PENGOLAHAN ZAT WARNA TEKSTIL JINGGA METIL MENGGUNAKAN BENTONIT TERPILAR TiO 2 SKRIPSI

Ukuran: px
Mulai penontonan dengan halaman:

Download "PENGOLAHAN ZAT WARNA TEKSTIL JINGGA METIL MENGGUNAKAN BENTONIT TERPILAR TiO 2 SKRIPSI"

Transkripsi

1 PENGOLAHAN ZAT WARNA TEKSTIL JINGGA METIL MENGGUNAKAN BENTONIT TERPILAR TiO 2 SKRIPSI IKE SILVIYANTI DEPARTEMEN KIMIA FAKULTAS SAINS DAN TEKNOLOGI UNIVERSITAS AIRLANGGA SURABAYA 2012

2 PENGOLAHAN ZAT WARNA TEKSTIL JINGGA METIL MENGGUNAKAN BENTONIT TERPILAR TiO 2 SKRIPSI Sebagai Salah Satu Syarat Untuk Memperoleh Gelar Sarjana Sains Bidang Kimia Pada Fakultas Sains dan Teknologi Universitas Airlangga Oleh : IKE SILVIYANTI NIM Tanggal lulus : 18 Juli 2012 Disetujui oleh : Pembimbing I, Pembimbing II, Dr. Muji Harsini, M.Si NIP Yanuardi Raharjo, S.Si., M.Sc NIK ii

3 LEMBAR PENGESAHAN NASKAH SKRIPSI Judul : Bentonit Terpilar TiO 2 Penyusun : NIM : Tanggal Sidang : 18 Juli 2012 Disetujui oleh : Pembimbing I, Pembimbing II, Dr. Muji Harsini, M.Si NIP Yanuardi Raharjo, S.Si., M.Sc NIK Mengetahui, Kepala Departemen Kimia Fakultas Sains dan Teknologi Universitas Airlangga Dr. Alfinda Novi Kristianti, DEA NIP iii

4 PEDOMAN PENGGUNAAN SKRIPSI ini tidak dipublikasikan, namun tersedia di perpustakaan dalam lingkungan Universitas Airlangga. Diperkenankan untuk dipakai sebagai referensi kepustakaan, tetapi pengutipan seijin penulis dan harus menyebutkan sumbernya sesuai kebiasaan ilmiah. Dokumen skripsi ini merupakan hak milik Universitas Airlangga iv

5 KATA PENGANTAR Alhamdulillahirabbil alamin, segala puji syukur senantiasa penyusun panjatkan kepada Allah SWT atas segala rahmat dan hidayah-nya, sehingga penyusun dapat menyelesaikan skripsi dengan judul Pengolahan Zat Warna Tekstil Jingga Metil Menggunakan Bentonit Terpilar TiO 2 dengan tepat waktu. Penulisan skripsi ini tidak akan selesai tanpa bantuan dan dukungan dari berbagai pihak. Oleh karena itu, penyusun ingin mengucapkan terima kasih kepada: 1. Ibu Dr. Muji Harsini, M.Si selaku dosen pembimbing I dan Bapak Yanuardi Raharjo, S.Si., M.Sc selaku dosen pembimbing II yang telah memberikan waktu, saran, dan bimbingan kepada penyusun hingga terselesaikan skripsi ini. 2. Bapak Drs. Yusuf Syah, MS. dan Ibu Dr. Alfinda Novi Kristianti, DEA selaku penguji skripsi ini, terima kasih atas kritik dan saran yang telah diberikan sehingga penyusun dapat menyempurnakan penulisan skripsi ini. 3. Ibu Dr. Sri Sumarsih, M.Si serta Ibu Dr. Afaf Baktir selaku dosen wali yang senantiasa memberikan banyak informasi dan membimbing penyusun dalam menyelesaikan permasalahahan akademik. 4. Ibu Dr. Alfinda Novi Kristianti, DEA selaku Ketua Departemen Kimia yang senantiasa memberikan ilmu dan saran yang sangat bermanfaat. 5. Bapak dan Ibu penyusun yang selalu memberikan kasih sayang, doa, semangat kepercayaan, dan dukungan baik secara moril maupun materi kepada penyusun. v

6 6. Serta pihak pihak yang tidak dapat disebutkan satu persatu yang banyak memberikan saran, masukan dan pengalamannya. Penyusun menyadari bahwa dalam penulisan proposal skripsi ini masih banyak kekurangan, sehingga penyusun mengharapkan kritik dan saran yang membangun demi perbaikan proposal skripsi ini selanjutnya. Penyusun berharap proposal skripsi ini dapat bermanfaat bagi perkembangan ilmu pengetahuan. Surabaya, Juli 2012 Penyusun vi

7 DAFTAR ISI Halaman LEMBAR JUDUL... i LEMBAR PERNYATAAN... ii LEMBAR PENGESAHAN... iii PEDOMAN PENGGUNAAN SKRIPSI... iv KATA PENGANTAR... v ABSTRAK... vii ABSTRACT... viii DAFTAR ISI... ix DAFTAR TABEL... xi DAFTAR GAMBAR... xii DAFTAR LAMPIRAN... xiii BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang Masalah Rumusan Masalah Tujuan Penelitian Manfaat Penelitian... 6 BAB II TINJAUAN PUSTAKA Bentonit Fotokatalisis Fotodegradasi Titanium Tetraklorida Titanium Dioksida Mekanisme fotokatalisis semikonduktor TiO Zat Warna Azo Jingga Metil BAB III METODE PENELITIAN Tempat dan Waktu Penelitian Bahan dan Alat Penelitian Bahan-bahan Alat-alat Diagram Alir Penelitian Prosedur Penelitian Pembuatan larutan HCl 0,1 M Pembuatan larutan HCl 6,0 M Pembuatan larutan TiCl 4 0,1 M Pembuatan larutan induk jingga metil 1000 ppm Pembuatan larutan standar jingga metil Pembuatan larutan jingga metil 50 ppm ix

8 3.4.7 Pembuatan larutan jingga metil pada berbagai variasi konsentrasi Pembuatan bentonit terpilar TiO Karakterisasi menggunakan X-Ray Diffraction (XRD) Penentuan panjang gelombang maksimum Pembuatan kurva kalibrasi jingga metil Penentuan waktu optimum degradasi zat warna jingga metil Penentuan ph optimum degradasi zat warna jingga metil Karakteristik degradasi zat warna jingga metil pada berbagai variasi konsentrasi terhadap kapasitas degradasi bentonit terpilar TiO Degradasi jingga metil menggunakan sinar UV Degradasi jingga metil menggunakan bentonit/uv Degradasi jingga metil menggunakan TiO 2 /UV Degradasi jingga metil menggunakan bentonit terpilar TiO Degradasi jingga metil menggunakan bentonit terpilar TiO 2 /UV BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN Pembuatan Bentonit Terpilar TiO Karakterisasi Menggunakan X-Ray Diffraction Penentuan Panjang Gelombang Maksimum Larutan Jingga Metil Pembuatan Kurva Kalibrasi Jingga Metil Penentuan Waktu Optimum Degradasi Larutan Jingga Metil Penentuan ph Optimum Degradasi Jingga Metil Karakteristik Degradasi Zat Warna Jingga Metil pada Berbagai Variasi Konsentrasi terhadap Kapasitas Degradasi Bentonit Terpilar TiO Mempelajari Pengaruh Sinar UV, TiO 2 /UV, Bentonit/UV, TiO 2 /Bentonit, TiO 2 /Bentonit/UV terhadap Degradasi Zat Warna Jingga Metil BAB V KESIMPULAN DAN SARAN Kesimpulan Saran DAFTAR PUSTAKA LAMPIRAN x

9 DAFTAR TABEL Nomor Judul Tabel Halaman 2.1 Karakteristik senyawa azo Panjang gelombang maksimum larutan jingga metil Data absorbansi larutan standar jingga metil xi

10 DAFTAR GAMBAR Nomor Judul Gambar Halaman 2.1 Struktur kelompok smektit Skema struktur bentonit Struktur kristal Rutile (A), Anatase (B), dan Brookite (C) Mekanisme fotokatalitik pada TiO Struktur kimia jingga metil Reaktor fotokatalitik (a) Analisa XRD bentonit alam (b) Analisa XRD bentonit terinterkalasi Ti 4+ (c) Analisa XRD bentonit terpilar TiO Kurva kalibrasi jingga metil pada ph 2; 3,5; dan Grafik hubungan antara % degradasi terhadap waktu degradasi larutan jingga metil 50 ppm pada ph 2; 3,5; dan 6 menggunakan 0,5000 g bentonit terpilar TiO 2 dan lampu UV 3 x 8 watt Grafik hubungan antara ph dengan % degradasi larutan jingga metil 50 ppm pada ph 2; 3,5; dan 6 menggunakan 0,5000 g bentonit terpilar TiO 2 dan lampu UV 3 x 8 watt Struktur jingga metil pada keadaan asam (ph < 3,1) dan pada keadaan basa (ph > 4,4) Grafik hubungan antara konsentrasi awal jingga metil dengan kapasitas degradasi larutan jingga metil 25, 50, 75, 100, 150, 200, dan 250 ppm menggunakan 0,5000 g bentonit terpilar TiO 2 serta sinar UV 3 x 8 watt Grafik perbandingan hasil degradasi larutan jingga metil 50 ppm pada ph 2 dan ph 6 dengan menggunakan sinar UV, TiO 2 /UV, bentonit/uv, TiO 2 /bentonit, serta TiO 2 /bentonit/uv xii

11 DAFTAR LAMPIRAN Nomor Judul 1. Hasil karakterisasi menggunakan X-Ray Diffraction 2. Tabel JCPDS untuk harga jarak antarbidang, d-spacing dengan intensitas terkuat untuk beberapa mineral 3. Tabel JCPDS untuk harga jarak antarbidang, d-spacing dengan intensitas terkuat untuk titanium dioksida anatase 4. Spektrum panjang gelombang jingga metil pada ph 2; 3,5; dan 6 5. Perhitungan persen degradasi jingga metil menggunakan TiO 2 /bentonit/uv pada optimasi waktu ph 2; 3,5; dan 6 6. Perhitungan persen degradasi jingga metil menggunakan TiO 2 /bentonit/uv pada optimasi ph 7. Perhitungan kapasitas degradasi jingga metil pada konsentrasi 25, 50, 75, 100, 150, 200, dan 250 ppm menggunakan TiO 2 /Bentonit/UV 8. Perhitungan persen degradasi jingga metil menggunakan sinar UV, TiO 2 /UV, bentonit/uv, TiO 2 /bentonit, dan TiO 2 /bentonit/uv xiii

12 Silviyanti, I., 2012, Bentonit Terpilar TiO 2, ini di bawah bimbingan Dr. Muji Harsini, M.Si. dan Yanuardi Raharjo, S.Si., M.Sc., Departemen Kimia, Fakultas Sains dan Teknologi, Universitas Airlangga, Surabaya. ABSTRAK Telah dilakukan penelitian pengolahan zat warna tekstil jingga metil menggunakan bentonit terpilar TiO 2. Tujuan penelitian ini adalah menentukan waktu dan ph yang optimum pada degradasi jingga metil, mengetahui karakteristik degradasi jingga metil pada berbagai variasi konsentrasi terhadap kapasitas degradasi bentonit terpilar TiO 2, serta mempelajari pengaruh UV, TiO 2 /UV, bentonit/uv, TiO 2 /bentonit, dan TiO 2 /bentonit/uv terhadap degradasi zat warna jingga metil. Pembuatan TiO 2 /bentonit dilakukan dengan mendispersikan larutan pemilar dalam bentuk oligokation titanium ke dalam bentonit alam. Campuran diaduk selama 5 jam kemudian dicuci hingga terbebas dari ion klorida. Bentonit terinterkalasi Ti 4+ kemudian dikalsinasi pada suhu 450 o C selama 4 jam untuk membentuk pilar TiO 2. Bentonit alam, bentonit terinterkalasi, dan TiO 2 /bentonit dikarakterisasi menggunakan X-Ray Diffraction untuk mengetahui perubahan basal spacing. Larutan jingga metil 50 ppm dicampur dengan TiO 2 /bentonit kemudian disinari dengan lampu UV 3 x 8 watt di dalam reaktor tertutup selama waktu optimum 3 jam pada ph 2 dan 3,5 sedangkan pada ph 6 waktu optimumnya adalah 1 jam. Konsentrasi sisa jingga metil diukur dengan spektrofotometer UV-Vis. Hasil karakterisasi XRD TiO 2 /bentonit menunjukkan runtuhnya bidang d 001 = 15,5 A o monmorilonit serta munculnya beberapa puncak difraktogram TiO 2 anatase. Hasil optimasi ph pada degradasi jingga metil menggunakan TiO 2 /bentonit adalah ph 2 dengan persen degradasi sebesar 71,886 %. Pengaruh variasi konsentrasi awal menunjukkan tercapainya kesetimbangan pada konsentrasi 200 ppm dengan kapasitas degradasi sebesar 144,540 mg/g. Perbandingan hasil degradasi pada keadaan optimum menggunakan UV, TiO 2 /UV, bentonit/uv, TiO 2 /bentonit, dan TiO 2 /bentonit/uv menunjukkan persen degradasi masing-masing sebesar 2,757 %, 23,264 %, 90,757 %, 67,361 %, dan 71,886 %. Kata kunci: bentonit terpilar TiO 2, jingga metil, degradasi vii

13 Silviyanti, I., 2012, The Treatment of Methyl Orange Textile Dye Using TiO 2 Pillared Bentonite. Script was under consulted by Dr. Muji Harsini, M.Si. and Yanuardi Raharjo, S.Si., M.Sc., Chemistry Department, Faculty of Science and Technology of Universitas Airlangga, Surabaya. ABSTRACT The research of methyl orange textile dyes treatment using TiO 2 pillared bentonite has been studied. The purposes of this research were to determine the optimum time and ph value, knowing the degradation characteristics between methyl orange degradation at concentrations variety of the degradation capacity using TiO 2 pillared bentonite, and studying the effects of UV, TiO 2 /UV, bentonite/uv, TiO 2 /bentonite, and TiO 2 /bentonite/uv to degrade methyl orange dye. TiO 2 /bentonit made by dispersing of pillaring solution (in form oligocations of titanium) into the natural bentonite. The mixture was stirred for 5 hours and then washed until free of chloride ion and then calcined at 450 o C for 4 hours to form the pillars of TiO 2. Natural bentonite, intercalated bentonite, and TiO 2 /bentonite were characterized using X-Ray Diffraction to determine the changes in basal spacing. Methyl orange solution 50 ppm was mixed with TiO 2 /bentonit then irradiated with UV light 3 x 8 watts in closed reactor for 3 hours as the optimum time at ph value 2 and 3.5 while at ph value 6 it irradiated for 1 hour. Residual concentration of methyl orange was measured by spectrophotometer UV-Vis. The results of TiO 2 /bentonit XRD characterization was indicated the disappearance of the field's d 001 = 15.5 A o of montmorillonite and the appearance of multiple peaks of anatase TiO 2 difractogram. The result of ph value optimization on the methyl orange degradation using TiO 2 /bentonit is ph 2. The effect of initial dye concentration variations indicate the achievement of equilibrium at a concentration of 200 ppm. Comparison study of degradation results in optimum condition using UV, TiO 2 /UV, bentonite/uv, TiO 2 /bentonite, and TiO 2 /bentonite/uv shows degradation percent amounting to 2.757%, %, %, % and %, respectively. Key words : TiO 2 pillared bentonite, methyl orange, degradation viii

14 BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Sebagai negara yang sedang berkembang, Indonesia mengandalkan sektor industri, salah satunya adalah industri tekstil. Industri dan produk tekstil memberikan efek multiplier dalam kehidupan masyarakat baik dari sisi tenaga kerja, pendapatan maupun terhadap output industri itu sendiri. Perkembangan sektor industri tekstil dan produk tekstil di Indonesia menjadikan industri ini sebagai salah satu industri terpenting dan menjadi ujung tombak dalam meningkatkan perekonomian di Indonesia (Maryadi, 2007). Seiring dengan perkembangan industri tekstil di Indonesia, produksi limbah cair zat warna tekstil pun semakin meningkat. Kehadiran limbah tersebut memberikan suatu permasalahan yang dominan terhadap lingkungan. Proses pencelupan pada industri tekstil memberikan kontribusi yang besar pada pencemaran air apabila limbah dibuang ke selokan atau sungai tanpa diolah terlebih dahulu (Suwarsa,1998). Selama proses pencelupan berlangsung, sekitar 10-15% zat warna dihasilkan sebagai limbah (Fang et al., 2004). Zat warna azo adalah senyawa yang paling banyak terdapat dalam limbah tekstil, yaitu sekitar lebih dari 50 % (Blackburn dan Burkinshaw., 2002). Limbah zat warna azo merupakan penggambaran dari kelas polutan organik yang berpotensi karsinogenik (Garcia et al., 2006). Walaupun toksisitas akut zat warna azo relatif rendah, akan tetapi keberadaannya dalam air dapat menghambat 1

15 2 penetrasi sinar matahari ke dalam air sehingga mengganggu aktivitas fotosintesis mikroalga. Dampak lanjutannya adalah pasokan oksigen dalam air menjadi berkurang dan akhirnya memicu aktivitas mikroorganisme anoksik-anaerobik yang menghasilkan produk berbau tak sedap. Di samping itu, perombakan zat warna azo secara anaerobik pada dasar perairan menghasilkan senyawa amina aromatik yang kemungkinan lebih toksik dibandingkan dengan zat warna azo itu sendiri (Zee, 2002). Air limbah tekstil umumnya memiliki intensitas warna berkisar mg/l dengan nilai parameter BOD dan COD berturut-turut mg/l dan mg/l (Pandey et al., 2007). Nilai parameter COD dan BOD tersebut berada jauh di atas nilai ambang batas baku mutu limbah cair industri tekstil yang terdapat pada KepMen LH No. 51/MENLH/10/1995 yaitu masing-masing sebesar 300 dan 150 mg/l. Metode alternatif secara fisika, kimia dan biologi telah banyak dilakukan untuk mereduksi zat warna dan senyawa organik dalam limbah cair industri tekstil (Lucas dan Peres, 2009). Supriyati (2007) melakukan penelitian mengenai degradasi zat warna dengan menggunakan ozon yang diproduksi dengan menggunakan plasma. Namun, penelitian ini kurang efisien karena menggunakan sumber energi yang sangat besar dalam jumlah kilovolt. Penghilangan warna secara kimia menggunakan koagulan akan menghasilkan lumpur (sludge) dalam jumlah yang relatif besar. Menurut Peraturan Pemerintah No. 19 tahun 1994, lumpur yang dihasilkan industri tekstil diklasifikasikan sebagai limbah B3, sehingga membutuhkan pengolahan limbah lebih lanjut terhadap lumpur yang terbentuk.

16 3 Dengan adanya penanganan lanjutan ini akan menaikkan biaya operasional unit pengolahan limbah (Manurung dkk., 2004). Pengolahan limbah cair dengan menggunakan proses biologi juga banyak diterapkan untuk mereduksi senyawa organik limbah cair industri. Namun, berbagai penelitian menunjukkan bahwa proses biologi konvensional kurang efektif dalam mereduksi zat warna. Hal tersebut karena zat warna cenderung mempunyai sifat tahan terhadap degradasi biologi (recalcitrance) (Manurung dkk., 2004). Untuk mengatasi masalah di atas diperlukan alternatif baru untuk mengolah limbah cair indutri tekstil yang efektif dan efisien dalam menurunkan konsentrasi zat warna. Fotokatalitik heterogen merupakan salah satu metode yang digunakan untuk pengolahan limbah cair. Proses ini dapat juga disebut proses oksidasi berkelanjutan yang cocok untuk mengoksidasi zat warna. Proses oksidasi berkelanjutan ini berdasarkan pada pembentukan radikal hidroksi (HO ), yang merupakan oksidator kuat (E =2.8 ev) yang dapat mempromosikan mineralisasi total pada polutan organik (Faisal et al., 2007; Saquib et al., 2008; Singh et al., 2008). Titanium oksida merupakan fotokatalis yang paling banyak diteliti untuk proses degradasi polutan organik pada limbah cair. Katalis ini sangat menguntungkan jika dibandingkan dengan semikonduktor yang lain karena kestabilan kimianya, tidak beracun, harganya murah dan tersedia secara komersial (Li et al., 2008; Suwanchawalit dan Wongnawa, 2008; Wang et al., 2008; Yang et al., 2008). Pada proses fotokatalitik menggunakan TiO 2 akan dihasilkan radikal hidroksil (OH ) yaitu suatu agen oksidator yang sangat kuat dan dapat

17 4 mengoksidasi senyawa organik (Barka et al., 2010). Radikal hidroksil merupakan radikal yang paling reaktif di antara jenis-jenis radikal yang lain (Stephanson et al., 2003). Efektivitas TiO 2 bergantung pada struktur kristal, ukuran partikel, permukaan area, dan porositas. Serbuk TiO 2 ultrafine menunjukkan aktivitas katalitik yang baik. Akan tetapi dapat terjadi penggumpalan yang menghasilkan partikel yang lebih besar sehingga dapat menyebabkan reduksi atau hilangnya efektivitas katalitik (Valverde et al., 2003; Suwanchawalit dan Wongnawa, 2008). Cara yang dapat digunakan untuk memaksimalkan kerja TiO 2 adalah dengan menjadikannya pemilar dalam lempung terpilar TiO 2, dimana TiO 2 dapat berperan sebagai pemilar sekaligus sebagai katalis dalam reaksi fotokatalisis (Ding et al., 1999) Bentonit merupakan salah satu jenis lempung yang mempunyai kandungan utama mineral montmorillonit (85% 95%) dengan rumus kimia secara umum Mx(Al 4 -xmgx)si 8 O 20 (OH) 4.nH 2 O. Montmorillonit merupakan kelompok mineral lempung yang unik karena memiliki kemampuan mengembang (swelling), memiliki kation-kation yang dapat dipertukarkan (exchangeable cations), dan dapat diinterkalasi (Pinnavaia, 1983). Berdasarkan uraian di atas, akan dilakukan pilarisasi bentonit dengan TiO 2 untuk mendegradasi zat warna azo. Pembuatan bentonit terpilar TiO 2 dilakukan dengan merendam bentonit pada larutan TiCl 4 kemudian dilakukan kalsinasi pada suhu 450 o C. Pada penelitian ini, dipilih zat warna azo yang mudah ditemui di laboratorium dan sering digunakan sebagai zat warna tekstil yaitu jingga metil.

18 5 Karakterisasi struktur kristal bentonit dan bentonit terpilar TiO 2 dilakukan dengan XRD (X-Ray Diffraction). Sedangkan uji aktivitas fotokatalitik dianalisis menggunakan spektrofotometer UV-Vis. Penggunaan sinar ultraviolet selama proses pengolahan zat warna tekstil menggunakan bentonit terpilar TiO 2 dapat meningkatkan kinerja fotokatalis TiO 2 yang terpilar pada ruang interlamelar bentonit dengan menghasilkan radikal hidroksil yang mampu mendegradasi zat warna. Optimasi ph perlu dilakukan pada penelitian ini karena perubahan ph mampu mempengaruhi perubahan struktur dari zat warna serta dapat mempengaruhi kemampuan bentonit terpilar TiO 2 untuk mendegradasi zat warna. 1.2 Rumusan Masalah Berdasarkan uraian latar belakang tersebut, maka dapat dirumuskan permasalahan sebagai berikut. 1. Berapakah waktu serta ph yang optimum untuk mendegradasi zat warna jingga metil menggunakan bentonit terpilar TiO 2? 2. Bagaimana karakteristik degradasi zat warna jingga metil pada berbagai variasi konsentrasi terhadap kapasitas degradasi bentonit terpilar TiO 2? 3. Bagaimana pengaruh sinar UV, TiO 2 /UV, bentonit/uv, TiO 2 /bentonit, serta TiO 2 /bentonit/uv terhadap degradasi zat warna jingga metil? 1.3 Tujuan Penelitian 1. Menentukan waktu serta ph yang optimum untuk mendegradasi zat warna jingga metil menggunakan bentonit terpilar TiO 2.

19 6 2. Mengetahui karakteristik zat warna jingga metil pada berbagai variasi konsentrasi terhadap kapasitas degradasi bentonit terpilar TiO Mempelajari pengaruh sinar UV, TiO 2 /UV, bentonit/uv, TiO 2 /bentonit, serta TiO 2 /bentonit/uv terhadap degradasi zat warna jingga metil. 1.4 Manfaat Penelitian Manfaat penelitian ini adalah memberikan informasi mengenai penggunaan bentonit terpilar TiO 2 dengan bantuan sinar UV untuk mendegradasi zat warna jingga metil pada limbah cair industri tekstil.

20 BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Bentonit Bentonit adalah mineral lempung yang mengandung monmorilonit di atas 75%, sejumlah kuarsa, serta sedikit campuran illit, kalsit, mika, dan klorit. Bentonit termasuk dalam kelompok smektit dalam golongan phyllosilicate berstruktur 2:1 yang tersusun dari dua lembar tetrahedral [SiO 4 ] 4- (T) dan satu lembar oktahedral alumina Al 2 (OH) 6 (O) serta memiliki ruang interlamelar (I), ditunjukkan oleh Gambar 2.1 (Nagendrappa, 2002 dan Kozak et al., 2002). Gambar 2.1 Struktur kelompok smektit Berdasarkan struktur tersebut, komposisi ideal monmorilonit adalah HAlSi 2 O 6 dan permukaan lapisannya bersifat netral, tetapi di alam komposisi tersebut berubah menjadi tidak menentu, yaitu M n+ x/n[al 4x Mg x ][Si 8 ]O 20 (OH) 4.nH 2 O dan permukaan lapisannya bermuatan negatif. Kation M n+ adalah kation penyeimbang muatan. Perubahan tersebut terjadi karena substitusi isomorfis Si 4+ oleh Al 3+ pada lembar tetrahedral, substitusi 7

21 8 Al 3+ oleh Mg 2+ atau ruang kosong (vacancy) pada lembar oktahedral (Bergaya et al., 2006). Jumlah muatan negatif pada lapisan (layer charge) bentonit tergolong rendah yaitu per unit formula. Hal ini menyebabkan ikatan interlamelarnya lemah, sehingga molekul-molekul polar, seperti air dapat masuk pada daerah interlamelar menyebabkan mineral monmorilonit dapat mengembang atau mengalami swelling karena bidang basal lapisan bentonit akan bergerak saling menjauh (Yerima dan Van Ranst, 2005). Masuknya air juga akan menimbulkan terbentuknya kation hidrat pada daerah interlamelar, ditunjukkan oleh Gambar 2.2. Semakin banyak air yang masuk, kation-kation yang ada pada interlayer menjadi lebih mudah diganti (Nagendrappa, 2002). Gambar 2.2 Skema Struktur Bentonit Berdasarkan sifat-sifat tersebut, bentonit banyak dimanfaatkan sebagai adsorben, penghilang warna (decoloration agent), penukar ion (ion exchange), dan katalis. Daya guna bentonit berasal dari grup Si O Si, Al OH Al, dan situs asam. Grup Si O Si pada permukaan bidang basal dapat mengadsorpsi bahan organik non polar, grup Al OH Al pada bidang basal dapat mengadsorpsi kation logam. Adsorpsi kation juga terjadi pada permukaan bidang

22 9 basal, karena difusi muatan negatif yang ditimbulkan oleh substitusi isomorfis Si 4+ oleh Al 3+, sehingga kation logam dapat terperangkap oleh rongga di trigonal pada siloksan. Situs-situs pada tepi bentonit cenderung lebih reaktif untuk adsorpsi ion, karena terdapat gugus silanol, Si(IV) OH dan aluminol, Al(III).H 2 O (Maurice et al.,2009). 2.2 Fotokatalisis Fotokatalisis adalah reaksi perpaduan antara fotokimia dan katalis. Proses reaksi fotokimia melibatkan suatu cahaya (foto). Fotokatalisis sendiri adalah suatu proses yang dibantu oleh adanya cahaya dan material katalis. Katalis adalah suatu zat yang mempengaruhi proses laju reaksi tanpa ikut berubah secara kimia. Katalis dapat mempercepat fotoreaksi melalui interaksinya dengan substrat baik keadaan dasar maupun tereksitasi atau dengan fotoproduk utamanya, tergantung pada mekanisme fotoreaksi tersebut (Otmer dan Kirk, 1994). Berdasarkan fasanya, fotokatalisis dibagi menjadi dua, yaitu fotokatalisis homogen dan fotokatalisis heterogen. 1. Fotokatalisis homogen, merupakan suatu proses fotokatalisis satu fasa antara subtrat dengan katalis. Pada umumnya katalis berupa oksidator seperti ozon (O 3 ) dan hidrogen peroksida (H 2 O 2 ). 2. Fotokatalisis heterogen, merupakan suatu proses fotokatalisis dua fasa yang dilakukan dengan bantuan semikonduktor. Semikonduktor yang dipakai dalam proses ini adalah titanium dioksida (TiO 2 ), seng oksida (ZnO) dan cadmium sulfide (CdS) (Otmer dan Kirk,1994).

23 Fotodegradasi Fotodegradasi adalah proses peruraian suatu senyawa (biasanya senyawa organik) dengan bantuan energi foton. Proses fotodegradasi memerlukan suatu fotokatalis, yang umumnya merupakan bahan semikonduktor. Prinsip fotodegradasi adalah adanya loncatan elektron dari pita valensi ke pita konduksi pada logam semikonduktor jika dikenai suatu energi foton. Loncatan elektron ini menyebabkan timbulnya hole (lubang elektron) yang dapat berinteraksi dengan pelarut (air) membentuk radikal OH. Radikal bersifat aktif dan dapat berlanjut untuk menguraikan senyawa organik target (Malldotti et al., 2000 dan Ranjit et al., 1998). 2.4 Titanium Tetraklorida Titanium tetraklorida merupakan cairan tidak berwarna yang dapat larut pada air dengan penambahan panas serta larut pada asam hidroklorit encer. Rumus kimia untuk titanium tetraklorida adalah TiCl 4 dengan berat molekul 189,68 g/mol. Titanium tetraklorida memiliki aroma asam yang sangat kuat (O Neil, 2001). Tekanan uap titanium tetraklorida adalah 10.0 mm Hg pada suhu 20 C (ATSDR, 1997). Titanium tetraklorida memiliki sifat korosif, tidak mudah terbakar, merupakan cairan yang stabil dan tidak dapat terdekomposisi secara termal di bawah lapisan udara inert pada suhu kamar (Lewis, 2001). Titanium tetraklorida dihidrolisis sempurna oleh udara lembab (Greenwood dan Earnshaw, 1997).

24 11 Titanium tetraklorida dapat digunakan sebagai senyawa intermediete pada pembuatan logam titanium, titanium dioksida, pigmen titanium pada industri gelas warna-warni dan mutiara imitasi, sebagai katalis polimerisasi serta untuk menghasilkan layar asap. Titanium tetraklorida jika direaksikan dengan potassium bitartrat dapat digunakan sebagai pengikat zat warna pada industri tekstil serta direaksikan dengan zat warna kayu dalam pewarnaan kulit (O Neil, 2001). Titanium tetraklorida dapat menyebabkan iritasi pada kulit, mata, dan membran selaput lendir pada manusia. Dampak akut jangka pendek akan terlihat pada permukaan kulit yang terbakar, hidung tersumbat, dan sesak pada beberapa bagian jalur pernapasan atas pada manusia. Dampak jangka pendek juga dapat menimpa mata. Penyakit paru-paru merupakan dampak akut dalam jangka panjang dari penggunaan titanium klorida pada pekerja produksi logam titanium (ATSDR, 1997). 2.5 Titanium Dioksida Titanium dioksida (TiO 2 ) merupakan oksida logam Ti (Titanium) yang paling banyak dijumpai (Greenwood dan Earnshaw, 1997). Titanium dioksida dikenal sebagai senyawa dioksida berwarna putih yang tahan karat dan tidak beracun. Berdasarkan sifatnya ini TiO 2 telah lama digunakan sebagai bahan pemberi warna (pigmen) putih pada makanan maupun produk kosmetik. Konfigurasi elektron atom titanium ( 22 Ti) adalah 1s 2,2s 2,2p 6,3s 2,3p 6,4s 2,3d 2. Sementara atom oksigen ( 8 O) yaitu 1s 2,2s 2,2p 4. Secara sederhana orbital molekul Titanium dioksida terbentuk antara ikatan kulit 3d Ti dengan kulit 2p O. Tingkat

25 12 energi kulit 3d menjadi daerah konduktif molekul sedangkan kulit 2p menjadi area valensi molekul. Titanium dioksida (TiO 2 ) secara mikroskopis memiliki dua bentuk utama yaitu kristal dan amorf (Gunlazuardi, 2001). Titanium dioksida (TiO 2 ) amorf seperti layaknya senyawa amorf lain tidak memiliki keteraturan susunan atom sehingga bahan tersebut tidak memiliki keteraturan pita konduksi dan valensi. Titanium dioksida amorf juga dikenal memiliki kemampuan untuk mendegradasi polutan dalam waktu yang singkat. Titanium dioksida bentuk kristal diketahui memiliki tiga fase kristal yang berbeda yaitu rutile, anatase, dan brookite. Rutile merupakan bentuk kristal yang paling stabil dibandingkan dua fase lainnya, oleh karena itu kristal jenis ini lebih mudah ditemukan dalam bentuk yang paling murni (bijih). Anatase dikenal sebagai fase kristal yang paling reaktif terhadap cahaya, eksitasi elektron ke pita konduksi dapat dengan mudah terjadi apabila kristal ini dikenai cahaya dengan energi yang lebih besar dari pada celah energinya. Kristal ini juga dapat terbentuk akibat pemanasan TiO 2 amorf pada suhu 400 o C hingga 600 o C. Sedangkan pemanasan hingga 700 o C akan menyebabkan kristal anatase bertransformasi menjadi rutile. Brookite merupakan jenis kristal yang paling sulit diamati karena sifatnya yang tidak mudah dimurnikan. Rutile adalah bentuk kristal TiO 2 yang paling umum dihasilkan di alam dan diproduksi secara komersial di pasaran. Struktur Rutile berbentuk oktahedral yang ditempati oleh atom titanium. Sedangkan anatase dan brookite berbentuk

26 13 kubik (Greenwood dan Earnshaw, 1997). Struktur kristal TiO 2 rutile, anatase, dan brookite dapat dilihat pada Gambar 2.3. Gambar 2.3 Struktur kristal Rutile (A), Anatase (B), dan Brookite (C) Mekanisme fotokatalisis semikonduktor TiO 2 Proses fotokatalitik pada TiO 2 terjadi bila semikonduktor TiO 2 menyerap cahaya yang berenergi sama atau lebih besar dari energi celah yang dimilikinya sehingga elektron (e - ) pada pita valensi (pv) tereksitasi ke pita konduksi (pk) dan meninggalkan hole positif (h + ) pada pita valensi. Semikonduktor + hv h + pv + e - pk (2.1) Proses fotokatalitik pada semikonduktor TiO 2 dapat dijelaskan pada Gambar 2.4. Gambar 2.4 Mekanisme fotokatalitik pada TiO 2

27 14 1. Pembentukan pasangan pembawa muatan (e - dan h + ) oleh foton TiO 2 + hv TiO 2 (h + pv + e - pk) 2. Rekombinasi kedua pembawa muatan dengan membebaskan energi panas e - pk + (>Ti(IV)OH ) + >Ti(IV)OH h + pv + (>Ti(III)OH) >Ti(IV)OH 3. Inisiasi reaksi oksidasi oleh hole positif pada pita valensi (>Ti(IV)OH ) + + red Ti(IV)OH + red + 4. Inisiasi reaksi reduksi oleh elektron pada pita konduksi e - tr + oks >Ti(IV)OH + oks + 5. Reaksi fotkatalitik menghasilkan radikal pendegradasi senyawa organik dan sel bakteri. Keterangan : >TiOH e - pk h + pv (>Ti(IV)OH ) + (>Ti(III)OH)= e - tr Red Oks : permukaan TiO 2 yang terhidrat primer : elektron pada pita konduksi : hole positif pada pita valensi : hole positif pita valensi yang terjebak di permukaan : elektron pita konduksi yang terjebak di permukaan : donor elektron, mengalami oksidasi : akseptor elektron, mengalami reduksi Hole positif ini dapat bereaksi baik dengan H 2 O yang teradsorpsi secara fisik sehingga mampu menguraikan molekul H 2 O dan O 2 menjadi radikal OH dan ion superoksida (O 2 ) yang mampu mendegradasi senyawa organik dan sel-sel

28 15 bakteri sehingga menyebabkan inaktivasi dan kematian pada sel bakteri (Sirimahachai et al., 2009). 2.6 Zat Warna Azo Penggolongan zat warna menurut "Colours Index" volume 3, terutama menggolongkan zat warna atas dasar sistem kromofor yang berbeda misalnya zat warna Azo, Antrakuinon, Ftalosia, Nitroso, Indigo, Benzodifuran, Okazin, Polimetil, Di- dan Tri-Aril Karbonium, Poliksilik, Aromatik Karbonil, Quionftalen, Sulfer, Nitro, Nitrosol dan lain-lain (Heaton, 1994). Zat warna azo adalah kelas terbesar dan terpenting pada golongan zat warna. Jumlah zat warna azo mencapai ribuan (Fessenden dan Fessenden, 1986). Senyawa azo memiliki struktur umum R N N R, dengan R dan R adalah rantai organik yang sama atau berbeda. Senyawa ini memiliki gugus N N yang dinamakan struktur azo. Nama azo berasal dari kata azote, merupakan penamaan untuk nitrogen yang berasal dari bahasa Yunani a (bukan) + zoe (hidup). Senyawa azo digunakan sebagai bahan celup, yang dinamakan azo dyes. Salah satu contoh senyawa azo adalah jingga metil (Mirkhani, 2009). Karakteristik dari beberapa senyawa azo diperlihatkan pada Tabel 2.1.

29 16 Tabel 2.1 Karakterisitik senyawa azo (Mirkhani, 2009) 2.7 Jingga Metil Dalam dunia industri jingga metil digunakan sebagai zat pewarna tekstil, sementara itu di laboratorium jingga metil digunakan untuk menentukan kadar alkalinitas air serta sebagai indikator pada proses titrasi, khususnya titrasi asam mineral dan basa kuat. Senyawa azo seperti jingga metil, dapat digunakan sebagai indikator asam, karena dapat berfungsi sebagai asam lemah yang berbeda warna antara asam dan garamnya. Trayek ph jingga metil berada di antara ph 3,1 (berwarna merah) sampai dengan ph 4,4 (berwarna kuning) (O Neil, 2001). Struktur senyawa jingga metil dapat dilihat pada Gambar 2.5. (CH 3 ) 2 N N N SO 3 Na Gambar 2.5 Struktur kimia jingga metil

30 BAB III METODE PENELITIAN 3.1 Tempat dan Waktu Penelitian Penelitian ini dilakukan di Laboratorium Kimia Analitik dan Laboratorium Penelitian Departemen Kimia Fakultas Sains dan Teknologi Universitas Airlangga, mulai bulan Februari 2012 sampai Juni Bahan dan Alat Penelitian Bahan-bahan Bahan-bahan kimia yang digunakan pada penelitian ini adalah bentonit alam Turen Malang, TiCl 4, TiO 2, HCl, jingga metil, AgNO 3, dan akuadem Alat-alat Alat yang digunakan dalam penelitian ini adalah spektrofotometer UV- Vis, centrifuge, neraca analitik, reaktor fotokatalitik, Lampu UV 8 watt (Yumiko T8) sebanyak 3 buah, pengaduk magnet, oven, furnace, buret, ph meter, X-Ray Diffraction, serta peralatan gelas yang biasa digunakan dalam laboratorium. Lampu UV Kotak kayu Pengaduk magnet Gelas piala Tutup kotak kayu Gambar 3.1 Reaktor fotokatalitik 17

31 Diagram Alir Penelitian Sebanyak 150 gram bentonit yang telah dicuci, dikeringkan pada suhu 120 o C, dan lolos ayakan 100 mesh 450 ml larutan TiCl 4 0,1 M Karakterisasi menggunakan X- Ray Diffraction Ti 4+ /bentonit direndam & diaduk selama 5 jam dikalsinasi pada suhu 450 o C selama 4 jam TiO 2 /bentonit Degradasi larutan jingga metil Penentuan pengaruh variasi konsentrasi larutan awal jingga metil Optimasi Waktu irradiasi (5, 10, 20, 30, 45, 60, 90, 120,180, dan 240 menit) ph (2; 3,5; dan 5) Degradasi jingga metil dengan berbagai zat pendegradasi UV bentonit/ UV TiO 2 /UV TiO 2 / bentonit TiO 2 / bentonit/uv Analisis Data

32 Prosedur Penelitian Pembuatan larutan HCl 0,1 M Diambil 4,2 ml larutan HCl 37 % dengan massa jenis sebesar 1,18 g/cc dan dimasukkan ke dalam gelas beaker 500 ml yang telah berisi 100 ml akuadem. Selanjutnya ditambahkan akuadem hingga volume larutan menjadi 500 ml Pembuatan larutan HCl 6,0 M Diambil 50 ml larutan HCl 37 % dan dimasukkan ke dalam gelas beaker 250 ml yang telah berisi 50 ml akuadem. Selanjutnya ditambahkan akuadem hingga volume larutan menjadi 100 ml Pembuatan larutan TiCl 4 0,1 M Diambil 5,6 ml larutan TiCl 4 99 % dengan massa jenis sebesar 1,728 g/cc dituangkan ke dalam 4 ml larutan HCl 6,0 M. Larutan diencerkan dengan akuadem hingga volume 500 ml kemudian larutan pemilar didiamkan (aging) selama 2 jam agar hidrolisis menjadi sempurna Pembuatan larutan induk jingga metil 1000 ppm Ditimbang 1,0000 g jingga metil yang dilarutkan dengan 100 ml akuadem dalam gelas beaker. Kemudian dipindahkan ke dalam labu ukur 1000 ml secara kuantitatif dan diencerkan dengan akuadem sampai tanda batas Pembuatan larutan standar jingga metil Diambil larutan induk 1000 ppm secara kuantitatif menggunakan pipet volume 10,0 ml kemudian diencerkan dengan akuadem hingga volume 100 ml

33 20 sehingga diperoleh larutan kerja jingga metil 100 ppm. Kemudian diambil masing-masing 2, 3, 4, 5, 6, 7, 8, 9, dan 11 ml larutan kerja jingga metil 100 ppm menggunakan buret lalu ditambahkan akuadem hingga tanda batas dalam labu ukur 100 ml untuk menghasilkan larutan standar jingga metil dengan konsentrasi 2, 3, 4, 5, 6, 7, 8, 9, dan 11 ppm pada ph 6. Larutan standar tersebut diukur phnya menggunakan ph meter. Pembuatan larutan standar pada keadaan yang lebih asam, yaitu pada ph 2 dan 3,5 sama dengan pembuatan larutan standar pada ph 6 hanya saja sebelum diencerkan dengan akuadem, masing-masing larutan standar diatur pada ph 2 dan 3,5 menggunakan HCl 0,1 M dan diukur phnya menggunakan ph meter Pembuatan larutan jingga metil 50 ppm Diambil larutan induk jingga metil 1000 ppm secara kuantitatif menggunakan pipet volume 25,0 ml dimasukkan ke dalam labu ukur 500 ml. Selanjutnya larutan diencerkan dengan akuadem hingga tanda batas. Larutan dihomogenkan sehingga diperoleh larutan jingga metil dengan konsentrasi 50 ppm Pembuatan larutan jingga metil pada berbagai variasi konsentrasi Diambil larutan induk jingga metil 1000 ppm secara kuantitatif menggunakan buret sebanyak 12,50; 37,50; 50,00; 75,00; 100,00; dan 125,00 ml dimasukkan ke dalam labu ukur 500 ml. Selanjutnya larutan diencerkan dengan akuadem hingga tanda batas. Larutan dihomogenkan sehingga diperoleh larutan

34 21 jingga metil dengan konsentrasi masing-masing 25, 75, 100, 150, 200, dan 250 ppm Pembuatan bentonit terpilar TiO 2 Bentonit alam dicuci beberapa kali menggunakan akuadem kemudian disentrifugasi dan dipisahkan dengan pasir. Selanjutnya, bentonit dikeringkan dalam oven pada temperatur 120 o C selama 5 jam. Setelah kering lempung bentonit digerus sampai halus dan diayak menggunakan ayakan 100 mesh. Ditimbang 150 gram lempung bentonit alam yang telah dipreparasi Kemudian dituangkan sedikit demi sedikit larutan 450 ml TiCl 4 0,1 M sambil diaduk dengan pengaduk magnet selama 5 jam. Hasil interkalasi dipisahkan dengan penyaring vakum kemudian dicuci beberapa kali dengan akuadem sampai terbebas dari ion klorida. Pencucian dihentikan jika filtrat diuji dengan perak nitrat tidak menghasilkan endapan putih. Bentonit yang telah diinterkalasi dengan TiCl 4 dikeringkan dalam oven pada suhu 120 o C selama 5 jam. Bentonit yang telah diinterkalasi dengan TiCl 4 dan telah dikeringkan kemudian digerus sampai halus dan diayak dengan ayakan 100 mesh. Bentonit selanjutnya dikalsinasi menggunakan furnace pada suhu 450 o C selama 4 jam Karakterisasi menggunakan X-Ray Diffraction (XRD) Diambil 1 gram bentonit alam yang telah dipreparasi, bentonit yang terinterkalasi Ti 4+, dan bentonit terpilar TiO 2 untuk diuji karakterisasi menggunakan X-Ray Diffraction. Uji karakterisasi menggunakan XRD bertujuan untuk mengetahui perubahan struktur kristal bentonit yang telah terpilar TiO 2.

35 Penentuan panjang gelombang maksimum Larutan jingga metil 10 ppm masing-masing pada ph 2; 3,5; dan 6 diukur absorbansinya menggunakan spektrofotometer UV-Vis pada daerah visible nm. Blangko yang digunakan untuk larutan standar ph 6 adalah akuadem sedangkan blangko untuk larutan standar ph 2 dan 3,5 adalah akuadem ditambah HCl Pembuatan kurva kalibrasi jingga metil Masing-masing larutan standar jingga metil pada ph 2; 3,5; dan 6 yang telah dibuat pada bagian diukur absorbansinya dengan spektrofotometer UV- Vis pada panjang gelombang maksimum menggunakan blangko seperti pada bagian Dari data absorbansi yang diperoleh dibuat kurva kalibrasi yang kemudian ditentukan persamaan garis regresi linier. Persamaan regresi linier secara umum adalah: y = a + bx (3.1) dimana sumbu y adalah absorbansi dan sumbu x sebagai konsentrasi zat warna jingga metil dalam ppm Penentuan waktu optimum degradasi zat warna jingga metil Sebanyak 500 ml larutan jingga metil dengan konsentrasi 50 ppm dimasukkan ke dalam gelas beaker 1000 ml kemudian diatur pada ph 2; 3,5; dan 6. Pengaturan ph tersebut dilakukan dengan menambahan HCl 0,1 M menggunakan buret dan dihentikan hingga tercapai ph yang sesuai. Pengukuran ph dilakukan dengan menggunakan ph meter. Larutan jingga metil yang telah

36 23 diatur phnya lalu dicampur dengan 0,5000 g bentonit terpilar TiO 2. Sebelum diradiasi, campuran diaduk dengan pengaduk magnet selama 15 menit agar larutan jingga metil dan katalis menjadi homogen. Campuran diradiasi dengan lampu UV 3 x 8 watt selama 240 menit. Hasil degradasi pada menit ke-5, 10, 20, 30, 45, 60, 90, 120, 180, dan 240 diambil 5,0 ml kemudian disentrifugasi dan disaring dengan kertas saring untuk memisahkan larutan jingga metil dengan bentonit terpilar TiO 2. Larutan tersebut kemudian diambil 2,0 ml dan diencerkan pada labu ukur 10 ml menggunakan akuadem lalu diukur absorbansinya dengan spektrofotometer UV-Vis. Blangko yang digunakan untuk ph 6 adalah akuadem sedangkan untuk ph 2 dan 3,5 adalah akuadem ditambah HCl. Data absorbansi yang diperoleh dimasukkan dalam persamaan kurva kalibrasi jingga metil untuk mengetahui konsentrasi jingga metil yang tersisa. Selanjutnya dibuat kurva hubungan antara % degradasi terhadap waktu degradasi Penentuan ph optimum degradasi zat warna jingga metil Sebanyak 500 ml larutan jingga metil dengan konsentrasi 50 ppm dimasukkan ke dalam gelas beaker 1000 ml kemudian diatur pada ph 2; 3,5; dan 6. Pengaturan ph 2 dan 3,5 dilakukan dengan menambahan HCl 0,1 M menggunakan buret dan dihentikan hingga tercapai ph yang sesuai, sedangkan ph 6 merupakan ph larutan jingga metil tanpa penambahan asam atau basa. Pengukuran ph dilakukan dengan menggunakan ph meter. Larutan jingga metil yang telah diatur phnya lalu dicampur dengan 0,5000 g bentonit terpilar TiO 2. Sebelum diradiasi, campuran tersebut diaduk dengan pengaduk magnet selama 15 menit agar larutan jingga metil dan katalis menjadi homogen kemudian diradiasi

37 24 dengan lampu UV 3 x 8 watt sesuai dengan waktu optimum yang telah diperoleh pada bagian Larutan yang telah didegradasi diambil 5,0 ml kemudian disentrifugasi dan disaring dengan kertas saring untuk memisahkan larutan jingga metil dengan bentonit terpilar TiO 2. Larutan tersebut kemudian diambil 2,0 ml dan diencerkan pada labu ukur 10 ml menggunakan akuadem lalu diukur absorbansinya dengan spektrofotometer UV-Vis. Blangko yang digunakan untuk ph 6 adalah akuadem sedangkan untuk ph 2 dan 3,5 adalah akuadem ditambah HCl. Nilai absorbansi yang diperoleh dimasukkan ke dalam kurva kalibrasi jingga metil untuk mengetahui konsentrasi jingga metil yang tersisa Karakteristik degradasi zat warna jingga metil pada berbagai variasi konsentrasi terhadap kapasitas degradasi bentonit terpilar TiO 2 Larutan jingga metil yang telah dibuat dengan konsentrasi 25, 50, 75, 100, 150, 200, dan 250 ppm sebanyak 500 ml masing-masing dimasukkan ke dalam gelas beaker 1000 ml kemudian diatur pada ph optimum yang telah diperoleh pada bagian Larutan tersebut kemudian dicampur dengan 0,5000 g bentonit terpilar TiO 2. Sebelum diradiasi, campuran tersebut diaduk dengan pengaduk magnet selama 15 menit agar larutan jingga metil dan katalis homogen kemudian diradiasi dengan lampu UV 3 x 8 watt sesuai dengan waktu optimum yang telah diperoleh pada bagian Hasil degradasi diambil 5,0 ml kemudian disentrifugasi dan disaring dengan kertas saring untuk memisahkan larutan jingga metil dengan bentonit terpilar TiO 2. Larutan tersebut kemudian diambil 2,0 ml dan diencerkan pada labu ukur 10 ml menggunakan akuadem lalu diukur absorbansinya dengan spektrofotometer UV-Vis menggunakan blangko

38 25 yang sesuai dengan ph optimum pada bagian Nilai absorbansi yang diperoleh dimasukkan ke dalam kurva kalibrasi jingga metil untuk mengetahui konsentrasi jingga metil yang tersisa Degradasi jingga metil menggunakan sinar UV Sebanyak 500 ml larutan jingga metil dengan konsentrasi 50 ppm dimasukkan ke dalam gelas beaker 1000 ml. Larutan diatur pada ph 6 dan pada ph optimum yang diperoleh pada bagian Larutan tersebut diaduk dengan pengaduk magnet dan diradiasi menggunakan sinar UV selama waktu optimum yang telah diperoleh pada bagian Campuran hasil degradasi diambil 2,0 ml dan diencerkan pada labu ukur 10 ml menggunakan akuadem. Larutan tersebut diukur absorbansinya dengan spektrofotometer UV-Vis menggunakan blangko akuadem untuk ph 6 sedangkan untuk ph optimum digunakan blangko akuadem yang diatur pada ph optimum menggunakan HCl. Nilai absorbansi yang diperoleh dimasukkan ke dalam kurva kalibrasi jingga metil untuk mengetahui konsentrasi jingga metil yang tersisa Degradasi jingga metil menggunakan bentonit/uv Sebanyak 500 ml larutan jingga metil dengan konsentrasi 50 ppm dimasukkan ke dalam gelas beaker 1000 ml. Larutan diatur pada ph 6 dan pada ph optimum yang diperoleh pada bagian Larutan tersebut kemudian dicampur dengan 0,5000 g bentonit. Sebelum diradiasi, campuran tersebut diaduk dengan pengaduk magnet selama 15 menit agar larutan jingga metil dan bentonit homogen. Setelah homogen kemudian diradiasi dengan lampu UV 3 x 8 watt

39 26 selama waktu optimum yang telah diperoleh pada bagian Hasil degradasi diambil 5,0 ml kemudian disentrifugasi dan disaring dengan kertas saring untuk memisahkan larutan jingga metil dengan bentonit. Larutan tersebut kemudian diambil 2,0 ml dan diencerkan pada labu ukur 10 ml menggunakan akuadem lalu diukur absorbansinya dengan spektrofotometer UV-Vis menggunakan blangko akuadem untuk ph 6 sedangkan untuk ph optimum digunakan blangko akuadem yang diatur pada ph optimum menggunakan HCl. Nilai absorbansi yang diperoleh dimasukkan ke dalam kurva kalibrasi jingga metil untuk mengetahui konsentrasi jingga metil yang tersisa Degradasi jingga metil menggunakan TiO 2 /UV Sebanyak 500 ml larutan jingga metil dengan konsentrasi 50 ppm dimasukkan ke dalam gelas beaker 1000 ml. Larutan diatur pada ph 6 dan pada ph optimum yang diperoleh pada bagian Larutan tersebut kemudian dicampur dengan 0,5000 g TiO 2. Sebelum diradiasi, campuran tersebut diaduk dengan pengaduk magnet selama 15 menit agar larutan jingga metil dan TiO 2 homogen. Setelah homogen kemudian diradiasi dengan lampu UV 3 x 8 watt selama waktu optimum yang telah diperoleh pada bagian Hasil degradasi diambil 5,0 ml kemudian disentrifugasi dan disaring dengan kertas saring untuk memisahkan larutan jingga metil dengan TiO 2. Larutan tersebut kemudian diambil 2,0 ml dan diencerkan pada labu ukur 10 ml menggunakan akuadem lalu diukur absorbansinya dengan spektrofotometer UV-Vis menggunakan blangko akuadem untuk ph 6 sedangkan untuk ph optimum digunakan blangko akuadem yang diatur pada ph optimum menggunakan HCl. Nilai absorbansi yang diperoleh

40 27 dimasukkan ke dalam kurva kalibrasi jingga metil untuk mengetahui konsentrasi jingga metil yang tersisa Degradasi jingga metil menggunakan bentonit terpilar TiO 2 Sebanyak 500 ml larutan jingga metil dengan konsentrasi 50 ppm dimasukkan ke dalam gelas beaker 1000 ml. Larutan diatur pada ph 6 dan pada ph optimum yang diperoleh pada bagian Larutan tersebut kemudian dicampur dengan 0,5000 g bentonit terpilar TiO 2 dan diaduk dengan pengaduk magnet selama waktu optimum yang telah diperoleh pada bagian tanpa diradiasi sinar UV. Hasil degradasi diambil 5,0 ml kemudian disentrifugasi dan disaring dengan kertas saring untuk memisahkan larutan jingga metil dengan bentonit terpilar TiO 2. Larutan tersebut kemudian diambil 2,0 ml dan diencerkan pada labu ukur 10 ml menggunakan akuadem lalu diukur absorbansinya dengan spektrofotometer UV-Vis menggunakan blangko akuadem untuk ph 6 sedangkan untuk ph optimum digunakan blangko akuadem yang diatur pada ph optimum menggunakan HCl. Nilai absorbansi yang diperoleh dimasukkan ke dalam kurva kalibrasi jingga metil untuk mengetahui konsentrasi jingga metil yang tersisa Degradasi jingga metil menggunakan bentonit terpilar TiO 2 /UV Sebanyak 500 ml larutan jingga metil dengan konsentrasi 50 ppm dimasukkan ke dalam gelas beaker 1000 ml. Larutan diatur pada ph 6 dan pada ph optimum yang diperoleh pada bagian Larutan tersebut kemudian dicampur dengan 0,5000 g bentonit terpilar TiO 2. Sebelum diradiasi, campuran tersebut diaduk dengan pengaduk magnet selama 15 menit agar larutan jingga

41 28 metil dan TiO 2 /bentonit homogen. Setelah homogen kemudian diradiasi dengan lampu UV 3 x 8 watt selama waktu optimum yang telah diperoleh pada bagian Hasil degradasi diambil 5,0 ml kemudian disentrifugasi dan disaring dengan kertas saring untuk memisahkan larutan jingga metil dengan bentonit terpilar TiO 2. Larutan tersebut kemudian diambil 2,0 ml dan diencerkan pada labu ukur 10 ml menggunakan akuadem lalu diukur absorbansinya dengan spektrofotometer UV-Vis menggunakan blangko akuadem untuk ph 6 sedangkan untuk ph optimum digunakan blangko akuadem yang diatur pada ph optimum menggunakan HCl. Nilai absorbansi yang diperoleh dimasukkan ke dalam kurva kalibrasi jingga metil untuk mengetahui konsentrasi jingga metil yang tersisa.

42 29 BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1 Pembuatan Bentonit Terpilar TiO 2 Bentonit alam yang digunakan terlebih dahulu dicuci beberapa kali menggunakan akuadem untuk menghilangkan pengotor pengotor larut air yang terdapat pada permukaan bentonit. Bentonit yang telah dicuci kemudian dibuat menjadi bubur dan disentrifugasi untuk memisahkan lempung bentonit dengan pasir. Lempung bentonit yang telah terpisah dari pengotor dan pasir kemudian dikeringkan di dalam oven pada suhu 120 o C selama 5 jam. Bentonit yang telah kering kemudian digerus dan diayak menggunakan ayakan 100 mesh. Larutan pemilar dibuat dengan menambahkan 5,6 ml TiCl 4 9,01 M sedikit demi sedikit ke dalam 4 ml HCl 6,0 M. Hasil pencampuran diencerkan dengan akuadem sehingga terbentuk larutan kompleks Ti tidak berwarna dengan volume 500 ml, selanjutnya larutan didiamkan selama 2 jam sebelum digunakan (Yuan et al., 2006). Proses pendiaman tersebut bertujuan untuk menyempurnakan reaksi hidrolisis pada pembuatan larutan pemilar (Fatma, 2008). Reaksi hidrolisis TiCl 4 tersebut akan menghasilkan kation kompleks polihidroksi titan dengan rumus [(TiO) 8 (OH) 12 ] 4+ (Sun et al., 2002). Reaksi yang terjadi adalah reaksi eksoterm yang ditandai dengan timbulnya rasa panas pada dinding gelas beker. Larutan yang telah homogen ditandai 29

43 30 dengan berubahnya warna larutan dari tidak berwarna menjadi berwarna kuning sesuai dengan penelitian Suzuki Eichiro dkk. (1997). Sebanyak 150 g bentonit yang telah dipreparasi didispersikan ke dalam 450 ml larutan kompleks titan. Larutan tersebut diaduk menggunakan pengaduk magnet selama 5 jam. Pada proses ini terjadi interkalasi agen pemilar berupa titan polihidroksi ke dalam antarlapis bentonit. Titan polihidroksi tersebut akan menggantikan kation-kation Na +, Ca 2+, Mg 2+, dan kation lain yang ada pada permukaan antarlapis bentonit. Interkalasi kompleks titan pada antarlapis bentonit dapat berlangsung pada suhu kamar secara spontan yang ditunjukkan dengan dihasilkannya cairan kental yang berwarna keabuan pada saat penambahan larutan pemilar. Hal tersebut dinyatakan pula pada penelitian serupa oleh Kwon (2001). Hasil interkalasi dipisahkan dengan penyaring vakum kemudian dicuci beberapa kali dengan akuadem sampai terbebas dari ion klorida. Pada penelitian ini, hilangnya ion klorida ditandai dengan tidak terbentuknya endapan putih AgCl pada saat penambahan AgNO 3 ke dalam filtrat terakhir. Bentonit terinterkalasi Ti 4+ yang telah bebas dari ion klorida kemudian dikeringkan dalam oven pada suhu 120 o C selama 5 jam. Bentonit yang telah diinterkalasi selanjutnya dikalsinasi pada suhu 450 o C selama 4 jam sehingga terbentuk bentonit terpilar TiO 2 berupa serbuk berwarna coklat muda. Kalsinasi bertujuan untuk mengubah kation polihidroksi titan agar terdekomposisi menjadi oksida logam TiO 2, H 2 O, dan proton. Oksida logam TiO 2 dapat berfungsi sebagai pilar yang menyangga dan memisahkan antarlapis

44 31 bentonit sehingga bentonit menjadi lebih kuat dan stabil, sedangkan proton menjaga keseimbangan muatan asal dari substitusi Al 3+ dan Mg 2+ pada lembaran oktahedral (Tennakoon dkk., 1986). Dengan mengacu pada reaksi pembuatan titan dioksida dari oligokation dalam Cotton et al., (1999), maka pembentukan TiO 2 pada permukaan bentonit dari oligokation titan mengikuti persamaan reaksi sebagai berikut: [(TiO) 8 (OH) 12 ] 4+ 8 TiO2 + 4 H 2 O + 4 H + (4.1) 4.2 Karakterisasi Menggunakan X-Ray Diffraction Karakterisasi bentonit alam, bentonit terinterkalasi Ti 4+, serta bentonit terpilar TiO 2 dilakukan menggunakan X-Ray Diffraction dengan sinar Cu K-alpha pada λ = 1, Analisis menggunakan XRD ini dilakukan untuk mengetahui perubahan struktur bentonit sebelum dan setelah dilakukan pemilaran oleh TiO 2. Keberhasilan proses pilarisasi ditentukan dari hasil analisis XRD dengan membandingkan d- spacing dan intensitas relatif dari difraktogram bentonit alam, bentonit terinterkalasi Ti 4+ serta bentonit terpilar TiO 2. Hasil karakterisasi menggunakan XRD tersebut dapat dilihat pada Gambar 4.1 serta Lampiran 1.

45 32 Gambar 4.1 (a) Analisa XRD Bentonit Alam (b) Analisa XRD Bentonit Terinterkalasi Ti 4+ (c) Analisa XRD Bentonit Terpilar TiO 2 Gambar 4.1 (a) merupakan hasil karakterisasi XRD untuk bentonit alam. Pada gambar tersebut terlihat bahwa intensitas paling kuat terdapat pada jarak antarbidang d 001 = 15,50614 A o. Hal ini menunjukkan bahwa penyusun utama dari bentonit alam tersebut adalah mineral monmorilonit. Berdasarkan gambar terlihat juga puncakpuncak pada jarak antarbidang d=4,48237 A o dan d=3,0719 A o yang juga merupakan puncak dari mineral monmorilonit dengan intensitas yang lebih rendah. Kandungan lain yang tampak pada difraktogram adalah kuarsa dengan puncak khas pada d=3,34288 A o ; d=4,24917 A o ; dan d=1,81857 A o. Puncak difraktogram tersebut diperoleh dengan membandingkan data pada tabel difraktogram mineral standar JCPDS (Joint Commite On Powder Diffraction Standard) yang tersaji pada Lampiran 2.

46 33 Gambar 4.1 (b) merupakan hasil karakterisasi XRD untuk bentonit terinterkalasi Ti 4+. Berdasarkan gambar tersebut diketahui bahwa terjadi pergeseran jarak antarbidang, terutama pada perubahan jarak antarbidang d 001 bergeser menjadi 15,91499 A o, d=4,48237 A o bergeser menjadi d=5,11114 A o, sedangkan d=3,0719 A o bergeser menjadi 3,42574 A o. Meningkatnya jarak antarbidang ini terjadi karena kemampuan swelling monmorilonit pada saat interkalasi. Lapisan-lapisan silikat pada monmorilonit dapat terbuka semakin lebar ketika kation-kation Na +, Ca 2+, Mg 2+, dan kation lain yang ada pada ruang antarlapis monmorilonit tertukar oleh spesies pemilar berupa kation polihidroksi Ti 4+ yang ukurannya lebih besar (Cool dan Vansant, 1998). Hasil karakterisasi XRD untuk bentonit terpilar TiO 2 ditunjukkan pada Gambar 4.1 (c). Pada gambar tersebut tidak terlihat lagi adanya puncak difraktogram pada bidang (001). Menurut Chen dkk. (1995), hilangnya bidang (001) setelah lempung terinterkalasi diakibatkan oleh terjadinya delaminasi struktur lempung akibat interkalasi kation kompleks. Delaminasi struktur lempung tersebut mempunyai sifat yang unik yaitu dengan struktur berlapis dan didominasi oleh struktur rumah kartu (house of card). Struktur rumah kartu menunjukkan bahwa permukaan lempung memiliki struktur mesopori dan mikropori. Kristal TiO 2 yang terbentuk setelah kalsinasi adalah kristal anatase (Yuan et al., 2006). Pada Gambar 4.1 (c) muncul puncak difraktogram pada 2θ=25,37681 o ; 37,73554 o ; serta 53,77962 o yang merupakan puncak dari TiO 2 anatase (Zhao et al., 2007) namun intesitas relatif dari TiO 2 tersebut tidak terlalu tinggi. Tabel JCPDS untuk difraktogram TiO 2 dapat dilihat

47 34 pada Lampiran 3. Berdasarkan hasil karakterisasi tersebut, diketahui bahwa terdapat TiO 2 pada antarlapis bentonit. Pilar TiO 2 yang terbentuk pada antarlapis bentonit tersebut dapat membuat bentonit menjadi lebih stabil dan dapat digunakan sebagai fotokatalis pada pengolahan zat warna. 4.3 Penentuan Panjang Gelombang Maksimum Larutan Jingga Metil Panjang gelombang maksimum larutan jingga metil ditentukan dengan mengukur absorbansi larutan standar jingga metil 10 ppm menggunakan spektrofotometer UV-Vis pada daerah visibel antara 300 nm sampai 700 nm. Pada tahapan selanjutnya akan dilakukan degradasi dengan menggunakan variasi ph sehingga perlu juga ditentukan panjang gelombang maksimum larutan jingga untuk masing-masing variasi ph, yaitu ph 2; 3,5; dan 6. Dasar pemilihan variasi ph pada ph 2; 3,5; dan 6 adalah dengan memperhatikan rentang ph jingga metil yaitu 3,1-4,4. Dengan memilih ph 2 yaitu ketika jingga metil berwarna merah, ph 3,5 ketika jingga metil berwarna jingga, serta ph 6 ketika jingga metil berwarna kuning maka dapat dilihat perbedaan pengaruh perubahan struktur jingga metil akibat pengaturan ph terhadap efektivitas degradasi jingga metil menggunakan bentonit terpilar TiO 2. Data hasil panjang gelombang maksimum larutan jingga metil tiap ph dapat dilihat pada Tabel 4.1 sedangkan untuk melihat spektrum UV-Vis jingga metil pada berbagai ph dapat dilihat pada Lampiran 4.

48 35 Tabel 4.1 Panjang gelombang maksimum larutan jingga metil ph larutan jingga metil Panjang gelombang maksimum (nm) Pada suasana asam terjadi penambahan ion H + pada struktur jingga metil yang menyebabkan semakin banyaknya ikatan rangkap terkonjugasi. Semakin banyak ikatan rangkap terkonjugasi pada jingga metil akan menyebabkan terjadinya pergeseran ke arah panjang gelombang yang lebih panjang yang disebut dengan pergesaran batokromik atau pergeseran merah (red shift) (Fessenden dan Fessenden, 1986; Bruice, 1995). 4.4 Pembuatan Kurva Kalibrasi Jingga Metil Larutan standar jingga metil dengan konsentrasi bervariasi yaitu 2, 3, 4, 5, 6, 7, 8, 9, dan 11 ppm diukur absorbansinya menggunakan alat spektrofotometer UV- Vis pada panjang gelombang maksimum yang telah diperoleh pada bagian 4.3. Karena jingga metil merupakan indikator warna maka panjang gelombang akan bergeser pada saat dilakukan variasi ph sehingga menghasilkan kurva kalibrasi yang berbeda pula. Data absorbansi larutan jingga metil pada berbagai konsentrasi yang diperoleh ditunjukkan pada Tabel 4.2.

49 36 Tabel 4.2 Data absorbansi larutan standar jingga metil ph 2 ph 3,5 ph 6 Konsentrasi Absorbansi Konsentrasi Absorbansi Konsentrasi Absorbansi (ppm) (ppm) (ppm) , Setelah diperoleh nilai absorbansi larutan standar jingga metil maka dapat dibuat grafik hubungan antara konsentrasi terhadap absorbansi larutan standar jingga metil. Dari kurva kalibrasi tersebut akan diperoleh persamaan regresi kurva kalibrasi larutan jingga metil yang dinyatakan dengan persamaan y = a + bx dengan ketentuan y adalah absorbansi (A) dan x adalah konsentrasi larutan jingga metil (ppm). 1,4 Absorbansi 1,2 1 0,8 0,6 0,4 0,2 0 y = 0.107x R² = y = 0.073x R² = y = 0.069x R² = Konsentrasi (ppm) ph 2 ph 3,5 ph 6 Gambar 4. 2 Kurva kalibrasi jingga metil pada ph 2; 3,5; dan 6

50 37 Dari gambar kurva kalibrasi jingga metil diperoleh persamaan garis regresi jingga metil untuk ph 2; 3,5; dan 6 masing-masing adalah y = 0,107x 0,003; y=0,073x 0,020; y = 0,069x 0,007 dan koefisien korelasi (R² = 0,999; R² = 0,997; R²= 0,998). Koefisien korelasi ini menunjukkan linearitas kurva, nilai R 2 pada kurva semakin mendekati 1 yang berarti kurva hampir linear. Persamaan regresi ini digunakan untuk menentukan konsentrasi sisa larutan jingga metil setelah mengalami proses degradasi. 4.5 Penentuan Waktu Optimum Degradasi Larutan Jingga Metil Untuk menentukan waktu optimum degradasi larutan jingga metil pada masing-masing variasi ph dilakukan penyinaran pada masing-masing 500 ml larutan jingga metil 50 ppm ph 2; 3,5; dan 6 dengan menggunakan sinar lampu UV 3 x 8 watt selama 4 jam dengan rentang waktu pengambilan sampel pada menit ke-5, 10, 20, 30, 45, 60, 90, 120, 180, dan 240 menit untuk didapatkan nilai absorbansi pada masing-masing ph. Pada penentuan waktu optimum ini sampel didegradasi dengan menambahkan 0,5000 gram bentonit terpilar TiO 2. Hasil waktu degradasi optimum untuk larutan jingga metil menggunakan bentonit terpilar TiO 2 dapat dilihat pada Gambar 4.3.

51 38 % degradasi ph 2 ph 3.5 ph Waktu (menit) Gambar 4.3 Grafik hubungan antara % degradasi terhadap waktu degradasi larutan jingga metil 50 ppm pada ph 2; 3,5; dan 6 menggunakan 0,5000 g bentonit terpilar TiO 2 dan lampu UV 3 x 8 watt Semakin lama waktu radiasi mengakibatkan persen degradasi larutan jingga metil menggunakan TiO 2 /bentonit meningkat hingga tercapai keadaan kesetimbangan kemudian persen degradasi tersebut akan menjadi konstan atau dapat juga mengalami penurunan. Pada ph 2 dan 3,5 terjadi penurun persen degradasi pada menit ke-240 sedangkan pada ph 6 terjadi penurunan pada menit ke-90. Berdasarkan data tersebut dapat dikatakan bahwa pada menit sebelum terjadi penurunan persen degradasi, larutan jingga metil berada dalam keadaan kesetimbangan. Pada saat terjadi penurunan persen degradasi terjadi ketidakstabilan pada multilayer akibat adanya daya tolakan antarmolekul yang diserap sehingga menyebabkan lapisan adsorpsi terlepas kembali ke larutan (desorpsi). Oleh karena hal yang disebutkan di atas, maka waktu optimum untuk degradasi larutan jingga metil menggunakan

52 39 bentonit terpilar TiO 2 pada ph 2 dan 3,5 adalah 180 menit sedangkan pada ph 6 adalah 60 menit. 4.6 Penentuan ph Optimum Degradasi Jingga Metil Penentuan ph optimum bertujuan untuk mengetahui besarnya ph pada efektivitas degradasi jingga metil. Sebanyak 500 ml larutan jingga metil 50 ppm diatur pada variasi ph 2; 3,5; dan 6. Larutan tersebut kemudian ditambah dengan 0,5000 g bentonit terpilar TiO 2 dan disinari dengan sinar UV 3 x 8 watt selama waktu optimum yang telah diperoleh pada bagian 4.5, yaitu 1 jam untuk ph 6 sedangkan unuk ph 2 dan 3,5 adalah 3 jam. Pengaturan ph 2 dan 3,5 dilakukan dengan penambahan HCl 0,1M sedangkan untuk ph 6 tanpa penambahan larutan ph. Larutan HCl digunakan dalam pengaturan ph karena larutan ini relatif stabil terhadap proses degradasi fotokatalitik dengan TiO 2. Apabila menggunakan larutan bufer untuk pengaturan ph maka larutan bufer dapat terdegradasi oleh TiO 2 sehingga mempengaruhi proses degradasi jingga metil. Setelah dilakukan degradasi terhadap larutan jingga metil dengan masingmasing variasi ph, selanjutnya diukur absorbansi larutan jingga metil tersebut menggunakan spektrofotometer UV-Vis pada masing-masing panjang gelombang maksimumnya. Dari pengukuran tersebut akan diperoleh absorbansi larutan jingga metil yang kemudian digunakan untuk menentukan konsentrasi sisa serta persen

53 40 degradasi larutan jingga metil. Selanjutnya dibuat grafik hubungan antara ph larutan terhadap persen degradasi larutan jingga metil yang dapat dilihat pada Gambar % degradasi ph Gambar 4.4 Grafik hubungan antara ph dengan % degradasi larutan jingga metil 50 ppm pada ph 2; 3,5; dan 6 menggunakan 0,5000 g bentonit terpilar TiO 2 dan lampu UV 3 x 8 watt Dari grafik diketahui bahwa persen degradasi untuk ph 2; 3,5; dan 6 masingmasing adalah 71,886 %, 54,640 %, dan 15,508 %. Keadaan maksimum ditunjukkan pada degradasi larutan jingga metil ph 2 dengan persen degradasi sebanyak 71,886 %. Dari hasil tersebut diketahui bahwa larutan jingga metil pada suasana asam akan lebih mudah mengalami degradasi dengan menggunakan bentonit terpilar TiO 2. Pada keadaan asam ion H + akan melakukan protonasi pada ikatan rangkap N yang ada pada struktur jingga metil, kemudian akan terjadi resonansi yang mengakibatkan jingga metil bermuatan positif (Fessenden dan Fessenden, 1986). Muatan positif pada jingga metil mengakibatkan bentonit yang mempunyai muatan permukaan negatif

54 41 lebih mudah untuk mengadsorpsi jingga metil pada keadaan asam. Sedangkan pada keadaan basa, jingga metil akan bermuatan negatif karena mengikat gugus sulfonat (SO - 3 ) yang mengakibatkan jingga metil bermuatan negatif tersebut lebih susah teradsorpsi oleh permukaan bentonit yang juga bermuatan negatif. Struktur jingga metil pada keadaan asam (ph < 3,1) dan pada keadaan basa (ph > 4,4) dapat dilihat pada Gambar 4.5 (Coutinho et al., 2009). CH 3 H + OH - CH 3 -O 3 S NH N N + X + -O 3 S N N N CH 3 H + CH 3 Gambar 4.5 Struktur jingga metil pada keadaan asam (ph < 3,1) dan pada keadaan basa (ph > 4,4) 4.7 Karakteristik Degradasi Zat Warna Jingga Metil pada Berbagai Variasi Konsentrasi terhadap Kapasitas Degradasi Bentonit Terpilar TiO 2 Penelitian untuk mengetahui pengaruh variasi konsentrasi awal larutan jingga metil terhadap kapasitas degradasi menggunakan TiO 2 /bentonit dilakukan dengan membuat variasi konsentrasi awal larutan jingga metil antara lain 25, 50, 75, 100, 150, 200, dan 250 ppm masing-masing sebanyak 500 ml kemudian diberikan penambahan bentonit terpilar TiO 2 dalam jumlah yang tetap yaitu 0,5000 gram. Proses degradasi zat warna jingga metil dilakukan pada keadaan optimum yang telah diperoleh pada bagian 4.5 dan 4.6, yaitu pada ph 2 selama 3 jam di dalam reaktor fotokatalitik. Setelah dilakukan degradasi terhadap larutan jingga metil pada berbagai variasi konsentrasi awal, selanjutnya diukur absorbansi larutan jingga metil tersebut

55 42 menggunakan spektrofotometer UV-Vis. Dari pengukuran tersebut akan diperoleh absorbansi larutan jingga metil yang kemudian digunakan untuk menentukan konsentrasi sisa serta kapasitas degradasi zat warna jingga metil. Selanjutnya dibuat grafik hubungan antara konsentrasi awal larutan jingga metil terhadap kapasitas degradasi bentonit terpilar TiO 2 yang dapat dilihat pada Gambar , ,000 Kapasitas degradasi bentonit terpilar TiO2 (mg/g) 120, ,000 80,000 60,000 40,000 20,000 0, Konsentrasi awal jingga metil (mg/l) Gambar 4.6 Grafik hubungan antara konsentrasi awal jingga metil dengan kapasitas degradasi larutan jingga metil 25, 50, 75, 100, 150, 200, dan 250 ppm menggunakan 0,5000 g bentonit terpilar TiO 2 serta sinar UV 3 x 8 watt Berdasarkan grafik tersebut diketahui bahwa kapasitas degradasi bentonit terpilar TiO 2 akan meningkat seiring dengan kenaikan konsentrasi awal larutan jingga metil. Semakin besar konsentrasi larutan jingga metil maka akan semakin banyak pula jumlah molekul jingga metil di dalam larutan. Banyaknya jumlah molekul

56 43 tersebut mengakibatkan interaksi antara molekul jingga metil dan bentonit akan meningkat. Kenaikan konsentrasi akan diikuti dengan meningkatnya jumlah zat yang terdegradasi oleh bentonit terpilar TiO 2 hingga tercapai keadaan kesetimbangan, yaitu pada konsentrasi 200 ppm dengan kapasitas degradasi sebesar 144,540 mg/g. Setelah mencapai konsentrasi kesetimbangan, kapasitas degradasi akan cenderung konstan atau dapat pula terjadi penurunan kapasitas degradasi seperti yang terlihat pada Gambar 4.6. Penurunan kapasitas degradasi terjadi pada saat konsentrasi 250 ppm yaitu menjadi 133,171 mg/g. Hal ini disebabkan karena bentonit terpilar TiO 2 yang massanya tetap akan mengalami kejenuhan untuk mendegradasi jingga metil dengan konsentrasi yang semakin besar. Kemampuan TiO 2 untuk melepaskan radikal hidroksil yang berperan dalam degradasi juga akan berkurang karena situs aktif dari permukaan titanium dioksida tertutup oleh banyaknya ion zat warna jingga metil. Hal tersebut juga menjadi penyebab terjadinya kejenuhan atau bahkan mungkin terjadi penurunan kapasitas degradasi zat warna jingga metil oleh bentonit terpilar TiO 2 (Poulios dan Tsachpinis, 1999).

57 Mempelajari Pengaruh Sinar UV, TiO 2 /UV, Bentonit/UV, TiO 2 /Bentonit, serta TiO 2 /Bentonit/UV Terhadap Degradasi Zat Warna Jingga Metil Pada penelitian ini dilakukan perbandingan hasil pengolahan zat warna jingga metil dengan menggunakan sinar UV 3 x 8 watt tanpa penambahan katalis, penambahan 0,5000 gram TiO 2 dengan disinari UV, penambahan 0,5000 gram bentonit dengan disinari UV, penambahan 0,5000 gram bentonit terpilar TiO 2 tanpa disinari UV, serta penambahan 0,5000 gram bentonit terpilar TiO 2 dengan disinari UV. Penelitian ini dilakukan pada keadaan ph 6 selama waktu optimum yang diperoleh pada bagian 4.5 yaitu 60 menit serta pada ph 2 selama 180 menit. Data hasil perbandingan dapat dilihat pada Gambar 4.7. % degradasi UV TiO2/UV Bentonit/ UV TiO2/ Bentonit TiO2/ Bentonit/ UV ph 6 1,652 5,798 3,334 10,29 15,508 ph 2 2,757 23,264 90,757 67,361 71,886 Gambar 4.7 Grafik perbandingan hasil degradasi larutan jingga metil 50 ppm pada ph 2 dan ph 6 dengan menggunakan sinar UV, TiO 2 /UV, bentonit/uv, TiO 2 /bentonit, serta TiO 2 /bentonit/uv

58 45 Berdasarkan grafik tersebut diketahui bahwa semua perlakuan dapat memberikan pengaruh terhadap proses degradasi jingga metil. Sinar ultraviolet saja dapat memberikan pengaruh pada proses degradasi larutan jingga metil. Dengan pencahayaan ultraviolet kebanyakan polutan organik dapat dioksidasi menjadi CO 2 dan H 2 O (Chen et al., 2003). Dengan hanya menggunakan sinar UV saja hasil degradasi tidak terlalu baik yang ditunjukkan dengan persen degradasi sebesar 1,652 % pada keadaan netral dan 2,757 % pada keadaan optimum. Hal ini terjadi karena tidak adanya dukungan dari katalis ataupun material pendegradasi. Penambahan fotokatalis TiO 2 dapat meningkatkan persen degradasi karena TiO 2 merupakan semikonduktor yang memiliki celah energi sehingga mampu mengabsorpsi radiasi elektromagnetik pada daerah ultraviolet. Berdasarkan Gambar 4.7 adanya penambahan TiO 2 meningkatkan persen degradasi sebesar 5,798 % pada keadaan netral dan 23,264 % pada keadaan optimum. Pada keadaan optimum, yaitu pada ph 2 akan terjadi protonasi oleh H + terhadap struktur jingga metil, sehingga struktur jingga metil menjadi lebih mudah diputus oleh sinar UV yang dikatalis TiO 2. Proses fotodegradasi TiO 2 terhadap jingga metil terjadi setelah TiO 2 mengabsorpsi radiasi sinar UV sehingga terjadi eksitasi elektron dari pita valensi ke pita konduksi dan menyebabkan adanya kekosongan atau hole (h + ) yang dapat vb berperan sebagai muatan positif. Selanjutnya hole (h + ) akan bereaksi dengan vb hidroksida logam yaitu hidroksida oksida titan yang terdapat dalam larutan membentuk radikal hidroksida logam yang merupakan oksidator kuat untuk

59 46 mengoksidasi jingga metil. Untuk elektron yang ada pada permukaan semikonduktor akan terjebak dalam hidroksida logam dan dapat bereaksi dengan penangkap elektron yang ada dalam larutan misalnya H 2 O atau O 2, membentuk radikal hidroksil ( OH) atau superoksida ( - O 2 ) yang akan mengoksidasi zat warna jingga metil dalam larutan (Lacheb et al., 2002). Jika intensitas penyinaran konstan maka radikal hidroksil akan meningkat seiring dengan lamanya waktu radiasi. Selama waktu radiasi cukup panjang, senyawa organik seperti jingga metil dapat terdegradasi dengan sempurna menjadi H 2 O, CO 2 dan asam mineral (Lian, 2002). Reaksi fotodegradasi jingga metil menggunakan TiO 2 dapat dituliskan sebagai berikut: (C 14 H 14 N 3 O 3 S) - Na /2 O 2 NaOH + H 2 SO 4 + 3HNO CO 2 + H 2 O. (4.2) Penggunaan bentonit untuk mengadsorpsi zat warna jingga metil tidak terlalu baik pada ph 6, dilihat dari persen degradasi yang hanya mencapai 3,334 %. Namun, ketika larutan jingga metil berada pada ph 2, kemampuan bentonit dalam mengadsorpsi zat warna jingga metil bertambah hingga mencapai 90,757 %. Hal tersebut terjadi karena pada ph 6 struktur jingga metil bermuatan negatif dan pada ph 2 struktur jingga metil bermuatan positif akibat adanya protonasi H +, sedangkan keberadaan bentonit di alam memiliki lapisan permukaan yang negatif (Bergaya et al., 2006). Bentonit yang bermuatan negatif akan mengadsorp jingga metil lebih baik pada ph 2 yang bermuatan positif agar mencapai keadaan netral.

60 47 Sesuai dengan Gambar 4.7, penggunaan bentonit terpilar TiO 2 memberikan kenaikan efektivitas degradasi yang cukup tinggi. Proses adsorpsi dan proses fotodegradasi akan berjalan bersamaan (sequential). Karena perubahan sifat fisikokimia TiO 2 /bentonit, maka jingga metil akan teradsorp lebih dulu ke dalam antarlapis bentonit kemudian mengadakan kontak dengan fotokatalis TiO 2 yang ada dalam struktur bentonit sehingga reaksi fotodegradasi dapat berlangsung. Berdasarkan kenaikan persen degradasi larutan jingga metil pada keadaan optimum, dengan menggunakan TiO 2 /bentonit tanpa penyinaran persen degradasi sebesar 67,361 % mengalami kenaikan menjadi 71,886 % ketika menggunakan TiO 2 /bentonit dengan bantuan sinar ultraviolet. Hal tersebut menunjukkan bahwa sinar ultraviolet cukup berperan besar dalam mengaktivasi semikonduktor TiO 2 yang berada pada antarlapis bentonit. Kemampuan bentonit terpilar TiO 2 cukup baik dalam mendegradasi senyawa jingga metil hingga mencapai 71,886 %, namun kemampuan tersebut tidak lebih baik jika dibandingkan kemampuan adsorpsi bentonit pada ph 2 yaitu sebesar 90,757 %. Hal ini serupa dengan penelitian Saefudin (2008) yang meneliti pengaruh lempung terpilar TiO 2 terhadap Rhodamin B dan metanil kuning. Pada penelitian tersebut degradasi terhadap Rhodamin B memberikan hasil yang sangat baik yaitu sebesar 95,58 % sedangkan persentase degradasi zat warna metanil kuning yang strukturnya hampir sama dengan jingga metil hanya sebesar 31,75 %. Berdasarkan penelitian ini yang didukung oleh penelitian sebelumnya mengenai degradasi beberapa macam zat

61 48 warna menggunakan lempung terpilar TiO 2, diketahui bahwa kemampuan material dalam mendegradasi zat warna dipengaruhi oleh beberapa faktor, salah satunya adalah struktur dari zat warna tersebut. Struktur zat warna Rhodamin B lebih rapat atau rigid sedangkan struktur zat warna jingga metil dan metanil kuning lebih memanjang sehingga jingga metil akan lebih susah untuk masuk ke permukaan bentonit. Selain karena pengaruh struktur zat warna, ruang antarlapis bentonit yang lebih besar dibandingkan TiO 2 /bentonit menyebabkan zat warna jingga metil lebih mudah masuk ke permukaan bentonit dibandingkan ke permukaan TiO 2 /bentonit.

62 BAB V KESIMPULAN DAN SARAN 5.1 Kesimpulan 1. Waktu optimum untuk degradasi zat warna jingga metil menggunakan bentonit terpilar TiO 2 adalah 180 menit dengan ph optimum adalah ph Karakteristik degradasi zat warna jingga metil menunjukkan peningkatan kapasitas degradasi TiO 2 /bentonit seiring dengan kenaikan konsentrasi awal larutan jingga metil hingga tercapai kesetimbangan pada konsentrasi 200 ppm. 3. Sinar UV, TiO 2 /UV, bentonit/uv, TiO 2 /bentonit, dan TiO 2 /bentonit/uv dapat memberikan pengaruh terhadap degradasi zat warna jingga metil yang ditunjukkan oleh masing-masing persen degradasi pada keadaan optimum yaitu 2,757 %, 23,264 %, 90,757 %, 67,361 %, dan 71,886 %. 5.2 Saran 1. Pada penelitian lebih lanjut sebaiknya dilakukan proses identifikasi terhadap produk hasil degradasi sehingga mekanisme yang terjadi antara zat warna dengan TiO 2 /bentonit benar-benar diketahui. 2. Bentonit terpilar TiO 2 dapat dimanfaatkan pada pengolahan limbah zat warna terutama pada zat warna kationik. 49

63 DAFTAR PUSTAKA ATSDR (Agency for Toxic Substances and Disease Registry), 1997, Toxicological Profile for Titanium Tetrachloride, Public Health Service, U.S. Department of Health and Human Services, Atlanta. Barka, N., Qourzal, S., Assabbane, A., Ait-Ichou, Y., 2010, Kinetic Modeling of the Photocatalytic Degradation of Methyl Orange by Supported TiO 2, J. of Environ. Sci. and Eng., Vol. 4, No.5, pp. 2. Bergaya, F., Theng, B.K.G., Lagaly, G., 2006, Handbook of Clay Science, 1 st ed. Elsevier, Amsterdam. Blackburn, R.S., dan Burkinshaw, S.M., 2002, A Greener to Cotton Dyeing With Excellent Wash Fastness, Green Chemistry, 4, pp Bruice, P.Y., 1995, Organic Chemistry, Prentice Hall, Inc, New Jersey, pp Chen, J.P., Hausladen, M.C., Yang, R.T. 1995, Delaminated Fe 2 O 3 -Pillared Clay: Its Preparation, Characterization, and Activities for Selective Catalytic Reduction of NO by NH 3+, J. of Catal., 151, pp Chen, J., Liu, M., Zhang, L., Zhang, J., Jin, L. 2003, Application of Nano TiO 2 Towards Polluted Water Treatment Combined with Electro- Photochemical Method, Water Research, 37, pp Cool, P. dan Vansant, E. F., 1998, Pillared Clays : Preparation, Characterization and Applications, Catal. Rev., Sci. Eng., 3 : Cotton, F.A., Wilkinson, G., and Gaus, P.L., 1999, Basic Inorganic Chemistry, John Wiley and Sons, Inc., New York. Coutinho, C.A., Gupta, V. K., 2009, Photocatalytic Degradation of Methyl Orange using polymer-titania Microcomposites, J. of Coll. and Int. Sci. 333(2), pp Ding, Z., Zhu, H. Y., Lu, G. Q., Greenfield, 1999, Photocatalytic Properties of Titania Pillared Clays by Different Drying Methods, J. Colloid and Interface Sci., 209, pp Faisal, M., Abu Tariq, M., Muneer, M., 2007, Photocatalysed Degradation of Two Selected Dyes in UV-Irradiated Aqueous Suspensions of Titania, Dyes and Pigments 72, pp

64 51 Fang, H.,Wenrong, H., Yuezhong, L., 2004, Biodegradation Mechanisms And Kinetics of Azo Dye 4BS by A Microbial Consortium, Chemosphere 57, pp Fatma, T., dan Suna, B., 2008, Synthesis and Characterization of Pillared Interlayered Bentonites, J. of Sci., Chemical Engineering Department, Gazi University, Ankara. Fessenden, J. R. dan Fessenden, J. S., 1986, Kimia Organik (diterjemahkan oleh A. H. Pudjaatmaka), Edisi Ketiga, Jilid II, Jakarta: Erlangga, hal Garcia, J., Ruiz, N., Munoz, I., Domenech, X., Garcia-Hortal, J.A., Torrades, F., Peral, J., 2006, Environmental Assessment Of Different Photo-Fenton Approaches For Commercial Reactive Dye Removal, J, Hazard, Mater, A 138, pp Greenwood, N.N. dan Earnshaw, A., 1997, Chemistry of The Elements, Second Edition, Elsivier Butterworth-Heinemann Linacre House, Jordan Hill, Oxford. Gunlazuardi, J., 2001, Fotokatalisis pada Permukaan TiO 2 : Aspek Fundamental dan Aplikasinya, Seminar Kimia Fisika II. Heaton, A., 1994, The Chemical Industry, Second edition, Blackie Academic and Profesional, Chapman dan Hal London. Kozak, M., Domka, L., Skrzypczak, A., 2002, Adsorption of The Quaternanry Ammonium Salts on Bentonite, Fizykochemiczne Problemy Mineralurgii, 36, page Kwon, O.Y., Park, W.K., Jeong, S.Y., 2001, Preparation of Porous Silica- Pillared Montmorillonite: Simultaneous Intercalation of Amine- Tetraethylorthosilicate into H-Montmorillonite and Intra-Gallery Amine-Catalyzed Hydrolysis of Tetraethylorthosilicate, Bull. Korean Chem. Soc., 22(7), Lacheb, H.,Puzenat, E., Houas, A., Khisbi, M., Elaloui, E., Guillard, C., Hermann, J.M., 2002, Photocatalytic Degradation of Various Types of Dyes (Congo Red, Crocein Orange G, Methyl Red, Congo Red, Methylene Blue) in Water by UV - Irradiated Titania, Appl.Catal.B.Environ., 39, Lewis, R. J., 2001, Hawley s Condensed Chemical Dictionary, 14 th edition, John Wiley & Sons, Inc.,New York, page 742,1105.

65 52 Li, Y., Ma, M., Sun, S.,Wang, X., Yan,W., Ouyang, Y., 2008, Preparation And Photocatalytic Activity of TiO 2 - Carbon Surface Composites By Supercritical Pretreatment And Sol Gel Process. Catalysis Communications 9, Lian, G., 2002, Photo-catalytic Materials of Nano-Titanium Dioxide and Its Application, Chemical Industry Press : Beijing, pp Lucas, M.S. dan Peres J.A., 2009, Treatment of Olive Mill Wastewater by A Combined Process: Fenton's Reagent and Chemical Coagulation, J. Environ. Sci. Health Part AToxic/ -Hazard. Subst. Environ. Eng. 44, Malldotti,A., Andrenalli,L., Mollinari, A., Varani, G., Cerichelli,G., Chiarini, M., 2000, Photocatalytic Properties of Iron-Phorpyrin Revisited In Aqueous Micellar Environment, Green Chemistry, 3, Manurung, R., Hasibuan, R., Ivan, 2004, Perombakan Zat Warna Azo Reaktif secara Anaerob-Aerob, Fakultas Teknik, USU, Sumatera Utara. Maryadi, M., 2007, Analisis Pertumbuhan Investasi Sektor Industri Tekstil dan Produk Tekstil (Tpt) Terhadap Perekonomian Indonesia : Analisis Input-Output,, Jurusan Ilmu Ekonomi, IPB, Bogor. Maurice, P. A., Haack, E.A., Mishra, B., 2009, Siderophore sorption to clays, Biometals, 22, Mirkhani, V., 2009, Photocatalytic Degradation of Azo Dyes Catalyzed by Ag Doped TiO 2 Photocatalyst, J. Iran, Chem. Soc., Vol. 6, No.3, pp Nagendrappa, G., 2002, Organic Synthesis Using Clay Catalysts, Resonance, 7, Otmer dan Kirk, 1994, Encyclopedia of Chemical Tecnology, vol. 18 ed.14, dan O Neil, M. J. (senior editor), 2001, The Merck Index. An Encyclopedia of Chemicals, Drugs, and Biologicals, 13th edition, Merck and Co. Inc., Whitehouse Station, NJ,USA, 6124, Pandey, A., P. Singh, L. Iyengar, 2007, Bacterial Decolorization and Degradation of Azo Dyes [review], Int Biodet and Biodeg, 59: Pinnavaia, T. J., 1983, Intercalated Clay Catalysts, Science, 220 : 4595.

66 53 Poulios, I., dan Tsachpinis, I.,1999, Photodegradation of the Textile Dye Reative Black 5 in the Presence of Semiconducting Oxides, J. Chem. Technol. Biotechnol, 74, pp Ranjit, K., Willner, I., Bossmann, S., Braun, A., 1998, Iron (III) Phtalocyanine- Modified Titanium Dioxide: A Novel Photocatalyst for Enhanced Photodegradation of Organic Pollutans, J. Phys.Chem. B., 102, Saefudin, A., Darmawan, A., Azmiyawati, C., 2008, Sintesis Lempung Terpilar TiO 2 Menggunakan Surfaktan Dodesilamin, Karakterisasi dan Aplikasinya Sebagai Fotokatalis Degradasi Zat Warna Indigo Charmine, Methanil Yellow, dan Rhodamin, Kimia Anorganik, Jurusan Kimia, Universitas Diponegoro, Semarang. Saquib, M., Abu Tariq, M., Haque, M.M., Muneer, M., 2008, Photocatalytic Degradation of Disperse Blue 1 Using UV/TiO 2 /H 2 O 2 Process, J. of Environ. Manag. 88, Singh, H.K., Saquib, M., Haque, M.M., Muneer, M., 2008, Heterogeneous Photocatalysed Decolorization of Two Selected Dye Derivatives Neutral Red And Toluidine Blue In Aqueous Suspensions, Chem. Eng. J. 136, Sirimahachai, U., Phongpaichit, S., Wongnawa, S., 2009, Evaluation of Bactericidal Activity of TiO 2 Photocatalysts : a Comparative Study of Laboratory-made and Commercial TiO 2 Sample, Sungklanakarin J. Sci. Technol., Prince Sung Klu University, Thailand. Stephanson, C. J., Stephanson, A.M., Flanagan, G. P., 2003, Evaluation of Hydroxyl Radical-Scavenging Abilities of Silica Hydride, an Antioxidant Compound, by a Fe 2+ -EDTA-Induced 2- Hydroxyterephthalate Fluorometric Analysis, J Med Food 6 (3), pp Sun, Z., Chen, Y., Ke, Q., Yang, Y.; Yuan, J., 2002, Photocatalytic Degradation of Cationic Azo Dye by TiO 2 /bentonite Nanocomposite, J. of Photochem. and Photobio. A, Chemistry 149, pp Supriyati, A., 2007, Aplikasi Lucutan Plasma Penghalang Dielektrik Berkonfigurasi Spiral Silinder Menggunakan Udara Bebas Sebagai Gas Sumber Untuk Menghasilkan Ozon, 2007, Jurusan Fisika FMIPA; UNDIP, Semarang.

67 54 Suwanchawalit, C., dan Wongnawa, S., 2008, Influence of Calcinations on The Microstructures and Photocatalytic Activity of Potassium Oxalate- Doped TiO 2 Powders, Applied Catalysis A: General 338, Suwarsa, S., 1998, Penyerapan Zat Warna Tekstil BR, Red HE 7B Oleh Jerami Padi, JMS Vol. 3 No.1, Fakultas MIPA : ITB, Bandung. Suzuki, E., Kusano, S., Hatayama, H., Okamoto, M., dan Ono, Y, 1997, Synthesis of Titanium Tetraalkoxides from Hydrous Titanium Dioxide and Dialkyl Carbonates, J. Chem. Matter., 7(10), p Tennakoon, D.T., Jonesw, W., Thomas, J.M., 1986, Structural Aspect of Metal Oxide-Pillared Sheet Silicates, J. Am. Chem. Soc., Faraday Trans., 82, pp Valverde, J.L., Lucas, A., Sánchez, P., Dorado, F., Romero, A., 2003, Cation Exchanged and Impregnated Ti-Pillared Clays for Selective Catalytic Reduction of NOx By Propylene, Applied Catalysis B: Environmental 43, Wang, L., Yang, F., Ji, T., Yang,Q., Qi,X.,Du,H., Sun, J., 2008, Preparation and Characterization of Ti 1 xzrxo 2 /ZrO 2 Nanocomposite, Scripta Materialia 58, Yang, X., Zhu, H., Liu, J., Gao, X., Martens, W.N., Frost, R.L., Shen, Y., Yuan, Z., 2008, A Mesoporous Structure For Efficient Photocatalysts: Anatase Nanocrystals Attached to Leached Clay Layers, Microporous and Mesoporous Materials 112, Yerima, B. P. K., dan Van Ranst, E., Introduction to Soil Science : Soils of the Tropics. Trafford Publishing Oxford, UK. Yuan, P., Yin, X., He, H., Yang, D., Wang, L., Zhu, J., 2006, Investigation on the Delaminated-Pillared Structure of TiO 2 -PILC Synthesized By TiCl 4 Hydrolysis Method, Microporous and Mesoporous Materials 93(1-3), pp Zee, F. P. V. D., 2002, Anaerobic Azo Dye Reduction.Wageningan University. Netherlands. Zhao, D., Zhou, J., Liu, N., 2007, Surface Characteristics and Photoactivity of Silvermodified Palygorskite Clays Coated With Nanosized Titanium Dioxide Particles, Materials Characterization 58:

68 Lampiran 1. Hasil karakterisasi menggunakan X-Ray Diffraction a. Difraktogram XRD bentonit alam

69

70

71

72 b. Difraktogram XRD bentonit terinterkalasi Ti 4+

73

74

75

76 c. Difraktogram XRD bentonit terpilar TiO 2

77

78

79 Lampiran 2. Tabel JCPDS untuk harga jarak antarbidang, d-spacing dengan intensitas terkuat untuk beberapa mineral a. Ca-monmorilonit d (A o ) 15,0 4,5 5,01 3,02 I/Io b. Kuarsa d (A o ) 3,34 4,26 1,82 I/Io c. Illit d (A o ) 10,01 5,0 3,3 I/Io

80 Lampiran 3. Tabel JCPDS untuk harga jarak antarbidang, d-spacing dengan intensitas terkuat untuk titanium dioksida anatase a. Titanium dioksida anatase 2 θ 25, ,80 48,049 53,890 55,06 62,69 I/Io

81 Lampiran 4. Spektrum panjang gelombang jingga metil pada ph 2; 3,5; dan 6 a. Spektrum panjang gelombang maksimum jingga metil ph 2

82 b. Spektrum panjang gelombang maksimum jingga metil ph 3,5

83 c. Spektrum panjang gelombang maksimum jingga metil ph 6

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN. Dalam penelitian ini digunakan TiO2 yang berderajat teknis sebagai katalis.

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN. Dalam penelitian ini digunakan TiO2 yang berderajat teknis sebagai katalis. 33 BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1 Karakterisasi TiO2 Dalam penelitian ini digunakan TiO2 yang berderajat teknis sebagai katalis. TiO2 dapat ditemukan sebagai rutile dan anatase yang mempunyai fotoreaktivitas

Lebih terperinci

ADLN Perpustakaan Universitas Airlangga BAB III METODE PENELITIAN. penelitian Departemen Kimia Fakultas Sains dan Teknologi Universitas

ADLN Perpustakaan Universitas Airlangga BAB III METODE PENELITIAN. penelitian Departemen Kimia Fakultas Sains dan Teknologi Universitas BAB III METODE PENELITIAN 3.1 Waktu dan Tempat Penelitian ini dilakukan di laboratorium Kimia Analitik dan laboratorium penelitian Departemen Kimia Fakultas Sains dan Teknologi Universitas Airlangga, mulai

Lebih terperinci

I. KEASAMAN ION LOGAM TERHIDRAT

I. KEASAMAN ION LOGAM TERHIDRAT I. KEASAMAN ION LOGAM TERHIDRAT Tujuan Berdasarkan metode ph-metri akan ditunjukkan bahwa ion metalik terhidrat memiliki perilaku seperti suatu mono asam dengan konstanta keasaman yang tergantung pada

Lebih terperinci

BAB V HASIL DAN PEMBAHASAN. karakterisasi luas permukaan fotokatalis menggunakan SAA (Surface Area

BAB V HASIL DAN PEMBAHASAN. karakterisasi luas permukaan fotokatalis menggunakan SAA (Surface Area BAB V HASIL DAN PEMBAHASAN Pada penelitian ini akan dibahas mengenai preparasi ZnO/C dan uji aktivitasnya sebagai fotokatalis untuk mendegradasi senyawa organik dalam limbah, yaitu fenol. Penelitian ini

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA BAB II TINJAUAN PUSTAKA Katalis merupakan suatu zat yang sangat diperlukan dalam kehidupan. Katalis yang digunakan merupakan katalis heterogen. Katalis heterogen merupakan katalis yang dapat digunakan

Lebih terperinci

BAB V HASIL DAN PEMBAHASAN. cahaya matahari.fenol bersifat asam, keasaman fenol ini disebabkan adanya pengaruh

BAB V HASIL DAN PEMBAHASAN. cahaya matahari.fenol bersifat asam, keasaman fenol ini disebabkan adanya pengaruh BAB V HASIL DAN PEMBAHASAN Fenol merupakan senyawa organik yang mengandung gugus hidroksil (OH) yang terikat pada atom karbon pada cincin benzene dan merupakan senyawa yang bersifat toksik, sumber pencemaran

Lebih terperinci

BAB III METODE PENELITIAN

BAB III METODE PENELITIAN BAB III METODE PENELITIAN A. Jenis Penelitian Jenis penelitian yang digunakan eksperimental. B. Tempat dan Waktu Tempat penelitian ini dilakukan di Laboratorium Kimia Fakultas Ilmu Keperawatan dan Kesehatan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang Masalah BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Telah banyak dibangun industri untuk memenuhi kebutuhan manusia. Berkembangnya industri tentu dapat memberikan dampak positif bagi masyarakat, tetapi juga menimbulkan

Lebih terperinci

FOTODEGRADASI METILEN BIRU MENGGUNAKAN KATALIS TiO 2 -MONTMORILONIT DAN SINAR UV

FOTODEGRADASI METILEN BIRU MENGGUNAKAN KATALIS TiO 2 -MONTMORILONIT DAN SINAR UV FOTODEGRADASI METILEN BIRU MENGGUNAKAN KATALIS TiO 2 -MONTMORILONIT DAN SINAR UV I Kadek Sumerta, Karna Wijaya, Iqmal Tahir Jurusan Kimia, Fakultas Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam, Universitas Gadjah

Lebih terperinci

BAB III METODOLOGI PENELITIAN. Jenis penelitian yang digunakan dalam penelitian ini adalah ekperimental.

BAB III METODOLOGI PENELITIAN. Jenis penelitian yang digunakan dalam penelitian ini adalah ekperimental. BAB III METODOLOGI PENELITIAN A. Jenis Penelitian Jenis penelitian yang digunakan dalam penelitian ini adalah ekperimental. B. Tempat dan Waktu Pengerjaan sampel dilakukan di laboratorium Teknik Kimia

Lebih terperinci

BAB III METODE PENELITIAN. Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam Universitas Udayana. Untuk sampel

BAB III METODE PENELITIAN. Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam Universitas Udayana. Untuk sampel BAB III METODE PENELITIAN 3.1 Tempat dan Waktu Penelitian Penelitian dilakukan di laboratorium penelitian jurusan Kimia Fakultas Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam Universitas Udayana. Untuk sampel kulit

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Fotokatalis telah mendapat banyak perhatian selama tiga dekade terakhir sebagai solusi yang menjanjikan baik untuk mengatasi masalah energi maupun lingkungan. Sejak

Lebih terperinci

PENGOLAHAN ZAT WARNA TEKSTIL RHODAMINE B MENGGUNAKAN BENTONIT TERPILAR TITANIUM DIOKSIDA (TiO 2 ) SKRIPSI

PENGOLAHAN ZAT WARNA TEKSTIL RHODAMINE B MENGGUNAKAN BENTONIT TERPILAR TITANIUM DIOKSIDA (TiO 2 ) SKRIPSI PENGOLAHAN ZAT WARNA TEKSTIL RHODAMINE B MENGGUNAKAN BENTONIT TERPILAR TITANIUM DIOKSIDA (TiO 2 ) SKRIPSI VRIDAYANI ANGGI LEKSONO DEPARTEMEN KIMIA FAKULTAS SAINS DAN TEKNOLOGI UNIVERSITAS AIRLANGGA 2012

Lebih terperinci

Disusun Oleh : Shellyta Ratnafuri M BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah

Disusun Oleh : Shellyta Ratnafuri M BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah Perlakuan nh 4 cl dan gelombang mikro terhadap karakter keasaman montmorillonit Disusun Oleh : Shellyta Ratnafuri M.0304063 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Lempung merupakan materi yang unik.

Lebih terperinci

HASIL DAN PEMBAHASAN. nm. Setelah itu, dihitung nilai efisiensi adsorpsi dan kapasitas adsorpsinya.

HASIL DAN PEMBAHASAN. nm. Setelah itu, dihitung nilai efisiensi adsorpsi dan kapasitas adsorpsinya. 5 E. ampas sagu teraktivasi basa-bentonit teraktivasi asam (25 : 75), F. ampas sagu teraktivasi basa-bentonit teraktivasi asam (50 : 50), G. ampas sagu teraktivasi basa-bentonit teraktivasi asam (75 :

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. Perkembangan industri tekstil dan industri lainnya di Indonesia menghasilkan

I. PENDAHULUAN. Perkembangan industri tekstil dan industri lainnya di Indonesia menghasilkan I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Perkembangan industri tekstil dan industri lainnya di Indonesia menghasilkan banyak limbah organik golongan senyawa azo, yang akan menimbulkan dampak negatif bagi kehidupan

Lebih terperinci

Oleh: Mei Sulis Setyowati Dosen Pembimbing: Dr. Ir. Endah Mutiara Marhaeni Putri, M.Si

Oleh: Mei Sulis Setyowati Dosen Pembimbing: Dr. Ir. Endah Mutiara Marhaeni Putri, M.Si Kinetika Degradasi Fotokatalitik Pewarna Azoic dalam Limbah Industri Batik dengan Katalis TiO2 Oleh: Mei Sulis Setyowati 1410100031 Dosen Pembimbing: Dr. Ir. Endah Mutiara Marhaeni Putri, M.Si Latar Belakang

Lebih terperinci

IMPREGNASI ZEOLIT ALAM DENGAN TiO 2 UNTUK DEGRADASI JINGGA METIL SECARA FOTOKATALITIK SKRIPSI

IMPREGNASI ZEOLIT ALAM DENGAN TiO 2 UNTUK DEGRADASI JINGGA METIL SECARA FOTOKATALITIK SKRIPSI IMPREGNASI ZEOLIT ALAM DENGAN TiO 2 UNTUK DEGRADASI JINGGA METIL SECARA FOTOKATALITIK SKRIPSI WAHYU WINDATI DEPARTEMEN KIMIA FAKULTAS SAINS DAN TEKNOLOGI UNIVERSITAS AIRLANGGA 2012 IMPREGNASI ZEOLIT ALAM

Lebih terperinci

BAB III METODE PENELITIAN. Jenis penelitian yang dilakukan adalah metode eksperimen.

BAB III METODE PENELITIAN. Jenis penelitian yang dilakukan adalah metode eksperimen. BAB III METODE PENELITIAN A. Jenis Penelitian Jenis penelitian yang dilakukan adalah metode eksperimen. B. Tempat dan Waktu Penelitian Tempat penelitian penetapan konsentrasi ammonium dengan metode spektrofotometri

Lebih terperinci

PREPARASI KOMPOSIT TiO 2 -SiO 2 DENGAN METODE SOL-GEL DAN APLIKASINYA UNTUK FOTODEGRADASI METHYL ORANGE

PREPARASI KOMPOSIT TiO 2 -SiO 2 DENGAN METODE SOL-GEL DAN APLIKASINYA UNTUK FOTODEGRADASI METHYL ORANGE PREPARASI KOMPOSIT TiO 2 -SiO 2 DENGAN METODE SOL-GEL DAN APLIKASINYA UNTUK FOTODEGRADASI METHYL ORANGE Skripsi Untuk memenuhi sebagian persyaratan mencapai derajat sarjana S-1 Program Studi Kimia Oleh

Lebih terperinci

PEMANFAATAN BENTONIT TEKNIS SEBAGAI ADSORBEN ZAT WARNA USAGE OF TECHNICAL BENTONITE AS A DYE ADSORBENT

PEMANFAATAN BENTONIT TEKNIS SEBAGAI ADSORBEN ZAT WARNA USAGE OF TECHNICAL BENTONITE AS A DYE ADSORBENT PEMANFAATAN BENTONIT TEKNIS SEBAGAI ADSORBEN ZAT WARNA USAGE OF TECHNICAL BENTONITE AS A DYE ADSORBENT Imam Fathoni* dan Rusmini Departement of Chemistry, Faculty of Matematics and Natural Sciences State

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. perindustrian minyak, pekerjaan teknisi, dan proses pelepasan cat (Alemany et al,

BAB I PENDAHULUAN. perindustrian minyak, pekerjaan teknisi, dan proses pelepasan cat (Alemany et al, BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Fenol merupakan senyawa organik yang dapat mengganggu kesehatan manusia dan lingkungan hidup. Fenol merupakan salah satu senyawa organik yang bersifat karsinogenik,

Lebih terperinci

BAB III METODE PENELITIAN. Jenis penelitian yang dilakukan adalah metode eksperimen

BAB III METODE PENELITIAN. Jenis penelitian yang dilakukan adalah metode eksperimen BAB III METODE PENELITIAN A. Jenis Penelitian Jenis penelitian yang dilakukan adalah metode eksperimen B. Tempat dan Waktu Penelitian Tempat penelitian penetapan kadar krom dengan metode spektrofotometri

Lebih terperinci

METODE. Penentuan kapasitas adsorpsi dan isoterm adsorpsi zat warna

METODE. Penentuan kapasitas adsorpsi dan isoterm adsorpsi zat warna bermuatan positif. Kation yang dihasilkan akan berinteraksi dengan adsorben sehingga terjadi penurunan intensitas warna. Penelitian ini bertujuan mensintesis metakaolin dari kaolin, mensintesis nanokomposit

Lebih terperinci

ABSTRAK. Kata Kunci: fotokatalis, fenol, limbah cair, rumah sakit, TiO 2 anatase. 1. Pendahuluan

ABSTRAK. Kata Kunci: fotokatalis, fenol, limbah cair, rumah sakit, TiO 2 anatase. 1. Pendahuluan OP-015 PENGARUH BERAT TiO 2 ANATASE, KECEPATAN PENGADUKAN DAN ph DALAM DEGRADASI SENYAWA FENOL Zulkarnaini 1, Yeggi Darnas 2, Nofriya 3 Jurusan Teknik Lingkungan, Fakultas Teknik Unversitas Andalas Kampus

Lebih terperinci

Kata kunci: surfaktan HDTMA, zeolit terdealuminasi, adsorpsi fenol

Kata kunci: surfaktan HDTMA, zeolit terdealuminasi, adsorpsi fenol PENGARUH PENAMBAHAN SURFAKTAN hexadecyltrimethylammonium (HDTMA) PADA ZEOLIT ALAM TERDEALUMINASI TERHADAP KEMAMPUAN MENGADSORPSI FENOL Sriatun, Dimas Buntarto dan Adi Darmawan Laboratorium Kimia Anorganik

Lebih terperinci

4 Hasil dan Pembahasan

4 Hasil dan Pembahasan 4 Hasil dan Pembahasan Secara garis besar, penelitian ini terdiri dari tiga tahap. Tahap pertama yaitu penentuan spektrum absorpsi dan pembuatan kurva kalibrasi dari larutan zat warna RB red F3B. Tahap

Lebih terperinci

HASIL DAN PEMBAHASAN. Lanjutan Nilai parameter. Baku mutu. sebelum perlakuan

HASIL DAN PEMBAHASAN. Lanjutan Nilai parameter. Baku mutu. sebelum perlakuan dan kemudian ditimbang. Penimbangan dilakukan sampai diperoleh bobot konstan. Rumus untuk perhitungan TSS adalah sebagai berikut: TSS = bobot residu pada kertas saring volume contoh Pengukuran absorbans

Lebih terperinci

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN. Modifikasi Ca-Bentonit menjadi kitosan-bentonit bertujuan untuk

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN. Modifikasi Ca-Bentonit menjadi kitosan-bentonit bertujuan untuk BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN Modifikasi Ca-Bentonit menjadi kitosan-bentonit bertujuan untuk merubah karakter permukaan bentonit dari hidrofilik menjadi hidrofobik, sehingga dapat meningkatkan kinerja kitosan-bentonit

Lebih terperinci

STRUKTUR KRISTAL DAN MORFOLOGI TITANIUM DIOKSIDA (TiO 2 ) POWDER SEBAGAI MATERIAL FOTOKATALIS

STRUKTUR KRISTAL DAN MORFOLOGI TITANIUM DIOKSIDA (TiO 2 ) POWDER SEBAGAI MATERIAL FOTOKATALIS STRUKTUR KRISTAL DAN MORFOLOGI TITANIUM DIOKSIDA (TiO 2 ) POWDER SEBAGAI MATERIAL FOTOKATALIS SKRIPSI Oleh : Ahsanal Holikin NIM 041810201063 JURUSAN FISIKA FAKULTAS MATEMATIKA DAN ILMU PENGETAHUAN ALAM

Lebih terperinci

BAB III METODOLOGI PENELITIAN

BAB III METODOLOGI PENELITIAN BAB III METODOLOGI PENELITIAN A. Metode Penelitian Metode penelitian yang dilakukan adalah metode eksperimen secara kualitatif dan kuantitatif. Metode penelitian ini menjelaskan proses degradasi fotokatalis

Lebih terperinci

BAB III METODE PENELITIAN

BAB III METODE PENELITIAN BAB III METODE PENELITIAN 3.1. Diagram Alir Penelitian Tahapan penelitian secara umum tentang pemanfaatan daun matoa sebagai adsorben untuk menyerap logam Pb dijelaskan dalam diagram pada Gambar 3.1. Preparasi

Lebih terperinci

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN. Sebelum melakukan uji kapasitas adsorben kitosan-bentonit terhadap

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN. Sebelum melakukan uji kapasitas adsorben kitosan-bentonit terhadap BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN Sebelum melakukan uji kapasitas adsorben kitosan-bentonit terhadap diazinon, terlebih dahulu disintesis adsorben kitosan-bentonit mengikuti prosedur yang telah teruji (Dimas,

Lebih terperinci

BAB V HASIL DAN PEMBAHASAN. Pada penelitian ini akan dibahas tentang sintesis katalis Pt/Zr-MMT dan

BAB V HASIL DAN PEMBAHASAN. Pada penelitian ini akan dibahas tentang sintesis katalis Pt/Zr-MMT dan BAB V HASIL DAN PEMBAHASAN Pada penelitian ini akan dibahas tentang sintesis katalis Pt/Zr-MMT dan uji aktivitas katalis Pt/Zr-MMT serta aplikasinya sebagai katalis dalam konversi sitronelal menjadi mentol

Lebih terperinci

BENTUK KRISTAL TITANIUM DIOKSIDA

BENTUK KRISTAL TITANIUM DIOKSIDA BENTUK KRISTAL TITANIUM DIOKSIDA TiO2 memiliki tiga macam bentuk kristal : Anatase rutil brukit namun yang memiliki aktivitas fotokatalis terbaik adalah anatase. Bentuk kristal anatase diamati terjadi

Lebih terperinci

4 Hasil dan Pembahasan

4 Hasil dan Pembahasan 4 Hasil dan Pembahasan 4.1 Sintesis Padatan TiO 2 Amorf Proses sintesis padatan TiO 2 amorf ini dimulai dengan melarutkan titanium isopropoksida (TTIP) ke dalam pelarut etanol. Pelarut etanol yang digunakan

Lebih terperinci

PENDAHULUAN ABSTRAK ABSTRACT

PENDAHULUAN ABSTRAK ABSTRACT KIMIA.STUDENTJOURNAL, Vol. 2, No. 2, pp. 576-582, UNIVERSITAS BRAWIJAYA MALANG Received 26 September 2014, Accepted 26 September 2014, Published online 28 September 2014 PENGARUH PENAMBAHAN HIDROGEN PEROKSIDA

Lebih terperinci

3 Percobaan. Untuk menentukan berat jenis zeolit digunakan larutan benzena (C 6 H 6 ).

3 Percobaan. Untuk menentukan berat jenis zeolit digunakan larutan benzena (C 6 H 6 ). 3 Percobaan 3.1 Bahan dan Alat 3.1.1 Bahan Bahan yang digunakan untuk menyerap ion logam adalah zeolit alam yang diperoleh dari daerah Tasikmalaya, sedangkan ion logam yang diserap oleh zeolit adalah berasal

Lebih terperinci

Bab III Metodologi Penelitian

Bab III Metodologi Penelitian Bab III Metodologi Penelitian III.1 Metodologi Seperti yang telah diungkapkan pada Bab I, bahwa tujuan dari penelitian ini adalah untuk membuat katalis asam heterogen dari lempung jenis montmorillonite

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Perkembangan industri di Indonesia selain membawa keuntungan juga

BAB I PENDAHULUAN. Perkembangan industri di Indonesia selain membawa keuntungan juga BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Perkembangan industri di Indonesia selain membawa keuntungan juga membawa dampak negatif bagi lingkungan sekitar misalnya pencemaran oleh limbah industri dimana limbah

Lebih terperinci

Bab III Metodologi III.1 Waktu dan Tempat Penelitian III.2. Alat dan Bahan III.2.1. Alat III.2.2 Bahan

Bab III Metodologi III.1 Waktu dan Tempat Penelitian III.2. Alat dan Bahan III.2.1. Alat III.2.2 Bahan Bab III Metodologi III.1 Waktu dan Tempat Penelitian Penelitian dilakukan dari bulan Januari hingga April 2008 di Laboratorium Penelitian Kimia Analitik, Institut Teknologi Bandung. Sedangkan pengukuran

Lebih terperinci

METODELOGI PENELITIAN. Penelitian ini akan dilakukan di Laboratorium Kimia Anorganik-Fisik Universitas

METODELOGI PENELITIAN. Penelitian ini akan dilakukan di Laboratorium Kimia Anorganik-Fisik Universitas III. METODELOGI PENELITIAN A. Waktu dan Tempat Penelitian Penelitian ini akan dilakukan di Laboratorium Kimia Anorganik-Fisik Universitas Lampung. Analisis XRD di Universitas Islam Negeri Jakarta Syarif

Lebih terperinci

besarnya polaritas zeolit alam agar dapat (CO) dan hidrokarbon (HC)?

besarnya polaritas zeolit alam agar dapat (CO) dan hidrokarbon (HC)? OPTIMALISASI SUHU AKTIVASI DAN POLARITAS ZEOLIT ALAM UNTUK MENGURANGI EMISI GAS BUANG SEPEDA MOTOR Drs. Noto Widodo, M.Pd. Bambang Sulistyo, S.Pd., M.Eng Amir Fatah, MPd M.Pd. JURUSAN PENDIDIKAN TEKNIK

Lebih terperinci

3 METODOLOGI PENELITIAN

3 METODOLOGI PENELITIAN 3 METODOLOGI PENELITIAN 3.1 Alat dan bahan 3.1.1 Alat Peralatan yang digunakan dalam penelitian ini menggunakan alat yang berasal dari Laboratorium Tugas Akhir dan Laboratorium Kimia Analitik di Program

Lebih terperinci

BAB 4 HASIL DAN PEMBAHASAN

BAB 4 HASIL DAN PEMBAHASAN BAB 4 HASIL DAN PEMBAHASAN Hasil dan pembahasan dalam penelitian ini diulas dalam tiga subbab. Karakterisasi yang dilakukan dalam penelitian ini terdiri dari 3 macam, yaitu SEM-EDS, XRD dan DRS. Karakterisasi

Lebih terperinci

BAB III METODE PENELITIAN. Pada bab ini akan diuraikan mengenai metode penelitian yang telah

BAB III METODE PENELITIAN. Pada bab ini akan diuraikan mengenai metode penelitian yang telah BAB III METODE PENELITIAN Pada bab ini akan diuraikan mengenai metode penelitian yang telah dilakukan. Sub bab pertama diuraikan mengenai waktu dan lokasi penelitian, desain penelitian, alat dan bahan

Lebih terperinci

IMPREGNASI ZEOLIT ALAM DENGAN TiO 2 UNTUK DEGRADASI JINGGA METIL SECARA FOTOKATALITIK

IMPREGNASI ZEOLIT ALAM DENGAN TiO 2 UNTUK DEGRADASI JINGGA METIL SECARA FOTOKATALITIK IMPREGNASI ZEOLIT ALAM DENGAN TiO 2 UNTUK DEGRADASI JINGGA METIL SECARA FOTOKATALITIK Wahyu Windati, Yusuf Syah, Alfa Akustia Widati. Program Studi S1 Kimia, Departemen Kimia, Fakultas Sains dan Teknologi,

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. media masa. Ungkapan tersebut bermacam ragam seperti pencemaran sungai oleh air

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. media masa. Ungkapan tersebut bermacam ragam seperti pencemaran sungai oleh air BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. Pencemaran Pencemaran lingkungan sering diungkapkan dengan pemberitaan melalui media masa. Ungkapan tersebut bermacam ragam seperti pencemaran sungai oleh air limbah cair industri

Lebih terperinci

ANALISIS PROFENOFOS DALAM KUBIS MENGGUNAKAN METODE EFFERVESCENCE-LPME DENGAN INSTRUMEN HPLC UV-Vis SKRIPSI

ANALISIS PROFENOFOS DALAM KUBIS MENGGUNAKAN METODE EFFERVESCENCE-LPME DENGAN INSTRUMEN HPLC UV-Vis SKRIPSI ANALISIS PROFENOFOS DALAM KUBIS MENGGUNAKAN METODE EFFERVESCENCE-LPME DENGAN INSTRUMEN HPLC UV-Vis SKRIPSI RAMADHANI PUTRI PANINGKAT PROGRAM STUDI S1 KIMIA FAKULTAS SAINS DAN TEKNOLOGI UNIVERSITAS AIRLANGGA

Lebih terperinci

BAB IV HASIL dan PEMBAHASAN

BAB IV HASIL dan PEMBAHASAN BAB IV HASIL dan PEMBAHASAN 4.1 Sintesis Padatan ZnO dan CuO/ZnO Pada penelitian ini telah disintesis padatan ZnO dan padatan ZnO yang di-doped dengan logam Cu. Doping dengan logam Cu diharapkan mampu

Lebih terperinci

Bab II Tinjauan Pustaka

Bab II Tinjauan Pustaka Bab II Tinjauan Pustaka 2.1 Produksi H 2 Sampai saat ini, bahan bakar minyak masih menjadi sumber energi yang utama. Karena kelangkaan serta harganya yang mahal, saat ini orang-orang berlomba untuk mencari

Lebih terperinci

III. METODE PENELITIAN. Penelitian ini dilaksanakan pada bulan Mei sampai Juli 2015 di Laboratorium

III. METODE PENELITIAN. Penelitian ini dilaksanakan pada bulan Mei sampai Juli 2015 di Laboratorium 23 III. METODE PENELITIAN A. Waktu dan Tempat Penelitian ini dilaksanakan pada bulan Mei sampai Juli 2015 di Laboratorium Kimia Anorganik/Fisik FMIPA Universitas Lampung. Penyiapan alga Tetraselmis sp

Lebih terperinci

DEGRADASI SENYAWA METANIL YELLOW SECARA FOTOKATALITIK MENGGUNAKAN TiO 2 DAN HNO 3

DEGRADASI SENYAWA METANIL YELLOW SECARA FOTOKATALITIK MENGGUNAKAN TiO 2 DAN HNO 3 DEGRADASI SENYAWA METANIL YELLOW SECARA FOTOKATALITIK MENGGUNAKAN TiO 2 DAN HNO 3 Azkia Alma Ayesha, Akmal Mukhtar, Pepi Helza Yanti Mahasiswa Program S1 Kimia Bidang Kimia Anorganik Jurusan Kimia Fakultas

Lebih terperinci

BAB 3 METODE PENELITIAN. Neraca Digital AS 220/C/2 Radwag Furnace Control Indicator Universal

BAB 3 METODE PENELITIAN. Neraca Digital AS 220/C/2 Radwag Furnace Control Indicator Universal BAB 3 METODE PENELITIAN 3.1 Alat Neraca Digital AS 220/C/2 Radwag Furnace Control Fisher Indicator Universal Hotplate Stirrer Thermilyte Difraktometer Sinar-X Rigaku 600 Miniflex Peralatan Gelas Pyrex

Lebih terperinci

HASIL DAN PEMBAHASAN

HASIL DAN PEMBAHASAN HASIL DAN PEMBAHASAN BaTiO 3 merupakan senyawa oksida keramik yang dapat disintesis dari senyawaan titanium (IV) dan barium (II). Proses sintesis ini dipengaruhi oleh beberapa faktor seperti suhu, tekanan,

Lebih terperinci

IMMOBILISASI TiO 2 DALAM MATRIKS SiO 2 DENGAN METODE SOL-GEL UNTUK MENDEGRADASI LIMBAH CAIR PEWARNA TEKSTIL SKRIPSI

IMMOBILISASI TiO 2 DALAM MATRIKS SiO 2 DENGAN METODE SOL-GEL UNTUK MENDEGRADASI LIMBAH CAIR PEWARNA TEKSTIL SKRIPSI IMMOBILISASI TiO 2 DALAM MATRIKS SiO 2 DENGAN METODE SOL-GEL UNTUK MENDEGRADASI LIMBAH CAIR PEWARNA TEKSTIL SKRIPSI Oleh Angga Pradana NIM 061810301045 JURUSAN KIMIA FAKULTAS MATEMATIKA DAN ILMU PENGETAHUAN

Lebih terperinci

PEMBUATAN DAN UJI FOTOAKTIVITAS KOMPOSIT Ti02-BENTONIT UNTUK DEGRADASI SENYAWA PEWARNA METILEN BIRU

PEMBUATAN DAN UJI FOTOAKTIVITAS KOMPOSIT Ti02-BENTONIT UNTUK DEGRADASI SENYAWA PEWARNA METILEN BIRU PEMBUATAN DAN UJI FOTOAKTIVITAS KOMPOSIT Ti02-BENTONIT UNTUK DEGRADASI SENYAWA PEWARNA METILEN BIRU Iqmal Tahir, Kama Wijaya Jurusan Kimia, Faku/tas Matematika dan IImu Pengetahuan A/am, Universitas Gadjah

Lebih terperinci

3 Metodologi Penelitian

3 Metodologi Penelitian 3 Metodologi Penelitian 3.1 Peralatan Peralatan yang digunakan dalam tahapan sintesis ligan meliputi laboratory set dengan labu leher tiga, thermolyne sebagai pemanas, dan neraca analitis untuk penimbangan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN I.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN I.1 Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN I.1 Latar Belakang Industri mempunyai pengaruh besar terhadap lingkungan, karena dalam prosesnya akan dihasilkan produk utama dan juga produk samping berupa limbah produksi, baik limbah

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Penggunaan TiO 2 sebagai fotokatalis diperkenalkan pertama kali oleh Fujishima dan Honda tahun 1972 mengenai pemecahan air menjadi oksigen dan hidrogen secara fotoelektrokimia

Lebih terperinci

LAPORAN LENGKAP PRAKTIKUM ANORGANIK PERCOBAAN 1 TOPIK : SINTESIS DAN KARAKTERISTIK NATRIUM TIOSULFAT

LAPORAN LENGKAP PRAKTIKUM ANORGANIK PERCOBAAN 1 TOPIK : SINTESIS DAN KARAKTERISTIK NATRIUM TIOSULFAT LAPORAN LENGKAP PRAKTIKUM ANORGANIK PERCOBAAN 1 TOPIK : SINTESIS DAN KARAKTERISTIK NATRIUM TIOSULFAT DI SUSUN OLEH : NAMA : IMENG NIM : ACC 109 011 KELOMPOK : 2 ( DUA ) HARI / TANGGAL : SABTU, 28 MEI 2011

Lebih terperinci

DAFTAR ISI. HALAMAN PENGESAHAN... ii. KATA PENGANTAR... iii. DAFTAR ISI...vii. DAFTAR TABEL... x. DAFTAR LAMPIRAN...xiii. 1.2 Perumusan Masalah...

DAFTAR ISI. HALAMAN PENGESAHAN... ii. KATA PENGANTAR... iii. DAFTAR ISI...vii. DAFTAR TABEL... x. DAFTAR LAMPIRAN...xiii. 1.2 Perumusan Masalah... DAFTAR ISI JUDUL... i HALAMAN PENGESAHAN... ii KATA PENGANTAR...... iii INTISARI......v ABSTRACT...... vi DAFTAR ISI......vii DAFTAR TABEL...... x DAFTAR GAMBAR...... xi DAFTAR LAMPIRAN....xiii BAB I PENDAHULUAN

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. alkohol, dan fenol alkohol (Nair et al, 2008). Fenol memiliki rumus struktur

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. alkohol, dan fenol alkohol (Nair et al, 2008). Fenol memiliki rumus struktur BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Fenol Fenol (C 6 H 6 OH) merupakan senyawa organik yang mempunyai gugus hidroksil yang terikat pada cincin benzena. Senyawa fenol memiliki beberapa nama lain seperti asam karbolik,

Lebih terperinci

BAB V HASIL DAN PEMBAHASAN

BAB V HASIL DAN PEMBAHASAN BAB V HASIL DAN PEMBAHASAN Bentonit diperoleh dari bentonit alam komersiil. Aktivasi bentonit kimia. Aktivasi secara kimia dilakukan dengan merendam bentonit dengan menggunakan larutan HCl 0,5 M yang bertujuan

Lebih terperinci

III. BAHAN DAN METODA 3.1. Tempat dan Waktu Penelitian Penelitian ini akan dilakukan di laboratorium Kimia Analitik Fakultas matematika dan Ilmu

III. BAHAN DAN METODA 3.1. Tempat dan Waktu Penelitian Penelitian ini akan dilakukan di laboratorium Kimia Analitik Fakultas matematika dan Ilmu III. BAHAN DAN METODA 3.1. Tempat dan Waktu Penelitian Penelitian ini akan dilakukan di laboratorium Kimia Analitik Fakultas matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam Universitas Riau selama kurang lebih 5

Lebih terperinci

BAB III METODE PENELITIAN. Kegiatan penelitian ini dilaksanakan selama 6 bulan, dimulai dari bulan

BAB III METODE PENELITIAN. Kegiatan penelitian ini dilaksanakan selama 6 bulan, dimulai dari bulan 25 BAB III METODE PENELITIAN 3.1 Tempat dan Waktu Penelitian Kegiatan penelitian ini dilaksanakan selama 6 bulan, dimulai dari bulan Januari 2011. Penelitian dilakukan di Laboratorium Fisika Material jurusan

Lebih terperinci

HASIL DAN PEMBAHASAN Hasil analisis proses preparasi, aktivasi dan modifikasi terhadap zeolit

HASIL DAN PEMBAHASAN Hasil analisis proses preparasi, aktivasi dan modifikasi terhadap zeolit HASIL DAN PEMBAHASAN Hasil analisis proses preparasi, aktivasi dan modifikasi terhadap zeolit Penelitian ini menggunakan zeolit alam yang berasal dari Lampung dan Cikalong, Jawa Barat. Zeolit alam Lampung

Lebih terperinci

LAMPIRAN 1 Pola Difraksi Sinar-X Pasir Vulkanik Merapi Sebelum Aktivasi

LAMPIRAN 1 Pola Difraksi Sinar-X Pasir Vulkanik Merapi Sebelum Aktivasi LAMPIRAN 1 Pola Difraksi Sinar-X Pasir Vulkanik Merapi Sebelum Aktivasi 35 LAMPIRAN 2 Pola Difraksi Sinar-X Pasir Vulkanik Merapi Sesudah Aktivas 36 LAMPIRAN 3 Data XRD Pasir Vulkanik Merapi a. Pasir Vulkanik

Lebih terperinci

BAB III METODE PENELITIAN. Anorganik, Departemen Kimia, Fakultas Sains dan Teknologi, Universitas

BAB III METODE PENELITIAN. Anorganik, Departemen Kimia, Fakultas Sains dan Teknologi, Universitas BAB III METODE PENELITIAN 3.1 Tempat dan Waktu Pelaksanaan Penelitian ini dilaksanakan di Laboratorium Kimia Fisik dan Kimia Anorganik, Departemen Kimia, Fakultas Sains dan Teknologi, Universitas Airlangga,

Lebih terperinci

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN. membentuk konsistensi setengah padat dan nyaman digunakan saat

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN. membentuk konsistensi setengah padat dan nyaman digunakan saat BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN A. HASIL 1. Evaluasi Krim Hasil evaluasi krim diperoleh sifat krim yang lembut, mudah menyebar, membentuk konsistensi setengah padat dan nyaman digunakan saat dioleskan pada

Lebih terperinci

Logo SEMINAR TUGAS AKHIR. Henni Eka Wulandari Pembimbing : Drs. Gontjang Prajitno, M.Si

Logo SEMINAR TUGAS AKHIR. Henni Eka Wulandari Pembimbing : Drs. Gontjang Prajitno, M.Si SEMINAR TUGAS AKHIR Add Your Company Slogan STUDI AWAL FABRIKASI DAN KARAKTERISASI DYE SENSITIZED SOLAR CELL (DSSC) MENGGUNAKAN EKSTRAKSI BUNGA SEPATU SEBAGAI DYE SENSITIZERS DENGAN VARIASI LAMA ABSORPSI

Lebih terperinci

BAB III BAB III METODE PENELITIAN. Penelitian dilaksanakan pada bulan Februari sampai dengan September

BAB III BAB III METODE PENELITIAN. Penelitian dilaksanakan pada bulan Februari sampai dengan September BAB III BAB III METODE PENELITIAN 3.1 Waktu dan Tempat Penelitian Penelitian dilaksanakan pada bulan Februari sampai dengan September tahun 2011 di Laboratorium Riset kimia makanan dan material, untuk

Lebih terperinci

ADLN - PERPUSTAKAAN UNIVERSITAS AIRLANGGA. PEMANFAATAN SUSPENSI Ti0 2 SEBAGAI FOTOKAT ALIS DEGRADASI FENOL DENGAN V ARIAS} KONSENTRASI FENOL DAN ph

ADLN - PERPUSTAKAAN UNIVERSITAS AIRLANGGA. PEMANFAATAN SUSPENSI Ti0 2 SEBAGAI FOTOKAT ALIS DEGRADASI FENOL DENGAN V ARIAS} KONSENTRASI FENOL DAN ph PEMANFAATAN SUSPENSI Ti0 2 SEBAGAI FOTOKAT ALIS DEGRADASI FENOL DENGAN V ARIAS} KONSENTRASI FENOL DAN ph.. LUSAERIANA JURUSAN KIMIA FAKULTASMATlMATlKADAND.MUPENGEI'AHUANALAM UNIVERSITAS AlRLANGGA SURABAYA

Lebih terperinci

TESIS. DEGRADASI ELEKTROKIMIA PEWARNA REMAZOL BLACK B MENGGUNAKAN ELEKTRODA PASTA TiO 2 /C NANOPORI

TESIS. DEGRADASI ELEKTROKIMIA PEWARNA REMAZOL BLACK B MENGGUNAKAN ELEKTRODA PASTA TiO 2 /C NANOPORI TESIS DEGRADASI ELEKTROKIMIA PEWARNA REMAZOL BLACK B MENGGUNAKAN ELEKTRODA PASTA TiO 2 /C NANOPORI MARIA ROCHATI NIM. 081324253008 PROGRAM STUDI MAGISTER KIMIA FAKULTAS SAINS DAN TEKNOLOGI UNIVERSITAS

Lebih terperinci

PEMANFAATAN SERAT DAUN NANAS (ANANAS COSMOSUS) SEBAGAI ADSORBEN ZAT WARNA TEKSTIL RHODAMIN B

PEMANFAATAN SERAT DAUN NANAS (ANANAS COSMOSUS) SEBAGAI ADSORBEN ZAT WARNA TEKSTIL RHODAMIN B SEMINAR NASIONAL KIMIA DAN PENDIDIKAN KIMIA V Kontribusi Kimia dan Pendidikan Kimia dalam Pembangunan Bangsa yang Berkarakter Program Studi Pendidikan Kimia Jurusan PMIPA FKIP UNS Surakarta, 6 April 13

Lebih terperinci

BAB IV METODE PENELITIAN

BAB IV METODE PENELITIAN BAB IV METODE PENELITIAN 4.1 Alat dan Bahan 4.1.1 Alat-Alat yang digunakan : 1. Seperangkat alat kaca 2. Neraca analitik, 3. Kolom kaca, 4. Furnace, 5. Kertas saring, 6. Piknometer 5 ml, 7. Refraktometer,

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. adalah dengan mengembangkan industri tekstil (Achmad, 2004). Keberadaan

BAB I PENDAHULUAN. adalah dengan mengembangkan industri tekstil (Achmad, 2004). Keberadaan BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Salah satu upaya manusia untuk meningkatkan kesejahteraan hidupnya adalah dengan mengembangkan industri tekstil (Achmad, 2004). Keberadaan industri tekstil selain menguntungkan

Lebih terperinci

KARAKTERISASI SENYAWA KOMPLEKS SENG-MORIN DAN POTENSINYA SEBAGAI PENGHAMBAT AKTIVITAS ENZIM LIPASE SKRIPSI

KARAKTERISASI SENYAWA KOMPLEKS SENG-MORIN DAN POTENSINYA SEBAGAI PENGHAMBAT AKTIVITAS ENZIM LIPASE SKRIPSI KARAKTERISASI SENYAWA KOMPLEKS SENG-MORIN DAN POTENSINYA SEBAGAI PENGHAMBAT AKTIVITAS ENZIM LIPASE SKRIPSI ISLAM ADIGUNA PROGRAM STUDI S-1 KIMIA DEPARTEMEN KIMIA FAKULTAS SAINS DAN TEKNOLOGI UNIVERSITAS

Lebih terperinci

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN. A. Ekstraksi Zat Warna Rhodamin B dalam Sampel

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN. A. Ekstraksi Zat Warna Rhodamin B dalam Sampel BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN A. Ekstraksi Zat Warna Rhodamin B dalam Sampel Zat warna sebagai bahan tambahan dalam kosmetika dekoratif berada dalam jumlah yang tidak terlalu besar. Paye dkk (2006) menyebutkan,

Lebih terperinci

Pengaruh ph Awal dan Konsentrasi Awal Larutan Metilen Biru pada Degradasi Larutan Metilen Biru menggunakan Fotokatalis TiO 2 bentonit

Pengaruh ph Awal dan Konsentrasi Awal Larutan Metilen Biru pada Degradasi Larutan Metilen Biru menggunakan Fotokatalis TiO 2 bentonit KIMIA.STUDENTJOURNAL, Vol. 2, No. 2, pp. 548-554, UNIVERSITAS BRAWIJAYA MALANG Received 3 November 2014, Accepted 3 November 2014, Published online 4 November 2014 Pengaruh ph Awal dan Konsentrasi Awal

Lebih terperinci

ADLN- PERPUSTAKAAN UNIVERSITAS AIRLANGGA BAB 1 PENDAHULUAN

ADLN- PERPUSTAKAAN UNIVERSITAS AIRLANGGA BAB 1 PENDAHULUAN BAB 1 PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Permasalahan Rhodamin B merupakan pewarna sintetis yang biasa digunakan dalam industri tekstil, kertas, kulit, plastik, cat, farmasi dan makanan yang digunakan sebagai

Lebih terperinci

BAB III METODOLOGI PENELITIAN. tahun 2011 di Laboratorium riset kimia makanan dan material untuk preparasi

BAB III METODOLOGI PENELITIAN. tahun 2011 di Laboratorium riset kimia makanan dan material untuk preparasi BAB III METODOLOGI PENELITIAN 3.1 Waktu dan Tempat Penelitiaan Penelitian dilaksanakan pada bulan Februari sampai dengan September tahun 2011 di Laboratorium riset kimia makanan dan material untuk preparasi

Lebih terperinci

Angga Fahmi Rayendra, Sri Wardhani, Rachmat Triandi Tjahjanto ABSTRACT

Angga Fahmi Rayendra, Sri Wardhani, Rachmat Triandi Tjahjanto ABSTRACT KIMIA.STUDENTJOURNAL, Vol. 2, No. 2, pp. 555-561, UNIVERSITAS BRAWIJAYA MALANG Received 4 November 2014, Accepted 4 November 2014, Published online 4 November 2014 PENGARUH KOMPOSISI TiO 2 -BENTONIT TERHADAP

Lebih terperinci

Uji fotokatalisis reduksi benzaldehida menggunakan titanium dioksida hasil sintesis

Uji fotokatalisis reduksi benzaldehida menggunakan titanium dioksida hasil sintesis Uji fotokatalisis reduksi benzaldehida menggunakan titanium dioksida hasil sintesis Diana Rakhmawaty Eddy*, Sanidya Saraswati B, Rustaman Departemen Kimia, FMIPA, Universitas Padjadjaran, Bandung *Email:

Lebih terperinci

BAB III METODE PENELITIAN

BAB III METODE PENELITIAN BAB III METODE PENELITIAN 3.1 Deskripsi Penelitian Penelitian ini dilakukan dari bulan Maret sampai Agustus 2013 di Laboratorium Riset dan Kimia Instrumen Jurusan Pendidikan Kimia Universitas Pendidikan

Lebih terperinci

3 Metodologi Penelitian

3 Metodologi Penelitian 3 Metodologi Penelitian 3.1 Alat Peralatan yang digunakan dalam tahapan sintesis ligan meliputi laboratory set dengan labu leher tiga, thermolyne sebagai pemanas, dan neraca analitis untuk penimbangan

Lebih terperinci

BAB III METODOLOGI PENELITIAN. furnace, desikator, timbangan analitik, oven, spektronik UV, cawan, alat

BAB III METODOLOGI PENELITIAN. furnace, desikator, timbangan analitik, oven, spektronik UV, cawan, alat BAB III METODOLOGI PENELITIAN 3.1. Alat-alat yang digunakan Ayakan ukuran 120 mesh, automatic sieve shaker D406, muffle furnace, desikator, timbangan analitik, oven, spektronik UV, cawan, alat titrasi

Lebih terperinci

DEGRADASI FOTOKATALITIK ZAT WARNA TEKSTIL RHODAMIN B MENGGUNAKAN ZEOLIT TERIMPREGNASI TiO 2 SKRIPSI

DEGRADASI FOTOKATALITIK ZAT WARNA TEKSTIL RHODAMIN B MENGGUNAKAN ZEOLIT TERIMPREGNASI TiO 2 SKRIPSI DEGRADASI FOTOKATALITIK ZAT WARNA TEKSTIL RHODAMIN B MENGGUNAKAN ZEOLIT TERIMPREGNASI TiO 2 SKRIPSI D Y AH AYU PUS PI TA CHANDRA D E PARTEME N KIMIA FAKULTAS S AI NS DAN TEKNOLOGI U N I VE RSIT AS AIRLANGGA

Lebih terperinci

MODIFIKASI ZEOLIT ALAM SEBAGAI KATALIS MELALUI PENGEMBANAN LOGAM TEMBAGA

MODIFIKASI ZEOLIT ALAM SEBAGAI KATALIS MELALUI PENGEMBANAN LOGAM TEMBAGA SEMINAR NASIONAL KIMIA DAN PENDIDIKAN KIMIA VIII Peningkatan Profesionalisme Pendidik dan Periset Sains Kimia di Era Program Studi Pendidikan FKIP UNS Surakarta, 14 Mei 2016 MAKALAH PENDAMPING PARALEL

Lebih terperinci

Bab IV Hasil dan Pembahasan

Bab IV Hasil dan Pembahasan Bab IV Hasil dan Pembahasan IV.I Sintesis dan Karakterisasi Zeolit Bahan baku yang digunakan pada penelitian ini adalah kaolin alam Cicalengka, Jawa Barat, Indonesia. Kaolin tersebut secara fisik berwarna

Lebih terperinci

METODA GRAVIMETRI. Imam Santosa, MT.

METODA GRAVIMETRI. Imam Santosa, MT. METODA GRAVIMETRI Imam Santosa, MT. METODA GRAVIMETRI PRINSIP : Analat direaksikan dengan suatu pereaksi sehingga terbentuk senyawa yang mengendap; endapan murni ditimbang dan dari berat endapan didapat

Lebih terperinci

BAB III METODE PENELITIAN

BAB III METODE PENELITIAN 16 BAB III METODE PENELITIAN 3.1 Kerangka Penelitian Kerangka penelitian secara umum dijelaskan dalam diagram pada Gambar 3.1 berikut ini; Latar Belakang: Sebelum air limbah domestik maupun non domestik

Lebih terperinci

HASIL DAN PEMBAHASAN. Uji Fotodegradasi Senyawa Biru Metilena

HASIL DAN PEMBAHASAN. Uji Fotodegradasi Senyawa Biru Metilena 4 koloid pada tabung tersebut dengan jarak 10 cm dari permukaan larutan. Fraksi ini ditampung dan dikoagulasikan dengan penambahan NaCl. Setelah fraksi terkoagulasi, larutan bagian atas dibuang dan endapan

Lebih terperinci

BAB 3 KIMIA TANAH. Kompetensi Dasar: Menjelaskan komponen penyusun, sifat fisika dan sifat kimia di tanah

BAB 3 KIMIA TANAH. Kompetensi Dasar: Menjelaskan komponen penyusun, sifat fisika dan sifat kimia di tanah Kimia Tanah 23 BAB 3 KIMIA TANAH Kompetensi Dasar: Menjelaskan komponen penyusun, sifat fisika dan sifat kimia di tanah A. Sifat Fisik Tanah Tanah adalah suatu benda alami heterogen yang terdiri atas komponenkomponen

Lebih terperinci

Bab IV Hasil Penelitian dan Pembahasan

Bab IV Hasil Penelitian dan Pembahasan Bab IV asil Penelitian dan Pembahasan IV.1 Isolasi Kitin dari Limbah Udang Sampel limbah udang kering diproses dalam beberapa tahap yaitu penghilangan protein, penghilangan mineral, dan deasetilasi untuk

Lebih terperinci

Bab III Metodologi Penelitian

Bab III Metodologi Penelitian Bab III Metodologi Penelitian Penelitian ini dilaksanakan di Laboratorium Penelitian Kimia Analitik, Program Studi Kimia FMIPA ITB sejak September 2007 sampai Juni 2008. III.1 Alat dan Bahan Peralatan

Lebih terperinci

III. METODE PENELITIAN

III. METODE PENELITIAN 21 III. METODE PENELITIAN 3.1 Waktu dan Tempat Penelitian Penelitian ini dilaksanakan pada bulan Agustus 2010 - Juni 2011 di Laboratorium Biofisika dan Laboratorium Fisika Lanjut, Departemen Fisika IPB.

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. kimia yang dibantu oleh cahaya dan katalis. Beberapa langkah-langkah fotokatalis

I. PENDAHULUAN. kimia yang dibantu oleh cahaya dan katalis. Beberapa langkah-langkah fotokatalis I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Telah berkembang suatu mekanisme fotokatalis yang menerapkan pemanfaatan radiasi ultraviolet dan bahan semikonduktor sebagai fotokatalis, umumnya menggunakan bahan TiO2

Lebih terperinci

Gambar 3.1 Diagram Alir Penelitian Secara Keseluruhan

Gambar 3.1 Diagram Alir Penelitian Secara Keseluruhan 25 BAB III METODE PENELITIAN 3.1 Diagram Alir Penelitian Secara umum penelitian akan dilakukan dengan pemanfaatan limbah media Bambu yang akan digunakan sebagai adsorben dengan diagram alir keseluruhan

Lebih terperinci

PELINDIAN PASIR BESI MENGGUNAKAN METODE ELEKTROLISIS

PELINDIAN PASIR BESI MENGGUNAKAN METODE ELEKTROLISIS PELINDIAN PASIR BESI MENGGUNAKAN METODE ELEKTROLISIS Rizky Prananda(1410100005) Dosen Pembimbing Dosen Penguji : Suprapto, M.Si, Ph.D : Ita Ulfin S.Si, M.Si Djoko Hartanto, S.Si, M.Si Drs. Eko Santoso,

Lebih terperinci