HASIL DAN PEMBAHASAN. Bandung Provinsi Jawa Barat. Batas-batas admistratif Desa Margamukti, Utara

Ukuran: px
Mulai penontonan dengan halaman:

Download "HASIL DAN PEMBAHASAN. Bandung Provinsi Jawa Barat. Batas-batas admistratif Desa Margamukti, Utara"

Transkripsi

1 36 IV HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1. Keadaan Umum Daerah Penelitian Keadaan Geografi dan Topografi Desa Margamukti berada di wilayah Kecamatan Pangalengan Kabupaten Bandung Provinsi Jawa Barat. Batas-batas admistratif Desa Margamukti, Utara dan Barat berbatasan dengan Desa Pangalengan, Selatan berbatasan dengan Desa Sukamanah dan Timur berbatasan dengan Desa Tarumajaya Kecamatan Kertasari. Berdasarkan topografi, Desa Margamukti merupakan daerah dataran dan pegunungan dengan ketinggian m m di atas permukaan laut. Suhu harian berkisar 16 C-20 C. Luas wilayah Desa Margamukti seluas Ha dengan topografi daratan seluas Ha dan pegunungan Ha Keadaan Peternakan Sapi Perah Perkembangan peternakan sapi perah di Kecamatan Pangalengan banyak dipengaruhi oleh keberadaan KPBS Pangalengan, yang didirikan pada tanggal 22 Maret Secara adminstratif wilayah kerja KPBS Pangalengan meliputi tiga kecamatan, yaitu Kecamatan Pangalengan, Kertasari, dan Pacet, serta terdiri dari 21 desa, 17 komisariat daerah, dan 38 Tempat Pelayanan Koperasi (TPK). Di Desa Margamukti terdapat 5 TPK: Cipanas II, Los Cimaung I, Los Cimaung II, Rancamanyar, dan Pangkalan. Lokasi penelitian berada di TPK Los Cimaung I dan Los Cimaung II. Rincian populasi sapi perah dan jumlah anggota peternak di Desa Margamukti per TPK disajikan pada Tabel 6.

2 Tabel 6. Populasi Sapi Perah dan Anggota Koperasi (Peternak) di Desa Margamukti per-januari 2015 No TPK Populasi Peternak (Orang) Populasi Sapi Perah (Ekor) Keterangan 1. Cipanas II Sebagian anggota masuk ke dalam wilayah Desa Pangalengan 2. Los Cimaung I Los Cimaung II Pangkalan Rancamanyar KPBS Pangalengan menyediakan berbagai kebutuhan untuk usaha sapi perah seperti menyediakan pakan ternak, melayani kesehatan ternak, melayani kawin suntik (IB), melakukan penyuluhan usaha peternakan sapi perah, dan menampung serta memasarkan susu dari peternak Karakteristik Responden Usia Data hasil penelitian memperlihatkan bahwa usia peternak berkisar antara tahun. Berikut usia peternak disajikan pada Tabel 7 informasi lebih lengkap dapat dilihat pada Lampiran 1. Tabel 7. Karakteristik Responden Berdasarkan Usia No Selang Usia (tahun) Skala Usaha I II III n % n % n % ,18 1 8, , , , , , , , ,00 - -

3 38 Berdasarkan Tabel 7 terlihat bahwa usia peternak berkisar antara tahun dengan usia termuda 19 tahun dan tertua 59 tahun. Pada setiap skala usaha persentase terbesar usia peternak berada pada selang usia tahun. Hal ini berarti sebagian besar peternak berada dalam usia produktif. Peternak pada usia produktif cenderung lebih terbuka terutama terhadap inovasi yang berkaitan dengan usaha peternakan sapi perah bahkan cenderung lebih giat mencari informasi inovasi tersebut untuk pengembangan usaha ternak sapi perahnya. Peternak berusia produktif juga memiliki fisik yang relatif kuat. Kedua hal tersebut berdampak positif terhadap pengembangan usaha peternakan sapi perah Tingkat Pendidikan Formal Pendidikan adalah proses atau kegiatan untuk mengembangkan kemampuan dan kepribadian individu. Semakin tinggi tingkat pendidikan sesorang, semakin mudah untuk menyerap berbagai informasi. Rincian tingkat pendidikan formal peternak disajikan pada Tabel 8 informasi lebih lengkap dapat dilihat pada Lampiran 1. Tabel 8. Karakteristik Responden Berdasarkan Tingkat Pendidikan Formal No Tingkat Pendidikan Skala Usaha Formal I II III n % n % n % 1. < SD 8 36, , ,00 2. SMP/sederajat 9 40, , ,33 3. SMA/sederajat 4 18, , ,67 4. S1 1 4,55 0 0,00 0 0,00

4 39 Berdasarkan Tabel 8, tingkat pendidikan formal yang dicapai peternak pada skala usaha I lebih beragam bila dibandingkan skala usaha lainnya. Peternak pada skala usaha II dan skala usaha III sebagian besar tingkat pendidikan formal yang dicapai adalah Sekolah Dasar (SD). Kelompok peternak yang berpendidikan hingga sekolah menengah rata-rata berusia 34 tahun, sedangkan peternak yang berpendidikan SD rata-rata berusia 45 tahun. Hal ini dapat disebabkan karena keadaan sosial ekonomi pada masa lalu belum memungkinkan untuk dapat sekolah pada jenjang yang lebih tinggi, fasilitas pendidikan yang terbatasnya, dan kurangnya kesadaran akan pentingnya pendidikan pada masa itu Jumlah Kepemilikan Sapi Perah Usaha peternakan sapi perah pada umumnya tidak hanya memelihara induk laktasi saja, tetapi juga memelihara sapi perah non produktif. Sapi perah yang non produktif terdiri dari sapi kering, pedet, dan dara yang diperuntukan untuk replacement stock. Rata-rata jumlah kepemilikan sapi perah peternak di lokasi penelitian disajikan pada Tabel 9 informasi lebih lengkap dapat dilihat pada Lampiran 1. Tabel 9. Rata-rata Jumlah Kepemilikan Sapi Perah Sapi Perah Skala Usaha I II III n (ST) n (ST) n (ST) Produktif Laktasi 2,55 4,75 8,17 Non Produktif Dara 0,64 0,41 0,25 Pedet 0,19 0,06 0,21 Kering 0,14 1,38 0,00 0,72 0,00 Jantan 0,41 0,25 0,00 0,46

5 40 Menurut Kusnadi, dkk. (1983) bahwa dalam usaha pemeliharaan sapi perah yang ekonomis, satu ekor sapi perah yang sedang berproduksi hanya dapat dibebani 0,40 Satuan Ternak (ST) sapi perah yang belum produktif. Berdasarkan Tabel 9, pada skala usaha I satu ekor sapi produktif dibebani 0,54 ST hal ini berarti komposisi pemeliharaan sapi perah pada skala usaha I tidak ekonomis, sedangkan sapi produktif pada skala usaha II dan skala usaha III masing-masing dibebani 0,15 ST dan 0,07 ST sapi non produktif. Pemeliharaan induk laktasi yang sedikit pada skala usaha I disebabkan terbatasnya modal untuk membeli sapi perah induk serta lahan yang dimiliki terbatas Penerapan Good Dairy Farming Practice Good Dairy Farming Practice terdiri dari tujuh aspek, yaitu reproduksi, kesehatan ternak, higien pemerahan nutrisi, kesejahteraan ternak, lingkungan, dan manajemen sosial ekonomi. Penerapan GDFP pada setiap skala usaha disajikan pada Tabel 10 informasi lebih lengkap dapat dilihat pada Lampiran 4. Tabel 10. Rata-rata Persentase Penerapan Good Dairy Farming Practice No Aspek GDFP Skala Usaha I II III 1 Reproduksi ternak 85,33 86,31 87,22 2 Kesehatan ternak 77 79,45 83,58 3 Higien pemerahan 82,67 86,17 86,24 4 Nutrisi (pakan dan air) 55,3 62,44 82,74 5 Kesejahteraan ternak 52,99 55,09 60,76 6 Lingkungan 49,07 51,17 56,14 7 Manajemen sosial ekonomi 36,4 51,38 57,89 Rata-rata 62,69 67,43 73,50

6 41 Berdasarkan Tabel 10, rata-rata persentase penerapan GDFP pada skala usaha I sebesar 62,69%, skala usaha II sebesar 67,43%, dan skala usaha III sebesar 73,50%. Persentase penerapan GDFP pada setiap aspek meningkat seiring dengan meningkatnya jumlah kepemilikan sapi perah. Hal ini dapat disebabkan peternak yang memiliki jumlah sapi banyak akan memberi perhatian yang lebih kepada usaha sapi perahnya termasuk memelihara ternak dengan baik, menjaga kesehatan ternak, melakukan sanitasi kandang sehingga berdampak pada tingginya penerapan GDFP. Hasil ini sesuai dengan hasil penelitian Sopiyana (2006) dimana tingkat tatalaksana peternakan pada skala usaha yang lebih besar, nyata lebih tinggi diabandingkan dengan skala usaha yang lebih kecil. Berdasarkan perhitungan perbandingan berpasangan terhadap aspek-aspek GDFP menggunakan metode AHP didapatkan urutan prioritas penerapan aspekaspek GDFP oleh peternak. Urutan prioritas aspek-aspek GDFP oleh peternak disajikan pada Tabel 11 informasi lebih lengkap dapat dilihat pada Lampiran 5. Tabel 11. Prioritas Penerapan Aspek-aspek Good Dairy Farming Practice oleh Peternak per Skala Usaha No Aspek GDFP Ranking Skala Usaha I Skala Usaha I Skala Usaha I 1 Reproduksi Kesehatan Ternak Higien Pemerahan Nutrisi (Pakan dan Air) Kesejahteraan Ternak Lingkungan Sosial Ekonomi 7 6 6

7 42 Berdasarkan hasil perhitungan diketahui bahwa reproduksi merupakan aspek prioritas utama dalam penerapan GDFP pada setiap skala usaha. Prioritas kedua adalah aspek higien pemerahan. Pada setiap skala usaha, perbedaan antara nilai eigenvector aspek reproduksi dan higien pemerahan hanya berbeda sedikit (lihat Lampiran 5). Hal ini berarti peternak menganggap kedua aspek tersebut memiliki tingkat kepentingan yang sama dan hampir mendapat urutan prioritas yang sama. Pengetahuan mengenai poin-poin penting pada aspek reproduksi ternak merupakan dasar dalam penerapan tatalaksana reproduksi. Pengetahuan tersebut diperoleh peternak dari pengalaman beternak, penyuluhan, dan peran inseminator. Higien pemerahan menjadi prioritas kedua diduga karena pemerahan adalah proses menghasilkan susu yang merupakan sumber pendapatan peternak sehingga peternak memberikan perhatian khusus pada kegiatan pemerahan. Prioritas ketiga adalah aspek kesehatan ternak, pelaksanaan tatalaksana kesehatan ternak tidak terlepas dari peran serta dokter hewan dan paramedis. Aspek keempat nutrisi (pakan dan air), peternak memberikan pakan tidak berdasarkan perhitungan melainkan melalui perkiraan dan air untuk minum tidak disediakan secara adlibitum. Aspek kelima adalah kesejahteraan ternak, hal ini dapat disebabkan karena pengetahuan peternak mengenai kesejahteraan ternak masih terbatas. Aspek lingkungan dan manajemen sosial ekonomi mendapat urutan prioritas terakhir disetiap skala usaha karena fokus utama peternak adalah meningkatkan produksi dengan hanya memperhatikan aspek-aspek teknis.

8 Reproduksi Ternak Produktivitas ternak merupakan hasil resultan antara faktor genetik, lingkungan, dan interaksi keduanya. Lingkungan dibedakan menjadi dua yaitu lingkungan eksternal dan lingkungan internal. Lingkungan eksternal merupakan faktor yang berpengaruh dari luar tubuh ternak seperti iklim, pemberian pakan dan menajemen pemeliharaan sedangkan lingkungan internal merupakan aspek biologis dari sapi laktasi seperti lama laktasi, lama kering, periode kosong, dan selang beranak (Anggraeni, 2003). Efisiensi reproduksi adalah salah satu kriteria keberhasilan usaha peternakan sapi perah. Rendahnya efisiensi reproduksi dapat disebabkan beberapa faktor, antara lain kelainanan anatomis alat reproduksi, fisiologis (hormonal), pathologis, genetik, dan manajemen reproduksi. Tingkat efisiensi reproduksi seekor ternak dapat diukur dengan performa reproduksinya. Pengetahuan dan pengalaman peternak mengenai zooteknis khususnya performa reproduksi sangat berperan dalam mencapai tingkat efisiensi reproduksi. Rata-rata persentase penerapan GDFP aspek reproduksi disajikan pada Tabel 12 informasi lebih lengkap dapat dilihat pada Lampiran 3.

9 Tabel 12. Rata-rata Persentase Penerapan Good Dairy Farming Practice Aspek Reproduksi No Sub Aspek Skala Usaha (%) Reproduksi I II III 1. Bangsa sapi perah yang dipelihara Cara pemilihan bibit (seleksi) 77,56 84,90 91,67 3. Cara kawin Pengetahuan birahi Umur pertama beranak Kawin pertama setelah beranak 66,67 66,67 66,67 7. Jarak kelahiran (calving interval) Service per Conception (S/C) 66,67 66,67 66,67 Rata-rata 88,86 89,78 90,63 44 Sapi FH merupakan sapi perah yang tergolong sensitif terhadap temperatur dan kelembaban. Pemeliharaan sapi FH pada ketinggian m di atas permukaan laut dengan kisaran suhu antara C memungkinkan terjadinya stres panas dan berpengaruh negatif terhadap produktivitas (Sudrajad dan Adiarto, 2011). Suhu nyaman untuk berproduksi susu adalah 5ºC hingga 20º C dengan produksi optimal pada suhu sekitar 10º C (Payne, 1990). Kondisi lingkungan Pangalengan dengan suhu sebesar C, berada pada kisaran suhu nyaman untuk berproduksi susu bagi sapi FH. Penerapan GDFP harus disertai dengan pelaksanaan seleksi untuk memilih sapi perah dengan kualitas genetik yang baik. Program seleksi dasar yang dapat dilakukan oleh peternak rakyat adalah pemilihan bibit berdasarkan silsilah (keturunan), produksi susu, dan penampilan eksterior. Jumlah peternak berdasarkan kategori cara seleksi (pemilihan bibit) disajikan pada Tabel 13.

10 Tabel 13. Jumlah dan Persentase Peternak Sapi Perah Berdasarkan Kategori Cara Seleksi (Pemilihan Bibit) No Kategori Skala Usaha I Skala Usaha II Skala Usaha III n % n % n % 1. Baik 5 22, , ,67 2. Sedang 14 63, , ,33 3. Rendah 3 13,64 1 8,33-0,00 Jumlah Berdasarkan Tabel 13 diatas menunjukan bahwa secara keseluruhan cara seleksi (pemilihan bibit) yang dilakukan oleh peternak masuk dalam kategori baik dan sedang. Lebih lanjut data memperlihatkan bahwa pada skala usaha I hanya terdapat 22,73% peternak masuk dalam kategori baik sisanya peternak masuk dalam kategori sedang dan rendah. Hal ini menunjukan modal dapat menjadi salah satu faktor dalam pelaksanaan program seleksi. Keterbatasan modal yang dialami peternak mengakibatkan peternak membeli ternak yang performanya terbatas ataupun menjual pedet betina keturunan dari induk yang produktivitasnya tinggi. Proses kawin pada ternak dapat dibagi menjadi dua macam yang pertama kawin alam dan yang kedua inseminasi buatan. Inseminasi Buatan (IB) adalah proses deposisi semen ke dalam saluran reproduksi betina dengan bantuan manusia (inseminator) dan merupakan salah satu bentuk teknologi reproduksi. Salah satu manfaat inseminasi buatan adalah mempertinggi penggunaan pejantan unggul dengan genetik yang tinggi tanpa harus melakukan pemeliharaan pejantan. Seluruh peternak di lokasi penelitian menggunakan IB dengan bantuan inseminator dari KPBS.

11 46 Inseminator atau paramedis lainnya tidak melakukan kontrol secara rutin, tetapi berdasarkan laporan dari peternak apabila ada sapi birahi ataupun ambruk. Guna keberhasilan IB pengetahuan mengenai ciri-ciri birahi harus dimiliki oleh peternak. Keterlambatan peternak dalam melaporkan sapi birahi akan berakibat pada keberhasilan IB yaitu terjadinya kebutingan. Hasil penelitian menunjukan bahwa peternak mengetahui dan memahami ciri-ciri birahi pada sapi dengan baik. Penampilan reproduksi seekor sapi perah dapat dilihat dari parameterparameter reproduksi seperti umur pertama beranak, kawin pertama setalah beranak, calving interval, dan service per conception (S/C). Umur beranak pertama adalah umur dimana saat sapi (dara) mengalami beranak untuk yang pertama kalinya, sedangkan kawin pertama setelah beranak adalah selang waktu antara sapi melahirkan sampai dikawinkan kembali. Calving interval atau selang beranak adalah jarak antara dua kelahiran. Service per conception adalah jumlah perkawinan sampai terjadi kebuntingan. Hasil penelitian menunjukan bahwa peternak mengawinkan sapi dara pada umur bulan dengan rata-rata 18 bulan, sehingga pada umur bulan dengan rata-rata 30 bulan sapi dara sudah beranak untuk yang pertama kalinya. Umur beranak pertama lebih cepat bila dibandingkan dengan hasil penelitian Atabany (2012), dimana sapi dara di BBPTU mulai dikawinkan setelah berumur 18 bulan dan beranak pertama rata-rata umur 32,30 bulan. Perbedaan tersebut dapat disebabkan oleh tingkat nutrisi yang diberikan, menurut Hardjopranjoto (1995) tingkat nutrisi yang rendah (kualitas dan kuantitas) akan menghambat

12 47 umur berahi pertama dan pubertas akan tertunda. Lingkungan adalah faktor yang mempengaruhi penundaan umur kawin pertama, sapi FH mengalami umur kawin pertama yang beragam pada setiap wilayah (Pirlo, dkk. 2000) Interval kawin pertama setelah beranak di lokasi penelitian sesuai dengan pendapat Toelihere (1993) yaitu rata-rata 90 hari pada birahi ke tiga, tetapi menurut Sudono, dkk. (2005) sapi FH dapat dikawinkan kembali hari (birahi kedua) setelah melahirkan. Hal ini dapat disebabkan karena pada birahi kesatu dan kedua sapi mengalami silent heat sehingga peternak tidak dapat mendeteksi gejela estrus. Lamanya interval kawin pertama setelah beranak dapat mengakibatkan panjangnya masa kosong, dampak lebih lanjut menurunkan produksi susu total dan pendapatan peternak. Selang beranak di lokasi penelitian sesuai dengan pendapat Izquierdo, dkk. (2008) dimana selang beranak berada pada kisaran bulan, sedangkan sapi perah di BBPTU mengalami gangguan reproduksi karena selang beranak lebih lama dari 400 hari atau 13,30 bulan (Atabany, 2012). Selang beranak yang lama akan menyebabkan waktu untuk memproduksi susu (umur produktif) sapi tersebut berkurang sehingga menurunkan produktivitas produksi susu. Rata-rata nilai S/C sapi FH di lokasi penelitian adalah 2-3 dan sangat sulit memperoleh nilai S/C 1,0 namun menurut Toelihere (1993) nilai S/C sudah dapat dikatakan baik untuk kondisi peternakan sapi perah di Indonesia bila mencapai nilai 2.0 Nilai S/C dipengaruhi oleh fertilitas sapi induk itu sendiri dan keterampilan inseminator.

13 Kesehatan Ternak Manajemen program kesehatan ternak bertujuan untuk menjamin susu yang dihasilkan aman dan layak dikonsumsi serta mengontrol penyakit ternak. Aspek kesehatan ternak di dalam GDFP menekankan pada pencegahan dari pada pengobatan. Pencegahan dilakukan sebagai usaha untuk meningkatkan efisiensi produksi, sedangkan pengobatan dipandang sebagai bentuk penyelamatan ternak dari suatu penyakit yang menurunkan produksi. Penerapan GDFP aspek kesehatan ternak yang dijalankan oleh peternak pada setiap skala usaha disajikan pada Tabel 14 informasi lebih lengkap dapat dilihat pada Lampiran 3. Tabel 14. Rata-rata Persentase Penerapan Good Dairy Farming Practice Aspek Kesehatan No Sub Aspek Skala Usaha (%) Kesehatan Ternak I II III 1. Pembentukan ternak yang resisten terhadap penyakit 91,67 91,67 91,67 2. Pencegahan penyakit masuk ke dalam peternakan 68,56 70,83 79,17 3. Penerapan manajemen kesehatan ternak yang efektif 67,61 71,88 69,79 4. Penggunaan bahan kimia dan obat ternak sesuai 80,11 83,33 93,75 petunjuk Rata-rata 76,99 79,43 83,59 Berdasarkan Tabel 14, rata-rata penerapan GDFP aspek kesehatan ternak adalah sebesar 80%. Lebih lanjut data memperlihatkan bahwa 91,67% peternak menjamin bahwa sapi perah yang dipelihara resisten terhadap penyakit. Salah satu cara yang efektif dalam meningkatkan daya tahan ternak adalah vaksinasi. Peternak secara rutin memberikan vaksin kepada sapi perah atas saran dan rekomendasi dokter hewan dan paramedis.

14 49 Seperti yang sudah dijelaskan pada pembahasan sebelumnya, bahwa seluruh peternak memelihara sapi perah bangsa FH yang sangat sensitif terhadap suhu dan kelembaban. Wilayah pangalengan berada pada kisaran suhu tersebut yaitu 16ºC-20ºC sehingga sapi FH tidak akan mengalami cekaman panas yang berlebih dan menimbulkan berbagai penyakit. Menurut Chase (2010) suhu tinggi, kelembaban tinggi dan radiasi energi matahari adalah faktor lingkungan yang menyebabkan stres panas, menurunnya kesehatan, dan penampilan sapi perah FH. Sapi perah yang mengalami stres panas akan terjadi penurunan penampilan reproduksi berupa panjang dan intensitas estrus menurun, angka kebuntingan menurun, peningkatan resiko kematian embrio dan penurunan pertumbuhan janin (Chase, 2010). Performa peternak dalam mencegah masuknya penyakit ke dalam peternakan rata-rata sebesar 72,85%. Biosecurity merupakan pencegahan dasar masuknya suatu penyakit. Elemen dasar biosecurity antara lain isolasi, pembersihan dan desinfeksi serta pengaturan lalulintas, dalam hal ini peternak lebih fokus terhadap kebersihan terutama kebersihan kandang. Peternak membersihkan kandang lebih dari dua kali dalam sehari. Suwito dan Andriani (2012) mengungkapkan lingkungan kandang sapi yang tidak dibersihkan dapat menyebabkan puting dan ambing menjadi kotor akibatnya susu yang dihasilkan memiliki jumlah Coliform lebih tinggi. Kebersihan kandang akan berdampak positif terhadap kesehatan ternak.

15 50 Peternak tidak memiliki kandang isolasi maka dari itu sapi yang sakit disatu kandangkan dengan sapi yang sehat. Hal ini terjadi akibat terbatasnya lahan dan miniminya pengetahuan mengenai tindakan isolasi. Sapi yang sakit atau sedang dalam masa perawatan sebaiknya ditempatkan di kandang terpisah guna mencegah terjadinya penularan penyakit. Pengaturan lalu lintas dalam dan sekitar peternakan sangatlah buruk. Pengaturan lalu lintas dapat berupa penyediaan desinfektan untuk alas kaki bagi pengunjung. Peternak tidak menyediakan desinfektan untuk alas kaki bagi pengunjung dan tidak mengetahui perihal penggunaan desinfektan tersebut. Hal ini menunjukan bahwa pengetahuan peternak soal biosecurity masih kurang. Penerapan manajemen kesehatan ternak yang efektif oleh peternak ratarata hanya sebesar 69,76% bila dibandingkan dengan sub aspek kesehatan ternak lainnya adalah yang paling rendah. Hal ini disebabkan peternak mengesampingkan hal yang sangat penting dan mendasar yaitu catatan. Kegiatan pencatatan dapat memberikan keterangan tentang individu sapi terutama produktivitasnya sehingga dapat dijadikan pedoman untuk menentukan sapi yang menguntungkan dan pengafkiran. Catatan juga dapat dijadikan dasar dalam pengambilan keputusan dan pengontrolan tatalaksana. Sebagain besar peternak menggunakan bahan kimia dan obat ternak sesuai petunjuk penerapannya rata-rata sebesar 85,73%. Hal yang harus diperhatikan dalam pengobatan yaitu waktu henti obat. Peternak tidak mengetahui apa yang dimaksud dengan waktu henti obat tetapi dokter hewan dan paramedis selalu

16 51 memberikan saran bahwa selama beberapa hari ke depan susu dari sapi yang baru diobati harus dipisahkan. Hal tersebut guna mencegah adanya residu kimia pada susu. Hasil penelitian Kusmaningsih dkk. (1996) hanya 14,28% peternak yang mengetahui waktu henti obat dan sebanyak 8,16%. tidak menjual susu ke koperasi selama 2-5 hari setelah pengobatan Higien Pemerahan Konsumen menuntut standar kualitas susu yang tinggi, di sisi lain susu adalah produk ternak yang sangat peka terhadap berbagai cemaran/ kontaminasi baik itu dari mibroba ataupun zat-zat lainnya. Proses pencemaran terhadap susu dapat terjadi pada berbagai kesempatan antara lain: saat susu diperah, penyimpanan pada milkcan, transportasi dari kandang ke cooling unit, penanganan ditempat penampungan hingga pengangkutan melalui truk tanki sampai pada industri pengolah susu (IPS). Penanganan susu yang pertama dan paling penting adalah pada saat proses pemerahan yang dilakukan oleh peternak. Peternak harus menyadari bahwa tujuan utama dari pemerahan adalah bukan hanya menghasilkan susu yang banyak, tetapi juga susu yang berkualitas serta menjaga sapi tetap sehat. Penerapan higien pemerahan bertujuan untuk menghilangkan semua sumber kontaminasi yang dapat beresiko pada penurunan kualitas susu dan kesehatan sapi. Proses higieni pemerahan melingkupi pemerah, area pemerahan, peralatan dan perlengkapan pemerahan, serta ternak sapi perah.

17 Peternak di TPK Los Cimaung I dan Los Cimaung II seluruhmya melakukan pemerahan dua kali yaitu pada pagi hari sekitar pukul WIB dan sore hari pukul WIB. Pemerahan dilakukan dengan menggunakan tangan dan tidak ada yang menggunakan mesin pemerah. Peternak pada umumnya telah mengetahui dan melakukan higien pemerahan dari mulai pra pemerahan, pemerahan, dan pasca pemerahan. Penilaian aspek higien pemerahan disajikan pada Tabel 15 informasi lebih lengkap dapat dilihat di Lampiran 3. Tabel 15. Rata-rata Persentase Penerapan Good Dairy Farming Practice Aspek Higien Pemerahan No Sub Aspek Skala Usaha (%) Higien Pemerahan I II III 1. Pemerahan tidak melukai ternak dan pencegahan 85,87 92,78 90,74 masuknya kontaminan ke dalam susu 2. Lingkungan pemerahan berada dalam kondisi 75,57 78,99 81,25 yang bersih (kandang, peralatan, dan pemerah) 3. Penanganan susu setelah proses pemerahan 86,67 86,67 86,67 Rata-rata 82,70 86,15 86,22 52 Berdasarkan Tabel 15 bahwa rata-rata penerapan GDFP aspek higien pemerahan adalah sebesar 85,02%. Lebih lanjut data memperlihatkan sebesar 89,80% peternak menjamin bahwa proses pemerahan yang dilakukan tidak melukai ternak dan mencegah susu terkontaminasi. Sebanyak 65% peternak memeriksa sapinya terlebih dahulu sebelum pemerahan. Hal ini dimaksudkan apabila ada sapi sakit dan memerlukan treatment khusus, serta untuk mencegah tercampurnya susu dari sapi yang sehat dan susu dari sapi yang sakit. Seluruh peternak memisahkan susu dari sapi yang sakit sesuai dengan rekomendasi dokter hewan dan paramedis.

18 53 Berdasarkan penelitian yang dilakukan oleh Elmoslemeny, dkk. (2009) bahwa kebersihan dari ambing dan puting sapi berperanan penting dalam menentukan kualitas susu secara mikrobiologi. Peternak membersihkan ambing sapi menggunakan air hangat namun adapula yang menggunakan air dingin setelah itu ambing dilap menggunakan lap kering dan bersih. Pengunaan air hangat dianjurkan untuk pembersihan ambing dan puting sapi sebelum pemerahan untuk meminimalisasir jumlah bakteri di dalam susu (Elmoslemeny, dkk. 2009). Dari 40 orang peternak 14 orang diantaranya mencelupkan puting atau dipping ke dalam desinfektan sebelum atau sesudah pemerahan. Pemakaian larutan antiseptik dengan dosis 2 ml dilarutkan dalam 1 liter air sebelum pemerahan bertujuan untuk membersihkan puting dan mencegah terjadinya penyakit radang ambing atau mastitis (Suwito dan Andriani, 2012). Penerapan kebersihan lingkungan pemerahan oleh peternak sebesar 78,60%. Seluruh Peternak membersihkan kandang dan memandikan sapi secara rutin sebelum pemerahan. Hasil penelitian Suwito dan Andriani (2012) dari 20 orang peternak 13 orang diantaranya membersihkan kandang dan memandikan sapi sebelum pemerahan. Pada saat pemerahan, lingkungan kandang yang tidak dibersihkan dapat menyebabkan puting dan ambing menjadi kotor akibatnya susu yang dihasilkan memiliki jumlah Coliform lebih tinggi. Coliform merupakan bakteri indikator yang dapat digunakan untuk melihat tingkat sanitasi dari lingkungan maupun kebersihan dari ternak (Jayaraou, dkk., 2003).

19 54 Milkcan yang digunakan peternak berbahan stainless steel sehingga tidak mudah berkarat. Kebersihan dari milkcan merupakan hal yang perlu diperhatikan, karena sebagai tempat untuk menampung susu. Milkcan yang terkontaminasi E. Coli dan Salmonella sp menyebabkan susu yang dikumpulkan tersebut tidak layak konsumsi. Setelah pemerahan, peternak mencuci seluruh peralatan menggunakan air bersih dan sabun. Peralatan yang tidak dibersihkan setelah pemerahan memungkinkan mikroba dapat tumbuh karena masih menyisakan susu. Sepenuhnya peternak menyadari akan pentingnya higien pemerah. Peternak menggunakan sepatu boot yang teratur dibersihkan, walaupun tidak menggunakan wearpack tetapi peternak menggunakan pakaian yang bersih ketika memerah. Peternak selalu mencuci tangan sebelum memerah sapi satu ke sapi berikutnya. Tangan pemerah dapat berperan sebagai sumber kontaminan. Sebesar 85,02% peternak sudah melakukan penganan susu pasca pemerahan dengan baik dan benar. Peternak menyetor susu ke tempat pengumpulan susu atau TPK segera setelah pemerahan selesai. Waktu yang ditempuh peternak untuk menyetor susu ke TPK kurang lebih berkisar 5-10 menit karena TPK berada dilokasi tidak jauh dari pemukiman penduduk. Lokasi TPK jauh dari pabrik sehingga kontaminasi susu dari polusi limbah pabrik terminimalisir. Penelitian berlangsung pada musim hujan sehingga akses menuju TPK kerap kali becek dan berlumpur. Peternak menggunakan milkcan tertutup rapat sehingga cipratan dari lumpur atau genangan air tidak akan mengkontaminasi susu.

20 Nutrisi (Pakan dan Air) Manajemen pemberian pakan pada sapi perah sangat mempengaruhi produksi susu. Nutrisi adalah kunci utama produktivitas, kesehatan, dan kesejahteraan sapi perah. Salah satu permasalahan pengembangan peternakan sapi perah di daerah adalah ketersediaan sumber pakan, terutama hijauan. Biaya pakan pada peternakan ruminansia mencapai 65-80% dari total seluruh biaya produksi. Tidak hanya kuantitas pakan saja yang penting diperhatikan namun kualitas dan kontinuitasnya juga harus dipertimbangkan untuk menunjang keberhasilan suatu usaha peternakan. Berikut hasil penilaian GDFP aspek nutrisi (pakan dan air) pada setiap skala usaha disajikan pada Tabel 16 informasi lebih lengkap dapat dilihat pada Lampiran 3. Tabel 16. Rata-rata Persentase Penerapan Good Dairy Farming Practice Aspek Nutrisi (Pakan dan Air) No Sub Aspek Skala Usaha (%) Nutrisi (Pakan dan Air) I II III 1. Menjamin ketersediaan pakan dan air 63,64 72,22 88,89 2. Menjamin kebutuhan pakan dan air (kuantitas dan 59,34 60,88 81,02 kualitas) terpenuhi 3. Kontrol kondisi gudang pakan 45,96 58,33 77,78 4. Menjamin pakan yang dibeli berasal dari supplier 52,27 58,33 83,33 yang terjamin kualitasnya Rata-rata 55,30 62,44 82,74 Berdasarkan Tabel 14 rata-rata persentase penerapan GDFP aspek nutrisi (pakan dan air) sebesar 66,83% dan 74,92% peternak menjamin ketersediaan pakan dan air. Konsentrat utama yang digunakan oleh peternak adalah konsentrat reguler (RC) dan pellet dengan kandung protein kasar (PK) masing-masing 14%

21 56 dan 17% yang diperoleh dari koperasi. Hasil pemeriksaan terhadap beberapa konsentrat yang dijual koperasi menunjukkan nilai TDN kurang dari 55% dan protein kasar di bawah 13%. Hal ini bisa menyebabkan produksi susu menjadi rendah, bahkan untuk kebutuhan pokok saja tidak tercukupi. Berdasarkan NRC (2001), nilai TDN pada pakan untuk ternak laktasi dengan bobot 350 kg sebesar 56.2%. Guna memenuhi kekurangan kebutuhan nutrisi sapi perah, para peternak sering kali menambahkan ongok atau ampas tahu kepada ternaknya, beban biaya pakan pun akan bertambah yang nantinya akan mengurangi pendapatan peternak dari pendapatan susu (Soeharsono dan Gunawan, 2013). Seluruh peternak pada skala usaha II dan skala usaha III memperoleh rumput dengan cara menanam sendiri sedangkan pada skala usaha I hanya sebagian peternak. Pada skala usaha I jumlah kepemilikan sapi relatif sedikit sehingga kebutuhan pakan per hari tidak terlalu besar, ketersediaan rumput di lapangan cukup memenuhi kebutuhan. Peternak pada skala usaha II dan skala usaha III juga mencari rumput lapangan untuk menutupi kekurangan hijauan yang dihasilkan kebun sendiri. Pada musim kemarau kerap kali peternak mengalami kekurangan hijauan dan mensubstitusinya dengan limbah pertanian seperti daun jagung dan limbah kubis. Sebesar 67,08% peternak menjamin kebutuhan pakan dan air baik secara kuantitas ataupun kualitas. Sebanyak 47,85% peternak memberikan pakan kepada sapi berdasarkan usia, bobot badan, periode laktasi, dan kebuntingan. Air yang digunakan untuk minum sapi berasal dari sumber yang bersih sehingga

22 57 air tidak berbau, berasa, dan berwarna. Sebagian besar peternak menyimpan persedian pakan di area dekat kandang, peternak tidak memiliki bangunan khusus yang diperuntukan untuk gudang pakan. Area penyimpanan persediaan pakan tersebut memiliki ventilasi yang baik sehingga dapat mencegah pertumbuhan jamur Kesejahteraan Ternak Kesejahteraan ternak bertujuan menjamin terpenuhinya kebutuhankebutuhan dasar ternak. Kesejahteraan ternak sangat berhubungan erat dengan kesehatan, yang juga merupakan aspek GDFP. Pada peternakan sapi perah kesejahteraan ternak tidak hanya diperuntukan pada sapi laktasi, tetapi juga pada pedet, dara untuk replecement stock, dan jantan. Penerapan kesejahteraan ternak memberikan efek positif terhadap produktivitas ternak. Kebutuhan-kebutuhan dasar ternak yang menjadi fokus utama kesejahteraan ternak diantaranya ternak bebas dari rasa lapar dan haus, bebas dari ketidaknyamanan lingkungan, bebas dari rasa sakit, cedera, dan penyakit, bebas dari cekaman dan tekanan, serta bebas bergerak dan berprilaku normal. Kelima kebutuhan dasar seekor ternak tersebut dikenal dengan istilah five freedoms. Berikut hasil penilaian GDFP aspek kesejahteraan ternak pada setiap skala usaha disajikan pada Tabel 17 informasi lebih lengkap dapat dilihat di Lampiran 3.

23 58 Tabel 17. Rata-rata Persentase Penerapan Good Dairy Farming Practice Kesejahteraan Ternak (animal welfare) No Sub Aspek Skala Usaha (%) Kesejahteraan Ternak (animal welfare) I II III 1. Bebas dari rasa lapar dan haus 48,35 46,46 54,79 2. Bebas dari ketidaknyamanan lingkungan 66,67 66,67 66,67 3. Bebas dari rasa sakit, cedera, dan penyakit 84,38 94, Bebas dari cekaman dan tekanan 65,61 67,50 82,22 5. Bebas bergerak dan berprilaku normal Rata-rata 53,00 55,08 60,74 Berdasarkan Tabel 17, rata-rata persentase penerapan GDFP aspek kesejahteraan ternak sebesar 56,27%. Lebih lanjut data memperlihatkan bahwa penerapan indikator five freedoms bebas dari rasa lapar dan haus rata-rata sebesar 49,87%, nilai ini jauh lebih kecil bila dibandingkan dengan persentase penerapan indikator five freedoms lainnya. Hal ini dikarenakan hanya sebagian kecil peternak yang memberikan air minum secara adlibitum. Kebutuhan minum ternak hanya dicukupi dari lolohan yang merupakan campuran dari pakan konsentrat yang dilarutkan dengan air hangat ataupun air dingin. Sapi membutuhkan air minum sebanyak 12 galon atau 45 liter air setiap harinya karena kurang lebih 50%-70% atau 2 /3 bagian berat hidup ternak merupakan air oleh karena itu, untuk menjaga produktivitas ternak perlu adanya penyediaan air minum yang ditempatkan dekat dengan ternak serta pemberian hijauan yang mengandung air di dalamnya (Deptan, 1997).

24 59 Sebagian besar peternak memberikan hijauan dilakukan dengan cara perkiraan jumlah tanpa ukuran potongan, dan diberikan dua kali sehari yaitu pagi dan sore hari. Penggunaan metode tersebut mengakibatkan banyaknya sisa hijauan yang terbuang dan konsumsi pakan ternak menjadi sedikit. Hasil penelitian Novianti (2014) rumput yang diberi perlakuan pemotongan ukuran, dapat mempengaruhi jumlah konsumsi pakan dan penyerapan nutrient pakan. Hal serupa juga dilakukan peternak terhadap pemberian konsentrat, pada umumnya peternak memberikan konsentrat tidak ditentukan jumlahnya, sehingga masih kurang/tidak sesuai dengan kebutuhan tubuh sapi yang mengakibatkan produksi susu tidak maksimal. Penerapan indikator five freedoms ternak bebas dari ketidaknyamanan rata-rata sebesar 67,67%. Sebagian besar peternak menggunakan kandang yang semi terbuka atau tanpa dinding, dengan demikian ventilasi berjalan baik, temparatur tidak panas, dan sinar matahari dapat masuk ke kandang. Kondisi kandang demikian mengakibatkan tiupan angin yang keras langsung masuk ke dalam kandang, untuk menghindari hal tersebut letak kandang perlu diatur atau diberi pelindung angin. Sebagian besar peternak tidak memperhatikan arah mata angin dalam membangun kandang dan tidak memberikan pelindung angin atau wind breaker di dalam kandang. Lantai kandang terbuat dari semen yang diberi alas karpet dengan posisi lantai lebih tinggi cm dari tanah sekitarnya dan kemiringan mencapai 2% dari panjang lantai. Hal ini bertujuan untuk memudahkan proses pembersihan kandang.

25 60 Penerapan indikator five freedoms ternak bebas dari sakit, cedera, dan penyakit rata-rata sebesar 93,06%. Pengobatan, kelahiran, pemasangan eartag dibantu oleh dokter hewan dan paramedis sehingga dapat dijamin bahwa prosedurnya dilakukan dengan baik dan benar. Peternak pada skala usaha I dan skala usaha II tidak memberikan perlakuan khusus terhadap pedet yang baru dilahirkan atau ketika akan disapih. Sebagain besar peternak pada kedua skala usaha tersebut tidak melakukan pembesaran pedet, tetapi mereka menjulanya. Sering kali peternak menjual pedet ketika usianya kurang dari 1 minggu. Pada usia tersebut bobot pedet belum memenuhi kriteria dalam proses pengangkutan dan keadaan pusarnyapun belum kering. Penerapan indikator five freedoms ternak bebas dari cekaman dan tekanan rata-rata sebesar 71,78%. Proses tatalaksana peternakan tidak menyebabkan cekaman dan ketakutan yang menimbulkan penderitaan psikologis. Peternak harus memiliki kemampuan teknis beternak guna menghindari ternak mengalami ketakutan selama proses pemeliharaan. Salah satu indikator dalam implementasi kesejahteraan ternak adalah kemampuan atau pengetahuan peternak. Kemampuan dan pengetahuan yang mutlak harus dimiliki oleh seorang peternak diantaranya mengenal ternak dalam keadaan sakit atau tidak, mengenali tingkah laku ternak, melakukan pengobatan, menguasai manajemen secara teknis, dan mengenali keadaan lingkungan. Di lokasi penelitian sapi tidak memperoleh kebebasan dalam melakukan perilaku normalnya. Peternak merancang kandang tanpa memperhitungkan aspek tingkah laku ternak sehingga ruang gerak sapi terbatas.

26 Lingkungan Peternakan sapi perah dapat menyebabkan dampak lingkungan seperti emisi GRK, perubahan iklim, pencemaran terhadap air, dan hilangnya unsur hara tanah. Pada umumnya peternak tidak memahami dampak lingkungan tersebut. Hal ini terlihat dari pelaksanaan teknis, seperti penggunaan air berlebih ketika membersihkan kandang dan penggunaan pupuk kimia untuk kebun rumput. Penerapan GDFP aspek lingkungan dapat dilihat pada Tabel 18 informasi lebih lengkap dapat dilihat pada Lampiran 3. Tabel 18. Rata-rata Persentase Penerapan Good Dairy Farming Practice Aspek Lingkungan No Sub Aspek Skala Usaha (%) Lingkungan I II III 1. Implementasi sistem peternakan ramah 49,04 34,17 35,00 lingkungan 2. Manajemen penanganan limbah 50,00 50,00 50,00 3. Menjamin peternakan tidak menimbulkan efek 68,18 69,44 83,33 terhadap lingkungan sekitar Rata-rata 49,04 51,20 56,11 Berdasarkan Tabel 18, rata-rata persentase penerapan GDFP aspek lingkungan sebesar 52,27%. Implementasi sistem peternakan ramah lingkungan adalah sebesar 39,40% hal ini disebabkan peternak tidak mengetahui dan menerapkan sistem peternakan berkelanjutan. Penerapan manajemen penanganan limbah sebesar 50,00%. Hal tersebut dikarenakan pada umumnya peternak tidak melakukan pengolahan limbah atau kotoran ternak, namun mengalirkannya ke suatu kolam penampungan. Kotoran sapi di kolam penampungan dimanfaatkan oleh petani untuk digunakan sebagai pupuk pada lahan tanaman pangannya.

27 62 Beberapa peternak pada skala usaha III memanfaatkan sendiri kotoran ternak sebagai pupuk kandang untuk digunakan pada kebun rumput atau untuk dijual. Penggunaan pupuk kandang untuk kebun rumput hanya tambahan saja, pupuk utama yang digunakan peternak adalah pupuk urea. Perilaku peternak pada saat membersihkan kandang menimbulkan efek negatif terhadap lingkungan. Seluruh peternak ketika membersihkan kandang langsung mengalirkan kotoran sapi menggunakan air tanpa dipisahkan terlebih dahulu. Pada sisi yang sama peternak juga hanya menggunakan selang air biasa untuk membersihkan kandang tanpa adanya sprai controller. Kedua hal tersebut mengakibatkan banyaknya air yang dibutuhkan dan terbuang percuma. Perilaku demikian sangat bertentangan dengan prinsip dasar peternakan berkelanjutan. Kegiatan sanitasi dan higien dalam peternakan sudah bagus. Hal tersebut terlihat dari peternak membersihkan kandang lebih dari dua kali dalam satu hari dengan alasan untuk menghindari bau tanpa mempertimbangkan hal-hal lainnya seperti penggunaan air yang berlebih. Hal ini kemungkinan disebabkan tidak ada penyuluhan mengenai dampak lingkungan dari peternakan sapi perah berikut penyebab dan sekaligus pencegahannya dari petugas atau penyuluh dari koperasi atau dinas setempat Manajemen Sosial Ekonomi Sosial ekonomi adalah bagian yang tidak terpisahkan dari peternakan sapi perah. Penerapan GDFP aspek manejemen sosial ekonomi dapat dilihat pada Tabel 19 informasi lebih lengkap dapat di lihat pada Lampiran 3.

28 Tabel 19. Rata-rata Persentase Penerapan Good Dairy Farming Practice Aspek Manajemen Sosial Ekonomi No Sub Aspek Skala Usaha (%) Manajemen Sosial Ekonomi I II III 1. Implementasi manajemen SDM yang efektif dan 40,43 59,72 79,17 bertanggung jawab 2. Menjamin kegiatan di dalam peternakan dilakukan 34,09 50,00 50,00 dengan aman dan kompeten 3. Manajemen keuangan 34,85 44,44 44,44 Rata-rata 36,43 51,39 57,87 63 Berdasarkan Tabel 16 persentase penerapan GDFP aspek manajemen sosial ekonomi sebesar 48,56%. Lebih lanjut data memperlihatkan bahwa implementasi manajemen SDM yang efektif dan bertanggung jawab pada skala usaha I labih kecil bila dibandingkan dengan skala usaha II dan skala usaha III. Hal tersebut dikarenakan pada skala usaha I mayoritas peternak tidak memiliki pekerja atau staf dari luar, pekerjaan di kandang dibantu oleh keluarga (family worker) dengan itu peternak beranggapan tidak perlu menerapkan social responsible karena pekerja merupakan anggota keluarga sendiri. Jam kerja yang diberlakukan peternak sesuai dengan jobdesc yang diberikan apabila diakumulasikan dalam satu hari pekerja bekerja rata-rata 8 jam, tetapi tidak memenuhi standar jam kerja mingguan dimana dalam satu minggu minimal dalam satu hari mendapat libur. Semua peternak pada skala usaha III memiliki pekerja (yang bukan pekerja keluarga) sehingga mereka sangat mementingkan kesejahteraan para pekerja atau staf dengan pemberian bonus. Para peternak beranggapan tidak perlu melakukan training kepada para pekerjanya kecuali kepada keluarganya.

29 64 Hanya sebagian kecil peternak yang menerapkan manajemen keuangan. Hal ini disebabkan peternak hanya fokus terhadap aspek-aspek teknis yang berhubungan langsung dengan produksi. Menurut Moran (2008) dengan mengetahui biaya produksi memungkin peternak pada skala usaha kecil dapat meningkatkan keuntungannya dan sangat esensial untuk menjaga keberlangsungan usaha Analisis Pendapatan Peternak Pendapatan peternak ditentukan oleh besarnya produksi dan harga jual susu. Biaya produksi yang dikeluarkan seperti pengadaan pakan konsentrat, tenaga kerja, kesehatan ternak, dll juga menentukan tingkat pendatan peternak. Dalam hal ini, perhitungan pendapatan menggunakan analisis Income Over Feed Cost (IOFC). Income Over Feed Cost merupakan salah satu cara untuk mengetahui efisiensi biaya yang diperoleh dari hasil penjualan produksi dikurangi biaya pakan. Penerimaan peternak atas penjualan susu dapat dilihat pada Tabel 20 informasi lebih lengkap dapat dilihat pada Lampiran 6. Skala Usaha Tabel 20. Rata-rata Penerimaan Peternak atas Penjualan Susu Setoran Susu Ratarata per Hari (liter/hari) Rata-rata Harga Susu (Rp/liter) Total Penerimaan (RP/bulan) I II III

30 Rata-rata produksi susu per hari oleh masing-masing peternak antar skala usaha berbeda-beda hal ini disebabkan jumlah kepemilikan sapi laktasi yang berbeda-beda pula. Harga susu ditentukan oleh kualitas dan kebersihan susu untuk saat ini harga susu dapat mencapai Rp ,- per liter yang merupakan harga tertinggi dan harga terendah mencapai Rp ,- per liter. Salah satu penyebab rendahnya kualitas susu adalah kualitas pakan yang diberikan. Dalam analisis ini, biaya pakan yang diperhitungkan adalah biaya pakan ril yang dikelurkan oleh peternak. Rumput tidak dimasukan ke dalam perhitungan karena peternak tidak melakukan pembeliaan rumput. Rumput yang digunakan peternak bersumber dari lahan sendiri dan rumput lapangan. Pendapatan peternak atas biaya pakan yang dikeluarkan dapat dilihat pada Tabel 21 informasi lebih lengkap dapat dilihat pada Lampiran 6. Skala Usaha Tabel 21. Income Over Feed Cost Total Penerimaan (Rp/bulan) Total Biaya Pakan (Rp/bulan) Total Biaya Pakan (Rp/ST/hari) IOFC I II III Berdasarkan Tabel 21, total biaya pakan yang dikelurakan per Satuan Ternak (ST) per hari adalah Rp /ST/hari. Lebih lanjut data memperlihatkan bahwa semakin tinggi jumlah kepemilikan sapi perah semakin tinggi pula biaya pakan yang dikeluarkan per ST. Hal ini dapat disebabkan

31 66 peternak pada skala usaha II dan skala usaha III memilih pakan yang berkualitas guna meningkatkan produksi susu walaupun harganya lebih mahal. Berdasarkan Tabel 21 rata-rata pendapatan peternak di lokasi penelitian adalah Rp /bulan. Lebih lanjut data memperlihatkan bahwa semakin tinggi skala usaha semakin tinggi pula tingkat pendapatan yang diperoleh. Hal ini disebabkan oleh banyaknya kepemilikan sapi laktasi sehingga sumber penghasilan penjualan susu lebih besar. Pendapatan biaya rill yang dikeluarkan atas pakan konsentrat pada tingkat kepemilikan sapi laktasi 1-3 ekor menunjukan nilai pendapatan positif yaitu sebesar Rp /bulan. Hasil tersebut berbeda dengan hasil penelitian Siswanto, dkk. (2012), pendapatan dari usaha sapi perah pada tingkat kepemilikian induk laktasi sebanyak 3 ekor menunjukan nilai pendapatan negatif. Komposisi kepemilikan sapi perah juga menentukan tingkat pendapatan yang diperoleh peternak Hubungan Antara Penerapan Good Dairy Farming Practice dengan Tingkat Pendapatan Peternak Penelitian ini menguji hubungan antara penerapan GDFP dengan pendapatan peternak dengan menggunakan korelasi Spearman. Berikut hasil analisis statistika disajikan pada Tabel 22 informasi lebih lengkap dapat dilihat di Lampiran 7.

32 Tabel 22. Hasil Uji Korelasi Spearman Variabel Penerapan GDFP terhadap Pendapatan Peternak Skala Usaha Koefisien Korelasi Skala Usaha I 0,39 Skala Usaha II 0,21 Skala Usaha III 0,66 Seluruh Responden Penelitian 0,51* Keterangan : *berhubungan nyata pada P<0,05 Berdasarkan Tabel 22, hasil uji korelasi Spearman menunjukan bahwa terdapat hubungan yang nyata dan positif antara penerapan GDFP dengan pendapatan peternak, nilai koefisien korelasi sebesar 0,51 (hubungan cukup berarti). Hal ini berarti semakin tinggi penerapan GDFP, maka semakin tinggi pula tingkat pendapatan peternak. Tabel 22 memperlihatkan koefisien korelasi pada skala usaha II lebih rendah bila dibandingkan koefisien korelasi pada skala usaha I. Hal ini dapat disebabkan standar deviasi atau keragaman penerapan GDFP dan IOFC pada skala usaha II lebih besar daripada skala usaha I. Good Dairy Farming Practice memiliki peran sangat penting karena tidak hanya bertujuan untuk menjalankan usaha sapi perah dengan baik dan benar sesuai prosedur tetapi juga menjaga agar sapi tetap sehat, menjamin terciptanya produk susu yang aman dan sehat untuk dikonsumsi, serta meminimalisir dampak lingkungan. Pendapatan utama peternak adalah penjualan susu yang dipengaruhi oleh produksi susu dan harga jual susu yang juga dipengaruhi oleh kualitas susu. Peningkatan kuantitas dan kualitas susu merupakan salah satu kondisi yang dapat dicapai dengan penerapan GDFP. 67

HUBUNGAN ANTARA PENERAPAN GOOD DAIRY FARMING PRACTICE DENGAN

HUBUNGAN ANTARA PENERAPAN GOOD DAIRY FARMING PRACTICE DENGAN HUBUNGAN ANTARA PENERAPAN GOOD DAIRY FARMING PRACTICE DENGAN ABSTRAK TINGKAT PENDAPATAN PETERNAK PADA PETERNAKAN SAPI PERAH RAKYAT (Suatu Kasus di Wilayah Kerja KPBS Pangalengan Kabupaten Bandung) Nurdana

Lebih terperinci

PENDAHULUAN. (KPBS) Pangalengan. Jumlah anggota koperasi per januari 2015 sebanyak 3.420

PENDAHULUAN. (KPBS) Pangalengan. Jumlah anggota koperasi per januari 2015 sebanyak 3.420 I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Usaha peternakan sapi perah di Indonesia saat ini didominasi oleh peternak rakyat yang tergabung dalam koperasi peternak sapi perah. Salah satu koperasi peternak sapi

Lebih terperinci

I PENDAHULUAN. pedesaan salah satunya usaha ternak sapi potong. Sebagian besar sapi potong

I PENDAHULUAN. pedesaan salah satunya usaha ternak sapi potong. Sebagian besar sapi potong I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Masyarakat pedesaan pada umumnya bermatapencaharian sebagai petani, selain usaha pertaniannya, usaha peternakan pun banyak dikelola oleh masyarakat pedesaan salah satunya

Lebih terperinci

III OBJEK DAN METODE PENELITIAN. dalam anggota KPBS Pangalengan dan memiliki sapi perah produktif.

III OBJEK DAN METODE PENELITIAN. dalam anggota KPBS Pangalengan dan memiliki sapi perah produktif. III OBJEK DAN METODE PENELITIAN 3.1. Objek Penelitian Objek dalam penelitian ini adalah peternak sapi perah yang tergabung dalam anggota KPBS Pangalengan dan memiliki sapi perah produktif. 3.2. Metode

Lebih terperinci

KAJIAN KEPUSTAKAAN. yang meliputi segala aktivitas teknis dan ekonomis dalam hal pemeliharaan

KAJIAN KEPUSTAKAAN. yang meliputi segala aktivitas teknis dan ekonomis dalam hal pemeliharaan II KAJIAN KEPUSTAKAAN 2.1. Good Dairy Farming Practice Good Dairy Farming Practice adalah tatalaksana peternakan sapi perah yang meliputi segala aktivitas teknis dan ekonomis dalam hal pemeliharaan sehari-hari

Lebih terperinci

KAJIAN KEPUSTAKAAN. kebutuhan konsumsi bagi manusia. Sapi Friesien Holstein (FH) berasal dari

KAJIAN KEPUSTAKAAN. kebutuhan konsumsi bagi manusia. Sapi Friesien Holstein (FH) berasal dari II KAJIAN KEPUSTAKAAN 2.1 Karakteristik Sapi perah Sapi perah (Bos sp.) merupakan ternak penghasil susu yang sangat dominan dibanding ternak perah lainnya dan sangat besar kontribusinya dalam memenuhi

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. Sapi perah merupakan salah satu penghasil protein hewani, yang dalam

I. PENDAHULUAN. Sapi perah merupakan salah satu penghasil protein hewani, yang dalam I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Sapi perah merupakan salah satu penghasil protein hewani, yang dalam pemeliharaannya selalu diarahkan pada peningkatan produksi susu. Sapi perah bangsa Fries Holland (FH)

Lebih terperinci

HASIL DAN PEMBAHASAN

HASIL DAN PEMBAHASAN IV HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1. Keadaan Umum Tempat Penelitian 4.1.1. Sejarah UPTD BPPTD Margawati Garut Unit Pelaksana Teknis Dinas Balai Pengembangan Perbibitan Ternak Domba atau disingkat UPTD BPPTD yaitu

Lebih terperinci

HASIL DAN PEMBAHASAN. (BBPTU-HPT) Baturraden merupakan pusat pembibitan sapi perah nasional yang

HASIL DAN PEMBAHASAN. (BBPTU-HPT) Baturraden merupakan pusat pembibitan sapi perah nasional yang IV HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1 Keadaan Umum BBPTU-HPT Baturraden Balai Besar Pembibitan Ternak Unggul dan Hijauan Pakan Ternak (BBPTU-HPT) Baturraden merupakan pusat pembibitan sapi perah nasional yang ada

Lebih terperinci

TINJAUAN PUSTAKA Sapi Perah Sapi Friesian Holstein (FH) Produktivitas Sapi Perah

TINJAUAN PUSTAKA Sapi Perah Sapi Friesian Holstein (FH) Produktivitas Sapi Perah TINJAUAN PUSTAKA Sapi Perah Pemeliharaan sapi perah bertujuan utama untuk memperoleh produksi susu yang tinggi dan efisien pakan yang baik serta mendapatkan hasil samping berupa anak. Peningkatan produksi

Lebih terperinci

HASIL DAN PEMBAHASAN. Malabar, Gunung Papandayan, dan Gunung Tilu, dengan ketinggian antara 1000-

HASIL DAN PEMBAHASAN. Malabar, Gunung Papandayan, dan Gunung Tilu, dengan ketinggian antara 1000- IV HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1 Keadaan Umum Wilayah Penelitian 4.1.1 Wilayah Kerja KPBS Pangalengan Wilayah kerja KPBS dikelilingi oleh tiga buah gunung, yaitu Gunung Malabar, Gunung Papandayan, dan Gunung

Lebih terperinci

V. PROFIL PETERNAK SAPI DESA SRIGADING. responden memberikan gambaran secara umum tentang keadaan dan latar

V. PROFIL PETERNAK SAPI DESA SRIGADING. responden memberikan gambaran secara umum tentang keadaan dan latar V. PROFIL PETERNAK SAPI DESA SRIGADING A. Karakteristik Responden Responden dalam penelitian ini adalah peternak yang mengusahakan anakan ternak sapi dengan jumlah kepemilikan sapi betina minimal 2 ekor.

Lebih terperinci

HASIL DAN PEMBAHASAN

HASIL DAN PEMBAHASAN Kriteria aspek higiene dan sanitasi terdiri dari 7 pernyataan. Total nilai aspek ini berjumlah 7. Penilaian mengenai aspek higiene dan sanitasi yaitu: Aspek dinilai buruk jika nilai < 3 Aspek dinilai cukup

Lebih terperinci

PENDAHULUAN. produksi yang dihasilkan oleh peternak rakyat rendah. Peternakan dan Kesehatan Hewan (2012), produksi susu dalam negeri hanya

PENDAHULUAN. produksi yang dihasilkan oleh peternak rakyat rendah. Peternakan dan Kesehatan Hewan (2012), produksi susu dalam negeri hanya 1 I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Peternakan sapi perah di Indonesia, 90% merupakan peternakan sapi perah rakyat dengan kepemilikan kecil dan pengelolaan usaha yang masih tradisional. Pemeliharaan yang

Lebih terperinci

MATERI DAN METODE Lokasi dan Waktu Materi Prosedur

MATERI DAN METODE Lokasi dan Waktu Materi Prosedur MATERI DAN METODE Lokasi dan Waktu Penelitian dilaksanakan di Desa Cibeureum Kecamatan Cisarua Kabupaten Bogor pada Bulan Maret sampai Agustus. Pemilihan daerah Desa Cibeureum sebagai tempat penelitian

Lebih terperinci

KAJIAN KEPUSTAKAAN 2.1 Usaha Ternak Sapi Perah

KAJIAN KEPUSTAKAAN 2.1 Usaha Ternak Sapi Perah II KAJIAN KEPUSTAKAAN 2.1 Usaha Ternak Sapi Perah Perkembangan peternakan sapi perah di Indonesia tidak terlepas dari sejarah perkembangannya dan kebijakan pemerintah sejak zaman Hindia Belanda. Usaha

Lebih terperinci

PENDAHULUAN. kebutuhan susu nasional mengalami peningkatan setiap tahunnya.

PENDAHULUAN. kebutuhan susu nasional mengalami peningkatan setiap tahunnya. I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Produksi susu sangat menentukan bagi perkembangan industri susu sapi perah nasional. Susu segar yang dihasilkan oleh sapi perah di dalam negeri sampai saat ini baru memenuhi

Lebih terperinci

III OBJEK DAN METODE PENELITIAN. yang tergabung pada TPK Cibodas yang berada di Desa Cibodas, Kecamatan

III OBJEK DAN METODE PENELITIAN. yang tergabung pada TPK Cibodas yang berada di Desa Cibodas, Kecamatan 19 III OBJEK DAN METODE PENELITIAN 3.1 Objek Penelitian Dalam penelitian ini yang dijadikan objek adalah peternak sapi perah yang tergabung pada TPK Cibodas yang berada di Desa Cibodas, Kecamatan Lembang,

Lebih terperinci

III OBJEK DAN METODE PENELITIAN. Objek penelitian ini adalah peternak sapi potong Peranakan Ongole yang

III OBJEK DAN METODE PENELITIAN. Objek penelitian ini adalah peternak sapi potong Peranakan Ongole yang III OBJEK DAN METODE PENELITIAN 3.1. Objek Penelitian Objek penelitian ini adalah peternak sapi potong Peranakan Ongole yang tergabung dalam kelompok peternak Jambu Raharja di Desa Sidajaya, Kecamatan

Lebih terperinci

ANALISIS HASIL USAHA TERNAK SAPI DESA SRIGADING. seperti (kandang, peralatan, bibit, perawatan, pakan, pengobatan, dan tenaga

ANALISIS HASIL USAHA TERNAK SAPI DESA SRIGADING. seperti (kandang, peralatan, bibit, perawatan, pakan, pengobatan, dan tenaga VI. ANALISIS HASIL USAHA TERNAK SAPI DESA SRIGADING A. Ketersediaan Input Dalam mengusahakan ternak sapi ada beberapa input yang harus dipenuhi seperti (kandang, peralatan, bibit, perawatan, pakan, pengobatan,

Lebih terperinci

II. TINJAUAN PUSTAKA. Sapi Friesian Holstein (FH) merupakan bangsa sapi yang paling banyak

II. TINJAUAN PUSTAKA. Sapi Friesian Holstein (FH) merupakan bangsa sapi yang paling banyak II. TINJAUAN PUSTAKA A. Sapi Perah Sapi Friesian Holstein (FH) merupakan bangsa sapi yang paling banyak terdapat di Amerika Serikat, sekitar 80--90 % dari seluruh sapi perah yang berada di sana. Sapi ini

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. Perkembangan zaman dengan kemajuan teknologi membawa pengaruh pada

I. PENDAHULUAN. Perkembangan zaman dengan kemajuan teknologi membawa pengaruh pada I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang dan Masalah Perkembangan zaman dengan kemajuan teknologi membawa pengaruh pada peningkatan pendapatan, taraf hidup, dan tingkat pendidikan masyarakat yang pada akhirnya

Lebih terperinci

menghasilkan keturunan (melahirkan) yang sehat dan dapat tumbuh secara normal. Ternak yang mempunyai kesanggupan menghasilkan keturunan atau dapat

menghasilkan keturunan (melahirkan) yang sehat dan dapat tumbuh secara normal. Ternak yang mempunyai kesanggupan menghasilkan keturunan atau dapat UKURAN KRITERIA REPRODUKSI TERNAK Sekelompok ternak akan dapat berkembang biak apalagi pada setiap ternak (sapi) dalam kelompoknya mempunyai kesanggupan untuk berkembang biak menghasilkan keturunan (melahirkan)

Lebih terperinci

TINJAUAN PUSTAKA Sapi Perah Friesian Holstein Peternakan Sapi Perah

TINJAUAN PUSTAKA Sapi Perah Friesian Holstein Peternakan Sapi Perah TINJAUAN PUSTAKA Sapi Perah Friesian Holstein Sapi perah Fries Holland (FH) merupakan bangsa sapi perah yang banyak dipelihara di Indonesia. Bangsa sapi ini bisa berwarna putih dan hitam ataupun merah

Lebih terperinci

Lampiran 1 Kuisioner Peternak Pemasok Susu Segar

Lampiran 1 Kuisioner Peternak Pemasok Susu Segar LAMPIRAN 47 Lampiran 1 Kuisioner Peternak Pemasok Susu Segar KUISIONER PETERNAK SAPI PERAH Wilayah Kabupaten : Kecamatan : Tanggal Wawancara : Nama Enumerator : I.Identitas Peternak 1. Nama Pemilik : 2.

Lebih terperinci

HASIL DAN PEMBAHASAN. Mekar, Kecamatan Pangalengan, Kabupaten Bandung, Jawa Barat. Lokasi

HASIL DAN PEMBAHASAN. Mekar, Kecamatan Pangalengan, Kabupaten Bandung, Jawa Barat. Lokasi IV HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1. Keadaan Umum PT. UPBS Pangalengan 4.1.1. Kondisi Lingkungan Perusahaan PT. UPBS (Ultra Peternakan Bandung Selatan) berlokasi di Desa Marga Mekar, Kecamatan Pangalengan, Kabupaten

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Susu merupakan salah satu produk peternakan yang berperan dalam

BAB I PENDAHULUAN. Susu merupakan salah satu produk peternakan yang berperan dalam BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Susu merupakan salah satu produk peternakan yang berperan dalam memenuhi kebutuhan gizi masyarakat sebagai sumber protein hewani karena hampir 100% dapat dicerna.

Lebih terperinci

HASIL DAN PEMBAHASAN. Kawasan Usaha Peternakan (KUNAK) Sapi Perah berada di Kecamatan

HASIL DAN PEMBAHASAN. Kawasan Usaha Peternakan (KUNAK) Sapi Perah berada di Kecamatan IV HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1 Kondisi Umum Daerah Penelitian Kawasan Usaha Peternakan (KUNAK) Sapi Perah berada di Kecamatan Cibungbulang, Kabupaten Bogor. KUNAK didirikan berdasarkan keputusan presiden

Lebih terperinci

KAJIAN KEPUSTAKAAN. sangat besar dalam memenuhi kebutuhan konsumsi susu bagi manusia, ternak. perah. (Siregar, dkk, dalam Djaja, dkk,. 2009).

KAJIAN KEPUSTAKAAN. sangat besar dalam memenuhi kebutuhan konsumsi susu bagi manusia, ternak. perah. (Siregar, dkk, dalam Djaja, dkk,. 2009). II KAJIAN KEPUSTAKAAN 2.1. Karakteristik Sapi Perah FH (Fries Hollands) Sapi perah merupakan ternak penghasil susu yang sangat dominan dibandingkan dengan ternak perah lainnya. Sapi perah memiliki kontribusi

Lebih terperinci

HASIL DAN PEMBAHASAN

HASIL DAN PEMBAHASAN HASIL DAN PEMBAHASAN Sampel susu, air dan peralatan berasal dari tujuh peternak dari Kawasan Usaha Peternakan Rakyat (Kunak), yang berlokasi di Kecamatan Cibungbulang Kabupaten Bogor. Total sampel susu

Lebih terperinci

Usia (tahun) Pendidikan Terakhir

Usia (tahun) Pendidikan Terakhir 77 Lampiran 1. Data Responden A. Skala Usaha I No Nama Responden TPK Usia (tahun) Pendidikan Terakhir Kepemilikan Sapi Perah (ekor) Laktasi Dara Pedet Jantan Kering Satuan Ternak 1 Ayi Komaludin Los Cimaung

Lebih terperinci

PEMBAHASAN. Zat Makanan Ransum Kandungan zat makanan ransum yang diberikan selama penelitian ini secara lengkap tercantum pada Tabel 4.

PEMBAHASAN. Zat Makanan Ransum Kandungan zat makanan ransum yang diberikan selama penelitian ini secara lengkap tercantum pada Tabel 4. PEMBAHASAN Keadaan Umum Penelitian Rata-rata suhu lingkungan dan kelembaban kandang Laboratotium Ilmu Nutrisi Ternak Daging dan Kerja sekitar 26,99 0 C dan 80,46%. Suhu yang nyaman untuk domba di daerah

Lebih terperinci

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN. dibagikan. Menurut Alim dan Nurlina ( 2011) penerimaan peternak terhadap

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN. dibagikan. Menurut Alim dan Nurlina ( 2011) penerimaan peternak terhadap BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN A. Persepsi Peternak Terhadap IB Persepsi peternak sapi potong terhadap pelaksanaan IB adalah tanggapan para peternak yang ada di wilayah pos IB Dumati terhadap pelayanan IB

Lebih terperinci

KAJIAN KEPUSTAKAAN. Sapi perah termasuk kedalam famili Bovidae dan ruminansia yang

KAJIAN KEPUSTAKAAN. Sapi perah termasuk kedalam famili Bovidae dan ruminansia yang II KAJIAN KEPUSTAKAAN 2.1 Karakteristik Sapi Perah Sapi perah termasuk kedalam famili Bovidae dan ruminansia yang mempunyai tanduk berongga. Sapi perah Fries Holland atau juga disebut Friesian Holstein

Lebih terperinci

PENDAHULUAN. Latar Belakang. kelahiran anak per induk, meningkatkan angka pengafkiran ternak, memperlambat

PENDAHULUAN. Latar Belakang. kelahiran anak per induk, meningkatkan angka pengafkiran ternak, memperlambat 1 PENDAHULUAN Latar Belakang Reproduksi merupakan sifat yang sangat menentukan keuntungan usaha peternakan sapi perah. Inefisiensi reproduksi dapat menimbulkan berbagai kerugian pada usaha peterkan sapi

Lebih terperinci

MATERI DAN METODE. Gambar 1. Ternak Domba yang Digunakan

MATERI DAN METODE. Gambar 1. Ternak Domba yang Digunakan MATERI DAN METODE Lokasi dan Waktu Penelitian ini dilaksanakan di Laboratorium Lapang dan Laboratorium Ilmu Nutrisi Ternak Daging dan Kerja, Departemen Ilmu Nutrisi dan Teknologi Pakan, Fakultas Peternakan,

Lebih terperinci

KAJIAN KEPUSTAKAAN. Ternak perah merupakan ternak yang mempunyai fungsi sebagai penghasil

KAJIAN KEPUSTAKAAN. Ternak perah merupakan ternak yang mempunyai fungsi sebagai penghasil 9 II KAJIAN KEPUSTAKAAN 2.1. Peternakan Sapi Perah Ternak perah merupakan ternak yang mempunyai fungsi sebagai penghasil susu. Susu didefinisikan sebagai sekresi fisiologis dari kelenjar ambing. di antara

Lebih terperinci

II. TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Kondisi Peternakan Sapi Perah di Indonesia

II. TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Kondisi Peternakan Sapi Perah di Indonesia II. TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Kondisi Peternakan Sapi Perah di Indonesia Subsektor peternakan merupakan salah satu sumber pertumbuhan baru khususnya bagi sektor pertanian dan perekonomian nasional pada umumnya.

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. Perkembangan dan kemajuan teknologi yang diikuti dengan kemajuan ilmu

I. PENDAHULUAN. Perkembangan dan kemajuan teknologi yang diikuti dengan kemajuan ilmu I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang dan Masalah Perkembangan dan kemajuan teknologi yang diikuti dengan kemajuan ilmu pengetahuan mendorong meningkatnya taraf hidup masyarakat yang ditandai dengan peningkatan

Lebih terperinci

PENDAHULUAN. pangan hewani. Sapi perah merupakan salah satu penghasil pangan hewani, yang

PENDAHULUAN. pangan hewani. Sapi perah merupakan salah satu penghasil pangan hewani, yang I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Peternakan merupakan bagian penting dari sektor pertanian dalam sistem pangan nasional. Industri peternakan memiliki peran sebagai penyedia komoditas pangan hewani. Sapi

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Sapi PO adalah sapi persilangan antara sapi Ongole (Bos-indicus) dengan sapi

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Sapi PO adalah sapi persilangan antara sapi Ongole (Bos-indicus) dengan sapi BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Sapi Peranakan Ongole Sapi PO adalah sapi persilangan antara sapi Ongole (Bos-indicus) dengan sapi lokal. Sapi ini tahan terhadap iklim tropis dengan musim kemaraunya (Yulianto

Lebih terperinci

II. TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Usaha Peternakan Sapi Perah

II. TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Usaha Peternakan Sapi Perah II. TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Usaha Peternakan Sapi Perah Menurut Yusdja (2005), usaha sapi perah sudah berkembang sejak tahun 1960 ditandai dengan pembangunan usaha-usaha swasta dalam peternakan sapi perah

Lebih terperinci

BAB I. PENDAHULUAN. Kebutuhan daging sapi dari tahun ke tahun terus meningkat seiring dengan

BAB I. PENDAHULUAN. Kebutuhan daging sapi dari tahun ke tahun terus meningkat seiring dengan 1 BAB I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang dan Masalah Kebutuhan daging sapi dari tahun ke tahun terus meningkat seiring dengan bertambahnya jumlah penduduk, peningkatan pendapatan dan kesejahteraan masyarakat

Lebih terperinci

PEDOMAN TEKNIS PENGEMBANGAN PEMBIBITAN BABI TAHUN 2012 DIREKTORAT PERBIBITAN TERNAK

PEDOMAN TEKNIS PENGEMBANGAN PEMBIBITAN BABI TAHUN 2012 DIREKTORAT PERBIBITAN TERNAK PEDOMAN TEKNIS PENGEMBANGAN PEMBIBITAN BABI TAHUN 2012 DIREKTORAT PERBIBITAN TERNAK DIREKTORAT JENDERAL PETERNAKAN DAN KESEHATAN HEWAN KEMENTERIAN PERTANIAN 2012 KATA PENGANTAR Pengembangan pembibitan

Lebih terperinci

disusun oleh: Willyan Djaja

disusun oleh: Willyan Djaja disusun oleh: Willyan Djaja 0 PENDAHULUAN Produksi sapi perah dipengaruhi oleh factor genetic, lingkungan, dan interaksi genetic dan lingkungan. Factor genetic berpengaruh sebesar 30 % dan lingkungan 70

Lebih terperinci

MATERI DAN METODE. Gambar 3. Domba yang Digunakan Dalam Penelitian

MATERI DAN METODE. Gambar 3. Domba yang Digunakan Dalam Penelitian MATERI DAN METODE Lokasi dan Waktu Penelitian ini dilaksanakan di Laboratorium Lapang Nutrisi Ternak Daging dan Kerja untuk tahap pemeliharaaan serta analisis sampel di Laboratorium Ilmu dan Teknologi

Lebih terperinci

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN. untuk penggemukan dan pembibitan sapi potong. Tahun 2003 Pusat Pembibitan dan

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN. untuk penggemukan dan pembibitan sapi potong. Tahun 2003 Pusat Pembibitan dan BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN A. Keadaan Umum Wilayah Penelitian Pusat Pembibitan dan Penggemukan Ternak Wonggahu pada tahun 2002 dikelola oleh Dinas Pertanian, Peternakan dan Ketahanan Pangan Provinsi Gorontalo

Lebih terperinci

HASIL DAN PEMBAHASAN Produksi Susu

HASIL DAN PEMBAHASAN Produksi Susu HASIL DAN PEMBAHASAN Produksi Susu Masa laktasi adalah masa sapi sedang menghasilkan susu, yakni selama 10 bulan antara saat beranak hingga masa kering kandang. Biasanya peternak akan mengoptimalkan reproduksi

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Latar Belakang. kebutuhan sehingga sebagian masih harus diimpor (Suryana, 2009). Pemenuhan

BAB I PENDAHULUAN. Latar Belakang. kebutuhan sehingga sebagian masih harus diimpor (Suryana, 2009). Pemenuhan BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang Sapi potong merupakan salah satu ternak penghasil daging di Indonesia. Daging sapi merupakan salah satu sumber protein hewani yang banyak dibutuhkan konsumen, namun sampai

Lebih terperinci

TINJAUAN PUSTAKA Usaha Peternakan Sapi Perah Iklim dan Cuaca Pengaruh Iklim terhadap Produktivitas Sapi Perah

TINJAUAN PUSTAKA Usaha Peternakan Sapi Perah Iklim dan Cuaca Pengaruh Iklim terhadap Produktivitas Sapi Perah TINJAUAN PUSTAKA Usaha Peternakan Sapi Perah Keuntungan usaha peternakan sapi perah adalah peternakan sapi perah merupakan usaha yang tetap, sapi perah sangat efisien dalam mengubah pakan menjadi protein

Lebih terperinci

Lampiran 1. Kuisioner Penelitian Desa : Kelompok : I. IDENTITAS RESPONDEN 1. Nama : Umur :...tahun 3. Alamat Tempat Tinggal :......

Lampiran 1. Kuisioner Penelitian Desa : Kelompok : I. IDENTITAS RESPONDEN 1. Nama : Umur :...tahun 3. Alamat Tempat Tinggal :...... LAMPIRAN 50 Lampiran 1. Kuisioner Penelitian Desa : Kelompok : I. IDENTITAS RESPONDEN 1. Nama :... 2. Umur :...tahun 3. Alamat Tempat Tinggal :... 4. Pendidikan Terakhir :.. 5. Mata Pencaharian a. Petani/peternak

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Perkandangan merupakan segala aspek fisik yang berkaitan dengan

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Perkandangan merupakan segala aspek fisik yang berkaitan dengan 2 BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Manajemen Perkandangan Perkandangan merupakan segala aspek fisik yang berkaitan dengan kandang dan sarana maupun prasarana yang bersifat sebagai penunjang kelengkapan dalam

Lebih terperinci

PENDAHULUAN. Sapi perah merupakan sumber penghasil susu terbanyak dibandingkan

PENDAHULUAN. Sapi perah merupakan sumber penghasil susu terbanyak dibandingkan 1 I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Sapi perah merupakan sumber penghasil susu terbanyak dibandingkan hewan ternak perah lainnya. Keunggulan yang dimiliki sapi perah tersebut membuat banyak pengusaha-pengusaha

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. Indonesia merupakan salah satu negara dengan jumlah penduduk yang terus

I. PENDAHULUAN. Indonesia merupakan salah satu negara dengan jumlah penduduk yang terus I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang dan Masalah Indonesia merupakan salah satu negara dengan jumlah penduduk yang terus meningkat sehingga membutuhkan ketersediaan makanan yang memiliki gizi baik yang berasal

Lebih terperinci

TINJAUAN PUSTAKA Peternakan Sapi Perah Sapi Friesian Holstein (FH)

TINJAUAN PUSTAKA Peternakan Sapi Perah Sapi Friesian Holstein (FH) TINJAUAN PUSTAKA Peternakan Sapi Perah Usaha peternakan sapi perah di Indonesia diklasifikasikan berdasarkan skala usahanya yaitu perusahaan peternakan sapi perah dan peternakan sapi perah rakyat (Sudono,

Lebih terperinci

V. KESIMPULAN DAN IMPLIKASI KEBIJAKAN

V. KESIMPULAN DAN IMPLIKASI KEBIJAKAN V. KESIMPULAN DAN IMPLIKASI KEBIJAKAN A. Kesimpulan Secara umum kinerja produksi ternak sapi dan kerbau di berbagai daerah relatif masih rendah. Potensi ternak sapi dan kerbau lokal masih dapat ditingkatkan

Lebih terperinci

HASIL DAN PEMBAHASAN Keadaan Umum Lokasi Peternakan Sri Murni

HASIL DAN PEMBAHASAN Keadaan Umum Lokasi Peternakan Sri Murni HASIL DAN PEMBAHASAN Keadaan Umum Lokasi Setiap peternakan memiliki karakteristik tersendiri baik dari segi sejarah pendirian dan tujuan dari pendirian peternakan serta topografi dan letak koordinat. Perincian

Lebih terperinci

BAB V KESIMPULAN DAN REKOMENDASI. Desa Sukajaya merupakan salah satu desa sentra produksi susu di Kecamatan

BAB V KESIMPULAN DAN REKOMENDASI. Desa Sukajaya merupakan salah satu desa sentra produksi susu di Kecamatan BAB V KESIMPULAN DAN REKOMENDASI Desa Sukajaya merupakan salah satu desa sentra produksi susu di Kecamatan Lembang, Kabupaten Bandung Barat. Desa Sukajaya mempunyai luas 3.090,68 Ha dan jumlah penduduk

Lebih terperinci

HASIL DAN PEMBAHASAN. Konsumsi Bahan Kering (BK) 300, ,94 Total (g/e/hr) ± 115,13 Konsumsi BK Ransum (% BB) 450,29 ± 100,76 3,20

HASIL DAN PEMBAHASAN. Konsumsi Bahan Kering (BK) 300, ,94 Total (g/e/hr) ± 115,13 Konsumsi BK Ransum (% BB) 450,29 ± 100,76 3,20 HASIL DAN PEMBAHASAN Konsumsi Bahan Kering (BK) Konsumsi adalah jumlah pakan yang dimakan oleh ternak yang akan digunakan untuk mencukupi kebutuhan hidup pokok, produksi, dan reproduksi. Ratarata konsumsi

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. Kebutuhan daging sapi setiap tahun selalu meningkat, sementara itu pemenuhan

I. PENDAHULUAN. Kebutuhan daging sapi setiap tahun selalu meningkat, sementara itu pemenuhan 1 I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Kebutuhan daging sapi setiap tahun selalu meningkat, sementara itu pemenuhan kebutuhan daging sapi lebih rendah dibandingkan dengan kebutuhan daging sapi. Ternak sapi,

Lebih terperinci

PENDAHULUAN. memadai, ditambah dengan diberlakukannya pasar bebas. Membanjirnya susu

PENDAHULUAN. memadai, ditambah dengan diberlakukannya pasar bebas. Membanjirnya susu I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Sapi perah mempunyai potensi yang sangat besar untuk dikembangkan di Indonesia, dikarenakan kebutuhan akan susu domestik dari tahun ke tahun terus meningkat seiring dengan

Lebih terperinci

II. TINJAUAN PUSTAKA A.

II. TINJAUAN PUSTAKA A. 3 II. TINJAUAN PUSTAKA A. Sapi Perah Peranakan Friesian Holstein Sapi peranakan Fresian Holstein (PFH) merupakan sapi hasil persilangan sapi-sapi jantan FH dengan sapi lokal melalui perkawinan alam (langsung)

Lebih terperinci

peternaknya Mencari pemasaran yang baik Tanah dan air VIII

peternaknya Mencari pemasaran yang baik Tanah dan air VIII Faktor yang terpenting untuk mendapatkan sukses dalam usaha peternakan sapi perah adalah peternaknya sendiri. Dia harus tahu bagaimana dan bila menanam modal untuk usaha peternakannya serta dia harus dapat

Lebih terperinci

IV HASIL DAN PEMBAHASAN. 4.1 Keadaan Umum Daerah Penelitian Keadaan umum daerah penelitian meliputi, keadaan administratif daerah,

IV HASIL DAN PEMBAHASAN. 4.1 Keadaan Umum Daerah Penelitian Keadaan umum daerah penelitian meliputi, keadaan administratif daerah, 35 IV HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1 Keadaan Umum Daerah Penelitian Keadaan umum daerah penelitian meliputi, keadaan administratif daerah, tata guna lahan, dan mata pencaharian penduduk. Keadaan umum didapat

Lebih terperinci

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN Sejarah dan Kondisi Lingkungan Fisik Perusahaan. PT. UPBS Ultra Peternakan Bandung Selatan (UPBS) Pangalengan

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN Sejarah dan Kondisi Lingkungan Fisik Perusahaan. PT. UPBS Ultra Peternakan Bandung Selatan (UPBS) Pangalengan BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1. Keadaan Umum Perusahaan 4.1.1. Sejarah dan Kondisi Lingkungan Fisik Perusahaan PT. UPBS Ultra Peternakan Bandung Selatan (UPBS) Pangalengan merupakan sebuah perusahaan

Lebih terperinci

I PENDAHULUAN. selesai, seekor induk sapi perah harus diafkir, dan diganti dengan induk baru yang

I PENDAHULUAN. selesai, seekor induk sapi perah harus diafkir, dan diganti dengan induk baru yang 1 I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Eksistensi induk dalam usaha sapi perah sangat penting, selain sebagai asset juga sebagai faktor produksi utama dalam proses produksi. Setelah masa produktif selesai,

Lebih terperinci

HASIL DAN PEMBAHASAN. Keadaan Umum Lokasi

HASIL DAN PEMBAHASAN. Keadaan Umum Lokasi HASIL DAN PEMBAHASAN Keadaan Umum Lokasi Kondisi Geografis Kecamatan Cigugur merupakan salah satu kecamatan yang terdapat di Kabupaten Kuningan. Kecamatan Cigugur memiliki potensi curah hujan antara 1.000-3.500

Lebih terperinci

DASAR KOMPETENSI KEJURUAN DAN KOMPETENSI KEJURUAN SEKOLAH MENENGAH KEJURUAN

DASAR KOMPETENSI KEJURUAN DAN KOMPETENSI KEJURUAN SEKOLAH MENENGAH KEJURUAN DASAR KOMPETENSI KEJURUAN DAN KOMPETENSI KEJURUAN SEKOLAH MENENGAH KEJURUAN BIDANG STUDI KEAHLIAN : AGRIBISNIS DAN AGROTEKNOLOGI PROGRAM STUDI KEAHLIAN : AGRIBISNIS PRODUKSI TERNAK KOMPETENSI KEAHLIAN

Lebih terperinci

BERTEMPAT DI GEREJA HKBP MARTAHAN KECAMATAN SIMANINDO KABUPATEN SAMOSIR Oleh: Mangonar Lumbantoruan

BERTEMPAT DI GEREJA HKBP MARTAHAN KECAMATAN SIMANINDO KABUPATEN SAMOSIR Oleh: Mangonar Lumbantoruan LAPORAN PENYULUHAN DALAM RANGKA MERESPON SERANGAN WABAH PENYAKIT NGOROK (Septicae epizootica/se) PADA TERNAK KERBAU DI KABUPATEN SAMOSIR BERTEMPAT DI GEREJA HKBP MARTAHAN KECAMATAN SIMANINDO KABUPATEN

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. Meningkatnya kesadaran masyarakat terhadap kebutuhan protein hewani,

I. PENDAHULUAN. Meningkatnya kesadaran masyarakat terhadap kebutuhan protein hewani, 1 I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang dan Masalah Meningkatnya kesadaran masyarakat terhadap kebutuhan protein hewani, mengakibatkan meningkatnya produk peternakan. Broiler merupakan produk peternakan yang

Lebih terperinci

ANALISIS BAHAYA dan KONTROL TITIK KRITIS

ANALISIS BAHAYA dan KONTROL TITIK KRITIS ANALISIS BAHAYA dan KONTROL TITIK KRITIS H A C C P HACCP Oleh: Willyan Djaja Beternak adalah usaha mendayagunakan hewan dengan memanfaatkan sumber daya alam untuk mendapatkan manfaat dari hasil usaha itu.

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Kambing Boer berasal dari Afrika Selatan, yang merupakan hasil persilangan

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Kambing Boer berasal dari Afrika Selatan, yang merupakan hasil persilangan 3 BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Kambing Boer Jawa (Borja) Kambing Boer berasal dari Afrika Selatan, yang merupakan hasil persilangan antara kambing Afrika lokal tipe kaki panjang dengan kambing yang berasal

Lebih terperinci

HASIL DAN PEMBAHASAN

HASIL DAN PEMBAHASAN HASIL DAN PEMBAHASAN Konsumsi Pakan Penambahan daun Som Jawa pada ransum menurunkan kandungan serat kasar dan bahan kering ransum, namun meningkatkan protein kasar ransum. Peningkatan protein disebabkan

Lebih terperinci

Keberhasilan Pembangunan Peternakan di Kabupaten Bangka Barat. dalam arti yang luas dan melalui pendekatan yang menyeluruh dan integratif dengan

Keberhasilan Pembangunan Peternakan di Kabupaten Bangka Barat. dalam arti yang luas dan melalui pendekatan yang menyeluruh dan integratif dengan Keberhasilan Pembangunan Peternakan di Kabupaten Bangka Barat Pembangunan peternakan merupakan bagian dari pembangunan pertanian dalam arti yang luas dan melalui pendekatan yang menyeluruh dan integratif

Lebih terperinci

BAHAN DAN METODE. Tempat dan Waktu Penelitian. Bahan dan Alat. Metode Penelitian

BAHAN DAN METODE. Tempat dan Waktu Penelitian. Bahan dan Alat. Metode Penelitian BAHAN DAN METODE Tempat dan Waktu Penelitian Penelitian dilakukan di Balai Besar Pembibitan Ternak Unggul (BBPTU) Sapi Perah Baturraden, Kecamatan Baturraden, Kabupaten Purwokerto, Jawa Tengah. Penelitian

Lebih terperinci

penampungan [ilustrasi :1], penilaian, pengenceran, penyimpanan atau pengawetan (pendinginan dan pembekuan) dan pengangkutan semen, inseminasi, pencat

penampungan [ilustrasi :1], penilaian, pengenceran, penyimpanan atau pengawetan (pendinginan dan pembekuan) dan pengangkutan semen, inseminasi, pencat Problem utama pada sub sektor peternakan saat ini adalah ketidakmampuan secara optimal menyediakan produk-produk peternakan, seperti daging, telur, dan susu untuk memenuhi kebutuhan gizi masyarakat akan

Lebih terperinci

HASIL DAN PEMBAHASAN. Keadaan Umum Lokasi Penelitian

HASIL DAN PEMBAHASAN. Keadaan Umum Lokasi Penelitian HASIL DAN PEMBAHASAN Keadaan Umum Lokasi Penelitian Faktor manajemen lingkungan juga berpengaruh terhadap pertumbuhan ternak. Suhu dan kelembaban yang sesuai dengan kondisi fisiologis ternak akan membuat

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Organisasi merupakan suatu gabungan dari orang-orang yang bekerja sama

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Organisasi merupakan suatu gabungan dari orang-orang yang bekerja sama 3 BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Organisasi Organisasi merupakan suatu gabungan dari orang-orang yang bekerja sama dalam suatu pembagian kerja untuk mencapai tujuan bersama (Moekijat, 1990). Fungsi struktur

Lebih terperinci

TINJAUAN PUSTAKA. Sapi Perah

TINJAUAN PUSTAKA. Sapi Perah TINJAUAN PUSTAKA Sapi Perah Salah satu bangsa sapi bangsa sapi perah yang dikenal oleh masyarakat adalah sapi perah Fries Holland (FH), di Amerika disebut juga Holstein Friesian disingkat Holstein, sedangkan

Lebih terperinci

PENDAHULUAN. yaitu ekor menjadi ekor (BPS, 2016). Peningkatan

PENDAHULUAN. yaitu ekor menjadi ekor (BPS, 2016). Peningkatan I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Ternak Domba Garut merupakan ternak ruminansia kecil yang banyak dipelihara oleh masyarakat, karena pemeliharaannya yang tidak begitu sulit, dan sudah turun temurun dipelihara

Lebih terperinci

VI ANALISIS KELAYAKAN FINANSIAL

VI ANALISIS KELAYAKAN FINANSIAL VI ANALISIS KELAYAKAN FINANSIAL Dalam rangka memudahkan analisis maka peternak sapi perah (responden) di Tempat Pelayanan Koperasi (TPK) Cibedug dibagi menjadi tiga kelompok berdasarkan satuan ternak (ST)

Lebih terperinci

disusun oleh: Willyan Djaja

disusun oleh: Willyan Djaja disusun oleh: Willyan Djaja 28 I PENDAHULUAN Salah satu bagian dari lingkungan adalah tatalaksana pemeliharaan. Peternak sebaiknya memperhatikan cara pemeliharaan agar memperoleh hasil yang diinginkan.

Lebih terperinci

IV HASIL DAN PEMBAHASAN. (BBPTU-HPT) Baturraden merupakan balai pusat pembibitan sapi perah di bawah

IV HASIL DAN PEMBAHASAN. (BBPTU-HPT) Baturraden merupakan balai pusat pembibitan sapi perah di bawah 24 IV HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1. Keadaan Umum BBPTU-HPT Baturraden Balai Besar Pembibitan Ternak Unggul dan Hijauan Pakan Ternak (BBPTU-HPT) Baturraden merupakan balai pusat pembibitan sapi perah di bawah

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Permasalahan yang dihadapi Provinsi Jambi salah satunya adalah pemenuhan

BAB I PENDAHULUAN. Permasalahan yang dihadapi Provinsi Jambi salah satunya adalah pemenuhan 1 BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Penelitian Permasalahan yang dihadapi Provinsi Jambi salah satunya adalah pemenuhan kebutuhan daging sapi yang sampai saat ini masih mengandalkan pemasukan ternak

Lebih terperinci

HASIL DAN PEMBAHASAN Keadaan Umum Penelitian

HASIL DAN PEMBAHASAN Keadaan Umum Penelitian HASIL DAN PEMBAHASAN Keadaan Umum Penelitian Unit Pendidikan, Penelitian dan Peternakan Jonggol (UP3J) merupakan areal peternakan domba milik Institut Pertanian Bogor (IPB) yang terletak di desa Singasari

Lebih terperinci

UMUR SAPIH OPTIMAL PADA SAPI POTONG

UMUR SAPIH OPTIMAL PADA SAPI POTONG UMUR SAPIH OPTIMAL PADA SAPI POTONG Dalam industri sapi potong, manajemen pemeliharaan pedet merupakan salahsatu bagian dari proses penciptaan bibit sapi yang bermutu. Diperlukan penanganan yang tepat

Lebih terperinci

HASIL DAN PEMBAHASAN. Keadaan Umum Penelitian

HASIL DAN PEMBAHASAN. Keadaan Umum Penelitian Suhu dan Kelembaban HASIL DAN PEMBAHASAN Keadaan Umum Penelitian Suhu dalam kandang saat penelitian berlangsung berkisar antara 26,9-30,2 o C. Pagi 26,9 o C, siang 30,2 o C, dan sore 29,5 o C. Kelembaban

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. memenuhi kebutuhan manusia. Untuk meningkatkan produktivitas ternak

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. memenuhi kebutuhan manusia. Untuk meningkatkan produktivitas ternak 4 BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Usaha Peternakan Peternakan adalah suatu kegiatan usaha untuk meningkatkan biotik berupa hewan ternak dengan cara meningkatkan produksi ternak yang bertujuan untuk memenuhi

Lebih terperinci

HASIL DAN PEMBAHASAN. Gambaran Umum PT Widodo Makmur Perkasa Propinsi Lampung

HASIL DAN PEMBAHASAN. Gambaran Umum PT Widodo Makmur Perkasa Propinsi Lampung 18 HASIL DAN PEMBAHASAN Gambaran Umum PT Widodo Makmur Perkasa Propinsi Lampung Gambar 3. Foto Udara PT.Widodo Makmur Perkasa Propinsi Lampung (Sumber: arsip PT.Widodo Makmur Perkasa) PT. Widodo Makmur

Lebih terperinci

PERATURAN MENTERI PERTANIAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 46/Permentan/PK.210/8/2015 TENTANG PEDOMAN BUDI DAYA SAPI POTONG YANG BAIK

PERATURAN MENTERI PERTANIAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 46/Permentan/PK.210/8/2015 TENTANG PEDOMAN BUDI DAYA SAPI POTONG YANG BAIK PERATURAN MENTERI PERTANIAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 46/Permentan/PK.210/8/2015 TENTANG PEDOMAN BUDI DAYA SAPI POTONG YANG BAIK DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA MENTERI PERTANIAN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang

Lebih terperinci

I PENDAHULUAN. Susu merupakan salah satu hasil ternak yang tidak dapat dipisahkan dari

I PENDAHULUAN. Susu merupakan salah satu hasil ternak yang tidak dapat dipisahkan dari 1 I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Susu merupakan salah satu hasil ternak yang tidak dapat dipisahkan dari kehidupan manusia. Ketersediaan susu sebagai salah satu bahan pangan untuk manusia menjadi hal

Lebih terperinci

HASIL DAN PEMBAHASAN Kondisi Umum Penelitian Konsumsi Pakan

HASIL DAN PEMBAHASAN Kondisi Umum Penelitian Konsumsi Pakan HASIL DAN PEMBAHASAN Kondisi Umum Penelitian Kandang adalah salah satu kebutuhan penting dalam peternakan. Fungsi utama kandang adalah untuk menjaga supaya ternak tidak berkeliaran dan memudahkan pemantauan

Lebih terperinci

HASIL DAN PEMBAHASAN. (1) Sebelah Utara: Kabupaten Purwakarta dan Subang. (2) Sebelah Timur: Kabupaten Sumedang dan Garut

HASIL DAN PEMBAHASAN. (1) Sebelah Utara: Kabupaten Purwakarta dan Subang. (2) Sebelah Timur: Kabupaten Sumedang dan Garut 24 IV HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1 Keadaan Umum Wilayah Penelitian 4.2.1. Keadaan Geografi dan Topografi Koperasi Peternak Sapi Bandung Utara (KPSBU) terletak di Kecamatan Lembang, 15 km sebelah utara Kota

Lebih terperinci

KAJIAN KEPUSTAKAAN. Berasal dari Belanda dan mulai dikembangkan sejak tahun 1625 (Makin, 2011). Sapi FH memiliki karakteristik sebagai berikut :

KAJIAN KEPUSTAKAAN. Berasal dari Belanda dan mulai dikembangkan sejak tahun 1625 (Makin, 2011). Sapi FH memiliki karakteristik sebagai berikut : II KAJIAN KEPUSTAKAAN 2.1 Karakteristik Sapi Perah FH Sapi perah Fries Holland (FH) sering dikenal dengan nama Holstein Friesian. Berasal dari Belanda dan mulai dikembangkan sejak tahun 1625 (Makin, 2011).

Lebih terperinci

Faktor-faktor yang Mempengaruhi lingkungan Usaha Peternakan. Faktor Lingkungan Makro. Faktor Lingkungan Mikro

Faktor-faktor yang Mempengaruhi lingkungan Usaha Peternakan. Faktor Lingkungan Makro. Faktor Lingkungan Mikro USAHA PETERNAKAN Usaha peternakan merupakan suatu lapangan hidup, tempat seseorang dapat menanamkan modal untuk keperluan hidup keluarganya atau sekelompok masyarakat Faktor-faktor yang Mempengaruhi lingkungan

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. dimanfaatkan sebagai produk utama (Sutarto dan Sutarto, 1998). Produktivitas

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. dimanfaatkan sebagai produk utama (Sutarto dan Sutarto, 1998). Produktivitas 3 BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Sapi Perah Sapi perah merupakan sapi yang dapat menghasilkan susu yang dimanfaatkan sebagai produk utama (Sutarto dan Sutarto, 1998). Produktivitas susu sapi perah dipengaruhi

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Domba Ekor Gemuk. Domba Lokal memiliki bobot badan antara kg pada

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Domba Ekor Gemuk. Domba Lokal memiliki bobot badan antara kg pada BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Domba Lokal Domba pada umumnya dipelihara sebagai penghasil daging (Edey, 1983). Domba Lokal yang terdapat di Indonesia adalah Domba Ekor Tipis, Priangan dan Domba Ekor Gemuk.

Lebih terperinci

HASIL DAN PEMBAHASAN Keadaan Umum Peternakan Rakyat di Ciater Peternakan rakyat di Ciater Kabupaten Subang merupakan peternakan yang

HASIL DAN PEMBAHASAN Keadaan Umum Peternakan Rakyat di Ciater Peternakan rakyat di Ciater Kabupaten Subang merupakan peternakan yang IV HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1. Keadaan Umum Peternakan Rakyat di Ciater Peternakan rakyat di Ciater Kabupaten Subang merupakan peternakan yang tergabung dalam Koperasi Peternak Sapi Perah Bandung Utara (KPSBU)

Lebih terperinci

PENDAHULUAN. Latar Belakang. Dalam usaha meningkatkan penyediaan protein hewani dan untuk

PENDAHULUAN. Latar Belakang. Dalam usaha meningkatkan penyediaan protein hewani dan untuk PENDAHULUAN Latar Belakang Dalam usaha meningkatkan penyediaan protein hewani dan untuk mencapai swasembada protein asal ternak khususnya swasembada daging pada tahun 2005, maka produkksi ternak kambing

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. populasi kambing di Provinsi Lampung pada tahun 2009 baru mencapai

I. PENDAHULUAN. populasi kambing di Provinsi Lampung pada tahun 2009 baru mencapai I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Potensi pengembangan usaha peternakan kambing masih terbuka lebar karena populasi kambing di Provinsi Lampung pada tahun 2009 baru mencapai 1.012.705 ekor. Menurut data

Lebih terperinci