BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Trauma thoraks merupakan trauma yang mengenai dinding thoraks dan atau
|
|
- Verawati Hermawan
- 7 tahun lalu
- Tontonan:
Transkripsi
1 BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Trauma Thoraks Definisi Trauma thoraks merupakan trauma yang mengenai dinding thoraks dan atau organ intra thoraks, baik karena trauma tumpul maupun oleh karena trauma tajam. Memahami mekanisme dari trauma akan meningkatkan kemampuan deteksi dan identifikasi awal atas trauma sehingga penanganannya dapat dilakukan dengan segera (Kukuh, 2002; David, 2005). Secara anatomis rongga thoraks di bagian bawah berbatasan dengan rongga abdomen yang dibatasi oleh diafragma dan batas atas dengan leher dapat diraba insisura jugularis. Otot-otot yang melapisi dinding dada yaitu muskulus latisimus dorsi, muskulus trapezius, muskulus rhombhoideus mayor dan minor, muskulus seratus anterior, dan muskulus interkostalis. Tulang dinding dada terdiri dari sternum, vertebra thorakalis, iga dan skapula. Organ yang terletak didalam rongga thoraks yaitu paru-paru dan jalan nafas, esofagus, jantung, pembuluh darah besar, saraf, dan sistem limfatik (Kukuh, 2002). Trauma tumpul thoraks terdiri dari kontusio dan hematoma dinding thoraks, fraktur tulang kosta, flail chest, fraktur sternum, trauma tumpul pada parenkim paru, trauma pada trakea dan bronkus mayor, pneumothoraks dan hematothoraks. (Milisavljevic, et al., 2012). 5
2 Epidemiologi Trauma thoraks semakin meningkat sesuai dengan kemajuan transportasi dan kondisi sosial ekonomi masyarakat. Di Amerika Serikat dan Eropa rata-rata mortalitas trauma tumpul thoraks dapat mencapai 60%. Disamping itu 20-25% kematian politrauma disebabkan oleh trauma thoraks (Veysi, et al., 2009). Data yang akurat mengenai trauma thoraks di Indonesia belum pernah diteliti. Di Bagian Bedah FKUI/RSUPNCM pada tahun 1981 didapatkan 20% dari pasien trauma mengenai trauma thoraks. Di Amerika didapatkan kematian pertahun karena trauma, 25% diantaranya karena trauma thoraks langsung. Di Australia, 45% dari trauma tumpul mengenai rongga thoraks. Dengan adanya trauma pada thoraks akan meningkatkan angka mortalitas pada pasien dengan trauma. Trauma thoraks dapat meningkatkan kematian akibat pneumothoraks 38%, hematothoraks 42%, kontusio pulmonum 56%, dan flail chest 69% (Eggiimann, 2001; Jean, 2005). Trauma thoraks memiliki beberapa komplikasi seperti pneumonia 20%, pneumothoraks 5%, hematothoraks 2%, empyema 2%, dan kontusio pulmonum 20%. Dimana 50-60% pasien dengan kontusio pulmonum yang berat akan menjadi ARDS. Walaupun angka kematian ARDS menurun dalam dekade terakhir, ARDS masih merupakan salah satu komplikasi trauma thoraks yang sangat serius dengan angka kematian 20-43% (Aukema, et al., 2011) Etiologi Trauma pada thoraks dapat dibagi 2 yaitu oleh karena trauma tumpul dan trauma tajam. Penyebab trauma thoraks tersering adalah kecelakaan kendaraan
3 7 bermotor (63-78%). Dalam trauma akibat kecelakaan, ada lima jenis tabrakan (impact) yang berbeda, yaitu depan, samping, belakang, berputar, dan terguling. Oleh karena itu harus dipertimbangkan untuk mendapatkan riwayat yang lengkap karena setiap orang memiliki pola trauma yang berbeda. Penyebab trauma thoraks oleh karena trauma tajam dibedakan menjadi 3 berdasarkan tingkat energinya, yaitu berenergi rendah seperti trauma tusuk, berenergi sedang seperti pistol, dan berenergi tinggi seperti pada senjata militer. Penyebab trauma thoraks yang lain adalah adanya tekanan yang berlebihan pada paru-paru yang bisa menyebabkan pneumothoraks seperti pada scuba (David, 2005; Sjamsoehidajat, 2003). Trauma thoraks dapat mengakibatkan kerusakan pada tulang kosta dan sternum, rongga pleura saluran nafas intra thoraks dan parenkim paru. Kerusakan ini dapat terjadi tunggal atau kombinasi tergantung mekanisme cedera (Gallagher, 2014) Patofisiologi Kerusakan anatomi yang terjadi akibat trauma dapat ringan sampai berat tergantung besar kecilnya gaya penyebab terjadinya trauma. Kerusakan anatomi yang ringan pada dinding thoraks berupa fraktur kosta simpel. Sedangkan kerusakan anatomi yang lebih berat berupa fraktur kosta multipel dengan komplikasi pneumothoraks, hematothoraks dan kontusio pulmonum. Trauma yang lebih berat menyebakan robekan pembuluh darah besar dan trauma langsung pada jantung (Kukuh, 2002).
4 8 Akibat kerusakan anatomi dinding thoraks dan organ didalamnya dapat mengganggu fungsi fisiologi dari pernafasan dan sistem kardiovaskuler. Gangguan sistem pernafasan dan kardiovaskuler dapat ringan sampai berat tergantung kerusakan anatominya. Gangguan faal pernafasan dapat berupa gangguan fungsi ventilasi, difusi gas, perfusi dan gangguan mekanik alat pernafasan. Salah satu penyebab kematian pada trauma thoraks adalah gangguan faal jantung dan pembuluh darah (Kukuh, 2002; David, 2005). Kontusio dan hematoma dinding thoraks adalah trauma thoraks yang paling sering terjadi. Sebagai akibat dari trauma tumpul dinding thoraks, perdarahan massif dapat terjadi karena robekan pada pembuluh darah pada kulit, subkutan, otot dan pembuluh darah interkosta. Kebanyakan hematoma ekstrapleura tidak membutuhkan pembedahan, karena jumlah darah yang cenderung sedikit (Milisavljevic, et al., 2012). Fraktur kosta terjadi karena adanya gaya tumpul secara langsung maupun tidak langsung. Fraktur kosta terjadi sekitar 35-40% pada trauma thoraks. Karakteristik dari trauma kosta tergantung dari jenis benturan terhadap dinding dada. Gejala yang spesifik pada fraktur kosta adalah nyeri, yang meningkat pada saat batuk, bernafas dalam atau pada saat bergerak. Pasien akan berusaha mencegah daerah yang terkena untuk bergerak sehingga terjadi hipoventilasi. Hal ini meningkatkan risiko atelektasis dan pneumonia (Milisavljevic, et al., 2012). Flail chest adalah suatu kondisi medis dimana kosta-kosta yang berdekatan patah baik unilateral maupun bilateral dan terjadi pada daerah kostokondral. Angka kejadian dari flail chest sekitar 5%, dan kecelakaan lalu lintas menjadi penyebab
5 9 yang paling sering. Diagnosis flail chest didapatkan berdasarkan pemeriksaan fisik, foto thoraks, dan CT scan thoraks (Milisavljevic, et al., 2012). Fraktur sternum terjadi karena trauma tumpul yang sangat berat sering kali disertai dengan fraktur kosta multipel. Gangguan organ mediastinum harus dicurigai pada pasien fraktur sternum, umumnya adalah kontusio miokardium (dengan nyeri prekordium dan dispnea). Diagnosis fraktur sternum didapatkan dari pemeriksaan fisik, adanya edema, deformitas, dan nyeri lokal (Milisavljevic, et al., 2012). Kontusio parenkim paru adalah manifestasi trauma tumpul thoraks yang paling umum terjadi. Kontusio pulmonum paling sering disebabkan trauma tumpul pada dinding dada secara langsung yang dapat menyebabkan kerusakan parenkim, edema interstitial dan perdarahan yang mengarah ke hipoventilasi pada sebagian paru. Kontusio juga dapat menyebabkan hematoma intrapulmoner apabila pembuluh darah besar didalam paru terluka. Diagnosis didapatkan dari anamnesis, pemeriksaan fisik (adanya suara gurgling pada auskultasi), foto thoraks, dan CT scan thoraks. Kontusio lebih dari 30% pada parenkim paru membutuhkan ventilasi mekanik (Milisavljevic, et al., 2012). Pneumothoraks adalah adanya udara pada rongga pleura. Pneumothoraks sangat berkaitan dengan fraktur kosta laserasi dari pleura parietalis dan visceralis. Robekan dari pleura visceralis dan parenkim paru dapat menyebabkan pneumothoraks, sedangkan robekan dari pleura parietalis dapat menyebabkan terbentuknya emfisema subkutis. Pneumothoraks pada trauma tumpul thoraks terjadi karena pada saat terjadinya kompresi dada tiba-tiba menyebabkan terjadinya peningkatan tekanan intraalveolar yang dapat menyebabkan ruptur alveolus. Udara
6 10 yang keluar ke rongga interstitial ke pleura visceralis ke mediastinum menyebabkan pneumothoraks atau emfisema mediastinum. Selain itu pneumothoraks juga dapat terjadi ketika adanya peningkatan tekanan tracheobronchial tree, dimana pada saat glotis tertutup menyebabkan peningkatan tekanan terutama pada bivurcatio trachea dan atau bronchial tree tempat dimana bronkus lobaris bercabang, sehingga ruptur dari trakea atau bronkus dapat terjadi. Gejala yang paling umum pada pneumothoraks adalah nyeri yang diikuti oleh dispneu (Milisavljevic, et al., 2012). Hematothoraks adalah adanya darah pada rongga pleura. Darah dapat masuk ke rongga pleura setelah trauma dari dinding dada, diafragma, paru-paru, atau mediastinum. Insiden dari hematothoraks tinggi pada trauma tumpul, 37% kasus berhubungan dengan pneumothoraks (hemopneumothoraks) bahkan dapat terjadi hingga 58% (Milisavljevic, et al., 2012). 2.2 Sistem Skoring Trauma Thoraks Chest Trauma Score (CTS) Beberapa protokol penanganan trauma dada hanya dapat dievaluasi kualitasnya secara ilmiah apabila penilaian keparahan trauma distandardisasi. Beberapa sistem penilaian telah dibuat untuk mengevaluasi prognosis pasien setelah trauma tumpul dada seperti Thoracic Trauma Score (TTS), Pulmonary Contusion Score (PCS) atau Skor Wagner, yang dihitung sebagai indikator independen dari prognosis yang menilai mortalitas dan morbiditas setelah trauma tumpul thoraks. Trauma multipel thoraks dan organ-organ di dalamnya ditemukan pada mayoritas pasien setelah trauma tumpul thoraks (Huber, et al., 2014).
7 11 Beberapa faktor telah diidentifikasi yang menyebabkan morbiditas dan mortalitas pasien trauma tumpul thoraks antara lain umur pasien, jumlah patah tulang kosta, ada tidaknya patah tulang kosta bilateral, dan derajat keparahan dari kontusio pulmonum. Faktor-faktor tersebut diatas berhubungan dengan peningkatan morbiditas dan mortalitas dari gagal nafas, deep vein thrombosis, dan emboli pulmonum. Nilai Chest Trauma Score (CTS) lebih dari 5 berhubungan dengan outcome pasien yang lebih buruk. Selain itu kelompok pasien tersebut mempunyai risiko empat kali lipat kematian dibandingkan dengan kelompok pasien dengan CTS kurang dari 5 (Chen, et al., 2014). Trauma thoraks yang terlokalisir terjadi bersamaan dengan trauma tumpul yang lokal pada thoraks. Kebanyakan kasus tersebut berhubungan dengan trauma ringan seperti fraktur iga dan lecet pada dada. Tetapi pada trauma thoraks berat dengan AIS > 3 terjadi pada 80-90% pasien dengan multiple trauma (Pinilla, 1982). Sistem CTS dapat memprediksi kemungkinan pasien membutuhkan ventilasi mekanik dan lamanya perawatan. Score CTS 7-8 dapat memprediksi peningkatan risiko mortalitas dan perlunya intubasi (Pressley, et al., 2012). Karena karakteristik yang homogen dari pasien trauma yang datang dengan poli trauma dengan komorbid yang multipel, CTS tidak dapat mengidentifikasikan setiap outcome yang mungkin terjadi. Sebagai tambahan, karena pola manajemen trauma, pasien selalu overtriage sebagai upaya untuk mencegah cedera yang terlewat, CTS dibuat untuk meningkatkan sensitifitas dengan spesifisitas yang lebih rendah untuk mencegah terlewatnya pasien dengan kemungkinan outcome yang lebih jelek. Pada penelitian Chen, et al. (2014) nilai sensitifitas receiver operating
8 12 characteristics (ROC) CTS pada acute respiratory failure sebesar 0,72. CTS adalah suatu metode yang mudah dan cepat untuk menilai keparahan relatif dari pasien trauma thoraks. Meskipun tidak ada satupun sistem penilaian yang dapat meramalkan secara sempurna dari outcome, CTS menyediakan suatu metode yang mengelompokkan trauma dinding thoraks sehingga ada potensi untuk mengintervensi lebih awal pasien di dalam rumah sakit (Chen, et al., 2014). CTS dibuat dari beberapa faktor yang diidentifikasikan sebelumnya berhubungan dengan outcome yang lebih buruk, termasuk umur, jumlah fraktur iga, kontusio pulmonum, dan trauma yang bilateral atau tidak (Pressley, et al., 2012). Tabel 2.1. Sistem Chest Trauma Score (Chen, et al., 2014) Age score <45 th th 2 >65 th 3 Pulmonary contusion score None 0 Unilateral minor 1 Bilateral minor 2 Unilateral mayor 3 Bilateral mayor 4 Rib score <3 rib fracture rib fracture 2 >5 rib fracture 3 Bilateral rib fracture score No 0 Yes 2
9 13 Bergeron, et al. (2003) menemukan bahwa pasien lebih tua dari 65 tahun dengan 3 atau lebih fraktur kosta mempunyai kemungkinan lebih besar kematian dan komplikasi termasuk pneumonia bahkan kematian dibandingkan dengan pasien yang lebih muda dengan jumlah fraktur kosta yang sama (Bergeron, et al., 2003) Abbreviated Injury Scale (AIS) Abbreviated Injury Scale (AIS) pertama kali dipublikasikan pada tahun AIS memberikan deskripsi trauma organ berdasarkan beratnya trauma pada organ tersebut dan tidak memberikan prediksi atau outcome. AIS merupakan dasar dari ISS. Terdapat beberapa kali revisi dari AIS sejak pertama kali dipublikasikan. AIS- 71 hanya untuk trauma tumpul, AIS-85 meliputi trauma penetrating dan AIS-90 mendeskripsikan lebih dari 1300 jenis trauma dan memberikan dasar dari banyak sistem skoring trauma. Skala trauma pada AIS dari 1 sampai 6. Setiap organ yang mengalami trauma memiliki derajat AIS. (Copes, et al., 1990; Chawda, et al., 2004) Tabel 2.2. Derajat penilaian Abbreviated Injury Scale (AIS) (Chawda, et al., 2004) Injury AIS Minor Moderate Serious Severe Critical Unsurvivable Setiap trauma organ memiliki skor AIS yang dibagi menjadi enam bagian tubuh yaitu kepala, wajah, dada, abdomen, ekstremitas dan struktur eksternal. Hanya
10 14 skor AIS tertinggi yang digunakan pada setiap bagian tubuh. Skor AIS tiga bagian tubuh yang mengalami trauma terberat dikuadratkan dan dijumlahkan sehingga menghasilkan ISS (Chawda, et al., 2004). Tabel 2.3. Abbreviated Injury Scale (AIS) Thoraks (Chawda, et al., 2004) AIS Score Thorax 1 Minor 2 moderate 3 severe not live threatening 4 severe live threatening 5 critical survival uncertain Rib fracture, Thoracic spine strain, Rib cage contusion, Sternal contusion 2-3 rib fracture, Sternum fracture, Dislocation or fracture spinous or transverse proces T-spine, Minor compression fracture ( 20%) T-spine Lung contusion 1 lobe unilateral hemato or pneumothorax, Diagphragm rupture, 4 rib fracture, Intial tear/minor laceration/thrombosis inhalation burn, Minor dislocation or fracture of lamina body, Pedicle or facet of T- spine, Compression fracture >1 vertebra or more than 20% height cord contusion with transient, neurological signs Multilobar lung contusion or laceration, Hemopneumomediastinum bilateral Hemopneumothorax flail chest, Myocardial contusion, Tension pneumothorax > 1000cc, Tracheal fracture, Intimal aortic, tear major laceration, Subclavian or innominate, Incomplete cord syndrome Major aortic laceration, Cardiac laceration, Rupture bronchus/trachea Flail chest/inhalation burn requiring mechanical support, Laryngotrach separation, Multilobar lung laceration with tension pneumothorax hemopneumomediastinum or > 1000cc hemothorax, cord laceration or complete cord lesion
11 Acute Respiratory Distress Syndrome (ARDS) Sejarah dan Definisi ARDS ARDS pertama kali dideskripsikan pada tahun 1967, ketika Asbaugh dan rekannya mendeskripsikan 12 pasien dengan acute respiratory distress, refractori sianosis terhadap terapi oksigen, penurunan komplians paru, infiltrat menyeluruh pada rongent thoraks. Awalnya gejala ini disebut adult respiratory distress syndrome, saat ini istilah tersebut diganti dengan acute respiratory distress syndrome (ARDS). Pada tahun 1988 definisinya diperluas dengan mempertimbangkan kerusakan fisiologi respirasi menggunakan sistem scoring kerusakan paru. Sistem scoring ini berdasarkan tekanan positif akhir ekspirasi, rasio dari PaO2/FiO2, komplians paru dan derajat infiltrat pada radiografi. Pada tahun 1994 definisi baru direkomendasikan berdasarkan American-European Consensus Conference Committee (AECC). Konsensus ini memiliki dua keuntungan. Pertama, dapat mengetahui variasi keparahan cedera paru secara klinis, pasien dengan hipoksia ringan (PaO2/FiO2 <300) merupakan acute lung injury (ALI) dan hipoksia berat (PaO2/FiO2 <200) merupakan ARDS. Kedua, mudah digunakan pada situasi klinis (Ware, et al., 2000). ARDS merupakan sindrom yang ditandai oleh peningkatan permeabilitas membran alveolar-kapiler terhadap air, larutan, dan protein plasma, disertai kerusakan alveolar difus, dan akumulasi cairan yang mengandung protein dalam parenkim paru (Aru, 2010). ARDS juga dikenal dengan edema paru non kardiogenik. Sindrom ini merupakan sindrom klinis yang ditandai dengan penurunan progresif kandungan
12 16 oksigen di arteri yang terjadi setelah penyakit atau cedera serius. ARDS biasanya membutuhkan ventilasi mekanik yang lebih tinggi dari tekanan jalan nafas normal (Muttaqin, 2008). Tabel 2.4. Definisi ARDS (Ware, et al., 2000) ARDS diakui sebagai bentuk yang paling parah dari acute lung injury (ALI), suatu bentuk cedera difus alveolar. AECC mendefinisikan ARDS sebagai kondisi akut yang ditandai dengan infiltrat paru bilateral dan hipoksemia berat karena tidak adanya bukti untuk edema paru kardiogenik. Menurut kriteria AECC, yaitu aspek keparahan hipoksemia diperlukan untuk membuat diagnosis ARDS yang didefinisikan oleh rasio tekanan parsial oksigen dalam darah arteri pasien (PaO2) dengan fraksi oksigen dalam udara inspirasi (FiO2). Dalam ARDS, rasio PaO2/FIO2 kurang dari 200, dan ALI kurang dari 300. Selain itu, edema paru kardiogenik harus
13 17 disingkirkan baik oleh kriteria klinis atau dengan pulmonary capillary wedge pressure (PCWP) lebih rendah dari 18 mmhg (Milisavljevic, et al., 2012). The European Society of Intensive Care Medicine dengan dorongan dari the American Thoracic Society serta the Society of Critical care Medicine berkumpul pada sebuah acara panel ahli internasional untuk merevisi definisi ARDS. Panel ini bertemu pada tahun 2011 di Berlin, dan dicetuskan sebuah definisi baru yaitu definisi Berlin. Tujuan dari definisi Berlin adalah untuk mencoba dan meningkatkan fisibilitas, realibilitas, penampakan dan validitas prediktif. Yang menarik, definisi ini secara empiris mengevaluasi validitas prediktif untuk mortalitas dibandingkan dengan definisi AECC, dengan menggunakan data yang berasal dari uji klinis multipusat dan pusat tunggal. Terdapat beberapa modifikasi kunci (oksigenasi, waktu onset akut, x-ray thoraks, dan kriteria pulmonary wedge pressure) pada definisi Berlin jika dibandingkan dengan definisi AECC (Fanelli, et al., 2013). Pada definisi Berlin, tidak terdapat penggunaan dari terminologi Acute Lung Injury (ALI). Komite ini menilai bahwa terminologi ini digunakan secara tidak sesuai pada berbagai konteks dan tidak membantu. Pada definisi Berlin, ARDS diklasifikasikan menjadi ringan, sedang, dan berat berdasarkan nilai rasio PaO2/FiO2. Yang penting adalah nilai rasio PaO2/FiO2 dianggap hanya dengan penggunaan CPAP atau nilai PEEP 5 cmh 2 O (Fanelli, et al., 2013). Waktu onset akut kegagalan pernafasan yang digunakan untuk diagnosis ARDS jelas didefinisikan dalam definisi Berlin. Hal ini didefinisikan sebagai paparan terhadap faktor risiko yang diketahui atau perburukan gejala respirasi dalam
14 18 satu minggu. Hal ini penting untuk mengidentifikasi faktor risiko yang menjelaskan asal kegagalan pernafasan akut (Fanelli, et al., 2013). Radiografi thoraks dikarakteristikkan dengan opasitas bilateral yang melibatkan paling tidak 3 kuadran yang tidak sepenuhnya dijelaskan oleh efusi pleura, atelektasis dan nodul. Jika tidak terdapat faktor risiko yang diketahui, edema akibat kardiogenik harus diekslusi dengan evaluasi objektif dari fungsi kardiak dengan menggunakan ekokardiografi. Akibatnya, pengukuran pulmonary wedge pressure dapat ditinggalkan karena ARDS dapat terjadi bersamaan dengan edema hidrostatik yang diakibatkan dari overload cairan atau kegagalan jantung (Fanelli, et al., 2013). Tabel 2.5. Definisi ARDS Berlin (Fanelli, et al., 2013) Definisi Berlin mengenai Acute Respiratory Distress Syndrome Waktu Terjadi dalam 1 minggu pada setelah gangguan klinis yang sudah diketahui sebelumnya atau baru atau gejala respirasi yang mengalami perburukan. Pencitraan Opasitas bilateral tidak secara penuh dijelaskan oleh efusi, thoraks kolaps paru/lobaris, atau nodul. Sumber Edema Kegagalan pernafasan tidak secara penuh dijelaskan oleh kegagalan jantung atau kelebihan cairan. Memerlukan penilaian objektif (contoh Ekokardiografi) untuk mengeksklusi edema hidrostatik jika faktor risiko tidak ada. Oksigenasi Ringan Sedang Berat 200 mmhg < PaO2/FIO2 300 mmhg, PEEP atau CPAP 5 cmh2o 100 mmhg < PaO2/FIO2 200 mmhg, PEEP 5 cmh2o PaO2/FIO2 100 mmhg, PEEP 5 cmh2o Definisi ARDS Berlin secara empiris mengevaluasi tes validitas prediktif untuk mortalitas dengan menggunakan database klinis jumlah besar dari uji klinis
15 19 multi pusat dan pusat tunggal yang melibatkan pasien. Laju mortalitas ARDS dinyatakan sebesar 27% untuk ringan, 32% untuk sedang dan 45% untuk berat. Selain itu, jumlah hari bebas ventilator menurun dari ARDS ringan ke berat, dan stadium ARDS yang lebih berat dihubungkan dengan peningkatan progresif paru yang ditemukan pada evaluasi CT scan dan shunt fraction (Fanelli, et al., 2013) Epidemiologi Perkiraan angka kejadian yang akurat terhadap ALI dan ARDS sulit ditentukan, hal ini dikarenakan oleh kurangnya definisi yang seragam dan beranekaragam manifestasi klinis. Perkiraan berdasarkan National Institute of Health (NIH), angka kejadian di Amerika 75 per populasi. Pada penelitian lain dilaporkan kejadian yang lebih rendah 1,5 8,3 per populasi (Ware, et al. 2000). Saat ini ARDS memiliki angka kematian yang cukup tinggi 40-60%. Sebagian besar kematian disebabkan oleh sepsis atau multi organ dysfunction (MOD) daripada penyebab respirasi primer. Walaupun terapi saat ini dengan ventilasi tidal volume rendah, pada beberapa kasus kematian langsung disebabkan oleh kerusakan paru. Pada pasien yang berhasil bertahan hidup dari ARDS fungsi paru kembali normal dalam 6-12 bulan tanpa memperhatikan derajat keparahan paru (Ware, et al., 2000) Faktor Risiko Predisposisi factor risiko untuk ARDS diklasifikasikan menjadi dua kelompok. Kelompok pertama terdiri dari kontusio pulmonum, aspirasi dari cairan
16 20 lambung, pneumonia, cedera inhalasi dan tenggelam. Pada kelompok kedua terdiri dari syok traumatik berat yang memerlukan resusitasi cairan dan transfusi yang berulang, trauma kepala berat, sepsis abdominal, luka bakar, emboli lemak dan disseminated intravascular coagulation (DIC) (Milisavljevic, et al., 2012). Tabel 2.6. Kelainan klinis yang berkaitan dengan ARDS (Fanelli, et al., 2013) Direk Pneumonia Aspirasi isi gaster Cedera inhalasi Kontusio pulmoner Vaskulitis pulmoner Tenggelam Indirek Sepsis non-pulmoner Trauma mayor Pankreatitis Luka bakar berat Syok non kardiogenik Overdosis obat-obatan Transfusi multipel atau Transfusion associated acute lung injury (TRALI) Faktor risiko pada pasien dapat dibagi menjadi kondisi predisposisi yaitu sepsis, syok, pneumonia, aspirasi, trauma dan operasi berisiko tinggi dan risiko yang dapat dimodifikasi yaitu obesitas, penggunaan alkohol berlebihan, diabetes, hipoalbumin, asidosis, takipneu. Walaupun dapat terjadi ARDS pada pasien memiliki faktor risiko teori dari patogenesis ARDS dapat menjelaskan perkembangan dari kerusakan paru awal menjadi ARDS ringan atau dari ARDS ringan sedang menjadi ARDS berat. Untuk mengakhiri lingkaran pathogenesis ini perlu melibatkan berbagai faktor seperti faktor genetik, faktor eksternal (sepsis, trauma dan syok) dan penatalaksanaan (Haro, et al., 2013).
17 21 Gambar 2.1. Faktor predisposisi ARDS (Haro, et al., 2013) Patofisiologi ARDS ARDS dikaitkan dengan kerusakan difus alveolar dan cedera paru endotel kapiler. Tahap awal digambarkan sebagai eksudatif, sedangkan fase kemudian adalah fibroproliferative. ARDS awal ditandai dengan peningkatan tahanan permeabilitas alveolar-kapiler, menyebabkan masuknya cairan ke dalam alveoli. Tahanan alveolarkapiler dibentuk oleh endotel mikrovaskuler dan lapisan epitel alveoli. Berbagai beban mengakibatkan kerusakan baik pada endotel pembuluh darah atau epitel alveolar dapat mengakibatkan ARDS (Corwin, 2009). Cedera pada endothelium kapiler akan meningkatkan permeabilitas kapiler dan masuknya cairan yang kaya protein ke ruang alveolar. Cedera pada sel-sel lapisan alveolar akan menyebabkan terjadinya edema paru. Ada dua jenis sel epitel alveolar yaitu pneumosit tipe I, yang membentuk 90% dari epitel alveolar. Kerusakan pneumosit tipe I memungkinkan peningkatan masuknya cairan ke dalam alveoli dan
18 22 penurunan pengeluaran cairan dari ruang alveolar. Pneumosit tipe II relatif lebih tahan terhadap cedera. Namun, pneumosit tipe II memiliki beberapa fungsi penting, termasuk produksi surfaktan, transportasi ion, dan proliferasi dan diferensiasi menjadi pneumosit tipe l setelah cedera selular. Kerusakan pneumosit tipe II menyebabkan penurunan produksi surfaktan sehingga terjadi kerusakan alveolar. Gangguan pada proses perbaikan normal di paru-paru dapat menyebabkan perkembangan fibrosis paru (Milisavljevic, et al., 2012). Seperti telah banyak diketahui, secara patologi anatomi kejadian ARDS dibagi dalam 3 tahap yang berlangsung dalam beberapa minggu sampai bulan. Tahap pertama yaitu tahap eksudatif ditandai dengan pembentukan cairan yang berlebihan, protein serta sel inflamatori dari kapiler yang kemudian akan menumpuk kedalam alveoli (Milisavljevic, et al., 2012). Gambar 2.2. Sel alveolus normal (kiri) dan sel alveolus pada ARDS (kanan) (Ware, et al., 2000)
19 23 Tahap kedua, tahap fibroproliferatif pada tahap ini akibat dari respon terhadap stimuli yang merugikan maka akan dibentuk jaringan ikat dengan beberapa perubahan struktur paru sehingga secara mikroskopik jaringan paru tampak seperti jaringan padat. Dalam keadaan ini pertukaran gas pada alveolar akan sangat berkurang sehingga tampilan penderita secara klinis seperti pneumonia (Milisavljevic, et al., 2012). Tahap ketiga yaitu tahap resolusi dan pemulihan. Pada beberapa penderita yang dapat melampaui fase akut akan mengalami resolusi dan pemulihan. Edema paru ditanggulangi dengan transport aktif Na, transport pasif Cl dan transport H 2 O melalui aquaporins pada pneumosit tipe I, sementara protein yang tidak larut dibuang dengan proses difusi, endositosis sel epitel dan fagositosis oleh sel makrofag. Akhirnya reepitelialisasi terjadi pada pneumosit tipe II dari pneumosit.yang berproliferasi pada dasar membarana basalis. Proses ini distimulasi oleh growth factors seperti keratinocyte growth factor (KGF). Neutrofil dibuang melalui proses apoptosis. Sedangkan beberapa penderita yang lain tetap dalam tahap fibrosis ( hal ini terjadi secara dini yaitu pada hari ke 5-6 setelah diagnosa ARDS). Ruang alveolar akan dipenuhi oleh sel mesenkim dengan produk-produknya serta pembentukan pembuluh darah baru. Pembentukan jaringan fibrosis berkaitan dengan prognosis yang lebih buruk, apalagi bila muncul prokolagen III secara dini pada cairan broncho alveolar lavage (BAL) maka mortalitas akan meningkat (Milisavljevic, et al., 2012).
20 24 Gambar 2.3. Fase resolusi pada ARDS (Ware, et al., 2000) Manifestasi Klinis ARDS Pada ARDS manifestasi klinis tergantung dari penyebabnya. Pada awal setelah cedera (12-24 jam pertama) terjadi takipnea, takikardi, penggunaan otot pernafasan tambahan dan pada auskultasi didapatkan ronki ekspirasi. Pada analisa gas darah didapatkan hipoksia progresif, hiperkapnea dan asidosis. Pada pemeriksaan rontgen thoraks didapatkan sebaran infiltrat, pada keadaan klinis ARDS yang memburuk didapatkan infiltrat yang berkelompok (Milisavljevic, et al., 2012). Adapun hipoksia digunakan untuk menggambarkan kondisi rendahnya kandungan oksigen jaringan ataupun sel akibat gangguan penghantaran oksigen yang diperlukan pada proses oksidatif. Hipoksemia adalah jumlah oksigen di darah arterial yang tidak adekuat akibat penurunan PaO2, SaO2, atau hemoglobin. Adapun komponen yang harus dipenuhi pada hipoksia adalah kadar O2 rendah, Cardiac
21 25 output rendah, atau uptake oksigen pada tingkat jaringan rendah dengan ada atau tanpa adanya hipoksemia. Oleh sebab itu, hasil akhir dari pertukaran udara yang tidak efektif disebut hipoksia (Milisavljevic, et al., 2012) ARDS pada Trauma Thoraks Kontusio pulmonum merupakan cedera pada parenkim paru, yang kemudian berkembang menjadi edema dan berkumpulnya darah di dalam alveolus, sehingga menyebabkan berkurangnya struktur dan fungsi paru normal. Cedera tumpul pada paru selama 24 jam akan menyebabkan terjadinya gangguan pertukaran gas dan menurunnya komplians paru. Juga menyebabkan terjadinya reaksi inflamasi pada komponen darah pada paru, 50-60% pasien dengan kontusio pulmonum bilateral akan menjadi ARDS (Miller, et al., 2002). Kontusio pulmonum terjadi sekitar 20% pada pasien dengan injury severity score diatas 15, dan paling sering terjadi pada trauma thoraks anak-anak. Kontusio pulmonum bilateral yang berat akan menyebabkan terjadinya hipoksia, tetapi lebih sering berkembang menjadi ARDS (Miller, et al., 2002; Bakowitz, et al., 2012) Terapi Oksigen Terapi oksigen adalah upaya pengobatan dengan obat oksigen untuk mencegah atau memperbaiki hipoksia jaringan, dengan cara meningkatkan masukkan oksigen ke dalam sistem respirasi, meningkatkan daya angkut oksigen dalam sirkulasi dan meningkatkan pelepasan oksigen ke jaringan atau ekstraksi oksigen jaringan. Pada kondisi normal, sistem respirasi menghirup udara atmosfir yang
22 26 mengandung 21% oksigen dengan tekanan parsial 150 mmhg, selanjutnya sampai di alveoli tekanan parsialnya akan turun menjadi 103 mmhg akibat pengaruh tekanan uap air yang terjadi pada jalan nafas. Pada alveoli, oksigen akan segera berdifusi ke dalam aliran darah paru melalui proses aktif akibat perbedaan tekanan (Mangku, et al., 2010). Terapi oksigen merupakan upaya untuk meningkatkan masukan oksigen ke dalam sistem respirasi, meningkatkan daya angkut hemodinamik dan meningkatkan daya ekstraksi oksigen jaringan. Secara umum indikasi klinis terapi oksigen diberikan pada pasien yang menderita ketidakadekuatan oksigenasi jaringan yang terjadi akibat sumbatan jalan nafas, depresi pusat nafas, penyakit saraf otonom, trauma thoraks atau penyakit pada paru seperti misalnya ARDS yang dapat menyebabkan terjadinya gagal nafas. Teknik dan alat yang digunakan dalam terapi oksigen hendaknya memenuhi kriteria yaitu, mampu mengatur konsentrasi atau fraksi oksigen udara inspirasi (FiO2), tidak menyebabkan akumulasi CO2, tahanan terhadap pernafasan minimal, irit dan efisien dalam penggunaan oksigen dan diterima serta enak dipakai oleh pasien. Beberapa alat yang umum digunakan untuk terapi oksigen adalah kanul nasal mampu memberikan FiO2 pada kecepatan aliran 1-6 liter/menit sebesar 24-44%, sungkup muka pada kecepatan aliran 5-8 liter/menit mampu memberikan FiO2 sebesar 40-60%, sungkup muka dengan kantong penampung dapat memberikan FiO2 antara 60-90% (Mangku, et al., 2010).
BAB 2. TINJAUAN KEPUSTAKAAN. ALI/ARDS adalah suatu keadaan yang menggambarkan reaksi inflamasi
5 BAB 2. TINJAUAN KEPUSTAKAAN 2.1. Definisi ALI ALI/ARDS adalah suatu keadaan yang menggambarkan reaksi inflamasi yang luas dan parah dari parenkim paru. 10 ALI/ARDS merupakan kumpulan gejala akibat inflamasi
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. Trauma toraks merupakan trauma yang mengenai dinding toraks atau
BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Trauma toraks merupakan trauma yang mengenai dinding toraks atau organ intra toraks, baik karena trauma tumpul maupun oleh karena trauma tajam. Trauma tumpul toraks
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. diikuti oleh kompensasi anti-inflamasi atau fenotip imunosupresif yang
BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar belakang masalah Trauma pembedahan menyebabkan perubahan hemodinamik, metabolisme, dan respon imun pada periode pasca operasi. Seperti respon fisiologis pada umumnya, respon
Lebih terperinciPENDAHULUAN ETIOLOGI EPIDEMIOLOGI
PENDAHULUAN Hemotoraks adalah kondisi adanya darah di dalam rongga pleura. Asal darah tersebut dapat dari dinding dada, parenkim paru, jantung, atau pembuluh darah besar. Normalnya, rongga pleura hanya
Lebih terperinciRESPIRATORY FAILURE. PRESENTATION by Dr. Fachrul Jamal Sp.An(KIC)
RESPIRATORY FAILURE PRESENTATION by Dr. Fachrul Jamal Sp.An(KIC) 1 DEFINIS I Gagal napas adalah ketidakmampuan paru-paru memenuhi kebutuhan metabolik tubuh. Hal ini dapat terjadi akibat kegagalan oksigenasi
Lebih terperinciProfesi _Keperawatan Medikal Bedah_cempaka
PNEUMOTHORAX A. Definisi Pneumotoraks adalah suatu kondisi adanya udara dalam rongga pleura akibat robeknya pleura (Price & Willson, 2003). Pneumotoraks terjadi ketika pleura parietal ataupun visceral
Lebih terperinciKontusio paru A. PENGERTIAN
Kontusio paru A. PENGERTIAN Kontusio paru didefinisikan sebagai cedera fokal dengan edema, perdarahan alveolar dan interstisial. Ini adalah cedera yang paling umum yang berpotensi mematikan. Kegagalan
Lebih terperincimekanisme penyebab hipoksemia dan hiperkapnia akan dibicarakan lebih lanjut.
B. HIPERKAPNIA Hiperkapnia adalah berlebihnya karbon dioksida dalam jaringan. Mekanisme penting yang mendasari terjadinya hiperkapnia adalah ventilasi alveolar yang inadekuat untuk jumlah CO 2 yang diproduksi
Lebih terperinciBAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN
BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN A. Hasil Penelitian Penelitian dilakukan di ruang perawatan anak RSUD Dr Moewardi Surakarta. Waktu penelitian dilakukan pada bulan Maret- September 2015 dengan jumlah
Lebih terperinciASUHAN KEPERAWATAN PADA PASIEN DENGAN. Setiawan, S.Kp., MNS
ASUHAN KEPERAWATAN PADA PASIEN DENGAN SHOCK HYPOVOLEMIK Setiawan, S.Kp., MNS KLASIFIKASI SHOCK HYPOVOLEMIC SHOCK CARDIOGENIC SHOCK SEPTIC SHOCK NEUROGENIC SHOCK ANAPHYLACTIC SHOCK TAHAPAN SHOCK TAHAP INISIAL
Lebih terperinciFAAL PERNAPASAN. Prof. DR. dr. Suradi Sp.P (K), MARS, FISR, Kresentia Anita R., Lydia Arista. Bagian Pulmonologi dan Kedokteran Respirasi
WORKSHOP PIR 2017 FAAL PERNAPASAN Prof. DR. dr. Suradi Sp.P (K), MARS, FISR, Kresentia Anita R., Lydia Arista Bagian Pulmonologi dan Kedokteran Respirasi FK UNS / RSUD Dr. Moewardi Surakarta CURICULUM
Lebih terperinciSistem Pernapasan - 2
Anatomi sistem pernapasan Proses inspirasi dan ekspirasi Definisi pernapasan Eksternal Internal Mekanik pernapasan Inspirasi dan ekspirasi Peran otot pernapasan Transport gas pernapasan Ventilasi, difusi,
Lebih terperinci2. PERFUSI PARU - PARU
terapi oksigen TAHAPAN RESPIRASI 1. VENTILASI 2. PERFUSI PARU - PARU 3. PERTUKARAN GAS DI PARU-PARU 4. TRANSPORT OKSIGEN 5. EKSTRAKSI ( OXYGEN UPTAKE ) Sumbatan jalan nafas pasien tak sadar paling sering
Lebih terperinciINSUFISIENSI PERNAFASAN. Ikbal Gentar Alam ( )
1 INSUFISIENSI PERNAFASAN Ikbal Gentar Alam (131320090001) Pendahuluan 2 Diagnosa dan pengobatan dari penyakit penyakit respirasi tergantung pada prinsip dasar respirasi dan pertukaran gas. Penyakit penyakit
Lebih terperinciBAB II TINJAUAN PUSTAKA. pada bagian depan. Pada rongga toraks terdapat paru-paru dan mediatinum.
BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Anatomi Toraks 2.1.1 Definisi Toraks merupakan rongga yang berbentuk kerucut, pada bagian bawah lebih besar dari pada bagian atas dan pada bagian belakang lebih panjang dari
Lebih terperinciA. Pengertian Oksigen B. Sifat Oksigen C. Tujuan Oksigenasi D. Faktor yang Mempengaruhi Kebutuhan Oksigen
A. Pengertian Oksigen Oksigen adalah suatu komponen gas dan unsur vital dalam proses metabolisme untuk mempertahankan kelangsungan hidup seluruh sel-sel secara normal yang diperoleh dengan cara menghirup
Lebih terperinciPrimary Survey a) General Impressions b) Pengkajian Airway
Primary Survey Primary survey menyediakan evaluasi yang sistematis, pendeteksian dan manajemen segera terhadap komplikasi akibat trauma parah yang mengancam kehidupan. Tujuan dari Primary survey adalah
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. pasien tersebut. Pasien dengan kondisi semacam ini sering kita jumpai di Intensive
BAB I PENDAHULUAN A. Latar belakang Pasien kritis adalah pasien dengan penyakit atau kondisi yang mengancam jiwa pasien tersebut. Pasien dengan kondisi semacam ini sering kita jumpai di Intensive Care
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. khususnya trias kematian (hipotermia, asidosis dan koagulopati) yang kini
BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Trauma merupakan permasalahan utama yang dihadapi pada kehidupan moderen saat ini. Secara global, 10% dari seluruh jumlah kematian disebabkan oleh trauma. Perkembangan
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. Dari sekian banyak kasus penyakit jantung, Congestive Heart Failure
BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Dari sekian banyak kasus penyakit jantung, Congestive Heart Failure (CHF) menjadi yang terbesar. Bahkan dimasa yang akan datang penyakit ini diprediksi akan terus bertambah
Lebih terperinciASIDOSIS RESPIRATORIK
ASIDOSIS RESPIRATORIK A. PENGERTIAN. Asidosis Respiratorik (Kelebihan Asam Karbonat). 1. Asidosis Respiratorik adalah gangguan klinis dimana PH kurang dari 7,35 dan tekanan parsial karbondioksida arteri
Lebih terperinciPERTOLONGAN GAWAT DARURAT
PERTOLONGAN GAWAT DARURAT I. DESKRIPSI SINGKAT Keadaan gawatdarurat sering terjadi pada jemaah haji di Arab Saudi. Keterlambatan untuk mengidentifikasi dan memberikan pertolongan yang tepat dan benar dapat
Lebih terperinciBAB II TINJAUAN PUSTAKA. Trauma toraks merupakan trauma yang mengenai dinding toraks dan atau
BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Trauma toraks 2.1.1. Defenisi Trauma toraks merupakan trauma yang mengenai dinding toraks dan atau organ intra toraks, baik karena trauma tumpul maupun oleh karena trauma tajam.
Lebih terperinciLAPORAN PENDAHULUAN ASUHAN KEPERAWATAN PADA KLIEN DENGAN DIAGNOSA MEDIS EDEMA PARU DI RUANG FLAMBOYAN, RSUD KABUPATEN BULELENG TANGGAL 15 AGUSTUS 2016
LAPORAN PENDAHULUAN ASUHAN KEPERAWATAN PADA KLIEN DENGAN DIAGNOSA MEDIS EDEMA PARU DI RUANG FLAMBOYAN, RSUD KABUPATEN BULELENG TANGGAL 15 AGUSTUS 2016 1.1 Tinjauan Teori Penyakit 1.1.1 Definisi Edema paru
Lebih terperinciREFERAT WSD. Oleh : Ayu Witia Ningrum Pembimbing : Dr. Fachry, Sp.P
REFERAT WSD ( Water Seal Drainage ) Oleh : Ayu Witia Ningrum 2007730022 Pembimbing : Dr. Fachry, Sp.P Tugas Kepaniteraan Klinik Rumah Sakit Islan Jakarta Utara, Sukapura Stase Ilmu Penyakit Dalam 2012
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. denyut/menit; 3. Respirasi >20/menit atau pa CO 2 <32 mmhg; 4. Hitung leukosit
BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Sepsis adalah SIRS (Systemic Inflamatory Respons Syndrome) ditambah tempat infeksi yang diketahui atau ditentukan dengan biakan positif dari organisme dari
Lebih terperinciMODUL KEPANITERAAN KLINIK BEDAH. : Trauma thorax. : Hemopneumothoraks. Tujuan pembelajaran
MODUL KEPANITERAAN KLINIK BEDAH TOPIK JUDUL : Trauma thorax : Hemopneumothoraks Tujuan pembelajaran 1. Kognitif 1. Menjelaskan anatomi dan fungsi paru 2. Menjelaskan penyebab terjadinya hemopneumothorak
Lebih terperinciMEMBRAN RESPIRATORIUS
PENDAHULUAN Fungsi utama paru adalah untuk memberikan oksigenasi darah yang memadai dan mengeluarkan karbondioksida (CO 2 ). Proses pertukaran gas melalui tiga tahapan yaitu ventilasi paru yang akan menentukan
Lebih terperinciBAB II TINJAUAN PUSTAKA. sebagai systemic inflammatory response syndrome (SIRS). Penyebab SIRS
BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 SEPSIS 2.1.1 Definisi: Demam atau hipotermi, leukositosis atau leukopeni, takipneu, dan takikardi adalah tanda utama atau respon sistemik, yang kemudian dinamakan sebagai systemic
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. Gangguan pada sistem pernafasan merupakan penyebab utama
BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Gangguan pada sistem pernafasan merupakan penyebab utama morbiditas dan mortalitas. Infeksi pada saluran pernafasan jauh lebih sering terjadi dibandingkan dengan infeksi
Lebih terperinciBAB III METODE PENELITIAN. Ruang lingkup penelitian adalah ilmu penyakit saraf.
35 BAB III METODE PENELITIAN III.1. Ruang lingkup penelitian Ruang lingkup penelitian adalah ilmu penyakit saraf. III.2. Jenis dan rancangan penelitian Jenis penelitian ini merupakan penelitian observasional
Lebih terperinciI. PENDAHULUAN. Air merupakan komponen terbesar dari tubuh sekitar 60% dari berat badan
1 I. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Masalah Air merupakan komponen terbesar dari tubuh sekitar 60% dari berat badan rata-rata orang dewasa (70 kg). Total air tubuh dibagi menjadi dua kompartemen cairan
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. salah satu aspek yang penting dan banyak digunakan bagi perawatan pasien yang
BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar belakang Ventilator mekanik merupakan alat yang digunakan untuk membantu fungsi pernapasan. Penggunaannya diindikasikan untuk pasien dengan hipoksemia, hiperkapnia berat dan
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Pneumothorax didefinisikan sebagai suat penyakit yang berbahaya seperti
BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Pneumothorax didefinisikan sebagai suat penyakit yang berbahaya seperti penyakit jantung, paru-paru, stroke dan kanker banyak dialami oleh orang-orang yang berusia
Lebih terperinciTERAPI OKSIGEN. Oleh : Tim ICU-RSWS. 04/14/16 juliana/icu course/2009 1
TERAPI OKSIGEN Oleh : Tim ICU-RSWS juliana/icu course/2009 1 Definisi Memberikan oksigen (aliran gas) lebih dari 20 % pada tekanan 1 atmosfir sehingga konsentrasi oksigen meningkat dalam darah meningkat
Lebih terperinciEkspertise Efusi Pleura
Ekspertise Efusi Pleura Pembimbing : dr. Rachmat Mulyana Memet, Sp. Rad Oleh : Jayyidah Afifah 2010730055 Identitas : Tn. S/LK/70thn Marker : L Tanggal : 3 Desember 2013 Posisi : PA Jenis foto : Foto polos
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN Latar Belakang Masalah
1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Pada setiap pembedahan, dilakukan suatu tindakan yang bertujuan untuk baik menghilangkan rasa nyeri yang kemudian disebut dengan anestesi. Dan keadaan hilangnya
Lebih terperinciEMBOLI CAIRAN KETUBAN
EMBOLI CAIRAN KETUBAN DEFINISI Sindroma akut, ditandai dyspnea dan hipotensi, diikuti renjatan, edema paru-paru dan henti jantung scr cepat pd wanita dlm proses persalinan atau segera stlh melahirkan sbg
Lebih terperinciBAB II TINJAUAN PUSTAKA
BAB I PENDAHULUAN Schwarte yang di sebut juga Penebalan plera adalah penyakit paru yang ditandai dengan jaringan parut, kalsifikasi, dan penebalan pleura (disepanjang paru) sering merupakan konsekuensi
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. A.Mekanisma ini terbahagi kepada tarikan nafas dan hembusan nafas. B.Ia melibatkan perubahan kepada :
KATA PENGANTAR Puji syukur penulis panjatkan kehadirat Allah SWT, yang telah memberikan rahmat dan hidayah-nya sehingga penulis dapat menyelesaikan makalah ini tepat pada waktunya. Makalah ini merupakan
Lebih terperinciPembuluh darah arteri menuju paru, sedangkan pembuluh darah vena meninggalkan paru.
STRUKTUR SISTEM RESPIRASI Respirasi adalah pertukaran gas, yaitu oksigen (O²) yang dibutuhkan tubuh untuk metabolisme sel dan karbondioksida (CO²) yang dihasilkan dari metabolisme tersebut dikeluarkan
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. progressif nonreversibel atau reversibel parsial. PPOK terdiri dari
1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Penyakit paru obstruksi kronis (PPOK) merupakan penyakit yang perlu diwaspadai karena penyakit ini merupakan penyebab kematian dengan nomor urut lima di Indonesia.
Lebih terperinciPendahuluan. Cedera kepala penyebab utama morbiditas dan mortalitas Adanya berbagai program pencegahan
HEAD INJURY Pendahuluan Cedera kepala penyebab utama morbiditas dan mortalitas Adanya berbagai program pencegahan peralatan keselamatan sabuk pengaman, airbag, penggunaan helm batas kadar alkohol dalam
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. karena penderitanya sebagian besar orang muda, sehat dan produktif (Ropper &
BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Cedera kepala merupakan salah satu kasus penyebab kecacatan dan kematian yang cukup tinggi dalam bidang neurologi dan menjadi masalah kesehatan oleh karena penderitanya
Lebih terperinciKompetensi Memahami mekanisme kerja fisiologis organ-organ pernafasan
SISTEM PERNAFASAN Kompetensi Memahami mekanisme kerja fisiologis organ-organ pernafasan 1. Pernafasan Eksternal 2. Pernafasan Internal EXIT Mengapa harus bernafas? Butuh energi Butuh Oksigen C 6 H 12 O
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. didalamnya dimana kerusakan disebabkan gaya mekanik dari luar sehingga timbul gangguan
BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Cedera kepala adalah trauma yang mengenai calvaria dan atau basis crania serta organ didalamnya dimana kerusakan disebabkan gaya mekanik dari luar sehingga timbul
Lebih terperinciASUHAN KEPERAWATAN PADA BAYI DENGAN TRANSIENT TACHYPNEA OF THE NEW BORN
ASUHAN KEPERAWATAN PADA BAYI DENGAN TRANSIENT TACHYPNEA OF THE NEW BORN A. PENGERTIAN Transient Tachypnea Of The Newborn (TTN) ialah gangguan pernapasan pada bayi baru lahir yang berlangsung singkat yang
Lebih terperinciYani Mulyani, M.Si, Apt STFB
Yani Mulyani, M.Si, Apt STFB Kegiatan menginhalasi dan mengekshalasi udara dengan tujuan mempertukarkan oksigen dengan CO2 = bernafas/ventilasi Proses metabolisme selular dimana O2 dihirup, bahan2 dioksidasi,
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. ini terdapat diseluruh dunia, bahkan menjadi problema utama di negara-negara
BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Efusi pleura adalah suatu keadaan dimana terdapat penumpukan cairan dalam pleura berupa transudat atau eksudat yang diakibatkan terjadinya ketidakseimbangan
Lebih terperinciMONITORING HEMODINAMIK
MONITORING HEMODINAMIK DEFINISI Hemodinamik adalah aliran darah dalam sistem peredaran tubuh, baik melalui sirkulasi magna (sirkulasi besar) maupun sirkulasi parva ( sirkulasi dalam paru-paru). Monitoring
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. Sindrom klinik ini terjadi karena adanya respon tubuh terhadap infeksi, dimana
BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar belakang Sepsis merupakan suatu sindrom kompleks dan multifaktorial, yang insidensi, morbiditas, dan mortalitasnya sedang meningkat di seluruh belahan dunia. 1 Sindrom klinik
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. Penyakit Paru Obstruksi Kronik ( PPOK ) adalah penyakit paru kronik
BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Penyakit Paru Obstruksi Kronik ( PPOK ) adalah penyakit paru kronik yang ditandai dengan hambatan aliran udara saluran nafas, dimana hambatan aliran udara saluran nafas
Lebih terperinciBAB 2. TINJAUAN PUSTAKA
4 BAB 2. TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Tekanan Intra Abdomen Rongga abdomen dapat dianggap sebagai kotak tertutup dengan dinding yang keras (iga, tulang belakang, dan pelvis) serta dinding yang fleksibel (dinding
Lebih terperinciBAB I LATAR BELAKANG. A. Latar Belakang Masalah. Analisis Gas Darah merupakan salah satu alat. diagnosis dan penatalaksanaan penting bagi pasien untuk
BAB I LATAR BELAKANG A. Latar Belakang Masalah Analisis Gas Darah merupakan salah satu alat diagnosis dan penatalaksanaan penting bagi pasien untuk mengetahui status oksigenasi dan keseimbangan asam basa.
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. karena adanya penurunan absorbsi cairan. Efusi dapat ditimbulkan oleh berbagai
BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar belakang masalah Efusi pleura adalah terbentuknya akumulasi cairan yang abnormal di dalam cavum pleura yang terjadi karena adanya peningkatan produksi cairan ataupun karena
Lebih terperinciKERACUNAN OKSIGEN. Oleh Diah Puspita Rifasanti I1A Pembimbing: dr. Dwi Setyohadi
Tinjauan Pustaka KERACUNAN OKSIGEN Oleh Diah Puspita Rifasanti I1A009052 Pembimbing: dr. Dwi Setyohadi BAGIAN/SMF ILMU KEDOKTERAN DAN KEHAKIMAN FK UNLAM RSUD ULIN BANJARMASIN Desember, 2013 PENDAHULUAN
Lebih terperinciBAB I KONSEP DASAR. dalam kavum Pleura (Arif Mansjoer, 1999 : 484). Efusi Pleura adalah
BAB I KONSEP DASAR A. Pengertian Efusi Pleura adalah suatu keadaan dimana terdapat penumpukan cairan di rongga pleura selain cairan dapat juga terjadi penumpukan pus atau darah (Soeparman, 1996 : 789).
Lebih terperinciBAB 1 PENDAHULUAN. lebih dini pada usia bayi, atau bahkan saat masa neonatus, sedangkan
BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Penyakit Jantung Bawaan (PJB) adalah kelainan struktur dan fungsi pada jantung yang muncul pada saat kelahiran. (1) Di berbagai negara maju sebagian besar pasien PJB
Lebih terperinciTRAUMA KEPALA. Doni Aprialdi C Lusi Sandra H C Cynthia Dyliza C
TRAUMA KEPALA Doni Aprialdi C11050165 Lusi Sandra H C11050171 Cynthia Dyliza C11050173 PENDAHULUAN Insidensi trauma kepala di USA sekitar 180-220 kasus/100.000 populasi (600.000/tahunnya) 10 % dari kasus-kasus
Lebih terperinciOrgan yang Berperan dalam Sistem Pernapasan Manusia. Hidung. Faring. Laring. Trakea. Bronkus. Bronkiolus. Alveolus. Paru-paru
Exit Hidung Faring Organ yang Berperan dalam Sistem Pernapasan Manusia Laring Trakea Bronkus Bronkiolus Alveolus Paru-paru Hidung Hidung berfungsi sebagai alat pernapasan dan indra pembau. Pada hidung
Lebih terperinciKEGAGALAN PERNAFASAN AKUT Oleh: Sri Setiyarini, SKp
KEGAGALAN PERNAFASAN AKUT Oleh: Sri Setiyarini, SKp DEFINISI Kegagalan pernafasan akut adalah ketidak mampuan paru untuk mempertahankan oksigenasi darah dengan atau tanpa disertai gangguan ventilasi. Ditandai
Lebih terperinciBAB II TINJAUAN PUSTAKA
BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. Saturasi Oksigen 1. Pengertian Saturasi oksigen adalah presentasi hemoglobin yang berikatan dengan oksigen dalam arteri, saturasi oksigen normal adalah antara 95 100 %. Dalam
Lebih terperinciAnatomi dan Fisiologi saluran pernafasan. 1/9/2009 Zullies Ikawati's Lecture Notes 1
Anatomi dan Fisiologi saluran pernafasan 1/9/2009 Zullies Ikawati's Lecture Notes 1 Anatomi Sistem Pernafasan Manusia 1/9/2009 Zullies Ikawati's Lecture Notes 2 Sistem pernafasan atas 1/9/2009 Zullies
Lebih terperinciSMP kelas 9 - BIOLOGI BAB 18. SISTEM PERNAPASANLATIHAN SOAL BAB 18
SMP kelas 9 - BIOLOGI BAB 18. SISTEM PERNAPASANLATIHAN SOAL BAB 18 1. Perhatikan gambar berikut! Image not found http://www.primemobile.co.id/assets/uploads/materi/bio9-18-01.png Bagian yang ditunjukkan
Lebih terperinciOKSIGENASI DALAM SUATU ASUHAN KEPERAWATAN
TINJAUAN PUSTAKA OKSIGENASI DALAM SUATU ASUHAN KEPERAWATAN Ikhsanuddin Ahmad Harahap* ABSTRAK Perawat dalam menjalankan perannya berorientasi terhadap pemenuhan kebutuhan dasar manusia. Salah satu kebutuhan
Lebih terperinciAnatomi & Fisiologi Sistem Respirasi II Pertemuan 7 Trisia Lusiana Amir, S. Pd., M. Biomed PRODI MIK FAKULTAS ILMU-ILMU KESEHATAN
Anatomi & Fisiologi Sistem Respirasi II Pertemuan 7 Trisia Lusiana Amir, S. Pd., M. Biomed PRODI MIK FAKULTAS ILMU-ILMU KESEHATAN KEMAMPUAN AKHIR YANG DIHARAPKAN Mahasiswa mampu menjelaskan anatomi dan
Lebih terperinciAsuhan Keperawatan pada Klien dengan Emboli Cairan
Asuhan Keperawatan pada Klien dengan Emboli Cairan Definisi Emboli Cairan Emboli cairan ketuban merupakan sindrom dimana setelah jumlah besar cairan ketuban memasuki sirkulasi darah maternal, tiba-tiba
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. sebagai trauma mayor karena tulang femur merupakan tulang yang sangat kuat, sehingga
BAB I PENDAHULUAN 1.1.1 Latar Belakang Fraktur femur merupakan salah satu trauma mayor di bidang Orthopaedi. Dikatakan sebagai trauma mayor karena tulang femur merupakan tulang yang sangat kuat, sehingga
Lebih terperinciBAB 1 PENDAHULUAN. Fraktur adalah terputusnya kontinuitas tulang, retak atau patahnya tulang yang
BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Fraktur adalah terputusnya kontinuitas tulang, retak atau patahnya tulang yang utuh, yang biasanya disebabkan oleh trauma /ruda paksa atau tenaga fisik yang ditentukan
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. pemantauan intensif menggunakan metode seperti pulmonary arterial
BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang ICU atau Intensive Care Unit merupakan pelayanan keperawatan khusus yang dikelola untuk merawat pasien sakit berat dan kritis, cidera dengan penyulit yang mengancam
Lebih terperinciPertukaran gas antara sel dengan lingkungannya
Rahmy Sari S.Pd PERNAPASAN/RESPIRASI Proses pengambilan oksigen, pengeluaran karbondioksida (CO 2 ), dan menghasilkan energi yang dibutuhkan tubuh) Pertukaran gas antara sel dengan lingkungannya Pernapasan
Lebih terperinciANALISIS JURNAL PENGARUH LATIHAN NAFAS DIAFRAGMA TERHADAP FUNGSI PERNAFASAN PADA PASIEN
ANALISIS JURNAL PENGARUH LATIHAN NAFAS DIAFRAGMA TERHADAP FUNGSI PERNAFASAN PADA PASIEN PENYAKIT PARU OBSTRUKTIF KRONIK Juniartha Semara Putra ANALISIS JURNAL PENGARUH LATIHAN NAFAS DIAFRAGMA TERHADAP
Lebih terperinciTinjauan Pustaka KERACUNAN OKSIGEN. Oleh : Diah Puspita Rifasanti I1A Pembimbing : Dr. Dwi Setyohadi BAGIAN/SMF ILMU KEDOKTERAN DAN KEHAKIMAN
Tinjauan Pustaka KERACUNAN OKSIGEN Oleh : Diah Puspita Rifasanti I1A009052 Pembimbing : Dr. Dwi Setyohadi BAGIAN/SMF ILMU KEDOKTERAN DAN KEHAKIMAN FK UNLAM RSUD ULIN BANJARMASIN Desember, 2013 BAB I PENDAHULUAN
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. Cedera otak traumatik (traumatic brain injury) masih merupakan masalah
BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Cedera otak traumatik (traumatic brain injury) masih merupakan masalah kesehatan masyarakat yang besar. Diperkirakan insidensinya lebih dari 500 per 100.000 populasi
Lebih terperinci2. Epidemiologi/Insiden Kasus
ASUHAN KEPERAWATAN PASIEN DENGAN ARDS (Adult Respiratory Distress Syndrome) 1. Definisi Adult Respiratory Distress Syndrome (ARDS) merupakan sindrom yang ditandai oleh peningkatan permeabilitas membran
Lebih terperinciRESPIRASI MELIBATKAN EMPAT PROSES: VENTILASI (PERGERAKAN UDARA. ANATOMI SISTEM RESPIRASI
RESPIRASI MELIBATKAN EMPAT PROSES: VENTILASI (PERGERAKAN UDARA. ANATOMI SISTEM RESPIRASI Respirasi melibatkan empat proses: ventilasi (pergerakan udara keluar-masuk paru-paru), respirasi eksternal (pertukaran
Lebih terperinciEMBOLI AIR KETUBAN EPIDEMIOLOGI
EMBOLI AIR KETUBAN EPIDEMIOLOGI Emboli air ketuban adalah salah satu kondisi paling katastropik yang dapat terjadi dalam kehamilan. Kondisi ini amat jarang 1 : 8000-1 : 30.000 dan sampai saat ini mortalitas
Lebih terperinciCurriculum vitae. Pudjiastuti, dr., Sp. A(K) Pendidikan : S 1 : FK UNS Surakarta, lulus tahun 1986
Curriculum vitae Pudjiastuti, dr., Sp. A(K) Pendidikan : S 1 : FK UNS Surakarta, lulus tahun 1986 Spesialis : FK Undip Surakarta, lulus tahun 1997 Spesialis Anak Konsulen : FK UI RSCM, lulus tahun 2004
Lebih terperinciTask Reading: ASBES TOSIS
Task Reading: ASBES TOSIS Pendahuluan Asbestosis merupakan menghirup serat asbes. gangguan pernapasan disebabkan oleh Asbes atau Asbestos adalah bentuk serat mineral silika tahan terhadap asam kuat, serta
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Penyakit membran hialin (PMH) atau dikenal juga dengan hyaline
BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Penyakit membran hialin (PMH) atau dikenal juga dengan hyaline membrane disease (HMD) adalah penyakit pernafasan akut yang diakibatkan oleh defisiensi surfaktan
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Menurut WHO upaya untuk mewujudkan derajat kesehatan masyarakat
BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Menurut WHO upaya untuk mewujudkan derajat kesehatan masyarakat dapat dilakukan dengan cara memelihara kesehatan.upaya kesehatan masyarakat meliputi : peningkatan
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. mengisi rongga dada, terletak disebelah kanan dan kiri dan ditengah
BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Paru adalah struktur elastik yang dibungkus dalam sangkar thoraks, yang merupakan suatu bilik udara kuat dengan dinding yang dapat menahan tekanan. Paru-paru ada dua,
Lebih terperinciKesetimbangan asam basa tubuh
Kesetimbangan asam basa tubuh dr. Syazili Mustofa, M.Biomed Departemen Biokimia, Biologi Molekuler dan Fisiologi Fakultas Kedokteran Universitas Lampung ph normal darah Dipertahankan oleh sistem pernafasan
Lebih terperinciLAPORAN PENDAHULUAN. PADA PASIEN DENGAN KASUS CKR (Cedera Kepala Ringan) DI RUANG ICU 3 RSUD Dr. ISKAK TULUNGAGUNG
LAPORAN PENDAHULUAN PADA PASIEN DENGAN KASUS CKR (Cedera Kepala Ringan) DI RUANG ICU 3 RSUD Dr. ISKAK TULUNGAGUNG A. DEFINISI CKR (Cedera Kepala Ringan) merupakan cedera yang dapat mengakibatkan kerusakan
Lebih terperinciSyok Syok Hipovolemik A. Definisi B. Etiologi
Syok Syok adalah suatu sindrom klinis yang terjadi akibat gangguan hemodinamik dan metabolik ditandai dengan kegagalan sistem sirkulasi untuk mempertahankan perfusi yang adekuat ke organ-organ vital tubuh.
Lebih terperinciHUBUNGAN ANTARA STATUS GLASSGOW COMA SCALE DENGAN ANGKA LEUKOSIT PADA PASIEN TRAUMA KEPALA YANG DIRAWAT INAP DI RSUD Dr MOEWARDI SURAKARTA SKRIPSI
HUBUNGAN ANTARA STATUS GLASSGOW COMA SCALE DENGAN ANGKA LEUKOSIT PADA PASIEN TRAUMA KEPALA YANG DIRAWAT INAP DI RSUD Dr MOEWARDI SURAKARTA SKRIPSI Diajukan Oleh: ADE SOFIYAN J500050044 Kepada : FAKULTAS
Lebih terperinciRespiratory Distress Syndrome
Respiratory Distress Syndrome Gangguan gagal nafas Zullies Ikawati's Lecture Notes 1 Pendahuluan Th 1967 : Asbaugh dkk mempublikasikan artikel ttg karakteristik klinis 12 pasien yang mengalami gagal nafas
Lebih terperinciBAB 5 PEMBAHASAN. penelitian terdiri atas pria sebanyak 21 (51,2%) dan wanita sebanyak 20
70 BAB 5 PEMBAHASAN Telah dilakukan penelitian pada 41 penderita stroke iskemik. Subyek penelitian terdiri atas pria sebanyak 21 (51,2%) dan wanita sebanyak 20 (48,8%). Rerata (SD) umur penderita stroke
Lebih terperinciPNEUMOTHORAX. Click Oleh to edit Master subtitle style IDRIES TIRTAHUSADA Pembimbing: Dr Haryadi Sp.Rad 4/16/12
PNEUMOTHORAX Click Oleh to edit Master subtitle style IDRIES TIRTAHUSADA 1102006116 Pembimbing: Dr Haryadi Sp.Rad PENDAHULUAN Pneumothorax adalah penumpukan dari udara yang bebas dalam dada diluar paru
Lebih terperinciBAB 1 PENDAHULUAN. traumatik merupakan penyebab utama kematian dan kecacatan pada anak-anak dan
BAB 1 PENDAHULUAN A. Latar Belakang Cedera kepala traumatik merupakan masalah utama kesehatan dan sosial ekonomi di seluruh dunia (Ghajar, 2000; Cole, 2004). Secara global cedera kepala traumatik merupakan
Lebih terperinciB. Kriteria Sepsis ( ada 2 atau lebih ):
SEPSIS I. PENGERTIAN Deskripsi: Sepsis terjadi mikroorganisme memasuki tubuh dan menginisiasi respon sistem inflamasi, pada sepsis berat terjadi perfusi jaringan abnormal disertai disfungsi organ. Sepsis
Lebih terperinciJOURNAL READING Imaging of pneumonia: trends and algorithms. Levi Aulia Rachman
JOURNAL READING Imaging of pneumonia: trends and algorithms Levi Aulia Rachman 1410.2210.27.115 Abstrak Pneumonia merupakan salah satu penyakit menular utama yang menyebabkan angka morbiditas dan mortalitas
Lebih terperinciKanker Paru-Paru. (Terima kasih kepada Dr SH LO, Konsultan, Departemen Onkologi Klinis, Rumah Sakit Tuen Mun, Cluster Barat New Territories) 26/9
Kanker Paru-Paru Kanker paru-paru merupakan kanker pembunuh nomor satu di Hong Kong. Ada lebih dari 4.000 kasus baru kanker paru-paru dan sekitar 3.600 kematian yang diakibatkan oleh penyakit ini setiap
Lebih terperinciSeorang laki-laki umur 30 tahun dibawa ke UGD RSAL. Kesadaran menurun, tekanan darah 70/50, denyut nadi 132 kali/menit kurang kuat, repirasi rate 32
KELOMPOK 9 Seorang laki-laki umur 30 tahun dibawa ke UGD RSAL. Kesadaran menurun, tekanan darah 70/50, denyut nadi 132 kali/menit kurang kuat, repirasi rate 32 kali/menit suara ngorok dan seperti ada cairan
Lebih terperinciRencana Program Kegiatan Pembelajaran Semester Keperawatan Gawat Darurat Fakultas Kedokteran
Rencana Program Kegiatan Pembelajaran Semester Keperawatan Gawat Darurat Fakultas Kedokteran Nama Kuliah Kode/SKS Semester Status Mataajar : Keperawatan Gawat Darurat : KPA 4350 / 2 SKS : 8 (Delapan) :
Lebih terperinciTRAUMA DADA/THORAKS. Ns.Sunardi.,M.Kep.,Sp.KMB. 10/22/08 Ns.Sunardi
TRAUMA DADA/THORAKS Ns.Sunardi.,M.Kep.,Sp.KMB 1 2 TUMPUL - PUKULAN LANGSUNG - KOMPRESI - PUNTIRAN - DESELEASI TAJAM -TUSUKAN - TEMBAKAN -PATAH TULANG IGA, KLAVIKULA -VERTEBRA TORAKAL -LUKA JARINGAN LUNAK
Lebih terperinciSOP TINDAKAN ANALISA GAS DARAH (AGD)
SOP TINDAKAN ANALISA GAS DARAH (AGD) 1. Analisa Gas Darah Gas darah arteri memungkinkan utnuk pengukuran ph (dan juga keseimbangan asam basa), oksigenasi, kadar karbondioksida, kadar bikarbonat, saturasi
Lebih terperinciBAB II TINJAUAN PUSTAKA. Management of Severe Sepsis and Septic Shock: 2012, sepsis didefinisikan
BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Sepsis 2.1.1 Definisi Menurut Surviving Sepsis Campaign: International Guidelines for Management of Severe Sepsis and Septic Shock: 2012, sepsis didefinisikan sebagai munculnya
Lebih terperinciPRAKTIKUM 10 AUSKULTASI PARU, SUCTION OROFARINGEAL, PEMBERIAN NEBULIZER DAN PERAWATAN WSD
PRAKTIKUM 10 AUSKULTASI PARU, SUCTION OROFARINGEAL, PEMBERIAN NEBULIZER DAN PERAWATAN WSD Sebelum melakukan percobaan, praktikan menonton video tentang suction orofaringeal dan perawatan WSD. Station 1:
Lebih terperinciLAPORAN PENDAHULUAN Soft Tissue Tumor
LAPORAN PENDAHULUAN Soft Tissue Tumor A. DEFINISI Jaringan lunak adalah bagian dari tubuh yang terletak antara kulit dan tulang serta organ tubuh bagian dalam. Yang tergolong jaringan lunak antara lain
Lebih terperinci