BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN

Ukuran: px
Mulai penontonan dengan halaman:

Download "BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN"

Transkripsi

1 BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN A. Proses Analisis Penelitian Penelitian ini dimaksudkan untuk mengetahui pengaruh pemberian secretome sel punca mesenkimal terhadap ekspresi IL-6 dan kadar mikroalbuminuria pada mencit model lupus dengan induksi pristan. Sebelum sampai pada pengujian hipotesis penelitian, terlebih dahulu dilakukan penjelasan deskripsi variabel penelitian yaitu IL-6 dan mikroalbuminuria pada mencit sampel yang dibagi dalam tiga kelompok yaitu kelompok kontrol, pristan, dan pristan+secretome. Penelitian ini dilakukan terhadap 21 ekor mencit yang dikelompokkan menjadi tiga kelompok masing-masing kelompok berjumlah 7 ekor mencit sebagai obyek penelitian. Variasi dan perbedaan variabel yang dianalisis dalam ketiga kelompok sampel itu meliputi ekspresi IL-6 dan kadar mikroalbuminuria, masing-masing apakah terpengaruh dengan induksi pristan dan terapi secretome sel punca mesenkimal setelah diinduksi pristan tersebut. Variabel-variabel penelitian dalam masing-masing kelompok sampel, setelah dijelaskan secara deskriptif yaitu nilai parameter rata-rata dan standar deviasinya, selanjutnya dilakukan pengujian normalitas data-data variabel penelitian tersebut untuk memastikan apakah distribusi data variabel benar-benar berdistribusi normal atau tidak berdistribusi normal. Pengujian normalitas data variabel ini penting untuk menentukan analisis statistik selanjutnya yang akan digunakan untuk menganalisis variabel penelitian ekspresi IL-6 dan kadar mikroalbuminuria itu. Uji Normalitas data variabel pada penelitian ini menggunakan uji Shapiro-Wilk. Analisis penelitian ini diharapkan dapat mengidentifikasi terjadinya variasi atau perbedaan tiga rata-rata IL-6 maupun mikroalbuminuria. Variasi atau perbedaan tiga rata-rata IL-6 yang dimaksud adalah rata-rata IL-6 pada kelompok kontrol, pristan, dan pristan + secretome. Variasi atau perbedaan tiga rata-rata mikroalbuminuria yang dimaksud adalah rata-rata mikroalbuminuria pada kelompok kontrol, pristan, dan pristan+secretome. Dengan demikian penelitian ini menggunakan analisis statistik beda 38

2 39 k rata-rata (dalam hal ini 3 rata-rata) untuk sampel yang independen atau analisis variance atau uji F. Apabila hasil uji normalitas data variabel-variabel yang diteliti yaitu IL-6 dan mikroalbuminuria mendapatkan bahwa distribusi data masing-masing variabel untuk masing-masing kelompok sampel adalah berdistribusi normal, maka uji variasi atau perbedaan beberapa rata-rata dapat menggunakan alat uji statistik perametrik yaitu Analysis of Variance (ANOVA) atau disebut juga Uji F. Dan apabila variasi atau beda ketiga rata-rata atau rata-rata masing-masing variabel berdasarkan kelompok sampel itu signifikan (meyakinkan), analisis akan diteruskan dengan mencari perbedaan 2 rata-rata antar kelompok sampel untuk masing-masing variabel dengan menggunakan uji lanjutan ANOVA yaitu Post Hoc Test dengan LSD/ Bonferroni. Syarat menggunakan parametrik adalah harus memenuhi dua syarat, dimana distribusi harus normal dan homogen. Namun apabila hasil uji normalitas data masingmasing variabel menunjukkan bahwa distribusi data untuk masing-masing kelompok sampel adalah berdistribusi tidak normal atau berdistribusi normal tetapi tidak homogen maka uji variasi atau beda beberapa rata-rata dapat menggunakan uji statistik non parametrik Kruskal Wallis. Penelusuran lebih lanjut untuk menguji beda rata-rata antar masing-masing kelompok sampel dapat menggunakan analisis statistik non parametrik Mann-Whitney. B. Deskripsi Variabel Penelitian Variabel penelitian yang diduga dipengaruhi oleh terapi secretome terdiri dari dua variabel yaitu variabel ekspresi IL-6 dan kadar mikroalbuminuria dan yang masingmasing bersifat kuantitatif dengan skala data rasio. Deskripsi variabel ekspresi IL-6 dan kadar mikroalbuminuria yang bersifat kuantitatif dibatasi pada pengungkapan nilai statistik rata-rata dan standar deviasi. Pengujian normalitas data variabel ekspresi IL-6 pada ketiga kelompok berdistribusi normal. Kemudian dilanjutkan dengan uji homogenitas dengan uji Levene, dimana didapatkan ekspresi IL-6 tidak homogen. Sementara untuk data variabel kadar mikroalbuminuria untuk ketiga kelompok kontrol berdistribusi normal dan tidak homogen. Deskripsi obyek penelitian berdasarkan nilai rata-rata dan standar deviasi serta hasil pengujian normalitas data atas variabel ekspresi IL-6 adalah sebagai berikut:

3 40 Tabel 4. Deskripsi dan Uji Normalitas Variabel ekspresi IL-6 (per 100 sel makrofag) Kelompok Rata-rata±SD Uji Normalitas Stat-SW Sig 1. Kontrol 7,57±1,51 0,915 0, pristan 15,00±5,42 0,925 0, pristan + secretome 9,14±1,77 0,920 0,471 Sumber: Data Primer 2016, diolah. Keterangan : * Signifikan pada derajat signifikansi 5% **Signifikan pada derajat signifikansi 1% Berdasarkan deskripsi variabel IL-6 di atas, nampak bahwa mencit yang diberikan perlakuan pristan memiliki rata-rata IL-6 lebih tinggi dibandingkan pada kelompok kontrol. Pemberian secretome menurunkan rata-rata ekspresi IL-6 pada mencit yang telah diinduksi pristan, meskipun tidak sampai normal. Selanjutnya deskripsi obyek penelitian berdasarkan nilai rata-rata dan standar deviasi variabel kadar mikroalbuminuria adalah sebagai berikut: Tabel 5. Deskripsi dan Uji Normalitas Variabel kadar mikroalbuminuria (µg/ml) Kelompok Rata-rata ± SD Uji Normalitas Stat-SW Sig 1. Kontrol 27,53± 3,03 0,916 0, pristan 48,70 ± 23,70 0,834 0, pristan+ secretome 31,04± 2,84 0,876 0,211 Sumber: Data Primer 2016, diolah. Keterangan : * Signifikan pada derajat signifikansi 5%. **Signifikan pada derajat signifikansi 1% Berdasarkan deskripsi variabel kadar mikroalbuminuria di atas, nampak bahwa induksi pristan meningkatkan rata-rata kadar mikroalbuminuria dibandingkan kelompok kontrol. Pemberian secretome mampu menurunkan rata-rata mikroalbuminuria. Dari hasil uji homogenitas Levene didapatkan hasil tidak homogen. Dengan demikian distribusi data variabel espresi IL-6 dan kadar mikroalbuminuria sudah dideskripsikan secara ringkas dan sudah dilakukan pengujian normalitas dan

4 41 homogenitas data terhadap variabel tersebut dan hasilnya distribusi data variabel IL-6 normal namun tidak homogen, sedangkan distribusi variabel mikroalbuminuria normal dan tidak homogen. 1. Analisis Pengaruh Secretome terhadap ekspresi IL-6 dan kadar mikroalbuminuria pada Mencit yang Terinduksi Pristan Langkah pertama menguji variasi atau beda k rata-rata berdasarkan kelompok sampel untuk variabel IL-6. Distribusi data variabel IL-6 berdistribusi normal dan tidak homogen, maka pengujian variasi atau beda 3 rata-rata menggunakan uji non parametrik Kruskall Wallis dilanjutkan Mann-Whitney. Hasil pengujian Kruskal Wallis untuk variabel IL-6 adalah sebagai berikut: Tabel 6. Variasi atau Perbedaan Tiga Rata-rata Variabel IL-6 menurut Kelompok Sampel (per 100 sel makrofag) Kontrol Pristan Pristan+secretome Rata-rata ± SD Rata-rata ± SD Rata-rata ± SD 7,57±1,51 15,00±5,42 9,14±1,77 Chi square 9,539 Asymp sig 0,008** Signifikan Sumber: Data Primer 2016, diolah. Keterangan : * Signifikan pada derajat signifikansi 5%. **Signifikan pada derajat signifikansi 1% Hasil analisis variasi atau beda 3 rata-rata di atas menunjukkan bahwa perbedaan 3 rata-rata variabel IL-6 tersebut menghasilkan nilai Chi-square 9,539 dengan tingkat signifikansi sebesar 0,008 yang berarti beda 3 rata-rata itu signifikan atau meyakinkan pada derajat signifikansi 1 persen (p < 0,01). Hal itu berarti beda rata-rata variabel IL-6 pada kelompok kontrol, pristan dan pristan+secretome benar-benar berbeda secara meyakinkan. Jika dibandingkan dengan rata-rata IL-6 kelompok kontrol, kelompok pristan memiliki kecenderungan rata-rata IL-6 lebih tinggi (meningkat), kemudian ratarata IL-6 pada kelompok terapi secretome memiliki rata-rata lebih rendah dibandingkan pada kelompok pristan atau berarti IL-6 dapat diturunkan/ditekan dengan pemberian secretome. Hasil penelusuran beda dua rata-rata variabel IL-6 antar kelompok sampel dapat dijelaskan dengan tabel sebagai berikut:

5 42 Tabel 7. Penelusuran Beda Dua Rata-rata Variabel IL-6 Antar Kelompok Sampel (Per 100 Sel Makrofag) Kelompok Mann- Wilcoxon Whitney U W (2 tailed) Kontrolvs Pristan 3,000 31,000-2,762 0,006 Pristan vs Pristan 9,000 37,000-1, Secretome Kontrol vs pristan+secretom e Sumber: Data Primer 2016, diolah. Keterangan : * Signifikan pada derajat signifikansi 5%. **Signifikan pada derajat signifikansi 1% Z Sig. 12,000 40, ,106 Perbedaan ekspresi IL-6 antara kelompok kontrol dan kelompok pristan terdapat pada tabel 7, dimana didapatkan ekspresi IL-6 berbeda secara signifikan (asymp.significan (2-tailed) =0,006), sehingga dengan pemberian pristan berpengaruh terhadap ekspresi Interleukin 6. Perbedaan ekspresi IL-6 antara kelompok pristan dan kelompok pristan+ secretome terdapat pada tabel 7, dimana didapatkan ekspresi IL-6 berbeda secara signifikan (asymp.significan (2-tailed) =0,046), dan perbedaan ekspresi antara kelompok kontrol dan pristan+secretome (asymp.significant(2 tailed))=0,106) sehingga dengan pemberian secretome berpengaruh menurunkan terhadap ekspresi interleukin 6 pada kelompok mencit model lupus dengan induksi pristan dengan nilai yang kembali ke normal.

6 43 Perbedaan rata-rata kadar IL-6 antar kelompok sampel itu dapat digambarkan sebagai berikut: p = 0,106 p = 0,006** p = 0,046* 11. Perbandingan Nilai Rata-rata ekspresi IL-6 (per 100 sel makrofag) antar Kelompok Sampel Gambar Hasil analisis beda 2 rata-rata sampel independen menggunakan penelusuran Kruskall Wallis dilanjutkan Mann Whitney diatas menunjukkan bahwa uji terhadap variabel IL-6 antara kelompok kontrol dan pristan signifikan pada asymp significan (2- tailed) sebesar 0,006 persen (p < 0,01). Hal itu dapat dikatakatan bahwa pada mencit kelompok pristan variabel IL-6 berbeda secara meyakinkan dibandingkan kelompok kontrol. Setelah diberikan terapi secretome maka rata-rata variabel IL-6 lebih rendah) dibandingkan pada kelompok pristan dengan tingkat asymp. Signifikansi (2-tailed) sebesar 0,046 (p < 0,05). Dengan demikian hipotesis kedua yang menyatakan bahwa: Pemberian secretome menurunkan terhadap ekspresi IL-6 pada mencit model lupus induksi pristan benar-benar dapat terbukti secara meyakinkan. Berikut ini gambar ekspresi IL-6 dengan teknik pengecatan imunohistokimia pada mikroskop:

7 44 Gambar 12. Ekspresi Interleukin 6 pada kontrol dengan perbesaran 400x. Anak panah menunjukkan makrofag yang tercat coklat. Gambar 13. Ekspresi IL-6 pada kelompok pristan dengan perbesaran 400x.

8 45 Gambar 14. Ekspresi IL-6 pada kelompok pristan+secretome dengn perbesaran 400x Langkah kedua menguji variasi atau beda k rata-rata berdasarkan kelompok sampel untuk variabel kadar mikroalbuminuria. Distribusi data variabel kadar mikroalbuminuria semua berdistribusi normal, namun tidak homogen, maka pengujian variasi atau beda 3 rata-rata itu menggunakan Kruskall Wallis dilanjutkan Mann- Whitney. Hasil pengujian Kruskall Wallis untuk variable kadar mikroalbuminuria adalah sebagai berikut: Tabel 8. Variasi atau Perbedaan Tiga Rata-rata Variabel kadar (µg/ml) menurut Kelompok Sampel. Kontrol pristan Pristan+secretome Rata-rata SD Rata-rata SD Rata-rata SD 27,53 3,03 48,70 23,70 31,04 2,84 Chi-square 10,180 Signifikansi = 0,006** Signifikan Sumber: Data Primer 2016, diolah. Keterangan : *) Signifikan pada derajat signifikansi 5 persen. **) Signifikan pada derajat signifikansi 1 persen. mikroalbuminuria Hasil analisis variasi atau beda 3 rata-rata di atas menunjukkan bahwa perbedaan 3 rata-rata variabel kadar mikroalbuminuria tersebut menghasilkan nilai chi square=10,180 dengan tingkat signifikansi sebesar 0,006 yang berarti beda 3 rata-rata itu signifikan atau meyakinkan pada derajat signifikansi 1 persen (p<0,05). Hal itu

9 46 berarti beda rata-rata variabel kadar mikroalbuminuria pada kelompok kontrol, pristan, dan pristan+secretome benar-benar berbeda secara meyakinkan. Jika dibandingkan dengan rata-rata kadar mikroalbuminuria pada kelompok kontrol, kelompok pristan memiliki kecenderungan rata-rata kadar mikroalbuminuria lebih tinggi (meningkat), kemudian rata-rata kelompok pristan+secretome memiliki rata-rata lebih rendah atau berarti kadar mikroalbuminuria dapat ditekan dengan pemberian secretome. Hasil penelusuran beda dua rata-rata variabel kadar mikroalbuminuria antar kelompok sampel dapat dijelaskan dengan tabel sebagai berikut: Tabel 9. Penelusuran Beda Dua Rata-rata Variabel kadar mikroalbuminuria (µg/ml) antar Kelompok Sampel Kelompok Mann- Whitney U Wilcoxon W Z Sig. (2 tailed) Kontrol vs Pristan 3,500 31,500-2,689 0,007 Pristan vs Pristan 5,000 33,000-2, Secretome Kontrol vs Pristan+secretom e 13,500 41,500-1,409 0,159 Sumber: Data Primer 2016, diolah. Keterangan : *) Signifikan pada derajat signifikansi 5 persen. **) Signifikan pada derajat signifikansi 1 persen. Perbedaan rata-rata kadar mikroalbuminuria antar kelompok sampel itu dapat digambarkan sebagai berikut:

10 47 p = 0,159 p = 0,007** p = 0,013* pristan pristan + secretome Gambar 15. Perbandingan Nilai kadar mikroalbuminuria (µg/ml) antar Sampel Kelompok Hasil analisis beda 2 rata-rata sampel independen menggunakan penelusuran Mann-Whitney diatas menunjukkan bahwa uji terhadap variabel kadar mikroalbuminuria antara kelompok Kontrol dan pristan signifikan pada derajat signifikansi sebesar 0,007 persen (p < 0,01). Hal itu dapat dikatakatan bahwa pada mencit kelompok pristan rata-rata kadar mikroalbuminuria lebih tinggi (meningkat) secara meyakinkan dibandingkan kelompok kontrol. Setelah diberikan terapi secretome (pristan+secretome) maka rata-rata variabel kadar mikroalbuminuria lebih rendah (mengalami penurunan) dibandingkan pada kelompok pristan dengan tingkat signifikansi sebesar 0,013 (p < 0,05). Sedangkan perbandingan kontrol dengan pristan +secretome tidak terdapat perbedaan bermakna (p=0,159). Dengan demikian hipotesis kedua yang menyatakan bahwa: Pemberian secretome menurunkan terhadap kadar mikroalbuminuria pada mencit model lupus induksi pristan benar-benar dapat terbukti secara meyakinkan. Pengaruh rata-rata kadar mikroalbuminuria akibat terapi pristan yaitu mendekati normal.

11 48 C. Pembahasan 1. Berdasarkan Prinsip Ontologi Berdasarkan prinsip ontologi, pemberian secretome akan menurunkan ekspresi IL-6, kadar mikroalbuminuria pada mencit model lupus dengan induksi pristan. Mekanisme utama pristan dalam menginduksi autoimunitas adalah dengan adanya produksi interferon 1, yaitu berupa IFN α dan IFN β. IFN 1 akan berikatan dengan reseptornya IFNAR dan menyebabkan aktifasi respon imun innate dan adaptif (Reeves et al, 2009). Adanya inflamasi pada peritoneum akan menyebabkan pengeluaran dari monosit imatur Ly6C dari sumsum tulang. Monosit imatur Ly6C inilah yang berperan memproduksi IFN 1 melalui berbagai mekanisme yang komplek. Monosit ini akan berubah menjadi makrofag di jaringan. Adanya sisa apoptosis dari sel akan dikenali oleh TLR7, suatu sensor untuk unmethylated CpG DNA yang dapat mengenali asam nukleat (Reeves et al., 2009) Rangsangan endosomal TLR 7 selanjutnya akan merangsang molekul adaptor MyD88 (Kawai dan Akira, 2007). Langkah selanjutnya melibatkan kinase IRF (interferon regulatory factor) 7. Sinyal dari IRF 7 ini akan menyebabkan transkripsi gen IFN 1 dan terjadi produksi IFN 1 yaitu IFN α dan IFN β (Reeves et al, 2009). Interferon α akan mengaktifkan dari sel T autoreaktif, sel dendritik imatur, dan sel T CD8 sitotoksik. Selanjutnya akan mengaktifkan dari sel limfosit B autoreaktif, terjadi proliferasi dari sel B dan sel plasma. Terjadi peningkatan produksi IG G, yaitu anti ds DNA. Adanya auto antigen, antibodi ds DNA bersama dengan sistem komplemen dan beberapa faktor lainnya akan menimbulkan kompleks imun (Banchereau dan Pasqual, 2006). Kompleks antigen-autoantibodi yang berada di sirkulasi akhirnya akan terdisposisi pada sel target, termasuk sel mesangial, podosit, sel tubulus dan sel endotel di glomerulus. Kompleks ini akan menyebabkan terjadinya glomerulosklerosis dan fibrosis interstisial pada ginjal, selanjutnya menyebabkan kerusakan pada ginjal dan terjadilah mikromikroalbuminuria. Disamping itu, terjadinya disfungsi endotel pada pembuluh darah, juga akan terjadi disfungsi endotel kapiler glomerulus yang akan mengurangi negatifitas sehingga terjadi mikroalbuminuria. (Banchereau dan Pasqual, 2006).

12 49 Penggunaan pristan akan terjadi reaksi inflamasi akibat bahan-bahan kimiawi (pristan) dan fragmentasi sel ataupun molekul damage-associated molecular pattern (DAMP) akibat proses apoptosis dapat menimbulkan aktivasi makrofag, menginduksi terjadinya aktivasi NF β dan memproduksi sitokin proinflamasi. Sitokin IL-6 akan menginduksi endotelin, endotelin akan mengaktifkan NADPH dan terbentuklah ROS. Selain itu, TNF-α juga akan mengaktifkan NADPH untuk membentuk ROS (Boeltz, 2013). Ekspresi gabungan sitokin dan ROS menghasilkan inflamasi ginjal dan fibrosis, yang mengakibatkan kerusakan jaringan kumulatif baik di tingkat glomerular dan tingkat tubular (Nowling dan Gilkeson, 2011). Mekanisme injeksi pristan menginduksi lupus pada mencit juga menyebabkan penyerapan autoantigen yang dihasilkan oleh kematian sel yang berkelanjutan dalam pengaturan lingkungan inflamasi dan kekurangan clearance pada lokasi paparan minyak hidrokarbon (pristan) dapat menyebabkan meningkatnya dan menyimpangnya presentasi autoantigen. Signalling dari TLRs dan induksi IFN tipe I tampaknya sangat penting (Boeltz, 2013). Proses selanjutnya Nf B menjadi lebih aktif sehingga akan mengekspresikan sitokin-sitokin pro-inflamasi antara lain TNF-, IL-1 maupun IL-6. TNF- bersifat proteolitik, akan merusak glikoprotein sehingga muatan negatip permukaan podosit menjadi berkurang. Keadaan ini akan menyebabkan daya tolak-menolak antara podosit dan albumin berkurang, akhirnya albumin mudah menembus membran filtrasi dan akan terjadi mikromikroalbuminuria (Purwanto, 2010). Sel punca mesenkimal merupakan tipe sel punca yang dalam perkembangannya dapat menghasilkan tendon, stroma sumsum tulang, tulang rawan, tulang keras, dan sel adiposa. Sel tipe ini memiliki sifat khas yaitu tidak memiliki molekul HLA kelas II, sedangkan HLA kelas I hanya diekspresikan dalam tingkat sangat rendah. Hal ini memungkinkan penggunaan sel punca mesenkimal secara alogenik tanpa perlu pencocokan HLA terlebih dahulu. Lebih lanjut, sel punca mesenkimal ini justru memiliki kemampuan untuk meningkatkan populasi sel T regulatory, yang bersifat mensupresi imunitas yang berlebih (Hakim et al, 2008). Aktifitas terapi dari sel punca mesenkimal dipicu oleh kebutuhan fisiologis dari sel punca mesenkimal pada kultur standar yang menggunakan monolayer dan akan mensekresikan sitokin, micro RNA (mirna), exosomes dan microvesicles. Teori konsep

13 50 bahwa sel punca messenkimal berfungsi sebagai repaircells bagi tubuh menunjukkan bahwa sel punca mesenkimal tidak hanya mensekresi factor regenerative, akan tetapi juga beberapa factor yang tergantung dari rangsangan. Ada beberapa rangsangan yang ditambahkan pada medium kultur, meliputi prekondisi hipoksia, penambahan rangsang inflamasi, dan penumbuhan sel kultur dalam bidang 3 dimensi akan merangsang sekresi dari faktor terapi sesuai yang diharapkan (Madrigal et al, 2014).Sel punca messenkimal akan menekan sel B autoreaktif dan diferensiasi (Sun et al, 2009). Secretome sel pada penelitian ini diperoleh dengan metode hipoksia, sehingga mendukung aktivasi caspase 3, Bcl-2, MTP-2, TGF- β1 pada sel target meningkatkan resistensi apoptosis, antiinflamasi, meningkatkan kapasitas regeneratif dari otot dan selsel endotel (Madrical et al., 2014). Media sekresi sel punca mesenkimal mempunyai efek imunomodulasi dan anitinflamasi. Pada prekondisi hipoksia akan menyebabkan sekresi dari VEGF, HGF 1, IGF -1, SDF-1. (Madrigal et al, 2014; Coradini et al., 2004)) VEGF akan meningkatkan angiogenesis dan mencegah apoptosis endotel (Oyama et al., 1998) sehingga akan mengurangi derajat vaskulitis. HGF berperan dalam menurunkan aktifitas autoreaktif sel limfosit B (Khuwoira et al., 2006), sehingga produksi antibodi akan menurun. Selain itu HGF juga akan menurunkan apoptosis endotel (Nakagami, 2004; Yasuda et al, 2012) sehingga akan menurunkan vaskulitis. IGF 1 berperan dalam menurunkan apoptosis endotel (Koojiman et al., 2004) dan meningkatkan toleransi dari sel APC (Fernandez et al., 2004). Sedangkan SDF akan meningkatkan apoptosis sel T autoreaktif) dan menurunkan sel B autoreaktif (Biajoux et al., 2012). Sehingga dengan pemberian media sekresi sel punca mesenkimal ini akan terjadi perbaikan dari kerusakan organ sasaran, yaitu dan perbaikan dari lupus nefritis yang ditandai dari menurunnya ekspresi IL-6 dan menurunnya kadar mikroalbuminuria 2. Berdasarkan Prinsip Epistemologi Berdasarkan prinsip epistemiologi, pemberian secretome akan berpengaruh terhadap ekspresi IL-6, kadar mikroalbuminuria pada mencit model lupus dengan induksi pristan. Hal ini dapat dilihat dari pemberian secretome 0,45 ml dosis tunggal akan menurunkan ekspresi IL-6, kadar mikroalbuminuria pada mencit model lupus dengan induksi pristan.

14 51 Induksi pristan 0,5 ml pada mencit BALB C akan memberikan gambaran lupus setelah 14 hari pasca perlakuan, dimana terjadi peningkatan ekspresi IL-6 dan kadar mikroalbuminuria. Hal ini sesuai dengan penelitian Chowdary (2007), dimana pada mencit setelah 14 hari pasca injeksi pristan 0,5 ml intra peritoneal terjadi peningkatan kadar IL-6 dan IL-10, peningkatan dsdna, dan gambaran nefritis lupus WHO kelas II dan gambaran histologi paru menunjukkan gambaran makrofag yang dominan. Secretome sel punca mesenkimal pada penelitian ini dikultur dalam kondisi hipoksia, dimana menurut Chang (2011) bahwa secretome dari sumsum tulang belakang sel punca mesenkimal dapat memperbaiki fungsi neurologis pada tikus model brain injury lebih baik daripada secretome yang diproduksi dalam kondisi normoxia. Yasuda (2012) meneliti sel punca mesenkimal yangdikultur dalam kondisi hipoksia pada tikus model gagal ginjal yang diinduksi cisplatin dosis tinggi, dimana HGF yang dihasilkan menekan apoptosis. Penelitian sebelumnya tentang penggunaan secretome pada pasien gagal ginjal akut yang dilakukan oleh Wang (2011) pada hewan coba mencit. Dimana didapatkan hasil secretome memiliki efek regeneratif. Hal ini senada dengan penelitian Skullk dan Schoetheiss (2015) mengenai efek secretome pada myocarditis autoimun yang dilakukan pada mencit BALB/C yang diperiksa kadar sitokin proinflamasinya setelah 21 hari pasca injeksi secretome, dimana terjadi pengurangan lesi apoptosis dan nekrosis, diduga karena adanya penekanan inflamasi autoimun oleh penghambatan CD4+ cell dependent inflamation. Lee (2009) menunjukkan efek anti-inflamasi dan pengurangan ukuran infark jantung merupakan akibat dari secretome sel punca, hal ini didukung dengan ditemukannya sel punca messenkimal sebagai emboli pada paru-paru dan hanya beberapa sel bermigrasi ke daerah infark jantung (Lee, 2009). Sun (2009) memberi terapi 4 pasien dengan SLE dan lupus nefritis yang tidak respon dengan siklofosfamid dan prednison oral ( 20 mg/day).the Disease Activity Index (SLEDAI) meningkat secara bermakna pada bulan ke 1, 6, dan ke 12, dan juga protein urin. Sel limfosit CD4+ Foxp3 (T regulatory) meningkat pada bulan ke 3, dan dosis terapi diturunkan. Tidak ada komplikasi dalam bulan. Hasil penelitian ini mendorong penelitian lagi dengan sampel lebih besar yaitu 15 pasien SLE refrakter termasuk 4 kasus yang dilaporkan terdahulu. Pada penelitian ini sepertiga pasien

15 52 sebelumnya gagal terapi dengan mycophenolatemophetil (1-2 gr/day x 3 bulan) (Liang et al., 2010). Manifestasi klinis dan serologis meningkat secara dramatis. Follow up pasien selama 17.2 (3-36) bulan tanpa adanya efek buruk atau kematian. Proteinuria 24 jam menurun secara drastis adalam waktu 1 minggu setelah terapi sel punca mesenkimal, anti dsdna menurun dalam 1 dan 3 bulan setelah terapi. Treg dimana pada SLE aktif menurun baik kuantitatif atau kualitatif (La Cava et al., 2008; Valencia et al., 2007) kembali normal dalam waktu 1 minggu dengan menghitung persentase sel limfosit CD4+ Foxp3+ pada darah tepi. Penelitian kedua dari Nanjing China dengan penggunaan sel punca mesenkimal dari darah tali pusat pada 15 pasien lupus berat (n=16). (n=16) (Sun et al., 2010). 5 pasien dari 15 kasus ginjal dengan gambaran hsitologis proliferatif nefritis dan 11 pasien mendapatkan infus siklofosfamid. Tali pusat untuk kultur sel punca mesenkimal berasal dari kelahiran normal, dikultur dalam 10% serum bovine. Follow up pasien hanya 8,25 bulan akan tetapi terjadi perbaikan yang bermakna pada skor SLEDAI, albumin serum, proteinuria urin 24 jam, creatinin, complement, dan antibodi anti dsdna. Penelitian pengaruh secretome sel punca mesenkimal pada mencit model lupus ini diberikan secretome dosis tunggal intraperitoneal dan pemeriksaan dilakukan dalam 3 hari, berdasarkan manfaat epistomologi yaitu Gnecchi berpendapat bahwa efek klinis sel punca messenkimal tidak karena diferensiasi sel, setelah mengamati pembangunan kembali fungsi jantung dan pencegahan remodeling ventrikel dalam waktu kurang dari 72 jam pasca injeksi (Gnecchi et al, 2005). 3. Berdasarkan Prinsip Axiologi Berdasarkan manfaat axiologi, secara keseluruhan hasil penelitian ini adalah pemberian secretome dapat memberikan perbaikan pada nefritis lupus. Induksi pristan pada mencit selama minimal 2 minggu dapat menyebakan nefritis lupus WHO kelas II (Lee et al., 2010) Tidak seperti sel induk hematopoietik, imunogenisitas MSC tanpa MHC-II dan menstimulasi ekspresi molekul. (Yan et al., 2013). Keunggulan sel punca mesenkimal dibandingkan dengan sel punca lainnya sel punca mesenkimal bersifat hipoimmunogenik karena mereka mengekspresikan secara rendah major

16 53 histocompatibility (MHC) kelas I dan tidak mengekspresikan MHC kelas II atau costimulasi (CD40, CD40L, CD80 atau CD86) molekul (Flavio dan Figueroa, 2011)., sehingga secretome se punca mesenkimal dapat digunakan secara luas, tanpa perlu mencocokkannya dengan Host Leukocyte Antigen (HLAs).Sel induk hemapoetik memiliki resiko terjadinya penyakit autoimun sekunder (Loh et al., 2007) Media sekresi sel punca mesenkimal mempunyai efek imunomodulasi dan antiinflamasi. Pada prekondisi hipoksia akan menyebabkan sekresi dari VEGF, HGF 1, IGF -1, SDF-1. (Madrigal et al, 2014) VEGF akan meningkatkan angiogenesis dan mencegah apoptosis endotel (Oyama et al., 1998). HGF berperan dalam menurunkan aktifitas autoreaktif sel limfosit B (Khuwoira et al., 2006), sehingga produksi antibodi akan menurun. Selain itu HGF juga akan menurunkan apoptosis endotel (Nakagami, 2004) sehingga akan menurunkan vaskulitis. IGF 1 berperan dalam menurunkan apoptosis endotel dan meningkatkan toleransi dari sel APC (Fernandez et al, 2004). Sedangkan SDF akan meningkatkan apoptosis sel T autoreaktif dan menurunkan sel B autoreaktif (Biajoux et al., 2012). Sehingga dengan pemberian media sekresi sel punca mesenkimal ini akan terjadi perbaikan dari kerusakan organ sasaran, yaitu dan perbaikan dari lupus nefritis yang ditandai dari menurunnya ekspresi IL-6 dan menurunnya kadar mikroalbuminuria. Pemberian secretome sel punca mesenkimal diharapkan lebih praktis, hipoimunogenik, dan tidak menimbulkan penyakit autoimun sekunder. 4. Nilai Kebaruan Penelitian Nilai-nilai kebaruan suatu penelitian meliputi berbagai aspek, yang secara lengkap disajikan pada gambar 16.

17 54 Masalah P e S W il a y a h a S o l u s i a r K r t s r o p a na e t e dl k g ai s t t i i f B Bb a a a r r r u u u Gambar 16. Aspek-aspek Nilai-nilai Kebaruan Nilai-nilai kebaruan dari penelitian ini adalah: a. Solusi baru. Kerangka konsep dan hasil penelitian ini merupakan solusi baru pemberian secretome akan menurunkan ekspresi IL-6 dengan menurunkan kadar mikroalbuminuria pada mencit model lupus induksi pristan. Secretome sel punca mesenkimal ini bersifat antiinflamasi, lebih hipoimmunogenik. b. Strategi baru. Dari hasil penelitian ini akan memberikan suatu informasi, bahwa dalam penggunaan secretome sebagai terapi alternatif untuk memperbaiki lupus, khususnya nefritis lupus dan lupus yang refrakter. c. Perspektif baru. Hasil penelitian ini dapat digunakan, dikembangkan lebih lanjut dalam usaha mengurangi keparahan dari nefritis lupus. Perspektif baru dapat dimungkinkan penggunaan secretome sel punca mesenkimal yang berdasarkan patogenesis biomolekuler. d. Kondisi baru. Hasil penelitian ini menginformasikan kondisi nefritis lupus menjadi lebih baik, bila dalam terapi lupus menggunakan secretome sel punca mesenkimal, sehingga kualitas hidup pasien lebih baik. Hal tersebut diatas akan membuat kondisi baru bagi penderita nefritis lupus yang mendapatkan terapi secretome.

18 55

BAB 5 ANALISIS HASIL PENELITIAN. terdiri dari dua variabel yaitu variabel ekspresi IL-17 dan TNF- α dan yang

BAB 5 ANALISIS HASIL PENELITIAN. terdiri dari dua variabel yaitu variabel ekspresi IL-17 dan TNF- α dan yang 37 BAB 5 ANALISIS HASIL PENELITIAN 5.1.Deskripsi Variabel Penelitian Variabel penelitian yang diduga dipengaruhi oleh terapi secretome terdiri dari dua variabel yaitu variabel ekspresi IL-17 dan TNF- α

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. penyakit beragam (Perhimpunan Reumatologi Indonesia, 2011). Manifestasi klinis SLE

BAB I PENDAHULUAN. penyakit beragam (Perhimpunan Reumatologi Indonesia, 2011). Manifestasi klinis SLE BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Systemic Lupus Erythematosus (SLE) adalah penyakit inflamasi autoimun kronis yang belum jelas penyebabnya dengan gambaran klinis yang luas serta tampilan perjalanan

Lebih terperinci

BAB II LANDASAN TEORI

BAB II LANDASAN TEORI BAB II LANDASAN TEORI A. Tinjauan Pustaka 1. Lupus Erimatosus Sistemik a. Definisi Lupus Eritematosus Sistemik (SLE) adalah penyakit autoimun yang kompleks ditandai oleh adanya autoantibodi terhadap inti

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Lupus Eritematosus Sistemik (LES) merupakan penyakit multisistem yang disebabkan kerusakan jaringan akibat deposisi kompleks imun berupa ikatan antibodi dengan komplemen.

Lebih terperinci

BAB II LANDASAN TEORI. Systemic Lupus Erythematosus (SLE) adalah penyakit autoimun kompleks yang

BAB II LANDASAN TEORI. Systemic Lupus Erythematosus (SLE) adalah penyakit autoimun kompleks yang BAB II LANDASAN TEORI A. TINJAUAN PUSTAKA 1. Systemic Lupus Erythematosus (SLE) a. Definisi Systemic Lupus Erythematosus (SLE) adalah penyakit autoimun kompleks yang ditandai autoantibodi terhadap inti

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Lupus Eritematosus Sistemik (SLE) adalah penyakit autoimun yang kompleks ditandai oleh adanya autoantibodi terhadap inti sel dan melibatkan banyak sistem organ dalam

Lebih terperinci

BAB 2 LANDASAN TEORI. banyak sistem organ (Mocarzel et al., 2015) (Suarjana, 2014), serta respon

BAB 2 LANDASAN TEORI. banyak sistem organ (Mocarzel et al., 2015) (Suarjana, 2014), serta respon 6 BAB 2 LANDASAN TEORI 2.1. TINJAUAN PUSTAKA 2.1.1. Systemic Lupus Erythematosus (SLE) 2.1.1.1. Definisi Systemic Lupus Erythematosus (SLE) adalah penyakit autoimun kompleks ditandai dengan autoantibodi

Lebih terperinci

] 2 (Steel dan Torrie, 1980)

] 2 (Steel dan Torrie, 1980) BAB III METODE PENELITIAN A. Jenis Penelitian Penelitian ini menggunakan rancangan penelitian eksperimental dengan metode post test only control group design. B. Tempat Penelitian Tempat pemeliharaan dan

Lebih terperinci

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN. jenis teripang yang berasal dari Pantai Timur Surabaya (Paracaudina australis,

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN. jenis teripang yang berasal dari Pantai Timur Surabaya (Paracaudina australis, BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1. Hasil Penelitian Penelitian ini dilakukan untuk mengetahui pengaruh pemberian ekstrak tiga jenis teripang yang berasal dari Pantai Timur Surabaya (Paracaudina australis,

Lebih terperinci

BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN

BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN A. Karakteristik Subyek Penelitian Penelitian ini dimaksudkan untuk mengetahui apakah terdapat perbedaan penurunan kadar HsCRP dan tekanan darah antara pemberian

Lebih terperinci

BAB III METODE PENELITIAN

BAB III METODE PENELITIAN 29 BAB III METODE PENELITIAN A. Tempat dan waktu penelitian Tempat penelitian: a. Tempat pemeliharaan dan induksi hewan dilakukan di kandang hewan percobaan Laboratorium Histologis Fakultas Kedokteran

Lebih terperinci

BAB III METODE PENELITIAN. test only control group design. Pengukuran awal tidak dilakukan karena dianggap sama untuk

BAB III METODE PENELITIAN. test only control group design. Pengukuran awal tidak dilakukan karena dianggap sama untuk BAB III METODE PENELITIAN A. Jenis Penelitian Penelitian ini menggunakan rancangan penelitian eksperimental dengan metode post test only control group design. Pengukuran awal tidak dilakukan karena dianggap

Lebih terperinci

GASTROPATI HIPERTENSI PORTAL

GASTROPATI HIPERTENSI PORTAL BAB 3 KERANGKA KONSEPTUAL DAN HIPOTESIS 3.1 Kerangka konseptual VIRUS SEL KUFFER SIMVASTATIN NFkβ IL 6 TNF α IL 1β TGF β1 HEPATOSIT CRP FIBROSIS ECM D I S F U N G S I E N D O T E L KOLAGEN E SELEKTIN inos

Lebih terperinci

(Z ½α+Zβ ) BAB III METODE PENELITIAN

(Z ½α+Zβ ) BAB III METODE PENELITIAN BAB III METODE PENELITIAN A. Jenis Penelitian Penelitian ini menggunakan rancangan penelitian eksperimental tanpa adanya pengukuran awal (pretest) tetapi hanya pengukuran akhir (post test) / post-test

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN. membuat kadar kolesterol darah sangat sulit dikendalikan dan dapat menimbulkan

BAB 1 PENDAHULUAN. membuat kadar kolesterol darah sangat sulit dikendalikan dan dapat menimbulkan BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Pola makan modern yang banyak mengandung kolesterol, disertai intensitas makan yang tinggi, stres yang menekan sepanjang hari, obesitas dan merokok serta aktivitas

Lebih terperinci

BAB 5 ANALISIS HASIL PENELITIAN. Dismutase Oral (SOD) terhadap kadar Glicated Albumin (GA) dan high sentitif c-

BAB 5 ANALISIS HASIL PENELITIAN. Dismutase Oral (SOD) terhadap kadar Glicated Albumin (GA) dan high sentitif c- BAB 5 ANALISIS HASIL PENELITIAN 5.1 Hasil peneltian 5.1.1 Proses Analisis Penelitian Penelitian ini dimaksudkan untuk mengetahui pengaruh Super Oxide Dismutase Oral (SOD) terhadap kadar Glicated Albumin

Lebih terperinci

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN 4. 1. Hasil 4. 1. 1. Karakteristik Subjek Penelitian Tujuan khusus penelitian ini adalah menganalisis fungsi VEGF 121 rekombinan sebagai terapi preeklamsia, terutama ekspresi

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Anemia hemolitik otoimun (autoimmune hemolytic anemia /AIHA)

BAB I PENDAHULUAN. Anemia hemolitik otoimun (autoimmune hemolytic anemia /AIHA) BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar belakang Anemia hemolitik otoimun (autoimmune hemolytic anemia /AIHA) merupakan salah satu penyakit otoimun di bagian hematologi. AIHA tergolong penyakit yang jarang, akan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. sering ditemukan pada wanita usia reproduksi berupa implantasi jaringan

BAB I PENDAHULUAN. sering ditemukan pada wanita usia reproduksi berupa implantasi jaringan BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Penelitian Endometriosis merupakan salah satu penyakit ginekologi yang sering ditemukan pada wanita usia reproduksi berupa implantasi jaringan (sel-sel kelenjar dan

Lebih terperinci

HASIL DAN PEMBAHASAN

HASIL DAN PEMBAHASAN 18 BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN Hasil uji tantang virus AI H5N1 pada dosis 10 4.0 EID 50 /0,1 ml per ekor secara intranasal menunjukkan bahwa virus ini menyebabkan mortalitas pada ayam sebagai hewan coba

Lebih terperinci

BAB VI PEMBAHASAN. Analisis jumlah limfosit T CD4+ pada penelitian ini dijadikan baseline yang juga

BAB VI PEMBAHASAN. Analisis jumlah limfosit T CD4+ pada penelitian ini dijadikan baseline yang juga 54 BAB VI PEMBAHASAN Analisis jumlah limfosit T CD4+ pada penelitian ini dijadikan baseline yang juga berperan sebagai Immunological recovery pada saat memulai terapi ARV sehingga dapat memaksimalkan respon

Lebih terperinci

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN. kontrol (hanya terapi empirik). Dua biomarker yaitu kadar TNF- serum diukur

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN. kontrol (hanya terapi empirik). Dua biomarker yaitu kadar TNF- serum diukur digilib.uns.ac.id BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN A. HASIL Penelitian dilakukan pada pasien pneumonia yang dirawat inap di RSUD Dr.Moewardi Surakarta. Selama bulan September 2015 hingga Oktober 2015 diambil

Lebih terperinci

FAKTOR IMUNOLOGI PATOGENESIS ENDOMETRIOSIS

FAKTOR IMUNOLOGI PATOGENESIS ENDOMETRIOSIS FAKTOR IMUNOLOGI PATOGENESIS ENDOMETRIOSIS FATMAWATI MADYA SP2FER S ENDOMETRIOSIS Telah banyak hipotesa diajukan untuk menerangkan patogenesis endometriosis, tapi hingga kini belum ada satupun teori yang

Lebih terperinci

CATATAN SINGKAT IMUNOLOGI

CATATAN SINGKAT IMUNOLOGI CATATAN SINGKAT IMUNOLOGI rina_susilowati@ugm.ac.id Apakah imunologi itu? Imunologi adalah ilmu yang mempelajari sistem imun. Sistem imun dipunyai oleh berbagai organisme, namun pada tulisan ini sistem

Lebih terperinci

BAB 2 TERMINOLOGI SITOKIN. Sitokin merupakan protein-protein kecil sebagai mediator dan pengatur

BAB 2 TERMINOLOGI SITOKIN. Sitokin merupakan protein-protein kecil sebagai mediator dan pengatur BAB 2 TERMINOLOGI SITOKIN Sitokin merupakan protein-protein kecil sebagai mediator dan pengatur immunitas, inflamasi dan hematopoesis. 1 Sitokin adalah salah satu dari sejumlah zat yang disekresikan oleh

Lebih terperinci

HASIL DAN PEMBAHASAN

HASIL DAN PEMBAHASAN HASIL DAN PEMBAHASAN Penurunan jumlah ookista dalam feses merupakan salah satu indikator bahwa zat yang diberikan dapat berfungsi sebagai koksidiostat. Rataan jumlah ookista pada feses ayam berdasarkan

Lebih terperinci

Mekanisme Pertahanan Tubuh. Kelompok 7 Rismauzy Marwan Imas Ajeung P Andreas P Girsang

Mekanisme Pertahanan Tubuh. Kelompok 7 Rismauzy Marwan Imas Ajeung P Andreas P Girsang Mekanisme Pertahanan Tubuh Kelompok 7 Rismauzy Marwan Imas Ajeung P Andreas P Girsang Imunitas atau kekebalan adalah sistem mekanisme pada organisme yang melindungi tubuh terhadap pengaruh biologis luar

Lebih terperinci

BAB II KOMPONEN YANG TERLIBAT DALAM SISTEM STEM IMUN

BAB II KOMPONEN YANG TERLIBAT DALAM SISTEM STEM IMUN BAB II KOMPONEN YANG TERLIBAT DALAM SISTEM STEM IMUN Sel yang terlibat dalam sistem imun normalnya berupa sel yang bersirkulasi dalam darah juga pada cairan lymph. Sel-sel tersebut dapat dijumpai dalam

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Cedera ginjal akut (Acute Kidney Injury / AKI) memiliki insidensi yang terus meningkat setiap tahunnya

BAB I PENDAHULUAN. Cedera ginjal akut (Acute Kidney Injury / AKI) memiliki insidensi yang terus meningkat setiap tahunnya 1 BAB I PENDAHULUAN I.1. Latar Belakang Cedera ginjal akut (Acute Kidney Injury / AKI) memiliki insidensi yang terus meningkat setiap tahunnya (Cerda et al., 2008). Berbagai macam strategi pencegahan telah

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Psoriasis merupakan penyakit kulit yang penyebabnya sampai saat ini masih belum

BAB I PENDAHULUAN. Psoriasis merupakan penyakit kulit yang penyebabnya sampai saat ini masih belum 1 BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Psoriasis merupakan penyakit kulit yang penyebabnya sampai saat ini masih belum diketahui. Penyakit ini tidak mengancam jiwa, namun lesi kulit yang terjadi menimbulkan

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang

BAB 1 PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang BAB 1 PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Dunia sekarang mengalami penderitaan akibat dampak epidemik dari berbagai penyakit penyakit akut dan kronik yang semakin meningkat dari tahun ke tahun. Penyakit penyakit

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN. terjadi di seluruh dunia oleh World Health Organization (WHO) dengan

BAB 1 PENDAHULUAN. terjadi di seluruh dunia oleh World Health Organization (WHO) dengan BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Diabetes melitus (DM) telah dikategorikan sebagai penyakit yang terjadi di seluruh dunia oleh World Health Organization (WHO) dengan jumlah pasien yang terus meningkat

Lebih terperinci

BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN

BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN A. HASIL Penelitian ini dilakukan pada penderita asma rawat jalan di RSUD Dr. Moewardi Surakarta pada bulan Agustus-September 2016. Jumlah keseluruhan subjek yang

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. meningkat menjadi 300 juta. Jumlah tertinggi penderita diabetes mellitus terdapat

BAB I PENDAHULUAN. meningkat menjadi 300 juta. Jumlah tertinggi penderita diabetes mellitus terdapat 1 BAB I PENDAHULUAN 1.1.Latar Belakang Berdasarkan penelitian epidemiologi, Word Healty Organitation (WHO) memperkirakan bahwa pada tahun 2000 jumlah penderita diabetes mellitus di atas umur 20 tahun berjumlah

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang Makanan adalah sumber kehidupan. Di era modern ini, sangat banyak berkembang berbagai macam bentuk makanan untuk menunjang kelangsungan hidup setiap individu. Kebanyakan

Lebih terperinci

BAB 2. TINJAUAN PUSTAKA. Atopi berasal dari bahasa Yunani yaitu atopos, yang memiliki arti tidak pada

BAB 2. TINJAUAN PUSTAKA. Atopi berasal dari bahasa Yunani yaitu atopos, yang memiliki arti tidak pada 4 BAB 2. TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Atopi dan uji tusuk kulit Atopi berasal dari bahasa Yunani yaitu atopos, yang memiliki arti tidak pada tempatnya dan sering digunakan untuk menggambarkan penyakit yang diperantarai

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN. Transplantasi ginjal merupakan pilihan pengobatan untuk pasien yang

BAB 1 PENDAHULUAN. Transplantasi ginjal merupakan pilihan pengobatan untuk pasien yang BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Transplantasi ginjal merupakan pilihan pengobatan untuk pasien yang memiliki penyakit ginjal stadium akhir, pasien dengan transplantasi ginjal mempunyai harapan

Lebih terperinci

BAB V HASIL PENELITIAN. Subjek Penelitian ini adalah Hematopoetic Stem cell dari darah perifer Dewasa yang

BAB V HASIL PENELITIAN. Subjek Penelitian ini adalah Hematopoetic Stem cell dari darah perifer Dewasa yang BAB V HASIL PENELITIAN.1 Karakteristik Subjek Penelitian Subjek Penelitian ini adalah Hematopoetic Stem cell dari darah perifer Dewasa yang secara random digunakan sebanyak 20 sediaan sebagai sampel, yang

Lebih terperinci

BAB I. PENDAHULUAN. 1.1.Latar Belakang. respon terhadap stres adalah hippocampus. Hippocampus merupakan bagian dari

BAB I. PENDAHULUAN. 1.1.Latar Belakang. respon terhadap stres adalah hippocampus. Hippocampus merupakan bagian dari 14 BAB I. PENDAHULUAN 1.1.Latar Belakang Tantangan yang terjadi di masyarakat pada saat ini dapat mengakibatkan stres pada manusia(garciá et al., 2008). Organ yang berperan penting dalam respon terhadap

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. negara karena serangan Jantung. Salah satu penyakit yang menyebabkan kematian

BAB I PENDAHULUAN. negara karena serangan Jantung. Salah satu penyakit yang menyebabkan kematian 1 BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Penyakit kardiovaskular adalah penyebab kematian tertinggi di dunia. Hal ini disebabkan oleh karena meningkatnya populasi kematian usia produktif di banyak

Lebih terperinci

BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN. 1. Perbedaan Rerata Berat Badan Tikus Putih (Rattus novergicus) Pre

BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN. 1. Perbedaan Rerata Berat Badan Tikus Putih (Rattus novergicus) Pre A. Hasil Penelitian BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN 1. Perbedaan Rerata Berat Badan Tikus Putih (Rattus novergicus) Pre test dan Post test Pemberian Induksi Asap Rokok dan Ekstrak Kulit Jeruk Manis

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. pada pria dan 21,6% pada wanita (Zhu et al., 2011). Data tahun 2012 pada populasi

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. pada pria dan 21,6% pada wanita (Zhu et al., 2011). Data tahun 2012 pada populasi BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Prevalensi hiperurisemia pada populasi manusia cukup tinggi. Studi di Amerika tahun 2011 menunjukkan bahwa prevalensi hiperurisemia sebesar 21,2% pada pria dan 21,6%

Lebih terperinci

BAB I. PENDAHULUAN. I. 1. Latar Belakang Masalah. Fibrosis merupakan pembentukan jaringan parut yang berlebihan

BAB I. PENDAHULUAN. I. 1. Latar Belakang Masalah. Fibrosis merupakan pembentukan jaringan parut yang berlebihan BAB I. PENDAHULUAN I. 1. Latar Belakang Masalah Fibrosis merupakan pembentukan jaringan parut yang berlebihan terutama pada organ paru, pembuluh darah, jantung dan ginjal (Sakai et al., 1996). Di Amerika

Lebih terperinci

BAB 5 PEMBAHASAN. penelitian terdiri atas pria sebanyak 21 (51,2%) dan wanita sebanyak 20

BAB 5 PEMBAHASAN. penelitian terdiri atas pria sebanyak 21 (51,2%) dan wanita sebanyak 20 70 BAB 5 PEMBAHASAN Telah dilakukan penelitian pada 41 penderita stroke iskemik. Subyek penelitian terdiri atas pria sebanyak 21 (51,2%) dan wanita sebanyak 20 (48,8%). Rerata (SD) umur penderita stroke

Lebih terperinci

serta terlibat dalam metabolisme energi dan sintesis protein (Wester, 1987; Saris et al., 2000). Dalam studi epidemiologi besar, menunjukkan bahwa

serta terlibat dalam metabolisme energi dan sintesis protein (Wester, 1987; Saris et al., 2000). Dalam studi epidemiologi besar, menunjukkan bahwa BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Dalam tubuh manusia, sistem imun sangat memegang peranan penting dalam pertahanan tubuh terhadap berbagai antigen (benda asing) dengan memberantas benda asing tersebut

Lebih terperinci

BAB 4 HASIL PENELITIAN. Penelitian telah dilakukan tentang pengaruh pemberian ekstrak etanol

BAB 4 HASIL PENELITIAN. Penelitian telah dilakukan tentang pengaruh pemberian ekstrak etanol 44 BAB 4 HASIL PENELITIAN Penelitian telah dilakukan tentang pengaruh pemberian ekstrak etanol umbi bidara upas (Merremia mammosa) terhadap fagositosis makrofag dan produksi nitrit oksida makrofag pada

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN. metabolisme karbohidrat, lemak dan protein. Terjadinya diabetes melitus ini

BAB 1 PENDAHULUAN. metabolisme karbohidrat, lemak dan protein. Terjadinya diabetes melitus ini 1 BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar belakang Diabetes melitus (DM) yang juga dikenal di Indonesia dengan istilah penyakit kencing manis adalah kelainan metabolisme yang disebabkan oleh banyak faktor dengan gejala

Lebih terperinci

MATURASI SEL LIMFOSIT

MATURASI SEL LIMFOSIT BAB 5 MATURASI SEL LIMFOSIT 5.1. PENDAHULUAN Sintesis antibodi atau imunoglobulin (Igs), dilakukan oleh sel B. Respon imun humoral terhadap antigen asing, digambarkan dengan tipe imunoglobulin yang diproduksi

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. peningkatan jumlah penyandang diabetes cukup besar untuk tahun-tahun

BAB I PENDAHULUAN. peningkatan jumlah penyandang diabetes cukup besar untuk tahun-tahun BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Berbagai penelitian epidemiologi menunjukkan adanya kecenderungan peningkatan angka insidens dan prevalensi diabetes melitus (DM) tipe 2 di berbagai penjuru dunia. WHO

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Human Immunodeficiency Virus (HIV) merupakan agen penyebab Acquired

BAB I PENDAHULUAN. Human Immunodeficiency Virus (HIV) merupakan agen penyebab Acquired BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Human Immunodeficiency Virus (HIV) merupakan agen penyebab Acquired immunodeficiency syndrome (AIDS) dan AIDS merupakan tahap akhir dari infeksi HIV. AIDS didefinisikan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. 8,7% di tahun 2001, dan menjadi 9,6% di tahun

BAB I PENDAHULUAN. 8,7% di tahun 2001, dan menjadi 9,6% di tahun BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar belakang Asma merupakan penyakit kronik yang sering ditemukan dan merupakan salah satu penyebab angka kesakitan pada anak di seluruh dunia. Di negara maju dan negara berkembang

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Malaria merupakan salah satu penyakit menular utama di sebagian wilayah Indonesia seperti di Maluku Utara, Papua Barat, dan Sumatera Utara. World Malaria Report - 2008,

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Penyakit kardiovaskuler merupakan suatu penyakit yang diakibatkan oleh

BAB I PENDAHULUAN. Penyakit kardiovaskuler merupakan suatu penyakit yang diakibatkan oleh BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Penyakit kardiovaskuler merupakan suatu penyakit yang diakibatkan oleh adanya gangguan pada jantung dan pembuluh darah. Data World Heart Organization menunjukkan bahwa

Lebih terperinci

BAB VI PEMBAHASAN. Mencit Balb/C yang digunakan dalam penelitian ini diperoleh dari. Laboratorium Biomedik Fakultas Kedokteran Universitas Muhamadiyah

BAB VI PEMBAHASAN. Mencit Balb/C yang digunakan dalam penelitian ini diperoleh dari. Laboratorium Biomedik Fakultas Kedokteran Universitas Muhamadiyah BAB VI PEMBAHASAN Mencit Balb/C yang digunakan dalam penelitian ini diperoleh dari Laboratorium Biomedik Fakultas Kedokteran Universitas Muhamadiyah Yogyakarta. Banyaknya mencit yang digunakan adalah 24

Lebih terperinci

ulangan pada tiap perlakuan. Pada penelitian ini dilakuan sebanyak 6 kali ulangan.

ulangan pada tiap perlakuan. Pada penelitian ini dilakuan sebanyak 6 kali ulangan. Hasil dari perhitungan rumus di atas diperoleh nilai minimal 3 kali ulangan pada tiap perlakuan. Pada penelitian ini dilakuan sebanyak 6 kali ulangan. 3.6. Analisis Data Data-data yang diperoleh adalah

Lebih terperinci

BAB V HASIL PENELITIAN

BAB V HASIL PENELITIAN BAB V HASIL PENELITIAN 5.1 Karakteristik Subjek Penelitian Untuk menjawab tujuan dan membuktikan hipotesis, pada penelitian ini menggunakan 72 ekor hewan, dikelompokkan ke dalam 3 kelompok waktu perlakuan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Penelitian. Penyakit hati menahun dan sirosis merupakan penyebab kematian kesembilan di

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Penelitian. Penyakit hati menahun dan sirosis merupakan penyebab kematian kesembilan di BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Penelitian 1. Perumusan masalah Penyakit hati menahun dan sirosis merupakan penyebab kematian kesembilan di Amerika Serikat dan bertanggung jawab terhadap 1,2% seluruh

Lebih terperinci

MODULASI SEL PUNCA MESENKIMAL DALAM MENURUNKAN KADAR HIGH SENSITIVITY C-REACTIVE PROTEIN SEBAGAI TERAPI NEFRITIS LUPUS

MODULASI SEL PUNCA MESENKIMAL DALAM MENURUNKAN KADAR HIGH SENSITIVITY C-REACTIVE PROTEIN SEBAGAI TERAPI NEFRITIS LUPUS MODULASI SEL PUNCA MESENKIMAL DALAM MENURUNKAN KADAR HIGH SENSITIVITY C-REACTIVE PROTEIN SEBAGAI TERAPI NEFRITIS LUPUS MESENCHYMAL STEM CELLS MODULATION IN REDUCING HIGH SENSITIVIY OF C-REACTIVE PROTEIN

Lebih terperinci

BAB 4 HASIL PERCOBAAN DAN BAHASAN

BAB 4 HASIL PERCOBAAN DAN BAHASAN 16 BAB 4 HASIL PERCOBAAN DAN BAHASAN Ekstrak buah mahkota dewa digunakan karena latar belakang penggunaan tradisionalnya dalam mengobati penyakit rematik. Berdasarkan penelitian sebelumnya, ekstrak etanol

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN A. LATAR BELAKANG

BAB I PENDAHULUAN A. LATAR BELAKANG 1 BAB I PENDAHULUAN A. LATAR BELAKANG Penyakit paru obstruksi kronik adalah salah satu penyebab kematian utama karena merokok (Barnes PJ., 2007). PPOK merupakan masalah kesehatan global yang menjadi penyebab

Lebih terperinci

BAB III KERANGKA KONSEP DAN HIPOTESIS MN / PMN LPS. NLRP3 ASC Adaptor protein OLIGOMERASI INFLAMMASOME. IL-1β SEPSIS SURVIVAL

BAB III KERANGKA KONSEP DAN HIPOTESIS MN / PMN LPS. NLRP3 ASC Adaptor protein OLIGOMERASI INFLAMMASOME. IL-1β SEPSIS SURVIVAL BAB III KERANGKA KONSEP DAN HIPOTESIS 3.1. Kerangka Konseptual dan Hipotesis LPS CD14 TLR 4 TRAF poliubikuitinisa IKK MN / PMN LPS EKSTRA SEL SITOSOL Degradasi IKB NFƙB aktif Migrasi ke dalam nukleus NLRP3

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. kematian ibu, disamping perdarahan dan infeksi. Dari kelompok hipertensi

BAB I PENDAHULUAN. kematian ibu, disamping perdarahan dan infeksi. Dari kelompok hipertensi BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Hipertensi dalam kehamilan merupakan penyebab 3 besar kematian ibu, disamping perdarahan dan infeksi. Dari kelompok hipertensi dalam kehamilan, syndrom preeklampsia,

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. virus DEN 1, 2, 3, dan 4 dan ditularkan oleh nyamuk Aedes aegepty dan Aedesal

BAB I PENDAHULUAN. virus DEN 1, 2, 3, dan 4 dan ditularkan oleh nyamuk Aedes aegepty dan Aedesal 1 BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Penelitian Infeksi dengue masih merupakan masalah kesehatan masyarakat dan menimbulkan dampak sosial maupun ekonomi. Infeksi dengue disebabkan oleh virus DEN 1,

Lebih terperinci

BAB 4. HASIL DAN PEMBAHASAN. Penelitian dilakukan di klinik alergi Bagian / SMF THT-KL RS Dr. Kariadi

BAB 4. HASIL DAN PEMBAHASAN. Penelitian dilakukan di klinik alergi Bagian / SMF THT-KL RS Dr. Kariadi 29 BAB 4. HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1. HASIL PENELITIAN 4.1.1. Jumlah Sampel Penelitian Penelitian dilakukan di klinik alergi Bagian / SMF THT-KL RS Dr. Kariadi Semarang, didapatkan 44 penderita rinitis alergi

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. Jumlah penderita diabetes mellitus (DM) di Indonesia menurut World Health

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. Jumlah penderita diabetes mellitus (DM) di Indonesia menurut World Health BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Jumlah penderita diabetes mellitus (DM) di Indonesia menurut World Health Organizaton (WHO) pada tahun 2000 diperkirakan sekitar 4 juta orang, jumlah tersebut diperkirakan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Inflamasi merupakan reaksi yang kompleks terhadap agen penyebab jejas, seperti mikroba dan kerusakan sel. Respon inflamasi berhubungan erat dengan proses penyembuhan,

Lebih terperinci

Bab 1 PENDAHULUAN. Preeklampsia-eklampsia sampai saat ini masih merupakan the disease of

Bab 1 PENDAHULUAN. Preeklampsia-eklampsia sampai saat ini masih merupakan the disease of Bab 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Preeklampsia-eklampsia sampai saat ini masih merupakan the disease of theories, penelitian telah begitu banyak dilakukan namun angka kejadian Preeklampsia-eklampsia

Lebih terperinci

I. BAB I PENDAHULUAN. I.1. Latar Belakang. cukup tinggi menyebabkan kematian penduduk dunia dan sekarang ini jumlah

I. BAB I PENDAHULUAN. I.1. Latar Belakang. cukup tinggi menyebabkan kematian penduduk dunia dan sekarang ini jumlah I. BAB I PENDAHULUAN I.1. Latar Belakang Gagal ginjal kronis merupakan salah satu penyakit tidak menular yang cukup tinggi menyebabkan kematian penduduk dunia dan sekarang ini jumlah kasusnya terus meningkat.

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. Malaria merupakan salah satu penyakit infeksius. yang disebabkan oleh gigitan nyamuk Anopheles betina.

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. Malaria merupakan salah satu penyakit infeksius. yang disebabkan oleh gigitan nyamuk Anopheles betina. 1 BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang Malaria merupakan salah satu penyakit infeksius disebabkan oleh gigitan nyamuk Anopheles betina. Penyakit menjadi penyakit endemis di negara-negara tropis, salah penyertanya

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN Latar Belakang

BAB 1 PENDAHULUAN Latar Belakang BAB 1 PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Hiperglikemia merupakan manifestasi penyakit diabetes mellitus (DM). Pada saat ini prevalensinya makin meningkat di negara maju. Penyakit ini menempati peringkat empat

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Tuberkulosis (TB) adalah penyakit yang disebabkan oleh bakteri

BAB I PENDAHULUAN. Tuberkulosis (TB) adalah penyakit yang disebabkan oleh bakteri BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Permasalahan Tuberkulosis (TB) adalah penyakit yang disebabkan oleh bakteri Mycobacterium tuberculosis (Kim et al., 2009). Tuberkulosis pada umumnya terjadi di paru-paru

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Universitas Sumatera Utara

BAB I PENDAHULUAN. Universitas Sumatera Utara BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Gastritis adalah suatu kondisi medis yang ditandai dengan peradangan pada lapisan lambung. Berbeda dengan dispepsia,yang bukan merupakan suatu diagnosis melainkan suatu

Lebih terperinci

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1 Hasil 4.1.1. Deskripsi subjek penelitian Subjek penelitian adalah tikus putih galur Wistar (Rattus Norvegicus) jantan usia sekitar 3 bulan dengan berat badan 120-220 gram.

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Inflamasi adalah reaksi tubuh terhadap jejas yang terjadi dalam tubuh manusia. Inflamasi, bila terjadi terus menerus dalam waktu lama maka merupakan salah satu faktor

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. I.1. Latar Belakang. Masyarakat telah mengetahui bahwa kebiasaan. berolah raga adalah cara yang efektif untuk menjaga

BAB I PENDAHULUAN. I.1. Latar Belakang. Masyarakat telah mengetahui bahwa kebiasaan. berolah raga adalah cara yang efektif untuk menjaga BAB I PENDAHULUAN I.1. Latar Belakang Masyarakat telah mengetahui bahwa kebiasaan berolah raga adalah cara yang efektif untuk menjaga kesehatan. Gerak tubuh yang pasif dapat meningkatkan faktor risiko

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. depigmentasi kulit berupa makula hipopigmentasi disebabkan karena hilangnya

BAB I PENDAHULUAN. depigmentasi kulit berupa makula hipopigmentasi disebabkan karena hilangnya BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar belakang Vitiligo merupakan suatu gangguan pigmentasi, ditandai dengan adanya depigmentasi kulit berupa makula hipopigmentasi disebabkan karena hilangnya fungsi melanosit epidermis

Lebih terperinci

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN Hasil Pengamatan Neuron Pyramidal CA1 Hippocampus

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN Hasil Pengamatan Neuron Pyramidal CA1 Hippocampus BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1. Hasil Penelitian Penelitian ini telah mendapatkan persetujuan dari Komite Etik Fakultas Kedokteran Universitas Islam Indonesia dengan nomor 19/Ka.Kom.Et/70/KE/III/2016.

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Inflamasi merupakan reaksi lokal jaringan terhadap infeksi atau cedera dan melibatkan lebih banyak mediator

BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Inflamasi merupakan reaksi lokal jaringan terhadap infeksi atau cedera dan melibatkan lebih banyak mediator BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Inflamasi merupakan reaksi lokal jaringan terhadap infeksi atau cedera dan melibatkan lebih banyak mediator dibanding respons imun yang didapat. Inflamasi dapat diartikan

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN. Rinitis alergi adalah gangguan fungsi hidung akibat inflamasi mukosa hidung yang

BAB 1 PENDAHULUAN. Rinitis alergi adalah gangguan fungsi hidung akibat inflamasi mukosa hidung yang BAB 1 PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Rinitis alergi adalah gangguan fungsi hidung akibat inflamasi mukosa hidung yang diperantarai IgE yang terjadi setelah mukosa hidung terpapar alergen. 1,2,3 Penyakit

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang 1 BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Alergi merupakan suatu keadaan hipersensitivitas terhadap kontak atau pajanan zat asing (alergen) tertentu dengan akibat timbulnya gejala-gejala klinis, yang mana

Lebih terperinci

BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN. menggunakan mikroskop cahaya perbesaran 400x. Area pengamatan dan

BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN. menggunakan mikroskop cahaya perbesaran 400x. Area pengamatan dan BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN A. Hasil Penelitian Hasil penelitian didapatkan dari perhitungan jumlah fibroblas dengan menggunakan mikroskop cahaya perbesaran 400x. Area pengamatan dan jumlah

Lebih terperinci

PENGETAHUAN DASAR. Dr. Ariyati Yosi,

PENGETAHUAN DASAR. Dr. Ariyati Yosi, PENGETAHUAN DASAR IMUNOLOGI KULIT Dr. Ariyati Yosi, SpKK PENDAHULUAN Kulit: end organ banyak kelainan yang diperantarai oleh proses imun kulit berperan secara aktif sel-sel imun (limfoid dan sel langerhans)

Lebih terperinci

PENDAHULUAN. adanya hipertensi dan proteinuria setelah 20 minggu kehamilan. Hal ini. dapat dijumpai 5-8 % dari semua wanita hamil diseluruh dunia dan

PENDAHULUAN. adanya hipertensi dan proteinuria setelah 20 minggu kehamilan. Hal ini. dapat dijumpai 5-8 % dari semua wanita hamil diseluruh dunia dan BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang Penelitian Preeklampsia adalah penyakit spesifik pada kehamilan didefinisikan adanya hipertensi dan proteinuria setelah 20 minggu kehamilan. Hal ini dapat dijumpai 5-8

Lebih terperinci

BAB V HASIL PENELITIAN. Penelitian ini menggunakan sediaan dalam bentuk ekstrak etanol 70% batang

BAB V HASIL PENELITIAN. Penelitian ini menggunakan sediaan dalam bentuk ekstrak etanol 70% batang BAB V HASIL PENELITIAN Penelitian ini menggunakan sediaan dalam bentuk ekstrak etanol 70% batang sarang semut. Saat ini, di pasaran sarang semut dijumpai dalam bentuk kapsul yang mengandung ekstrak etanol

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. ditemukan pada pasien gagal ginjal terminal (GGT). Keluhan pruritus yang

BAB I PENDAHULUAN. ditemukan pada pasien gagal ginjal terminal (GGT). Keluhan pruritus yang BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Pruritus uremia (PU) masih merupakan keluhan yang paling sering ditemukan pada pasien gagal ginjal terminal (GGT). Keluhan pruritus yang signifikan ditemukan pada 15%

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. utama morbiditas dan mortalitas ibu dan janin. The World Health

BAB I PENDAHULUAN. utama morbiditas dan mortalitas ibu dan janin. The World Health BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Preeklamsi merupakan penyulit utama dalam kehamilan dan penyebab utama morbiditas dan mortalitas ibu dan janin. The World Health Organization (WHO) melaporkan angka

Lebih terperinci

BAB V HASIL PENELITIAN

BAB V HASIL PENELITIAN BAB V HASIL PENELITIAN Tikus jantan galur Sprague dawley yang digunakan dalam penelitian ini berumur 9 minggu sebanyak 18 ekor dibagi menjadi 3 kelompok ( kontrol, P1 dan P2 ), selama penelitian semua

Lebih terperinci

BAB IV. HASIL DAN PEMBAHASAN

BAB IV. HASIL DAN PEMBAHASAN BAB IV. HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1 Hasil Penelitian Penelitian ini telah mengajukan izin kelayakan penelitian ke Komite Etik FK UII dengan nomor protokol 12/Ka.Kom.Et/70/KE/XII/2015. Hasil penelitian terhadap

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. DM yaitu DM tipe-1 dan DM tipe-2. Diabetes tipe-1 terutama disebabkan

BAB I PENDAHULUAN. DM yaitu DM tipe-1 dan DM tipe-2. Diabetes tipe-1 terutama disebabkan 1 BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Ulkus diabetikum (UD) adalah luka terbuka pada permukaan kulit yang disebabkan oleh adanya komplikasi kronik berupa mikroangiopati dan makroangiopati akibat

Lebih terperinci

MEKANISME RESPON IMUN TERHADAP KANKER PAYUDARA

MEKANISME RESPON IMUN TERHADAP KANKER PAYUDARA MEKANISME RESPON IMUN TERHADAP KANKER PAYUDARA Penyusun : 1. Tiara Fenny Santika (1500023251) 2. Weidia Candra Kirana (1500023253) 3. Ratih Lianadewi (1500023255) 4. Muna Marzuqoh (1500023259) 5. Luay

Lebih terperinci

MENJELASKAN STRUTUR DAN FUNGSI ORGAN MANUSIA DAN HEWAN TERTENTU, KELAINAN/ PENYAKIT YANG MUNGKIN TERJADI SERTA IMPLIKASINYA PADA SALINGTEMAS

MENJELASKAN STRUTUR DAN FUNGSI ORGAN MANUSIA DAN HEWAN TERTENTU, KELAINAN/ PENYAKIT YANG MUNGKIN TERJADI SERTA IMPLIKASINYA PADA SALINGTEMAS MENJELASKAN STRUTUR DAN FUNGSI ORGAN MANUSIA DAN HEWAN TERTENTU, KELAINAN/ PENYAKIT YANG MUNGKIN TERJADI SERTA IMPLIKASINYA PADA SALINGTEMAS KD 3.8. Menjelaskan mekanisme pertahanan tubuh terhadap benda

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Tingginya angka kesakitandan angka kematian terutama pada negara

BAB I PENDAHULUAN. Tingginya angka kesakitandan angka kematian terutama pada negara BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Tingginya angka kesakitandan angka kematian terutama pada negara berkembang seperti Indonesia masih disebabkan oleh penyakit infeksi. 1 Penyakit infeksi dapat disebabkan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Kanker kolorektal adalah kanker ketiga tersering di dunia dan merupakan penyebab kematian akibat kanker kedua di Amerika Serikat, setelah kanker paru-paru. Pada tahun

Lebih terperinci

BAB 5 HASIL PENELITIAN. Penelitian ini menggunakan sampel 24 ekor mencit jantan strain Swiss, setelah

BAB 5 HASIL PENELITIAN. Penelitian ini menggunakan sampel 24 ekor mencit jantan strain Swiss, setelah BAB 5 HASIL PENELITIAN Penelitian ini menggunakan sampel 24 ekor mencit jantan strain Swiss, setelah diadaptasi selama 7 hari tidak didapatkan mencit yang sakit maupun mati. Setelah itu dilakukan induksi

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. I.1 Latar Belakang. Adanya kelainan struktural atau fungsional pada. ginjal yang berlangsung selama minimal 3 bulan disebut

BAB I PENDAHULUAN. I.1 Latar Belakang. Adanya kelainan struktural atau fungsional pada. ginjal yang berlangsung selama minimal 3 bulan disebut BAB I PENDAHULUAN I.1 Latar Belakang Adanya kelainan struktural atau fungsional pada ginjal yang berlangsung selama minimal 3 bulan disebut sebagai gagal ginjal kronis (Tanto, et al, 2014). Di Amerika

Lebih terperinci

DAFTAR ISI. HALAMAN JUDUL... i. HALAMAN PENGESAHAN...ii. SURAT PERNYATAAN... iii. PRAKATA... iii. DAFTAR ISI... vi. DAFTAR SINGKATAN...

DAFTAR ISI. HALAMAN JUDUL... i. HALAMAN PENGESAHAN...ii. SURAT PERNYATAAN... iii. PRAKATA... iii. DAFTAR ISI... vi. DAFTAR SINGKATAN... DAFTAR ISI Halaman HALAMAN JUDUL... i HALAMAN PENGESAHAN...ii SURAT PERNYATAAN... iii PRAKATA... iii DAFTAR ISI... vi DAFTAR SINGKATAN... x DAFTAR TABEL... xii DAFTAR GAMBAR... xiii DAFTAR LAMPIRAN...

Lebih terperinci

IMUNITAS HUMORAL DAN SELULER

IMUNITAS HUMORAL DAN SELULER BAB 8 IMUNITAS HUMORAL DAN SELULER 8.1. PENDAHULUAN Ada dua cabang imunitas perolehan (acquired immunity) yang mempunyai pendukung dan maksud yang berbeda, tetapi dengan tujuan umum yang sama, yaitu mengeliminasi

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Selama kehamilan, wanita dihadapkan pada berbagai komplikasi yang mungkin terjadi, salah satunya adalah abortus. Abortus adalah kejadian berakhirnya kehamilan secara

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. I.1. Latar Belakang. Gagal ginjal adalah masalah kesehatan dunia. Prevalensi yang semakin meningkat, tingginya biaya, dan

BAB I PENDAHULUAN. I.1. Latar Belakang. Gagal ginjal adalah masalah kesehatan dunia. Prevalensi yang semakin meningkat, tingginya biaya, dan BAB I PENDAHULUAN I.1. Latar Belakang Gagal ginjal adalah masalah kesehatan dunia. Prevalensi yang semakin meningkat, tingginya biaya, dan buruknya prognosis gagal ginjal kini merupakan masalah yang menjadi

Lebih terperinci

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Patofisiologi Selama kehamilan normal, sitotrofoblas vili menginvasi hingga ke sepertiga bagian dalam miometrium, dan arteri spiralis kehilangan endotelium dan sebagian besar

Lebih terperinci