III. METODE PENELITIAN

Ukuran: px
Mulai penontonan dengan halaman:

Download "III. METODE PENELITIAN"

Transkripsi

1 III. METODE PENELITIAN 3.1. Lokasi dan Waktu Penelitian Secara geografis lokasi penelitian kebakaran hutan dan lahan tahun 1997 terletak di Kabupaten Sintang Kalimantan Barat (1 00 ' LU ' LS dan 111 BT BT) (Gambar 3). Penelitian kebakaran hutan dan lahan (on site) seluas ha, dengan unit analisis setiap tapak areal terbakar yaitu pada: (a) HTI Trans Inhutani III, (b) HTI Non Trans PT Finantara Intiga, (c) Taman Wisata Alam Baning (TWA), (d) Taman Nasional Bukit Baka (TNBB), (e) Lahan Perkebunan TCSDP, dan (f) Lahan Perkebunan Masyarakat. Sedang penelitian dampak asap kebakaran hutan dan lahan (off site) yaitu daerah-daerah di sekitar lokasi tapak kebakaran hutan dan lahan, yang meliputi 17 desa dalam 5 kecamatan, yaitu: Kecamatan Sintang (Ladang, Tanjung Puri, Baning), Kecamatan Nanga Pinoh (Tanjung Sari, Tanjung Pauh, Sidomulyo, Nanga Kayan, Kebubu, Nanga Man), Kecamatan Menukung (Nanga Siyai, Ella Hulu, Menukung Kota), Kecamatan Belimbing (Nanga Paya, Langan, UPT X Nanga Keberak), dan Kecamatan Ketungau Hulu (Sei Serian dan Empura), dengan unit analisis penelitian adalah wilayah Kabupaten Sintang. Penentuan lokasi penelitian kebakaran hutan dan lahan didasarkan atas pertimbangan sebagai berikut: (1) kebakaran hutan dan lahan di Kalimantan Barat cukup luas yaitu ha dari total kebakaran hutan seluas ha di Indonesia pada tahun 1997/1998, terdiri atas hutan ha dan perkebunan ha, (2) kebakaran hutan di Kabupaten Sintang seluas ,23 ha (76,86%) dari luas kebakaran hutan di Kalimantan Barat meliputi areal HTI, Taman Wisata Alam dan Taman Nasional, (3) kebakaran lahan perkebunan sawit dan karet (TSCDP dan Masyarakat) di Kabupaten Sintang diperkirakan seluas 3.674,32 hektar atau 20,60% dari luas lahan perkebunan yang terbakar di Kalimantan Barat.

2 Gambar 3. Peta Kabupaten Sintang dan Lokasi Penelitian Tapak lokasi penelitian kerusakan hutan dan lahan tahun 1997 seluas ha dengan luas petak penelitian 42 ha (Tabel 2). 35

3 Tabel 2. Lokasi Penelitian Kebakaran Hutan dan Lahan Menurut Tapak Areal Terbakar Tahun 1997 di Kabupaten Sintang No Lokasi / Tapak Terbakar Luas Terbakar (ha) Petak Penelitian (ha) 1 HTI PT. Inhutani III Sintang , HTI PT. Finantara Intiga 15 1,25 3 TWA Baning 59,5 3 4 Taman Nasional Bukit Baka (TNBB) Perkebunan Karet TCSDP Nanga Pinoh (Kec. Nanga Pinoh dan Sintang) 6 Lahan Perkebunan Masyarakat (Kec. Nanga Pinoh, Belimbing, Sintang, Menukung) Sumber: Data Primer dan Sekunder 76 3,8 91,20 10 Dasar pertimbangan penentuan setiap tapak atau lokasi penelitian kebakaran hutan dan lahan yaitu: (1) HTI Inhutani III memiliki kebakaran tanaman terluas (62,35%) dari seluruh kebakaran hutan tanaman di Kabupaten Sintang. (2) HTI Finantara Intiga merupakan salah satu lahan swasta yang terbakar. (3) TWA Baning dan TNBB merupakan kawasan hutan dengan fungsi konservasi yaitu sebagai kawasan hutan pelestarian. (4) Perkebunan TCSDP Nanga Pinoh-Sintang mengalami kebakaran tanaman karet yang telah produksi dengan luas terbakar 2,06% dari luas kebakaran tanaman di kabupaten Sintang. (5) Lahan masyarakat yang terbakar cukup luas dengan jenis tanaman karet dan tersebar pada empat kecamatan (Nangah Pinoh, Belimbing, Menukung dan Sintang) atau sekitar 2,48% dari kebakaran lahan perkebunan di Kab. Sintang. Penelitian dilaksanakan pada bulan Agustus 2002 sampai dengan Desember

4 3.2. Identifikasi dan Inventarisasi Areal Yang Terbakar Identifikasi distribusi dan kondisi kerusakan tegakan akibat kebakaran, hutan dan lahan yang terbakar akan dipetakan berdasarkan tingkat kerusakannya dengan menggunakan peta kerja di areal HTI, Taman Nasional, Taman Wisata, dan Lahan Perkebunan. Pengukuran derajat kerusakan tegakan akibat kebakaran hutan dapat diformulasikan dengan menggunakan rumus yang dikemukakan oleh Pawirosoemardjo (1979) dalam Yuwono (1999): Jsp I = 3xn x100 % dimana: I = derajat kerusakan hutan akibat kebakaran Jsp = jumlah nilai dari N pohon yang ada dalam tiap petak coba 3 = nilai tertinggi dari keempat klasifikasi akibat kebakaran (pohon tidak terbakar = 0; terbakar basah = 1; terbakar kering = 2; dan terbakar hangus = 3) N = jumlah pohon yang terdapat dalam tiap petak coba Tingkat kerusakan dibagi menjadi ringan, sedang, berat dan sangat berat, berdasarkan jumlah pohon yang masih hidup sehat (kondisi tajuk yang masih hijau) dengan kriteria sebagai berikut (ITCI dan Fakultas Kehutanan IPB, 1998): a. Kerusakan ringan: apabila persentase jumlah pohon yang merana, mati baik dan mati rusak < 25% (pohon hidup > 75 %) b. Kerusakan sedang: apabila persentase jumlah pohon yang merana, mati baik dan mati rusak berkisar antara 25% dan 50% (pohon hidup antara 50% -75 %) c. Kerusakan berat: apabila persentase jumlah pohon yang merana, mati baik dan mati rusak antara 50% dan 75% (pohon sehat antara 25% dan 50 %) d. Kerusakan sangat berat: apabila persentase jumlah pohon yang merana, mati baik dan mati rusak > 75 % (pohon hidup sehat < 25 %). Selanjutnya peta tingkat kerusakan diplot pada peta RKL/RKT dan Peta Kebakaran Hutan dan Lahan untuk mengetahui kerusakan pada setiap peruntukan kawasan. Peta kerusakan ini diplotkan pula pada peta RKL/RKT untuk 37

5 memperoleh tingkat kerusakan pada setiap RKL/RKT. Peta ini akan dikoreksi berdasarkan hasil inventarisasi terestris Pengukuran Vegetasi dan Pendugaan Populasi Satwa Vegetasi Penelitian sampel plot vegetasi pada areal terbakar dengan metode two stage cluster sampling dalam bentuk kelompok dengan ukuran sama. Teknik ini dipilih dengan dasar areal yang diteliti luas sehingga tidak memungkinkan semua bagian cluster untuk diinventarisasi dan akan mempermudah dalam menghitung besarnya kerusakan akibat kebakaran hutan pada setiap cluster. Tahapan pengambilan contoh melalui pendekatan two stage cluster sampling adalah sebagai berikut: a. Mendelineasi areal dalam strata-strata yang homogen (satuan unit lahan, jenis dan umur tanaman serta kerapatan) kedalam blok-blok yang terbakar di areal: HTI Inhutani III; TN. Bukit Baka; TWA Baning; HTI Finantara Intiga, dan areal perkebunan yang terbakar (TCSDP Nanga Pinoh dan lahan perkebunan masyarakat). b. Membagi strata menjadi petak-petak atau cluster dengan ukuran persegi panjang (20 x 100) meter. c. Memilih cluster- cluster contoh dari setiap petak yang mewakili keadaaan tingkat kebakaran, kelerengan, jenis dan kerapatan vegetasi, serta tahun tanam (purposive sampling). d. Memilih unsur-unsur dari setiap cluster terpilih sebagai unit contoh tingkat kedua dengan intensitas sampling 0,1% sampai 10% disetiap areal terbakar dan yang tidak terbakar. Intensitas sampling di TNBB, TWA Baning, Finantara Intiga dan perkebunan TCSDP (IS =5%), sementara untuk Inhutani III (IS= 0,1%) dan lahan perkebunan rakyat (IS =10%). Perbedaan IS dipengaruhi oleh: satuan unit lahan, kerapatan vegetasi, jenis dan umur tanaman (tahun tanam), luas areal terbakar. Luas sampel penelitian areal yang terbakar yaitu 42 ha terdiri atas: TNBB (12 ha), TWA Baning (3 ha), Finantara Intiga (1,25 ha), Inhutani III (12 38

6 ha), Perkebunan TCSDP (3,8 ha) dan Kebun Masyarakat (10 ha) (Tabel 3). Metode yang digunakan dalam analisis vegetasi pada setiap petak contoh terpilih yaitu kombinasi antara metode jalur dan metode garis berpetak. Dalam metode ini risalah pohon dilakukan dengan metode jalur dan permudaan dengan metode garis berpetak seperti Gambar 4. Tabel 3. Blok dan Petak Contoh Areal Terbakar Luas PTK Contoh Jumlah PTK Contoh Luas (ha) (Ha) PJG JALUR (km) Lokasi/Blok Kebakaran Total Tidak Terbakar IS 5% Sebelum Setelah Sebelum Setelah Sebelum Setelah Terbakar TNBB 181,090 4 blok (KM 14,20,27,40) TWA Baning blok (HW 5-10; HW 20-30; HW 44-40) HTI Finantara Intiga 299,700 Blok C/Sei Seria 18,500 (Th.tnm 1993/1994) HTI Inhutani III 129,250 6 blok (Thn. Tnm 1991 S/d 1997) 23,824 11,372 12, Perkebunan TSCDP blok/ 2 Kec. (4 Desa) Th. Tnm 1990/ Perkebunan Rakyat 1,320 4 blok/kec. (12 Desa) Th. Tnm 1990/ Sumber: Hasil Survei Lapangan C D C D B B A A A B C D Gambar 4. Desain jalur analisis vegetasi. Keterangan: Ukuran sub plot untuk berbagai stadium pertumbuhan adalah : 39

7 A. Semai dan Tumbuhan Bawah : 2 m x 2 m B. Pancang : 5 m x 5 m C. Tiang : 10 m x 10 m D. Pohon : 20 m x 20 m Dalam pengambilan contoh maka tumbuhan dibagi kedalam stadium pertumbuhan semai, pancang, tiang dan pohon. Kriteria yang dapat digunakan adalah sebagai berikut : Semai : Permudaan mulai dari kecambah sampai anakan setinggi kurang 1,5 m Pancang : Permudaan dengan tinggi 1,5 meter sampai anakan berdiameter kurang dari 10 cm. Tiang : Pohon muda berdiameter 10 cm sampai kurang dari 20 cm. Pohon : Pohon dewasa berdiameter 20 cm sampai lebih dari 20 cm. Tumbuhan bawah : Tumbuhan selain permudaan pohon, misalnya rumput, herba dan semak-semak. Parameter vegetasi yang diukur dilapangan adalah sebagai berikut: a. Nama spesies (lokal dan ilmiah) b. Jumlah individu untuk menghitung kerapatan c. Penutupan tajuk (covering) untuk mengetahui prosentase penutupan vegetasi terhadap lahan. d. Diameter batang untuk mengetahui luas bidang dasar yang diantaranya sangat berguna untuk memprediksi volume pohon dan tegakan. e. Tinggi pohon baik tinggi pohon bebas cabang maupun tinggi pohon total. Tinggi pohon ini cukup penting untuk mengetahui stratifikasi dan menduga volume pohon serta volume tegakan Satwa Metode pendugaan populasi satwaliar atau fauna pada areal yang terbakar dan tidak terbakar yaitu cara pengamatan langsung (perjumpaan dan suara) pada setiap jalur pengamatan, dan berdasarkan informasi dari masyarakat pengumpul hasil hutan. Pendugaan populasi jenis fauna yang teramati dihitung berdasarkan kerapatan individu/ha yaitu jumlah individu suatu spesies dibagi panjang jalur x lebar jalur (dalam ha). Panjang jalur 500 m dan jarak antar jalur 20 meter dari 40

8 setiap areal yang terbakar dan tidak terbakar Teknik Penentuan Populasi dan Responden Populasi dalam penelitian ini adalah sekumpulan orang atau lembaga menurut jenis pekerjaan yang terkena dampak akibat kebakaran hutan dan lahan periode Agustus 1997 Desember 1997 di Kabupaten Sintang. Dasar penentuan populasi dan responden menurut jenis pekerjaan karena memiliki resiko yang berbeda baik pendapatan dan lama hari kerja, sehingga adanya kebakaran akan memberikan kerugian hari kerja dan tingkat pendapatan yang berbeda pula. Berdasarkan Informasi dari Dinas Tenaga Kerja Kabupaten Sintang (1998), jumlah penduduk yang tidak bekerja akibat kebakaran hutan dan lahan tahun 1997 yaitu orang (13%) dari penduduk yang bekerja ( orang). Dari jumlah tersebut penduduk pada lima kecamatan sampel sebanyak orang (± 10% dari orang pekerja), dengan jumlah penduduk yang tidak kerja pada 17 desa sampel sebanyak orang yang distratifikasi dan dipilih menurut jenis pekerjaan yaitu: pegawai negeri, pegawai/buruh swasta, petani/pekebun, pengumpul hasil hutan kayu dan non kayu, petani perkebunan TCSDP, pedagang dan pegawai HTI. Berdasarkan populasi penduduk yang terkena dampak sebanyak orang pada 17 desa sampel dalam penelitian ini, selanjutnya ditentukan jumlah responden sebanyak 250 orang (± 14%) dengan teknik stratified random sampling sebagai berikut: (1) Menstratifikasi dan memilih penduduk secara langsung yang terkena dampak asap kebakaran hutan dan lahan tahun 1997, menurut jenis pekerjaan (petani atau pekebun, pengumpul hasil hutan, pegawai negeri, pengusaha atau pegawai swasta, pedagang, dan pegawai HTI), terutama penduduk terdekat yang berada pada lokasi kebakaran. (2) Menentukan jumlah sampel atau responden penduduk minimal 10% disetiap desa sampel berdasarkan keragaman pekerjaan dan homogenitas dampak yang ditimbulkan oleh kebakaran hutan dan lahan (lama tidak kerja, jenis penyakit, jenis usaha, dampaknya pada kesehatan). 41

9 (3) Melakukan pengambilan sampel secara acak pada setiap penduduk yang terkena dampak kebakaran menurut jenis pekerjaannya yaitu : petani atau pekebun pada lahan masyarakat 101 orang, pengumpul hasil hutan (63 orang), pekebun TCSDP (38 orang), pegawai negeri (20 orang), pengusaha/ pegawai swasta (10 orang), pedagang (12 orang) dan pegawai HTI (6 orang). Rincian selengkapnya kerangka sampling serta jumlah populasi dan responden dapat dilihat pada Gambar 5 dan Tabel Responden Pengguna Sumberdaya Hutan Karakteristik responden pengguna sumberdaya hutan terdiri atas dua yaitu perusahaan dan masyarakat. Responden Perusahaan yaitu HTI-Trans Inhutani III dan HTI Finantara Intiga. Responden masyarakat pengguna sumberdaya hutan berjumlah 164 orang (11 desa) meliputi: petani dan pekebun (101 orang) dan pengumpul hasil hutan kayu dan flora fauna (63 orang) yang tinggal di sekitar hutan. Pengguna hasil hutan distratifikasi menurut areal hutan yang terbakar yaitu: HTI Inhutani III 30 orang (desa Kebubu, Nangan Man dan Nanga Kayan); HTI Finantara Intiga 30 orang (desa Sei Serian dan Empura); Taman Wisata Baning 44 orang (Tanjung Puri, Ladang dan Baning Kota); dan Taman Nasional Bukit Baka 60 orang (Nanga Siyai, Ella Hulu dan Menukung Kota). Tabel 4. Populasi dan Responden Penelitian No Jenis Pekerjaan Penduduk Responden Penduduk Kecamatan Penduduk Persen-tase Desa Sampel Sampel yg Desa Sampel Responden/ yg Terkena Terkena yg Terkena Desa Sampel Dampak Dampak (orang) (1) (orang) (2) Dampak (%) (orang) 1 Pegawai Negeri Pengusaha/pegawai Swasta Petani/Pekebun Pengumpul hasil hutan kayu & non kayu Perkebunan Karet TCSDP (petani) Pedagang Peg. HTI Jumlah (1) Populasi penduduk terkena dampak berdasarkan data dan in formasi dari Kecamatan dan Desa Sampel, Dinas Terkait dan Perusahaan (2) 5 Kecamatan Sampel : Sintang, Nanga Pinoh, Belimbing, Menukung dan Ketungau Hulu dengan jumlah desa sampel sebanyak 17 desa. 42

10 PURPOSIVE Kabupaten Sintang org Kecamatan (Sintang, Nanga Pinoh, Belimbing, Menukung, Ketungau Hulu) org STRATIFIED RANDOM SAMPLING Desa Sampel 17 : Sintang (3), Nanga Pinoh (6), Belimbing (3), Menukung (3), Ketungau Hulu (2) org 1. Peg. Negeri 2. Peg. Swatsa 3. PeTani/Kebun 4. Pengumpul HH 5. Pekebun TSCDP 6. Pedagang 7. Peg. HTI RANDOM SAMPLING 250 orang Responden Gambar 5. Kerangka Sampel (Sampling Frame) Responden Usahatani dan Perkebunan Responden usahatani dan perkebunan terdiri atas perkebunan TCSDP- Sintang dan lahan perkebunan masyarakat yang terbakar. Jumlah responden TSCDP yang menderita kebakaran lahan tahun 1997 yaitu 38 orang dari 4 desa yaitu Sidomulyo (8 orang), Tanjung Pauh (14 orang), Tanjung Sari (6 orang) dan Langan (10 orang). Sementara responden lahan perkebunan masyarakat yang terbakar yaitu dengan jenis tanaman karet berjumlah 40 orang yang meliputi 4 kecamatan dari 104 orang yang mengalami kebakaran lahan perkebunan, yaitu: Kec. Nanga Pinoh (Tanjung Sari, Tanjung Pauh, Sidomulyo); Kec. Belimbing (Nanga Paya, Langan, UPT X Nanga Keberak); Kec. Sintang (Ladang, Tanjung Puri, Baning); dan Kec. Menukung (Nanga Siyai, Ella Hulu, Menukung Kota). 43

11 Responden Dampak Asap Kebakaran Hutan dan Lahan Responden yang terkena dampak asap kebakaran hutan dan lahan terdiri atas 5 stratifikasi dan dipilih secara acak dengan jumlah seluruhnya 172 orang, yaitu: masyarakat yang menderita sakit (20 orang), penduduk tidak masuk kerja (82 orang), perusahaan transportasi (6 orang), hotel dan penginapan (4 orang) dan masyarakat yang mengusahakan tanaman pangan (60 orang), data pengunjung wisata menggunakan data sekunder. Responden masyarakat yang menderita sakit dipilih secara acak menurut cara pengobatan, yaitu: (a) berobat ke Rumah Sakit/Puskesmas/Dokter sebanyak 5 orang (menginap 3 orang dan tidak menginap 2 orang); (b) membeli obat (10 orang) dan beli masker (5 orang). Penduduk yang tidak masuk kerja dipilih secara acak menurut stratifikasi jenis pekerjaan (pegawai negeri, swasta, petani dan buruh tani, dan pedagang). Pengambilan sampel pegawai negeri 20 orang berasal dari pegawai kecamatan atau sebanyak 2-7 atau rata 4 orang perkecamatan (5 kecamatan). Responden petani/pekebun dan buruh tani diambil secara acak dari setiap lokasi penelitian kebakaran (HTI, Taman Wisata, dan Taman Nasional) yang berjumlah 50 orang (5 orang dari 10 desa). Pengambilan responden pedagang dilakukan di tingkat kabupaten dan kecamatan yang berjumlah 12 orang terdiri atas: pedagang kabupaten 2 orang dan pedagang kecamatan 2 orang (5 kecamatan). Responden perusahaan transportasi berjumlah 6 orang pengusaha, terdiri atas pengusaha angkutan darat 4 orang (Kecamatan Sintang dan Kecamatan Nanga Pinoh) dan pengusaha angkutan sungai 2 orang (Kecamatan Nanga Pinoh dan Menukung). Pengambilan responden pengusaha transportasi angkutan udara tidak dilakukan secara langsung tetapi dengan menggunakan data sekunder dan informasi dari Bandara Susilo Sintang dan Bandara Nanga Pinoh. Responden pengusaha swasta yaitu hotel dan penginapan berjumlah 4 orang, terdiri atas 2 orang pengusaha hotel (Sesean dan Flamboyan) dan 2 orang pengusaha penginapan (Alisya dan Tanjung Puri). Responden pengunjung wisata tidak ditemukan ketika penelitian, sehingga menggunakan data sekunder dari Pengelolan TNBB, BKSDA Sintang dan Dinas Pariwisata Kabupaten Sintang. Sementara responden masyarakat yang mengalami 44

12 kerugian penurunan produksi tanaman pangan (padi, palawija dan sayur-sayuran) akibat kabut asap kebakaran berjumlah 60 orang (5 orang per / 12 desa) Jenis Data, Cara Pengumpulan dan Sumber Data Sesuai dengan tujuan penelitian, data yang diperlukan diklasifikasi menurut faktor penyebab kebakaran hutan dan lahan, nilai kerugian ekonomi dari kerusakan sumberdaya hutan dan lahan, baik yang ternilai dan tidak ternilai oleh pasar, dan nilai kerugian ekonomi akibat asap kebakaran. Rincian selengkapnya mengenai jenis, cara pengumpulan dan sumber data diuraikan sebagai berikut: Faktor-Faktor yang Diduga Mempengaruhi Kebakaran Hutan dan Lahan a. Data yang diperlukan untuk mengetahui korelasi antara faktor alam dengan aktivitas sosial ekonomi masyarakat yang diduga sebagai penyebab kebakaran hutan dan lahan diuraikan sebagai berikut: (1) Faktor-faktor alam yang diduga mempengaruhi dan mempercepat kebakaran hutan dan lahan ada empat yaitu: suhu, kelembaban udara, curah hujan, jumlah hari hujan. (2) Faktor-faktor sosial ekonomi yang diduga mempengaruhi kebakaran hutan dan lahan ada sembilan yaitu: pola pembukaan lahan dengan menggunakan api, jumlah titik panas (hot spot), sistem pencegahan kebakaran, jenis tanaman, status kepemilikan lokasi pengusahaan tanaman (hutan, perkebunan, dan tanaman pangan) oleh masyarakat dan pengusaha, letak lahan usaha atau pemukiman masyarakat terhadap lokasi kebakaran (enclave), sikap dan kepedulian terhadap api, aturan adat istiadat setempat dalam pembukaan lahan, dan sikap ketidakpuasan masyarakat dalam pengelolaan hutan. b. Cara pengumpulan dan sumber data, yaitu: (1) membagi areal yang terbakar dari setiap lokasi kebakaran (HTI, TWA, Taman Nasional, dan lahan perkebunan) di lima kecamatan sampel yaitu: Sintang, Nanga Pinoh, Belimbing, Menukung, dan Ketungau Hulu; (2) mencatat data-data suhu, kelembaban, curah hujan, hari hujan dan jenis tanaman dari setiap blok di setiap kecamatan sampel; (3) menentukan jumlah hot spot pada setiap blok 45

13 atau areal berdasarkan data Citra Landsat dan Peta Rawan Kebakaran Hutan tahun 1997/1998 serta informasi masyarakat atau pengusaha hutan; (4) menentukan letak lokasi pemukiman terhadap blok atau areal yang terbakar; (5) melakukan wawancara langsung kepada responden petani dan pengusaha hutan mengenai: pola pembukaan lahan, sistem pengendalian dini kebakaran, dan data sosial ekonomi yang mempengaruhi kebakaran hutan dan lahan. Sumber data primer dari petani dan perusahaan, sedang data sekunder antara lain berasal dari: peta kebakaran dan data laporan di kantor PUSDALKARHUTLA (Laporan dan data Citra Landsat tahun 1997/1998), Badan Meteorologi dan Geofisika Sintang, Kecamatan Dalam Angka, Data ANDAL dan Rencana Karya Tahunan (RKT) dari HTI Finantara (1996 dan 2000) HTI Inhutani III (1996/1997 dan 1998/1999), Data Penanaman dari Perusahaan HTI (Inhutani III dan Finantara Intiga) dan lahan perkebunan (TCSDP dan Lahan Masyarakat), peta dan potensi Taman Wisata Alam Baning (UKSDA ) maupun Taman Nasional Bukit Baka (TNBB, 1999 dan 2002), dan Dinas Kehutanan Kalimantan Barat (1998 dan 2002) Kerugian Ekonomi Sumberdaya Hutan A. Hilangnya Manfaat Langsung Sumberdaya Hutan a. Manfaat langsung sumberdaya hutan (kayu, kayu bakar, dan produk hutan non-kayu). Jenis data yang diperlukan yaitu: (1) peta luas area kebakaran hutan; (2) potensi tegakan kayu dan hasil hutan non kayu lainnya; (3) Kemampuan masyarakat mengumpulkan kayu bakar, flora dan fauna; (4) biaya pembangunan HTI/HPH yang terbakar; (5) harga kayu, kayu bakar dan produk hutan (non-kayu) per satuannya. b. Data tersebut dikumpulkan dari: (1) responden pengusaha HTI (Inhutani III dan Finantara Intiga) dan masyarakat sekitar pengguna hasil hutan (5 desa yaitu: Kebubu, Nanga Man, Nanga Kayan, Sei Seria dan Empura), (2) Dinas Kehutanan dan Perdagangan Kabupaten Sintang, (3) pedagang dan pengumpul hasil hutan. Pengumpulan data dilakukan dengan cara: (1) wawancara langsung dilapangan dengan menggunakan daftar pertanyaan, dan (2) pengumpulan data sekunder. 46

14 B. Hilangnya Manfaat Tidak Langsung Sumberdaya Hutan a. Manfaat tidak langsung yang hilang atau kerugian kebakaran hutan yang akan dinilai dalam penelitian ini yaitu: (1) pengendali erosi tanah, (2) pengendali banjir, (3) penyedia air, dan (4) penyerapan karbon. Jenis data untuk menghitung kerugian kerugian fungsi hutan sebagai pengendali erosi: (1) peta luas area kebakaran hutan; (2) faktor erosivitas hujan; (3) faktor erodibilitas tanah; (4) panjang dan kemiringan lereng; (5) faktor pengelolaan tanaman; (6) faktor pengelolaan tanah; (7) harga pupuk Urea, TSP, dan KCl. Verifikasi dampak erosi akibat kebakaran hutan dibandingkan antara pendugaan erosi aktual (USLE) sebelum dan setelah kebakaran. Pengumpulan data dengan cara studi literatur, pengumpulan data sekunder, observasi lapangan, dan wawancara responden. Sumber data: (1) Badan Meteorologi dan Geofisika, Dinas Kehutanan (TNBB dan BKSDA), Dinas Perdagangan dan Perindustrian Kabupaten Sintang, (2) pengusaha HTI dan responden masyarakat. b. Perhitungan kehilangan fungsi hutan sebagai pengendali banjir dan penyedia air menggunakan metode rasional (pendekatan aliran permukaan). Data yang diperlukan yaitu: (1) luas areal terbakar, (2) koefisien aliran permukaan, (3) jumlah curah hujan tahunan, (3) jumlah aliran permukaan, dan (4) kesediaan masyarakat untuk membayar agar tidak terjadi banjir, (5) harga air permeterkubik. Sumber data: (1) Badan Meteorologi dan Geofisika, Dinas Kehutanan (TNBK dan BKSDA), dan kantor PDAM Kabupaten Sintang, (2) Dinas Pengairan dan Irigasi, (3) Jawatan Topografi Angkatan Darat, (3) Perusahaan Finantara Intiga dan Inhutani III, serta (4) masyarakat sekitar lokasi kebakaran. c. Perhitungan penyerapan karbon yaitu dengan menduga potensi karbon pada tanaman dengan menggunakan persamaan Allometric dari Brown (1997) untuk jenis tanaman kayu atau pohon. Pendugaan manfaat tanaman perkebunan dalam penyerapan karbon menggunakan persamaan allometric menurut jenis tanaman. Untuk tanaman karet dan akasia mangium menggunakan persamaan yang telah diteliti oleh Tampubolon et al. (2001); tanaman pinus merkusii menggunakan persamaan yang digunakan oleh 47

15 Hendra (2002); dan untuk tanaman sawit mennggunakan persamaan yang dihasilkan oleh Soekisman dan Mawardi (2001). Sebagai pembanding digunakan pendekatan jumlah pelepasan karbon akibat kebakaran hutan dan lahan tahun 1997 di Indonesia sebesar 27,21 ton C/ha (EEPSEA dan WWF, 1998 dalam Glover and Timothy, 1999). d. Data yang diperlukan untuk perhitungan potensi karbon (karbon stock) menurut Hairiah et al. (2001) yaitu: (1) diameter pohon, (2) tinggi pohon yang terbakar, (3) kerapatan kayu per pohon, (4) jumlah rata-rata pohon yang terbakar perhektar, (5) luas areal hutan yang terbakar, dan (3) nilai karbon per ton. Pengumpulan data dilakukan dengan pengamatan langsung di lapangan dan data sekunder, serta pendekatan transfer manfaat (transfer benefit) dari kondisi hutan yang sejenis yang diperoleh dari studi literatur. C. Hilangnya Manfaat Sumberdaya Hutan Fungsi Keanekaragaman Hayati, dan Keberadaan Habitat (non use value) a. Sumberdaya hutan yang bersifat non use value (nilai yang tidak dikonsumsi langsung atau manfaat potensial) meliputi: konservasi keanekaragaman hayati, dan spesies langka, dan habitat. Nilai potensial yang tidak dimanfaatkan dari sumberdaya hutan ini diukur atas dasar nilai pilihan (option value), nilai warisan (bequest value) dan nilai keberadaan (existence value). Data yang diperlukan untuk mengukur manfaat nilai pilihan yaitu: (1) manfaat pilihan rata-rata perhektar hutan dari setiap responden, (2) luas areal hutan yang terbakar, dan (3) biaya konservasi keanekaragaman hayati (capture biodiversity). Pengumpulan data dilakukan dengan menggunakan daftar pertanyaan mengenai kesediaan membayar responden. b. Data yang diperlukan untuk mengukur manfaat nilai warisan ( bequest value) dan nilai keberadaan hutan (existence value) yaitu: (1) nilai manfaat warisan dari habitat satwa dan flora fauna perhektar hutan dari setiap responden, (2) nilai manfaat keberadaan habitat, spesies langka, flora fauna endemik perhektar hutan dari setiap responden, dan (3) luas areal hutan yang terbakar. Pengumpulan data dilakukan dengan menggunakan daftar pertanyaan mengenai kesediaan membayar responden. Sebagai pembanding, nilai keberadaan hutan perhektar didasarkan pada studi literatur dengan metode 48

16 transfer benefit, hasil penelitian EEPSEA dan WWF (1998); Costanza et al. (1997) dalam Glover dan Timothy (1999) Kerugian Ekonomi Lahan Perkebunan a. Data erosi yang diperlukan yaitu: (1) peta luas area kebakaran lahan perkebunan; (2) faktor erosivitas hujan; (3) faktor erodibilitas tanah; (4) panjang dan kemiringan lereng; (5) faktor pengelolaan tanaman; (6) faktor pengelolaan tanah; (7) harga pupuk Urea, TSP, dan KCl. Verifikasi dampak erosi akibat kebakaran lahan perkebunan dibandingkan antara pendugaan erosi aktual (USLE) sebelum dan setelah kebakaran. Pengumpulan data dengan cara studi literatur, pengumpulan data sekunder, observasi lapangan, dan wawancara dengan responden. Sumber data yaitu: (1) Badan Meteorologi dan Geofisika, Dinas Perkebunan dan Pertanian, Pengelola TCSDP, Dinas Perdagangan dan Perindustrian Kabupaten Sintang, serta (2) pengusaha kebun dan responden masyarakat. b. Pendugaan hilangnya fungsi tanaman perkebunan dalam penyerapan karbon menggunakan persamaan allometric menurut jenis tanaman. Untuk tanaman karet dan akasia mangium menggunakan persamaan yang telah diteliti oleh Tampubolon et al. (2001); tanaman pinus merkusii menggunakan persamaan yang digunakan oleh Hendra (2002); dan tanaman sawit menggunakan persamaan yang dihasilkan oleh Soekisman dan Mawardi (2001). c. Data yang diperlukan untuk perhitungan potensi karbon (karbon stock) yaitu: (1) diameter tanaman perkebunan, (2) tinggi tanaman yang terbakar, (3) jumlah rata-rata tanaman terbakar perhektar, (4) luas areal kebun yang terbakar, dan (5) nilai karbon per ton. Pengumpulan data dilakukan dengan pengamatan langsung di lapangan dan data sekunder, serta pendekatan transfer manfaat (transfer benefit) dari kondisi tanaman perkebunan sejenis yang diperoleh dari studi literatur Biaya Pengendalian/Pemadaman Kebakaran Hutan dan Lahan Data yang diperlukan untuk mengetahui biaya pengendalian atau pemadaman kebakaran hutan dan lahan yaitu: jumlah bantuan dana pengendalian 49

17 kebakaran hutan/hektar, jumlah tenaga kerja perhari perhektar yang digunakan untuk memadamkan api, dan lama kebakaran. Pengumpulan data primer melalui wawancara dengan pengusaha dan masyarakat, dan data sekunder dari PUSDALKARHUTLA, Dinas Kehutanan Sintang dan Kalimantan Barat Kerugian Ekonomi Kerusakan Tanaman Perkebunan dan Pertanian Data yang diperlukan untuk mengukur nilai kerugian kebakaran tanaman perkebunan dan tanaman pangan, yaitu: (1) luas areal perjenis tanaman yang terbakar, (2) jarak tanam perjenis tanaman, (3) umur rata-rata tanaman, (4) produktivitas tanaman, (5) biaya pengusahaan tanaman, dan (6) harga produk tanaman persatuannya. Pengumpulan data dilakukan dengan melakukan wawancara langsung dan menggunakan data sekunder Kerugian Ekonomi Akibat Asap Kebakaran Hutan dan Lahan A. Kesehatan Masyarakat Data yang diperlukan yaitu: (1) jumlah penduduk yang sakit dan berobat ke Dokter/Rumah Sakit, (2) jumlah penduduk yang rawat inap, (3) biaya pengobatan dan perawatan perhari, (4) jumlah penduduk yang membeli obat dan masker, (5) jenis dan harga obat atau masker persatuan, dan (6) periode lamanya kabut asap dalam satuan bulan. Pengumpulan data dilakukan dengan cara: (1) survei rumah sakit dan puskesmas (2) survei responden masyarakat di sekitar lokasi kebakaran, (3) menggunakan data sekunder dari Dinas Kesehatan Kabupaten Sintang tahun 1998/1999. B. Penduduk Tidak Kerja Data yang diperlukan yaitu: (1) jumlah penduduk yang tidak bekerja akibat adanya asap, (2) lama hari tidak kerja, (3) gaji atau upah tenaga kerja perhari. Pengumpulan data dengan cara: (1) pengumpulan data sekunder (daftar absen) pegawai pemerintah dan perusahaan swasta, dengan sampel instansi (kecamatan dan kabupaten) dan perusahaan swasta (perkebunan, pengusaha hotel dan penginapan, pengusaha transportasi), (2) pengambilan data primer dari responden petani, buruh tani dan pedagang di tingkat desa dan kecamatan, dan 50

18 data Dinas Tenaga Kerja Kabupaten Sintang tahun 1998/1999. C. Gangguan Transportasi Data yang diperlukan yaitu: (1) jumlah perusahaan angkutan darat, laut/sungai dan udara di kabupaten Sintang, (2) jumlah angkutan yang tidak beroperasi dari setiap jenis perusahaan, (3) lama hari atau frekuensi angkutan tidak beroperasi dari setiap jenis perusahaan angkutan, (4) jumlah angkutan yang beroperasi dari setiap jenis perusahaan, (5) lama hari atau frekuensi angkutan beroperasi dari setiap jenis angkutan, (6) jumlah penumpang rata-rata perhari atau per frekuensi angkutan, (7) ongkos atau biaya tiket dan sewa perjenis angkutan. Data diperoleh melalui wawancara dengan menggunakan daftar pertanyaan dan laporan dari setiap perusahaan angkutan. Sampel responden dalam penelitian ini yaitu: (1) pengusaha angkutan darat, pengusaha angkutan sungai, perusahaan angkutan udara (DAS dan MAS), (2) Pengelola Bandar Udara di Pontianak, Sintang, dan Nanga Pinoh, (3) Kantor Dinas Perhubungan Sintang dan Kalimantan Barat tahun 1998/1999. D. Menurunnya Kunjungan Wisatawan dan Hotel/Penginapan Penilaian dampak kerugian terhadap pariwisata selain dalam bentuk penurunan jumlah wisatawan juga termasuk dampak lanjutannya yaitu penurunan jumlah pengunjung hotel akibat adanya kebakaran hutan dan lahan. Data yang diperlukan yaitu: (1) jumlah kunjungan wisatawan periode bulan Agustus Desember pada tahun 1996 dan tahun 1997; (2) jumlah hari kunjungan dan pengeluaran per orang perhari; (3) jumlah pengunjung hotel atau penginapan periode bulan Agustus Desember pada tahun 1996 dan tahun 1997; (4) jumlah rata-rata kamar hotel atau penginapan yang terisi periode bulan Agustus Desember pada tahun 1996 dan tahun 1997; (5) biaya penginapan perorang perhari, dan (6) jumlah hotel atau penginapan di Kabupaten Sintang. Pengumpulan data dengan menggunakan daftar pertanyaan kepada pengusaha hotel dan penginapan, dan pengumpulan data sekunder dari Dinas Pariwisata, Pengelola TNBB dan TWA Baning, Kantor Statistik Kabupaten Sintang. 51

19 E. Penurunan Produksi Tanaman Pertanian (Pangan) Data yang diperlukan yaitu: (1) produksi rata-rata per hektar tanaman pangan (padi, palawija, dan sayuran) periode bulan Agustus Desember pada tahun 1996 dan tahun 1997, (2) jumlah responden masyarakat yang mengusahakan tanaman pangan, (3) luas areal perjenis tanaman pangan yang diusahakan oleh responden, (4) biaya pengeluaran rata-rata per jenis tanaman per hektar, dan (5) harga rata-rata dari setiap jenis tanaman pangan (padi, palawija dan sayuran) persatuannya. Pengumpulan data melalui wawancara responden dan menggunakan data sekunder dari Dinas Pertanian dan Perdagangan Kabupaten Sintang (tahun 1996 dan 1997) Batasan Unit Analisis Batasan analisis dalam melakukan penilaian ekonomi kerusakan lingkungan akibat kebakaran hutan dan lahan di Kabupaten Sintang dirinci sebagai berikut: (a) Kerusakan lingkungan adalah kerusakan biofisik maupun kerugian sosial ekonomi dan politis akibat kebakaran hutan dan lahan (b) Kebakaran hutan dan lahan yang akan dinilai yaitu periode kebakaran pada tahun 1997 dari bulan Agustus Desember 1997 di Kabupaten Sintang (c) Penilaian ekonomi kerusakan lingkungan akibat kebakaran hutan dan lahan menggunakan 2 tahun analisis yaitu tahun 1997 dan tahun (d) Penelitian dampak kebakaran hutan tanaman di areal HTI-Trans Inhutani III di Kabupaten Sintang, didasarkan pada kerugian potensi kayu pulp dan non kayu selama periode kebakaran tahun 1997 seluas ha dengan luas sampling penelitian 12 ha. (e) Penelitian dampak kebakaran hutan tanaman di areal HTI- Non Trans yaitu HTI Finantara Intiga di Kabupaten Sintang seluas 15 ha dengan luas lokasi penelitian 1,25 ha. Penilaian didasarkan pada kerugian dari tanaman kayu dan non kayu selama periode kebakaran tahun (f) Penilaian kerusakan Taman Wisata Alam Baning dibatasi pada luas areal terbakar (59,5 hektar) dengan luas tapak penelitian 3 ha. Sedang untuk Taman Nasional Bukit Baka seluas 230 hektar dengan luas tapak penelitian 12 ha). 52

20 (g) Unit analisis menilai dampak kebakaran hutan dan lahan dari aspek nilai pilihan, warisan dan keberadaan flora fauna dan habitat, didasarkan pada penilaian masyarakat dari 17 desa sampel (250 responden) yang berada disekitar kawasan areal yang terbakar. (h) Penilaian kerusakan tanaman perkebunan yang diusahakan oleh pemerintah (TCSDP Nanga Pinoh) yaitu seluas 76 ha dengan luas sampel penelitian 3,8 ha dengan jenis tanaman terbakar adalah tanaman karet. Penilaian kerusakan lahan perkebunan masyarakat yang terbakar seluas 91,20 ha (tapak penelitian 10 ha) dilakukan pada empat kecamatan meliputi 12 desa (Kecamatan Nanga Pinoh, Kecamatan Belimbing, Kecamatan Sintang, dan Kecamatan Menukung). (i) Penurunan produktivitas tanaman pertanian difokuskan pada tanaman pangan yang diusahakan masyarakat yaitu membandingkan produktivitas rata-rata dari setiap jenis tanaman pada periode kebakaran (Agustus-Desember 1997) dengan periode yang sama sebelum kebakaran (Agustus-Desember 1996). (j) Jumlah masyarakat yang menderita sakit dan membeli obat atau masker akibat asap kebakaran, dibatasi hanya pada penduduk yang berada di kabupaten Sintang atau desa-desa sekitar lokasi penelitian, pada periode kebakaran hutan dan lahan Agustus Desember (k) Jumlah penduduk yang tidak masuk kerja akibat adanya asap, yaitu penduduk yang bermata pencaharian sebagai pegawai negeri, pegawai swasta, petani/pekebun, pedagang dan pegawai HTI di Kabupaten Sintang, selama kebakaran hutan dan lahan periode Agustus Desember (l) Penilaian gangguan transportasi udara yaitu gangguan transportasi udara (batas penerbangan dan penurunan penumpang) dari Pontianak Sintang Nanga Pinoh (sebaliknya) karena pengaruh asap kebakaran selama periode Agustus Desember (m) Penilaian gangguan transportasi sungai dan darat yaitu jumlah transportasi sungai dan darat menurut jenisnya di kabupaten Sintang yang tidak beroperasi atau frekuensi operasinya menurun karena adanya asap kebakaran selama periode Agustus Desember

21 3.7. Analisa Data Pendekatan dalam menganalisis pengaruh faktor sosial ekonomi dan faktor alam yang diduga berpengaruh terhadap kebakaran hutan dan lahan menggunakan Analisis Korelasi Kanonik dan Pendekatan Regresi. Sedang untuk pendugaan nilai ekonomi total kerugian lingkungan dari: (a) hilangnya manfaat dari sumberdaya hutan, (b) kerugian tanaman pangan dan perkebunan, (c) biaya pemadaman api kebakaran, dan (d) kerugian yang ditimbulkan akibat asap kebakaran hutan dan lahan, menggunakan model analisis data antara lain: pendekatan nilai pasar atau produktivitas, pendekatan harga bayangan, biaya ganti, pendekatan pendapatan yang hilang, pendekatan biaya (biaya berobat, biaya wisata, biaya kerusakan tanaman), alih manfaat dan metode penilaian kontingensi. Tahapan analisis data secara lengkap pada Gambar Faktor-Faktor yang Diduga Mempengaruhi Kebakaran Hutan dan Lahan Pendekatan analisis untuk mengetahui pengaruh dan keterkaitan antar faktor-faktor sosial ekonomi dan faktor alami terhadap kebakaran hutan dan lahan pada setiap tapak areal terbakar (HTI, TWA dan Taman Nasional, Perkebunan TCSDP dan Lahan Masyarakat) yaitu menggunakan Analisis Korelasi Kanonik (AKK) dengan program SAS versi 6.08 serta Model Persamaan Struktural (SEM) dengan program LISREL a. Analisis Korelasi Kanonik (1) Prakiraan gugus parameter sosial ekonomi (X) atau aktivitas masyarakat yang diduga mempunyai pengaruh atau korelasi terhadap kebakaran hutan dan lahan dari setiap blok/desa dan kawasan kebakaran, meliputi sembilan peubah, yaitu: X1 = status kepemilikan lokasi pengusahaan tanaman (hutan, perkebunan, dan tanaman pangan) oleh masyarakat dan pengusaha (3 = hak milik; 2 = hak guna usaha; dan 1 = tanah negara). X2 = letak lahan masyarakat atau pemukiman terhadap lokasi kebakaran (enclave) (3 = di luar kawasan terbakar; 2 = berbatasan langsung dengan areal terbakar; 1 = berada di dalam areal terbakar). 54

22 Faktor Alami Penggunaan SD Hutan & Lahan Kebakaran Hutan & Lahan Aktivitas Manusia/Sosek Asap Dampak Perubahan Kualitas Lingkungan Udara Kebun & Tan. Pertanian Biaya Pengendalian Kebakaran Menurunnya SD Hutan Kesehatan Masyarakat - Biaya Berobat ke RS/PKMS - Biaya Masker - Biaya Beli Obat Sendiri Pendekatan Biaya Berobat Peduduk tidak kerja - Pegawai Negeri - Swasta - Petani - Buruh Pedekatan Pendapatan yg Hilang Wisata & Hotel Gangguan Transport: Udara, Laut, & Darat Pendekatan Kehilangan Pendapatan & Produktivitas - Rusak & Turun Prod.Tana man - Erosi - Penyerap Karbon -Pendekatan biaya - Pendekatan Nilai Pasar & Produktivitas - Alllometrik - Transfer benefit Sumberdaya Kayu: Log & Kayu Bakar Sumberdaya Hutan tangible - Pendekatan Biaya Ganti - Pendekatan Produktivitas - Nilai Pasar - Harga Bayangan Sumberdaya Non-Kayu: Flora & Fauna Penyerap Karbon - Nilai Carbon Stock (Allometric) - Transfer Benefit - Pengendali Erosi/Banjir - Suplai air - Konservasi Biodiversity Sumberdaya Hutan intangible - Pendekatan Biaya Ganti - Metode Rasional - Pendekatan CVM (WTP) - Transfer Benefit Spesies Langka, Keanekaragaman hayati, Habitat Nilai Pilihan Nilai Warisan Nilai Eksistensi - Pendekatan CVM (WTP) - Transfer Benefit Gambar 6. Tahapan Analisis Data Penilaian Ekonomi Kerusakan Lingkungan Dampak Kebakaran Hutan dan Lahan 55

23 X3 = sikap dan kepedulian masyarakat terhadap api yang menjalar ( 2 = peduli pada api; 1 = tidak peduli) X4 = aturan adat istiadat dalam kegiatan pembukaan lahan ( 2 = aturan dan hukum adat ada berlaku; 1 = aturan dan hukum adat tida k berlaku). X5 = sikap ketidakpuasan masyarakat dalam pengelolaan hutan dan perkebunan ( 2 = puas; 1 = tidak puas). X6 = Jenis tanaman yang diusahakan: pohon/kayu (diberi kode 3); tanaman kebun (kode 2) ; tanaman pangan (kode 1) X7 = Pola pembukaan lahan: menggunakan tangan dan cangkul manual dan sem i mekanis diberi (kode 2) ; menggunakan ap i (diberi kode 1) X8 = Jumlah hot spot (titik panas) disetiap blok areal yang terbakar. X9 = Mitigasi (pencegahan kebakaran): ada usaha pencegahan kebakaran (diberi kode 2); tidak ada usaha pencegahan kebakaran (kode 1) 2. Gugus peubah kebakaran hutan dan lahan (Y), yang terkait langsung sebagai penyebab atau mempercepat terjadinya kebakaran, meliputi empat peubah, yaitu: Y1 = suhu rata-rata tahun di setiap blok terbakar Y2 = kelembaban rata-rata tahun di setiap blok terbakar Y3 = jumlah curah hujan rata-rata tahun di setiap blok terbakar Y4 = jumlah hari hujan rata-rata tahun di setiap blok terbakar b. Model Persamaan Stuktural (Structural Equation Model) Untuk menjelaskan keterkaitan dan kausalitas dari peubah faktor alami dan manusia atau sosial ekonomi masyarkat terhadap kebakaran hutan dan lahan di Kabupaten Sintang maka digunakan pendekatan Structural Equation Model (SEM). Secara keseluruhan peubah yang diduga mempengaruhi kebakaran hutan dan lahan sebanyak 14 peubah atau atribut. Lima atribut (X 1 sampai X 4 ) sebagai peubah indikator faktor alami, sembilan atribut (X 5 sampai X 13 ) sebagai peubah indikator manusia atau sosial ekonomi dan satu atribut ( X 14 ) sebagai indikator luas kebakaran hutan dan lahan ( Tabel 5 dan Gambar 7). 56

24 Tabel 5. Komponen Pembentuk Peubah Laten Bebas Faktor Alami dan Manusia serta Peubah Laten Tak Bebas Luas Kebakaran Hutan dan Lahan Peubah Laten Ketera- Peubah Indikator (Komponen) (Dimensi) ngan Faktor Alami (x 1 ) Suhu udara rata-rata X 1 (Peubah laten bebas) Kelembaban rata-rata X 2 Curah hujan rata-rata X 3 Hari hujan rata-rata X 4 Faktor Manusia (x 2 ) Status pemilikan lahan X 5 (Peubah laten bebas) Letak lahan atau pemukiman thd lokasi kebakaran X 6 Sikap dan kepedulian masyarakat thd api X 7 Aturan adat istiadat dalam pembukaan lahan Sikap ketidakpuasan masyarakat thd pengelolaan hutan Jenis tanaman yang diusahakan Pola pembukaan lahan Jumlah hot spot di blok terbakar Mitigasi kebakaran X 8 X 9 X 10 X 11 X 12 X 13 Luas Kebakaran (h) Luas areal terbakar pada setiap blok hutan atau kebun Y 1 (Peubah laten tak bebas) δ δ δ δ δ δ δ δ δ Suhu (X1) Lembab (X2) CHujan (X3) HHujan (X4) Status (X5) Letak (X6) Sikap (X7) Adat (X8) Puas (X9) λ λ λ λ ALAMI ξ1 MANUSIA ξ2 γ γ KEBAKARAN η λ Luas terbakar (X14) ε δ δ Jenis (X10) Pola (X11) λ δ Hot Spot (X12) δ Mitigasi (X13) Gambar 7. Model Struktural Kebakaran Hutan dan Lahan Berdasarkan Gambar 7, kemudian disusun model persamaan struktural sebagai berikut (diadopsi dari Hair et al. 1998): a. Model Struktural: η = γ 11 ξ 1 + γ 12 ξ 2 + ζ (1) 57

25 dimana: η = p eubah laten tak bebas (endogenous) luas kebakaran hutan dan lahan ξi = peubah laten bebas (eksogenous) ke-i, terdiri atas faktor alami (ξ 1 ) dan faktor manusia (ξ 2 ) γ ij = faktor muatan (loading) ξ i dalam membentuk η j ζ = galat perhitungan peubah η b. Model pengukuran sebagai berikut: y i = λ (y) ij η j + ε i.... (2) x i = λ (x) ij ξ j + δ i... (3) dimana: y i = peubah indikator Y pembentuk peubah laten tak bebas η x i = peubah indikator X pembentuk peubah laten bebas ξ i λ ij = faktor muatan (loading) X i dalam membentuk ξ j atau loading Yi dalam membentuk j ε i = galat pada perhitunga n peubah Yi δ galat pada perhitungan peubah Xi i = Asumsi bagi model LISREL dalam menduga persamaan struktural peubah alami dengan dan manusia terhadap kebakaran hutan dan lahan yaitu: ζ tidak berkorelasi dengan ξ ε tidak berkorelasi dengan η δ tidak berkorelasi dengan ξ ζ, ε, δ tidak saling berkorelasi Peubah laten tak bebas kebakaran hutan dan lahan (η) diukur dengan komponen luas kebakaran pada setiap blok menurut fungsi hutan dan lahan perkebunan (Y 1 ). Peubah kebakaran hutan dan lahan akan dikorelasikan dengan peubah laten bebas faktor alami dan faktor manusia (ξ i ), beserta komponen atau atribut masing-masing peubah laten bebas. Pengolahan dan analisis data dalam menduga persamaan struktural faktor-faktor yang mempengaruhi kebakaran hutan dan lahan menggunakan program LISREL Total Nilai Ekonomi Dampak Kebakaran Hutan dan Lahan Berdasarkan dampak lingkungan yang ditimbulkan oleh kebakaran hutan dan lahan, maka total nilai kerugian ekonomi kerugian lingkungan terdiri dari 58

26 empat kategori yaitu: (1) dampak dari kebakaran hutan, (2) kebakaran lahan tanaman perkebunan, (3) biaya mitigasi pengendalian kebakaran hutan dan lahan, dan (4) pengaruh merugikan dari asap akibat kebakaran. Secara sederhana formulasinya ditetapkan sebagai berikut: NET = NEKSH + NEKLP + BMK + BDAK...(4) NET = Nilai ekonomi total kerugian lingkungan akibat kebakaran hutan dan lahan NEKSH = Nilai ekonomi kerusakan sumberdaya hutan NEKLP = Nilai ekonomi kerusakan lahan tanaman perkebunan BMK = Biaya mitigasi kebakaran BDAK = Biaya kerugian akibat asap kebakaran hutan dan lahan Analisis data total nilai ekonomi kerusakan lingkungan akibat kebakaran dari keempat kategori penilaian menurut komponennya, secara taksonomi matematik diuraikan sebagai berikut. A. Penilaian Kerugian Hilangnya Manfaat Sumberdaya Hutan dan Lahan (1) Nilai Kayu dan Kayu Bakar (a) Kebakaran di areal HTI dan menyebabkan kerugian manfaat langsung antara lain: kayu pulp dan kayu bakar yang biasa dimanfaatkan masyarakat sekitar. Nilai kayu dihitung berdasarkan harga kayu pulp di pasar lokal atau harga di pasar regional antar pulau perjenis kayu (Rp/m 3 ) dikali dengan potensi yang terbakar (m 3 ). Pengukuran potensi kayu dari areal terbakar didekati dengan potensi kayu pada areal hutan yang terdekat dan tidak terbakar. Perhitungan potensi volume kayu diuraikan sebagai berikut: (1) Menghitung volume total kayu (diameter 20 cm up) yang di kelompokkan berdasarkan kelas diameter cm, cm dan 40 cm up. (2) Volume dari setiap pohon dihitung berdasarkan rumus: 59

27 V = 0,25 π d 2 t f dimana: V = Volume kayu (m ) 3 d = Diameter pohon (dalam m) t = Tinggi pohon bebas cabang (m) f = Faktor bentuk (0,7) (b) Penilaian kerusakan kayu di areal HTI yaitu dengan 2 cara: pendekatan nilai pasar potensi produksi dan pendekatan biaya kerusakan tanaman dari setiap jenis tanaman. (2) Notasi Penilaian Kerugian Kayu Pulp/Log 1. Pendekatan Nilai Pasar n n NTKL = (PKLij x HKLij)... (5) i=1 j=1 n n PKLij = (PKHij x LAj) i=1 j=1 NTKL = nilai total kayu pulp (Rp) PKLij = potensi volume kayu pulp jenis ke-i di areal kebakaran j (m 3 ) HKLi = harga kayu pulp perkubik jenis ke-i di lokasi kebakaran j (Rp/m 3 ) PKHij = potensi volume kayu pulp perhektar jenis ke-i, di areal j (m 3 /ha) LAj = luas areal kebakaran ke-j (ha) i = jenis kayu j = areal kebakaran (HTI Inhutani III dan Finantara Intiga) 2. Pendekatan Biaya Kerusakan BKKP = (BPTij) x LAJ... (6) BKKP = total biaya kerugian kayu (Rp) BPTij = Biaya perhektar tanaman HTI jenis-i pada lokasi kebakaran j (Rp/ha) LAj = luas areal kebakaran ke-j (ha) i = jenis kayu j = areal kebakaran (HTI Inhutani III dan Finantara Intiga) 60

28 (c) Penilaian potensi kayu bakar yang hilang diareal HTI dan areal hutan (TNBB dan TWA Baning dan lahan perkebunan) yang biasa dimanfaatkan oleh masyarakat sekitar. Metode penilaian kerugian yaitu: (1) menggunakan metode harga pasar, (2) harga bayangan, (3) pendekatan produktivitas peng umpul kayu bakar pertahuan, dan (4) biaya ganti hari orang kerja dengan menentukan harga kayu bakar permeter kubik yang dikonversi ke dalam biaya waktu yang terluang dalam mengumpulkan kayu bakar perhari dalam satu tahun (Hufschmidt et al. 1983). (3) Notasi Penilaian Kerugian Kayu Bakar 1. Metode Harga Pasar n NTKBj = (PKB j x HKB j x LA j ). (7) j=1 2. Pendekatan Harga Bayangan n NTKBj = (PKBj x HS P j x LA j ).. (8) j=1 NTKBj = nilai total kayu bakar (Rp) 3 PKBj = potensi kayu bakar perhektar/tahun di areal kebakaran j (m /ha/tahun) HKBj = harga pasar kayu bakar di lokasi j (Rp/m 3 ) HSPj = harga bayangan kayu bakar di pasar ekspor dan antar pulau regional Kalimantan Barat (Rp/m 3 ) LAj = luas areal kebakaran ke-j (ha) 3. Metode Produktivitas Pengumpul Kayu Bakar n NTKBj = ( KKKB j x HKB j x JPKB j ). (9) j=1 n KKKBj = (KKBHj x JHKj ) j=1 N TKBj = nilai total kayu bakar (Rp) 3 HKBj = harga pasar kayu bakar di lokasi j (Rp/m ) JPKBj = jumlah pengumpul kayu bakar di lokasi -j (orang) JHKj = jumlah hari kerja kumpul kayu bakar pertahun (HOK) 61

29 KKKBj = kemampuan kepala keluarga kumpul kayu bakar pertahun di areal kebakaran j (m 3 /tahun) KKBHj = kemampuan kepala keluarga kumpul kayu bakar perhari di areal kebakaran j (m 3 /hari) j = areal kebakaran (HTI Inhutani III, HTI Finantara Intiga, TWA Baning, dan TN. Bukit Baka, lahan perkebunan) (adopsi Hufschmidt et al. 1983) 4. Metode Biaya Ganti Hari Orang Kerja n NTKBj = ( NKBKK j x PKBj x LA j ) j=1. (10) n NKBKKj = {(JHKj / KKKBj) x UTKj } j=1 n KKKBj = (KKBHj x JHKj ) j=1 NTKBj = nilai total kayu bakar (Rp) NKBKKj = nilai kayu bakar berdasarkan kemampuan pengumpulan (Rp/ m 3 ) PKBj = potensi kayu bakar perhektar/tahun di areal kebakaran j (m 3 /ha/tahun) LAj = luas areal kebakaran ke-j (ha) KKBHj = kemampuan kepala keluarga kumpul kayu bakar perhari di areal kebakaran j (m 3 /hari) JHKj = jumlah hari kerja kumpul kayu bakar pertahun (HOK) KKKBj = kemampuan kepala keluarga kumpul kayu bakar pertahun di areal 3 kebakaran j (m /tahun) UTKj = upah tenaga kerja harian setempat di lokasi kebakaran j (Rp/HOK) j = areal kebakaran (HTI Inhutani III, HTI Finantara Intiga, TWA Baning, dan TN. Bukit Baka, lahan perkebunan) B. Penilaian Kerugian Sumberdaya Hutan Non Kayu (Flora dan Fauna) Hasil hutan non kayu (flora fauna) yang terdapat di areal TNBB, TWA Baning, dan HTI yang mempunyai nilai pasar (market value) dihitung berdasarkan pendekatan nilai pasa r setempat dan harga bayangan (shadow price) serta pendekatan produktivitas masyarakat sekitar dalam memanfaatkan flora faun a sebelum kebakaran hutan. Harga pasar, harga bayangan dan nilai produktivitas ini belum memperhitungkan nilai ekologis (peran atau fungsi), karena sangat sulit mengukur berdasarkan fungsi ekologis dari setiap flora fauna. Jenis-jenis flora dan fauna langka yang belum dimanfaatkan oleh masyaraka t sekitar sehingga harga tidak tercatat di pasar lokal, pendekatan 62

I. PENDAHULUAN Latar Belakang

I. PENDAHULUAN Latar Belakang I. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Kebakaran hutan dan lahan di Indonesia terjadi setiap tahun dan cenderung meningkat dalam kurun waktu 20 tahun terakhir. Peningkatan kebakaran hutan dan lahan terjadi

Lebih terperinci

II. METODOLOGI. A. Metode survei

II. METODOLOGI. A. Metode survei II. METODOLOGI A. Metode survei Pelaksanaan kegiatan inventarisasi hutan di KPHP Maria Donggomassa wilayah Donggomasa menggunakan sistem plot, dengan tahapan pelaksaan sebagai berikut : 1. Stratifikasi

Lebih terperinci

STUDI EVALUASI PENETAPAN KAWASAN KONSERVASI TAMAN NASIONAL BUKIT TIGAPULUH (TNBT) KABUPATEN INDRAGIRI HULU - RIAU TUGAS AKHIR

STUDI EVALUASI PENETAPAN KAWASAN KONSERVASI TAMAN NASIONAL BUKIT TIGAPULUH (TNBT) KABUPATEN INDRAGIRI HULU - RIAU TUGAS AKHIR STUDI EVALUASI PENETAPAN KAWASAN KONSERVASI TAMAN NASIONAL BUKIT TIGAPULUH (TNBT) KABUPATEN INDRAGIRI HULU - RIAU TUGAS AKHIR Oleh: HERIASMAN L2D300363 JURUSAN PERENCANAAN WILAYAH DAN KOTA FAKULTAS TEKNIK

Lebih terperinci

KEADAAN UMUM KABUPATEN SINTANG

KEADAAN UMUM KABUPATEN SINTANG KEADAAN UMUM KABUPATEN SINTANG Geografis dan Administrasi Kabupaten Sintang mempunyai luas 21.635 Km 2 dan di bagi menjadi 14 kecamatan, cakupan wilayah administrasi Kabupaten Sintang disajikan pada Tabel

Lebih terperinci

KEADAAN UMUM DAERAH PENELITIAN. Letak dan Luas. Komponen fisik

KEADAAN UMUM DAERAH PENELITIAN. Letak dan Luas. Komponen fisik KEADAAN UMUM DAERAH PENELITIAN Letak dan Luas Daerah penelitian mencakup wilayah Sub DAS Kapuas Tengah yang terletak antara 1º10 LU 0 o 35 LS dan 109 o 45 111 o 11 BT, dengan luas daerah sekitar 1 640

Lebih terperinci

IV. METODE PENELITIAN

IV. METODE PENELITIAN IV. METODE PENELITIAN 4.1. Tempat dan Waktu Penelitian Penelitian ini dilakukan di tiga kelurahan (Kelurahan Hinekombe, Kelurahan Sentani Kota, dan Kelurahan Dobonsolo) sekitar kawasan CAPC di Distrik

Lebih terperinci

BAB II KAJIAN PUSTAKA

BAB II KAJIAN PUSTAKA BAB II KAJIAN PUSTAKA 2.1. Tinjauan Tentang Struktur Vegetasi Struktur vegetasi merupakan komponen penyusun vegetasi itu sendiri. Struktur vegetasi disusun oleh tumbuh-tumbuhan baik berupa pohon, pancang,

Lebih terperinci

III. METODOLOGI PENELITIAN. Penelitian dilaksanakan pada Mei - Juli Lokasi penelitian adalah di kawasan

III. METODOLOGI PENELITIAN. Penelitian dilaksanakan pada Mei - Juli Lokasi penelitian adalah di kawasan III. METODOLOGI PENELITIAN 3.1 Waktu dan Lokasi Penelitian Penelitian dilaksanakan pada Mei - Juli 2014. Lokasi penelitian adalah di kawasan hutan mangrove pada lahan seluas 97 ha, di Pantai Sari Ringgung

Lebih terperinci

METODE PENILAIAN EKONOMI KERUSAKAN LINGKUNGAN AKIBAT KEBAKARAN HUTAN DAN LAHAN (Studi Kasus di Kabupaten Sintang Kalimantan Barat) Lukman Yunus

METODE PENILAIAN EKONOMI KERUSAKAN LINGKUNGAN AKIBAT KEBAKARAN HUTAN DAN LAHAN (Studi Kasus di Kabupaten Sintang Kalimantan Barat) Lukman Yunus METODE PENILAIAN EKONOMI KERUSAKAN LINGKUNGAN AKIBAT KEBAKARAN HUTAN DAN LAHAN (Studi Kasus di Kabupaten Sintang Kalimantan Barat) Lukman Yunus SEKOLAH PASCASARJANA INSTITUT PERTANIAN BOGOR BOGOR 2005

Lebih terperinci

IV. GAMBARAN UMUM LOKASI PENELITIAN

IV. GAMBARAN UMUM LOKASI PENELITIAN IV. GAMBARAN UMUM LOKASI PENELITIAN 4.1. Taman Nasional Bukit Baka-Bukit Raya Taman Nasional Bukit Baka Bukit Raya ditunjuk sebagai kawasan pelestarian alam berdasarkan Surat Keputusan Menteri Kehutanan

Lebih terperinci

BAB IV METODE PENELITIAN

BAB IV METODE PENELITIAN 4.1. Waktu dan Tempat BAB IV METODE PENELITIAN Penelitian ini dilaksanakan di Taman Nasional Bantimurung Bulusaraung yang terfokus di Desa Tompobulu dan kawasan hutan sekitarnya. Penelitian dilaksanakan

Lebih terperinci

BAB III METODE PENELITIAN

BAB III METODE PENELITIAN BAB III METODE PENELITIAN 3.1 Waktu dan Tempat Kegiatan penelitian ini dilaksanakan di IUPHHK HA PT. Salaki Summa Sejahtera, Pulau Siberut, Propinsi Sumatera Barat. Penelitian dilakukan pada bulan Nopember

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Hutan Sekipan merupakan hutan pinus yang memiliki ciri tertentu yang membedakannya dengan hutan yang lainnya.

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Hutan Sekipan merupakan hutan pinus yang memiliki ciri tertentu yang membedakannya dengan hutan yang lainnya. BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Hutan Sekipan merupakan hutan pinus yang memiliki ciri tertentu yang membedakannya dengan hutan yang lainnya. Adapun yang membedakannya dengan hutan yang lainnya yaitu

Lebih terperinci

METODOLOGI PENELITIAN

METODOLOGI PENELITIAN METODOLOGI PENELITIAN Tempat dan Waktu Penelitian Penelitian ini dilaksanakan tanggal 22 April sampai 9 Mei 2007 di hutan rawa habitat tembesu Danau Sumbu dan Danau Bekuan kawasan Taman Nasional Danau

Lebih terperinci

BAB IV KONDISI UMUM 4.1 Letak dan Luas IUPHHK-HA CV. Pangkar Begili 4.2 Tanah dan Geologi

BAB IV KONDISI UMUM 4.1 Letak dan Luas IUPHHK-HA CV. Pangkar Begili 4.2 Tanah dan Geologi BAB IV KONDISI UMUM 4.1 Letak dan IUPHHK-HA CV. Pangkar Begili Secara administratif pemerintah, areal kerja IUPHHK-HA CV. Pangkar Begili dibagi menjadi dua blok, yaitu di kelompok Hutan Sungai Serawai

Lebih terperinci

BUKU DATA STATUS LINGKUNGAN HIDUP KOTA SURABAYA 2012 DAFTAR TABEL

BUKU DATA STATUS LINGKUNGAN HIDUP KOTA SURABAYA 2012 DAFTAR TABEL DAFTAR TABEL Tabel SD-1. Luas Wilayah Menurut Penggunaan Lahan Utama... 1 Tabel SD-1A. Perubahan Luas Wilayah Menurut Penggunaan lahan Utama Tahun 2009 2011... 2 Tabel SD-1B. Topografi Kota Surabaya...

Lebih terperinci

IV. METODE PENELITIAN

IV. METODE PENELITIAN IV. METODE PENELITIAN 4.1 Lokasi dan Waktu Penelitian Penelitian tentang karakteristik habitat Macaca nigra dilakukan di CA Tangkoko yang terletak di Kecamatan Bitung Utara, Kotamadya Bitung, Sulawesi

Lebih terperinci

GAMBARAN UMUM LOKASI PENELITIAN

GAMBARAN UMUM LOKASI PENELITIAN V GAMBARAN UMUM LOKASI PENELITIAN 5.1 Gambaran Umum Kabupaten Kerinci 5.1.1 Kondisi Geografis Kabupaten Kerinci terletak di sepanjang Bukit Barisan, diantaranya terdapat gunung-gunung antara lain Gunung

Lebih terperinci

III. METODE PENELITIAN

III. METODE PENELITIAN III. METODE PENELITIAN 3.1. Tempat dan Waktu Penelitian Penelitian dilakukan di tiga padang golf yaitu Cibodas Golf Park dengan koordinat 6 0 44 18.34 LS dan 107 0 00 13.49 BT pada ketinggian 1339 m di

Lebih terperinci

BAB III METODOLOGI. Gambar 1 Lokasi Taman Nasional Ujung Kulon.

BAB III METODOLOGI. Gambar 1 Lokasi Taman Nasional Ujung Kulon. BAB III METODOLOGI 3.1 Lokasi dan Waktu Penelitian ini dilaksanakan dari bulan Juli 2009 hingga Agustus 2009. Lokasi penelitian terletak di daerah Semenanjung Ujung Kulon yaitu Cigenter, Cimayang, Citerjun,

Lebih terperinci

Lokasi Kajian Metode Penelitian Lanjutan Metode Penelitian

Lokasi Kajian Metode Penelitian Lanjutan Metode Penelitian Pinus merkusii strain Kerinci: Satu-satunya jenis pinus yang menyebar melewati khatulistiwa ke bagian bumi lintang selatan hingga sekitar o L.S. Belum dikembangkan atau dibudidayakan secara luas di Indonesia.

Lebih terperinci

4. METODE PENELITIAN

4. METODE PENELITIAN 4. METODE PENELITIAN 4.1. Desain Penelitian Desain penelitian yang digunakan dalam menentukan nilai ekonomi total dari Hutan Kota Srengseng adalah menggunakan metoda penentuan nilai ekonomi sumberdaya

Lebih terperinci

BAB V HASIL DAN PEMBAHASAN

BAB V HASIL DAN PEMBAHASAN 37 BAB V HASIL DAN PEMBAHASAN 5.1 Pola Sebaran Pohon Pemetaan sebaran pohon dengan luas petak 100 ha pada petak Q37 blok tebangan RKT 2011 PT. Ratah Timber ini data sebaran di kelompokkan berdasarkan sistem

Lebih terperinci

BAB III METODE PENELITIAN

BAB III METODE PENELITIAN 11 BAB III METODE PENELITIAN 3.1 Lokasi dan Waktu Penelitian Penelitian dilakukan di Hutan Pendidikan Gunung Walat (HPGW) dan Desa Hegarmanah, Kecamatan Cicantayan dan Cibadak, Kabupaten Sukabumi, Provinsi

Lebih terperinci

KONDISI UMUM LOKASI PENELITIAN

KONDISI UMUM LOKASI PENELITIAN III. KONDISI UMUM LOKASI PENELITIAN Lokasi penelitian ini meliputi wilayah Kota Palangkaraya, Kabupaten Kotawaringin Barat, Kabupaten Seruyan, Kabupaten Kotawaringin Timur, Kabupaten Katingan, Kabupaten

Lebih terperinci

3. KONDISI UMUM LOKASI PENELITIAN. Letak Geografis

3. KONDISI UMUM LOKASI PENELITIAN. Letak Geografis 3. KONDISI UMUM LOKASI PENELITIAN Letak Geografis Penelitian dilakukan di dua kabupaten di Provinsi Jambi yaitu Kabupaten Batanghari dan Muaro Jambi. Fokus area penelitian adalah ekosistem transisi meliputi

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Secara geografis letak Indonesia berada di daerah tropis atau berada di sekitar

BAB I PENDAHULUAN. Secara geografis letak Indonesia berada di daerah tropis atau berada di sekitar BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Indonesia adalah negara kepulauan terbesar di dunia yang mempunyai 17.508 pulau. Indonesia terbentang antara 6 o LU - 11 o LS, dan 97 o BT - 141 o BT. Secara geografis

Lebih terperinci

METODE PENELITIAN. Lokasi dan Waktu Penelitian

METODE PENELITIAN. Lokasi dan Waktu Penelitian METODE PENELITIAN Lokasi dan Waktu Penelitian Penelitian dilakukan di dalam areal Hak Pengusahaan Hutan (HPH) PT. Sari Bumi Kusuma, Unit S. Seruyan, Kalimantan Tengah. Areal hutan yang dipilih untuk penelitian

Lebih terperinci

DAFTAR ISI. Tabel SD-1 Luas Wilayah Menurut Penggunaan Lahan Utama Tabel SD-2 Luas Kawasan Hutan Menurut Fungsi/Status... 1

DAFTAR ISI. Tabel SD-1 Luas Wilayah Menurut Penggunaan Lahan Utama Tabel SD-2 Luas Kawasan Hutan Menurut Fungsi/Status... 1 DAFTAR ISI A. SUMBER DAYA ALAM Tabel SD-1 Luas Wilayah Menurut Penggunaan Lahan Utama... 1 Tabel SD-2 Luas Kawasan Hutan Menurut Fungsi/Status... 1 Tabel SD-3 Luas Kawasan Lindung berdasarkan RTRW dan

Lebih terperinci

BAB III. METODOLOGI PENELITIAN

BAB III. METODOLOGI PENELITIAN BAB III. METODOLOGI PENELITIAN 3.1. Waktu dan Tempat Penelitian Penelitian ini dilakukan di hutan hujan tropika yang berlokasi di PT. Austral Byna, Muara Teweh, Kalimantan Tengah. Penelitian dilaksanakan

Lebih terperinci

PERATURAN MENTERI KEHUTANAN NOMOR : P.67/Menhut-II/2006 TENTANG KRITERIA DAN STANDAR INVENTARISASI HUTAN MENTERI KEHUTANAN,

PERATURAN MENTERI KEHUTANAN NOMOR : P.67/Menhut-II/2006 TENTANG KRITERIA DAN STANDAR INVENTARISASI HUTAN MENTERI KEHUTANAN, MENTERI KEHUTANAN REPUBLIK INDONESIA PERATURAN MENTERI KEHUTANAN NOMOR : P.67/Menhut-II/2006 TENTANG KRITERIA DAN STANDAR INVENTARISASI HUTAN MENTERI KEHUTANAN, Menimbang: a. bahwa untuk terselenggaranya

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. terletak di sekitar garis khatulistiwa antara 23 ½ 0 LU sampai dengan 23 ½ 0 LS.

BAB I PENDAHULUAN. terletak di sekitar garis khatulistiwa antara 23 ½ 0 LU sampai dengan 23 ½ 0 LS. BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Hutan hujan tropis merupakan salah satu tipe ekosistem hutan yang sangat produktif dan memiliki tingkat keanekaragaman hayati yang tinggi. Kawasan ini terletak di

Lebih terperinci

BAB V HASIL DAN PEMBAHASAN

BAB V HASIL DAN PEMBAHASAN BAB V HASIL DAN PEMBAHASAN 5.1 Kondisi Tegakan Sebelum Pemanenan Kegiatan inventarisasi tegakan sebelum penebangan (ITSP) dilakukan untuk mengetahui potensi tegakan berdiameter 20 cm dan pohon layak tebang.

Lebih terperinci

III. METODE PENELITIAN

III. METODE PENELITIAN 21 III. METODE PENELITIAN 3.1. Lokasi dan Waktu Penelitian Kegiatan penelitian dilaksanakan selama 3 (tiga) bulan, mulai dari Januari sampai April 2010, dilakukan dengan dua tahapan, yaitu : a. pengambilan

Lebih terperinci

IV. KONDISI UMUM 4.1 Letak Geografis dan Aksesibilitas

IV. KONDISI UMUM 4.1 Letak Geografis dan Aksesibilitas 42 IV. KONDISI UMUM 4.1 Letak Geografis dan Aksesibilitas Secara geografis, perumahan Bukit Cimanggu City (BCC) terletak pada 06.53 LS-06.56 LS dan 106.78 BT sedangkan perumahan Taman Yasmin terletak pada

Lebih terperinci

BAB V ANALISIS DAN PEMBAHASAN. A. Analisis karakteristik DTA(Daerah Tangkapan Air ) Opak

BAB V ANALISIS DAN PEMBAHASAN. A. Analisis karakteristik DTA(Daerah Tangkapan Air ) Opak BAB V ANALISIS DAN PEMBAHASAN A. Analisis karakteristik DTA(Daerah Tangkapan Air ) Opak 1. Luas DTA (Daerah Tangkapan Air) Opak Dari hasil pengukuran menggunakan aplikasi ArcGis 10.1 menunjukan bahwa luas

Lebih terperinci

ANALISA DEGRADASI HUTAN MANGROVE PADA KAWASAN WISATA TELUK YOUTEFA KOTA JAYAPURA

ANALISA DEGRADASI HUTAN MANGROVE PADA KAWASAN WISATA TELUK YOUTEFA KOTA JAYAPURA ANALISA DEGRADASI HUTAN MANGROVE PADA KAWASAN WISATA TELUK YOUTEFA KOTA JAYAPURA Oleh YOHAN M G JARISETOUW FAKULTAS KEHUTANAN UNIVERSITAS NEGERI PAPUA MANOKWARI 2005 ii Abstrak Yohan M G Jarisetouw. ANALISA

Lebih terperinci

METODE PENELITIAN. Penelitian ini dilaksanakan pada bulan Maret sampai Agustus 2014.

METODE PENELITIAN. Penelitian ini dilaksanakan pada bulan Maret sampai Agustus 2014. METODE PENELITIAN Waktu dan Lokasi Penelitian Penelitian ini dilaksanakan pada bulan Maret sampai Agustus 2014. Penelitian ini dilakukan di kawasan Cagar Alam Dolok Sibual-buali (Studi Kasus: Desa Bulu

Lebih terperinci

BAB III METODE PENELITIAN

BAB III METODE PENELITIAN 9 BAB III METODE PENELITIAN 3.1. Lokasi dan Waktu Penelitian ini dilakukan di Taman Wisata Alam Rimbo Panti Kabupaten Pasaman Provinsi Sumatera Barat. Penelitian ini dilaksanakan pada bulan Juli - Agustus

Lebih terperinci

BAB V KESIMPULAN DAN REKOMENDASI. Berdasarkan hasil penelitian dan analisis data, diperoleh kesimpulan

BAB V KESIMPULAN DAN REKOMENDASI. Berdasarkan hasil penelitian dan analisis data, diperoleh kesimpulan 118 BAB V KESIMPULAN DAN REKOMENDASI A. KESIMPULAN Berdasarkan hasil penelitian dan analisis data, diperoleh kesimpulan sebagai berikut : 1. Objek wisata Curug Orok yang terletak di Desa Cikandang Kecamatan

Lebih terperinci

KEADAAN UMUM LOKASI PENELITIAN

KEADAAN UMUM LOKASI PENELITIAN KEADAAN UMUM LOKASI PENELITIAN Letak dan Luas Lokasi penelitian terletak di dalam areal HPH PT. Sari Bumi Kusuma Unit Seruyan (Kelompok Hutan Sungai Seruyan Hulu) yang berada pada koordinat 111 0 39 00-112

Lebih terperinci

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 47 TAHUN 1997 TENTANG RENCANA TATA RUANG WILAYAH NASIONAL PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 47 TAHUN 1997 TENTANG RENCANA TATA RUANG WILAYAH NASIONAL PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 47 TAHUN 1997 TENTANG RENCANA TATA RUANG WILAYAH NASIONAL PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang: a. bahwa ruang wilayah negara kesatuan Republik Indonesia

Lebih terperinci

BAB III METODOLOGI PENELITIAN

BAB III METODOLOGI PENELITIAN 12 BAB III METODOLOGI PENELIT TIAN 31 Waktu dan Tempat Penelitian inii dilaksanakan pada bulan Mei sampai Juli 2010 yang berlokasi di TAHURA Inten Dewata dimana terdapat dua lokasi yaitu Gunung Kunci dan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Hutan di Indonesia merupakan sumber daya alam yang cukup besar

BAB I PENDAHULUAN. Hutan di Indonesia merupakan sumber daya alam yang cukup besar BAB I PENDAHULUAN I.1. Latar Belakang Hutan di Indonesia merupakan sumber daya alam yang cukup besar peranannya dalam Pembangunan Nasional, kurang lebih 70% dari luas daratan berupa hutan. Hutan sangat

Lebih terperinci

3.2 Alat. 3.3 Batasan Studi

3.2 Alat. 3.3 Batasan Studi 3.2 Alat Alat yang digunakan dalam penelitian ini antara lain alat tulis dan kamera digital. Dalam pengolahan data menggunakan software AutoCAD, Adobe Photoshop, dan ArcView 3.2 serta menggunakan hardware

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. bawah tanah. Definisi hutan menurut Undang-Undang No 41 Tahun 1999 tentang

BAB I PENDAHULUAN. bawah tanah. Definisi hutan menurut Undang-Undang No 41 Tahun 1999 tentang BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Hutan merupakan sumber daya alam yang menyimpan kekayaan keanekaragaman hayati dan sumber daya alam lain yang terdapat di atas maupun di bawah tanah. Definisi hutan

Lebih terperinci

Analisa Manfaat Biaya Proyek Pembangunan Taman Hutan Raya (Tahura) Bunder Daerah Istimewa Yogyakarta

Analisa Manfaat Biaya Proyek Pembangunan Taman Hutan Raya (Tahura) Bunder Daerah Istimewa Yogyakarta JURNAL TEKNIK POMITS Vol. 1, No. 1, (2013) 1-5 1 Analisa Manfaat Biaya Proyek Pembangunan Taman Hutan Raya (Tahura) Bunder Daerah Istimewa Yogyakarta Dwitanti Wahyu Utami dan Retno Indryani Jurusan Teknik

Lebih terperinci

Gambar 2 Peta lokasi penelitian.

Gambar 2 Peta lokasi penelitian. 0 IV. METODE PENELITIAN A. Lokasi dan Waktu Penelitian ini dilaksanakan di wilayah Bidang Pengelolaan Wilayah III Bengkulu dan Sumatera Selatan, SPTN V Lubuk Linggau, Sumatera Selatan, Taman Nasional Kerinci

Lebih terperinci

IV. KONDISI DAN GAMBARAN UMUM LOKASI PENELITIAN. administratif berada di wilayah Kelurahan Kedaung Kecamatan Kemiling Kota

IV. KONDISI DAN GAMBARAN UMUM LOKASI PENELITIAN. administratif berada di wilayah Kelurahan Kedaung Kecamatan Kemiling Kota IV. KONDISI DAN GAMBARAN UMUM LOKASI PENELITIAN A. Pembentukan Taman Kupu-Kupu Gita Persada Taman Kupu-Kupu Gita Persada berlokasi di kaki Gunung Betung yang secara administratif berada di wilayah Kelurahan

Lebih terperinci

IV. METODE PENELITIAN

IV. METODE PENELITIAN 31 IV. METODE PENELITIAN 4.1.Lokasi dan Waktu Penelitian dilaksanakan secara langsung di Taman Wisata Alam (TWA) dan Cagar Alam (CA) Pananjung Pangandaran, dan menggunakan data populasi rusa timor di Taman

Lebih terperinci

II. TINJAUAN PUSTAKA. pada tumbuhan lain yang lebih besar dan tinggi untuk mendapatkan cahaya

II. TINJAUAN PUSTAKA. pada tumbuhan lain yang lebih besar dan tinggi untuk mendapatkan cahaya 5 II. TINJAUAN PUSTAKA A. Pengertian Liana Liana merupakan tumbuhan yang berakar pada tanah, tetapi batangnya membutuhkan penopang dari tumbuhan lain agar dapat menjulang dan daunnya memperoleh cahaya

Lebih terperinci

BAB II. TINJAUAN PUSTAKA

BAB II. TINJAUAN PUSTAKA BAB II. TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Pemanenan Hutan Pemanenan merupakan kegiatan mengeluarkan hasil hutan berupa kayu maupun non kayu dari dalam hutan. Menurut Suparto (1979) pemanenan hasil hutan adalah serangkaian

Lebih terperinci

PENILAIAN NILAI KONSERVASI TINGGI RINGKASAN EKSEKUTIF

PENILAIAN NILAI KONSERVASI TINGGI RINGKASAN EKSEKUTIF PENILAIAN NILAI KONSERVASI TINGGI RINGKASAN EKSEKUTIF PT Inhutani II adalah BUMN Holding Kehutahan di luar Jawa, dengan aktivitas bisnis utama meliputi pengusahaan hutan alam, pengusahaan hutan tanaman,

Lebih terperinci

III. METODE PENELITIAN. Penelitian ini dilakukan di Bukit Gunung Sulah Kelurahan Gunung Sulah

III. METODE PENELITIAN. Penelitian ini dilakukan di Bukit Gunung Sulah Kelurahan Gunung Sulah III. METODE PENELITIAN A. Waktu dan Lokasi Penelitian Penelitian ini dilakukan di Bukit Gunung Sulah Kelurahan Gunung Sulah Kecamatan Sukarame Kota Bandar Lampung (Gambar 2) pada bulan Juli sampai dengan

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. hutan dapat dipandang sebagai suatu sistem ekologi atau ekosistem yang sangat. berguna bagi manusia (Soerianegara dan Indrawan. 2005).

I. PENDAHULUAN. hutan dapat dipandang sebagai suatu sistem ekologi atau ekosistem yang sangat. berguna bagi manusia (Soerianegara dan Indrawan. 2005). I. PENDAHULUAN Hutan adalah masyarakat tetumbuhan dan hewan yang hidup di lapisan permukaan tanah yang terletak pada suatu kawasan, serta membentuk suatu kesatuan ekosistem yang berada dalam keseimbangan

Lebih terperinci

V. HASIL DAN PEMBAHASAN

V. HASIL DAN PEMBAHASAN 27 V. HASIL DAN PEMBAHASAN 5.1 Kepadatan Titik Panas Berdasarkan data titik panas yang terpantau dari satelit NOAA-AVHRR dapat diketahui bahwa selama rentang waktu dari tahun 2000 hingga tahun 2011, pada

Lebih terperinci

LAMPIRAN PERATURAN MENTERI KEHUTANAN

LAMPIRAN PERATURAN MENTERI KEHUTANAN 1 LAMPIRAN PERATURAN MENTERI KEHUTANAN Nomor : P.67/Menhut-II/2006 Tanggal : 6 Nopember 2006 Tentang : KRITERIA DAN STANDAR INVENTARISASI HUTAN I. INVENTARISASI HUTAN TINGKAT NASIONAL 1. Sasaran/Obyek

Lebih terperinci

BAB V ANALISIS DAN PEMBAHASAN. A. Analisis Karakter Daerah Tangkapan Air Merden

BAB V ANALISIS DAN PEMBAHASAN. A. Analisis Karakter Daerah Tangkapan Air Merden BAB V ANALISIS DAN PEMBAHASAN A. Analisis Karakter Daerah Tangkapan Air Merden 1. Luas DTA (Daerah Tangkapan Air) Merden Dari hasil pengukuran menggunakan aplikasi ArcGis 10.3 menunjukan bahwa luas DTA

Lebih terperinci

METODE PENELITIAN. Penelitian ini dilaksanakan pada bulan Juli-November Penelitian ini

METODE PENELITIAN. Penelitian ini dilaksanakan pada bulan Juli-November Penelitian ini METODE PENELITIAN Waktu dan Tempat Penelitian ini dilaksanakan pada bulan Juli-November 2012. Penelitian ini dilaksanakan di lahan sebaran agroforestri yaitu di Kecamatan Sei Bingai, Kecamatan Bahorok,

Lebih terperinci

Analisa Manfaat Biaya Proyek Pembangunan Taman Hutan Raya (Tahura) Bunder Daerah Istimewa Yogyakarta

Analisa Manfaat Biaya Proyek Pembangunan Taman Hutan Raya (Tahura) Bunder Daerah Istimewa Yogyakarta JURNAL TEKNIK POMITS Vol. 2, No. 1, (2013) ISSN: 2337-3539 (2301-9271 Print) D-17 Analisa Manfaat Biaya Proyek Pembangunan Taman Hutan Raya (Tahura) Bunder Daerah Istimewa Yogyakarta Dwitanti Wahyu Utami

Lebih terperinci

METODOLOGI. Lokasi dan Waktu

METODOLOGI. Lokasi dan Waktu METODOLOGI Lokasi dan Waktu Penelitian dilakukan di Kabupaten Kepulauan Meranti Provinsi Riau, pada 3 tipe penggunaan lahan gambut yaitu; Hutan Alam, Kebun Rakyat dan Areal HTI Sagu, yang secara geografis

Lebih terperinci

III METODOLOGI. Gambar 2. Peta lokasi penelitian.

III METODOLOGI. Gambar 2. Peta lokasi penelitian. III METODOLOGI 3.1 Tempat dan Waktu Penelitian Penelitian ini dilakukan pada kawasan Gunung Kapur Cibadak Ciampea Bogor, Propinsi Jawa Barat. Lokasi penelitian terlihat pada Gambar 2. Penelitian dilaksanakan

Lebih terperinci

IDENTIFIKASI KAWASAN RAWAN KONVERSI PADA LAHAN SAWAH DI KECAMATAN 2 X 11 ENAM LINGKUNG KABUPATEN PADANG PARIAMAN BERBASIS GIS

IDENTIFIKASI KAWASAN RAWAN KONVERSI PADA LAHAN SAWAH DI KECAMATAN 2 X 11 ENAM LINGKUNG KABUPATEN PADANG PARIAMAN BERBASIS GIS IDENTIFIKASI KAWASAN RAWAN KONVERSI PADA LAHAN SAWAH DI KECAMATAN 2 X 11 ENAM LINGKUNG KABUPATEN PADANG PARIAMAN BERBASIS GIS (GEOGRAPHIC INFORMATION SYSTEM) Fakultas Teknologi Pertanian, Kampus Limau

Lebih terperinci

ANALISIS PERUBAHAN CADANGAN KARBON DI KAWASAN GUNUNG PADANG KOTA PADANG

ANALISIS PERUBAHAN CADANGAN KARBON DI KAWASAN GUNUNG PADANG KOTA PADANG ANALISIS PERUBAHAN CADANGAN KARBON DI KAWASAN GUNUNG PADANG KOTA PADANG Rina Sukesi 1, Dedi Hermon 2, Endah Purwaningsih 2 Program Studi Pendidikan Geografi, Fakultas Ilmu Sosial, Universitas Negeri Padang

Lebih terperinci

BAB IV KONDISI UMUM LOKASI PENELITIAN

BAB IV KONDISI UMUM LOKASI PENELITIAN 27 BAB IV KONDISI UMUM LOKASI PENELITIAN 4.1 Sejarah dan Perkembangan Perusahaan PT. Ratah Timber merupakan salah satu perusahaan swasta nasional yang memperoleh kepercayaan dari pemerintah untuk mengelola

Lebih terperinci

ANALISA MANFAAT BIAYA PROYEK PEMBANGUNAN TAMAN HUTAN RAYA (TAHURA) BUNDER DAERAH ISTIMEWA YOGYAKARTA

ANALISA MANFAAT BIAYA PROYEK PEMBANGUNAN TAMAN HUTAN RAYA (TAHURA) BUNDER DAERAH ISTIMEWA YOGYAKARTA ANALISA MANFAAT BIAYA PROYEK PEMBANGUNAN TAMAN HUTAN RAYA (TAHURA) BUNDER DAERAH ISTIMEWA YOGYAKARTA Nama : Dwitanti Wahyu Utami NRP : 3110106053 Dosen Pembimbing : Retno Indryanti Ir, MS. PENDAHULUAN

Lebih terperinci

> MENTERI KEHUTANAN REPUBLIK INDONESIA

> MENTERI KEHUTANAN REPUBLIK INDONESIA > MENTERI KEHUTANAN REPUBLIK INDONESIA PERATURAN MENTERI KEHUTANAN NOMOR : P.18/Menhut-II/2004 TENTANG KRITERIA HUTAN PRODUKSI YANG DAPAT DIBERIKAN IZIN USAHA PEMANFAATAN HASIL HUTAN KAYU PADA HUTAN ALAM

Lebih terperinci

BAB I. KONDISI LINGKUNGAN HIDUP DAN KECENDERUNGANNYA

BAB I. KONDISI LINGKUNGAN HIDUP DAN KECENDERUNGANNYA DAFTAR TABEL Daftar Tabel... i BAB I. KONDISI LINGKUNGAN HIDUP DAN KECENDERUNGANNYA A. LAHAN DAN HUTAN Tabel SD-1. Luas Wilayah Menurut Penggunaan Lahan/Tutupan Lahan. l 1 Tabel SD-1A. Perubahan Luas Wilayah

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Dalam perkembangan kehidupan dan peradaban manusia, hutan semakin

BAB I PENDAHULUAN. Dalam perkembangan kehidupan dan peradaban manusia, hutan semakin BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Dalam perkembangan kehidupan dan peradaban manusia, hutan semakin banyak dimanfaatkan untuk memenuhi kebutuhan hidup manusia. Pemanfaatan hutan dilakukan dengan cara

Lebih terperinci

IV. GAMBARAN UMUM DAERAH PENELITIAN. Kabupaten Tulang Bawang Barat terletak pada BT dan

IV. GAMBARAN UMUM DAERAH PENELITIAN. Kabupaten Tulang Bawang Barat terletak pada BT dan 77 IV. GAMBARAN UMUM DAERAH PENELITIAN A. Letak Geografis Kabupaten Tulang Bawang Barat terletak pada 104 552-105 102 BT dan 4 102-4 422 LS. Batas-batas wilayah Kabupaten Tulang Bawang Barat secara geografis

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. yang ada di bumi saat ini, pasalnya dari hutan banyak manfaat yang dapat diambil

BAB I PENDAHULUAN. yang ada di bumi saat ini, pasalnya dari hutan banyak manfaat yang dapat diambil BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Hutan merupakan tumpuan dan harapan bagi setiap komponen makhluk hidup yang ada di bumi saat ini, pasalnya dari hutan banyak manfaat yang dapat diambil baik yang bersifat

Lebih terperinci

GUBERNUR JAWA TIMUR KEPUTUSAN GUBERNUR JAWA TIMUR NOMOR 79 TAHUN 2002 TENTANG

GUBERNUR JAWA TIMUR KEPUTUSAN GUBERNUR JAWA TIMUR NOMOR 79 TAHUN 2002 TENTANG GUBERNUR JAWA TIMUR KEPUTUSAN GUBERNUR JAWA TIMUR NOMOR 79 TAHUN 2002 TENTANG PEDOMAN PENYELENGGARAAN INVENTARISASI DAN PERPETAAN HUTAN Dl PROPINSI JAWA TIMUR GUBERNUR JAWA TIMUR, Menimbang : a. bahwa

Lebih terperinci

III. METODE PENELITIAN. Desa Pesawaran Indah ini merupakan salah satu desa yang semua penduduknya

III. METODE PENELITIAN. Desa Pesawaran Indah ini merupakan salah satu desa yang semua penduduknya 19 III. METODE PENELITIAN A. Lokasi dan Waktu Penelitian Penelitian ini dilaksanakan di Desa Pesawaran Indah, Kecamatan Padang Cermin, Kabupaten Pesawaran. Lokasi ini dipilih secara sengaja dikarenakan

Lebih terperinci

V GAMBARAN UMUM LOKASI DAN KARAKTERISTIK PETANI

V GAMBARAN UMUM LOKASI DAN KARAKTERISTIK PETANI V GAMBARAN UMUM LOKASI DAN KARAKTERISTIK PETANI 5.1. Gambaran Umum Lokasi Penelitian 5.1.1. Kabupaten Banyuasin Kabupaten Banyuasin merupakan salah satu kabupaten yang ada di Provinsi Sumatera Selatan.

Lebih terperinci

BAB III METODE PENELITIAN

BAB III METODE PENELITIAN 21 A. Lokasi Penelitian BAB III METODE PENELITIAN Lokasi penelitian terletak di Kecamatan Sintang Kabupaten Sintang. Secara astronomis lokasi penelitian berada pada 0 00 00 LU - 0º10 30 LU dan 111º28 30

Lebih terperinci

METODOLOGI PENELITIAN

METODOLOGI PENELITIAN 9 METODOLOGI PENELITIAN 3.1 Waktu dan Tempat Penelitian Persiapan : Oktober November 2010 (Bogor). Pelaksanaan lapang (pra survei dan survei) : Desember 2010. Analisis Laboratorium : Januari Februari 2011.

Lebih terperinci

III. METODE PENELITIAN. merupakan metode yang digunakan dalam penelitian dengan cara pengamatan

III. METODE PENELITIAN. merupakan metode yang digunakan dalam penelitian dengan cara pengamatan 64 III. METODE PENELITIAN Metode yang digunakan dalam penelitian ini yaitu metode survei. Metode survei merupakan metode yang digunakan dalam penelitian dengan cara pengamatan langsung terhadap gejala

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang. Pendahuluan 1. Orientasi Pra Rekonstruksi Kawasan Hutan di Pulau Bintan dan Kabupaten Lingga

BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang. Pendahuluan 1. Orientasi Pra Rekonstruksi Kawasan Hutan di Pulau Bintan dan Kabupaten Lingga BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Hutan sebagai sebuah ekosistem mempunyai berbagai fungsi penting dan strategis bagi kehidupan manusia. Beberapa fungsi utama dalam ekosistem sumber daya hutan adalah

Lebih terperinci

PENDAHULUAN. Latar Belakang

PENDAHULUAN. Latar Belakang PENDAHULUAN Latar Belakang Pembangunan yang dititikberatkan pada pertumbuhan ekonomi berimplikasi pada pemusatan perhatian pembangunan pada sektor-sektor pembangunan yang dapat memberikan kontribusi pertumbuhan

Lebih terperinci

BAB I. PENDAHULUAN. kegiatan pertanian, pemukiman, penggembalaan serta berbagai usaha lainnya

BAB I. PENDAHULUAN. kegiatan pertanian, pemukiman, penggembalaan serta berbagai usaha lainnya BAB I. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Kebutuhan akan lahan semakin meningkat seiring meningkatnya jumlah penduduk Indonesia. Peningkatan kebutuhan akan lahan akan digunakan untuk kegiatan pertanian, pemukiman,

Lebih terperinci

IV. KONDISI UMUM WILAYAH PENELITIAN

IV. KONDISI UMUM WILAYAH PENELITIAN 53 IV. KONDISI UMUM WILAYAH PENELITIAN 4.1 Kondisi Geografis Selat Rupat merupakan salah satu selat kecil yang terdapat di Selat Malaka dan secara geografis terletak di antara pesisir Kota Dumai dengan

Lebih terperinci

BAB IV KONDISI UMUM LOKASI

BAB IV KONDISI UMUM LOKASI 24 BAB IV KONDISI UMUM LOKASI 4.1 Sejarah Kawasan Taman Wisata Alam (TWA) Punti Kayu merupakan kawasan yang berubah peruntukannya dari kebun percobaan tanaman kayu menjadi taman wisata di Kota Palembang.

Lebih terperinci

Warta Kebijakan. Tata Ruang dan Proses Penataan Ruang. Tata Ruang, penataan ruang dan perencanaan tata ruang. Perencanaan Tata Ruang

Warta Kebijakan. Tata Ruang dan Proses Penataan Ruang. Tata Ruang, penataan ruang dan perencanaan tata ruang. Perencanaan Tata Ruang No. 5, Agustus 2002 Warta Kebijakan C I F O R - C e n t e r f o r I n t e r n a t i o n a l F o r e s t r y R e s e a r c h Tata Ruang dan Proses Penataan Ruang Tata Ruang, penataan ruang dan perencanaan

Lebih terperinci

PANDUAN PENGELOLAAN RIPARIAN

PANDUAN PENGELOLAAN RIPARIAN PANDUAN PENGELOLAAN RIPARIAN TFT 2018 Document Prepared by: The Forest Trust Jl. Dr.Wahidin No 42 Semarang, Jawa Tengah Indonesia Ph +62 24 8509798 1 PENGANTAR DEFINISI Sungai adalah alur atau wadah air

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. merupakan modal dasar bagi pembangunan berkelanjutan untuk kesejahteraan

BAB I PENDAHULUAN. merupakan modal dasar bagi pembangunan berkelanjutan untuk kesejahteraan BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Hutan merupakan salah satu aset penting bagi negara, yang juga merupakan modal dasar bagi pembangunan berkelanjutan untuk kesejahteraan masyarakat. Hutan sebagai sumberdaya

Lebih terperinci

III. METODE PENELITIAN 3.1. Waktu dan Tempat Penelitian tentang Perkembangan Tegakan Pada Hutan Alam Produksi Dalam Sistem Silvikultur Tebang Pilih Tanam Indonesia Intensif (TPTII) dilaksanakan di areal

Lebih terperinci

VALUASI EKONOMI HUTAN DI SUB DAS KONAWEHA HULU PROVINSI SULAWESI TENGGARA

VALUASI EKONOMI HUTAN DI SUB DAS KONAWEHA HULU PROVINSI SULAWESI TENGGARA 143 VALUASI EKONOMI HUTAN DI SUB DAS KONAWEHA HULU PROVINSI SULAWESI TENGGARA Oleh: La Baco S 1), Naik Sinukaban 2), Yanuar J. Purwanto 2), Bunasor Sanim 2) dan Suria Darma Tarigan 2) ABSTRACT Forest width

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. I.I Latar Belakang. Pertambahan penduduk merupakan faktor utama pendorong bagi upaya

BAB I PENDAHULUAN. I.I Latar Belakang. Pertambahan penduduk merupakan faktor utama pendorong bagi upaya BAB I PENDAHULUAN I.I Latar Belakang Pertambahan penduduk merupakan faktor utama pendorong bagi upaya pemanfaatan sumber daya alam khususnya hutan, disamping intensitas teknologi yang digunakan. Kehutanan

Lebih terperinci

KONDISI UMUM DAERAH PENELITIAN

KONDISI UMUM DAERAH PENELITIAN KONDISI UMUM DAERAH PENELITIAN Luas dan Letak Wilayah Kota Sintang memiliki luas 4.587 Ha yang terdiri dari 3 Bagian Wilayah Kota (BWK) sesuai dengan pembagian aliran Sungai Kapuas dan Sungai Melawi. Pertama,

Lebih terperinci

Pendugaan Erosi Aktual Berdasarkan Metode USLE Melalui Pendekatan Vegetasi, Kemiringan Lereng dan Erodibilitas di Hulu Sub DAS Padang

Pendugaan Erosi Aktual Berdasarkan Metode USLE Melalui Pendekatan Vegetasi, Kemiringan Lereng dan Erodibilitas di Hulu Sub DAS Padang Pendugaan Erosi Aktual Berdasarkan Metode USLE Melalui Pendekatan Vegetasi, Kemiringan Lereng dan Erodibilitas di Hulu Sub DAS Padang Estimation of Actual Erosion by USLE Method Approach Vegetation, Slope

Lebih terperinci

Mata Pencaharian Penduduk Indonesia

Mata Pencaharian Penduduk Indonesia Mata Pencaharian Penduduk Indonesia Pertanian Perikanan Kehutanan dan Pertambangan Perindustrian, Pariwisata dan Perindustrian Jasa Pertanian merupakan proses untuk menghasilkan bahan pangan, ternak serta

Lebih terperinci

METODE PENELITIAN. Penelitian dilaksanakan pada bulan Januari hingga April 2014 di Kawasan

METODE PENELITIAN. Penelitian dilaksanakan pada bulan Januari hingga April 2014 di Kawasan 23 III. METODE PENELITIAN A. Lokasi dan Waktu Penelitian Penelitian dilaksanakan pada bulan Januari hingga April 2014 di Kawasan Hutan Lindung Batutegi Blok Kali Jernih (Gambar 3), bekerjasama dan di bawah

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. hayati yang tinggi dan termasuk ke dalam delapan negara mega biodiversitas di

I. PENDAHULUAN. hayati yang tinggi dan termasuk ke dalam delapan negara mega biodiversitas di I. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Indonesia merupakan salah satu negara tropis yang memiliki tingkat keanekaragaman hayati yang tinggi dan termasuk ke dalam delapan negara mega biodiversitas di dunia,

Lebih terperinci

Manfaat METODE. Lokasi dan Waktu Penelitian

Manfaat METODE. Lokasi dan Waktu Penelitian 2 Manfaat Penelitian ini diharapkan menjadi sumber data dan informasi untuk menentukan langkah-langkah perencanaan dan pengelolaan kawasan dalam hal pemanfaatan bagi masyarakat sekitar. METODE Lokasi dan

Lebih terperinci

II. TINJAUAN PUSTAKA. Pada tahun 1924 kawasan hutan Way Kambas ditetapkan sebagai daerah hutan

II. TINJAUAN PUSTAKA. Pada tahun 1924 kawasan hutan Way Kambas ditetapkan sebagai daerah hutan II. TINJAUAN PUSTAKA A. Taman Nasional Way Kambas Pada tahun 1924 kawasan hutan Way Kambas ditetapkan sebagai daerah hutan lindung. Pendirian kawasan pelestarian alam Way Kambas dimulai sejak tahun 1936

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. tinggi. Kebutuhan tersebut terkait untuk pemenuhan kebutuhan hidup

BAB I PENDAHULUAN. tinggi. Kebutuhan tersebut terkait untuk pemenuhan kebutuhan hidup 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Kebutuhan sumberdaya alam terutama air dan tanah oleh masyarakat kian hari kian meningkat sebagai akibat dari laju pertumbuhan penduduk yang tinggi. Kebutuhan tersebut

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. alam dan jasa lingkungan yang kaya dan beragam. Kawasan pesisir merupakan

BAB I PENDAHULUAN. alam dan jasa lingkungan yang kaya dan beragam. Kawasan pesisir merupakan BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Wilayah pesisir merupakan kawasan yang memiliki potensi sumber daya alam dan jasa lingkungan yang kaya dan beragam. Kawasan pesisir merupakan salah satu sistem ekologi

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN. Provinsi Daerah Tingkat (dati) I Sumatera Utara, terletak antara 1-4 Lintang

BAB 1 PENDAHULUAN. Provinsi Daerah Tingkat (dati) I Sumatera Utara, terletak antara 1-4 Lintang BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Provinsi Daerah Tingkat (dati) I Sumatera Utara, terletak antara 1-4 Lintang Utara (LU) dan 98-100 Bujur Timur (BT), merupakan wilayah yang berbatasan di sebelah utara

Lebih terperinci

BAB VI PROFIL TUTUPAN LAHAN

BAB VI PROFIL TUTUPAN LAHAN BAB VI PROFIL TUTUPAN LAHAN A. Kondisi Kekinian dan Status Kawasan Gunung Karang Citra Landsat 7 liputan tahun 2014 menunjukkan bahwa kondisi tutupan lahan Gunung Karang terdiri dari hutan, hutan tanaman

Lebih terperinci

Title : Analisis Polaruang Kalimantan dengan Tutupan Hutan Kalimantan 2009

Title : Analisis Polaruang Kalimantan dengan Tutupan Hutan Kalimantan 2009 Contributor : Doni Prihatna Tanggal : April 2012 Posting : Title : Analisis Polaruang Kalimantan dengan Tutupan Hutan Kalimantan 2009 Pada 19 Januari 2012 lalu, Presiden Republik Indonesia mengeluarkan

Lebih terperinci