BAB II TINJAUAN PUSTAKA

Ukuran: px
Mulai penontonan dengan halaman:

Download "BAB II TINJAUAN PUSTAKA"

Transkripsi

1 BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. Kesiapan Berubah 1. Definisi Kesiapan Berubah Holt, Armenakis, Feild & Harris (2007) mendefinisikan kesiapan individu untuk berubah sebagai sikap komprehensif yang secara simultan dipengaruhi oleh isi (apa yang berubah), proses (bagaimana perubahan diimplementasikan), konteks (lingkungan dimana perubahan terjadi), dan individu (karakteristik individu yang diminta untuk berubah) yang terlibat di dalam suatu perubahan. Kesiapan individu untuk berubah secara kolektif merefleksikan sejauh mana individu atau sekelompok individu cenderung untuk menyetujui, menerima, dan mengadopsi rencana spesifik yang bertujuan untuk mengubah keadaan saat ini. Hanpachern, Morgan & Griego (1998) menyatakan bahwa kesiapan untuk berubah merupakan sejauh mana karyawan siap secara mental, psikologis atau fisik, sedia untuk berpartisipasi dalam aktivitas pengembangan organisasi. Terutama lebih merujuk pada kondisi dimana karyawan akan memiliki skor yang tinggi pada dukungan dan partisipasi dalam perubahan. Berneth (2004) menjelaskan bahwa kesiapan adalah lebih dari pemahaman akan perubahan, kesiapan adalah lebih dari keyakinan pada perubahan tersebut, kesiapan adalah kumpulan dari pemikiran dan intensi pada usaha perubahan yang spesifik. Backer (1995) juga mengemukakan bahwa

2 kesiapan karyawan untuk berubah melibatkan kepercayaan, sikap, dan intensi karyawan terhadap sejauh mana tingkat perubahan dibutuhkan dan persepsi karyawan serta kapasitas organisasi untuk melakukan perubahan tersebut dengan sukses. Karyawan yang siap untuk berubah akan percaya bahwa organisasi akan mengalami kemajuan apabila organisasi melakukan perubahan, selain itu mereka memiliki sikap positif terhadap perubahan organisasi dan memiliki keinginan untuk terlibat dalam pelaksanaan perubahan organisasi (Armenakis, Harris & Mossholder, 1993). Sebaliknya, apabila para karyawan tidak siap untuk berubah, maka mereka tidak akan dapat mengikuti dan merasa kewalahan dengan kecepatan perubahan organisasi yang sedang terjadi (Hanpacern et al, 1998) Berdasarkan definisi yang dikemukakan oleh beberapa ahli di atas, dapat disimpulkan bahwa kesiapan untuk berubah adalah sikap komprehensif yang secara simultan dipengaruhi oleh isi, proses, konteks dan karakteristik individu; merefleksikan sejauh mana individu atau sekelompok individu cenderung untuk menyetujui, menerima, dan mengadopsi rencana spesifik yang bertujuan untuk mengubah keadaan saat ini. 2. Dimensi Kesiapan untuk Berubah Holt et al (2007) mengemukakan ada beberapa dimensi kesiapan karyawan untuk berubah sebagai berikut: a. Appropriateness (Ketepatan untuk melakukan perubahan) Dimensi ini merupakan dimensi yang menjelaskan tentang keyakinan individu bahwa perubahan yang diusulkan akan tepat bagi organisasi dan organisasi

3 akan mendapatkan keuntungan dari penerapan perubahan. Individu akan meyakini adanya alasan yang logis untuk berubah dan adanya kebutuhan untuk perubahan yang diusulkan, serta berfokus pada manfaat dari perubahan bagi perusahaan, efisiensi yang diperoleh dari perubahan, dan kongruensi tujuan perusahaan dengan tujuan perubahan. b. Change efficacy (Rasa percaya terhadap kemampuan diri untuk berubah) Dimensi ini menjelaskan aspek keyakinan individu tentang kemampuannya untuk menerapkan perubahan yang diinginkan, dimana ia merasa mempunyai keterampilan seta sanggup untuk melakukan tugas yang berkaitan dengan perubahan. Dengan kata lain, karyawan merasa bahwa ia memiliki kemampuan dan dapat menyelesaikan tugas dan aktivitas yang berhubungan dengan pelaksanaan perubahan yang diusulkan. c. Management support (Dukungan manajemen) Dimensi ini menjelaskan aspek keyakinan atau persepsi individu bahwa para pemimipin atau manajemen akan mendukung dan berkomitmen terhadap perubahan yang diusulkan. Dengan kata lain, karyawan merasa bahwa pemimpin dan manajemen dalam organisasi memiliki komitmen dan mendukung pelaksanaan perubahan yang diusulkan. d. Personal benefit (Manfaat bagi individu) Merupakan dimensi yang menjelaskan aspek keyakinan mengenai keuntungan yang dirasakan secara personal yang akan didapatkan apabila perubahan tersebut diimplementasikan. Dengan kata lain karyawan merasa bahwa ia akan memperoleh manfaat dari pelaksanaan perubahan yang diusulkan.

4 Menurut Hanpachern (1997), dimensi kesiapan berubah terdiri dari tiga yaitu participating (keterlibatan anggota organisasi dalam pelaksanaan proses perubahan), promoting (adanya promosi yang dilakukan oleh anggota organisasi kepada rekannya) dan resisting (penolakan karyawan terhadap perubahan). Namun dalam penelitian ini dimensi kesiapan berubah yang digunakan adalah dimensi kesiapan berubah yang dikemukakan oleh Holt et al (2007). 3. Pengukuran Kesiapan untuk Berubah Holt et al (2007) mengemukakan bahwa dalam mengukur kesiapan individu untuk berubah, perlu diperhatikan beberapa perspektif yang terkandung di dalam domain-domain kesiapan untuk berubah, yaitu: a. Proses perubahan Merupakan langkah-langkah yang dilakukan selama implementasi perubahan. Salah satu dimensi dari proses perubahan adalah sejauh mana partisipasi karyawan diperbolehkan. b. Isi dari perubahan organisasi Merupakan inisiatif spesifik yang diperkenalkan (dan karakteristiknya). Secara khusus, isi perubahan organisasi terarah pada administrasi, prosedur, teknologi, atau karakteristik struktural dari organisasi. c. Konteks organisasi Merupakan kondisi dan lingkungan dimana para karyawan berfungsi dalam organisasi.

5 d. Atribut individual dari karyawan Biasanya beberapa karyawan lebih menghendaki adanya perubahan organisasi daripada karyawan lainnya. Isabella (Holt et al, 2007) menyatakan bahwa pengukuran kesiapan individu untuk berubah dapat dilakukan dengan metode kualitatif maupun kuantitatif. Meskipun metode kualitatif memberikan informasi yang kaya dan spesifik, namun metode kuantitatif merupakan suplemen yang sesuai, memberikan keuntungan yang unik bagi manager, konsultan pengembangan organisasi, dan peneliti dalam lingkungan atau suasana teretentu. Hal tersebut disebabkan oleh efisiensi yang diperoleh dari pendistribusian instrumen kuantitatif yang memiliki daerah cakupan yang luas dalam periode waktu yang relatif singkat. 4. Faktor-Faktor yang Mempengaruhi Kesiapan untuk Berubah Terdapat beberapa penelitian yang telah dilakukan mengenai faktorfaktor atau variabel yang mempengaruhi kesiapan untuk berubah. Holt et al (2007) mengemukakan bahwa kesiapan karyawan untuk berubah secara simultan dapat dipengaruhi oleh tiga hal utama yaitu: a. Change content merujuk pada apa yang akan diubah oleh organisasi (misalnya perubahan sistem administrasi, prosedur kerja, teknologi, atau struktur) b. Change process meliputi bagaimana proses pelaksanaan perubahan yang telah direncanakan sebelumnya

6 c. Organizational context terkait dengan kondisi atau lingkungan kerja saat perubahan terjadi. Armenakis & Harris (2009) mengidentifikasi lima faktor utama yang dapat merubah keyakinan diri karyawan untuk mendukung perubahan yaitu: a. Discrepancy, yaitu keyakinan bahwa perubahan itu diperlukan oleh organisasi b. Aappropriateness yaitu adanya keyakinan bahwa perubahan spesifik yang dilakukan merupakan cara yang tepat untuk mengatasi masalah yang dihadapi c. Efficacy yaitu rasa percaya bahwa karyawan dan organisasi mampu mengimplementasikan perubahan d. Principal support yaitu persepsi bahwa organisasi memberikan dukungan dan berkomitmen dalam pelaksanaan perubahan dan mensukseskan perubahan organisasi e. Personal valance yaitu keyakinan bahwa perubahan akan memberikan keuntungan personal bagi karyawan. Adarnya kelima keyakinan diatas tidak semata-mata hanya mempengaruhi kesiapan untuk berubah namun juga mempengaruhi bagaimana karyawan akan mengadopsi dan berkomitmen terhadap perubahan organisasi. Selain faktor di atas, McNabb & Sepic (1995) menemukan bahwa kepuasan kerja dan unjuk kerja memiliki pengaruh positif terhadap kesiapan untuk berubah. Karyawan yang memiliki kepuasan kerja dan unjuk kerja yang tinggi akan cenderung memiliki sikap positif terhadap perubahan. Hasil penelitian Zangaro (2001) menunjukkan bahwa terdapat hubungan tidak langsung antara

7 komitmen organisasi dan dukungan organisasi, kepuasan dan keterlibatan kerja, dan kesetiaan dengan kesiapan individu untuk berubah. Hanpachern et al (1998) dalam penelitiannya menemukan adanya hubungan antara kesiapan untuk berubah dengan hubungan sosial dalam tempat kerja, budaya organisasi dan hubungan manajemen-kepemimpinan. Hal ini juga didukung oleh penelitian Madsen, Miller & John (2005) bahwa persepsi dari adanya relasi sosial yang baik atau positif juga berkaitan secara positif dengan kesiapan terhadap perubahan organisasi. Dalam penelitian Madsen et al (2005) juga ditemukan bahwa identifikasi, keterlibatan serta loyalitas terhadap organisasi berkaitan secara positif dengan kesiapan terhadap perubahan organisasi. B. Job Insecurity 1. Definisi Job Insecurity Job insecurity adalah ketidakberdayaan untuk mempertahankan kelanjutan pekerjaan yang dikehendaki pada kondisi kerja yang mengancam (Grennhalgh & Rosenblatt, 1984). Hal ini berdasarkan persepsi dan interpretasi dari karyawan itu sendiri terhadap lingkungan kerjanya. Adanya berbagai perubahan yang terjadi di dalam organisasi membuat karyawan sangat mungkin merasa terancam, gelisah dan tidak aman karena potensi perubahan mempengaruhi kondisi kerja dan kelanjutan hubungan serta balas jasa yang diterimanya dari organisasi (Grennhalgh & Rosenblatt, 1984).

8 Definisi lain yang dikemukakan oleh Ashford, Lee & Bobko (1989) bahwa job insecurity merupakan suatu tingkat dimana para pekerja merasa pekerjaannya terancam dan merasa tidak berdaya untuk melakukan apapun terhadap situasi tersebut. Job insecurity dirasakan tidak hanya disebabkan oleh ancaman terhadap kehilangan pekerjaan tetapi juga kehilangan dimensi pekerjaan tersebut. Joelsen & Wahlquist (Hartley Jacobson, Klandermans & Van Vuuren, 1991) menyatakan bahwa job insecurity merupakan pemahaman individual pekerja sebagai tahap pertama dari proses kehilangan pekerjaan. Pada kenyataannya, populasi yang mengalami Job insecurity adalah selalu dalam jumlah yang lebih besar daripada pekerja yang benar-benar kehilangan pekerjaan. Hartley et al (1991) menambahkan bahwa job insecurity dilihat sebagai kesenjangan antara tingkat security yang dialami seseorang dengan tingkat security yang diperolehnya. Selain itu, Smithson & Lewis (2000) menyatakan bahwa job insecurity merupakan kondisi seseorang (karyawan) yang menunjukkan rasa bingung atau merasa tidak aman dikarenakan kondisi lingkungan yang berubah-ubah. Kondisi ini muncul karena banyaknya jenis pekerjaan yang sifatnya sesaat atau pekerjaan kontrak. Makin banyak jenis pekerjaan dengan durasi waktu yang sementara atau tidak permanen menyebabkan semakin banyaknya karyawan yang mengalami job insecurity.

9 Berdasarkan definisi yang dikemukakan oleh para ahli tersebut dapat disimpulkan bahwa job insecurity merupakan penilaian pekerja terhadap suatu keadaan dimana mereka merasa terancam dan mereka merasa tidak berdaya untu mempertahankan kelanjutan pekerjaan tersebut. 2. Aspek-Aspek Job Insecurity Grennhalgh & Rosenblatt (1984) mengungkapkan bahwa Job insecurity terdiri dari dua aspek yaitu aspek ancaman akan kehilangan pekerjaan itu sendiri dan aspek ancaman kehilangan facet-facet penting dalam pekerjaan seperti gaji, kesempatan untuk promosi dan lain sebagainya. Ashford et al (1989) mengembangkan komponen-komponen job insecurity menjadi dua, yaitu: a. Keparahan ancaman (severity of threat) Keparahan ancaman meliputi seberapa besar individu mempersepsikan adanya ancaman terhadap aspek-aspek dalam pekerjaan dan ancaman terhadap pekerjaannya secara keseluruhan. 1) Ancaman terhadap aspek-aspek dalam pekerjaan Aspek-aspek yang bekaitan dengan pekerjaan, meliputi kesempatan untuk promosi, kebebasan menentukan jadwal pekerjaan, dan lain-lain. Persepsi seseorang mengenai besarnya ancaman aspek-aspek pekerjaan dapat diketahui melalui seberapa besar aspek-aspek tersebut dirasakan penting dan seberapa besar kemungkinan individu kehilangan aspek-aspek tersebut. Semakin penting dan semakin tinggi aspek-aspek tersebut

10 dipersepsikan mungkin hilang, maka semakin tinggi tingkat ancaman terhadap aspek-aspek dalam pekerjaan yang dirasakan individu tersebut. 2) Ancaman kehilangan pekerjaan secara keseluruhan Ancaman kehilangan pekerjaan secara keseluruhan merupakan persepsi seseorang mengenai adanya kejadian-kejadian negatif yang dapat mempengaruhi pekerjaannya, seperti diberhentikan untuk sementara waktu. Ancaman tersebut dapat diketahui melalui seberapa penting dan seberapa mungkin kejadian-kejadian negatif tersebut dipersepsikan akan mempengaruhi pekerjaannya secara keseluruhan. b. Ketidakberdayaan (powerlessness) Ketidakberdayaan menunjukkan kemampuan seseorang untuk mencegah munculnya ancaman yang berpengaruh terhadap pekerjaan secara keseluruhan dan aspek-aspek dalam pekerjaan. Individu yang memiliki tingkat ketidakberdayaan yang rendah memiliki tingkat job insecurity yang tinggi. 3. Dampak Job Insecurity Berdasarkan penelitian yang dilakukan oleh Ashford et al (1989) diketahui bahwa job insecurity yang tinggi yang dirasakan karyawan akan berhubungan dengan: a. Keinginan untuk mencari pekerjaan baru Ketegangan yang dipengaruhi oleh job insecurity juga penting disebabkan karena efeknya terhadap turnover. Seperti stressor lainnya, job insecurity

11 mungkin berhubungan dengan respon penarikan diri (sebuah usaha untuk menghindari stres). Oleh karena itu job insecurity seharusnya mempunyai hubungan yang positif dengan keinginan untuk bekerja. Karyawan yang mengalami job insecurity mungkin juga meninggalkan pekerjaan demi alasan yang masuk akal. Hal ini akan masuk akal bagi karyawan yang khawatir terhadap kesinambungan pekerjaan mereka, kemudian mencari kesempatan karir yang lebih aman (Grennhalgh & Rosenblatt, 1984; Ashford et al, 1989). b. Komitmen organisasi yang rendah Karyawan mengembangkan pendekatan efektif dalam sikap terhadap perusahaan sepanjang waktu, yang ditunjukkan sebagai level komitmen, kepuasan dan kepercayaan yang tinggi. Perasaan job insecurity dapat mengancam pendekatan tersebut terhadap perusahaan (Mowday, Steers & Porter, 1979; Ashford et al, 1989). Selain itu karyawan mengharapkan perusahaan dapat diandalkan untuk menegakkan akhir dari kontrak psikologis di antara mereka (Buchanan, 1974 ; Ashford et al, 1989). c. Trust organisasi yang rendah Job insecurity akan berhubungan secara negatif dengan komitmen karyawan dan kepercayaan mereka terhadap perusahaan. Hubungan ini akan terjadi karena karyawan yang merasa tidak aman akan kehilangan kepercayaan dan keyakinan bahwa perusahaan dapat diandalkan dan pendekatan mereka terhadap perusahaan akan berkurang (Forbes, 1985; Ashford et al, 1989).

12 d. Kepuasan kerja yang rendah Persepsi terhadap job insecurity akan berhubungan secara negatif dengan pengukuran kepuasan kerja. Karyawan dengan tingkat persepsi terhadap job insecurity yang tinggi akan kurang puas dengan pekerjaan mereka (Oldam, Julik, Ambrose, Stevina & Brand, 1986; Ashford et al, 1989). e. Meningkatnya gangguan psikologis Penurunan kondisi kerja seperti rasa tidak aman (insecure) menurunkan kualitas individu bukan dari pekerjaannua semata, namun juga mengarahkan pada munculnya rasa kehilangan martabat yang pada akhirnya menurunkan kondisi psikologis dari karyawan yang bersangkutan. Jangka panjangnya akan muncul ketidakpuasan dalam bekerja dan akan mengarah pada intensi turnover (Roskies & Guerin, 1998; Greenglass, Burke & Fiksenbaum, 2002). Jadi dapat disimpulkan bahwa job insecurity dapat menyebabkan karyawan untuk mencari pekerjaan baru, memiliki komitmen organisasi yang rendah, trust organisasi yang rendah, kepuasan kerja yang rendah serta meningkatkan gangguan psikologis. C. Job Involvement 1. Definisi Job Involvement Job involvement (keterlibatan kerja) merupakan internalisasi nilai-nilai tentang kebaikan pekerjaan atau pentingnya pekerjaan bagi keberhargaan seseorang. Job involvement sebagai tingkat sampai sejauh mana performansi kerja seseorang mempengaruhi dirinya dan tingkat sampai sejauh mana seseorang

13 secara psikologis mengidentifikasikan diri terhadap pekerjaannya atau pentingnya pekerjaan dalam gambaran diri totalnya (Lodahl & Kejner, 1965; Cohen, 2003). Demikian pula dengan Schultz & Schultz (1990) mendefinisikan keterlibatan kerja merupakan intensitas dari identifikasi psikologis seseorang terhadap pekerjaannya. Rabinowitz & Hall (1977) mendefinisikan job involvement ke dalam dua kategori. Pertama, job involvement dipandang sebagai suatu performance selfesteem contingency, job involvement adalah tingkat sampai sejauh mana harga diri individu dipengaruhi oleh tingkat performansinya ketika bekerja. Sehingga dapat dikatakan bahwa job involvement yang lebih rendah atau yang lebih tinggi menunjukkan harga diri yang lebih rendah atau yang lebih tinggi yang diperoleh ketika bekerja. Kedua, job involvement sebagai suatu identifikasi psikologis dengan pekerjaan seseorang. Davis & Newstrom (1997) mendefinisikan job involvement adalah tingkatan sampai seberapa besar seseorang menekuni serta menggunakan waktu dan tenaga untuk pekerjaannya dan memandang pekerjaan sebagai satu hal penting bagi hidupnya. Hal ini dapat dilihat dari kesediaan karyawan untuk mematuhi peraturan dan melaksanakan prosedur perusahaan yang telah ditetapkan, menyelesaikan seluruh pekerjaan dengan tepat waktu, serta memanfaatkan potensi keahliannya secara maksimal untuk pekerjaannya. Brown (1996) mengemukakan bahwa job involvement merujuk pada tingkat dimana seseorang secara psikologis memihak kepada organisasinya dan pentingnya pekerjaan bagi gambaran dirinya. Seseorang yang memiliki job

14 involvement yang tinggi dapat terstimulasi oleh pekerjaannya dan tenggelam dalam pekerjaannya. Hal ini didukung oleh Robbins (2001) bahwa karyawan yang memiliki tingkat keterlibatan yang tinggi sangat memihak dan benar-benar peduli serta akan melebur dengan bidang pekerjaan yang mereka lakukan. Namun seseorang yang terlibat dalam pekerjaannya belum tentu merasa senang dengan pekerjaannya karena pada kenyataannya, seseorang yang tidak merasa senang dengan pekerjaannya juga dapat memiliki derajat keterlibatan yang sama dengan orang yang menyukai pekerjaannya (Lodahl & Kejner, 1965; Ciliana & Mansoer, 2008). Berdasarkan definisi yang telah diungkapkan di atas, dapat disimpulkan bahwa job involvement merupakan intensitas dimana seorang karyawan mengidentifikasikan diri terhadap pekerjaannya yang ditandai dengan adanya kepedulian yang tinggi dan terlibat secara aktif dalam pekerjaan, adanya perasaan terikat secara psikologis terhadap pekerjaan yang dilakukan dan keyakinan yang kuat terhadap kemampuannya dalam menyelesaikan pekerjaan tersebut. 2. Dimensi Job Involvement Lodahl & Kejner (1965; Cohen, 2003) mengemukakan bahwa job involvement memiliki 2 dimensi sebagai berikut: a. Performance self-esteem contingency Dimensi ini merefleksikan tingkat dimana rasa harga diri seseorang dipengaruhi oleh performansi kerjanya. Aspek ini mencakup tentang seberapa jauh hasil kerja seorang karyawan (performance) dapat mempengaruhi harga

15 dirinya (self esteem). Keterlibatan kerja muncul ketika performansi yang baik meningkatkan harga diri seseorang (Vroom, 1964; Kanungo, 1982). b. Psychological identification Dimensi ini merujuk pada tingkat sejauh mana seseorang mengidentifikasikan dirinya secara psikologis pada pekerjaannya atau pentingnya pekerjaan bagi gambaran diri totalnya. Orang yang memiliki keterlibatan kerja adalah orang yang menganggap pekerjaan sebagai bagian yang paling penting dalam hidupnya. Ini berarti bahwa dengan bekerja, ia dapat mengekspresikan diri dan menganggap bahwa pekerjaan merupakan aktivitas yang menjadi pusat kehidupannya (Dubin, 1966; Kanungo, 1982). 3. Karakteristik Job Involvement Ada beberapa karakteristik dari karyawan yang memiliki job involvement yang tinggi maupun yang rendah menurut Mathis & Jackson (2006), yaitu: a. Karakteristik karyawan yang memiliki job involvement tinggi 1) Menghabiskan waktu untuk bekerja 2) Memiliki kepedulian yang tinggi terhadap pekerjaan dan organisasi 3) Merasa puas dengan pekerjaannya 4) Memiliki komitmen yang tinggi terhadap profesi, karir dan organisasi 5) Memberi usaha yang terbaik untuk organisasi 6) Tingkat absesnsi dan intensi turnover rendah 7) Memiliki motivasi yang tinggi

16 b. Karakteristik karyawan yang memiliki job involvement rendah 1) Tidak berusaha keras untuk kemajuan organisasi 2) Tidak peduli dengan pekerjaan maupun perusahaan 3) Tidak puas dengan pekerjaan 4) Tidak berkomitmen dengan pekerjaan maupun organisasi 5) Tingkat absen dan intensi turnover tinggi 6) Motivasi kerja rendah 7) Kurang bangga dengan pekerjaan maupun organisasi D. Kaitan Job Insecurity dan Kesiapan untuk Berubah Pesatnya kemajuan teknologi, tekanan ekonomi, persaingan bisnis yang ketat maupun semakin tingginya tuntutan pelanggan memaksa organisasi untuk melakukan perubahan. Perubahan tersebut menghadirkan sesuatu yang baru atau dengan kata lain perubahan merupakan upaya pergeseran dari status quo ke kondisi yang baru (Wibowo, 2005). Perubahan yang dilakukan organisasi beraneka ragam seperti restrukturisasi, merger, akuisisi dan program right-sizing yang disertai dengan pengurangan tenaga kerja. Sebagai konsekuensinya, Burchell (2002) menyatakan bahwa terjadi peningkatan jumlah karyawan yang merasa insecure tentang eksistensi pekerjaan mereka di masa mendatang (Goksoy, 2012). Senada dengan hal tersebut, Grennhalgh & Rosenblatt (1984) mengemukakan bahwa adanya berbagai perubahan yang terjadi di dalam organisasi membuat karyawan sangat mungkin merasa terancam, gelisah dan tidak

17 aman karena potensi perubahan mempengaruhi kondisi kerja dan kelanjutan hubungan serta balas jasa yang diterimanya dari organisasi. Selain itu, Anderson (2010) mengemukakan bahwa sebagian karyawan atau anggota organisasi, perubahan dapat memberikan pencerahan dan menggairahkan, namun perubahan juga dapat menyakitkan, stressful dan membuat frustrasi. Vakola & Nikolaou (2005) menyatakan bahwa perubahan organisasi merupakan tantangan terhadap cara hal-hal yang dilakukan secara normal atau biasa dalam organisasi, dan akibatnya individu merasakan ketidakpastian, stres dan kekhawatiran mengenai peluang mengalami kegagalan dalam menghadapi situasi baru. Penelitian yang dilakukan oleh Goksoy (2012) menemukan bahwa job insecurity memberikan kontribusi negatif terhadap kesiapan untuk berubah. Ketika karyawan merasa insecure, mereka tidak akan merasa siap untuk berubah, tidak akan termotivasi, tidak menerima ide perubahan dengan bergairah dan secara jelas menganggap perubahan sebagai ancaman bagi diri mereka. Hasil penelitian tersebut didukung oleh penelitian yang dilakukan oleh Babalola (2013) bahwa job insecurity memiliki kontribusi negatif terhadap keterbukaan perubahan. Karyawan yang merasa insecure akan lebih tertutup atau kurang terbuka terhadap perubahan yang dilakukan organisasi. Selain itu, De Witte (1999) menyatakan bahwa karyawan sangat dipengaruhi oleh perubahan organisasi, karena mereka melihat kehilangan pekerjaan tidak hanya dari segi sosioekonomi saja namun juga keuntungan secara psikologis.

18 E. Pengaruh Job Involvement terhadap Kesiapan untuk Berubah Job involvement merupakan intensitas dimana seseorang mengidentifikasikan diri secara psikologis terhadap pekerjaannya, terlibat secara aktif serta menyeadari bahwa unjuk kerjanya merupakan hal yang penting bagi harga dirinya (Lodahl & Kejner, 1965; Cohen, 2003). Karyawan yang memiliki job involvement yang tinggi adalah karyawan yang memandang pekerjaan sebagai bagian yang sangat penting dalam kehidupannya dan karyawan yang dipengaruhi secara personal oleh situasi kerjanya. Sedangkan karyawan dengan job involvement yang rendah tidak memandang pekerjaan sebagai bagian yang penting dalam kehidupan psikologisnya. Minatnya tidak terletak pada pekerjaan yang ia miliki dan ia juga tidak terpengaruh oleh jenis pekerjaan apa yang sedang dilakukannya ataupun seberapa baik ia melakukan pekerjaan tersebut. Ada beberapa faktor yang dapat mempengaruhi job involvement diantaranya karakteristik pekerjaan yang dapat memenuhi kebutuhan pertumbuhan yang kuat, memiliki otonomi keberagaman, identitas tugas yang jelas, umpan balik dan memungkinkan pekerja untuk memiliki artisipasi yang tinggi. Hal ini dapat diartikan bahwa karyawan yang terlibat dalam pekerjaannya memiliki kebutuhan pertumbuhan yang kuat dan berpartisipasi secara aktif dalam pekerjaannya. Karyawan tersebut akan lebih siap untuk berubah karena perubahan dapat memenuhi kebutuhannya untuk terus bertumbuh dan berkembang dalam pekerjaannya (Ciliana & Mansoer, 2008).

19 Job involvement adalah bagaimana individu melihat pekerjaan mereka berhubungan dengan lingkungan kerja dan pekerjaan itu sendiri, dan bagaimana pekerjaan dan kehidupan mereka menyatu atau saling terkait. Memiliki job involvement yang rendah memberikan kontribusi terhadap perasaan karyawan tentang keterasingan tujuan, keterasingan dalam organisasi atau perasaan terpisah antara apa yang karyawan lihat sebagai "kehidupan" dan pekerjaan yang mereka lakukan. Alienasi dan job involvement berkorelasi satu sama lain (Hirschfeld & Field, 2000; Rabinowitz & Hall, 1981; Hafer & Martin 2006). Penelitian yang dilakukan oleh Zangaro (2001) menunjukkan bahwa terdapat hubungan tidak langsung antara komitmen organisasi dan dukungan organisasi, kepuasan dan job involvement, dan kesetiaan dengan kesiapan individu untuk berubah. Selanjutnya Weber & Weber (2001) menemukan bahwa ada keterkaitan antara involvement atau partisipasi karyawan dalam organisasi dengan kesiapan karyawan untuk berubah. Penelitian tersebut didukung oleh hasil penelitian yang dilakukan oleh Shah (2009), bahwa job involvement memiliki korelasi positif yang signifikan terhadap kesiapan untuk berubah. Hal ini berarti bahwa semakin tinggi job involvement seorang karyawan maka semakin tinggi pula kesiapan berubah keryawan tersebut, demikian pula sebaliknya. Madsen et al (2005) menemukan keterlibatan dalam organisasi memiliki hubungan yang bermakna dengan kesiapan individu untuk berubah. Hal tersebut menunjukkan bahwa individu yang terlibat secara aktif dalam organisasi memiliki kesiapan untuk berubah yang lebih tinggi daripada individu yang terlibat secara pasif. Individu yang terlibat secara aktif dalam organisasi, akan memiliki

20 keterlibatan yang cukup tinggi pula terhadap pekerjaannya. Selain itu karyawan yang memiliki keterlibatan kerja yang tinggi akan menunjukkan perasaan solidaritas yang tinggi terhadap perusahaan dan mempunyai motivasi internal yang tinggi. Sehingga dapat dikatakan bahwa karyawan yang memiliki keterlibatan kerja yang tinggi akan lebih siap untuk mengikuti dan terlibat dalam perubahan yang dilakukan oleh perusahaan. F. Hipotesis Hipotesis yang diajukan dalam penelitian ini adalah sebagai berikut: 1. Ada pengaruh negatif job insecurity terhadap kesiapan berubah karyawan. 2. Ada pengaruh positif job involvement terhadap kesiapan berubah karyawan.

BAB I PENDAHULUAN A. LATAR BELAKANG MASALAH. Perubahan adalah fenomena yang pasti terjadi, berkesinambungan dan

BAB I PENDAHULUAN A. LATAR BELAKANG MASALAH. Perubahan adalah fenomena yang pasti terjadi, berkesinambungan dan BAB I PENDAHULUAN A. LATAR BELAKANG MASALAH Perubahan adalah fenomena yang pasti terjadi, berkesinambungan dan akan terus terjadi. Setiap perusahaan atau organisasi tidak dapat menghindari perkembangan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. manajemen yang efektif (Hussey, 2000; Wibowo, 2005). Perubahan organisasi

BAB I PENDAHULUAN. manajemen yang efektif (Hussey, 2000; Wibowo, 2005). Perubahan organisasi BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Perubahan telah menjadi suatu kebutuhan primer bagi kehidupan organisasi dan merupakan salah satu aspek yang paling kritis untuk menciptakan manajemen yang efektif

Lebih terperinci

BAB II KAJIAN TEORI. A. Keterlibatan Kerja. 1. Pengertian Keterlibatan Kerja. Keterlibatan kerja adalah keterlibatan mental dan emosional

BAB II KAJIAN TEORI. A. Keterlibatan Kerja. 1. Pengertian Keterlibatan Kerja. Keterlibatan kerja adalah keterlibatan mental dan emosional 15 BAB II KAJIAN TEORI A. Keterlibatan Kerja 1. Pengertian Keterlibatan Kerja Keterlibatan kerja adalah keterlibatan mental dan emosional orang-orang dalam situasi kelompok yang mendorong mereka untuk

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. A. Penjelasan Teoritis

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. A. Penjelasan Teoritis BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. Penjelasan Teoritis 1. Komitmen Organisasi a. Pengertian Komitmen Organisasi Dalam prilaku organisasi, terdapat beragam definisi tentang komitmen organisasi. Sebagai suatu sikap,

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. selalu berubah sehingga menuntut perusahaan untuk mampu beradaptasi dengan

BAB I PENDAHULUAN. selalu berubah sehingga menuntut perusahaan untuk mampu beradaptasi dengan BAB I PENDAHULUAN 1.1 LATAR BELAKANG MASALAH Ditengah iklim persaingan usaha yang semakin ketat menuntut perusahaan untuk selalu bisa beradaptasi dalam menghadapi situasi perekonomian yang tidak menentu

Lebih terperinci

5. KESIMPULAN, DISKUSI, dan SARAN

5. KESIMPULAN, DISKUSI, dan SARAN 70 5. KESIMPULAN, DISKUSI, dan SARAN Berdasarkan hasil analisis melalui perhitungan statistik, berikut ini akan dijelaskan mengenai kesimpulan dari penelitian ini. Kesimpulan yang dibuat akan menjawab

Lebih terperinci

BAB II LANDASAN TEORI

BAB II LANDASAN TEORI BAB II LANDASAN TEORI A. Kesiapan Berubah 1. Definisi Kesiapan Berubah Holt, Armenakis, Field & Harris (2007) mendefinisikan kesiapan individu untuk berubah sebagai sikap konprehensif yang secara simultan

Lebih terperinci

BAB II KAJIAN PUSTAKA

BAB II KAJIAN PUSTAKA BAB II KAJIAN PUSTAKA A. Kesiapan Individu Untuk Berubah 1. Definisi Kesiapan Individu Untuk Berubah Holt, Armenakis, Feild & Harris (2007) mendefinisikan kesiapan individu untuk berubah sebagai sikap

Lebih terperinci

BAB 2 LANDASAN TEORI

BAB 2 LANDASAN TEORI BAB 2 LANDASAN TEORI 2.1 Manajemen Sumber Daya Manusia 2.1.1 Pengertian Manajemen Sumber Daya Manusia Menurut Mathis dan Jackson (2006:3), Manajemen Sumber Daya Manusia adalah rancangan sistem-sistem formal

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Job insecurity adalah suatu keadaan yang tidak nyaman dan rancu yang dialami para UKDW

BAB I PENDAHULUAN. Job insecurity adalah suatu keadaan yang tidak nyaman dan rancu yang dialami para UKDW BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Job insecurity adalah suatu keadaan yang tidak nyaman dan rancu yang dialami para pekerja yang di sebabkan berbagai perubahan yang terjadi dalam organisasi,

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Penelitian

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Penelitian BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Penelitian Permasalahan sumber daya manusia dapat dianalisa dari dua aspek, yakni dari aspek kuantitas dan kualitas. Kuantitas menyangkut jumlah sumber daya manusia

Lebih terperinci

5. KESIMPULAN, DISKUSI, DAN SARAN

5. KESIMPULAN, DISKUSI, DAN SARAN 73 5. KESIMPULAN, DISKUSI, DAN SARAN 5.1. Kesimpulan Berdasarkan hasil analisis utama dengan menggunakan teknik analisis regresi berganda (multiple regression), maka hasil dari penelitian ini dapat disimpulkan

Lebih terperinci

BAB II LANDASAN TEORI. berbeda. Cara pertama diajukan oleh Mowday, Porter, dan Steers, 1982;

BAB II LANDASAN TEORI. berbeda. Cara pertama diajukan oleh Mowday, Porter, dan Steers, 1982; BAB II LANDASAN TEORI A. Komitmen Organisasi 1. Pengertian Komitmen Organisasi Komitmen organisasi dapat didefenisikan dengan dua cara yang amat berbeda. Cara pertama diajukan oleh Mowday, Porter, dan

Lebih terperinci

BAB II KAJIAN PUSTAKA DAN HIPOTESIS PENELITIAN. (Mahdi et al., 2012). Widjaja et al. (2011) mengungkapkan bahwa proses turnover

BAB II KAJIAN PUSTAKA DAN HIPOTESIS PENELITIAN. (Mahdi et al., 2012). Widjaja et al. (2011) mengungkapkan bahwa proses turnover BAB II KAJIAN PUSTAKA DAN HIPOTESIS PENELITIAN 2.1 Turnover Intention 2.1.1 Pengertian Turnover Intention Turnover intention adalah kecenderungan niat karyawan untuk berhenti dari pekerjaannya secara sukarela

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Intention to quit adalah kecenderungan atau niat karyawan untuk berhenti

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Intention to quit adalah kecenderungan atau niat karyawan untuk berhenti 8 BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Intention To Quit 2.1.1. Pengertian Intention To Quit Intention to quit adalah kecenderungan atau niat karyawan untuk berhenti dari pekerjaannya secara sukarela menurut pilihannya

Lebih terperinci

BAB II KAJIAN PUSTAKA. 1. Pengertian Komitmen Organisasi. Salim (dalam Martini dan Rostiana, 2003) bahwa komitmen organisasi di

BAB II KAJIAN PUSTAKA. 1. Pengertian Komitmen Organisasi. Salim (dalam Martini dan Rostiana, 2003) bahwa komitmen organisasi di 16 BAB II KAJIAN PUSTAKA A. Komitmen Organisasi 1. Pengertian Komitmen Organisasi Komitmen bukanlah sesuatu yang bisa hadir begitu saja, karena itu untuk menghasilkan karyawan yang memiliki komitmen yang

Lebih terperinci

1. PENDAHULUAN. Universitas Indonesia

1. PENDAHULUAN. Universitas Indonesia 1 1. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Masalah Berubah atau mati!, adalah kalimat yang diserukan oleh para manajer di seluruh dunia untuk menggambarkan keharusan setiap organisasi atau perusahaan untuk terus

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang

BAB 1 PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang BAB 1 PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Perkembangan ilmu pengetahuan dan teknologi yang pesat sekarang ini akan membawa dampak terhadap perkembangan di bidang industri dan organisasi. Aspek yang tidak kalah

Lebih terperinci

BAB II LANDASAN TEORI. Komitmen karyawan terhadap organisasi merupakan suatu hubungan antara

BAB II LANDASAN TEORI. Komitmen karyawan terhadap organisasi merupakan suatu hubungan antara BAB II LANDASAN TEORI A. KOMITMEN KARYAWAN TERHADAP ORGANISASI 1. Defenisi Komitmen Karyawan terhadap Organisasi Komitmen karyawan terhadap organisasi merupakan suatu hubungan antara individu karyawan

Lebih terperinci

BAB II KAJIAN PUSTAKA. organisasi tersebut (Mathis & Jackson, 2006). Menurut Velnampy (2013)

BAB II KAJIAN PUSTAKA. organisasi tersebut (Mathis & Jackson, 2006). Menurut Velnampy (2013) 7 BAB II KAJIAN PUSTAKA 2.1 Komitmen Organisasional 2.1.1. Pengertian Komitmen Organisasional Komitmen organisasional adalah tingkat sampai dimana karyawan yakin dan menerima tujuan organisasional, serta

Lebih terperinci

1. PENDAHULUAN. Universitas Indonesia

1. PENDAHULUAN. Universitas Indonesia 1 1. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Penelitian Dewasa ini, dunia bisnis sedang menghadapi adanya perubahan yang terus menerus terjadi dalam kurun waktu yang cukup singkat. Perubahan yang terjadi dalam

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Perubahan telah menjadi kebutuhan primer bagi kehidupan organisasi.

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Perubahan telah menjadi kebutuhan primer bagi kehidupan organisasi. BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Perubahan telah menjadi kebutuhan primer bagi kehidupan organisasi. Hussey (2000) mengemukakan bahwa perubahan merupakan salah satu aspek yang paling kritis

Lebih terperinci

1. PENDAHULUAN. Universitas Indonesia

1. PENDAHULUAN. Universitas Indonesia 1 1. PENDAHULUAN 1. 1. Latar Belakang Di era globalisasi sekarang ini, perusahaan-perusahaan dihadapkan pada persaingan antarperusahaan yang semakin meningkat (Kotter, 1995). Dalam iklim persaingan usaha

Lebih terperinci

BAB II RERANGKA TEORITIS

BAB II RERANGKA TEORITIS BAB II RERANGKA TEORITIS 2.1. Konsep Dasar 2.1.1. Keterlibatan Kerja Konsep keterlibatan kerja pertama kali diperkenalkan oleh Lodahl dan Kejner (1965). Mereka menghubungkan keterlibatan kerja pada identifikasi

Lebih terperinci

BAB 6 PEMBAHASAN. Aspek penting dari kualitas kerja adalah rasa percaya diri terhadap kontinuitas

BAB 6 PEMBAHASAN. Aspek penting dari kualitas kerja adalah rasa percaya diri terhadap kontinuitas BAB 6 PEMBAHASAN 6.1. Hasil Penelitian Aspek penting dari kualitas kerja adalah rasa percaya diri terhadap kontinuitas dan progresivitas dari pekerjaan yang sedang dilakukan. Bagi kebanyakan karyawan yang

Lebih terperinci

BAB II KAJIAN PUSTAKA. Istijanto, 2005). Seseorang yang berkeinginan keras dikatakan memiliki

BAB II KAJIAN PUSTAKA. Istijanto, 2005). Seseorang yang berkeinginan keras dikatakan memiliki BAB II KAJIAN PUSTAKA A. Keterlibatan Kerja 1. Definisi Keterlibatan Kerja Keterlibatan (involvement) karyawan dalam pekerjaan adalah tingkat saat karyawan di perusahaan bersedia bekerja (Robinson dalam

Lebih terperinci

2. TINJAUAN PUSTAKA. Universitas Indonesia

2. TINJAUAN PUSTAKA. Universitas Indonesia 8 2. TINJAUAN PUSTAKA Pada bab ini akan diuraikan penjelasan mengenai variabel kesiapan individu untuk berubah, kepuasan kerja, keterlibatan kerja, stres kerja, dan komitmen organisasi yang akan dipakai

Lebih terperinci

BAB II KAJIAN PUSTAKA DAN HIPOTESIS PENELITIAN. Kinerja merupakan salah satu alat ukur dari keberhasilan sebuah

BAB II KAJIAN PUSTAKA DAN HIPOTESIS PENELITIAN. Kinerja merupakan salah satu alat ukur dari keberhasilan sebuah BAB II KAJIAN PUSTAKA DAN HIPOTESIS PENELITIAN 2.1 Pengertian Kinerja Kinerja merupakan salah satu alat ukur dari keberhasilan sebuah perusahaan. Ketika kinerja dari karyawan meningkat maka bisa dipastikan

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Pengertian Manajemen Pengertian manajemen banyak dikemukakan oleh para ahli dengan berbagai definisi yang mempunyai ragam penekanan yang berbeda. Walaupun demikian, apabila

Lebih terperinci

Persepsi perusahaan di seluruh dunia telah memasuki era dimana melihat. sebuah organisasi tidak hanya dari pencapaian hasilnya, tetapi melihat

Persepsi perusahaan di seluruh dunia telah memasuki era dimana melihat. sebuah organisasi tidak hanya dari pencapaian hasilnya, tetapi melihat PENDAHULUAN Persepsi perusahaan di seluruh dunia telah memasuki era dimana melihat sebuah organisasi tidak hanya dari pencapaian hasilnya, tetapi melihat komponen proses yang terlibat didalamnya. Posisi

Lebih terperinci

BAB 2 LANDASAN TEORI

BAB 2 LANDASAN TEORI BAB 2 LANDASAN TEORI 2.1 Kajian Pustaka 2.1.1 Persepsi Dukungan Organisasi 2.1.1.1 Pengertian Persepsi Dukungan Organisasi Persepsi dukungan organisasi mengacu pada persepsi karyawan mengenai sejauh mana

Lebih terperinci

1. PENDAHULUAN. Universitas Indonesia

1. PENDAHULUAN. Universitas Indonesia 1 1. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Karyawan merupakan asset bagi perusahaan. Setiap perusahaan membutuhkan karyawan untuk dapat melangsungkan kegiatan dan mengembangkan kualitas produknya. Dalam hubungan

Lebih terperinci

BAB II LANDASAN TEORI. Peninjauan kembali pustaka-pustaka yang terkait (review of related

BAB II LANDASAN TEORI. Peninjauan kembali pustaka-pustaka yang terkait (review of related BAB II LANDASAN TEORI 2.1 Kajian Pustaka Peninjauan kembali pustaka-pustaka yang terkait (review of related literature). Sesuai dengan arti tersebut, suatu tinjauan pustaka berfungsi sebagai peninjauan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. diri (Sunarto, 2004). Hal ini disebabkan karena dunia kerja sekarang telah

BAB I PENDAHULUAN. diri (Sunarto, 2004). Hal ini disebabkan karena dunia kerja sekarang telah BAB I PENDAHULUAN A. LATAR BELAKANG MASALAH Dewasa ini makin banyak organisasi menghadapi suatu lingkungan yang dinamis dan berubah yang selanjutnya menuntut agar organisasi itu menyesuaikan diri (Sunarto,

Lebih terperinci

[JURNAL ECOBISMA] Vol. 4 No. 1 Jan 2017 PENGARUH KETERLIBATAN KARYAWAN TERHADAP KOMITMEN KARYAWAN (STUDI KASUS PT. EVANS INDONESIA KAB.

[JURNAL ECOBISMA] Vol. 4 No. 1 Jan 2017 PENGARUH KETERLIBATAN KARYAWAN TERHADAP KOMITMEN KARYAWAN (STUDI KASUS PT. EVANS INDONESIA KAB. PENGARUH KETERLIBATAN KARYAWAN TERHADAP KOMITMEN KARYAWAN (STUDI KASUS PT. EVANS INDONESIA KAB. LABUHANBATU Hayanuddin Safri Dosen Tetap Sekolah Tinggi Ilmu Ekonomi (STIE) Labuhanbatu ABSTRAK Penelitian

Lebih terperinci

2. TINJAUAN PUSTAKA. Universitas Indonesia

2. TINJAUAN PUSTAKA. Universitas Indonesia 10 2. TINJAUAN PUSTAKA Bab ini mengulas tentang pelbagai teori dan literatur yang dipergunakan dalam penelitian ini. Adapun teori-teori tersebut adalah tentang perubahan organisasi (organizational change)

Lebih terperinci

BAB 2 LANDASAN TEORI

BAB 2 LANDASAN TEORI BAB 2 LANDASAN TEORI 2.1 Sumber Daya Manusia 2.1.1 Pengertian Manajemen Sumber Daya Manusia Menurut Robert L. Mathis dan John H. Jackson (2011, p.5) Sumber daya manusia adalah nilai kolektif dari kemampuan,

Lebih terperinci

BAB II URAIAN TEORITIS. a. Komitmen Organisasi paling sering didefinisikan yaitu:

BAB II URAIAN TEORITIS. a. Komitmen Organisasi paling sering didefinisikan yaitu: BAB II URAIAN TEORITIS A. Komitmen Organisasi 1. Pengertian Komitmen a. Komitmen Organisasi paling sering didefinisikan yaitu: 1. Keinginan kuat untuk tetap sebagai anggota organisasi tertentu; 2. Keinginan

Lebih terperinci

Peran Personal Meaning pada Perubahan Organisasi di SMK Cendika Bangsa Kepanjen

Peran Personal Meaning pada Perubahan Organisasi di SMK Cendika Bangsa Kepanjen Peran Personal Meaning pada Perubahan Organisasi di SMK Cendika Bangsa Kepanjen Hilda Ari Andani Fakultas Psikologi Universitas Islam Negeri Maulana Malik Ibrahim Malang Abstract. This study aims to determine

Lebih terperinci

2. TINJAUAN PUSTAKA. Universitas Indonesia

2. TINJAUAN PUSTAKA. Universitas Indonesia 8 2. TINJAUAN PUSTAKA Pada bagian ini akan dijelaskan mengenai teori-teori yang digunakan untuk membantu peneliti dalam menjawab permasalahan penelitian, yang meliputi teori outsourcing, self-efficacy,

Lebih terperinci

BAB II KAJIAN PUSTAKA DAN HIPOTESIS PENELITIAN

BAB II KAJIAN PUSTAKA DAN HIPOTESIS PENELITIAN BAB II KAJIAN PUSTAKA DAN HIPOTESIS PENELITIAN 2.1 Kajian Pustaka 2.1.1 Kepuasan Kerja Stephen P. Robbins (2008:40) kepuasan kerja adalah suatu perasaan positif tentang pekerjaan seseorang yang merupakan

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. A. Intensi Turnover. Definisi Intensi turnover menurut Harnoto (2002) adalah kadar atau

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. A. Intensi Turnover. Definisi Intensi turnover menurut Harnoto (2002) adalah kadar atau BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. Intensi Turnover 1. Pengertian Intensi Turnover Definisi Intensi turnover menurut Harnoto (2002) adalah kadar atau intensitas dari keinginan untuk keluar dari perusahaan, banyak

Lebih terperinci

KAJIAN PUSTAKA DAN HIPOTESIS PENELITIAN. Rousseau (2000) teori kontrak psikologi (Psychological Contract Theory) diartikan sebagai

KAJIAN PUSTAKA DAN HIPOTESIS PENELITIAN. Rousseau (2000) teori kontrak psikologi (Psychological Contract Theory) diartikan sebagai BAB II KAJIAN PUSTAKA DAN HIPOTESIS PENELITIAN 2.1 Kajian Pustaka 2.1.1 Teori Kontrak Psikologi (Psychological Contract Theory) Rousseau (2000) teori kontrak psikologi (Psychological Contract Theory) diartikan

Lebih terperinci

BAB II LANDASAN TEORI

BAB II LANDASAN TEORI BAB II LANDASAN TEORI 2.1 Kajian Pustaka 2.1.1 Pengertian Job Involvement Lodahl dan Kejner (dalam Cohen, 2003) mendefinisikan keterlibatan kerja (Job Involvement) sebagai internalisasi nilai-nilai tentang

Lebih terperinci

1 BAB VI KESIMPULAN DAN SARAN

1 BAB VI KESIMPULAN DAN SARAN 1 BAB VI KESIMPULAN DAN SARAN Pada bab ini akan disajikan mengenai kesimpulan yang didapatkan dari hasil penelitian yang telah dilakukan. Selain itu, pada bab ini akan ditampilkan pula saran yang berguna

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Komitmen organisasional menjadi hal penting pada sebuah organisasi

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Komitmen organisasional menjadi hal penting pada sebuah organisasi BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Komitmen organisasional menjadi hal penting pada sebuah organisasi dalam menciptakan kelangsungan hidupnya, apapun bentuk organisasi itu dalam mencapai tujuannya.

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Perusahaan adalah suatu organisasi yang memiliki tujuan tertentu yang

BAB I PENDAHULUAN. Perusahaan adalah suatu organisasi yang memiliki tujuan tertentu yang BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Perusahaan adalah suatu organisasi yang memiliki tujuan tertentu yang hendak dicapai. Salah satu tujuan utama yang ingin dicapai oleh perusahaan adalah mempertahankan

Lebih terperinci

BAB II KAJIAN PUSTAKA DAN RUMUSAN HIPOTESIS. perusahaan yang penting seperti pabrik, atau suatu organisasi secara keseluruhan.

BAB II KAJIAN PUSTAKA DAN RUMUSAN HIPOTESIS. perusahaan yang penting seperti pabrik, atau suatu organisasi secara keseluruhan. BAB II KAJIAN PUSTAKA DAN RUMUSAN HIPOTESIS 2.1 Kajian Pustaka 2.1.1 Iklim organisasi (Organizational climate) Menurut Davis dan Newstrom (1985) iklim organisasi adalah lingkungan didalam mana para pegawai

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang Penelitian

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang Penelitian BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Penelitian Industri perbankan dan jasa keuangan, saat ini dihadapkan pada persaingan yang sangat tajam, kompleks dan perubahan lingkungan bisnis yang cepat. Persaingan

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA DAN LANDASAN TEORI. individu saat ini ketika sedang melakukan peran spesifik (Lambert dan Lambert,

BAB II TINJAUAN PUSTAKA DAN LANDASAN TEORI. individu saat ini ketika sedang melakukan peran spesifik (Lambert dan Lambert, 10 BAB II TINJAUAN PUSTAKA DAN LANDASAN TEORI 2.1. Role Stress Fit Role stress adalah konsekuensi dari perbedaan antara persepsi individu dari karakteristik peran tertentu dengan apa yang sebenarnya telah

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Perubahan status Universitas Gadjah Mada (UGM) dari universitas yang

BAB I PENDAHULUAN. Perubahan status Universitas Gadjah Mada (UGM) dari universitas yang BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Perubahan status Universitas Gadjah Mada (UGM) dari universitas yang berstatus Badan Hukum Milik Negara (BHMN) berdasar Peraturan Pemerintah Nomor 153 Tahun 2000 menjadi

Lebih terperinci

BAB II LANDASAN TEORI

BAB II LANDASAN TEORI BAB II LANDASAN TEORI A. KETERLIBATAN KERJA 1. Definisi Keterlibatan Kerja Lodahl dan Kejner (dalam Cohen, 2003) mendefinisikan keterlibatan kerja sebagai internalisasi nilai-nilai tentang kebaikan pekerjaan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. baik (Good Governance). Tata kelola kepemerintahan yang baik (Good

BAB I PENDAHULUAN. baik (Good Governance). Tata kelola kepemerintahan yang baik (Good BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Reformasi Birokrasi menuntut adanya tata kelola kepemerintahan yang baik (Good Governance). Tata kelola kepemerintahan yang baik (Good Governance) mensyaratkan adanya

Lebih terperinci

BAB II LANDASAN TEORI

BAB II LANDASAN TEORI BAB II LANDASAN TEORI II.A. Komitmen Organisasi II.A.1. Definisi Komitmen Organisasi Streers dan Porter (1991) mengemukakan bahwa komitmen merupakan suatu keadaan individu dimana individu menjadi sangat

Lebih terperinci

4. HASIL DAN INTERPRETASI HASIL PENELITIAN

4. HASIL DAN INTERPRETASI HASIL PENELITIAN 58 4. HASIL DAN INTERPRETASI HASIL PENELITIAN Pada bab ini akan diuraikan mengenai gambaran umum responden, gambaran skor variabel penelitian, hasil analisis regresi berganda, hasil analisis tambahan,

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. dalam menggerakkan roda perkembangan dan laju produktivitas perusahaan,

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. dalam menggerakkan roda perkembangan dan laju produktivitas perusahaan, BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Sumber daya manusia dalam sebuah perusahaan memiliki peran sentral dalam menggerakkan roda perkembangan dan laju produktivitas perusahaan, karena manusia merupakan

Lebih terperinci

BAB II KAJIAN PUSTAKA DAN HIPOTESIS PENELITIAN

BAB II KAJIAN PUSTAKA DAN HIPOTESIS PENELITIAN BAB II KAJIAN PUSTAKA DAN HIPOTESIS PENELITIAN 2.1 Landasan Teori dan Konsep 2.1.1 Teori Tindakan Beralasan Teori tindakan beralasan yang dikemukakan oleh Fishbein dan Ajzen (1975) menyatakan bahwa perilaku

Lebih terperinci

BAB II KAJIAN PUSTAKA DAN HIPOTESIS PENELITIAN. ketidakpuasannya akan pekerjaannya saat ini. Keinginanan keluar atau turnover

BAB II KAJIAN PUSTAKA DAN HIPOTESIS PENELITIAN. ketidakpuasannya akan pekerjaannya saat ini. Keinginanan keluar atau turnover BAB II KAJIAN PUSTAKA DAN HIPOTESIS PENELITIAN 2.1 Landasan Teori 2.1.1 Turnover Intention Keinginan karyawan untuk keluar dari perusahaan yakni mengenai pergerakan tenaga kerja keluar dari organisasi

Lebih terperinci

BAB II KAJIAN PUSTAKA,KERANGKA PEMIKIRAN DAN HIPOTESIS

BAB II KAJIAN PUSTAKA,KERANGKA PEMIKIRAN DAN HIPOTESIS BAB II KAJIAN PUSTAKA,KERANGKA PEMIKIRAN DAN HIPOTESIS 2.1 Tinjauan Pustaka 2.1.1 Pengertian Komitmen Organisasi Porter (1998:27) oleh Zainuddin (2002) mendefinisikan komitmen organisasi sebagai kekuatan

Lebih terperinci

BAB 2 KAJIAN TEORI, KERANGKA PEMIKIRAN, RANCANGAN HIPOTESIS

BAB 2 KAJIAN TEORI, KERANGKA PEMIKIRAN, RANCANGAN HIPOTESIS BAB 2 KAJIAN TEORI, KERANGKA PEMIKIRAN, RANCANGAN HIPOTESIS 2.1 Manajemen Sumber Daya Manusia 2.1.1 Pengertian Manajemen Sumber Daya Manusia Menurut Hasibuan (2003), Manajemen Sumber Daya Manusia adalah

Lebih terperinci

BAB II KAJIAN PUSTAKA DAN HIPOTESIS PENELITIAN

BAB II KAJIAN PUSTAKA DAN HIPOTESIS PENELITIAN BAB II KAJIAN PUSTAKA DAN HIPOTESIS PENELITIAN 2.1 Landasan Teori 2.1.1 Teori Kinerja Karyawan Pengertian kinerja atau prestasi kerja diberi batasan oleh Moh As ad, (2003) sebagai kesuksesan seseorang

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. A. Kepuasan Kerja. sebuah evaluasi karakteristiknya. Rivai & Sagala (2009) menjelaskan

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. A. Kepuasan Kerja. sebuah evaluasi karakteristiknya. Rivai & Sagala (2009) menjelaskan BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. Kepuasan Kerja 1. Kepuasan Kerja Guru Robbins & Judge (2012) mendefinisikan kepuasan kerja sebagai suatu perasaan positif tentang pekerjaan seseorang yang merupakan hasil dari

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. kepada upaya mencapai tujuan melalui kedudukan dan peran mereka dalam

BAB I PENDAHULUAN. kepada upaya mencapai tujuan melalui kedudukan dan peran mereka dalam BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Organisasi terdiri dari sejumlah anggota yang memberikan sumbangan kepada upaya mencapai tujuan melalui kedudukan dan peran mereka dalam organisasi. Melalui usaha perorangan

Lebih terperinci

II. TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Quality Of Work Life

II. TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Quality Of Work Life II. TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Quality Of Work Life Menurut Davis dan Newstroom (1994) QWL mengacu pada keadaan menyenangkan atau tidaknya lingkungan kerja. Tujuan pokoknya adalah mengembangkan lingkungan kerja

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. terpenting di dalamnya. Tanpa adanya manusia, organisasi tidak mungkin dapat

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. terpenting di dalamnya. Tanpa adanya manusia, organisasi tidak mungkin dapat digilib.uns.ac.id 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Dunia usaha dan industri tidak lepas dari adanya unsur manusia. Apa pun bentuk dan kegiatan suatu organisasi, manusia selalu memainkan peranan

Lebih terperinci

Beberapa tahun belakangan pelaku bisnis mengantisipasi ketatnya persaingan dengan memilih menggunakan pihak ketiga untuk menangani sumber daya

Beberapa tahun belakangan pelaku bisnis mengantisipasi ketatnya persaingan dengan memilih menggunakan pihak ketiga untuk menangani sumber daya Beberapa tahun belakangan pelaku bisnis mengantisipasi ketatnya persaingan dengan memilih menggunakan pihak ketiga untuk menangani sumber daya manusia di bidang penunjang. Strategi ini belakangan semakin

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. sangat cepat. Globalisasi, liberalisasi perdagangan, deregulasi dan. organisasi dihadapkan pada lingkungan yang serba tidak pasti.

BAB I PENDAHULUAN. sangat cepat. Globalisasi, liberalisasi perdagangan, deregulasi dan. organisasi dihadapkan pada lingkungan yang serba tidak pasti. BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Belakangan ini lingkungan bisnis mengalami perubahan yang sangat cepat. Globalisasi, liberalisasi perdagangan, deregulasi dan kemajuan teknologi informasi menciptakan

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. A. Kepuasan Kerja. seseorang. Menurut Wexley dan Yukl (2005: 129) kepuasan kerja adalah cara

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. A. Kepuasan Kerja. seseorang. Menurut Wexley dan Yukl (2005: 129) kepuasan kerja adalah cara BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. Kepuasan Kerja 1. Definisi Kepuasan Kerja Menurut Kinicki dan Kreitner (2014 : 169) kepuasan kerja adalah sebuah tanggapan afektif atau emosional terhadap berbagai segi pekerjaan

Lebih terperinci

BAB II KAJIAN PUSTAKA. Iklim organisasi (atau disebut juga suasana organisasi) adalah. serangkaian lingkungan kerja di sekitar tempat kerja

BAB II KAJIAN PUSTAKA. Iklim organisasi (atau disebut juga suasana organisasi) adalah. serangkaian lingkungan kerja di sekitar tempat kerja 11 BAB II KAJIAN PUSTAKA 2.1 Iklim Organisasi 2.1.1 Pengertian Iklim Organisasi Iklim organisasi (atau disebut juga suasana organisasi) adalah serangkaian lingkungan kerja di sekitar tempat kerja yang

Lebih terperinci

HUBUNGAN ANTARA JOB INSECURITY DENGAN KEPUASAN KERJA PADA KARYAWAN OUTSOURCING

HUBUNGAN ANTARA JOB INSECURITY DENGAN KEPUASAN KERJA PADA KARYAWAN OUTSOURCING HUBUNGAN ANTARA JOB INSECURITY DENGAN KEPUASAN KERJA PADA KARYAWAN OUTSOURCING NASKAH PUBLIKASI Diajukan kepada Fakultas Psikologi Untuk Memenuhi Sebagian Syarat Memperoleh Gelar Sarjana (S-1) Psikologi

Lebih terperinci

HUBUNGAN ANTARA JOB INSECURITY DENGAN KOMITMEN KONTINUAN PADA KARYAWAN PELAKSANA PRODUKSI PT. SARI WARNA ASLI UNIT V KUDUS

HUBUNGAN ANTARA JOB INSECURITY DENGAN KOMITMEN KONTINUAN PADA KARYAWAN PELAKSANA PRODUKSI PT. SARI WARNA ASLI UNIT V KUDUS HUBUNGAN ANTARA JOB INSECURITY DENGAN KOMITMEN KONTINUAN PADA KARYAWAN PELAKSANA PRODUKSI PT. SARI WARNA ASLI UNIT V KUDUS Anindhita Setianingrum Harlina Nurtjahjanti Achmad Mujab Maskur Abstrak Komitmen

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. Tinjauan Pustaka 1. Kepuasan Kerja Mangkunegara (2005) menyatakan : motivasi terbentuk dari sikap (attitude) karyawan dalam menghadapi situasi kerja di perusahaan (situation).

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Karyawan merupakan aset yang paling berharga dalam perusahaan karena

BAB I PENDAHULUAN. Karyawan merupakan aset yang paling berharga dalam perusahaan karena BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Karyawan merupakan aset yang paling berharga dalam perusahaan karena sebagai ujung tombak perusahaan sehingga praktek manajemen Sumber Daya Manusia atau SDM harus diperhatikan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Penelitian. Di era globalisasi yang modern sekarang ini, sumber daya manusia

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Penelitian. Di era globalisasi yang modern sekarang ini, sumber daya manusia BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Penelitian Di era globalisasi yang modern sekarang ini, sumber daya manusia yang produktif sangatlah dibutuhkan oleh perusahaan. Perusahaan harus mampu membangun dan

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. A. Organizational Citizenship Behavior (OCB) Organizational Citizenship Behavior (OCB) pertama kali dipopulerkan

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. A. Organizational Citizenship Behavior (OCB) Organizational Citizenship Behavior (OCB) pertama kali dipopulerkan BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. Organizational Citizenship Behavior (OCB) 1. Definisi Organizational Citizenship Behavior (OCB) Organizational Citizenship Behavior (OCB) pertama kali dipopulerkan oleh Organ

Lebih terperinci

BAB II LANDASAN TEORI. dan tujuan-tujuannya, serta berniat memelihara keanggotaan dalam organisasi

BAB II LANDASAN TEORI. dan tujuan-tujuannya, serta berniat memelihara keanggotaan dalam organisasi BAB II LANDASAN TEORI 2.1. Komitmen Organisasional Menurut Robbins (2008), komitmen karyawan terhadap organisasi yaitu sampai tingkat mana seorang pegawai memihak pada suatu organisasi tertentu dan tujuan-tujuannya,

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Komitmen Organisasi paling sering didefinisikan yaitu: 2. Keinginan untuk berusaha keras sesuai keinginan organisasi;

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Komitmen Organisasi paling sering didefinisikan yaitu: 2. Keinginan untuk berusaha keras sesuai keinginan organisasi; BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Komitmen Organisasi 2.1.1. Pengertian Komitmen Organisasi Komitmen Organisasi paling sering didefinisikan yaitu: 1. Keinginan kuat untuk tetap sebagai anggota organisasi tertentu;

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Perusahaan merupakan bentuk organisasi yang didirikan untuk

BAB I PENDAHULUAN. Perusahaan merupakan bentuk organisasi yang didirikan untuk 1 BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Masalah Perusahaan merupakan bentuk organisasi yang didirikan untuk memproduksi barang atau jasa, serta bertujuan untuk mendapatkan keuntungan. Tujuan organisasi

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. mewujudkan kesuksesan organisasi di masa depan. Kemampuan perusahaan. efektif dan efisien (Djastuti, 2011:2).

BAB I PENDAHULUAN. mewujudkan kesuksesan organisasi di masa depan. Kemampuan perusahaan. efektif dan efisien (Djastuti, 2011:2). BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Persaingan perekonomian pasar bebas dalam abad 21 adalah persaingan sumber daya manusia yang berkualitas. Manusia yang menjadi perencanaan, pelaku dan penentu dari operasional

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. Komitmen Organisasi 1. Pengertian Komitmen Organisasi Para ahli umumnya memberikan pandangan yang beragam mengenai pengertian komitmen organisasional. Priansa (2014) menyatakan

Lebih terperinci

BAB II KAJIAN PUSTAKA DAN HIPOTESIS PENELITIAN. bagaimana seorang individu terpuaskan atau tidak terpuaskan terhadap suatu

BAB II KAJIAN PUSTAKA DAN HIPOTESIS PENELITIAN. bagaimana seorang individu terpuaskan atau tidak terpuaskan terhadap suatu BAB II KAJIAN PUSTAKA DAN HIPOTESIS PENELITIAN 2.1 Landasan Teori 2.1.1 Teori Keadilan Teori keadilan yang diformulasikan oleh J.Stacy Adams menerangkan proses bagaimana seorang individu terpuaskan atau

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Wendy s, Jogjakarta Fried Chicken dan Kentucky Fried Chicken. Kedatangan

BAB I PENDAHULUAN. Wendy s, Jogjakarta Fried Chicken dan Kentucky Fried Chicken. Kedatangan 1 BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Masalah Kehadiran Jakarta-Jakarta Fried Chicken di dalam industri makanan cepat saji di Indonesia bukan merupakan perusahaan yang baru dalam menjalani bisnis ini.

Lebih terperinci

BAB 2 LANDASAN TEORI 2.1 Gaya Kepemimpinan Transaksional Definisi Gaya kepemimpinan Transaksional

BAB 2 LANDASAN TEORI 2.1 Gaya Kepemimpinan Transaksional Definisi Gaya kepemimpinan Transaksional BAB 2 LANDASAN TEORI 2.1 Gaya Kepemimpinan Transaksional 2.1.1 Definisi Gaya kepemimpinan Transaksional Menurut Bass dalam Robbins & Judge (2009:90) gaya kepemimpinan transaksional adalah model kepemimpinan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Maraknya sistem outsourcing di Indonesia telah banyak menimbulkan

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Maraknya sistem outsourcing di Indonesia telah banyak menimbulkan BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Maraknya sistem outsourcing di Indonesia telah banyak menimbulkan ketidakpuasan di kalangan karyawan outsourcing karena sistemnya yang bersifat kontrak dan tidak

Lebih terperinci

BAB 2 LANDASAN TEORI. suatu hal yang dipastikan memberikan kontribusi terhadap kualitas kinerja pada

BAB 2 LANDASAN TEORI. suatu hal yang dipastikan memberikan kontribusi terhadap kualitas kinerja pada BAB 2 LANDASAN TEORI 2.1 Landasan Teori 2.1.1 Teori Locus of Control 2.1.1.1 Definisi Locus of Control Locus of control menurut Rotter (dikutip Suwarsi & Budianti, 2009) adalah suatu hal yang dipastikan

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Kepuasan Kerja 2.1.1 Pengertian Kepuasan Kerja Di antara para pakar memberikan pengertian tentang kepuasan kerja atau job satisfaction dengan penekanan pada sudut pandang masing-masing.

Lebih terperinci

BAB I. PENDAHULUAN. Kesiapan individu dalam menghadapi perubahan menjadi hal penting yang

BAB I. PENDAHULUAN. Kesiapan individu dalam menghadapi perubahan menjadi hal penting yang BAB I. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Masalah Kesiapan individu dalam menghadapi perubahan menjadi hal penting yang harus diperhatikan dalam setiap proses perubahan. Hal tersebut karena kesiapan individu

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. A. Komitmen Organisasi. Komitmen organisasi menurut Allen dan Meyer (1990), adalah keadaan

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. A. Komitmen Organisasi. Komitmen organisasi menurut Allen dan Meyer (1990), adalah keadaan BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. Komitmen Organisasi 1. Pengertian Komitmen Organisasi Komitmen organisasi menurut Allen dan Meyer (1990), adalah keadaan psikologis yang mengikat karyawan di dalam sebuah organisasi,

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. A. Disiplin Kerja Pegawai. kehidupan kelompok atau organisasi, baik organisasi formal maupun non

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. A. Disiplin Kerja Pegawai. kehidupan kelompok atau organisasi, baik organisasi formal maupun non BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. Disiplin Kerja Pegawai 1. Pengertian Disiplin Kerja Pegawai Menurut Martoyo (2000), kata disiplin itu sendiri berasal dari bahasa Latin discipline yang berarti: latihan atau

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Merriam Webster dalam (Zangaro, 2001), menyimpulkan definisi

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Merriam Webster dalam (Zangaro, 2001), menyimpulkan definisi BAB II TINJAUAN PUSTAKA 1. Komitmen Organisasi 1.1 Definisi Komitmen Organisasi Kata komitmen berasal dari kata latin yang berarti to connect. Merriam Webster dalam (Zangaro, 2001), menyimpulkan definisi

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. menimbulkan persaingan yang ketat diantara perusahaan-perusahaan untuk

BAB I PENDAHULUAN. menimbulkan persaingan yang ketat diantara perusahaan-perusahaan untuk BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Era globalisasi mempunyai dampak dalam dunia usaha. Globalisasi menimbulkan persaingan yang ketat diantara perusahaan-perusahaan untuk mendapatkan pasar yang

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA Pengertian Organizational Citizenship Behavior. Menurut Organ, Podsakoff, & MacKinzie (2006), organizational

BAB II TINJAUAN PUSTAKA Pengertian Organizational Citizenship Behavior. Menurut Organ, Podsakoff, & MacKinzie (2006), organizational BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Organizational Citizenship Behavior 2.1.1. Pengertian Organizational Citizenship Behavior Menurut Organ, Podsakoff, & MacKinzie (2006), organizational citizenship behavior

Lebih terperinci

BAB II KAJIAN PUSTAKA DAN HIPOTESIS. kompetitif dengan mendorong sebuah lingkungan kerja yang positif (Robbins dan

BAB II KAJIAN PUSTAKA DAN HIPOTESIS. kompetitif dengan mendorong sebuah lingkungan kerja yang positif (Robbins dan BAB II KAJIAN PUSTAKA DAN HIPOTESIS 2.1 Kajian Pustaka 2.1.1 Pengertian Lingkungan Kerja Meskipun tekanan kompetitif di kebanyakan organisasi semakin kuat dari sebelumnya, beberapa organisasi mencoba merealisasikan

Lebih terperinci

BAB 2 TINJAUAN TEORITIS DAN PERUMUSAN HIPOTESIS

BAB 2 TINJAUAN TEORITIS DAN PERUMUSAN HIPOTESIS BAB 2 TINJAUAN TEORITIS DAN PERUMUSAN HIPOTESIS 2.1 Tinjauan Teoritis 2.1.1 Anggaran Menurut Anthony dan Govindarajan (2006:73), anggaran merupakan alat penting perencanaan dan pengendalian jangka pendek

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Saat ini kondisi ekonomi yang tidak stabil dan semakin maraknya

BAB I PENDAHULUAN. Saat ini kondisi ekonomi yang tidak stabil dan semakin maraknya BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Saat ini kondisi ekonomi yang tidak stabil dan semakin maraknya persaingan global dapat menyebabkan banyak perusahaan yang melakukan restrukturisasi. Hal ini mengakibatkan

Lebih terperinci

BAB II KAJIAN PUSTAKA, KERANGKA PEMIKIRAN DAN HIPOTESIS

BAB II KAJIAN PUSTAKA, KERANGKA PEMIKIRAN DAN HIPOTESIS BAB II KAJIAN PUSTAKA, KERANGKA PEMIKIRAN DAN HIPOTESIS 2.1 Manajemen Sumber Daya Manusia Menurut Mathis dan Jackson (2006, p.3), manajemen sumber daya manusia adalah rancangan rancangan sistem formal

Lebih terperinci

BAB II KAJIAN PUSTAKA DAN HIPOTESIS PENELITIAN. Teori motivasi Vroom (1964) tentang cognitive of motivation menjelaskan mengapa

BAB II KAJIAN PUSTAKA DAN HIPOTESIS PENELITIAN. Teori motivasi Vroom (1964) tentang cognitive of motivation menjelaskan mengapa BAB II KAJIAN PUSTAKA DAN HIPOTESIS PENELITIAN 2.1. Landasan Teori 2.1.1. Teori motivasi Vroom (1964) Teori motivasi Vroom (1964) tentang cognitive of motivation menjelaskan mengapa seseorang tidak akan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. efektifitas pengelolaan sumber daya manusia. Organisasi yang berkembang

BAB I PENDAHULUAN. efektifitas pengelolaan sumber daya manusia. Organisasi yang berkembang BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Organisasi saat ini mengalami kelangkaan sumber daya berkualitas dan persaingan yang terus meningkat. Efektifitas organisasi tidak terlepas dari efektifitas

Lebih terperinci

II. LANDASAN TEORI. Menurut Lussier (2005: 486) mengatakan bahwa iklim organisasi adalah persepsi

II. LANDASAN TEORI. Menurut Lussier (2005: 486) mengatakan bahwa iklim organisasi adalah persepsi 16 II. LANDASAN TEORI A. Definisi Iklim Organisasi Menurut Lussier (2005: 486) mengatakan bahwa iklim organisasi adalah persepsi pegawai mengenai kualitas lingkungan internal organisasi yang secara relatif

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. menciptakan pendidikan yang bermutu bagi warga negaranya. Pendidikan

BAB I PENDAHULUAN. menciptakan pendidikan yang bermutu bagi warga negaranya. Pendidikan BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Masalah Kemajuan suatu bangsa terletak pada kemampuan negara untuk menciptakan pendidikan yang bermutu bagi warga negaranya. Pendidikan bermutu dapat terwujud manakala

Lebih terperinci