JAKARTA TIMUR DEPARTEMEN LANSKAP

Ukuran: px
Mulai penontonan dengan halaman:

Download "JAKARTA TIMUR DEPARTEMEN LANSKAP"

Transkripsi

1 STUDI KONDISI DAN PEMANFAATANN LANSKAP PADA BEBERAPA SEKOLAH MENENGAH ATAS NEGERI DI JAKARTA TIMUR RIDO MONTHAZERI DEPARTEMEN ARSITEKTUR LANSKAP FAKULTAS PERTANIAN INSTITUTT PERTANIAN BOGOR 20111

2 2 LEMBAR PERNYATAAN Dengan ini, saya menyatakan bahwa skripsi yang berjudul Studi Kondisi dan Pemanfaatan Lanskap pada Beberapa Sekolah Menengah Atas Negeri di Jakarta Timur adalah benar merupakan hasil karya saya dengan arahan pembimbing dan belum diajukan dalam bentuk apapun kepada perguruan tinggi manapun. Semua sumber data dan informasi yang berasal atau dikutip dari karya yang diterbitkan maupun yang tidak diterbitkan dari penulis lain telah disebutkan dalam teks dan dicantumkan pada daftar pustaka skripsi ini. Bogor, April 2011 Rido Monthazeri A

3 RINGKASAN RIDO MONTHAZERI. Studi Kondisi dan Pemanfaatan Lanskap pada Beberapa Sekolah Menengah Atas Negeri di Jakarta Timur. Dibimbing oleh Tati Budiarti. Sekolah Menengah Atas Negeri (SMAN) menurut UU No. 20 Tahun 2003 merupakan jenjang pendidikan formal tingkat menengah yang dikelola oleh pemerintah di bawah Departemen Pendidikan Nasional. Keberadaan lembaga pendidikan ini cukup menjadi pusat perhatian dan tak jarang menjadi barometer kualitas pendidikan di Indonesia. Pada umumnya sekolah hanya berupa bangunan kokoh dimana para siswa diwajibkan untuk belajar di dalamnya. Bahkan terkadang nyaris tidak terdapat ruang terbuka dan kalaupun ada kurang memadai untuk kegiatan outdoor edukatif bagi siswa atau kegiatan rekreatif lainnya. Penelitian ini dilaksanakan di Jakarta Timur, Kota Jakarta, Propinsi DKI Jakarta dengan sampel tujuh sekolah, SMAN 12, SMAN 42, SMAN 44, SMAN 48, SMAN 53, SMAN 81 dan SMAN 113, dimulai pada bulan Februari sampai dengan September. Penelitian ini bertujuan untuk menginventarisasi penggunaan ruang terbuka, elemen RTH, mengetahui persepsi dan preferensi pengguna terhadap RTH serta membuatuat rekomendasi pemanfaatan RTH sekolah. Penelitian dibatasi pada penampilan kondisi fisik sekolah secara umum, penataan halaman dari bangunan sekolah, keberadaan sarana outdoor sebagai fasilitas penunjang kegiatan, persepsi dan preferensi pengguna terhadap elemen yang ada pada lanskap sekolah dan pemanfaatannya. Penelitian ini merupakan penelitian observatif, data dianalisis secara deskriptif. Tahapan penelitian meliputi persiapan penelitian, survei, analisis dan sintesis serta pembuatan rekomendasi. Data primer diperoleh dengan cara survei langsung ke lapang, wawancara dengan pihak sekolah dan menyebar kuisioner, sedangkan untuk data sekunder dengan cara mengumpulkan data dari instansiinstansi terkait. Berdasarkan hasil survey, pengamatan dan perolehan data yang dimiliki masing-masing sekolah terdapat angka penggunaan ruang yang bervariasi. Luas total tanah yang ada mulai dari m 2 sampai dengan m 2. Luas tanah yang paling kecil yaitu pada SMAN 12, sedangkan yang paling luas yaitu SMAN 113. Ruang terbangun (RB) berisi bangunan yang berdiri di atas luasan tanah tersebut, luasan RB yang ada antara lain mulai dari m 2 sampai dengan m 2, di mana RB yang paling kecil terdapat pada SMAN 12 dan yang terluas ada pada SMAN 44. Ruang terbuka (RT) atau ruang yang tidak diisi oleh bangunan mulai dari 601 m 2 sampai dengan m 2. Ruang Terbuka Hijau (RTH) dijumpai mulai dari 96 m 2 sampai dengan m 2, RTH yang paling kecil ada pada SMAN 12 sedangkan sekolah dengan RTH yang paling luas yaitu SMAN 113. Dari hasil survey dan pengamatan, dijumpai spesies pohon di setiap sekolah sampel dan terdata sekitar 74 spesies. Semak 4-48 spesies dan terdata sekitar 68 spesies. Tanaman penutup tanah 6-13 spesies dan terdata sekitar 32 spesies. Tanaman merambat hanya dimiliki oleh lima sekolah, 1-6 spesies dan terdata sekitar 11 spesies. Tanaman air hanya dimiliki oleh tiga sekolah, 1-3 spesies dan terdata sekitar 5 spesies.

4 Nilai dominansi merupakan nilai yang menunjukan tingkatan dominan suatu tanaman diantara semua tanaman yang ditemukan di tujuh sampel sekolah. Glodogan tiang (Polyalthia longifolia) memiliki nilai dominansi tertinggi dari kategori pohon (14,41%) dan keberadaannya sebesar 71,43%. Untuk semak, tehtehan (Acalipha macrophyla) memiliki nilai dominansi 12,42% dan keberadaannya sebesar 85,71%. Untuk penutup tanah Lili paris (Clorophytum sp.) memiliki nilai dominansi 28,43% dan keberadaannya sebesar 57,14%. Sebanyak 43,3% warga sekolah mengatakan bahwa lanskap sekolah mereka telah cukup nyaman. Kesan nyaman terhadap lanskap sekolah paling banyak (56,6%) dirasa pada SMAN 42 dan terasa kurang nyaman paling banyak (33,3%) dirasa pada SMAN 12. Sedangkan untuk kesan kenyamanan, umumnya (47,1%) responden mengatakan bahwa lanskap sekolah mereka sedikit teduh. Kesan teduh terhadap lanskap sekolah paling banyak (53,3%) dirasa responden pada SMAN 42. Terasa gersang/panas paling banyak (36,7%) dirasa responden pada SMAN 12 dan 44. Selanjutnya untuk kesan kelapangan, umumnya (35,7%) responden mengatakan bahwa lanskap sekolah mereka sedikit lapang. Kesan lapang terhadap lanskap sekolah paling banyak (56,7%) dirasa responden pada SMAN 113. Kesan sangat sempit paling banyak (23,3%) dirasa responden pada SMAN 12. Pemanfaatan RTH pada SMAN di Jakarta harus terintegrasi dengan mata ajaran yang ada. Peranan RTH dalam membantu proses pemahaman siswa dalam mata ajar tertentu yang terintegrasi dengan Pendidikan Lingkungan Hidup berdasarkan garis-garis besar isi materi (GBIM) tingkat Sekolah Menengah Atas (SMA). Dengan menggunakan rumus pendugaan daya dukung, hanya SMAN 12 yang daya dukung RTH nya tidak cukup untuk menampung jumlah siswa dalam satu kelas (rata-rata siswa dalam satu kelas siswa). Namun, kegiatan outdoor class masih bisa diatur dengan menggunakan RTB yang ada. Peran RTH sebagai ameliorasi iklim mikro dirasa cukup efektif. Dengan menggunakan perhitungan THI, diketahui bahwa THI rata-rata dari keseluruhan sekolah sampel sedikit di atas batas kenyamanan, yaitu sebesar 28,4. Namun jika dilihat berdasarkan perbedaan tempatnya, di bawah naungan pohon, di lapangan (tanpa naungan), dan di dalam kelas, maka terlihat ada perbedaan yang cukup nyata. Nilai THI pada lapangan lebih besar dari pada di bawah naungan pohon dan di dalam ruangan, artinya adanya vegetasi yang memberikan naungan (RTH) secara signifikan dapat meningkatkan kenyamanan dalam suatu kawasan dengan menurunkan nilai THI 1-2 point. iv

5 STUDI KONDISI DAN PEMANFAATANN LANSKAP PADA BEBERAPA SEKOLAH MENENGAH ATAS NEGERI DI JAKARTA TIMUR RIDO MONTHAZERI Skripsi Sebagai Salah Satu Syarat untuk Memperoleh Gelar Sarjana Pertanian pada Departemen Arsitektur Lanskap Fakultas Pertaniann Institut Pertanian Bogor DEPARTEMEN ARSITEKTUR LANSKAP FAKULTAS PERTANIAN INSTITUTT PERTANIAN BOGOR 20111

6 Hak Cipta Milik IPB, Tahun 2011 Hak Cipta dilindungi Undang-Undang Dilarang mengutip sebagian atau seluruh karya tulis ini tanpa mencantumkan atau menyebutkan sumbernya. Pengutipan hanya untuk kepentingan pendidikan, penilitian, penulisan karya ilmiah, penyusunan laporan, penulisan kritik, atau tinjauan sutau masalah; dan pengutipan tersebut tidak merugikan kepentingan yang wajar IPB. Dilarang mengumumkan dan memperbanyak sebagian atau seluruh karya tulis dalam bentuk apapun tanpa izin IPB..

7 Judul Nama NRP : Studi Kondisi dan Pemanfaatan Lanskap pada Beberapa Sekolah Menengah Atas Negeri di Jakarta Timur : Rido Monthazeri : A Disetujui, Pembimbing Dr. Ir. Tati Budiarti, MS. NIP Diketahui, Ketua Departemen Arsitektur Lanskap Dr. Ir. Siti Nurisjah, MSLA NIP Tanggal Disetujui :

8 Riwayat Hidup Penulis dilahirkan di Kota Bekasi, Propinsi Jawa Barat pada tanggal 14 Februari Penulis adalah anak kedua dari tiga bersaudara dari pasangan Bapak Muhadi dan Ibu Sapuri. Penulis menghabiskan masa kecilnya di Kota Bekasi dan mulai mengawali masa jenjang pendidikan formal pada tahun 1994 sampai dengan 2000 di SD Negeri Kranji 1 Bekasi Barat, Kota Bekasi. Setelah menamatkan jenjang pendidikan Sekolah Dasar, penulis melanjutkan ke SLTP Negeri 14 Bekasi dari tahun 2000 sampai Tahun 2003 penulis melanjutkan pendidikan ke jenjang Sekolah Menengah Atas di SMA Negeri 2 bekasi dan berhasil menyelesaikan masa pendidikan SMA pada tahun Semasa SMA penulis aktif dalam berbagai organisasi, dan pernah menjabat sebagai Wakil Pradana Pramuka Pangkalan SMAN 2 Bekasi dan Ketua Seksi Bidang Pendidikan Pendahuluan Bela Negara OSIS SMAN 2 Bekasi. Pada tahun 2006 penulis diterima di Institut Pertanian Bogor melalui jalur SPMB. Pada tahun 2007 melalui sistem mayor minor di IPB, penulis diterima pada Departemen Arsitektur Lanskap, Fakultas Pertanian, Institut Pertanian Bogor. Selama menjadi mahasiswa penulis aktif mengikuti kegiatan kemahasiswaan, sebagai staff Kementrian Sosling BEM KM ( ), staff Divisi Kewirausahaan HIMASKAP ( ), Ketua Divisi Minat dan Bakat HIMASKAP ( ). Selama menjadi mahasiswa penulis juga pernah menjadi asisten praktikum Mata Kuliah Rekayasa Lanskap dan Tanaman Lanskap.

9 KATA PENGANTAR Alhamdulillahirobbilalamin puji syukur ke hadirat Allah SWT berkat rahmat dan hidayahnya selama hidup ini yang tidak henti-hentinya mencurahkan sayang, rizki, dan hidayahnya. Sholawat serta salam penulis haturkan kepada Nabi Muhammad SAW dan kepada para sahabat. Penelitian ini berjudul Studi Kondisi dan Pemanfaatan Lanskap Pada Beberapa Sekolah Menengah Atas Negeri di Jakarta Timur. Penelitian ini disusun agar ruang terbuka hijau pada sekolah dapat dimanfaatkan secara optimal. Ucapan terimakasih juga penulis ucapkan kepada banyaknya orang di sekitar penulis yang memotivasi, memberikan nasihat, serta mewarnai kehidupan penulis: 1. Pembimbing skripsi yang selalu memberikan masukan, berbagai macam saran, dan juga sebagai orang tua kedua Dr. Ir. Tati Budiarti, MS. 2. Pembimbing akademik penulis Ir. Indung S. F. M.Si atas bimbingannya selama penulis menempuh masa kuliah. 3. Dr. Ir. Nizar Nasrullah, M.Agr dan Akhmad Arifin Hadi, SP. MALA. atas masukan dan sarannya. 4. Bapak Muhadi dan Ibu Sapuri selaku orang tua penulis, terimakasih atas kasih sayangnya selama ini. Kakakku Ilo Sofia dan adikku Anisa Puspasari serta seluruh keluarga besar yang selalu mewarnai hidup penulis. 5. Civitas academica SMAN 12, 42, 44, 48, 53, 81, 113 terimakasih penulis haturkan atas bantuan dan kerjasamanya. 6. Ibu Teti, Bapak Sungkono, Bapak Suwarto, Bapak Christison, Bapak Iip, Bapak Rustaman, dan Ibu Dewi penulis menghaturkan terimakasih atas dukungan dan bantuannya selama penulis mengambil data. 7. Teman-teman Arsitektur Lanskap angkatan 43 terimakasih atas tawa, canda dan tangisnya. 8. Teman-teman Arsitektur Lanskap angkatan 40, 41, 42, 44, 45 dan 46 atas dukungannya. 9. Semua pihak yang telah membantu penulis yang tidak bisa disebutkan satu persatu.

10 x Penulis memohon maaf atas segala kekurangan dan kesalahan yang telah dilakukan, karena niat penulis melakukan penelitian sebagai sarana panduan untuk memanfaatkan ruang terbuka hijau sekolah. Penulis berharap tulisan ini dapat bermanfaat bagi pihak-pihak yang memerlukan. Bogor, April 2011 Penulis

11 DAFTAR ISI Halaman DAFTAR TABEL... xiii DAFTAR GAMBAR... xv DAFTAR LAMPIRAN... xvi PENDAHULUAN Latar Belakang Tujuan Manfaat... 2 TINJAUAN PUSTAKA Lanskap Sekolah Ruang Terbuka Hijau Pemanfaatan Ruang Terbuka Hijau... 8 METODOLOGI PENELITIAN Tempat dan Waktu Penelitian Batasan dan Pendekatan Penelitian Metode Penelitian Pengumpulan Data HASIL DAN PEMBAHASAN Kondisi Umum Jakarta Timur Letak Geografis Jakarta Timur Iklim Pendidikan Data dan Analisis Lanskap Sekitar Tapak Penggunaan Ruang Tata Letak/Layout Sekolah Sosial Aktivitas Tanaman Lanskap Sekolah Fungsi Kontrol Visual... 37

12 xii Frekuensi Relatif Pemeliharaan Persepsi Pengguna Terhadap Lanskap Sekolah Rekomendasi Pemanfaatan Edukatif Ameliorasi Iklim Mikro Konsep Tata Hijau SIMPULAN DAN SARAN Simpulan Saran DAFTAR PUSTAKA... 66

13 DAFTAR TABEL No. Teks Halaman 1. Daftar Sekolah Menengah Atas Negeri (SMAN) yang Diteliti Jenis, Bentuk dan Cara Pengambilan Data Luas Wilayah per Kecamatan Tahun Keadaan Iklim Jakarta Timur Tahun Jumlah Sekolah, Gedung, Guru, Murid Menurut Tingkatan Tahun Lanskap Sekitar Tapak Sekolah Luasan Ruang dalam Lingkungan Sekolah Fasilitas Lapangan Olahraga Kegiatan Ekstrakurikuler yang Menggunakan Ruang Terbuka Penggunaan Ruang dan Fasilitas Persentase Desain Taman Elemen Keras Frekuensi Kegiatan Pemeliharaan Taman Sekolah Keberadaan RTH (taman) Keberadaan Tanaman di Sekolah Fasilitas outdoor yang ada Fasilitas yang perlu ditambah Alat transportasi yang digunakan Kondisi sarana parkir Bahan perkerasan pada taman sekolah Pola penghijauan sekolah Kesan terhadap lanskap sekolah Ukuran pohon yang disukai Bentuk partisipasi dalam pemeliharaan Peranan RTH berdasarkan GBIM tingkat SMA bertema manusia dan lingkungan Luas RB, RTH, dan RTB yang seharusnya Daya dukung RTH untuk belajar per sekolah Daftar Suhu, Kelembabab dan THI... 60

14 29. Pembagian Ruang, Alokasi ruang, Aktifitas dan Fasilitas xiv

15 xv DAFTAR GAMBAR No. Teks Halaman 1. Peta Orientasi Lokasi Bagan Alur Pelaksanaan studi Tujuh Sekolah Sampel Ruang Terbuka Terbangun (RTB) Sekolah Ruang Terbuka Hijau (RTH) sekolah Layout Sekolah (a) Letter L, (b) Letter U (a) Planter Box, (b) Tanaman Dalam Pot Peta SMAN Peta SMAN Peta SMAN Peta SMAN Peta SMAN Peta SMAN Peta SMAN Lapangan Futsal (a), Lapangan Basket (b) Grafik Persentase Fungsi Pohon Grafik Persentase Fungsi Semak Grafik Persentase Fungsi Penutup Tanah Grafik Persentase Fungsi Semak Konsep Pembagian Ruang dalam sekolah Rekomendasi Model Sekolah... 64

16 DAFTAR LAMPIRAN No. Teks Halaman 1. Daftar Tanaman Pohon Pada 7 Sekolah Sampel Daftar Tanaman Semak/Perdu Pada 7 Sekolah Sampel Daftar Tanaman Penutup Tanah Pada 7 Sekolah Sampel Daftar Tanaman Merambat Pada 7 Sekolah Sampel Daftar Tanaman Air Pada 7 Sekolah Sampel Daftar Pertanyaan dan Persentase Jawaban dalam Kuisioner Peranan RTH Berdasarkan GBIM Tingkat SMA... 92

17 PENDAHULUAN 1. Latar Belakang Pendidikan merupakan kebutuhan mendasar bagi Warga Negara Indonesia. Dalam UU No. 20 Tahun 2003 pasal 5 (1) disebutkan, setiap warga negara mempunyai hak yang sama untuk memperoleh pendidikan yang bermutu. Bahkan dalam Undang Undang Dasar 1945 tertuang salah satu cita-cita nasional yang harus kita perjuangkan bersama, yaitu upaya mencerdaskan kehidupan bangsa melalui pendidikan. Masa depan suatu bangsa ditentukan oleh sumber daya manusia (SDM) yang dimilikinya. Dengan SDM yang berkualitas tinggi diharapkan secara signifikan dapat menjadi subjek dalam pembangunan agar lebih berhasil mengelola sumber daya (resources) bagi kepentingan kesejahteraan masyarakat. Untuk itu peran sebuah lembaga pendidikan, dalam hal ini keberadaan fisik dan lingkungan suatu sekolah penting untuk dicermati. Sekolah Menengah Atas Negeri (SMAN) menurut UU No. 20 Tahun 2003 merupakan jenjang pendidikan formal tingkat menengah yang dikelola oleh pemerintah di bawah Departemen Pendidikan Nasional. Keberadaan lembaga pendidikan ini cukup menjadi pusat perhatian dan tak jarang menjadi barometer kualitas pendidikan di Indonesia. Untuk menjadi siswa SMAN harus melalui ujian saringan masuk terlebih dahulu untuk menjaga kualitas peserta didik. Menurut Sartain dalam Hasbullah (2008), yang dimaksud lingkungan meliputi kondisi dan alam dunia ini yang dengan cara-cara tertentu mempengaruhi tingkah laku, pertumbuhan, perkembangan atau life processes. Secara umum, sekolah-sekolah diperkotaan mempunyai Ruang Terbuka Hijau (RTH) yang sangat terbatas sehingga mempengaruhi kualitas lingkungan. Dengan demikian peningkatan kualitas RTH sangat diperlukan. Upaya penataan ruang terbuka hijau (RTH) pada sekolah tentunya tidak mudah, isu menurunnya kualitas lingkungan yang makin sering terdengar tidak serta merta membuat warga sekolah sadar akan pentingnya sebuah lingkungan sekolah yang asri. Menurunnya kualitas udara di perkotaan, minimnya ruang terbuka hijau, banjir tahunan, dan intrusi air laut dapat mengganggu kegiatan manusia, termasuk kegiatan belajar mengajar. Untuk itu diperlukan upaya perbaikan lingkungan, khususnya lingkungan sekolah.

18 2 Salah satu upaya perbaikan lingkungan khususnya lingkungan sekolah yaitu dengan meningkatkan kualitas ruang terbuka hijau (RTH). Menurut Nurisjah dan Pramukanto (1995) adanya RTH di kawasan perkotaan merupakan salah satu bagian dari kota yang sangat penting nilainya, tidak hanya ditinjau dari segi fisik dan sosial, tetapi juga dari nilai ekonomi dan ekologis. Selanjutnya dikatakan pula bahwa secara fungsional, tersedianya RTH di perkotaan merupakan paru-paru bagi lingkungannya dan penyembuhan psikis bagi pemakainya, memperlihatkan adanya keseimbangan antara tata hijau yang menyegarkan dan struktur bangunan yang bersifat kaku, juga berfungsi untuk menghasilkan suatu nilai estetika yang tinggi bagi lingkungan sekitarnya. 2. Tujuan Tujuan dari studi ini adalah sebagai berikut : 1. Menginventarisasi kondisi ruang terbuka di SMA Negeri Jakarta Timur dan penggunaannya. 2. Menginventarisasi elemen ruang terbuka hijau (RTH) di SMA Negeri Jakarta Timur 3. Mengetahui persepsi dan preferensi pengguna terhadap ruang terbuka hijau (RTH) di SMA Negeri Jakarta Timur dan pemanfaatannya 4. Membuat model lanskap sekolah dan rekomendasi pemanfaatan ruang terbuka hijau (RTH) sekolah 3. Manfaat Hasil dari studi ini diharapkan dapat menjadi bahan masukan bagi pengelola sekolah khususnya dan pihak-pihak yang terkait dengan dunia pendidikan pada umumnya dalam hal perbaikan dan menjadi rujukan dalam perencanaan tapak untuk pembangunan sekolah.

19 TINJAUAN PUSTAKA 1. Lanskap Sekolah Menurut Eckbo (1964) lanskap adalah ruang di sekeliling manusia mencakup segala hal yang dapat dilihat dan dirasakan. Menurut Hubbard dan Kimball (1917) dalam Laurie (1986), arsitektur lanskap adalah bidang seni yang menitik beratkan pada fungsi kreasi dan pelestarian keindahan lingkungan di sekitar tempat tinggal manusia dan pada lingkup alam yang lebih luas lagi selain itu berkaitan dengan peningkatan kenyamanan, kemudahan dan kesehatan penduduk perkotaan. Senada dengan Rachman (1984), arsitektur lanskap adalah bidang ilmu dan seni yang mempelajari pengaturan ruang dan massa di alam terbuka (tata ruang luar) dengan mengkomposisikan elemen-elemen lanskap alami maupun buatan manusia, beserta segenap kegiatan di dalamnya, agar tercipta kepuasan jasmaniah dan rohaniah manusia beserta makhluk hidup lainnya, selaras dengan faktor ruang, waktu dan geraknya. Flemming dan Tscharner (1981) dalam Titidarmila (1999) berpendapat bahwa penataan tempat pendidikan akan melekat dalam ingatan, ada tempattempat atau objek khusus yang menjadi kenangan tersendiri bagi guru atau para murid dimana diharapkan akan didapat kenangan yang positif. Menurut Gagne dan Briggs (1979) dalam Suparno (2000) menambahkan, bahwa perencanaan pengajaran harus berdasarkan pada pengetahuan tentang bagaimana individu belajar agar diketahui bagaimana kondisi-kondisi harus ditata. Sekolah adalah bangunan atau lembaga untuk belajar dan memberi pelajaran. Menurut tingkatannya, sekolah dibagi menjadi tingkat dasar (SD), menengah (SMP), lanjutan (SMA) dan tinggi. Dinas Pekerjaan Umum (2002) menyebutkan, sekolah adalah tempat dimana berlangsung kegiatan guru mengajar dan murid belajar. Suparno (2000) memberikan pengertian belajar secara umum merupakan suatu aktivitas yang menimbulkan perubahan yang relatif permanen sebagai akibat dari upaya-upaya yang dilakukannya. Bloom (1974) dalam Suparno (2000) menyatakan, terdapat tiga kategori belajar yang dikenal, antara lain domain atau ranah kognitif, ranah afektif dan ranah psikomotorik. Ranahranah ini merupakan perilaku yang diniatkan untuk ditunjukkan oleh pelajar dalam cara-cara tertentu, misalnya bagaimana mereka berpikir (ranah kognitif),

20 4 bagaimana mereka bersikap dan merasakan sesuatu (ranah afektif) serta bagaimana mereka berbuat (ranah psikomotorik). Block (1974) dalam Suparno (2000) mengatakan konsep belajar tuntas berdasarkan pikiran bahwa siswa dapat mencapai penguasaan yang integral bila kepadanya disediakan kondisi belajar yang sesuai. Suparno (2000) menambahkan, bahwa dalam menumbuhkan situasi yang mendukung proses belajar, hakikat dan kualitas interaksi belajar menjadi sangat penting. Struktur kooperatif dibanding dengan struktur kompetisi dan usaha individual lebih menunjang komunikasi diantara siswa yang lebih efektif dan pertukaran informasi yang saling membantu tercapainya hasil belajar yang baik. Pada umumnya SMA berprestasi memiliki sarana dan prasarana yang baik, yakni luas tanah yang cukup luas, tempat parkir, lapangan olah raga, tempat bermain atau jenis kegiatan lain, ruang kelas, laboratorium, perpustakaan, ruang kepala sekolah, ruang guru, ruang tata usaha, alat bantu/peraga mata pelajaran, serta berbagai macam alat elektronik untuk menunjang mata pelajaran. Pengadaan sarana dan prasarana untuk memungkinkan terlaksananya proses pembelajaran, seperti pusat sumber belajar merupakan salah satu alternatif yang harus dikembangkan baik di sekolah, perguruan tinggi, maupun di lembaga kemasyarakatan. Fasilitas tersebut harus disertai dengan pengaturan yang tertib dan benar-benar memberikan kemudahan untuk belajar (Suparno, 2000). 2. Ruang Terbuka Hijau Ruang Terbuka Hijau (RTH) adalah bagian dari ruang-ruang terbuka (open spaces) suatu wilayah yang diisi oleh tumbuhan, tanaman, dan vegetasi (endemik, introduksi) guna mendukung manfaat langsung dan/atau tidak langsung yang dihasilkan oleh RTH dalam kota tersebut yaitu keamanan, kenyamanan, kesejahteraan, dan keindahan wilayah perkotaan tersebut. Ruang terbuka hijau memiliki kekuatan untuk membentuk karakter kota dan menjaga kelangsungan hidupnya. Tanpa keberadaan ruang terbuka hijau di kota akan mengakibatkan ketegangan mental bagi manusia yang tinggal di dalamnya. Oleh karena itu, perencanaan ruang terbuka hijau harus dapat memenuhi keselarasan harmoni antara struktural kota dan alamnya, bentuknya bukan sekedar taman, lahan kosong

21 5 untuk rekreasi atau lahan penuh tumbuhan yang tidak dapat dimanfaatkan penduduk kota (Simond, 1983). Berdasarkan Instruksi Menteri Dalam Negeri No.14 Tahun 1988, ruang terbuka hijau adalah bagian dari ruang terbuka kota yang didefinisikan sebagai ruang terbuka yang pemanfaatannya lebih bersifat pada penghijauan tanaman atau tumbuhan secara alamiah maupun buatan (budidaya tanaman) seperti lahan pertanian, pertamanan, perkebunan, dan lainnya. Berdasarkan Peraturan Menteri Dalam Negeri Nomor 1 tahun 2007 tentang Penataan Ruang Terbuka Hijau Kawasan Perkotaan dikatakan bahwa Ruang Terbuka Hijau Kawasan Perkotaan yang selanjutnya disingkat RTHKP adalah bagian dari ruang terbuka suatu kawasan perkotaan yang diisi oleh tumbuhan dan tanaman guna mendukung manfaat ekologi, sosial, budaya, ekonomi dan estetika. Berdasarkan bobot kealamiannya, bentuk RTH dapat diklasifikasi menjadi (a) bentuk RTH alami (habitat liar/alami, kawasan lindung) dan (b) bentuk RTH non alami atau RTH binaan (pertanian kota, pertamanan kota, lapangan olah raga, pemakaman). Berdasarkan sifat dan karakter ekologisnya diklasifikasi menjadi (a) bentuk RTH kawasan (areal, non linear), dan (b) bentuk RTH jalur (koridor, linear). Berdasarkan penggunaan lahan atau kawasan fungsionalnya diklasifikasi menjadi (a) RTH kawasan perdagangan, (b) RTH kawasan perindustrian, (c) RTH kawasan permukiman, (d) RTH kawasan pertanian, dan (e) RTH kawasankawasan khusus, seperti pemakaman, hankam, olah raga, alamiah. Status kepemilikan RTH diklasifikasikan menjadi (a) RTH publik, yaitu RTH yang berlokasi pada lahan-lahan publik atau lahan yang dimiliki oleh pemerintah (taman lingkungan perumahan dan permukiman, taman lingkungan perkantoran dan gedung komersial, taman hutan raya, hutan kota) dan (b) RTH privat atau non publik, yaitu RTH yang berlokasi pada lahan-lahan milik privat (taman rumah tinggal). Jenis-jenis RTH menurut Peraturan Menteri Dalam Negeri No.01 tahun 2007 adalah : 1. Taman kota 2. Taman wisata alam 3. Taman rekreasi

22 6 4. Taman lingkungan perumahan dan permukiman 5. Taman lingkungan perkantoran dan gedung komersial 6. Taman hutan raya 7. Hutan kota 8. Hutan lindung 9. Bentang alam, seperti gunung, bukit, lereng dan lembah 10. Cagar alam 11. Kebun raya 12. Kebun binatang 13. Pemakaman umum 14. Lapangan olah raga 15. Lapangan upacara 16. Parkir terbuka 17. Lahan pertanian perkotaan 18. Jalur di bawah tegangan tinggi (SUTT dan SUTET) 19. Sempadan sungai, pantai, bangunan, situ dan rawa 20. Jalur pengaman jalan, median jalan, rel kereta api, pipa gas dan pedestrian 21. Kawasan dan jalur hijau 22. Daerah penyangga (buffer zone) lapangan udara 23. Taman atap (roof garden) Tujuan dibentuk atau disediakannya ruang terbuka hijau di wilayah perkotaan, antara lain untuk meningkatkan mutu lingkungan hidup dan sebagai pengaman sarana lingkungan perkotaan dan menciptakan keserasian lingkungan alam dan lingkungan binaan yang berguna bagi kepentingan manusia (INMENDAGRI No. 14 Tahun 1988). Maksud diselenggarakannya RTH menurut Peraturan Pemerintah Nomor 63 Tahun 2002 adalah untuk menjaga kelestarian dan keseimbangan ekosistem perkotaan yang meliputi unsur lingkungan, sosial dan budaya dengan luasan yang harus direncanakan sebesar lebih kurang 25 % dari luas wilayah. Menurut Purnomohadi (2006), RTH memiliki fungsi utama (intrinsik) yaitu fungsi bio-ekologis dan fungsi tambahan (ekstrinsik) yaitu fungsi arsitektural, sosial dan ekonomi. Berlangsungnya fungsi ekologis alami dalam

23 7 lingkungan perkotaan secara seimbang dan lestari akan membentuk kota yang sehat dan manusiawi RTH dibangun dari kumpulan tanaman atau vegetasi yang telah diseleksi dan disesuaikan dengan lokasi serta rencana dan rancangan peruntukkannya. Lokasi yang berbeda (seperti pesisir, pusat kota, kawasan industri, sempadan badan-badan air, dll) akan memiliki permasalahan yang juga berbeda yang selanjutnya berkonsekuensi pada rencana dan rancangan RTH yang berbeda. Jenis tanaman endemik atau jenis tanaman lokal yang memiliki keunggulan tertentu (ekologis, sosial budaya, ekonomi, arsitektural) dalam wilayah kota tersebut menjadi bahan tanaman utama penciri RTH kota tersebut, yang selanjutnya akan dikembangkan guna mempertahankan keanekaragaman hayati wilayahnya dan juga nasional. Beberapa faktor yang harus diperhatikan dalam mewujudkan rancangan, penanaman dan kelestarian RTH maka sifat dan ciri serta kriteria arsitektural dan hortikultural tanaman penyusun RTH harus menjadi bahan pertimbangan dalam menyeleksi jenis-jenis tanaman yang akan ditanam. Beberapa kriteria umum tanaman untuk ditanam di wilayah perkotaan antara lain: 1. disenangi dan tidak berbahaya bagi warga kota 2. mampu tumbuh pada lingkungan yang marjinal (tanah tidak subur, udara dan air yang tercemar) 3. tahan terhadap gangguan fisik (vandalisme) 4. perakaran dalam sehingga tidak mudah tumbang 5. tidak gugur daun, cepat tumbuh, bernilai hias dan arsitektural 6. dapat menghasilkan O 2 dan meningkatkan kualitas lingkungan kota 7. bibit/benih mudah didapatkan dengan harga yang murah/terjangkau oleh masyarakat 8. prioritas menggunakan vegetasi endemik/lokal 9. keanekaragaman hayati

24 8 3. Pemanfaatan Ruang Terbuka Hijau Ruang Terbuka Hijau (RTH) mempunyai banyak manfaat, diantaranya manfaat estetis, orologis, hidrologis, klimatologis, edaphis, ekologis, protektif, higienis, dan edukatif (Nazaruddin 1994 dan Eckbo 1964 dalam Yuliasari 2008). Adapun secara rinci dapat dijelaskan sebagai berikut: a. Manfaat estetis Manfaat estetis atau keindahan dapat diperoleh dari tanaman yang sengaja ditata sehingga tampak menonjol keindahannya, serta dapat menciptakan pemandangan yang menyejukkan. b. Manfaat orologis Manfaat ini penting untuk mengurangi tingkat kerusakan tanah terutama longsor serta menjaga kestabilan tanah. c. Manfaat hidrologis Daerah hijau sangat penting sebagai daerah persediaan air tanah. Struktur akar tanaman mampu menyerap kelebihan air apabila turun hujan, sehingga air tidak mengalir di atas tanah (run off) melainkan dapat terserap oleh tanah. Hal ini sangat mendukung proses daur alami air tanah, sehingga dapat menguntungkan kehidupan manusia. d. Manfaat klimatologis Faktor-faktor iklim seperti kelembaban, curah hujan, ketinggian tempat, dan sinar matahari akan membentuk suhu harian maupun bulanan yang sangat besar pengaruhnya terhadap manusia. Keberadaan vegetasi dapat menunjang faktor-faktor iklim tersebut. Efek rumah kaca akan dikurangi oleh banyaknya vegetasi dalam suatu daerah, bahkan adanya vegetasi dapat menambah kenyamanan dan kesejukan lingkungan. e. Manfaat edaphis Manfaat ini berhubungan erat dengan lingkungan hidup satwa diperkotaan yang semakin terdesak lingkungannya dan semakin berkurang tempat huniannya. Lingkungan hijau akan memberi tempat yang nyaman bagi satwa.

25 9 f. Manfaat ekologis Kehidupan makhluk hidup di alam ini memiliki ketergantungan satu sama lain dan dapat hidup nyaman apabila ada kesatuan. Apabila salah satunya musnah maka makhluk hidup lainnya akan terganggu hidupnya. g. Manfaat protektif Vegetasi dapat menjadi pelindung bagi manusia dari teriknya sinar matahari, terpaan angin kencang, maupun kebisingan. h. Manfaat higienis Vegetasi bermanfaat dalam mengurangi bahaya polusi udara, karena dedaunan tanaman mampu menyaring debu dan mengisap kotoran di udara. Selain itu vegetasi juga mampu menghasilkan oksigen yang dibutuhkan manusia. i. Manfaat edukatif Adanya koleksi tanaman dapat bermanfaat sebagai laboratorium alam seperti kebun raya dan taman bunga dapat menambah pengetahuanbagi generasi mendatang. Manfaat RTH menurut Peraturan Menteri Dalam Negeri No.01 Tahun 2007 adalah (a) sarana untuk mencerminkan identitas daerah; (b) sarana penelitian, pendidikan dan penyuluhan; (c) sarana rekreasi aktif dan pasif serta interaksi sosial; (d) meningkatkan nilai ekonomi lahan perkotaan; (e) menumbuhkan rasa bangga dan meningkatkan prestise daerah; (f) sarana aktivitas sosial bagi anak-anak, remaja, dewasa dan manula; (g) sarana ruang evakuasi untuk keadaan darurat; (h) memperbaiki iklim mikro; dan (i) meningkatkan cadangan oksigen di perkotaan. RTH berfungsi ekologis, yang menjamin keberlanjutan suatu wilayah kota secara fisik, harus merupakan satu bentuk RTH yang berlokasi, berukuran, dan berbentuk pasti dalam suatu wilayah kota, seperti RTH untuk perlindungan sumberdaya penyangga kehidupan manusia dan untuk membangun jejaring habitat kehidupan liar. RTH untuk fungsi-fungsi lainnya (sosial, ekonomi, arsitektural) merupakan RTH pendukung dan penambah nilai kualitas lingkungan dan budaya kota tersebut, sehingga dapat berlokasi dan berbentuk sesuai dengan

26 10 kebutuhan dan kepentingannya, seperti untuk keindahan, rekreasi, dan pendukung arsitektur kota. Manfaat RTH berdasarkan fungsinya dibagi atas manfaat langsung (dalam pengertian cepat dan bersifat tangible) seperti mendapatkan bahan-bahan untuk dijual (kayu, daun, bunga), kenyamanan fisik (teduh, segar), keinginan dan manfaat tidak langsung (berjangka panjang dan bersifat intangible) seperti perlindungan tata air dan konservasi hayati atau keanekaragaman hayati.

27 METODOLOGI PENELITIAN 1. Tempat dan Waktu Penelitian Penelitian ini dilaksanakan di Jakarta Timur, Kota Jakarta, Propinsi DKI Jakarta dengan sampel tujuh Sekolah Menengah Atas Negeri (SMAN) dan lokasi tercantum pada Tabel 1. Gambar 1 menunjukkan letak lokasi dari sekolah sampel. Gambar 3 menunjukkan penampilan dari sekolah sampel. Gambar 1. Peta Orientasi Lokasi Tabel 1. Daftar Sekolah Menengah Atas Negeri (SMAN) yang Diteliti No. Sekolah Alamat 1 SMAN 12 Jl. Pertanian 2 SMAN 42 Jl. Rajawali 3 SMAN 44 Jl. Delima IV Perumnas Klender 4 SMAN 48 Jl. Pinangranti II Taman Mini 5 SMAN 53 Jl. Cipinang Jaya 2 B 6 SMAN 81 Jl. Kompleks KODAM/Kartika Ekapaksi 7 SMAN 113 Jl. Albaido 1

28 12 2. Batasan dan Pendekatan Penelitian Penelitian dibatasi pada penampilan kondisi fisik sekolah secara umum, penataan halaman dari bangunan sekolah, keberadaan sarana outdoor sebagai fasilitas penunjang kegiatan, persepsi dan preferensi pengguna terhadap elemen yang ada pada lanskap sekolah dan pemanfaatannya. 3. Metode Penelitian Penelitian ini merupakan penelitian observatif yang dilakukan pada 7 sampel Sekolah Menengah Atas Negeri di Jakarta Timur. Studi bersifat deskriptif dan dilakukan dengan metode survei. Adapun tahapan studi yang dilakukan : 3.1.Tahap Persiapan Pada tahap ini dilakukan penetapan tujuan studi, pembuatan usulan studi, serta penentuan lokasi sekolah yang akan dipilih. Selain itu dilakukan kegiatan persiapan sebelum survei ke lapang, diantaranya permohonan izin mengadakan penelitian, pembuatan daftar isian data biofisik dan sosial, daftar pertanyaan dalam kuisioner, daftar lokasi, daftar peta, daftar peralatan yang dibutuhkan, petunjuk pelaksanaan dan penyusunan jadwal survei. 3.2.Tahap Survei Pelaksanaan survei dilakukan pada sampel sekolah secara visual dan pengukuran fisik. Kegiatan ini dimaksudkan untuk menginventarisasi kondisi fisik, biofisik, dan sosial pada lanskap sekolah. Sementara untuk mengetahui persepsi dan preferensi pengguna terhadap ruang terbuka hijau (RTH) dilakukan wawancara dan pengisian kuisioner. Wawancara dilakukan terhadap pihak pengelola, sedangkan kuisioner dibagikan pada sebagian siswa, guru, dan pegawai sekolah. Pencarian data sekunder diperoleh dari sekolah yang bersangkutan melalui kantor tata usaha, kantor kewilayahan seperti dinas-dinas yang terkait, dan dari penelusuran pustaka. Daftar data yang dikumpulkan dirangkum dalam Tabel 2.

29 Tahap Analisis dan Sintesis Pada tahap ini dilakukan penyeleksian data, penyusunan data secara sistematis dalam bentuk tabel, diagram, grafis, serta peta, yang kemudian dilakukan penilaian dan analisis sintesis. Data sekunder dan primer dianalisa secara kuantitatif dan kualitatif untuk mengetahui permasalahan yang ada lalu ditemukan alternatif-alternatif pemecahannya. Analisis yang dilakukan meliputi: 1. Analisis kondisi fisik Analisis kondisi fisik adalah menganalisis hasil inventarisasi secara deskriptif. Data yang dianalisis mencakup data mengenai kondisi fisik sekolah, lanskap sekitar tapak, penggunaan ruang, tata letak/layout. 2. Analisis Ruang Terbuka Hijau Analisis terhadap Ruang Terbuka Hijau (RTH) sekolah menggunakan 2 metode, yaitu analisis fungsi vegetasi dan nilai dominansi. Analisis fungsi vegetasi digunakan untuk mengetahui fungsi dari masing-masing vegetasi yang ada pada RTH sekolah, sehingga didapatkan persentase dari masing-masing fungsinya. Frekuensi relatif (FR) merupakan nilai yang menunjukkan tingkatan dominan suatu tanaman diantara semua tanaman yang ditemukan di tujuh sekolah sampel. Masing-masing spesies tanaman memiliki nilai yang menunjukkan seberapa banyak jumlah tanaman tersebut ditemukan di antara tanaman spesies lain di tujuh sekolah sampel dengan menggunakan rumus penghitungan FR = 100% 3. Analisis persepsi dan preferensi pengguna Analisis terhadap persepsi dan preferensi pengguna menggunakan metode wawancara dan menyebar kuisioner. Jumlah responden masing-masing sekolah terdiri dari 20 siswa dan 5 guru. Wawancara dilakukan pada Wakil Kepala Sekolah Bidang Sarana dan Prasarana, Kasudin Dikmen Jakarta Timur dan Staf Ahli KNLH. 4. Analisis daya dukung Analisis daya dukung pada Ruang Terbuka Hijau (RTH) sekolah dihitung dengan menggunakan rumus pendugaan daya dukung. Menurut Boulon (1992)

30 14 dalam Nurisjah (2003), menyatakan bahwa secara umum rumus untuk menghitung daya dukung adalah sebagai berikut: DD = S A Dimana, DD = Daya dukung A = Luas area (m 2 ) S = Standar rata-rata individu (orang/m 2 ) 5. Analisis kenyamanan Analisis kenyamanan dilakukan dengan metode penghitungan Temperature Humidity Index (THI). THI adalah indeks yang menunjukkan tingkat kenyamanan suatu area secara kuantitatif berdasarkan nilai suhu dan kelembaban udara relatif. Dalam studi ini sampel suhu di ambil pada waktu pagi, siang, dan sore hari, masing-masing di tiga tempat berbeda, di bawah naungan pohon, di lapangan (tanpa naungan) dan di dalam ruang kelas. Dengan menggunakan THI dapat diketahui kenyamanan dari sekolah sampel, bila nilai THI lebih dari 27 maka dikatakan tidak nyaman. Menurut Fandeli (2009) THI dapat dihitung dengan menggunakan rumus sebagai berikut: THI = 0,8T + THI = Temperature Humidity Index T = Suhu udara rata-rata ( C) RH = Relative Humidity rata-rata (%) RH * T 500 Nilai rata-rata suhu udara (T) harian dihitung dengan menggunakan rumus sebagai berikut: T = ( Tpagix 2 + Tsiang + Tsore ) 4 Sedangkan nilai rata-rata kelembaban relatif (RH) harian dihitung dengan menggunakan rumus sebagai berikut: RH = ( RHpagi + RHsiang + RHsore ) 3

31 Tahap Pembuatan Rekomendasi Penyusunan rekomendasi pemanfaatan RTH dilakukan berdasarkan proses analisis sintesis dari data yang ada, baik data primer maupun sekunder. Penyusunan rekomendasi mempertimbangkan karakter umum dari sampel sekolah yang ada. Rekomendasi disusun sebagai bahan pertimbangan bagi pihak-pihak yang terkait. Bagan alur pelaksanaan studi dapat dilihat pada Gambar 2. Inventarisasi data fisik dan biofisik Tujuan lanskap sekolah Tujuan Studi Survei Analisis Permasalahan Potensi Pengembangan Karakter sekolah Kriteria, peraturan dan persyaratan Penggunaan Ruang Terbuka Elemen RTH Persepsi dan preferansi pengguna Usulan Pemanfaatan Ruang Terbuka Hijau Sekolah Gambar 2. Bagan Alur Pelaksanaan studi 4. Pengumpulan Data Data diperoleh melalui survei, kuisioner, pengamatan langsung, wawancara, dan studi literatur. Analisis terhadap data hasil kerja dilakukan secara deskriptif, kuantitatif maupun kualitatif. Data yang dikumpulkan berupa data primer dan sekunder. Data primer diperoleh dengan melakukan pengamatan langsung di lapang, pengisian kuisioner dan wawancara dengan user (warga sekolah). Sedangkan data yang diperoleh dari studi literatur yang berasal dari buku-buku, internet, brosur, skripsi, serta sumber pustaka lainnya. Kelompok, jenis, bentuk, dan cara pengambilan data pada kegiatan penelitian dapat dilihat pada Tabel 2.

32 16 Tabel 2. Jenis, Bentuk dan Cara Pengambilan Data Kelompok Data Jenis Data Bentuk Data Cara Pengambilan Umum Lokasi dan aksesibilitas Kondisi fisik wilayah studi (iklim, titik banjir, topografi, dll) Primer, sekunder Sekunder Survei, URL Studi pustaka Kondisi sosial Sekunder Studi pustaka Pengukuran suhu, RH, dan Primer Survei THI Ruang dan Penggunaannya Vegetasi Desain RTH Elemen Keras Sosial Pemeliharaan Luas lahan Luas bangunan Luas RTH Luas RTB Penggunaan ruang terbuka Penggunaan ruang terbangun Lanskap sekitar tapak Layout/tata letak sekolah Fungsi Spesies Posisi Jumlah dan komposisi Gaya taman Persentase penggunaan Jenis Fungsi Posisi Aktifitas Jumlah jam belajar Prestasi Persepsi Keinginan user Penyapuan Penyiraman Pembuangan sampah Pemangkasan Penyiangan Pemupukan Penyulaman Primer, sekunder Sekunder Primer, sekunder Primer, sekunder Primer Primer Primer Primer Primer Primer Primer Primer Primer Primer Primer Primer Primer Primer Primer Primer Primer Primer Primer Primer Primer Primer Primer Primer Primer Survei, Studi pustaka Studi pustaka Survei, Studi pustaka Survei, Studi pustaka Survei Survei Survei Survei Survei Survei, wawancara Survei Survei Survei Survei Survei Survei Survei Survei Survei, wawancara Wawancara Kuisioner Kuisioner Survei, wawancara Survei, wawancara Survei, wawancara Survei, wawancara Survei, wawancara Survei, wawancara Survei, wawancara

33 17 Sekolah Nomor 1 (SMAN 12) Sekolah Nomor 2 (SMAN 42) Sekolah Nomor 3 (SMAN 44) Sekolah Nomor 4 (SMAN 48) Sekolah Nomor 5 (SMAN 53) Sekolah Nomor 6 (SMAN 81) Sekolah Nomor 7 (SMAN 113) Gambar 3. Tujuh Sekolah Sampel Sumber: Dokumentasi Pribadi, 2010

34 1. Kondisi Umum Jakarta Timur 1.1. Letak Geografis Jakarta Timur HASIL DAN PEMBAHASAN Berdasarkan Undang-Undang No. 4 Tahun 1966 tentang pembagian wilayahwilayah dalam dekonsentralisasi maka Daerah Khusus Ibukota Jakarta dibagi menjadi 5 wilayah administrasi, yaitu: Jakarta Utara, Jakarta Pusat, Jakarta Barat, Jakarta Timur, Jakarta Selatan, dan Kabupaten Administrasi Kepulauan Seribu. Kotamadya Jakarta Timur terletak di antara koordinat 106 o BT BT dan 06 o LS LS serta mempunyai ketinggian rata-rata 6 meter di atas permukaan laut (mdpl). Kotamadya Jakarta Timur mempunyai luas wilayah 188,03 km 2 dan dialiri 5 buah sungai di dalamnya, yaitu: Ci (Sungai) Liwung, Sungai Sunter, Kali Malang, Kali Cipinang, dan Cakung drain. Luas wilayah Jakarta Timur per kecamatan dapat dilihat pada Tabel 3. Batas-batas wilayah kota meliputi : Utara : Kotamadya Jakarta Pusat dan Kotamadya Jakarta Utara Timur : Kabupaten Bekasi dan Kota Bekasi Selatan : Kabupaten Bogor Barat : Sungai Ciliwung dan Kotamadya Jakarta Selatan Tabel 3. Luas Wilayah per Kecamatan Tahun 2007 Nama Kecamatan Luas Area (km 2 ) % Terhadap Kotamadya Jakarta Timur Pasar Rebo 12,98 6,90 Ciracas 16,08 8,55 Cipayung 28,45 15,13 Makasar 21,86 11,63 Kramat Jati 13,00 6,91 Jatinegara 10,25 5,45 Duren Sawit 22,65 12,05 Cakung 42,28 22,49 Pulo Gadung 15,60 8,30 Matraman 4,88 2,60 Jumlah 188, Sumber: BPS Jakarta Timur Tahun 2007

35 Iklim Jakarta Timur memiliki suhu rata-rata 27 C, curah hujan rata-rata 243,14 mm/bulan dengan curah hujan terbesar jatuh pada bulan Februari (1.081,4 mm/bulan) dan terendah jatuh pada bulan Juli (6,6 mm/bulan). Letak wilayah di daerah khatulistiwa dan dipengaruhi oleh angin musim timur yang terjadi pada bulan Mei sampai dengan Oktober dan angin musim barat pada bulan November sampai dengan April seperti yang terlihat pada Tabel 4. Menurut data Badan Pusat Statistik (BPS) 2007 tekanan udara di Jakarta Timur rata-rata sebesar 1.011,5 mb. Tekanan udara tertinggi terjadi pada bulan Agustus (1.012,5 mb) dan terendah pada bulan Desember (1.010,0 mb). Rata-rata kelembaban udara sebesar 77,7%. Kelembaban udara tertinggi terjadi di bulan Pebruari (86%) dan terendah pada bulan September (70%). Rata-rata kecepatan angin 3,3 knot/jam, dengan kecepatan angin tertinggi ada pada bulan Januari dan Maret (5 knot/jam) dan terendah pada bulan April (2 knot/jam). Tabel 4. Keadaan Iklim Jakarta Timur Tahun 2007 Tekanan Curah Hujan Bulan Udara (mm) (mb) Kelembaban Udara (%) Kecepatan angin (knot/jam) Januari 274, , Februari 1.081, , Maret 144, , April 310, , Mei 53, , Juni 127, , Juli 6, , Agustus 64, , Septrmber 27, , Oktober 168, , November 126, , Desember 533, , Jumlah 2917, , Rata-rata/bulan 243, ,5 77,7 3, , ,6 75,4 3, , ,7 80 3,3 Sumber: Badan Meteorologi dan Geofisika Tahun 2007

36 Pendidikan Peningkatan partisipasi sekolah penduduk diimbangi dengan penyediaan fisik sarana pendidikan. Menurut data Sudin Dikdas dan Sudin Dikmen Jakarta Timur, di wilayah Jakarta Timur terdapat 850 Sekolah Dasar (SD), 569 Sekolah Menengah Pertama (SMP), dan 134 Sekolah Menengah Atas. Dengan jumlah siswa masing SD, SMP, dan SMA masing-masing sebanyak , , dan sementara jumlah guru SD, SMP, dan SMA masing-masing , 6.900, dan Sehingga rasio murid-guru SD sekitar 23,27; SMP sekitar 16,26; SMA sekitar 11,79 (Tabel 5). Tabel 5. Jumlah Sekolah, Gedung, Guru, Murid Menurut Tingkatan Tahun 2007 Tingkat Rasio Sekolah Gedung Guru Murid Pendidikan Murid-Guru SD ,27 Negeri ,66 Swasta ,08 SMP ,26 Negeri ,82 Swasta ,72 SMA ,79 Negeri ,42 Swasta ,30 Sumber: Sudin Dikdas dan Sudin Dikmen Jakarta Timur Tahun Data dan Analisis 2.1. Lanskap Sekitar Tapak Tapak yang dimaksud adalah sekolah dengan lingkungan tetangganya, yaitu pada sisi depan, belakang, kanan serta kiri dari lokasi sekolah. Dari hasil survey dapat dilihat semua sekolah berada di tepi jalan yang dapat dilalui kendaraan baik roda dua maupun roda empat. Sekolah lokasi studi memiliki kondisi lanskap sekitar yang beragam, pada sisi kanan sekolah didapati 14,29% sekolah bersebelahan dengan sekolah lain, 42,86% sekolah bersebelahan dengan perumahan, 14,29% sekolah bersebelahan

37 21 dengan perkantoran, 14,29% sekolah bersebelahan dengan lahan kosong dipenuhi semak, dan 14,29% sekolah bersebelahan dengan pasar. Pada sisi kiri sekolah, didapati 42,86% sekolah bersebelahan dengan sekolah lain, 28,57% sekolah bersebelahan dengan komplek perumahan, dan 28,57% bersebelahan dengan komplek pertokoan. Pada sisi depan didapati 14,29% sekolah berhadapan dengan sekolah lain, 28,57% sekolah berhadapan dengan komplek perumahan, 57,14% sekolah berhadapan dengan pertokoan. Pada sisi belakang, 71,43% sekolah membelakangi deretan perumahan, 14,29% sekolah bersebelahan dengan lahan kosong dipenuhi semak, dan 14,29% sekolah bersebelahan dengan pasar. Jumlah sekolah dan persentase sekolah dengan batasbatasnya dapat dilihat pada tabel 6. Tabel 6. Lanskap Sekitar Tapak Sekolah Lanskap Keterangan Bagian Jumlah sekolah (n) Persentase (%) Sekolah lain 1 14,29 Komplek perumahan 3 42,86 Kanan Pertokoan - - Perkantoran 1 14,29 Semak 1 14,29 Pasar 1 14,29 Sekolah lain 3 42,86 Komplek perumahan 2 28,57 Kiri Pertokoan - - Perkantoran 2 28,57 Semak - - Pasar - - Sekolah lain 1 14,29 Komplek perumahan 2 28,57 Depan Pertokoan 4 57,14 Perkantoran - - Semak - - Pasar - - Sekolah lain - - Komplek perumahan 5 71,43 Belakang Pertokoan - - Perkantoran - - Semak 1 14,29 Pasar 1 14,29 Sumber: Survei, 2010

38 Penggunaan Ruang Berdasarkan hasil survey, pengamatan, dan perolehan data yang dimiliki masing-masing sekolah, terdapat angka penggunaan ruang yang bervariasi. Luas total tanah yang ada mulai dari m 2 sampai dengan m 2, sehingga luasan rata-rata m 2. Luas total tanah yang paling kecil yaitu pada SMAN 12, sedangkan yang paling luas yaitu SMAN 113 yang merupakan SMA Negeri terluas kedua di DKI Jakarta. Ruang terbangun (RB) berisi bangunan yang berdiri di atas luasan tanah tersebut, luasan RB yang ada antara lain mulai dari m 2 sampai dengan m 2, di mana RB yang paling kecil terdapat pada SMAN 12 dan yang terluas ada pada SMAN 44, dengan luas rata-rata RB sebesar m 2. Ruang terbuka (RT) atau ruang yang tidak diisi oleh bangunan mulai dari 601 m 2 sampai dengan m 2. Ruang inilah yang digunakan untuk bermacam-macam kegiatan pendidikan di luar kelas (Gambar 4-5). Ruang Terbuka Hijau (RTH) merupakan salah satu bagian yang mengisi Ruang Terbuka (RT), luasan RTH yang dijumpai mulai dari 96 m 2 sampai dengan m 2, RTH yang paling kecil ada pada SMAN 12 sedangkan sekolah dengan RTH yang paling luas yaitu SMAN 113. Rata-rata luasan RTH pada semua SMAN yaitu Ruang Terbuka Hijau pada sekolah dapat berupa kebun, taman sekolah, jalur hijau, lapangan rumput, hutan sekolah, atau taman tanaman obat keluarga (TOGA). Ruang Terbuka Terbangun (RTB) merupakan ruang terbuka yang berisi elemen keras penunjang kegiatan outdoor. Elemen keras tersebut dapat berupa tempat parkir, shelter, area duduk-duduk, lapangan olah raga dengan bentuk dan ukuran tertentu beralaskan paving block, beton, asphalt, dan lain sebagainya. RTB yang dijumpai pada sekolah studi berkisar antara 505 m 2 hingga m 2. Seperti yang terlihat pada Tabel 8, sekolah dengan luas RTB terkecil yaitu SMAN 12 sedangkan yang memiliki RTB terluas yaitu SMAN 113, dengan luasan rata-rata sebesar m 2.

39 23 Tabel 7. Luasan Ruang dalam Lingkungan Sekolah Sekolah Luas (m 2 ) Ruang Terbangun (m 2 ) Ruang Terbuka (m 2 ) Ruang Terbuka Hijau (m 2 ) Ruang Terbuka Terbangun (m 2 ) Koefisien Dasar Bangunan (%) SMAN ,4 SMAN ,9 SMAN ,7 SMAN ,8 SMAN ,3 SMAN ,0 SMAN ,6 Rataan Sumber: Survei dan Data Sekolah, 2010 Gambar 4. Ruang Terbuka Terbangun (RTB) Sekolah Gambar 5. Ruang Terbuka Hijau (RTH) sekolah

40 Tata Letak/Layout Sekolah Secara umum, tapak berbentuk segi empat (baik beraturan maupun tak beraturan), namun ada juga tapak yang berbentuk segi lima. Pintu masuk menghadap jalan utama, di mana pada pintu masuk juga terdapat pos keamanan. Lapangan olahraga selain digunakan sebagai tempat berolah raga umumnya juga digunakan sebagai tempat berlangsungnya upacara bendera, terletak di tengah-tengah bangunan membentuk leter L atau leter U (Gambar 6). Posisi ini ditemukan hampir pada semua sekolah sampel studi, dimana semuanya (100%) beralaskan perkerasan atau paving. (a) (b) Gambar 6. Layout Sekolah (a) Letter L, (b) Letter U Ruangan kelas terletak berbaris bersebelahan memanjang dengan koridor terletak di sampingnya. Deretan kelas saling berhadapan dengan lapangan olahraga terletak di tengahnya. Ruang guru, ruang tata usaha, dan ruang kepala sekolah terpisah, umumnya ruang kepala sekolah berdekatan dengan ruang tata usaha. Selain ruang kelas, dalam deretan ini juga terdapat perpustakaan, laboratorium, klinik/uks, ruang serba guna dan toilet. Letak mushalla dan kantin terpisah dari gedung utama. Dari semua sampel sekolah yang ada memiliki lima karakter layout yang hampir sama. Lokasi parkir dekat dengan pintu masuk dan keluar, terdapat pemisahan antara parkir kendaraan roda dua dengan kendaraan roda empat. Umumnya sekolah tidak menyediakan tempat parkir untuk kendaraan roda empat, sehingga parkir untuk kendaraan roda empat ditempatkan di pinggir lapangan, itupun hanya untuk kendaraan kepala sekolah, guru, atau staff yang lain. Sedangkan untuk kendaraan roda empat siswa tidak difasilitasi.

41 25 Pada bagian depan koridor kelas biasanya di buat planter box atau bak tanaman yang umumnya berukuran dengan lebar 1-1,5 m dan memanjang mengelilingi pinggir lapangan (Gambar 7). Bak tanaman tersebut diisi oleh tanaman hias seperti pohon peneduh, perdu, maupun groundcover. Pada semua sampel sekolah juga menggunakan tanaman dalam pot ataupun pot gantung untuk memberikan suasana hijau dan indah karena terbatasnya lahan. (a) (b) Gambar 7. (a) Planter Box, (b) Tanaman Dalam Pot

42 8 26

43 9 27

44 10 28

45 11 29

46 12 30

47 13 31

48 32 14

49 Sosial Pengguna/user terdiri atas siswa, guru, staff tata usaha dan staff lainnya. Jumlah siswa rata-rata 836, yang terdiri dari kelas X, XI, dan XII. Pengguna terbanyak dari tapak sekolah adalah remaja yang berusia sekitar 15 tahun hingga 19 tahun. Sedangkan jumlah guru yang tersedia rata-rata 64 orang, karyawan tata usaha 16 orang, karyawan kebersihan 6 orang. Proses kegiatan belajar mengajar berlangsung selama 5 hari dalam seminggu, mulai hari senin sampai dengan jum at. Semua sekolah sampel hanya mengadakan 1 shift rombongan belajar, yaitu pagi dari pukul hingga pukul Sedangkan pada hari Sabtu digunakan untuk kegiatan ekstrakurikuler. Kegiatan belajar mengajar biasa berlangsung di dalam ruang kelas atau di laboratorium, kecuali mata pelajaran olahraga. Kegiatan pelajaran olahraga dipusatkan di lapangan olahraga atau menggunakan track di luar sekolah, misalnya di jalan sekitar sekolah ketika olahraga lari. Selain itu, untuk mata pelajaran seperti fisika dan biologi kadang-kadang menggunakan ruangan di luar laboratorium ketika praktikum, seperti di kebun, halaman, atau taman toga. Pada hari Sabtu beberapa sekolah mengadakan kegiatan ekstrakurikuler, kegiatan biasanya berpusat di lapangan olahraga (Gambar 15). Kegiatan ekstrakurikuler yang memanfaatkan ruang terbuka untuk melakukan kegiatannya antara lain Pasukan Pengibar Bendera (Paskibra), Palang Merah Remaja (PMR), Kelompok Ilmiah Remaja (KIR), kelompok pecinta alam, dan berbagai ekstrakurikuler bidang olahraga, seperti basket, voli, bulu tangkis, sepak bola, futsal, dan lain-lain. Kegiatan ekstrakurikuler ini terkait dengan keberadaan fasilitas yang ada di sekolah. Keberadaan fasilitas sekolah yang baik dan sesuai dapat memberi kontribusi terhadap prestasi yang diperoleh. Lapangan basket dimiliki semua sekolah (100%), lapangan voli dimiliki 86% sekolah. Lapangan bulutangkis dimiliki oleh 14% sekolah, lintasan lompat jauh dimiliki 29% sekolah, tenis lapangan dimiliki 14% sekolah, lapangan futsal dimiliki 100% sekolah (Tabel 8). Keseluruhan fasilitas olahraga ini umumnya dalam kondisi yang baik dan layak untuk digunakan, kecuali beberapa sekolah memiliki lapangan yang garis batasnya sudah tidak jelas. Fasilitas olahraga lapangan basket dan lapangan futsal ini terdapat dalam satu lapangan dimana

50 34 dalam satu lapangan tersebut terdapat dua fungsi yang berbeda, dapat digunakan sebagai lapangan basket ataupun lapangan futsal. Biasanya lapangan basket atau lapangan futsal ini juga digunakan sebagai lapangan utama untuk mengadakan upacara bendera. b. SMAN 48 a. SMAN 12 Gambar 15. Lapangan Futsal (a), Lapangan Basket (b) Tabel 8. Fasilitas Lapangan Olahraga SMA Basket Voli Bulutangkis Lompat Tenis jauh lapangan Futsal 12 X X 42 X X X X 44 X X X X 48 X X X 53 X X X 81 X X X X 113 X X X X X % 100% 86% 29% 29% 14% 100% Sumber: Survei, 2010 Ket: X= ada Berdasarkan penggunaan fasilitas olahraga yang ada disekolah, kegiatan ekstrakurikuler (ekskul) dapat dibagi menjadi dua bagian, yaitu ekskul olahraga dan non olahraga. Ekskul olahraga diantaranya basket, voli, bulutangkis, sepak bola dan futsal, dan beladiri. Ekskul basket diselenggarakan oleh 100% sekolah, demikian juga dengan futsal. Untuk ekskul non olahraga yang melangsungkan kegiatannya di ruang terbuka diantaranya Pasukan Pengibar Bendera (Paskibra), Palang Merah Remaja (PMR), Praja Muda Karana (Pramuka), Kelompok Ilmiah Remaja (KIR), dan teater. Paskibra diselenggarakan oleh 100% sekolah, PMR diselenggarakan oleh

51 35 100% sekolah, Pramuka diselenggarakan oleh 86% sekolah, KIR diselenggarakan oleh 100% sekolah, dan teater diselenggarakan oleh 86% sekolah (Tabel 9). Semua sekolah mewajibkan setiap siswanya untuk memilih minimal satu jenis ekskul untuk diikuti dan termasuk komponen penilaian dalam rapot. Tabel 9. Kegiatan Ekstrakurikuler yang Menggunakan Ruang Terbuka Ekskul Sekolah Sampel Persentase (%) Basket X X X X X X X 100% Voli X X X X X X 86% Bulutangkis X X 29% Futsal X X X X X X X 100% Bela diri X X X X X 71% Paskibra X X X X X X X 100% PMR X X X X X X X 100% Pramuka X X X X X X 86% KIR X X X X X X X 100% Teater X X X X X X 86% Sumber: Survei, 2010 Ket: X= ada 2.5. Aktivitas Fungsi ruang mengikuti aktivitas yang ada di dalamnya. Fungsi ruang dalam lingkungan sekolah dapat dibagi menjadi dua bagian, yaitu fungsi edukatif dan fungsi non edukatif. Ruang edukatif adalah ruang yang digunakan oleh civitas academica untuk kegiatan belajar mengajar seperti praktikum dan membaca. sedangkan ruang non edukatif adalah ruang yang digunakan untuk menunjang kegiatan selain kegiatan belajar mengajar (Tabel 10). Ruang dengan fungsi edukatif dapat berupa ruang kelas, ruang laboratorium, dan perpustakaan. Sedangkan ruang dengan fungsi non edukatif dibagi menjadi beberapa sub fungsi, antara lain fungsi peribadatan. Sub fungsi peribadatan yaitu berupa mushalla yang dapat ditemui pada semua sekolah sampel (100%), dengan aktivitas yang dapat dilakukan antara lain ibadah ritual seperti solat, mengaji, dan mengambil air wudhu, kadang juga digunakan oleh siswa sebagai tempat untuk diskusi dan rapat. Sub fungsi selanjutnya adalah fungsi himpunan siswa yang dimiliki oleh semua sampel sekolah. Ruang sub fungsi himpunan siswa adalah ruangan yang digunakan siswa sebagai tempat berkumpul dan melakukan kreativitas di dalamnya, seperti yang terhimpun dalam kegiatan

52 36 ekstrakurikuler atau organisasi kesiswaan lainnya. Ruang dengan fungsi ini dapat berupa ruang Organisasi Siswa Intra Sekolah (OSIS), sekretariat ekskul, koperasi siswa, dan ruang serbaguna. Ruang dengan sub fungsi rekreasi didapati pada kantin (dimiliki oleh 100% sekolah sampel), koperasi (dimiliki oleh 100% sekolah sampel), taman sekolah (dimiliki oleh 100% sekolah sampel), dan lapangan olahraga (dimiliki oleh 100% sekolah sampel). Aktivitas yang dapat dilakukan antara lain berjalan, duduk-duduk, melihat pemandangan, mengobrol, makan, minum, transaksi jualbeli, mengadakan pertunjukan teater atau drama, olahraga, menonton pertandingan, kegiatan ekskul lainnya. Ruang dengan sub fungsi sirkulasi terdapat pada area parkir (dimiliki oleh 100% sekolah sampel) dan jalan di dalam sekolah (dimiliki oleh 100% sekolah sampel). Sedangkan ruang dengan sub fungsi penyangga dapat berupa area penghijauan seperti kebun yang biasa terletak pada bagian belakang sekolah atau jalur hijau yang diisi dengan tanaman penahan angin, peredam bising, sekaligus peneduh yang juga ditemui pada lingkar luar lokasi sekolah. Tabel 10. Penggunaan Ruang dan Fasilitas No Fungsi Aktivitas Fasilitas 1 Edukatif Belajar mengajar, Kelas, laboratorium, praktikum, membaca, perpustakaan, lapangan olahraga, rapat, upacara olahraga, ruang guru, bendera ruang kepala sekolah 2 Non edukatif Peribadatan Himpunan siswa Kesehatan Rekreasi Sirkulasi Penyangga Pasif Sumber: Survei, Tanaman Lanskap Sekolah Ritual ibadah Rapat, diskusi Berobat, istirahat Berjalan, duduk-duduk, melihat pemandangan, mengobrol, makan, minum, transaksi jual beli, olahraga, menonton pertandingan, kegiatan ekskul Berjalan, berkendara Mushalla Ruang OSIS, sekretariat ekskul Klinik, UKS Taman sekolah, plaza, kantin, koperasi, lapangan olahraga Parkir, jalan di dalam sekolah Area penghijauan

53 37 Dari hasil survey dan pengamatan, dijumpai sekitar 15 spesies pohon hingga 37 spesies pohon di setiap sekolah sampel, dan terindikasi sekitar 74 spesies pohon. Masing-masing sekolah memiliki semak mulai dari 4 spesies hingga 48 spesies, dan terindikasi sekitar 63 spesies semak. Masing-masing sekolah memiliki tanaman penutup tanah (groundcover) mulai dari 6 spesies hingga 13 spesies, dan terindikasi sekitar 28 spesies tanaman penutup tanah (groundcover). Tanaman merambat hanya dimiliki oleh lima sekolah, dimana masing-masing sekolah memiliki tanaman merambat mulai dari 1 spesies hingga 6 spesies, dan terindikasi sekitar 11 spesies tanaman merambat. Tanaman air hanya dimiliki oleh tiga sekolah, dimana masing-masing sekolah memiliki tanaman air mulai dari 1 spesies hingga 3 spesies, dan terindikasi sekitar 4 spesies tanaman air Fungsi Kontrol Visual Tanaman yang ada di lingkungan sekolah sampel terdiri dari pohon, semak atau perdu, penutup tanah, tanaman merambat, serta tanaman air. Fungsi visual dari tanaman lanskap ini antara lain sebagai pembentuk estetika, peneduh, pengarah, screen, dan sebagai alas. Sedangkan dari segi biofisik, tanaman lanskap sekolah sampel ini memiliki fungsi antara lain kontrol angin, filter radiasi matahari, pencegah banjir, peredam bising, dan penyerap polutan. Dari segi sosial, tanaman ini dapat digunakan oleh user sebagai obyek ilmu pengetahuan atau bisa juga sebagai komoditas ekonomi dalam skala kecil. Pohon Dari jumlah pohon yang ada, masing-masing memiliki fungsi tertentu pada masing-masing sekolah. Untuk fungsi peneduh didapat dari pengamatan bentuk kanopi, posisi, dan ketinggian. Diperoleh nilai rataan dari penggunaan pohon sebagai peneduh adalah 34,75% dari jumlah total pohon yang ada. Penggunaan pohon untuk fungsi estetik rata-rata yaitu 30,07%. Penggunaan pohon dengan fungsi sebagai pengarah rata-rata 21,35%, sebagai penghalang pandangan / screen rata-rata sebanyak 13,83% (Gambar 16).

54 38 Persentase (%) Semak ,75 30,07 21,35 Fungsi Gambar 16. Grafik Persentase Fungsi Pohon 13,83 Fungsi Peneduh Fungsi Estetika Fungsi Pengarah Fungsi Screen Pada semak teridentifikasi empat fungsi utama, yaitu fungsi estetik, fungsi pengarah, fungsi screen, dan fungsi pembatas. Semak dengan fungsi estetika dimiliki oleh semua sekolah dengan rata-rata penggunaan tertinggi yaitu 55,25%. Semak sebagai pengarah memiliki nilai rataan penggunaan sebesar 10,58%. Semak sebagai screen rata-rata sebanyak 8,34%, biasanya semak ini digunakan untuk menutupi pemandangan yang kurang baik. Semak dengan fungsi sebagai pembatas atau border rata-rata sebanyak 25,83%, semak jenis ini penggunaan paling banyak untuk pinggiran taman di halaman sekolah (Gambar 17) Persentase (%) ,25 25,83 10,58 8,34 Fungsi Estetik Fungsi Pengarah Fungsi Screen Fungsi Pembatas Fungsi Gambar 17. Grafik Persentase Fungsi Semak

55 39 Penutup Tanah Penutup tanah atau ground cover juga didapati pada semua sekolah. Fungsi dari penutup tanah ini dapat dibagi menjadi tiga fungsi. yaitu pembentuk estetika, pembatas atau border, dan alas. Fungsi pembentuk estetika sebesar 29,35%. Fungsi pembatas atau border sebesar 64,70%. Sedangkan sebagai fungsi alas sebesar 5,95% (Gambar 18) Persentase (%) ,7 29,35 5,95 Fungsi Estetika Fungsi Pembatas Fungsi Alas Fungsi Gambar 18. Grafik Persentase Fungsi Penutup Tanah Tanaman Merambat Tanaman merambat atau climbing plant didapati pada semua sekolah, tetapi keragaman jenisnya sangat rendah. Adapun fungsi yang terdapat pada tanaman merambat ini dibagi menjadi dua fungsi, yaitu fungsi estetika dan fungsi penanung (dibuat semacam shelter). Fungsi estetika pada tanaman merambat sebesar 99,79%, sedangkan fungsi penanung sebesar 0,21% (Gambar 19).

56 Persentase (%) , Fungsi Estetika 0,21 Fungsi Penaung Fungsi Gambar 19. Grafik Persentase Fungsi Semak Tanaman Air Tanaman air atau water plant hanya didapati pada tiga sekolah dengan keragaman jenis yang sangat rendah. Adapun fungsinya hanya sebagai penambah kesan estetika saja Frekuensi Relatif Frekuensi relatif (FR) merupakan nilai yang menunjukkan tingkatan dominan suatu tanaman diantara semua tanaman yang ditemukan di tujuh sekolah sampel. Masing-masing spesies tanaman memiliki nilai yang menunjukkan seberapa banyak jumlah tanaman tersebut ditemukan di antara tanaman spesies lain di tujuh sekolah sampel dengan menggunakan rumus penghitungan FR = 100% Pohon Urutan pohon dengan frekuensi relatif lima teratas adalah glodogan tiang (Polyalthia longifolia) menempati urutan pertama dari daftar pohon yang paling banyak didapatkan di tujuh sekolah sampel, dengan FR 14,73% dari keseluruhan spesies pohon yang ditemukan. Keberadaannya sebesar 71,43% dari semua sekolah sampel. Artinya 71,49% dari tujuh sekolah sampel menanam pohon ini dan jumlah spesies pohon ini sebesar 14,73% dari keseluruhan spesies pohon yang

57 41 ditemukan di seluruh sekolah sampel. Pada urutan ke-dua dengan nilai FR sebesar 7,08%, keberadaannya di 85,71% dari semua sekolah sampel adalah palem raja (Roystonea regia). Urutan berikutnya adalah pohon mangga (Mangifera indica) dengan nilai FR sebesar 6,90% dan keberadaannya paling sering ditemui, yaitu di semua (100%) sekolah sampel. Selanjutnya palem putri (Veitchiia merilii) dengan nilai FR 5,96% dan terdapat di 57,14% sekolah sampel. Urutan pohon dengan frekuensi lima terbawah adalah mahoni (Switenia mahogani), jamblang (Syzygium cumini), jambu mawar (Syzygium jambos), asem (Tamarindus indica), dan ginje (Thevetia peruviana). Dengan nilai FR sebesar 0,11% dan keberadaannya masing-masing 14,29%. Daftar pohon beserta nilai frekuensi dari masing-masing sekolah sampel dapat dilihat pada Lampiran 1. Semak/Perdu Urutan psemak/perdu dengan frekuensi relatif lima teratas adalah tehtehan (Acalipha macrophyla) menempati urutan pertama dari daftar semak/perdu yang paling banyak didapatkan di tujuh sekolah sampel, dengan mendominasi 12,42% dari keseluruhan spesies semak/perdu yang ditemukan. Keberadaannya sebesar 85,71% dari semua sekolah sampel. Pada urutan ke-dua dengan nilai FR sebesar 9,95% dan keberadaannya di 85,71% dari sekolah sampel adalah soka (Ixora sp.). Selanjutnya dracaena (Dracaena sp.) dengan nilai FR sebesar 9,65% dan keberadaanya 86,71% dari sekolah sampel. Adenium (Adenium sp.) ada pada urutan berikutnya dengan nilai FR sebesar 6,60% dengan keberadaannya 57,14% dari sampel sekolah. Selanjutnya dengan nilai FR 6,15% dan keberadaannya 85,71% dari sekolah sampel adalah bougenvil (Bougenvillea sp.). Urutan semak/perdu dengan frekuensi relatif lima terbawah adalah bunga kancing (Gomphrena globosa), kemuning (Murayya paniculata), tebu (Saccarhum officinarum), sangitan (Sambucus javanica), legundi (Vitex trifolia), dan daun enok dengan nilai FR sebesar 0,04% dengan keberadaannya sebesar 14,29% dari jumlah sekolah sampel. Daftar semak/perdu beserta nilai frekuensi dari masing-masing sekolah sampel dapat dilihat pada Lampiran 2.

58 42 Penutup tanah Urutan penutup tanah dengan frekuensi relatif lima teratas adalah lili paris (Clorophytum sp.) menempati urutan pertama dari penutup tanah yang paling banyak didapatkan di tujuh sekolah sampel, dengan nilai FR 28,43% dari keseluruhan spesies penutup tanah yang ditemukan. Keberadaannya sebesar 57,14% dari semua sekolah sampel. Pada urutan ke-dua dengan nilai FR sebesar 22,06% dan keberadaannya di 85,71% dari sekolah sampel adalah Sansiveira (Sansiviera sp.) Selanjutnya adam hawa (Rhoeo discolor) dengan nilai FR sebesar 8,91% dan keberadaanya 42,86% dari sekolah sampel. Pakis (Cycas rumphii) ada pada urutan berikutnya dengan nilai FR sebesar 6,68% dengan keberadaannya 14,29% dari sampel sekolah. Selanjutnya dengan nilai FR 6,46% dan keberadaannya 42,86% dari sekolah sampel adalah kucai variegata (Carex morowii 'variegata'). Urutan penutup tanah dengan frekuensi lima terbawah adalah krokot (althernantera sp.) dan paku sarang burung (Asplenium nidus) dengan nilai FR sebesar 0,13% dan keberadaanya 14,29% dari sekolah sampel. Selanjutnya dengan nilai FR 0,04% dan keberadaannya 14,29% dari sekolah sampel adalah begonia (Begonia sp.), taiwan beauty (Cuphea hyssopifolia), dan sutra bombay (Portulaca sp.). Daftar penutup tanah beserta nilai frekuensi dari masing-masing sekolah sampel dapat dilihat pada Lampiran 3. Tanaman Merambat Urutan tanaman merambat dengan frekuensi relatif lima teratas adalah sirih belanda (Epipremnum sp.) menempati urutan pertama dari tanaman merambat yang paling banyak didapatkan di tujuh sekolah sampel, dengan nilai FR 49,15% dari keseluruhan spesies tanaman merambat yang ditemukan. Keberadaannya sebesar 85,71% dari semua sekolah sampel. Pada urutan ke-dua dengan nilai FR sebesar 20,15% dan keberadaannya di 57,14% dari sekolah sampel adalah anggrek (Dendrobium sp.). Selanjutnya sirih gading (Raphidophora aurea) dengan nilai FR sebesar 12,99% dan keberadaanya 28,57% dari sekolah sampel. Philodendron (Philodendron sp.) ada pada urutan berikutnya dengan nilai FR sebesar 6,03% dengan keberadaannya 57,14% dari sampel sekolah. Selanjutnya dengan nilai FR 4,52% dan keberadaannya 14,29% dari

59 43 sekolah sampel adalah tanduk rusa (Platycerium bifurcatum). Daftar tanaman merambat beserta nilai frekuensi dari masing-masing sekolah sampel dapat dilihat pada Lampiran 4. Tanaman Air Melati air (Echinodorus sp.) menempati urutan pertama dari tanaman air yang paling banyak didapatkan di tujuh sekolah sampel, dengan nilai FR 52,63% dari keseluruhan spesies tanaman air yang ditemukan. Keberadaannya sebesar 28,57% dari semua sekolah sampel. Pada urutan ke-dua dengan nilai FR sebesar 31,58% dan keberadaannya di 14,29% dari sekolah sampel adalah paku ekor kuda (Equisetum hymale). Selanjutnya papyrus (Cyperus papyrus) dengan nilai FR sebesar 10,53% dan keberadaanya 14,29% dari sekolah sampel. Apu-apu (Pistia startiotes) ada pada urutan berikutnya dengan nilai FR sebesar 5,26% dengan keberadaannya 14,29% dari sampel sekolah. Daftar tanaman air beserta nilai frekuensi dari masing-masing sekolah sampel dapat dilihat pada Lampiran Desain Taman Pada umunya sekolah memiliki desain formal pada tamannya. Kurang lebih 61,86% taman pada halaman sekolah memiliki pola formal, hal ini dilihat dari bentukan dan pola penanaman (Tabel 11). Pada halaman sekolah juga ditemukan elemen-elemen keras (hardscape) bernilai estetik yang sengaja diadakan untuk menunjang kegiatan outdoor siswa dan untuk menambah estetika halaman sekolah (Tabel 12). Elemen keras yang dapat dilihat pada mayoritas sekolah sampel antara lain podium upacara, bangku taman, tempat sampah, pot gantung, pot duduk, serta wastafel outdoor. Sedangkan elemen keras lainnya yang minoritas sekolah memilikinya antara lain kolam ikan, shelter, dan pergola.

60 44 Tabel 11. Persentase Desain Taman Sekolah Desain Taman (%) Formal Informal Rataan 61,86 38,14 Sumber: Survei, 2010 Tabel 12. Elemen Keras Elemen Keras Sekolah Bangku Tempat Pot Podium Taman Sampah Gantung Pot Duduk 12 X X X X 42 X X X X X 44 X X X X X 48 X X X X X 53 X X X X X 81 X X X X X 113 X X X X Persentase 100% 71% 100% 100% 100% Sumber: Survei, 2010 Ket: X= ada 2.8. Pemeliharaan Pemeliharaan (maintanence) lingkungan sekolah dari sekolah yang diteliti dilakukan oleh penjaga sekolah dan/atau tukang kebun khusus di bawah koordinasi dari Wakil Kepala Sekolah bidang sarana dan prasarana (sapras) sekolah masing-masing. Dalam pelaksanaannya didapati berbagai kendala dan keterbatasan, diantaranya kurang pedulinya sekolah terhadap kebersihan dan

61 45 kenyamanan lingkungan sekolah. Keterbatasan tenaga sumber daya manusia juga menjadi kendala yang cukup berarti, karena pemeliharaan seluruh sekolah dibebankan hanya pada beberapa user, dalam hal ini adalah penjaga sekolah atau tukang kebun. Dibeberapa sekolah seorang penjaga sekolah atau tukang kebun juga merangkap tugas membersihkan ruang kelas, kantor, dan ruang lainnya. Kendala lain yang sering didapati adalah terbatasnya dana operasional untuk kebersihan lingkungan sekolah. Hal yang tidak kalah penting adalah tingkat partisipasi yang rendah dari user. Kegiatan pemeliharaan yang dilakukan di sekolah sampel antara lain menyapu lingkungan sekolah, menyiram tanaman sesekali diselingi dengan memangkas, menyiangi, memupuk dan menyulam. Kegiatan yang rutin dilakukan setiap hari di semua sekolah adalah menyiram tanaman, menyapu lingkungan sekolah, dan membuang sampah. Penyiraman tanaman biasanya dilakukan pada pagi dan/atau siang hari disetiap harinya, kecuali saat musim hujan. Pada sekolah sampel didapati kegiatan rutin yang dilakukan pada 100% sekolah sampel adalah menyapu lingkungan sekolah. Pada beberapa sekolah penyapuan dilakukan sampai tiga kali dalam sehari, pagi sebelum siswa masuk, siang setelah jam istirahat, dan sore setelah jam pulang siswa. Selain itu kegiatan pemeliharaan yang juga dilakukan oleh semua sekolah sampel (100%) adalah menyiram tanaman. Menyiram tanaman dilakukan setiap hari, dengan intensitas 1-2 kali dalam sehari, pada saat pagi dan sore hari. Namun pada saat musim penghujan kegiatan menyiram tanaman ini disesuaikan. Membuang sampah juga menjadi kegiatan rutin harian dari semua sekolah sampel (100%). Sampah hasil dari kegiatan user di sekolah, baik sampah dari kegiatan belajar mengajar maupun makan, setiap harinya dibuang ke tempat penampungan sampah sementara terdekat oleh tukang kebun atau penjaga (Tabel 13). Kegiatan memangkas tanaman dengan frekuensi bulanan terdapat pada 71,43% sekolah sampel, dan sisanya sejumlah 28,57% dilakukan secara insidentil. Penyiangan tanaman dengan frekuensi mingguan dilakukan oleh 14,29%, frekuensi bulanan 14,29%, dan sebanyak 71,43% melakukan secara insidentil. Kegiatan pemupukan tanaman dilakukan oleh 42,86% sekolah dengan frekuensi bulanan, dengan frekuensi semesteran 42,86%, dan sisanya 14,29% secara

62 46 insidentil. Sedangkan untuk penyulaman tanaman dilakukan secara insidentil oleh semua sekolah sampel (100%). Tabel 13. Frekuensi Kegiatan Pemeliharaan Taman Sekolah Kegiatan Persentase Sekolah dengan Frekuensi Pemeliharaan (%) Pemeliharaan Harian Mingguan Bulanan 6 bulanan Tahunan Insidentil Penyapuan lingkungan sekolah Penyiraman tanaman Pembuangan 100 sampah Pemangkasan tanaman , ,6 Penyiangan tanaman - 14,3 14, ,4 Pemupukan tanaman ,8 42,8-14,3 Penyulaman tanaman Sumber: Wawancara dengan Wakil Kepala Sekolah Bidang Sarana dan Prasarana, Persepsi Pengguna Terhadap Lanskap Sekolah Responden dari masing-masing sekolah sampel terdiri atas 25 siswa, mulai dari siswa kelas X sampai dengan kelas XII, dan 5 guru bidang studi dan pegawai lainnya. Jumlah keseluruhan responden dari tujuh sekolah sampel adalah 210 orang. Responden terbanyak adalah para siswa, sebanyak 175 orang dengan umur berkisar antara 16 sampai 18 tahun. Sedangkan guru dan pegawai sebanyak 35 orang dengan umur berkisar antara tahun. Jumlah responden laki-laki dan perempuan dalam satu sekolah umumnya sebanding, dalam studi ini juga tidak dilihat pengaruh perbedaan gender. Tabel 14. Keberadaan RTH (taman) Jumlah Responden dari SMAN (%) Taman sekolah Rataan Memiliki Tidak memiliki

63 47 Tabel 14 menunjukkan 100% sekolah sampel memiliki Ruang Terbuka Hijau (RTH) pada sekolahnya. Bentuk RTH dari sekolah sampel berupa taman, hutan sekolah, maupun Tanaman Obat Keluarga (TOGA). Tabel 15. Keberadaan Tanaman di Sekolah Jumlah Tanaman Jumlah Responden dari SMA (%) pada taman dan Rataan halaman sekolah Cukup 20,0 80,0 20,0 43,3 60,0 53,3 76,7 50,5 Kurang 43,3 20,0 56,7 33,3 23,3 36,7 23,3 33,8 Sangat kurang 36,7 0,0 23,3 23,3 16,7 10,0 0,0 15,7 Tabel 15 menunjukkan 50,5% responden dari tujuh sekolah sampel, menyatakan jumlah tanaman pada sekolah dirasa sudah cukup. Pernyataan ini paling banyak (80%) terdapat pada SMAN 42 dan terendah (20%) pada SMAN 12 dan SMAN 44. Tetapi sebanyak 33,8% responden menyatakan bahwa tanaman yang ada di sekolah dirasa kurang, hal ini terdapat paling banyak (56,7%) pada SMAN 44 dan terendah (20%) pada SMAN 42. Sedangkan 15,7% responden menyatakan jumlah tanaman pada sekolah sampel sangat kurang, hal ini terdapat paling banyak (36,7%) pada SMAN 12 dan paling rendah (0%) pada SMAN 42 dan 113. Tabel 16. Fasilitas outdoor yang ada Fasilitas dalam Jumlah Responden dari SMA (%) proses belajar Rataan Menunjang 26,7 50,0 43,3 60,0 33,3 36,7 20,0 38,6 Cukup menunjang 36,7 43,3 46,7 33,3 13,3 46,7 70,0 41,4 Kurang menunjang 36,7 6,7 10,0 6,7 43,3 16,7 10,0 18,6 Sangat kurang menunjang 0,0 0,0 0,0 0,0 10,0 0,0 0,0 1,4 Tabel 16 menunjukkan terdapat 41,4% responden dari tujuh sekolah sampel, menyatakan kondisi fasilitas outdoor telah cukup menunjang kegiatan,

64 48 pernyataan ini paling banyak (70%) terdapat pada SMAN 113 dan terendah (13,3%) terdapat pada SMAN 53. Seperti yang dilihat pada Tabel 17, fasilitas yang perlu ditambah berdasarkan jenisnya (sarana umum, sarana pendukung lingkungan, elemen taman, dan sarana olahraga). Sarana umum yang menurut responden paling perlu ditambah adalah tempat istirahat dan tempat cuci tangan/wastafel sebesar 7%. Tempat istirahat dengan permintaan tertinggi (11,2%) terdapat pada SMAN 42 dan terendah (2,1%) terdapat pada SMAN 53. Tempat cuci tangan dengan permintaan tertinggi (11,4%) terdapat pada SMAN 44 dan terendah (0%) terdapat pada SMAN 113. Sarana pendukung lingkungan yang menurut responden paling perlu ditambah adalah papan nama tanaman, yaitu sebesar 10,6%. Dengan permintaan tertinggi (12,5%) terdapat pada SMAN53 dan 81 sedangkan yang terendah terdapat (7,1%) pada SMAN 113. Elemen taman yang menurut responden paling perlu ditambah adalah bangku taman, yaitu sebesar 5,7%. Dengan permintaan tertinggi (9,1%) terdapat pada SMAN 113 dan terendah (3%) pada SMAN 44. Sarana olahraga yang menurut responden paling perlu ditambah adalah lapangan bulutangkis, yaitu sebesar 9,9%. Dengan permintaan tertinggi (18,2%) terdapat pada SMAN 113 dan terendah (5,2%) terdapat pada SMAN 12.

65 49 Tabel 17. Fasilitas yang perlu ditambah Fasilitas yang Jumlah Responden dari SMA (%) perlu ditambah Rataan Sarana Umum Tempat istirahat 7,7 8,2 11,4 6,9 8,3 6,3 0,0 7,0 Kantin 4,5 7,1 5,3 5,0 3,1 3,6 3,0 4,5 Masjid/mushalla 3,9 0,0 3,0 2,0 0,0 0,0 5,1 2,0 Toilet 6,5 6,1 3,8 3,0 7,3 7,1 6,1 5,7 Area parkir 10,3 4,1 6,1 5,9 3,1 0,0 8,1 5,4 Tempat cuci tangan 7,7 11,2 6,1 2,0 2,1 10,7 9,1 7,0 Sarana Pendukung Lingkungan Tempat pengomposan 1,3 2,0 3,8 4,0 2,1 12,5 2,0 4,0 Temapat sampah 3,9 5,1 3,8 4,0 3,1 3,6 4,0 3,9 Rumah kaca 9,7 4,1 13,6 7,9 11,5 9,8 17,2 10,5 Apotek hidup 5,8 9,2 8,3 4,0 2,1 10,7 3,0 6,2 Papan nama tanaman 11,0 9,2 9,8 11,9 12,5 12,5 7,1 10,6 Elemen Taman Banagku taman 3,2 6,1 3,0 5,9 7,3 5,4 9,1 5,7 Lampu penerangan 2,6 7,1 4,5 4,0 8,3 1,8 4,0 4,6 Kolam hias 1,3 3,1 1,5 8,9 4,2 2,7 0,0 3,1 Air mancur 7,7 2,0 0,0 3,0 0,0 0,0 2,0 2,1 Sarana Olahraga Lapangan basket 7,1 3,1 2,3 3,0 0,0 7,1 0,0 3,2 Lapangan voly 0,0 0,0 3,0 5,0 0,0 0,0 0,0 1,1 Lapangan bulutangkis 5,2 8,2 6,8 8,9 16,7 5,4 18,2 9,9 Panjat tebing 0,6 4,1 3,8 5,0 8,3 0,9 2,0 3,5 Berdasarkan kuisioner yang telah disebarkan, dan dapat dilihat pada Tabel 18, responden paling banyak menggunakan kendaraan sepeda motor untuk berangkat ke sekolah (49,5%), dengan pengguna sepeda motor paling banyak ada pada SMAN 113 sebanyak 73,3% dan paling sedikit ada pada SMAN 53 sebanyak 20%. Selanjutnya sebanyak 32,9% responden berangkat ke sekolah dengan menggunakan kendaraan umum, dengan pengguna kendaraan umum

66 50 paling banyak ada pada SMAN 12 sebanyak 50% dan paling sedikit ada pada SMAN 42 sebanyak 23,3%. Berikutnya sebanyak 11% responden berangkat ke sekolah dengan menggunakan mobil pribadi, dengan pengguna mobil paling banyak ada pada SMAN 53 sebanyak 30% dan paling sedikit ada pada SMAN 12, 44, dan 113 sebanyak 0%. Selanjutnya sebanyak 5,2% responden berangkat ke sekolah tanpa menggunakan kendaraan (berjalan kaki), dengan pejalan kaki paling banyak ada pada SMAN 12 sebanyak 13,3% dan paling sedikit ada pada SMAN 42, 81, dan 113 sebanyak 0%. Selanjutnya sebanyak 1,4% responden berangkat ke sekolah dengan menggunakan sepeda, dimana hanya ada satu sekolah saja yang respondennya menggunakan sepeda, yaitu SMAN 48, sebesar 10%. Dari responden yang menggunakan kendaraan ke sekolah, baik kendaraan umum maupun pribadi, sebanyak 53,3% responden mengatakan bahwa lahan parkir harus diperluas,terutama pada SMAN 12, kemudian tipe parkir perlu diubah (19,5%) terutama pada SMAN 42 dan 44, selain itu lahan parkir juga perlu diperbaiki karena sudah rusak (12,9%) terutama pada SMAN 48, 53, dan 81. Sedangkan sebanyak 13,3% responden menyatakan bahwa lahan parkir sudah nyaman,terutama pada SMAN 42, seperti yang ditunjukkan pada Tabel 19. Untuk perkerasan yang paling banyak dipilih responden adalah conblock sebanyak 77,1% sebagai bahan perkerasan, terutama (90%) di SMAN 12 dan 42. Aspalth berada pada posisi selanjutnya (14,3%), terutama di SMAN 48, 81, dan 113 sebesar 20%. Beton menjadi pilihan terakhir (8,6%) terutama di SMAN 113 sebesar 30% (Tabel 20). Tabel 18. Alat transportasi yang digunakan Alat transportasi Jumlah Responden dari SMA (%) Rataan yang digunakan Mobil 0,0 26,7 0,0 3,3 30,0 16,7 0,0 11,0 Motor 36,7 50,0 56,7 53,3 20,0 56,7 73,3 49,5 Sepeda 0,0 0,0 0,0 10,0 0,0 0,0 0,0 1,4 Kendaraan umum 50,0 23,3 36,7 26,7 40,0 26,7 26,7 32,9 Tidak berkendaraan 13,3 0,0 6,7 6,7 10,0 0,0 0,0 5,2

67 51 Tabel 19. Kondisi sarana parkir Kondisi sarana Jumlah Responden dari SMA (%) parkir Rataan Perlu diperluas 80,0 23,3 56,7 63,3 60,0 13,3 76,7 53,3 Diperbaiki karena rusak 0,0 0,0 0,0 0,0 0,0 0,0 6,7 1,0 Tipe parkir dirubah 13,3 26,7 26,7 20,0 13,3 33,3 3,3 19,5 Sudah nyaman 0,0 43,3 3,3 0,0 10,0 36,7 0,0 13,3 Perlu diperbaiki agar nyaman 6,7 6,7 13,3 16,7 16,7 16,7 13,3 12,9 Tabel 20. Bahan perkerasan pada taman sekolah Bahan perkerasan Jumlah Responden dari SMA (%) pada taman sekolah Rataan Aspalt 6,7 10,0 13,3 20,0 10,0 20,0 20,0 14,3 Conblock 90,0 90,0 83,3 76,7 80,0 70,0 50,0 77,1 Beton 3,3 0,0 3,3 3,3 10,0 10,0 30,0 8,6 Lainnya 0,0 0,0 0,0 0,0 0,0 0,0 0,0 0,0 Umumnya kesan responden (41%) terhadap pola penghijauan sekolah menyatakan pola penghijauan di sekolah kurang memberi kenyamanan, terutama (60%) pada SMAN 113. Sekolah sampel yang dirasa pola penghijauannya telah memberi kenyamanan adalah SMAN 42 seperti yang dinyatakan oleh 43,3% respondennya, seperti dapat dilihat pada Tabel 21. Kesan terhadap lanskap sekolah dibagi atas tiga aspek, kenyamanan, keteduhan, dan ukuran. Umumnya (43,3%) responden mengatakan bahwa lanskap sekolah mereka telah cukup nyaman. Kesan nyaman terhadap lanskap sekolah paling banyak (56,6%) dirasa responden pada SMAN 42. Terasa kurang nyaman paling banyak (33,3%) dirasa responden pada SMAN 12. Sedangkan untuk kesan kenyamanan, umumnya (47,1%) responden mengatakan bahwa lanskap sekolah mereka sedikit teduh. Kesan teduh terhadap lanskap sekolah paling banyak (53,3%) dirasa responden pada SMAN 42. Terasa gersang/panas paling banyak (36,7%) dirasa responden pada SMAN 12 dan 44. Selanjutnya untuk kesan kelapangan, umumnya (35,7%) responden mengatakan bahwa lanskap sekolah mereka sedikit lapang. Kesan lapang terhadap lanskap sekolah paling banyak (56,7%) dirasa responden pada SMAN 113. Kesan sangat sempit paling banyak

68 52 (23,3%) dirasa responden pada SMAN 12, seperti yang tercantum dalam Tabel 22. Tabel 21. Pola penghijauan sekolah Pola Jumlah Responden dari SMA (%) penghijauan Rataan Nyaman 13,3 43,3 16,7 13,3 23,3 23,3 20,0 21,9 Cukup nyaman 43,3 36,7 36,7 40,0 43,3 40,0 20,0 37,1 Kurang nyaman 43,3 20,0 46,7 46,7 33,3 36,7 60,0 41,0 Belum nyaman 0,0 0,0 0,0 0,0 0,0 0,0 0,0 0,0 Tabel 22. Kesan terhadap lanskap sekolah Kesan terhadap Jumlah Responden dari SMA (%) lanskap sekolah Rataan Aspek Kenyamanan Nyaman 26,7 56,7 16,7 40,0 43,3 36,7 40,0 37,1 Cukup nyaman 40,0 30,0 53,3 46,7 50,0 43,3 40,0 43,3 Kurang nyaman 33,3 13,3 30,0 13,3 6,7 20,0 20,0 19,5 Tidak nyaman 0,0 0,0 0,0 0,0 0,0 0,0 0,0 0,0 Aspek Keteduhan Teduh 23,3 53,3 20,0 13,3 20,0 13,3 10,0 21,9 Sedikit teduh 40,0 33,3 43,3 53,3 56,7 53,3 50,0 47,1 Gersang/panas 36,7 13,3 36,7 33,3 23,3 30,0 33,3 29,5 Sangat gersang 0,0 0,0 0,0 0,0 0,0 3,3 6,7 1,4 Aspek Ukuran Lapang 0,0 46,7 26,7 23,3 33,3 16,7 56,7 29,0 Sedikit lapang 0,0 43,3 26,7 30,0 53,3 53,3 43,3 35,7 Sempit 76,7 10,0 46,7 46,7 13,3 30,0 0,0 31,9 Sangat sempit 23,3 0,0 0,0 0,0 0,0 0,0 0,0 3,3 Umumnya (83,3%) responden menyukai adanya pohon di sekolah mereka. Ukuran pohon yang lebih disukai (40%) adalah pohon tinggi dengan ketinggian lebih dari 7 meter. Jenis pohon yang disukai (54,8%) adalah pohon berbunga dan daun berwarna hijau. Selain itu, sebanyak 38,6% responden suka dengan adanya semak di sekolah mereka, dengan jenis yang berbunga indah disukai oleh banyak responden (47,1%). Penanaman semak yang lebih disukai (54,8%) adalah dipangkas teratur dan rapi. Untuk tanaman merambat, sebanyak 47,1% responden menyukainya, dengan jenis kombinasi antara berbunga indah dan berdaun indah (42,9%). Untuk tanaman rumput, sebanyak 77,6% responden menyukainya

69 53 sebagai elemen lanskap sekolah dan penanaman pada sisi lapangan lebih disukai (27,6%), seperti yang dapat dilihat pada Tabel 23. Desain taman yang lebih disukai (45,7%) adalah formal. Bentuk partisipasi dalam pemeliharaan umumnya (50,4%) dengan tidak melakukan vandalisme atau merusaknya (Tabel 24). Tabel 23. Ukuran pohon yang disukai Ukuran pohon Jumlah Responden dari SMA (%) yang disukai Rataan Pohon tinggi 40,0 46,7 33,3 40,0 43,3 36,7 40,0 40,0 Pohon sedang 46,7 36,7 43,3 43,3 33,3 40,0 30,0 39,0 Pohon pendek 13,3 16,7 23,3 16,7 23,3 23,3 30,0 21,0 Tabel 24. Bentuk partisipasi dalam pemeliharaan Bentuk partisipasi Jumlah Responden dari SMA (%) dalam pemeliharaan Rataan taman sekolah Tidak merusak 52,8 32,6 51,4 62,9 51,5 40,0 61,8 50,4 Terjun langsung memelihara 19,4 18,6 22,9 8,6 21,2 22,5 8,8 17,4 Melarang orang untuk merusak 16,7 25,6 14,3 11,4 9,1 15,0 17,6 15,7 Memberi sumbangan dana pemeliharaan 11,1 23,3 11,4 17,1 18,2 22,5 11,8 16,5 3. Rekomendasi 3.1. Pemanfaatan Edukatif Proses belajar mengajar di dalam suatu tapak sekolah sebaiknya dapat dilakukan di dalam maupun di luar ruang kelas. Demi mencapai tujuan tersebut maka vegetasi yang digunakan di dalam tapak adalah tanaman yang dapat memberikan kontribusi dalam proses tersebut. Vegetasi yang dimaksud antara lain tanaman Hibiscus rosasinensis (kembang sepatu) yang sering digunakan untuk menerangkan organ reproduksi pada tanaman, berbagai tanaman rambat untuk menjelaskan mengenai pergerakan tanaman, beberapa jenis tanaman air, berbagai tanaman produksi, dan lain-lain (Tasyara, 2008).

70 54 Pada sekolah sampel terdapat 121 spesies tanaman, baik pohon, semak, penutup tanah, tanaman merambat, maupun tanaman air, dengan jumlah masingmasing 74 spesies pohon, 63 spesies semak, 28 spesies tanaman penutup tanah, 11 spesies tanaman merambat, dan 4 spesies tanaman air. Dilihat dari jumlah spesies yang ada dari sekolah sampel, maka keberadaan dari vegetasi merupakan sebuah potensi untuk membantu pemahaman siswa dalam pelajaran tertentu yang berkaitan dengan vegetasi atau lingkungan. Pemanfaatan Ruang Terbuka Hijau (RTH) pada Sekolah Menengah Atas Negeri (SMAN) khususnya di Jakarta sebagai media/sarana edukatif dirasa sangat kurang. Hal ini bisa dilihat dari muatan lokal (mulok) yang ada pada tujuh sekolah sampel yang ada, hanya dua di antaranya yang bermuatan lokal Pendidikan Lingkungan Hidup, yaitu SMAN 48 dan SMAN 12. Setiap SMAN di Jakarta memang diwajibkan memiliki mulok, tetapi mata pelajaran mulok tersebut disesuaikan dengan program sekolahnya masing-masing. Untuk itu, pemanfaatan RTH pada SMAN di Jakarta harus terintegrasi dengan mata ajaran yang ada. Dalam Tabel 25 dapat dilihat contoh peranan RTH dalam membantu proses pemahaman siswa dalam mata ajar tertentu yang terintegrasi dengan Pendidikan Lingkungan Hidup berdasarkan garis-garis besar isi materi (GBIM) tingkat Sekolah Menengah Atas (SMA) dengan tema manusia dan lingkungannya.

71 55 Tabel 25. Peranan RTH berdasarkan GBIM tingkat SMA bertema manusia dan lingkungan Tingkat Integrasi Materi Pendidikan/ Peranan No GBIM Kompetensi Dasar Ajar pada Tingkatan RTH Pendidikan Formal Umur 1. Hubungan manusia dan lingkungan hidup 3. Lingkungan fisik dan perubahan ekosistem 4. Dampak perubahan ekosistem 1. Menjelaskan pengertian hubungan manusia dan lingkungan hidup 2. Menjelaskan etika manusia dengan lingkungan (tanggung jawab manusia dengan memelihara ciptaan Tuhan yang lain) 3. Menjelaskan ekosistem perairan dan daratan dan jenis-jenis lingkungan fisik yang ada di dalamnya 4. Menjelaskan penyebab perubahan ekosistem daratan dan dampaknya 5. Menjelaskan penyebab perubahan ekosistem perairan dan dampaknya 6. Menjelaskan dampak negatif perubahan tata ruang terhadap ekosistem Kelas X (15-16 tahun) Kelas X (15-16 tahun) Kelas X (15-16 tahun) Terintegrasi dengan sosiologi, materi hubungan masyarakat dan lingkungan Terintegrasi dengan Biologi, materi hubungan antara ekosistem, perubahan materi dan energi serta peranan manusia dalam keseimbangan ekosistem s.d.a Outdoor class dan alat bantu ajar Outdoor class dan alat bantu ajar Outdoor class dan alat bantu ajar 5. Lingkungan hidup dan pembangunan berwawasan lingkungan 7. Menjelaskan pengertian pembangunan berkelanjutan dan berwawasan lingkungan 8. Menjelaskan peran masyarakat dalam pembangunan berkelanjutan dan berwawasan lingkungan (masyarakat, institusi pendidikan, industri, dll) 9. Kearifan budaya dalam memelihara lingkungan Kelas XII (17-18 tahun) Terintegrasi dengan Geografi, materi lingkungan hidup dan pembangunan berwawasan lingkungan Outdoor class dan alat bantu ajar

72 56 Dalam satu minggu terdapat lima hari efektif kegiatan belajar mengajar (KBM). Dimana setiap siswa dan guru melakukan KBM hanya di dalam ruangan, baik ruang kelas maupun ruang laboratorium. Keberadaan RTH sebagai tempat belajar outdoor sangat diperlukan untuk mengurangi rasa bosan baik dari murid maupun guru dalam melakukan KBM. Perbedaan mendasar antara ruang kelas dan RTH dalam mengakomodasi para siswa untuk tempat belajar adalah suasana. Suasana yang ditimbulkan dari ruang kelas sangat tertutup dan formal, membuat para siswa cenderung lebih cepat jenuh, bosan, dan susah menyerap pelajaran yg diberikan. Sedangkan pada RTH terkesan terbuka dan informal, membuat siswa excited, memberi suasana baru. Menurut Sari (2006), luasan ruang terbangun (RB) yang ideal bagi sebuah SMA adalah sebesar 40%, sedangkan luasan ruang terbuka (RT) sebesar 60% dari luasan total tanah yang ada. Dengan komposisi ruang terbuka terbangun (RTB) maksimal sebesar 37% dan ruang terbuka hijau (RTH) minimal sebesar 23%. Selain itu, koefisien dasar bangunan maksimal 40%. Berikut adalah luasan RB, RTB, dan RTH yang ada pada sekolah sampel dan seharusnya ada pada sekolah sampel. Tabel 26. Luas RB, RTH, dan RTB yang seharusnya Sekolah Luas Ruang Terbangun (m2) Seharusnya Eksisting (maks 40%) Ruang Terbuka Hijau (m2) Seharusnya Eksisting (min 23%) Ruang Terbuka Terbangun (m2) Seharusnya Eksisting (maks 37%) SMAN SMAN SMAN SMAN SMAN SMAN SMAN Dari Tabel 26 dapat dilihat bahwa sekolah yang memiliki luasan RB yang ideal dimilki oleh SMAN 42, 81, dan 113. Sedangkan SMAN 12, 44, 48, dan 53 memiliki RB yang lebih besar dari 40%. Untuk RTH yang ideal dimiliki oleh SMAN 42, 53, dan 113. Sedangkan untuk RTB semua sekolah telah memiliki RTB yang ideal.

73 57 Dengan asumsi kebutuhan manusia untuk dapat belajar di RTH sekolah sama dengan gathering di dalam sekolah sebesar 4 m 2 /orang (Sebayang, 1996), maka dapat dihitung berapa daya dukung maksimal yang dapat ditampung di dalam RTH sekolah sampel untuk melakukan kegiatan outdoor class. Menurut Boulon (1992) dalam Nurisjah (2003), menyatakan bahwa secara umum rumus yang diajukan adalah sebagai berikut: DD = S A Dimana, DD = Daya dukung A = Luas area (m 2 ) S = Standar rata-rata individu (orang/m 2 ) Dengan menggunakan rumus di atas, maka didapat daya dukung dari masing-masing sekolah sampel (tabel 27). Dari penghitungan dengan rumus di atas, hanya SMAN 12 yang daya dukung RTH nya tidak cukup untuk menampung jumlah siswa dalam satu kelas (rata-rata siswa dalam satu kelas siswa). Namun, kegiatan outdoor class masih bisa disiasati dengan menggunakan RTB yang ada. Tabel 27. Daya dukung RTH untuk belajar per sekolah Sekolah Ruang Terbuka Hijau Daya Dukung (m2) (orang) SMAN SMAN SMAN SMAN SMAN SMAN SMAN Rataan Ameliorasi Iklim Mikro Laurie (1986) dalam Mulgiati (2010) mengatakan standar kelembaban bagi kenyamanan manusia dalam beraktifitas berkisar antara 40% - 75%. Pada daerah tropis, kondisi kenyamanan dirasakan manusia bila berada pada suhu 27 C - 28 C.

74 58 Menurut Munandar (2010) pada umumnya daerah yang bervegetasi yang tumbuh baik mampu menekan suhu rata-rata tahunan sebesar 1 C hingga 2 C. Fluktuasi suhu harian di daerah yang bervegetasi yang sangat rapat akan jauh lebih kecil jika dibandingkan dengan daerah terbuka. Tajuk vegetasi yang rapat akan menahan atau bahkan menurunkan efek peningkatan radiasi matahari dan menahan turunnya suhu minimum pada malam hari. Menurut Griffits (1976) dalam Munandar (2010) pada musim panas, suhu di bawah tegakkan vegetasi akan lebih rendah dibandingkan daerah terbuka, sebab tajuk pohon mempunyai kemampuan menyerap sebagian besar radiasi matahari. Relatife Humidity (RH) rata-rata pada ketujuh sekolah sampel sebesar 54,24% dengan RH paling rendah ada pada SMAN 113 pada saat siang hari di lapangan, yaitu sebesar 32% dan paling tinggi ada pada SMAN 42 pada saat pagi hari di bawah naungan pohon,yaitu sebesar 73%. Sedangkan suhu rata-rata pada ketujuh sekolah sampel sebesar 32,19 C dengan suhu paling rendah ada pada SMAN 42 pada saat pagi hari di bawah naungan pohon dan SMAN 53 pada saat pagi hari di lapangan dan di bawah naungan pohon yaitu sebesar 27 C, suhu tertinggi ada pada SMAN 42, SMAN 53, dan SMAN 113 pada saat siang hari di lapangan sebesar 41 C. Temperature Humidity Index (THI) adalah indeks yang menunjukkan tingkat kenyamanan suatu area secara kuantitatif berdasarkan nilai suhu dan kelembaban udara relatif. Dalam studi ini sampel suhu di ambil pada waktu pagi, siang, dan sore hari, masing-masing di tiga tempat berbeda, di bawah naungan pohon, di lapangan (tanpa naungan) dan di dalam ruang kelas. Dengan menggunakan THI dapat diketahui kenyamanan dari sekolah sampel, bila nilai THI lebih dari 27 maka dikatakan tidak nyaman. Menurut Fandeli (2009) THI dapat dihitung dengan menggunakan rumus sebagai berikut: THI = 0,8T + RH * T 500 THI = Temperature Humidity Index T = Suhu udara rata-rata ( C) RH = Relative Humidity rata-rata (%)

75 59 Nilai rata-rata suhu udara (T) harian dihitung dengan menggunakan rumus sebagai berikut: T = ( Tpagix 2 + Tsiang + Tsore ) 4 Sedangkan nilai rata-rata kelembaban relatif (RH) harian dihitung dengan menggunakan rumus sebagai berikut: RH = ( RHpagi + RHsiang + RHsore ) 3 Dengan menggunakan perhitungan rumus di atas, dapat diketahui bahwa Termal Humidity Index rata-rata dari keseluruhan sekolah sampel sedikit di atas batas kenyamanan, yaitu sebesar 28,4. Namun jika dilihat berdasarkan perbedaan tempatnya, di bawah naungan pohon, di lapangan (tanpa naungan), dan di dalam kelas, maka terlihat ada perbedaan yang cukup nyata. Nilai THI pada lapangan lebih besar dari pada di bawah naungan pohon dan di dalam ruangan, artinya adanya vegetasi yang memberikan naungan (RTH) secara signifikan dapat meningkatkan kenyamanan dalam suatu kawasan dengan menurunkan nilai THI 1-2 point (Tabel 28).

76 Tabel 28. Daftar Suhu, Kelembabab dan THI Suhu ( C) Kelembaban (%) Sekolah Tempat THI Pagi Siang Sore Rataan Pagi Siang Sore Rataan Ruangan , ,7 26,7 SMAN Lapangan , ,0 28,5 12 Naungan Pohon , ,0 27,3 Ruangan , ,0 27,1 SMAN Lapangan , ,7 29,9 42 Naungan Pohon , ,0 27,3 Ruangan , ,3 28,7 SMAN Lapangan , ,0 29,8 44 Naungan Pohon , ,0 28,2 Ruangan , ,7 27,4 SMAN Lapangan , ,3 29,6 48 Naungan Pohon , ,0 28,2 Ruangan , ,3 28,3 SMAN Lapangan , ,7 29,7 53 Naungan Pohon , ,7 27,7 Ruangan , ,3 27,0 SMAN Lapangan , ,3 29,4 81 Naungan Pohon , ,0 27,8 Ruangan , ,3 27,8 SMAN Lapangan , ,0 31,0 113 Naungan Pohon , ,7 29,1 Rataan 28,5 36,1 32,0 31,3 65,6 45,3 51,9 54,2 28,4 60

77 Konsep Tata Hijau Dari ketujuh sekolah yang diteliti SMAN 42 Jakarta memiliki lanskap sekolah yang paling ideal. Dengan daerah sekitar sekolah yang dikelilingi oleh Komplek Lapangan Udara Halim Perdana Kusuma yang banyak memiliki Ruang Terbuka Hijau menjadikan lingkungan di dalam sekolah memiliki tingkat kenyamanan yang cukup untuk mendukung kegiatan belajar mengajar. Data hasil pengukuran THI juga menunjukkan indeks kenyamanan termal pada lingkungan SMAN 42 Jakarta menunjukkan angka 27,1 yang berarti tingkat kenyamanan masuk dalam kategori nyaman. Penggunaan ruang pada SMAN 42 Jakarta juga telah sesuai dengan peraturan Dinas Pekerjaan Umum yang mensyaratkan penggunaan Ruang Terbangun (RB) dan Ruang Terbuka (RB) sebesar 40% dan 60%. Secara spesifik penggunaan ruang pada SMAN 42 Jakarta adalah RB m2 (38,9%), RTB m2 (21,9%), RTH m2 (39,2%), dengan Koefisien Dasar Bangunan (KDB) 38,9%. Dengan penggunaan ruang tersebut, SMAN 42 Jakarta mampu meningkatkan nilai indeks kenyamanan (THI) hingga batas nyaman untuk melakukan kegiatan belajar mengajar. Tata letak sekolah pada SMAN 42 juga memiliki andil yang cukup besar dalam meningkatkan nilai indeks kenyamanan (THI). Tata letak yang menyerupai huruf U dengan lapangan sebagai pusatnya memberikan kesan luas pada lingkungan sekolah. Penanaman pohon penanung pada sisi lapangan memberikan kenyamanan bagi siswa yang sedang belajar di dalam kelas ataupun yang sedang berolah raga di lapangan karena bayangan dari pohon penaung mampu menghalau panas yang berlebih dari matahari. Pada SMAN 42 Jakarta juga terdapat hutan sekolah yang ditanami pohon tinggi yang berfungsi sebagai penaung. Keberadaan hutan sekolah ini selain mampu meningkatkan nilai indeks kenyamanan (THI) juga dapat menjadi sarana/media edukatif yang baik bagi para siswa. Dengan tingginya tingkat kenyamanan maka model sekolah yang ideal untuk Jakarta Timur adalah SMAN 42 Jakarta. Dengan pembagian fungsi dan presentase luas ruang beserta aktivitas dan fasilitasnya dapat dilihat pada Tabel dan konsep ruang dapat dilihat pada Gambar.

78 Gambar 20. Konsep Pembagian Ruang dalam sekolah 62

TINJAUAN PUSTAKA Lanskap Sekolah

TINJAUAN PUSTAKA Lanskap Sekolah TINJAUAN PUSTAKA 1. Lanskap Sekolah Menurut Eckbo (1964) lanskap adalah ruang di sekeliling manusia mencakup segala hal yang dapat dilihat dan dirasakan. Menurut Hubbard dan Kimball (1917) dalam Laurie

Lebih terperinci

METODOLOGI PENELITIAN

METODOLOGI PENELITIAN METODOLOGI PENELITIAN 1. Tempat dan Waktu Penelitian Penelitian ini dilaksanakan di Jakarta Timur, Kota Jakarta, Propinsi DKI Jakarta dengan sampel tujuh Sekolah Menengah Atas Negeri (SMAN) dan lokasi

Lebih terperinci

MATA KULIAH PRASARANA WILAYAH DAN KOTA I (PW ) Jur. Perencanaan Wilayah dan Kota FTSP INSTITUT TEKNOLOGI SEPULUH NOPEMBER SURABAYA

MATA KULIAH PRASARANA WILAYAH DAN KOTA I (PW ) Jur. Perencanaan Wilayah dan Kota FTSP INSTITUT TEKNOLOGI SEPULUH NOPEMBER SURABAYA MATA KULIAH PRASARANA WILAYAH DAN KOTA I (PW 09-1303) RUANG TERBUKA HIJAU 7 Oleh Dr.Ir.Rimadewi S,MIP J P Wil h d K t Jur. Perencanaan Wilayah dan Kota FTSP INSTITUT TEKNOLOGI SEPULUH NOPEMBER SURABAYA

Lebih terperinci

TINJAUAN PUSTAKA. waktu tidak tertentu. Ruang terbuka itu sendiri bisa berbentuk jalan, trotoar, ruang

TINJAUAN PUSTAKA. waktu tidak tertentu. Ruang terbuka itu sendiri bisa berbentuk jalan, trotoar, ruang TINJAUAN PUSTAKA Pengertian Ruang Terbuka Hijau Ruang terbuka adalah ruang yang bisa diakses oleh masyarakat baik secara langsung dalam kurun waktu terbatas maupun secara tidak langsung dalam kurun waktu

Lebih terperinci

BUPATI BANGKA TENGAH

BUPATI BANGKA TENGAH BUPATI BANGKA TENGAH SALINAN PERATURAN DAERAH KABUPATEN BANGKA TENGAH NOMOR 33 TAHUN 2011 TENTANG PENATAAN RUANG TERBUKA HIJAU KAWASAN PERKOTAAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI BANGKA TENGAH,

Lebih terperinci

PERANCANGAN LANSKAP KAWASAN REKREASI SITU RAWA BESAR, DEPOK. Oleh : YULIANANTO SUPRIYADI A

PERANCANGAN LANSKAP KAWASAN REKREASI SITU RAWA BESAR, DEPOK. Oleh : YULIANANTO SUPRIYADI A PERANCANGAN LANSKAP KAWASAN REKREASI SITU RAWA BESAR, DEPOK Oleh : YULIANANTO SUPRIYADI A34201023 PROGRAM STUDI ARSITEKTUR LANSKAP FAKULTAS PERTANIAN INSTITUT PERTANIAN BOGOR 2008 RINGKASAN YULIANANTO

Lebih terperinci

PERATURAN MENTERI DALAM NEGERI NOMOR 1 TAHUN 2007 TENTANG PENATAAN RUANG TERBUKA HIJAU KAWASAN PERKOTAAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

PERATURAN MENTERI DALAM NEGERI NOMOR 1 TAHUN 2007 TENTANG PENATAAN RUANG TERBUKA HIJAU KAWASAN PERKOTAAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PERATURAN MENTERI DALAM NEGERI NOMOR 1 TAHUN 2007 TENTANG PENATAAN RUANG TERBUKA HIJAU KAWASAN PERKOTAAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA MENTERI DALAM NEGERI, Menimbang Mengingat : a. bahwa perkembangan

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA 3 BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Perencanaan dan Perancangan Lanskap Planning atau perencanaan merupakan suatu gambaran prakiraan dalam pendekatan suatu keadaan di masa mendatang. Dalam hal ini dimaksudkan

Lebih terperinci

BUPATI PURWOREJO PERATURAN BUPATI PURWOREJO NOMOR 20 TAHUN 2008 TENTANG RUANG TERBUKA HIJAU KAWASAN PERKOTAAN KABUPATEN PURWOREJO

BUPATI PURWOREJO PERATURAN BUPATI PURWOREJO NOMOR 20 TAHUN 2008 TENTANG RUANG TERBUKA HIJAU KAWASAN PERKOTAAN KABUPATEN PURWOREJO BUPATI PURWOREJO PERATURAN BUPATI PURWOREJO NOMOR 20 TAHUN 2008 TENTANG PENATAAN RUANG TERBUKA HIJAU KAWASAN PERKOTAAN KABUPATEN PURWOREJO BUPATI PURWOREJO, Menimbang : a. bahwa perkembangan dan pertumbuhan

Lebih terperinci

II. TINJAUAN PUSTAKA. Ruang Terbuka Hijau (RTH) adalah suatu bentuk ruang terbuka di kota (urban

II. TINJAUAN PUSTAKA. Ruang Terbuka Hijau (RTH) adalah suatu bentuk ruang terbuka di kota (urban II. TINJAUAN PUSTAKA A. Ruang Terbuka Hijau Ruang Terbuka Hijau (RTH) adalah suatu bentuk ruang terbuka di kota (urban space) dengan unsur vegetasi yang dominan. Perancangan ruang hijau kota harus memperhatikan

Lebih terperinci

PERANCANGAN LANSKAP WATERFRONT SITU BABAKAN, DI PERKAMPUNGAN BUDAYA BETAWI SETU BABAKAN, JAKARTA SELATAN

PERANCANGAN LANSKAP WATERFRONT SITU BABAKAN, DI PERKAMPUNGAN BUDAYA BETAWI SETU BABAKAN, JAKARTA SELATAN PERANCANGAN LANSKAP WATERFRONT SITU BABAKAN, DI PERKAMPUNGAN BUDAYA BETAWI SETU BABAKAN, JAKARTA SELATAN Oleh : Mutiara Ayuputri A34201043 PROGRAM STUDI ARSITEKTUR LANSKAP FAKULTAS PERTANIAN INSTITUT PERTANIAN

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1. RTH dalam Penataan Ruang Wilayah Perkotaan Perkembangan kota merepresentasikan kegiatan masyarakat yang berpengaruh pada suatu daerah. Suatu daerah akan tumbuh dan berkembang

Lebih terperinci

IV. KONDISI UMUM PENELITIAN

IV. KONDISI UMUM PENELITIAN 33 IV. KONDISI UMUM PENELITIAN 4.1. Letak Geografis dan Peta Lokasi Penelitian a. Letak Geografis Jakarta Timur Kecamatan Ciracas dan Jatinegara merupakan salah satu kecamatan yang terletak di jakarta

Lebih terperinci

RUANG TERBUKA HIJAU (RTH) WILAYAH PERKOTAAN

RUANG TERBUKA HIJAU (RTH) WILAYAH PERKOTAAN Makalah Lokakarya PENGEMBANGAN SISTEM RTH DI PERKOTAAN Dalam rangkaian acara Hari Bakti Pekerjaan Umum ke 60 Direktorat Jenderal Penataan Ruang Departemen Pekerjaan Umum RUANG TERBUKA HIJAU (RTH) WILAYAH

Lebih terperinci

3.2 Alat. 3.3 Batasan Studi

3.2 Alat. 3.3 Batasan Studi 3.2 Alat Alat yang digunakan dalam penelitian ini antara lain alat tulis dan kamera digital. Dalam pengolahan data menggunakan software AutoCAD, Adobe Photoshop, dan ArcView 3.2 serta menggunakan hardware

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. perkembangan pesat di seluruh wilayah Indonesia. Pembangunan-pembangunan

BAB I PENDAHULUAN. perkembangan pesat di seluruh wilayah Indonesia. Pembangunan-pembangunan BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Proses pembangunan yang terjadi di wilayah perkotaan sedang mengalami perkembangan pesat di seluruh wilayah Indonesia. Pembangunan-pembangunan yang terjadi lebih banyak

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN. Pertumbuhan penduduk di Indonesia disetiap tahun semakin meningkat. Hal ini

BAB 1 PENDAHULUAN. Pertumbuhan penduduk di Indonesia disetiap tahun semakin meningkat. Hal ini BAB 1 PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Indonesia merupakan negara dengan jumlah penduduk yang sangat besar. Pertumbuhan penduduk di Indonesia disetiap tahun semakin meningkat. Hal ini menyebabkan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Setiap pembangunan menimbulkan suatu dampak baik itu dampak terhadap ekonomi, kehidupan sosial, maupun lingkungan sekitar. DKI Jakarta sebagai kota dengan letak yang

Lebih terperinci

II. TINJAUAN PUSTAKA. desain taman dengan menggunakan tanaman hias sebagai komponennya

II. TINJAUAN PUSTAKA. desain taman dengan menggunakan tanaman hias sebagai komponennya 9 II. TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Ruang Lingkup Arsitektur Lansekap Lansekap sebagai gabungan antara seni dan ilmu yang berhubungan dengan desain taman dengan menggunakan tanaman hias sebagai komponennya merupakan

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA 3 BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Definisi Perencanaan Hutan Kota Arti kata perencanaan menurut Kamus Besar Bahasa Indonesia (Fak. Ilmu Komputer UI 2008) adalah proses, perbuatan, cara merencanakan (merancangkan).

Lebih terperinci

PEMERINTAH KABUPATEN JOMBANG

PEMERINTAH KABUPATEN JOMBANG PEMERINTAH KABUPATEN JOMBANG PERATURAN DAERAH KABUPATEN JOMBANG NOMOR 5 TAHUN 2011 TENTANG PENGELOLAAN RUANG TERBUKA HIJAU DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI JOMBANG, Menimbang : a. bahwa untuk mewujudkan

Lebih terperinci

IV. KONDISI UMUM 4.1 Letak Geografis dan Aksesibilitas

IV. KONDISI UMUM 4.1 Letak Geografis dan Aksesibilitas 42 IV. KONDISI UMUM 4.1 Letak Geografis dan Aksesibilitas Secara geografis, perumahan Bukit Cimanggu City (BCC) terletak pada 06.53 LS-06.56 LS dan 106.78 BT sedangkan perumahan Taman Yasmin terletak pada

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. Kota diartikan sebagai suatu sistem jaringan kehidupan manusia yang

I. PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. Kota diartikan sebagai suatu sistem jaringan kehidupan manusia yang I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Kota diartikan sebagai suatu sistem jaringan kehidupan manusia yang ditandai dengan tingginya kepadatan penduduk dan diwarnai dengan strata sosial ekonomi yang heterogen

Lebih terperinci

KONSEP STREET FURNITURE KAMPUS INSTITUT PERTANIAN BOGOR DRAMAGA INDRA SAPUTRA A

KONSEP STREET FURNITURE KAMPUS INSTITUT PERTANIAN BOGOR DRAMAGA INDRA SAPUTRA A KONSEP STREET FURNITURE KAMPUS INSTITUT PERTANIAN BOGOR DRAMAGA INDRA SAPUTRA A34203039 PROGRAM STUDI ARSITEKTUR LANSKAP FAKULTAS PERTANIAN INSTITUT PERTANIAN BOGOR 2010 RINGKASAN INDRA SAPUTRA. A34203039.

Lebih terperinci

KAJIAN LANSKAP PERTIGAAN JALAN LINGKAR KEBUN RAYA BOGOR INDAH CAHYA IRIANTI

KAJIAN LANSKAP PERTIGAAN JALAN LINGKAR KEBUN RAYA BOGOR INDAH CAHYA IRIANTI KAJIAN LANSKAP PERTIGAAN JALAN LINGKAR KEBUN RAYA BOGOR INDAH CAHYA IRIANTI DEPARTEMEN ARSITEKTUR LANSKAP FAKULTAS PERTANIAN INSTITUT PERTANIAN BOGOR BOGOR 2010 RINGKASAN INDAH CAHYA IRIANTI. A44050251.

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. Jalan adalah prasarana transportasi darat yang meliputi segala bagian jalan,

I. PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. Jalan adalah prasarana transportasi darat yang meliputi segala bagian jalan, I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Jalan adalah prasarana transportasi darat yang meliputi segala bagian jalan, termasuk bangunan pelengkap dan perlengkapannya yang diperuntukkan bagi lalu lintas, yang berada

Lebih terperinci

PENGARUH PENINGKATAN JUMLAH PENDUDUK TERHADAP PERUBAHAN PEMANFAATAN RUANG DAN KENYAMANAN DI WILAYAH PENGEMBANGAN TEGALLEGA, KOTA BANDUNG

PENGARUH PENINGKATAN JUMLAH PENDUDUK TERHADAP PERUBAHAN PEMANFAATAN RUANG DAN KENYAMANAN DI WILAYAH PENGEMBANGAN TEGALLEGA, KOTA BANDUNG PENGARUH PENINGKATAN JUMLAH PENDUDUK TERHADAP PERUBAHAN PEMANFAATAN RUANG DAN KENYAMANAN DI WILAYAH PENGEMBANGAN TEGALLEGA, KOTA BANDUNG DIAR ERSTANTYO DEPARTEMEN ARSITEKTUR LANSKAP FAKULTAS PERTANIAN

Lebih terperinci

TINJAUAN PUSTAKA. menjadi suatu kawasan hunian yang berwawasan ligkungan dengan suasana yang

TINJAUAN PUSTAKA. menjadi suatu kawasan hunian yang berwawasan ligkungan dengan suasana yang TINJAUAN PUSTAKA Penghijauan Kota Kegiatan penghijauan dilaksanakan untuk mewujudkan lingkungan kota menjadi suatu kawasan hunian yang berwawasan ligkungan dengan suasana yang asri, serasi dan sejuk dapat

Lebih terperinci

MEMUTUSKAN : : PERATURAN DAERAH TENTANG PENGELOLAAN RUANG TERBUKA HIJAU.

MEMUTUSKAN : : PERATURAN DAERAH TENTANG PENGELOLAAN RUANG TERBUKA HIJAU. WALIKOTA BENGKULU PROVINSI BENGKULU PERATURAN DAERAH KOTA BENGKULU NOMOR 11 TAHUN 2017 TENTANG PENGELOLAAN RUANG TERBUKA HIJAU DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA WALIKOTA BENGKULU, Menimbang : a. bahwa

Lebih terperinci

TINJAUAN PUSTAKA. Di bawah tanah, akar mengambil air dan mineral dari dalam tanah. Air dan

TINJAUAN PUSTAKA. Di bawah tanah, akar mengambil air dan mineral dari dalam tanah. Air dan TINJAUAN PUSTAKA Pohon Pohon adalah tumbuhan berkayu yang tumbuh dengan tinggi minimal 5 meter (16 kaki). Pohon mempunyai batang pokok tunggal yang menunjang tajuk berdaun dari cabang-cabang di atas tanah.

Lebih terperinci

ANALISIS DAN SINTESIS

ANALISIS DAN SINTESIS 55 ANALISIS DAN SINTESIS Lokasi Lokasi PT Pindo Deli Pulp and Paper Mills yang terlalu dekat dengan pemukiman penduduk dikhawatirkan dapat berakibat buruk bagi masyarakat di sekitar kawasan industri PT

Lebih terperinci

BAB V ANALISIS SINTESIS

BAB V ANALISIS SINTESIS BAB V ANALISIS SINTESIS 5.1 Aspek Fisik dan Biofisik 5.1.1 Letak, Luas, dan Batas Tapak Tapak terletak di bagian Timur kompleks sekolah dan berdekatan dengan pintu keluar sekolah, bangunan kolam renang,

Lebih terperinci

PERENCANAAN LANSKAP KAWASAN WISATA BUDAYA BERBASIS INDUSTRI KERAJINAN DI DESA LOYOK, PULAU LOMBOK

PERENCANAAN LANSKAP KAWASAN WISATA BUDAYA BERBASIS INDUSTRI KERAJINAN DI DESA LOYOK, PULAU LOMBOK PERENCANAAN LANSKAP KAWASAN WISATA BUDAYA BERBASIS INDUSTRI KERAJINAN DI DESA LOYOK, PULAU LOMBOK Oleh : Dina Dwi Wahyuni A 34201030 PROGRAM STUDI ARSITEKTUR LANSKAP FAKULTAS PERTANIAN INSTITUT PERTANIAN

Lebih terperinci

V. HASIL DAN PEMBAHASAN

V. HASIL DAN PEMBAHASAN V. HASIL DAN PEMBAHASAN A. Kondisi Eksisting dan Evaluasi Ruang Terbuka Hijau Kecamatan Jepara Jenis ruang terbuka hijau yang dikembangkan di pusat kota diarahkan untuk mengakomodasi tidak hanya fungsi

Lebih terperinci

III METODOLOGI. Gambar 2. Peta lokasi penelitian.

III METODOLOGI. Gambar 2. Peta lokasi penelitian. III METODOLOGI 3.1 Tempat dan Waktu Penelitian Penelitian ini dilakukan pada kawasan Gunung Kapur Cibadak Ciampea Bogor, Propinsi Jawa Barat. Lokasi penelitian terlihat pada Gambar 2. Penelitian dilaksanakan

Lebih terperinci

METODE PENELITIAN. Sumber: Dinas Tata Ruang dan Pemukiman Depok (2010) Gambar 9. Peta Orientasi Wilayah Kecamatan Beji, Kota Depok

METODE PENELITIAN. Sumber: Dinas Tata Ruang dan Pemukiman Depok (2010) Gambar 9. Peta Orientasi Wilayah Kecamatan Beji, Kota Depok III. METODE PENELITIAN 3.1 Lokasi dan Waktu Penelitian Penelitian dilakukan di Kecamatan Beji sebagai pusat Kota Depok, Jawa Barat yang berbatasan langsung dengan Daerah Khusus Ibukota Jakarta. Penelitian

Lebih terperinci

BAB III METODOLOGI 3.1 Waktu Magang

BAB III METODOLOGI 3.1 Waktu Magang 12 BAB III METODOLOGI 3.1 Waktu Magang Kegiatan magang berlangsung sekitar tiga bulan (Tabel 1) dimulai pada bulan Februari dan berakhir pada bulan Mei Tabel 1 Kegiatan dan Alokasi Waktu Magang Jenis Kegiatan

Lebih terperinci

IV KONDISI UMUM TAPAK

IV KONDISI UMUM TAPAK IV KONDISI UMUM TAPAK 4.1 Letak, Luas, dan Batas Tapak Secara geografis kawasan Gunung Kapur Cibadak Ciampea terletak pada 16 32 BT 16 35 46 BT dan 6 36 LS 6 55 46 LS. Secara administratif terletak di

Lebih terperinci

WALIKOTA KENDARI PERATURAN DAERAH KOTA KENDARI

WALIKOTA KENDARI PERATURAN DAERAH KOTA KENDARI WALIKOTA KENDARI PERATURAN DAERAH KOTA KENDARI NOMOR 10 TAHUN 2011 T E N T A N G PENGELOLAAN RUANG TERBUKA HIJAU DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA WALIKOTA KENDARI, Menimbang : a. bahwa perkembangan dan

Lebih terperinci

BAB III METODOLOGI Tempat dan Waktu Penelitian

BAB III METODOLOGI Tempat dan Waktu Penelitian BAB III METODOLOGI 3.1. Tempat dan Waktu Penelitian Penelitian ini mengambil lokasi di jalan bebas hambatan Tol Jagorawi dengan mengambil beberapa segmen jalan yang mewakili karakteristik lanskap jalan

Lebih terperinci

HASIL DAN PEMBAHASAN. Identifikasi dan Analisis Kondisi Bantaran

HASIL DAN PEMBAHASAN. Identifikasi dan Analisis Kondisi Bantaran 29 HASIL DAN PEMBAHASAN Identifikasi dan Analisis Kondisi Bantaran 1. Tata Guna Lahan Peraturan Presiden Nomor 36 Tahun 2005 tentang Pengadaan Tanah bagi Pelaksanaan Pembangunan untuk Kepentingan Umum

Lebih terperinci

II. TINJAUAN PUSTAKA

II. TINJAUAN PUSTAKA II. TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Pengertian Ruang Terbuka Hijau 2.1.1. Ruang Terbuka Menurut Gunadi (1995) dalam perencanaan ruang kota (townscapes) dikenal istilah Ruang Terbuka (open space), yakni daerah atau

Lebih terperinci

SALINAN BERITA DAERAH KABUPATEN MAJALENGKA NOMOR : 5 TAHUN 2010 PERATURAN BUPATI MAJALENGKA NOMOR 5 TAHUN 2010

SALINAN BERITA DAERAH KABUPATEN MAJALENGKA NOMOR : 5 TAHUN 2010 PERATURAN BUPATI MAJALENGKA NOMOR 5 TAHUN 2010 BERITA DAERAH KABUPATEN MAJALENGKA SALINAN NOMOR : 5 TAHUN 2010 Menimbang : PERATURAN BUPATI MAJALENGKA NOMOR 5 TAHUN 2010 TENTANG RUANG TERBUKA HIJAU KAWASAN BUNDARAN MUNJUL KABUPATEN MAJALENGKA DENGAN

Lebih terperinci

PERANCANGAN ULANG JALUR HIJAU JALAN BARAT-TIMUR KOTA BARU BANDAR KEMAYORAN. Oleh: Syahroji A

PERANCANGAN ULANG JALUR HIJAU JALAN BARAT-TIMUR KOTA BARU BANDAR KEMAYORAN. Oleh: Syahroji A PERANCANGAN ULANG JALUR HIJAU JALAN BARAT-TIMUR KOTA BARU BANDAR KEMAYORAN Oleh: Syahroji A34204015 DEPARTEMEN ARSITEKTUR LANSKAP FAKULTAS PERTANIAN INSTITUT PERTANIAN BOGOR 2008 RINGKASAN SYAHROJI. Perancangan

Lebih terperinci

BAB II RUANG TERBUKA HIJAU DI KOTA BINJAI. 2.1 Penggunaan Lahan Di Kota Binjai

BAB II RUANG TERBUKA HIJAU DI KOTA BINJAI. 2.1 Penggunaan Lahan Di Kota Binjai BAB II RUANG TERBUKA HIJAU DI KOTA BINJAI 2.1 Penggunaan Lahan Di Kota Binjai Dari data hasil Sensus Penduduk 2010, laju pertumbuhan penduduk Kota Binjaitahun 2000 2010 telah mengalami penurunan menjadi

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA 4 BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Central Business District (CBD) Berdasarkan Undang-Undang No. 24 Tahun 1992 mengenai penataan ruang, pada Pasal 1 disebutkan bahwa kawasan perkotaan adalah kawasan yang mempunyai

Lebih terperinci

PENGEMBANGAN ARSITEKTUR LANSEKAP KOTA KEDIRI STUDI KASUS: PENATAAN RUANG TERBUKA HIJAU JALUR JALAN UTAMA KOTA

PENGEMBANGAN ARSITEKTUR LANSEKAP KOTA KEDIRI STUDI KASUS: PENATAAN RUANG TERBUKA HIJAU JALUR JALAN UTAMA KOTA PENGEMBANGAN ARSITEKTUR LANSEKAP KOTA KEDIRI STUDI KASUS: PENATAAN RUANG TERBUKA HIJAU JALUR JALAN UTAMA KOTA Suryo Tri Harjanto 1), Sigmawan Tri Pamungkas 2), Bambang Joko Wiji Utomo 3) 1),3 ) Teknik

Lebih terperinci

PEMERINTAH KABUPATEN SUMENEP

PEMERINTAH KABUPATEN SUMENEP PEMERINTAH KABUPATEN SUMENEP PERATURAN DAERAH KABUPATEN SUMENEP NOMOR : 7 TAHUN 2008 TENTANG PENATAAN RUANG TERBUKA HIJAU KAWASAN PERKOTAAN (RTHKP) DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI SUMENEP Menimbang

Lebih terperinci

PEMANFAATAN RUANG TERBUKA HIJAU PUBLIK DI KELURAHAN WAWOMBALATA KOTA KENDARI TUGAS AKHIR

PEMANFAATAN RUANG TERBUKA HIJAU PUBLIK DI KELURAHAN WAWOMBALATA KOTA KENDARI TUGAS AKHIR PEMANFAATAN RUANG TERBUKA HIJAU PUBLIK DI KELURAHAN WAWOMBALATA KOTA KENDARI TUGAS AKHIR Oleh : RIAS ASRIATI ASIF L2D 005 394 JURUSAN PERENCANAAN WILAYAH DAN KOTA FAKULTAS TEKNIK UNIVERSITAS DIPONEGORO

Lebih terperinci

TINJAUAN PUSTAKA. Definisi hutan kota (urban forest) menurut Fakuara (1987) adalah

TINJAUAN PUSTAKA. Definisi hutan kota (urban forest) menurut Fakuara (1987) adalah TINJAUAN PUSTAKA Hutan Kota Definisi hutan kota (urban forest) menurut Fakuara (1987) adalah tumbuhan atau vegetasi berkayu di wilayah perkotaan yang memberikan manfaat lingkungan yang sebesar-besarnya

Lebih terperinci

TIPOLOGI KEPEMILIKAN RTH DI PERKOTAAN TOBELO

TIPOLOGI KEPEMILIKAN RTH DI PERKOTAAN TOBELO TIPOLOGI KEPEMILIKAN RTH DI PERKOTAAN TOBELO Ristanti Konofo 1, Veronica Kumurur 2, & Fella Warouw 3 1 Mahasiswa S1 Program Studi Perencanaan Wilayah & Kota Universitas Sam Ratulanggi Manado 2 & 3 Staf

Lebih terperinci

PENGELOLAAN LANSKAP JALUR HIJAU KOTA JALAN JENDERAL SUDIRMAN JAKARTA PADA DINAS PERTAMANAN DKI JAKARTA. Oleh : RIDHO DWIANTO A

PENGELOLAAN LANSKAP JALUR HIJAU KOTA JALAN JENDERAL SUDIRMAN JAKARTA PADA DINAS PERTAMANAN DKI JAKARTA. Oleh : RIDHO DWIANTO A PENGELOLAAN LANSKAP JALUR HIJAU KOTA JALAN JENDERAL SUDIRMAN JAKARTA PADA DINAS PERTAMANAN DKI JAKARTA Oleh : RIDHO DWIANTO A34204013 PROGRAM STUDI ARSITEKTUR LANSKAP FAKULTAS PERTANIAN INSTITUT PERTANIAN

Lebih terperinci

ANALISIS EKOSISTEM TERUMBU KARANG UNTUK PENGEMBANGAN EKOWISATA DI KELURAHAN PANGGANG, KABUPATEN ADMINISTRATIF KEPULAUAN SERIBU

ANALISIS EKOSISTEM TERUMBU KARANG UNTUK PENGEMBANGAN EKOWISATA DI KELURAHAN PANGGANG, KABUPATEN ADMINISTRATIF KEPULAUAN SERIBU ANALISIS EKOSISTEM TERUMBU KARANG UNTUK PENGEMBANGAN EKOWISATA DI KELURAHAN PANGGANG, KABUPATEN ADMINISTRATIF KEPULAUAN SERIBU INDAH HERAWANTY PURWITA DEPARTEMEN MANAJEMEN SUMBERDAYA PERAIRAN FAKULTAS

Lebih terperinci

BAB III. Penelitian inii dilakukan. dan Danau. bagi. Peta TANPA SKALA

BAB III. Penelitian inii dilakukan. dan Danau. bagi. Peta TANPA SKALA 14 BAB III METODOLOGI 3.1. Lokasi dan Waktu Penelitian Penelitian inii dilakukan di Sentul City yang terletak di Kecamatan Babakan Madang dan Kecamatan Sukaraja, Kabupaten Bogor, Provinsi Jawa Barat (Gambar

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. Kota Jakarta Barat dikenal sebagai kota jasa dan pusat bisnis yang

I. PENDAHULUAN. Kota Jakarta Barat dikenal sebagai kota jasa dan pusat bisnis yang I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Kota Jakarta Barat dikenal sebagai kota jasa dan pusat bisnis yang berkembang sangat pesat dengan ciri utama pembangunan fisik namun di lain sisi, pemerintah Jakarta

Lebih terperinci

ANALISIS DAN PEMECAHAN MASALAH

ANALISIS DAN PEMECAHAN MASALAH 56 ANALISIS DAN PEMECAHAN MASALAH Berdasarkan hasil inventarisasi maka dari faktor-faktor yang mewakili kondisi tapak dianalisis sehingga diketahui permasalahan yang ada kemudian dicari solusinya sebagai

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Kawasan perkotaan adalah wilayah yang mempunyai kegiatan utama bukan pertanian dengan susunan fungsi kawasan sebagai tempat permukiman perkotaan, pemusatan dan distribusi

Lebih terperinci

IV. KONDISI UMUM WILAYAH STUDI

IV. KONDISI UMUM WILAYAH STUDI IV. KONDISI UMUM WILAYAH STUDI 4.1. Geografi dan Lingkungan Jakarta Timur terletak pada wilayah bagian Timur ibukota Republik Indonesia, dengan letak geografis berada pada 106 0 49 ' 35 '' Bujur Timur

Lebih terperinci

PENJELASAN ATAS PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 63 TAHUN 2002 TENTANG HUTAN KOTA

PENJELASAN ATAS PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 63 TAHUN 2002 TENTANG HUTAN KOTA PENJELASAN ATAS PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 63 TAHUN 2002 TENTANG HUTAN KOTA UMUM Pembangunan kota sering dicerminkan oleh adanya perkembangan fisik kota yang lebih banyak ditentukan

Lebih terperinci

PERSEPSI KUALITAS ESTETIKA DAN EKOLOGI PADA JALUR WISATA ALAM TAMAN NASIONAL GEDE PANGRANGO. Oleh DIDIK YULIANTO A

PERSEPSI KUALITAS ESTETIKA DAN EKOLOGI PADA JALUR WISATA ALAM TAMAN NASIONAL GEDE PANGRANGO. Oleh DIDIK YULIANTO A PERSEPSI KUALITAS ESTETIKA DAN EKOLOGI PADA JALUR WISATA ALAM TAMAN NASIONAL GEDE PANGRANGO Oleh DIDIK YULIANTO A34202008 PROGRAM STUDI ARSITEKTUR LANSKAP FAKULTAS PERTANIAN INSTIT UT PERTANIAN BOGOR 2006

Lebih terperinci

PERENCANAAN LANSKAP KAWASAN WISATA BUDAYA BERBASIS INDUSTRI KERAJINAN GERABAH DI DESA BANYUMULEK, KECAMATAN KEDIRI, LOMBOK BARAT

PERENCANAAN LANSKAP KAWASAN WISATA BUDAYA BERBASIS INDUSTRI KERAJINAN GERABAH DI DESA BANYUMULEK, KECAMATAN KEDIRI, LOMBOK BARAT PERENCANAAN LANSKAP KAWASAN WISATA BUDAYA BERBASIS INDUSTRI KERAJINAN GERABAH DI DESA BANYUMULEK, KECAMATAN KEDIRI, LOMBOK BARAT Oleh : RINRIN KODARIYAH A 34201017 PROGRAM STUDI ARSITEKTUR LANSKAP FAKULTAS

Lebih terperinci

TINJAUAN PUSTAKA. secara alami. Pengertian alami disini bukan berarti hutan tumbuh menjadi hutan. besar atau rimba melainkan tidak terlalu diatur.

TINJAUAN PUSTAKA. secara alami. Pengertian alami disini bukan berarti hutan tumbuh menjadi hutan. besar atau rimba melainkan tidak terlalu diatur. TINJAUAN PUSTAKA Pengertian Hutan Kota Hutan dalam Undang-Undang No. 41 tahun 1999 tentang kehutanan adalah suatu kesatuan ekosistem berupa hamparan lahan berisi sumberdaya alam hayati yang didominasi

Lebih terperinci

Gambar 2 Peta lokasi studi

Gambar 2 Peta lokasi studi 15 III. METODOLOGI 3.1. Lokasi dan Waktu Studi Studi dilakukan di Kebun Anggrek yang terletak dalam areal Taman Kyai Langgeng (TKL) di Jalan Cempaka No 6, Kelurahan Kemirirejo, Kecamatan Magelang Tengah,

Lebih terperinci

BAB III METODOLOGI. 3.1 Lokasi dan Waktu Penelitian

BAB III METODOLOGI. 3.1 Lokasi dan Waktu Penelitian BAB III METODOLOGI 3.1 Lokasi dan Waktu Penelitian Penelitian dilakukan di Rumah Sakit Marzoeki Mahdi, Bogor, Jawa Barat. Penelitian dilakukan pada Agustus Oktober 2010, mencakup pelaksanaan penelitian

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA 5 BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Ruang Terbuka Hijau Ruang terbuka hijau adalah area memanjang baik berupa jalur maupun mengelompok yang penggunaannya lebih bersifat terbuka, sebagai tempat tumbuhnya vegetasi-vegetasi,

Lebih terperinci

LANSKAP PERKOTAAN (URBAN LANDSCAPE)

LANSKAP PERKOTAAN (URBAN LANDSCAPE) Magister Desain Kawasan Binaan (MDKB) LANSKAP PERKOTAAN (URBAN LANDSCAPE) Dr. Ir. Ahmad Sarwadi, MEng. Siti Nurul Rofiqo Irwan, SP., MAgr, PhD. Pendahuluan Tujuan : Memberi pemahaman tentang: - Pengertian

Lebih terperinci

II. TINJAUAN PUSTAKA. alami maupun buatan manusia, yang merupakan total dari bagian hidup manusia

II. TINJAUAN PUSTAKA. alami maupun buatan manusia, yang merupakan total dari bagian hidup manusia II. TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Lanskap dan Lanskap Kota Lanskap merupakan suatu bagian dari muka bumi dengan berbagai karakter lahan/tapak dan dengan segala sesuatu yang ada di atasnya baik bersifat alami maupun

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. perdagangan, kawasan industri, jaringan transportasi, serta sarana dan prasarana

BAB I PENDAHULUAN. perdagangan, kawasan industri, jaringan transportasi, serta sarana dan prasarana BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Dewasa ini, pembangunan perkotaan cenderung meminimalkan ruang terbuka hijau. Lahan terbuka hijau dialih fungsikan menjadi kawasan pemukiman, perdagangan, kawasan industri,

Lebih terperinci

DAFTAR ISI. Kata Pengantar... 1 Daftar Isi BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Permasalahan Tujuan... 5

DAFTAR ISI. Kata Pengantar... 1 Daftar Isi BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Permasalahan Tujuan... 5 1 DAFTAR ISI Kata Pengantar... 1 Daftar Isi... 2 BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang... 3 1.2 Permasalahan... 4 1.3 Tujuan... 5 BAB II PEMBAHASAN/ISI 2.1 Hakikat Penghijauan Lingkungan... 6 2.2 Peran

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Lanskap dan Lanskap Kota Lanskap adalah suatu bagian dari muka bumi dengan berbagai karakter lahan/tapak dan dengan segala sesuatu yang ada di atasnya baik bersifat alami maupun

Lebih terperinci

PERENCANAAN LANSKAP JALUR PENCAPAIAN KAWASAN AGROWISATA PADA AGROPOLITAN CIPANAS, CIANJUR. Oleh : Annisa Budi Erawati A

PERENCANAAN LANSKAP JALUR PENCAPAIAN KAWASAN AGROWISATA PADA AGROPOLITAN CIPANAS, CIANJUR. Oleh : Annisa Budi Erawati A PERENCANAAN LANSKAP JALUR PENCAPAIAN KAWASAN AGROWISATA PADA AGROPOLITAN CIPANAS, CIANJUR Oleh : Annisa Budi Erawati A34201035 PROGRAM STUDI ARSITEKTUR LANSKAP FAKULTAS PERTANIAN INSTITUT PERTANIAN BOGOR

Lebih terperinci

PERANCANGAN LANSKAP SEKOLAH ISLAM TERPADU UMMUL QURO BERDASARKAN KONSEP TAMAN ISLAMI FISQA TASYARA A

PERANCANGAN LANSKAP SEKOLAH ISLAM TERPADU UMMUL QURO BERDASARKAN KONSEP TAMAN ISLAMI FISQA TASYARA A PERANCANGAN LANSKAP SEKOLAH ISLAM TERPADU UMMUL QURO BERDASARKAN KONSEP TAMAN ISLAMI FISQA TASYARA A34203058 PROGRAM STUDI ARSITEKTUR LANSKAP FAKULTAS PERTANIAN INSTITUT PERTANIAN BOGOR 2008 Dengan ini

Lebih terperinci

METODOLOGI. Gambar 6 Peta lokasi penelitian. Sumber: www. wikimapia.com 2010 dan BB Litbang Sumber Daya Lahan, 2008.

METODOLOGI. Gambar 6 Peta lokasi penelitian. Sumber: www. wikimapia.com 2010 dan BB Litbang Sumber Daya Lahan, 2008. METODOLOGI Lokasi dan Waktu Penelitian Kegiatan penelitian berlokasi di Yayasan Pengembangan Insan Pertanian Indonesia (YAPIPI) yang secara administratif berlokasi di Kp. Bojongsari RT 03 RW 05 Kecamatan

Lebih terperinci

EVALUASI KEBERADAAN DAN PENGGUNAAN RUANG TERBUKA HIJAU DI LINGKUNGAN RUMAH SUSUN PROVINSI DKI JAKARTA DIANA SISKAYATI A

EVALUASI KEBERADAAN DAN PENGGUNAAN RUANG TERBUKA HIJAU DI LINGKUNGAN RUMAH SUSUN PROVINSI DKI JAKARTA DIANA SISKAYATI A EVALUASI KEBERADAAN DAN PENGGUNAAN RUANG TERBUKA HIJAU DI LINGKUNGAN RUMAH SUSUN PROVINSI DKI JAKARTA DIANA SISKAYATI A34204036 DEPARTEMEN ARSITEKTUR LANSKAP FAKULTAS PERTANIAN INSTITUT PERTANIAN BOGOR

Lebih terperinci

RUANG TERBUKA HIJAU DI KECAMATAN KEMILING KOTA BANDAR LAMPUNG TAHUN 2016 (JURNAL) Oleh FADELIA DAMAYANTI

RUANG TERBUKA HIJAU DI KECAMATAN KEMILING KOTA BANDAR LAMPUNG TAHUN 2016 (JURNAL) Oleh FADELIA DAMAYANTI RUANG TERBUKA HIJAU DI KECAMATAN KEMILING KOTA BANDAR LAMPUNG TAHUN 2016 (JURNAL) Oleh FADELIA DAMAYANTI FAKULTAS KEGURUAN DAN ILMU PENDIDIKAN UNIVERSITAS LAMPUNG BANDAR LAMPUNG 2017 Ruang Terbuka Hijau

Lebih terperinci

Lanskap Perkotaan (Urban Landscape) HUTAN KOTA. Dr. Ir. Ahmad Sarwadi, MEng. Ir. Siti Nurul Rofiqo Irwan, MAgr, PhD.

Lanskap Perkotaan (Urban Landscape) HUTAN KOTA. Dr. Ir. Ahmad Sarwadi, MEng. Ir. Siti Nurul Rofiqo Irwan, MAgr, PhD. Lanskap Perkotaan (Urban Landscape) HUTAN KOTA Dr. Ir. Ahmad Sarwadi, MEng. Ir. Siti Nurul Rofiqo Irwan, MAgr, PhD. Tujuan Memahami makna dan manfaat hutan kota pada penerapannya untuk Lanskap Kota. Memiliki

Lebih terperinci

KEPUTUSAN PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 32 TAHUN 1990 TENTANG PENGELOLAAN KAWASAN LINDUNG PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

KEPUTUSAN PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 32 TAHUN 1990 TENTANG PENGELOLAAN KAWASAN LINDUNG PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, KEPUTUSAN PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 32 TAHUN 1990 TENTANG PENGELOLAAN KAWASAN LINDUNG PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang: a. bahwa ruang selain merupakan sumber alam yang penting artinya bagi

Lebih terperinci

KAJIAN PENCAHAYAAN LANSKAP JALAN LINGKAR KEBUN RAYA BOGOR ARSYAD KHRISNA

KAJIAN PENCAHAYAAN LANSKAP JALAN LINGKAR KEBUN RAYA BOGOR ARSYAD KHRISNA KAJIAN PENCAHAYAAN LANSKAP JALAN LINGKAR KEBUN RAYA BOGOR ARSYAD KHRISNA DEPARTEMEN ARSITEKTUR LANSKAP FAKULTAS PERTANIAN INSTITUT PERTANIAN BOGOR 2010 RINGKASAN ARSYAD KHRISNA A44052252. Kajian Pencahayaan

Lebih terperinci

PEDOMAN PENATAAN BANGUNAN DAN LINGKUNGAN (Permen PU 06/2007)

PEDOMAN PENATAAN BANGUNAN DAN LINGKUNGAN (Permen PU 06/2007) PEDOMAN PENATAAN BANGUNAN DAN LINGKUNGAN (Permen PU 06/2007) pengertian Penataan bangunan dan lingkungan : adalah kegiatan pembangunan untuk merencanakan, melaksanakan, memperbaiki,mengembangkan atau melestarikan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Kawasan perkotaan di Indonesia cenderung mengalami permasalahan

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Kawasan perkotaan di Indonesia cenderung mengalami permasalahan 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Kawasan perkotaan di Indonesia cenderung mengalami permasalahan kependudukan, yaitu tingginya tingkat pertumbuhan penduduk terutama akibat arus urbanisasi

Lebih terperinci

PERENCANAAN LANSKAP WISATA SEJARAH DAN BUDAYA KOMPLEKS CANDI GEDONG SONGO, KABUPATEN SEMARANG MUTIARA SANI A

PERENCANAAN LANSKAP WISATA SEJARAH DAN BUDAYA KOMPLEKS CANDI GEDONG SONGO, KABUPATEN SEMARANG MUTIARA SANI A PERENCANAAN LANSKAP WISATA SEJARAH DAN BUDAYA KOMPLEKS CANDI GEDONG SONGO, KABUPATEN SEMARANG MUTIARA SANI A34203015 PROGRAM STUDI ARSITEKTUR LANSKAP FAKULTAS PERTANIAN INSTITUT PERTANIAN BOGOR 2008 PERENCANAAN

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA 5 BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Perencanaan Menurut Rachman (1984) perencanaan lanskap ialah suatu perencanaan yang berpijak kuat pada dasar ilmu lingkungan atau ekologi dan pengetahuan alami yang bergerak

Lebih terperinci

PENGELOLAAN LANSKAP KAWASAN BERTEMA (THEME PARK) DI DUNIA FANTASI TAMAN IMPIAN JAYA ANCOL JAKARTA UTARA DKI JAKARTA. Oleh: PUTERA RAMADHON A

PENGELOLAAN LANSKAP KAWASAN BERTEMA (THEME PARK) DI DUNIA FANTASI TAMAN IMPIAN JAYA ANCOL JAKARTA UTARA DKI JAKARTA. Oleh: PUTERA RAMADHON A PENGELOLAAN LANSKAP KAWASAN BERTEMA (THEME PARK) DI DUNIA FANTASI TAMAN IMPIAN JAYA ANCOL JAKARTA UTARA DKI JAKARTA Oleh: PUTERA RAMADHON A34204046 PROGRAM STUDI ARSITEKTUR LANSKAP FAKULTAS PERTANIAN INSTITUT

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. sebagai bentang budaya yang ditimbulkan oleh unsur-unsur alami dan non alami

I. PENDAHULUAN. sebagai bentang budaya yang ditimbulkan oleh unsur-unsur alami dan non alami I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Kota diartikan sebagai suatu sistem jaringan kehidupan manusia yang ditandai dengan tingginya kepadatan penduduk dan diwarnai dengan strata sosial ekonomi yang heterogen

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Pengertian Ruang Terbuka Ruang terbuka merupakan suatu tempat atau area yang dapat menampung aktivitas tertentu manusia, baik secara individu atau secara kelompok (Hakim,1993).

Lebih terperinci

Keputusan Presiden No. 32 Tahun 1990 Tentang : Pengelolaan Kawasan Lindung

Keputusan Presiden No. 32 Tahun 1990 Tentang : Pengelolaan Kawasan Lindung Keputusan Presiden No. 32 Tahun 1990 Tentang : Pengelolaan Kawasan Lindung Oleh : PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA Nomor : 32 TAHUN 1990 (32/1990) Tanggal : 25 JULI 1990 (JAKARTA) DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA

Lebih terperinci

PROVINSI RIAU PERATURAN BUPATI SIAK NOMOR 29 TAHUN 2016 TENTANG

PROVINSI RIAU PERATURAN BUPATI SIAK NOMOR 29 TAHUN 2016 TENTANG PROVINSI RIAU PERATURAN BUPATI SIAK NOMOR 29 TAHUN 2016 TENTANG PENATAAN RUANG TERBUKA HIJAU KAWASAN JEMBATAN TENGKU AGUNG SULTANAH LATIFAH KABUPATEN SIAK DENGAN RAHM AT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI SIAK,

Lebih terperinci

BAB I PENGANTAR. 1.1 Latar Belakang. kuantitas lingkungan. Menurut Reksohadiprodjo dan Karseno (2012: 43),

BAB I PENGANTAR. 1.1 Latar Belakang. kuantitas lingkungan. Menurut Reksohadiprodjo dan Karseno (2012: 43), BAB I PENGANTAR 1.1 Latar Belakang Salah satu indikator pertumbuhan ekonomi adalah perkembangan kota berupa pembangunan infrastruktur, namun sayangnya terdapat hal penting yang kerap terlupakan, yaitu

Lebih terperinci

1. PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang

1. PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang 1. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Rusa timor (Rusa timorensis Blainville 1822) merupakan salah satu jenis satwa liar yang hidup tersebar pada beberapa wilayah di Indonesia, khususnya di Pulau Jawa sampai

Lebih terperinci

BAB III: DATA DAN ANALISA

BAB III: DATA DAN ANALISA BAB III: DATA DAN ANALISA 3.1. Data Fisik dan Non Fisik 2.1.1. Data Fisik Lokasi Luas Lahan Kategori Proyek Pemilik RTH Sifat Proyek KLB KDB RTH Ketinggian Maks Fasilitas : Jl. Stasiun Lama No. 1 Kelurahan

Lebih terperinci

EVALUASI ASPEK FUNGSI DAN KUALITAS ESTETIKA TANAMAN LANSKAP KEBUN RAYA BOGOR (Kasus : Pohon dan Perdu) IPAH NAPISAH A

EVALUASI ASPEK FUNGSI DAN KUALITAS ESTETIKA TANAMAN LANSKAP KEBUN RAYA BOGOR (Kasus : Pohon dan Perdu) IPAH NAPISAH A EVALUASI ASPEK FUNGSI DAN KUALITAS ESTETIKA TANAMAN LANSKAP KEBUN RAYA BOGOR (Kasus : Pohon dan Perdu) IPAH NAPISAH A34204014 DEPARTEMEN ARSITEKTUR LANSKAP FAKULTAS PERTANIAN INSTITUT PERTANIAN BOGOR 2009

Lebih terperinci

Evaluasi Tingkat Kenyamanan Penghuni Pasca Perubahan Fungsi Taman Parang Kusumo Semarang

Evaluasi Tingkat Kenyamanan Penghuni Pasca Perubahan Fungsi Taman Parang Kusumo Semarang TEMU ILMIAH IPLBI 2017 Evaluasi Tingkat Kenyamanan Penghuni Pasca Perubahan Fungsi Taman Parang Kusumo Semarang Desti Rahmiati destirahmiati@gmail.com Arsitektur, Program Studi Arsitektur, Fakultas Teknik,

Lebih terperinci

LAMPIRAN Lampiran 1. Jembatan di Kanal Banjir Timur Jakarta

LAMPIRAN Lampiran 1. Jembatan di Kanal Banjir Timur Jakarta 65 LAMPIRAN Lampiran 1. Jembatan di Kanal Banjir Timur Jakarta No. Nama Jembatan Lokasi 1 Jl. IPN KBT - 366 Jak - Tim 2 Jl. Perintis KBT - 344 Jak - Tim 3 Jl. Perumahan Cipinang KBT - 335 Jak - Tim 4 Jl.

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang

I. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang I. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Pembangunan kota Jakarta sebagai pusat pemerintahan, pusat perdagangan, pusat perbankan dan pusat perindustrian menuntut adanya kemajuan teknologi melalui pembangunan

Lebih terperinci

VI. PERENCANAAN LANSKAP PEDESTRIAN SHOPPING STREET

VI. PERENCANAAN LANSKAP PEDESTRIAN SHOPPING STREET 42 VI. PERENCANAAN LANSKAP PEDESTRIAN SHOPPING STREET Pengembangan konsep dalam studi perencanaan kawasan ini akan terbagi ke dalam empat sub konsep, yaitu perencanaan lanskap pedestrian shopping street,

Lebih terperinci

ANALISIS MANFAAT RUANG TERBUKA HIJAU UNTUK MENINGKATKAN KUALITAS EKOSISTEM KOTA BOGOR DENGAN MENGGUNAKAN METODE GIS ARIEV BUDIMAN A

ANALISIS MANFAAT RUANG TERBUKA HIJAU UNTUK MENINGKATKAN KUALITAS EKOSISTEM KOTA BOGOR DENGAN MENGGUNAKAN METODE GIS ARIEV BUDIMAN A ANALISIS MANFAAT RUANG TERBUKA HIJAU UNTUK MENINGKATKAN KUALITAS EKOSISTEM KOTA BOGOR DENGAN MENGGUNAKAN METODE GIS ARIEV BUDIMAN A34203009 DEPARTEMEN ARSITEKTUR LANSKAP FAKULTAS PERTANIAN INSTITUT PERTANIAN

Lebih terperinci

PENJELASAN ATAS PERATURAN DAERAH KABUPATEN BONDOWOSO NOMOR 12 TAHUN 2011 TENTANG RENCANA TATA RUANG WILAYAH KABUPATEN BONDOWOSO TAHUN

PENJELASAN ATAS PERATURAN DAERAH KABUPATEN BONDOWOSO NOMOR 12 TAHUN 2011 TENTANG RENCANA TATA RUANG WILAYAH KABUPATEN BONDOWOSO TAHUN PENJELASAN ATAS PERATURAN DAERAH KABUPATEN BONDOWOSO NOMOR 12 TAHUN 2011 TENTANG RENCANA TATA RUANG WILAYAH KABUPATEN BONDOWOSO TAHUN 2011-2031 I. UMUM Proses pertumbuhan dan perkembangan wilayah Kabupaten

Lebih terperinci

PENGARUH REKLAME TERHADAP KUALITAS ESTETIK LANSKAP JALAN LINGKAR KEBUN RAYA BOGOR RAKHMAT AFANDI

PENGARUH REKLAME TERHADAP KUALITAS ESTETIK LANSKAP JALAN LINGKAR KEBUN RAYA BOGOR RAKHMAT AFANDI PENGARUH REKLAME TERHADAP KUALITAS ESTETIK LANSKAP JALAN LINGKAR KEBUN RAYA BOGOR RAKHMAT AFANDI DEPARTEMEN ARSITEKTUR LANSKAP FAKULTAS PERTANIAN INSTITUT PERTANIAN BOGOR BOGOR 2010 Judul Nama NRP : Pengaruh

Lebih terperinci

ANALISIS KEBUTUHAN RUANG TERBUKA HIJAU DI KOTA POSO (STUDI KASUS : KECAMATAN POSO KOTA)

ANALISIS KEBUTUHAN RUANG TERBUKA HIJAU DI KOTA POSO (STUDI KASUS : KECAMATAN POSO KOTA) ANALISIS KEBUTUHAN RUANG TERBUKA HIJAU DI KOTA POSO (STUDI KASUS : KECAMATAN POSO KOTA) Juliana Maria Tontou 1, Ingerid L. Moniaga ST. M.Si 2, Michael M.Rengkung, ST. MT 3 1 Mahasiswa S1 Program Studi

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Indonesia merupakan negara beriklim tropis yang kaya raya akan

BAB I PENDAHULUAN. Indonesia merupakan negara beriklim tropis yang kaya raya akan 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Indonesia merupakan negara beriklim tropis yang kaya raya akan sumberdaya alam baik hayati maupun non hayati. Negara ini dikenal sebagai negara megabiodiversitas

Lebih terperinci