BAB II LANDASAN TEORI
|
|
- Devi Santoso
- 6 tahun lalu
- Tontonan:
Transkripsi
1 BAB II LANDASAN TEORI 2.1 Motivasi Berprestasi Pengertian Motivasi Berprestasi Motivasi berasal dari kata latin movere yang berarti dorongan atau daya penggerak. Motivasi adalah penting karena dengan adanya motivasi ini diharapkan setiap individu mau balajar keras dan antusias untuk mencapai produktivitas kerja yang tinggi dalam berprestasi. (McClelland dalam Hasibuan, 2001) mengatakan motivasi berprestasi adalah suatu keinginan untuk mengatasi atau mengalahkan suatu tantangan yang bertujuan untuk kemajuan dan pertumbuhan. Motivasi berprestasi sebagai dorongan yang berhubungan dengan prestasi yaitu menguasai, memanipulasi, mengatur lingkungan sosial atau fisik, mengatasi rintangan, dan memelihara kualitas kerja yang tinggi, bersaing untuk melebihi yang lampau dan mengungguli orang lain (Hall & Linzey dalam Wirabayu, 2005). Selanjutnya Merhrabian & Bank (dalam Hapsari, 2004) menyatakan bahwa pada umumnya motivasi berprestasi merupakan dorongan dari individu untuk melakukan aktivitas dan usaha yang maksimal agar dapat mencapai prestasi yang sebaik-baiknya. Weinner (dalam Hapsari, 2004) mendefinisikan motivasi berprestasi sebagai suatu kecenderungan positif yang berada dalam individu yang pada dasarnya mempunyai reaksi terhadap suatu tujuan yang ingin atau harus dicapai. 9
2 10 Sementara itu Edward (As ad dalam Wirabayu, 2005) menguraikan motivasi berprestasi sebagai kebutuhan individu untuk menyelesaikan tugas-tugas lebih sukses untuk mencapai prestasi yang tinggi. Dari beberapa pengertian diatas dapat dinyatakan bahwa motivasi berprestasi sebagai dorongan yang ada dalam diri individu untuk melakukan aktivitas tertentu dan usaha yang maksimal serta mengatasi rintangan yang ada guna mencapai hasil yang sebaik-baiknya Aspek-aspek Motivasi berprestasi Lebih lanjut McClelland (dalam Wirabayu 2005) mengemukakan aspekaspek motivasi berprestasi sebagai berikut: a. Memiliki kepercayaan diri yang tinggi dan tanggung jawab secara pribadi atas tindakan yang dilakukan dalam rangka mencapai tujuan. Individu merasa puas dengan prestasinya sekarang meskipun belum melebihi prestasi orang lain karena sanggup dapat berbuat suatu hal yang merubah prestasinya yang lampau. Individu menikmati kesibukkannya sepanjang hari karena baginya semakin banyak kemampuan yang dimiliki maka semakin berhasil dan senang melakukan ketrampilan tingkat tinggi. Individu menikmati kesibukkannya setiap hari dan penting baginya untuk melebihi prestasi orang lain. b. Menetapkan arah tujuan untuk berhasil dan sukses. Individu menetapkan arah dan tujuan sukses dalam dirinya dengan standar optimis akan berhasil, dengan memilih pekerjaan yang bersifat moderat membuat individu merasa santai dan mudah dikuasai daripada tugas yang bersifat sulit. Suka belajar dan berkerja keras, apabila mengalami kesulitan akan terus mencoba hingga berhasil daripada beralih ke pekerjaan lainnya, bagi individu menjadikkan diri sendiri untuk menang adalah penting. c. Menempatkan tujuan yang sedang dan bekerja lebih keras, oleh karena itu individu berusaha memaksimalkan kepuasan akan prestasinya. Individu merasa puas apabila melakukan pekerjaan sebaik-baiknya oleh karena itu bila mengerjakan suatu tugas berusaha terus menerus menekuninnya hingga berhasil, oleh karena itu individu memilih tugas yang merasa dikerjakan. Apabila mengerjakkan tugas maka akan dikerjakan secara maksimal sehingga kepuasan individu akan lebih besar dalam persaingan
3 11 terhadap orang lain dalam prestasi, individu puas karena dapat melebihi prestasinya yang lalu Faktor-faktor Motivasi Berprestasi Faktor-faktor yang mempengaruhi motivasi berprestasi ada 2 yaitu: faktor internal dan eksternal (dalam Wirabayu, 2005). Faktor internal adalah faktor yang ada dalam diri individu, yang termasuk faktor internal adalah: 1. Keadaan jasmani Keadaan jasmani antara lain bentuk wajah, warna kulit, dan sebagainya. Sebaliknya Kartikawati (1995) mengemukakan bahwa cacat fisik yang dimiliki individu akan dapat menghambat dirinya untuk mempunyai motivasi berprestasi. 2. Jenis kelamin Jung (Hananto, 2000) berpendapat bahwa faktor jenis kelamin mempengaruhi motivasi berprestasi. Ada kecenderungan wanita untuk menghindari sukses merupakan faktor yang melatarbelakangi rendahnya motivasi berprestasi pada wanita. 3. Usia Neugarten (1987) mengatakan bahwa kesadaran akan umur yang semakin bertambah (menjadi suatu pendorong untuk mencapai prestasi yang lebih tinggi). Orang yang berusia lebih tua akan semakin banyak pengalaman dalam kehidupan dan mempunyai suatu kiat-kiat tertentu untuk menghindari kegagalan dan tidak akan melakukan kegagalan yang sama. 4. Inteligensi Individu dengan taraf kecerdasan yang tinggi diharapkan memiliki motivasi berprestasi tinggi. Hal ini didukung oleh Pietrofesa dan Splete (dalam Ariani, 1995) bahwa intelegensi akan mempengaruhi motivasi berprestasi individu, semakin tinggi inteligensi akan semakin tinggi pula motivasi berprestasinya. 5. Kepribadian Tiap-tiap individu mempunyai kepribadian yang berbeda. Salah satu contoh adalah 2 tipe kepribadian individu, yaitu kepribadian locus of control internal dan locus of control external. Individu dengan locus of control internal lebih suka menentang pengaruh dari luar serta tanggung jawab pribadi terhadap kegagalan dari usaha yang dilakukannya, sedangkan individu dengan locus of control eksternal memiliki anggapan bahwa kegagalan berasal dari hal-hal yang di luar dirinya, misalnya dari guru, orang tua, teman, dan lain-lain. 6. Minat Individu mempunyai minat untuk belajar, berkompetisi dan tidak mengharapkan kegagalan akan mempunyai motivasi berprestasi yang tinggi (Setiawan, 1993). 7. Citra diri
4 12 Ratnawati & Sinabela (1996) menyatakan bahwa individu yang mempunyai citra diri positif akan tampak percaya diri, aktif dan berani menghadapi sesuatu. Sebaliknya individu yang memiliki citra diri negatif akan tampak ragu-ragu, kurang percaya diri dan kurang berani dalam menghadapi sesuatu meskipun sebenarnya memiliki kemampuan. Dilihat dari ciri-ciri yang ada, maka individu yang mempunyai citra diri positif akan memiliki motivasi berprestasi tinggi daripada individu yang memiliki citra diri negatif. 8. Keberhasilan yang pernah dicapai Greene (Hananto, 2000) menyatakan keberhasilan dalam mencapai tujuan yang telah ditentukan memiliki arti bahwa individu mampu mengatasi kesulitan dan tantangan yang dihadapi, keberhasilan ini akan menumbuhkan kepercayaan pada diri serta penghargaan atas usaha yang dilakukannya. Individu akan berpandangan positif pada dirinya sehingga menimbulkan suatu harapan baru untuk mencapai prestasi yang lebih baik. 9. Tingkat pendidikan Tingkat pendidikan individu akan berpengaruh pada kebutuhankebutuhannya. Individu yang memiliki motivasi berprestasi tinggi akan menuntut timbal balik nyata, misalnya memiliki aspirasi yang realistik terhadap dirinya. Klein & Mahen (Hananto, 2000) mengungkapkan bahwa individu yang berpendidikan tinggi akan lebih banyak menuntut peranan bagi dirinya daripada individu yang berpendidikan rendah. Faktor eksternal adalah faktor yang berasal dari luar individu : 1. Lingkungan keluarga Terbentuknya motivasi berprestasi bersumber dari cara orang tua mendidik dan mengasuh anak. Orang tua yang mendidik anaknya untuk berusaha menentukan sendiri apa yang sebaiknya dilakukan dan mampu mengerjakan tugas-tugas tanpa bantuan orang lain, disertai dengan sikap orang tua yang selalu menghargai setiap prestasi yang telah dicapai anaknya, akan menumbuhkan motivasi berprestasi yang lebih tinggi pada anak. Heckhausen (Martaniah,1975) menambahkan latihan yang diberikan oleh orang tua untuk percaya diri sendiri dapat membantu tumbuhnya motivasi berprestasi. 2. Lingkungan masyarakat Mencakup tempat individu hidup dan bergaul, berbudaya, tradisi nilai hidup dan pola hidup yang dianut masyarakat lingkungannya, semua itu memperngaruhi motivasi berprestasinya individu. McClelland (1978) mengatakan bahwa motivasi berprestasi merupakan bagian dari kebudayaan secara keseluruhan, yaitu bagian dari agama, gaya hidup atau lebih khusus lagi dari cara orang tua mengasuh anaknya. Motivasi berprestasi berkembang karena pengaruh kebudayaan dan lingkungan yang mementingkan perkembangan kebebasan pada anggota keluarganya, orang tua pada umumnya mengasuh anak sesuai dengan pola hidup yang dianut lingkungannya. 3. Lingkungan sekolah Sementara itu, Ratnawati & Sinambela (1996) menjelaskan bahwa sejauh mana sekolah dapat memenuhi kebutuhan-kebutuhan siswa dalam berprestasi di sekolah yang meliputi fasilitas yang disediakan, hubungan antar siswa dan guru,
5 13 hubungan antara siswa dengan siswa itu sendiri. Siswa merasakan kebutuhannya terpenuhi jika pihak sekolah mampu menyediakan fasilitas pendidikan yang mampu memuaskan rasa ingin tahu siswa yang tinggi, hubungan siswa dengan guru, dan dengan siswa lain terjalin harmonis. Selanjutnya, siswa akan memperoleh iklim yang menyenangkan dan siswa akan terus menerus terdorong untuk meningkatkan prestasinya. Dari faktor-faktor tersebut dapat digolongkan kedalam 2 faktor yaitu faktor internal meliputi: keadaan jasmani, jenis kelamin, usia, intelegensi, citra diri, keberhasilan yang pernah dicapai, dan tingkat pendidikan. Sedangkan faktor eksternal meliputi: lingkungan keluarga, lingkungan masyarakat, dan lingkungan sekolah. 2.2 Pola Asuh Orang Tua Pengertian Pola Asuh Orang Tua Keluarga merupakan sebuah kelompok sosial pertama di mana anak melakukan interaksi dan mempunyai pengaruh dalam pembentukan dan perkembangan sikap sosial yang besar. Banyak faktor dalam keluarga yang ikut berpengaruh dalam proses perkembangan anak salah satunya faktor dalam keluarga yang mempunyai peranan penting dalam pembentukan sikap sosial anak yaitu faktor latar belakang keluarga, ekonomi, agama dan budaya Pengasuhan ini berarti orang tua mendidik, membimbing, dan mendisiplinkan serta melindungi anak untuk mencapai kedewasaan sesuai dengan norma-norma yang ada dalam masyarakat. Faktor lingkungan juga memiliki pengaruh terhadap perkembangan sikap sosial anak karena di dalam kehidupan bersosial manusia tidak bisa hanya berinteraksi dengan keluarga sendiri melainkan dengan masyarakat sekitar.
6 14 Dalam keluarga orang tua mempunyai cara sendiri dalam menjadikan anak sebagai pribadi yang berguna dan tidak menyimpang dari norma yang berlaku dimasyarakat. Bagaimana anak bertindak dan berperilaku tidak lepas dari bagaimana orang tua menanamkan nilai dan membentuk pribadi anak sejak kecil. Oleh karena cara pengasuhan yang dilakukan orang tua tidak lepas dalam membentukan karakter seorang anak. Menurut Gunarsa (2000) peranan yang ditunjukkan oleh orang tua terhadap anak adalah memenuhi kebutuhan biologis dan fisik, merawat dan mengurus keluarga dengan sabar, mendidik, mengatur dan mengendalikan anak, menjadi contoh dan teladan bagi anak. Oleh karena itu cara pengasuhan yang dilakukan oleh orang tua tidak lepas dalam pembentukan kepribadian anak. Hurlock (1999) menyatakan bahwa pola asuh orang tua adalah metode yang digunakan orang tua dalam menjalin hubungan dengan anak. Dari berbagai pengertian pola asuh orang tua adalah metode yang mendidik, mengajar, membimbing untuk mengarahkan perilaku anak serta cara orang tua untuk berkomunikasi dengan anak Jenis-Jenis Pola Asuh Orang Tua Pola asuh orang tua ada bermacam-macam antara lain pola asuh orang tua otoriter, otoritatif (demokratis) dann pola asuh permissive. Adapun jenis pola asuh orang tua menurut Rice; Santrock; Turner & Helms (dalam Gunarsa, 2004) dan Hurlock (1999) dikategorikan menjadi tiga yaitu:
7 a. Pola Asuh Otoriter Pola asuh otoriter orang tua menerapkan pola pengasuhan otoriter pada anak, orang tua memutuskan segala sesuatu yang berkenaan dengan anak tanpa mempedulikan pendapat dari anak. Orang tua menerapkan gaya hukuman kepada setiap tindakan anak yang tidak sesuai dengan keinginan orang tua. Anak diajarkan mengikuti tuntutan orang tua dan keputusan orang tua tanpa bertanya dan berdiskusi terlebih dahulu dengan anak. Anak tidak diperbolehkan mengambil keputusan sendiri. Orang tua tidak melakukan komunikasi yang baik dengan anak. Biasanya, komunikasi yang terjadi hanyalah komunikasi satu arah, yaitu dari orang tua ke anak, dengan orang tua memberikan perilaku kepada anak. Kurangnya komunikasi antara orang tua dan anak menyebabkan keterampilan berkomunikasi anak menjadi berkurang. b. Pola Asuh Permisif Pola asuh yang permisif dibedakan menjadi pola pengasuhan yang mengabaikan dan pola pengasuhan yang memanjakan. Pada pengasuhan yang mengabaikan, orang tua, dengan tidak mempedulikan anak, memberi izin bagi anak bertindak semaunya sendiri. Anak-anak yang dibesarkan dengan pola pengasuhan ini akan menunjukkan kurangnya kontrol diri yang dapat menjadi salah satu penyebab kenakalan pada anak. Pola pengasuhan yang memanjakan, orang tua sangat menunjukkan dukungan emosional kepada anak tetapi kurang memberikan kontrol kepada anak. Orang tua mengizinkan anak untuk melakukan apa yang anak mau, bahkan tampak bahwa anak lebih berkuasa daripada orang tua dalam pengambilan berbagai keputusan. Hal ini ternyata menyebabkan remaja tidak memiliki kontrol diri yang baik, mereka menjadi egois, selalu memaksakan kehendak sendiri tanpa mempedulikan perasaan orang lain. Dapat dikatakan bahwa pola asuh permisif, baik yang mengabaikan atau yang memanjakan, menyebabkan anak tidak memiliki kontrol diri yang baik. c. Pola Asuh Otoritatif (Demokratis) Orang tua dengan pola pengasuhan otoritatif (demokratis) selalu melibatkan anak dalam segala hal yang berkenaan dengan anak itu sendiri dan dengan keluarga. Orang tua mempercayai pertimbangan dan penilaian dari anak serta mau berdiskusi dalam mengambil segala keputusan yang berkaitan dengan anak. Anak pun belajar untuk membuat keputusan bagi dirinya sendiri dan juga belajar mendengarkan dan berdiskusi dengan orang tua. Orang tua yang otoritatif (demokratis) menekankan pentingnya peraturan, norma, dan nilai-nilai, tetapi orang tua juga bersedia untuk mendengarkan, menjelaskan, dan bernegosiasi dengan anak. Disiplin yang orang tua lakukan lebih bersifat verbal yang ternyata merupakan sesuatu yang efektif. Orang tua yang menunjukkan atau menyatakan kekecewaan atas tindakan anak yang mengecewakan akan lebih memotivasi anak untuk bertindak lebih hati-hati di kemudian hari daripada orang tua yang menghukum dengan keras (Papalia, Wendkos & Feldman,, dalam Gunarsa, 2004). 15
8 16 Ketiga bentuk jenis pola asuh ini dalam kehidupan sehari-hari yang diterapkan orang tua dalam mendidik atau mengasuh anak baik secara terpisah maupun secara bersama yang artinya ada orang tua yang melaksanakan pola asuh demokratis tetapi juga kadang-kadang menerapkan pola asuh otoriter dan permisif. Untuk menentukan bentuk pola asuh orang tua yang diterapkan dalam mengembangkan atau mendidik anak-anaknya sangat sulit karena orang tua cenderung menggunakan perpaduan ketiga jenis pola asuh tersebut untuk mendidik anak-anaknya. Sementara Baumrind mengatakan bahwa ada 4 pola asuh, yang kemudian dikembangkan oleh Maccoby & Martin; Lamborn, (dalam Tiga, 2010) menjadi empat macam pola asuh, yaitu pola asuh authoritative, pola asuh authoritarian, pola asuh indulgent, dan neglectful. a. Pola Asuh Authoritative Orang tua tipe ini menerapkan tingkat pengawasan yang tinggi terhadap anak. Orang tua juga mempunyai tingkat penerimaan dan keterlibatan yang tinggi dalam kehidupan anak. Orang tua menerapkan aturan-aturan dalam keluarga tetapi juga terbuka secara demokratis kepada anak tentang aturanaturan yang orang tua terapkan. b. Pola Asuh Authoritarian Orang tua dengan tipe pola asuh ini mempunyai tingkat pengawasan yang tinggi terhadap anak tanpa adanya kehangatan dari orang tua dan keterlibatan orang tua yang rendah dalam kehidupan anak. c. Pola Asuh Indulgent Orang tua mempunyai penerimaan terhadap anak dan memiliki tingkat keterlibatan yang tinggi terhadap kehidupan anak. Orang tua menerima dan mencintai anak, tetapi menerapkan aturan-aturan yang kuat dalam keluarga. d. Pola Asuh Neglectful Orang tua mempunyai pengawasan yang rendah terhadap anak dan mempunyai tingkat penerimaan dan keterlibatan yang rendah terhadap kehidupan anak serta tidak menetapkan aturan dan pengawasan yang kuat dalam kehidupan anak.
9 Aspek- Aspek Pengukuran Pola Asuh Orang Tua berikut: Hurlock (1999) mengungkapkan aspek-aspek pola asuh orang tua sebagai 1) Kontrol orang tua, yaitu usaha yang dilakukan orang tua untuk membatasi pola asuh anak yang didasarkan pada sasaran yang bertujuan memodifikasi perilaku anak. 2) Hukuman dan hadiah, yaitu usaha orang tua dalam memberikan hukuman dan hadiah yang didasarkan pada perilaku anak. 3) Komunikasi, yaitu pencapaian informasi antara orang tua dan anak yang di dalamnya bersifat mendidik, menghibur dan pemecahan masalah. 4) Disiplin, yaitu usaha yang dilakukan oleh orang tua untuk mendisiplinkan nilai agar anak dapat menghargai dan menaati peraturan yang berlaku. Menurut Baumrind dalam Maccoby & Martin; Lamborn, (dalam Tiga, 2010) aspek-aspek pola asuh orang tua antara lain: 1. Strictness adalah tingkat keketatan orang tua dalam membuat banyak peraturan untuk mengatur perilaku anak. 2. Supervision adalah tingkat pengawasan orang tua terhadap perilaku dan aktivitas anak di kehidupan sehari-hari. 3. Acceptance adalah tingkat penerimaan orang tua terhadap perilaku anak. 4. Involvement adalah tingkat keterlibatan orang tua dalam kehidupan anak. Berdasarkan aspek-aspek yang disebutkan di atas, maka dalam penelitian ini penulis menggunakan aspek pola asuh bedasarkan teori Hurlock (1999). Alasan menggunakan teori Hurlock karena aspek-aspek mengarah pada pola asuh yang digunakan dalam penelitian ini. Dalam setiap pola asuh mengandung unsur kontrol, hukuman dan hadiah, komunikasi serta disiplin yang diterapkan orang tua pada anak Faktor-faktor Yang Mempengaruhi Pola Asuh Orang Tua Pada masing-masing orang tua mempunyai pola pengasuhan tersendiri pada anak mereka yang berbeda, dengan bermacam-macam lingkungan keluarga.
10 18 Perbedaan dapat terlihat dalam hal mengungkapkan pikiran dan perasaan serta sikap orang tua dan anaknya atau sebaliknya anak dengan orang tua. Menurut Gunarsa (1983 dalam Kurniawati, 2010) dalam mengasuh dan mendidik anak, sikap orang tua dipengaruhi oleh beberapa faktor sebagai berikut: 1) Pengalaman masa lalu anak berhubungan erat dengan pola pengasuhan atau sikap orang tua. Biasanya dalam mendidik anaknya, orang tua cenderung untuk mengulangi sikap dan pola asuh dahulu apalagi hal tersebut dirasakan manfaatnya. Sebaliknya orang tua cenderung pula untuk tidak mengulangi sikap atau pola asuh orang tua bila tidak dirasakan manfaatnya. 2) Nilai-nilai yang dianut orang tua. Kedua orang tua masing-masing mempunyai nilai tersendiri untuk mengatur dan mendidik anak, nilai-nilai yang harus dipatuhi oleh anak dan diterapkan oleh orang tua dalam keluarga. 3) Tipe kepribadian orang tua. Orang tua mempunyai watak sendiri walaupun berbeda kepribadian tetapi orang tua selalu menghargai antara pendapat Ayah atau Ibu sehingga dapat mendidik anak menjadi anak yang dapat diandalkan oleh kedua orang tua. 4) Faktor perkawinan orang tua. Perkawinan orang tua dalam dua belah pihak baik Ayah atau Ibu pasti mempunyai sifat bawaan yang berbeda dan kebiasaan yang berbeda dibawa dari masing-masing pola pengasuhan orang tuanya, dari sinilah orang tua memadukan cara tersendiri dalam mendidik dan mengasuh anak agar menjadi anak yang dapat menjadi kebanggaan bagi orang tua. 5) Alasan orang tua mempunyai anak. Keinginan setiap orang dalam menjalani sebuah perkawinan adalah mempunyai keturunan yang diharapkan akan menjadi penerus generasi dari orang tua, dengan cara mendidik dengan pengasuhan yang baik orang tua mengharapkan anak dapat menjadi individu yang dapat berguna bagi keluarga dan lingkungan sekitarnya sendiri. Dapat disimpulkan faktor-faktor yang mempengaruhi pola asuh orang tua yaitu: pengalaman masa lalu, nilai-nilai yang dianut orang tua, tipe-tipe kepribadian orang tua, faktor perkawinan orang tua, dan alasan orang tua mempunyai anak.
11 Hasil Penelitian yang relevan tentang Pola Asuh Orang Tua dan Motivasi Berprestasi Hasil penelitian Aswar pada tahun 2003 yang berjudul Hubungan Pola Asuh Orang Tua dengan Motivasi Berprestasi (Studi Kasus Siswa Kelas 2 SMA Muhammadiyah Se-Kota Malang) menunjukkan bahwa jenis pola asuh orang tua termasuk dalam kategori Authoritarian yaitu sebesar 68,32%, sedangkan tingkat motivasi berprestasi termasuk dalam kategori sedang yaitu sebesar 66,30%. Dari hasil analisis diperoleh Chi square hitung (105,811) > Chi square tabel (5,99) yang berarti semakin positif pola asuh orang tua maka semakin baik motivasi berprestasi pada bidang studi matematika. Dengan koefisien kontingensi C = 0.72 dan C maks. = 0.82 yang berarti derajat hubungan sangat besar. Adapun sumbangan efektif pola asuh orang tua terhadap motivasi berprestasi sebesar 66.34%, sehingga dapat dikatakan bahwa ada hubungan yang sangat signifikan antara pola asuh orang tua dan motivasi beprestasi pada bidang studi matematika Motivasi berprestasi siswa erat kaitannya dengan motivasi belajar siswa saat di sekolah yang akan menghasilkan prestasi bagi siswa dan pola asuh orang tua sebagai hubungan dari motivasi belajar siswa maka penulis juga mencantumkan hasil penelitian dari Arif Isnani pada tahun 2010 sebagai hasil penelitian yang bertentangan dengan penelitian sebelumnya berjudul Hubungan antara Pola Asuh Orang Tua dan Motivasi Berprestasi Belajar Siswa dengan Prestasi Belajar Siswa Kelas V Semester I SD Negeri Gugus Kalimasada Kecamatan Kranggan Kabupaten Temanggung 2010/2011, yang menyatakan bahwa tidak ada hubungan yang signifikan antara pola asuh orang tua dengan
12 20 prestasi belajar sedangkan motivasi belajar ada hubungan yang signifikan dengan prestasi belajar siswa karena diperoleh C = 0,263 dengan sig 7,359 < 9,488. Sedangkan analisis korelasi Spearman rho menunjukkan ada hubungan signifikan antara motivasi belajar dengan prestasi belajar siswa karena diperoleh sig: 0,00. Berdasarkan uraian di atas bahwa pola asuh memiliki hubungan dengan motivasi berprestasi siswa, dengan ini peneliti akan membuktikan adakah hubungan pola asuh orang tua dengan motivasi berprestasi siswa kelas VIII SMP Negeri 28 Semarang tahun pelajaran 2011/ Hipotesis Hipotesis dapat diartikan sebagai jawaban yang bersifat sementara terhadap permasalahan yang diteliti sampai terbukti melalui data yang terkumpul (Arikunto, 2002). Hipotesis dalam penelitian ini dirumuskan sebagai berikut Ada hubungan yang positif dan signifikan antara Pola Asuh Orang Tua dan Motivasi Berprestasi Siswa Kelas VIII SMP Negeri 28 Semarang Tahun Pelajaran 2011/2012.
BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang Masalah
BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Disiplin memiliki arti penting bagi setiap individu yang bertujuan atau ingin mencapai sesuatu. Sebagai contoh, individu yang ingin menjadi juara kelas, juara
Lebih terperinciBAB II LANDASAN TEORI. tersebut mempelajari keadaan sekelilingnya. Perubahan fisik, kognitif dan peranan
BAB II LANDASAN TEORI A. KEMANDIRIAN REMAJA 1. Definisi Kemandirian Remaja Kemandirian remaja adalah usaha remaja untuk dapat menjelaskan dan melakukan sesuatu yang sesuai dengan keinginannya sendiri setelah
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. membentuk watak serta peradaban bangsa yang bermartabat dalam rangka
BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar belakang masalah Pendidikan Nasional berfungsi mengembangkan kemampuan dan membentuk watak serta peradaban bangsa yang bermartabat dalam rangka mencerdaskan kehidupan bangsa.
Lebih terperinciPENDAHULUAN. dengan apa yang ia alami dan diterima pada masa kanak-kanak, juga. perkembangan yang berkesinambungan, memungkinkan individu
BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Dalam buku psikologi untuk keluarga, Gunarsa (2003) menyatakan bahwa dasar kepribadian seseorang dibentuk mulai masa kanak-kanak. Proses perkembangan yang terjadi dalam
Lebih terperinciBAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN
BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN 4.1. Gambaran Umum Subjek Penelitian Penelitian ini memberikan gambaran tentang pola asuh orang tua dan motivasi berprestasi yang dimiliki oleh anak. Sebelum melaksanakan
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. Masa remaja adalah masa transisi dari masa anak menuju masa dewasa, dan
BAB I PENDAHULUAN I.1 Latar Belakang Masalah Masa remaja adalah masa transisi dari masa anak menuju masa dewasa, dan dalam masa transisi itu remaja menjajaki alternatif dan mencoba berbagai pilihan sebagai
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. datang, jika suatu bangsa memiliki sumber daya manusia yang berkualitas
BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Anak usia dini adalah anak yang berada pada rentang usia 0-6 tahun. Anak usia dini merupakan sumber daya manusia yang sangat penting dan berpotensi tinggi untuk
Lebih terperinciBAB II KAJIAN PUSTAKA
BAB II KAJIAN PUSTAKA A. Kematangan Emosi Chaplin (2011) mengartikan kematangan (maturation) sebagai: (1) perkembangan, proses mencapai kemasakan/usia masak, (2) proses perkembangan, yang dianggap berasal
Lebih terperinciBAB 2 TINJAUAN PUSTAKA. laku spesifik yang bekerja secara individu dan bersama sama untuk mengasuh
BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA 1. Pola Asuh 1.1 Definisi Pengasuhan adalah kegiatan kompleks yang mencakup berbagai tingkah laku spesifik yang bekerja secara individu dan bersama sama untuk mengasuh anak (Darling,
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. berhubungan dengan orang lain, atau dengan kata lain manusia mempunyai
BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Masalah Sebagai makhluk sosial setiap manusia mempunyai dorongan untuk berhubungan dengan orang lain, atau dengan kata lain manusia mempunyai dorongan untuk bersosialisasi.
Lebih terperinciBAB II KAJIAN TEORI. orang lain. Rasa percaya diri merupakan keyakinan pada kemampuan-kemampuan yang
BAB II KAJIAN TEORI A. Kepercayaan Diri 1. Pengertian Kepercayaan Diri Kepercayaan diri secara bahasa menurut Vandenbos (2006) adalah percaya pada kapasitas kemampuan diri dan terlihat sebagai kepribadian
Lebih terperinciBAB II TINJAUAN PUSTAKA. mencapai kedewasaan sesuai dengan norma-norma yang ada dalam
BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. Pola Asuh Orangtua Pola asuh orangtua merupakan interaksi antara anak dan orangtua selama mengadakan kegiatan pengasuhan. Pengasuhan ini berarti orangtua mendidik, membimbing,
Lebih terperinciII. TINJAUAN PUSTAKA. 1. Pengertian Kepercayaan Diri Anak Usia Remaja. yang berkualitas adalah tingkat kepercayaan diri seseorang.
II. TINJAUAN PUSTAKA A. Kepercayaan Diri 1. Pengertian Kepercayaan Diri Anak Usia Remaja a. Pengertian Kepercayaan Diri Salah satu aspek kepribadian yang menunjukkan sumber daya manusia yang berkualitas
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. Masa remaja berhubungan dengan perubahan intelektual. Dimana cara
BAB I PENDAHULUAN A. LATAR BELAKANG Masa remaja berhubungan dengan perubahan intelektual. Dimana cara berpikir remaja mengarah pada tercapainya integrasi dalam hubungan sosial (Piaget dalam Hurlock, 1980).
Lebih terperinciBAB II KAJIAN PUSTAKA
BAB II KAJIAN PUSTAKA A. KAJIAN TEORI 1. Pola Asuh a. Pengertian Pola Asuh Orang tua hendaknya selalu memberikan kasih sayang kepada anaknya. Yusuf (2010:37) menyatakan bahwa orang tua bertanggung jawab
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah
sendiri. 1 Percaya diri merupakan salah satu pangkal dari sikap dan perilaku BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Setiap perkembangan anak, merupakan suatu proses yang kompleks, tidak dapat terbentuk
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. Masa remaja merupakan saat yang penting dalam mempersiapkan
BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar belakang Masalah Masa remaja merupakan saat yang penting dalam mempersiapkan seseorang memasuki masa dewasa. Masa ini merupakan, masa transisi dari masa anak-anak menuju dewasa.
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang
BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Di Indonesia tingkat kenakalan yang dilakukan remaja akhir-akhir ini sudah melebihi batas dan mulai meresahkan para orang tua.banyak remaja, yang masihduduk dibangku
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. banyak pilihan ketika akan memilih sekolah bagi anak-anaknya. Orangtua rela untuk
BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Semakin berkembangnya dunia pendidikan, kini orangtua semakin memiliki banyak pilihan ketika akan memilih sekolah bagi anak-anaknya. Orangtua rela untuk mendaftarkan
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. Belajar merupakan istilah kunci yang penting dalam kehidupan manusia,
BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Belajar merupakan istilah kunci yang penting dalam kehidupan manusia, khususnya dalam setiap dunia pendidikan, sehingga tanpa belajar tak pernah ada pendidikan. Belajar
Lebih terperinciBAB II TINJAUAN PUSTAKA
BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. Body Image 1. Pengertian Body image adalah sikap seseorang terhadap tubuhnya secara sadar dan tidak sadar. Sikap ini mencakup persepsi dan perasaan tentang ukuran, bentuk, fungsi
Lebih terperinciLAMPIRAN 1. DATA VALIDITAS & RELIABILITAS ALAT UKUR
LAMPIRAN 1. DATA VALIDITAS & RELIABILITAS ALAT UKUR Kuesioner Gaya Pengasuhan No. Item Spearman Diterima / Ditolak 1 0,304 Diterima 2 0,274 Ditolak 3 0,312 Diterima 4 0,398 Diterima 5 0,430 Diterima 6
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. membentuk perilaku sosial anak menjadi lebih baik dan berakhlak.
BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Tugas dan kewajiban orang tua bukan hanya memberikan kewajiban secara jasmani anak melainkan juga secara rohani yaitu dengan memberikan pendidikan akhlak yang baik,yaitu
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. kemampuan intelektual dan kognitif. Kemampuan intelektual ini ditandai
BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masa kanak-kanak akhir disebut juga sebagai usia sekolah dasar. Pada periode ini, anak dituntut untuk melaksanakan tugas belajar yang membutuhkan kemampuan intelektual
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. maka diperlukan partisipasi penuh dari putra-putri bangsa Indonesia di berbagai
BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Indonesia merupakan salah satu negara berkembang yang sedang giatgiatnya membangun. Agar pembangunan ini berhasil dan berjalan dengan baik, maka diperlukan partisipasi
Lebih terperinciBAB II LANDASAN TEORI
BAB II LANDASAN TEORI 2.1 Pola Asuh Orang Tua 2.1.1 Pengertian Pola Asuh Orang Tua Menurut Hurlock (1999) orang tua adalah orang dewasa yang membawa anak ke dewasa, terutama dalam masa perkembangan. Tugas
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. Manusia adalah individu yang selalu belajar. Individu belajar berjalan, berlari,
BAB I PENDAHULUAN 1.1 LATAR BELAKANG MASALAH Manusia adalah individu yang selalu belajar. Individu belajar berjalan, berlari, dan lain-lain. Setiap tugas dipelajari secara optimal pada waktu-waktu tertentu
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. Pendidikan merupakan salah satu aspek yang penting bagi kehidupan
1 BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Masalah Pendidikan merupakan salah satu aspek yang penting bagi kehidupan manusia. Pendidikan nasional di Indonesia memiliki tujuan sebagaimana tertulis dalam Undang-Undang
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. Guru berperan penting dalam proses pendidikan anak di sekolah, bagaimana
BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Guru berperan penting dalam proses pendidikan anak di sekolah, bagaimana guru mengajar, berperilaku dan bersikap memiliki pengaruh terhadap siswanya (Syah, 2006). Biasanya,
Lebih terperinciHUBUNGAN POLA ASUH ORANG TUA DENGAN MOTIVASI ANAK UNTUK BERSEKOLAH DI KELURAHAN SUKAGALIH KECAMATAN SUKAJADI KOTA BANDUNG
Irma Rostiani, Hubungan Pola Asuh Orang Tua dengan Motivasi Anak untuk Bersekolah HUBUNGAN POLA ASUH ORANG TUA DENGAN MOTIVASI ANAK UNTUK BERSEKOLAH DI KELURAHAN SUKAGALIH KECAMATAN SUKAJADI KOTA BANDUNG
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. lingkungan yang terus mengalami perubahan, dan bagaimana mengambil inisiatif
BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Terjadinya perkembangan ilmu pengetahuan dan pendidikan yang semakin pesat membuat para siswa dituntut untuk menjadi lebih mandiri. Siswa harus dapat mengetahui
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. tercapaikah tujuan pembelajaran matematika. Hasil belajar diperoleh dari
BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Hasil belajar matematika suatu cara untuk mengukur sudah tercapaikah tujuan pembelajaran matematika. Hasil belajar diperoleh dari proses belajar mengajar yang pada dasarnya
Lebih terperinciI. PENDAHULUAN. yang mereka lahirkan. Dalam kelompok ini, arus kehidupan di kemudikan oleh
I. PENDAHULUAN A..Latar Belakang Keluarga sebagai kelompok masyarakat terkecil terbentuk oleh ikatan dua orang dewasa yang berlainan jenis kelamin, wanita dan pria serta anak-anak yang mereka lahirkan.
Lebih terperinciHUBUNGAN POLA ASUH DENGAN PERKEMBANGAN ANAK USIA PRASEKOLAH DI TK KARTIKA X-9 CIMAHI 2012
46 HUBUNGAN POLA ASUH DENGAN PERKEMBANGAN ANAK USIA PRASEKOLAH DI TK KARTIKA X-9 CIMAHI 2012 Oleh : Siti Dewi Rahmayanti dan Septiarini Pujiastuti STIKES Jenderal Achmad Yani Cimahi ABSTRAK Pola asuh orang
Lebih terperinciBAB II TINJAUAN PUSTAKA
10 BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. Siswa 1. Pengertian Siswa Siswa adalah komponen masukan dalam sistem pendidikan, yang selanjutnya diproses di dalam proses pendidikan, sehingga menjadi manusia yang berkualiatas
Lebih terperinciPENGARUH POLA ASUH ANAK TERHADAP PRESTASI ANAK
PENGARUH POLA ASUH ANAK TERHADAP PRESTASI ANAK Dwilita Astuti Universitas Nahdlatul Ulama Lampung dwilitaastuti@yahoo.com ABSTRACT Pola asuh otoritatif yang dilakukan di rumah dan di sekolah merupakan
Lebih terperinciASERTIVITAS DALAM PEMILIHAN STUDI LANJUT SISWA KELAS XII SMA DITINJAU DARI PERSEPSI TERHADAP POLA ASUH ORANGTUA NASKAH PUBLIKASI
ASERTIVITAS DALAM PEMILIHAN STUDI LANJUT SISWA KELAS XII SMA DITINJAU DARI PERSEPSI TERHADAP POLA ASUH ORANGTUA NASKAH PUBLIKASI Diajukan kepada Fakultas Psikologi Untuk Memenuhi Sebagian Persyaratan Memperoleh
Lebih terperinciBAB II TINJAUAN PUSTAKA. A. Motivasi Berprestasi
BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. Motivasi Berprestasi 1. Pengertian Motivasi Berprestasi Motivasi berasal dari kata movere yang berarti dorongan atau daya gerak. Motivasi adalah penting karena dengan adanya
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. mengembangkan hubungan yang harmonis dengan orang-orang yang ada disekitarnya.
BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Perkembangan IPTEK yang semakin pesat saat ini mempengaruhi perilaku individu termasuk siswa. Perilaku yang sering muncul pada siswa di sekolah paling banyak pada hal-hal
Lebih terperinciPENDAHULUAN Latar Belakang Memasuki era globalisasi yang penuh dengan persaingan dan tantangan, bangsa Indonesia dituntut untuk meningkatkan Sumber
1 PENDAHULUAN Latar Belakang Memasuki era globalisasi yang penuh dengan persaingan dan tantangan, bangsa Indonesia dituntut untuk meningkatkan Sumber Daya Manusia (SDM) sebagai modal penting untuk membangun
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. kehidupan, diantaranya dalam bidang pendidikan seperti tuntutan nilai pelajaran
BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Dari waktu ke waktu perkembangan ilmu pengetahuan dan teknologi makin pesat mengikuti arus globalisasi yang semakin hebat. Akibat dari fenomena ini antara lain
Lebih terperinciHUBUNGAN POLA ASUH TERHADAP KEMANDIRIAN BELAJAR ANAK DI RA/BA KECAMATAN GROGOL KABUPATEN SUKOHARJO TAHUN AJARAN 2010 / 2011 SKRIPSI
HUBUNGAN POLA ASUH TERHADAP KEMANDIRIAN BELAJAR ANAK DI RA/BA KECAMATAN GROGOL KABUPATEN SUKOHARJO TAHUN AJARAN 2010 / 2011 SKRIPSI Diajukan Untuk Memenuhi Tugas dan Syarat Syarat Guna Memperoleh Gelar
Lebih terperinciBAB II KAJIAN PUSTAKA
BAB II KAJIAN PUSTAKA A. Motivasi Berprestasi 1. Pengertian Motivasi Berprestasi Suatu prestasi atau achievement berkaitan erat dengan harapan (expection). Inilah yang membedakan motivasi berprestasi dengan
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. Di zaman modern ini perubahan terjadi terus menerus, tidak hanya perubahan
BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Di zaman modern ini perubahan terjadi terus menerus, tidak hanya perubahan kearah yang lebih baik tetapi perubahan ke arah yang semakin buruk pun terus berkembang.
Lebih terperinciBAB II TINJAUAN PUSTAKA. Ibu adalah sosok yang penuh pengertian, mengerti akan apa-apa yang ada
BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. Pendidikan Formal Ibu 1. Pengertian Ibu Ibu adalah sosok yang penuh pengertian, mengerti akan apa-apa yang ada pada diri anaknya dalam hal mengasuh, membimbing dan mengawasi
Lebih terperinciBAB II TINJAUAN PUSTAKA DAN KERANGKA TEORITIK. Katolik Soegidjapranata Semarang dengan judul Perbedaan motivasi
8 BAB II TINJAUAN PUSTAKA DAN KERANGKA TEORITIK A. Tinjauan Pustaka Berdasarkan penelusuran yang peneliti lakukan terhadap hasil kajian penelitian yang ada sebelumnya, ditemukan beberapa hasil peneliti
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah
BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Remaja merupakan generasi penerus bangsa yang diharapkan dapat menggantikan generasi-generasi terdahulu dengan kualitas kinerja dan mental yang lebih baik. Dengan
Lebih terperinciBAB II KAJIAN PUSTAKA A. Perilaku Konsumtif 1. Pengertian Perilaku Konsumtif Menurut Schiffman & Kanuk (2004), konsumen yang melakukan pembelian dipengaruhi motif emosional seperti hal-hal yang bersifat
Lebih terperinciBAB II TINJAUAN PUSTAKA. A. Motivasi Berprestasi Pada Atlet Sepak Bola. Menurut McClelland (dalam Sutrisno, 2009), motivasi berprestasi yaitu
BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. Motivasi Berprestasi Pada Atlet Sepak Bola 1. Pengertian Motivasi Berprestasi Menurut McClelland (dalam Sutrisno, 2009), motivasi berprestasi yaitu usaha pada tiap individu dalam
Lebih terperinciA. Latar Belakang Masalah
BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Anak merupakan anugerah yang diberikan oleh Allah swt kepada para orang tua. Tumbuh dan kembang anak tergantung dari sesuatu yang diberikan atau diajarkan oleh
Lebih terperinciBAB II LANDASAN TEORI. oleh orang dewasa maka akan mendapat sangsi hukum.
BAB II LANDASAN TEORI 2.1. Kenakalan Remaja 2.1.1. Pengertian Kenakalan Remaja Menurut Arif Gunawan (2011) definisi kenakalan remaja adalah : Istilah juvenile berasal dari bahasa Latin juvenilis, yang
Lebih terperinciBAB II TINJAUAN PUSTAKA. A. Self regulated learning. (Najah, 2012) mendefinisikan self regulated learning adalah proses aktif dan
BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. Self regulated learning 1. Pengertian Self regulated learning Menurut Zimmerman dan Martinez-Pons (1990) self regulated learning adalah tingkatan dimana partisipan secara aktif
Lebih terperinciBAB II LANDASAN TEORI
5 BAB II LANDASAN TEORI A. Pola Asuh Orang tua merupakan tokoh sentral dalam proses pendewasaan anak, karena seorang anak lahir dalam lingkungan keluarga dan orang tua merupakan pemimpin dalam keluarga.
Lebih terperinciHUBUNGAN POLA ASUH ORANGTUA DENGAN DISIPLIN ANAK DI KOMPLEK MENDAWAI KOTA PALANGKA RAYA
HUBUNGAN POLA ASUH ORANGTUA DENGAN DISIPLIN ANAK DI KOMPLEK MENDAWAI KOTA PALANGKA RAYA Oleh: Elisabeth Fransisca S.S 1) dan Titis Oktaviyanti 2) Program Studi PG-PAUD FKIP Universitas Palangka Raya Kampus
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. Keluarga merupakan perkumpulan dua atau lebih individu yang diikat oleh
BAB I PENDAHULUAN 1. Latar Belakang Keluarga merupakan perkumpulan dua atau lebih individu yang diikat oleh hubungan darah, perkawinan atau adopsi, dan tiap-tiap anggota keluarga selalu berinteraksi satu
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. Pengasuhan anak, dilakukan orang tua dengan menggunakan pola asuh
BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Pengasuhan anak, dilakukan orang tua dengan menggunakan pola asuh tertentu. Penggunaan pola asuh ini memberikan sumbangan dalam mewarnai perkembangan terhadap
Lebih terperinciI. PENDAHULUAN. untuk mencapai tujuan yang diinginkan dalam kehidupannya. Pendidikan
I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Pendidikan merupakan hal yang sangat penting bagi kehidupan dan salah satu kebutuhan utama bagi setiap manusia untuk meningkatkan kualitas hidup serta untuk mencapai
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Kesuksesan yang dicapai seseorang tidak hanya berdasarkan kecerdasan
1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Kesuksesan yang dicapai seseorang tidak hanya berdasarkan kecerdasan akademik (kognitif) saja namun juga harus diseimbangkan dengan kecerdasan emosional, sehingga
Lebih terperinciBAB 1 PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. bagi remaja itu sendiri maupun bagi orang-orang yang berada di sekitarnya.
BAB 1 PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Masa remaja merupakan masa yang menarik untuk dikaji, karena pada masa remaja terjadi banyak perubahan yang dapat mempengaruhi kehidupan, baik bagi remaja itu
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. Manusia adalah makhluk sosial; mereka tidak dapat hidup sendiri dan
BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Manusia adalah makhluk sosial; mereka tidak dapat hidup sendiri dan membutuhkan orang lain. Sejak manusia dilahirkan, manusia sudah membutuhkan kasih sayang,
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. Orang tua adalah komponen keluarga yang di dalamnya terdiri dari ayah dan ibu, dan
BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Orang tua adalah komponen keluarga yang di dalamnya terdiri dari ayah dan ibu, dan merupakan hasil dari sebuah ikatan perkawinan sah yang dapat membentuk sebuah
Lebih terperinciBAB 1 PENDAHULUAN. Remaja merupakan masa peralihan dari masa anak-anak ke masa dewasa.
BAB 1 PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Remaja merupakan masa peralihan dari masa anak-anak ke masa dewasa. Masa ini sering disebut dengan masa pubertas. Istilah pubertas juga istilah dari adolescent yang
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. yang terjadi hampir bersamaan antara individu satu dengan yang lain, dan
BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Setiap manusia selalu mengalami perubahan sepanjang kehidupan yakni sejak dalam kandungan sampai meninggal. Fase-fase perkembangan yang terjadi hampir bersamaan
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. adolescence yang berasal dari kata dalam bahasa latin adolescere (kata
BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Secara psikologis perubahan merupakan situasi yang paling sulit untuk diatasi oleh seseorang, dan ini merupakan ciri khas yang menandai awal masa remaja. Dalam perubahannya,
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. Dalam dua dasawarsa terakhir ini, perubahan yang terjadi dalam berbagai
BAB I PENDAHULUAN 1. 1. Latar Belakang Masalah Dalam dua dasawarsa terakhir ini, perubahan yang terjadi dalam berbagai sektor kehidupan semakin pesat, sebagai dampak dari faktor kemajuan di bidang teknologi
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. di bidang tekhnologi, ilmu pengetahuan, ekonomi, dan pendidikan. Perubahan
BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Masalah Pada tahun-tahun terakhir terjadi perubahan yang semakin pesat dalam berbagai sektor kehidupan. Perubahan tersebut terjadi sebagai dampak dari kemajuan di
Lebih terperinciBAB 2 Tinjauan Pustaka
BAB 2 Tinjauan Pustaka 2.1 Pola asuh 2.1.1 Definisi pola asuh Dalam keluarga terdapat pola pengasuhan anak, Wahyuning,et al.( (2005) mendefinisikan pola asuh sebagai cara atau perlakuan orang tua yang
Lebih terperinciBAB II LANDASAN TEORI. dapat berdiri sendiri tanpa bergantung kepadaorang lain. Kemandirian dalam kamus psikologi yang disebut independence yang
BAB II LANDASAN TEORI 2.1.Kemandirian 2.1.1. Pengertian Kemandirian Menurut Sumahamijaya, 2003 Kemandirian berasal dari kata mandiri yang berarti dalam keadaan dapat berdiri sendiri, tidak bergantungpada
Lebih terperinciBAB 2. TINJAUAN PUSTAKA 1. Pola Asuh Keluarga 1.1. Pengertian Pola Asuh Keluarga. Pola asuh merupakan pola perilaku orangtua yang paling dominan
BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA 1. Pola Asuh Keluarga 1.1. Pengertian Pola Asuh Keluarga Pola asuh merupakan pola perilaku orangtua yang paling dominan dalam menangani anaknya sehari-hari. Pengasuhan anak adalah
Lebih terperinciBAB 1 PENDAHULUAN. Kepercayaan diri tentu saja mengalami pasang surut, seseorang mungkin merasa percaya
BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Kepercayaan diri tentu saja mengalami pasang surut, seseorang mungkin merasa percaya diri dalam beberapa situasi, dan ketakutan dalam situasi lainnya, merasa
Lebih terperinciBAB II TINJAUAN PUSTAKA. A. Motivasi Berprestasi. Motivasi berprestasi (achievement motivation) berarti dorongan yang
13 BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. Motivasi Berprestasi 1. Pengertian Motivasi Berprestasi Motivasi berprestasi (achievement motivation) berarti dorongan yang menyebabkan terjadinya aktivitas aktivitas seseorang
Lebih terperinciBAB II KERANGKA TEORI DAN HIPOTESIS PENELITIAN. Dalam Kamus Besar Indonesia (Depdikbud, 1998: 681) nakal adalah suka berbuat
BAB II KERANGKA TEORI DAN HIPOTESIS PENELITIAN 2.1. Ruang Lingkup Kenakalan Siswa 2.1.1 Pengertian Kenakalan Remaja Dalam Kamus Besar Indonesia (Depdikbud, 1998: 681) nakal adalah suka berbuat kurang baik
Lebih terperinciPERAN ORANG TUA DALAM MENDIDIK ANAK UNTUK MEWUJUDKAN KELUARGA SEJAHTERA
BAB II PERAN ORANG TUA DALAM MENDIDIK ANAK UNTUK MEWUJUDKAN KELUARGA SEJAHTERA 2.1 Keluarga Sejahtera Secara tradisional, keluarga diartikan sebagai dua atau lebih orang yang dihubungkan dengan pertalian
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Yudi Fika Ismanto, 2013
BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Permainan bola voli di Indonesia merupakan salah satu cabang olahraga yang banyak digemari masyarakat, karena dapat dilakukan oleh anak-anak hingga orang dewasa,
Lebih terperinciPendidikan Keluarga (Membantu Kemampuan Relasi Anak-anak) Farida
Pendidikan Keluarga (Membantu Kemampuan Relasi Anak-anak) Farida Manusia dilahirkan dalam keadaan yang sepenuhnya tidak berdaya dan harus menggantungkan diri pada orang lain. Seorang anak memerlukan waktu
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN A. LATAR BELAKANG PENELITIAN
BAB I PENDAHULUAN A. LATAR BELAKANG PENELITIAN Keluarga adalah tempat pertama bagi anak belajar mengenai segala hal yang ada dalam kehidupan. Orang tua berperan penting dalam perkembangan anak dan memiliki
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang Masalah. Manusia sepanjang rentang kehidupannya memiliki tahap-tahap
1.1 Latar Belakang Masalah BAB I PENDAHULUAN Manusia sepanjang rentang kehidupannya memiliki tahap-tahap perkembangan yang harus dilewati. Perkembangan tersebut dapat menyebabkan perubahan-perubahan yang
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Riesa Rismawati Siddik, 2014 Kontribusi pola asuh orangtua terhadap pembentukan konsep diri remaja
BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Remaja adalah usia seseorang yang sedang dalam masa transisi yang sudah tidak lagi menjadi anak-anak, dan tidak bisa juga dinilai dewasa, saat usia remaja ini anak ingin
Lebih terperinciBAB II TINJAUAN PUSTAKA. selalu hidup dalam lingkungan. Manusia tidak bisa dipisahkan dengan. memberikan keakraban dan kehangatan bagi anak-anaknya.
BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Pola Asuh Orang Tua 2.1.1 Pengertian Pola Asuh Orang Tua Sejak seorang anak lahir, remaja, dewasa sampai tua, manusia akan selalu hidup dalam lingkungan. Manusia tidak bisa
Lebih terperinciBAB IV HASIL PENELITIAN. remaja ini terbagi di SMKN 1, SMKN 2, SMKN 5, SMA Mataram, SMA
BAB IV HASIL PENELITIAN A. Orientasi dan Kancah Penelitian Penelitian ini dilakukan pada remaja berusia 17-21 tahun. Para remaja ini terbagi di SMKN 1, SMKN 2, SMKN 5, SMA Mataram, SMA Ksatrian dan di
Lebih terperinciMateri kuliah e-learning HUBUNGAN ORANG TUA DENGAN ANAK REMAJA oleh : Dr. Triana Noor Edwina DS, M.Si Dosen Fakultas Psikologi Universitas Mercu
Materi kuliah e-learning HUBUNGAN ORANG TUA DENGAN ANAK REMAJA oleh : Dr. Triana Noor Edwina DS, M.Si Dosen Fakultas Psikologi Universitas Mercu Buana Yogyakarta Selamat membaca, mempelajari dan memahami
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. Masa remaja merupakan masa yang penting dalam kehidupan seseorang,
BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Masa remaja merupakan masa yang penting dalam kehidupan seseorang, karena pada masa ini remaja mengalami perkembangan fisik yang cepat dan perkembangan psikis
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. Anak tumbuh dan berkembang di bawah asuhan orang tua. Melalui orang tua,
1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Anak tumbuh dan berkembang di bawah asuhan orang tua. Melalui orang tua, anak beradaptasi dengan lingkungannya dan mengenal dunia sekitarnya serta pola pergaulan
Lebih terperinciBAB II LANDASAN TEORI
BAB II LANDASAN TEORI 2.1 Kreativitas 2.1.1 Pengertian Kreativitas Guilford (1975) menyatakan kreativitas merupakan kemampuan seseorang untuk menciptakan atau menghasilkan sesuatu yang baru atau berbeda,
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang
BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masa kanak-kanak awal biasanya dikenal dengan masa prasekolah. Pada usia ini, anak mulai belajar memisahkan diri dari keluarga dan orangtuanya untuk masuk dalam lingkungan
Lebih terperinciBAB II TINJAUAN PUSTAKA
BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. Telaah Pustaka 1. Pola Asuh Orangtua a. Pengertian Dalam Kamus Bahasa Indonesia pola memiliki arti cara kerja, sistem dan model, dan asuh memiliki arti menjaga atau merawat dan
Lebih terperinciBAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN
BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN 4.1 Karakteristik Subjek Penelitian Tabel 4.1 Distribusi Responden menurut Jenis Kelamin Jenis Kelamin Frekuensi % Laki-laki/siswa 45 30,00 Perempuan/siswi 105 70,00
Lebih terperinciBAB 2 TINJAUAN PUSTAKA
BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Remaja 2.1.1 Pengertian Remaja Pada umumnya remaja didefiniskan sebagai masa peralihan atau transisi dari masa anak-anak menuju masa dewasa yang berjalan antara umur 12 tahun
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. kekayaan sumber daya alam di masa depan. Karakter positif seperti mandiri,
BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Bangsa Indonesia membutuhkan manusia berkompeten untuk mengolah kekayaan sumber daya alam di masa depan. Karakter positif seperti mandiri, disiplin, jujur, berani,
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. sesuai dengan kebutuhannya. Sekolah merupakan salah satu lembaga yang
BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Pendidikan merupakan hal yang paling mutlak dimiliki oleh semua orang. Pendidikan akan menjadi penentu agar bangsa kita dapat berkembang secara optimal. Dengan
Lebih terperinciBE SMART PARENTS PARENTING 911 #01
BE SMART PARENTS PARENTING 911 #01 Coffee Morning Global Sevilla School Jakarta, 22 January, 2016 Rr. Rahajeng Ikawahyu Indrawati M.Si. Psikolog Anak dibentuk oleh gabungan antara biologis dan lingkungan.
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. kegiatan belajar mengajar berlangsung. Para guru dan siswa terlibat secara. Sekolah sebagai ruang lingkup pendidikan perlu menjamin
BAB I PENDAHULUAN 1.1 LATAR BELAKANG Sekolah dipahami sebagai lembaga pendidikan formal. Di tempat inilah kegiatan belajar mengajar berlangsung. Para guru dan siswa terlibat secara interaktif dalam proses
Lebih terperinciBAB II LANDASAN TEORI
BAB II LANDASAN TEORI A. Prestasi Akademik A.1. Pengertian Prestasi Akademik Prestasi akademik merupakan perubahan dalam hal kemampuan yang disebabkan karena proses belajar. Bentuk hasil proses belajar
Lebih terperinciLampiran 1. Uji validitas dan reliabilitas. Hasil try out Penyesuaian diri
Lampiran 1 Uji validitas dan reliabilitas Hasil try out Penyesuaian diri No Uji Validitas Keterangan 1 0.382 Diterima 2 0.362 Diterima 3 0.232 Ditolak 4 0.411 Diterima 5 0.317 Diterima 6 0.324 Diterima
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. dalam kehidupan sehari-hari. Suatu keluarga itu dapat berbeda dari keluarga yang
BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Keluarga merupakan suatu sistem sosial terkecil dan unik yang terdapat dalam kehidupan sehari-hari. Suatu keluarga itu dapat berbeda dari keluarga yang satu dengan yang
Lebih terperinciBAB V KESIMPULAN DAN SARAN. Berdasarkan hasil penelitian dan pembahasan yang telah dilakukan maka
147 BAB V KESIMPULAN DAN SARAN A. Kesimpulan Berdasarkan hasil penelitian dan pembahasan yang telah dilakukan maka dapat ditarik kesimpulan: a. Remaja kelas XII SMA PGII 1 Bandung tahun ajaran 2009/2010
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah
BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Pendidikan sangat diperlukan bagi setiap manusia. Mereka dapat mengembangkan potensi untuk menghadapi permasalahan hidup yang sedang dihadapinya. Pendidikan
Lebih terperinciBAB V HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN. dilakukan untuk mengetahui normal atau tidaknya distribusi pada data penelitian.
BAB V HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN A. Uji Asumsi 1. Uji Normalitas Sebelum melakukan uji hipotesis, maka peneliti terlebih dahulu melakukan uji asumsi normalitas dan linearitas data penelitian. Uji
Lebih terperinciHUBUNGAN ANTARA POLA ASUH DENGAN KENAKALAN REMAJA (JUVENILE DELINQUENCY) PADASISWA DI SMA NEGERI 2 BABELAN
HUBUNGAN ANTARA POLA ASUH DENGAN KENAKALAN REMAJA (JUVENILE DELINQUENCY) PADASISWA DI SMA NEGERI 2 BABELAN Rahmat Hidayat, Erik Saut H Hutahaean, Diah Himawati Fakultas Psikologi, Universitas Bhayangkara
Lebih terperinciBAB 2 LANDASAN TEORI. Pada bab ini akan dipaparkan penjelasan mengenai teori dari variabelvariabel
BAB 2 LANDASAN TEORI Pada bab ini akan dipaparkan penjelasan mengenai teori dari variabelvariabel yang diteliti dalam penelitian ini. 2.1 Motivasi Berprestasi 2.1.1 Pengertian Motivasi Menurut Sobur (2009)
Lebih terperinci