USAHATANI DAN TATANIAGA KACANG KAPRI DI KECAMATAN WARUNGKONDANG, CIANJUR, PROVINSI JAWA BARAT. Oleh: DAVID ERICK HASIAN A

Ukuran: px
Mulai penontonan dengan halaman:

Download "USAHATANI DAN TATANIAGA KACANG KAPRI DI KECAMATAN WARUNGKONDANG, CIANJUR, PROVINSI JAWA BARAT. Oleh: DAVID ERICK HASIAN A"

Transkripsi

1 USAHATANI DAN TATANIAGA KACANG KAPRI DI KECAMATAN WARUNGKONDANG, CIANJUR, PROVINSI JAWA BARAT Oleh: DAVID ERICK HASIAN A PROGRAM SARJANA EKSTENSI MANAJEMEN AGRIBISNIS FAKULTAS PERTANIAN INSTITUT PERTANIAN BOGOR 2008

2 USAHATANI DAN TATANIAGA KACANG KAPRI DI KECAMATAN WARUNGKONDANG, CIANJUR, PROVINSI JAWA BARAT Oleh : DAVID ERICK HASIAN A Skripsi Sebagai Salah Satu Syarat Memperoleh Gelar Sarjana Pertanian pada Fakultas Pertanian Institut Pertanian Bogor SSSSss PROGRAM SARJANA EKSTENSI MANAJEMEN AGRIBISNIS FAKULTAS PERTANIAN INSTITUT PERTANIAN BOGOR 2008

3 Judul Skripsi : Usahatani dan Tataniaga Kacang Kapri di Kecamatan Warungkondang, Cianjur, Provinsi Jawa Barat. Nama : David Erick Hasian NRP : A Menyetujui, Dosen Pembimbing Muhammad Firdaus, Ph.D. NIP Mengetahui, Dekan Fakultas Pertanian IPB Prof. Dr. Ir. Didy Sopandie, M.Agr NIP Tanggal Lulus Ujian: 2 September 2008

4 PERNYATAAN DENGAN INI SAYA MENYATAKAN BAHWA SKRIPSI SAYA YANG BERJUDUL USAHATANI DAN TATANIAGA KACANG KAPRI DI KECAMATAN WARUNGKONDANG, CIANJUR, PROVINSI JAWA BARAT BENAR-BENAR MERUPAKAN HASIL KARYA SAYA SENDIRI DAN BELUM PERNAH DIAJUKAN SEBAGAI KARYA ILMIAH PADA SUATU PERGURUAN TINGGI ATAU LEMBAGA MANAPUN. Bogor, 2 September 2008 DAVID ERICK HASIAN (A )

5 RINGKASAN DAVID ERICK HASIAN. Usahatani dan Tataniaga Kacang Kapri di Kecamatan Warungkondang, Cianjur, Provinsi Jawa Barat. Di bawah bimbingan MUHAMMAD FIRDAUS. Penelitian ini dilatarbelakangi usahatani kacang kapri yang sudah mulai banyak di budidayakan di Kecamatan Warungkondang, Cianjur.Usahatani kacang kapri yang diusahakan para petani tersebut masih dalam skala kecil. Kondisi tersebut dapat dilihat dari luasan produksi yang masih minim. Skala usaha yang kecil menghasilkan produksi yang terbatas sehingga berpengaruh terhadap pendapatan para petani. Disamping itu, di yang tepat harus dapat memberikan keuntungan yang sesuai dengan apa yang diberikan oleh petani. Keuntungan yang memuaskan diperoleh dengan memilih saluran tataniaga yang efisien. Terkait dengan karakteristik kacang kapri yang tidak tahan lama, maka kondisi ini juga memungkinkan adanya masalah dalam penanganan pasca panen dan proses distribusi kacang kapri dari produsen hingga konsumen akhir. Penelitian dilakukan di Kecamatan Warungkondang yang terletak di Kabupaten Cianjur yang dilakukan pada bulan Maret Juni Jenis data yang dipergunakan dalam penelitian ini adalah data primer dan data sekunder. Data primer dilakaukan dengan wawancara langsung dengan petani, sedangkan dat sekunder di peroleh dari BPS dan sumber lain yang relevan. Hasil pengolahan data disajikan dalam bentuk tabel dan diberikan penjelasan secara deskriptif. Analisis usahatani kacang kapri yang dilakukan adalah analisis pendapatan dan analisis imbangan penerimaan dan biaya (R/C). Analisis marjin tataniaga digunakan untuk melihat tingkat efisiensi tataniaga kacang kapri. Besarnya marjin tataniaga pada dasarnya merupakan penjumlahan dari biaya-biaya tataniaga dan keuntungan yang diperoleh lembaga tataniaga. Sistem penamanan kacang kapri dibagi menjadi dua sistem tumpangsari dan monokultur. Besarnya total biaya tunai untuk luasan rata-rata yang dikeluarkan oleh petani adalah Rp (79,42 persen dari biaya total) dan besarnya biaya diperhitungkan Rp ,77 (20,57 persen dari biaya total), sedangkan luasan perhektar Rp Sehingga biaya total usahatani kacang kapri yang ditumpangsari dengan tomat untuk sekali musim tanam Rp ,77. Untuk golongan petani ini pengeluaran terbesar terdapat pada tenaga kerja dari luar yaitu 27,70 persen dari total biaya. Total biaya tunai perluasan rata-rata sebesar Rp ,77 sedangkan untuk luasan per hektar Rp ,13. Besarnya total biaya usahatani kacang kapri dengan sistem monokultur untuk total biaya diperhitungkan Rp ,70 (87,23 persen dari biaya total) sedangkan untuk total biaya tetapnya Rp ,84 (12,77 persen dari biaya total). Pengeluaran terbesar dari petani golongan ini terdapat pada media kacang kapri untuk merambat yaitu ajir dan tenaga kerja, karena dengan luasan yang lebih membutuhkan banyak ajir dan tenaga kerja. Dari hasil tersebut sistem penanaman yang berbeda membutuhkan biaya yang berbeda pula. Petani dalam luasan rata-rata dengan sistem monokultur membutuhkan biaya yang lebih besar. Hal ini dipengaruhi oleh luas areal lahan yang lebih luas untuk monokultur. Perbedaan mencolok terdapat pada kedua golongan petani ini terdapat pada biaya

6 tunai. Karena semakin luas lahan yang ditanam maka akan semakin banyak yang akan dihasilkan. Namun dalam luasan satu hektar total biaya tunai pada monokultur lebih rendah dibanding dengan tumpangsari. Dapat dikatakan penggunaan input pada monkultur lebih efisien. Untuk luasan satu hektar produktivitas kacang kapri dengan luasan lahan 0,08 ha sebesar 2.606,25 kg sedangkan luasan 0,21 ha sebesar 2.921,9 kg. Hasil dari tumpangsari lebih sedikit dibanding monokultur dikarenakan jarak penanaman dari tumpangsari lebih lebar. Untuk penerimaannya petani tumpangsari kacang kapri Rp dan tomat Rp sedangkan petani monokultur adalah Rp Pendapatan usahatani merupakan selisih dari penerimaan usahatani dan biaya total usahatani. Nilai pendapatan bersih usahatani kacang kapri untuk satu musim penanaman dengan luasan satu hektar bagi petani tumpangsari adalah Rp ,88 dengan R/C rasio 3,04. Ini berarti dengan Rp 100 biaya yang dikeluarkan oleh petani maka akan memperoleh imbalan penerimaan sebesar Rp 304. Sedangkan bagi petani dengan sistem monokultur, besarnya pendapatan bersih yang diperoleh adalah Rp ,83 dengan nilai R/C rasionya 1,98 yang artinya setiap Rp 100 biaya yang dikeluarkan petani akan menghasilkan imbalan penerimaan sebesar Rp 198. Dari 30 responden ada dua pola saluran tataniaga yang terdapat di kecamatan Warungkondang yaitu pola I petani ke koperasi sebesar 60 persen dan pola II ke pedagang pengumpul sebesar 40 persen. Besarnya total margin pada pola I Rp dan pola II Rp Dari kedua saluran tataniaga tersebut mempunyai karakteristik berbeda. Kacang kapri yang masuk ke pasar tradisional mempunyai kualitas yang lebih rendah namun jumlahnya banyak. Sedangkan untuk kacang kapri yang lebih bagus dipasarkan ke supermarket namun dengan jumlah lebih sedikit. Berdasarkan marjin tataniaga pola dua memiliki marjin yang kecil tapi dengan Farmer s Share yang lebih besar.

7 RIWAYAT HIDUP Penulis dilahirkan pada tanggal 23 Maret 1983 di Jakarta sebagai anak ke tiga dari empat bersaudara keluarga Bapak Sabar Oscar Simamora dan Ibu Rafina br Situmeang. Pendidikan dasar hingga SMU diselesaikan di Jakarta. Pada tahun 1989 penulis masuk Taman Kanak-Kanak Cendrawasih. Pada tahun 1995 lulus dari SD Negeri 07 Kramat Pela Jakarta, tahun 1998 lulus dari SMP PSKD 4 (Perkumpulan Sekolah Kristen Djakarta) Jakarta, dan pada tahun 2001 lulus dari SMU Cendrawasih Jakarta. Pada tahun yang sama penulis diterima sebagai mahasisiwa Diploma III di Program Studi Agribisnis Peternakan, Fakultas Peternakan, Institut Pertanian Bogor dan lulus pada tahun Pada tahun 2005, penulis melanjutkan pendidikan ke jenjang S1 Program Sarjana Ekstensi Manajemen Agribisnis, Fakultas Pertanian, Institut Pertanian Bogor.

8 KATA PENGANTAR Puji syukur penulis panjatkan kehadirat Tuhan Yang Maha Esa yang telah memberikan kesempatan kepada penulis sehingga penulis dapat menyelesaikan skripsi yang berjudul Usahatani dan Tataniaga Kacang Kapri di Kecamatan Warungkondang, Cianjur, Provinsi Jawa Barat. Skripsi ini merupakan salah satu syarat kelulusan Sarjana Pertanian pada Departemen Ilmu-Ilmu Sosial Ekonomi Pertanian, Fakultas Pertanian, Institut Pertanian Bogor. Penelitian ini dilakukan dengan tujuan membandingkan pendapatan usahatani kacang kapri monokultur dengan tumpangsari dan mengidentifikasi pola efisiensi saluran pemasaran kacang kapri dari produsen sampai ke konsumen. Penulis mengharapkan skripsi ini dapat menjadi referensi dan informasi bagi pihak yang memerlukannya. Skripsi ini merupakan hasil maksimal yang dapat dikerjakan penulis dengan menyadari bahwa penelitian ini masih jauh dari sempurna. Namun, dengan segala keterbatasan yang ada diharapkan dapat bermanfaat bagi semua pihak. Bogor, September 2008 DAVID ERICK HASIAN A

9 UCAPAN TERIMA KASIH Puji syukur penulis panjatkan kepada Tuhan Yang Maha Esa atas segala kasih dan berkat penyertaannya sehingga memberikan kekuatan dan kesehatan dalam menyelesaikan skripsi ini. Penyelesaian skripsi ini tidak terlepas dari bantuan berbagai pihak. Pada kesempatan ini penulis mengucapkan terimakasih kepada: 1. Papa, Mama, Kakak (Osfina dan Febrina), serta Adikku (Sabrina) yang selalu memberikan dukungan doa, materi, kasih sayang, perhatian, dan semangat yang tiada henti untuk keberhasilan penulis. 2. Muhammad Firdaus, Ph.D selaku Dosen Pembimbing Skripsi yang telah memberikan bimbingan, dorongan, saran, dan perhatiannya yang sangat membantu penulis dalam melakukan penelitian dan penulisan skripsi ini. 3. Febriantina Dewi, SE, Msc selaku dosen evaluator yang telah banyak memberikan masukan kepada penulis. 4. Ir. Popong Nurhayati, MM selaku dosen penguji utama yang telah memberikan kritik dan saran untuk penyempurnaan skripsi ini. 5. Etriya, SP, MM selaku dosen penguji dari komisi pendidikan yang telah memberikan masukan mengenai teknik penulisan karya ilmiah yang baik dan benar. 6. Mark Majus yang telah bersedia menjadi pembahas dalam seminar. 7. Keluarga besar Simamora dan Situmeang atas dukungannya 8. Rekan-rekan dari kosan Borobudur dan rekan ekstensi khususnya Irene, Septi, dan Nova atas dukungan dan semangatnya.

10 9. Semua pihak yang tidak dapat penulis sebutkan satu persatu yang telah banyak membantu penulis dalam menyelesaikan skripsi ini Bogor, September 2008 Penulis

11 DAFTAR ISI Halaman DAFTAR TABEL... iv DAFTAR GAMBAR... v DAFTAR LAMPIRAN... vi BAB I. PENDAHULUAN 1.1. Latar belakang Perumusan Masalah Tujuan Penelitian dan Kegunaan Penelitian... 6 BAB II. TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Kacang Kapri Budidaya Kacang Kapri Penelitian Terdahulu Usahatani dan Pemasaran Terdahulu... 9 BAB III. KERANGKA PEMIKIRAN 3.1. Kerangka Pemikiran Teoritis Analisis Usaha Analisis Imbangan Penerimaan dan Biaya (R/C) Konsep Tataniaga Lembaga dan Saluran Tataniaga Fungsi-fungsi Tataniaga Struktur Pasar Perilaku Pasar Keragaan Pasar Margin Tataniaga Farmer s Share Rasio Keuntungan dan Biaya Kerangka Pemikiran Operasional... 22

12 BAB IV. METODE PENELITIAN 4.1. Lokasi dan Waktu Penelitian Jenis dan Sumber Data Pengambilan Responden Metode Pengumpulan Data Metode Pengolahan dan Analisis Data Analisis Pendapatan Usahatani Analisis Lembaga dan Saluran Pemasaran Analisis Farmer s Share Marjin Pemasaran Analisis Rasio Keuntungan dan Biaya BAB V. GAMBARAN UMUM 5.1. Letak Geografis Karakteristik Responden Tingkat Pendidikan Usia Pengalaman BAB VI. HASIL PEMBAHASAN 6.1. Gambaran Umum Usahatani Kacang Kapri Analisis Pendapatan Usahatni Kacang Kapri Analisis Biaya Usahatani Kacang Kapri Analisis Pendapatan Usahatani Analsisis Perbandingan Pendapatan Usahatani Saluran Tataniaga Fungsi Tataniaga Fungsi-fungsi Tataniaga Petani Fungsi-fungsi Tataniaga oleh Pedagang Pengumpul Fungsi-fungsi Tataniaga oleh Koperasi Fungsi-fungsi Tataniaga oleh Supermarket Fungsi-fungsi Tataniaga oleh Pasar Tradisional ii

13 6.5. Analisis Struktur Pasar Prilaku Pasar Kegiatan Penjualan dan Pembelian Sistem Penentuan Harga Kerjasama antar Lembaga Marjin Tataniaga Farmer s Share Rasio Keuntungan dan Biaya Analisis Efisiensi Tataniaga BAB VII. KESIMPULAN DAN SARAN 7.1. Kesimpulan Saran DAFTAR PUSTAKA iii

14 DAFTAR TABEL Nomor Halaman 1. Rata-rata perkapita per hari Konsumsi Protein di Indonesia Kandungan yang terdapat pada Sayuran Sentra Produksi Sayuran di Kabupaten Cianjur, Jawa Barat Tahun 2006(dalam Ha) Jenis-jenis Struktur Pasar Berdasarkan Jumlah Perusahaan dan Sifat Produk Tingkat Pendidikan Responden di Kecamatan Warungkondang Tahun Karakteristik Umur Responden di Kecamatan Warungkondang Tahun Pengalaman Bertani Responden di Kecamatan Warungkondang Tahun Biaya Penyusutan Peralatan Usahatani Kacang Kapri Total Biaya Usahatani Kacang Kapri per Luasan Rata-rata dan per Hektar per Musim Tumpangsari dan Monokultur Perbandingan Pendapatan Petani Kacang Kapri per Musim Tumpangsari dan Monokultur di Kecamatan Warungkondang Fungsi Fungsi Tataniaga pada Lembaga Pemasaran Kacang Kapri di Kecamatan Warungkondang Penyebaran Harga Rata-rata Margin Kacang Kapri Farmer s Share Kacang Kapri di Kecamatan Warungkondang Rasio Keuntungan dan Biaya Lembaga Tataniaga iv

15 DAFTAR GAMBAR Nomor Halaman 1. Hubungan Antara Marjin Tataniaga, Nilai Marjin Tataniaga Serta Marketing Cost and Charge Kerangka Pemikiran Analisis Usahatani dan Pemasaran Kacang Kapri Saluran Tataniaga Kacang Kapri di Kecamatan Warungkondang v

16 DAFTAR LAMPIRAN Nomor Halaman 1. Kuisioner penelitian Responden kacang kapri tumpangsari dengan tomat Responden kacang kapri sistem monokultur Gambar Kacang Kapri Gambar Lahan Kacang Kapri vi

17 I. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Hortikultura merupakan salah satu sub sektor pertanian yang mampu meningkatkan pendapatan petani dan penggerak pemulihan ekonomi pertanian. Hal ini terbukti ketika Indonesia mengalami krisis ekonomi pada tahun 1998, sub sektor hortikultura menjadi salah satu penyumbang devisa negara yang berdampak positif pada pertumbuhan ekonomi. Komoditas hortikultura yang mendapat perhatian khusus salah satunya adalah sayuran karena memiliki prospek yang cerah. Hal ini disebabkan peningkatan pendapatan masyarakat yang tidak hanya membawa dampak positif terhadap pendidikan dan kesadaran pemeliharaan kesehatan tapi juga mempengaruhi pola konsumsi. Hal ini diikuti juga dengan pertambahan jumlah penduduk dan semakin tingginya kesadaran konsumen tentang pentingnya kecukupan gizi dari sayuran. Tabel 1. Rata-rata Konsumsi Protein per Kapita per Hari di Indonesia 1 Komoditi Tahun Ikan 6,07 7,17 7,91 7,65 8,02 7,49 Daging 1,33 2,26 2,62 2,54 2,61 1,95 Telur dan Susu 1,43 2,33 2,22 2,38 2,71 2,51 Sayuran 2,23 2,49 2,75 2,57 2,52 2,66 Buah-buahan 0,33 0,45 0,46 0,43 0,43 0,39 Dari Tabel 1 dapat diketahui bahwa sayuran cukup banyak dikonsumsi oleh masyarakat Indonesia. Karena selain bisa dinikmati untuk variasi makanan, sayuran mempunyai gizi yang tinggi dan menyehatkan bagi tubuh. Kandungan yang terdapat dalam sayuran dapat dilihat pada Tabel 2 di bawah ini. 1 Rata-rata konsumsi perkapita perhari (21 Mei 2008)

18 Tabel 2. Kandungan Nutrisi yang Terdapat dalam Sayuran 2 Jenis sayur Wortel Kacang Daun Kapri Bawang Kubis Kentang Bagian yang dapat 88,00 100,00 67,00 100,00 85,00 digunakan (%) Energi (Cal) 42,00 42,00 29,00 12,00 83,00 Protein (gram) 1,20 3,30 1,80 0,50 2,00 Lemak (gram) 0,30 0,20 0,70 0,10 0,10 Karbohidrat (gram) 9,30 9,60 5,20 2,00 19,10 Calsium (mg) 39,00 51,00 55,00 14,20 11,00 Phosfor (mg) 37,00 85,00 39,00 14,00 56,00 Zat besi (mg) 0,80 1,00 7,20 0,50 0,70 Vit A (RE) 1800,00 21,00 205,00 21,00 0,00 Vit B (ug) 0,10 0,20 0,10 0,30 0,10 Vit C (mg) 6,00 49,00 37,00 17,60 17,00 Cianjur merupakan salah satu kabupaten yang mendukung untuk sektor pertanian dan memiliki letak yang cukup strategis, yaitu dekat dengan kota-kota besar seperti Bandung dan Jakarta. Disamping dekat dengan kota besar, suhu dan keadaan Cianjur juga mendukung untuk sektor pertanian. Sektor pertanian di dekat perkotaan memiliki keunggulan spesifik dan sangat prospektif. Hal ini disebabkan jarak antara sentra produksi dengan daerah pemasaran sangat dekat sehingga memiliki pangsa pasar yang besar, permintaan produk pertanian segar dan olahan sangat beragam. Adapun pemilihan komoditas potensial yang memiliki daya saing dan nilai tambah harus dilakukan dalam upaya meningkatkan ketersediaan dan keragaman pangan. Berikut tabel sentra produksi sayuran di Cianjur. 2 Kandungan sayuran. (30 Januari 2008) 2

19 Tabel 3. Sentra Produksi Sayuran di Kabupaten Cianjur, Jawa Barat Tahun 2007 (Ha) Sentra Wortel Daun Kacang Tomat Kentang Kubis Cabe Bawang Kapri Warungkondang Pacet Cugenang Sukanegara Tokakal Campaka Cobinong Sumber: Bina Produksi Tanaman Pangan dan Hortikultura Kabupaten Cianjur (2006) Kacang kapri merupakan salah satu komoditas sayuran yang sudah mulai banyak dibudidayakan di Cianjur, sejak tujuh tahun terakhir. Kacang kapri merupakan tanaman yang berumur pendek dan hanya tumbuh di daerah pegunungan atau bersuhu dingin. Usahatani kacang kapri tampaknya menjadi pilihan potensial bagi petani, selain masih jarang diusahakan umur panen juga singkat dan harga yang cukup tinggi. Untuk memasarkan produk hasil pertanian petani harus melalui beberapa tahap agar hasil produknya sampai ke tangan konsumen. Produksi kacang kapri di Kecamatan Warungkondang perlu disalurkan ke konsumen agar petani memperoleh pendapatan. Oleh karena itu, diperlukan saluran tataniaga atau pemasaran yang baik. Permintaan konsumen terhadap kacang kapri harus dapat dipenuhi dengan sistem tataniaga atau pemasaran yang efisien. Melalui efisiensi pemasaran tersebut akan berdampak pada tingkat harga kacang kapri yang adil secara ekonomis yang dapat membantu dalam peningkatan keuntungan para petani kacang kapri dan lembaga tataniaga yang terlibat. 3

20 1.2 Perumusan Masalah Sistem produksi pertanian hortikultura di Kecamatan Warungkondang pada saat ini sudah mulai bergeser. Pada mulanya kegiatan bercocok tanam hortikultura hanya untuk pemenuhan kebutuhan sendiri (subsisten). Seiring dengan jumlah permintaan yang semakin meningkat maka terjadi pergeseran petanian hortikultura menjadi pertanian yang komersial dan menjadi sumber pendapatan pokok pada umumnya petani. Salah satu komoditi pertanian hortikultura yang berpotensi adalah kacang kapri. Bagi petani pendapatan merupakan insentif sehingga petani mau menanam suatu komoditi. Pendapatan yang diperolehnya ditentukan oleh produksi yang dihasilkan, biaya produksi yang dikeluarkan ditentukan oleh produksi yang dihasilkan, biaya produksi yang dikeluarkan oleh harga yang diterima saat panen. Harga produk dipengaruhi oleh banyaknya lembaga yang terlibat dalam kegiatan pemasaran kacang kapri. Melalui pengamatan langsung di lokasi penelitian tanaman yang paling banyak di budidayakan bahwa di Kecamatan Warungkondang adalah padi, sedangkan untuk tanaman hortikultura salah satunya kacang kapri. Usahatani kacang kapri yang diusahakan para petani tersebut masih dalam skala kecil. Kondisi tersebut dilihat dari luasan produksi yang masih minim. Skala usaha yang kecil menghasilkan produksi yang terbatas sehingga berpengaruh terhadap pendapatan para petani. Untuk meningkatkan pendapatan petani dapat menggunakan alternatif dalam menanam kacang kapri yaitu dengan tumpangsari kacang kapri dengan tumpangsari. Di kecamatan Warungkondang petani kacang kapri ada yang menggunakan sistem tumpangsari dan monokultur. Tanaman yang 4

21 digunakan petani untuk tumpangsari adalah tanaman tomat. Alasan petani di Kecamatan Warungkondang memilih tumpangsari dengan tomat karena umur panennya hampir bersamaan. Pengelolaan usaha yang baik akan berpengaruh terhadap peningkatan pendapatan petani. Disamping itu, diperlukan juga pemasaran hasil produksi yang tepat. Pemasaran kacang kapri yang tepat harus dapat memberikan keuntungan yang sesuai dengan apa yang diberikan oleh petani. Keuntungan yang memuaskan diperoleh dengan memilih saluran tataniaga yang efisien. Saluran tataniaga yang efisien dipengaruhi oleh lembaga-lembaga tataniaga yang terkait di dalamnya. Terkait dengan karakteristik kacang kapri yang tidak tahan lama, maka kondisi ini juga memungkinkan adanya masalah dalam penanganan pasca panen dan proses distribusi kacang kapri dari produsen hingga konsumen akhir. Banyaknya saluran tataniaga yang ada memberikan alternatif pilihan saluran tataniaga bagi petani dalam memasarkan kacang kapri. Alternatif pilihan tersebut menghadapkan petani pada situasi yang belum mereka ketahui. Lembaga yang terlibat dengan pemasaran kacang kapri di kecamatan Warungkondang ada dua yaitu Koperasi dan Pedagang pengumpul Peranan lembaga-lembaga tataniaga dalam melakukan fungsi-fungsi tataniaga kacang kapri belum diterapkan dengan baik, sehingga keuntungan dan marjin yang diterima oleh lembaga tataniaga kurang memuaskan. Hal tersebut mengakibatkan petani kurang tanggap dalam mengelola usahatani dan memasarkan hasil produksi kacang kapri. Oleh sebab itu, untuk melihat apakah kondisi usahatani dan pemasaran kacang kapri sudah cukup baik dalam pengembangan komoditas kacang kapri, 5

22 maka perlu perlu diadakan penelitian terhadap hal ini. Dari uraian di atas dapat dirumuskan beberapa hal yang perlu diketahui untuk melihat permasalahan yang dihadapi oleh petani yaitu : 1. Bagaimanakah tingkat pendapatan petani kacang kapri monokultur di bandingkan dengan tumpangsari? 2. Bagaimanakah pola saluran pemasaran dalam sistem pemasaran kacang kapri dari petani produsen hingga konsumen? 1.3 Tujuan dan Kegunaan Penelitian Berdasarkan latar belakang dan permasalahan yang dihadapi, maka tujuan yang ingin dicapai dalam penelitian ini adalah : 1. Membandingkan pendapatan usahatani kacang kapri monokultur dengan tumpangsari. 2. Mengindentifikasi pola efisiensi saluran pemasaran kacang kapri dari produsen sampai ke konsumen. Sehubungan dengan tujuan yang telah ditetapkan, maka penelitian ini diharapkan dapat memberikan informasi mengenai keadaan usahatani kacang kapri di daerah penelitian. Selain itu penelitian ini diharapkan dapat membantu pihak yang berkepentingan dalam mengembangkan usahatani kacang kapri dan dapat menjadi bahan referensi bagi penelitian selanjutnya. 6

23 II. TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Kacang Kapri Kapri merupakan tanaman kacang polong yang masih muda berasal dari Asia Barat Daya, kemudian disebarkan ke Eropa sejak jaman perunggu. Tanaman ini merupakan tanaman tahunan dengan bentuk kerdil. Ukuran panjang buah polongnya adalah 2,5-12,5 cm dan lebar 1,2-2,5 cm. Warna polongnya bervariasi dari hijau kekuningan sampai hijau muda berdaging serta permukaannya mengandung lilin. Jumlah biji dalam polong berkisar 2-10 biji (Kay, 1979). Mutu kapri tergantung pada kandungan gula dan kelunakannya. Dengan semakin masak dan semakin besarnya buah, kandungan gulanya cepat menurun, sedang kadar zat painya dan proteinnya meningkat sebanding dengan kadar gula. Dengan demikian kandungan gula tinggi merupakan penunjuk mutu yang tinggi Kapri termasuk famili Leguminosae dan genus Pisum, suhu optimum untuk pertumbuhan adalah C. Curah hujan yang diperlukan mm pertahun, ph tanah 5,5-6,5, dan ketinggian 1200 m. Pemanenan kapri dilakukan hari setelah penanaman (Kay, 1979). Penampakan polong dapat dipakai sebagai petunjuk kemasakan. Polong harus terisi biji muda dan lunak yang warnanya berubah dari hijau tua ke hijau muda. Kadar air yang baik pada saat panen adalah 74 persen. 7

24 2.2 Budidaya Kacang Kapri a. Penyiapan Lahan Pembukaan lahan dilakukan dengan tujuan agar lahan yang digunakan media tanam siap untuk diolah. Seluruh luasan lahan yang akan digunakan untuk kegiatan dibuka dan dibersihkan dari rumput-rumput dan ranting-ranting pohon. Tanah dicangkul dengan kedalaman cm setelah tanah dihaluskan dan diratakan lapisan tanah dan lapisan tanah bawah. Tanah yang diolah diberi jarak antar bedengan 30 cm. Pemupukan dasar pada tanaman kapri dilakukan dengan cara menaburkan pupuk kompos dengan dosis 1 kg/m. b. Penanaman Pembuatan lubang tanam ini dilakukan dengan menggunakan tugal dengan kedalaman 2,5-5 cm. Jarak lubang tanam pada tanaman kapri dengan ukuran 10 cm x 15 cm. Setelah pembuatan lubang tanam selesai menaburkan benih kapri ke dalam lubang tanam. Sebelum dilakukan penaburan sebaiknya benih kapri direndam dengan air hangat selama satu jam. c. Pemeliharaan. Penyiangan dilakukan secara manual dengan menggunakan tangan atau alat bantu kored dan sabit. Penyiangan dilakukan pada tanaman berumur sekitar dua minggu dan pada minggu keempat. Penggemburan dilakukan sepanjang bedengan agar tanah menjadi lebih gembur. Penyiraman dilakukan pada setiap pagi setiap hari sekali jika tidak turun hujan. Pemasangan ajir dilakukan pada umur tanaman tiga minggu atau pada saat ketinggiannya sekitar 15 cm. Ajir yang dipasang berupa potongan bambu yang ditancapkan tegak lurus di tengah bedengan dengan jarak 1 m dan ketinggian 1,5 m. Setelah ajir terpasang diberikan 8

25 tali yang direntangkan antar ajir dengan jarak 20 cm. Tali ajir dipasang dengan maksud sebagai media lanjaran atau tempat rambatnya tanaman kapri. Pemupukan susulan dilakukan dua kali yaitu pada saat umur tiga minggu dan berumur 30 hari. d. Pemanenan Tanaman kapri merupakan tanaman musiman yang hasil panen berupa kacang kapri pada saat tanaman berumur hari. Polong kacang kapri yang sudah panen memiliki ciri polong berwarna hijau dan bertekstur lunak. 2.3 Hasil Penelitian Usahatani dan Pemasaran Terduhulu Manurung (1998), menunjukan bahwa tanaman pisang dari usahatani rakyat dibudidayakan secara intensif dan merupakan tanaman sampingan yang tidak terawat dengan baik karena rendahnya harga yang diterima petani, sehingga belum dijadikan mata pencaharian pokok dan tidak memberikan insentif bagi petani untuk terus berusahatani. Hasil analisis pendapatan usahatani yang diperoleh adalah senilai Rp ,00 setiap tahunnya R/C rasio yang mmeperhitungkan tenaga kerja keluarga sebesar 6,12, sedangkan tanpa memperhitungkan tengah kerja keluarga R/C rasio sebesar 78,53, sehingga dapat dikatakan bahwa usahatani pisang sebagai sampingan memiliki potensi menambah tingkat pendapatan petani walaupun harga ditingkat petani rendah yaitu Rp 220,00/kg. Stuktur pasar pada usahatani pisang segar di Desa Sadeng Kecamatan Leuwiliang Kabupaten Bogor adalah struktur pasar oligopsoni diamana jumlah pembeli relatif lebih sedikit sedangkan yang menjual lebih banyak. Struktur pasar monopsoni terjadi antara petani dan pedagang pengumpul 9

26 akibat adanya ikatan hubungan utang-piutang dan lemahnya kondisi ekonomi petani sehingga tidak terdapat alternatif lain untuk memasarkan hasil produknya Mulyani (2000), penelitian tentang usahatani kubis merupakan penghasilan utama bagi penduduk Desa Argalingga. Hasil analisis usahatani kubis menunjukan bahwa usahatani menguntungkan bagi petani, walaupun keuntungan yang diperoleh kecil. Golongan petani memiliki lahan <0,5 hektar, nilai R/C rasionya 1,11 dan golongan peatani >0,5 hektar 1,14. Dari tiga pola saluran pemasaran pola I dan pola II adalah saluran pemasaran lokal sedangkan pola III adalah saluran pemasaran antar daerah. Berdasarkan margin pemasaran pola II memiliki margin terkecil dengan farmer s share terbesar. Prestiani (2004), penelitian tentang Analisis Usahatani dan Pembesaran Buah-buahan Unggulan di Kabupaten Serang. Studi bertujuan untuk menganalisis tingkat pendapatan usahatani durian, pisang, salak, dan rambutan di daerah Kabupaten Serang. Menganalisis saluran pemasaran, struktur pasar, dan fungsifungsi pemasaran yang dilakukan tiap lembaga pemasaran yang terkait, sehingga ditemukan saluran pemasaran yang efisien, mengukur marjin pemasaran yang diterima oleh masing-masing lembaga pemasaran. Pendapatan yang diperoleh petani terdiri dari pendapatan berdasarkan atas biaya total dan biaya tunai. Nilai imbangan penerimaan dan biaya (R/C) tunai dan total untuk usahatani semua buah-buahan unggulan lebih besar dari 1. R/C tunai dan total untuk durian, pisang, salak, dan rambutan masing-masing secara berurutan sebesar 7,51 dan 1,30; 10,69 dan 1,11; 18,61 dan 1,09; 5,19 dan 3,22. Ini berarti usahatani buahbuahan unggulan di Kabupaten Serang efisien untuk dikembangkan. Farmer s share terbesar yang diterima petani durian adalah pada jalur pemasaran kedua 10

27 yaitu sebesar 57,6 persen. Farmer s share terbesar yang diterima oleh petani pisang yaitu pada jalur dua sebesar 14,98 persen. Dari harga jual pedagang pengecer pada salak jalur tiga merupakan farmer s share terbesar yang diterima petani yaitu sebesar 30,39 persen. Sama halnya dengan rambutan farmer s share terbesar yang diterima petani rambutan adalah pada jalur 3 yaitu sebesar 40,08 persen. Fauzia (2006) tentang pendugaan elastisitas permintaan input dan penawaran Usahatani Kacang Tanah di Jawa. Penelitian ini bertujuan untuk menganalisis faktor-faktor produksi yang mempengaruhi keuntungan petani dan elastisitas permintaan input dan penawaran output usahatani kacang tanah. Nilai inelastis penawaran output terhadap harga input bersifat inelastis dan semuanya bertanda negatif. Nilai elastisitas penawaran akibat perubahan harga sendiri menggambarkan pengaruh perubahan penawaran kacang tanah akibat perubahan harga kacang tanah tersebut. Hasil pendugaan menunjukan bahwa nilai elastisitas bertanda positif yaitu benilai 1,03. Artinya apabila harga kacang tanah meningkat satu persen akan meningkatkan penawaran kacang tanah sebesar 1,03. Nilai elastisitas penawaran harga sendiri untuk kacang tanah adalah elastisistas yang berarti bahwa perubahan penawaran output akibat perubahan harga sendiri Perbedaan dari penelitian yang diusulkan disini, selain lokasi penelitiannya juga terletak pada kenyataan bahwa komoditi dari kacang kapri belum ada yang meneliti khususnya pada analisis usahatani. Melihat penelitianpenelitian tersebut, bisa ditunjukkan bahwa penelitian ini berbeda dan diharapkan dapat menyumbang pengetahuan baru dalam hal pendapatan usahatani dan tataniaga komoditi sayuran dalam skala kecil. 11

28 III. KERANGKA PEMIKIRAN 3.1 Kerangka Pemikiran Teoritis Analisis Biaya dan Pendapatan Usahatani Biaya usaha adalah semua pengeluaran yang dipergunakan dalam usaha budidaya yang terdiri atas biaya tetap dan biaya variabel. Biaya tetap adalah biaya yang relatif tetap jumlahnya dan terus dikeluarkan, walaupun produksi yang diperoleh banyak atau sedikit. Biaya variabel adalah biaya yang besar kecilnya dipengaruhi oleh produksi yang diperoleh (Lipsey et al, 1995). Besarnya pendapatan usahatani tergantung pada besarnya penerimaan dan pengeluaran selama jangka waktu tertentu. Penerimaan merupakan hasil kali jumlah produksi total dan harga jual per satuan. Sedangkan pengeluaran atau biaya adalah nilai penggunaan sarana produksi, upah dan lain-lain yang dibebankan pada proses produksi yang bersangkutan. Besar kecilnya tingkat pendapatan yang diperoleh petani dipengaruhi antara lain : (1) skala usaha, (2) penggunaan teknologi baru, (3) ketersediaan modal, (4) tingkat harga output, (5) ketersediaan tenaga kerja keluarga, (6) tingkat pengetahuan dan ketrampilan, (7) sarana transportasi, (8) sistem pemasaran, (9) kebijakan pemerintah dan sebagainya (Soekartawi dkk, 1986) Menurut Tjakrawiralaksana (1983), revenue usahatani adalah besarnya nilai output usaha, baik dari produk utama maupun dari produk sampingan yang dihasilkan. Pendapatan adalah total penerimaan (TR) dikurangi dengan total biaya (TC). Penerimaan adalah total produksi dikalikan dengan harga per satuan produk. 12

29 Analisis ini bertujuan mengetahui besar keuntungan yang diperoleh dari usaha yang dilakukan (Hernanto, 1989). Rumus ini diformulasikan sebagai berikut: Keuntungan (π) = TR - TC Keterangan: TR = Total Penerimaan TC = Total Pengeluaran Kriteria yang digunakan adalah: TR > TC, maka usaha untung TR = TC, maka usaha impas TR < TC, maka usaha rugi Analisis Imbangan Penerimaan dan Biaya (R/C) Analisis ini bertujuan untuk menguji sejauh mana hasil yang diperoleh dari usaha tertentu (dihitung selama periode satu tahun) cukup menguntungkan dan menilai. Seberapa jauh setiap nilai rupiah biaya yang dipakai dalam kegiatan usaha perikanan tertentu dapat memberikan nilai penerimaan sebagai manfaatnya (Hernanto, 1989). Formulasi rumus sebagai berikut: R / C = PenerimaanTotal BiayaTotal Kriteria usaha: R/C >1, usaha untung R/C =1, usaha impas R/C <1, usaha rugi Konsep Tataniaga Pengertian tataniaga dapat dilihat dengan pendekatan manajerial (aspek pasar) dan aspek ekonomi. Berdasarkan aspek manajerial, tataniaga merupakan 13

30 analisis perencanaan organisasi, pelaksanaan dan pengendalian pemasaran untuk menentukan kedudukan pasar. Ditinjau dari aspek ekonomi, tataniaga merupakan distribusi fisik dan aktivitas ekonomi yang memberikan fasilitas-fasilitas untuk bergerak, mengalir, dan pertukaran komponen barang dan jasa dari produsen ke konsumen. Selain itu, tataniaga merupakan kegiatan produksi karena meningkatkan, menciptakan nilai guna bentuk, waktu, tempat, dan kepemilikan. Tataniaga pertanian dapat diartikan sebagai semua bentuk kegiatan dan usaha yang berhubungan dengan perpindahan hak milik dan fisik dari barang-barang hasil pertanian dan kebutuhan usaha pertanian dari tangan produsen ke konsumen, termasuk didalamnya kegiatan-kegiatan tertentu yang menghasilkan perubahan bentuk dari barang untuk mempermudah penyalurannya dan memberikan kepuasaan yang lebih tinggi kepada konsumen (Limbong, 1997). Kohls dalam Reynold Sitompul (2007) menggunakan beberapa pendekatan dalam menganalisis sistem tataniaga, yaitu : 1. Pendekatan Fungsi (the fungsional approach) Merupakan pendekatan yang digunakan untuk mengetahui fungsi tataniaga apa saja yang dijalankan oleh pelaku yang terlibat dalam tataniaga. Fungsi-fungsi tersebut adalah fungsi pertukaran (pembelian dan penjualan), fungsi fisik (penyimpanan, transportasi, dan pengolahan) dan fungsi fasilitas (standarisasi, resiko, pembiayaan, dan informasi pasar). 2. Pendekatan Kelembagaan (the institutional approach) Merupakan pendekatan yang digunakan untuk mengetahui berbagai macam lembaga atau pelaku yang terlibat dalam tataniaga. Pelaku-pelaku itu adalah pedagang perantara (merchant middleman) yang terdiri dari pedagang 14

31 pengumpul, pedagang pengecer, pedagang spekulatif, agen, manufaktur, dan organisasi lainnya yang terlibat. 3. Pendekatan Sistem (the bahavior system approach) Merupakan pelengkap dari pendekatan fungsi kelembagaan, untuk mengetahui aktivitas-aktivitas yang ada dalam proses tataniaga, seperti perilaku lembaga yang terlibat dalam tataniaga dan kombinasi dari fungsi tataniaga. Pendekatan ini terdiri dari the input-output system, the power system, dan the communication system Lembaga dan Saluran Tataniaga Hanafiah dan Saefuddin (1983), menjelaskan bahwa lembaga tataniaga adalah badan-badan yang menyelenggarakan kegiatan atau fungsi tataniaga dimana barang bergerak dari produsen sampai ke konsumen. Lembaga tataniaga ini bisa termasuk golongan produsen, pedagang perantara, dan lembaga pemberi jasa. Tugas lembaga pemasaran adalah menjalankan fungsi-fungsi tataniaga serta memenuhi keinginan konsumen semaksimal mungkin. Konsumen memberikan balas jasa kepada lembaga pemasaran berupa margin pemasaran. Saluran tataniaga adalah usaha yang dilakukan untuk menyampaikan barang dan jasa dari produsen ke tangan konsumen yang didalamnya terlibat beberapa lembaga tataniaga yang menjalankan fungsi-fungsi tataniaga (Limbong dan Sitorus, 1987). Ada beberapa faktor yang harus dipertimbangkan dalam memilih saluran tataniaga (Limbong dan Sitorus, 1987), yaitu : 15

32 1. Pertimbangan pasar, yang meliputi konsumen sasaran akhir mencakup pembeli potensial, konsentrasi pasar secara geografis, volume pesanan, dan kebiasaan pembeli. 2. Pertimbangan barang, yang meliputi nilai barang per unit, besar dan berat barang, tingkat kerusakan, sifat teknis barang, dan apakah barang tersebut untuk memenuhi pesanan atau pasar. 3. Pertimbangan internal perusahaan, yang meliputi sumber permodalan, kemampuan dan pengalaman manajemen, pengawasan penyaluran, dan pelayanan penjualan. 4. Pertimbangan terhadap lembaga perantara, yang meliputi pelayanan lembaga perantara, kesesuaian lembaga perantara dengan kebijaksanaan produsen, dan pertimbangan biaya Fungsi-fungsi Tataniaga Limbong dan Sitorus (1987), mendefenisikan fungsi tataniaga sebagai kegiatan-kegiatan atau tindakan-tindakan yang dapat memperlancar proses penyampaian barang atau jasa. Fungsi-fungsi tataniaga dapat dikelompokkan atas tiga fungsi yaitu : 1. Fungsi pertukaran adalah kegiatan yang memperlancar perpindahan hak milik barang dan jasa yang dipasarkan. Fungsi pertukaran ini terdiri dari dua fungsi yaitu fungsi pembelian dan fungsi penjualan. 2. Fungsi fisik adalah semua tindakan yang langsung berhubungan dengan barang dan jasa sehingga menimbulkan kegunaan tempat, bentuk, dan waktu. Fungsi ini terdiri dari fungsi penyimpanan, fungsi pengangkutan, dan fungsi pengelolaan. 16

33 3. Fungsi fasilitas adalah semua tindakan yang bertujuan untuk memperlancar kegiatan pertukaran yang terjadi antara produsen dan konsumen. Fungsi fasilitas terdiri dari fungsi standarisasi dan grading, fungsi penanggungan resiko, fungsi pembiayaan, dan fungsi informasi pasar Struktur Pasar Struktur pasar (market structure) adalah suatu dimensi yang menjelaskan pengambilan keputusan oleh perusahaan atau industri, jumlah perusahaan dalam suatu pasar, distribusi perusahaan menurut berbagai ukuran seperti size atau concentration, deskripsi dan diferensiasi produk, syarat-syarat entry dan sebagainya (Limbong, 1997). Pada struktur pasar dijelaskan bagaimana perilaku penjual dan pembeli yang terlibat (market conduct) dan selanjutnya akan menunjukkan keragaan yang terjadi dari struktur dan perilaku pasar (market performance) yang ada didalam sistem tataniaga tersebut. Analisis struktur pasar mendorong studi tentang faktor teknik, motivasi, institusi, dan organisasi yang mempengaruhi kebiasaan perusahaan dalam pasar. Struktur pasar dicirikan oleh: (1) Jumlah dan ukuran pasar, (2) Diferensiasi produk, (3) Kebebasan keluar masuk pasar, dan (4) Pengetahuan partisipan tentang biaya, harga, dan kondisi pasar (Dahl dan Hammond, 1977). Pada Tabel 4 menyajikan karakteristik struktur pasar. 17

34 Tabel 4. Jenis-jenis Struktur Pasar Berdasarkan Jumlah Perusahaan dan Sifat Produk Karakteristik Struktur Pasar Jumlah Perusahaan Sifat Produk Dari Sudut Penjual Dari Sudut Pembeli Banyak Homogen Persaingan Murni Persaingan Murni Banyak Diferensiasi Persaingan Monopolistik Persaingan Monopolistik Sedikit Homogen Oligopoli Murni Oligopsoni Murni Sedikit Diferensiasi Oligopoli diferensiasi Oligopsoni Diferensiasi Satu Unik Monopoli Monopsoni Sumber: Dahl dan Hammond, Perilaku Pasar Perilaku pasar menunjukkan tingkah laku perusahaan dalam struktur pasar tertentu, terutama bentuk-bentuk keputusan apa yang harus diambil dalam menghadapi berbagai struktur pasar. Perilaku pasar meliputi kegiatan penjualan, pembelian, penentuan harga, dan strategi tataniaga. Perilaku pasar dapat dilihat dari proses pembentukan harga dan stabilitas harga, serta ada tidaknya praktek jujur dari lembaga yang terlibat dalam tataniaga (Azzaino, 1982). Menurut Asmarantaka (1999), perilaku pasar ada tiga cara yaitu: (1) penentuan harga dan setting level of output; menetapkan penentuan harga tidak berpengaruh terhadap perusahaan lain, melainkan ditetapkan secara bersama-sama oleh penjual atau penetapan harga berdasarkan pemimpin harga, (2) product promotion policy; melalui pameran dan iklan atas nama perusahaan, (3) predatory and exlusivenary tactics; strategi ini bersifat ilegal karena bertujuan mendorong perusahaan pesaing untuk keluar dari pasar. Strategi ini berusaha menguasai bahan baku, sehingga perusahaan pesaing tidak berproduksi dengan menggunakan bahan baku yang sama. 18

35 3.1.8 Keragaan Pasar Keragaan pasar menunjukkan akibat dari keadaan struktur dan perilaku pasar dalam kenyataan sehari-hari yang ditunjukkan dengan harga, biaya, volume produksi, yang akhirnya memberikan penilaian baik atau tidaknya suatu sistem tataniaga (Dahl dan Hammond, 1977). Efisiensi tataniaga dapat dibagi menjadi dua kategori, yaitu efisiensi operasional (teknologi) dan efisiensi ekonomi (harga). Analisis yang dapat digunakan untuk menentukan efisiensi operasional pada proses tataniaga suatu produk yaitu analisis margin tataniaga, farmer s share serta rasio keuntungan dan biaya Margin Tataniaga Margin adalah perbedaan harga atau selisih harga yang dibayar konsumen dengan harga yang diterima petani produsen, atau dapat juga dinyatakan sebagai nilai dari jasa-jasa pelaksanaan kegiatan tataniaga sejak dari tingkat produsen sampai ke titik konsumen akhir. Kegiatan untuk memindahkan barang dari titik produsen ke titik konsumen membutuhkan pengeluaran baik fisik maupun materi. Pengeluaran yang harus dilakukan untuk menyalurkan komoditi dari produsen ke konsumen disebut sebagai biaya tataniaga. Menurut Dahl dan Hammond (1977), mendefenisikan margin tataniaga sebagai perbedaan harga ditingkat petani (Pf) dengan harga pedagang pengecer (Pr). Margin tataniaga menjelaskan perbedaan harga dan tidak memuat pernyataan mengenai jumlah produk yang dipasarkan. Nilai margin tataniaga (value of marketing margin) merupakan perkalian antara margin tataniaga dengan volume produk yang terjual (Pr-Pf) x Qrf yang mengandung pengertian marketing cost dan marketing charge seperti yang terlihat pada Gambar 1. Pendekatan terhadap 19

36 nilai margin tataniaga dapat melalui return to factor (marketing cost) yaitu penjumlahan dari biaya tataniaga, yang merupakan balas jasa terhadap input yang digunakan seperti tenaga kerja, modal, investasi yang diberikan untuk lancarnya proses tataniaga dan input-input lainnya, serta dengan pendekatan return to institution (marketing charge), yaitu pendekatan melalui lembaga-lembaga tataniaga yang terlibat dalam proses penyaluran atau pengolahan komoditi yang dipasarkan (pedagang pengumpul, pengolah, grosir, agen, dan pengecer). Setiap lembaga tataniaga melakukan fungsi-fungsi tataniaga. Fungsi yang dilakukan antar lembaga biasanya berbeda-beda. Hal ini menyebabkan perbedaan harga jual dari lembaga satu dengan yang lainnya sampai ke tingkat konsumen akhir berbeda. Semakin banyak lembaga tataniaga yang terlibat, akan semakin besar perbedaan harga antar produsen dengan harga ditingkat konsumen. Secara grafis margin tataniaga dapat digambarkan sebagai berikut : Harga Sr C Pr A Sf Pf B 0 Qr, f Df Dr Gambar 1. Hubungan Antara Margin Tataniaga, Nilai Margin Tataniaga serta Marketing Cost and Charge Sumber : Dahl dan Hammond (1977) Keterangan : A = Nilai margin tataniaga ((Pr-Pf).Qr,f) B = Marketing cost and Marketing charge C = Margin tataniaga (Pr-Pf) 20

37 Pr Pf Sr Sf Dr Df Qr,f = Harga di tingkat pedagang pengecer = Harga di tingkat petani = Supply di tingkat pengecer (derived supply) = Supply di tingkat petani (primary supply) = Demand di tingkat pengecer (derived demand) = Demand di tingkat petani (primary demand) = Jumlah keseimbangan di tingkat petani dan tingkat pengecer Besarnya margin tataniaga pada suatu saluran tataniaga tertentu dapat dinyatakan sebagai jumlah dari margin pada masing-masing lembaga tataniaga yang terlibat. Rendahnya biaya tataniaga suatu komoditi belum tentu dapat mencerminkan efisiensi yang tinggi Farmer s Share Salah satu indikator yang berguna dalam melihat efisiensi kegiatan tataniaga adalah dengan membandingkan bagian yang diterima petani (farmer s share) terhadap harga yang dibayar konsumen akhir. Bagian yang diterima lembaga tataniaga sering dinyatakan dalam bentuk persentase (Limbong dan Sitorus, 1987) Rasio Keuntungan dan Biaya Tingkat efisiensi tataniaga dapat juga diukur melalui besarnya rasio keuntungan terhadap biaya tataniaga. Rasio keuntungan dan biaya tataniaga mendefenisikan besarnya keuntungan yang diterima atas biaya tataniaga yang dikeluarkan. Dengan demikian semakin meratanya penyebaran rasio keuntungan dan biaya, maka dari segi operasional sistem tataniaga akan semakin efisien (Limbong dan Sitorus, 1987). 21

38 3.2 Kerangka Pemikiran Operasional Penelitian mengenai analisis usahatani dan margin pemasaran kacang kapri dilakukan dengan menilai pendapatan usaha tani yang merupakan selisih antara penerimaan dan biaya yang terjadi. Pendapatan usahatani ini mencakup pendapatan tunai dan pendapatan total. Sistem penaman kacang kapri terbagi menjadi dua yaitu monokultur dan tumpangsari. Setelah pendapatan usahatani diukur dengan mengurangkan penerimaan usahatani kacang kapri yang dinilai dari total nilai produk yang dihasilkan dikali jumlah fisik output dengan harga yang terjadi dan alokasi biaya usahatani meliputi biaya sarana produksi yang habis terpakai, biaya tenaga kerja dan lain-lain. Pendapatan ini kemudian dibandingkan dengan biaya yang terjadi (R/C) untuk mengetahui efisiensi usahatani ini. Bila R/C lebih besar dari satu maka usahatani ini efiesien untuk dilaksanakan, tetapi bila nilai R/C lebih kecil dari satu berarti usahatani ini tidak efisiensi untuk dilaksanakan. Pemasaran kacang kapri yang terjadi ada dua pola yaitu petani menjual ke koperasi dan ke pedagang pengumpul. Pola tersebut akan diukur dengan menganalisis saluran pemasaran, lembaga pemasaran yang turut terlibat, fungsi pemasaran yang diterima lembaga pemasaran, struktur, analisis margin pemasaran, dan keterpaduan pasar 22

39 Usahatani Kacang Kapri Permasalahan: - Fakta mengenai sistem penaman monokultur dan tumpangsari - Jalur pemasaran antara ke koperasi dengan pedagang pengumpul Usahatani Kacang Kapri: - Analisis pendapatan usahatani - Analisis imbangan penerimaan dan biaya usahatani (R/C rasio) Analisis Pemasaran: - Analisis struktur pasar - Analisis pola saluran - Analisis margin pemasaran Efisiensi Usahatani Efisiensi Pemasaran Rekomendasi Gambar 2. Kerangka Pemikiran Analisis Usahatani dan Pemasaran Kacang Kapri 23

40 IV. METODE PENELITIAN 4.1 Lokasi dan Waktu Penelitian Penelitian dilaksanakan di Desa Tegalega dan Padaluyu Kecamatan Warungkondang, Cianjur, Jawa Barat. Pemilihan lokasi di Kecamatan Warungkondang dilakukan secara sengaja (purposive) berdasarkan pertimbangan bahwa merupakan memberikan sumbangan produksi kacang kapri yang besar di Kabupaten Cianjur. Kegiatan pengumpulan data penelitian akan dilakukan pada bulan Maret-Juni Jenis dan Sumber Data Jenis data yang digunakan untuk penelitian ini adalah data primer dan data sekunder, baik yang bersifat kualitatif maupun kuantitatif. Data primer diperoleh dari hasil pengamatan (observasi) dan wawancara langsung di lapangan dengan pelaku lembaga-lembaga tataniaga seperti petani kacang kapri, pedagang pengumpul, koperasi, pasar tradisional, supermarket dan konsumen akhir. Kegiatan wawancara dilakukan untuk mengetahui kondisi dan kegiatan yang dilakukan oleh para petani baik dari kegiatan tanam sampai pada tahap saluran tataniaga. Responden yang diwawancarai diberikan kuesioner untuk menjawab pertanyaan yang diberikan. Data sekunder diperoleh dari laporan atau catatan kelompok tani, Dinas Pertanian Kabupaten Cianjur, artikel dan literatur yang relevan dengan penelitian yang dilakukan. 24

41 4.3 Pengambilan Responden Pemilihan responden petani kacang kapri dilakukan dengan cara sengaja (purposive sampling). Jumlah seluruh responden yang diambil disesuaikan dengan luasan lahan lebih dari 500 m dan berdasarkan sistem tanam. Jumlah seluruh responden yang diambil sebanyak 42 responden yang terdiri dari 30 orang petani, lima orang pedagang pengumpul, satu koperasi dan pasar tradisional. Penentuan responden diambil berdasarkan informasi dari responden sebelumnya sehingga jalur pemasaran tersebut tidak terputus. 4.4 Metode Pengumpulan Data Pengumpulan data merupakan langkah yang sangat penting dalam penelitian. Pengumpulan data dalam penelitian ini menggunakan metode pengamatan langsung (observasi) dan metode kuesioner (angket). Pengamatan langsung (observasi) dilakukan dengan mengamati proses terjadinya beberapa kegiatan tataniaga dan kegiatan budidaya yang berlangsung di lokasi penelitian. Penulis juga melakukan wawancara dengan para petani kacang kapri, pedagang pengumpul, koperasi, dan pasar tradisional untuk mengetahui sistem tataniaga dan kegiatan usaha kacang kapri. Metode kuesioner (angket) dilakukan untuk mengidentifikasi struktur dan perilaku pasar, lembaga dan saluran tataniaga serta fungsi-fungsi tataniaga. Hasil wawancara dengan kuesioner diperlukan untuk mengetahui margin kontribusi tiap lembaga tataniaga, struktur dan perilaku pasar. Metode Pengamatan langsung dan wawancara dilakukan bagi petani untuk mengetahui kegiatan budidaya, mulai dari proses produksi sampai pada proses tataniaga. Hasil 25

42 dari pengamatan, dianalisis untuk mengetahui tingkat keuntungan masing-masing usaha kacang kapri. 4.5 Metode Pengolahan dan Analisis Data Data yang dikumpulkan akan diolah dan disajikan dalam bentuk tabulasi. Hasil dari pengumpulan data dipergunakan untuk menganalisis sistem tataniaga dan analisis usahatani. Data yang dipakai untuk mengetahui margin tataniaga diolah secara manual dengan rumus matematis sederhana. Pengolahan data untuk analisis usahatani menggunakan alat bantu komputer dengan program Ms. Excel. Data yang diperoleh baik data primer maupun data sekunder akan dianalisis secara kualitatif dan kuantitatif. Data yang diperoleh akan diolah dan disajikan dalam bentuk deskriptif tabulasi dan statistik sederhana dengan bantuan kalkulator dan komputer. Analisis yang dilakukan adalah analisis pendapatan usahatani, analisis saluran pemasaran, analisis efisiensi saluran pemasaran, analisis margin pemasaran dan Farmer s Share Analisis Pendapatan Usahatani Menurut Hernanto (1989), analisis pendapatan usahatani bertujuan untuk mengetahui besar keuntungan yang diperoleh dari usaha yang dilakukan. Untuk menghitung pendapatan usahatani dapat digunakan rumus: Pendapatan (π) = TR TC Dimana: TR = Total Penerimaan TC = Total Pengeluaran 26

43 Dengan kiteria: 1. Jika TR>TC maka usaha untung, 2. Jika TR=TC, maka usaha impas, dan 3. Jika TR<TC, maka usaha rugi Selanjutnya akan dianalisis efisiensi usahatani dengan menggunakan analisis rasio penerimaan dan biaya (R/C). Analisis R/C ratio bertujuan untuk menguji sejauh mana hasil yang diperoleh dari usaha tertentu (dihitung selama satu periode) cukup menguntungkan. Seberapa jauh setiap biaya yang dipakai dalam kegiatan usaha usahatani tertentu dapat memberikan nilai penerimaan sebagai manfaatnya. Formulasi rumus sebagai berikut: PenerimaanTotal R / Cratio = = BiayaTotal Q. P BT + BD Dimana : Q P = Total Produksi (Kg) = Harga Jual Produk (Rp) BT = Biaya Tunai (Rp) BD = Biaya Diperhitungkan (Rp) Analisis Lembaga dan Saluran Pemasaran Saluran pemasaran kacang kapri akan diteliti dari produsen sampai ke konsumen akhir, dan pola pemasarannya didasarkan pada alur pemasaran yang terjadi di tempat penelitian Analisis Farmer s Share Salah satu indikator yang berguna dalam melihat efisiensi kegiatan tataniaga adalah dengan membandingkan bagian yang diterima petani (farmer s share) terhadap harga yang dibayar konsumen akhir. Bagian yang diterima 27

44 lembaga tataniaga sering dinyatakan dalam bentuk persentase (Limbong dan Sitorus, 1987). Farmer s Share berhubungan negatif dengan margin pemasaran, artinya semakin tinggi margin pemasaran maka bagian yang akan diperoleh petani (farmer s share) semakin rendah. Rumus untuk menghitung farmer s share adalah: Dimana : Fs = Pf Pr x100% Fs = Farmer s Share Pf = Harga di tingkat petani Pr = Harga yang dibayarkan oleh konsumen akhir Margin Pemasaran Analisis margin tataniaga digunakan untuk melihat tingkat efisiensi pemasaran kacang kapri. Margin pemasaran merupakan perbedaan harga yang terjadi di tingkat produsen (harga beli) dengan harga di tingkat konsumen (harga jual). Margin pemasaran dihitung berdasarkan pengurangan harga penjualan dengan harga pembelian pada setiap tingkat lembaga tataniaga. Limbong dan Sitorus (1987), perhitungan margin tataniaga secara matematis dapat dirumuskan sebagai berikut: Mi = Hji-Hbi Dimana: Mi = Margin pemasaran pada tingkat ke-i Hji = Harga jual pasar tingkat ke-i Hbi = Harga beli pasar tingkat ke-i 28

45 Besarnya margin pemasaran juga dapat diperoleh dengan menjumlahkan biaya-biaya pemasaran dan keuntungan yang diperoleh dari setiap lembaga pemasaran, yaitu: M i = C i + π i Dimana: Mi = Margin pemasaran pada tingkat ke-i Ci = biaya lembaga pemasaran di tingkat ke-i π i = keuntungan lembaga pemasaran tingkat ke-i Sehingga: H ji H bi = C i + π i Berdasarkan persamaan di atas, maka keuntungan pada tingkat ke-i adalah: πi = H ji H bi - C i Maka besarnya margin pemasaran adalah: m i = M i, dimana: i m i = 1,2,3,...,n = Total margin tataniaga Analisis Rasio Keuntungan dan Biaya Tingkat efisiensi tataniaga dapat juga diukur melalui besarnya rasio keuntungan terhadap biaya tataniaga. Rasio keuntungan dan biaya tataniaga mendefenisikan besarnya keuntungan yang diterima atas biaya tataniaga yang dikeluarkan. Dengan demikian semakin meratanya penyebaran rasio keuntungan dan biaya, maka dari segi operasional sistem tataniaga akan semakin efisien (Limbong dan Sitorus, 1987). Rasio keuntungan dan biaya tataniaga merupakan besarnya keuntungan yang diterima lembaga tataniaga sebagai imbalan atas biaya 29

46 tataniaga yang dikeluarkan. Rasio keuntungan dan biaya setiap lembaga tataniaga dapat dirumuskan sebagai berikut : Keuntunganke i Rasio Keuntungan dan Biaya = Biayake i Dimana : Keuntungan ke-i = keuntungan lembaga pemasaran Biaya ke-i = Biaya lembaga pemasaran 30

47 V. GAMBARAN UMUM KECAMATAN WARUNGKONDANG 5.1 Letak Geografis Penelitian ini dilakukan di Kecamatan Warungkondang, Cianjur. Kecamatan Warungkondang merupakan salah satu sentra produksi hortikultura yang berada di Cianjur,karena dengan suhu yang mendukung untuk budidaya sayuran. Kecamatan Warungkondang merupakan dataran tinggi yang berada di jalur protokol antara Sukabumi dan Bandung dengan luas wilayah km. Dengan ketinggian m di atas permukaan laut. Kisaran suhu rata-rata harian yang terjadi di daerah ini adalah C dengan ph tanah 5-6. Sedangkan curah hujan yang tercatat pada tahun 2005 adalah 3400 mm/tahun dan banyaknya hari hujan 98 hari. Kecamatan Warungkondang terdiri dari 11 desa. Jumlah penduduk lakilaki jiwa dan perempuan jiwa, dengan jumlah keseluruhan yang mencapai 65 jiwa/km. Berdasarkan data kecamatan Warungkondang terdiri dari 33 dusun, 299 Rukun tetangga, dan 82 Rukun warga. Dari jumlah desa tersebut mayoritas desa berada pada ketinggian sekitar < 500 m terhadap permukaan laut. Berdasarkan data yang diperoleh, sebagian besar tanah yang terdapat di Kecamatan Warungkondang digunakan sebagai sawah dan ladang, artinya sebagian besar penduduk ini hidup dari bercocok tanam, sedangkan untuk areal pemukiman dan perumahan bagi responden dan penduduk desa termasuk dalam urutan kedua. 31

48 Adapun batas wilayah Kecamaatan Warungkondang sebagai berikut : 1. Sebelah Utara : Kecamatan Cugenang 2. Sebelah Selatan : Kecamatan Gekbrong 3. Sebelah Barat : Kecamatan Cilaku 4. Sebelah Timur : Kecamatan Cibeber 5.2 Karakteristik Responden Tingkat Pendidikan Tingkat pendidikan yang dimiliki seseorang akan dapat mempengaruhi kemampuan seseorang dalam menyerap dan memahami informasi yang disampaikan. Berdasarkan wawancara pada umumnya responden telah terlepas dari buta huruf dan hitung, meskipun para petani tidak memiliki pendidikan formal yang tinggi. Hal tersebut memudahkan petani kacang kapri menerima informasi dan teknologi berkaitan budidaya kacang kapri. Pendidikan formal petani kacang kapri meliputi SD sampai dengan SMU sederajat. Sebagian besar responden didominasi oleh lulusan SD yakni 60 persen, kemudian SMP 26,7 persen, dan SMA 13,3 persen. Hal ini menunjukkan bahwa tingkat pendidikan para petani kacang kapri sangat rendah dan menunjukkan bahwa untuk bertani kacang kapri tidak dipengaruhi oleh faktor tingkat pendidikkan, melainkan lebih dipengaruhi oleh faktor pengalaman. Untuk tingkat pendidikan dapat dilihat pada Tabel 5. 32

49 Tabel 5. Tingkat Pendidikan Responden di Kecamatan Warungkondang Tahun 2008 Tingkat Pendidikan Jumlah Responden (Orang) Persentase (%) SD SMP 8 26,7 SMA 4 13,3 Jumlah Sumber : Data primer diolah Usia Bertani adalah mata pencaharian sebagian besar penduduk Kecamatan Warungkondang. Umur rata-rata responden di kelompokan menjadi tiga kelompok yaitu tahun, tahun, dan 50 tahun lebih. Pembagian umur responden dan persentase dapat dilihat pada Tabel 6. Tabel 6. Karakteristik Umur Responden di Kecamatan Warungkondang Tahun 2008 Golongan Umur (Tahun) Jumlah Responden (Orang) Presentase (%) , > ,3 Jumlah Sumber : data primer diolah Dapat dikatakan bahwa petani kacang kapri umumnya berada diatas 30 tahun dimana pada usia ini para petani sudah memiliki lahan sendiri untuk diolah. Hal ini juga digambarkan oleh luasan lahan yang dimiliki oleh 15 responden memiliki lahan lebih dari 1000 m dan 15 responden yang memiliki lahan kurang dari 1000 m Pengalaman Keberhasilan suatu usahatani selain dari tingkat pendidikannya ditentukan juga dari pengalamannya. Dari 30 orang responden yang diperoleh rata-rata adalah tahun. Untuk lebih jelasnya klasifikasi pengalaman petani pada Tabel 7. 33

50 Tabel 7. Pengalaman Bertani Responden di Kecamatan Warungkondang Tahun 2008 Pengalaman Bertani (Tahun) Jumlah (Orang) Presentase (%) < , > ,3 Jumlah Sumber : Data diolah Dari 30 responden petani kacang kapri diperoleh informasi bahwa usahatani kacang kapri yang luasan lahan kurang dari 1000 m merupakan petani dengan sistem tumpang sari, sedangkan luasan lebih dari 1000 m hanya fokus untuk kacang kapri (monokultur). Alasan seluruh responden dalam mengusahakan kacang kapri adalah karena harga cukup tinggi dan umur panen tergolong singkat. Berdasarkan wawancara usaha budidaya kacang kapri yang dilakukan petani responden untuk lahan kurang 1000 m sebagian petaninya melakukan tumpang sari dengan tomat atau sawi namun, karena yang paling banyak tomat jadi peneliti hanya mengambil tumpang sari dengan tomat. Sedangkan lahan lebih dari 1000 m menggunakan pola monokultur. Lahan yang digunakan petani responden sebagian besar merupakan adalah milik sendiri. Jumlah responden memiliki lahan sendiri adalah 20 orang. Selain milik sendiri ada juga yang menyewa lahan dengan jumlah 10 orang. 34

51 VI. HASIL DAN PEMBAHASAN USAHATANI DAN TATANIAGA KACANG KAPRI 6.1 Gambaran Umum Usahatani Kacang Kapri Berdasarkan hasil pengamatan usahatani hortikultur di Kecamatan Warungkondang pada umumnya petani umumnya mengusahakan tomat. Namun sudah mulai diikuti dengan kacang kapri yang sudah mulai banyak ditanam oleh petani setempat. Disamping itu juga mereka menanam kentang, cabe, daun bawang, kubis cabe dan wortel. Namun umumnya kacang kapri ditanam secara monokultur dan sedikit yang menumpang sari dengan sayuran jenis lainnya. Kacang kapri banyak ditanam di dataran tinggi dengan suhu optimum untuk pertumbuhan adalah C. Curah hujan yang diperlukan mm pertahun, ph tanah 5,5-6,5, dan ketinggian 1200 m. Pemanenan kapri dilakukan hari setelah penanaman. Penampakan polong dapat dipakai sebagai petunjuk kemasakan. Polong harus terisi biji muda dan lunak yang warnanya berubah dari hijau tua ke hijau muda. Panen diketahui biasanya tanaman kacang kapri berbunga. Cara petani memproleh bibit kacang kapri ada dua cara yaitu menyemai dengan membeli bibit dari luar. Sebagian besar petani menyemai benih kacang kapri sendiri. Varietas yang banyak dibudidayakan petani di Kecamatan Warungkondang ialah kapri Gajih. Pengolahan lahan dilakukan dilakukan biasanya 10 hari sebelum tanam agar keadaannya sempurna untuk mendukung pertumbuhan tanaman kcang kapri. Setelah tanah diolah dan bedengan selesai dibuat maka tanah dicampur dengan pupuk kandang untuk meningkatkan kesuburan tanah. Untuk tumpangsari 35

52 tanaman kacang kapri ditanaman 20 hari setelah tomat agar panen dapat dilakukan serempak. Selain itu perbedaan dengan yang ditumpangsari adalah jarak tanamnya yaitu lebih panjang dibanding dengan monokultur. Tahap selanjutnya adalah pemeliharaan tanaman meliputi beberapa kegiatan yaitu penyiraman, penyiangan, pemasangan ajir (dilakukan pada umur tiga minggu), perlindungan tanamanan, dan pemupukan. Untuk pemupukan kimiawi kacang kapri yang dilakukan petani di tempat penelitian memakai NPK pada penanaman dan pupuk cair Super Grow pada umur 25 hari untuk mempercepat pertumbuhan. Sedangkan untuk pencegahan hama dilakukan penyemprotan insktisida yang dilakukan empat kali selama masa penanaman. Untuk pembelian pupuk dibeli dari kios-kios yang berada di daerah sekitar Kecamatan Warungkondang. Pada pengolahan lahan dan penanaman banyak diperlukan pekerja sehingga petani perlu mengeluarkan biaya yang cukup besar untuk mengupah. Untuk pengolahan lahan umumnya dilakukan oleh tenaga kerja pria. Bagi petani yang memiliki lahan yang ditumpangsari kegiatan pengolahan lahan, penyiraman, penyiangan biasanya dilakukan sendiri. Sedangkan lahan yang hanya fokus pada kacang kapri saja untuk pengolahan dan pemasangan ajir mengupah tenga kerja dari luar. Petani kacang kapri di tempat penelitian kegiatan penyiraman, penyiangan, pemupukan tanaman biasanya dilakukan tenaga kerja pria. Namun untuk pemanenan biasanya dilakukan oleh tenaga kerja wanita. Untuk satu kali kerja seorang tenaga kerja pria diberi upah Rp /hari (dari pukul sampai pukul WIB) dan bagi tenaga kerja wanita upah yang diberikan Rp 6.000/hari. 36

53 6.2 Analisis Pendapatan Usahatani Kacang Kapri Seperti pada kegiatan produksi lainnya, usahatani kacang kapri akan di nilai dari pendapatan yang merupakan selisih dari penerimaan dengan biaya yang dikeluarkan. Pengukuran penerimaan pada penelitian ini didasarkan pada hasil produksi selama musim tanam. Dalam setahun petani kacang kapri memiliki lima sampai enam kali pemanenan namun untuk yang ditumpangsari dengan tomat hanya berkisar empat kali. Dalam menganalisis pendapatan petani kacang kapri di Kecamatan Warungkondang akan digolongkan menjadi dua golongan petani tumpangsari dengan tomat dan golongan petani hanya kacang kapri saja. Bagian yang berbeda terletak untuk pemakaian tenaga kerja dimana untuk tumpangsari lebih banyak menggunakan tenaga kerja dari dalam keluarga sebaliknya dengan petani yang hanya kacang kapri saja menggunakan tenaga kerja dari luar keluarga Analisis Biaya Usahatani Kacang Kapri Komponen biaya total dikelompokan menjadi dua bagian yaitu biaya tunai dan biaya diperhitungkan. Biaya tunai adalah biaya-biaya yang dibayarkan oleh petani seperti pengeluaran untuk bibit, pupuk, obat-obatan, dan tenaga kerja dari luar keluarga. Sedangkan biaya di perhitungkan ialah biaya yang dibebankan kepada usahatani seperti tenaga kerja dalam keluarga, penyusutan alat-alat pertanian, dan sewa lahan. 1. Biaya Tunai Besarnya penggunaan benih yang dikeluarkan untuk sekali penanaman bagi golongan petani tumpangsari perluasan rata-rata adalah 2,03 liter dimana per liternya kapri Rp dan benih tomat 3,06 gram dimana dijual per amplop 37

54 berisi 10 gram Rp sedangkan bagi petani monokultur (kacang kapri saja) adalah 6,33 liter. Untuk penggunaan benih per hektar bagi golongan tumpangsari benih kacang kapri 25,37 liter dan tomat 38,25 gram sedangkan untuk monokultur menggunakan 30,13 liter. Penggunaan pupuk kandang bagi petani kacang kapri di Kecamatan Warungkondang, merupakan salah satu yang penting mengingat perbedaan tingkat kesuburan tanah yang dimiliki petani. Pupuk kandang diberikan pada setiap musim tanam perluasan rata-rata petani golongan tumpangsari adalah 12,66 karung, sedangkan untuk monokultur 32,6 karung, dimana harga perkarung sebesar Rp Untuk luasan perhektar pupuk kandang yang digunakan sistem tumpangsari 158,25 karung dan monokultur 155,2 karung. Penggunaan pupuk kimia seperti NPK (Rp 2.600/kg), Urea (Rp 2.500/kg) dan Super Grow (Rp /liter), untuk tumpang sari 27,66 kg, 16,9 kg, dan 1,5 liter sedangkan untuk petani monokultur 117,73 kg, 46,67 kg, dan 3,13 kg. Untuk pencegahan penyakit dan hama penggangu penggunaan insektisida dan fungisida tumpangsari untuk luasan rata-rata adalah 1,46 gr dan 1,66 gr, sedangkan untuk monokultur 1,3 gr dan 2 gr, dimana pergramnya dijual dengan harga Rp /gr. Untuk luasan per hektar penggunaan insektisida dan fungisida tumpangsari 18,25 gr dan 20,75 gr, sedangkan monokultur 6,2 gr dan 9,52 gr. Tanaman kacang kapri adalah tanaman yang merambat untuk itu diperlukan medianya. Petani kacang kapri yang berada di tempat penelitian membuat medianya dari ajir yang panjang ± 2 m dan tali yang terbuat dari karung beras yang dipisah-pisah. Untuk harga ajir dan karung kebutuhan tumpangsari adalah Rp dan Rp 6.020, sedangkan untuk petani yang menanam kacang 38

55 kapri saja Rp dan Rp Untuk luasan per hektar penggunaan ajir dan tali karung tumpangsari Rp dan Rp , sedangkan untuk monokultur Rp dan Rp ,8. Penggunaan tenaga kerja upahan lebih banyak digunakan pada pekerjaan berat seperti pengolahan, penanaman, dan pemasangan ajir. Keterlibatan tenaga kerja dari luar pada golongan tumpangsari lebih rendah dari dibanding petani monokultur. Hal ini di tunjukan oleh besarnya upah yang dikeluarkan golongan petani monokultur yaitu Rp untuk luasan rata-rata, sedangkan untuk luasan perhektar dengan biaya Rp Biaya diperhitungkan Biaya di perhitungkan mencakup biaya lahan, biaya tenaga kerja dalam keluarga Perhitungan biaya penyusutan alat-alat pertanian usahatani kacang kapri ini adalah sprayer, cangkul, ember. Karena penggunaan peralatan tersebut tidak habis dipakai, maka diperhitungkan sebagai biaya penyusutan peralatan. Untuk perhitungan penyusutan petani tumpangsari maupun monokultur menggunakan metode garis lurus. Hal ini disebabkan peralatan tersebut masih dapat digunakan untuk beberapa musim tanam selanjutnya tergantung dari umur ekonomis peralatan dan nilai akhir dari alat-alat tersebut dianggap nol karena alat-alat tersebut tidak laku dijual Berikut adalah tabel penyusutan tumpangsari dan monokultur. 39

56 Tabel 8. Biaya Penyusutan Peralatan Usahatani Kacang Kapri Petani Tumpangsari Luasan Rata-rata 0,08 Ha Jenis Peralatan Jumlah (unit) Harga / Satuan (Rp) Nilai (Rp) Umur Ekonomis (tahun) Penyusutan / tahun (Rp) Penyusutan / Periode (Rp) Sprayer , ,44 Cangkul , ,00 Ember , ,00 Total Penyusutan per periode ,44 Petani Monokultur Luasan Rata-rata 0,21 Ha Jenis Peralatan Jumlah (unit) Harga/ Satuan (Rp) Nilai (Rp) Umur Ekonomis (tahun) Penyusutan /tahun (Rp) Penyusutan / Periode (Rp) Sprayer , ,44 Cangkul , ,00 Ember , ,70 Total Penyusutan per periode ,10 Sumber : Data diolah Untuk lahan petani kacang kapri yang berada di Kecamatan Warungkondang adalah lahan milik sendiri dan hanya sedikit petani yang menyewa lahan dari orang lain. Namun untuk biaya lahan harus tetap dimasukan kedalam biaya diperhitungkan Untuk penggunaan modal sebagian besar petani sudah menggunakan modal sendiri. Jadi, untuk biaya pinjaman dari bank atau lembaga tidak dimasukan dalam perhitungan biaya diperhitungkan. 3. Biaya Total Usahatani Biaya total usahatani merupakan penjumlahan biaya tunai dan biaya diperhitungkan. Biaya total per luasan rata-rata dan perhektar untuk tumpangsari dan monokultur (kacang kapri saja) untuk sekali penanaman dapat dilihat pada Tabel 9. 40

57 Tabel 9. Total Biaya Usahatani Kacang Kapri per Luasan Rata-rata dan per Hektar per Musim Secara Tumpangsari dengan Monokultur di Kecamatan Warungkondang Tahun 2008 Uraian Rata-rata Biaya Lahan 0,08 ha (Rp) Tumpangsari Biaya Per Hektar (Rp) (%) Rata-rata Biaya Lahan 0,21ha (Rp) Monokultur Biaya Per Hektar (Rp) A. Biaya diperhit ungkan Biaya penyusutan -Hand Spryer 6.944, ,50 0, , ,53 0,28 -Cangkul 1.800, ,00 0, , ,00 0,14 -Ember 1.750, ,00 0, , ,49 0,12 Tenaga Kerja Keluarga , ,00 17, , ,00 9,78 Sewa lahan , ,63 2, , ,49 2,45 Jumlah Biaya diperhitung kan , ,13 20, , ,52 12,77 B. Biaya tunai Benih kacang kapri , ,00 6, , ,00 10,07 Benih (%) tomat , ,00 2,50 Pupuk kandang , ,00 5, , ,00 6,48 Urea , ,00 3, , ,49 4,64 NPK , ,00 6, , ,48 12,17 Super Grow , ,00 1, , ,00 1,87 Insektisda , ,00 6, , ,00 6,58 Fungisida , ,00 5, , ,00 5,44 Tali dari karung 6.020, ,00 0, , ,80 0,76 Ajir , ,00 12, , ,00 14,91 Tenaga Kerja , ,00 27, , ,00 24,30 Jumlah Biaya Tunai , ,00 79, , ,77 87,23 A+B , ,13 100, , ,29 100,00 Dapat diketahui besarnya total biaya tunai untuk luasan rata-rata yang dikeluarkan oleh petani adalah Rp (79,42 persen dari biaya total) dan 41

58 besarnya biaya diperhitungkan Rp ,77 (20,57 persen dari biaya total), sedangkan luasan perhektar Rp Sehingga biaya total usahatani kacang kapri yang ditumpangsari dengan tomat untuk sekali musim tanam Rp ,77. Untuk golongan petani ini pengeluaran terbesar terdapat pada tenaga kerja dari luar yaitu 27,70 persen dari total biaya. Total biaya tunai perluasan rata-rata sebesar Rp ,77 sedangkan untuk luasan per hektar Rp ,13. Besarnya total biaya usahatani kacang kapri dengan sistem monokultur untuk total biaya tunai Rp ,70 (87,23 persen dari biaya total) sedangkan untuk total biaya diperhitungkan Rp ,84 (12,77 persen dari biaya total). Pengeluaran terbesar dari petani golongan ini terdapat pada media kacang kapri untuk merambat yaitu ajir dan tenaga kerja, karena dengan luasan yang lebih membutuhkan banyak ajir dan tenaga kerja. Dari tabel tesebut dapat dilihat bahwa dengan sistem penanaman yang berbeda membutuhkan biaya yang berbeda pula. Petani dalam luasan rata-rata dengan sistem monokultur membutuhkan biaya yang lebih besar. Hal ini dipengaruhi oleh luas areal lahan yang lebih luas untuk monokultur. Perbedaan mencolok terdapat pada kedua golongan petani ini terdapat pada biaya tunai. Karena semakin luas lahan yang ditanam maka akan semakin banyak yang akan dihasilkan. Namun dalam luasan satu hektar total biaya tunai pada monokultur lebih rendah dibanding dengan tumpangsari. Dapat dikatakan penggunaan input pada monokultur lebih efisien. 42

59 6.2.2 Analisis Pendapatan Usahatani Penerimaan usahatani kacang kapri merupakan jumlah rata-rata hasil panen dikalikan dengan harga rata-rata yang diterima petani. Kacang kapri yang dijual petani di tempat penelitian dijual per kilogram. Ada yang dijual ke Koperasi dan pedagang pengumpul. Harga ditingkat koperasi lebih tinggi dibanding dengan pedagang pengumpul karena memiliki standar tertentu untuk dijual ke Supermarket. Namun, karena responden ada yang tidak termasuk kedalam anggota koperasi maka peneliti merata-ratakan harga per kilogram kacang kapri dijual dengan harga Rp dan tomat Rp Analisis Perbandingan Pendapatan Berdasarkan Sistem Penanaman Untuk menganalisis perbandingan usahatani berdasarkan sistem penanaman maka kedua sistem tersebut harus dikonversikan dahulu satu luasan yang sama, yaitu dalam satu hektar. Hal ini dilakukan untuk melihat tingkat keefisienan petani responden dalam melakukan penanaman sistem tumpangsari dan monokultur. Tabel 10. Perbandingan Pendapatan Petani Kacang Kapri per Musim Tumpangsari dan Monokultur di Kecamatan Warungkondang Uraian Petani Tumpangsari Pendapatan Pendapatan Perluasan ratarata 0,08 Per hektar Ha Petani Monokultur Pendapatan Perluasan rata-rata 0,21 Ha Pendapatan Per hektar Jumlah Produksi - Kacang kapri (kg) 208, ,25 613, ,90 - Tomat (kg) 1.033, , Penerimaan usahatani - Kacang Kapri (Rp) , , , ,00 - Tomat (Rp) , , Biaya tunai (Rp) , , , ,77 Biaya diperhitungkan , , , ,52 (Rp) Total biaya (Rp) , , , ,29 Pendapatan atas biaya , , , ,23 tunai (Rp) Pendapatan bersih (Rp) , , , ,71 R/C Rasio 3,04 3,04 1,98 1,98 43

60 Pada Tabel 10 dapat diketahui bahwa untuk luasan satu hektar produktivitas kacang kapri dengan luasan lahan 0,08 ha sebesar 2.606,25 kg sedangkan luasan 0,21 ha sebesar 2.921,9 kg. Hasil dari tumpangsari lebih sedikit dibanding monokultur dikarenakan jarak penanaman dari tumpangsari lebih lebar. Untuk penerimaannya petani tumpangsari kacang kapri Rp dan tomat Rp sedangkan petani monokultur adalah Rp Pendapatan usahatani merupakan selisih dari penerimaan usahatani dan biaya total usahatani. Nilai pendapatan bersih usahatani kacang kapri untuk satu musim penanaman dengan luasan satu hektar bagi petani tumpangsari adalah Rp ,88 dengan R/C rasio 3,04. Ini berarti dengan Rp 100 biaya yang dikeluarkan oleh petani maka akan memperoleh imbalan penerimaan sebesar Rp 304. Sedangkan bagi petani dengan sistem monokultur, besarnya pendapatan bersih yang diperoleh adalah Rp ,83 dengan nilai R/C rasionya 1,98 yang artinya setiap Rp 100 biaya yang dikeluarkan petani akan menghasilkan imbalan penerimaan sebesar Rp 198. Berdasarkan hasil analisis nilai R/C rasio yang diperoleh lebih dari satu, sehingga dapat diartikan bahwa usahatani kacang kapri tersebut menguntungkan karena nilai R/C rasionya lebih dari satu. Bila dilihat berdasarkan sistem penanaman lahan maka akan diperoleh sistem tumpangsari memiliki rasio yang lebih besar. Sehingga dapat dikatakan usahatani kacang kapri dengan sistem tumpangsari lebih menguntungkan karena mempunyai dua produk dalam satu lahan. Namun dilihat dari segi biaya yang digunakan pada kedua sistem penanaman untuk total biaya tunai dan biaya diperhitungkan petani kacang kapri dengan sistem monokultur sedikit lebih kecil dibanding dengan petani kacang 44

61 kapri dengan tumpangsari. Dilihat dari kedua R/C rasio kacang kapri untuk tumpangsari dan monokultur sudah cukup besar dibandingkan dengan R/C rasio dari tanaman kubis yang hanya 1,14 yang di teliti oleh Mulyani (2000). Perbedaannya terletak pada total biayanya yang cukup besar yang menyebabkan R/C nya rendah. Ada beberapa alasan yang mendorong petani kacang kapri yang berada di kecamatan Warungkondang masih lebih memilih menanam kacang kapri yaitu 1. harga yang tinggi dibanding dengan sayuran seperti tomat dan sawi, 2. Biaya produksi tidak terlalu tinggi dibanding dengan tanaman lain, 3. dari pemeliharaan dan ketahanan terhadap penyakit kacang kapri relatif tahan. Dalam melakukan suatu usaha ada dua risiko yang harus dihadapi, yaitu risiko teknis dan risiko ekonomis. Risiko teknis yang sering dihadapi adalah hama dan penyakit sehingga dapat menyebabkan kerugian yang cukup berarti. Risiko ekonomis diantaranya fluktuasi harga kacang kapri di pasaran. Fluktuasi harga produksi dipengaruhi oleh jumlah permintaan dan penawaran yang terjadi dipasaran. Adanya fluktuasi harga seringkali membawa kerugian bagi petani. Berdasarkan hasil wawancara dengan petani kacang kapri yang berada di kecamatan Warungkondang, petani tidak ingin memperluas lahan untuk kacang kapri karana permintaannya masih terbatas untuk mengimbangi harga. Karena banyaknya hasil produksi yang dilepas ke pasar dengan permintaan terbatas membuat harga yang dapat menurun. Namun ada waktu-waktu tertentu permintaan akan kacang kapri meningkat dan petani mau menaikan harga jualnya, seperti pada hari raya. 45

62 6.3 Saluran Tataniaga Saluran tataniaga adalah usaha yang dilakukan untuk menyampaikan barang dan jasa dari produsen ke tangan konsumen yang didalamnya terlibat beberapa lembaga tataniaga yang menjalankan fungsi-fungsi tataniaga (Limbong dan Sitorus, 1987). Penyampaian produk hasil panen kacang kapri dari produsen ke konsumen akhir akan melalui suatu mata rantai pemasaran. Berdasarkan rantai pasokan yang berada di tempat penelitian pasar yang dituju dalam pemasaran kacang kapri dibagi dua yaitu pasar tradisonal dan koperasi. Dari dua pola saluran terdapat koperasi dan pedagang pengumpul yaitu koperasi dan pedagang pengumpul. Ke koperasi 60 persen dan ke pedagang pengumpul 40 persen. Pada pola satu petani menjual kepada koperasi kemudian dilanjutkan ke pasar modern seperti supermarket seperti hypermart lalu ke konsumen. Untuk menjual ke koperasi hasil panen dari kacang kapri harus bermutu baik dan memiliki standar yang diinginkan oleh pihak supermarket. Pada pola kedua petani menjual kacang kapri kepada pedagang pengumpul. Kacang kapri yang dipasarkan ke pedagang pengumpul biasanya bermutu rendah dan berasal dari petani kacang kapri yang telah bekerja sama dengan pedagang pengumpul. Perbedaan yang mendasar dari kedua pola saluarn tataniga ialah pada harganya, dimana harga di koperasi lebih tinggi dari pedagang pengumpul. Berikut adalah gambar pola saluran tataniaga di Kecamatan Warungkondang 46

63 Pola 1 (60 %) Petani Pola 2 (40 %) Koperasi Pedagang pengumpul Supermarket Pasar Tradisional Konsumen Gambar 3. Saluran Tataniaga Kacang Kapri di Kecamatan Warungkondang Keterangan : Pola 1 : Petani Koperasi Supermarket Konsumen Pola 2 : Petani Pedagang pengumpul Pasar Tradisional Konsumen 6.4 Fungsi Tataniaga Menurut Limbong dan Sitorus (1987), fungsi tataniaga merupakan kegiatan-kegiatan atau tindakan-tindakan yang dapat memperlancar proses penyampaian barang atau jasa. Di dalam sistem tataniaga terdapat lembaga tataniaga yang mempunyai peranan penting dalam memperlancar fungsi-fungsi tataniaga. Fungsi-fungsi tersebut adalah fungsi pertukaran, fungsi fisik, dan fungsi fasilitas. Fungsi pertukaran meliputi kegiatan-kegiatan yang dapat memperlancar perpindahan hak milik dari barang dan jasa yang dipasarkan. Fungsi pertukaran terdiri dari fungsi pembelian dan fungsi penjualan. Fungsi fisik meliputi tindakan yang langsung berhubungan dengan barang dan jasa sehingga menimbulkan kegunaan tempat, bentuk, dan waktu. Fungsi fisik meliputi kegiatan penyimpanan, pengelolaan, dan pengangkutan. Fungsi fasilitas terdiri dari fungsi standarisasi 47

64 dan grading, fungsi penanggungan risiko, pembiayaan, dan fungsi informasi pasar. Berikut ini adalah pelaksanaan fungsi-fungsi tataniaga oleh masing-masing lembaga tataniaga Fungsi-fungsi Tataniaga Petani Pada umumnya kegiatan atau fungsi pemasaran yang dilakukan oleh petani hanyalah fungsi pertukaran yaitu penjualan, pembelian, pengelolaan. Dari hasil wawancara seluruh petani responden tidak pernah menjual langsung ke pasar. Disamping itu petani tidak semua petani melakukan fungsi fisik di mana ada petani yang tidak mengeluarkan biaya seperti pengangkutan yang merupakan tanggung jawab pedagang pengumpul, namun untuk petani yang beranggota koperasi petani biasanya mengantarkan hasil panen kacang kapri ke koperasi. Transaksi antara pedagang pengumpul desa dan petani dilakukan di rumah petani. Harga ditentukan oleh pedagang pengumpul desa yang biasanya telah disesuaikan dengan harga yang berlaku di pasar, dan petani akan menerima harga yang tidak berbeda dengan petani yang lain Fungsi Tataniaga oleh Pedagang Pengumpul Fungsi pemasaran yang dilakukan oleh pedagang pengumpul adalah fungsi pertukaran berupa pembelian dan penjualan dan fungsi fisik yaitu pengumpulan pengangkutan dari kebun-kebun petani, fungsi fasiltas yaitu penimbangan, penanggungan risiko, pembiayaan, dan informasi pasar. Pedagang pengumpul mendatangi petani dari rumah ke rumah sekitar Kecamatan Warungkondang yang biasa mensuplai kacang kapri. Setelah merasa hasil panen petani cukup banyak, pedagang ini akan membawa ke kota dimana pedagang pengumpul desa sudah mempunyai saluran ke pasar tradisional di kota. 48

65 Sistem pembayaran yang dilakukan tengkulak antara lain secara tunai. Pengepakan yang dilakukan pedagang pengumpul menggunakan keranjang dengan kapasitas kg. Pedagang pengumpul juga merupakan penghubung informasi harga dari pasar kepada petani dan penanggung risiko sebagai akibat penyusutan selama dalam perjalanan Fungsi Tataniaga oleh Koperasi Koperasi desa yang ada Kecamatan Warungkondang berada di desa Tegallega mendapatkan kacang kapri dari petani yang masuk dalam anggota koperasi tersebut. Koperasi yang berada di daerah ini biasanya membeli kacang kapri dengan harga yang lebih tinggi daripada yang dijual kepada pedagang pengumpul. Dari hasil penelitian petani dengan sistem monokultur hasil panennya lebih dapat memenuhi kualitas untuk standar yang diinginkan koperasi. Fungsi tataniaga yang dilakukan koperasi fungsi pembelian dan dari petani dan fungsi penjualan kepada supermarket. Fungsi fisik yang dilakukan oleh koperasi untuk fungsi pengemasannya dilakukan dengan menggunakan tray dan wrapping film yang berukuran 200 gr, sedangkan fungsi pengangkutan yang dilakukan dengan menggunakan mobil box. Fungsi fasilitas dan fungsi penanggungan risiko merupakan fungsi akibat adanya penyusutan selama perjalanan dan pinjaman modal, jika petani membutuhkan modal dan adanya anggota koperasi yang sakit. Fungsi informasi pasar merupakan fungsi dimana adanya perubahan harga di dalam pasar Fungsi Tataniaga oleh Supermarket Supermarket yang mendapat suplai dari koperasi melakukan fungsi pembelian, fungsi penjualan langsung kepada konsumen serta fungsi fasilitas. 49

66 Supermarket melakukan fungsi pertukaran yaitu fungsi pembelian dari koperasi dan melakukan penjualan kepada konsumen. Supermarket sudah dijual dalam bentuk kemasan 200 gr. Fungsi fasilitas yang dilakukan supermarket adalah fungsi penanggungan risiko berupa biaya penyusutan akibat penyimpanan terlalu lama, selain itu terjadi pertukaran mengenai informasi harga dari permintaan dari koperasi Fungsi Tataniaga oleh Pasar Tradisional Fungsi pasar tradisional yang dimaksud pedagang pengecer. Sebenarnya pasar tradisional hampir sama dengan supermarket yaitu melakukan fungsi penjualan. Pasar tradisional yang terletak di Cikaroya menerima kacang kapri dari pedagang pengumpul dari wilayah Kecamatan Warungkondang saja. Fungsi pemasaran yang dilakukan fungsi pertukaran yaitu fungsi pembelian dari pedagang pengumpul dan penjualan tehadap konsumen. Sedangkan fungsi fisik yang dilakukan adalah fungsi penyimpanan itu pun jika kacang kapri tidak habis dijual. Fungsi fasilitas yang dilakukan pasar tradisional adalah memberikan informasi harga. Fungsi pada lembaga tataniaga dilampirkan pada Tabel

67 Tabel 11. Fungsi Tataniaga pada Lembaga Pemasaran Kacang Kapri di Kecamatan Warungkondang Fungsi Tataniaga Petani Koperasi Lembaga Tataniaga Pedagang Pengumpul Supermarket Pasar Tradisional Fungsi Pertukaran - Pembelian - - Penjualan Fungsi Fisik - Penyimpanan Pengelolaan Pengangkutan * - - Fungsi Fasilitas - Sortasi Grading Penanggungan risiko Pembiayaan Informasi pasar - Keterangan : = Melakukan fungsi tataniaga - = Tidak melakukan fungsi tataniaga * = Hanya petani yang menjadi anggota koperasi 6.5 Analisis Struktur Pasar Struktur pasar (market structure) adalah suatu dimensi yang menjelaskan pengambilan keputusan oleh perusahaan atau industri, jumlah perusahaan dalam suatu pasar (lembaga tataniaga), distribusi perusahaan menurut berbagai ukuran seperti size atau concentration, deskripsi produk dan diferensiasi produk (keadaan produk), syarat-syarat entry dan sebagainya (Limbong, 1997). Kecamatan Warungkondang adalah lokasi pertanian segala tanaman hortikultura salah satunya kacang kapri. Di Kecamatan Warungkondang tersebut transaksi jual beli kacang kapri ada dua yaitu antara petani dengan pedagang pengumpul dan petani dengan koperasi. Jumlah petani kacang kapri cukup banyak, ada yang tidak fokus hanya untuk kacang kapri, ada juga yang ditumpangsarikan dengan tanaman lain seperti tomat. Dalam skala usaha kacang kapri di tempat penelitian berlangsung 51

68 merupakan usaha yang relatif kecil yaitu lahannya kurang dari setengah hektar. Produk yang dihasilkan petani kacang kapri bersifat homogen terstandarisasi. Artinya, kualitas panen kacang kapri yang dihasilkan masing-masing petani hampir sama atau memiliki keseragaman kualitas yang sama. Namun berdasarkan hasil yang ditemukan di lapang, petani dengan sistem monokultur sebagian besar kualitas kacang kapri lebih memenuhi kualitas standar yang diinginkan pasar modern dibanding dengan sistem petani tumpangsari. Karena itu untuk harga petani dengan sistem monokultur dijual ke koperasi lebih tinggi dari pedagang pengumpul. Sedangkan untuk petani ke pedagang pengumpul harganya sama antar petani. Berdasarkan uraian tersebut dapat disimpulkan bahwa pasar di daerah penelitian adalah pasar oligopsoni. 6.6 Perilaku Pasar Perilaku pasar menunjukkan tingkah laku perusahaan dalam struktur pasar tertentu, terutama bentuk-bentuk keputusan apa yang harus diambil dalam menghadapi berbagai struktur pasar. Perilaku pasar meliputi kegiatan penjualan, pembelian, penentuan harga dan strategi tataniaga (Azzaino, 1982). Perilaku pasar dapat diamati melalui kegiatan pembelian dan penjualan yang dilakukan oleh setiap lembaga tataniaga, sistem penentuan harga, dan kerjasama yang terjadi antara lembaga tataniaga Kegiatan Penjualan dan Pembelian Penjualan dan pembelian merupakan kegiatan dalam proses tataniaga yang digunakan untuk mengalihkan barang atau hak milik dari pihak penjual ke pihak pembeli. Perpindahan hak milik atas barang merupakan suatu langkah yang 52

69 diperlukan dan resmi di dalam tataniaga yang disesuaikan dengan kontrak pembelian. Kegiatan penjualan dan pembelian pada setiap lembaga tataniaga berbeda-beda. Petani yang berada di tempat penelitian hanya melakukan fungsi penjualan saja, yaitu ke koperasi dan pedagang pengumpul. Penjualan yang dilakukan petani adalah dengan hitungan per kilo. Cara pembayaran yang dilakukan oleh koperasi maupun pedagang pengumpul bervariasi. Untuk sistem pembayaran koperasi di lakukan secara tunai, sedangkan untuk pedagang pengumpul kacang ada membayar sebagian lalu sisanya dibayar kemudian. Sedangkan lembaga pemasaran supermarket dengan kopersi berdasarkan perjanjian yang telah disepakati. Pembayaran dilakukan secara tunai, dalam hal ini pihak supermarket dengan koperasi telah terikat dalam bentuk kontrak. Untuk pedagang pengumpul dengan pasar tradisional tergantung kebutuhan oleh pasar. Sistem pembayaran dilakukan ada yang tunai ada pula yang membayar sebagian sisanya, tergantung volume kebutuhan Sistem penentuan Harga Penentuan harga kacang kapri antar pedagang pengumpul dan koperasi didasarkan pada harga yang berlaku dipasaran dan proses tawar-menawar, dimana pedagang memperoleh informasi harga dari pasar. Sedangkan untuk petani yang dijual ke koperasi harga ditentukan oleh pihaknya sendiri dan harga pasar yang berlaku. Selain itu berdasarkan wawancara dengan pedagang pengumpul harga kacang kapri tergantung permintaan, karena saat tertentu seperti hari raya harganya bisa dua kali lipat dari sebelumnya. Namun untuk harga antara petani dengan petani kacang kapri lainnya untuk tingkat harga tidak berbeda. 53

70 6.6.3 Kerjasama antar Lembaga Berdasarkan pengamatan dilokasi penelitian, pembentukan kelompok tani yang telah dilakukan ternyata belum berjalan sebagaimana mestinya. Hal ini terlihat masih adanya yang tidak mengetahui dirinya tergabung dengan kelompok petani. Namun kerjasama dalam penyaluran kacang kapri dari produsen ke konsumen didasarkan pada lamanya mereka kerja sama dan rasa saling percaya. 6.7 Margin Tataniaga Menurut Dahl dan Hammond (1977), mendefenisikan margin tataniaga sebagai perbedaan harga ditingkat petani dengan harga pedagang pengecer. Margin tataniaga menjelaskan perbedaan harga dan tidak memuat pernyataan mengenai jumlah produk yang dipasarkan. Margin tataniaga dapat juga dihitung dengan menjumlahkan biaya tataniaga dengan besarnya keuntungan pada setiap lembaga tataniaga yang terlibat dalam saluran tataniaga tersebut. Biaya tataniaga adalah biaya-biaya yang digunakan dalam proses pergerakan barang dari tangan produsen ke tangan konsumen. Umumnya terdiri atas komponen biaya seperti; biaya tenaga kerja, sewa, advertasi, depresiasi, transportasi, pengemasan, pajak, dan pengeluaran lain yang tak terduga (Azzaino, 1982). Besarnya margin kacang kapri pada ke dua pola tersebut dan penyebaranya dapat dilihat pada Tabel 12. Berdasarkan total margin yang terjadi pola satu memiliki margin paling besar yaitu 50,54 persen dari harga jual di supermarket dengan harga Rp , sedangkan total margin pola dua 39,13 persen dengan harga di pasar tradisional Rp

71 Pada pola satu margin diperoleh koperasi yaitu sebesar Rp atau 27,47 persen dari total margin, dimana margin tersebut terbagi antara keuntungan dan biaya. Untuk biaya dalamnya termasuk pengepakan, tenaga kerja, pengangkutan, dan biaya penyusutan. Pada lembaga ke dua pada pola satu yaitu supermarket terdapat margin Rp yang terdiri dari keuntungan dan biaya. Dimana keuntungan adalah hasil yang didapat pihak supermarket sedangkan biaya merupakan pengeluaran untuk penyimpanan dan tenaga kerja. Pada pola dua margin pada lembaga pedagang pengumpul Rp atau 17,39 persen dari total margin. Untuk margin pada lembaga koperasi sebesar Rp karena di dalamnya terdapat biaya pengepakan, tenaga kerja, dan pengangkutan. Pada lembaga ke dua pada pola dua pasar tradisional terdapat margin Rp yang terdiri dari keuntungan dan biaya. Dimana keuntungan adalah hasil yang didapat pihak pasar tradisional, sedangkan biaya merupakan pengeluaran untuk biaya bongkar muat, pungutan pasar dan pengemasan. Berikut adalah tabel margin tataniaga kacang kapri yang berada di Kecamatan Warungkondang. 55

72 Tabel 12. Penyebaran Harga Rata-rata Margin Kacang Kapri Pola saluran 1 Pola Saluran 2 Uraian Persentase Persentase Rp/kg Rp/kg (%) (%) Petani Harga jual 9.000,00 49, ,00 60,86 Pedagang Pengumpul - harga beli 7.000,00 60,86 - margin 2.000,00 17,39 - biaya 900,00 7,82 - keuntungan 1.100,00 9,56 - harga jual 9.000,00 78,26 Koperasi - harga beli 9.000,00 49,45 - margin 5.000,00 27,47 - biaya 2.000,00 10,98 - keuntungan 3.000,00 16,48 - harga jual ,00 76,92 Pasar Tradisional - harga beli 9.000,00 78,26 - margin 2.500,00 21,73 - biaya 1.000,00 8,69 - keuntungan 1.500,00 13,04 - harga jual ,00 100,00 Supermarket - harga beli ,00 76,92 - margin 4.200,00 23,07 - biaya 1.200,00 8,59 - keuntungan 3.000,00 16,48 - harga jual ,00 100,00 TOTAL MARGIN 9.200,00 50, ,00 39,13 TOTAL BIAYA 3.200,00 17, ,00 16,52 TOTAL KEUNTUNGAN 6.000,00 32, ,00 22, Farmer s Share Farmer s Share merupakan perbandingan harga yang diterima petani dengan harga yang dibayar konsumen akhir dan dinyatakan dalam persentase. Farmer s Share memiliki hubungan negatif dengan margin tataniaga, yang mana semakin tinggi margin tataniaga maka bagian yang akan diperoleh petani semakin rendah. 56

73 Tabel 13. Farmer s Share Kacang Kapri di Kecamatan Warungkondang Saluran Tataniaga Harga di Tingkat Petani (Rp/kg) Harga di Tingkat Konsumen (Rp/kg) Farmer s Share (%) Petani ke Koperasi 9.000, ,00 49,45 Petani ke Pedagang Pengumpul 7.000, ,00 60,87 Berdasarkan Tabel 13 besarnya bagian harga yang diterima petani pada saluran tataniaga kacang kapri ke koperasi lebih tinggi dari pada saluran tataniaga kacang kapri ke pedagang pengumpul. Namun, untuk saluran tataniaga yang paling menguntungkan apabila dilihat dari segi bagian yang diterima petani adalah saluran pemasaran kacang kapri ke pedagang pengumpul, dimana petani memperoleh keuntungan sebesar 60,87 persen. Sedangkan saluran tataniaga kacang kapri ke koperasi menghasilkan farmer s share sebesar 49,45 persen. Hal ini menunjukkan bahwa saluran tataniaga kacang kapri ke koperasi walaupun harga ditingkat petani lebih tinggi dibanding pedagang pengumpul namun farmer s share-nya rendah karena didalamnya ada proses. Proses itu meliputi pengepakan, tenaga kerja dan pengangkutan yang membutuhkan biaya. Dari penjelasan di atas dapat simpulkan walaupun petani yang menjual ke koperasi lebih tinggi harganya dibanding ke pedagang pengumpul, bukan menjadikan petani lebih untung. Farmer s Share yang tinggi dapat dicapai jika petani mampu mengefisienkan saluran tataniaga dan meningkatkan kualitas produknya. 6.9 Rasio Keuntungan dan Biaya Tingkat efisiensi tataniaga dapat juga diukur melalui besarnya rasio keuntungan terhadap biaya tataniaga. Rasio keuntungan dan biaya tataniaga mendefinisikan besarnya keuntungan yang diterima atas biaya tataniaga yang 57

74 dikeluarkan (Limbong dan Sitorus, 1987). Besarnya rasio keuntungan dan biaya setiap lembaga tataniaga pada setiap saluran tataniaga dapat dilihat pada Tabel 14. Tabel 14. Rasio Keuntungan dan Biaya Lembaga Tataniaga Saluran tataniaga Lembaga Tataniaga Pola 1 Pola 2 Pedagang Pengumpul Keuntungan (Li) 1100 (9,6 %) Biaya (Ci) 900 (7,28 %) Rasio Li/Ci 1,22 Koperasi Keuntungan (Li) 3000 (16,48 %) Biaya (Ci) 2000 (10,98 %) Rasio Li/Ci 1,5 Pasar Tradisional Keuntungan (Li) Biaya (Ci) 1500 (13,04 %) 1000 (8,7 %) Rasio Li/Ci 1,5 Supermarket Keuntungan (Li) 3000 (16,48 %) Biaya (Ci) 1200 (8,59 %) Rasio Li/Ci 2,5 Rasio keuntungan dan biaya tataniaga paling tinggi terdapat pada saluran tataniaga satu pada lembaga tataniaga supermarket, yaitu sebesar dua. Artinya, bahwa setiap satu rupiah per kilogram biaya tataniaga yang dikeluarkan akan menghasilkan keuntungan sebesar Rp 2,5 per kilogram. Rasio keuntungan dan biaya tataniaga terkecil diperoleh pada saluran tataniaga dua pada tingkat lembaga tataniaga pedagang pengumpul yaitu sebesar Rp 1,22 per kilogarm. Pada pola saluran tataniaga kesatu, rasio keuntungan dan biaya tataniaga tertinggi diperoleh pada lembaga tataniaga pasar tradisional sebesar Rp 1,5 per kilogram. Rasio keuntungan dan biaya pada lembaga tataniaga pasar tradisional sebesar Rp 1,5 per kilogram. 58

75 6.10 Analisis Efisiensi Tataniaga Menurut Mubyarto (1991), sistem tataniaga dikatakan efisien apabila memenuhi dua syarat yaitu mampu menyampaikan hasil-hasil dari petani produsen kepada konsumen dengan biaya semurah-murahnya, dan mampu mengadakan pembagian yang adil bagi seluruh harga yang dibayarkan oleh konsumen terakhir dalam kegiatan produksi. Efisiensi tataniaga adalah bentuk awal dari bekerjanya pasar persaingan sempurna, dimana dalam sistem tersebut dapat memberikan kepuasan kepada lembaga-lembaga yang terlibat. Efisiensi tataniaga dapat diketahui melalui penyebaran margin pada tiap saluran tataniaga. Berdasarkan identifikasi saluran tataniaga sebelumnya, bahwa saluran tataniaga yang ada dua saluran tataniaga. Analisis margin menunjukkan bahwa saluran yang memiliki nilai total margin terkecil adalah saluran dua yaitu sebesar Rp 4.500, karena melalui proses sederhana dan untuk jangkauan tempat lebih dekat karena hanya sekitar pasar Cianjur. Sedangkan pada pola satu nilai total margin tataniaga sebesar Rp karena mempunyai tahapan yang lebih yaitu pasarnya lebih jauh, sudah dalam kemasan dan kacang kapri yang lebih baik. Farmer s Share Farmer s Share dan rasio keuntungan dan biaya dapat dijadikan indikator efisiensi tataniaga. Berdasarkan perhitungan, Farmer s Share yang diterima petani berkisar persen. Farmer s Share yang tertinggi yang diperoleh petani terdapat pada pola saluran tataniaga dua, yaitu sebesar 60,87 persen. Rasio keuntungan dan biaya yang tertinggi terdapat pada pola saluran tataniaga satu lembaga supermarket, yaitu sebesar 2,5. Kedua pola saluran tataniaga dapat dikatakan menguntungkan karena nilai rasio keuntungan ditiap lembaga sudah lebih dari satu. Namun, berdasarkan ukuran efisiensinya, maka 59

76 dapat disimpulkan bahwa pola saluran dua lebih efisien dibandingkan pola satu karena nilai rasio keuntungan dan biaya merata di setiap lembaga tataniaga. Sedangkan untuk keuntungan ditiap lembaga pola satu lebih menguntungkan dibandingkan pola dua karena nilai rasio keuntungan dan biaya yang diperoleh petani pola saluran satu lebih besar dari pola saluran dua. 60

77 VII. KESIMPULAN DAN SARAN 7.1 Kesimpulan Usahatani yang berada di Kecamatan Warungkondang merupakan usaha yang bisa dikembangkan. Hal ini dapat dilihat dari nilai R/C rasio pada dua golongan petani yang diteliti, dimana golongan petani dengan sistem tumpangsari nilai R/C rasio adalah 3,04. Bagi petani dengan sistem monokultur dengan R/C rasio 1,98. Walaupun sama-sama menguntungkan namun nilai R/C rasio untuk tanaman tumpangsari lebih tinggi dibanding dengan monokultur hal ini disebabkan karena ada dua produk dalam satu lahan. Ada beberapa alasan petani di kecamatan Warungkondang menanam kacang kapri yaitu karena harga tinggi, waktu panen singkat, dan pemeliharaan cukup mudah. Berdasarkan jumlah pelaku pasar, informasi pasar, keadaan produk dan hambatan keluar masuk pasar maka struktur pasar yang terjadi di Kecamatan Warungkondang adalah oligopsoni. Ada dua pola saluran tataniaga yang terdapat di kecamatan Warungkondang yaitu pola 1 petani koperasi supermarket konsumen ; pola 2 petani pedagang pengumpul pasar tradisional konsumen. Dari kedua pola saluran tataniaga pola saluran satu yang dominan. Dari kedua saluran tataniaga tersebut mempunyai karakteristik berbeda. Kacang kapri yang masuk ke pasar tradisional mempunyai kualitas yang lebih rendah namun jumlahnya banyak. Sedangkan untuk kacang kapri yang lebih bagus dipasarkan ke supermarket namun dengan jumlah lebih sedikit. Berdasarkan marjin tataniaga pola dua memiliki marjin yang kecil tapi dengan Farmer s Share yang lebih besar. 61

78 7.2 Saran Untuk pendapatan yang lebih besar ada baiknya petani kacang kapri menggunakan sistem tumpangsari dibanding monokultur. Sebagai upaya untuk prospek usahatani yang cerah sebaiknya petani harus dapat memanfaatkan fungsi dari kelompok tani yang telah terbentuk untuk menampung hasil dari produksi kacang kapri dan forum komunikasi antar petani untuk bertukar informasi. Pada saluran tataniaga satu, yaitu antara petani dengan koperasi perlu memperbesar volume penjualan kacang kapri untuk meningkatkan keuntungan petani. Biaya tataniaga harus dapat diminimalkan oleh lembaga-lembaga tataniaga dengan memaksimalkan fungsi-fungsi tataniaga. 62

79 DAFTAR PUSTAKA Asmarantaka, W. R., Pemasaran Pertanian. Suatu Kajian Teoritik dan Empirik. Jurusan Sosial Ekonomi Pertanian. Fakultas Pertanian. Institut Pertanian Bogor. Bogor. Azzaino, Z., Pengantar Tataniaga Pertanian. Departemen Ilmu-Ilmu Sosial Ekonomi. Fakultas Pertanian. Institut Pertanian Bogor. Bogor. Bina Produksi Tanaman Pangan dan Hortikultura Kabupaten Cianjur 2006, Cianjur Dahl, C. D., Hammond, J. W., Market Place Analysis The Agryculture Industry. MC. Graw-Hill Book Company. New York. Fauzia, Pendugaan Elastisitas Permintaan Input dan Penawaran Usahatani Kacang Tanah di Jawa. Program Studi Ekonomi Pertanian dan Sumberdaya. Departemen Ilmu-Ilmu Sosial Ekonomi. Fakultas Pertanian. Institut Pertanian Bogor. Bogor Hanafiah, A. M., Saefudin, A. M., Tataniaga Hasil Perikanan. Universitas Indonesia (UI-Press). Jakarta. Hernanto, F., Ilmu Usahatani. Penebar Swadaya. Jakarta. Kay, D.E.,1979. Food Legumes Tropical Product Institute London Kohls, R. L., Marketing of Agriculture Product. The Macmillan Company. New York. Lipsey, C., Purvis, Steiner., Pengantar Mikro Ekonomi. Binarupa Aksara. Jakarta. Limbong, W. H., Sitorus, P., Pengantar Tataniaga Pertanian. Jurusan Ilmu- Ilmu Sosial Ekonomi Pertanian. Fakultas Pertanian. Institut Pertanian Bogor. Bogor., Tataniaga Pertanian. Jurusan Ilmu-Ilmu Sosial Ekonomi Pertanian. Fakultas Pertanian. Institut Pertanian Bogor. Bogor. Manurung, S. W.h Analisis Pendapatan Usahatani dan Pemasaran Pisang Segar. Kasus di Desa Sadeng, Kecamatan Leuwliang, Kabupaten Bogor, Propinsi Jawa Barat. Jurusan Sosek. Fakultas Pertanian. IPB. Bogor. Mubyarto, Pengantar Ekonomi Pertanian. LP3ES. Jakarta. 63

80 Mulyani, Y., Analisis Penpatan Usahatani dan Efisiensi Pemasaran Kubis (Brassica olerecea L. Var capitata L.) (Studi Kasus Desa Argalingga, Kecamatan Argapura, Kabupaten Majalengka, Jawa Barat). Program Studi Ekonomi Pertanian dan Sumberdaya. Departemen Ilmu-Ilmu Sosial Ekonomi. Fakultas Pertanian. Institut Pertanian Bogor. Bogor Prestiani, I., Analisis Usahatani dan Pembesaran Buah-buahan Unggulan di Kabupaten Serang. Jurusan Sosek. Fakultas Pertanian. IPB. Bogor. Sitompul, R. P., Analisis Usahatani dan Tataniaga Ikan Hias Maskoki Oranda (Carrausius auratus) (Kasus di Desa Parigi Mekar, Kecamatan Ciseeng, Kabupaten Bogor, Jawa Barat) Departemen Ilmu-Ilmu Sosial Ekonomi. Fakultas Pertanian. Institut Pertanian Bogor. Bogor Soekartawi, A, S., Ilmu Usahatani dan Peneletiaan Untuk Pengembangan Petani Kecil Direktorat Jenderal Pendidikan Tinggi Departemen Pendidikan dan Kebudayaan Penerbit Universitas Indonesia. Cetakan Ketiga. Jakarta. Tjakrawiralaksana, A., Usahatani. Jurusan Ilmu Sosial Ekonomi. Fakultas Pertanian. Institut Pertanian Bogor. Bogor. 64

81 Lampiran 1. Kuisioner Penelitian KUISIONER PENELITIAN USAHATANI DAN TATANIAGA KACANG KAPRI DIKECAMATAN WARUNG KONDANG, CIANJUR,PROVINSI JAWA BARAT Oleh David Erick Hasian A Nomor Responden : Nama Responden : Desa : Tanggal Wawancara : PROGRAM SARJANA EKSTENSI MANAJEMEN AGRIBISNIS FAKULTAS PERTANIAN INSTITUT PERTANIAN BOGOR

USAHATANI DAN TATANIAGA KACANG KAPRI DI KECAMATAN WARUNGKONDANG, CIANJUR, PROVINSI JAWA BARAT. Oleh: DAVID ERICK HASIAN A

USAHATANI DAN TATANIAGA KACANG KAPRI DI KECAMATAN WARUNGKONDANG, CIANJUR, PROVINSI JAWA BARAT. Oleh: DAVID ERICK HASIAN A USAHATANI DAN TATANIAGA KACANG KAPRI DI KECAMATAN WARUNGKONDANG, CIANJUR, PROVINSI JAWA BARAT Oleh: DAVID ERICK HASIAN A 14105524 PROGRAM SARJANA EKSTENSI MANAJEMEN AGRIBISNIS FAKULTAS PERTANIAN INSTITUT

Lebih terperinci

BAB III KERANGKA PEMIKIRAN. individu dan kelompok dalam mendapatkan apa yang mereka butuhkan dan

BAB III KERANGKA PEMIKIRAN. individu dan kelompok dalam mendapatkan apa yang mereka butuhkan dan BAB III KERANGKA PEMIKIRAN 3.1 Kerangka Pemikiran Konseptual 3.1.1 Konsep Tataniaga Pemasaran adalah suatu proses sosial yang di dalamnya melibatkan individu dan kelompok dalam mendapatkan apa yang mereka

Lebih terperinci

III. KERANGKA PEMIKIRAN

III. KERANGKA PEMIKIRAN III. KERANGKA PEMIKIRAN 3.1. Kerangka Pemikiran Teoritis 3.1.1. Konsep Nilai Tambah Nilai tambah merupakan pertambahan nilai suatu komoditas karena mengalami proses pengolahan, penyimpanan, pengangkutan

Lebih terperinci

III. KERANGKA PEMIKIRAN

III. KERANGKA PEMIKIRAN III. KERANGKA PEMIKIRAN 3.1 Kerangka Pemikiran Teoritis 3.1.1. Konsep Tataniaga Menurut Hanafiah dan Saefudin (2006) tataniaga dapat didefinisikan sebagai tindakan atau kegiatan yang berhubungan dengan

Lebih terperinci

III KERANGKA PEMIKIRAN

III KERANGKA PEMIKIRAN III KERANGKA PEMIKIRAN 3.1. Kerangka Pemikiran Teoritis Kerangka pemikiran teoritis penelitian ini didasari oleh teori-teori mengenai konsep sistem tataniaga; konsep fungsi tataniaga; konsep saluran dan

Lebih terperinci

III. KERANGKA PEMIKIRAN

III. KERANGKA PEMIKIRAN III. KERANGKA PEMIKIRAN 3.1 Kerangka Pemikiran Teoritis 3.1.1 Konsep Tataniaga Menurut Hanafiah dan Saefudin (2006), istilah tataniaga dan pemasaran merupakan terjemahan dari marketing, selanjutnya tataniaga

Lebih terperinci

BAB IV METODE PENELITIAN. Penelitian dilakukan di Desa Ciaruten Ilir, Kecamatan Cibungbulang,

BAB IV METODE PENELITIAN. Penelitian dilakukan di Desa Ciaruten Ilir, Kecamatan Cibungbulang, BAB IV METODE PENELITIAN 4.1 Lokasi dan Waktu Penelitian Penelitian dilakukan di Desa Ciaruten Ilir, Kecamatan Cibungbulang, Kabupaten Bogor, Jawa Barat. Penentuan lokasi penelitian dilakukan secara sengaja

Lebih terperinci

IV. METODE PENELITIAN

IV. METODE PENELITIAN IV. METODE PENELITIAN 4.1 Lokasi dan Waktu Penelitian Penelitian ini dilakukan pada kelompok tani Suka Tani di Desa Tugu Utara, Kecamatan Cisarua, Kabupaten Bogor, propinsi Jawa Barat. Penentuan lokasi

Lebih terperinci

IV. METODE PENELITIAN

IV. METODE PENELITIAN IV. METODE PENELITIAN 4.1. Lokasi dan Waktu Penelitian Penelitian dilakukan di Kelurahan Sukaresmi, Kecamatan Tanah Sareal, Kota Bogor, Provinsi Jawa Barat. Pemilihan lokasi penelitian ini dilakukan secara

Lebih terperinci

III. KERANGKA PEMIKIRAN

III. KERANGKA PEMIKIRAN III. KERANGKA PEMIKIRAN 3.1. Kerangka Pemikiran Teoritis Kerangka pemikiran teoritis berisi tentang konsep-konsep teori yang dipergunakan atau berhubungan dengan penelitian yang akan dilaksanakan. Berdasarkan

Lebih terperinci

III KERANGKA PEMIKIRAN

III KERANGKA PEMIKIRAN III KERANGKA PEMIKIRAN 3.1 Kerangka Pemikiran Teoritis 3.1.1 Konsep Tataniaga Pada perekonomian saat ini, hubungan produsen dan konsumen dalam melakukan proses tataniaga jarang sekali berinteraksi secara

Lebih terperinci

BAB IV METODE PENELITIAN

BAB IV METODE PENELITIAN BAB IV METODE PENELITIAN 4.1 Lokasi dan Waktu Penelitian Penelitian ini dilakukan pada tiga desa di Kecamatan Pacet, Kabupaten Cianjur yaitu Desa Ciherang, Cipendawa, dan Sukatani. Pemilihan lokasi dilakukan

Lebih terperinci

BAB III KERANGKA PEMIKIRAN Konsep Pendapatan dan Biaya Usahatani. keuntungan yang diperoleh dengan mengurangi biaya yang dikeluarkan selama

BAB III KERANGKA PEMIKIRAN Konsep Pendapatan dan Biaya Usahatani. keuntungan yang diperoleh dengan mengurangi biaya yang dikeluarkan selama BAB III KERANGKA PEMIKIRAN 3.1. Kerangka Teoritis 3.1.1. Konsep Pendapatan dan Biaya Usahatani Soeharjo dan Patong (1973), mengemukakan definisi dari pendapatan adalah keuntungan yang diperoleh dengan

Lebih terperinci

III. KERANGKA PEMIKIRAN

III. KERANGKA PEMIKIRAN III. KERANGKA PEMIKIRAN 3.1. Kerangka Pemikiran Teoritis Kerangka pemikiran teoritis merupakan rangkaian teori-teori yang digunakan dalam penelitian untuk menjawab tujuan penelitian. Teori-teori yang digunakan

Lebih terperinci

KERANGKA PEMIKIRAN Kerangka Pemikiran Teoritis

KERANGKA PEMIKIRAN Kerangka Pemikiran Teoritis III KERANGKA PEMIKIRAN 3.1. Kerangka Pemikiran Teoritis 3.1.1. Konsep Tataniaga Tataniaga atau pemasaran memiliki banyak definisi. Menurut Hanafiah dan Saefuddin (2006) istilah tataniaga dan pemasaran

Lebih terperinci

III. METODE PENELITIAN. untuk mengelola faktor-faktor produksi alam, tenaga kerja, dan modal yang

III. METODE PENELITIAN. untuk mengelola faktor-faktor produksi alam, tenaga kerja, dan modal yang 46 III. METODE PENELITIAN A. Konsep Dasar dan Definisi Operasional Konsep dasar dan definisi operasional mencakup pengertian yang digunakan untuk mendapatkan dan menganalisis data sesuai dengan tujuan

Lebih terperinci

III. METODE PENELITIAN. Konsep dasar dan batasan operasional merupakan pengertian dan petunjuk

III. METODE PENELITIAN. Konsep dasar dan batasan operasional merupakan pengertian dan petunjuk 28 III. METODE PENELITIAN A. Konsep Dasar dan Batasan Operasiona Konsep dasar dan batasan operasional merupakan pengertian dan petunjuk mengenai variabel yang akan diteliti untuk memperoleh dan menganalisis

Lebih terperinci

III. KERANGKA PEMIKIRAN

III. KERANGKA PEMIKIRAN III. KERANGKA PEMIKIRAN 3.1 Kerangka Pemikiran Teoritis Kerangka pemikiran teoritis merupakan rangkaian teori-teori yang digunakan dalam penelitian untuk menjawab tujuan penelitian. Teori-teori yang digunakan

Lebih terperinci

BAB III KERANGKA PEMIKIRAN

BAB III KERANGKA PEMIKIRAN BAB III KERANGKA PEMIKIRAN 3.1 Kerangka Pemikiran Teoritis 3.1.1 Definisi Pedagang Karakteristik pedagang adalah pola tingkah laku dari pedagang yang menyesuaikan dengan struktur pasar dimana pedagang

Lebih terperinci

IV. METODE PENELITIAN

IV. METODE PENELITIAN IV. METODE PENELITIAN 4.1. Tempat dan Waktu Penelitian Penelitian dilaksanakan di Gapoktan Bunga Wortel Desa Citeko, Kecamatan Cisarua, Kabupaten Bogor, Provinsi Jawa Barat. Penetuan lokasi penelitian

Lebih terperinci

ANALISIS EFISIENSI PEMASARAN BELIMBING DEWA DI KECAMATAN PANCORAN MAS KOTA DEPOK JAWA BARAT OLEH : SARI NALURITA A

ANALISIS EFISIENSI PEMASARAN BELIMBING DEWA DI KECAMATAN PANCORAN MAS KOTA DEPOK JAWA BARAT OLEH : SARI NALURITA A ANALISIS EFISIENSI PEMASARAN BELIMBING DEWA DI KECAMATAN PANCORAN MAS KOTA DEPOK JAWA BARAT OLEH : SARI NALURITA A 14105605 PROGRAM SARJANA EKSTENSI MANAJEMEN AGRIBISNIS FAKULTAS PERTANIAN INSTITUT PERTANIAN

Lebih terperinci

ANALISIS USAHATANI DAN TATANIAGA KEDELAI DI KECAMATAN CIRANJANG, KABUPATEN CIANJUR, JAWA BARAT. Oleh NORA MERYANI A

ANALISIS USAHATANI DAN TATANIAGA KEDELAI DI KECAMATAN CIRANJANG, KABUPATEN CIANJUR, JAWA BARAT. Oleh NORA MERYANI A ANALISIS USAHATANI DAN TATANIAGA KEDELAI DI KECAMATAN CIRANJANG, KABUPATEN CIANJUR, JAWA BARAT Oleh NORA MERYANI A 14105693 PROGRAM SARJANA EKSTENSI MANAJEMEN AGRIBISNIS FAKULTAS PERTANIAN INSTITUT PERTANIAN

Lebih terperinci

Oleh : Apollonaris Ratu Daton A

Oleh : Apollonaris Ratu Daton A ANALISIS PENDAPATAN USAHATANI JAMBU MENTE (Anacardium Occidentale L.) (Kasus di Desa Ratulodong, Kecamatan Tanjung Bunga, Kabupaten Flores Timur, Propinsi Nusa Tenggara Timur ) Oleh : Apollonaris Ratu

Lebih terperinci

BAB III KERANGKA PEMIKIRAN

BAB III KERANGKA PEMIKIRAN BAB III KERANGKA PEMIKIRAN 3.1 Kerangka Pemikiran Teoritis Kerangka pemikiran merupakan konsep dalam mencari kebenaran deduktif atau secara umum ke khusus. Pada kerangka pemikiran teoritis penelitian ini

Lebih terperinci

III. METODE PENELITIAN. Usahatani dapat diartikan sebagai ilmu yang mempelajari bagaimana. produksi danpendapatanyang diinginkan pada waktu tertentu.

III. METODE PENELITIAN. Usahatani dapat diartikan sebagai ilmu yang mempelajari bagaimana. produksi danpendapatanyang diinginkan pada waktu tertentu. 37 III. METODE PENELITIAN A. Konsep Dasar dan Batasan Operasional Usahatani dapat diartikan sebagai ilmu yang mempelajari bagaimana seseorang petani mengalokasikan sumberdaya yang ada, baik lahan, tenaga

Lebih terperinci

V. HASIL DAN PEMBAHASAN. petani responden menyebar antara tahun. No Umur (thn) Jumlah sampel (%) , ,

V. HASIL DAN PEMBAHASAN. petani responden menyebar antara tahun. No Umur (thn) Jumlah sampel (%) , , V. HASIL DAN PEMBAHASAN 5.1 Karakteristik Responden 5.1.1 Umur petani responden Umur Petani merupakan salah satu faktor yang berpengaruh pada aktivitas di sektor pertanian. Berdasarkan hasil penelitian

Lebih terperinci

III. KERANGKA PEMIKIRAN

III. KERANGKA PEMIKIRAN III. KERANGKA PEMIKIRAN 3.1. Kerangka Pemikiran Teoritis Kerangka pemikiran teoritis digunakan untuk memberikan gambaran atau batasan-batasan teori yang akan digunakan sebagai landasan dalam penelitian

Lebih terperinci

III. KERANGKA PEMIKIRAN

III. KERANGKA PEMIKIRAN III. KERANGKA PEMIKIRAN 3.1. Pengertian Usahatani Rifai (1973) dalam Purba (1989) mendefinisikan usahatani sebagai pengorganisasian dari faktor-faktor produksi alam, tenaga kerja, modal dan manajemen,

Lebih terperinci

DAN PEMASARAN NENAS BOGOR BOGOR SNIS SKRIPSI H

DAN PEMASARAN NENAS BOGOR BOGOR SNIS SKRIPSI H ANALISIS PENDAPATAN USAHATANI DAN PEMASARAN NENAS BOGOR Di Desa Sukaluyu, Kecamatan Taman Sari, Kabupaten Bogor SKRIPSI ERIK LAKSAMANA SIREGAR H 34076059 DEPARTEMEN AGRIBIS SNIS FAKULTAS EKONOMI DAN MANAJEMEN

Lebih terperinci

III. METODE PENELITIAN. Metode yang digunakan dalam mengambil sampel responden dalam penelitian ini

III. METODE PENELITIAN. Metode yang digunakan dalam mengambil sampel responden dalam penelitian ini 33 III. METODE PENELITIAN A. Konsep Dasar dan Definisi Operasional Metode yang digunakan dalam mengambil sampel responden dalam penelitian ini menggunakan metode sensus. Pengertian sensus dalam penelitian

Lebih terperinci

III. KERANGKA PEMIKIRAN. Pada dasarnya tataniaga memiliki pengertian yang sama dengan

III. KERANGKA PEMIKIRAN. Pada dasarnya tataniaga memiliki pengertian yang sama dengan 20 III. KERANGKA PEMIKIRAN 3.1. Kerangka Pemikiran Teoritis 3.1.1. Konsep Tataniaga Pada dasarnya tataniaga memiliki pengertian yang sama dengan pemasaran. Para ahli telah mendefinisikan pemasaran atau

Lebih terperinci

IV METODE PENELITIAN 4.1 Lokasi dan Waktu Penelitian 4.2 Jenis dan Sumber Data 4.3 Metode Pengambilan Responden

IV METODE PENELITIAN 4.1 Lokasi dan Waktu Penelitian 4.2 Jenis dan Sumber Data 4.3 Metode Pengambilan Responden IV METODE PENELITIAN 4.1 Lokasi dan Waktu Penelitian Penelitian ini dilaksanakan di Kecamatan Tamansari, Kabupaten Bogor, Provinsi Jawa Barat. Pemilihan lokasi dilakukan secara sengaja (purposive) dengan

Lebih terperinci

ANALISIS EFISIENSI PEMASARAN TALAS (Kasus di Desa Taman Sari, Kecamatan Taman Sari, Kabupaten Bogor, Jawa Barat) Oleh SRI WIDIYANTI A

ANALISIS EFISIENSI PEMASARAN TALAS (Kasus di Desa Taman Sari, Kecamatan Taman Sari, Kabupaten Bogor, Jawa Barat) Oleh SRI WIDIYANTI A ANALISIS EFISIENSI PEMASARAN TALAS (Kasus di Desa Taman Sari, Kecamatan Taman Sari, Kabupaten Bogor, Jawa Barat) Oleh SRI WIDIYANTI A14105608 PROGRAM SARJANA EKSTENSI MANAJEMEN AGRIBISNIS FAKULTAS PERTANIAN

Lebih terperinci

BAB IV METODE PENELITIAN. Penelitian ini dilakukan di Kecamatan Rancabungur, Desa Pasirgaok, Bogor,

BAB IV METODE PENELITIAN. Penelitian ini dilakukan di Kecamatan Rancabungur, Desa Pasirgaok, Bogor, 26 BAB IV METODE PENELITIAN 4.1. Waktu dan Tempat Penelitian Penelitian ini dilakukan di Kecamatan Rancabungur, Desa Pasirgaok, Bogor, Provinsi Jawa Barat. Pemilihan lokasi ini dilakukan dengan pertimbangan

Lebih terperinci

ANALISIS TATANIAGA TELUR AYAM KAMPUNG (Studi Kasus: Kabupaten Bogor, Provinsi Jawa Barat) SKRIPSI BETTY SAFITRI H

ANALISIS TATANIAGA TELUR AYAM KAMPUNG (Studi Kasus: Kabupaten Bogor, Provinsi Jawa Barat) SKRIPSI BETTY SAFITRI H ANALISIS TATANIAGA TELUR AYAM KAMPUNG (Studi Kasus: Kabupaten Bogor, Provinsi Jawa Barat) SKRIPSI BETTY SAFITRI H34076035 DEPARTEMEN AGRIBISNIS FAKULTAS EKONOMI DAN MANAJEMEN INSTITUT PERTANIAN BOGOR BOGOR

Lebih terperinci

ANALISIS CABANG USAHATANI DAN SISTEM TATANIAGA PISANG TANDUK

ANALISIS CABANG USAHATANI DAN SISTEM TATANIAGA PISANG TANDUK ANALISIS CABANG USAHATANI DAN SISTEM TATANIAGA PISANG TANDUK (Studi Kasus: Desa Nanggerang, Kecamatan Cicurug, Kabupaten Sukabumi, Propinsi Jawa Barat) Oleh : TANTRI MAHARANI A14104624 PROGAM SARJANA EKSTENSI

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Indonesia merupakan negara agraris yang beriklim tropis dan relatif subur. Atas alasan demikian Indonesia memiliki kekayaan flora yang melimpah juga beraneka ragam.

Lebih terperinci

IV METODE PENELITIAN 4.1. Lokasi dan Waktu Penelitian 4.2. Jenis dan Sumber Data 4.3. Metode Pengumpulan Data

IV METODE PENELITIAN 4.1. Lokasi dan Waktu Penelitian 4.2. Jenis dan Sumber Data 4.3. Metode Pengumpulan Data IV METODE PENELITIAN 4.1. Lokasi dan Waktu Penelitian Penelitian ini dilaksanakan pada bulan Maret April 2012 di Desa Paya Besar, Kecamatan Payaraman, Kabupaten Ogan Ilir, Provinsi Sumatera Selatan. Pemilihan

Lebih terperinci

: NUSRAT NADHWATUNNAJA A

: NUSRAT NADHWATUNNAJA A ANALISIS PENDAPATAN USAHATANI DAN FAKTOR-FAKTOR YANG MEMPENGARUHI PRODUKSI PAPRIKA HIDROPONIK DI DESA PASIR LANGU, KECAMATAN CISARUA, KABUPATEN BANDUNG Oleh : NUSRAT NADHWATUNNAJA A14105586 PROGRAM SARJANA

Lebih terperinci

IV. METODE PENELITIAN

IV. METODE PENELITIAN IV. METODE PENELITIAN 4.1. Lokasi dan Waktu Penelitian Kabupaten Brebes merupakan daerah sentra produksi bawang merah di Indonesia, baik dalam hal luas tanam, luas panen, produksi dan produktivitas per

Lebih terperinci

III. METODE PENELITIAN. Konsep dasar dan batasan operasional mencakup pengertian yang digunakan

III. METODE PENELITIAN. Konsep dasar dan batasan operasional mencakup pengertian yang digunakan III. METODE PENELITIAN A. Konsep Dasar dan Definisi Operasional Konsep dasar dan batasan operasional mencakup pengertian yang digunakan untuk mendapatkan data dan melakukan analisis sehubungan dengan tujuan

Lebih terperinci

PENDAHULUAN. Tabel 1. Perkembangan PDB Hortikultura Atas Dasar Harga Berlaku di Indonesia Tahun Kelompok

PENDAHULUAN. Tabel 1. Perkembangan PDB Hortikultura Atas Dasar Harga Berlaku di Indonesia Tahun Kelompok I PENDAHULUAN 1.1 Latar belakang Hortikultura merupakan salah satu sektor pertanian unggulan yang memiliki beberapa peranan penting yaitu dalam pemenuhan kebutuhan gizi masyarakat, peningkatan pendapatan

Lebih terperinci

IV METODE PENELITIAN 4.1 Lokasi dan Waktu Penelitian 4.2 Jenis dan Sumber Data

IV METODE PENELITIAN 4.1 Lokasi dan Waktu Penelitian 4.2 Jenis dan Sumber Data IV METODE PENELITIAN 4.1 Lokasi dan Waktu Penelitian Penelitian ini dilaksanakan di Desa Ciburuy, Kecamatan Cigombong, Kabupaten Bogor, Provinsi Jawa Barat. Pemilihan lokasi dilakukan secara sengaja (purposive)

Lebih terperinci

KAJIAN SISTEM PEMASARAN KEDELAI DI KECAMATAN BERBAK KABUPATEN TANJUNG JABUNG TIMUR HILY SILVIA ED1B012004

KAJIAN SISTEM PEMASARAN KEDELAI DI KECAMATAN BERBAK KABUPATEN TANJUNG JABUNG TIMUR HILY SILVIA ED1B012004 KAJIAN SISTEM PEMASARAN KEDELAI DI KECAMATAN BERBAK KABUPATEN TANJUNG JABUNG TIMUR HILY SILVIA ED1B012004 SKRIPSI Sebagai Salah Satu Syarat Untuk Memperoleh Gelar Sarjana Pertanian Pada Fakultas Pertanian

Lebih terperinci

IV METODE PENELITIAN 4.1. Lokasi dan Waktu Penelitian 4.2. Jenis dan Sumber Data

IV METODE PENELITIAN 4.1. Lokasi dan Waktu Penelitian 4.2. Jenis dan Sumber Data IV METODE PENELITIAN 4.1. Lokasi dan Waktu Penelitian Penelitian mengenai Analisis Pendapatan Usahatani Ubi Jalar ini dilakukan di Desa Gunung Malang yang berada di Kecamatan Tenjolaya, Kabupaten Bogor,

Lebih terperinci

ANALISIS KELAYAKAN FINANSIAL DAN EKONOMI AGRIBISNIS NANAS

ANALISIS KELAYAKAN FINANSIAL DAN EKONOMI AGRIBISNIS NANAS ANALISIS KELAYAKAN FINANSIAL DAN EKONOMI AGRIBISNIS NANAS (Kasus : Kecamatan Sipahutar, Kababupaten Tapanuli Utara, Sumatera Utara) Oleh : IRWAN PURMONO A14303081 PROGRAM STUDI EKONOMI PERTANIAN DAN SUMBERDAYA

Lebih terperinci

IV. METODE PENELITIAN

IV. METODE PENELITIAN IV. METODE PENELITIAN 4.1. Lokasi dan Waktu Penelitian Penelitian ini dilaksanakan di Desa Cipeuyeum, Kecamatan Haurwangi, Kabupaten Cianjur, Propinsi Jawa Barat dengan responden para petani yang menggunakan

Lebih terperinci

III. METODE PENELITIAN. tujuan dan kegunaan tertentu (Sugiyono, 2004). Penelitian ini menggunakan

III. METODE PENELITIAN. tujuan dan kegunaan tertentu (Sugiyono, 2004). Penelitian ini menggunakan III. METODE PENELITIAN Metode penelitian adalah suatu cara ilmiah untuk mendapatkan data dengan tujuan dan kegunaan tertentu (Sugiyono, 2004). Penelitian ini menggunakan metode penelitian survai. Penelitian

Lebih terperinci

IV. METODE PENELITIAN

IV. METODE PENELITIAN 4.1. Lokasi dan Waktu Penelitian IV. METODE PENELITIAN Penelitian ini dilaksanakan di Desa Sukaluyu, Kecamatan Taman Sari, Kabupaten Bogor. Pemilihan lokasi dilakukan secara sengaja (pusposive). Alasan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Sektor pertanian merupakan salah satu sektor di bidang ekonomi yang memiliki

BAB I PENDAHULUAN. Sektor pertanian merupakan salah satu sektor di bidang ekonomi yang memiliki BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Sektor pertanian merupakan salah satu sektor di bidang ekonomi yang memiliki arti dan kedudukan penting dalam pembangunan nasional. Sektor ini berperan sebagai sumber

Lebih terperinci

III. METODE PENELITIAN. Petani buah naga adalah semua petani yang menanam dan mengelola buah. naga dengan tujuan memperoleh keuntungan maksimum.

III. METODE PENELITIAN. Petani buah naga adalah semua petani yang menanam dan mengelola buah. naga dengan tujuan memperoleh keuntungan maksimum. 26 III. METODE PENELITIAN A. Konsep Dasar dan Batasan Operasional Konsep dasar dan batasan operasional mencakup semua pengertian yang digunakan untuk memperoleh data yang akan dianalisis sesuai dengan

Lebih terperinci

II. KERANGKA PEMIKIRAN

II. KERANGKA PEMIKIRAN II. KERANGKA PEMIKIRAN 2.1. Pemasaran Mubyarto (1977), mengemukakan bahwa di Indonesia istilah tataniaga disamakan dengan pemasaran atau distribusi, yaitu semacam kegiatan ekonomi yang membawa atau menyampaikan

Lebih terperinci

ANALISIS TATANIAGA KENTANG DARI DESA JERNIH JAYA KECAMATAN GUNUNG TUJUH KABUPATEN KERINCI KE KOTA PADANG OLEH MEGI MELIAN

ANALISIS TATANIAGA KENTANG DARI DESA JERNIH JAYA KECAMATAN GUNUNG TUJUH KABUPATEN KERINCI KE KOTA PADANG OLEH MEGI MELIAN ANALISIS TATANIAGA KENTANG DARI DESA JERNIH JAYA KECAMATAN GUNUNG TUJUH KABUPATEN KERINCI KE KOTA PADANG OLEH MEGI MELIAN 06114023 FAKULTAS PERTANIAN UNIVERSITAS ANDALAS PADANG 2011 ANALISIS TATANIAGA

Lebih terperinci

TATA NIAGA SALAK PONDOH (Salacca edulis reinw) DI KECAMATAN PAGEDONGAN BANJARNEGARA ABSTRAK

TATA NIAGA SALAK PONDOH (Salacca edulis reinw) DI KECAMATAN PAGEDONGAN BANJARNEGARA ABSTRAK 56 TATA NIAGA SALAK PONDOH (Salacca edulis reinw) DI KECAMATAN PAGEDONGAN BANJARNEGARA Agus Trias Budi, Pujiharto, dan Watemin Fakultas Pertanian Universitas Muhammadiyah Purwokerto Jl. Raya Dukuhwaluh

Lebih terperinci

ANALISIS PENDAPATAN DAN PRODUKSI CABANG USAHATANI CABAI MERAH. Oleh : EKO HENDRAWANTO A

ANALISIS PENDAPATAN DAN PRODUKSI CABANG USAHATANI CABAI MERAH. Oleh : EKO HENDRAWANTO A ANALISIS PENDAPATAN DAN PRODUKSI CABANG USAHATANI CABAI MERAH Oleh : EKO HENDRAWANTO A14105535 PROGRAM SARJANA EKSTENSI MANAJEMEN AGRIBISNIS FAKULTAS PERTANIAN INSTITUT PERTANIAN BOGOR 2008 RINGKASAN EKO

Lebih terperinci

HUBUNGAN ANTARA PENETAPAN HARGA SUSU DI KOPERASI DENGAN STRUKTUR BIAYA PRODUKSI DAN PENDAPATAN USAHATERNAK SAPI PERAH

HUBUNGAN ANTARA PENETAPAN HARGA SUSU DI KOPERASI DENGAN STRUKTUR BIAYA PRODUKSI DAN PENDAPATAN USAHATERNAK SAPI PERAH HUBUNGAN ANTARA PENETAPAN HARGA SUSU DI KOPERASI DENGAN STRUKTUR BIAYA PRODUKSI DAN PENDAPATAN USAHATERNAK SAPI PERAH Studi Kasus Peternak Anggota Koperasi Unit Desa (KUD) Mandiri Cipanas Kabupaten Cianjur

Lebih terperinci

III KERANGKA PEMIKIRAN

III KERANGKA PEMIKIRAN III KERANGKA PEMIKIRAN 3.1 Kerangka Pemikiran Teoritis 3.1.1 Konsep Usahatani Pertanian sebagai kegiatan manusia dalam membuka lahan dan menanaminya dengan berbagai jenis tanaman yang termasuk tanaman

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. Tabel 1. Sebaran Struktur PDB Indonesia Menurut Lapangan Usahanya Tahun

I. PENDAHULUAN. Tabel 1. Sebaran Struktur PDB Indonesia Menurut Lapangan Usahanya Tahun I. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Sektor pertanian mempunyai peranan penting dalam perekonomian Indonesia terutama dalam pembentukan PDB (Produk Domestik Bruto). Distribusi PDB menurut sektor ekonomi atau

Lebih terperinci

ANALISIS PENDAPATAN DAN MARGIN PEMASARAN PADI RAMAH LINGKUNGAN METODE SRI

ANALISIS PENDAPATAN DAN MARGIN PEMASARAN PADI RAMAH LINGKUNGAN METODE SRI ANALISIS PENDAPATAN DAN MARGIN PEMASARAN PADI RAMAH LINGKUNGAN METODE SRI (System of Rice Intensification) (Kasus: Desa Ponggang Kecamatan Sagalaherang Kabupaten Subang, Jawa-Barat) Oleh : MUHAMMAD UBAYDILLAH

Lebih terperinci

IV METODE PENELITIAN Lokasi dan Waktu Penelitian

IV METODE PENELITIAN Lokasi dan Waktu Penelitian IV METODE PENELITIAN 4.1. Lokasi dan Waktu Penelitian Penelitian ini dilakukan di Desa Cimanggis, Kecamatan Bojong Gede, Kabupaten Bogor, Jawa Barat. Pemilihan lokasi penelitian ditentukan secara sengaja

Lebih terperinci

VII ANALISIS STRUKTUR, PERILAKU DAN KERAGAAN PASAR

VII ANALISIS STRUKTUR, PERILAKU DAN KERAGAAN PASAR VII ANALISIS STRUKTUR, PERILAKU DAN KERAGAAN PASAR 7.1. Analisis Struktur Pasar Struktur pasar nenas diketahui dengan melihat jumlah penjual dan pembeli, sifat produk, hambatan masuk dan keluar pasar,

Lebih terperinci

ANALISIS PENGARUH PAJAK EKSPOR TERHADAP KINERJA INDUSTRI KELAPA SAWIT OLEH: MARIA IRENE HUTABARAT A

ANALISIS PENGARUH PAJAK EKSPOR TERHADAP KINERJA INDUSTRI KELAPA SAWIT OLEH: MARIA IRENE HUTABARAT A ANALISIS PENGARUH PAJAK EKSPOR TERHADAP KINERJA INDUSTRI KELAPA SAWIT OLEH: MARIA IRENE HUTABARAT A14105570 PROGRAM SARJANA EKSTENSI MANAJEMENAGRIBISNIS FAKULTAS PERTANIAN INSTITUT PERTANIAN BOGOR 2008

Lebih terperinci

ANALISIS PENDAPATAN DAN EFISIENSI PENGGUNAAN FAKTOR-FAKTOR PRODUKSI USAHATANI BELIMBING DEPOK VARIETAS DEWA-DEWI (Averrhoa carambola L)

ANALISIS PENDAPATAN DAN EFISIENSI PENGGUNAAN FAKTOR-FAKTOR PRODUKSI USAHATANI BELIMBING DEPOK VARIETAS DEWA-DEWI (Averrhoa carambola L) ANALISIS PENDAPATAN DAN EFISIENSI PENGGUNAAN FAKTOR-FAKTOR PRODUKSI USAHATANI BELIMBING DEPOK VARIETAS DEWA-DEWI (Averrhoa carambola L) Oleh : AKBAR ZAMANI A. 14105507 PROGRAM SARJANA EKSTENSI MANAJEMEN

Lebih terperinci

ANALISIS USAHATANI DAN TATANIAGA PADI VARIETAS UNGGUL (STUDI KASUS PADI PANDAN WANGI DI KECAMATAN WARUNGKONDANG KABUPATEN CIANJUR)

ANALISIS USAHATANI DAN TATANIAGA PADI VARIETAS UNGGUL (STUDI KASUS PADI PANDAN WANGI DI KECAMATAN WARUNGKONDANG KABUPATEN CIANJUR) ANALISIS USAHATANI DAN TATANIAGA PADI VARIETAS UNGGUL (STUDI KASUS PADI PANDAN WANGI DI KECAMATAN WARUNGKONDANG KABUPATEN CIANJUR) Oleh PRIMA GANDHI A14104052 PROGRAM STUDI MANAJEMEN AGRIBISNIS FAKULTAS

Lebih terperinci

I PENDAHULUAN * Keterangan : *Angka ramalan PDB berdasarkan harga berlaku Sumber : Direktorat Jenderal Hortikultura (2010) 1

I PENDAHULUAN * Keterangan : *Angka ramalan PDB berdasarkan harga berlaku Sumber : Direktorat Jenderal Hortikultura (2010) 1 1.1 Latar Belakang I PENDAHULUAN Sektor pertanian terdiri dari beberapa sub sektor, yaitu tanaman pangan, hortikultura, perkebunan, dan peternakan, dimana keempat sub sektor tersebut mempunyai peranan

Lebih terperinci

III. KERANGKA PEMIKIRAN

III. KERANGKA PEMIKIRAN III. KERANGKA PEMIKIRAN 3.1 Kerangka Pemikiran Teoritis Penelitian ini menggunakan teori sistem pemasaran dengan mengkaji saluran pemasaran, fungsi pemasaran, struktur pasar, perilaku pasar, marjin pemasaran,

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA 3 BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Hutan Rakyat 2.1.1 Pengertian Hutan Rakyat Hutan secara singkat dan sederhana didefinisikan sebagai suatu ekosistem yang didominasi oleh pohon. Penekanan hutan sebagai suatu

Lebih terperinci

TINJAUAN PUSTAKA, LANDASAN TEORI, DAN KERANGKA PEMIKIRAN

TINJAUAN PUSTAKA, LANDASAN TEORI, DAN KERANGKA PEMIKIRAN TINJAUAN PUSTAKA, LANDASAN TEORI, DAN KERANGKA PEMIKIRAN Tinjauan Pustaka Tanaman bawang merah diyakini berasal dari daerah Asia Tengah, yakni sekitar Bangladesh, India, dan Pakistan. Bawang merah dapat

Lebih terperinci

IV. METODE PENELITIAN

IV. METODE PENELITIAN IV. METODE PENELITIAN 4.1 Lokasi dan Waktu Penelitian mengenai analisis pendapatan usahatani dan faktor-faktor yang mempengaruhi produksi cabai merah keriting ini dilakukan di Desa Citapen, Kecamatan Ciawi,

Lebih terperinci

II. TINJAUAN PUSTAKA

II. TINJAUAN PUSTAKA II. TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Kinerja Usahatani Komoditas Gambir Penelitian usahatani gambir yang dilakukan oleh Yuhono (2004), Ermiati (2004) dan Tinambunan (2007), masing-masing memiliki metode, lokasi dan

Lebih terperinci

Kata Kunci : Biaya Total, Penerimaan, Pendapatan, dan R/C.

Kata Kunci : Biaya Total, Penerimaan, Pendapatan, dan R/C. KELAYAKAN USAHA BUDIDAYA TALAS DENGAN SISTEM MONOKULTUR DAN TUMPANGSARI Danty Rinjani Aristanti Permadi 1) Program Studi Agribisnis Fakultas Pertanian Universitas Siliwangi dantybanana91@gmail.com Suyudi

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN 1.1.Latar Belakang

I. PENDAHULUAN 1.1.Latar Belakang I. PENDAHULUAN 1.1.Latar Belakang Tanaman hortikultura merupakan salah satu tanaman yang menunjang pemenuhan gizi masyarakat sebagai sumber vitamin, mineral, protein, dan karbohidrat (Sugiarti, 2003).

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA, LANDASAN TEORI DAN KERANGKA PEMIKIRAN

BAB II TINJAUAN PUSTAKA, LANDASAN TEORI DAN KERANGKA PEMIKIRAN BAB II TINJAUAN PUSTAKA, LANDASAN TEORI DAN KERANGKA PEMIKIRAN 2.1 Tinjauan Pustaka Sawi adalah sekelompok tumbuhan dari marga Brassica yang dimanfaatkan daun atau bunganya sebagai bahan pangan (sayuran),

Lebih terperinci

ANALISIS KELAYAKAN USAHA PENGEMBANGAN PEMBIBITAN (BREEDING)SAPI POTONG PADA PT LEMBU JANTAN PERKAS (LJP), SERANG, PROPINSI BANTEN

ANALISIS KELAYAKAN USAHA PENGEMBANGAN PEMBIBITAN (BREEDING)SAPI POTONG PADA PT LEMBU JANTAN PERKAS (LJP), SERANG, PROPINSI BANTEN ANALISIS KELAYAKAN USAHA PENGEMBANGAN PEMBIBITAN (BREEDING)SAPI POTONG PADA PT LEMBU JANTAN PERKAS (LJP), SERANG, PROPINSI BANTEN Oleh: RONA PUTRIA A 14104687 PROGRAM SARJANA EKSTENSI MANAJEMEN AGRIBISNIS

Lebih terperinci

II. TINJAUAN PUSTAKA. komoditas pertanian tersebut karena belum berjalan secara efisien. Suatu sistem

II. TINJAUAN PUSTAKA. komoditas pertanian tersebut karena belum berjalan secara efisien. Suatu sistem II. TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Kerangka Teoritis Secara umum sistem pemasaran komoditas pertanian termasuk hortikultura masih menjadi bagian yang lemah dari aliran komoditas. Masih lemahnya pemasaran komoditas

Lebih terperinci

ANALISIS USAHATANI PADI RAMAH LINGKUNGAN DAN PADI ANORGANIK (Kasus: Kelurahan Situgede, Kecamatan Bogor Barat, Kota Bogor) Oleh: RIDWAN A

ANALISIS USAHATANI PADI RAMAH LINGKUNGAN DAN PADI ANORGANIK (Kasus: Kelurahan Situgede, Kecamatan Bogor Barat, Kota Bogor) Oleh: RIDWAN A ANALISIS USAHATANI PADI RAMAH LINGKUNGAN DAN PADI ANORGANIK (Kasus: Kelurahan Situgede, Kecamatan Bogor Barat, Kota Bogor) Oleh: RIDWAN A14104684 PROGRAM SARJANA EKSTENSI MANAJEMEN AGRIBISNIS FAKULTAS

Lebih terperinci

I PENDAHULUAN. Tabel 1. Nilai PDB Hortikultura Berdasarkan Harga Berlaku Pada Tahun Kelompok

I PENDAHULUAN. Tabel 1. Nilai PDB Hortikultura Berdasarkan Harga Berlaku Pada Tahun Kelompok I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Hortikultura merupakan salah satu komoditas pertanian yang berpotensi untuk dikembangkan. Pengembangan hortikuktura diharapkan mampu menambah pangsa pasar serta berdaya

Lebih terperinci

III. METODOLOGI PENELITIAN. Konsep dasar dan definisi opersional ini mencakup pengertian yang digunakan

III. METODOLOGI PENELITIAN. Konsep dasar dan definisi opersional ini mencakup pengertian yang digunakan III. METODOLOGI PENELITIAN A. Konsep Dasar dan Definisi Operasional Konsep dasar dan definisi opersional ini mencakup pengertian yang digunakan untuk mendapatkan data dan melakukan analisis sehubungan

Lebih terperinci

IV. METODE PENELITIAN

IV. METODE PENELITIAN IV. METODE PENELITIAN 4.1 Lokasi dan Waktu Penelitian Penelitian ini dilakukan di Kabupaten Bogor Jawa Barat, tepatnya di Kecamatan Jasinga. Pemilihan lokasi ini dilakukan atas dasar pertimbangan bahwa

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. mata pencaharian di bidang pertanian. Sektor pertanian pada setiap tahap

BAB I PENDAHULUAN. mata pencaharian di bidang pertanian. Sektor pertanian pada setiap tahap BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Indonesia merupakan negara agraris yang mayoritas penduduknya mempunyai mata pencaharian di bidang pertanian. Sektor pertanian pada setiap tahap pembangunan di Indonesia,

Lebih terperinci

EFISIENSI PEMASARAN UDANG VANNAMEI (Litopenaeus vannamei) DI DESA KANDANGSEMANGKON KECAMATAN PACIRAN, KABUPATEN LAMONGAN, PROVINSI JAWA TIMUR

EFISIENSI PEMASARAN UDANG VANNAMEI (Litopenaeus vannamei) DI DESA KANDANGSEMANGKON KECAMATAN PACIRAN, KABUPATEN LAMONGAN, PROVINSI JAWA TIMUR EFISIENSI PEMASARAN UDANG VANNAMEI (Litopenaeus vannamei) DI DESA KANDANGSEMANGKON KECAMATAN PACIRAN, KABUPATEN LAMONGAN, PROVINSI JAWA TIMUR Faisol Mas ud dan Slamet Hariyanto Fakultas Perikanan Universitas

Lebih terperinci

Jurnal NeO-Bis Volume 8, No. 2, Desember 2014 DI KECAMATAN CUGENANG KABUPATEN CIANJUR

Jurnal NeO-Bis Volume 8, No. 2, Desember 2014 DI KECAMATAN CUGENANG KABUPATEN CIANJUR ANALISIS TATANIAGA BUNGA KRISAN DI KECAMATAN CUGENANG KABUPATEN CIANJUR Joko Purwono 1) / Sri Sugyaningsih 2) / Nada Fajriah 3) 1) Dosen Departemen Agribisnis, Fakultas Ekonomi dan Manajemen IPB, 2) Dosen

Lebih terperinci

ANALISIS TATANIAGA BUNGA KRISAN DI KECAMATAN CUGENANG KABUPATEN CIANJUR

ANALISIS TATANIAGA BUNGA KRISAN DI KECAMATAN CUGENANG KABUPATEN CIANJUR ABSTRAK ANALISIS TATANIAGA BUNGA KRISAN DI KECAMATAN CUGENANG KABUPATEN CIANJUR Joko Purwono 1) / Sri Sugyaningsih 2) / Nada Fajriah 3) 1) Dosen Departemen Agribisnis, Fakultas Ekonomi dan Manajemen IPB,

Lebih terperinci

Oleh : DEDI DJULIANSAH DOSEN PRODI AGRIBISNIS FAKULTAS PERTANIAN UNIVERSITAS SILIWANGI

Oleh : DEDI DJULIANSAH DOSEN PRODI AGRIBISNIS FAKULTAS PERTANIAN UNIVERSITAS SILIWANGI KELAYAKAN USAHATANI CABAI MERAH DENGAN SISTEM PANEN HIJAU DAN SISTEM PANEN MERAH (Kasus Pada Petani Cabai di Kecamatan Sariwangi Kabupaten Tasikmalaya) Oleh : DEDI DJULIANSAH DOSEN PRODI AGRIBISNIS FAKULTAS

Lebih terperinci

BAB II KAJIAN PUSTAKA

BAB II KAJIAN PUSTAKA BAB II KAJIAN PUSTAKA 2.1 Produk Hasil Perikanan Tangkap Penangkapan ikan adalah kegiatan untuk memperoleh ikan di perairan yang tidak dibudidayakan dengan alat atau cara apapun. Produk hasil perikanan

Lebih terperinci

ANALISIS EFISIENSI PEMASARAN SAYURAN DATARAN TINGGI KABUPATEN KARO PROVINSI SUMATERA UTARA

ANALISIS EFISIENSI PEMASARAN SAYURAN DATARAN TINGGI KABUPATEN KARO PROVINSI SUMATERA UTARA Evi Naria ANALISIS EFISIENSI PEMASARAN SAYURAN DATARAN TINGGI KABUPATEN KARO PROVINSI SUMATERA UTARA Efendi H. Silitonga Staf Pengajar Universitas Katolik Santo Thomas Sumatera Utara Medan Abstract North

Lebih terperinci

ANALISIS USAHATANI TALAS KIMPUL DI NAGARI DURIAN GADANG KECAMATAN AKABULURU KABUPATEN LIMA PULUH KOTA

ANALISIS USAHATANI TALAS KIMPUL DI NAGARI DURIAN GADANG KECAMATAN AKABULURU KABUPATEN LIMA PULUH KOTA ANALISIS USAHATANI TALAS KIMPUL DI NAGARI DURIAN GADANG KECAMATAN AKABULURU KABUPATEN LIMA PULUH KOTA Husnarti Agribisnis Faperta Universitas Muhammadiyah Sumatera Barat Abstrak Penelitian ini bertujuan

Lebih terperinci

IV METODE PENELITIAN 4.1 Lokasi dan Waktu Penelitian 4.2 Jenis dan Sumber Data 4.3 Metode Pengumpulan Data

IV METODE PENELITIAN 4.1 Lokasi dan Waktu Penelitian 4.2 Jenis dan Sumber Data 4.3 Metode Pengumpulan Data IV METODE PENELITIAN 4.1 Lokasi dan Waktu Penelitian Penelitian ini dilakukan di Desa Gunung Mulya Kecamatan Tenjolaya Kabupaten Bogor. Pemilihan lokasi dilakukan secara sengaja (purposive) dengan pertimbangan

Lebih terperinci

III. METODOLOGI PENELITIAN. Konsep dasar dan definisi operasional mencakup pengertian yang digunakan untuk

III. METODOLOGI PENELITIAN. Konsep dasar dan definisi operasional mencakup pengertian yang digunakan untuk III. METODOLOGI PENELITIAN A. Konsep Dasar dan Definisi Operasional Konsep dasar dan definisi operasional mencakup pengertian yang digunakan untuk memperoleh data dan melakukan analisis sehubungan dengan

Lebih terperinci

III KERANGKA PEMIKIRAN

III KERANGKA PEMIKIRAN III KERANGKA PEMIKIRAN 3.1. Kerangka Pemikiran Teoritis 3.1.1 Konsep Usahatani Ilmu Usahatani biasanya diartikan sebagai ilmu yang mempelajari bagaimana seseorang mengalokasikan sumberdaya yang ada secara

Lebih terperinci

Tahun Bawang

Tahun Bawang I. PENDAHULUAN 1. Latar Belakang Komoditas hortikultura merupakan komoditas yang sangat prospektif untuk dikembangkan melalui usaha agribisnis, mengingat potensi serapan pasar di dalam negeri dan pasar

Lebih terperinci

TATANIAGA PERTANIAN OLEH : NOVINDRA DEP. EKONOMI SUMBERDAYA & LINGKUNGAN

TATANIAGA PERTANIAN OLEH : NOVINDRA DEP. EKONOMI SUMBERDAYA & LINGKUNGAN TATANIAGA PERTANIAN OLEH : NOVINDRA DEP. EKONOMI SUMBERDAYA & LINGKUNGAN TATANIAGA PERTANIAN Tataniaga Pertanian atau Pemasaran Produk-Produk Pertanian (Marketing of Agricultural), pengertiannya berbeda

Lebih terperinci

ANALISIS PENDAPATAN DAN FAKTOR-FAKTOR YANG MEMPENGARUHI HASIL PRODUKSI PEMBENIHAN IKAN GURAMI PETANI BERSERTIFIKAT SNI

ANALISIS PENDAPATAN DAN FAKTOR-FAKTOR YANG MEMPENGARUHI HASIL PRODUKSI PEMBENIHAN IKAN GURAMI PETANI BERSERTIFIKAT SNI ANALISIS PENDAPATAN DAN FAKTOR-FAKTOR YANG MEMPENGARUHI HASIL PRODUKSI PEMBENIHAN IKAN GURAMI PETANI BERSERTIFIKAT SNI (kasus di desa Beji Kecamatan Kedung Banteng Kabupaten Banyumas,Jawa Tengah) Oleh

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. (b) Mewujudkan suatu keadilan social bagi seluruh rakyat Indonesia.

I. PENDAHULUAN. (b) Mewujudkan suatu keadilan social bagi seluruh rakyat Indonesia. I. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Secara tradisional Indonesia adalah negara agraris yang banyak bergantung pada aktivitas dan hasil pertanian, dapat diartikan juga sebagai negara yang mengandalkan sektor

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. 1 Kementerian Pertanian Kontribusi Pertanian Terhadap Sektor PDB.

I. PENDAHULUAN. 1 Kementerian Pertanian Kontribusi Pertanian Terhadap Sektor PDB. I. PENDAHULUAN 1.1. Latarbelakang Sektor pertanian merupakan salah satu sektor yang mempunyai peranan penting dalam meningkatkan perkembangan ekonomi Indonesia. Hal ini dikarenakan sektor pertanian adalah

Lebih terperinci

ANALISIS NILAI TAMBAH DAN PEMASARAN KAYU SENGON GERGAJIAN (Studi Kasus di Kecamatan Cigudeg Kabupaten Bogor)

ANALISIS NILAI TAMBAH DAN PEMASARAN KAYU SENGON GERGAJIAN (Studi Kasus di Kecamatan Cigudeg Kabupaten Bogor) ANALISIS NILAI TAMBAH DAN PEMASARAN KAYU SENGON GERGAJIAN (Studi Kasus di Kecamatan Cigudeg Kabupaten Bogor) Skripsi AHMAD MUNAWAR H 34066007 DEPARTEMEN AGRIBISNIS FAKULTAS EKONOMI DAN MANAJEMEN INSTITUT

Lebih terperinci

TINJAUAN PUSTAKA Tinjauan Umum Komoditas Bawang Merah

TINJAUAN PUSTAKA Tinjauan Umum Komoditas Bawang Merah II. TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Tinjauan Umum Komoditas Bawang Merah Bawang merah merupakan salah satu komoditas hortikultura yang merupakan anggota Allium yang paling banyak diusahakan dan memiliki nilai ekonomis

Lebih terperinci

II TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Tinjauan Umum Komoditi Kubis 2.2. Sistem Tataniaga dan Efisiensi Tataniaga

II TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Tinjauan Umum Komoditi Kubis 2.2. Sistem Tataniaga dan Efisiensi Tataniaga II TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Tinjauan Umum Komoditi Kubis Kubis juga disebut kol dibeberapa daerah. Kubis merupakan salah satu komoditas sayuran unggulan pada sektor agribisnis yang dapat memberikan sumbangan

Lebih terperinci

III KERANGKA PEMIKIRAN

III KERANGKA PEMIKIRAN III KERANGKA PEMIKIRAN 3.1 Kerangka Pemikiran Teoritis 3.1.1 Kombinasi Produk Optimum Penentuan kombinasi produksi dilakukan untuk memperoleh lebih dari satu output dengan menggunakan satu input. Hal ini

Lebih terperinci

I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang

I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Pertanian Indonesia memiliki potensi yang besar dalam segi sumberdaya dan kualitas, sehingga dapat menjadi sektor unggulan dalam meningkatkan pendapatan negara. Saat ini

Lebih terperinci