1 METODE DAN ANALISIS TIE IN

Ukuran: px
Mulai penontonan dengan halaman:

Download "1 METODE DAN ANALISIS TIE IN"

Transkripsi

1 3 1 METODE DAN ANALISIS TIE IN 3.1 METODE TIE IN Tie in merupakan proses yang sangat penting dari rangkaian pekerjaan instalasi pipa lepas pantai. Sama halnya dengan proses penyambungan pipa yang lain, sebelum digelar ke dasar laut pipa-pipa tersebut disambung dengan menggunakan metode pengelasan (welding). Setelah dilakukan proses pengelasan maka sambungan pipa akan diberi pelindung anti karat yang serupa dengan lapisan anti karat pada pipa, yaitu Heat Shrink Sleeve (HSS). Sebelum diberi Heat Shrink Sleeve (HSS) sambungan tersebut harus dites dengan x-ray ataupun dengan jenis Non Destructive Test (NDT) lainnya, agar sambungan pipa tersebut dapat dicek layak atau tidaknya pipa digelar dan dioperasikan. Barulah setelah itu pipa dapat diturunkan ke dasar laut. Melalui proses yang panjang dan mengutamakan keamanan tersebut akan terlihat bahwasannya pekerjaan tie in ini tidak boleh dipandang sebelah mata dan harus dianalisis dan direncanakan sedemikian rupa hingga tujuan utama daripada tie in dapat tercapai. Adapun perencanaan tersebut dapat meliputi langkah kerja dan metodologi yang akan digunakan selama proses tie in. Secara garis besar pekerjaan yang dilaksanakan selama proses tie in adalah sebagai berikut : 1. Penyediaan Alat dan Perlengkapan Tie In 2. Persiapan Alat dan Perlengkapan Tie In 3. Pengangkatan Pipa (Tie In) 4. Pemotongan Pipa (Cut Back) 5. Pengelasan Pipa (Welding) Analisis Tie In Pipa Bawah Laut Dengan Metode Elemen Hingga Dan Castigliano 3-1

2 6. Penurunan Pipa (Lowering) Selanjutnya akan dijelaskan secara singkat mengenai pekerjaan yang dilaksanakan pada saat tie in Penyedian Alat dan Perlengkapan Tie In Sebelum dilakukan tie in perlu dilakukan penyediaan mengenai beberapa peralatan dan perlengkapan yang nantinya akan digunakan selama proses tie in. Alat-alat tersebut meliputi : 1. Tie In Vessel Tie In Vessel adalah kapal yang digunakan untuk melakukan proses pengangkatan dan penurunan pipa. Kapal ini memiliki 6 (enam) buah crane yang digunakan untuk mengangkat dan menurunkan pipa pada proses tie in, serta 1 (satu) buah crane yang berukuran lebih kecil yang digunakan untuk memobilisasikan kebutuhan akomodasi pada saat tie in dan juga barang-barang lainnya, seperti barang-barang untuk welding. Gambar 3. 1 Sketsa crane atau davit lifting pada tie in vessel Nantinya pipa yang akan diangkat adalah 2 (dua) segmen pipa yang akan disambung. Ujung masing-masing segmen pipa diangkat oleh 3 (tiga) buah davit lifting dimana nantinya ujung-ujung bebas pipa yang akan disambungkan tepat berada diantara crane 3 (D3) dan crane 4 (D4). Untuk keperluan penyederhanaan, nantinya yang akan dianalisis adalah proses pengangkatan dan penurunan pipa yang dilakukan oleh crane 1 (D1), crane 2 (D2), dan crane 3 (D3). Hal ini dikarenakan proses pengangkatan dan penurunan yang terjadi tersebut serupa di kedua segmen pipa yang akan disambungkan, sehingga proses perhitungan dan anlisa hanya dilakukan pada satu segmen pipa saja. Analisis Tie In Pipa Bawah Laut Dengan Metode Elemen Hingga Dan Castigliano 3-2

3 FLT 2 FLT 1 FLT 1 FLT 2 Gambar 3. 2 Proses pengangkatan pipa Kapal ini juga memiliki tempat yang cukup terlindung yang dapat digunakan untuk proses welding, selain itu juga Tie In Vessel yang digunakan dipilih berdasarkan panjang kapal karena kapal tersebut harus memiliki panjang kapal yang cukup yang dapat digunakan utnuk memaksimalkan jarak antara titik pengangkatan (lifting point) yang satu dengan yang lainnya. Enam buah sistem mooring juga dimiliki oleh Tie In Vessel, dimana mooring ini digunakan untuk menjaga posisi kapal pada saat melakukan davit lifitng. 6 (enam) buah mooring ini juga akan dibantu pemindahannya dengan kapal tug boat yang memiliki spesifikasi sendiri yang memang sudah didesain khusus untuk memindahkan mooring. 2. Kapal Akomodasi (Accomodation Vessel) Kapal akomodasi digunakan untuk keperluan sehari-hari selama proses tie-in. Kapal ini akan menjadi kapal utama untuk akomodasi pekerja, makanan (catering), dan kebutuhan lainnya yang dibutuhkan selama proses tie in. Oleh karenanya kapal ini juga dilengkapi dengan sebuah crane yang digunakan untuk mempermudah proses mobilisasi barangbaran, seperti catering dan lain sebagainya. Kapal akomodasi juga akan diposisikan disamping Tie In Vessel dan kapal tersebut akan ditambatkan (mooring) dengan Tie In Vessel. Oleh karenanya kapal akomodasi memiliki 4 (empat) mooring yang digunakan untuk menambat dengan 2 (dua) tambat ditambatkan ke Tie In Vessel dan 2 (dua) tambat yang lain ditambatkan di laut lepas.selain itu juga Analisis Tie In Pipa Bawah Laut Dengan Metode Elemen Hingga Dan Castigliano 3-3

4 untuk mengatasi pencahayaan jika proses pengelasan dilakukan pada malam hari, maka kapal akomodasi juga dapat menyediakan pencahayaan yang dibutuhkan tersebut. 3. Anchor Handling Tug Boat Anchor Handling Tug Boat (AHT) merupakan kapal yang digunakan untuk memindahkan jangkar (mooring) yang dimiliki oleh Tie In Vessel dan kapal akomodasi. 4. Peralatan Welding Untuk menyambungkan pipa pada proses tie in ini digunakan dengan cara pengelasan (welding), oleh karenanya dibutuhkan peralatan pengelasan yang hampir serupa dengan pealatan pengelasan pada saat di pipelaying barge. Peralatan tersebut meliputi bahan las, bahan pelindung sambungan anti korosi, hingga peralatan untuk melakukan Non Destructive Test (NDT) seperti X Ray Persiapan Alat dan Perlengkapan Tie In Sebelum dilakukan tie in kapal-kapal yang digunakan selama proses tie in dipersiapkan terlebih dahulu baik itu posisinya kelak maupun kelayakan kapal tersebut dalam melaksanakan pekerjaan ini. Tie In Vessel Pipa Accomodation Vessel Jangkar Gambar 3. 3 Posisi Tie In Vessel dan Accomodation Vessel pada saat pengangkatan Tie in vessel diposisikan pada right of way pipa yang akan disambung, kemudian tie in vessel tersebut ditambatkan dengan menggunakan keenam buah mooring yang dimiliki kapal ini. Setelah itu kapal akomodasi ditambatkan disisi tie in vessel dengan 2 (dua) tambat ditambatkan pada tien in vessel dan 2 (dua) tambat lagi ditambatkan pada dasar laut. Proses Analisis Tie In Pipa Bawah Laut Dengan Metode Elemen Hingga Dan Castigliano 3-4

5 ini dibantu oleh kapal tug boat yang memang benar-benar dispesifikasi khusus untuk dapat melakukan pemindahan jangkar/tambat tie in vessel dan kapal akomodasi. Kemudian peralatan welding dan alat untuk X-Ray sudah harus dipersiapkan dan dicek kelayakannya agar proses penghubungan pipa dengan menggunakan cara pengelasan dapat berlangsung dengan lancar dan sempurna Pengangkatan Pipa (Tie In) Setelah seluruh perlengkapan dan peralatan tie in telah dipersiapkan dan siap pada posisinya masing-masing, maka tahap selanjutnya adalah mengangkat pipa dari dasar laut ke atas permukaan laut untuk dilakukan tie in di atas permukaan laut atau above water tie in (AWTI). Pada ujung bebas kedua segmen pipa yang akan disambungkan sudah terpasang tempat pengait untuk mengangkatnya. Tempat pengait tersebut sudah dipasang pada saat ujungujung pipa yang bebas tersebut digelar dibawah laut. Kemudian penyelam (diver) turun untuk mengaitkan kaitan crane, dimana untuk kasus ini pengaitan dilakukan sebanyak 3 (tiga) kaitan untuk setiap pipa yang akan disambungkan. Gambar 3. 4 Contoh proses pengangkatan pipa (tie in) Setelah pipa dikaitkan ke tali yang dihubungkan ke crane maka tahap demi tahap pipa ditarik dengan menggunakan crane. Penarikan oleh crane ini dilakukan hingga ujung pipa yang bebas sampai di atas permukaan laut dan digelar di atas laybarge atau tie inn vessel. Adapun Analisis Tie In Pipa Bawah Laut Dengan Metode Elemen Hingga Dan Castigliano 3-5

6 ketinggian yang dibutuhkan adalah 12.2 m dari dasar laut dan tinggi deck tie in vessel adalah 4.5 m dari permukaan laut. Setelah pipa diangkat ke permukaan laut sebuah platform dipasang di bawah pipa yang diangkat tersebut sebagai tempat pekerja untuk proses pemotongan pipa dan pengelasan pipa. Platform atau tempat kerja tersebut diinstal dengan mengaitkannya ke Tie In Vessel dan Accomodation Barge Pemotongan Pipa (Cut Back) Setelah pipa dibaringkan di atas tie in vessel, kedua ujung pipa yang akan disambungkan dipotong hingga mencapai titik penghubungan yang pas. Pemotongan yang dilakukan meliputi semua selimut (coating) yang ada pipa, baik itu lapisan anti korosi dan beton, pemotongan juga dilakukan hingga bagian pipa yang akan dihubungkan sesuai dengan kebutuhan. Langkah pemotongan ini diambil untuk dapat menyesuaikan kedua panjang pipa yang dihubungkan serta memberikan kemudahan untuk proses selanjutnya, yaitu tahap pengelasan (welding). Pada proses pemotongan pipa ini pipa juga dibentuk ujung-ujungnya hingga nantinya akan mempermudah proses pengelasan Pengelasan Pipa (Welding) Sama halnya seperti pada saat proses penggelaran pipa, tahap pengelasan yang dilakukan pada saat tie in tidak jauh berbeda dengan saat penggelaran pipa di pipelaying barge. Pipa yang telah dipotong tersebut dibentuk dan dibersihkan agar lebih mudah di las. Setelh tu tahapan pengelasannya juga sama, sambunagn pipa dilas root dan hot pass, filler dan capping. Setelah selesai dilas pipa dicek kelayakannya dan kondisi hasil lasannya dengan menggunakan sinar-x. Keluaran dari sinar X tersebut akan menunjukkan layak atau tidaknya sambungan pipa tersebut untuk digelar kembali di atas dasar laut dan dioperasikan. Keluaran dari sinar-x tersebut dapat menunjukkan kecacatan yang dimiliki oleh sambungan pipa hasil lasan. Apabila sambungan pipa tersebut tidak lulus sinar-x dan tidak layak untuk digelar, maka sambungan pipa tersebut harus dilas kembali dan diperbaiki hingga hasil lasan yang ada layak dan aman menurut keluaran sinar-x ataupun tes-tes yang lainnya (NDT). NDT sendiri dapat berupa pengamatan secara visual atau langsung maupun dengan sinar-x. Analisis Tie In Pipa Bawah Laut Dengan Metode Elemen Hingga Dan Castigliano 3-6

7 3.1.6 Penurunan Pipa (Lowering) Penurunan pipa dilakukan dengan syarat apabila hasil lasan pada sambungan pipa sudah dapat dinyatakan layak untuk digelar kembali. Hal tersebut didapat dengan cara tes-tes yang dilakukan terhadap sambungan pipa. Adapun proses yang dilakukan pada saat penurunan pipa ke dasar laut serupa dengan saat penaikan pipa, hanya saja dibalik cara pelaksanaannya. Selain itu juga diperlukan sinkronisasi yang sangat sempurna pada keenam crane yang dimiliki tie in vessel. Untuk itu disini diperlukan komunikasi yang intens dan analisis yang mendalam dan sederhana agar operator crane dapat melaksanakan proses tie in dengan sempurna. Hal ini dilakukan dengan cara mendiskritisasi proses penurunan dan penaikan pipa agar lebih mudah pada proses pengerjaannya dilapangan. Lowering ini dinyatakan selesai apabila pipa sudah digelar kembali di dasar laut dan keenam pengait dari pipa tersebut diangkat. 3.2 ANALISIS TIE IN DENGAN METODE ELEMEN HINGGA Seperti yang sudah dijelaskan pada bab sebelumnya, pada dasarnya tie in merupakan salah satu proses pekerjaan dalam penggelaran pipa bawah laut yang dapat dimodelkan dengan metode elemen hingga (finite element method). Metode ini sangat sesuai karena pergerakan pipa baik itu defleksi maupun rotasi dan momennya dapat dihitung dengan menggunakan metode elemen hingga. Pipa disini dianggap sebagai elemen balok sederhana yang memiliki beban merata yang merupakan berat tenggelam dari pada pipa itu sendiri. Kemudian pada ujung pipa diaplikasikan beban terpusat sebagai modelisasi dari crane yang mengangkat pipa. Kemudian bagian pipa yang lain yang tidak bebas di anggap sebagai ujung jepit sehingga disini diasumsikan tidak terjadi defleksi dan rotasi. Selain itu juga dengan menggunakan teori metode elemen hingga, proses penaikan dan penurunan pipa ini akan dianalisis secara diskrit. Maksudnya disini proses penaikan dan penurunan pipa dibagi menjadi beberapa langkah menurut defleksi arah vertikal (ke atas) atau perpindahan ujung bebas pipa akibat dari adanya gaya tarik dari crane atau davit pada tie in vessel. Untuk langkah pertama (step 1) dimana pipa bergerak dari posisi diam ke posisi defleksi pertama pipa dapat dimodelkan dengan menggunakan metode elemen hingga tanpa Analisis Tie In Pipa Bawah Laut Dengan Metode Elemen Hingga Dan Castigliano 3-7

8 sudut awal. Untuk langkah-langkah selanjutnya pemodelan pipa diganti dengan menggunakan metode elemen hingga 2 (dua) dimensi. Hal ini dikarenakan pada langkahlangkah selanjutnya tersebut pipa sudah memiliki defleksi awal yang berpengaruh pada munculnya sudut awal pada pipa. Oleh karenanya pada ujung pipa bebas yang pada awalnya memiliki gaya angkat dari crane arah vertikal ke atas, maka gaya angkat tersebut tidak hanya terdiri dari gaya angkat vertikal saja, tetapi juga terdapat gaya horisontal akibat sudut yang telah dibentuk oleh pipa tersebut. Sebagai tambahan perhitungan dan penganalisisan proses pengangkatan pipa bawah laut pada step 2 memiliki langkah dan cara perhitungan yang sama untuk langkah-langkah selanjutnya. Oleh karenanya bagian yang dibahas pada analisis tie in dengan metode elemen hingga ini hanya akan dibahas hingga step 2 saja. Akan tetapi untuk studi kasus pada BAB 4 proses perhitungan dan penganalisisan akan dilakukan hingga pipa diangkat sampai ke ketinggian yang direncanakan semula, yaitu 12.2 m. Adapun pada studi kasus nantinya pengerjaan analisis tie in dilakukan dengan menggunakan lebih dari nodal. Hal ini dilakukan agar lebih mudah dibandingkan antara metode elemen hingga dengan metode castigliano dan perangkat lunak offpipe. Sementara itu pada penjelasan analisis tie in di bab ini, dengan alasan untuk mempersingkat pembahasan akan dibahas proses tie in dengan menggunakan 2 (nodal) saja atau 1 (satu) elemen Step 1 Pengangkatan Pipa Dengan Metode Elemen Hingga Step 1 (satu) disini dimaksudkan sebagai langkah pertama dalam proses pengangkatan pipa dari kedanaan diam terbaring di dasar laut dan kemudian diangkat hingga terbentuk defleksi awal. Sebelum menganalisis dengan metode elemen hingga, terlebih dahulu pipa sebagai struktur yang akan dianalisis dimodelkan sesuai dengan asumsi-asumsi yang ada. Asumsi-asumsi yang digunakan adalah sebagai berikut : Pipa dianggap sebagai balok Ujung terikat pipa dianggap sebagai jepit yang menahan rotasi dan defleksi Di bawah ini adalah pemodelan yang dilakukan terhadap pipa yang akan ditinjau pada proses pengangkatan pipa. Analisis Tie In Pipa Bawah Laut Dengan Metode Elemen Hingga Dan Castigliano 3-8

9 W Pc2 Pc P1 P2 P3 Gambar 3. 5 Modelisasi pipa sebagai elemen balok dan pembebanannya Gambar 3.4 memvisualisasikan permodelan pipa sebagai elemen balok. Disini P 1, P 2, L 2, L 3, dan L 4 merupakan variabel yang diketahui, dimana sebagai panjang dari posisi crane pada tie ini vessel. Sedangkan panajang L 1 dan P 3 diiterasi nantinya dengan menggunakan persamaan metode elemen hingga pada elemen balok. Dan W merupakan berat pipa yag diangkat pada proses tie in, dimana berat yang dipakai adalah berat submerged-nya, artinya disini berat yang digunakan adalah berat pipa di dalam air yang merupakan selisih daripada berat pipa di udara dan gaya apung yang terjadi pada pipa dalam air. Konsep pengangkatan pipa dengan menggunakan metode elemen hingga ini adalah dengan mencari defleksi yang ada pada ujung pipa bebas atau pada nodal 2. Defleksi yang ada ini ditentukan terlebih dahulu berapa ketinggian pipa yang ingin diangkat pada step 1 ini. Selain itu juga pada step 1 dan step-step selanjutnya gaya tali yang diberikan pada tali pertama (P 1 ) dan tali ke dua (P 2 ) kita tentukan terlebih dahulu dan untuk tiap step berbeda-beda gaya tali yang diberikan. Sedangkan untuk gaya tali ke tiga (P 3 ) kita iterasi dengan persamaan yang ada pada metode elemen hingga sampai pada nilai gaya tali ke tiga yang menghasilkan defleksi pipa yang kita rencanakan sebelumnya. Setelah mendapatkan gaya tali ke tiga yang menghasilkan defleksi yang diharapkan, langkah selanjutnya adalah mengecek apakah tegangan lentur yang terjadi pada proses pengangkatan pipa dengan menggunakan gaya tali sebesar P 3 (gaya tali ke tiga) menimbulkan tegangan lentur yang melebihi tegangan lentur izin. Sementara itu tegangan lentur izin yang digunakan di sini adalah 85% dari SMYS, yaitu sekitar 3.83 x 10 8 N/m 2. Adapun penurunan metode elemen hingganya adalah sebagai berikut : Analisis Tie In Pipa Bawah Laut Dengan Metode Elemen Hingga Dan Castigliano 3-9

10 1. Menentukan Gaya Dan Momen Ekuivalen Pada Tiap Nodal Untuk pipa dengan modelisasi seperti gambar 3.4, gaya tiap nodalnya dapat diberikan pada gambar 3.5. m 1 m f 1 y f 2 y Gambar 3. 6 Gaya dan momen pada nodal Dari gambar 3.5, dapat dilihat bahwasannya m 1 dan m 2 merupakan momen equivalent pada nodal 1 dan 2 pada pipa. Sedangkan f 1y dan f 2y merupakan gaya equivalent pada nodal 1 dan 2. Dengan menggunakan persamaan yang sudah dijelaskan pada BAB 2 mengenai penerapan gaya ekuivalen maka kita akan mendapatkan gaya dan momen ekuivalen sebagai berikut : (3.2.1) (3.2.2) (3.2.3) (3.2.4) 2. Menentukan Syarat Batas Pada Pipa Syarat batas yang digunakan pada kasus ini adalah syarat batas pada nodal 1, dimana defleksi (d 1y ) dan rotasi (ø 1 ) pada nodal 1 adalah nol. d 1y = 0 (3.2.5) ø 1 = 0 (3.2.6) Syarat batas ini diambil berdasarkan asumsi sebelumnya bahwa ujung pipa yang terikat atau pada nodal 1 merupakan jepit. Oleh karena jepit, defleksi horisontal, defleksi vertikal, dan rotasi pada nodal 1 dapat diabaikan atau sama dengan nol. 3. Menentukan Matriks Kekakuan Analisis Tie In Pipa Bawah Laut Dengan Metode Elemen Hingga Dan Castigliano 3-10

11 Kita tinjau persamaan umum matriks kekakuan beserta gaya dan momen sera efekefeknya pada balok, seperi yang sudah dijelaskan pada BAB 2 sebelumnya (3.2.7) Dengan mensibstitusikan persamaan (3.2.5) dan persamaan (3.2.6) ke persamaan (3.2.7) maka kita akan mendapatkan sebuah persaman baru dimana defleksi dan rotasi pada nodal 1 adalah nol (3.2.8) Persamaan (3.2.8) di atas dapat ditulis menjadi (3.2.9) Sehingga akan didapatkan persamaan invers matriks kekakuannya adalah sebagai berikut. (3.2.10) Kemudian kita bisa mendapatkan harga defleksi pada nodal 2 (d 2y ) dengan terlebih dahulu invers matriks kekakuan yang ada. 4. Menentukan Defleksi Dan Rotasi Nodal 2 Setelah kita mendapatkan invers matriks kekakuannya, barulah kita dapat mencari dengan mengalikan invers matriks kekakuan dengan matriks gaya dan momen pada nodal 2. Adapun persamaan matriksnya akan menjadi seperti berikut. (3.2.11) Untuk tahap ini dilakukan proses pengiterasian pada besaran L dan P 3 dimana besaran ini terus diiterasi hingga mendapatkan harga defleksi pada nodal 2 (d 2y ) yang diharapkan. Analisis Tie In Pipa Bawah Laut Dengan Metode Elemen Hingga Dan Castigliano 3-11

12 Dengan menggunakan program matlab akan didapatkan persamaan defleksi untuk nodal 2 dan rotasi nodal 2 dengan sangat mudah. 5. Menentukan Gaya Dan Momen Efektif Gaya dan momen efektif dicari untuk mendapat kan gaya dan momen asli. Seperti yang sudah dijelaskan pada BAB 2, bahwasannya gaya dan momen asli merupakan selisih antara gaya dan momen efektof dengan gaya dan momen ekuivalen. Adapun perumusan gaya dan momen efektif adalah sebagai berikut (3.2.12) Rotasi pada nodal 2 ini adalah besaran yang didapat dari iterasi pada gaya dan momen ekuivalen. Input untuk menghasilkan rotasi pada nodal 2 tersebut harus sama dengan input yang digunakan untuk menghasilkan defleksi pada nodal 2 seperti yang sudah direncanakan. 6. Menentukan Gaya Dan Momen Asli Setelah mendapatkan gaya dan momen efektif, maka gaya dan momen asli didapat dengan cara mengurangkan gaya dan momen efektif dengan gaya dan momen ekuivalen. Adapun perumusan yang digunakan adalah sebagai berikut. (3.2.13) 7. Menghitung Tegangan Lentur Yang Terjadi Momen asli yang sudah didapatkan pada langkah sebelumnya dicek terlebih dahulu. Momen lentur tersebut pasti menghasilkan tegangan lentur yang bekerja pada pipa pada saat proses pengangkatan. Adapun perumusan yang digunakan untuk mendapatkan besaran tegangan lentur adalah sebagai berikut. (3.2.14) Dimana : Analisis Tie In Pipa Bawah Laut Dengan Metode Elemen Hingga Dan Castigliano 3-12

13 σ b : Tegangan lentur M : Momen maksimum y I : Jarak titik berat pipa : Inersia daripada pipa Momen yang digunakan disini adalah momen maksimum yang mungkin terjadi pada pipa. Momen tersebut lazimnya terjadi pada nodal pertama (M 1 ). 8. Mengecek Tegangan Longitudinal dan Tegangan Ekuivalent Tegangan longitudinal yang ada dibandingkan dengan tegangan izin, yaitu sebesar 85% SMYS atau sebesar 3.83 x 10 8 N/m 2. Apabila harga tegangan longitudinal yang terjadi lebih besar daripada tegangan izin maka gaya tali dan panjang pipa yang dihasilkan tidak dapat digunakan pada proses pengangkatan dan sebaliknya apabila harga tegangan longitudinal yang terjadi lebih kecil daripada tegangan izinnya maka besaran gaya tali dan panjang pipa yang digunakan dapat diaplikasikan pada proses pengangkatan pipa ini. Setelah didapatlan harga tegangan longitudinal yang memenuhi persyaratan maka selanjutnya dilakukan perhitungan tegangan ekuivalent. Tegangan ekuivalent ini nantinya dibandingkan dengan tegangan izin yang ada, yaitu sebesar 80% SMYS. Gambar berikut adalah flowchart untuk menghitung proses pengangkatan pipa dengan menggunakan metode elemen hingga. Analisis Tie In Pipa Bawah Laut Dengan Metode Elemen Hingga Dan Castigliano 3-13

14 Gambar 3. 7 Flowchart perhitungan pengangkatan pipa step 1 dan 2 dengan metode elemen hingga Step 2 Pengangkatan Pipa Dengan Metode Elemen Hingga Ketika pipa bawah laut sudah diangkat dengan ketinggian tertentu pada step 1, maka untuk step-step selanjutnya pipa dianggap sudah memiliki sudut awal sehingga pipa akan mendapat gaya aksial dari gaya tali yang mengangkat pipa tetsebut. Langkah dan metode perhitungan yang dilakukan untuk meganalisis proses pengangkaatan pipa hampir sama dengan step 1, Analisis Tie In Pipa Bawah Laut Dengan Metode Elemen Hingga Dan Castigliano 3-14

15 hanya saja gaya tali yang mengangkat pipa dikonversikan hingga menjadi 2 (dua) jenis gaya karena kemiringan pipa. Proses penganalisisan juga dilakukan pada sumbu lokal, hal ini dilakukan karena sumbu lokal juga akan memberikan hasil yang sama dengan sumbu global. Untuk dapat menganalisis proses pengangkatan pipa secara tepat maka dilakukan pemodelan pipa dulu. y ^ y^ f 1y f 1x ^ 1 W L f 2y m 1 m 2 P P c c2 ^ 2 P 1 P 2 P 3 x f 2x x ^ ^ Gambar 3. 8 Model pipa pada step 2 Adapun penurunan metode elemen hingganya adalah sebagai berikut : 1. Menentukan Gaya Dan Momen Ekuivalen Pada Tiap Nodal Untuk pipa dengan modelisasi seperti gambar 3.6, gaya tiap nodalnya dapat diberikan pada gambar 3.7. Analisis Tie In Pipa Bawah Laut Dengan Metode Elemen Hingga Dan Castigliano 3-15

16 y m 1 m f 1x L f f 1 y f 2x 2 y x Gambar 3. 9 Gaya dan momen pada nodal Sudut yang dibentuk antara pipa dan dasar laut adalah sebesar ketinggian pipa (d 2y ) dengan panjang pipa yang diangkat (L). Besar sudut (θ) tersebut adalah sebagai berikut. (3.2.15) Dimana : d 2y : ketinggian pipa yang diinginkan pada step 1 L : panjang pipa yang terangkat pada step 1 Dari gambar 3.5, dapat dilihat bahwasannya m 1 dan m 2 merupakan momen equivalent pada nodal 1 dan 2 pada pipa. Sedangkan f 1y dan f 2y merupakan gaya equivalent pada nodal 1 dan 2. Adapun f 1y dan f 2y di sini mengandung efek gaya tali (P) yang sudah dikonversi menjadi searah sumbu x dan y lokal. Berikut ini adalah pengkonversian yang dilakukan terhadap gaya tali P 1, P 2, dan P 3. Py = cos (θ). P Px = sin (θ). P Dengan menggunakan persamaan yang sudah dijelaskan pada BAB 2 mengenai penerapan gaya ekuivalen maka kita akan mendapatkan gaya dan momen ekuivalen sebagai berikut : Analisis Tie In Pipa Bawah Laut Dengan Metode Elemen Hingga Dan Castigliano 3-16

17 (3.2.16) (3.2.17) (3.2.18) (3.2.19) 2. Menentukan Syarat Batas Pada Pipa Syarat batas yang digunakan pada kasus ini adalah syarat batas pada nodal 1, dimana defleksi (d 1y ) dan rotasi (ø 1 ) pada nodal 1 adalah nol. 0 (3.2.20) 0 (3.2.21) ø 1 = 0 (3.2.22) Syarat batas ini diambil berdasarkan asumsi sebelumnya bahwa ujung pipa yang terikat atau pada nodal 1 merupakan jepit. Oleh karena jepit, defleksi horisontal, defleksi vertikal, dan rotasi pada nodal 1 dapat diabaikan atau sama dengan nol. Selain itu juga kenaikan pipa yang diharapkan pada step 2 ini harus juga ikut dikonversi akibat adanya kemiringan pipa ini sehingga konversi yang dilakukan ini mendapatkan harga defleksi yang berada pada sumbu lokal. Berikut adalah perhitungan mengenai defleksi pada nodal 2 dalam sumbu koordinat lokal. cos. (3.2.23) sin. (3.2.24) Dimana : defleksi pipa pada arah vertikal koordinat lokalnya Analisis Tie In Pipa Bawah Laut Dengan Metode Elemen Hingga Dan Castigliano 3-17

18 defleksi pipa pada arah horisontal koordinat lokalnya defleksi pipa pada arah vertikal koordinat globalnya 3. Menentukan Matriks Kekakuan Kita tinjau persamaan umum matriks kekakuan beserta gaya dan momen sera efekefeknya pada balok, seperi yang sudah dijelaskan pada BAB 2 sebelumnya (3.2.25) Dimana : dan (3.2.26) Dengan mensubstitusikan persamaan (3.2.20), persamaan (3.2.21), persamaan (3.2.22), persamaan (3.2.23), dan persamaan (3.2.24) ke persamaan (3.2.25) maka kita akan mendapatkan sebuah persaman baru dimana defleksi dan rotasi pada nodal 1 adalah nol sin cos (3.2.27) Persamaan (3.2.8) di atas dapat ditulis menjadi. 0 0 sin cos. (3.2.28) Sehingga akan didapatkan persamaan invers matriks kekakuannya adalah sebagai berikut. Analisis Tie In Pipa Bawah Laut Dengan Metode Elemen Hingga Dan Castigliano 3-18

19 (3.2.29) Kemudian kita bisa mendapatkan harga defleksi pada nodal 2 (d 2y ) dengan invers matriks kekakuan yang ada. 4. Menentukan Defleksi Dan Rotasi Nodal 2 Setelah kita mendapatkan invers matriks kekakuannya, barulah kita dapat mencari dengan mengalikan invers matriks kekakuan dengan matriks gaya dan momen pada nodal 2. Adapun persamaan matriksnya akan menjadi seperti berikut. sin. 0 0 cos. 0 0 (3.2.30) Persamaan matriks di atas dapat kita pecah lagi dengan hanya mengikutsertakan besaran arah vertikal dan rotasinya. Persamaan tersebut akan menjadi seperti berikut. cos. (3.2.31) Untuk tahap ini dilakukan proses pengiterasian pada besaran L dan P 3 dimana besaran ini terus diiterasi hingga mendapatkan harga defleksi pada nodal 2 (d 2y ) yang diharapkan. Dengan menggunakan program matlab akan didapatkan persamaan defleksi untuk nodal 2 dan rotasi nodal 2 dengan sangat mudah. 5. Menentukan Gaya Dan Momen Efektif Gaya dan momen efektif dicari untuk mendapat kan gaya dan momen asli. Seperti yang sudah dijelaskan pada BAB 2, bahwasannya gaya dan momen asli merupakan selisih antara gaya dan momen efektof dengan gaya dan momen ekuivalen. Adapun perumusan gaya dan momen efektif adalah sebagai berikut sin cos (3.2.32) Analisis Tie In Pipa Bawah Laut Dengan Metode Elemen Hingga Dan Castigliano 3-19

20 Rotasi pada nodal 2 ini adalah besaran yang didapat dari iterasi pada gaya dan momen ekuivalen. Input untuk menghasilkan rotasi pada nodal 2 tersebut harus sama dengan input yang digunakan untuk menghasilkan defleksi pada nodal 2 seperti yang sudah direncanakan. 6. Menentukan Gaya Dan Momen Asli Setelah mendapatkan gaya dan momen efektif, maka gaya dan momen asli didapat dengan cara mengurangkan gaya dan momen efektif dengan gaya dan momen ekuivalen. Adapun perumusan yang digunakan adalah sesuai dengan yang dijabarkan pada persamaan (3.2.33). Selain itu juga penurunan gaya dan momen asli ini masih dalam sumbu lokal, namun karena keperluan penyederhanaan masalah maka gaya dan momen asli yang terjadi tidak akan ditransformasikan ke sumbu global. Selain itu juga dari persamaan-persamaan matriks sebelumnya yang diutamakan dilakukan perhitungan adalah pada momen dan gaya arah vertikal sumbu lokal, sementara itu gaya pada arah horisontal sumbu lokal dapat diabaikan untuk tidak dilakukan perhitungan dan penganalisisan. (3.2.33) 7. Menghitung Tegangan Lentur Yang Terjadi Momen asli yang sudah didapatkan pada langkah sebelumnya dicek terlebih dahulu. Momen lentur tersebut pasti menghasilkan tegangan lentur yang bekerja pada pipa pada saat proses pengangkatan. Adapun perumusan yang digunakan untuk mendapatkan besaran tegangan lentur adalah sebagai berikut. (3.2.14) Dimana : σ b : Tegangan lentur M : Momen maksimum Analisis Tie In Pipa Bawah Laut Dengan Metode Elemen Hingga Dan Castigliano 3-20

21 y I : Jarak titik berat pipa : Inersia daripada pipa Momen yang digunakan disini adalah momen maksimum yang mungkin terjadi pada pipa. Momen tersebut lazimnya terjadi pada nodal pertama (M 1 ). 8. Mengecek Tegangan Longitudinal dan Tegangan Ekuivalent Tegangan longitudinal yang ada dibandingkan dengan tegangan izin, yaitu sebesar 85% SMYS atau sebesar 3.83 x 10 8 N/m 2. Apabila harga tegangan longitudinal yang terjadi lebih besar daripada tegangan izin maka gaya tali dan panjang pipa yang dihasilkan tidak dapat digunakan pada proses pengangkatan dan sebaliknya apabila harga tegangan longitudinal yang terjadi lebih kecil daripada tegangan izinnya maka besaran gaya tali dan panjang pipa yang digunakan dapat diaplikasikan pada proses pengangkatan pipa ini. Setelah didapatlan harga tegangan longitudinal yang memenuhi persyaratan maka selanjutnya dilakukan perhitungan tegangan ekuivalent. Tegangan ekuivalent ini nantinya dibandingkan dengan tegangan izin yang ada, yaitu sebesar 80% SMYS. 3.3 ANALISIS TIE IN DENGAN METODE CASTIGLIANO Metode Castigliano adalah suatu metode untuk mencari defleksi pada suatu balok dengan berdasarkan pada dasar-dasar mekanika rekayasa. Pada proses pengangkatan pipa ini akan dicari defleksi yang terjadi pada ujung bebas pipa. Untuk dapat mencari defleksi pada ujung bebas tersebut dipelukan sebuah beban terpusat virtual, yaitu P C dengan arah vertikal ke atas atau sesuai dengan arah defleksi yang diharapkan. Sama halnya dengan metode elemen hingga, pada proses analisis pengangkatan pipa dengan menggunakan Metode Castigliano juga dilakukan beberapa step pengerjaan. Adapun step 1 merupakan step awal dimana pipa masih terbaring di seabed dan belum memiliki sydyt awal. Sedangkan step 2 dan step-step selanjutnya pipa sudah memiliki sudut awal, sehingga cara perhitungannya akan sedikit berbeda dengan step 1. Untuk memudahkan dalam proses pembandingan dengan 2 metode lainnya, pada metode castigliano ini akan dicari defleksi di tiap-tiap davit dan floater. Sedangkan untuk mempersingkat pembahasan, pada bab ini hanya akan disajikan perhitungan dengan metode castigliano floater tidak dimasukkan dalam pembahasan. Akan tetapi pada studi kasus Analisis Tie In Pipa Bawah Laut Dengan Metode Elemen Hingga Dan Castigliano 3-21

22 nantinya floater dan semua gaya dan defleksi penting pada pipa akan dihitung dan dianalisis juga Step 1 Pengangkatan Pipa Dengan Metode Castigliano Pada proses pengangkatan pipa step 1 ini pipa yang diangkat diasumsikan terdapat beban terpusat virtual pada ujung pipa yang bebas agar bisa menghitung defleksi di ujung pipa tersebut dapat dicari. Berikut adalah langkah-langkah perhitungan pengangkatan pipa dengan menggunakan Metode Castigliano. 1. Pemodelan pipa Pipa yang dimodelkan di sini serupa dengan metode elemen hingga, hanya saja pada metode castigliano terdapat beban terpusat virtual. W Pc2 Pc P1 P2 P3 Gambar Pemodelan pipa dengan Metode Castigliano 2. Menghitung reaksi perletakan Reaksi perletakan di sini meliputi reaksi perletakan arah horisontal, vertikal dan momen pada perletakan. Analisis Tie In Pipa Bawah Laut Dengan Metode Elemen Hingga Dan Castigliano 3-22

23 W M A R AH R AV Pc2 Pc P1 P2 P3 Gambar Reaksi perletakan (3.3.1) (3.3.2) 0 (3.3.3) 3. Menghitung momen tiap bentang Perhitungan momen untuk proses pengangkatan pipa ini dibagi menjadi 6 (enam). Pembagian bentang tersebut dilakukan dari bentang sebelah kanan. Hal ini dilakukan untuk menghindari variabel iterasi yang terlalu banyak dalam persamaan. Dalam hal ini variabel iterasi adalah P 3 dan L 1. Berikut akan ditampilkan momen tiap bentangnya. Bentang 1 (0 < x < L 6 =10.71 m) x Mx Gambar Bentang 1 (3.3.4) 0 (3.3.5) Analisis Tie In Pipa Bawah Laut Dengan Metode Elemen Hingga Dan Castigliano 3-23

24 Bentang 2 (0 < x < L 5 =16 m) x L6 Mx P 3 Gambar Bentang 2 (3.3.6) (3.3.7) Bentang 3 (0 < x < L 4 =16 m) x L5 L6 Mx P 2 P 3 Gambar Bentang 3 (3.3.8) (3.3.9) Bentang 4 (0 < x < L 3 = 16) Analisis Tie In Pipa Bawah Laut Dengan Metode Elemen Hingga Dan Castigliano 3-24

25 x L4 L5 L6 Mx P 1 P 2 P 3 Gambar Bentang 4 (3.3.10) (3.3.11) Bentang 5 (0 < x < L 2 ) x L3 L4 L5 L6 Mx P C P 1 P 2 P 3 Gambar Bentang 5 (3.3.12) (3.3.13) Bentang 6 (0 < x < L 1 ) Analisis Tie In Pipa Bawah Laut Dengan Metode Elemen Hingga Dan Castigliano 3-25

26 x L2 L3 L4 L5 L6 Mx P C2 P C P 1 P 2 P 3 Gambar Bentang 6 (3.3.14) (3.3.15) 4. Menghitung defleksi pada ujung pipa Pada langkah ini adalah menghitung defleksi pada ujung pipa. Nantinya defleksi pada ujung pipa ini terus diiterasi hingga mendapatkan harga defleksi yang sudah direncanakan sebelumnya. Berikut adalah persamaan umum dalam menghitung defleksi dengan menggunakan metode castigliano. Perlu dicatat di sini bahwasannya untuk mendapatkan harga defleski pada ujung bebas pipa, maka harga gaya tali virtual dijadikan nol (P C = 0). Sebagai tambahan untuk dapat mengetahui defleksi pada titik yang lain sepanjang bentang atau struktur yang ditinjau maka titil tersebut diberikan gaya terpusat virtual dan nantinya pada proses pengintegralan harga gaya terpusat virtual tersebut harus sama dengan nol. Δ Menghitung momen maksimum (3.3.16) Setelah mendapatkan harga defleksi pada ujung pipa seperti yang diharapkan, selanjutnya adalah menghitung momen maksimum yang terjadi pada bentang pada proses pengangkatan tersebut. Analisis Tie In Pipa Bawah Laut Dengan Metode Elemen Hingga Dan Castigliano 3-26

27 Momen maksimum yang biasanya terjadi adalah pada ujung jepit pipa atau sama dengan momen maksimum yang didapatkan dari metode elemen hingga. 6. Menghitung Tegangan Lentur Yang Terjadi Momen asli yang sudah didapatkan pada langkah sebelumnya dicek terlebih dahulu. Momen lentur tersebut pasti menghasilkan tegangan lentur yang bekerja pada pipa pada saat proses pengangkatan. Adapun perumusan yang digunakan untuk mendapatkan besaran tegangan lentur adalah sebagai berikut. (3.2.17) Dimana : σ b : Tegangan lentur M : Momen maksimum y I : Jarak titik berat pipa : Inersia daripada pipa Momen yang digunakan disini adalah momen maksimum yang mungkin terjadi pada pipa. Momen tersebut lazimnya terjadi pada nodal pertama (M 1 ). 7. Mengecek Tegangan Longitudinal dan Tegangan Ekuivalent Tegangan longitudinal yang ada dibandingkan dengan tegangan izin, yaitu sebesar 85% SMYS atau sebesar 3.83 x 10 8 N/m 2. Apabila harga tegangan longitudinal yang terjadi lebih besar daripada tegangan izin maka gaya tali dan panjang pipa yang dihasilkan tidak dapat digunakan pada proses pengangkatan dan sebaliknya apabila harga tegangan longitudinal yang terjadi lebih kecil daripada tegangan izinnya maka besaran gaya tali dan panjang pipa yang digunakan dapat diaplikasikan pada proses pengangkatan pipa ini. Setelah didapatlan harga tegangan longitudinal yang memenuhi persyaratan maka selanjutnya dilakukan perhitungan tegangan ekuivalent. Tegangan ekuivalent ini nantinya dibandingkan dengan tegangan izin yang ada, yaitu sebesar 80% SMYS. Analisis Tie In Pipa Bawah Laut Dengan Metode Elemen Hingga Dan Castigliano 3-27

28 Gambar Flowchart perhitungan pengangkatan pipa step 1 dan 2 metode castigliano Step 2 Pengangkatan Pipa Dengan Metode Castigliano Sama halnya dengan metode elemen hingga. Step 2 pengangkatan pipa dengan metode castigliano ini juga dapat diaplikasikan untuk step-step selanjutnya karena pipa sudah membentuk sudut awal. Analisis Tie In Pipa Bawah Laut Dengan Metode Elemen Hingga Dan Castigliano 3-28

29 Ketika pipa sudah membentuk sudut awal terhadap perletakannya maka harus dilakukan transformasi gaya-gaya reaksi perletakan terlebih dahulu atau pipa yang ditransformasikan. Pada laporan tugas akhir ini reaksi perletakan yang ditransformasikan. Hal ini dilakukan untuk mempermudah perhitungan dan penyederhanaan masalah. Berikut adalah langkah-langkah perhitungan yang dilakukan dalam analisis tie in dengan menggunakan metode castigliano pada step 2. Sama halnya seperti step 1, pada step 2 ini pipa juga diberi beban virtual pada ujung bebas pipa untuk dapat mengetahui defleksi yang terjadi pada pipa. Nantinya beban virtual tersebut akan diabaikan ketika akan menghitung defleksi yang terjadi. 1. Pemodelan pipa L L L L L 1 P P 2 P 3 P C Gambar Pemodelan pipa pada step 2 Dari gambar 3.14 dapat dilihat bahwasannya pipa memiliki sudut tertentu. Sudut tersebut didapat dari proses deformasi yang terjadi pada step sebelumnya. Adapun besarnya sudut yang terjadi adalah mengkikuti persamaan berikut. asin (3.3.1) Nantinya sudut ini akan digunakan untuk mentransformasikan semua gaya-gaya yang ada pada pipa, biaik itu gaya dalam maupun gaya tali dan gaya virtual. 2. Penentuan reaksi perletakan Reaksi perletakan di sini akan ditransformasikan hingga mendapatkan 2 (dua) reaksi perletakan untuk masing-masing gayanya. Analisis Tie In Pipa Bawah Laut Dengan Metode Elemen Hingga Dan Castigliano 3-29

30 Untuk rekasi perletakan vertikal (R AV ) akan ditransformasikan menjadi perletakan searah sumbu-x dan sumbu-y pada koordinat lokal dari pipa. Penurunan persamaan reaksi perletakan vertikal tersebut adalah sebagai berikut..sin (3.3.2).cos (3.3.3) Dimana : R AVx = reaksi perletakan vertikal arah sumbu-x pada koordinat lokal pipa R AVy = reaksi perletakan vertikal arah sumbu-y pada koordinat lokal pipa R AV = reaksi perletakan vertikal pada koordinat global pipa L R AH M A R AV L L L L 1 P P 2 P 3 P C Gambar Reaksi perletakan sebelum ditransformasikan Sama halnya dengan reaksi perletakan vertikal, untuk rekasi perletakan horisontal (R AX ) akan ditransformasikan menjadi perletakan searah sumbu-x dan sumbu-y pada koordinat lokal dari pipa. Penurunan persamaan reaksi perletakan vertikal tersebut adalah sebagai berikut. Analisis Tie In Pipa Bawah Laut Dengan Metode Elemen Hingga Dan Castigliano 3-30

31 Y global Y lokal R AHY L W X lokal R AVX X global R AHX R AVY Gambar Reaksi perletakan yang sudah ditransformasikan.sin (3.3.4).cos (3.3.5) Dimana : R AHx = reaksi perletakan horisontal arah sumbu-x pada koordinat lokal pipa R AHy = reaksi perletakan horisontal arah sumbu-y pada koordinat lokal pipa R AH = reaksi perletakan horisontal pada koordinat global pipa Kemudian gaya-gaya tali yang ada pada pipa juga harus ditransformasikan searah dengan sumbu lokal pipa. Berikut adalah penurunan transformasi gaya-gaya tali pada pipa. Untuk P 1 sin. (3.3.6) cos. (3.3.7) Untuk P 2 sin. (3.3.8) Analisis Tie In Pipa Bawah Laut Dengan Metode Elemen Hingga Dan Castigliano 3-31

32 cos. (3.3.9) Untuk P 3 sin. ( cos. (3.3.11) Untuk P C sin. (3.3.12) cos. (3.3.13) Setelah semua reaksi perletakan arah vertikal dan horisontal serta gaya tali ditransformasikan, barulah dapat ditentukan gaya-gaya reaksi perletakan pada pipa. Berikut adalah penurunan reaksi perletakannya yang didasarkan pada teori kesetimbangan gaya. Kesetimbangan arah vertikal. 0 (3.3.14) (3.3.15) Kesetimbangan arah horisontal. 0 (3.3.16) (3.3.17) Kesetimbangan momen Ambil momen di titik A (ujung pipa yang terikat) = 0 0 (3.3.18) (3.3.19) Setelah menghitung momen dan persamaan defleksi dengan metode castigliano, maka harga defleksi tersebut dibandingkan dengan defleksi rencana dan dalam kasus ini harga defleksi rencananya menjadi sebagi berikut. cos. (3.3.20) Dimana : Analisis Tie In Pipa Bawah Laut Dengan Metode Elemen Hingga Dan Castigliano 3-32

33 defleksi pipa pada arah vertikal koordinat lokalnya defleksi pipa pada arah vertikal koordinat globalnya 3. Menghitung momen tiap bentang Perhitungan momen untuk proses pengangkatan pipa ini dibagi menjadi 6 (enam). Pembagian bentang tersebut dilakukan dari bentang sebelah kanan. Hal ini dilakukan untuk menghindari variabel iterasi yang terlalu banyak dalam persamaan. Dalam hal ini variabel iterasi adalah P 3 dan L 1. Setelah mendapatkan momen tiap bentang dan diturunkan terhadap beban terpusat di titik yang ingin diketahui defleksinya, tahap selanjutnya adalah mencari momen maksimum tiap bentang tersebut untuk dicari tegangan lenturnya dan kemudian di bandingkan dengan tegangan izin yang ada. 3.4 ANALISIS TIE IN DENGAN PROGRAM OFFPIPE Offpipe merupakan suatu program yang dapat menghitung tegangan pipa statik, konfigurasi pipa, dan panjang tali davit (crane) serta gaya talinya untuk menganalisis proses pengangkatan pipa atau memanipulasi posisi pipa di seabed. Jumlah davit yang digunakan dapat modelkan lebih dari satu davit pada offpipe. Offpipe itu sendiri sebenarnya terdiri dari beberapa modul. Modul-modul tersebut saling berhubungan hingga. Modul ini memiliki fungsi dan data masukannya sendiri-sendiri yang berbeda antara modul yang satu dengan yang lain. Contohnya saja modul properti pipa (pipe properties) modul ini berisikan mengenai input data mengenai properti daripada pipa. Mulai dari modulus elastisitas pipa, diameter pipa, dll. Sementara itu untuk bisa melakukan pemodelan pengangkaan pipa dengan offpipe ini harus menggunakan beberapa modul yang ada pada offpipe. Modul-modul tersebut misalnya modul input data barge (laybarge description BARG), input data pipa yang tidak tersokong atau unsupported pipe segment (sagbend geometry GEOM), dan lain sebagainya. Modul-mosul ini harus diisikan secara tepat karena sangat memperngaruhi hasil output yang ada nantinya. Analisis Tie In Pipa Bawah Laut Dengan Metode Elemen Hingga Dan Castigliano 3-33

34 Gambar Pemodelan tie in dengan offpipe Pemodelan proses pengangkatan pipa ini dapat dilakukan dengan menganalisis beberapa analisis statik terhadap pipa. Hal ini dapat dilakukan dengan menentukan panjang tali davit dan gaya tali davit agar pipa dapat terangkat ke permukaan laut. Proses ini dimodelkan dengan melakukan diskritisasi pengangkatan pipa. Dengan offpipe ini posisi barge yang digunakan untuk mengangkat pipa dapat diubah-ubah dari right-of-way pipa. Selain itu juga tali davit yang digunakan untuk mengangkat pipa dapat dimodelkan sebagai sebuah elemen yang hanya memiliki gaya-gaya aksialnya saja dimana hanya perpanjangan dari tali yang diperhatikan. Tali davit juga dapat dimodelkan sebagai elemen catenary dimana kemiringan atau kurvatur dan perpanjangan dari tali davit juga ikut diperhitungkan. Dalam program offpipe, pada dasarnya proses pengangkatan pipa hampir serupa dengan proses penggelaran pipa. Hanya saja pada proses pengangkatan pipa ada beberapa input yang diubah untuk dapat melakukan pemodelan pengangkatan pipa dengan offpipe. Beberapa input yang harus diubah tersebut adalah sbegai berikut : 1. Penumpu pipa pada barge diganti dengan davit. Pada analisis pengangkatan pipa ini penumpu pipa (pipe support) yang tadinya di penggelaran pipa adalah stinger maka diganti dengan davit atau crane yang ada ada barge. Adapun modul yang digunakan untuk memasukkan data davit ini adalah modul BARG. Analisis Tie In Pipa Bawah Laut Dengan Metode Elemen Hingga Dan Castigliano 3-34

35 2. Posisi davit secara vertikal dan horisontal harus didefinisikan secara detail. Adapun sumbu koordinat awalnya juga harus didefinisikan di muka, sehingga nantinya posisi davit akan diikatkan terhadap sumbu tersebut. 3. Posisi daripada tali davit juga harus didefinisikan secara jelas terhadap pipa yang sedang diangkat. 4. Koordinat global pipa juga harus didefinisikan secara tepat terhadap barge pengangkat. Hal ini dapat dimasukkan ke dalam modul input GEOM. Pada proses pengangkatan pipa yang dimodelkan dengan program offpipe ini, ujung bebas pipa diangkat dengan mengurangi panjang tali davit secara perlahan-lahan atau dengan mendiskritisasi proses pengurangan panjang tali tersebut. Selain itu juga pemodelan pengangkatan pipa dengan offpipe lebih baik dilakukan dengan memberikan tegangan pada tali pengangkat yang jauh dari ujung bebas pipa dan memberikan panjang tali yang diinginkan pada tali pengangkat yang paling dekat dengan ujung bebas pipa. Dengan cara ini offpipe akan menghitung sendiri panjang tali yang harus dikenakan pada tali pengangkat yang jauh dari ujung bebas dan offpipe juga akan menghitung tegangan tali yang timbul pada tali pengangkat yang paling dekat dengan ujung bebas pipa. Berikut akan diterangkan mengenai input-input yang digunakan dalam menganalisis proses pengangkatan pipa dengan menggunakan program offpipe 1. Properti dari pipa (pipe properties). Adapun input-input yang digunakan pada properti pipa adalah sebagai berikut : Modulus elastisitas dari pipa (steel modulus of elasticity) Momen inersia daripada pipa (coated pipe average moment of inertia) Berat pipa dalam air (submerged weight) Berat pipa di udara (weight per unit length in air) Diameter pipa (steel outside diameter) Ketebalan dinding pipa (steel wall thockness) SMYS atau tegangan leleh daripada baja (yield stress) Stress intensification factor atau suatu bilangan yang digunakan untuk mengikutsertakan pengaruh lapisan beton pada pipa pada proses pengangkatan pipa ataupun pada proses instalasilainnya Koefisien drag (drag coefficient) 2. Properti dari lapisan pelindung pipa (pipe coating properties) Analisis Tie In Pipa Bawah Laut Dengan Metode Elemen Hingga Dan Castigliano 3-35

36 Adapun input-input yang digunakan pada properti pipa adalah sebagai berikut : Ketebalan dari lapisan anti korosi (corrosion coating thickness) Ketebalan dari lapisan beton (concrete coating thickness) Massa jenis pipa baja (steel weight density) Massa jenis lapisan anti korosi (corrosion coating weight density) Massa jenis lapisan beton (concrete coating weight density) Panjang pipa tiap join (average pipe joint length) Panjang join pipa (field joint length) 3. Input data barge (laybarge position) Adapun input-input yang digunakan pada properti pipa adalah sebagai berikut : Ketinggian deck barge dari permukaan laut (height of deck above water) Jumlah nodal yang diinginkan (number of pipe nodes) Kondisi node-node yang dimasukkan, apakah menumpu atau tidak menumpu pada apapun (unsupported) 4. Input data pipa pada daerah sagbend (sagbend geometry) Adapun input-input yang digunakan pada properti pipa adalah sebagai berikut : Panjang antar nodal di sagbend yang diinginkan (sagbend pipe element length) Kedalaman perairan (water depth) Posisi ujung bebas pipa dari pusat koordinat kapal (x-coordinat of pipe free end of seabed) 5. Kecepatan arus (current velocities) 6. Gaya angkat pipa tambahan (concentrated external force) 7. Penentuan panjang tali davit dan gaya tali yang diberikan Sementara itu output yang dapat dihasilkan oleh program offpipe adalah sebagai berikut : 1. Input data yang telah dimasukkan Pada output ini offpipe akan memberikan semua input data yang telah dimasukkan sebelumnya. Format output ini dibuat sedemikian rupa agar lebih mudah dimengerti dan lebih sistematik. 2. Koordinat pipa statik, gaya-gaya, dan tegangan yang terjadi pada pipa Pada output ini offpipe akan memberikan nodal-nodal yang ada pada pipa, letak daripada nodal tersebut, koordinat global daripada nodal tersebut, panjang pipa, tegangan daripada Analisis Tie In Pipa Bawah Laut Dengan Metode Elemen Hingga Dan Castigliano 3-36

37 pipa, momen lentur yang terjadi, tegangan lentur pipa, tegangan hoop, tegangan total pada pipa, dan persentase daripada leleh yang terjadi pada pipa. 3. Kumpulan solusi statik dari proses pengangkatan pipa Pada output ini offpipe akan memberikan properti daripada pipa, data tie in vessel, geometri daripada sagbend pipa, dan hasil perhitungan pada proses pengangkatan pipa. Analisis Tie In Pipa Bawah Laut Dengan Metode Elemen Hingga Dan Castigliano 3-37

BAB III METODE DAN ANALISIS INSTALASI

BAB III METODE DAN ANALISIS INSTALASI BAB III METODE DAN ANALISIS INSTALASI 3.1 UMUM Metode instalasi pipeline bawah laut telah dikembangkan dan disesuaikan dengan kondisi lingkungan pada saat proses instalasi berlangsung, ketersediaan dan

Lebih terperinci

ABOVE WATER TIE IN DAN ANALISIS GLOBAL BUCKLING PADA PIPA BAWAH LAUT

ABOVE WATER TIE IN DAN ANALISIS GLOBAL BUCKLING PADA PIPA BAWAH LAUT ABOVE WATER TIE IN DAN ANALISIS GLOBAL BUCKLING PADA PIPA BAWAH LAUT Diyan Gitawanti Pratiwi 1 Dosen Pembimbing : Rildova, Ph.D Program Studi Teknik Kelautan Fakultas Teknik Sipil dan Lingkungan, Institut

Lebih terperinci

ANALISIS MID-POINT TIE-IN PADA PIPA BAWAH LAUT

ANALISIS MID-POINT TIE-IN PADA PIPA BAWAH LAUT ANALISIS MID-POINT TIE-IN PADA PIPA BAWAH LAUT Mulyadi Maslan Hamzah (mmhamzah@gmail.com) Program Studi Magister Teknik Kelautan Fakultas Teknik Sipil dan Lingkungan, Institut Teknologi Bandung, Jl Ganesha

Lebih terperinci

OffPipe (Installation Analysis) Mata Kuliah pipa bawah laut

OffPipe (Installation Analysis) Mata Kuliah pipa bawah laut OffPipe (Installation Analysis) Mata Kuliah pipa bawah laut OUTLINE Static Installation Dynamic Installation OffPipe (Static Analysis Pipeline Installation) Static Analysis Tahapan Input Gambar Creat New

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. fisik menuntut perkembangan model struktur yang variatif, ekonomis, dan aman. Hal

BAB I PENDAHULUAN. fisik menuntut perkembangan model struktur yang variatif, ekonomis, dan aman. Hal BAB I PENDAHULUAN 1.1 Umum Ilmu pengetahuan yang berkembang pesat dan pembangunan sarana prasarana fisik menuntut perkembangan model struktur yang variatif, ekonomis, dan aman. Hal tersebut menjadi mungkin

Lebih terperinci

Metode Kekakuan Langsung (Direct Stiffness Method)

Metode Kekakuan Langsung (Direct Stiffness Method) Metode Kekakuan angsung (Direct Stiffness Method) matriks kekakuan U, P U, P { P } = [ K ] { U } U, P U 4, P 4 gaya perpindahan P K K K K 4 U P K K K K 4 U P = K K K K 4 U P 4 K 4 K 4 K 4 K 44 U 4 P =

Lebih terperinci

Analisa Resiko Penggelaran Pipa Penyalur Bawah Laut Ø 6 inch

Analisa Resiko Penggelaran Pipa Penyalur Bawah Laut Ø 6 inch Analisa Resiko Penggelaran Pipa Penyalur Bawah Laut Ø 6 inch Oleh : NOURMALITA AFIFAH 4306 100 068 Dosen Pembimbing : Ir. Jusuf Sutomo, M.Sc Prof. Ir. Daniel M. Rosyid, Ph.D Agenda Presentasi : Latar Belakang

Lebih terperinci

METODE DAN ANALISIS INSTALASI

METODE DAN ANALISIS INSTALASI 4 METODE DAN 4.1 Umum Setelah proses desain selesai, maka tahap selanjutnya dari proyek struktur pipa bawah laut adalah tahap instalasi pipa. Berbagai metode instalasi struktur pipa bawah laut telah dikembangkan

Lebih terperinci

Bab V Implementasi Dan Pembahasan Metode Elemen Hingga Pada Struktur Shell

Bab V Implementasi Dan Pembahasan Metode Elemen Hingga Pada Struktur Shell Bab V Implementasi Dan Pembahasan Metode Elemen Hingga Pada Struktur Shell V.1 Umum Tujuan utama dari bab ini adalah menganalisis perilaku statik struktur cangkang silinder berdasarkan prinsip metode elemen

Lebih terperinci

METODE DAN ANALISIS INSTALASI PIPA BAWAH LAUT

METODE DAN ANALISIS INSTALASI PIPA BAWAH LAUT BAB 4 METODE DAN ANALISIS INSTALASI PIPA BAWAH LAUT 4.1 Pendahuluan Semenjak ditemukanya ladang minyak di perairan dangkal di daerah Teluk Meksiko sekitar tahun 1940-an, maka berkembang teknologi instalasi

Lebih terperinci

BAB II TEORI DASAR. Gambar 2.1 Tipikal struktur mekanika (a) struktur batang (b) struktur bertingkat [2]

BAB II TEORI DASAR. Gambar 2.1 Tipikal struktur mekanika (a) struktur batang (b) struktur bertingkat [2] BAB II TEORI DASAR 2.1. Metode Elemen Hingga Analisa kekuatan sebuah struktur telah menjadi bagian penting dalam alur kerja pengembangan desain dan produk. Pada awalnya analisa kekuatan dilakukan dengan

Lebih terperinci

BAB IV METODOLOGI PENELITIAN

BAB IV METODOLOGI PENELITIAN BAB IV METODOLOGI PENELITIAN A. Tahapan Penelitian Dalam bab ini akan dijabarkan langkah langkah yang diambil dalam melaksanakan penelitian. Berikut adalah tahapan tahapan yang dijalankan dalam penelitian

Lebih terperinci

PRINSIP DASAR MEKANIKA STRUKTUR

PRINSIP DASAR MEKANIKA STRUKTUR PRINSIP DASAR MEKANIKA STRUKTUR Oleh : Prof. Ir. Sofia W. Alisjahbana, M.Sc., Ph.D. Edisi Pertama Cetakan Pertama, 2013 Hak Cipta 2013 pada penulis, Hak Cipta dilindungi undang-undang. Dilarang memperbanyak

Lebih terperinci

BAB III METODOLOGI. Adapun yang termasuk dalam tahap persiapan ini meliputi:

BAB III METODOLOGI. Adapun yang termasuk dalam tahap persiapan ini meliputi: BAB III METODOLOGI 3.1 Tahap Persiapan Tahap persiapan merupakan rangkaian kegiatan sebelum memulai tahapan pengumpulan data dan pengolahannya. Dalam tahap awal ini disusun hal-hal penting yang harus dilakukan

Lebih terperinci

BAB II DASAR TEORI. 2.1 Pengertian rangka

BAB II DASAR TEORI. 2.1 Pengertian rangka BAB II DASAR TEORI 2.1 Pengertian rangka Rangka adalah struktur datar yang terdiri dari sejumlah batang-batang yang disambung-sambung satu dengan yang lain pada ujungnya, sehingga membentuk suatu rangka

Lebih terperinci

ANALISA STRUKTUR METODE MATRIKS (ASMM)

ANALISA STRUKTUR METODE MATRIKS (ASMM) ANAISA STRUKTUR METODE MATRIKS (ASMM) Endah Wahyuni, S.T., M.Sc., Ph.D Matrikulasi S Bidang Keahlian Struktur Jurusan Teknik Sipil ANAISA STRUKTUR METODE MATRIKS Analisa Struktur Metode Matriks (ASMM)

Lebih terperinci

Pertemuan 13 ANALISIS P- DELTA

Pertemuan 13 ANALISIS P- DELTA Halaman 1 dari Pertemuan 13 Pertemuan 13 ANALISIS P- DELTA 13.1 Pengertian Efek P-Delta (P-Δ) P X B P Y 1 2x A H A = P x V A = P y (a) (b) Gambar 13.1 Model Struktur yang mengalami Efek P-Delta M A2 =

Lebih terperinci

METODE SLOPE DEFLECTION

METODE SLOPE DEFLECTION TKS 4008 Analisis Struktur I TM. XVIII : METODE SLOPE DEFLECTION Dr.Eng. Achfas Zacoeb, ST., MT. Jurusan Teknik Sipil Fakultas Teknik Universitas Brawijaya Pendahuluan Pada 2 metode sebelumnya, yaitu :

Lebih terperinci

Analisa Pemasangan Ekspansi Loop Akibat Terjadinya Upheaval Buckling pada Onshore Pipeline

Analisa Pemasangan Ekspansi Loop Akibat Terjadinya Upheaval Buckling pada Onshore Pipeline Sidang Tugas Akhir Analisa Pemasangan Ekspansi Loop Akibat Terjadinya Upheaval Buckling pada Onshore Pipeline HARIONO NRP. 4309 100 103 Dosen Pembimbing : 1. Dr. Ir. Handayanu, M.Sc 2. Yoyok Setyo H.,ST.MT.PhD

Lebih terperinci

Laporan Tugas Akhir (KL-40Z0) Desain Dermaga General Cargo dan Trestle Tipe Deck On Pile di Pulau Kalukalukuang Provinsi Sulawesi Selatan

Laporan Tugas Akhir (KL-40Z0) Desain Dermaga General Cargo dan Trestle Tipe Deck On Pile di Pulau Kalukalukuang Provinsi Sulawesi Selatan Bab 7 DAYA DUKUNG TANAH Laporan Tugas Akhir (KL-40Z0) Desain Dermaga General Cargo dan Trestle Tipe Deck On ile di ulau Kalukalukuang rovinsi Sulawesi Selatan 7.1 Daya Dukung Tanah 7.1.1 Dasar Teori erhitungan

Lebih terperinci

BAB V HASIL DAN PEMBAHASAN

BAB V HASIL DAN PEMBAHASAN BAB V HASIL DAN PEMBAHASAN A. Hasil Pemodelan Benda Uji pada Program AutoCAD 1. Penamaan Benda Uji Variasi yang terdapat pada benda uji meliputi diameter lubang, sudut lubang, jarak antar lubang, dan panjang

Lebih terperinci

BAB II DASAR TEORI. Gambar 2.1 Tumpuan Rol

BAB II DASAR TEORI. Gambar 2.1 Tumpuan Rol BAB II DASAR TEORI 2.1 Pengertian Rangka Rangka adalah struktur datar yang terdiri dari sejumlah batang-batang yang disambung-sambung satu dengan yang lain pada ujungnya, sehingga membentuk suatu rangka

Lebih terperinci

I.1 Latar Belakang I-1

I.1 Latar Belakang I-1 Bab I Pendahuluan I.1 Latar Belakang Berbagai jenis struktur, seperti terowongan, struktur atap stadion, struktur lepas pantai, maupun jembatan banyak dibentuk dengan menggunakan struktur shell silindris.

Lebih terperinci

BAB V HASIL DAN PEMBAHASAN

BAB V HASIL DAN PEMBAHASAN BAB V HASIL DAN PEMBAHASAN A. Hasil Pemodelan Benda Uji pada Program AutoCAD 1. Penamaan Benda Uji Variasi yang terdapat pada benda uji meliputi diameter lubang,jarak antar lubang, dan panjang bentang.

Lebih terperinci

BAB IV METODE PENELITIAN

BAB IV METODE PENELITIAN BAB IV METODE PENELITIAN A. Jenis Penelitian Jenis penelitian ini adalah jenis penelitian eksperimen, Penelitian ini menggunakan baja sebagai bahan utama dalam penelitian. Dalam penelitian ini profil baja

Lebih terperinci

P ndahuluan alat sambung

P ndahuluan alat sambung SAMBUNGAN STRUKTUR BAJA Dr. IGL Bagus Eratodi Pendahuluan Konstruksi baja merupakan kesatuan dari batangbatang yang tersusun menjadi suatu struktur. Hubungan antar batang dalam struktur baja berupa sambungan.

Lebih terperinci

DAFTAR ISI. LEMBAR JUDUL... i KATA PENGANTAR... UCAPAN TERIMA KASIH... iii. DAFTAR ISI... iv DAFTAR TABEL... DAFTAR GAMBAR... ABSTRAK...

DAFTAR ISI. LEMBAR JUDUL... i KATA PENGANTAR... UCAPAN TERIMA KASIH... iii. DAFTAR ISI... iv DAFTAR TABEL... DAFTAR GAMBAR... ABSTRAK... DAFTAR ISI HALAMAN LEMBAR JUDUL... i KATA PENGANTAR...... ii UCAPAN TERIMA KASIH......... iii DAFTAR ISI...... iv DAFTAR TABEL...... v DAFTAR GAMBAR...... vi ABSTRAK...... vii BAB 1PENDAHULUAN... 9 1.1.Umum...

Lebih terperinci

Mekanika Rekayasa III

Mekanika Rekayasa III Mekanika Rekayasa III Metode Hardy Cross Pertama kali diperkenalkan oleh Hardy Cross (1993) dalam bukunya yang berjudul nalysis of Continuous Frames by Distributing Fixed End Moments. Sebagai penghargaan,

Lebih terperinci

Laporan Tugas Akhir Analisis Pondasi Jembatan dengan Permodelan Metoda Elemen Hingga dan Beda Hingga BAB III METODOLOGI

Laporan Tugas Akhir Analisis Pondasi Jembatan dengan Permodelan Metoda Elemen Hingga dan Beda Hingga BAB III METODOLOGI a BAB III METODOLOGI 3.1 Umum Pada pelaksanaan Tugas Akhir ini, kami menggunakan software PLAXIS 3D Tunnel 1.2 dan Group 5.0 sebagai alat bantu perhitungan. Kedua hasil perhitungan software ini akan dibandingkan

Lebih terperinci

BAB 4 ANALISA DAN PENGOLAHAN DATA

BAB 4 ANALISA DAN PENGOLAHAN DATA BAB 4 ANALISA DAN PENGOLAHAN DATA 4.1 PENDAHULUAN 4.1.1 Asumsi dan Batasan Seperti yang telah disebutkan pada bab awal tentang tujuan penelitian ini, maka terdapat beberapa asumsi yang dilakukan dalam

Lebih terperinci

BAB 4 ANALISA DAN PENGOLAHAN DATA

BAB 4 ANALISA DAN PENGOLAHAN DATA BAB 4 ANALISA DAN PENGOLAHAN DATA 4.1 INPUT DATA Dalam menganalisa pemodelan struktur mooring dolphin untuk kapal CPO 30,000 DWT dengan studi kasus pelabuhan Teluk Bayur digunakan bantuan program SAP000.

Lebih terperinci

BAB III METODOLOGI PERENCANAAN

BAB III METODOLOGI PERENCANAAN BAB III METODOLOGI PERENCANAAN 3.1. Diagram Alir Perencanaan Struktur Atas Baja PENGUMPULAN DATA AWAL PENENTUAN SPESIFIKASI MATERIAL PERHITUNGAN PEMBEBANAN DESAIN PROFIL RENCANA PERMODELAN STRUKTUR DAN

Lebih terperinci

BAB IV EVALUASI KINERJA DINDING GESER

BAB IV EVALUASI KINERJA DINDING GESER BAB I EALUASI KINERJA DINDING GESER 4.1 Analisis Elemen Dinding Geser Berdasarkan konsep gaya dalam yang dianut dalam SNI Beton 2847-2002, elemen struktur dinding geser tidak dicek terhadap kegagalan gesernya.

Lebih terperinci

Dosen Pembimbing: 1. Tavio, ST, MS, Ph.D 2. Bambang Piscesa, ST, MT

Dosen Pembimbing: 1. Tavio, ST, MS, Ph.D 2. Bambang Piscesa, ST, MT PENGEMBANGAN PERANGKAT UNAK MENGGUNAKAN METODE EEMEN HINGGA UNTUK PERANCANGAN TORSI DAN GESER TERKOMBINASI PADA BAOK BETON BERTUANG Oleh: DIAR FAJAR GOSANA 317 1 17 Dosen Pembimbing: 1. Tavio, ST, MS,

Lebih terperinci

BAB II PELENGKUNG TIGA SENDI

BAB II PELENGKUNG TIGA SENDI BAB II PELENGKUNG TIGA SENDI 2.1 UMUM Struktur balok yang ditumpu oleh dua tumpuan dapat menahan momen yang ditimbulkan oleh beban-beban yang bekerja pada struktur tersebut, ini berarti sebagian dari penempangnya

Lebih terperinci

STRUKTUR STATIS TAK TENTU

STRUKTUR STATIS TAK TENTU . Struktur Statis Tertentu dan Struktur Statis Tak Tentu Struktur statis tertentu : Suatu struktur yang mempunyai kondisi di mana jumlah reaksi perletakannya sama dengan jumlah syarat kesetimbangan statika.

Lebih terperinci

TUGAS MAHASISWA TENTANG

TUGAS MAHASISWA TENTANG TUGAS MAHASISWA TENTANG o DIAGRAM BIDANG MOMEN, LINTANG, DAN NORMAL PADA BALOK KANTILEVER. o DIAGRAM BIDANG MOMEN, LINTANG, DAN NORMAL PADA BALOK SEDERHANA. Disusun Oleh : Nur Wahidiah 5423164691 D3 Teknik

Lebih terperinci

TRANSFORMASI SUMBU KOORDINAT

TRANSFORMASI SUMBU KOORDINAT TRANSFORMASI SUMBU KOORDINAT Tujuan Pembelajaran Umum Mahasiswa mampu menyelesaikan analisa struktur dengan cara Analisa Struktur Metode Matriks (ASMM) 3.5 Pendahuluan Transformasi Sumbu Koordinat Tujuan

Lebih terperinci

III. METODE PENELITIAN

III. METODE PENELITIAN 33 III. METODE PENELITIAN Metode penelitian adalah suatu cara yang digunakan dalam penelitian, sehingga pelaksanaan dan hasil penelitian bisa untuk dipertanggungjawabkan secara ilmiah. Penelitian ini menggunakan

Lebih terperinci

LAMPIRAN A. Tabel A-1 Angka Praktis Plat Datar

LAMPIRAN A. Tabel A-1 Angka Praktis Plat Datar LAMPIRAN A Tabel A-1 Angka Praktis Plat Datar LAMPIRAN B Tabel B-1 Analisa Rangkaian Lintas Datar 80 70 60 50 40 30 20 10 F lokomotif F gerbong v = 60 v = 60 1 8825.959 12462.954 16764.636 22223.702 29825.540

Lebih terperinci

BAB IV PERMODELAN STRUKTUR

BAB IV PERMODELAN STRUKTUR BAB IV PERMODELAN STRUKTUR IV.1 Deskripsi Model Struktur Kasus yang diangkat pada tugas akhir ini adalah mengenai retrofitting struktur bangunan beton bertulang dibawah pengaruh beban gempa kuat. Sebagaimana

Lebih terperinci

BAB VII PENUTUP Perancangan sistem perpipaan

BAB VII PENUTUP Perancangan sistem perpipaan BAB VII PENUTUP 7.1. Kesimpulan Dari hasil perancangan dan analisis tegangan sistem perpipaan sistem perpipaan berdasarkan standar ASME B 31.4 (studi kasus jalur perpipaan LPG dermaga Unit 68 ke tangki

Lebih terperinci

IV. HASIL DAN PEMBAHASAN. Pembahasan hasil penelitian ini secara umum dibagi menjadi lima bagian yaitu

IV. HASIL DAN PEMBAHASAN. Pembahasan hasil penelitian ini secara umum dibagi menjadi lima bagian yaitu IV. HASIL DAN PEMBAHASAN Pembahasan hasil penelitian ini secara umum dibagi menjadi lima bagian yaitu pengujian mekanik beton, pengujian benda uji balok beton bertulang, analisis hasil pengujian, perhitungan

Lebih terperinci

BAB 3 DESKRIPSI KASUS

BAB 3 DESKRIPSI KASUS BAB 3 DESKRIPSI KASUS 3.1 UMUM Anjungan lepas pantai yang ditinjau berada di Laut Jawa, daerah Kepulauan Seribu, yang terletak di sebelah Utara kota Jakarta. Kedalaman laut rata-rata adalah 89 ft. Anjungan

Lebih terperinci

PROGRAM ANALISIS GRID PELAT LANTAI MENGGUNAKAN ELEMEN HINGGA DENGAN MATLAB VERSUS SAP2000

PROGRAM ANALISIS GRID PELAT LANTAI MENGGUNAKAN ELEMEN HINGGA DENGAN MATLAB VERSUS SAP2000 PROGRAM ANALISIS GRID PELAT LANTAI MENGGUNAKAN ELEMEN HINGGA DENGAN MATLAB VERSUS SAP2000 Diajukan untuk melengkapi tugas-tugas dan melengkapi syarat untuk menempuh Ujian Sarjana Teknik Sipil (Studi Literatur)

Lebih terperinci

STRUKTUR STATIS TERTENTU PORTAL DAN PELENGKUNG

STRUKTUR STATIS TERTENTU PORTAL DAN PELENGKUNG STRUKTUR STATIS TERTENTU PORTAL DAN PELENGKUNG Fakultas Teknik, Universitas Gadjah Mada Program S1 08-1 1. Portal Sederhana: Tumpuan : roll atau jepit Elemen2 : batang-batang horisontal, vertikal, miring

Lebih terperinci

Metode Defleksi Kemiringan (The Slope Deflection Method)

Metode Defleksi Kemiringan (The Slope Deflection Method) etode Defleksi Kemiringan (The Slope Deflection ethod) etode defleksi kemiringan dapat digunakan untuk menganalisa semua jenis balok dan kerangka kaku statis tak-tentu tentu. Semua sambungan dianggap kaku,

Lebih terperinci

BAB 3 MODEL ELEMEN HINGGA

BAB 3 MODEL ELEMEN HINGGA BAB 3 MODEL ELEMEN HINGGA Bab 3 Model Elemen Hingga Pemodelan numerik tumbukan tabung bujursangkar dilakukan dengan menggunakan LS-Dyna. Perangkat lunak ini biasa digunakan untuk mensimulasikan peristiwa-peristiwa

Lebih terperinci

2.1. Metode Matrix BAB 2 KONSEP DASAR METODE MATRIX KEKAKUAN Seperti telah diketahui, analisis struktur mencakup penentuan tanggap (respons) sistem struktur terhadap gaya maupun pengaruh luar yang bekerja

Lebih terperinci

LENDUTAN (Deflection)

LENDUTAN (Deflection) ENDUTAN (Deflection). Pendahuluan Dalam perancangan atau analisis balok, tegangan yang terjadi dapat ditentukan dari sifat penampang dan beban-beban luar. Pada prinsipnya tegangan pada balok akibat beban

Lebih terperinci

BAB 4 PENGUJIAN LABORATORIUM

BAB 4 PENGUJIAN LABORATORIUM BAB 4 PENGUJIAN LABORATORIUM Uji laboratorium dilakukan untuk mengetahui kekuatan dan perilaku struktur bambu akibat beban rencana. Pengujian menjadi penting karena bambu merupakan material yang tergolong

Lebih terperinci

BAB III METODE PENELITIAN

BAB III METODE PENELITIAN BAB III METODE PENELITIAN 3.1 Perencanaan Umum 3.1.1 Komposisi Bangunan Pada skripsi kali ini perencanaan struktur bangunan ditujukan untuk menggunakan analisa statik ekuivalen, untuk itu komposisi bangunan

Lebih terperinci

Perancangan Dermaga Pelabuhan

Perancangan Dermaga Pelabuhan Perancangan Dermaga Pelabuhan PENDAHULUAN 1. Latar Belakang Kompetensi mahasiswa program sarjana Teknik Kelautan dalam perancangan dermaga pelabuhan Permasalahan konkret tentang aspek desain dan analisis

Lebih terperinci

BAB IV PEMBAHASAN Analisis Tekanan Isi Pipa

BAB IV PEMBAHASAN Analisis Tekanan Isi Pipa BAB IV PEMBAHASAN Pada bab ini akan dilakukan analisis studi kasus pada pipa penyalur yang dipendam di bawah tanah (onshore pipeline) yang telah mengalami upheaval buckling. Dari analisis ini nantinya

Lebih terperinci

ANALISIS CANTILEVER BEAM DENGAN MENGGUNAKAN METODE SOLUSI NUMERIK TUGAS KULIAH

ANALISIS CANTILEVER BEAM DENGAN MENGGUNAKAN METODE SOLUSI NUMERIK TUGAS KULIAH ANALISIS CANTILEVER BEAM DENGAN MENGGUNAKAN METODE SOLUSI NUMERIK TUGAS KULIAH Disusun sebagai salah satu syarat untuk lulus kuliah MS 4011 Metode Elemen Hingga Oleh Wisnu Ikbar Wiranto 13111074 Ridho

Lebih terperinci

PERANCANGAN STRUKTUR ATAS GEDUNG CONDOTEL MATARAM CITY YOGYAKARTA. Oleh : KEVIN IMMANUEL KUSUMA NPM. :

PERANCANGAN STRUKTUR ATAS GEDUNG CONDOTEL MATARAM CITY YOGYAKARTA. Oleh : KEVIN IMMANUEL KUSUMA NPM. : PERANCANGAN STRUKTUR ATAS GEDUNG CONDOTEL MATARAM CITY YOGYAKARTA Laporan Tugas Akhir sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar Sarjana dari Universitas Atma Jaya Yogyakarta Oleh : KEVIN IMMANUEL

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. pesat yaitu selain awet dan kuat, berat yang lebih ringan Specific Strength yang

BAB I PENDAHULUAN. pesat yaitu selain awet dan kuat, berat yang lebih ringan Specific Strength yang BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Masalah Konstruksi Baja merupakan suatu alternatif yang menguntungkan dalam pembangunan gedung dan struktur yang lainnya baik dalam skala kecil maupun besar. Hal ini

Lebih terperinci

BAB III METODE PENELITIAN

BAB III METODE PENELITIAN BAB III METODE PENELITIAN 3.1 Kerangka Berfikir Sengkang merupakan elemen penting pada kolom untuk menahan beban gempa. Selain menahan gaya geser, sengkang juga berguna untuk menahan tulangan utama dan

Lebih terperinci

PERANCANCANGAN STRUKTUR BALOK TINGGI DENGAN METODE STRUT AND TIE

PERANCANCANGAN STRUKTUR BALOK TINGGI DENGAN METODE STRUT AND TIE PERANCANCANGAN STRUKTUR BALOK TINGGI DENGAN METODE STRUT AND TIE Nama : Rani Wulansari NRP : 0221041 Pembimbing : Winarni Hadipratomo, Ir UNIVERSITAS KRISTEN MARANATHA FAKULTAS TEKNIK JURUSAN TEKNIK SIPIL

Lebih terperinci

Laporan Tugas Akhir BAB II DASAR TEORI. 2.1 Lokasi dan kondisi terjadinya kegagalan pada sistem pipa. 5th failure July 13

Laporan Tugas Akhir BAB II DASAR TEORI. 2.1 Lokasi dan kondisi terjadinya kegagalan pada sistem pipa. 5th failure July 13 BAB II DASAR TEORI 2.1 Lokasi dan kondisi terjadinya kegagalan pada sistem pipa 4th failure February 13 1st failure March 07 5th failure July 13 2nd failure Oct 09 3rd failure Jan 11 Gambar 2.1 Riwayat

Lebih terperinci

BAB III PEMODELAN STRUKTUR

BAB III PEMODELAN STRUKTUR BAB III Dalam tugas akhir ini, akan dilakukan analisis statik ekivalen terhadap struktur rangka bresing konsentrik yang berfungsi sebagai sistem penahan gaya lateral. Dimensi struktur adalah simetris segiempat

Lebih terperinci

TUGAS AKHIR PIPELINE STRESS ANALYSIS TERHADAP TEGANGAN IJIN PADA PIPA GAS ONSHORE DARI TIE-IN SUBAN#13 KE SUBAN#2 DENGAN PENDEKATAN CAESAR II

TUGAS AKHIR PIPELINE STRESS ANALYSIS TERHADAP TEGANGAN IJIN PADA PIPA GAS ONSHORE DARI TIE-IN SUBAN#13 KE SUBAN#2 DENGAN PENDEKATAN CAESAR II TUGAS AKHIR PIPELINE STRESS ANALYSIS TERHADAP TEGANGAN IJIN PADA PIPA GAS ONSHORE DARI TIE-IN SUBAN#13 KE SUBAN#2 DENGAN PENDEKATAN CAESAR II Diajukan sebagai syarat untuk meraih gelar Sarjana Teknik Strata

Lebih terperinci

Studi Defleksi Balok Beton Bertulang Pada Sistem Rangka Dengan Bantuan Perangkat Lunak Berbasis Metode Elemen Hingga

Studi Defleksi Balok Beton Bertulang Pada Sistem Rangka Dengan Bantuan Perangkat Lunak Berbasis Metode Elemen Hingga Dosen Pembimbing : 1. Tavio, ST, MT, Ph.D 2. Ir. Iman Wimbadi, MS Oleh : Muhammad Fakhrul Razi 3106100053 Studi Defleksi Balok Beton Bertulang Pada Sistem Rangka Dengan Bantuan Perangkat Lunak Berbasis

Lebih terperinci

Respect, Professionalism, & Entrepreneurship. Mata Kuliah : Mekanika Bahan Kode : TSP 205. Kolom. Pertemuan 14, 15

Respect, Professionalism, & Entrepreneurship. Mata Kuliah : Mekanika Bahan Kode : TSP 205. Kolom. Pertemuan 14, 15 Mata Kuliah : Mekanika Bahan Kode : TS 05 SKS : 3 SKS Kolom ertemuan 14, 15 TIU : Mahasiswa dapat melakukan analisis suatu elemen kolom dengan berbagai kondisi tumpuan ujung TIK : memahami konsep tekuk

Lebih terperinci

BAB II DASAR TEORI 2.1 Spin Coating Metode Spin Coating

BAB II DASAR TEORI 2.1 Spin Coating Metode Spin Coating BAB II DASAR TEORI 2.1 Spin Coating Spin coating telah digunakan selama beberapa dekade untuk aplikasi film tipin. Sebuah proses khas melibatkan mendopositokan genangan kecil dari cairan resin ke pusat

Lebih terperinci

PERENCANAAN GEDUNG BETON BERTULANG BERATURAN BERDASARKAN SNI DAN FEMA 450

PERENCANAAN GEDUNG BETON BERTULANG BERATURAN BERDASARKAN SNI DAN FEMA 450 PERENCANAAN GEDUNG BETON BERTULANG BERATURAN BERDASARKAN SNI 02-1726-2002 DAN FEMA 450 Eben Tulus NRP: 0221087 Pembimbing: Yosafat Aji Pranata, ST., MT JURUSAN TEKNIK SIPIL FAKULTAS TEKNIK UNIVERSITAS

Lebih terperinci

Bab 6 Defleksi Elastik Balok

Bab 6 Defleksi Elastik Balok Bab 6 Defleksi Elastik Balok 6.1. Pendahuluan Dalam perancangan atau analisis balok, tegangan yang terjadi dapat diteritukan dan sifat penampang dan beban-beban luar. Untuk mendapatkan sifat-sifat penampang

Lebih terperinci

BAB IV ANALISA STRUKTUR

BAB IV ANALISA STRUKTUR BAB IV ANALISA STRUKTUR 4.1 Data-data Struktur Pada bab ini akan membahas tentang analisa struktur dari struktur bangunan yang direncanakan serta spesifikasi dan material yang digunakan. 1. Bangunan direncanakan

Lebih terperinci

Persamaan Tiga Momen

Persamaan Tiga Momen Persamaan Tiga omen Persamaan tiga momen menyatakan hubungan antara momen lentur di tiga tumpuan yang berurutan pada suatu balok menerus yang memikul bebanbeban yang bekerja pada kedua bentangan yang bersebelahan,

Lebih terperinci

Rancang Bangun Sistem Chassis Kendaraan Pengais Garam

Rancang Bangun Sistem Chassis Kendaraan Pengais Garam SIDANG TUGAS AKHIR TM091476 Rancang Bangun Sistem Chassis Kendaraan Pengais Garam Oleh: AGENG PREMANA 2108 100 603 JURUSAN TEKNIK MESIN FAKULTAS TEKNOLOGI INDUSTRI INSTITUT TEKNOLOGI SEPULUH NOPEMBER SURABAYA

Lebih terperinci

PEMODELAN DERMAGA DENGAN SAP 2000

PEMODELAN DERMAGA DENGAN SAP 2000 BAB 5 PEMODELAN DERMAGA DENGAN SAP 2000 Dalam mendesain struktur dermaga, analisis kekuatan struktur dan dilanjutkan dengan menentukan jumlah maupun jenis tulangan yang akan digunakan. Dalam melakukan

Lebih terperinci

DESAIN PENULANGAN SHEAR WALL, PELAT DAN BALOK DENGAN PEMROGRAMAN DELPHI

DESAIN PENULANGAN SHEAR WALL, PELAT DAN BALOK DENGAN PEMROGRAMAN DELPHI DESAIN PENULANGAN SHEAR WALL, PELAT DAN BALOK DENGAN PEMROGRAMAN DELPHI Maradona Ramdani Nasution NRP : 0621055 Pembimbing : Yosafat Aji Pranata, ST., MT FAKULTAS TEKNIK JURUSAN TEKNIK SIPIL UNIVERSITAS

Lebih terperinci

BAB III OPTIMASI KETEBALAN TABUNG COPV

BAB III OPTIMASI KETEBALAN TABUNG COPV BAB III OPTIMASI KETEBALAN TABUNG COPV 3.1 Metodologi Optimasi Desain Tabung COPV Pada tahap proses mengoptimasi desain tabung COPV kita perlu mengidentifikasi masalah terlebih dahulu, setelah itu melakukan

Lebih terperinci

Analisa Integritas Pipa Milik Joint Operation Body Saat Instalasi

Analisa Integritas Pipa Milik Joint Operation Body Saat Instalasi 1 Analisa Integritas Pipa Milik Joint Operation Body Saat Instalasi Alfaric Samudra Yudhanagara (1), Ir. Imam Rochani, M.Sc (2), Prof. Ir. Soegiono (3) Teknik Kelautan, Fakultas Teknologi Kelautan, Institut

Lebih terperinci

PERENCANAAN STRUKTUR RANGKA BAJA BERATURAN TAHAN GEMPA BERDASARKAN SNI DAN FEMA 450

PERENCANAAN STRUKTUR RANGKA BAJA BERATURAN TAHAN GEMPA BERDASARKAN SNI DAN FEMA 450 PERENCANAAN STRUKTUR RANGKA BAJA BERATURAN TAHAN GEMPA BERDASARKAN SNI 03-1726-2002 DAN FEMA 450 Calvein Haryanto NRP : 0621054 Pembimbing : Yosafat Aji Pranata, S.T.,M.T. JURUSAN TEKNIK SIPIL FAKULTAS

Lebih terperinci

FRAME DAN SAMBUNGAN LAS

FRAME DAN SAMBUNGAN LAS FRAME DAN SAMBUNGAN LAS RINI YULIANINGSIH 1 Ketika ketika mendesain elemen-elemen mesin, kita juga harus mendesain juga untuk housing, frame atau struktur yang mensupport dan melindungi 1 Desain frame

Lebih terperinci

BAB IV ANALISA DAN PERHITUNGAN

BAB IV ANALISA DAN PERHITUNGAN BAB IV ANALISA DAN PERHITUNGAN 4.1 Perhitungan Ketebalan Minimum ( Minimum Wall Thickess) Dari persamaan 2.13 perhitungan ketebalan minimum dapat dihitung dan persamaan 2.15 dan 2.16 untuk pipa bending

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. tersebut. Modifikasi itu dapat dilakukan dengan mengubah suatu profil baja standard menjadi

BAB I PENDAHULUAN. tersebut. Modifikasi itu dapat dilakukan dengan mengubah suatu profil baja standard menjadi BAB I PENDAHULUAN I.1. Umum Struktur suatu portal baja dengan bentang yang besar sangatlah tidak ekonomis bila menggunakan profil baja standard. Untuk itu diperlukannya suatu modifikasi pada profil baja

Lebih terperinci

BAB III PEMODELAN KOLOM DAN PERHITUNGAN

BAB III PEMODELAN KOLOM DAN PERHITUNGAN BAB III PEMODELAN KOLOM DAN PERHITUNGAN 3.1. Asumsi Dasar Pada analisis model matematik yang akan dikembangkan, perlu ditetapkan beberapa asumsi dasar agar rumusan yang diturunkan dan teori bisa berlaku.

Lebih terperinci

Bagaimana menentukan spesifikasi kantung udara yang efektif dengan memvariasikan ukuran tongkang, spesifikasi airbag dan jarak antar airbag?

Bagaimana menentukan spesifikasi kantung udara yang efektif dengan memvariasikan ukuran tongkang, spesifikasi airbag dan jarak antar airbag? Latar Balakang Peluncuran yaitu proses memindahkan berat kapal dari darat ke perairan. Metode peluncuran mengalami perkembangan sejalan dengan perkembangan teknologi. Peluncuran dengan sarana Airbag semakin

Lebih terperinci

Jurusan Teknik Perkapalan Fakultas Teknologi Kelautan Institut Teknologi Sepuluh Nopember Surabaya

Jurusan Teknik Perkapalan Fakultas Teknologi Kelautan Institut Teknologi Sepuluh Nopember Surabaya TUGAS AKHIR MN 091382 ANALISA PENGARUH VARIASI TANGGEM PADA PENGELASAN PIPA CARBON STEEL DENGAN METODE PENGELASAN SMAW DAN FCAW TERHADAP DEFORMASI DAN TEGANGAN SISA MENGGUNAKAN ANALISA PEMODELAN ANSYS

Lebih terperinci

METODE PENELITIAN. Model tabung gas LPG dibuat berdasarkan tabung gas LPG yang digunakan oleh

METODE PENELITIAN. Model tabung gas LPG dibuat berdasarkan tabung gas LPG yang digunakan oleh III. METODE PENELITIAN Model tabung gas LPG dibuat berdasarkan tabung gas LPG yang digunakan oleh rumah tangga yaitu tabung gas 3 kg, dengan data: Tabung 3 kg 1. Temperature -40 sd 60 o C 2. Volume 7.3

Lebih terperinci

Kuliah ke-2. UNIVERSITAS INDO GLOBAL MANDIRI FAKULTAS TEKNIK Jalan Sudirman No. 629 Palembang Telp: , Fax:

Kuliah ke-2. UNIVERSITAS INDO GLOBAL MANDIRI FAKULTAS TEKNIK Jalan Sudirman No. 629 Palembang Telp: , Fax: Kuliah ke-2.. Regangan Normal Suatu batang akan mengalami perubahan panjang jika dibebani secara aksial, yaitu menjadi panjang jika mengalami tarik dan menjadi pendek jika mengalami tekan. Berdasarkan

Lebih terperinci

BAB II DASAR TEORI. 2.1 Prinsip Dasar Mesin Pencacah Rumput

BAB II DASAR TEORI. 2.1 Prinsip Dasar Mesin Pencacah Rumput BAB II DASAR TEORI 2.1 Prinsip Dasar Mesin Pencacah Rumput Mesin ini merupakan mesin serbaguna untuk perajang hijauan, khususnya digunakan untuk merajang rumput pakan ternak. Pencacahan ini dimaksudkan

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Gempa di Indonesia Tahun 2004, tercatat tiga gempa besar di Indonesia yaitu di kepulauan Alor (11 Nov. skala 7.5), gempa Papua (26 Nov., skala 7.1) dan gempa Aceh (26 Des.,skala

Lebih terperinci

BAB II STUDI PUSTAKA

BAB II STUDI PUSTAKA BAB II STUDI PUSTAKA II.1 Umum dan Latar Belakang Kolom merupakan batang tekan tegak yang bekerja untuk menahan balok-balok loteng, rangka atap, lintasan crane dalam bangunan pabrik dan sebagainya yang

Lebih terperinci

BAB III PEMODELAN DAN ANALISIS STRUKTUR

BAB III PEMODELAN DAN ANALISIS STRUKTUR BAB III PEMODELAN DAN ANALISIS STRUKTUR 3.1. Pemodelan Struktur Pada tugas akhir ini, struktur dimodelkan tiga dimensi sebagai portal terbuka dengan penahan gaya lateral (gempa) menggunakan 2 tipe sistem

Lebih terperinci

ANALISA BALOK SILANG DENGAN GRID ELEMEN PADA STRUKTUR JEMBATAN BAJA

ANALISA BALOK SILANG DENGAN GRID ELEMEN PADA STRUKTUR JEMBATAN BAJA ANALISA BALOK SILANG DENGAN GRID ELEMEN PADA STRUKTUR JEMBATAN BAJA Tugas Akhir Diajukan untuk melengkapi tugas-tugas dan memenuhi Syarat untuk menempuh ujian sarjana Teknik Sipil Disusun oleh: SURYADI

Lebih terperinci

PERANCANGAN STRUKTUR ATAS GEDUNG TRANS NATIONAL CRIME CENTER MABES POLRI JAKARTA. Oleh : LEONARDO TRI PUTRA SIRAIT NPM.

PERANCANGAN STRUKTUR ATAS GEDUNG TRANS NATIONAL CRIME CENTER MABES POLRI JAKARTA. Oleh : LEONARDO TRI PUTRA SIRAIT NPM. PERANCANGAN STRUKTUR ATAS GEDUNG TRANS NATIONAL CRIME CENTER MABES POLRI JAKARTA Laporan Tugas Akhir Sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar Sarjana dari Universitas Atma Jaya Yogyakarta Oleh

Lebih terperinci

BAB II STUDI PUSTAKA

BAB II STUDI PUSTAKA BAB II STUDI PUSTAKA 2.1. TINJAUAN UMUM Pada Studi Pustaka ini akan membahas mengenai dasar-dasar dalam merencanakan struktur untuk bangunan bertingkat. Dasar-dasar perencanaan tersebut berdasarkan referensi-referensi

Lebih terperinci

A. Dasar-dasar Pemilihan Bahan

A. Dasar-dasar Pemilihan Bahan BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. Dasar-dasar Pemilihan Bahan Di dalam merencanakan suatu alat perlu sekali memperhitungkan dan memilih bahan-bahan yang akan digunakan, apakah bahan tersebut sudah sesuai dengan

Lebih terperinci

ANALISA KEKUATAN KONSTRUKSI MODIFIKASI DOUBLE BOTTOM AKIBAT ALIH FUNGSI PADA KAPAL ACCOMODATION WORK BARGE (AWB) 5640 DWT DENGAN METODE ELEMEN HINGGA

ANALISA KEKUATAN KONSTRUKSI MODIFIKASI DOUBLE BOTTOM AKIBAT ALIH FUNGSI PADA KAPAL ACCOMODATION WORK BARGE (AWB) 5640 DWT DENGAN METODE ELEMEN HINGGA ANALISA KEKUATAN KONSTRUKSI MODIFIKASI DOUBLE BOTTOM AKIBAT ALIH FUNGSI PADA KAPAL ACCOMODATION WORK BARGE (AWB) 5640 DWT DENGAN METODE ELEMEN HINGGA Yuli Prastyo, Imam Pujo Mulyatno, Hartono Yudho S1

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Kerusakan Struktur Kerusakan struktur merupakan pengurangan kekuatan struktur dari kondisi mula-mula yang menyebabkan terjadinya tegangan yang tidak diinginkan, displacement,

Lebih terperinci

Perhitungan Struktur Bab IV

Perhitungan Struktur Bab IV Permodelan Struktur Bored pile Perhitungan bore pile dibuat dengan bantuan software SAP2000, dimensi yang diinput sesuai dengan rencana dimensi bore pile yaitu diameter 100 cm dan panjang 20 m. Beban yang

Lebih terperinci

BAB IV KONSTRUKSI RANGKA BATANG. Konstruksi rangka batang adalah suatu konstruksi yg tersusun atas batangbatang

BAB IV KONSTRUKSI RANGKA BATANG. Konstruksi rangka batang adalah suatu konstruksi yg tersusun atas batangbatang BAB IV KONSTRUKSI RANGKA BATANG A. PENGERTIAN Konstruksi rangka batang adalah suatu konstruksi yg tersusun atas batangbatang yang dihubungkan satu dengan lainnya untuk menahan gaya luar secara bersama-sama.

Lebih terperinci

Analisis Pertemuan Balok-Kolom Struktur Rangka Beton Bertulang Menggunakan Metode Strut And Tie. Nama: Budi Piyung Riyadi NRP :

Analisis Pertemuan Balok-Kolom Struktur Rangka Beton Bertulang Menggunakan Metode Strut And Tie. Nama: Budi Piyung Riyadi NRP : Analisis Pertemuan Balok-Kolom Struktur Rangka Beton Bertulang Menggunakan Metode Strut And Tie Nama: Budi Piyung Riyadi NRP : 0121104 Pembimbing : Winarni Hadipratomo, Ir. UNIVERSITAS KRISTEN MARANATHA

Lebih terperinci

PENGEMBANGAN PENGHALUSAN JARING ELEMEN SEGITIGA REGANGAN KONSTAN SECARA ADAPTIF

PENGEMBANGAN PENGHALUSAN JARING ELEMEN SEGITIGA REGANGAN KONSTAN SECARA ADAPTIF PENGEMBANGAN PENGHALUSAN JARING ELEMEN SEGITIGA REGANGAN KONSTAN SECARA ADAPTIF Kevin Tjoanda 1, Wong Foek Tjong 2, Pamuda Pudjisuryadi 3 ABSTRAK : Penelitian ini menghasilkan program matlab yang mampu

Lebih terperinci

Optimasi Konfigurasi Sudut Stinger dan Kedalaman Laut dengan Local Buckling Check

Optimasi Konfigurasi Sudut Stinger dan Kedalaman Laut dengan Local Buckling Check 1 Optimasi Konfigurasi Sudut Stinger dan Kedalaman Laut dengan Local Buckling Check Desak Made Ayu, Daniel M. Rosyid, dan Hasan Ikhwani Jurusan Teknik Kelautan, Fakultas Teknologi Kelautan, Institut Teknologi

Lebih terperinci

PUNTIRAN. A. pengertian

PUNTIRAN. A. pengertian PUNTIRAN A. pengertian Puntiran adalah suatu pembebanan yang penting. Sebagai contoh, kekuatan puntir menjadi permasalahan pada poros-poros, karena elemen deformasi plastik secara teori adalah slip (geseran)

Lebih terperinci

B.1. Menjumlah Beberapa Gaya Sebidang Dengan Cara Grafis

B.1. Menjumlah Beberapa Gaya Sebidang Dengan Cara Grafis BAB II RESULTAN (JUMLAH) DAN URAIAN GAYA A. Pendahuluan Pada bab ini, anda akan mempelajari bagaimana kita bekerja dengan besaran vektor. Kita dapat menjumlah dua vektor atau lebih dengan beberapa cara,

Lebih terperinci