BAB II KEADAAN BAGELEN PADA MASA PERANG DIPONEGORO. sekarang lebih dikenal sebagai Purworejo. Purworejo merupakan nama baru

Ukuran: px
Mulai penontonan dengan halaman:

Download "BAB II KEADAAN BAGELEN PADA MASA PERANG DIPONEGORO. sekarang lebih dikenal sebagai Purworejo. Purworejo merupakan nama baru"

Transkripsi

1 BAB II KEADAAN BAGELEN PADA MASA PERANG DIPONEGORO A. Sekilas Keadaan Geografis Bagelen Bagelen merupakan sebuah wilayah di pesisir selatan Jawa Tengah yang sekarang lebih dikenal sebagai Purworejo. Purworejo merupakan nama baru sebagai pengganti nama Brengkelan, ibukota Karesidenan Bagelen. Karesidenan Bagelen terdiri atas Kabupaten Brengkelan (Purworejo), Kabupaten Semawung (Kutoarjo), Kabupaten Karangduwur (Kemiri), dan Kabupaten Ngaran ( masuk wilayah Kebumen). Kabupaten Purworejo sekarang meliputi wilayah yang termasuk ke dalam Karesidenan Bagelen dahulu, yaitu gabungan antara wilayah Brengkelan, Semawung, dan Karangduwur. Kedudukan Bagelen sebagai sebuah karesidenan kemudian dihapus pada 1 Agustus 1901 dan dimasukkan ke dalam wilayah Karesidenan Kedu. Sementara nama Bagelen sekarang hanya dipergunakan sebagai nama sebuah kecamatan di Kabupaten Purworejo. 1 Karesidenan Bagelen terletak diantara 109º º 11 Bujur Timur dan di 7º-7º 57 Lintang Selatan. Karesidenan Bagelen sebelah utara berbatasan dengan Karesidenan Pekalongan, sebelah Selatan berbatasan dengan Samudera Hindia, sebelah barat berbatasan dengan Karesidenan Banyumas dan Tegal, dan sebelah timur berbatasan dengan Karesidenan Kedu dan Yogyakarta. Dengan luas wilayah 3831 km 2 dan jumlah penduduk jiwa, Bagelen pada tahun 1830 termasuk kedalam wilayah yang tingkat kepadatan penduduknya sedang. Bagelen memiliki dataran tinggi yang terbentuk dari deretan pegunungan Kendeng yang 1 M. Imansyah Hadad, Wisata Ziarah Kabupaten Purworejo. Purworejo: Pemerintah Kabupaten Purworejo, 2006, hlm

2 26 memanjang dari timur ke barat pada perbatasan utara Karesidenan Bagelen. Sementara dataran rendah terdiri atas rawa-rawa dan deretan desa di sepanjang pantai. Deretan desa yang bermula dari Desa Kadilangu di tepi Sungai Bogowonto memanjang ke barat sampai tepi Sungai Cincingguling di Perbukitan Karangbolong dikenal dengan nama Urut Sewu. 2 Letak Bagelen yang merupakan pintu gerbang sebelum memasuki wilayah Kasultanan Yogyakarta dari arah barat menjadikan wilayah ini sangat strategis. Posisi ini begitu menguntungkan jika dilihat dari arus lalu lintas perdagangan dan ekonomi. Daerah pegunungan di sebelah utara serta dataran rendah di sebelah selatan menjadikan Bagelen sebagai daerah agraris. Produksi pertanian masih menjadi komoditas utama. Apalagi didukung dengan adanya 4 sungai besar yang mengalir di Bagelen, yaitu Sungai Bedono, Sungai Jali, Sungai Lebang dan yang paling terkenal Sungai Bogowonto. Pasca perang Diponegoro, Bagelen telah berubah menjadi sebuah kota yang terlahir kembali. Kotanya dibentuk lengkap dengan sistem sanitasi dan fasilitas transportasi sebagai sebuah unit pemukiman yang disesuaikan dengan sistem pertahanan maupun kepentingan ekonomi. Sistem tata kota yang demikian ini kemudian menjadi sebuah tatanan baru dalam pengembangan kota-kota di Indonesia pada masa kolonial. Semua itu dilakukan sebagai upaya antisipasi serta bentuk penjagaan terhadap kekuasaan Kasultanan Yogyakarta. 2 P.M. Laksono, Tradisi dalam Struktur Masyarakat Jawa Kerajaan dan Pedesaan: Alih-Ubah Model Berpikir Jawa. Yogyakarta: Gadjah Mada University Press, 1985, hlm. 64.

3 27 B. Aspek Historis Bagelen 1. Bagelen pra Perjanjian Giyanti. Daerah Bagelen sejak zaman kekuasaan Mataram Hindu telah dikenal sebagai daerah yang dinamis dan banyak terlibat dalam percaturan sejarah. Di daerah yang menjadi penghasil bahan makanan yang melimpah ini, telah ada kehidupan manusia yang teratur dan dilandasi nilai spiritual tinggi. Sebagai contoh, ditemukan peninggalan megalitik di Desa Mudalrejo, Kecamatan Loano, penemuan calon beliung, batuan tegak dan berbentuk phallus di Desa Donorati serta penemuan kapak perunggu di tepi Sungai Jebol Desa Tridadi Kecamatan Loano. 3 Penemuan peninggalan sejarah berupa prasasti dari masa Mataram Hindu juga menjadi sebuah bukti kebesaran Bagelen. Bagelen digambarkan oleh W.J. Van Der Meulen SJ sebagai nama lain dari Holing 4. Holing merupakan perubahan nama dari Halin, singkatan dari Bhagahalin, sebuah kerajaan yang berlokasi di lembah Sungai Bogowonto. Sementara, sekitar tahun 600 Masehi, Ratu Sanjaya mendirikan sebuah kerajaan di Bagelen, dengan wilayah berbentuk segitiga yang berpusat di Ledok, pojok paling utara 3 Radix Penadi, Menemukan Kembali Jati Diri Bagelen dalam Rangka Mencari Hari Jadi. Purworejo: Lembaga Studi dan Pengembangan Budaya, 1993, hlm Holing atau Ho Ling, dalam kitab sejarah Dinasti Tang kuno ( ) merupakan sebuah kerajaan di Jawa, sebuah pulau di Laut Selatan. Kotanya dikelilingi pagar kayu, rajanya berdiam di istana bertingkat, beratap daun palma. Penduduknya pandai menulis dan mengenal ilmu falak. Pada tahun 604 Masehi kerajaan Holing mengirimkan utusan ke negeri Cina, berlanjut pada tahun 666 Masehi. Lihat Radix Penadi, Kerajaan Bagelen Didirikan Oleh Sanjaya, Kedaulatan Rakyat, 19 Oktober hlm. 10.

4 28 dari Bagelen. Wilayahnya meliputi Pantai Selatan, dengan puncak Gunung Prahu ( Dieng) dan Bogowonto sebagai sungai utama. 5 Nama Bagelen sendiri pada masa Kerajaan Mataram Islam lebih terkenal lagi. Keruntuhan Demak dan berpindahnya pusat kekuasaan ke Pajang, tidak menjadikan kesetiaan Bagelen menipis. Peranan para jawara atau Kenthol Bagelen dalam peperangan sangat besar. Dimulai pada masa pemerintahan Panembahan Senopati, keikutsertaan para Kenthol Bagelen di setiap operasi militer Mataram semakin sering. Pada masa pemerintahan Sultan Agung, dalam memadamkan pemberontakan Dipati Ukur, pasukan Bagelen turut berpartisipasi. Disebutkan, pasukan dari daerah pesisir berbaris di sebelah utara, orang Banyumas di sebelah barat, dan orang Bagelen di sebelah selatan. 6 Pola pembagian kewilayahan Mataram Islam yang menempatkan raja secara berurutan dikelilingi oleh keraton, Negara, Negaraagung dan Mancanegara. Keraton bersama Negara adalah pusat kerajaan yang berfungsi sebagai ibukota seluruh negeri. Bagelen pada masa pemerintahan Sultan Agung termasuk ke dalam wilayah Negaraagung (Negara gedhe) yang masih ada di sekitar Kutagara. Negaraagung sendiri merupakan suatu wilayah di luar Negara yang berisi tanah mahosan dalem atau tanah yang diperuntukkan bagi pemasukan pajak ke kas keraton dan tanah jabatan para bangsawan keraton 5 W.J. Van Der Meulen, Indonesia Diambang Sejarah. Yogyakarta: Kanisius, 1988, hlm Radix Penadi, op.cit., hlm. 26.

5 29 serta pejabat kerajaan yang tinggal di dalam Negara. Wilayah Negaraagung sendiri dibagi menjadi delapan bagian 7, yaitu sebagai berikut : a. Daerah Bumi ( Kedu sebelah barat Sungai Praga) meliputi cacah. b. Bumi Jo (Kedu sebelah timur Sungai Progo) meliputi cacah. c. Siti Ageng Kiwo (sisi sebelah kiri jalan besar Pajang Demak) meliputi cacah. d. Siti Ageng Tengen (sisi sebelah kanan jalan besar Pajang Demak) meliputi cacah. e. Sewu (daerah Bagelen antara Sungai Bogowonto sampai Sungai Donan, Cilacap) meliputi cacah. f. Numbak Anyar (daerah Bagelen antara Sungai Bogowonto sampai sungai Progo) meliputi cacah. g. Panumping (daerah Sukowati) meliputi cacah. h. Panekar ( daerah Pajang) meliputi cacah. Tahun 1655, pada masa pemerintahan Sultan Amangkurat I, Sultan mengangkat empat orang wedana pesisir. Bersamaaan dengan itu, Sultan juga mengangkat empat wedana jaba atau wedana luar atas Negaraagung, yaitu Surakarta, Yogyakarta, Kedu, dan Bagelen. Selain itu, dalam perang antara Mataram dan Banten, dalam rombongan ekspedisi militer ke Karawang, terdapat armada kapal yang tiga diantaranya diisi prajurit Bagelen. Masing- 7 Terdapat dalam naskah no.1 dalam arsip sebelum Perjanjian Giyanti tentang pembagian wilayah kerajaan, struktur birokrasi, dan nama kesatuan prajurit Mataram pada masa pemerintahan Sultan Agung Hanyakrakusuma ( ). S. Margana, Kraton Surakarta dan Yogyakarta Yogyakarta: Pustaka Pelajar, 2010, hlm. 1.

6 30 masing dipimpin oleh Kenthol Abadsara (Ampatsara), Kenthol Pusparaga, dan Wangsamarta. 8 Tanggal 28 Juni 1677, Keraton Plered jatuh ke tangan pemberontakan Trunojoyo dan memaksa Sultan Amangkurat I keluar dari keraton. Hari Senin, 29 Juni 1677, rombongan kerajaan sampai di Jagabaya yang termasuk wilayah Bagelen dan bertemu dengan pasukan pemberontak. Beruntung, datang bala bantuan dari Kyai Baidowi bersama rakyat Bagelen. Sultan berhasil selamat dan mengeluarkan sebuah pantangan bagi anak keturunannya, agar tidak menyeberangi Sungai Bogowonto membawa pasukan. Atas bantuan dari Kyai Baidowi dan rakyat Bagelen, Sultan bersama permaisuri membangun sebuah masjid yang dikenal sebagai Masjid Santren yang di dalamnya terdapat angka tahun 1679, dua tahun setelah peristiwa penyerangan Bagelen pasca Perjanjian Giyanti Ketidakberhasilan VOC atau Vereenidge Oost Indische Compagni sebagai penengah dalam berbagai masalah di Mataram menimbulkan banyak pemberontakan. Selain itu, upaya VOC juga menimbulkan kerugian bagi Mataram. Setiap bantuan yang diberikan, pasti berujung pada penyerahan satu wilayah yang bernilai ekonomis bagi Mataram. Misalnya, daerah Kedu, Semarang, Pacitan, dan Grobogan yang menjadi milik VOC sebagai imbalan atas campur tangannya. Apalagi sejak peristiwa pembantaian orang Tionghoa 8 Radix Penadi, op.cit., hlm Pembangunan Masjid Santren diarsiteki oleh Khasan Muhammad Shuufi dan menandai perkembangan agama Islam yang telah mencapai wilayah Bagelen. Disebut sebagai masjid tertua di wilayah Bagelen, sebuah sumber menyatakan masjid ini dibangun pada tahun Lihat M. Imansyah Hadad, op.cit., hlm. 45.

7 31 di Jakarta tahun 1740, membuat arus perlawanan meluas ke berbagai daerah, termasuk Mataram. Pangeran Mangkubumi yang sebenarnya berhasil memadamkan perlawanan Mas Said, justru dikhianati sehingga berbalik bersekutu dengan Mas Said untuk melawan Sunan Pakubuwana II. Memasuki tahun 1746, kekuatan Pangeran Mangkubumi bersama Mas Said semakin besar. Di Bagelen sendiri, perlawanan Mas Said mendapat dukungan yang luas. 10 Akhirnya, pada 12 Februari 1755 dicapai sebuah kesepakatan tentang pembagian wilayah antara Sunan Pakubuwono III dan Pangeran Mangkubumi dengan perantaraan VOC. Peresmian perjanjian diadakan di desa Giyanti dan keesokan harinya Pangeran Mangkubumi diangkat menjadi Sultan Yogyakarta dengan gelar Hamengkubuwono. Masing-masing pihak mendapat wilayah seluas cacah dan daerah Mancanegara dibagi dua, untuk Sunan seluas cacah, dan Sultan seluas cacah. Kerajaan Mataram akhirnya terbagi juga menjadi dua dan keputusan ini dianggap yang paling tepat karena masih memungkinkan terjadinya penyatuan kembali. 11 Untuk wilayah Bagelen sendiri dibagi antara kekuasaan Kasultanan Yogyakarta dan Kasunanan Surakarta dengan batas yang tidak begitu jelas. Pembagian yang tumpang tindih serta ketidakjelasan dalam batas wilayah sering membawa pertikaian di kalangan penguasa lokal. Misalnya, terjadi 10 Sartono Kartodirdjo, Pengantar Sejarah Indonesia Baru: Jakarta: Gramedia, 1988, hlm Ibid., hlm. 233.

8 32 perebutan tanah lungguh 12 oleh para Gunung atau pembesar tanah yang ditugasi oleh keraton. Tirtonegoro, pimpinan para Gunung dari Kasunanan Surakarta yang berkedudukan di Cangkrep diganti dengan Ngabehi Resodiwiryo yang diangkat sebagai Lurah Gunung oleh Pangeran Kusumayuda atas nama Sunan. Sebagai wilayah Negaraagung pada masa Kerajaan Mataram, pembagian wilayah Bagelen pasca Perjanjian Giyanti juga hampir sama, yaitu sebagai berikut: a. Tanah Mahosan Dalem yaitu tanah lungguh milik raja. Untuk Kesultanan Yogyakarta meliputi Bapangan (Jenar), Semawung (Kutoarjo), Ngrawa, Watulembu, Lengis (Kedungkamal), Selomanik (Wonosobo), dan Semayu. Sedangkan untuk Kasunanan Surakarta meliputi Tanggung (Cangkrep), Wala (Ambal), Panjer (Kebumen), dan Tlaga. b. Tanah lungguh yaitu tanah gaduhan raja untuk para pangeran dan pejabat kerajaan. Untuk Kasultanan Yogyakarta meliputi Loano, Blimbing (Karanganyar), dan Rama Jatinegoro (Karanganyar). Sedangkan untuk Kasunanan Surakarta meliputi Merden dan Kutowinangun. 12 Tanah lungguh adalah tanah gaduhan raja yang diberikan kepada pangeran dan pejabat kerajaan yang diatur dengan jumlah cacah (petani penggarap). Diatur dengan sistem pancasan yaitu satuan lungguh para pejabat tidak terlalu luas dan letaknya tersebar. Bertujuan agar pejabat didaerah hanya memiliki kekuatan terbatas sehingga tidak memungkinkan untuk memberontak. Tanah lungguh digunakan sebagai pengganti gaji karena sistem ekonomi uang belum dikenal luas dan dilakuakan dengan memberikan hak memungut pajak tanah dan hasil bumi atas tanah tersebut. Lihat P.M. Laksono, op.cit., hlm. 76.

9 33 c. Daerah kerja Gladak yaitu daerah yang penduduknya dikenakan wajib kerja di istana atau hutan. Untuk Kasultanan Yogyakarta terletak di Selomerto dan untuk Kasunanan Surakarta terdapat di Gesikan (Kutoarjo). d. Tanah bagi para pemuka atau lembaga keagamaan dan penjaga makam yang menjaga makam keramat. Penentuannya bergantung pada kebijakan masing-masing penguasa lokal. 13 C. Aspek Sosio Kultural Bagelen sebagai salah satu pemukiman yang telah berkembang sejak abad VIII, telah lama dikenal sebagai daerah agraris. Dengan keadaan alam yang begitu menguntungkan, Bagelen memiliki kondisi ekologis yang sesuai untuk pertanian persawahan maupun pertanian tanah kering bagi penduduknya. Pertanian yang utama adalah tanaman padi yang menjadi makanan pokok. Meskipun masih diusahakan secara tradisional, teknologi pengairan sederhana telah dikenal dengan cara membendung sungai kecil untuk pengairan. Bagelen pada masa Kerajaan Mataram Islam terkenal sebagai lumbung beras serta penyedia logistik bagi keperluan prajurit perang. Menurut hukum yang berlaku pada masa kerajaan tradisional yang dianut oleh Kasultanan dan Kasunanan, hak milik atas tanah adalah sepenuhnya milik penguasa. Penduduk sebagai kawula kerajaan memiliki hak pakai bersama atas tanah kerajaan. Pengakuan terhadap kedudukan raja sebagai wakil Tuhan menjadi dasar atas kepemilikan tanah oleh raja. Hubungan raja dengan masyarakat 13 Untuk pembagian tanah lungguh di Bagelen lebih jelas, lihat lampiran.

10 34 pedesaan terbatas pada penyerahan upeti atau penyerahan sebagian hasil bumi dan tenaga untuk kepentingan rumah tangga istana yang diwujudkan dalam hak untuk memungut pajak. 14 Dalam struktur kekuasaan masyarakat Jawa kuno 15, sistem ekonomi dan sosial masyarakat sangat dipengaruhi struktur kekuasaan feodal. Belum dikenalnya sistem uang membuat pegawai dan keluarga raja mendapat tunjangan dalam bentuk tanah. Raja memberikan hak memungut pajak atau hasil dari tanah yang dipercayakan selama sementara waktu. Penerima tanah lungguh yang disebut Patuh merupakan priyayi atau sentana kebanyakan bertempat tinggal di ibukota dan tidak mengelola sendiri tanah mereka. Tanah lungguh kemudian dikelola oleh Sikep atau petani setempat. Para Sikep ini dipimpin oleh Bekel sebagai pemimpin yang berhubungan langsung dengan pemilik tanah. Bekel ini yang bertanggungjawab mengumpulkan hasil dari tanah lungguh dan menarik pajak bagi raja. Bekel juga bertanggungjawab sebagai kepala desa yang membawahi masalah keamanan, masalah pidana dan perdata dalam lingkup pedesaan. 16 Bagelen pra kolonial atau sebelum tahun 1830 terdapat tiga priyayi gunung dari Kasunanan dan satu priyayi gunung Kasultanan. Priyayi gunung 14 Djoko Suryo, R.M. Soedarsono, & Djoko Soekiman, Gaya Hidup Masyarakat Jawa di Pedesaan: Pola Kehidupan Sosial-Ekonomi dan Budaya. Jakarta: Departemen Pendidikan dan Kebudayaan, 1985, hlm Untuk pembagian sistem tanah jabatan di Jawa yang berdasar struktur kekuasaan masyarakat Jawa kuno dapat dilihat di lampiran. 16 A.M. Djuliati Suroyo, Eksploitasi Kolonial Abad XIX: Kerja Wajib di Karesidenan Kedu Yogyakarta: Yayasan Untuk Indonesia, 2000, hlm. 52.

11 35 adalah pejabat yang diserahi tugas masalah keamanan dan hukum di wilayah lungguh. Kedudukan priyayi gunung hampir sama dengan bupati, perbedaannya priyayi gunung tidak berwenang mengurusi keuangan serta pajak daerah. Bagelen pada masa itu tidak mungkin dipandang sebagai masyarakat yang terintegrasi dalam satu pemerintahan yang mencakup keseluruhan wilayah. Hal ini dikarenakan adanya dua kekuasaan kerajaan yang menjangkau Bagelen, yaitu dari Kasultanan dan Kasunanan. Selain itu, wilayah kedua kerajaan tersebut saling tumpang tindih dan pendelegasian kekuasaan ke dua kerajaan tersebut ke Bagelen kepada lebih dari satu orang dan terpisah-pisah. 17 Pendapatan dari penguasa administratif pribumi bergantung pada penekanan yang dilakukan terhadap petani. Sebagai penguasa dari tanah lungguh yang tidak terlalu luas, kecenderungan untuk bersaing dihadapan raja dan penguasa sangat tinggi. Misal, wilayah Tanggung atau Ketanggung di Bagelen, pada awalnya dikuasai oleh Kasultanan Yogyakarta di bawah Tumenggung Gagak Pranolo III. Tetapi suatu ketika terjadi sebuah intrik dimana Tumenggung terbunuh dan digantikan oleh penguasa baru yang berasal dari Kasunanan Surakarta. Ini menjadi awal timbulnya persaingan antara penguasa lokal yang diangkat Kasunanan dan Kasultanan. 18 Kondisi Bagelen pasca Perjanjian Giyanti yang mengakibatkan tanah lungguh milik Kasultanan dan Kasunanan saling tumpang tindih membawa 17 P.M. Laksono, op.cit., hlm Radix Penadi, Riwayat Kota Purworejo dan Perang Baratayudha di Tanah Bagelen Abad XIX. Purworejo: Lembaga Studi dan Pengembangan Sosial, 2000, hlm. 40.

12 36 dampak negatif bagi kehidupan masyarakat. Batas yang tidak jelas membuat keamanan sulit dikendalikan. Misal, penjahat yang melakukan kejahatan di wilayah Kasultanan, dapat melarikan diri dengan mudah ke desa di wilayah Kasunanan karena Tamping (polisi desa) Kasultanan tidak dapat memasuki wilyah Kasunanan, begitu pula sebaliknya. Sentimen lama berpadu dengan persaingan kawula antar kerajaan menimbulkan banyak konflik baru. Berkembangnya birokrasi kerajaan berbanding lurus dengan pertambahan jumlah pegawai dan tanah lungguh yang harus disediakan. Banyaknya pegawai dan tanah lungguh dimanfaatkan untuk memungut pajak yang lebih tinggi. Bekel (pemungut pajak) dihadapkan pada tekanan untuk mendapatkan pungutan pajak yang besar dan seringkali berujung pada pergantian Bekel yang menimbulkan konflik di desa-desa. 19 Berubahnya jenis pajak yang semula bersifat penyerahan menjadi pungutan dengan sejumlah uang, hasil bumi dan tenaga kerja tidak lepas dari pengaruh terbaginya Mataram menjadi dua di tahun Berkurangnya daerah pesisir milik Mataram harus diimbangi dengan pemanfaatan daerah-daerah pedalaman yang masih tersisa. Sistem penarikan pajak dilakukan dengan prinsip umum, yaitu sistem maron (paro = dibagi dua) dan sistem mertelu (para telu = dibagi tiga). Sistem maron berupa penarikan pajak sebanyak setengah dari hasil 19 A.M. Djuliati Suroyo. op.cit., hlm

13 37 padi untuk tanah sawah. Sistem mertelu berupa pungutan pajak untuk tegal atau tanah kering yang lain sebanyak sepertiga dari hasil palawija. 20 Tindakan penarik pajak di Bagelen terkadang cenderung sewenangwenang. Para Bekel seringkali memungut pajak dua puluh kali lipat dari yang seharusnya dan menuntut kerja bakti dari para petani untuk kepentingan sendiri. Di Bagelen diberlakukan tiga belas jenis pajak 21 dan tarikan yang harus dibebankan kepada rakyat. Pajak yang dikenakan di daerah Bagelen secara garis besar dibagi menjadi dua macam, yaitu pajak tetap dan pajak insidental. Sistem pajak ini dilakukan dengan cara mengontrakkan tanah tungguh dari para pejabat dengan kepala desa atau siapa saja yang berani membayar dengan harga tertinggi, tetapi tidak tercatat data kuantitatif tentang besarnya pajak. Beratnya pajak di Bagelen mengingat Bagelen termasuk wilayah Negaraagung yang merupakan daerah pemungutan pajak langsung yang diperuntukkan untuk membayar gaji pejabat raja. 22 Daerah pertanian seperti Bagelen mendapat penekanan untuk meningkatkan hasil pertanian dan pungutan lain. Pertanian yang homogen serta belum tercapainya diferensiasi pertanian menjadi kendala. Selain itu, tanah dan tenaga kerja menjadi modal yang tidak tergantikan pada masyarakat agraris. 20 Ukuran sawah adalah jung, 1 jung seluas 4 bahu, yang berarti dikerjakan oleh 4 rumah tangga petani wajib pajak. Sebenarnya 1 jung adalah 5 bahu tetapi 1 bahu menjadi hak para bekel sehingga bebas pajak. Ibid., hlm Antara lain pajak tanah, Takker turun, Kirjaji (Kirgaji), Pacumplang, Uang bekti, Pasumbang, Pajindralan, Peniti, Bijigar, Uborompo, Pakuning, Pairing, dan Pundutan. Dalam P.M. Laksono, op.cit., hlm Berdasar laporan residen Kedu Valck ( ) dalam meneliti pajak pra kolonial di Bagelen. A.M. Djuliati Suroyo, op.cit., hlm. 334.

14 38 Kurangnya pengawasan terhadap sistem perpajakan yang diatur oleh keraton menambah beban masyarakat. Struktur kekuasaan feodal memberikan pengaruh tersendiri pada masyarakat Jawa yang agraris. Kehidupan sosio kultural masyarakat Bagelen pra kolonial sangat dipengaruhi oleh pola penggambaran hierarki wewenang dan distribusi kekuasaan administratif kerajaan. Semuanya bersinergi membentuk pola unik dalam ciri khas sosio kultural kemasyarakatan abad XIX di pedesaan Jawa. Pecahnya Perang Diponegoro berpengaruh terhadap kondisi sosio kultural masyarakat. Meskipun dukungan kepada Diponegoro sangat kuat di kalangan masyarakat bawah, tetapi pengaruh Kasultanan dan Kasunanan dalam masyarakat tidak berubah. Susunan pemerintahan yang ditetapkan oleh Pangeran Diponegoro dengan mengangkat seorang bupati bernama Madyokusumo yang membawahi wilayah Bagelen. Kewenangan dari pejabat pilihan keraton hanyalah sebatas pegawai yang menarik pajak, sehingga kurang bisa mempengaruhi rakyat untuk berpihak pada pemerintah Belanda. Akibatnya terjadi perpecahan dalam masyarakat, dimana terdapat dua pemimpin administratif yang berbeda pandangan, satu memihak pemerintah Belanda dan keraton, sementara yang satu merupakan bentukan Pangeran Diponegoro.

Lampiran 1. Peta Pembagian Wilayah Jawa Tahun 1811

Lampiran 1. Peta Pembagian Wilayah Jawa Tahun 1811 LAMPIRAN 101 102 Lampiran 1. Peta Pembagian Wilayah Jawa Tahun 1811 Sumber: Radix Penadi, (2000). Riwayat Kota Purworejo dan Perang Bharatayudha di Tanah Bagelen Abad XIX. Purworejo: Lembaga Studi dan

Lebih terperinci

BAB VI KESIMPULAN. dan Kasultanan. Seiring berjalannya waktu, perlawanan Diponegoro meluas juga

BAB VI KESIMPULAN. dan Kasultanan. Seiring berjalannya waktu, perlawanan Diponegoro meluas juga BAB VI KESIMPULAN Setelah adanya Perjanjian Giyanti tahun 1776, Bagelen dibagi dua dalam kekuasaan Kasunanan dan Kasultanan. Pembagian ini tidaklah berjalan dengan baik karena terjadi tumpang tindih dalam

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Periode kemunduran Keraton Yogyakarta di bawah pemerintahan. II membawa dampak yang sangat besar bagi perubahan

BAB I PENDAHULUAN. Periode kemunduran Keraton Yogyakarta di bawah pemerintahan. II membawa dampak yang sangat besar bagi perubahan BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Periode kemunduran Keraton Yogyakarta di bawah pemerintahan Hamengkubuwono II membawa dampak yang sangat besar bagi perubahan budaya serta politik pemerintahan di Jawa.

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN A. LATAR BELAKANG

BAB I PENDAHULUAN A. LATAR BELAKANG BAB I PENDAHULUAN A. LATAR BELAKANG Kabupaten Wonosobo merupakan salah satu dari 35 Kabupaten/Kota di Provinsi Jawa Tengah. Secara geografis Kabupaten Wonosobo terletak antara 7 o 11 dan 7 o 36 Lintang

Lebih terperinci

BAB IV KONDISI UMUM LOKASI PENELITIAN

BAB IV KONDISI UMUM LOKASI PENELITIAN BAB IV KONDISI UMUM LOKASI PENELITIAN 4.1 Kota Yogyakarta 4.1.1 Sejarah dan Perkembangan Kota Yogyakarta Kota Yogyakarta terletak di Pulau Jawa, 500 km ke arah selatan dari DKI Jakarta, Ibukota Negara

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Setiap orang tentu memerlukan tanah, bahkan bukan hanya dalam

BAB I PENDAHULUAN. Setiap orang tentu memerlukan tanah, bahkan bukan hanya dalam 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Tanah sangat erat sekali hubungannya dengan kehidupan manusia. Setiap orang tentu memerlukan tanah, bahkan bukan hanya dalam kehidupannya, untuk mati pun manusia

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. Kerajaan Mataram merupakan salah satu kerajaan berbasis agraris/pertanian

I. PENDAHULUAN. Kerajaan Mataram merupakan salah satu kerajaan berbasis agraris/pertanian 1 I. PENDAHULUAN A. Latar belakang Kerajaan Mataram merupakan salah satu kerajaan berbasis agraris/pertanian yang ada di Jawa. Sebelum daerah ini menjadi salah satu kerajaan yang berbasis Islam, di daerah

Lebih terperinci

GAMBARAN UMUM SUKU BANJAR

GAMBARAN UMUM SUKU BANJAR GAMBARAN UMUM SUKU BANJAR 1. Terbentuknya Suku Banjar Suku Banjar termasuk dalam kelompok orang Melayu yang hidup di Kalimantan Selatan. Suku ini diyakini, dan juga berdasar data sejarah, bukanlah penduduk

Lebih terperinci

PETA WILAYAH KEKUASAAN KERAJAAN MATARAM KUNO

PETA WILAYAH KEKUASAAN KERAJAAN MATARAM KUNO 95 96 Lampiran 1, Peta Wilayah Kekuasaan Kerajaan Mataram Kuno PETA WILAYAH KEKUASAAN KERAJAAN MATARAM KUNO Sumber: I Wayan Badrika, Sejarah untuk Kelas XI, Jakarta: Erlangga, 2006, hlm. 16. 97 Lampiran

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. dikategorikan ke dalam dua kelompok, yaitu fasilitas yang bersifat umum dan. mempertahankan daerah yang dikuasai Belanda.

BAB I PENDAHULUAN. dikategorikan ke dalam dua kelompok, yaitu fasilitas yang bersifat umum dan. mempertahankan daerah yang dikuasai Belanda. BAB I PENDAHULUAN I.1 Latar Belakang Banyak fasilitas yang dibangun oleh Belanda untuk menunjang segala aktivitas Belanda selama di Nusantara. Fasilitas yang dibangun Belanda dapat dikategorikan ke dalam

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Karesidenan Semarang di sebelah Barat berbatasan dengan Karesidenan

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Karesidenan Semarang di sebelah Barat berbatasan dengan Karesidenan BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Karesidenan Semarang di sebelah Barat berbatasan dengan Karesidenan Pekalongan, di sebelah Selatan berbatasan dengan Karesidenan Kedu, Surakarta, Madiun. Di

Lebih terperinci

KAJIAN POLA STRUKTUR RUANG KOTA LASEM DITINJAU DARI SEJARAHNYA SEBAGAI KOTA PANTAI TUGAS AKHIR. Oleh: M Anwar Hidayat L2D

KAJIAN POLA STRUKTUR RUANG KOTA LASEM DITINJAU DARI SEJARAHNYA SEBAGAI KOTA PANTAI TUGAS AKHIR. Oleh: M Anwar Hidayat L2D KAJIAN POLA STRUKTUR RUANG KOTA LASEM DITINJAU DARI SEJARAHNYA SEBAGAI KOTA PANTAI TUGAS AKHIR Oleh: M Anwar Hidayat L2D 306 015 JURUSAN PERENCANAAN WILAYAH DAN KOTA FAKULTAS TEKNIK UNIVERSITAS DIPONEGORO

Lebih terperinci

PERLAWANAN RADEN ADIPATI COKRONEGORO TERHADAP PASUKAN PANGERAN DIPONEGORO DI BAGELEN ( ) SKRIPSI

PERLAWANAN RADEN ADIPATI COKRONEGORO TERHADAP PASUKAN PANGERAN DIPONEGORO DI BAGELEN ( ) SKRIPSI PERLAWANAN RADEN ADIPATI COKRONEGORO TERHADAP PASUKAN PANGERAN DIPONEGORO DI BAGELEN (1825-1830) SKRIPSI Diajukan Kepada Fakultas Ilmu Sosial Universitas Negeri Yogyakarta untuk Memenuhi Sebagian Persyaratan

Lebih terperinci

SMA/MA IPS kelas 10 - SEJARAH IPS BAB 7. INDONESIA MASA ISLAMLATIHAN SOAL BAB 7

SMA/MA IPS kelas 10 - SEJARAH IPS BAB 7. INDONESIA MASA ISLAMLATIHAN SOAL BAB 7 SMA/MA IPS kelas 10 - SEJARAH IPS BAB 7. INDONESIA MASA ISLAMLATIHAN SOAL BAB 7 1. Masuknya Islam ke Indonesia berasal dari Persia. Hal ini diperkuat dengan adanya... Bukti arkeologis tentang makam Sultan

Lebih terperinci

PERATURAN DAERAH KABUPATEN SEMARANG NOMOR 1 TAHUN 2013 TENTANG HARI JADI KABUPATEN SEMARANG DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI SEMARANG,

PERATURAN DAERAH KABUPATEN SEMARANG NOMOR 1 TAHUN 2013 TENTANG HARI JADI KABUPATEN SEMARANG DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI SEMARANG, BUPATI SEMARANG PERATURAN DAERAH KABUPATEN SEMARANG NOMOR 1 TAHUN 2013 TENTANG HARI JADI KABUPATEN SEMARANG DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI SEMARANG, Menimbang : a. bahwa berdasarkan catatan dan

Lebih terperinci

Dari Mataram Islam hingga Berdirinya Kraton Kasultanan Yogyakarta

Dari Mataram Islam hingga Berdirinya Kraton Kasultanan Yogyakarta MODUL I: Sejarah Keistimewaan Materi Kuliah Kewidyamataraman Dari Mataram Islam hingga Berdirinya Kraton Kasultanan Yogyakarta Bimo Unggul Yudo, ST. AWAL KEBANGKITAN MATARAM Sejarah berdirinya Kraton Kasultanan

Lebih terperinci

1. PENDAHULUAN. lain, seperti misalnya pengaruh kebudayaan Tionghoaterhadap kebudayaan Indonesia.Etnis

1. PENDAHULUAN. lain, seperti misalnya pengaruh kebudayaan Tionghoaterhadap kebudayaan Indonesia.Etnis 1. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Masalah Indonesia memiliki berbagai kebudayaan yang berbeda satu sama lain, meskipun begitu, beberapa dari kebudayaan tersebut memiliki pengaruh yang menonjol terhadap

Lebih terperinci

SD kelas 5 - BAHASA INDONESIA BAB 7. Tema 7 Sejarah Peradaban IndonesiaLatihan Soal 7.1

SD kelas 5 - BAHASA INDONESIA BAB 7. Tema 7 Sejarah Peradaban IndonesiaLatihan Soal 7.1 1. Perhatikan percakapan di bawah ini. SD kelas 5 - BAHASA INDONESIA BAB 7. Tema 7 Sejarah Peradaban IndonesiaLatihan Soal 7.1 Udin senang sekali berada di kompleks Masjid Agung Demak. Banyak hal yang

Lebih terperinci

Lampiran 1. Peta Provinsi Banten Dewasa ini. Peta Provinsi Banten

Lampiran 1. Peta Provinsi Banten Dewasa ini. Peta Provinsi Banten Lampiran 1. Peta Provinsi Banten Dewasa ini. Peta Provinsi Banten Sumber: Achmad Chaldun & Achmad Rusli. (2007). Atlas Tematik Provinsi Banten. Surabaya: Karya Pembina Swajaya. Hlm. 26. 206 207 Lampiran

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang Rumusan Masalah Tujuan

BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang Rumusan Masalah Tujuan BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang Sesuai dengan berkembangnya zaman, kita perlu tahu tentang sejarahsejarah perkembangan agama dan kebudayaan di Indonesia. Dengan mempelajarinya kita tahu tentang sejarah-sejarahnya

Lebih terperinci

BAB II PURWOREJO PADA PERTENGAHAN ABAD XIX SAMPAI AWAL ABAD XX (TAHUN AN)

BAB II PURWOREJO PADA PERTENGAHAN ABAD XIX SAMPAI AWAL ABAD XX (TAHUN AN) BAB II PURWOREJO PADA PERTENGAHAN ABAD XIX SAMPAI AWAL ABAD XX (TAHUN 1830-1920AN) Protes buruh yang terjadi pada awal abad XX dilatarbelakangi oleh keadaan di mana berkurangnya ketersediaan lapangan pekerjaan

Lebih terperinci

KAWISTARA. VOLUME 3 No. 3, 22 Desember 2013 Halaman

KAWISTARA. VOLUME 3 No. 3, 22 Desember 2013 Halaman KAWISTARA VOLUME 3 No. 3, 22 Desember 2013 Halaman 227-334 SENI DOLALAK PURWOREJO JAWA TENGAH: PERAN PEREMPUAN DAN PENGARUH ISLAM DALAM SENI PERTUNJUKAN Djarot Heru Santosa Program Studi Seni Pertunjukan

Lebih terperinci

senopati tersebut berada di Desa Gading. Mereka menetap di sana hingga akhir hayat. Kapal yang mereka gunakan untuk berlayar dibiarkan begitu saja

senopati tersebut berada di Desa Gading. Mereka menetap di sana hingga akhir hayat. Kapal yang mereka gunakan untuk berlayar dibiarkan begitu saja Masa Pra Penjajahan Pulau Kundur memiliki jejak sejarah sendiri sebelum masa penjajahan. Dikisahkan bahwa Kerajaan Singasari di Pulau Jawa yang berada di bawah kepemimpinan Kertanegara hendak melakukan

Lebih terperinci

BAB II DESKRIPSI OBJEK PENELITIAN. A. Balai Pelaksana Teknis Bina Marga Wilayah Magelang

BAB II DESKRIPSI OBJEK PENELITIAN. A. Balai Pelaksana Teknis Bina Marga Wilayah Magelang BAB II DESKRIPSI OBJEK PENELITIAN A. Balai Pelaksana Teknis Bina Marga Wilayah Magelang Balai Pelaksana Teknis Bina Marga atau disingkat menjadi BPT Bina Marga Wilayah Magelang adalah bagian dari Dinas

Lebih terperinci

BAB IV KONDISI UMUM LOKASI

BAB IV KONDISI UMUM LOKASI 26 BAB IV KONDISI UMUM LOKASI 4.1 Kota Yogyakarta (Daerah Istimewa Yogyakarta 4.1.1 Letak Geografis dan Administrasi Secara geografis DI. Yogyakarta terletak antara 7º 30' - 8º 15' lintang selatan dan

Lebih terperinci

KERAJAAN DEMAK. Berdirinya Kerajaan Demak

KERAJAAN DEMAK. Berdirinya Kerajaan Demak KERAJAAN DEMAK Berdirinya Kerajaan Demak Pendiri dari Kerajaan Demak yakni Raden Patah, sekaligus menjadi raja pertama Demak pada tahun 1500-1518 M. Raden Patah merupakan putra dari Brawijaya V dan Putri

Lebih terperinci

BAB IV GAMBARAN UMUM

BAB IV GAMBARAN UMUM BAB IV GAMBARAN UMUM A. Kondisi Geografis Sumber: Gambar 4.1 Peta Provinsi Banten 1. Batas Administrasi Secara geografis, Provinsi Banten terletak di ujung barat Pulau Jawa yang memiliki luas sebesar 9.160,70

Lebih terperinci

PERUBAHAN PERSEPSI MASYARAKAT JAWA TERHADAP MASYARAKAT CINA TAHUN 1812

PERUBAHAN PERSEPSI MASYARAKAT JAWA TERHADAP MASYARAKAT CINA TAHUN 1812 PERUBAHAN PERSEPSI MASYARAKAT JAWA TERHADAP MASYARAKAT CINA TAHUN 1812 Arif Permana Putra Program Studi Pendidikan Sejarah FKIP, Universitas Sultan Ageng Tirtayasa Abstrak: Sikap anti Cina pada masyarakat

Lebih terperinci

Akulturasi Langgam Arsitektur pada Elemen Pintu Gerbang Masjid Agung Yogyakarta

Akulturasi Langgam Arsitektur pada Elemen Pintu Gerbang Masjid Agung Yogyakarta SEMINAR HERITAGE IPLBI 2017 DISKURSUS Akulturasi Langgam Arsitektur pada Elemen Pintu Gerbang Masjid Agung Yogyakarta Firdha Ruqmana firdha.ruqmana30@gmail.com Mahasisw a Sarjana Program Studi A rsitektur,

Lebih terperinci

UNIVERSITAS PENDIDIKAN INDONESIA 2009

UNIVERSITAS PENDIDIKAN INDONESIA 2009 SEJARAH KERAJAAN CIREBON DAN KERAJAAN BANTEN Disusun Oleh Kelompok 3 Rinrin Desti Apriani M. Rendi Arum Sekar Jati Fiqih Fauzi Vebri Ahmad UNIVERSITAS PENDIDIKAN INDONESIA 2009 KERAJAAN CIREBON Kerajaan

Lebih terperinci

PERSAMAAN DENGAN EROPA

PERSAMAAN DENGAN EROPA KONSEP KITAB MANAWA: KONSEP KEPEMILIKAN SALUMAHING BUMI LAN SAKUREBING LANGIT: KAGUNGANING NATA TANAH MERUPAKAN MILIK RAJA TERMASUK TENAGA KERJA YANG ADA DI DALAMNYA SISTEM PENGUASAAN TANAH FEODAL TRADISIONAL

Lebih terperinci

BAB II GAMBARAN UMUM. Ibukotanya adalah Demak. Tanggal 28 Maret 1503 ditetapkan sebagai hari jadi

BAB II GAMBARAN UMUM. Ibukotanya adalah Demak. Tanggal 28 Maret 1503 ditetapkan sebagai hari jadi BAB II GAMBARAN UMUM A. Gambaran Umum Kabupaten Demak Kabupaten Demak adalah salah satu kabupaten di provinsi Jawa Tengah. Ibukotanya adalah Demak. Tanggal 28 Maret 1503 ditetapkan sebagai hari jadi kabupaten

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN A. LATAR BELAKANG. Berkembangnya Islam di Nusantara tidak lepas dari faktor kemunduran

BAB I PENDAHULUAN A. LATAR BELAKANG. Berkembangnya Islam di Nusantara tidak lepas dari faktor kemunduran BAB I PENDAHULUAN A. LATAR BELAKANG Berkembangnya Islam di Nusantara tidak lepas dari faktor kemunduran kerajaan-kerajaan Hindu di Indonesia, sehingga kemudian jalur perdagangan berpindah tangan ke para

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN 1. 1 TINJAUAN UMUM

BAB I PENDAHULUAN 1. 1 TINJAUAN UMUM PENDAHULUAN I-1 BAB I PENDAHULUAN 1. 1 TINJAUAN UMUM Jembatan sebagai sarana transportasi mempunyai peranan yang sangat penting bagi kelancaran pergerakan lalu lintas. Dimana fungsi jembatan adalah menghubungkan

Lebih terperinci

BAB V KESIMPULAN. dinobatkan sebagai sultan kemudian menjadi Sampeyan Dalem Ingkang Sinuwun

BAB V KESIMPULAN. dinobatkan sebagai sultan kemudian menjadi Sampeyan Dalem Ingkang Sinuwun BAB V KESIMPULAN Sri Sultan Hamengkubuwono IX naik tahta menggantikan ayahnya pada tanggal 18 Maret 1940. Sebelum diangkat menjadi penguasa di Kasultanan Yogyakarta, beliau bernama Gusti Raden Mas (GRM)

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. ada di Indonesia. Sebagai salah satu unsur keistimewaan DIY, maka pada dasarnya

BAB I PENDAHULUAN. ada di Indonesia. Sebagai salah satu unsur keistimewaan DIY, maka pada dasarnya BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Kawasan Kraton Yogyakarta merupakan salah satu kawasan cagar budaya yang ada di Kota Yogyakarta. Keberadaan Kraton Yogyakarta itu sendiri menjadi salah satu unsur

Lebih terperinci

BAB IV GAMBARAN UMUM

BAB IV GAMBARAN UMUM BAB IV GAMBARAN UMUM A. Gambaran Umum Provinsi Jawa Tengah 1. Peta Provinsi Jawa Tengah Sumber : Jawa Tengah Dalam Angka Gambar 4.1 Peta Provinsi Jawa Tengah 2. Kondisi Geografis Jawa Tengah merupakan

Lebih terperinci

BAB. I PENDAHULUAN. wilayah III (Cirebon, Indramayu, Majalengka dan Kuningan) serta dikenal dengan

BAB. I PENDAHULUAN. wilayah III (Cirebon, Indramayu, Majalengka dan Kuningan) serta dikenal dengan BAB. I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Kota Cirebon adalah salah satu kota yang terletak di Provinsi Jawa Barat, Indonesia. Kota ini berada dipesisir utara Jawa Barat dan termasuk ke dalam wilayah III (Cirebon,

Lebih terperinci

BAB IV GAMBARAN UMUM TARIAN DOLALAK

BAB IV GAMBARAN UMUM TARIAN DOLALAK BAB IV GAMBARAN UMUM TARIAN DOLALAK 4.1 Sejarah Purworejo Sejak jaman dahulu wilayah Kabupaten Purworejo lebih dikenal sebagai wilayah Tanah Bagelen. Kawasan yang sangat disegani oleh wilayah lain, karena

Lebih terperinci

SEJARAH KOTA BANDUNG. AGUS MULYANA Universitas Pendidikan Indonesia

SEJARAH KOTA BANDUNG. AGUS MULYANA Universitas Pendidikan Indonesia SEJARAH KOTA BANDUNG AGUS MULYANA Universitas Pendidikan Indonesia A. Asal Nama Bandung Banding/Ngabanding -------- berdampingan/berdekatan Bandeng/Ngabandeng --- sebutan untuk genangan air yang luas dan

Lebih terperinci

BAB V KESIMPULAN. Mangkubumi, yang terdiri dari Pangeran Mangkubumi, Pangeran Wijil, Pangeran

BAB V KESIMPULAN. Mangkubumi, yang terdiri dari Pangeran Mangkubumi, Pangeran Wijil, Pangeran BAB V KESIMPULAN Pakualaman terbentuk dari adanya perjanjian Giyanti antara pihak Mataram yang diwakili oleh Sunan Pakubuwana III dengan kelompok Pangeran Mangkubumi, yang terdiri dari Pangeran Mangkubumi,

Lebih terperinci

DAFTAR INVENTARIS BCB TAK BERGERAK DI KABUPATEN BANTUL

DAFTAR INVENTARIS BCB TAK BERGERAK DI KABUPATEN BANTUL DAFTAR INVENTARIS BCB TAK BERGERAK DI KABUPATEN BANTUL No Nama Benda Astronomis Alamat Nama Pemilik 1 Candi Ganjuran X : 425010 Y : 9123794 2 Masjid Pajimatan X : 433306 Y : 9124244 3 Kompleks Makam Imogiri

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. berdaulat. Merdeka yang dimaksud adalah terbebas dari kekuasaan Kerajaan

BAB I PENDAHULUAN. berdaulat. Merdeka yang dimaksud adalah terbebas dari kekuasaan Kerajaan BAB I PENDAHULUAN I.1 Latar Belakang Menurut catatan sejarah, Sumedang mengalami dua kali merdeka dan berdaulat. Merdeka yang dimaksud adalah terbebas dari kekuasaan Kerajaan Mataram dan masa kabupatian

Lebih terperinci

IV. GAMBARAN LOKASI PENELITIAN. A. Keadaan Umum Kabupaten Lampung Tengah BT dan LS, dan memiliki areal daratan seluas

IV. GAMBARAN LOKASI PENELITIAN. A. Keadaan Umum Kabupaten Lampung Tengah BT dan LS, dan memiliki areal daratan seluas IV. GAMBARAN LOKASI PENELITIAN A. Keadaan Umum Kabupaten Lampung Tengah 1. Keadaan Geografis Kabupaten Lampung Tengah merupakan salah satu kabupaten yang terletak di Propinsi Lampung. Kabupaten Lampung

Lebih terperinci

PENGUASAAN TANAH DAN STRUKTUR SOSIAL DI PEDESAAN JAWA

PENGUASAAN TANAH DAN STRUKTUR SOSIAL DI PEDESAAN JAWA PENGUASAAN TANAH DAN STRUKTUR SOSIAL DI PEDESAAN JAWA Indonesia lahir sebagai sebuah negara republik kesatuan setelah Perang Dunia II berakhir. Masalah utama yang dihadapai setelah berakhirnya Perang Dunia

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. Bangsa Barat datang ke Indonesia khususnya di Bengkulu sesungguhnya adalah

I. PENDAHULUAN. Bangsa Barat datang ke Indonesia khususnya di Bengkulu sesungguhnya adalah I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Bangsa Barat datang ke Indonesia khususnya di Bengkulu sesungguhnya adalah usaha untuk memperluas, menjamin lalu lintas perdagangan rempah-rempah hasil hutan yang

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Bali sebagai pusat pengembangan kepariwisataan di Indonesia telah

BAB I PENDAHULUAN. Bali sebagai pusat pengembangan kepariwisataan di Indonesia telah BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Bali sebagai pusat pengembangan kepariwisataan di Indonesia telah mengalami kemajuan yang sangat pesat dibandingkan dengan daerah lainnya di Indonesia. Hal tersebut

Lebih terperinci

Lebih Dekat dengan Masjid Agung Kauman, Semarang

Lebih Dekat dengan Masjid Agung Kauman, Semarang SEMINAR HERITAGE IPLBI 2017 KASUS STUDI Lebih Dekat dengan Masjid Agung Kauman, Semarang Safira safiraulangi@gmail.com Program Studi A rsitektur, Sekolah A rsitektur, Perencanaan, dan Pengembangan Kebijakan,

Lebih terperinci

STUDI KOMPARATIF POLA MORFOLOGI KOTA GRESIK DAN KOTA DEMAK SEBAGAI KOTA PERDAGANGAN DAN KOTA PUSAT PENYEBARAN AGAMA ISLAM TUGAS AKHIR

STUDI KOMPARATIF POLA MORFOLOGI KOTA GRESIK DAN KOTA DEMAK SEBAGAI KOTA PERDAGANGAN DAN KOTA PUSAT PENYEBARAN AGAMA ISLAM TUGAS AKHIR STUDI KOMPARATIF POLA MORFOLOGI KOTA GRESIK DAN KOTA DEMAK SEBAGAI KOTA PERDAGANGAN DAN KOTA PUSAT PENYEBARAN AGAMA ISLAM TUGAS AKHIR Oleh : SEVINA MAHARDINI L2D 000 456 JURUSAN PERENCANAAN WILAYAH DAN

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Penelitian. Kraton Surakarta merupakan bekas istana kerajaan Kasunanan Surakarta

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Penelitian. Kraton Surakarta merupakan bekas istana kerajaan Kasunanan Surakarta BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Penelitian Kraton Surakarta merupakan bekas istana kerajaan Kasunanan Surakarta Hadiningrat. Kraton ini didirikan oleh Susuhunan Pakubuwono II pada tahun 1744 sebagai

Lebih terperinci

BAB IV KOTA BANYUMAS PASCA PERPINDAHAN PUSAT PEMERINTAHAN KE KOTA PURWOKERTO

BAB IV KOTA BANYUMAS PASCA PERPINDAHAN PUSAT PEMERINTAHAN KE KOTA PURWOKERTO BAB IV KOTA BANYUMAS PASCA PERPINDAHAN PUSAT PEMERINTAHAN KE KOTA PURWOKERTO A. Perekonomian Perpindahan pusat pemerintahan Kabupaten Banyumas ke Kota Purwokerto menjadi sebuah peristiwa yang sangat berpengaruh

Lebih terperinci

IV. GAMBARAN UMUM LOKASI PENELITIAN. demikian ini daerah Kabupaten Lampung Selatan seperti halnya daerah-daerah

IV. GAMBARAN UMUM LOKASI PENELITIAN. demikian ini daerah Kabupaten Lampung Selatan seperti halnya daerah-daerah 46 IV. GAMBARAN UMUM LOKASI PENELITIAN A. Gambaran Umum Kabupaten Lampung Selatan 1. Keadaan Geografis Wilayah Kabupaten Lampung Selatan terletak antara 105 sampai dengan 105 45 Bujur Timur dan 5 15 sampai

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN I-1

BAB I PENDAHULUAN I-1 BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Satuan Wilayah Sungai (SWS) Serayu Bogowonto merupakan salah satu SWS di Pulau Jawa disamping SWS Cimanuk, SWS Pemali Comal, SWS Jratun Seluna, SWS Bengawan Solo,

Lebih terperinci

ASAL MULA DESA TALAKBROTO

ASAL MULA DESA TALAKBROTO ASAL MULA DESA TALAKBROTO Pada suatu hari datanglah seorang wanita bernama Mbok Nyai (yang menurut penuturan masyarakat memang namanya adalah Mbok Nyai didapat dari para pengikutnya jika memanggilnya dan

Lebih terperinci

IV. GAMBARAN UMUM DAERAH PENELITIAN. Kabupaten Tulang Bawang adalah kabupaten yang terdapat di Provinsi

IV. GAMBARAN UMUM DAERAH PENELITIAN. Kabupaten Tulang Bawang adalah kabupaten yang terdapat di Provinsi 69 IV. GAMBARAN UMUM DAERAH PENELITIAN A. Letak dan Luas Daerah Kabupaten Tulang Bawang adalah kabupaten yang terdapat di Provinsi Lampung yang letak daerahnya hampir dekat dengan daerah sumatra selatan.

Lebih terperinci

PENGARUH BUDAYA DALAM PEMBENTUKAN RUANG KOTA SALA SEJAK PERPINDAHAN KRATON SAMPAI DENGAN PELETAKAN MOTIF DASAR KOLONIAL

PENGARUH BUDAYA DALAM PEMBENTUKAN RUANG KOTA SALA SEJAK PERPINDAHAN KRATON SAMPAI DENGAN PELETAKAN MOTIF DASAR KOLONIAL PENGARUH BUDAYA DALAM PEMBENTUKAN RUANG KOTA SALA SEJAK PERPINDAHAN KRATON SAMPAI DENGAN PELETAKAN MOTIF DASAR KOLONIAL KUSUMASTUTI PROGRAM STUDI PERENCANAAN WILAYAH DAN KOTA, FAKULTAS TEKNIK UNIVERSITAS

Lebih terperinci

IV. GAMBARAN UMUM DAERAH PENELITIAN. Penggunaan lahan di Kabupaten Serang terbagi atas beberapa kawasan :

IV. GAMBARAN UMUM DAERAH PENELITIAN. Penggunaan lahan di Kabupaten Serang terbagi atas beberapa kawasan : 54 IV. GAMBARAN UMUM DAERAH PENELITIAN A. Tata Guna Lahan Kabupaten Serang Penggunaan lahan di Kabupaten Serang terbagi atas beberapa kawasan : a. Kawasan pertanian lahan basah Kawasan pertanian lahan

Lebih terperinci

III. METODOLOGI PENELITIAN. mencatat, mengumpulkan serta menyalin data-data yang diperlukan dari dinas atau instansi

III. METODOLOGI PENELITIAN. mencatat, mengumpulkan serta menyalin data-data yang diperlukan dari dinas atau instansi III. METODOLOGI PENELITIAN A. Jenis dan Sumber Data Dalam penelitian ini, data yang digunakan adalah data sekunder yang diperoleh dengan cara mencatat, mengumpulkan serta menyalin data-data yang diperlukan

Lebih terperinci

STUDI PENENTUAN KAWASAN KONSERVASI KOTA TEGAL MELALUI PENDEKATAN MORFOLOGI KOTA TUGAS AKHIR. Oleh : PRIMA AMALIA L2D

STUDI PENENTUAN KAWASAN KONSERVASI KOTA TEGAL MELALUI PENDEKATAN MORFOLOGI KOTA TUGAS AKHIR. Oleh : PRIMA AMALIA L2D STUDI PENENTUAN KAWASAN KONSERVASI KOTA TEGAL MELALUI PENDEKATAN MORFOLOGI KOTA TUGAS AKHIR Oleh : PRIMA AMALIA L2D 001 450 JURUSAN PERENCANAAN WILAYAH DAN KOTA FAKULTAS TEKNIK UNIVERSITAS DIPONEGORO SEMARANG

Lebih terperinci

STUDI POLA MORFOLOGI KOTA DALAM PENENTUAN KAWASAN KONSERVASI KOTA DI KABUPATEN KENDAL TUGAS AKHIR

STUDI POLA MORFOLOGI KOTA DALAM PENENTUAN KAWASAN KONSERVASI KOTA DI KABUPATEN KENDAL TUGAS AKHIR STUDI POLA MORFOLOGI KOTA DALAM PENENTUAN KAWASAN KONSERVASI KOTA DI KABUPATEN KENDAL TUGAS AKHIR Oleh: LAELABILKIS L2D 001 439 JURUSAN PERENCANAAN WILAYAH DAN KOTA FAKULTAS TEKNIK UNIVERSITAS DIPONEGORO

Lebih terperinci

BAB V. Kesimpulan. Perubahan sosial di Yogyakarta dipengaruhi oleh perubahan-perubahan pola

BAB V. Kesimpulan. Perubahan sosial di Yogyakarta dipengaruhi oleh perubahan-perubahan pola BAB V Kesimpulan Perubahan sosial di Yogyakarta dipengaruhi oleh perubahan-perubahan pola kelembagaan yang ada. Lembaga-lembaga yang berperan dalam perubahan di Yogyakarta saat ini dapat dikategorikan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Mega Destatriyana, 2015 Batavia baru di Weltevreden Universitas Pendidikan Indonesia repository.upi.edu perpustakaan.upi.

BAB I PENDAHULUAN. Mega Destatriyana, 2015 Batavia baru di Weltevreden Universitas Pendidikan Indonesia repository.upi.edu perpustakaan.upi. BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Kota merupakan kawasan pemukiman yang secara fisik ditunjukkan oleh kumpulan rumah-rumah yang mendominasi tata ruangnya dan memiliki berbagai fasilitas untuk

Lebih terperinci

Di samping itu, Sultan HB VII juga menggunakan taktik dengan mengulur waktu dan mencegah penyerahan secara total semua yang diminta oleh pemerintah

Di samping itu, Sultan HB VII juga menggunakan taktik dengan mengulur waktu dan mencegah penyerahan secara total semua yang diminta oleh pemerintah BAB VI KESIMPULAN Dari pengungkapan sejumlah fakta dan rekonstruksi yang dilakukan, penelitian ini menarik sejumlah kesimpulan sebagai berikut ini : Sultan Hamengku Buwono VII adalah seorang raja yang

Lebih terperinci

BAB IV GAMBARAN UMUM TEMPAT PENELITIAN ha, terletak pada kordinat 101'21 BT. Batas Kabupaten Rokanbb

BAB IV GAMBARAN UMUM TEMPAT PENELITIAN ha, terletak pada kordinat 101'21 BT. Batas Kabupaten Rokanbb BAB IV GAMBARAN UMUM TEMPAT PENELITIAN 4.1 Letak Geografis Kabupaten Rokan Hilir memiliki luas wilayah 8.881,59 km2 atau 888.159 ha, terletak pada kordinat 101'21 BT. Batas Kabupaten Rokanbb Hilir: - Sebelah

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. bahwa daerah ini terletak antara 95º13 dan 98º17 bujur timur dan 2º48 dan

BAB I PENDAHULUAN. bahwa daerah ini terletak antara 95º13 dan 98º17 bujur timur dan 2º48 dan BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Aceh terletak di ujung bagian utara pulau Sumatera, bagian paling barat dan paling utara dari kepulauan Indonesia. Secara astronomis dapat ditentukan bahwa daerah ini

Lebih terperinci

dari periode yang awal sampai pada periode-periode berikutnya?. Perkembangan terjadi bila berturut-turut masyarakat bergerak dari satu bentuk yang

dari periode yang awal sampai pada periode-periode berikutnya?. Perkembangan terjadi bila berturut-turut masyarakat bergerak dari satu bentuk yang PERIODISASI SEJARAH Apakah yang disebut dengan periodisasi? Pertanyaan tersebut kita kembalikan pada penjelasan sebelumnya bahwa sejarah adalah studi tentang kehidupan manusia dalam konteks waktu. Untuk

Lebih terperinci

Benteng Fort Rotterdam

Benteng Fort Rotterdam Benteng Fort Rotterdam Benteng Fort Rotterdam merupakan salah satu benteng di Sulawesi Selatan yang boleh dianggap megah dan menawan. Seorang wartawan New York Times, Barbara Crossette pernah menggambarkan

Lebih terperinci

BAGELEN PASCA PERANG JAWA ( ): Dinamika Sosial Politik dan Ekonomi di Bekas Wilayah Negaragung Kasultanan Mataram Islam (Vorstenlanden)

BAGELEN PASCA PERANG JAWA ( ): Dinamika Sosial Politik dan Ekonomi di Bekas Wilayah Negaragung Kasultanan Mataram Islam (Vorstenlanden) BAGELEN PASCA PERANG JAWA (1830-1950): Dinamika Sosial Politik dan Ekonomi di Bekas Wilayah Negaragung Kasultanan Mataram Islam (Vorstenlanden) Oleh: Himayatul Ittihadiyah Fakultas Adab dan Ilmu Budaya

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Indonesia secara astronomis terletak antara 6 08 LU - 11 15 LS dan 94 45 BT - 141 5 BT. Wilayah Indonesia terbentang sepanjang 3.997 mil di antara Samudra

Lebih terperinci

BAB 5 PENUTUP. Penelitian ini merupakan penelusuran sejarah permukiman di kota Depok,

BAB 5 PENUTUP. Penelitian ini merupakan penelusuran sejarah permukiman di kota Depok, BAB 5 PENUTUP 5.1 Hasil Penelitian Penelitian ini merupakan penelusuran sejarah permukiman di kota Depok, yaitu untuk menjawab pertanyaan mengenai sejak kapan permukiman di Depok telah ada, juga bagaimana

Lebih terperinci

Kajian Akademik Daerah Istimewa Surakarta

Kajian Akademik Daerah Istimewa Surakarta Kajian Akademik Daerah Istimewa Surakarta Latar Belakang Masalah Berdasarkan pasal 18 UUD 1945 yang disusun oleh BPUPKI dan disahkan PPKI pada tanggal 19 Agustus 1945 dinyatakan Pembagian daerah Indonesia

Lebih terperinci

SMA/MA IPS kelas 10 - SEJARAH IPS BAB 6. AKULTURASI BUDAYA INDONESIA DENGAN HINDU BUDHA DAN ISLAMLATIHAN SOAL BAB 6. Ksatria. Waisya.

SMA/MA IPS kelas 10 - SEJARAH IPS BAB 6. AKULTURASI BUDAYA INDONESIA DENGAN HINDU BUDHA DAN ISLAMLATIHAN SOAL BAB 6. Ksatria. Waisya. SMA/MA IPS kelas 10 - SEJARAH IPS BAB 6. AKULTURASI BUDAYA INDONESIA DENGAN HINDU BUDHA DAN ISLAMLATIHAN SOAL BAB 6 1. Berdasarkan letak geografis Indonesia yang berada dalam jalur perdagangan dunia, serta

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN 1. 1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN 1. 1 Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN 1. 1 Latar Belakang Kotagede adalah sebuah kota lama yang terletak di Yogyakarta bagian selatan yang secara administratif terletak di kota Yogyakarta dan Kabupaten Bantul. Sebagai kota

Lebih terperinci

BAB I STRATEGI MARITIM PADA PERANG LAUT NUSANTARA DAN POROS MARITIM DUNIA

BAB I STRATEGI MARITIM PADA PERANG LAUT NUSANTARA DAN POROS MARITIM DUNIA BAB I PADA PERANG LAUT NUSANTARA DAN POROS MARITIM DUNIA Tahun 1620, Inggris sudah mendirikan beberapa pos perdagangan hampir di sepanjang Indonesia, namun mempunyai perjanjian dengan VOC untuk tidak mendirikan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. 1 ( balai pustaka Kamus Bahasa Indonesia 1988 ) 2 Ibid 3 Ibid

BAB I PENDAHULUAN. 1 ( balai pustaka Kamus Bahasa Indonesia 1988 ) 2 Ibid 3 Ibid BAB I PENDAHULUAN 1.1. PENGERTIAN JUDUL Pengertian judul : MUSEUM MUSIK TRADISONAL JAWA TENGAH DI BENTENG VASTENBURG SURAKARTA adalah sebagai berikut : Museum : Gedung yang digunakan sebagai tempat untuk

Lebih terperinci

Sistem konstruksi Masjid Paljagrahan menggunakan menggunakan lantai berbentuk

Sistem konstruksi Masjid Paljagrahan menggunakan menggunakan lantai berbentuk Gambar 16. Sketsa Perspektif Masjid Paljagrahan di Cireong, Cirebon Sistem konstruksi Masjid Paljagrahan menggunakan menggunakan lantai berbentuk dengah persegi dengan pembagian ruang sama dengan yang

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang Lampiran Peraturan Daerah Kabupaten Semarang Nomor : 5 Tahun 2009 Tanggal : 14-08 - 2009 BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Pendiri Kabupaten Semarang dan sebagai Bupati Semarang yang pertama adalah

Lebih terperinci

GAMBARAN WILAYAH PEGUNUNGAN KENDENG

GAMBARAN WILAYAH PEGUNUNGAN KENDENG 101 GAMBARAN WILAYAH PEGUNUNGAN KENDENG Wilayah Pegunungan Kendeng merupakan bagian dari Kabupaten Pati dengan kondisi umum yang tidak terpisahkan dari kondisi Kabupaten Pati. Kondisi wilayah Pegunungan

Lebih terperinci

RENCANA PELAKSANAAN PEMBELAJARAN

RENCANA PELAKSANAAN PEMBELAJARAN RENCANA PELAKSANAAN PEMBELAJARAN NO: 1 Mata Pelajaran : Program Studi IPA (Sejarah) Kelas/Semester : XI/1 Materi Pokok : Kerajaan Kutai dan Tarumanegara Pertemuan Ke- : 1 Alokasi Waktu : 1 x pertemuan

Lebih terperinci

BAB IV GAMBARAN UMUM OBJEK PENELITIAN. Provinsi Jawa Tengah sebagai salah satu Provinsi di Jawa, letaknya diapit

BAB IV GAMBARAN UMUM OBJEK PENELITIAN. Provinsi Jawa Tengah sebagai salah satu Provinsi di Jawa, letaknya diapit BAB IV GAMBARAN UMUM OBJEK PENELITIAN A. Gambaran Umum Objek Penelitian 1. Kondisi Fisik Daerah Provinsi Jawa Tengah sebagai salah satu Provinsi di Jawa, letaknya diapit oleh dua Provinsi besar, yaitu

Lebih terperinci

1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Indonesia memiliki wilayah perairan yang luas, yaitu sekitar 3,1 juta km 2 wilayah perairan territorial dan 2,7 juta km 2 wilayah perairan zona ekonomi eksklusif (ZEE)

Lebih terperinci

Kerajaan Mataram Islam. Dhani Ahmad K. ( 08 ) Fahira Rahma N. ( 11 ) Pradana Raditya ( 21 ) Qanita Ciesa ( 22 ) Rachmad Agung W.

Kerajaan Mataram Islam. Dhani Ahmad K. ( 08 ) Fahira Rahma N. ( 11 ) Pradana Raditya ( 21 ) Qanita Ciesa ( 22 ) Rachmad Agung W. Kerajaan Mataram Islam Dhani Ahmad K. ( 08 ) Fahira Rahma N. ( 11 ) Pradana Raditya ( 21 ) Qanita Ciesa ( 22 ) Rachmad Agung W. ( 23 ) Awal Mula Kerajaan Mataram Islam Lahirnya Mataram Islam berkaitan

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. Islam datang selalu mendapat sambutan yang baik. Begitu juga dengan. kedatangan Islam di Indonesia khususnya di Samudera Pasai.

I. PENDAHULUAN. Islam datang selalu mendapat sambutan yang baik. Begitu juga dengan. kedatangan Islam di Indonesia khususnya di Samudera Pasai. I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Islam adalah agama yang damai, dimana agama ini mengajarkan keharusan terciptanya keseimbangan hidup jasmani maupun rohani sehingga dimanapun Islam datang selalu

Lebih terperinci

BAB II DESKRIPSI KOTA SURAKARTA

BAB II DESKRIPSI KOTA SURAKARTA BAB II DESKRIPSI KOTA SURAKARTA A. Kondisi Geografi Surakarta merupakan salah satu kota di Jawa Tengah yang menunjang kota-kota besar seperti Semarang maupun Yogyakarta. Letaknya yang strategis dan berpotensi

Lebih terperinci

Untung Suropati. Untung Bersekutu Dengan VOC

Untung Suropati. Untung Bersekutu Dengan VOC Untung Suropati Untung Suropati lahir di Bali pada tahun 1660. Ia hidup pada masa Amangkurat II yang pernah memberikan restu kepadanya untuk menaklukan pasuruan. Menurut Babad Tanah Jawi, semasa kecil,

Lebih terperinci

IV. GAMBARAN UMUM DAERAH PENELITIAN. Propinsi Lampung merupakan salah satu propinsi yang terdapat di Pulau

IV. GAMBARAN UMUM DAERAH PENELITIAN. Propinsi Lampung merupakan salah satu propinsi yang terdapat di Pulau IV. GAMBARAN UMUM DAERAH PENELITIAN A. Kondisi Wilayah Propinsi Lampung 1. Geografi Propinsi Lampung merupakan salah satu propinsi yang terdapat di Pulau Sumatera dengan luas wilayah 35.288,35 Km 2. Propinsi

Lebih terperinci

FORMAT KASUS - KOMPREHENSIF

FORMAT KASUS - KOMPREHENSIF NO. REC. KASUS: 14 KASUS: SENGKETA TANAH PERHUTANI DS.CACABAN, KEC.SINGOROJO, KENDAL DESKRIPSI: Pada mulanya tanah cikal bakal Desa merupakan hutan rimba, yang kemudian oleh warga hutan ini ditebang dan

Lebih terperinci

PEMERINTAH PROVINSI JAWA TENGAH PERATURAN DAERAH PROVINSI JAWA TENGAH NOMOR 5 TAHUN 2008 TENTANG

PEMERINTAH PROVINSI JAWA TENGAH PERATURAN DAERAH PROVINSI JAWA TENGAH NOMOR 5 TAHUN 2008 TENTANG PEMERINTAH PROVINSI JAWA TENGAH PERATURAN DAERAH PROVINSI JAWA TENGAH NOMOR 5 TAHUN 2008 TENTANG ORGANISASI DAN TATAKERJA SEKRETARIAT DAERAH DAN SEKRETARIAT DEWAN PERWAKILAN RAKYAT DAERAH PROVINSI JAWA

Lebih terperinci

BAB II GAMBARAN UMUM LOKASI PENELITIAN

BAB II GAMBARAN UMUM LOKASI PENELITIAN BAB II GAMBARAN UMUM LOKASI PENELITIAN A. Gambaran Umum Kota Pekanbaru 1. Sejarah Pekanbaru lahir sebelum masuknya penjajahan Belanda ke Indonesia.Pada waktu itu, baru berupa dusun yang bernama Dusun Payung

Lebih terperinci

Nepotisme (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 1999 Nomor 75, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 3851); 3. Undang-Undang Nomor 12

Nepotisme (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 1999 Nomor 75, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 3851); 3. Undang-Undang Nomor 12 BAB I PENDAHULUAN Berdasarkan Pasal 1 Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945 Negara Indonesia adalah negara kesatuan yang berbentuk republik. Konsekuensi logis sebagai negara kesatuan

Lebih terperinci

BAB III. Setting Penelitian

BAB III. Setting Penelitian BAB III Setting Penelitian A. Kondisi Geografis dan Keadaan Pulau Madura. 1. Geografi Posisi geografis Madura terletak ditimur laut Pulau Jawa, kurang lebih 7 sebelahselatan dari katulistiwa di antara

Lebih terperinci

Cagar Budaya Candi Cangkuang

Cagar Budaya Candi Cangkuang Cagar Budaya Candi Cangkuang 1. Keadaan Umum Desa Cangkuang Desa Cangkuang terletak di Kecamatan Leles, Kabupaten Garut. Desa Cangkuang dikelilingi oleh empat gunung besar di Jawa Barat, yang antara lain

Lebih terperinci

PRODUKSI PADI DAN PALAWIJA JAW A TENGAH 1996-2011 ISSN : 0854-6932 No. Publikasi : 33531.1204 Katalog BPS : 5203007.33 Ukuran Buku : 21 cm x 28 cm Jumlah Halaman : 245 halaman Naskah : Bidang Statistik

Lebih terperinci

BAB II KONDISI DAERAH SEKITAR TEMPAT TINGGAL PANGLIMA BESAR JENDERAL SOEDIRMAN

BAB II KONDISI DAERAH SEKITAR TEMPAT TINGGAL PANGLIMA BESAR JENDERAL SOEDIRMAN BAB II KONDISI DAERAH SEKITAR TEMPAT TINGGAL PANGLIMA BESAR JENDERAL SOEDIRMAN A. Kondisi Geografis Penelitian yang berjudul Biografi Panglima Besar Jenderal Soedirman sebagai Kader Muhammadiyah dan Pahlawan

Lebih terperinci

Setelah selesai kegiatan pembelajaran, siswa dapat :

Setelah selesai kegiatan pembelajaran, siswa dapat : RENCANA PELAKSANAAN PEMBELAJARAN (RPP) SMP / MTs :.. Mata Pelajaran : Ilmu Pengetahuan Sosial Kelas/Semester : VII/2 Alokasi waktu : 8 x 40 menit ( 4 pertemuan) A. Standar Kompetensi 5. Memahami perkembangan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Hutan bagi masyarakat bukanlah hal yang baru, terutama bagi masyarakat

BAB I PENDAHULUAN. Hutan bagi masyarakat bukanlah hal yang baru, terutama bagi masyarakat 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Hutan bagi masyarakat bukanlah hal yang baru, terutama bagi masyarakat yang masih memiliki nilai-nilai dan kultur tradisional. Sejak jaman dahulu, mereka tidak hanya

Lebih terperinci

IV. GAMBARAN UMUM WILAYAH PENELITIAN

IV. GAMBARAN UMUM WILAYAH PENELITIAN IV. GAMBARAN UMUM WILAYAH PENELITIAN 4.1. Sejarah Pelabuhan Sunda Kelapa Pelabuhan Sunda Kelapa berlokasi di Kelurahan Penjaringan Jakarta Utara, pelabuhan secara geografis terletak pada 06 06' 30" LS,

Lebih terperinci

Bab II Gambaran Umum Kota Surakarta

Bab II Gambaran Umum Kota Surakarta Bab II Gambaran Umum Kota Surakarta Luas wilayah Kota Surakarta 44,04 km 2 dan terletak di Propinsi Jawa Tengah (central java) yang terdiri ata satu) kelurahan, 606 (enam ratus enam) Rukun Warga (RW) serta

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. kerajaan Aceh. Ia menjadi anak beru dari Sibayak Kota Buluh di Tanah Karo.

BAB I PENDAHULUAN. kerajaan Aceh. Ia menjadi anak beru dari Sibayak Kota Buluh di Tanah Karo. BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Langkat adalah salah satu Kabupaten yang berada di Provinsi Sumatera Utara. Letaknya di barat provinsi Sumatera Utara, berbatasan dengan provinsi Aceh. Sebelah

Lebih terperinci

penjajahan sudah dirasakan bangsa Indonesia, ketika kemerdekaan telah diraih, maka akan tetap dipertahankan meskipun nyawa menjadi taruhannya.

penjajahan sudah dirasakan bangsa Indonesia, ketika kemerdekaan telah diraih, maka akan tetap dipertahankan meskipun nyawa menjadi taruhannya. BAB V KESIMPULAN Keadaan umum Kebumen pada masa kemerdekaan tidak jauh berbeda dengan wilayah lain di Indonesia. Konflik atau pertempuran yang terjadi selama masa Perang Kemerdekaan, terjadi juga di Kebumen.

Lebih terperinci