Inspection Dies Maintenance

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN. sangat luar biasa. Meningkatnya keperluan masyarakat untuk menggunakan

BAB 1 PENDAHULUAN. sangat luar biasa. Meningkatnya keperluan masyarakat untuk menggunakan BAB 1 PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Penelitian Perkembangan teknologi saat ini berkembang semakin pesat, khususnya di bidang industri. Pesawat terbang merupakan salah satu kemajuan teknologi yang sangat

Lebih terperinci

BAB III METODOLOGI PENELITIAN

BAB III METODOLOGI PENELITIAN BAB III METODOLOGI PENELITIAN 3.1 Tempat pengumpulan data Pada penelitian ini, tempat pengambilan data di lakukan di Engine Maintenance PT. GMF Aeroasia. Metode pengambilan data dalam penelitian ini ada

Lebih terperinci

B A B 5. Ir.Bb.INDRAYADI,M.T. JUR TEK INDUSTRI FT UB MALANG 1

B A B 5. Ir.Bb.INDRAYADI,M.T. JUR TEK INDUSTRI FT UB MALANG 1 B A B 5 1 VSM adalah suatu teknik / alat dari Lean berupa gambar yg digunakan untuk menganalisa aliran material dan informasi yg disiapkan untuk membawa barang dan jasa kepada konsumen. VSM ditemukan pada

Lebih terperinci

BAB 4 PENGUMPULAN, PENGOLAHAN DAN ANALISIS DATA

BAB 4 PENGUMPULAN, PENGOLAHAN DAN ANALISIS DATA 28 BAB 4 PENGUMPULAN, PENGOLAHAN DAN ANALISIS DATA 4.1 Identifikasi masalah Pada bagian produksi di Stamping Plant PT. Astra Daihatsu Motor, banyak masalah yang muncul berkaitan dengan kualitas yang dihasilkan

Lebih terperinci

BAB III METODOLOGI PENELITIAN

BAB III METODOLOGI PENELITIAN BAB III METODOLOGI PENELITIAN 3.1 Metode Penelitian Metodologi penelitian bertujuan untuk memberikan kerangka penelitian yang sistematis sehingga dapat memberikan kesesuaian antara tujuan penelitian dengan

Lebih terperinci

BAB V ANALISA DAN PEMBAHASAN

BAB V ANALISA DAN PEMBAHASAN BAB V ANALISA DAN PEMBAHASAN Tujuan dari penelitian ini adalah mengevaluasi proses penerimaan order sampai dengan proses packing dengan mengeliminasi non-value added activities (aktivitas yang tidak bernilai

Lebih terperinci

BAB I. PENDAHULUAN 1.1 LATAR BELAKANG

BAB I. PENDAHULUAN 1.1 LATAR BELAKANG BAB I. PENDAHULUAN 1.1 LATAR BELAKANG Auxiliary Power Unit (APU) merupakan engine turbin gas cadangan yang terletak pada bagian ekor (tail section) pesawat. APU berfungsi sebagai penghasil cadangan daya

Lebih terperinci

BAB III METODOLOGI PENELITIAN

BAB III METODOLOGI PENELITIAN BAB III METODOLOGI PENELITIAN 3.1. Metode Penelitian Berdasarkan diagram alir pada gambar 3.1 dapat dijelaskan bahwa dalam melakukan penelitian ini terdiri dari beberapa tahapan yang harus dilakukan mulai

Lebih terperinci

ANALISIS PENERAPAN LEAN PRODUCTION PROCESS UNTUK MENGURANGI LEAD TIME PROCESS PERAWATAN ENGINE (STUDI KASUS PT.GMF AEROASIA)

ANALISIS PENERAPAN LEAN PRODUCTION PROCESS UNTUK MENGURANGI LEAD TIME PROCESS PERAWATAN ENGINE (STUDI KASUS PT.GMF AEROASIA) ANALISIS PENERAPAN LEAN PRODUCTION PROCESS UNTUK MENGURANGI LEAD TIME PROCESS PERAWATAN ENGINE (STUDI KASUS PT.GMF AEROASIA) Wahyu Adrianto, Muhammad Kholil Jurusan Teknik Industri, Fakultas Teknik, Universitas

Lebih terperinci

BAB VI KEMAJUAN PEKERJAAN DAN PENGENDALIAN PROYEK

BAB VI KEMAJUAN PEKERJAAN DAN PENGENDALIAN PROYEK BAB VI KEMAJUAN PEKERJAAN DAN PENGENDALIAN PROYEK 6.1. Pengelolaan Waktu Pelaksanaan Proyek Sebagai Kontraktor Utama pembangunan Proyek One Sentosa Apartement PT. Adhi Persada Gedung harus membuat perencanaan

Lebih terperinci

BAB 3 METODOLOGI PENELITIAN

BAB 3 METODOLOGI PENELITIAN BAB 3 METODOLOGI PENELITIAN 3.1, Objek Penelitian Objek penelitian untuk tugas akhir ini adalah Process Cycle Efficiency pada proses produksi Blank Cilynder Head Type KPH di PT. X melalui pemetaan produk

Lebih terperinci

REPAIR STATIONARY AIR SEAL PADA APU GTCP 131-9B DENGAN METODE PLASMA SPRAY

REPAIR STATIONARY AIR SEAL PADA APU GTCP 131-9B DENGAN METODE PLASMA SPRAY Abstrak REPAIR STATIONARY AIR SEAL PADA APU GTCP 131-9B DENGAN METODE PLASMA SPRAY Abdul Syukur A Jurusan Teknik Mesin Politeknik Negeri Semarang Jl Prof. Sudarto, S.H., Tembalang, Kotak Pos 6199/SMS,

Lebih terperinci

BAB 4 HASIL DAN PEMBAHASAN

BAB 4 HASIL DAN PEMBAHASAN 51 BAB 4 HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1 Pengumpulan Data Dalam pengumpulan data, akan dijelaskan terlebih dahulu bagaimana cara kerja sistem pengendalian kualitas yang dilakukan pada saat paling awal yaitu mulai

Lebih terperinci

BAB V HASIL DAN ANALISIS. Penyebab dari kegagalan yang dialami oleh APU unable to start atau tak bisa

BAB V HASIL DAN ANALISIS. Penyebab dari kegagalan yang dialami oleh APU unable to start atau tak bisa BAB V HASIL DAN ANALISIS 5.1 Pembahasan FTA (Fault Tree Analysis) Penyebab dari kegagalan yang dialami oleh APU unable to start atau tak bisa dinyalakan. Dari beberapa penyebab yaitu: Test cell power lost

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. penelitian, dan sistematika penulisan yang digunakan dalam penelitian ini.

BAB I PENDAHULUAN. penelitian, dan sistematika penulisan yang digunakan dalam penelitian ini. BAB I PENDAHULUAN Bab ini berisi penjelasan mengenai latar belakang mengapa penelitian ini dilakukan dan penjelasan mengenai apa yang menjadi masalah untuk dipecahkan dalam penelitian ini. Bab ini juga

Lebih terperinci

BAB V HASIL DAN ANALISA

BAB V HASIL DAN ANALISA BAB V HASIL DAN ANALISA Pada bab ini akan dilakukan pembahasan data yang sudah diperoleh untuk menganalisa pembuatan Value Stream Mapping di line Fr. Frame X. Pembahasan dan hasil analisa berdasarkan data

Lebih terperinci

BAB V HASIL DAN ANALISA

BAB V HASIL DAN ANALISA BAB V HASIL DAN ANALISA 1.1 Tahap Analyze 1.1.1 Diagram Pareto Pada tahapan Analyse diagram pareto berguna untuk membantu mengurutkan prioritas penyelesaian masalah yang harus dilakukan. Yaitu melakukan

Lebih terperinci

PENANGANAN HEATEXCHANGER (MATERIAL REPAIRABLE) PADA BAGIAN QUALITY INSPECTION DI PT. X

PENANGANAN HEATEXCHANGER (MATERIAL REPAIRABLE) PADA BAGIAN QUALITY INSPECTION DI PT. X PENANGANAN HEATEXCHANGER (MATERIAL REPAIRABLE) PADA BAGIAN QUALITY INSPECTION DI PT. X Astin Tiara Pratiwi Sunardi 1, Erlian Suprianto, ST., MT 2 Program Studi Teknik & Manajemen Pembekalan Fakultas Teknik

Lebih terperinci

Gambar I. 1 Air Brake System Tipe KE-G-12

Gambar I. 1 Air Brake System Tipe KE-G-12 BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang PT Pindad merupakan Badan Usaha Milik Negara (BUMN) yang memproduksi alat pertahanan dan beberapa produk komersial. Kelompok usaha PT Pindad dibagi menjadi empat pokok

Lebih terperinci

ANALISIS PROSES PRODUKSI MODULE CONDENSOR MENGGUNAKAN METODE LEAN MANUFACTURING DENGAN PENDEKATAN SIMULASI DI PT. XYZ

ANALISIS PROSES PRODUKSI MODULE CONDENSOR MENGGUNAKAN METODE LEAN MANUFACTURING DENGAN PENDEKATAN SIMULASI DI PT. XYZ ANALISIS PROSES PRODUKSI MODULE CONDENSOR MENGGUNAKAN METODE LEAN MANUFACTURING DENGAN PENDEKATAN SIMULASI DI PT. XYZ Evi Febianti 1), Bobby Kurniawan 2), Ian Alviansyah 3) 1),2),3 ) Teknik Industri, Universitas

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. yang baik. Saat ini aplikasi administratif semakin banyak digunakan untuk

BAB I PENDAHULUAN. yang baik. Saat ini aplikasi administratif semakin banyak digunakan untuk BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Merpati Maintenance Facility (MMF) adalah Strategic Business Unit dari PT. Merpati Nusantara Airlines yang bisnis utamanya merupakan pusat perawatan pesawat.

Lebih terperinci

TUGAS AKHIR ANALISA PEMAKAIAN BAHAN BAKAR ENGINE AUXILIARY POWER UNIT (APU) HONEYWELL 131-9B PADA PESAWAT BOEING NEXT GENERATION

TUGAS AKHIR ANALISA PEMAKAIAN BAHAN BAKAR ENGINE AUXILIARY POWER UNIT (APU) HONEYWELL 131-9B PADA PESAWAT BOEING NEXT GENERATION TUGAS AKHIR ANALISA PEMAKAIAN BAHAN BAKAR ENGINE AUXILIARY POWER UNIT (APU) HONEYWELL 131-9B PADA PESAWAT BOEING 737-800 NEXT GENERATION Diajukan guna melengkapi sebagian syarat dalam mencapai gelar Sarjana

Lebih terperinci

BAB 3 LEAN PRODUCTION SYSTEM

BAB 3 LEAN PRODUCTION SYSTEM BAB 3 LEAN PRODUCTION SYSTEM By Ir. B. INDRAYADI,MT JURUSAN TEKNIK INDUSTRI FAKULTAS TEKNIK UNIVERSITAS BRAWIJAYA 1 2 1 3 PRODUCTION INFORMATION SYSTEM FORECASTING MASTER PRODUCTION SCHEDULE PRODUCT STRUCTURE

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Dasar pemikiran dari lean thinking adalah berusaha menghilangkan waste

BAB I PENDAHULUAN. Dasar pemikiran dari lean thinking adalah berusaha menghilangkan waste BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Permasalahan 1 Dasar pemikiran dari lean thinking adalah berusaha menghilangkan waste (pemborosan) di dalam proses, atau dapat juga dikatakan sebagai suatu konsep

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN I.1

BAB I PENDAHULUAN I.1 BAB I PENDAHULUAN I.1 Latar Belakang PT Dirgantara Indonesia (Persero) merupakan perusahaan yang bergerak dalam bidang industri kedirgantaraan terutama dalam proses perancangan dan pembuatan komponen pesawat

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN. Dalam menghadapi persaingan pasar bebas yang semakin ketat, setiap

BAB 1 PENDAHULUAN. Dalam menghadapi persaingan pasar bebas yang semakin ketat, setiap 1 BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Dalam menghadapi persaingan pasar bebas yang semakin ketat, setiap perusahaan menerapkan berbagai macam cara agar produk-produk mereka dapat terus bertahan. Untuk

Lebih terperinci

PROCEDURE No. Dok : PR-MEK-01 Revisi : 01 Tanggal : 28/08/15 Halaman : 1 dari 7 MEKANIK. Departement Name Signature. Manager PT.

PROCEDURE No. Dok : PR-MEK-01 Revisi : 01 Tanggal : 28/08/15 Halaman : 1 dari 7 MEKANIK. Departement Name Signature. Manager PT. Halaman : 1 dari 7 Departement Name Signature Prepared by Staff Checked by Foreman/ Supervisor Reviewed by Superintendent/ Manager Approved by MR / Director Halaman : 2 dari 7 LEMBAR PERUBAHAN NO TANGGAL

Lebih terperinci

BAB III METODOLOGI PENGUJIAN

BAB III METODOLOGI PENGUJIAN 3.1.Diagram Alir Penelitian BAB III METODOLOGI PENGUJIAN Gambar 3.1. Diagram Alir Penelitian 35 Tugas Akhir 2 1.2 Bahan dan Alat Berikut ini adalah bahan dan alat yang digunakan dalam proses pengujian

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN 1.1 LATAR BELAKANG

BAB I PENDAHULUAN 1.1 LATAR BELAKANG BAB I PENDAHULUAN 1.1 LATAR BELAKANG Alat transportasi adalah kebutuhan yang sangat penting dalam menjalankan aktifitas kehidupan manusia. Dengan demikian perkembangan alat transportasi dari waktu ke waktu

Lebih terperinci

BAB IV PENGUMPULAN DAN PENGELOLAHAN DATA

BAB IV PENGUMPULAN DAN PENGELOLAHAN DATA BAB IV PENGUMPULAN DAN PENGELOLAHAN DATA Dalam proses pelayanan nya PT.GMF AeroAsia melakukan proses maintenance Carbon Brake Assembly milik pesawat Garuda Indonesia yang di lakukan sebagai berikut: Customer/GA

Lebih terperinci

BAB V ANALISA PEMBAHASAN

BAB V ANALISA PEMBAHASAN BAB V ANALISA PEMBAHASAN 5.1. Analisa Prioritas perbaikan proses Dyno dengan metode FMEA Setelah diketahui berbagai kendala dan hambatan dalam pencapaian target WIP diproses Dyno, maka perlu dibuatkan

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN. selalu berusaha meningkatkan daya saingnya melalui peningkatan. efisiensi, kualitas dan produktivitas perusahaannya dalam rangka

BAB 1 PENDAHULUAN. selalu berusaha meningkatkan daya saingnya melalui peningkatan. efisiensi, kualitas dan produktivitas perusahaannya dalam rangka BAB 1 PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Masalah. Dewasa ini persaingan di dunia industri makin ketat. Permintaan pasarpun sering berubah-ubah. Kenyataan ini membuat para pengusaha selalu berusaha meningkatkan

Lebih terperinci

(Studi Kasus PT. GMF Aero Asia, Unit Engine Maintenance)

(Studi Kasus PT. GMF Aero Asia, Unit Engine Maintenance) PENGENDALIAN PERSEDIAAN SPARE PART DENGAN PENDEKATAN PERIODIC REVIEW (R,s,S) SYSTEM (Studi Kasus PT. GMF Aero Asia, Unit Engine Maintenance) Presentasi Tugas Akhir 26 Januari 2010 Wirawan Aditya Seta P.

Lebih terperinci

KATA PENGANTAR. persyaratan dalam memperoleh gelar sarjana Teknik Industri pada Fakultas

KATA PENGANTAR. persyaratan dalam memperoleh gelar sarjana Teknik Industri pada Fakultas KATA PENGANTAR Segala puji bagi Allah SWT yang telah memberikan rahmat dan kasih sayangnya kepada penulis sehingga penulis dapat menyelesaikan skripsi ini dengan judul IMPLEMENTASI KONSEP LEAN THINKING

Lebih terperinci

I. BAB I PENDAHULUAN

I. BAB I PENDAHULUAN I. BAB I PENDAHULUAN I.1 Latar Belakang Dalam menjalani kehidupan, manusia membutuhkan berbagai macam barangbarang untuk memenuhi kebutuhannya. Pada saat ini, manusia menggunakan mobil sebagai alat transportasi

Lebih terperinci

BAB III METODOLOGI PENELITIAN

BAB III METODOLOGI PENELITIAN BAB III METODOLOGI PENELITIAN 3.1 Alur Penelitian Metodologi penelitian merupakan tahapan-tahapan dan langkah-langkah yang akan di lewati dalam melakukan penelitian ini, yaitu seperti pada Gambar 3.1 merupakan

Lebih terperinci

BAB V ANALISA HASIL. tersebut dengan menggunakan semua tools yang ada di New Seven Tools

BAB V ANALISA HASIL. tersebut dengan menggunakan semua tools yang ada di New Seven Tools BAB V ANALISA HASIL 5.1 Tahap Analisa Setelah mengetahui dan menemukan banyaknya kerusakan yang ditemukan pada proses produksi, maka anggota team perbaikan yang terdiri dari Industrial Enggineering, Quality

Lebih terperinci

BAB III METODE PENELITIAN

BAB III METODE PENELITIAN BAB III METODE PENELITIAN 3.1. Metode Penelitian Pada penelitian ini, penulis menggunakan data primer yang diperoleh dari hasil pengamatan dan pengambilan data langsung di lapangan. Penulis juga menggunakan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN I.1

BAB I PENDAHULUAN I.1 BAB I PENDAHULUAN I.1 Latar Belakang Industri manufaktur pesawat terbang semakin berkembang, baik pesawat untuk penumpang maupun barang. Hal ini mendasari pelanggan mengharapkan produk yang dihasilkan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang Masalah. Perkembangan teknologi pesawat terbang tidak hanya mengarah pada

BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang Masalah. Perkembangan teknologi pesawat terbang tidak hanya mengarah pada BAB I PENDAHULUAN 1. 1 Latar Belakang Masalah Perkembangan teknologi pesawat terbang tidak hanya mengarah pada aspek keselamatan tetapi juga pada segi kepraktisan dan efisiensi. Teknologi pada pesawat

Lebih terperinci

LAMPIRAN 1 HASIL WAWANCARA

LAMPIRAN 1 HASIL WAWANCARA LAMPIRAN 1 HASIL WAWANCARA 1. Sudah berapa lama APP berdiri? APP sudah berdiri selama 16 tahun, didirikan pada tanggal 25 April 1997 yang dibuat di hadapan notaris Rachmat Santoso, S.H agar dapat memproduksi

Lebih terperinci

BAB 2 GAMBARAN UMUM PERUSAHAAN. Dimulai pada tahun 2001 sebagai perusahaan assembly, PT Pro Tec Indonesia

BAB 2 GAMBARAN UMUM PERUSAHAAN. Dimulai pada tahun 2001 sebagai perusahaan assembly, PT Pro Tec Indonesia BAB 2 GAMBARAN UMUM PERUSAHAAN 2.1 Latar Belakang Perusahaan Dimulai pada tahun 2001 sebagai perusahaan assembly, PT Pro Tec Indonesia (Pro Tec) merupakan perusahaan perakit komponen-komponen untuk perusahaan

Lebih terperinci

BAB IV. Hasil Praktek Kerja dan Analisis. 4.2 Dokumen-dokumen yang digunakan dalam sistem pembelian impor komponen

BAB IV. Hasil Praktek Kerja dan Analisis. 4.2 Dokumen-dokumen yang digunakan dalam sistem pembelian impor komponen BAB IV Hasil Praktek Kerja dan Analisis 4.1 Sistem Komputerisasi yang digunakan Perusahaan ini telah menggunakan sistem yang terkomputerisasi sebagai kegiatan operasional kerja. Database yang digunakan

Lebih terperinci

BAB 4 PENGUMPULAN, PENGOLAHAN & ANALISIS DATA

BAB 4 PENGUMPULAN, PENGOLAHAN & ANALISIS DATA 30 BAB 4 PENGUMPULAN, PENGOLAHAN & ANALISIS DATA 4.1. Profil Perusahaan 4.1.1 Sejarah Singkat PT. Komatsu Reman Indonesia (KRI) merupakan salah satu perusahaan remanufacturing Komponen alat-alat berat

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. T u g a s A k h i r

BAB I PENDAHULUAN. T u g a s A k h i r T u g a s A k h i r BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Pengujian NDT (Non destructive Testing) adalah pengujian yang sering dilakukan untuk pengujian kualitas suatu produk. Kualitas produk merupakan

Lebih terperinci

BAB 4 PENGUMPULAN DAN ANALISA DATA

BAB 4 PENGUMPULAN DAN ANALISA DATA BAB 4 PENGUMPULAN DAN ANALISA DATA 4.1 Fishbone & FMEA Hub Front Brake Tipe KCJS G a m b a r 4 Gambar 4-1 Fishbone hub front brake tipe KCJS Dari fishbone diatas dapat diketahui bahwa harus ada perbaikan

Lebih terperinci

Usulan Lean Manufacturing Pada Produksi Closet Tipe CW 660J Untuk Meningkatkan Produktivitas

Usulan Lean Manufacturing Pada Produksi Closet Tipe CW 660J Untuk Meningkatkan Produktivitas Jurnal Teknik Industri, Vol., No., Juni 03, pp.-8 ISSN 30-495X Usulan Lean Manufacturing Pada Produksi Closet Tipe CW 0J Untuk Meningkatkan Produktivitas Ridwan Mawardi, Lely Herlina, Evi Febianti 3,,

Lebih terperinci

V. Hasil 3.1 Proses yang sedang Berjalan

V. Hasil 3.1 Proses yang sedang Berjalan V. Hasil 3.1 Proses yang sedang Berjalan Dalam industri komponen otomotif, PT. XYZ melakukan produksi berdasarkan permintaan pelanggannya. Oleh Marketing permintaan dari pelanggan diterima yang kemudian

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. perusahaan jika tidak ditangani dengan baik. Klaim yang tidak ditangani dengan

BAB I PENDAHULUAN. perusahaan jika tidak ditangani dengan baik. Klaim yang tidak ditangani dengan BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Klaim merupakan salah satu permasalahan yang sangat serius bagi perusahaan jika tidak ditangani dengan baik. Klaim yang tidak ditangani dengan baik akan mengakibatkan

Lebih terperinci

Bab I Pendahuluan. I.1 Latar Belakang

Bab I Pendahuluan. I.1 Latar Belakang Bab I Pendahuluan I.1 Latar Belakang PT. Dirgantara Indonesia (Indonesian Aerospace, IAe) merupakan perusahaan milik negara yang bergerak dalam bidang industri pesawat terbang. PT. Dirgantara Indonesia

Lebih terperinci

BAB 2 LANDASAN TEORI

BAB 2 LANDASAN TEORI BAB 2 LANDASAN TEORI 2.1 Waktu siklus Pengukuran waktu adalah kegiatan mengamati pekerjaan yang dilakukan oleh pekerja atau oleh operator serta mencatat waktu-waktu kerjanya baik waktu setiap elemen maupun

Lebih terperinci

BAB II LANDASAN TEORI

BAB II LANDASAN TEORI BAB II LANDASAN TEORI Penyelesaian masalah yang diteliti dalam tugas akhir ini memerlukan teori-teori atau tinjauan pustaka yang dapat mendukung pengolahan data. Beberapa teori tersebut digunakan sebagai

Lebih terperinci

MODUL ERP (II) JURUSAN TEKNIK INDUSTRI UNIVERSITAS MUHAMMADIYAH SURAKARTA Manajemen Material Pre Purchasing : mendukung siklus penawaran (tender), pengelolaan kontrak dan tingkat penerimaan pelayanan.

Lebih terperinci

BAB V ANALISA HASIL. terbanyak dari Transmission Case (XCR) adalah sebagai berikut :

BAB V ANALISA HASIL. terbanyak dari Transmission Case (XCR) adalah sebagai berikut : BAB V ANALISA HASIL 5.1 Jenis Cacat Dari pengolahan data yang telah dilakukan, maka diambil 3 jenis cacat terbanyak dari Transmission Case (XCR) adalah sebagai berikut : a. Bocor (35,8%) Jenis cacat bocor

Lebih terperinci

PERSONNEL EXPERIENCE LOG BOOK

PERSONNEL EXPERIENCE LOG BOOK PERSONNEL EXPERIENCE LOG BOOK N A M E NO.PEG. :.... : AMEL. NO :.. ADDRESS / UNIT COMPANY :.... : GMF AeroAsia Type of Aircraft Part No. Signature Nama / No. Peg : / Unit : GARUDA MAINTENANCE FACILITY

Lebih terperinci

1. BAB 1 PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang

1. BAB 1 PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang 1. BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang PT TransNusa Aviation Mandiri biasa disingkat menjadi TransNusa merupakan maskapai penerbangan domestik di Indonesia yang menyediakan layanan transportasi udara

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. I.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. I.1 Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN I.1 Latar Belakang Industri tekstil merupakan salah satu sektor industri di Indonesia yang memiliki potensi perkembangan yang tinggi. Menurut Kementerian Perdagangan dan Perindustrian

Lebih terperinci

Struktur Organisasi Perusahaan. Struktur organisasi perusahaan merupakan suatu bagan yang

Struktur Organisasi Perusahaan. Struktur organisasi perusahaan merupakan suatu bagan yang Struktur Organisasi Perusahaan. Struktur organisasi perusahaan merupakan suatu bagan yang memperlihatkan adanya suatu hubungan kerja diantara setiap bagian, serta menggambarkan hubungan tanggung jawab

Lebih terperinci

OVER PRODUCTION. Toleransi 15 % Prosentase pernah mencapai 16 %

OVER PRODUCTION. Toleransi 15 % Prosentase pernah mencapai 16 % OVER PRODUCTION Toleransi 15 % Prosentase pernah mencapai 16 % No Tipe Pemborosan TL 1 TL 2 TL 3 TL 4 RATA-RATA RANKING 1 Produk Cacat (Defect) 3 3 2 2 2.5 1 2 Waktu Tunggu (Waiting) 1 1 1 0 0.75 6 3 Persediaan

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA 7 BAB II TINJAUAN PUSTAKA Dalam bab ini akan dibahas mengenai dasar-dasar teori yang akan dijadikan sebagai acuan, prosedur dan langkah-langkah dalam melakukan penelitian, sehingga permasalahan yang diangkat

Lebih terperinci

BAB V ANALISA DAN EVALUASI

BAB V ANALISA DAN EVALUASI BAB V ANALISA DAN EVALUASI Setelah melakukan pengumpulan dan pengolahan data maka tahap selanjutnya adalah menganalisa data-data yang diperoleh dari, Instalasi rawat jalan RSU Haji Surabaya serta melakukan

Lebih terperinci

BAB 6 KESIMPULAN DAN SARAN

BAB 6 KESIMPULAN DAN SARAN BAB 6 KESIMPULAN DAN SARAN 6.1 Kesimpulan Berdasarkan penelitian yang telah dilakukan, maka dapat ditarik beberapa kesimpulan sebagai berikut: 1. Dari pembobotan yang dilakukan terhadap pemborosan (waste)

Lebih terperinci

BAB V ANALISA HASIL. 5.1 Analisa Current State Value Stream Mapping. material dalam sistem secara keseluruhan. Value Stream Mapping yang digambarkan

BAB V ANALISA HASIL. 5.1 Analisa Current State Value Stream Mapping. material dalam sistem secara keseluruhan. Value Stream Mapping yang digambarkan BAB V ANALISA HASIL Pada bab ini akan dijabarkan hasil analisa dari pengolahan data yang telah dilakukan untuk selanjutnya digunakan sebagai dasar dalam pengembangan rekomendasi perbaikan pada sistem dan

Lebih terperinci

BAB III PROSES PENGUJIAN APU GTCP36-4A

BAB III PROSES PENGUJIAN APU GTCP36-4A BAB III PROSES PENGUJIAN APU GTCP36-4A 3.1 Teori Dasar APU Auxiliary Power Unit (APU) merupakan mesin turbin gas yang berfungsi sebagai supporting engine pada pesawat. APU tergolong dalam jenis turboshaft,

Lebih terperinci

BAB 3 ANALISIS SISTEM YANG BERJALAN. beralamat di Jalan Prepedan Raya No 54, Kalideres, Jakarta Barat.

BAB 3 ANALISIS SISTEM YANG BERJALAN. beralamat di Jalan Prepedan Raya No 54, Kalideres, Jakarta Barat. 36 BAB 3 ANALISIS SISTEM YANG BERJALAN 3.1 Riwayat Perusahaan PT Prima Plastik Internusa (PPI) adalah suatu perusahaan yang bergerak dalam bidang packaging atau produksi kemasan. PT PPI didirikan tahun

Lebih terperinci

BAB III PROFIL PERUSAHAAN

BAB III PROFIL PERUSAHAAN 16 BAB III PROFIL PERUSAHAAN 3.1 Tinjauan Umum Perusahaan 3.1.1 Sejarah Perusahaan Garuda Indonesia adalah sebuah perusahaan milik negara Republik Indonesia. Garuda Indonesia berkantor pusat di Jakarta,

Lebih terperinci

AKTIFITAS UNTUK MENINGKATKAN EFISIENSI KEGIATAN PERAWATAN

AKTIFITAS UNTUK MENINGKATKAN EFISIENSI KEGIATAN PERAWATAN AKTIFITAS UNTUK MENINGKATKAN EFISIENSI KEGIATAN PERAWATAN Menekan Input 1.03-Planning & Budgeting-R0 1/18 MAINTENANCE PLANNING Maintenance Plan diperlukan untuk melakukan penyesuaian dengan Production

Lebih terperinci

Pada Proyek Single Aisle lebih memfokuskan pada pembuatan komponen pesawat A320. Komponen pesawat A320 terbagi menjadi 3 komponen yaitu Leading Edge

Pada Proyek Single Aisle lebih memfokuskan pada pembuatan komponen pesawat A320. Komponen pesawat A320 terbagi menjadi 3 komponen yaitu Leading Edge BAB I PENDAHULUAN I.1 Latar Belakang Dunia industri manufaktur khususnya industri pesawat terbang memiliki prospek bisnis yang semakin maju dan berkembang pesat. Data kebutuhan pesawat terbang yang dikelola

Lebih terperinci

BAB III LANDASAN TEORI

BAB III LANDASAN TEORI BAB III LANDASAN TEORI 3.1. Pengertian Perawatan (Maintenance) Perawatan di suatu industri merupakan salah satu faktor yang penting dalam mendukung suatu proses produksi yang mempunyai daya saing di pasaran.

Lebih terperinci

BAB 2 LANDASAN TEORI

BAB 2 LANDASAN TEORI BAB 2 LANDASAN TEORI Fase atau tahapan yang banyak menghasilkan produk yang cacat adalah di bagian proses stripping, terlihat dari diagram Pareto nya dari ketiga tahapan di area produksi Produk X. 2.1

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. mengirimkan produk atau jasa ke pelanggan. Apapun bentuk sektor industri baik

BAB I PENDAHULUAN. mengirimkan produk atau jasa ke pelanggan. Apapun bentuk sektor industri baik BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Operasi merupakan bagian dari organisasi dalam menciptakan dan mengirimkan produk atau jasa ke pelanggan. Apapun bentuk sektor industri baik secara tersirat atau tidak

Lebih terperinci

Jumlah Perusahaan Subsektor Komputer, Barang Elektronik dan Optik (Dalam Unit)

Jumlah Perusahaan Subsektor Komputer, Barang Elektronik dan Optik (Dalam Unit) BAB I Pendahuluan I.1 Latar Belakang Kehidupan sehari-hari masyarakat saat ini tidak dapat terlepas dari pemakaian alat-alat elektronik di sekitarnya. Alat-alat elektronik ini digunakan untuk mempermudah

Lebih terperinci

BAB IV PELAKSANAAN DAN PEMBAHASAN

BAB IV PELAKSANAAN DAN PEMBAHASAN 37 BAB IV PELAKSANAAN DAN PEMBAHASAN 4.1 ALUR PROSES Tujuan Untuk menjelaskan standar operasional umum di Mold Maintenance Group. Ruang Lingkup Mencakup mold issuing, mold returning, penerimaan mold problem,

Lebih terperinci

Rancangan Perbaikan Proses Produksi dengan Pendekatan Lean Six Sigma di CV. Guntur Malang

Rancangan Perbaikan Proses Produksi dengan Pendekatan Lean Six Sigma di CV. Guntur Malang Performa (2008) Vol. 7, No.: 66-74 Rancangan Perbaikan Proses Produksi dengan Pendekatan Lean Six Sigma di CV. Guntur Malang Annisa Kesy Garside * Dosen Jurusan Teknik Industri, Universitas Muhammadiyah

Lebih terperinci

TUGAS AKHIR PENERAPAN METODE LEAN SIGMA UNTUK MEMPERBAIKI KINERJA QUALITY, COST DAN DELIVERY PRODUK SUNVISOR ASSY DI PT. APM ARMADA AUTOPARTS

TUGAS AKHIR PENERAPAN METODE LEAN SIGMA UNTUK MEMPERBAIKI KINERJA QUALITY, COST DAN DELIVERY PRODUK SUNVISOR ASSY DI PT. APM ARMADA AUTOPARTS TUGAS AKHIR PENERAPAN METODE LEAN SIGMA UNTUK MEMPERBAIKI KINERJA QUALITY, COST DAN DELIVERY PRODUK SUNVISOR ASSY DI PT. APM ARMADA AUTOPARTS Diajukan guna melengkapi sebagian syarat dalam mencapai gelar

Lebih terperinci

BAB IV PENGUMPULAN DAN PENGOLAHAN DATA. Dalam rangka peran serta mewujudkan Pembangunan Nasional, khususnya

BAB IV PENGUMPULAN DAN PENGOLAHAN DATA. Dalam rangka peran serta mewujudkan Pembangunan Nasional, khususnya BAB IV PENGUMPULAN DAN PENGOLAHAN DATA 4.1 Sejarah Singkat Perusahaan Dalam rangka peran serta mewujudkan Pembangunan Nasional, khususnya dibidang industri, PT. PAKOAKUINA bergerak dalam bidang industri

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Pengertian Lead Time Istilah lead time biasa digunakan dalam sebuah industri manufaktur. Banyak versi yang dapat dikemukakan mengenai pengertian lead time ini. Menurut Kusnadi,

Lebih terperinci

APLIKASI LEAN THINKING PADA INSTALASI RAWAT INAP RUMAH SAKIT SEMEN GRESIK

APLIKASI LEAN THINKING PADA INSTALASI RAWAT INAP RUMAH SAKIT SEMEN GRESIK APLIKASI LEAN THINKING PADA INSTALASI RAWAT INAP RUMAH SAKIT SEMEN GRESIK Krisna Ardi Wibawa, I Nyoman Pujawan Program Magister Manajemen Teknologi ITS Jl. Cokroaminoto 12 A Surabaya E-mail: WibawaCTI@yahoo.com

Lebih terperinci

BAB III. EVALUASI DATA KEANDALAN

BAB III. EVALUASI DATA KEANDALAN BAB III. EVALUASI DATA KEANDALAN 3.1 PENDAHULUAN Pada Bab ini dievaluasi data keandalan APU. Evaluasi yang dilakukan adalah melihat kecenderungan laporan kegagalan APU, pengoperasian APU dan pencatatan

Lebih terperinci

PENENTUAN WAKTU STANDAR PERAWATAN KOMPONEN PADA MAIN WHEEL, NOSE WHEEL, DAN STEEL BRAKE DI WHEEL & BRAKE SHOP (STUDY KASUS DI PT.

PENENTUAN WAKTU STANDAR PERAWATAN KOMPONEN PADA MAIN WHEEL, NOSE WHEEL, DAN STEEL BRAKE DI WHEEL & BRAKE SHOP (STUDY KASUS DI PT. PENENTUAN WAKTU STANDAR PERAWATAN KOMPONEN PADA MAIN WHEEL, NOSE WHEEL, DAN STEEL BRAKE DI WHEEL & BRAKE SHOP (STUDY KASUS DI PT. GMF AEROASIA) Ika Cahyani, Fitri ; Kurniati, Nani ; Rahman, Arief Jurusan

Lebih terperinci

Mulai. Studi Pendahuluan. Perumusan Masalah. Penetapan Tujuan. Pemilihan Variable. Pengumpulan Data. Menggambarkan Process Activity Mapping

Mulai. Studi Pendahuluan. Perumusan Masalah. Penetapan Tujuan. Pemilihan Variable. Pengumpulan Data. Menggambarkan Process Activity Mapping BAB III METODOLOGI PENELITIAN Metodologi penelitian adalah suatu rangkaian kerangka pemecahan masalah yang dibuat secara sistematis dalam pemecahan masalah yang dilakukan sesuai dengan tujuan penelitian.

Lebih terperinci

Dosen Pembimbing :H. Hari Supriyanto, Ir.MSIE Diusulkan Oleh : Aqil Azizi Start

Dosen Pembimbing :H. Hari Supriyanto, Ir.MSIE Diusulkan Oleh : Aqil Azizi Start Reduksi waste Pada Produksi kacang garing Dengan pendekatan lean six sigma Menggunakan Metode FMEA (study kasus pada PT.Dua Kelinci) Dosen Pembimbing :H. Hari Supriyanto, Ir.MSIE Diusulkan Oleh : Aqil

Lebih terperinci

BAB IV ANALISA DAN PENGOLAHAN DATA

BAB IV ANALISA DAN PENGOLAHAN DATA BAB IV ANALISA DAN PENGOLAHAN DATA 4.1 Perhitungan pemakaian bahan bakar (Fuel Burn off) pesawat Untuk mencari jumlah pemakaian bahan bakar pada pesawat diperoleh dengan perhitungan Fuel Burn Off: Burn

Lebih terperinci

Standarisasi Aliran Proses dan Informasi Pada Departemen Transport di PT A

Standarisasi Aliran Proses dan Informasi Pada Departemen Transport di PT A Standarisasi Aliran Proses dan Informasi Pada Departemen Transport di PT A Fendy Aurino 1, Liem Yenny Bendatu 2 Abstract: PT A is a manufacturing company which produces consumer goods. Transportation Department

Lebih terperinci