GAMBARAN PSIKOPATOLOGI DAN FAKTOR-FAKTOR YANG MEMENGARUHI PADA PASANGAN INFERTILITAS YANG MENJALANI FERTILISASI IN VITRO DI KLINIK YASMIN RSCM KENCANA

Ukuran: px
Mulai penontonan dengan halaman:

Download "GAMBARAN PSIKOPATOLOGI DAN FAKTOR-FAKTOR YANG MEMENGARUHI PADA PASANGAN INFERTILITAS YANG MENJALANI FERTILISASI IN VITRO DI KLINIK YASMIN RSCM KENCANA"

Transkripsi

1 UNIVERSITAS INDONESIA GAMBARAN PSIKOPATOLOGI DAN FAKTOR-FAKTOR YANG MEMENGARUHI PADA PASANGAN INFERTILITAS YANG MENJALANI FERTILISASI IN VITRO DI KLINIK YASMIN RSCM KENCANA TESIS DYANI PITRA VELYANI FAKULTAS KEDOKTERAN UNIVERSITAS INDONESIA PROGRAM PENDIDIKAN DOKTER SPESIALIS BIDANG STUDI ILMU KEDOKTERAN JIWA JAKARTA AGUSTUS 2014

2 UNIVERSITAS INDONESIA GAMBARAN PSIKOPATOLOGI DAN FAKTOR-FAKTOR YANG MEMENGARUHI PADA PASANGAN INFERTILITAS YANG MENJALANI FERTILISASI IN VITRO DI KLINIK YASMIN RSCM KENCANA TESIS Diajukan sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar DOKTER SPESIALIS ILMU KEDOKTERAN JIWA DYANI PITRA VELYANI FAKULTAS KEDOKTERAN UNIVERSITAS INDONESIA PROGRAM PENDIDIKAN DOKTER SPESIALIS BIDANG STUDI ILMU KEDOKTERAN JIWA JAKARTA AGUSTUS 2014

3 HALAMAN PERNYATAAN ORISINALITAS Tesis ini adalah hasil karya saya sendiri, dan semua sumber baik yang dikutip maupun dirujuk telah saya nyatakan dengan benar. Nama : Dyani Pitra Velyani NPM : Tanda Tangan :... Tanggal : 26 Agustus 2014 ii

4 HALAMAN PENGESAHAN Tesis ini diajukan oleh : Nama : Dyani Pitra Velyani NPM : Program Studi : Ilmu Kedokteran Jiwa Judul Tesis : Gambaran Psikopatologi dan Faktor-faktor yang Memengaruhi pada Pasangan Infertilitas yang Menjalani Fertilisasi in Vitro di Klinik Yasmin RSCM Kencana Telah berhasil dipertahankan di hadapan Dewan Penguji dan diterima sebagai bagian persyaratan yang diperlukan untuk memperoleh gelar Dokter Spesialis pada Program Studi Ilmu Kedokteran Jiwa, Fakultas Kedokteran, Universitas Indonesia. DEWAN PENGUJI Pembimbing I : dr. Charles Evert Damping SpKJ(K) (...) Pembimbing II : dr. Andon Hestiantoro, SpOG(K) (...) Pembimbing Akademi : dr. Feranindhya Agiananda, SpKJ (...) Penguji : dr. Sylvia Detri Elvira, SpKJ(K) (...) Penguji : dr. Charles Evert Damping, SpKJ(K) (...) Penguji : dr. Feranindhya Agiananda, SpKJ Ditetapkan di : Jakarta Tanggal : 24 Juni 2014 (...) iii

5 KATA PENGANTAR Puji dan syukur saya panjatkan pada Allah SWT atas segala berkah dan karunianya yang membuat saya dapat menyelesaikan tesis ini sebagai salah satu syarat untuk menyelesaikan pendidikan di program studi Ilmu Kedokteran Jiwa, Fakultas Kedokteran. Saya menghaturkan terima kasih kepada dr. Charles Evert Damping SpKJ(K) selaku pembimbing penelitian saya yang telah sabar memberikan bimbingan dan dukungannya sejak masa-masa kebingungan dalam pemilihan topik penelitian hingga akhirnya penelitian ini dapat selesai. Terima kasih kepada dr. Sylvia Detri Elvira SpKJ(K) sebagai penguji sekaligus narasumber penelitian yang juga sangat membantu hingga penelitian ini dapat terlaksana. Terima kasih juga saya sampaikan pada dr. Feranindhya Agiananda SpKJ selaku pembimbing akademik yang telah merelakan banyak waktunya untuk terlibat langsung dalam penelitian ini, meredakan kekalutan saya dan selalu memberikan semangat. Terima kasih kepada dr. Andon Hestiantoro, SpOG(K) selaku Kepala Klinik Yasmin RSCM Kencana yang juga merupakan pembimbing penelitian dari Departemen Obstetri dan Ginekologi yang memungkinkan terlaksananya penelitian ini. Saya juga mengucapkan terima kasih kepada dr. A.A.A.A Kusumawardhani selaku Kepala Departemen Psikiatri Fakultas Kedokteran dan kepada dr.natalia Widiasih SpKJ(K) MPdKed selaku ketua program studi Ilmu Kedokteran Jiwa Fakultas Kedokteran yang senantiasa memberikan dukungan. Penelitian ini melibatkan banyak pihak. Saya mengucapkan terima kasih kepada teman-teman PPDS dr. Adhika Anindita, dr. Deasyanti, dr. Mutiara, dr. Imelda Gracia, dr. Alvina, dr. Elvina, dr. Endang Legiarti, dr. Olga Leodirista, dr. Ryan Aditya, teman-teman di Klinik Yasmin RSCM Kencana mbak Tetya, mbak Widhi, Mbak Sammy serta kakak-kakak perawat yang tidak bisa saya sebutkan satu persatu, juga dokter-dokter di Klinik Yasmin Kencana yang telah berperan besar hingga terlaksananya penelitian ini, serta banyak pihak lain yang telah memberikan dukungannya. Tak lupa terima kasih tak terhingga pada ibu, ayah, suami dan anak tercinta atas limpahan kasih sayang, doa serta dukungan yang tak berkesudahan. Saya menyadari bahwa penelitian ini jauh dari sempurna, namun saya berharap hasil penelitian ini dapat memberikan kontribusi pada kemajuan ilmu pengetahuan Jakarta, Agustus 2014 Penulis iv

6 HALAMAN PERNYATAAN PERSETUJUAN PUBLIKASI TUGAS AKHIR UNTUK KEPENTINGAN AKADEMIS Sebagai sivitas akademik, saya yang bertanda tangan di bawah ini: Nama : Dyani Pitra Velyani NPM : Program Studi : Dokter Spesialis Ilmu Kedokteran Jiwa Departemen : Psikiatri Fakultas : Kedokteran Jenis karya : Tesis demi pengembangan ilmu pengetahuan, menyetujui untuk memberikan kepada Hak Bebas Royalti Noneksklusif (Non-exclusive Royalty- Free Right) atas karya ilmiah saya yang berjudul : Gambaran Psikopatologi dan Faktor-faktor yang Memengaruhi pada Pasangan Infertilitas yang Menjalani Fertilisasi in Vitro di Klinik Yasmin RSCM Kencana beserta perangkat yang ada (jika diperlukan). Dengan Hak Bebas Royalti Noneksklusif ini berhak menyimpan, mengalihmedia/formatkan, mengelola dalam bentuk pangkalan data (database), merawat, dan memublikasikan tugas akhir saya selama tetap mencantumkan nama saya sebagai penulis/pencipta dan sebagai pemilik Hak Cipta. Demikian pernyataan ini saya buat dengan sebenarnya. Dibuat di : Jakarta Pada tanggal : 26 Agustus 2014 Yang menyatakan Dyani Pitra Velyani v

7 ABSTRAK Nama : Dyani Pitra Velyani Program Studi : Ilmu Kedokteran Jiwa Judul : Gambaran Psikopatologi dan Faktor-faktor yang Memengaruhi pada Pasangan Infertilitas yang Menjalani Fertilisasi in Vitro di Klinik Yasmin RSCM Kencana Fertilisasi invitro (FIV), atau yang biasa dikenal oleh masyarakat awam sebagai program bayi tabung, adalah metode Assisted Reproductive Therapy (ART) yang dilakukan saat metode lain untuk mengatasi masalah infertilitas telah mengalami kegagalan (end of the line treatment). Terapi ini menghabiskan banyak waktu, biaya, tenaga, serta digambarkan sebagai emotional roller-coaster bagi pasangan yang menjalaninya. Penelitian ini merupakan studi kuantitatif dan kualitatif untuk mengetahui fenomena psikologis yang terjadi pada pasangan suami istri dengan masalah infertilitas yang menjalani program FIV di Klinik Yasmin RSCM Kencana dan mengetahui bagaimana pasangan suami istri memaknai masalah infertilitas dan terapi FIV yang mereka jalani. Hasil penelitian menunjukkan bahwa gejala kecemasan merupakan gambaran yang paling banyak ditemukan. Pada uji statistik tidak didapatkan hubungan yang bermakna antara faktor demografi yaitu suku dan agama, durasi infertilitas, riwayat terapi FIV sebelumnya serta tahapan FIV yang sedang dijalani dengan adanya psikopatologi. Hal ini kemungkinan besar berhubungan dengan kesiapan mental pasangan sebelum menjalani terapi FIV, penerimaan pasangan terhadap kondisi infertilitasnya, serta religious coping positif yang dilakukan oleh pasangan dalam memaknai hasil dari terapi yang mereka jalani. Kata Kunci: fertilisasi in vitro; fenomena psikologis; infertilitas; psikopatologi vi

8 ABSTRACT Name Program Title : Dyani Pitra Velyani : Psychiatry : Psychopathological Profile and Its Influencing Factors in Infertility Couples Undergoing In vitro Fertilization (IVF) inyasmin Clinic, Kencana Cipto Mangunkusumo Hospital In vitro fertilization (IVF), is a method of therapy which was done after other methods to overcome infertility problems had failed (end of the line treatment). This therapy is time-, cost-, energy-consuming, and also described as an emotional roller-coster for the couples. This research is a quantitative and qualitative study to discover psychological phenomenon that occurs in couples with infertility problems who underwent the program in Yasmin Clinic at RSCM Kencana and to explore how the couples experience this problem and IVF therapy. The results showed that anxiety are the most common symptoms. The statistical test found no significant association between demographic factors (race and religion), duration of infertility, history of previous treatment and the stages of IVF in relation with the presence of psychopathology. This is most likely related to the mental preparation of couples before undergoing IVF, partner acceptance of the condition of infertility, and positive religious coping were performed by couples in defining the outcome of their treatment. Keywords: in vitro fertilization; infertility; psychological phenomenon; psychopathology vii

9 DAFTAR ISI HALAMAN JUDUL... i HALAMAN PERNYATAAN ORISINALITAS... ii HALAMAN PENGESAHAN... iii KATA PENGANTAR... iv HALAMAN PERNYATAAN PERSETUJUAN PUBLIKASI KARYA ILMIAH UNTUK KEPENTINGAN AKADEMIS... v ABSTRAK... vi ABSTRACT... vii DAFTAR ISI... viii DAFTAR TABEL... xi DAFTAR LAMPIRAN... xii 1. PENDAHULUAN Latar Belakang Rumusan Masalah Hipotesis Tujuan Penelitian Manfaat Penelitian TINJAUAN PUSTAKA Infertilitas Aspek Psikologis Infertilitas Infertilitas dan Perempuan Infertilitas dan Laki-laki Perbedaan Mekanisme Koping Perempuan dan Laki-laki dalam Menghadapi Infertilitas Aspek Psikologis Terapi Fertilisasi in Vitro (FIV) Self Rating Questionnaire Kerangka Teori Kerangka Konsep METODOLOGI PENELITIAN Desain Penelitian Tempat dan Waktu Penelitian Populasi dan Sampel Penelitian Kriteria Inklusi dan Ekskusi Besar Sampel dan Cara Pengambilan Sampel Izin Subjek Penelitian dan Masalah Etika Metode Pengumpulan Data Instrumen Penelitian Cara Kerja Kerangka Kerja Manajemen dan Analisis Data Definisi Operasional Jadwal Penelitian Anggaran Organisasi Penelitian viii

10 4. HASIL PENELITIAN Data Hasil Penelitian Karakteristik Subjek Penelitian Data Kondisi Klinis Infertilitas Data Kondisi Psikopatologi berdasar Skor SRQ Hubungan Karakteristik Subyek Penelitian dengan Adanya Psikopatologi Gambaran Psikopatologi pada Suami yang Menjalani Program FIV di Klinik Yasmin RSCM Kencana Gambaran Psikopatologi pada Istri yang Menjalani Program FIV di Klinik Yasmin RSCM Kencana Hubungan antara Suku dengan Psikopatologi pada Suami Hubungan antara Suku dengan Psikopatologi pada Istri Hubungan antara Agama dengan Psikopatologi pada Suami Hubungan antara Agama dengan Psikopatologi pada Istri Hubungan antara Lama Menikah dengan Psikopatologi pada Suami Hubungan antara Lama Menikah dengan Psikopatologi pada Istri Hubungan antara Fase FIV dengan Psikopatologi pada Suami Hubungan antara Fase FIV dengan Psikopatologi pada Istri Hubungan antara Jumlah Siklus FIV dengan Psikopatologi pada Suami Hubungan antara Jumlah Siklus FIV dengan Psikopatologi pada Istri Pemaknaan Pasangan Suami Istri terhadap Infertilitas dan Terapi FIV yang Mereka Jalani di Klinik Yasmin RSCM Kencana Riwayat Perjalanan Terapi Makna Memiliki Anak Makna Infertilitas Komunikasi Pasanngan dalam Menghadapi Masalah Infertilitas dan dalam Menjalani Terapi FIV Dukungan Pasangan dalam Menghadapi Masalah Infertilitas dan Dalam Menjalani Terapi Pengaruh Masalah Infertilitas dan Terapi FIV terhadap Kualitas Hubungan Seksual Cara Mengatasi Perasaan Negatif terkait Infertilitas Tuntutan dari Keluarga maupun Lingkungan yang Dirasakan oleh Pasangan dengan Infertilitas Dukungan dari Keluarga terhadap Pasangan dalam Menghadapi Masalah Infertilitas dan Terapi FIV Dukungan dari Lingkungan terhadap Pasangan dalam Menghadapi Masalah Infertilitas Persiapan dalam Menjalani Terapi FIV Kerahasiaan dan Stigma tentang FIV Dampak yang Dirasakan terkait Terapi FIV Pandangan terhadap Keberhasilan dan Ketidakberhasilan Terapi Kecemasan Saat Terjadi Kehamilan ix

11 Hal-hal yang Dipertimbangkan untuk Kembali Menjalani Terapi FIV Kebutuhan akan Pendampingan dan Akses Pelayanan Pengaruh Kultur terhadap Penyampaian Kebutuhan PEMBAHASAN SIMPULAN DAN SARAN Simpulan Saran DAFTAR PUSTAKA x

12 DAFTAR TABEL Tabel 1. Karakteristik Subjek Penelitian berdasarkan Umur, Tingkat Pendidikan, Pekerjaan, Agama, dan Suku Bangsa Tabel 2. Distribusi Frekuensi Durasi Infertilitas, Jenis Infertilitas, Jumlah Siklus FIV Sebelumnya serta Tahapan FIV Saat Ini Tabel 3. Data Kondisi Psikopatologi berdasar Skor SRQ Tabel 4. Distribusi Psikopatologi Suami yang Menjalani Program FIV di Klinik Yasmin RSCM Kencana Tabel 5. Distribusi Psikopatologi pada Istri yang Menjalani Program FIV di Klinik Yasmin RSCM Kencana Tabel 6. Hubungan antara Suku dengan Psikopatologi pada Suami yang Menjalani Program FIV di Klinik Yasmin RSCM Kencana Tabel 7. Hubungan antara Suku dengan Psikopatologi pada Istri yang Menjalani Program FIV di Klinik Yasmin RSCM Kencana Tabel 8. Hubungan antara Agama dengan Psikopatologi pada Suami yang Menjalani Program FIV di Klinik Yasmin RSCM Kencana Tabel 9. Hubungan antara Agama dengan Psikopatologi pada Istri yang Menjalani Program FIV di Klinik Yasmin RSCM Kencana Tabel 10. Hubungan antara Lama Menikah dengan Psikopatologi pada Suami yang Menjalani Program FIV di Klinik Yasmin RSCM Kencana Tabel 11. Hubungan antara Lama Menikah dengan Psikopatologi pada Istri yang Menjalani Program FIV di Klinik Yasmin RSCM Kencana Tabel 12. Hubungan antara Fase FIV dengan Psikopatologi pada Suami yang Menjalani Program FIV di Klinik Yasmin RSCM Kencana Tabel 13. Hubungan antara Fase FIV dengan Psikopatologi pada Istri yang Menjalani Program FIV di Klinik Yasmin RSCM Kencana Tabel 14. Hubungan antara Jumlah Siklus FIV dengan Psikopatologi pada Suami yang Menjalani Program FIV di Klinik Yasmin RSCM Kencana Tabel 15. Hubungan antara Jumlah Siklus FIV dengan Psikopatologi pada Istri yang Menjalani Program FIV di Klinik Yasmin RSCM Kencana xi

13 DAFTAR LAMPIRAN Lampiran 1. Keterangan Lolos Kaji Etik Lampiran 2. Lembar Informasi Penelitian Lampiran 3. Formulasi Persetujuan Mengikuti Penelitian Lampiran 4. Kuesioner Biodata Lampiran 5. Self Rating Questionnaire (SRQ) Lampiran 6. Pedoman Wawancara Lampiran 7. Pengolahan Data Statistik Lampiran 8. Matrikulasi Wawancara xii

14 BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Manusia sebagai makhluk hidup memiliki naluri untuk berpasangan dan meneruskan keberlangsungan spesiesnya. Sebagai makhluk yang tertinggi, memiliki keturunan juga melingkupi berbagai tujuan lainnya seperti untuk menunjukkan identitas seksual, kompetensi, maturitas sosial, mempertahankan pernikahan, serta mendapatkan penghargaan di mata sosial. Keinginan untuk memiliki keturunan ini sama besar baik pada perempuan maupun laki-laki, namun, definisi peran perempuan yang lebih besar dalam keluarga dibandingkan perannya dalam pekerjaan serta penghayatan yang lebih intim terhadap kehamilan menjadikan keinginan untuk memiliki anak ini sebagai pencapaian yang lebih penting, kalau tidak dapat dikatakan utama, dan aspirasi gender dari seorang perempuan. 1,2,3 Fertilitas manusia dikatakan paling rendah bila dibandingkan dengan berbagai spesies lainnya. Pada setiap siklus menstruasi, hanya terdapat 30% kemungkinan terjadinya kehamilan pada manusia. Pada pasangan yang melakukan hubungan seksual secara regular tanpa pengaman, maka terdapat kemungkinan sebesar 85% untuk terjadi kehamilan dalam satu tahun. Diperkirakan 5 sampai 10% pasangan memerlukan waktu satu hingga dua tahun untuk mendapatkan kehamilan. 4,5 Infertilitas didefinisikan sebagai kondisi saat tidak terjadi kehamilan setelah pasangan melakukan hubungan seksual secara rutin tanpa alat ataupun teknik pencegah kehamilan. Prevalensi terjadinya infertilitas di negara yang lebih maju adalah 3,5 hingga 16,7%, sedangkan prevalensi di negara yang kurang maju berada dalam rentang 6,9 hingga 9,3%, dengan prevalensi median 9%. Hanya kurang lebih separuh dari pasangan yang mengalami infertilitas yang mencari pertolongan, dan hanya kurang lebih 22,4% yang sungguh-sungguh mendapatkan penanganan. 6 Kondisi infertilitas sendiri memengaruhi individu dan juga pasangan. Sebanyak 71% perempuan melaporkan bahwa kondisi infertilitas 1

15 2 memengaruhi kehidupan pernikahannya. Sebagai individu, seorang perempuan mengatakan bahwa infertilitas memengaruhi perasaannya terhadap identitas, status, perasaan defektif dan inkompeten. 7 Sebuah studi yang dilakukan oleh Chachamovich dkk mendapatkan adanya gambaran depresi dan ansietas yang sedikit berada di bawah garis ambang pada kelompok laki-laki yang menghadapi masalah infertilitas. 8 Beberapa penelitian mendapatkan bahwa perempuan menunjukkan gambaran morbibiditas psikiatri yang lebih besar dibandingkan pasangan lakilakinya dalam menghadapi masalah infertilitas. Pada studi perbandingan morbiditas psikiatri yang dilaporkan Guerra dkk, didapatkan morbiditas psikiatri pada 61,1% perempuan dan 21% laki-laki. Hal ini dikaitkan dengan berbagai faktor diantaranya ambang stresor perempuan yang lebih rendah, keseimbangan hormonal, pandangan sosiokultural dan stigma infertilitas pada perempuan, serta intervensi medis yang lebih invasif pada perempuan. Pada sebuah studi yang dilakukan oleh Purnamawati NWA di RSCM pada pasangan dengan infertilitas, didapatkan bahwa gambaran proporsi depresi yang lebih besar pada istri yaitu 43,5% dibandingkan pada suami yaitu sebesar 15,2%. 5,9 Laki-laki menghadapi masalah infertilitas dengan cara yang berbeda dengan perempuan. Walaupun banyak studi yang mendapatkan bahwa laki-laki lebih sedikit terpengaruh dengan masalah infertilitas yang ia hadapi, hal ini harus diinterpretasikan sebagai perbedaan gender dalam menghadapi stres, distres emosional dan kedukaan yang berbeda antara laki-laki dan perempuan. Sesuai norma sosial tentang maskulinitas, laki-laki cenderung untuk menekan emosinya dan akan menunjukkan sikap tabah dan mengambil peran dalam menguatkan pasangan yang bersedih dalam masalah infertilitas. Laki-laki juga cenderung menutup diri mengenai masalah infertilitas yang ia hadapi. Hal ini dihubungkan dengan stigma yang melekat pada infertilitas laki-laki. Infertilitas pada laki-laki lebih banyak dihubungkan dengan disfungsi seksual, dan hasil pemeriksaan berupa rendahnya jumlah sperma akan menyinggung maskulinitas stereotipik laki-laki. 8,10 Pasangan yang mengalami infertilitas akan mencoba mencari berbagai jalan keluar untuk mendapatkan keturunan. Berbagai pemeriksaan akan dijalani oleh

16 3 pasangan untuk mengetahui penyebab dari infertilitas. Dan tidak jarang, penyebab infetilitas tersebut tetap tidak dapat mereka ketahui karena pada 25-30% kasus, penyebab infertilitas tidak diketahui. Terapi yang dapat dilakukan pada perempuan maupun pada laki-laki adalah berupa terapi hormonal, obat, ataupun pembedahan. Apabila metode-metode tersebut tidak juga berhasil, maka assisted reproductive technology (ART) menjadi pilihan. 3,6,11 Fertilisasi invitro (FIV), atau yang biasa dikenal oleh masyarakat awam sebagai program bayi tabung, adalah metode ART yang dilakukan saat metode lain seperti inseminasi telah mengalami kegagalan. Metode ini mulai dikembangkan pada manusia sejak tahun 1950an dan hingga saat ini telah dilakukan kurang lebih satu juta siklus FIV pertahun dengan angka kesuksesan 20 hingga 30%, dan belakangan meningkat hingga 48%. Sampai dengan tahun 2008 telah dilahirkan tiga juta anak dari kehamilan dengan metode FIV ini. Program ini memerlukan waktu yang panjang, biaya yang tidak sedikit, dan angka kesuksesannya pun relatif kecil sehingga membutuhkan kesiapan baik materi maupun non materi dari pasangan. Selain membutuhkan kesiapan materi maupun non materi mereka juga mengalami tekanan fisik maupun emosional, baik pada perempuan, maupun pasangannya. 12 Pasangan juga menghadapi pandangan masyarakat dan agama yang tidak seragam mengenai program bayi tabung. Gereja Katolik secara tegas menyatakan ketidaksetujuannya terhadap terapi FIV karena menganggap prosedur ini mencampuri tangan Tuhan dengan mengatur terjadinya ovulasi, pertemuan sel telur dan sperma di luar rahim, manipulasi konsepsi embrio, serta penyimpanan beku yang dilakukan. Islam melalui fatwa para ulama membolehkan teknik FIV ini selama dilakukan dengan menggunakan sel telur dan sperma dari pasangan suami istri yang terikat dalam pernikahan Islam. Yahudi membolehkan FIV dengan pemahaman bahwa bahkan teknologi pun merupakan perpanjangan dari tangan Tuhan. Pandangan yang berbeda-beda ini membuat pasangan seringkali melakukan terapi secara sembunyi-sembunyi untuk menghindari penilaian orang lain yang akan memengaruhi mereka. 13 FIV terdiri dari lima tahapan yaitu: produksi sel telur, pengambilan sel telur, inseminasi atau injeksi sperma intrasitoplasmik, transfer embrio serta suplementasi fase luteal. Tiap fase merupakan stresor tersendiri bagi pasangan.

17 4 Perempuan biasanya merasa khawatir dengan intervensi invasif yang mereka jalani dan juga merasa tidak nyaman dengan efek yang ditimbulkan oleh terapi hormonal yang mereka dapatkan, sementara laki-laki banyak menyatakan kekhawatiran tentang rangkaian prosedur yang dijalani oleh pasangan mereka. Banyak pasangan melaporkan bahwa stresor terbesar bagi mereka adalah saat mereka akan mendapatkan apakah program tersebut berhasil membuat mereka mendapatkan kehamilan. Saat kehamilan telah terjadi pun, kecemasan terhadap kehamilan cenderung lebih tinggi daripada kehamilan yang terjadi secara alami. 12 Sesuai dengan apa yang telah dipaparkan di atas, dianggap perlu dilakukan penelitian mengenai gambaran psikopatologi pada pasangan suami istri yang menjalani terapi FIV, faktor-faktor apa saja yang memengaruhinya, bagaimana pasangan memaknai infertilitas, hal-hal apa saja yang membawa pasangan dalam mempertimbangkan dan memutuskan untuk menjalani terapi FIV, serta apa saja yang mendukung dalam menghadapi stresor atau memperberat stresor pada pasangan tersebut. Dengan mengetahui hal tersebut diharapkan peranan psikiater akan menjadi lebih optimal dalam penatalaksanaan komprehensif dalam terapi FIV. 1.2 Rumusan Masalah Dari uraian tersebut di atas dapat dirumuskan pertanyaan penelitian sebagai berikut: 1. Bagaimana gambaran psikopatologi pada pasangan suami istri yang menjalani terapi FIV? 2. Faktor-faktor apa sajakah yang berhubungan dengan munculnya psikopatologi? 3. Bagaimana pasangan memaknai masalah infertilitas yang mereka alami dan terapi FIV yang mereka jalani? 4. Hal-hal apa saja yang mendukung dan memberatkan pasangan dalam menghadapi stresor berkaitan dengan infertilitas dan terapi FIV yang mereka jalani?

18 5 1.3 Hipotesis - Terdapat hubungan antara faktor demografi yaitu suku dan agama dengan munculnya psikopatologi pada pasangan suami istri yang menjalani terapi FIV - Terdapat hubungan antara durasi infertilitas, jumlah siklus FIV yang telah dijalani, serta fase terapi yang dijalani dengan munculnya psikopatologi pada pasangan suami istri yang menjalani terapi FIV - Terdapat hubungan antara faktor psikososial yaitu tuntutan keluarga, dukungan emosional, dan komunikasi dengan pasangan dengan munculnya psikopatologi pada pasangan suami istri yang menjalani terapi FIV 1.4 Tujuan Penelitian Tujuan Umum Untuk mengetahui fenomena psikologis yang terjadi pada pasangan suami istri dengan masalah infertilitas yang menjalani program FIV dan mengetahui bagaimana pasangan suami istri memaknai masalah infertilitas dan terapi FIV yang mereka jalani Tujuan Khusus 1. Untuk mengetahui gambaran psikopatologi pada suami yang menjalani program FIV di Klinik Yasmin RSCM Kencana. 2. Untuk mengetahui gambaran psikopatologi pada istri yang menjalani program FIV di Klinik Yasmin RSCM Kencana. 3. Untuk mengetahui hubungan antara suku dengan munculnya psikopatologi pada suami yang menjalani terapi FIV di Klinik Yasmin RSCM Kencana. 4. Untuk mengetahui hubungan antara suku dengan munculnya psikopatologi pada istriyang menjalani terapi FIV di Klinik Yasmin RSCM Kencana.

19 6 5. Untuk mengetahui hubungan antara agama dengan munculnya psikopatologi pada suami yang menjalani terapi FIV di Klinik Yasmin RSCM Kencana. 6. Untuk mengetahui hubungan antara agama dengan munculnya psikopatologi pada istri yang menjalani terapi FIV di Klinik Yasmin RSCM Kencana. 7. Untuk mengetahui hubungan antara durasi infertilitas dengan munculnya psikopatologi pada suami yang menjalani terapi FIVdi Klinik Yasmin RSCM Kencana. 8. Untuk mengetahui hubungan antara durasi infertilitas dengan munculnya psikopatologi pada istri yang menjalani terapi FIV di Klinik Yasmin RSCM Kencana. 9. Untuk mengetahui hubungan antara jumlah siklus FIV yang telah dijalani dengan munculnya psikopatologi pada suami yang menjalani terapi FIV di Klinik Yasmin RSCM Kencana. 10. Untuk mengetahui hubungan antara jumlah siklus FIV yang telah dijalani dengan munculnya psikopatologi pada istri yang menjalani terapi FIV di Klinik Yasmin RSCM Kencana. 11. Untuk mengetahui hubungan antara fase FIV yang dijalani dengan munculnya psikopatologi pada suami yang menjalani terapi FIV di Klinik Yasmin RSCM Kencana. 12. Untuk mengetahui hubungan antara fase FIV yang dijalani dengan munculnya psikopatologi pada istri yang menjalani terapi FIV di Klinik Yasmin RSCM Kencana. 13. Untuk mengetahui hubungan antara tuntutan keluarga dengan munculnya psikopatologi pada suami yang menjalani terapi FIV di Klinik Yasmin RSCM Kencana. 14. Untuk mengetahui hubungan antara tuntutan keluarga dengan munculnya psikopatologi pada istri yang menjalani terapi FIV di Klinik Yasmin RSCM Kencana.

20 7 15. Untuk mengetahui hubungan antara dukungan emosional dengan munculnya psikopatologi pada suami yang menjalani terapi FIV di Klinik Yasmin RSCM Kencana. 16. Untuk mengetahui hubungan antara dukungan emosional dengan munculnya psikopatologi pada istri yang menjalani terapi FIV di Klinik Yasmin RSCM Kencana. 17. Untuk mengetahui hubungan antara komunikasi dengan pasangan dengan munculnya psikopatologi pada suami yang menjalani terapi FIV di Klinik Yasmin RSCM Kencana. 18. Untuk mengetahui hubungan antara komunikasi dengan pasangan dengan munculnya psikopatologi pada istri yang menjalani terapi FIV di Klinik Yasmin RSCM Kencana. 19. Untuk mengetahui bagaimana suami memaknai masalah infertilitas dan terapi FIV yang mereka jalani. 20. Untuk mengetahui bagaimana istri memaknai masalah infertilitas dan terapi FIV yang mereka jalani. 21. Untuk mengetahui hal-hal yang mendukung dan memberatkan suami dalam menghadapi stresor berkaitan dengan infertilitas dan terapi FIV yang mereka jalani. 22. Untuk mengetahui hal-hal yang mendukung dan memberatkan istri dalam menghadapi stresor berkaitan dengan infertilitas dan terapi FIV yang mereka jalani. 1.5 Manfaat Penelitian Di Bidang Pendidikan Penelitian ini merupakan sarana dalam proses pendidikan. Hasil penelitian diharapkan dapat menjadi tambahan pengetahuan dalam bidang psikiatri khususnya bidang consultation liaison psychiatry dan bidang obstetri ginekologi khususnya bidang infertilitas dan fertilisasi in vitro.

21 Di Bidang Pengembangan Data yang didapat pada penelitian ini dapat digunakan untuk penelitian lebih lanjut di bidang consultation liaison psychiatry dan bidang terapi infertilitas Di Bidang Pelayanan Masyarakat Dengan mengetahui gambaran psikopatologi pada pasangan suami istri yang menjalani program FIV serta mengetahui faktor risiko dan faktor pendukungnya, diharapkan intervensi psikologis yang lebih terarah dan tepat kebutuhan pada pasien FIV dapat dilakukan. Dengan mengetahui gambaran psikopatologi pada pasangan suami istri yang menjalani program FIV dapat dilakukan tatalaksana komprehensif dengan peran optimal consultation liaison psychiatry antara Departemen Psikiatri dan Departemen Obstetri Ginekologi pada pasien yang menjalani terapi FIV di Klinik Yasmin RSCM Kencana.

22 BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Infertilitas Infertilitas adalah suatu kondisi saat sistem reproduksi tidak memungkinkan terjadinya konsepsi atau kehamilan setelah terjadi hubungan seksual secara regular tanpa alat atau teknik pencegah kehamilan selama minimal satu tahun. Kondisi ini diperkirakan terjadi pada kurang lebih 6,1 juta orang di Amerika Serikat dan 3,5 juta orang di Inggris. World Health Organization (WHO) menyebutkan bahwa infertilitas terjadi pada 15% dari seluruh pasangan dan diperkirakan akan meningkat dalam 20 tahun ke depan. Infertilitas dapat dibedakan menjadi dua tipe, yaitu infertilitas primer dan infertilitas sekunder. Seseorang dikatakan mengalami infertilitas primer bila ia tidak pernah memiliki keturunan sebelumnya dan mengalami kesulitan dalam usahanya untuk mendapatkan keturunan saat ini. Infertilitas sekunder adalah apabila seseorang sudah pernah memiliki anak sebelumnya namun saat ini memiliki kesulitan untuk mendapatkan keturunan kembali. 4,11 Penyebab infertilitas dipengaruhi oleh berbagai faktor, baik dari faktor perempuan, faktor laki-laki, faktor keduanya, dan bahkan pada 10-30% kasus penyebabnya tidak diketahui. Beberapa kondisi yang dapat menjadi penyebab infertilitas perempuan diantaranya adalah gangguan ovulasi, hal ini dapat terjadi akibat dari berbagai masalah klinis seperti polikistik ovari, gangguan tiroid (hipotiroid atau hipertiroid), kegagalan ovarian prematur; gangguan pada tuba dan pelvis, termasuk endometriosis dan Pelvic Inflammatory Disease (PID); gangguan uterus seperti mioma submukosum dan polip endometrium; usia; serta penggunaan medikasi dan zat adiktif. Beberapa kondisi yang dapat menjadi penyebab infertilitas pada laki-laki diantaranya adalah gangguan hipotalamus atau hipofisis, gangguan pada testis, atau gangguan penyaluran sperma akibat penyakit pada penis ataupun kelenjar di sekitarnya, serta penggunaan medikasi dan alkohol. Selain itu terdapat juga beberapa kondisi yang dapat memengaruhi fertilitas baik laki-laki maupun perempuan diantaranya adalah berat badan baik yang berlebih 9

23 10 ataupun kondisi malnutrisi, infeksi menular seksual, kebiasaan merokok, faktor lingkungan seperti pajanan terhadap pestisida, logam dan solven dan stres. 14,15,16 Terapi fertilisasi in vitro (FIV) dapat dikatakan merupakan salah satu jalan keluar terakhir bagi pasangan yang mengalami masalah infertilitas. FIV dilakukan sebagai tatalaksana dari berbagai kondisi infertilitas. Pada awalnya, terapi FIV ini hanya dilakukan pada perempuan yang mengalami hambatan pada ovarium. Namun belakangan ini FIV dilakukan pada berbagai masalah infertilitas lainnya seperti endometriosis, masalah antibodi terhadap sperma, kualitas sperma yang buruk dan juga infertilitas dengan penyebab yang tidak diketahui. 12 Keberhasilan terapi FIV hingga saat ini telah meningkat. Di Amerika Serikat, angka keberhasilannya telah meningkat dari 38% menjadi 48% pada perempuan dengan usia dibawah 35 tahun. Pedoman dari National Institute for Health and Clinical Excellence (NICE) menetapkan bahwa FIV kini harus ditawarkan bahkan pada perempuan dengan usia hingga 42 tahun dan pada pasangan yang telah melakukan hubungan seksual tanpa pengaman selama dua tahun tanpa terjadinya kehamilan. 12,17 Pelaksanaan FIV terdiri dari lima tahapan yaitu: produksi sel telur yang melibakan stimulasi hormon serta stimulasi ovarium baik dengan pil maupun injeksi, pengambilan sel telur, inseminasi atau injeksi sperma intrasitoplasmik, transfer embrio serta suplementasi fase luteal. Komplikasi dapat terjadi selama rangkaian terapi dilakukan. Risiko terjadinya tromboemboli vena pada trimester pertama kehamilan pasca FIV meningkat hingga sepuluh kali lipat dibandingkan populasi umum, dan 6-7% kehamilan mengalami penyulit berupa hiperstimulasi ovarium. 18, Aspek Psikologis Infertilitas Infertilitas menimbulkan trauma psikologis pada kebanyakan pasangan dan memengaruhi baik istri maupun suami. Kebanyakan pasangan menggambarkan infertilitas sebagai kejadian yang paling menekan dalam hidup mereka. Kondisi ini mengakibatkan berbagai sekuele negatif seperti terganggunya kehidupan seksual, ketidakpuasan dalam pernikahan, terganggunya komunikasi, harga diri yang rendah serta perasaan tidak mampu dan terisolasi. Kondisi infertilitas juga

24 11 membawa pasangan pada berbagai pemeriksaan dan prosedur medis lainnya yang memengaruhi kondisi fisik, mental, serta ekonomi. 20 Beberapa studi telah melakukan evaluasi profil psikologis pada pasangan infertil dan didapatkan bahwa kondisi ini memengaruhi baik pada perempuan maupun laki-laki dengan prevalensi psikopatologi yang lebih tinggi pada perempuan dibandingkan laki-laki. Infertilitas dikatakan menunjukkan pengaruh yang lebih besar pada perempuan. El Kissi dkk dalam studinya mengutip penelitian Keye dkk yang melaporkan bahwa 57% perempuan dan hanya 12% laki-laki yang menganggap bahwa infetilitas adalah hal terburuk dalam hidup mereka. Studi lain yang dikutip oleh El Kissi yaitu penelitian McEwan dkk mendapatkan bahwa 40% perempuan dan hanya 13% laki-laki yang mengalami gejala psikologis yang secara klinis bermakna dan kondisi yang lebih berat terutama dialami oleh perempuan yang berusia lebih muda tanpa adanya diagnosis infertilitas yang jelas. Pada sebuah studi terhadap pasangan dengan masalah infertilitas di Italia didapatkan bahwa terdapat 14,7% perempuan dengan gejala kecemasan dan 17,9% dengan gejala depresi, sementara hanya didapatkan 4,5% laki-laki yang mengalami gejala kecemasan dan 6,9% dengan gejala depresi. 20 Infertilitas dihayati secara berbeda-beda oleh pasangan yang mengalaminya. Pada tinjauan kritis literatur yang dilakukan oleh Greil didapatkan bahwa pasangan infertil mengaitkan kondisinya sebagai fokus dari identitas, perasaan kehilangan kendali, perasaan cacad dan kurangnya kompetensi, ketiadaan status, stres dalam perkawinan dan relasi seksual, perasaan terasing dari dunia fertil, stigma sosial, kesulitan untuk menghayati infertilitas tersebut, terikat dalam proses terapi, dengan tekanan dalam menjalani terapi serta pada penyedia layanan. Cook dkk, sebagaimana dikutip oleh Downey mendapatkan bahwa 71% perempuan melaporkan bahwa infertilitas memengaruhi kehidupan pernikahan mereka baik secara positif maupun negatif. Infertilitas dapat menguatkan hubungan dalam pernikahan ataupun menjadi faktor yang melemahkannya. Downey juga mengutip pernyataan Connolly dkk bahwa infertilitas cenderung lebih menimbulkan kesulitan dalam pernikahan saat penyebab dari infertilitas tersebut adalah dari pihak laki-laki, dan bahwa lama pasangan menjalani terapi berkaitan dengan menurunnya sense of wellbeing pada pasangan. 7,21

25 12 Infertilitas berakibat pada area penting dalam pernikahan yaitu fungsi serta kenikmatan seksual. Beberapa efek negatif dalam kehidupan seksual pasangan telah banyak dilaporkan seperti terjadinya impotensi, anorgasmia, serta menurunnya hasrat seksual. Hubungan seksual yang terjadwal, yang biasanya dilakukan saat pasangan menjalani terapi fertilitas juga didapatkan dapat mengganggu fungsi seksual pasangan. Hingga 10% dari kasus infertilitas dikaitkan dengan adanya disfungsi seksual pada laki-laki. 7 Selain akibat pada fungsi seksual, infertilitas juga memengaruhi hubungan keluarga dan sosial pasangan. Tuntutan dari keluarga besar untuk memiliki keturunan, orangtua yang berulang kali menanyakan kehadiran cucu mereka akan menimbulkan perasaan tertekan pada pasangan. Nilai agama yang mementingkan adanya keturunan, ataupun kerabat serta teman yang telah memiliki anak akan menambah rasa malu dan gagal pasangan. Hal ini dapat mengakibatkan terjadinya penghindaran dan isolasi sosial pasangan demi menghindari rasa sedih dan juga rasa iri yang akan timbul pada diri mereka. Selain itu, infertilitas yang biasa dikaitkan dengan fungsi seksual akan membuat pasangan merasa malu dan enggan untuk terbuka mengenai kondisinya Infertilitas dan Perempuan Banyak studi mendapatkan bahwa perempuan lebih terpengaruh dengan kondisi infetilitas dibandingkan laki-laki. Droszdol dan Skrzypulec, sebagaimana dikutip oleh Guerra, dalam studinya pada pasangan infertil mendapatkan bahwa prevalensi depresi pada perempuan mencapai 30-40%. Pada perbandingan morbiditas psikiatri oleh Guerra dkk didapatkan 61,1% pada perempuan dan 21% pada laki-laki. Studi yang dilakukan oleh Dyer dkk mendapatkan bahwa perempuan infertil mengalami tekanan psikologis yang lebih besar dibandingkan perempuan fertil. Morbiditas pada perempuan dengan infertilitas primer ternyata lebih tinggi dibandingkan perempuan yang telah memiliki anak sebelumnya dan mengalami infertilitas sekunder. Selain itu didapatkan bahwa perempuan cenderung mengalami tekanan emosional yang lebih besar saat menjalani terapi fertilitas dan bila infertilitas dikaitkan dengan faktor istri. Kondisi ini dikaitkan dengan gender, namun bagaimanapun juga tekanan psikologis ini memengaruhi

26 13 prediktor yang penting dari sense of wellbeing seperti kualitas pernikahan serta dukungan sosial. 9,22 Dyer dkk dalam studinya pada populasi di subsahara Afrika mendapatkan bahwa infertilitas berperan dalam meningkatnya instabilitas pernikahan. Infertilitas menempatkan perempuan dalam instabilitas pernikahan, keregangan, turunnya status sosial, kesehatan mental serta disinheritance. Beberapa studi juga mendapatkan bahwa perempuan infertil dapat mengalami kekerasan fisik oleh suami ataupun keluarga dari pihak suami. 22,23,24 Ideologi pronatalis menganut keyakinan bahwa nilai sosial seseorang bertautan dengan prokreasi. Pandangan ini sangat berdampak pada perempuan. Fisher, sebagaimana dikutip oleh Parry DC, menjelaskan bahwa kebanyakan perempuan menghadapi tekanan untuk mengandung atau membesarkan anak. Dengan berkembangnya kebudayaan pada beberapa dekade terakhir, peran sebagai ibu tetap dianggap sebagai peran utama bagi seorang perempuan. Hal ini menyebabkan anggapan bahwa menjadi ibu secara biologis adalah jalur yang paling berharga bagi perempuan dalam perannya sebagai orangtua. Parry DC juga mengutip pernyataan dari Wolf yang mengatakan, segala perjuangan untuk menjadi fertil dan mengandung anak biologisnya sendiri adalah sangat menyayat hati, namun hal ini sesuai dengan bagaimana perempuan dibuat merasa bahwa jalan tersebutlah yang paling baik untuk menjadi ibu. 25 Pentingnya memiliki anak sebagai penentu status sosial di lingkungan budaya tertentu sangat memengaruhi dampak infertilitas pada perempuan. Hal ini bahkan berlaku hingga kini, ketika karir perempuan telah jauh berkembang, memiliki anak tetap menjadi hal yang penting kalaupun tidak yang utama. Pada lingkungan yang mengajarkan bahwa arti perempuan sangat dikaitkan dengan perannya sebagai ibu, perempuan yang tidak pernah mengalami kehamilan, kelahiran, dan menjadi orangtua akan dikucilkan dalam percakapan. Pasangan akan mendapat tekanan untuk mendapatkan keturunan segera setelah menikah. Saat ditemukan adanya kemungkinan infertilitas, laki-laki akan merasa dipermalukan dan perempuan cenderung akan disalahkan karena tidak dapat hamil. Bahkan saat infertilitas laki-laki telah diketahui, perempuan cenderung mengambil tanggungjawab akan masalah infertilitas yang mereka alami. 7,25,26

27 Infertilitas dan laki-laki Berbagai studi di bidang psikosomatik telah membuahkan kesepakatan bahwa laki-laki lebih sedikit terpengaruh oleh infertilitas dibandingkan perempuan. Penelitian oleh Purnamawati pada pasangan infertil di RSUPN Ciptomangunkusumo mendapatkan gambaran proporsi depresi yang lebih besar pada perempuan yaitu 43,5% dibandingkan pada laki-laki yaitu sebesar 15,2%. Namun perbedaan respons psikologis ini harus diinterpretasikan lebih pada perbedaan gender dalam bereaksi terhadap stres, tekanan emosional, dan kedukaan daripada reaksi spesifik terhadap infertilitas. Sesuai dengan norma maskulin, kebanyakan laki-laki akan menekan emosinya sebagai usaha untuk mendukung pasangannya. Penarikan diri dapat merupakan cara untuk berlindung dari rasa sakit pasangannya. Jaffe dan Diamond, sebagaimana dikutip oleh Wischmann dan Thorn, menyatakan bahwa di permukaan, laki-laki dan perempuan akan mengekspresikan rasa dukanya dengan cara yang berbeda: saat perempuan membicarakan kesedihan mereka, laki-laki justru akan menghindari emosi yang terbuka dan mengambil peran sebagai pasangan yang sangat tabah. 27 Studi-studi berbagai negara untuk menilai kualitas hidup (QoL) laki-laki yang menghadapi masalah infertilitas ternyata menunjukkan hasil yang tidak konklusif. Ragni dkk tidak mendapatkan adanya perbedaan QoL pada laki-laki infertil dibandingkan dengan nilai normatif. Penemuan ini berbeda dengan hasil studi di Belanda dan Amerika Serikat yang menunjukkan skor mental, emosional dan sosial yang lebih rendah. 8 Pada studi yang dilakukan oleh Chachamovics dkk pada laki-laki dengan masalah infertilitas, didapatkan bahwa hanya 1,9% dan 3,7% subjek yang mencapai skor di atas cut off point untuk depresi dan cemas dengan QoL dalam tingkat moderat hingga tinggi. Pada analisis multivariat didapatkan bahwa persepsi subjektif tentang etiologi infertilitas, status sosioekonomi serta perubahan dalam komunikasi dengan pasangan memiliki relevansi dengan kualitas hidup yang dicapai. Selain itu didapatkan bahwa laki-laki dengan usia yang lebih muda cenderung lebih mengalami gangguan dibandingkan dengan yang usianya lebih tua. Tingkat pendidikan, riwayat FIV sebelumnya serta durasi infertilitas berkaitan dengan skor yang lebih rendah pada domain emosional dan kesehatan

28 15 mental. Johansson dkk pada studinya mengenai efek jangka panjang setelah FIV yang sukses maupun tidak, mendapatkan bahwa laki-laki yang tetap tidak memiliki anak lebih terpengaruh negatif dibandingkan sebelumnya dan skor depresi laki-laki menjadi hampir sama dengan perempuan yang gagal FIV. 8,28 Diagnosis infertilitas pada laki-laki masih cenderung dirahasiakan dan tidak jarang pasangan perempuan akan mengambil peran untuk disalahkan. Infertilitas laki-laki lebih banyak dikaitkan dengan disfungsi seksual dibandingkan infertilitas pada perempuan. Jumlah sperma yang menurun juga cenderung dihubungkan dengan impotensi dan terlukanya maskulinitas seorang laki-laki. Studi yang dilakukan oleh Dyer dkk di Afrika Selatan mendapatkan bahwa pada laki-laki dengan latar belakang budaya pronatalistik yang kuat, masalah infertilitas akan menjadi penderitaan yang lebih berat. Hal ini berlawanan dengan studi yang dilakukan di Denmark yang mendapatkan bahwa laki-laki dengan faktor infertilitas tunggal pada dirinya tidak mengalami penurunan kesehatan mental, peningkatan stres fisik ataupun stres sosial dibandingkan laki-laki dengan faktor infertilitas di luar dirinya. 27,28, Perbedaan Mekanisme Koping Perempuan dan Laki-laki dalam Menghadapi Infertilitas Mekanisme koping dilakukan untuk memediasi pengalaman stres dengan keluaran kesehatan jiwa di dalam komunitas. Jordan dkk mengutip pendapat Lazarus dan Folkmanyang mengatakan bahwa proses koping melibatkan usaha kognitif dan perilaku yang secara konstan berubah untuk mengatasi kebutuhan eksternal ataupun internal yang spesifik yang dianggap melebihi atau menguras sumber daya seseorang tersebut. Mekanisme koping ini dapat bersifat adaptif maupun maladaptif, bergantung dengan stresor yang dihadapi, dan strategi yang sama dapat membawa pada hasil yang berbeda. 26 Infertilitas dapat dianggap sebagai stresor yang kronik, tidak terduga, dan tidak dapat dikendalikan yang dapat melampaui sumber daya koping yang dimiliki pasangan. Infertilitas adalah suatu stresor pasangan dan bukan suatu stresor individual. Dalam menghadapi masalah infertilitas yang dianggap sebagai stresor mayor kehidupan, perempuan dan laki-laki menggunakan mekanisme koping yang berbeda. 26

29 16 Pada banyak studi mengenai strategi koping dan stresor kehidupan, didapatkan bahwa perempuan lebih banyak menggunakan strategi koping emotion-focused dibandingkan laki-laki. Strategi ini bertujuan untuk mengatasi tekanan emosional yang diakibatkan oleh masalah yang dihadapi dengan berbagai cara seperti mengekspresikan tekanan emosional yang dirasakan, mencari dukungan sosial, melarikan diri/menghindar, distraksi dan mereduksi tekanan. Laki-laki cenderung menggunakan strategi koping instrumental ataupun problem-focused. Studi dari Endler, sebagaimana dikutip oleh Jordan dkk, mendapatkan bahwa emotion-focused problem-solving merupakan strategi yang lebih tidak efektif dan lebih menyebabkan kesehatan mental yang lebih buruk dibandingkan strategi koping problem-focused. 26 Pada studi metaanalisis yang dilakukan oleh Jordan dan Revenson pada pasangan yang mengalami masalah infertilitas sebagai stresor bersama sebagai pasangan, ternyata didapatkan lebih banyak kesamaan dibandingkan perbedaan strategi koping diantara kedua gender. Hanya tiga dari delapan strategi yang berbeda bermakna diantara perempuan dan laki-laki. Perempuan lebih banyak menggunakan escape dan penghindaran, reframing positif terhadap situasi, dan mencari dukungan sosial dibandingkan laki-laki. Hal ini dapat dijelaskan dengan kecenderungan perempuan untuk lebih bersosialisasi dan lebih sensitif secara emosional terhadap perasaan mendalam yang mereka rasakan dan cenderung untuk mengekspresikan perasaannya tersebut. Di sisi lain, laki-laki cenderung untuk memiliki jaringan sosial yang lebih luas namun tidak mendalam. Laki-laki biasanya akan menyebut istri mereka sebagai satu-satunya orang yang mereka percayai. Perbedaan penggunaan strategi koping ini dapat menjelaskan adanya gambaran tekanan emosional yang lebih tinggi yang dialami oleh perempuan saat menghadapi masalah infertilitas sementara peran, harga diri, serta identitas lakilaki hanya sedikit dipengaruhi oleh infertilitas yang dialami Aspek Psikologis Terapi Fertilisasi in Vitro (FIV) Fertilisasi in vitro (FIV) merupakan end-of-the-line treatment dalam tatalaksana infertilitas. Banyak pasangan telah melalui berbagai pemeriksaan dan telah mencapai berbagai metode terapi tanpa hasil selama bertahun-tahun hingga akhirnya memutuskan untuk mencoba terapi FIV. Prosedur terapi dari FIV sendiri

30 17 memiliki kompleksitas yang menuntut secara fisik, emosional, terkait dengan masalah etik dan nilai yang berlaku dalam masyarakat, serta memiliki angka keberhasilan yang relatif rendah. Berbagai hal ini membuat pasangan yang melaluinya mengalami perasaan yang mereka gambarkan sebagai emotional roller coaster. Greenfeld dkk menyatakan bahwa dukungan perlu diberikan untuk mengatasi berbagai spektrum emosional yang dialami pasangan seperti euforia, kecemasan dan disforia selama menjalani protokol terapi yang kompleks. Newman mengutip hasil studi Milne yang mendapatkan bahwa 78% subjek (28 pasangan) menggunakan kata melelahkan dan menguras fisik maupun emosional serta menghancurkan perasaan dalam menggambarkan pengalaman mereka. 30 Dari beberapa studi yang dikutip oleh Eugster diantaranya oleh Hearn dkk dan Shaw dkk, didapatkan bahwa secara umum pasangan yang mulai menjalani terapi FIV memiliki gambaran psikologis yang cukup baik, dengan gambaran status dan trait ansietas yang hanya sedikit mengalami elevasi dibandingkan data normatif. Hal ini kemungkinan dipengaruhi oleh beberapa hal diantaranya adalah efek dari self selection, bahwa hanya pasangan yang dapat melakukan penyesuaian dengan baik yang akan mencari pertolongan medis akan kondisinya dan berani menghadapi tuntutan emosional yang tinggi dari terapi FIV, sementara pasangan dengan kondisi psikologis yang tidak optimal mungkin akan terlalu lemah untuk menghadapi pemeriksaan infertilitas yang kompleks. Hal lain yang mungkin memengaruhi adalah bahwa pasangan-pasangan ini telah menghadapi infertilitas selama bertahun-tahun dan mereka telah menemukan cara untuk menghadapi stresor tersebut dengan cukup baik. Beaurepaire dkk, sebagaimana dikutip oleh Eugster, berpendapat bahwa penyebab tidak didapatkannya depresi pada wanita yang baru memulai terapi FIV adalah karena depresi adalah akibat dari perasaan kehilangan. Saat pasangan memulai terapi FIV, mereka memulai prosedur dengan harapan tinggi bahkan tidak realistik akan kesuksesan terapi. Harapan ini untuk sementara dapat menekan perasaan kehilangan yang sebelumnya mereka alami saat divonis mengalami infertilitas. Saat prosedur FIV telah berulang kali dilakukan dan kehamilan tetap tidak terjadi, maka saat itulah seorang perempuan akan merasakan kehilangan yang nyata karena berhadapan

31 18 dengan kenyataan bahwa ia mungkin tidak akan dapat memiliki anak. Kondisi ini membuat seseorang menjadi rentan untuk mengalami depresi. 12 Pelaksanaan FIV terdiri dari lima tahapan yaitu: 1. Produksi sel telur yang melibatkan stimulasi hormon serta stimulasi folikel. Pada tahapan ini perempuan akan mendapatkan injeksi gonadotropin yang mengandung follicle stimulating hormone (FSH), luteineizing hormone (LH), serta diikuti dengan injeksi human chorionic hormone (hcg); 2. Pengambilan sel telur, dengan prosedur melalui jalur vaginal dengan panduan alat USG; 3. Inseminasi atau injeksi sperma intrasitoplasmik, yang dapat diikuti dengan kriopreservasi embrio; 4. Transfer embrio dengan bantuan proses hatching embrio pada endometrium, serta; 5. Suplementasi fase luteal. 18 Berbagai studi telah dilakukan untuk menilai aspek emosional yang terjadi dalam berbagai tahapan tersebut. Connoly dkk dalam studinya mendapatkan bahwa saat yang dianggap paling menekan bagi pasangan baik laki-laki maupun perempuan adalah saat menunggu hasil dari transfer embrio, menunggu hasil dari terapi FIV, dan mendapatkan bahwa terapi FIV tersebut tidak berhasil. Studi yang dilakukan oleh Dudok de Wit, sebagaimana dikutip oleh Eugster dkk, menunjukkan bahwa pada tiap fase, dilaporkan adanya ketegangan yang meningkat, menurun selama transfer embrio dan kembali meningkat saat menunggu apakah embrio berhasil terimplantasi. Dalam studi ini juga didapatkan bahwa fase-fase saat pasangan tidak berkontak langsung dengan rumah sakit dirasakan lebih berat karena pasangan tidak merasa mendapatkan dukungan dari rumah sakit. Pada laki-laki, keharusan untuk mengeluarkan spermanya dalam waktu yang terbatas di rumah sakit dilaporkan sebagai sesuatu yang menekan. 12,31 Newman dan Zouves melakukan studi pada pasangan untuk mendapatkan gambaran tentang reaksi emosional yang terjadi pada tiap fase terapi dan menggolongkan respons subjek dalam beberapa kategori yaitu ansietas, depresi, kehilangan kontrol, dan perasaan positif. Pada fase induksi ovulasi didapatkan ansietas yang lebih tinggi pada perempuan, perasaan positif yang lebih banyak

32 19 pada laki-laki, selain itu didapatkan perasaan kehilangan kontrol baik pada lakilaki maupun perempuan, terutama perasaan seakan hidup mereka dalam kondisi on hold. Pada fase pengambilan oosit, kecemasan tetap paling banyak dirasakan terutama oleh perempuan dan dideskripsikan dengan perasaan tegang dan khawatir. Perasaan optimis juga dirasakan paling tinggi. Fase berikutnya, yaitu transfer embrio, perasaan positif dilaporkan paling tinggi dibandingkan pada fasefase lainnya. Perasaan kehilangan kontrol juga dirasakan cukup tinggi oleh perempuan dan juga kecemasan. Laki-laki menunjukkan tingkat kecemasan dan perasaan kehilangan kontrol yang rendah. Fase saat pasangan harus menunggu apakah konsepsi berhasil terjadi merupakan fase saat kecemasan didapatkan paling tinggi baik bagi perempuan maupun laki-laki, begitu juga dengan perasaan kehilangan kontrol. Perasaan depresi juga dirasakan lebih banyak dirasakan oleh perempuan dibandingkan laki-laki. Saat mengetahui hasil apakah terjadi kehamilan, perasaan depresi dirasakan oleh 90% perempuan dan 94% laki-laki. Perasaan kehilangan kontrol juga didapatkan tinggi pada perempuan dengan perasaan frustasi yang mendominasi. Perasaan positif berada pada tingkat terendah pada perempuan maupun laki-laki. Perasaan positif yang paling banyak disampaikan adalah perasaan lega. 30 Eugster menyatakan bahwa setelah tiga percobaan terapi FIV, 60% pasangan tidak berhasil mengalami kehamilan. Pasangan yang mengalami ketidakberhasilan harus menghadapi lagi masalah infertilitasnya. Leiblum dkk, sebagaimana dikutip oleh Eugster, dalam studinya menyatakan bahwa kekecewaan karena kegagalan FIV banyak dirasakan oleh pasangan. Pasangan juga merasakan ketegangan yang tinggi, kesedihan, kemarahan dan depresi. Hal ini terutama dilaporkan oleh perempuan daripada laki-laki. Pada pasangan yang berhasil mengalami kehamilan, kecemasan lebih banyak dialami. Studi dari Reading dkk, yang juga dikutip oleh Eugster, mendapatkan bahwa perempuan yang menjalani FIV memiliki tingkat kecemasan yang tidak berbeda secara signifikan dengan perempuan yang melakukan konseling genetik, namun kedua kelompok ini memiliki tingkat kecemasan yang lebih tinggi dibandingkan primipara normal. Eugster dkk juga mengutip hasil yang didapatkan oleh McMahon dkk dalam studinya yang menunjukkan bahwa bila jumlah siklus FIV

33 20 yang dilakukan tidak dipertimbangkan, maka tingkat kecemasan pada perempuan dan laki-laki pada masa kehamilan pasca FIV tidak berbeda secara signifikan dibandingkan kontrol, namun bila siklus diperhitungkan, didapatkan bahwa didapatkan perbedaan tingkat kecemasan yang signifikan pada perempuan yang telah menjalani dua siklus FIV dibandingkan kontrol dan tidak ada perbedaan pada laki-laki. 12 Keberhasilan dari terapi FIV ditentukan oleh berbagai faktor baik yang telah diketahui maupun belum diketahui. Selain faktor biomedis seperti usia dan riwayat kehamilan sebelumnya, faktor psikologis seperti kecemasan dan depresi didapatkan juga memengaruhi keberhasilan dari terapi FIV seperti yang didapatkan oleh Demyttenaere dkk dan Smeenk dkk, walaupun ada juga studi yang menyatakan bahwa kondisi psikososial tidak berelasi dengan keluaran dari terapi seperti yang didapatkan dalam studi yang dilakukan oleh Boivin dan Takefman. Adanya pengaruh dari faktor psikologis pada keberhasilan terapi mendorong dilakukannya intervensi psikososial pada pasangan dengan infertilitas. Rodriguez dkk, sebagaimana dikutip oleh Eugster dkk, menyatakan bahwa latihan relaksasi yang dilakukan pada perempuan dengan infertilitas yang tidak diketahui penyebabnya dan pada perempuan yang menjalani program FIV menghasilkan angka konsepsi yang lebih tinggi dibandingkan kontrol. Begitupula intervensi farmakologis yang dilakukan untuk mengatasi ansietas pada studi oleh Sharma dan Sharma menghasilkan tingkat konsepsi yang lebih tinggi pada perempuan dengan masalah infertilitas. 12, Self Rating Questionnaire-20 Self Rating Questionnaire (SRQ) adalah instrumen yang disusun oleh World Health Organization (WHO) untuk melakukan penapisan gangguan psikiatri terutama di negara-negara berkembang. Penggunaan alat ukur ini dikatakan sebagai salah satu cara yang cukup baik dengan cara yang relatif mudah dan murah. Dikatakan murah karena cara ini dapat dilakukan dengan waktu yang singkat serta tidak diperlukan keterampilan atau sumber daya yang khusus untuk menilainya. SRQ juga memiliki efektivitas yang baik karena sensitivitas dan spesifisitasnya yang cukup tinggi. 33

34 21 SRQ terdiri dari 20 pertanyaan yang memelukan jawaban ya atau tidak. Kuesioner ini dapat digunakan sebagai self administered ataupun interviewer administered. Pada awalnya, SRQ terdiri dairi 25 pertanyaan. Duapuluh pertanyaan berkaitan dengan gejala neurotik, 4 pertanyaan meliputi gejala psikotik dan satu pertanyaan mengenai kejang. Pada akhirnya SRQ hanya difokuskan pada 20 pertanyaan yang meliputi gejala neurotik karena beberapa alasan, diantaranya: a. Hanya beberapa pasien psikotik yang datang dengan spontan ke fasilitas kesehatan primer untuk mencari pertolongan b. Cakupan terhadap pasien psikotik biasanya lebih merupakan usaha akitf dari petugas kesehatan primer c. Kebutuhan penggunaan item psikotik dipertanyakan, mengingat kebanyakan pasien psikotik biasanya mudah dikenali dan pasien psikotik cenderung untuk tidak menyadari kondisinya sehingga penggunaan kuesioner dinilai tidak tepat d. Properti psikometrik dari pertanyaan-pertanyaan tersebut belum dinilai spesifitas dan sensitivitasnya 33 Butir-butir pertanyaan dalam SRQ-20 meliputi pertanyaan-pertanyaan mengenai beberapa kelompok gejala. Gejala depresi terdapat pada nomor 6,9,10,14,15,16, dan 17. Gejala cemas dicakup pad pertanyaan nomor 3,4 dan 5. Gejala somatik ditanyakan pada butir nomor 1, 2, 7, dan 19. Gejala kognitif ditanyakan pada nomor 8,12, dan 13, sedangkan gejala penurunan energi pada butir 8,11,12,13,18, dan Pada penggunaan SRQ-20 ini, subjek dikatakan mengalami suatu gangguan psikiatri bila total jawaban ya berjumlah di atas nilai yang ditetapkan. Nilai batas pisah SRQ berkisar antara 3 dan 10. Pada Riset Kesehatan Dasar (Riskesdas) ditetapkan 5/6 sebagai nilai pisah. Hal ini berarti subjek yang menjawab ya pada enam atau lebih butir pertanyaan akan dianggap mengalami gangguan mental emosional atau distres yang berpotensi pada terjadinya gangguan jiwa apabila dilakukan pemeriksaan psikiatri lebih lanjut. Nilai pisah 5/6 sesuai dengan penelitian uji validitas yang telah dilakukan oleh Hartono dari Badan Litbang Depkes pada tahun Pada penelitian tersebut didapatkan sensitivitas SRQ-20 sebesar 88%dan spesifitasnya adalah 81%. 34,35,36

35 Kerangka Teori ETIOLOGI BIOLOGI PADA LAKI-LAKI Gangguan hipotalamus atau hipofisis faktor testikel gangguan penyaluran sperma penggunaan medikasi dan alkohol Etiologi yang tidak diketahui KONDISI LAINNYA Berat badan Infeksi menular seksual Kebiasaan merokok Pajanan lingkungan Stres ETIOLOGI BIOLOGI PADA PEREMPUAN gangguan ovulasi gangguan pada tuba dan pelvi gangguan uterus usia penggunaan medikasi dan zat TERAPI INFERTILITAS Terapi terhadap kausa: hormonal, peradangan, infeksi Inseminasi intrauterin Suami Infertilitas Istri FAKTOR SOSIAL FAKTOR DEMOGRAFI Durasi infertilitas Terapi yang telah dan sedang dijalani Dukungan pasangan Tuntutan keluarga Mitos tentang infertilitas Budaya Usia Jenis kelamin Suku Agama Pendidikan Status sosioekonomi Lama pernikahan Jumlah anak PSIKOPATOLOGI FAKTOR PSIKOLOGIS Kepribadian Mekanisme koping

36 23 II.6 Kerangka Konsep ETIOLOGI BIOLOGI LAKI-LAKI ETIOLOGI LAINNYA ETIOLOGI BIOLOGI PEREMPUAN TERAPI INFERTILITAS Terapi sebelumnya Fase terapi FIV Pasangan suami istri dengan infertilitas di Klinik Yasmin Kencana Durasi infertilitas FAKTOR SOSIAL PSIKOPATOLOGI FAKTOR DEMOGRAFI FAKTOR PSIKOLOGIS Keterangan: : diteliti : tidak diteliti

37 BAB 3 METODOLOGI PENELITIAN 3.1 Desain Penelitian Penelitian ini menggunakan metode campuran kuantitatif dan kualititatif berupa studi potong lintang analitik dan focus group discussion. Studi potong lintang digunakan untuk mendapatkan gambaran psikopatologi serta faktor-faktor yang berhubungan dengan terjadinya psikopatologi pada subjek penelitian. Pendekatan kualitatif berupa focus group discussion dipilih untuk mendapatkan gambaran yang lengkap berupa pemaknaan dan interpretasi mengenai masalah infertilitas dan terapi FIV dari sudut pandang subjek tanpa adanya intervensi dari peneliti. 3.2 Tempat dan Waktu Penelitian Penelitian dilakukan di Klinik Yasmin RSCM Kencana. Sampel diambil dari pasangan yang datang untuk menjalani terapi FIV. 3.3 Populasi dan Sampel Penelitian Populasi adalah seluruh pasangan suami istri yang mengalami masalah infertilitas. Populasi target adalah pasangan dengan masalah infertilitas yang mempertimbangkan untuk menjalani terapi FIV. Populasi terjangkau adalah pasangan suami istri dengan masalah infertilitas dan datang ke Klinik Yasmin RSCM Kencana untuk menjalani terapi FIV. Sampel adalah sebagian dari populasi yang memenuhi kriteria inklusi. 3.4 Kriteria Inklusi dan Eksklusi Kriteria Inklusi 1. Pasangan suami istri dengan masalah infertilitas yang datang ke Klinik Yasmin RSCM Kencana untuk menjalani terapi FIV. 2. Mengalami infertilitas primer. 3. Bersedia mengikuti penelitian dan menandatangani surat persetujuan penelitian. 24

38 25 4. Pendidikan: minimal tamat SD, mampu membaca dan menulis dengan baik serta mengerti bahasa Indonesia Kriteria Eksklusi Menderita gangguan jiwa berat 3.5 Besar Sampel dan Cara Pengambilan Sampel Besar Sampel Besar sampel pada metode kuantitatif ditentukan dengan menggunakan perhitungan besar sampel pada statistik deskriptif analitik dengan variabel kategorik tidak berpasangan, dengan rumus: n1= n2= Zα (2pq)+Zβ (p1q1+p2q2) 2 (p1-p2) α = 5% p = ½(p1+p2) = ½( ) = 0.41 Zα = 1.96 q = 1- p = 0.59 p2 = 21% (prevalensi morbiditas psikiatri pada laki- ß = 20% perempuan) Zß = 0.84 laki) p1 = 61.1% (prevalensi morbiditas psikiatri pada n1 = n2 = (1.96 ( )+0.84 ( ) 2 =22, Maka besarnya sampel adalah n1 = n2 = 23 orang dibulatkan menjadi 25 orang. Jadi jumlah sampel yang dibutuhkan adalah 25 pasang suami dan istri yang mengalami masalah infertilitas dan akan menjalani terapi FIV. Dipertimbangkan kemungkinan drop out 20%, jadi jumlah sampel yang dibutuhkan adalah 30 pasang suami istri. Dalam pelaksaanaan penelitian, didapatkan sampel sebanyak 43 pasang suami istri, 5 pasangan drop out, sehingga total sampel yang dianalisa adalah 38 pasang suami istri. Pada sampel penelitian kualitatif, besar sampel tidak dapat ditentukan sebelumnya. Jumlah sampel atau responden dianggap telah memadai apabila telah sampai kepada taraf redundancy (ketuntasan atau kejenuhan). Dalam pelaksanaan, sampel untuk penelitian kualitatif adalah 7 responden suami dan 9 respoden istri.

39 Cara Pengambilan Sampel Sampel untuk data kuantitatif diambil secara non probability sampling yaitu secara consecutive sampling, setiap pasien yang memenuhi kriteria inklusi diikutsertakan dalam penelitian hingga jumlah sampel terpenuhi. Sedangkan untuk penelitian kualitatif pengambilan sampel dilakukan secara purposif, yaitu pengambilan sumber-sumber data dilakukan dengan mempertimbangkan suku, agama, durasi infertilitas, jenis infertilitas, jumlah siklus FIV sebelumnya, tahapan FIV yang sedang dijalani serta total skor SRQ. 3.6 Izin Subjek Penelitian dan Masalah Etika Penelitian ini telah memperoleh persetujuan dari Komite Etik Rumah Sakit tempat penelitian diadakan. Setiap pasangan yang bersedia menjadi subjek pada penelitian ini diminta untuk menandatangani surat persetujuan penelitian setelah diberikan penjelasan. Setiap orang yang terlibat dalam penelitian ini wajib menjaga kerahasiaan segala hal yang diketahuinya tentang subjek penelitian. 3.7 Metode Pengumpulan Data Pengisian Kuesioner Pengumpulan data dilakukan dengan meminta responden mengisi kuesioner biodata dan lembaran SRQ Focus Group Discussion Focus groups adalah sekelompok orang yang memiliki karakteristik tertentu yang dapat memberikan informasi yang bersifat kualitatif dalam diskusi yang terfokus pada topik tertentu. Diskusi ini sifatnya semi terstruktur yang dipandu dengan poin-poin kunci atau pertanyaan-pertanyaan kunci. Sesi dapat direkam dengan video atau rekorder. Awalnya direncanakan responden yang bersedia mengikuti focus group discussion dikelompokkan menjadi satu kelompok laki-laki dan satu kelompok perempuan masing-masing terdiri dari 10 orang. Apabila kejenuhan data belum didapatkan maka akan dilakukan FGD kembali pada kelompok yang berbeda. Namun pada akhirnya focus group discussion dilakukan pada kelompok istri yang

40 27 terdiri dari 4 orang. Kemudian dilakukan in-depth interview pada 5 orang istri serta 7 orang suami melalui wawancara tatap muka maupun saluran telepon. 3.8 Instrumen Penelitian Self Rating Questionnaire (SRQ)-20 dalam bahasa Indonesia Self rating questionnaire (SRQ)-20 adalah instrumen yang disusun oleh World Health Organization (WHO) untuk melakukan penapisan gangguan psikiatri. SRQ terdiri dari 20 pertanyaan yang memelukan jawaban ya atau tidak. Kuesioner ini digunakan secara self administered dan diisi secara terpisah oleh pasangan suami istri Pedoman Wawancara Dalam pengambilan data kualitatif digunakan pedoman wawancara agar wawancara tidak menyimpang dari tujuan penelitian. Pedoman wawancara ini disusun berdasar teori yang digunakan dalam penelitian Lembar Observasi Lembar observasi digunakan oleh pengamat untuk mencatat hal-hal yang dianggap penting dan dapat memberi penjelasan lebih jauh mengenai data yang didapatkan atau mengenai hal-hal yang diduga dapat memengaruhi jalannya wawancara Alat Perekam Seluruh kegiatan wawancara akan direkam dengan menggunakan alat perekam. Hal ini ditujukan untuk memudahkan peneliti dalam membuat transkrip dan melakukan analisis data, serta mengurangi bias yang terjadi akibat keterbatasan dan subyektivitas peneliti. 3.9 Cara Kerja - Mengajukan permohonan izin kepada Ketua Departemen Psikiatri RSCM- FKUI agar dapat melakukan penelitian di Klinik Yasmin RSCM Kencana - Mengajukan permohonan persetujuan penelitian dari Komisi Etik Penelitian FKUI/RSCM

41 28 - Mengajukan permohonan izin kepada Klinik Yasmin RSCM Kencana untuk melakukan penelitian - Melakukan presentasi mengenai rencana penelitian di departemen Obsteri dan Ginekologi RSCM-FKUI - Melakukan inter-rater anamnesis klinis berdasar PPDGJ III. Jumlah subjek untuk inter-rater adalah 10% dari jumlah sampel yang dibutuhkan yaitu 6 orang. - Melakukan pendataan pasangan suami istri yang menjalani terapi FIV di Klinik Yasmin RSCM Kencana - Menentukan sampel sesuai kriteria inklusi - Pasien yang menjadi sampel diberikan informasi tentang tujuan, manfaat penelitian dan tata cara penelitian. Bila setuju menjadi responden, pasien akan diberikan lembar informed consent untuk ditandatangani - Melakukan anamnesis klinis berdasar PPDGJ III untuk menyingkirkan adanya gangguan jiwa berat - Subjek mengisi kuesioner biodata - Subjek mengisi lembaran SRQ-20 - Responden yang dipilih untuk mengikuti focus group discussion dikelompokkan menjadi satu kelompok perempuan yang terdiri dari 4 orang. FGD ini dipandu oleh satu orang fasilitator, dengan didamping satu orang pengamat dan satu orang notulen. Semua kegiatan yang berlangsung direkam dengan menggunakan alat perekam. - Tujuh responden laki-laki dan 5 responden perempuan mengikuti in-depth interview. Wawancara dilakukan dengan tatap muka dan melalui saluran telepon, serta direkam dengan menggunakan alat perekam. - Setelah FGD dan wawancara selesai dilakukan, peneliti langsung membuat transkrip verbatim dari setiap wawancara. - Setelah semua data selesai dikumpulkan, peneliti melakukan analisis statisitik pada data kuantitatif dan melakukan analisis data kualitatif dengan mempelajari transkrip yang telah dibuat.

42 Kerangka Kerja Pengajuan izin penelitian kepada KaDep Psikiatri FKUI/RSCM Pengajuan permohonan persetujuan penelitian dari Komisi Etik FKUI/RSCM Pengajuan izin penelitian kepada Kepala Unit Klinik Yasmin Kencana RSCM Kencana Inter-rater anamnesis klinis berdasar PPDGJ III Pendataan Pasien dan Penentuan Sampel Pemberian penjelasan mengenai penelitian secara lisan dan tertulis Informed consent Anamnesis klinis berdasar PPDGJ III Pengisian kuesioner biodata Pengisian SRQ-20 Focus group discussion dan indepth interview Membuat transkrip Analisis

43 Manajemen dan Analisis Data - Data yang didapat dari kuesioner biodata dan SRQ-20 dikumpulkan, ditabulasi kemudian disajikan secara deskriptif. - Hubungan variabel bebas dan variabel tergantung masing-masing dianalisis menggunakan uji statistik parametrik dan non parametrik yang digunakan sesuai data yang diperoleh. - Data dari hasil wawancara pada focus group discussion dan in-depth interview dibuat transkrip secara verbatim, dan dilakukan metode analisis isi dengan kesamaan maupun kontras dari isi. - Strategi pengujian validitas data dilakukan dengan menggunakan metode triangulasi, baik triangulasi sumber, traingulasi metode, maupun triangulasi data/analisis. Triangulasi sumber yaitu dilakukan cross check antara data yang didapat dari satu sumber dengan sumber lain. Triangulasi metode dilakukan dengan metode wawancara dan observasi. Triangulasi data/analisis dilakukan dengan pelaksanaan analisis yang dilakukan oleh lebih dari satu orang, yaitu peneliti dan para pembimbing Definisi Operasional 1. Psikopatologi adalah disfungsi psikologis dan perilaku yang terjadi pada gangguan mental baik berupa gejala yang dirasakan subyektif maupun berupa tanda yang didapatkan dari pengamatan klinis. 2. Data demografi : - usia: jumlah tahun berdasarkan ulang tahun terakhir - suku: pengelompokkan etnik bangsa yang berlaku secara nasional berdasarkan suku ayah - agama: keyakinan atas Ketuhanan yang dianut - tingkat pendidikan: pendidikan terakhir, yaitu Sekolah Dasar (SD) dan sederajat, Sekolah Menengah Pertama (SMP) dan sederajat, Sekolah Menengah Umum (SMU) dan sederajat, diploma, strata 1, strata 2, strata 3 3. Infertilitas primer adalah kegagalan konsepsi dalam jangka waktu minimal satu tahun dengan melakukan hubungan seksual teratur tanpa pengaman dan belum pernah hamil sebelumnya.

44 31 4. Etiologi/penyebab infertilitas: penyebab infertilitas yang diidentifikasi pada saat penelitian dilakukan berdasarkan pemeriksaan fisik, laboratorium, dan pemeriksaan penunjang lainnya yang telah dilakukan sebelumnya. 5. Durasi infertilitas: jumlah tahun yang dihitung sejak pasangan merencanakan untuk memiliki anak hingga saat penelitian dilakukan 6. Jumlah siklus FIV: jumlah siklus terapi FIV yang sudah dilakukan oleh pasangan suami istri semenjak menikah hingga saat penelitian dilakukan 7. Fase terapi FIV: salah satu dari kelima tahapan terapi FIV (stimulasi ovarium, pengambilan sel telur, inseminasi atau injeksi sperma intrasitoplasmik, transfer embrio serta suplementasi fase luteal) yang sedang dijalani oleh pasangan saat penelitian dilakukan. 8. Faktor psikososial: setiap keadaan ataupun peristiwa yang terjadi dan akan memengaruhi kondisi psikologis seseorang Jadwal Penelitian Kegiatan Des Jan Feb Mar Apr Mei Juni Juli Persiapan penelitian Pengumpulan data Pengolahan data Presentasi dan publikasi hasil

45 Anggaran 1. Tahap persiapan Fotokopi makalah, dokumen kaji etik Alat perekam Rp ,- Rp ,- 2. Tahap pelaksanaan Fotokopi lembar wawancara Rp ,- Cinderamata bagi responden Konsumsi Rp ,- Rp ,- 3. Tahap penyelesaian Pengolahan data statistik Penyusunan laporan dan fotokopi Rp Rp Jumlah: Rp , Organisasi Penelitian Peneliti Pembimbing penelitian Pembimbing penelitian II Pembimbing akademik : dr. Dyani Pitra Velyani : dr. Charles E Damping SpKJ(K) : dr. Andon Hestiantoro SpOG(K) : dr. Feranindhya Agiananda SpKJ

46 BAB 4 HASIL PENELITIAN Pengambilan data telah dilakukan di Klinik Yasmin RSCM Kencana sejak tanggal 5 Mei 2014 hingga 8 Juni Total subjek yang awalnya dapat dihimpun adalah 43 pasang, namun 5 pasang kemudian dianggap drop out karena suami berhalangan ataupun tidak bersedia mengisi kuesioner. Total 38 (76 responden) pasangan mengisi kuesioner SRQ-20 secara lengkap, dan pengisian kuesioner biodata dilakukan dalam bentuk wawancara. Dari 38 pasangan tersebut dilakukan pemilihan pasangan berdasarkan suku, agama, durasi infertilitas, jenis infertilitas, jumlah siklus FIV sebelumnya, tahapan FIV yang sedang dijalani, serta total skor SRQ untuk mengikut focus group discussion. Awalnya dipilih 10 pasangan, namun saat dilakukan konfirmasi sebagian besar berhalangan karena berbagai alasan diantaranya sedang tirah baring pasca transfer embrio, telah kembali ke kota asalnya, tidak lagi bersedia karena mengalami keluhan fisik, serta tidak bersedia karena baru saja mengetahui bahwa terapi yang mereka jalani tidak berhasil. Kemudian dilakukan penggantian subyek, dengan tetap mempertimbangkan dasar pemilihan sebelumnya dan didapatkan 10 pasangan yang menyatakan kesediaannya dan mengkonfirmasi kehadirannya satu hari sebelum pelaksanaan FGD. Namun pada hari pelaksanaan FGD untuk istri tanggal 27 Mei 2014, hanya hadir 4 orang, dan pada hari pelaksanaan FGD untuk suami tanggal 29 Mei 2014, hanya hadir 2 orang. FGD untuk istri tetap dilaksanakan selama kurang lebih 3 jam 20 menit, sementara FGD untuk suami dibatalkan. Mengingat keterbatasan waktu yang tersedia untuk melakukan pengambilan sampel, dilakukan perubahan metode pengambilan data kualitatif dari FGD menjadi in-depth interview baik melalui wawancara tatap muka maupun melalui saluran telepon. Masing-masing wawancara berlangsung antara 37 hingga 75 menit terhadap 5 orang istri dan 7 orang suami. 35

47 Data Hasil Penelitian Karakteristik Subjek Penelitian Distribusi umur, pendidikan, pekerjaan, agama dan suku bangsa dapat dilihat pada tabel 1. Usia Pada penelitian ini rerata usia suami adalah 37,26 tahun. Rerata usia istri adalah 34,1 tahun. Baik usia suami maupun istri terbanyak berkisar antara tahun yaitu 36,84%. Pendidikan Pada penelitian ini didapatkan tingkat pendidikan yang terbanyak baik suami maupun istri adalah setingkat perguruan tinggi, yaitu suami 52,63% dan istri 60,52%. Pekerjaan Pada penelitian ini didapatkan bahwa seluruh suami bekerja, dan pekerjaan yang paling banyak adalah karyawan swasta sebanyak 44,73%. Sedang untuk istri terbanyak juga bekerja sebagai karyawan swasta sebanyak 21,05% dan 18,42% adalah ibu rumah tangga. Agama Sebagian besar responden baik suami maupun istri memeluk agama Islam, yaitu sebanyak 68,42%, sedangkan yang beragama Kristen Protestan sebanyak 18,42%. Suami yang beragama Katholik sebanyak 7,89% sementara istri yang beragama Katholik sebanyak 10,53%. Sebanyak 5,26% suami memeluk agama Budha dan 2,63% istri memeluk agama Budha. Suku Bangsa Pada penelitian ini, suku terbanyak suami adalah Jawa yaitu 31,58%. Suku kelompok istri yang terbanyak adalah suku Jawa, Minang dan Melayu, masingmasing sebanyak 15,79%.

48 37 Tabel 1. Karakteristik subjek penelitian berdasarkan umur, tingkat pendidikan, pekerjaan, agama, dan suku bangsa. Umur Karakteristik Suami Istri Jumlah % Jumlah % <30 3 7, , , , , ,84 > ,58 2 5,27 Pendidikan SLTA 4 10,53 1 2,63 Diploma 6 15, ,68 S , ,52 S2 8 21, ,16 Pekerjaan PNS 7 18, ,79 Swasta 17 44, ,05 Wiraswasta 8 21, ,16 Dokter 2 5,26 3 7,89 Perawat 1 2,63 2 5,26 Dosen 1 2,63 3 7,89 Kedutaan 2 5, Bidan 3 7,89 Jaksa 1 2,63 IRT 7 18,42 Agama Islam 26 68, ,42 Kristen Protestan 7 18, ,42 Katholik 3 7, ,53 Budha 2 5,26 1 2,63

49 38 Lanjutan Tabel 1. Karakteristik subjek penelitian berdasarkan umur, tingkat pendidikan, pekerjaan, agama, dan suku bangsa Suku bangsa Jawa 12 31, ,79 Minang 4 10, ,79 Melayu 5 13, ,79 Sunda ,53 Tionghoa 4 10, ,53 Betawi 3 7,89 3 7,89 Arab 2 5,26 2 5,26 Batak 5 13,16 3 7,89 Lampung 1 2, ,58 Rejang ,63 Minahasa ,63 Afrika Selatan 1 2,63 1 2,63 Bima 1 2, Data kondisi klinis infertilitas Data kondisi klinis infertilitas pada sampel penelitian terdiri dari lama menikah (durasi infertilitas), jenis infertilitas, jumlah siklus FIV yang sebelumnya telah dilakukan, serta tahapan terapi FIV pada saat pasangan melakukan pengisian kuesioner. Distribusi frekuensi data-data tersebut dapat dilihat di tabel 2. Lama menikah Pada penelitian ini, sebagian besar pasangan telah menikah selama kurun waktu 5-10 tahun, yaitu sebanyak 68,42%, dengan kurun waktu terpendek adalah 1 tahun dan kurun waktu terpanjang adalah 15 tahun. Jenis infertilitas Jenis infertilitas pada penelitian ini digolongkan menjadi 4, yaitu infertilitas perempuan, infertilitas laki-laki, infertilitas campuran, dan lainnya termasuk karena kondisi medis khusus ataupun tidak diketahui sebabnya. Dari

50 39 pengumpulan data didapatkan jenis infertilitas yang terbanyak adalah infertilitas campuran yaitu sebanyak 44,74%. Jumlah siklus FIV sebelumnya Jumlah siklus pada penelitian ini digolongkan menjadi 3 golongan, yaitu belum pernah, pernah menjalani FIV 1-3 siklus sebelumnya, dan lebih dari 3 siklus. Dari pengumpulan data didapatkan bahwa lebih dari separuh sampel belum pernah menjalani FIV sebelumnya, yaitu sebanyak 57,89%. Tahapan FIV saat ini Pada penelitian ini, tahapan yang tercantum adalah tahapan saat pasangan diminta untuk mengisi kuesioner. Dari pengumpulan data didapatkan bahwa 47,37% pasangan telah melewati tahapan transfer embrio baik sudah ataupun belum mengetahui hasilnya. Tabel 2. Distribusi frekuensi durasi infertilitas, jenis infertilitas, jumlah siklus FIV sebelumnya serta tahapan FIV saat ini Data Infertilitas Jumlah Pasangan % Durasi infertilitas < tahun >10 Jenis infertilitas Infertilitas perempuan Infertilitas laki-laki Infertilitas campuran Lain-lain Jumlah siklus FIV sebelumnya belum pernah 1x-3x >3x Tahapan FIV saat ini Baru memulai Stimulasi folikel Pasca ovum pick up Pasca transfer embrio (belum ada hasil) Hasil βhcg tinggi (>200) Hasil βhcg rendah (<200) ,68 68,42 7,89 26,32 23,68 44,74 5,26 57,89 39,47 26,31 13,16 28,95 10,53 7,89 26,32 13,16

51 Data Kondisi Psikopatologi berdasar Skor SRQ-20 Pada penelitian ini, digunakan kuesioner dengan pengisian mandiri yaitu SRQ-20. Kuesioner ini digunakan sebagai penapisan akan adanya gangguan mental emosional atau distres yang berpotensi pada terjadinya gangguan jiwa dengan nilai pisah 5/6. Pada penelitian ini didapatkan bahwa 7,9% suami mengalami distres, sedangkan 18,4% istri mengalami distres. Tabel 3. Data kondisi psikopatologi berdasar kuesioner SRQ-20 Hasil Pengisian Laki-laki Perempuan Rerata total skor 1,97 3,68 Total skor tertinggi 7 12 Total skor >5 3 7 Memiliki keluhan: Depresi Cemas Somatik Kognitif Penurunan energi Hubungan Karakteristik Subyek Penelitian dengan Adanya Psikopatologi Gambaran Psikopatologi pada Suami yang Menjalani Program FIV di Klinik Yasmin RSCM Kencana Tabel 4. Distribusi psikopatologisuami yang menjalani program FIV di Klinik Yasmin RSCM Kencana Psikopatologi Jumlah Persentase (%) Ya 3 7,9 Tidak 35 92,1 Total Berdasarkan hasil analisis univariat pada tabel di atas, terlihat bahwa prevalensi psikopatologi pada suami yang menjalani program FIV di Klinik Yasmin RSCM Kencana tahun 2014 adalah sebesar 7,9%

52 Gambaran Psikopatologi pada Istri yang Menjalani Program FIV di Klinik Yasmin RSCM Kencana Tabel 5. Distribusi psikopatologi pada istri yang menjalani program FIV di Klinik Yasmin RSCM Kencana Psikopatologi Jumlah Persentase (%) Ya 7 18,4 Tidak 31 81,6 Total Berdasarkan hasil analisis univariat pada tabel di atas, terlihat bahwa prevalensi psikopatologi pada istri yang menjalani program FIV di Klinik Yasmin RSCM Kencana adalah sebesar 18,4% Hubungan antara suku dengan psikopatologi pada suami Analisis bivariat dilakukan dengan uji statistik Chi Square untuk melihat hubungan antara variabel independen dengan dependen yang bersifat kategorik. Hasil analisis bivariat hubungan antara suku dengan psikopatologi pada suami ditunjukkan pada tabel 6. Tabel 6. Hubungan antara suku dengan psikopatologi pada suami yang menjalani program FIV di Klinik Yasmin RSCM Kencana Suku Psikopatologi Ya Tidak Total N % N % n % Nilai p Jawa 1 8, , Melayu 0 20, , Batak , Betawi Bima Lampung Minang Tionghoa Afrika Selatan Arab Jumlah 3 7, , ,584

53 42 Hasil analisis hubungan antara suku dengan psikopatologi pada suami diperoleh bahwa ada sebanyak 1 orang Jawa (16,7%), 1 orang Batak (25%) dan 1 orang Arab (50%) mengalami distres. Hasil uji statistik diperoleh nilai p= 0,584 sehingga hubungan antara suku dan psikopatologi pada suami tidak bermakna Hubungan antara Suku dan Psikopatologi pada Istri Analisis bivariat dilakukan dengan uji statistik Chi Square untuk melihat hubungan antara variabel independen dengan dependen yang bersifat kategorik. Hasil analisis bivariat hubungan antara suku dengan psikopatologi pada istri ditunjukkan pada tabel berikut. Tabel 7. Hubungan antara suku dengan psikopatologi pada istri yang menjalani program FIV di Klinik Yasmin RSCM Kencana Suku Psikopatologi Ya Tidak Total n % N % N % Nilai p Sunda Jawa Melayu 2 33,3 4 66, Batak Minahasa Betawi 1 33,3 2 66, Lampung Minang 2 33,3 4 66, Rejang Tionghoa Afrika Selatan Arab Jumlah 6 18, , , 458 Hasil analisis hubungan antara suku dengan psikopatologi pada istri diperoleh bahwa ada sebanyak 1 orang Sunda (25%),2 orang melayu (33,3%), 1 orang Betawi (33,3%), dan 2 orang Minang (33,3%) mengalami distres. Pada

54 43 hasil uji statistik diperoleh nilai p=0,458 maka dapat disimpulkan bahwa tidak ada hubungan yang bermakna antara suku dengan munculnya distres pada istri Hubungan antara Agama dengan Psikopatologi pada Suami Hasil analisis bivariat hubungan antara agama dengan psikopatologi pada suami ditunjukkan pada tabel berikut. Tabel 8. Hubungan antara agama dengan psikopatologi pada suami yang menjalani program FIV di Klinik Yasmin RSCM Kencana Agama Psikopatologi Ya Tidak Total n % N % n % Nilai p Islam 2 7, , Kristen Protestan 1 14,3 6 85, Katolik Budha Jumlah 3 7, , , 844 Hasil analisis hubungan antara agama dengan psikopatologi pada suami diperoleh bahwa ada sebanyak 2 orang Islam (7,6%) dan 1 orang Kristen Protestan (14,3%) yang mengalami distres. Hasil uji statistik diperoleh nilai p=0,844 maka dapat disimpulkan bahwa tidak ada hubungan yang signifikan antara agama dengan munculnya psikopatologi pada suami Hubungan antara Agama dengan Psikopatologi pada Istri Hasil analisis bivariat hubungan antara agama dengan psikopatologi pada istri ditunjukkan pada tabel di bawah ini.

55 44 Tabel 9. Hubungan antara agama dengan psikopatologi pada istri yang menjalani program FIV di Klinik Yasmin RSCM Kencana Psikopatologi Ya Tidak Total Agama Nilai p N % N % n % Islam 6 23, , Kristen Protestan 1 14,3 6 85, Katolik Budha Jumlah 7 18, , ,663 Hasil analisis hubungan antara agama dengan psikopatologi pada istri diperoleh bahwa ada sebanyak 6 orang pemeluk agamaislam (23,1%) dan1 orang pemeluk agama Kristen Protestan (14,3%) mengalami distres. Pada hasil uji statistik diperoleh nilai p= 0,663 maka dapat disimpulkan bahwa tidak ada hubungan yang signifikan antara agama dengan munculnya psikopatologi pada istri Hubungan antara Lama Menikah dengan Psikopatologi pada Suami Hasil analisis bivariat hubungan antara lama menikah dengan psikopatologi pada suami ditunjukkan pada tabel di bawah ini. Tabel 10. Hubungan antara lama menikah dengan psikopatologi pada suami yang menjalani program FIV di Klinik Yasmin RSCM Kencana Lama Menikah Psikopatologi Ya Tidak Total N % N % n % Nilai p < 5 tahun 1 11,1 8 88, tahun 2 7, , > 10 tahun , , ,824 Hasil analisis hubungan antara lama menikah dengan psikopatologi pada suami diperoleh bahwa ada sebanyak 1 orang yang menikah selama kurang dari 5 tahun (11,1%) yang mengalami distres dan 2 orang yang menikah dalam kurun waktu 5-10 tahun (7,7%) yang mengalami distres. Hasil uji statistik diperoleh

56 45 nilai p=0,824 maka dapat disimpulkan bahwa tidak ada hubungan yang signifikan antara lama menikah dengan munculnya psikopatologi pada suami Hubungan antara Lama Menikah dengan Psikopatologi pada Istri Hasil analisis bivariat hubungan antara lama menikah dengan psikopatologi pada istri ditunjukkan pada tabel berikut. Tabel 11. Hubungan antara lama menikah dengan psikopatologi pada istri yang menjalani program FIV di Klinik Yasmin RSCM Kencana Lama Menikah Psikopatologi Ya Tidak Total N % N % N % Nilai p < 5 tahun 3 33,3 6 66, tahun 4 15, , > 10 tahun , , ,338 Hasil analisis hubungan antara lama menikah dengan psikopatologi pada istri diperoleh bahwa ada sebanyak 3 orang menikah selama kurang dari 5 tahun (33,3%) dan 4 orang yang menikah selama kurun waktu 5 10 tahun (15,4%) yang mengalami distres. Hasil uji statistik diperoleh nilai p= 0,338 maka dapat disimpulkan bahwa tidak ada hubungan yang signifikan antara lama menikah dengan munculnya psikopatologi pada istri Hubungan antara Fase FIV dengan Psikopatologi pada Suami Hasil analisis bivariat hubungan antara fase FIV dengan psikopatologi pada suami ditunjukkan pada tabel berikut.

57 46 Tabel 12. Hubungan antara fase FIV dengan psikopatologi pada suami yang menjalani program FIV di Klinik Yasmin RSCM Kencana Fase FIV Psikopatologi Ya Tidak Total Nilai p N % N % n % Baru memulai Stimulasi folikel 2 18,2 9 81, Pasca pengambilan sel telur Pasca transfer embrio Hasil BhCG tinggi Hasil BhCG rendah Jumlah 6 7, , ,682 Hasil analisis hubungan antara fase FIV dan psikopatologi pada suami diperoleh bahwa ada sebanyak 5 orang yang baru memulai terapi FIV (100%) tidak mengalami distres, 2 orang yang menjalani fase stimulasi folikel (18,2%) dan 1 orang yang telah menjalani transfer embrio dengan hasil βhcg tinggi (20%) mengalami distres. Hasil uji statistik diperoleh nilai p= 0,682 maka dapat disimpulkan bahwa tidak ada hubungan yang signifikan antara fase FIV dengan munculnya psikopatologi pada suami Hubungan antara Fase FIV dengan Psikopatologi pada Istri Hasil analisis bivariat hubungan antara fase FIV dengan psikopatologi pada istri ditunjukkan pada tabel 13. Tabel 13. Hubungan antara fase FIV dengan psikopatologi pada istri yang menjalani program FIV di Klinik Yasmin RSCM Kencana Fase FIV Psikopatologi Ya Tidak Total Nilai p n % N % n % Baru memulai Stimulasi folikel 1 9, , Pasca pengambilan sel telur Pasca transfer embrio 1 33,3 2 66, Hasil BhCG tinggi Hasil BhCG rendah Jumlah 7 18, , ,285

58 47 Hasil analisis hubungan antara fase FIV dan psikopatologi pada istri diperoleh bahwa ada sebanyak 1 orang istri yang menjalani fase stimulasi folikel (9,1%), 1 orang (33,3%) yang telah menjalani transfer embrio dan belum mengetahui hasilnya,4 orang (40%) yang telah mengetahui bahwa kadar βhcgnya tinggi dan 1 orang (20%) dengan kadar βhcg rendah mengalami distres. Hasil uji statistik diperoleh nilai p= 0,285 maka dapat disimpulkan bahwa tidak ada hubungan yang signifikan antara fase FIV dengan munculnya psikopatologi pada istri Hubungan antara Jumlah Siklus FIV dengan Psikopatologi pada Suami Hasil analisis bivariat hubungan antara jumlah siklus FIV dengan psikopatologi pada suami ditunjukkan pada tabel 14 Tabel 14. Hubungan antara jumlah siklus FIV dengan psikopatologi pada suami yang menjalani Program FIV di Klinik Yasmin RSCM Kencana Psikopatologi Ya Tidak Total Jumlah Siklus FIV nilai p N % n % n % 0 2 9, , , , > Jumlah 3 7, , ,923 Terdapat 2 orang suami yang belum pernah menjalani terapi FIV (9,1%) dan satu orang suami yang telah menjalani terapi FIV 1-3 kali sebelumnya yang mengalami distres. Pada uji statistik didapatkan nilai p=0,923. sehingga hubungan antara riwayat FIV sebelumnya dan psikopatologi pada suami tidak bermakna Hubungan antara Jumlah Siklus FIV dengan Psikopatologi pada Istri Hasil analisis bivariat hubungan antara jumlah siklus FIV dengan psikopatologi pada istri ditunjukkan pada tabel 15.

59 48 Tabel 15. Hubungan antara jumlah siklus FIV dengan psikopatologi pada istri yang menjalani Program FIV di Klinik Yasmin RSCM Kencana Jumlah Siklus FIV Psikopatologi Ya Tidak Total N % N % n % nilai p , , , , > Jumlah 7 18, , ,253 Hasil analisis hubungan antara jumlah siklus FIV dan psikopatologi pada istri diperoleh bahwa ada sebanyak 6 orang yang belum pernah menjalani siklus FIV sebelumnya (27,3%) dan1 orang yang pernah menjalani 1-3 siklus FIV (6,7%) yang mengalami distres. Hasil uji statistik diperoleh nilai p= 0,253 maka dapat disimpulkan bahwa tidak ada hubungan yang signifikan antara jumlah siklus FIV dengan munculnya psikopatologi pada istri Pemaknaan Pasangan Suami Istri terhadap Infertilitas dan Terapi FIV yang Mereka Jalani di Klinik Yasmin RSCM Kencana Pasangan yang dilibatkan dalam focus group discussion maupun in-depth interview terdiri 7 pasangan suami istri dan 2 orang istri yang suaminya bertugas di luar Indonesia. Pasangan 1 (A: istri; B: suami) adalah pasangan yang telah menikah selama 6 tahun, keduanya beragama Islam, suami bersuku Bima sementara istri bersuku Betawi. Pasangan ini telah menjalani satu kali siklus FIV sebelumnya namun anak mereka (kembar) meninggal dunia pada usia 10 dan 20 hari setelah lahir prematur. Saat ini sang istri tengah mengandung 2 bulan sebagai hasil FIV. Pada penilaian SRQ-20 keduanya tidak menunjukkan adanya distres. Pasangan 2 (A, B) adalah pasangan yang telah menikah selama 10 tahun, keduanya beragama Islam, suami bersuku Jawa sementara istri bersuku Sunda. Pasangan ini mengalami masalah infertilitas perempuan, yaitu endometriosis yang telah menjalani tindakan operasi berulang. Pasangan ini telah menjalani 2 kali siklus FIV sebelumnya dan saat ini akan kembali memulai siklus ketiganya. Pada penilaian SRQ-20 keduanya tidak menunjukkan adanya distres.

60 49 Pasangan 3 (A, B) adalah pasangan yang telah menikah selama 4 tahun, keduanya beragama Islam, suami bersuku Minang sementara istri bersuku Jawa. Pasangan ini belum pernah menjalani siklus FIV sebelumnya, dan saat ini istri sedang menjalani stimulasi folikel. Masalah yang dialami oleh pasangan ini adalah infertilitas laki-laki. Pada penilaian SRQ-20 keduanya tidak menunjukkan distres. Pasangan 4 (A, B) adalah pasangan yang telah menikah selama 10 tahun, keduanya beragama Islam, bersuku Minang, pasangan ini belum pernah menjalani siklus FIV sebelumnya namun pernah mengalami kehamilan dengan janin tidak berkembang sebelum usia 8 minggu di tahun Saat ini istri sedang mengandung bulan kelima. Pada penilaian SRQ-20 didapatkan adanya distres pada istri dengan total skor 12. Pasangan 5 (A, B) adalah pasangan yang telah menikah selama 1,5 tahun, keduanya beragama Kristen Protestan, suami bersuku Batak sementara istri bersuku Minahasa. Keduanya berprofesi sebagai dokter. Pasangan ini belum pernah menjalani siklus FIV sebelumnya. Masalah yang dialami oleh pasangan ini adalah infertilitas pria yaitu azospermia. Pada penilaian SRQ-20 didapatkan distres pada suami dengan total skor 6. Pasangan 6 (A, B) adalah pasangan yang telah menikah selama 5,5 tahun. Keduanya bersuku Tionghoa dan beragama Katholik. Pasangan ini saat ini telah dinyatakan gagal dalam terapi FIV. Pada penilaian SRQ-20 keduanya tidak menunjukkan adanya distres. Pasangan 7 (A, B) adalah pasangan yang telah menikah 5 tahun, keduanya bersuku Batak dan beragama Kristen Protestan. Pasangan ini memiliki masalah infertilitas laki-laki. Saat ini istri sedang menjalani stimulasi folikel. Pada penilaian SRQ-20 keduanya tidak menunjukkan adanya distres. Responden 8(A) adalah seorang istri yang menjalani terapi FIV di klinik Yasmin RSCM Kencana sementara suami bertugas di Singapura. Pasangan ini telah menikah selama 6 tahun, dan masalah yang mereka alami adalah infertilitas campuran. Keduanya beragama Islam, istri bersuku Minang sementara suami bersuku Jawa. Saat ini istri telah dinyatakan positif hamil. Pada penilaian SRQ-20 keduanya tidak menunjukkan distres.

61 50 Responden 9(A) adalah seorang istri yang menjalani terapi FIV di klinik Yasmin RSCM Kencana sementara suami bertugas di Qatar. Pasangan ini telah menikah selama 8 tahun. Keduanya bersuku Jawa dan beragama Islam. Pasangan ini telah menjalani 5 siklus FIV sebelumnya dan saat ini istri sedang persiapan untuk FET. Pada penilaian SRQ-20 tidak didapatkan distres pada keduanya Riwayat Perjalanan Terapi Selama FGD maupun wawancara, keseluruhan responden dapat menceritakan riwayat perjalanan sejak mereka memutuskan untuk konsultasi hingga akhirnya sampai pada pilihan terapi FIV. Para istri menceritakan cenderung lebih runut dibandingkan para suami Pernyataan istri diantaranya: Tahun kedua menikah, belum hamil juga, kami akhirnya memutuskan untuk konsul, cari tahu apa masalahnya...dari pemeriksaan hormon sama HSG..Coba 2 kali penyubur kemudian dinyatakan oleh dr.i ASAnya tinggi. Itu, terapi nurunin setahun...insem di Singapur tahun Bulan April merasa siap, kami putuskan untuk IVF di sini (Responden 8A) Pernyataan suami diantaranya: Sebenarnya sejak tahun pertama ya kita mulai wira-wiri ke anu ya, ke dokter apa..dokter ya untuk menanyakan gimana-gimana...di tahun ke empat baru kita.. ya kita ke yasmin itu mencoba untuk rekomendasi...nah kalo itu pertama kan insem dulu, tapi lalu pada awalnya kan ada kista tu, jadi harus operasi. Ya jadi operasi setelah operasi itu bayi tabung (Responden 1B) Makna memiliki anak Saat ditanyakan mengenai pentingnya arti anak bagi mereka, semua pasangan yang terlibat dalam wawancara maupun FGD menyatakan bahwa anak bermakna penting bagi mereka. Makna anak dapat dikaitkan dengan ajaran agama, seperti yang dinyatakan berikut ini. anak itu kan kita mengacunya kan ke agama ya. Sebagai penerus, yang nanti mendoakan. Doa yang tidak ada habisnya kan sampai di akhirat nanti kan doa anak. Juga sebagai ya kebanggan juga ya, sebagai penyejuk mata, penghibur hari, dan juga ya namanya anak itu kan satu-satunya untuk meneruskan keturunan. (Responden 2B) Makna anak juga dikaitkan dengan nilai adat, seperti yang dinyatakan diberikut ini. Saya sebagai orang Batak, ya bagi saya anak adalah segala-galanya. (Responden 7B)

62 51 Ada beberapa responden istri yang mengaitkan makna anak dengan kesempurnaan sebagai wanita, serta keutuhan keluarga. Seperti yang dinyatakan berikut ini. kayanya bagi wanita juga, kalo ga punya anak kayaknya gimana, kayaknya ga lengkap. Apalagi kita orang Timur (Responden 5A) Ya jadi wanita sempurna lah. Karena keluarga utuh itu kan lengkap ama anak (Responden 6A) Makna infertilitas Pada saat diajak mengenai masalah infertilitas, apa yang mereka rasakan saat harus menghadapi masalah ini serta apa dampak yang diakibatkan oleh infertilitas dalam kehidupan mereka baik sebagai pribadi, sebagai pasangan, sebagai anggota keluarga atau lingkungan pergaulan, tanggapan yang didapat cukup bervariasi. Ada yang mengatakan mereka tidak mengalami perubahan, seperti berikut ini. nggak terlalu berubah ya pola hidupnya yang sekarang yang belum punya anak sama yang dulu. (Responden 3A) Ada yang mengalami rasa bersalah dan rendah diri. aku sendiri jujur pas awal-awal pasti ada rasa salah juga sih, ada rasa rendah diri juga sih (Responden 5B) Ada yang merasa disalahkan oleh keluarganya. sepasang suami istri belum punya anak juga, secara tidak sadar juga menyalahkan perempuan. Itu sekali-sekali E rasakan dan sedikit membuat E jaga jarak dengan keluarga mertua (Responden 8A) Ada yang menyatakan ada keterkejutan dan juga kemarahan, kemudian berpasrah. ee yang pertama sih syok ya, kaget, gitu...ya sedih juga, tapi ya gimana...kalo nyalahin Tuhan sih ada...setelah lama-lama ya udah, pasrah deh, berserah. Kita percaya Tuhan tuh punya rencana pasti yang terbaik lah mau seperti apapun Dan ada yang menyatakan mereka tetap terus berusaha. (Responden 5A) Ga mungkin pesimis gitu kan bu, terus berusaha dengan sekuat tenaga, ya terus melakukan dengan cara normal ya terus kita lakukan (Responden 1B)

63 Komunikasi pasangan dalam menghadapi masalah infertilitas dan dalam menjalani terapi FIV Dalam wawancara, topik komunikasi dengan pasangan ini muncul sejak awal pembicaraan mengenai perjalanan terapi yang pasangan jalani. Seluruh pasangan yang diwawancara menyatakan bahwa pasangan tersebut berdiskusi saat akan melakukan pemeriksaan ataupun saat akan memulai suatu terapi. Seperti yang dinyatakan baik oleh istri maupun suami berikut ini. baru 2 bulan lalu saya ngobrol dengan suami dan kita putuskan, apalagi kita ada nyimpen satu lagi eh 2 lagi,kita coba mulai lagi yang ketiga (Responden 2A) Karena juga komunikasi selalu kita bangun dengan baik (Responden 1B) Namun, untuk mengkomunikasikan apa yang mereka rasakan, para suami kebanyakan lebih memilih untuk tidak menceritakan pada istri karena khawatir akan memberi dampak yang kurang baik pada kondisi psikologis istri. Hal ini juga dikaitkan dengan peran sebagai kepala rumah tangga yang harus melindungi. Biasanya saya, saya simpen sendiri aja sih ya..kalo saya cerita takutnya ntar istri malah tambah, tambah merasa..biar gimana kan. Jadi biasanya nggak saya cerita sih...sebagai kepala rumah tangga itu kan ya artinya setidaknya ya tegar ya, walaupun sebenarnya ya ini juga (Responden 2B) Ya emang harus begitu. Kalau tahu saya takutnya, nanti kalau tahu istri..saya gak mau lagi. Kalau istri saya tahu, sebelah kita yang, yah dia udah begini lagi, begitu. Kasihan. (Responden 3B) Dukungan pasangan dalam menghadapi masalah infertilitas dan dalam menjalani terapi FIV Dalam wawancara, lebih banyak istri yang menyebut mengenai dukungan suami. Pada responden istri yang berjauhan dengan suaminya pun, masing-masing menyatakan bahwa mereka merasa mendapat cukup dukungan dari suaminya. trus, suami juga mau kerja sama..ya udah kapan mau ambil sperma, udah langsung aja, udah siap, dia udah tau diri, kapan mau diambil dia udah siapin beberapa hari sebelumnya..untungnya bekerja sama banget (Responden 5A)

64 53 insya Allah sih suami ee ya insya Allah kami berjanji akan tetap bahagia apapun takdir dari Tuhan...Dia tidak demanding, dan selalu ee suportif gitu. Ketika memang E butuh. (Responden 8A) Dari responden suami, hanya dua orang suami yang menyebutkan mengenai dukungan istri. Kedua responden tersebut adalah responden yang mengalami masalah infertilitas laki-laki. dukungan paling besar? Dari istri..dia kasih support, ini bisa ditangani, kita bisa cari tahu masalahnya apa, penyebabnya apa..gitu-gitu sih (Responden 5B) kami gak pernah..apa namanya..ya bilang kamu yang salah...sejauh ini kita tidak pernah bertengkar soal ini (Responden 7B) Pengaruh masalah infertilitas dan terapi FIV terhadap kualitas hubungan seksual. Dalam wawancara yang dilakukan pada 7 pasangan suami istri dan 2 responden istri, masalah seksual pertama kali muncul dalam sesi FGD kelompok istri saat sedang membicarakan tatalaksana infertilitas dengan senggama terjadwal. Saat itu muncul pernyataan bahwa jadwal tersebut pada mengurangi kenikmatan dalam hubungan seksual bersama pasangan. terpengaruh, jadi kan kayak kalo model hubungan kayak gitu yang utama kan kita enjoy, jadi..ini kan karena udah dijadwal dan jadi ada keharusan, harusnya itu..jadi mau ga mau harus nih sekarang, jadi ga rileks gitu kan. (tertawa) jadi malah kurang menikmati lah (Responden 2A) Hal lain yang didapatkan adalah kebanyakan pasangan dengan sengaja tidak melakukan hubungan seksual selama menjalani program FIV. Sampai sekarang, sejak mulai, mulai proses sampai sekarang kita ga pernah berhubungan...suami saya berpikiran, takut melukai...tapi itu juga ga jadi prioritas kita (Responden 4A) Namun, saat hal tersebut ditanyakan secara terpisah pada suami, semua responden suami menyatakan mereka tidak mengalami permasalahan dalam berhubungan seksual.

65 Cara mengatasi perasaan negatif terkait infertilitas Beberapa pasangan menyatakan bahwa ia dan pasangan ataupun ia sendiri, memiliki cara tertentu untuk mengatasi perasaan tidak nyaman yang timbul akibat masalah infertilitas yang mereka hadapi. Seorang responden istri menyatakan bahwa ia mengatasi perasaan tidak nyamanya dengan jalan bercerita dengan orang-orang yang dianggap senasib. kadang saya bercerita kepada orang lain yang mempunyai masalah dengan saya walaupun masalahnya kadang berbeda tetapi kita berusaha hamil dengan orang-orang yang seperti itu saya curhat saya bercerita kepada orang-orang seperti itu...kadang kan kita ikut group dimana kita cuman curhat-curhat saja lewat sini bisa lewat sini bisa saling menguatkanlah tidak hanya saya saja rupanya (Responden 9A) Adapula yang melakukannya dengan cara berbagi kebahagiaan dengan anak-anak lainnya. kita bawa enjoy kumpul semua aja. Nah kalo tiap-tiap tahun ajaran baru itu kita beliin mereka bulpen, pensil lengkap itu. Nah senang mereka. Ya senyumnya mereka itu senyum buat kita juga ya. Senangnya mereka itu..buat kita enjoy aja (Responden 1B) Ada pula yang mengatasinya dengan mendekatkan diri pada Tuhan. Cara-cara ini menurut mereka dapat membantu mengembalikan semangat dan perasaan nyaman mereka. Cuma berdoa sih, ke arah rohani (Responden 5B) Tuntutan dari keluarga maupun lingkungan yang dirasakan oleh pasangan dengan infertilitas Sebagian besar pasangan yang diwawancara menyatakan bahwa mereka tidak mendapatkan adanya tuntutan untuk segera memiliki anak dari keluarganya. Keadaan yang mereka hadapi biasanya berupa pertanyaan ataupun saran-saran baik dari orangtua, saudara, kerabat, ataupun teman. suka ditanyain keluarga kapan kamu?kapan kamu?...ini dipijit tolong ini nih belum punya anak...kebetulan saya anak pertama, cucu pertama gitu ya (Responden 4A) Beberapa responden menyatakan bahwa walaupun tidak pernah ada tuntutan atau desakan yang dinyatakan secara terbuka, mereka merasakan bahwa ada tuntutan bagi mereka untuk segera memiliki keturunan.

66 55 kalo orangtua sih tidak pernah..tidak pernah menunjukkan itu. Tapi kalo dari perilakunya sih memang saya yakin ada rasa kecewa juga sih. Dari orangtua terutama ibu saya (Responden 5B) Dukungan dari keluarga terhadap pasangan dalam menghadapi masalah infertilitas dan terapi FIV Hampir seluruh responden kecuali satu pasang responden yang memang tidak menceritakan kondisinya kepada orangtua atau keluarga terdekatnya menyatakan bahwa mereka merasa mendapat dukungan dari keluarga, baik orangtua, mertua, ataupun keluarga kandung. Terus jadi dia yang malahan kasih support aku.ya uda de ga usah pikirin omongan orang (Responden 3A) Cuma mereka ya dukung aja. Cuma kasih tahu oo begini mungkin begini.. Tidak pernah mereka terasa melemahkan diri saya, tidak.. keluarga dari perempuan begitu juga, ga pernah berfikir untuk melemahkan atau membuat kita pesimis. Justru membuat kita optimis. (Responden 1B) Dukungan dari lingkungan terhadap pasangan dalam menghadapi masalah infertilitas Selama wawancara, selain dukungan dari pasangan serta dari keluarga, bentuk dukungan yang juga disebutkan adalah dukungan dari lingkungan sekitar seperti tetangga. Hal ini diungkapkan oleh dua responden suami yang kedua istrinya saat ini tengah mengandung. Tetangga-tetangga sini juga mereka supportingnya luar biasa juga (Responden 1B) Ya, lingkungan sebetulnya ga ada hmm mereka sebetulnya berempati juga terhadap kita. Ga ada yang meledek. Jadi saya ga merasa rendah diri (Responden 4B) Persiapan dalam menjalani terapi FIV Saat diwawancara mengenai perjalanan mereka menjalani terapi FIV, beberapa hal yang terungkap adalah beberapa hal yang mereka persiapkan dalam menghadapi terapi FIV. Dari ketujuh responden istri yang mengungkap mengenai

67 56 persiapan FIV, kesemuanya secara seimbang menyatakan perlunya persiapan mental atau finansial atau keduanya. memang yang paling utama itu mental..mental untuk memutuskan memulai bayi tabung, dengan biaya mahal..kita semua tahu..juga dukungan dari suami paling penting (Responden 1A) soalnya kan biayanya gede juga mbak. Kalo ga berhasil juga udah abis, ya.. buat biaya ini.. Mikirnya ke situ juga. Kadang mikir, untuk anak. Tapi kan kita hidup butuh realistis juga.. jadi kesiapan finansialnya...sama kalo hati ya, pikirannya (Responden 6A) Kelompok responden suami mengungkapkan dua hal yang utama dalam persiapan FIV yaitu membekali diri dengan informasi dan persiapan finansial. Hanya dua orang responden suami yang menyebutkan persiapan mental sebagai persiapan dalam menjalani terapi FIV. Kami sudah baca informasi-informasi..psikologis istri dulu, mungkin pertamanya itu kan ya.. (Responden 1B) Cuma masalah finansial mah itu kudu penting. Mahal..Sebelum ke sini itu kita udah cari tahu. Gimana caranya cari tahu (Responden 3B) Kerahasiaan dan stigma tentang FIV Dalam wawancara, beberapa dari pasangan lebih memilih untuk merahasiakan kepada keluarga ataupun kerabat bahwa mereka sedang menjalani terapi FIV. Beberapa alasan yang diungkapkan pasangan diantaranya adalah stigma yang masih ditemukan di masyarakat. Karena saya, nanti keluarga saya pemahaman mengenai bayi tabung tuh masih..karena saya ga menjelaskan juga, mereka pemahaman tentang bayi tabungnya masih aneh-aneh gitu (Responden 4A) Ada pula yang menyatakan mengenai kekhawatiran akan adanya label pada anak mereka nanti. anak itu kita ga mau ada perlakuan yang berlebih. Artinya, kami itu punya mimpi biarlah mereka itu terus seperti anak-anak yang biasa. Janganlah wah hasil ini, hasil ini (Responden 1A) Serta ada pasangan yang menyatakan alasan mereka untuk merahasiakan terapi yang mereka jalani adalah untuk menghindari tekanan yang semakin bertambah dengan semakin banyaknya orang yang tahu mengenai hal tersebut.

68 57 Soalnya makin banyak orang yang tau saya makin underpressure..ga bisa.. Minimal ya keluarga aja sih yang tau. Soalnya kadang-kadang orang luar tuh, kan kadang kita ga tahu, trus mereka suka nanya (Responden 6A) yang itu..khawatirkan.. ya itu ya, yang diceritakan istri pas kita ngobrol pertama tuh. Namanya kalo ditanyain kalo berhasil ya alhamdulillah.. Kalo ga berhasil itu kan namanya temen kan suka, kenapa sih..temen satu nanya, diceritain kan otomatis. Yang satu lagi nanya.. yang keempat nanya.. yang kelima nanya. Kalo yang ditanyain secara psikologisnya lagi..ya bisa dibilang sedih ya..mungkin, disuruh cerita lagi cerita lagi kan bete juga (Responden 2B) Dampak yang dirasakan terkait terapi FIV Saat ditanyakan mengenai apa yang dirasakan selama menjalani terapi FIV, pasangan mengungkapkan baik hal positif maupun hal negatif yang terjadi beriringan dengan terapi FIV yang mereka jalani. Baik responden dari kelompok suami maupun dari kelompok istri mengungkapkan bahwa dampak positif yang mereka rasakan selama menjalani terapi FIV adalah hubungan mereka yang menjadi lebih dekat. Ya maksudnya mungkin lebih berasa sekarang kali ya..karena mungkin karena lagi program...ya jadi ya lebih berasa ya kesabarannya, kasih sayangnya (Responden 5A) Malah lebih bersemangat ya. Lebih deket...kita saling mensupport (Responden 4B) Dampak negatif yang dirasakan ada yang berupa keluhan fisik seperti rasa lelah dan penambahan berat badan, serta keluhan psikis seperti emosi yang tidak stabil. Melelahkan banget gitu..lelah banget. Sampe saya tuh pernah tidur di mushola, saya tunggu suami saya pulang, lelah gitu (Responden 1A) kalo aku lihat ke fisik..nggak, kayanya badan aku ini melar. Jadi kayanya baju-baju tuh pada sempiit selama kita menjalani program (Responden 7A) Responden suami menyatakan dampak yang mereka rasakan diantaranya adalah terganggunya pekerjaan, sebagaimana pernyataan berikut. Memang agak mempengaruhi maksudnya membatasi kerjaan gitu (Responden 4B) Dampak lain yang diungkapkan oleh responden suami adalah timbulnya perasaan tidak tega dan tidak adil dengan banyaknya prosedur yang dilakukan terhadap istri.

69 58 Kebanyakan istri ya yang..yang akhirnya banyak berkorban, yang harus diterapi terusterusan. Padahal yang bermasalah saya, jadi dalam hati juga merasa ga fair, ga adil (Responden 5B) Pandangan terhadap keberhasilan dan ketidakberhasilan terapi Saat membicarakan mengenai hasil dari terapi FIV yang mereka jalani, hampir seluruh responden menghubungkan keberhasilan mereka mendapatkan keturunan nanti dengan rejeki dan kekuasaan Tuhan. Saat mereka mendapatkan hasil yang tidak diharapkan pun hampir seluruh pasangan dengan senada mengatakan bahwa hal tersebut sudah di luar kuasa mereka. Hal ini dapat dinyatakan oleh responden istri, seperti berikut ini. Manusia bisa berusaha sebagaimana sejauh apapun, cuman kalo Tuhan tidak berkehendak ya tetap aja, ya ga bisa kan (Responden 5A) kalo memang ga jadi berarti belum rejeki..udah, udah pasrah, udah ikhlas (Responden 8A) Dan juga oleh responden suami, seperti berikut ini. ya optimis aja, lillahi ta ala juga. kita apa namanya, pasrahkan saja...tiba-tiba kan kita ga ngerti ya, maunya Tuhan. Tuhan kan lain. (Responden 1B) ya intinya ya namanya usaha, namanya berhasil atau engga ya Tuhan aja yang tau (Responden 7B) Kecemasan saat terjadi kehamilan Dari seluruh pasangan yang menjadi responden baik untuk FGD maupun wawancara, 3 orang responden telah dinyatakan hamil. Dari keterangan ketiganya didapatkan bahwa setelah mengetahui bahwa mereka telah berhasil hamil, mereka tidak langsung merasa lega dan justru mengalami berbagai hal terkait dengan kondisi kehamilan yang sedang mereka jalani. kalo orang hamil manual mah kuat-kuat aja. Kalo kita kan beda ya mbak ya. Mungkin kondisinya beda, karena saya ngalamin yang pertama, saya kuat, saya kuat, ternyata yang di dalem bayinya ga kuat (Responden 1A) Dokter bilang kalo usia-usia di atas 35, kemungkinan terjadinya sindrom Down itu ada. Ya.. (Responden 4A) pas ketahuan positif besoknya malah mulai ada gejala-gejala, mual-mual, nyeri-nyeri, dan suatu hari gejala itu hilang. Iya, kayanya itu deh yang bikin stres (Responden 8A)

70 59 Khusus para suami, dari responden kelompok suami mengungkapkan bahwa mereka berusaha mengendalikan kecemasannya dengan mencari informasi mengenai hal tersebut. Tapi selain itu saya browsing juga, bener gak sih sakit? Saya ngeri dok, entar cek normal taunya gak normal kan? Saya browsing, oh normal (Responden 3B) Tapi istri ga puas. Ketemu dokter apa. Sampai dua minggu itu dia agak labil. Pokoknya harus tanya sana-sini. Saya juga browsing. Tapi saya lihat, dari berapa ini, sebenernya angkanya ga bermasalah (Responden 4B) Hal-hal yang dipertimbangkan untuk kembali menjalani terapi FIV Saat membicarakan apakah pasangan akan melakukan usaha melalui terapi FIV ini lagi bila ternyata siklus kali ini memberi hasil yang tidak sesuai dengan harapan, pasangan yang masih berada di tengah perjalanan proses menyatakan belum mau memikirkan hal tersebut, sedangkan pada pasangan yang telah menyelesaikan satu siklus, kebanyakan responden istri akan menyebutkan motivasi untuk memiliki anak sebagai bahan pertimbangan. Motivasi yang utamanya adalah mau punya anak ya. Jadi kita mikirnya, apa namanya, ya harus usaha ya. Kita kan harus berusaha, ya namanya usahanya nanti yang menentukan kan (Responden 2A) Ya intinya sih, ya memberikan usaha terbaik ya semampu kita. Kalo memang mampu menjalaninya ya jalani, toh dikasih rejeki salah satunya mungkin buat ini kali.. Ada rejekinya ya udah, jalani terus (Responden 8A) Sementara tanggapan dari responden suami lebih mengungkapkan hal-hal yang praktis. karena sudah pertama itu. Karena berhasil kan ya walaupun tidak berhasil. Udah kita anggap berhasil lah ya, karena faktor X aja...yang pasti udah kita anggap berhasil itu. Kita anggap berhasil itu, kita coba lagi (Responden 1B) Ya udah deh, yang terbaik secara medisnya gimana ya kalo kami sanggup ya kami kerjakan gitu loh. Akhirnya, kemarin bayi tabung sampe berapa tuh, 3 kali, eh 2 kali yang belum berhasil. Makanya sekarang ada..kita masih ada 2 embrio lagi, ya mudahmudahan sih (Responden 2B)

71 Kebutuhan akan pendampingan dan akses ke pelayanan Dalam menjalani terapi FIV, hampir seluruh pasangan sepakat bahwa terapi yang mereka jalani bukanlah terapi yang sederhana. Sepanjang perjalanan terapi seringkali muncul pertanyaan, keraguan, ataupun kecemasan. Karena itu sebagian besar pasangan mengharapkan pemberian informasi yang optimal, akses yang mudah untuk mendapatkan pelayanan serta pendampingan psikologis terutama pada fase-fase yang dianggap krusial. Beberapa tanggapan dari responden istri adalah seperti berikut ini. kita butuh komunikasi, kita butuh teman-teman share (Responden 1A) kalau bisa, sebelum masuk, pasangan memutuskan bayi tabung, jadi oke mau bayi tabung. Didampingi sama..yang ahli gitu kan, dijelaskan kalo bayi tabung itu seperti ini, nanti ada dampaknya secara fisik maupun non fisik. Ada informasinya yang jelas. Kalo kita dapat dari ahlinya kan juga kita jadi lebih aman, lebih tenang. (Responden 2A) Beberapa tanggapan dari responden suami antara lain sebagai berikut. Pendampingan psikologi menurut saya itu bukan hanya pada waktu awal saja. Jadi itu sangat diperlukan kayaknya. Misalnya, karena untuk sebagian orang, dia gak bisa menerima dan malah makin down. Makin down, atau mungkin gak bisa bangkit, gitu (Responden 3B) Jadi ada semacam hmm call centre, tapi orang itu memahami betul permasalahannya (Responden 4B) Pengaruh kultur terhadap penyampaian kebutuhan Dalam wawancara, terdapat satu fenomena yang tertangkap dari sepasang suami istri. Pasangan ini memiliki banyak hal untuk ditanyakan namun keduanya terkesan kurang bebas dalam bertanya kepada dokter yang memberikan pelayanan. Hal ini belum dapat tertangkap dari pasangan yang lain. Yaa tapi ga kepikiran, saya sih ga mau bertanya lebih lanjut...jadi, saya begini sama dokter, tanyain ga?, jangan, jangan. Dia ga mau. (Responden 4A) Kami juga setiap ke sini juga ga pernah berusaha nanya, dok bisa ga kontak langsung? Enggak...Kita kemarin itu ga berpikiran untuk minta itu juga..agak sungkan juga (Responden 4B)

72 BAB 5 PEMBAHASAN Penelitian ini mendapatkan bahwa pada pasangan dengan infertilitas yang menjalani fertilisasi in vitro di Klinik Yasmin RSCM Kencana 7,9% suami dan 18,4% istri mengalami gangguan mental emosional atau distres yang berpotensi pada terjadinya gangguan jiwa apabila dilakukan pemeriksaan psikiatri lebih lanjut. Hasil ini lebih kecil dari hasil yang didapatkan oleh penelitian sebelumnya yang dilakukan di RSCM pada pasangan dengan masalah infertilitas di poliklinik kebidanan RSCM oleh Purnamawati pada tahun Penelitian tersebut mendapatkan bahwa gambaran proporsi depresi pada istri adalah 43,5% sementara pada suami sebesar 15,2%5. Hasil ini juga jauh lebih kecil bila dibandingkan dengan penelitian yang dilakukan oleh Guerra dkk pada studi perbandingan morbiditas psikiatri pada pasangan infertil yang mendapatkan morbiditas psikiatri pada 61,1% perempuan dan 21% laki-laki 9. Hasil ini hanya sedikit berbeda dengan penelitian yang dilakukan oleh Freeman dkk pada pasangan yang menjalani FIV, yang mendapatkan bahwa 18% laki-laki dan 16% perempuan menunjukkan adanya distres emosional. Hasil ini juga sesuai dengan hasil penelitian Edelman pada pasangan yang baru memulai program FIV, yang menunjukkan bahwa pada pasangan-pasangan tersebut hanya didapatkan sedikit deviasi dibandingkan nilai normatif pada pengisian instrumen psikologis terstandar sehingga disimpulkan bahwa pasangan yang datang untuk menjalani FIV secara umum memiliki fungsi mental yang baik 37. Lebih tingginya distres yang didapatkan pada perempuan dibandingkan pada laki-laki dalam penelitian ini sesuai dengan beberapa penelitian yang menyatakan bahwa perempuan menunjukkan gambaran morbiditas psikiatri yang lebih besar dibandingkan pasangan laki-lakinya dalam menghadapi masalah infertilitas. Penelitian ini juga mendapatkan bahwa keluhan somatik dan penurunan energi lebih banyak dialami oleh perempuan. Hasil ini juga sesuai dengan hasil yang didapatkan oleh Laffont dan Edelmann bahwa berdasarkan pengisian General Health Questionaire distres lebih banyak dialami oleh perempuan 38. Dalam penelitian Eugster, perbedaan gambaran morbiditas ini 61

73 62 dihubungkan dengan keterlibatan perempuan yang lebih besar selama menjalankan prosedur FIV 12. Gejala yang paling banyak dialami oleh pasangan yang berpartisipasi dalam penelitian ini adalah gejala ansietas. Hal ini sesuai dengan penelitian Beaurepaire yang mendapatkan bahwa baik laki-laki maupun perempuan mengalami kecemasan selama menjalani FIV 12. Pada wawancara, kecemasan banyak diungkapkan oleh responden. Kecemasan tersebut berupa kecemasan akan hasil transfer embrio, tentang prosedur suntik yang harus dijalani, serta kecemasan sebelum menjalani prosedur operasi pengambilan telur. Pernyataan-pernyataan tersebut sesuai dengan penelitian Brandt dan Zach, sebagaimana dikutip oleh Eugster, yang menyatakan bahwa kecemasan yang dialami pasangan yang menjalani FIV berkaitan dengan prosedur FIV sendiri, sejarah infertilitas sebelumnya, ketakutan akan pengambilan sel telur, ketidakpastian terhadap dampak hasil yang negatif terhadap perkawinan, serta kecemasan terhadap kehamilan 12. Kecemasan juga tetap dialami oleh responden yang telah berhasil mengalami kehamilan. Dari 7 subyek istri yang mengalami distres, 4 orang adalah istri yang telah mendapatkan hasil βhcg tinggi dan dinyatakan hamil. Pada wawancara didapatkan baik suami maupun istri merasakan kecemasan terhadap kehamilan yang telah terjadi. Mereka merasa khawatir dengan perjalanan kehamilannya, kemungkinan terjadinya kecacatan ataupun gangguan perkembangan pada janin, dan cenderung menganggap bahwa kehamilannya lebih rentan mengalami gangguan dibandingkan dengan kehamilan yang terjadi secara alami. Gambaran kecemasan setelah mendapatkan kehamilan ini sesuai dengan hasil penelitian sebelumnya oleh McMahon dkk yang mendapatkan bahwa para ibu yang menjalani FIV memiliki tingkat kecemasan yang lebih tinggi mengenai keselamatan dan normalitas bayinya nanti serta kecemasan tentang kemungkinan cedera lahir serta perpisahan setelah kelahiran 39. Pada penelitian ini gejala depresi lebih banyak dialami oleh perempuan dibandingkan laki-laki. Namun gejala ini tetap lebih sedikit dialami perempuan dibandingkan dengan kecemasan. Hal ini sesuai dengan pernyataan Beaurepaire dkk, sebagaimana dikutip oleh Eugster, bahwa penyebab tidak didapatkannya

74 63 depresi pada wanita yang menjalani terapi FIV adalah karena depresi merupakan akibat dari perasaan kehilangan. Saat pasangan memulai terapi FIV, mereka memulai prosedur dengan harapan tinggi dan harapan ini untuk sementara dapat menekan perasaan kehilangan yang sebelumnya mereka alami dalam menghadapi infertilitas 12. Hal lain yang perlu menjadi perhatian adalah bahwa hampir semua subyek perempuan mengisi kuesioner saat mereka mendapatkan terapi hormonal baik pada stimulasi folikel maupun setelah transfer embrio. Penggunaan hormonhormon ovarian telah diketahui dapat memengaruhi mood secara negatif, sehingga kemungkinan pengaruh hormonal terhadap gambaran distres tidak boleh diabaikan begitu saja. Keluhan mengenai pengaruh hormonal ini juga terungkap dalam wawancara dan FGD 12. Pada subyek suami, dari 3 orang yang mengalami distres, 2 diantaranya sedang berada dalam tahapan stimulasi folikel. Dalam wawancara didapatkan bahwa prosedur suntikan yang diterima oleh perempuan membuat para suami merasa tidak nyaman. Salah satu responden yang mengalami infertilitas laki-laki mengatakan bahwa banyaknya prosedur yang dilakukan pada istrinya menimbulkan perasaan bersalah dan tidak adil. Responden suami lainnya mengungkapkan adanya perasaan tidak tega karena prosedur yang dijalani istri terlihat menyakitkan. Hal ini sesuai dengan pernyataan Downey bahwa laki-laki cenderung merasa tidak berdaya dengan prosedur terapi yang banyak dijalani oleh pasangannya 7. Pada ketiga subyek suami yang mengalami distres, didapatkan bahwa ketiganya mengalami masalah infertilitas baik secara tunggal maupun campuran. Problem yang mereka alami adalah azoospermia dan teratospermia. Hasil ini sejalan dengan hasil penelitian Chachamovich yang mendapatkan bahwa laki-laki yang menyadari bahwa ia adalah pihak yang mengalami masalah infertilitas memiliki kualitas hidup yang lebih rendah dibandingkan mereka yang tidak menjadi penyebab dalam infertilitas 8. Dalam wawancara, seorang responden lakilaki yang mengalami infertilitas laki-laki mengatakan bahwa ia merasakan perasaan bersalah dan tidak mampu setelah mengetahui bahwa dirinya mengalami infertilitas.

75 64 Dalam wawancara, saat dibicarakan mengenai arti memiliki anak, semua pasangan menyatakan bahwa anak bermakna penting bagi mereka. Makna anak dapat dikaitkan dengan nilai agama, nilai adat, kesempurnaan bagi wanita serta keutuhan keluarga. Menurut agama Islam, salah satu tujuan pernikahan adalah untuk mencari keturunan yang soleh. Hal ini karena umat Islam diperintahkan untuk melestarikan bani Adam 40. Nilai ini diungkapkan selama wawancara oleh responden yang beragama Islam, baik oleh suami maupun oleh istri. Pentingnya memiliki anak menurut adat diungkapkan oleh tiga orang responden yang bersuku Batak. Salah satu responden bahkan menyatakan bahwa anak adalah segalagalanya. Hal ini sesuai dengan nilai adat yang mereka anut. Menurut adat Batak sendiri, anak dianggap tinggi artinya, terutama anak laki-laki, karena merupakan penerus keturunan ataupun marganya. Bahkan dalam adat Batak Toba, tujuan hidup ada tiga, yaitu banyak anak (hagabeon), kaya materi (hamoraon), dan prestise (hasangapon) 41. Pada responden perempuan, didapatkan bahwa memiliki anak merupakan penanda keutuhannya sebagai wanita dan terutama dikaitkan dengan nilai-nilai orang Timur. Hal ini sesuai dengan pernyataan Kentenich yang dikutip oleh Jordan dan Revenson bahwa memiliki anak biologis merupakan bagian intrinsik dari alamiah perempuan 26. Hal ini sejalan dengan apa yang kemudian diungkapkan, bahwa lingkungan masih cenderung menyalahkan perempuan atas kondisi infertilitas yang terjadi. Hal ini juga sesuai dengan pernyataan Greil bahwa saat ditemukan adanya kemungkinan infertilitas, laki-laki akan merasa dipermalukan dan perempuan cenderung akan disalahkan karena tidak dapat hamil 21. Pada wawancara, didapatkan bahwa semua responden mengungkapkan bahwa tidak ada tuntutan dari keluarga yang secara langsung mereka rasakan. Namun tiga orang responden menyatakan bahwa mereka tetap merasakan tuntutan terutama dari orangtua sendiri ataupun orangtua pasangan, walaupun tidak pernah ada pernyataan dari orangtua mengenai hal tersebut. Pasangan, terutama dari kelompok perempuan, merasakan bahwa pertanyaan-pertanyaan tentang memiliki anak membuat mereka merasa tidak nyaman dan tidak jarang membuat mereka cenderung menghindari situasi sosial tertentu. Hal ini sesuai dengan penelitian

76 65 Greil yang mendapatkan bahwa pentingnya nilai anak di masyarakat dapat mengakibatkan terjadinya penghindaran dan isolasi sosial pasangan demi menghindari rasa sedih dan juga rasa iri yang akan timbul pada diri mereka 7. Dalam menjalani terapi FIV, lebih banyak pasangan yang memilih untuk tidak menceritakan mengenai terapi yang mereka jalani. Hal ini dikaitkan oleh responden ada kekhawatiran mengenai stigma, akan adanya perbedaan perlakuan pada anak mereka kelak, serta tekanan yang mereka rasakan. Selain itu, pandangan agama tertentu yang belum sependapat mengenai terapi FIV, membuat pasangan memilih untuk tidak menyampaikan terapi yang mereka jalani ini kepada pemuka tempat mereka beribadah. Beberapa pandangan agama mengenai FIV ini memang masih belum seragam. Berbagai aliran Islam telah membolehkan terapi ini selama melibatkan pasangan suami istri yang sah 42. Gereja Reform cenderung membolehkan karena perkembangan teknologi merupakan berkah dari Tuhan dan pemegang kuasa kehidupan tetaplah Tuhan, sementara gereja Katholik melarang karena hal tersebut dianggap mencampuri kuasa Tuhan 13. Saat dilakukan analisis bivariat untuk melihat hubungan antara faktor demografi berupa suku dan agama terhadap terjadinya psikopatologi, didapatkan bahwa nilai p>0,05 sehingga hipotesis awal bahwa suku dan agama berhubungan dengan munculnya psikopatologi pada pasangan suami istri yang menjalani terapi FIV tidak dapat diterima. Pada pengujian statistik terhadap hubungan durasi infertilitas, jumlah siklus FIV sebelumnya, serta fase terapi yang dijalani dengan munculnya psikopatologi didapatkan nilai p yang juga lebih besar dari 0,05 sehingga hipotesis awal bahwa terdapat hubungan antara durasi infertilitas, jumlah siklus FIV sebelumnya, serta fase terapi yang dijalani dengan munculnya psikopatologi pada pasangan suami istri yang menjalani terapi FIV tidak dapat diterima. Hasil pada penelitian ini berbeda dengan gambaran yang didapatkan pada penelitian yang dilakukan oleh Laffont dan Edelman yang menyatakan bahwa tahapan FIV secara bermakna mempengaruhi stres emosional yang dialami pasangan baik bagi suami maupun istri 38. Dari hasil wawancara yang dilakukan, didapatkan bahwa pasangan-pasangan yang menjalan terapi FIV di klinik Yasmin RSCM Kencana ini menyatakan pentingnya kesiapan mental mereka sebelum memutuskan untuk memulai terapi. Hal ini dapat menjadi kemungkinan bahwa

77 66 tidak bermaknanya faktor demografi serta faktor kondisi infertilitas pasangan terhadap terjadinya psikopatologi adalah karena pasangan telah memiliki kesiapan mental yang baik sebelum memulai terapi. Hal lain yang dapat memengaruhi didapatkannya hubungan tidak bermakna antara munculnya psikopatologi dengan faktor demografi dan faktor infertilitas tersebut adalah bahwa dari wawancara yang dilakukan, didapatkan kebanyakan pasangan akan bereaksi sebagaimana seorang individu bereaksi terhadap kedukaan dalam menghadapi infertilitasnya. Hal ini sesuai dengan berbagai penelitian yang dikutip oleh Jordan dan Revenson bahwa infertilitas akan menimbulkan berbagai reaksi seperti kemarahan, terkejut, penolakan, rasa bersalah, frustasi, isolasi, serta kedukaan 26. Dan sebagaimana reaksi kedukaan, responden juga mengungkapkan bahwa mereka melewati fase-fase kedukaan Kubler Ross, yaitu denial-bargaining-anger-depression-acceptance walaupun mungkin tidak seluruh tahapan secara berurutan. Sebagian besar responden menunjukkan bahwa mereka telah mencapai fase acceptance dengan menyatakan bahwa mereka menerima kondisi infertilitasnya dengan kepasrahan dan rasa ikhlas. Fenomena lainnya yang didapatkan selama wawancara dan dapat menjadi penyebab proporsi distres yang rendah serta hubungan yang tidak bermakna antara faktor demografi dan faktor infertilitas dengan munculnya psikopatologi adalah pandangan responden terhadap hasil dari terapi FIV yang mereka jalani. Hampir seluruh responden menyatakan bahwa keberhasilan terapi merupakan kekuasaan dan kehendak Tuhan. Bila memang belum berhasil, mereka berpendapat berarti memang Tuhan belum memberikan mereka kebahagian itu, dan yang manusia lakukan hanyalah berusaha sebaik-baiknya dan ikhlas dengan hasil yang didapat. Fenomena ini merupakan bentuk religious coping yang positif, sehingga pada pasangan yang mengalami kegagalan tidak terjadi rasa putus asa dan berhenti berusaha. Hal ini sesuai dengan pernyataan Domar, bahwa agama dan spiritualitas merupakan sumber daya yang penting bagi individu, dan keyakinan religius yang kuat dapat membantu atau menghambat dalam koping dan penyembuhan 43.

78 67 Hal lain yang tetap menjadi pertimbangan adalah kemungkinan terjadinya bias dalam penelitian ini. Bias yang dapat terjadi pada penelitian ini adalah bias seleksi, bias respons dan bias berksonian. Bias seleksi dapat terjadi karena kecenderungan peneliti untuk mengambil sampel yang lebih kooperatif. Bias respon dapat terjadi karena mereka yang setuju untuk berpartisipasi dalam penelitian mungkin berbeda dengan mereka yang menolak untuk berpartisipasi. Bias berksonian yang dapat terjadi karena sudah terdapat perbedaan probabilitas pada mereka yang datang ke klinik 44. Saat dilakukan wawancara pada pasangan, terdapat perbedaan fenomena yang terjadi pada kelompok subyek suami dan kelompok subyek istri, yaitu masalah kualitas hubungan seksual. Sebagaimana telah tercantum pada bab sebelumnya, topik ini pertama kali muncul pada FGD istri. Dan kebanyakan istri mengatakan bahwa kualitas hubungan seksual mereka terpengaruh oleh terapi fertilitas yang mereka jalani bahkan beberapa menyatakan mereka tidak melakukan hubungan seksual selama menjalani FIV. Namun saat ditanyakan pada pihak suami, semua responden menyatakan tidak ada masalah dalam hubungan seksual yang mereka lakukan. Fenomena ini membawa kepada dua pertimbangan, yang pertama, hal ini sesuai dengan penelitian Laffont dan Edelman bahwa perempuan cenderung lebih terpengaruh dalam hal pekerjaan, kesenangan, dan hubungan seksual dibandingkan laki-laki selama menjalani terapi FIV 38, atau yang kedua, terjadi efek Hawthorne dari kelompok laki-laki karena adanya stigma infertilitas terkait maskulinitas sebagaimana diungkapkan oleh Dyer dkk 29,44. Fenomena perbedaan strategi koping juga didapatkan dalam penelitian ini. Para perempuan tampak banyak menggunakan strategi koping emotion-focused dalam menghadapi masalahnya terkait infertilitas dan terapi FIV yang dijalani, sementara para laki-laki banyak menggunakan strategi koping problem-focused. Subyek istri banyak mengungkapkan tentang dukungan emosional, dan kebutuhan untuk berbagi pengalaman dan perasaan untuk membantu mereka merasa lebih nyaman. Saat ditanyakan mengenai persiapan dalam menjalankan FIV sendiri, hampir seluruh subyek istri menyebutkan persiapan mental atau psikologis. Sementara para suami, banyak mengungkapkan hal-hal yang bersifat praktikal. Hanya dua orang suami yang menyebut tentang dukungan emosional pasangan

79 68 yang mereka dapatkan dalam menjalani masalah infertilitas yang mereka alami. Saat ditanyakan mengenai persiapan yang mereka lakukan saat akan memulai terapi FIV, kebanyakan suami menyatakan mengenai kesiapan finansial serta pencarian informasi mengenai prosedur yang mereka jalani. Bahkan ketika membicarakan pertimbangan untuk kembali melakukan FIV, saat kebanyakan istri mengungkapkan alasannya adalah keinginan yang kuat untuk memiliki anak, para suami lebih mengungkapkan pertimbangan seperti metode yang paling mungkin berhasil ataupun keberhasilan usaha sebelumnya. Fenomena ini sesuai dengan banyak studi yang dikutip oleh Jordan dan Revenson bahwa perempuan banyak menggunakan strategi koping emotion-focused dalam menghadapi masalahnya sementara para laki-laki banyak menggunakan strategi koping problemfocused 26. Potingger dkk menyatakan bahwa strategi koping direk yang biasa digunakan pria lebih efektif pada situasi yang terkontrol sedangkan strategi koping indirek yang biasa digunakan perempuan akan lebih efektif pada situasi yang tidak terkontrol. Perjalanan terapi FIV ini sendiri merupakan situasi yang terkontrol sekaligus tidak terkontrol, sehingga konseling dengan memperhatikan perbedaan tersebut amat dibutuhkan 45. Fenomena lain yang didapatkan adalah bahwa hampir seluruh responden suami memilih untuk menyimpan sendiri apa yang ia rasakan terkait dengan masalah infertilitas yang mereka hadapi daripada menceritakan hal tersebut kepada istrinya. Para responden suami mengungkapkan alasan yang serupa yaitu kekhawatiran bahwa apa yang mereka ungkapkan akan menambah beban istri. Gambaran ini sesuai dengan norma maskulin bahwa kebanyakan laki-laki akan menekan emosinya sebagai usaha untuk mendukung pasangannya. Penarikan diri dapat merupakan cara untuk berlindung dari rasa sakit pasangannya sebagaimana diungkapkan Jaffe dan Diamond dalam kutipan oleh Wischmann dan Thorn 27. Kebutuhan akan pendampingan dan akses pelayanan diungkapkan oleh hampir seluruh pasangan. Sementara responden istri tampak antusias dengan bentuk peer support selain konseling individual terkait perasaan senasib dan tidak sendirian, responden suami lebih memilih konseling individual karena merasa tidak nyaman untuk membagi hal-hal pribadi dan emosional ke orang lain. Hal ini

80 69 sejalan dengan apa yang diungkapkan oleh Rodriguez dkk dan Eugster dkk bahwa intervensi psikososial perlu diberikan pada pasangan yang menjalani terapi FIV 12. Keterbatasan Penelitian Dalam pelaksanaan penelitian ini, didapatkan beberapa keterbatasan. Beberapa keterbatasan yang dimiliki diantaranya adalah sampel yang dianalisis, walaupun memenuhi perhitungan jumlah minimal sampel, memiliki heterogenitas yang tinggi. Hal ini dapat berpengaruh dalam perhitungan statistik. Keikutsertaan subyek dalam penelitian dilandaskan pada sifat sukarela sehingga bias respontidak dapat dihindari. Lokasi penelitian yang terbatas pada satu tempat saja, walaupun menjadikan sampel lebih homogen, menjadikan bias berksonian tidak dapat sepenuhnya dihindari. Pada pelaksanaan pengambilan data kualitatif, metode yang direncanakan tidak dapat dilaksanakan karena berbagai faktor. Hal ini dapat menjadi pertimbangan pada penelitian berikutnya sehingga dapat diperoleh hasil yang lebih optimal.

81 BAB 6 SIMPULAN DAN SARAN Simpulan Dari hasil penelitian didapatkan bahwa 7,9% suami mengalami distres, sedangkan 18,4% istri mengalami distres. Gambaran distres yang paling banyak ditemukan baik pada suami maupun istri adalah berupa gejala kecemasan. Pada uji statistik didapatkan bahwa hubungan antara faktor demografi yaitu suku dan agama, durasi infertilitas, riwayat terapi FIV sebelumnya serta tahapan FIV yang sedang dijalani dengan adanya psikopatologi masing-masing pada suami dan pada istri tidak bermakna. Hal ini kemungkinan besar berkaitan dengan kesiapan mental pasangan sebelum menjalani terapi FIV, penerimaan pasangan terhadap kondisi infertilitasnya, serta religious coping positif yang dilakukan oleh pasangan dalam memaknai hasil dari terapi yang mereka jalani. Hampir seluruh subyek yang diwawancara menyatakan betapa pentingnya anak bagi mereka. Hal ini terkait dengan nilai agama, adat, ataupun nilai yang berlaku dalam masyarakat. Hal ini juga terkait dengan tetapnya dirasakan adanya tuntutan untuk mempunyai anak, terutama oleh orangtua, serta adanya perilaku menghindari pertemuan sosial akibat pertanyaan-pertanyaan mengenai anak yang diajukan pada pasangan oleh para kerabat. Didapatkan perbedaan strategi koping antara responden suami dan istri dalam menghadapi infertilitas dan terapi FIV. Sebagian besar responden suami juga cenderung untuk menguatkan dirinya agar tidak menyakiti pasangannya. Hal ini sejalan dengan kebutuhan akan pendampingan dalam bentuk peer support yang banyak diungkapkan oleh responden istri, sementara responden suami lebih memilih konseling individu yang lebih menitikberatkan pada informasi. Kebutuhan lain yang diungkapkan adalah adanya akses pelayanan yang mudah dicapai baik berupa call center ataupun petugas khusus untuk membantu pasangan saat menghadapi kendala di luar waktu konsultasi. 70

82 Saran Masih terdapat berbagai kelemahan dalam penelitian ini. Penelitian lanjutan dengan subyek yang lebih homogen misalnya kelompok subjek yang menjalani fase FIV yang sama, dengan jumlah sampel yang lebih besar dapat dilakukan. Dapat dilakukan pula studi kohort yang menilai kondisi mental subjek saat akan memulai terapi FIV yang dilanjutkan dengan penilaian berkala pada setiap tahapan FIV sehingga gambaran stresor yang terjadi dan distres yang dialami akan dapat terpotret dengan lebih jelas. Dapat pula dilakukan pengukuran dengan instrumen yang lebih spesifik misalnya instrumen mengenai mekanisme koping ataupun instrumen kualitas hidup seperti WHO-QoL sebagai pengukuran objektif kondisi psikologis subjek/pasangan yang menjalani terapi FIV. Hal lain yang harus dipertimbangkan adalah faktor kemampulaksanaan metode penelitian sehingga akan didapatkan hasil yang lebih optimal. Dapat disusun suatu prosedur standar pelayanan psikologis sebagai bagian pelayanan komprehensif pada pasien yang menjalani terapi FIV terutama pada fase-fase krusial seperti awal terapi, menjelang prosedur pengambilan sel telur, sebelum dan setelah transfer embrio. Sebaiknya disediakan akses layanan seperti call center, case manager atau kelas konsultasi berkala untuk memenuhi kebutuhan pasien akan informasi dan penanganan segera pada keadaan yang dirasakan mendesak.

83 72 DAFTAR PUSTAKA 1. Hardy E, Makach MY. Gender, infertility and ART. Dalam Current Practice and Controversies in Assisted Reproduction Report of a Meeting on Medical Ethical and Social of Assisted Reproduction. WHO headquarters. Geneva Sept. 2001; Notman MT, Nadelson CC, Reproductive choice and development: psychodynamic and psychoanalitic perspective. Dalam Psychological Aspects of Women s Health Care The Interface Between Psychiatry and Obstetrics and Gynecology. Washington DC:American Psychiatric Press. 2001: Newton CR, Hearn MT, Yuzpe AA. Motives for parenthood and respone to failed in vitro fertilization: implications for counseling. Journal of Assisted Reproduction and Genetics.1992; 9(1) : Fritz MA, Speroff L. Female infertility. Dalam Clinical Gynecologic Endocrinology and Infertility. Edisi kedelapan.boston: Lippincott Wilkins and Williams. 2011: Purnamawati NWA. Perbedaan derajat depresi antara suami dengan istri pasutri dengan masalah infertilitas di poliklinik kebidanan departemen obstetri-ginekologi/fkui/rsupn dr. Cipto Mangunkusumo (Tesis). Jakarta: Boivin J, Bunting L, Collins JA, Nygren KG. International estimates of infertility prevalence and treatment-seeking:potential need and demand for infertility medical care. Hum. Reprod. 2007; 22(6): Downey JI. Infertility and the new reproductive technologies. Dalam Psychological Aspects of Women s Health Care The Interface Between Psychiatry and Obstetrics and Gynecology. Washington DC:American Psychiatric Press. 2001: Chachamovich JLR, Chachamovich E, Ezer H, dkk. Psychological distres as predictor of quality of life in men experiencing infertility: a crosssectional survey. Reproductive Health. 2010; 7(3).

84 73 9. Guerra D, Llobera A, Veiga A, Barri PN. Psychiatric morbidity in couples attending a fertility service. Hum Reprod. 1998; 13(6): Wischmann T, Stammer H, Scherg H, Gerhard I, Verres R. Psychological characteristics of infertile couples: a study by the Heidelberg fertility consultation service. Hum Reprod, 2001; 16: Puscheck EE. Infertility. Diunduh dari pada tanggal 22 Oktober Eugster A, Vingerhoets AJJM. Psychological aspects of in vitro fertilization:a review. Social Science & Medicine. 1999; 48: Thompson C. God is in the details: comparative perpsectives on the intertwining of religion and assisted reproductive technologies.culture, medicine and Psychiatry. 2006; 30: Lee HD, Lee HS, Park SH. Causes and classification of male infertility in Korea. Clin Exp Reprod Med. 2012; 39(4): Wiweko B, Tania A. Infertilitas dan fertilisasi in vitro. Dalam: Best Practices on Infertility Menopause PCOS Endometriosis Recurrent miscarriage In vitro fertilization Adolescent gynecology abnormal uterine bleeding. Jakarta. Sagung Seto. 2012: Huang JYJ, Rosenwaks Z. In vitro fertilisation treatment and factors affecting success. Best Oarctice & Research Clinical Obstetrics and Gynecology. 2012: National Institute for Health and Care Excellence. Updated NICE guidelines revise treatment recommendations for people with fertility problems. Diunduh dari FertilityTreatment.jsp Pada tanggal 2 Desember Zhao Y, Brezina P, Hsu C, garcia J, Brinsden PR, Wallach E. In vitro fertilization: four decades of reflections and promises. Biochimica et Biophysica Acta. 2011; 1810:

85 Petrozza JC. Assisted Reproduction Technology. Diunduh dari Pada tanggal 2 Desember El Kissi Y, Romdhane AB, Hidar S dkk. General Psychopathology, anxiety, depression and self-esteem in couples undergoing infertility treatment: a comparative study between men and women. European Journal of Obestetrics & Gynecology and Reproductive Biology. 2013; 167: Greil AL. Infertility and psychological distres: a critical reiview of the literature. Soc Sci Med. 1997; 45(11): Dyer SJ, Abraham N, Hoffman M, Van der Spuy ZM. Men leave me as I cannot have children : women s experiences with involuntary childlessness. Hum Reprod. 2002; 17: Dyer SJ, Abraham N, Mokoena NE, Van der Spuy ZM. You are a man because you have children : experiences, reproductive health knowledge and treatment-seeking behavior among men suffering from couple infertility in South Africa. Hum Reprod. 2004; 19: Fledderjohann JJ. Zero is not good for me : implications of infertility in Ghana. Hum Reprod. 2012; 27(5): Parry DC. Women s experiences with infertility: the fluidity of conceptualizations of family. Qualitative Sociology. 2005; 28(3): Jordan C, Revenson TA. Gender differences in coping with infertility: a meta-analysis. Journal of Behavioral Medicine. 1999; 22(4): Wischmann T, Thorn P. (Male) infertility: what does it mean to men?new evidence from quantitative and qualitative studies. Reproductive Biomedicine Online. 2013; 27: Johansson M, Adolfson A, Berg M dkk. Gender perspective on quality of life, comparisons between groups years after unsuccessful or successful IVF treatment. Acta Obstet Gynecol Scand. 2010; 89: Dyer S, Lombard C, Van der Spuy Z. Psychological distres among men suffering from couple infertility in South Africa: a quantitative assessment. Hum Reprod. 2009; 24:

86 Newman NE, Zouves CG. Emotional experiences of in vitro fertilization participants. Journal of in Vitro Fertilization and Embryo Transfer. 1991: 8(6); Connolly KJ, Edelmann RJ, Bartlett H, Cooke ID, Lenton E, Pike S. An evaluation of counselling for couples undergoing treatment for in vitro fertilization. Human Reproduction. 1993; 8: Smeenk JMJ, Verhaak CM, Vingerhoets AJJM dkk. Stres and outcome success in IVF: the role of self-reports and endocrine variables. Hum Reprod. 2005; 20(4): WHO. A user s guide to the self reporting questionnaire. Geneva. WHO Harpham T dkk. Measuring health in cost effective manner. Health Policy and Planning. 2003; 18(3): Idaini S, Suhardi, Kristanto AY. Analisis Gejala Gangguan Mental Emosional Penduduk Indonesia. Maj Kedokt Indon. 2009; 56(10): Hartono IG. Psychiatric morbidity among patients attending the Bangetayu community health centre in Indonesia (Tesis). Perth: University of Western Australia; Edelmann RJ, Connoly KJ, Bartlett H. Coping strategies and psychological adjustment of couples presenting for IVF. J Spychosom Res. 1994; 38(4): Laffont I, Edelmann RJ. Psychological aspects of in vitro fertilization: a gender comparison. J Psychosom Obstet Gynecol. 1994; 15: McMahon CA, Ungerer JA, Beaurepaire J. Anxiety during pregnancy and fetal attachment after in-vitro fertilization conception. Human Reproduction. 1997; 12(1): Al-abror MI. Tujuan perkawinan dalam Islam. Diunduh dari pada tanggal 19 Juni Aritonang PCS. Kedudukan anak angkat dalam hukum adat Batak Toba setelah berlakunya undang-undang nomor 23 tahun 2002 tentang

87 76 perlindungan anak. (Tesis) Medan: Sekolah Pasca Sarjana Universitas Sumatera Utara Inhorn MC. Making muslim baby: IVF and gamete donation in sunni versus shi a Islam. Culture, Medicine and Psychiatry. 2006: 30; Domar AD. The stress and distres of infertility: does religion help women cope? Sexuality, Reproduction & Menopause.2005;3(2). 44. Vermooten H. Bias and confounding. Diunduh dari pada tanggal 17 Juni Potingger AM, McKanzie C, Fredericks J, dkk. Gender difference in coping with infertility among couples undergoing counsellin for in-vitro fertilization treatment. West Indian Med J. 2006; 55(4):

88 77 Lampiran 1

BAB I PENDAHULUAN. Infertilitas adalah kondisi yang dialami oleh pasangan suami istri. yang telah menikah minimal 1 tahun, melakukan hubungan sanggama

BAB I PENDAHULUAN. Infertilitas adalah kondisi yang dialami oleh pasangan suami istri. yang telah menikah minimal 1 tahun, melakukan hubungan sanggama BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Infertilitas adalah kondisi yang dialami oleh pasangan suami istri yang telah menikah minimal 1 tahun, melakukan hubungan sanggama teratur tanpa kontrasepsi, namun

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Memperoleh keturunan merupakan salah satu dari tujuan pernikahan.

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Memperoleh keturunan merupakan salah satu dari tujuan pernikahan. 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Memperoleh keturunan merupakan salah satu dari tujuan pernikahan. Kehadiran anak merupakan hal yang sangat dinantikan, bukan hanya oleh pasangan yang menikah

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Menikah dan memiliki keturunan adalah suatu fase yang dijalani manusia dalam siklus kehidupannya. Memiliki keturunan sebagai penerus generasi dirasakan sebagai suatu

Lebih terperinci

KESEJAHTERAAN SUBJEKTIF PADA PENYANDANG KANKER PAYUDARA

KESEJAHTERAAN SUBJEKTIF PADA PENYANDANG KANKER PAYUDARA KESEJAHTERAAN SUBJEKTIF PADA PENYANDANG KANKER PAYUDARA SKRIPSI Untuk Memenuhi Sebagian Persyaratan Dalam Mencapai Derajat Sarjana (S-1) Psikologi Diajukan oleh : Yustina Permanawati F 100 050 056 FAKULTAS

Lebih terperinci

BAB V PENUTUP. menjadi tidak teratur atau terasa lebih menyakitkan. kebutuhan untuk menjadi orang tua dan menolak gaya hidup childfree dan juga

BAB V PENUTUP. menjadi tidak teratur atau terasa lebih menyakitkan. kebutuhan untuk menjadi orang tua dan menolak gaya hidup childfree dan juga BAB V PENUTUP 5.1. Kesimpulan Dari hasil penelitian maka dapat disimpulkan bahwa pada dasarnya seluruh subjek mengalami stres. Reaksi stres yang muncul pada subjek penelitian antara lain berupa reaksi

Lebih terperinci

BAB II KAJIAN PUSTAKA. Folikel antral adalah folikel kecil - kecil berukuran 2-8 mm yang dapat

BAB II KAJIAN PUSTAKA. Folikel antral adalah folikel kecil - kecil berukuran 2-8 mm yang dapat BAB II KAJIAN PUSTAKA 2.1 Definisi Folikel Antral Folikel antral adalah folikel kecil - kecil berukuran 2-8 mm yang dapat dilihat di ovarium dengan menggunakan USG transvaginal. Folikel antral disebut

Lebih terperinci

BAB II KAJIAN PUSTAKA DAN KERANGKA PEMIKIRAN

BAB II KAJIAN PUSTAKA DAN KERANGKA PEMIKIRAN BAB II KAJIAN PUSTAKA DAN KERANGKA PEMIKIRAN 2.1 Kajian pustaka 2.1.1 Kehamilan 2.1.1.1 Definisi Kehamilan adalah suatu keadaan mengandung embrio atau fetus di dalam tubuh, setelah bertemunya sel telur

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. ketakutan besar dalam kehidupan, dapat berdampak terhadap kualitas kehidupan

BAB I PENDAHULUAN. ketakutan besar dalam kehidupan, dapat berdampak terhadap kualitas kehidupan BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Pernikahan bertujuan untuk mendapatkan keturunan yang sah guna melanjutkan silsilah garis keturunan dalam memelihara keberlangsungan kehidupan (Tamrin, 2009). Permasalahan

Lebih terperinci

ABSTRAK GAMBARAN ANALISA SPERMA DI KLINIK BAYI TABUNG RUMAH SAKIT UMUM PUSAT SANGLAH TAHUN 2013

ABSTRAK GAMBARAN ANALISA SPERMA DI KLINIK BAYI TABUNG RUMAH SAKIT UMUM PUSAT SANGLAH TAHUN 2013 ABSTRAK GAMBARAN ANALISA SPERMA DI KLINIK BAYI TABUNG RUMAH SAKIT UMUM PUSAT SANGLAH TAHUN 2013 Mitos yang mengatakan infertil hanya dialami wanita masih berkembang dimasyarakat indonesia. Ini harus dibenahi

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Obesitas dan kelebihan berat badan bukan hanya menjadi masalah di negara maju tetapi juga merupakan masalah yang semakin meningkat di negara-negara berkembang. Obesitas

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. diberikan dibutuhkan sikap menerima apapun baik kelebihan maupun kekurangan

BAB I PENDAHULUAN. diberikan dibutuhkan sikap menerima apapun baik kelebihan maupun kekurangan BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Penerimaan diri dibutuhkan oleh setiap individu untuk mencapai keharmonisan hidup, karena pada dasarnya tidak ada manusia yang diciptakan oleh Allah SWT tanpa kekurangan.

Lebih terperinci

BAB V PEMBAHASAN. Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui hubungan endometriosis dengan

BAB V PEMBAHASAN. Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui hubungan endometriosis dengan BAB V PEMBAHASAN Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui hubungan endometriosis dengan infertilitas. Sampel merupakan pasien rawat inap yang telah menjalani perawatan pada Januari 2012-Juli 2013. Data

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN 1.1. LATAR BELAKANG

BAB I PENDAHULUAN 1.1. LATAR BELAKANG BAB I PENDAHULUAN 1.1. LATAR BELAKANG Sekitar 85-90% dari pasangan muda yang sehat akan hamil dalam waktu 1 tahun. Evaluasi dan pengobatan infertilitas telah berubah secara dramatis selama periode waktu

Lebih terperinci

Siklus menstruasi. Nama : Kristina vearni oni samin. Nim: Semester 1 Angkatan 12

Siklus menstruasi. Nama : Kristina vearni oni samin. Nim: Semester 1 Angkatan 12 Nama : Kristina vearni oni samin Nim: 09031 Semester 1 Angkatan 12 Saya mengkritisi tugas biologi reproduksi kelompok 7 tentang siklus menstruasi yang dikerjakan oleh saudari Nela Soraja gusti. Tugas mereka

Lebih terperinci

UNIVERSITAS INDONESIA

UNIVERSITAS INDONESIA UNIVERSITAS INDONESIA GAMBARAN FAKTOR PENGGUNAAN KONTRASEPSI TERHADAP ANGKA KEJADIAN KANKER OVARIUM DI RSUPN CIPTO MANGUNKUSUMO JAKARTA BERDASARKAN PEMERIKSAAN HISTOPATOLOGIK TAHUN 2003-2007 SKRIPSI RANDY

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Masa remaja adalah suatu tahap antara masa kanak kanak dengan

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Masa remaja adalah suatu tahap antara masa kanak kanak dengan 8 BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. Remaja 1. Definisi Masa remaja adalah suatu tahap antara masa kanak kanak dengan masa dewasa. Dalam masa ini, remaja itu berkembang kearah kematangan seksual, memantapkan identitas

Lebih terperinci

Proses Adaptasi Psikologi Ibu Dalam Masa Nifas

Proses Adaptasi Psikologi Ibu Dalam Masa Nifas Proses Adaptasi Psikologi Ibu Dalam Masa Nifas Masa nifas adalah masa 2 jam setelah lahirnya plasenta sampai enam minggu berikutnya. Pengawasan dan asuhan postpartum masa nifas sangat diperlukan yang tujuannya

Lebih terperinci

MENGAPA ISTRI MASIH BELUM HAMIL??

MENGAPA ISTRI MASIH BELUM HAMIL?? http://rohmadi.info/web MENGAPA ISTRI MASIH BELUM HAMIL?? 1 / 5 Author : rohmadi Sudah pasti pertanyaan inilah yang terus terlintas di benak anda, saat anda belum juga diberkahi buah hati. Perasaan sedih,

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. pembuluh darah yang pecah atau terhalang oleh gumpalan darah sehingga

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. pembuluh darah yang pecah atau terhalang oleh gumpalan darah sehingga BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Stroke merupakan salah satu penyakit yang mematikan di dunia. World Health Organization (WHO) (2015) mendefinisikan stroke sebagai suatu penyakit yang disebabkan oleh

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. gangguan kesuburan atau infertilitas (Agarwa et al, 2015). Infertil merupakan

BAB I PENDAHULUAN. gangguan kesuburan atau infertilitas (Agarwa et al, 2015). Infertil merupakan BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Bagi pasangan suami istri memiliki keturunan merupakan hal yang di sangat diharapkan. Namun, sebanyak 15% pasangan didunia memiliki gangguan kesuburan atau infertilitas

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. yang berbeda. Tekanan psikologis dan kekhawatiran tentang infertilitas memiliki efek

BAB I PENDAHULUAN. yang berbeda. Tekanan psikologis dan kekhawatiran tentang infertilitas memiliki efek BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Organisasi Kesehatan Dunia (WHO) menunjukkan bahwa infertilitas merupakan masalah utama dalam kesehatan kesuburan yang memiliki dimensi fisik, psikologis dan sosial

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. masa kanak-kanak, masa remaja, masa dewasa yang terdiri dari dewasa awal,

BAB I PENDAHULUAN. masa kanak-kanak, masa remaja, masa dewasa yang terdiri dari dewasa awal, BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Manusia akan mengalami perkembangan sepanjang hidupnya, mulai dari masa kanak-kanak, masa remaja, masa dewasa yang terdiri dari dewasa awal, dewasa menengah,

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Repository.Unimus.ac.id

BAB I PENDAHULUAN. Repository.Unimus.ac.id BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang merupakan masalah kesehatan reproduksi yang menjadi ancaman bagi wanita yang berkeinginan untuk hamil dengan pasangannya. Kondisi ini dialami oleh sekitar 10-15% pasangan

Lebih terperinci

STRATEGI COPING UNTUK MEMPERTAHANKAN PERKAWINAN PADA WANITA YANG SUAMINYA MENGALAMI DISFUNGSI SEKSUAL

STRATEGI COPING UNTUK MEMPERTAHANKAN PERKAWINAN PADA WANITA YANG SUAMINYA MENGALAMI DISFUNGSI SEKSUAL STRATEGI COPING UNTUK MEMPERTAHANKAN PERKAWINAN PADA WANITA YANG SUAMINYA MENGALAMI DISFUNGSI SEKSUAL TESIS Diajukan Kepada Program Studi Magister Sains Psikologi Universitas Muhammadiyah Surakarta untuk

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. pengalaman merupakan guru yang baik, yang menjadi sumber pengetahuan.

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. pengalaman merupakan guru yang baik, yang menjadi sumber pengetahuan. BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. Pengalaman Menurut kamus besar bahasa indonesia (2005) pengalaman diartikan sebagai sesuatu yang pernah (dijalani, dirasakan, ditanggung). Menurut Notoatmodjo (2005) pengalaman

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Menurut World Health Organization (2012), infertilitas adalah

BAB I PENDAHULUAN. Menurut World Health Organization (2012), infertilitas adalah BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Menurut World Health Organization (2012), infertilitas adalah ketidakmampuan untuk hamil, ketidakmampuan mempertahankan kehamilan, ketidakmampuan untuk membawa kehamilan

Lebih terperinci

FAKTOR YANG MEMPENGARUHI MANTAN PECANDU UNTUK KEMBALI MENYALAHGUNAKAN NARKOBA (RELAPS) TESIS NAMA: NURMIATI HUSIN NPM :

FAKTOR YANG MEMPENGARUHI MANTAN PECANDU UNTUK KEMBALI MENYALAHGUNAKAN NARKOBA (RELAPS) TESIS NAMA: NURMIATI HUSIN NPM : UNIVERSITAS INDONESIA FAKTOR YANG MEMPENGARUHI MANTAN PECANDU UNTUK KEMBALI MENYALAHGUNAKAN NARKOBA (RELAPS) TESIS NAMA: NURMIATI HUSIN NPM : 0606154295 PROGRAM PASCASARJANA PROGRAM STUDI KAJIAN KETAHANAN

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. sekitar 8,2 juta orang. Berdasarkan Data GLOBOCAN, International Agency

BAB I PENDAHULUAN. sekitar 8,2 juta orang. Berdasarkan Data GLOBOCAN, International Agency BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Kanker adalah penyakit tidak menular yang ditandai dengan pertumbuhan sel tidak normal/terus-menerus dan tidak terkendali yang dapat merusak jaringan sekitarnya serta

Lebih terperinci

1. Perbedaan siklus manusia dan primata dan hormon yang bekerja pada siklus menstruasi.

1. Perbedaan siklus manusia dan primata dan hormon yang bekerja pada siklus menstruasi. Nama : Hernawati NIM : 09027 Saya mengkritisi makalah kelompok 9 No 5 tentang siklus menstruasi. Menurut saya makalah mereka sudah cukup baik dan ketikannya juga sudah cukup rapih. Saya di sini akan sedikit

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. otak (Dipiro et.al, 2005). Epilepsi dapat dialami oleh setiap orang baik laki-laki

I. PENDAHULUAN. otak (Dipiro et.al, 2005). Epilepsi dapat dialami oleh setiap orang baik laki-laki I. PENDAHULUAN Epilepsi adalah terganggunya aktivitas listrik di otak yang disebabkan oleh beberapa etiologi diantaranya cedera otak, keracunan, stroke, infeksi, dan tumor otak (Dipiro et.al, 2005). Epilepsi

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Setiap individu akan mengalami perubahan pada dirinya baik secara fisik

BAB I PENDAHULUAN. Setiap individu akan mengalami perubahan pada dirinya baik secara fisik BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar belakang masalah Setiap individu akan mengalami perubahan pada dirinya baik secara fisik maupun emosional. Semakin bertambahnya usia, individu akan mengalami berbagai macam

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Kista ovarium merupakan salah satu bentuk penyakit repoduksi yang banyak

BAB I PENDAHULUAN. Kista ovarium merupakan salah satu bentuk penyakit repoduksi yang banyak BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Kista ovarium merupakan salah satu bentuk penyakit repoduksi yang banyak menyerang wanita. Kista atau tumor merupakan bentuk gangguan yang bisa dikatakan adanya pertumbuhan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Penelitian

BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Penelitian BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Penelitian Secara biologis, setiap makhluk hidup memiliki kemampuan untuk bereproduksi. Kemampuan bereproduksi (menghasilkan keturunan) ini merupakan kebutuhan dasar

Lebih terperinci

UNIVERSITAS INDONESIA

UNIVERSITAS INDONESIA UNIVERSITAS INDONESIA FREKUENSI DISTRIBUSI RASA NYERI DAN DRY SOCKET PASCA EKSTRAKSI PADA PASIEN USIA 17-76 TAHUN DI RUMAH SAKIT GIGI DAN MULUT PENDIDIKAN FAKULTAS KEDOKTERAN GIGI UNIVERSITAS INDONESIA

Lebih terperinci

BAB 2. TINJAUAN PUSTAKA. Skizofrenia merupakan sindroma klinis yang berubah-ubah dan sangat

BAB 2. TINJAUAN PUSTAKA. Skizofrenia merupakan sindroma klinis yang berubah-ubah dan sangat BAB 2. TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Skizofrenia Skizofrenia merupakan sindroma klinis yang berubah-ubah dan sangat mengganggu. Psikopatologinya melibatkan kognisi, emosi, persepsi dan aspek lain dari perilaku.

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. kemampuan untuk mengatur fertilitas mempunyai pengaruh yang bermakna

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. kemampuan untuk mengatur fertilitas mempunyai pengaruh yang bermakna BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Masalah di dunia yang sedang berkembang sudah terbukti dengan jelas, kemampuan untuk mengatur fertilitas mempunyai pengaruh yang bermakna terhadap mortalitas

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN LATAR BELAKANG

BAB I PENDAHULUAN LATAR BELAKANG BAB I PENDAHULUAN A. LATAR BELAKANG Budaya Indonesia menunjukkan pentingnya nilai anak di dalam keluarga. Anak sebagai penerus, dan penyumbang sosial dan ekonomi keluarga. Permasalahan infertilitas tidak

Lebih terperinci

TERDAPAT HUBUNGAN ANTARA UMUR IBU DENGAN JUMLAH FOLIKEL ANTRAL PADA FERTILISASI IN VITRO

TERDAPAT HUBUNGAN ANTARA UMUR IBU DENGAN JUMLAH FOLIKEL ANTRAL PADA FERTILISASI IN VITRO TESIS TERDAPAT HUBUNGAN ANTARA UMUR IBU DENGAN JUMLAH FOLIKEL ANTRAL PADA FERTILISASI IN VITRO FRANSISKUS CHRISTIANTO RAHARJA PROGRAM PASCASARJANA UNIVERSITAS UDAYANA DENPASAR 2015 TESIS TERDAPAT HUBUNGAN

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Skizofrenia adalah gangguan mental yang sangat berat. Gangguan ini ditandai dengan gejala-gejala positif seperti pembicaraan yang kacau, delusi, halusinasi, gangguan

Lebih terperinci

UNIVERSITAS INDONESIA KELENGKAPAN IMUNISASI DASAR ANAK BALITA DAN FAKTOR-FAKTOR YANG BERHUBUNGAN DI RUMAH SAKIT MARY CILEUNGSI HIJAU BOGOR, MARET 2008

UNIVERSITAS INDONESIA KELENGKAPAN IMUNISASI DASAR ANAK BALITA DAN FAKTOR-FAKTOR YANG BERHUBUNGAN DI RUMAH SAKIT MARY CILEUNGSI HIJAU BOGOR, MARET 2008 UNIVERSITAS INDONESIA KELENGKAPAN IMUNISASI DASAR ANAK BALITA DAN FAKTOR-FAKTOR YANG BERHUBUNGAN DI RUMAH SAKIT MARY CILEUNGSI HIJAU BOGOR, MARET 2008 SKRIPSI YUSIE LUCIANA PERMATA 0105001928 FAKULTAS

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Gamba. r 1. Beberapa Penyebab Infertilitas pada pasangan suami-istri. Universitas Sumatera Utara

BAB I PENDAHULUAN. Gamba. r 1. Beberapa Penyebab Infertilitas pada pasangan suami-istri. Universitas Sumatera Utara BAB I PENDAHULUAN 1.1 LATAR BELAKANG Infertilitas dalam arti klinis didefinisikan sebagai Ketidakmampuan seseorang atau pasangan untuk menghasilkan konsepsi setelah satu tahun melakukan hubungan seksual

Lebih terperinci

ABSTRAK GAMBARAN FAKTOR-FAKTOR RISIKO INFERTILITAS WANITA DI POLIKLINIK RUMAH SAKIT IMMANUEL BANDUNG PERIODE JANUARI 2010 JANUARI 2011

ABSTRAK GAMBARAN FAKTOR-FAKTOR RISIKO INFERTILITAS WANITA DI POLIKLINIK RUMAH SAKIT IMMANUEL BANDUNG PERIODE JANUARI 2010 JANUARI 2011 vi ABSTRAK GAMBARAN FAKTOR-FAKTOR RISIKO INFERTILITAS WANITA DI POLIKLINIK RUMAH SAKIT IMMANUEL BANDUNG PERIODE JANUARI 2010 JANUARI 2011 Aggie, 2011; Pembimbing I : DR. Felix Kasim, dr., M. Kes. Pembimbing

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN % jumlah penduduk mengalami infertilitas. Insidensi infertilitas meningkat

BAB 1 PENDAHULUAN % jumlah penduduk mengalami infertilitas. Insidensi infertilitas meningkat BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Yang dimaksud dengan infertilitas adalah setahun berumah tangga dengan persetubuhan yang tidak memakai pelindung belum terjadi kehamilan. Kurang lebih 10-15% jumlah

Lebih terperinci

ABSTRAK. Kata Kunci: Manajemen halusinasi, kemampuan mengontrol halusinasi, puskesmas gangguan jiwa

ABSTRAK. Kata Kunci: Manajemen halusinasi, kemampuan mengontrol halusinasi, puskesmas gangguan jiwa ABSTRAK Halusinasi adalah gangguan jiwa pada individu yang dapat ditandai dengan perubahan persepsi sensori, dengan merasakan sensasi yang tidak nyata berupa suara, penglihatan, perabaan, pengecapan dan

Lebih terperinci

UNIVERSITAS INDONESIA

UNIVERSITAS INDONESIA UNIVERSITAS INDONESIA FREKUENSI DISTRIBUSI KOMPLIKASI PASCA EKSTRAKSI (PERDARAHAN DAN DRY SOCKET) PADA PASIEN USIA 21 76 TAHUN DI RUMAH SAKIT GIGI DAN MULUT PENDIDIKAN FAKULTAS KEDOKTERAN GIGI UNIVERSITAS

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Data demografi menunjukkan bahwa populasi remaja mendominasi jumlah

BAB I PENDAHULUAN. Data demografi menunjukkan bahwa populasi remaja mendominasi jumlah BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Data demografi menunjukkan bahwa populasi remaja mendominasi jumlah penduduk di dunia. Menurut World Health Organization (WHO) pada tahun 2007 sekitar seperlima

Lebih terperinci

UNIVERSITAS INDONESIA

UNIVERSITAS INDONESIA UNIVERSITAS INDONESIA ANALISA FAKTOR USIA PADA WANITA PESERTA PROGRAM PENAPISAN KANKER LEHER RAHIM DENGAN PENDEKATAN SEE & TREAT : UNTUK DETEKSI LESI PRAKANKER DAN PENGOBATAN DENGAN TERAPI BEKU SKRIPSI

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Dewasa kini banyak pola hidup yang kurang sehat di masyarakat sehingga

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Dewasa kini banyak pola hidup yang kurang sehat di masyarakat sehingga BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Dewasa kini banyak pola hidup yang kurang sehat di masyarakat sehingga menimbulkan beberapa macam penyakit dari mulai penyakit dengan kategori ringan sampai

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang. Berbagai komplikasi yang dialami oleh ibu hamil mungkin saja terjadi

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang. Berbagai komplikasi yang dialami oleh ibu hamil mungkin saja terjadi BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Berbagai komplikasi yang dialami oleh ibu hamil mungkin saja terjadi dan memiliki peluang untuk terjadi pada semua ibu hamil. Komplikasikomplikasi ini bila dapat dideteksi

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Tujuan utama pelayanan kesehatan rumah sakit adalah pelayanan atau asuhan pasien. Dewasa ini telah berkembang model pelayanan pasien dari model lama, dimana

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Infertilitas secara umum didefinisikan sebagai hubungan seksual tanpa proteksi selama 1 tahun yang tidak menghasilkan konsepsi. Dalam satu tahun, konsepsi terjadi pada

Lebih terperinci

UNIVERSITAS INDONESIA

UNIVERSITAS INDONESIA UNIVERSITAS INDONESIA Faktor-Faktor yang Berhubungan dengan Kelengkapan Imunisasi pada Anak Usia 12-23 Bulan di Jawa Barat dan Jawa Tengah Tahun 2007 (Analisis Data Sekunder Survei Demografi dan Kesehatan

Lebih terperinci

UNIVERSITAS INDONESIA

UNIVERSITAS INDONESIA UNIVERSITAS INDONESIA PREVALENS OBESITAS PADA ANAK TAMAN KANAK- KANAK DI KELURAHAN CIKINI, KECAMATAN MENTENG, DKI JAKARTA, DAN HUBUNGANNYA DENGAN MELEWATKAN MAKAN PAGI SKRIPSI IRENE PURNAMAWATI 0105000891

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. kesehatan terhadap wanita usia produktif. AKI merupakan jumlah kematian

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. kesehatan terhadap wanita usia produktif. AKI merupakan jumlah kematian BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Angka Kematian Ibu (AKI) merupakan indikator dasar pelayanan kesehatan terhadap wanita usia produktif. AKI merupakan jumlah kematian maternal/ibu setiap 100.000 kelahiran

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Kehamilan dan kelahiran anak adalah proses fisiologis, namun wanita

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Kehamilan dan kelahiran anak adalah proses fisiologis, namun wanita BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Sudah menjadi kodrat seorang wanita untuk mengandung kemudian melahirkan, yang tentunya akan sangat menentukan kehidupan selanjutnya. Kehamilan dan kelahiran

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Terdapat beberapa karakteristik anak autis, yaitu selektif berlebihan

BAB I PENDAHULUAN. Terdapat beberapa karakteristik anak autis, yaitu selektif berlebihan BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Anak adalah dambaan dalam setiap keluarga dan setiap orang tua pasti memiliki keinginan untuk mempunyai anak yang sempurna, tanpa cacat. Bagi ibu yang sedang

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Infertilitas adalah suatu kondisi tidak terjadinya kehamilan pada pasangan yang telah berhubungan seksual tanpa menggunakan kontrasepsi secara teratur dalam waktu satu

Lebih terperinci

ABSTRAK DAN EXECUTIVE SUMMARY PENELITIAN DOSEN PEMULA

ABSTRAK DAN EXECUTIVE SUMMARY PENELITIAN DOSEN PEMULA ABSTRAK DAN EXECUTIVE SUMMARY PENELITIAN DOSEN PEMULA PENGARUH TERAPI KOGNITIF TERHADAP PENURUNAN RESPON DEPRESI PADA PASIEN KUSTA Ns. Erti Ikhtiarini Dewi, M.Kep. Sp.Kep.J 0028108104 PROGRAM STUDI ILMU

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Keluarga menurut Lestari (2012) memiliki banyak fungsi, seperti

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Keluarga menurut Lestari (2012) memiliki banyak fungsi, seperti BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Keluarga menurut Lestari (2012) memiliki banyak fungsi, seperti melahirkan anak, merawat anak, menyelesaikan suatu permasalahan, dan saling peduli antar anggotanya.

Lebih terperinci

mengenai seksualitas membuat para remaja mencari tahu sendiri dari teman atau

mengenai seksualitas membuat para remaja mencari tahu sendiri dari teman atau BAB 1 PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Masa remaja merupakan masa transisi yang ditandai oleh adanya perubahan fisik, emosi dan psikis. Masa remaja, yakni antara usia 10-19 tahun adalah suatu periode masa

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN. kehidupan. Seseorang yang usia lanjut akan mengalami adanya perubahan yang. pada remaja, menstruasi dan menopause pada wanita

BAB 1 PENDAHULUAN. kehidupan. Seseorang yang usia lanjut akan mengalami adanya perubahan yang. pada remaja, menstruasi dan menopause pada wanita BAB 1 PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Menjadi tua merupakan suatu proses bagian dari kehidupan seseorang, dan sudah terjadi sejak konsepsi dalam kandungan hingga berlangsung terus sepanjang kehidupan.

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Kebahagiaan merupakan tujuan utama sebuah pernikahan untuk meraihnya diperlukan usaha bersama antara suami dan istri, tanpa adanya usaha dari suami dan istri maka kebahagiaan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. keadaan tanpa penyakit atau kelemahan (Riyadi & Purwanto, 2009). Hal ini

BAB I PENDAHULUAN. keadaan tanpa penyakit atau kelemahan (Riyadi & Purwanto, 2009). Hal ini 1 BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Kesehatan adalah keadaan sehat fisik, mental dan sosial, bukan semata-mata keadaan tanpa penyakit atau kelemahan (Riyadi & Purwanto, 2009). Hal ini berarti seseorang

Lebih terperinci

UNIVERSITAS INDONESIA

UNIVERSITAS INDONESIA 1 UNIVERSITAS INDONESIA FAKTOR DUKUNGAN SUAMI DAN FAKTOR PENGETAHUAN IBU MENGENAI ASI HUBUNGANNYA DENGAN LAMA PEMBERIAN ASI PADA IBU PEGAWAI SWASTA DI BEBERAPA PERUSAHAAN DI JAKARTA SKRIPSI ANINDITA WICITRA

Lebih terperinci

SYARAT-SYARAT PEMERIKSAAN INFERTIL

SYARAT-SYARAT PEMERIKSAAN INFERTIL SYARAT-SYARAT PEMERIKSAAN INFERTIL Setiap pasangan infertil harus diperlakukan sebagai satu kesatuan yang berarti apabila istri saja sedangkan suaminya tidak mau diperiksa, maka pasangan ini tidak diperiksa.

Lebih terperinci

UNIVERSITAS INDONESIA

UNIVERSITAS INDONESIA UNIVERSITAS INDONESIA KORELASI PERUBAHAN TEKANAN DARAH PRA DAN PASCADIALISIS DENGAN LAMA MENJALANI HEMODIALISIS PADA PASIEN HEMODIALISIS KRONIK DI RUMAH SAKIT CIPTO MANGUNKUSUMO PADA BULAN FEBRUARI 2009

Lebih terperinci

UNIVERSITAS INDONESIA

UNIVERSITAS INDONESIA UNIVERSITAS INDONESIA KARAKTERISTIK LETAK PERFORASI APENDIKS DAN USIA PADA PASIEN YANG DIDIAGNOSIS MENDERITA APENDISITIS PERFORASI DI RSUPNCM PADA TAHUN 2005 HINGGA 2007 SKRIPSI Ade Sari Nauli Sitorus

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Remaja atau adolescence (Inggris), berasal dari bahasa latin adolescere

BAB I PENDAHULUAN. Remaja atau adolescence (Inggris), berasal dari bahasa latin adolescere 1 BAB I PENDAHULUAN Bab ini akan menguraikan tentang latar belakang, rumusan masalah, tujuan dan manfaat penelitian. A. Latar Belakang Remaja atau adolescence (Inggris), berasal dari bahasa latin adolescere

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. satu tahun mencoba kehamilan dengan melakukan hubungan seksual secara

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. satu tahun mencoba kehamilan dengan melakukan hubungan seksual secara 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Infertilitas yang didefinisikan sebagai kegagalan untuk hamil setelah satu tahun mencoba kehamilan dengan melakukan hubungan seksual secara teratur tanpa kontrasepsi,

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN. Perkawinan merupakan suatu hal yang penting dalam kehidupan manusia.

BAB 1 PENDAHULUAN. Perkawinan merupakan suatu hal yang penting dalam kehidupan manusia. BAB 1 PENDAHULUAN A. LATAR BELAKANG Perkawinan merupakan suatu hal yang penting dalam kehidupan manusia. Setiap individu memiliki harapan untuk bahagia dalam kehidupan perkawinannya. Karena tujuan perkawinan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Jumlah penduduk lansia semakin meningkat dari tahun ke tahun diperkirakan ada 500 juta dengan usia rata-rata 60 tahun dan diperkirakan pada tahun 2025 akan mencapai

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. menyesuaikan diri yang mengakibatkan orang menjadi tidak memiliki. suatu kesanggupan (Sunaryo, 2007).Menurut data Badan Kesehatan

BAB I PENDAHULUAN. menyesuaikan diri yang mengakibatkan orang menjadi tidak memiliki. suatu kesanggupan (Sunaryo, 2007).Menurut data Badan Kesehatan BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Menurut Chaplin,gangguan jiwa adalah ketidakmampuan menyesuaikan diri yang mengakibatkan orang menjadi tidak memiliki suatu kesanggupan (Sunaryo, 2007).Menurut data

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. kebahagiaan tersebut tetapi alasan yang membuat seseorang. merasa bahagia. Hal itu karena ketika seseorang menemukan

BAB I PENDAHULUAN. kebahagiaan tersebut tetapi alasan yang membuat seseorang. merasa bahagia. Hal itu karena ketika seseorang menemukan 1 BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Penelitian Setiap manusia di dunia ini pasti ingin merasa bahagia dalam hidupnya. Kebahagiaan selalu dianggap segalagalanya bagi seseorang. Padahal yang terpenting

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Fertilisasi in vitro (FIV) merupakan salah satu cara bagi pasangan infertil untuk memperoleh keturunan. Stimulasi ovarium pada program FIV dilakukan untuk

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN. Psoriasis adalah salah satu penyakit kulit termasuk dalam kelompok

BAB 1 PENDAHULUAN. Psoriasis adalah salah satu penyakit kulit termasuk dalam kelompok BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar belakang Psoriasis adalah salah satu penyakit kulit termasuk dalam kelompok dermatosis eritroskuamosa, bersifat kronis residif dengan lesi yang khas berupa plak eritema berbatas

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. serta dapat menjalar ke ke tempat yang jauh dari asalanya yang disebut metastasis.

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. serta dapat menjalar ke ke tempat yang jauh dari asalanya yang disebut metastasis. BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Kanker adalah sebuah penyakit yang ditandai pertumbuhan sel yang tidak normal atau terus menerus dan tidak terkendali, dapat merusak jaringan sekitarnya serta dapat

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Sindroma Ovarium Polikistik Sejak 1990 National Institutes of Health mensponsori konferensi Polikistik Ovarium Sindrom (PCOS), telah dipahami bahwa sindrom meliputi suatu spektrum

Lebih terperinci

UNIVERSITAS INDONESIA STATUS GIZI IBU MENYUSUI DAN FAKTOR FAKTOR YANG BERHUBUNGAN DI JAKARTA BARAT TAHUN 2009 SKRIPSI DESSY SEPTIANINGSIH Y

UNIVERSITAS INDONESIA STATUS GIZI IBU MENYUSUI DAN FAKTOR FAKTOR YANG BERHUBUNGAN DI JAKARTA BARAT TAHUN 2009 SKRIPSI DESSY SEPTIANINGSIH Y UNIVERSITAS INDONESIA STATUS GIZI IBU MENYUSUI DAN FAKTOR FAKTOR YANG BERHUBUNGAN DI JAKARTA BARAT TAHUN 2009 SKRIPSI DESSY SEPTIANINGSIH 010500053Y FAKULTAS KEDOKTERAN PROGRAM PENDIDIKAN DOKTER UMUM JAKARTA

Lebih terperinci

Meet The Expert Fertilitas & Praktik Obgyn Sehari-hari

Meet The Expert Fertilitas & Praktik Obgyn Sehari-hari Editor: Hanom Husni Syam Anita Rachmawati Cover dan layout: Edwin Kurniawan Diterbitkan oleh: Departemen/SMF Obstetri dan Ginekologi Fakultas Kedokteran Universitas Padjadjaran RSUP dr. Hasan Sadikin Jl.

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN. perilaku berkaitan dengan gangguan fungsi akibat gangguan biologik, sosial,

BAB 1 PENDAHULUAN. perilaku berkaitan dengan gangguan fungsi akibat gangguan biologik, sosial, BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Gangguan jiwa adalah penyakit dengan manifestasi psikologik atau perilaku berkaitan dengan gangguan fungsi akibat gangguan biologik, sosial, psikologik, genetika,

Lebih terperinci

UNIVERSITAS INDONESIA PENGENDALIAN PERSEDIAAN OBAT ANTIBIOTIK DENGAN ANALISIS ABC INDEKS KRITIS DI RSUD PASAR REBO TAHUN 2008 SKRIPSI

UNIVERSITAS INDONESIA PENGENDALIAN PERSEDIAAN OBAT ANTIBIOTIK DENGAN ANALISIS ABC INDEKS KRITIS DI RSUD PASAR REBO TAHUN 2008 SKRIPSI UNIVERSITAS INDONESIA PENGENDALIAN PERSEDIAAN OBAT ANTIBIOTIK DENGAN ANALISIS ABC INDEKS KRITIS DI RSUD PASAR REBO TAHUN 2008 SKRIPSI ENI NUR ZULIANI 1005000653 FAKULTAS KESEHATAN MASYARAKAT PROGRAM SARJANA

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. tidak menular atau NCD (Non-Communicable Disease) yang ditakuti karena

BAB I PENDAHULUAN. tidak menular atau NCD (Non-Communicable Disease) yang ditakuti karena 1 BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Kanker telah menjadi masalah kesehatan serius bagi negara, disebabkan insidennya semakin meningkat. Penyakit ini termasuk salah satu jenis penyakit tidak menular

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Pencapaian utama masa dewasa awal berkaitan dengan pemenuhan. intimasi tampak dalam suatu komitmen terhadap hubungan yang mungkin

BAB I PENDAHULUAN. Pencapaian utama masa dewasa awal berkaitan dengan pemenuhan. intimasi tampak dalam suatu komitmen terhadap hubungan yang mungkin BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar belakang penelitian Pencapaian utama masa dewasa awal berkaitan dengan pemenuhan intimasi tampak dalam suatu komitmen terhadap hubungan yang mungkin menuntut pengorbanan dan

Lebih terperinci

5. KESIMPULAN, DISKUSI DAN SARAN

5. KESIMPULAN, DISKUSI DAN SARAN 5. KESIMPULAN, DISKUSI DAN SARAN Dalam bab ini akan dijelaskan mengenai kesimpulan dari hasil penelitian ini. Selanjutnya juga akan dipaparkan hasil diskusi dan saran. 5.1. Kesimpulan Berdasarkan analisis

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN. pengalaman yang membahagiakan. Kehamilan merupakan pengalaman yang

BAB 1 PENDAHULUAN. pengalaman yang membahagiakan. Kehamilan merupakan pengalaman yang BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Pada umumnya wanita mengatakan bahwa menjadi hamil adalah suatu pengalaman yang membahagiakan. Kehamilan merupakan pengalaman yang luar biasa untuk wanita, dengan hadirnya

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN. derajat kesehatan negara tersebut buruk. Hal ini disebabkan ibu hamil dan bersalin

BAB 1 PENDAHULUAN. derajat kesehatan negara tersebut buruk. Hal ini disebabkan ibu hamil dan bersalin BAB 1 PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Salah satu indikator derajat kesehatan masyarakat adalah Angka Kematian Ibu (AKI). Makin tinggi angka kematian ibu disuatu negara maka dapat dipastikan bahwa derajat

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN. seluruh gangguan jiwa. Skizofrenia adalah penyakit yang menyebabkan. yang mengakibatkan perilaku psikotik, gangguan dalam memproses

BAB 1 PENDAHULUAN. seluruh gangguan jiwa. Skizofrenia adalah penyakit yang menyebabkan. yang mengakibatkan perilaku psikotik, gangguan dalam memproses 1 BAB 1 PENDAHULUAN A. Latar Belakang Skizofrenia termasuk jenis psikosis yang menempati urutan atas dari seluruh gangguan jiwa. Skizofrenia adalah penyakit yang menyebabkan timbulnya pikiran, persepsi,

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN. sehat, serta mampu menangani tantangan hidup. Secara medis, kesehatan jiwa

BAB 1 PENDAHULUAN. sehat, serta mampu menangani tantangan hidup. Secara medis, kesehatan jiwa BAB 1 PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Kesehatan jiwa adalah bagian dari kesehatan secara menyeluruh, bukan sekedar terbebas dari gangguan jiwa, tetapi pemenuhan kebutuhan perasaan bahagia, sehat, serta

Lebih terperinci

Ni Ketut Alit A. Airlangga University. Faculty Of Nursing.

Ni Ketut Alit A. Airlangga University. Faculty Of Nursing. Ni Ketut Alit A Faculty Of Nursing Airlangga University Pasangan yg melakukan hubungan seksual secara teratur tanpa perlindungan selama 12 bulan --- tidak terjadi kehamilan Tidak adanya konsepsi setelah

Lebih terperinci

SEX EDUCATION. Editor : Nurul Misbah, SKM

SEX EDUCATION. Editor : Nurul Misbah, SKM SEX EDUCATION Editor : Nurul Misbah, SKM ISU-ISU SEKSUALITAS : Pembicaraan mengenai seksualitas seringkali dianggap sebagai hal yang tabu tidak pantas dibicarakan dalam komunitas umum bersifat pribadi

Lebih terperinci

UNIVERSITAS INDONESIA PERBANDINGAN PREVALENSI MIKROFILARIA ANTARA PEMERIKSAAN MIKROSKOPIK DENGAN BRUGIA RAPID SKRIPSI

UNIVERSITAS INDONESIA PERBANDINGAN PREVALENSI MIKROFILARIA ANTARA PEMERIKSAAN MIKROSKOPIK DENGAN BRUGIA RAPID SKRIPSI UNIVERSITAS INDONESIA PERBANDINGAN PREVALENSI MIKROFILARIA ANTARA PEMERIKSAAN MIKROSKOPIK DENGAN BRUGIA RAPID SKRIPSI ARDRA C.T. 0105000379 FAKULTAS KEDOKTERAN PROGRAM PENDIDIKAN DOKTER UMUM JAKARTA JUNI

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. selalu sehat, dan dijauhkan dari berbagai penyakit, tetapi pada kenyataannya yang

BAB I PENDAHULUAN. selalu sehat, dan dijauhkan dari berbagai penyakit, tetapi pada kenyataannya yang BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Setiap manusia pada umumnya memiliki harapan dengan memiliki tubuh yang selalu sehat, dan dijauhkan dari berbagai penyakit, tetapi pada kenyataannya yang terjadi

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Indonesia adalah termasuk negara yang memasuki era penduduk

BAB I PENDAHULUAN. Indonesia adalah termasuk negara yang memasuki era penduduk BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Indonesia adalah termasuk negara yang memasuki era penduduk berstruktur lanjut usia (aging structured population) karena dari tahun ke tahun, jumlah penduduk Indonesia

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. orang tua. Anak bisa menjadi pengikat cinta kasih yang kuat bagi kedua orang

BAB I PENDAHULUAN. orang tua. Anak bisa menjadi pengikat cinta kasih yang kuat bagi kedua orang 1 BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Setiap orang tua pasti sangat mendambakan hadirnya seorang anak dalam pernikahannya karena anak merupakan anugerah yang sangat berarti bagi kedua orang tua. Anak

Lebih terperinci

UNIVERSITAS INDONESIA

UNIVERSITAS INDONESIA UNIVERSITAS INDONESIA ANALISA FAKTOR PENDIDIKAN PADA WANITA PESERTA PROGRAM PENAPISAN KANKER LEHER RAHIM DENGAN PENDEKATAN SEE AND TREAT : UNTUK DETEKSI LESI PRAKANKER DAN PENGOBATAN DENGAN TERAPI BEKU

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Remaja adalah masa transisi perkembangan antara masa kanak-kanak dan

BAB I PENDAHULUAN. Remaja adalah masa transisi perkembangan antara masa kanak-kanak dan BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Masalah Remaja adalah masa transisi perkembangan antara masa kanak-kanak dan masa dewasa yang pada umumnya dimulai pada usia 12 atau 13 tahun dan berakhir pada usia

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Penyakit kusta adalah penyakit menular yang menahun, disebabkan oleh mycobacterium leprae yang menyerang kulit saraf tepi dan jaringan tubuh lainnya. Pada sebagian besar

Lebih terperinci

BAB 2. TINJAUAN PUSTAKA. dapat dicegah dan diobati, ditandai oleh hambatan aliran udara yang tidak

BAB 2. TINJAUAN PUSTAKA. dapat dicegah dan diobati, ditandai oleh hambatan aliran udara yang tidak BAB 2. TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Penyakit Paru Obstruktif Kronik (PPOK) Penyakit Paru Obstruktif Kronik (PPOK) adalah penyakit paru yang dapat dicegah dan diobati, ditandai oleh hambatan aliran udara yang tidak

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Konteks Penelitian. perjalanan kronik dan berulang. Skizofrenia biasanya memiliki onset pada masa

BAB I PENDAHULUAN. A. Konteks Penelitian. perjalanan kronik dan berulang. Skizofrenia biasanya memiliki onset pada masa digilib.uns.ac.id 14 BAB I PENDAHULUAN A. Konteks Penelitian Skizofrenia merupakan gangguan jiwa berat dengan tanda dan gejala yang beraneka ragam, baik dalam derajat maupun jenisnya dan seringkali ditandai

Lebih terperinci

ABORSI DISUSUN OLEH: NOVIYANTI PUTRI AKADEMI KEBIDANAN ADILA BANDARLAMPUNG

ABORSI DISUSUN OLEH: NOVIYANTI PUTRI AKADEMI KEBIDANAN ADILA BANDARLAMPUNG ABORSI DISUSUN OLEH: NOVIYANTI PUTRI 201207107 AKADEMI KEBIDANAN ADILA BANDARLAMPUNG 2014 Jl. Soekarno-Hatta By Pass (depan polinela) Rajabasa BandarLampung Telp.Fax. 0721 784370 Email: akbid.adila@yahoo.com

Lebih terperinci