BAB IV ANALISA HASIL PEMBAHASAN. A. Analisa Pengakuan Total Omzet Pada SPT Tahunan Badan

Ukuran: px
Mulai penontonan dengan halaman:

Download "BAB IV ANALISA HASIL PEMBAHASAN. A. Analisa Pengakuan Total Omzet Pada SPT Tahunan Badan"

Transkripsi

1 BAB IV ANALISA HASIL PEMBAHASAN A. Analisa Pengakuan Total Omzet Pada SPT Tahunan Badan Dalam menyajikan laporan keuangan perusahaan jasa kontraktor memiliki konsep tersendiri dalam pengakuan pendapatannya. Pengakuan Omzet yang dilakukan PT.RakaUtama adalah dengan mengakui hasil kontrak kerja kostruksi sebagai pendapatan dengan menggunakan metode presentase penyelesaian berdasarkan tingkat penyelesaian konstruksi yang telah dilakukan oleh PT. Raka Utama dan termin yang di bayarkan pemberi kerja, barulah perusahaan mengakuinya sebagai pendapatan untuk satu kontrak, itupun setelah di kurangi pajak pertambahan nilai yang dipungut dalam perjanjian kontrak yang telah di sepakati semula. PT. Raka Utama mengakui pendapatan yang diterimanya dalam bentuk kas dengan menggunakan metode kas basis, yang mana penerimaa atau pengeluaran kas tersebut telah benar benar terjadi. Dalam metode ini pendapatan di akui setiap periode akuntansi berdasarkan estimasi presentase penyelesaian proyek konstruksi. Metode presentase penyelesain mengakui pendapatan atas proyek jangka panjang sebelum kontrak di selesaikan sehingga informasi yang di sajikan untuk pengambilan keputusan menjadi relevan.metode ini juga menyatakan bahwa pendapatan kontrak diakui sebagai pendapatan dalam laporan Rugi laba dalam periode akuntansi pekerjaan dilakukan. Dari hasil penelitian, didapatkan data Total Omzet dan jumlah penyerahan sebagaimana dilaporkan pada SPT Tahuhan Badan untuk seluruh masa dalam tahun yang sama. Data-data tersebut ditampilkan dalam Tabel 1. 32

2 Tabel 1. Total Omzet Pada Tahun yang Berjalan dan Total Omzet Pada SPT Tahunan Badan Tahun Total Omzet Pada Tahun Berjalan Total Omzet Pada SPT Tahunan Badan Rp ,- Rp ,- Rp ,- Rp , Rp ,- Rp ,- Dari Tabel 1 terlihat bahwa jumlah total omzet yang dilaporkan pada SPT Tahunan PPh Badan bisa lebih rendah atau lebih tinggi dari pada jumlah total omzet yang dihasilkan pada tahun berjalan sehingga memperlihatkan bahwa ada omzet yang seluruhnya di akui pada SPT Tahunan Badan dan ada pula omzet tahun sebelumnya yang baru di akui pada SPT Tahunan Badan sehingga hal ini menyebabkan adanya perbedaan pengakuan pada pendapatan. Untuk lebih jelasnya, Rekapitulasi Total Omzet tahun 2008,2009,2010 dan Laporan Rugi Laba yang ada pada SPT tahunan PPh Badan PT. Raka Utama dapat dilihat pada lampiran 2 s/d 7. Pada Tabel 1 Total Omzet pada tahun berjalan dari tahun ketahun yang di peroleh semakin menurun ini disebabkan karena : 1. Pada tahun 2008 terdapat beberapa proyek dalam penyelesaian dimana progress penyelesaian atau finishing terjadi di tahun tersebut, sehingga banyak proyek atau progress yang sudah tidak diperhitungkan kembali di tahun berikutnya.omzet pada tahun tersebut juga di dapat dari beberapa proyek dalam pelaksaan dimana pendapatannya dihasilkan dari progress penyelesaian 33

3 pada tahun tersebut dan juga terdapat beberapa proyek yang baru akan dimulai sehinnga Uang Muka yang diperoleh pun akan menambah total omzet pada tahun tersebut. 2. Di tahun 2009 omzet yang diperoleh lebih banyak dihasilkan dari proyek proyek yang sedang berjalan sehingga omzet yang di peroleh hanya tergantung dari besarnya progress peyelesaian pada tahun tesebut tetapi pada tahun 2009 juga terdapat banyak proyek yang baru akan dimulai dimana pendapatan Uang Muka proyek yang didapatkan hamper sebanding pada tahun Semakin menurunnya Omzet pada tahun 2010 disebabkan berkurangnya proyek proyek baru yang di dapat oleh PT.Raka Utama sehingga omzet yang di hasilkan dari uang muka proyek pun tidak terlalu besar seperti tahun tahun sebelumnya, selain itu omzet yang diperoleh pun sebagian besar didapat dari progress penyelesaian proyek di tahun tersebut. Selain Total Omzet tahun berjalan pada Table 1 juga memperlihatkan Total Omzet Pada SPT Tahunan Badan sebagaimana terlihat bahwa omzet yang di perhitungkan pada SPT tersebut menghasilkan pendapat yang tidak konsisten dimana terdapat kenaikan dan penurunan omzset pada setiap tahunnya sehingga memperlihatkan ketidak stabilan dalam memperoleh pendapatan dan hal ini dapat di jelaskan sebagai berikut : 1. Pada tahun 2008 & 2010 dimana terlihat tingginya omzet pada SPT Tahunan Badan lebih tinggi dibandingkan dengan Total omzet yang diperoleh pada tahun berjalan dimana omzet yang dihasilkan selain diperoleh dari omzet pada tahun berjalan dan pada tahun ini juga terdapat reklas pengakuan uang 34

4 muka proyek yang di akui pada tahun tersebut sesuai dengan perogres penyelesaiannya cukup besar. 2. Sedangkan Pada tahun 2009 walaupun uang muka yang diperoleh dari Uang Muka Proyek yang baru akan dimulai cukup besar namun dalam pengakuan uang muka tersebut tidak terlalu besar dikarenakan juga kerena progress penyelesaian yang tidak terlalu besar. Dalam hal menghasilkan omzet pada tahun berjalan sebenarnya tahun 2009 lebih besar dibandingkan tahun 2010 namun karena penambahan dari pengakuan Uang Mukanya tidak terlalu besar maka omzet yang diakui pun terlihat seperti ada penurunan dari tahun 2008 ke B. Analisa Pengakuan Total Omzet Pada SPT Masa PPN Analisa Pengakuan pada Penyerahan SPT Masa PPN biasanya dilakukan dalam kondisi omzet atau peredaran bruto yang dilaporkan di SPT Tahunan PPh berbeda dengan total nilai penyerahan kumulatif yang dilaporkan di SPT Masa PPN selama 1 tahun buku. Dalam pengakuan total omzet tahun yang bersangkutan biasanya tertuang dalam SPT Masa PPN setiap bulannya dimana Total omzet yang di terima pada tahun tersebut di akui sebagai pendapatan yang diterima pada bulan atau tahun berjalan dimana pengakuan tersebut akan memperlihatkan perbedaan karena biasanya dalam perusahaan Jasa Konstruksi terjadi hal hal sebagai berikut : 1. Penghasilan di SPT Tahunan PPh sudah diakui tetapi di SPT PPN, di mana PPN-nya belum dipungut dan dilaporkan. Karena SPT Tahunan PPh mengacu 35

5 2. pada metode pembukuan accrual basis dan sedangkan SPT Masa PPN, Pemungutan PPN yang ditandai dengan penerbitan faktur pajak standar dilakukan paling lambat pada akhir bulan berikutnya setelah terjadi penyerahan BKP/JKP atau pada saat pembayaran dilakukan. 3. Adanya penerimaan uang muka (down payment) yang sudah dikenakan PPN tetapi belum diakui sebagai penghasilan di SPT PPh karena masih tercatat sebagai pos utang. Misalnya pendapatan yang diterima di muka atas penyerahan BKP/JKP. 4. Adanya penghasilan yang dikenakan PPh final tetapi dipungut PPN dan dilaporkan di SPT Masa PPN. Misalnya pendapatan sewa tanah dan atau bangunan merupakan objek PPh Final sehingga tidak diperhitungkan dalam SPT PPh Badan. Padahal penyerahannya adalah objek PPN. 5. Bukan penghasilan di SPT PPh tetapi objek pemungutan PPN yang bukan merupakan penjualan, misalnya: adanya pemakaian sendiri atau pemberian cuma-cuma di SPT PPN. Pemakaian sendiri atau pemberian cuma-cuma dikenakan PPN dan diperhitungkan sebagai penyerahan yang terutang PPN. Sedangkan di PPh tidak akan ada pengakuan penghasilan. 6. Adanya transaksi yang tujuan semula tidak untuk diperjualbelikan yang dipungut PPN dan dilaporkan SPT Masa PPN. Sering penghasilan tersebut di luar usaha (other income); tidak masuk dalam omzet SPT Tahunan PPh melainkan masuk other income, tetapi di SPT Masa PPN merupakan objek PPN. 7. Adanya penyerahan kepada pemungut PPN. Penyerahan kepada pemungut PPN menganut prinsip cash basis, PPN baru dipungut pada saat pemungut melakukan pembayaran. Maka wajib pajak rekanan pemungut melaporkan 36

6 faktur pajaknya pada masa pajak dilakukan pembayaran, tetapi transaksi penjualan di SPT Tahunan PPh diakui jauh hari sebelum terjadi pembayaran. 8. Terjadi di awal tahun di mana terdapat faktur pajak di SPT Masa PPN atas penjualan BKP/JKP, tetapi penghasilan sudah diakui pada periode sebelumnya (tahun pajak sebelumnya) di SPT Tahunan PPh. Tetapi pada umumnya perbedaan yang timbul antara nilai omzet menurut SPT Tahunan PPh Badan dengan nilai penyerahan menurut SPT Masa PPN bisa timbul karena dua kondisi. Pertama, karena karakteristik transaksi dan yang kedua karena peraturan yang berlaku memang mengakibatkan timbulnya perbedaan. Dari hasil penelitian, didapatkan data jumlah Total Omzet sebagaimana yang dilaporkan pada SPT Tahunan PPh Badan dan jumlah penyerahan sebagaimana dilaporkan pada SPT Masa PPN untuk seluruh masa dalam tahun yang sama serta perbedaannya dari tahun 2008 sampai Data-data tersebut ditampilkan dalam Tabel 2. Tabel 2. Total Omzet Pada SPT Masa PPN dan Total Omzet Pada SPT Tahunan Badan Tahun Total Omzet Pada SPT Masa PPN Total Omzet Pada SPT Tahunan Badan Perbedaan Rp ,- Rp ,- Rp ,- Rp ,- Rp ,- Rp ,- Rp ,- Rp ,- Rp ,- 37

7 Dari Tabel 2. Juga terlihat bahwa jumlah total omzet yang dilaporkan pada SPT Tahunan PPh Badan bisa lebih rendah atau lebih tinggi dari pada jumlah total omzet yang dihasilkan pada tahun yang bersangkutan sehingga memperlihatkan adanya perbedaan atau selesih yang di akibatkan karena perbedaan pengakuan pada masing masing tahun berjalan. Hal inilah yang harus diperhatikan dan jelaskan oleh Wajib Pajak karena perbedaan ini pulalah yang akan menarik perhatian seorang fiskus Pajak. Untuk lebih jelasnya, SPT Masa PPN Formulir 1107 Lampiran A ( Daftar Pajak Keluaran dan PPn BM ) dan Laporan Rugi Laba yang ada pada SPT tahunan PPh Badan PT. Raka Utama dapat dilihat pada lampiran 5 s/d 29. Perlu di ketahui bahwa dalam pengakuan Total Omzet Pada SPT Masa PPN harus sama dengan Total omzet pada tahun berjalan karena setiap penghasilan yang didapat pada perusahaan yang merupakan PKP harus membuka Faktur Pajak dan di akui sebagai Faktur Pajak keluaran yang tercatat dan dilaporkan pada SPT Masa PPN. Oleh karena itu sebelum melakukan rekonsiliasi pada saat akhir tahun terhadap SPT Tahunan Badan dengan SPT Masa PPN maka Wajib Pajak harus melakukan terlebih dahulu rekonsiliasi Total Omzet tahun berjalan dengan SPT Masa PPN setiap bulannya. Penghasilan yang diperoleh pada tahun berjalan haruslah sama dengan apa yang di laporkan pada SPT Masa PPN. Apabila terdapat perbadaan maka Wajib Pajak harus memberikan penjelasan dan bukti yang cukup relevan agar selisih tersebut tidak di anggap sebagai penggelapan omzet oleh fiskus pajak. 38

8 C. Penyebab Terjadinya Perbedaan Total Omzet Pada SPT Tahunan PPh Badan dengan SPT Masa PPN Ada beberapa hal yang bisa menyebabkan perbedaan nilai antara omzet menurut SPT PPh dengan total nilai penyerahan menurut SPT Masa PPN. Secara umum hal ini bisa di sebabkan karena beda waktu dan beda tetap. Beda waktu disini maksudnya adalah perbedaan waktu (timing) saat pengakuan penghasilan dan saat pemungutan PPN. Sementara beda tetap adalah beda yang di sebabkan karena peraturan yang berlaku memang bisa menyebakan timbulnya perbedaan. Sekilas kita bisa memahami bahwa peredaranusaha dan penghasilan yang dilaporkan dalam SPT PPh akan memiliki kecenderungan sama dengan total penyerahan dalam SPT Masa PPN. Namun, perlu diketahui bahwa hal ini tidaklah selalu demikian, karena ada hal-hal yang bisa menyebabkan terjadinya perbedaan tersebut : 1. Beda saat pengakuan penghasilan dengan saat penerbitan Faktur Pajak Perbedaan saat pengakuan penghasilan di laporan keuangan yang nantinya akan masuk dalam SPT PPh di akhir tahun dengan saat penerbitan Faktur Pajak dapat menyebabkan adanya perbedaan omzet PPh dengan total penyerahan PPN. Dalam hal ini pengakuan penghasilan di PPh mengikuti ketentuan standar akuntansi yang berlaku yang pada umumnya menganut accrual basis. Sementara itu, pengakuan jumlah penyerahan di SPT Masa PPN terkait dengan masalah penerbitan Faktur Pajak. Bisa jadi dalam suatu waktu, penerbitan Faktur Pajak mendahului pengakuan penghasilan, atau sebaliknya. Pada dasarnya, Faktur Pajak harus diterbitkan pada saat dilakukannya penyerahan BKP dan/atau JKP. Namun dalam Peraturan Pemerintah 39

9 (PP) nomor 1 tahun 2012, disebutkan bahwa untuk menyelaraskan dengan perlakuan akuntansi, Faktur Pajak dapat di terbitkan pada saat Wajib Pajak menerbitkan faktur penjualan (invoice). Namun demikian, perbedaan tersebut tetap dapat terjadi, khususnya bagi Wajib Pajak yang bergerak di bidang jasa pemborong bangunan (konstruksi). Untuk penyerahan jasa pemborong bangunan, seperti di atur dalam PP Nomor 1 Tahun 2012, Faktur Pajak dibuat pada saat dilakukannya pembayaran oleh pihak pengguna jasa, bukan pada saat invoicing. Jadi, bila di akhir periode (Desember) pemberi jasa sudah menerbitkan invoice yang menjadi dasar pengakuan penghasilan di laporan keuangan, sementara pembayaran dilakukan pada bulan berikutnya (Januari), maka hal ini bisa menyebabkan terjadinya perbedaan. Hal lainnya yang juga dapat menyebabkan peredaran usaha di PPh berbeda dari total penyerahan di PPN adalah penerimaan uang muka atas BKP atau JKP. Dari sisi PPh, pada saat menerima uang muka belum diakui sebagai penghasilan. Sementara dari sisi PPN, pembayaran uang muka sudah terutang PPN dan harus dibuatkan Faktur Pajak dan dilaporkan dimasa pajak dibuatnya Faktur Pajak. Bila hal ini terjadi di masa pajak Desember atau akhir periode akuntansi, tentunyahal ini menyebabkan timbulnya perbedaan. 2. Beda kurs Dalam hal ini terdapat transaksi yang menggunakan mata uang asing, Pasal 4 ayat (1) huruf I jo. Pasal 6 ayat (1) hutuf e UU PPh menyebutkan bahwa keuntungan atau kerugian karena kurs mata uang asing diakui berdasarkan sistem pembukuan yang di anut dan dilakukan secara taat asas sesuai dengan Standar Akuntansi 40

10 Keuangan (SAK) yang berlaku di Indonesia. Dalam hal ini, kurs yang diakui sesuai dengan SAK adalah kurs tengah Bank Indonesia. Namun disisi lain, untuk kepentingan perhitungan PPN Wajib Pajak harus menggunakan kurs Menteri Keuangan. Perbedaan kurs ini akan mengakibatkan terjadinya perbedaan dalam nilai rupiah dari omzet menurut SPT PPh dengan nilai penyerahan total menurut SPT PPN. 3. Penyerahan yang tidak termasuk dalam akun penjualan Perlu diketahui bahwa tidak semua penyerahan yang dilaporkan dalam SPT Masa PPN merupakan penjualan barang dagangan (BKP) atau JKP yang masuk dalam akun penjualan di laporan keuangan perusahaan, yang nantinya akan dilaporkan sebagai peredaran usaha dalam SPT PPh Badan. Dalam SPT Masa PPN, total penyerahan BKP/JKP terdiri dari : 1) Penjualan BKP barang dagangan/jkp. 2) Pengalihan aktiva yang menurut tujuan semula tidak diperjualbelikan; 3) Penyerahan antar cabang; 4) Pemakaian sendiri atau cuma-cuma. Dari empat jenis penyerahan yang disebutkan di atas, tentunya hanya penjualan BKP/JKP yang masuk sebagai peredaran usaha di PPh badan. Pengalihan aktiva akan masuk ke dalam pos other income, sedangkan untuk penyerahan antar cabang, pemakaian sendiri atau cuma-cuma tidak masuk sebagai peredaran usaha ataupun other income. Kemudian perlu dipahami juga bahwa tidak semua penyerahan aktiva akan dilaporkan sebagai penyerahan. Pasalnya menurut Pasal 16D UU PPN, tidak semua penyerahan aktiva terutang PPN. Mengacu pada pasal 16D UU PPN, semua 41

11 penyerahan aktiva terutang PPN kecuali aktiva berupa sedan, station wagon, dan aktiva yang tidak mempunyai hubungan langsung dengan kegiatan usaha. Sementara di sisi PPh, setiap kali ada pengalihan aktiva apapun bentuknya dan tujuan peruntukkannya apakah untuk kegiatan usaha atau bukan akan tetap dilaporkan dan dihitung laba pengalihan aktivanya. Jadi terkait dengan pengalihan aktiva ini, ada dua hal yang menyebabkan perbedaan : 1) Aktiva yang dialihkan tidak terutang PPN (dikecualikan dari pasal 16D UU PPN). 2) Aktiva yang dialihkan terutang PPN, namun nilai DPP PPN dan nilai pengalihan aktiva yang di akui PPh berbeda. Nilai yang menjadi dasar pengalihan aktiva untuk perhitungan PPN adalah harga pasar wajar, sedangkan untuk PPh bergantung pada kondisi. 4. Penghasilan tapi bukan Objek PPN Ekualisasi PPN dengan PPh memang erat kaitannya dengan adanya aliran tambahan kemampuan ekonomis (penghasilan). Namun, perlu diketahui bahwa tidak semua penghasilan yang kita terima terkait dengan objek PPN. Hanya penghasilan yang berasal dari penyerahan BKP dan/atau JKP saja yang merupakan Objek PPN dan bisa diekualisasi. Beberapa penghasilan yang bukan Objek PPN di antaranya adalah pendapatan dari investasi perusahaan, seperti bunga tabungan, bunga deposito, bunga obligasi, dividen, bunga pinjam meminjam, dan lainnya. Jadi sebelum melakukan ekualisasi, maka penghasilan ini harus dikeluarkan terlebih dahulu. 42

12 5. Kesalahan dalam pengisian SPT atau kesalahan tulis dan kesalahan hitung Hal lainnya di luar yang telah dibahas di atas yang bisa menyebabkan terjadinya perbedaanadalah kemungkinan terjadinya kesalahan pada saat mengisi SPT atau kesalahan dalam perhitungan. Misalnya salah dalam merekap jumlah peredaran usaha atau kesalahan dalam mengklasifikasikan Objek PPN, yang semestinya dimasukkan sebagai Objek PPN, namun akhirnya tidak dipungut PPN. Hal yang perlu juga dipehatikan adalah bila terjadi koreksi harga atau perubahan transaksi yang menyebabkan penyesuaian jumlah nilai kontrak, maka Wajib Pajak juga perlu untuk melakukan penyesuaian peredaran uasaha pada laporan keuangannya dan penyesuaian penyerahan yang ada dalam SPT Masa PPN. Dalam hal terjadi kesalahan dalam penulisan Faktur Pajak atau karena koreksi harga dalam faktur, maka Wajib Pajak perlu membetulkan SPT Masa PPN nya agar tidak menimbulkan perbedaan antara SPT Masa PPN dengan peredaran usaha yang dilaporkan di SPT PPh Bada. Perlu diketahui bahwa perbedaan-perbedaanyang terjadi cenderung tidak dapat dihindari. Terutama, bila perbedaan itu terjadi karena disebabkan oleh peraturan PPN dan PPh yang tidak sama. Lalu bagaimana mengantisipasi hal tersebut? Wajib Pajak perlu menyadari dan menelusuri perbedaan yang terjadi dengan membuat rekonsiliasi. Kemudian, berikutnya adalah membuat dokumentasi dan pembukuan yang rapi. Dalam hal ini Wajib Pajak perlu membuat catatan tersendiri yang bisa menunjukkan kapan sebuah transaksi diakui sebagai penjualan dan kapan transaksi tersebut dilaporkan dalam SPT Masa PPN. Hal ini memang akan menambah pekerjaan administratif, tapi hal ini tentu lebih baik ketimbang nantinya harus membayar pajak yang belum jelas kebenarannya, yang mungkin hanya disebabkan karena sulit menelusuri transaksinya. 43

13 Mengetahui sejak awal berbagai perbedaan itu (berarti juga langsung mendokumentasikannya), merupakan tindakan yang bijaksana. Hal ini bisa membantu dalam proses penyusunan SPT Masa PPN, apalagi dalam kasus menghadapi pemeriksaan pajak. D. Analisa Ekualisasi SPT Tahunan Badan dengan SPT Masa PPN Dalam proses pemeriksaan, misalnya untuk menguji apakah total penyerahan yang ada dalam Surat Pemberitahuan (SPT) Masa PPN telah dilaporkan seluruhnya, fiskus sering membandingkan dengan nilai peredaran usaha yang dilaporkan oleh Wajib Pajak dalam SPT Tahunan PPh. Sebaliknya, untuk menguji nilai peredaran usaha atau omzet di SPT PPh, fiskus juga sering membandingkan dengan total penyerahan dalam SPT Masa PPN. Cara yang digunakan fiskus tersebut merupakan salah satu metode standar yang digunakan dalam proses pemeriksaan pajak yang lebih dikenal dengan istilah ekualisasi. Meskipun metode ini terbilang sederhana, namun dari metode ini fiskus sering menemukan koreksi dari selisih hasil ekualisasi, meskipun dalam beberapa kasus hal ini tidak sepenuhnya dapat dibenarkan. Pasalnya, tidak semua perbedaan yang terjadi akibat ekualisasi dapat dilakukan koreksi. Cara membuat ekualisasi omzet PPN dengan PPh sebenarnya hampir sama seperti membuat rekonsiliasi antara saldo buku bank dengan rekening Koran. Dalam rekonsiliasi buku bank dengan rekening Koran, berbagai perbedaan harus ditelusuri dan di ketahui sebab-sebabnya. Perlu dipahami disini, bahwa ekualisasi tidak 44

14 dimaksudkan untuk memperoleh angka atau nilai yang sama, tetapi untuk mengetahui perbedaan tersebut dapat terjadi. Dalam hal melakukan ekualisasi antara SPT Tahunan Badan dengan SPT Masa PPN, PT Raka Utama melakukannya dengan tujuan untuk memperoleh angka yang sama antara omzet menurut SPT Tahunan Badan dan total penyerahan dalam SPT Masa PPN, sehingga bila da perbedaan maka selisihnya menjadi koreksi pajak oleh fiskus. Berikut ini adalah ekualisasi yang dilakukan pada tahun 2008, 2009 dan 2010 : a. Ekualisasi SPT Tahunan PPh Badan dengan SPT Masa PPN tahun 2008 Penjualan menurut laporan Keuangan ( L/R ) : Penyerahan Januari s/d Desember menurut SPT Masa PPN : Selisih : Penyebab dari selisih tersebut : 1. Reklas pengakuan Uang Muka proyek terdiri dari : *) Gedung Beladiri : *) Apartemen Permata Hijau Residences : TK Aloysius Batununggal RSUD Cicalengka *) Gereja Pandu : *) SMU Tzu Chi : Reklas dari Uang Muka proyek ke pendapatan diterima dimuka terdiri dari : *) Apartemen Permata Hijau Residences : *) SMU Sultan Agung : *) Gereja Pandu : *) SMU Tzu Chi : Jumlah Selisih :

15 Penjelasan perbedaan 1) PT. Raka Utama mengakui pendapatan uang muka dengan menggunakan metode kas basis, yang mana penerimaa atau pengeluaran kas tersebut di akui apabila telah benar benar terjadi. Dalam metode tersebut pendapatan uanga muka ini di akui setiap periode akuntansi berdasarkan estimasi presentase penyelesaian proyek konstruksi. 2) Penerimaan uang muka yang terjadi pada tahun berjalan atas BKP atau JKP. Dari sisi PPh, pada saat menerima uang muka belum diakui sebagai penghasilan. Sementara dari sisi PPN, pembayaran uang muka sudah terutang PPN dan harus dibuatkan Faktur Pajak dan dilaporkan dimasa pajak dibuatnya. b. Ekualisasi SPT Tahunan PPh Badan dengan SPT Masa PPN tahun 2009 Penjualan menurut laporan Keuangan ( L/R ) : 133,352,335,310 Penyerahan Januari s/d Desember menurut SPT Masa PPN : 140,487,015,597 Selisih : (7,134,680,287) Penyebab dari selisih tersebut : 1. Reklas pengakuan Uang Muka proyek terdiri dari : *) Cileungsi : 1,305,323,636 *) Apartemen Permata Hijau Residences : 1,832,391,000 *) TK Aloysius Batununggal : 548,837,787 *) SMU Sultan Agung : 648,187,484 Cililin 1,726,763,857 *) Gereja Pandu : 448,890,465 *) SMU Tzu Chi : 1,149,233,358 *) Pasar Mangkurawang : 4,814,933,946 12,474,561, Reklas dari Uang Muka proyek ke pendapatan diterima dimuka terdiri dari : *) Graha Pemuda : -6,790,909,090 *) Pasar Mangkurawang : -6,401,254,545 *) Hotel Sadurangas : -6,415,818,182-19,607,981,817 46

16 3. Pendapatan Lainnya : -1,260,000 Jumlah Selisih : -7,134,680,284 Penjelasan perbedaan 1) PT. Raka Utama mengakui pendapatan uang muka dengan menggunakan metode kas basis, yang mana penerimaa atau pengeluaran kas tersebut di akui apabila telah benar benar terjadi. Dalam metode tersebut pendapatan uanga muka ini di akui setiap periode akuntansi berdasarkan estimasi presentase penyelesaian proyek konstruksi. 2) Penerimaan uang muka yang terjadi pada tahun berjalan atas BKP atau JKP. Dari sisi PPh, pada saat menerima uang muka belum diakui sebagai penghasilan. Sementara dari sisi PPN, pembayaran uang muka sudah terutang PPN dan harus dibuatkan Faktur Pajak dan dilaporkan dimasa pajak dibuatnya. 3) Sedangkan perbedaan selanjutnya di sebabkan oleh penyerahan PPN yang tidak termasuk dalam penjualan yang merupakan pengalihan aktiva yang akan masuk ke dalam pos other income. 47

17 c. Ekualisasi SPT Tahunan PPh Badan dengan SPT Masa PPN tahun 2010 Penjualan menurut laporan Keuangan ( L/R ) : 143,964,350,513 Penyerahan Januari s/d Desember menurut SPT Masa PPN : 102,290,067,608 Selisih : 41,674,282,905 Penyebab dari selisih tersebut : 1. Reklas pengakuan Uang Muka proyek terdiri dari : *) BLK 3 : 1,041,087,382 *) Gereja Pandu : 27,117,353 *) Graha Pemuda : 3,226,054,209 *) Hotel Grogot : 6,415,818,182 *) Kolam Renang Batununggal 357,573,316 *) Permata Hijau Residences : 155,727,000 *) Pasar Mangkurawang : 1,586,320,599 *) Pasar Mangkurawang 2 : 3,345,745,455 *) SMU Sultan Agung : 274,000,202 *) SMU Tzu Chi : 139,812,554 *) TK Aloysius Batununggal : 111,511,304 16,680,767, Reklas dari Uang Muka proyek ke pendapatan diterima dimuka terdiri dari : *) BLK 3 : -1,301,359,227 *) Kolam Renang Batununggal : -480,943,500 *) Pasar mangkurawang 2-4,176,521,779-5,958,824, Pengakuan pendapatan proyek kantor Dinas ( JO ) : 30,952,339,855 Jumlah Selisih : 41,674,282,905 Penjelasan perbedaan 1) PT. Raka Utama mengakui pendapatan uang muka dengan menggunakan metode kas basis, yang mana penerimaa atau pengeluaran kas tersebut di akui apabila telah benar benar terjadi. Dalam metode tersebut pendapatan uanga muka ini di akui setiap periode akuntansi berdasarkan estimasi presentase penyelesaian proyek konstruksi. 48

18 2) Penerimaan uang muka yang terjadi pada tahun berjalan atas BKP atau JKP. Dari sisi PPh, pada saat menerima uang muka belum diakui sebagai penghasilan. Sementara dari sisi PPN, pembayaran uang muka sudah terutang PPN dan harus dibuatkan Faktur Pajak dan dilaporkan dimasa pajak dibuatnya. 3) Sedangkan perbedaan selanjutnya di sebabkan oleh adanya perbedaan pengakuan pendapatan dimana adanya pendapatan yang baru di akui pada tahun ini sedangkan pendapatan tersebut juga berasal dari tahun sebelumnya yaitu pendapatan JO dimana bukti potong atas penghasilan tersebut baru diterima dan di akui pada tahun ini. 4) Untuk pengakuan pendapatan pada saat uang muka di terima jurnalnya adalah sbb : Piutang xxx PPh xxx Pendapatan diterima dimuka PPN xxx xxx Dalam pencatatan tersebut Uang muka baru diakui sebagai piutang karena, dalam pengakuan pendapatan perusahaan Jasa Kontruksi disini menggunakan metode presentase penyelesaian konstruksi dimana uang muka tersebut baru akan diakui setelah ada presentase termijn di lapangan. Dengan adanya ekualisasi tersebut maka Wajib Pajak dapat membuktikan dan menjelaskan dimana letak perbedaan dan penyebab perbedaan tersebut. Terutama bagi seorang fiskus pajak yang dalam pemeriksaan pajak dimana selisih tersebut akan menjadi bahan koreksi. 49

BAB IV ANALISIS HASIL DAN PEMBAHASAN. berhubungan dengan penghasilan juga berhubungan dengan Pajak

BAB IV ANALISIS HASIL DAN PEMBAHASAN. berhubungan dengan penghasilan juga berhubungan dengan Pajak BAB IV ANALISIS HASIL DAN PEMBAHASAN A. Analisis Akuntansi PPN PT. Biro ASRI PT. Biro ASRI dalam menjalankan operasi perusahaan selain berhubungan dengan penghasilan juga berhubungan dengan Pajak Pertambahan

Lebih terperinci

SPT TAHUNAN PPH BADAN TERKAIT PENYAMPAIAN SURAT PERNYATAAN HARTA (SPH) UNTUK PENGAMPUNAN PAJAK

SPT TAHUNAN PPH BADAN TERKAIT PENYAMPAIAN SURAT PERNYATAAN HARTA (SPH) UNTUK PENGAMPUNAN PAJAK SPT TAHUNAN PPH BADAN TERKAIT PENYAMPAIAN SURAT PERNYATAAN HARTA (SPH) UNTUK PENGAMPUNAN PAJAK Aula KPP Madya Jakarta Utara Lt.3 Selasa, 14 Maret 2017 Pembukuan Undang-Undang KUP Pasal 28 ayat (7) Memori

Lebih terperinci

BAB IV PEMBAHASAN. IV.1. Analisis Mekanisme Pajak Pertambahan Nilai. PT. MRC adalah perusahaan swasta yang bergerak di bidang jasa konstruksi.

BAB IV PEMBAHASAN. IV.1. Analisis Mekanisme Pajak Pertambahan Nilai. PT. MRC adalah perusahaan swasta yang bergerak di bidang jasa konstruksi. BAB IV PEMBAHASAN IV.1. Analisis Mekanisme Pajak Pertambahan Nilai PT. MRC adalah perusahaan swasta yang bergerak di bidang jasa konstruksi. Perusahaan ini telah dikukuhkan sebagai Pengusaha Kena Pajak

Lebih terperinci

BAB IV ANALISIS DAN PEMBAHASAN

BAB IV ANALISIS DAN PEMBAHASAN 76 BAB IV ANALISIS DAN PEMBAHASAN 4.1 Pajak Penghasilan Pasal 21 Sesuai dengan Undang-undang Perpajakan yang berlaku, PT APP sebagai pemberi kerja wajib melakukan pemotongan, penyetoran, dan pelaporan

Lebih terperinci

BAB IV PEMBAHASAN. IV. 1 Analisis Mekanisme Pajak Penghasilan Pasal 22 di PT. KAS

BAB IV PEMBAHASAN. IV. 1 Analisis Mekanisme Pajak Penghasilan Pasal 22 di PT. KAS BAB IV PEMBAHASAN IV. 1 Analisis Mekanisme Pajak Penghasilan Pasal 22 di PT. KAS Semua badan merupakan Wajib Pajak tanpa terkecuali, mulai saat didirikan atau saat melakukan kegiatan usaha atau memperoleh

Lebih terperinci

BAB IV PEMBAHASAN. Dalam evaluasi penerapan dan pelaporan Pajak Pertambahan Nilai pada PT

BAB IV PEMBAHASAN. Dalam evaluasi penerapan dan pelaporan Pajak Pertambahan Nilai pada PT BAB IV PEMBAHASAN Dalam evaluasi penerapan dan pelaporan Pajak Pertambahan Nilai pada PT TELEKOMUNIKASI INDONESIA Tbk. Divre II, penulis melakukan pemeriksaan pajak dengan menguji dan memeriksa ketaatan

Lebih terperinci

BAB V SIMPULAN DAN SARAN. sebelumnya, maka penulis membuat simpulan dari seluruh pembahasan yaitu sebagai

BAB V SIMPULAN DAN SARAN. sebelumnya, maka penulis membuat simpulan dari seluruh pembahasan yaitu sebagai BAB V SIMPULAN DAN SARAN V.1 Simpulan Sebagai akhir dari pembahasan yang telah dikemukakan pada bab-bab sebelumnya, maka penulis membuat simpulan dari seluruh pembahasan yaitu sebagai berikut : a. Perhitungan

Lebih terperinci

Akuntansi Pajak Atas Liabilitas (Kewajiban)

Akuntansi Pajak Atas Liabilitas (Kewajiban) Akuntansi Pajak Atas Liabilitas (Kewajiban) Klasifikasi kewajiban dan aspek perpajakannya Beban Bunga Pinjaman Pembebasan utang Akuntansi Pajak Atas Ekuitas Investasi jangka pendek dan jangka panjang Bentuk

Lebih terperinci

BAB II KAJIAN PUSTAKA. negara berdasarkan undang-undang (dapat dipaksakan) yang langsung dapat

BAB II KAJIAN PUSTAKA. negara berdasarkan undang-undang (dapat dipaksakan) yang langsung dapat BAB II KAJIAN PUSTAKA 2.1 Landasan Teori 2.1.1 Pengertian Pajak Menurut Mardiasmo (2011:1), Pajak adalah iuran rakyat kepada kas negara berdasarkan undang-undang (dapat dipaksakan) yang langsung dapat

Lebih terperinci

B. KEWAJIBAN PEMBUKUAN

B. KEWAJIBAN PEMBUKUAN BAB II PEMBUKUAN Pembukuan adalah suatu proses pencatatan yang dilakukan secara teratur untuk mengumpulkan data dan informasi keuangan yang meliputi harta, kewajiban, modal, penghasilan dan biaya, serta

Lebih terperinci

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 94 TAHUN 2010 TENTANG PENGHITUNGAN PENGHASILAN KENA PAJAK DAN PELUNASAN PAJAK PENGHASILAN DALAM TAHUN BERJALAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK

Lebih terperinci

Peredaran Usaha Arus Piutang cfm Pemeriksa Rp DPP PPN yang belum dilaporkan WP dalam SPM PPN nya tahun 2012 Rp

Peredaran Usaha Arus Piutang cfm Pemeriksa Rp DPP PPN yang belum dilaporkan WP dalam SPM PPN nya tahun 2012 Rp Putusan Pengadilan Pajak Nomor : Put-87217/PP/M.IA/16/2017 Jenis Pajak : PPN Tahun Pajak : 2012 Pokok Sengketa Menurut Terbanding : bahwa Nilai sengketa terbukti dalam sengketa banding ini adalah Koreksi

Lebih terperinci

BAB IV EVALUASI DAN PEMBAHASAN. IV.1 Analisis Surat Permohonan Banding atas Surat Ketetapan Pajak Kurang

BAB IV EVALUASI DAN PEMBAHASAN. IV.1 Analisis Surat Permohonan Banding atas Surat Ketetapan Pajak Kurang BAB IV EVALUASI DAN PEMBAHASAN IV.1 Analisis Surat Permohonan Banding atas Surat Ketetapan Pajak Kurang Bayar (SKPKB) PPh Badan Perbedaan dalam pengakuan pendapatan dan beban antara perlakuan akuntansi

Lebih terperinci

BAB II. adalah iuran kepada negara (yang dapat dipaksakan) yang terutang oleh yang

BAB II. adalah iuran kepada negara (yang dapat dipaksakan) yang terutang oleh yang BAB II LANDASAN TEORI II.1 Pemahaman Perpajakan II.1.1 Definisi Pajak Adriani seperti dikutip Brotodihardjo (1998) mendefinisikan, Pajak adalah iuran kepada negara (yang dapat dipaksakan) yang terutang

Lebih terperinci

BAB II KAJIAN PUSTAKA. Menurut Prof. Dr. P.J.A. Adriani, Pajak adalah iuran rakyat kepada kas negara

BAB II KAJIAN PUSTAKA. Menurut Prof. Dr. P.J.A. Adriani, Pajak adalah iuran rakyat kepada kas negara BAB II KAJIAN PUSTAKA 2.1 Landasan Teoritis 2.1.1 Definisi Pajak Ada bermacam-macam definisi Pajak yang dikemukakan oleh beberapa ahli. Menurut Prof. Dr. P.J.A. Adriani, Pajak adalah iuran rakyat kepada

Lebih terperinci

BAB V SIMPULAN DAN SARAN. kewajiban perpajakannya, khususnya atas Pajak Pertambahan Nilai (PPN).

BAB V SIMPULAN DAN SARAN. kewajiban perpajakannya, khususnya atas Pajak Pertambahan Nilai (PPN). BAB V SIMPULAN DAN SARAN V.1 Simpulan PT IO merupakan Pengusaha Kena Pajak (PKP) yang wajib menjalankan kewajiban perpajakannya, khususnya atas Pajak Pertambahan Nilai (PPN). Berdasarkan analisa dan penelitian

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. kesejahteraan rakyat. Untuk melaksanakan pembangunan nasional dalam

BAB I PENDAHULUAN. kesejahteraan rakyat. Untuk melaksanakan pembangunan nasional dalam BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Beragam upaya untuk meningkatkan kesejahteraan masyarakat dilakukan oleh negara melalui pembangunan nasional.pembangunan nasional merupakan kegiatan yang terus

Lebih terperinci

BAB 4 ANALISIS DAN BAHASAN Evaluasi Terhadap Mekanisme Pajak Pertambahan Nilai. PT. Mejoi merupakan perusahaan distributor yang bergerak dalam

BAB 4 ANALISIS DAN BAHASAN Evaluasi Terhadap Mekanisme Pajak Pertambahan Nilai. PT. Mejoi merupakan perusahaan distributor yang bergerak dalam BAB 4 ANALISIS DAN BAHASAN 4.1. Evaluasi Terhadap Mekanisme Pajak Pertambahan Nilai PT. Mejoi merupakan perusahaan distributor yang bergerak dalam bidang nutrisi anak yang telah dikukuhkan pada tanggal

Lebih terperinci

BAB 4. Pembahasan Hasil Penelitian

BAB 4. Pembahasan Hasil Penelitian BAB 4 Pembahasan Hasil Penelitian 4.1 Analisis Mekanisme Pajak Pertambahan Nilai Sebagai pajak atas konsumsi dalam negeri maka PPN hanya dikenakan atas barang atau jasa yang dikomsumsi di dalam daerah

Lebih terperinci

BAB IV PEMBAHASAN. Analisis Terhadap Mekanisme Pajak Pertambahan Nilai. hewan) yang telah dikukuhkan menjadi Pengusaha Kena Pajak (PKP) pada

BAB IV PEMBAHASAN. Analisis Terhadap Mekanisme Pajak Pertambahan Nilai. hewan) yang telah dikukuhkan menjadi Pengusaha Kena Pajak (PKP) pada BAB IV PEMBAHASAN IV.1 Analisis Terhadap Mekanisme Pajak Pertambahan Nilai PT. Biotek Indonesia adalah perusahaan yang bergerak di bidang farmasi (obatobatan hewan) yang telah dikukuhkan menjadi Pengusaha

Lebih terperinci

C. PKP Rekanan PKP Rekanan adalah PKP yang melakukan penyerahan BKP dan atau JKP kepada Bendaharawan Pemerintah atau KPKN

C. PKP Rekanan PKP Rekanan adalah PKP yang melakukan penyerahan BKP dan atau JKP kepada Bendaharawan Pemerintah atau KPKN Lampiran I Keputusan Direktur Jenderal Pajak Nomor : KEP-382/PJ/2002 Tanggal : 13 Agustus 2002 A. Singkatan 1. APBN : Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara 2. APBD : Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah

Lebih terperinci

BAB III DASAR PENGENAAN PPh PASAL 23 DAN DASAR PENGENAAN PPN ATAS EPC PROJECT. Jasa konstruksi merupakan salah satu jasa yang cukup berkembang di

BAB III DASAR PENGENAAN PPh PASAL 23 DAN DASAR PENGENAAN PPN ATAS EPC PROJECT. Jasa konstruksi merupakan salah satu jasa yang cukup berkembang di BAB III DASAR PENGENAAN PPh PASAL 23 DAN DASAR PENGENAAN PPN ATAS EPC PROJECT A. Pengertian dan Ruang Lingkup Jasa Konstruksi A. 1 Pengertian Jasa Konstruksi Jasa konstruksi merupakan salah satu jasa yang

Lebih terperinci

KEMENTERIAN KEUANGAN REPUBLIK INDONESIA DIREKTORAT JENDERAL PAJAK LAMPIRAN PERATURAN DIREKTUR JENDERAL PAJAK NOMOR PER - 24/PJ/2013 TENTANG

KEMENTERIAN KEUANGAN REPUBLIK INDONESIA DIREKTORAT JENDERAL PAJAK LAMPIRAN PERATURAN DIREKTUR JENDERAL PAJAK NOMOR PER - 24/PJ/2013 TENTANG KEMENTERIAN KEUANGAN REPUBLIK INDONESIA DIREKTORAT JENDERAL PAJAK LAMPIRAN PERATURAN DIREKTUR JENDERAL PAJAK NOMOR PER - 24/PJ/2013 TENTANG PERUBAHAN KEDUA ATAS PERATURAN DIREKTUR JENDERAL PAJAK NOMOR

Lebih terperinci

AKUNTANSI PPN & PPnBM

AKUNTANSI PPN & PPnBM AKUNTANSI PPN & PPnBM Catatan PPN Sistem Kredit PPN Pasal 9 Ayat (2), (3), (4), (4a) UU PPN PPN Keluaran Merupakan PPN yang dipungut PKP Penjual atas penyerahan kepada PKP Pembeli. PPN Masukan Merupakan

Lebih terperinci

Perpajakan 2 PPN & PPnBM

Perpajakan 2 PPN & PPnBM Perpajakan 2 PPN & PPnBM 18 Februari 2017 Benny Januar Tannawi Fakultas Ekonomi Universitas Indonesia 1 Karakteristik PPN 1. Pajak tidak langsung Beban pajak dipikul oleh konsumen akhir. Pengusaha akan

Lebih terperinci

PERBEDAAN AKUNTANSI DENGAN UU PAJAK. penyesuaian

PERBEDAAN AKUNTANSI DENGAN UU PAJAK. penyesuaian PERBEDAAN AKUNTANSI DENGAN UU PAJAK SAK AKUNTANSI Laporan keuangan Komersial UU PAJAK PEMBUKUAN Laporan Keuangan Fiskal penyesuaian PENYESUAIAN KOREKSI FISKAL (Rekonsiliasi fiskal) Koreksi positip Koreksi

Lebih terperinci

BAB IV PEMBAHASAN. Dalam analisa penghitungan dan pelaporan Pajak Pertambahan Nilai, penulis

BAB IV PEMBAHASAN. Dalam analisa penghitungan dan pelaporan Pajak Pertambahan Nilai, penulis BAB IV PEMBAHASAN Dalam analisa penghitungan dan pelaporan Pajak Pertambahan Nilai, penulis melakukan pemeriksaan pajak dengan menguji dan memeriksa ketaatan perpajakan, serta kebenaran jumlah dalam SPT

Lebih terperinci

EVALUASI ATAS PAJAK PENGHASILAN PASAL 25 PADA PT SNI. Dalam rangka pemanfaatan Undang undang Perpajakan secara optimal untuk

EVALUASI ATAS PAJAK PENGHASILAN PASAL 25 PADA PT SNI. Dalam rangka pemanfaatan Undang undang Perpajakan secara optimal untuk BAB IV EVALUASI ATAS PAJAK PENGHASILAN PASAL 25 PADA PT SNI Dalam rangka pemanfaatan Undang undang Perpajakan secara optimal untuk meningkatkan efisiensi perusahaan pada PT SNI, penulis akan menguraikan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. khususnya sektor ekonomi. Naiknya harga minyak dunia, tingginya tingkat inflasi,

BAB I PENDAHULUAN. khususnya sektor ekonomi. Naiknya harga minyak dunia, tingginya tingkat inflasi, BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Indonesia saat ini sedang mengalami berbagai permasalahan di berbagai sektor khususnya sektor ekonomi. Naiknya harga minyak dunia, tingginya tingkat inflasi, naiknya

Lebih terperinci

2012, No.4 2 telah diubah dengan Peraturan Pemerintah Nomor 24 Tahun 2002 tentang Perubahan atas Peraturan Pemerintah Nomor 143 Tahun 2000 tentang Pel

2012, No.4 2 telah diubah dengan Peraturan Pemerintah Nomor 24 Tahun 2002 tentang Perubahan atas Peraturan Pemerintah Nomor 143 Tahun 2000 tentang Pel No.4, 2012 LEMBARAN NEGARA REPUBLIK INDONESIA PERPAJAKAN. PAJAK. PPN. Barang dan Jasa. Pajak Penjualan. Barang Mewah. (Penjelasan Dalam Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 5271) PERATURAN

Lebih terperinci

PENGANTAR. Dasar Hukum : UU Nomor 8 Tahun 1983 sebagaimana telah diubah terakhir dengan UU Nomor 42 Tahun Presented by M.

PENGANTAR. Dasar Hukum : UU Nomor 8 Tahun 1983 sebagaimana telah diubah terakhir dengan UU Nomor 42 Tahun Presented by M. PENGANTAR Dasar Hukum : UU Nomor 8 Tahun 1983 sebagaimana telah diubah terakhir dengan UU Nomor 42 Tahun 2009 Presented by M. Marthadiansyah Pajak Pertambahan Nilai (PPN): Pajak atas konsumsi barang dan

Lebih terperinci

Tujuan Akuntansi Pajak a. Dasar menghitung PKP b. Menghitung harga perolehan c. Menghitung penyerahan barang kena pajak d. Menghitung besarnya pajak y

Tujuan Akuntansi Pajak a. Dasar menghitung PKP b. Menghitung harga perolehan c. Menghitung penyerahan barang kena pajak d. Menghitung besarnya pajak y PENGERTIAN AKUNTANSI PAJAK Akuntansi Pajak adalah - sekumpulan prinsip, - standar, - perlakuan akuntansi lengkap yang digunakan oleh Wajib Pajak sebagai landasan untuk memenuhi kewajiban perpajakannya

Lebih terperinci

LEMBARAN NEGARA REPUBLIK INDONESIA

LEMBARAN NEGARA REPUBLIK INDONESIA LEMBARAN NEGARA REPUBLIK INDONESIA No.161, 2010 KEUANGAN NEGARA. Pajak Penghasilan. Penghitungan. (Penjelasan Dalam Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 5183) PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK

Lebih terperinci

BAB IV EVALUASI PAJAK PERTAMBAHAN NILAI DI LEMIGAS. IV. 1 Objek Penelitian dan Evaluasi mekanisme PPN di LEMIGAS

BAB IV EVALUASI PAJAK PERTAMBAHAN NILAI DI LEMIGAS. IV. 1 Objek Penelitian dan Evaluasi mekanisme PPN di LEMIGAS BAB IV EVALUASI PAJAK PERTAMBAHAN NILAI DI LEMIGAS IV. 1 Objek Penelitian dan Evaluasi mekanisme PPN di LEMIGAS LEMIGAS merupakan Instansi Pemerintah yang tidak bertujuan untuk mencari keuntungan, LEMIGAS

Lebih terperinci

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 94 TAHUN 2010 TENTANG PENGHITUNGAN PENGHASILAN KENA PAJAK DAN PELUNASAN PAJAK PENGHASILAN DALAM TAHUN BERJALAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK

Lebih terperinci

I. UMUM II. PASAL DEMI PASAL. Pasal 1. Cukup jelas. Pasal 2

I. UMUM II. PASAL DEMI PASAL. Pasal 1. Cukup jelas. Pasal 2 I. UMUM PENJELASAN ATAS PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 94 TAHUN 2010 TENTANG PENGHITUNGAN PENGHASILAN KENA PAJAK DAN PELUNASAN PAJAK PENGHASILAN DALAM TAHUN BERJALAN Dengan diundangkannya

Lebih terperinci

PERTEMUAN 12 By Ely Suhayati SE MSi Ak. PPN DAN PPnBM

PERTEMUAN 12 By Ely Suhayati SE MSi Ak. PPN DAN PPnBM PERTEMUAN 12 By Ely Suhayati SE MSi Ak PPN DAN PPnBM PAJAK ATAS NILAI TAMBAH PPN yang ditetapkan dengan UU no.18 tahun 2000 merupakan pajak yang dikenakan terhadap pertambahan nilai (Value Added) yang

Lebih terperinci

00BAB IV PEMBAHASAN. perusahaan memiliki banyak kesamaan seperti persamaan tarif dan sama-sama

00BAB IV PEMBAHASAN. perusahaan memiliki banyak kesamaan seperti persamaan tarif dan sama-sama 00BAB IV PEMBAHASAN IV. 1 Analisis Perbandingan Perlakuan Pajak Pertambahan Nilai Antara Perusahaan Milik Negara (Pemungut) dan Perusahaan Swasta. Pada dasarnya perlakuan untuk Pajak Pertambahan Nilai

Lebih terperinci

BAB II LANDASAN TEORITIS. 1. Pengertian, Tujuan dan Manfaat Pajak Pertambahan Nilai. yang wajib membayarnya menurut peraturan-peraturan, dengan tidak

BAB II LANDASAN TEORITIS. 1. Pengertian, Tujuan dan Manfaat Pajak Pertambahan Nilai. yang wajib membayarnya menurut peraturan-peraturan, dengan tidak BAB II LANDASAN TEORITIS A. Pajak Pertambahan Nilai 1. Pengertian, Tujuan dan Manfaat Pajak Pertambahan Nilai Menurut Andriani dalam Brotodiharjo,(2009:2) menyatakan: Pajak adalah iuran kepada negara (yang

Lebih terperinci

BAB IV PEMBAHASAN. Analisis Terhadap Mekanisme Pajak Pertambahan Nilai. PT. HAJ adalah perusahaan yang bergerak dalam bidang perusahaan dagang

BAB IV PEMBAHASAN. Analisis Terhadap Mekanisme Pajak Pertambahan Nilai. PT. HAJ adalah perusahaan yang bergerak dalam bidang perusahaan dagang BAB IV PEMBAHASAN IV.1 Analisis Terhadap Mekanisme Pajak Pertambahan Nilai PT. HAJ adalah perusahaan yang bergerak dalam bidang perusahaan dagang yakni barang IT yang telah dikukuhkan menjadi Pengusaha

Lebih terperinci

PAPER. Dibuat Oleh: Annisa Pradita FAKULTAS EKONOMI UNIVERSITAS PAKUAN BOGOR

PAPER. Dibuat Oleh: Annisa Pradita FAKULTAS EKONOMI UNIVERSITAS PAKUAN BOGOR ANALISIS PERLAKUAN AKUNTANSI ATAS PENERBITAN DAN PEROLEHAN FAKTUR PAJAK SERTA PENGAKUAN ATAS PENYERAHAN DAN PEROLEHAN BARANG KENA PAJAK PADA PT UNITEX TBK TAHUN 2014 PAPER Dibuat Oleh: Annisa Pradita 0221

Lebih terperinci

MOJAKOE MOdul JAwaban KOEliah

MOJAKOE MOdul JAwaban KOEliah MOJAKOE MOdul JAwaban KOEliah Perpajakan 2 UAS Semester Genap 2013/2014 @spafebui SPA FEB UI Dilarang memperbanyak MOJAKOE ini tanpa seijin SPA FEB UI. Official partners: Official Partners: Official Media

Lebih terperinci

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 42 TAHUN 1985 TENTANG PELAKSANAAN UNDANG-UNDANG PAJAK PENGHASILAN 1984 PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 42 TAHUN 1985 TENTANG PELAKSANAAN UNDANG-UNDANG PAJAK PENGHASILAN 1984 PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 42 TAHUN 1985 TENTANG PELAKSANAAN UNDANG-UNDANG PAJAK PENGHASILAN 1984 PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang : bahwa untuk lebih memberikan kemudahan dan

Lebih terperinci

BAB 4 ANALISIS DAN BAHASAN. Perbandingan Perlakuan Akuntansi PT Aman Investama dengan

BAB 4 ANALISIS DAN BAHASAN. Perbandingan Perlakuan Akuntansi PT Aman Investama dengan BAB 4 ANALISIS DAN BAHASAN IV.1 Perbandingan Perlakuan Akuntansi PT Aman Investama dengan Perlakuan Akuntansi SAK ETAP Setelah mendapatkan gambaran detail mengenai objek penelitian, yaitu PT Aman Investama.

Lebih terperinci

BAB IV PEMBAHASAN. Pengenaan Pajak atas Penghasilan PT PIBS. PT PIBS adalah perusahaan yang bergerak di bidang konstruksi.

BAB IV PEMBAHASAN. Pengenaan Pajak atas Penghasilan PT PIBS. PT PIBS adalah perusahaan yang bergerak di bidang konstruksi. BAB IV PEMBAHASAN IV.1 Pengenaan Pajak atas Penghasilan PT PIBS PT PIBS adalah perusahaan yang bergerak di bidang konstruksi. Selain mendapat imbalan atas jasa pelaksanaan konstruksi yang diberikan, PT

Lebih terperinci

BAB II LANDASAN TEORI. yang berbeda tentang definisi dari pajak itu sendiri. Soemitro dalam bukunya Dasardasar

BAB II LANDASAN TEORI. yang berbeda tentang definisi dari pajak itu sendiri. Soemitro dalam bukunya Dasardasar BAB II LANDASAN TEORI II.1 Pemahaman Perpajakan II.1.1 Definisi Pajak Jika kita membahas pengertian dari pajak, banyak ahli yang memiliki pengertian yang berbeda tentang definisi dari pajak itu sendiri.

Lebih terperinci

DEPARTEMEN KEUANGAN REPUBLIK INDONESIA DIREKTORAT JENDERAL PAJAK PERATURAN DIREKTUR JENDERAL PAJAK NOMOR 15 /PJ/2010 TENTANG

DEPARTEMEN KEUANGAN REPUBLIK INDONESIA DIREKTORAT JENDERAL PAJAK PERATURAN DIREKTUR JENDERAL PAJAK NOMOR 15 /PJ/2010 TENTANG DEPARTEMEN KEUANGAN REPUBLIK INDONESIA DIREKTORAT JENDERAL PAJAK PERATURAN DIREKTUR JENDERAL PAJAK NOMOR 15 /PJ/2010 TENTANG PERUBAHAN PERTAMA ATAS PERATURAN DIREKTUR JENDERAL PAJAK NOMOR 29/PJ/2008 TENTANG

Lebih terperinci

BUKTI KAS KELUAR BUKTI KAS MASUK

BUKTI KAS KELUAR BUKTI KAS MASUK BKK No. : 01/BKK Tanggal : 01 December 2009 BUKTI KAS KELUAR Dibayarkan kepada : Bagian Gaji dan Upah Jumlah Dibayar : Dua puluh tiga juta seratus dua puluh lima ribu rupiah : Pembayaran gaji karyawan

Lebih terperinci

BAB IV PEMBAHASAN. Analisis Perhitungan Pajak Pertambahan Nilai. IV.1.1 Analisis Perolehan Barang Kena Pajak (Pajak Masukan)

BAB IV PEMBAHASAN. Analisis Perhitungan Pajak Pertambahan Nilai. IV.1.1 Analisis Perolehan Barang Kena Pajak (Pajak Masukan) BAB IV PEMBAHASAN IV.1 Analisis Perhitungan Pajak Pertambahan Nilai IV.1.1 Analisis Perolehan Barang Kena Pajak (Pajak Masukan) Pajak Masukan adalah pajak yang harus dibayarkan oleh Pengusaha Kena Pajak

Lebih terperinci

Kementerian Keuangan RI Direktorat Jenderal Pajak PJ.091/PL/S/006/

Kementerian Keuangan RI Direktorat Jenderal Pajak PJ.091/PL/S/006/ Kementerian Keuangan RI Direktorat Jenderal Pajak PJ.091/PL/S/006/2014-00 Apa yang dimaksud Emas Perhiasan? Emas perhiasan adalah perhiasan dalam bentuk apapun yang bahannya sebagian atau seluruhnya dari

Lebih terperinci

LAPORAN KEUANGAN KOMERSIAL DAN FISKAL. Amanita Novi Yushita

LAPORAN KEUANGAN KOMERSIAL DAN FISKAL. Amanita Novi Yushita LAPORAN KEUANGAN KOMERSIAL DAN FISKAL 1 PENDAHULUAN Masa akuntansi atau periode adl jangka waktu tertentu yang digunakan sbg dasar untuk menghitung posisi keuangan suatu perush. Laporan keuangan dibuat

Lebih terperinci

BAB IV PEMBAHASAN. jasa atas penjualan tunai, penjualan kredit, dan penjualan kontrak. Ketiga pendapatan

BAB IV PEMBAHASAN. jasa atas penjualan tunai, penjualan kredit, dan penjualan kontrak. Ketiga pendapatan BAB IV PEMBAHASAN 4.1. Evaluasi atas Pendapatan Perusahaan Pendapatan PT. Infimedia Solusi Pratama terbagi menjadi tiga, yaitu pendapatan jasa atas penjualan tunai, penjualan kredit, dan penjualan kontrak.

Lebih terperinci

pajak atas pemanfaatan barang kena pajak tidak berwujud dari luar daerah

pajak atas pemanfaatan barang kena pajak tidak berwujud dari luar daerah BAB IV ANALISIS HASIL DAN PEMBAHASAN A. Pengakuan Kewajiban dan Penentuan Dasar Pengenaan Pajak PPN atas Barang Kena Pajak Tidak Berwujud Dari Luar Daerah Pabean pada PT. Shindengen Indonesia 1. Evaluasi

Lebih terperinci

PENYAJIAN DAN ANALISIS DATA. Pada bab empat akan dijelaskan mengenai sejarah singkat perusahaan,

PENYAJIAN DAN ANALISIS DATA. Pada bab empat akan dijelaskan mengenai sejarah singkat perusahaan, B A B IV PENYAJIAN DAN ANALISIS DATA 4.1 Penyajian Data Pada bab empat akan dijelaskan mengenai sejarah singkat perusahaan, struktur organisasi dan tujuan perusahaan serta kebijaksanaan perusahaan, sehingga

Lebih terperinci

Evaluasi Pelaksanaan Pajak Pertambahan Nilai di PT IO

Evaluasi Pelaksanaan Pajak Pertambahan Nilai di PT IO Evaluasi Pelaksanaan Pajak Pertambahan Nilai di PT IO ABSTRAK Dari segi ekonomi, pajak merupakan pemindahan sumber daya dari sektor perusahaan ke sektor publik. Salah satu pajak yang sangat mempengaruhi

Lebih terperinci

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 94 TAHUN 2010 TENTANG PENGHITUNGAN PENGHASILAN KENA PAJAK DAN PELUNASAN PAJAK PENGHASILAN DALAM TAHUN BERJALAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK

Lebih terperinci

PERATURAN MENTERI KEUANGAN NOMOR 100/PMK.03/2011 TENTANG TATA CARA PENGHITUNGAN DAN PEMBAYARAN PAJAK PENGHASILAN ATAS SURPLUS BANK INDONESIA

PERATURAN MENTERI KEUANGAN NOMOR 100/PMK.03/2011 TENTANG TATA CARA PENGHITUNGAN DAN PEMBAYARAN PAJAK PENGHASILAN ATAS SURPLUS BANK INDONESIA PERATURAN MENTERI KEUANGAN NOMOR 100/PMK.03/2011 TENTANG TATA CARA PENGHITUNGAN DAN PEMBAYARAN PAJAK PENGHASILAN ATAS SURPLUS BANK INDONESIA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA MENTERI KEUANGAN, Menimbang

Lebih terperinci

BAB IV ANALISIS HASIL DAN PEMBAHASAN

BAB IV ANALISIS HASIL DAN PEMBAHASAN BAB IV ANALISIS HASIL DAN PEMBAHASAN A. Gambaran Umum Kebijakan Akuntansi Perusahaan. Dalam pelaksanaan kebijakan akuntansi yang mana diterapkan oleh perusahaan untuk mengetahui penentuan posisi keuangan

Lebih terperinci

TABEL KODE AKUN PAJAK DAN KODE JENIS SETORAN

TABEL KODE AKUN PAJAK DAN KODE JENIS SETORAN TABEL AKUN PAJAK DAN Berdasarkan : 1. PER-38/PJ/2009 2. PER-23/PJ/2010 dan SE-54/PJ/2010 3. PER-24/PJ/2013 Keterangan : 1. Yang berwarna.. adalah perubahan yang terdapat dalam PER-23/PJ/2010 dan SE-54/PJ/2010

Lebih terperinci

TABEL KODE AKUN PAJAK DAN KODE JENIS SETORAN

TABEL KODE AKUN PAJAK DAN KODE JENIS SETORAN LAMPIRAN II PERATURAN DIREKTUR JENDERAL PAJAK NOMOR PER- 38 /PJ/2009, TENTANG BENTUK FORMULIR SURAT PAJAK TABEL AKUN PAJAK DAN 1. Kode Akun Pajak 411121 Untuk Jenis Pajak PPh Pasal 21 100 Masa PPh Pasal

Lebih terperinci

BAB IV HASIL ANALISA DAN PEMBAHASAN

BAB IV HASIL ANALISA DAN PEMBAHASAN BAB IV HASIL ANALISA DAN PEMBAHASAN A. Penerapan Pembayaran Pajak pada PT. XL Axiata / PT. XL Planet atas Transaksi E-commerce PT. XL Planet merupakan anak perusahaan PT. XL Axiata yg bergerak di bidang

Lebih terperinci

Modul ke: PERPAJAKAN II BUNGA PINJAMAN. Fakultas Ekonomi dan Bisnis. Deden Tarmidi, SE., M.Ak., BKP. Program Studi Akuntansi.

Modul ke: PERPAJAKAN II BUNGA PINJAMAN. Fakultas Ekonomi dan Bisnis. Deden Tarmidi, SE., M.Ak., BKP. Program Studi Akuntansi. Modul ke: PERPAJAKAN II BUNGA PINJAMAN Fakultas Ekonomi dan Bisnis Deden Tarmidi, SE., M.Ak., BKP. Program Studi Akuntansi www.mercubuana.ac.id PENDAHULUAN Setiap entitas selalu berusaha agar entitas dapat

Lebih terperinci

BAB IV PEMBAHASAN. CV Scala Mandiri akan memperoleh beberapa manfaat, antara lain: 1. Dapat menyusun laporan keuangannya sendiri.

BAB IV PEMBAHASAN. CV Scala Mandiri akan memperoleh beberapa manfaat, antara lain: 1. Dapat menyusun laporan keuangannya sendiri. BAB IV PEMBAHASAN IV.1 Manfaat Implementasi SAK ETAP Dengan mengimplementasikan SAK ETAP di dalam laporan keuangannya, maka CV Scala Mandiri akan memperoleh beberapa manfaat, antara lain: 1. Dapat menyusun

Lebih terperinci

BAB IV PEMBAHASAN. revisi (1994) dengan PSAK 34 sesudah revisi (2010). Kedua, pembahasan dilanjutkan

BAB IV PEMBAHASAN. revisi (1994) dengan PSAK 34 sesudah revisi (2010). Kedua, pembahasan dilanjutkan BAB IV PEMBAHASAN Pada bab ini, pertama penulis akan menjelaskan perbedaan PSAK 34 sebelum revisi (1994) dengan PSAK 34 sesudah revisi (2010). Kedua, pembahasan dilanjutkan dengan penerapan persentase

Lebih terperinci

PERATURAN DIREKTUR JENDERAL PAJAK NOMOR 15/PJ/2010 TENTANG

PERATURAN DIREKTUR JENDERAL PAJAK NOMOR 15/PJ/2010 TENTANG PERATURAN DIREKTUR JENDERAL PAJAK NOMOR 15/PJ/2010 TENTANG PERUBAHAN PERTAMA ATAS PERATURAN DIREKTUR JENDERAL PAJAK NOMOR 29/PJ/2008 TENTANG BENTUK, ISI, DAN TATA CARA PENYAMPAIAN SURAT PEMBERITAHUAN MASA

Lebih terperinci

BAB IV EVALUASI PAJAK PENGHASILAN PASAL 25 PADA PT TGS

BAB IV EVALUASI PAJAK PENGHASILAN PASAL 25 PADA PT TGS BAB IV EVALUASI PAJAK PENGHASILAN PASAL 25 PADA PT TGS Pada laporan rugi laba yang telah dibuat oleh PT TGS yang berakhir pada tanggal 31 Desember 2003 menunjukkan adanya unsur penjualan yang telah berhasil

Lebih terperinci

ABSTRAK. Universitas Kristen Maranatha

ABSTRAK. Universitas Kristen Maranatha ABSTRAK Tujuan dari penelitian ini adalah untuk mengetahui bagaimana penerapan PPh pasal 23 yang telah dilaksanakan oleh Bank Mandiri dalam upaya mematuhi Undang-undang Perpajakan yang berlaku di Indonesia.

Lebih terperinci

III/$ 2 0 A A KREDIT PAJAK DALAM NEGERI N P W P : NAMA WAJIB PAJAK : PERIODE PEMBUKUAN : s.d.

III/$ 2 0 A A KREDIT PAJAK DALAM NEGERI N P W P : NAMA WAJIB PAJAK : PERIODE PEMBUKUAN : s.d. 1771 - III/$ LAMPIRAN - III KREDIT PAJAK DALAM NEGERI NO. NAMA DAN NPWP OBJEK PEMOTONGAN / PEMUNGUTAN PEMOTONG / PEMUNGUT PAJAK JENIS PENGHASILAN / TRANSAKSI PAJAK PENGHASILAN BUKTI PEMOTONGAN / PEMUNGUTAN

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. sumber utama penerimaan negara, sedangkan negara-negara miskin dan negara

BAB I PENDAHULUAN. sumber utama penerimaan negara, sedangkan negara-negara miskin dan negara BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Pajak merupakan kewajiban yang harus dibayar oleh masyarakat, baik pribadi maupun badan dari pendapatan atau penghasilannya kepada Pemerintah yang ditujukan untuk kegiatan

Lebih terperinci

PT SULUH PRIMA TARGET. Resume Peraturan Pajak

PT SULUH PRIMA TARGET. Resume Peraturan Pajak Resume Peraturan Pajak Nomor : SE-130/PJ./2010 Tanggal : 30 Nopember 2010 Tentang : PENEGASAN PERLAKUAN PAJAK PERTAMBAHAN NILAI ATAS PENYERAHAN BARANG KENA PAJAK DAN HAK ATAS BARANG KENA PAJAK YANG BERADA

Lebih terperinci

PELATIHAN PENGISIAN SPT TAHUNAN PAJAK PENGHASILAN WAJIB PAJAK ORANG PRIBADI PADA USAHA KECIL

PELATIHAN PENGISIAN SPT TAHUNAN PAJAK PENGHASILAN WAJIB PAJAK ORANG PRIBADI PADA USAHA KECIL PELATIHAN PENGISIAN SPT TAHUNAN PAJAK PENGHASILAN WAJIB PAJAK ORANG PRIBADI PADA USAHA KECIL Oleh: Amanita Novi Yushita, SE amanitanovi@uny.ac.id *Makalah ini disampaikan pada Program Pengabdian pada Masyarakat

Lebih terperinci

ANALISIS PENERAPAN RESTITUSI PAJAK PERTAMBAHAN NILAI (PPN) PT. PP (PERSERO) TBK

ANALISIS PENERAPAN RESTITUSI PAJAK PERTAMBAHAN NILAI (PPN) PT. PP (PERSERO) TBK ANALISIS PENERAPAN RESTITUSI PAJAK PERTAMBAHAN NILAI (PPN) PT. PP (PERSERO) TBK Yulia Chandra ABSTRAK Restitusi atau pengembalian kelebihan pembayaran Pajak Pertambahan Nilai merupakan Hak semua Wajib

Lebih terperinci

BAB II LANDASAN TEORI. memperoleh atau mendapatkan dana dari masyarakat. Dana tersebut digunakan untuk

BAB II LANDASAN TEORI. memperoleh atau mendapatkan dana dari masyarakat. Dana tersebut digunakan untuk BAB II LANDASAN TEORI II.1 Pemahaman Pajak II.1.1 Definisi Pajak Pajak merupakan salah satu usaha yang dilakukan oleh pemerintah untuk memperoleh atau mendapatkan dana dari masyarakat. Dana tersebut digunakan

Lebih terperinci

BAB 4 PEMBAHASAN DAN HASIL PENELITIAN

BAB 4 PEMBAHASAN DAN HASIL PENELITIAN BAB 4 PEMBAHASAN DAN HASIL PENELITIAN Pada bagian ini penulis akan mengamati kasus yang penulis dapatkan selama menjalankan Praktek Kerja Lapangan di KKP Anton dan Rekan yaitu tentang pemeriksaan pajak

Lebih terperinci

BAB V HASIL DAN PEMBAHASAN

BAB V HASIL DAN PEMBAHASAN BAB V HASIL DAN PEMBAHASAN A. Penerapan Pajak Pertambahan Nilai Pelindo IV sebagai Badan Usaha Milik Negara yang bergerak dibidang jasa kepelabuhanan memiliki kewajiban untuk menaati peraturan sebagaimana

Lebih terperinci

BAB IV ANALISIS HASIL DAN PEMBAHASAN

BAB IV ANALISIS HASIL DAN PEMBAHASAN BAB IV ANALISIS HASIL DAN PEMBAHASAN A. Analisis Hasil 1. Penerapan Pajak Pertambahan Nilai pada PT. Perkebunan Nusantara III Medan dengan Surat Pengukuhan Pengusaha Kena Pajak (SPPKP) No: PEM- 00025/WPJ.19/KP.0303/2013

Lebih terperinci

SPT TAHUNAN SEBELUM MENGISI BACA DAHULU BUKU PETUNJUK PENGISIAN ISI DENGAN HURUF CETAK/DIKETIK DENGAN TINTA HITAM BERI TANDA "X" PADA

SPT TAHUNAN SEBELUM MENGISI BACA DAHULU BUKU PETUNJUK PENGISIAN ISI DENGAN HURUF CETAK/DIKETIK DENGAN TINTA HITAM BERI TANDA X PADA 1771/$ PERHATIAN SPT TAHUNAN PAJAK PENGHASILAN WP BADAN SEBELUM MENGISI BACA DAHULU BUKU PETUNJUK PENGISIAN ISI DENGAN HURUF CETAK/DIKETIK DENGAN TINTA HITAM BERI TANDA "X" PADA (KOTAK PILIHAN) YANG SESUAI

Lebih terperinci

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN 72 BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN A. Analisis Kesiapan Wajib Pajak saat dilakukan Pemeriksaan Pajak 1. Kelengkapan dokumen umum, dokumen perpajakan dan dokumen pembukuan. Kelengkapan dokumen umum, dokumen

Lebih terperinci

BAB 7 LAPORAN ARUS KAS

BAB 7 LAPORAN ARUS KAS 21 BAB 7 LAPORAN ARUS KAS A. TUJUAN 1. Laporan arus kas bertujuan menyajikan informasi perubahan historis atas kas dan setara kas PDAM, yang menunjukkan secara terpisah perubahan yang terjadi selama satu

Lebih terperinci

SATUAN ACARA PERKULIAHAN (SAP) PROGRAM STUDI AKUNTANSI

SATUAN ACARA PERKULIAHAN (SAP) PROGRAM STUDI AKUNTANSI STIE Bisma Lepisi Jl. Ks. Tubun No. 11 Tangerang 15112 Telp.:(021) 558 9161-62. Fax.:(021) 558 9163 SATUAN ACARA PERKULIAHAN (SAP) PROGRAM STUDI AKUNTANSI Kode Mata Kuliah : EKA7450 Nama Mata Kuliah :

Lebih terperinci

BAB IV PEMBAHASAN. IV.1. Analisis Pengakuan, Pengukuran, dan Penyajian Pajak Tangguhan. beserta Akun-akun Lainnya pada Laporan Keuangan PT UG

BAB IV PEMBAHASAN. IV.1. Analisis Pengakuan, Pengukuran, dan Penyajian Pajak Tangguhan. beserta Akun-akun Lainnya pada Laporan Keuangan PT UG BAB IV PEMBAHASAN IV.1. Analisis Pengakuan, Pengukuran, dan Penyajian Pajak Tangguhan beserta Akun-akun Lainnya pada Laporan Keuangan PT UG Pajak penghasilan tangguhan timbul akibat perbedaan temporer

Lebih terperinci

BAB II LANDASAN TEORI

BAB II LANDASAN TEORI BAB II LANDASAN TEORI 2.1 Pengertian Pajak Dalam membahas definisi mengenai pajak, banyak para ahli memberikan batasan tentang pajak, diantaranya pengertian pajak yang dikemukakan oleh Adriani di kutip

Lebih terperinci

S-485/PJ.33/2005 PERMASALAHAN PEMERIKSAAN

S-485/PJ.33/2005 PERMASALAHAN PEMERIKSAAN S-485/PJ.33/2005 PERMASALAHAN PEMERIKSAAN Contributed by Administrator Wednesday, 08 June 2005 Pusat Peraturan Pajak Online PERMASALAHAN PEMERIKSAAN Sehubungan dengan surat Saudara Nomor : XXX tanggal

Lebih terperinci

4. PPh TERUTANG (Pilih salah satu sesuai dengan kriteria Wajib Pajak. Untuk lebih jelasnya, lihat Buku Petunjuk Pengisian SPT) 10a. 10b.

4. PPh TERUTANG (Pilih salah satu sesuai dengan kriteria Wajib Pajak. Untuk lebih jelasnya, lihat Buku Petunjuk Pengisian SPT) 10a. 10b. 77 DEPARTEMEN KEUANGAN RI DIREKTORAT JENDERAL PAJAK PERHATIAN SPT TAHUNAN PAJAK PENGHASILAN WAJIB PAJAK BADAN h SEBELUM MENGISI BACA DAHULU BUKU PETUNJUK PENGISIAN h ISI DENGAN HURUF CETAK/DIKETIK DENGAN

Lebih terperinci

BAB II KAJIAN PUSTAKA. Menurut Mardiasmo (2001:118), Pajak adalah iuran rakyat kepada kas negara

BAB II KAJIAN PUSTAKA. Menurut Mardiasmo (2001:118), Pajak adalah iuran rakyat kepada kas negara BAB II KAJIAN PUSTAKA 2.1 Landasan Teori 2.1.1 Pengertian Pajak Menurut Mardiasmo (2001:118), Pajak adalah iuran rakyat kepada kas negara berdasarkan undang-undang (dapat di paksakan) yang langsung dapat

Lebih terperinci

KEMENTERIAN KEUANGAN REPUBLIK INDONESIA DIREKTORAT JENDERAL PAJAK LAMPIRAN SURAT EDARAN DIREKTUR JENDERAL PAJAK NOMOR SE- 62/PJ/2013 TENTANG

KEMENTERIAN KEUANGAN REPUBLIK INDONESIA DIREKTORAT JENDERAL PAJAK LAMPIRAN SURAT EDARAN DIREKTUR JENDERAL PAJAK NOMOR SE- 62/PJ/2013 TENTANG KEMENTERIAN KEUANGAN REPUBLIK INDONESIA DIREKTORAT JENDERAL PAJAK LAMPIRAN SURAT EDARAN DIREKTUR JENDERAL PAJAK NOMOR SE- 62/PJ/2013 TENTANG PENEGASAN KETENTUAN PERPAJAKAN ATAS TRANSAKSI E-COMMERCE MODEL

Lebih terperinci

AKUNTANSI PAJAK ATAS SEWA GUNA USAHA DAN JASA KUNSTRUKSI

AKUNTANSI PAJAK ATAS SEWA GUNA USAHA DAN JASA KUNSTRUKSI AKUNTANSI PERPAJAKAN Modul ke: Fakultas EKONOMI Program Studi MAGISTER AKUNTANSI www.mercubuana.ac.id AKUNTANSI PAJAK ATAS SEWA GUNA USAHA DAN JASA KUNSTRUKSI Dr. Suhirman Madjid, SE.,MS.i.,Ak., CA. HP/WA

Lebih terperinci

BAB II LANDASAN TEORI. Menurut Undang Undang Ketentuan Umum dan Tata Cara Perpajakan

BAB II LANDASAN TEORI. Menurut Undang Undang Ketentuan Umum dan Tata Cara Perpajakan BAB II LANDASAN TEORI II.1 Pengertian Umum Tentang Pajak II.1.1 Definisi Pajak dan Ciri Ciri Pajak Menurut Undang Undang Ketentuan Umum dan Tata Cara Perpajakan (UU KUP) No. 6 Tahun 1983 sebagaimana telah

Lebih terperinci

a. Peredaran kegiatan usaha dan/atau penerimaan bruto dari pekerjaan bebas harus dicatat secara teratur dan kronologis menurut urutan waktu.

a. Peredaran kegiatan usaha dan/atau penerimaan bruto dari pekerjaan bebas harus dicatat secara teratur dan kronologis menurut urutan waktu. LAMPIRAN I Bentuk dan Tata Cara Pencatatan Yang Diterima Dari Kegiatan Usaha dan/atau Pekerjaan Bebas Yang Merupakan Objek Pajak Yang Tidak Dikenai Pajak Bersifat Final a. Peredaran kegiatan usaha dan/atau

Lebih terperinci

BAB IV PEMBAHASAN HASIL PENELITIAN

BAB IV PEMBAHASAN HASIL PENELITIAN BAB IV PEMBAHASAN HASIL PENELITIAN A. Analisis Perlakuan Pajak Penghasilan dalam Transaksi Jasa Lelang oleh Balai Lelang Swasta Sebagaimana telah disebutkan dalam pembahasan sebelumnya bahwa transaksi

Lebih terperinci

Pokok-Pokok Ketentuan UU PPN. Sesuai dengan Pemerintah Nomor 1 Tahun 2012

Pokok-Pokok Ketentuan UU PPN. Sesuai dengan Pemerintah Nomor 1 Tahun 2012 Pokok-Pokok Ketentuan UU PPN Sesuai dengan Pemerintah Nomor 1 Tahun 2012 1 Peraturan Pemerintah Nomor 1 Tahun 2012 Tanggal Diundangkan Pasal 19 UU PPN 4 Januari 2012 PP 143 Tahun 2000 Dasar Hukum Aturan

Lebih terperinci

PERSANDINGAN PERATURAN PEMERINTAH TENTANG PENGHITUNGAN PENGHASILAN KENA PAJAK DAN PELUNASAN PAJAK PENGHASILAN DALAM TAHUN BERJALAN

PERSANDINGAN PERATURAN PEMERINTAH TENTANG PENGHITUNGAN PENGHASILAN KENA PAJAK DAN PELUNASAN PAJAK PENGHASILAN DALAM TAHUN BERJALAN PERSANDINGAN PERATURAN PEMERINTAH TENTANG PENGHITUNGAN PENGHASILAN KENA PAJAK DAN PELUNASAN PAJAK PENGHASILAN DALAM TAHUN BERJALAN PP 138 Tahun 2000 PP 94 Tahun 2010 Bab I Penghitungan Penghasilan Kena

Lebih terperinci

Keterangan Bebas (SKB) Pemungutan PPh Pasal 22 Impor. 7 Pelayanan Penyelesaian Permohonan a. KPP Pratama dalam jangka waktu paling lama 2 (dua) bulan

Keterangan Bebas (SKB) Pemungutan PPh Pasal 22 Impor. 7 Pelayanan Penyelesaian Permohonan a. KPP Pratama dalam jangka waktu paling lama 2 (dua) bulan LAMPIRAN I SURAT EDARAN DIREKTUR JENDERAL PAJAK NOMOR : SE - 79/PJ/2010 TENTANG : STANDARD OPERATING PROCEDURE (SOP) LAYANAN UNGGULAN BIDANG PERPAJAKAN DAFTAR 16 (ENAM BELAS) JENIS LAYANAN UNGGULAN BIDANG

Lebih terperinci

NOMOR :. TANGGAL : MULAI TAHUN PAJAK :

NOMOR :. TANGGAL : MULAI TAHUN PAJAK : D. PPh KURANG/LEBIH BAYAR C. KREDIT PAJAK B. PPh TERUTANG A. PENGHASILAN KENA PAJAK IDENTITAS 1771/$ SPT TAHUNAN PAJAK PENGHASILAN WP BADAN PERHATIAN : SEBELUM MENGISI, BACA DAHULU BUKU PETUNJUK PENGISIAN

Lebih terperinci

ANALISIS PENERAPAN PEMENUHAN KEWAJIBAN PERPAJAKAN PADA PT SM ANUGRAH RAYA TAMA

ANALISIS PENERAPAN PEMENUHAN KEWAJIBAN PERPAJAKAN PADA PT SM ANUGRAH RAYA TAMA ANALISIS PENERAPAN PEMENUHAN KEWAJIBAN PERPAJAKAN PADA PT SM ANUGRAH RAYA TAMA Wilianto Taufik, Yunita Anwar Universitas Bina Nusantara Jl. K. H. Syahdan No.9 Kemanggisan/Palmerah Jakarta Barat 11480 Phone

Lebih terperinci

PROSEDUR PEMERIKSAAN PPN DAN

PROSEDUR PEMERIKSAAN PPN DAN Lampiran I Surat Edaran Dirjen Pajak Nomor : SE-01/PJ.7/2002 Tanggal : 19 Februari 2002 PROSEDUR PEMERIKSAAN PPN DAN PPn BM I. Pajak Keluaran 1. Dapatkan angka-angka dari pembukuan PKP untuk menghitung

Lebih terperinci

BAB IV PENYAJIAN DAN ANALISIS DATA

BAB IV PENYAJIAN DAN ANALISIS DATA BAB IV PENYAJIAN DAN ANALISIS DATA 4.1 Penyajian Data 4.1.1 Sejarah Singkat Perusahaan CV. Express Clean Bersaudara adalah sebuah perusahaan yang bergerak di bidang jasa pada umumnya. Jasa yang diberikan

Lebih terperinci

RANCANGAN UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA TENTANG KETENTUAN UMUM DAN TATA CARA PERPAJAKAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

RANCANGAN UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA TENTANG KETENTUAN UMUM DAN TATA CARA PERPAJAKAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA RANCANGAN UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR TAHUN TENTANG KETENTUAN UMUM DAN TATA CARA PERPAJAKAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang : a. bahwa Negara Republik

Lebih terperinci

BENDAHARA SEBAGAI PEMOTONG/PEMUNGUT PAJAK PENGHASILAN DENGAN TARIF KHUSUS YANG BERSIFAT FINAL DAN TIDAK FINAL BAB V

BENDAHARA SEBAGAI PEMOTONG/PEMUNGUT PAJAK PENGHASILAN DENGAN TARIF KHUSUS YANG BERSIFAT FINAL DAN TIDAK FINAL BAB V BAB V BENDAHARA SEBAGAI PEMOTONG/PEMUNGUT PAJAK PENGHASILAN DENGAN TARIF KHUSUS YANG BERSIFAT FINAL DAN TIDAK FINAL BAB V BAB V BENDAHARA SEBAGAI PEMOTONG/ PEMUNGUT PAJAK PENGHASILAN DENGAN TARIF KHUSUS

Lebih terperinci

PAJAK PERUSAHAAN Pajak penghasilan perusahaan Pajak pihak ketiga PPN dan PPnBM Pajak Lain-lain 2

PAJAK PERUSAHAAN Pajak penghasilan perusahaan Pajak pihak ketiga PPN dan PPnBM Pajak Lain-lain 2 PENCATATAN PAJAK Dwi Martani 1 PAJAK PERUSAHAAN Pajak penghasilan perusahaan Pajak pihak ketiga PPN dan PPnBM Pajak Lain-lain 2 PAJAK PENGHASILAN Pajak atas penghasilan perusahaan yang dipotong oleh pihak

Lebih terperinci