PENENTUAN POHON FILOGENETIK BAKTERI XILANOLITIK SISTEM ABDOMINAL RAYAP TANAH BERDASARKAN 16S rrna

Ukuran: px
Mulai penontonan dengan halaman:

Download "PENENTUAN POHON FILOGENETIK BAKTERI XILANOLITIK SISTEM ABDOMINAL RAYAP TANAH BERDASARKAN 16S rrna"

Transkripsi

1 PENENTUAN POHON FILOGENETIK BAKTERI XILANOLITIK SISTEM ABDOMINAL RAYAP TANAH BERDASARKAN 16S rrna SKRIPSI SEPTHIA DWI SUKARTININGRUM DEPARTEMEN KIMIA FAKULTAS SAINS DAN TEKNOLOGI UNIVERSITAS AIRLANGGA 01 i

2 PENENTUAN POHON FILOGENETIK BAKTERI XILANOLITIK SISTEM ABDOMINAL RAYAP TANAH BERDASARKAN 16S rrna SKRIPSI Sebagai Salah Satu Syarat untuk Memperoleh Gelar Sarjana Sains Bidang Kimia pada Fakultas Sains dan Teknologi Universitas Airlangga Disetujui Oleh : Pembimbing I, Pembimbing II, Prof. Dr. Ni Nyoman Tri Puspaningsih, M.Si NIP Dr. Ni matuzahroh NIP

3 LEMBAR PENGESAHAN SKRIPSI Judul : Xilanolitik Sistem Abdominal Rayap Tanah berdasarkan 16S rrna Penyusun : NIM : Pembimbing I : Prof. Dr. Ni Nyoman Tri Puspaningsih, M.Si Pembimbing II : Dr. Ni matuzahroh Tanggal seminar : 3 Juli 01 Disetujui Oleh : Pembimbing I, Pembimbing II, Prof. Dr. Ni Nyoman Tri Puspaningsih, M.Si NIP Dr. Ni matuzahroh NIP Mengetahui, Ketua Program Studi S1 Kimia Departemen Kimia Fakultas Sains dan Teknologi Universitas Airlangga Dr. Alfinda Novi Kristanti, DEA NIP iii

4 PEDOMAN PENGGUNAAN SKRIPSI ini tidak dipublikasikan, namun tersedia di perpustakaan dalam lingkungan Universitas Airlangga. Diperkenankan untuk dipakai sebagai referensi kepustakaan, tetapi pengutipan seijin penulis dan harus menyebutkan sumbernya sesuai kebiasaan ilmiah. Dokumen skripsi ini merupakan hak milik Universitas Airlangga

5 KATA PENGANTAR Puji syukur kehadirat Allah S.W.T yang telah melimpahkan rahmat dan hidayah-nya sehingga penulis dapat menyelesaikan penulisan skripsi yang berjudul Xilanolitik Sistem Abdominal Rayap Tanah berdasarkan 16S rrna ini dibuat untuk memenuhi persyaratan akademis pendidikan sarjana sains dalam bidang kimia Fakultas Sains dan Teknologi Universitas Airlangga. Pada kesempatan ini, penulis ingin mengucapkan terima kasih yang sebesar-besarnya kepada : 1. Prof. Dr. Ni Nyoman Tri Puspaningsih, M.Si selaku dosen pembimbing I atas bimbingan dan nasehatnya selama penyusunan dan penyelesaian skripsi ini,. Dr. Ni matuzahroh selaku dosen pembimbing II atas bantuan dan kesabaran dalam memberikan bimbingan kepada penulis, 3. Dr. Sri Sumarsih, M.Si selaku penguji I atas nasehat dan sarannya kepada penulis, 4. Drs. Hamami, M.Si selaku penguji II atas saran dan masukannya kepada penulis, 5. Dra. Aning Purwaningsih, M.Si selaku dosen wali atas kesabaran, saran, dukungan serta bimbingannya kepada penulis, v

6 6. Dr. Alfinda Novi Kristanti, DEA selaku Ketua Departemen Kimia yang telah memberikan fasilitas serta arahan selama penyusun belajar di Departemen Kimia, 7. Bapak dan ibu dosen Departemen Kimia Universitas Airlangga yang telah senantiasa membagikan ilmu dan nasehat kepada penulis, 8. Bapak dan ibu selaku orang tua yang memberikan kasih sayang, doa, kepercayaan, dan dukungan baik secara moril maupun materi, 9. Ibu A.A. Istri Ratna Dewi yang telah menemani dan memberi saran saat penelitian, 10. Seluruh keluarga besar Departemen Kimia dan FSAINTEK yang telah memberikan banyak ilmu, nasehat, dan dukungan, 11. Teman-teman satu penelitian (Amaliah dan Previta) yang telah banyak membantu dalam mengerjakan penelitian, memberi saran dan dukungan yang sangat berharga, memberi keceriaan serta hiburan ketika penulis bersedih, 1. Sahabat-sahabat tercinta (Laudita, Faya, Yudistia, Yudha, Dyah Respati, Mella, Mala) yang telah sabar menampung dan mendengarkan segala keluh kesah dan isak tangis, memberi saran dan dukungan, serta memberikan tempat berteduh ketika penulis lelah, 13. Teman-teman seperjuangan Biokimia (Resti, Siska, Dita, dan seluruh anggota Biokim BLAST) atas bantuan, dukungan, dan semangat yang diberikan kepada penulis selama pengerjaan skripsi ini,

7 14. Teman teman S1 Kimia angkatan 008 yang senantiasa menemani dalam menuntut ilmu, memberikan banyak dukungan serta semangat selama penulis menjalankan masa pendidikan S1 di Universitas Airlangga, 15. Kakak-kakak di laboratorium Proteomik, TDC (mbak Nita, mbak One, mbak Laura, mas Ivan, mbak Titin) atas kesabaran dalam membagikan ilmu dan menuntun penulis dari awal sampai akhir penelitian, 16. Serta pihak pihak yang tidak dapat disebutkan satu persatu yang banyak memberikan saran, masukan, dan pengalamannya, Penulis menyadari bahwa masih terdapat banyak kekurangan dalam penyusunan skripsi ini, oleh karena itu kritik dan saran yang besifat membangun untuk kesempurnaan penulisan skripsi ini sangat diperlukan. Semoga skripsi ini dapat bermanfaat bagi semua pihak. Surabaya, Juli 01 Penulis, Septhia Dwi S. vii

8 Sukartiningrum, S.D., 01, Xilanolitik Sistem Abdominal Rayap Tanah berdasarkan 16S rrna. ini di bawah bimbingan Prof. Dr. Ni Nyoman Tri Puspaningsih, M.Si., dan Dr. Ni matuzahroh, Departemen Kimia, Fakultas Sains dan Teknologi, Universitas Airlangga, Surabaya ABSTRAK Penelitian bertujuan untuk mengetahui hubungan kekerabatan bakteri xilanolitik isolat B dan 7 penghasil endo-β-1,4-xilanase hasil isolasi dari sistem abdominal rayap tanah Macrotermes sp. Identifikasi dilakukan dengan cara mendesain pohon filogenetik berdasarkan sekuen gen penyandi 16S rrna. Sekuen gen penyandi 16S rrna didapatkan dengan cara mengamplifikasi gen penyandi 16S rrna menggunakan teknik PCR. Amplifikasi gen penyandi 16S rrna menggunakan primer forward B7F dan primer reverse U149R. Dari proses amplifikasi gen penyandi 16S rrna dengan teknik PCR, didapatkan sekuen gen penyandi 16S rrna milik bakteri xilanolitik isolat B dan isolat 7 sebesar 1460 bp dan 143 bp. Desain pohon filogenetik menunjukkan bahwa bakteri xilanolitik sistem abdominal rayap tanah isolat B mempunyai hubungan kekerabatan terdekat dengan Bacillus anthracis dan bakteri xilanolitik sistem abdominal rayap tanah isolate 7 mempunyai hubungan kekerabatan terdekat dengan Escherichia fergusonii. Kata kunci: Endo-β-1,4-xilanase, Rayap tanah, 16S rrna, Pohon filogenetik

9 Sukartiningrum, S.D., 01, Determination of Phylogenetic Tree of Xylanolitic Bacteria Abdominal System Soil Termite based on 16S rrna. This script is supervised by Prof. Dr. Ni Nyoman Tri Puspaningsih, M.Si., and Dr. Ni matuzahroh, Department of Chemistry, Faculty of Science and Technology, Airlangga University, Surabaya. ABSTRACT The purpose of research is to determine the relationship of isolates B and 7 from endo-β-1,4-xylanase-producing xylanolitic bacteria. Identification was done by designed a phylogenetic tree based on molecular identification of genes encoding 16S rrna. Sequences of genes encoding 16S rrna can be obtained by amplification of genes encoding 16S rrna using PCR technique. Amplification for 16S rrna gene encoding using B7F forward primer and U149R reverse primer. From gene coding for 16S rrna amplification by PCR technique, it has been found the sequences of gene encoding 16S rrna sequences belonging xylanolitic isolates B and isolates 7 of 1460 bp and 143 bp. Design of a phylogenetic tree showed that the xylanolitic bacteria abdominal system soil termite isolate B has a closest relathionship with Bacillus anthracis and the xylanolitic bacteria abdominal system soil termite isolate 7 has a closest relathionship with Escherichia fergusonii. Keywords: Endo-β-1,4-xylanase, Termite soil, 16S rrna, Phylogenetic tree ix

10 DAFTAR ISI HALAMAN JUDUL... i LEMBAR PERNYATAAN... ii LEMBAR PENGESAHAN... iii LEMBAR PENGGUNAAN SKRIPSI... iv KATA PENGANTAR... v ABSTRAK... viii ABSTRACT... ix DAFTAR ISI... x DAFTAR TABEL... xii DAFTAR GAMBAR... xiii DAFTAR LAMPIRAN... xiv BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Rumusan Masalah Tujuan Penelitian Manfaat Penelitian... 5 BAB II TINJAUAN PUSTAKA.1 Keberadaan Mikroorganisme Penghasil Xilanase pada Rayap Protozoa pada rayap Bakteri pada rayap Xilanase Endo-β-1,4-xilanase Identifikasi Bakteri Ribosom RNA S rrna Primer universal 16S rrna Pohon Filogenetik Struktur pohon filogenetik Program BLAST sebagai penunjang pembuatan pohon filogenetik Polymerase Chain Reaction (PCR) Komponen PCR Tahapan PCR Aplikasi teknik PCR Elektroforesis Gel Agarosa BAB III METODE PENELITIAN 3.1 Tempat dan Waktu Penelitian... 0

11 3. Sampel dan Bahan Penelitian Sampel penelitian Bahan penelitian Alat Penelitian Diagram Alir Penelitian Prosedur Penelitian Pembuatan larutan Pembuatan 50 mm bufer TE Pembuatan 3 M Na-asetat Pembuatan bufer Loading Dye Pembuatan bufer TAE Pembuatan media Luria-Bertani padat dan cair Peremajaan bakteri xilanolitik sistem abdominal rayap tanah isolat B dan Perbanyakan sel dan isolasi DNA kromosom bakteri xilanolitik sistem abdominal rayap tanah isolat B dan Penentuan konsentrasi DNA kromosom Elektroforesis gel agarosa Proses amplifikasi gen penyandi 16S rrna dengan teknik PCR Sekuensing gen penyandi 16S rrna Desain pohon filogenetik... 8 BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1 Isolasi DNA Kromosom Bakteri Xilanolitik Sistem Abdominal Rayap Tanah Isolat B dan Isolat Amplifikasi Gen Penyandi 16S rrna dengan Teknik PCR Desain Pohon Filogenetik Bakteri Xilanolitik Sistem Abdominal Rayap Tanah Isolat B dan Isolat BAB V KESIMPULAN DAN SARAN 5.1 Kesimpulan Saran DAFTAR PUSTAKA LAMPIRAN xi

12 DAFTAR TABEL Nomor Judul Tabel Halaman.1 Komposisi ribosom pada prokaryot dan eukaryot Primer universal untuk amplifikasi 16S rrna Macam-macam bufer elektroforesis Hasil BLAST bakteri xilanolitik sistem abdominal rayap tanah isolat B Hasil BLAST bakteri xilanolitik sistem abdominal rayap tanah isolat

13 DAFTAR GAMBAR Nomor Judul Gambar Halaman Sistem enzimatis dan aspek metabolisme rayap.... Enzim xilanolitik pada xilan tumbuhan Struktur 16S rrna... Struktur pohon filogenetik.... (a) Reaksi PCR, (b) Alat PCR... (a) Gel agarosa, (b) Alat elektroforesis..... Elektroforesis hasil isolasi DNA kromosom (A) isolat A, (B) isolat B, (7) isolat 7... Elektroforesis hasil amplifikasi gen penyandi 16S rrna bakteri xilanolitik sistem abdominal rayap tanah dengan primer B7F dan U149R suhu 53 0 C. Lajur 1 adalah pita DNA gen penyandi 16S rrna isolat B; adalah GeneRuler TM 1 kb DNA ladder; 3 adalah pita DNA gen penyandi 16S rrna isolat 7... Desain pohon filogenetik bakteri xilanolitik sistem abdominal rayap tanah isolat B.. Desain pohon filogenetik bakteri xilanolitik sistem abdominal rayap tanah isolat 7... Desain pohon filogenetik bakteri xilanolitik sistem abdominal rayap tanah isolat B dan xiii

14 DAFTAR LAMPIRAN Nomor Judul 1 Perhitungan Pembuatan Media Luria-Bertani Padat dan Cair Perhitungan Pembuatan Larutan untuk Isolasi DNA Kromosom 3 Perhitungan Pembuatan Larutan dan Bahan untuk Elektroforesis 4 Perhitungan Larutan Kerja untuk Reaksi PCR 5 Proses Alignment Sekuen Gen Penyandi 16S rrna Bakteri Xilanolitik Menggunakan Program Clone Manager 6 Proses Pelacakan Sekuen Gen Penyandi 16S rrna Bakteri Xilanolitik dengan Sekuen Gen Penyandi 16S rrna Bakteri Lain di Genbank 7 Proses Multiple Sequence Alignmet dari Data BLAST yang Diperoleh dengan Menggunakan Program ClustalW dan MEGA5 8 Proses Pendesainan Pohon Filognetik Menggunakan Program MEGA5

15 DAFTAR LAMPIRAN Nomor Judul 1 Perhitungan Pembuatan Media Luria-Bertani Padat dan Cair Perhitungan Pembuatan Larutan untuk Isolasi DNA Kromosom 3 Perhitungan Pembuatan Larutan dan Bahan untuk Elektroforesis 4 Perhitungan Larutan Kerja untuk Reaksi PCR 5 Proses Alignment Sekuen Gen Penyandi 16S rrna Bakteri Xilanolitik Menggunakan Program Clone Manager 6 Proses Pelacakan Sekuen Gen Penyandi 16S rrna Bakteri Xilanolitik dengan Sekuen Gen Penyandi 16S rrna Bakteri Lain di Genbank 7 Proses Multiple Sequence Alignmet dari Data BLAST yang Diperoleh dengan Menggunakan Program ClustalW dan MEGA5 8 Proses Pendesainan Pohon Filognetik Menggunakan Program MEGA5

16 BAB II TINJAUAN PUSTAKA.1 Keberadaan Mikroorganisme Penghasil Xilanase pada Rayap Rayap termasuk serangga perusak kayu yang sangat potensial karena rayap dapat mencerna material-material yang terkandung di dalam kayu. Materialmaterial tersebut berupa selulosa, hemiselulosa, dan lignin. Adanya kemampuan pencernaan khusus tersebut dikarenakan di dalam sistem pencernaan rayap terdapat suatu mikroorganisme khusus yang membantu mencerna dan merombak material-material tersebut (Setford, 005) (Gambar.1). Mikroorganisme tersebut antara lain metazoa, protozoa atau protista, bakteri, dan fungi (Purwadaria dkk., 004). Enzim yang berfungsi untuk mencerna dan merombak hemiselulosa adalah enzim xilanolitik. Mikroorganisme penghasil enzim xilanolitik tersebut dapat juga ditemukan di dalam sistem pencernaan rayap..1.1 Protozoa pada rayap Protozoa dapat ditemukan di dalam sistem pencernaan rayap jenis Mastotermitidae, Kalotermitidae, dan Rhinotermitidae. Protozoa tersebut berperan dalam melumatkan selulosa sehingga dapat dicerna dan diserap oleh rayap..1. Bakteri pada rayap Pada rayap famili Termitidae (Macrotermes, Odontotermes, dan Microtermes), mikroorganisme yang berperan untuk melakukan perombakan selulosa dan xilanase adalah bakteri (Tarumingkeng, 001). Beberapa bakteri

17 yang berperan sebagai penghasil enzim xilanolitik, yaitu Bacillus sp. (Shimizu et al., 1998) dan Bacillus pumilus (Purwadaria dkk., 004). Hidrogenosom Perut bagian utama Selulosa native Perut bagian tengah (endoglukanase, sellobiase) Kelenjar saliva (endoglukanase, sellobiase) Selulosa CO, H, asetil Ko-A Piruvat Glukosa Flagellata anaerob As. Org. asetat Selulase Mono-,di-, & oligosakarida Asam amino Bakteri metanogenik Bakteri pereduksi CO asetogenik Bakteri fermentatif Bakteri fiksasi N heterotrofik Lingkungan anaerobik Asetat Asetat Pakan prectodeal Bakteri fakultatif & obligat anaerob Gambar.1 Sistem enzimatis dan aspek metabolisme rayap (Radek, 1999). Xilanase Xilan merupakan komponen utama penyusun hemiselulosa. Xilanase merupakan enzim ekstraseluler yang menghidrolisis polisakarida β-1,4-xilan yang merupakan komponen utama hemiselulosa pada tumbuhan. Berdasarkan substrat yang dihidrolisis, xilanase dapat diklasifikasikan sebagai β-1,4-xilosidase, eksoxilanase, dan endo-β-1,4-xilanase (endoxilanase) (Richana, 00). Gambar. menunjukkan sisi pemotongan rantai xilan dari enzim-enzim xilanolitik...1 Endo-β-1,4-xilanase Endo-β-1,4-xilanase merupakan salah satu kelompok xilanase yang mampu menguraikan rantai utama xilan menjadi xilooligosakarida rantai pendek dan xilosa dan juga mampu memutus ikatan β-1,4 pada bagian dalam rantai xilan xxi

18 secara teratur (Bravman et al, 001). Ikatan yang diputus ditentukan berdasarkan panjang rantai substrat, derajat percabangan, ada tidaknya gugus substitusi, dan pola pemutusan dari enzim hidrolase (Richana, 00). Gambar. Enzim xilanolitik pada xilan tumbuhan (Collins et al., 005).3 Identifikasi Bakteri Proses identifikasi bakteri mengalami perkembangan dari tahun ke tahun. Pada awal perkembangannya, pengklasifikasian bakteri hanya didasarkan pada morfologinya. Dari identifikasi morfologi inilah muncul nama-nama bakteri seperti Bacillus, Coccus, Streptococcus, dan lain-lain. Pada tahap perkembangan selanjutnya, pengklasifikasian bakteri menggunakan metode pendekatan fisiologi. Sistem penamaan bakteri yang didasarkan pada penggabungan sifat morfologi dan fisiologi menjadi semakin sulit dan kompleks, sehingga dilakukan perkembangan pengklasifikasian lebih lanjut. Pada tahun 1940-an muncul metode pengklasifikasian bakteri secara molekular dengan pendekatan genetik. Pendekatan genetik digunakan untuk mengukur kedekatan dan kekerabatan antara isolat-isolat bakteri. Proses pengklasifikasian tersebut terus dikembangkan sampai akhirnya ditemukan metode baru, yaitu metode analisis urutan DNA yang menyandi gen 16S rrna

19 (Murray and Holt in Boone et al., 001). Metode ini digunakan untuk menentukan kebaharuan isolat bakteri yang ditemukan dari alam..3.1 Ribosom RNA Ribosom merupakan organel kecil dan padat dalam sel yang terdiri atas protein dan molekul RNA (ribonucleic acid). Ribosom berfungsi dalam proses translasi (sintesis protein). Suatu sel dapat mengandung sampai ribosom sehingga massa selnya dapat mencapai 40% dari massa total sel bakteri (Yuwono, 007). Ribosom RNA merupakan molekul yang sempurna karena mempunyai fungsi yang konstan pada tiap organisme, tersebar secara universal, dan mempunyai urutan sekuen yang terkonservasi dengan baik diantara anggota filogenetik yang luas (Madigan et al., 000). Ribosom disusun oleh molekul-molekul RNA dan beberapa macam protein. Ribosom tersusun atas dua subunit, yaitu subunit kecil dan subunit besar. Tabel.1 Komposisi ribosom pada prokaryot dan eukaryot (Yuwono, 007) Subunit RNA Protein Prokaryot Eukaryot 30S 50S 40S 60S 16S 5S 3S 18S 5S 5,8S 8S 1 macam 31 macam 33 macam 49 macam Molekul 16S rrna mempunyai ukuran sekuen 1541 bp (Gambar.3), molekul 3S rrna mempunyai ukuran sekuen 904 bp, dan molekul 5S rrna mempunyai ukuran sekuen 10 bp. xxiii

20 Carl Woese (1967) menampilkan tiga domain dari theory of life berdasarkan gen yang mengkode ribosom RNA, meliputi eubacteria, archaea, dan eukariot. Gen yang mengkode ribosom RNA bersifat conserved (dipertahankan) oleh suatu spesies dan tersebar di seluruh organisme. Urutan DNA pengkode rrna, yaitu rdna, digunakan untuk merekonstruksi filogenetik, mengidentifikasi golongan taksonomi suatu organisme, memperkirakan hubungan suatu golongan dengan golongan lainnya, serta mengestimasi tingkat perbedaan suatu spesies dengan spesies lainnya. Ribosom DNA (rdna) ini penting dalam pembuatan pohon filogenetik yang berkaitan dengan evolusi S rrna 16S RNA ribosom atau 16S rrna adalah komponen dari subunit kecil 30S pada ribosom prokariot. Sekuen dari 16S rrna mencapai 1500 bp. Sekuen basa tersebut digunakan untuk merekonstruksi filogeni. 16S rrna mempunyai fungsi, antara lain menerjemahkan posisi protein dari ribosom, berinteraksi dengan 3S dan membantu dalam pengikatan dua subunit ribosom yaitu unit 50S dan 30S, serta menstabilkan pasangan kodon-antikodon melalui pembentukan ikatan hidrogen antara atom N1 dari adenine dengan 'OH pada mrna. Gen 16S rrna digunakan untuk mempelajari filogenetik dari bakteri maupun archaea karena kedua mikroorganisme tersebut mempunyai hubungan kekerabatan yang sangat dekat (Weisburg et al., 1991; Coenye et al., 003).

21 Gambar.3 Struktur 16S rrna (Serianni, 011).3.1. Primer universal 16S rrna Analisis 16S rrna dilakukan dengan bantuan primer universal. Primer universal menargetkan dan memperkuat wilayah lestari gen 16S rrna agar dapat mengamplifikasi seluruh urutan 16S rrna secara lengkap. Primer universal terdiri dari primer forward (mengamplifikasi bagian awal) dan primer reverse (mengamplifikasi bagian akhir) (Huber et al., 00). Pasangan primer universal yang umum digunakan adalah B7F dan U149R (Tabel ), yang dirancang oleh Weisburg et al (1991). xxv

22 Tabel. Primer universal untuk amplifikasi 16S rrna (Weidner et al., 1996) Nama Primer Urutan (5' 3') B7F U149R 98F 336R 1100F 1100R 337F 907R 785F 805R 533F 518R.4 Pohon Filogenetik AGA GTT TGA TCC TGG CTC AG GGT TAC CTT GTT ACG ACT T TAA AAC TYA AAK GAA TTG ACG GG ACT GCT GCS YCC CGT AGG AGT CT YAA CGA GCG CAA CCC GGG TCG TTG LKP TTG GAC TAC TCC GGG AGG CWG CAG CCG TCA ATT CCT TTR AGT TT GGA TTA GAT ACC CTG GTA GAC TAC CAG GGT ATC TAA TC GTG CCA GCM GCC GCG GTA A GTA TTA CCG CGG CTG CTG G Dalam ilmu biologi, filogeni atau filogenesis adalah kajian mengenai hubungan antara kelompok-kelompok organisme yang dikaitkan dengan proses evolusi. Filogenetik merupakan ilmu yang mempelajari hubungan evolusi beberapa kelompok organisme yang berbeda (contohnya spesies atau populasi). Dalam studi filogenetik, cara yang paling tepat untuk menghubungkan beberapa kelompok organisme adalah dengan membuat atau mendesain pohon filogenetik. Pohon filogenetik digunakan untuk membatasi taksa masing-masing kelompok individu yang saling terhubung..4.1 Struktur pohon filogenetik Sebuah pohon filogenetik terdiri dari node dan cabang. Masing-masing node mewakili unit taksonomi berupa individu, spesies, dan populasi. Masingmasing cabang mendifinisikan hubungan antar unit taksonomi. Satu cabang pada

23 pohon filogenetik dapat menghubungkan dua node yang mempunyai kekerabatan. Pola percabangan pohon ini disebut topologi. Gambar.4 Struktur pohon filogenetik (Theobald, 004) Struktur pohon filogenetik pada Gambar.4 di atas terdiri dari root, branch, node, branch length, dan clade. Root merupakan nenek moyang semua taksa. Branch mendefinisikan hubungan antara taksa. Node mewakili unit taksonomi dan dapat berupa suatu spesies yang telah ada. Branch Length mewakili jumlah perubahan yang telah terjadi. Clade berupa kelompok dua taksa atau lebih..4. Program BLAST sebagai penunjang pembuatan pohon filogenetik Program BLAST dapat digunakan untuk membandingkan urutan terpenting dari semua urutan yang tersimpan dalam GenBank maupun NCBI. Jika nama ilmiah atau hubungan kekerabatan suatu organisme tidak diketahui, NCBI menyediakan link langsung ke beberapa organisme yang umum digunakan dalam proyek penelitian molekular. xxvii

24 .5 Polymerase Chain Reaction (PCR) Polymerase chain reaction atau reaksi rantai polimerase adalah teknik ilmiah dalam biologi molekular yang digunakan untuk mengamplifikasi beberapa basa DNA menjadi ribuan sampai jutaan kopi basa. PCR dikembangkan oleh Kary Mullis pada 1983 (Bartlett et al., 003). Reaksi PCR merupakan reaksi replikasi DNA yang terjadi di luar tubuh makhluk hidup..5.1 Komponen PCR Reaksi polymerase chain reaction membutuhkan beberapa komponen. Komponen-komponen tersebut meliputi primer, dntp, bufer, kation divalen, DNA cetakan, dan DNA polimerase. Primer adalah sepasang DNA untai tunggal atau oligonukleotida rantai pendek yang menginisiasi gen DNA target. dntp alias building blocks berfungsi sebagai batu bata penyusun DNA yang baru. dntp terdiri atas 4 macam sesuai dengan basa penyusun DNA, yaitu datp, dctp, dgtp, dan dttp. Bufer berfungsi untuk mengkondisikan reaksi dan menyediakan lingkungan kimia yang cocok agar PCR berjalan optimum dan menstabilkan DNA polimerase. Kation divalen yang umum digunakan dalam reaksi PCR adalah magnesium (Mg + ). Kation divalen berfungsi sebagai kofaktor DNA polimerase. DNA cetakan merupakan sumber gen DNA target. DNA polimerase berfungsi sebagai enzim. DNA polimerase mempunyai suhu optimal sekitar 70 0 C (Sambrook et al., 001)..5. Tahapan PCR Reaksi PCR dilakukan dalam sebuah alat pengendali suhu yang dapat memanaskan dan mendinginkan tabung reaksi dalam waktu singkat (Gambar

25 .5(b)). Reaksi PCR mempunyai siklus optimal antara 0-40 siklus, dimana masing-masing siklus terdiri dari - 3 suhu berbeda (Rychlik et al., 1990). Reaksi PCR mempunyai beberapa tahapan, antara lain inisiasi, denaturasi, annealing, extension, dan elongasi akhir (Gambar.5(a)). Tahap inisiasi dilakukan pada suhu C selama untuk 1-9 menit. Tahap denaturasi dilakukan pada suhu C selama detik. Pada suhu ini, DNA untai ganda akan memisah menjadi DNA untai tunggal. Tahap annealing merupakan tahap yang memberikan kesempatan bagi primer untuk menempel pada DNA cetakan di tempat yang komplemen dengan sekuen primer. Suhu reaksi yang dipakai pada saat annealing berkisar antara C selama 0-40 detik. Biasanya suhu annealing diturunkan tiga sampai lima derajad celcius di bawah Tm dari primer yang digunakan. Perpanjangan atau extension adalah tahapan dimana DNA polimerase akan mensintesis untai DNA baru untuk melengkapi untai DNA cetakan (DNA template) dengan menambahkan dntp dalam arah 5' ke 3'. Suhu yang umum dipakai pada tahap extension adlah 7 0 C. Elongasi akhir merupakan tahap paling akhir dalam reaksi PCR. Tahap ini terjadi setelah semua siklus PCR terpenuhi. Tahap elongasi akhir berfungsi untuk memastikan bahwa setiap DNA untai tunggal yang tersisa telah diperpanjang seluruhnya. Suhu yang umum digunakan pada tahap ini berkisar antara C selama 5-15 menit (Sharkey et al., 1994). xxix

26 a b Gambar.5 (a) Reaksi PCR (Yepyhardi, 011), (b) Alat PCR.5.3 Aplikasi teknik PCR Teknik PCR telah digunakan secara luas untuk berbagai macam kebutuhan, antara lain: 1. Isolasi Gen DNA berfungsi sebagai penyandi genetik, yaitu panduan sel dalam memproduksi protein dan sebagai transkrip DNA untuk menghasilkan RNA (Yuwono, 007). Selanjutnya, RNA diterjemahkan untuk menghasilkan rantai asam amino atau protein. Untuk mengisolasi gen, diperlukan DNA yang dikenal dengan nama probe. DNA probe memiliki urutan basa nukleotida yang sama dengan gen target yang akan diisolasi. Probe dibuat dengan teknik PCR dengan menggunakan primer yang sesuai dengan gen tersebut.. Sekuensing DNA Urutan basa suatu DNA dapat ditentukan dengan teknik sekuensing DNA. Metode sekuensing DNA yang umum digunakan adalah metode Sanger (chain

27 termination method) yang sudah dimodifikasi menggunakan dye-dideoxy terminator, dimana pada proses awal reaksi PCR hanya menggunakan satu primer dan tambahan dideoxynucleotide yang diberi label fluorescent. Warna fluorescent setiap basa berbeda. Perbedaan warna tersebut digunakan untuk membedakan dan menentukan urutan basa suatu DNA yang tidak diketahui..6 Elektroforesis Gel Agarosa Menurut Yuwono (007), elektroforesis adalah suatu teknik pemisahan molekul sel berdasarkan massa dan bentuk molekulnya dengan menggunakan medan listrik yang dialirkan pada suatu medium yang mengandung sampel yang akan dipisahkan. Elektroforesis memanfaatkan muatan listrik yang ada pada makromolekul, yaitu DNA yang bermuatan negatif. Jika molekul yang bermuatan negatif dilewatkan melalui suatu medium, kemudian dialiri arus listrik dari kutub positif ke kutub negatif, maka molekul tersebut akan bergerak dari kutub negatif ke kutub positif. Teknik elektroforesis dapat digunakan untuk menganalisis DNA, RNA, maupun protein. Elektroforesis DNA digunakan untuk menganalisis fragmenfragmen DNA hasil pemotongan enzim restriksi, hasil isolasi DNA kromosom, produk PCR, dan lain sebagainya. Elektroforesis DNA memerlukan gel agarosa (Gambar.6(a)). Agarosa merupakan suatu bahan semi-padat berupa polisakarida yang diekstraksi dari rumput laut. Gel agarosa dibuat dengan melarutkan serbuk agarosa dalam suatu bufer dan dibantu pemanasan. Jenis bufer yang digunakan untuk melarutkan agarosa ada xxxi

28 beberapa macam. Macam-macam bufer yang digunakan untuk elektroforesis dan melarutkan agarosa dapat dilihat pada Tabel.3. Tabel.3 Macam-macam bufer elektroforesis (Sambrook, 001) Buffer Working solution Concentrated stok solution (per liter) Tris-acetate (TAE) Trisphosphate (TPE) 1x : 0.04 M Tris-acetate M EDTA 1x : 0.09 M Tris-phospate 0.00 M EDTA 50x : 4 g Tris base 57.1 ml glacial acetic acid 100 ml 0.5 M EDTA (ph 8.0) 10x : 108 g Tris base 15.5 ml 85% phosphoric acid (1.679 g/ml) 40 ml 0.5 M EDTA (ph 8.0) Tris-borate 0.5x : M Tris-borate 5x : 54 g Tris base (TBE) M EDTA 7.5 g boric acid 0 ml 0.5 M EDTA (ph 8.0) Alkaline 1x : 50 mn NaOH 1 mm EDTA Tris-glycine 1x : 5 mm Tris 50 mm glycine 0.1% SDS 1x : 5 ml 10 N NaOH ml 0.5 M EDTA (ph 8.0) 5x : 15.1 g Tris base 94 g glycine (electrophoresis grade) (ph 8.3) 50 ml 10% SDS (electrophoresis grade)

29 a b Gambar.6 (a) Gel agarosa, (b) Alat elektroforesis (Pradhika, 011). xxxiii

30 BAB III METODE PENELITIAN 3.1 Tempat dan Waktu Penelitian Penelitian ini dilaksanakan pada bulan Februari 01 sampai dengan Juni 01 di Laboratorium Proteomik, ITD, Universitas Airlangga. 3. Sampel dan Bahan Penelitian 3..1 Sampel penelitian Sampel penelitian ini adalah isolat bakteri xilanolitik sistem abdominal rayap tanah (isolat A, isolat B, dan isolat 7) yang merupakan koleksi bakteri xilanolitik milik Ratnadewi dkk (007). 3.. Bahan penelitian Bahan- bahan yang digunakan dalam penelitian ini adalah HCl, EDTA, Na-asetat, asam asetat glasial, sukrosa, NaCl, MgSO 4, NaOH, Sodium Dodecyl Sulfat (SDS), Bacto Agar, Tryptone, Yeast Extract, agarosa, etanol absolut, etanol 70%, fenol, tris-base (H NC(CH OH) 3 ), Bromophenol Blue (C 19 H 10 Br 4 O 5 S, BPB), lisosim, proteinase K, Taq polymerase, bufer Taq 10x, dntp, MGSO 4, primer B7F, primer U149R, dan GeneRuler 1 Kb Ladder (Intron).

31 3.3 Alat Penelitian Peralatan yang digunakan dalam penelitian ini adalah autoklaf (TOMY High-Pressure Steam Strelizer ES-315), laminair air flow cabinet (Kottermann 8580), sentrifuga Hermle (tipe Z 400 K), timbangan analitik (Ohaus Gold Series), ph meter (Metro-ohm 744), oven (Memmert, Jerman), lemari pendingin -0 0 C (Samsung Sansio SCF-40), pipet mikro (Eppendorf), waterbath (Gemmyco YCW-010), thermoshake (Gerhardt), alat PCR Thermal Cycler (Bioneer MyGenie96 Thermal Block), Nanodrop (Spectrophotometer ND-1000), seperangkat alat elektroforesis (Life Technologies model 50) dengan power supply, UV transluminator, peralatan gelas yang lazim digunakan di laboratorium, kamera digital, dan Notebook A*Note Centurion C-946 dengan spesifikasi Intel Celeron M Processor 900, GHz dengan RAM 1 Gb. xxxv

32 3.4 Diagram Alir Penelitian Peremajaan bakteri xilanolitik sistem abdominal rayap tanah isolat A, B, dan 7 Isolasi DNA kromosom bakteri xilanolitik sistem abdominal rayap tanah isolat A, B, dan 7 Penentuan konsentrasi dan kemurnian DNA kromosom Amplifikasi gen 16S rrna dengan teknik PCR Elektroforesis gel agarosa Sequensing produk PCR Desain pohon filogenetik

33 3.5 Prosedur Penelitian Pembuatan larutan Pembuatan larutan meliputi pembuatan 0,05 M bufer TE (bufer Tris-Cl, EDTA), 3 M Na-asetat, bufer Loading Dye, bufer TAE (Tris-asetat EDTA) Pembuatan 50 mm bufer TE 0,05 M bufer TE dibuat dari larutan stok 0,5 M tris-cl ph 8 dan 0,5 M EDTA ph 8. Larutan stok 0,5 M tris-cl ph 8 dibuat sebanyak 50 ml. Ditimbang 3,085 gr tris-base kemudian dilarutkan dalam 5 ml akuades. Selanjutnya ditambahkan HCl 1 M dan diukur ph-nya sampai mencapai ph 8. Lalu ditambahkan akuades hingga mencapai volume 50 ml. Larutan stok 0,5 M EDTA dibuat sebanyak 50 ml. Ditimbang 9,306 EDTA kemudian dilarutkan dalam 50 ml akuades. Lalu ditambahkan NaOH 1 N sampai mencapai ph 8. 0,05 M bufer TE dibuat sebanyak 50 ml. Dicampur 5 ml 0,5 M tris-cl ph 8 dan 5 ml 0,5 M EDTA ph 8, kemudian diencerkan dengan akuades hingga mencapai volume 50 ml. Ketiga larutan di atas disterilkan menggunakan autoklaf pada suhu 11 0 C selama 15 menit Pembuatan 3 M Na-asetat Ditimbang,4606 gr Na-asetat, kemudian dilarutkan dalam 10 ml akuades. Selanjutnya disterilkan menggunakan autoklaf pada suhu 11 0 C selama 15 menit. xxxvii

34 Pembuatan bufer Loading Dye Bufer Loading Dye dibuat dari campuran 0,5% Bromophenol Blue dan 40% sukrosa. Ditimbang 0,015 gr Bromophenol Blue dan gr sukrosa, kemudian dilarutkan dalam 5 ml akuades. Bufer Loading Dye disimpan di dalam lemari pendingin -0 0 C Pembuatan bufer TAE Bufer TAE dibuat dari campuran tris-base, asam asetat glasial, dan EDTA ph 8. Ditimbang 48,4 gr tris-base, 11,4 gr asam asetat glasial, dan 0 ml 0,5 M EDTA ph 8, kemudian dilarutkan dalam 00 ml akuades Pembuatan media Luria-Bertani padat dan cair Media Luria-Bertani padat dibuat dari campuran 1% Tryptone, 1% NaCl, % Bacto Agar, dan 0,5% Yeast Exstract. Ditimbang 0,5 gr Tryptone, 0,5 gr NaCl, 0,5 gr Yeast Exstract, dan 1 gr Bacto Agar. Semua bahan dilarutkan dalam 50 ml akuades. Selanjutnya media tersebut dipindahkan ke dalam Erlenmeyer dan disterilkan menggunakan autoklaf pada suhu 11 0 C selama 15 menit. Media steril yang masih hangat-hangat kuku dihomogenkan kemudian dituang ke dalam cawan Petri steril. Media yang telah memadat disimpan dalam lemari pendingin 4 0 C. Media Luria-Bertani cair dibuat dari campuran 1% Tryptone, 1% NaCl, dan 0,5% Yeast Exstract. Ditimbang 0,6 gr Tryptone, 0,6 gr NaCl, dan 0,3 gr Yeast Exstract. Semua bahan dilarutkan dalam 60 ml akuades, kemudian disterilkan menggunakan autoklaf pada suhu 11 0 C selama 15 menit.

35 3.5.3 Peremajaan bakteri xilanolitik sistem abdominal rayap tanah isolat B dan 7 Proses peremajaan bakteri dimulai dari mengambil biakan bakteri xilanolitik sistem abdominal rayap tanah isolat B dan 7 dari kultur sebelumnya dengan menggunakan kawat ose. Kawat yang mengandung biakan bakteri digoreskan pada media Luria-Bertani padat menggunakan metode streak. Selanjutnya biakan diinkubasi pada oven dengan suhu 37 0 C selama 18 jam Perbanyakan sel dan isolasi DNA kromosom bakteri xilanolitik sistem abdominal rayap tanah isolat B dan 7 Proses perbanyakan sel bakteri xilanolitik dilakukan dengan menumbuhkan bakteri pada media Luria-Bertani cair. Kultur bakteri di-shaker dengan kecepatan 150 rpm selama 18 jam pada suhu 37 0 C. Diambil 10 ml kultur bakteri lalu disentrifugasi dengan kecepatan rpm selama menit pada suhu 4 0 C. Pelet yang terbentuk disuspensikan dengan 500 µl bufer TE dan diinkubasi selama 30 menit pada suhu -0 0 C. Kemudian ditambahkan 500 µl larutan lisosim 10 mg/ml pada sel beku. Sel diinkubasi kembali selama 45 menit di dalam es, kemudian ditambahkan 100 µl larutan STEP (SDS 0,5%, 50 mm tris-cl ph 7,5, 0,4 M EDTA, proteinase K) pada suspensi sel. Suspensi sel ini kemudian diinkubasikan di waterbath selama 1 jam pada suhu 50 0 C. Setelah langkah inkubasi, ditambahkan 600 µl fenol jenuh dan dicampur sampai terbentuk emulsi. Emulsi yang terbentuk disentrifugasi dengan kecepatan rpm selama 10 menit pada suhu 4 0 C. Fasa paling atas hasil sentifugasi dipindahkan pada tabung Eppendorf baru. Kemudian ditambahkan 3 M Na-asetat sebanyak 0,1x volume total, etanol absolut dingin sebanyak x xxxix

36 volume total campuran, kemudian dicampur secara perlahan, dan diinkubasi selama 1 jam pada suhu -0 0 C. Setelah diinkubasi, campuran disentrifugasi pada kecepatan rpm selama 5 menit suhu 4 0 C. Supernatan yang terbentuk dibuang, pelet yang ada di dasar tabung dicuci dengan 500 µl etanol 70%, lalu disentrifugasi kembali dengan kecepatan rpm selama 10 menit suhu 4 0 C. Supernatan dibuang dan pelet yang terbentuk dikeringkan selama beberapa menit pada temperatur ruang. Pelet yang telah kering dilarutkan dalam 30 µl ddh O. Larutan lisozim berfungsi untuk proses lisis dinding sel bakteri. Penambahan larutan STEP (SDS, Tris-cl, EDTA, Proteinase-K) berfungsi untuk penyempurnaan kerusakan dinding dan membran sel bakteri secara kimiawi dan enzimatis. Penambahan fenol jenuh berfungsi untuk memisahkan protein dari DNA. Pada tahap ini akan terbentuk tiga lapisan, yaitu lapisan atas merupakan larutan DNA dan RNA yang larut dalam fasa air, lapisan tengah merupakan larutan protein, dan lapisan bawah merupakan sisa fenol. Natrium asetat dan etanol absolut dingin berfungsi untuk presipitasi DNA (Brown, 001) Penentuan konsentrasi DNA kromosom Larutan DNA kromosom hasil isolasi diukur konsentrasinya menggunakan nilai absorbansi pada panjang gelombang 60 nm. Konsentrasi larutan DNA ditentukan dengan cara mengasumsikan bahwa setiap satu satuan A 60nm sebanding dengan 50 µg.ml -1 DNA untai ganda. Pengukuran konsentrasi DNA kromosom isolat B dan 7 hasil isolasi menggunakan alat Nanodrop Spectrophotometer ND-1000.

37 3.5.6 Elektroforesis gel agarosa Elektroforesis DNA menggunakan gel agarosa 1%. Gel agarosa 1% dibuat dari 0,4 gr agarosa yang dilarutkan dalam 40 ml bufer TAE 0,5x. Sampel DNA kromosom dicampur dengan bufer Loading Dye dengan perbandingan 3:1, kemudian dielektroforesis pada tegangan Volt sampai warna biru bermigrasi sepanjang 3 4 gel. Gel agarosa kemudian direndam dalam larutan EtBr 0,5 g/ml dalam bufer TAE 0,5x selama 5-10 menit. Pita-pita DNA diamati dengan sinar UV dan didokumentasi dengan kamera digital Proses amplifikasi gen penyandi 16S rrna dengan teknik PCR Bahan yang digunakan untuk proses amplifikasi gen penyandi 16S rrna dengan teknik PCR adalah,5 µl bufer PCR 10x (KCl 0,5 M, Tris-HCl 0,1 M ph 8,0, MgCl 0,015 M), 1 µl dntp 0,01 M, µl MgSO 4, µl primer B7F (5 - AGAGTTTGATCCTGGCTCAG- 3 ), µl primer U149R (5 - GGTTACCTTGTTACGACTT- 3 ), 6 µl DNA cetakan, 1 µl Taq DNA polimerase 5 units/ µl, dan 5 µl ddh O. Proses amplifikasi gen penyandi 16S rrna dari bakteri xilanolitik sistem abdominal rayap tanah isolat B dan isolat 7 dilakukan pada kondisi denaturasi pada suhu 95 0 C selama 1 menit, annealing pada suhu 53 0 C dan 55 0 C selama 1 menit, dan extension pada suhu 7 0 C selama 1 menit 30 detik dengan jumlah siklus 30 kali. Proses amplifikasi diawali dengan inisiasi pada suhu 95 0 C selama 5 menit dan diakhiri dengan elongasi akhir yang dilakukan pada suhu 7 0 C selama 10 menit. Produk PCR kemudian dielektoforesis untuk mengetahui ukuran pasang basanya. xli

38 3.5.8 Sekuensing gen penyandi 16S rrna Sekuensing gen penyandi 16S rrna dilakukan di laboratorium Macrogen, Singapura dengan menggunakan primer forward B7F dan primer reverse U149R Desain pohon filogenetik Pohon filogenetik didesain menggunakan perbandingan sekuen 16S rrna dari bakteri lain pada program pelacakan database Basic Local Alignment Search Tool (BLAST) dengan alamat situs Alignment divisulisasikan menggunakan program ClustalW. Pembentukan pohon filogenetik dilakukan dengan menggunakan program MEGA5. Langkah-langkah pembuatan pohon filogenetik adalah sebagai berikut: 1. Sekuen 16S rrna milik bakteri xilanolitik didesain menggunakan program Clone Manager dengan langkah-langkah: a. Buka program Clone Manager. b. Pilih menu Align Align multiple sequences. c. Pilih tipe alignment Multi-Way dan align sequences as DNA next. d. Masukkan data basa nukleotida hasil sekuen primer forward dan reverse finish. e. Gabungkan basa-basa nukleotida hasil sekuen 16S rrna dan simpan dalam format text document (.txt).. Perbandingan sekuen gen penyandi 16S rrna bakteri xilanolitik dengan sekuen gen penyandi 16S rrna bakteri lain yang ada di GenBank dilacak dengan menggunakan langkah-langkah sebagai berikut:

39 a. Buka program BLAST pada alamat situs b. Klik pilihan nucleotide blast. c. Masukkan data 16S rrna pada kolom upload file, klik pilihan Others pada menu Database, ganti dengan 16S ribosomal RNA sequences. d. Klik BLAST. e. Pilih beberapa data sekuen bakteri yang diperlukan get selected sequences. f. klik Send to file pilih format FASTA ok. 3. Multiple sequence alignmet dari data BLAST yang diperoleh dibuat dengan menggunakan program ClustalW dan MEGA5 dengan langkah sebagai berikut: a. Klik kanan pada data hasil BLAST format FASTA open with MEGA5. b. Pada tampilan layar M5: Alignment Explorer, pilih menu Alignment Align by Clustal W ok, tunggu sampai proses berhenti. c. Pilih menu Data Export alignment MEGA format. 4. Pohon filognetik didesain menggunakan program MEGA5. a. Buka program MEGA5. b. Pada toolbar, pilih Phylogeny Construct/Test Neighbor-Joining Tree. c. Pilih data hasil multiple sequence alignmet dalam format MEGA open compute. d. Setelah desain filogenetik muncul, klik Image simpan desain pohon filogenetik dalam format TIFF file. xliii

40 BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1 Isolasi DNA Kromosom Bakteri Xilanolitik Sistem Abdominal Rayap Tanah Isolat B dan Isolat 7 Isolasi DNA kromosom bakteri xilanolitik sistem abdominal rayap tanah isolat B dan 7 menggunakan metode Sambrook et al (1989). Hasil isolasi DNA kromosom dicek dengan elektroforesis gel agarosa 1%. Bufer yang digunakan adalah bufer TAE (Tris-asetat EDTA). Hasil elektroforesis isolasi DNA kromosom isolat B dan 7 dapat dilihat pada Gambar 4.1. B 7 Gambar 4.1 Elektroforesis hasil isolasi DNA kromosom (B) isolat B, (7) isolat 7 Hasil isolasi DNA kromosom dari kedua isolat diukur konsentrasi dan kemurniannya menggunakan alat Nanodrop Spectrophotometer ND Tujuan pengukuran adalah untuk memastikan DNA yang akan digunakan untuk proses amplifikasi 16S rrna dengan teknik PCR mempunyai konsentrasi dan kemurnian yang sesuai untuk amplifikasi. Hasil pengukuran menunjukkan bahwa isolat B mempunyai konsentrasi sebesar 500,5 ng/µl dengan nilai kemurnian 1,89 dan isolat 7 mempunyai konsentrasi sebesar 183,4 ng/µl dengan nilai kemurnian 1,94.

41 DNA kromosom dianggap murni apabila rasio kemurniannya berada diantara nilai 1,8,0 (Brown, 001). DNA kromosom yang mempunyai nilai kemurnian < 1,8 menandakan bahwa DNA kromosom tersebut belum murni karena terkontaminasi dengan protein. Adanya kontaminasi protein tersebut disebabkan oleh beberapa faktor, salah satunya adalah human error. Pada tahap penambahan larutan fenol proses isolasi DNA kromosom akan terbentuk tiga lapisan, dimana fasa DNA terdapat pada lapisan atas dan fasa protein terdapat pada lapisan tengah. Ketika melakukan pemisahan fasa DNA, ketidak hati-hatian akan menyebabkan fasa protein ikut terambil bersamaan dengan fasa DNA. Fasa protein yang terbawa akan ikut mengalami presipitasi bersama dengan DNA pada tahap penambahan natrium asetat dan etanol absolut sehingga menyebabkan DNA kromosom tidak murni. DNA kromosom dapat digunakan untuk proses amplifikasi dengan teknik PCR apabila mempunyai konsentrasi antara ng/µl (Grunenwald, 003). Nilai konsentrasi tersebut ditentukan dengan cara mengukur nilai absorbansi DNA pada panjang gelombang 60 nm. Setiap satu satuan A 60nm sebanding dengan 50 µg.ml -1 DNA untai ganda. Nilai kemurnian dan konsentrasi yang tidak sesuai akan menyebabkan DNA cetakan mengalami kerukasakan sehingga gen target tidak dapat teramplifikasi (Lindahl and Nyberg, 197). 4. Amplifikasi Gen Penyandi 16S rrna dengan Teknik PCR PCR (Polymerase Chain Reaction) merupakan metode yang digunakan untuk mengamplifikasi sekuen DNA spesifik secara cepat dalam kondisi in vitro xlv

42 (Bartlett, 003). Bahan-bahan yang diperlukan dalam proses amplifikasi gen penyandi 16S rrna dengan teknik PCR adalah DNA cetakan, sepasang primer, Mg +, dntps, bufer PCR, dan Taq DNA polymerase. Untuk amplikasi 16S rrna bakteri xilanolitik sistem abdominal rayap tanah isolat B dan isolat 7, digunakan pasangan primer B7F dan U149R dengan urutan basa nukleotida sebagai berikut: Primer forward B7F : 5 -AGAGTTTGATCCTGGCTCAG- 3 Primer reverse U149R : 5 -GGTTACCTTGTTACGACTT- 3. DNA cetakan bertindak sebagai sumber gen 16S rrna yang akan diamplifikasi. dntps mengandung kelompok-kelompok basa, yaitu datp, dctp, dgtp dan dttp yang berfungsi sebagai sumber basa nukleotida ketika DNA polimerase mensintesis untai DNA target yang baru. Primer merupakan oligonukleotida yang akan mengenali dan menempel pada wilayah DNA yang ditargetkan sehingga memungkinkan terjadinya proses amplifikasi. Primer hanya akan mengamplifikasi wilayah DNA tertentu yang dibatasi oleh primer forward dan reverse (Brown, 001). Bufer berfungsi menstabilkan DNA polimerase. Mg + berfungsi sebagai kofaktor dari DNA polimerase (Sambrook and Russel, 001). DNA polimerase berfungsi sebagai enzim yang mensintesis untai baru DNA. Untuk proses PCR, diperlukan DNA polimerase yang termostabil seperti Taq polimerase yang sudah umum digunakan dalam reaksi PCR. Tiga tahapan penting dalam teknik PCR adalah denaturasi, penempelan primer (annealing), dan perpanjangan (extension). Proses denaturasi melibatkan pemanasan pada suhu tinggi. Pemanasan ini merusak ikatan hidrogen yang

43 mengikat untai-untai DNA sehingga DNA mengalami denaturasi dari rantai ganda menjadi rantai tunggal (Brown, 001). Proses annealing memberikan kesempatan bagi primer untuk menempel pada DNA cetakan yang mempunyai pasangan basa yang komplemen dengan primer. Suhu annealing yang optimal untuk suatu primer didasarkan pada komposisi basa, sekuen nukleotida, serta panjang dan konsentrasi primer. Suhu annealing yang disarankan adalah 5 0 C dibawah Tm primer (Grunenwald, 003). Annealing harus dilakukan pada suhu yang tepat. Apabila suhu terlalu tinggi, primer tidak akan menempel pada sisi DNA target. Bila suhu terlalu rendah, dapat menyebabkan primer menempel pada daerah yang tidak spesifik dan menghasilkan lebih dari satu gen yang diamplifikasi. Proses extension merupakan proses perpanjangan rantai DNA oleh DNA polimerase. Perpanjangan rantai ini telah dibatasi oleh primer yang menempel pada saat annealing. DNA polimerase berfungsi sebagai enzim yang bertugas mensintesis untai DNA baru untuk melengkapi untai DNA cetakan dengan menambahkan dntp dalam arah 5' ke 3'. Umumnya pada proses extension digunakan suhu 7 0 C, yaitu suhu optimum dari Taq polimerase. Pada proses amplifikasi gen penyandi 16S rrna bakteri xilanolitik sistem abdominal rayap tanah isolat B dan isolat 7 dilakukan variasi suhu annealing, yaitu 53 0 C dan 55 0 C. Tujuan dilakukan variasi suhu adalah untuk menentukan suhu optimal dari primer agar dapat menempel pada DNA cetakan secara sempurna. Dari hasil variasi suhu tersebut, gen penyandi 16S rrna bakteri xilanolitik sistem abdominal rayap tanah isolat B dan 7 dapat teramplifikasi sebesar 1500 bp pada suhu annealing 53 0 C. Pada suhu annealing 55 0 C, tidak xlvii

44 ditemukan pita DNA hasil amplifikasi 16S rrna. Hal tersebut menunjukkan bahwa suhu 55 0 C terlalu tinggi untuk proses annealing sehingga primer tidak menempel pada sisi DNA target dan tidak terjadi amplifikasi. 1 3 Pita DNA gen penyandi 16S rrna isolat B 000 bp Pita DNA gen penyandi 16S rrna isolat bp 1000 bp Gambar 4. Elektroforesis hasil amplifikasi gen penyandi 16S rrna bakteri xilanolitik sistem abdominal rayap tanah dengan primer B7F dan U149R suhu 53 0 C. Lajur 1 adalah pita DNA gen penyandi 16S rrna isolat B; adalah GeneRuler TM 1 kb DNA ladder; 3 adalah pita DNA gen penyandi 16S rrna isolat 7. Amplikon bakteri xilanolitik sistem abdominal rayap tanah isolat B dan 7 yang diperoleh selanjutnya dimurnikan untuk menghilangkan sisa-sisa zat reaksi PCR. Pemurnian dilakukan untuk memperoleh DNA cetakan yang ditargetkan dan menghilangkan amplikon yang kurang spesifik. Pemurnian DNA dilakukan dengan menggunakan kit pemurnian Gene Clean dari QIAGEN. Setelah dimurnikan, amplikon diukur konsentrasi dan rasio kemurniannya menggunakan alat Nanodrop Spectrophotometer ND Amplikon isolat B mempunyai konsentrasi sebesar 14,8 ng/µl dengan nilai kemurnian 1,93. Amplikon isolat 7 mempunyai konsentrasi sebesar 118,6 ng/µl dengan nilai kemurnian 1,91. Urutan

45 basa nukleotida penyandi gen 16S rrna isolat B dan isolat 7 didapatkan dari hasil sekuensing yang dilakukan di laboratorium Macrogen, Singapura dengan menggunakan primer forward B7F dan primer reverse U149R. 4.3 Desain Pohon Filogenetik Bakteri Xilanolitik Sistem Abdominal Rayap Tanah Isolat B dan Isolat 7 Pohon filogenetik didesain dengan menggunakan sekuen gen penyandi 16S rrna milik bakteri xilanolitik sistem abdominal rayap tanah isolat B dan 7. Sekuen gen penyandi 16S rrna merupakan molekul yang sempurna karena memiliki daerah conserved (dipertahankan) dan fungsi yang konstan pada tiap organisme, tersebar secara universal, dan mempunyai urutan sekuen yang terkonservasi dengan baik diantara anggota filogenetik yang luas (Madigan et al., 000). Selain itu, pada uji konvensional sebelumnya diketahui bahwa kedua isolat ini termasuk dalam jenis prokariot, sehingga untuk mendapatkan sekuen yang universal, digunakan molekul 16S rrna. Primer forward B7F dan primer reverse U149R digunakan untuk proses sekuensing basa nukleotida. Proses sekuensing dengan kedua primer akan menghasilkan urutan basa nukleotida secara menyeluruh. Sekuen lengkap gen penyandi 16S rrna diperlukan untuk melakukan proses BLAST. Hasil sekuen yang telah lengkap diproses dengan menggunakan program Clone Manager. Penyusunan sekuen gen penyandi 16S rrna dari bakteri xilanolitik sistem abdominal rayap tanah isolat B dan 7 dilakukan setelah proses alignment terhadap hasil sekuensing 16S rrna dari kedua primer selesai. Hasil alignment adalah sebagai berikut: xlix

46 1. Gen penyandi 16S rrna bakteri xilanolitik sistem abdominal rayap tanah isolat B mempunyai sekuen 1460 bp CCT GGG GTG TGG GGG GCC TAC TCA TGC ACG TCG TAG CGA GGT AAC TAG GAG CTT GCT CTT ATG AAG TTA GCG GCG GAC GGG TGA GTA ACA CGT GGG TAA CCT GCC CAT GAG ACT GGG ATA ACT CCG GGA AAC CGG GGC TAA TAC CGG ATA ACA TTT TGA ACC GCA TGG TTC GAA ATT GAA AGG CGG CTT CGG CTG TCA CTT ATG GAT GGA CCC GCG TCG CAT TAG CTA GTT GGT GAG GTA ACG GCT CAC CAA GGC AAC GAT GCT TAT CCG ACC TGA GAG GGT GAT CGG CCA CAC TGG GAC TGA GAC ACG GCC CAA ACT CCT ACG GGA GGC AGC AGT AGG GAA TCT TCC GCA ATG GAC GAA AGT CTG ACG GAA CAA CGC CGC GGG AGT GAT GAA GGC TTT CGG GTC CAA AAA CTC TGT TGT TAG GGA AGA ACA AGT GCT AGT TGA ATA AGC TGG CAC CTT GAC GGT ACC TAA CCA GAA AGC CAC GGC TAA CTA CGT GCC AGC AGC CGC GGT AAT ACG TAG GTG GCA AGC GTT ATC CGG AAT TAT TGG GCG TAA AGC GCG CGC AGG TGG TTT CTT AGT CTG ATG TGA AAG CCC ACG GCT CAA CCG TGG AGG GTC ATT GGA ACT GGA GAG ACT TGA GTG CAG AAG AGG AAA GTG GGA TTC CAT TGT GTA GCG GTG AAA TGC GTA GAG ATA TGG AGG AAC ACC AGT GGC GAA GGC GAC TTT CTG GTC GGT AAC TGA CAC TG AGG CGC GAA AGC GTG GGG AGC AAA CAG GAT TAG ATA CCC TGG TAG TCC ACG CCG TAA ACG ATG AGT GCT AAG TGT TAG AGG GTT TCC GCC CTT TAG TGC TGA AGT TAA CGC ATT AAG CAC TCC GCC TGG GGA GTA CGG CCG CAA GGC TAA ACT CAA AGG AAT GAC GGG GGC CCG CAC AAG CGG TGG AGC ATG TGG TTT AAT TCG AAG CAA CGC GAA GAA CCT TAC CAG GTC TTG ACA TCC TCT GAC AAC CCT AGA GAT AGG GCT TCT CCT TCG GGA GCA GAG TGA CAG GTG GTG CAT GGT TGT CGT CAG CTC GTG TTA GAG GTT GAT CGT TTA ACT CCA GCA GGA AGC GCA TCC CTA TTT CTT ATT CCC CAT CAT TAA TTC GGC CAC TTT AAG CTG ACG ACC GTT GAC AAA CCG GCG AAA GTT GGG GAG GAC GTC AAA CCA TCA TAC CCC TAA TGT CCG GGG CAG CAC TCG GGC CAC ACT TGT CGT TCC AAC GAC AAG CAG GAC CTC GAG GTG GAG CTA TTC TCA TAA AAC CGT TCT CAG TTC GGA ATT GTA GCC TGC AAT TGG CCT CCA TGA AGC TGC AAT CGC TAG TAA TCG CGG TCC ACC ATG CCG CGG TGA ATA CGT TCC CTG GCC TAG ACT TCA CCT CCC GTC ACA CCC CGA TGA CTT TCA TCC CCC GAC GTC CGT GAG TTG ATC ATG CTC ACA TCA GAC GCT GGC GCC GCT GCC GTC

47 . Gen penyandi 16S rrna bakteri xilanolitik sistem abdominal rayap tanah isolat 7 mempunyai sekuen 143 bp GTA AAA CAA TGG TAA CCA GGC AGC TTG CTT GTT TGC TGA CGA GTG GCG GAC GGG TGA GTA ATG TCT GGG AAA CTG CCT GAT GGA GGG GGA TAA CTA CTG GAA ACG GTA GCT AAT ACC GCA TAA CGT CGC AAG ACC AAA GAG GGG GAC CTT CGG GCC TCT TGC CAT CGG ATG TGC CCA GAT GGG ATT AGC TAG TAG GTG GGG TAA CGG CTC ACC TAG GCG ACG GTC CCT AGC TGG TTT GAA AGG ATG ACC AGC CCC ACT GGA ACT GAG ACC CGG TCC AGA TTC CTA CGG GAG GCA GCA GTG GGA ATA TTG CAC AAT GGG CGC AAG CCT GAT GCA GCC ATG CCG CGT GTA TGA AGA AGG CCT TCG GGT TGT AAA GTA CTT TCA GCG GGG AGG AAG GGA GTA AAG TTA ATA CCT TTG CTC ATT GAC GTT ACC CGC AGA AGA AGC ACC GGC TAA CTC CGT GCC AGC AGC CGC GGT AAT ACG GAG GGT GCA AGC GTT AAT CGG AAT TAC TGG GCG TAA AGC GCA CGC AGG CGG TTT GTT AAG TCA GAT GTG AAA TCC CCG GGC TCA ACC TGG GAA CTG CAT CTG ATA CTG GCA AGC TTG AGT CTC GTA GAG GGG GGT AGA ATT CCA GGT GTA GCG GTG AAA TGC GTA GAG ATC TGG AGG AAT ACC GGT GGC GAA GGC GGC CCC CTG GAC GAA GAC TGA CGC TCA GGT GCG AAA GCG TGG GGA GCA AAC AGG ATT AGA TAC CCT GGT AGT CCA CGC CGT AAA CGA TGT CGA CTT GGA GGT TGT GCC CTT GAG GCG TGG CTT CCG GAG CTA ACG CGT TAA GTC GAC CGC CTG GGG AGT ACG GCC GCA AGG TTA AAA CTC AAA TGA ATT GAC GGG GGC CCG CAC AAG CGG TGG AGC ATG TGG TTT AAT TCG ATG CAA CGC GAA GAA CCT TAC CTG GTC TTG ACA TCC ACG GAA GTT TTC AGA GAT GAG AAT GTG CCT TCG GGA ACC GTG AGA CAG GTG CTG CAT GGC TGT CGT CAG CTC GTG TTG TGA AAT GTT GGG TTA AGT CCC GCA ACG AGC GCA ACC CTT ATC CTT TGT TGC CAG CGG TCC GGC CGG GAA CTC AAA GGA GAC TGC CAG TGA TAA ACT GGA GGA AGG TGG GGA TGA CGT CAA GTC ATC ATG GCC CTT ACG ACC AGG GCT ACA CAC GTG CTA CAA TGG CGC ATA CAA AGA GAA GCG ACC TCG CGA GAG CAA GCG GAC CTC ATA AAG TGC GTC GTA GTC CGG ATT GGA GTC TGC AAC TCG ACT CCA TGA AGT CGG AAT CGC TAG TAA TCG TGG ATC AGA ATG CCA CGG TGA ATA CGT TCC CGG GCC TTG TAC ACA CCG CCC GTC ACA CCA TGG GAG TGG GTT GCA AAA GAA GTA CGT GAG TTG ATC ATG CTC AGA TAA ACG CTG CGC AGC TAC GCT TAC C li

48 Hasil sekuen gen penyandi 16S rrna dari isolat B dan isolat 7 dilacak homologinya terhadap sekuen 16S rrna milik bakteri lainnya yang ada di dalam GenBank melalui program BLAST dengan alamat situs sekuen-sekuen 16S rrna yang didapat dari program BLAST disimpan dalam format FASTA dan diolah kembali menggunakan program ClustalW dan MEGA5 untuk mendapatkan multiple sequence alignmet (MSA). Hasil MSA disimpan dalam format MEGA. Tabel 4.1 Hasil BLAST bakteri xilanolitik sistem abdominal rayap tanah isolat B Kode NCBI Nama Spesies Panjang Persentase sekuen (bp) Homologi - Isolat B % NR_ Bacillus anthracis % NR_ Bacillus thuringiensis % NR_ Bacillus weihenstephanensis % NR_ Bacillus mycoides % NR_ Bacillus marisflavi % NR_ Bacillus acidicola % NR_ Bacillus luciferensis % NR_ Bacillus halmapalus % NR_ Bacillus shackletonii % NR_ Bacillus acidiceler %

49 Tabel 4. Hasil BLAST bakteri xilanolitik sistem abdominal rayap tanah isolat 7 Kode NCBI Nama Spesies Panjang Persentase sekuen (bp) Homologi - Isolat % NR_ Escherichia fergusonii % NR_ Escherichia coli % NR_ Escherichia albertii % NR_ Shigella dysenteriae % NR_ Citrobacter youngae % NR_ Salmonella enterica subsp. houtenae % NR_ Salmonella enterica subsp. indica % NR_ Salmonella enterica subsp. arizonae % NR_ Salmonella enterica subsp. diarizonae % NR_ Enterobacter asburiae 14 96% Kedua tabel hasil BLAST menunjukkan kedekatan antara bakteri xilanolitik sistem abdominal rayap tanah isolat B dan 7 dengan bakteri lainnya yang ada di dalam GenBank. Dari Tabel 4.1 diketahui bahwa bakteri xilanolitik sistem abdominal rayap tanah isolat B mempunyai homologi terdekat sebesar 94% dengan Bacillus anthracis (kode NCBI NR_ ). Dari Tabel 4. diketahui bahwa bakteri xilanolitik sistem abdominal rayap tanah isolat 7 mempunyai homologi terdekat sebesar 99% dengan Escherichia fergusonii (kode NCBI NR_ ). Pohon filogenetik didesain menggunakan program MEGA5. Metode yang digunakan untuk mendesain pohon filogenetik adalah Neighbor-Joining Tree. Hasil desain pohon filogenetik bakteri xilanolitik sistem abdominal rayap tanah isolat B dan 7 ditampilkan pada gambar sebagai berikut: liii

50 Gambar 4.3 Desain pohon filogenetik bakteri xilanolitik sistem abdominal rayap tanah isolat B Gambar 4.4 Desain pohon filogenetik bakteri xilanolitik sistem abdominal rayap tanah isolat 7

51 Gambar 4.5 Desain pohon filogenetik bakteri xilanolitik sistem abdominal rayap tanah isolat B dan 7 lv

52 Pada Gambar 4.3 menunjukkan bahwa bakteri xilanolitik sistem abdominal rayap tanah isolat B tidak berada pada cabang maupun node yang sama dengan bakteri-bakteri yang ada di dalam pohon filogenetik. Bakteri xilanolitik isolat B mempunyai cabang tersendiri yang terpisah dari kesepuluh bakteri yang ada dalam pohon filogenetik. Tetapi di dalam tabel homologi BLAST (Tabel 4.1), diketahui bahwa isolat B mempunyai homologi sekuen 16S rrna paling dekat dengan Bacillus anthracis. Hal tersebut menunjukkan bahwa secara filogenetik, bakteri xilanolitik isolat B tidak mempunyai kesamaan spesies dengan kesepuluh spesies bakteri di dalam pohon filogenetik, tetapi mempunyai kemiripan urutan basa sebesar 94% dengan Bacillus anthracis. Pada Gambar 4.4 menunjukkan bahwa bakteri xilanolitik sistem abdominal rayap tanah isolat 7 berada pada cabang yang sama dengan Escherichia fergusonii. Dua isolat yang berada pada cabang yang sama menandakan kesamaan spesies (Ludwig and Klenk, 001). Pada tabel homologi BLAST (Tabel 4.) juga ditunjukkan bahwa bakteri xilanolitik sistem abdominal rayap tanah isolat 7 mempunyai homologi sekuen 16S rrna paling dekat dengan Escherichia fergusonii. Dari hasil pohon filogenetik dan homologi BLAST, diketahui bahwa bakteri xilanolitik isolat 7 mempunyai kesamaan spesies dengan Escherichia fergusonii dan mempunyai homologi sekuen 16S rrna sebesar 99%. Pada Gambar 4.5 menunjukkan hubungan kekerabatan satu bakteri dengan bakteri lain. Dari desain pohon filogenetik tersebut dapat dismpulkan bahwa isolat B dan isolat 7 tidak berada dalam satu cabang filogenetik, satu clade (spesies), maupun satu node (genus) yang sama. Hal tersebut menandakan bahwa isolat B

53 dan 7 tidak mempunyai kemiripan urutan basa nukleotida maupun kedekatan filogenetik satu sama lain. Kedua isolat mempunyai root (nenek moyang) yang sama tetapi mengalami perubahan yang berbeda satu sama lain ketika berevolusi. Selain itu, kedua isolat bakteri xilanolitik (isolat B dan 7) bukan merupakan spesies bakteri baru karena nilai homologi kedua isolat bakteri xilanolitik berada diantara %. Bakteri bisa dikatakan spesies baru apabila memiliki kemiripan homologi basa nukleotida < 70% (Wayne, 1987). Hal ini dikemukan oleh Wayne, dimana suatu spesies dapat dikatakan memiliki hubungan dengan salah satu kelompok spesies yang telah ada apabila mempunyai nilai homologi gen lebih besar dari 70% bila dibandingkan dengan seluruh gen yang mengalami hibridisasi DNA-DNA. Nilai total gen yang mengalami hibidrisasi DNA-DNA merupakan kunci utama dari penentuan dan pembatasan hubungan kekerabatan spesies baru tersebut dengan spesies yang telah ada. Belum ada rekomendasi cara yang pasti untuk menentukan pembatasan homologi genus bakteri maupun untuk menentukan level tertinggi kemiripan suatu genus bakteri. Menurut Stackebrandt and Goebel (1994), suatu isolat bakteri yang baru ditemukan dapat dikatakan berada dalam satu kelompok genus dengan bakteri yang telah ada di data GenBank apabila memiliki homologi sekuen gen 16S rrna dengan nilai antara %. Jika nilai homologi sekuen gen 16S rrna kurang dari 97%, maka bakteri tersebut belum dapat disebut sebagai bakteri baru maupun digolongkan sebagai bakteri yang berbeda genus. Untuk mengetahui posisi taksonomi yang pasti dari bakteri baru tersebut, perlu dilakukan beberapa pengevaluasian. Evaluasi tersebut meliputi evaluasi posisi filogenetik lvii

54 bakteri dengan keseluruhan grup filogenetik pada GenBank, evaluasi kemotaksonomi, dan evaluasi fenotip dari bakteri-bakteri yang mempunyai hubungan kekerabatan filogeni terdekat. Apabila hasil evaluasi fenotip dan kemotaksonomi mendukung hasil evaluasi filogenetik, maka bakteri tersebut sudah dapat ditentukan kelompok taksanya dan diberi nama sesuai genus yang telah dievaluasi.

55 BAB V KESIMPULAN DAN SARAN 5.1 Kesimpulan Dari penelitian ini dapat disimpulkan bahwa : 1. Identifikasi molekular berdasarkan 16S rrna hanya dapat dilakukan pada bakteri xilanolitik sistem abdominal rayap tanah isolat B dan 7 yang menghasilkan sekuen gen penyandi 16S rrna sebesar 1460 bp dan 143 bp.. Hubungan kekerabatan bakteri xilanolitik sistem abdominal rayap tanah isolat B dengan Bacillus anthracis sebesar 94% dan hubungan kekerabatan bakteri xilanolitik sistem abdominal rayap tanah isolat 7 dengan Escherichia fergusonii sebesar 99% pada program pelacakan database Basic Local Alignment Search Tool (BLAST) dapat diketahui berdasarkan desain pohon filogenetik yang telah dibuat. 5. Saran Diharapkan dapat dilakukan penelitian lebih lanjut untuk mengetahui identifikasi dan karakteristik dari bakteri xilanolitik sistem abdominal rayap tanah isolat B dan 7 secara lengkap. Serta dapat dilakukan penelitian lanjutan untuk bakteri xilanolitik sistem abdominal rayap tanah isolat A agar dapat diketahui hubungan kekerabatannya dengan bakteri lain yang ada pada program pelacakan database Basic Local Alignment Search Tool (BLAST). lix

56 DAFTAR PUSTAKA Bartlett, J.M., Stirling, D., 003, A short history of the polymerase chain reaction, Methods Mol Biol., 6: 3-6 Bravman, T., Mechaly, A., Shulami, S., Belakhov, V., Baasov, T., Shoham, G., Shoham, Y., 001, Glutamic acid 160 is the acid-base catalyst of β- xylosidase from Bacillus stearothermophilus T-6: a family 39 glycoside hydrolase, FEBS Letters, 495 : Brown, T.A, 001, Gene Cloning and DNA Analysis An Introduction, Fourth Edition, Blackwell Publishings, United Kingdom Coenye T., Vandamme P., 003, Intragenomic heterogeneity between multiple 16S ribosomal RNA operons in sequenced bacterial genomes, FEMS Microbiol. Lett., 8 (1): Collins, T., Gerday, C., and Feller, G., 005, Xylanases, xylanase families and extremophilic xylanases, FEMS Microbiology Reviews, 9 (005) : 3-3 Gillis, M., Vandamme, P., Vos, P.D., Swings, J., Kersters, K., 001, Polyphasic Taxonomy, In Boone, Castenholz and Garrity (Editors), Bergey s Manual of Systematic Bacteriology, nd Edition, Volume 1, The archaea and the deeply branching and phototrophic bacteria, Springer, New York, Grunenwald, H., 003, Optimization of polymerase chain reactions, In Bartlett and Stirling (Editors), PCR Protocols, Methods in Molecular Biology., 6: Huber, H., Hohn, M.J., Rachel, R., Fuchs, T., Wimmer, V.C., and Stetter, K.O., 00, A new phylum of Archaea represented by a nanosized hyperthermophilic symbiont, Nature, 417 (6884): 63 7 Lindahl, T., Nyberg, B., 197, Rate of depurination of native deoxyribonucleic acid, Biochemistry 11, Ludwig, W., Klenk, H.P., 001, Overview: A phylogenetic backbone and taxonomic framework for procaryotic systematic, In Boone, Castenholz and Garrity (Editors), Bergey s Manual of Systematic Bacteriology, nd Edition, Volume 1, The archaea and the deeply branching and phototrophic bacteria, Springer, New York, Madigan, M.T., Martinko, J.M., and Parker, J., 000, Biology of Microorganisms 9th ed, Prentice Hall Inc, New Jersey

57 Murray, R.G.E., Holt, John G., 001, The history of bergey s manual, In Boone, Castenholz and Garrity (Editors), Bergey s Manual of Systematic Bacteriology, nd Edition, Volume 1, The archaea and the deeply branching and phototrophic bacteria, Springer, New York, 1-13 Pradhika, E.I., Mikrobiologi Dasar, 15 November 011 Purwadaria, T., Ardiningsih, P., Ketaren, P.P., dan Sinurat, A.P., 004, Isolasi dan penapisan bakteri xilanolitik mesofil dari rayap, Jurnal Mikrobiology Indonesia, Vol 9, No (004) Radek, R., 1999, Flagellates, bacteria, and fungi associated with termites : diversity and function in nutrition-a review, Ecotropica, 5 () : Ratnadewi, A.A.I., Handayani, W., Hadi, A. F., Sa diyah, H., Budi, L., 007, Isolasi, Pemurnian dan Karakterisasi Enzim Xilanolitik Asal Mikrob dalam Sistem Intestin Rayap untuk Memproduksi Xilooligosakarida sebagai Pereduksi Resiko Kanker, Universitas Jember, Jember Richana, N., 00, Produksi dan prospek enzim xilanase dalam pengembangan bioindustri di Indonesia, Buletin AgroBio, 5 (1) : 9-36 Rychlik, W., Spencer, W.J., Rhoads, R.E., 1990, Optimization of the annealing temperature for DNA amplification in vitro, Nucl Acids Res, 18 (1): Sambrook, J., Fritsch, E.F., Maniatis, T., 1989, Molecular Cloning, A Laboratory Manual, Second Edition, Volume 1, Cold Spring Harbor Laboratory Pres, New York Sambrook, J., Russell, D. W., 001, Molecular Cloning: A Laboratory Manual 3rd edition, Cold Spring Harbor Laboratory Press, Cold Spring Harbor, NY, USA Serianni, A.S., Principles of Biochemistry, 13 November 011 Setford, S., 005, Intisari Ilmu Hewan Merayap, Erlangga, Jakarta Sharkey, D.J., Scalice, E.R., Christy, K.G., Atwood, S.M., Daiss, J.L., 1994, Antibodies as thermolabile switches: high temperature triggering for the Polymerase Chain Reaction, Bio/Technology, 1 (5): lxi

58 Shimizu, H., Ohkuma, M., Moriya, K., Akiba, T., and Kudo, T., 1998, Purification and Characterization of Xylanase Produced by Bacillus sp. from Termite Guts. In Ohmiya, K., Hayashi, K., Sakka, K., Kobayashi, Y., Karita, S., and Kimura, T. (Eds.), Genetics, Biochemistry, and Ecology of Cellulose Degradation, Uni Publishers Co. Ltd, Tokyo Stackebrandt, E., Goebel, B.M., 1994, Taxonomic note: A place for DNA DNA reassociation and 16S rrna sequence analysis in the present species definition in bacteriology, 1994, Int. J. Syst. Bacteriol, 44: Tarumingkeng, R. C., 001, Biologi dan Perilaku Rayap, Program Studi Ilmu Hayati Institut Pertanian Bogor, Bogor, diakses online dari url http : //tumoutou.net/biologi_&_perilaku_rayap.htm/, 1 November 011 Theobald, D., 004, Phylogenetic Trees Represent Evolutionary Relationships, 1 November 01 Wayne, L.G., Brenner, D.J., Colwell, R.R., Grimont, P.A.D., Kandler, O., Krichevsky, M.I., Moore, L.H., Moore, W.E.C., Murray, R.G.E., Stackebrandt, E., Starr, M.P., Truper, H.G., 1987, Report of the ad hoc committee on reconciliation of approaches to bacterial systematic, Int. J. Syst. Bacteriol, 37: Weidner, S., Arnold, W., Pühler, A., 1996, Diversity of uncultured microorganisms associated with the seagrass Halophila stipulacea estimated by restriction fragment length polymorphism analysis of PCRamplified 16S rrna genes, Appl Env Microbiol, 6 (3): Weisburg, W.G., Barns, S.M., Pelletier, D.A., and Lane, D.J., 1991, 16S ribosomal DNA amplification for phylogenetic study, Journal of Bacteriology, 173 (): Woese, C.R., 1967, The Genetic Code: The Molecular Basis for Genetic Expression, Erlangga, Jakarta Yepyhardi, Mengenal PCR, 13 November 011 Yuwono, T., 007, Biologi Molekular, Penerbit Erlangga, Jakarta Yuwono, T., 007, Teori dan Aplikasi Polymerase Chain Reaction, Penerbit Andi, Jakarta

59 LAMPIRAN 1 Perhitungan Pembuatan Media Luria-Bertani Padat dan Cair 1. Media Luria-Bertani padat 50 ml media LB padat: - 1% tripton = - 1% NaCl = - 0,5% yeast = - % bacto agar = 1 gr 100 ml 1 gr 100 ml 0,5 gr 100 ml gr 100 ml x 50 ml = 0,5 gr x 50 ml = 0,5 gr x 50 ml = 0,5 gr x 50 ml = 1 gr. Media Luria-Bertani cair 60 ml media LB cair: - 1% tripton = - 1% NaCl = - 0,5% yeast = 1 gr 100 ml 1 gr 100 ml 0,5 gr 100 ml x 60 ml = 0,6 gr x 60 ml = 0,6 gr x 60 ml = 0,3 gr lxiii

60 LAMPIRAN Perhitungan Pembuatan Larutan untuk Isolasi DNA Kromosom 1. Bufer TE 0,05 M Stok 0,5 M tris-cl ph 8 50 ml: - Tris-base (H NC(CH OH) 3 ) = gr Mr x 1000 volume = gr 11,14 x 1000 ml 50 ml = 3,085 gr Stok 0,5 M EDTA ph 8 50 ml: - EDTA (C 10 H 14 N Na O 8.H O) = gr Mr x 1000 volume = gr 37,4 x 1000 ml 50 ml = 9,306 gr Larutan Kerja = 0,05 M bufer TE 50 ml - Tris-Cl : V1 x M1 = V x M V1 x 500x = 50 ml x 50x V1 = 5 ml - EDTA : V1 x M1 = V x M V1 x 0,5x = 50 ml x 0,05x V1 = 5 ml. Lisosim 1 ml Lisosim 10 mg/ml - Lisosim = 10 mg ml x 1 ml = 10 mg = 0,01 gr

61 3. STEP Stok 0,5 M tris-cl ph 7,5 50 ml: - Tris-base (H NC(CH OH) 3 ) = gr Mr x 1000 volume = gr 11,14 x 1000 ml 50 ml = 3,085 gr Larutan kerja = 500 µl STEP - SDS (Sodium Dodecyl Sulfat) 0,5% = 0,5 gr µl = 0,005 gr - 0,05 M tris-cl ph 7,5 : V1 x M1 = V x M V1 x 0,5x = 500 µl x 0,05x V1 = 50 µl - 0,4 M EDTA : V1 x M1 = V x M V1 x 0,5 M = 500 µl x 0,4 M V1 = 400 µl - Proteinase K 1 mg/ml : : V1 x M1 = V x M 500 µl x 1 mg/ml = V1 x 0 mg/ml V1 = 5 µl - Akuades = = 5 µl 4. Na-asetat - 3 M Na-asetat 10 ml: 3 M = gr Mr x 1000 volume x 500 µl = gr 8,03 x 1000 ml 10 ml =,4609 gr lxv

62 LAMPIRAN 3 Perhitungan Pembuatan Larutan dan Bahan untuk Elektroforesis 1. Bufer TAE Stok 50x bufer TAE 00 ml: - tris-base (H NC(CH OH) 3 ) = 00 ml 1000 ml x 4 gr = 48,4 gr - asam asetat glacial = 00 ml 1000 ml x 57,1 gr = 11,4 gr - 0,5 M EDTA ph 8 = 00 ml 1000 ml x 0 ml = 0 ml Larutan kerja = 0,5x TAE dalam 500 ml V1 x M1 = V x M V1 x 50x = 500 ml x 0,5x V1 = 5 ml. Gel agarosa 1% gel agarosa 40 ml = 1 gr 100 ml x 40 ml = 0,4 gr

63 3. Bufer loading dye Bufer loading dye 5 ml - 0,5% Bromophenol Blue (C 19 H 10 Br 4 O 5 S, BPB) = 0,5 gr 100 ml x 5 ml = 0,015 gr - 40% sukrosa (C 1 H O 1 ) = 40 gr 100 ml x 5 ml = gr lxvii

64 LAMPIRAN 4 Perhitungan Larutan Kerja untuk Reaksi PCR Stok 0,1 M primer forward B7F dan 0,1 M primer reverse U149R - Larutan kerja = 10 mm primer forward B7F 0 µl V1 x M1 = V x M V1 x 0,1 M = 0 µl x 0,01 M V1 = µl - Larutan kerja = 0,01 M primer reverse U149R 0 µl V1 x M1 = V x M V1 x 0,1 M = 0 µl x 0,01 M V1 = µl

65 LAMPIRAN 5 Proses Alignment Sekuen Gen Penyandi 16S rrna Bakteri Xilanolitik Menggunakan Program Clone Manager 1. Tampilan menu awal program Clone Manager. Pemilihan menu align multiple sequences lxix

66 3. Hasil alignment sekuen gen penyandi 16S rrna

67 LAMPIRAN 6 Proses Pelacakan Sekuen Gen Penyandi 16S rrna Bakteri Xilanolitik dengan Sekuen Gen Penyandi 16S rrna Bakteri Lain di Genbank 1. Menu pada program BLAST. Hasil BLAST lxxi

68 3. Hasil homologi sekuen

69 LAMPIRAN 7 Proses Multiple Sequence Alignmet dari Data BLAST yang Diperoleh dengan Menggunakan Program ClustalW dan MEGA5 1. Proses menuju multiple sequence alignmet. Tampilan menu program MEGA5 lxxiii

70 3. Proses multiple sequence alignmet 4. Hasil multiple sequence alignmet

71 LAMPIRAN 8 Proses Pendesainan Pohon Filognetik Menggunakan Program MEGA5 1. Menu awal program MEGA5. Pemilihan data lxxv

72 3. Proses pendesainan pohon filogenetik 4. Desain pohon filogenetik

BAB III METODE PENELITIAN

BAB III METODE PENELITIAN BAB III METODE PENELITIAN A. Jenis Penelitian deskriptif. Jenis penelitian yang digunakan adalah penelitian dasar dengan metode B. Objek Penelitian Objek penelitian ini adalah sampel DNA koleksi hasil

Lebih terperinci

BAB 3 METODOLOGI PENELITIAN

BAB 3 METODOLOGI PENELITIAN BAB 3 METODOLOGI PENELITIAN 3.1 Desain Penelitian Bentuk desain penelitian yang akan digunakan adalah bentuk deskriptif molekuler potong lintang untuk mengetahui dan membandingkan kekerapan mikrodelesi

Lebih terperinci

bio.unsoed.ac.id METODE PENELITIAN A. Materi, Lokasi, dan Waktu Penelitian 1. Materi Penelitian

bio.unsoed.ac.id METODE PENELITIAN A. Materi, Lokasi, dan Waktu Penelitian 1. Materi Penelitian III. METODE PENELITIAN A. Materi, Lokasi, dan Waktu Penelitian 1. Materi Penelitian 1.1. Peralatan Penelitian Alat yang digunakan dalam penelitian ini adalah botol sampel, beaker glass, cool box, labu

Lebih terperinci

BAB III METODE PENELITIAN

BAB III METODE PENELITIAN BAB III METODE PENELITIAN A. Jenis Penelitian Metode penelitian yang digunakan pada penelitian ini adalah deskriptif. Penelitian deskriptif bertujuan untuk membuat deskripsi, gambaran, atau lukisan secara

Lebih terperinci

Gambar 1. Skema penggolongan HIV-1 [Sumber: Korber dkk. 2001: ]

Gambar 1. Skema penggolongan HIV-1 [Sumber: Korber dkk. 2001: ] 75 Gambar 1. Skema penggolongan HIV-1 [Sumber: Korber dkk. 2001: 22--25.] Gambar 2. Struktur virus HIV-1 [Sumber: Henriksen 2003: 12.] 76 Keterangan: 5 LTR : daerah 5 Long Terminal Region gag : gen gag

Lebih terperinci

BAHAN DAN METODE. Waktu dan Tempat

BAHAN DAN METODE. Waktu dan Tempat BAHAN DAN METODE Waktu dan Tempat Penelitian dilakukan terhadap sampel yang dikoleksi selama tujuh bulan mulai September 2009 hingga Maret 2010 di Kabupaten Indramayu. Penelitian dilaksanakan di Laboratorium

Lebih terperinci

BAB III. METODOLOGI PENELITIAN. Pengambilan sampel. Penyiapan templat mtdna dengan metode lisis sel

BAB III. METODOLOGI PENELITIAN. Pengambilan sampel. Penyiapan templat mtdna dengan metode lisis sel 16 BAB III. METODOLOGI PENELITIAN Bab ini menggambarkan tahapan penelitian yang terdiri dari pengambilan sampel, penyiapan templat mtdna dengan metode lisis sel, amplifikasi D-loop mtdna dengan teknik

Lebih terperinci

VISUALISASI HASIL PCR DENGAN METODE PCR LANGSUNG DAN TIDAK LANGSUNG PADA SAMPEL BAKTERI Pseudomonas fluorescens dan Ralstonia solanacearum

VISUALISASI HASIL PCR DENGAN METODE PCR LANGSUNG DAN TIDAK LANGSUNG PADA SAMPEL BAKTERI Pseudomonas fluorescens dan Ralstonia solanacearum VISUALISASI HASIL PCR DENGAN METODE PCR LANGSUNG DAN TIDAK LANGSUNG PADA SAMPEL BAKTERI Pseudomonas fluorescens dan Ralstonia solanacearum Pendahuluan Polymerase Chain Reaction (PCR) adalah suatu teknik

Lebih terperinci

METODE Waktu dan Tempat Materi Sampel DNA Primer

METODE Waktu dan Tempat Materi Sampel DNA Primer METODE Waktu dan Tempat Penelitian ini dilaksanakan mulai bulan September 2010 sampai dengan bulan Pebruari 2011. Penelitian dilakukan di Laboratorium Genetika Molekuler Ternak Bagian Pemuliaan dan Genetika

Lebih terperinci

IDENTIFIKASI ISOLAT BAKTERI PENGHASIL ENZIM SELULASE DARI LIMBAH AMPAS TEBU BERDASARKAN ANALISIS HOMOLOGI GEN PENYANDI 16S rrna

IDENTIFIKASI ISOLAT BAKTERI PENGHASIL ENZIM SELULASE DARI LIMBAH AMPAS TEBU BERDASARKAN ANALISIS HOMOLOGI GEN PENYANDI 16S rrna IDENTIFIKASI ISOLAT BAKTERI PENGHASIL ENZIM SELULASE DARI LIMBAH AMPAS TEBU BERDASARKAN ANALISIS HOMOLOGI GEN PENYANDI 16S rrna DYAH RATNA ARIPUTRI 2443009052 PROGRAM STUDI S1 FAKULTAS FARMASI UNIVERSITAS

Lebih terperinci

BAB III METODE PENELITIAN

BAB III METODE PENELITIAN BAB III METODE PENELITIAN 3.1 Waktu dan Tempat Penelitian ini dilaksanakan pada bulan Januari 2012 sampai bulan Juli 2012, yang bertempat di Laboratorium Genetika dan Biologi Molekuler Jurusan Biologi

Lebih terperinci

BAB III METODE PENELITIAN. Penelitian ini merupakan penelitian yang dilakukan dengan metode

BAB III METODE PENELITIAN. Penelitian ini merupakan penelitian yang dilakukan dengan metode 16 BAB III METODE PENELITIAN A. Jenis Penelitian Penelitian ini merupakan penelitian yang dilakukan dengan metode deskriptif. Penelitian deskriptif adalah suatu metode penelitian untuk membuat deskripsi,

Lebih terperinci

MATERI DAN METODE. Kota Padang Sumatera Barat pada bulan Oktober Amplifikasi gen Growth

MATERI DAN METODE. Kota Padang Sumatera Barat pada bulan Oktober Amplifikasi gen Growth III. MATERI DAN METODE 3.1 Waktu dan Tempat Pengambilan sampel darah domba dilakukan di Kecamatan Koto Tengah Kota Padang Sumatera Barat pada bulan Oktober 2012. Amplifikasi gen Growth Hormone menggunakan

Lebih terperinci

Metodologi Penelitian. Metode, bahan dan alat yang digunakan dalam penelitian ini akan dipaparkan pada bab ini.

Metodologi Penelitian. Metode, bahan dan alat yang digunakan dalam penelitian ini akan dipaparkan pada bab ini. Bab III Metodologi Penelitian Metode, bahan dan alat yang digunakan dalam penelitian ini akan dipaparkan pada bab ini. III.1 Rancangan Penelitian Secara garis besar tahapan penelitian dijelaskan pada diagram

Lebih terperinci

BAB III METODE PENELITIAN

BAB III METODE PENELITIAN 39 BAB III METODE PENELITIAN A. Desain Penelitian Penelitian yang dilakukan merupakan penelitian deskriptif. Penelitian membuat deskripsi secara sistematis, faktual dan akurat mengenai fakta-fakta dan

Lebih terperinci

BAB III METODE PENELITIAN Bagan Alir Penelitian ini secara umum dapat digambarkan pada skema berikut:

BAB III METODE PENELITIAN Bagan Alir Penelitian ini secara umum dapat digambarkan pada skema berikut: BAB III METODE PENELITIAN Tahapan-tahapan yang dilakukan dalam penelitian ini adalah: pengumpulan sampel, lisis terhadap sampel mtdna yang telah diperoleh, amplifikasi daerah HVI mtdna sampel dengan menggunakan

Lebih terperinci

BAB III METODE PENELITIAN

BAB III METODE PENELITIAN BAB III METODE PENELITIAN 3.1 Rancangan Penelitian Penelitian tentang Pengaruh Suhu Annealing pada Program PCR terhadap Keberhasilan Amplifikasi DNA Udang Jari (Metapenaeus elegans) Laguna Segara Anakan

Lebih terperinci

METODE PENELITIAN. Survei dan Pendataan

METODE PENELITIAN. Survei dan Pendataan METODE PENELITIAN Tempat dan Waktu Penelitian Kegiatan identifikasi penyebab penyakit umbi bercabang pada wortel dilakukan di Laboratorium Nematologi dan Laboratorium Virologi Departemen Proteksi Tanaman

Lebih terperinci

BAB III METODE PENELITIAN. Secara garis besar langkah-langkah yang dilakukan dalam penelitian ini

BAB III METODE PENELITIAN. Secara garis besar langkah-langkah yang dilakukan dalam penelitian ini BAB III METODE PENELITIAN Secara garis besar langkah-langkah yang dilakukan dalam penelitian ini adalah: pengumpulan sampel; lisis terhadap sampel mtdna yang telah diperoleh; amplifikasi daerah D-loop

Lebih terperinci

3 Metodologi Penelitian

3 Metodologi Penelitian 3 Metodologi Penelitian 3.1 Alat Penelitian ini dilakukan di Laboratorium Penelitian Biokimia, Program Studi Kimia, Institut Teknologi Bandung. Peralatan yang digunakan pada penelitian ini diantaranya

Lebih terperinci

BAB III METODE PENELITIAN. Dalam penelitian ini dilakukan lima tahap utama yang meliputi tahap

BAB III METODE PENELITIAN. Dalam penelitian ini dilakukan lima tahap utama yang meliputi tahap BAB III METODE PENELITIAN Dalam penelitian ini dilakukan lima tahap utama yang meliputi tahap penyiapan templat mtdna, amplifikasi fragmen mtdna pada daerah D-loop mtdna manusia dengan teknik PCR, deteksi

Lebih terperinci

BAB 4. METODE PENELITIAN

BAB 4. METODE PENELITIAN BAB 4. METODE PENELITIAN Penelitian penanda genetik spesifik dilakukan terhadap jenis-jenis ikan endemik sungai paparan banjir Riau yaitu dari Genus Kryptopterus dan Ompok. Penelitian ini bertujuan untuk

Lebih terperinci

BAB III METODE PENELITIAN

BAB III METODE PENELITIAN BAB III METODE PENELITIAN A. Jenis Penelitian Penelitian ini merupakan penelitian murni yang dilakukan dengan metode deskriptif, yaitu suatu metode penelitian untuk membuat deskripsi, gambaran atau lukisan

Lebih terperinci

FAKULTAS BIOLOGI LABORATORIUM GENETIKA & PEMULIAAN INSTRUKSI KERJA UJI

FAKULTAS BIOLOGI LABORATORIUM GENETIKA & PEMULIAAN INSTRUKSI KERJA UJI ISOLASI TOTAL DNA TUMBUHAN DENGAN KIT EKSTRAKSI DNA PHYTOPURE Halaman : 1 dari 5 1. RUANG LINGKUP Metode ini digunakan untuk mengisolasi DNA dari sampel jaringan tumbuhan, dapat dari daun, akar, batang,

Lebih terperinci

3 METODOLOGI 3.1 Waktu dan Tempat 3.2 Bahan dan Alat

3 METODOLOGI 3.1 Waktu dan Tempat 3.2 Bahan dan Alat 3 METODOLOGI 3.1 Waktu dan Tempat Penelitian Autentikasi Bahan Baku Ikan Tuna (Thunnus sp.) dalam Rangka Peningkatan Keamanan Pangan dengan Metode Berbasis DNA dilaksanakan pada bulan Januari sampai dengan

Lebih terperinci

Isolasi dan Karakterisasi Gen Penyandi Protein Permukaan VP28 White Spot Syndrome Virus (WSSV) pada Udang Windu (Penaeus monodon Fabricius, 1798)

Isolasi dan Karakterisasi Gen Penyandi Protein Permukaan VP28 White Spot Syndrome Virus (WSSV) pada Udang Windu (Penaeus monodon Fabricius, 1798) Isolasi dan Karakterisasi Gen Penyandi Protein Permukaan VP28 White Spot Syndrome Virus (WSSV) pada Udang Windu (Penaeus monodon Fabricius, 1798) Asmi Citra Malina 1, Andi Aliah Hidayani 1 dan Andi Parenrengi

Lebih terperinci

BAB III METODE PENELITIAN. amplifikasi daerah HVI mtdna sampel dengan menggunakan teknik PCR;

BAB III METODE PENELITIAN. amplifikasi daerah HVI mtdna sampel dengan menggunakan teknik PCR; BAB III METODE PENELITIAN Secara garis besar, langkah-langkah yang dilakukan dalam penelitian ini adalah: pengumpulan sampel; lisis terhadap sampel mtdna yang telah diperoleh; amplifikasi daerah HVI mtdna

Lebih terperinci

BAHAN DAN METODE. Tempat dan Waktu Penelitian. Metode Penelitian

BAHAN DAN METODE. Tempat dan Waktu Penelitian. Metode Penelitian BAHAN DAN METODE Tempat dan Waktu Penelitian Pengambilan sampel dilakukan pada 3 lokasi yang berbeda, yaitu: Dusun Sidomukti, Desa Kopeng, Kecamatan Getasan, Kabupaten Semarang pada ketinggian 1200-1400

Lebih terperinci

POLYMERASE CHAIN REACTION (PCR)

POLYMERASE CHAIN REACTION (PCR) POLYMERASE CHAIN REACTION (PCR) Disusun oleh: Hanif Wahyuni (1210411003) Prayoga Wibhawa Nu Tursedhi Dina Putri Salim (1210412032) (1210413031) SEJARAH Teknik ini dirintis oleh Kary Mullis pada tahun 1985

Lebih terperinci

BAHAN DAN METODE Waktu dan Tempat Bahan Metode Isolasi C. gloeosporioides dari Buah Avokad

BAHAN DAN METODE Waktu dan Tempat Bahan Metode Isolasi C. gloeosporioides dari Buah Avokad 15 BAHAN DAN METODE Waktu dan Tempat Penelitian dilaksanakan di Laboratorium Balai Besar Karantina Pertanian (BBKP) Tanjung Priok Wilayah Kerja Bogor, mulai bulan Oktober 2011 sampai Februari 2012. Bahan

Lebih terperinci

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN. Penelitian tentang identifikasi gen angiotensin converting enzyme (ACE)

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN. Penelitian tentang identifikasi gen angiotensin converting enzyme (ACE) BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN Penelitian tentang identifikasi gen angiotensin converting enzyme (ACE) insersi/ delesi (I/D) dilakukan pada 100 pasien hipertensi yang berobat di poli jantung rumah sakit dr.

Lebih terperinci

BAB III METODE PENELITIAN. Penelitian ini merupakan penelitian eksperimental dengan 7 sampel dari 7

BAB III METODE PENELITIAN. Penelitian ini merupakan penelitian eksperimental dengan 7 sampel dari 7 BAB III METODE PENELITIAN 3.1 Rancangan Penelitian Penelitian ini merupakan penelitian eksperimental dengan 7 sampel dari 7 individu udang Jari yang diambil dari Segara Anakan Kabupaten Cilacap Jawa Tengah.

Lebih terperinci

BAB III METODOLOGI PENELITIAN. Pada penelitian ini terdapat lima tahapan penelitian yang dilakukan yaitu

BAB III METODOLOGI PENELITIAN. Pada penelitian ini terdapat lima tahapan penelitian yang dilakukan yaitu BAB III METODOLOGI PENELITIAN Pada penelitian ini terdapat lima tahapan penelitian yang dilakukan yaitu pengumpulan sampel berupa akar rambut, ekstraksi mtdna melalui proses lisis akar rambut, amplifikasi

Lebih terperinci

MATERI DAN METODE. Lokasi dan Waktu. Materi. Tabel 1. Jumah Sampel Darah Ternak Sapi Indonesia Ternak n Asal Sapi Bali 2 4

MATERI DAN METODE. Lokasi dan Waktu. Materi. Tabel 1. Jumah Sampel Darah Ternak Sapi Indonesia Ternak n Asal Sapi Bali 2 4 MATERI DAN METODE Lokasi dan Waktu Penelitian dilaksanakan di Laboratorium Genetika Molekuler Ternak, Bagian Pemuliaan dan Genetika Ternak, Fakultas Peternakan, Institut Pertanian Bogor. penelitian ini

Lebih terperinci

BAB III METODOLOGI PENELITIAN. Penelitian akan diawali dengan preparasi alat dan bahan untuk sampling

BAB III METODOLOGI PENELITIAN. Penelitian akan diawali dengan preparasi alat dan bahan untuk sampling 16 BAB III METODOLOGI PENELITIAN Penelitian akan diawali dengan preparasi alat dan bahan untuk sampling sel folikel akar rambut. Sampel kemudian dilisis, diamplifikasi dan disekuensing dengan metode dideoksi

Lebih terperinci

BAB III METODE PENELITIAN

BAB III METODE PENELITIAN 25 BAB III METODE PENELITIAN 3.1 Waktu dan Tempat Penelitian telah berlangsung sejak bulan Januari 2012 - Juli 2012 di Laboratorium Mikrobiologi, Lab. Optik, Lab. Genetika dan Lab. Biologi Molekuler Jurusan

Lebih terperinci

Gambar Penerapan metode..., Anglia Puspaningrum, FMIPA UI, 2008

Gambar Penerapan metode..., Anglia Puspaningrum, FMIPA UI, 2008 Gambar 52 Gambar 1. Hasil elektroforesis Escherichia coli ATCC 25922 yang diisolasi menggunakan CTAB dan diamplifikasi dengan PCR [lajur 1 dan lajur 2]. 650 pb 500 pb Gambar 2. Hasil elektroforesis sampel

Lebih terperinci

Pembuatan Media Kultur Bakteri Pemanenan sel bakteri. Isolasi DNA kromosom bakteri. Kloning DNA

Pembuatan Media Kultur Bakteri Pemanenan sel bakteri. Isolasi DNA kromosom bakteri. Kloning DNA LAMPIRAN 15 15 Lampiran 1 Tahapan penelitian Pembuatan Media Kultur Bakteri Pemanenan sel bakteri Isolasi DNA kromosom bakteri Pemotongan DNA dengan enzim restriksi Kloning DNA Isolasi DNA plasmid hasil

Lebih terperinci

MATERI DAN METODE. Materi. Tabel 1. Sampel Darah Sapi Perah dan Sapi Pedaging yang Digunakan No. Bangsa Sapi Jenis Kelamin

MATERI DAN METODE. Materi. Tabel 1. Sampel Darah Sapi Perah dan Sapi Pedaging yang Digunakan No. Bangsa Sapi Jenis Kelamin MATERI DAN METODE Lokasi dan Waktu Penelitian ini dilaksanakan di Laboratorium Genetika Molekuler Ternak, Bagian Pemuliaan dan Genetika, Fakultas Peternakan, Institut Pertanian Bogor. Penelitian ini berlangsung

Lebih terperinci

MATERI DAN METODE. Materi

MATERI DAN METODE. Materi MATERI DAN METODE Lokasi dan Waktu Penelitian ini dilakukan di Laboratorium Genetika Molekuler Ternak, Bagian Pemuliaan dan Genetik Ternak, Departemen Ilmu Produksi dan Teknologi Peternakan, Fakultas Peternakan,

Lebih terperinci

METODE PENELITIAN. Tempat dan Waktu. Bakteri Uji. Bahan dan Media

METODE PENELITIAN. Tempat dan Waktu. Bakteri Uji. Bahan dan Media 39 METODE PENELITIAN Tempat dan Waktu Penelitian dilakukan di Laboratorium Patogen dan Bioteknologi Pangan (Southeast Asian Food and Agricultural Science and Technology) SEAFAST Center, Institut Pertanian

Lebih terperinci

BABm METODE PENELITIAN

BABm METODE PENELITIAN BABm METODE PENELITIAN 3.1 Jenis Penelitian Penelitian ini merupakan penelitian analitik dengan desain cross-sectioned, yaitu untuk mengetahui apakah terdapat perbedaan distnbusi genotipe dan subtipe VHB

Lebih terperinci

KATAPENGANTAR. Pekanbaru, Desember2008. Penulis

KATAPENGANTAR. Pekanbaru, Desember2008. Penulis KATAPENGANTAR Fuji syukut ke Hadirat Allah SWT. berkat rahmat dan izin-nya penulis dapat menyelesaikan skripsi yang beijudul "Skrining Bakteri Vibrio sp Penyebab Penyakit Udang Berbasis Teknik Sekuens

Lebih terperinci

METODE. Materi. Tabel 1. Jumlah Sampel DNA yang Digunakan dan Asal Pengambilan Sampel Darah.

METODE. Materi. Tabel 1. Jumlah Sampel DNA yang Digunakan dan Asal Pengambilan Sampel Darah. METODE Lokasi dan Waktu Penelitian ini dilaksanakan di Laboratorium Pemuliaan dan Genetika Molekuler, Bagian Pemuliaan dan Genetik Ternak, Departemen Ilmu Produksi dan Teknologi Peternakan, Fakultas Peternakan,

Lebih terperinci

FAKULTAS BIOLOGI LABORATORIUM GENETIKA & PEMULIAAN INSTRUKSI KERJA UJI

FAKULTAS BIOLOGI LABORATORIUM GENETIKA & PEMULIAAN INSTRUKSI KERJA UJI Halaman : 1 dari 5 ISOLASI TOTAL DNA HEWAN DENGAN KIT EKSTRAKSI DNA 1. RUANG LINGKUP Metode ini digunakan untuk mengisolasi DNA dari sampel jaringan hewan, dapat dari insang, otot, darah atau jaringan

Lebih terperinci

Pengujian DNA, Prinsip Umum

Pengujian DNA, Prinsip Umum Pengujian DNA, Prinsip Umum Pengujian berbasis DNA dalam pengujian mutu benih memang saat ini belum diregulasikan sebagai salah satu standar kelulusan benih dalam proses sertifikasi. Dalam ISTA Rules,

Lebih terperinci

II. BAHAN DAN METODE. Betina BEST BB NB RB. Nirwana BN NN RN. Red NIFI BR NR RR

II. BAHAN DAN METODE. Betina BEST BB NB RB. Nirwana BN NN RN. Red NIFI BR NR RR II. BAHAN DAN METODE Ikan Uji Ikan uji yang digunakan adalah ikan nila hibrida hasil persilangan resiprok 3 strain BEST, Nirwana dan Red NIFI koleksi Balai Riset Perikanan Budidaya Air Tawar Sempur, Bogor.

Lebih terperinci

III. BAHAN DAN METODE

III. BAHAN DAN METODE 11 III. BAHAN DAN METODE 3.1 Ikan Uji Larva ikan gurame diperoleh dari pembenihan di Desa Ciherang Kec. Darmaga, Kab. Bogor. Larva dipelihara dalam akuarium berukuran 1,0x0,5x0,5 m 3 dengan kepadatan sekitar

Lebih terperinci

MATERI DAN METODE. Materi

MATERI DAN METODE. Materi MATERI DAN METODE Lokasi dan Waktu Penelitian dilaksanakan di Laboratorium Genetika Molekuler Ternak, Departemen Ilmu Produksi dan Teknologi Peternakan, Fakultas Peternakan IPB dan Laboratorium Terpadu,

Lebih terperinci

BAB IV Hasil dan Pembahasan

BAB IV Hasil dan Pembahasan BAB IV Hasil dan Pembahasan Bab ini akan membahas hasil PCR, hasil penentuan urutan nukleotida, analisa in silico dan posisi residu yang mengalami mutasi dengan menggunakan program Pymol. IV.1 PCR Multiplek

Lebih terperinci

ANALISIS GEN PENYANDI HEMAGLUTININ VIRUS HIGHLY PATHOGENIC AVIAN INFLUENZA SUBTIPE H5N1 ISOLAT UNGGAS AIR

ANALISIS GEN PENYANDI HEMAGLUTININ VIRUS HIGHLY PATHOGENIC AVIAN INFLUENZA SUBTIPE H5N1 ISOLAT UNGGAS AIR ANALISIS GEN PENYANDI HEMAGLUTININ VIRUS HIGHLY PATHOGENIC AVIAN INFLUENZA SUBTIPE H5N ISOLAT UNGGAS AIR ABSTRACT Avian influenza viruses (AIV) subtype H5N isolated from waterfowls in West Java pose the

Lebih terperinci

BAB III METODOLOGI PENELITIAN. Jenis penelitian yang digunakan adalah penelitian dasar dengan metode

BAB III METODOLOGI PENELITIAN. Jenis penelitian yang digunakan adalah penelitian dasar dengan metode 24 BAB III METODOLOGI PENELITIAN A. Jenis Penelitian Jenis penelitian yang digunakan adalah penelitian dasar dengan metode penelitian deskriptif. B. Objek Penelitian Empat spesies burung anggota Famili

Lebih terperinci

LAMPIRAN. Lampiran 1. Deskripsi Pembuatan Larutan Stok dan Buffer

LAMPIRAN. Lampiran 1. Deskripsi Pembuatan Larutan Stok dan Buffer LAMPIRAN Lampiran 1. Deskripsi Pembuatan Larutan Stok dan Buffer 1. Pembuatan Larutan Stok a. CTAB 5 % Larutan dibuat dengan melarutkan : - NaCl : 2.0 gr - CTAB : 5.0 gr - Aquades : 100 ml b. Tris HCl

Lebih terperinci

II. MATERI DAN METODE. Tempat pengambilan sampel daun jati (Tectona grandis Linn. f.) dilakukan di

II. MATERI DAN METODE. Tempat pengambilan sampel daun jati (Tectona grandis Linn. f.) dilakukan di II. MATERI DAN METODE 2.1 Waktu dan Tempat Penelitian Tempat pengambilan sampel daun jati (Tectona grandis Linn. f.) dilakukan di enam desa yaitu tiga desa di Kecamatan Grokgak dan tiga desa di Kecamatan

Lebih terperinci

BAB III METODE PENELITIAN

BAB III METODE PENELITIAN BAB III METODE PENELITIAN A. Jenis Penelitian Jenis penelitian ini adalah penelitian deskriptif yang mengangkat fenomena alam sebagai salah satu masalah dalam penelitian. Penelitian ini dapat menerangkan

Lebih terperinci

BAB III METODOLOGI PENELITIAN. Jenis penelitian yang digunakan adalah penelitian dasar dengan metode

BAB III METODOLOGI PENELITIAN. Jenis penelitian yang digunakan adalah penelitian dasar dengan metode 22 BAB III METODOLOGI PENELITIAN A. Jenis Penelitian Jenis penelitian yang digunakan adalah penelitian dasar dengan metode penelitian deskriptif. B. Lokasi dan Waktu Penelitian 1. Lokasi Penelitian Penelitian

Lebih terperinci

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1. Isolasi RNA Total RNA total sengon diisolasi dengan reagen Trizol dari jaringan xylem batang sengon yang tua (berumur 5-10 tahun) dan bibit sengon yang berumur 3-4 bulan.

Lebih terperinci

BAHAN DAN METODE. Produksi Protein Rekombinan Hormon Pertumbuhan (rgh)

BAHAN DAN METODE. Produksi Protein Rekombinan Hormon Pertumbuhan (rgh) 11 BAHAN DAN METODE Penelitian ini terdiri atas 2 tahapan utama, yaitu produksi protein rekombinan hormon pertumbuhan (rgh) dari ikan kerapu kertang, ikan gurame, dan ikan mas, dan uji bioaktivitas protein

Lebih terperinci

Asam Asetat Glacial = 5,7 ml EDTA 0,5 M ph 8.0 = 10 ml Aquades ditambahkan hingga volume larutan 100 ml

Asam Asetat Glacial = 5,7 ml EDTA 0,5 M ph 8.0 = 10 ml Aquades ditambahkan hingga volume larutan 100 ml 36 Lampiran 1. Pembuatan Larutan Stok dan Buffer A. Pembuatan Larutan Stok Tris HCL 1 M ph 8.0 (100 ml) : Timbang Tris sebanyak 12,114 g. Masukkan Tris ke dalam Erlenmeyer dan ditambahkan 80 ml aquades.

Lebih terperinci

HASIL DAN PEMBAHASAN

HASIL DAN PEMBAHASAN HASIL DAN PEMBAHASAN Amplifikasi ini membutuhkan primer spesifik (sekuen oligonukelotida khusus) untuk daerah tersebut. Primer biasanya terdiri dari 10-20 nukleotida dan dirancang berdasarkan daerah konservatif

Lebih terperinci

BAB XII. REAKSI POLIMERISASI BERANTAI

BAB XII. REAKSI POLIMERISASI BERANTAI BAB XII. REAKSI POLIMERISASI BERANTAI Di dalam Bab XII ini akan dibahas pengertian dan kegunaan teknik Reaksi Polimerisasi Berantai atau Polymerase Chain Reaction (PCR) serta komponen-komponen dan tahapan

Lebih terperinci

III. BAHAN DAN METODE

III. BAHAN DAN METODE III. BAHAN DAN METODE 3.1. Waktu dan Tempat Penelitian Penelitian ini dilakukan dari bulan November 2006 sampai dengan Januari 2008. Penelitian bertempat di Laboratorium Mikrobiologi, Departemen Biologi,

Lebih terperinci

DAFTAR ISI DAFTAR TABEL... DAFTAR GAMBAR... DAFTAR LAMPIRAN...

DAFTAR ISI DAFTAR TABEL... DAFTAR GAMBAR... DAFTAR LAMPIRAN... DAFTAR ISI Bab Halaman DAFTAR TABEL... DAFTAR GAMBAR... DAFTAR LAMPIRAN... ix x xii I II III PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang... 1 1.2 Identifikasi Masalah... 2 1.3 Tujuan Penelitian... 2 1.4 Kegunaan Penelitian...

Lebih terperinci

4.1. Alat dan Bahan Penelitian a. Alat Penelitian. No. URAIAN ALAT. A. Pengambilan sampel

4.1. Alat dan Bahan Penelitian a. Alat Penelitian. No. URAIAN ALAT. A. Pengambilan sampel 7 IV. METODE PENELITIAN Ikan Lais diperoleh dari hasil penangkapan ikan oleh nelayan dari sungaisungai di Propinsi Riau yaitu S. Kampar dan S. Indragiri. Identifikasi jenis sampel dilakukan dengan menggunakan

Lebih terperinci

MATERI DAN METODE Lokasi dan Waktu Materi Sampel Pengambilan Sampel Ekstraksi DNA Primer

MATERI DAN METODE Lokasi dan Waktu Materi Sampel Pengambilan Sampel Ekstraksi DNA Primer MATERI DAN METODE Lokasi dan Waktu Penelitian ini dilaksanakan pada bulan Juni hingga Nopember 2010. Penelitian dilakukan di Laboratorium Pemuliaan dan Genetik Molekuler, Bagian Pemuliaan dan Genetik Ternak,

Lebih terperinci

BAB III METODE PENELITIAN

BAB III METODE PENELITIAN BAB III METODE PENELITIAN A. Jenis penelitian Jenis penelitian ini adalah penelitian deskriptif yang mengangkat fenomena alam sebagai salah satu masalah dalam penelitian, sehingga dapat menerangkan arti

Lebih terperinci

LAPORAN II (ISOLASI DNA GENOM)

LAPORAN II (ISOLASI DNA GENOM) LAPORAN PRAKTIKUM REKAYASA GENETIKA LAPORAN II (ISOLASI DNA GENOM) KHAIRUL ANAM P051090031/BTK BIOTEKNOLOGI SEKOLAH PASCASARJANA INSTITUT PERTANIAN BOGOR 2010 0 ISOLASI DNA GENOM TUJUAN 16s rrna. Praktikum

Lebih terperinci

Pengambilan sampel tanah dari lahan tambang timah di Belitung. Isolasi bakteri pengoksidasi besi dan sulfur. Pemurnian isolat bakteri

Pengambilan sampel tanah dari lahan tambang timah di Belitung. Isolasi bakteri pengoksidasi besi dan sulfur. Pemurnian isolat bakteri Lampiran 1. Skema Kerja Penelitian Pengambilan sampel tanah dari lahan tambang timah di Belitung Isolasi bakteri pengoksidasi besi dan sulfur Pemurnian isolat bakteri Karakteriasi isolat bakteri pengoksidasi

Lebih terperinci

BAHAN DAN METODE Tempat dan Waktu Penyediaan Isolat dan Karakterisasi Bakteri Xanthomonas campestris

BAHAN DAN METODE Tempat dan Waktu Penyediaan Isolat dan Karakterisasi Bakteri Xanthomonas campestris 12 BAHAN DAN METODE Tempat dan Waktu Penelitian dilaksanakan mulai Nopember 2011 sampai dengan Maret 2012 di Laboratorium Bakteriologi Tumbuhan dan Laboratorium Fisiologi dan Toksikologi Serangga Departemen

Lebih terperinci

BAB III METODE PENELITIAN. Jenis penelitian yang dilakukan termasuk dalam penelitian dasar yang. dilakukan dengan metode deskriptif (Nazir, 1998).

BAB III METODE PENELITIAN. Jenis penelitian yang dilakukan termasuk dalam penelitian dasar yang. dilakukan dengan metode deskriptif (Nazir, 1998). BAB III METODE PENELITIAN A. Jenis Penelitian Jenis penelitian yang dilakukan termasuk dalam penelitian dasar yang dilakukan dengan metode deskriptif (Nazir, 1998). B. Populasi dan Sampel 1. Populasi yang

Lebih terperinci

Bab III Bahan dan Metode III.1 Bahan III. 2 Alat

Bab III Bahan dan Metode III.1 Bahan III. 2 Alat Bab III Bahan dan Metode III.1 Bahan Pada penelitian ini, sampel yang digunakan dalam penelitian, adalah cacing tanah spesies L. rubellus yang berasal dari peternakan cacing tanah lokal di Sekeloa, Bandung.

Lebih terperinci

3. METODE PENELITIAN

3. METODE PENELITIAN 19 3. METODE PENELITIAN 3.1 Waktu dan Tempat Penelitian ini dilaksanakan pada bulan Maret sampai Juni 2010 di Laboratorium Mikrobiologi, Biokimia dan Bioteknologi Hasil Perairan Departemen Teknologi Hasil

Lebih terperinci

III. Bahan dan Metode

III. Bahan dan Metode III. Bahan dan Metode A. Waktu dan Tempat Penelitian Penelitian ini dilaksanakan selama 3 bulan dari bulan Mei-Juli 2011 yang dilakukan di LPPT UGM Yogyakarta. B. Bahan Penelitian Sampel yang digunakan

Lebih terperinci

BAB III BAHAN DAN CARA KERJA. Penelitian dilakukan di Laboratorium Institute of Human Virology and

BAB III BAHAN DAN CARA KERJA. Penelitian dilakukan di Laboratorium Institute of Human Virology and 23 BAB III BAHAN DAN CARA KERJA A. LOKASI DAN WAKTU PENELITIAN Penelitian dilakukan di Laboratorium Institute of Human Virology and Cancer Biology of the University of Indonesia (IHVCB-UI), Jl. Salemba

Lebih terperinci

Bab III Metode Penelitian

Bab III Metode Penelitian Bab III Metode Penelitian Metode yang dilakukan dalam penelitian ini terdiri dari empat tahapan, dimulai dengan pengumpulan sampel, kemudian lysis sel untuk mendapatkan template DNA, amplifikasi DNA secara

Lebih terperinci

Identifikasi mikroba secara molekuler dengan metode NCBI (National Center for Biotechnology Information)

Identifikasi mikroba secara molekuler dengan metode NCBI (National Center for Biotechnology Information) Identifikasi mikroba secara molekuler dengan metode NCBI (National Center for Biotechnology Information) Identifikasi bakteri pada saat ini masih dilakukan secara konvensional melalui studi morfologi dan

Lebih terperinci

BAB III BAHAN DAN METODE

BAB III BAHAN DAN METODE BAB III BAHAN DAN METODE 3.1. Tempat dan Waktu Penelitian 3.1.1. Tempat Penelitian Penelitian dilaksanakan di Laboratorium Bioteknologi Perikanan dan Kelautan Fakultas Perikanan dan Ilmu Kelautan Universitas

Lebih terperinci

BAB III METODE PENELITIAN

BAB III METODE PENELITIAN 18 BAB III METODE PENELITIAN A. Jenis Penelitian Jenis penelitian ini merupakan jenis penelitian deskriptif. Penelitian deskriptif merupakan penelitian yang bertujuan untuk membuat deskripsi, gambaran

Lebih terperinci

Identifikasi Gen Abnormal Oleh : Nella ( )

Identifikasi Gen Abnormal Oleh : Nella ( ) Identifikasi Gen Abnormal Oleh : Nella (10.2011.185) Identifikasi gen abnormal Pemeriksaan kromosom DNA rekombinan PCR Kromosom waldeyer Kromonema : pita spiral yang tampak pada kromatid Kromomer : penebalan

Lebih terperinci

4. HASIL DAN PEMBAHASAN

4. HASIL DAN PEMBAHASAN 29 4. HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1 Karakteristik isolat bakteri dari ikan tuna dan cakalang 4.1.1 Morfologi isolat bakteri Secara alamiah, mikroba terdapat dalam bentuk campuran dari berbagai jenis. Untuk

Lebih terperinci

BAB 3 PERCOBAAN. Alat elektroforesis agarosa (Biorad), autoklaf, cawan Petri, GeneAid High Speed Plasmid

BAB 3 PERCOBAAN. Alat elektroforesis agarosa (Biorad), autoklaf, cawan Petri, GeneAid High Speed Plasmid BAB 3 PERCOBAAN 3.1 Alat Alat elektroforesis agarosa (Biorad), autoklaf, cawan Petri, GeneAid High Speed Plasmid Mini kit, inkubator goyang (GSL), jarum Ose bundar, kit GFX (GE Healthcare), kompor listrik

Lebih terperinci

III. BAHAN DAN METODE

III. BAHAN DAN METODE III. BAHAN DAN METODE 3.1. Tempat dan Waktu Penelitian Penelitian dilakukan di Laboratorium Mikrobiologi, Balai Besar Penelitian dan Pengembangan Bioteknologi dan Sumberdaya Genetik Pertanian (BB. Biogen)

Lebih terperinci

BAHAN DAN METODE Tempat dan Waktu Bahan dan Alat Metode Penelitian Isolasi Aktinomiset

BAHAN DAN METODE Tempat dan Waktu Bahan dan Alat Metode Penelitian Isolasi Aktinomiset BAHAN DAN METODE Tempat dan Waktu Penelitian dilaksanakan di Laboratorium Bakteriologi Tumbuhan, Departemen Proteksi Tanaman, Fakultas Pertanian, Institut Pertanian Bogor, dari bulan Februari sampai dengan

Lebih terperinci

BAHAN DAN METODE Tempat dan Waktu Penelitian Bahan dan Alat

BAHAN DAN METODE Tempat dan Waktu Penelitian Bahan dan Alat 12 BAHAN DAN METODE Tempat dan Waktu Penelitian Survei penyakit klorosis dan koleksi sampel tanaman tomat sakit dilakukan di sentra produksi tomat di daerah Cianjur, Cipanas, Lembang, dan Garut. Deteksi

Lebih terperinci

LAMPIRAN. Lampiran 1. Pembuatan Larutan Stok dan Buffer

LAMPIRAN. Lampiran 1. Pembuatan Larutan Stok dan Buffer LAMPIRAN Lampiran 1. Pembuatan Larutan Stok dan Buffer A. LARUTAN STOK CTAB 5 % (100 ml) - Ditimbang NaCl sebanyak 2.0 gram - Ditimbang CTAB sebanyak 5.0 gram. - Dimasukkan bahan kimia ke dalam erlenmeyer

Lebih terperinci

PETUNJUK PRAKTIKUM BIOLOGI SEL DAN MOLEKULER Oleh: Ixora Sartika M ISOLASI DNA PLASMID

PETUNJUK PRAKTIKUM BIOLOGI SEL DAN MOLEKULER Oleh: Ixora Sartika M ISOLASI DNA PLASMID PETUNJUK PRAKTIKUM BIOLOGI SEL DAN MOLEKULER Oleh: Ixora Sartika M ixomerc@uny.ac.id ISOLASI DNA PLASMID Plasmid adalah DNA ekstrakromosom yang berbentuk sirkuler dan berukuran kecil (1 200 kb). Sebagian

Lebih terperinci

AMPLIFIKASI GEN 18S rrna PADA DNA METAGENOMIK MADU DARI DESA SERAYA TENGAH, KARANGASEM DENGAN TEKNIK PCR (POLYMERASE CHAIN REACTION)

AMPLIFIKASI GEN 18S rrna PADA DNA METAGENOMIK MADU DARI DESA SERAYA TENGAH, KARANGASEM DENGAN TEKNIK PCR (POLYMERASE CHAIN REACTION) AMPLIFIKASI GEN 18S rrna PADA DNA METAGENOMIK MADU DARI DESA SERAYA TENGAH, KARANGASEM DENGAN TEKNIK PCR (POLYMERASE CHAIN REACTION) SKRIPSI Oleh: SATRIYA PUTRA PRAKOSO NIM. 1208105013 JURUSAN KIMIA FAKULTAS

Lebih terperinci

HASIL DAN PEMBAHASAN. Uji Kualitatif dan Kuantitatif Hasil Isolasi RNA

HASIL DAN PEMBAHASAN. Uji Kualitatif dan Kuantitatif Hasil Isolasi RNA 6 konsentrasinya. Untuk isolasi kulit buah kakao (outer pod wall dan inner pod wall) metode sama seperti isolasi RNA dari biji kakao. Uji Kualitatif dan Kuantitatif Hasil Isolasi RNA Larutan RNA hasil

Lebih terperinci

BAB 3 PERCOBAAN Mikroba C. violaceum, Bacillus cereus dan E. coli JM 109

BAB 3 PERCOBAAN Mikroba C. violaceum, Bacillus cereus dan E. coli JM 109 9 BAB 3 PERCOBAAN 3.1 Alat, Bahan dan Miroba 3.1.1 Alat Bunsen, inkubator 37 o C, sentrifuga (Mikro 200R Hettich), Eppendorf 100 ul, 500 ul, 1,5 ml, tabung mikrosentrifuga (Eppendorf), neraca timbang (Mettler

Lebih terperinci

BAB III BAHAN DAN METODE

BAB III BAHAN DAN METODE 9 BAB III BAHAN DAN METODE 3.1 Waktu dan Tempat Penelitian Penelitian dilaksanakan pada bulan September 2011 sampai dengan Juli 2012. Kegiatan ekstraksi DNA sampai PCR-RFLP dilakukan di laboratorium Analisis

Lebih terperinci

Teknik-teknik Dasar Bioteknologi

Teknik-teknik Dasar Bioteknologi Teknik-teknik Dasar Bioteknologi Oleh: TIM PENGAMPU Program Studi Agroteknologi Fakultas Pertanian Universitas Jember Tujuan Perkuliahan 1. Mahasiswa mengetahui macam-macam teknik dasar yang digunakan

Lebih terperinci

BAB III METODE PENELITIAN

BAB III METODE PENELITIAN BAB III METODE PENELITIAN A. Jenis Penelitian Jenis penelitian yang dilakukan termasuk penelitian deskriptif. Penelitian deskriptif adalah metode penelitian yang bertujuan membuat gambaran secara sistematis,

Lebih terperinci

BAHAN DAN METODE. Tempat dan Waktu

BAHAN DAN METODE. Tempat dan Waktu 15 BAHAN DAN METODE Tempat dan Waktu Penelitian dilaksanakan di Laboratorium Nematologi, Laboratorium Virologi Tumbuhan Departemen Proteksi Tanaman, Fakultas Pertanian, Institut Pertanian Bogor dan Laboratorium

Lebih terperinci

BAB III METODE PENELITIAN

BAB III METODE PENELITIAN BAB III METODE PENELITIAN A. Jenis Penelitian Jenis penelitian yang dilakukan adalah penelitian deskriptif. Penelitian deskriptif adalah penelitian yang mendeskripsikan suatu gambaran yang sistematis dengan

Lebih terperinci

BAB III METODE PENELITIAN. A. Waktu dan Tempat Penelitian. Penelitian dilaksanakan pada bulan Maret-November 2012 di

BAB III METODE PENELITIAN. A. Waktu dan Tempat Penelitian. Penelitian dilaksanakan pada bulan Maret-November 2012 di digilib.uns.ac.id BAB III METODE PENELITIAN A. Waktu dan Tempat Penelitian Penelitian dilaksanakan pada bulan Maret-November 2012 di Laboratorium Biologi Fakultas Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam Universitas

Lebih terperinci

Gambar 1. Struktur organisasi promoter pada organisme prokariot [Sumber: University of Miami 2008: 1.]

Gambar 1. Struktur organisasi promoter pada organisme prokariot [Sumber: University of Miami 2008: 1.] Gambar 1. Struktur organisasi promoter pada organisme prokariot [Sumber: University of Miami 2008: 1.] Gambar 2. Struktur organisasi promoter pada organisme eukariot [Sumber: Gilbert 1997: 1.] Gambar 3.

Lebih terperinci

II. METODE PENELITIAN

II. METODE PENELITIAN II. METODE PENELITIAN 1. Materi, Lokasi, dan Waktu Penelitian 1.1. Materi Alat yang digunakan dalam penelitian ini adalah botol sampel, cawan petri, tabung reaksi, labu Erlenmeyer, beaker glass, object

Lebih terperinci

DAFTAR ISI Halaman HALAMAN JUDUL... i HALAMAN PENGESAHAN... KATA PENGANTAR... DAFTAR ISI... DAFTAR TABEL... DAFTAR GAMBAR... DAFTAR LAMPIRAN...

DAFTAR ISI Halaman HALAMAN JUDUL... i HALAMAN PENGESAHAN... KATA PENGANTAR... DAFTAR ISI... DAFTAR TABEL... DAFTAR GAMBAR... DAFTAR LAMPIRAN... DAFTAR ISI HALAMAN JUDUL... i HALAMAN PENGESAHAN... KATA PENGANTAR...... DAFTAR ISI... DAFTAR TABEL... DAFTAR GAMBAR... DAFTAR LAMPIRAN... INTISARI... ABSTRACT... PENDAHULUAN... 1 A. Latar Belakang...

Lebih terperinci

3. METODE PENELITIAN

3. METODE PENELITIAN 29 3. METODE PENELITIAN 3.1. Lokasi dan Waktu Penelitian Lokasi penelitian meliputi Laut Sulawesi, Selat Makassar, Teluk Bone, Laut Flores, Laut Banda, Teluk Tolo, Laut Maluku dan Teluk Tomini (Gambar

Lebih terperinci

BAB III METODE PENELITIAN

BAB III METODE PENELITIAN BAB III METODE PENELITIAN A. Jenis Penelitian Jenis penelitian yang digunakan adalah penelitian dasar dengan metode deskriptif (Nazir, 1983). B. Populasi dan Sampel Populasi dalam penelitian ini adalah

Lebih terperinci