BAB II STATUS HUKUM HAK ATAS TANAH ADAT DALAM SISTEM HUKUM PERTANAHAN NASIONAL (di Kabupaten Simalungun)

Ukuran: px
Mulai penontonan dengan halaman:

Download "BAB II STATUS HUKUM HAK ATAS TANAH ADAT DALAM SISTEM HUKUM PERTANAHAN NASIONAL (di Kabupaten Simalungun)"

Transkripsi

1 BAB II STATUS HUKUM HAK ATAS TANAH ADAT DALAM SISTEM HUKUM PERTANAHAN NASIONAL (di Kabupaten Simalungun) A. Deskripsi tentang Kabupaten Simalungun 1. Tinjauan mengenai historis (sejarah) Simalungun Stagnasi penulisan sejarah Simalungun 109 disebabkan oleh beberapa hal 110 yaitu: a) Minimnya sumber-sumber tertulis yang merupakan rangkaian peristiwa sejarah di Simalungun, sehingga mengalami kesulitan untuk membentangkan, mendeskripsikan, serta menjelaskan peristiwa yang pernah terjadi di masa lampau itu. b) Di antara sumber tertulis yang ada umumnya dibukukan setelah masuknya era perkebunan 111 sehingga era praperkebunan tersebut tidak diketahui, jika pun ada dari segi tradisi tulis, umumnya dilakukan oleh datu atau guru bolon 112 dan isinya merupakan mantera-mantera atau pengobatan tradisional. Lain daripada itu manuskrip 113 (partikkian) yang ada tidak mengisahkan angka tarikh atau tahun yang jelas, dan pengarang yang anonimus. Sementara itu, sumber-sumber pengelana asing 114, juga tidak menyebutkan nama Simalungun secara pasti, walaupun di 109 Nama dan penamaan Simalungun sesungguhnya masih relatif baru. Peta yang dibuat oleh D.B. Hagen (eincompassauf namen) tahun 1883, belum mencantumkan nama Simalungun meskipun wilayah dimaksud adalah Simalungun sekarang. Dalam tradisi Kesultanan Melayu disebut Batak Dusun untuk menyebut Simalungun. Demikian pula ketika RMG memulai penginjilannya (1903) disebut Timor landen. Pada waktu itu, dikenal Batak Timur yakni orang Batak yang terletak disebelah timur Danau Toba (Negeri Timur). Sebenarnya kurang tepat apabila nama Simalungun sekarang dikaitkan dengan kepribadian orang Simalungun sebagai Simou-mou malungun atau meratap, sunyi, sepi, dan tertutup. 110 Asumsi ini tentu saja didasarkan pada minimnya buku-buku standard tentang Simalungun. Demikian pula bahwa, kebanyakan buku tersebut ditulis oleh bukan sejarahwan akademis tetapi oleh sejarahwan non akademis ataupun budayawan. Tulisan yang dihasilkan cenderung untuk konsumsi kerabat (kalangan tertentu) yang kurang dapat dijadikan rujukan dalam pembahasan ilmiah. Namun demikian, sejumlah Theolog sudah banyak mencoba mengurai sejarah masyarakat dan kebudayaan Simalungun dari perspektif theology khususnya Kristen. 111 Kebiasaan bagi orang Belanda adalah mengirimkan ilmuwan khususnya etnolog dan filolog ke daerah yang akan dikuasainya. Masuknya pengusaha perkebunan asing di Sumatera Timur (1862), Simalungun (Sejak 1875) meninggalkan sepenggal noktah tentang Simalungun. Umumnya tulisan tersebut adalah nota penjelasan para penguasa daerah dan pengembangan wilayah perkebunan. Laporan komprehensif tentang Simalungun diperoleh dari J. Tidemann (1922), yakni kontrolir afdeeling Simeoloengen, itupun ditulis dalam kerangka pengetahuan kolonial terhadap sejarah etnis, kebudayaan dan topografis untuk perluasan perkebunan. Dalam kata pengantarnya, Tidemann mengemukakan terimakasih penyambung lidahnya kepada masyarakat yakni Johannes Hutapea khususnya dalam pengumpulan informasi tentang masyarakat Simalungun pada saat itu. 112 Periksa, JE. Saragih, Pustaka Laklak Museum Simalungun No 252, (Jakarta: Proyek Pengembangan Media Kebudayaan Departemen P dan K, 1981). Salinan terhadap naskah-naskah Pustaha Simalungun seperti yang dikerjakan oleh Vorhooeve tahun 1938 belum dipublikasikan, demikian pula nota-nota penjelasan daerah Simalungun dalam catatan kolonial belum pernah diterbitkan, dan jikapun diterbitkan masih terlalu singkat, sehingga keadaan ini menambah sulit historiografi Simalungun berdasarkan sumber tertulis. 113 Manuskrip yang ada seperti Parpadanan Na Bolag (PNB), Parmongmong Bandar Syahkuda (PBS), Partikkian Bandar Hanopan (PBH), tidak terdapat klan dan tarikh peristiwa tersebut, demikian pula penulisnya yang anonimus. Lain daripada itu, analisis teks terhadap manuskrip ini belum pernah dilakukan hingga saat ini. 114 Periksa William Marsden, History of Sumatera, (Kuala Lumpur: Oxford University of Press, 1966), John Anderson, Mission to the East Cost of Sumatera, (Kuala Lumpur: Oxford in Asia, 1971). Ma Huan, Ying-Yai Shen-Lan: The Overal Survey of the Ocean Shores 1433, (Cambridge: Hakluyt Society, 1970), Tome Pires, The Summa Oriental of

2 kemudian hari wilayah yang dimaksud adalah Simalungun, c) Kebanyakan bukubuku tentang Simalungun pada masa sekarang, baik yang diterbitkan (ber-isbn) ataupun masih dalam bentuk laporan tesis atau disertasi adalah tinjauan theology (Kristen) sehingga analisis terhadap kesejarahannya masih terbatas pada aspek theologis 115, d) Minimnya Sarjana-sarjana penulis sejarah dan sosial berpredikat (master dan doktor 116 ) yang menggeluti dunia kesejarahan ini sehingga literatur sejarah menjadi jarang dijumpai di toko buku, e) Di antara buku-buku yang ada cenderung ditulis untuk keperluan pribadi atau keluarga 117 yang dalam pembentangannya kurang menjelaskan kaitan antara satu peristiwa dengan peristiwa lainnya atau juga dari satu wilayah dengan wilayah lainnya, f) Kerancuan daripada sejarah Simalungun sekarang dengan sumber terbatas itu berdampak pada pola penulisan yang mengadopsi penulis awal 118 tanpa adanya dialog sumber sehingga makin lama makin terasa biasnya, g) Tradisi menulis yang belum memasyarakat 119, dan h) Minimnya penyelidikan lintas disiplin ilmu 120 Tomme Pires: An account of the east from the Red Sea to Japan, Written in Malacca and India in , (Armando Corteasao, ed) Germany: Lessing Druckerij, Edwin M. Loeb (ed), Sumatera: Its History and People Singapore: Oxford University, atau juga Anthony Reid (ed) Witnessses to Sumatera: A Travelers Anthology. Kuala Lumpur: Oxford University. Atau juga WP. Groeneveltd (ed) Historical Notes on Indonesia and Malay: Compiled from Chinese Sources. Jakarta: Bharata. Kong Yuanzhi Cheng Ho Muslim Tionghoa: Misteri Perjalanan Muhibah di Nusantara (Hembing W, Ed). Jakarta: Obor 115 Lihat misalnya.martin Lukito Sinaga, Identitas Postkolonial Gereja Suku Indonesia: Studi Tentang JW. Saragih, (Yogyakarta: LkiS, 2006), atau Martin Lukito Sinaga dan Juandaharaya Dasuha, Tole den Timorlanden das Evanggelium: Sejarah 100 Tahun Injil di Simalungun, ( Pematangsiantar: Kolportase GKPS, 2003) Satu buku yang diterbitkan tentang Simalungun adalah buah karya Arlin Dietrich Jansen. Gonrang Simalungun: Struktur dan Fungsinya dalam Masyarakat Simalungun, (Medan : Bina Media, 2003). 116 Kebanyakan tema-tema penelitian yang ditulis oleh penulis asing tentang Simalungun adalah ekonomi pertanian dan perkebunan serta politik. Masih jarang dijumpai penulis yang mengurai sejarah Simalungun. Lain daripada itu kebanyakan para intelektual (professor, doktor, maupun magister) adalah berlatar belakang ilmu Paedagogis (ilmu pendidikan), Pertanian, Hukum, dan Tehnik, Kesehatan dan Theologi. Sedang dalam bidang ilmu sejarah, anthropologi maupun sosiologi (rumpun ilmu sosial lainnya) terutama yang aktif menulis buku masih jarang. Bilapun ada penulis sejarah cenderung bukan dalam kerangka akademis. 117 Lihat dan periksa buku-buku yang ditulis tentang Simalungun masih terfokus pada riwayat Raja dan Kerajaan, seperti Sejarah Kerajaan Raya, Kerajaan Siantar Sang Na Ualuh Damanik, Kerajaan Purba Pakpak, Kerajaan Panei Purba Dasuha dst, yang ditulis untuk keperluan keluarga. Demikian pula buku biografi atau semacam memoir yang ditulis dengan penjelasan minim tentang Simalungun. 118 Bandingkan dengan pendapat Michael Faucault yang mengemukakan bahwa dalam masyarakat biasanya terdapat berbagai wacana yang berbeda, namun karena penguasa memilih wacana tertentu yang kemudian mendominasi wacana lainnya, maka wacana-wacana lainnya akan terpinggirkan dan termarginalkan. Lihat Michael Faucault, What is an author?. In: Josue Harari (ed), Textual Strategies: Perspectives in Post Structuralis Criticism, (London: Methuen 1979). Maksud daripada pernyataan ini adalah ada-nya semacam fenomena penulisan buku dengan merujuk pada penulis luar Simalungun di mana rujukan tersebut sebenarnya bertentangan dengan keadaan Simalungun dan apalagi dengan penjelasan yang sangat dangkal. Contoh, penulis Simalungun masih saja merujuk bahwa klan dan asal usul orang Simalungun berasal dari Pusuh Buhit, tradisi Raja dan Kerajaan khususnya Raja Maropat adalah bentukan Singamangaraja, Nama dan penamaan Simalungun adalah sebagai (orang) yang Malungun, Sunyi, Sepi, (Sima-sima, Simou dan Malungun) padahal tidak punya dasar sama sekali. 119 Walaupun dengan analisis dan rujukan yang terbatas, beberapa diantaranya telah mencoba menulis seperti Sortaman Saragih, Orang Simalungun, (Jakarta: Citama Vigora, 2007). 120 Berdasarkan diskusi tak resmi dengan Kepala Museum Negeri Sumatera Utara dan Balai Arkeologi Medan, demikian pula tinggalan (artifak) arkeologis yang banyak di temukan di Simalungun, namun penelitian untuk mendapatkan data yang akurat seperti ekskavasi, geomorphologis, carbodanting atas tinggalan tersebut belum pernah dilakukan. Contoh fort of Nagur, Catur Nagur, arca raja yang menunggang Gajah maupun tinggalan

3 2. Nama Simalungun dalam perdebatan 121 Masih menjadi pertanyaan, darimana asal kata Simalungun?. Sebagai pedoman adalah sebagai berikut : a. Pendapat dari U. Hamdar (Urich H. Damanik) : Simalungun berasal dari kata : Si-ma-lungun, yaitu bertitik tolak dari pemecahan secara etimologis bahwa Si adalah kata penunjuk, ma adalah awalan, lungun artinya sunyi atau rindu. b. Pendapat Kasim Sipayung : Simalungun berasal dari Siou-ma-lungun, dengan penjelasan bahwa Siou adalah daerah atau wilayah, ma adalah awalan lungun adalah sunyi atau rindu. Malungun berarti yang sunyi atau yang dirindui. Iou artinya Negeri. Dalam pergaulan sehari-hari kata ini tidak banyak dipakai tetapi dalam Kidung mengandung arti kasih sayang dan kerinduan, misalnya jika seorang anak meninggal dunia maka ibunya akan meratap dengan kalimat juppa ma parsirangan, madaoh ma pardomuan, lahoma tunas mardomu nadaoh, marlangit anak-anak martamoh pulau-pulau artinya : kinilah kita berpisah, tak akan bertemu lagi (karena) dikau pergi ke negeri jauh dengan bumi dan langit yang terasing. Jadi Simalungun berarti daerah tersayang yang (menjadi) sunyi. c. Pendapat T. Ms. Purbaraya : Simalungun berasal dari kata Silou-ma-lungun, yakni dengan menghubungkan sejarah runtuhnya Kerajaan Silou Tua sebagai lanjutan dari Kerajaan Nagur dan lain-lain yang berhubungan dengan perpindahan penduduk (migra-si) dan wabah penyakit sampar. d. Pendapat T.B.A. Purba Tambak : Simalungun berasal dari kata : Simou dan Lungun. Simou artinya samarsamar yakni antara nampak dan tidak nampak dengan terang, tetapi jelas ada. Ibarat Sima (kuman) tidak dapat dilihat dengan terang tetapi jelas ada. Lungun artinya sunyi atau lengang, karena wilayah itu dulunya adalah terdiri dari hutan belantara yang sunyi dan lengang dimana penduduknya hampir tidak kelihatan e. Pendapat D. Kenan Purba : Kata Simalungun berasal dari kata Sima-lungun. Sima artinya sisa, lungun artinya kesedihan, maka Simalungun artinya Sisa dari Kesedihan. Dalam tradisi megalitik lainnya belum pernah diteliti sehingga belum didapat informasinya. Jika pun ada, masih terbatas pada segi arsitektur seperti yang dilakukan oleh Claire Holt dan Ery Soedewo. Lihat, Buletin Sangkakala, (Medan: Balai Arkeologi. 2005). 121 Pemberian nama Simalungun masih memerlukan penelitian dari ahli bahasa, sejarah dan budaya Simalungun : Bukan Sibalungun, bukan Simelungun, melainkan Simalungun, demikian O.J Sinaga dari Tiga Balata, SIB, 15 Januari 1977 dalam Kenan Purba dan J.D Poerba, Sejarah Simalungun, (Jakarta : Bina Budaya Simalungun, 1995), hal. 1.

4 bahasa daerah Simalungun biasa disebut : Sima-sima ni lungun yang akhirnya dilafazkan menjadi Simalungun. Asal kata Simalungun karena itu, berasal dari bahasa Simalungun, lungun artinya sunyi/ sepi. Bila penjelasan ini diceritakan di tempat orang lain, maka menurut tata bahasa Simalungun ditambah dengan kata ma (malungun), menunjukkan kondisi territorial yang sunyi sepi itu. Dalam perkembangan tata bahasa Simalungun, bila kata sebutan tentang sesuatu benda atau wilayah menjadi nama, biasanya ditambah si misalnya : si Anu jika wilayah Simarjarunjung, Simalungun. 122 Malungun menggambarkan keadaan asli, bahwa tanah yang sangat luas itu masih jarang manusia penghuninya, penuh dengan binatang-binatang buas, tempat burung-burung bersarang. Belum ada jalan manusia, hanya padang belantara (harangan toras/ hutan belukar), sungai (bah), bukit-bukit gunung dan lembahlembah. Legenda yang bersifat mythos, ada seorang bidadari berasal dari kahyangan, sepanjang hidupnya merasa kesepian (malungun) karena merindukan sesuatu yang tak kunjung datang. Dari segi panorama, nun jauh mata memandang disebut marsima-sima artinya sima : lungun menjadi Simalungun. Itulah asal mula munculnya istilah/ nama Simalungun. 3. Masuknya orang Tapanuli ke Simalungun Dimulai pada abad ke 19, kampung halaman Batak Toba sudah mulai sesak akibat pertambahan alamiah, angka kematian mulai menurun, sedang angka kelahiran menjadi meningkat. 123 Jumlah penduduk bertambah dengan cepat dan sejalan dengan itu tekanan penduduk terhadap lahan pertanian, terutama dalam persawahan menjadi masalah yang pelik di daerah Dataran Tinggi Toba 124. Di berbagai wilayah, luas lahan persawahan yang diusahai penduduk semakin sempit. Pembukaan dan perluasan persawahan baru semakin tidak mungkin karena berbagai hal, diantaranya faktor sumber air dan iklim. Hasil yang diperoleh dari lahan kering pun kurang memuaskan. Berbagai :tantangan di kampung halaman harus dihadapi. Sementara itu cita-cita untuk selalu mengejar 3H (Hagabeon, Hamoraon, dan Hasangapon) tidak pernah padam dalam diri setiap orang. Berbagai keterbatasan yang dihadapi di wilayah sendiri mendorong mereka meninggalkan kampung halamannya. Pada awalnya tidak sedikit dari kaum tani yang bekerja keras membuka hutan dan 122 Ibid, hal Ini adalah salah satu dampak positif dari usaha-usaha Zending Jerman di bidang kesehatan

5 membangun kampung baru dengan menghadapi tantangan yang berat tanpa memperhitungkan risiko di daerah lain. Pada tahun 1912 atas kerjasama Pemerintah Hindia Belanda dengan zending Kristen didatangkanlah orang-orang dari Toba, Angkola, dan Mandailing, dengan menjanjikan fasilitas-fasilitas tertentu asal mau membawa rombongan dalam jumlah besar ke Simalungun terutama untuk membuka areal persawahan. Pada tahun 1920 telah ada orang Toba sebanyak orang dan Mandailing sebanyak orang yang tersebar di daerah-daerah persawahan di Simalungun. Sesuai dengan janji yang diumbar oleh Pemerintah Hindia Belanda dan sejalan dengan Politik Devide Et Impera, maka bagi suku-suku pendatang, diangkatlah pimpinan-pimpinan yang diambil dari kalangan mereka sendiri. Untuk memimpin orang-orang Toba diangkatlah Andreas Simangunsong dengan gelar Jaihutan (Raja Ihutan). Demikian juga jabatan-jabatan di pemerintahan seperti Pangulu Balei (Kepala Kantor Raja), Kerani, Guru dan lain-lain banyak yang diberikan kepada suku-suku pendatang tanpa memperhatikan perimbangan dengan penduduk setempat. Hal ini mendapat tantangan keras dari Raja-raja Simalungun, sehingga akhirnya pada tahun 1921 jabatan Jaihutan, Pangulu dan Kepala Rodi untuk orangorang Toba dihapuskan. Selain itu pemerintah Kolonial Belanda memberikan lokasi tanah persawahan bagi orang-orang Jawa, terutama bagi mereka yang telah habis masa kontraknya di perkebunan, maka berdirilah perkampungan orang Jawa di Bandar dan Sidamanik, perkampungan seperti ini disebut Javakolonisasi. Keseluruhan kegiatan tersebut di atas adalah untuk memperbesar persaingan (tidak jarang jadi permusuhan) antara penduduk setempat dengan para pendatang sesuai dengan kepentingan politik Belanda. Sesuai dengan sifat orang Simalungun yang suka menyendiri, mudah tersinggung, dan tidak mengenal pertanian sawah, akhirnya mereka mudik ke daerahdaerah yang relatip lebih kurus (kurang subur atau gersang), karena daerah-daerah subur dan yang dapat dijadikan persawahan hampir seluruhnya diduduki orang-orang pendatang. Dengan kata lain, setelah tersebar berita tentang keadaan Simalungun di Tapanuli, yang dibawa oleh petugas mission, beberapa waktu kemudian telah ada yang memberanikan diri untuk melihat keadaan daerah itu, ada yang naik sampan dari Balige menuju Sungkean Samosir terus ke Parapat dan dari Panahatan melewati hutan terus ke Tigadolok dan sampai ke Siantar setelah empat hari perjalanan. Sesudah melihat keadaan daerah tersebut, mereka memutuskan untuk membuka perkampungan. Untuk menambah tenaga dan mempertahankan diri dari serangan musuh, beberapa orang disuruh pulang dan sekaligus memberi kabar kepada keluarganya dan teman-teman sekampung agar mereka ikut dalam perjalanan 124 O.H.S Purba dan Elvis F. Purba, Migrasi Batak Toba, di luar Tapanuli Utara : Suatu Deskriptif. (Medan : Monora, 1998), hal. 1

6 berikutnya. Demikian pula berita yang diwartakan pekabar Injil melalui majalah mingguan Immanuel sangat cepat tersebar dan menarik perhatian, terutama bagi keluarga yang tidak memiliki lahan yang luas. Sejak itu, beberapa rombongan, sebagian naik sampan dari Balige ke Panahatan terus ke Tigadolok dan sebagian berjalan kaki dari Lumban Julu terus ke Tigadolok dan dari sana menuju arah Siantar. Perjalanan yang melelahkan dengan melewati hutan yang diselang-selingi terik matahari dan hujan tidak menjadi penghambat bagi mereka memasuki daerah Simalungun. Pada tahun 1904 di Pematang Bandar telah dimulai membuka persawahan yang diprakarsai oleh missioner G.K. Simon. Proyek ini hanya berjalan beberapa lama karena hasilnya sangat sedikit dan akhirnya tutup 125. Ketika itu untuk membentuk persawahan sangat sukar karena saluran irigasi belum ada. Oleh karena itu orang Batak Toba kurang berminat tinggal disana. Disamping dorongan dari diri sendiri, missioner Jerman juga mendukung perpindahan sebagian orang Batak Toba ke Simalungun dengan maksud untuk memberi contoh dalam cara bercocok tanam di persawahan dan sekaligus untuk memberi teladan cara hidup Kristiani. Tahun 1905 orang-orang dari Tapanuli sudah makin banyak yang pindah, ada yang menuju Panai, Bandar dan Tanah Jawa. Petanipetani yang sudah membuka perladangan berusaha mengubahnya menjadi persawahan. Pada tahun itu juga petani-petani yang tinggal di dekat Siantar berhasil menggali tali air dari Sungai Bah Biak secara gotong royong dengan berpedoman pada teknologi irigasi yang mereka bawa dari kampung asalnya. Sejak pembukaan tali air tersebut, persawahan mulai ada. Nama tempat persawahan itu pun, yang semula adalah perladangan (juma) berubah menjadi Juma-Saba, yang bermakna perladangan (juma) berubah menjadi persawahan (saba), yaitu di derah Simpang Empat yang sekarang. Dalam beberapa tahun, areal pertanian pangan yang dibuka petani-petani Batak Toba sudah menunjukkan hasil yang lumayan. Keberhasilan tersebut ternyata mendapat perhatian dari pemerintah Kolonial. Mereka mengetahui bahwa petani-petani tersebut sungguh-sungguh mengerjakan lahan pertaniannya dan melihat semangat petani-petani yang datang belakangan membuka lahan pertanian pangan. Sadar akan kesungguhan dan keagresifan petani-petani tersebut, serta sesuai dengan politik mereka, pemerintah kolonial melalui Kontrolir Batubara mengadakan perjanjian dengan raja Bandar, agar orang Batak Toba diberi kesempatan memasuki daerah Bandar dalam rangka membuka persawahan 126 Sejak perjanjian tersebut semakin banyak kaum tani dari Tapanuli menuju Bandar, walaupun kemudian hari banyak yang pindah kembali. Tahun 1906 petanipetani dari Toba Holbung, Silindung, dan Humbang datang untuk membuka persawahan. Mula-mula mereka tiba di Bandar Meratur dan dari sana menyebar ke 125 M.Joustra, van Medan Naar Padang En Terugi, (Leiden:S.C van Doesburq, 1915), hal Batara Sangti, dkk, Sejarah Batak, (Balige : Karl Sianipar Company,1977), hal.179

7 daerah sekitarnya 127. Pada tanggal 31 Desember 1906, sudah terdapat sebanyak 94 orang Kristen Batak, terdiri dari 40 laki-laki dewasa, 11 perempuan dewasa dan 43 anak-anak yang datang dari Tapanuli tinggal di Pematang Bandar 128. Pada tahun yang sama, di Juma-Saba sudah diadakan kebaktian yang dipimpin oleh evangelis Theopilus Pasaribu 129 Tahun 1907 sudah terdapat beberapa keluarga Batak Toba yang datang dari Toba Holbung, Humbang, dan Silindung tinggal di daerah Panai 130. Selain ke daerah Panai, banyak pula yang menuju Siantar, kearah Dolok Merlawan dan daerah lainnya di Simalungun. Sebaliknya perpindahan ke Tanah Jawa ketika itu mendapat hambatan. Mereka tidak diijinkan oleh pemerintah, yaitu kontrolir yang lama memerintah dan mengawasi rakyat di daerah itu 131. Pada bulan September 1907 tujuh raja Simalungun menandatangani Korte Verklaring 132. Penandatanganan perjanjian tersebut merupakan pengakuan terhadap kedaulatan Belanda di sana dan ketika itu raja-raja tersebut berjanji tidak akan melakukan hubungan-hubungan politik dengan negeri-negeri asing serta setuju untuk mengikuti undang-undang dan peraturan-peraturan yang dibuat oleh pemerintah kolonial. Sejak itulah dirintis perluasan perkebunan di Simalungun 133. Pembukaan perkebunan tersebut membuka kesempatan yang lebih luas lagi bagi kaum terdidik Batak Toba mendapatkan pekerjaan di daerah itu. Dalam kurun waktu 3 Tahun, beberapa daerah di Simalungun sudah dihuni orang-orang Batak Toba. 4. Pemerintahan Swapraja Sesudah penandatangan Korte Verklaring tahun 1907, sistem pemerintahan di Simalungun sudah berubah, dari kerajaan-kerajaan yang berdiri sendiri berubah menjadi Swapraja yang disebut Landschap berada dalam Onder Afdeling Simalungun di bawah pemerintahan Hindia Belanda. 134 Dengan adanya perubahan tersebut maka peranan Harajaan (dewan kerajaan) tidak ada lagi, karena semua kekuasaan telah dipusatkan pada Raja sebagai Kepala Landschap. Sejak tahun 1904 kerajaan-kerajaan Dolok Silau, Raya, Purba dan Silimakuta termasuk daerah dalam penguasaan Pemerintah Belanda, dikepalai oleh seorang 127 Sihombing, P.T.P., Saratus Taon Huria Kristen Batak Protestan, (Medan : Philemon & Liberty,1961), hal H.Marbun, Barita Djujur Taon-Laporan Tahunan ( ), (Doloksanggul, Humbang, Bandar, Asahan, D. Serdang, Medan-Atjeh dan Medan TImur), (Medan;Lembaga Penelitian Universitas HKBP Nomensen,1990), hal Panitia Jubileum, Buku Sejarah HKB P Pematangsiantar, Pesta Jubileum 75 Taon 29 September September 1982, (Pematangsiantar; Grafina,1982) hal Sihombing, loc cit 131 A.A Sitompul, Perintis Kekristenan di Sumatera Bagian Utara, (Jakarta:BPK Gunung Mulia,1986), hal Reid, Anthony, The Blood of the People: Revolution and the End of Traditional Rule in Northern Sumatera. (Kuala Lumpur : Oxford University Press,1979), hal Liddle, R, William, Ethnicity, Party, and National Integration: An Indonesian Case Study, (New Haven : Yale University Press, 1970), hal Kenan Purba & J.D. Poerba, Sejarah Simalungun, op cit, hal. 60

8 Controleur bernama V.CJ Westenberg yang berkedudukan di Bangun Purba, sedangkan kerajaan-kerajaan Siantar, Tanah Jawa dan Pane telah terdahulu (sejak akhir tahun 1890) pengaruh Pemerintah Belanda dibawah pimpinan seorang Controleur yang berkedudukan di Labuhan Ruku daerah Batu Bara. 135 Pelaksanaan Pemerintahan oleh Belanda dilakukan dengan cara tournee ke Daerah-daerah dan di mana perlu menyelesaikan sesuatu persoalan langsung di lapangan, ataupun para Raja-raja dan pembesar-pembesarnya datang berkumpul untuk berrapat (Harungguan Nabolon). Harungguan Na Bolon pada waktu dalam hubungan ada sesuatu sengketa, maka dijadikan merupakan sidang pengadilan sedangkan penuntut umum (Jaksa) pertama untuk daerah Hukum Saribu Dolok ialah Ingat-dolok Saragih (Tuan Sinasih) dan untuk daerah hukum P.Siantar Jaksa pertama ialah Manase Sitompul. Hasil penerimaan/pendapatan dari Pemerintah Belanda ialah Candu yang merupakan hadiah mengurangi ketegangan Politik. Pada akhir tahun 1909 daerah Karo disatukan dengan Pemerintahan daerah kerajaan Simalungun di bawah pimpinan Assintent-Resident Westenberg yang berkedudukan di Saribu Dolok (Westenberg sebelumnya conroleur di Bangun Purba). Untuk daerah Simalungun didudukkan seorang Controleur bertempat di P.Siantar dan kemudian Controleur untuk daerah Karo bertempat di Kabanjahe (tahun 1911). Pada tahun 1910 didirikanlah markas Tentera Belanda di Seribu Dolok, tetapi pada pertengahan tahun 1911 dipindahkan ke Sidikalang. Di daerah Simalungun Atas, Politik Pemerintahan tidak begitu pesat perkembangannya, sedangkan di daerah Simalungun Bawah dengan adanya penanaman karet, pertumbuhannya cepat sekali, sehingga kedudukan Assistant Resident pada tahun 1912 dipindahkan dari Seribu Dolok ke P.Siantar. Demikianlah sejak pertengahan tahun 1920 daerah Simalungun termasuk daerah penanaman modal asing. Sesudah penandatanganan kontrak pendek dengan pemerintah Belanda pada tahun 1907, maka kekuasaan Raja-Raja di Simalungun dengan berangsur-angsur menjadi kurang, sekalipun dinamakan pemerintahan itu diserahkan seluas-luasnya mengurus rumah tangganya sendiri. Hanya bayangan nama Raja sesungguhnya merupakan Kepala Adat dimana kekuasaannya telah dibatasi oleh Pemerintah Belanda. Dengan surat keputusan Pemerintah Belanda Lembaran Negara 1914 No.24 yang pelaksanaannya untuk daerah Simalungun baru disahkan pada tahun 1917, maka berlakulah peraturan-peraturan yang diperbuat oleh pemerintah Belanda mengenai wewenang dari Raja-Raja Simalungun dan pengaturan mengenai peradilannya. Mulai tahun ini dibangun kantor Raja di tiap-tiap kerajaan untuk melaksanakan administrasi Pemerintahan. Pada tiap-tiap kantor diangkat seorang kepala kantor yang dinamakan penghulu balai dan bertindak juga selaku jaksa (penuntut Umum) dalam perkara pidana pada Pengadilan Swapraja tingkat kerapatan urung. Yaitu pelanggaran denda di antara rupiah uang Belanda dan ancaman 135 TBA Purba Tambak, Sejarah Simalungun, (Pematangsiantar:Danau Singkarak,1982), hal.129

9 hukuman penjara selama 14 hari sampai 5 bulan dan dalam bidang perkara perdata bertindak selaku panitera yang memutuskan perkara dengan nilai harga rupiah uang Belanda. Onder Afdeling Simalungun dibagi habis dalam 7 Kerajaan, dan Kerajaan dibagi atas beberapa Distrik (semua ada 16 Distrik) dan selanjutnya Distrik dibagi habis dalam beberapa Kampung (huta). Adanya Kerajaan/ Landschap dan Distrik di Simalungun pada waktu itu adalah sebagai berikut : No Landschap Distrik 1 Siantar 1. Siantar 2. Bandar 3. Sidamanik 2 Tanoh Jawa 4. Tanoh Jawa 5. Bosar Maligas 6. Jorlang Hataran 7. Dolog Panribuan 8. Girsang Sipangan Bolon 3 Panei 9. Panei 10. Dolog Batu Nanggar 4 Raya 11. Raya 12. Raya Kahean 5. Dolog Silou 13. Dolog Silou 14. Silou Kahean 6. Purba 15. Purba 7. Silima Kuta 16. Silima Kuta Dalam hal perubahan kewenangan raja-raja berdasarkan besluit Gubernement tahun 1914 No 24 ditetapkan hak-hak dan wewenang Raja-Raja Simalungun termasuk Peradilan Swapraja/Landraad sebagai pengganti Kerapatan atau Harungguan, tetapi baru mulai berlaku pada tahun Pada tahun 1917 gedung Kantor para Kepala Landschap (Raja) di Simalungun dibangun dan pada setiap kantor diangkat seorang Pangulu Balei (Kepala Kantor) yang sekaligus merangkap sebagai jaksa pada tingkat Kerapatan Urung. Sedangkan hirarki dan tingkat-tingkat peradilan yang ada di Simalungun waktu itu adalah sebagai berikut : a. Tingkat Huta (Kampung) tugas peradilan dipegang oleh Kepala Kampung (Pangulu) dibantu oleh beberapa orang pengetua (Partuha Maujana).

10 b. Tingkat Parbapaan (gabungan beberapa kampung) peradilan diadakan melalui Kerapatan Balei yang diketuai oleh Parbapaan dan anggota-anggotanya adalah para Pangulu yang ada di wilayahnya. c. Tingkat Landschap (Kerajaan) melalui Kerapatan Urung yang langsung diketuai oleh Raja (Kepala Landschap) dibantu oleh Pangulu Balei dan beberapa Gamot Harajaan. d. Pengadilan Tertinggi di Onder Afdeling Simalungun disebut Kerapatan Na Bolon yang langsung diketuai oleh Controleur dan anggotanya adalah ke 7 Raja-raja Simalungun. Tugasnya ialah untuk menyelesaikan perkara atau sengketa di antara Raja-raja Simalungun. Tetapi hakekatnya kepada Badan tersebut dibebankan juga tugas-tugas pelaksanaan pengaturan otonomi dan medebewind (tugas perbantuan). Controleur mempunyai tugas ganda, yaitu sebagai Zelfbestuur (Pemerintah di Daerahnya) dan sebagai Voorzitter (Hakim). Dalam sistem Swapraja ini Raja-raja merasa kuasanya dikukuhkan, akan tetapi mereka tidak sadar bahwa mereka telah menjadi alat kolonial. Sebagai bukti, raja-raja sudah ditugaskan memungut belasting (pajak) dan bagi rakyat yang tidak mampu membayar pajak dipaksa untuk melaksanakan pekerjaan Rodi (Kerja Paksa). 5. Asal Usul Orang Simalungun a. Marga Terdapat empat marga asli suku Simalungun yang populer dengan akronim SISADAPUR, yaitu : 1) Sinaga 2) 3) 4) Saragih Damanik Purba Keempat marga ini merupakan hasil dari Harungguan Bolon (permusyawaratan besar) antara 4 raja besar (raja-raja yang pernah berkuasa di Simalungun), untuk

11 tidak saling menyerang dan tidak saling bermusuhan (marsiurupan bani hasunsahan na legan, rup mangimbang munssuh). Keempat raja itu adalah : Raja Nagur bermarga Damanik Damanik berarti Simada Manik (pemilik manik), dalam bahasa Simalungun, Manik berarti Tonduy, Sumangat, Tunggung, Halanigan (bersemangat, berkharisma, agung/terhormat, paling cerdas). Raja Banua Sobou bermarga Saragih Saragih dalam bahasa Simalungun berarti Simada Ragih, yang mana Ragih berarti atur, susun, tata, sehingga simada ragih berarti Pemilik aturan atau pengatur, penyusun atau pemegang undang-undang. Raja Banua Purba bermarga Purba Purba menurut bahasa, berasal dari bahasa Sanskerta yaitu Purwa yang berarti timur, gelagat masa datang, pengatur, pemegang undang-undang, tenungan pengetahuan, cendekiawan/sarjana. Raja Saniang Naga bermarga Sinaga Sinaga berarti Simada Naga, dimana Naga dalam mitologi dewa dikenal sebagai penyebab Gempa dan Tanah Longsor. Dilihat dari perkembangan marga-marga Dilihat dari perkembangan marga-marga di Simalungun bahwa marga Sinaga, Saragih, Damanik, dan Purba (Sisadapur) hanyalah merupakan marga pokok saja. Hal itu dapat kita lihat dari perkembangan berikutnya berdasarkan hubungan kekerabatan dari raja-raja atau partuanon dahulu, maka di masing-masing kerajaan terdapat tambahan marga-marga yang baru sebagai berikut : a. Di bekas Kerajaan Purba : Marga Lingga, Silalahi dan Haloho b. Di bekas Kerajaan Raya : Marga Sipayung, Silalahi, Sinurat dan Sitopu c. Di bekas Kerajaan Tanoh Jawa : Marga Manurung, Butar-butar, Sirait, Sitorus dan Margolang. d. Di bekas Kerajaan Siantar : Marga Dabahu (Naibaho), Dasopang, Dasalak bahkan dari etnis Melayu, Banjar, dan Sipirok/Mandailing. e. Di bekas Kerajaan Dolog Silou : Marga Sipayung, Tarigan, Sembiring, Ginting dan Munthe. f. Di bekas Kerajaan Panei : Marga Sipayung, Turnip dan Sitio.

12 g. Di bekas Kerajaan Silimakuta : Marga Tarigan, Sembiring, Silalahi, Simanjorang dan Situngkir. 136 b. Perkerabatan Simalungun Orang Simalungun tidak terlalu mementingkan soal silsilah karena penentu partuturan (perkerabatan) di Simalungun adalah hasusuran (tempat asal nenek moyang) dan tibalni parhundul (kedudukan/peran) dalam horja-horja adat (acaraacara adat). Hal ini bisa dilihat saat orang Simalungun bertemu, bukan langsung bertanya aha marga ni ham? (apa marga anda) tetapi hunja do hasusuran ni ham? (dari mana asal usul anda?). Hal ini dipertegas oleh pepatah Simalungun Sin Raya, sini Purba, sin Dolog, sini Panei. Na ija pe lang na mubah, asal ma marholong ni atei (dari Raya, Purba, Dolog, Panei. Yang manapun tak berarti, asal penuh kasih). Sebagian sumber menuliskan bahwa hal tersebut disebabkan karena seluruh marga raja-raja Simalungun itu diikat oleh persekutuan adat yang erat oleh karena konsep perkawinan antara raja dengan puang bolon (permaisuri) yang adalah puteri raja tetangganya. Seperti raja Tanoh Djawa dengan puang bolon dari Kerajaan Siantar (Damanik), raja Siantar yang puang bolonnya dari Partuanon Silappuyang, Raja Panei dari Putri Raja Siantar, Raja Silau dari Putri Raja Raya, Raja Purba dari Putri Raja Siantar dan Silimakuta dari Putri Raja Raya atau Tongging. Adapun perkerabatan dalam masyarakat Simalungun disebut sebagai partuturan. Partuturan ini menentukan dekat atau jauhnya hubungan kekeluargaan (pardihadihaon), dan dibagi ke dalam beberapa kategori sebagai berikut : a). Tutur Manorus / Langsung Perkerabatan yang langsung terkait dengan diri sendiri b). Tutur Holmouan / Kelompok Melalui tutur Holmouan ini bisa terlihat bagaimana berjalannya adat Simalungun c). Tutur Natipak / Kehormatan Tutur Natipak digunakan sebagai pengganti nama dari orang yang diajak berbicara sebagai tanda hormat. Menurut penelitian G. Ferrand seorang antropolog dari Amerika menyimpulkan bahwa kedatangan penduduk ke Nusantara terjadi dalam 2 periode. Periode pertama disebut protomelayu/ proto Simalungun yang datang sekitar 1000 tahun SM, diperkirakan datang dari Nagore (India Selatan) dan pegunungan Assam (India Timur) di sekitar abad ke-5, menyusuri Myanmar, ke Siam dan Malaka untuk selanjutnya menyeberang ke Sumatera Timur dan mendirikan kerajaan Nagur dari 136 Kenan Purba & J.D. Poerba, Sejarah Simalungun, op cit, hal. 4-5

13 Raja dinasti Damanik, yang diperkirakan menjadi penduduk pertama Nusantara. Pada awalnya protomelayu banyak mendiami pesisir pantai di pulau-pulau Nusantara. Kelompok ini antara lain adalah Batak (termasuk Simalungun), Toraja, Dayak dan Nias. 137 Periode kedua datang sekitar tahun 500 SM dan disebut deuteromelayu / deutero Simalungun, datang dari suku-suku di sekitar Smalungun yang bertetangga dengan suku asli Simalungun. Kelompok ini termasuk orang Jawa, Madura dan Makasar. Kedatangan deutromelayu ini mendesak protomelayu sehingga suku protomelayu semakin bergerak dan berpindah ke pegunungan di pulau-pulau Nusantara. Dikisahkan, pada waktu perpindahan gelombang protomelayu, ada sekelompok penduduk yang hijrah (pindah) dari India Selatan secara estafet. Awalnya kelompok ini berangkat dari India Selatan menuju Champa (baca : Siam = Thailand sekarang).; Setelah beberapa puluh tahun tinggal di Champa, komunitas ini diserang oleh suku Mongolia dari utara. Kaum pria banyak dibunuh dan wanitanya dikawini para pria Mongolia. Dari hasil perkawinan campuran ini terlahirlah suatu turunan ras baru berkulit sawo matang. Setelah peristiwa serangan tersebut sebagian dari kelompok ini berpindah lagi dan berpencar menuju pulau-pulau di sekitarnya (yakni Indonesia dan Philipina sekarang). Di Nusantara ada kelompok yang menuju Sulawesi dan ada yang menuju Sumatera. Mereka yang mendarat di Sulawesi tersebut, beranak-pinak menjadi suku Toraja. Sementara kelompok yag pindah menuju Sumatera mendarat di Batubahra (Sekarang : Batubara) dan dari sana mulai menyebar ke seluruh pelosok Sumatera bagian Utara. Kelompok inilah yang beranak-pinak menjadi leluhur orang Simalungun (termasuk Batak lainnya). 138 Sementara kelompok ketiga berpindah menuju Tagalog (Philipina). Di sana beranak-pinak dan kelak menjadi leluhur orang Philipina. Bukti budaya sebagai fakta otentik hingga kini masih ada ditemui persamaan budaya dalam ketiga kelompok ini. Misalnya pemakaian kain perca putih (simalungun = porsa), yang diikatkan pada kepala seperti slayer pada saat kematian orang tua yang sudah lanjut usia. Juga adanya budaya makan sirih serta meratakan gigi (mangkihir ipon). Mangkihir ipon adalah tradisi meratakan gigi dengan cara memotongnya dengan alat kikir. Setelah diratakan, untuk menghilangkan rasa ngilu, gigi dioles dengan getah kayu (Simalungun : saloh) sehingga gigi kelihatan berwarna hitam. Budaya ini ditemukan pada semua kelompok keturunan di atas. Budaya mangkihir ipon di Simalungun masih ditemukan pada saat kedatangan orang Jawa ke Simalungun. Oleh sebab itu dulu orang Simalungun 137 MD.Purba, Museum Simalungun, [(s.l): (s.n), 1978], menjelaskan bahwa Nagur sebagai leluhur Simalungun datang dalam gelombang protomelayu ke Nusantara 138 Penelitian (disertasi) tentang gen yang dilakukan oleh Del tri Munir dosen USU di Leiden menyimpulkan bahwa gen HLA yang terdapat pada Orang Mongolia dan orang Batak, Thailand, Toraja dan Philipina adalah berasal dari induk yang sama

14 menyebut orang Jawa dengan sebutan si bontar ipon (si gigi putih) karena giginya putih atau tidak hitam sebagaimana gigi orang Simalungun Pada gelombang Proto Simalungun di atas, juga disebutkan bahwa Tuan Taralamsyah Saragih menceritakan bahwa rombongan yang terdiri dari keturunan dari 4 raja-raja besar dari Siam dan India ini bergerak dari Sumatera Timur ke daerah Aceh, Langkat, daerah Bangun Purba, hingga ke Bandar Kalifah sampai Batubara. Kemudian mereka didesak oleh suku setempat hingga bergerak ke daerah pinggiran danau Toba dan Samosir. Pustaha Parpandanan Na Bolag (Pustaka Simalungun Kuno) mengisahkan bahwa Parpandanan Na Bolag (cikal bakal daerah Simalungun) merupakan kerajaan tertua di Sumatera Timur yang wilayahnya bermula dari Jayu (pesisir Selat Malaka) hingga ke Toba. Sebagian sumber lain menyebutkan bahwa wilayahnya meliputi Gayo dan Alas di Aceh hingga perbatasan sungai Rokan di Riau Filosofi Hidup orang Simalungun Pandangan Religi Tradisional Simalungun Sebelum masuknya agama Islam maupun Kristen di daerah Simalungun, orang Simalungun sudah menganut agama animisme parhabonaron. Keyakinan ini secara umum merupakan warisan Hindu yang tertanam secara turun-temurun. Animisme parhabonaron adalah suatu keyakinan yang mempercayai bahwa semua makhluk (benda) mempunyai kekuatan (power) yang dapat mempengaruhi kehidupan manusia di sekitarnya. Menurut J.Tideman orang Simalungun pada saat itu meyakini semua makhluk, tumbuh-tumbuhan atau benda tertentu mempunyai kekuatan gaib. Dan mereka mempercayai bahwa ada Tuhan pencipta langit dan bumi beserta segala isinya dikenal dengan nama Naibata (dewata). Pemahaman akan Naibata bagi orang Simalungun saat itu adalah sebagai suatu oknum yang maha adil. Selain oknum Naibata orang Simalungun juga menyembah roh-roh bernama Sinumbah dan Simagot. Habonaran Do Bona Ada suatu pemahaman yang sangat kental pada keyakinan leluhur orang Simalungun bahwa Naibata itu maha kuasa, maha adil dan maha benar. Manusia juga dituntut untuk bersikap benar. Segala sesuatu harus didasarkan kepada hal yang benar. Inilah prinsip dasar dari filosofi Habonaron Do Bona pada orang Simalungun. Falsafah Habonaron Do Bona merupakan filosofi hidup bagi orang Simalungun. Habonaron Do Bona arti harfiahnya adalah kebenaran adalah dasar segala sesuatu. Artinya mereka menganut aliran pemikiran dan kepercayaan bahwa segala sesuatu harus dilandasi oleh kebenaran, sehingga enak bagi semua pihak. Mereka dituntut senantiasa harus menjaga kejujurannya (kebenaran) di hadapan sesama manusia. 139 G.Ferrand dalam Sortaman Saragih, Orang Simalungun, op cit, hal i b i d

15 Bersumpah Untuk membuktikan kejujuran, dulu sering dilakukan bersumpah atau dalam bahasa Simalungun disebut marbija. Apabila orang lain mencurigai seseorang melakukan kejahatan, maka orang tersebut biasa mengangkat sumpah dengan mempertaruhkan sesuatu yang sangat berharga padanya. Semisal jiwa anaknya. Jika terbukti melakukan kejahatan tersebut maka anaknya akan menjadi tumbal. Dalam marbija ini seseorang harus jujur karena jikalau bersumpah palsu, diyakini tumbal sumpahnya menjadi nyata. Orang tidak berani berdusta hanya untuk menutupi kesalahan sesaat. Di samping marbija, di Simalungun dulu ada suatu cara menguji kejujuran yakni dengan menyerukan atau mengucap si pittor bilang kepada Naibata. Artinya biarlah Naibata yang akan membalaskan kepada pelaku kejahatan tersebut. Nilai-nilai falsafah ini terasa sangat positif dalam membentuk keharmonisan hidup dengan sesama. Falsafah ini membimbing manusia untuk hidup dalam kejujuran dan ketentraman. Hal Habonaron Do Bona ini juga dijunjung oleh para pemimpin seperti raja-raja yang ada di Simalungun. Raja sendiri tidak bertindak dengan seenaknya. Para orangtua juga selalu menanamkan prinsip hidup Habonaron Do Bona kepada anak-cucunya. Harus bijaksana dalam bergaul di tengah masyarakat. Dari filosofi Habonaron Do Bona, tercermin prinsip-prinsip hidup yang banyak diungkapkan. Berupa kata-kata nasehat dan prinsip hidup dalam bentuk ungkapan, pepatah, kiasan dan perumpamaan. Secara umum prinsip Habonaron Do Bona menanamkan kehati-hatian, hidup bijaksana, matang dalam berencana sehingga tidak terjadi penyesalan di kemudian hari. Menurut MD. Purba sebagai penjabaran Habonaron Do Bona dapat disebutkan dalam 8 nilai kebenaran yang dianut pada saat itu yakni : a. Berpandangan yang benar Orang Simalungun diajarkan untuk tetap teguh berpandangan yang benar. Jangan ada niat jahat untuk merugikan orang, jangan merugikan orang yang pernah memberikan pertolongan kepadanya, jangan suka mencari-cari kesalahan orang lain. Namun harus juga selalu member arti kepada sesama manusia dan jangan saling memburukkan. b. Berencana (berniat) yang benar Habonaron Do Bona mengajarkan orang Simalungun untuk tidak menjadi manusia provokator dan hidup tanpa aturan, tanpa perhitungan dalam segala hal. c. Berbicara yang benar

16 Orang Simalungun selalu diajarkan untuk hidup dengan cara yang benar. Jangan pernah membodohi orang lain sebab bisa merugikan diri sendiri, Jangan terlalu banyak bicara kalau tidak benar adanya. d. Bekerja (bertindak) yang benar Orang Simalungun diajarkan untuk melakukan pekerjaan yang benar dan tidak menjadi pekerjaan yang sia-sia. Sekali kebijakan diputuskan, pantang untuk surut melakukannya. e. Berkehidupan yang benar Habonaron do Bona mengajarkan sikap kepada orang Simalungun untuk hidup yang benar. Jangan sampai hidup tersisih karena tidak disenangi orang lain, jangan sampai dibenci orang lain. f. Berusaha (berkarya) yang benar Orang Simalungun diajarkan untuk hidup dengan pekerjaan yang terencana dan target yang benar. Hidup harus direncanakan supaya dapat mencapai kemajuan. Janganlah hanya hidup tanpa ada kemajuan. g. Berprinsip yang benar Orang Simalungun diajarkan Habonaron do Bona untuk hidup dengan prinsip yang benar. Punya pendirian yang teguh dengan prinsip yang benar. Punya pendirian yang teguh dan idealis yang positif. Jangan mudah terpengaruh oleh hal yang tidak baik. Perkembangan agamapun awalnya sangat sulit di Simalungun, tetapi setelah dianut, kian susah untuk mengubah pilihannya (mengganti agama). h. Berpikiran yang benar Dalam hal berpikir, Orang Simalungun diajarkan untuk menganut pola pikir yang benar dalam hidup bersama dengan orang lain. Tidak boleh hanya menang sendiri. Harus memikirkan perasaan dan harapan orang lain. Filosofi dalam budaya adat Kepribadian dan karakter Orang Simalungun juga dapat dilihat dari falsafah adat yang berkembang dalam masyarakat. Tatanan dan manajemen sosial tercermin dalam cara pelaksanaan adat. Secara prinsip, dalam adat Simalungun adalah suatu tatanan kehidupan yang digambarkan dalam 3 sahundulan 5 saodoran. Tolu sahundulan artinya adalah bahwa dalam masyarakat Simalungun, secara manajemen untuk menentukan suatu keputusan ditentukan oleh kesepakatan dari tiga pihak keluarga. Mereka duduk bareng untuk berembuk dan memutuskan bentuk

17 kebijakan yang akan diambil. Ketiga pihak tersebut yakni : Suhut (pihak tuan rumah), tondong (pihak keluarga si istri), boru (pihak keluarga si suami). Aplikasi prinsip adat ini bagi orang Simalungun adalah, setiap orang memiliki ikatan kekeluargaan yang begitu luas dan begitu kuat. Untuk merencanakan sesuatu program kerja, harus terlebih dahulu mengundang dan meminta pendapat dari empat pihak keluarga lain. Di sisi lain hal ini membuat kebijakan yang lamban dan tidak dapat cepat disimpulkan. Prinsip ini terbawa-bawa dalam semua sisi kehidupan orang Simalungun, lebih banyak berembuk dari pada berbuat. Filosofi ayam dalam adat Satu hal yang sangat penting dicermati dalam tatanan adat Simalungun adalah menggunakan ayam sebagai makanan adat. Simalungun tidak mengenal ternak babi dalam pelaksanaan adat. Pada zaman dahulu, keluarga raja pada umumnya memakai sapi atau kerbau sebagai makanan adat. Karena dalam acara pesta kerajaan, banyak hadirin. Alasan memilih ayam sebagai makanan ternak karena ada beberapa sifat dan prinsip ayam yang pantas untuk ditiru oleh manusia yakni, mengerami telurnya, melindungi anaknya, dan disiplin terhadap waktu. Selain itu, alasan pemakaian ayam sebagai makanan adat mencerminkan pola hidup Orang Simalungun yang disiplin, rela berkorban demi anak dan selalu melindungi anak. Akan tetapi resiko yang terlalu melindungi anak sering menjadikan orang tua kurang mendidik anak, dan justru dominan membela anak. Konsekwensinya adalah anak menjadi kurang mandiri dan kurang mampu untuk bersaing dengan orang di sekitarnya Simalungun dalam Angka a. Tinjauan mengenai letak geografis daerah Kabupaten Simalungun Kabupaten Simalungun yang merupakan salah satu Daerah di Propinsi Sumatera Utara, terletak antara: LU, BT dengan ketinggian 369 meter di atas permukaan laut dengan batas-batas sebagai berikut: - Sebelah Utara berbatasan dengan Kabupaten Deli Serdang/Serdang Bedagai - Sebelah Timur berbatasan dengan Kabupaten Asahan/Batu Bara - Sebelah Selatan berbatasan dengan Kabupaten Toba Samosir - Sebelah Barat berbatasan dengan Kabupaten Karo Kabupaten Simalungun yang secara Adminstratif Pemerintahan terdiri dari 31 Kecamatan dengan 345 Desa, 22 Kelurahan dengan perincian sebagai berikut: 4.386,60 km 2 (6,12%) dari luas wilayah Propinsi Sumatera Utara. 141 Sortaman Saragih, Orang Simalungun, loc cit

18 Tabel 3 Luas Daerah Menurut Kecamatan. 142 No. Kecamatan Sub Regency Luas/Area (Km 2 ) Rasio Terhadap Jumlah/Ratio on Total Silimakuta Pematang Silimahuta P u r b a Haranggaol Horison Dolok Pardamean Sidamanik Pematang Sidamanik Girsang Sipangan Bolon Tanah Jawa Hatonduhan Dolok Panribuan Jorlang Hataran P a n e i Panombeian Panei R a y a Dolok Silau Silau Kahean Raya Kahean Tapian Dolok Dolok Batu Nanggar S i a n t a r Gunung Malela Gunung Maligas Hutabayu Raja Jawa Maraja Bah Jambi Pematang Bandar Bandar Huluan B a n d a r Bandar Masilam Bosar Maligas Ujung Padang 77,50 68,20 172,00 34,50 99,45 83,56 125,19 123,00 213,95 275,80 154,30 92,25 72,30 82,20 335,60 288,45 220,50 226,25 116,90 126,10 79,11 108,97 58,52 156,13 73,72 95,00 102,35 109,18 97,72 294,40 223,50 0,02 0,02 0,04 0,01 0,02 0,02 0,03 0,03 0,05 0,06 0,04 0,02 0,02 0,02 0,08 0,07 0,05 0,05 0,03 0,03 0,02 0,02 0,01 0,04 0,02 0,02 0,02 0,02 0,02 0,07 0,05 Kabupaten Simalungun 4.386,60 1,00 Sumber : Buku Rencana Tata Ruang Kabupaten Simalungun ( ) 142 Simalungun Dalam Angka, Op.Cit, hal.6

19 Tabel 4 Banyaknya Nagori (Desa) dan Kelurahan menurut Kecamatan No. Kecamatan Sub Regency Nagori Village Kelurahan Urban Jumah Total Silimakuta Pematang Silimahuta 8-8 P u r b a Haranggaol Horison Dolok Pardamean Sidamanik Pematang Sidamanik Girsang Sipangan Bolon Tanah Jawa Hatonduhan 9-9 Dolok Panribuan Jorlang Hataran P a n e i Panombeian Panei R a y a Dolok Silau Silau Kahean Raya Kahean Tapian Dolok Dolok Batu Nanggar S i a n t a r Gunung Malela Gunung Maligas 9-9 Hutabayu Raja Jawa Maraja Bah Jambi 8-8 Pematang Bandar Bandar Huluan B a n d a r Bandar Masilam 9-9 Bosar Maligas Ujung Padang Kabupaten Simalungun Sumber : BPMN Kab. Simalungun b. Tinjauan mengenai keadaan iklim Kabupaten Simalungun Keadaan iklim Kabupaten Simalungun bertemperatur sedang, suhu tertinggi terdapat pada bulan Juni dengan rata-rata 25,9 0 C. Rata-rata suhu udara tertinggi per tahun adalah 30,0 0 C dan terendah 21,0 0 C. 143 Ibid, hal. 21

20 Kelembaban udara rata-rata perbulan 84,0% dengan kelembaban tertinggi terjadi pada bulan Januari dan Maret yaitu 87% dengan penguapan rata-rata 3,18 mm/hari. Dalam satu tahun rata-rata terdapat 15 hari hujan dengan hari hujan tertinggi terdapat pada bulan Maret sebanyak 23 hari hujan, kemudian bulan Desember sebanyak 19 hari hujan. Curah hujan terbanyak terdapat pada bulan September sebesar 478 mm. c. Tinjauan mengenani penduduk di Kabupaten Simalungun Penduduk Kabupaten Simalungun tahun 2009 sebanyak jiwa yang terbagi laki-laki sebanyak jiwa dan perempuan jiwa dan tersebar di 31 kecamatan, dengan perbandingan penduduk laki-laki dan penduduk perempuan (sex ratio) sebesar 100,45. Jumlah penduduk terbesar berada di Kecamatan Bandar yaitu sebesar jiwa dan terkecil berada di Kecamatan Haranggaol Horisan yang hanya sebesar jiwa. Kecamatan yang memiliki luas wilayah yang terbesar terdapat di kecamatan Raya dengan luas Km dan wilayah terkecil di kecamatan Haranggaol Horisan (34.50 Km), wilayah yang paling padat penduduknya terdapat di kecamatan Bandar Masilam ( jiwa/km), disusul kecamatan Gunung Maligas (440.00) jiwa/km) dan Siantar ( jiwa/km). d. Tinjauan mengenai pendidikan di Kabupaten Simalungun Sarana pendidikan yang tersedia di Kabupaten Simalungun untuk tingkat SD s/d SMA baik negeri maupun swasta berjumlah sekolah. Ditingkat SD jumlah sekolah negeri sebanyak 806 buah dan sekolah swasta 45 buah, dengan jumlah guru SD Negeri sebanyak orang dengan rasio murid terhadap guru sebesar 12, sedangkan untuk SD swasta jumlah guru 400 orang dengan rasio murid terhadap guru yang lebih tinggi dibandingkan dengan SD negeri yakni sebesar 7. Pada tingkat SMP, jumlah sekolah negeri sebanyak 51 sekolah dan sekolah swasta sebanyak 88 sekolah, dengan jumlah guru untuk SMP negeri sebanyak orang dan SMP swasta sebanyak orang atau dengan rasio murid terhadap guru masing-masing sebesar 8 baik untuk SMP negeri dan 13 untuk SMP swasta. Untuk tingkat SMA, jumlah sekolah negeri sebanyak 20 sekolah dengan jumlah guru 768 orang dan rasio murid terhadap guru sebesar 11, sedangkan jumlah sekolah swasta sebanyak 30 sekolah dengan jumlah guru 579 orang dan rasio murid terhadap guru sebesar 13. Untuk tingkat SMK negeri hanya ada 2 yakni di Kecamatan Raya dengan jumlah guru 70 orang dan murid sebanyak 673 orang dan Kecamatan Bandar

21 Masilam dengan jumlah guru 11 orang dan murid sebanyak 61 orang, sementara untuk SMK swasta jumlah sekolah mencapai 27 sekolah dan jumlah guru 427 orang dan murid sebanyak orang. B. Sistem Hukum Pertanahan Nasional 1. Sistem Hukum Tanah Nasional Menurut Ludwig Von Bertalanffy, yang dimaksud sistem adalah complex of elements in mutual interaction. 144 Sejalan dengan Ludwig Von Bertalanffy, Geoffrey Samuel menyatakan bahwa system is method of comprehending an object, not through reductionism and causality as such, but through, a global unity interrealtion between elements. 145 Sudikono Mertokusumo menyatakan bahwa: hukum merupakan sistem berarti bahwa hukum itu merupakan tatanan, merupakan suatu kesatuan yang utuh yang terdiri dari bagian-bagian atau unsur-unsur yang saling berkaitan erat satu sama lain. Dengan perkataan lain, sistem hukum adalah suatu kesatuan yang terdiri dari unsur-unsur yang mempunyai interaksi satu sama lain dan bekerja sama untuk mencapai tujuan tersebut. Kesatuan tersebut diterapkan terhadap kompleks unsur-unsur yuridis seperti peratuaan hukum, asas hukum, dan 146 pengertian hukum. Lebih lanjut Sudikno Mertokusumo 147 menyatakan bahwa : sistem merupakan tatanan atau kesatuan yang utuh yang terdiri dari bagian-bagian atau unsur-unsur yang saling berkaitan erat satu sama lain yaitu kaedah apa yang seharusnya, sehingga sistem hukum merupakan sistem normatif. Dengan kata lain, sistem hukum adalah suatu kumpulan unsur-unsur yang ada dalam interaksi satu sama lain yang merupakan satu kesatuan yang terorganisasi dan kerjasama ke arah tujuan kesatuan. Wu Min Aun memberikan ruang lingkup tentang unsur-unsur dalam sistem hukum yaitu: 144 Ludwig von Bertalanffy, General System Theory, Foundations, Development, applications,( New York: Braziller, 1972), hal Geoffrey Samuel, The Foundations of Legal Reasoning, SA, (Vormgevers: Tilburg, 1994), hal Sudikno Mertokusumo I, Mengenal Hukum, Op Cit. hal Sudikno Mertoksumo-II, Penemuan Hukum Sebuah Pengantar, (Yogyakarta: Liberty 2001), hal. 18.

22 In legal system, the most important areas of social organization are the people's attitude to the following : a. political system ; the way society is governed. b. economic system ; the ownership, production and distribution of society's resources. c. Moral standards ; what constitutes acceptable and unacceptable behaviour. d. Social intercourse; relationships between people. 148 Tiga komponen utama yang dimiliki oleh sistem hukum dikemukakan oleh Lawrence M Friedman, yaitu Legal Structure, Legal Substance, and Legal Culture. 149 Ketiga komponen tersebut saling menentukan satu sama lainnya, demikian juga saling berpengaruh satu sama lainnya. B.F. Sihombing menjabarkan struktur hukum, substansi hukum, dan budaya hukum dalam kaitannya dengan sistem hukum, yaitu: 1) Struktur hukum merupakan representasi dari aspek institusional (birokrasi) yang memerankan tugas pelaksanaan hukum dan pembuatan undang undang; 2) Substansi hukum merupakan refleksi dari aturan-aturan yang berlaku, norma, dan perilaku masyarakat dalam sistem tersebut; 3) Budaya hukum dimaksudkan sebagai sikap atau apresiasi masyarakat terhadap hukum dan system hukum. Ke dalam budaya hukum adalah kepercayaan terhadap hukum, nilai (value), idea tau gagasannya dan harapan-harapannya. 150 Riduan Syahrani memberikan pengertian tentang sistem hukum, yaitu : Suatu kesatuan peraturan-peraturan hukum yang terdiri atas bagian-bagian (hukum) yang mempunyai kaitan (interaksi) satu sama lain tersusun sedemikian rupa menurut asasasasnya, yang berfungsi untuk mencapai suatu tujuan Wu Min Aun, The Malaysian Legal System, (Longman Malaysia: Selangor Darul Eksan, 1990), hal. xv. 149 Lawrence M Friedman, American Law, Op Cit, hal B.F. Sihombing, Evolusi Kebijakan Pertanahan, Op Cit, hal Riduan Syahrani, Rangkuman Intisari Ilmu Hukum, (Bandung: Citra Aditya Bakti,, 1999), hal. 169-

23 Dari uraian tersebut menunjukkan bahwa dalam sistem hukum terdapat unsurunsur hukum dimana antara unsur hukum yang satu dengan unsur hukum yang lain saling berkaitan dan saling berpengaruh serta tidak dapat dipisahkan satu dengan yang lain, sehingga membentuk suatu pengertian tentang hukum. Secara yuridis ruang lingkup agraria dimuat dalam UUPA, meliputi bumi, air dan ruang angkasa termasuk kekayaan alam yang terkandung di dalamnya. Ruang lingkup agraria disebutkan dalam Pasal 1 ayat (2) UUPA, yaitu "Seluruh bumi, air dan ruang angkasa termasuk kekayaan alam yang terkandung di dalamnya dalam wilayah Republik Indonesia sebagai karunia Tuban Yang Maha. Esa adalah bumi, air dan ruang angkasa bangsa Indonesia dan merupakan kekayaan nasional". Pengertian Hukum Agraria dikemukakan oleh Sudikno Mertokusumo, yaitu keseluruhan kaidah-kaidah hukum, baik yang tertulis maupun yang tidak tertulis yang mengatur agraria. 152 Kaidah hukum yang tertulis adalah Hukum Agraria. Agraria terdapat dalam peraturan perundang-undangan yang berkaitan dengan agraria, sedangkan kaidah hukum yang tidak tertulis terdapat Hukum Adat yang berkaitan dengan agraria. Berdasarkan ruang lingkupnya, Hukum Agraria bukan merupakan satu perangkat bidang hukum, melainkan suatu kelompok berbagai bidang hukum, yang masing-masing mengatur hak penguasaan atas sumber daya agraria. Boedi Harsono menyatakan bahwa kelompok bidang hukum dalam Hukum Agraria, yaitu: a. Hukum Tanah Hukum Tanah mengatur hak-hak penguasaan atas tanah, dalam arti permukaan bumi. 152 Sudikno Mertokusumo II,Penemuan Hukum, Op.Cit, hal. 12.

24 b. Hukum Air Hukum Air mengatur hak-hak penguasaan atas air. c. Hukum Pertambangan. Hukum Pertambangan mengatur hak-hak penguasaan atas bahan-bahan galian. d. Hukum Perikanan Hukum Perikanan mengatur hak-hak penguasaan atas kekayaan alam yang terkandung di dalam air e. Hukum Penguasaan Atas Tenaga dan Unsur-unsur Dalam Ruang Angkasa. Hukum Penguasaan Atas Tenaga dan Unsur-unsur Dalam- Ruang Angkasa mengatur hak-hak penguasaan atas tenaga dan unsur-unsur dalam ruang 153 angkasa yang dimaksudkan oleh Pasal 48 UUPA. Menurut Purnadi Purbacaraka dan Ridwan Halim, Hukum Agraria pada dasarnya adalah suatu hukum yang mengatur perihal tanah beserta segala seluk beluk yang. ada hubungannya dengan pertanahan, misalnya hal perairan, perikanan, perkebunan, pertambangan, dan sebagainya. 154 Dari pendapat Boedi Harsono dan Purnadi Purbacaraka menunjukkan bahwa dalam Hukum Agraria tidak terdapat satu bidang hukum, melainkan berbagai bidang hukum yang di dalamnya mengatur hal-hal yang berkaitan dengan pertanahan. Bumi sebagai salah satu unsur dari agraria, meliputi permukaan bumi (tanah), termasuk pula tubuh bumi di bawahnya, serta bagian bumi yang berada di bawah air. Tanah merupakan pengertian yuridis dari permukaan bumi, sebagaimana disebutkan dalam Pasal 4 ayat (1) UUPA, sedangkan tanah dalam pengertian hak adalah hak atas tanah yang mempunyai batas-batas dan berdimensi dua yaitu panjang dan lebar. Pengertian tanah dalam UUPA ada kesamaan dengan pengertian land dalam 153 Boedi Harsono, Hukum Agraria Indonesia,,op cit, hal Purnadi Purbacaraka dan Ridwan Halim, Sendi sendi Hukum Agraria, (Jakarta: Ghalia Indonesia, 1985), hal. 9.

25 Pasal 5 National Land Code Malaysia 1965, yaitu : 1. the surface of the earth and all substances forming that surface; 2. the earth below the surface and all substances there in; 3. all vegetation and other natural product, whether or not requiring the priodical application of labour th their production, and whether on or below the surface; 4. all things attached to the earth or permanently fastened to any thing attached to the earth, wheter on or below the surface; and Land covered by water Salah satu bidang dalam Hukum Agraria adalah Hukum Tanah. Effendi Perangin angin menyatakan bahwa Hukum Tanah adalah keseluruhan peraturan- peraturan hukum, baik yang tertulis maupun tidak tertulis yang mengatur hak-hak penguasaan atas tanah yang merupakan lembaga-lembaga hukum dan hubungan- hubungan hukum yang konkrit dengan tanah. 155 Pengertian hukum tanah yang lebih lengkap dikemukan oleh Boedi Harsono, yaitu: keseluruhan ketentuan-ketentuan hukum, ada yang tertulis ada pula yang tidak tertulis, yang semuanya mempunyai obyek pengaturan yang sama,yaitu hak-hak penguasaan atas tanah sebagai lembaga-lembaga hukum dan sebagai hubungan-hubungan hukum yang konkrit, beraspek publik dan perdata, yang dapat disusun dan dipelajari secara sistematis, hingga keseluruhannya menjadi satu kesatuan yang merupakan satu sistem. 156 Hukum Tanah sebelum Indonesia merdeka adalah Hukum Tanah Kolonial yang mempunyai sifat dualisme hukum, yaitu pada saat yang sama berlaku Hukum Tanah Barat yang diberlakukan bagi orang-orang yang tunduk pada Hukum Barat, dan 155 Effendi Perangin-angin, Hukum Agraria Indonesia Suatu Telaah dari sudut Pandang Praktisi Hukum, (Jakarta: Rajawali, 1989), hal.95.

26 Hukum.Tanah Adat yang diberlakukan bagi orang-orang yang tunduk pada Hukum Adat. Dalam rangka mewujudkan unifikasi (kesatuan) hukum, Hukum Adat tentang tanah dijadikan dasar bagi pembentukan Hukum Tanah Nasional. Hukum Adat dijadikan dasar dikarenakan hukum tersebut dianut oleh sebagian besar rakyat Indonesia, sehingga Hukum Adat tentang tanah mempunyai kedudukan yang istimewa dalam pembentukan Hukum Tanah Nasional. Supriadi menyatakan bahwa "Pembangunan Hukum Tanah Nasional secara yuridis formal menjadikan Hukum Adat menjadi sumber utama, sehingga bahan yang dibutuhkan dalam pembangunan Hukum Tanah Nasional sumbernya tetap mengacu kepada Hukum Adat, baik berupa konsepsi, asas-asas, lembaga- lembaga hukum, dan sistem hukumnya. 157 Unsur-unsur Hukum Tanah Nasional yang dimuat dalam UUPA, adalah : 1) Hukum Adat Ketentuan yang menunjukkan bahwa Hukum Adat sebagai unsur Hukum Tanah Nasional disebutkan dalam Pasal 5 UUPA, yaitu "Hukum Agraria yang berlaku atas bumi, air, dan ruang angkasa ialah Hukum Adat, sepanjang tidak bertentangan dengan kepentingan nasional dan Negara, yang berdasarkan atas persatuan bangsa, dengan sosialisme Indonesia serta dengan peraturan-peraturan yang tercantum dalam Undangundang ini dan dengan peraturan perundangan lainnya, segala sesuatu dengan mengindahkan unsur-unsur yang bersandar pada hukum agama". Hukum Adat yang menjadi dasar pembentukan Hukum Agraria Nasional bukan Hukum Adat yang murni, melainkan Hukum Adat dengan 156 Boedi Harsono, Op.Cit., hal Supriadi, Hukum Agraria, (Jakarta: Sinar Grafika, 2007), hal. 2.

27 persyaratan dan pembatasan tertentu yang telah disesuaikan dengan keadaan, kebutuhan dan kepentingan masyarakat, bangsa, dan negara. Ketentuan lain dalam UUPA yang menunjukkan bahwa Hukum Adat sebagai unsur dalam Hukum Tanah Nasional, adalah Pasal 56, yaitu "Selama Undang-undang mengenai Hak Milik sebagai tersebut dalam Pasal 50 ayat (1) belum terbentuk, maka yang berlaku adalah ketentuanketentuan Hukum Adat setempat dan peraturan-peraturan lainnya mengenai hak atas tanah yang memberi wewenang, sebagaimana atau mirip dengan yang dimaksud dalam Pasal 20 sepanjang tidak bertentangan dengan jiwa dan ketentuan-ketentuan Undang-undang ini. Pasal 50 ayat (1) UUPA menetapkan bahwa "Ketentuan-ketentuan lebih lanjut mengenai Hak Milik diatur dengan Undang-undang". Untuk mengisi kekosongan hukum tentang ketentuan Hak Milik ditetapkan oleh Pasal 56 UUPA, yaitu selama Undang-undang tentang Hak Milik belum terbentuk, maka berlaku ketentuan Hak Milik menurut Hukum Adat setempat. 2) Hukum Barat Ketentuan yang menunjukkan bahwa Hukum Barat sebagai unsur Hukum Tanah Nasional disebutkan dalam Dictum Memutuskan UUPA di bawah perkataan 'Dengan Mencabut" Angka 4, yaitu "Buku II Kitab Undangundang Hukum Perdata Indonesia sepanjang yang mengenai bumi, air serta kekayaan alam yang terkandung di dalamnya, kecuali ketentuan-ketentuan mengenai hypotheek yang berlaku pada mulai berlakunya Undang-undang ini". Pasal 57 UUPA menyatakan bahwa

28 "Selama Undang-undang mengenai Hak Tanggungan tersebut dalam Pasal 51 belum terbentuk, maka yang berlaku ialah ketentuan- ketentuan mengenai hypotheek tersebut dalam Kitab Undang-undang Hukum Perdata Indonesia dan Credietverband tersebut dalam S sebagai yang telah diubah dengan S ". Pasal 25, Pasal 33, dan Pasal 39 UUPA menetapkan bahwa Hak Milik, Hak Guna Usaha, dan Hak Guna Bangunan dapat dijadikan jaminan utang dengan dbebani Hak Tanggungan. Selanjutnya dalam Pasal 51 UUPA ditetapkan bahwa "Hak Tanggungan yang 'dapat dibebankan pada Hak Milik, Hak Guna Usaha, dan Hak Guna Bangunan tersebut dalam Pasal 25, 33, dan 39 diatur dengan Undang-undang. Hypotheek merupakan lembaga jaminan dalam Hukum Barat yang obyeknya dapat berupa tanah diatur dalam Burgerlijk Wetboek (BW). Pemberlakuan Hypotheek yang obyeknya berupa tanah dengan maksud untuk mengisi kekosongan hukum selama Undang-undang tentang Hak Tanggungan belum terbentuk. Setelah berlangung selama 36 tahun sejak berlakunya UU PA, yaitu tanggal 24 September 1960, diundangkan Undang-undang No. 4 Tahun 1996 tentang Hak Tanggungan Atas Tanah Beserta Benda Benda yang Berkaitan Dengan Tanah. Sejak diundangkan Undang-undang No. 4 Tahun 1996, maka Hypotheek yang obyeknya berupa tanah dinyatakan tidak berlaku lagi. Dengan demikian, Hypotheek yang obyeknya berupa tanah berlaku selama 36 tahun sejak diundangkan UUPA. 3) Hukum Islam Ketentuan yang menunjukkan bahwa Hukum Islam sebagai unsur dalam Hukum Tanah Nasional disebutkan dalam Pasal 49 ayat (3) UUPA, yaitu "Perwakafan tanah Hak Milik dilindungi dan diatur dengan Peraturan Pemerintah.

29 Hak atas tanah tidak hanya direncanakan dan dipergunakan untuk keperluan Negara, tetapi juga dapat direncanakan dan dipergunakan untuk keperluan keagamaan, peribadatan, pendidikan, dan sosial. Lembaga wakaf tidak terdapat dalam Hukum Adat maupun Hukum Barat, melainkan ada di dalam Hukum Islam. Dalam wakaf tanah Hak Milik terdapat perbuatan hukum oleh pemiliknya untuk menyerahkan tanah Hak Milik selama-lamanya guna kepentingan peribadatan, sosial, dan pendidikan. Dengan wakaf, maka terputus sudah hubungan hukum untuk selama-lamanya antara pemilik tanah dengan tanahnya. Peraturan Pemerintah yang melaksanakan ketentuan Pasal 49 ayat (3) UUPA adalah Peraturan Pemerintah No. 28 Tahun 1977 tentang Perwakafan Tanah Hak Milik. Perwakafan tanah Hak Milik yang diatur dalam Hukum Islam dimasukkan menjadi bagian dari Hukum Tanah Nasional melalui, pendaftaran wakaf tanah Hak Milik kepada Kantor Pertanahan Kabupaten/Kota sebagai tanda bukti pendaftaran wakaf tanah Hak Milik diterbitkan Sertipikat Wakaf T'anah Hak Milik oleh Kantor Pertanahan Kabupaten/Kota setempat. Antara sistem hukum nasional, sistem hukum tanah nasional, hukum tanah nasional, dan Hak Pengelolaan mempunyai keterkaitan satu dengan yang lain. Keterkaitan itu dapat dijelaskan, yaitu pada mulanya sistem hukum nasional adalah sistem hukum adat yang bersifat tidak tertulis. Dengan masuknya agama Islam di

30 Indonesia, masyarakat hukum adat meresap agama Islam ke dalam hukum adatnya. Selanjutnya dengan masuknya Belanda yang menjajah Indonesia, maka hukum Barat diberlakukan kepada masyarakat Indonesia. Dengan demikian, sistem hukumnya adalah sistem hukum adat, sistem hukum Islam, dan sistem hukum Barat. Setelah Indonesia merdeka berubahlah sistem hukum nasional, yaitu sistem hukum nasional berdasarkan Pancasila dan Undang-undang Dasar Setiap bidang hukum yang akan merupakan bagian dari sistem hukum nasional itu wajib bersumber kepada Pancasila dan Undang -undang Dasar Sistem hukum suatu bangsa - negara tidak dapat dipisahkan dari sistem nilai yang terdapat dalam bangsa - negara yang bersangkutan. Lebih-lebih apabila bangsa - negara itu mempunyai pandangan hidup yang berbeda dengan bangsa atau negara lain. 159 Sistem hukum nasional menurut Sudikno Mertokusumo, 160 adalah keseluruhan tata hukum nasional dapat disebut sistem hukum nasional. Kemudian masih dikenal sistem hukum perdata, sistem hukum pidana, sistem hukum tata negara. Selanjutnya dikenal sistem hukum keluarga, sistem hukum benda, sistem hukum perikatan. Sejalan dengan pendapat Sudikno Mertokusumo, Riduan Syahrani mengemukakan bahwa : Seluruh peraturan hukum dalam suatu negara dapat dikatakan sebagai satu sistem hukum, seperti sistem hukum Indonesia. Dalam sistem hukum Indonesia terdapat berbagai macam bidang hukum yang masing masing mempunyai sistem sendiri-sendiri, sehingga ada sistem hukum perdata, sistem hukum pidana, sistem hukum tata negara, dan sebagainya. Kemudian dalam sistem hukum perdata (Barat), misalnya terdapat lagi sistem hukum orang, sistem hukum benda, sistem hukum perikatan, dan 158 C.F.G. Sunaryati Hartono, Politik Hukum, Op.Cit, hal Moh. Busyro Muqoddas, Salman Luthan, Muh. Miftahudin, Politik Pembangunan Hukum Nasional, (Yogyakarta : UII Press, 1992), hal Sudikno Mertokusumo I, Mengenal Hukum, Op.Cit., hal. 116.

31 sistem hukum pembuktian. 161 Dalam sistem hukum nasional, tidak hanya terdapat sistem hukum perdata, sistem hukum pidana, sistem hukum tata negara, tetapi juga sistem hukum internasional, sistem hukum administrasi, dan sistem hukum agraria. Dalam sistem hukum agraria terdapat sistem hukum tanah, sistem hukum air, sistem hukum kehutanan, sistem hukum pengairan, sistem pertambangan. Dengan demikian, sistem hukum tanah nasional merupakan bagian dari sistem hukum nasional. Dalam sistem hukum tanah nasional yang merupakan bagian dari sistem Hukum Agraria tersebut terdapat hak penguasaan atas tanah, pendaftaran tanah, pencabutan hak atas tanah, hak tanggungan, wakaf tanah hak milik, penatagunaan tanah, dan landreform. Dalam sistem hukum.tanah nasional terdapat hak penguasaan atas tanah, yang di dalamnya terdapat hak menguasai negara atas tanah, hak atas tanah, dan hak pengelolaan. Dengan demikian, hak pengelolaan sebagai bagian dari hak penguasaan atas tanah merupakan unsur, dalam hukum tanah nasional. Dari uraian di atas dapat dikemukakan bahwa sistem Hukum Tanah Nasional, adalah keseluruhan dari unsur-unsur, bagian-bagian, atau elemen-elemen yang merupakan kaedah dari Hukum Tanah Nasional yang berkaitan erat, berinteraksi, atau bekerja sama satu dengan yang lain. Kaedah-kaedah dalam Hukum Tanah Nasional sebagai unsur-unsurnya ada yang berasal dari Hukum Adat tentang tanah, Hukum Islam khususnya dalam wakaf tanah Hak Milik, dan Hukum Barat dalam ketentuanketentuan mengenai Hypotheek yang berakhir sejak diundangkan Undang-undang No. 4 Tahun 1996, tentang Hak Tanggungan Atas Tanah dan Benda-benda Yang Berkaitan Dengan Tanah 161 Riduan Syahrani, Op.Cit, hal. 170.

32 2. Konsep Hukum Tanah Nasional Hukum tanah nasional adalah hukum tanah Indonesia yang tunggal yang tersusun dalam suatu sistem berdasarkan alam pemikiran hukum adat mengenai hubungan hukum antara masyarakat hukum adat tertentu 162 dengan tanah ulayatnya. Konsepsi hukum tanah adat adalah konsepsi asli Indonesia yang tertitik tolak dari keseimbangan antara kepentingan bersama dan kepentingan perseorangan. Oleh karena itu, dapat juga disebut sebagai konsepsi Pancasila 163 karena memposisikan manusia dan masyarakatnya dalam posisi yang selaras, serasi, dan seimbang dan tidak ada pertentangan antara masyarakat dan individu. Dalam hubungannya dengan tanah, menurut alam pikiran hukum adat, tertanam keyakinan bahwa setiap kelompok masyarakat hukum adat tersedia suatu lingkungan tanah sebagai peninggalan atau pemberian dari sesuatu kekuatan gaib sebagai pendukung kehidupan kelompok dan para anggotanya sepanjang zaman. Artinya bukan hanya untuk kepentingan suatu generasi, tetapi untuk generasi berikutnya dari kelompok masyarakat hukum adat tersebut Van Vollenhoven, Het Adatrecht van Nederlandsh Indie, jilid 1 Bagian I (Leiden:E.J Brill, ), hal.27. Dalam buku ini dikemukakan adanya 19 macam lingkungan hukum adat (rechtskring). Suatu deskripsi yang baik mengenai hubungan masyarakat hukum adat dengan lingkungan tanahnya terjadi di beberapa masyarakat hukum adat seperti desa di Jawa, marga di Sumatera Selatan, nagari di Minangkabau, kuria di Tapanuli, wanua di Sulawesi Selatan. Masyarakat hukum adat tersebut merupakan kesatuan kesatuan kemasyarakatan yang mempunyai kesatuan hukum, kesatuan penguasa, kesatuan lingkungan hidup berdasarkan hak bersama atas tanah dan air bagi semua anggotanya. Dalam hal ini lihat dalam Hazairin, Demokrasi Pancasila, (Jakarta: Tinta Mas, 1970). 163 Padmo Wahyono, Bahan Bahan Pedoman Penghayatan dan Pengamalan Pancasila, (Jakarta: Aksara Baru, 1984), hal Arie Sukanti Hutagalung, Konsepsi Yang Mendasari Penyempurnaan Hukum Tanah Nasional, (Pidato Pengukuhan Guru Besar Tetap dalam Ilmu Hukum Agraria Fakultas Hukum Universitas Indonesia, Depok, 2003), hal. 15.

33 Falsafat hukum adat tersebut mengandung konsepsi hukum adat mengenai pertanahan yang kemudian diangkat menjadi konspesi hukum tanah nasional yang menurut Boedi Harsono, terwakili dalam satu kata kunci, yaitu komunalistik religius. 165 Konsepsi hukum adat yang bersifat komunalistik religius ini memungkinkan penguasaan bagian-bagian tanah bersama sebagai karunia Tuhan Yang Maha Esa oleh para warga negara secara individual, dengan hak-hak atas tanah yang bersifat pribadi sekaligus mengandung unsur kebersamaan. 166 Sifat komunalistik dalam konsepsi hukum tanah nasional tercermin dalam rumusan Pasal 1 ayat (1) UUPA yang menyebutkan : seluruh wilayah Indonesia adalah kesatuan tanah air dari seluruh rakyat Indonesia yang bersatu sebagai bangsa Indonesia. Sementara itu, sifat religius konsepsi hukum tanah nasional terdapat dalam Pasal 1 ayat (2) UUPA yang menyebutkan : seluruh bumi, air, dan ruang angkasa termasuk kekayaan alam terkandung di dalamnya dalam wilayah Republik Indonesia sebagai karunia Tuhan Yang Maha Esa`adalah bumi, air, dan ruang angkasa bangsa Indonesia dan merupakan kekayaan nasional. 167 Konsepsi ini sedikit berbeda dengan hukum adat, yaitu hanya menyangkut wilayah cakupannya. Dalam hukum adat, tanah ulayat merupakan tanah bersama para 165 Ibid., hal Konsepsi hukum tanah nasional yang bersifat komunalistik religious ini disimpulkan oleh Boedi Harsono, dari ketentuan Pasal 1 ayat (1) dan (2) UUPA yang mengatur tanah hak bersama bangsa Indonesia, dihubungkan dangan ketentuan Pasal, Pasal 6, dan Pasal 16 ayat 1 UUPA yang mengatur hak-hak atas tanah. Hal ini berarti bahwa hukum tanah nasional menggunakan konsepsi, asas-asas, lembaga-lembaga hukum, dan sistem hukum adat. Sunaryo Basuki, Diktat Hukum Agraria Jilid 1 (Jakarta: Universitas Indonesia, 2005), hal. 2. Pembahasan lebih mendalam dapat dibaca dalam Boedi Harsono, Menuju Penyempurnaan Hukum Tanah Nasional Dalam Hubungannya dangan TAP MPR RI No.IX/MPR/2001, (Jakarta: Universitas Trisakti, Maret 2002), hal Indonesia, Undang-Undang Pokok Agraria, Op.Cit., Pasal 1

34 warga masyarakat hukum adat yang bersangkutan, sedangkan dalam hukum tanah nasional, semua tanah dalam wilayah negara Indonesia adalah tanah bersama seluruh rakyat Indonesia yang telah bersatu menjadi bangsa Indonesia. 168 Dibandingkan dengan konsepsi Hukum Tanah Barat dan Konsepsi Tanah Feodal, konsepsi hukum tanah barat berlandaskan konsepsi liberal yang memberikan kebebasan seluas-luasnya kepada individu guna memenuhi kebutuhannya masingmasing. Keadaan itu menimbulkan paham individualism yang ajarannya memberi tekanan pada nilai utama pribadi, sehingga masyarakat hanyalah merupakan suatu sarana untuk mencapai tujuan pribadi, dimana menurut konsep Burgerlijk Wetboek (BW) dalam sistem hukum Belanda, hak perorangan disebut Hak eigendom sebagai hak penguasaan atas tanah yang tertinggi. 169 Sebagai hak yang paling sempurna, pemilik Eigendom atas tanah dapat berbuat apa saja terhadap tanah tersebut, baik menjual, menggadaikan, menghibahkan, bahkan merusaknya asal tidak bertentangan dengan undang-undang atau hak orang lain 170, artinya sebagian hak orang lain, hak eigendom atas tanah adalah merupakan hak prima yang bersumber pada kedudukan manusia sebagai makhluk ciptaan Tuhan, yang mempunyai hak untuk menikmati dan memiliki kekayaan alam yang diciptakan Tuhan baginya. Konsepsi ini tersirat dalam kalimat kedua dari Declaration Of Independence Amerika Serikat, dinyatakan antara lain : that all men are created equal.. dan dikaruniai hak-hak Life, Liberty and pursuit of happiness. 171 sedangkan Konsepsi Hukum Tanah Nasional yang didasarkan pada hukum adat jelas merupakan konsepsi yang sesuai dengan falsafah dan budaya bangsa Indonesia. Konsepsi hukum tanah Eropa yang didasarkan pada semangat individualisme dan liberalisme 172 tentu tidak sesuai dengan pandangan hidup bangsa Indonesia yang komunal dan religius. 168 Boedi, Sejarah, Op.Cit., hal Kitab Undang-undang Hukum Perdata (Burgerlijk Wetboek), diterjemahkan oleh R. Subekti dan R. Tjitrosudibio, Cet. Ke-31, (Jakarta: Pradnya Paramita, 2001), Pasal 570. Ketentuan ini sempat berlaku di Indonesia (Hindia Belanda) sebagai daerah jajahan Belanda. Setelah Indonesia merdeka dan terbit UUPA, ketentuan buku II kitab Undang-Undang Hukum Perdata Indonesia sepanjang yang mengenai bumi, air serta kekayaan alam yang terkandung di dalamnya, kecuali ketentuan-ketentuan mengenai Hypotheek yang masih berlaku pada mulai berlakunya undang-undang ini. Sementara itu, ketentuan mengenai Hypotheek dicabut berdasarkan ketentuan Pasal 29 Undang-Undang Nomor 4 Tahun 1996 tentang Hak Tanggungan Atas Tanah Beserta Benda-benda yang berkaitan dangan tanah yang menyebutkan bahwa ketentuan mengenai Hypotheek sebagaimana tersebut dalam buku II Kitab Undang-undang Hukum Perdata Indonesia sepanjang mengenai pembebanan Hak Tanggungan pada hak atas tanah beserta benda-benda yang berkaitan dangan tanah dinyatakan tidak berlaku lagi. 170 Subekti, Pokok-Pokok Hukum Perdata (Jakarta: Intermasa, 2001), hal Muchtar Wahid, Memaknai Kepastian Hukum Hak Milik Atas Tanah, (Jakarta Selatan : Republika, 2008), hal Ternyata konsep individualism liberal tersebut tidak membawa kemakmuran yang merata pada rakyat. Kemakmuran hanya dinikmati oleh sebagian kecil rakyat yaitu yang memiliki tanah dan alat alat produksi. Maka, timbulah pemikiran baru, yaitu bahwa Negara turut campur tangan dalam kehidupan ekonomi dan sosial yang dikenal konsep welfare state. Seiring dangan itu, muncul pula pemikiran berdasarkan konsepsi komunikasi

35 Konsepsi tanah feodal juga tidak sesuai dengan falsafah dan pandangan hidup bangsa Indonesia karena hak penguasaan tanah yang tertinggi adalah hak milik raja 173. Semua tanah yang terdapat di seluruh wilayah kekuasaan raja adalah milik sepenuhnya dari raja yang bersangkutan. Di negara-negara yang tidak lagi menganut bentuk kerajaan, maka hak penguasaan atas tanah yang tertinggi ada pada negara sebagai pengganti kedudukan raja. 174 Berdasarkan pembahasan tentang sejumlah konsepsi di atas, tentu tidak berlebihan jika disimpulkan bahwa konsepsi hukum tanah nasional merupakan konsepsi yang sesuai dengan falsafah dan budaya bangsa Indonesia. Penyempurnaan terhadap hukum tanah nasional selayaknya dilakukan dengan tetap mempertahankan konsepsi yang lahir dan digali dari akar budaya nasional tanpa menutup diri dari perubahan-perubahan yang berlangsung sejak beberapa dasawarsa terakhir seperti era globalisasi, otonomi daerah, dan hak asasi manusia. Menurut Arie Sukanti Hutagalung 175 penyempurnaan Hukum Tanah Nasional juga diperlukan dalam menghadapi era globalisasi, yang dewasa ini sudah terasa pengaruhnya di bidang kegiatan-kegiatan yang memerlukan penguasaan tanah, misalnya ada tuntutan untuk lebih dipermudah cara memperoleh tanah yang diperlukan dunia usaha. Tata cara perolehan tanah kini sudah dipermudah, dengan dangan kekuasaan absolute pada Negara. Lihat dalam Moh. Kusnardi dan Bintan Saragih, Ilmu Negara, (Jakarta: Gaya Media Pratama, 2000), hal dan Soehino, Ilmu Negara (Yogyakarta: Liberty, 2000), hal Seperti misalnya berlaku di Inggris, hak-hak penguasaan atas tanah yang lain bersumber pada hak milik Raja tersebut, dengan sendirinya tidak ada yang setingkat hak milik, Muchtar Wahid, op cit, hal Arie Soekanti Hutagalung, Konsepsi,Op.Cit., hal Arie Soekanti Hutagalung, Pergulatan Pemikiran dan Aneka Gagasan Seputar Hukum Tanah Nasional (Suatu Pendekatan Multidisipliner), (Jakarta: Badan Penerbit FH UI, 2011), hal.108.

36 dimungkinkannya perubahan Hak Milik yang sudah bersertifikat menjadi Hak Guna Bangunan atau Hak Pakai secara langsung. Dalam hal suatu perusahaan yang berbentuk Perseroan Terbatas memerlukan tanah yang berstatus Hak Milik, tidak lagi perlu ditempuh tata cara permohonan hak baru berupa Hak Guna Bangunan yang diawali dengan acara pelepasan Hak Milik tersebut oleh pemiliknya yang memerlukan waktu dan biaya Konsepsi komunalistik religius yang telah dianut sejak 24 September 1960, di samping telah teruji hingga saat ini hendaknya perlu juga dilestarikan untuk mewujudkan cita-cita politik Agraria nasional yang tercantum dalam Pasai 33 Undang-Undang Dasar Objek Hukum Tanah Nasional a. Hak Bangsa Indonesia Dalam Penjelasan UUPA disebutkan bahwa bumi, air dan ruang angkasa dalam wilayah Republik Indonesia yang kemerdekaannya diperjuangkan oleh bangsa sebagai keseluruhan, juga menjadi hak bangsa Indonesia; jadi tidak semata-mata menjadi hak para pemiliknya saja. Demikian pula tanahtanah di daerah-daerah dan pulau-pulau tidaklah semata-mata menjadi hak rakyat asli daerah atau pulau yang bersangkutan saja. Dengan pengertian demikian hubungan bangsa Indonesia dengan bumi, air, dan ruang angkasa Indonesia merupakan semacam hubungan hak ulayat yang diangkat pada tingkatan yang paling atas, yaitu pada tingkatan yang mengenai seluruh wilayah negara. 177 Rumusan Pasal 1 ayat (1) UUPA menyatakan bahwa seluruh wilayah Indonesia adalah kesatuan tanah air dari seluruh rakyat Indoesia yang bersatu sebagai bangsa 2008), hal Ibid., hal Arie Soekanti Hutagalung, Kewenangan Pemerintah di Bidang Pertanahan, (Jakarta : Rajawali Pers,

37 Indonesia. 178 Hal ini berarti bahwa tanah di seluruh wilayah Indonesia. adalah hak bersama dari bangsa Indonesia (beraspek perdata) dan bersifat abadi, yaitu seperti hak ulayat pada masyarakat hukum adat. 179 Dengan demikian, hak bangsa Indonesia mengandung dua unsur,yaitu sebagai berikut Unsur kepunyaan bersama yang bersifat perdata, tetapi bukan berarti hak kepemilikan dalam arti yuridis, tanah bersama dari seluruh rakyat Indonesia yang telah bersatu menjadi bangsa Indonesia (Pasal 1 ayat (1) UUPA) Pernyataan ini menunjukkan sifat komunalistik dari konsepsi Hukum Tanah Nasional. - Unsur tugas kewenangan yang bersifat publik untuk mengatur dan memimpin penguasaan dan penggunaan tanah yang dipunyai bersama tersebut. Apabila unsur perdata sifatnya abadi dan tidak memerlukan campur tangan kekuasaan politik untuk melaksanakannya, tugas kewajiban yang termasuk hukum publik tidak mungkin dilaksanakan sendiri oleh rakyat. Oleh karena itu, penyelengaraanya dilakukan oleh bangsa Indonesia sebagai pemegang hak dan pengemban amanat yang pada tingkatan tertinggi diserahkan kepada negara Republik Indonesia sebagai organisasi kekuasaan seluruh rakyat Indonesia, Undang-Undang Pokok Agraria,Loc.Cit. 179 Ibid. 180 Arie Sukanti Hutagalung, Konsepsi, Op.Cit., hal Ibid.

38 Aspek Publik ini tercermin dari adanya kewenangan Negara untuk mengatur tanah di seluruh wilayah Republik Indonesia. Tugas Kewewenangan ini dilaksanakan oleh negara berdasarkan hak menguasai negara yang dirumuskan dalam Pasal 2 UUPA yang merupakan tafsiran autentik dari pengertian dikuasai oleh negara dalam Pasal 33 ayat (3) Undang-Undang Dasar Bumi, air dan kekayaan alam yang terkandung di dalamnya dikuasai oleh negara dan dipergunakan sebesar-besarnya untuk kemakmuran rakyat. Bagian-bagian atau bidang-bidang tanah hak bersama tersebut dapat diberikan kepada orang dan badan hukum dengan dikuasai dalam bentuk hak milik, hak guna usaha, hak guna bangunan, atau hak pakai. Pemberian hak tersebut terkait dengan subjek pemegang haknya. Dalam hal ini menurut undang-undang kewarganegaraan yang dimaksud dengan orang-orang yang termasuk warga negara Indonesia atau rakyat Indonesia disebut Warga Negara Indonesia (WNI). Setiap warga negara Indonesia tidak dibedakan menurut asal keturunannya (asli atau keturunan asing) maupun tidak dibedakan jenis kelaminnya (pria atau wanita). 183 Ketentuan ini menjadikan setiap warga negara Indonesia yang merupakan bagian dari bangsa Indonesia mempunyai hak yang sama untuk memperoleh bidang- 182 Undang-Undang dasar 1945 telah mengalami empat kali amandemen. Namun, pasal 33 Ayat (3) tidak mengalami perubahan. Berdasarkan amandemen ke empat Undang-Undang Dasar 1945, Pasal 33 ditambah menjadi lima ayat. Indonesia, Undang-Undang dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945, Pasal Yang menjadi Warga Negara Indonesia adalah orang-orang bangsa Indonesia asli dan orang-orang bangsa lain yang disahkan dangan undang-undang sebagai warga negara. Maksud bangsa Indonesia asli adalah orang Indonesia yang menjadi warga Negara Indonesia sejak kelahirannya dan tidak pernah menerima kewarganegaraan lain atas kehendak sendiri. Indonesia, undang-undang tentang kewarganegaraan UU No. 12 Tahun 2006, LN No. 63 Tahun 2006, TLN No. 4634, Pasal 2.

39 bidang tanah sesuai dengan kebutuhannya. 184 Bidang tanah tersebut dapat dimiliki dalam bentuk hak milik sebagai hak atas tanah yang tertinggi maupun dengan hakhak atas tanah lainnya, sesuai dengan keperluan subjek pemegang haknya. Hak bangsa adalah sebutan yang diberikan oleh para ilmuwan hukum tanah pada lembaga hukum dan hubungan hukum konkret dengan bumi, air, dan ruang angkasa Indonesia, termasuk kekayaan alam yang terkandung di dalamnya yang merupakan karunia Tuhan Yang Maha Esa, memiliki hubungan yang bersifat abadi dan merupakan kekayaan nasional. 185 Hak bangsa Indonesia merupakan hak penguasaan atas tanah yang tertinggi dan menjadi sumber bagi hak-hak penguasan atas tanah yang lain yaitu hak, menguasai negara dan hak-hak perorangan atas tanah. 186 b. Hak Menguasai Negara Dalam Pasal 2 ayat (1) UUPA disebutkan bahwa negara adalah organisasi kekuasaan seluruh rakyat Indonesia. Hal ini berarti bahwa bangsa Indonesia membentuk negara Republik Indonesia untuk melindungi segenap tanah air Indonesia dan melaksanakan tujuan bangsa Indonesia untuk memajukan kesejahteraan umum. 187 Untuk melaksanakan tujuan tersebut, negara Republik Indonesia mempunyai hubungan hukum dengan tanah di seluruh wilayah Republik Indonesia agar 184 Indonesia, Undang-Undang Pokok Pokok Agraria, Op.Cit.,Pasal Boedi, Sejarah, Op.Cit.,hal Ibid. 187 Indonesia, Undang-Undang Pokok Agraria, Op.Cit., Pasal 2.

40 dapat memimpin dan mengatur tanah-tanah di seluruh wilayah Republik Indonesia atas nama Bangsa Indonesia melalui peraturan perundangundangan, yaitu UUPA dan peraturan pelaksanaannya. 188 Hubungan hukum tersebut dinamakan Hak Menguasai Negara. Hak ini tidak memberi kewenangan untuk menguasai secara fisik dan menggunakannya seperti hak`atas tanah karena sifatnya semata-mata sebagai kewenangan publik sebagaimana dirumuskan dalam Pasal 2 UUPA. Negara diberikan kewenangan untuk mengatur tanah dan unsur-unsur sumber daya alam lainnya yang merupakan kekayaan nasional. Dalam hal ini negara berwenang mengatur persediaan, perencanaan, penguasaan dan penggunaan tanah, serta pemeliharaan tanah atas seluruh tanah di wilayah Republik Indonesia dengan tujuan agar dapat dipergunakan untuk sebesar-besarnya kemakmuran rakyat. Kewenangan tersebut dilaksanakan negara dalam kedudukannya sebagai organisasi kekuasaan seluruh rakyat Indonesia atau berkedudukan sebagai badan penguasa. Penguasaan negara atas tanah di seluruh wilayah Republik Indonesia bersumber pula pada Hak Bangsa Indonesia yang meliputi kewenangan negara dalam Pasal 2 ayat (2) UUPA, yaitu: 190 a. Mengatur dan menyelengarakan peruntukan, penggunaan, persediaan, dan pemeliharaan bumi, air dan ruang angkasa; b. Menentukan dan mengatur hubungan hubungan hukum antara orang-orang Ibid. 189 Boedi, Sejarah, Op.Cit.,hal

41 dengan bumi, air dan ruang angkasa; c. Menentukan dan mengatur hubungan hukum antara orang-orang dan perbuatan perbuatan hukum yang mengenai bumi,air, dan ruang angkasa. Dengan rincian kewenangan mengatur, menentukan, dan menyelenggarakan berbagai kegiatan dalam Pasal 2 tersebut, oleh UUPA diberikan suatu interpretasi autentik mengenai hak menguasai dari negara yang dimaksudkan oleh Undang- Undang Dasar 1945 sebagai hubungan hukum yang bersifat publik semata mata. Dengan demikian, tidak akan ada lagi tafsiran lain mengenai pengertian dikuasai dalam pasal 33 Undang-Undang Dasar tersebut. PASAL 33 UNDANG UNDANG DASAR 1945 SEBELUM AMANDEMEN SETELAH AMANDEMEN Ayat (1) Perekonomian disusun sebagai usaha bersama berdasarkan atas asas kekeluargaan kekeluargaan Ayat (2) Cabang cabang produksi yang penting bagi Negara dan menguasai hajat hidup orang banyak dikuasai oleh Negara Ayat (3) Bumi dan air dan kekayaan alam yang terkandung di dalamnya dikuasai oleh Negara dan dipergunakan untuk sebesar besarnya kemakmuran Ayat (1) Perekonomian disusun sebagai usaha bersama berdasarkan atas asas Ayat (2) Cabang cabang produksi yang penting bagi Negara dan menguasai hajat hidup orang banyak dikuasai oleh Negara Ayat (3) Bumi dan air dan kekayaan alam yang terkandung di dalamnya dikuasai oleh Negara dan dipergunakan untuk sebesar besarnya kemakmuran rakyat. 190 Indonesia, Undang-Undang Pokok Agraria, Loc.Cit

42 rakyat. Ayat (4) Perekonomian nasional diselengarakan berdasar atas demokrasi ekonomi dengan prinsip kebersamaan, efisiensi berkeadilan, berkelanjutan, berwawasan lingkungan, kemandirian, serta dengan menjaga keseimbangan kemajuan dan kesatuan ekonomi nasional. Ayat (5) Ketentuan lebih lanjut mengenai pelaksanaan pasal ini diatur dalam undang-undang. Konsep ini berbeda dengan hubungan hukum yang bersifat kepemilikan antara negara dengan tanah berdasarkan alas domein verklaring 191 dalam Hukum Tanah Administrasi Pemerintah Hindia Belanda yang telah dicabut dalam UUPA. Asas domein verklaring yang dipergunakan sebagai dasar dari perundangundangan agraria yang berasal dari pemerintah jajahan tidak dikenal dalam UUPA. Asas domein bertentangan dengan kesadaran hukum rakyat Indonesia dan asas dari negara yang merdeka dan modern. Berkaitan dengan ini, asas tersebut, yang dipertegas dalam berbagai "pernyataan domein", yaitu misalnya dalam pasal 1 Agrarisch Besluit (S ), S a, S f, S ditinggalkan dan pernyataan-pernyataan domein itu dicabut. UUPA berpangkal pada ' pendirian bahwa untuk mencapai apa yang ditentukan dalam Pasal 33 ayat 3 Undang-Undang Dasar tidak perlu dan tidaklah pula pada tempatnya, bahwa bangsa Indonesia ataupun 191 Ibid, hal 42. Domein verklaring/pernyataan domein dimaksudkan untuk menegaskan bahwa satusatunya penguasa yang berwenang memberikan tanah tanah yang dimaksudkan tersebut kepada pihak lain

43 Negara bertindak sebagai pemilik tanah. Lebih tepat jika negara, sebagai organisasi kekuasaan dari seluruh rakyat (bangsa) bertindak selaku badan penguasa Prinsip-prinsip Hukum Tanah Nasional Prinsip hukum atau asas hukum yang dalam Bahasa Belanda disebut rechts beginsel dan dalam Bahasa Inggris disebut principle of law. Henry Campbell Black memberikan pengertian tentang prinsip adalah a fundamental truth or doctrine, as of law; a comprehensive rule or doctrine which furnishes a basis or origin for others ". 193 Bruggink J.J.H menyatakan bahwa asas / prinsip hukum adalah nilai-nilai yang melandasi norma hukum. 194 Selanjutnya Bruggink J.J.H menyetir pendapat Paul Scholten yang menyatakan bahwa asas hukum merupakan pikiran-pikiran dasar, yang terdapat di dalam dan di belakang sistem hukum masing-masing dirumuskan dalam aturan perundangundangan dan putusan-putusan hakim, yang berkenaan dengan ketentuanketentuan dan keputusan keputusan individual. George Whitecross Paton menyatakan bahwa A principle is the broad reason, which lies at the base of rule of law. 195 Ronald Zelfianus Titahelu menyatakan bahwa sebagai nilai dasar, prinsip adalah Pemerintah. Domein verklaring ini menjadi landasan hukum bagi pemerintah sebagai pemilik tanah. Pemberian tanah dilakukan dangan cara pemindahan hak milik Negara kepada penerima hak. 192 Indonesia, Undang-Undang Pokok Agraria, Op.Cit., Penjelasan 193 Henry Campbell Black, Black s Law Dictionary, A Bridged Sixt Edition, (Minn : West Publishing, 1991), hal Bruggink,, Refleksi Tentang Hukum, Op.Cit, hal George Whitecross Paton, A Textbook of Jurisprudance, (Oxford : University Press, 1969), hal. 204.

44 hukum memiliki nilai dasar sebagai: 196 a. Pokok yang menguasai isi dari setiap hubungan hukum; b. Pokok yang memberi makna bagi setiap figur hukum; c. Pokok yang menjadi dasar system penentu nilai (waarde bepalende system) dan dasar system penentu pengertian. Menurut Bruggink J.J.H., kaedah hukum dapat dibedakan dalam kedudukannya sebagai kaedah perilaku dan sebagai mata kaedah. Kaedah perilaku adalah kaedah yang ditunjukkan pada perbuatan warga suatu masyarakat tertentu, dalam artian kaedah tersebut memuat perintah perilaku (gedragsvoorschrift), sedangkan mata kaedah dipahami sebagai kaedah yang berkenaan dengan keberadaan dari kaedah perilaku. 197 Hal yang senada juga dikemukakan oleh HLA Hart yang membedakan aturan hukum sebagai Primary rules (untuk kaedah perilaku) dan secondary rules (untuk mata kaedah). 198 Sebagai kaedah perilaku, aturan hukum di dalamnya akan dapat berisi kaedah yang digolongan sebagai kaedah perintah (gebod), larangan (verbod), pembebasan (vrijstelling, dispensasi), dan izin (toestemming). 199 Prinsip hukum merupakan ratio legis dari norma hukum. Satjipto Rahardjo menyatakan bahwa asas hukum merupakan jantungnya peraturan hukum dan ia merupakan landasan yang paling luas bagi lahirnya suatu peraturan hukum, yang berarti bahwa peraturan-peraturan hukum itu pada akhirnya bisa dikembalikan kepada asas-asas tersebut. 200 selanjutnya Satjipto Rahardjo mengutip pendapat dari George Whitecross Paton, yaitu asas hukum ini tidak akan habis kekuatannya dengan melahirkan suatu peraturan hukum, melainkan akan tetap saja ada dan akan melahirkan peraturan-peraturan selanjutnya. Asas hukum ini pula yang membuat 196 Ronald Zelfianus Titahelu, Penetapan Asas-asas Hukum Umum dalam Penggunaan Tanah untuk Sebesar-Besar Kemakmuran Rakyat Op.Cit, hal. 12. Seperti dikutip Ronald Zelfianus Titahelu. Penetapan Asasasas Hukum Umum dalam Pengguanaan Tanah Untuk Sebesar-besarnya Kemakmuran Rakyat (Suatu Kajian Filosofi dan Teori Tentang Pengaturan dan Penggunaan Tanah di Indonesia, disertasi (Surabaya: Pascasarjana Universitas Airlangga, 1993), hal Bruggink J.J.H, Rechts Reflecties, Grondbegrippen uit De Rechtstheorie, Op.Cit, hal Hart HLA, The Concept Of Law, (Oxford : Clarendon Press, 1961), hal Bruggink J.J.H., Op.Cit, hal

45 hukum itu hidup, tumbuh, dan berkembang dan ia juga menunjukkan bahwa hukum itu bukan sekedar kumpulan peraturan-peraturan belaka, karena asas mengandung nilai-nilai dan tuntunan-tuntunan etis. 201 Brugging J.J.H. menyatakan bahwa prinsip hukum adalah kaedah yang memuat ukuran (kriteria) nilai. Prinsip hukum berfungsi sebagai mata kaedah terhadap kaedah perilaku, karena menentukan interpretasi terhadap aturan hukum dan wilayah penerapan aturan tersebut. 202 Peranan prinsip hukum dalam kedudukannya sebagai dasar atau pedoman dalam pembentukan aturan hukum dikemukakan oleh van Eikema Hommes yang dikutip oleh Sudikno Mertokusumo, yaitu prinsip hukum tidak boleh dianggap sebagai norma hukum yang konkrit, tetapi dipandang sebagai dasar umum atau petunjuk bagi hukum yang berlaku. 203 Suatu prinsip hukum berubah menjadi aturan hukum, bukan berarti prinsip hukum itu akan kehilangan kekuatannya. Prinsip hukum akan tetap hidup sebagai prinsip hukum walaupun telah melahirkan dan atau terumuskan dalam aturan hukum. Oleh karena itu, prinsip hukum akan dapat terus melahirkan aturan aturan hukum lainnya. 204 Y.Sogar Simamora menyatakan bahwa prinsip-prinsip hukum diperlukan sebagai dasar dalam pembentukan aturan sekaligus sebagai dasar dalam memecahkan persoalan hukum yang timbul manakala aturan hukum yang tersedia 200 Satjipto Rahardjo, Ilmu Hukum, (Bandung : Citra Aditya Bakti, 1991), hal Ibid. 202 Bruggink J.J.H., Op.Cit, hal Sudikno Mertokusumo-II, Penemuan Hukum, Sebuah Pengantar, Op.Cit, hal George Whitecross Paton, Op.Cit, hal. 85.

46 tidak memadai. 205 Prinsip hukum atau asas hukum merupakan salah satu obyek terpenting dalam kajian ilmu hukum. Pembahasan tentang prinsip hukum lazimnya disandingkan dengan aturan hukum atau kaedah hukum untuk memperoleh gambaran yang jelas menyangkut perbedaannya. 206 Prinsip hukum dalam ilmu hukum mempunyai peran yang sangat penting, apalagi jika dikaitkan dengan aturan hukum. Prinsip hukum dan aturan hukum merupakan elemen dari sistem hukum. Oleh karenanya, antara prinsip hukum dan aturan hukum memiliki keterkaitan yang erat dan tidak dapat dipisahkan satu sama lain. Menurut George Whitecross Paton yang dikutip oleh Satjipto Rahardjo, 207 ada keterkaitan antara prinsip hukum dan aturan hukum. Beliau menyampaikan ada 2 (dua) hal penting dalam memahami hubungan antara prinsip hukum dan aturan hukum yaitu pertama, prinsip hukum merupakan landasan yang luas bagi lahirnya suatu aturan hukum. Aturan-aturan hukum itu pada akhimya dapat dikembalikan pada prinsip-prinsip hukum tersebut. Ini berarti materi dari aturan hukum itu harus sesuai dan tidak boleh bertentangan dengan prinsip hukum yang menjadi dasar lahirnya atau sumber dari aturan hukum tersebut. Setiap konflik norma yang ada dalam setiap aturan hukum, penyelesaiannya harus dikembalikan pada prinsip, hukum. Kedua, prinsip hukum merupakan rario legis, alasan bagi lahirnya suatu aturan hukum. Prinsip hukum tidak hanya dapat melahirkan satu aturan hukum saja, tapi bisa lebih 205 Yohanes Sogar Simamora, Prinsip Hukum Kontrak Dalam Pengadaan Barang dan Jasa Oleh Pemerintah, disertasi, (Surabaya : PPS Unair, 2001), hal Ibid, hal Satjipto Rahadjo, Ilmu Hukum, Op.Cit. hal. 85.

47 dari satu. Peter Mahmud Marzuki mengemukakan pendapatnya bahwa asas hukum atau prinsip hukum dapat saja timbul dari pandangan akan kepantasan dalam pergaulan sosial yang kemudian diadopsi oleh pembuat Undang-undang, sehingga menjadi aturan hukum, akan tetapi tidak semua asas atau prinsip hukum dapat dituangkan menjadi aturan hukum. 208 Sudikno Mertokusumo menyatakan bahwa asas atau prinsip hukum bukanlah merupakan peraturan hukum konkret, melainkan merupakan pikiran dasar yang umum sifatnya atau merupakan latar belakang dari peraturan yang konkret yang terdapat dalam dan di belakang setiap sistem hukum yang terjelma dalam peraturan perundang-undangan dan putusan hakim yang merupakan hukum positif dan dapat diketemukan dengan mencari sifat-sifat umum dalam peraturan konkret tersebut. 209 Untuk menemukan asas hukum dicarilah sifat-sifat umum dalam kaedah atau peraturan yang konkret. Ini berarti menunjuk kepada kesamaan-kesamaan yang terdapat dalam ketentuan- ketentuan konkret itu. 210 Dalam kaitannya dengan peran dari prinsip hukum dalam menyelesaikan persoalan hukum, Yohanes Sogar Simamora menyatakan bahwa aturan hukum diperlukan untuk menjawab persoalan hukum. Realitas menunjukkan bahwa tidak setiap persoalan hukum dapat dipecahkan hanya mengandalkan aturan hukum, ada 208 Peter Mahmud Marzuki, Batas-batas Kebebasan Berkontrak, Majalah YURIDIKA, Vol. 18 No. 3, (Surabaya : FH Unair, 2003), hal Sudikno Mertokusumo-I, Mengenal Hukum Suatu Pengantar, Op.Cit, hal Ibid, hal. 35.

48 persoalan hukum yang harus ditemukan jawabannya melalui prinsip hukum. 211 Dari uraian di atas menunjukkan bahwa betapa pentingnya prinsip hukum dalam kaitannya dengan aturan hukum. Pentingnya prinsip hukum tersebut dalam hal: a. pembentukan peraturan perundang-undangan (legal drafting); b. penyelesaian kasus atau perkara yang penyelesaiannya melalui pengadilan; c. dalam penyelesaian suatu kasus atau perkara hukum, ternyata tidak dijumpai adanya aturan hukum. Dalam keadaan ini, prinsip hukum berperan mengisi kekosongan hukum dengan cara memberikan dasar hukum bagi hakim untuk memberikan putusan. UUPA diundangkan pada tanggal 24 September UUPA mencabut peraturan dan keputusan yang berkaitan dengan agraria yang dibuat oleh Pemerintahan Hindia Belanda. Muchsin dkk menyatakan bahwa dicabutnya peraturan oleh UUPA dan dinyatakannya Hukum Adat sebagai dasar Hukum Agraria Nasional, adalah dalam rangka mewujudkan kesatuan dan kesederhanaan hukum tersebut. 212 Sampai sekarang masih ada orang yang mempermasalahkan dan mempertanyakan hubungan Hukum Adat dengan UUPA, yakni Hukum Adat manakah yang dimaksud oleh UUPA tersebut? Hukum adat dimaksud UUPA adalah : 1) Formal : bagian dari hukum positif Indonesia yang berlaku sebagai hukum yang hidup dalam bentuk tidak tertulis di kalangan orang-orang Indonesia asli yang mengandung ciri-ciri nasional, yaitu 2) Materil : sifat kemasyarakatan yang berasaskan keseimbangan dan diliputi suasana keagamaan Yohannes Sogar Simamora, Prinsip Hukum Kontrak, Op.Cit, hal Muchsin, Imam Koeswahyono, Soimin, Hukum Agraria Dalam Prespektif Sejarah, (Bandung : Refika Aditama, 2007), hal Dengan pengertian yang demikian, maka apa yang disebut Hukum Adat tidak harus diartikan semata-mata sebagai rangkaian norma-norma hukum saja, akan tetapi meliputi juga :

49 Hukum Tanah Nasional diatur dalam UUPA memuat prinsip hukum dan aturan hukum yang menjadi pedoman dalam melaksanakan kegiatan di bidang pertanahan dan memutuskan kasus atau perkara di bidang pertanahan. UUPA sebagai peraturan dasar yang mengatur pokok-pokok keagrariaan dan merupakan landasan Hukum Tanah Nasional tidak memberikan pengertian yang tegas baik mengenai istilah tanah maupun istilah agraria. 214 Untuk mengoperasionalkan konsep pembaruan agraria, diperlukan prinsip-prinsip yang menjadi landasan dan arahan yang mendasari pelaksanaannya. Prinsip-prinsip itu seyogianya bersifat holistik, komprehensif, dan mampu menampung hal-hal pokok yang menjadi tujuan pembaruan agraria. Untuk mengoperasionalkan konsep pembaharuan agraria, diperlukan prinsip-prinsip yang menjadi landasan dan arahan yang mendasari pelaksanaannya. Menurut Maria S.W. Sumardjono 215, prinsipprinsip dasar pembaruan agraria tersebut adalah: a. menjunjung tinggi hak asasi manusia, karena hak atas sumber-sumber agraria merupakan hak ekonomi setiap orang; b. unifikasi hukum yang mampu mengakomodasi keanekaragaman hukum setempat (pluralisme); c. keadilan dalam penguasaan dan pemanfaatan sumber-sumber agraria (keadilan gender, keadilan dalam satu generasi dan antargenerasi, serta pengakuan kepemilikan masyarakat adat terhadap sumber-sumber agraria yang menjadi ruang hidupnya); d. fungsi sosial dan ekologi tanah dan sumber-sumber agraria lainnya; bahwa hak yang dipunyai seseorang menimbulkan kewajiban sosial bagi yang bersangkutan karena haknya dibatasi oleh hak orang lain dan hak masyarakat yang lebih luas; e. penyelesaian sengketa pertanahan; f. pembagian tanggung jawab kepada daerah berkenaan dengan alokasi dan manajemen sumber-sumber agraria; g. transparansi dan partisipasi dalam pembuatan kebijakan; h. landreform/restrukturisasi dalam pemilikan, penguasaan, pemanfaatan sumbera. Konsepsi (ajaran, teori) b. Asas-asas (yang merupakan perwujudan dari konsepsi) c. Lembaga lembaga hukum d. Sistem (tata susunan yang teratur), Arie Sukanti, Pembentukan UUPA dan Pembangunan Hukum Tanah Nasional, hal.15). 214 Dari ketentuan-ketentuan Pasal 1 ayat (4), (5), dan (6) jo Pasal 2 ayat (1) UUPA dapat ditarik kesimpulan bahwa pengertian Agraria mengandung makna yang luas, yang meliputi bumi, air, ruang angkasa dan kekayaan alam yang terkandung di dalamnya. 215 Maria S.W Sumardjono, Transitional Justice atas Hak Sumber Daya Alam, dalam Komisi Nasional Hak Asasi Manusia: Keadilan dalam Masa Transisi, Komisi Nasional Hak Asasi Manusia, (Jakarta: Komnas HAM, 2001), hal.4.

50 sumber agraria; i. usaha-usaha produksi di lapangan agraria; j. pembiayaan program-program pembaruan agraria. Tidak jauh berbeda dari prinsip-prinsip di atas, ketentuan Pasal 4 Ketetapan MPR No. IX/MPR/2001 tentang Pembaruan Agraria dan Pengelolaan Sumber Daya Alam menetapkan duabelas prinsip pembaruan agraria dan pengelolaan sumber daya alam, sebagai berikut: a. memelihara dan mempertahankan keutuhan Negara Kesatuan Republik Indonesia; b. menghormati dan menjunjung tinggi hak asasi manusia; c. menghormati supremasi hukum dengan mengakomodasikan keanekaragaman dalam unifikasi hukum; d. menyejahterakan rakyat, terutama melalui peningkatan kualitas sumber daya manusia Indonesia; e. mengembangkan demokrasi, kepatuhan hukum, transparansi, dan optimalisasi partisipasi rakyat; f. mewujudkan keadilan termasuk kesetaraan gender dalam penguasaan, pemilikan, penggunaan, pernanfaatan, dan pemeliharaan sumber daya agraria/sumber daya alam; g. memelihara keberlanjutan yang dapat memberi manfaat yang optimal, baik untuk generasi sekarang maupun generasi mendatang, dengan tetap memperhatikan daya tampung dan, daya dukung lingkungan; h. melaksanakan fungsi sosial, kelestarian, dan fungsi ekologis sesuai dengan kondisi sosial budaya setempat; i. meningkatkan keterpaduan dan koordinasi antar sektor pembangunan dan antardaerah dalam pelaksanaan pembaruan agraria dan pengelolaan sumber daya alam; j. mengakui, menghormati, dan melindungi hak masyarakat hukum adat dan keragaman budaya bangsa atas sumber daya agraria/sumber daya alam; k. mengupayakan keseimbangan hak dan kewajiban negara, pemerintah (pusat, daerah provinsi, Kabupaten/kota dan desa atau yang setingkat), masyarakat dan individu; l. melaksanakan desentralisasi berupa pembagian kewenangan di tingkat nasional, daerah provinsi, Kabupaten/kota, dan desa atau yang setingkat, berkaitan dengan alokasi dan pengelolaan sumber daya agraria/sumber daya alam. Dimuatnya keduabelas prinsip pembaruan agraria tersebut dalam Ketetapan MPR mengharuskan prinsip-prinsip itu dijadikan acuan dalam penyusunan berbagai peraturan perundang-undangan agraria dan pengelolaan sumber daya alam. Hal ini membawa konsekuensi terhadap perlunya upaya pengkajian ulang dan harmonisasi terhadap berbagai peraturan perundang-undangan sektoral, yaitu melakukan upaya pencabutan, penggantian, atau penyempurnaan undang-undang

51 sektoral di bidang keagrariaan. 216 Dalam kaitannya dengan perundang-undangan di bidang agraria, khususnya dalam hal penyusunan RUU Penyempurnaan UUPA, maka seyogianya undangundang itu mengacu pada prinsip-prinsip 217 : a. prinsip kebangsaan; b. hubungan hukum antara negara, pemerintah, masyarakat, dan individu dalam kaitannya dengan sumber daya agraria; c. pengakuan, penghormatan, dan perlindungan terhadap hak-hak masyarakat hukum adat, baik dalam dimensi global, dimensi nasional, maupun dimensi regional; d. prinsip landreform; e. prinsip perencanaan dalam penggunaan tanah; f. akomodasi hukum adat (pluralisme dalam unifikasi hukum); g. fungsi sosial dan fungsi ekologis atas sumber daya agraria; h. prinsip keadilan, baik keadilan antargenerasi maupun keadilan gender dalam perolehan dan pemanfaatan sumber daya agraria; i. pemberlakuan prinsip-prinsip good governance dalam pengelolaan sumber daya agraria. Prinsip-prinsip di atas merupakan reorientasi atas prinsip-prinsip yang terdapat dalam UUPA selama ini, dan diselaraskan dengan prinsip-prinsip yang terdapat dalam Tap MPR tentang pembaruan agraria dan pengelolaan sumber daya alam. Dengan mengacu pada falsafah bahwa bumi, air, dan kekayaan alam yang terkandung di dalamnya harus dipergunakan untuk sebesar-besar kemakmuran rakyat, maka sinergi yang baik antara prinsip-prinsip UUPA yang ada selama ini dengan prinsip-prinsip pembaruan agraria, diharapkan dapat mencapai tujuan penyempurnaan UUPA, yaitu keadilan, efisiensi, serta pelestarian lingkungan dan pola penggunaan tanah yang berkelanjutan. Atas dasar prinsip-prinsip pembaruan agraria di atas, maka Pasal 5 Tap MPR No. IX/MPR/2001 menetapkan arah kebijakan pembaruan agraria sebagai berikut. a. melakukan pengkajian ulang terhadap berbagai peraturan perundang-undangan yang berkaitan dengan agraria dalam rangka sinkronisasi kebijakan antarsektor demi terwujudnya peraturan perundang-undangan yang didasarkan pada prinsip-prinsip pembaruan agraria dan pengelolaan sumber daya alam; b. menyelesaikan konflik-konflik yang berkenaan dengan sumber daya agraria yang timbul selama ini sekaligus dapat mengantisipasi potensi konflik di masa mendatang guna menjamin terlaksananya penegakan hukum dengan didasarkan atas prinsip-prinsip pembaruan agraria dan pengelolaan sumber daya alam; c. melaksanakan penataan kembali penguasaan, pemilikan, penggunaan, dan 216 Maria S.W Sumardjono, Penyempurnaan UUPA dan Sinkronisasi Kebijakan, Surat Kabar harian Kompas, Jakarta, 24 September 2001, hal Maria S.W Sumardjono, Menggagas ulang Penyempurnaan UUPA sebagai Pelaksanaan TAP MPR-RI NO. IX/MPR/2001 tentang Pembaruan Agraria dan Pengelolaan Sumber Daya Alam, Yogyakarta, 21 September.

52 pemanfaatan tanah (landreform) yang berkeadilan dengan memperhatikan kepemilikan tanah untuk rakyat; d. menyelenggarakan pendataan pertanahan melalui inventarisasi dan registrasi penguasaan, pemilikan, penggunaan, dan pemanfaatan tanah secara komprehensif dan sistematis dalam rangka pelaksanaan landreform; e. memperkuat kelembagaan dan kewenangannya dalam rangka mengemban pelaksanaan pembaruan agraria dan menyelesaikan konflik-konflik sumber daya agraria yang terjadi; f. mengupayakan dengan sungguh-sungguh pembiayaan dalam melaksanakan program pembaruan agraria dan penyelesaian konflik-konflik sumber daya agraria yang terjadi. Selanjutnya, menurut Maria S.W. Sumardjono 218, apabila arah kebijakan pembangunan dipandang sebagai "raga," maka prinsip-prinsip pembaruan agraria perlu diakomodasi sebagai landasan yang akan berfungsi sebagai "jiwa" yang akan menjadi dasar untuk mencapai kesejahteraan rakyat. Pembangunan yang berlandaskan pada konsep pembaruan agraria harus memperhatikan hal-hal sebagai berikut 219 : a. Cara pandang dan tindakan berkenaan dengan tanah. Tanah tidak boleh diperlakukan secara eksklusif, tetapi harus dilihat sebagai satu subsistem dari keseluruhan sistem berkenaan dengan penguasaan/pemanfaatan sumber daya agraria/sumber daya alam dan dikelola sesuai dengan prinsip-prinsip pembaruan agraria tersebut di atas. Dengan demikian, dapat dihindarkan tumpang tindih dan inkonsistensi antar peraturan perundang-undangan sektoral. Pembaruan agraria memerlukan reformasi di bidang hukum yang terkait dengan sumber daya agraria/sumber daya alam. b. Karena di masa yang akan datang kesempatan untuk menggantungkan hidup dari sumber-sumber pertanian akan semakin berkurang, maka untuk mendukung pembaruan agraria, pelaksanaan program pembaruan agraria perlu dilengkapi dengan penciptaan sumber pendapatan dan peluang kerja, di samping program pendukung lainnya. c. Berbagai konflik untuk memperebutkan sumber daya alam antarberbagai kelompok kepentingan akan semakin meningkat, baik dalam skala lokal maupun regional. Perlu diupayakan cara-cara penanggulangannya. d. Dengan semangat otonomi, perlu meningkatkan tanggung jawab daerah dalam merancang bersama alokasi dan penatagunaan tanah. e. Untuk mendorong pelaksanaan pembaruan agraria, diperlukan keberadaan suatu lembaga yang berkomitmen dan bertanggung jawab penuh terhadap pelaksanaannya, dengan dukungan pembiayaan yang memadai. f. Pendekatan, sikap, dan perlakukan terhadap hukum adat dan masyarakat 218 Maria S.W Sumardjono, Arti Strategis Pembaruan Agraria, sebagai landasan pembangunan, makalah pada seminar dan lokakarya nasional Pengelolaan SDA berkelanjutan yang ramah lingkungan dan Pembaruan Agraria untuk keadilan dan kemakmuran rakyat, (Bandung: ITB-UNPAD, 2001), September, hal Ibid, hal.9-10.

53 hukum adat. Perlu pendekatan baru dalam menyikapi hukum adat pada saat kini dengan memperhatikan kecenderungan global, nasional, dan lokal dalam upaya mengakomodasi prinsip-prinsip hukum adat ke dalam tatanan hukum positif. Hak masyarakat hukum adat atas tanah milik bersama, hak cipta serta hak-hak lain yang terkait dengan pengetahuan tradisional masyarakat hukum adat yang bersangkutan, harus dihormati dan dilindungi oleh hukum positif. Pada intinya, keduabelas prinsip pembaruan agraria yang terdapat dalam Tap MPR No. IX/MPR/2001 itu, jika diringkas akan berpangkal pada tiga prinsip utama 220 : a. prinsip demokratis, dalam dimensi kesetaraan antara pemerintah dengan rakyat, pemberdayaan masyarakat dan pengembangan good governance dalam penguasaan dan pemanfaatan sumber daya agraria; b. prinsip keadilan, dalam dimensi filosofis baik keadilan intergenerasi maupun keadilan antargenerasi dalam upaya mengakses sumber daya agraria; c. prinsip keberlanjutan, dalam dimensi kelestarian fungsi dan manfaat yang berdaya guna dan berhasil guna. Ketiga prinsip utama sebagai rangkuman dari dua belas prinsip pembaruan agraria di atas, saling terkait, tidak dapat dipisahkan antara satu dengan yang lainnya. Manakala berbicara prinsip demokrasi, maka terkandung di dalamnya makna prinsip keadilan. Manakala berbicara prinsip keadilan, terkandung di dalamnya makna prinsip keberlanjutan. Dalam pemahaman normatif, demokrasi merupakan sesuatu yang secara ideal hendak dilakukan oleh suatu negara. Sementara itu, dalam pemahaman empiris (procedural democracy), merupakan demokrasi dalam perwujudannya dalam kehidupan politik praktis. Keadilan adalah ukuran yang dipakai dalam memperlakukan objek (manusia) di luar diri seseorang. Ukuran tersebut tidak dapat dilepaskan dari arti yang diberikan pada manusia. 221 Sementara itu, memahami keberlanjutan dalam kaitannya dengan lingkungan alam akan selalu berkaitan dengan kegiatan ekonomi. Dalam hal ini ada syarat keharusan (necessary condition) bagi keberlanjutan ekonomi yang harus dipenuhi, yaitu bahwa lingkungan alam tempat perekonomian itu berkembang harus dijaga agar terus menerus memberikan manfaatnya. 222 Dengan kegiatan perekonomian yang berkelanjutan dan dilakukan dengan mengacu pada norma-norma yang demokratis, maka keadilan dalam kegiatan ekonomi pun dapat dirasakan oleh seluruh lapisan masyarakat. 223 Menurut H.S. Dillon, berbicara mengenai demokrasi berarti berbicara mengenai kemerdekaan dan kesetaraan, karena kemerdekaan dan kesetaraan 220 Maria S.W Sumardjono, Transisional, Op Cit, hal Satjipto Rahardjo, Ilmu Hukum, Op Cit, hal Azis Khan, Pengelolaan Sumber Daya Alam: Ruang Kompromi dan Harmonisasi Kepentingan Ekonomi, Sosial dan Lingkungan: dalam Harijadi Kartidihardjo. dkk., Dibawah satu Payung Pengelolaan Sumber Daya Alam, (Jakarta: Suara Bebas, cet.i edisi revisi, 2005), hal H.S. Dillon, Pembaruan Agraria sebagai alat demokrasi HAM, keadilan di Indonesia, makalah pada semiloka Pelaksanaan Pembaruan Agraria dan pengelolaan SDA yang adil dan berkelanjutan, (Bandung, 2001), hal September.

54 adalah prinsip dasar demokrasi. Kemerdekaan berarti bebas dari hegemoni politik dan (ketergantungan) ekonomi. Kesetaraan berarti bebas dari diskriminasi atas kesetaraan hak dan peluang, artinya demokrasi bertujuan untuk menegakkan keadilan, yang bermakna diakhirinya segala bentuk diskriminasi terhadap manusia dan alam semesta. Dalam hal ini pengertian demokrasi bukan lagi sekadar berbicara mengenai format demokrasi politik formal, melainkan menurut H.S. Dillon juga mencakup format demokrasi ekonomi untuk peningkatan keadilan sosial bagi seluruh umat manusia. Jika diletakkan dalam konteks kehidupan bernegara, maka hal ini berarti membebaskan rakyat dari keterbelengguan, dan menuju penguatan otonomi rakyat di segala bidang (ekonomi, politik, sosial-budaya, dan sebagainya). Dalam konteks permasalahan yang dihadapi Indonesia saat ini, maka demokrasi harus dapat mengakhiri dan/atau mengoreksi ketidakadilan struktural dalam penguasaan, pemilikan, penggunaan, dan pemanfaatan tanah dan sumber daya agraria lainnya yang terjadi sebagai warisan pemerintahan orde baru dan hingga kini masih kerap terjadi. Dari sisi hak asasi manusia, hal di atas merupakan bentuk pelanggaran massal atas hak-hak sipil, politik, ekonomi, sosial, dan budaya terbesar bagi rakyat Indonesia yang termarjinalkan oleh peraturan perundang-undangan dan kebijakan negara di bidang tanah dan sumber daya agraria/alam. Baik dalam Article 25 dari international Convenant on Economic, Social and Cultural Rights yang telah diratifikasi dalam Undang-Undang Nomor 11 Tahun 2005, maupun dalam Article 47 dari International Convenant on Civil and Political Rights yang telah diratifikasi dalam Undang-Undang Nomor 12 Tahun 2005, sama-sama menegaskan bahwa: Nothing in the present convenant shall be interpreted as impairing the inherent rights of all peoples to enjoy and utilize fully and freely their natural wealth and resources. Atas dasar kedua ketentuan dalam kedua buah konvenan di atas, maka dalam kaitannya dengan aspek hak-hak penguasaan, pemilikan, penggunaan, dan pemanfaatan tanah dan sumber daya agraria lainnya, pelaksanaan pengakuan, penghormatan, dan perlindungan hak-hak sipil, politik, ekonomi, sosial, dan budaya tersebut tidak boleh ditafsirkan sebagai mengurangi hak-hak yang melekat pada seluruh masyarakat untuk menikmati secara penuh dan bebas atas kekayaan dan sumber daya alam mereka. Atas dasar kondisi di atas, tidak mungkin membangun demokrasi dan keadilan tanpa upaya pembaruan agraria sehingga pembaruan agraria merupakan suatu keniscayaan bagi negara yang sedang membangun seperti Indonesia, bahkan bagi negara yang meskipun pemerintahnya mempraktikkan paradigma modernisasi. 224 Jika dipahami bahwa pembaruan agraria merupakan suatu upaya merestrukturisasi penguasaan, pemilikan, penggunaan, dan pemanfaatan tanah dan sumber daya agraria lainnya, maka ketiga prinsip utama di atas harus menjadi landasan 224 Gunawan Wiradi, Reformasi Agraria: Perjalanan yang belum berakhir, (Yogyakarta: Insist Press, KPA dan Pustaka Pelajar, cet.i, 2001), hal.4.

55 segala upaya restrukturisasi. Dalam hal prinsip demokratisasi penguasaan, pemilikan, penggunaan, dan pemanfaatan tanah dan sumber daya agraria lainnya, hal tersebut ditentukan oleh sejauh mana peran serta masyarakat dapat tumbuh dan berkembang secara adil. Dalam hal ini peran serta masyarakat harus ditafsirkan sebagai hak dasar dari rakyat untuk terlibat, baik secara langsung maupun tidak langsung, dalam proses perumusan kebijakan. Keterlibatan itu dapat dimulai sejak tahap perencanaan, pelaksanaan, sampai dengan tahap pengawasan. Pemahaman demokrasi tidak dapat disederhanakan hanya sebagai mekanisme pengambilan kebijakan saja, lebih dari itu. 225 a. Demokrasi itu berkaitan dengan input atau sumber-sumber aspirasi, gagasan, dan potensi. Dari mana aspirasi digali, siapa yang mengontrol sumber daya yang ada yang akan menjadi input proses pembangunan. b. Demokrasi itu berkaitan dengan proses, yakni tentang bagaimana pengambilan keputusan dilakukan, siapa yang terlibat dan bagaimana proses tersebut dijalankan. c. Demokrasi juga berkaitan dengan output, artinya bagaimana output dari suatu proses didistribusikan. Siapa yang paling mempunyai akses untuk mengontrol distribusi. Ketiga pemahaman demokrasi di atas merupakan segi-segi dasar dari proses demokrasi itu sendiri, yang tidak dapat dipisahkan satu sama lain. Dengan ketiga pemahaman demokrasi tersebut, dapat dilihat misalnya, apakah pemerintah dalam menjalankan kekuasaannya sudah mencerminkan keadilan, atau bagaimana pola hubungan antara penguasa dengan rakyat dalam penguasaan, pemilikan, penggunaan, dan pemanfaatan tanah dan sumber daya agraria. Demokratisasi penguasaan, pemilikan, penggunaan, serta pemanfaatan tanah dan sumber daya agraria tidak mungkin dilaksanakan jika hak-hak masyarakat terutama masyarakat hukum adat dan lokal yang selama ini tertindas, tidak diupayakan untuk dipulihkan. Akses masyarakat terhadap sumber daya agraria harus dibuka lebar untuk mewujudkan keadilan agraria sebagai kata kunci pembaruan agraria. C. Hak Atas Tanah Adat di Kabupaten Simalungun 1. Hukum Pertanahan di Simalungun Sebelum Pemerintahan Hindia Belanda menginjakkan kakinya di daerah Simalungun, mereka sudah punya hubungan politik dengan beberapa kesultanan di daerah Pantai Sumatera Timur, misalkan Kesultanan Deli Serdang, Langkat, Asahan dan Labuhan Batu. Kontrak yang mereka lakukan disebut kontrak panjang dan investor-investor asing (Nederland) juga dibawa dalam bidang perkebunan, seperti Deli Maatschapij, penghasil cerutu (tembakau pembungkus cerutu) Tim Lapera, Otonomi Pemberian Negara: Kajian kritis atas kebijakan otonomi daerah, (Yogyakarta: Lapera Pustaka Umum, cet.i, 2001), hal Djariaman Damanik, Berpikir Multi Disiplin, Belajar dari Sejarah, (SL:SN,2006), hal.110

56 Kolonel van Dalen (pemimpin marsuse Belanda) mulai memasuki Sibayak, tanah Karo, melalui perbukitan Dairi, sementara Snouck Hurgronje menaklukkan Aceh. Pada pertengahan abad XIX (1860), Pemerintah Hindia Belanda sudah menduduki Sibolga (sebelah Barat daerah Simalungun). Raja-raja di Simalungun hanya diakui sebagai pemimpin / partongah, sebagai primus interparis. Partongah secara turun-temurun diberikan kepada anak laki-laki tertua. Tanggung jawab raja sangat mulia dan besar, padanya ada kharisma (sahala) sehingga semula digelari Tuhan (yang disembah). naniminakan ni Naibata (yang diminyaki oleh Tuhan). Tahun 1907, dikenal tahun masuknya Belanda ke Simalungun dimana Simalungun dengan Raja Marompatnya, yaitu Kerajaan Siantar, Tanah Jawa, Panei dan Dolog Silau. Pemerintahan Hindia Belanda selalu mengabaikan lembaga raja marompat, tidak diakui, lebih jauh lagi empat kerajaan ini dimekarkannya menjadi tujuh (kerajaan, raja Napitu). Filosofi adat Habonaran do bona (veritas est Alpha), artinya kebenaran adalah awal segala sesuatu, maknanya : aturan dalam hidup manusia harus mengacu kepada Yang Maha Kuasa. Dalam pertumbuhan dan perkembangan selanjutnya tumbuh dan timbul apa yang disebut hukum kepatutan dalam masyarakat Simalungun, menurut paradigma masyarakat pada waktu dan tempat tertentu. Disamping aturan hukum adat berbasiskan kekeluargaan Tolu Sahundulan Lima Saodoran ada dan berlaku hukum adat mengenai pertanahan secara sederhana. Dalam masyarakat Simalungun dikenal juga lembaga-lembaga di tingkat bawah (lingkaran daerah territorial paling kecil) yang disebut huta, tempat pemukiman yang disebut parhutaan. Di sekeliling Huta terdapat tanah pertanian penduduk, tanah penggembalaan, hutan lindung, biasanya ada daerah aliran sungai sebagai tempat pemandian/ tapian sekaligus sebagai tempat untuk dijadikan bongbongan (tambak atau kolam pemeliharaan ikan) kebutuhan masyarakat huta. Jadi ada sejumlah aset kepunyaan dari Huta itu untuk dijadikan sumberdaya alam demi eksistensi penduduk desa bersangkutan, tanah pertanian, hutan, aliran sungai yang melintas tanah kepunyaan huta itu, merupakan tanah ulayat huta dalam arti luas. Bila huta itu berfungsi sebagai tempat kediaman Partuanon/ Parbapaan, maka huta itu menyandang sebutan Pamatang Jadi Huta atau Pamatang mempunyai daerah teritorial sendiri yang menjadi landasan hidupnya secara materil demi eksistensinya untuk seterusnya. Jadi dapat dipahami betapa nilai dan harga materil dan sprituil dari lingkungan hidupnya itu bagi masyarakat adat setempat. Boleh disimpulkan itulah hidupnya, tanpa tanah dan air serta hutan bagaimana dapat menghidupi keluarganya? Itulah keseluruhan yang dimilikinya, bila itu sudah tidak ada lagi, maka ia sudah tidak punya akar

57 penghidupan di daerahnya sendiri. Suasana inilah yang dijumpai sebelum masuknya pemerintahan penjajahan Belanda ke Simalungun. Bagaimana sikap pemerintahan penjajahan terhadap keberadaan masyarakat dan hak pertanahannya masa silam. Dengan singkat dapat dikemukakan 227, bahwa pemerintahan Hindia Belanda benar-benar memarginalkan hukum adat pertanahan di Simalungun dengan memperalat pemerintahan zelfbestuurders/ swapraja Simalungun. Semua perilaku kebijaksanaannya, melulu demi kepentingan tuan-tuan dari maskapai-maskapai Belanda atau asing; untuk mencapai tujuannya itu memakai golongan penduduk dari luar daerah ke Simalungun dengan tidak memperdulikan hak-hak pertanahan yang sudah berlaku berabad-abad di Simalungun. Pada tahun-tahun an, dikeluarkanlah tanah-perkampungan (tanahtanah ulayat) dari kekuasaan raja-raja Simalungun yang didudukkan mereka sebagai domeinheer tanah-tanah termasuk hak ulayat rakyat/ penduduk asli (otokton) 228 Simalungun. Perlu dicatat bahwa ada pertentangan prinsipil antara Pemerintahan Hindia Belanda sebagai penganut dan pencipta Domein teori dengan para Sarjana Hukum Adat (van Vollenhoven dan Ter Haar). Disamping perbedaan yang ada, juga ada persamaan, yaitu pendirian bahwa Alle gronden, zowel bebouwde en onbebouwde behoren aan de gemeente (semua tanah yang sudah dikerjakan oleh rakyat dan tanah-tanah yang belum digarap rakyat, adalah kepunyaan Gemeente, yang artinya masyarakat keseluruhan). Penguasa desalah yang mengurus hal-hal/ perkara yang berkenaan dengan tanah atau pertanahan di lingkungan desanya. 229 Daftar Historical Injustices 230 di Daerah Simalungun Tahun 1906/ Selama Penjajahan Belanda dan Jepang. Di Bidang Politik Pertanahan. a. Memberlakukan Vorstelijke Domein Verklaring atas tanah yang sudah maupun yang belum diolah di lingkungan hak ulayat atau hak Partuanon Urung, Partuanon Parbapaan, Partuanon Huta. 227 J. Tideman (Assisten-Resident Simalungun dan Karo): Simeloengoen, Hetland der Timoer-Bataks..., (Leiden:Van Doesburg, 1922), [(s:a)]. 228 Djariaman Damanik, op cit, hal Ibid, hal Ibid, hal.116

58 b. Memfasilitasi pendatang-pendatang ke daerah Simalungun, dalam rupa pemberian tanah-tanah subur secara gratis untuk pembukaan sawah-sawah, kepentingan perkebunan dan perkotaan, tanpa mengindahkan pembinaan atau pengembangan SDM setempat. c. Rekrutering pegawai-pegawai pemerintahan Hindia Belanda, perkebunan, swapraja dari kalangan para pendatang tanpa mempertimbangkan penduduk setempat yang masih uneducated sedang mereka adalah juga manusia-manusia yang deserve kemajuan dan kesempatan dalam pembangunan di semua aspek kehidupan di daerahnya. Dengan singkat, kepentingan penduduk setempat yang otokton dikesampingkan, melulu mengedepankan kepentingan dan keuntungannya sendiri sebagai penjajah. d. Terasa sekali perilaku yang diskriminatif terhadap para pendatang atas penduduk asli (otokton) dibelakangkan, karena sesama pendatang ke daerah Simalungun, sekaligus memberlakukan politik devide et impera (peristiwa pengangkatan Hoofd der Tobasche zaken) e. Sikap dan pendirian RMG pun berjalan paralel dengan Pemerintahan Hindia Belanda, terhadap penduduk asli Simalungun yang masih heiden atau Islam. f. Orang-orang pendatang, khususnya dari Tapanuli tidak memberlakukan hidup perantau dimana bumi dipijak disitu langit dijunjung, kadang-kadang menunjukkan sikap yang arogan memarginalkan orang-orang Simalungun. g. Kapan kesenjangan-kesenjangan dan sikap arogansi itu dapat diatasi dan sekaligus mencegah konflik-konflik yang tidak diinginkan.

59 Dalam buku J. Tideman 231 : Simeloengoen, Het land der Timoer-Bataks in zijz vroegere isolatie en zijn ontwikkeling tot een deel van het culturgebied van de Oostkust van Sumatra : De grond kon niet als eigendom van het Gouvernement beschouwd worden, zodat geen regeling kon worden getroffen, welke de gemeente het recht gaf titels daarop uit te geven (rekayasa). De oplossing zal worden gevonden door eene schenking van de grond door het zelfbestuur van Siantar aan het Gouvernement, warrna de grondpolitiek binnen de gemeente in de juiste banen kan worden geleid. (Artinya, Tanah tidak bisa dianggap sebagai hak milik, oleh karena itu tidak ada peraturan dapat diterapkan termasuk juga di mana Pemerintah Kodamadya memberikan title hak atas tanah tersebut. Penyelesaian akan ditentukan oleh penyerahan oleh Swapraja Siantar kepada Pemerintah, demikian politik tanah di dalam pemerintahan dapat dilaksanakan dalam cara-cara yang benar.) Pertanyaan lain yang timbul 232 : Apakah istilah zelfbestuur Siantar sama dan serupa dengan Raja Siantar. Raja Siantar in person dalam Bahasa Belanda disebut de zelfbestuurder van Siantar. Zelfbestuur berarti raja dan aparat harajaannya atau raja tambah harajaan (pemerintahan adat). Dalam hal perembugan dan mufakat dengan Harajaan Siantar, mungkin tidak relevan menurut Raja Riahkadim. Raja ini sudah over het paard ghetild (diberikan kekuasaan/ wewenang yang berlebih) dan dia pun tinggal tanda-tangan saja. Sungguh menyedihkan. Tapi inilah siasaat pemerintahan Hindia Belanda: memanfaatkan kepolosan raja-raja Simalungun untuk mencapai tujuan politik penjajahannya. Dalam bukunya J. Tideman, mengenai Grondrechten (halaman 129 dst) dicatat : Persekutuan-persekutuan hukum (Harajaan: Urung/ Partuanon- Parbapaan dan Huta) terbentuk dan didirikan oleh penyandangpenyandang marga yang berkuasa di sesuatu wilayah, dan sekaligus terbentuklah wilayah kekuasaannya (ulayat kekuasaannya/ partuanon atas tanah dan air); yang dikenal dengan nama rechtgemeenschap besar dan kecil yang mempunyai hak ulayat atas tanah dan air dalam rechtgemeenschapkring -nya. Dan bahwa rechtgemeenschaprechtgemeenschap itu punya zelfbeschikkingsrecht atas tanah dan air dalam wilayah yang dikuasainya. Dapat dipahami bahwa ada hubungan khusus antara kaula/ warga dengan tanah dan air dalam lingkungan hak ulayat terkait, dimana yang berwenang adalah Marga Harajaan/ 231 J.Tideman dalam Djariaman Damanik, Ibid, hal I b i d

60 Urung/ Partuanon/ Parbapaan, terjelma dalam marga pamungkah di wilayah itu. Maka terjadilah beschikkingsrecht: (Hak Ulayat) dari marga itu. Hak Ulayat dari persekutuan-persekutuan hukum itu diselenggarakan oleh Kepala-kepala persekutuan hukum terkait (Partongah/ Tuan/ Parbapaan). 233 Di Simalungun, pada umumnya, para Partuanon mempunyai wewenang yang agak otokratis atas tanah-tanah yang berada dalam hak ulayat Huta/ Urung/ Harajaan, namun persekutuan-persekutuan hukum dan lembaga-lembaga hak ulayatnya tidak pernah punah atau hancur, walaupun sudah berlangsung berabadabad. a. Kooreman (Indische Gids 1914) mencatat: Setiap Persekutuan Hukum (PH) memelihara: batas-batas hak ulayatnya, perangkat pemerintahannya, lembagalembaga adat yang berasal dari hukum kodratnya sendiri termasuk hak ulayatnya atas hutan belukar (woeste gronden misalnya) dan setiap anggota dari Persekutuan hukum itu berhak untuk menguasai hutan belukar yang termasuk hak ulayat Persekutuan masing-masing. Adanya otonomi dari masing-masing persekutuan hukum dipelihara secara baik/ serasi antara PH yang rendah dan yang lebih tinggi, dipelihara secara seimbang atas hak-hak ulayat masingmasing. b. Dalam Adatrechtbundel IX Pag. 38 disebutkan: De zuivere Batakadat kent immers geen andere overheidsrechten (t.a. V. Van de grond, welke berusten bij de stam (marga yang berkuasa) en krachtens het aan deze ontleende gezag, door de atamhoofden worden uitgeoefend. 234 Dari hal-hal di atas dapat disimpulkan, bahwa penjualan (grondverkoop) pengasingan tanah dilarang; yang ditolerir hanya jual gadai (peminjaman uang 233 I b i d 234 Ibid, hal.120.

61 dengan tanah sebagai jaminan), namun dalam praktek sudah menyerupai jual-beli biasa. Ada berbagai pengertian dalam hukum adat tanah yang harus dibedakan, yaitu: tombak, harangan, galoenggoeng, sampalan, parmahanan, tanoh rih, parhutaan, pamatang, tapian, dalan bah, paranggiran, harangan panumbahan, jerat, pokkalan, parjabuan, parjumaan, parsabahan, parkobunan, harangan larangan, umbul ni bah, pinggiran ni bah, parbalogan, sabah lombang, lombang, reben-reben, dan lain-lain. Istilah-istilah di atas dapat dilihat (masih eksis) di Kabupaten Simalungun 235 : 1) Harangan : Hutan Gambar 1 : Harangan 2) Sappalan : Tempat makanan kerbau. Sappalan adalah milik Huta Sappalan (Sampalan) : Tanah yang berisi rumput-rumputan saja, tidak ada kayu, tempat masyarakat melepaskan kerbaunya, tempat makanan kerbau. Gambar 2 : Sappalan 3) Tanoh rih : tanah yang berisi lalang-lalang saja

62 Gambar 3 :Tanoh rih 4) Pokkalan : Tempat kaum bapak minum tuak di ladang. 5) Parjabuan : Rumah-rumah yang bertumpuk. 6) Parbalogan : Batas ladang, sempadan. Gambar 4 : Parbalogan / Parbalokan Tempat berdirinya orang ini ada parit / Parbalokan antara dusun Siloting dengan Sombul sepanjang 100m dengan lebar 80cm dan kedalamannya 1m, sekarang telah ditutupi semak belukar dan pohon bambu. 7) Sabah Lombang : Sawah yang kiri kanannya jurang. 235 Wawancara yang telah diolah dengan L.Sitopu,S.Kom, dan mendampingi peneliti selama di lapangan.

63 ng 8) Tano-Reben / Reben-reben : Tanah miring. Gamba r 5 : Sawah Lomba Gambar 6 : Tanoh / Tano Reben 9) Tanah / Tano Roba : Tanah yang sudah ditinggalkan. Gambar 7 : Tanoh /

64 Tano Roba c. Contoh kedua politik pertanahan pemerintahan Kolonial Belanda dijalankan untuk mengakomodasi eksploitasi hutan belukar (woeste gronden) yang masih banyak dijumpai di daerah Simalungun (Kerajaan Siantar/ Bandar/ Sidamanik/ Tanah Jawa/ Panei) oleh maskapai-maskapai perusahaan asing (Belanda, Swiss, Belgia, dan lain-lain) yang haus akan tanah untuk penanaman karet, teh, sisal, kelapa sawit, dan lain-lain. Juga dengan memakai politik domein verklaring atas tanah-tanah di daerah-daerah itu, seolah-olah Raja/ Partuanon/ Tuan menjadi pemilik (eigenaar) dari tanah-tanah yang termasuk wilayah Hak Ulayat Urung, Partuanon/ Parbapaan. Oleh Raja atau Partuanon diadakan perjanjian dengan Perusahaan Perkebunan Besar, memberikan tanah luas sebagai/ dengan hak Konsesi atau Erfpacht untuk waktu misalnya 75 tahun, dengan persetujuan Pemerintah Hindia Belanda c.q Gubernur Jenderal yang berarti bertolak belakang dengan makna sistem hak ulayat atau beschikkingsrecht dari Urung/ Parbapaan/ Partuanon yang masih berlaku di kalangan masyarakat Simalungun sejak berabad-abad. 236 Pemerintah Hindia Belanda meminjam tangan Raja Simalungun untuk mencapai tujuan politik kolonialnya, demi kepentingan pengusaha-pengusaha besar asing untuk perkebunan karet, sisal, teh, kelapa sawit, dan lain-lain. Pada umumnya di daerah Simalungun, rechtsgemeenschappen (masyarakat hukum/persekutuan hukum) diawali dengan pembentukan Huta (Pamatang). Baru sesudah itu berkembang menjadi Oeroeng (sebagai pemekaran dari huta atau pamatang) oleh suatu marga (yang kemudian menjadi marga yang berkuasa atau yang 236 Ibid, hal.121.

65 memerintah di suatu daerah tertentu). Karena faktor-faktor geografis, ditentukanlah batas-batas daerah kekuasaan dari masyarakat hukum adat itu. 237 Dengan begitu, terjadilah hubungan yang mantap dan mendalam antara penduduk dan bumi di lingkungan daerah tersebut, terlebih lagi bagi generasi yang lahir kemudian. Hubungan dimaksud bertambah mendalam (ingat di Jerman: blut und boden dan di Indonesia tanah tumpah darahku ). Dalam hubungan itulah, maka terbentuk akar alamiah hak ulayat (beschikkingsrecht) dari Marga tertentu atas daerah dalam lingkungan masyarakat hukumnya (beschikkingsrecht) yang tentu atau dengan sendirinya dilaksanakan (dikelola) oleh kepala persekutuan-persekutuan terkait (partongah/ partuanon/ parbapaan). Pada mulanya, seorang warga cukup memberitahukan kepada kepala persekutuan, bahwa yang bersangkutan ingin membuka ladang pertanian di suatu tempat (dalam lingkungan masyarakat hukumnya). Namun kemudian, dengan pertumbuhan jumlah penduduk, seorang warga harus minta ijin dari kepala persekutuan yang akan menunjuk sebidang lahan untuk dikerjakan si pemohon. Di daerah Simalungun, para raja, pada awalnya hanya berkedudukan sebagai kepala Urung, sebagaimana telah kita lihat, berhasil menarik kekuasaan yang bersifat otokratis pada dirinya masing-masing dan ini telah berlangsung ratusan tahun. Namun persekutuan-persekutuan hukum dan lembaga-lembaganya (harajaan = bestuur) tetap dapat bertahan dan tidak dapat dihancurkan. Tuan Kooreman (Indische Gids I) 238 Kesimpulan yang diambilnya : Tiap persekutuan tetap memiliki (mempertahankan) batas-batas daerahnya, pemerintahan, lembaga-lembaga harajaan -nya, yang terlahir dari hukum kodrat hak ulayat atas hutan-hutan belukar (woeste grond) dan tiap warga persekutuan berhak untuk mengelola hutan belukar milik persekutuan hukum, dan seterusnya. Telah kita lihat bagaimana Urung-urung (vazalstaatjes) dapat mempertahankan kedaulatannya (kebebasannya) dari kekuasaan para raja, juga terhadap hak ulayatnya atas tanah dan berbagai lembaga adatnya. Dalam banyak hal para raja itu digambarkan sebagai despoten sejati, khususnya terhadap para rakyatnya atau bawahannya yang diakui banyak terjadi. Namun bahwa para raja itu diposisikan sebagai pemilik-pemilik dari tanah belukar/ hutan-hutan, sebagaimana dicatat oleh 237 J.Tideman dalam Djariaman Damanik, Ibid, hal Djariaman Damanik, Ibid, hal. 123.

66 Batakspiegel (hal. 28) dan juga diadvokasi (betogen) oleh banyak penulispenulis (van Dijk, hal. 196), menurut pendapat Kooreman, adalah tidak benar sama sekali (J. Tideman). (Perkara tanah Silampuyang dengan Sumatera Rubber/ Marihat, tahun 1919). Van Dijk berkata demikian: bahwa sebenarnya raja-raja itulah yang jadi pemilik dari hutan-hutan (woeste gronden), juga dari semua tanah (alle gronden). Sementara de Batakspiegel mengedepankan, bahwa sang raja malah mempunyai hak mencabut hak menguasai sawah dari seseorang, karena alasan kekurangan tanah, dan menyerahkannya kepada orang lain. Mungkin hal-hal serupa itu pernah terjadi, tetapi kejadian serupa itu tergolong sebagai penyalahgunaan kekuasaan raja. Adatrechtbundel IX mencatat dengan singkat dan tegas: Adat Batak asli (murni) tidak mengenal sama sekali hak-hak publik (penguasaan) atas tanah, kecuali yang dimiliki oleh Stam/ Clan/ Marga dan berdasarkan kuasanya itu dilaksanakan oleh Partongah (Stamhoofd). Itulah sebabnya, maka setiap kaula atau warga persekutuan hukum adat bebas untuk memilih sebidang tanah di lingkungan hak ulayat persekutuan hukum bagi usaha pertaniannya, sedangkan seorang asing, harus terlebih dahulu meminta ijin dari Partongah (kepala persekutuan hukum), dan kemudian membayar sejenis bunga tanah Dari uraian di atas dapat disimpulkan bahwa: penjualan tanah dilarang, dan jual gadai tanah hanya dapat ditolerir, namun jual gadai tersebut biasanya berujung pada jual beli tanah. Hak-hak penduduk asli sudah demikian menipis, sehingga orang yang menjual tanahnya karena pindah desa, tetap punya hak untuk menebus kembali tanahnya, dengan syarat bahwa ia tetap memenuhi kewajiban-kewajibannya terhadap desa walaupun ia sudah menjadi warga desa lain. 2. Masyarakat Hukum Adat Simalungun Sebelum membicarakan apa yang disebut dengan hak atas tanah adat (Simalungun) perlu diketahui subjek 239 dari hak tersebut yaitu masyarakat adat (persekutuan hukum adat). Dikenal 2 konsep besar yang sering diterjemahkan sama yaitu Indigenous peoples (pribumi) maupun tribal peoples (suku bangsa). Pada jaman Hindia Belanda terdapat istilah inlanders yang diterjemahkan sebagai Bumi Putera berdasarkan Pasal 131 dan 163 Indische Staatsregeling, dimuat dalam Staatsblad tahun 1855 Nomor 1 jo 2 yang membagi penduduk Hindia Belanda dalam golongan : Eropa, Timur Asing, dan Bumi Putera. Penggolongan ini memperbaiki apa yang ada dalam Regelment op het beleid op Regering van Nederland Indie. Golongan pertama 239 Pasal 2 ayat (2) PMNA/KBPN No.5/1999, Kriteria adanya Hak Ulayat maka etnis Simalungun sebagai si Pukkah Huta Pakon si Mada Talun (Pembuka Kampung dan Pemilik Tanah Ulayat, Syamsudin Manan Sinaga, Tanggung Jawab Pemerintah Terhadap Hak-hak Masyarakat Hukum Adat Simalungun, Makalah pada Seminar Menguak Hak Ulayat Simalungun, Fakultas Hukum Universitas Simalungun dan Yayasan Pelpem GKPS, Pematangsiantar, 15 Desember 2012.

67 dan kedua tunduk pada sistem hukum Eropa sedangkan golongan Bumi Putera tunduk pada hukum adat mereka kecuali apabila diinginkan lain. Yang dimaksudkan adalah orang-orang setempat (inlanders, natives, indigenous) yang tunduk pada hukum adat mereka masing-masing. 240 Pada awalnya Perserikatan Bangsa Bangsa mengartikan indigenous people sebagai: Descendents of those who inhabited in a country or a geographical region at the time when people of different cultures or ethnic region arrived, the new arrival later becoming dominant through conquest, occupation, settlement or other means Yang dimaksudkan adalah kaum Indian di seluruh kawasan Amerika (dari Kanada sampai Chili), Maori di Selandia Baru, Aborigin di Australia dan suku Sami di Eropa Utara (Nordik). International Labour Organization mengadakan konvensi tentang indigenous people pada 1957, dan yang terakhir diperbaiki pada 1989 yang cakupannya lebi luas dari aspek ketenagakerjaan karena termasuk juga aspek-aspek : anti diskriminasi, perlindungan tradisi dan budaya. Pasal 1 (1.b) Konvensi International Labour Organization Nomor 169 Tahun merumuskan bahwa Indigenous People adalah: masyarakat di negara-negara merdeka yang dianggap sebagai bangsa pribumi yang penetapannya didasarkan pada asal-usul (keturunan) mereka di antara penduduk lain yang mendiami suatu negara atau suatu wilayah geografis di mana suatu negara terletak, pada waktu terjadi penaklukan atau penjajahan atau penerapan batas-batas Negara yang baru tanpa menilik pada status hukum mereka, dan masih tetap memiliki sebagian atau seluruh bentuk kelembagaan sosial, ekonomi, budaya, dan politik mereka. Hal ini diartikan bukan hanya kaum Indian, Maori, Aborigin dan Sami, namun juga tribal groups yang dalam konteks Indonesia termasuk suku terasing. Demikian juga pendapat dari Amnesti Internasional. Pasal 1 (1.a) Konvensi mengistilahkan tribal people sebagai : 240 Sandra Moniaga, dalam Komisi Nasional Hak Asasi Manusia, Hak Asasi Manusia:Tanggung Jawab Negara, Peran Institusi Nasional & Masyarakat (Jakarta : Komisi Nasional Hak Asasi Manusia, 1998), hal.135. Kosakata masyarakat adat juga merupakan sebutan tandingan terhadap berbagai sebutan yang merendahkan, seperti suku terasing, masyarakat terbelakang, dan perambah hutan, yang digunakan secara resmi oleh pemerintah, Arianto Sangaji, Kritik terhadap Gerakan Masyarakat Adat di Indonesia dalam Jamie S.Davidson, David Henley, Sandra Moniaga, Adat Dalam Politik Indonesia, (Jakarta:KITLV, YOI, 2010), hal Sebutan masyarakat adat cenderung merupakan terjemahan dari indigenous people dan atau tribal people, sesungguhnya memiliki akar sejarah yang cukup panjang dalam perbincangan internasional. ILO, sebuah badan antar pemerintahan dengan struktur tripartit yang terdiri atas perwakilan pemerintah, pengusaha-pengusaha nasional dan organisasi-organisasi buruh sudah menaruh perhatian dengan isu pekerja asli (indigenous worker) sejak 1920an. Sekitar tiga decade kemudian ILO memperkenalkan perjanjian pertama tentang indigenous and tribal population dikenal dengan konvensi ILO 107. Konvensi ini direvisi menjadi konvensi ILO 169 yang dikeluarkan pada tahun 1989 Kingsburry dalam Jamie S. Davidson, David Henley, Sandra Moniagra, Adat Dalam Politik Indonesia,ibid, hal. 348.

68 mereka yang berdiam di negara-negara merdeka di mana kondisi-kondisi sosial, kultural dan ekonominya membedakan mereka dari masyarakat lainnya di negara tersebut, dan yang statusnya diatur seluruhnya maupun sebagian oleh adat dan tradisi masyarakat tersebut atau dengan hukum dan peraturan khusus. Dari rumusan ini jelas terdapat warga Indonesia yang dapat dikategorikan baik sebagai indigenous maupun tribal people. 242 Menurut peraturan Menteri Negara Agraria / Kepala Badan Petanahan Nasional No.5 Tahun 1999 (PMNA/KBPN No.5 / 1999) tentang Pedoman Penyelesaian Masalah Hak Ulayat Masyarakat Hukum Adat Pasal 1, angka (3), Masyarakat Hukum adat adalah sekelompok orang yang terikat oleh tatanan hukum adatnya, sebagai warga bersama suatu persekutuan hukum karena kesamaan tempat tinggal ataupun atas dasar keturunan. Ada 4 (empat) elemen yang membentuk masyarakat adat tersebut, yaitu : a. Sekelompok orang yang masih terikat dengan spiritualitas nilai-nilai sikap dan perilaku tertentu dan yang membedakan mereka sebagai kelompok sosial terhadap kelompok sosial yang lain. b. Wilayah hidup tertentu yang di dalamnya ada tanah, hutan, laut dan SDA lainnya yang bukan semata-mata diperlakukan sebagai barang produksi sehari-hari (sumber mata pencaharian), tetapi menjadi bagian utuh dari sistem religi dan sosial budaya kelompok sosial tersebut. c. Praktek-praktek yang berbasis pada pengetahuan (kearifan) tradisional yang terus menerus diperkaya / dikembangkan sesuai kebutuhan keberlanjutan hidup mereka. d. Aturan dan tata kepengurusan hidup bersama (hukum dan kelembagaan adat) yang berkembang sesuai dengan sistem nilai bersama yang diterima dan berlaku di dalam kelompok sosial tersebut. 243 Masyarakat hukum adat (adat rechtsgemeenschap, Belanda) oleh pakar-pakar hukum adat Belanda pada umumnya diterima secara umum atau kenyataan di hampir 242 Stephanus Djuweng dan Sandra Moniaga, Kebudayaan dan Manusia yang Majemuk. Apakah Masih Punya Tempat di Indonesia? Kata Pengantar Konvensi International Labour Organization 169 mengenai Bangsa Pribumi dan Masyarakat Adat di Negara-negara Berkembang, (Jakarta:ELSAM dan LBBT, 1994), hal Abdon Nababan, Masyarakat Adat Dalam Disain Hubungan Pusat-Daerah : Peluang dan Tantangan untuk mengembalikan otonomi asli komunitas adat, dalam P.Panggabean, Pemberdayaan hak MAHUDAT (Masyarakat Hukum Adat) Mendukung Kegiatan Otonomi Daerah, (Jakarta : Permata Aksara, 2011), hal.55. Pertanyaan Abdon tentang hal ini : lembaga mana yang sah mewakili masyarakat adat? Bagaimana mereka mendapatkan dan mempertahankan keabsahan tersebut? Bagaimana mereka menghasilkan keputusan yang mengikat ke dalam dan ke luar? Apakah pranata adat yang ada saat ini masih menyediakan norma dan mekanisme untuk menangani berbagai permasalahan yang muncul saat ini? Bagaimana keputusan-keputusan ini ditegakkan? Bagaimana posisi dan relasi komunitas adat ini dengan struktur administrasi Negara dan pihak-pihak luar non Negara seperti perusahaan atau Organisasi Non-Pemerintah (ORNOP).

69 seluruh Indonesia. Khususnya di daerah-daerah di mana hukum adat masih berlaku, dalam hal ini di Kabupaten Simalungun 244. Sejarah sebelum dan sesudah pemerintahan Belanda berkuasa di Simalungun, kita mengenal Sistem Harajaan dalam pemerintahan (Zelfbesturende Landschappen = Swapraja) Raja Marompat, yang kemudian dimekarkan pada tahun 1907 menjadi Raja Napitu: Siantar, Tanah Jawa, Pane, Dolok Silau, Raya, Poerba, dan Silimakuta. Potret susunan pemerintahan tradisional di kerajaan-kerajaan itu boleh dikatakan sama, sebagai contoh (sifatnya bertingkat dan berlapis): 245 Harajaan Siantar dengan pemekarannya : Harajaan Bandar dan Harajaan Sidamanik berasal dari satu leluhur (Partiga-tiga Sipunjung), bermarga Damanik. Dalam hukum adat kedudukannya setaraf, juga mengenai pertanahan berkaitan dengan masyarakat hukum adatnya. Pembagian/ struktur pemerintahan Landschaap Siantar dan Distrik (Partuanon Bandar dan Sidamanik) di samping Siantar Proper, adalah ciptaan Pemerintahan Hindia Belanda dalam rangka uniformisasi/ restrukturisasi pemerintahan swapraja di Simalungun). Menurut hukum adat yang berlaku di Kerajaan Siantar, bertalian dengan adatrecht-gemeenschappen, terdapat Masyarakat Hukum adat yang bertingkat atau berlapis: 1. Lapis Atas: Urung Siantar 2. Lapis Tengah: Partuanon (Sipolha, Silampuyang, Dolok Malela, dan lain-lain) 3. Lapis Bawah: Huta (Naga Huta, Siantar) Urusan pertanahan secara internal, cukup diselesaikan oleh Pemerintahan Huta atau Desa, namun apabila ada urusannya dengan pihak luar (bukan kaula/warga masyarakat hukum adat), maka diurus oleh lapis yang lebih tinggi, misalnya Pemerintahan Partuanon (Lapis Tengah). Bila urusannya tidak terselesaikan oleh Pemerintahan Partuanon, maka akhirnya diangkat persoalannya pada masyarakat hukum adat Lapis Atas, yakni Kepala Urung (Landschaap) atau pemerintahannya. Dengan demikian, ada semacam check and balances di antara pemerintahan masyarakat hukum yang berlapis-lapis itu. Pertanyaan mungkin timbul lagi: Kenapa di Simalungun terdapat masyarakat hukum yang berlapis itu? Untuk dapat memberi penjelasan, menurut sejarah 244 Masyarakat Hukum Adat Simalungun adalah warga masyarakat asli Simalungun karena kesamaan tempat tinggal (territorial) dan atau atas dasar keturunan (genealogis) yang sejak kelahirannya hidup dalam wilayah tertentu dan terikat serta tunduk kepada hukum adat Simalungun, Rosnidar Sembiring, Eksistensi Hak Ulayat Masyarakat Adat Simalungun, makalah pada Seminar Menguak Hak Ulayat Simalungun, op cit. 245 Djariaman Damanik, Op Cit, hal.128.

70 pertumbuhan atau perkembangan kerajaan Partuanon masing-masing Urung (Landschaap). Misalnya, bagaimana sejarah pembentukan Harajaan Siantar, Bandar dan Sidamanik. Perlu diingat, Harajaan Siantar memiliki sejarah pembentukannya sendiri sejak asal mulanya sampai pada pemekarannya menjadi tiga urung (landschaap): Siantar, Bandar, dan Sidamanik. 246 Partuanon Silampuyang yang bermarga Saragih, juga mempunyai sejarah pembentukannya yang khas. Partuanon Silampuyang menurut sejarahnya, lebih dahulu ada atau eksis, sebelum pembentukan atau pendirian Harajaan Siantar, kirakira akhir abad XV. Untuk pengetahuan lebih jelas, baik untuk dibaca: Verhandeling tanah partuanon Silampuyang yang diberikan menjadi erfpacht Perkebunan Marihat oleh Raja Siantar, Tuan Riahkadim (Tuan Waldemar Damanik) pada tahun Pendirian Tuan Silampuyang bahwa, yang berhak menentukan status tanah dalam lingkaran masyarakat Hukum Adat Silampuyang adalah dirinya, bukan Raja Siantar semata-mata, akhirnya diakui atau dibenarkan oleh pemerintahan Hindia Belanda dahulu. Keputusannya : Perkampungan Silampuyang dan tanah-tanah keperluan rakyatnya dikembalikan sebagian kepada Tuan Silampuyang. Pertimbangannya dapat diduga, karena di Kerajaan Siantar berlaku Masyarakat Hukum Adat berlapis. Jadi, berbeda masyarakat hukum adat di Siantar dengan di Tapanuli. Di Siantar, hampir sama dengan masyarakat hukum adat yang ada di Penyabungan dan di Sipirok, berbeda dengan masyarakat hukum adat di Toba, yang titik sentralnya (heavy-nya) berada di Huta atau Desa. Dalam perkembangan terakhir, kadang-kadang Huta pun tidak lagi merupakan Masyarakat Hukum Adat di Simalungun. Jadi yang tinggal kemudian adalah Masyarakat Hukum Partuanon (Parbapaan) dan masyarakat Hukum Urung (landschaap) atau Partuanon Banggal. 3. Hak Atas Tanah Adat di Kabupaten Simalungun Menurut Hukum Adat Simalungun, pada mulanya pemilikan tanah adalah hak milik Marga yang dikuasai oleh Raja dari salah seorang anak keluarga marga tersebut. Rakyat hanya mempunyai hak pakai (hak massamod) disebut: Galunggung. Hak massamod (Galunggung) bagi rakyat berlaku turun-temurun dan dapat diwariskan, juga dapat dijual. Sebenarnya Kabupaten Simalungun yang penduduknya 246 Ibid, hal.129.

71 etnis Batak, berada di Pantai Timur Sumatera Utara ini sangat berbeda dengan daerah Tapanuli Utara, Tapanuli Selatan maupun Karo 247. Penduduk dapat membuka perladangan/persawahan dengan sekuat kemampuannya dengan ketentuan tanaman keras di atas tanah tersebut adalah milik Marga oleh salah seorang Raja dari marga tersebut. Sebagai Pemerintah tertinggi di wilayahnya masing-masing penduduk diwajibkan mendapat persetujuan dari Raja untuk massamod yang baru dan setiap penjualan hak massamod dari rakyat kepada orang lain harus diketahui oleh Raja, untuk itu yang bersangkutan memberikan suatu pertanda berupa hasil dari atau peliharaan atau uang tunai (tidak ada ketentuan). Masyarakat adat Simalungun adalah masyarakat Batak Simalungun di wilayah Kabupaten Simalungun yang berprinsip Tolu Sahundulan Lima Saodoran (kedudukan nan tiga, barisan nan lima, Tondong, Sanina, Suhut, Anak Boru Jabu, Anak Boru Mintori). Hak bersama atas tanah disebut rahatan ni huta. Rahatan ni huta termasuk juga hutan yang berdekatan dengan kampung, dimana kayu-kayunya tidak boleh diambil oleh penduduk kecuali untuk keperluan kampung itu umpamanya untuk balai desa, lumbung desa. 248 Pada mulanya ada beberapa fase yang dilalui untuk dapat mengusahakan sebidang tanah yaitu: a. Fase penebangan kayu Pada fase ini ditentukan waktunya, kemudian pembakarannya dan pada saat ini melekatlah suatu hak atas pemakaian tanah, yaitu ladang yang disebut juma tombakan. b. Fase dimana ladang yang dipakai untuk tahun kedua, ketiga disebut gas-gas. Gas-gas adalah tanah yang tidak produktif (unsur haranya habis). Gas-gas kebalikan dari juma roba (hutan yang masih perawan, sangat subur karena belum pernah ditanami). c. Fase untuk pertama kalinya ditinggalkan gas-gas tadi, disebut bunga talun sedangkan apabila ditinggalkan untuk kedua kalinya disebut talun (Tanaman 247 Moshedayan Pakpahan, Tanah Adat di Daerah-Daerah Indonesia, (Jakarta: Pusat Penelitian dan Pengembangan Badan Pertanahan Nasional, 1998), hal Hasil wawancara pra penelitian dengan salah seorang tokoh adat.

72 yang tidak ada di suatu tempat tetapi hanya di satu talun). Bunga Talun ada di daerah Gulting, Sondi Raya. d. Perladangan yang karena ditinggalkan, tapi masih ada di atasnya tanam-tanaman muda, disebut galunggung (bukit-bukit, perladangan). Hak memperusahai / memakai atas tanah ini melekat apabila terus-menerus dikerjakan. Dalam waktu 2 (dua) tahun berturut-turut tidak dikerjakan maka hak itu kembali kepada Penghulu/Kepala Adat, yang kemudian dapat memberikannya kepada orang lain yang memerlukannya. Sebagai catatan, bahwa tanaman-tanaman keras biasanya tidak boleh ditanami di sini, agar pada waktunya (secara rotasi) dapat kembali berladang ke daerah kawasan hutan perkampungan ini, kecuali di tepi gubuk ladang (sopou juma). Dalam hal perladangan tersebut oleh Penghulu diberikan kepada orang lain, oleh karena pemegang hak pakai semula tidak memerlukannya, maka tanam-tanaman keras tadi (biasanya pohon durian dan petai) oleh si pemakai yang memperoleh kemudian itu, harus membersihkan sekeliling tersebut jelasnya lingkungan tanaman-tanaman itu tidak turut boleh diperladanginya, istilah dalam bahasa Simalungun i-salagsagi. e. Tempat tanaman-tanaman keras disediakan di luar pagar disebut partoguh atau bidei dari perkampungan dan tempat ini disebut pohon diberi ganti kerugian. f. Hak Panunggu atau Pangayakan hanya terdapat pada tanah sawah yaitu tanah sebelah kiri dan kanan sawahnya ditambah bagi orang yang bersawah paling ujung ialah tanah sebelah hulunya. g. 1) Rahatan ni Huta, hutan yang berdekatan dengan kampung (merupakan hak bersama atas tanah). 2) Hak Parjalangan sahuta yaitu tempat penggembalaan hewan. 3) Hak bong-bongan sahuta : kolam tempat mengambil ikan. 4) Hak Panambunan sahuta yaitu pekuburan bersama. Adakalanya pengemuka masyarakat di kampung itu dikuburkan atau menyediakan terlebih dahulu bangunan kuburannya di pohonnya. dan cara ini

73 dibolehkan, mengingat status tanah pohon itu dikerjakan secara turuntemurun. 249 Sekali lagi kalau diurutkan Hak Tanah menurut Hukum Adat Simalungun adalah sebagai berikut: 1. Hak Tombakan 2. Hak Gas-gas 3. Hak Bunga Talun 4. Hak Talun 5. Hak Pohon 6. Hak Panunggu 7. 1) Hak Rahatan ni Huta 2) Hak Parjalangan 3) Hak Bong-bongan Sahuta 4) Hak Panambunan Sahuta Jadi Hak Atas Tanah Adat yang terdiri atas Hak Ulayat dan hak perseorangan atas tanah (adat) di Kabupaten Simalungun masih eksis 250, Meskipun dari segi objek (adanya bong-bongan sahuta, tapian, juma na bolak, dan lain-lain). Masyarakat Hukum Adat masih ada tapi lemah, ditandai dengan adanya pimpinan adat dalam acara-acara ritual seperti pesta, Hukum Adat Simalungun juga masih dipakai meskipun di sana-sini sudah mengalami pergeseran (pen). Berikut ini bukti bahwa masih terdapat objek hak ulayat (tanah atau yang dipersamakan dengan tanah,misalnya: tano reben, tano roba, harangan, parmahanan, parjalangan sahuta, parsinumbahan / pamelean, bong-bongan sahuta, dan lain-lain, juga masih terdapat subjek hak ulayat yaitu huta dan marga, seperti di bawah ini : 1) Bong-bongan sahuta 249 Jahutar Damanik, Jalannya Hukum Adat Simalungun, (Medan: PD Aslan, 1974), Hal Rosnidar Sembiring, Keberadaan Hak Ulayat di Kabupaten Simalungun, tesis, (Medan : PPS USU, 2001), hal. 16. Bahwa menurut PMNA No. 5 tahun 1999 tentang Pedoman Penyelesaian Masalah Hak Ulayat Masyarakat Hukum Adat : Harus ada subjeknya (Masyarakat Hukum Adat), Objeknya (Tanah dan yang dipersamakan dengan Tanah), Hubungan Subjek dan Objek tersebut.

74 Gambar 8 : Bong- Bongan Sahuta Bong-Bongan Sahuta adalah kolam ikan bersama, berawal dari Parawangan ni Horbou ( tempat pemandian kerbau), kemudian melebar terus sehingga menjadi Bong-bongan, oleh warga karena dia hanya mengandalkan air hujan dan pintu keluar air pun tidak ada, maka dimanfaatkan untuk menanam benih ikan sehingga jika tiba masa kemarau panjang, airnya akan menjadi surut, saat itulah warga setempat mandurung, mananggok/ mengambil ikan. Saat ini oleh Huta, dibuat sebagai tempat pemancingan ikan, uang pemasukannya dimasukkan menjadi kas desa/huta. Ini terdapat di Huta Kampung Baru, desa Dolog Huluan, kecamatan Raya dan dusun Baringin Raya, kelurahan Pam.Raya. Luas Bong-bongan itu ± 15 rantai (6000 meter) sedangkan daratannya ± 5 rantai (2000 meter) jadi luas keseluruhan 8000 meter yang merupakan milik Huta 2) Parmahanan

75 Gambar 9 : Parmahanan Huda pakon Horbou Tuan Damak Raya. (Parmahanan/penggembalaan kuda dan kerbau milik Tuan Damak/Pangulu Damak). Parmahanan adalah tempat penggembalaan hewan seperti kerbau dan kuda. Gambar 10 : Horbangan (Horbangan/Pintu masuk ke Parmahanan). Gambar di atas adalah horbangan/harbangan yaitu pintu masuk ke Parmahanan Damak Nagori Siporkas kecamatan Raya kabupaten Simalungun. Gam bar 11 : Tem pat merawat hewan (kuda / kerbau). Parmahanan lebih sistematis, terawat / rapih daripada Parjalangan Sahuta. 3) Parjala ngan Sahuta

76 Gambar 12 : Parjalangan Sahuta Parjalangan Sahuta hampir sama dengan Parmahanan : sama-sama tempat penggembalaan ternak. Hanya bedanya dalam Parmahanan lebih terawat, mempunyai sistem, sedangkan dalam parjalangan sahuta tidak terawat, bebas. Samasama memiliki pintu yang disebut horbangan. Yang memiliki parjalangan sahuta adalah Huta. Sipukkah horbangan disebut si jolom horbangan. Sistem ini diterapkan dalam hukum perkawinan adat, yang membuka pintu adalah para pemuda, biasanya diberi sirih/demban. Ini terdapat di daerah/dusun Mappu, Nagori Siporkas, kecamatan Raya ) Parsinumbahan Gambar 13 : Parsinumbahan / Pamelean Parsinumbahan adalah tempat penyembahan masyarakat sebelum adanya agama berupa pohon yang sangat besar, luasnya ± 4 rantai (5000m), di dalamnya saat ini masih terdapat patung-patung yang disembah dulu, yang disebut pamelean. Parsinumbahan (pamelean) ini terdapat di Siloting. Parsinumbahan adalah milik Marga (Saragih Garingging). 5) Paridian ni Raja 251 Observasi dan hasil wawancara dengan Ernawati Br Purba, 27 Januari 2013 di dusun Mappu Nagori Siporkas kec.raya, Gamotnya bernama Dedy Saragih Garingging (35 tahun), memiliki 6 ekor kerbau yang

77 Gambar 14 : Paridian ni Raja Paridian ni Raja Raya (Tuan Rondahaim Saragih Garingging). Ada 2 (dua) tempat, masing-masing punya pintu masuk untuk laki-laki dan perempuan, beserta umbul ni bah (mata air) dari sebuah batu, terletak di Aman Raya Kelurahan Pematang Raya, kecamatan Raya. Pancurannya sudah diubah semula bentuk bambu sekarang menjadi bentuk pipa besi. Sebagai bukti sejarah, tempat pemandian umum (dalam hal ini meskipun umum, yang berhak masuk hanyalah marga-marga Garingging, karena pemiliknya adalah Marga (Saragih Garingging) (Keturunan Raja Rondahaim) oleh Pemkab Simalungun sudah direnovasi, di atasnya ada Parsinumbahan juga Pamelean yang sudah dibeton. Ketika ada acara besar/acara adat seperti Rondang Bittang, sebelum pembukaan acara tersebut, biasanya Bupati beserta jajarannya maranggir (mandi dengan menggunakan air jeruk purut). Ada yang disebut istilah dalan ni bah : jalan ke pemandian seperti gambar berikut ini; Gambar 15 : Dalan ni Bah Kemudian Pinggir ni bah : tepian sungai Umbul ni bah : mata air seperti gambar berikut ini ; berkandang di belakang rumahnya. Dari jam setiap hari ngangon /ngurusi kerbaunya, kerbau-kerbau tidak akan dikeluarkan jika di desa tersebut ada pesta.

78 Gambar 16 : Umbul ni Bah Jika musim kemarau, debit airnya tetap sehingga bisa digunakan untuk sumber air penduduk setempat. Airnya sangat jernih seperti air AQUA. Paridian ni Raja Raya ini merupakan hak milik komunal marga (marga Saragih Garingging). 6) Losung Losung atau lesung adalah tempat menumbuk padi, terletak pada martokkarang /sopou/ rumah panggung : inganan ni losung (tempat losung) terdiri dari 4 (empat) tiang tetapi tidak menggunakan paku (hanya dipahat), ada gambar tulisan dari Raja Sulaiman. Atapnya terbuat dari ijuk (arribut) sekarang sudah diganti seng. Keempat tiang tersebut terbuat dari kayu pokki (sama seperti kayu pembuatan losung).

79 Gambar 17 : Martokarrang / Sopou : rumah panggung tempat losung berada. Gambar 18 : Losung Jantan. Losung ini dibentuk / dipahat dari kayu pokki, mempunyai kepala layaknya (menyerupai) manusia. Ini adalah losung berjenis kelamin jantan 252 kelihatan dari bentuk telinganya yang lebih panjang. Losung-losung ini terletak di huta Sambual desa Nagori Raya Bayu. Di desa ini terdapat 27 kepala keluarga (KK) berjarak 8 km, dengan medan (area) yang sulit dicapai. Losung ini sudah berusia ± 100 tahun lebih terdiri dari 14 (empat belas) lubang (jantan maupun betina), dan terbuat dari kayu pokki. Tinggi losung ± satohot (1 lutut). Gambar 19 : Losung Betina Ini adalah losung berjenis kelamin betina, mempunyai lubang juga berjumlah 14 (empat belas), yang membedakannya hanya telinga, telinga losung betina lebih pendek sementara telinga losung jantan lebih panjang, sedangkan mata & hidung sama. 252 Wawancara yang sudah diolah bersama Marsen Saragih, 5 Desember 2012.

BADAN PUSAT STATISTIK KABUPATEN SIMALUNGUN

BADAN PUSAT STATISTIK KABUPATEN SIMALUNGUN HABONARON DO BONA BADAN PUSAT STATISTIK KABUPATEN SIMALUNGUN Sekapur Sirih Sebagai pengemban amanat Undang-undang Nomor 16 Tahun 1997 tentang Statistik dan sejalan dengan rekomendasi Perserikatan Bangsa-Bangsa

Lebih terperinci

PENDAHULUAN. banyaknya penduduk atau tenaga kerja yang hidup atau bekerja pada pada sektor

PENDAHULUAN. banyaknya penduduk atau tenaga kerja yang hidup atau bekerja pada pada sektor PENDAHULUAN Latar Belakang Indonesia adalah merupakan negara pertanian, artinya pertanian memegang peranan penting dari keseluruhan perekonomian nasional. Hal ini dapat ditunjukkan dari banyaknya penduduk

Lebih terperinci

BAB II GAMBARAN UMUM KABUPATEN SIMALUNGUN. II.1. Letak Geografis dan Sejarah Kabupaten Simalungun

BAB II GAMBARAN UMUM KABUPATEN SIMALUNGUN. II.1. Letak Geografis dan Sejarah Kabupaten Simalungun BAB II GAMBARAN UMUM KABUPATEN SIMALUNGUN II.1. Letak Geografis dan Sejarah Kabupaten Simalungun II.1.1. Geografis Secara geografis, Kabupaten Simalungun terletak di antara 36' 2-3 18 Lintang Utara dan

Lebih terperinci

HASIL SENSUS PERTANIAN 2013 (ANGKA TETAP)

HASIL SENSUS PERTANIAN 2013 (ANGKA TETAP) BPS BADAN KABUPATEN PUSAT STATISTIK SIMALUNGUN No. 02/12/1209/Th. XVI, 2 Desember 2013 HASIL SENSUS PERTANIAN 2013 (ANGKA TETAP) RUMAH TANGGA PETANI GUREM TAHUN 2013 SEBANYAK 62.188 RUMAH TANGGA, TURUN

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang. Pembangunan dapat diartikan sebagai suatu proses peningkatan kualitas

BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang. Pembangunan dapat diartikan sebagai suatu proses peningkatan kualitas 1 BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Pembangunan dapat diartikan sebagai suatu proses peningkatan kualitas kehidupan masyarakat sehingga dinilai lebih baik dari sebelumnya. Sedangkan pembangunan wilayah

Lebih terperinci

PENDAHULUAN. berlangsung secara terus menerus, berkesinambungan dan peran serta petani dan

PENDAHULUAN. berlangsung secara terus menerus, berkesinambungan dan peran serta petani dan PENDAHULUAN Latar Belakang Pembangunan pertanian menghendaki pertanian yang dinamis yaitu pertanian yang dicirikan antara lain oleh penggunaan tekhnologi baru yang berlangsung secara terus menerus, berkesinambungan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Pada masa kolonialisme Belanda di Nusantara, penyebaran agama Kristen

BAB I PENDAHULUAN. Pada masa kolonialisme Belanda di Nusantara, penyebaran agama Kristen BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Masalah Pada masa kolonialisme Belanda di Nusantara, penyebaran agama Kristen merupakan hal penting bagi pemerintah Belanda. Agama Kristen mengajarkan perdamaian.

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. untuk mewujudkan pemekaran kabupaten Simalungun. Adanya pergantian anggota dewan untuk 5 tahun ke depan pasca

BAB I PENDAHULUAN. untuk mewujudkan pemekaran kabupaten Simalungun. Adanya pergantian anggota dewan untuk 5 tahun ke depan pasca 1 BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Pemekaran kabupaten Simalungun seperti sebuah kemustahilan, hal ini jika dilihat dari pertama kali dilontarkan tanggal 22 Juni 2001 sampai sekarang belum terealisasi.

Lebih terperinci

maupun daerah untuk mempercepat tercapainya pembangunan ekonomi. lahirnya dua produk undang-undang, yaitu Undang-undang No.

maupun daerah untuk mempercepat tercapainya pembangunan ekonomi. lahirnya dua produk undang-undang, yaitu Undang-undang No. BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Setiap orang menginginkan pembangunan dan setiap negara bekerja keras untuk pembangunan. Memang kemajuan ekonomi adalah komponen utama pembangunan, tetapi bukan merupakan

Lebih terperinci

BAB II GAMBARAN UMUM KECAMATAN AJIBATA KABUPATEN TOBA SAMOSIR ( )

BAB II GAMBARAN UMUM KECAMATAN AJIBATA KABUPATEN TOBA SAMOSIR ( ) BAB II GAMBARAN UMUM KECAMATAN AJIBATA KABUPATEN TOBA SAMOSIR (1998-2005) 2.1 Letak Geografis dan Keadaan Alam Kecamatan Ajibata merupakan salah satu kecamatan di Kabupaten Toba Samosir dengan luas wilayah

Lebih terperinci

Mulai. Pengumpulan Data. Tidak. Cukup. Ya Formulasi Masalah. Evaluasi Aspek. Selesai

Mulai. Pengumpulan Data. Tidak. Cukup. Ya Formulasi Masalah. Evaluasi Aspek. Selesai Lampiran 1. Flowchart penelitian Mulai Pengumpulan Data Data primer Data Sekunder Tidak Cukup Ya Formulasi Masalah Evaluasi Aspek Selesai Lampiran 2. Kuisioner pemanfaatan Alat dan Mesin Pertanian PEMANFAATAN

Lebih terperinci

PENDAHULUAN. dengan sektor pertanian karena merupakan sumber pangan pokok.

PENDAHULUAN. dengan sektor pertanian karena merupakan sumber pangan pokok. PENDAHULUAN Latar belakang Masalah ketahanan pangan masih menjadi isu strategis yang perlu mendapat perhatian dan prioritas dari semua pihak. Ketahanan pangan sangat erat kaitannya dengan sektor pertanian

Lebih terperinci

Jumlah rumah tangga usaha pertanian di Kabupaten Simalungun Tahun 2013 sebanyak rumah tangga

Jumlah rumah tangga usaha pertanian di Kabupaten Simalungun Tahun 2013 sebanyak rumah tangga Jumlah rumah tangga usaha pertanian di Kabupaten Simalungun Tahun 2013 sebanyak 126.332 rumah tangga Jumlah perusahaan pertanian berbadan hukum di Kabupaten Simalungun Tahun 2013 sebanyak 33 Perusahaan

Lebih terperinci

BAB II GAMBARAN UMUM DESA SIGAOL MARBUN KECAMATAN PALIPI. pusat pemerintahan Kabupaten Tapanuli Utara yang merupakan daerah pemekaran

BAB II GAMBARAN UMUM DESA SIGAOL MARBUN KECAMATAN PALIPI. pusat pemerintahan Kabupaten Tapanuli Utara yang merupakan daerah pemekaran BAB II GAMBARAN UMUM DESA SIGAOL MARBUN KECAMATAN PALIPI 2.1. Letak Geografis Desa Sigaol Marbun merupakan salah satu desa di Kecamatan Palipi yang berada di Kabupaten Samosir. Kecamatan Palipi terletak

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Budaya mempengaruhi berbagai aspek kehidupan manusia, baik cara berpikir,

BAB I PENDAHULUAN. Budaya mempengaruhi berbagai aspek kehidupan manusia, baik cara berpikir, BAB I PENDAHULUAN A. LATAR BELAKANG Manusia merupakan mahluk sosial yang tidak dapat terlepas dari interaksi lingkungan sekitarnya. Interaksi yang dilakukan oleh manusia dimulai dari interaksi pada lingkup

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. masyarakat tersebut yang berusaha menjaga dan melestarikannya sehingga

BAB I PENDAHULUAN. masyarakat tersebut yang berusaha menjaga dan melestarikannya sehingga 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Bhineka Tunggal Ika adalah semboyan bangsa Indonesia terhadap perbedaan suku bangsa dan budaya yang menjadi kekayaan bangsa Indonesia. Setiap daerah masing-masing

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Utara.Sumatera Utara juga memiliki kebudayaan yang beragam.

BAB I PENDAHULUAN. Utara.Sumatera Utara juga memiliki kebudayaan yang beragam. BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Sumatera Utara adalah sebuah provinsi yang terletak di pulau Sumatera, berbatasan dengan Aceh disebelah utara dan dengan Sumatera Barat serta Riau disebelah selatan.

Lebih terperinci

PENGARUH BELANDA TERHADAP STRUKTUR PEMERINTAHAN DAN KEHIDUPAN POLITIK KERAJAAN PURBA

PENGARUH BELANDA TERHADAP STRUKTUR PEMERINTAHAN DAN KEHIDUPAN POLITIK KERAJAAN PURBA PENGARUH BELANDA TERHADAP STRUKTUR PEMERINTAHAN DAN KEHIDUPAN POLITIK KERAJAAN PURBA 1906-1945 Andres M Ginting (Program Studi Pendidikan sejarah FKIP Universitas Simalungun) Email: Andresginting@gmail.com

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. kontrak perkebunan Deli yang didatangkan pada akhir abad ke-19.

BAB I PENDAHULUAN. kontrak perkebunan Deli yang didatangkan pada akhir abad ke-19. 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Kabupaten Batubara merupakan salah satu kabupaten yang berada di Provinsi Sumatera Utara. Kabupaten yang baru menginjak usia 8 tahun ini diresmikan tepatnya pada 15

Lebih terperinci

BAB II GAMBARAN UMUM SUMBUL PEGAGAN. Sumbul Pegagan adalah salah satu dari enam belas kecamatan di Kabupaten

BAB II GAMBARAN UMUM SUMBUL PEGAGAN. Sumbul Pegagan adalah salah satu dari enam belas kecamatan di Kabupaten BAB II GAMBARAN UMUM SUMBUL PEGAGAN 2.1 Letak Geografis Sumbul Pegagan Sumbul Pegagan adalah salah satu dari enam belas kecamatan di Kabupaten Dairi, Propinsi Sumatera Utara. Secara geografis Sumbul Pegagan

Lebih terperinci

BAB II DESA HUTAJULU HINGGA TAHUN 1960

BAB II DESA HUTAJULU HINGGA TAHUN 1960 BAB II DESA HUTAJULU HINGGA TAHUN 1960 Alur dalam bab ini dimulai dengan deskripsi sejarah, dan terbentuknya Desa Hutajulu, kemudian menjelaskan desa dan seluruh isi desa tersebut hingga tahun 1960 yang

Lebih terperinci

BAB II. DESKRIPSI DESA NAMO RAMBE PADA TAHUN Kecamatan Namo Rambe, Kabupaten Deli Serdang. Luas wilayahnya sekitar 389

BAB II. DESKRIPSI DESA NAMO RAMBE PADA TAHUN Kecamatan Namo Rambe, Kabupaten Deli Serdang. Luas wilayahnya sekitar 389 BAB II. DESKRIPSI DESA NAMO RAMBE PADA TAHUN 1988 2.1. Kondisi Geografis Desa Namo Rambe merupakan salah satu desa yang terdapat di Kecamatan Namo Rambe, Kabupaten Deli Serdang. Luas wilayahnya sekitar

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Utara yang berjarak ± 160 Km dari Ibu Kota Provinsi Sumatera Utara (Medan). Kota

BAB I PENDAHULUAN. Utara yang berjarak ± 160 Km dari Ibu Kota Provinsi Sumatera Utara (Medan). Kota BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Kota Kisaran adalah Ibu Kota dari Kabupaten Asahan, Provinsi Sumatera Utara yang berjarak ± 160 Km dari Ibu Kota Provinsi Sumatera Utara (Medan). Kota Kisaran

Lebih terperinci

BAB II GAMBARAN OBJEK UMUM PRAKTIK KERJA LAPANGAN MANDIRI. A. Sejarah Singkat Kantor Pelayanan Pajak Pratama Pematang Siantar

BAB II GAMBARAN OBJEK UMUM PRAKTIK KERJA LAPANGAN MANDIRI. A. Sejarah Singkat Kantor Pelayanan Pajak Pratama Pematang Siantar 15 BAB II GAMBARAN OBJEK UMUM PRAKTIK KERJA LAPANGAN MANDIRI A. Sejarah Singkat Kantor Pelayanan Pajak Pratama Pematang Siantar Kantor Pelayanan Pajak Pratama Pematang Siantar berdiri sejak tanggal 19

Lebih terperinci

BAB II ONAN RUNGGU. atas permukaan laut. Wilayah Onan Runggu memiliki luas sekitar 60,89 Km 2

BAB II ONAN RUNGGU. atas permukaan laut. Wilayah Onan Runggu memiliki luas sekitar 60,89 Km 2 BAB II ONAN RUNGGU 2.1 Letak Geografis Onan Runggu adalah satu wilayah di Kabupaten Samosir yang terletak diantara 2 o 26 2 o 33 LU dan 98 o 54 99 o 01 BT dengan ketinggian 904 1.355 meter di atas permukaan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. menurut sumber lisan turun-menurun berasal dari bahasa simalungun: sima-sima dan

BAB I PENDAHULUAN. menurut sumber lisan turun-menurun berasal dari bahasa simalungun: sima-sima dan BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Simalungun adalah salah satu Kabupaten di Sumatra Utara. Kabupaten Simalungun secara geografis terletak diantara 03 16-02 22 Lintang Utara dan 98 25-99 32 Bujur

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Perdagangan adalah ibukota Kecamatan Bandar 1. di Selat Malaka, tepatnya di Kuala Tanjung Kabupaten Batu Bara.

BAB I PENDAHULUAN. Perdagangan adalah ibukota Kecamatan Bandar 1. di Selat Malaka, tepatnya di Kuala Tanjung Kabupaten Batu Bara. BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Perdagangan adalah ibukota Kecamatan Bandar 1 Kabupaten Simalungun, Provinsi Sumatera Utara. Kota ini terletak sekitar 40 km arah Timur dari ibukota Kabupaten Simalungun,

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Indonesia memiliki beranekaragam kebudayaan. Sebagaimana telah

BAB I PENDAHULUAN. Indonesia memiliki beranekaragam kebudayaan. Sebagaimana telah BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Indonesia memiliki beranekaragam kebudayaan. Sebagaimana telah diketahui bahwa penduduk Indonesia adalah multietnik (plural society). Indonesia merupakan negara

Lebih terperinci

BAB I PEDAHULUAN. tersebut telah menjadi tradisi tersendiri yang diturunkan secara turun-temurun

BAB I PEDAHULUAN. tersebut telah menjadi tradisi tersendiri yang diturunkan secara turun-temurun BAB I PEDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Daerah Sumatera Utara memiliki kekayaan budaya yang beraneka ragam dalam bentuk adat istiadat, seni tradisional, dan bahasa daerah. Semua etnis memiliki budaya yang

Lebih terperinci

BAB II LANDASAN TEORI

BAB II LANDASAN TEORI 12 BAB II LANDASAN TEORI 2.1 IDENTITAS ETNIS 2.2.2. Pengertian Identitas Etnis Phinney (1992) menyatakan bahwa identitas etnis sebagai suatu konstruksi yang kompleks yang mencakup komitmen dan perasaan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Suku Batak terdiri dari lima bagian yaitu; Batak Toba, Batak Karo, Batak Simalungun,

BAB I PENDAHULUAN. Suku Batak terdiri dari lima bagian yaitu; Batak Toba, Batak Karo, Batak Simalungun, BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang dan Masalah 1.1.1 Latar Belakang Suku Batak terdiri dari lima bagian yaitu; Batak Toba, Batak Karo, Batak Simalungun, Batak Pak-pak Dairi, dan Batak Angkola Mandailing.

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Ganjang Kabupaten Humbang Hasundutan. Memiliki kekayaan alam yang

BAB I PENDAHULUAN. Ganjang Kabupaten Humbang Hasundutan. Memiliki kekayaan alam yang 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Desa Hutajulu merupakan salah satu desa yang berada di kecamatan Onan Ganjang Kabupaten Humbang Hasundutan. Memiliki kekayaan alam yang berpotensi, dan yang

Lebih terperinci

BAB II GEOGRAFI DAN MASYARAKAT. Bengkalis di sebelah Tenggara, dan Selat Malaka di bagian Timur Laut. 14 Luas

BAB II GEOGRAFI DAN MASYARAKAT. Bengkalis di sebelah Tenggara, dan Selat Malaka di bagian Timur Laut. 14 Luas BAB II GEOGRAFI DAN MASYARAKAT 2.1 Selayang Pandang Sumatera Timur Ruang lingkup geografi sebagai unit analisis penelitian ini adalah Daerah Sumatera Timur. Sumatera Timur terletak diantara garis Khatulistiwa

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Indonesia. Suku ini banyak mendiami wilayah Provinsi Sumatera Utara,

BAB I PENDAHULUAN. Indonesia. Suku ini banyak mendiami wilayah Provinsi Sumatera Utara, BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Suku Batak merupakan salah satu suku bangsa terbesar di Indonesia. Suku ini banyak mendiami wilayah Provinsi Sumatera Utara, khususnya daerah di sekitar Danau

Lebih terperinci

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 15 TAHUN 1986

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 15 TAHUN 1986 PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 15 TAHUN 1986 TENTANG PERUBAHAN BATAS WILAYAH KOTAMADYA DAERAH TINGKAT II PEMATANG SIANTAR DAN KABUPATEN DAERAH TINGKAT II SIMALUNGUN PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN. kebudayaan yang berbeda-beda. Hal ini oleh dilambangkan oleh bangsa Indonesia

BAB 1 PENDAHULUAN. kebudayaan yang berbeda-beda. Hal ini oleh dilambangkan oleh bangsa Indonesia BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Bangsa Indonesia terdiri dari berbagai suku bangsa yang memiliki kebudayaan yang berbeda-beda. Hal ini oleh dilambangkan oleh bangsa Indonesia dengan semboyan

Lebih terperinci

BAB II GAMBARAN UMUM DAERAH PENELITIAN

BAB II GAMBARAN UMUM DAERAH PENELITIAN BAB II GAMBARAN UMUM DAERAH PENELITIAN 2.1 Kondisi Geografis Sumatera Utara Penelitian Sejarah tidak lepas dari pengamatan tentang kehidupan kehidupan sosial ekonomi masyarakat dan pengamatan bagaimana

Lebih terperinci

BAB II P.T PP LONDON SUMATERA INDONESIA TBK. SEBELUM TAHUN 1964

BAB II P.T PP LONDON SUMATERA INDONESIA TBK. SEBELUM TAHUN 1964 BAB II P.T PP LONDON SUMATERA INDONESIA TBK. SEBELUM TAHUN 1964 P.T. PP London Sumatra Indonesia Tbk. sebelum dinasionalisasi bernama Harrison & Crossfield Ltd. Perusahaan ini berpusat di London, Inggris,

Lebih terperinci

BAB II LETAK DAN LOKASI PENELITIAN. dan kota terbesar kedua di provinsi tersebut setelah Medan. Karena letak

BAB II LETAK DAN LOKASI PENELITIAN. dan kota terbesar kedua di provinsi tersebut setelah Medan. Karena letak BAB II LETAK DAN LOKASI PENELITIAN 2.1 Kota Pematang Kota Pematang adalah salah satu kota di Provinsi Sumatera Utara, dan kota terbesar kedua di provinsi tersebut setelah Medan. Karena letak Pematang yang

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. terdapat beranekaragam suku bangsa, yang memiliki adat-istiadat, tradisi dan

I. PENDAHULUAN. terdapat beranekaragam suku bangsa, yang memiliki adat-istiadat, tradisi dan I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Negara Indonesia merupakan salah satu negara kepulauan yang di dalamnya terdapat beranekaragam suku bangsa, yang memiliki adat-istiadat, tradisi dan kebiasaan yang

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. hak dan kewajiban yang baru atau ketika individu telah menikah, status yang

BAB I PENDAHULUAN. hak dan kewajiban yang baru atau ketika individu telah menikah, status yang BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Di dalam masyarakat, perkawinan adalah ikatan sosial atau ikatan perjanjian hukum antar pribadi yang membentuk hubungan kekerabatan dan merupakan suatu pranata dalam

Lebih terperinci

BAB II MASYARAKAT DI SARIBUDOLOK Sejarah Singkat Saribudolok. oleh Marga Girsang. Lokasi yang pertama sekali ditempati oleh Sipungka

BAB II MASYARAKAT DI SARIBUDOLOK Sejarah Singkat Saribudolok. oleh Marga Girsang. Lokasi yang pertama sekali ditempati oleh Sipungka BAB II MASYARAKAT DI SARIBUDOLOK 2.1. Sejarah Singkat Saribudolok Saribudolok berasal dari kata saribu artinya seribu dan dolok artinya bukit. Jadi Saribudolok dapat diartikan sebagai suatu daerah yang

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. bangsa dan budaya. Seluruh suku yang tersebar mulai dari sabang sampai

BAB I PENDAHULUAN. bangsa dan budaya. Seluruh suku yang tersebar mulai dari sabang sampai BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Indonesia merupakan negara yang penuh dengan keanekaragaman suku bangsa dan budaya. Seluruh suku yang tersebar mulai dari sabang sampai merauke mempunyai budaya

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. 1 Bungaran A. Simanjuntak, Konflik, status dan kekuasaan orang Batak Toba, Yogyakarta, Jendela, 2002, hal 10

BAB I PENDAHULUAN. 1 Bungaran A. Simanjuntak, Konflik, status dan kekuasaan orang Batak Toba, Yogyakarta, Jendela, 2002, hal 10 BAB I PENDAHULUAN A. PERMASALAHAN A.1 LATAR BELAKANG MASALAH Orang Batak Toba sebagai salah satu sub suku Batak memiliki perangkat struktur dan sistem sosial yang merupakan warisan dari nenek moyang. Struktur

Lebih terperinci

BAB II GAMBARAN LOKASI PKLM. A. Sejarah Singkat Kantor Pelayanan Pajak Pratama Pematang Siantar. perpaduan dari beberapa unit organisasi yaitu :

BAB II GAMBARAN LOKASI PKLM. A. Sejarah Singkat Kantor Pelayanan Pajak Pratama Pematang Siantar. perpaduan dari beberapa unit organisasi yaitu : BAB II GAMBARAN LOKASI PKLM A. Sejarah Singkat Kantor Pelayanan Pajak Pratama Pematang Siantar Kantor Pelayanan Pajak Pratama Pematang Siantar berdiri sejak tanggal 19 September 2008. Organisasi Direktorat

Lebih terperinci

BAB II GAMBARAN UMUM LOKASI PENELITIAN Letak Geografis Kabupaten Tapanuli Utara

BAB II GAMBARAN UMUM LOKASI PENELITIAN Letak Geografis Kabupaten Tapanuli Utara BAB II GAMBARAN UMUM LOKASI PENELITIAN 2.1. Letak Geografis Kabupaten Tapanuli Utara Kabupaten Tapanuli Utara merupakan salah satu kabupaten yang tekstur wilayahnya bergunung-gunung. Tapanuli Utara berada

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Humbang Hasundutan, Kabupaten Toba Samosir, dan Kabupaten Samosir.

BAB I PENDAHULUAN. Humbang Hasundutan, Kabupaten Toba Samosir, dan Kabupaten Samosir. BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Secara geografis di Provinsi Sumatera Utara, suku Batak terdiri dari 5 sub etnis yaitu : Batak Toba (Tapanuli), Batak Simalungun, Batak Karo, Batak Mandailing,

Lebih terperinci

Melayu Dan Batak Dalam Strategi Kolonial. Written by Thursday, 22 July :51

Melayu Dan Batak Dalam Strategi Kolonial. Written by Thursday, 22 July :51 Dr.Perret dari Paris mencatat; orang Melayu di pesisir Sumatera Timur menganggap dirinya berbudaya (civilized), sedang semua non Melayu dipandang sebagai orang yang tidak berpengetahuan, berperilaku kasar

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang Masalah. Konflik merupakan bagian dari kehidupan manusia yang tidak akan terlepas

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang Masalah. Konflik merupakan bagian dari kehidupan manusia yang tidak akan terlepas 1 BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Konflik merupakan bagian dari kehidupan manusia yang tidak akan terlepas selama manusia itu ada dalam berbagai interaksi sosialnya, baik itu konflik perorangan

Lebih terperinci

BAB II GAMBARAN UMUM KECAMATAN LUMBANJULU. Kecamatan Lumbanjulu adalah salah satu kecamatan di Kabupaten Toba

BAB II GAMBARAN UMUM KECAMATAN LUMBANJULU. Kecamatan Lumbanjulu adalah salah satu kecamatan di Kabupaten Toba BAB II GAMBARAN UMUM KECAMATAN LUMBANJULU 2.1 Kondisi geografis Kecamatan Lumbanjulu Kecamatan Lumbanjulu adalah salah satu kecamatan di Kabupaten Toba Samosir yang dimekarkan dari Kabupaten Tapanuli Utara

Lebih terperinci

BAB II GAMBARAN UMUM KECAMATAN STM HILIR. tentang keberadaan Yayasan Perguruan Sekolah Menengah Pertama (SMP)

BAB II GAMBARAN UMUM KECAMATAN STM HILIR. tentang keberadaan Yayasan Perguruan Sekolah Menengah Pertama (SMP) BAB II GAMBARAN UMUM KECAMATAN STM HILIR Gambaran umum Kecamtan STM Hilir yang merupakan lokasi penilitian ini adalah, letak geografis, komposisi penduduk, dan perkembangan pemerintahan. Hal ini untuk

Lebih terperinci

BAB II DESKRIPSI SINGKAT OBJEK PENELITIAN

BAB II DESKRIPSI SINGKAT OBJEK PENELITIAN BAB II DESKRIPSI SINGKAT OBJEK PENELITIAN A. Deskripsi Lokasi Penelitian 1. Kabupaten Simalungun Kabupaten Simalungun terletak antara 98,320 99,350 BT dan 2,360 3,180 LU. Secara luas wilayah merupakan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. merupakan salah satu daerah di Indonesia dan suku Simalungun menjadikan

BAB I PENDAHULUAN. merupakan salah satu daerah di Indonesia dan suku Simalungun menjadikan BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Bahasa Batak Simalungun merupakan bahasa yang digunakan oleh suku Simalungun yang mendiami Kabupaten Simalungun. Bahasa Batak Simalungun merupakan salah satu

Lebih terperinci

BAB II DESKRIPSI DAERAH PENELITIAN

BAB II DESKRIPSI DAERAH PENELITIAN BAB II DESKRIPSI DAERAH PENELITIAN 2.1 Lokasi dan Lingkungan Alam Penelitian ini dilakukan di Desa Janji Hutanapa, Kecamatan Parlilitan, Kabupaten Humbang Hansundutan. Desa ini memiliki batas-batas administratif

Lebih terperinci

ANALISIS PERTUMBUHAN DAN PERSEBARAN PENDUDUK PROVINSI SUMATERA UTARA BERDASARKAN HASIL SENSUS PENDUDUK TAHUN 2010 Oleh Mbina Pinem *

ANALISIS PERTUMBUHAN DAN PERSEBARAN PENDUDUK PROVINSI SUMATERA UTARA BERDASARKAN HASIL SENSUS PENDUDUK TAHUN 2010 Oleh Mbina Pinem * ANALISIS PERTUMBUHAN DAN PERSEBARAN PENDUDUK PROVINSI SUMATERA UTARA BERDASARKAN HASIL SENSUS PENDUDUK TAHUN 2010 Oleh Mbina Pinem * Abstrak Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui pertumbuhan dan persebaran

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Indonesia merupakan negara hukum, 1 dimana setiap perilaku dan

BAB I PENDAHULUAN. Indonesia merupakan negara hukum, 1 dimana setiap perilaku dan BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Indonesia merupakan negara hukum, 1 dimana setiap perilaku dan tindakan masyarakatnya diatur oleh hukum. Salah satu hukum di Indonesia yang telah lama berlaku

Lebih terperinci

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, www.legalitas.org UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 12 TAHUN 1998 TENTANG PEMBENTUKAN KABUPATEN DAERAH TINGKAT II TOBA SAMOSIR DAN KABUPATEN DAERAH TINGKAT II MANDAILING NATAL DENGAN RAHMAT TUHAN

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Agustono, B., Suprayitno., Dewi, H., dkk, (2012), Sejarah Etnis Simalungun, Penerbit Hutarih Jaya, Pematang Siantar

BAB I PENDAHULUAN. Agustono, B., Suprayitno., Dewi, H., dkk, (2012), Sejarah Etnis Simalungun, Penerbit Hutarih Jaya, Pematang Siantar BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Suku Batak merupakan salah satu suku bangsa Indonesia yang terletak di Sumatera Utara. Batak adalah salah satu kelompok gelombang proto Melayu. Menurut Ichwan Azhari

Lebih terperinci

BAB II PROFIL NAGORI TIGA RAS, KECAMATAN DOLOK PARDAMEAN, KABUPATEN SIMALUNGUN

BAB II PROFIL NAGORI TIGA RAS, KECAMATAN DOLOK PARDAMEAN, KABUPATEN SIMALUNGUN BAB II PROFIL NAGORI TIGA RAS, KECAMATAN DOLOK PARDAMEAN, KABUPATEN SIMALUNGUN II. 1 Kabupaten Simalungun Kabupaten Simalungun merupakan salah satu kabupaten yang terdapat di Kabupaten Simalungun bagian

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN. belakang sosiokultural seperti ras, suku bangsa, agama yang diwujudkan dalam

BAB 1 PENDAHULUAN. belakang sosiokultural seperti ras, suku bangsa, agama yang diwujudkan dalam BAB 1 PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Struktur masyarakat Indonesia yang terdiri dari berbagai perbedaan latar belakang sosiokultural seperti ras, suku bangsa, agama yang diwujudkan dalam ciri-ciri fisik,

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. yang terjadi di kehidupan manusia. Itu terjadi dikarenakan proses alam dan tatanan

BAB I PENDAHULUAN. yang terjadi di kehidupan manusia. Itu terjadi dikarenakan proses alam dan tatanan BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Bencana merupakan suatu kejadian dan fenomena baik alam non alam dan sosial yang terjadi di kehidupan manusia. Itu terjadi dikarenakan proses alam dan tatanan kehidupan

Lebih terperinci

1.1 Latar Belakang Masalah

1.1 Latar Belakang Masalah BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Indonesia merupakan Negara multi kulturalisme yang di dalamnya terdapat beranekaragam suku. Batak merupakan sebuah suku di Sumatera Utara, adapun Suku batak

Lebih terperinci

BAB II GAMBARAN UMUM LOKASI PENELITIAN

BAB II GAMBARAN UMUM LOKASI PENELITIAN BAB II GAMBARAN UMUM LOKASI PENELITIAN 2.1. Sejarah Desa Sugau Nama desa secara administrasi disebut desa Sugau, masyarakat sering menyebut desa ini dengan nama Simpang Durin Pitu. Simpang Durin Pitu dibuat

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Kesenian dalam kehidupan manusia telah menjadi bagian dari warisan

BAB I PENDAHULUAN. Kesenian dalam kehidupan manusia telah menjadi bagian dari warisan BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Kesenian dalam kehidupan manusia telah menjadi bagian dari warisan nenek moyang. Sejak dulu berkesenian sudah menjadi kebiasaan yang membudaya, secara turun temurun

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. maupun pria sama-sama memiliki kesempatan untuk bisa aktif di bidang politik

BAB I PENDAHULUAN. maupun pria sama-sama memiliki kesempatan untuk bisa aktif di bidang politik BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Setiap masyarakat senantiasa akan selalu mengalami perubahan. Perubahan-perubahan yang terjadi di masyarakat dapat diketahui dengan membandingkan keadaan masyarakat

Lebih terperinci

Provinsi Sumatera Utara: Demografi

Provinsi Sumatera Utara: Demografi Fact Sheet 02/2015 (28 Februari 2015) Agrarian Resource Center ARC Provinsi Sumatera Utara: Demografi Provinsi Sumatera Utara adalah provinsi peringkat ke-4 di Indonesia dari sisi jumlah penduduk. Pada

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang Masalah. Sumatera Timur adalah wilayah yang ada di Pulau Sumatera. Kawasan ini

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang Masalah. Sumatera Timur adalah wilayah yang ada di Pulau Sumatera. Kawasan ini BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Sumatera Timur adalah wilayah yang ada di Pulau Sumatera. Kawasan ini didiami oleh beberapa kelompok etnis yaitu Etnis Melayu, Batak Karo dan Batak Simalungun.

Lebih terperinci

BAB II GAMBARAN UMUM KOTA MADYA PEMATANG SIANTAR

BAB II GAMBARAN UMUM KOTA MADYA PEMATANG SIANTAR BAB II GAMBARAN UMUM KOTA MADYA PEMATANG SIANTAR 2.1. Letak Geografis. Wilayah Kota Madya Pematang Siantar terletak di tangah-tengah Kabupaten Simalungun dengan keadaan topografi berbukit-bukit rendah

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. beragam ketentuan adat yang dimiliki. Kehidupan setiap etnis berbeda-beda. Masyarakat

BAB I PENDAHULUAN. beragam ketentuan adat yang dimiliki. Kehidupan setiap etnis berbeda-beda. Masyarakat BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Masyarakat Indonesia terdiri dari berbagai etnis dengan berbagai nilai budaya dan beragam ketentuan adat yang dimiliki. Kehidupan setiap etnis berbeda-beda.

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. sebagai suku tertua. Dalam suku Batak terdapat beberapa sub-suku-suku yang

BAB I PENDAHULUAN. sebagai suku tertua. Dalam suku Batak terdapat beberapa sub-suku-suku yang BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Provinsi sumatera utara dewasa ini mencatat adanya suku Batak dan Suku Melayu sebagai suku tertua. Dalam suku Batak terdapat beberapa sub-suku-suku yang membentuk

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. tersebut membuat orang lebih berpikir maju dan berwawasan tinggi. Pendidikan. majunya teknologi informasi dalam dunia pendidikan.

BAB I PENDAHULUAN. tersebut membuat orang lebih berpikir maju dan berwawasan tinggi. Pendidikan. majunya teknologi informasi dalam dunia pendidikan. 1 BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Masalah Pendidikan adalah suatu upaya yang dilakukan oleh manusia untuk meningkatkan kesejahteraan hidupnya. Pendidikan akan membawa perubahan sikap, perilaku, nilai-nilai

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Bila kita amati wilayah Negara Republik Indonesia ternyata telah banyak

BAB I PENDAHULUAN. Bila kita amati wilayah Negara Republik Indonesia ternyata telah banyak BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang. Bila kita amati wilayah Negara Republik Indonesia ternyata telah banyak mengalami dan menyimpan berbagai peristiwa sejarah. Peristiwa yang terjadi dalam ruang lingkup

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Penulisan sejarah adalah penulisan tentang kejadian-kejadian pada masa lampau

BAB I PENDAHULUAN. Penulisan sejarah adalah penulisan tentang kejadian-kejadian pada masa lampau BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Penulisan sejarah adalah penulisan tentang kejadian-kejadian pada masa lampau yang tidak terlepas dari gambaran suatu msyarakat umum dengan berbagai aspek kehidupan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Pulau Sumatera merupakan salah satu dari lima pulau terbesar yang terdiri

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Pulau Sumatera merupakan salah satu dari lima pulau terbesar yang terdiri 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Pulau Sumatera merupakan salah satu dari lima pulau terbesar yang terdiri dari sepuluh Provinsi. Salah satu provinsi yang ada di Pulau Sumatera adalah Provinsi

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. budaya yang pada awalnya merupakan unsur pembentukan kepribadiannya.

BAB I PENDAHULUAN. budaya yang pada awalnya merupakan unsur pembentukan kepribadiannya. BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Manusia adalah mahluk sosial yang dilahirkan dalam suatu pangkuan budaya yang pada awalnya merupakan unsur pembentukan kepribadiannya. Umumnya manusia sangat

Lebih terperinci

BAB II DESKRIPSI KABUPATEN SIMALUNGUN DAN PROFIL J.R SARAGIH

BAB II DESKRIPSI KABUPATEN SIMALUNGUN DAN PROFIL J.R SARAGIH BAB II DESKRIPSI KABUPATEN SIMALUNGUN DAN PROFIL J.R SARAGIH II. 1. Deskripsi Kabupaten Simalungun Sampai sekarang, asal-usul orang Simalungun masih diliputi oleh banyak misteri, sama halnya dengan asal-usul

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Indonesia merupakan bangsa yang multikultural terdiri dari ratusan suku

BAB I PENDAHULUAN. Indonesia merupakan bangsa yang multikultural terdiri dari ratusan suku BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Indonesia merupakan bangsa yang multikultural terdiri dari ratusan suku bangsa yang tersebar di seluruh nusantara. Setiap daerah memiliki suku asli dengan adatnya

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. Letak wilayah yang strategis dari suatu daerah dan relatif mudah

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. Letak wilayah yang strategis dari suatu daerah dan relatif mudah 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Letak wilayah yang strategis dari suatu daerah dan relatif mudah dikunjungi dari transportasi apapun sering menjadi primadona bagi pendatang yang ingin keluar dari

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Pada masa pemerintahan Belanda di Indonesia, kristenisasi 1 merupakan hal penting

BAB I PENDAHULUAN. Pada masa pemerintahan Belanda di Indonesia, kristenisasi 1 merupakan hal penting BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Pada masa pemerintahan Belanda di Indonesia, kristenisasi 1 merupakan hal penting bagi pemerintah Belanda karena gama Kristen mengajarkan perdamaian. Oleh karena

Lebih terperinci

GAMBARAN UMUM SUKU BANJAR

GAMBARAN UMUM SUKU BANJAR GAMBARAN UMUM SUKU BANJAR 1. Terbentuknya Suku Banjar Suku Banjar termasuk dalam kelompok orang Melayu yang hidup di Kalimantan Selatan. Suku ini diyakini, dan juga berdasar data sejarah, bukanlah penduduk

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Toba, Melayu, Jawa, Pak-pak, Angkola, Nias dan Simalungun dan sebagainya. Sumatera Utara

BAB I PENDAHULUAN. Toba, Melayu, Jawa, Pak-pak, Angkola, Nias dan Simalungun dan sebagainya. Sumatera Utara BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Sumatera Utara adalah salah satu daerah yang didiami oleh masyarakat yang multietnis. Hal ini tampak dari banyaknya suku yang beragam yang ada di provinsi ini misalnya

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. bangsa. Sejak berdiri, wilayah Indonesia dihuni oleh berbagai kelompok etnik,

BAB I PENDAHULUAN. bangsa. Sejak berdiri, wilayah Indonesia dihuni oleh berbagai kelompok etnik, BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Indonesia merupakan negara kepulauan memiliki sekitar 500-an suku bangsa. Sejak berdiri, wilayah Indonesia dihuni oleh berbagai kelompok etnik, agama dan ras yang hidup

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. kekerabatan yang baru akan membentuk satu Dalihan Natolu. Dalihan Natolu

BAB I PENDAHULUAN. kekerabatan yang baru akan membentuk satu Dalihan Natolu. Dalihan Natolu BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Masalah Perkawinan merupakan suatu peristiwa yang sangat penting dalam kehidupan masyarakat. Peristiwa penting tersebut dikaitkan dengan upacaraupacara yang bersifat

Lebih terperinci

Revolusi Fisik atau periode Perang mempertahankan Kemerdekaan. Periode perang

Revolusi Fisik atau periode Perang mempertahankan Kemerdekaan. Periode perang BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Kurun waktu 1945-1949, merupakan kurun waktu yang penting bagi sejarah bangsa Indonesia. Karena Indonesia memasuki babakan baru dalam sejarah yaitu masa Perjuangan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Museum merupakan suatu lembaga yang sifatnya tetap dan tidak mencari

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Museum merupakan suatu lembaga yang sifatnya tetap dan tidak mencari BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Museum merupakan suatu lembaga yang sifatnya tetap dan tidak mencari keuntungan dalam melayani masyarakat dan dalam pengembangannya terbuka untuk umum, yang

Lebih terperinci

BAB VI SIMPULAN DAN SARAN

BAB VI SIMPULAN DAN SARAN BAB VI SIMPULAN DAN SARAN 6.1. Simpulan Sentralisme pemerintahan yang telah lama berlangsung di negeri ini, cenderung dianggap sebagai penghambat pembangunan daerah. Dari sekian banyak tuntutan yang diperhadapkan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Toba, Simalungun, Pakpak, Mandailing, dan Angkola. Masyarakat tersebut pada

BAB I PENDAHULUAN. Toba, Simalungun, Pakpak, Mandailing, dan Angkola. Masyarakat tersebut pada BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar belakang Masyarakat Karo merupakan salah satu suku bagian dari Batak selain Toba, Simalungun, Pakpak, Mandailing, dan Angkola. Masyarakat tersebut pada umumya menempati wilayah

Lebih terperinci

11. TINJAUAN PUSTAKA. berbagai macam peristiwa tetap yang biasanya terjadi di masyarakat yang. bersangkutan. Koentjaranigrat (1984: )

11. TINJAUAN PUSTAKA. berbagai macam peristiwa tetap yang biasanya terjadi di masyarakat yang. bersangkutan. Koentjaranigrat (1984: ) 11. TINJAUAN PUSTAKA A. Tinjauan Pustaka 1. Konsep Upacara Adat Upacara adalah sistem aktifitas atau rangkaian atau tindakan yang ditata oleh adat atau hukum yang berlaku dalam masyarakat yang berhubungan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. menyebar dari Sabang sampai Merauke. Termasuk daerah Sumatera Utara yang

BAB I PENDAHULUAN. menyebar dari Sabang sampai Merauke. Termasuk daerah Sumatera Utara yang BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Bangsa Indonesia adalah sebuah bangsa yang terdiri dari berbagai suku bangsa, yang pada dasarnya adalah pribumi. Suku bangsa yang berbeda ini menyebar dari Sabang

Lebih terperinci

BAB 11 PROFIL DESA KOTO PERAMBAHAN. Kampar Timur Kabupaten Kampar. Menurut beberapa tokoh masyarakat, Desa

BAB 11 PROFIL DESA KOTO PERAMBAHAN. Kampar Timur Kabupaten Kampar. Menurut beberapa tokoh masyarakat, Desa 17 BAB 11 PROFIL DESA KOTO PERAMBAHAN A. Sejarah Perkembangan Desa Koto Perambahan Desa Koto Perambahan adalah nama suatu wilayah di Kecamatan Kampar Timur Kabupaten Kampar. Menurut beberapa tokoh masyarakat,

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN UMUM TENTANG KECAMATAN RUMBAI PESISIR. orang jawa yang masuk dalam Wilayah Wali Tebing Tinggi. Setelah itu

BAB II TINJAUAN UMUM TENTANG KECAMATAN RUMBAI PESISIR. orang jawa yang masuk dalam Wilayah Wali Tebing Tinggi. Setelah itu BAB II TINJAUAN UMUM TENTANG KECAMATAN RUMBAI PESISIR A. Letak Dan Sejarah Geografis Pada tahun 1923 Jepang masuk yang diberi kekuasaan oleh Raja Siak untuk membuka lahan perkebunan karet dan sawit yang

Lebih terperinci

BAB II GAMBARAN UMUM LOKASI PENELITIAN. Seberang Pulau Busuk merupakan salah satu desa dari sebelas desa di

BAB II GAMBARAN UMUM LOKASI PENELITIAN. Seberang Pulau Busuk merupakan salah satu desa dari sebelas desa di BAB II GAMBARAN UMUM LOKASI PENELITIAN A. Geofrafis dan Demografis Seberang Pulau Busuk merupakan salah satu desa dari sebelas desa di wilayah Kecamatan Inuman Kabupaten Kuantan Singingi Propinsi Riau.

Lebih terperinci

BAB II. Deskripsi Lokasi Penelitian. Dalam bab ini akan disajikan deskripsi lokasi penelitian dan rincianrincian

BAB II. Deskripsi Lokasi Penelitian. Dalam bab ini akan disajikan deskripsi lokasi penelitian dan rincianrincian BAB II Deskripsi Lokasi Penelitian Dalam bab ini akan disajikan deskripsi lokasi penelitian dan rincianrincian di setiap bagian yang diperlukan dalam penelitian ini. Kita dapat mulai untuk meneliti apa

Lebih terperinci

KEPUTUSAN DEWAN PERWAKILAN DAERAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 6/DPD RI/I/ TENTANG PANDANGAN DAN PENDAPAT

KEPUTUSAN DEWAN PERWAKILAN DAERAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 6/DPD RI/I/ TENTANG PANDANGAN DAN PENDAPAT DEWAN PERWAKILAN DAERAH KEPUTUSAN DEWAN PERWAKILAN DAERAH NOMOR 6/DPD RI/I/2013-2014 TENTANG PANDANGAN DAN PENDAPAT DEWAN PERWAKILAN DAERAH TERHADAP ASPIRASI MASYARAKAT DAN DAERAH TENTANG PEMBENTUKAN KABUPATEN

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. Suku Karo itu suku bangsa Haru kemudian di sebut Haru dan akhirnya

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. Suku Karo itu suku bangsa Haru kemudian di sebut Haru dan akhirnya BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Suku Karo itu suku bangsa Haru kemudian di sebut Haru dan akhirnya dinamai suku Karo sekarang ini (P. Sinuraya,2000: 1). Setelah hancurnya Kerajaan Haru Wampu, Kerajaan

Lebih terperinci

KEBUDAYAAN SUKU BATAK

KEBUDAYAAN SUKU BATAK KEBUDAYAAN SUKU BATAK ranang@isi-ska.ac.id Suku Batak 1. Tapanuli Selatan: Batak Toba, Angkola, dan Mandailing 2. Tapanuli Utara: Batak Dairi, Pak-Pak, dan Karo 3. Timur danau Toba: Batak Simalungun >>

Lebih terperinci

BAB IV KONDISI UMUM 4.1 Letak dan Luas IUPHHK-HA CV. Pangkar Begili 4.2 Tanah dan Geologi

BAB IV KONDISI UMUM 4.1 Letak dan Luas IUPHHK-HA CV. Pangkar Begili 4.2 Tanah dan Geologi BAB IV KONDISI UMUM 4.1 Letak dan IUPHHK-HA CV. Pangkar Begili Secara administratif pemerintah, areal kerja IUPHHK-HA CV. Pangkar Begili dibagi menjadi dua blok, yaitu di kelompok Hutan Sungai Serawai

Lebih terperinci

2.1. DESKRIPSI KECAMATAN BALIGE

2.1. DESKRIPSI KECAMATAN BALIGE BAB II LOKASI PENELITIAN 2.1. DESKRIPSI KECAMATAN BALIGE 2.1.1. KEADAAN GEOGRAFIS Kecamatan Balige terletak pada ketinggian 905-1.200 meter dari permukaan laut sehingga suhu udara cukup lembab. Luas wilayah

Lebih terperinci

BAB II GAMBARAN UMUM MASYARAKAT MELAYU BATANG KUIS. merupakan sebuah kecamatan yang termasuk ke dalam bagian Kabupaten Deli

BAB II GAMBARAN UMUM MASYARAKAT MELAYU BATANG KUIS. merupakan sebuah kecamatan yang termasuk ke dalam bagian Kabupaten Deli BAB II GAMBARAN UMUM MASYARAKAT MELAYU BATANG KUIS 2.1 Identifikasi Kecamatan Batang Kuis, termasuk di dalamnya Desa Bintang Meriah, merupakan sebuah kecamatan yang termasuk ke dalam bagian Kabupaten Deli

Lebih terperinci

BAB II Gambaran Umum Kotamadya Tingkat II Pematangsiantar

BAB II Gambaran Umum Kotamadya Tingkat II Pematangsiantar BAB II Gambaran Umum Kotamadya Tingkat II Pematangsiantar 2.1 Letak Geografis Dilihat dari letak geografisnya Pematangsiantar sebagai Kotamadya tingkat II terletak di 3.01-2.54, 40 Lintang Utara dan 99.06,

Lebih terperinci