KAJIAN FISKAL REGIONAL SUMATERA UTARA

Ukuran: px
Mulai penontonan dengan halaman:

Download "KAJIAN FISKAL REGIONAL SUMATERA UTARA"

Transkripsi

1

2 KAJIAN FISKAL REGIONAL SUMATERA UTARA TRIWULAN I 2013 KANTOR WILAYAH DITJEN PERBENDAHARAAN PROPINSI SUMATERA UTARA 2013

3 KANWIL DITJEN PERBENDAHARAAN PROVINSI SUMATERA UTARA KATA PENGANTAR Puji syukur patut dipanjatkan ke hadirat Allah Tuhan Yang Maha Esa, karena atas berkat dan karunia-nyalah Kajian Fiskal Regional Provinsi Sumatera Utara Triwulan I dapat disusun dan diselesaikan dengan baik. Maksud dan tujuan penulisan Kajian Fiskal Regional Sumatera Utara Triwulan I ini adalah : 1. Sebagai output dari pelaksanaan tugas dan fungsi baru Kanwil Ditjen Perbendaharaan di bidang pengelolaan fiskal. 2. Sebagai sarana pelaporan kepada Kantor Pusat Ditjen Perbendaharaan untuk menjadi masukan dalam menyusun kajian fiskal secara nasional/komprehensif. 3. Sebagai media informasi yang bernilai strategis kepada para mitra kerja Kanwil Direktorat Jenderal Perbendaharaan Provinsi Sumatera Utara, baik Satuan Kerja Kementerian Negara/Lembaga maupun Pemerintah Daerah Provinsi/Kabupaten/ Kota se-sumatera Utara. Kami menyadari bahwa Kajian Fiskal Regional ini masih jauh dari kata sempurna. Untuk itu kritik dan saran yang membangun sangat kami harapkan guna perbaikan kajian selanjutnya. Terima kasih diucapkan kepada semua pihak yang telah membantu dalam penyusunan Kajian Fiskal Regional Provinsi Sumatera Utara Triwulan I ini sehingga kajian ini dapat terselesaikan dengan baik dan tepat waktu. Harapan kami, semoga dengan adanya Kajian Fiskal Regional Provinsi Sumatera Utara Triwulan I ini dapat digunakan sebagai salah satu solusi alternatif bagi Satuan Kerja K/L maupun Pemerintah Daerah di wilayah Provinsi Sumatera Utara dalam menjalankan roda perekonomian di Provinsi Sumatera Utara khususnya dan nasional pada umumnya. Medan, Juni 2013 Kepala Kanwil Ditjen Perbendaharaan Provinsi Sumatera Utara Kajian Fiskal Regional Triwulan I Prov. Sumatera Utara ABDULLAH NANUNG

4 KANWIL DITJEN PERBENDAHARAAN PROVINSI SUMATERA UTARA KATA PENGANTAR Puji syukur patut dipanjatkan ke hadirat Allah Tuhan Yang Maha Esa, karena atas berkat dan karunia-nyalah Kajian Fiskal Regional Provinsi Sumatera Utara Triwulan I dapat disusun dan diselesaikan dengan baik. Maksud dan tujuan penulisan Kajian Fiskal Regional Sumatera Utara Triwulan I ini adalah : 1. Sebagai output dari pelaksanaan tugas dan fungsi baru Kanwil Ditjen Perbendaharaan di bidang pengelolaan fiskal. 2. Sebagai sarana pelaporan kepada Kantor Pusat Ditjen Perbendaharaan untuk menjadi masukan dalam menyusun kajian fiskal secara nasional/komprehensif. 3. Sebagai media informasi yang bernilai strategis kepada para mitra kerja Kanwil Direktorat Jenderal Perbendaharaan Provinsi Sumatera Utara, baik Satuan Kerja maupun Pemerintah Daerah Provinsi/Kabupaten/Kota se-sumatera Utara. Kami menyadari bahwa Kajian Fiskal Regional ini masih jauh dari kata sempurna. Untuk itu kritik dan saran yang membangun sangat kami harapkan guna perbaikan kajian selanjutnya. Terima kasih diucapkan kepada semua pihak yang telah membantu dalam penyusunan Kajian Fiskal Regional Provinsi Sumatera Utara Triwulan I ini sehingga kajian ini dapat terselesaikan dengan baik dan tepat waktu. Harapan kami, semoga dengan adanya Kajian Fiskal Regional Provinsi Sumatera Utara Triwulan I ini dapat digunakan sebagai salah satu solusi alternatif bagi Satuan Kerja K/L maupun Pemerintah Daerah di wilayah Provinsi Sumatera Utara dalam menjalankan roda perekonomian di Provinsi Sumatera Utara khususnya dan nasional pada umumnya. Medan, 01 Juni 2013 Kepala Kanwil Ditjen Perbendaharaan Provinsi Sumatera Utara Kajian Fiskal Regional Triwulan I Prov. Sumatera Utara ABDULLAH NANUNG

5 KANWIL DITJEN PERBENDAHARAAN PROVINSI SUMATERA UTARA DAFTAR ISI Halaman Judul Kata Pengantar Daftar Isi Daftar Gambar Ringkasan Eksekutif... i Bab I Pendahuluan... 1 A. Latar Belakang... 1 B. Tujuan dan Manfaat... 4 C. Metodelogi Penyusunan... 5 Bab II Perkembangan Ekonomi Regional... 7 A. Perkembangan Indikator Harga, Pendapatan dan Konsumsi.. 7 B. Perkembangan Indikator Demografis C. Perkembangan Indikator Sekktoral Terpilih Bab III Perkembangan Pelaksanaan Anggaran Pusat A. I-Account Tingkat Provinsi B. Pendapatan Pemerintah Pusat C. Belanja Pemerintah Pusat Bab IV Perkembangan Pelaksanaan Anggaran Daerah A. Profil APBD Provinsi/Kabupaten/Kota B. Alokasi Dana Transfer C. Alokasi Dana Dekonsentrasi, Tugas Pembantuan dan Urusan Bersama Bab V Perkembangan Pengelolaan BLU dan Manajemen Investasi 44 A. Pengelolaan Badan Layanan Umum B. Manajemen Investasi Bab VI Analisis Fiskal Regional A. Pendapatan Pusat dan Daerah B. Belanja Pusat dan Daerah C. Ruang Fiskal dan Kemandirian Daerah D. Rasio Belanja Sekoral Kajian Fiskal Regional Triwulan I Prov. Sumatera Utara

6 KANWIL DITJEN PERBENDAHARAAN PROVINSI SUMATERA UTARA E. SILPA dan Pembiayaan Bab VI Penutup A. Keseimbangan B. Rekomendasi Lampiran Daftar Pustaka Keanggotaan Tim Penyusun Kajian Fiskal Regional Triwulan I Prov. Sumatera Utara

7 KANWIL DITJEN PERBENDAHARAAN PROVINSI SUMATERA UTARA DAFTAR GAMBAR Lampiran 2.1 Perkembangan Tingkat Inflasi Propinsi Sumatera Utara dan 4 Kota Besar Lampiran 2.2 Perkembangan Laju Pertumbuhan PDRB Kabupaten/Kota se- Sumatera Utara Tahun 2011 Lampiran 2.3 Perkembangan Gini Ratio Propinsi Sumatera Utara Tahun 2012 Lampiran 2.4 Perkembangan Indeks Pembangunan Manusia Propinsi Sumatera Utara Tahun 2012 Lampiran 2.5 Perkembangan Laju Pertumbuhan Penduduk Propinsi Sumatera Utara Tahun 2012 Lampiran 2.6 Perkembangan Tingkat Partisipasi Angkatan Kerja (TPAK) dan Tingkat Pengangguran Terbuka (TPT) Tahun 2012 Lampiran 2.7 Perkembangan Jumlah dan Persentase Penduduk Miskin Propinsi Sumatera Utara Tahun Lampiran 2.8 Rasio Fasilitas Kesehatan Propinsi Sumatera Utara Tahun 2011 Lampiran 2.9 Rasio Fasilitas Kesehatan Propinsi Sumatera Utara Lampiran 2.10 Rata-rata Nilai Tukar Petani (NTP) Propinsi Sumatera Utara Lampiran 2.11 Panjang Jalan menurut Status & Kab./Kota Propinsi Sumatera Utara Tahun 2013 Lampiran 2.12 Perkembangan Perusahaan Konstruksi Propinsi Sumatera Utara Tahun 2012 Lampiran 3.1 Perkembangan Pagu Dan Realisasi APBN Propinsi Sumatera Utara Tahun 2013 Lampiran 3.2 Perkembangan Penerimaan dan Realisasi Pajak Di Propinsi Sumatera Utara Periode Triwulan I Tahun 2013 Lampiran 3.3 Perkembangan Penerimaan PNBP Per Jenis PNBP Propinsi Sumatera Utara Periode Triwulan I Tahun 2013 Lampiran 3.4 Perkembangan PNBP Fungsional Per Unit Organisasi dan Jenis PNBP Periode Triwulan I Tahun 2013 Lampiran 3.5 Perkembangan Belanja Pemerintah Pusat Berdasarkan Bagian Anggaran/Kementerian/Lembaga Periode Triwulan I Tahun 2013 Kajian Fiskal Regional Triwulan I Prov. Sumatera Utara

8 KANWIL DITJEN PERBENDAHARAAN PROVINSI SUMATERA UTARA Perkembangan Belanja Pemerintah Pusat Berdasarkan Bagian Anggaran/Kementerian/Lembaga Tahun 2013 (dalam persen) Lampiran 3.6 Perkembangan Belanja Pemerintah Pusat Berdasarkan Jenis Belanja Periode Triwulan I Tahun 2013 Lampiran 3.7 Perkembangan Belanja Pemerintah Pusat Berdasarkan Jenis Kewenangan Periode Triwulan I Tahun 2013 Lampiran 3.8 Perkembangan Belanja Pemerintah Pusat Propinsi Sumatera Utara Berdasarkan Fungsi Periode Triwulan I Tahun 2013 Lampiran 3.9 Perkembangan Penerimaan Pajak Propinsi Sumatera Utara Periode Triwulan I Tahun 2013 Lampiran 3.10 Perkembangan PNBP per Jenis PNBP. Periode Triwulan I Tahun 2013 Lampiran 3.11 Perkembangan Pnbp Fungsional Per Unit Organisasi dan Jenis PNBP Periode Triwulan I Tahun 2013 Lampiran Profil APBD Berdasarkan Klasifikasi Ekonomi Tahun 2013 Lampiran Profil APBD Berdasarkan Klasifikasi Fungsi Tahun 2013 Lampiran Profil APBD Berdasarkan Klasifikasi Urusan Tahun 2013 Lampiran Alokasi Dana Transfer Tahun 2013 Lampiran Alokasi Dana DK, TP, UB Tahun 2013 Lampiran Profil Badan Layanan Umum Pusat Per Jenis Layanan Tahun 2013 Lampiran Perkembangan Aset Badan Layanan Umum Pusat Tahun 2013 Kajian Fiskal Regional Triwulan I Prov. Sumatera Utara

9 KANWIL DITJEN PERBENDAHARAAN PROVINSI SUMATERA UTARA Lampiran Perkembangan Aset Badan Layanan Umum Pusat Tahun 2013 (dalam persen) Lampiran Perkembangan Pagu Badan Layanan Umum Pusat Tahun 2013 (dalam rupiah) Lampiran Perkembangan Pagu Badan Layanan Umum Pusat Tahun 2013 (dalam persen) Lampiran Tingkat Kemandirian BLU Pusat Di Provinsi Sumatera Utara Lampiran Profil Dan Jenis Layanan Satker Pengelola PNBP Di Provinsi Per Jenis Layanan Tahun 2013 Lampiran Perkembangan Aset Satker PNBP Tahun 2013) Lampiran Perkembangan Aset Satker PNBP Tahun 2013 Lampiran Perkembangan Pagu Badan Layanan Umum Pusat Tahun 2013 Lampiran Profil Badan Layanan Umum Daerah Per Jenis Layanan Lampiran Perkembangan Aset Badan Layanan Umum Daerah Tahun 2013 (dalam rupiah) Lampiran Perkembangan Aset Badan Layanan Umum Daerah Tahun 2013 (dalam persen) Lampiran Perkembangan Pagu Badan Layanan Umum Daerah Tahun 2013 Lampiran Lampiran Lampiran Lampiran Analisis Legal Aspek Pengelolaan BLU Daerah Tahun 2013 Di Provinsi Sumatera Utara Profil Penerusan Pinjaman Tahun 2013 Provinsi Sumatera Utara Perkembangan Pembayaran Angsuran Pokok SLA Di Provinsi Sumatera Utara Triwulan I Tahun 2013 Perkembangan Pembayaran Bunga Dan Denda SLA Di Provinsi Sumatera Utara Triwulan I Tahun 2013 Lampiran Profil Kredit Program Provisinsi Sumatera Utara tahun Lampiran Lampiran Perkembangan Pembayaran Angsuran Pokok kredit Program Di Provinsi Sumatera Utara Triwulan I Tahun 2013 Perkembangan Pembayaran Bunga Kredit Program Di Provinsi Sumatera Utara Triwulan I Tahun 2013 DAFTAR LAMPIRAN BAB VI Lampiran 6.1 Rasio Pendapatan Terhadap PDRB Propinsi Sumatera Utara Lampiran 6.1a Rasio Pajak Terhadap PDRB Propinsi Sumatera Utara Tahun 2013 Lampiran 6.1b Rasio Bea dan Cukai Terhadap PDRB Tahun 2013 Lampiran 6.1C Rasio PAD terhadap PDRB Propinsi Sumatera Utara Tahun 2013 Lampiran 6.2 Rasio Pendapatan Per kapita Lampiran 6.2a Rasio Pajak Per Kapita Propinsi Sumatera Utara Tahun 2013 Kajian Fiskal Regional Triwulan I Prov. Sumatera Utara

10 KANWIL DITJEN PERBENDAHARAAN PROVINSI SUMATERA UTARA Lampiran 6.2b Rasio Bea dan Cukai per Kapita Propinsi Sumatera Utara Tahun 2013 Lampiran 6.2c Rasio PAD per Kapita Propinsi Sumatera Utara Tahun 2013 Lampiran 6.3 Rasio Belanja APBN Propinsi Sumatera Utara Tahun 2013 Lampiran 6.4 Rasio Total Belanja terhadap Populasi Propinsi Sumatera Utara Tahun 2013 Lampiran 6.5 Rasio Belanja Pegawai Propinsi Sumatera Utara Tahun 2013 Lampiran 6.6 Rasio Belanja Modal Pemerintah Pusat di Propinsi Sumatera Utara Tahun 2013 Lampiran 6.7 Rasio Belanja Modal di Propinsi Sumatera Utara Tahun 2013 Lampiran 6.8 Ruang Fiskal Propinsi Sumatera Utara Tahun 2013 Lampiran 6.9 Lampiran 6.9a Rasio Kemandirian Daerah Rasio Pendapatan Asli Daerah Propinsi Sumatera Utara Lampiran 6.9b Rasio Dana Transfer Propinsi Sumatera Utara Tahun 2013 Lampiran 10 Rasio Belanja Bidang Pelayanan Publik dan Birokrasi Lampiran 6.10a Rasio Belanja Pelayanan Publik Propinsi Sumatera Utara Tahun 2012 Lampiran 6.10b Rasio Belanja Pelayanan Publik Propinsi Sumatera Utara Lampiran 6.11 Lampiran 6.11a Tahun 2013 Rasio Belanja Infrastruktur Rasio Belanja Infrastruktur Propinsi Sumatera Utara Periode Tahun Lampiran 6.11 b Rasio Belanja Pemeliharaan Jalan Propinsi Sumatera Utara Tahun 2013 Lampiran 6.11 c Rasio Pertumbuhan Jalan Propinsi Sumatera Utara Tahun 2013 Lampiran 6.12 Rasio Belanja Kesehatan Lampiran 6.12a Rasio Belanja Kesehatan Propinsi Sumatera Utara Tahun 2012 Lampiran 6.12b Lampiran 6.12c Lampiran 6.13 Lampiran 6.13a Rasio Pertumbuhan Fasilitas Kesehatan Propinsi Sumatera Utara Tahun 2012 Rasio Pertumbuhan Tenaga Medis Propinsi Sumatera Utara Tahun 2012 Rasio Belanja Bidang Pendidikan Rasio Belanja Bidang Pendidikan Propinsi Sumatera Utara Tahun 2012 Kajian Fiskal Regional Triwulan I Prov. Sumatera Utara

11 KANWIL DITJEN PERBENDAHARAAN PROVINSI SUMATERA UTARA Lampiran 6.13b Lampiran 6.13c Lampiran 6.13d Lampiran 6.14 Lampiran 6.14a Lampiran 6.14b Lampiran 6.14c Lampiran 6.15 Rasio Pertumbuhan Partisipasi Sekolah Propinsi Sumatera Utara Periode Tahun Rasio Pertumbuhan Jumlah Guru Propinsi Sumatera Utara Periode Tahun Rasio Pertumbuhan Jumlah Sekolah Propinsi Sumatera Utara Periode Tahun Rasio Belanja Bidang Kesejahteraan dan Penanggulangan Kemiskinan Rasio Belanja Kesejahteraan Propinsi Sumatera Utara Periode Tahun Rasio Pertumbuhan HDI Propinsi Sumatera Utara Periode Tahun Rasio Penurunan Penduduk Miskin Propinsi Sumatera Utara Periode Tahun Rasio Belanja Pertanian Lampiran 6.15a Rasio Belanja Pertanian Propinsi Sumatera Utara Periode Tahun Lampiran 6.15b Rasio Pertumbuhan Nilai Tukar Petani Propinsi Sumatera Utara Periode Tahun Lampiran 6.16 Rasio Surplus/Defisit Terhadap Agregat Pendapatan Propinsi Lampiran 6.17 Lampiran 6.18 Sumatera Utara Tahun 2013 Rasio Surplus/Defisit Terhadap PDRB Propinsi Sumatera Utara Tahun 2013 Rasio SILPA Terhadap Alokasi Belanja Propinsi Sumatera Utara Tahun 2013 Lampiran 6.19 Rasio Pinjaman Daerah terhadap Total Pembiayaan Propinsi Sumatera Utara Tahun 2012 Lampiran 6.20 Rasio Keseimbangan Primer Propinsi Sumatera Utara Tahun 2012 Kajian Fiskal Regional Triwulan I Prov. Sumatera Utara

12 KANWIL DITJEN PERBENDAHARAAN PROVINSI SUMATERA UTARA KEANGGOTAAN TIM PENYUSUN Penanggungjawab Abdullah Nanung Ketua Tim Imam Subagyo Anggota Hans Henry Hastowo Ary Nugroho Zaid Burhan Ibrahim Mercy Monika Rut Sitompul Aida Fitria Sunaryo Yanti Juliana Erika Uly Yanti Manurung Mulyono Kajian Fiskal Regional Triwulan I Prov. Sumatera Utara

13 KANWIL DITJEN PERBENDAHARAAN PROVINSI SUMATERA UTARA DAFTAR TABEL Halaman Tabel 3.1. RincianPendapatan dan Belanja TA Tabel 3.2. Perkembangan Penerimaan Perpajakan pada Triwulan I TA Tabel 4.1 Profil APBD pada Provinsi Sumatera Utara TA 2013 dan TA 2012 Berdasarkan Klasifikasi Ekonomi Tabel 4.2. Alokasi Dana Transfer di Provinsi Sumatera Utara TA 2013 dan Realisai Triwulan I TA Tabel 5.1 Satker yang telah ditetapkan untuk menerapkan PK BLU Provinsi Sumatera Utara Tabel 5.2 Profil dan Jenis Layanan BLU Pusat di Propinsi Sumatera Utara Tabel 5.3 Tingkat kemandirian BLU Pusat di Propinsi Sumatera Utara Tabel 5.4 Satker Pengelola PNBP Di Sektor Pendidikan Tabel 5.5 Profil Badan Layanan Umum Daerah Per Jenis Layanan Tabel 5.6 Anasilis Legal Aspek Pengelolaan Blu Daerah Di Propinsi 52 Sumatera Utara... Tabel 5.7 Profil Penerusan Pinjaman Provinsi Sumatera Utara Tabel 5.8 Profil Kredit Program Provinsi Sumatera Utara Triwulan I TA Kajian Fiskal Regional Triwulan I Prov. Sumatera Utara

14 KANWIL DITJEN PERBENDAHARAAN PROVINSI SUMATERA UTARA LAMPIRAN Lampiran 2.1 Perkembangan Tingkat Inflasi Propinsi Sumatera Utara dan 4 Kota Besar Lampiran 2.2 Perkembangan Laju Pertumbuhan PDRB Kabupaten/Kota se- Sumatera Utara Tahun 2011 Lampiran 2.3 Perkembangan Gini Ratio Propinsi Sumatera Utara Tahun 2012 Lampiran 2.4 Perkembangan Indeks Pembangunan Manusia Propinsi Sumatera Utara Tahun 2012 Lampiran 2.5 Perkembangan Laju Pertumbuhan Penduduk Propinsi Sumatera Utara Tahun 2012 Lampiran 2.6 Perkembangan Tingkat Partisipasi Angkatan Kerja (TPAK) dan Tingkat Pengangguran Terbuka (TPT) Tahun 2012 Lampiran 2.7 Perkembangan Jumlah dan Persentase Penduduk Miskin Propinsi Sumatera Utara Tahun Lampiran 2.8 Rasio Fasilitas Kesehatan Propinsi Sumatera Utara Tahun 2011 Lampiran 2.9 Rasio Fasilitas Kesehatan Propinsi Sumatera Utara Lampiran 2.10 Rata-rata Nilai Tukar Petani (NTP) Propinsi Sumatera Utara Lampiran 2.11 Panjang Jalan menurut Status & Kab./Kota Propinsi Sumatera Utara Tahun 2013 Lampiran 2.12 Perkembangan Perusahaan Konstruksi Propinsi Sumatera Utara Tahun 2012 Lampiran 3.1 Perkembangan Pagu Dan Realisasi APBN Propinsi Sumatera Utara Tahun 2013 Lampiran 3.2 Perkembangan Penerimaan dan Realisasi Pajak Di Propinsi Sumatera Utara Periode Triwulan I Tahun 2013 Lampiran 3.3 Perkembangan Penerimaan PNBP Per Jenis PNBP Propinsi Sumatera Utara Periode Triwulan I Tahun 2013 Lampiran 3.4 Perkembangan PNBP Fungsional Per Unit Organisasi dan Jenis PNBP Periode Triwulan I Tahun 2013 Lampiran 3.5 Perkembangan Belanja Pemerintah Pusat Berdasarkan Bagian Anggaran/Kementerian/Lembaga Periode Triwulan I Tahun 2013 Kajian Fiskal Regional Triwulan I Prov. Sumatera Utara

15 KANWIL DITJEN PERBENDAHARAAN PROVINSI SUMATERA UTARA Lampiran 3.6 Perkembangan Belanja Pemerintah Pusat Berdasarkan Jenis Belanja Periode Triwulan I Tahun 2013 Lampiran 3.7 Perkembangan Belanja Pemerintah Pusat Berdasarkan Jenis Kewenangan Periode Triwulan I Tahun 2013 Lampiran 3.8 Perkembangan Belanja Pemerintah Pusat Propinsi Sumatera Utara Berdasarkan Fungsi Periode Triwulan I Tahun 2013 Lampiran 3.9 Perkembangan Penerimaan Pajak Propinsi Sumatera Utara Periode Triwulan I Tahun 2013 Lampiran 3.10 Perkembangan PNBP per Jenis PNBP. Periode Triwulan I Tahun 2013 Lampiran 3.11 Perkembangan Pnbp Fungsional Per Unit Organisasi dan Jenis PNBP Periode Triwulan I Tahun 2013 Lampiran 4.1 Profil APBD Berdasarkan Klasifikasi Ekonomi Tahun 2013 Lampiran 4.2 Profil APBD Berdasarkan Klasifikasi Fungsi Tahun 2013 Lampiran 4.3 Profil APBD Berdasarkan Klasifikasi Urusan Tahun 2013 Lampiran 4.4 Alokasi Dana Transfer Tahun 2013 Lampiran 4.5 Alokasi Dana DK, TP, UB Tahun 2013 Lampiran 4.6 Realisasi PAD Triwulan I 2013 Lampiran 5.1 Profil Badan Layanan Umum Pusat Per Jenis Layanan Tahun 2013 Lampiran 5.2 Perkembangan Aset Badan Layanan Umum Pusat Tahun 2013 Lampiran 5.3 Perkembangan Aset Badan Layanan Umum Pusat Tahun 2013 (dalam persen) Lampiran 5.4 Perkembangan Pagu Badan Layanan Umum Pusat Tahun 2013 (dalam rupiah) Lampiran 5.5 Tingkat Kemandirian BLU Pusat Di Provinsi Sumatera Utara Lampiran 5.6 Perkembangan Aset Satker PNBP Tahun 2013 (dalam rupiah) Lampiran 5.7 Perkembangan Aset Satker PNBP Tahun 2013 (dalam %) Lampiran 5.8 Perkembangan Pagu Satker Pengelola PNBP Di Provinsi Per Jenis Layanan Tahun 2013 Lampiran 5.9 Profil Dan Jenis Layanan Satker Pengelola PNBP Di Provinsi Per Jenis Layanan Tahun 2013 Lampiran 5.10 Profil Badan Layanan Umum Daerah Per Jenis Layanan Kajian Fiskal Regional Triwulan I Prov. Sumatera Utara

16 KANWIL DITJEN PERBENDAHARAAN PROVINSI SUMATERA UTARA Lampiran 5.11 Perkembangan Aset Badan Layanan Umum Daerah Tahun 2013 (dalam rupiah) Lampiran 5.12 Perkembangan Aset Badan Layanan Umum Daerah Tahun 2013 (dalam persen) Lampiran 5.13 Perkembangan Pagu Badan Layanan Umum Daerah Tahun 2013 Lampiran 5.14 Analisis Legal Aspek Pengelolaan BLU Daerah Tahun 2013 Di Provinsi Sumatera Utara Lampiran 5.15 Perkembangan Pembayaran Angsuran Pokok SLA Di Provinsi Sumatera Utara Triwulan I Tahun 2013 Lampiran 5.16 Perkembangan Pembayaran Angsuran Bunga Dan Denda SLA di Provinsi Sumatera Utara Triwulan I Tahun 2013 Lampiran 6.1 Rasio Pendapatan Terhadap PDRB Propinsi Sumatera Utara Lampiran 6.1a Rasio Pajak Terhadap PDRB Propinsi Sumatera Utara Tahun 2013 Lampiran 6.1b Rasio Bea dan Cukai Terhadap PDRB Tahun 2013 Lampiran 6.1C Rasio PAD terhadap PDRB Propinsi Sumatera Utara Tahun 2013 Lampiran 6.2 Rasio Pendapatan Per kapita Lampiran 6.2a Rasio Pajak Per Kapita Propinsi Sumatera Utara Tahun 2013 Lampiran 6.2b Rasio Bea dan Cukai per Kapita Propinsi Sumatera Utara Tahun 2013 Lampiran 6.2c Rasio PAD per Kapita Propinsi Sumatera Utara Tahun 2013 Lampiran 6.3 Rasio Belanja APBN Propinsi Sumatera Utara Tahun 2013 Lampiran 6.4 Rasio Total Belanja terhadap Populasi Propinsi Sumatera Utara Tahun 2013 Lampiran 6.5 Rasio Belanja Pegawai Propinsi Sumatera Utara Tahun 2013 Lampiran 6.6 Rasio Belanja Modal Pemerintah Pusat di Propinsi Sumatera Utara Tahun 2013 Lampiran 6.7 Rasio Belanja Modal di Propinsi Sumatera Utara Tahun 2013 Lampiran 6.8 Ruang Fiskal Propinsi Sumatera Utara Tahun 2013 Lampiran 6.9 Rasio Kemandirian Daerah Lampiran 6.9a Rasio Pendapatan Asli Daerah Propinsi Sumatera Utara Lampiran 6.9b Rasio Dana Transfer Propinsi Sumatera Utara Tahun 2013 Lampiran 10 Rasio Belanja Bidang Pelayanan Publik dan Birokrasi Kajian Fiskal Regional Triwulan I Prov. Sumatera Utara

17 KANWIL DITJEN PERBENDAHARAAN PROVINSI SUMATERA UTARA Lampiran 6.10a Rasio Belanja Pelayanan Publik Propinsi Sumatera Utara Tahun 2012 Lampiran 6.10b Rasio Belanja Pelayanan Publik Propinsi Sumatera Utara Tahun 2013 Lampiran 6.11 Rasio Belanja Infrastruktur Lampiran 6.11a Rasio Belanja Infrastruktur Propinsi Sumatera Utara Periode Tahun Lampiran 6.11 b Rasio Belanja Pemeliharaan Jalan Propinsi Sumatera Utara Tahun 2013 Lampiran 6.11 c Rasio Pertumbuhan Jalan Propinsi Sumatera Utara Tahun 2013 Lampiran 6.12 Rasio Belanja Kesehatan Lampiran 6.12a Rasio Belanja Kesehatan Propinsi Sumatera Utara Tahun 2012 Lampiran 6.12b Rasio Pertumbuhan Fasilitas Kesehatan Propinsi Sumatera Utara Tahun 2012 Lampiran 6.12c Rasio Pertumbuhan Tenaga Medis Propinsi Sumatera Utara Tahun 2012 Lampiran 6.13 Rasio Belanja Bidang Pendidikan Lampiran 6.13a Rasio Belanja Bidang Pendidikan Propinsi Sumatera Utara Tahun 2012 Lampiran 6.13b Rasio Pertumbuhan Partisipasi Sekolah Propinsi Sumatera Utara Periode Tahun Lampiran 6.13c Rasio Pertumbuhan Jumlah Guru Propinsi Sumatera Utara Periode Tahun Lampiran 6.13d Rasio Pertumbuhan Jumlah Sekolah Propinsi Sumatera Utara Periode Tahun Lampiran 6.14 Rasio Belanja Bidang Kesejahteraan dan Penanggulangan Kemiskinan Lampiran 6.14a Rasio Belanja Kesejahteraan Propinsi Sumatera Utara Periode Tahun Lampiran 6.14b Rasio Pertumbuhan HDI Propinsi Sumatera Utara Periode Tahun Kajian Fiskal Regional Triwulan I Prov. Sumatera Utara

18 KANWIL DITJEN PERBENDAHARAAN PROVINSI SUMATERA UTARA Lampiran 6.14c Rasio Penurunan Penduduk Miskin Propinsi Sumatera Utara Periode Tahun Lampiran 6.15 Rasio Belanja Pertanian Lampiran 6.15a Rasio Belanja Pertanian Propinsi Sumatera Utara Periode Tahun Lampiran 6.15b Rasio Pertumbuhan Nilai Tukar Petani Propinsi Sumatera Utara Periode Tahun Lampiran 6.16 Rasio Surplus/Defisit Terhadap Agregat Pendapatan Propinsi Sumatera Utara Tahun 2013 Lampiran 6.17 Rasio Surplus/Defisit Terhadap PDRB Propinsi Sumatera Utara Tahun 2013 Lampiran 6.18 Rasio SILPA Terhadap Alokasi Belanja Propinsi Sumatera Utara Tahun 2013 Lampiran 6.19 Rasio Pinjaman Daerah terhadap Total Pembiayaan Propinsi Sumatera Utara Tahun 2012 Lampiran 6.20 Rasio Keseimbangan Primer Propinsi Sumatera Utara Tahun 2012 Kajian Fiskal Regional Triwulan I Prov. Sumatera Utara

19 KANWIL DITJEN PERBENDAHARAAN PROVINSI SUMATERA UTARA RINGKASAN EKSEKUTIF Kajian fiskal regional ini merupakan kajian yang dilakukan oleh Kanwil Ditjen Perbendaharaan Provinsi Sumatera Utara terhadap kebijakan-kebijakan fiskal yang dilakukan oleh pemerintah pusat dan pemerintah daerah di wilayah Sumatera Utara. Kajian ini dilakukan untuk mendapatkan gambaran menyeluruh tentang perkembangan ekonomi regional Sumatera Utara. Provinsi Sumatera Utara dengan jumlah penduduk 13,21 juta jiwa, pada triwulan I 2013 memiliki PDRB sebesar 96 triliun rupiah dengan angka pertumbuhan ekonomi sebesar 6,58% (yoy), di atas pertumbuhan ekonomi nasional 6,13% (yoy). Hal ini menunjukkan bahwa kinerja perekonomian di Provinsi Sumatera Utara sudah berjalan dengan baik. Sementara itu, dilihat dari data yang ada, dana-dana pemerintah yang tersebar di wilayah Sumatera Utara baik yang dialokasikan melalui APBN maupun APBD sudah cukup besar. Pemerintah pusat mengalokasikan 17,3 triliun rupiah melalui APBN sementara pemerintah daerah mengalokasikan 39,2 triliun rupiah melalui APBD. Di dalam APBD tersebut sudah termasuk dana dari APBN yang disalurkan melalui transfer ke daerah sebesar 25,6 triliun rupiah. Dengan demikian, dapat dikatakan bahwa APBD di Sumatera Utara belum mandiri. Belanja pegawai masih mendominasi besaran alokasi APBD seluruh kabupaten/kota dan provinsi di Sumatera Utara. Sementara itu, dari APBN dialokasikan belanja modal sebesar 6 triliun rupiah menambah pagu belanja modal pada APBD secara keseluruhan sehingga total belanja modal di Sumatera Utara menjadi 14,8 triliun rupiah. Namun penambahan alokasi belanja modal tersebut tidak tersebar secara merata di seluruh kabupaten/kota. Alokasi belanja sektor pendidikan pada APBD kabupaten/kota sudah melebihi ketetapan Undang-undang Dasar minimal 20 persen dari total APBD. Secara agregat, seluruh kabupaten/kota mengalokasikan 34,36 persen dari masing-masing APBD. Namun hanya mengalokasikan 1,6 persen untuk sektor kesejahteraan. Meskipun alokasi belanja pertanian terus meningkat setiap tahunnya namun tingkat kesejahteraan petani di Sumatera Utara justru menurun. Kajian Fiskal Regional Triwulan I Prov. Sumatera Utara ii

20 KANWIL DITJEN PERBENDAHARAAN PROVINSI SUMATERA UTARA Penulisan Kajian Fiskal Regional Provinsi Sumatera Utara triwulan I tahun 2013 ini diharapkan dapat memberikan gambaran profil dan perkembangan kondisi fiskal pada Provinsi Sumatera Utara sehingga dapat memberikan masukan baik bagi Pemerintah Pusat maupun Daerah dalam hal penyusunan kebijakan fiskal di masa yang akan datang yang berkaitan dengan perencanaan, pelaksanaan, pengendalian, dan evaluasi dari APBN dan APBD. Kajian Fiskal Regional Triwulan I Prov. Sumatera Utara ii

21 KANWIL DITJEN PERBENDAHARAAN PROVINSI SUMATERA UTARA BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Tujuan negara yang tercermin pada alinea ke-empat mukaddimah UUD 1945 diantaranya adalah meningkatkan kesejahteraan setiap warga negaranya. Untuk itu, maka diperlukan adanya penyelenggara negara yang efektif, dalam hal ini adalah pihak eksekutif (pemerintah), legislatif (parlemen) dan yudikatif (penyelenggara kekuasaan kehakiman). Dari ketiga kelompok penyelenggara negara tersebut, pemerintah adalah penyelenggara negara yang langsung berhubungan dengan kegiatan masyarakat sehari-hari. Keberhasilan suatu pemerintahan selaku penyelenggara negara, baik Pemerintah Pusat maupun Pemerintah Daerah, sangat ditentukan oleh kemampuannya dalam meningkatkan kesejahteraan masyarakat. Guna meningkatkan kesejahteraan masyarakat inilah maka pemerintah perlu membuat berbagai macam kebijakan yang pada akhirnya akan dapat meningkatkan laju pertumbuhan ekonomi dan juga tingkat kesejahteraan masyarakatnya. Salah satu kebijakan yang dilakukan oleh pemerintah dalam rangka meningkatkan perekonomian negara adalah kebijakan fiskal. Kebijakan fiskal itu sendiri merupakan salah satu kebijakan ekonomi makro yang otoritas utamanya berada di tangan pemerintah yang diwakili oleh Kementerian Keuangan. Hal tersebut diatur dalam Undang-Undang Nomor 17 Tahun 2003 tentang Keuangan Negara, yang menyebutkan bahwa Presiden memberikan kuasa pengelolaan keuangan dan kekayaan negara kepada Menteri Keuangan selaku pengelola fiskal dan wakil pemerintah dalam pemilikan kekayaan negara yang dipisahkan. Kebijakan fiskal adalah kebijakan yang dilakukan oleh pemerintah untuk mengelola atau mengarahkan perekonomian negara ke kondisi yang lebih baik atau diinginkan dengan cara mengubah-ubah penerimaan dan pengeluaran pemerintah. Kebijakan fiskal sering juga didefinisikan sebagai pengelolaan anggaran pemerintah untuk mempengaruhi suatu perekonomian, termasuk kebijakan perpajakan, pembayaran transfer, pembelian barang-barang dan jasa-jasa oleh pemerintah, serta ukuran Kajian Fiskal Regional Triwulan I Prov. Sumatera Utara Page 1

22 KANWIL DITJEN PERBENDAHARAAN PROVINSI SUMATERA UTARA defisit dan pembiayaan anggaran, yang mencakup semua level pemerintahan (Govil, 2009). Secara singkat, kebijakan fiskal adalah langkah-langkah pemerintah untuk mengelola pengeluaran dan perpajakan atau penggunaan instrumeninstrumen fiskal untuk mempengaruhi bekerjanya sistem ekonomi agar memaksimumkan kesejahteraan ekonomi (Tanzi, 1991). Instrumen kebijakan fiskal adalah penerimaan dan pengeluaran pemerintah yang berhubungan erat dengan pajak. Dari sisi pajak, jika pemerintah mengubah tarif pajak yang berlaku akan berpengaruh pada ekonomi.. Tujuan dari kebijakan fiskal adalah: 1. Untuk meningkatkan produksi nasional dan pertumbuhan ekonomi. 2. Untuk memperluas lapangan kerja dan mengurangi pengangguran 3. Untuk menstabilkan harga-harga barang, khususnya mengatasi inflasi. 4. untuk menciptakan keadilan dalam mendistribusikan pendapatan. Untuk mendukung tercapainya tujuan kebijakan fiskal di atas, maka dalam pelaksanaannya ada beberapa jenis kebijakan fiskal sebagai berikut : a. Kebijakan fiskal ekspansif: menaikkan belanja negara dan menurunkan tingkat pajak netto. Kebijakan ini untuk meningkatkan daya beli masyarakat. Kebijakan fiskal ekspansif dilakukan pada saat perekonomian mengalami resesi/depresi dan pengangguran yang tinggi. b. Kebijakan fiskal kontraktif: menurunkan belanja negara dan menaikkan tingkat pajak. Kebijakan ini bertujuan untuk menurunkan daya beli masyarakat dan mengatasi inflasi. Pengaruh kebijakan fiskal bagi perekonomian, adalah: 1. Pemerintah menggunakan kebijakan fiskal untuk mencapai tujuan-tujuan seperti inflasi yang rendah dan tingkat pengangguran yang rendah. 2. Berdasarkan teori ekonomi Keynesian, kenaikan belanja pemerintah dapat digunakan untuk merangsang daya beli masyarakat (AD = C + G + I + X M) dan mengurangi pengangguran pada saat terjadi resesi/depresi ekonomi. 3. Ketika terjadi inflasi, untuk mengendalikan inflasi dan menurunkan daya beli masyarakat maka pemerintah harus mengurangi defisit atau menerapkan anggaran surplus. Kajian Fiskal Regional Triwulan I Prov. Sumatera Utara Page 2

23 KANWIL DITJEN PERBENDAHARAAN PROVINSI SUMATERA UTARA Pemerintah mempunyai berbagai kebijakan untuk menjaga atau memperbaiki kualitas perekonomian Indonesia, salah satunya adalah dengan kebijakan fiskal. Salah satu bentuk kebijakan fiskal yang pernah dilakukan pemerintah adalah Bantuan Langsung Tunai (BLT) di tahun Banyak orang melihat BLT hanya bantuan kepada orang yang kurang mampu. Sebenarnya di balik itu ada tujuan khusus dari pemerintah, yaitu BLT diharapkan mampu meningkatkan pendapatan masyarakat. Dengan meningkatnya pendapatan masyarakat, daya beli masyarakat juga meningkat. Dengan demikian permintaan masyarakat juga meningkat. Meningkatnya permintaan masyarakat akan mendorong produksi yang pada akhirnya akan memperbaiki kondisi perekonomian Indonesia. Kebijakan fiskal juga dapat berupa kostumisasi APBN oleh pemerintah, misalnya dengan deficit financing. Deficit financing adalah anggaran dengan menetapkan pengeluaran lebih besar dari penerimaan. Pemerintahan Bung Karno pernah menerapkan deficit financing dengan cara memperbanyak utang dengan meminjam dari Bank Indonesia. Yang terjadi kemudian adalah inflasi besarbesaran (hyper inflation) karena uang yang beredar di masyarakat sangat banyak. Untuk menutup anggaran yang defisit dipinjamlah uang dari rakyat. Sayangnya, rakyat tidak mempunyai cukup uang untuk memberi pinjaman pada pemerintah. akhirnya, pemerintah terpaksa meminjam uang dari luar negeri. Amerika Serikat juga pernah menerapkan defisit anggaran dengan mengadakan suatu proyek. Proyek tersebut adalah normalisasi sungai Mississipi dengan nama Tenesse Valley Project. Proyek ini dimaksudkan agar tidak terjadi banjir. Proyek ini adalah contoh proyek yang menerapkan prinsip padat karya. Dengan adanya proyek ini pengeluaran pemerintah memang bertambah, tetapi pendapatan masyarakat juga naik. Pada akhirnya hal ini akan mendorong kegiatan ekonomi agar menjadi bergairah. UU Nomor 22 Tahun 1999 tentang Pemerintahan Daerah dan UU Nomor 25 Tahun 1999 tentang Perimbangan Keuangan Antara Pemerintah Pusat dan Daerah membuat kejelasan kewenangan pemerintah daerah (tugas-tugas pengeluaran) secara lebih baik, meningkatkan partisipasi masyarakat secara aktif dan konstruktif, dan tugas-tugas penerimaan perlu lebih dispesifikasikan antara pemerintah kota dan kabupaten, propinsi, dan pemerintah pusat. Kajian Fiskal Regional Triwulan I Prov. Sumatera Utara Page 3

24 KANWIL DITJEN PERBENDAHARAAN PROVINSI SUMATERA UTARA Tujuan kebijakan otonomi daerah dan desentralisasi fiskal adalah untuk mengurangi kesenjangan fiskal antara daerah, menyediakan barang dan jasa publik yang lebih baik dan lebih efisien, serta mendekatkan pemerintah dengan rakyat (Abimanyu et.al, 2009). Kemampuan daerah dalam menggali sumber penerimaan yang independen, seperti dana yang berasal dari pajak dan retribusi. Semakin besar menggali ketergantungan dengan pusat. sumber penerimaannya akan memperkecil Tetapi kenyataannya daerah masih tergantung pada pendanaan dari pusat melalui alokasi dana transfer ke daerah yang terdiri atas dana perimbangan dan dana otonomi khusus. Dana perimbangan tersebut terdiri atas Dana Bagi Hasil (DBH), Dana Alokasi Umum (DAU), dan Dana Alokasi Khusus (DAK). Alasan inilah yang mendorong perlunya dilakukan kajian fiskal regional. Bahwa dalam rangka menjalankan salah satu fungsi representasi Kementerian Keuangan sebagai Pengelola Fiskal di daerah sesuai amanah Peraturan Menteri keuangan nomor 169/PMK.01/2012, Kantor Wilayah Direktorat Jenderal Perbendaharaan Provisinsi Sumatera Utara dituntut untuk dapat memberikan gambaran tentang perkembangan ekonomi regional Sumatera Utara dalam satu bentuk Kajian Fiskal tingkat Wilayah. Kajian perkembangan-perkembangan ekonomi yang diamanahkan kepada Kantor Wilayah tidak lain karena Kantor Wilayah Direktorat Jenderal Perbendaharaan berlokasi di daerah yang diharapkan memiliki data, informasi dan kemampuaan serta lebih dekat dengan objek yang bersangkutan, diharapkan hasil kajian dimaksud akan lebih akurat. B. Tujuan dan Manfaat Tujuan dan manfaat dari penulisan Kajian Fiskal Regional Provinsi Sumatera Utara triwulan I ini adalah : 1. Memperoleh data/informasi profil dan perkembangan kondisi fiskal pada Provinsi Sumatera Utara yang terdokumentasi dengan baik, sistematis dan memenuhi kaidah ilmiah. 2. Melihat apakah penggunaan APBN oleh pemerintah sudah tepat sasaran. Kajian Fiskal Regional Triwulan I Prov. Sumatera Utara Page 4

25 KANWIL DITJEN PERBENDAHARAAN PROVINSI SUMATERA UTARA 3. Memberikan masukan baik bagi Pemerintah Pusat maupun Daerah dalam hal penyusunan kebijakan fiskal di masa yang akan datang yang berkaitan dengan perencanaan, pelaksanaan, pengendalian, dan evaluasi dari APBN dan APBD. 4. Data dan informasi pada laporan kajian tersebut dapat bermanfaat bagi Kanwil Ditjen Perbendaharaan untuk melakukan tugas pembinaan dan koordinasi dengan stakeholders (Satuan Kerja K/L, Pemerintah Daerah, BI dan pengamat ekonomi). 5. Menambah wawasan dan pengetahuan dalam bidang ekonomi makro, khususnya tentang kebijakan fiskal dan pengaruhnya terhadap pertumbuhan ekonomi domestik bagi penyusun dan stakeholders terkait. 6. Mengetahui pengaruh kebijakan fiskal pemerintah pusat terhadap perekonomian di Sumatera Utara. 7. Sebagai output dari pelaksanaan tugas dan fungsi baru Kanwil Ditjen Perbendaharaan di bidang pengelolaan fiskal. 8. Sebagai sarana pelaporan kepada Kantor Pusat Ditjen Perbendaharaan untuk menjadi masukan dalam menyusun kajian fiskal secara nasional/komprehensif. 9. Sebagai media informasi yang bernilai strategis kepada para mitra kerja Kanwil Direktorat Jenderal Perbendaharaan Provinsi Sumatera Utara, baik Satuan Kerja maupun Pemerintah Daerah Provinsi/Kabupaten/Kota se-sumatera Utara. C. Metodologi Penyusunan Kebijakan fiskal yang dilakukan pemerintah dituangkan dalam APBN/APBD. Untuk meningkatkan kesejahteraan masyarakat diperlukan peranan pemerintah dalam mendorong perkembangan ekonomi, melalui penciptaan iklim usaha yang menarik, agar dapat mendorong peningkatan investasi di tengah masyarakat. Pemerintah perlu mempunyai program pengembangan aktivitas ekonomi dan pemerintah juga perlu menggali dan memanfaatkan semua sumber daya ekonomi dengan baik, sehingga aktivitas ekonomi masyarakat meningkat. Lokasi kajian ini adalah Provinsi dan Kabupaten/ Kota di Provinsi Sumatera Utara. Rentang waktu kajian adalah Triwulan I (Januari-Maret) tahun 2011, 2012, dan 2013 Kajian Fiskal Regional Triwulan I Prov. Sumatera Utara Page 5

26 KANWIL DITJEN PERBENDAHARAAN PROVINSI SUMATERA UTARA Jenis data yang digunakan dalam kajian ini adalah data sekunder. Data yang dibutuhkan untuk menjadi bahan analisis dalam kajian ini adalah perkembangan inflasi, Perkembangan PDRB, Anggaran Penerimaan dan Belanja Negara, Anggaran Penerimaan dan Belanja Daerah, Aset satker pengelola PNBP dan Aset BLU Pusat dan Daerah. Teknik pengumpulan data dilakukan dengan mengolah dan menyajikan data sekunder ke dalam tabel dan bentuk lain. Sumber data dalam kajian ini berasal dari Kantor Wilayah Ditjen Perbendaharaan Provinsi Sumatera Utara, Kantor Pelayanan Perbendaharaan Negara (KPPN) di Provinsi Sumatera Utara, Direktorat Sistem Perbendaharaan Ditjen Perbendaharaan, Badan Pusat Statistik, Pemerintah Daerah, dan sumber-sumber lainnya. Data dianalisis menggunakan metoda analisa kuantitatif dengan membandingkan beberapa variabel ekonomi sehingga diperoleh rasio-rasio yang dapat digunakan untuk mengukur kinerja fiskal regional, seperti: 1. Rasio pendapatan terhadap PDRB 2. Rasio pendapatan per kapita 3. Rasio belanja APBN 4. Rasio total belanja terhadap populasi 5. Rasio belanja pegawai 6. Rasio belanja modal pemerintah pusat 7. Rasio belanja modal 8. Rasio belanja bidang pelayanan publik dan birokrasi 9. Rasio belanja bidang infrastruktur 10. Rasio belanja bidang kesehatan 11. Rasio belanja bidang pendidikan 12. Rasio belanja bidang kesejahteraan dan penanggulangan kemiskinan 13. Rasio surplus/defisit terhadap agregat pendapatan 14. Rasio surplus/defisit terhadap PDRB 15. Rasio SILPA terhadap alokasi belanja 16. Rasio pinjaman daerah terhadap total pembiayaan 17. Rasio keseimbangan primer Kajian Fiskal Regional Triwulan I Prov. Sumatera Utara Page 6

27 KANWIL DITJEN PERBENDAHARAAN PROVINSI SUMATERA UTARA BAB II PERKEMBANGAN EKONOMI REGIONAL A. Perkembangan Indikator Harga, Pendapatan dan Konsumsi 1. Inflasi Inflasi merupakan variable penting dalam penyusunan kebijakan fiskal daerah yang tercermin dalam APBD, maupun pengaruhnya terhadap realisasi anggaran Pemerintah Daerah. Inflasi triwulanan Provinsi Sumatera Utara pada triwulan I2013 tercatat sebesar 2,54% (qtq) atau 5,82% (yoy). Realisasi inflasi Sumatera Utara Triwulan I-2013, di bawah inflasi nasional sebesar 5,90% (yoy). Realisasi inflasi Sumatera Utara pada periode ini menduduki peringkat ke-15 untuk provinsi yang memiliki level inflasi terendah setelah Aceh, Maluku, Sulawesi Tenggara, Kepulauan Riau, Maluku Utara, Sulawesi Barat, Sulawesi Selatan, Gorontalo, Nusa Tenggara Barat, Sumatera Selatan, Kalimantan Selatan, Riau, Jakarta, dan Jawa Barat. Inflasi Sumut Triwulan I Tahun 2013 (yoy) dapat dilihat pada Gambar 2.1. Tingkat inflasi bulanan (mtm) di 4 (empat) kota terpilih Provinsi Sumatera Utara (Gambar 2. 2 dan Gambar 2. 3) semuanya mengalami penurunan laju inflasi bahkan di bulan Maret 2013 terdapat 2 (dua) kota yang mengalami deflasi yaitu Kota Sibolga sebesar 0.18% dan Kota Padang Sidempuan sebesar 0.50% Kajian Fiskal Regional Triwulan I Prov. Sumatera Utara Page 7

28 KANWIL DITJEN PERBENDAHARAAN PROVINSI SUMATERA UTARA Gambar 2.1. Inflasi triwulan I Tahun 2013 (yoy) Sumber : BPS Gambar 2.2 Inflasi bulanan (mtm) Nasional Prov. Sumut Medan Pmtg Siantar Sibolga Pdg Sidempuan 5.00 Inflasi (%) Jan-13 Peb-13 Mar-13 Sumber : BPS Prov. Sumut Kajian Fiskal Regional Triwulan I Prov. Sumatera Utara Page 8

29 KANWIL DITJEN PERBENDAHARAAN PROVINSI SUMATERA UTARA Gambar 2.3. Inflasi Triwulanan (qtq) Nasional Prov. Sumut Medan Pmtg Siantar Sibolga Pdg Sidempuan Inflasi (%) Triw. III 2012 Triw. IV 2012 Triw. I 2013 Sumber : BPS Prov. Sumut Sementara itu, secara triwulanan keempat kota yang dihitung inflasinya di Sumut semuanya mengalami penurunan dari triwulan IV tahun 2012 ke triwulan I tahun 2013 kecuali Kota Sibolga yang mengalami peningkatan dari 3.30% menjadi 3.71%. Di triwulan I tahun 2013 Kota Padang Sidempuan mengalami tingkat inflasi yang paling rendah sebesar 1.08%. 2. Produk Domestik Regional Bruto (PDRB) Kebijakan Fiskal Pemerintah Daerah yang dituangkan dalam APBD maupun alokasi dana APBN di daerah (DIPA kewenangan Kantor Pusat K/L, dana Dekonsentrasi, Dana Tugas Pembantuan, dan Dana Urusan Bersama) merupakan salah satu variable pendorong pertumbuhan ekonomi di daerah, disamping konsumsi dan investasi. Pada tahun 2011 laju pertumbuhan PDRB Sumatera Utara menurut harga konstan tahun 2000 sebesar 6,58% dan menurut harga berlaku sebesar 13,95%. Secara nasional di tahun 2012 pertumbuhan ekonomi Sumatera Utara sebesar 6,13% lebih tinggi dibanding pertumbuhan ekonomi nasional sebesar 6,08%. Kajian Fiskal Regional Triwulan I Prov. Sumatera Utara Page 9

30 KANWIL DITJEN PERBENDAHARAAN PROVINSI SUMATERA UTARA Pertumbuhan Ekonomi Sumatera Utara, yang diukur berdasarkan kenaikan Produk Domestik Regional Bruto (PDRB) atas dasar harga konstan 2000, pada triwulan I tahun 2013 meningkat 2,04 % dibanding triwulan IV tahun 2012 (q-toq). Peningkatan ini didukung oleh pertumbuhan pada sebagian besar sektor ekonomi, kecuali Sektor Pertambangan dan Penggalian, Sektor Industri Pengolahan, Sektor Bangunan, dan Sektor Keuangan, Persewaan dan Jasa Perusahaan dan Sektor Jasa-jasa yang mengalami penurunan. Pertumbuhan tertinggi dicapai oleh Sektor Pertanian sebesar 6,55 %, disusul oleh Sektor Perdagangan, Hotel, dan Restoran 6,24 %, Sektor Pengangkutan dan Komunikasi 1,81 %, dan Sektor Listrik, Gas, dan Air Bersih 0,43 %. Besaran PDRB Sumatera Utara pada triwulan I tahun 2013 atas dasar harga berlaku mencapai Rp.96,50 triliun, sedangkan atas dasar harga konstan 2000 sebesar Rp.35,04 triliun. Bila dibandingkan dengan triwulan I tahun 2012 (y-ony), perekonomian Sumatera Utara pada triwulan I tahun 2013 tumbuh sebesar 6,14 %. Gambar 2.4. Perkembangan PDRB Prov. Sumut Tahun qtq yoy I II III IV I Sumber : BPS Prov. Sumut Kajian Fiskal Regional Triwulan I Prov. Sumatera Utara Page 10

31 KANWIL DITJEN PERBENDAHARAAN PROVINSI SUMATERA UTARA 3. Gini Ratio Salah satu tujuan kebijakan fiskal yang pro poor dan pro job adalah meningkatkan pendapatan masyarakat menengah ke bawah yang akhirnya akan mendorong pertumbuhan ekonomi daerah yang inklusif dan merata. Gini ratio mencerminkan ketimpangan distribusi pendapatan masyarakat yang tidak merata. Berdasarkan gambar 2.5, sampai dengan tahun 2011 tingkat kesejahteraan masyarakat di Provinsi Sumatera Utara, yakni Kab. Labuhan Batu Selatan mengalami pemerataan dengan distribusi pendapatan terendah yaitu mencapai sedangkan yang tertinggi terjadi di Kab. Nias Barat sebesar Gambar 2.5. Perkembangan Gini Ratio Prov. Sumut Tahun Nias Barat Gunung Sitoli Tapanuli Tengah Tanjung Balai Tapanuli Utara Asahan Langkat Tebing Tinggi Sumatera Utara Binjai Samosir Sibolga Batubara Pakpak Bharat Mandailing natal Simalungun Humbang Hasundutan Nias Utara Padang Lawas Labuhan Batu Pematang Siantar Dairi Padang Sidimpuan Nias Selatan Nias Tapanuli Selatan Deli Serdang Toba Samosir Padang Lawas Utara Medan Serdang Bedagai Karo Labuhan Batu Utara Labuhan Batu Selatan Sumber : BPS Prov. Sumut Kajian Fiskal Regional Triwulan I Prov. Sumatera Utara Page 11

32 KANWIL DITJEN PERBENDAHARAAN PROVINSI SUMATERA UTARA B. Perkembangan Indikator Demografis Dampak atau outcome dari suatu kebijakan fiskal melalui alokasi anggaran (pemerintah pusat dan daerah) pada suatu wilayah antara lain adalah memperbaiki kualitas kesejahteraan yang umumnya terrefleksikan pada indikator-indikator demografis wilayah antara lain : 1. Indeks Pembangunan Manusia (Human Development Index/HDI) HDI merupakan indeks komposit yang mencerminkan tingkat harapan hidup, pendidikan dan pendapatan masyarakat suatu wilayah. Berdasarkan data per 27 Agustus 2012 bahwa di Provinsi Sumatera Utara, Kota Pematang Siantar mempunyai tingkat harapan hidup paling tinggi di Sumatera utara sebesar 72.16, sementara yang terendah adalah Kab. Mandailing Natal sebesar Kota Medan menempati peringkat ketiga setelah Kab. Karo yaitu sebesar Kab. Tapanuli Selatan memiliki tingkat angka melek huruf tertinggi di Sumatera Utara sebesar dan terendah Kab. Nias Barat sebesar Adapun Kota Pematang Siantar memiliki tingkat rata-rata sekolah sebesar dan terendah adalah Kab. Nias Barat sebesar Dilihat dari segi pengeluaran riil per kapita Kab. Toba Samosir menduduki peringkat pertama dengan angka dan terendah Kab. Nias Selatan sebesar Secara nasional, Provinsi Sumatera Utara menempati peringkat kedelapan dalam ranking nasional dengan angka IPM sebesar atau dalam kategori menengah atas (66<IPM<80). Peringkat pertama diperoleh DKI Jakarta dengan angka IPM sebesar Di Sumatera Utara, Kota Pematang Siantar menempati peringkat tertinggi angka IPM sebesar atau lebih tinggi dari DKI Jakarta, sementara tingkat angka IPM terendah adalah Kab. Nias Barat sebesar Kajian Fiskal Regional Triwulan I Prov. Sumatera Utara Page 12

33 KANWIL DITJEN PERBENDAHARAAN PROVINSI SUMATERA UTARA Gambar 2.6. Perkembangan IPM Prov. Sumut Tahun SUMATERA UTARA Nias Mandailing Natal Tapanuli Selatan Tapanuli Tengah Tapanuli Utara Toba Samosir Labuhan Batu Asahan Simalungun Dairi Karo Deli Serdang Langkat Nias Selatan Humbang Hasundutan Pakpak Barat Samosir Serdang Bedegai Batu Bara Padang Lawas Utara Padang Lawas Labuhan Batu Selatan Labuhan Batu Utara Nias Utara Nias Barat Kota Sibolga Kota Tanjung Balai Kota Pematang Siantar Kota Tebing Tinggi Kota Medan Kota Binjai Kota Padang Sidempuan Gunung Sitoli Sumber : BPS Prov. Sumut 2. Laju Pertumbuhan Penduduk Laju pertumbuhan penduduk merupakan tingkat pertambahan penduduk per tahun dalam jangka waktu tertentu yang dinyatakan sebagai persentase dari penduduk dasar. Berdasarkan laju pertumbuhan penduduk tahun , kondisi bulan Juni 2012, penduduk Sumatera Utara mencapai jiwa atau mengalami pertumbuhan sebesar 1.22%. Angka tersebut masih lebih rendah dibanding laju pertumbuhan penduduk secara nasional sebesar 1.58%. Di Provinsi Sumatera Utara tingkat laju pertumbuhan tertinggi dialami Kab. Padang Lawas sebesar 3.78% dengan jumlah mencapai jiwa. Sementara Kab. Samosir mengalami penurunan laju pertumbuhan penduduk sebesar -0.88% menjadi jiwa. Kajian Fiskal Regional Triwulan I Prov. Sumatera Utara Page 13

34 KANWIL DITJEN PERBENDAHARAAN PROVINSI SUMATERA UTARA Gambar 2.7. Laju Pertumbuhan Penduduk Prov. Sumut per Juni 2012 Laju Pertumbuhan Penduduk Sumber : BPS Prov. Sumut 3. Ketenagakerjaan Angkatan Kerja adalah penduduk yang sudah memasuki usia kerja. Baik yang sudah bekerja maupun belum bekerja atau sedang mencari pekerjaan. Hasil Survei Angkatan Kerja Nasional Pebruari 2012 dan Pebruari 2013 Provinsi Sumatera Utara menunjukan bahwa angkatan kerja di bulan Pebruari 2013 menurun menjadi orang dibanding Pebruari 2012 sebesar orang. Sementara tingkat pengangguran terbuka bulan Pebruari 2013 juga cenderung menurun menjadi 6.01% dibanding bulan Pebruari 2012 sebesar 6.31%. Dari total orang pekerja posisi bulan Pebuari 2013, yang bekerja di sektor informal lebih mendominasi dengan prosentase sebesar 61.13% dibanding sektor formal sebesar 38.87%. Dilihat dari tingkat partisipasi angkatan kerja sampai akhir tahun 2012 di Provinsi Sumatera Utara, Kab. Humbang Hasundutan memiliki tingkat partisipasi yang paling tinggi sebesar 91.68% dan terendah pada Kab. Labuhan Batu sebesar 59.48%. Sementara Kota Medan sendiri memiliki tingkat partisipasi yang cukup rendah (ketiga terendah) sebesar 62.65%. Kajian Fiskal Regional Triwulan I Prov. Sumatera Utara Page 14

35 KANWIL DITJEN PERBENDAHARAAN PROVINSI SUMATERA UTARA Gambar 2.8. TPAK Prov. Sumut Tahun 2012 Kota Gunung Sitoli Kota Binjai Kota Padang Sidempuan Kota Medan Kota Tebing Tinggi Kota Pematang Siantar Kota Sibolga Kota Tanjung Balai Kab. Nias Barat Kab. Nias Utara Kab. Labuhan Batu Utara Kab. Padang Lawas Kab. Labuhan Batu selatan Kab. Batu Bara Kab. Padang Lawas Utara Kab. Samosir Kab. Serdang Bedagai Kab. Pakpak Bharat Kab. Humbang Hasundutan Kab. Langkat Kab. Nias Selatan Kab. Karo Kab. Deli Serdang Kab. Dairi Kab. Asahan Kab. Simalungun Kab. Toba Samosir Kab. Labuhan Batu Kab. Tapanuli Utara Kab. Tapanuli Tengah Kab. Tapanuli Selatan Kab. Nias Kab. Mandailing Natal Tingkat Partisipasi Angkatan Kerja (%) Sumber : BPS Prov. Sumut Dengan kenaikan Upah Minimum Provinsi (UMP) Sumatera Utara pada tahun 2013 yang ditetapkan melalui Surat Keputusan (SK) Gubernur Sumut Nomor /711/KPTS/2012 tanggal 29 November 2012 sebesar 14,58% dibandingkan UMP Sumatera Utara tahun 2012, yaitu dari Rp ,menjadi sebesar Rp ,- dan Upah Minimum Kota (UMK) Medan tahun 2013 meningkat sebesar 28,40% dibandingkan UMK Medan tahun 2012, yaitu dari Rp ,- menjadi sebesar Rp ,-, dalam jangka pendek, kenaikan UMP dan UMK tersebut diperkirakan tidak akan berpengaruh negatif secara signifikan terhadap pertumbuhan ekonomi, walaupun untuk perusahaan tertentu yang memiliki skala kecil dengan margin yang tipis akan terkena dampaknya karena tidak memiliki ruang yang cukup untuk mengurangi margin akibat kenaikan biaya tenaga kerja serta tidak memiliki kemampuan untuk menaikkan harga jual karena akan menekan penjualan. Namun demikian apabila tekanan untuk menaikkan UMP dan UMK terus berlanjut dalam besaran yang cukup besar disertai demonstrasi di tahun-tahun berikutnya maka diperkirakan akan meningkatkan ketidakpastian usaha dalam iklim investasi di Sumatera Utara. Kajian Fiskal Regional Triwulan I Prov. Sumatera Utara Page 15

36 KANWIL DITJEN PERBENDAHARAAN PROVINSI SUMATERA UTARA 4. Kesejahteraan Tingkat Kesejahteraan suatu daerah dapat diukur dari persentase penduduk miskin di daerah tersebut. Berdasarkan data tahun 2011, jumlah penduduk miskin terendah di Provinsi Sumatera Utara adalah Kab. Pakpak Bharat sebesar jiwa (13.16%) sementara tertinggi dimiliki Kota Medan yaitu sebesar jiwa (9.63%). Akan tetapi, secara persentase, Kota Gunung Sitoli memiliki tingkat penduduk miskin terbesar yaitu 32.12% dan Kab. Deli Serdang memiliki tingkat penduduk miskin terendah sebesar 5.10%. Secara keseluruhan, berdasarkan hasil Survei Ekonomi Nasional (Susenas) yang dilaksanakan pada bulan September 2012, jumlah penduduk miskin di Sumatera Utara (Sumut) sebanyak orang atau 10,41% dari total penduduk Sumut. Kondisi tersebut lebih baik jika dibandingkan dengan hasil (Susenas) sebelumnya pada Maret 2012 sebanyak orang atau 10,67%. Dengan demikian, terdapat penurunan jumlah penduduk miskin sebanyak orang. Gambar 2.9. Jumlah Penduduk Miskin Prov. Sumut Tahun (ribuan) Kota Gunung Sitoli Kota Binjai Kota Padang Sidempuan Kota Medan Kota Tebing Tinggi Kota Pematang Siantar Kota Sibolga Kota Tanjung Balai Kab. Nias Barat Kab. Nias Utara Kab. Labuhan Batu Utara Kab. Padang Lawas Kab. Labuhan Batu Selatan Kab. Batubara Kab. Padang Lawas Utara Kab. Samosir 2011 Kab. Serdang Bedagai Kab. Pakpak Bharat Kab. Humbang Hasundutan Kab. Langkat Kab. Nias Selatan Kab. Deli Serdang Kab. Dairi Kab. Karo Kab. Asahan Kab. Simalungun Kab. Toba Samosir Kab. Labuhan Batu Kab. Tapanuli Utara Kab. Tapanuli Selatan Kab. Tapanuli Tengah Kab. Nias Kab. Mandailing Natal 2010 Sumber : BPS Prov. Sumut, Data diolah Jumlah penduduk miskin di perkotaan pada periode laporan tercatat sebanyak orang atau sebanyak 10,28% dari jumlah total penduduk perkotaan. Pada periode sebelumnya, jumlah penduduk miskan di perkotaan tercatat Kajian Fiskal Regional Triwulan I Prov. Sumatera Utara Page 16

37 KANWIL DITJEN PERBENDAHARAAN PROVINSI SUMATERA UTARA sebanyak orang atau 10,32% dari total penduduk perkotaan. Sementara itu jumlah penduduk miskin Sumut yang berada di pedesaan pada September 2012 tercatat sebanyak orang, atau 10,53% dari jumlah penduduk di pedesaan. Angka ini turun dari bulan Maret 2012 yang tercatat sebesar orang atau 11,01% dari jumlah penduduk di pedesaan. Dengan demikian pada bulan September 2012 telah terjadi penurunan jumlah penduduk miskin baik di perkotaan maupun pedesaan bila dibandingkan dengan bulan Maret Gambar Jumlah Penduduk Miskin Prov. Sumut Tahun 2012 (dalam ribuan) Perkotaan Pedesaan Maret '12 Sept '12 Sumber : KPw BI Wilayah IX dan BPS Prov. Sumut, data diolah C. Perkembangan Indikator Sektor Terpilih 1. Kesehatan Salah satu indikator penting dalam rangka mengukur perkembangan suatu daerah adalah indikator di sektor kesehatan. Semakin banyak fasilitas kesehatan dan tenaga kesehatan yang tersedia di daerah tersebut maka akses terhadap fasilitas kesehatan akan semakin mudah. Pada tahun 2011, tingkat rasio puskesmas per penduduk di kabupaten/kota Sumatera Utara masih terbilang rendah. Dengan tingkat rasio tertinggi di Kab. Pakpak Bharat sebesar 1,96 dan terendah di Kab. Deli Serdang Kajian Fiskal Regional Triwulan I Prov. Sumatera Utara Page 17

38 KANWIL DITJEN PERBENDAHARAAN PROVINSI SUMATERA UTARA sebesar 0.18, yang berarti dengan jumlah penduduk sebanyak orang hanya dilayani oleh 1 (satu) puskesmas. Gambar Rasio Jumlah Puskesmas di Prov. Sumut Tahun 2011 Sumatera Utara 78. Gunung Sitoli 76. B i n j a i 77. Padangsidimpuan 75. M e d a n 74. Tebing Tinggi 72. Tanjungbalai 73. Pematangsiantar 25. Nias Barat 71. S i b o l g a 24. Nias Utara 22. Labuhan Batu 23. Labuhan Batu Utara 21. Padang Lawas 19. Batu Bara 20. Padang Lawas Utara 17. Samosir 18. Serdang Bedagai 16. Pakpak Bharat 15. Hbng Hasundutan 13. L a n g k a t 14. Nias Selatan 11. K a r o 12. Deli Serdang 10. D a i r i 08. A s a h a n 09. Simalungun 06. Toba Samosir 07. Labuhan Batu 05. Tapanuli Utara 04. Tapanuli Tengah 03. Tapanuli Selatan 01. N i a s 02. Mandailing Natal Rasio Puskesmas Per Penduduk Sumber : BPS Prov. Sumut, data diolah Sementara jumlah rumah sakit baik pemerintah maupun swasta, Kota Medan memiliki 79 (tujuh puluh sembilan) rumah sakit dan 3 (tiga) kabupaten/kota tidak memiliki rumah sakit yaitu Kab. Nias Utara, Nias Barat dan Kota Gunung Sitoli. Gambar Jumlah Rumah Sakit di Prov. Sumut Tahun Jumlah Rumah Sakit RSU Pemerintah Jumlah Rumah Sakit RSU Swasta Sumber : BPS Prov. Sumut, data diolah Untuk tenaga kesehatan dokter di Sumatera Utara, tingkat rasio tertinggi terdapat di Kota Binjai sebesar dan terendah di Kota Medan sebesar Sementara tenaga kesehatan bidan, Kab. Pakpak Bharat memiliki tingkat rasio tertinggi sebesar dan terendah Kota Medan sebesar Kajian Fiskal Regional Triwulan I Prov. Sumatera Utara Page 18

39 KANWIL DITJEN PERBENDAHARAAN PROVINSI SUMATERA UTARA Gambar Rasio Tenaga Kesehatan di Prov. Sumut Tahun 2011 Sumatera Utara 78. Gunung Sitoli 76. B i n j a i 77. Padangsidimpuan 75. M e d a n 74. Tebing Tinggi 72. Tanjungbalai 73. Pematangsiantar 25. Nias Barat 71. S i b o l g a 24. Nias Utara 22. Labuhan Batu 23. Labuhan Batu Utara Rasio Bidan 21. Padang Lawas 19. Batu Bara 20. Padang Lawas Utara 17. Samosir 18. Serdang Bedagai 16. Pakpak Bharat 15. Hbng Hasundutan 13. L a n g k a t 14. Nias Selatan 11. K a r o 12. Deli Serdang 10. D a i r i 09. Simalungun 01. N i a s 02. Mandailing Natal 03. Tapanuli Selatan 04. Tapanuli Tengah 05. Tapanuli Utara 06. Toba Samosir 07. Labuhan Batu 08. A s a h a n Rasio Dokter Sumber : BPS Prov. Sumut, data diolah 2. Pendidikan Indikator lain yang juga penting dalam rangka mengukur perkembangan suatu daerah adalah indikator di sektor pendidikan. Dengan semakin banyaknya fasilitas dan tenaga pendidikan yang tersedia di Sumatera Utara maka akses terhadap fasilitas pendidikan menjadi semakin mudah. Kemudahan akses terhadap fasilitas pendidikan tersebut dapat dilihat dari angka partisipasi sekolah dan persentase penduduk buta huruf. Di tingkat SD/MI, angka partisipasi sekolah tertinggi dimiliki Kota Medan sebesar siswa dan terendah terjadi di Kab. Pakpak Bharat yaitu sebesar siswa. Di tingkat SLTP/MTs, angka partisipasi sekolah tertinggi terdapat di Kab. Deli Serdang dengan jumlah siswa dan terendah terjadi di Kab. Pakpak Bharat sebesar siswa. Untuk tingkat SLTA/MA, Kota Medan memiliki angka partisipasi sekolah tertinggi sebesar siswa dan Kab. Karo menjadi yang terendah dengan angka partisipasi sekolah sebesar siswa. Apabila dilihat secara persentase, jumlah penduduk yang masih sekolah pada kelompok umur tahun, Kab. Labuhan Batu Selatan memiliki tingkat yang sangat rendah yaitu sebesar 4,28%. Sementara Kota Padang Sidempuan menjadi peringkat teratas dengan angka sebesar 32,17 %, lebih baik dari Kota Medan yang hanya menempati urutan kedua sebesar 31,50%. Kajian Fiskal Regional Triwulan I Prov. Sumatera Utara Page 19

40 KANWIL DITJEN PERBENDAHARAAN PROVINSI SUMATERA UTARA Gambar Angka Partisipasi Sekolah di Prov. Sumut Tahun 2011 SD/MI SLTP/MTs SLTA/MA 500, , , ,000 Gunungsitoli Binjai Padangsidimpuan Medan Tebing Tinggi Pematangsiantar Sibolga Tanjungbalai Nias Barat Nias Utara Labuhanbatu Utara Padang Lawas Labuhanbatu Selatan Batubara Padang Lawas Utara Samosir Serdang Bedagai Pakpak Bharat Humbang Hasundutan Langkat Nias Selatan Karo Deli Serdang Dairi Asahan Simalungun Labuhanbatu Toba Samosir Tapanuli Utara Tapanuli Tengah Tapanuli Selatan Nias - Mandailing Natal 100,000 Sumber : BPS Prov. Sumut, data diolah Dengan tingkat rata-rata angka partisipasi sekolah sebesar 64,34%, Kab. Nias Barat memiliki persentase buta huruf tertinggi di Sumatera Utara yaitu sebesar 15,54%. Dan Kab. Tapanuli Selatan paling rendah persentase buta hurufnya yang hanya mencapai angka 0.17%. Secara keseluruhan di Provinsi Sumatera Utara, tingkat persentase buta huruf sebesar 2,54% atau lebih rendah dari persentase buta huruf nasional. Gambar Persentase Buta Huruf di Prov. Sumut Tahun 2011 Gunungsitoli Sumatera Utara Padangsidimpuan Binjai Medan Tebing Tinggi Pematangsiantar Tanjungbalai Sibolga Nias Barat Nias Utara Labuhanbatu Utara Labuhanbatu Selatan Padang Lawas Padang Lawas Utara Batubara Samosir Serdang Bedagai Pakpak Bharat Nias Selatan Humbang Hasundutan Langkat Deli Serdang Karo Dairi Simalungun Asahan Labuhanbatu Toba Samosir Tapanuli Utara Tapanuli Tengah Tapanuli Selatan Nias Mandailing Natal Persentase Buta Huruf Sumber : BPS Prov. Sumut, data diolah Kajian Fiskal Regional Triwulan I Prov. Sumatera Utara Page 20

41 KANWIL DITJEN PERBENDAHARAAN PROVINSI SUMATERA UTARA 3. Pertanian Sebagai negara agraris tentunya tidak akan terlepas dari sektor pertanian. Kemajuan sektor pertanian akan berdampak positif terhadap penyediaan pangan bagi masyarakat di daerah. Kemajuan sektor pertanian tentunya akan ditandai dengan meningkatnya indeks nilai tukar petani. Nilai Tukar Petani (NTP) merupakan indikator yang mencerminkan kemampuan tukar produk pertanian yang dihasilkan petani terhadap barang atau jasa yang diperlukan untuk konsumsi rumah tangga petani. Pada triwulan I-2013 ini indeks NTP mengalami penurunan dibandingkan triwulan sebelumnya, dari 101,51 menjadi 100,78. Walaupun besarnya indeks NTP tersebut masih di atas 100, namun sangat sedikit margin antara yang diterima petani dengan yang harus dibayar oleh petani. Besarnya indeks NTP per subsektor pada triwulan I-2013 masing-masing tercatat sebesar 99,86 untuk subsektor padi & palawija (NTPP); 104,83 untuk subsektor hortikultura (NTPH); 100,09 untuk subsektor tanaman perkebunan rakyat (NTPR); 102,35 untuk subsektor peternakan (NTPT); dan 99,37 untuk subsektor perikanan (NTN). Gambar Indeks Nilai Tukar Petani Prov. Sumut Sumber : KPw BI Wilayah IX dan BPS Prov. Sumut 4. Transportasi Sektor transportasi juga merupakan indikator tingkat pertumbuhan ekonomi suatu daerah. Semakin banyak jalan yang dibangun untuk menghubungkan antar lokasi kegiatan ekonomi maka akan memperlancar kegiatan ekonomi Kajian Fiskal Regional Triwulan I Prov. Sumatera Utara Page 21

42 KANWIL DITJEN PERBENDAHARAAN PROVINSI SUMATERA UTARA masyarakat. Selain itu juga, dengan banyaknya jalan yang dibangun untuk menghubungkan daerah satu dengan daerah lain maka pertukaran komoditi antar daerah penghasil akan semakin lancar. Gambar Panjang Jalan Negara, Provinsi, Kabupaten/Kota (KM) di Prov. Sumut Tahun Gunungsitoli 76. Binjai 77. Padangsidimpuan 75. Medan 74. Tebing Tinggi 73. Pematangsiantar 71. Sibolga 72. Tanjungbalai 25. Nias Barat 24. Nias Utara 23. Labuhanbatu Utara 21. Padang Lawas 22. Labuhanbatu Selatan 19. Batu Bara 20. Padang Lawas Utara 17. Samosir Jalan Kab/Kota 18. Serdang Bedagai 16. Pakpak Bharat 15. Humbang Hasundutan 13. Langkat 14. Nias Selatan 11. Karo Jalan Prov. 12. Deli Serdang 10. Dairi 08. Asahan 09. Simalungun 07. Labuhanbatu 06. Toba Samosir 05. Tapanuli Utara 04. Tapanuli Tengah 03. Tapanuli Selatan 01. Nias Jalan Negara 02. Mandailing Natal 3,500 3,250 3,000 2,750 2,500 2,250 2,000 1,750 1,500 1,250 1, Sumber : BPS Prov. Sumut, data diolah Kajian Fiskal Regional Triwulan I Prov. Sumatera Utara Page 22

43 KANWIL DITJEN PERBENDAHARAAN PROVINSI SUMATERA UTARA BAB III PERKEMBANGAN PELAKSANAAN ANGGARAN PUSAT A. I - Account Provinsi Sumatera Utara TA Pada Tahun Anggaran (TA) 2013, Pemerintah Pusat menargetkan pendapatan Negara sebesar Rp.19,9 triliun dari Provinsi Sumatera Utara, sedangkan belanja diperkirakan sebesar Rp.17,3 Trilliun. Dengan demikian diperkirakan terdapat surplus pendapatan sebesar Rp 2,6 triliun. Adapun Rincian dari pendapatan dan belanja dapat dilihat dalam tabel 2.1. Tabel 3.1 Rincian Pendapatan Dan Belanja Tahun 2013 (dalam milyar rupiah) URAIAN PENDAPATAN NEGARA PENDAPATAN DALAM NEGERI Penerimaan Pajak Penerimaan Negara Bukan Pajak Penerimaan Hibah BELANJA NEGARA BELANJA PEMERINTAH PUSAT Belanja K/L Belanja Non K/L TRANSFER KE DAERAH Dana Perimbangan Dana Otsus dan Penyesuaian SURPLUS/DEFISIT ANGGARAN % Surplus/DefisitTerhadap PDB PEMBIAYAAN Pembiayaan Dalam Negeri Pembiayaan Luar Negeri Sumber: Kanwil DJPBN Prov. Sumut TAHUN 2013 PAGU APBN REALISASI 19, , , , , , , , , , , , , , % - % Dari sisi realisasi, pada triwulan I TA 2013 realisasi pendapatan Negara mencapai 25, 89% dari target. Namun tidak demikian halnya dengan belanja, pada triwulan I 2013 realisasi belanja hanya mencapai 8,63% (Rp1,5 triliun). Kajian Fiskal Regional Triwulan I Prov. Sumatera Utara Page 23

44 KANWIL DITJEN PERBENDAHARAAN PROVINSI SUMATERA UTARA B. Pendapatan Pemerintah Pusat Terdapat dua sumber penerimaan bagi pemerintah pusat yaitu penerimaan perpajakan dan penerimaan negara bukan pajak. Pada TA 2013 penerimaan perpajakan tetap menjadi sumber utama pendapatan yaitu dengan porsi 98.15% dari total pendapatan (Rp19.5 triliun). Adapun rincian kedua sumber pendapatan tersebut adalah sebagai berikut: 1. Penerimaan Perpajakan Penerimaan Pajak Dalam Negeri bila dibandingkan penerimaan pada triwulan I TA 2011 sampai dengan 2013 pada umumnya menunjukkan peningkatan, terutama untuk penerimaan Pajak Pertambahan Nilai, Cukai dan Pajak Lainnya. Tabel 3.2. Perkembangan Penerimaan Perpajakan pada Triwulan I TA No. Jenis Penerimaan Perpajakan A 1 Pajak Dalam Negeri Pajak Penghasilan - PPh Non Migas - PPh Fiskal 2 Pajak Pertambahan Nilai 3 Pajak Bumi dan Bangunan 4 Cukai 5 Pajak Lainnya B Pajak Perdagangan Internasional 1 Bea Masuk 2 Bea Keluar JUMLAH Realisasi (dalam miliar rupiah) Triwulan I Triwulan I Triwulan I TA 2011 TA 2012 TA , , , , , , , , , , , , , , , , , , Sumber: Kanwil DJPBN Prov. Sumut Berbeda halnya dengan penerimaan dari Pajak Perdagangan Internasional, bila dibandingkan penerimaan pada Triwulan I TA.2011 s/d 2013 terjadi penurunan yang cukup signifikan dari Rp1,729 triliun pada 2011 menjadi Rp623 milyar Kajian Fiskal Regional Triwulan I Prov. Sumatera Utara Page 24

45 KANWIL DITJEN PERBENDAHARAAN PROVINSI SUMATERA UTARA pada TA Hal ini disebabkan penurunan penerimaan Bea Keluar dari tahun ke tahun. Gambar 3.1. Jumlah Penerimaan Pajak Di Provinsi Sumatera Utara Triwulan I Tahun 2013 Jumlah Penerimaan Pajak TW I TA dalam milliar Rupiah Januari Februari PPh Non Migas Pajak Pertambahan Nilai Cukai Bea Masuk Maret PPh Fiskal Pajak Bumi dan Bangunan Pajak Lainnya Bea Keluar Sumber: Dit. SP, Kanwil DJPBN Prov. Sumut, data diolah Pada penerimaan pajak per bulan Triwulan I TA 2013, dapat dilihat bahwa peningkatan penerimaan yang signifikan terjadi pada penerimaan PPh Non Migas dan Pajak Pertambahan Nilai sedangkan penerimaan yang lain hampir bersifat flat. 2. Penerimaan Bukan Pajak Pemerintah Pusat a. Perkembangan PNBP per Jenis PNBP Penyumbang terbesar Penerimaan Negara Bukan Pajak pada Provinsi Sumatera Utara diperoleh dari Pendapatan Lain-lain yang mencapai Rp76,93 milyar pada triwulan I TA Selanjutnya diikuti oleh pendapatan Jasa yang mencapai Rp17,14 milyar. Khusus Badan Layanan Kajian Fiskal Regional Triwulan I Prov. Sumatera Utara Page 25

46 KANWIL DITJEN PERBENDAHARAAN PROVINSI SUMATERA UTARA Umum, pendapatan PNBP yang diterima pada Bulan Maret 2013 mencapai Rp.7,23 milyar. Penerimaan PNBP Umum TW I TA dalam milliar RP Gambar 3.2. Penerimaan PNBP Umum Triwulan I Tahun Januari Februari Maret Penerimaan Sumber Daya Alam Pendapatan dari Pengelolaan BMN Pendapatan Iuran dan Denda Pendapatan Jasa Pendapatan Lain-lain Pendapatan BLU Sumber: Dit. SP, Kanwil DJPBN Prov. Sumut, data diolah b. Perkembangan PNBP Fungsional/ Kementerian/Lembaga Terdapat Sembilan jenis PNBP fungsional yaitu jasa rumah sakit, visa dan paspor, hak dan perijinan, sensor/karantina, nikah/talak/cerai/rujuk, jasa bandara, pelabuhan, navigasi, pengelolaan rekening TSA, jasa kepolisian, kejaksaaan dan peradilan tipikor, dan pendidikan. Berikut jumlah penerimaan PNBP fungsional pada triwulan I TA Kajian Fiskal Regional Triwulan I Prov. Sumatera Utara Page 26

47 KANWIL DITJEN PERBENDAHARAAN PROVINSI SUMATERA UTARA Gambar 3.3. Penerimaan PNBP Fungsional Triwulan I TA Penerimaan PNBP Fungsional TW I TA Jasa Rumah Sakit Visa, Paspor 35 Hak dan Perijinan 30 dalam milliar Rupiah Sensor/Karantina 25 NTCR 20 Jasa Bandara, Pelabuhan, Navigasi Pelayanan Pertanahan Pengelolaan Rekening TSA 5 0 Jasa Kepolisian Januari Februari Maret Sumber: Dit. SP, Kanwil DJPBN Prov. Sumut, data diolah Pada triwulan I TA.2013, penerimaan PNBP fungsional mencapai Rp83,84 milyar, dengan penerimaan terbesar diperoleh dari Jasa Kepolisian sebesar Rp.36,39 milyar, selanjutnya diikuti penerimaan dari Pelayanan Pertanahan yang menyumbang sebesar Rp16,32 milyar. Penyumbang terbesar ketiga adalah penerimaan dari visa dan paspor yang menyumbang sebesar Rp13,74 milyar. data penerimaan PNBP fungsional secara lengkap dapat dilihat pada lampiran 3.4. Kajian Fiskal Regional Triwulan I Prov. Sumatera Utara Page 27

48 KANWIL DITJEN PERBENDAHARAAN PROVINSI SUMATERA UTARA C. Belanja Pemerintah Pusat 1. Perkembangan Pagu dan Realisasi berdasarkan Bagian Anggaran/ Kementerian/Lembaga Gambar 3.4. Perkembangan Pagu dan Realisasi Berdasarkan Bagian Anggaran/Kementerian/Lembaga dalam milliar Rupiah Realisasi Belanja K/L dengan 15 Pagu Tertinggi pada TW I TA , % 2, % 2, % 1, % 1, % % Pagu % Realisasi Belanja Pegawai Total Realisasi % Realisasi Belanja Barang Sumber: Dit. SP, Kanwil DJPBN Prov. Sumut, data diolah Pada TA 2013, Kementerian Pekerjaan Umum merupakan kementerian yang mempunyai pagu tertinggi di wilayah Propinsi Sumatera Utara dengan pagu sebesar Rp2,89 triliun. Sampai dengan Triwulan I tingkat realisasi yang dimiliki hanya sebesar 5,99%. Tingkat realisasi ini dikategorikan rendah mengingat target realisasi nasional pada Indikator Kinerja Utama adalah sebesar 15%. Kajian Fiskal Regional Triwulan I Prov. Sumatera Utara Page 28

49 KANWIL DITJEN PERBENDAHARAAN PROVINSI SUMATERA UTARA Pada Triwulan I TA.2013 kementerian yang dapat mencapai target penyerapan adalah Kepolisian Negara Republik Indonesia dengan realisasi penyerapan sebesar 21,09% dan Kementerian Pertahanan sebesar 20,13%. Kementerian Dalam Negeri yang merupakan kementerian kesembilan dengan pagu tertinggi mempunyai tingkat realisasi yang paling rendah yaitu sebesar 1,27%. Hal ini tak jauh berbeda dengan Komisi Pemilihan Umum yang berada pada peringkat ke-11 untuk pagu tertinggi namun mempunyai tingkat realisasi yang sangat rendah yaitu sebesar 1,43%. Dari gambar 3.4 diatas dapat dilihat bahwa penyumbang besarnya tingkat penyerapan pada Kementerian/Lembaga masih didominasi dari tingginya tingkat penyerapan Belanja Pegawai. 2. Perkembangan Pagu dan Realisasi berdasarkan Jenis Belanja Gambar 3.5 Perkembangan Pagu dan Realisasi berdasarkan Jenis Belanja Perkembangan Belanja Pemerintah Pusat Berdasarkan jenis belanja pada TW I TA % 21.35% 20.39% 20.00% 20.14% 15.00% 10.00% 7.78% 5.48% 4.65% 5.00% 0.00% Belanja Pegawai Belanja Barang TW I % 2.86% 2.54% 2.76% 2.43% 0.01% Belanja Modal TW I 2012 Bantuan Sosial TW I 2013 Sumber: Dit. SP, Kanwil DJPBN Prov. Sumut, data diolah Kajian Fiskal Regional Triwulan I Prov. Sumatera Utara Page 29

50 KANWIL DITJEN PERBENDAHARAAN PROVINSI SUMATERA UTARA Berdasarkan gambar diatas dapat dilihat bahwa pola penyerapan triwulan I pada TA tidak terlalu berbeda. Belanja pegawai tetap mempunyai tingkat penyerapan diatas 20%. Namun demikian, terjadi penurunan tingkat penyerapan pada Belanja Barang pada tahun 2013 yaitu sebesar 3,13% bila dibandingkan penyerapan TA Penyerapan Belanja Modal TA.2013 menunjukkan hal yang berbeda dengan terjadinya peningkatan penyerapan sebesar 1,44% bila dibandingkan tahun sebelumnya. Khusus Bantuan Sosial, realisasi pada tahun 2013 hanya terjadi sebesar 0,01% dari pagu yang dianggarkan sebesar Rp1,79 triliun lampiran 3.6. Hal ini sangat berbeda dengan pola penyerapan sebelumnya yang mampu menunjukkan penyerapan sebesar 2,86% pada tahun 2011 dan 2,54% pada tahun Pagu dan Realisasi berdasarkan Fungsi dan Program Gambar 3.6 Perkembangan Belanja Pemerintah Pusat Berdasarkan Fungsi Perkembangan Belanja Pemerintah Pusat Berdasarkan Fungsi 25.00% 20.00% 15.00% 10.00% 5.00% 0.00% Pagu 2013 Realisasi TW 1 Sumber: Dit. SP, Kanwil DJPBN Prov. Sumut, data diolah Pada TA. 2013, fungsi ekonomi mempunyai pagu tertinggi yaitu sebesar Rp5,56 triliun dilanjutkan dengan fungsi Pelayanan umum sebesar Rp3,99 triliun dan Fungsi Pendidikan sebesar Rp3,46 triliun lampiran 3.8. Apabila dilihat dari sisi penyerapan anggaran, maka Fungsi Pertahanan mempunyai tingkat penyerapan tertinggi yaitu sebesar 20,14%, diikuti Fungsi Kajian Fiskal Regional Triwulan I Prov. Sumatera Utara Page 30

51 KANWIL DITJEN PERBENDAHARAAN PROVINSI SUMATERA UTARA Ketertiban dan Keamanan sebesar 17,66%, dan Fungsi Pelayanan Umum sebesar 11,59%. Secara kontras, Fungsi Perumahan dan Fasilitas Umum memilik tingkat penyerapan terendah yaitu sebesar 1,90%. Pada Triwulan I TA.2012, Fungsi Pertahanan, fungsi Pelayanan Umum,dan Fungsi Ketertiban dan Keamanan juga menjadi fungsi yang memiliki tingkat penyerapan tertinggi dengan tingkat penyerapan sebesar 22,39%, 15,84% dan 15,37%. Selain itu, Fungsi Perumahan dan Fasilitas Umum juga menjadi fungsi dengan tingkat penyerapan terendah yaitu sebesar 2,01%. Dari sisi realisasi belanja bila dibandingkan data pada program dengan 15 pagu tertinggi, maka pada TA program yang memiliki pagu tertinggi adalah pengelolaan ketenagalistrikan dengan pagu sebesar Rp.2.02 triliun. Namun demikian realisasi sampai dengan triwulan I 2013 hanya sebesar Rp milyar (2.67%). Tingkat realisasi tertinggi dimiliki oleh Program Dukungan Manajemen dan Pelaksanaan Tugas Teknis Lainnya Polri yaitu sebesar Rp milyar (23.83%) dari total pagu sebesar Rp milyar. Gambar 3.7 Tingkat Realisasi Belanja 15 Program dengan Pagu Tertinggi Triwulan I TA 2013 dalam milliar Rupiah Tingkat Realisasi Belanja 15 Program dengan Pagu Tertinggi TW I TA , , , , % 25.00% 23.83% 20.00% 19.72% 16.60% 15.00% 12.85% 10.00% 8.64% 7.84% 7.16% 7.11% 5.00% 2.74% 2.67% 1.68% 2.30% 1.58% 0.00% 1.62% 1.59% Pagu Realisasi TW I 2013 Persentase Sumber: Dit. SP, Kanwil DJPBN Prov. Sumut, data diolah Kajian Fiskal Regional Triwulan I Prov. Sumatera Utara Page 31

52 KANWIL DITJEN PERBENDAHARAAN PROVINSI SUMATERA UTARA Perkembangan Pagu dan Realisasi berdasarkan Jenis Kewenangan Gambar 3.8. Perkembangan Belanja Pemerintah Pusat berdasarkan dalam milliar rupiah Jenis Kewenangan Triwulan I TA Perkembangan Belanja Pemerintah Pusat berdasarkan Jenis Kewenangan Triwulan I TA % 12.00% 10.00% 8.00% 6.00% 4.00% 2.00% 0.00% Pagu 2011 Realisasi TW Pagu 2012 Realisasi TW Pagu 2013 Realisasi TW Sumber: Dit. SP, Kanwil DJPBN Prov. Sumut, data diolah Pada triwulan I TA.2013, belanja pemerintah yang merupakan kewenangan kantor Daerah (KD) mempunyai tingkat penyerapan tertinggi sebesar 10.65% dari pagu sebesar Rp8.88 triliun diikuti oleh Kewenangan Kantor Pusat (KP) sebesar 8.04%, Tugas Pembantuan sebesar 2.40%, Dekonsentrasi sebesar 1.47%, dan Urusan Bersama sebesar 0.05%. Apabila dibandingkan dengan tingkat penyerapan pada triwulan I TA.2011 s/d 2013, maka penyerapan kewenangan Kantor Pusat, Kantor Daerah dan Dekonsentrasi berada pada pola yang sama. Nam un berbeda dengan tingkat penyerapan Tugas Pembantuan, terjadi penurunan tingkat penyerapan yang cukup signifikan dari 8.81% pada TA menjadi 2.40% pada TA Demikian juga halnya dengan tingkat penyerapan pada kewenangan Urusan Bersama, terjadi penurunan tingkat penyerapan dari 0.87% pada TA.2012 menjadi 0.05% pada TA Kajian Fiskal Regional Triwulan I Prov. Sumatera Utara Page 32

53 KANWIL DITJEN PERBENDAHARAAN PROVINSI SUMATERA UTARA BAB IV PERKEMBANGAN PELAKSANAAN ANGGARAN DAERAH A. Profil APBD Provinsi/Kabupaten/Kota Anggaran Pendapatan Belanja Daerah merupakan salah satu mesin pendorong pertumbuhan ekonomi. Selain itu, APBD juga sebagai salah satu penentu tercapainya target dan sasaran makro ekonomi daerah dan diarahkan untuk mengatasi berbagai kendala dan permasalahan pokok yang merupakan tantangan dalam mewujudkan agenda masyarakat yang sejahtera dan mandiri. 1. Berdasarkan klasifikasi ekonomi (i-account) Arah kebijakan fiskal suatu daerah dapat dilihat dari I-account-nya. Secara agregat profil APBD TA 2013 Pemerintah Provinsi dan seluruh Kabupaten/Kota di wilayah Provinsi Sumatera Utara mengalami kenaikan dibandingkan TA Anggaran pendapatan dan belanja meningkat sebesar 20% sedangkan pembiayaan netto meningkat sebesar 8%. Tabel 4.1. Profil APBD pada Provinsi Sumatera Utara TA 2013 dan TA 2012 Berdasarkan Klasifikasi Ekonomi (dalam miliar rupiah) URAIAN , , , , , , , , , ,78 Belanja Tidak Langsung , ,02 Belanja Langsung , , , ,94 Penerimaan Pembiayaan 1.662, ,61 Pengeluaran Pembiyaan 313,78 714,97 PENDAPATAN Pendapatan Asli Daerah Dana Perimbangan Pendapatan Lainnya yang Sah BELANJA PEMBIAYAAN Sumber: DJPK Kajian Fiskal Regional Triwulan I Prov. Sumatera Utara Page 33

54 KANWIL DITJEN PERBENDAHARAAN PROVINSI SUMATERA UTARA Berdasarkan komposisinya, estimasi pendapatan di Provinsi Sumatera Utara TA 2013 masih didominasi oleh Pendapatan Dana Perimbangan yang mencapai 57,9% menurun dibandingkan TA 2012 yang mencapai 62%. Sementara itu, target defisit pada TA 2013 meningkat 8% dibandingkan target defisit TA Hal ini menunjukkan komitmen pemerintah untuk mendorong pertumbuhan ekonomi melalui ekspansi fiskal yang berkesinambungan. 2. Berdasarkan klasifikasi fungsi Terdapat 10 fungsi dalam APBD suatu daerah. Fungsi-fungsi tersebut adalah fungsi pelayanan umum, fungsi ketertiban dan keamanan, fungsi ekonomi, fungsi lingkungan hidup, fungsi perumahan dan fasum, fungsi kesehatan, fungsi pariwisata dan budaya, fungsi agama, fungsi pendidikan dan fungsi perlindungan sosial. APBD disusun berdasarkan berdasarkan klasifikasi urusan pemerintahan yang terdiri dari usuran wajib dan urusan pilihan. Agar dapat disajikan dalam klasifikasi fungsi dilakukan mapping klasifikasi urusan pemerintahan ke dalam klasifikasi fungsi sesuai ketentuan pedoman pengelolaan keuangan daerah. Gambar 4.1 Profil APBD pada Provinsi Sumatera Utara TA 2013 Berdasarkan Klasifikasi Fungsi (dalam miliar rupiah) Perlindungan Sosial 516 Pendidikan Pariwisata dan Budaya 11, Kesehatan 3,481 Perumahan dan Fasilias Umum Lingkungan Hidup 5,974 1,233 Ekonomi Ketertiban dan Keamanan 2, Pelayanan Umum 13,037 Sumber: DJPK, Data diolah Kajian Fiskal Regional Triwulan I Prov. Sumatera Utara Page 34

55 KANWIL DITJEN PERBENDAHARAAN PROVINSI SUMATERA UTARA Fungsi Pelayanan Umum memiliki alokasi anggaran tertinggi yaitu 33% sementara Fungsi Pendidikan mendapatkan alokasi anggaran sebesar 29% sejalan dengan ketentuan anggaran pendidikan minimal 20%. 3. Berdasarkan klasifikasi urusan Urusan pemerintahan adalah fungsi-fungsi pemerintahan yang menjadi hak dan kewajiban setiap tingkatan dan/atau susunan pemerintahan untuk mengatur dan mengurus fungsi-fungsi tersebut yang menjadi kewenangannya dalam rangka melindungi, melayani, memberdayakan, dan menyejahterakan masyarakat. Urusan pemerintah daerah meliputi 35 urusan yang terdiri dari urusan wajib dan urusan pilihan. Urusan wajib adalah urusan pemerintahan yang wajib diselenggarakan oleh pemerintahan daerah provinsi dan pemerintahan daerah kabupaten/kota, berkaitan dengan pelayanan dasar. Urusan pilihan adalah urusan pemerintahan yang secara nyata ada dan berpotensi untuk meningkatkan kesejahteraan masyarakat sesuai dengan kondisi, kekhasan, dan potensi unggulan daerah yang bersangkutan. Urusan pilihan meliputi: kelautan dan perikanan, pertanian, kehutanan, energi dan sumber daya mineral, pariwisata, industri, perdagangan, dan ketransmigrasian. Profil APBD TA 2013 wilayah Provinsi Sumatera Utara menurut klafikasi urusan daerah dapat dilihat pada gambar 4.2. Ditinjau dari klasifikasi urusan daerah, alokasi untuk urusan pemerintahan umum mendapatkan alokasi tertinggi sebesar 32% sedangkan urusan pendidikan mendapatkan alokasi 28%. Kajian Fiskal Regional Triwulan I Prov. Sumatera Utara Page 35

56 KANWIL DITJEN PERBENDAHARAAN PROVINSI SUMATERA UTARA Gambar 4.2. Profil APBD pada Provinsi Sumatera Utara TA 2013 Berdasarkan Klasifikasi Fungsi (dalam miliar rupiah) Transmigrasi Perindustrian Perdagangan Kelautan dan Perikanan Pariwisata ESDM Kehutanan Pertanian Perpustakaan Ketahanan Pangan Komunikasi dan Informatika Kearsipan Statistik PMD Kepegawaian Pemerintahan Umum Kesbangpol-DN Pemuda dan Olah Raga Kebudayaan Penanaman Modal KUKM Tenaga Kerja Sosial KB&KS Pemberdayaan Perempuan Kependudukan dan Capil Pertanahan Lingkungan Hidup Perhubungan Perencanaan Pembangunan Penataan Ruang Perumahan Pekerjaan Umum Kesehatan Pendidikan , ,401 3,334 11,190 Sumber: DJPK, Data diolah. Kajian Fiskal Regional Triwulan I Prov. Sumatera Utara Page 36

57 KANWIL DITJEN PERBENDAHARAAN PROVINSI SUMATERA UTARA B. Alokasi Dana Transfer Dana transfer merupakan dana yang bersumber dari APBN yang dialokasikan kepada daerah dalam rangka pelaksanaan desentralisasi yang terdiri dari Dana Perimbangan dan Dana Otonomi Khusus dan Penyesuaian. 1. Dana Alokasi Umum Dana Alokasi Umum (DAU) adalah sejumlah dana yang dialokasikan kepada setiap Daerah Otonom (provinsi/kabupaten/kota) di Indonesia setiap tahunnya sebagai dana pembangunan. Tujuan kemampuan keuangan DAU antar daerah adalah sebagai pemerataan untuk mendanai kebutuhan Daerah Otonom dalam rangka pelaksanaan desentralisasi. Sebagai equalization grant DAU merupakan instrumen transfer yang dimaksudkan untuk meminimumkan ketimpangan fiskal antar daerah, sekaligus memeratakan kemampuan keuangan antar daerah. Gambar 4.3 Kurva Lorentz L Curve ssdh DAU Equality Line L Curve ssdh DAU Equality Line 100% 90% 100% 80% 80% 70% 70% 60% 60% 50% 50% 40% 40% 30% 30% 20% 20% 10% 10% 0% 0% 20% 40% 60% L Curve seblm DAU 90% L Curve seblm DAU 80% 100% 0% 0% 20% 40% 60% 80% 100% DAU sebagai salah satu penerimaan daerah membuat cekungan bergerak mendekati equality line. Kajian Fiskal Regional Triwulan I Prov. Sumatera Utara Page 37

58 KANWIL DITJEN PERBENDAHARAAN PROVINSI SUMATERA UTARA 2. Dana Alokasi Khusus (DAK) Dana Alokasi Khusus adalah alokasi dana dari Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara kepada provinsi/kabupaten/kota tertentu dengan tujuan untuk mendanai kegiatan khusus yang merupakan urusan Pemerintahan Daerah dan sesuai dengan prioritas nasional. 3. Dana Bagi Hasil (DBH) Dana Bagi Hasil (DBH) adalah dana yang bersumber dari pendapatan APBN yang dialokasikan kepada Daerah berdasarkan angka persentase tertentu untuk mendanai kebutuhan Daerah dalam rangka pelaksanaan Desentralisasi. Dana Bagi Hasil meliputi Dana Hasil Pajak, Dana Bagi Hasil Sumber Daya Alam, dan Dana Bagi Hasil Cukai. DBH Pajak meliputi DBH PPh Pasal 21, PPh Pasal 25 dan PPh Pasal 29 WPOPDN, serta PBB. Sedangkan DBH SDA terdiri dari DBH migas, pertambangan umum, kehutanan, perikanan, dan panas bumi. 4. Dana Otonomi Khusus dan Penyesuaian Dana otonomi khusus adalah dana yang dialokasikan untuk membiayai pelaksanaan otonomi khusus suatu daerah. Sedangkan Dana Penyesuaian adalah dana yang dialokasikan untuk membantu daerah dalam rangka melaksanakan kebijakan tertentu. Gambar 4.4. Perkembangan Alokasi Dana Perimbangan pada Provinsi Sumatera Utara TA 2011 s.d 2013 miliar rupiah 20,000 15, , , DAU DAK DBH DAPEN DAN OTSUS Sumber: DJPK, Data diolah Kajian Fiskal Regional Triwulan I Prov. Sumatera Utara Page 38

59 KANWIL DITJEN PERBENDAHARAAN PROVINSI SUMATERA UTARA Alokasi DAU merupakan bagian terbesar dari Dana Transfer ke Daerah serta menunjukkan trend peningkatan yang cukup signifikan selama tiga tahun terakhir. Hal ini menunjukkan masih tingginya celah fiskal atau rendahnya kapasitas fiskal pemerintah daerah di wilayah provinsi Sumatera Utara. Di sisi lain, alokasi DBH mengalami penurunan pada tahun Hal ini sejalan dengan prinsip trilogi dana perimbangan, yaitu pada DBH diperkirakan menurun maka DAU akan meningkat. Penurunan alokasi DBH dapat sebabkan oleh dua hal, yaitu prediksi penurunan potensi pendapatan dan/atau terjadinya pengalihan pendapatan pusat menjadi pendapatan daerah sebagaimana beberapa tahun terakhir pemerintah pusat secara bertahap menyerahkan pemungutan PBB sektor perkotaan dan perdesaan (P2) kepada pemerintah daerah. Tabel 4.2. Alokasi Dana Transfer di Provinsi Sumatera Utara TA 2013 dan Realisai Triwulan I TA 2013 (dalam miliar rupiah) No. Jenis Dana Perimbangan Realisasi Triwulan I Pagu % 1. Dana Alokasi Umum (DAU) % 2. Dana Alokasi Khusus (DAK) % 3. Dana Bagi Hasil (DBH) 1.433,7 295,6 21% % DBH SDA % DBH Cukai 0,7 3,6 514% % % DBH Pajak 4. Dana Otonomi Khusus dan Penyesuaian Jumlah Sumber: DJPK C. Alokasi dana Dekonsentrasi, Tugas Perbantuan dan Urusan Bersama Selain berdasarkan klasifikasi ekonomi dan dana transfer, APBD dapat iklasifikasikan sesuai dengan kewenangannya yaitu dana dekonsentrasi, tugas pembantuan dan urusan bersama. Kajian Fiskal Regional Triwulan I Prov. Sumatera Utara Page 39

60 KANWIL DITJEN PERBENDAHARAAN PROVINSI SUMATERA UTARA 1. Dana Dekonsentrasi Dekonsentrasi adalah pelimpahan wewenang dari Pemerintah kepada Gubernur sebagai wakil pemerintah atau kepala instansi vertikal di wilayah tertentu. Sesuai ketentuan yang berlaku, Dana Dekonsentrasi hanya dapat dialokasikan kepada Pemerintah Provinsi dan digunakan untuk kegiatan yang sifatnya non-fisik. 2. Tugas Pembantuan Tugas Pembantuan pemerintah daerah (TP) adalah dengan penugasan kewajiban dari pemerintah melaporkan kepada dan mempertanggungjawabkan pelaksanaannya kepada yang menugaskan. Dana TP dapat dialokasikan kepada provinsi/kabupaten/kota dan digunakan untuk kegiatan yang sifatnya fisik. 3. Urusan Bersama Dana Urusan Bersama yang selanjutnya disingkat DUB, adalah dana yang bersumber dari APBN yang dialokasikan dengan mempertimbangkan kemampuan keuangan negara, indeks fiskal dan kemiskinan daerah, serta indikator teknis yang digunakan untuk penanggulangan kemisikinan. DUB biasanya digunakan untuk membiayai kegiatan Program Nasional Pemberdayaan Masyarakat (PNPM) Mandiri dan biasanya terdapat dana sharing dari APBD dalam bentuk Dana Daerah untuk Urusan Bersama (DDUB). Daerah yang memiliki Indeks Fiskal dan Kemiskinan Daerah terdiri dari Indeks Ruang Fiskal Daerah (IRFD) dan Indeks Persentase Penduduk Miskin Daerah (IPPMD) di atas rata-rata nasional harus menyediakan DDUB sangat tinggi. Dana DK/TP/UB dialokasikan melalui Kementerian Negara/Lembaga terkait. Misalnya dana dekonsentrasi untuk sektor pertanian dialokasikan melalui DIPA Kementerian Pertanian. Dana DK/TP/UB direalisasikan melalui mekanisme APBN dan dipertanggungjawabkan kepada pemerintah pusat melalui menteri/pimpinan lembaga. Kajian Fiskal Regional Triwulan I Prov. Sumatera Utara Page 40

61 KANWIL DITJEN PERBENDAHARAAN PROVINSI SUMATERA UTARA Gambar 4.5. Perkembangan Alokasi Dana DK/TP/UB di Prov. Sumatera Utara TA (dalam milar rupiah) 2,000 miliar rupiah 1,500 1, DK , , TP UB Sumber: DJPK, Data diolah Perkembangan pagu Dana Dekonsentrasi dari tahun ke tahun mengalami penurunan sedangkan alokasi dana Tugas Pembantuan mengalami peningkatan sampai dengan tahun anggaran 2012 kemudian mengalami penurunan pada tahun anggaran Hal ini sejalan dengan rencana pemerintah untuk mengalihkan Dana DK/TP untuk kegiatan yang menjadi urusan daerah ke DAK. Dari total Dana TP Rp465 miliar yang dialokasikan untuk wilayah Provinsi Sumatera Utara, sebesar Rp284 miliar atau 61% dialokasikan kepada Pemerintah Provinsi Sumatera Utara sedangkan sisanya dialokasikan ke 33 kabupaten/kota. Kabupaten/kota yang mendapatkan alokasi Dana TP tertinggi adalah adalah Kabupaten Toba Samosir sebesar Rp15 miliar atau 3,2% sedangkan yang terendah adalah Kota Gunungsitoli sebesar Rp1,1 miliar atau 0,2%. Dari Rp284 miliar tersebut Rp259 miliar merupakan alokasi untuk kegiatan sektor pertanian yang kegiatannya tersebar di berbagai kabupaten/kota. Kabupaten/kota yang mendapatkan alokasi Dana UB terbesar adalah Kabupaten Nias Selatan sebesar Rp37,5 miliar atau 7% sedangkan yang terendah adalah Kabupaten Sibolga sebesar Rp2,7 miliar atau 0,5%. Kajian Fiskal Regional Triwulan I Prov. Sumatera Utara Page 41

62 KANWIL DITJEN PERBENDAHARAAN PROVINSI SUMATERA UTARA Gambar 4.6. Alokasi Dana TP dan UB di Provinsi Sumatera Utara TA 2013 (dalam juta rupiah) 300, , , ,000 TP 100,000 UB 50,000 - Sumber: DJPK, Data diolah Gambar 4.7 Realisasi Dana DK, TP, dan UB di Provinsi Sumatera Utara TA 2013 (dalam miliar rupiah) % % miliar rupiah % % % 6 REALISASI % thd Pagu 1.00% % % DK TP UB Sumber: DJPB Kajian Fiskal Regional Triwulan I Prov. Sumatera Utara Page 42

63 KANWIL DITJEN PERBENDAHARAAN PROVINSI SUMATERA UTARA Ditinjau dari sisi realisasi, capaian realiasi Dana DK/TP/UB pada triwulan pertama TA 2013 sangat rendah yaitu dibawah 3% bahkan realisasi Dana UB masih dibawah 1%. Hal ini tentu berakibat pada kurang efektifnya pengaruh fiskal dari Dana DK/TP/UB terhadap pertumbuhan ekonomi regional. Terkait rendahnya Dana UB, berdasarkan hasil monitoring terhadap realisasi Dana UB di Kabupaten Nias Selatan sebagai penerima alokasi Dana UB terbesar, penyebab utama rendahnya realisasi Dana UB di triwulan I TA 2013 adalah terlalu seringnya dilakukan pergantian Kuasa Pengguna Anggaran. Hambatan penyerapan Dana UB juga dapat ditimbulkan oleh ketidaksiapan pemerintah daerah dalam menyiapkan dana sharing (DDUB) seperti yang terjadi di Kabupaten Nias Selatan pada TA Kajian Fiskal Regional Triwulan I Prov. Sumatera Utara Page 43

64 KANWIL DITJEN PERBENDAHARAAN PROVINSI SUMATERA UTARA BAB V PERKEMBANGAN PENGELOLAAN BLU DAN MANAJEMEN INVESTASI A. Pengelolaan BLU Badan Layanan Umum (BLU) sesuai Peraturan Pemerintah nomor 23 Tahun 2005 tentang Pengelolaan Keuangan Badan Layanan Umum adalah instansi di lingkungan Pemerintah yang dibentuk untuk memberikan pelayanan kepada masyarakat berupa penyediaan barang dan/atau jasa yang dijual tanpa mengutamakan mencari keuntungan dan dalam melakukan kegiatannya didasarkan pada prinsip efisiensi dan produktivitas. Pola Pengelolaan Keuangan Badan Layanan Umum (PPK BLU) adalah pola pengelolaan keuangan yang memberikan fleksibilitas berupa keleluasaan untuk menerapkan praktik-praktik bisnis yang sehat untuk meningkatkan pelayanan kepada masyarakat. Fleksibilitas pengelolaan keuangan BLU diberikan dalam rangka pelaksanaan anggaran, termasuk pengelolaan pendapatan dan belanja, pengelolaan kas, dan pengadaan barang/jasa. BLU juga diberikan kesempatan untuk mempekerjakan tenaga profesional non PNS serta kesempatan, pemberian imbalan jasa kepada pegawai sesuai dengan kontibusinya. Sampai dengan tahun 2013, di Indonesia satker yang telah ditetapkan untuk menerapkan PK BLU sebanyak 144 satker. 1. BLU Pusat a. Profil dan Jenis Layanan satker BLU Pusat Terdapat empat Satker BLU Pusat di wilayah kerja Kanwil Ditjen Perbendaharaan Propinsi Sumatera Utara. Tiga Satker BLU di sektor Pendidikan dan satu Satker BLU di sektor Kesehatan. Keempat BLU tersebut telah dapat mempergunakan langsung 100 % PNBP-nya. Kajian Fiskal Regional Triwulan I Prov. Sumatera Utara Page 44

65 KANWIL DITJEN PERBENDAHARAAN PROVINSI SUMATERA UTARA Tabel 5.1. Satker yang telah ditetapkan untuk menerapkan PK BLU Provinsi Sumatera Utara No Jenis Layanan Nama BLU 1. RSU H. Adam Malik Medan Kesehatan 2. Institut Agama Islam Negeri Sumatera Utara Pendidikan 3. Politeknik Kesehatan Medan Pendidikan 4. Universitas Sumatera Utara Pendidikan Status Bertahap, sesuai 280/KMK.05/ Juni 2007 Penuh, sesuai 214/KMK.05/ Juni 2009 Penuh, sesuai KMK 76/KMK.05/ Maret 2009 Sumber: Kanwil DJPBN Prov. Sumut % PNBP yang dapat dipergunakan Langsung 100% 100% Penuh, sesuai KMK 500/KMK.05/ Desember 2009 Penuh, sesuai PP 74 Tahun Agustus % 100% Tabel 5.2. Profil dan Jenis Layanan BLU Pusat di Propinsi Sumatera Utara (jutaan rupiah) NO JENIS BLU/NAMA BLU I Pendidikan 1 IAIN Sumatera Utara Medan 2 Universitas Sumatera Utara 3 Politeknik Kesehatan Medan II 1 NILAI ASET PAGU PNBP PAGU RM Kesehatan RSU H. Adam Malik PAGU PHLN TOTAL PAGU Sumber: KPPN Kajian Fiskal Regional Triwulan I Prov. Sumatera Utara Page 45

66 KANWIL DITJEN PERBENDAHARAAN PROVINSI SUMATERA UTARA b. Perkembangan Pengelolaan Aset, PNBP dan RM BLU Pusat Perkembangan dari segi aset sepanjang triwulan I tahun 2013, BLU di Sektor Kesehatan tidak mengalami perkembangan. Nilai aset BLU di sektor kesehatan sebesar Rp992,24 milyar. Dilihat dari perkembangan pagu PNBP terdapat penurunan persentase pagu sebesar 10,39% dari total pagu. Aset BLU di Sektor Pendidikan selama triwulan I tahun 2013 mengalami peningkatan sebesar 0,19% atau dari Rp3.797 milyar menjadi Rp3.789 milyar. Dilihat dari perkembangan pagu PNBP terdapat penurunan persentase pagu sebesar 9,30% dari total pagu. Gambar 5.1 Perkembangan Pengelolaan Aset Satker BLU di Provinsi Sumatera Utara Triwulan I (dalam miliar rupiah) miliar rupiah 3,500 3,000 2,500 2,000 1,500 1, Jan s.d. Feb IAIN Sumatera Utara Medan Universitas Sumatera Utara 3,333 3,333 3,333 Politeknik Kesehatan Medan RSU H. Adam Malik s.d. Mar Sumber: KPPN, Data diolah Gambar 5.2 Perkembangan Pagu PNBP dan Pagu RM satker BLU di miliar rupiah Propinsi Sumatera Utara Triwulan I (dalam miliar rupiah) RM RM PNBP PNBP RSU H. Adam IAIN Sumatera Malik Utara Medan Universitas Sumatera Utara Politeknik Kesehatan Medan PHLN 2012 PHLN 2013 Sumber: KPPN, Data diolah Kajian Fiskal Regional Triwulan I Prov. Sumatera Utara Page 46

67 KANWIL DITJEN PERBENDAHARAAN PROVINSI SUMATERA UTARA Jika ditinjau dari perkembangan pagu PNBP tahun 2012 dan tahun 2013 dibandingkan dengan total pagu keadaan BLU Pusat di Propinsi Sumatera Utara adalah sebagai berikut : untuk Tahun 2012 pagu PNBP sektor pendidikan sebesar 44,14% dibanding total pagu dan sektor kesehatan sebesar 44,72% dibanding total pagu. Untuk tahun 2013 pagu PNBP sektor pendidikan sebesar 50,52% dibanding total pagu dan sektor kesehatan sebesar 50,73% dibanding total pagu. c. Kemandirian BLU Salah satu tujuan dibentuknya BLU adalah untuk mewiraswastakan pemerintah (enterprising the government) dengan memberikan fleksibilitas berupa keleluasaan untuk menetapkan praktek-praktek bisnis yang sehat sehingga dapat menciptakan kemandirian terhadap dirinya. Hal ini dapat dilihat dengan semakin berkurangnya porsi alokasi rupiah murni. Di wilayah Propinsi Sumatera Utara terdapat satu BLU yang pada TA 2013 memiliki porsi pagu PNBP di atas 65 % dari total pagunya, yaitu Politeknik Kesehatan Medan sebesar 71,1%. Satker BLU Pusat Universitas Sumatera Utara memiliki porsi pagu PNBP untuk tahun 2012 sebesar 47,91% dari total pagunya dan tahun 2013 sebesar 58,05% dari total pagunya. Keadaan ini seolah-olah menunjukkan persentase pagu PNBP USU mengalami kenaikan dari Tahun 2012 ke tahun Namun kenyataannya porsi PNBP USU mengalami penurunan sebesar 29,68%. Adapun kenaikan persentase itu disebabkan menurunnya total pagu USU. Demikian juga RSU Adam Malik mengalami penurunan PNBP tahun 2012 dibandingkan PNBP 2013 sebesar 23,24% (Gambar 5. 4). Tren penurunan ini menunjukkan indikasi yang kurang baik jika dilihat dari tujuan pembentukan BLU. Walaupun BLU tidak mengutamakan mencari keuntungan, namun apabila layanan pendidikan dan kesehatan yang diberikan USU dan RSU Adam Malik berkualitas seyogianya perolehan PNBP USU dan RSU Adam Malik mengalami peningkatan seiring dengan meningkatnya animo masyarakat menggunakan layanan kedua BLU tersebut. Kajian Fiskal Regional Triwulan I Prov. Sumatera Utara Page 47

68 KANWIL DITJEN PERBENDAHARAAN PROVINSI SUMATERA UTARA Tabel 5.3. Tingkat kemandirian BLU Pusat di Propinsi Sumatera Utara (dalam miliar rupiah) Jenis Layanan Satker BLU Nilai Aset 1 Pendidikan IAIN Pendidikan USU Kesehatan RSU HAM Kesehatan Poltekkes Pagu PNBP No % Tahun2102 Pagu % RM Pagu PHLN % Pagu PNBP % Tahun 2013 Pagu % RM Pagu PHLN Sumber: KPPN Gambar 5.3. Tingkat kemandirian BLU Pusat di Propinsi Sumatera Utara IAIN Sumatera Utara Medan Pagu BLU Universitas Sumatera Utara Pagu BLU 2% 13% PNBP 85% 42% PNBP RM RM PHLN PHLN 58% Politeknik Kesehatan Medan Pagu BLU RSU H. Adam Malik Pagu BLU 19% PNBP 51% 30% 29% PNBP RM PHLN RM 71% PHLN Sumber: Data diolah Sumber: KPPN, Data diolah Kajian Fiskal Regional Triwulan I Prov. Sumatera Utara Page 48 % 2 19

69 KANWIL DITJEN PERBENDAHARAAN PROVINSI SUMATERA UTARA d. Profil dan Jenis Layanan Satker PNBP Pada tahun 2013 di wilayah kerja Kantor Wilayah Ditjen Perbendaharaan Provinsi Sumatera Utara terdapat 216 satker yang mengelola dana PNBP akan tetapi belum menjadi satker BLU (daftar terlampir). e. Potensi satker PNBP menjadi satker BLU Dari 216 satker pengelola PNBP terdapat 10 satker yang layanannya bergerak di sektor pendidikan yaitu: Tabel 5.4 Satker Pengelola PNBP Di Sektor Pendidikan (dalam juta rupiah) NO I Jenis Layanan/Nama Satker PNBP Pendidikan AKADEMI TEKNIK KESELAMATAN PENERBANGAN MEDAN BALAI BESAR LATIHAN KERJA INDUSTRI MEDAN SEKOLAH TINGGI AGAMA KRISTEN PROTESTAN NEGERI TARUTUNG AKADEMI PARIWISATA MEDAN BALAI DIKLAT INDUSTRI MEDAN PENDIDIKAN TEKNOLOGI KIMIA INDUSTRI MEDAN POLITEKNIK NEGERI MEDAN UNIVERSITAS NEGERI MEDAN BALAI PENDIDIKAN DAN PELATIHAN KEHUTANAN PEMATANG SIANTAR STAIN PADANG SIDEMPUAN Nilai Aset Jan s.d. Feb Pagu PNBP s.d. Mar Pagu RM Total Pagu % Pagu PNBP ,4% ,0% ,1% ,0% ,6% ,6% ,4% ,6% ,6% 0,1% Sumber: Kanwil DJPBN Prov.Sumut, KPPN Kajian Fiskal Regional Triwulan I Prov. Sumatera Utara Page 49

70 KANWIL DITJEN PERBENDAHARAAN PROVINSI SUMATERA UTARA Dari 10 satker tersebut yang memiliki tingkat kemandirian cukup tinggi adalah Satker Balai Besar Latihan Kerja Industri Medan (42%) dan Satker Universitas Negeri Medan (35,4%). Gambar 5.4. Perkembangan Pengelolaan Aset Satker PNBP miliar rupiah di Prov. Sumatera Utara (miliar rupiah) 1,200 AKADEMI TEKNIK KESELAMATAN PENERBANGAN MEDAN BALAI BESAR LATIHAN KERJA INDUSTRI MEDAN 1, SEKOLAH TINGGI AGAMA KRISTEN PROTESTAN NEGERI TARUTUNG AKADEMI PARIWISATA MEDAN BALAI DIKLAT INDUSTRI MEDAN 200 PENDIDIKAN TEKNOLOGI KIMIA INDUSTRI MEDAN Jan s.d. Feb s.d. Mar Sumber: Kanwil DJPBN Prov.Sumut, KPPN, Data diolah Satker PNBP sektor pendidikan yang memiliki aset paling besar dan mengalami peningkatan adalah Universitas Negeri Medan yang asetnya meningkat sebesar 3,44 % dari Rp1.022,16 milyar menjadi Rp1.048,11 milyar. Gambar 5.5. Perkembangan Pagu PNBP dan Pagu RM Satker PNBP di miliar rupiah Propinsi Sumatera Utara Triwulan I (dalam miliar rupiah) Pagu RM 2012 Pagu RM 2013 Pagu PNBP 2012 Pagu PNBP 2013 Sumber: Kanwil DJPBN Prov.Sumut, KPPN, Data diolah Kajian Fiskal Regional Triwulan I Prov. Sumatera Utara Page 50

71 KANWIL DITJEN PERBENDAHARAAN PROVINSI SUMATERA UTARA 2. BLU Daerah a. Profil dan Jenis Layanan Satker BLU daerah Terdapat satu BLUD di wilayah kerja Kantor Wilayah Ditjen Perbendaharaan Provinsi Sumatera Utara, yaitu Rumah Sakit Umum Daerah Pirngadi pada sektor kesehatan. Tabel 5.5. Profil Badan Layanan Umum Daerah Per Jenis Layanan No. Jenis N BLUD/Nama BLUD Nilai Aset Pagu PNBP Pagu RM Total Pagu Kesehatan I 1. RSUD Dr. Pirngadi Sumber: RSUD dr.pirngadi b. Perkembangan Pengelolaan Aset, PNBP dan RM BLU Daerah Perkembangan aset BLUD di sektor kesehatan sepanjang triwulan I tahun 2013 yaitu bulan Februari 2013 aset BLUD mengalami penurunan sebesar 1,89% atau dari Rp252,70 milyar menjadi Rp247,92 milyar. Penurunan aset tersebut disebabkan adanya penurunan saldo Kas untuk pembayaran tagihan pengadaan obat-obatan. Pada bulan Maret 2013 aset BLUD mengalami peningkatan sebesar 3% atau menjadi sebesar Rp255,36 miliar. Meskipun aset BLUD mengalami penurunan tetapi pagu PNBP mengalami peningkatan sebesar 4,72% dari total pagu. c. Analisis legal Dalam pengelolaan Badan Layanan Umum Daerah terdapat beberapa peraturan yang mengatur bahkan sampai ke tingkat bupati/walikota. Peraturan-peraturan tersebut telah sinkron dengan peraturan induk pengelolaan BLU yaitu PP nomor 23/2005 jo PP nomor 74/2012 tentang Pengelolaan BLU dan Permendagri nomor 61/2007 tentang Pedoman Teknis Pengelolaan Keuangan BLUD. Kajian Fiskal Regional Triwulan I Prov. Sumatera Utara Page 51

72 KANWIL DITJEN PERBENDAHARAAN PROVINSI SUMATERA UTARA Tabel 5.6. Anasilis Legal Aspek Pengelolaan Blu Daerah Di Propinsi Sumatera Utara No. Aspek PP nomor 23/2005 jo PP nomor 74/2012 Permen dagri nomor 61/ Kelembagaan v v 2. Tata kelola v v 3. SDM v v 4. Pengendalian v v Peraturan Gubernur Peraturan Bupati/Walikota 1. Keputusan Walikota Medan No: 900/1847.K tanggal 13 Oktober 2011 tentang Penerapan Status Pola Pengelolaan Keuangan BLU Penuh RSUD Dr. Pirngadi Kota Medan 2. Peraturan Wali Kota Nomor 4 Tahun 2012 tentang Tata Kelola BLUD RSUD Dr. Pirngadi Kota Medan Ket BLU Penuh 3. Peraturan Wali Kota Nomor 5 Tahun 2012 tentang Pengelolaan Keuangan BLUD RSUD Dr. Pirngadi Kota Medan Sumber: RSUD dr.pirngadi Gambar 5.6. Perkembangan Pengelolaan Aset Satker BLUD miliar rupiah di Provinsi Sumatera Utara Triwulan I (dalam miliar rupiah) Sektor Kesehatan Jan s.d Feb s.d Maret Sumber: RSUD dr.pirngadi, Data diolah Kajian Fiskal Regional Triwulan I Prov. Sumatera Utara Page 52

73 KANWIL DITJEN PERBENDAHARAAN PROVINSI SUMATERA UTARA B. Manajemen Investasi Selain pengelolaan Badan Layanan Umum, Kantor Wilayah Ditjen Perbendaharaan Provinsi Sumatera Utara juga menatausahakan investasi pemerintah khususnya penerusan pinjaman atau Subsidiary Loan Agreement (SLA), kredit program, dan investasi lainnya. Subsidiary Loan Agreement (SLA) adalah Penerusan Pinjaman Luar Negeri yang dananya bersumber dari pinjaman/hibah luar negeri kepada PDAM. 1. Penerusan Pinjaman Salah satu investasi yang ditatausahakan oleh Kantor Wilayah Ditjen Perbendaharaan pemerintah Provinsi pusat Sumatera (Subsidiary Utara adalah Loan Agreement) penerusan kepada pinjaman pemerintah daerah/bumd. Hingga akhir triwulan I tahun 2013, terdapat Rp352,30 milyar penerusan pinjaman yang ditatausahakan oleh Kantor Wilayah Ditjen Perbendaharaan Provinsi Sumatera Utara. Pembayaran angsuran pokok pinjaman selama triwulan I TA 2003 adalah Rp 2,185 miliar sedangkan pembayaran bunga dan denda selama triwulan I TA 2013 sebesar Rp1,87 milyar juga dilakukan oleh PDAM Tirtanadi Medan (SLA-1148/DP3/2001). Tabel 5.7. Profil Penerusan Pinjaman Provinsi Sumatera Utara No. Nomor SLA SLA-467/DDI/1989 PEMKOT MEDAN RDA-41/DDI/1990 PEMKOT MEDAN SLA-995/DP3/1997 PDAM TIRTA KUALO RDA-84/DDI/1992 PDAM KAB ASAHAN RDA-108/DP3/1993 PDAM KAB DAIRI SLA-997/DP3/1997 PDAM KAB DAIRI Nama SLA Penerima SLA RDA-285/DP3/1993 PDAM TIRTANADI MEDAN RDA-286/DP3/1997 PDAM KAB KARO RDA-65/DDI/1991 PDAM KAB LBHN BATU RDA-112/DP3/1993 PDAM KAB LANGKAT RDA-184/DP3/1994 PDAM KAB LANGKAT Kajian Fiskal Regional Triwulan I Prov. Sumatera Utara Jumlah SLA Tingkat Bunga ,23 3, ,82 9, ,75 11, ,04 11, ,57 11, ,35 11, ,00 11, ,03 11, ,00 9, ,14 11, ,92 11,50 Page 53

74 KANWIL DITJEN PERBENDAHARAAN PROVINSI SUMATERA UTARA Lanjutan No. Nomor SLA Nama SLA Penerima SLA RDA-287/DP3/1997 PDAM KAB LANGKAT Jumlah SLA Tingkat Bunga ,03 11, ,57 11, ,00 9, ,00 9, ,50 9, ,66 11, ,07 9, ,00 9, ,00 9, ,44 11, ,00 9, ,00 9, ,00 9, ,95 4, ,83 3, ,00 11, ,33 3, ,20 11, ,74 11, RDA-178/DP3/1994 PDAM KAB SIMALUNGUN SLA-653/DDI/1992 PDAM KAB TPNULI UTR SLA-585/DDI/1991 PDAM TIRTA KUALO RDA-96.A/DDI/1992 PDAM TIRTA KUALO RDA-232/DP3/1996 PDAM KOTA BINJAI RDA-71/DDI/1991 PDAM KOTA BINJAI PRJ-047/MD.4/1987 PDAM KOTA P SIANTAR RDA-22/DDI/1988 PDAM KOTA P SIANTAR SLA-963/DP3/1997 PDAM KOTA P SIANTAR SLA-626/DDI/1991 PDAM KOTA P SIANTAR SLA-615/DDI/1991 PDAM KOTA SIBOLGA RDA-064/DP3/1994 PDAM KOTA TB. TINGGI SLA-1148/DP3/ SLA-466/DDI/ RDA-301/DP3/1998 PEMKAB DAIRI SLA-470/DDI/1989 PEMKAB DELI SERDANG SLA-973/DP3/1997 PEMKAB LABUHAN BATU RDA-256/DP3/1996 PEMKAB LANGKAT SLA-597/DDI/1991 PEMKAB. TANA KARO ,00 9, SLA-599/DDI/1991 PEMKAB TPNULI UTARA ,00 9, RDA-69/DDI/1991 PEMKOT TB ASAHAN ,25 9, SLA-049/DDI/1982 PEMKOT MEDAN ,89 10, SLA-312/DDI/1987 PEMKOT MEDAN ,39 10, RDI-186/DDI/1998 PEMKOT MEDAN ,15 6, RDI-72/DDI/1984 PEMKOT MEDAN ,00 8, SLA-491/DDI/1989 PEMKOT MEDAN ,63 3, RDA-42/DDI/1990 PEMKOT MEDAN ,00 9, SLA-600/DDI/1991 PEMKOT P. SIANTAR ,00 9, SLA-1006/DP3/1997 PEMKOT P. SIANTAR ,00 11, RDA-298/DP3/1998 PEMKOT P. SIANTAR ,71 11, PDAM TIRTANADI MEDAN PDAM TIRTANADI MEDAN Kajian Fiskal Regional Triwulan I Prov. Sumatera Utara Page 54

75 KANWIL DITJEN PERBENDAHARAAN PROVINSI SUMATERA UTARA Lanjutan No. Nomor SLA RDA-328/DP3/2007 PEMKAB DAIRI RPD-331/Eks RDA-095 PDAM TIRTANADI MEDAN AMA-453/SLA AMA-154-RDA041/ AMA-401/SLA995/DSMI Nama SLA Penerima SLA Jumlah SLA Tingkat Bunga ,00 11, ,02 9,00 PEMKOT MEDAN ,73 3,73 PEMKOT MEDAN ,00 9,00 PDAM TIRTA KUALO ,31 11,50 AMA-400/SLA585/DSMI PDAM TIRTA KUALO ,00 9, AMA-90/RDA-96A/DDI PDAM TIRTA KUALO ,47 9, AMA-81/PRJ-047/DSMI PDAM KOTA P SIANTAR ,00 9, AMA-82/RDA-22/DSMI PDAM KOTA P SIANTAR ,00 9, AMA-394/SLA963/DSMI PDAM KOTA P SIANTAR ,83 11, PDAM KOTA P SIANTAR ,80 9, PDAM KOTA SIBOLGA ,80 9, AMA-456-SLA-312/2012 PEMKOT MEDAN ,30 10, AMA-163-RDI-186/2012 PEMKOT MEDAN ,00 6, AMA-165-RDI-72/2012 PEMKOT MEDAN ,00 8, AMA-455-SLA-491/2012 PEMKOT MEDAN ,93 3, AMA-156-RDA-42/2012 PEMKOT MEDAN ,00 9, AMA-160/RDA298/2012 PEMKOT P. SIANTAR ,63 11,50 AMA-393/SLA626/DSMI AMA-398/SLA615/DSMI Sumber: Dit. SMI Gambar 5.7. Perkembangan Pembayaran Angsuran Pokok SLA di Propinsi Sumatera Utara Triwulan I TA 2013 (dalam jutaan rupiah) jura rupiah Pembayaran Angsuran Pokok 2,500 2,000 1,500 SLA , Januari Februari Maret Sumber: Dit. SMI, Data diolah Kajian Fiskal Regional Triwulan I Prov. Sumatera Utara Page 55

76 KANWIL DITJEN PERBENDAHARAAN PROVINSI SUMATERA UTARA Gambar 5.8. Perkembangan Pembayaran Angsuran Pokok SLA di Propinsi Sumatera Utara Triwulan I TA 2013 (dalam jutaan rupiah) juta rupiah Pembayaran Bunda dan Denda 2,000 1,800 1,600 1,400 1,200 1,000 SLA Januari Februari Maret Sumber: SMI, Data diolah 2. Kredit Program Selain SLA, pemerintah juga menyelenggarakan skema subsidi kredit program. Terdapat lima jenis kredit program antara lain Kredit Usaha Pembibitan Sapi (KUPS), Kredit Ketahanan Pangan dan Energi (KKP-E), Kredit Usaha Mikro dan Kecil (KUMK), Kredit Pemberdayaan Pengusaha NAD dan Nias (KPP NADNias) Korban Bencana Alam Gempa dan Tsunami, dan Kredit Usaha Rakyat (KUR). Profil Kredit Program Provinsi Sumatera Utara Triwulan I TA 2013 dapat dilihat pada tabel 5.8. Pembayaran angsuran pokok pinjaman kredit program triwulan I TA 2013 adalah sebesar Rp dengan angsuran terbesar untuk KUR sebesar Rp sedangkan untuk KUMK belum ada pembayaran selama triwulan I TA Kajian Fiskal Regional Triwulan I Prov. Sumatera Utara Page 56

77 KANWIL DITJEN PERBENDAHARAAN PROVINSI SUMATERA UTARA Tabel 5.8. Profil Kredit Program Provinsi Sumatera Utara Triwulan I TA 2013 (dalam miliar rupiah) 1 Jenis Kredit Program KUPS 2 KKPE NO Bank Bank Sumut BRI Saldo KUMK BPD Sumut KPP NAD NIAS KUR Bank Mandiri BNI JUMLAH Subsidi Tingkat Bunga Beban Peserta 6,50% 11,50% 5,00% KKPE NonTebu= 7,50% KKPE Tebu=10,50 % KKPE NonTebu= 11,50% - 5,75% 5,75% 3,50% 10,50% 7,00% - micro = 22% kecil = 13% micro = 22% kecil = 13% KKPE Tebu=4,50% KKPE Tebu=6,00% KKPE NonTebu= 4,00% Sumber: SMI Gambar 5.9. Perkembangan Pembayaran Angsuran Pokok Kredit Program di juta rupiah Propinsi Sumatera Utara Triwulan I (dalam jutaan rupiah) 3,500,000 3,000,000 2,500,000 KUPS 2,000,000 KKPE 1,500,000 KUMK KPP NAD NIAS 1,000,000 KUR 500,000 0 Januari Februari Maret Sumber: SMI, Data diolah Kajian Fiskal Regional Triwulan I Prov. Sumatera Utara Page 57

78 KANWIL DITJEN PERBENDAHARAAN PROVINSI SUMATERA UTARA BAB VI ANALISIS FISKAL REGIONAL A. Pendapatan Pusat dan Daerah 1. Rasio Pendapatan Terhadap PDRB Penerimaan pajak merupakan pendapatan utama bagi APBD dan APBN di wilayah Sumatera Utara sebagaimana tergambar pada postur APBD dan APBN. Jumlah penerimaan pajak ini sangat tergantung dari kondisi perekonomian di seluruh Kabupaten/Kota di Provinsi Sumatera Utara yang tercermin dari angka PDRB. PDRB provinsi Sumatera Utara Triwulan I Tahun 2013 adalah sebesar Rp 96 T. Sedangkan besarnya rasio pajak, bea cukai dan PAD terhadap PDRB Provinsi Sumatera Utara sebagai berikut : a. Rasio Pajak terhadap PDRB triwulan I 2013 : 4,3 triliun / 96 triliun = 4,53% b. Rasio Bea Cukai terhadap PDRB :623 milyar / 96 triliun = 0,20% c. Rasio PAD terhadap PDRB : 1,3 triliun / 96 triliun = 1,35% Secara nasional, tax ratio yang ditargetkan adalah 12,87% (Hasil Keputusan Banggar DPR tanggal 25 September 2012). Untuk Provinsi Sumatera Utara, seluruh rasio di atas mengindikasikan bahwa masih terdapat potensi penerimaan yang besar yang masih bisa digali lagi. 2. Rasio Pendapatan Per Kapita Kontribusi jumlah penduduk yang besar di Sumatera Utara berpengaruh secara signifikan terhadap penerimaan pajak, penerimaan bea cukai, dan juga pendapatan asli daerah di Provinsi Sumatera Utara. Terlihat dari rasio pajak, bea cukai dan PAD dibandingkan dengan jumlah penduduk di Provinsi Sumatera Utara. Kajian Fiskal Regional Triwulan I Prov. Sumatera Utara Page 58

79 KANWIL DITJEN PERBENDAHARAAN PROVINSI SUMATERA UTARA Rasio Pajak terhadap jumlah penduduk sebesar , artinya satu orang penduduk berkontribusi sebesar Rp terhadap total penerimaan pajak triwulan I Sumatera Utara. Rasio Bea Cukai terhadap jumlah penduduk sebesar , artinya satu orang penduduk berkontribusi sebesar Rp terhadap total penerimaan bea dan cukai triwulan I di Sumatera Utara. Rasio PAD terhadap jumlah penduduk sebesar , hal ini menunjukkan bahwa setiap orang penduduk di Sumatera Utara berkontribusi sebesar Rp terhadap total Pendapatan Asli Daerah triwulan I. B. Belanja Pusat dan Daerah 1. Rasio Belanja APBN Pagu Belanja APBN Tahun 2013 yang dialokasikan pemerintah pusat melalui Satuan Kerja Pemerintah Daerah (SKPD) lingkup propinsi Sumatera Utara terdiri dari Dana Dekonsentrasi, Dana Tugas Pembantuan dan Dana Urusan Bersama. Melalui perbandingan antara alokasi pagu dana APBN pada masingmasing penugasan pemerintah pusat (DK, TP, UB) kepada Propinsi/Kabupaten/Kota dengan alokasi dana APBD pada masing-masing Propinsi/Kabupaten/Kota di Propinsi Sumatera Utara, diketahui bahwa rasio Belanja APBN yang paling tinggi terdapat pada Propinsi Sumatera Utara yaitu sebesar 11% yang diikuti dengan kabupaten-kabupaten yang ada di pulau Nias, yaitu Kabupaten Nias Utara, Nias Barat dan Nias Selatan masing-masing sebesar 6%. Sementara untuk rasio Belanja APBN yang paling rendah ada pada Kabupaten Deli Serdang, Labuhan Batu, Labuhan Batu Utara, Labuhan Batu Selatan, serta Kota Medan, Pematang Siantar, Tanjung Balai, Kota Sibolga dan Binjai, yaitu masing-masing sebesar 1%. Rasio belanja APBN terhadap belanja Pemerintah Daerah di Provinsi Sumatera Utara dapat dilihat pada gambar sebagai berikut : Kajian Fiskal Regional Triwulan I Prov. Sumatera Utara Page 59

80 KANWIL DITJEN PERBENDAHARAAN PROVINSI SUMATERA UTARA Gambar 6.1. Rasio Belanja APBN RASIO BELANJA APBN KOTA GUNUNG SITOLI KOTA SIBOLGA KOTA PADANG SIDEMPUAN KOTA TANJUNGBALAI KOTA B I N J A I KOTA PEMATANGSIANTAR KOTA MEDAN KOTA TEBINGTINGGI KAB. NIAS BARAT KAB. NIAS UTARA KAB. LABUHAN BATU KAB. LABUHAN BATU UTARA KAB. PADANG LAWAS UTARA KAB. BATUBARA KAB. PADANG LAWAS KAB. SAMOSIR KAB. SERDANG BEDAGAI KAB. NIAS SELATAN KAB. PAKPAK BARAT KAB. MANDAILING NATAL KAB. N I A S KAB. TOBA SAMOSIR KAB. ASAHAN KAB. TAPANULI SELATAN KAB. D A I R I KAB. TAPANULI UTARA KAB. SIMALUNGUN KAB. LABUHANBATU KAB. TAPANULI TENGAH KAB. KARO KAB. LANGKAT SUMATERA UTARA KAB. DELISERDANG 0.00 KAB. HUMBANG 0.02 Sumber: data diolah 2. Rasio Total Belanja Terhadap Populasi Rasio total belanja terhadap populasi di Sumatera Utara bervariasi untuk masing-masing daerah. Rasio tertinggi total belanja terhadap populasi di Sumatera Utara adalah Kabupaten Pakpak Bharat, yaitu sebesar untuk setiap penduduk. Alokasi belanja tersebut selain untuk fungsi pelayanan umum juga ditujukan untuk fungsi pendidikan dan fasilitas umum.tingginya rasio tersebut di juga dipengaruhi oleh rendahnya jumlah populasi penduduk pada Kabupaten tersebut, yaitu sejumlah jiwa. Sebaliknya rasio terendah adalah Kabupaten Deli Serdang, yaitu sebesar untuk setiap penduduk. Total belanja Kabupaten Deli Serdang sebesar Rp ,- adalah terbesar kedua di Provinsi Sumatera Utara namun dengan jumlah penduduk sebesar menjadikan Kabupaten Deli Serdang memiliki rasio terendah total belanja terhadap populasi. Kajian Fiskal Regional Triwulan I Prov. Sumatera Utara Page 60

81 KANWIL DITJEN PERBENDAHARAAN PROVINSI SUMATERA UTARA Gambar 6.2. Rasio Total Belanja terhadap Populasi RASIO TOTAL BELANJA TERHADAP POPULASI 12,000, ,000, ,000, ,000, ,000, ,000, Sumber: data diolah 3. Rasio Belanja Pegawai Proporsi APBD di Provinsi Sumatera Utara yang dipakai untuk membiayai belanja pegawai tercermin dalam tabel sebagai berikut: Gambar 6.3. Rasio Belanja Pegawai RASIO BELANJA PEGAWAI KOTA GUNUNG SITOLI KOTA SIBOLGA KOTA PADANG KOTA KOTA TANJUNGBALAI KOTA B I N J A I KOTA MEDAN KOTA TEBINGTINGGI KAB. NIAS BARAT KAB. NIAS UTARA KAB. LABUHAN BATU KAB. LABUHAN BATU KAB. PADANG LAWAS KAB. BATUBARA KAB. PADANG LAWAS KAB. SAMOSIR KAB. SERDANG BEDAGAI KAB. HUMBANG KAB. NIAS SELATAN KAB. PAKPAK BARAT KAB. MANDAILING NATAL KAB. N I A S KAB. TOBA SAMOSIR KAB. ASAHAN KAB. TAPANULI SELATAN KAB. D A I R I KAB. TAPANULI UTARA KAB. SIMALUNGUN KAB. LABUHANBATU KAB. TAPANULI TENGAH KAB. KARO KAB. LANGKAT SUMATERA UTARA 0.00 KAB. DELISERDANG 0.10 Sumber: data diolah Kajian Fiskal Regional Triwulan I Prov. Sumatera Utara Page 61

82 KANWIL DITJEN PERBENDAHARAAN PROVINSI SUMATERA UTARA Hal ini menunjukkan bahwa belanja pegawai masih mendominasi APBD di sebelas kabupaten, bahkan di Kabupaten Simalungun 70% dari APBD-nya habis hanya untuk belanja pegawai. Sementara di beberapa kabupaten proporsi belanja pegawai terhadap APBD telah menunjukkan proporsi yang ideal sekitar 30% dari total APBD kabupaten tersebut. Secara keseluruhan proporsi belanja pegawai terhadap APBD di wilayah Sumatera Utara sebesar 37,14%. 4. Rasio Belanja Modal Pemerintah Pusat Rasio belanja modal APBN terhadap belanja modal APBD tercermin dalam gambar sebagai berikut: Gambar 6.4. Rasio Belanja Modal Pemerintah Pusat RASIO BELANJA MODAL PEMERINTAH PUSAT KOTA GUNUNG SITOLI KOTA SIBOLGA KOTA PADANG KOTA TANJUNGBALAI KOTA B I N J A I KOTA PEMATANGSIANTAR KOTA MEDAN KOTA TEBINGTINGGI KAB. NIAS BARAT KAB. NIAS UTARA KAB. LABUHAN BATU KAB. LABUHAN BATU KAB. PADANG LAWAS KAB. BATUBARA KAB. PADANG LAWAS KAB. SAMOSIR KAB. SERDANG BEDAGAI KAB. HUMBANG KAB. NIAS SELATAN KAB. PAKPAK BARAT KAB. MANDAILING NATAL KAB. N I A S KAB. TOBA SAMOSIR KAB. ASAHAN KAB. TAPANULI SELATAN KAB. D A I R I KAB. TAPANULI UTARA KAB. SIMALUNGUN KAB. LABUHANBATU KAB. TAPANULI TENGAH KAB. KARO KAB. LANGKAT SUMATERA UTARA 0.00 KAB. DELISERDANG 0.50 Sumber: data diolah Secara agregat belanja modal yang dialokasikan oleh Pemerintah Pusat di wilayah Sumatera Utara adalah sebesar Rp6 Triliun atau menambah 68,9% terhadap pagu total belanja modal APBD seluruh kabupaten/kota dan provinsi se-sumatera Utara. Namun demikian, penyebarannya tidak merata pada masing-masing kabupaten/kota. Bahkan terdapat kabupaten yang tidak mendapatkan alokasi belanja modal dari Pemerintah Pusat yaitu Kabupaten Samosir dan Kabupaten Labuhan Batu Utara. Sementara rasio tertinggi belanja Kajian Fiskal Regional Triwulan I Prov. Sumatera Utara Page 62

83 KANWIL DITJEN PERBENDAHARAAN PROVINSI SUMATERA UTARA modal APBN terhadap belanja modal APBD terdapat di Kota Medan, yaitu sebesar 314,63%. Hal ini disebabkan adanya alokasi belanja modal untuk pembangunan Bandar Udara Kualanamu, jalan tol Bandar Udara Kualanamu, dan listrik pedesaan se-provinsi Sumatera Utara namun menggunakan kode lokasi kota Medan. 5. Rasio Belanja Modal Daerah Rasio pagu belanja modal pemda terhadap total pagu belanja APBD tercermin dalam gambar sebagai berikut: Gambar 6.5. Rasio Belanja Modal Pemda KOTA GUNUNG SITOLI KOTA SIBOLGA KOTA PADANG SIDEMPUAN KOTA TANJUNGBALAI KOTA B I N J A I KOTA PEMATANGSIANTAR KOTA MEDAN KOTA TEBINGTINGGI KAB. NIAS BARAT KAB. NIAS UTARA KAB. LABUHAN BATU UTARA KAB. PADANG LAWAS UTARA KAB. LABUHAN BATU SELATAN KAB. BATUBARA KAB. PADANG LAWAS KAB. SAMOSIR KAB. SERDANG BEDAGAI KAB. HUMBANG HASUNDUTAN KAB. NIAS SELATAN KAB. PAKPAK BARAT KAB. MANDAILING NATAL KAB. N I A S KAB. TOBA SAMOSIR KAB. ASAHAN KAB. TAPANULI SELATAN KAB. D A I R I KAB. TAPANULI UTARA KAB. SIMALUNGUN KAB. LABUHANBATU KAB. TAPANULI TENGAH KAB. KARO KAB. LANGKAT SUMATERA UTARA 50.00% 45.00% 40.00% 35.00% 30.00% 25.00% 20.00% 15.00% 10.00% 5.00% 0.00% KAB. DELISERDANG RASIO BELANJA MODAL PEMDA Sumber: data diolah menggunakan excel Kabupaten Nias Barat mengalokasikan belanja modal tertinggi dibandingkan dengan kabupaten/kota lainnya di Provinsi Sumatera Utara. Hal ini tercermin dari rasio belanja modal terhadap total APBD sebesar 46,21%. Tingginya alokasi belanja modal tersebut disebabkan adanya pembangunan infrastruktur perhubungan darat yang menghubungkan pusat-pusat kegiatan ekonomi di Kabupaten tersebut. Sedangkan Kabupaten Simalungun mengalokasikan belanja modal terendah dengan rasio sebesar 10,27% dari total APBD-nya. Kajian Fiskal Regional Triwulan I Prov. Sumatera Utara Page 63

84 KANWIL DITJEN PERBENDAHARAAN PROVINSI SUMATERA UTARA C. Ruang Fiskal dan Kemandirian Daerah a. Ruang Fiskal Ruang fiskal berasal dari total pendapatan dikurangi Dana Alokasi Khusus dan belanja wajib (belanja pegawai dan belanja barang yang mengikat). Hal ini mencerminkan ketersediaan ruang yang cukup pada APBD tanpa mengganggu solvabilitas fiskal (membiayai belanja wajib). Gambar Ruang Fiskal tercermin sebagai berikut: Gambar 6.6. Ruang Fiskal 9,000 8,000 7,000 6,000 5,000 4,000 3,000 2,000 1, ,865 RUANG FISKAL 1, Sumber: data diolah dengan excel Bila dibandingkan dengan total pendapatannya, ruang fiskal terendah adalah pada Kabupaten Simalungun sebesar Rp dengan rasio sebesar 25,86%. Gambar di atas menunjukkan bahwa di Provinsi Sumatera Utara terdapat ruang fiskal yang cukup, akan tetapi karena tidak terdapat variabel belanja barang mengikat dalam struktur APBD menyebabkan besaran angka ruang fiskal yang dihasilkan cenderung tidak menggambarkan kondisi ruang fiskal yang sebenarnya (overstated). Kajian Fiskal Regional Triwulan I Prov. Sumatera Utara Page 64

85 KANWIL DITJEN PERBENDAHARAAN PROVINSI SUMATERA UTARA b. Rasio Kemandirian Daerah Rasio Kemandirian Daerah adalah rasio Pendapatan Asli Daerah terhadap total pendapatan dan rasio dana transfer terhadap total pendapatan. Apabila rasio PAD lebih besar dari pada rasio dana transfer berarti daerah tersebut semakin mandiri dan sebaliknya semakin besar rasio dana transfer berarti tingkat ketergantungan semakin tinggi. Rasio Kemandirian Daerah dapat digambarkan sebagai berikut: Gambar 6.7. Rasio Kemandirian Daerah % Rasio Kemandirian Daerah % 80.00% 60.00% 40.00% 20.00% 0.00% RASIO PAD RASIO DANA TRANSFER Sumber: data diolah Gambar di atas menunjukkan bahwa Kota Medan merupakan daerah yang paling mandiri di Provinsi Sumatera Utara karena selisih antara rasio PAD (40,62%) dan dana transfer (43,18%) paling kecil dibandingkan dengan kabupaten/kota di seluruh Provinsi Sumatera Utara. Sedangkan Kabupaten Nias Barat adalah daerah yang paling tergantung karena selisih antara rasio PAD (2,39%) dan dana transfer (95,92%) paling besar. Hal yang menarik adalah Provinsi Sumatera Utara secara angka menunjukkan sebagai Pemerintah Daerah yang mandiri karena rasio PAD sebesar 43,18% lebih tinggi dari rasio dana transfer sebesar 40,62%. Sementara bila diperhatikan secara keseluruhan, selain kota Medan seluruh kabupaten/kota di Provinsi Sumatera Utara masih sangat tergantung pada dana transfer. Kajian Fiskal Regional Triwulan I Prov. Sumatera Utara Page 65

86 KANWIL DITJEN PERBENDAHARAAN PROVINSI SUMATERA UTARA D. Rasio Belanja Sektoral Rasio-rasio ini digunakan untuk memperoleh gambaran mengenai fokus/prioritas bidang pemerintah daerah pada bidang-bidang tertentu. Melalui perbandingan rasio antar wilayah (provinsi/kabupaten/kota) dapat diketahui perbedaan prioritas bidang di antara wilayah tersebut. Gambar 6.8. Rasio Belanja Sektoral Rasio Belanja Sektoral persentase 80.00% 70.00% Pelayanan Publik Infrastruktur 60.00% Kesehatan 50.00% Pendidikan 40.00% 30.00% 20.00% KOTA GUNUNG SITOLI KOTA SIBOLGA KOTA PADANG SIDEMPUAN KOTA TANJUNGBALAI KOTA B I N J A I KOTA PEMATANGSIANTAR KOTA MEDAN KOTA TEBINGTINGGI KAB. NIAS BARAT KAB. NIAS UTARA KAB. LABUHAN BATU KAB. LABUHAN BATU UTARA KAB. PADANG LAWAS KAB. BATUBARA KAB. PADANG LAWAS KAB. SAMOSIR KAB. SERDANG BEDAGAI KAB. HUMBANG KAB. NIAS SELATAN KAB. PAKPAK BARAT KAB. MANDAILING NATAL KAB. N I A S KAB. TOBA SAMOSIR KAB. ASAHAN KAB. TAPANULI SELATAN KAB. D A I R I KAB. TAPANULI UTARA KAB. SIMALUNGUN KAB. LABUHANBATU KAB. TAPANULI TENGAH KAB. KARO KAB. LANGKAT SUMATERA UTARA 0.00% KAB. DELISERDANG 10.00% Sumber: data diolah a. Belanja Bidang Pelayanan Publik dan Birokrasi Rasio Belanja Pelayanan Publik Secara umum rasio pagu belanja rasio pagu sektor pelayanan publik dan birokrasi cukup tinggi dengan rasio tertinggi terdapat di Pemerintah Provinsi Sumatera Utara, seperti yang tercermin pada gambar 6.8. Hal ini disebabkan fungsi pemerintah provinsi yang lebih untuk melakukan koordinasi, supervisi, dan evaluasi. Kajian Fiskal Regional Triwulan I Prov. Sumatera Utara Page 66

87 KANWIL DITJEN PERBENDAHARAAN PROVINSI SUMATERA UTARA b. Belanja Bidang Infrastruktur Rasio Belanja Infrastruktur Terdapat empat kabupaten (Nias Selatan, Nias Utara, Nias Barat, dan Labuhan Batu Selatan) yang merupakan kabupaten hasil pemekaran memberikan prioritas yang tinggi pada sektor infrastruktur. Rasio Belanja Pemeliharaan Jalan Rasio pagu belanja pemeliharaan jalan terhadap panjang jalan tercermin dalam gambar berikut: Gambar 6.9. Rasio Belanja Pemeliharaan Jalan Rasio Belanja Pemeliharaan Jalan 70,000,000 r u p i a h 60,000,000 50,000,000 40,000,000 30,000,000 20,000,000 10,000,000 - SNVT PELAKSANAAN SNVT PELAKSANAAN SNVT PELAKSANAAN JALAN NASIONAL WILAYAH JALAN NASIONAL WILAYAH JALAN NASIONAL I II METROPOLITAN MEDAN SKPD - TP Sumber: data diolah Gambar di atas menunjukkan bahwa rata-rata rasio belanja pemeliharaan jalan nasional di Provinsi Sumatera Utara adalah sebesar Rp33,9 juta/km. Angka tersebut berada di bawah standar pemeliharaan jalan nasional provinsi yaitu sebesar Rp50 juta/km. Hal ini juga berlaku untuk pemeliharaan jalan nasional metropolitan yang rasio biaya pemeliharaannya adalah sebesar Rp62,34 juta/km karena lebar jalan metropolitan dua kali lebar jalan nasional. Alokasi dana di bawah standar tersebut mengakibatkan pelaksanaan pemeliharaan jalan di Provinsi Sumatera Utara menjadi kurang efektif. Kajian Fiskal Regional Triwulan I Prov. Sumatera Utara Page 67

88 KANWIL DITJEN PERBENDAHARAAN PROVINSI SUMATERA UTARA Rasio Pertumbuhan Jalan Rasio pertumbuhan jalan diperoleh dengan cara membandingkan pertumbuhan belanja peningkatan jalan dengan pertumbuhan panjang jalan. Pada tahun 2013, rasio pertumbuhan jalan di Provinsi Sumatera Utara adalah 9,24. Hal ini menunjukkan bahwa pertumbuhan pagu peningkatan jalan di Sumatera Utara adalah 9,24 kali dari pertumbuhan panjang jalan itu sendiri. c. Belanja Bidang Kesehatan Rasio Belanja Kesehatan Rasio belanja kesehatan sangat bervariasi antar daerah. Rasio tertinggi terdapat di Kab. Asahan dan Kab. Binjai sedangkan rasio terendah terdapat di Pemprov. Sumatera Utara. Hal ini disebabkan operasionalisasi pelayanan kesehatan diselenggarakan oleh kabupaten/kota sedangkan pemerintah provinsi hanya melakukan fungsi koordinasi, supervisi, dan evaluasi. Rasio Pertumbuhan Fasilitas Kesehatan dan Tenaga Medis Rasio pertumbuhan belanja kesehatan terhadap pertumbuhan jumlah fasilitas kesehatan dan tenaga medis tercermin pada gambar berikut ini: Gambar Rasio Pertumbuhan Fasilitas Kesehatan dan Tenaga Medis Prov. Sumatera Utara RASIO PERTUMBUHAN FASKES RASIO PERTUMBUHAN TENAGA MEDIS Sumber: data diolah Kajian Fiskal Regional Triwulan I Prov. Sumatera Utara Page 68

89 KANWIL DITJEN PERBENDAHARAAN PROVINSI SUMATERA UTARA Dari gambar di atas, terlihat tidak selamanya penambahan pagu belanja kesehatan berkorelasi positif terhadap pertumbuhan jumlah fasilitas kesehatan. Hal ini dapat dilihat pada Kabupaten Tapanuli Tengah (pagu belanja bertambah 40%, jumlah faskes berkurang dua), Dairi (pagu belanja bertambah 32%, jumlah faskes berkurang satu), dan Padang Lawas (pagu belanja bertambah 167%, jumlah faskes berkurang tiga). Hal ini berarti bahwa penambahan pagu belanja kesehatan tidak digunakan untuk menambah jumlah fasilitas kesehatan di kabupaten tersebut. Namun penambahan jumlah pagu belanja kesehatan digunakan untuk menambah jumlah tenaga medis di daerah tersebut. Sedangkan pada tiga kabupaten, yaitu Kabupaten Labuhan Batu, Humbang Hasundutan, dan Labuhan Batu Selatan, penambahan pagu belanja kesehatan berkorelasi positif terhadap penambahan jumlah fasilitas kesehatan. d. Belanja Bidang Pendidikan Rasio Belanja Pendidikan Secara umum, hampir seluruh kabupaten/kota di Provinsi Sumatera Utara memprioritaskan sektor pendidikan. Hal ini tercermin dengan tingginya rasio belanja pendidikan terhadap total APBD. Namun pada Provinsi Sumatera Utara terlihat alokasi belanja pendidikan hanya sebesar 2,82% dari total APBD Provinsi Sumatera karena penyelenggaraan pendidikan dasar dan menengah dilaksanakan oleh pemerintah kabupaten/kota sedangkan pemerintah provinsi hanya menjalankan fungsi koordinasi. Rasio Pertumbuhan Partisipasi Sekolah, Jumlah Guru, dan Jumlah Sekolah Rasio pertumbuhan belanja pendidikan terhadap pertumbuhan partisipasi sekolah dan jumlah guru dapat dilihat pada gambar Dari gambar tersebut terlihat bahwa pertambahan jumlah pagu belanja pendidikan pada Kabupaten Dairi dan Toba Samosir berkorelasi positif terhadap pertumbuhan jumlah partisipasi sekolah, guru, dan sekolah. Sementara, pada Kabupaten Tapanuli Tengah, Serdang Bedagai, dan Kota Tanjung Balai menunjukkan bahwa pertambahan jumlah pagu belanja Kajian Fiskal Regional Triwulan I Prov. Sumatera Utara Page 69

90 KANWIL DITJEN PERBENDAHARAAN PROVINSI SUMATERA UTARA pendidikan justru mengakibatkan penurunan jumlah partisipasi sekolah, guru dan sekolah. Seharusnya pertambahan jumlah belanja pagu pendidikan akan berkorelasi positif terhadap pertumbuhan jumlah partisipasi sekolah, guru dan sekolah. Namun pada kenyataannya, hal tersebut hanya terjadi pada sebagian kecil kabupaten di wilayah Sumatera Utara. Gambar Rasio Pertumbuhan Partisipasi Sekolah, Jumlah Guru, dan Sekolah Rasio Pertumbuhan Partisipasi Sekolah, Jumlah Guru dan Sekolah RASIO PARTISIPASI SEKOLAH RASIO PERTUMBUHAN JUMLAH GURU RASIO PERTUMBUHAN JUMLAH SEKOLAH Sumber: data diolah e. Belanja Bidang Kesejahteraan dan Penanggulangan Kemiskinan Rasio belanja kesejahteraan Secara agregat seluruh kabupaten/kota dan provinsi hanya mengalokasikan rata-rata 1,6% dari masing-masing APBD-nya untuk sektor kesejahteraan. Rasio Pertumbuhan HDI dan Penurunan Penduduk Miskin Rasio pertumbuhan HDI dan penurunan penduduk miskin dapat digambarkan dalam gambar berikut ini: Kajian Fiskal Regional Triwulan I Prov. Sumatera Utara Page 70

91 KANWIL DITJEN PERBENDAHARAAN PROVINSI SUMATERA UTARA Gambar Rasio HDI dan Penurunan Penduduk Miskin Rasio HDI dan Penurunan Penduduk Miskin RASIO HDI RASIO PENURUNAN PENDUDUK MISKIN Sumber: data diolah Rasio pertumbuhan HDI seharusnya dapat menunjukkan adanya korelasi positif antara pertumbuhan belanja kesejahteraan dibandingkan dengan pertumbuhan Human Development Index. Rasio penurunan penduduk miskin mencerminkan korelasi antara pertumbuhan belanja kesejahteraan dibandingkan dengan tingkat penurunan penduduk miskin. Secara ideal, rasio pertumbuhan HDI dan penurunan penduduk miskin saling bertolak belakang. Namun pada gambar di atas terlihat beberapa penyimpangan pada Kabupaten Toba Samosir, Deli Serdang, Kota Medan, dan Padang Sidimpuan, yaitu rasio pertumbuhan HDI naik namun jumlah penduduk miskin juga meningkat. f. Belanja Bidang Pertanian Rasio Belanja Pertanian Meskipun perekonomian wilayah Sumatera Utara didominasi oleh sektor pertanian, namun alokasi belanja sektor pertanian terhadap masing-masing APBD pemda sebesar rata-rata 2,36%. Hal ini menunjukkan pengeluaran pemerintah untuk sektor pertanian hanya sebagai stimulan. Kajian Fiskal Regional Triwulan I Prov. Sumatera Utara Page 71

92 KANWIL DITJEN PERBENDAHARAAN PROVINSI SUMATERA UTARA Rasio Pertumbuhan Nilai Tukar Petani Pertumbuhan Belanja Pertanian menunjukkan komitmen pemerintah untuk meningkatkan produksi pertanian, diharapkan tingkat kesejahteraan petani dan daya belinya lebih meningkat. Pertumbuhan Belanja Pertanian di Provinsi Sumatera Utara Tahun 2012 menunjukkan angka rata-rata sebesar 52% yang berarti bahwa komitmen pemerintah terhadap pertumbuhan pertanian di Provinsi Sumatera Utara tinggi. Rasio Pertumbuhan Nilai Tukar Petani Nilai Tukar Petani (NTP) adalah indeks yang diterima oleh petani dari usaha taninya dengan indeks yang dibayarkan petani dan dinyatakan dalam persen. Bila angka NTP lebih besar dari 100% mengindikasikan bahwa petani secara keseluruhan di provinsi tersebut telah sejahtera karena ada potensi untuk menabung atau membeli kebutuhan lainnya. Sedangkan bila kurang dari 100% mengindikasikan bahwa petani di daerah tersebut belum sejahtera atau belum mampu memenuhi kebutuhan dasarnya. NTP in dihitung oleh BPS di setiap provinsi terhadap lima sub sektor yaitu sub sektor tanaman pangan, holtikultura, peternakan, perikanan, dan perkebunan rakyat. Pada Triwulan I Tahun 2013, NTP Provinsi Sumatera Utara adalah sebesar 100,78%, hal ini mengindikasikan bahwa petani di Sumatera Utara sudah mampu memenuhi kebutuhan dasarnya namun hanya sekedar untuk bertahan hidup. NTP ini mengalami penurunan dari NTP tahun 2012 yang menunjukkan indeks 101,5% dan NTP tahun 2011 sebesar 104,2%. Rasio Pertumbuhan Nilai Tukar Petani merupakan pertumbuhan belanja pertanian dibandingkan dengan pertumbuhan NTP. Pada Provinsi Sumatera Utara, rasio ini menunjukkan angka -19,96 yang menandakan bahwa terdapat korelasi negatif atas belanja pertanian yang dialokasikan pemerintah terhadap pertumbuhan NTP. Hal ini berarti bahwa pertumbuhan belanja pertanian di Provinsi Sumatera Utara tidak berpengaruh terhadap peningkatan kesejahteraan petani. Kajian Fiskal Regional Triwulan I Prov. Sumatera Utara Page 72

93 KANWIL DITJEN PERBENDAHARAAN PROVINSI SUMATERA UTARA Rasio Peningkatan Produksi Rasio peningkatan produksi merupakan rasio yang mengukur tingkat pertumbuhan belanja pertanian dibandingkan dengan pertumbuhan produksi pertanian. Secara teori, dengan meningkatnya pertumbuhan belanja pertanian akan berpengaruh positif terhadap pertumbuhan produksi pertanian. Dari data yang ada, terlihat bahwa rasio peningkatan produksi di Provinsi Sumatera Utara sebesar 10,74. Hal ini menunjukkan bahwa pertumbuhan belanja pertanian berpengaruh positif terhadap peningkatan produksi pertanian di Provinsi Sumatera Utara. Rasio Subsidi Pertanian Rasio subsidi pertanian merupakan rasio yang mengukur tingkat pertumbuhan realisasi subsidi benih dan pupuk dibandingkan dengan pertumbuhan produksi pertanian. Harapannya, dengan meningkatnya pertumbuhan subsidi benih dan pupuk akan meningkatkan pertumbuhan produksi pertanian. Dari data yang ada, terlihat bahwa rasio subsidi pertanian di Provinsi Sumatera Utara menunjukkan angka 13,07 yang berarti bahwa pertumbuhan realisasi subsidi benih dan pupuk sangat berpengaruh terhadap pertumbuhan produksi pertanian. Gambar Rasio Belanja Pertanian, Rasio Pertumbuhan NTP, Rasio Peningkatan Produksi, dan Rasio Subsidi Pertanian Rasio Belanja Pertanian Rasio Pertumbuhan Rasio Peningkatan NTP Produksi Rasio Subsidi Pertanian SUMATERA -25 Sumber: data diolah Kajian Fiskal Regional Triwulan I Prov. Sumatera Utara Page 73

94 KANWIL DITJEN PERBENDAHARAAN PROVINSI SUMATERA UTARA E. SILPA dan Pembiayaan 1. Perkembangan Surplus/Defisit APBD a. Rasio surplus/defisit terhadap aggregat pendapatan Rasio ini untuk mengetahui proporsi adanya surplus/defisit anggaran terhadap pendapatan, yang menunjukkan performa fiskal pemerintah daerah dalam menghimpun pendapatan untuk membiayai belanja, atau penghematan belanja dengan kondisi pendapatan tertentu. b. Rasio surplus/defisit terhadap PDRB Indikator ini menggambarkan kesehatan ekonomi regional, dimana semakin kecil rasionya berarti daerah tersebut mampu memproduksi barang dan jasa yang cukup baik untuk membiayai hutang akibat defisit anggaran pemerintah daerah. c. Rasio SILPA terhadap alokasi belanja Rasio ini mencerminkan proporsi belanja atau kegiatan yang tidak digunakan dengan efektif oleh pemerintah daerah Gambar Rasio Surplus/Defisit terhadap Pendapatan, Rasio Surplus/Defisit terhadap PDRB, dan Rasio SILPA terhadap Alokasi Belanja 20.00% SURPLUS/DEFISIT THD PENDAPATAN 15.00% SURPLUS/DEFISIT THD PDRB SILPA THD ALOKASI BELANJA 10.00% KOTA GUNUNG SITOLI KOTA SIBOLGA KOTA PADANG SIDEMPUAN KOTA TANJUNGBALAI KOTA B I N J A I KOTA PEMATANGSIANTAR KOTA MEDAN KOTA TEBINGTINGGI KAB. NIAS BARAT KAB. NIAS UTARA KAB. LABUHAN BATU UTARA KAB. PADANG LAWAS UTARA KAB. LABUHAN BATU SELATAN KAB. BATUBARA KAB. PADANG LAWAS KAB. SAMOSIR KAB. SERDANG BEDAGAI KAB. NIAS SELATAN KAB. PAKPAK BARAT KAB. MANDAILING NATAL KAB. N I A S KAB. TOBA SAMOSIR KAB. ASAHAN KAB. TAPANULI SELATAN KAB. D A I R I KAB. TAPANULI UTARA KAB. SIMALUNGUN KAB. KARO KAB. HUMBANG HASUNDUTAN % KAB. LABUHANBATU % KAB. TAPANULI TENGAH % KAB. LANGKAT -5.00% SUMATERA UTARA 0.00% KAB. DELISERDANG 5.00% % Sumber: data diolah menggunakan excel Kajian Fiskal Regional Triwulan I Prov. Sumatera Utara Page 74

Daftar Tabel Data Fiskal Regional Kanwil Ditjen Perbendaharaan

Daftar Tabel Data Fiskal Regional Kanwil Ditjen Perbendaharaan Daftar Tabel Data Fiskal Regional Kanwil Ditjen Perbendaharaan LAMPIRAN BAB II. Inflasi PERKEMBANGAN TINGKAT INFLASI Prov/Kab/Kota Tingkat Inflasi (%) Keterangan Prov Maret 0 (YoY) Kabupaten Maret 0 (bulanan)

Lebih terperinci

Sejak tahun 2008, tingkat kemiskinan terus menurun. Pada 2 tahun terakhir, laju penurunan tingkat kemiskinan cukup signifikan.

Sejak tahun 2008, tingkat kemiskinan terus menurun. Pada 2 tahun terakhir, laju penurunan tingkat kemiskinan cukup signifikan. Jiwa (Ribu) Persentase (%) 13 12.5 12 11.5 11 10.5 10 9.5 9 8.5 8 12.55 11.51 11.31 11.33 10.41 10.39 9.85 2008 2009 2010 2011 2012 2013 2014 Tingkat Kemiskinan Sejak tahun 2008, tingkat kemiskinan terus

Lebih terperinci

Medan, Maret 2014 Plt. Kepala Kanwil Ditjen Perbendaharaan Provinsi Sumatera Utara. Syahril Anwar NIP

Medan, Maret 2014 Plt. Kepala Kanwil Ditjen Perbendaharaan Provinsi Sumatera Utara. Syahril Anwar NIP KATA PENGANTAR Puji syukur kami panjatkan ke hadirat Allah Swt, Tuhan Yang Maha Esa, karena atas berkah, rahmat dan karunia-nyalah maka Kajian Fiskal Regional Provinsi Sumatera Utara tahun 2013 ini dapat

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. sejarah ekonomi dan selalu menarik untuk dibicarakan. Pengangguran adalah

BAB I PENDAHULUAN. sejarah ekonomi dan selalu menarik untuk dibicarakan. Pengangguran adalah BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Pengangguran merupakan suatu topik yang tidak pernah hilang dalam sejarah ekonomi dan selalu menarik untuk dibicarakan. Pengangguran adalah istilah bagi orang yang

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Tujuan Pembangunan Nasional, sebagaimana diamanatkan dalam. Indonesia dan seluruh tumpah darah Indonesia dan untuk memajukan

BAB I PENDAHULUAN. Tujuan Pembangunan Nasional, sebagaimana diamanatkan dalam. Indonesia dan seluruh tumpah darah Indonesia dan untuk memajukan BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Tujuan Pembangunan Nasional, sebagaimana diamanatkan dalam Pembukaan Undang Undang Dasar 1945 adalah melindungi segenap bangsa Indonesia dan seluruh tumpah darah Indonesia

Lebih terperinci

Provinsi Sumatera Utara: Demografi

Provinsi Sumatera Utara: Demografi Fact Sheet 02/2015 (28 Februari 2015) Agrarian Resource Center ARC Provinsi Sumatera Utara: Demografi Provinsi Sumatera Utara adalah provinsi peringkat ke-4 di Indonesia dari sisi jumlah penduduk. Pada

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Kegiatan penganggaran pada dasarnya mempunyai manfaat yang sama

BAB I PENDAHULUAN. Kegiatan penganggaran pada dasarnya mempunyai manfaat yang sama BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Kegiatan penganggaran pada dasarnya mempunyai manfaat yang sama dengan kegiatan perencanaan, koordinasi, dan pengawasan. Penganggaran juga merupakan komitmen resmi

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang Masalah. Perencanaan pembangunan ekonomi yang berorientasi pada pertumbuhan

BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang Masalah. Perencanaan pembangunan ekonomi yang berorientasi pada pertumbuhan BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Masalah Perencanaan pembangunan ekonomi yang berorientasi pada pertumbuhan (growth) merupakan awal proses pembangunan suatu negara. Pembangunan suatu negara diharapkan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. meliputi kebutuhan makan maupun non makan. Bagi Indonesia, kemiskinan sudah sejak lama menjadi persoalan

BAB I PENDAHULUAN. meliputi kebutuhan makan maupun non makan. Bagi Indonesia, kemiskinan sudah sejak lama menjadi persoalan BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Hampir disetiap negara berkembang kemiskinan selalu menjadi trending topic yang ramai dibicarakan. Indonesia merupakan salah satu negara berkembang yang menempati urutan

Lebih terperinci

Lampiran 1 Produk Domestik Regional Bruto (PDRB) Per Kapita Menurut Kabupaten/Kota Atas Dasar Harga Konstan (Rupiah)

Lampiran 1 Produk Domestik Regional Bruto (PDRB) Per Kapita Menurut Kabupaten/Kota Atas Dasar Harga Konstan (Rupiah) LAMPIRAN Lampiran 1 Produk Domestik Regional Bruto (PDRB) Per Kapita Menurut / Atas Dasar Harga Konstan (Rupiah) / 2010 2011 2012 2013 2014 2015 1 Nias 3.887.995 4.111.318 13.292.683.44 14. 046.053.44

Lebih terperinci

Musrenbang RKPD Provinsi Sumatera Utara 2013 Hotel Santika, Selasa 2 April 2013 BADAN PUSAT STATISTIK PROVINSI SUMATERA UTARA

Musrenbang RKPD Provinsi Sumatera Utara 2013 Hotel Santika, Selasa 2 April 2013 BADAN PUSAT STATISTIK PROVINSI SUMATERA UTARA Musrenbang RKPD Provinsi Sumatera Utara 2013 Hotel Santika, Selasa 2 April 2013 BADAN PUSAT STATISTIK PROVINSI SUMATERA UTARA 1 PERTUMBUHAN EKONOMI, STRUKTUR PEREKONOMIAN DAN PDRB PERKAPITA EKSPOR, IMPOR

Lebih terperinci

pemerintahan lokal yang bersifat otonomi (local outonomous government) sebagai

pemerintahan lokal yang bersifat otonomi (local outonomous government) sebagai BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Negara Republik Indonesia adalah kepulauan yang besar yang terdiri dari ribuan pulau, memiliki alam yang kaya, tanah yang subur dan ratusan juta penduduk. Di samping

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. kerja pengelolaan pemerintahan, Indonesia dibagi menjadi daerah kabupaten dan. sendiri urusan pemerintahan dan pelayanan publik.

BAB I PENDAHULUAN. kerja pengelolaan pemerintahan, Indonesia dibagi menjadi daerah kabupaten dan. sendiri urusan pemerintahan dan pelayanan publik. BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Negara Kesatuan Republik Indonesia menyelenggarakan pemerintahan Negara dan pembangunan nasional untuk mencapai masyarakat adil, makmur dan merata berdasarkan Pancasila

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Indonesia memiliki 34 provinsi yang kini telah tumbuh menjadi beberapa wacana

BAB I PENDAHULUAN. Indonesia memiliki 34 provinsi yang kini telah tumbuh menjadi beberapa wacana BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Indonesia memiliki 34 provinsi yang kini telah tumbuh menjadi beberapa wacana untuk mendirikan provinsi-provinsi baru di Indonesia. Pembentukan provinsi baru ini didasari

Lebih terperinci

MANUAL PENYUSUNAN KAJIAN FISKAL REGIONAL KANWIL DITJEN PERBENDAHARAAN

MANUAL PENYUSUNAN KAJIAN FISKAL REGIONAL KANWIL DITJEN PERBENDAHARAAN Page 1 MANUAL PENYUSUNAN KAJIAN FISKAL REGIONAL KANWIL DITJEN PERBENDAHARAAN KATA PENGANTAR Memuat kata pengantar dari Kepala Kanwil Ditjen Perbendaharaan DAFTAR ISI Memuat daftar isi masing-masing bab,

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. 1994). Proses pembangunan memerlukan Gross National Product (GNP) yang tinggi

BAB I PENDAHULUAN. 1994). Proses pembangunan memerlukan Gross National Product (GNP) yang tinggi BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Kemiskinan yang meluas merupakan tantangan terbesar dalam upaya Pembangunan (UN, International Conference on Population and Development, 1994). Proses pembangunan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Siklus pengelolaan keuangan daerah merupakan tahapan-tahapan yang

BAB I PENDAHULUAN. Siklus pengelolaan keuangan daerah merupakan tahapan-tahapan yang BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Penelitian Siklus pengelolaan keuangan daerah merupakan tahapan-tahapan yang harus dilakukan dalam mengelola keuangan yang menjadi wewenang dan tanggung jawab pemerintah

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Pada September 2000 sebanyak 189 negara anggota PBB termasuk

BAB I PENDAHULUAN. Pada September 2000 sebanyak 189 negara anggota PBB termasuk BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Pada September 2000 sebanyak 189 negara anggota PBB termasuk Indonesia, sepakat untuk mengadopsi deklarasi Millenium Development Goals (MDG) atau Tujuan Pertumbuhan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. bangsa, dalam upaya untuk meningkatkan taraf hidup maupun kesejahteraan rakyat.

BAB I PENDAHULUAN. bangsa, dalam upaya untuk meningkatkan taraf hidup maupun kesejahteraan rakyat. BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Pembangunan merupakan alternatif terbaik yang dapat dilakukan oleh suatu bangsa, dalam upaya untuk meningkatkan taraf hidup maupun kesejahteraan rakyat. Salah satu

Lebih terperinci

Sumatera Utara. Rumah Balai Batak Toba

Sumatera Utara. Rumah Balai Batak Toba , Laporan Provinsi 105 Sumatera Rumah Balai Batak Toba Rumah Balai Batak Toba adalah rumah adat dari daerah Sumatera. Rumah ini terbagi atas dua bagian, yaitu jabu parsakitan dan jabu bolon. Jabu parsakitan

Lebih terperinci

KEMISKINAN ASAHAN TAHUN 2015

KEMISKINAN ASAHAN TAHUN 2015 BPS KABUPATEN ASAHAN No. 02/10/1208/Th. XIX, 24 Oktober 2016 KEMISKINAN ASAHAN TAHUN 2015 Jumlah penduduk miskin di Kabupaten Asahan tahun 2015 sebanyak 85.160 jiwa (12,09%), angka ini bertambah sebanyak

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. pemerataan adalah hal yang sangat penting. Pada tahun 1950an, orientasi

BAB I PENDAHULUAN. pemerataan adalah hal yang sangat penting. Pada tahun 1950an, orientasi BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Dalam proses pembangunan, pencapaian pertumbuhan ekonomi dan pemerataan adalah hal yang sangat penting. Pada tahun 1950an, orientasi pembangunan negara sedang berkembang

Lebih terperinci

KAJIAN FISKAL REGIONAL PROVINSI JAWA TIMUR TAHUN 2012

KAJIAN FISKAL REGIONAL PROVINSI JAWA TIMUR TAHUN 2012 KAJIAN FISKAL REGIONAL PROVINSI JAWA TIMUR TAHUN 2012 KANTOR WILAYAH DIREKTORAT JENDERAL PERBENDAHARAAN PROVINSI JAWA TIMUR 2013 KATA PENGANTAR Puji syukur kami panjatkan kepada Tuhan YME atas selesainya

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. kewenangan dan tanggung jawab penuh dalam mengatur dan mengurus rumah

BAB I PENDAHULUAN. kewenangan dan tanggung jawab penuh dalam mengatur dan mengurus rumah BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Sejak berlakunya otonomi daerah sesuai dengan UU No. 22 Tahun 1999 tentang Pemerintahan Daerah dan UU No. 25 Tahun 1999 tentang Perimbangan Keuangan antara Pemerintah

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Pengelolaan Keuangan Daerah Berdasarkan Peraturan Pemerintah Republik Indonesia Nomor 105 Tahun 2000, tentang Pengelolaan dan Pertanggungjawaban Keuangan Daerah, yang dimaksud

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. dilindungi oleh Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945

BAB I PENDAHULUAN. dilindungi oleh Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945 BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Pangan adalah salah satu hak azasi manusia dan sebagai komoditi strategis yang dilindungi oleh Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945 dan kesepakatan

Lebih terperinci

Lampiran 1 REALISASI DANA ALOKASI UMUM (DAU) KABUPATEN / KOTA PROVINSI SUMATERA UTARA (Tabulasi Normal dalam Rupiah) TAHUN

Lampiran 1 REALISASI DANA ALOKASI UMUM (DAU) KABUPATEN / KOTA PROVINSI SUMATERA UTARA (Tabulasi Normal dalam Rupiah) TAHUN Lampiran 1 REALISASI DANA ALOKASI UMUM (DAU) KABUPATEN / KOTA PROVINSI SUMATERA UTARA (Tabulasi Normal dalam Rupiah) TAHUN No Uraian 2005 2006 2007 2008 1 Kab. Asahan 292231000000 493236000000 546637000000

Lebih terperinci

Disampaikan Oleh: SAUT SITUMORANG Staf Ahli Mendagri Bidang Pemerintahan

Disampaikan Oleh: SAUT SITUMORANG Staf Ahli Mendagri Bidang Pemerintahan KEMENTERIAN DALAM NEGERI Disampaikan Oleh: SAUT SITUMORANG Staf Ahli Mendagri Bidang Pemerintahan Medan, 3 April 2013 Undang Undang Nomor 32 Tahun 2004 tentang Pemerintahan Daerah, Pasal 150 ayat (1) dan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Pembangunan Jangka Panjang tahun merupakan kelanjutan

BAB I PENDAHULUAN. Pembangunan Jangka Panjang tahun merupakan kelanjutan BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Pembangunan Jangka Panjang tahun 2005 2025 merupakan kelanjutan perencanaan dari tahap pembangunan sebelumnya untuk mempercepat capaian tujuan pembangunan sebagaimana

Lebih terperinci

INDEKS PEMBANGUNAN MANUSIA (IPM) TAHUN 2016

INDEKS PEMBANGUNAN MANUSIA (IPM) TAHUN 2016 BPS PROVINSI SUMATERA UTARA INDEKS PEMBANGUNAN MANUSIA (IPM) TAHUN 2016 No. 29/05/12/Thn. XX, 5 Mei 2017 IPM PROVINSI SUMATERA UTARA TAHUN 2016 MEMASUKI KATEGORI TINGGI Pembangunan manusia di Sumatera

Lebih terperinci

Lampiran 1. Tabel Daftar Pemerintahan Kabupaten/Kota di Provinsi Sumatera Utara

Lampiran 1. Tabel Daftar Pemerintahan Kabupaten/Kota di Provinsi Sumatera Utara Lampiran 1 Tabel Daftar Pemerintahan Kabupaten/Kota di Provinsi Sumatera Utara No. Kabupaten No. Kota 1. Kabuapaten Asahan 1. Kota Binjai 2. Kabuapaten Batubara 2. Kota Gunung Sitoli 3. Kabuapaten Dairi

Lebih terperinci

Lampiran 1. Jumlah Penduduk Menurut Kabupaten/Kota di Provinsi Sumatera Utara Tahun (Jiwa)

Lampiran 1. Jumlah Penduduk Menurut Kabupaten/Kota di Provinsi Sumatera Utara Tahun (Jiwa) Lampiran 1. Jumlah Penduduk Menurut Kabupaten/Kota di Provinsi Sumatera Utara Tahun 2005 2007 (Jiwa) No Kabupaten/kota Tahun 2005 2006 2007 Kabupaten 1 Nias 441.807 442.019 442.548 2 Mandailing natal 386.150

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Pembangunan ekonomi suatu daerah pada dasarnya merupakan kegiatan yang

BAB I PENDAHULUAN. Pembangunan ekonomi suatu daerah pada dasarnya merupakan kegiatan yang BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Masalah Pembangunan ekonomi suatu daerah pada dasarnya merupakan kegiatan yang dilakukan secara sadar dan berkesinambungan yang dijalankan secara bersama-sama baik

Lebih terperinci

BAB III TINGKAT KESEJAHTERAAN MASYARAKAT DAN KEMISKINAN DI KABUPATEN/KOTA PROPINSI SUMATERA UTARA

BAB III TINGKAT KESEJAHTERAAN MASYARAKAT DAN KEMISKINAN DI KABUPATEN/KOTA PROPINSI SUMATERA UTARA 39 BAB III TINGKAT KESEJAHTERAAN MASYARAKAT DAN KEMISKINAN DI KABUPATEN/KOTA PROPINSI SUMATERA UTARA 3.1. Karakteristik Kemiskinan Propinsi Sumatera Utara Perkembangan persentase penduduk miskin di Sumatera

Lebih terperinci

BERITA RESMI STATISTIK

BERITA RESMI STATISTIK BERITA RESMI STATISTIK BPS KOTA GUNUNGSITOLI INDEKS PEMBANGUNAN MANUSIA (IPM) TAHUN 2016 IPM KOTA GUNUNGSITOLI TAHUN 2016 SEBESAR 66,85 No. 01/12785/06/2017, 11 Juli 2017 Pembangunan manusia di Kota Gunungsitoli

Lebih terperinci

Tabel 1.1. Daftar Surplus/Defisit Laporan Realisasi APBD Kabupaten/Kota T.A (dalam jutaan rupiah)

Tabel 1.1. Daftar Surplus/Defisit Laporan Realisasi APBD Kabupaten/Kota T.A (dalam jutaan rupiah) LAMPIRAN 1 Tabel 1.1. Daftar Surplus/Defisit Laporan Realisasi APBD Kabupaten/Kota T.A 2011-2014 (dalam jutaan rupiah) Surplus/Defisit APBD DAERAH 2011 2012 2013 2014 Kab. Nias -58.553-56.354-78.479-45.813

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Determinan kemiskinan..., Roy Hendra, FE UI, Universitas Indonesia

BAB I PENDAHULUAN. Determinan kemiskinan..., Roy Hendra, FE UI, Universitas Indonesia BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Kemiskinan merupakan masalah dalam pembangunan yang bersifat multidimensi. Kemiskinan merupakan persoalan kompleks yang terkait dengan berbagai dimensi yakni sosial,

Lebih terperinci

SUATU TINJAUAN KEBIJAKAN ALOKASI BELANJA 3 (TIGA) BIDANG UTAMA (SOSIAL BUDAYA, INFRASTRUKTUR, EKONOMI) UNTUK 25 KABUPATEN DAN KOTA PADA RAPBD TA

SUATU TINJAUAN KEBIJAKAN ALOKASI BELANJA 3 (TIGA) BIDANG UTAMA (SOSIAL BUDAYA, INFRASTRUKTUR, EKONOMI) UNTUK 25 KABUPATEN DAN KOTA PADA RAPBD TA Karya Tulis SUATU TINJAUAN KEBIJAKAN ALOKASI BELANJA 3 (TIGA) BIDANG UTAMA (SOSIAL BUDAYA, INFRASTRUKTUR, EKONOMI) UNTUK 25 KABUPATEN DAN KOTA PADA RAPBD TA. 2006 PROVINSI SUMATERA UTARA Murbanto Sinaga

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Indonesia. Pembangunan di bidang ekonomi ini sangat penting karena dengan

BAB I PENDAHULUAN. Indonesia. Pembangunan di bidang ekonomi ini sangat penting karena dengan BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Setiap Negara mempunyai tujuan dalam pembangunan ekonomi termasuk Indonesia. Pembangunan di bidang ekonomi ini sangat penting karena dengan meningkatnya pembangunan

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN. Pembangunan ekonomi merupakan suatu proses yang menyebabkan. pendapatan perkapita suatu masyarakat meningkat dalam jangka panjang

BAB 1 PENDAHULUAN. Pembangunan ekonomi merupakan suatu proses yang menyebabkan. pendapatan perkapita suatu masyarakat meningkat dalam jangka panjang BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Pembangunan ekonomi merupakan suatu proses yang menyebabkan pendapatan perkapita suatu masyarakat meningkat dalam jangka panjang (Sukirno,1985). Sedangkan tujuan pembangunan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. penyerahan wewenang pemerintahan oleh pemerintah pusat kepada daerah otonom untuk

BAB I PENDAHULUAN. penyerahan wewenang pemerintahan oleh pemerintah pusat kepada daerah otonom untuk BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Dalam sistem otonomi daerah, terdapat 3 (tiga) prinsip yang dijelaskan UU No.23 Tahun 2014 yaitu desentralisasi, dekonsentrasi, dan tugas pembantuan. Desentralisasi

Lebih terperinci

4 GAMBARAN UMUM. No Jenis Penerimaan

4 GAMBARAN UMUM. No Jenis Penerimaan 4 GAMBARAN UMUM 4.1 Kinerja Fiskal Daerah Kinerja fiskal yang dibahas dalam penelitian ini adalah tentang penerimaan dan pengeluaran pemerintah daerah, yang digambarkan dalam APBD Provinsi dan Kabupaten/Kota

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. untuk tempat tinggal dan berlindung. Namun seiring dengan perkembangan

BAB I PENDAHULUAN. untuk tempat tinggal dan berlindung. Namun seiring dengan perkembangan BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Kebutuhan pokok (primer) manusia adalah sandang, pangan dan papan. Ketiga hal tersebut memegang peranan penting dalam kehidupan manusia. Pada awalnya kebutuhan akan

Lebih terperinci

TIPOLOGI WILAYAH HASIL PENDATAAN POTENSI DESA (PODES) 2014

TIPOLOGI WILAYAH HASIL PENDATAAN POTENSI DESA (PODES) 2014 BPS PROVINSI SUMATERA UTARA No. 21/03/12/Th. XVIII, 2 Maret 2015 TIPOLOGI WILAYAH HASIL PENDATAAN POTENSI DESA (PODES) 2014 Pendataan Potensi Desa (Podes) dilaksanakan 3 kali dalam 10 tahun. Berdasarkan

Lebih terperinci

KATA PENGANTAR. Kajian Fiskal Regional

KATA PENGANTAR. Kajian Fiskal Regional KATA PENGANTAR Puji dan syukur kami panjatkan ke hadirat Tuhan Yang Maha Kuasa atas selesainya penulisan dan penyusunan Provinsi Kalimantan Timur Triwulan I Tahun 213 oleh Tim Kerja. Maksud dan tujuan

Lebih terperinci

BAB II PERUBAHAN KEBIJAKAN UMUM APBD Perubahan Asumsi Dasar Kebijakan Umum APBD

BAB II PERUBAHAN KEBIJAKAN UMUM APBD Perubahan Asumsi Dasar Kebijakan Umum APBD BAB II PERUBAHAN KEBIJAKAN UMUM APBD 2.1. Perubahan Asumsi Dasar Kebijakan Umum APBD Dalam penyusunan Kebijakan Umum Perubahan APBD ini, perhatian atas perkembangan kondisi perekonomian Kabupaten Lombok

Lebih terperinci

KATA PENGANTAR. Kepala Pusat Data dan Informasi Kementerian Kesehatan. drg. Oscar Primadi, MPH NIP

KATA PENGANTAR. Kepala Pusat Data dan Informasi Kementerian Kesehatan. drg. Oscar Primadi, MPH NIP KATA PENGANTAR Keberhasilan pembangunan kesehatan membutuhkan perencanaan yang baik yang didasarkan pada data dan informasi kesehatan yang tepat dan akurat serta berkualitas, sehingga dapat menggambarkan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Hal ini ditandai dengan diterbitkannya Undang-Undang Nomor 32 Tahun

BAB I PENDAHULUAN. Hal ini ditandai dengan diterbitkannya Undang-Undang Nomor 32 Tahun digilib.uns.ac.id BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Desentralisasi fiskal sudah dilaksanakan di Indonesia sejak tahun 2001. Hal ini ditandai dengan diterbitkannya Undang-Undang Nomor 32 Tahun

Lebih terperinci

1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Pertumbuhan ekonomi merupakan salah satu indikator keberhasilan pembangunan suatu negara. Pertumbuhan ekonomi Indonesia mengalami perubahan yang cukup berfluktuatif. Pada

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

I. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang I. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Bangsa Indonesia memasuki era baru tata pemerintahan sejak tahun 2001 yang ditandai dengan pelaksanaan otonomi daerah. Pelaksanaan otonomi daerah ini didasarkan pada UU

Lebih terperinci

BERITA RESMI STATISTIK

BERITA RESMI STATISTIK Hasil Pendaftaran (Listing) Usaha/Perusahaan Sensus Ekonomi 2016 No. 31/05/12/Thn. XX, 24 Mei 2017 BERITA RESMI STATISTIK PROVINSI SUMATERA UTARA Hasil Pendaftaran (Listing) Usaha/Perusahaan Sensus Ekonomi

Lebih terperinci

INDEKS PEMBANGUNAN MANUSIA (IPM) TAHUN 2015

INDEKS PEMBANGUNAN MANUSIA (IPM) TAHUN 2015 BPS PROVINSI SUMATERA UTARA No. 39/07/12/Thn.XIX, 01 Juli 2016 INDEKS PEMBANGUNAN MANUSIA (IPM) TAHUN 2015 INDEKS PEMBANGUNAN MANUSIA SUMATERA UTARA 2015 MENCAPAI 69,51. Pembangunan manusia di Sumatera

Lebih terperinci

Lampiran 1. Data Luas Panen dan Produksi Kabupaten/Kota di Sumatera Utara Tahun

Lampiran 1. Data Luas Panen dan Produksi Kabupaten/Kota di Sumatera Utara Tahun Lampiran 1 Data Luas Panen dan Produksi Kabupaten/Kota di Sumatera Utara Tahun 2012 Kabupaten/Kota Luas Panen (ha) Produksi (ton) Rata-rata Produksi (kw/ha) Nias 9449 30645 32.43 Mandailing Natal 37590

Lebih terperinci

TIM NASIONAL PERCEPATAN PENANGGULANGAN KEMISKINAN 1

TIM NASIONAL PERCEPATAN PENANGGULANGAN KEMISKINAN 1 1 indikator kesejahteraan DAERAH provinsi sumatera utara sekretariat Tim Nasional Percepatan Penanggulangan Kemiskinan Sekretariat Wakil Presiden Republik Indonesia Jl. Kebon Sirih No. 14 Jakarta Pusat

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Gambaran Umum Objek Penelitian

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Gambaran Umum Objek Penelitian BAB I PENDAHULUAN 1.1 Gambaran Umum Objek Penelitian Objek penelitian yang digunakan oleh peneliti adalah Provinsi Papua. Provinsi Papua merupakan salah satu provinsi terkaya di Indonesia dengan luas wilayahnya

Lebih terperinci

ALOKASI ANGGARAN DAERAH DALAM PEMBANGUNAN MANUSIA KABUPATEN/KOTA DI PROVINSI SUMATERA UTARA Beryl Artesian Girsang

ALOKASI ANGGARAN DAERAH DALAM PEMBANGUNAN MANUSIA KABUPATEN/KOTA DI PROVINSI SUMATERA UTARA Beryl Artesian Girsang ALOKASI ANGGARAN DAERAH DALAM PEMBANGUNAN MANUSIA KABUPATEN/KOTA DI PROVINSI SUMATERA UTARA 2001-2009 Beryl Artesian Girsang berylgirsang@gmail.com Tukiran tukiran@ugm.ac.id Abstract Human resources enhancement

Lebih terperinci

PERTUMBUHAN EKONOMI PAKPAK BHARAT TAHUN 2013

PERTUMBUHAN EKONOMI PAKPAK BHARAT TAHUN 2013 BPS KABUPATEN PAKPAK BHARAT No. 22/09/1216/Th. IX, 22 September 2014 PERTUMBUHAN EKONOMI PAKPAK BHARAT TAHUN 2013 Pertumbuhan ekonomi Kabupaten Pakpak Bharat pada tahun 2013 yaitu sebesar 5,86 persen dimana

Lebih terperinci

PERKEMBANGAN PEMBANGUNAN PROVINSI SUMATERA UTARA 2014

PERKEMBANGAN PEMBANGUNAN PROVINSI SUMATERA UTARA 2014 OUTLINE ANALISIS PROVINSI 1. Perkembangan Indikator Utama 1.1 Pertumbuhan Ekonomi 1.2 Pengurangan Pengangguran 1.3 Pengurangan Kemiskinan 2. Kinerja Pembangunan Kota/ Kabupaten 2.1 Pertumbuhan Ekonomi

Lebih terperinci

ANALISIS SEKTOR UNGGULAN DAN HUBUNGANNYA DENGAN PERKEMBANGAN PEREKONOMIAN WILAYAH DI PROVINSI SUMATERA UTARA. Mitrawan Fauzi

ANALISIS SEKTOR UNGGULAN DAN HUBUNGANNYA DENGAN PERKEMBANGAN PEREKONOMIAN WILAYAH DI PROVINSI SUMATERA UTARA. Mitrawan Fauzi ANALISIS SEKTOR UNGGULAN DAN HUBUNGANNYA DENGAN PERKEMBANGAN PEREKONOMIAN WILAYAH DI PROVINSI SUMATERA UTARA Mitrawan Fauzi mitrawanfauzi94@gmail.com Luthfi Mutaali luthfimutaali@ugm.ac.id Abtract Competition

Lebih terperinci

SURAT PENGESAHAN DAFTAR ISIAN PELAKSANAAN ANGGARAN (SP-DIPA) INDUK TAHUN ANGGARAN 2016 NOMOR : SP DIPA /2016

SURAT PENGESAHAN DAFTAR ISIAN PELAKSANAAN ANGGARAN (SP-DIPA) INDUK TAHUN ANGGARAN 2016 NOMOR : SP DIPA /2016 SURAT PENGESAHAN DAFTAR ISIAN PELAKSANAAN ANGGARAN (SP-DIPA) INDUK NOMOR SP DIPA-15.6-/216 A. DASAR HUKUM 1. 2. 3. UU No. 17 Tahun 23 tentang Keuangan Negara. UU No. 1 Tahun 24 tentang Perbendaharaan Negara.

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Otonomi daerah merupakan suatu bentuk perwujudan pendelegasian. wewenang dan tanggung jawab dari Pemerintah Pusat kepada Pemerintah

BAB I PENDAHULUAN. Otonomi daerah merupakan suatu bentuk perwujudan pendelegasian. wewenang dan tanggung jawab dari Pemerintah Pusat kepada Pemerintah 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Otonomi daerah merupakan suatu bentuk perwujudan pendelegasian wewenang dan tanggung jawab dari Pemerintah Pusat kepada Pemerintah Daerah dimana Pemerintah

Lebih terperinci

PENDAHULUAN. menyediakan sarana dan prasarana,baik fisik maupun non fisik. Namun dalam

PENDAHULUAN. menyediakan sarana dan prasarana,baik fisik maupun non fisik. Namun dalam PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Bangsa Indonesia mempunyai cita cita yang luhur sebagaimana tertuang dalam Pembukuan UUD Tahun 1945 adalah untuk memajukan kesejahteraan umum menuju masyarakat adil dan makmur

Lebih terperinci

Universitas Sumatera Utara

Universitas Sumatera Utara Lampiran 1 Jenis Pendapatan Pajak untuk Provinsi dan Kabupaten/Kota Jenis pajak kabupaten/kota meliputi: 1. Pajak kendaraan bermotor 2. Bea balik nama kendaraan bermotor 3. Pajak bahan bakar kendaraan

Lebih terperinci

KEMENTERIAN KEUANGAN REPUBLIK INDONESIA DIREKTORAT JENDERAL PERIMBANGAN KEUANGAN 2014 A PB D L A P O R A N A N A L I S I S REALISASI APBD

KEMENTERIAN KEUANGAN REPUBLIK INDONESIA DIREKTORAT JENDERAL PERIMBANGAN KEUANGAN 2014 A PB D L A P O R A N A N A L I S I S REALISASI APBD KEMENTERIAN KEUANGAN REPUBLIK INDONESIA DIREKTORAT JENDERAL PERIMBANGAN KEUANGAN 2014 A PB D L A P O R A N A N A L I S I S REALISASI APBD TAHUN ANGGARAN 2013 1 L A P O R A N A N A L I S I S REALISASI

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. mewujudkan masyarakat yang adil dan makmur, maka pelaksanaan pembangunan

BAB I PENDAHULUAN. mewujudkan masyarakat yang adil dan makmur, maka pelaksanaan pembangunan BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Penelitian Sebagaimana cita-cita kita bangsa Indonesia dalam bernegara yaitu untuk mewujudkan masyarakat yang adil dan makmur, maka pelaksanaan pembangunan menjadi

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. kapasitas fiskal yaitu pendapatan asli daerah (PAD) (Sidik, 2002)

BAB I PENDAHULUAN. kapasitas fiskal yaitu pendapatan asli daerah (PAD) (Sidik, 2002) BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Menurut Undang-Undang Nomor 23 Tahun 2014 Negara Republik Indonesia merupakan Negara Kesatuan yang menganut asas desentralisasi dalam penyelenggaraan pemerintahan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Pelaksanaan Desentralisasi di Indonesia ditandai dengan adanya Undangundang

BAB I PENDAHULUAN. Pelaksanaan Desentralisasi di Indonesia ditandai dengan adanya Undangundang BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Pelaksanaan Desentralisasi di Indonesia ditandai dengan adanya Undangundang Nomor 22 dan Nomor 25 tahun 1999 yang sekaligus menandai perubahan paradigma pembangunan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. usaha pertanian (0,74 juta rumah tangga) di Sumatera Utara.

BAB I PENDAHULUAN. usaha pertanian (0,74 juta rumah tangga) di Sumatera Utara. BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Indonesia merupakan negara agraris dimana pertanian merupakan basis utama perekonomian nasional. Sebagian besar masyarakat Indonesia masih menggantungkan hidupnya pada

Lebih terperinci

DISUSUN OLEH : BIDANG STATISTIK DAN PENGENDALIAN PEMBANGUNAN BAPPEDA PROVINSI SUMATERA BARAT Edisi 07 Agustus 2015

DISUSUN OLEH : BIDANG STATISTIK DAN PENGENDALIAN PEMBANGUNAN BAPPEDA PROVINSI SUMATERA BARAT Edisi 07 Agustus 2015 DISUSUN OLEH : BIDANG STATISTIK DAN PENGENDALIAN PEMBANGUNAN Edisi 07 Agustus 2015 Buku saku ini dalam upaya untuk memberikan data dan informasi sesuai dengan UU No.25 Tahun 2004 tentang Sistem Perencanaan

Lebih terperinci

KATA PENGANTAR. Palangkaraya, Maret 2014 Kepala Kanwil DJPBN Provinsi Kalteng. L u d i r o NIP

KATA PENGANTAR. Palangkaraya, Maret 2014 Kepala Kanwil DJPBN Provinsi Kalteng. L u d i r o NIP KATA PENGANTAR Puji syukur kami panjatkan kepada Tuhan Yang Maha Esa yang atas perkenan-nya lah maka Tim Kajian Fiskal Regional Kanwil Ditjen Perbendaharaan Provinsi Kalimantan Tengah dapat menyusun Kajian

Lebih terperinci

BAB 4 : KEUANGAN DAERAH

BAB 4 : KEUANGAN DAERAH BAB 4 KEUANGAN DAERAH BAB 4 : KEUANGAN DAERAH Realisasi penyerapan belanja APBD Pemerintah Provinsi Gorontalo triwulan IV-2010 cenderung lebih rendah dibandingkan periode yang sama tahun sebelumnya. Lambatnya

Lebih terperinci

SURAT PENGESAHAN DAFTAR ISIAN PELAKSANAAN ANGGARAN (SP-DIPA) INDUK TAHUN ANGGARAN 2017 NOMOR : SP DIPA /2017

SURAT PENGESAHAN DAFTAR ISIAN PELAKSANAAN ANGGARAN (SP-DIPA) INDUK TAHUN ANGGARAN 2017 NOMOR : SP DIPA /2017 SURAT PENGESAHAN DAFTAR ISIAN PELAKSANAAN ANGGARAN (SP-DIPA) INDUK NOMOR SP DIPA-15.6-/217 A. DASAR HUKUM 1. 2. 3. UU No. 17 Tahun 23 tentang Keuangan Negara. UU No. 1 Tahun 24 tentang Perbendaharaan Negara.

Lebih terperinci

BAB III RANCANGAN KERANGKA EKONOMI DAERAH DAN KEBIJAKAN KEUANGAN DAERAH

BAB III RANCANGAN KERANGKA EKONOMI DAERAH DAN KEBIJAKAN KEUANGAN DAERAH BAB III RANCANGAN KERANGKA EKONOMI DAERAH DAN KEBIJAKAN KEUANGAN DAERAH 3.1. Arah Kebijakan Ekonomi Daerah Rancangan Kerangka Ekonomi Daerah menggambarkan kondisi dan analisis perekonomian daerah, sebagai

Lebih terperinci

Daftar Populasi dan Sampel Penelitian

Daftar Populasi dan Sampel Penelitian Lampiran 1 Daftar Populasi dan Sampel Penelitian No Kabupaten dan Kota Populasi Kriteria Pemilihan Sampel Sampel 1 2 1 Kabupaten Asahan 1 - - 2 Kabupaten Dairi 2 Sampel 1 3 Kabupaten Deli Serdang 3 Sampel

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. untuk menciptakan kemandirian dalam pembiayaan pembangunan dengan. mengurangi ketergantungan pada sumber dana luar negeri.

BAB I PENDAHULUAN. untuk menciptakan kemandirian dalam pembiayaan pembangunan dengan. mengurangi ketergantungan pada sumber dana luar negeri. BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Pajak merupakan sumber penerimaan yang sangat penting artinya bagi perekonomian suatu Negara. Demikian juga dengan Indonesia sebagai negara yang sedang membangun,

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Sistem pemerintahan di Indonesia telah dilalui sejak kemerdekaannya 70

BAB I PENDAHULUAN. Sistem pemerintahan di Indonesia telah dilalui sejak kemerdekaannya 70 BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Sistem pemerintahan di Indonesia telah dilalui sejak kemerdekaannya 70 tahun yang lalu. Pada tahun 1945 1960, ada dibentuk Undang-Undang Nomor 22 Tahun 1948 tentang

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. Sejak tahun 2001 Indonesia telah memberlakukan desentralisasi yang lebih

I. PENDAHULUAN. Sejak tahun 2001 Indonesia telah memberlakukan desentralisasi yang lebih I. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Sejak tahun 2001 Indonesia telah memberlakukan desentralisasi yang lebih dikenal dengan istilah otonomi daerah sebagai salah satu wujud perubahan fundamental terhadap

Lebih terperinci

Lampiran 1 Daftar Kabupaten/ Kota, Sampel

Lampiran 1 Daftar Kabupaten/ Kota, Sampel Lampiran 1 Daftar Kabupaten/ Kota, Sampel Kriteria No Nama Kabupaten / Kota 1 2 Sampel 1 Kota Binjai Sampel 1 2 Kota gunung Sitoli X X - 3 Kota Medan Sampel 2 4 Kota Pematang Siantar Sampel 3 5 Kota Sibolga

Lebih terperinci

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 45 TAHUN 2007 TENTANG ANGGARAN PENDAPATAN DAN BELANJA NEGARA TAHUN ANGGARAN 2008

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 45 TAHUN 2007 TENTANG ANGGARAN PENDAPATAN DAN BELANJA NEGARA TAHUN ANGGARAN 2008 UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 45 TAHUN 2007 TENTANG ANGGARAN PENDAPATAN DAN BELANJA NEGARA TAHUN ANGGARAN 2008 DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang : a. bahwa

Lebih terperinci

PRODUKSI CABAI BESAR, CABAI RAWIT, DAN BAWANG MERAH TAHUN 2014

PRODUKSI CABAI BESAR, CABAI RAWIT, DAN BAWANG MERAH TAHUN 2014 BPS PROVINSI SUMATERA UTARA No. 50/08/12/Th. XVIII, 3 Agustus 2015 PRODUKSI CABAI BESAR, CABAI RAWIT, DAN BAWANG MERAH TAHUN 2014 PRODUKSI CABAI BESAR SEBESAR 147.810 TON, CABAI RAWIT SEBESAR 33.896 TON,

Lebih terperinci

KEBIJAKAN PEMBANGUNAN PEMBERDAYAAN PEREMPUAN DAN PERLINDUNGAN ANAK: SERTA TANTANGAN TAHUN 2019

KEBIJAKAN PEMBANGUNAN PEMBERDAYAAN PEREMPUAN DAN PERLINDUNGAN ANAK: SERTA TANTANGAN TAHUN 2019 DINAS PEMBERDAYAAN PEREMPUAN DAN PERLINDUNGAN ANAK PROVINSI SUMATERA UTARA KEBIJAKAN PEMBANGUNAN PEMBERDAYAAN PEREMPUAN DAN PERLINDUNGAN ANAK: SERTA TANTANGAN TAHUN 2019 Drs. Jumsadi Damanik, SH, M. Hum

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. Pertumbuhan ekonomi merupakan salah satu indikator yang penting dalam

I. PENDAHULUAN. Pertumbuhan ekonomi merupakan salah satu indikator yang penting dalam I. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Pertumbuhan ekonomi merupakan salah satu indikator yang penting dalam melakukan analisis tentang pembangunan ekonomi yang terjadi pada suatu negara ataupun daerah. Pertumbuhan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN LKPJ GUBERNUR JAWA BARAT ATA 2014 I - 1

BAB I PENDAHULUAN LKPJ GUBERNUR JAWA BARAT ATA 2014 I - 1 BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Penyampaian laporan keterangan pertanggungjawaban Kepala Daerah kepada DPRD merupakan amanah Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 23 Tahun 2014 tentang Pemerintahan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Sejak tahun 1970-an telah terjadi perubahan menuju desentralisasi di antara negaranegara,

BAB I PENDAHULUAN. Sejak tahun 1970-an telah terjadi perubahan menuju desentralisasi di antara negaranegara, BAB I PENDAHULUAN 1.1. LATAR BELAKANG Sejak tahun 1970-an telah terjadi perubahan menuju desentralisasi di antara negaranegara, baik negara ekonomi berkembang maupun negara ekonomi maju. Selain pergeseran

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Keputusan politik pemberlakuan otonomi daerah yang dimulai sejak tanggal 1 Januari 2001, telah membawa implikasi yang luas dan serius. Otonomi daerah merupakan fenomena

Lebih terperinci

BAB III RANCANGAN KERANGKA EKONOMI DAERAH DAN KEBIJAKAN KEUANGAN DAERAH. karakteristiknya serta proyeksi perekonomian tahun dapat

BAB III RANCANGAN KERANGKA EKONOMI DAERAH DAN KEBIJAKAN KEUANGAN DAERAH. karakteristiknya serta proyeksi perekonomian tahun dapat BAB III RANCANGAN KERANGKA EKONOMI DAERAH DAN KEBIJAKAN KEUANGAN DAERAH Kondisi perekonomian Kabupaten Lamandau Tahun 2012 berikut karakteristiknya serta proyeksi perekonomian tahun 2013-2014 dapat digambarkan

Lebih terperinci

SURAT PENGESAHAN DAFTAR ISIAN PELAKSANAAN ANGGARAN (SP-DIPA) INDUK TAHUN ANGGARAN 2016 NOMOR : SP DIPA /2016

SURAT PENGESAHAN DAFTAR ISIAN PELAKSANAAN ANGGARAN (SP-DIPA) INDUK TAHUN ANGGARAN 2016 NOMOR : SP DIPA /2016 SURAT PENGESAHAN DAFTAR ISIAN PELAKSANAAN ANGGARAN (SP-DIPA) INDUK NOMOR SP DIPA-15.12-/216 A. DASAR HUKUM 1. 2. 3. UU No. 17 Tahun 23 tentang Keuangan Negara. UU No. 1 Tahun 24 tentang Perbendaharaan

Lebih terperinci

2.2 EVALUASI PELAKSANAAN PROGRAM DAN KEGIATAN RKPD SAMPAI DENGAN TAHUN 2013 DAN REALISASI RPJMD

2.2 EVALUASI PELAKSANAAN PROGRAM DAN KEGIATAN RKPD SAMPAI DENGAN TAHUN 2013 DAN REALISASI RPJMD 143 2.2 EVALUASI PELAKSANAAN PROGRAM DAN KEGIATAN RKPD SAMPAI DENGAN TAHUN 2013 DAN REALISASI RPJMD 2.2.1 Evaluasi Indikator Kinerja Utama Pembangunan Daerah Kinerja pembangunan Jawa Timur tahun 2013 diukur

Lebih terperinci

SALINAN PERATURAN MENTERI KEUANGAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 250/PMK.07/2014 TENTANG PENGALOKASIAN TRANSFER KE DAERAH DAN DANA DESA

SALINAN PERATURAN MENTERI KEUANGAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 250/PMK.07/2014 TENTANG PENGALOKASIAN TRANSFER KE DAERAH DAN DANA DESA MENTERI KEUANGAN REPUBLIK INDONESIA SALINAN PERATURAN MENTERI KEUANGAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 250/PMK.07/2014 TENTANG PENGALOKASIAN TRANSFER KE DAERAH DAN DANA DESA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

Lebih terperinci

BAB I. PENDAHULUAN. yang signifikan, dimana pada tahun 2010 yaitu mencapai 8,58% meningkat. hingga pada tahun 2014 yaitu mencapai sebesar 9,91%.

BAB I. PENDAHULUAN. yang signifikan, dimana pada tahun 2010 yaitu mencapai 8,58% meningkat. hingga pada tahun 2014 yaitu mencapai sebesar 9,91%. BAB I. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Subsektor perikanan memberikan kontribusi terhadap PDRB sektor pertanian di Provinsi Sumatera Utara tahun 2010 s/d 2014 mengalami peningkatan yang signifikan, dimana

Lebih terperinci

BAB III RANCANGAN KERANGKA EKONOMI DAERAH DAN KEBIJAKAN KEUANGAN DAERAH

BAB III RANCANGAN KERANGKA EKONOMI DAERAH DAN KEBIJAKAN KEUANGAN DAERAH BAB III RANCANGAN KERANGKA EKONOMI DAERAH DAN KEBIJAKAN KEUANGAN DAERAH 3.1. Arah Kebijakan Ekonomi Daerah 3.1.1. Kondisi Ekonomi Daerah Kota Bogor Salah satu indikator perkembangan ekonomi suatu daerah

Lebih terperinci

A. Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN. Lahirnya kebijakan ekonomi daerah yang mengatur hubungan pemerintah

A. Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN. Lahirnya kebijakan ekonomi daerah yang mengatur hubungan pemerintah BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Lahirnya kebijakan ekonomi daerah yang mengatur hubungan pemerintah pusat dengan pemerintah daerah. Kebijakan pemerintah Indonesia tentang otonomi daerah secara efektif

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. Kemajuan dan perkembangan ekonomi Kota Bandar Lampung menunjukkan

I. PENDAHULUAN. Kemajuan dan perkembangan ekonomi Kota Bandar Lampung menunjukkan I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang dan Masalah Kemajuan dan perkembangan ekonomi Kota Bandar Lampung menunjukkan trend ke arah zona ekonomi sebagai kota metropolitan, kondisi ini adalah sebagai wujud dari

Lebih terperinci

INTEGRITAS PROFESIONALISME SINERGI PELAYANAN KESEMPURNAAN

INTEGRITAS PROFESIONALISME SINERGI PELAYANAN KESEMPURNAAN 1 HALAMAN INI SENGAJA DIKOSONGKAN 2 KATA PENGANTAR Puji syukur kami panjatkan ke hadirat Tuhan Yang Maha Esa atas rahmat dan hidayah-nya sehingga Kantor Wilayah Direktorat Jenderal Perbendaharaan Provinsi

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. oleh karena pupuk kimia lebih mudah diperoleh dan aplikasinya bagi tanaman

BAB I PENDAHULUAN. oleh karena pupuk kimia lebih mudah diperoleh dan aplikasinya bagi tanaman BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang Penggunaan pupuk pada tanah pertanian terutama pupuk kandang telah di mulai berabad abad yang silam sesuai dengan sejarah pertanian. Penggunaan senyawa kimia sebagai pupuk

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN. pemerintah dan kepentingan masyarakat setempat sesuai dengan perundangundangan.

BAB 1 PENDAHULUAN. pemerintah dan kepentingan masyarakat setempat sesuai dengan perundangundangan. 1 BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Pengelolaan Pemerintah Daerah di Indonesia sejak tahun 2001 memasuki era baru yaitu dengan dilaksanakannya otonomi daerah. Otonomi daerah ini ditandai dengan

Lebih terperinci

BAB III RANCANGAN KERANGKA EKONOMI DAERAH DAN KEBIJAKAN KEUANGAN DAERAH

BAB III RANCANGAN KERANGKA EKONOMI DAERAH DAN KEBIJAKAN KEUANGAN DAERAH BAB III RANCANGAN KERANGKA EKONOMI DAERAH DAN KEBIJAKAN KEUANGAN DAERAH 3.1 Arah Kebijakan Ekonomi Daerah Kebijakan pembangunan ekonomi Kabupaten Cianjur tahun 2013 tidak terlepas dari arah kebijakan ekonomi

Lebih terperinci

KEMENTERIAN KEUANGAN RI KEBIJAKAN FISKAL NASIONAL HUBUNGAN KEUANGAN ANTARA PUSAT DAN DAERAH

KEMENTERIAN KEUANGAN RI KEBIJAKAN FISKAL NASIONAL HUBUNGAN KEUANGAN ANTARA PUSAT DAN DAERAH KEMENTERIAN KEUANGAN RI KEBIJAKAN FISKAL NASIONAL DAN HUBUNGAN KEUANGAN ANTARA PUSAT DAN DAERAH TAHUN 2013 Medan, 3 April 2013 OUTLINE Integritas Profesionalisme Sinergi Pelayanan Kesempurnaan KEBIJAKAN

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Dalam sistem otonomi daerah, terdapat 3 (tiga) prinsip yang dijelaskan UU

BAB I PENDAHULUAN. Dalam sistem otonomi daerah, terdapat 3 (tiga) prinsip yang dijelaskan UU BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Dalam sistem otonomi daerah, terdapat 3 (tiga) prinsip yang dijelaskan UU No.32 Tahun 2004 yaitu desentralisasi, dekonsentrasi, dan tugas pembantuan. Desentralisasi

Lebih terperinci

RINGKASAN EKSEKUTIF BUKU INDIKATOR MAKRO PEMBANGUNAN EKONOMI KABUPATEN BEKASI 2012

RINGKASAN EKSEKUTIF BUKU INDIKATOR MAKRO PEMBANGUNAN EKONOMI KABUPATEN BEKASI 2012 RINGKASAN EKSEKUTIF BUKU INDIKATOR MAKRO PEMBANGUNAN EKONOMI KABUPATEN BEKASI 1 Halaman Daftar Isi Daftar Isi... 2 Kata Pengantar... 3 Indikator Makro Pembangunan Ekonomi... 4 Laju Pertumbuhan Penduduk...

Lebih terperinci