Bab IV. Analisa dan Pembahasan

Ukuran: px
Mulai penontonan dengan halaman:

Download "Bab IV. Analisa dan Pembahasan"

Transkripsi

1 Bab IV Analisa dan Pembahasan 4.1. Pendahuluan Bab ini berisi pembahasan mengenai proses karbonatasi mineral emisi CO 2, hasil analisa limbah las karbid yang terdiri atas analisa komposisi serta kelarutanya dalam air distilasi. Bagian inti dalam bab ini adalah pembahasan mengenai hasil penelitian yang diperoleh. Pada pembahasan hasil penelitian terdiri atas pengaruh dari setiap variasi yang dilakukan serta hasil perhitungan koefisien transfer massa untuk setiap variasi Karbonatasi Mineral Emisi CO 2 Karbonatasi mineral emisi CO 2 adalah suatu proses pengolahan emisi CO 2 dimana dalam proses tersebut CO 2 akan diubah ke dalam bentuk padatan karbonat anorganik melalui suatu proses kimia. Selama ini proses karbonatasi mineral emisi CO 2 pada umumnya memanfaatkan senyawa alkali yang terdapat di alam seperti sepertine dan olivine. Walaupun keberadaan senyawa-senyawa ini sangat berlimpah, namun untuk memperolehnya dibutuhkan proses penambangan terlebih dahulu. Berdasarkan pertimbangan tersebut, sudah dilakukan beberapa penelitian untuk memanfaatkan limbah industri yang kaya akan senyawa alkali. Keuntungan dari proses karbonatasi mineral menggunakan bahan baku limbah industri selain dapat menanggulangi sejumlah emisi CO 2 serta stabilisasi dari limbah industri itu sendiri adalah proses solidifikasi yang terjadi secara cepat lewat proses karbonatasi dapat mengikat dan memerangkap logam berbahaya. Selain itu material limbah alkali berdasarkan beberapa hasil penelitian menunjukan reaktivitas yang lebih tinggi dibandingkan mineral silikat alam (Huijgen et al., 2004). Keuntungan utama dari seluruh proses karbonatasi mineral adalah pembentukan mineral karbonat seperti calcite (CaCO 3 ) dan magnesite (MgCO 3 ) sebagai produk akhir yang diketahui bersifat stabil melebihi skala waktu geologis sehingga akan aman dalam penimbunannya, selain itu produk akhir tersebut dapat pula dimanfaatkan sebagai material konstruksi. IV-1

2 Pada pelaksanaan tugas akhir ini, dilakukan penelitian untuk melihat potensi pemanfaatan limbah las karbid dalam proses karbonatasi mineral emisi CO 2. Secara garis besar, terdapat dua pilihan mekanisme dalam melakukan proses karbonatasi mineral yaitu karbonatasi mineral langsung dan tidak langsung. Yang membedakan kedua mekanisme ini adalah pada proses karbonatasi mineral tidak langsung, senyawa alkali yang akan dimanfaatkan dalam proses karbonatasi mineral diekstraksi terlebih dahulu dari senyawa pembawanya. Dengan mengasumsikan cukup tingginya konsentrasi senyawa alkali pada limbah las karbid yang akan dimanfaatkan sebagai bahan baku, maka dalam pelaksanaan penelitian dilakukan mekanisme karbonatasi mineral secara langsung. Proses karbonatasi mineral secara langsung yang akan dilakukan adalah reaksi karbonatasi mineral dalam bentuk larutan. Pada proses ini, limbah las karbid yang merupakan bahan baku dalam proses karbonatasi mineral akan dilarutkan terlebih dahulu dalam air distilasi. Pada proses perlarutan tersebut, senyawa-senyawa alkali terutama kalsium hidroksida akan terlarut dalam air distilasi. Senyawa-senyawa alkali inilah yang kemudian akan bereaksi dengan ion karbonat yang merupakan hasil dari terlarutnya gas CO 2 dalam air dan membentuk senyawa mineral karbonat seperti kalsium karbonat. Dengan dilakukanya proses karbonatasi mineral dalam bentuk larutan limbah las karbid, maka prinsip yang diterapkan dalam proses ini adalah absorpsi gas dengan melibatkan reaksi kimia. Gas CO 2 terlebih dahulu harus dapat terlarut dalam air distilasi, dan begitu pula senyawa alkali dari limbah las karbid sebelum keduanya dapat bereaksi membentuk senyawa mineral karbonat. Keseluruhan reaksi yang terjadi dalam proses karbonatasi mineral dengan memanfaatkan limbah las karbid adalah sebagai berikut: Proses hidrasi Kalsium Hidroksida : 2H + + Ca(OH) 2 Ca 2+ (aq) + 2H 2 O (1a) Proses Pelarutan gas CO 2 : (1) CO 2 (g) CO 2 (aq) (1b) (2) CO 2 (aq) + H 2 O H 2 CO 3 (aq) H + + HCO - 3 (aq) (1c) (3) HCO - 3 (aq) H CO 3 (aq) (1d) Proses Karbonatasi : Ca 2+ (aq) + CO 2-3 (aq) CaCO 3 (s) (1e) IV-2

3 Berdasarkan mekanisme reaksi diatas dapat dilihat bahwa pada akhir reaksi, gas CO 2 yang tersisihkan akan berada dalam bentuk senyawa karbonat sebagai hasil akhir reaksi, namun dapat pula dalam bentuk senyawanya yang telah terlarut dalam air (CO 2 terlarut, ion bikarbonat, ion karbonat) Analisa Limbah Las Karbid Limbah las karbid yang digunakan dalam penelitian ini diambil dari sebuah usaha pengelasan yang berlokasi di Cimahi. Sebelum dimanfaatkan dalam pelaksanaan penelitian, dilakukan terlebih dahulu analisa limbah las karbid tersebut. Analisa yang dilakukan pada limbah las karbid tersebut terdiri atas analisa komposisi serta analisa kelarutan limbah las karbid Analisa komposisi limbah las karbid Analisa ini dilakukan dengan tujuan untuk mengetahui komposisi utama dari limbah las karbid yang digunakan. Analisa komposisi menggunakan metode AAS (Atomic Absorption Spectophotometry) dan dilakukan di Lab Kimia P3GL Bandung. Parameter-parameter yang diperiksa merujuk pada komposisi utama dari limbah las karbid yang terdapat di literatur. Hasil analisa komposisi dapat dilihat pada Tabel 4.1. Secara teoritis, komposisi utama dari limbah las karbid adalah senyawa kalsium hidroksida karena limbah ini merupakan hasil dari reaksi antara kalsium karbid dengan air dalam proses pembuatan gas asetilen. Reaksi tersebut selengkapnya adalah: CaC 2(s) + 2 H 2 O (l) C 2 H 2(g) + Ca(OH) 2(s/l) (2) Pada literatur dikatakan bahwa kandungan kalsium hidroksida pada limbah las karbid dapat sangat bervariasi antara kisaran 70-95% serta kalsium karbonat sekitar 5-25% berat kering (Bunger, 2004). Sedangkan dari hasil analisa komposisi kimia sampel limbah las karbid diperoleh kandungan berat basah kalsium hidroksida dari sampel adalah sebesar 50,28%. Nilai tersebut menunjukan bahwa sampel limbah las karbid tersebut memiliki kemurnian yang relatif tidak terlalu besar. Hal tersebut juga terlihat dengan membandingkan komposisi sampel limbah las karbid yang dimiliki dengan dua data komposisi limbah las karbid lainnya. Namun demikian, penelitian ini bertujuan untuk melihat apakah dengan komposisi tersebut, limbah las karbid yang diambil sampelnya ini memiliki potensi untuk dimanfaatkan dalam proses karbonatasi mineral emisi CO 2. IV-3

4 Dari data hasil analisa kimia pada Tabel 4.1., dapat dilihat bahwa sampel limbah las karbid tersebut mengandung senyawa magnesium sebagai magnesium hidroksida. Keberadaan magnesium tersebut secara teoritis dapat menambah kapasitas penyisihan CO 2 karena magnesium hidroksida dapat bereaksi dengan CO 2 membentuk magnesium karbonat. Kandungan uap air yang cukup tinggi pada sampel limbah las karbid menunjukan proses yang dilakukan pada pembuatan gas asetilen adalah proses basah dimana kalsium karbid direaksikan dengan air berlebih. Selain itu sampel limbah las karbid tersebut juga memiliki persen berat karbon yang cukup tinggi, yaitu sebesar 23,32%. Hal ini menunjukan bahwa proses pembuatan gas asetilen yang menghasilkan limbah las karbid tersebut belum cukup optimal. Dapat dikatakan demikian karena karbon yang terukur, kemungkinan besar berasal dari kalsium karbid yang tidak bereaksi atau karbon yang berasal dari batu bara yang digunakan dalam proses pembuatan kalsium karbid (Bunger, 2004). Selain itu, keberadaan karbon ini juga dapat berasal dari sisa proses kalsinasi yang tidak maksimal dalam tahap pembuatan batu kapur yang merupakan bahan baku pembuatan kalsium karbid itu sendiri. Hal ini berarti apabila kedua proses tersebut dapat dilakukan secara lebih baik, maka tingkat kemurnian limbah las karbid yang dihasilkan akan bisa lebih tinggi dari nilai 50,28% sehingga dengan begitu akan meningkatkan potensinya untuk dimanfaatkan sebagai sumber bahan baku pembuatan larutan penyerap kalsium hidroksida. Tabel 4.1. Komposisi limbah las karbid (% berat basah) Parameter Sumber a b c Ca(OH) CaCO Mg(OH) SiO Al 2 O Fe 2 O Na 2 O P 2 O <0.01 Mineral lain 1 - Karbon (sebagai coke) Kandungan air TOTAL Sumber : a) United States Patent b) International Industrial Gas Ltd. c) Hasil analisa sampel limbah las karbid IV-4

5 Dalam proses karbonatasi mineral, senyawa yang paling berperan penting adalah senyawa alkali. Dengan memanfaatkan limbah sebagai bahan baku proses tersebut, maka alasan utama pemilihan sumber limbah adalah kandungan senyawa alkali di dalam limbah tersebut. Beberapa penelitian sudah pernah dilakukan dengan memanfaatkan jenis limbah lain sebagai bahan baku dari proses karbonatasi mineral ini antara lain debu kiln dari industri semen serta slag dari industri baja. Perbandingan komposisi antara kedua limbah tersebut dengan limbah las karbid yang digunakan dalam penelitian ini dapat dilihat pada Tabel 4.2. Komposisi utama yang harus diperhatikan diantara ketiga jenis limbah tersebut adalah kandungan senyawa alkalinya baik senyawa kalsium maupun magnesium. Pada Tabel 4.2 kita dapat melihat dari ketiga jenis limbah tersebut, persen komposisi terbesar adalah senyawa kalsium baik dalam bentuk kalsium hidroksida maupun kalsium oksida. Kandungan kalsium yang cukup besar ini disebabkan dalam proses penghasilnya memanfaatkan batu kapur baik secara langsung maupun produk olahan dari batu kapur tersebut (seperti kapur karbid). Batu kapur sendiri merupakan salah satu bahan baku industri yang tersedia dalam jumlah yang sangat besar di permukaan bumi dengan komposisi utamanya adalah senyawa kalsium dan magnesium (untuk jenis dolomite). Tabel 4.2. Perbandingan komposisi limbah las larbid dengan jenis limbah alkali lainnya Komposisi Limbah las karbid a)c) Debu kiln semen a)d) Slag baja b)e) Ca(OH) CaCO CaO Mg(OH) MgO SiO Al 2 O Fe 2 O Na 2 O P 2 O 5 < SO K 2 O IV-5

6 Komposisi Limbah las karbid a)c) Debu kiln semen a)d) Slag baja b)e) SrO Mn 2 O Mineral lain Karbon (sebagai coke) Kandungan air TOTAL Ket : a) Berat basah b) Berat kering Sumber : c) Hasil analisa limbah las karbid d) Deborah N. Huntzinger, D. N.: Carbon Dioxide Sequestration in Cement Kiln Dust Through Mineral Carbonation, 2006 e) Teir, S.: Reduction of CO 2 Emissions by Producing Calcium Carbonates from Calcium Silicates and Steelmaking Slag, 2006 Jika dibandingkan antara ketiga jenis limbah tersebut, komposisi senyawa alkali pada limbah las karbid sebesar 50,516% sedangkan untuk debu kiln semen dan slag baja berturut-turut adalah 30,91% dan 51,6%. Dengan perbandingan seperti itu bisa dikatakan limbah las karbid memiliki potensi yang sama atau bahkan lebih besar jika dibandingkan dengan debu kiln semen sebagai alternatif bahan baku senyawa alkali dalam proses karbonatasi mineral. Selain itu, disamping kandungan karbon yang cukup tinggi, sampel limbah las karbid relatif tidak memiliki pengotor lain yang cukup besar komposisinya. Pada debu kiln semen dan slag baja kita menemukan persen berat SiO 2 yang cukup tinggi jika dibandingkan pada limbah las karbid yang hanya sebesar 2,415%. Keberadaan unsurunsur lain dalam limbah harus diperhatikan apakah dapat mempengaruhi proses karbonatasi yang akan dilakukan dengan memanfaatkan limbah tersebut. Selain itu juga keberadaan unsur lain menjadi pertimbangan dalam pemilihan alternatif proses karbonatasi mineral yang akan dilakukan. Apabila unsur pengotor lain terdapat dalam variasi yang cukup besar dan jumlah yang cukup banyak (seperti pada debu kiln semen) maka proses karbonatasi mineral secara tidak langsung dengan terlebih dahulu mengekstraksi senyawa kalsium yang terdapat di limbah tersebut tidak dianjurkan karena akan timbul masalah dalam pengolahan materi pengekstraksi yang biasanya menggunakan asam dimana pada mendia pengekstraksi tersebut kemungkinan unsurunsur lain untuk terlarut di dalamnya cukup besar (Teir S., 2006). Hal inilah yang menyebabkan pada proses karbonatasi mineral dengan memanfaatkan limbah, metode IV-6

7 tidak langsung dengan terlebih dahulu mengekstraksi senyawa yang dibutuhkan jarang dilakukan. Setelah memutuskan proses karbonatasi mineral dilakukan dengan metode langsung, maka terdapat dua mekanisme yang dapat dipilih, mekanisme padatan atau larutan. Dalam kasus sampel limbah las karbid yang diambil, karena kandungan air yang cukup tinggi mencapai hampir 40% maka mekanisme padatan tidak mungkin dilakukan sehingga mekanisme yang dipilih adalah larutan. Dalam mekanisme larutan ini limbah las karbid akan dilarutkan terlebih dahulu kedalam air distilasi. Bisa dikatakan jika dibandingkan dengan kedua jenis limbah lainnya, pemanfaatan limbah las karbid cenderung lebih aman dari segi aspek lingkungan dikarenakan variasi komposisi yang tidak terlalu besar dan persen komposisi dari unsur-unsur lain selain senyawa kalsium dan magnesium juga tidak setinggi yang lainnya Analisa kelarutan limbah las karbid Konsentrasi ion Ca 2+ terlarut Selain dilakukan analisa komposisi limbah las karbid, dilakukan pula analisa kelarutan dari sampel limbah las karbid di dalam air distilasi. Hal ini perlu dilakukan dikarenakan proses karbonatasi mineral akan dilakukan dalam bentuk larutan dari limbah las karbid yang awalnya berbentuk semi padat (slurry). Dengan ketidakmurnian yang dimiliki oleh limbah las karbid tersebut, maka data kelarutan dari senyawa kalsium hidroksida murni tidak dapat digunakan sebagai patokan. Dengan dilakukan analisa kelarutan limbah las karbid, diharapkan dapat diperkirakan nilai kelarutan maksimum dari limbah las karbid tersebut pada air distilasi. Dalam analisa kelarutan ini, analisa yang dilakukan adalah analisa ion Ca 2+ terlarut serta analisa asidi-alkalinitas untuk mengetahui komposisi CO 2 terlarut, ion bikarbonat dan ion karbonat dari hasil pelarutan limbah las karbid tersebut. Analisa dibatasi hanya pada pengukuran konsentrasi ion Ca 2+ serta analisa asiditas-alkalinitas dikarenakan pada proses karbonatasi mineral nantinya diperkirakan senyawa yang berperan penting adalah kalsium hidroksida khususnya ion kalsium terlarut. Larutan limbah las karbid diperoleh dengan melarutkan sejumlah massa limbah las karbid ke dalam 100 ml air distilasi. Hasil dari analisa kelarutan limbah las karbid dapat dilihat pada Gambar 4.1. Analisa kelarutan dilakukan dengan melarutkan 13 variasi massa limbah las karbid dalam rentang yang cukup besar. Dari hasil pelarutan 13 variasi massa tersebut IV-7

8 diperoleh tampilan grafik seperti pada Gambar 4.1. Dapat dilihat pada gambar tersebut pada dua variasi massa terakhir, besarnya peningkatan ion Ca 2+ yang terlarut tidak terlalu signifikan dengan peningkatan jumlah limbah las karbid yang dilarutkan. Pada variasi ke-12, pelarutan limbah las karbid sebesar 8100,35 mg/100 ml air distilasi menghasilkan jumlah ion Ca 2+ terlarut sebanyak 1392,429 mg/l. Sedangkan untuk variasi terakhir, dengan melarutkan 10800,7 mg limbah las karbid kedalam 100 ml air distilasi diperoleh nilai ion Ca 2+ terlarut sebesar 1408,714 mg/l. Berdasarkan hal tersebut disimpulkan bahwa pada pelarutan 8100,35 mg limbah las karbid kedalam 100 ml air distilasi, jumlah ion Ca 2+ terlarut yang dapat diperoleh sudah optimum karena dengan melarutkan limbah las karbid dalam jumlah yang lebih banyak lagi ternyata memberikan hasil yang tidak terlalu signifikan mg/l sampel mg Limbah Las Karbid / 100 ml air distilasi mg Ca2+/L mg OH-/L mg CO3 2-/L Sumber : Hasil penelitian Gambar 4.1. Kelarutan limbah las karbid Selain untuk mengetahui tingkat kelarutan optimum dari limbah las karbid, dari analisa kelarutan kita dapat mengetahui proporsi dari Kalsium hidoksida yang terlarut dari keseluruhan kalsium hidroksida yang terdapat pada seluruh limbah las karbid yang dilarutkan. Dengan mengetahui proporsi ini, kita dapat mengetahui apakah seluruh dari kalsium hidroksida pada limbah las karbid terlarut ketika dilakukan penambahan 100 ml air distilasi. Perbandingan antara besarnya kalsium IV-8

9 hidroksida yang terlarut dengan kalsium hidroksida tersedia dari proses pelarutan limbah las karbid dapat dilihat pada Gambar 4.2. Pada Gambar 4.2. dapat dilihat bahwa sampai pada penambahan 2705 mg limbah las karbid kedalam 100 ml air distilasi, hampir seluruh kalsium hidroksida yang terdapat di dalam limbah las karbid tersebut terlarut. Berarti sampai batas 2705 mg, pelarutan limbah las karbid terjadi secara optimal. Hal ini dimungkinkan karena nilai kelarutan dari senyawa kalsium hidroksida jauh lebih besar jika dibandingkan dengan nilai kelarutan dari senyawa-senyawa lain yang terdapat pada limbah las karbid tersebut. Ketika sudah melewati nilai 2705 mg, perbandingan antara kalsium hidroksida terlarut dengan kalsium hidroksida yang terdapat pada limbah las karbid yang dilarutkan semakin kecil berarti semakin banyak kalsium hidroksida yang tidak terlarut. Hal ini dikarenakan proses pelarutan kalsium hidroksida dalam air dibatasi oleh nilai kelarutan maksimum dari kalsium hidroksida tersebut. Walaupun dengan variasi massa limbah las karbid yang lebih besar masih terlihat kenaikan konsentrasi kalsium hidroksida, namun proporsinya dengan kalsium hidroksida total yang dilarutkan semakin kecil. Akhirnya seperti yang terlihat pada Gambar 4.1. ketika dilarutkan limbah las karbid sebanyak 8100,35 mg dan mg dalam 100 ml air distilasi, banyaknya ion Ca 2+ terlarut yang terukur tidak jauh berbeda. mg/l Ca(OH) , mg Limbah Las Karbid / 1000 ml air distilasi Ca(OH)2 pada limbah las karbid Ca(OH)2 terlarut Sumber : Hasil penelitian Gambar 4.2. Proporsi kalsium hidroksida terlarut dengan total kalsium hidroksida pada limbah las karbid IV-9

10 Merujuk pada Tabel 2.7, nilai teoritis kelarutan maksimun dari kalsium hidroksida dalam air murni untuk temperatur 25 C diperoleh sekitar 1,57 g/l. Nilai ini diperoleh dari hasil interpolasi dari grafik kelarutan maksmimum kalsium hidroksida pada variasi temperatur yang dapat dibentuk dari data-data pada tabel tersebut. Pada tabel tersebut dapat dilihat bahwa kelarutan dari kalsium hidroksida menurun seiring dengan peningkatan temperatur. Jika dibandingkan dengan nilai kelarutan maksimum, maka hasil analisa kelarutan maksimum limbah las karbid sebesar 1,39 1,4 g ion Ca 2+ terlarut / L air distilasi (sebanding dengan 2,58 2,6 g/l Ca(OH) 2 ) jauh melampaui batas kelarutan maksimum dari kalsium hidroksida. Ada beberapa hal yang diperkirakan menjadi penyebab hal tersebut, pertama ketika dilakukan pelarutan limbah las karbid terdapat senyawa-senyawa lain yang mungkin saja ikut terlarut dalam air distilasi tersebut. Menurut teori sebagian besar dari senyawa garam dapat meningkatkan kelarutan dari Ca(OH) 2 sekitar 10-15% pada larutan dengan 0,1-0,2% garam (Boynton, 1966). Selain keberadaan beberapa garam, beberapa jenis senyawa seperti K 2 O dan Na 2 O juga dapat meningkatkan kelarutan dari Kalsium hidroksida dalam air hingga 7% (Boynton, 1966). Nilai kelarutan kalsium hidroksida diperoleh dari hasil analisa kesadahan kalsium. Pada analisa kesadahan kalsium, nilai yang diperoleh adalah banyaknya ion kalsium terlarut dalam sampel yang dianalisa (dalam mg/l CaCO 3 ). Dari nilai jumlah ion Ca 2+ terlarut inilah kemudian dikonversikan ke dalam nilai kalsium hidroksida terlarut dalam sampel. Ketika dilakukan konversi, berarti diasumsikan keseluruhan ion Ca 2+ berasal dari kalsium hidroksida terlarut. Pada kenyataanya, mungkin saja ion Ca 2+ tersebut berasal dari senyawa kalsium lain yang terdapat dalam limbah las karbid dan juga ikut terlarut seperti CaO dan CaSO 4. Hal ini juga dapat menjadi salah satu penyebab mengapa konsentrasi dari kalsium hidroksida pada larutan limbah las karbid bisa lebih tinggi dari nilai maksimum teoritisnya. Hal ini dapat terlihat dari hasil analisa perbandingan mol kation dan anion dari proses pelarutan limbah las karbid. Dari hasil perbandingan pada Gambar 4.3. dapat terlihat bahwa dari seluruh mol Ca 2+ yang terlarut di dalam air, hanya sebagian saja yang kemungkinan berasal dari senyawa kalsium hidroksida, sedangkan sebagian lainya berasal dari senyawa kalsium lainya. Dapat dilihat pula bahwa secara perhitungan terdapat ion Ca 2+ terlarut yang berasal dari kalsium karbonat, sedangkan dari hasil analisa komposisi limbah las karbid tidak ditemukan kalsium karbonat. Kalsium karbonat ini kemungkinan berasal IV-10

11 dari hasil reaksi antara kalsium hidroksida yang terdapat dalam limbah las karbid dengan CO 2 yang berada di atmosfer ketika dilakukan proses pelarutan mol / L mg limbah las karbid/ 1000 ml air distilasi Ca 2+ total Ca(OH)2 CaCO3 Ca( ) Sumber : Hasil penelitian Gambar 4.3. Perbandingan mol untuk setiap senyawa kalsium dari proses pelarutan limbah las karbid Namun walaupun ternyata proporsi dari kalsium hidroksida bukan yang terbesar, unsur yang memainkan peranan penting dalam proses karbonatasi mineral nantinya adalah ion Ca 2+ terlarut, sedangkan kalsium hidroksida hanya salah satu sumber dari keberadaan ion Ca 2+ terlarut tersebut. Keberadaan ion Ca 2+ terlarut ini selain berasal dari kalsium hidroksida, bisa berasal dari kalsium oksida, kalsium karbonat dan senyawa kalsium lainya yang mungkin saja terdapat dalam limbah las karbid tersebut walaupun mungkin dalam jumlah yang relatif kecil. Untuk lebih jelasnya nilai kelarutan dari beberapa senyawa yang terdapat pada limbah las karbid disajikan pada Tabel 2.6. Pada Tabel 2.6. dapat dilihat nilai molaritas dari senyawa kalsium hidroksida relatif lebih besar dibandingkan beberapa senyawa lain yang terdapat di limbah las karbid yaitu sebesar 1,26 x 10-2 M atau dengan nilai kelarutan sebesar 1,57 g/l. Berdasarkan hal tersebut kita dapat mengasumsikan bahwa ketika dilakukan pelarutan limbah las karbid dilarutkan, maka senyawa yang akan terlebih dahulu terlarut atau yang terlarut dalam proporsi paling besar adalah senyawa kalsium hidroksida. Namun apabila terdapat senyawa kalsium selain kalsium hidroksida, dalam hal ini kalsium IV-11

12 sulfat maka terdapat kemungkinan bahwa ion Ca 2+ yang terlarut tersebut sebagian berasal dari kalsium sulfat yang terlarut. Hal ini dimungkinkan karena nilai kelarutan dari kalsium sulfat lebih besar di air jika dibandingkan dengan nilai kelarutan kalsium hidroksida. Tidak dilakukannya analisa parameter sulfat dalam limbah las karbid menyebabkan perkiraan komposisi kalsium sulfat pada sampel limbah las karbid tidak dapat dilakukan. Jika memang terdapat senyawa kalsium sulfat pada limbah las karbid tersebut, kemungkinan besar berasal pemanfaatan batu bara dari proses pembuatan kapur karbid. Senyawa dari unsur lainnya yang memiliki kelarutan lebih besar dari kalsium hidrosksida hanya natrium oksida yang di dalam air akan membentuk natrium hidroksida yang terlarut. Natrium hidroksida ini nantinya juga dapat bereaksi dengan CO 2 membentuk Natrium karbonat menurut reaksi : 2NaOH + CO 2 Na 2 CO 3 + H 2 O (3) ph dan kelarutan limbah las karbid Selain terlihat dari jumlah ion Ca 2+, peningkatan jumlah kalsium hidroksida yang terlarut dari pelarutan limbah las karbid juga dapat terlihat dari peingkatan derajat keasaman (ph) larutan. Hal ini dikarenakan kalsium hidroksida merupakan jenis basa kuat, dengan begitu sedikit saja penambahan kalsium hidroksida pada air distilasi yang ph-nya relatif netral, akan segera meningkatkan ph dari air tersebut. Pada Gambar 4.4. dapat dilihat bahwa pada data-data kelarutan awal, peningkatan ph berbanding lurus dengan peningkatan jumlah ion Ca 2+ terlarut dalam larutan. Hal tersebut menunjukan bahwa baik nilai ph maupun jumlah ion Ca 2+ terlarut pada larutan sangat dipengaruhi oleh banyaknya limbah las karbid yang dilarutkan sebagai sumber dari unsur alkali dalam hal ini kalsium. Namun ternyata untuk data-data penambahan massa limbah las karbid sebesar 2,7; 5,4 dan 10,8 garam, terjadi penurunan nilai ph dari kecenderungan yang terjadi. Kemungkinan besar hal ini dikarenakan pengukuran dari keseluruhan data ph tersebut tidak dilakukan pada waktu yang sama, sehingga terjadi ketidak akuratan dalam pembacaan nilai ph. Ketidakakuratan disini dapat disebabkan oleh kurang terkalibrasinya ph meter yang digunakan pada saat pengukuran data ph untuk variasi tersebut. Kalibrasi ph meter memang tidak dilakukan setiap saat akan digunakan untuk pengukuran, namun dilakukan secara periodik. IV-12

13 ph Massa Limbah Las Karbid (mg/100 ml sampel) ph mg/l Ca2+ mg/l Ca2+ Sumber : Hasil penelitian Gambar 4.4. Pengaruh variasi massa limbah las karbid terhadap ph akhir larutan serta jumlah ion Ca 2+ Nilai ph yang mencapai lebih besar dari 12 dapat menjadi indikasi baik kalsium hidroksida maupun senyawa kalsium lain yang terdapat di limbah las karbid tersebut membentuk kalsium hidroksida dalam fasa larutanya. Dapat dianggap demikian karena berdasarkan analisa komposisi, senyawa yang memiliki potensi untuk menciptakan suasana basa ketika limbah las karbid tersebut dilarutkan adalah kalsium hidroksida. Selain itu berdasarkan teori, larutan jenuh kalsium hidroksida murni dapat mencapai ph 12,53 pada temperatur 25 C (Boynton, 1966). Jika kita menbandingkan nilai ph larutan kalsium hidroksida yang diperoleh dari pelarutan limbah las karbid dengan ph dari larutan kalsium hidroksida murni untuk berbagai variasi konsentrasi pada temperatur 25 C, akan diperoleh hasil seperti yang terlihat pada Gambar 4.5. IV-13

14 ph Ca(OH) 2 (g/l) teoritis (a) hasil penelitian(b) Sumber : (a) Boynton, Robert S.: Chemistry and Technology of Lime and Limestone, 1966 (b) Hasil penelitian Gambar 4.5. Perbandingan ph larutan kalsium hidroksida murni dan larutan limbah las karbid dalam berbagai variasi konsentrasi pada temperatur 25 C. Berdasarkan Gambar 4.5. dapat dilihat bahwa untuk nilai-nilai yang dapat dibandingkan, ph larutan limbah las karbid cenderung selalu lebih rendah jika dibandingkan dengan ph larutan kalsium hidroksida murni. Hal yang dicurigai menjadi penyebab dari fenomena ini adalah keberadaan garam-garam yang ketika bereaksi dengan air menghasilkan asam dan basa. Asam yang dihasilkan ini kemudian sedikit memberikan efek menetralkan kalsium hidroksida terlarut. Dikarenakan kalsium hidroksida adalah basa kuat kemungkinan besar garam yang dimaksud adalah garam yang terbentuk dari asam kuat serta cenderung terlarut di dalam air. Hal ini dikarenakan dengan komposisinya yang jauh lebih kecil jika dibandingkan dengan komposisi kalsium hidroksida, namun sudah dapat memberikan efek menurunkan ph. Namun jika melihat analisa komposisi dari limbah las karbid, senyawa yang kemungkinan besar dapat memberikan sifat asam ketika limbah las karbid tersebut dilarutkan ke dalam air adalah phospat pentoksida yang ketika terlarut di dalam air akan membentuk H 3 PO 4 menurut reaksi : P 4 O H 2 O 4H 3 PO 4 (4) IV-14

15 Tapi karena asam yang terbentuk adalah asam lemah, maka dibutuhkan phospat pentoksida dalam jumlah yang cukup banyak agar dapat menurunkan ph dari larutan limbah las karbid, sedangkan dari analisa komposisi diketahui persen massa dari senyawa ini sangat kecil (kurang dari 0,01%). Hal ini berarti terdapat senyawa lain yang dapat sedikit menekan nilai ph dari larutan penyerap yang dibuat dari limbah las karbid. Apabila asumsi bahwa dalam limbah las karbid tersebut terdapat kalsium sulfat (CaSO 4 ), jka memang terdapat kalsium sulfat dalam limbah las karbid tersebut, maka terjadinya penurunan nilai ph dari nilai teoritisnya dapat dijelaskan dengan pembentukan asam sulfat ketika kalsium sulfat tersebut terlarut. Keberadaan asam sulfat akan dapat sedikit menetralkan suasana basa yang diciptakan oleh terlarutnya kaslium hidroksida. Namun dikarenakan tidak dilakukanya pengukuran parameter sulfat dalam larutan limbah las karbid, dugaan ini tidak dapat dibuktikan sehingga mungkin saja terdapat faktor lain yang dapat menyebabkan terjadinya penurunan ph dari larutan limbah las karbid tersebut. Rekapitulasi data hasil analisa kelarutan limbah las karbid dapat dilihat pada Tabel 4.3. Tabel 4.3. Rekapitulasi hasil analisa kelarutan limbah las karbid dalam 100 ml air distilasi (25 C) Massa Limbah Las Karbid CaCO 3 mg/l ph Mg/100 ml sampel mg/l sampel (mg/l) Ca 2+ 2 (mg/l) (25 C) Sumber : Hasil penelitian IV-15

16 4.4. Emisi CO 2 Dari Unit CO 2 Removal Pada penelitian ini, sumber emisi gas CO 2 berasal dari unit CO 2 removal PT Pertamina EP Region Jawa field Cilamaya. Alasan pemilihan sumber emisi CO 2 dari unit CO 2 removal ini dikarenakan secara teoritis konsentrasi gas CO 2 dari unit ini akan sangat tinggi (> 90%), selain itu setelah melewati unit reflux drum maka temperatur gas CO 2 akan turun hingga mendekati temperatur kamar serta tekanannya tidak terlalu besar. Setelah melewati unit reflux drum, temperatur gas buang unit CO 2 removal akan turun menjadi 28,89 C dengan tekanan sebesar 8 psi (0,544 atm). Dengan proses karbonatasi mineral yang dilakukan pada kondisi standar (1 atm, 25 C) diharapkan tidak terjadi perubahan komposisi dan karakteristik gas yang terlalu signifikan selama proses penelitian dilakukan. Pada unit CO 2 removal, CO 2 yang terdapat pada flue gas disisihkan dengan menggunakan suatu pelarut/absorbent Methylethylamine (MEA). Ketika terjadi kontak antara flue gas dengan MEA tersebut, gas CO 2 akan bereaksi dengan amine. Setelah terjadi proses penyisihan CO 2, tahap selanjutnya adalah proses regenerasi MEA dengan cara pemanasan. Ketika terjadi proses pemanasan tersebut, gas CO 2 dengan tingkat kemurnian yang cukup tinggi akan terlepas dari senyawa amine (MEA). Senyawa amine yang sudah terbebas dari gas CO 2 kemudian digunakan kembali dalam proses penyisihan gas CO 2 dari flue gas. Pada unit CO 2 removal di field Cilamaya ini, CO 2 yang sudah dipisahkan dari senyawa amine lalu dimasukan ke dalam unit reflux drum untuk didinginkan lalu sebagian dialirkan ke dalam kompressor untuk dimampatkan. CO 2 yang sudah dimampatkan tersebut kemudian dimanfaatkan oleh sebuah industri bahan kimia sebagai bahan baku gas CO 2. Gas CO 2 yang tidak dialirkan ke dalam kompresor akan dilepaskan ke atmosfer. Pada Tabel 4.4. dapat dilihat banyaknya gas CO 2 yang dihasilkan tiap harinya serta proporsi antara yang dimanfaatkan serta dlepaskan ke atmosfer. Jika dilihat data pada Tabel 4.4. banyaknya gas CO 2 yang dilepas ke atmosfer memang lebih sedikit jika dibandingkan dengan yang dimanfaatkan untuk keperluan industri. Hal ini sudah merupakan suatu langkah maju di bidang pengelolaan emisi gas CO 2 mengingat karakteristik gas CO 2 yang merupakan salah satu Gas Rumah Kaca utama penyebab fenomena pemanasan global yang terjadi saat ini. Pemanfaatan oleh sektor industri memungkinkan dikarenakan konsentrasi CO 2 yang sangat tinggi pada gas buang dari unit CO 2 removal tersebut. IV-16

17 Tabel 4.4. Rekapitulasi gas Keterangan MSCFD Gas Produksi 9581,61 Gas masuk CO 2 removal 8790,01 Gas keluar CO 2 removal 6122,07 CO 2 hasil penyisihan unit CO 2 removal 2667,94 Pemanfaatan CO 2 untuk sektor industri 1846,12 CO 2 ke atmosfer 821,82 Keterangan : MSCFD = Milion Standard Cubic Feet per Day Sumber : Laporan harian Gas Plant field Cilamaya (tanggal 27 Desember 2007) Data komposisi gas buang unit CO 2 removal dapat dilihat pada Tabel 4.5. Pengukuran komposisi gas dilakukan dengan menggunakan auto emission analyzer yang menerapkan prinsip non-dispersive infrared absorption (NDIR) untuk HC/CO/CO 2. Tabel 4.5. Komposisi gas buang unit CO 2 removal Sumber : Komposisi % Volume CO - HC 0,1 CO Senyawa lain hingga 100% Hasil Pengukuran Data pengukuran dengan Auto Emission Analyzer inilah yang nantinya akan dijadikan data perhitungan dalam penelitian karbonatasi mineral. Tidak digunakannya data komposisi dari laboratorium Gas Plant field Cilamaya untuk tujuan konsistensi pengggunaan metode analisa dalam pengukuran konsentrasi gas CO 2 selama penelitian karena penurunan konsentrasi gas CO 2 selama dilakukannya proses karbonatasi mineral akan diukur dengan auto emission analyzer yang sama. Berdasarkan hasil pengukuran diperoleh nilai konsentrasi gas CO 2 sebesar 90,5167 % volume. Nilai ini diperoleh dari hasil perhitungan terhadap sampel gas yang telah diencerkan. Pengenceran harus dilakukan karena keterbatasan dari auto emission analyzer yang hanya dapat membaca konsentrasi CO 2 maksimal sebesar 20% volume. Pengenceran dilakukan dengan udara ambien. Dikarenakan gas CO 2 juga terdapat di udara ambien, oleh karena itu terlebih dahulu harus dilakukan pengukuran konsentrasi CO 2 di udara ambien. Mekanisme pengenceran dapat dilihat lebih jelas pada Gambar 4.6. Pengukuran konsentrasi gas CO 2 dilakukan setiap akan IV-17

18 dilakukan penelitian untuk menjaga apabila terjadi perubahan konsentrasi CO 2 pada sampel gas. Dari hasil pengukuran tersebut diperoleh nilai yang tidak terlalu berbeda jauh, sehingga untuk perhitungan digunakan nilai 90,5167%. Q 1, C 1 Q 1 : Debit gas sampel : 12 ml/menit C 1 : Konsentrasi CO 2 di gas Sampel (%) Q 3, C 3 Q 2, C 2 Auto Emission Analyzer Q 2 : Debit gas pengencer (udara ambien) = Q 3 Q 1 : 3488 ml/menit C 2 Q 3 C 3 : Konsentrasi CO 2 di gas pengencer : 0,1 % (nilai ini diatas konsentrasi rata-rata CO 2 di ambien, tapi masih di bawah standar indoor air quality sebesar 0,5%, IPCC 2000) : Debit hisapan auto emission analyzer : 3500 ml/menit : Konsentrasi CO 2 terbaca rata-rata di auto emission analyzer untuk durasi pengukuran selama Gambar 4.6. Skema pengukuran konsentrasi gas CO 2 dengan pengenceran Perhitungan konsentrasi gas CO 2 sebagai berikut: Berdasarkan kesetimbangan : Q 1 C 1 + Q 2 C 2 = Q 3 C 3 C 1 = (Q 3 C 3 Q 2 C 2 ) / Q 1 ( 3500 ml/mnt x 0,41%) (3488 ml/mnt x 0,1%) 12 ml/mnt = 90,5167 % 4.5. Penelitian Pendahuluan Tujuan dari penelitian pendahuluan ini adalah untuk memastikan terlebih dahulu dapat terjadinya penyisihan gas CO 2 pada larutan yang terbuat dari limbah las karbid. Pada penelitian pendahuluan ini, gas CO 2 yang direaksikan berasal dari emisi kendaraan bermotor. Spesifikasi dari kendaraan bermotor yang dijadikan sumber emisi tersebut dapat dilihat pada Lampiran E. Sedangkan limbah las karbid yang digunakan sama dengan limbah las karbid yang akan digunakan dalam penelitian inti. Selain tujuan tersebut, penelitian pendahuluan ini juga dimaksudkan untuk mempersiapkan rangkaian reaktor karbonatasi mineral IV-18

19 Sebelum dilakukan penelitian dengan gas emisi tersebut, terlebih dahulu dilakukan analisa konsentrasi dari beberapa parameter gas yang diperkirakan terkandung pada emisi kendaraan tersebut. Tabel 4.6. menunjukan hasil analisa dari gas emisi tersebut serta metode / alat yang digunakan. Dari hasil pengukuran terhadap komposisi emisi kendaraan bermotor di atas, dapat dilihat konsentrasi gas CO 2 pada emisi tersebut sekitar 46,28 % volume. Dikarenakan nilai konsentrasinya yang diatas 20%, maka sama halnya dengan pengukuran konsentrasi CO 2 pada sampel gas CO 2 removal, dalam pengukuran konsentrasi CO 2 pada gas emisi kendaraan tersebut juga dilakukan pengenceran gas. Tabel 4.6. Hasil pengukuran komposisi emisi kendaraan bermotor Sumber : Parameter Kons.(ppm) Kons.(%) Metoda CO Rieken Portable HC Auto Emission Analyzer CO Auto Emission Analyzer NO Rieken Portable NO Rieken Portable SO Rieken Portable Hasil Pengukuran Selanjutnya gas emisi ini akan dialirkan kedalam larutan yang terbuat dari limbah las karbid untuk mengetahui apakah akan terjadi reaksi karbonatasi antara gas CO 2 yang terdapat pada emisi gas dengan kalsium hidroksida yang terdapat pada larutan limbah las karbid. Indikasi terjadinya reaksi karbonatasi mineral ini adalah perubahan warna pada larutan limbah las karbid menjadi putih keruh. Larutan penyerap limbah las karbid yang digunakan dalam penelitian pendahuluan ini dibuat dengan melarutkan 0,271 gram limbah las karbid kedalam 100 ml air distilasi. Selain dialirkan kedalam larutan dari limbah las karbid, gas emisi kendaraan bermotor tersebut juga dialirkan ke dalam air distilasi sebagai kontrol (blanko) dengan volume yang sama yaitu 100 ml. Tujuan dialirkan ke dalam air distilasi ini adalah untuk mengetahui seberapa besar pengaruh terlarutnya gas emisi CO 2 terhadap penurunan emisi dan sebagai dasar pembanding seberapa besar signifikansi dimanfaatkanya limbah las karbid dalam penurunan emisi CO 2. Secara teoritis, kapasitas penyisihan pada larutan limbah las karbid baik yang disaring maupun tidak disaring seharusnya lebih tinggi. Perbandingan mekanisme IV-19

20 penyisihan gas CO 2 untuk larutan blanko dan larutan penyerap dapat dilihat lebih jelas pada Tabel 4.7 (a) dan (b). Pada tabel tersebut dapat dilihat bahwa untuk larutan blanko, mekanisme penysisihan CO 2 yang terjadi hanyalah pelarutan gas CO 2 ke dalam air sehingga akan terjadi penysihan CO 2 walaupun dalam jumlah yang tidak terlalu besar. Sedangkan pada larutan penyerap limbah las karbid, mekanisme penyisihan tersebut juga dilengkapi dengan reaksi kimia antara gas CO 2 terlarut dengan ion-ion alkali yang terdapat di dalam larutan penyerap yang umumnya adalah ion Ca 2+. Dengan kombinasi mekanisme penyisihan tersebut, secara teoritis maka tingkat penyisihan pada larutan penyerap akan lebih tinggi jika dibandingkan pada blanko. Reaksi absorpsi dimana gas emisi tidak hanya berdifusi ke dalam abosrbernya, tetapi dilanjutkan dengan reaksi kimia antara gas emisi tersebut dengan senyawa yang terdapat di dalam larutan penyerapnya biasanya dikenal sebagai proses absorpsi dengan reaksi kimia Tabel 4.7.(a) Mekanisme penyisihan gas CO 2 pada blanko Sebelum reaksi Input Setelah reaksi H +, OH - CO 2 (g) CO 2 (aq), H 2 CO 3, HCO 3 -, CO 3 2-, dan ion-ion lain Sebelum reaksi Tabel 4.7.(b) Mekanisme penyisihan gas CO 2 pada larutan penyerap Setelah reaksi Input Komponen CO 2 Komponen ion terlarut alkali terlarut Endapan karbonat H +, OH -, Ca 2+, Mg 2+ & Na + (sedikit) CO 2 (g) CO 2 (aq), H 2 CO 3, HCO 3 -, CO 3 2-,, dan ion-ion lain Ca 2+, Mg 2+, dan ionion lain CaCO 3, MgCO 3 &Na 2 CO 3 (sedikit) Pada penelitian pendahuluan dan penelitian inti, terdapat batasan operasi dimana proses karbonatasi mineral dilakukan sampai batas CO 2 di outlet reaktor mencapai konsentrasi 20%. Hal ini dikarenakan mempertimbangkan daya pengukuran maksimun dari Auto Emission Analyzer yang memiliki batas maksimum pengukuran CO 2 sebesar 20% volume. Hasil dari percobaan pengaliran gas emisi kendaraan bermotor kedalam larutan penyerap limbah las karbid dibandingkan dengan air distilasi dapat dilihat pada Gambar 4.7. Yang dimaksud dengan durasi dalam gambar tersebut adalah waktu yang dibutuhkan untuk mencapai konsentrasi CO 2 di IV-20

21 outlet reaktor sebesar 20%. Setiap penelitian dilakukan pada temperatur 25 C dan tekanan 1 atm dengan debit aliran udara sebesar 1,759 Lpm. Dari Gambar 4.7. di bawah dapat terlihat bahwa air juga memiliki kemampuan untuk menyerap gas CO 2. Namun dapat dilihat pula bahwa air akan cepat jenuh oleh gas CO 2 tersebut sehingga akan terjadi penurunan absorpsi gas yang cukup signifikan dalam selang waktu yang lebih singkat. Sedangkan pada Gambar 4.7. tersebut juga dapat dilihat bahwa walaupun tingkat absorpsi dari larutan limbah las karbid tanpa saring tidak setinggi tingkat absorpsi dari air, namun proses penyisihan gas CO 2 dapat berlangsung lebih lama dengan tingkat penyisihan yang relatif lebih stabil. Apabila dilihat pola grafiknya, pada detik-detik awal terjadi penurunan efisiensi penyisihan gas CO 2 yang cukup signifikan pada larutan limbah las karbid. Hal tersebut kemungkinan dikarenakan keberadaan limbah las karbid tidak terlarut dalam bentuk slurry yang sedikit menghambat terciptanya turbulensi di dalam larutan. Namun setelah terjadi penurunan efisiensi di awal, sempat terjadi peningkatan efisiensi lalu kemudian efisiensi penyisihan gas CO 2 mengalami penurunan yang relatif lebih stabil dan bertahap jika dibandingkan pada larutan blanko. Rekapitulasi dari hasil pelaksanaan penelitian ini dapat dilihat pada Tabel 4.8. Efisiensi penyisihan (%) durasi (detik) Blanko Larutan LLK tanpa saring Keterangan : LLK : Limbah las karbid Sumber : Hasil penelitian Gambar 4.7. Perbandingan efisiensi penyisihan gas CO 2 pada larutan limbah las karbid tanpa saring dan air distilasi sebagai blanko IV-21

22 Berdasarkan hasil penelitian pada Tabel 4.8. dapat dilihat bahwa penambahan limbah las karbid kedalam 100 ml air distilasi dapat memperpanjang waktu reaksi antara larutan tersebut dengan gas CO 2 hingga mencapai konsentrasi CO 2 di outlet reaktor sebesar 20%. Untuk kapasitas penyerapannya sendiri, sebagaimana yang terlihat pada Tabel 4.8., Walaupun ternyata dengan penambahan limbah las karbid, besarnya peningkatan penyerapan gas CO 2 tidak terlalu signifikan, hanya sekitar 26,7%. Namun peningkatan kapasitas penyerapan sebesar 26,7% ini dihasilkan oleh larutan limbah las karbid dengan penambahan massa yang relatif kecil dibandingkan dengan variasi penambahan massa yang dilakukan dalam peneltian inti, yaitu hanya sebesar 0,271 gram dalam 100 ml air distilasi dengan jumlah ion Ca 2+ terlarut sebesar 619,875 mg/l. Dengan hasil analisa kelarutan dimana masih didapatkan peningkatan jumlah ion Ca 2+ untuk variasi massa limbah las karbid yang lebih besar, berarti masih besar kemungkinan diperoleh peningkatan kapasitas penyerapan gas CO 2 yang cukup signifikan. Pada penelitian pendahuluan ini, dialkuakn juga beberapa variasi lainya, namun dikarenakan ketidaksamaan debit aliran gas, maka hasil dari penelitian tersebut tidak dapat dibandingkan dengan kedua variasi diatas. Tabel 4.8. Hasil penelitian dengan larutan penyerap limbah las karbid tanpa saring dan blanko CO 2 total (g) durasi (detik) Blanko Larutan limbah las karbid tanpa saring Sumber : Hasil perhitungan (Lampiran F) IV-22

23 4.6. Penelitian Inti Pada pelaksanaan penelitian inti ini, dilakukan beberapa variasi untuk melihat pengaruh dari masing-masing variasi tesebut terhadap proses karbonatasi mineral. Pada Tabel 4.9. dapat dilihat keseluruhan variasi yang dilakukan dalam penelitian ini. Sebagai kontrol, untuk setiap variasi debit dilakukan pengaliran gas emisi CO 2 ke dalam rangkaian reaktor karbonatasi mineral dimana pada fritted bubbler impinger hanya diisi dengan air distilasi murni. Hal ini bertujuan sebagai pembanding penyisihan gas CO 2 pada air murni. Tabel 4.9. Variasi dalam penelitian karbonatasi mineral emisi CO 2 Massa limbah las karbid (mg/100 ml) 2,7 5,4 8,1 10,8 Penyaringan Debit (Lpm) Saring 1,292 Tanpa saring 1,292 Saring 1,292 Tanpa saring 1,292 Saring 0,496 dan 1,292 Tanpa saring 0,496 dan 1,292 Saring 0,496 dan 1,292 Tanpa saring 0,496 dan 1,292 Variasi penambahan massa limbah las karbid bertujuan untuk mendapatkan variasi konsentrasi ion Ca 2+ terlarut dalam larutan penyerap yang akan direaksikan dengan gas emisi CO 2. Karena pada proses karbonatasi mineral nantinya diharapkan terjadi reaksi antara gas CO 2 yang terlarut dengan ion Ca 2+, maka diharapkan akan dapat diperoleh korelasi antara banyaknya ion Ca 2+ terlarut dengan total gas CO 2 yang diserap. Sedangkan perlakuan dengan penyaringan serta tanpa penyaringan bertujuan untuk memperoleh karakteristik fisik yang berbeda antara larutan yang disaring dengan yang tidak disaring. Ketika larutan disaring, maka jumlah ion Ca 2+ yang terdapat dalam larutan tersebut hanya dalam bentuk terlarut saja, sedangkan pada larutan yang tidak disaring keseluruhan unsur kalsium yang terdapat pada limbah las karbid yang ditambahkan akan tetap berada dalam larutan penyerap tersebut. Walaupun ketika tidak disaring, fraksi limbah las karbid yang tidak terlarut akan mengendap di bagian bawah larutan, namun diharapkan ketika dilakukan reaksi karbonatasi mineral endapan tersebut akan teraduk dikarenakan turbulensi yang IV-23

24 disebabkan oleh aliran gas yang mengalir masuk dari bagian bawah fritted bubler impinger. Dalam proses absorpsi gas dengan mekanisme dispersi, aliran gas yang akan direaksikan sangat mempengaruhi jalannya reaksi. Hal ini dikarenakan besarnya aliran gas menentukan pembentukan gelembung didalam kolom absorpsi, selain itu aliran gas yang lebih lambat juga memberikan waktu kontak yang lebih lama antara gas yang akan direaksikan dengan larutan penyerapnya. Pada penelitian tugas akhir ini dilakukan dua variasi aliran gas yang dioperasikan pada variasi massa limbah las karbid 8,1 gram serta 10,8 gram Kesetimbangan CO 2 terlarut Pada proses karbonatasi mineral emisi CO 2, tahapan pertama yang terjadi adalah proses terlarutnya gas CO 2 ke dalam air. Proses pelarutan CO 2 di air melalui beberapa tahap mekanisme reaksi yang melibatkan gas dan CO 2 terlarut, asam karbonat (H 2 CO 3 ), ion bikarbonat (HCO 3 ) dan ion karbonat (CO 2 3 ). Sebagaimana diketahui, ketiga bentuk diatas dan termasuk juga CO 2 merupakan penyebab utama dari alkalinitas air. Tahapan reaksi dapat dilihat di bawah ini: CO 2 (g) CO 2 (aq) (5a) CO 2 (aq) + H 2 O H 2 CO 3 (aq) H + + HCO - 3 (aq) (5b) HCO - 3 (aq) H + + CO 2-3 (aq) (5c) Berdasarkan tahapan reaksi di atas jelas terlihat bahwa karbon dioksida dan tiga bentuk terlarutnya merupakan bagian dari suatu sistem yang memiliki kesetimbangan karena melibatkan ion HCO - 3. Pada Gambar 2.4. dapat dilihat hubungan antara karbon dioksida dan tiga bentuk alkalinitas lainnya lainnya di air dengan alkalinitas total sebesar 1 mol dalam rentang ph Merujuk pada Gambar 2.4. dapat dilihat kondisi dimana komposisi utama dari sistem tersebut adalah ion karbonat terjadi pada rentang nilai ph diatas 10. Hal ini berarti, rentang nilai ph yang optimal untuk terjadinya proses karbonatasi mineral yang diharapkan adalah pada nilai ph tersebut. Pada awal proses karbonatasi mineral, larutan berada pada nilai ph diatas 12 sebagai akibat dari pelarutan limbah las karbid, dengan direaksikannya larutan limbah las karbid tersebut dengan gas emisi CO 2, ph larutan akan mengalami penurunan. IV-24

25 Besarnya penurunan nilai ph ini dipengaruhi oleh konsentrasi awal kalsium hidroksida pada larutan limbah las karbid serta waktu pengaliran gas CO 2. Adanya perubahan nilai ph ini disebabkan adanya perubahan konsentrasi CO 2 dalam sistem yang terus-menerus ditambahkan sehingga menyebabkan pergeseran kesetimbangan yang menjadi penyebab terjadinya perubahan nilai ph. Jika melihat perubahan ph larutan pada awal reaksi dan akhir reaksi yang cukup signifikan, hal ini memungkinkan telah terjadinya perubahan komposisi utama antara gas CO 2 dan ketiga komponen lainya didalam larutan tersebut. Tabel menunjukan penurunan nilai ph untuk setiap variasi masa limbah las karbid untuk dua variasi debit yang dilakukan. Sebagai pembanding, untuk masing-masing variasi debit juga disertakan penurunan nilai ph pada larutan kontrol. Penurunan nilai ph hanya dapat diamati pada larutan limbah las karbid dengan penyaringan. Hal ini karena pada larutan limbah las karbid tanpa penyaringan, pembacaan ph akan menjadi kurang akurat dikarenakan keberadaan fraksi massa limbah las karbid yang tidak terlarut. Tabel menunjukan hampir semua variasi larutan mengalami penurunan ph dari yang awalnya berkisar 12 menjadi nilai antara 6,5 7,5. Dari Tabel dapat terlihat bahwa untuk masing-masing variasi debit, peningkatan penambahan massa limbah las karbid ke dalam larutan dapat memperlambat proses penurunan ph. Hal ini dapat terlihat bahwa untuk nilai ph awal dan akhir yang tidak terlalu jauh berbeda untuk masing-masing variasi, waktu yang dibutuhkan untuk mencapai nilai ph tersebut relatif lebih lama untuk larutan dengan massa limbah las karbid yang lebih besar. Hal ini dikarenakan pada larutan dengan massa limbah las karbid yang lebih tinggi, terdapat lebih banyak senyawa basa, dalam hal ini kalsium hidroksida, di dalam larutan yang dapat bereaksi dengan CO 2 terlarut dan mencegah penurunan nilai ph yang lebih cepat. Kalaupun terdapat perbedaan nilai ph itu tidak terlalu besar perbedaanya dan dapat dijelaskan bahwa waktu reaksi yang lebih lama akan memberikan nilai ph akhir yang cenderung lebih rendah karena semakin banyak gas CO 2 yang bereaksi. Selain pengaruh penambahan massa limbah las karbid, penurunan nilai ph juga dipengaruhi oleh debit aliran, untuk debit aliran yang lebih rendah penurunan nilai ph cenderung terjadi lebih lama, hal ini tentu saja dengan debit yang lebih rendah, maka waktu yang dibutuhkan untuk mencapai jumlah CO 2 tertentu dalam larutan akan lebih lama jika dibandingkan dengan debit yang lebih tinggi. Sedangkan IV-25

26 berdasarkan reaksi yang terjadi, ph larutan akan sangat dipengaruhi oleh keberadaan CO 2 terlarut, ion Ca 2+ (dari kalsium hidroksida), serta reaksi antara keduanya. Debit (Lpm) 0,496 1,292 Tabel Penurunan nilai ph untuk setiap variasi penelitian Massa limbah ph Durasi Penyisihan CO las karbid 2 (detik) (mg) Larutan Larutan (g/100 ml) penyerap awal penyerap akhir , , , , , , Sumber : Hasil penelitian (Lampiran G) Pada kondisi ph 12, ketika terjadi pelarutan gas CO 2, maka kesetimbangan dari sistem akan bergeser ke kanan, sehingga komposisi utamanya adalah ion karbonat. Namun pada akhir reaksi karbonatasi mineral, dengan nilai ph dalam rentang 6,5-7,5 secara teoritis komponen utama dalam kesetimbangan terdiri atas ion bikarbonat (Gambar 2.4.). Menurut literatur (Spanos, 1998), proses karbonatasi mineral sendiri optimal terjadi pada kisaran ph Pada nilai ph diatas 9, memang sudah terjadi pembentukan ion karbonat dan pada ph diatas 10, komposisi utama dari sistem kesetimbangan CO 2 terlarut akan dalam bentuk ion karbonat tersebut. Dari hasil analisa larutan penyerap setelah reaksi karbonatasi mineral, diperoleh pada sebagian besar larutan penyerap, komposisi utama dari kesetimbangan pelarutan gas CO 2 dalam air adalah ion bikarbonat. Pada Tabel dapat dilihat rekapitulasi hasil analisa asiditas-alkalinitas dari larutan penyerap setelah proses karbonatasi mineral. Pada Tabel dapat dilihat khusus untuk blanko pada debit 0,496 Lpm, pada analisa larutan akhir diperoleh komposisi utama dari kesetimbangan adalah CO 2 terlarut. Dengan nilai ph yang mencapai 4,48 secara teoritis memang komposisi utama dari sistem kesetimbangan tersebut adalah CO 2 terlarut. Dengan begitu dapat dikatakan bahwa dari hasil analisa asiditas-alkalinitas larutan penyerap akhir menunjukan bahwa adanya hubungan antara nilai ph dengan komposisi utama CO 2 terlarut dalam sistem kesetimbangannya. IV-26

27 Tabel Analisa asiditas-alkalinitas larutan penyerap setelah reaksi karbonatasi mineral Massa limbah las karbid (mg/100 ml) 2,7 5,4 8,1 10,8 Penyaringan Debit (Lpm) mg/l CO 2 mg/l CO 3 2- Asiditas-Alkalinitas mg/l HCO 3 - Saring 1, Tanpa saring 1, Saring 1, Tanpa saring 1, Saring Tanpa saring Saring Tanpa saring mg//l H + 0, , , , , , , , Blanko 0, , Sumber : Hasil penelitian (Lampiran G) Pengaruh konsentrasi Ion Ca 2+ terlarut (C Ca2+ ) Pada proses karbonatasi mineral yang dilakukan, setelah gas CO 2 terlarut ke dalam air melalui difusi, sebagian dari CO 2 tersebut akan bereaksi dengan ion alkali terutama ion Ca 2+ dan membentuk kalsium karbonat. Terjadinya reaksi antara CO 2 dengan ion Ca 2+ tersebut secara umum akan meningkatan kapasitas penyisihan CO 2 dari larutan limbah las karbid. Dikarenakan keberadaan ion Ca 2+ berpengaruh terhadap kapasitas total peyerapan gas CO 2, maka konsentrasi ion Ca 2+ tersebut berperan penting terhadap keseluruhan proses absorpsi gas CO 2. Dengan dilakukan variasi penambahan limbah las karbid ke dalam volume air distilasi yang sama (100 ml), diharapkan dapat diperoleh variasi konsentrasi ion Ca 2+ dalam larutan penyerap yang dibuat. Pada Gambar 4.8. dapat dilihat pola penurunan efisiensi penyisihan gas CO 2 selama durasi penelitian berlangsung. Pada gambar tersebut dapat dilihat adanya hubungan antara massa limbah las karbid yang ditambahkan dengan durasi penelitian hingga mencapai konsentrasi di outlet reaktor sebesar 20% volume. Penelitian dilakukan dengan melarutkan limbah las karbid dalam berbagai variasi massa ke dalam 100 ml air distilasi dan kemudian disaring. Tujuan dari penyaringan ini adalah IV-27

28 untuk memastikan bahwa jumlah ion Ca 2+ yang berperan dalam proses karbonatasi mineral nantinya hanya yang terdapat dalam bentuk terlarut. Dari gambar tersebut dapat dilihat semakin banyak massa limbah las karbid yang ditambahkan, maka durasi penelitian juga akan semakin lama, dan hal ini berlaku untuk kedua variasi debit yang dilakukan. Penambahan limbah las karbid kedalam air distilasi kembali terbuktikan dapat meningkatkan kapasitas penyisihan CO 2. Dapat dilihat untuk variasi debit 1,292 Lpm, durasi dari larutan blanko hanya sebesar 29 detik, namun ketika dilakukan penambahan limbah las karbid untuk massa sebanyak 2,7 gram terjadi peningkatan durasi menjadi 63 detik dan selanjutnya berturut-turut menjadi 71, 91 dan 112 detik untuk variasi massa 5,4; 8,1; 10,8 gram. Sedangkan untuk debit 0,496 Lpm durasi blanko sebesar 92 detik dan untuk masing-masing variasi massa sebesar 148 dan 159 detik untuk variasi massa 8,1 dan 10,8 gram. 1,292 Lpm 0,496 Lpm efisiensi penyisihan (%) durasi (detik) Blanko 2,7 gram 5,4 gram 8,1 gram 10,8 gram Sumber : Hasil penelitian Gambar 4.8. Penurunan efisiensi penyisihan selama durasi penelitian untuk larutan penyerap dengan penyaringan. Dapat dilihat pada grafik pada debit 1,292 Lpm pnurunan efisiensi penyisihan terjadi lebih cepat Secara teoritis, pada suatu sistem pengolahan semi kontinue seperti yang dilakukan dalam penelitian karbonatasi mineral ini (kontinu untuk sistem gas CO 2 dan batch untuk larutan penyerap), semakin lama durasi proses karbonatasi mineral maka akan berdampak kepada kapasitas penyisihan gas CO 2 dimana semakin lama durasi IV-28

29 proses maka akan semakin besar jumlah total CO 2 yang tersisihkan karena semakin banyak gas CO 2 yang bereaksi sebelum tercapainya konsentrasi di outlet reaktor sebesar 20%. Pada Gambar 4.9. dapat dilihat korelasi antara durasi penelitian dengan jumlah total CO 2 yang tersisihkan. Pada Gambar 4.9. kita dapat melihat total penyisihan gas CO 2 akan meningkat seiring dengan peningkatan durasi reaksi. Dengan hasil ini, dapat ditarik kesimpulan bahwa kapasitas penyisihan total gas CO 2 akan meningkat seiring dengan peningkatan penambahan massa limbah las karbid dalam pembuatan larutan penyerap. Dengan dilakukan variasi penambahan massa limbah las karbid, diharapkan akan dapat diperoleh konsentrasi ion Ca 2+ yang bervariasi. Dari tampilan grafik pada Gambar 4.9. dapat dilihat bahwa masih terdapat peningkatan kapasitas penyisihan gas CO 2 dari variasi massa limbah 8,1 gram ke variasi 10,8 gram. Hal ini berarti walaupun dengan kondisi kelarutan dari ion Ca 2+ yang sudah menunjukan jenuh pada variasi massa 10,8 gram, terdapat kemungkinan masih akan terjadi peningkatan kapasitas penyisihan gas CO 2 pada larutan yang dibuat dengan penambahan massa limbah las karbid yang lebih besar dari 10, 8 gram. Dengan begitu belum bisa dikatakan bahwa panambahan massa limbah las karbid sebesar 10,8 gram adalah penambahan massa limbah las karbid yang dapat memberikan kapasitas penyisihan paling tinggi. Tidak dilakukan variasi penambahan massa limbah las karbid yang lebih besar dari 10,8 gram dikarenakan asumsi awal bahwa faktor yang paling berpengaruh dalam proses karbonatasi dari pihak larutan penyerap adalah konsentrasi dari ion Ca 2+. Dengan hasil dimana pada peningkatan konsentrasi ion Ca 2+ yang tidak signifikan ternyata masih dapat memberikan peningkatan kapasitas penyisihan gas CO 2 yang cukup signifikan, kemungkinan besar terdapat faktor lain yang juga berpengaruh terhadap proses karbonatasi mineral ini. IV-29

30 160 1,292 Lpm CO 2 (g) ,496 Lpm durasi (detik) durasi (detik) massa limbah las karbid (g) / 100 ml air distilasi durasi CO2 tersisihkan Sumber : Hasil perhitungan (Lampiran F) Gambar 4.9. Hubungan antara durasi penelitian dan kapasitas total penyisihan CO 2. Untuk masing-masing debit, durasi penelitian yang lebih lama memberikan kapasitas penyisihan yang lebih besar. Berdasarkan teori tumbukan pada reaksi kimia, konsentrasi memainkan peranan penting dalam terjadinya reaksi. Hal ini karena molekul-molekul harus saling bertumbukan terlebih dahulu agar dapat terjadi reaksi diantara mereka. Ketika konsentrasi dari pereaksi meningkat, frekuensi tumbukan dari molekul-molekul tersebut akan meningkat juga. Ketika konsentrasi pereaksi semakin besar, hal ini berarti semakin banyak jumlah molekul dari pereaksi tersebut, jarak pemisah antara molekul-molekul akan semakin sempit, hal ini menyebabkan kecenderungan untuk semakin sering terjadinya tumbukan antara molekul-molekul tersebut. Hal tersebut dapat terlihat pada data hasil analisa konsentrasi ion Ca 2+ pada sebelum dan setelah reaksi untuk masing-masing variasi massa yang disajikan dalam Tabel Terjadinya peningkatan persen selisih ion Ca 2+ pada peningkatan penambahan massa limbah las karbid menunjukan bahwa semakin tinggi konsentrasi ion Ca 2+ dalam larutan, maka akan memperbesar kemungkinan terjadinya reaksi antara ion Ca 2+ tersebut dengan gas CO 2. IV-30

31 Tabel Konsentrasi ion kalsium sebelum dan sesudah reaksi karbonatasi mineral Massa limbah las karbid (mg/100 ml) Larutan penyerap awal mg/ 100 ml Ca 2+ 1,292 Lpm 0,496 Lpm Larutan penyerap akhir Selisih % Ca 2+ bereaksi Larutan penyerap awal Larutan penyerap akhir Selisih % Ca 2+ bereaksi Sumber : Hasil penelitian (Lampiran G) Walaupun ada peningkatan, namun banyaknya ion Ca 2+ terlarut diantara keempat variasi tersebut relatif hampir sama. Hal itu berarti kelarutan ion Ca 2+ pada ketiga variasi tersebut sudah pada kondisi kelarutan maksimumnya sehingga penambahan limbah las karbid lebih banyak lagi tidak akan terlalu mempengaruhi banyaknya ion Ca 2+ yang akan terlarut. Berbanding lurusnya kapasitas penyisihan gas CO 2 dengan banyaknya penambahan limbah las karbid dengan penyaringan menunjukan bahwa kapasitas penyisihan CO 2 dipengaruhi oleh ketersediaan ion-ion alkali terlarut sebagai unsur yang akan membentuk mineral karbonat dengan gas CO 2 tersebut Pengaruh karakteristik fisik penyerap dan debit aliran gas (Q g ) Selain dilakukan variasi konsentrasi ion Ca 2+ dengan cara variasi penambahan massa limbah las karbid, juga dilakukan variasi karakteristik fisik dari larutan penyerap yang dibuat serta varisai debit aliran gas (Q g ). Variasi karakteristik fisik larutan penyerap yang dilakukan dalam peneltitian ini adalah larutan penyerap terdapat dalam bentuk lime water dan dalam bentuk milk of lime. Yang membedakan dalam pembuatan kedua jenis larutan penyerap ini adalah pada larutan penyerap dalam bentuk lime water, setelah dilakukan pelarutan limbah las karbid dengan massa tertentu ke dalam 100 ml air distilasi, kemudian dilakukan penyaringan untuk menyisihkan fraksi limbah las karbid yang tidak terlarut. Sedangkan pada larutan penyerap dalam bentuk milk of lime, tidak dilakukan penyaringan sehingga seluruh fraksi limbah las karbid akan tetap terdapat di dalam larutan penyerap ketika proses karbonatasi mineral dilakukan dengan menggunakan larutan penyerap tersebut. Tidak dilakukan penyaringan terhadap limbah las karbid yang tidak terlarut bertujuan agar IV-31

32 terjadi proses pelarutan secara bertahap ketika ion Ca 2+ yang berasal dari limbah las karbid terlarut bereaksi dengan CO 2. Dengan begitu diharapkan kapasitas penyisihan CO 2 akan meningkat seiring dengan terus terlarutnya ion Ca 2+ dari limbah las karbid menggantikan ion Ca 2+ yang membentuk endapan kalsium karbonat setelah bereaksi dengan ion karbonat yang berasal dari disosiasi gas CO 2 dalam air. Pada larutan limbah las karbid dengan penyaringan, terdapat korelasi positif antara jumlah ion Ca 2+ terlarut dengan durasi proses. Sedangkan pada larutan penyerap tanpa saring semakin banyak limbah las karbid yang ditambahkan, kecenderungan yang terjadi adalah waktu reaksi hingga konsentrasi outlet mencapai 20% akan menjadi semakin singkat. Hal tersebut terlihat dari hasil penelitian pada Gambar dimana dengan penambahan limbah las karbid paling tinggi yaitu sebanyak 8,1 gram limbah las karbid dalam 100 ml air distilasi, waktu penyisihan hingga mencapai konsentrasi CO 2 di outlet reaktor sebesar 20% adalah selama 52 detik, sedangkan untuk penambahan sebesar 5,4 gram selama 54 detik dan untuk penambahan sebesar 2,7 gram selama 59 detik. Hal tersebut dapat dikarenakan keberadaan fraksi tidak larut dari limbah las karbid menghambat poses karbonatasi mineral itu sendiri. Namun terjadi pengecualian ketika dilakukan penambahan limbah las karbid pada variasi keempat yaitu sebanyak 10,8 gram. Untuk variasi ini, durasi penelitian meningkat sampai 62 detik. Hal ini kemungkinan besar dikarenakan pada variasi ini, fraksi limbah las karbid yang tidak terlarut dan membentuk slurry di bagian dasar impinger ikut teraduk ketika terdapat aliran gas yang menciptakan turbulensi di dalam larutan, Dengan begitu walaupun tidak banyak, tetapi terjadi proses terlarutnya ion Ca 2+ yang tadinya terdapat pada fraksi slurry yang tidak larut menggantikan ion Ca 2+ yang terendapkan sebagai kalsium arbonat setelah bereaksi dengan ion karbonat. Sedangkan untuk variasi debit 0,496 Lpm, durasi proses untuk variasi massa 8,1 gram lebih singkat dibandingkan durasi blanko. Hal ini kemungkinan dikarenakan karena tidak maksimalnya turbulensi yang terjadi karena debit aliran gas yang kecil sehingga idak dapat terjadinya reaksi antara larutan penyerap dan gas CO 2 secara optimal. IV-32

33 1,292 Lpm 0,496 Lpm eisiensi penyisihan (%) durasi (detik) Bla nk o 2,7 gram 5,4 gram 8,1 gram 10,8 gram Sumber : Hasil penelitian Gambar Penurunan efisiensi penyisihan selama durasi penelitian untuk larutan penyerap tanpa saring Pada Gambar kita dapat melihat perbandingan durasi proses antara larutan penyerap dengan penyaringan dan tanpa saring untuk setiap penambahan massa limbah las karbid. Pada larutan penyerap dengan penyaringan, jumlah kalsium yang tersedia secara kuantitas jauh lebih sedikit jika dibandingkan dengan larutan penyerap tanpa saring. Namun dengan jumlah yang jauh lebih sedikit tersebut, ternyata proses penyisihan gas CO 2 dapat terjadi lebih lama. Seperti yang terlihat pada Gambar 4.11., untuk setiap variasi massa penambahan limbah las karbid, durasi proses untuk larutan penyerap dengan penyaringan selalu lebih tinggi dibandingkan larutan penyerap tanpa saring. Sehingga dapat kita simpulkan bahwa walaupun secara kuantitas jumlah ion kalsium jauh lebih sedikit, namun proses penyisihan CO 2 dapat lebih optimal pada larutan limbah las karbid dengan penyaringan. Hal ini juga dikarenakan reaksi karbonatasi mineral sangat dipengaruhi oleh keberadaan air di dalam sistem. Kandungan air akan mengkatalis proses karbonatasi mineral sehingga dapat terjadi secara lebih optimal (Huntzinger, 2006). Dengan begitu, pada larutan penyerap dengan kandungan air cukup tinggi namun tetap dengan kadungan ion kalsium terlarut yang maksimal, proses karbonatasi mineral dapat terjadi secara lebih optimal. IV-33

34 Selain hal itu, pada larutan limbah las karbid dalam bentuk milk of lime, harapan agar terjadinya proses terlarutnya kalsium hidroksida yang awalnya terdapat dalam fraksi tidak larut sepertinya terjadi hanya terjadi dalam proporsi yang sangat kecil. Kemungkinan besar hal ini dikarenakan terjadi reaksi karbonatasi mineral pada bagian permukaan dari limbah las karbid yang tidak terlarut. Hal itu mengakibatkan terhambatnya proses difusi air dan CO 2 terlarut ke bagian dalam molekul limbah las karbid tak larut tersebut. (Huntzinger, 2006). 1,292 Lpm 0,496 Lpm durasi penelitian hingga konsentrasi CO2 di outlet reaktor 20% (detik) massa limbah las karbid (g) / 100 ml air distilasi saring tanpa saring Sumber : Hasil penelitian Gambar Perbandingan durasi proses pada larutan dengan penyaringan dan tanpa saring untuk setiap variasi massa limbah las karbid dan dua variasi debit Pada proses absorpsi gas dengan dispersi, debit dari gas yang dialirkan memiliki peranan penting terhadap jalannya proses absorpsi. Besarnya debit aliran gas akan mempengaruhi dua hal yaitu ukuran dari gelembung udara serta turbulensi. Pada reaksi antara dua fasa yang berbeda, reaksi yang terjadi akan terbatas pada permukaan antara pereaksi tersebut. Reaksi hanya dapat terjadi pada kontak area antara mereka, seperti dalam kasus reaksi antara gas dan cairan, reaksi hanya dapat terjadi pada permukaan cairan. Pengadukan akan dibutuhkan agar reaksi tersebut dapat terjadi secara sempurna. Semakin besar luas permukaan per unit volume dari pereaksi, akan semakin besar kontak dengan pereaksi lainya, maka laju reaksi akan semakin cepat (Behkish, 2004; Zhao et al.,2004). IV-34

35 Secara teori, apabila debit aliran gas lebih kecil, maka durasi proses hingga mencapai konsentrasi di outlet sebesar 20% akan menjadi lebih lama. Hal ini karena dengan debit yang lebih kecil, maka beban CO 2 per satuan waktu akan lebih kecil, dengan begitu waktu yang dibutuhkan oleh larutan penyerap untuk mencapai kondisi jenuh akan lebih lama. Walaupun dalam penelitian ini tidak dapat diketahui waktu dimana larutan penyerap tersebut mencapai jenuh, namun gejala tersebut sudah dapat terlihat unuk mencapai konsentrasi CO 2 di outlet reaktor sebesar 20%. Pada Gambar juga dapat dilihat pengaruh dari debit aliran gas terhadap durasi proses yang terjadi. Dapat dilihat baik untuk larutan penyerap dengan penyaringan maupun tanpa penyaringan, durasi proses untuk debit aliran 0,496 Lpm akan lebih lama dibandingkan 1,292 Lpm. Dengan beban CO 2 yang lebih sedikit dalam satuan waktunya, maka waktu yang dimiliki oleh larutan penyerap untuk menyerap gas CO 2 akan menjadi lebih lama. Namun peningkatan durasi ternyata tidak terjadi secara linear dengan penurunan debit aliran. Hal ini kemungkinan dikarenakan pada debit yang lebih kecil, untuk sistem yang memanfaatkan dispersi gas, turbulensi yang terjadi akan semakin kecil juga. Turbulensi memainkan peranan penting dalam proses absorpsi gas dimana semakin tinggi derajat turbulensi yang terjadi, maka proses absorpsi gas akan semakin baik (Eckenfelder, 2000). Sebagaimana sudah dijelaskan sebelumnya, pada proses semi kontinue seperti dalam penelitian ini, durasi proses berkaitan erat dengan jumlah gas CO 2 yang tersisihkan dimana semakin lama proses dapat terjadi maka semakin besar juga kapasitas dari penyisihan CO 2. Pada Gambar kita dapat melihat bahwa dengan durasi yang relatif lebih lama pada larutan penyerap dengan penyaringan, maka kapasitas penyisihan CO 2 yang dihasilkan juga lebih besar, dan peningkatan kapasitas penyisihan terjadi seiring dengan peningkatkan konsentrasi ion Ca 2+ terlarut (dari variasi penambahan massa limbah las karbid). Dan sesuai dengan durasi proses yang terjadi pada larutan penyerap tanpa saring, kapasitas penyisihan akan turun seiring dengan penurunan durasi proses, namun terjadi peningkatan pada variasi massa 10,8 gram yang kemungkinan besar disebabkan terjadinya proses terlarutnya kalsium hidroksida yang sebelumnya terdapat pada fraksi limbah las karbid yang tidak terlarut. Sedangkan untuk pengaruh debit, dengan beban CO 2 yang lebih sedikit dalam satuan waktuya, walaupun durasi proses terjadi lebih lama, belum tentu total penyisihan gas CO 2 akan lebih besar. Seperti yang terlihat dalam Gambar IV-35

36 Variasi debit 0,496 Lpm memberikan kapasitas total penyisihan gas CO 2 yang lebih kecil jika dibandingkan dengan variasi debit 1,292 Lpm. Sumber : Hasil perhitungan (Lampiran F) Gambar Perbandingan tingkat penyisihan gas CO 2 pada larutan dengan penyaringan dan tanpa saring untuk setiap variasi massa limbah las karbid dan dua variasi debit Dari hasil penelitian ini dapat disimpulkan bahwa pada larutan penyerap tanpa penyaringan, keberadaan limbah las karbid tidak larut dalam bentuk slurry yang pada awalnya diharapkan dapat meningkatkan kapasitas penyisihan gas CO 2, ternyata menghambat turbulensi yang diharapkan terjadi. Lain halnya pada media penyerap dengan penyaringan, dengan turbulensi yang terjadi secara optimal, maka kontak antara gas CO 2 dengan media penyerapnya dapat maksimal sehingga semakin banyak kandungan ion Ca 2+ dalam media larutan penyerap tersebut, berbanding lurus dengan semakin banyaknya gas CO 2 yang dapat tersisihkan. Selain karakteristik fisik dari larutan penyerap, besarnya debit aliran gas juga mempengaruhi tingkat penyisihan dari gas CO 2 dalam larutan penyerap tersebut. Dengan debit pengaliran yang lebih kecil, durasi penelitian akan lebih lama, namun kapasitas penyisihan yang diberikan akan lebih kecil jika dibandingkan pada debit yang lebih besar. Hal ini dikarenakan pada debit aliran yang lebih kecil, turbulensi yang dihasilkan ketika aliran gas tersebut akan kecil pula, sedangkan turbulensi adalah salah satu faktor penting untuk mencapai tingkat penyisihan gas yang IV-36

Bab III. Metodologi Penelitian

Bab III. Metodologi Penelitian Bab III Metodologi Penelitian III.1. Umum Pada bab ini akan dibahas mengenai metode yang digunakan dalam penelitian potensi pemanfatan limbah las karbid dalam proses karbonatasi mineral sebagai alternatif

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. I.1. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. I.1. Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN I.1. Latar Belakang PT Pertamina EP adalah anak perusahaan dari PT Pertamina (PESERO) yang bergerak di bidang eksplorasi, eksploitasi, dan produksi minyak bumi. Salah satu lokasi dari

Lebih terperinci

II. DESKRIPSI PROSES. Precipitated Calcium Carbonate (PCC) dapat dihasilkan melalui beberapa

II. DESKRIPSI PROSES. Precipitated Calcium Carbonate (PCC) dapat dihasilkan melalui beberapa II. DESKRIPSI PROSES A. Macam - Macam Proses Precipitated Calcium Carbonate (PCC) dapat dihasilkan melalui beberapa proses sebagai berikut: 1. Proses Calcium Chloride-Sodium Carbonate Double Decomposition

Lebih terperinci

: Komposisi impurities air permukaan cenderung tidak konstan

: Komposisi impurities air permukaan cenderung tidak konstan AIR Sumber Air 1. Air laut 2. Air tawar a. Air hujan b. Air permukaan Impurities (Pengotor) air permukaan akan sangat tergantung kepada lingkungannya, seperti - Peptisida - Herbisida - Limbah industry

Lebih terperinci

II. DESKRIPSI PROSES. Precipitated Calcium Carbonate (PCC) dapat dihasilkan melalui beberapa proses

II. DESKRIPSI PROSES. Precipitated Calcium Carbonate (PCC) dapat dihasilkan melalui beberapa proses II. DESKRIPSI PROSES A. Macam- Macam Proses Precipitated Calcium Carbonate (PCC) dapat dihasilkan melalui beberapa proses sebagai berikut: 1. Proses Calcium Chloride-Sodium Carbonate Double Decomposition

Lebih terperinci

SEMINAR TUGAS AKHIR PENYISIHAN KESADAHAN DENGAN PROSES KRISTALISASI DALAM REAKTOR TERFLUIDISASI DENGAN MEDIA PASIR OLEH: MYRNA CEICILLIA

SEMINAR TUGAS AKHIR PENYISIHAN KESADAHAN DENGAN PROSES KRISTALISASI DALAM REAKTOR TERFLUIDISASI DENGAN MEDIA PASIR OLEH: MYRNA CEICILLIA SEMINAR TUGAS AKHIR PENYISIHAN KESADAHAN DENGAN PROSES KRISTALISASI DALAM REAKTOR TERFLUIDISASI DENGAN MEDIA PASIR OLEH: MYRNA CEICILLIA 3306100095 PENDAHULUAN 1. Latar Belakang 2. Rumusan Masalah 3. Batasan

Lebih terperinci

PENYISIHAN KESADAHAN dengan METODE PENUKAR ION

PENYISIHAN KESADAHAN dengan METODE PENUKAR ION PENYISIHAN KESADAHAN dengan METODE PENUKAR ION 1. Latar Belakang Kesadahan didefinisikan sebagai kemampuan air dalam mengkonsumsi sejumlah sabun secara berlebihan serta mengakibatkan pengerakan pada pemanas

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Magnesium klorida Salah satu kegunaan yang paling penting dari MgCl 2, selain dalam pembuatan logam magnesium, adalah pembuatan semen magnesium oksiklorida, dimana dibuat melalui

Lebih terperinci

KESADAHAN DAN WATER SOFTENER

KESADAHAN DAN WATER SOFTENER KESADAHAN DAN WATER SOFTENER Bambang Sugiarto Jurusan Teknik Kimia FTI UPN Veteran Jogjakarta Jln. SWK 104 Lingkar Utara Condong catur Jogjakarta 55283 Hp 08156897539 ZAT PENGOTOR (IMPURITIES) Zat-zat

Lebih terperinci

BAB III METODE PENELITIAN

BAB III METODE PENELITIAN BAB III METODE PENELITIAN Penelitian ini didahului dengan perlakuan awal bahan baku untuk mengurangi pengotor yang terkandung dalam abu batubara. Penentuan pengaruh parameter proses dilakukan dengan cara

Lebih terperinci

L A R U T A N _KIMIA INDUSTRI_ DEWI HARDININGTYAS, ST, MT, MBA WIDHA KUSUMA NINGDYAH, ST, MT AGUSTINA EUNIKE, ST, MT, MBA

L A R U T A N _KIMIA INDUSTRI_ DEWI HARDININGTYAS, ST, MT, MBA WIDHA KUSUMA NINGDYAH, ST, MT AGUSTINA EUNIKE, ST, MT, MBA L A R U T A N _KIMIA INDUSTRI_ DEWI HARDININGTYAS, ST, MT, MBA WIDHA KUSUMA NINGDYAH, ST, MT AGUSTINA EUNIKE, ST, MT, MBA 1. Larutan Elektrolit 2. Persamaan Ionik 3. Reaksi Asam Basa 4. Perlakuan Larutan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN A. LATAR BELAKANG. Prarancangan Pabrik Magnesium Oksid dari Bittern dan Batu Kapur dengan Kapasitas 40.

BAB I PENDAHULUAN A. LATAR BELAKANG. Prarancangan Pabrik Magnesium Oksid dari Bittern dan Batu Kapur dengan Kapasitas 40. BAB I PENDAHULUAN A. LATAR BELAKANG Indonesia sebagai negara yang memiliki garis pantai terpanjang, memiliki banyak industri pembuatan garam dari penguapan air laut. Setiap tahun Indonesia memproduksi

Lebih terperinci

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1 Perlakuan Awal dan Karakteristik Abu Batubara Abu batubara yang digunakan untuk penelitian ini terdiri dari 2 jenis, yaitu abu batubara hasil pembakaran di boiler tungku

Lebih terperinci

KATA PENGANTAR. Surabaya, 24 Februari Penulis. Asiditas dan Alkalinitas Page 1

KATA PENGANTAR. Surabaya, 24 Februari Penulis. Asiditas dan Alkalinitas Page 1 KATA PENGANTAR Segala puji dan syukur senantiasa kita panjatkan kehadiran allah SWT, atas limpahan rahmat dan hidayahnya kepada kita, sehingga kelompok kami dapat menyelesaikan makalah Asiditas dan Alkalinitas.

Lebih terperinci

BAB IV BAHAN AIR UNTUK CAMPURAN BETON

BAB IV BAHAN AIR UNTUK CAMPURAN BETON BAB IV BAHAN AIR UNTUK CAMPURAN BETON Air merupakan salah satu bahan pokok dalam proses pembuatan beton, peranan air sebagai bahan untuk membuat beton dapat menentukan mutu campuran beton. 4.1 Persyaratan

Lebih terperinci

LOGO. Stoikiometri. Tim Dosen Pengampu MK. Kimia Dasar

LOGO. Stoikiometri. Tim Dosen Pengampu MK. Kimia Dasar LOGO Stoikiometri Tim Dosen Pengampu MK. Kimia Dasar Konsep Mol Satuan jumlah zat dalam ilmu kimia disebut mol. 1 mol zat mengandung jumlah partikel yang sama dengan jumlah partikel dalam 12 gram C 12,

Lebih terperinci

Penentuan Kesadahan Dalam Air

Penentuan Kesadahan Dalam Air Penentuan Kesadahan Dalam Air I. Tujuan 1. Dapat menentukan secara kualitatif dan kuantitatif kation (Ca²+,Mg²+) 2. Dapat membuat larutan an melakukan pengenceran II. Latar Belakang Teori Semua makhluk

Lebih terperinci

K I M I A A I R. A N A L I S I S K I M I A Asiditas dan Alkalinitas

K I M I A A I R. A N A L I S I S K I M I A Asiditas dan Alkalinitas K I M I A A I R A N A L I S I S K I M I A Asiditas dan Alkalinitas Asiditas/ alkalinitas Berbeda dengan ph, tetapi ph bisa menjadi indikasi Pertahanan air terhadap pengasaman dan pembasaan (buffer) Parameter

Lebih terperinci

PENENTUAN KUALITAS AIR

PENENTUAN KUALITAS AIR PENENTUAN KUALITAS AIR Analisis air Mengetahui sifat fisik dan Kimia air Air minum Rumah tangga pertanian industri Jenis zat yang dianalisis berlainan (pemilihan parameter yang tepat) Kendala analisis

Lebih terperinci

Hubungan koefisien dalam persamaan reaksi dengan hitungan

Hubungan koefisien dalam persamaan reaksi dengan hitungan STOIKIOMETRI Pengertian Stoikiometri adalah ilmu yang mempelajari dan menghitung hubungan kuantitatif dari reaktan dan produk dalam reaksi kimia (persamaan kimia) Stoikiometri adalah hitungan kimia Hubungan

Lebih terperinci

Bab II Tinjauan Pustaka

Bab II Tinjauan Pustaka Bab II Tinjauan Pustaka II.1. Karbon dioksida (CO 2 ) II.1.1. Karakteristik Gas CO 2 terdapat di atmosfer dalam jumlah kecil yaitu sekitar 370 ppmv. Dalam jumlah yang tidak besar ini, gas CO 2 memainkan

Lebih terperinci

PERCOBAAN VII PEMBUATAN KALIUM NITRAT

PERCOBAAN VII PEMBUATAN KALIUM NITRAT I. Tujuan Percobaan ini yaitu: PERCOBAAN VII PEMBUATAN KALIUM NITRAT Adapun tujuan yang ingin dicapai praktikan setelah melakukan percobaan 1. Memisahkan dua garam berdasarkan kelarutannya pada suhu tertentu

Lebih terperinci

8. ASIDI-ALKALINITAS

8. ASIDI-ALKALINITAS Asidialkalinitas 8. ASIDIALKALINITAS 8.1. Umum Pengertian asiditas adalah kemampuan air untuk menetralkan larutan basa, sedangkan alkalinitas adalah kemampuan air untuk menetralkan larutan asam. Asidialkalinitas

Lebih terperinci

Kelarutan (s) dan Hasil Kali Kelarutan (Ksp)

Kelarutan (s) dan Hasil Kali Kelarutan (Ksp) Kelarutan (s) dan Hasil Kali Kelarutan (Ksp) Tim Dosen Kimia Dasar FTP UNIVERSITAS BRAWIJAYA Kelarutan (s) Kelarutan (solubility) adalah jumlah maksimum suatu zat yang dapat larut dalam suatu pelarut.

Lebih terperinci

STUDI EFEKTIVITAS LAMELLA SEPARATOR DALAM PENGOLAHAN AIR SADAH

STUDI EFEKTIVITAS LAMELLA SEPARATOR DALAM PENGOLAHAN AIR SADAH Program Studi MMT-ITS, Surabaya 5 Pebruari 211 STUDI EFEKTIVITAS LAMELLA SEPARATOR DALAM PENGOLAHAN AIR SADAH Oktavina G. LP Manulangga1), Wahyono Hadi2) Program Pascasarjana, Jurusan Teknik Lingkungan,

Lebih terperinci

HASIL DAN PEMBAHASAN Preparasi Contoh

HASIL DAN PEMBAHASAN Preparasi Contoh 15 HASIL DAN PEMBAHASAN Preparasi Contoh Contoh yang diambil dari alam merupakan contoh zeolit dengan bentuk bongkahan batuan yang berukuran besar, sehingga untuk dapat dimanfaatkan harus diubah ukurannya

Lebih terperinci

Reaksi dalam larutan berair

Reaksi dalam larutan berair Reaksi dalam larutan berair Drs. Iqmal Tahir, M.Si. iqmal@gadjahmada.edu Larutan - Suatu campuran homogen dua atau lebih senyawa. Pelarut (solven) - komponen dalam larutan yang membuat penuh larutan (ditandai

Lebih terperinci

BAB III DASAR TEORI Semen. Semen adalah suatu bahan pengikat yang bereaksi ketika bercampur

BAB III DASAR TEORI Semen. Semen adalah suatu bahan pengikat yang bereaksi ketika bercampur BAB III DASAR TEORI 3.1. Semen Semen adalah suatu bahan pengikat yang bereaksi ketika bercampur dengan air. Semen dihasilkan dari pembakaran kapur dan bahan campuran lainnya seperti pasir silika dan tanah

Lebih terperinci

PENENTUAN KADAR KARBONAT DAN HIDROGEN KARBONAT MELALUI TITRASI ASAM BASA

PENENTUAN KADAR KARBONAT DAN HIDROGEN KARBONAT MELALUI TITRASI ASAM BASA PENENTUAN KADAR KARBONAT DAN HIDROGEN KARBONAT MELALUI TITRASI ASAM BASA 1 Tujuan Percobaan Tujuan dari percobaan ini adalah menentukan kadar natrium karbonat dan natrium hidrogen karbonat dengan titrasi

Lebih terperinci

Analisa Klorida Analisa Kesadahan

Analisa Klorida Analisa Kesadahan Analisa Klorida Analisa Kesadahan Latar Belakang Tropis basah Air bersih Air kotor limbah Pencegahan yang serius Agar tidak berdampak buruk bagi kelangsungan hidup semua makhluk hidup Air tercemar 1 Prinsip

Lebih terperinci

Penurunan Bikarbonat Dalam Air Umpan Boiler Dengan Degasifier

Penurunan Bikarbonat Dalam Air Umpan Boiler Dengan Degasifier Penurunan Bikarbonat Dalam Air Umpan Boiler Dengan Degasifier Ir Bambang Soeswanto MT Teknik Kimia - Politeknik Negeri Bandung Jl Gegerkalong Hilir Ciwaruga, Bandung 40012 Telp/fax : (022) 2016 403 Email

Lebih terperinci

ANALISISN AIR METODE TITRIMETRI TENTANG KESADAHAN AIR. Oleh : MARTINA : AK

ANALISISN AIR METODE TITRIMETRI TENTANG KESADAHAN AIR. Oleh : MARTINA : AK ANALISISN AIR METODE TITRIMETRI TENTANG KESADAHAN AIR Oleh : MARTINA : AK.011.046 A. PENGERTIAN AIR senyawa kimia yang sangat penting bagi kehidupan umat manusia dan makhluk hidup lainnya karena fungsinya

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. berputar, sehingga merupakan suatu siklus (daur ulang) yang lebih dikenal

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. berputar, sehingga merupakan suatu siklus (daur ulang) yang lebih dikenal BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Sumber Air Keberadaan air di bumi merupakan suatu proses alam yang berlanjut dan berputar, sehingga merupakan suatu siklus (daur ulang) yang lebih dikenal dengan siklus hidrologi.

Lebih terperinci

GOLONGAN IIA. Dra. Sri Wardhani, M.Si. Jurusan Kimia, Fakultas Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam Universitas Brawijaya

GOLONGAN IIA. Dra. Sri Wardhani, M.Si. Jurusan Kimia, Fakultas Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam Universitas Brawijaya GOLONGAN IIA Dra. Sri Wardhani, M.Si. Jurusan Kimia, Fakultas Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam Universitas Brawijaya Unsur-unsur golongan IIA adalah : Unsur Simbol Konfigurasi elektron Beryllium Be

Lebih terperinci

BAB IV HASIL PERCOBAAN DAN PEMBAHASAN

BAB IV HASIL PERCOBAAN DAN PEMBAHASAN BAB IV HASIL PERCOBAAN DAN PEMBAHASAN IV.1 Hasil Percobaan Percobaan proses demineralisasi untuk menghilangkan ionion positif dan negatif air PDAM laboratorium TPA menggunakan tangki penukar ion dengan

Lebih terperinci

LEMBAR AKTIVITAS SISWA ( LAS )

LEMBAR AKTIVITAS SISWA ( LAS ) LEMBAR AKTIVITAS SISWA ( LAS ) 1. Sebanyak 2 gram suatu logam alkali tanah dilarutkan dalam asam klorida menghasilan 1,25 liter gas hidrogen ( T,P ).Pada ( T,P ) yang sama 5,6 gram N 2 mempunyai volume

Lebih terperinci

kimia ASAM-BASA III Tujuan Pembelajaran

kimia ASAM-BASA III Tujuan Pembelajaran KTSP K-13 kimia K e l a s XI ASAM-BASA III Tujuan Pembelajaran Setelah mempelajari materi ini, kamu diharapkan memiliki kemampuan berikut. 1. Memahami mekanisme reaksi asam-basa. 2. Memahami stoikiometri

Lebih terperinci

II. DESKRIPSI PROSES. Pembuatan kalsium klorida dihidrat dapat dilakukan dengan beberapa macam proses:

II. DESKRIPSI PROSES. Pembuatan kalsium klorida dihidrat dapat dilakukan dengan beberapa macam proses: II. DESKRIPSI PROSES A. Jenis Proses Pembuatan kalsium klorida dihidrat dapat dilakukan dengan beberapa macam proses: 1. Proses Recovery reaksi samping pembuatan soda ash ( proses solvay ) Proses solvay

Lebih terperinci

SKL 2 RINGKASAN MATERI. 1. Konsep mol dan Bagan Stoikiometri ( kelas X )

SKL 2 RINGKASAN MATERI. 1. Konsep mol dan Bagan Stoikiometri ( kelas X ) SKL 2 Menerapkan hukum-hukum dasar kimia untuk memecahkan masalah dalam perhitungan kimia. o Menganalisis persamaan reaksi kimia o Menyelesaikan perhitungan kimia yang berkaitan dengan hukum dasar kimia

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Perak Nitrat Perak nitrat merupakan senyawa anorganik tidak berwarna, tidak berbau, kristal transparan dengan rumus kimia AgNO 3 dan mudah larut dalam alkohol, aseton dan air.

Lebih terperinci

Bab IV Hasil dan Diskusi

Bab IV Hasil dan Diskusi Bab IV Hasil dan Diskusi IV.1 Hasil Eksperimen Eksperimen dikerjakan di laboratorium penelitian Kimia Analitik. Suhu ruang saat bekerja berkisar 24-25 C. Data yang diperoleh mencakup data hasil kalibrasi

Lebih terperinci

BAB V KIMIA AIR. 5.1 Tinjauan Umum

BAB V KIMIA AIR. 5.1 Tinjauan Umum BAB V KIMIA AIR 5.1 Tinjauan Umum Analisa kimia air dapat dilakukan untuk mengetahui beberapa parameter baik untuk eksplorasi ataupun pengembangan di lapangan panas bumi. Parameter-parameter tersebut adalah:

Lebih terperinci

Bab II Studi Pustaka

Bab II Studi Pustaka Bab II Studi Pustaka II.1 Kelarutan Larutan adalah campuran yang bersifat homogen. Larutan yang menggunakan air sebagai pelarut dinamakan larutan dalam air. Larutan yang mengandung zat terlarut dalam jumlah

Lebih terperinci

BAB II LANDASAN TEORI

BAB II LANDASAN TEORI 5 BAB II LANDASAN TEORI 2.1 Pengertian Biogas Biogas adalah gas yang terbentuk melalui proses fermentasi bahan-bahan limbah organik, seperti kotoran ternak dan sampah organik oleh bakteri anaerob ( bakteri

Lebih terperinci

Reaksi Dan Stoikiometri Larutan

Reaksi Dan Stoikiometri Larutan A. PERSAMAAN REAKSI ION Reaksi Dan Stoikiometri Larutan Persamaan reaksi ion adalah persamaan reaksi yang menjelaskan bagaimana reaksi antar-ion terjadi pada elektrolit. Persamaan reaksi ion terdiri dari:

Lebih terperinci

BAB 4 Analisa dan Bahasan

BAB 4 Analisa dan Bahasan BAB 4 Analisa dan Bahasan 4.1. Penentuan Komposisi untuk Kolom Dari data yang telah didapatkan setelah melakukan percobaan seperti pada 3.5 maka selanjutnya di analisa untuk mendapatkan komposisi yang

Lebih terperinci

Bab VIII Reaksi Penetralan dan Titrasi Asam-Basa

Bab VIII Reaksi Penetralan dan Titrasi Asam-Basa Bab VIII Reaksi Penetralan dan Titrasi Asam-Basa Sumber: James Mapple, Chemistry an Enquiry-Based Approach Pengukuran ph selama titrasi akan lebih akurat dengan menggunakan alat ph-meter. TUJUAN PEMBELAJARAN

Lebih terperinci

TESIS STUDI EFEKTIVITAS LAMELLA SEPARATOR DALAM PENGOLAHAN AIR SADAH

TESIS STUDI EFEKTIVITAS LAMELLA SEPARATOR DALAM PENGOLAHAN AIR SADAH TESIS STUDI EFEKTIVITAS LAMELLA SEPARATOR DALAM PENGOLAHAN AIR SADAH Oleh: Oktavina G. LP. Manulangga 330 8201 014 Latar Belakang dan Permasalahan Mata air Namosain di Kota Kupang memiliki tingkat kesadahan

Lebih terperinci

Kimia Study Center - Contoh soal dan pembahasan tentang hidrolisis larutan garam dan menentukan ph atau poh larutan garam, kimia SMA kelas 11 IPA.

Kimia Study Center - Contoh soal dan pembahasan tentang hidrolisis larutan garam dan menentukan ph atau poh larutan garam, kimia SMA kelas 11 IPA. Kimia Study Center - Contoh soal dan pembahasan tentang hidrolisis larutan garam dan menentukan ph atau poh larutan garam, kimia SMA kelas 11 IPA. Soal No. 1 Dari beberapa larutan berikut ini yang tidak

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Pemakaian batubara sebagai sumber energi telah menjadi salah satu pilihan di Indonesia sejak harga bahan bakar minyak (BBM) berfluktuasi dan cenderung semakin mahal.

Lebih terperinci

Bab IV Hasil Penelitian dan Pembahasan

Bab IV Hasil Penelitian dan Pembahasan Bab IV Hasil Penelitian dan Pembahasan Pada penelitian ini, proses pembuatan monogliserida melibatkan reaksi gliserolisis trigliserida. Sumber dari trigliserida yang digunakan adalah minyak goreng sawit.

Lebih terperinci

LEMBAR AKTIVITAS SISWA ( LAS )_ 1

LEMBAR AKTIVITAS SISWA ( LAS )_ 1 LEMBAR AKTIVITAS SISWA ( LAS )_ 1 1. Perhatikan reaksi berikut: CaCO 2 (s) CaO (s) + CO 2 (g) H = 178 KJ/mol. Jelaskan! a. Arah kesetimbangan ditambahkan CaCO 2 (s) b. Tiga kemungkinan yang dapat dilakukan

Lebih terperinci

4 Hasil dan Pembahasan

4 Hasil dan Pembahasan 4 Hasil dan Pembahasan 4.1 Penyiapan Zeolit Zeolit yang digunakan dalam penelitian ini berasal dari Tasikmalaya. Warna zeolit awal adalah putih kehijauan. Ukuran partikel yang digunakan adalah +48 65 mesh,

Lebih terperinci

LOGO. Analisis Kation. By Djadjat Tisnadjaja. Golongan V Gol. Sisa

LOGO. Analisis Kation. By Djadjat Tisnadjaja. Golongan V Gol. Sisa LOGO Analisis Kation Golongan V Gol. Sisa By Djadjat Tisnadjaja 1 Golongan kelima Magnesium, natrium, kalium dan amonium Tidak ada reagensia umum untuk kation-kation golongan ini Kation-kation gol kelima

Lebih terperinci

ASAM -BASA, STOIKIOMETRI LARUTAN DAN TITRASI ASAM-BASA

ASAM -BASA, STOIKIOMETRI LARUTAN DAN TITRASI ASAM-BASA ASAM -BASA, STOIKIOMETRI LARUTAN DAN TITRASI ASAM-BASA Asam merupakan zat yang yang mengion dalam air menghasilkan ion H + dan basa merupakan zat yang mengion dalam air menghasilkan ion OH -. ASAM Asam

Lebih terperinci

Reaksi dan Stoikiometri Larutan

Reaksi dan Stoikiometri Larutan Reaksi dan Stoikiometri Larutan A. PERSAMAAN REAKSI ION Persamaan reaksi ion adalah persamaan reaksi yang menjelaskan bagaimana reaksi antar-ion terjadi pada larutan elektrolit. Persamaan reaksi ion terdiri

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. juga menjadi bisnis yang cukup bersaing dalam perusahaan perbajaan.

BAB I PENDAHULUAN. juga menjadi bisnis yang cukup bersaing dalam perusahaan perbajaan. BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang. Pipa merupakan salah satu kebutuhan yang di gunakan untuk mendistribusikan aliran fluida dari suatu tempat ketempat yang lain. Berbagi jenis pipa saat ini sudah beredar

Lebih terperinci

Penurunan Kandungan Zat Kapur dalam Air Tanah dengan Menggunakan Media Zeolit Alam dan Karbon Aktif Menjadi Air Bersih

Penurunan Kandungan Zat Kapur dalam Air Tanah dengan Menggunakan Media Zeolit Alam dan Karbon Aktif Menjadi Air Bersih JURNAL TEKNIK POMITS Vol. 2, No. 2, (2013) ISSN: 2337-3539 (2301-9271 Print) D-78 Penurunan Kandungan Zat Kapur dalam Air Tanah dengan Menggunakan Media Zeolit Alam dan Karbon Aktif Menjadi Air Bersih

Lebih terperinci

K13 Revisi Antiremed Kelas 11 Kimia

K13 Revisi Antiremed Kelas 11 Kimia K13 Revisi Antiremed Kelas 11 Kimia Stoikiometri Larutan - Soal Doc. Name: RK13AR11KIM0601 Doc. Version : 2016-12 01. Zat-zat berikut ini dapat bereaksi dengan larutan asam sulfat, kecuali... (A) kalsium

Lebih terperinci

besarnya polaritas zeolit alam agar dapat (CO) dan hidrokarbon (HC)?

besarnya polaritas zeolit alam agar dapat (CO) dan hidrokarbon (HC)? OPTIMALISASI SUHU AKTIVASI DAN POLARITAS ZEOLIT ALAM UNTUK MENGURANGI EMISI GAS BUANG SEPEDA MOTOR Drs. Noto Widodo, M.Pd. Bambang Sulistyo, S.Pd., M.Eng Amir Fatah, MPd M.Pd. JURUSAN PENDIDIKAN TEKNIK

Lebih terperinci

STOKIOMETRI BAB. B. Konsep Mol 1. Hubungan Mol dengan Jumlah Partikel. Contoh: Jika Ar Ca = 40, Ar O = 16, Ar H = 1, tentukan Mr Ca(OH) 2!

STOKIOMETRI BAB. B. Konsep Mol 1. Hubungan Mol dengan Jumlah Partikel. Contoh: Jika Ar Ca = 40, Ar O = 16, Ar H = 1, tentukan Mr Ca(OH) 2! BAB 7 STOKIOMETRI A. Massa Molekul Relatif Massa Molekul Relatif (Mr) biasanya dihitung menggunakan data Ar masing-masing atom yang ada dalam molekul tersebut. Mr senyawa = (indeks atom x Ar atom) Contoh:

Lebih terperinci

BAB 8. Jika Anda memasukkan satu sendok gula ke dalam segelas air, kemudian Anda. Kelarutan Garam Sukar Larut. Kata Kunci.

BAB 8. Jika Anda memasukkan satu sendok gula ke dalam segelas air, kemudian Anda. Kelarutan Garam Sukar Larut. Kata Kunci. Kimia XI SMA 205 BAB 8 Kelarutan Garam Sukar Larut Gambar Larutan Tujuan Pembelajaran: Setelah mempelajari bab ini, Anda diharapkan mampu: 1. Menjelaskan kesetimbangan dalam larutan jenuh atau larutan

Lebih terperinci

HASIL DAN PEMBAHASAN. nm. Setelah itu, dihitung nilai efisiensi adsorpsi dan kapasitas adsorpsinya.

HASIL DAN PEMBAHASAN. nm. Setelah itu, dihitung nilai efisiensi adsorpsi dan kapasitas adsorpsinya. 5 E. ampas sagu teraktivasi basa-bentonit teraktivasi asam (25 : 75), F. ampas sagu teraktivasi basa-bentonit teraktivasi asam (50 : 50), G. ampas sagu teraktivasi basa-bentonit teraktivasi asam (75 :

Lebih terperinci

PENGOLAHAN AIR SUNGAI UNTUK BOILER

PENGOLAHAN AIR SUNGAI UNTUK BOILER PENGOLAHAN AIR SUNGAI UNTUK BOILER Oleh Denni Alfiansyah 1031210146-3A JURUSAN TEKNIK MESIN POLITEKNIK NEGERI MALANG MALANG 2012 PENGOLAHAN AIR SUNGAI UNTUK BOILER Air yang digunakan pada proses pengolahan

Lebih terperinci

TANAH. Apa yang dimaksud dengan tanah? Banyak definisi yang dapat dipakai untuk tanah. Hubungan tanah dan organisme :

TANAH. Apa yang dimaksud dengan tanah? Banyak definisi yang dapat dipakai untuk tanah. Hubungan tanah dan organisme : TANAH Apa yang dimaksud dengan tanah? Banyak definisi yang dapat dipakai untuk tanah Hubungan tanah dan organisme : Bagian atas lapisan kerak bumi yang mengalami penghawaan dan dipengaruhi oleh tumbuhan

Lebih terperinci

KESETIMBANGAN KIMIA SOAL DAN PEMBAHASAN

KESETIMBANGAN KIMIA SOAL DAN PEMBAHASAN KESETIMBANGAN KIMIA SOAL DAN PEMBAHASAN 1. Suatu reaksi dikatakan mencapai kesetimbangan apabila. A. laju reaksi ke kiri sama dengan ke kanan B. jumlah koefisien reaksi ruas kiri sama dengan ruas kanan

Lebih terperinci

KONSEP MOL DAN STOIKIOMETRI

KONSEP MOL DAN STOIKIOMETRI BAB V KONSEP MOL DAN STOIKIOMETRI Dalam ilmu fisika, dikenal satuan mol untuk besaran jumlah zat. Dalam bab ini, akan dibahas mengenai konsep mol yang mendasari perhitungan kimia (stoikiometri). A. KONSEP

Lebih terperinci

HASIL ANALISIS KEBENARAN KONSEP PADA OBJEK PENELITIAN. Penjelasan Konsep

HASIL ANALISIS KEBENARAN KONSEP PADA OBJEK PENELITIAN. Penjelasan Konsep LAMPIRAN 7 HASIL ANALISIS KEBENARAN KONSEP PADA OBJEK PENELITIAN Keterangan kriteria kebenaran konsep Benar (B) Salah (S) Indikator Pembelajaran : Jika penjelasan konsep subjek penelitian sesuai dengan

Lebih terperinci

Wardaya College IKATAN KIMIA STOIKIOMETRI TERMOKIMIA CHEMISTRY. Part III. Summer Olympiad Camp Kimia SMA

Wardaya College IKATAN KIMIA STOIKIOMETRI TERMOKIMIA CHEMISTRY. Part III. Summer Olympiad Camp Kimia SMA Part I IKATAN KIMIA CHEMISTRY Summer Olympiad Camp 2017 - Kimia SMA 1. Untuk menggambarkan ikatan yang terjadi dalam suatu molekul kita menggunakan struktur Lewis atau 'dot and cross' (a) Tuliskan formula

Lebih terperinci

BAB III Metodologi Penelitian

BAB III Metodologi Penelitian BAB III Metodologi Penelitian 3.1. Tahap penelitian Tahapan penelitian ini dapat dilihat pada gambar III.1. Perumusan Masalah Tahap Persiapan Persiapan alat: Aerator, ozon generator dan dekomposer Pembuatan

Lebih terperinci

Bab IV Hasil dan Pembahasan

Bab IV Hasil dan Pembahasan Bab IV Hasil dan Pembahasan Penelitian ini dilakukan dalam dua tahap. Penelitian penelitian pendahuluan dilakukan untuk mendapatkan jenis penstabil katalis (K 3 PO 4, Na 3 PO 4, KOOCCH 3, NaOOCCH 3 ) yang

Lebih terperinci

12/3/2015 PENGOLAHAN AIR PENGOLAHAN AIR PENGOLAHAN AIR 2.1 PENDAHULUAN

12/3/2015 PENGOLAHAN AIR PENGOLAHAN AIR PENGOLAHAN AIR 2.1 PENDAHULUAN Air adalah salah satu bahan pokok (komoditas) yang paling melimpah di alam tetapi juga salah satu yang paling sering disalahgunakan Definisi Water Treatment (Pengolahan Air) Suatu proses/bentuk pengolahan

Lebih terperinci

PERCOBAAN I PENENTUAN KADAR KARBONAT DAN HIDROGEN KARBONAT MELALUI TITRASI ASAM BASA

PERCOBAAN I PENENTUAN KADAR KARBONAT DAN HIDROGEN KARBONAT MELALUI TITRASI ASAM BASA LAPORAN PRAKTIKUM KIMIA ANALITIK KI-2122 PERCOBAAN I PENENTUAN KADAR KARBONAT DAN HIDROGEN KARBONAT MELALUI TITRASI ASAM BASA Nama Praktikan : Anggi Febrina NIM : 13010107 Kelompok : 5 (Shift Pagi) Tanggal

Lebih terperinci

Bab IV Hasil Penelitian dan Pembahasan

Bab IV Hasil Penelitian dan Pembahasan Bab IV asil Penelitian dan Pembahasan IV.1 Isolasi Kitin dari Limbah Udang Sampel limbah udang kering diproses dalam beberapa tahap yaitu penghilangan protein, penghilangan mineral, dan deasetilasi untuk

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN. manusia, fungsinya bagi kehidupan tidak pernah bisa digantikan oleh senyawa

BAB 1 PENDAHULUAN. manusia, fungsinya bagi kehidupan tidak pernah bisa digantikan oleh senyawa BAB 1 PENDAHULUAN 1.1. LATAR BELAKANG Air merupakan bahan yang sangat penting bagi kehidupan umat manusia, fungsinya bagi kehidupan tidak pernah bisa digantikan oleh senyawa lain. namun air yang tersedia

Lebih terperinci

WATER TREATMENT (Continued) Ramadoni Syahputra

WATER TREATMENT (Continued) Ramadoni Syahputra WATER TREATMENT (Continued) Ramadoni Syahputra Air adalah salah satu bahan pokok (komoditas) yang paling melimpah di alam tetapi juga salah satu yang paling sering disalahgunakan 2.3 JENIS-JENIS IMPURITAS

Lebih terperinci

II. LATAR BELAKANG PENGOLAHAN AIR

II. LATAR BELAKANG PENGOLAHAN AIR II. LATAR BELAKANG PENGOLAHAN AIR Air baku yang digunakan umumnya mengandung bermacam-macam senyawa pengotor seperti padatan tersuspensi, padatan terlarut, dan gas-gas. Penggunaan air tersebut secara langsung

Lebih terperinci

FAKULTAS TEKNIK UNIVERSITAS NEGERI YOGYAKARTA BAHAN AJAR KIMIA DASAR

FAKULTAS TEKNIK UNIVERSITAS NEGERI YOGYAKARTA BAHAN AJAR KIMIA DASAR No. BAK/TBB/SBG201 Revisi : 00 Tgl. 01 Mei 2008 Hal 1 dari 11 BAB VIII LARUTAN ASAM DAN BASA Asam dan basa sudah dikenal sejak dahulu. Istilah asam (acid) berasal dari bahasa Latin acetum yang berarti

Lebih terperinci

OLIMPIADE SAINS NASIONAL 2012 SELEKSI KABUPATEN / KOTA SOAL. UjianTeori. Waktu: 100 menit

OLIMPIADE SAINS NASIONAL 2012 SELEKSI KABUPATEN / KOTA SOAL. UjianTeori. Waktu: 100 menit OLIMPIADE SAINS NASIONAL 2012 SELEKSI KABUPATEN / KOTA SOAL UjianTeori Waktu: 100 menit Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan Direktorat Jenderal Pendidikan Menengah Direktorat Pembinaan Sekolah Menengah

Lebih terperinci

BAB 6. Jika ke dalam air murni ditambahkan asam atau basa meskipun dalam jumlah. Larutan Penyangga. Kata Kunci. Pengantar

BAB 6. Jika ke dalam air murni ditambahkan asam atau basa meskipun dalam jumlah. Larutan Penyangga. Kata Kunci. Pengantar Kimia XI SMA 179 BAB 6 Larutan Penyangga Tujuan Pembelajaran: Setelah mempelajari bab ini, Anda diharapkan mampu: 1. Menjelaskan pengertian larutan penyangga dan komponen penyusunnya. 2. Merumuskan persamaan

Lebih terperinci

Review II. 1. Pada elektrolisis larutan NaCl dengan elektroda karbon, reaksi yang terjadi pada katoda adalah... A. 2H 2

Review II. 1. Pada elektrolisis larutan NaCl dengan elektroda karbon, reaksi yang terjadi pada katoda adalah... A. 2H 2 KIMIA KELAS XII IPA - KURIKULUM GABUNGAN 14 Sesi NGAN Review II A. ELEKTROLISIS 1. Pada elektrolisis larutan NaCl dengan elektroda karbon, reaksi yang terjadi pada katoda adalah... A. 2H 2 O 4H + + O 2

Lebih terperinci

STOIKIOMETRI Konsep mol

STOIKIOMETRI Konsep mol STOIKIOMETRI Konsep mol Dalam hukum-hukum dasar materi ditegaskan bahwa senyawa terbentuk dari unsur bukan dengan perbandingan sembarang tetapi dalam jumlah yang spesifik, demikian juga reaksi kimia antara

Lebih terperinci

HASIL DAN PEMBAHASAN. standar, dilanjutkan pengukuran kadar Pb dalam contoh sebelum dan setelah koagulasi (SNI ).

HASIL DAN PEMBAHASAN. standar, dilanjutkan pengukuran kadar Pb dalam contoh sebelum dan setelah koagulasi (SNI ). 0.45 µm, ph meter HM-20S, spektrofotometer serapan atom (AAS) Analytic Jena Nova 300, spektrofotometer DR 2000 Hach, SEM-EDS EVO 50, oven, neraca analitik, corong, pompa vakum, dan peralatan kaca yang

Lebih terperinci

BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN. 1. Optimasi pembuatan mikrokapsul alginat kosong sebagai uji

BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN. 1. Optimasi pembuatan mikrokapsul alginat kosong sebagai uji BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN A. HASIL PENELITIAN 1. Optimasi pembuatan mikrokapsul alginat kosong sebagai uji pendahuluan Mikrokapsul memberikan hasil yang optimum pada kondisi percobaan dengan

Lebih terperinci

LATIHAN ULANGAN TENGAH SEMESTER 2

LATIHAN ULANGAN TENGAH SEMESTER 2 Pilihlah jawaban yang paling benar LATIHAN ULANGAN TENGAH SEMESTER 2 TATANAMA 1. Nama senyawa berikut ini sesuai dengan rumus kimianya, kecuali. A. NO = nitrogen oksida B. CO 2 = karbon dioksida C. PCl

Lebih terperinci

LAPORAN PRAKTIKUM KIMIA ANORGANIK PERCOBAAN III (PEMURNIAN BAHAN MELALUI REKRISTALISASI)

LAPORAN PRAKTIKUM KIMIA ANORGANIK PERCOBAAN III (PEMURNIAN BAHAN MELALUI REKRISTALISASI) LAPORAN PRAKTIKUM KIMIA ANORGANIK PERCOBAAN III (PEMURNIAN BAHAN MELALUI REKRISTALISASI) OLEH : NAMA : HANIFA NUR HIKMAH STAMBUK : A1C4 09001 KELOMPOK ASISTEN : II (DUA) : WD. ZULFIDA NASHRIATI LABORATORIUM

Lebih terperinci

HASIL DAN PEMBAHASAN

HASIL DAN PEMBAHASAN HASIL DAN PEMBAHASAN Perbedaan Kandungan CO 2 Sebelum dan Sesudah Pemurnian Perbedaan Kandungan CO 2 melalui Indikator Warna Pengambilan contoh biogas yang dianalisis secara kuantitatif sehingga didapatkan

Lebih terperinci

30 Soal Pilihan Berganda Olimpiade Kimia Tingkat Kabupaten/Kota 2011 Alternatif jawaban berwarna merah adalah kunci jawabannya.

30 Soal Pilihan Berganda Olimpiade Kimia Tingkat Kabupaten/Kota 2011 Alternatif jawaban berwarna merah adalah kunci jawabannya. 30 Soal Pilihan Berganda Olimpiade Kimia Tingkat Kabupaten/Kota 2011 Alternatif jawaban berwarna merah adalah kunci jawabannya. 1. Semua pernyataan berikut benar, kecuali: A. Energi kimia ialah energi

Lebih terperinci

Mn 2+ + O 2 + H 2 O ====> MnO2 + 2 H + tak larut

Mn 2+ + O 2 + H 2 O ====> MnO2 + 2 H + tak larut Pengolahan Aerasi Aerasi adalah salah satu pengolahan air dengan cara penambahan oksigen kedalam air. Penambahan oksigen dilakukan sebagai salah satu usaha pengambilan zat pencemar yang tergantung di dalam

Lebih terperinci

1. Isilah Biodata anda dengan lengkap (di lembar Jawaban) Tulis dengan huruf cetak dan jangan disingkat!

1. Isilah Biodata anda dengan lengkap (di lembar Jawaban) Tulis dengan huruf cetak dan jangan disingkat! Petunjuk : 1. Isilah Biodata anda dengan lengkap (di lembar Jawaban) Tulis dengan huruf cetak dan jangan disingkat! 2. Soal Teori ini terdiri dari dua bagian: A. 30 soal pilihan Ganda : 60 poin B. 5 Nomor

Lebih terperinci

Antiremed Kelas 11 Kimia

Antiremed Kelas 11 Kimia Antiremed Kelas 11 Kimia Stoikiometri Larutan - Latihan Soal Doc. Name: AR11KIM0699 Doc. Version : 2012-07 01. Zat-zat berikut ini dapat bereaksi dengan larutan asam sulfat, kecuali... (A) kalsium oksida

Lebih terperinci

Chapter 7 Larutan tirtawi (aqueous solution)

Chapter 7 Larutan tirtawi (aqueous solution) Presentasi Powerpoint Pengajar oleh Penerbit ERLANGGA Divisi Perguruan Tinggi modif oleh Dr I Kartini Chapter 7 Larutan tirtawi (aqueous solution) Larutan adalah campuran yang homogen dari dua atau lebih

Lebih terperinci

Udara ambien Bagian 1: Cara uji kadar amoniak (NH 3 ) dengan metoda indofenol menggunakan spektrofotometer

Udara ambien Bagian 1: Cara uji kadar amoniak (NH 3 ) dengan metoda indofenol menggunakan spektrofotometer Standar Nasional Indonesia Udara ambien Bagian 1: Cara uji kadar amoniak (NH 3 ) dengan metoda indofenol menggunakan spektrofotometer ICS 13.040.20 Badan Standardisasi Nasional Daftar isi Daftar isi...

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Meningkatnya perkembangan industri, semakin menimbulkan masalah. Karena limbah yang dihasilkan di sekitar lingkungan hidup menyebabkan timbulnya pencemaran udara, air

Lebih terperinci

BAB 4 HASIL PERCOBAAN DAN PEMBAHASAN

BAB 4 HASIL PERCOBAAN DAN PEMBAHASAN BAB 4 HASIL PERCOBAAN DAN PEMBAHASAN 4.1 Pengumpulan Data Hasil Percobaan Pengumpulan data hasil percobaan diperoleh dari beberapa pengujian, yaitu: a. Data Hasil Pengujian Sampel Awal Data hasil pengujian

Lebih terperinci

2. WATER TREATMENT 2.1 PENDAHULUAN

2. WATER TREATMENT 2.1 PENDAHULUAN . WATER TREATMENT.1 PENDAHULUAN Air adalah salah satu bahan pokok (komoditas) yang paling melimpah di alam tetapi juga salah satu yang paling sering disalahgunakan. Sebagaimana diketahui bahwa bumi merupakan

Lebih terperinci

Sulfur dan Asam Sulfat

Sulfur dan Asam Sulfat Pengumpulan 1 Rabu, 17 September 2014 Sulfur dan Asam Sulfat Disusun untuk memenuhi Tugas Proses Industri Kimia Dosen Pembimbing : Prof. Dr. Ir. Chandrawati Cahyani, M.S. Ayu Diarahmawati (135061101111016)

Lebih terperinci

FAKULTAS TEKNIK UNIVERSITAS NEGERI YOGYAKARTA BAHAN AJAR KIMIA DASAR BAB IV STOIKIOMETRI

FAKULTAS TEKNIK UNIVERSITAS NEGERI YOGYAKARTA BAHAN AJAR KIMIA DASAR BAB IV STOIKIOMETRI No. BAK/TBB/SBG201 Revisi : 00 Tgl. 01 Mei 2008 Hal 1 dari 6 BAB IV STOIKIOMETRI A. HUKUM GAY LUSSAC Bila diukur pada suhu dan tekanan yang sama, volum gas yang bereaksi dan volum gas hasil reaksi berbanding

Lebih terperinci

BAB VI KINETIKA REAKSI KIMIA

BAB VI KINETIKA REAKSI KIMIA BANK SOAL SELEKSI MASUK PERGURUAN TINGGI BIDANG KIMIA 1 BAB VI 1. Padatan NH 4 NO 3 diaduk hingga larut selama 77 detik dalam akuades 100 ml sesuai persamaan reaksi berikut: NH 4 NO 2 (s) + H 2 O (l) NH

Lebih terperinci

PEMANFAATAN AIR LAUT PADA PEMBUATAN Mg(OH) 2 DENGAN PENAMBAHAN Ca(OH) 2 DARI DOLOMIT

PEMANFAATAN AIR LAUT PADA PEMBUATAN Mg(OH) 2 DENGAN PENAMBAHAN Ca(OH) 2 DARI DOLOMIT Pemanfaatan Air Laut Pada Pembuatan Mg (OH) (Suprihatin) 19 PEMANFAATAN AIR LAUT PADA PEMBUATAN Mg(OH) DENGAN PENAMBAHAN Ca(OH) DARI DOLOMIT Suprihatin Jurusan Teknik Kimia, Fakultas Teknologi Industri

Lebih terperinci