BAB IV PEMBAHASAN Analisis Tekanan Isi Pipa

Ukuran: px
Mulai penontonan dengan halaman:

Download "BAB IV PEMBAHASAN Analisis Tekanan Isi Pipa"

Transkripsi

1 BAB IV PEMBAHASAN Pada bab ini akan dilakukan analisis studi kasus pada pipa penyalur yang dipendam di bawah tanah (onshore pipeline) yang telah mengalami upheaval buckling. Dari analisis ini nantinya diharapkan dapat diketahui bagaimana pengaruh beban beban operasi yang ditinjau terhadap potensi terjadinya kegagalan dalam bentuk global buckling. Pada studi kasus ini ditemukan terjadinya kegagalan dalam bentuk upheaval buckling di sepanjang 20 m segmen pipa. Di tengah tengah 20 m segmen pipa ini terjadi defleksi maksimum sebesar 50 cm. Melalui kasus ini, akan dipelajari dan dianalisis pengaruh termal dan tinggi timbunan tanah di atas pipa hingga dapat menyebabkan global buckling pada segmen pipa tersebut Analisis Tekanan Isi Pipa Selain melakukan perhitungan dan analisis pipa, juga akan dilakukan analisis hubungan tekanan internal pipa terhadap ketebalan pipa. Disain tekanan internal pipa tentunya dirancang jauh lebih kecil daripada tekanan maksimum yang diijinkan bekerja di dalam pipa. Dengan menggunakan persamaan disain tekanan pipa menurut standar ASME B 31.4 untuk pipa penyalur minyak berikut : P = 2St ( FET ) D o Maka dapat diketahui profil kekuatan tebal pipa terhadap tekanan internal pipa. Berdasarkan Gambar 4.1 ditunjukkan hubungan ketebalan pipa terhadap tekanan internal pipa. Dapat dilihat bahwa dengan tebal pipa 7.94 mm, pipa masih dapat menahan tekanan internal hingga 13.4 MPa. Maka dengan tekanan operasi 1.24 MPa sistem pipa tidak akan mengalami kelebihan tekanan akibat tekanan fluida. IV-1

2 Tekanan Internal (MPa) Tekanan Internal vs Ketebalan Pipa Ketebalan Pipa (mm) Tekanan Operasi (1.24 MPa) Gambar 4.1 Hubungan Tekanan Internal Pipa Terhadap Ketebalan Pipa 4.2. Analisis Buckling Kolom Fenomena global buckling yang terjadi pada studi kasus yang ditinjau merupakan kasus struktur yang mengalami kegagalan akibat gaya aksial kompresif. Ditinjau dari segi mekanika, maka global buckling pada pipa dengan panjang tidak ter-support tertentu dapat dimodelkan atau dianggap sebagai kolom yang mengalami beban aksial kompresif. Sebuah kolom vertikal yang diberikan besar gaya aksial kompresif tertentu dapat mengalami tekukan ke arah samping. Besarnya gaya aksial kompresif yang dibutuhkan agar kolom dapat mengalami tekukan bergantung pada geometri penampang kolom dan panjang kolom itu sendiri. Selain itu juga, penekukan kolom sangat dipengaruhi oleh kondisi ujung ujung kolom tersebut. Pada kolom ujung pasak (pinned) maka kolom dianggap dapat melawan gaya horizontal dan gaya vertikal yang bekerja pada ujung kolom tersebut. Sedangkan pada kondisi kolom ujung jepit, maka kolom dianggap dapat menahan 3 komponen gaya yaitu gaya horizontal, gaya vertikal, dan momen. Ujung jepit biasa digunakan pada kolom atau secara fisis pada struktur yang ingin dijaga agar tidak dapat berputar. Pada studi kasus yang ditinjau dimana pipa tidak lagi tertimbun tanah namun masih berada di dalam parit, maka pipa dianggap sebagai kolom dengan kondisi ujung ujung dipasak (pinned-pinned). Pada kondisi ini dianggap pipa dapat menahan gaya vertikal dan gaya horizontal yang mungkin ada pada ujung ujung pipa. IV-2

3 Namun karena pipa tidak lagi berada di bawah timbunan tanah, maka pipa dianggap tidak dapat menahan momen jika ada. Oleh karena itu pipa dapat dianggap sebagai kolom dengan ujung ujung dipasak. Setelah pipa dimodelkan sebagai kolom dengan ujung ujung dipasak maka dapat dihitung beban kritis kolom yang dibutuhkan agar pipa sebagai kolom dapat mengalami buckling. Seperti yang telah diuraikan pada Bab II, persamaan beban kritis Buckling dapat dinyatakan sebagai 2 2 P cr = π EI L. Melalui persamaan ini, dapat diketahui bahwa besarnya beban kritis buckling tergantung pada panjang kolom tersebut. Jika panjang kolom semakin panjang maka beban kritis buckling akan semakin kecil. Tentunya hal ini tidak diinginkan dalam desain ketahanan pipa terhadap buckling. Dalam peningkatan kekuatan pipa terhadap buckling, diharapkan desain instalasi dan operasi pipa sedemikian rupa sehingga beban minimum yang harus dicapai untuk terjadinya buckling cukup besar. Hal ini berhubungan dengan cukup besarnya gaya aksial yang mungkin dialami pipa akibat tekanan internal fluida dan pengaruh termal. minimum Berdasarkan hasil perhitungan dari studi kasus pada Bab III diperoleh beban P cr = kn. Sedangkan beban aksial efektif yang dialami pipa pada temperatur operasi normal T2 = 80 C, F = -716 kn (tanda minus menunjukkan gaya kompresif). Hal ini menunjukkan bahwa gaya aksial efektif yang bekerja pada pipa jauh lebih besar daripada beban kritis yang harus dicapai agar terjadi buckling. Maka dapat disimpulkan bahwa buckling akan terjadi pada saat gaya aksial mencapai beban kritis kn. Dengan menggunakan teori kolom Euler ini juga dapat diketahui fungsi kurva elastis kolom. Dengan menggunakan fungsi kurva elastis ini dapat diketahui profil defleksi yang terjadi di sepanjang pipa. Dengan menggunakan asumsi defleksi maksimum berdasarkan hasil temuan di lapangan yaitu sebesar 50 cm, maka dengan menggunakan persamaan kurva elastis segmen pipa sebagai berikut : π y = 50sin x diperoleh kurva defleksi pipa di sepanjang 20 m L IV-3

4 Dispalcement, y (cm) Jarak dari x (m) Gambar 4.2 Defleksi Vertikal di Sepanjang 20 m Segmen Pipa Berdasarkan kriteria beban kritis kolom Euler maka dapat ditentukan panjang kolom atau panjang pipa efektif agar tidak terjadi buckling pada temperatur operasi normal 80 C. Dengan menggunakan batasan beban kritis Euler terhadap gaya aksial efektif pipa maka diperoleh panjang efektif sebesar L e = 8 m. Panjang ini menunjukkan bahwa sistem pipa diperbolehkan untuk memiliki segmen pipa yang tidak ter-support sepanjang 8 m. Dengan mengurangi panjang pipa tidak ter-support dari 20 m menjadi 8 m, maka gaya aksial kompresif sebesar 716 kn tidak akan menyebabkan buckling sekalipun pipa tidak dipengaruhi oleh gaya friksi tanah. Sedangkan dari tinjauan temperatur minimum buckling berdasarkan batasan kriteria beban kritis Euler, maka diperoleh bahwa beban kritis Euler kn akan tercapai pada temperatur operasi 29 C. Temperatur operasi yang diijinkan ini tentunya sangat kecil dibandingkan dengan temperatur operasi yang diinginkan yaitu sebesar 80 C. Namun analisis di atas belum memperhitungkan pengaruh gaya tahanan tanah yang akan menahan gaya aksial kompresif pipa penyebab buckling. Dapat dikatakan bahwa gaya yang harus ditahan oleh tanah merupakan gaya aksial kompresif kritis. Gaya aksial kompresif kritis ini merupakan beban kritis Euler yang harus dicapai terlebih dahulu oleh gaya aksial kompresif pipa. Jika beban kritis Euler telah dicapai oleh gaya kompresif pipa, maka pipa akan mengalami buckling. Buckling akan terjadi jika pipa berada dalam kondisi bebas mengalami defleksi vertikal. Namun karena pipa masih memiliki friksi antara permukaan pipa dengan permukaan tanah maka defleksi yang harusnya terjadi pada saat beban kritis telah tercapai tidak dapat terjadi. IV-4

5 Defleksi global pada arah vertikal atau upheaval buckling pada pipa yang dipendam di bawah tanah baru akan mulai terjadi jika gaya aksial kompresif pipa telah mencapai gaya tahanan tanah maksimum yang mungkin bekerja pada pipa. Sedangkan pada studi kasus yang ditinjau kegagalan upheaval buckling hanya ditahan oleh friksi permukaan pipa dengan permukaan tanah. Melalui uraian ini dapat diketahui urutan mekanisme gaya aksial yang harus dicapai agar pipa dapat mengalami upheaval buckling. Pada saat gaya aksial kompresif pipa mencapai beban kritis Euler, maka pada sepanjang segmen pipa yang tidak tersupport akan timbul potensi pipa untuk mengalami upheaval buckling atau defleksi vertikal. Namun pada kondisi ini pipa belum akan mengalami buckling. Hal ini disebabkan karena gaya aksial kompresif pipa belum cukup besar untuk melewati gaya tahanan tanah. Gaya tahanan tanah yang harus dilawan oleh gaya aksial kompresif pipa berasal dari gaya friksi tanah di sekeliling pipa. Jika gaya aksial kompresif pipa telah melebihi gaya tahanan tanah maka pada kondisi ini pipa akan melepaskan tegangan yang tertahan dalam bentuk defleksi ke arah atas. Pada kondisi ini pipa telah memiliki cukup dorongan untuk mendorong timbunan tanah di atas pipa hingga pipa dapat melepaskan tegangan dalam bentuk defleksi global Analisis Tegangan Kritis Euler Menurut perhitungan tegangan kritis Euler yang dilakukan pada bab III diperoleh tegangan minimum yang akan menyebabkan buckling jika pipa dianggap sebuah kolom adalah 24 MPa. Dibandingkan dengan tegangan luluh material pipa 241 MPa, maka tegangan buckling ini masih jauh lebih kecil. Hubungan tegangan kritis buckling terhadap slenderness ratio pipa sebagai kolom secara grafis dapat ditunjukkan pada Gambar 4.3. Berdasarkan Gambar 4.3 dapat diketahui hubungan tegangan terhadap panjang pipa. Jika pipa semakin panjang maka tegangan minimum yang dibutuhkan agar pipa mengalami buckling akan semakin kecil. Hal ini disebabkan karena pada pipa yang sangat panjang dengan beban aksial kompresif pipa akan semakin mudah mengalami penekukan secara global. Sedangkan pada pipa yang pendek pipa sulit mengalami penekukan secara global akan tetapi terjadi tekukan lokal pada dinding pipa atau pipa akan mengalami deformasi plastis dengan tegangan yang lebih besar lagi dari pada tegangan kritis buckling. IV-5

6 Tegangan Kritis σ cr (MPa) Buckling Kolom Sebagai Fungsi (L/r) σ yield = 241 MPa σ cr =24 MPa Slenderness Ratio (L/r) Gambar 4.3 Hubungan Tegangan Kritis Pipa Terhadap Slenderness Ratio Oleh karena itu dapat disimpulkan bahwa pada kasus ini pipa tidak akan mengalami deformasi plastis karena terlebih dahulu telah mengalami gagal elastis dalam bentuk global buckling. Atau secara eksak dapat dikatakan bahwa pipa telah gagal dalam bentuk buckling pada tegangan 24 MPa sebelum terdeformasi plastis pada tegangan 241 MPa Analisis Tegangan Analisis tegangan yang bekerja pada sistem pipa meliputi tegangan hoop dan tegangan longitudinal. Resultan tegangan tegangan yang bekerja pada pipa kemudian dinyatakan dalam bentuk tegangan ekivalen von Misses. Tegangan ekivalen von Mises merupakan kriteria tegangan dimana pipa akan mengalami kegagalan akibat mekanisme yielding. Pada temperatur operasi normal 80 C, diperoleh tegangan tegangan yang bekerja pada sistem pipa sebagai berikut : 1. Tegangan hoop, σ h = 16 MPa 2. Tegangan longitudinal, σ L = 140 MPa 3. Tegangan ekivalen, σ E = 149 MPa IV-6

7 Berdasarkan kriteria tegangan yang diijinkan oleh standar ASME B diperoleh bahwa tegangan tegangan yang bekerja pada pipa masih berada di bawah tegangan ijinnya. Jika tegangan tegangan yang bekerja pada pipa melewati tegangan ijinnya maka pipa akan gagal dalam bentuk deformasi plastis. Hal ini khususnya ditunjukkan oleh kriteria tegangan ekivalen von Mises dimana tegangan ekivalen yang bekerja sebesar 149 MPa sedangkan tegangan luluh pipa sebesar 217 MPa. Hal ini membuktikan bahwa kasus pipa yang dianalisis ini tidak akan gagal dalam bentuk deformasi plastis. Namun perlu diingat bahwa pipa masih memiliki potensi untuk gagal dalam bentuk kolom buckling. Tentunya ini berkaitan erat dengan gaya aksial kompresif pipa yang harus ditahan oleh gaya tahanan tanah. Selain pada temperatur operasi normal 80 C, pada Bab III juga dilakukan perhitungan tegangan tegangan yang bekerja pada pipa pada temperatur 150 C. Perhitungan ini dilakukan karena pada kondisi sebenarnya pipa telah mengalami peningkatan temperatur akibat terekspos panas matahari. Oleh karena itu diasumsikan temperatur operasi juga mengalami peningkatan temperatur hingga 150 C. Menurut hasil perhitungan tegangan pada temperatur 150 C diperoleh tegangan tegangan yang bekerja pada sistem pipa sebagai berikut : 1. Tegangan hoop, σ h = 16 MPa 2. Tegangan longitudinal, σ L = 309 MPa 3. Tegangan ekivalen, σ E = 318 MPa Berdasarkan kriteria tegangan ijin diperoleh bahwa tegangan longitudinal dan tegangan ekivalen yang bekerja pada pipa telah melebihi tegangan yang diijinkan. Hal ini menunjukkan bahwa pada temperatur operasi 150 C pipa akan mengalami kegagalan dalam bentuk deformasi plastis. Hal ini khususnya ditunjukkan oleh kriteria luluh von Misses dimana tegangan ekivalen sebesar 318 MPa telah melebihi tegangan ekivalen ijin sebesar 217 MPa. Namun berdasarkan kondisi yang ditemukan di lapangan, pipa telah gagal melalui mekanisme global buckling. Hal ini berhubungan dengan geometri pipa yang dianggap sebagai kolom yang panjang sehingga memiliki batas beban minimum untuk mengalami buckling. Sebelum tegangan luluh ekivalen dicapai, pipa telah terlebih dahulu mengalami beban aksial kompresif hingga mencapai batas beban kritisnya (buckling). IV-7

8 4.5. Analisis Pengaruh Variabel Temperatur Pada analisis ini dilakukan perubahan temperatur. Analisis perubahan temperatur ini dilakukan untuk mengetahui pengaruh variabel temperatur terhadap gaya aksial pipa. Berdasarkan kasus yang sebenarnya terjadi, telah terjadi 2 kasus perubahan temperatur yaitu akibat pipa terekspos panas matahari (sun heat) dan akibat kebakaran hutan. Profil perubahan temperatur kedua kasus yang terjadi diasumsikan masing masing hingga 150 C karena sun heat dan 700 C karena kebakaran hutan. Pengaruh temperatur terhadap gaya aksial pipa pada kedua kasus peningkatan temperatur ini ditunjukkan pada Gambar 4.4 berikut ini : Pengaruh temperatur terhadap gaya aksial efektif pipa Gaya aksial efektif (kn) ,200-1,600-2,000 Temperatur Operasi ( C) Gambar 4.4 (a) Pengaruh Temperatur Terhadap Gaya Aksial Efektif Pipa Akibat Sun Heat IV-8

9 Pengaruh temperatur terhadap gaya aksial efektif pipa Gaya aksial efektif (kn) ,000-4,000-6,000-8,000-10,000 Temperatur Operasi ( C) Gambar 4.4 (b) Pengaruh Temperatur Terhadap Gaya Aksial Efektif Pipa Akibat Kebakaran Hutan Dari kedua gambar ini dapat diketahui bahwa peningkatan temperatur memang sangat berpengaruh terhadap gaya aksial. Pada temperatur operasi normal terdapat gaya aksial kompresif sebesar -716 kn. Sedangkan pada kasus peningkatan temperatur terjadi peningkatan gaya aksial kompresif masing masing sebesar -1,541 kn pada kasus sun heat dengan temperatur 150 C dan -8,024 kn pada kasus kebakaran hutan dengan temperatur 700 C. Hal ini membuktikan bahwa peningkatan temperatur akan menyebabkan gaya aksial pipa semakin kompresif. Hal ini menunjukkan semakin tinggi temperatur operasi maka semakin besar pula gaya aksial yang bekerja pada pipa. Karena gaya aksial yang ditimbulkan oleh temperatur bersifat kompresif maka pipa juga akan semakin berada dalam keadaan kompresif pada saat terjadi peningkatan temperatur. Dalam hubungannya dengan buckling, maka dapat dikatakan bahwa peningkatan temperatur juga akan semakin meningkatkan potensi pipa untuk mengalami buckling. Sebagaimana diketahui bahwa gaya aksial kompresif merupakan driving force terjadinya buckling pada sebuah struktur dalam hal ini pipa yang dianggap sebagai kolom. Namun perlu diingat bahwa walaupun gaya aksial kompresif yang bekerja pada pipa sangat besar tetapi terdapat defleksi maksimum yang dapat dialami oleh pipa. Hal ini berhubungan dengan adanya batasan sifat elastisitas material pipa. IV-9

10 4.6. Analisis Gaya Analisis Gaya Aksial Kompresif Beban yang dialami pipa berupa tekanan internal dan beban termal. Beban tekanan internal di dalam pipa akan menimbulkan tekanan di dinding pipa. Tekanan ini kemudian akan menyebabkan pipa berada dalam kondisi bertegangan. Tegangan pada dinding pipa ini ada yang bekerja pada arah tangensial dan ada yang bekerja pada arah longitudinal. Tegangan dinding pipa yang bekerja pada arah tangensial disebut dengan tegangan hoop sedangkan tegangan dinding pipa yang bekerja pada arah longitudinal disebut tegangan longitudinal. Kedua tegangan ini merupakan tegangan yang timbul akibat beban tekanan fluida. Fluida yang dialirkan di dalam pipa memiliki temperatur di atas temperatur kamar. Perbedaan temperatur fluida di dalam pipa dengan temperatur di luar pipa akan menimbulkan ekspansi atau kecendrungan pipa untuk memuai dalam arah panjang atau longitudinal pipa. Namun karena sebelumnya pipa dipendam di dalam tanah, maka ekspansi pipa tidak dapat terjadi karena pipa tidak bebas bergerak akibat ditahan oleh tanah yang berada di sekeliling pipa. Karena ekspansi termal pipa ditahan oleh tanah yang berada di sekeliling pipa, maka pipa akan berada dalam kondisi bertegangan. Hal ini disebabkan karena pipa menahan sejumlah tegangan akibat beban termal yang tidak dapat dilepaskan dalam bentuk regangan atau defleksi. Semakin tinggi besar perbedaan temperatur fluida dengan temperatur di luar pipa, maka semakin besar pula jumlah tegangan yang ditahan oleh pipa. Berdasarkan perhitungan gaya aksial efektif pipa yang telah dilakukan di Bab III diperoleh komponen komponen gaya aksial pada temperatur operasi normal 80 C sebagai berikut : 1. Gaya aksial tekanan akibat tekanan internal, F P = kn 2. Gaya aksial akibat pengaruh Poisson, F Po = kn 3. Gaya aksial termal, F T = kn Hingga pipa mengalami gaya aksial total sebesar -716 kn. Ini merupakan gaya aksial yang harus dapat ditahan oleh gaya friksi tanah agar pipa tidak mengalami buckling. IV-10

11 Analisis Gaya Friksi Pada kondisi sebenarnya pipa tidak lagi berada di bawah tanah karena telah dibuka untuk keperluan ekspansi. Oleh karena itu gaya friksi tanah akan berkurang dari berat timbunan tanah di atas pipa sehingga friksi yang bekerja hanya berasal dari friksi permukaan pipa dengan permukaan tanah. Berdasarkan perhitungan gaya friksi yang telah dilakukan pada Bab III diperoleh gaya friksi tanah yang bekerja pada pipa tanpa timbunan tanah di atas pipa adalah sebesar 6 kn. Gaya friksi ini tentunya masih jauh dari yang diharapkan dimana diinginkan gaya friksi tanah mampu menahan pergerakan pipa ke atas akibat gaya aksial kompresif sebesar -716 kn. Untuk mengetahui pengaruh kedalaman tanah terhadap gaya friksi tanah maka pada bagian selanjutnya akan dicoba perhitungan gaya friksi tanah dengan kedalaman tanah hingga 2 m. Dari percobaan perhitungan ini dapat diketahui apakah gaya friksi tanah cukup besar untuk menahan pergerakan pipa ke atas karena gaya aksial kompresif Analisis Pengaruh Variabel Kedalaman Tanah Sebagaimana diketahui bahwa salah satu alternatif mencegah terjadinya upheaval buckling adalah dengan melakukan pemendaman pipa di bawah tanah dengan kedalaman tertentu. Hal ini disebabkan upheaval buckling dapat ditahan oleh timbunan tanah di atasnya. Untuk mengetahui keefektifan penimbunan tanah di atas pipa maka dilakukan variasi kedalaman timbunan tanah di atas pipa 0.5 m, 1 m, 1.5 m, dan 2 m. Dari variasi kedalaman ini akan dilakukan perhitungan gaya friksi tanah yang bekerja antara permukaan pipa dengan tanah. Perhitungan gaya friksi yang bekerja antara permukaan tanah dan pipa dilakukan dengan menggunakan ASME B31.1 Power Piping Non-mandatory Appendix VII dengan perumusan sebagai berikut : f = μ ( P A + W )L c c p. IV-11

12 Gaya Friksi Tanah, f (kn) Pengaruh Kedalaman Pipa terhadap Gaya Friksi Tanah Kedalaman Tanah, H (m) Gambar 4.5 Pengaruh Kedalaman Tanah Terhadap Gaya Friksi Tanah Berdasarkan ASME B31.1 Power Piping Non-mandatory Appendix VII Dengan menggunakan perumusan ini maka diperoleh hubungan gaya friksi tanah terhadap kedalaman tanah seperti yang ditunjukkan pada Gambar 4.5. Melalui gambar ini dapat dilihat bahwa peningkatan gaya friksi tanah jenis pasir dengan kedalaman hingga 2 m tidak cukup besar untuk mengimbangi gaya aksial yang bekerja pada pipa sebesar -716 kn karena gaya friksi tanah yang bekerja pada pipa hanya sebesar 156 kn. Karena disektor lain pipa masih bertahan tidak mengalami buckling ada kemungkinan didaerah tertentu kondisi tanah berubah dari pasir ke jenis tanah liat dimana gaya friksinya akan sangat besar. Salah satu solusi untuk mengantisipasi kemungkinan buckling dalam disain pipa ada yang disebut dengan penggunan flexibilitas pipa. Flexibilitas pipa merupakan kemampuan sistem pipa untuk mengabsorbsi tegangan atau gaya berlebih pada pipa. Tegangan berlebih ini dapat diabsorbsi oleh sistem pipa hingga pipa tidak mengalami kegagalan namun sistem flexibilitas pipa lah yang akan mengakomodasi bentuk kegagalan ini. Dalam hal ini flexibilitas pipa dipasang atau didisain agar dapat mengakomodasi kegagalan dalam bentuk buckling. Sebagaimana diketahui bahwa buckling disebabkan oleh ekspansi termal. Oleh karena itu flexibilitas pipa harus mampu mengakomodasi ekspansi termal pipa. IV-12

13 4.8. Analisis Ekspansi dan Flexibilitas Sistem Pipa Sistem pipa biasanya didisain agar memiliki cukup flexibilitas terhadap berbagai kemungkinan kegagalan. Kegagalan yang ditinjau pada studi kasus ini adalah melalui mekanisme global buckling akibat ekpansi termal. Oleh karena itu disain pipa diinginkan agar memiliki cukup flexibilitas terhadap ekspansi termal yang disebabkan oleh tegangan atau gaya berlebih yang bekerja pada pipa. Jika ekspansi tidak dapat diakomodasi langsung oleh pipa maka flexibilitas pada sistem pipa harus dibuat atau didisain hingga pipa tidak menerima langsung dampak dari ekspansi ini. Kondisi ini dapat diciptakan dengan cara memberikan tambahan perangkat pada sistem pipa. Salah satunya adalah dengan memberikan perangkat tambahan berupa loop pada sistem pipa. Perangkat tambahan loop ini diharapkan dapat mengakomodasi sebesar ekspansi atau defleksi tertentu yang terbentuk karena sistem pipa tidak lagi mampu menahan gaya yang bekerja pada pipa. Dengan menggunakan perangkat tambahan loop ini stabilitas kerja sistem pipa tidak akan terganggu seperti dalam halnya jika terjadi defleksi global buckling. Dengan kata lain, dengan melakukan disain flexibilitas pipa maka tegangan yang harus ditahan oleh sistem pipa akan berkurang karena telah dilepaskan dalam bentuk ekspansi oleh loop. Kriteria panjang loop yang dapat dipasang pada sebuah segmen pipa tergantung pada panjang segmen pipa dan besar defleksi yang harus diakomodasai oleh sistem loop. Secara matematis kriteria ini dapat dituliskan sebagai berikut : l = 3ED( y) 2S Dimana : l E D y S = Panjang loop (mm) = Modulus elastisitas (2.07E+05 MPa) = Diameter eksternal pipa (mm) = Ekspansi termal yang harus diakomodasi oleh loop (mm) = Specified Minimum Yield Stress (MPa) IV-13

14 Parameter parameter kriteria pemasangan panjang loop in dapat diilustrasikan dengan Gambar 4.6 berikut : B A Gambar 4.6 Ekspansi Loop Berdasarkan perhitungan panjang loop yang dibutuhkan sistem pipa agar mampu mengakomodasi defleksi sebesar 50 cm, maka diperoleh panjang loop l = 11.4 m. Secara ilustratif dapat dilihat pada gambar 4.6 dimana pada bagian kaki mendatar memiliki panjang A = 1/5 l = 2.28 m dan masing masing panjang kaki B = 2/5 l = 4.56 m. Dengan melakukan pemasangan loop sepanjang 11.4 m pada sebuah segmen pipa sepanjang 20 m diharapkan buckling dengan defleksi 50 cm tidak akan terjadi. Namun keefektifan pencegahan buckling dengan cara memasang loop perlu dikaji kembali keberhasilannya mengingat banyak faktor faktor lain yang juga mempengaruhi terjadinya buckling atau justru timbul masalah operasi lain dengan kriteria pemasangan loop seperti yang disebutkan di atas. IV-14

Gambar 3.1 Upheaval Buckling Pada Pipa Penyalur Minyak di Riau ± 21 km

Gambar 3.1 Upheaval Buckling Pada Pipa Penyalur Minyak di Riau ± 21 km BAB III STUDI KASUS APANGAN 3.1. Umum Pada bab ini akan dilakukan studi kasus pada pipa penyalur minyak yang dipendam di bawa tana (onsore pipeline). Namun karena dibutukan untuk inspeksi keadaan pipa,

Lebih terperinci

ANALISIS KASUS UPHEAVAL BUCKLING PADA ONSHORE PIPELINE

ANALISIS KASUS UPHEAVAL BUCKLING PADA ONSHORE PIPELINE ANALISIS KASUS UPHEAVAL BUCKLING PADA ONSHORE PIPELINE Diajukan untuk meraih gelar sarjana Teknik Metalurgi pada Program Studi Teknik Metalurgi Institut Teknologi Bandung TUGAS AKHIR Oleh: Depita Harahap

Lebih terperinci

Analisa Pemasangan Ekspansi Loop Akibat Terjadinya Upheaval Buckling pada Onshore Pipeline

Analisa Pemasangan Ekspansi Loop Akibat Terjadinya Upheaval Buckling pada Onshore Pipeline Sidang Tugas Akhir Analisa Pemasangan Ekspansi Loop Akibat Terjadinya Upheaval Buckling pada Onshore Pipeline HARIONO NRP. 4309 100 103 Dosen Pembimbing : 1. Dr. Ir. Handayanu, M.Sc 2. Yoyok Setyo H.,ST.MT.PhD

Lebih terperinci

STUDI PARAMETER PENGARUH TEMPERATUR, KEDALAMAN TANAH, DAN TIPE TANAH TERHADAP TERJADINYA UPHEAVAL BUCKLING PADA BURRIED OFFSHORE PIPELINE

STUDI PARAMETER PENGARUH TEMPERATUR, KEDALAMAN TANAH, DAN TIPE TANAH TERHADAP TERJADINYA UPHEAVAL BUCKLING PADA BURRIED OFFSHORE PIPELINE 1 STUDI PARAMETER PENGARUH TEMPERATUR, KEDALAMAN TANAH, DAN TIPE TANAH TERHADAP TERJADINYA UPHEAVAL BUCKLING PADA BURRIED OFFSHORE PIPELINE Saiful Rizal 1), Yoyok S. Hadiwidodo. 2), dan Joswan J. Soedjono

Lebih terperinci

Analisa Penyebab Terjadinya Upheaval buckling pada Pipeline 16" dan Corrective action

Analisa Penyebab Terjadinya Upheaval buckling pada Pipeline 16 dan Corrective action JURNAL TEKNIK POMITS Vol. 1, No. 1, (2012) 1-6 1 Analisa Penyebab Terjadinya Upheaval buckling pada Pipeline 16" dan Corrective action Fahmi Fazlur Rahman, Wisnu Wardhana, Yoyok Setyo Hadiwidodo Jurusan

Lebih terperinci

Analisa Pemasangan Loop Ekspansi Akibat Terjadinya Upheaval Buckling pada Onshore Pipeline

Analisa Pemasangan Loop Ekspansi Akibat Terjadinya Upheaval Buckling pada Onshore Pipeline JURNAL TEKNIK POMITS Vol. 3, No. 2, (2014) ISSN: 2337-3539 (2301-9271 Print) G-154 Analisa Pemasangan Loop Ekspansi Akibat Terjadinya Upheaval Buckling pada Onshore Pipeline Hariono, Handayanu, dan Yoyok

Lebih terperinci

Analisa Pemasangan Loop Ekspansi Akibat Terjadinya Upheaval Buckling Pada Onshore Pipeline

Analisa Pemasangan Loop Ekspansi Akibat Terjadinya Upheaval Buckling Pada Onshore Pipeline 1 Analisa Pemasangan Loop Ekspansi Akibat Terjadinya Upheaval Buckling Pada Onshore Pipeline Hariono, Handayanu, dan Yoyok S. Hadiwidodo Jurusan Teknik Kelautan, Fakultas Teknologi Kelautan, Institut Teknologi

Lebih terperinci

Respect, Professionalism, & Entrepreneurship. Mata Kuliah : Mekanika Bahan Kode : TSP 205. Kolom. Pertemuan 14, 15

Respect, Professionalism, & Entrepreneurship. Mata Kuliah : Mekanika Bahan Kode : TSP 205. Kolom. Pertemuan 14, 15 Mata Kuliah : Mekanika Bahan Kode : TS 05 SKS : 3 SKS Kolom ertemuan 14, 15 TIU : Mahasiswa dapat melakukan analisis suatu elemen kolom dengan berbagai kondisi tumpuan ujung TIK : memahami konsep tekuk

Lebih terperinci

5ton 5ton 5ton 4m 4m 4m. Contoh Detail Sambungan Batang Pelat Buhul

5ton 5ton 5ton 4m 4m 4m. Contoh Detail Sambungan Batang Pelat Buhul Sistem Struktur 2ton y Sambungan batang 5ton 5ton 5ton x Contoh Detail Sambungan Batang Pelat Buhul a Baut Penyambung Profil L.70.70.7 a Potongan a-a DESAIN BATANG TARIK Dari hasil analisis struktur, elemen-elemen

Lebih terperinci

BAB II TEORI DASAR. Gambar 2.1 Tipikal struktur mekanika (a) struktur batang (b) struktur bertingkat [2]

BAB II TEORI DASAR. Gambar 2.1 Tipikal struktur mekanika (a) struktur batang (b) struktur bertingkat [2] BAB II TEORI DASAR 2.1. Metode Elemen Hingga Analisa kekuatan sebuah struktur telah menjadi bagian penting dalam alur kerja pengembangan desain dan produk. Pada awalnya analisa kekuatan dilakukan dengan

Lebih terperinci

BAB II DASAR TEORI 2.1. PERANCANGAN PIPELINE

BAB II DASAR TEORI 2.1. PERANCANGAN PIPELINE BAB II DASAR TEORI.1. PERANCANGAN PIPELINE Banyak faktor yang arus dipertimbangkan dalam pembuatan atau perancangan pipeline, seperti sifat dan jumla fluida yang dialirkan, panjang pipeline, wilaya yang

Lebih terperinci

VII. KOLOM Definisi Kolom Rumus Euler untuk Kolom. P n. [Kolom]

VII. KOLOM Definisi Kolom Rumus Euler untuk Kolom. P n. [Kolom] VII. KOOM 7.1. Definisi Kolom Kolom adalah suatu batang struktur langsing (slender) yang dikenai oleh beban aksial tekan (compres) pada ujungnya. Kolom yang ideal memiliki sifat elastis, lurus dan sempurna

Lebih terperinci

Analisa Tegangan pada Pipa yang Memiliki Korosi Sumuran Berbentuk Limas dengan Variasi Kedalaman Korosi

Analisa Tegangan pada Pipa yang Memiliki Korosi Sumuran Berbentuk Limas dengan Variasi Kedalaman Korosi 1 Analisa Tegangan pada Pipa yang Memiliki Sumuran Berbentuk Limas dengan Variasi Kedalaman Muhammad S. Sholikhin, Imam Rochani, dan Yoyok S. Hadiwidodo Jurusan Teknik Kelautan, Fakultas Teknologi Kelautan,

Lebih terperinci

Laporan Tugas Akhir BAB II DASAR TEORI. 2.1 Lokasi dan kondisi terjadinya kegagalan pada sistem pipa. 5th failure July 13

Laporan Tugas Akhir BAB II DASAR TEORI. 2.1 Lokasi dan kondisi terjadinya kegagalan pada sistem pipa. 5th failure July 13 BAB II DASAR TEORI 2.1 Lokasi dan kondisi terjadinya kegagalan pada sistem pipa 4th failure February 13 1st failure March 07 5th failure July 13 2nd failure Oct 09 3rd failure Jan 11 Gambar 2.1 Riwayat

Lebih terperinci

BAB III LANDASAN TEORI (3.1)

BAB III LANDASAN TEORI (3.1) BAB III LANDASAN TEORI 3.1 Kelangsingan Kelangsingan suatu kolom dapat dinyatakan dalam suatu rasio yang disebut rasio kelangsingan. Rasio kelangsingan dapat ditulis sebagai berikut: (3.1) Keterangan:

Lebih terperinci

PERHITUNGAN BALOK DENGAN PENGAKU BADAN

PERHITUNGAN BALOK DENGAN PENGAKU BADAN PERHITUNGAN BALOK DENGAN PENGAKU BADAN A. DATA BAHAN [C]2011 : M. Noer Ilham Tegangan leleh baja (yield stress ), f y = 240 MPa Tegangan sisa (residual stress ), f r = 70 MPa Modulus elastik baja (modulus

Lebih terperinci

BAB VII PENUTUP Perancangan sistem perpipaan

BAB VII PENUTUP Perancangan sistem perpipaan BAB VII PENUTUP 7.1. Kesimpulan Dari hasil perancangan dan analisis tegangan sistem perpipaan sistem perpipaan berdasarkan standar ASME B 31.4 (studi kasus jalur perpipaan LPG dermaga Unit 68 ke tangki

Lebih terperinci

V. BATANG TEKAN. I. Gaya tekan kritis. column), maka serat-serat kayu pada penampang kolom akan gagal

V. BATANG TEKAN. I. Gaya tekan kritis. column), maka serat-serat kayu pada penampang kolom akan gagal V. BATANG TEKAN Elemen struktur dengan fungsi utama mendukung beban tekan sering dijumpai pada struktur truss atau frame. Pada struktur frame, elemen struktur ini lebih dikenal dengan nama kolom. Perencanaan

Lebih terperinci

MEKANISME PEMBENTUKAN KERUTAN PADA PROSES PENEKUKAN PIPA

MEKANISME PEMBENTUKAN KERUTAN PADA PROSES PENEKUKAN PIPA MEKANISME PEMBENTUKAN KERUTAN PADA PROSES PENEKUKAN PIPA Sigit Iswahyudi Jurusan Teknik Mesin Fakultas Teknik Universitas Tidar Magelang Jl.Kapten Suparman No. 39, Magelang e-mail: sigit_iswahyudi@yahoo.com

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. terbuat dari beton, baja atau keduanya tidak lepas dari elemenelemen. pelat, kolom maupun balok kolom. Masing-masing elemen

BAB I PENDAHULUAN. terbuat dari beton, baja atau keduanya tidak lepas dari elemenelemen. pelat, kolom maupun balok kolom. Masing-masing elemen BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Suatu konstruksi bangunan, terutama pada konstruksi yang terbuat dari beton, baja atau keduanya tidak lepas dari elemenelemen pelat, kolom maupun balok kolom. Masing-masing

Lebih terperinci

Bab IV Analisis Perancangan Struktur GRP Pipeline Berdasarkan ISO 14692

Bab IV Analisis Perancangan Struktur GRP Pipeline Berdasarkan ISO 14692 Bab IV Analisis Perancangan Struktur GRP Pipeline Berdasarkan ISO 14692 4.1 Flowchart Perancangan GRP Pipeline Menurut ISO 14692-3 bagian 7.10 perancangan sistem perpipaan dengan menggunakan material komposit

Lebih terperinci

BAB V ANALISA HASIL. Dari hasil perhitungan awal dapat diketahui data-data sebagai berikut :

BAB V ANALISA HASIL. Dari hasil perhitungan awal dapat diketahui data-data sebagai berikut : BAB V ANALISA HASIL 5.1. Evaluasi Perhitungan Secara Manual 1. Tegangan-tegangan utama maksimum pada pipa. Dari hasil perhitungan awal dapat diketahui data-data sebagai berikut : - Diameter luar pipa (Do)

Lebih terperinci

ABOVE WATER TIE IN DAN ANALISIS GLOBAL BUCKLING PADA PIPA BAWAH LAUT

ABOVE WATER TIE IN DAN ANALISIS GLOBAL BUCKLING PADA PIPA BAWAH LAUT ABOVE WATER TIE IN DAN ANALISIS GLOBAL BUCKLING PADA PIPA BAWAH LAUT Diyan Gitawanti Pratiwi 1 Dosen Pembimbing : Rildova, Ph.D Program Studi Teknik Kelautan Fakultas Teknik Sipil dan Lingkungan, Institut

Lebih terperinci

BAB V ANALISA HASIL. 1. Tegangan-tegangan utama maksimum pada pipa. Dari hasil perhitungan awal dapat diketahui data-data sebagai berikut :

BAB V ANALISA HASIL. 1. Tegangan-tegangan utama maksimum pada pipa. Dari hasil perhitungan awal dapat diketahui data-data sebagai berikut : BAB V ANALISA HASIL 5.1. Evaluasi Perhitungan Secara Manual 1. Tegangan-tegangan utama maksimum pada pipa. Dari hasil perhitungan awal dapat diketahui data-data sebagai berikut : - Diameter luar pipa (Do)

Lebih terperinci

BAB IV PELAKSANAAN DAN PEMBAHASAN

BAB IV PELAKSANAAN DAN PEMBAHASAN 32 BAB IV PELAKSANAAN DAN PEMBAHASAN 4.1 PELAKSANAAN Kerja praktek dilaksanakan pada tanggal 01 Februari 28 februari 2017 pada unit boiler PPSDM MIGAS Cepu Kabupaten Blora, Jawa tengah. 4.1.1 Tahapan kegiatan

Lebih terperinci

Pembebanan Batang Secara Aksial. Bahan Ajar Mekanika Bahan Mulyati, MT

Pembebanan Batang Secara Aksial. Bahan Ajar Mekanika Bahan Mulyati, MT Pembebanan Batang Secara Aksial Suatu batang dengan luas penampang konstan, dibebani melalui kedua ujungnya dengan sepasang gaya linier i dengan arah saling berlawanan yang berimpit i pada sumbu longitudinal

Lebih terperinci

III. TEGANGAN DALAM BALOK

III. TEGANGAN DALAM BALOK . TEGANGAN DALA BALOK.. Pengertian Balok elentur Balok melentur adalah suatu batang yang dikenakan oleh beban-beban yang bekerja secara transversal terhadap sumbu pemanjangannya. Beban-beban ini menciptakan

Lebih terperinci

PERHITUNGAN BEBAN DAN TEGANGAN KRITIS PADA KOLOM KOMPOSIT BAJA - BETON

PERHITUNGAN BEBAN DAN TEGANGAN KRITIS PADA KOLOM KOMPOSIT BAJA - BETON PERHITUNGAN BEBAN DAN TEGANGAN KRITIS PADA KOLOM KOMPOSIT BAJA - BETON (Studi Literature) TUGAS AKHIR DIAJUKAN UNTUK MELENGKAPI TUGAS TUGAS DAN MEMENUHI SYARAT UNTUK MENEMPUH UJIAN SARJANA TEKNIK SIPIL

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN Umum. Pada dasarnya dalam suatu struktur, batang akan mengalami gaya lateral

BAB I PENDAHULUAN Umum. Pada dasarnya dalam suatu struktur, batang akan mengalami gaya lateral 1 BAB I PENDAHULUAN 1. 1 Umum Pada dasarnya dalam suatu struktur, batang akan mengalami gaya lateral dan aksial. Suatu batang yang menerima gaya aksial desak dan lateral secara bersamaan disebut balok

Lebih terperinci

Optimasi konfigurasi sudut elbow dengan metode field cold bend untuk pipa darat pada kondisi operasi

Optimasi konfigurasi sudut elbow dengan metode field cold bend untuk pipa darat pada kondisi operasi JURNAL TEKNIK POMITS Vol. 1, No. 1, (2012) 1-10 1 Optimasi konfigurasi sudut elbow dengan metode field cold bend untuk pipa darat pada kondisi operasi Yopy Hendra P., Daniel M Rosyid, dan Yoyok S Hadiwidodo

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. terciptanya suatu sistem pemipaan yang memiliki kualitas yang baik. dan efisien. Pada industri yang menggunakan pipa sebagai bagian

BAB I PENDAHULUAN. terciptanya suatu sistem pemipaan yang memiliki kualitas yang baik. dan efisien. Pada industri yang menggunakan pipa sebagai bagian BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar belakang Berkembangnya ilmu pengetahuan dan teknologi mendorong terciptanya suatu sistem pemipaan yang memiliki kualitas yang baik dan efisien. Pada industri yang menggunakan

Lebih terperinci

4.1. nti Tampang Kolom BB 4 NSS BTNG TEKN Kolom merupakan jenis elemen struktur ang memilki dimensi longitudinal jauh lebih besar dibandingkan dengan dimensi transversalna dan memiliki fungsi utama menahan

Lebih terperinci

Pertemuan XIV IX. Kolom

Pertemuan XIV IX. Kolom ertemuan XIV IX. Kolom 9. Kolom Dengan Beban Aksial Tekan Suatu batang langsing ang dikenai tekanan aksial disebut dengan kolom. Terminologi kolom biasana digunakan untuk menatakan suatu batang vertikal.

Lebih terperinci

a home base to excellence Mata Kuliah : Struktur Beton Lanjutan Kode : TSP 407 Pondasi Pertemuan - 5

a home base to excellence Mata Kuliah : Struktur Beton Lanjutan Kode : TSP 407 Pondasi Pertemuan - 5 Mata Kuliah : Struktur Beton Lanjutan Kode : TSP 407 SKS : 3 SKS Pondasi Pertemuan - 5 TIU : Mahasiswa dapat mendesain berbagai elemen struktur beton bertulang TIK : Mahasiswa dapat mendesain pondasi telapak

Lebih terperinci

Bab V Analisis Tegangan, Fleksibilitas, Global Buckling dan Elekstrostatik GRP Pipeline

Bab V Analisis Tegangan, Fleksibilitas, Global Buckling dan Elekstrostatik GRP Pipeline Bab V Analisis Tegangan, Fleksibilitas, Global Buckling dan Elekstrostatik GRP Pipeline 5.1 Analisis Tegangan dan Fleksibilitas Analisis tegangan dan fleksibilitas pipeline ini dilakukan dengan menggunakan

Lebih terperinci

DESAIN TEGANGAN PADA JALUR PEMIPAAN GAS DENGAN PENDEKATAN PERANGKAT LUNAK

DESAIN TEGANGAN PADA JALUR PEMIPAAN GAS DENGAN PENDEKATAN PERANGKAT LUNAK DESAIN TEGANGAN PADA JALUR PEMIPAAN GAS DENGAN PENDEKATAN PERANGKAT LUNAK Erinofiardi, Ahmad Fauzan Suryono, Arno Abdillah Jurusan Mesin, Fakultas Teknik, Universitas Bengkulu Jl. W.R. Supratman Kandang

Lebih terperinci

BAB II DASAR TEORI. 2.1 Konsep Dasar Rotating Disk

BAB II DASAR TEORI. 2.1 Konsep Dasar Rotating Disk BAB II DASAR TEORI.1 Konsep Dasar Rotating Disk Rotating disk adalah istilah lain dari piringan bertingkat yang mempunyai kemampuan untuk berputar. Namun dalam aplikasinya, penggunaan elemen ini dapat

Lebih terperinci

ANALISIS KOLOM BAJA WF MENURUT TATA CARA PERENCANAAN STRUKTUR BAJA UNTUK BANGUNAN GEDUNG ( SNI ) MENGGUNAKAN MICROSOFT EXCEL 2002

ANALISIS KOLOM BAJA WF MENURUT TATA CARA PERENCANAAN STRUKTUR BAJA UNTUK BANGUNAN GEDUNG ( SNI ) MENGGUNAKAN MICROSOFT EXCEL 2002 ANALISIS KOLOM BAJA WF MENURUT TATA CARA PERENCANAAN STRUKTUR BAJA UNTUK BANGUNAN GEDUNG ( SNI 03 1729 2002 ) MENGGUNAKAN MICROSOFT EXCEL 2002 Maulana Rizki Suryadi NRP : 9921027 Pembimbing : Ginardy Husada

Lebih terperinci

Gambar 7.1. Stabilitas benda di atas berbagai permukaan

Gambar 7.1. Stabilitas benda di atas berbagai permukaan Bab 7 Kolom 7.1. Stabilitas Kolom Dalam bab sebelumnya telah dibicarakan bahwa agar struktur dan elemen-elemennya dapat berfungsi mendukung beban harus memenuhi persyaratan keku-atan, kekakuan dan stabilitas.

Lebih terperinci

PENGGAMBARAN DIAGRAM INTERAKSI KOLOM BAJA BERDASARKAN TATA CARA PERENCANAAN STRUKTUR BAJA UNTUK BANGUNAN GEDUNG (SNI ) MENGGUNAKAN MATLAB

PENGGAMBARAN DIAGRAM INTERAKSI KOLOM BAJA BERDASARKAN TATA CARA PERENCANAAN STRUKTUR BAJA UNTUK BANGUNAN GEDUNG (SNI ) MENGGUNAKAN MATLAB PENGGAMBARAN DIAGRAM INTERAKSI KOLOM BAJA BERDASARKAN TATA CARA PERENCANAAN STRUKTUR BAJA UNTUK BANGUNAN GEDUNG (SNI 03-1729-2002) MENGGUNAKAN MATLAB R. Dhinny Nuraeni NRP : 0321072 Pembimbing : Ir. Ginardy

Lebih terperinci

PERHITUNGAN KOLOM DARI ELEMEN TERSUSUN PRISMATIS

PERHITUNGAN KOLOM DARI ELEMEN TERSUSUN PRISMATIS PERHITUNGAN KOLOM DARI ELEMEN TERSUSUN PRISMATIS YANG DIHUBUNGKAN DENGAN PLAT KOPEL A. DATA BAHAN [C]2011 : M. Noer Ilham Tegangan leleh baja (yield stress ), f y = 240 MPa Modulus elastik baja (modulus

Lebih terperinci

4. PERILAKU TEKUK BAMBU TALI Pendahuluan

4. PERILAKU TEKUK BAMBU TALI Pendahuluan 4. PERILAKU TEKUK BAMBU TALI 4.1. Pendahuluan Dalam bidang konstruksi secara garis besar ada dua jenis konstruksi rangka, yaitu konstruksi portal (frame) dan konstruksi rangka batang (truss). Pada konstruksi

Lebih terperinci

LAPORAN TUGAS AKHIR ANALISA TEGANGAN SISTEM PIPA PROCESS LIQUID DARI VESSEL FLASH SEPARATOR KE CRUDE OIL PUMP MENGGUNAKAN PROGRAM CAESAR II

LAPORAN TUGAS AKHIR ANALISA TEGANGAN SISTEM PIPA PROCESS LIQUID DARI VESSEL FLASH SEPARATOR KE CRUDE OIL PUMP MENGGUNAKAN PROGRAM CAESAR II LAPORAN TUGAS AKHIR ANALISA TEGANGAN SISTEM PIPA PROCESS LIQUID DARI VESSEL FLASH SEPARATOR KE CRUDE OIL PUMP MENGGUNAKAN PROGRAM CAESAR II Diajukan Guna Memenuhi Syarat Kelulusan Mata Kuliah Tugas Akhir

Lebih terperinci

Kuliah ke-2. UNIVERSITAS INDO GLOBAL MANDIRI FAKULTAS TEKNIK Jalan Sudirman No. 629 Palembang Telp: , Fax:

Kuliah ke-2. UNIVERSITAS INDO GLOBAL MANDIRI FAKULTAS TEKNIK Jalan Sudirman No. 629 Palembang Telp: , Fax: Kuliah ke-2.. Regangan Normal Suatu batang akan mengalami perubahan panjang jika dibebani secara aksial, yaitu menjadi panjang jika mengalami tarik dan menjadi pendek jika mengalami tekan. Berdasarkan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. pesat yaitu selain awet dan kuat, berat yang lebih ringan Specific Strength yang

BAB I PENDAHULUAN. pesat yaitu selain awet dan kuat, berat yang lebih ringan Specific Strength yang BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Masalah Konstruksi Baja merupakan suatu alternatif yang menguntungkan dalam pembangunan gedung dan struktur yang lainnya baik dalam skala kecil maupun besar. Hal ini

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA BAB II TINJAUAN PUSTAKA Kolom adalah batang tekan vertikal dari rangka struktural yang memikul beban dari balok. Kolom meneruskan beban-beban dari elevasi atas ke elevasi yang lebih bawah hingga akhirnya

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Pada konstruksi baja permasalahan stabilitas merupakan hal yang

BAB I PENDAHULUAN. Pada konstruksi baja permasalahan stabilitas merupakan hal yang BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Pada konstruksi baja permasalahan stabilitas merupakan hal yang sangat penting, dikarenakan komponen struktur baja rentan terhadap tekuk akibat pembebanan yang melebihi

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. nyata baik dalam tegangan maupun dalam kompresi sebelum terjadi kegagalan

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. nyata baik dalam tegangan maupun dalam kompresi sebelum terjadi kegagalan BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Profil C Baja adalah salah satu alternatif bahan dalam dunia konstruksi. Baja digunakan sebagai bahan konstruksi karena memiliki kekuatan dan keliatan yang tinggi. Keliatan

Lebih terperinci

BAB II STUDI PUSTAKA

BAB II STUDI PUSTAKA BAB II STUDI PUSTAKA 2.1 Metode Desain LRFD dengan Analisis Elastis o Kuat rencana setiap komponen struktur tidak boleh kurang dari kekuatan yang dibutuhkan yang ditentukan berdasarkan kombinasi pembebanan

Lebih terperinci

d b = Diameter nominal batang tulangan, kawat atau strand prategang D = Beban mati atau momen dan gaya dalam yang berhubungan dengan beban mati e = Ek

d b = Diameter nominal batang tulangan, kawat atau strand prategang D = Beban mati atau momen dan gaya dalam yang berhubungan dengan beban mati e = Ek DAFTAR NOTASI A g = Luas bruto penampang (mm 2 ) A n = Luas bersih penampang (mm 2 ) A tp = Luas penampang tiang pancang (mm 2 ) A l =Luas total tulangan longitudinal yang menahan torsi (mm 2 ) A s = Luas

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Beton Bertulang Beton terdiri atas agregat, semen dan air yang dicampur bersama-sama dalam keadaan plastis dan mudah untuk dikerjakan. Sesaat setelah pencampuran, pada adukan

Lebih terperinci

PLATE GIRDER A. Pengertian Pelat Girder

PLATE GIRDER A. Pengertian Pelat Girder PLATE GIRDER A. Pengertian Pelat Girder Dalam penggunaan profil baja tunggal (seperti profil I) sebagai elemen lentur jika ukuran profilnya masih belum cukup memenuhi karena gaya dalam (momen dan gaya

Lebih terperinci

BAB III LANDASAN TEORI

BAB III LANDASAN TEORI BAB III LANDASAN TEORI 3.1 Kuat Tekan Beton Sifat utama beton adalah memiliki kuat tekan yang lebih tinggi dibandingkan dengan kuat tariknya. Kekuatan tekan beton adalah kemampuan beton untuk menerima

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. kekuatannya yang besar dan keliatannya yang tinggi. Keliatan (ductility) ialah

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. kekuatannya yang besar dan keliatannya yang tinggi. Keliatan (ductility) ialah 5 BAB II TINJAUAN PUSTAKA Baja merupakan bahan konstruksi yang sangat baik, sifat baja antara lain kekuatannya yang besar dan keliatannya yang tinggi. Keliatan (ductility) ialah kemampuan untuk berdeformasi

Lebih terperinci

BAB IV ANALISA DAN PERHITUNGAN

BAB IV ANALISA DAN PERHITUNGAN BAB IV ANALISA DAN PERHITUNGAN 4.1 Perhitungan Ketebalan Minimum ( Minimum Wall Thickess) Dari persamaan 2.13 perhitungan ketebalan minimum dapat dihitung dan persamaan 2.15 dan 2.16 untuk pipa bending

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Kolom Kolom beton murni dapat mendukung beban sangat kecil, tetapi kapasitas daya dukung bebannya akan meningkat cukup besar jika ditambahkan tulangan longitudinal. Peningkatan

Lebih terperinci

ANALISIS DAKTILITAS BALOK BETON BERTULANG

ANALISIS DAKTILITAS BALOK BETON BERTULANG ANALISIS DAKTILITAS BALOK BETON BERTULANG Bobly Sadrach NRP : 9621081 NIRM : 41077011960360 Pembimbing : Daud Rahmat Wiyono, Ir., M.Sc FAKULTAS TEKNIK JURUSAN TEKNIK SIPIL UNIVERSITAS KRISTEN MARANATHA

Lebih terperinci

BAB III LANDASAN TEORI. Menurut McComac dan Nelson dalam bukunya yang berjudul Structural

BAB III LANDASAN TEORI. Menurut McComac dan Nelson dalam bukunya yang berjudul Structural BAB III LANDASAN TEORI 3.1 Kolom Pendek Menurut McComac dan Nelson dalam bukunya yang berjudul Structural Steel Design LRFD Method yang berdasarkan dari AISC Manual, persamaan kekuatan kolom pendek didasarkan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. dan efisien.pada industri yang menggunakan pipa sebagai bagian. dari sistem kerja dari alat yang akan digunakan seperti yang ada

BAB I PENDAHULUAN. dan efisien.pada industri yang menggunakan pipa sebagai bagian. dari sistem kerja dari alat yang akan digunakan seperti yang ada BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar belakang Berkembangnya ilmu pengetahuan dan teknologi mendorong terciptanya suatu sistem pemipaan yang memiliki kualitas yang baik dan efisien.pada industri yang menggunakan

Lebih terperinci

KEKUATAN MATERIAL. Hal kedua Penyebab Kegagalan Elemen Mesin adalah KEKUATAN MATERIAL

KEKUATAN MATERIAL. Hal kedua Penyebab Kegagalan Elemen Mesin adalah KEKUATAN MATERIAL KEKUATAN MATERIAL Hal kedua Penyebab Kegagalan Elemen Mesin adalah KEKUATAN MATERIAL Kompetensi Dasar Mahasiswa memahami sifat-sifat material Mahasiswa memahami proses uji tarik Mahasiswa mampu melakukan

Lebih terperinci

BEARING STRESS PADA BASEPLATE DENGAN CARA TEORITIS DIBANDINGKAN DENGAN PROGRAM SIMULASI ANSYS

BEARING STRESS PADA BASEPLATE DENGAN CARA TEORITIS DIBANDINGKAN DENGAN PROGRAM SIMULASI ANSYS BEARING STRESS PADA BASEPLATE DENGAN CARA TEORITIS DIBANDINGKAN DENGAN PROGRAM SIMULASI ANSYS TUGAS AKHIR Diajukan untuk melengkapi tugas tugas dan melengkapi syarat untuk menempuh Ujian Sarjana Teknik

Lebih terperinci

sehingga menjadi satu kesatuan stmktur yang memiliki sifat stabil terhadap maka komponen-komponennya akan menerima gaya aksial desak dan tarik, hal

sehingga menjadi satu kesatuan stmktur yang memiliki sifat stabil terhadap maka komponen-komponennya akan menerima gaya aksial desak dan tarik, hal BAB III LANDASAN TEORI 3.1 Kuda - Kuda Papan Kuda-kuda papan adalah rangka kuda-kuda yang komponenkomponennya terbuat dari papan-papan kayu yang didesain sedemikian rupa sehingga menjadi satu kesatuan

Lebih terperinci

3. SIFAT FISIK DAN MEKANIK BAMBU TALI Pendahuluan

3. SIFAT FISIK DAN MEKANIK BAMBU TALI Pendahuluan 3. SIFAT FISIK DAN MEKANIK BAMBU TALI 3.1. Pendahuluan Analisa teoritis dan hasil eksperimen mempunyai peranan yang sama pentingnya dalam mekanika bahan (Gere dan Timoshenko, 1997). Teori digunakan untuk

Lebih terperinci

h 2 h 1 PERHITUNGAN KOLOM LENTUR DUA ARAH (BIAXIAL ) A. DATA BAHAN B. DATA PROFIL BAJA C. DATA KOLOM KOLOM PADA PORTAL BANGUNAN

h 2 h 1 PERHITUNGAN KOLOM LENTUR DUA ARAH (BIAXIAL ) A. DATA BAHAN B. DATA PROFIL BAJA C. DATA KOLOM KOLOM PADA PORTAL BANGUNAN PERHITUNGAN KOLOM LENTUR DUA ARAH (BIAXIAL ) KOLOM PADA PORTAL BANGUNAN A. DATA BAHAN [C]2011 : M. Noer Ilham Tegangan leleh baja (yield stress ), f y = 240 MPa Tegangan sisa (residual stress ), f r =

Lebih terperinci

PROPOSAL TUGAS AKHIR DAFTAR ISI

PROPOSAL TUGAS AKHIR DAFTAR ISI DAFTAR ISI HALAMAN JUDUL... i HALAMAN PENGESAHAN PEMBIMBING... ii LEMBAR PERSEMBAHAAN... iii HALAMAN MOTTO... iv KATA PENGANTAR... v DAFTAR ISI... vi DAFTAR GAMBAR... x DAFTAR TABEL... xii DAFTAR LAMPIRAN...xii

Lebih terperinci

Rancang Bangun Sistem Chassis Kendaraan Pengais Garam

Rancang Bangun Sistem Chassis Kendaraan Pengais Garam SIDANG TUGAS AKHIR TM091476 Rancang Bangun Sistem Chassis Kendaraan Pengais Garam Oleh: AGENG PREMANA 2108 100 603 JURUSAN TEKNIK MESIN FAKULTAS TEKNOLOGI INDUSTRI INSTITUT TEKNOLOGI SEPULUH NOPEMBER SURABAYA

Lebih terperinci

TUGAS AKHIR PIPELINE STRESS ANALYSIS TERHADAP TEGANGAN IJIN PADA PIPA GAS ONSHORE DARI TIE-IN SUBAN#13 KE SUBAN#2 DENGAN PENDEKATAN CAESAR II

TUGAS AKHIR PIPELINE STRESS ANALYSIS TERHADAP TEGANGAN IJIN PADA PIPA GAS ONSHORE DARI TIE-IN SUBAN#13 KE SUBAN#2 DENGAN PENDEKATAN CAESAR II TUGAS AKHIR PIPELINE STRESS ANALYSIS TERHADAP TEGANGAN IJIN PADA PIPA GAS ONSHORE DARI TIE-IN SUBAN#13 KE SUBAN#2 DENGAN PENDEKATAN CAESAR II Diajukan sebagai syarat untuk meraih gelar Sarjana Teknik Strata

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA 28 BAB II TINJAUAN PUSTAKA II.1 Material Beton II.1.1 Definisi Material Beton Beton adalah suatu campuran antara semen, air, agregat halus seperti pasir dan agregat kasar seperti batu pecah dan kerikil.

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. tengah sekitar 0,005 mm 0,01 mm. Serat ini dapat dipintal menjadi benang atau

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. tengah sekitar 0,005 mm 0,01 mm. Serat ini dapat dipintal menjadi benang atau BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Fiber Glass Fiber glass adalah kaca cair yang ditarik menjadi serat tipis dengan garis tengah sekitar 0,005 mm 0,01 mm. Serat ini dapat dipintal menjadi benang atau ditenun

Lebih terperinci

Besarnya defleksi ditunjukan oleh pergeseran jarak y. Besarnya defleksi y pada setiap nilai x sepanjang balok disebut persamaan kurva defleksi balok

Besarnya defleksi ditunjukan oleh pergeseran jarak y. Besarnya defleksi y pada setiap nilai x sepanjang balok disebut persamaan kurva defleksi balok Hasil dan Pembahasan A. Defleksi pada Balok Metode Integrasi Ganda 1. Defleksi Balok Sumbu sebuah balok akan berdefleksi (atau melentur) dari kedudukannya semula apabila berada di bawah pengaruh gaya terpakai.

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. secara nyata baik dalam tegangan maupun dalam kompresi sebelum terjadi

BAB I PENDAHULUAN. secara nyata baik dalam tegangan maupun dalam kompresi sebelum terjadi BAB I PENDAHUUAN I. 1 Umum Baja adalah salah satu bahan kontruksi yang paling penting, sifat-sifatnya yang terutama dalam penggunaan konstruksi adalah kekuatannya yang tinggi dan sifat yang keliatannya.

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. balok, dan batang yang mengalami gabungan lenturan dan beban aksial; (b) struktur

BAB I PENDAHULUAN. balok, dan batang yang mengalami gabungan lenturan dan beban aksial; (b) struktur BAB I PENDAHULUAN I.1 Latar Belakang Masalah Struktur baja dapat dibagi atas tiga kategori umum: (a) struktur rangka (framed structure), yang elemennya bisa terdiri dari batang tarik dan tekan, kolom,

Lebih terperinci

PERHITUNGAN GORDING DAN SAGROD

PERHITUNGAN GORDING DAN SAGROD PERHITUNGAN GORDING DAN SAGROD A. DATA BAHAN [C]2011 : M. Noer Ilham Tegangan leleh baja (yield stress ), f y = 240 MPa Tegangan tarik putus (ultimate stress ), f u = 370 MPa Tegangan sisa (residual stress

Lebih terperinci

ANALISIS CELLULAR BEAM DENGAN METODE PENDEKATAN DIBANDINGKAN DENGAN PROGRAM ANSYS TUGAS AKHIR. Anton Wijaya

ANALISIS CELLULAR BEAM DENGAN METODE PENDEKATAN DIBANDINGKAN DENGAN PROGRAM ANSYS TUGAS AKHIR. Anton Wijaya ANALISIS CELLULAR BEAM DENGAN METODE PENDEKATAN DIBANDINGKAN DENGAN PROGRAM ANSYS TUGAS AKHIR Diajukan untuk melengkapi syarat penyelesaian Pendidikan sarjana teknik sipil Anton Wijaya 060404116 BIDANG

Lebih terperinci

TUGAS AKHIR PERENCANAAN STRUKTUR GEDUNG KANTOR PERPAJAKAN PUSAT KOTA SEMARANG

TUGAS AKHIR PERENCANAAN STRUKTUR GEDUNG KANTOR PERPAJAKAN PUSAT KOTA SEMARANG TUGAS AKHIR PERENCANAAN STRUKTUR GEDUNG KANTOR PERPAJAKAN PUSAT KOTA SEMARANG Diajukan Sebagai Syarat Untuk Menyelesaikan Pendidikan Tingkat Sarjana Strata 1 (S-1) Pada Program Studi Teknik Sipil Fakultas

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. membutuhkan penanganan yang serius, terutama pada konstruksi yang terbuat

BAB I PENDAHULUAN. membutuhkan penanganan yang serius, terutama pada konstruksi yang terbuat BAB I PENDAHULUAN 1.1. Umum dan Latar Belakang Pembangunan terhadap gedung gedung bertingkat pada umumnya sangat membutuhkan penanganan yang serius, terutama pada konstruksi yang terbuat dari beton, baja

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. salah satu sifat kayu merupakan sumber daya alam yang dapat diperbaharui (renewable

BAB I PENDAHULUAN. salah satu sifat kayu merupakan sumber daya alam yang dapat diperbaharui (renewable BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Sebelum adanya bahan konstruksi dari beton, baja, dan kaca, bahan konstruksi yang umum digunakan dalam kehidupan manusia adalah kayu. Selain untuk bahan konstruksi,

Lebih terperinci

BAB III METODE DAN ANALISIS INSTALASI

BAB III METODE DAN ANALISIS INSTALASI BAB III METODE DAN ANALISIS INSTALASI 3.1 UMUM Metode instalasi pipeline bawah laut telah dikembangkan dan disesuaikan dengan kondisi lingkungan pada saat proses instalasi berlangsung, ketersediaan dan

Lebih terperinci

= keliling dari pelat dan pondasi DAFTAR NOTASI. = tinggi balok tegangan beton persegi ekivalen. = luas penampang bruto dari beton

= keliling dari pelat dan pondasi DAFTAR NOTASI. = tinggi balok tegangan beton persegi ekivalen. = luas penampang bruto dari beton DAI'TAH NOTASI DAFTAR NOTASI a = tinggi balok tegangan beton persegi ekivalen Ab = luas penampang satu bentang tulangan, mm 2 Ag Ah AI = luas penampang bruto dari beton = luas dari tulangan geser yang

Lebih terperinci

METODOLOGI PENELITIAN

METODOLOGI PENELITIAN III. METODOLOGI PENELITIAN A. Waktu dan Tempat Penelitian Penelitian ini dilakukan di Laboratorium Mekanika Struktur Jurusan Teknik Mesin Universitas Lampung. Penelitian ini dilaksanakan mulai dari bulan

Lebih terperinci

1.2. Tujuan Penelitian 2

1.2. Tujuan Penelitian 2 DAFTA R 1SI HALAMAN JUDUL i LEMBAR PENGESAHAN ii HALAMAN MOTTO iii HALAMAN PERSEMBAHAN iv KATA PENGANTAR v DAFTARISI vii DAFTARNOTASI x DAFTARGAMBAR xn DAFTARTABEL xiv DAFTAR LAMPIRAN xv ABSTRAKSI xvi

Lebih terperinci

Perancangandanpembuatan Crane KapalIkanUntukDaerah BrondongKab. lamongan

Perancangandanpembuatan Crane KapalIkanUntukDaerah BrondongKab. lamongan Perancangandanpembuatan Crane KapalIkanUntukDaerah BrondongKab. lamongan Latar Belakang Dalam mencapai kemakmuran suatu negara maritim penguasaan terhadap laut merupakan prioritas utama. Dengan perkembangnya

Lebih terperinci

PERBANDINGAN KEKUATAN KOLOM PENDEK BETON BERTULANG DENGAN PENAMBAHAN VARIASI UKURAN PROFIL BAJA SIKU YANG DIKENAI BEBAN KONSENTRIK

PERBANDINGAN KEKUATAN KOLOM PENDEK BETON BERTULANG DENGAN PENAMBAHAN VARIASI UKURAN PROFIL BAJA SIKU YANG DIKENAI BEBAN KONSENTRIK PERBANDINGAN KEKUATAN KOLOM PENDEK BETON BERTULANG DENGAN PENAMBAHAN VARIASI UKURAN PROFIL BAJA SIKU YANG DIKENAI BEBAN KONSENTRIK Laporan Tugas Akhir sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar Sarjana

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. keliatan dan kekuatan yang tinggi. Keliatan atau ductility adalah kemampuan. tarik sebelum terjadi kegagalan (Bowles,1985).

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. keliatan dan kekuatan yang tinggi. Keliatan atau ductility adalah kemampuan. tarik sebelum terjadi kegagalan (Bowles,1985). BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Baja Bahan konstruksi yang mulai diminati pada masa ini adalah baja. Baja merupakan salah satu bahan konstruksi yang sangat baik. Baja memiliki sifat keliatan dan kekuatan yang

Lebih terperinci

Laporan Tugas Akhir (KL-40Z0) Desain Dermaga General Cargo dan Trestle Tipe Deck On Pile di Pulau Kalukalukuang Provinsi Sulawesi Selatan

Laporan Tugas Akhir (KL-40Z0) Desain Dermaga General Cargo dan Trestle Tipe Deck On Pile di Pulau Kalukalukuang Provinsi Sulawesi Selatan Bab 7 DAYA DUKUNG TANAH Laporan Tugas Akhir (KL-40Z0) Desain Dermaga General Cargo dan Trestle Tipe Deck On ile di ulau Kalukalukuang rovinsi Sulawesi Selatan 7.1 Daya Dukung Tanah 7.1.1 Dasar Teori erhitungan

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. yang lebih bawah hingga akhirnya sampai ke tanah melalui fondasi. Karena

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. yang lebih bawah hingga akhirnya sampai ke tanah melalui fondasi. Karena BAB II TINJAUAN PUSTAKA Kolom adalah batang tekan vertikal dari rangka struktural yang memikul beban dari balok. Kolom meneruskan beban-beban dari elevasi atas ke elevasi yang lebih bawah hingga akhirnya

Lebih terperinci

BAB IV EVALUASI KINERJA DINDING GESER

BAB IV EVALUASI KINERJA DINDING GESER BAB I EALUASI KINERJA DINDING GESER 4.1 Analisis Elemen Dinding Geser Berdasarkan konsep gaya dalam yang dianut dalam SNI Beton 2847-2002, elemen struktur dinding geser tidak dicek terhadap kegagalan gesernya.

Lebih terperinci

STRUKTUR CANGKANG I. PENDAHULULUAN

STRUKTUR CANGKANG I. PENDAHULULUAN STRUKTUR CANGKANG I. PENDAHULULUAN Cangkang adalah bentuk struktural berdimensi tiga yang kaku dan tipis serta yang mempunyai permukaan lengkung. Permukaan cangkang dapat mempunyai bentuk sembarang. Bentuk

Lebih terperinci

STUDI PERILAKU PENGARUH EFEK PENGEKANGAN PADA KOLOM CONCRETE FILLED STEEL TUBE AKIBAT PEMASANGAN CROSS TIE

STUDI PERILAKU PENGARUH EFEK PENGEKANGAN PADA KOLOM CONCRETE FILLED STEEL TUBE AKIBAT PEMASANGAN CROSS TIE PROGRAM SARJANA LINTAS JALUR JURUSAN TEKNIK SIPIL Fakultas Teknik Sipil dan Perencanaan Institut Teknologi Sepuluh Nopember Surabaya 2012 TUGAS AKHIR RC09 1380 STUDI PERILAKU PENGARUH EFEK PENGEKANGAN

Lebih terperinci

Bab II STUDI PUSTAKA

Bab II STUDI PUSTAKA Bab II STUDI PUSTAKA 2.1 Pengertian Sambungan, dan Momen 1. Sambungan adalah lokasi dimana ujung-ujung batang bertemu. Umumnya sambungan dapat menyalurkan ketiga jenis gaya dalam. Beberapa jenis sambungan

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. 2.1 Seismic Column Demand Pada Rangka Bresing Konsentrik Khusus

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. 2.1 Seismic Column Demand Pada Rangka Bresing Konsentrik Khusus BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Seismic Column Demand Pada Rangka Bresing Konsentrik Khusus Sistem Rangka Bresing Konsentrik Khusus merupakan sistem struktur yang efisien dalam menahan gaya gempa lateral.

Lebih terperinci

TUGAS AKHIR ANALISA TEGANGAN JALUR PIPA UAP PADA PROYEK PILOT PLANT

TUGAS AKHIR ANALISA TEGANGAN JALUR PIPA UAP PADA PROYEK PILOT PLANT TUGAS AKHIR ANALISA TEGANGAN JALUR PIPA UAP PADA PROYEK PILOT PLANT Diajukan Guna Memenuhi Syarat Kelulusan Mata Kuliah Tugas Akhir Pada Program Sarjana Starta Satu (S1) Disusun Oleh : Nama : Abdul Latif

Lebih terperinci

Jurnal Flywheel, Volume 1, Nomor 2, Desember 2008 ISSN :

Jurnal Flywheel, Volume 1, Nomor 2, Desember 2008 ISSN : ANALISIS SIMULASI PENGARUH SUDUT CETAKAN TERHADAP GAYA DAN TEGANGAN PADA PROSES PENARIKAN KAWAT TEMBAGA MENGGUNAKAN PROGRAM ANSYS 8.0 I Komang Astana Widi Jurusan Teknik Mesin, Fakultas Teknologi Industri,

Lebih terperinci

2- ELEMEN STRUKTUR KOMPOSIT

2- ELEMEN STRUKTUR KOMPOSIT 2- ELEMEN STRUKTUR KOMPOSIT Pendahuluan Elemen struktur komposit merupakan struktur yang terdiri dari 2 material atau lebih dengan sifat bahan yang berbeda dan membentuk satu kesatuan sehingga menghasilkan

Lebih terperinci

kekuatan dan sifatnya cocok untuk memikul beban. Baja struktur banyak dipakai

kekuatan dan sifatnya cocok untuk memikul beban. Baja struktur banyak dipakai BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Tinjauan Umum Baja struktur merupakan jenis baja yang berdasarkan pertimbangan ekonomi, kekuatan dan sifatnya cocok untuk memikul beban. Baja struktur banyak dipakai untuk kolom

Lebih terperinci

Respect, Professionalism, & Entrepreneurship. Mata Kuliah : Mekanika Bahan Kode : TSP 205. Torsi. Pertemuan - 7

Respect, Professionalism, & Entrepreneurship. Mata Kuliah : Mekanika Bahan Kode : TSP 205. Torsi. Pertemuan - 7 Mata Kuliah : Mekanika Bahan Kode : TSP 05 SKS : 3 SKS Torsi Pertemuan - 7 TIU : Mahasiswa dapat menghitung besar tegangan dan regangan yang terjadi pada suatu penampang TIK : Mahasiswa dapat menghitung

Lebih terperinci

tegangan pada saat beban transfer dan layan. Saat transfer, ketika beton belum

tegangan pada saat beban transfer dan layan. Saat transfer, ketika beton belum BABY PEMBAHASAN 5.1 Analisa Lentur Permukaan tank pada pelat datar flat plate) beton prategang, pada saat menenma beban diperbolehkan terjadi tegangan tank atau diperbolehkan terjadi retakretak halus,

Lebih terperinci

BAB IV PENGUMPULAN DAN PENGOLAHAN DATA. Berikut adalah data data awal dari Upper Hinge Pass yang menjadi dasar dalam

BAB IV PENGUMPULAN DAN PENGOLAHAN DATA. Berikut adalah data data awal dari Upper Hinge Pass yang menjadi dasar dalam BAB IV PENGUMPULAN DAN PENGOLAHAN DATA 4.1. Data Data Awal Analisa Tegangan Berikut adalah data data awal dari Upper Hinge Pass yang menjadi dasar dalam analisa tegangan ini, baik perhitungan analisa tegangan

Lebih terperinci

ANALISIS KAPASITAS TEKAN PROFIL-C BAJA CANAI DINGIN MENGGUNAKAN SNI 7971:2013 DAN AISI 2002

ANALISIS KAPASITAS TEKAN PROFIL-C BAJA CANAI DINGIN MENGGUNAKAN SNI 7971:2013 DAN AISI 2002 Konferensi Nasional Teknik Sipil 11 Universitas Tarumanagara, 26-27 Oktober 2017 ANALISIS KAPASITAS TEKAN PROFIL-C BAJA CANAI DINGIN MENGGUNAKAN SNI 7971:2013 DAN AISI 2002 Tania Windariana Gunarto 1 dan

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN. 1. Perencanaan Interior 2. Perencanaan Gedung 3. Perencanaan Kapal

BAB 1 PENDAHULUAN. 1. Perencanaan Interior 2. Perencanaan Gedung 3. Perencanaan Kapal BAB 1 PENDAHULUAN Perencanaan Merencana, berarti merumuskan suatu rancangan dalam memenuhi kebutuhan manusia. Pada mulanya, suatu kebutuhan tertentu mungkin dengan mudah dapat diutarakan secara jelas,

Lebih terperinci