POLICY BRIEF: KOLABORASI PENEGAKAN HUKUM DI WILAYAH KONSERVASI PERAIRAN ADSF

Ukuran: px
Mulai penontonan dengan halaman:

Download "POLICY BRIEF: KOLABORASI PENEGAKAN HUKUM DI WILAYAH KONSERVASI PERAIRAN ADSF"

Transkripsi

1 POLICY BRIEF: KOLABORASI PENEGAKAN HUKUM DI WILAYAH KONSERVASI PERAIRAN ADSF Andie Wibianto/MPAG

2 Policy Brief: Kolaborasi Penegakan Hukum diwilayah Konservasi Perairan Ketika membuka Lokakarya Perencanaan Kolaboratif untuk meningkatkan kepatuhan dan Penegakan Hukum di Kawasan Konservasi Perairan di IPB Intrnational Convention Center pada tanggal 12 Juni 2014, Direktur KKJI (Bp. Agus Darmawan) atas nama Dirjen KP3K, mengungkapkan pentingnya efektifitas pengelolaan kawasan konservasi perairan. Pernyataan Pak Direktur KKJI ini ingin menggaris bawahi pentingknya aspek kualitas pengelolaan kawasan konservasi perairan. Walaupun tidak dapat dipungkiri bahwa pencapaian luasan kawasan konservasi perairan tidak dapat diabaikan, karena tetap menjadi salah satu prioritas target pencapaian. Komentar senada dikemukakan oleh Dirjen KP3K (Bp. Sudirman Saad) ketika menjadi Keynote Speaker pada acara yang sama. Dirjen KP3K memberikan ilustrasi dengan menceritakan pengalaman beliau di Spanyol. Pemerintah Spanyol ternyata telah menerapkan pemantauan lewat satelit terhadap seluruh pergerakan kapal mereka dihampir sebagian besar belahan dunia. Penggunaan teknologi satelit ternyata memberikan kemudahan dalam memantau pergerakan kapal Spanyol baik yang sedang bergerak ataupun yang mangkal pada satu wilayah. Model pemantauan yang dijalankan Spanyol menginspirasi Dirjen KP3K menerapkannya untuk memantau pergerakan kapal yang bergerak melintasi kawasan konservasi perairan Indonesia yang begitu luas. Persoalan luasnya kawasan konservasi perairan Indonesia disatu sisi menjadi target pencapaian disisi lain menjadi masalah yang kompleks, sementara sumber daya 1

3 manusia yang menjadi pengelola kawasan konservasi terbatas, itulah sebabnya penting untuk diupayakan solusi yang memberikan peluang untuk dapat dipantau secara lebih efektif dan efisien. Permasalahan luasan kawasan ini, diharapkan akan terjawab jika Indonesia menerapkan teknologi pemantauan yang canggih seperti yang diterapkan Spanyol, yaitu menggunakan teknologi satelit. Walaupun tetap perlu dipertimbangkan bahwa teknologi satelit membutuhkan pembiayaan yang cukup besar. Memahami berbagai permasalahan yang berkempang dalam pengelolaan kawasan konservasi perairan, maka dipandang penting untuk mempertimbangkan langkah-langkah yang mendukung kearah peningkatan kualitas kawasan konservasi perairan di Indonesia. Salah satu langkah yang krusial yang perlu dipertimbangkan adalah adanya inisiasi kolaborasi penegakaan hukum pada kawasan konservasi perairan Indonesia. Keinginan ini dilatarbelakangi oleh begitu luasnya kawasan konservasi perairan yang harus dikelola dan diawasi, sementara jumlah pengelola dan pengawas yang terbatas. Maka langkah inisiasi penegakan hukum secara kolaboratif ini diharapkan akan mendukung pengembangan dan penguatan pengawasan konservasi perairan yang pada akhirnya meningkatkan kualitas pengelolaan kawasan konservasi perairan di Indonesia. A. Kondisi Kawasan Konservasi Perairan Indonesia Saat ini. Ada beberapa aspek yang perlu mendapatkan perhatian ketika mendalami pengelolaan kawasan konservasi perairan sebagai berikut: Kejelasan objek (wilayah) pengawasan. Saat mendatangi wilayah konservasi perairan, sebagian besar masyarakat tidak tahu persis dimana wilayah kawasan konservasi perairan itu terbentang. Masyarakat tidak 2

4 melihat adanya rambu-rambu seperti; Gapura, plank, tugu, ataupun tanda-tanda lain yang memberikan isyarat bahwa suatu wilayah telah ditetapkan sebagai kawasan konservasi perairan. Kapasitas Sumber Daya Manusia pengelola kawasan konservasi. Pengelola kawasan konservasi diharapkan memiliki kapasitas yang baik dalam aspek managerial; baik itu aspek perencanaan, implementasi, monitoring dan evaluasi program, keterampilan melakukan pendekatan terhadap stakeholders, kolaborasi dengan aparatur yang memiliki keperdulian yang sama dalam hal pengawasan kawasan. Kemampuan teknis dan non teknis ini menjadi perhatian penting dalam pengawasan kawasan konservsi perairan Indonesia yang begitu luas dan kompleks. Pemetaan kebutuhan SDM pengelola kawasan. Kejelasan jumlah pengelola kawasan konservasi menjadi aspek yang perlu diperhatikan, agar kegiatan pengawasan kawasan konservasi dapat berjalan sesuai dengan yang diharapkan. Perlu dipertimbangkan berapa jumlah pengelola yang sesuai dengan suatu luasan kawasan konservasi perairan, sehingga aspek pengawasan dapat berjalan dengan efektif dan efisien. Kajian yang lebih mendalam dibutuhkan untuk dapat memetakan seberapa besar perbandingan antara luasan konservasi perairan dengan jumlah pengelola yang seharusnya melakukan pengawasan. Institusi Pengawasan yang parsial Institusi yang bergerak dalam pengawasan masih bersifat parsial dan menjalankan program sesuai dengan SOP masing-masing. Kondisi ini mengakibatkan terjadinya tumpang tindih kegiatan, yang mengakibatkan pengawasan tidak berjalan seperti yang diharapkan. Kalau masing-masing institusi bersikukuh mempertahankan guidelines nya sendiri-sendiri, maka sulit diharapkan peningkatan kualitas pengawasan kawasan konservasi perairan. B. Kondisi kawasan konservasi perairan yang diharapkan 3

5 Dalam mendukung pengelolaan kawasan konservasi perairan yang efektif dan efisien diperlukan adanya peningkatan dan pengembangan diberbagai sector yang perlu diperhatikan sebagai berikut: Object Pengawasan Pemberian rambu atau tanda pembatas yang menunjukkan adanya suatu wilayah kawasan konservasi perairan menjadi hal yang penting. Rambu-rambu inilah yang memberikan gambaran adanya suatu kawasan yang perlu mendapatkan perhatian bagi seluruh masyarakat sekitar. Dimana setelah mendapatkan gambaran tentang peta luasan kawasan konservasi perairan dan mendapatkan persetujuan dari aparatur yang berwenang, pengelola kawasan konservasi diharapkan menginisiasi disediakannya rambu/ tanda; baik berupa gapura, tugu, plank nama atau semacamnya yang memberikan informasi bahwa daerah sekitar merupakan kawasan konservasi perairan yang perlu diketahui dan dipahami keberadaannya. Sehingga masyarakat disekitar kawasan konservasi memahami adanya suatu kawasan yang perlu dijaga dan diperhatikan. 4

6 Sumber Daya Manusia yang mumpuni Pengelola kawasan konservasi perairan diharapkan memiliki kapasitas tidak hanya dalam aspek teknis konservasi perikanan, tetapi perlu memiliki pemahaman tentang aspek non teknis, termasuk didalamnya kampanye, persuasi terhadap para pihak yang memiliki tugas dan tanggung jawab dalam hal pengawasan. Kerjasama dengan berbagai pihak yang terkait seperti; Polisi Air, Penyuluh Perikanan, PPNS, Pengawas Perikanan dan lain-lain, menjadi keharusan. Kerjasama ini juga diharapkan menjadi solusi untuk menjawab terbatasnya jumlah sumber daya manusia yang terlibat dalam pengawasan kawasan konservasi perairan. Ketersedian Tenaga Pengelola Kawasan Konservasi. Perkembangan jumlah kawasan konservasi perairan yang begitu besar, baik itu KKPN dan KKPD membutuhkan jumlah pengelola kawasan yang besar pula. Sementara penyiapan pengelola kawasan konservasi yang besar membutuhkan dukungan pendanaan yang besar pula. Terbatasnya sumber pendanaan yang ada menyebabkan pemerintah pusat mengharapkan dukungan pada pemerintah daerah untuk ikut serta mengambil bagian dalam pengelolaan kawasan konservasi perikanan terutama pada KKPD yang telah terbentuk di daerah. Kolaborasi pengawasan kawasan konservasi perairan Keterbatasan pengelola kawasan konservasi perairan, sementara luasan kawasan yang begitu luas, menuntut dilakukan kolaborasi dengan pihak lain yang memiliki kedekatan tugas dan fungsi dalam bidang pengawasan. Kolaborasi dalam pengawasan konservasi perairan merupakan suatu solusi penting untuk dapat mengejewantahkan pengawasan kawasan konservasi yang efektif dan efisien. Pelibatan masyarakat Masyarakat sekitar kawasan konservasi perairan merupakan stakeholder utama yang perlu mendapatkan perhatian penting dalam ikut berpartisipasi pada pengawasan konservasi perairan. Pelibatan masyarakat sekaligus memberikan peluang untuk melakukan sosialisasi dan pendidikan bagi masyarakat sekitar kawasan tentang pentingnya kawasan konservasi perairan. Diharapkan juga, pelibatan masyarakat ini akan memberikan kemudahan bagi pengelola kawasan dalam mengakses berbagai permasalahan yang terjadi disekitar kawasan konservasi. Masyarakat sekitar kawasan 5

7 akan menjadi informan penting yang memberikan informasi dalam pengelolaan dan pengawasan kawasan konservasi. Penerapan teknologi pengawasan yang canggih Penggunaan teknologi pengawasan yang canggih akan memberikan peluang bagi para pengelola kawasan untuk memantau kawasan konservasi yang begitu luas, dikontrol dari satu tempat pemantauan. Pola pemantauan model ini akan memberikan kemudahan bagi para pengelola kawasan dalam mengendalikan dan memantau kawasan konservasi perairan. Model ini juga akan mempengaruhi jumlah aparatur yang terlibat, sekaligus mempengaruhi model perencanaan program kerja yang akan dijalankan. Program kerja pengelola kawasan konservasi perairan Efektifitas pengawasan kawasan konservasi akan dapat berjalan dengan baik, jika pengelola kawasan mempersiapkan program kerja yang pragmatis. Dalam artian program kerja yang disusun didasarkan pada hasil pengkajian kebutuhan, dan program kerja yang didasari pada kebutuhan lapangan inilah yang harus dijalankan. Dimana program kerja yang disiapkan merupakan program kerja yang membumi, yang akan dijalankan sesuai dengan jumlah personil, dukungan pendanaan, termasuk pelibatan stakeholders terkait. C. Solusi dan Rekomendasi Dalam rangka menunjang peningkatan efektifitas pengawasan konservasi perairan di Indonesia, perlu diupayakan aktivitas yang mendukung kearah pengembangan kolaborasi pengawasan kawasan konservasi perairan sebagai berikut: Sinkronisasi regulasi dari masing-masing institusi yang terkait dengan pengawasan konservasi perairan. Tidak dapat dipungkiri bahwa masing-masing institusi yang terlibat dalam pengawasan telah memiliki regulasi sendiri-sendiri. Sehingga masing-masing institusi memiliki kecendrungan untuk menjalankan aturannya secara parsial. Kecendrungan ini akan dapat diminimalisir dengan 6

8 melakukan sinkronisasi atau melakukan penyesuaian langkah dalam menjalankan tugas pengawasan pada wilayah konservasi perairan. Lahirnya institusi yang memayungi pengawasan konservasi perikanan, sehingga setiap institusi yang terlibat bergerak dalam satu langkah yang sama. Kalau upaya kebijakan ini dapat terealisir akan memberikan kemudahan bagi seluruh pihak yang terlibat dalam pengawasan. Hal ini juga akan meminimalisir ego sektoral masing-msing pihak yang terlibat dalam pengawasan kawasan konservasi. Disepakati dan diterapkanya SOP dan Program Kerja Pengawasan kolaboratif yang memungkinkan seluruh pihak bergerak bersama dalam satu guidelines. Pengelola kawasan konservasi akan selalu berusaha untuk melibatkan seluruh stakeholders yang berkepentingan dalam pengawasan konservasi, sehingga langkah yang perlu diambil adalah merencanakan, menyepakati dan menetapkan SOP yang harus dijalankan secara bersama-sama. Peningkatan kapasitas dan kapabilitas SDM pengawas konservasi perairan terkait materi pengawasan, regulasi, dan aspek non teknis lain yang mendukung pengawasan konservasi. Kebutuhan peningkatan kapasitas pengelola kawasan konservasi akan tetap menjadi prioritas utama, agar pengelolaan kawasan konservasi berjalan secara baik dan berkualitas. Pelibatan dan partisipasi masyarakat dalam pengawasan konservasi perikanan. Kesadaran tentang pentingnya melibatkan masyarakat sekitar kawasan dalam pengawasan kawasan konservasi perikanan merupakan aspek penting yang tetap dijaga dan dipelihara oleh pengelola kawasan konservasi. Itulah sebabnya penting untuk menempatkan masyarakat pada porsi yang sesuai dalam pengawasan kawasan konservasi. Teknologi pengawasan dan dukungan pendanaan yang memadai bagi pengelola kawasan konservasi perairan. Teknologi pengawasan yang mutakhir dan dukungan pendanaan yang memadai akan memberikan sumbangan yang berharga bagi para pengelola kawasan dalam menjalankan tugas pengawasan secara lebih berkualitas. 7

POLICY BRIEF: PETA KAWASAN KONSERVASI PERAIRAN INDONESIA. Andie Wibianto/MPAG

POLICY BRIEF: PETA KAWASAN KONSERVASI PERAIRAN INDONESIA. Andie Wibianto/MPAG POLICY BRIEF: PETA KAWASAN KONSERVASI PERAIRAN INDONESIA Andie Wibianto/MPAG Peta kawasan Konservasi Perairan Indonesia Dalam penyiapan Surat Keputusan (SK) Kawasan Konservasi Perairan, selain menyiapkan

Lebih terperinci

POLICY BRIEF: PERKEMBANGAN KAWASAN KONSERVASI PERAIRAN DAERAH (KKPD) Andie Wibianto/MPAG

POLICY BRIEF: PERKEMBANGAN KAWASAN KONSERVASI PERAIRAN DAERAH (KKPD) Andie Wibianto/MPAG POLICY BRIEF: PERKEMBANGAN KAWASAN KONSERVASI PERAIRAN DAERAH (KKPD) Andie Wibianto/MPAG Policy Brief: Perkembangan Kawasan Konservasi Perairan Daerah (KKPD) A. Latarbelakang Kawasan adalah wilayah pesisir

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Daerah Aliran Sungai (DAS) merupakan ruang bagi sumberdaya alam,

BAB I PENDAHULUAN. Daerah Aliran Sungai (DAS) merupakan ruang bagi sumberdaya alam, BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Daerah Aliran Sungai (DAS) merupakan ruang bagi sumberdaya alam, terutama vegetasi, tanah dan air berada dan tersimpan, serta tempat hidup manusia dalam memanfaatkan

Lebih terperinci

Bag.I. HUBUNGAN SISTEM PEMASYARAKATAN DENGAN LEMBAGA PENEGAK HUKUM LAINNYA DALAM SISTEM PERADILAN PIDANA TERPADU

Bag.I. HUBUNGAN SISTEM PEMASYARAKATAN DENGAN LEMBAGA PENEGAK HUKUM LAINNYA DALAM SISTEM PERADILAN PIDANA TERPADU Bag.I. HUBUNGAN SISTEM PEMASYARAKATAN DENGAN LEMBAGA PENEGAK HUKUM LAINNYA DALAM SISTEM PERADILAN PIDANA TERPADU NO FOKUS PERMASALAHAN SARAN TINDAK INDIKATOR PEMBARUAN KEBERHASILAN Pelaksanaan Misi dalam

Lebih terperinci

Holiday Resort, Senggigi-Lombok, 22 Mei 2017

Holiday Resort, Senggigi-Lombok, 22 Mei 2017 ROADMAP PENGELOLAAN TAMAN NASIONAL DAN KAWASAN KONSERVASI PERAIRAN Holiday Resort, Senggigi-Lombok, 22 Mei 2017 OUTLINE Pendahuluan Analisis Masalah Roadmap 3 4 5 ANALISISMASALAH 1. Kemantapan Kawasan

Lebih terperinci

SUMBER DAYA KELAUTAN DAN PERIKANAN KEPUTUSAN DIREKTUR JENDERAL PENGAWASAN SUMBER DAYA KELAUTAN DAN PERIKANAN NOMOR 56/KEP-DJPSDKP/2015 TENTANG

SUMBER DAYA KELAUTAN DAN PERIKANAN KEPUTUSAN DIREKTUR JENDERAL PENGAWASAN SUMBER DAYA KELAUTAN DAN PERIKANAN NOMOR 56/KEP-DJPSDKP/2015 TENTANG KEMENTERIAN DIREKTORAT JENDERAL PENGAWASAN SUMBER DAYA Jalan Medan Merdeka Timur Nomor 16 Gedung Mina Bahari III Lantai 15, Jakarta 10110 Telepon (021) 3519070, Facsimile (021) 3520346 Pos Elektronik ditjenpsdkp@kkp.goid

Lebih terperinci

Setelah menganalisis hasil / temuan penelitian terhadap kompetensi GPK. pada Resource Center pendidikan inklusif dalam menjalankan tugasnya sebagai

Setelah menganalisis hasil / temuan penelitian terhadap kompetensi GPK. pada Resource Center pendidikan inklusif dalam menjalankan tugasnya sebagai BAB V KESIMPULAN, IMPLIKASI, DAN SARAN A. Kesimpulan Setelah menganalisis hasil / temuan penelitian terhadap kompetensi GPK pada Resource Center pendidikan inklusif dalam menjalankan tugasnya sebagai GPK

Lebih terperinci

Resort Based Management Dalam Pengelolaan Kawasan Konservasi

Resort Based Management Dalam Pengelolaan Kawasan Konservasi Resort Based Management Dalam Pengelolaan Kawasan Konservasi Nama Inovasi Resort Based Management Dalam Pengelolaan Kawasan Konservasi Produk Inovasi Optimalisasi Kinerja RBM (Resort Based Management)

Lebih terperinci

LAMPIRAN. PR : Tapi salah satu tupoksi di Pengelolaan Informasi kan juga mengelola aplikasi-aplikasi di DJMBP?

LAMPIRAN. PR : Tapi salah satu tupoksi di Pengelolaan Informasi kan juga mengelola aplikasi-aplikasi di DJMBP? 122 LAMPIRAN Transkip Wawancara I Narasumber : Dani Supratman, ST, MSi (DS) Jabatan : Fungsional Pranata Komputer Pewawancara : Pujoko Rapiyadi (PR) Tanggal : 29 April 2009 Waktu : Jam Kerja Tempat : Lt.

Lebih terperinci

BUPATI ALOR PERATURAN BUPATI ALOR NOMOR 19 TAHUN 2013 TENTANG PEMBENTUKAN BADAN PENGELOLA KAWASAN KONSERVASI PERAIRAN DAERAH

BUPATI ALOR PERATURAN BUPATI ALOR NOMOR 19 TAHUN 2013 TENTANG PEMBENTUKAN BADAN PENGELOLA KAWASAN KONSERVASI PERAIRAN DAERAH BUPATI ALOR PERATURAN BUPATI ALOR NOMOR 19 TAHUN 2013 TENTANG PEMBENTUKAN BADAN PENGELOLA KAWASAN KONSERVASI PERAIRAN DAERAH DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI ALOR, Menimbang : a. bahwa dalam rangka

Lebih terperinci

BAB V KESIMPULAN DAN SARAN. Dari uraian program dan kegiatan DAK pada Dinas Kehutanan Pasaman

BAB V KESIMPULAN DAN SARAN. Dari uraian program dan kegiatan DAK pada Dinas Kehutanan Pasaman BAB V KESIMPULAN DAN SARAN 5.1 Kesimpulan Dari uraian program dan kegiatan DAK pada Dinas Kehutanan Pasaman Barat maka dapat disimpulkan sebagai berikut: 1. Implementasi program dan kegiatan DAK pada Dinas

Lebih terperinci

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 37 TAHUN 2012 TENTANG PENGELOLAAN DAERAH ALIRAN SUNGAI DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 37 TAHUN 2012 TENTANG PENGELOLAAN DAERAH ALIRAN SUNGAI DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 37 TAHUN 2012 TENTANG PENGELOLAAN DAERAH ALIRAN SUNGAI DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang : a. bahwa sesuai ketentuan

Lebih terperinci

Tindak Lanjut dan Monitoring: PROSES PROSPEKTIF PARTISIPATIF ANALISIS (PPA) DI KABUPATEN KAPUAS HULU

Tindak Lanjut dan Monitoring: PROSES PROSPEKTIF PARTISIPATIF ANALISIS (PPA) DI KABUPATEN KAPUAS HULU Tindak Lanjut dan Monitoring: PROSES PROSPEKTIF PARTISIPATIF ANALISIS (PPA) DI KABUPATEN KAPUAS HULU Bayu Shantiko dan Alfa Ratu Simarangkir Kapuas Hulu, 2012 RANGKUMAN MONITORING PROSES PPA A. Konsultasi

Lebih terperinci

penduduknya bekerja sebagai petani dan tingkat pendidikan relatif rendah, dengan

penduduknya bekerja sebagai petani dan tingkat pendidikan relatif rendah, dengan BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Desa adalah bentuk pemerintahan terkecil yang ada di Indonesia, mayoritas penduduknya bekerja sebagai petani dan tingkat pendidikan relatif rendah, dengan pimpinan

Lebih terperinci

V. MODEL KONSEPTUAL KEBIJAKAN

V. MODEL KONSEPTUAL KEBIJAKAN V. MODEL KONSEPTUAL KEBIJAKAN 5.1. Landasan Kebijakan PLIKAB Agar kelembagaan pengelolaan lingkungan yang dibentuk melalui kemitraan antar industri komponen alat berat ini dapat berjalan secara optimal,

Lebih terperinci

BAB IV PENUTUP. dalam tesis ini, maka dapat diambil kesimpulan sebagai berikut :

BAB IV PENUTUP. dalam tesis ini, maka dapat diambil kesimpulan sebagai berikut : BAB IV PENUTUP A. Kesimpulan Berdasarkan uraian yang telah disampaikan dalam bab sebelumnya di dalam tesis ini, maka dapat diambil kesimpulan sebagai berikut : 1. Koordinasi dan supervisi merupakan tugas

Lebih terperinci

One Map And One Data Informasi Geospasial Tematik

One Map And One Data Informasi Geospasial Tematik One Map And One Data Informasi Geospasial Tematik Nama Inovasi One Map And One Data Informasi Geospasial Tematik Produk Inovasi Pembangunan Satu Peta Sumber Daya Alam Pesisir dan Laut Melalui Percepatan

Lebih terperinci

2012, No.62 2 Mengingat : 1. Pasal 5 ayat (2) Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945; 2. Undang-Undang Nomor 41 Tahun 1999 tentang K

2012, No.62 2 Mengingat : 1. Pasal 5 ayat (2) Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945; 2. Undang-Undang Nomor 41 Tahun 1999 tentang K LEMBARAN NEGARA REPUBLIK INDONESIA No.62, 2012 LINGKUNGAN HIDUP. Pengelolaan. Daerah Aliran Sungai. Pelaksanaan. (Penjelasan Dalam Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 5292) PERATURAN PEMERINTAH

Lebih terperinci

POTRET KETIMPANGAN v. Konsentrasi Penguasaan Lahan ada di sektor pertambangan, perkebunan dan badan usaha lain

POTRET KETIMPANGAN v. Konsentrasi Penguasaan Lahan ada di sektor pertambangan, perkebunan dan badan usaha lain POTRET KETIMPANGAN Konsentrasi Penguasaan Lahan ada di sektor pertambangan, perkebunan dan badan usaha lain Lebih dari 186.658 hektar area yang ditetapkan kawasan hutan merupakan perkampungan penduduk

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN 1.1 LATAR BELAKANG

BAB I PENDAHULUAN 1.1 LATAR BELAKANG BAB I PENDAHULUAN 1.1 LATAR BELAKANG Salah satu target MDGS adalah mengurangi separuh penduduk pada tahun 2015 yang tidak memiliki akses air minum yang sehat serta penanganan sanitasi dasar. Sehubungan

Lebih terperinci

NOTA KESEPAHAMAN ANTARA KOMISI PEMBERANTASAN KORUPSI REPUBLIK INDONESIA KEJAKSAAN REPUBLIK INDONESIA KEPOLISIAN NEGARA REPUBLIK INDONESIA TENTANG

NOTA KESEPAHAMAN ANTARA KOMISI PEMBERANTASAN KORUPSI REPUBLIK INDONESIA KEJAKSAAN REPUBLIK INDONESIA KEPOLISIAN NEGARA REPUBLIK INDONESIA TENTANG NOTA KESEPAHAMAN ANTARA KOMISI PEMBERANTASAN KORUPSI REPUBLIK INDONESIA KEJAKSAAN REPUBLIK INDONESIA KEPOLISIAN NEGARA REPUBLIK INDONESIA Nomor : Nomor : Nomor : TENTANG KERJA SAMA DALAM PEMBERANTASAN

Lebih terperinci

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA MENTERI KELAUTAN DAN PERIKANAN REPUBLIK INDONESIA,

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA MENTERI KELAUTAN DAN PERIKANAN REPUBLIK INDONESIA, KEPUTUSAN MENTERI KELAUTAN DAN PERIKANAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 57/KEPMEN-KP/2014 TENTANG RENCANA PENGELOLAAN DAN ZONASI TAMAN WISATA PERAIRAN PULAU GILI AYER, GILI MENO DAN GILI TRAWANGAN DI PROVINSI

Lebih terperinci

Evaluasi Tata Kelola Sektor Kehutanan melalui GNPSDA (Gerakan Nasional Penyelamatan Sumberdaya Alam) Tama S. Langkun

Evaluasi Tata Kelola Sektor Kehutanan melalui GNPSDA (Gerakan Nasional Penyelamatan Sumberdaya Alam) Tama S. Langkun Evaluasi Tata Kelola Sektor Kehutanan melalui GNPSDA (Gerakan Nasional Penyelamatan Sumberdaya Alam) Tama S. Langkun Pembahasan Kondisi tata kelola hutan di Indonesia. Peran ICW dalam pengawasan Tata Kelola

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. sumber material yang substansial tentang fungsi-fungsi yang berbeda, dengan

I. PENDAHULUAN. sumber material yang substansial tentang fungsi-fungsi yang berbeda, dengan I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Otonomi daerah merupakan kewenangan sendiri yang keberadaannya terpisah dengan otoritas yang diserahkan oleh pemerintah guna mengalokasikan sumber sumber material yang

Lebih terperinci

BERITA DAERAH KOTA BEKASI

BERITA DAERAH KOTA BEKASI BERITA DAERAH KOTA BEKASI NOMOR : 46 2016 SERI : E PERATURAN WALIKOTA BEKASI NOMOR 46 TAHUN 2016 TENTANG PIAGAM AUDIT INTERNAL DI LINGKUNGAN PEMERINTAH KOTA BEKASI DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA WALIKOTA

Lebih terperinci

BAB VI PENUTUP. A. Kesimpulan. Berdasarkan hasil analisis pada Bab VI dan V, dapat disimpulkan

BAB VI PENUTUP. A. Kesimpulan. Berdasarkan hasil analisis pada Bab VI dan V, dapat disimpulkan BAB VI PENUTUP A. Kesimpulan. Berdasarkan hasil analisis pada Bab VI dan V, dapat disimpulkan bahwa LOD DIY cukup efektif dalam merespon dan menindaklanjuti keluhan masyarakat. Efektivitas LOD DIY tersebut

Lebih terperinci

BAB 14 REVITALISASI PROSES DESENTRALISASI

BAB 14 REVITALISASI PROSES DESENTRALISASI BAB 14 REVITALISASI PROSES DESENTRALISASI DAN OTONOMI DAERAH Draft 12 Desember 2004 A. PERMASALAHAN Belum optimalnya proses desentralisasi dan otonomi daerah yang disebabkan oleh perbedaan persepsi para

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Pendapatan dan Belanja Negara (APBN) ditetapkan setiap tahun dengan Undang-

BAB I PENDAHULUAN. Pendapatan dan Belanja Negara (APBN) ditetapkan setiap tahun dengan Undang- BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Undang-Undang Dasar 1945 dalam pasal 23 mengamanatkan: Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara (APBN) ditetapkan setiap tahun dengan Undang- Undang dan dilaksanakan

Lebih terperinci

1. Hubungan Sistem Pemasyarakatan dengan Lembaga-Lembaga Penegak Hukum Lainnya dalam Sistem Peradilan Pidana Terpadu

1. Hubungan Sistem Pemasyarakatan dengan Lembaga-Lembaga Penegak Hukum Lainnya dalam Sistem Peradilan Pidana Terpadu MATRIKS SUBSTANSI MANAJEMEN 1. Hubungan Sistem dengan Lembaga-Lembaga Penegak Hukum Lainnya dalam Sistem Peradilan Pidana Terpadu Pelaksanaan Misi dalam Sistem Peradilan Pidana Terpadu NO HIGH-QUICK WINS

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN A. LATAR BELAKANG

I. PENDAHULUAN A. LATAR BELAKANG I. PENDAHULUAN A. LATAR BELAKANG Menurut pasal 373 ayat (4) UU No. 23 Tahun 2014 tentang Pemerintahan Daerah, Pembinaan yang bersifat umum dan teknis sebagaimana dimaksud pada ayat (2) dan ayat (3) dilakukan

Lebih terperinci

BAB IV VISI, MISI, TUJUAN, SASARAN, STRATEGI DAN KEBIJAKAN

BAB IV VISI, MISI, TUJUAN, SASARAN, STRATEGI DAN KEBIJAKAN BAB IV VISI, MISI, TUJUAN, SASARAN, STRATEGI DAN KEBIJAKAN 4.1 Visi dan Misi SKPD Visi adalah rumusan umum mengenai keadaan yang diinginkan pada akhir periode perencanaan. Misi adalah rumusan umum mengenai

Lebih terperinci

BAB V KESIMPULAN DAN REKOMENDASI

BAB V KESIMPULAN DAN REKOMENDASI BAB V KESIMPULAN DAN REKOMENDASI 5.1 Kesimpulan Berdasarkan hasil penelitian yang telah dilakukan di Kecamatan Ujungpangkah Kabupaten Gresik dapat disimpulkan sebagai berikut: 1. Penentuan karakteristik

Lebih terperinci

KERTAS POSISI TENTANG PELAKSANAAN PENCEGAHAN DAN PENGAMANAN HUTAN DI KAWASAN HUTAN PRODUKSI DAN KAWASAN HUTAN LINDUNG. No: 003/KP/PPH/XII/2017

KERTAS POSISI TENTANG PELAKSANAAN PENCEGAHAN DAN PENGAMANAN HUTAN DI KAWASAN HUTAN PRODUKSI DAN KAWASAN HUTAN LINDUNG. No: 003/KP/PPH/XII/2017 KERTAS POSISI TENTANG PELAKSANAAN PENCEGAHAN DAN PENGAMANAN HUTAN DI KAWASAN HUTAN PRODUKSI DAN KAWASAN HUTAN LINDUNG No: 003/KP/PPH/XII/2017 A. Latar Belakang : Tantangan dan Permasalahan Bahwa ancaman

Lebih terperinci

Peningkatan Kualitas Penelitian dan Pengembangan Kependudukan

Peningkatan Kualitas Penelitian dan Pengembangan Kependudukan Peningkatan Kualitas Penelitian dan Pengembangan Kependudukan Nama Inovasi Peningkatan Kualitas Penelitian dan Pengembangan Kependudukan Produk Inovasi Strategi Kebijakan Peningkatan Kinerja Penelitian

Lebih terperinci

Update - Laporan Assurance KPMG Rencana Aksi Final

Update - Laporan Assurance KPMG Rencana Aksi Final Update - Laporan Assurance KPMG Rencana Aksi Final Rencana Aksi Kepatuhan Jumlah Rencana Aksi 3 Ketidaksesuaian 7 Peluang untuk Perbaikan 7 Peluang untuk Perbaikan 14 Peluang untuk Perbaikan Status Selesai

Lebih terperinci

KEPUTUSAN DIREKTUR KONSERVASI KAWASAN DAN JENIS IKAN NOMOR 1703/KEP- KP3K.2/2015 TENTANG

KEPUTUSAN DIREKTUR KONSERVASI KAWASAN DAN JENIS IKAN NOMOR 1703/KEP- KP3K.2/2015 TENTANG KEPUTUSAN DIREKTUR KONSERVASI KAWASAN DAN JENIS IKAN NOMOR 1703/KEP- KP3K.2/2015 TENTANG PEMBENTUKAN TIM ANUGERAH EVALUASI EFEKTIVITAS PENGELOLAAN KAWASAN KONSERVASI PERAIRAN, PESISIR, DAN PULAU-PULAU

Lebih terperinci

AN PERATURAN MENTERI KELAUTAN DAN PERIKANAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 21/PERMEN-KP/2015 TENTANG KEMITRAAN PENGELOLAAN KAWASAN KONSERVASI PERAIRAN

AN PERATURAN MENTERI KELAUTAN DAN PERIKANAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 21/PERMEN-KP/2015 TENTANG KEMITRAAN PENGELOLAAN KAWASAN KONSERVASI PERAIRAN AN PERATURAN MENTERI KELAUTAN DAN PERIKANAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 21/PERMEN-KP/2015 TENTANG KEMITRAAN PENGELOLAAN KAWASAN KONSERVASI PERAIRAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA MENTERI KELAUTAN DAN PERIKANAN

Lebih terperinci

KEPUTUSAN MENTERI KESEHATAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 288/MENKES/SK/III/2003 TENTANG PEDOMAN PENYEHATAN SARANA DAN BANGUNAN UMUM

KEPUTUSAN MENTERI KESEHATAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 288/MENKES/SK/III/2003 TENTANG PEDOMAN PENYEHATAN SARANA DAN BANGUNAN UMUM KEPUTUSAN MENTERI KESEHATAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 288/MENKES/SK/III/2003 TENTANG PEDOMAN PENYEHATAN SARANA DAN BANGUNAN UMUM MENTERI KESEHATAN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang Mengingat : a. bahwa dalam

Lebih terperinci

PROCEEDING KEGIATAN PENYELENGGARAN FOCUS GROUP DISCUSSION (FGD 2) RPKPP KABUPATEN JOMBANG

PROCEEDING KEGIATAN PENYELENGGARAN FOCUS GROUP DISCUSSION (FGD 2) RPKPP KABUPATEN JOMBANG PROCEEDING KEGIATAN PENYELENGGARAN FOCUS GROUP DISCUSSION (FGD 2) RPKPP KABUPATEN JOMBANG 1. PENDAHULUAN 1.1 LATAR BELAKANG Kegiatan Rencana Pengembangan Kawasan Permukiman Prioritas (RPKPP) merupakan

Lebih terperinci

A. PENGANTAR Sekolah merupakan salah satu instansi tempat perwujudan cita-cita bangsa dalam rangka mencerdaskan anak bangsa sesuai amanat UUD 1945.

A. PENGANTAR Sekolah merupakan salah satu instansi tempat perwujudan cita-cita bangsa dalam rangka mencerdaskan anak bangsa sesuai amanat UUD 1945. 1 A. PENGANTAR Sekolah merupakan salah satu instansi tempat perwujudan cita-cita bangsa dalam rangka mencerdaskan anak bangsa sesuai amanat UUD 1945. Oleh karena itu dengan cara apapun dan jalan bagaimanapun

Lebih terperinci

PROCEEDING KEGIATAN PENYELENGGARAN FOCUS GROUP DISCUSSION (FGD 3) RPKPP KABUPATEN JOMBANG

PROCEEDING KEGIATAN PENYELENGGARAN FOCUS GROUP DISCUSSION (FGD 3) RPKPP KABUPATEN JOMBANG PROCEEDING KEGIATAN PENYELENGGARAN FOCUS GROUP DISCUSSION (FGD 3) RPKPP KABUPATEN JOMBANG 1. PENDAHULUAN 1.1 LATAR BELAKANG Kegiatan Rencana Pengembangan Kawasan Permukiman Prioritas (RPKPP) merupakan

Lebih terperinci

BUPATI LUMAJANG PROVINSI JAWA TIMUR

BUPATI LUMAJANG PROVINSI JAWA TIMUR SALINAN BUPATI LUMAJANG PROVINSI JAWA TIMUR PERATURAN BUPATI LUMAJANG NOMOR 65 TAHUN 2016 TENTANG KEDUDUKAN, SUSUNAN ORGANISASI, URAIAN TUGAS DAN FUNGSI SERTA TATA KERJA SATUAN POLISI PAMONG PRAJA DENGAN

Lebih terperinci

PERATURAN DAERAH KABUPATEN KARIMUN NOMOR 7 TAHUN 2011 TENTANG PEMBENTUKAN DAN SUSUNAN ORGANISASI LEMBAGA TEKNIS DAERAH KABUPATEN KARIMUN

PERATURAN DAERAH KABUPATEN KARIMUN NOMOR 7 TAHUN 2011 TENTANG PEMBENTUKAN DAN SUSUNAN ORGANISASI LEMBAGA TEKNIS DAERAH KABUPATEN KARIMUN PERATURAN DAERAH KABUPATEN KARIMUN NOMOR 7 TAHUN 2011 TENTANG PEMBENTUKAN DAN SUSUNAN ORGANISASI LEMBAGA TEKNIS DAERAH KABUPATEN KARIMUN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI KARIMUN, Menimbang : a.

Lebih terperinci

PEMERINTAH KABUPATEN MERANGIN BADAN LINGKUNGAN HIDUP DAERAH

PEMERINTAH KABUPATEN MERANGIN BADAN LINGKUNGAN HIDUP DAERAH PEMERINTAH KABUPATEN MERANGIN BADAN LINGKUNGAN HIDUP DAERAH RPJMD RENCANA STRATEGIS (RENSTRA) INDIKATOR KINERJA UTAMA (IKU) RENCANA KINERJA TAHUNAN (RKT) PERJANJIAN KINERJA (PK) RENCANA KERJA DAN ANGGARAN

Lebih terperinci

PENGEMBANGAN DECISION SUPPORT SYSTEM SEBAGAI PENUNJANG PENGELOLAAN KONSERVASI PERAIRAN INDONESIA* ABSTRACT

PENGEMBANGAN DECISION SUPPORT SYSTEM SEBAGAI PENUNJANG PENGELOLAAN KONSERVASI PERAIRAN INDONESIA* ABSTRACT PENGEMBANGAN DECISION SUPPORT SYSTEM SEBAGAI PENUNJANG PENGELOLAAN KONSERVASI PERAIRAN INDONESIA* Ahsanal Kasasiah 1, Teguh Gunawan 1, Cahyadi Indrananto 2, dan Rony Megawanto 2 Email: konservasi.perairan@kkp.go.id

Lebih terperinci

PKSANHAN II PUSAT KAJIAN SISTEM DAN HUKUM ADMINISTRASI NEGARA

PKSANHAN II PUSAT KAJIAN SISTEM DAN HUKUM ADMINISTRASI NEGARA POLICY BRIEF PKSANHAN II PUSAT KAJIAN SISTEM DAN HUKUM ADMINISTRASI NEGARA Penguatan Peran Aparat Pengawasan Intern Pemerintah (APIP) Pasca UU Administrasi Pemerintahan LATAR BELAKANG Disahkannya UU No.

Lebih terperinci

KEPUTUSAN PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 71 TAHUN 1996 TENTANG PEMBANGUNAN PULAU NATUNA SEBAGAI KAWASAN PENGEMBANGAN EKONOMI TERPADU

KEPUTUSAN PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 71 TAHUN 1996 TENTANG PEMBANGUNAN PULAU NATUNA SEBAGAI KAWASAN PENGEMBANGAN EKONOMI TERPADU KEPUTUSAN PRESIDEN NOMOR 71 TAHUN 1996 TENTANG PEMBANGUNAN PULAU NATUNA SEBAGAI KAWASAN PENGEMBANGAN EKONOMI TERPADU PRESIDEN, Menimbang : a. bahwa pembangunan Pulau Natuna dan pulau-pulau lain di sekitarnya

Lebih terperinci

REVIEW Pengelolaan Kolaborasi Sumberdaya Alam. Apa, Mengapa, dan Bagaimana Pengelolaan Kolaboratif SumberdayaAlam: Pengantar Diskusi

REVIEW Pengelolaan Kolaborasi Sumberdaya Alam. Apa, Mengapa, dan Bagaimana Pengelolaan Kolaboratif SumberdayaAlam: Pengantar Diskusi REVIEW Pengelolaan Kolaborasi Sumberdaya Alam Apa, Mengapa, dan Bagaimana Pengelolaan Kolaboratif SumberdayaAlam: Pengantar Diskusi Pembelajaran Akselerasi Bertindak Melihat Mendengar Merasa Siklus Belajar

Lebih terperinci

1. Apa dan Mengapa diperlukan Road Map 2. Progra g m,,kegia g tan,,dan hasil yan

1. Apa dan Mengapa diperlukan Road Map 2. Progra g m,,kegia g tan,,dan hasil yan 1. Apa dan Mengapa diperlukan Road Map 2. Program, Kegiatan, dan hasil yang Diharapkan pada Tingkatan Mikro 3. Format Road Map 4. Langkah langkah Penyusunan Road Map 2 1 Road Map Road Map merupakan rencana

Lebih terperinci

BAB II RENCANA PEMBANGUNAN JANGKA MENENGAH DAERAH (RPJMD)

BAB II RENCANA PEMBANGUNAN JANGKA MENENGAH DAERAH (RPJMD) BAB II RENCANA PEMBANGUNAN JANGKA MENENGAH DAERAH (RPJMD) Program kegiatan di lingkup BPMPT Provinsi Jawa Barat Tahun Anggaran 2016 mengacu pada Rencana Pembangunan Jangka Menengah Daerah (RPJMD) Provinsi

Lebih terperinci

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA MENTERI PENDAYAGUNAAN APARATUR NEGARA DAN REFORMASI BIROKRASI REPUBLIK INDONESIA,

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA MENTERI PENDAYAGUNAAN APARATUR NEGARA DAN REFORMASI BIROKRASI REPUBLIK INDONESIA, PERATURAN MENTERI PENDAYAGUNAAN APARATUR NEGARA DAN REFORMASI BIROKRASI REPUBLIK INDONESIA NOMOR 16 TAHUN 2017 TENTANG PEDOMAN PENYELENGGARAAN FORUM KONSULTASI PUBLIK DI LINGKUNGAN UNIT PENYELENGGARA PELAYANAN

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN 1.1. LATAR BELAKANG MASALAH. Keberadaan suatu entitas bisnis bukan hanya untuk mencari keuntungan

BAB I PENDAHULUAN 1.1. LATAR BELAKANG MASALAH. Keberadaan suatu entitas bisnis bukan hanya untuk mencari keuntungan BAB I PENDAHULUAN 1.1. LATAR BELAKANG MASALAH Keberadaan suatu entitas bisnis bukan hanya untuk mencari keuntungan seoptimal mungkin, tapi juga bertujuan untuk mempertahankan kelangsungan hidup entitas

Lebih terperinci

MENTERI DALAM NEGERI REPUBLIK INDONESIA

MENTERI DALAM NEGERI REPUBLIK INDONESIA MENTERI DALAM NEGERI REPUBLIK INDONESIA Jakarta, 28 Maret 2012 Kepada Nomor : 070 / 1082 / SJ Yth. 1. Gubernur Sifat : Penting 2. Bupati/Walikota Lampiran : Satu berkas di Hal : Pedoman Penyusunan Program

Lebih terperinci

2017, No Mengingat : 1. Undang-Undang Nomor 5 Tahun 1990 tentang Konservasi Sumber Daya Alam Hayati dan Ekosistemnya (Lembaran Negara Republi

2017, No Mengingat : 1. Undang-Undang Nomor 5 Tahun 1990 tentang Konservasi Sumber Daya Alam Hayati dan Ekosistemnya (Lembaran Negara Republi BERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA No.1060, 2017 KEMEN-LHK. SDM-LHK. Perencanaan dan Pengembangan. Pedoman. PERATURAN MENTERI LINGKUNGAN HIDUP DAN KEHUTANAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR P.46/MENLHK/SETJEN/KUM.1/7/2017

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Maladministrasi banyak terjadi di berbagai instansi pemerintah di Indonesia.

BAB I PENDAHULUAN. Maladministrasi banyak terjadi di berbagai instansi pemerintah di Indonesia. BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Maladministrasi banyak terjadi di berbagai instansi pemerintah di Indonesia. Hal ini membuat masyarakat sebagai pengakses maupun pengguna layanan publik semakin

Lebih terperinci

BUPATI PURBALINGGA PROVINSI JAWA TENGAH PERATURAN BUPATI PURBALINGGA NOMOR 82 TAHUN 2016 TENTANG

BUPATI PURBALINGGA PROVINSI JAWA TENGAH PERATURAN BUPATI PURBALINGGA NOMOR 82 TAHUN 2016 TENTANG SALINAN BUPATI PURBALINGGA PROVINSI JAWA TENGAH PERATURAN BUPATI PURBALINGGA NOMOR 82 TAHUN 2016 TENTANG KEDUDUKAN, SUSUNAN ORGANISASI, TUGAS DAN FUNGSI, SERTA TATA KERJA SATUAN POLISI PAMONG PRAJA KABUPATEN

Lebih terperinci

1 Universitas Indonesia

1 Universitas Indonesia BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Pembangunan merupakan proses yang berkesinambungan dan mencakup seluruh aspek kehidupan dalam rangka meningkatkan kesejahteraan masyarakat. Dalam proses pembangunan

Lebih terperinci

down mengandung makna bahwa perencanaan ini memperhatikan pula

down mengandung makna bahwa perencanaan ini memperhatikan pula BAB II PERENCANAAN DAN PERJANJIAN KINERJA Dalam rangka melaksanakan tugas dan fungsinya agar efektif, efisien, dan akuntabel, Direktorat Penanganan Pelanggaran (Dit. PP) berpedoman pada dokumen perencanaan

Lebih terperinci

Disampaikan Oleh : GUBERNUR LAMPUNG

Disampaikan Oleh : GUBERNUR LAMPUNG Disampaikan Oleh : GUBERNUR LAMPUNG Disampaikan pada Acara Monitoring dan Evaluasi Rencana Aksi yang diinisiasi oleh KKP dan KPK Jakarta, 20 21 April 2015 1. Penyusunan Tata Ruang Wilayah Laut REKOMENDASI

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Tuntutan masyarakat mengenai peningkatan kualitas dalam pelayanan

BAB I PENDAHULUAN. Tuntutan masyarakat mengenai peningkatan kualitas dalam pelayanan BAB I PENDAHULUAN I.1 Latar Belakang Masalah Tuntutan masyarakat mengenai peningkatan kualitas dalam pelayanan publik hingga saat ini belum sepenuhnya dapat dipenuhi oleh pemerintah. Kualitas pelayanan

Lebih terperinci

KESIMPULAN DAN REKOMENDASI

KESIMPULAN DAN REKOMENDASI KESIMPULAN DAN REKOMENDASI Kesimpulan Kekuatan yang dimiliki oleh kelompok pengrajin tenun ikat tradisional di desa Hambapraing, sehingga dapat bertahan sampai sekarang adalah, kekompakan kelompok, suasana

Lebih terperinci

BUPATI CILACAP PROVINSI JAWA TENGAH

BUPATI CILACAP PROVINSI JAWA TENGAH BUPATI CILACAP PROVINSI JAWA TENGAH PERATURAN BUPATI CILACAP NOMOR 57 TAHUN 2015 TENTANG KEWENANGAN INSPEKTORAT MENGAKSES DATA DAN INFORMASI PADA SATUAN KERJA PERANGKAT DAERAH DI LINGKUNGAN PEMERINTAH

Lebih terperinci

KERANGKA ACUAN KEGIATAN

KERANGKA ACUAN KEGIATAN KERANGKA ACUAN KEGIATAN LOKAKARYA NASIONAL KONSERVASI PESISIR DAN PULAU-PULAU KECIL Melestarikan Laut Kita: Peran Pemangku Kepentingan mendorong Pengelolaan Konservasi Perairan, Pesisir dan Pulau-Pulau

Lebih terperinci

PERATURAN GUBERNUR RIAU NOMOR 90 TAHUN 2016 TENTANG

PERATURAN GUBERNUR RIAU NOMOR 90 TAHUN 2016 TENTANG PERATURAN GUBERNUR RIAU NOMOR 90 TAHUN 2016 TENTANG KEDUDUKAN, SUSUNAN ORGANISASI, TUGAS DAN FUNGSI, SERTA TATA KERJA SATUAN POLISI PAMONG PRAJA PROVINSI RIAU DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA GUBERNUR

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN A. LATAR BELAKANG

I. PENDAHULUAN A. LATAR BELAKANG I. PENDAHULUAN A. LATAR BELAKANG Menurut pasal 217 ayat (1) huruf e UU No. 32 Tahun 2004 tentang Pemerintahan Daerah, pembinaan atas penyelenggaraan pemerintahan daerah dilaksanakan oleh pemerintah yang

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN. Perkembangan paradigma administrasi publik dari public administration

BAB 1 PENDAHULUAN. Perkembangan paradigma administrasi publik dari public administration BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Perkembangan paradigma administrasi publik dari public administration sampai pada new public service atau yang dikenal good governance menuntut pemerintah untuk meningkatkan

Lebih terperinci

PERATURAN MENTERI KEHUTANAN NOMOR : P. 12/Menhut-II/2009 TENTANG PENGENDALIAN KEBAKARAN HUTAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA MENTERI KEHUTANAN,

PERATURAN MENTERI KEHUTANAN NOMOR : P. 12/Menhut-II/2009 TENTANG PENGENDALIAN KEBAKARAN HUTAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA MENTERI KEHUTANAN, PERATURAN MENTERI KEHUTANAN NOMOR : P. 12/Menhut-II/2009 TENTANG PENGENDALIAN KEBAKARAN HUTAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA MENTERI KEHUTANAN, Menimbang : a. bahwa berdasarkan Pasal 22, Pasal 23, Pasal

Lebih terperinci

Kabupaten Pulau Morotai Cukup Baik.

Kabupaten Pulau Morotai Cukup Baik. BAB VI KESIMPULAN, KETERBATASAN DAN SARAN PENELITIAN 6.1 Kesimpulan Berdasarkan analisis data diperoleh kesimpulan sebagai berikut: 1. Besarnya kontribusi pajak hotel di Kabupaten Pulau Morotai pada Tahun

Lebih terperinci

BUKU TUJUH KEBIJAKAN PEMANTAUAN DAN EVALUASI KOMUNIKASI KEMENTERIAN KEUANGAN REPUBLIK INDONESIA KTORAT JENDERAL PAJAK DIREKTORAT JENDERAL PAJAK

BUKU TUJUH KEBIJAKAN PEMANTAUAN DAN EVALUASI KOMUNIKASI KEMENTERIAN KEUANGAN REPUBLIK INDONESIA KTORAT JENDERAL PAJAK DIREKTORAT JENDERAL PAJAK LAMPIRAN PERATURAN DIREKTUR JENDERAL PAJAK NOMOR PER- /PJ/2011 TENTANG KEBIJAKAN PEMANTAUAN DAN EVALUASI KINERJA TEKNOLOGI INFORMASI DAN KOMUNIKASI DIREKTORAT JENDERAL PAJAK KEMENTERIAN KEUANGAN REPUBLIK

Lebih terperinci

Pemerintah Provinsi Kalimantan Selatan BAB III Urusan Desentralisasi

Pemerintah Provinsi Kalimantan Selatan BAB III Urusan Desentralisasi 3. URUSAN LINGKUNGAN HIDUP a. Program dan Kegiatan. Program pokok yang dilaksanakan pada urusan Lingkungan Hidup tahun 2012 sebagai berikut : 1) Program Pengendalian Pencemaran dan Perusakan Lingkungan

Lebih terperinci

Bab I Pendahuluan A. LATAR BELAKANG

Bab I Pendahuluan A. LATAR BELAKANG Bab I Pendahuluan A. LATAR BELAKANG Penyelenggaraan pemerintahan dan pelaksanaan pembangunan yang tepat, jelas, terukur dan akuntabel merupakan sebuah keharusan yang perlu dilaksanakan dalam usaha mewujudkan

Lebih terperinci

ARAH KEBIJAKAN DAN ISU STRATEGIS NASIONAL

ARAH KEBIJAKAN DAN ISU STRATEGIS NASIONAL ARAH KEBIJAKAN DAN ISU STRATEGIS NASIONAL 2015-2019 Oleh Oswar Mungkasa Direktur Tata Ruang dan Pertanahan Disampaikan dalam Rapat Koordinasi dan Sinkronisasi Perencanaan Daerah dan Isu Strategis Tahun

Lebih terperinci

2014 PERAN KEPEMIMPINAN PEMERINTAHAN DESA UNTUK MENINGKATKAN PARTISIPASI MASYARAKAT DALAM PEMBANGUNAN DESA

2014 PERAN KEPEMIMPINAN PEMERINTAHAN DESA UNTUK MENINGKATKAN PARTISIPASI MASYARAKAT DALAM PEMBANGUNAN DESA BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Penelitian Bergulirnya roda reformasi sejak 1998 menuntut terjadinya perubahan di segala bidang, tidak terkecuali masalah birokrasi. Jika birokrasi tidak melakukan perubahan

Lebih terperinci

Kata Pengantar BAB 4 P E N U T U P. Laporan Kinerja Pemerintah Provinsi

Kata Pengantar BAB 4 P E N U T U P. Laporan Kinerja Pemerintah Provinsi BAB 4 P E N U T U P Kata Pengantar Laporan Kinerja Pemerintah Provinsi Bab 4 Berisi : Gorontalo di susun sebagai bentuk pertanggungjawaban Pemerintah Provinsi Kesimpulan dari hasil penyusunan Gorontalo

Lebih terperinci

LAMPIRAN I SURAT KEPUTUSAN KEPALA BADAN NOMOR : 050/47/437.74/2016

LAMPIRAN I SURAT KEPUTUSAN KEPALA BADAN NOMOR : 050/47/437.74/2016 LAMPIRAN I SURAT KEPUTUSAN KEPALA BADAN NOMOR : 050/47/437.74/2016 1. Jabatan : Sekretaris 2. Tugas : Mengkoordinasikan penyusunan rencana program dan kegiatan, melaksanakan pelayanan administrasi umum

Lebih terperinci

SAMBUTAN GUBERNUR KALIMANTAN BARAT PADA ACARA RAPAT KOORDINASI PENANGANAN GANGGUAN USAHA PERKEBUNAN SERTA PENGENDALIAN KEBAKARAN KEBUN DAN LAHAN Hari

SAMBUTAN GUBERNUR KALIMANTAN BARAT PADA ACARA RAPAT KOORDINASI PENANGANAN GANGGUAN USAHA PERKEBUNAN SERTA PENGENDALIAN KEBAKARAN KEBUN DAN LAHAN Hari 1 SAMBUTAN GUBERNUR KALIMANTAN BARAT PADA ACARA RAPAT KOORDINASI PENANGANAN GANGGUAN USAHA PERKEBUNAN SERTA PENGENDALIAN KEBAKARAN KEBUN DAN LAHAN Hari : Kamis Tanggal : 31 Juli 2008 Pukul : 09.00 Wib

Lebih terperinci

BUPATI CILACAP PROVINSI JAWA TENGAH PERATURAN BUPATI CILACAP NOMOR 64 TAHUN 2016 TENTANG SUSUNAN ORGANISASI DAN TATA KERJA PEMERINTAH DESA

BUPATI CILACAP PROVINSI JAWA TENGAH PERATURAN BUPATI CILACAP NOMOR 64 TAHUN 2016 TENTANG SUSUNAN ORGANISASI DAN TATA KERJA PEMERINTAH DESA BUPATI CILACAP PROVINSI JAWA TENGAH PERATURAN BUPATI CILACAP NOMOR 64 TAHUN 2016 TENTANG SUSUNAN ORGANISASI DAN TATA KERJA PEMERINTAH DESA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI CILACAP, Menimbang :

Lebih terperinci

VISI ACEH YANG BERMARTABAT, SEJAHTERA, BERKEADILAN, DAN MANDIRI BERLANDASKAN UNDANG-UNDANG PEMERINTAHAN ACEH SEBAGAI WUJUD MoU HELSINKI MISI

VISI ACEH YANG BERMARTABAT, SEJAHTERA, BERKEADILAN, DAN MANDIRI BERLANDASKAN UNDANG-UNDANG PEMERINTAHAN ACEH SEBAGAI WUJUD MoU HELSINKI MISI TATA KELOLA SUMBERDAYA ALAM DAN HUTAN ACEH MENUJU PEMBANGUNAN YANG BERKELANJUTAN DAN RENDAH EMISI VISI DAN MISI PEMERINTAH ACEH VISI ACEH YANG BERMARTABAT, SEJAHTERA, BERKEADILAN, DAN MANDIRI BERLANDASKAN

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN A. Urgensi Rencana Makro Pemantapan Kawasan Hutan.

I. PENDAHULUAN A. Urgensi Rencana Makro Pemantapan Kawasan Hutan. 7 LAMPIRAN I PERATURAN MENTERI KEHUTANAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR P. 32/Menhut-II/2013 TENTANG RENCANA MAKRO PEMANTAPAN KAWASAN HUTAN I. PENDAHULUAN A. Urgensi Rencana Makro Pemantapan Kawasan Hutan. Hutan

Lebih terperinci

Prioritas Kebijakan Pemda Untuk Optimalisasi PATEN

Prioritas Kebijakan Pemda Untuk Optimalisasi PATEN Prioritas Kebijakan Pemda Untuk Optimalisasi PATEN Nama Inovasi Prioritas Kebijakan Pemda Untuk Optimalisasi PATEN Produk Inovasi Koordinasi dan Fasilitasi Percepatan Penyelenggaraan Pelayanan Administrasi

Lebih terperinci

GERAKAN NASIONAL PENYELAMATAN SUMBER DAYA ALAM INDONESIA SEKTOR KELAUTAN ARAHAN UMUM MKP

GERAKAN NASIONAL PENYELAMATAN SUMBER DAYA ALAM INDONESIA SEKTOR KELAUTAN ARAHAN UMUM MKP GERAKAN NASIONAL PENYELAMATAN SUMBER DAYA ALAM INDONESIA SEKTOR KELAUTAN ARAHAN UMUM MKP Jakarta, 21 April 2015 I. PENDAHULUAN 1. Hasil kajian KPK (Gerakan Nasional Penyelamatan SD Kelautan) merupakan

Lebih terperinci

BAB V HASIL PERANCANGAN AUDIT DAN REKOMENDASI

BAB V HASIL PERANCANGAN AUDIT DAN REKOMENDASI BAB V HASIL PERANCANGAN AUDIT DAN REKOMENDASI 5.1 Rancangan Audit Sistem Informasi Rancangan audit sistem informasi dapat dilihat dari skor rata-rata dilakukan perhitungan pada bab sebelumnya dari nilai

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang BAB I A. Latar Belakang Tahun 2015 merupakan tahun pertama dalam pelaksanaan Rencana Pembangunan Jangka Menengah Nasional (RPJMN) Tahun 2015 2019. Periode ini ditandai dengan fokus pembangunan pada pemantapan

Lebih terperinci

BAB V. KEBIJAKAN PENGELOLAAN KAWASAN KONSERVASI PERAIRAN DAERAH KABUPATEN ALOR

BAB V. KEBIJAKAN PENGELOLAAN KAWASAN KONSERVASI PERAIRAN DAERAH KABUPATEN ALOR BAB V. KEBIJAKAN PENGELOLAAN KAWASAN KONSERVASI PERAIRAN DAERAH KABUPATEN ALOR 5.1. Visi dan Misi Pengelolaan Kawasan Konservasi Mengacu pada kecenderungan perubahan global dan kebijakan pembangunan daerah

Lebih terperinci

Bab I Pendahuluan A. LATAR BELAKANG

Bab I Pendahuluan A. LATAR BELAKANG Bab I Pendahuluan A. LATAR BELAKANG Penyelenggaraan pemerintahan dan pelaksanaan pembangunan yang tepat, jelas, terukur dan akuntabel merupakan sebuah keharusan yang perlu dilaksanakan dalam usaha mewujudkan

Lebih terperinci

BUPATI GROBOGAN PROVINSI JAWA TENGAH PERATURAN BUPATI GROBOGAN NOMOR 71 TAHUN 2016 TENTANG

BUPATI GROBOGAN PROVINSI JAWA TENGAH PERATURAN BUPATI GROBOGAN NOMOR 71 TAHUN 2016 TENTANG BH INNEKA TU NGGAL IKA BUPATI GROBOGAN PROVINSI JAWA TENGAH PERATURAN BUPATI GROBOGAN NOMOR 71 TAHUN 2016 TENTANG KEDUDUKAN, SUSUNAN ORGANISASI, TUGAS POKOK, FUNGSI, URAIAN TUGAS JABATAN DAN TATA KERJA

Lebih terperinci

BAB VI PENUTUP. dijalankan oleh BPBD DIY ini, memakai lima asumsi pokok sebagai landasan

BAB VI PENUTUP. dijalankan oleh BPBD DIY ini, memakai lima asumsi pokok sebagai landasan BAB VI PENUTUP A. Kesimpulan Berdasarkan hasil penelitian mengenai strategi komunikasi bencana yang dijalankan oleh BPBD DIY ini, memakai lima asumsi pokok sebagai landasan pengelolaan komunikasi bencana

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. Tingginya laju kerusakan hutan tropis yang memicu persoalan-persoalan

I. PENDAHULUAN. Tingginya laju kerusakan hutan tropis yang memicu persoalan-persoalan I. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Tingginya laju kerusakan hutan tropis yang memicu persoalan-persoalan lingkungan telah mendorong kesadaran publik terhadap isu-isu mengenai pentingnya transformasi paradigma

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. seberapa besar tingkat kesesuaian penyelenggaraan pelayanan dengan nilai-nilai

BAB I PENDAHULUAN. seberapa besar tingkat kesesuaian penyelenggaraan pelayanan dengan nilai-nilai BAB I PENDAHULUAN A. LATAR BELAKANG MASALAH Prinsip akuntabilitas publik adalah suatu ukuran yang menunjukkan seberapa besar tingkat kesesuaian penyelenggaraan pelayanan dengan nilai-nilai atau norma-norma

Lebih terperinci

BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN

BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN A. Deskripsi Hasil Penelitian BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN 1. Partisipasi Komite Sekolah sebagai Pemberi Pertimbangan di Desa Terpencil di SDN 12 Bongomeme Kecamatan Bongomeme Kabupaten Gorontalo

Lebih terperinci

INOVASI OPTIMALISASI KAPASITAS APIP KLINIK KONSULTASI GOOD & CLEAN GOVERNMENT INSPEKTORAT KOTA YOGYAKARTA

INOVASI OPTIMALISASI KAPASITAS APIP KLINIK KONSULTASI GOOD & CLEAN GOVERNMENT INSPEKTORAT KOTA YOGYAKARTA INOVASI OPTIMALISASI KAPASITAS APIP KLINIK KONSULTASI GOOD & CLEAN GOVERNMENT INSPEKTORAT KOTA YOGYAKARTA A. KLINIK KONSULTASI GOOD & CLEAN GOVERNMENT Inspektorat selaku Aparat Pengawas Internal Pemerintah

Lebih terperinci

INDIKATOR KINERJA UTAMA BADAN KOORDINASI PENANAMAN MODAL

INDIKATOR KINERJA UTAMA BADAN KOORDINASI PENANAMAN MODAL BADAN KOORDINASI PENANAMAN MODAL Lampiran : I 1. Nama Organisasi : Badan Koordinasi Penanaman Modal 2. Tugas : Melaksanakan koordinasi kebijakan dan pelayanan di bidang penanaman berdasarkan peraturan

Lebih terperinci

V. HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN. kinerja yang dilakukan untuk mengetahui sejauh mana pencapaian hasil serta caracara

V. HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN. kinerja yang dilakukan untuk mengetahui sejauh mana pencapaian hasil serta caracara V. HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN A. Akuntabilitas Akuntabilitas juga merupakan instrumen untuk kegiatan kontrol terutama dalam pencapaian hasil pada pelayanan publik. Dalam hubungan ini, diperlukan evaluasi

Lebih terperinci

BAB V SIMPULAN DAN SARAN

BAB V SIMPULAN DAN SARAN BAB V SIMPULAN DAN SARAN A. Simpulan Berdasarkan penelitian yang telah dilakukan mengenai Pengendalian Sosial Pada Pelanggaran Lalu Lintas Sepeda Motor Oleh Pelajar SMA di Kota Tasikmalaya, maka diperoleh

Lebih terperinci

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA MENTERI KELAUTAN DAN PERIKANAN REPUBLIK INDONESIA,

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA MENTERI KELAUTAN DAN PERIKANAN REPUBLIK INDONESIA, PERATURAN MENTERI KELAUTAN DAN PERIKANAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR PER.06/MEN/2012 TENTANG PEDOMAN KERJA SAMA ANTARLEMBAGA DI LINGKUNGAN KEMENTERIAN KELAUTAN DAN PERIKANAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA

Lebih terperinci

UPAYA PEMBERDAYAAN MASYARAKAT MELALUI PENYULUHAN KEHUTANAN

UPAYA PEMBERDAYAAN MASYARAKAT MELALUI PENYULUHAN KEHUTANAN UPAYA PEMBERDAYAAN MASYARAKAT MELALUI PENYULUHAN KEHUTANAN Oleh : Pudji Muljono Adanya Undang-undang Nomor 16 Tahun 2006 tentang Sistem Penyuluhan Pertanian, Perikanan dan Kehutanan disambut gembira oleh

Lebih terperinci

Stakeholder Mendukung, UPT Lingkungan Pondok Sosial (Liposos) Optimal

Stakeholder Mendukung, UPT Lingkungan Pondok Sosial (Liposos) Optimal Stakeholder Mendukung, UPT Lingkungan Pondok Sosial (Liposos) Optimal Nama Inovasi Stakeholder Mendukung, UPT Lingkungan Pondok Sosial (Liposos) Optimal Produk Inovasi Resosialiasi Gelandangan dan Pengemis

Lebih terperinci

ARTI PENTING PEDOMAN DALAM PENGELOLAAN ARSIP * Burhanudin DR

ARTI PENTING PEDOMAN DALAM PENGELOLAAN ARSIP * Burhanudin DR ARTI PENTING PEDOMAN DALAM PENGELOLAAN ARSIP * Burhanudin DR Latarbelakang Penyelenggaraan tata kearsipan yang baik harus dapat menjamin ketersediaan arsip yang memberikan kepuasan bagi pengguna (user)

Lebih terperinci

KEMENTERIAN LINGKUNGAN HIDUP DAN KEHUTANAN DIREKTORAT JENDERAL PENGENDALIAN PENCEMARAN DAN KERUSAKAN LINGKUNGAN

KEMENTERIAN LINGKUNGAN HIDUP DAN KEHUTANAN DIREKTORAT JENDERAL PENGENDALIAN PENCEMARAN DAN KERUSAKAN LINGKUNGAN KEMENTERIAN LINGKUNGAN HIDUP DAN KEHUTANAN DIREKTORAT JENDERAL PENGENDALIAN PENCEMARAN DAN KERUSAKAN LINGKUNGAN PETUNJUK PELAKSANAAN DEKONSENTRASI TAHUN 2017 PEMANTAUAN PERUBAHAN TUTUPAN LAHAN A. Dasar

Lebih terperinci

RENCANA PROGRAM DAN KEGIATAN PRIORITAS DAERAH TAHUN 2017 KABUPATEN BLITAR. RKPD: DINAS PERHUBUNGAN hal 1 dari 7

RENCANA PROGRAM DAN KEGIATAN PRIORITAS DAERAH TAHUN 2017 KABUPATEN BLITAR. RKPD: DINAS PERHUBUNGAN hal 1 dari 7 RENCANA PROGRAM DAN KEGIATAN PRIORITAS DAERAH TAHUN 2017 KABUPATEN BLITAR Keluaran Hasil Tolok Ukur Target Tolok Ukur Target Tolok Ukur Target 1.02.09.2.09.1 Urusan Pemerintahan Bidang 1.02.09.2.09.1.01

Lebih terperinci