METODE DAN ANALISIS INSTALASI

Ukuran: px
Mulai penontonan dengan halaman:

Download "METODE DAN ANALISIS INSTALASI"

Transkripsi

1 4 METODE DAN 4.1 Umum Setelah proses desain selesai, maka tahap selanjutnya dari proyek struktur pipa bawah laut adalah tahap instalasi pipa. Berbagai metode instalasi struktur pipa bawah laut telah dikembangkan sesuai dengan kemajuan teknologi yang ada. Kemajuan teknologi memungkinkan untuk disesuaikannya metode pemasangan dengan keadaan lingkungan dari lokasi pemasangan pipa, ketersediaan biaya, peralatan instalasi, serta bentuk dan karakteristik struktur pipa. Setiap metode instalasi memiliki karakteristik dan kesesuai yang berbeda untuk setiap kondisi tertentu. Metode yang umum digunakan untuk instalasi struktur pipa bawah laut adalah metode S Lay, metode J Lay, metode reel dan metode bottompull. 4.2 Metode Instalasi Metode instalasi umumnya dibedakan berdasarkan kedalaman air laut di lokasi pemasangan struktur pipa bawah laut. Adapun laut dapat dibagi menjadi tiga jenis berdasarkan kedalaman perairannya, diantaranya adalah perairan dangkal dengan kedalaman 0 hingga 500 ft. Perairan sedang diasumsikan memiliki kedalaman 500 ft hingga 1000 ft. Sedangkan perairan dalam diasumsikan memiliki kedalaman lebih dari 1000 ft. Pada sub bab berikut ini akan dibahas mengenai masing masing metode instalasi. 4 1

2 4.2.1 Metode S-Lay Metode pemasangan pipa yang paling umumm digunakan pada perairan dangkal adalah metode S Lay. Adapun konfigurasi khas dari metode S Lay dapat dilihat pada Gambar 4.1 berikut ini. Gambar 4.1 Konfigurasi S Lay Pada metode S Lay, untaian pipa yang telah disambung atau dilas, ditopang oleh roller dan stinger yang terdapat pada pipelay barge yang kemudian akan membentuk kurva over bend. Kemudian untaian pipa tersebut tergantung di dalam air hingga menyentuh dasar laut dan membentuk sag bend. Kurva over bend dan sag bend kemudian membentuk huruf S yang khas. Pada metode S Lay, tensioner pada pipelay barge akan menarik untaian pipa dan menahannya. Reaksi dari tarikan tersebut, kemudian ditahan oleh beberapa jangkar yang dipasang disekitar pipelay barge (lihat Gambar 4.2), dalam beberapaa kasus digunakan thruster pada vessel yang memiliki sistem Dynamicallyy Positioned (DP). Pipelay barge diperlengkapi dengan beberapa tension machines, abandonment and recovery (A&R) winches, serta pipe handling cranes. 4 2

3 Adapun jalur penyambungan dan pemasangann pipa (firing line) umumnya terletak pada bagian tengah atau salah satu sisi dari pipelay barge. Pada jalur tersebut umumnya dilengkapi dengan beberapa stasiun pengelasan, stasiun pengecekan infra merah, serta stasiun pelapisan sambungan pipa (perhatikan Gambar 4.3). Gambar 4.2 Konfigurasi jangkar pada pipelay barge Gambar 4.3 Firing line 4 3

4 4.2.2 Metode J-Lay Untuk memfasilitasi penemuan minyak bumi di ladang ladang minyak yang terletak di perairan dalam, maka ditemukanlah metodee J Lay. Pada metodee ini, untaian pipa disambung dengan cara dilas dalam posisi hampir vertikal atau posisi vertikal dengan bantuan J Lay tower yang kemudian diturunkan ke dasar laut. Adapun konfigurasi metode J Lay dapat dilihat dalam Gambar 4.4 berikut ini. Gambar 4.4 Konfigurasi J Lay Pada konfigurasi ini, untaian pipa yang telah disambung diturunkann dari permukaan air ke dasar laut dalam sebuah radius kurva tegangan yang lebih besar, sehingga menghasilkan tegangan yang lebih kecil apabilaa dibandingkan dengan metode S Lay pada perairan dengan kedalaman yang sama. Hal ini disebabkan karena ketiadaan over bend stresss pada konfigurasi J Lay. Pada konfigurasi J Lay ini juga tidak diperlukan stinger yang besar untuk menopang pipa seperti pada konfigurasi S Lay, besar gaya horizontal yang diperlukan untuk memperta hankan konfigurasi ini juga jauh lebih kecil bila dibandingkan dengan konfigurasi S Lay. 4 4

5 Gambar 4.5 Saipem yang dilengkapi dengan J Lay tower Pada umumnya pemasangan strukturr pipa bawah laut dengan menggunakan metode J Lay akan memakan waktu yang lebih lama bila dibandingkan dengan metodee S Lay. Tetapi seiring ditemukannya J Lay tower yang lebih besar dan mampu menopang untaiann pipa yang telah disambung hingga mencapai panjang 160 ft, makaa waktu yang diperlukan dalam proses pemasangan dapat dipangkas secara signifikan. Umumnya juga metode J Lay ini digunakan pada perairan dengan kedalaman lebih dalam dari 500 ft. Kedalaman air tersebut sudah tidak memungkinkan untuk beroperasinya moored lay vessel yang umum digunakan pada metode S Lay, hal ini disebabkan karena tegangan yang diperlukan dan yang terjadi pada pipa sudah terlalu besar untuk dapat ditoleransi Metode Reel Lay Metode Reel Lay adalah salah satu metode pemasangan struktur pipa bawah laut dengann menggunakan penggulung raksasa yang terpasang pada offshore vessel. Pipa pipa disambung menjadi suatu untaian di sebuah spool base facility yang kemudian 4 5

6 untaiann tersebutt digulungkan pada penggulung yang terpasang pada dek di atas pipelay barge. Pipa yang akan dipasang harus dapat stabil dengann beratnya sendiri karena tidak boleh memiliki tambahan lapisan beton pemberat. Teknologi reel juga menyebabkan lingkungan kerja yang lebih stabil dan aman akibat cepatnya pemasangan pipa. Waktu yang diperlukan dalam pemasangan pipa dengan menggunakan metode reel lay dapat mencapai 10 kali lebih cepat dari waktu yang diperlukan bila dibandingkan dengann metode konvension nal. Kecepatan pemasangan yang lebih besar menyebabkan pemasangan pipa dapat dilakukan dalam suatu periodee waktu dimana kondisi cuaca sangat kondusif. Metode reel lay ini dapat mengakomodasi pipa hingga diameter 18 inchi. Dengann sebagian besar pekerjaan seperti pengelasan, pengecekan dan pengetesan, serta pelapisan dilakukan di darat, maka metode ini dapat memangkas biaya yang diperlukan untuk tenagaa kerja, dimanaa biaya tenaga kerja di darat secara mum lebih rendah bila dibandingkan dengann biaya tenaga kerja di offshore. Gambar 4.6 Reel vessel 4 6

7 Setelah untaian pipa digulungkan pada penggulung, maka pipelay barge kemudian dimobilisasi ke lokasi instalasi. Pipa yang telah tergulung dapat dipasang dengan konfigurasi S Lay maupun J Lay tergantung pada jenis pipelay barge dan kedalaman air di lokasi. Reel vessel dapat memiliki reel yang vertikal reel maupun horizontal reel. Horizontal reel vessel didesain untuk memasang pipa di perairan dangkal hingga perairan sedang dengan menggunakan stinger dan konfigurasi S Lay. Untuk menjaga posisi vessel agar tetap berada di posisi yang diinginkan, dapat menggunakan jangkar maupun Dynamically Positioned (DP). Sedangkan vertical reel vessel mumnya digunakan untuk pemasangan pipa di perairan sedang hingga ke perairan dalam, dengann selalu menggunakan Dynamically Positioned ( DP) untuk menjagaa posisi vessel. Untuk pemasangan pipa di perairan dalam, umumnya digunakan konfigurasi J Lay serta tidak memerlukan bantuann stinger. Gambar 4.7 DP Global s Vessel Hercules with horizontal reel (S Lay) 4 7

8 Gambar 4.8 Technip s DP vertical reel vessel Deep Blue (J Lay) Untaian pipa dibuka dari gulungan, di luruskan kembali, dan di hubungkan dengan kabel baja dengan bantuan pullhead dari pre installed hold back anchor di dasar laut. Tegangan tegangan sagbend yang terjadi dikontrol dengan tensioning system pada pipelay barge. Kemudian pipelay barge digerakkan maju sehingga secara perlahan untaiann pipa tertarik dan terbuka dari penggulungnya. Setelah gulungan pipa habis, ujung dari untaian pipa diturunkan ke dasar laut dengan menggunakan abandonment and recovery (A&R) wire rope dari reel vessel secara perlahan dengann selalu mengontrol tegangan yang terjadi pada untaian pipa. Kemudian sebuah buoy dipasangkan pada ujung kabel A&R dan reel vessel kembali ke spool base untuk memuat gulungan pipa yang baru lagi dan kembali ke lokasi pemasangan. Ujung pipa terdahulu yang telah diturunkan kemudian diangkat kembali dengan bantuan kabel A&R, setelah pullhead pada ujung pipa dilepas, kemudian ujung pipa tersebut disambungkan dengan ujung pipa dari gulungann pipa yang baru dan memulai kembali proses pembukaan gulungan pipa yang baru. 4 8

9 4.2.4 Metode Tow Pada metode tow, untaiann pipa mumnya disambung terlebih dahulu di daratan yang memiliki akses langsung ke laut. Metode inii dapat digunakan untuk pemasangan pipa baik menyebrangi danau, sungai besar, maupun di lepas pantai. Pada kasus pemasangan pipa di lepas pantai, setelah untaian pipa selesai disambung dan diuji, untaian pipa dimobilisasi ke ke dalam air yang kemudian disambungkan dengann sebuah tow vessel untuk ditarik ke lokasi yang diinginkan. Adapun metode tow ini dapat dibagi menjadi beberapa jenis lagi berdasarkan posisi penarikannya, diantaranya adalah: Bottom Tow Seperti namanya, untaian pipa ditarik pada permukaan dasar laut hingga mencapai lokasi yang diinginkan. Panjang untaian pipa yang dapat ditarik terbatas pada ketersediaan dan kemampuan bollard pull pada kapal penarik. Kemampuan bollard pull harus lebih besar dari total berat terendam dari untaian pipa ditambah dengan gesekan pipa dengan dasar laut. Agar diperoleh kemampuan tarik yang maksimal, maka dalam proses penarikan untaian pipa dapat digunakan dua atau tiga kapal penarik sekaliguss dalam konfigurasi paralel. Gambar 4.9 Bottom tow 4 9

10 Off Bottom Tow Pada metode off bottom posisi untaian pipa sehingga selalu melayang di atas permukaan dasar laut. tow, untaiann pipa dipasangi pelampung dan pemberat yang menjaga Dengann demikian, ada beberapa keuntungan yang bisa diperoleh yaitu dapat melewati hambatan hambatan yang berada di dasar laut seperti jalur pipa lain yang telah ada, karang, dan sebagainya. Selain dari pada itu, tidak adanya gesekan antara untaiann pipa dengan dasar laut sehingga gaya yang diperlukan untuk menarik untaian pipa menjadi jauh lebih kecil. Untaian pipa yang ditarik tidak perlu diberi pelindung tambahan untuk menahan gesekan antara pipa dengan dasar laut. Gambar 4.10 Off bottom tow Mid Depth Tow Pada metode mid depth tow, keseluruhan untaian pipa yang ditarik dijaga posisinya agar selalu melayang di tengah tengah kedalaman air selama proses penarikan. Untuk mencapainya, makaa diperlukan pelampung, pemberat, dan tegangan yang besar. Tegangann yang diperlukan diperoleh dari dua buah kapal penarik yang menarik dengan arah yang berlawanan pada kedua ujung untaiann pipa. Pada saat untaiann pipa telah mencapai posisi yang diinginkan, kapal penarik yang berada di ujung depan menambah tenaga tarikannya dan sebaliknyaa kapal penarik yang berada di ujung belakang mengurangi tenaga tarikannya sehingga kedua kapal dan untaian 4 10

11 pipa di antaranyaa bergerak maju. Dengan bantuan kapal ketiga, maka posisi untaian pipa dimonitor dan dijaga setiap saat agar tetap beradaa di range pergerakan yang diinginkan. Metode ini tidak cocok untuk menarik untaian pipa yang panjangnya lebih dari 3 mil laut. Gambar 4.11 Mid depth tow Surface Tow Metode surface tow padaa dasarnya mirip dengan metode mid depth tow kecuali bahwa untaian pipa tidak memerlukan pemberat untuk menenggelamkannya. Hanya diperlukan pelampung untuk menjaga untaian pipa agar selalu berada di permukaan air laut. Dua buah kapal penarik digunakan pada masing masing ujung untaian pipa untuk menjaga tegangan ketika proses penarikan dilakukan. Metode ini jarang digunakan. Gambar 4.12 Surface tow 4 11

12 4.3 Analisis Instalasi Analisiss instalasi yang akan dibahas dan digunakan dalam laporan Tugas Akhir ini adalah instalasi dengan menggunakan metode S Lay. Pemilihan metode jenis ini didasarkan pada kondisi perairan pada studi kasus yang ditinjau berupa perairan dengann kedalaman air dangkal hingga sedang sehingga metodee S Lay dianggap sebagai metode instalasi yang paling tepat. Pada instalasi pipa dengan menggunakan metode S Lay, analisis yang harus dilakukan adalah analisis mengenai bending yang terjadi pada pipa. Bending ini terjadi akibat pengaruh dari gaya gaya aksial yang bekerja pada pipa pada saat pipa tersebut diluncurkan ke laut. Pada metode S Lay ini, terdapat dua buah bending yang terjadi, yaitu bending yang terjadi di daerah lift off point akibat penggunaan stinger dan bending yang terjadi di daerah touchdown point yaitu titik pertemuan antara pipa dengann dasar laut. Gambar 4.13 Bending pada metode instalasi S Lay Pada umumnya, pipa diinstal dalam keadaan kosong sehingga pipa tersebut harus mampu menahan gaya hidrostatik dan terhindar dari bending yang melebihi ketentuan dan spesifikasi dari pipa tersebut. 4 12

13 Gambar 4.14 Gaya gaya yang terjadi pada pipa pada saat instalasi Gaya gaya yang terjadi pada pipa pada saat instalasi dapat dilihat pada Gambar 4.14 di atas. Analisis yang dapat digunakan dalam perhitunga n radius kurvatur minimum pada daerah sagbend dan pada daerah overbend adalah deformasi segmen balok. Perhatikan segmen balok yang mengalami deformasi padaa Gambar 4.15 berikut ini. Gambar 4.15 Deformasi pada segmen balok 4 13

14 Titik O adalah titik berat dari kelengkungan dan ρ adalah jari jari kelengkungan. Dari gambar di atas, dapat diturunkan persamaan persamaan berikut ini. Pers. 4 1 Pers. 4 2 Pers. 4 3 Pers. 4 4 Menurut hukum Hooke, pada suatu batang lurus yang dibebani gaya normal sentris P dengan luas penampang A, perubahan panjang ΔL yang tergantung pada sifat kenyal material atau modulus elastisitas E dapat dinyatakan sebagai berikut... Pers. 4 5 Pers. 4 6 Pers. 4 7 Pers. 4 8 Substitusi Pers. 4 4 ke dalam Pers. 4 8 akan dihasilkan:. Pers. 4 9 Pada pipa yang berbentuk silinder, maka nilai y sama dengan jari jari pipa r, sehingga Pers. 4 9 dapat dituliskan sebagai berikut.. Pers atau. Pers Substitusi Pers. 4 8 ke dalam Pers akan diperoleh. Pers

15 dimana: E = Modulus elastisitas bahan D = Diameter luar pipa σ0 = SMYS Df = Faktor desain Pada daerah sagbend, analisis tegangan dilakukan untuk menentukan tegangan (tension) dan panjang stinger yang dibutuhkan untuk menginstal pipa dengan aman. Pada umumnya, semakin besar tegangan yang dibutuhkan maka semakin pendek stinger yang digunakan. Terdapat beberapa metode yang dapat digunakan dalam melakukan analisis tegangan pada daerah sagbend yaitu metode linier beam, metode catenary, metode stiffened catenary, metode non linear beam, dan metode finite element. Setiap metode dapat memberikan hasil perhitungan yang akurat pada kondisi kondisi tertentu. Tabel 4.1 Perbandingan Metode Analisis Instalasi Pipa Metode Aplikasi Syarat Batas Validitas Linear Beam Perairan Dangkal Mencukupi Defleksi Kecil Non linear Beam Semua Perairan Mencukupi Umum Catenary Perairan Dalam Tidak Mencukupi Jauh Dari Ujung, Kekakuan Kecil Stiffened Catenary Perairan Dalam Mencukupi Kekakuan Kecil Finite Element Semua Perairan Mencukupi Umum Dalam laporan Tugas Akhir ini, digunakan analisis dengan menggunakan metode finite element karena perangkat lunak bantu yang digunakan dalam laporan Tugas Akhir ini dibuat berdasarkan pada metode finite element Metodologi Analisis Analisis yang dilakukan merupakan analisis statis dua dimensi dan dihitung dengan menggunakan bantuan perangkat lunak OFFPIPE. Dalam perhitungan, analisis dinamis diabaikan. 4 15

16 Perhitungan dilakukan dengan tinggi gelombang signifikan sebesar 1,58 m dan periode puncak 5,24 detik. Adapun prosedur pemodelan yang dilakukan adalah sebagai berikut: Barge dimodelkan sebagai susunan roller dari stasiun pertama hingga roller terakhir pada barge, kemudian berlanjut hingga roller terakhir pada stinger. Barge dimodelkan sebagai suatu ramp datar dengan kemiringan 0.5 derajat, lalu dilanjutkan dengan suatu kurva yang bermula dari tangent point. Semua roller dimodelkan sebagai penyangga sederhana yang menahan pergeseran untaian pipa dan kabel ke arah bawah saja. Untaian pipa dan kabel dapat diangkat dari penyangga jika dibutuhkan. Efek dari tahanan geser antara roller dengan pipa diabaikan. Untaian pipa dibagi menjadi segmen segmen dengan ukuran tertentu. Dasar laut dimodelkan sebagai landasan yang elastis. Gaya geser tanah terhadap pipa dalam arah longitudinal diabaikan. Metode instalasi pipa yang digunakan dalam analisis instalasi ini adalah metode S Lay. Komponen utama dari metode S Lay ini adalah daerah overbend dan daerah sagbend pada untaian pipa. Pada daerah overbend, untaian pipa harus didukung dengan penyangga yang memadai sampai titik lift off. Radius lengkungan ditentukan secara hati hati sehingga tegangan yang terjadi pada daerah tersebut tidak melebihi batas tegangan maksimum yang diperbolehkan. Sedangkan pada daerah sagbend, tegangan yang terjadi dicek untuk menentukan tegangan yang dibutuhkan pada suatu konfigurasi barge agar memenuhi kriteria tegangan. Prosedur umum dalam menentukan tegangan nominal untuk peletakan pipa yang digunakan dalam perhitungan analisis serta penentuan profil dan tegangan pipa adalah sebagai berikut: Profil barge rollers dan stinger rollers untuk pipa di daerah overbend ditetapkan berdasarkan properti pipa dan kedalaman air. 4 16

17 Tegangan pada barge dalam model analisis divariasikan hingga didapat profil instalasi yang diinginkan serta tegangan yang terjadi pada pipa dalam kondisi statis memenuhi kriteria untuk semua lokasi. Stinger dimodelkan sebagai stinger dengan geometri tetap (fixed geometry stinger) yang dihubungkan dengan barge pada bagian hitch. Ketinggian stinger roller diukur relatif terhadap elevasi hitch dengan memvariasikan perputaran stinger di dekat hitch pin. Profil barge rollers dan stinger rollers diperiksa untuk keperluan kontak roller dengan pipa yang akan diinstal Parameter Barge Lay barge yang digunakan untuk menginstal untaian pipa adalah diasumsikan memiliki parameter parameter sebagai berikut: Panjang keseluruhan : 60 meter Lebar : 11 meter Kedalaman : 3.0 meter Draft : 1.9 meter Freeboard : 1.1 meter Tipe Stinger : Truss stinger Jumlah Barge Rollers : 8 unit Jumlah Weld Stations : 2 unit Jumlah Pipe Tensioners : 1 unit Jumlah Stinger Rollers : 5 unit Adapun pada akhirnya, asumsi parameter di atas dapat dijadikan acuan dalam pemilihan lay barge pada saat pemasangan pipa sehingga asumsi parameterparameter di atas tidak bersifat mengikat atau dapat diubah ubah sesuai dengan keperluan. 4 17

18 4.3.3 Data Pemodelan Analisis peletakan pipa statis dilakukan untuk menentukan range tegangan pada barge yang berhubungan dengan alat pendukung pipa yang dipasang pada barge dan stinger sehingga dapat meminimalisasi perubahan yang mungkin terjadi selama pelaksanaan pekerjaan peletakan pipa bawah laut. Analisis peletakan pipa sebelumnya dilaksanakan untuk menetapkan kemungkinan pelaksanaan peletakan pipa dengan diameter luar 16 inchi pada kedalaman laut yang bervariasi tanpa mengalami kelebihan tegangan (overstressing). Analisis ini dilakukan untuk menentukan range tegangan pada barge yang berhubungan dengan alat pendukung pipa pada lay barge dan stinger untuk peletakan pipa berdiameter luar 16 inchi pada area pemasangan pipa dengan kedalaman laut yang bervariasi. Parameter spesifik barge dan stinger ditentukan agar tegangan maksimum yang terjadi pada pipa masih memenuhi kriteria yang telah ditetapkan. Tabel tabel berikut ini menunjukkan parameter spesifik barge dan stinger yang digunakan. Tabel 4.2 Profil Barge Rollers Keterangan R1 R2 R3 R4 R5 R6 R7 R8 Jarak dari stern (m) Ketinggian ke dek (m) Tabel 4.3 Profil Stinger Rollers Keterangan S1 S2 S3 S4 S5 Jarak dari hitch (m) Ketinggian relatif terhadap hitch (m) Tabel 4.4 Parameter Barge No. Deskripsi Parameter 1 Radius Barge Roller 320 m 2 Sudut Ramp 10 deg 3 Jumlah Barge Roller 8 4 Jumlah Tensioner 1 5 Radius Stinger 320 m 6 Jumlah Stinger Support 5 7 Tegangan Pada Barge (Base Case) Bervariasi 4 18

19 Sementara itu, hasil perhitungan properti pipa yang digunakan sebagai masukan data pada analisis instalasi ditampilkan dalam Tabel 4.5 berikut ini. Tabel 4.5 Parameter Instalasi No. Data Nilai 1 Pipe Properties Outside Diameter cm Wall Thickness 1.59 cm Yield Stress Mpa Average Joint Length 12 m Steel Weight Density N/m^3 Poisson's Ratio 0.3 Coeff. Of Thermal Expansion 1.17E 05 1/Deg C 2 Pipe Coating Properties Corrosion Coating Thickness cm Corrosion Coating Density N/m^3 Concrete Coating Thickness 2.54 cm Concrete Coating Density N/m^3 3 Field Joint Properties Corrosion Coating Cutback 12.7 cm Concrete Coating Cutback 30.5 cm Field Joint Filler Density N/m^ Hasil Analisis Hasil pemodelan instalasi pipa dengan diameter 16 inci pada kedalaman 56.4 m, 85.3 m, dan 103 m dapat dilihat pada Tabel 4.6 berikut ini. Tabel 4.6 Hasil Pemodelan No. Kedalaman (m) Tensioner (KN) Touch Down/X-Coordinate (m) Max. Yield Stress (%) Dari Tabel 4.6 di atas, dapat dilihat bahwa semua tegangan yang terjadi dari hasil pemodelan instalasi masih berada di bawah batas tegangan maksimum yaitu sebesar 72% SMYS. Hasil ini menunjukkan bahwa asumsi konfigurasi barge yang telah ditentukan sebelumnya dapat digunakan untuk instalasi pipa dengan spesifikasi tersebut. 4 19

BAB III METODE DAN ANALISIS INSTALASI

BAB III METODE DAN ANALISIS INSTALASI BAB III METODE DAN ANALISIS INSTALASI 3.1 UMUM Metode instalasi pipeline bawah laut telah dikembangkan dan disesuaikan dengan kondisi lingkungan pada saat proses instalasi berlangsung, ketersediaan dan

Lebih terperinci

METODE DAN ANALISIS INSTALASI PIPA BAWAH LAUT

METODE DAN ANALISIS INSTALASI PIPA BAWAH LAUT BAB 4 METODE DAN ANALISIS INSTALASI PIPA BAWAH LAUT 4.1 Pendahuluan Semenjak ditemukanya ladang minyak di perairan dangkal di daerah Teluk Meksiko sekitar tahun 1940-an, maka berkembang teknologi instalasi

Lebih terperinci

Analisa Resiko Penggelaran Pipa Penyalur Bawah Laut Ø 6 inch

Analisa Resiko Penggelaran Pipa Penyalur Bawah Laut Ø 6 inch Analisa Resiko Penggelaran Pipa Penyalur Bawah Laut Ø 6 inch Oleh : NOURMALITA AFIFAH 4306 100 068 Dosen Pembimbing : Ir. Jusuf Sutomo, M.Sc Prof. Ir. Daniel M. Rosyid, Ph.D Agenda Presentasi : Latar Belakang

Lebih terperinci

ANALISA BUCKLING PADA SAAT INSTALASI PIPA BAWAH LAUT: STUDI KASUS SALURAN PIPA BARU KARMILA - TITI MILIK CNOOC DI OFFSHORE SOUTH EAST SUMATERA

ANALISA BUCKLING PADA SAAT INSTALASI PIPA BAWAH LAUT: STUDI KASUS SALURAN PIPA BARU KARMILA - TITI MILIK CNOOC DI OFFSHORE SOUTH EAST SUMATERA ANALISA BUCKLING PADA SAAT INSTALASI PIPA BAWAH LAUT: STUDI KASUS SALURAN PIPA BARU KARMILA - TITI MILIK CNOOC DI OFFSHORE SOUTH EAST SUMATERA Armando Rizaldy 1, Hasan Ikhwani 2, Sujantoko 2 1. Mahasiswa

Lebih terperinci

ANALISIS MID-POINT TIE-IN PADA PIPA BAWAH LAUT

ANALISIS MID-POINT TIE-IN PADA PIPA BAWAH LAUT ANALISIS MID-POINT TIE-IN PADA PIPA BAWAH LAUT Mulyadi Maslan Hamzah (mmhamzah@gmail.com) Program Studi Magister Teknik Kelautan Fakultas Teknik Sipil dan Lingkungan, Institut Teknologi Bandung, Jl Ganesha

Lebih terperinci

Ir. Imam Rochani, M,Sc. Prof. Ir. Soegiono

Ir. Imam Rochani, M,Sc. Prof. Ir. Soegiono Analisa Integritas Pipa milik Joint Operation Body Pertamina- Petrochina East Java saat Instalasi Oleh Alfariec Samudra Yudhanagara 4310 100 073 Dosen Pembimbing Ir. Imam Rochani, M,Sc. Prof. Ir. Soegiono

Lebih terperinci

Optimasi Konfigurasi Sudut Stinger dan Kedalaman Laut dengan Local Buckling Check

Optimasi Konfigurasi Sudut Stinger dan Kedalaman Laut dengan Local Buckling Check 1 Optimasi Konfigurasi Sudut Stinger dan Kedalaman Laut dengan Local Buckling Check Desak Made Ayu, Daniel M. Rosyid, dan Hasan Ikhwani Jurusan Teknik Kelautan, Fakultas Teknologi Kelautan, Institut Teknologi

Lebih terperinci

OffPipe (Installation Analysis) Mata Kuliah pipa bawah laut

OffPipe (Installation Analysis) Mata Kuliah pipa bawah laut OffPipe (Installation Analysis) Mata Kuliah pipa bawah laut OUTLINE Static Installation Dynamic Installation OffPipe (Static Analysis Pipeline Installation) Static Analysis Tahapan Input Gambar Creat New

Lebih terperinci

1 METODE DAN ANALISIS TIE IN

1 METODE DAN ANALISIS TIE IN 3 1 METODE DAN ANALISIS TIE IN 3.1 METODE TIE IN Tie in merupakan proses yang sangat penting dari rangkaian pekerjaan instalasi pipa lepas pantai. Sama halnya dengan proses penyambungan pipa yang lain,

Lebih terperinci

Analisa Integritas Pipa Milik Joint Operation Body Saat Instalasi

Analisa Integritas Pipa Milik Joint Operation Body Saat Instalasi 1 Analisa Integritas Pipa Milik Joint Operation Body Saat Instalasi Alfaric Samudra Yudhanagara (1), Ir. Imam Rochani, M.Sc (2), Prof. Ir. Soegiono (3) Teknik Kelautan, Fakultas Teknologi Kelautan, Institut

Lebih terperinci

ANDHIKA HARIS NUGROHO NRP

ANDHIKA HARIS NUGROHO NRP LABORATORIUM KEANDALAN DAN KESELAMATAN JURUSAN TEKNIK SISTEM PERKAPALAN FAKULTAS TEKNOLOGI KELAUTAN INSTITUT TEKNOLOGI SEPULUH NOPEMBER ANALISIS TEGANGAN TERHADAP RISIKO TERJADINYA BUCKLING PADA PROSES

Lebih terperinci

BAB 3 DESKRIPSI KASUS

BAB 3 DESKRIPSI KASUS BAB 3 DESKRIPSI KASUS 3.1 UMUM Anjungan lepas pantai yang ditinjau berada di Laut Jawa, daerah Kepulauan Seribu, yang terletak di sebelah Utara kota Jakarta. Kedalaman laut rata-rata adalah 89 ft. Anjungan

Lebih terperinci

ABOVE WATER TIE IN DAN ANALISIS GLOBAL BUCKLING PADA PIPA BAWAH LAUT

ABOVE WATER TIE IN DAN ANALISIS GLOBAL BUCKLING PADA PIPA BAWAH LAUT ABOVE WATER TIE IN DAN ANALISIS GLOBAL BUCKLING PADA PIPA BAWAH LAUT Diyan Gitawanti Pratiwi 1 Dosen Pembimbing : Rildova, Ph.D Program Studi Teknik Kelautan Fakultas Teknik Sipil dan Lingkungan, Institut

Lebih terperinci

BAB IV PEMBAHASAN Analisis Tekanan Isi Pipa

BAB IV PEMBAHASAN Analisis Tekanan Isi Pipa BAB IV PEMBAHASAN Pada bab ini akan dilakukan analisis studi kasus pada pipa penyalur yang dipendam di bawah tanah (onshore pipeline) yang telah mengalami upheaval buckling. Dari analisis ini nantinya

Lebih terperinci

Perancangan Pipa Bawah Laut

Perancangan Pipa Bawah Laut MO091351 Perancangan Pipa Bawah Laut Pipeline Installation Oleh : Abi Latiful Hakim 4308100054 JURUSAN TEKNIK KELAUTAN FAKULTAS TEKNOLOGI KELAUTAN INSTITUT TEKNOLOGI 10 NOPEMBER SURABAYA 2011 Pipeline

Lebih terperinci

BAB VII KESIMPULAN DAN SARAN

BAB VII KESIMPULAN DAN SARAN BAB VII KESIMPULAN DAN SARAN 7.1 Kesimpulan Kesimpulan yang dapat diambil pada studi untuk mendapatkan konfigurasi kabel yang paling efektif pada struktur SFT dan juga setelah dilakukan analisa perencanaan

Lebih terperinci

Pembebanan Batang Secara Aksial. Bahan Ajar Mekanika Bahan Mulyati, MT

Pembebanan Batang Secara Aksial. Bahan Ajar Mekanika Bahan Mulyati, MT Pembebanan Batang Secara Aksial Suatu batang dengan luas penampang konstan, dibebani melalui kedua ujungnya dengan sepasang gaya linier i dengan arah saling berlawanan yang berimpit i pada sumbu longitudinal

Lebih terperinci

BAB IV DATA SISTEM PERPIPAAN HANGTUAH

BAB IV DATA SISTEM PERPIPAAN HANGTUAH BAB IV DATA SISTEM PERPIPAAN HANGTUAH 4.1. Sistem Perpipaan 4.1.1. Lokasi Sistem Perpipaan Sistem perpipaan yang dianalisis sebagai studi kasus pada tugas akhir ini adalah sistem perpipaan milik Conoco

Lebih terperinci

Analisa Pemasangan Ekspansi Loop Akibat Terjadinya Upheaval Buckling pada Onshore Pipeline

Analisa Pemasangan Ekspansi Loop Akibat Terjadinya Upheaval Buckling pada Onshore Pipeline Sidang Tugas Akhir Analisa Pemasangan Ekspansi Loop Akibat Terjadinya Upheaval Buckling pada Onshore Pipeline HARIONO NRP. 4309 100 103 Dosen Pembimbing : 1. Dr. Ir. Handayanu, M.Sc 2. Yoyok Setyo H.,ST.MT.PhD

Lebih terperinci

Optimasi Konfigurasi Sudut Stinger dan Jarak antara Lay Barge dan Exit Point pada Instalasi Horizontal Directional Drilling

Optimasi Konfigurasi Sudut Stinger dan Jarak antara Lay Barge dan Exit Point pada Instalasi Horizontal Directional Drilling Presentasi Ujian Tugas Akhir Optimasi Konfigurasi Sudut Stinger dan Jarak antara Lay Barge dan Exit Point pada Instalasi Horizontal Directional Drilling Oleh : Triestya Febri Andini 4306100061 Dosen Pembimbing

Lebih terperinci

BAB IV ANALISA DAN PERHITUNGAN

BAB IV ANALISA DAN PERHITUNGAN BAB IV ANALISA DAN PERHITUNGAN 4.1 Perhitungan Ketebalan Minimum ( Minimum Wall Thickess) Dari persamaan 2.13 perhitungan ketebalan minimum dapat dihitung dan persamaan 2.15 dan 2.16 untuk pipa bending

Lebih terperinci

3.3. BATASAN MASALAH 3.4. TAHAPAN PELAKSANAAN Tahap Permodelan Komputer

3.3. BATASAN MASALAH 3.4. TAHAPAN PELAKSANAAN Tahap Permodelan Komputer 4) Layout Pier Jembatan Fly Over Rawabuaya Sisi Barat (Pier P5, P6, P7, P8), 5) Layout Pot Bearing (Perletakan) Pada Pier Box Girder Jembatan Fly Over Rawabuaya Sisi Barat, 6) Layout Kabel Tendon (Koordinat)

Lebih terperinci

III. METODE PENELITIAN

III. METODE PENELITIAN 33 III. METODE PENELITIAN Metode penelitian adalah suatu cara yang digunakan dalam penelitian, sehingga pelaksanaan dan hasil penelitian bisa untuk dipertanggungjawabkan secara ilmiah. Penelitian ini menggunakan

Lebih terperinci

Optimasi Konfigurasi Sudut Stinger dan Kedalaman Laut Dengan Local Buckling Check

Optimasi Konfigurasi Sudut Stinger dan Kedalaman Laut Dengan Local Buckling Check Optimasi Konfigurasi Sudut Stinger dan Kedalaman Laut Dengan Local Buckling Check Oleh : Desak Made Ayu 4310100019 Pembimbing : Prof. Ir. Daniel M. Rosyid, Ph.D Ir. Hasan Ikhwani, M.Sc OUTLINE : I. PENDAHULUAN

Lebih terperinci

PEMASANGAN STRUKTUR RANGKA ATAP YANG EFISIEN

PEMASANGAN STRUKTUR RANGKA ATAP YANG EFISIEN ANALISIS PROFIL CFS (COLD FORMED STEEL) DALAM PEMASANGAN STRUKTUR RANGKA ATAP YANG EFISIEN Torkista Suadamara NRP : 0521014 Pembimbing : Ir. GINARDY HUSADA, MT FAKULTAS TEKNIK JURUSAN TEKNIK SIPIL UNIVERSITAS

Lebih terperinci

2.5 Persamaan Aliran Untuk Analisa Satu Dimensi Persamaan Kontinuitas Persamaan Energi Formula Headloss...

2.5 Persamaan Aliran Untuk Analisa Satu Dimensi Persamaan Kontinuitas Persamaan Energi Formula Headloss... DAFTAR ISI HALAMAN JUDUL...i HALAMAN TUGAS SARJANA...ii HALAMAN PERNYATAAN ORISINALITAS....iii HALAMAN PENGESAHAN.... iv HALAMAN PERNYATAAN PERSETUJUAN PUBLIKASI.....v HALAMAN PERSEMBAHAN....vi ABSTRAK...

Lebih terperinci

ANALISIS TEGANGAN TERHADAP RISIKO TERJADINYA BUCKLING PADA PROSES PENGGELARAN PIPA BAWAH LAUT

ANALISIS TEGANGAN TERHADAP RISIKO TERJADINYA BUCKLING PADA PROSES PENGGELARAN PIPA BAWAH LAUT 1 ANALISIS TEGANGAN TERHADAP RISIKO TERJADINYA BUCKLING PADA PROSES PENGGELARAN PIPA BAWAH LAUT Andhika Haris Nugroho, Dwi Priyanta,Irfan Syarif Arif Jurusan Teknik Sistem Perkapalan, Fakultas Teknologi

Lebih terperinci

PERANCANGAN TEKNIS BAUT BATUAN BERDIAMETER 39 mm DENGAN KEKUATAN PENOPANGAN kn LOGO

PERANCANGAN TEKNIS BAUT BATUAN BERDIAMETER 39 mm DENGAN KEKUATAN PENOPANGAN kn LOGO www.designfreebies.org PERANCANGAN TEKNIS BAUT BATUAN BERDIAMETER 39 mm DENGAN KEKUATAN PENOPANGAN 130-150 kn Latar Belakang Kestabilan batuan Tolok ukur keselamatan kerja di pertambangan bawah tanah Perencanaan

Lebih terperinci

Rancang Bangun Sistem Chassis Kendaraan Pengais Garam

Rancang Bangun Sistem Chassis Kendaraan Pengais Garam SIDANG TUGAS AKHIR TM091476 Rancang Bangun Sistem Chassis Kendaraan Pengais Garam Oleh: AGENG PREMANA 2108 100 603 JURUSAN TEKNIK MESIN FAKULTAS TEKNOLOGI INDUSTRI INSTITUT TEKNOLOGI SEPULUH NOPEMBER SURABAYA

Lebih terperinci

BAB 4 PENGUJIAN LABORATORIUM

BAB 4 PENGUJIAN LABORATORIUM BAB 4 PENGUJIAN LABORATORIUM Uji laboratorium dilakukan untuk mengetahui kekuatan dan perilaku struktur bambu akibat beban rencana. Pengujian menjadi penting karena bambu merupakan material yang tergolong

Lebih terperinci

TEGANGAN DAN REGANGAN

TEGANGAN DAN REGANGAN Kokoh Tegangan mechanics of materials Jurusan Pengairan Fakultas Teknik Universitas Brawijaya TEGANGAN DAN REGANGAN 1 Tegangan Normal (Normal Stress) tegangan yang bekerja dalam arah tegak lurus permukaan

Lebih terperinci

Kuliah ke-2. UNIVERSITAS INDO GLOBAL MANDIRI FAKULTAS TEKNIK Jalan Sudirman No. 629 Palembang Telp: , Fax:

Kuliah ke-2. UNIVERSITAS INDO GLOBAL MANDIRI FAKULTAS TEKNIK Jalan Sudirman No. 629 Palembang Telp: , Fax: Kuliah ke-2.. Regangan Normal Suatu batang akan mengalami perubahan panjang jika dibebani secara aksial, yaitu menjadi panjang jika mengalami tarik dan menjadi pendek jika mengalami tekan. Berdasarkan

Lebih terperinci

MODIFIKASI PERANCANGAN JEMBATAN TRISULA MENGGUNAKAN BUSUR RANGKA BAJA DENGAN DILENGKAPI DAMPER PADA ZONA GEMPA 4

MODIFIKASI PERANCANGAN JEMBATAN TRISULA MENGGUNAKAN BUSUR RANGKA BAJA DENGAN DILENGKAPI DAMPER PADA ZONA GEMPA 4 MODIFIKASI PERANCANGAN JEMBATAN TRISULA MENGGUNAKAN BUSUR RANGKA BAJA DENGAN DILENGKAPI DAMPER PADA ZONA GEMPA 4 Citra Bahrin Syah 3106100725 Dosen Pembimbing : Bambang Piscesa, ST. MT. Ir. Djoko Irawan,

Lebih terperinci

BAB IV ANALISIS. = = = = tan θ

BAB IV ANALISIS. = = = = tan θ BAB IV ANALISIS Pada kajian ini dilakukan analisis terhadap kondisi dan konfigurasi dasar laut, desain dan perencanaan jalur pipa, peletakan pipa, distribusi jalur pipa bawah laut aktual dari pergerakan

Lebih terperinci

PERENCANAAN EXPANSION SPOOL DAN ANCHOR BLOCK PERENCANAAN PIPA DAN EXPANSION SPOOL PADA PIPA PENYALUR SPM

PERENCANAAN EXPANSION SPOOL DAN ANCHOR BLOCK PERENCANAAN PIPA DAN EXPANSION SPOOL PADA PIPA PENYALUR SPM BAB IV PERENCANAAN EXPANSION SPOOL DAN ANCHOR BLOCK PERENCANAAN PIPA DAN EXPANSION SPOOL PADA PIPA PENYALUR SPM 4.1. UMUM Temperatur dan efek tekanan akan menyebabkan jalur pipa mengalami pemuaian panjang

Lebih terperinci

Sumber : Brownell & Young Process Equipment design. USA : Jon Wiley &Sons, Inc. Chapter 3, hal : Abdul Wahid Surhim

Sumber : Brownell & Young Process Equipment design. USA : Jon Wiley &Sons, Inc. Chapter 3, hal : Abdul Wahid Surhim Sumber : Brownell & Young. 1959. Process Equipment design. USA : Jon Wiley &Sons, Inc. Chapter 3, hal : 36-57 3 Abdul Wahid Surhim *Vessel merupakan perlengkapan paling dasar dari industri kimia dan petrokimia

Lebih terperinci

1 Pendahuluan. 1.1 Latar Belakang. Bab 1

1 Pendahuluan. 1.1 Latar Belakang. Bab 1 Bab 1 1 Pendahuluan 1.1 Latar Belakang Sumber daya alam mineral di Indonesia memilik potensi yang cukup besar untuk dieksplorasi, terutama untuk jenis minyak dan gas bumi. Sumber mineral di Indonesia sebagian

Lebih terperinci

METODE PENELITIAN. Model tabung gas LPG dibuat berdasarkan tabung gas LPG yang digunakan oleh

METODE PENELITIAN. Model tabung gas LPG dibuat berdasarkan tabung gas LPG yang digunakan oleh III. METODE PENELITIAN Model tabung gas LPG dibuat berdasarkan tabung gas LPG yang digunakan oleh rumah tangga yaitu tabung gas 3 kg, dengan data: Tabung 3 kg 1. Temperature -40 sd 60 o C 2. Volume 7.3

Lebih terperinci

NAJA HIMAWAN

NAJA HIMAWAN NAJA HIMAWAN 4306 100 093 Ir. Imam Rochani, M.Sc. Ir. Hasan Ikhwani, M.Sc. ANALISIS PERBANDINGAN PERANCANGAN PADA ONSHORE PIPELINE MENGGUNAKAN MATERIAL GLASS-REINFORCED POLYMER (GRP) DAN CARBON STEEL BERBASIS

Lebih terperinci

Pertemuan I,II I. Struktur Statis Tertentu dan Struktur Statis Tak Tentu

Pertemuan I,II I. Struktur Statis Tertentu dan Struktur Statis Tak Tentu Pertemuan I,II I. Struktur Statis Tertentu dan Struktur Statis Tak Tentu I.1 Golongan Struktur Sebagian besar struktur dapat dimasukkan ke dalam salah satu dari tiga golongan berikut: balok, kerangka kaku,

Lebih terperinci

Perhitungan Struktur Bab IV

Perhitungan Struktur Bab IV Permodelan Struktur Bored pile Perhitungan bore pile dibuat dengan bantuan software SAP2000, dimensi yang diinput sesuai dengan rencana dimensi bore pile yaitu diameter 100 cm dan panjang 20 m. Beban yang

Lebih terperinci

ANALISIS PERBANDINGAN PERILAKU STRUKTUR JEMBATAN CABLE STAYEDTIPE FAN DAN TIPE RADIALAKIBAT BEBAN GEMPA

ANALISIS PERBANDINGAN PERILAKU STRUKTUR JEMBATAN CABLE STAYEDTIPE FAN DAN TIPE RADIALAKIBAT BEBAN GEMPA ANALISIS PERBANDINGAN PERILAKU STRUKTUR JEMBATAN CABLE STAYEDTIPE FAN DAN TIPE RADIALAKIBAT BEBAN GEMPA Masrilayanti 1, Navisko Yosen 2 1,2 Jurusan Teknik Sipil, Fakultas Teknik, Universitas Andalas Masrilayanti@ft.unand.ac.id

Lebih terperinci

Pertemuan 8 KUBAH TRUSS BAJA

Pertemuan 8 KUBAH TRUSS BAJA Halaman 1 dari Pertemuan 8 Pertemuan 8 KUBAH TRUSS BAJA Gambar di bawah ini adalah DENAH ATAP dan TAMPAK TRUSS B yang simetri dari struktur atap konstruksi baja berbentuk kubah yang akan digunakan dalam

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. dari pelat baja vertikal (infill plate) yang tersambung pada balok dan kolom

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. dari pelat baja vertikal (infill plate) yang tersambung pada balok dan kolom BAB II TINJAUAN PUSTAKA II.1. Steel Plate Shear Walls Steel Plate Shear Walls adalah sistem penahan beban lateral yang terdiri dari pelat baja vertikal (infill plate) yang tersambung pada balok dan kolom

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN. 1. Perencanaan Interior 2. Perencanaan Gedung 3. Perencanaan Kapal

BAB 1 PENDAHULUAN. 1. Perencanaan Interior 2. Perencanaan Gedung 3. Perencanaan Kapal BAB 1 PENDAHULUAN Perencanaan Merencana, berarti merumuskan suatu rancangan dalam memenuhi kebutuhan manusia. Pada mulanya, suatu kebutuhan tertentu mungkin dengan mudah dapat diutarakan secara jelas,

Lebih terperinci

BAB II DASAR TEORI. 2.1 Pengertian rangka

BAB II DASAR TEORI. 2.1 Pengertian rangka BAB II DASAR TEORI 2.1 Pengertian rangka Rangka adalah struktur datar yang terdiri dari sejumlah batang-batang yang disambung-sambung satu dengan yang lain pada ujungnya, sehingga membentuk suatu rangka

Lebih terperinci

Mekanika Bahan TEGANGAN DAN REGANGAN

Mekanika Bahan TEGANGAN DAN REGANGAN Mekanika Bahan TEGANGAN DAN REGANGAN Sifat mekanika bahan Hubungan antara respons atau deformasi bahan terhadap beban yang bekerja Berkaitan dengan kekuatan, kekerasan, keuletan dan kekakuan Tegangan Intensitas

Lebih terperinci

Pengaruh Diameter Pin Terhadap Kekuatan dan Kualitas Joint Line Pada Proses Friction Wtir Welding Aluminium Seri 5083 Untuk Pre Fabrication

Pengaruh Diameter Pin Terhadap Kekuatan dan Kualitas Joint Line Pada Proses Friction Wtir Welding Aluminium Seri 5083 Untuk Pre Fabrication Pengaruh Diameter Pin Terhadap Kekuatan dan Kualitas Joint Line Pada Proses Friction Wtir Welding Aluminium Seri 5083 Untuk Pre Fabrication Panel Bangunan Atas Kapal 4108 100 066 Jurusan Teknik Perkapalan

Lebih terperinci

OPTIMALISASI DESAIN JEMBATAN LENGKUNG (ARCH BRIDGE) TERHADAP BERAT DAN LENDUTAN

OPTIMALISASI DESAIN JEMBATAN LENGKUNG (ARCH BRIDGE) TERHADAP BERAT DAN LENDUTAN OPTIMALISASI DESAIN JEMBATAN LENGKUNG (ARCH BRIDGE) TERHADAP BERAT DAN LENDUTAN Sugeng P. Budio 1, Retno Anggraini 1, Christin Remayanti 1, I Made Bayu Arditya Widia 2 1 Dosen / Jurusan Teknik Sipil /

Lebih terperinci

Tegangan Dalam Balok

Tegangan Dalam Balok Mata Kuliah : Mekanika Bahan Kode : TSP 05 SKS : SKS Tegangan Dalam Balok Pertemuan 9, 0, TIU : Mahasiswa dapat menghitung tegangan yang timbul pada elemen balok akibat momen lentur, gaya normal, gaya

Lebih terperinci

BAB 3 MODEL ELEMEN HINGGA

BAB 3 MODEL ELEMEN HINGGA BAB 3 MODEL ELEMEN HINGGA Bab 3 Model Elemen Hingga Pemodelan numerik tumbukan tabung bujursangkar dilakukan dengan menggunakan LS-Dyna. Perangkat lunak ini biasa digunakan untuk mensimulasikan peristiwa-peristiwa

Lebih terperinci

BAB II DASAR TEORI. Gambar 2.1 Tumpuan Rol

BAB II DASAR TEORI. Gambar 2.1 Tumpuan Rol BAB II DASAR TEORI 2.1 Pengertian Rangka Rangka adalah struktur datar yang terdiri dari sejumlah batang-batang yang disambung-sambung satu dengan yang lain pada ujungnya, sehingga membentuk suatu rangka

Lebih terperinci

Bagaimana menentukan spesifikasi kantung udara yang efektif dengan memvariasikan ukuran tongkang, spesifikasi airbag dan jarak antar airbag?

Bagaimana menentukan spesifikasi kantung udara yang efektif dengan memvariasikan ukuran tongkang, spesifikasi airbag dan jarak antar airbag? Latar Balakang Peluncuran yaitu proses memindahkan berat kapal dari darat ke perairan. Metode peluncuran mengalami perkembangan sejalan dengan perkembangan teknologi. Peluncuran dengan sarana Airbag semakin

Lebih terperinci

Desain Struktur Beton Bertulang Tahan Gempa

Desain Struktur Beton Bertulang Tahan Gempa Mata Kuliah : Struktur Beton Lanjutan Kode : TSP 407 SKS : 3 SKS Desain Struktur Beton Bertulang Tahan Gempa Pertemuan 13, 14 TIU : Mahasiswa dapat mendesain berbagai elemen struktur beton bertulang TIK

Lebih terperinci

BAB IV EVALUASI KINERJA DINDING GESER

BAB IV EVALUASI KINERJA DINDING GESER BAB I EALUASI KINERJA DINDING GESER 4.1 Analisis Elemen Dinding Geser Berdasarkan konsep gaya dalam yang dianut dalam SNI Beton 2847-2002, elemen struktur dinding geser tidak dicek terhadap kegagalan gesernya.

Lebih terperinci

Perancangan Dermaga Pelabuhan

Perancangan Dermaga Pelabuhan Perancangan Dermaga Pelabuhan PENDAHULUAN 1. Latar Belakang Kompetensi mahasiswa program sarjana Teknik Kelautan dalam perancangan dermaga pelabuhan Permasalahan konkret tentang aspek desain dan analisis

Lebih terperinci

BAB II TEORI DASAR. Gambar 2.1 Tipikal struktur mekanika (a) struktur batang (b) struktur bertingkat [2]

BAB II TEORI DASAR. Gambar 2.1 Tipikal struktur mekanika (a) struktur batang (b) struktur bertingkat [2] BAB II TEORI DASAR 2.1. Metode Elemen Hingga Analisa kekuatan sebuah struktur telah menjadi bagian penting dalam alur kerja pengembangan desain dan produk. Pada awalnya analisa kekuatan dilakukan dengan

Lebih terperinci

BAB III OPTIMASI KETEBALAN TABUNG COPV

BAB III OPTIMASI KETEBALAN TABUNG COPV BAB III OPTIMASI KETEBALAN TABUNG COPV 3.1 Metodologi Optimasi Desain Tabung COPV Pada tahap proses mengoptimasi desain tabung COPV kita perlu mengidentifikasi masalah terlebih dahulu, setelah itu melakukan

Lebih terperinci

BAB III METODOLOGI PENELITIAN

BAB III METODOLOGI PENELITIAN BAB III METODOLOGI PENELITIAN A. Waktu Dan Tempat Penelitian Penelitian ini dilakukan di Lab. Mekanika Struktur Jurusan Teknik Mesin Universitas Lampung untuk mensimulasikan kemampuan tangki toroidal penampang

Lebih terperinci

Jurusan Teknik Kelautan FTK ITS

Jurusan Teknik Kelautan FTK ITS Analisa Kekuatan Sisa Chain Line Single Point Mooring Pada Utility Support Vessel Oleh : Nautika Nesha Eriyanti NRP. 4308100005 Dosen Pembimbing : Ir. Mas Murtedjo, M.Eng NIP. 194912151978031001 Yoyok

Lebih terperinci

BAB 4 HASIL DAN PEMBAHASAN

BAB 4 HASIL DAN PEMBAHASAN BAB 4 HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1 Data-data Umum Jembatan Beton Prategang-I Bentang 21,95 Meter Gambar 4.1 Spesifikasi jembatan beton prategang-i bentang 21,95 m a. Spesifikasi umum Tebal lantai jembatan

Lebih terperinci

BAB 4 ANALISA DAN PENGOLAHAN DATA

BAB 4 ANALISA DAN PENGOLAHAN DATA BAB 4 ANALISA DAN PENGOLAHAN DATA 4.1 PENDAHULUAN 4.1.1 Asumsi dan Batasan Seperti yang telah disebutkan pada bab awal tentang tujuan penelitian ini, maka terdapat beberapa asumsi yang dilakukan dalam

Lebih terperinci

PENENTUAN WELDING SEQUENCE TERBAIK PADA PENGELASAN SAMBUNGAN-T PADA SISTEM PERPIPAAN KAPAL DENGAN MENGGUNAKAN METODE ELEMEN HINGGA

PENENTUAN WELDING SEQUENCE TERBAIK PADA PENGELASAN SAMBUNGAN-T PADA SISTEM PERPIPAAN KAPAL DENGAN MENGGUNAKAN METODE ELEMEN HINGGA Tugas Akhir PENENTUAN WELDING SEQUENCE TERBAIK PADA PENGELASAN SAMBUNGAN-T PADA SISTEM PERPIPAAN KAPAL DENGAN MENGGUNAKAN METODE ELEMEN HINGGA Disusun oleh : Awang Dwi Andika 4105 100 036 Dosen Pembimbing

Lebih terperinci

ANALISA GEOMETRI NON-LINIER PELAT LANTAI DENGAN MENGGUNAKAN SAP2000 DAN PERCOBAAN PEMBEBANAN. Andri Handoko

ANALISA GEOMETRI NON-LINIER PELAT LANTAI DENGAN MENGGUNAKAN SAP2000 DAN PERCOBAAN PEMBEBANAN. Andri Handoko ANALISA GEOMETRI NON-LINIER PELAT LANTAI DENGAN MENGGUNAKAN SAP2 DAN PERCOBAAN PEMBEBANAN Andri Handoko Jurusan Teknik Sipil, Fakultas Teknik, Universitas Bina Nusantara, Jl. K.H. Syahdan No. 9 Kemanggisan,

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Universitas Kristen Maranatha 1

BAB I PENDAHULUAN. Universitas Kristen Maranatha 1 BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Beton tidak dapat menahan gaya tarik melebihi nilai tertentu tanpa mengalami retak-retak. Untuk itu, agar beton dapat bekerja dengan baik dalam suatu sistem struktur,

Lebih terperinci

d b = Diameter nominal batang tulangan, kawat atau strand prategang D = Beban mati atau momen dan gaya dalam yang berhubungan dengan beban mati e = Ek

d b = Diameter nominal batang tulangan, kawat atau strand prategang D = Beban mati atau momen dan gaya dalam yang berhubungan dengan beban mati e = Ek DAFTAR NOTASI A g = Luas bruto penampang (mm 2 ) A n = Luas bersih penampang (mm 2 ) A tp = Luas penampang tiang pancang (mm 2 ) A l =Luas total tulangan longitudinal yang menahan torsi (mm 2 ) A s = Luas

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. buah kabin operator yang tempat dan fungsinya adalah masing-masing. 1) Kabin operator Truck Crane

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. buah kabin operator yang tempat dan fungsinya adalah masing-masing. 1) Kabin operator Truck Crane BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Bagian-bagian Utama Pada Truck Crane a) Kabin Operator Seperti yang telah kita ketahui pada crane jenis ini memiliki dua buah kabin operator yang tempat dan fungsinya adalah

Lebih terperinci

Analisis Struktur Dermaga Deck on Pile Terminal Peti Kemas Kalibaru 1A Pelabuhan Tanjung Priok

Analisis Struktur Dermaga Deck on Pile Terminal Peti Kemas Kalibaru 1A Pelabuhan Tanjung Priok Analisis Struktur Dermaga Deck on Pile Terminal Peti Kemas Kalibaru 1A Pelabuhan Tanjung Priok Julfikhsan Ahmad Mukhti Program Studi Sarjana Teknik Kelautan ITB, FTSL, ITB julfikhsan.am@gmail.com Kata

Lebih terperinci

DAFTAR SIMBOL / NOTASI

DAFTAR SIMBOL / NOTASI DAFTAR SIMBOL / NOTASI A : Luas atau dipakai sebagai koefisien, dapat ditempatkan pada garis bawah. ( m ; cm ; inci, dsb) B : Ukuran alas lateral terkecil ( adakalanya dinyatakan sebagai 2B ). ( m ; cm

Lebih terperinci

PROSEDUR MOBILISASI DAN PEMASANGAN PIPA AIR MINUM SUPLEMEN MODUL SPAM PERPIPAAN BERBASIS MASYARAKAT DENGAN POLA KKN TEMATIK

PROSEDUR MOBILISASI DAN PEMASANGAN PIPA AIR MINUM SUPLEMEN MODUL SPAM PERPIPAAN BERBASIS MASYARAKAT DENGAN POLA KKN TEMATIK PROSEDUR MOBILISASI DAN PEMASANGAN PIPA AIR MINUM SUPLEMEN MODUL SPAM PERPIPAAN BERBASIS MASYARAKAT DENGAN POLA KKN TEMATIK A. DEFINISI - Pengangkutan Pekerjaan pemindahan pipa dari lokasi penumpukan ke

Lebih terperinci

PERENCANAAN STRUKTUR GEDUNG RUSUNAWA UNIMUS

PERENCANAAN STRUKTUR GEDUNG RUSUNAWA UNIMUS TUGAS AKHIR PERENCANAAN STRUKTUR GEDUNG RUSUNAWA UNIMUS Diajukan Sebagai Syarat Untuk Menyelesaikan Pendidikan Tingkat Sarjana Strata (S-1) Pada Program Studi Teknik Sipil Fakultas Teknik Universitas Katolik

Lebih terperinci

Laporan Tugas Akhir BAB II DASAR TEORI. 2.1 Lokasi dan kondisi terjadinya kegagalan pada sistem pipa. 5th failure July 13

Laporan Tugas Akhir BAB II DASAR TEORI. 2.1 Lokasi dan kondisi terjadinya kegagalan pada sistem pipa. 5th failure July 13 BAB II DASAR TEORI 2.1 Lokasi dan kondisi terjadinya kegagalan pada sistem pipa 4th failure February 13 1st failure March 07 5th failure July 13 2nd failure Oct 09 3rd failure Jan 11 Gambar 2.1 Riwayat

Lebih terperinci

BAB III PEMODELAN DAN HASIL PEMODELAN

BAB III PEMODELAN DAN HASIL PEMODELAN BAB III PEMODELAN DAN HASIL PEMODELAN Data-data yang telah didapatkan melalui studi literatur dan pencarian data di lokasi penambangan emas pongkor adalah : 3.1 Lokasi Penelitian Penelitian dilakukaan

Lebih terperinci

BAB III METODOLOGI. Adapun yang termasuk dalam tahap persiapan ini meliputi:

BAB III METODOLOGI. Adapun yang termasuk dalam tahap persiapan ini meliputi: BAB III METODOLOGI 3.1 Tahap Persiapan Tahap persiapan merupakan rangkaian kegiatan sebelum memulai tahapan pengumpulan data dan pengolahannya. Dalam tahap awal ini disusun hal-hal penting yang harus dilakukan

Lebih terperinci

LEMBAR PENILAIAN DOKUMEN TEKNIS ke 03 TOWER THAMRIN NINE DEVELOPMENT

LEMBAR PENILAIAN DOKUMEN TEKNIS ke 03 TOWER THAMRIN NINE DEVELOPMENT LEMBAR PENILAIAN DUMEN TEKNIS ke 03 TOWER THAMRIN NINE DEVELOPMENT 1. DATA BANGUNAN a. Nama Proyek : Thamrin Nine Development b. Jenis Bangunan : Beton SW+Prategang+Rangka Baja c. Lokasi Bangunan : Jl.

Lebih terperinci

Golongan struktur Balok ( beam Kerangka kaku ( rigid frame Rangka batang ( truss

Golongan struktur Balok ( beam Kerangka kaku ( rigid frame Rangka batang ( truss Golongan struktur 1. Balok (beam) adalah suatu batang struktur yang hanya menerima beban tegak saja, dapat dianalisa secara lengkap apabila diagram gaya geser dan diagram momennya telah diperoleh. 2. Kerangka

Lebih terperinci

BAB III LANDASAN TEORI. dasar ke permukaan tanah untuk suatu situs, maka situs tersebut harus

BAB III LANDASAN TEORI. dasar ke permukaan tanah untuk suatu situs, maka situs tersebut harus BAB III LANDASAN TEORI 3.1 Perencanaan Beban Gempa 3.1.1 Klasifikasi Situs Dalam perumusan kriteria desain seismik suatu bangunan di permukaan tanah atau penentuan amplifikasi besaran percepatan gempa

Lebih terperinci

PEKERJAAN PERAKITAN JEMBATAN RANGKA BAJA

PEKERJAAN PERAKITAN JEMBATAN RANGKA BAJA PEKERJAAN PERAKITAN JEMBATAN RANGKA BAJA 1. Umum Secara umum metode perakitan jembatan rangka baja ada empat metode, yaitu metode perancah, metode semi kantilever dan metode kantilever serta metode sistem

Lebih terperinci

BAB III LANDASAN TEORI. Menurut McComac dan Nelson dalam bukunya yang berjudul Structural

BAB III LANDASAN TEORI. Menurut McComac dan Nelson dalam bukunya yang berjudul Structural BAB III LANDASAN TEORI 3.1 Kolom Pendek Menurut McComac dan Nelson dalam bukunya yang berjudul Structural Steel Design LRFD Method yang berdasarkan dari AISC Manual, persamaan kekuatan kolom pendek didasarkan

Lebih terperinci

RESPON DINAMIK SISTEM CONVENTIONAL BUOY MOORING DI SEKITAR PULAU PANJANG, BANTEN, JAWA BARAT

RESPON DINAMIK SISTEM CONVENTIONAL BUOY MOORING DI SEKITAR PULAU PANJANG, BANTEN, JAWA BARAT RESPON DINAMIK SISTEM CONVENTIONAL BUOY MOORING DI SEKITAR PULAU PANJANG, BANTEN, JAWA BARAT Aninda Miftahdhiyar 1) dan Krisnaldi Idris, Ph.D 2) Program Studi Teknik Kelautan Fakultas Teknik Sipil dan

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. dengan tanah dan suatu bagian dari konstruksi yang berfungsi menahan gaya

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. dengan tanah dan suatu bagian dari konstruksi yang berfungsi menahan gaya BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. Umum Pondasi adalah struktur bagian bawah bangunan yang berhubungan langsung dengan tanah dan suatu bagian dari konstruksi yang berfungsi menahan gaya beban diatasnya. Pondasi

Lebih terperinci

FRAME DAN SAMBUNGAN LAS

FRAME DAN SAMBUNGAN LAS FRAME DAN SAMBUNGAN LAS RINI YULIANINGSIH 1 Ketika ketika mendesain elemen-elemen mesin, kita juga harus mendesain juga untuk housing, frame atau struktur yang mensupport dan melindungi 1 Desain frame

Lebih terperinci

Bab II STUDI PUSTAKA

Bab II STUDI PUSTAKA Bab II STUDI PUSTAKA 2.1 Pengertian Sambungan, dan Momen 1. Sambungan adalah lokasi dimana ujung-ujung batang bertemu. Umumnya sambungan dapat menyalurkan ketiga jenis gaya dalam. Beberapa jenis sambungan

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. menahan gaya beban diatasnya. Pondasi dibuat menjadi satu kesatuan dasar

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. menahan gaya beban diatasnya. Pondasi dibuat menjadi satu kesatuan dasar BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Umum Pondasi adalah struktur bagian bawah bangunan yang berhubungan langsung dengan tanah dan suatu bagian dari konstruksi yang berfungsi menahan gaya beban diatasnya. Pondasi

Lebih terperinci

2- ELEMEN STRUKTUR KOMPOSIT

2- ELEMEN STRUKTUR KOMPOSIT 2- ELEMEN STRUKTUR KOMPOSIT Pendahuluan Elemen struktur komposit merupakan struktur yang terdiri dari 2 material atau lebih dengan sifat bahan yang berbeda dan membentuk satu kesatuan sehingga menghasilkan

Lebih terperinci

H 2 ANALISA INSTALASI PIPA POLYETHYLENE BAWAH LAUT DENGAN METODE S-LAY. Riki Satrio Nugroho (1), Yeyes Mulyadi (2), Murdjito (3)

H 2 ANALISA INSTALASI PIPA POLYETHYLENE BAWAH LAUT DENGAN METODE S-LAY. Riki Satrio Nugroho (1), Yeyes Mulyadi (2), Murdjito (3) ANALISA INSTALASI PIPA POLYETHYLENE BAWAH LAUT DENGAN METODE S-LAY Riki Satrio Nugroho (), Yeyes Mulyadi (), Murdjito () Mahasiswa Teknik Kelautan,, Staf Pengajar Teknik Kelautan Abstrak Karakteristik

Lebih terperinci

PEGAS. Keberadaan pegas dalam suatu system mekanik, dapat memiliki fungsi yang berbeda-beda. Beberapa fungsi pegas adalah:

PEGAS. Keberadaan pegas dalam suatu system mekanik, dapat memiliki fungsi yang berbeda-beda. Beberapa fungsi pegas adalah: PEGAS Ketika fleksibilitas atau defleksi diperlukan dalam suatu system mekanik, beberapa bentuk pegas dapat digunakan. Dalam keadaan lain, kadang-kadang deformasi elastis dalam suatu bodi mesin merugikan.

Lebih terperinci

Analisis Konfigurasi Sudut Stinger dengan Variasi Kedalaman pada Pipa Diameter 20 saat Instalasi di Banyu Urip, Bojonegoro

Analisis Konfigurasi Sudut Stinger dengan Variasi Kedalaman pada Pipa Diameter 20 saat Instalasi di Banyu Urip, Bojonegoro HALAMAN JUDUL TUGAS AKHIR MO141326 Analisis Konfigurasi Sudut Stinger dengan Variasi Kedalaman pada Pipa Diameter 20 saat Instalasi di Banyu Urip, Bojonegoro Juniavi Dini Kumala Putri NRP. 4313 100 008

Lebih terperinci

BAB III PERENCANAAN DAN GAMBAR

BAB III PERENCANAAN DAN GAMBAR BAB III PERENCANAAN DAN GAMBAR 3.1 Flowchart Perencanaan Pembuatan Mesin Pemotong Umbi Proses Perancangan mesin pemotong umbi seperti yang terlihat pada gambar 3.1 berikut ini: Mulai mm Studi Literatur

Lebih terperinci

PENGANTAR KONSTRUKSI BANGUNAN BENTANG LEBAR

PENGANTAR KONSTRUKSI BANGUNAN BENTANG LEBAR Pendahuluan POKOK BAHASAN 1 PENGANTAR KONSTRUKSI BANGUNAN BENTANG LEBAR Struktur bangunan adalah bagian dari sebuah sistem bangunan yang bekerja untuk menyalurkan beban yang diakibatkan oleh adanya bangunan

Lebih terperinci

BAB IV PENGUMPULAN DAN PENGOLAHAN DATA

BAB IV PENGUMPULAN DAN PENGOLAHAN DATA BAB IV PENGUMPULAN DAN PENGOLAHAN DATA 4.1. Data-data Awal ( input ) untuk Caesar II Adapun parameter-parameter yang menjadi data masukan (di input) ke dalam program Caesar II sebagai data yang akan diproses

Lebih terperinci

Pemasangan Jembatan Metode Perancah Pemasangan Jembatan Metode Perancah

Pemasangan Jembatan Metode Perancah Pemasangan Jembatan Metode Perancah Pemasangan Jembatan Metode Perancah Pemasangan Jembatan Metode Perancah Pekerjaan jembatan rangka baja terdiri dari pemasangan struktur jembatan rangka baja hasil rancangan patent, seperti jembatan rangka

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Dalam pembangunan prasarana fisik di Indonesia saat ini banyak pekerjaan

BAB I PENDAHULUAN. Dalam pembangunan prasarana fisik di Indonesia saat ini banyak pekerjaan BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Dalam pembangunan prasarana fisik di Indonesia saat ini banyak pekerjaan konstruksi bangunan menggunakan konstruksi baja sebagai struktur utama. Banyaknya penggunaan

Lebih terperinci

BAB. 1.1 Umum ANALISIS FREE SPAN PIPA BAWAH LAUT 1-1 BAB 1 PENDAHULUAN

BAB. 1.1 Umum ANALISIS FREE SPAN PIPA BAWAH LAUT 1-1 BAB 1 PENDAHULUAN BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Umum Minyak bumi, gas alam, logam merupakan beberapa contoh sumberdaya mineral yang sangat penting dan dibutuhkan bagi manusia. Dan seperti yang kita ketahui, negara Indonesia merupakan

Lebih terperinci

STRUKTUR DAN KONSTRUKSI BANGUNAN IV

STRUKTUR DAN KONSTRUKSI BANGUNAN IV STRUKTUR DAN KONSTRUKSI BANGUNAN IV STRUKTUR PLAT LIPAT AZRATIH HAIRUN FRILYA YOLANDA EFRIDA UMBU NDAKULARAK AGRIAN RIZKY RINTO HARI MOHAMMAD GIFARI A. PENGERTIAN STRUKTUR PLAT LIPAT Pelat adalah struktur

Lebih terperinci

BAB IV DESIGN DAN ANALISA

BAB IV DESIGN DAN ANALISA BAB IV DESIGN DAN ANALISA Pada bab ini penulis hendak menampilkan desain turbin air secara keseluruhan mulai dari profil sudu, perhitungan dan pengecekan kekuatan bagian-bagian utama dari desain turbin

Lebih terperinci

METODOLOGI PENELITIAN

METODOLOGI PENELITIAN III. METODOLOGI PENELITIAN A. Waktu dan Tempat Penelitian Penelitian ini dilakukan di Laboratorium Mekanika Struktur Jurusan Teknik Mesin Universitas Lampung. Penelitian ini dilaksanakan mulai dari bulan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Dalam rekayasa industri lepas pantai, peranan survei hidrografi sangat penting, baik dalam tahap perencanaan, tahap konstruksi maupun dalam tahap eksplorasi, seperti

Lebih terperinci

KAJIAN PEMANFAATAN KABEL PADA PERANCANGAN JEMBATAN RANGKA BATANG KAYU

KAJIAN PEMANFAATAN KABEL PADA PERANCANGAN JEMBATAN RANGKA BATANG KAYU Konferensi Nasional Teknik Sipil 3 (KoNTekS 3) Jakarta, 6 7 Mei 2009 KAJIAN PEMANFAATAN KABEL PADA PERANCANGAN JEMBATAN RANGKA BATANG KAYU Estika 1 dan Bernardinus Herbudiman 2 1 Jurusan Teknik Sipil,

Lebih terperinci

PEMODELAN DERMAGA DENGAN SAP 2000

PEMODELAN DERMAGA DENGAN SAP 2000 BAB 5 PEMODELAN DERMAGA DENGAN SAP 2000 Dalam mendesain struktur dermaga, analisis kekuatan struktur dan dilanjutkan dengan menentukan jumlah maupun jenis tulangan yang akan digunakan. Dalam melakukan

Lebih terperinci