PENYELENGGARAAN TAJEN: JUDI VERSUS SARANA PEMASUKAN BAGI DESA ADAT DAN MASYARAKAT
|
|
- Liana Tanuwidjaja
- 7 tahun lalu
- Tontonan:
Transkripsi
1 PENYELENGGARAAN TAJEN: JUDI VERSUS SARANA PEMASUKAN BAGI DESA ADAT DAN MASYARAKAT K.Vimala Kairavani Program Studi Sosiologi Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik ABSTRACT Tajen is a way of balinese tradition who came from tabuh rah ritual. The change of tabuh rah into tajen caused by gambling folks manners. Tajen as a cultural practices is forbidden by canon law and government policy, but Balinese peoples have disobey the orders. Even tajen is a part of gambling, many peoples depends on it. Keywords: Tajen, Gambling, Income 1. Pendahuluan Pulau Bali merupakan salah satu pulau yang dikenal dengan beragam tradisi yang dimilikinya. Keunikan tersebut menjadi ciri khas pulau ini sehingga tidak salah jika bentuk-bentuk tradisi telah mendarah daging dalam kehidupan masyarakat Bali. Tradisi yang dimiliki oleh masyarakat Bali tidak terlepas dari unsur-unsur ajaran agama Hindu. Agama Hindu mengandung banyak unsur-unsur lokal yang telah terjalin kedalamnya sejak dulu kala, yang sudah tentu di berbagai daerah di Bali terdapat variasi local dari agama Hindu Bali itu (Dinas Kebudayaan Propinsi Bali, 1993:6). Hal tersebut terlihat dari bentuk tradisi yang ditampilkan. Dari sekian banyaknya tradisi yang ada di Bali, tabuh rah merupakan salah satu tradisi yang memiliki keunikan. Tabuh rah seringkali dilaksanakan pada saat upacara agama 1
2 Hindu. Menurut Purwita (1978:4), munculnya tabuh rah seperti yang menjadi kelaziman dalam melakukan upacara bhuta yadnya di Bali, rupa-rupanya berpangkat kepada suatu corak upacara berkorban pada jaman purba. Tradisi masyarakat Bali yang berakar pada ajaran agama Hindu melahirkan suatu tradisi yang erat kaitannya dengan yadnya. Menurut Parisada Hindu Dharma (dalam Jaya, 2013:5), menyatakan tri kerangka dasar Agama Hindu yang terdiri dari ajaran tattwa atau filsafat agama Hindu, ajaran susila atau etika agama Hindu, dan upacara atau ritual agama Hindu. Berkaitan dengan penerapan ajaran ritual salah satunya adalah tabuh rah. Seiring perkembangan jaman, tabuh rah yang semulanya untuk persembahan dewa yadnya telah mengalami pergeseran makna. Adapun pergeseran berupa kegiatan judi yang dilakukan saat kegiatan tajen. Tajen merupakan suatu ajang yang mempertontonkan aksi tarung ayam jago. Ayam-ayam tersebut dipertaruhkan kekuatannya dan dijadikan sebagai taruhan yang berupa uang. Sehingga stereotif akan tajen tidak terlepas dari kegiatan yang erat kaitannya dengan judi. Pegeseran makna semula yang sekiranya hanya untuk persembahan atau yadnya, karena berbagai faktor berubah menjadi tradisi judi. Perubahan tersebut tentunya tidak terlepas dari masyarakat itu sendiri. Kebangkitan Hindu di Nusantara juga akan menghilangkan secara berangsur-angsur budaya tajen, karena tajen sebagai judi memang dilarang dalam ajaran Hindu. Belum lagi menyiksa binatang digolongkan dalam himsa karma, perbuatan yang sangat nista (Setia, 2006:197). Namun tajen yang seringkali dianggap sama dengan ritual tabuh rah oleh sebagian masyarakat menjadikan hal tersebut pembenaran. Konteks pembenaran dalam hal diatas yaitu pergeseran makna persembahan kepada pencipta, bergeser menjadi kenikmatan untuk penikmat tajen. Dengan adanya penikmat tajen memberikan peluang bagi sebagian masyarakat tanpa berpikir panjang menjadikan suatu desa di Tabanan menjadikannya sebagai cara untuk mendapatkan dana untuk pembangunan banjar. 2
3 2. Kehidupan di Arena Tajen Penyelenggaraan tajen di suatu arena tidak hanya menjadi sarana bagi pemilik ayam dan para penjudi. Melainkan menjadi satu kesatuan yang utuh dalam kehidupan penyelenggaraan tajen. Tajen bagaikan dua mata sisi uang. Disatu sisi, tajen merupakan suatu bentuk kriminal. Disisi lainnya, tajen dimanfaatkan oleh sebagian orang untuk mencari nafkah dan penggalian dana. Seringkali dijumpai setiap ada penyelenggaraan tajen di suatu arena, selalu terdapat kios-kios yang disediakan untuk tempat berjualan. Tersedianya tempat berjualan tentu dimanfaatkan oleh pedagang baik dari desa di sekitar tempat penyelenggaraan tajen maupun dari luar desa. Biasanya jenis makanan dan minuman yang dijual oleh pedagang. Selain pedagang di kios-kios, pedagang acung pun memanfaatkan acara ini untuk mencari nafkah dari kehidupan tajen. Jasa lainnya yang ditawarkan di tempat sekitar arena tajen adalah tukang pijat dan jasa peminjam uang atau rentenir. Selain pedagang, keunikan lainnya dari setiap pelaksanaan tajen adalah adanya rentenir perempuan yang juga mencari nafkah di acara tersebut. Keunikan tersebut menunjukkan bahwa acara tajen yang didominasi oleh kaum lakilaki, ternyata juga dihadiri oleh kaum perempuan. Adanya kaum perempuan yang ikut mencari nafkah di arena tajen tersebut menunjukkan adanya kesetaraan gender. 3
4 Konteks kesetaraan gender yang dimaksud adalah bahwa laki-laki dan perempuan turut serta dalam pelaksanaan acara tajen tersebut. Secara tidak langsung stereotif yang menyatakan bahwa perempuan harus bekerja di ranah domestik (mengurus dapur, anak dan rumah tangga), dibantah dengan adanya perempuan yang turut serta dalam arena tajen tersebut. Sebaliknya dengan adanya rentenir perempuan yang ikut mencari nafkah di arena tajen tersebut, menunjukkan bahwa perempuan kini tidak lagi berada di ranah domestik, tetapi juga mampu berada di ranah publik ( mencari nafkah seperti laki-laki). Pada umumnya hal yang sama dilakukan oleh para pedagang dan masyarakat lainnya yang mencari nafkah di arena tajen. Mereka biasanya sudah mengetahui dimana dan kapan akan diselenggarakan acara tajen. Hal tersebut menunjukkan bahwa mereka telah terbiasa mencari nafkah di arena tajen. Kebiasaan tersebut tidak terlepas dari berkalanya suatu pelaksanaan ngaben di suatu arena tajen. Selain mengandalkan kebiasaan tersebut, terkadang antar pedagang dan pencari nafkah lainnya saling bertukar informasi terkait dengan tempat ramai untuk dapat berjualan. Tidak hanya kehidupan di luar arena pertandingan tajen, kehidupan lainnya pun terjadi di dalam arena tajen. Banyak masyarakat yang mencari nafkah di dalam arena. Pertama, petugas kebersihan arena tajen yang bertugas membersihkan arena sebelum dan sesudah diselenggarakannya tajen. Kedua, (saya) juri dalam pertandingan tajen yang bertugas memandu jalannya pertarungan. Ketiga, tukang cabut bulu ayam yang bertugas mencabut bulu ayam yang mati dan kalah dalam pertarungan. Keempat, (pakembar) tukang pegang ayam yang bertugas memegang ayam saat akan diadu. Semua peranan di atas mempunyai peran dan tujuannya masing-masing. Mereka merupakan satu kesatuan dari sistem arena tajen tersebut. Meskipun keberadaan pelaksanaan tajen dilarang secara hukum agama dan pemerintah, tetapi banyak yang memanfaatkan arena tajen untuk mencari penghasilan. Hal tersebut dikarenakan ketatnya persaingan hidup di Bali. 4
5 Persaingan tersebut menyebabkan masyarakat melakukan apa saja demi mendapatkan uang untuk memenuhi kebutuhannya sehari-hari. Dengan uang memungkinkan orang-orang mengatasi kebutuhan yang diinginkannya secara langsung, melalui keterlibatan mereka dalam suatu transaksi (Johnson, 1986:284). Pernyataan Johnson tersebut terkait dengan apa yang dilakukan oleh anggota masyarakat di atas, bahwa apa yang dilakukan oleh masyarakat tersebut untuk mencari penghasilan berupa uang. Hal tersebut dikarenakan dalam kehidupan seharihari, uang mempunyai peranan penting dalam memenuhi kebutuhan sehari-hari demi mempertahankan kelangsungan hidup. 3. Pemasukan bagi Desa Adat Menurut Weber kepentingan mendorong tindakan manusia, yaitu dimana cara pandang aktor terhadap dunia kehidupannya (termasuk didalamnya kepentingan yang mereka miliki) yang akan menentukan arah tindakan yang akan diambil sang actor (Sumiarti, 2007:284). Hal tersebut pula yang dilakukan oleh penyelenggara tajen di Tabanan. Penyelenggaran tajen oleh suatu desa adat yang ada di Tabanan, namun dengan meminjam tempat di suatu desa adat lainnya. Arena tajen tersebut sudah terkenal di kalangan penikmat judi tajen. Secara tidak langsung dapat dikatakan arena tajen tersebut strategis dan mudah dijangkau oleh penikmat tajen. Dengan dikenalnya lokasi arena tajen tersebut tidak hanya memberikan keuntungan bagi penikmat tajen, tetapi juga bagi pihak desa adat penyelenggara dan pihak desa adat tempat terselenggaranya tajen. Pemilihan lokasi pelaksanaan tajen yang dilakukan oleh penyelenggara tajen tersebut, menunjukkan mereka sangat rasionalitas. Dalam konteks rasionalitas instrumental Weber, bahwa lokasi tersebut telah dipertimbangkan dari berbagai aspek yang dapat menjangkau semua penikmat tajen. Sedangkan ditinjau dari aspek rasionalitas berorientasi nilai, penyelenggaran tajen dengan memilih lokasi atau arena tajen yang strategis, memberikan keuntungan bagi para penjudi dan penikmat tajen dalam hal mudahnya mengakses arena tajen. Selain itu, 5
6 pihak penyelenggara pun mendapatkan keuntungan secara ekonomis dari banyaknya penikmat tajen dan penjudi yang datang. Menurut Ajie (tanpa tahun: 256), menyatakan dengan tajen banyak tenaga kerja yang terserap. Selain dengan tajen, dana sumbangan ke kas desa atau untuk pembangunan pura dan balai banjar bisa didapatkan. Pernyataan diatas dibuktikan ketika ditemukan kasus yang sama. Berbagai alasan yang menyatakan tajen tidak hanya sebagai sisi negatif, tetapi juga sebagai sisi positif. Pertama, masyarakat penikmat tajen yang ingin memasuki arena diwajibkan membayar karcis masuk sebesar Rp. 5000,- (lima ribu rupiah) per orang. Dengan biaya karcis masuk sebesar itu dikalikan dengan jumlah penikmat tajen yang tersebar di Bali maupun di luar Bali memberikan keuntungan bagi pihak penyelenggara desa adat. Kedua, hasil dari penyewaan kios sebesar Rp ,- (dua puluh lima ribu rupiah) per kios dikalikan dengan jumlah kios yang tersedia. Dana penyewaan kios tersebut menjadi milik desa adat tempat diselenggarakannya tajen tersebut. Ketiga, sebagian dana dari karcis masuk dipotong untuk membayar pecalang yang turut mengamankan acara tajen tersebut. Adapun dana yang diberikan atas jasa pengamanan oleh pecalang (petugas keamanan secara adat) dari desa adat tempat diselenggarakannya tajen biasanya mulai dari Rp ,- hingga Rp ,- per orang. Keempat, dana karcis untuk menempati tempat duduk sebesar Rp ,- per orang menjadi milik desa adat tempat diselenggarakan tajen. Kelima, hasil dari pertarungan ayam tersebut sekitar 10% (sepuluh persen) menjadi milik desa penyelenggara tajen. Sebaliknya sisa uang dari hasil tajen lainnya menjadi milik desa adat tempat diselenggarakannya tajen. 4. Tindakan Kolektif dalam Penyelenggaraan Tajen Seperti diketahui tajen sesungguhnya merupakan suatu bentuk tindakan kriminal. Bahkan kini masalah perjudian seperti tajen pun dimasukkan dalam tindak pidana kesopanan, dan diatur dalam Pasal 303 KUHP dan Pasal 303 bis KUHP jo. Undang-Undang No. 7 Tahun 1974 yang pada hakekatnya perjudian bertentangan dengan agama, kesusilaan, dan moral Pancasila serta membahayakan bagi 6
7 penghidupan dan kehidupan masyarakat, bangsa dan Negara (Hidayat, 2011). Peraturan di atas dengan jelas menyatakan tajen melanggar ketentuan yang ada di Indonesia. Faktanya peraturan yang ada tersebut tidak dihiraukan oleh sebagian masyarakat dan menggangap tajen tetap sebagai suatu kebutuhan. Sehingga tajen menjadi salah satu bentuk patologi sosial yang ada di masyarakat. Secara umum penikmat tajen, pedagang, penyelenggara tajen dan desa tempat arena tajen telah mengetahui peraturan tersebut. Mereka telah mengetahui tindakan tersebut dapat dikategorikan penyimpangan sosial dan tindakan pidana, tetapi secara tidak tertulis mereka membuat kesepakatan agar tidak diketahui oleh aparat kepolisian. Bahkan menggunakan teknik kamuflase dengan berpakaian adat dan atribut upacara untuk mengelabui aparat kepolisian. Selain itu, mereka juga menyiapkan orang-orang yang berjaga dan siap menjadi negosiator, kalau polisi hendak membubarkan acara mereka. Bahkan di dalam berbagai kasus, para mafia tajen ini menjalin kolusi dengan oknum-oknum polisi (Ajie, tan pa tahun: ). Berbagai cara dilakukan oleh mereka yang terkait dalam penyelenggaraan tajen tersebut. Keterlibatan individu di dalam suatu sistem sosial tersebut mempunyai fungsi masing-masing. Dilihat dari sudut struktur fungsionalisme Talcott Parson, mereka yang terbiasa terlibat di dalam kegiatan tajen akan beradaptasi dengan kondisi yang tertutup atau kucingkucingan dengan aparat penegak hukum. Menurut Boedhihartono ( dalam Garna,1993:51), menyatakan kegemaran adu ayam oleh sementara masyarakat dianggap kurang layak dan karena itu dilarang oleh peraturan pemerintah, sehingga penggemar terpaksa melakukannya dengan sembunyi-sembunyi atau dengan cara pindah-pindah dari satu tempat ke tempat lain, menghindarkan diri dari tindakan hukum. Apa yang diungkapkan oleh dua ahli di atas sesuai dengan fakta di lapangan. Penjudi dan penikmat tajen akan berkorban hingga harus secara diam-diam untuk hanya sekadar menikmati pertunjukkan di arena tajen. Hal tersebut dilakukan bertujuan untuk melancarkan kegiatan tajen yang akan dan sedang dilakukan. 7
8 Sehingga untuk melancarkan terselenggaranya tajen tersebut struktur dalam sistem tajen tersebut harus menyatu untuk melancarkan penyelenggaraan tajen. Terakhir untuk melancarkan penyelenggaran tajen seperti yang diharapkan maka struktur tersebut harus memelihara pola yang telah dibentuk. Fenomena tajen ini sangat terkait pula dengan konsep dari Giddens tentang ruang dan waktu. Dalam hal ini, pemberitahuan akan adanya penyelenggaraan tajen di suatu tempat sangat ditentukan oleh berbagai faktor. Selain pemberitahuan akan adanya penyelenggaraan tajen secara manual (mulut ke mulut dan surat), teknologi komunikasi pun mempunyai peranan penting. Berbagai jenis teknologi seperti SMS, , BBM, dan jejaring social lainnya seringkali mereka manfaatkan. Tidak hanya itu Giddens (Herry & Priyono, 2002:40) pun menyatakan adanya perentangan waktu dan ruang. Rentanglah proses pencabutan ( disembedding) waktu dari ruang itu pada skala global, maka kita akan mendapati gejala globalisasi. Apa yang dikatakan Giddens tersebut terjadi pada fenomena tajen karena teknologi komunikasi tersebut menghubungkan sesama bebotoh (penjudi tajen) Tabanan untuk turut serta dalam tajen tersebut. Sehingga bebotoh dari luar Tabanan pun mengetahui acara tersebut 5. Kebudayaan dan Penyimpangan Tajen menjadi salah satu wujud kebudayaan Bali. Meskipun secara umum di seluruh dunia terdapat sabung ayam, namun di setiap daerah di belahan dunia memiliki ciri khas tersendiri dalam pelaksanaannya. Tajen di Bali umumnya memiliki kekhasan tersendiri, khususnya dilihat dari pakaian yang digunakan oleh masyarakat umumnya adalah pakaian adat Bali. Secara tidak langsung dengan adanya penyelenggaraan tajen hingga saat ini, menunjukkan bahwa masyarakat tetap menjaga kebudayaan yang dimilikinya. Namun kebudayaan tersebut disalahfungsikan untuk kegiatan yang melanggar hukum dan norma agama. Eksistensi penyelenggaraan tajen tersebut menunjukkan bahwa masyarakat membutuhkan hiburan di tengah maraknya hiburan media massa dan media sosial. Selain itu, masyarakat juga tidak menerapkan peraturan yang ada. Sehingga tindakan 8
9 mereka dapat dikategorikan penyimpangan. Meskipun tajen dikategorikan sebagai suatu budaya Bali, tetapi apabila dalam pelaksanaannya terdapat judi maka hal tersebut akan menjadi sebuah pembudayaan. Konteks pembudayaan dalam hal ini adalah pembudayaan nilai-nilai judi yang menekankan pada aspek kepraktisan dalam mencari uang. Apabila aspek praktis terus berkembang, maka tidak kemungkinan tidak akan lagi semangat masyarakat untuk bekerja keras. Mereka akan lebih memilih berjudi untuk mendapatkan uang yang cepat dan praktis, tanpa harus bersusah payah menghabiskan pikiran dan tenaga. Sehingga masyarakat kedepannya akan cenderung berorientasi pada cara untuk memperoleh kekayaan berupa materi dengan cara yang cepat, tanpa harus menghiraukan peraturan dan norma yang berlaku. Menurut Thorstein Veblen (dalam Polak, 1979:180), menyatakan bahwa kekayaan telah menjadi ukuran penghormatan terhadap yang memilikinya. Individu yang puas dalam usaha pembenaran diri dan pendefinisian diri sendiri, akan merasa bahagia dan mudah untuk menyesuaikan diri dengan lingkungannya (Kartono, 2013: 47). Begitu pula halnya dengan anggota masyarakat yang terlibat dalam suatu sistem arena tajen dan merasa dirinya adalah sistem tersebut, maka mereka akan sulit lepas dari sistem tersebut. Hal tersebut dikarenakan mereka telah nyaman di lingkungan tajen tersebut. Justru perasaan nyaman tersebut membahayakan masyarakat yang berperan sebagai penikmat dan penjudi. Aspek berbahayanya karena mereka akan menyesuaikan diri dengan sistem tajen yang termasuk dalam kategori penyimpangan. 9
10 6. Kesimpulan Penyelenggaraan tajen yang kini tetap berlangsung menunjukkan bahwa masyarakat masih menyukai tajen, meskipun hal tersebut merupakan bentuk suatu penyimpangan. Seringkali masyarakat telah mengetahaui bahwa tajen tersebut merupakan bentuk penyimpangan, tetapi masih banyak yang suka dengan tajen. Banyaknya peminat dan penjudi tajen, memberikan kesempatan bagi segelintir individu atau kelompok untuk mencari keuntungan melalui penyelenggaraan tajen. Mereka telah terbiasa bahkan mencari nafkah dan sebagai sumber penggalian dana di arena tajen tersebut. Mereka merasionalkan penyelenggaraan tajen demi mencari keuntungan baik keuntungan pribadi ataupun kelompok. Hal ini tentu memberikan dampak negatif bagi masyarakat kedepannya. 10
11 Daftar Pustaka Ajie, Raden Muhammad Arie Andhiko. Tanpa Tahun. Tajen Sebagai Ritual Agama, Atraksi Budaya dan Arena Judi. Jakarta: Universitas Indonesia. Dinas Kebudayaan Propinsi Daerah Tingkat I Bali Tata Krama Bali. Denpasar: Dinas Kebudayaan Propinsi Daerah. Garna, Judistira K Teori-Teori Perubahan Sosial. Bandung: Universitas Padjajaran Hery & Priyono Anthony Giddens Suatu Pengantar. Jakarta: Kepustakaan Populer Gramedia. Hidayat, Rahmatul Sabung Ayam Tabuh Rah dan Judi Tajen di Bali: Perspektif Hukum Islam dan Hukum Positif. Jakarta: UIN Syarif Hidayatullah. Jaya, Ketut Manik Asta. Tanpa Tahun. Religiusitas Umat Islam Setelah Konversi Ke Agama Hindu di Desa Pakraman Nyitdah Kecamatan Kediri Kabupaten Tabanan (Kajian Teologi Hindu). Denpasar: Institut Negeri Hindu Dharma Negeri. Johnson, Doyle Paul Teori Sosiologi Klasik dan Modern. Jakarta: PT. Gramedia. Kartono, Kartini Patologi Sosial. Jakarta: PT RajaGrafindo Persada. Polak, Mayor Sosiologi Suatu Buku Pengantar Ringkas. Jakarta: PT Ichtiar Baru. Setia, Putu Bali yang Meradang. Denpasar: PT Pustaka Manikgeni. Sumiarti, Titik Sosiologi Kepentingan (Interest) dalam Tindakan Ekonomi. Sodality: Jurnal Transdisiplin Sosiologi, Komunikasi, dan Ekologi Manusia, 1,
I. PENDAHULUAN. Etnis Bali memiliki kebudayaan dan kebiasaan yang unik, yang mana kebudayaan
I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Etnis Bali memiliki kebudayaan dan kebiasaan yang unik, yang mana kebudayaan dan kebiasaan tersebut dapat dijadikan sebagai identitas atau jatidiri mereka. Kebudayaan yang
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. Bali sebagai bagian dari Kebudayaan Indonesia yang bersifat Binneka Tunggal Ika (Berbedabeda
BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Provinsi Bali merupakan salah satu provinsi yang cukup terkenal di Indonesia karena merupakan salah satu asset devisa Negara Indonesia yang cukup tinggi di bidang
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. pariwisata dunia, salah satu tradisi yang menarik untuk dikupas lebih lanjut adalah
BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Pulau Bali merupakan salah satu pulau yang dikenal dengan beragam tradisi yang dimilikinya. Hal tersebut menjadikan Bali memiliki daya tarik tersendiri di mata pariwisata
Lebih terperinciBAB III PENUTUP. dalam penulisan skripsi ini, mencoba mengambil beberapa kesimpulan yakni :
BAB III PENUTUP A. Kesimpulan Dalam penjelasan yang tertuang dalam bab-bab terdahulu permasalahan yang diangkat dalam penulisan skripsi ini, mencoba mengambil beberapa kesimpulan yakni : Berdasarkan uraian
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. suatu arena atau wilayah tertentu. Aktivitas sabung ayam sejatinya tidak dapat
BAB I PENDAHULUAN 1. 1 Latar Belakang Penelitian Sabung ayam merupakan tradisi pertarungan antara dua ayam jantan pada suatu arena atau wilayah tertentu. Aktivitas sabung ayam sejatinya tidak dapat dipisahkan
Lebih terperincisendiri diatur dalam pasak 303 ayat (3) KUHP yang berbunyi:
Saat ini, berbagai macam dan bentuk perjudian sudah meluas dalam kehidupan masyarakat sehari-hari, baik secara terang-terangan maupun sembunyi-sembunyi. Sebagian masyarakat memandang bahwa perjudian sebagai
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. ranah pemerintah daerah seperti Desa Pakraman kebijakan tentang hak-hak
1 BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Seiring dengan perkembangan zaman, hak-hak perempuan mulai dipertimbangkan dalam merumuskan kebijakan publik. Kebijakan tentang perempuan sekarang ini sudah
Lebih terperinciPENERAPAN PASAL 303 KITAB UNDANG-UNDANG HUKUM PIDANA TENTANG PERJUDIAN TERKAIT SABUNG AYAM DI PROVINSI BALI
PENERAPAN PASAL 303 KITAB UNDANG-UNDANG HUKUM PIDANA TENTANG PERJUDIAN TERKAIT SABUNG AYAM DI PROVINSI BALI Oleh : I Ketut Adhi Erawan I Wayan Parsa Bagian Hukum Pidana, Fakultas Hukum, Universitas Udayana
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Dalam kehidupan di masyarakat sering sekali pelanggaran terhadap
BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Dalam kehidupan di masyarakat sering sekali pelanggaran terhadap norma kesusilaan dan norma hukum. Salah satu dari pelanggaran hukum yang terjadi di masyarakat
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Dalam kehidupan di masyarakat sering sekali terjadi pelanggaran terhadap
BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Dalam kehidupan di masyarakat sering sekali terjadi pelanggaran terhadap norma kesusilaan dan norma hukum. Salah satu dari pelanggaran hukum yang terjadi di
Lebih terperinciBAB II TINJAUAN UMUM TENTANG TABUH RAH
BAB II TINJAUAN UMUM TENTANG TABUH RAH 2.1 Pengertian dan Unsur-Unsur Tabuh Rah dan Sabungan Ayam (Tajen) Hubungan tabuh rah dengan sabungan ayam terdapat pandangan semu dari sebagian masyarakat awam,
Lebih terperinciPERUBAHAN SOSIAL DI PERDESAAN BALI
BAB 9 KESIMPULAN Dari apa yang telah diuraikan dan dibahas pada bab-bab sebelumnya, tergambarkan bahwa perdesaan di Tabola pada khususnya dan di Bali pada umumnya, adalah perdesaan yang berkembang dinamis.
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. kebutuhan hidupnya telah menghasilkan teknologi yang berkembang sangat pesat
BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar belakang Manusia sebagai makhluk yang cenderung selalu ingin memenuhi kebutuhan hidupnya telah menghasilkan teknologi yang berkembang sangat pesat sehingga melahirkan masyarakat
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. dan semuanya dapat tercapai apabila berpedoman pada peraturan-peraturan yang
BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Hakikat pembangunan nasional adalah pembangunan manusia Indonesia dan pembangunan masyarakat Indonesia. Pembangunan tersebut dilaksanakan oleh pemerintah dan
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Dalam kehidupan masyarakat di Indonesia perjudian masih menjadi
BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Dalam kehidupan masyarakat di Indonesia perjudian masih menjadi permasalahan, banyaknya kasus yang ditemukan oleh aparat penegak hukum merupakan suatu bukti
Lebih terperinciOleh I Gusti Ayu Sri Utami Institut Hindu Dharma Negeri Denpasar
KAJIAN PENDIDIKAN AGAMA HINDU DALAM TRADISI NGAYAH DI TENGAH AKSI DAN INTERAKSI UMAT HINDU DI DESA ADAT ANGGUNGAN KELURAHAN LUKLUK KECAMATAN MENGWI KABUPATEN BADUNG Oleh I Gusti Ayu Sri Utami Institut
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. hukum dan merugikan masyarakat (Bambang Waluyo, 2008: 1). dengan judi togel, yang saat ini masih marak di Kabupaten Banyumas.
BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Seiring dengan kemajuan budaya, ilmu pengetahuan dan teknologi (iptek), perilaku manusia di dalam hidup bermasyarakat dan bernegara justru semakin kompleks dan
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. Indonesia adalah negara yang luas, besar, dan memiliki keanekaragaman
1 BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Indonesia adalah negara yang luas, besar, dan memiliki keanekaragaman akan tradisi dan budayanya. Budaya memiliki kaitan yang erat dengan kehidupan manusia, di mana
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. Jawa Barat. Indramayu disebut dengan kota mangga karena Indramayu merupakan
BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Kabupaten Indramayu adalah salah satu kabupaten yang terlatak di Provinsi Jawa Barat. Indramayu disebut dengan kota mangga karena Indramayu merupakan penghasil
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. Di Indonesia sangat kaya akan berbagai macam budaya baik itu bahasa,
BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Di Indonesia sangat kaya akan berbagai macam budaya baik itu bahasa, tarian dan adat istiadat yang dimiliki oleh setiap suku bangsa juga sangat beragam. Keanekaragaman
Lebih terperinciPERANAN GURU AGAMA HINDU DALAM MENANGGULANGI DEGRADASI MORAL PADA SISWA SMA NEGERI 2 TABANAN
307 PERANAN GURU AGAMA HINDU DALAM MENANGGULANGI DEGRADASI MORAL PADA SISWA SMA NEGERI 2 TABANAN Oleh Kadek Dewi Setiawati Institut Hindu Dharma Negeri Denpasar dsetiawati445@gmail.com Abstrak Diera globalisasi
Lebih terperinciI. PENDAHULUAN. Globalisasi sebagai akibat dari kemajuan ilmu pengetahuan dan teknologi,
I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Kemajuan ilmu pengetahuan dan teknologi yang berkembang pesat dewasa ini, telah membawa berbagai dampak dan perubahan dalam kehidupan manusia. Globalisasi sebagai
Lebih terperinciLEMBARAN DAERAH KABUPATEN KERINCI TAHUN 2007 NOMOR 8
LEMBARAN DAERAH KABUPATEN KERINCI TAHUN 2007 NOMOR 8 PERATURAN DAERAH KABUPATEN KERINCI NOMOR 8 TAHUN 2007 TENTANG PERUBAHAN ATAS PERATURAN DAERAH KABUPATEN KERINCI NOMOR 14 TAHUN 2003 TENTANG PENYAKIT
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. memberi petunjuk kepada manusia bagaimana ia bertindak dan bertingkah
BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Penelitian Pesatnya perkembangan ilmu pengetahuan dan teknologi berdampak pula pada dinamika kehidupan masyarakat. Perkembangan dalam kehidupan masyarakat terutama yang
Lebih terperinciPERATURAN DAERAH PROPINSI DAERAH TINGKAT I BALI NOMOR 3 TAHUN 1991 T E N T A N G PARIWISATA BUDAYA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA
PERATURAN DAERAH PROPINSI DAERAH TINGKAT I BALI NOMOR 3 TAHUN 1991 T E N T A N G PARIWISATA BUDAYA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA GUBERNUR KEPALA DAERAH TINGKAT I BALI, Menimbang : a. bahwa kepariwisataan
Lebih terperinciI. PENDAHULUAN. kepercayaan, keyakinan dan kebiasaan yang berbeda-beda,karena kebudayaan
1 I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Manusia dan kebudayaan adalah dua hal yang tidak dapat dipisahkan, tidak mungkin ada kebudayaan jika tidak ada manusia. Setiap kebudayaan adalah hasil dari ciptaan
Lebih terperinciI. PENDAHULUAN. sosial yang sedang terjadi di masyarakat. Oleh sebab itu masyarakat
1 I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Sebagai salah satu negara dengan kemajuan teknologi yang pesat, indonesia tidak terlepas dari arus informasi global yang diperlukan untuk mengetahui fenomenafenomena
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang
BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang merupakan daerah yang memiliki potensi budaya yang masih berkembang secara optimal. Keanekaragaman budaya mencerminkan kepercayaan dan kebudayaan masyarakat setempat
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang Masalah. Dalam diri manusia selalu terdapat ketidak puasan, oleh sebab itu ia akan
1 BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Dalam diri manusia selalu terdapat ketidak puasan, oleh sebab itu ia akan berusaha mencari sesuatu dengan segala upaya memenuhi kepuasannya, baik dari segi
Lebih terperinciLEMBARAN DAERAH KABUPATEN KERINCI TAHUN 2012 NOMOR 18 PERATURAN DAERAH KABUPATEN KERINCI NOMOR 18 TAHUN 2012
Menimbang : LEMBARAN DAERAH KABUPATEN KERINCI TAHUN 2012 NOMOR 18 PERATURAN DAERAH KABUPATEN KERINCI NOMOR 18 TAHUN 2012 TENTANG PEMBERANTASAN PENYAKIT MASYARAKAT DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI
Lebih terperinciWALIKOTA DENPASAR PERATURAN DAERAH KOTA DENPASAR NOMOR 4 TAHUN 2014 TENTANG PERLINDUNGAN PEREMPUAN DAN ANAK KORBAN KEKERASAN
WALIKOTA DENPASAR PERATURAN DAERAH KOTA DENPASAR NOMOR 4 TAHUN 2014 TENTANG PERLINDUNGAN PEREMPUAN DAN ANAK KORBAN KEKERASAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA WALIKOTA DENPASAR, Menimbang : a. bahwa Kota
Lebih terperinciBAB V SIMPULAN, IMPLIKASI DAN REKOMENDASI
155 BAB V SIMPULAN, IMPLIKASI DAN REKOMENDASI Pada bab ini, peneliti menyimpulkan hasil penelitian yang berjudul PENGARUH KOREAN WAVE TERHADAP PERUBAHAN GAYA HIDUP REMAJA (Studi Kasus terhadap Grup Cover
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. berkembang adalah adanya kegiatan ekonomi subsistence, yakni sebagian besar
1 BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Salah satu ciri perekonomian Indonesia sebagai negara yang sedang berkembang adalah adanya kegiatan ekonomi subsistence, yakni sebagian besar penduduk yang berpenghasilan
Lebih terperinciBAB V KESIMPULAN DAN SARAN. 4.1 Kesimpulan Berdasarkan hasil penelitian yang telah dipaparkan di atas maka
BAB V KESIMPULAN DAN SARAN 4.1 Kesimpulan Berdasarkan hasil penelitian yang telah dipaparkan di atas maka dapat disimpulkan bahwa lansia memiliki alasan yang berbeda-beda ketika memillih untuk tinggal
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. Dalam kehidupan masyarakat sehari-hari tidak akan lepas dari norma yang
BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Dalam kehidupan masyarakat sehari-hari tidak akan lepas dari norma yang berada di masyarakat. melihat hal semacam ini, apabila masing-masing anggota masyarakat
Lebih terperinciBAB V PENUTUP. A. Kesimpulan
BAB V PENUTUP A. Kesimpulan Musik dangdut merupakan sebuah genre musik yang mengalami dinamika di setiap jamannya. Genre musik ini digemari oleh berbagai kalangan masyarakat Indonesia. Berkembangnya dangdut
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. antara lain sepeda, sepeda motor, becak, mobil dan lain-lain. Dari banyak
BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Transportasi sudah menjadi kebutuhan utama bagi manusia untuk menunjang aktivitasnya. Adanya transportasi menjadi suatu alat yang dapat mempermudah kegiatan
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah
BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Kebudayaan Indonesia yang beraneka ragam terdiri dari puncak-puncak kebudayaan daerah dan setiap kebudayaan daerah mempunyai ciri-ciri khas masing-masing. Walaupun
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. efektif dan efisien untuk berkomunikasi dengan konsumen sasaran.
BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Industri periklanan belakangan ini menunjukan perubahan orientasi yang sangat signifikan dari sifatnya yang hanya sekedar menempatkan iklan berbayar di media massa menjadi
Lebih terperinciPENDAHULUAN. Latar Belakang
1 PENDAHULUAN Latar Belakang Salah satu isu yang muncul menjelang berakhirnya abad ke-20 adalah persoalan gender. Isu tentang gender ini telah menjadi bahasan yang memasuki setiap analisis sosial. Gender
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. kepribadian luhur bangsa, beriman dan bertakwa kepada Tuhan yang Maha
BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Negara Republik Indonesia adalah negara hukum yang berdasarkan Pancasila dan Undang-undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945 dengan menjunjung tinggi nilai-nilai
Lebih terperinciPENGERTIAN ETIKA ETIKA,
PENGERTIAN ETIKA ETIKA, berasal dari kata ethos, salahsatu cabang ilmu filsafat oksiologi yang membahas tentang: 1. nilai keutamaan dan bidang estetika 2. nilai-nilai keindahan, 3. pemilihan nilai-nilai
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. multikultural yang tidak akan sama dengan kelompok sosial lainnya yang dimana Kehidupan
BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Pada hakikatnya kelompok sosial itu ada karena ingin mempertahankan hidup mereka. Kelompok sosial selalu mengalami perubahan dan perkembangan dalam masyarakat multikultural
Lebih terperinciUKDW BAB I PENDAHULUAN. I.1. Latar Belakang Permasalahan
BAB I PENDAHULUAN I.1. Latar Belakang Permasalahan Sebagai salah satu pulau di Indonesia, Bali memiliki daya tarik yang luar biasa. Keindahan alam dan budayanya menjadikan pulau ini terkenal dan banyak
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. Perkawinan merupakan hal yang sakral dilakukan oleh setiap manusia
BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Perkawinan merupakan hal yang sakral dilakukan oleh setiap manusia di dunia ini, termasuk di Indonesia. Sejak dilahirkan di dunia manusia sudah mempunyai kecenderungan
Lebih terperinciBAB IV ANALISIS NILAI-NILAI KEAGAMAAN DALAM UPACARA SEDEKAH BUMI. A. Analisis Pelaksanaan Upacara Sedekah Bumi
BAB IV ANALISIS NILAI-NILAI KEAGAMAAN DALAM UPACARA SEDEKAH BUMI A. Analisis Pelaksanaan Upacara Sedekah Bumi Bersyukur kepada sang pencipta tentang apa yang telah di anugerahkan kepada seluruh umat manusia,
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. Karya sastra sebagai ungkapan pribadi manusia berupa pengalaman,
BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Karya sastra sebagai ungkapan pribadi manusia berupa pengalaman, pemikiran, perasaan, ide, semangat, keyakinan dalam suatu bentuk gambaran kehidupan, yang dapat membangkitkan
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. dan memenuhi kepentingan politis pihak yang berkuasa sari negara yang di
BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Pariwisata merupakan salah satu sektor yang diandalkan oleh beberapa negara di seluruh dunia. Negara menggunakan pariwisata sebagai penyokong ekonomi dan juga devisa
Lebih terperinciSANKSI PACAMIL DI DESA BLAHBATUH GIANYAR DITINJAU DARI PENDIDIKAN KARAKTER
SANKSI PACAMIL DI DESA BLAHBATUH GIANYAR DITINJAU DARI PENDIDIKAN KARAKTER Oleh : Drs. I Ketut Rindawan, SH.,MH. ketut.rindawan@gmail.com Fakultas Keguruan dan Ilmu Pendidikan Universitas Dwijendra Abstrak
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. baik. Berbagai jenis pekerjaan dijalani untuk memenuhi kebutuhan tersebut.
BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Pada hakekatnya ekonomi adalah sebagai dasar pembangunan untuk meningkatkan kesejahteraan dan kemakmuran. Semua itu juga berlaku dalam keluarga, ekonomi adalah
Lebih terperinciLAMPIRAN 1. Pedoman Wawancara
76 LAMPIRAN 1 Pedoman Wawancara 1. Sudah berapa lama berkecimpung dengan dunia sabung ayam? 2. Bagaimana cara membibitkan ayam jago yang baik? 3. Bagaimana cara merawat ayam jago? 4. Dari umur berapa dan
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. 1. Latar Belakang Masalah
BAB I PENDAHULUAN 1. Latar Belakang Masalah Dalam proses penyebarluasan firman Tuhan, pekabaran Injil selalu berlangsung dalam konteks adat-istiadat dan budaya tertentu, seperti halnya Gereja gereja di
Lebih terperinciBUPATI PANGANDARAN PROVINSI JAWA BARAT PERATURAN DAERAH KABUPATEN PANGANDARAN NOMOR 12 TAHUN 2015 TENTANG PENYELENGGARAAN HIBURAN
BUPATI PANGANDARAN PROVINSI JAWA BARAT PERATURAN DAERAH KABUPATEN PANGANDARAN NOMOR 12 TAHUN 2015 TENTANG PENYELENGGARAAN HIBURAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA, Menimbang : a. bahwa Kabupaten Pangandaran
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Masalah moral merupakan masalah yang menjadi perhatian orang dimana
1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Masalah moral merupakan masalah yang menjadi perhatian orang dimana saja, baik dalam masyarakat yang telah maju maupun masyarakat yang belum maju. Hal ini
Lebih terperinciBAB III LAPORAN HASIL PENELITIAN. Daftar Alamat Lokasi Pasar Tengah Tanjung Karang
BAB III LAPORAN HASIL PENELITIAN A. Profil Pasar Tengah Tajung Karang Kota Bandar Lampung Pasar Tengah sudah ada sejak tahun 80an, dulunya sebenarnya merupakan pasar Tradisional yang Induknya adalah di
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. Masyarakat Indonesia merupakan masyarakat majemuk dalam berbagai
1 BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Penelitian Masyarakat Indonesia merupakan masyarakat majemuk dalam berbagai hal, seperti keanekaragaman budaya, lingkungan, alam, dan wilayah geografis. Keanekaragaman
Lebih terperinciBAB 1 PENDAHULUAN. A. LATAR BELAKANG Timbulnya anggapan bahwa kaum perempuan lebih lemah
BAB 1 PENDAHULUAN A. LATAR BELAKANG Timbulnya anggapan bahwa kaum perempuan lebih lemah daripada kaum laki-laki masih dapat kita jumpai saat ini. Perbedaan antara laki-laki dan perempuan yang telah dikonstruksikan
Lebih terperinciETIKA BISNIS FAKULTAS HUKUM UPN JATIM. 10 Maret 2011 By. Fauzul
ETIKA BISNIS FAKULTAS HUKUM UPN JATIM 10 Maret 2011 By. Fauzul PEMBAHASAN PENGERTIAN ETIKA 1. ETIKA, berasal dari kata ethos, salah satu cabang ilmu filsafat oksiologi membahas bidang etika yaitu, tentang:
Lebih terperinciSosialisasi sebagai proses belajar seorang individu merupakan salah. satu faktor yang mempengaruhi bagaimana keberlangsungan proses
BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Sosialisasi sebagai proses belajar seorang individu merupakan salah satu faktor yang mempengaruhi bagaimana keberlangsungan proses kehidupan masyarakat, baik
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. keanekaragaman kulinernya yang sangat khas. Setiap suku bangsa di Indonesia
BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Surakarta selain dikenal sebagai kota batik, juga populer dengan keanekaragaman kulinernya yang sangat khas. Setiap suku bangsa di Indonesia memiliki kekhasan
Lebih terperinciBAB II TEORI TINDAKAN SOSIAL-MAX WEBER. Setiap manusia mempunyai naluri untuk berinteraksi dengan
BAB II TEORI TINDAKAN SOSIAL-MAX WEBER Manusia merupakan anggota masyarakat yang akan senantiasa berusaha agar selalu bisa bergaul dengan sesama. Sehingga setiap individu akan bertindak dan berusaha untuk
Lebih terperinciBAB IV. Kesimpulan. positif terhadap pulau Bali seperti yang telah di paparkan di atas, telah dikaji
82 BAB IV Kesimpulan Komersialisasi seni pertunjukan yang menurut para tokoh sosiologis maupun antropologis yang lebih menekankan bahwa komersialisasi seni pertunjukan di Bali telah memberikan banyak dampak
Lebih terperinciWANITA DAN STRUKTUR SOSIAL ( Suatu Analisa Tentang Peran Ganda Wanita Indonesia) Dra. LINA SUDARWATI
WANITA DAN STRUKTUR SOSIAL ( Suatu Analisa Tentang Peran Ganda Wanita Indonesia) Dra. LINA SUDARWATI Fakultas Ilmu Sosial Dan Ilmu Politik Universitas Sumatera Utara I. PENDAHULUAN Masyarakat dunia pada
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. Indonesia memiliki berbagai macam suku, budaya, bahasa dan agama.
BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Indonesia memiliki berbagai macam suku, budaya, bahasa dan agama. Hindu adalah salah satu agama yang di akui oleh negara. Keanekaan merupakan ciri khas negara
Lebih terperinci6 KESIMPULAN DAN SARAN
6 KESIMPULAN DAN SARAN 6.1. Kesimpulan Berdasarkan hasil studi yang dilakukan pada dua komunitas yaitu komunitas Suku Bajo Mola, dan Suku Bajo Mantigola, menunjukkan telah terjadi perubahan sosial, sebagai
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. terbitnya. Keberagaman suatu majalah tersebut ditentukan berdasarkan target
BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Masalah Majalah merupakan salah satu dari bentuk media massa yang memiliki fungsi untuk menyampaikan komunikasi kepada khalayak yang bersifat massal. Majalah memiliki
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. Lesbi merupakan suatu fenomena sosial yang tidak lagi mampu disangkal
BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Lesbi merupakan suatu fenomena sosial yang tidak lagi mampu disangkal dan keberadaannya disadari sebagai sebuah realita di dalam masyarakat dan menimbulkan berbagai
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. keanekaragaman budaya, adat istiadat, bahasa dan sebagainya. Setiap daerah pun
BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Penelitian Indonesia merupakan salah satu negara yang sangat unik dengan berbagai keanekaragaman budaya, adat istiadat, bahasa dan sebagainya. Setiap daerah pun memiliki
Lebih terperinciSabung Ayam Pada Masyarakat Bali Kuno Abad IX-XII
Sabung Ayam Pada Masyarakat Bali Kuno Abad IX-XII I Wayan Gede Saputra K.W email: widiarsagede688@yahoo.com Program Studi Arkeologi Fakultas Sastra dan Budaya Unud Abstract Cockfighting is a unique tradition
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. memberikan identitas kultural terhadap seseorang (Jayanti, 2008: 48).
BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Perkembangan dunia fashion terus mengalami kemajuan sehingga menghasilkan berbagai trend mode dan gaya. Hal ini tidak luput dari kemajuan teknologi dan media sehingga
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang Masalah Penelitian
1 BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Penelitian Sastra merupakan suatu bagian dari kebudayaan. Bila kita mengkaji sastra maka kita akan dapat menggali berbagai kebudayaan yang ada. Di Indonesia
Lebih terperinci1) Nilai Religius. Nilai Nilai Gamelan Semara Pagulingan Banjar Teges Kanginan. Kiriman I Ketut Partha, SSKar., M. Si., dosen PS Seni Karawitan
Nilai Nilai Gamelan Semara Pagulingan Banjar Teges Kanginan Kiriman I Ketut Partha, SSKar., M. Si., dosen PS Seni Karawitan Realisasi pelestarian nilai-nilai tradisi dalam berkesenian, bersinergi dengan
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. yang bahagia dan kekal berdasarkan KeTuhanan Yang Maha Esa. Tujuan
BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Perkawinan adalah ikatan lahir batin antara seorang pria dengan seorang wanita sebagai suami istri dengan tujuan membentuk keluarga (rumah tangga) yang bahagia dan kekal
Lebih terperinciLEMBARAN DAERAH KABUPATEN SERANG
LEMBARAN DAERAH KABUPATEN SERANG NOMOR : 726 TAHUN : 2006 PERATURAN DAERAH KABUPATEN SERANG NOMOR 5 TAHUN 2006 TENTANG PENANGGULANGAN PENYAKIT MASYARAKAT DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI SERANG,
Lebih terperinciV GAMBARAN UMUM LOKASI PENELITIAN
V GAMBARAN UMUM LOKASI PENELITIAN 5.1. Keadaan Umum Wilayah Kota Bogor Kota Bogor terletak diantara 16 48 BT dan 6 26 LS serta mempunyai ketinggian minimal rata-rata 19 meter, maksimal 35 meter dengan
Lebih terperinciFENOMENA PERJUDIAN DI KALANGAN PELAJAR
FENOMENA PERJUDIAN DI KALANGAN PELAJAR (Studi Terhadap Penyebab dan Dampak Judi Domino Bagi Pelajar di Nagari Padang Gelugur Kecamatan Padang Gelugur Kabupaten Pasaman) ARTIKEL ILMIAH JEFRINALDI NPM:10070009
Lebih terperinciBAB II TINJAUAN PUSTAKA, KONSEP, DESKRIPSI TEORI, KERANGKA PEMIKIRAN. Tinjauan pustaka merupakan uraian tentang beberapa penelitian sebelumnya
BAB II TINJAUAN PUSTAKA, KONSEP, DESKRIPSI TEORI, KERANGKA PEMIKIRAN. 2.1 TINJAUAN PUSTAKA Tinjauan pustaka merupakan uraian tentang beberapa penelitian sebelumnya mengenai permasalahan serupa dengan yang
Lebih terperinci2 Kebiasaan (Folksway) Norma yang menunjukan perbuatan yang dilakukan secara berulang-ulang dalam bentuk yang sama
C. Lembaga Sosial 1. Pengertian Lembaga Sosial dan Norma Lembaga Sosial suatu sistem norma yg bertujuan utk mengatur tindakan tindakan maupun kegiatan masyarakat dalam rangka memenuhi kebutuhan pokok dan
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN 1.1 Konteks Masalah
BAB I PENDAHULUAN 1.1 Konteks Masalah Pengaruh zaman yang memang tak terelakkan telah begitu kuat melanda negara-negara Barat di mana keterbukaan dan kebebasan menjadi ciri sekaligus aspirasi masyarakatnya.
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. faktor sumber daya manusia yang berpotensi dan sebagai generasi penerus citacita
BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Setiap anak adalah bagian dari penerus generasi muda yang merupakan faktor sumber daya manusia yang berpotensi dan sebagai generasi penerus citacita perjuangan bangsa
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. Indonesia mencapai orang, yang terdiri atas orang lakilaki
BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Peluang kerja di Indonesia sangat dipengaruhi oleh laju pertumbuhan penduduk. Menurut hasil sensus penduduk pada tahun 2010 jumlah penduduk di Indonesia mencapai 237.556.363
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. Masyarakat Indonesia merupakan masyarakat yang majemuk yang. terdiri dari ribuan pulau-pulau dimana masing-masing penduduk dan suku
BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masyarakat Indonesia merupakan masyarakat yang majemuk yang terdiri dari ribuan pulau-pulau dimana masing-masing penduduk dan suku bangsa yang mendiaminya dan memiliki
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. menyebut dirinya dengan istilah Hokkian, Tiochiu, dan Hakka. Kedatangan
BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Suku bangsa Tionghoa merupakan salah satu etnik di Indonesia. Mereka menyebut dirinya dengan istilah Hokkian, Tiochiu, dan Hakka. Kedatangan leluhur orang Tionghoa
Lebih terperinciBAB II. Tindakan Sosial Max Weber dan Relevansinya dalam Memahami Perilaku. Peziarah di Makam Syekh Maulana Ishak
53 BAB II Tindakan Sosial Max Weber dan Relevansinya dalam Memahami Perilaku Peziarah di Makam Syekh Maulana Ishak Untuk menjelaskan fenomena yang di angkat oleh peneliti yaitu ZIARAH MAKAM Studi Kasus
Lebih terperinciPENDIDIKAN PANCASILA. Pancasila Sebagai Ideologi Negara. Modul ke: 05Fakultas EKONOMI. Program Studi Manajemen S1
Modul ke: 05Fakultas Gunawan EKONOMI PENDIDIKAN PANCASILA Pancasila Sebagai Ideologi Negara Wibisono SH MSi Program Studi Manajemen S1 Tujuan Perkuliahan Menjelaskan: Pengertian Ideologi Pancasila dan
Lebih terperinciPERATURAN DAERAH PROVINSI BALI NOMOR 3 TAHUN 2007 TENTANG
PERATURAN DAERAH PROVINSI BALI NOMOR 3 TAHUN 2007 TENTANG PERUBAHAN ATAS PERATURAN DAERAH PROVINSI BALI NOMOR 8 TAHUN 2002 TENTANG LEMBAGA PERKREDITAN DESA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA GUBERNUR BALI,
Lebih terperinciI. PENDAHULUAN. masing-masing wilayah negara, contohnya di Indonesia. Indonesia memiliki Hukum
I. PENDAHULUAN A. LATAR BELAKANG Pidana denda merupakan salah satu jenis pidana yang telah lama diterima dan diterapkan dalam sistem hukum di berbagai negara dan bangsa di dunia. Akan tetapi, pengaturan
Lebih terperinciJenis Kelamin. Umur : tahun
73 Nama Alamat Jenis Kelamin Agama Pekerjaan Pendidikan : : : : Umur : tahun : :. Berilah tanda silang ( X ) pada salah satu jawaban yang saudara anggap sesuai dengan pendapat saudara, apabila jawaban
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. yang bersifat terang-terangan maupun secara sembunyi-sembunyi. Dalam
BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Pada hakekatnya perjudian merupakan perbuatan yang bertentangan dengan norma agama, moral, kesusilaan maupun hukum, serta membahayakan bagi penghidupan dan kehidupan
Lebih terperinciDengan Persetujuan Bersama DEWAN PERWAKILAN RAKYAT DAERAH KOTA JAMBI dan WALIKOTA JAMBI M E M U T U S K A N :
WALIKOTA JAMBI PERATURAN DAERAH KOTA JAMBI NOMOR 2 TAHUN 2014 TENTANG PEMBERANTASAN PELACURAN DAN PERBUATAN ASUSILA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA WALIKOTA JAMBI, Menimbang a. bahwa pelacuran dan perbuatan
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. Indonesia adalah negara kesejahteraan (welfare state). Itulah konsep
BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Indonesia adalah negara kesejahteraan (welfare state). Itulah konsep negara yang dianut oleh bangsa Indonesia sebagaimana pernyataan Jimly Ashiddiqie (dalam
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. warung kopi modern sekelas Starbucks. Kebiasaan minum kopi dan. pertandingan sepak bola dunia, ruang pertemuan, live music dan lain
BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Masalah Warung kopi adalah tempat yang mudah dijumpai hampir di seluruh wilayah belahan dunia, mulai dari warung kopi tradisional sampai kepada warung kopi modern
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN Latar Belakang. Patriarki adalah sebuah sistem sosial yang menempatkan laki-laki
BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Patriarki adalah sebuah sistem sosial yang menempatkan laki-laki sebagai sosok otoritas utama yang sentral dalam organisasi sosial. Kebanyakan sistem patriarki juga
Lebih terperinciPedoman Wawancara Pelaku Perjudian Kartu
Lampiran 3 Informan Pedoman Wawancara Pelaku Perjudian Kartu Jenis kelamain : Tempat, tanggal lahir : Daftar pertanyaan 1. Apa pekerjaan anda selama ini? 2. Sejak kapan anda mengenal judi kartu? 3. Siapa
Lebih terperinciALASAN PEMILIHAN JURUSAN PADA SISWA SEKOLAH MENENGAH KEJURUAN (STUDI KASUS DI SMK NEGERI 3 SUKOHARJO TAHUN 2012)
ALASAN PEMILIHAN JURUSAN PADA SISWA SEKOLAH MENENGAH KEJURUAN (STUDI KASUS DI SMK NEGERI 3 SUKOHARJO TAHUN 2012) Indah Suci Wulandari K8407032 Pendidikan Sosiologi Antropologi ABSTRAK : Indah Suci Wulandari.
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. Jurnal Teologi Gema Duta Wacana edisi Musik Gerejawi No. 48 Tahun 1994, hal. 119.
BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Pada umumnya, musik merupakan suatu bagian yang tidak dapat dipisahkan dari suatu kegiatan peribadatan. Pada masa sekarang ini sangat jarang dijumpai ada suatu
Lebih terperinciBAB III DESKRIPSI PASAL 44 AYAT 4 UU NOMOR 23 TAHUN 2004 TENTANG KETENTUAN PIDANA KEKERASAN SUAMI KEPADA ISTERI DALAM RUMAH TANGGA
1 BAB III DESKRIPSI PASAL 44 AYAT 4 UU NOMOR 23 TAHUN 2004 TENTANG KETENTUAN PIDANA KEKERASAN SUAMI KEPADA ISTERI DALAM RUMAH TANGGA A. Sejarah Undang-Undang Nomor 23 Tahun 2004 Tentang Penghapusan Kekerasan
Lebih terperinciSTUDI POLA APRESIASI MASYARAKAT TERHADAP PASAR MODERN DI KOTA SEMARANG TUGAS AKHIR
STUDI POLA APRESIASI MASYARAKAT TERHADAP PASAR MODERN DI KOTA SEMARANG TUGAS AKHIR Oleh: RONY RUDIYANTO L2D 306 022 JURUSAN PERENCANAAN WILAYAH DAN KOTA FAKULTAS TEKNIK UNIVERSITAS DIPONEGORO SEMARANG
Lebih terperinciBAB II KAJIAN PUSTAKA. terdapat suatu aturan yang sudah disepakati dalam masyarakat tersebut. Salah satu
BAB II KAJIAN PUSTAKA 2.1. Moral Ekonomi Pedagang Kehidupan masyarakat akan teratur, baik, dan tertata dengan benar bila terdapat suatu aturan yang sudah disepakati dalam masyarakat tersebut. Salah satu
Lebih terperinciBAB V PENUTUP. selamatan dan hajatan. Dalam pelaksanaan hajatan dan selamatan tersebut
BAB V PENUTUP A. Kesimpulan Kehidupan masyarakat Jawa di Dusun Jatirejo tidak dapat dilepaskan dari serangkaian kegiatan upacara yang berkaitan dengan siklus daur hidup, dimana dalam siklus daur hidup
Lebih terperinci