5. PERBAIKAN INTENSITAS DAN STABILITAS WARNA ANTOSIANIN BUAH DUWET (Syzygium cumini) SECARA KOPIGMENTASI INTERMOLEKULAR

Ukuran: px
Mulai penontonan dengan halaman:

Download "5. PERBAIKAN INTENSITAS DAN STABILITAS WARNA ANTOSIANIN BUAH DUWET (Syzygium cumini) SECARA KOPIGMENTASI INTERMOLEKULAR"

Transkripsi

1 5. PERBAIKAN INTENSITAS DAN STABILITAS WARNA ANTOSIANIN BUAH DUWET (Syzygium cumini) SECARA KOPIGMENTASI INTERMOLEKULAR PENDAHULUAN Antosianin buah duwet berpotensi digunakan sebagai pewarna alami untuk pangan. Antosianin buah duwet dapat diperoleh dari bagian kulit buah yang memiliki kandungan antosianin lebih tinggi dibandingkan antosianin anggur yang selama ini digunakan sebagai bahan baku untuk pewarna enosianin (pewarna antosianin komersial). Antosianin buah duwet memiliki karakteristik yang lebih stabil dibandingkan antosianin dari pewarna enosianin disebabkan struktur antosianin buah duwet yang keseluruhannya dalam bentuk diglukosida, yaitu delfinidin 3,5-diglukosida; petunidin 3,5-diglukosida; malvidin 3,5- diglukosida; sianidin 3,5-diglukosida; dan peonidin 3,5-diglukosida (Brito et al. 2007; Sari et al. 2009). Namun demikian terdapat keterbatasan dalam penggunaan antosianin buah duwet terutama intensitas warna yang rendah dan relatif kurang stabil dalam minuman model selama perlakuan pemanasan, pencahayaan, dan penyimpanan. Intensitas warna antosianin buah duwet kurang kuat disebabkan glikosilasi pada antosianin merupakan diglukosida. Hal ini diperkuat oleh Mazza dan Brouillard (1987) yang menyebutkan bahwa struktur antosianin terutama malvidin 3,5-diglukosida menunjukkan warna yang kurang kuat dibandingkan bentuk monoglukosida pada medium asam dan menjadi tidak berwarna pada ph diatas 4. Untuk itu perlu dilakukan upaya untuk memperbaiki intensitas dan stabilitas warna antosianin buah duwet. Menurut Francis (1989); Jackman dan Smith (1996); Eiro dan Heinonen (2002); Castañeda-Ovando et al. (2009), warna dan stabilitas antosianin dapat diperbaiki melalui reaksi kopigmentasi secara intramolekular dan intermolekular sehingga intensitas warna antosianin dapat ditingkatkan dan lebih stabil. Kopigmentasi antosianin melalui interaksi intramolekuler dan intermolekuler dapat memberikan warna lebih cerah, kuat, dan stabil. Tujuan penelitian ini adalah untuk memperbaiki intensitas dan stabilitas warna antosianin buah duwet melalui reaksi kopigmentasi intermolekular menggunakan asam sinamat (asam sinapat, asam kafeat, dan asam ferulat) dan ekstrak polifenol rosemary sebagai kopigmen.

2 65 BAHAN DAN METODE Tempat Penelitian Penelitian dilakukan di Laboratorium Kimia Pangan SEAFAST Center (Gedung PAU), IPB; Laboratorium Biokimia Pangan, Departemen ITP, FATETA, IPB; serta Laboratorium Terpadu Mikrobiologi Medik, Fakultas Kedokteran Hewan, IPB. Bahan dan Alat Penelitian Bahan utama yang digunakan pada penelitian ini adalah buah duwet matang berwarna ungu kehitaman yang diperoleh dari hutan di Probolinggo, Jawa Timur. Sampel buah duwet telah mendapat pengesahan determinasi jenis tanaman dari LIPI Biologi, Bogor. Bahan lain yang digunakan adalah daun rosemary kering yang diperoleh dari Aljazair. Bahan kimia yang digunakan berspesifikasi pro analisis. Asam klorida (HCl), kalium klorida, natrium asetat, asam sitrat, natrium sitrat, kalium sorbat, dan natrium meta bisulfit diperoleh dari Merck (Darmstadt, Jerman). Asam kafeat, asam sinapat, dan asam ferulat diperoleh dari Sigma-Aldrich (St. Louis, MO). Etanol teknis (96%) dan gas nitrogen diperoleh dari suplier bahan kimia di Bogor. Peralatan yang digunakan adalah pisau baja tahan-karat, hand blender, timbangan analitik, pengaduk/stirer, batang stirer, sentrifugasi, kertas Whatman no 1, pompa vakum, vakum evaporator putar, ph-meter, pipet mikrometer, vortek, spektrofotometer UV-Vis, lemari pendingin, lampu fluoresens putih, penangas air, kromameter (CR-310), dan alat-alat kaca. Metode Penelitian Persiapan sampel Buah duwet segar yang matang (warna ungu kehitaman) dicuci dengan air bersih dan ditiriskan. Kulit buah duwet dikupas menggunakan pisau baja tahan-karat. Kulit buah duwet diblansir uap (80 o C) selama 3 menit. Selanjutnya kulit buah duwet dikemas dalam kantong plastik polietilen (PE) dan disimpan pada pendingin suhu -20 o C sampai digunakan untuk pengujian.

3 66 Ekstraksi antosianin Kulit buah duwet beku di-thawing pada suhu ruang dan selanjutnya dihancurkan dengan menggunakan hand blender. Hancuran kulit buah duwet diekstraksi secara maserasi dengan diaduk (stirer) menggunakan pelarut etanol dengan perbandingan sampel dan pelarut 1:2 (b/v). Ekstraksi dilakukan pada suhu ruang selama 60 menit, kemudian disentrifus (3552 g) selama 10 menit untuk memisahkan filtrat dan residu. Ekstraksi dilakukan sebanyak 3 kali dengan menggunakan pelarut dan cara yang sama. Filtrat digabung dan disaring dengan menggunakan penyaring vakum, lalu pelarut organik dievaporasi dengan vakum evaporator putar pada suhu 40 o C untuk mendapatkan ekstrak aqueous antosianin (Gambar 4.1). Ekstrak ditempatkan dalam botol, diembus dengan nitrogen lalu disimpan pada -20 o C sampai digunakan untuk analisa. Ekstraksi polifenol rosemary Ekstraksi polifenol dari daun rosemary (Rosmarinus officinalis) dilakukan secara maserasi menggunakan pelarut etanol dengan nisbah sampel dan pelarut 1:20 (b/v). Bubuk daun rosemary diekstraksi dengan cara diaduk (stirer) selama 60 menit, kemudian disentrifus untuk memisahkan filtrat dan residu. Ekstraksi diulang kembali dengan menggunakan pelarut yang sama sampai diperoleh warna filtrat bening. Filtrat digabung dan disaring dengan menggunakan penyaring vakum lalu pelarut etanol dievaporasi dengan vakum evaporator putar pada suhu 40 o C sehingga diperoleh ekstrak aqueous polifenol rosemary yang berwarna kuning kecokelatan (Gambar 5.1). Ekstrak ditempatkan dalam botol, diembus dengan nitrogen lalu disimpan pada -20 o C sampai digunakan untuk analisis. Bubuk daun rosemary Ekstrak polifenol rosemary Gambar 5.1 Bubuk daun rosemary dan ekstrak polifenol rosemary.

4 67 Reaksi kopigmentasi intermolekular Kopigmentasi antosianin buah duwet dilakukan secara intermolekular menggunakan senyawa asam sinamat (asam kafeat, asam sinapat, dan asam ferulat) serta ekstrak polifenol rosemary. Reaksi kopigmentasi intermolekular dilakukan sesuai metode Gris et al. (2007) dan Mazzaracchhio et al. (2004) dengan sedikit modifikasi. Larutan antosianin dari ekstrak aqueous antosianin buah duwet disiapkan dalam bufer sitrat (0,1 M; asam sitrat-natrium sitrat), ph 3 sehingga diperoleh pembacaan nilai absorbansi ~0,6 pada panjang gelombang penyerapan maksimum di daerah visibel (λ vis-maks, 516 nm). Masing-masing kopigmen asam sinamat dan ekstrak polifenol rosemary (konsentrasi 0; 0,5; 1; 1,5; 2; 2,5; 3; 3,5; dan 4 mg/ml) ditambahkan ke dalam larutan antosianin. Larutan campuran (5 ml) divortek lalu campuran larutan diinkubasi selama 60 menit pada 27 o C agar terjadi reaksi. Untuk melihat interaksi antara antosianin dan senyawa kopigmen maka dianalisis spektrum absorpsi menggunakan spektrofotometer UV-visibel pada panjang gelombang 400 sampai 700 nm. Dari pola spektra yang diperoleh dapat dilihat adanya efek hiperkromik (ΔA), yaitu peningkatan nilai absorbans pada λ vis-maks, dan pergeseran batokromik (Δλ vis-maks ), yaitu pergeseran panjang gelombang (nm) pada λ vis-maks (Eiro & Heinonen 2002; Gris et al. 2007; Yawadio & Morita 2007). Stabilitas warna antosianin tanpa dan dengan penambahan kopigmen dalam minuman model Pengujian stabilitas warna antosianin buah duwet yang dikopigmentasi dilakukan dalam minuman model menggunakan bufer sitrat (0,1 M; asam sitratnatrium sitrat) pada ph 3 yang mengandung ekstrak aqueous antosianin buah duwet sehingga diperoleh pembacaan nilai absorbansi ~0,6 (λ vis-maks, 516 nm). Kalium sorbat dengan konsentrasi 0,05% (b/v) ditambahkan untuk mencegah pertumbuhan mikroba selama perlakuan. Kopigmen asam sinamat (asam sinapat, asam kafeat, dan asam ferulat) dan ekstrak polifenol rosemary, masingmasing konsentrasi 1 mg/ml, ditambahkan ke dalam larutan antosianin lalu distirer. Larutan campuran diinkubasi selama 60 menit pada 27 o C agar terjadi reaksi. Stabilitas warna antosianin buah duwet terkopigmentasi dianalisis terhadap pengaruh suhu pemanasan, pencahayaan, serta kondisi penyimpanan yang dibandingkan dengan antosianin buah duwet tanpa kopigmentasi.

5 68 Pengaruh suhu pemanasan terhadap stabilitas warna antosianin terkopigmentasi dilakukan dengan merendam botol-botol transparan yang berisi larutan antosianin terkopigmentasi dan tanpa perlakukan kopigmentasi di dalam penangas air pada suhu 80 and 98 o C selama interval waktu 0, 30, 60, 90, dan 120 menit. Suhu pemanasan 80 dan 98 o C yang dipilih berdasarkan perlakuan panas (heat treatment) untuk bahan pangan (misal blansir, pasteurisasi, dan perebusan). Pengaruh cahaya terhadap stabilitas warna antosianin terkopigmentasi dilakukan dengan menyinari botol-botol transparan yang berisi larutan antosianin terkopigmentasi dan tanpa perlakukan kopigmentasi dengan lampu fluoresens putih (lampu Philip, 23 watt) didalam kotak berukuran 58 x 72 x 60 cm sehingga diperoleh intensitas pencahayaan 4000 lux. Pencahayaan dilakukan selama interval waktu 0, 2, 4, 6, 8, dan 10 hari pada suhu 32 o C. Kontrol untuk perlakuan pemanasan dan pencahayaan dibuat dengan membungkus botol-botol transparan yang berisi larutan antosianin terkopigmentasi dan tanpa perlakukan kopigmentasi dengan aluminium foil kemudian disimpan pada suhu ruang untuk perlakuan suhu pemanasan dan disimpan pada suhu 32 o C untuk perlakuan pencahayaan. Pengujian stabilitas warna antosianin terkopigmentasi terhadap kondisi penyimpanan dilakukan pada suhu refrigerasi dan ruang selama 4 minggu pada kondisi gelap. Masing-masing sampel untuk setiap perlakuan diukur nilai absorbans pada λ vis-maks menggunakan spektrofotometer untuk menentukan nilai retensi warna. Nilai persen retensi warna dihitung menggunakan persamaan: % Retensi warna = A t /A 0 x 100, t = waktu; A t = absorbans setelah perlakuan (waktu t); A 0 = absorbans sebelum perlakuan (waktu 0) (Cevallos-Casals & Cisneros-Zevallos 2004; Gris et al. 2007). Sampel untuk setiap perlakuan juga diukur warna kromasitas dengan kromameter dan warna polimerik (polymeric colour). Pengukuran warna kromasitas menggunakan sistem pengukuran CIELAB (Gonnet 1998). Kandungan warna polimerik dianalisis menggunakan metode bleaching bisulfit (Giusti & Wrolstad 2001). Pengukuran warna kromasitas (CIELAB) dan warna polimerik dan dilakukan pada awal dan akhir perlakuan. Warna polimerik (polymeric color) Warna polimerik (WP) dapat digunakan untuk mengetahui terjadinya degradasi warna antosianin. Kandungan warna polimerik (polymeric color) dalam minuman model dianalisa menggunakan metode bleaching bisulfit (Giusti &

6 69 Wrolstad 2001). Kandungan warna polimerik dinyatakan sebagai % dari total densitas warna (colour density). Pengukuran warna polimerik dilakukan pada awal dan akhir perlakuan. Perbedaan nilai WP sebelum dan setelah perlakuan dinyatakan sebagai nilai ΔWP. Semakin tinggi nilai ΔWP menunjukkan terjadinya degradasi antosianin selama perlakuan semakin besar. Pengukuran warna dengan kromameter Pengukuran warna menggunakan alat Minolta Chroma CR-310 colorimeter menggunakan sistem pengukuran CIELAB. Pengukuran dilakukan pada awal dan akhir perlakuan. Parameter-parameter yang diukur meliputi L* (lightness), a* (redness), b* (yellowness), C* (chroma), H* (hue angle), and ΔE (perbedaan warna secara keseluruhan). Perbedaan warna secara keseluruhan dihitung menggunakan persamaan, ΔE = [(ΔL*) 2 + (ΔC*) 2 + (ΔH*) 2 ] 1/2. Nilai ΔE merupakan atribut nilai yang menjadi parameter terjadinya perubahan warna kromasitas secara keseluruhan. Semakin tinggi nilai ΔE menunjukkan perubahan warna sampel selama perlakuan semakin besar (Gonnet 1998). Kinetika degradasi antosianin Degradasi warna antosianin selama perlakuan pemanasan, pencahayaan, dan penyimpanan mengikuti kinetika reaksi orde pertama. Kinetika degradasi antosianin secara umum berlangsung pada orde pertama (Kirca & Cemeroglu 2003; Cevallos-Casals & Cisneros-Zevallos 2004; Wang & Xu 2007). Konstanta laju reaksi (k) dan waktu paruh (t 1/2 ), waktu yang dibutuhkan untuk terjadinya kerusakan/degradasi antosianin sebesar 50%, untuk reaksi orde pertama dihitung menggunakan persamaan berikut : ln(a t /A o ) = -kt + C ln (retensi warna) = -kt + C t 1/2 = -ln 0.5 x k -1 A 0 = absorbansi sebelum perlakuan (waktu 0), A t = absorbansi setelah perlakuan (waktu t); k = konstanta laju reaksi; t 1/2 = waktu paruh. Analisa data secara statistik Data hasil pengujian dianalisis secara statistika dengan menghitung nilai rata-rata dan standar deviasi demenggunakan aplikasi Microsoft Office EXCEL 2007 serta analisis sidik ragam (uji ANOVA) kemudian dihitung nilai bedanya

7 70 dengan uji beda Duncan Multiple Range Test pada taraf 5% (p < 0,05) menggunakan aplikasi SPSS HASIL DAN PEMBAHASAN Pengaruh Kopigmentasi Intermolekular terhadap Intensitas Warna Antosianin Buah Duwet Keseluruhan antosianin yang terkandung dalam buah duwet dalam bentuk diglukosida sehingga mempunyai intensitas warna yang rendah. Hal ini diperkuat dari hasil penelitian sebelumnya yang menunjukkan bahwa pada ph 3 warna antosianin buah duwet kurang berwarna (pudar) dan pada ph di atas 4 warna antosianin buah duwet menjadi tidak berwarna. Untuk meningkatkan intensitas warna antosianin buah duwet dilakukan secara kopigmentasi intermolekular dengan mereaksikan antosianin buah duwet dengan asam sinapat, asam kafeat, asam ferulat, dan ekstrak polifenol rosemary. Kopigmen atau agensia peningkat warna (color enhancer) yang digunakan pada penelitian ini adalah asam sinapat, asam kafeat, asam ferulat serta ekstrak polifenol rosemary (Gambar 5.2). Basaga et al. (1997); Brenes et al. (2005) menyebutkan bahwa senyawa polifenol utama larut air yang terkandung dalam rosemary (Rosmarinus officinalis) adalah asam rosmarinat (rosmarinic acid). Kopigmen seperti asam sinapat, asam kafeat, asam ferulat, serta ekstrak polifenol rosemary digunakan sebagai kopigmen untuk meningkatkan warna dan stabilitas antosianin (Markovic et al. 2000; Eiro & Heinonen 2002; Brenes et al. 2005; Gris et al. 2007; Yawadio & Morita 2007). asam kafeat asam ferulat asam sinapat asam rosmarinat Gambar 5.2 Struktur kimia kopigmen yang digunakan dalam penelitian.

8 71 Gambar 5.3 memperlihatkan pengaruh penambahan asam sinamat (asam sinapat, asam kafeat, asam ferulat) dan ekstrak polifenol rosemary pada kisaran konsentrasi 0-4 mg/ml terhadap karakteristik spektral (visibel) antosianin buah duwet dalam minuman model ph 3. Hasil penelitian menunjukkan bahwa penambahan asam sinamat dan ekstrak polifenol rosemary dapat meningkatkan intensitas warna antosianin buah duwet yang ditunjukkan dengan adanya peningkatan nilai absorbans setelah ditambahkan asam sinamat dan ekstrak polifenol rosemary. Penggunaan asam sinamat seperti asam sinapat, asam kafeat, dan asam ferulat sebagai agensia peningkat warna (color enhancer) memiliki keterbatasan karena tidak dapat larut sempurna dalam air. Penggunaan asam sinamat dengan konsentrasi lebih besar 1 mg/ml hanya sedikit dapat meningkatkan warna dengan ditunjukkan peningkatan warna yang cenderung konstan dengan semakin meningkatnya konsentrasi asam sinamat yang ditambahkan. Kecuali untuk asam ferulat masih menunjukkan sedikit peningkatan nilai absorbans dengan meningkatnya konsentrasi. Penggunaan asam sinamat untuk aplikasi pada pangan yang berbasis air kurang menguntungkan karena karakteristik kelarutannya yang rendah pada medium asam Absorbans pada λ vis-maks Asn+AS Asn+AK Asn+AF Asn+EPR Konsentrasi (mg/ml) Gambar 5.3 Pengaruh penambahan asam sinamat dan ekstrak polifenol rosemary terhadap karakteristik spektral (visibel) warna antosianin buah duwet. Asn+AS = antosianin+asam sinapat, Asn+AK = antosianin+asam kafeat, Asn+AF = antosianin+asam ferulat, Asn+EPR = antosianin+ekstrak polifenol rosemary. Ekstrak polifenol rosemary yang ditambahkan pada minuman model memberikan peningkatan warna yang paling tinggi dibandingkan penggunaan asam sinamat. Penambahan ekstrak polifenol rosemary memperlihatkan kecenderungan peningkatan warna yang semakin tinggi dengan semakin

9 72 meningkat konsentrasi yang ditambahkan. Ekstrak polifenol rosemary menunjukkan sebagai agensia peningkat warna yang paling baik untuk antosianin buah duwet dibandingkan asam sinamat. Penambahan ekstrak polifenol rosemary sebesar 4 mg/ml dapat meningkatkan warna antosianin buah duwet hingga 120%. Diantara ketiga jenis asam sinamat yang digunakan, asam ferulat merupakan agensia peningkat warna terbaik yang dapat meningkatkan warna antosianin buah duwet hingga 80%, sedangkan asam sinapat dan kafeat dapat meningkatkan warna antosianin buah duwet hingga 40% dan 55% pada konsentrasi 4 mg/ml. Reaksi kopigmentasi dapat menyebabkan terjadinya pergeseran panjang gelombang (nm) yang lebih tinggi pada absorpsi spektra maksimum, λ vis-maks (pergeseran batokromik, Δλ vis-maks ) dan peningkatan absorpsi spektra pada λ vismaks (efek hiperkromik, ΔA) (Eiro & Heinonen 2002). Gambar 5.4 menunjukkan terjadi pergeseran batokromik dan efek hiperkromik dari antosianin buah duwet yang direaksikan dengan asam sinamat dan ekstrak polifenol rosemary pada minuman model ph 3 (reaksi kopigmentasi intermolekular). Kopigmentasi intermolekular dengan asam sinamat dan ekstrak polifenol rosemary menyebabkan terjadinya pergeseran panjang gelombang ke nilai panjang gelombang yang lebih besar (Gambar 5.4a) yang ditunjukkan terjadi perubahan nilai Δλ vis-maks 1,16-1,94%. Panjang gelombang (λ vis-maks ) antosianin buah duwet sebelum kopigmentasi 516 nm dan setelah reaksi kopigmentasi maka panjang gelombang (λ vis-maks ) berubah pada kisaran nm. Reaksi kopigmentasi intermolekular pada antosianin buah duwet juga dapat meningkatkan nilai absorbans pada λ maks (efek hiperkromik), Gambar 5.4b. Efek hiperkromik dari reaksi kopigmentasi antosianin buah duwet ditunjukkan dari nilai ΔA yang meningkat pada kisaran 19,63-117,33%. Pada penambahan kopigmen dengan konsentrasi 0%, nilai Δλ vis-maks dan ΔA adalah 0% yang menunjukkan tidak terjadi pergeseran batokromik dan efek hiperkromik. Dari keempat jenis kopigmen yang digunakan, kopigmentasi intermolekular dengan ekstrak polifenol rosemary memberikan nilai pergeseran λ vis-maks dan peningkatan nilai absorbans pada λ vismaks yang paling besar. Ekstrak polifenol rosemary merupakan agensia peningkat warna yang baik untuk antosianin buah duwet dan memiliki karakteristik larut air sehingga memudahkan dalam aplikasi pada pangan. Hasil penelitian Markovic et al. (2000) juga menunjukkan bahwa kopigmentasi malvidin 3,5-diglukosida (malvin) dengan asam ferulat dan kafeat dapat berlangsung serta menghasilkan

10 73 peningkatan Δλ vis-maks dan ΔA pada larutan bufer ph 2,5 dan 3,65. Nisbah konsentrasi antosianin dan asam fenolik yang digunakan 1:20, 1:40, 1:60, dan 1:100. Kompleks kopigmentasi malvin-asam ferulat memberikan peningkatan intensitas warna yang lebih tinggi dibandingkan kompleks malvin-asam kafeat. Δ λvis-max (%) / Pergeseran Batokromik A Asn+AS Asn+AK Asn+AF Asn+EPR Δ Absorbans (%) / Efek Hiperkromik B Asn+AS Asn-AK Asn-AF Asn+EPR Gambar 5.4 Pergeseran batokromik dan efek hiperkromik dari antosianin buah duwet yang direaksikan dengan asam sinamat dan ekstrak polifenol rosemary. Diagram batang dari kiri ke kanan, untuk masing-masing kopigmen, mewakili berturut-turut konsentrasi kopigmen 0,5; 1; 1,5; 2; 2,5; 3; 3,5; dan 4 mg/ml. Asn+AS = antosianin+asam sinapat, Asn+AK = antosianin+asam kafeat, Asn+AF = antosianin+asam ferulat, Asn+EPR = antosianin+ekstrak polifenol rosemary. Reaksi kopigmentasi intermolekular dapat membentuk kompleks antosianin-kopigmen melalui transfer muatan (charge-transfer) atau interaksi elektron -. Kopigmen (senyawa fenolik) merupakan sistem kaya elektron dapat berinteraksi dengan ion flavilium yang kekurangan elektron membentuk ikatan yang lemah. Densitas elektronik ditransfer dari cincin yang kaya elektron ke cincin yang kekurangan elektron. Ion flavilium dari antosianin yang bermuatan

11 74 positif merupakan senyawa yang sesuai untuk pembentukan kompleks dengan substrat kaya elektron (kopigmen) melalui transfer muatan, Gambar 5.5 (Castañeda-Ovando et al. 2009). + kation flavilium (merah) pirokatekol (kaya elektron) kompleks secara transfer muatan (merah) Gambar 5.5 Pembentukan kompleks antosianin-kopigmen secara transfer muatan (charge-transfer) atau interkasi - (interaksi antosianin dengan senyawa fenolik) (Castañeda-Ovando et al. 2009). Interaksi intermolekular dapat terjadi pada kation flavilium dan basa kuinonoidal (bentuk kesetimbangan berwarna dari antosianin). Kation flavilium dan basa kuinonoidal merupakan senyawa planar, secara efisien melakukan delokalisasi elektron, membuat interaksi antara kation flavilium atau basa kuinonoidal dengan kopigmen menjadi lebih mudah dan mungkin terjadi menghasilkan penyusunan yang saling tumpang tindih (overlapping) di antara kedua molekul, Gambar 5.6a. Pembentukan ikatan hidrogen antara gugus keto dari basa kuinonoidal dan kopigmen (flavonol) juga mungkin terjadi menghasilkan kompleks antosianin-kopigmen (Gambar 5.6b). Gugus keto pada posisi C-7 atau C-4 dari antosianin dapat berikatan secara ikatan hidrogen dengan gugus hidroksil dari flavonol pada posisi C-7, C-3 atau C-4 (Williams & Hrazdina, 1979). Kopigmen intermolekular dapat terjadi melalui ikatan hidrogen, interaksi hidrofobik, atau interaksi ionik (elektrostatik) (Williams & Hrazdina 1979; Chen & Hrazdina 1981). Reaksi kopigmentasi intermolekular antara antosianin buah duwet dengan asam sinamat (asam sinapat, asam kafeat, dan asam ferulat) dan ekstrak polifenol rosemary juga dimungkinkan menghasilkan pembentukan kompleks antosianin-kopigmen melalui mekanisme transfer muatan (charge-transfer) atau interaksi elektron - sehingga terjadi penyusunan saling tumpang tindih (overlapping) di antara kedua molekul. Interaksi yang terjadi dapat meningkatkan jumlah kromofor sehingga menyebabkan terjadinya peningkatan intensitas warna

12 75 (ΔA). Dijelaskan oleh Yawadio dan Morita (2007); Castañeda-Ovando et al. (2009), interaksi intermolekular (kopigmentasi) antara antosianin dan asam karboksilat (sinamat) atau senyawa fenolik dapat meningkatkan sistem elektron - dari antosianin sehingga meyebabkan efek hiperkromik. Sistem elektron - dari antosianin bertanggungjawab pada absorpsi pada daerah radiasi visibel (VIS) (Yawadio & Morita 2007). Reaksi kopigmentasi intermolekular pada antosianin buah duwet dengan kopigmen (asam sinamat dan ekstrak polifenol rosemary) juga dapat menyebabkan meningkatnya panjang gelombang atau terjadi pergeseran panjang gelombang yang lebih tinggi. Pembentuknan kompleks - pada antosianin memberikan perpanjangan konjugasi pada struktur antosianin karena adanya tambahan struktur dari kopigmen. Lebih lanjut dijelaskan oleh Castañeda-Ovando et al. (2009), kopigmen umumnya tidak berwarna, tetapi ketika dicampur dengan larutan antosianin akan terjadi interaksi menghasilkan efek hiperkromik dan pergeseran batokromik. A B C + Gambar 5.6 Kompleks molekular antosianin-kopigmen melalui interaksi intermolekular antara delfinidin 3-glukosida dan rutin, A dan B (Williams & Hrazdina, 1979) dan awobanin (delfinidin 3-(6-Otrans-p-kumaril-ß-D-glukosida)-5-(ß-D-glukosida) dan flavocommelin, C (Osawa, 1982).

13 76 Stabilitas Warna Antosianin Buah Duwet yang Dikopigmentasi secara Intermolekular Stabilitas antosianin dapat ditingkatkan melalui reaksi kopigmentasi baik secara intramolekular dan intermolekular (Francis 1989; Jackman & Smith 1996; Eiro & Heinonen 2002; Castañeda-Ovando et al. 2009). Pada penelitian ini digunakan reaksi kopigmentasi secara intermolekular untuk memperbaiki stabilitas warna antosianin buah duwet menggunakan kopigmen asam sinamat (asam sinapat, asam kafeat, asam ferulat) dan ekstrak polifenol rosemary yang banyak mengandung asam rosmarinat. Pengujian stabilitas dilakukan terhadap perlakuan pemanasan, pencahayaan, dan penyimpanan. Gambar 5.7 memperlihatkan secara visual perubahan warna antosianin buah duwet setelah direaksikan dengan kopigmen (asam sinamat dan ekstrak polifenol rosemary) pada konsentrasi 1 mg/ml. Karakteristik warna kromasitas dari antosianin buah duwet yang dikopigmentasi secara intermolekular dengan asam sinamat dan ekstrak polifenol rosemary dalam bufer sitrat ph 3 disajikan pada Tabel 5.1. Perlakuan kopigmentasi menurunkan nilai L* dan meningkatkan nilai C* yang menunjukkan intensitas warna minuman meningkat dan lebih kuat dengan penambahan asam sinamat dan ekstrak polifenol rosemary. Perlakuan kopigmentasi juga merubah nilai H* (hue angle) dari 0,63 ke nilai H Penambahan kopigmen ekstrak polifenol rosemary memberikan warna merah keunguan. Asn Asn+AK Asn+AS Asn+AF Asn+EPR Gambar 5.7 Warna antosianin buah duwet yang dikopigmentasi secara intermolekular dengan asam sinamat dan ekstrak polifenol rosemary (1 mg/ml) pada minuman model ph 3. Asn = antosianin, Asn+AK = antosianin+asam kafeat, Asn+AS = antosianin+asam sinapat, Asn+AF = antosianin+asam ferulat, Asn+EPR = antosianin+ekstrak polifenol rosemary.

14 77 Tabel 5.1. Karakteristik warna kromasitas dari antosianin buah duwet yang dikopigmentasi secara intermolekular dengan asam sinamat dan ekstrak polifenol rosemary Sampel Parameter warna (CIELAB) L* C* H* Asn 62,44 24,89 0,63 Asn+AS 55,81 35, Asn+AK 57,00 34, Asn+AF 54,41 37, Asn+EPR 49,07 43, L*, kecerahan/lightness; C*, kroma/chroma; H*, sudut warna/hue angle. Asn = antosianin; Asn+AS = antosianin+asam sinapat, Asn+AK = antosianin+asam kafeat, Asn+AF = antosianin+asam ferulat, Asn+EPR = antosianin+ekstrak polifenol rosemary. Stabilitas terhadap Pemanasan Pada Gambar 5.8 disajikan karakteristik stabilitas warna antosianin buah duwet tanpa dan dengan kopigmentasi menggunakan asam sinamat dan ekstrak polifenol rosemary selama perlakuan pemanasan suhu 80 dan 98 o C. Perlakuan pemanasan pada suhu 80 o C selama 120 menit menyebabkan penurunan retensi warna hingga 60-70%, sedangkan pemanasan suhu 98 o C dapat menyebabkan penurunan retensi warna hingga 30-40% untuk semua sampel antosianin buah duwet tanpa dan dengan perlakuan kopigmentasi. Kopigmentasi intermolekular menggunakan asam sinamat dan ekstrak polifenol rosemary pada antosianin buah duwet tidak meningkatkan stabilitas warna antosianin buah duwet selama proses pemanasan baik pada suhu 80 maupun 98 o C. Selama proses pemanasan pada kedua suhu memperlihatkan bahwa antosianin buah duwet tanpa kopigmentasi memiliki kestabilan warna yang lebih tinggi dibandingkan antosianin buah duwet yang dikopigmentasi. Hal ini terlihat pada nilai retensi warna antosianin buah duwet tanpa kopigmentasi lebih tinggi dibandingkan kompleks antosianin-kopigmen. Kopigmentasi antosianin buah duwet dengan asam ferulat menunjukkan stabilitas yang paling rendah. Pada Tabel 5.2 disajikan nilai warna polimerik (ΔWP), warna kromasitas (ΔE), kehilangan warna (KW) dan waktu paruh (t 1/2 ) yang juga menunjukkan terjadinya degradasi antosianin buah duwet. Nilai ΔWP, ΔE, KW yang lebih rendah dan t 1/2 yang lebih tinggi menunjukkan terjadi degradasi antosianin yang lambat atau menunjukkan karakteristik lebih stabil dan sebaliknya. Pada kedua suhu pemanasan 80 dan 98 o C, nilai ΔWP, ΔE, KW antosianin buah duwet tanpa perlakuan kopigmentasi lebih kecil dibandingkan dengan antosianin buah duwet dengan perlakuan kopigmentasi. Nilai t 1/2 antosianin buah duwet tanpa perlakuan

15 78 kopigmentasi juga menunjukkan nilai lebih tinggi dibandingkan antosianin buah duwet dengan perlakuan kopigmentasi. Berdasarkan nilai ΔWP, ΔE, KW, dan t 1/2 juga memperlihatkan antosianin buah duwet tanpa kopigmentasi memiliki kestabilan warna yang lebih baik dibandingkan antosianin buah duwet yang dikopigmentasi. Perlakuan kopigmentasi tidak dapat meningkatkan stabilitas warna antosianin buah duwet selama perlakuan pemanasan pada suhu 80 dan 98 o C. R etens i warna pada λ maks (% ) A B Waktu (menit) Asn Asn+AS Asn+AK Asn+AF Asn+EPR Gambar 5.8 Pengaruh pemanasan terhadap retensi warna antosianin buah duwet tanpa dan dengan penambahan kopigmen (1 mg/ml) pada minuman model ph 3. (A) pemanasan 80 o C dan (B) pemanasan 98 o C. Asn = antosianin, Asn+AS = antosianin+asam sinapat, Asn+AK = antosianin+asam kafeat, Asn+AF = antosianin+asam ferulat, Asn+EPR = antosianin+ekstrak polifenol rosemary. Ketidakstabilan kompleks antosianin-kopigmen dapat dijelaskan bahwa energi panas dapat merusak ikatan komplek antosianin-kopigmen karena interaksi antosianin dengan kopigmen pada kopigmentasi intermolekular merupakan ikatan yang lemah secara hidrofobik (Eiro & Heinonen 2002) sehingga terbentuk senyawa turunan baru yang tidak stabil dibandingkan dengan antosianin buah duwet tanpa kopigmentasi (secara alami bentuk diglukosida) yang memiliki karakteristik lebih stabil. Berbeda pada kubis merah dimana ikatan antara antosianin dan kopigmen (gugus asil) merupakan ikatan kovalen (kopigmentasi intramolekular) mempunyai karakteristik yang sangat stabil terhadap pemanasan (Gambar 4.6). Pada pemanasan suhu 80 dan 98 o C, antosianin terasilasi dari kubis merah masih mampu mempertahankan warna di atas 98%. Lebih lanjut dijelaskan oleh Mazza dan Brouillard (1990), peningkatan suhu menyebabkan peruraian (disosiasi) dari kompleks kopigmentasi

16 79 menghasilkan senyawa tidak berwarna dan memberikan kehilangan warna. Markovic et al. (2000) menjelaskan bahwa pada proses kopigmentasi antara malvidin 3,5-diglukosida dengan asam kafeat dan asam felurat menunjukkan afinitas dari reaktan adalah rendah (ikatan yang terbentuk lemah), reaktifitas rendah, dan pembentukan kompleks hanya stabil pada temperatur rendah. Tabel 5.2 Perubahan warna dan waktu paruh antosianin buah duwet dalam minuman model tanpa dan dengan kopigmentasi pada perlakuan pemanasan suhu 80 dan 98 o C Parameter Perubahan Warna Kinetika Degradasi Sampel ΔWP ΔE KW (%) k t 1/2 (jam) Pemanasan 80 o C Asn 7,61 a 7,13 a 32,30 a 0,0032 3,68 b Asn+AS 9,12 c 9,76 b 33,45 ab 0,0033 3,55 b Asn+AK 11,27 d 9,62 b 34,74 b 0,0035 3,35 a Asn+AF 8,39 b 9,71 b 36,29 c 0,0036 3,21 a Asn+EPR 8,69 bc 10,00 b 33,32 ab 0,0032 3,61 b Pemanasan 98 o C Asn 20,75 a 16,85 a 62,23 a 0,0079 1,46 d Asn+AS 33,87 b 26,77 b 66,61 c 0,0090 1,28 b Asn+AK 36,60 b 28,45 b 68,23 d 0,0094 1,23 a Asn+AF 24,81 a 26,13 b 69,17 e 0,0097 1,20 a Asn+EPR 25,20 a 28,65 b 64,51 b 0,0085 1,37 c Angka yang diikuti oleh huruf yang berbeda pada kolom yang sama (masing-masing perlakuan pemanasan) menunjukkan hasil uji berbeda nyata (p<0,05). Perubahan warna dihitung dari nilai pengukuran sebelum dan sesudah perlakuan. ΔWP, perbedaan warna polimerik. ΔE, perbedaan warna kromasitas (sistem CIELAB). KW, kehilangan warna (nilai absorbans). k, konstanta laju degradasi antosianin. t 1/2, waktu paruh. Pemanasan selama 120 menit. Asn = antosianin; Asn+AS = antosianin+asam sinapat, Asn+AK = antosianin+asam kafeat, Asn+AF = antosianin+asam ferulat, Asn+EPR = antosianin+ekstrak polifenol rosemary. Hasil dari penelitian disertasi ini menunjukkan hasil yang sama dengan penelitian yang dilakukan oleh Brenes et al. (2005), pasteurisasi (85 o C) selama 30 menit pada sistem model jus anggur yang mengandung ekstrak polifenol rosemary (0,2 dan 0,4%) dapat menyebabkan penurunan efek hiperkromik dan kandungan total antosianin. Namun, hasil penelitian ini menunjukkan hasil yang berbeda dengan yang dilakukan oleh Bakowska et al. (2003), efek kopigmentasi antosianin sianidin 3-glukosida dengan kuersetin-5 -asam sulfonat, morin-5 - asam sulfonat, rutin, kuersetin, asam klorogenat, dan asam tanat dapat meningkatkan stabilitas selama pemanasan 80 o C pada ph 2,5-4,5. Perbedaan hasil penelitian terjadi karena penggunaan jenis antosianin dan kopigmen yang berbeda sehingga memberikan efek kopigmentasi yang berbeda pula.

17 80 Stabilitas terhadap Cahaya Cahaya juga dapat menyebabkan degradasi antosianin. Perlakuan pencahayaan dengan lampu fluoresens putih menyebabkan terjadinya degradasi antosianin buah duwet baik pada antosianin tanpa dan dengan perlakuan kopigmentasi (Gambar 5.9). Hal ini terlihat adanya penurunan nilai retensi warna yang lebih besar pada sampel yang terkena paparan cahaya dibandingkan yang tanpa terkena paparan cahaya. Nilai retensi warna antosianin buah duwet tanpa dan dengan perlakuan kopigmentasi menurun dengan meningkatnya waktu pencahayaan. R etens i warna pada λ maks (% ) A B Waktu (hari) Asn Asn+AS Asn+AK Asn+AF Asn+EPR Gambar 5.9 Pengaruh pencahayaan dengan lampu fluoresens putih terhadap retensi warna antosianin buah duwet tanpa dan dengan penambahan kopigmen (1 mg/ml) pada minuman model ph 3. (A) tanpa pencahayaan dan (B) pencahayaan dengan fluoresens putih. Asn = antosianin, Asn+AS = antosianin+asam sinapat, Asn+AK = antosianin+asam kafeat, Asn+AF = antosianin+asam ferulat, Asn+EPR = antosianin+ekstrak polifenol rosemary. Kopigmentasi antosianin buah duwet menggunakan ekstrak polifenol rosemary, asam sinapat dan asam kafeat menunjukkan stabilitas yang lebih tinggi dibandingkan antosianin tanpa kopigmentasi, dan yang dikopigmentasi dengan asam ferulat selama perlakuan pencahayaan. Pada pencahayaan waktu 10 hari, nilai retensi warna antosianin buah duwet yang dikopigmentasi dengan ekstrak polifenol rosemary, asam sinamat, dan asam kafeat berkisar pada nilai 40-50%, sedangkan nilai retensi warna untuk antosianin buah duwet tanpa dan dengan dikopigmentasi asam ferulat menunjukkan nilai retensi warna ~20%.

18 81 Perlakuan kopigmentasi mampu menurunkan nilai ΔWP, ΔE, KW serta meningkatkan nilai waktu paruh (t 1/2 ) (Tabel 5.3). Hal ini menunjukkan bahwa pembentukan kompleks antosianin-kopigmen dapat meningkatkan stabilitas warna antosianin buah duwet. Perbaikan stabilitas warna terjadi pada perlakuan kopigmentasi antosianin buah duwet dengan asam sinapat, asam kafeat, dan ekstrak polifenol rosemary. Penambahan asam ferulat dalam minuman model menunjukkan karakteristik perubahan warna dan kinetika degradasi yang hampir sama dengan antosianin buah duwet tanpa perlakuan kopigmentasi. Tabel 5.3 Perubahan warna dan waktu paruh antosianin dalam minuman model tanpa dan dengan kopigmentasi pada perlakuan pencahayaan fluoresens Parameter Perubahan Warna Kinetika Degradasi Sampel ΔWP ΔE KW (%) K t 1/2 (hari) Asn 54,48 c 43,07 d 78,60 d 0,1678 4,13 a Asn+AS 24,61 a 22,53 a 57,43 b 0,0869 7,98 c Asn+AK 34,66 b 26,13 b 61,43 c 0,0946 7,33 b Asn+AF 51,51 c 43,00 d 81,12 e 0,1701 4,07 a Asn+EPR 30,23 ab 29,67 c 54,79 a 0,0804 8,63 d Angka yang diikuti oleh huruf yang berbeda pada kolom yang sama menunjukkan hasil uji berbeda nyata (p<0,05). Perubahan warna dihitung dari nilai pengukuran sebelum dan sesudah perlakuan. ΔWP, perbedaan warna polimerik. ΔE, perbedaan warna kromasitas (sistem CIELAB). KW, kehilangan warna (nilai absorbans). k, konstanta laju degradasi antosianin. t 1/2, waktu paruh. Pencahayaan dengan lampu fluoresens selama 10 hari. Asn = antosianin, Asn+AS = antosianin+asam sinapat, A+AK = antosianin+asam kafeat, A+AF = antosianin+asam ferulat, A+EPR = antosianin+ekstrak polifenol rosemary. Penelitian yang dilakukan oleh Gris et al. (2007) menunjukkan hasil yang sama, dimana dengan penambahan asam kafeat dalam sistem model pangan mengandung antosianin anggur Cabernet Sauvignon dapat meningkatkan stabilitas selama perlakuan pencahayaan dengan lampu fluoresens putih dibandingkan dengan produk tanpa perlakuan kopigmentasi. Hasil yang sama juga dijumpai pada penelitian yang dilakukan oleh Bakowska et al. (2003) yang menggunakan jenis kopigmen yang berbeda. Efek kopigmentasi antosianin sianidin 3-glukosida dengan kuersetin-5 -asam sulfonat, morin-5 -asam sulfonat, rutin, kuersetin, asam klorogenat, dan asam tanat dapat meningkatkan stabilitas selama perlakuan pencahayaan dengan sinar UV dan matahari. Degradasi oleh cahaya yang terjadi pada kompleks antosianin-kopigmen kemungkinan juga melibatkan eksitasi dari kation flavilium sesuai yang dijelaskan oleh Furtado et al. (1993). Mekanisme degradasi fotokimia langsung dari kation flavilium yang menghasilkan pembentukan produk akhir degradasi yang sama seperti pada reaksi termal.

19 82 Stabilitas selama Penyimpanan Pengaruh penyimpanan pada suhu refrigerasi (~5 o C) dan ruang (~27 o C) pada kondisi gelap terhadap stabilitas antosianin buah duwet tanpa dan dengan perlakuan kopigmentasi disajikan pada Gambar Pada penyimpanan suhu refrigerasi, perlakuan kopigmentasi dengan asam sinapat, asam kafeat dan ekstrak polifenol rosemary dapat meningkatkan stabilitas warna antosianin buah duwet, sedangkan pada perlakuan kopigmentasi dengan asam ferulat menunjukkan stabilitas yang hampir sama dengan antosianin tanpa kopigmentasi, setelah penyimpanan 4 minggu (Gambar 5.10a). Kecenderungan pola yang sama juga ditemukan pada perlakuan penyimpanan pada suhu ruang (Gambar 5.10b), perlakuan kopigmentasi dengan asam sinapat, asam kafeat dan ekstrak polifenol rosemary dapat meningkatkan stabilitas warna antosianin buah duwet. Pada kedua kondisi penyimpanan (suhu refrigerasi dan ruang), kopigmentasi antosianin buah duwet dengan asam sinapat memberikan peningkatan stabilitas antosianin yang paling tinggi yang ditunjukkan pada nilai retensi warna paling tinggi. Kopigmentasi antosianin buah duwet dengan asam ferulat pada penyimpanan suhu dingin dan ruang tidak dapat meningkatkan stabilitas antosianin buah duwet. R etens i warna pada λ maks (% ) A B Waktu (minggu) Asn Asn+AS Asn+AK Asn+AF Asn+EPR Gambar 5.10 Pengaruh penyimpanan suhu refrigerasi (A) dan ruang (B) terhadap retensi warna antosianin buah duwet tanpa dan dengan penambahan kopigmen (1 mg/ml) pada minuman model ph 3. Asn = antosianin, Asn+AS = antosianin+asam sinapat, Asn+AK = antosianin+asam kafeat, Asn+AF = antosianin+asam ferulat, Asn+EPR = antosianin+ekstrak polifenol rosemary.

20 83 Perbedaan suhu penyimpanan mempengaruhi stabilitas antosianin buah duwet terkopigmentasi. Peningkatan suhu dari suhu ~5 o C (suhu refrigerasi) ke ~27 o C (suhu ruang) dapat meningkatkan degradasi antosianin buah duwet tanpa dan dengan perlakuan kopigmentasi. Penyimpanan pada suhu refrigerasi masih dapat mempertahankan nilai retensi warna berkisar 87-97% setelah penyimpanan selama 4 minggu. Pada penyimpanan suhu ruang, degradasi antosianin berlangsung lebih cepat dan menghasilkan nilai retensi berkisar 40-60%. Fenomena ini dapat dijelaskan bahwa peningkatan suhu penyimpanan dapat menyebabkan terjadinya reaksi disosiasi (peruraian) kompleks kopigmentasi antosianin-kopigmen sehingga menghasilkan senyawa tidak berwarna yang dapat memberikan kehilangan warna, seperti yang dijelaskan oleh Mazza dan Brouillard (1990). Pada Tabel 5.4 disajikan perubahan nilai WP, E, KW serta nilai t 1/2 selama perlakuan penyimpanan pada suhu refrigerasi dan ruang. Nilai ΔWP, ΔE, KW dari antosianin buah duwet yang dikopigmentasi dengan asam sinapat, asam kafeat, dan ekstrak polifenol rosemary menunjukkan nilai yang lebih rendah dibandingkan nilai parameter warna dari antosianin buah duwet tanpa perlakuan kopigmentasi. Nilai waktu paruh (t 1/2 ) antosianin buah duwet yang dikopigmentasi dengan asam sinapat, asam kafeat, dan ekstrak polifenol rosemary menunjukkan nilai yang lebih tinggi dibandingkan dengan antosianin tanpa perlakuan kopigmentasi. Hal ini menunjukkan bahwa kompleks antosianin-kopigmen melalui reaksi kopigmentasi dengan asam sinapat, asam kafeat, dan ekstrak polifenol rosemary dapat meningkatkan stabilitas antosianin buah duwet selama perlakuan penyimpanan pada suhu refrigerasi dan ruang. Kompleks antosianin buah duwet dengan asam sinapat, asam kafeat, atau ekstrak polifenol rosemary memiliki stabilitas warna yang lebih tinggi dibandingkan antosianin buah duwet tanpa perlakuan kopigmentasi dan yang dikopigmentasi dengan asam ferulat. Hasil yang sama juga ditunjukkan pada penelitian Gris et al. (2007), peningkatan suhu dari 4 o C ke 29 o C menyebabkan degradasi yang lebih cepat pada antosianin anggur Cabernet Sauvignon tanpa dan dengan perlakuan kopigmentasi dengan asam kafeat yang ditunjukkan pada penurunan nilai retensi warna (%) dan waktu paruh (t 1/2 ). Penambahan asam kafeat dalam sistem model pangan yang mengandung antosianin anggur Cabernet Sauvignon dapat meningkatkan stabilitas selama perlakuan penyimpanan pada suhu 4 dan 29 o C apabila dibandingkan dengan produk tanpa perlakuan kopigmentasi. Hasil

21 84 penelitian Markovic et al. (2000) menunjukkan bahwa kopigmentasi malvidin 3,5- diglukosida dengan asam ferulat dan asam kafeat pada kondisi suhu o C memiliki nilai absorbans yang lebih tinggi dibandingkan nilai absorbans malvidin 3,5-diglukosida tanpa perlakuan kopigmentasi. Tabel 5.4 Perubahan warna dan waktu paruh antosianin dalam minuman model tanpa dan dengan kopigmentasi pada perlakuan penyimpanan suhu ruang dan refrigerasi Parameter Perubahan Warna Kinetika Degradasi Sampel ΔWP ΔE KW (%) K t 1/2 (minggu) Penyimpanan suhu refrigerasi (5 o C) Asn 3,37 d 3,89 c 13,15 d 0, ,59 a Asn+AS 1,31 a 1,86 a 6,61 a 0, ,19 d Asn+AK 1,70 b 3,05 b 8,50 b 0, ,35 c Asn+AF 3,10 c 3,79 c 12,42 d 0, ,88 a Asn+EPR 1,64 b 3,16 b 10,89 c 0, ,22 b Penyimpanan suhu ruang (27 o C) Asn 17,54 d 21,59 bc 52,50 b 0,1894 3,66 b Asn+AS 12,45 a 14,61 a 43,32 a 0,1426 4,86 d Asn+AK 15,58 c 17,36 a 50,27 b 0,1799 3,91 bc Asn+AF 21,00 e 23,99 c 61,63 c 0,2437 2,84 a Asn+EPR 14,46 b 20,47 b 49,14 b 0,1669 4,17 c Angka yang diikuti oleh huruf yang berbeda pada kolom yang sama (masing-masing perlakuan penyimpanan) menunjukkan hasil uji berbeda nyata (p<0,05). Perubahan warna dihitung dari nilai pengukuran sebelum dan sesudah perlakuan. ΔWP, perbedaan warna polimerik. ΔE, perbedaan warna kromasitas (sistem CIELAB). KW, kehilangan warna (nilai absorbans). k, konstanta laju degradasi antosianin. t 1/2, waktu paruh. Penyimpanan selama 4 minggu. Asn=antosianin, Asn+AS = antosianin+asam sinapat, Asn+AK = antosianin+asam kafeat, Asn+AF = antosianin+asam ferulat, Asn+EPR = antosianin+ekstrak polifenol rosemary. Pada perlakuan pencahayaan dan penyimpanan (suhu refrigerasi dan ruang), antosianin buah duwet yang dikopigmentasi dengan asam sinapat, asam kafeat, dan ekstrak polifenol rosemary dapat meningkatkan stabilitas warna antosianin buah duwet. Hal ini dapat terjadi karena kompleks kopigmentasi antara antosianin-kopigmen, melalui transfer muatan atau interaksi -, dapat memproteksi kation flavilium dari serangan nukleofilik air pada posisi C-2, seperti yang dijelaskan oleh Mazza dan Brouillard (1987); Castañeda-Ovando et al. (2009), sehingga pembentukan senyawa karbinol yang tidak berwarna yang berlanjut ke pembentukan senyawa kalkon yang juga tidak berwarna dapat dicegah. Lebih lanjut mekanisme proteksi dari efek kopigmentasi juga dijelaskan oleh Williams dan Hrazdina (1979); Malien-Aubert et al. (2001), kopigmentasi merupakan penyusunan molekul kopigmen pada planar polarizable dari bentuk antosianin berwarna (kation flavilium dan basa kuinonoidal) sehingga serangan nukleofilik air pada posisi C-2 cincin pirilium dapat dicegah. Stabilisasi bentuk flavilium oleh kompleks elektron - hasil reaksi kopigmentasi intermolekular

22 85 dijelaskan oleh Castañeda-Ovando et al. (2009), Gambar Adanya kopigmen (senyawa fenolik) menyebabkan reaksi kesetimbangan berubah tidak ke bentuk struktur karbinol (tidak berwarna) melainkan ke bentuk kompleks - yang berwarna merah. Menurut Francis (1989), efektifitas stabilisasi reaksi kopigmentasi bergantung pada kekuatan ikatannya, kopigmentasi intramolekular (berikatan secara kovalen) lebih efektif menstabilkan warna antosianin dibandingkan kopigmentasi intermolekular (terjadi melalui interaksi hidrofobik yang lemak). kation flavilium (merah) + karbinol pseudobasa (tidak berwarna) pirokatekol (kaya elektron) 2 kompleks secara transfer muatan (merah) Gambar 5.11 Contoh stabilisasi antosianin melalui pembentukan kompleks secara transfer muatan (charge-transfer) atau interaksi - (interaksi antosianin dengan senyawa fenolik) (Castañeda- Ovando et al. 2009). SIMPULAN Kopigmentasi antosianin buah duwet (intermolekular) dalam minuman model menggunakan asam sinamat (asam sinapat, asam kafeat, asam ferulat) dan ekstrak polifenol rosemary (konsentrasi 0,5-4 mg/ml) dapat meningkatkan intensitas warna antosianin buah duwet (nilai ΔA meningkat pada kisaran 19,63-117,33%). Ekstrak polifenol rosemary merupakan agensia peningkat warna antosianin buah duwet yang paling efektif. Penambahan ekstrak polifenol rosemary sebesar 4 mg/ml dapat meningkatkan nilai ΔA sebesar 117,33%.

23 86 Pada perlakuan pemanasan suhu 80 dan 98 o C, kopigmentasi antosianin buah duwet dalam minuman model dengan asam sinapat, asam kafeat, asam ferulat, dan ekstrak polifenol rosemary memiliki stabilitas lebih rendah yang ditunjukkan dari nilai ΔWP (warna polimerik), ΔE (warna kromasitas), dan KW (kehilangan warna) lebih besar serta nilai t 1/2 (waktu paruh) lebih kecil dari minuman model yang mengandung antosianin tanpa kopigmentasi (native). Kopigmentasi antosianin buah duwet dengan asam sinapat, asam kafeat dan ekstrak polifenol rosemary dapat meningkatkan stabilitas warna antosianin buah duwet selama perlakuan pencahayaan dengan lampu fluoresens putih serta penyimpanan pada suhu refrigerasi dan ruang yang ditunjukkan nilai ΔWP, ΔE, dan KW lebih kecil serta nilai t 1/2 lebih besar dari minuman model yang mengandung antosianin tanpa kopigmentasi (native).

4. STABILITAS ANTOSIANIN BUAH DUWET (Syzygium cumini) DALAM MINUMAN MODEL

4. STABILITAS ANTOSIANIN BUAH DUWET (Syzygium cumini) DALAM MINUMAN MODEL 4. STABILITAS ANTOSIANIN BUAH DUWET (Syzygium cumini) DALAM MINUMAN MODEL PENDAHULUAN Antosianin telah digunakan secara luas sebagai pewarna alami untuk pangan (Mateus & Freitas, 2009). Problem utama dari

Lebih terperinci

III METODOLOGI PENELITIAN

III METODOLOGI PENELITIAN III METODOLOGI PENELITIAN 3.1 BAHAN DAN ALAT Bahan utama yang digunakan dalam penelitian ini adalah buah duwet yang diperoleh dari Jember Jawa Timur. Bahan-bahan lain yang digunakan adalah etanol, aquadest,

Lebih terperinci

METODELOGI PENELITIAN

METODELOGI PENELITIAN III. METODELOGI PENELITIAN A. BAHAN DAN ALAT 1. Bahan Bahan baku yang digunakan adalah kelopak kering bunga rosela (Hibiscus sabdariffa L.) yang berasal dari petani di Dramaga dan kayu secang (Caesalpinia

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. Penggunaan pewarna makanan yang bersumber dari bahan alami sudah sejak lama

I. PENDAHULUAN. Penggunaan pewarna makanan yang bersumber dari bahan alami sudah sejak lama 1 I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Penggunaan pewarna makanan yang bersumber dari bahan alami sudah sejak lama digunakan, namun dengan ditemukannya pewarna sintetik yang relatif mudah diproduksi dan memiliki

Lebih terperinci

METODE PENELITIAN. Penelitian ini dilaksanakan di Laboratorium Analisis Hasil Pertanian (Ruang

METODE PENELITIAN. Penelitian ini dilaksanakan di Laboratorium Analisis Hasil Pertanian (Ruang 20 III. METODE PENELITIAN 3.1 Tempat dan Waktu Penelitian Penelitian ini dilaksanakan di Laboratorium Analisis Hasil Pertanian (Ruang Analisis Pati dan Karbohidrat), Laboratorium Pengolahan Limbah Hasil

Lebih terperinci

Gambar 6. Kerangka penelitian

Gambar 6. Kerangka penelitian III. BAHAN DAN METODOLOGI A. Bahan dan Alat Bahan baku yang digunakan adalah kayu secang (Caesalpinia sappan L) yang dibeli dari toko obat tradisional pasar Bogor sebagai sumber pigmen brazilein dan sinapic

Lebih terperinci

III. BAHAN DAN METODE. Penelitian dilaksanakan di Laboratorium Kimia dan Biokimia Hasil Pertanian,

III. BAHAN DAN METODE. Penelitian dilaksanakan di Laboratorium Kimia dan Biokimia Hasil Pertanian, 22 III. BAHAN DAN METODE A. Waktu dan Tempat Penelitian dilaksanakan di Laboratorium Kimia dan Biokimia Hasil Pertanian, Laboratorium Analisis Hasil Pertanian, Laboratorium Pengolahan Limbah Hasil Pertanian

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. Sejak ditemukannya zat pewarna sintetik serta terbatasnya jumlah dan mutu zat

I. PENDAHULUAN. Sejak ditemukannya zat pewarna sintetik serta terbatasnya jumlah dan mutu zat 1 I. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang dan Masalah Sejak ditemukannya zat pewarna sintetik serta terbatasnya jumlah dan mutu zat pewarna alami, penggunaan pigmen sebagai zat warna alami semakin menurun (Samun,

Lebih terperinci

HASIL DAN PEMBAHASAN. 1. Ekstraksi dan Karakterisasi Antosianin

HASIL DAN PEMBAHASAN. 1. Ekstraksi dan Karakterisasi Antosianin IV. HASIL DAN PEMBAHASAN A. EKSTRAKSI DAN KARAKTERISASI PIGMEN Ekstraksi adalah proses penarikan komponen dari suatu sampel dengan menggunakan pelarut tertentu. Pada umumnya ekstraksi zat warna dari bagian

Lebih terperinci

III. BAHAN DAN METODE. Penelitian ini dilaksanakan di Laboratorium Analisis Hasil Pertanian (Ruang

III. BAHAN DAN METODE. Penelitian ini dilaksanakan di Laboratorium Analisis Hasil Pertanian (Ruang III. BAHAN DAN METODE 3.1 Tempat dan Waktu Penelitian Penelitian ini dilaksanakan di Laboratorium Analisis Hasil Pertanian (Ruang Analisis Pati dan Karbohidrat), Laboratorium Pengolahan Hasil Pertanian,

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. pangan. Menurut Jettanapornsumran (2009), warna menjadi salah satu

I. PENDAHULUAN. pangan. Menurut Jettanapornsumran (2009), warna menjadi salah satu I. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang dan Masalah Warna merupakan salah satu faktor penting dalam menentukan mutu suatu produk pangan. Menurut Jettanapornsumran (2009), warna menjadi salah satu karakteristik

Lebih terperinci

III. METODOLOGI PENELITIAN. Penelitian dilaksanakan di Laboratorium Pengolahan Hasil Pertanian, Jurusan

III. METODOLOGI PENELITIAN. Penelitian dilaksanakan di Laboratorium Pengolahan Hasil Pertanian, Jurusan 29 III. METODOLOGI PENELITIAN A. Waktu Dan Tempat Penelitian Penelitian dilaksanakan di Laboratorium Pengolahan Hasil Pertanian, Jurusan Teknologi Hasil Pertanian Universitas Lampung, Laboratorium Jasa

Lebih terperinci

BAB III METODE PENELITIAN. Penelitian ini dilaksanakan pada bulan Maret sampai dengan Juni 2012.

BAB III METODE PENELITIAN. Penelitian ini dilaksanakan pada bulan Maret sampai dengan Juni 2012. 26 BAB III METODE PENELITIAN 3.1 Lokasi Penelitian Penelitian ini dilakukan di Laboratorium Kimia Riset Makanan dan Material Jurusan Pendidikan Kimia, Universitas Pendidikan Indonesia (UPI). Penelitian

Lebih terperinci

LAPORAN PENELITIAN HIBAH BERSAING (TAHUN II)

LAPORAN PENELITIAN HIBAH BERSAING (TAHUN II) Bidang Ilmu : PERTANIAN LAPORAN PENELITIAN HIBAH BERSAING (TAHUN II) PEMBUATAN SEDIAAN PEWARNA ALAMI PANGAN BERBASIS ANTOSIANIN DARI BUAH DUWET (Syzigium cumini) Peneliti Dr. PUSPITA SARI, STP, MAgr (Utama)

Lebih terperinci

ABSTRAK HIBAH KOMPETENSI

ABSTRAK HIBAH KOMPETENSI ABSTRAK HIBAH KOMPETENSI PENGEMBANGAN SENYAWA ANTOSIANIN DARI BUAH DUWET SEBAGAI PANGAN FUNGSIONAL DAN NUTRASEUTIKAL YANG MEMILIKI KEMAMPUAN ANTIOKSIDATIF, HIPOKOLESTEROLEMIK, DAN HIPOGLIKEMIK Tahun ke

Lebih terperinci

BAB III METODOLOGI PENELITIAN

BAB III METODOLOGI PENELITIAN BAB III METODOLOGI PENELITIAN 3.1 Waktu dan Lokasi Penelitian Penelitian ini dilakukan dari bulan Maret sampai dengan bulan Juni 2013 di Laboratorium Kimia Riset Makanan dan Material serta di Laboratorium

Lebih terperinci

3. KANDUNGAN TOTAL ANTOSIANIN MONOMERIK DAN KOMPOSISI ANTOSIANIN BUAH DUWET (Syzygium cumini)

3. KANDUNGAN TOTAL ANTOSIANIN MONOMERIK DAN KOMPOSISI ANTOSIANIN BUAH DUWET (Syzygium cumini) 3. KANDUNGAN TOTAL ANTOSIANIN MONOMERIK DAN KOMPOSISI ANTOSIANIN BUAH DUWET (Syzygium cumini) PENDAHULUAN Antosianin adalah pigmen yang termasuk dalam kelompok flavonoid dari senyawa polifenol merupakan

Lebih terperinci

BAB V HASIL DAN PEMBAHASAN

BAB V HASIL DAN PEMBAHASAN BAB V HASIL DAN PEMBAHASAN Marshmallow merupakan salah satu produk aerated confectionary yang dalam pembuatannya ada pemerangkapan udara sehingga menghasilkan tekstur yang lembut dan ringan. Marshmallow

Lebih terperinci

BAB III. Penelitian ini dilakukan di Laboratorium Riset, Jurusan Pendidikan Kimia,

BAB III. Penelitian ini dilakukan di Laboratorium Riset, Jurusan Pendidikan Kimia, BAB III METODE PENELITIAN 3.1 Lokasi Penelitian Penelitian ini dilakukan di Laboratorium Riset, Jurusan Pendidikan Kimia, Universitas Pendidikan Indonesia (UPI) yang bertempat di jalan Dr. Setiabudhi No.229

Lebih terperinci

I PENDAHULUAN. Bab ini menguraikan mengenai: (1) Latar Belakang, (2) Identifikasi Masalah,

I PENDAHULUAN. Bab ini menguraikan mengenai: (1) Latar Belakang, (2) Identifikasi Masalah, 1 I PENDAHULUAN Bab ini menguraikan mengenai: (1) Latar Belakang, (2) Identifikasi Masalah, (3) Tujuan dan Maksud Penelitian, (4) Manfaat Penelitian, (5) Kerangka Pemikiran, (6) Hipotesis Penelitian, dan

Lebih terperinci

BAB III PELAKSANAAN PENELITIAN. Universitas Muhammadiyah Riau dan di Laboratorium Patologi, Entimologi

BAB III PELAKSANAAN PENELITIAN. Universitas Muhammadiyah Riau dan di Laboratorium Patologi, Entimologi 30 BAB III PELAKSANAAN PENELITIAN A. Waktu dan Tempat Penelitian ini akan dilaksanakan di laboratorium Kimia Terpadu Universitas Muhammadiyah Riau dan di Laboratorium Patologi, Entimologi dan Mikrobiologi

Lebih terperinci

BAB III METODE PENELITIAN

BAB III METODE PENELITIAN 18 BAB III METODE PENELITIAN 3.1 Waktu dan Lokasi Penelitian Penelitian ini dilakukan dari bulan Juli sampai dengan bulan Oktober 2015 di Laboratorium Kimia Riset Makanan dan Laboratorium Kimia Instrumen

Lebih terperinci

BAB III METODOLOGI PENELITIAN

BAB III METODOLOGI PENELITIAN BAB III METODOLOGI PENELITIAN 3.1 Waktu dan Lokasi Penelitian Penelitian ini dilaksanakan dari bulan April sampai dengan bulan Juli 2013 di Laboratorium Kimia Riset Makanan dan Material, dan Laboratorium

Lebih terperinci

BAB III METODOLOGI PENELITIAN

BAB III METODOLOGI PENELITIAN BAB III METODOLOGI PENELITIAN 3.1 Waktu dan Lokasi Penelitian Penelitian ini dilakukan dari bulan April 2013 sampai Agustus 2013 di Laboratoium Kimia Riset Makanan dan Material serta di Laboratorium Instrumen

Lebih terperinci

BAB III METODOLOGI PENELITIAN. Instrumen Jurusan Pendidikan Kimia FPMIPA Universitas Pendidikan

BAB III METODOLOGI PENELITIAN. Instrumen Jurusan Pendidikan Kimia FPMIPA Universitas Pendidikan 21 BAB III METODOLOGI PENELITIAN 3.1 Lokasi Penelitian Penelitian ini dimulai pada bulan Maret sampai Juni 2012 di Laboratorium Riset Kimia dan Material Jurusan Pendidikan Kimia FPMIPA Universitas Pendidikan

Lebih terperinci

BAB III METODOLOGI PENELITIAN. FPMIPA Universitas Pendidikan Indonesia dan Laboratorium Kimia Instrumen

BAB III METODOLOGI PENELITIAN. FPMIPA Universitas Pendidikan Indonesia dan Laboratorium Kimia Instrumen 19 BAB III METODOLOGI PENELITIAN 3.1 Lokasi Penelitian Penelitian ini dilakukan dari bulan Maret sampai dengan bulan Juni 2012 di Laboratorium Kimia Riset Makanan dan Material Jurusan Pendidikan Kimia

Lebih terperinci

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN. (Pandanus amaryllifolius Roxb.) 500 gram yang diperoleh dari padukuhan

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN. (Pandanus amaryllifolius Roxb.) 500 gram yang diperoleh dari padukuhan BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN A. Hasil Penelitian 1. Preparasi Sampel Bahan utama yang digunakan dalam penelitian ini adalah pandan wangi (Pandanus amaryllifolius Roxb.) 500 gram yang diperoleh dari padukuhan

Lebih terperinci

LAMPIRAN A DATA PENELITIAN DAN HASIL PERHITUNGAN

LAMPIRAN A DATA PENELITIAN DAN HASIL PERHITUNGAN LAMPIRAN A DATA PENELITIAN DAN HASIL PERHITUNGAN A.1 DATA PENELITIAN PENDAHULUAN Tabel A.1 Data Panjang Gelombang Antosianin Perlakuan Panjang Gelombang Dipotong kecil-kecil 512 Diblender 514,5 Tabel A.2

Lebih terperinci

METODOLOGI PENELITIAN

METODOLOGI PENELITIAN III. METODOLOGI PENELITIAN A. Bahan dan Alat Bahan utama yang digunakan dalam penelitian ini adalah teh hitam yang diperoleh dari PT Perkebunan Nusantara VIII Gunung Mas Bogor grade BP1 (Broken Pekoe 1).

Lebih terperinci

BAB III METODE PENELITIAN

BAB III METODE PENELITIAN BAB III METODE PENELITIAN 3.1 Waktu dan Lokasi Penelitian Penelitian dilaksanakan dari Bulan Maret sampai Bulan Juni 2013. Pengujian aktivitas antioksidan, kadar vitamin C, dan kadar betakaroten buah pepaya

Lebih terperinci

II. TINJAUAN PUSTAKA. Terung Belanda (Cyphomandra betacea Sendtn) atau disebut juga Tamarillo

II. TINJAUAN PUSTAKA. Terung Belanda (Cyphomandra betacea Sendtn) atau disebut juga Tamarillo II. TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Terung Belanda (Cyphomandra betacea Sendtn) Terung Belanda (Cyphomandra betacea Sendtn) atau disebut juga Tamarillo merupakan tanaman jenis terung-terungan yang berasal dari family

Lebih terperinci

III. METODE PENELITIAN. Penelitian ini dilaksanakan pada bulan Februari sampai dengan September 2015 di

III. METODE PENELITIAN. Penelitian ini dilaksanakan pada bulan Februari sampai dengan September 2015 di 21 III. METODE PENELITIAN A. Waktu dan Tempat Penelitian Penelitian ini dilaksanakan pada bulan Februari sampai dengan September 2015 di Laboratorium Kimia Organik Jurusan Kimia FMIPA Universitas Lampung.

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. seperti rasa dan tekstur. Selama proses pengolahan pangan warna suatu bahan

BAB I PENDAHULUAN. seperti rasa dan tekstur. Selama proses pengolahan pangan warna suatu bahan 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar belakang Warna memainkan peranan penting dalam persepsi dan penerimaan konsumen terhadap makanan. Burrows (2009) menyebutkan bahwa warna menjadi faktor kualitas utama dan paling

Lebih terperinci

BAB III METODE PENELITIAN

BAB III METODE PENELITIAN BAB III METODE PENELITIAN 3.1 Waktu dan Tempat Penelitian Penelitian ini dilakukan dari bulan Agustus hingga bulan Desember 2013 di Laboratorium Bioteknologi Kelautan Fakultas Perikanan dan Ilmu Kelautan

Lebih terperinci

II. TINJAUAN PUSTAKA. Hati ungu (Tradescantia pallida) merupakan jenis tanaman hias yang berasal dari

II. TINJAUAN PUSTAKA. Hati ungu (Tradescantia pallida) merupakan jenis tanaman hias yang berasal dari 7 II. TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Tanaman Hati Ungu (Tradescantia pallida) Hati ungu (Tradescantia pallida) merupakan jenis tanaman hias yang berasal dari famili Commelinaceae (Spiderwort family). Tanaman hias

Lebih terperinci

BAB III METODOLOGI PENELITIAN

BAB III METODOLOGI PENELITIAN BAB III METODOLOGI PENELITIAN 3.1 Waktu dan Lokasi Penelitian Penelitian ini dilaksanakan dari bulan Maret sampai dengan Juli 2014 di Laboratorium Kimia Riset Makanan dan Laboratorium Kimia Instrumen Jurusan

Lebih terperinci

BAB III METODOLOGI PENELITIAN. di Laboratorium Kimia Riset Makanan dan Material Jurusan Pendidikan

BAB III METODOLOGI PENELITIAN. di Laboratorium Kimia Riset Makanan dan Material Jurusan Pendidikan BAB III METODOLOGI PENELITIAN 3.1 Lokasi Penelitian Penelitian ini dilakukan dari bulan Februari sampai dengan Juli 2010 di Laboratorium Kimia Riset Makanan dan Material Jurusan Pendidikan Kimia FPMIPA

Lebih terperinci

BAB III MATERI DAN METODE. Kimia dan Gizi Pangan, Departemen Pertanian, Fakultas Peternakan dan

BAB III MATERI DAN METODE. Kimia dan Gizi Pangan, Departemen Pertanian, Fakultas Peternakan dan 13 BAB III MATERI DAN METODE Penelitian ini dilaksanakan pada bulan Desember 2016 di Laboratorium Kimia dan Gizi Pangan, Departemen Pertanian, Fakultas Peternakan dan Pertanian, Universitas Diponegoro,

Lebih terperinci

LAMPIRAN A DATA PENELITIAN DAN HASIL PERHITUNGAN

LAMPIRAN A DATA PENELITIAN DAN HASIL PERHITUNGAN LAMPIRAN A DATA PENELITIAN DAN HASIL PERHITUNGAN A.1 DATA PENELITIAN PENDAHULUAN Tabel A.1 Data Panjang Gelombang Antosianin Perlakuan Panjang Gelombang Dipotong kecil-kecil 506 Diblender 507,5 Tabel A.2

Lebih terperinci

BAB III METODOLOGI PENELITIAN. Penelitian ini dilakukan di Laboratorium Riset, Jurusan Pendidikan Kimia,

BAB III METODOLOGI PENELITIAN. Penelitian ini dilakukan di Laboratorium Riset, Jurusan Pendidikan Kimia, BAB III METODOLOGI PENELITIAN 3.1. Lokasi Penelitian Penelitian ini dilakukan di Laboratorium Riset, Jurusan Pendidikan Kimia, Universitas Pendidikan Indonesia yang bertempat di jalan Dr. Setiabudhi No.

Lebih terperinci

Pengaruh Boraks, Asam dan Basa Terhadap Pergeseran Panjang Gelombang Ekstrak Air Bunga Rosella (Hibiscus sabdariffa Linn.)

Pengaruh Boraks, Asam dan Basa Terhadap Pergeseran Panjang Gelombang Ekstrak Air Bunga Rosella (Hibiscus sabdariffa Linn.) Jurnal Gradien Vol. 12 No. 2 Juli 2016: 1187-1191 Pengaruh Boraks, Asam dan Basa Terhadap Pergeseran Panjang Gelombang Ekstrak Air Bunga Rosella (Hibiscus sabdariffa Linn.) Dwita Oktiarni *, Siti Nur Khasanah,

Lebih terperinci

ANALISIS DUA KOMPONEN TANPA PEMISAHAN

ANALISIS DUA KOMPONEN TANPA PEMISAHAN LAPORAN PRAKTIKUM KIMIA ANALITIK ANALISIS DUA KOMPONEN TANPA PEMISAHAN Tanggal Praktikum : Jumat, Oktober 010 Tanggal Pengumpulan Laporan : Jumat, 9 Oktober 010 Disusun oleh Nama : Annisa Hijriani Nim

Lebih terperinci

BAHAN DAN METODE. Bahan dan Alat

BAHAN DAN METODE. Bahan dan Alat BAHAN DAN METODE Bahan dan Alat Bahan yang digunakan adalah daun salam, daun jati belanda, daun jambu biji yang diperoleh dari Pusat Studi Biofarmaka (PSB) LPPM-IPB Bogor. Bahan yang digunakan untuk uji

Lebih terperinci

III. METODE PENELITIAN. Penelitian ini dilakukan pada bulan Januari 2015 Juli 2015, bertempat di

III. METODE PENELITIAN. Penelitian ini dilakukan pada bulan Januari 2015 Juli 2015, bertempat di III. METODE PENELITIAN A. Waktu dan Tempat Penelitian Penelitian ini dilakukan pada bulan Januari 2015 Juli 2015, bertempat di Laboratorium Kimia Organik, Jurusan Kimia, Fakultas Matematika dan Ilmu Pengetahuan

Lebih terperinci

METODOLOGI PENELITIAN

METODOLOGI PENELITIAN 17 METODOLOGI PENELITIAN Tempat dan Waktu Penelitian Penelitian ini dilaksanakan di Laboratorium Teknik Pengolahan Pangan dan Hasil Pertanian (TPPHP) Departemen Teknik Mesin dan Biosistem, Fateta-IPB.

Lebih terperinci

BAB III METODE PENELITIAN

BAB III METODE PENELITIAN BAB III METODE PENELITIAN Dalam melakukan kegiatan penelitian diperlukan peralatan laboratorium, bahan serta prosedur penelitian yang akan dilakukan. Tiga hal tersebut dapat diuraikan sebagai berikut:

Lebih terperinci

BAB III METODE PENELITIAN

BAB III METODE PENELITIAN BAB III METODE PENELITIAN 3.1. Lokasi Penelitian Penelitian ini dilaksanakan pada bulan Februari hingga Juli 2013 di Laboratorium Kimia Riset Makanan dan Material Jurusan Pendidikan Kimia FMIPA Universitas

Lebih terperinci

III. METODE PENELITIAN. Alat yang digunakan yaitu pengering kabinet, corong saring, beaker glass,

III. METODE PENELITIAN. Alat yang digunakan yaitu pengering kabinet, corong saring, beaker glass, III. METODE PENELITIAN 3.1 Waktu dan Tempat Penelitian Penelitian ini dilakukan di Laboratorium Ilmu dan Teknologi Pangan Universitas Muhammadiyah Malang. Kegiatan penelitian dimulai pada bulan Februari

Lebih terperinci

HAK CIPTA DILINDUNGI UNDANG-UNDANG

HAK CIPTA DILINDUNGI UNDANG-UNDANG 39 IV. BAHAN DAN METODE PENELITIAN 4.1. Waktu dan Tempat Percobaan Percobaan pendahuluan dilakukan pada bulan Mei sampai September 2011, sedangkan percobaan utama dilakukan pada bulan Desember 2011 sampai

Lebih terperinci

BAB III METODE PENELITIAN. Neraca analitik, tabung maserasi, rotary evaporator, water bath,

BAB III METODE PENELITIAN. Neraca analitik, tabung maserasi, rotary evaporator, water bath, BAB III METODE PENELITIAN 3.1 Alat dan Bahan 3.1.1 Alat Neraca analitik, tabung maserasi, rotary evaporator, water bath, termometer, spatula, blender, botol semprot, batang pengaduk, gelas kimia, gelas

Lebih terperinci

III. METODE PENELITIAN. Penelitian ini dilaksanakan pada bulan Desember 2011 sampai dengan bulan

III. METODE PENELITIAN. Penelitian ini dilaksanakan pada bulan Desember 2011 sampai dengan bulan III. METODE PENELITIAN A. Tempat dan Waktu Penelitian Penelitian ini dilaksanakan pada bulan Desember 2011 sampai dengan bulan Februari 2012, bertempat di Laboratorium Pengawasan Mutu Hasil Pertanian Jurusan

Lebih terperinci

BAB III METODE PENELITIAN. salam dan uji antioksidan sediaan SNEDDS daun salam. Dalam penelitian

BAB III METODE PENELITIAN. salam dan uji antioksidan sediaan SNEDDS daun salam. Dalam penelitian BAB III METODE PENELITIAN 3.1 Jenis Penelitian Metode penelitian yang dilakukan adalah eksperimental laboratorium untuk memperoleh data hasil. Penelitian ini dilakukan dalam beberapa tahap yaitu pembuatan

Lebih terperinci

I PENDAHULUAN. Bab ini menguraikan mengenai : (1) Latar Belakang Penelitian, (2)

I PENDAHULUAN. Bab ini menguraikan mengenai : (1) Latar Belakang Penelitian, (2) I PENDAHULUAN Bab ini menguraikan mengenai : (1) Latar Belakang Penelitian, (2) Identifikasi Masalah, (3) Tujuan Penelitian, (4) Manfaat Penelitian, (5) Kerangka Pemikiran, (6) Hipotesis Penelitian, dan

Lebih terperinci

LAPORAN PRAKTIKUM KIMIA ANORGANIK II PERCOBAAN IV PENENTUAN KOMPOSISI ION KOMPLEKS

LAPORAN PRAKTIKUM KIMIA ANORGANIK II PERCOBAAN IV PENENTUAN KOMPOSISI ION KOMPLEKS LAPORAN PRAKTIKUM KIMIA ANORGANIK II PERCOBAAN IV PENENTUAN KOMPOSISI ION KOMPLEKS DISUSUN OLEH : NAMA : FEBRINA SULISTYORINI NIM : 09/281447/PA/12402 KELOMPOK : 3 (TIGA) JURUSAN : KIMIA FAKULTAS/PRODI

Lebih terperinci

BAB III METODE PENELITIAN. 3.1 Lokasi Pengambilan Sampel, Waktu dan Tempat Penelitian. Lokasi pengambilan sampel bertempat di sepanjang jalan Lembang-

BAB III METODE PENELITIAN. 3.1 Lokasi Pengambilan Sampel, Waktu dan Tempat Penelitian. Lokasi pengambilan sampel bertempat di sepanjang jalan Lembang- 18 BAB III METODE PENELITIAN 3.1 Lokasi Pengambilan Sampel, Waktu dan Tempat Penelitian Lokasi pengambilan sampel bertempat di sepanjang jalan Lembang- Cihideung. Sampel yang diambil adalah CAF. Penelitian

Lebih terperinci

ABSTRAK HIBAH KOMPETENSI

ABSTRAK HIBAH KOMPETENSI ABSTRAK HIBAH KOMPETENSI PENGEMBANGAN SENYAWA ANTOSIANIN DARI BUAH DUWET SEBAGAI PANGAN FUNGSIONAL DAN NUTRASEUTIKAL YANG MEMILIKI KEMAMPUAN ANTIOKSIDATIF, HIPOKOLESTEROLEMIK, DAN HIPOGLIKEMIK Ketua/Anggota

Lebih terperinci

BAB III METODE PENELITIAN

BAB III METODE PENELITIAN BAB III METODE PENELITIAN A. Jenis dan Pendekatan Metode penelitian yang digunakan dalam penelitian ini adalah metode kuantitatif dengan jenis pendekatan eksperimen laboratorium. Pelaksanaannya dilakukan

Lebih terperinci

Bab III Bahan dan Metode

Bab III Bahan dan Metode Bab III Bahan dan Metode A. Waktu dan Lokasi Penelitian Penelitian ini dilaksanakan pada bulan September 2012 di daerah budidaya rumput laut pada dua lokasi perairan Teluk Kupang yaitu di perairan Tablolong

Lebih terperinci

BAB III METODE PENELITIAN

BAB III METODE PENELITIAN BAB III METODE PENELITIAN A. Jenis dan Pendekatan Penelitian Jenis pendekatan yang digunakan dalam penelitian ini adalah eksperimen. Pelaksanaannya dilakukan melalui beberapa tahapan yaitu tahap penyiapan

Lebih terperinci

III. BAHAN DAN METODOLOGI

III. BAHAN DAN METODOLOGI III. BAHAN DAN METODOLOGI A. Bahan dan Alat 1. Bunga teleng Bunga teleng diperoleh dari tanaman bunga teleng di pekarangan di Kantor Rumah Sains Ilma, Jalan TPU Parakan No. 148 Pamulang Tangerang Selatan.

Lebih terperinci

BAB IV METODE PENELITIAN. Jenis penelitian ini adalah eksperimental, dengan rancangan One Group

BAB IV METODE PENELITIAN. Jenis penelitian ini adalah eksperimental, dengan rancangan One Group BAB IV METODE PENELITIAN 4.1 Rancangan Penelitian Jenis penelitian ini adalah eksperimental, dengan rancangan One Group Pretest and Posttest Design untuk mengetahui efektifitas antosianin dan toksisitas

Lebih terperinci

BAB III METODE PENELITIAN

BAB III METODE PENELITIAN BAB III METODE PENELITIAN A. Waktu dan Tempat Penelitian Penelitian ini dilaksanakan pada 17-20 Juni 2013 di Laboratorium Uji Mineral 1 Politeknik Kampar. B. Alat dan Bahan 1. Alat Alat yang digunakan

Lebih terperinci

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN. Dalam penelitian ini digunakan TiO2 yang berderajat teknis sebagai katalis.

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN. Dalam penelitian ini digunakan TiO2 yang berderajat teknis sebagai katalis. 33 BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1 Karakterisasi TiO2 Dalam penelitian ini digunakan TiO2 yang berderajat teknis sebagai katalis. TiO2 dapat ditemukan sebagai rutile dan anatase yang mempunyai fotoreaktivitas

Lebih terperinci

PENENTUAN RUMUS ION KOMPLEKS BESI DENGAN ASAM SALISILAT

PENENTUAN RUMUS ION KOMPLEKS BESI DENGAN ASAM SALISILAT PENENTUAN RUMUS ION KOMPLEKS BESI DENGAN ASAM SALISILAT Desi Eka Martuti, Suci Amalsari, Siti Nurul Handini., Nurul Aini Jurusan Kimia, Fakultas Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam Universitas Jenderal

Lebih terperinci

BAB III METODE PENELITIAN. Lokasi pengambilan sampel bertempat di daerah Cihideung Lembang Kab

BAB III METODE PENELITIAN. Lokasi pengambilan sampel bertempat di daerah Cihideung Lembang Kab BAB III METODE PENELITIAN 3.1 Deskripsi Penelitian Lokasi pengambilan sampel bertempat di daerah Cihideung Lembang Kab Bandung Barat. Sampel yang diambil berupa tanaman KPD. Penelitian berlangsung sekitar

Lebih terperinci

Bab III Metodologi Penelitian

Bab III Metodologi Penelitian Bab III Metodologi Penelitian Penelitian ini dilakukan dalam tiga tahap yaitu, tahap isolasi kitin yang terdiri dari penghilangan protein, penghilangan mineral, tahap dua pembuatan kitosan dengan deasetilasi

Lebih terperinci

III. BAHAN DAN METODE. laboratorium Biomassa, laboratorium Analisis Hasil Pertanian, Jurusan Teknologi

III. BAHAN DAN METODE. laboratorium Biomassa, laboratorium Analisis Hasil Pertanian, Jurusan Teknologi 18 III. BAHAN DAN METODE 3.1 Tempat dan Waktu Penelitian Penelitian ini dilaksanakan dilaboratorium Pengolahan Hasil Pertanian, laboratorium Biomassa, laboratorium Analisis Hasil Pertanian, Jurusan Teknologi

Lebih terperinci

BAB III METODOLOGI PENELITIAN

BAB III METODOLOGI PENELITIAN 17 BAB III METODOLOGI PENELITIAN 3.1. Waktu dan Lokasi Penelitian Penelitian ini dilakukan dari bulan Maret sampai dengan bulan April 2013 di Laboratorium Kimia Instrumen dan Laboratorium Kimia Riset Makanan

Lebih terperinci

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN. A. Ekstraksi Zat Warna Rhodamin B dalam Sampel

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN. A. Ekstraksi Zat Warna Rhodamin B dalam Sampel BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN A. Ekstraksi Zat Warna Rhodamin B dalam Sampel Zat warna sebagai bahan tambahan dalam kosmetika dekoratif berada dalam jumlah yang tidak terlalu besar. Paye dkk (2006) menyebutkan,

Lebih terperinci

III. METODOLOGI PENELITIAN. Penelitian ini telah dilakukan pada bulan November 2014 sampai dengan bulan

III. METODOLOGI PENELITIAN. Penelitian ini telah dilakukan pada bulan November 2014 sampai dengan bulan III. METODOLOGI PENELITIAN A. Waktu dan Tempat Penelitian Penelitian ini telah dilakukan pada bulan November 2014 sampai dengan bulan Maret 2015 di Laboratorium Kimia Organik Jurusan Kimia Fakultas Matematika

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. sehingga memberikan kesegaran bagi konsumen. Warna yang beraneka macam

I. PENDAHULUAN. sehingga memberikan kesegaran bagi konsumen. Warna yang beraneka macam I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Es lilin merupakan suatu produk minuman yang banyak disukai anak-anak hingga dewasa. Hal ini dikarenakan es lilin memiliki rasa yang manis dan dingin sehingga memberikan

Lebih terperinci

DR. Harrizul Rivai, M.S. Lektor Kepala Kimia Analitik Fakultas Farmasi Universitas Andalas. 28/03/2013 Harrizul Rivai

DR. Harrizul Rivai, M.S. Lektor Kepala Kimia Analitik Fakultas Farmasi Universitas Andalas. 28/03/2013 Harrizul Rivai DR. Harrizul Rivai, M.S. Lektor Kepala Kimia Analitik Fakultas Farmasi Universitas Andalas 28/03/2013 Harrizul Rivai 1 Penggunaan Spektrofotometri UV-Vis Analisis Kualitatif Analisis Kuantitatif 28/03/2013

Lebih terperinci

METODOLOGI PENELITIAN

METODOLOGI PENELITIAN III. METODOLOGI PENELITIAN A. WAKTU DAN TEMPAT PENELITIAN Penelitian dilakukan di Desa Sido Makmur, Kec. Sipora Utara, Kab. Kep.Mentawai untuk proses penggorengan keripik ikan lemuru. Dan dilanjutkan dengan

Lebih terperinci

BAB III METODOLOGI PENELITIAN

BAB III METODOLOGI PENELITIAN BAB III METODOLOGI PENELITIAN 3.1. Waktu dan Lokasi Penelitian Penelitian ini dilakukan dari bulan Maret sampai dengan bulan Juni 2014 di Laboratorium Kimia Instrumen dan Laboratorium Kimia Riset Makanan

Lebih terperinci

HASIL DAN PEMBAHASAN. Lanjutan Nilai parameter. Baku mutu. sebelum perlakuan

HASIL DAN PEMBAHASAN. Lanjutan Nilai parameter. Baku mutu. sebelum perlakuan dan kemudian ditimbang. Penimbangan dilakukan sampai diperoleh bobot konstan. Rumus untuk perhitungan TSS adalah sebagai berikut: TSS = bobot residu pada kertas saring volume contoh Pengukuran absorbans

Lebih terperinci

BAB III MATERI DAN METODE. Laboratorium Nutrisi dan Pakan Ternak Fakultas Peternakan dan Pertanian,

BAB III MATERI DAN METODE. Laboratorium Nutrisi dan Pakan Ternak Fakultas Peternakan dan Pertanian, 11 BAB III MATERI DAN METODE Penelitian dilaksanakan di Laboratorium Kimia dan Gizi Pangan, Laboratorium Nutrisi dan Pakan Ternak Fakultas Peternakan dan Pertanian, Laboratorium Terpadu Universitas Diponegoro,

Lebih terperinci

II. TINJAUAN PUSTAKA. Terung Belanda (Cyphomandra betacea Sendtn) merupakan jenis buah buni yang

II. TINJAUAN PUSTAKA. Terung Belanda (Cyphomandra betacea Sendtn) merupakan jenis buah buni yang 8 II. TINJAUAN PUSTAKA A. Terung Belanda (Cyphomandra betacea Sendtn) Terung Belanda (Cyphomandra betacea Sendtn) merupakan jenis buah buni yang berbentuk bulat telur, berukuran (3-10) cm x (3-5) cm, meruncing

Lebih terperinci

Bab III Bahan dan Metode

Bab III Bahan dan Metode Bab III Bahan dan Metode A. Bahan Bahan-bahan yang digunakan dalam penelitian ini adalah buah kelapa sawit segar dan buah pascaperebusan (perebusan pada suhu 131 o C, tekanan uap 2 atmosfer, selama 100

Lebih terperinci

BAB III METODE PENELITIAN

BAB III METODE PENELITIAN BAB III METODE PENELITIAN 3.1 Waktu dan Lokasi Penelitian Penelitian ini dilaksanakan dari bulan April 2014 sampai dengan bulan Januari 2015 bertempat di Laboratorium Riset Kimia Makanan dan Material serta

Lebih terperinci

III. METODE PENELITIAN. Penelitian ini akan dilaksanakan pada bulan Mei 2015 sampai bulan Oktober 2015

III. METODE PENELITIAN. Penelitian ini akan dilaksanakan pada bulan Mei 2015 sampai bulan Oktober 2015 III. METODE PENELITIAN A. Waktu dan Tempat Penelitian Penelitian ini akan dilaksanakan pada bulan Mei 2015 sampai bulan Oktober 2015 di Laboratorium Kimia Analitik dan Kimia Organik Universitas Lampung.

Lebih terperinci

III. METODOLOGI PENELITIAN. Metodologi penelitian meliputi aspek- aspek yang berkaitan dengan

III. METODOLOGI PENELITIAN. Metodologi penelitian meliputi aspek- aspek yang berkaitan dengan III. METODOLOGI PENELITIAN Metodologi penelitian meliputi aspek- aspek yang berkaitan dengan preparasi sampel, bahan, alat dan prosedur kerja yang dilakukan, yaitu : A. Sampel Uji Penelitian Tanaman Ara

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA 5 BAB II TIJAUA PUSTAKA A. Terapi Fotodinamik (Photodynamic Therapy, PDT) Proses terapi PDT dapat diilustrasikan secara lengkap pada tahapan berikut. Mula-mula pasien diinjeksi dengan senyawa fotosensitizer

Lebih terperinci

IV. HASIL DAN PEMBAHASAN

IV. HASIL DAN PEMBAHASAN IV. HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1. PENELITIAN PENDAHULUAN 4.1.1. Analisis Kandungan Senyawa Kimia Pada tahap ini dilakukan analisis proksimat terhadap kandungan kimia yang terdapat dalam temulawak kering yang

Lebih terperinci

BAB III METODE PENELITIAN

BAB III METODE PENELITIAN BAB III METODE PENELITIAN 3.1 Alat dan Bahan 3.3.1 Alat Alat yang digunakan dalam penelitian ini adalah pemanas listrik, panci alumunium, saringan, peralatan gelas (labu Erlenmayer, botol vial, gelas ukur,

Lebih terperinci

BAHAN DAN METODE. Pelaksanaan Penelitian

BAHAN DAN METODE. Pelaksanaan Penelitian BAHAN DAN METODE Waktu dan Tempat Penelitian Penelitian dilaksanakan mulai bulan Agustus 2008 sampai dengan Maret 2009. Tempat penelitian di Kebun IPB Tajur I dan analisis laboratorium dilakukan di Laboratorium

Lebih terperinci

BAB III METODE PENELITIAN. Subjek penelitian ini adalah ekstrak etanol daun pandan wangi.

BAB III METODE PENELITIAN. Subjek penelitian ini adalah ekstrak etanol daun pandan wangi. BAB III METODE PENELITIAN A. Subjek dan Objek Penelitian 1. Subjek Penelitian Subjek penelitian ini adalah ekstrak etanol daun pandan wangi. 2. Objek Penelitian Objek penelitian ini adalah aktivitas antioksidan

Lebih terperinci

METODE PENELITIAN Waktu dan Tempat Penelitian Alat dan Bahan Prosedur Penelitian

METODE PENELITIAN Waktu dan Tempat Penelitian Alat dan Bahan Prosedur Penelitian METODE PENELITIAN Waktu dan Tempat Penelitian Penelitian ini dilaksanakan dari bulan Desember 2010 sampai dengan Mei 2011 di Laboratorium Kimia Organik, Departemen Kimia Institut Pertanian Bogor (IPB),

Lebih terperinci

BAB III METODE PENELITIAN. di Laboratorium Kimia Riset Makanan dan Laboratorium Kimia Analitik

BAB III METODE PENELITIAN. di Laboratorium Kimia Riset Makanan dan Laboratorium Kimia Analitik 30 BAB III METODE PENELITIAN 3.1. Tempat dan Waktu Penelitian Penelitian dilakukan dari bulan November 2011 sampai Mei 2012 di Laboratorium Kimia Riset Makanan dan Laboratorium Kimia Analitik Instrumen

Lebih terperinci

BAB III METODOLOGI PENELITIAN

BAB III METODOLOGI PENELITIAN BAB III METODOLOGI PENELITIAN 3.1 Rancangan Penelitian Penelitian pembuatan nata dari umbi ubi jalar ungu oleh bakteri Acetobacter xylinum ini merupakan penelitian eksperimental yang menggunakan rancangan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN I.1

BAB I PENDAHULUAN I.1 BAB I PENDAHULUAN I.1 Latar Belakang Pelepasan logam berat ke lingkungan dapat disebabkan oleh beberapa proses seperti pembuangan limbah dari proses penyepuhan, pertambangan, dan electroplating yang dapat

Lebih terperinci

3 METODOLOGI PENELITIAN

3 METODOLOGI PENELITIAN 3 METODOLOGI PENELITIAN 3.1 Alat dan bahan 3.1.1 Alat Peralatan yang digunakan dalam penelitian ini menggunakan alat yang berasal dari Laboratorium Tugas Akhir dan Laboratorium Kimia Analitik di Program

Lebih terperinci

BAB III BAHAN, ALAT DAN CARA KERJA

BAB III BAHAN, ALAT DAN CARA KERJA BAB III BAHAN, ALAT DAN CARA KERJA Penelitian ini dilakukan di Laboratorium Farmasi Fisik, Kimia, dan Formulasi Tablet Departemen Farmasi FMIPA UI, Depok. Waktu pelaksanaannya adalah dari bulan Februari

Lebih terperinci

IV. HASIL DAN PEMBAHASAN. 1. Dari 100 kg sampel kulit kacang tanah yang dimaserasi dengan 420 L

IV. HASIL DAN PEMBAHASAN. 1. Dari 100 kg sampel kulit kacang tanah yang dimaserasi dengan 420 L IV. HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1 Hasil Dari penelitian yang telah dilakukan, maka diperoleh hasil sebagai berikut: 1. Dari 100 kg sampel kulit kacang tanah yang dimaserasi dengan 420 L etanol, diperoleh ekstrak

Lebih terperinci

BAB III METODE PENELITIAN

BAB III METODE PENELITIAN BAB III METODE PENELITIAN A. Jenis Penelitian Penelitian ini melibatkan pengujian secara kualitatif dan kuantitatif. Pelaksanaannya dilakukan melalui beberapa tahapan yaitu tahap penyiapan sampel, tahap

Lebih terperinci

BAB III METODOLOGI PENELITIAN. tanaman binahong (A. cordifolia) yang diperoleh dari Desa Toima Kecamatan

BAB III METODOLOGI PENELITIAN. tanaman binahong (A. cordifolia) yang diperoleh dari Desa Toima Kecamatan BAB III METODOLOGI PENELITIAN 3.1 Latar dan Waktu Penelitian Tanaman yang digunakan dalam penelitian ini adalah bagian daun dari tanaman binahong (A. cordifolia) yang diperoleh dari Desa Toima Kecamatan

Lebih terperinci

METODE PENELITIAN. Waktu dan Tempat

METODE PENELITIAN. Waktu dan Tempat 25 METODE PENELITIAN Waktu dan Tempat Penelitian dilaksanakan dari bulan Januari sampai dengan Juli 2011. Pengambilan sampel dilakukan di kawasan restorasi resort Bodogol Taman Nasional Gunung Gede Pangrango.

Lebih terperinci

HASIL DAN PEMBAHASAN. 1.1 Pengaruh Perlakuan Terhadap Total Bakteri Daging Sapi

HASIL DAN PEMBAHASAN. 1.1 Pengaruh Perlakuan Terhadap Total Bakteri Daging Sapi IV HASIL DAN PEMBAHASAN 1.1 Pengaruh Perlakuan Terhadap Total Bakteri Daging Sapi Hasil penelitian pengaruh berbagai konsentrasi sari kulit buah naga merah sebagai perendam daging sapi terhadap total bakteri

Lebih terperinci

BAB III METODE PENELITIAN

BAB III METODE PENELITIAN 26 BAB III METODE PENELITIAN A. Jenis Penelitian Jenis penelitian yang digunakan adalah penelitian dasar dengan metode eksperimental karena adanya manipulasi terhadap objek penelitian dan adanya kontrol

Lebih terperinci

BAB III METODE PENELITIAN

BAB III METODE PENELITIAN BAB III METODE PENELITIAN A. Jenis dan Pendekatan Penelitian Jenis penelitian ini adalah penelitian eksperimen. Menurut Wiersma (seperti dikutip dalam Emzir, 2008), eksperimen didiefinisikan sebagai situasi

Lebih terperinci

BAB III METODOLOGI PENELITIAN. Objek atau bahan penelitian ini adalah cincau hijau. Lokasi penelitian

BAB III METODOLOGI PENELITIAN. Objek atau bahan penelitian ini adalah cincau hijau. Lokasi penelitian BAB III METODOLOGI PENELITIAN 3.1 Objek dan Lokasi Penelitian Objek atau bahan penelitian ini adalah cincau hijau. Lokasi penelitian dilaksanakan di Laboratorium Riset, dan Laboratorium Kimia Instrumen

Lebih terperinci