BAB I PENDAHULUAN. Indonesia merupakan negara hukum, 1 dimana setiap perilaku dan
|
|
- Sukarno Budiono
- 7 tahun lalu
- Tontonan:
Transkripsi
1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Indonesia merupakan negara hukum, 1 dimana setiap perilaku dan tindakan masyarakatnya diatur oleh hukum. Salah satu hukum di Indonesia yang telah lama berlaku dan masih berlaku sampai saat ini adalah hukum adat. Hukum adat merupakan keseluruhan adat yang tidak tertulis dan hidup dalam masyarakat yang berupa kesusilaan, kebiasaan dan kelaziman yang mempunyai akibat hukum. 2 Hukum adat yang berlaku pada masyarakat Indonesia berbeda satu sama lain di setiap daerah. Perbedaan tersebut dikarenakan adanya perbedaan adat istiadat, agama dan kepercayaan masyarakat yang dianut oleh setiap masyarakat. Hukum adat mengatur beberapa hal, salah satunya adalah mengenai perkawinan. Setiap orang yang berbeda jenis kelamin sudah kodratnya memiliki ketertarikan satu sama lain untuk hidup bersama dan melangsungkan perkawinan sehingga memiliki keluarga baru. 3 Perkawinan yang dilaksanakan bukan hanya sekedar untuk hidup bersama saja, tetapi juga dikarenakan adanya keinginan untuk memiliki keturunan dan untuk melestarikan keturunannya itu. 1 Sesuai dengan Perubahan Ketiga Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945 Pasal 1 ayat (3) yang berbunyi negara Indonesia adalah negara hukum. 2 Iman Sudiyat, 1978, Asas-Asas Hukum Adat (Bekal Pengantar), Liberty, Yogyakarta, hlm Wirjono Prodjodikoro, 1974, Hukum Perkawinan di Indonesia, Sumur Bandung, Bandung, hlm. 7.
2 Di Indonesia mengenai perkawinan sebenarnya telah diatur tersendiri dalam perundang-undangan nasional. Aturan mengenai perkawinan tersebut tertuang dalam Undang-Undang Nomor 1 Tahun 1974 tentang Perkawinan. Berlakunya undang-undang ini tidak membuat masyarakat serta-merta terlepas dari pengaruh hukum adat apabila melangsungkan suatu perkawinan. Sampai saat ini masih ada masyarakat yang mengikuti aturan perkawinan menurut hukum adat. Hal ini dikarenakan Undang-Undang Perkawinan dirasakan masih mengatur hal-hal yang pokok saja mengenai perkawinan. Selain itu, konsep perkawinan dalam undang-undang tersebut juga berbeda dengan konsep perkawinan dalam hukum adat. 4 Perkawinan menurut hukum adat memiliki bentuk yang berbedabeda. Perbedaan bentuk perkawinan adat tersebut dipengaruhi oleh sistem kekerabatan yang dianut oleh tiap masyarakat. Hazairin membedakan prinsip garis keturunan utama yang disebut sistem kekerabatan manusia menjadi tiga macam, yaitu garis keturunan patrilineal (menarik garis keturunan ayah), garis keturunan matrilineal (menarik garis keturunan ibu) dan garis keturunan parental (menarik garis keturunan ayah-ibu). 5 Adapun bentuk perkawinan dari masing-masing garis keturunan tersebut adalah perkawinan jujur pada mayarakat dengan garis keturunan patrilineal, perkawinan semenda pada 4 Perkawinan menurut Undang-Undang Perkawinan merupakan urusan kedua belah pihak yang akan melangsungkan perkawinan sedangkan menurut hukum adat perkawinan bukan hanya urusan pribadi yang hendak melangsungkan perkawinan tetapi juga merupakan urusan kerabat, keluarga, martabat dan persekutuan, tergantung pada tata susunan masyarakat yang bersangkutan. 5 Soerjono Soekanto, 2001, Hukum Adat Indonesia, Raja Grafindo Persada, Jakarta, hlm. 49.
3 masyarakat dengan garis keturunan matrilineal, dan perkawinan mentas pada masyarakat dengan garis keturunan parental/ bilateral. Masyarakat yang menganut garis keturunan bapak (patrilineal) salah satunya adalah masyarakat Batak. Masyarakat Batak merupakan masyarakat yang bermukim dan berasal dari Tapanuli dan Sumatera bagian timur, Provinsi Sumatera Utara. 6 Ada enam suku bangsa yang tergolong masyarakat Batak yakni Batak Toba, Batak Simalungun, Batak Karo, Batak Pakpak, Batak Angkola dan Batak Mandailing. Banyak versi yang menceritakan asalusul masyarakat Batak, salah satunya adalah yang menyatakan bahwa cikal bakal suku bangsa Batak pertama sekali mendarat di muara Sungai Sorkam. Mereka yang mendarat di muara Sungai Sorkam tersebut selanjutnya memasuki pedalaman daerah yang sekarang dikenal dengan Dolok Sanggul menuju kaki Bukit Pusuk Buhit. Di kaki Bukit Pusuk Buhit itulah mereka pertama kali mendirikan kampung yang sekarang dikenal dengan nama Sianjur Sagala Limbong Mulana atau Sianjur Mula-Mula, dan kampung inilah yang dikenal sebagai kampung awal masayarakat Batak. 7 Seiring berkembangnya zaman masyarakat Batak tidak lagi hanya tinggal di Sianjur Mula-Mula saja. Mereka menyebar dan bermukim ke daerah-daerah di Sumatera Utara, bahkan juga telah menyebar hampir ke seluruh pelosok tanah air. Adapun penyebaran awal keenam suku bangsa Batak di Sumatera Utara dan sekitarnya adalah sebagai berikut : 6 diakses pada tanggal 14 April diakses pada tanggal 14 April 2016.
4 1. Suku bangsa Batak Toba, bermukim di Kabupaten Toba Samosir, Kabupaten Humbang Hasundutan, Kabupaten Samosir, Kabupaten Tapanuli Utara dan sebagin kecilnya bermukim di Kabupaten Dairi, Kabupaten Tapanuli Tengah, serta Kota Sibolga dan sekitarnya Suku bangsa Batak Simalungun, bermukim di Kabupaten Simalungun dan sekitarnya Suku bangsa Batak Karo, bermukim di Kabupaten Karo dan sebagian kecilnya bermukim di Kabupaten Dairi, Kabupaten Aceh Tenggara, Kabupaten Deli Serdang, Kota Medan dan Kota Binjai Suku bangsa Batak Mandailing, bermukim di Kabupaten Mandailing Natal, Kabupaten Padang Lawas dan Padang Lawas Utara Suku bangsa Batak Pakpak, bermukim di beberapa kabupaten/ kota di Sumatera Utara dan Aceh yakni di Kabupaten Dairi, Kabupaten Pakpak Barat, Kabupaten Humbang Hasundutan, Tapanuli Tengah, Kabupaten Aceh Singkil dan Kota Subulusalam Suku bangsa Batak Angkola, bermukim di Tapanuli Selatan. 13 Dari keenam suku Batak tersebut, suku bangsa Batak Toba, Batak Karo dan Batak Simalungun merupakan suku bangsa Batak yang banyak bermukim di Kecamatan Galang dan dapat dikatakan bahwa ketiga suku Batak ini pulalah yang terlihat lebih dikenal di masyarakat. 8 diakses pada tanggal 14 April diakses pada tanggal 14 April diakses pada tanggal 14 April diakses pada tanggal 14 April diakses pada taggal 14 April diakses pada taggal 14 April 2016.
5 Agama yang dianut oleh masyarakat Batak terdiri agama Kristen, agama Katolik, dan agama Islam. Selain ketiga agama tersebut, masih ada masyarakat Batak (umumnya yang tinggal di pedalaman Sumatera) yang menganut aliran kepercayaan tradisional seperti parmalim (pada masyarakat Batak Toba) atau pamela (pada masyarakat Batak Karo), serta menganut kepercayaan animisme (sipelebegu). Bagi masyarakat Batak baik yang telah beragama maupun yang belum beragama (masih menganut aliran kepercayaan), dalam melaksanakan perkawinan akan berusaha mengikuti aturan hukum adat yang ada, kendati seiring berkembangnya zaman aturan adat perkawinan tersebut mulai luntur terutama bagi masyarakat Batak yang beragama Islam. Masyarakat Batak yang beragam Islam yang berada di Kecamatan Galang, dalam melaksanakan perkawinan akan lebih mengutamakan aturanaturan hukum agama dibandingkan dengan aturan-aturan hukum adat, terutama apabila salah satu dari mempelai yang melangsungkan perkawinan bukanlah suku Batak (perkawinan beda suku). Berbeda halnya dengan masyarakat Batak yang beragama Kristen yang sampai saat ini masih mempertahankan aturan adat dalam melangsungkan perkawinan. Adapun suku bangsa Batak yang mayoritas menganut agama Kristen adalah suku bangsa Batak Toba, Batak Simalungu dan Batak Karo. Ketiga suku bangsa Batak ini pula yang dapat dikatakan masih memegang teguh aturan adat perkawinan di Kecamatan Galang.
6 Sistem perkawinan dalam masyarakat Batak adalah sistem exogami. Sistem perkawinan yang demikian mengakibatkan perkawinan dalam masyarakat Batak hanya boleh dilakukan oleh seorang laki-laki dengan seorang perempuan yang berbeda klan/ marga. Selain itu dalam perkawinan adat masyarakat Batak juga dilarang perkawinan timbal-balik 14, dalam arti bila seorang laki-laki X kawin dengan seorang perempuan dari kerabat A maka laki-laki dari kerabat A tersebut tidak boleh kawin dengan perempuan dari kerabat X tersebut. Perkawinan semaraga dalam masyarakat Batak Simalungun disebut dengan mardawan begu dan dalam Batak Toba sendiri disebut dengan kawin sumbang. Pada masyarakat Batak perkawinan semarga memang dilarang tetapi saat ini pada masayarkat Batak Karo dan Batak Toba dalam cabang marga tertentu perkawinan semarga telah dilakukan. 15 Perkawinan adat pada masyarakat Batak adalah perkawinan jujur, yakni adanya pemberian jujur dari kerabat mempelai laki-laki terhadap kerabat mempelai perempuan. Penggunaan istilah untuk menyebutkan jujur pada masyarakat Batak berbeda-beda satu sama lain. Pada masyarakat Batak Toba jujur dikenal dengan istilah sinamot, pada masyarakat Batak Simalungun jujur dikenal dengan istilah partadingan, dan pada masyarakat Batak Karo jujur dikenal dengan istilah unjuken. Dulunya jujur yang diberikan dalam perkawinan adat Batak berupa benda. Seiring berkembangnya zaman, jujur yang diberikan bukan lagi berupa benda melainkan berupa uang. Besarnya jumlah jujur yang diberikan tergantung 14 Djaren Saragih, dkk., 1980, Hukum Perkawinan Adat Batak Khususnya Simalungun, Toba, Karo dan Undang-Undang Perkawinan, Tarsito, Bandung, hlm Ibid., hlm. 34.
7 kesepakatan kedua belah pihak dan kerabatnya, tidak ada patokan atau aturan khusus mengenai besarnya jumlah jujur. Jujur (sinamot/ partadingan/ unjuken) kerap kali disalahartikan oleh masyarakat. Masyarakat sering menganggap jujur dan mas kawin adalah sama, padahal jujur dan mas kawin adalah dua hal yang berbeda. Jujur merupakan kewajiban adat yang harus diberikan kerabat mempelai laki-laki kepada kerabat mempelai perempuan sebelum perkawinan berlangsung, sementara mas kawin merupakan kewajiban agama yang harus dipenuhi mempelai laki-laki terhadap mempelai perempuan ketika dilaksanakannya akad nikah. 16 Bentuk jujur yang saat ini berupa uang juga menimbulkan tanggapan lain dalam masyarakat Batak. Masyarakat Batak menganggap jujur bukan sebagai suatu pemberian melainkan suatu bentuk pembayaran. Anggapan ini mengakibatkan munculnya istilah lain dari jujur yakni tukur, tuhor atau tuhor ni boru yang artinya uang pembelian mempelai perempuan. 17 Pada perkawinan adat Batak yang berbentuk perkawinan jujur, harus ada jujur yang diberikan oleh kerabat mempelai laki-laki kepada kerabat mempelai perempuan dan jujur tersebut diberikan sebelum acara perkawinan berlangsung. Diterimanya jujur oleh kerabat mempelai perempuan, berarti mempelai perempuan mengikatkan diri untuk ikut pihak kerabat suami, baik pribadi maupun harta benda yang dibawa akan tunduk pada hukum adat 16 Hilman Hadikusuma, 2003, Pengantar Ilmu Hukum Adat Indonesia, Mandar Maju, Bandung, hlm J.C. Vergouwen, 2004, Masyarakat dan Hukum Adat Batak Toba, LKiS, Yogyakarta, hlm. 219.
8 suami, terutama anak yang lahir dari perkawinan tersebut. 18 Terkadang karena ketidakmampuan finansial atau karena hal lainnya, pemberian jujur dalam perkawinan adat masyarakat Batak dapat mengalami penundaan. Penundaan pemberian jujur dalam perkawinan adat Batak ini dianggap sebagai suatu bentuk penyimpangan dalam proses perkawinan adat. Dikatakan demikian karena perkawinan yang dilaksanakan tidak sesuai dengan proses perkawinan adat menurut aturan hukum adat masyarakat Batak. Penundaan pemberian jujur dalam suatu perkawinan adat pernah terjadi dikalangan masyarakat Batak (Batak Toba, Batak Simalungun dan Batak Karo) di Kecamatan Galang. Dikarenakan suatu hal, kerabat mempelai laki-laki tidak dapat memberikan jujur kepada kerabat mempelai perempuan sebelum perkawinan berlangsung. Penundaan pemberian jujur yang merupakan suatu bentuk proses penyimpangan perkawinan adat masyarakat Batak ini memberikan akibat hukum baik itu terhadap istri, anak, maupun kerabat masing-masing mempelai. Akibat hukum ini akan diterima masingmasing pihak sampai kelak jujur diberikan oleh kerabat mempelai laki-laki terhadap kerabat mempelai perempuan. B. Rumusan Masalah Berdasarkan latar belakang yang telah diuraikan di atas, maka yang menjadi rumusan masalah dalam penelitian ini adalah: H. Hilman Hadikusuma, 1990, Hukum Perkawinan Adat, Citra Aditya Bakti, Bandung, hlm.
9 1. Bagaimanakah proses pemberian jujur dalam perkawinan adat masyarakat Batak (Batak Toba, Batak Simalungun dan Batak Karo) di Kecamatan Galang Kabupaten Deli Serdang? 2. Bagaimanakah akibat hukum yang ditimbulkan apabila terjadi penundaan pemberiaan jujur dalam perkawinan adat masyarakat Batak (Batak Toba, Batak Simalungun dan Batak Karo) di Kecamatan Galang Kabupaten Deli Serdang? C. Tujuan Penelitian Berdasarkan rumusan masalah yang telah disebutkan di atas, maka yang menjadi tujuan dari penelitian ini adalah: 1. Untuk mengetahui dan menganalisis proses pemberian jujur dalam perkawinan adat masyarakat Batak (Batak Toba, Batak Simalungun dan Batak Karo) di Kecamatan Galang Kabupaten Deli Serdang. 2. Untuk mengetahui dan menganalisis akibat yang ditimbulkan dari penundaan pemberian jujur dalam perkawinan adat masyarakat Batak (Batak Toba, Batak Simalungun dan Batak Karo) di Kecamatan Galang Kabupaten Deli Serdang. D. Manfaat Penelitian 1. Secara Teoritis Penelitian ini diharapkan dapat memberikan masukan bagi perkembangan ilmu hukum khususnya pada hukum adat.
10 2. Secara Praktis a. Sebagai referensi masyarakat terkait dengan pemberian jujur dalam perkawinan adat masyarakat Batak (Batak Toba, Batak Simalungun dan Batak Karo). b. Sebagai masukan yang positif bagi para peneliti berikutnya dalam rangka pengembangan ilmu khususnya pada kajian yang sama. E. Keaslian Penelitian Berdasarakan penelusuran yang dilakukan pada perpustakaan Universitas Gadjah Mada, penelitian yang mengkaji secara lebih mendalam tentang Pemberian Jujur dalam Perkawinan Adat Batak (Batak Toba, Batak Simalungun dan Batak Karo) di Kecamatan Galang belum pernah dilakukan, hanya saja penelitian mengenai pemberian jujur dalam suatu perkawinan adat sudah pernah dilakukan sebelumnya dan penelitian tersebut memiliki kemiripan dengan penelitian ini. Beberapa penelitian yang telah dilakukan sebelumnya dan memiliki kemiripan dengan penelitian yang dilakukan oleh peneliti adalah sebagai berikut: 1. Yerakh A. B. Pakh (2009) dengan judul Akibat Hukum Pemberian Belis Menurut Hukum Perkawinan Timor di Kecamatan Nekamese Kabupaten Kupang Provinsi Nusa Tenggara Timur. 19 Terdapat dua rumusan masalah dalam tesis ini, yaitu: 19 Yerakh A. B. Pakh, 2009, Akibat Hukum Pemberian Belis Menurut Hukum Perkawinan Timor di Kecamatan Nekamese Kabupaten Kupang Provinsi Nusa Tenggara Timur, Tesis, Magister Kenotariatan Universitas Gadjah Mada.
11 a. Apakah alasan-alasan yang menjadi penyebab pentingnya pemberian belis menurut hukum perkawinan adat Timor di Kecamatan Nekamese Kabupaten Kupang? b. Bagaimanakah kedudukan suami/ istri dan anak dalam perkawinan adat Timor di Kecamatan Nekamese Kabupaten Kupang? Kesimpulan dalam penelitian ini : a. Alasan-alasan pentingnya pemberian belis dalam perkawinan Adat Timor di Kecamatan Nekamese Kabupaten Kupang adalah merupakan syarat sahnya perkawinan adat Timor, memberikan penghargaan terhadap keluarga istri yang telah melahirkan dan membesarkannya, memberikan hak waris kepada anak-anak terhadap harta dalam keluarga bapaknya, serta untuk merubah marga istri mengikuti marga keluarga suaminya. b. Kedudukan suami/ istri dan anak dalam perkawinan adat Timor di Kecamatan Nekamese Kabupaten Kupang adalah apabila dalam proses perkawinan kerabat laki-laki belum melaksanakan pemberian belis maka suami harus tetap tinggal dalam keluarga istrinya, sang istri belum memakai marga keluarga suaminya melainkan tetap memakai marga keluarganya, serta tidak mempunyai hak mengelolah harta keluarga suaminya. Anak-anak hasil perkawinan tersebut tetap menggunakan marga bapaknya tetapi tidak mempunyai hak untuk mewarisi harta keluarga bapaknya maupun menjadi ahli waris pengganti menggantikan bapaknya.
12 2. Hendrik Hubert Horaloyz (2009) dengan judul Fungsi dan Tujuan Belis dalam Pelaksanaan Perkawinan Adat Sikka di Kecamatan Nita Kabupaten Sikka. 20 Terdapat dua rumusan masalah dalam tesis ini, yaitu: a. Apakah tujuan dan fungsi pemberian belis (jujur) menurut hukum adat Sikka di Kecamatan Nita Kabupaten Sikka? b. Bagaimana akibat hukumnya dalam perkawinan adat Sikka di Kecamatan Nita bila belis (jujur) dibayar dengan cara dihutang? Kesimpulan dari penelitian ini: a. Tujuan dan fungsi belis dalam pelaksanaan perkawinana adat Sikka di Kecamatan Nita sangat menjunjung tinggi harkat dan martabat seorang perempuan, dengan mempertahankan adat pembelisan maka terhindar pula tindakan penyelewengan dan tindakan yang semenamena terhadap perempuan. b. Akibat hukumnya dalam perkawinan adat Sikka di Kecamatan Nita bila belis (jujur) dibayar dengan cara dihutang adalah kedudukan atau status laki-laki dalam perkawinan secara adat belum jelas walaupun secara hukum nasional telah sah sebagai suami. Status laki-laki dalam perkawinan secara adat Sikka belum jelas karena mendapat posisi yang lemah secara adat, pihak laki-laki tidak dapat membawa keluar istri dari rumahnya dan diharuskan untuk mengambil peran yang besar 20 Hendrik Hubert Horaloyz, 2009, Fungsi dan Tujuan Belis dalam Pelaksanaan Perkawinan Adat Sikka di Kecamatan Nita Kabupaten Sikka, Tesis, Magister Kenotariatan Universitas Gadjah Mada.
13 dalam setiap acara ataupun upacara adat dan keagamaan dari pihak perempuan sebagai bentuk pengabdian untuk melunasi pembayaran jujurnya (belis). 3. Roberta Teyseran (2012) dengan judul Pembayaran Jujur (Belis) dalam Perkawinan Adat Masyarakat Timor di Kecamatan Insana Tengah Kabupaten Timor Tengah Utara. 21 Terdapat dua rumusan masalah dalam tesis ini, yaitu: a. Aspek-aspek apa sajakah yang mempengaruhi pembayaran jujur (belis) dalam perkawinan adat masyarakat Timor? b. Bagaimanakah akibat hukum yang ditimbulkan dalam aspek kekerabatan jika jujur (belis) dalam proses perkawinan adat masyarakat Timor di Kecamatan Insana Tengah Kabupaten Timor Tengah dihutang? Kesimpulan dari penelitian ini adalah: a. Pemberian belis dilakukan dengan cara musyawarah antara kedua belah pihak. Besarnya belis diberikan berdasarkan tingkat pendidikan, status sosial, kekayaan dan belis ibu dari mempelai perempuan. b. Akibat hukum yang ditimbulkan dalam aspek kekerabatan jika jujur (belis) dalam proses perkawinan adat masyarakat Timor di Kecamatan Insana Tengah Kabupaten Timor Tengah dihutang 21 Roberta Teyseran, 2012, Pemberian Jujur (Belis) dalam Perkawinan Adat Masyarakat Timor di Kecamatan Isana Tengah Kabupaten Timor Tengah, Tesis, Magister Kenotariatan Universitas Gadjah Mada.
14 adalah hal tersebut berdampak bagi aspek kekerabatan suami, istri, harta benda dan anak-anak yang dilahirkan. Suami akan mengabdi bagi keluarga istrinya sampai belis dianggap lunas. Sebelum belis istrinya lunas, istri belum dapat masuk menjadi keluarga kerabat suaminya. Harta bersama yang diperoleh pada waktu perkawinan adat dapat digunakan untuk melunasi belis. Anak-anak yang lahir dari perkawinan dengan belis dihutang, pada umumnya belum dapat mengikuti marga (fam) ayahnya, tetapi berdasarkan kesepakatan keluarga anak-anak dapat menggunakan marga (fam) ayahnya dengan ketentuan belis akan dilunasi kemudian hari. Penelitian yang dilakukan penulis dengan penelitian-penelitian sebelumnya adalah berbeda walaupun sama-sama mengenai pemberian jujur. Perbedaan penelitian yang dilakukan penulis dengan ketiga penelitian sebelumnya adalah terkait objek penelitian. Objek dari penelitian sebelumnya adalah masyarakat Timor di Kecamatan Nekamese dan di Kecamatan Insana Tengah serta masyarakat Sikka di Kecamatan Nita, sedangkan objek dalam penelitian ini adalah masyarakat Batak khususnya masyarakat Batak Toba, Batak Simalungun dan Batak Karo yang berada di Kecamatan Galang. Perbedaan selanjutnya adalah pada rumusan masalah yang dibahas dalam masing-masing penelitian. Rumusan masalah dalam penelitian ini adalah bagaimana proses pemberian jujur dalam perkawinan adat masyarakat Batak dan bagaimana akibat hukum apabila terjadi penundaan pemberian jujur dalam perkawinan adat masyarakat Batak (Batak Toba, Batak
15 Simalungun dan Batak Karo). Rumusan masalah yang kedua pada penelitian ini memiliki kemiripan dengan penelitian sebelumnya yakni penelitian yang dilakukan oleh Roberta Teyseran dan Hendrik Hubert Horaloyz. Pada penelitian Hendrik Hubert Horaloyz membahas tentang pemberian jujur dengan cara dihutang dalam perkawinan adat Sikka yang berakibat kepada laki-laki sebagai suami dan perempuan sebagai istri. Pada penelitian Roberta Teyseran membahas tentang pemberian jujur dalam perkawinan adat masyarakat Timor dengan cara dihutang yang menimbulkan akibat hukum pada aspek kekerabatan suami, istri, harta benda dan anak-anak yang dilahirkan, sementara dalam penelitian ini membahas penundaan pemberian jujur dalam perkawinan adat Batak yang menimbulkan akibat hukum bagi istri, suami, anak, dan masing-masing kerabat. Penelitian ini juga meneliti akibat hukum yang timbul apabila salah satu pihak (suami atau istri) atau kedua-duanya meninggal dunia sementara jujur belum diberikan oleh kerabat suami kepada kerabat istrinya (jujur masih tertunda pemberiannya).
BAB I PENDAHULUAN. Humbang Hasundutan, Kabupaten Toba Samosir, dan Kabupaten Samosir.
BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Secara geografis di Provinsi Sumatera Utara, suku Batak terdiri dari 5 sub etnis yaitu : Batak Toba (Tapanuli), Batak Simalungun, Batak Karo, Batak Mandailing,
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. paranak dan pihak perempuan atau parboru. Perkawinan mengikat kedua belah
BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Dalam adat Batak Toba, penyatuan dua orang dari anggota masyarakat melalui perkawinan tidak bisa dilepaskan dari kepentingan kelompok masyarakat bersangkutan.
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. manusia sebagai makhluk sosial tidak terlepas dari individu lain. 1. Pertalian darah menurut garis bapak (Patrilineal)
1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Di dalam kehidupan bermasyarakat dewasa ini, masalah yang berhubungan dengan kehidupan sosial sudah makin kompleks dan terdiri dari berbagai aspek yang mana hal ini
Lebih terperinciHUKUM KEKERABATAN A. PENDAHULUAN
HUKUM KEKERABATAN A. PENDAHULUAN Hukum adat kekerabatan adalah hukum adat yang mengatur tentang bagaimana kedudukan pribadi seseorang sebagai anggota kerabat, kedudukan anak terhadap orangtua dan sebaliknya
Lebih terperinciI. PENDAHULUAN. defenisi mengenai kebudayaan sebagai berikut (terjemahannya):
I. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Keragaman suku juga disertai dengan keragaman budaya. Itulah yang membuat suku budaya Indonesia sangat dikenal bangsa lain karena budayanya yang unik. Berbagai
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. yang dinamakan kematian. Peristiwa hukum tersebut menimbulkan akibat
BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Manusia sebagai mahkluk hidup pasti akan mengalami peristiwa hukum yang dinamakan kematian. Peristiwa hukum tersebut menimbulkan akibat hukum yang berkaitan dengan pengurusan
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. Manusia didalam perjalanannya di dunia mengalami tiga peristiwa
BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Manusia didalam perjalanannya di dunia mengalami tiga peristiwa penting, yaitu lahir, menikah dan meninggal dunia yang kemudian akan menimbulkan akibat hukum tertentu.
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. Negara Republik Indonesia (NRI) memiliki wilayah yang sangat luas
BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Negara Republik Indonesia (NRI) memiliki wilayah yang sangat luas membentang dari kota Sabang Provinsi Nanggro Aceh Darussalam hingga kota Merauke Provinsi Papua. Tidak
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Indonesia sebagai salah satu negara yang sangat luas dan memiliki
BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Indonesia sebagai salah satu negara yang sangat luas dan memiliki beranekaragam suku bangsa, tentu memiliki puluhan bahkan ratusan adat budaya. Salah satunya
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. dapat hidup sendiri tanpa bantuan orang lain. Oleh karena itu, dalam hidupnya
1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Manusia secara kodrati merupakan makhluk sosial, yang mana tidak dapat hidup sendiri tanpa bantuan orang lain. Oleh karena itu, dalam hidupnya manusia akan
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. Adat istiadat merupakan salah satu perekat sosial dalam kehidupan
BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Adat istiadat merupakan salah satu perekat sosial dalam kehidupan berbangsa, khususnya dalam kehidupan masyarakat heterogen, seperti Indonesia yang merupakan negara
Lebih terperinciBAB 1 PENDAHULUAN. Sistem perkawinan exogami merupakan sistem yang dianut oleh
BAB 1 PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Sistem perkawinan exogami merupakan sistem yang dianut oleh masyarakat adat batak toba. Sistem ini dalam arti positif merupakan suatu sistem dimana seseorang
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. Simalungun, Pak-pak, Toba, Mandailing dan Angkola. (Padang Bolak), dan Tapanuli Selatan (B. G Siregar, 1984).
BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masyarakat Indonesia adalah masyarakat majemuk yang memiliki keanekaragaman budaya, suku, agama, dan ras. Salah satu provinsi yang ada di Indonesia adalah provinsi
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. dan perilaku hidup serta perwujudannya yang khas pada suatu masyarakat. Hal itu
BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Kebudayaan merupakan totalitas latar belakang dari sistem nilai, lembaga dan perilaku hidup serta perwujudannya yang khas pada suatu masyarakat. Hal itu merupakan
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. beberapa aspek yang perlu untuk diperhatikan baik itu oleh masyarakat sendiri
BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Di dalam kehidupan bermasyarakat pada saat sekarang ini, masalah dalam kehidupan sosial sudah semakin kompleks dan berkepanjangan, dimana terdapat beberapa aspek yang
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. Masyarakat batak toba menganut sistem kekeluargaan patrilineal yaitu
BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masyarakat batak toba menganut sistem kekeluargaan patrilineal yaitu keturunan ditarik dari ayahnya. Dilihat dari marga yang dipakai oleh orang batak yang diambil dari
Lebih terperinciLampiran 1 Produk Domestik Regional Bruto (PDRB) Per Kapita Menurut Kabupaten/Kota Atas Dasar Harga Konstan (Rupiah)
LAMPIRAN Lampiran 1 Produk Domestik Regional Bruto (PDRB) Per Kapita Menurut / Atas Dasar Harga Konstan (Rupiah) / 2010 2011 2012 2013 2014 2015 1 Nias 3.887.995 4.111.318 13.292.683.44 14. 046.053.44
Lebih terperinciI. PENDAHULUAN. satu suku di Indonesia yang bertempat tinggal di ujung selatan Pulau Sumatera.
1 I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Wilayah Indonesia sangat luas, juga mempunyai puluhan bahkan ratusan adat budaya. Begitu juga dengan sistem kekerabatan yang dianut, berbeda sukunya maka berbeda pula
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. hak dan kewajiban yang baru atau ketika individu telah menikah, status yang
BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Di dalam masyarakat, perkawinan adalah ikatan sosial atau ikatan perjanjian hukum antar pribadi yang membentuk hubungan kekerabatan dan merupakan suatu pranata dalam
Lebih terperinciBAB 1 PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang. Sektor pariwisata dan kebudayaan merupakan salah satu sektor yang sangat potensial dan
BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Sektor pariwisata dan kebudayaan merupakan salah satu sektor yang sangat potensial dan perlu mendapat perhatian yang baik bagi pemerintah daerah untuk keberlangsungan
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. diberi nama. Meski demikian, Indonesia memiliki lima pulau besar yaitu
1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Indonesia merupakan negara kepulauan terbesar di dunia. Wilayah Indonesia terdiri atas gugusan pulau-pulau besar maupun kecil yang tersebar di seluruh wilayah
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. Batak Simalungun, Batak Pakpak, Batak Angkola dan Mandailing. Keenam suku
BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Suku Batak Toba merupakan salah satu suku besar di Indonesia. Suku Batak merupakan bagian dari enam ( 6) sub suku yakni: Batak Toba, Batak Karo, Batak Simalungun,
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN Latar Belakang. Masyarakat Indonesia merupakan masyarakat yang majemuk, yang
BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Masyarakat Indonesia merupakan masyarakat yang majemuk, yang memiliki keragaman atas dasar suku (etnis), adat istiadat, agama, bahasa dan lainnya. Masyarakat etnis
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. ratus) pulau-pulau yang tersebar di nusantara, masyarakat Indonesia terbagai
BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Permasalahan Masyarakat Indonesia merupakan sebuah masyarakat yang majemuk yang terdiri dari berbagai sukubangsa dan budaya. Dengan penduduk lebih dari 210 (dua ratus
Lebih terperinciTUGAS MATA KULIAH HUKUM WARIS ADAT PERBEDAAN IMPLEMENTASI HUKUM WARIS ADAT DI BERBAGAI SUKU SUKU ADAT DI INDONESIA. Disusun oleh :
TUGAS MATA KULIAH HUKUM WARIS ADAT PERBEDAAN IMPLEMENTASI HUKUM WARIS ADAT DI BERBAGAI SUKU SUKU ADAT DI INDONESIA Disusun oleh : YASIR ADI PRATAMA (E1A012096) KELAS B KEMENTERIAN PENDIDIKAN DAN KEBUDAYAAN
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. Toba, Simalungun, Pakpak, Mandailing, dan Angkola. Masyarakat tersebut pada
BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar belakang Masyarakat Karo merupakan salah satu suku bagian dari Batak selain Toba, Simalungun, Pakpak, Mandailing, dan Angkola. Masyarakat tersebut pada umumya menempati wilayah
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. Indonesia. Suku ini banyak mendiami wilayah Provinsi Sumatera Utara,
BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Suku Batak merupakan salah satu suku bangsa terbesar di Indonesia. Suku ini banyak mendiami wilayah Provinsi Sumatera Utara, khususnya daerah di sekitar Danau
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. terdiri dari 5 ( lima ) pulau besar, pulau-pulau kecil 1, 366 suku 2, 5 agama
1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Permasalahan Indonesia adalah negara kepulauan yang terletak pada garis khatulistiwa, terdiri dari 5 ( lima ) pulau besar, 17.508 pulau-pulau kecil 1, 366 suku 2,
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. jumlah suku bangsa atau kelompok etnik yang ada. Akan tetapi ahli hukum adat
BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Hukum adat di Indonesia bersifat pluralistik sesuai dengan banyaknya jumlah suku bangsa atau kelompok etnik yang ada. Akan tetapi ahli hukum adat C. Van Vollenhoven
Lebih terperinciII. TINJAUAN PUSTAKA, KERANGKA PIKIR DAN PERADIGMA. Digunakannya istilah hukum waris adat dalam skripsi ini adalah untuk
II. TINJAUAN PUSTAKA, KERANGKA PIKIR DAN PERADIGMA 2.1 Tinjauan Pustaka 2.1.1 Konsep Pembagian Harta Warisan. Digunakannya istilah hukum waris adat dalam skripsi ini adalah untuk membedakan dengan istilah-istilah
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. Universitas Sumatera Utara
BAB I PENDAHULUAN 1.1 Konteks Masalah Perempuan merupakan kaum yang sering di nomor duakan di kehidupan sehari-hari. Perempuan seringkali mendapat perlakuan yang kurang adil di dalam kehidupan masyarakat
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. Di Indonesia Hukum Waris Adat bersifat pluralisme menurut suku-suku
BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Di Indonesia Hukum Waris Adat bersifat pluralisme menurut suku-suku atau kelompok-kelompok etnik yang ada. Pada dasarnya hal itu disebabkan oleh sistem garis
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN 1.1 LATAR BELAKANG
BAB I PENDAHULUAN 1.1 LATAR BELAKANG Dalam kehidupan bermasyarakat manusia sangat membutuhkan adanya suatu aturan-aturan yang dapat mengikat manusia dalam melakukan perbuatan baik untuk diri sendiri dalam
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. Batak Angkola bermukim di daerah Tapanuli Bagian Selatan yang merupakan. Etnis Angkola bekerja sebagai petani dan beragama Islam.
BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Masalah Suku Batak merupakan salah satu suku bangsa Indonesia yang terletak di Sumatera Utara. Nama Batak Merupakan sebuah tema kolektif untuk mengidentifikasi beberapa
Lebih terperinciBAB 1 PENDAHULUAN. kebudayaan yang berbeda-beda. Hal ini oleh dilambangkan oleh bangsa Indonesia
BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Bangsa Indonesia terdiri dari berbagai suku bangsa yang memiliki kebudayaan yang berbeda-beda. Hal ini oleh dilambangkan oleh bangsa Indonesia dengan semboyan
Lebih terperinciA. LATAR BELAKANG MASALAH
I. PENDAHULUAN A. LATAR BELAKANG MASALAH Kebudayaan dalam arti luas adalah perilaku yang tertanam, ia merupakan totalitas dari sesuatu yang dipelajari manusia, akumulasi dari pengalaman yang dialihkan
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. sangat menghormati adat istiadat yang diwariskan oleh nenek moyang mereka. terjalinnya hubungan antar individu maupun kelompok.
BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Indonesia adalah negara yang penduduknya memiliki aneka ragam adat kebudayaan. Mayoritas masyarakat Indonesia yang bertempat tinggal di pedesaan masih berpegang teguh
Lebih terperinciKEDUDUKAN DAN HAK MEWARIS ISTERI DARI PERKAWINAN SECARA ADAT PASU-PASU RAJA DI KECAMATAN LUMBAN JULU KABUPATEN TOBA SAMOSIR ROSMERI ABSTRACT
1 KEDUDUKAN DAN HAK MEWARIS ISTERI DARI PERKAWINAN SECARA ADAT PASU-PASU RAJA DI KECAMATAN LUMBAN JULU KABUPATEN TOBA SAMOSIR ROSMERI ABSTRACT Batak Toba community is never separated from their adat (customary)
Lebih terperinciI. PENDAHULUAN. sebagaimana yang telah diamanatkan dalam Undang-Undang Dasar Tahun 1945
1 I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Perkawinan merupakan gerbang terbentuknya keluarga dalam kehidupan masyarakat, bahkan kelangsungan hidup suatu masyarakat dijamin dalam dan oleh perkawinan. 1 Setiap
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. setiap manusia akan mengalami peristiwa hukum yang dinamakan kematian.
BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Hukum waris merupakan salah satu dari bagian dari hukum perdata secara keseluruhan dan merupakan bagian terkecil dari hukum kekeluargaan. Hukum waris sangat erat kaitannya
Lebih terperinciBAB I PEDAHULUAN. tersebut telah menjadi tradisi tersendiri yang diturunkan secara turun-temurun
BAB I PEDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Daerah Sumatera Utara memiliki kekayaan budaya yang beraneka ragam dalam bentuk adat istiadat, seni tradisional, dan bahasa daerah. Semua etnis memiliki budaya yang
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. kekerabatan patrilinial yang menyebabkan sistem pertalian kewangsaan
BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Masyarakat Bali memiliki sistem pewarisan yang berakar pada sistem kekerabatan patrilinial yang menyebabkan sistem pertalian kewangsaan lebih dititikberatkan
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. perasaan (Sumarsono, 2004: 21).Selanjutnya, dengan bahasa orang-orang dapat berinteraksi
BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Bahasa adalah alat komunikasi yang digunakan untuk menyampaikan buah pikiran dan perasaan (Sumarsono, 2004: 21).Selanjutnya, dengan bahasa orang-orang dapat berinteraksi
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. peraturan perundang-undangan. Manusia harus meninggalkan dunia fana. kekayaannya beralih pada orang lain yang ditinggalkannya.
BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Hukum adat merupakan salah satu sumber yang penting untuk memperoleh bahan-bahan bagi pembangunan hukum nasional yang menuju kearah kodifikasi hukum terutama akan dilaksanakan
Lebih terperinciOleh : Rena Megawati. Mahasiswi Magister Ilmu Hukum Program Pascasarjana Universitas Katolik Parahyangan.
TINJAUAN YURIDIS MENGENAI KEABSAHAN PERKAWINAN PARIBAN DALAM HUKUM ADAT BATAK TOBA DIHUBUNGKAN DENGAN UNDANG- UNDANG NOMOR 1 TAHUN 1974 TENTANG PERKAWINAN Oleh : Rena Megawati Mahasiswi Magister Ilmu Hukum
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. (machstaat). Dengan demikian, berdasarkan Undang-Undang Dasar 1945 negara
BAB I PENDAHULUAN A. LATAR BELAKANG Dalam penjelasan Undang-Undang Dasar 1945 dirumuskan bahwa Negara Indonesia berdasarkan atas hukum tidak berdasarkan atas kekuasaan belaka (machstaat). Dengan demikian,
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. zaman itu masyarakat memiliki sistem nilai. Nilai nilai budaya yang termasuk
BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Masalah Setiap bangsa dimanapun berada memiliki kebudayaan. Kebudayaan adalah hasil kreativitas manusia yang digunakan untuk memenuhi kebutuhan jasmani dan rohani.
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. Suku Batak terdiri dari lima bagian yaitu; Batak Toba, Batak Karo, Batak Simalungun,
BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang dan Masalah 1.1.1 Latar Belakang Suku Batak terdiri dari lima bagian yaitu; Batak Toba, Batak Karo, Batak Simalungun, Batak Pak-pak Dairi, dan Batak Angkola Mandailing.
Lebih terperinciKEDUDUKAN PEREMPUAN DALAM KEWARISAN
KEDUDUKAN PEREMPUAN DALAM KEWARISAN Oleh Drs. Bakti Ritonga, SH.,MH. 1 Assalmu alaikum wr.wb. Salam sejahtera untuk kita semua Yang Terhormat; Bapak dan Ibu Pembina, jajaran pengurus, dan seluruh pesrta
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. masyarakat tersebut yang berusaha menjaga dan melestarikannya sehingga
1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Bhineka Tunggal Ika adalah semboyan bangsa Indonesia terhadap perbedaan suku bangsa dan budaya yang menjadi kekayaan bangsa Indonesia. Setiap daerah masing-masing
Lebih terperinciII TINJAUAN PUSTAKA. Masyarakat hukum adat disebut juga dengan istilah masyarakat tradisional atau
1 II TINJAUAN PUSTAKA A. Pengertian Masyarakat Hukum Adat Masyarakat hukum adat disebut juga dengan istilah masyarakat tradisional atau the indigenous people, dalam kehidupan sehari-hari lebih sering dan
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. suku bangsa. Unsur-unsur kebudayaan itu dirangkai dalam istilah-istilah budaya
BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Setiap suku bangsa memiliki kekhasan pada budayanya masing-masing. Tujuh unsur kebudayaan universal tersebut dilestarikan di dalam kegiatan suatu suku bangsa. Unsur-unsur
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. Masyarakat senantiasa mengalami perubahan dan yang menjadi pembeda
BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masyarakat senantiasa mengalami perubahan dan yang menjadi pembeda hanyalah sifat atau tingkat perubahannya. Perubahan pada masyarakat ada yang terlihat dan ada yang
Lebih terperinciBAB I. diperhitungkan berdasarkan garis keturunan laki-laki, artinya laki-lakilah yang. menjadi patokan dalam penghitungan garis keturunan.
BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Ditinjau dari aspek-aspek kesamaan atau kemiripan dari berbagai kebudayaan yang dimiliki etnis Pakpak merupakan sub etnis Batak, seperti adanya kesamaan struktur sosial,
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. pulau dan bersifat majemuk. Kemajemukan itu berupa keanekaragaman ras,
BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Indonesia merupakan sebuah negara kepulauan yang terdiri dari ribuan pulau dan bersifat majemuk. Kemajemukan itu berupa keanekaragaman ras, suku, dan kebudayaan di setiap
Lebih terperinciBAB II TINJAUAN UMUM TENTANG PERKAWINAN. 1. Pengertian perkawinan menurut Undang-Undang Perkawinan
BAB II TINJAUAN UMUM TENTANG PERKAWINAN A. Pengertian Perkawinan 1. Pengertian perkawinan menurut Undang-Undang Perkawinan Menurut Pasal 1 Undang-Undang Perkawinan Nomor 1 Tahun 1974, Perkawinan ialah
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. Belanda, meskipun saat ini penggolongan penduduk telah dihapus semenjak adanya
BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Hukum waris yang berlaku di Indonesia dikenal sangat beragam, hal ini dikarenakan adanya pengaruh penggolongan penduduk yang pernah dilakukan pada masa Hindia Belanda,
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. kekerabatan yang baru akan membentuk satu Dalihan Natolu. Dalihan Natolu
BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Masalah Perkawinan merupakan suatu peristiwa yang sangat penting dalam kehidupan masyarakat. Peristiwa penting tersebut dikaitkan dengan upacaraupacara yang bersifat
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. istiadat yang mempunyai sistem kekerabatan yang berbeda-beda. Sistem
1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Bangsa Indonesia terdiri dari beraneka ragam suku, budaya, agama dan adat istiadat yang mempunyai sistem kekerabatan yang berbeda-beda. Sistem kekerabatan
Lebih terperinciBAB II TINJAUAN UMUM TENTANG WARISAN
BAB II TINJAUAN UMUM TENTANG WARISAN A. Pengertian Hukum Waris Pengertian secara umum tentang Hukum waris adalah hukum yang mengatur mengenai apa yang harus terjadi dengan harta kekayaan seseorang yang
Lebih terperinciP E N D A H U L U A N
BAB I P E N D A H U L U A N A. Latar Belakang Sebagaimana telah kita ketahui, Negara Kesatuan Republik Indonesia terdiri dari berbagai-bagai pulau dari Sabang sampai Merauke, dan didiami oleh berbagai-bagai
Lebih terperinciBAB II TINJAUAN PUSTAKA
BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. Tinjauan Tentang Perkawinan Adat 1. Pengertian Perkawinan Perkawinan merupakan salah satu peristiwa yang sangat penting dalam kehidupan masyarakat. Sebab perkawinan itu tidak
Lebih terperinciSejak tahun 2008, tingkat kemiskinan terus menurun. Pada 2 tahun terakhir, laju penurunan tingkat kemiskinan cukup signifikan.
Jiwa (Ribu) Persentase (%) 13 12.5 12 11.5 11 10.5 10 9.5 9 8.5 8 12.55 11.51 11.31 11.33 10.41 10.39 9.85 2008 2009 2010 2011 2012 2013 2014 Tingkat Kemiskinan Sejak tahun 2008, tingkat kemiskinan terus
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. mana masyarakat itu berada serta pergaulan masyarakatnya. 2 Kehidupan
BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Perkawinan adalah salah satu tahap penting dalam kehidupan manusia. Perkawinan dapat merubah status kehidupan manusia dari belum dewasa menjadi dewasa atau anak muda
Lebih terperinci11. TINJAUAN PUSTAKA. berbagai macam peristiwa tetap yang biasanya terjadi di masyarakat yang. bersangkutan. Koentjaranigrat (1984: )
11. TINJAUAN PUSTAKA A. Tinjauan Pustaka 1. Konsep Upacara Adat Upacara adalah sistem aktifitas atau rangkaian atau tindakan yang ditata oleh adat atau hukum yang berlaku dalam masyarakat yang berhubungan
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN 1.1 LATAR BELAKANG MASALAH. Hukum adat merupakan salah satu sumber penting untuk memperoleh bahan-bahan bagi
BAB I PENDAHULUAN 1.1 LATAR BELAKANG MASALAH Hukum adat merupakan salah satu sumber penting untuk memperoleh bahan-bahan bagi pembangunan hukum nasional. Unsur kejiwaan hukum adat yang berintikan kepribadian
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. A. Latar belakang masalah
BAB I PENDAHULUAN A. Latar belakang masalah Indonesia merupakan suatu negara kepulauan yang terdiri dari beragam budaya dan ragam bahasa daerah yang berbeda antara satu dengan yang lainnya. Dengan adanya
Lebih terperinciBAB 1 PENDAHULUAN. belakang sosiokultural seperti ras, suku bangsa, agama yang diwujudkan dalam
BAB 1 PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Struktur masyarakat Indonesia yang terdiri dari berbagai perbedaan latar belakang sosiokultural seperti ras, suku bangsa, agama yang diwujudkan dalam ciri-ciri fisik,
Lebih terperinciBAB V PENUTUP. Berdasarkan hasil penelitian dan pembahasan mengenai perkawinan poligami
114 BAB V PENUTUP A. Kesimpulan Berdasarkan hasil penelitian dan pembahasan mengenai perkawinan poligami dibawah tangan pada masyarakat batak toba di Kota Bandar Lampung saat ini, maka dapat disimpulkan
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. Perkawinan merupakan hal yang sakral dilakukan oleh setiap manusia
BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Perkawinan merupakan hal yang sakral dilakukan oleh setiap manusia di dunia ini, termasuk di Indonesia. Sejak dilahirkan di dunia manusia sudah mempunyai kecenderungan
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. Perkawinan pada hakikatnya secara sederhana merupakan bentuk
BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Perkawinan pada hakikatnya secara sederhana merupakan bentuk kerjasama kehidupan antara pria dan wanita di dalam masyarakat. Perkawinan betujuan untuk mengumumkan
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah
BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Indonesia merupakan negara yang di dalamnya terdapat beraneka ragam kebudayaan yang berbeda-beda tiap daerahnya. Sistem pewarisan yang dipakai di Indonesia juga
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Sumatera Utara pada umumnya dan Kota Medan khususnya adalah salah
BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Sumatera Utara pada umumnya dan Kota Medan khususnya adalah salah satu penyumbang kemajemukan di Indonesia karena masyarakatnya yang tidak hanya terdiri dari
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. usaha pertanian (0,74 juta rumah tangga) di Sumatera Utara.
BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Indonesia merupakan negara agraris dimana pertanian merupakan basis utama perekonomian nasional. Sebagian besar masyarakat Indonesia masih menggantungkan hidupnya pada
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang Masalah. Budaya daerah adalah sebuah ciri khas dari sekelompok suatu Etnik yang
BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Budaya daerah adalah sebuah ciri khas dari sekelompok suatu Etnik yang memiliki kebiasaan, aturan, serta norma yang harus dilakukan dalam kehidupan sehari-hari.
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. antara dua jenis manusia, tetapi hubungan yang masing-masing mempunyai peranan
BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Masalah Perkawinan bukanlah sekedar ritus untuk mengabsahkan hubungan seksual antara dua jenis manusia, tetapi hubungan yang masing-masing mempunyai peranan penting
Lebih terperinciI. PENDAHULUAN. Wilayah tanah air Indonesia terdiri dari ribuan pulau dan dihuni oleh berbagai
I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Wilayah tanah air Indonesia terdiri dari ribuan pulau dan dihuni oleh berbagai suku bangsa, golongan, dan lapisan sosial. Sudah tentu dalam kondisi yang demikian
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang Masalah. Negara Indonesia merupakan negara hukum yang berasaskan Pancasila
BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Negara Indonesia merupakan negara hukum yang berasaskan Pancasila dan UUD 1945 sebagai dasar dalam menjalankan tata hukum di Indonesia. Oleh sebab itu, untuk
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. Budaya atau kebudayaan berasal dari bahasa sansekerta yaitu buddhayah, yang
1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Budaya atau kebudayaan berasal dari bahasa sansekerta yaitu buddhayah, yang merupakan bentuk jamak dari buddhi (budi atau akal) diartikan sebagai hal-hal yang
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang Permasalahan
BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Permasalahan Manusia merupakan makhluk sosial yang tidak dapat hidup terpisah dari kelompok manusia lainnya. Dalam menjalankan kehidupannya setiap manusia membutuhkan
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. bahu-membahu untuk mencapai tujuan yang diinginkan dalam hidupnya.
BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Indonesia merupakan negara yang kaya akan sumber daya alam dan sumber daya manusia. Dalam kehidupannya manusia memanfaatkan sumber daya alam yang ada untuk bertahan
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. akal dan pikiran untuk dapat memanfaatkan isi dunia ini. Selain itu manusia. yang dilalui untuk dapat mempertahankan dirinya.
BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Manusia merupakan mahkluk Tuhan yang paling sempurna. Manusia diberi akal dan pikiran untuk dapat memanfaatkan isi dunia ini. Selain itu manusia memiliki kodrat
Lebih terperinciPERKAWINAN MASYARAKAT BATAK TOBA DENGAN MASYARAKAT JAWA DI KOTA PEMATANG SIANTAR SERTA AKIBAT HUKUMNYA.
1 PERKAWINAN MASYARAKAT BATAK TOBA DENGAN MASYARAKAT JAWA DI KOTA PEMATANG SIANTAR SERTA AKIBAT HUKUMNYA Boher Siahaan 1, Yansalzisatry 1, As Suhaiti Arief 1 1 Program Studi Ilmu Hukum, Fakultas Hukum
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. beragam ketentuan adat yang dimiliki. Kehidupan setiap etnis berbeda-beda. Masyarakat
BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Masyarakat Indonesia terdiri dari berbagai etnis dengan berbagai nilai budaya dan beragam ketentuan adat yang dimiliki. Kehidupan setiap etnis berbeda-beda.
Lebih terperinciI. PENDAHULUAN. perumusan dari berbagai kalangan dalam suatu masyarakat. Terlebih di dalam bangsa
I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Perkawinan merupakan salah satu praktek kebudayaan yang paling mengundang upaya perumusan dari berbagai kalangan dalam suatu masyarakat. Terlebih di dalam bangsa Indonesia
Lebih terperinciFUNGSI PERJANJIAN KAWIN TERHADAP PERKAWINAN MENURUT UNDANG- UNDANG NOMOR 1 TAHUN 1974 TENTANG PERKAWINAN
FUNGSI PERJANJIAN KAWIN TERHADAP PERKAWINAN MENURUT UNDANG- UNDANG NOMOR 1 TAHUN 1974 TENTANG PERKAWINAN Oleh : Sriono, SH, M.Kn Dosen Tetap STIH Labuhanbatu ABSTRAK Perkawinan adalah suatu ikatan lahir
Lebih terperinciProvinsi Sumatera Utara: Demografi
Fact Sheet 02/2015 (28 Februari 2015) Agrarian Resource Center ARC Provinsi Sumatera Utara: Demografi Provinsi Sumatera Utara adalah provinsi peringkat ke-4 di Indonesia dari sisi jumlah penduduk. Pada
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. melaksanakan usahanya seperti untuk tempat perdagangan, industri, pendidikan, pembangunan sarana dan perasarana lainnya.
BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Tanah adalah karunia dari Tuhan Yang Maha Esa berupa sumber daya alam yang sangat diperlukan manusia untuk mencukupi kebutuhan baik yang langsung untuk kehidupanya
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. sebagai suku tertua. Dalam suku Batak terdapat beberapa sub-suku-suku yang
BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Provinsi sumatera utara dewasa ini mencatat adanya suku Batak dan Suku Melayu sebagai suku tertua. Dalam suku Batak terdapat beberapa sub-suku-suku yang membentuk
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. bagi kelangsungan hidup umat manusia. 1. nafkah sehari-hari berupa lahan pertanian atau perladangan.
BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Tanah merupakan kebutuhan yang sangat penting untuk kelangsungan hidup umat manusia, hubungan manusia dengan tanah bukan hanya sekedar tempat untuk menetap, tetapi lebih
Lebih terperinciBADAN PUSAT STATISTIK PROVINSI SUMATERA UTARA
BADAN PUSAT STATISTIK PROVINSI SUMATERA UTARA Seuntai Kata Sensus Pertanian 2013 (ST2013) merupakan sensus pertanian keenam yang diselenggarakan Badan Pusat Statistik (BPS) setiap 10 (sepuluh) tahun sekali
Lebih terperinciKEDUDUKAN ANAK KAUNAN YANG DIANGKAT OLEH TOPARENGNGE (KAUM BANGSAWAN) DALAM PEMBAGIAN WARISAN MASYARAKAT TONDON DI KABUPATEN TORAJA UTARA
KEDUDUKAN ANAK KAUNAN YANG DIANGKAT OLEH TOPARENGNGE (KAUM BANGSAWAN) DALAM PEMBAGIAN WARISAN MASYARAKAT TONDON DI KABUPATEN TORAJA UTARA Oktavianus Patiung Fakultas Hukum Universitas Hasanuddin Makassar
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. dalam bentuk adat istiadat, seni tradisional dan bahasa daerah. Sumatera
BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Bangsa Indonesia memiliki kekayaan budaya yang beraneka ragam dalam bentuk adat istiadat, seni tradisional dan bahasa daerah. Sumatera merupakan pulau keenam terbesar
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. memiliki adat istiadat (kebiasaan hidup) dan kebudayaan masing-masing,
1 BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Kehidupan bangsa di dunia yang mendiami suatu daerah tertentu memiliki adat istiadat (kebiasaan hidup) dan kebudayaan masing-masing, setiap bangsa memiliki
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. terkecil, hidup bersama itu dimulai dengan adanya sebuah keluarga,
BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Setiap manusia pasti membutuhkan manusia lain dalam segala aspek kehidupannya. Manusia adalah makhluk sosial dalam arti bahwa manusia tidak bisa hidup seorang diri dalam
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. Di dalam hukum islam pernikahan merupakan satu anjuran bagi kaum
BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Di dalam hukum islam pernikahan merupakan satu anjuran bagi kaum muslimin. Hal ini diatur dalam Undang-undang Dasar No. 1 Tahun 1974 tentang perkawinan, dan Instruksi
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. Dalam memenuhi kebutuhan-kebutuhan manusia di dalam. kerjasama yang mengikat antara dua individu atau lebih.
1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Dalam memenuhi kebutuhan-kebutuhan manusia di dalam masyarakat, individu yang satu senantiasa berhubungan dengan individu yang lain. Dengan perhubungan tersebut diharapkan
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Musik merupakan suara yang disusun sedemikian rupa sehingga
1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Musik merupakan suara yang disusun sedemikian rupa sehingga mengandung unsur-unsur irama, melodi, dan tempo. Disamping itu, musik juga merupakan hasil dari
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. istri atau ibu, yang lazim disebut tunggane oleh suami dan tulang oleh anak.
1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Hula - hula dalam adat Batak Toba adalah keluarga laki-laki dari pihak istri atau ibu, yang lazim disebut tunggane oleh suami dan tulang oleh anak. Hula - hula merupakan
Lebih terperinciBAB II GAMBARAN UMUM PERNIKAHAN DALAM ADAT BATAK TOBA 2.1 SISTEM SOSIAL MASYARAKAT BATAK TOBA
BAB II GAMBARAN UMUM PERNIKAHAN DALAM ADAT BATAK TOBA 2.1 SISTEM SOSIAL MASYARAKAT BATAK TOBA Adat bagi masyarakat Batak Toba merupakan hukum yang harus dipelihara sepanjang hidupnya. Adat yang diterima
Lebih terperinci