sekali magnet yang di sini. Karena

Ukuran: px
Mulai penontonan dengan halaman:

Download "sekali magnet yang di sini. Karena"

Transkripsi

1 Eko Sulistya/ Simulasi Model Ising 2 Dimensi dengan Algoritma Metropolis pada Lembarkerja Excel 35 Simulasi Model Ising 2 Dimensi dengan padaa Lembarkerjaa Excel Algoritma Metropolis Eko Sulistya Jurusan Fisika, FMIPA UGM, Sekip Utara Kotak Pos Bls 21 Yogyakarta sulistya@ ugm.ac.id Abstrak Pengujiann dan penerapan algoritma Metropolis telah dilakukan pada lembarkerja Excel. Pengujian dilakukan dengan cara mensimulasikan pembalikan spin dan menghitungg magnetisasi bahan feromagnetik berupa model Ising 2D. Ukuran kisi bisa dipilih mulai dari sampai dengan Magnetisasi dihitung sebagai fungsi suhu, mulai dari 0,1 sampai dengan 5 satuan J/k B untuk ukuran kisi Hasil yang diperoleh adalah semakin tinggi suhu, maka magnetisasi semakin kecil, menurun tajam dan mendekati 0 pada T = 2,26 J/k B. Keuntungan menggunakan Excel adalah bahwaa proses pembalikan spin dapat divisualisasikan tanpa memerlukan modul grafik, dan setiap langkah komputasi dapat ditampilkan. Kata kunci: simulasi, feromagnetik, model Ising, algoritma Metropolis Abstractt Testing and application of the Metropolis algorithm has been done on the Excel worksheet. Testing is done by simulating the spin reversal and calculating the magnetization of ferromagnetic materials in the form of a 2D Ising model. The lattice size can be selected from to Magnetization is calculated as a functionn of temperature, ranging from 0.1 to 5 units of J/k B for lattice size The result is the higher the temperature, the magnetization is getting smaller, decreasing sharply and approached zero at T = 2.26 J/k B. The advantage of using Excel is that the spin reversal process can be visualized without the need for graphics module, and each step of computation can be displayed. Key words: simulation, ferromagnetics, Ising model, Metropolis algorithm I. PENDAHULUAN Bahan feromagnetik tersusun oleh banyak sekali atom, yang menyumbangkan momen magnet berasal dari gerakan elektron bebas. Magnetisasi bahan paramagnetik ditentukan oleh keadaan/ /arah dari momen dipol magnet atom-atom penyusunnya. Jika banyak momen dipol magnet yang searah, maka magnetisasinya besar, sebaliknya jika momen dipolnya sebanding antara yang searah dengan yang berlawanan, maka magnetisasinya kecil. Secaraa statistik, magnetisasi bahan adalah nilai ratarata dari keadaan mikroskopis penyusunnya. Karena jumlahnya sangat besar, maka nilai rata-rata tidak bisa (tidak mungkin, atau sukar) diperoleh dengan cara menghitung masing-masing nilai, sehingga caranya adalah melakukan sampling secaraa acak beberapa nilai untuk mewakili keseluruhan, kemudian diambil nilai rata-ratanya, yaitu dengan metode Monte Carlo. Nilai harap yang dicari dengan metode Monte Carlo adalah jumlah dari seluruh hasil kali nilai peluang untuk memperoleh suatu nilai dengan nilai fungsi dari bilangan acak yang dibangkitkan dibagi dengan ba-nyaknya cacah sampling. Cara ini bisa dilakukan jika fungsi distribusi peluang dan bentuk fungsi yang dicari berupa fungsi se- derhana. II. LANDASAN TEORI A. Feromagnetik Dalam feromagnetisme, medan magnit yang ditimbulkan oleh bahan disebabkan oleh spin dari elektron yang tidak berpasangan. Tiap spin tersebut senang menunjuk pada arah yang sama dengan arah spin tetangganya. Alasan mengapa begitu, sepenuhnya adalah fenomena mekanikaa kuantum, yang tidak dibahas di sini. Penyearahan spin-spin itu biasanya terjadi pada daerah-daerahh kecil (sekitar 10 3 mmm 3 ) yang disebut domain. Tiap domain bisa terdiri dari milyaran spin, semuanya searah, tetapi tiap-tiap domain arahnya acak sehingga secara makroskopik medan magnet yang ditimbulkan bahan itu 0. Itulah sebabnya mengapa sepotong besi bukan magnit permanen. Gambar 1 menampilkann contoh domain feromagnetik. Gambar 1. Domain Feromagnetik [Griffiths]. Prosiding Pertemuan Ilmiah XXVI HFI Jateng & DIY, Purworejo 14 April 2012

2 36 Eko Sulistya/ Simulasi Model Ising 2 Dimensi dengan Algoritma Metropolis pada Lembarkerja Excel Salah satu hal yang dapat menghilangkan arah spin yang seragam adalah gerak acak akibat perubahan suhu. Ini terjadi tepat pada suhu Curie, saat sifat feromagnetik tiba-tiba berubah menjadi paramagnetik. B. Magnetisasi Menurut distribusi Boltzmann, peluang bahwa bahan berada pada suatu keadaan S dinyatakan dengan [2] E( S) k T B PS ( ) e (1) dengan E(S) adalah tenaga pada keadaan S, k B adalah konstanta Boltzmann, dan T adalah temperatur mutlak pada keadaan itu. Tidak mudah untuk melakukan sampling dengan bentuk distribusi peluang seperti di atas, sehingga dilakukan sampling dengan cara yang lain. Ada beberapa algoritma yang bisa digunakan untuk menguji model Ising, antara lain: heat bath algorithm, Metropolis algorithm, Single-bond algorithm, Swendsen-Wang algorithm, Wolff s algorithm, dan Propp-Wilson algorithm. C. Algoritma Metropolis Dalam paper aslinya dikatakan bahwa, metode Metropolis[3] merupakan varian dari metode Monte Carlo, yaitu tidak memilih distribusi secara acak kemudian dibobot dengan exp( E/k B T), namun memilih distribusi dengan pe-luang exp( E/k B T) dan membobotnya secara merata. Caranya adalah, sejumlah N partikel diletakkan pada suatu distribusi sembarang, misalnya pada tiap kisi yang beraturan. Kemudian tiap partikel secara berurutan dipindahkan. Pada setiap pemindahan satu partikel, perubahan energi de dari distribusi itu dihitung. Jika de bernilai negatif, berarti terjadi penurunan energi akibat pemindahan satu partikel itu, maka pemindahan itu dibolehkan dan partikel diletakkan pada posisi yang baru. Jika de bernilai positif, pemindahan diperbolehkan dengan peluang exp( E/k B T). D. Model Ising 2 dimensi Model Ising diambil dari nama Ising (1925), yang menyelesaikan model yang diusulkan oleh Lenz (1920) untuk mempelajari fase transisi feromagnetik pada temperatur Curie. Ising menyelesaian kasus untuk 1 dimensi, kemudian Onsager menyelesaikan untuk kasus 2 dimensi 20 tahun kemudian. Gambar 2 merupakan bagian dari lattice ukuran N N, dengan keadaan tiap sel dinyatakan dengan spin-up atau spin-down. Setiap perubahan spin pada suatu sel, akan menyebabkan perubahan energi sistem. Gambar 2. Model sederhana bahan feromagnetik 2 dimensi. Perbandingan distribusi peluang antara dua keadaan A dan B, diperoleh berdasarkan persamaan (1) : PB ( ) exp( EB ( ) / kt B ) = = exp de (2) PA ( ) exp( EA ( )/ kt) kt B B dengan de = E(B) E(A). A adalah keadaan sebelum diubah dan B keadaan setelah diubah. Jika de negatif, maka dari persamaan (2), P(B) lebih besar daripada P(A), sehingga keadaan B bisa diterima. Sedangkan jika de positif, maka terjadi sebaliknya, P(B) lebih kecil daripada P(A), namun tidak berarti perubahan langsung ditolak. Ditolak atau diterima bergantung pada nilai exp( E/kT), dibandingkan dengan suatu nilai acak antara 0 dan 1. Dengan kata lain, tidak apa-apa melakukan kesalahan langkah, dengan peluang sebesar exp( E/kT). Dalam model Ising 2 dimensi seperti pada Gambar 2, tanpa medan magnet luar, de ditentukan oleh interaksi antara sel yang diubah spin-nya dengan nilai-nilai spin sel tetangganya (atas, bawah, kiri, dan kanan) menurut persamaan de = J SiS j i j (3) dengan J suatu konstanta, disebut exchange constant, nilainya positif untuk interaksi feromagnetik, negatif untuk interaksi antiferomagnetik, dan 0 jika tidak ada interaksi. S i adalah spin yang diubah, sedangkan S j adalah spin di sel atas, bawah, kiri, dan kanan. Magnetisasi dihitung berdasarkan persamaan [4] M = S i (4) i III. METODE PENELITIAN/IMPLEMENTASI Dibuat satu file Excel yang terdiri dari 10 lembarkerja yang berturut-turut diberi nama 10 10, 20 20, dan seterusnya sampai Masing-masing lembarkerja mewakili ukuran kisi sesuai dengan namanya. Pilihan berapa ukuran kisi yang akan divisualisasikan dan untuk mengisikan variabel masukan dilakukan pada userform seperti ditunjukkan pada Gambar 3.

3 Eko Sulistya/ Simulasi Model Ising 2 Dimensi dengan Algoritma Metropolis pada Lembarkerja Excel 37 sistem termagnetisasi. Pada keadaan ini, jika iterasi diteruskan, salah satu spin bisa saja membalik, namun hanya sesaat, kemudian kembali sejajar dengan spin-spin tetangganya. Hasil-hasill simulasi yang ditampilkan pada Gambar 4 dan Gambar 5 sesuai dengan simulasi-simulasi yang dihasilkan oleh Jim Ma [5] yang menggunakan Python, dan Velasco [6] yang menggunakan Java. Gambar 3. Form untuk pemilihan ukuran kisi, dan masukan. Keadaan awal spin setiap sel ditentukan secara acak. Keadaan acak diperoleh dengan cara membangkitkan satu bilangan acak. Jika bilangan acak yang diperoleh bernilai lebih besar dari 0,5 maka spin di sel itu ditentukan bernilai +1 dan sel diberi warna putih. Jika bilangan acak bernilaii kurang dari 0,5 maka spin di sel itu ditentukan bernilai 1 dan sel diberi warna merah. Langkah-langkah/algoritmanya adalah sebagai berikut: 1. Pilih suatu sel secara acak. 2. Hitung perubahan energi de dengan persamaan (3) 3. Jika de < 0, terima perubahan (spin dibalik), ke langkah Jika de > 0, bangkitkan bilangann acak 0 < η < 1, terima perubahan jika exp( de / T ) > η, 5. Diulang sebanyak pengulangan yang diinginkan 6. Hitung magnetisasi dengan persamaan (4) Untuk keperluan komputasi, digunakan J = 2, dan satuan untuk T adalah J/k B. a. Keadaan awal c. Setelah 1000 kali iterasi b. Setelah 500 kali iterasi d. Setelah 1500 kali iterasi IV. HASIL DAN PEMBAHASAN A. Visualisasi Spesifikasi komputer yang digunakan adalah : Prosesor AMD Athlon(tm) II Neo K235 Dual-Core 1,30 GHz, dan RAM 5 GB. Gambar 3 menampilkan urutan keadaan untuk ukuran kisi sel. Pada keadaan awal, spin tiap sel dibangkitkan secara acak. Suhu dipilih pada T = 1 dengan satuan joule/k B B. Dari Gambar 4 terlihat bahwa terjadi penyearahan spin dipol magnit yang berdekatan, menunjukkan pembentukan domain magnit. Setelah kali iterasi, diperoleh keadaan yang ditunjukkann pada Gambar 5a. Gambar 5b dan seterusnya menampilkan keadaan akhir setelah kali iterasi untuk suhu-suhu yang berbeda. Setiap pemilihan suhu yang berbeda, dimulai dari keadaan awal yang acak. Gambar 5 menunjukkan bahwa semakin tinggi suhu, ukuran domain semakin kecil, dan pada suhu yang tinggi keadaan spin menjadi semakin acak. Secara numerik, dengan semakin tingginya suhu, algoritma Metropolis menerima pembalikan spin yang antiparalel. Pada suhu rendah terjadi pengelompokan spin-spin yang searah, dan bisa terjadi penyearahan keseluruhan spin sehingga e. Setelah 2000 kali iterasi f. Setelah 2500 kali iterasi g. Setelah 3000 kali iterasi h. Setelah 3500 kali iterasi i. Setelah 4000 kali iterasi j. Setelah 4500 iterasi Gambar 4. Urutan keadaan spin kisi Prosiding Pertemuan Ilmiah XXVI HFI Jateng & DIY, Purworejo 14 April 2012

4 38 Eko Sulistya/ Simulasi Model Ising 2 Dimensi dengan Algoritma Metropolis pada Lembarkerja Excel dengan Boltzmann. k B 21 5, 0 10 J T = 2, 26 = 409 K k 23 2 B = 1,38 10 J K, adalah konstanta a. T = 1 b. T = 1,5 c. T = 2 d. T = 2,5 e. T = 3 f. T = 4 g. T = 5 h. T = 10 Gambar 5. Keadaan akhir untuk beberapa suhu dan iterasi. B. Magnetisasi Magnetisasi dihitung dengan persamaan (4) dan dinormalisasi. Jika seluruh spin searah maka magnetisasinya 1, atau 100%. Grafik nilai mutlak magnetisasi ternormalisasi sebagai fungsi suhu, mulai dari T = 0,1 J/k B sampai dengan T = 5 J/k B dengan interval 0,1 ditunjukkan pada Gambar 6, cocok dengan yang dihasilkan oleh Ishita Argawal [7], bahwa magnetisasi turun tajam pada T = 2,26 J/k B. Dari persamaan (3), orde besar de sama dengan orde besarnya konstanta interaksi J. Nilai J untuk bahan Ni telah diperoleh oleh P. M. Hemenger dan H. Weik [8], yaitu J = 5, J. Dalam perhitungan untuk komputasi ini telah digunakan nilai J = 2, sehingga bisa diperkirakan besar suhu saat magnetisasi mulai turun, yaitu Gambar 6. Grafik magnetisasi ternormalisasi sebagai fungsi suhu. Nilai suhu yang diperoleh pada Gambar 6 dekat dengan suhu Curie untuk Nikel, yaitu 358K. Di atas suhu ini, bahan feromagnetik berubah menjadi paramagnetik dengan spin dipol magnet yang arahnya acak, ditunjukkan dengan mengecilnya magnetisasi. C. Waktu komputasi Tabel 1 menampilkan waktu yang diperlukan untuk menjalankan algoritma Metropolis, mulai dari ukuran kisi 10x10 sampai 100x100, suhu T = 1 J/k B, dan iterasi. Microsoft Excel dirancang untuk multitasking, sehingga jika dijalankan bersama dengan aplikasi lain, maka akan berpengaruh pada waktu eksekusinya. Hasil yang disajikan pada Tabel 1 bisa saja berbeda-beda untuk tiap komputer, selain karena prosesornya, juga karena aplikasi lain yang dijalankan bersama Excel. Karena program Ising yang dibuat dengan bahasa pemrograman lain tidak membatasi simulasi pada jumlah iterasi tertentu, maka waktu komputasi tidak bisa dibandingkan dengan waktu komputasi dari simulasi Ising yang dibuat dengan Excel ini. Tabel 1. Data waktu komputasi untuk berbagai ukuran kisi. Ukuran kisi Waktu (detik) , , , , , , , , , ,98

5 Eko Sulistya/ Simulasi Model Ising 2 Dimensi dengan Algoritma Metropolis pada Lembarkerja Excel 39 Tabel 2 menampilkan waktu komputasi untuk ukuran kisi untuk beberapa jumlah iterasi. Tabel 2. Waktu komputasi untuk beberapa jumlah iterasi. Jumlah iterasi Waktu (detik) , , , , , , , , , ,86 Nampak bahwa untuk jumlah iterasi yang cukup besar, kali pengulangan, waktu yang diperlukan masih di bawah 1 menit. Ada hubungan antara kesetimbangan sistem dengan jumlah iterasi. Jika jumlah iterasi yang ditentukan tidak cukup besar, maka ada kemungkinan sistem belum mencapai kesetimbangan pada saat iterasi berakhir. Berhubungan juga dengan ukuran kisi. Sebagai contoh, untuk ukuran kisi 10 10, dengan jumlah iterasi 5000 kali, kesetimbangan sistem sudah tercapai, namun belum tercapai untuk ukuran kisi yang lebih besar. V. KESIMPULAN Dari hasil-hasil yang diperoleh dapat ditunjukkan bahwa lembarkerja Microsoft Excel dapat digunakan sebagai perangkat untuk komputasi numerik, simulasi dan visualisasi. Hasil simulasi cocok dengan hasil yang diperoleh dengan program-program lain, yaitu Python dan Java. Kekurangan pada lembarkerja adalah waktu komputasi yang diperlukan cukup lama jika visualisasi ditampilkan serta jumlah data/pengulangan yang besar. PUSTAKA [1] D. J. Griffiths, Introduction to Electrodynamics, third edition, Prentice Hall [2] K. Binder and D.W. Heermann, Monte Carlo Simulation in Statistical Physics- An Introducion, 2002, fourth edition, Springer [3] N. Metropolis, Arianna W. Rosenbluth, Marshall N. Rosenbluth, Augusta H. Teller, and Edward Teller, 1953, Equation of state calculations by fast computing machines., 1953, The Journal of Chemical Physics, 21(6): [4] D. Marchand, Classical Monte Carlo and the Metropolis Algorithm: Revisiting the 2D Ising Model, 2005, Department of Physics and Astronomi, University of British Columbia, Vancouver. [5] J. Ma, 2D Ising Model Simulation, 2007, Department of Physics, UCDAVIS, jma@physics.ucdavis.edu [6] E.S. Velasco, A Java Applet to simuate a 2-D Ising system, 1998, Website: diakses pada tanggal 8 Februari 2012 [7] I. Argawal, Numerical Analysis of 2-D Ising Model, March 2011, physics report, University of Bonn. [8] P.M. Hemenger and H. Weik, Determination of the Ferromagnetic Exchange Energy Constant in Ferromagnetic Ni and Ni x Cu Films by Means of Domain Wall Width Measurements, 1965, Journal Applied Physics 36. TANYA JAWAB Ari Setiawan, UGM? Dalam ratlab bisa memvisualisasi dalam 3D. Bagaimana dengan Excell apakah dimungkinkan untuk mengembangkan dalam tampilan 3D. Eko S, UGM Excel tidak memiliki kemampuan untuk menampilkan visualisasi 3 dimensi. Namun perhitungan magnetisasi yang melibatkan spin-spin tetangga (atas, bawah, kiri, kanan, depan, dan belakang, untuk 3 dimensi) bisa dilakukan komputasi numeriknya. Jika 2 dimensi perlu 2 indeks ( i dan j, maka untuk 3 dimensi, perlu 3 indeks I, j, k array 3 dimensi. Visualisasi 3 dimensinya bisa dilakukan dengan program lain (mis pythom) jika angka? Sudah diperoleh dengan excel.

STUDI MAGNETISASI PADA SISTEM SPIN MENGGUNAKAN MODEL ISING 2D

STUDI MAGNETISASI PADA SISTEM SPIN MENGGUNAKAN MODEL ISING 2D STUDI MAGNETISASI PADA SISTEM SPIN MENGGUNAKAN MODEL ISING 2D Dwi Septiani *), Bambang Heru Iswanto, dan Iwan Sugihartono 1 Jurusan Fisika, FMIPA, Universitas Negeri Jakarta, Jln. Pemuda No. 10 Rawamangun,

Lebih terperinci

Studi Komparasi Algoritma Metropolis dan Solusi Analitik pada Ising Model 2 Dimensi untuk Identifikasi Transisi Fasa pada Ferromagnet

Studi Komparasi Algoritma Metropolis dan Solusi Analitik pada Ising Model 2 Dimensi untuk Identifikasi Transisi Fasa pada Ferromagnet Studi Komparasi Algoritma Metropolis dan Solusi Analitik pada Ising Model 2 Dimensi untuk Identifikasi Transisi Fasa pada Ferromagnet Pradipto,a), Acep Purqon,b), Laboratorium Fisika Bumi, Kelompok Keilmuan

Lebih terperinci

PEMBELAJARAN MEDAN MAGNET MENGGUNAKAN METODE SIMULASI MODEL ISING 2D

PEMBELAJARAN MEDAN MAGNET MENGGUNAKAN METODE SIMULASI MODEL ISING 2D PEMBELAJARAN MEDAN MAGNET MENGGUNAKAN METODE SIMULASI MODEL ISING 2D Faradiba faradibaruslan@gmail.com Universitas Kristen Indonesia ABSTRAK Penelitian ini dilakukan sebagai alternatif pembelajaran untuk

Lebih terperinci

BAB II DASAR TEORI. A. Kemagnetan Bahan. Secara garis besar, semua bahan dapat dikelompokkan ke dalam bahan magnet. seperti terlihat pada Gambar 2.

BAB II DASAR TEORI. A. Kemagnetan Bahan. Secara garis besar, semua bahan dapat dikelompokkan ke dalam bahan magnet. seperti terlihat pada Gambar 2. BAB II DASAR TEORI A. Kemagnetan Bahan Secara garis besar, semua bahan dapat dikelompokkan ke dalam bahan magnet seperti terlihat pada Gambar 2. Gambar 2: Diagram pengelompokan bahan magnet (Stancil &

Lebih terperinci

Kajian Sistem Terfrustasi pada Bahan Antiferromagnet dengan Model Ising 2D

Kajian Sistem Terfrustasi pada Bahan Antiferromagnet dengan Model Ising 2D Kajian Sistem Terfrustasi pada Bahan Antiferromagnet dengan Model Ising 2D R. N. Safitri, A. R. U. Fadlilah, D. Darmawan, R. Y. A. Sari Lab. Fisika Komputasi, FMIPA, Universitas Negeri Yogyakarta email:

Lebih terperinci

PENERAPAN METODE INTEGRASI MONTE CARLO PADA LEMBARKERJA EXCEL. Implementattion of Monte-Carlo Integration Method in Excel Worksheet

PENERAPAN METODE INTEGRASI MONTE CARLO PADA LEMBARKERJA EXCEL. Implementattion of Monte-Carlo Integration Method in Excel Worksheet Prosiding Seminar Nasional Penelitian, Pendidikan, dan Penerapan MIPA Fakultas MIPA, Universitas Negeri Yogyakarta, 16 Mei 2009 PENERAPAN METODE INTEGRASI MONTE CARLO PADA LEMBARKERJA EXCEL Eko Sulistya

Lebih terperinci

Kajian Model Ising 2 Dimensi untuk Bahan Antiferromagnet

Kajian Model Ising 2 Dimensi untuk Bahan Antiferromagnet Kajian Model Ising 2 Dimensi untuk Bahan Antiferromagnet A. R. U. Fadlilah, R. N. Safitri, D. Darmawan, Program Studi Fisika, Universitas Negeri Yogyakarta, Yogyakarta, Indonesia Juli 2012 Abstrak Penelitian

Lebih terperinci

BAB II DASAR TEORI. dibuat melingkar (loop) dengan luasan sebesar da, maka arus I dalam luasan yang

BAB II DASAR TEORI. dibuat melingkar (loop) dengan luasan sebesar da, maka arus I dalam luasan yang BAB II DASAR TEORI A. Momen Magnet Di sekitar kawat berarus listrik terdapat medan magnet. Jika kawat tersebut dibuat melingkar (loop) dengan luasan sebesar da, maka arus I dalam luasan yang ditutup loop

Lebih terperinci

Dinamika Model Spin XY 2 Dimensi

Dinamika Model Spin XY 2 Dimensi Jurnal Fisika Indonesia Chistivina dan Anugraha Vol. 19 (2015) No. 57 p.27-34 ARTIKEL RISET Dinamika Model Spin XY 2 Dimensi Mega Chistivina * dan Rinto Anugraha Abstrak Simulasi model spin XY 2 dimensi

Lebih terperinci

SIFAT KRITIS MODEL MAGNETIK SIMETRI POLYHEDRAL PADA KISI SEGITIGA

SIFAT KRITIS MODEL MAGNETIK SIMETRI POLYHEDRAL PADA KISI SEGITIGA SIFAT KRITIS MODEL MAGNETIK SIMETRI POLYHEDRAL PADA KISI SEGITIGA Muhammad Jufrin, Tasrief Surungan, Bansawang BJ. Jurusan Fisika, Fakultas Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam, Universitas Hasanuddin

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. paramagnet, ferromagnet, antiferromagnet dan ferrimagnet. Bahan yang tidak mempunyai momen magnet permanen disebut diamagnet.

BAB I PENDAHULUAN. paramagnet, ferromagnet, antiferromagnet dan ferrimagnet. Bahan yang tidak mempunyai momen magnet permanen disebut diamagnet. BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Magnet memainkan peran kunci dalam teknologi modern, sebagai dasar komponen penting dari banyak perangkat yang digunakan dalam kehidupan sehari-hari. Magnet

Lebih terperinci

KAJIAN MODEL ISING 2 DIMENSI UNTUK BAHAN ANTIFERROMAGNET SKRIPSI

KAJIAN MODEL ISING 2 DIMENSI UNTUK BAHAN ANTIFERROMAGNET SKRIPSI KAJIAN MODEL ISING 2 DIMENSI UNTUK BAHAN ANTIFERROMAGNET SKRIPSI Diajukan Kepada Fakultas Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam Universitas Negeri Yogyakarta untuk Memenuhi Sebagian Persyaratan guna Memperoleh

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Penelitian saat ini banyak dilakukan dengan bantuan ilmu statistika. Ilmu statistika digunakan untuk mengumpulkan, menganalisis, menginterpretasikan, dan menyajikan

Lebih terperinci

ABSTRACT STUDY OF THE EFFECT OF DIMENSION AND GEOMETRIC TOWARD MAGNETIC DOMAIN WALL PROPAGATION ON PERMALLOY THIN LAYER ( )

ABSTRACT STUDY OF THE EFFECT OF DIMENSION AND GEOMETRIC TOWARD MAGNETIC DOMAIN WALL PROPAGATION ON PERMALLOY THIN LAYER ( ) ABSTRACT STUDY OF THE EFFECT OF DIMENSION AND GEOMETRIC TOWARD MAGNETIC DOMAIN WALL PROPAGATION ON PERMALLOY THIN LAYER ( ) By Anisa Indriawati 12/336436/PPA/3796 Research of magnetic domain wall propagation

Lebih terperinci

PROBABILITAS PARTIKEL DALAM KOTAK TIGA DIMENSI PADA BILANGAN KUANTUM n 5. Indah Kharismawati, Bambang Supriadi, Rif ati Dina Handayani

PROBABILITAS PARTIKEL DALAM KOTAK TIGA DIMENSI PADA BILANGAN KUANTUM n 5. Indah Kharismawati, Bambang Supriadi, Rif ati Dina Handayani PROBABILITAS PARTIKEL DALAM KOTAK TIGA DIMENSI PADA BILANGAN KUANTUM n 5 Indah Kharismawati, Bambang Supriadi, Rif ati Dina Handayani Program Studi Pendidikan Fisika FKIP Universitas Jember email: schrodinger_risma@yahoo.com

Lebih terperinci

Bahan Listrik. Bahan Magnet

Bahan Listrik. Bahan Magnet Bahan Listrik Bahan Magnet Sejarah Magnet Kata magnet berasal dari bahasa yunani magnitis lithos yang berarti batu magnesia. Magnesia adalah nama sebuah wilayah di Yunani pada masa lalu yang kini bernama

Lebih terperinci

d) Dipol magnet merupakan sebuah magnet dipol, akselerator partikel, magnet yang dibangun untuk menciptakan medan magnet homogen dari jarak tertentu.

d) Dipol magnet merupakan sebuah magnet dipol, akselerator partikel, magnet yang dibangun untuk menciptakan medan magnet homogen dari jarak tertentu. Tugas Perbaikan Mid Sifat Magnetik Batuan Soal : 1. Jelaskan tentang : a) Magnetisasi b) Permeabilitas Magnetic c) Suseptibilitas Magnetik d) Dipol Magnetik e) Suhu Curie f) Histeresis 2. Ceritakanlah

Lebih terperinci

Solusi Penyelesaian Persamaan Laplace dengan Menggunakan Metode Random Walk Gapar 1), Yudha Arman 1), Apriansyah 2)

Solusi Penyelesaian Persamaan Laplace dengan Menggunakan Metode Random Walk Gapar 1), Yudha Arman 1), Apriansyah 2) Solusi Penyelesaian Persamaan Laplace dengan Menggunakan Metode Random Walk Gapar 1), Yudha Arman 1), Apriansyah 2) 1) Program Studi Fisika Jurusan Fisika Universitas Tanjungpura 2)Program Studi Ilmu Kelautan

Lebih terperinci

ANALISA PENGARUH INTI KOIL TERHADAP MEDAN MAGNETIK DAN MUATAN PADA KAPASITOR DALAM RANGKAIAN SERI LC. Sri Wahyuni *, Erwin, Salomo

ANALISA PENGARUH INTI KOIL TERHADAP MEDAN MAGNETIK DAN MUATAN PADA KAPASITOR DALAM RANGKAIAN SERI LC. Sri Wahyuni *, Erwin, Salomo ANALISA PENGARUH INTI KOIL TERHADAP MEDAN MAGNETIK DAN MUATAN PADA KAPASITOR DALAM RANGKAIAN SERI LC Sri Wahyuni *, Erwin, Salomo Jurusan Fisika Fakultas Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam Universitas

Lebih terperinci

Gambar 2.1. momen magnet yang berhubungan dengan (a) orbit elektron (b) perputaran elektron terhadap sumbunya [1]

Gambar 2.1. momen magnet yang berhubungan dengan (a) orbit elektron (b) perputaran elektron terhadap sumbunya [1] BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Momen Magnet Sifat magnetik makroskopik dari material adalah akibat dari momen momen magnet yang berkaitan dengan elektron-elektron individual. Setiap elektron dalam atom mempunyai

Lebih terperinci

Simulasi Mikromagnetik dari Proses Switching dalam Nano Dot Permalloy Magnetik

Simulasi Mikromagnetik dari Proses Switching dalam Nano Dot Permalloy Magnetik Simulasi Mikromagnetik dari Proses Switching dalam Nano Dot Permalloy Magnetik F Rohmah, Utari, B Purnama Program Studi Fisika, Fakultas Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam, Universitas Sebelas Maret,

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. magnet berasal dari Bahasa Yunani magnetis litious yang berarti batu magnet. Magnet

BAB I PENDAHULUAN. magnet berasal dari Bahasa Yunani magnetis litious yang berarti batu magnet. Magnet BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Magnet merupakan suatu benda yang tidak asing bagi kehidupan sehari-hari. Pemanfaatan magnet dalam industri maupun rumah tangga telah banyak dikembangkan. Menurut sejarahnya,

Lebih terperinci

SIMULASI MODEL ISING DENGAN KOMPUT ASI P ARALEL TERDISTRIBUSI. AriefWicaksono'

SIMULASI MODEL ISING DENGAN KOMPUT ASI P ARALEL TERDISTRIBUSI. AriefWicaksono' SIMULASI MODEL ISING DENGAN KOMPUT ASI P ARALEL TERDISTRIBUSI AriefWicaksono' ABSTRAK SIMULASI MODEL ISING DENGAN KOMPUTASI PARALEL TERDISTRIBUSI. Model ISING merupakan model yang dapat menjelaskan fenomena

Lebih terperinci

Simulasi Sifat Fisis Model Molekuler Dinamik Gas Argon dengan Potensial Lennard-Jones

Simulasi Sifat Fisis Model Molekuler Dinamik Gas Argon dengan Potensial Lennard-Jones Jurnal Sainsmat, September 2012, Halaman 147-155 Vol. I, No. 2 ISSN 2086-6755 http://ojs.unm.ac.id/index.php/sainsmat Simulasi Sifat Fisis Model Molekuler Dinamik Gas Argon dengan Potensial Lennard-Jones

Lebih terperinci

SOLUTION INSTITUT TEKNOLOGI BANDUNG FAKULTAS MATEMATIKA DAN ILMU PENGETAHUAN ALAM PROGRAM STUDI FISIKA

SOLUTION INSTITUT TEKNOLOGI BANDUNG FAKULTAS MATEMATIKA DAN ILMU PENGETAHUAN ALAM PROGRAM STUDI FISIKA INSTITUT TEKNOLOGI BANDUNG FAKULTAS MATEMATIKA DAN ILMU PENGETAHUAN ALAM PROGRAM STUDI FISIKA FI-5002 Mekanika Statistik SEMESTER/ Sem. 2-2016/2017 QUIZ 2 Waktu : 120 menit (TUTUP BUKU) 1. Misalkan sebuah

Lebih terperinci

Elektron Bebas. 1. Teori Drude Tentang Elektron Dalam Logam

Elektron Bebas. 1. Teori Drude Tentang Elektron Dalam Logam Elektron Bebas Beberapa teori tentang panas jenis zat padat yang telah dibahas dapat dengan baik menjelaskan sifat-sfat panas jenis zat padat yang tergolong non logam, akan tetapi untuk golongan logam

Lebih terperinci

DAFTAR ISI HALAMAN JUDUL HALAMAN PENGESAHAN MOTTO DAN PERSEMBAHAN PERNYATAAN PRAKATA DAFTAR GAMBAR DAFTAR TABEL

DAFTAR ISI HALAMAN JUDUL HALAMAN PENGESAHAN MOTTO DAN PERSEMBAHAN PERNYATAAN PRAKATA DAFTAR GAMBAR DAFTAR TABEL DAFTAR ISI HALAMAN JUDUL i HALAMAN PENGESAHAN ii MOTTO DAN PERSEMBAHAN iii PERNYATAAN iv PRAKATA v DAFTAR ISI vii DAFTAR GAMBAR ix DAFTAR TABEL xiii INTISARI xiv ABSTRACT xv BAB I. PENDAHULUAN 1 1.1 Latar

Lebih terperinci

BAB IV IMPLEMENTASI DAN PENGUJIAN. simulasi untuk mengetahui bagaimana performanya dan berapa besar memori

BAB IV IMPLEMENTASI DAN PENGUJIAN. simulasi untuk mengetahui bagaimana performanya dan berapa besar memori BAB IV IMPLEMENTASI DAN PENGUJIAN 4.1 Implementasi Algoritma yang telah dirancang, akan diimplementasikan dalam program simulasi untuk mengetahui bagaimana performanya dan berapa besar memori yang dibutuhkan

Lebih terperinci

Setelah Anda mempelajari KB-1 di atas, simaklah dan hafalkan beberapa hal penting di. dapat dihitung sebagai beriktut: h δl l'

Setelah Anda mempelajari KB-1 di atas, simaklah dan hafalkan beberapa hal penting di. dapat dihitung sebagai beriktut: h δl l' Rangkuman: bawah ini! Setelah Anda mempelajari KB-1 di atas, simaklah dan hafalkan beberapa hal penting di 1. Elemen-elemen matrik L lm,l'm' = h l ( l +1) δ ll' L l m, l 'm' dapat dihitung sebagai beriktut:

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang

BAB 1 PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang 1 BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Salah satu permasalahan optimasi kombinatorial yang terkenal dan sering dibahas adalah traveling salesman problem. Sejak diperkenalkan oleh William Rowan Hamilton

Lebih terperinci

METODE ITERASI BARU BERTIPE SECANT DENGAN KEKONVERGENAN SUPER-LINEAR. Rino Martino 1 ABSTRACT

METODE ITERASI BARU BERTIPE SECANT DENGAN KEKONVERGENAN SUPER-LINEAR. Rino Martino 1 ABSTRACT METODE ITERASI BARU BERTIPE SECANT DENGAN KEKONVERGENAN SUPER-LINEAR Rino Martino 1 1 Mahasiswa Program Studi S1 Matematika Fakultas Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam Universitas Riau Kampus Binawidya

Lebih terperinci

Statistik + konsep mekanika. Hal-hal yang diperlukan dalam menggambarkan keadaan sistem partikel adalah:

Statistik + konsep mekanika. Hal-hal yang diperlukan dalam menggambarkan keadaan sistem partikel adalah: Bab 4 Deskripsi Statistik Sistem Partikel Bagaimana gambaran secara statistik dari sistem partikel? Statistik + konsep mekanika Hal-hal yang diperlukan dalam menggambarkan keadaan sistem partikel adalah:

Lebih terperinci

POSITRON, Vol. VI, No. 2 (2016), Hal ISSN :

POSITRON, Vol. VI, No. 2 (2016), Hal ISSN : Penentuan Energi Keadaan Dasar Osilator Kuantum Anharmonik Menggunakan Metode Kuantum Difusi Monte Carlo Nurul Wahdah a, Yudha Arman a *,Boni Pahlanop Lapanporo a a JurusanFisika FMIPA Universitas Tanjungpura,

Lebih terperinci

PENGEMBANGAN PROGRAM PERHITUNGAN KOEFISIEN DIFUSI MATERIAL DALAM REKAYASA PERMUKAAN

PENGEMBANGAN PROGRAM PERHITUNGAN KOEFISIEN DIFUSI MATERIAL DALAM REKAYASA PERMUKAAN PENGEMBANGAN PROGRAM PERHITUNGAN KOEFISIEN DIFUSI MATERIAL DALAM REKAYASA PERMUKAAN DEVELOPMENT PROGRAM FOR CALCULATION OF MATERIAL DIFFUSION COEFFICIENT IN SURFACE ENGINEERING Jan Setiawan Pusat Teknologi

Lebih terperinci

Pengukuran Beban Komputasi Algoritma Dijkstra, A*, dan Floyd-Warshall pada Perangkat Android

Pengukuran Beban Komputasi Algoritma Dijkstra, A*, dan Floyd-Warshall pada Perangkat Android Pengukuran Beban Komputasi Algoritma Dijkstra, A*, dan Floyd-Warshall pada Perangkat Android Michael Alexander Djojo, Karyono Program Studi Sistem Komputer, Universitas Multimedia Nusantara, Tangerang,

Lebih terperinci

SIFAT KRITIS MODEL MAGNETIK SPIN KUBIK -RUSUK PADA KISI BERLAPIS (Critical Properties of Edge-Cubic Spin Model on Multi-layer Lattices)

SIFAT KRITIS MODEL MAGNETIK SPIN KUBIK -RUSUK PADA KISI BERLAPIS (Critical Properties of Edge-Cubic Spin Model on Multi-layer Lattices) SIFAT KRITIS MODEL MAGNETIK SPIN KUBIK -RUSUK PADA KISI BERLAPIS (Critical Properties of Edge-Cubic Spin Model on Multi-layer Lattices) Tasrief Surungan, Azwar Sutiono, Bansawang BJ Laboratorium Fisika

Lebih terperinci

PENDAHULUAN. Di dalam modul ini Anda akan mempelajari Gas elektron bebas yang mencakup: Elektron

PENDAHULUAN. Di dalam modul ini Anda akan mempelajari Gas elektron bebas yang mencakup: Elektron PENDAHUUAN Di dalam modul ini Anda akan mempelajari Gas elektron bebas yang mencakup: Elektron bebas dalam satu dimensi dan elektron bebas dalam tiga dimensi. Oleh karena itu, sebelum mempelajari modul

Lebih terperinci

OPTIMALISASI DIAMETER KAWAT UNTUK KOMPONEN SENSOR SUHU RENDAH BERBASIS SUSEPTIBILITAS

OPTIMALISASI DIAMETER KAWAT UNTUK KOMPONEN SENSOR SUHU RENDAH BERBASIS SUSEPTIBILITAS OPTIMALISASI DIAMETER KAWAT UNTUK KOMPONEN SENSOR SUHU RENDAH BERBASIS SUSEPTIBILITAS HALLEYNA WIDYASARI halleynawidyasari@gmail.com Program Studi Teknik Informatika Fakultas Teknik, Matematika dan Ilmu

Lebih terperinci

KB 1. Usaha Magnetik Dan Pendinginan Magnetik

KB 1. Usaha Magnetik Dan Pendinginan Magnetik KB 1. Usaha Magnetik Dan Pendinginan Magnetik 1.1 Usaha Magnetik. Interaksi magnetik merupakan hal yang menarik dalam bidang Fisika. Interaksi magnetik ini merupakan hal yang sangat penting dalam mempelajari

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN. sangatlah sulit direkayasa ulang dalam komputer. tidak mungkin dilakukan dalam dunia nyata.

BAB 1 PENDAHULUAN. sangatlah sulit direkayasa ulang dalam komputer. tidak mungkin dilakukan dalam dunia nyata. BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Fluida adalah sesuatu yang sangat vital dalam alam ini. Fluida ada dalam kehidupan kita sehari-hari dan termasuk salah satu komponen penting dalam berbagai

Lebih terperinci

KOMPUTASI DISTRIBUSI SUHU DALAM KEADAAN MANTAP (STEADY STATE) PADA LOGAM DALAM BERBAGAI DIMENSI

KOMPUTASI DISTRIBUSI SUHU DALAM KEADAAN MANTAP (STEADY STATE) PADA LOGAM DALAM BERBAGAI DIMENSI Prosiding Seminar Nasional Penelitian, Pendidikan & Penerapan MIPA, Hotel Sahid Raya Yogyakarta, 8 Februari KOMPUTASI DISTRIBUSI SUHU DALAM KEADAAN MANTAP (STEADY STATE) PADA LOGAM DALAM BERBAGAI DIMENSI

Lebih terperinci

ANALISA PENGARUH INTI KOIL TERHADAP MEDAN MAGNETIK DAN MUATAN PADA KAPASITOR DALAM RANGKAIAN SERI LC

ANALISA PENGARUH INTI KOIL TERHADAP MEDAN MAGNETIK DAN MUATAN PADA KAPASITOR DALAM RANGKAIAN SERI LC ANALISA PENGARUH INTI KOIL TERHADAP MEDAN MAGNETIK DAN MUATAN Salomo 1), Erwin 1), Usman Malik 1), Maksi Ginting 1) 1 Fakultas Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam Universitas Riau Kampus Bina Widya Pekanbaru,

Lebih terperinci

PENYELESAIAN PERSAMAAN SCHRODINGER TIGA DIMENSI UNTUK POTENSIAL NON-SENTRAL ECKART DAN MANNING- ROSEN MENGGUNAKAN METODE ITERASI ASIMTOTIK

PENYELESAIAN PERSAMAAN SCHRODINGER TIGA DIMENSI UNTUK POTENSIAL NON-SENTRAL ECKART DAN MANNING- ROSEN MENGGUNAKAN METODE ITERASI ASIMTOTIK PENYELESAIAN PERSAMAAN SCHRODINGER TIGA DIMENSI UNTUK POTENSIAL NON-SENTRAL ECKART DAN MANNING- ROSEN MENGGUNAKAN METODE ITERASI ASIMTOTIK Disusun oleh : Muhammad Nur Farizky M0212053 SKRIPSI PROGRAM STUDI

Lebih terperinci

Simulasi Dinamika Molekular Proses Adhesi pada Model Nanopartikel 2D

Simulasi Dinamika Molekular Proses Adhesi pada Model Nanopartikel 2D SK004 Prosiding Seminar Kontribusi Fisika 2011 (SKF 2011) Simulasi Dinamika Molekular Proses Adhesi pada Model Nanopartikel 2D Fadjar Fathurrahman*, Suprijadi Haryono Abstrak Dalam makalah ini akan dilaporkan

Lebih terperinci

tak-hingga. Lebar sumur adalah 4 angstrom. Berapakah simpangan gelombang elektron

tak-hingga. Lebar sumur adalah 4 angstrom. Berapakah simpangan gelombang elektron Tes Formatif 1 Petunjuk: Jawablah semua soal di bawah ini pada lembar jawaban yang disediakan! =============================================================== 1. Sebuah elektron ditempatkan dalam sebuah

Lebih terperinci

Jurusan Teknik Pertambangan Universitas Vetran Republik Indonesia

Jurusan Teknik Pertambangan Universitas Vetran Republik Indonesia Jurusan Teknik Pertambangan Universitas Vetran Republik Indonesia Sub Pokok Bahasan : Magnet Bumi Medan Magnet Luar Akuisisi dan Reduksi Data Pengolahan Data MetodaInterpretasi Metode Geomagnetik didasarkan

Lebih terperinci

BAB 4 IMPLEMENTASI DAN EVALUASI Implementasi Program Simulasi. mengevaluasi program simulasi adalah sebagai berikut :

BAB 4 IMPLEMENTASI DAN EVALUASI Implementasi Program Simulasi. mengevaluasi program simulasi adalah sebagai berikut : BAB 4 IMPLEMENTASI DAN EVALUASI 4.1. Implementasi Program Simulasi Dari keseluruhan perangkat lunak yang dibuat pada skripsi ini akan dilakukan implementasi untuk mengetahui kelebihan dan kekurangan simulasi

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Fenomena optik dapat mendeskripsikan sifat medium dalam interaksinya dengan gelombang elekromagnetik. Hal tersebut ditentukan oleh beberapa parameter optik, yaitu indeks

Lebih terperinci

Studi Pengaruh Variasi Bentuk Geometri Potensial Penghalang pada Kasus Difusi Plasma dengan Metode Particle-In-Cell (PIC)

Studi Pengaruh Variasi Bentuk Geometri Potensial Penghalang pada Kasus Difusi Plasma dengan Metode Particle-In-Cell (PIC) Studi Pengaruh Variasi Bentuk Geometri Potensial Penghalang pada Kasus Difusi Plasma dengan Metode Particle-In-Cell (PIC) Muliady Faisal1,a), Acep Purqon2,b) 1 Magister Sains Komputasi, FMIPA ITB 2 Fisika

Lebih terperinci

PENGARUH INTI KOIL TERHADAP TEGANGANINDUKTOR DAN RESISTOR YANG DIRANGKAI SECARA SERI. Salomo, Erwin,Surya Ningsih

PENGARUH INTI KOIL TERHADAP TEGANGANINDUKTOR DAN RESISTOR YANG DIRANGKAI SECARA SERI. Salomo, Erwin,Surya Ningsih PENGARUH INTI KOIL TERHADAP TEGANGANINDUKTOR DAN RESISTOR YANG DIRANGKAI SECARA SERI Salomo, Erwin,Surya Ningsih Jurusan Fisika - Fakultas Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam, Universitas Riau Kampus

Lebih terperinci

KAJIAN NUMERIK PENGARUH DIMENSI PADA PARAMETER BENAHAN SUPERKONDUKTOR TIPE II BERBENTUK PERSEGI PANJANG

KAJIAN NUMERIK PENGARUH DIMENSI PADA PARAMETER BENAHAN SUPERKONDUKTOR TIPE II BERBENTUK PERSEGI PANJANG KAJIAN NUMERIK PENGARUH DIMENSI PADA PARAMETER BENAHAN SUPERKONDUKTOR TIPE II BERBENTUK PERSEGI PANJANG Reza Rosyida, Fuad Anwar, Darmanto Program Studi Fisika, Fakultas Matematika dan Ilmu Pengetahuan

Lebih terperinci

Mata Pelajaran : FISIKA

Mata Pelajaran : FISIKA Mata Pelajaran : FISIKA Kelas/ Program : XII IPA Waktu : 90 menit Petunjuk Pilihlah jawaban yang dianggap paling benar pada lembar jawaban yang tersedia (LJK)! 1. Hasil pengukuran tebal meja menggunakan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Energi panas merupakan salah satu wujud energi yang masuk ke dalam kategori energi kinetis dalam dunia fisika. Ketika suatu benda terbilang panas, benda tersebut mengandung

Lebih terperinci

J.Oto.Ktrl.Inst (J.Auto.Ctrl.Inst) Vol 5 (2), 2013 ISSN :

J.Oto.Ktrl.Inst (J.Auto.Ctrl.Inst) Vol 5 (2), 2013 ISSN : Abstrak Pembuatan Operator Training Simulator Unit Smelter pada Pabrik Pemurnian Tembaga Menggunakan Fasilitas Pemrograman Function Block Distributed Control System Widya Prapti Pratiwi, Estiyanti Ekawati

Lebih terperinci

APLIKASI METODE CELLULAR AUTOMATA UNTUK MENENTUKAN DISTRIBUSI TEMPERATUR KONDISI TUNAK

APLIKASI METODE CELLULAR AUTOMATA UNTUK MENENTUKAN DISTRIBUSI TEMPERATUR KONDISI TUNAK APLIKASI METODE CELLULAR AUTOMATA UNTUK MENENTUKAN DISTRIBUSI TEMPERATUR KONDISI TUNAK APPLICATION OF CELLULAR AUTOMATA METHOD TO DETERMINATION OF STEADY STATE TEMPERATURE DISTRIBUTION Apriansyah 1* 1*

Lebih terperinci

PENGARUH PERUBAHAN NILAI PARAMETER TERHADAP NILAI ERROR PADA METODE RUNGE-KUTTA ORDE 3

PENGARUH PERUBAHAN NILAI PARAMETER TERHADAP NILAI ERROR PADA METODE RUNGE-KUTTA ORDE 3 PENGARUH PERUBAHAN NILAI PARAMETER TERHADAP NILAI ERROR PADA METODE RUNGE-KUTTA ORDE 3 Tornados P. Silaban 1, Faiz Ahyaningsih 2 1) FMIPA, UNIMED, Medan, Indonesia email: tornados.p_silaban@yahoo.com 2)

Lebih terperinci

BAB IV SIMULASI MONTE CARLO

BAB IV SIMULASI MONTE CARLO BAB IV SIMULASI MONTE CARLO Monte Carlo adalah algoritma komputasi untuk mensimulasikan berbagai perilaku sistem fisika dan matematika. Penggunaan klasik metode ini adalah untuk mengevaluasi integral definit,

Lebih terperinci

LAPORAN PRAKTIKUM KIMIA FISIK PERCOBAAN - 9 STRUKTUR DAN SIFAT TERMODINAMIKA AIR : SIMULASI MONTE CARLO

LAPORAN PRAKTIKUM KIMIA FISIK PERCOBAAN - 9 STRUKTUR DAN SIFAT TERMODINAMIKA AIR : SIMULASI MONTE CARLO LAPORAN PRAKTIKUM KIMIA FISIK PERCOBAAN - 9 STRUKTUR DAN SIFAT TERMODINAMIKA AIR : SIMULASI MONTE CARLO Nama Anggota : 1. Anisa Pramudia Harini (125090206111001) 2. Dwi Sapri Ramadhan (125090201111005)

Lebih terperinci

Chap 7a Aplikasi Distribusi. Fermi Dirac (part-1)

Chap 7a Aplikasi Distribusi. Fermi Dirac (part-1) Chap 7a Aplikasi Distribusi Fermi Dirac (part-1) Teori Bintang Katai Putih Apakah bintang Katai Putih Bintang yg warnanya pudar/pucat krn hanya memancarkan sedikit cahaya krn supply hidrogennya sudah tinggal

Lebih terperinci

Bab VIII Teori Kinetik Gas

Bab VIII Teori Kinetik Gas Bab VIII Teori Kinetik Gas Sumber : Internet : www.nonemigas.com. Balon udara yang diisi dengan gas massa jenisnya lebih kecil dari massa jenis udara mengakibatkan balon udara mengapung. 249 Peta Konsep

Lebih terperinci

INTEGRASI NUMERIK KAPASITAS PANAS DEBYE MATERIAL LOGAM MENGGUNAKAN METODE NEWTON-COTES

INTEGRASI NUMERIK KAPASITAS PANAS DEBYE MATERIAL LOGAM MENGGUNAKAN METODE NEWTON-COTES SIGMA, Vol., No., Juli : 7- ISSN: -888 INTEGRASI NUMERIK KAPASITAS PANAS EBYE MATERIAL LOGAM MENGGUNAKAN METOE NEWTON-COTES E. Juarlin, A. Limbong, dan P. L. Gareso Jurusan Fisika FMIPA Universitas Hasanuddin

Lebih terperinci

Aplikasi yang dibuat adalah aplikasi untuk menghitung. prediksi jumlah dalam hal ini diambil studi kasus data balita

Aplikasi yang dibuat adalah aplikasi untuk menghitung. prediksi jumlah dalam hal ini diambil studi kasus data balita BAB III ANALISA DAN PERANCANGAN SISTEM 3.1. Analisa dan Kebutuhan Sistem Analisa sistem merupakan penjabaran deskripsi dari sistem yang akan dibangun kali ini. Sistem berfungsi untuk membantu menganalisis

Lebih terperinci

SIMULASI DAN VISUALISASI DINAMIKA MOLEKUL DENGAN MODEL POTENSIAL LENNARD JONES SKRIPSI LILI ANGGRAINI HARAHAP

SIMULASI DAN VISUALISASI DINAMIKA MOLEKUL DENGAN MODEL POTENSIAL LENNARD JONES SKRIPSI LILI ANGGRAINI HARAHAP SIMULASI DAN VISUALISASI DINAMIKA MOLEKUL DENGAN MODEL POTENSIAL LENNARD JONES SKRIPSI Diajukan untuk melengkapi tugas dan memenuhi syarat mencapai gelar Sarjana Sains LILI ANGGRAINI HARAHAP 040801016

Lebih terperinci

Teori Kinetik & Interpretasi molekular dari Suhu. FI-1101: Teori Kinetik Gas, Hal 1

Teori Kinetik & Interpretasi molekular dari Suhu. FI-1101: Teori Kinetik Gas, Hal 1 FI-1101: Kuliah 13 TEORI KINETIK GAS Teori Kinetik Gas Suhu Mutlak Hukum Boyle-Gay y Lussac Gas Ideal Teori Kinetik & Interpretasi molekular dari Suhu FI-1101: Teori Kinetik Gas, Hal 1 FISIKA TERMAL Cabang

Lebih terperinci

SOLUSI PERSAMAAN BOLTZMANN DENGAN NILAI AWAL BOBYLEV MENGGUNAKAN PENDEKATAN ANALITIK DAN NUMERIK YOANITA HISTORIANI

SOLUSI PERSAMAAN BOLTZMANN DENGAN NILAI AWAL BOBYLEV MENGGUNAKAN PENDEKATAN ANALITIK DAN NUMERIK YOANITA HISTORIANI SOLUSI PERSAMAAN BOLTZMANN DENGAN NILAI AWAL BOBYLEV MENGGUNAKAN PENDEKATAN ANALITIK DAN NUMERIK YOANITA HISTORIANI SEKOLAH PASCASARJANA INSTITUT PERTANIAN BOGOR BOGOR 2007 PERNYATAAN MENGENAI TESIS DAN

Lebih terperinci

STUDI PERPINDAHAN PANAS DENGAN MENGGUNAKAN SISTEM KOORDINAT SEGITIGA

STUDI PERPINDAHAN PANAS DENGAN MENGGUNAKAN SISTEM KOORDINAT SEGITIGA STUDI PERPINDAHAN PANAS DENGAN MENGGUNAKAN SISTEM KOORDINAT SEGITIGA Oleh : Farda Nur Pristiana 1208 100 059 JURUSAN MATEMATIKA FAKULTAS MATEMATIKA DAN ILMU PENGETAHUAN ALAM INSTITUT TEKNOLOGI SEPULUH

Lebih terperinci

BAB III SISTEM DAN PERSAMAAN KEADAAN

BAB III SISTEM DAN PERSAMAAN KEADAAN BAB III SISTEM DAN PERSAMAAN KEADAAN 3.1 Keadaan keseimbangan dan persamaannya 3.2 Perubahan infinit pada keadaan keseimbangan 3.3 Mencari persamaan keadaan 3.1 KEADAAN KESEIMBANGAN DAN PERSAMAANNYA Keadaan

Lebih terperinci

BAB III METODOLOGI PENELITIAN

BAB III METODOLOGI PENELITIAN BAB III METODOLOGI PENELITIAN 3.1. Tempat dan Waktu Penelitian Penelitian ini dilakukan di laboratorium Komputasi Fakultas Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam Universitas Sebelas Maret, Surakarta dengan

Lebih terperinci

SILABUS MATAKULIAH. Revisi : 4 Tanggal Berlaku : 04 September 2015

SILABUS MATAKULIAH. Revisi : 4 Tanggal Berlaku : 04 September 2015 SILABUS MATAKULIAH Revisi : 4 Tanggal Berlaku : 04 September 2015 A. Identitas 1. Nama Matakuliah : Fisika Dasar 2 2. Program Studi : Teknik Industri 3. Fakultas : Teknik 4. Bobot sks : 2 SKS 5. Elemen

Lebih terperinci

PENGARUH WAKTU MILLING TERHADAP SIFAT FISIS, SIFAT MAGNET DAN STRUKTUR KRISTAL PADA MAGNET BARIUM HEKSAFERIT SKRIPSI EKA F RAHMADHANI

PENGARUH WAKTU MILLING TERHADAP SIFAT FISIS, SIFAT MAGNET DAN STRUKTUR KRISTAL PADA MAGNET BARIUM HEKSAFERIT SKRIPSI EKA F RAHMADHANI PENGARUH WAKTU MILLING TERHADAP SIFAT FISIS, SIFAT MAGNET DAN STRUKTUR KRISTAL PADA MAGNET BARIUM HEKSAFERIT SKRIPSI EKA F RAHMADHANI 130801041 DEPARTEMEN FISIKA FAKULTAS MATEMATIKA DAN ILMU PENGETAHUAN

Lebih terperinci

Pembangkitan dan Pemulihan Citra Biner Markov Random Field (MRF) secara Stokastik Dengan Algoritma Markov Chain Monte Carlo (MCMC)

Pembangkitan dan Pemulihan Citra Biner Markov Random Field (MRF) secara Stokastik Dengan Algoritma Markov Chain Monte Carlo (MCMC) Berkala Fisika ISSN : 1410-9662 Vol. 12, No. 4, Oktober 2009, hal 145-152 Pembangkitan dan Pemulihan Citra Biner Markov Random Field (MRF) secara Stokastik Dengan Algoritma Markov Chain Monte Carlo (MCMC)

Lebih terperinci

Bab II Tinjauan Pustaka

Bab II Tinjauan Pustaka Bab II Tinjauan Pustaka II.1 Mineral Magnetik Alamiah Mineral magnetik di alam dapat digolongkan dalam keluarga oksida besi-titanium, sulfida besi dan oksihidroksida besi. Keluarga oksida besi-titanium

Lebih terperinci

KOMPUTASI NUMERIK GERAK PROYEKTIL DUA DIMENSI MEMPERHITUNGKAN GAYA HAMBATAN UDARA DENGAN METODE RUNGE-KUTTA4 DAN DIVISUALISASIKAN DI GUI MATLAB

KOMPUTASI NUMERIK GERAK PROYEKTIL DUA DIMENSI MEMPERHITUNGKAN GAYA HAMBATAN UDARA DENGAN METODE RUNGE-KUTTA4 DAN DIVISUALISASIKAN DI GUI MATLAB KOMPUTASI NUMERIK GERAK PROYEKTIL DUA DIMENSI MEMPERHITUNGKAN GAYA HAMBATAN UDARA DENGAN METODE RUNGE-KUTTA4 DAN DIVISUALISASIKAN DI GUI MATLAB Tatik Juwariyah Fakultas Teknik Universitas Pembangunan Nasional

Lebih terperinci

SOLUTION QUIZ 1 INSTITUT TEKNOLOGI BANDUNG FAKULTAS MATEMATIKA DAN ILMU PENGETAHUAN ALAM PROGRAM STUDI FISIKA

SOLUTION QUIZ 1 INSTITUT TEKNOLOGI BANDUNG FAKULTAS MATEMATIKA DAN ILMU PENGETAHUAN ALAM PROGRAM STUDI FISIKA ISTITUT TEKOLOGI BADUG FAKULTAS MATEMATIKA DA ILMU PEGETAHUA ALAM PROGRAM STUDI FISIKA PR 1 - FI-52 Mekanika Statistik SEMESTER/ Sem. 2-216/217 Waktu : 9 menit (Closed Book) 1. Tinjau dipol identik yang

Lebih terperinci

BAB 4 IMPLEMENTASI DAN EVALUASI

BAB 4 IMPLEMENTASI DAN EVALUASI BAB 4 IMPLEMENTASI AN EVALUASI Pada bab ini, disajikan spesifikasi sistem yang digunakan, pengujian program serta hasil pengujian. Pengujian dilakukan dengan melakukan pencarian kata kunci terhadap sejumlah

Lebih terperinci

Komputasi Gerak Benda Jatuh Relativistik dengan Variasi Percepatan Gravitasi dan Gesekan Menggunakan Bahasa Reduce

Komputasi Gerak Benda Jatuh Relativistik dengan Variasi Percepatan Gravitasi dan Gesekan Menggunakan Bahasa Reduce Komputasi Gerak Benda Jatuh Relativistik dengan Variasi Percepatan Gravitasi dan Gesekan Menggunakan Bahasa Reduce Tri Hartanti dan Arief Hermanto Jurusan Fisika FMIPA UGM Sekip Utara Yogyakarta 55281

Lebih terperinci

Studi dan Implementasi Integrasi Monte Carlo

Studi dan Implementasi Integrasi Monte Carlo Studi dan Implementasi Integrasi Monte Carlo Firdi Mulia - 13507045 1 Program Studi Teknik Informatika Sekolah Teknik Elektro dan Informatika Institut Teknologi Bandung, Jl. Ganesha 10 Bandung 40132, Indonesia

Lebih terperinci

SELF-ABSORPTION COMPUTING OF PHOTON GAMMA IN VOLUMETRIC SAMPEL. Masril. Dosen Jurusan Fisika FMIPA UNP

SELF-ABSORPTION COMPUTING OF PHOTON GAMMA IN VOLUMETRIC SAMPEL. Masril. Dosen Jurusan Fisika FMIPA UNP Prosiding Seminar Nasional Fisika ISBN 979-25-1950-5 Hal 257-263 SELF-ABSORPTION COMPUTING OF PHOTON GAMMA IN VOLUMETRIC SAMPEL Masril Dosen Jurusan Fisika FMIPA UNP Have been measurement of gamma ray

Lebih terperinci

MODEL POLA LAJU ALIRAN FLUIDA DENGAN LUAS PENAMPANG YANG BERBEDA MENGGUNAKAN METODE BEDA HINGGA

MODEL POLA LAJU ALIRAN FLUIDA DENGAN LUAS PENAMPANG YANG BERBEDA MENGGUNAKAN METODE BEDA HINGGA MODEL POLA LAJU ALIRAN FLUIDA DENGAN LUAS PENAMPANG YANG BERBEDA MENGGUNAKAN METODE BEDA HINGGA Vira Marselly, Defrianto, Rahmi Dewi Mahasiswa Program S1 Fisika Fakultas Matematika Dan Ilmu Pengetahuan

Lebih terperinci

FAMILI METODE ITERASI BEBAS TURUNAN DENGAN ORDE KONVERGENSI ENAM. Oktario Anjar Pratama ABSTRACT

FAMILI METODE ITERASI BEBAS TURUNAN DENGAN ORDE KONVERGENSI ENAM. Oktario Anjar Pratama ABSTRACT FAMILI METODE ITERASI BEBAS TURUNAN DENGAN ORDE KONVERGENSI ENAM Oktario Anjar Pratama Mahasiswa Program Studi S Matematika Dosen Jurusan Matematika Jurusan Matematika Fakultas Matematika dan Ilmu Pengetahuan

Lebih terperinci

KB.2 Fisika Molekul. Hal ini berarti bahwa rapat peluang untuk menemukan kedua konfigurasi tersebut di atas adalah sama, yaitu:

KB.2 Fisika Molekul. Hal ini berarti bahwa rapat peluang untuk menemukan kedua konfigurasi tersebut di atas adalah sama, yaitu: KB.2 Fisika Molekul 2.1 Prinsip Pauli. Konsep fungsi gelombang-fungsi gelombang simetri dan antisimetri berlaku untuk sistem yang mengandung partikel-partikel identik. Ada perbedaan yang fundamental antara

Lebih terperinci

FISIKA MODERN. Pertemuan Ke-7. Nurun Nayiroh, M.Si.

FISIKA MODERN. Pertemuan Ke-7. Nurun Nayiroh, M.Si. FISIKA MODERN Pertemuan Ke-7 Nurun Nayiroh, M.Si. Efek Zeeman Gerakan orbital elektron Percobaan Stern-Gerlach Spin elektron Pieter Zeeman (1896) melakukan suatu percobaan untuk mengukur interaksi antara

Lebih terperinci

BAB 2 LANDASAN TEORI

BAB 2 LANDASAN TEORI 8 BAB 2 LANDASAN TEORI Pada bab ini akan dibahas beberapa konsep dasar dan beberapa definisi yang akan digunakan sebagai landasan berpikir dalam melakukan penelitian ini sehingga mempermudah penulis untuk

Lebih terperinci

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN Pada bab ini akan diuraikan mengenai pelaksanaan terhadap hasil perancangan yang telah diperoleh sebelumnya. Hasil perancangan pada tahap perancangan akan diimplemetasikan menjadi

Lebih terperinci

BAB 4 IMPLEMENTASI DAN EVALUASI

BAB 4 IMPLEMENTASI DAN EVALUASI BAB 4 IMPLEMENTASI DAN EVALUASI 4.1 Spesifikasi Kebutuhan Program Untuk menjalankan aplikasi ini ada beberapa kebutuhan yang harus dipenuhi oleh pengguna. Spesifikasi kebutuhan berikut ini merupakan spesifikasi

Lebih terperinci

PEMBUATAN PROGRAM PEMBELAJARAN TENTANG GAS IDEAL DENGAN DELPHI

PEMBUATAN PROGRAM PEMBELAJARAN TENTANG GAS IDEAL DENGAN DELPHI PEMBUATAN PROGRAM PEMBELAJARAN TENTANG GAS IDEAL DENGAN DELPHI Oleh: Arif Rahman Jurusan Ilmu Komputer, FMIPA, Universitas Ahmad Dahlan, Yogyakarta E-mail: arif-r@telkom.net Raden Oktova Jurusan Fisika,

Lebih terperinci

Simulasi Sel Surya Model Dioda dengan Hambatan Seri dan Hambatan Shunt Berdasarkan Variasi Intensitas Radiasi, Temperatur, dan Susunan Modul

Simulasi Sel Surya Model Dioda dengan Hambatan Seri dan Hambatan Shunt Berdasarkan Variasi Intensitas Radiasi, Temperatur, dan Susunan Modul Simulasi Sel Surya Model Dioda dengan Hambatan Seri dan Hambatan Shunt Berdasarkan Variasi Intensitas Radiasi, Temperatur, dan Susunan Modul M. Dirgantara 1 *, M. Saputra 2, P. Aulia 3, Z. Deofarana 4,

Lebih terperinci

PROJEK 2 PENCARIAN ENERGI TERIKAT SISTEM DI BAWAH PENGARUH POTENSIAL SUMUR BERHINGGA

PROJEK 2 PENCARIAN ENERGI TERIKAT SISTEM DI BAWAH PENGARUH POTENSIAL SUMUR BERHINGGA PROJEK PENCARIAN ENERGI TERIKAT SISTEM DI BAWAH PENGARUH POTENSIAL SUMUR BERHINGGA A. PENDAHULUAN Ada beberapa metode numerik yang dapat diimplementasikan untuk mengkaji keadaan energi terikat (bonding

Lebih terperinci

LATIHAN UJIAN NASIONAL

LATIHAN UJIAN NASIONAL LATIHAN UJIAN NASIONAL 1. Seorang siswa menghitung luas suatu lempengan logam kecil berbentuk persegi panjang. Siswa tersebut menggunakan mistar untuk mengukur panjang lempengan dan menggunakan jangka

Lebih terperinci

Silabus dan Rencana Perkuliahan

Silabus dan Rencana Perkuliahan Silabus dan Rencana Perkuliahan Matakuliah : Pend,Fisika Zat Padat Kode : FI 362 SKS : 3 sks Semester : Semua Nama Dosen : WD, dkk Standar Kompotensi : Menguasai pengetahuan tentang Pendahuluan Fisika

Lebih terperinci

BAB IV IMPLEMENTASI DAN EVALUASI. Pada bab ini akan dijelaskan mengenai kebutuhan sistem, implementasi dan

BAB IV IMPLEMENTASI DAN EVALUASI. Pada bab ini akan dijelaskan mengenai kebutuhan sistem, implementasi dan BAB IV IMPLEMENTASI DAN EVALUASI Pada bab ini akan dijelaskan mengenai kebutuhan sistem, implementasi dan evaluasi simulasi pelayanan retoran cepat saji dengan menggunakan metode next event time advance.

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN. Hampir semua fenomena di dunia ini memiliki beberapa ketidakpastian,

BAB 1 PENDAHULUAN. Hampir semua fenomena di dunia ini memiliki beberapa ketidakpastian, BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Hampir semua fenomena di dunia ini memiliki beberapa ketidakpastian, yang tidak dapat diperkirakan sebagai sesuatu yang pasti. Pada umumnya pengukuran berulang

Lebih terperinci

MENINGKATKAN KECEPATAN KOMPUTASI UNTUK PENGAMBILAN KEPUTUSAN (KLASIFIKASI) MELALUI REDUKSI DIGIT NUMERIK TAK SIGNIFIKAN

MENINGKATKAN KECEPATAN KOMPUTASI UNTUK PENGAMBILAN KEPUTUSAN (KLASIFIKASI) MELALUI REDUKSI DIGIT NUMERIK TAK SIGNIFIKAN MENINGKATKAN KECEPATAN KOMPUTASI UNTUK PENGAMBILAN KEPUTUSAN (KLASIFIKASI) MELALUI REDUKSI DIGIT NUMERIK TAK SIGNIFIKAN Kuspriyanto, Samiran, Tri Aulat Junarwoto Sekolah Teknik Elektro dan Informatika

Lebih terperinci

KAJIAN KOMPETISI INTERAKSI TUKAR PADA BAHAN ANTIFERROMAGNET DENGAN MODEL HEISENBERG

KAJIAN KOMPETISI INTERAKSI TUKAR PADA BAHAN ANTIFERROMAGNET DENGAN MODEL HEISENBERG KAJIAN KOMPETISI INTERAKSI TUKAR PADA BAHAN ANTIFERROMAGNET DENGAN MODEL HEISENBERG SKRIPSI Diajukan Kepada Fakultas Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam Universitas Negeri Yogyakarta Untuk Memenuhi Sebagian

Lebih terperinci

PENENTUAN ENERGI EIGEN PERSAMAAN SCHRODINGER DENGAN SUMUR POTENSIAL SEMBARANG MENGGUNAKAN METODE MATRIKS TRANSFER NUMERIK

PENENTUAN ENERGI EIGEN PERSAMAAN SCHRODINGER DENGAN SUMUR POTENSIAL SEMBARANG MENGGUNAKAN METODE MATRIKS TRANSFER NUMERIK PENENTUAN ENERGI EIGEN PERSAMAAN SCHRODINGER DENGAN SUMUR POTENSIAL SEMBARANG MENGGUNAKAN METODE MATRIKS TRANSFER NUMERIK Nuraina Fika Lubis, Salomo, Defrianto Mahasiswa Program Studi S Fisika Fakultas

Lebih terperinci

ANALISIS SIMULASI GEJALA CHAOS PADA GERAK PENDULUM NONLINIER. Oleh: Supardi. Jurusan Pendidikan Fisika Universitas Negeri Yogyakarta

ANALISIS SIMULASI GEJALA CHAOS PADA GERAK PENDULUM NONLINIER. Oleh: Supardi. Jurusan Pendidikan Fisika Universitas Negeri Yogyakarta ANALISIS SIMULASI GEJALA CHAOS PADA GERAK PENDULUM NONLINIER Oleh: Supardi Jurusan Pendidikan Fisika Universitas Negeri Yogyakarta Penelitian tentang gejala chaos pada pendulum nonlinier telah dilakukan.

Lebih terperinci

BAB 4 HASIL DAN PEMBAHASAN

BAB 4 HASIL DAN PEMBAHASAN 44 BAB 4 HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1. Proses Analisis Perbandingan Seperti yang telah dinyatakan dalam subbab 3.3.1, tahap pertama ini ditujukan untuk menguji ketepatan suatu metode dalam melakukan perhitungan

Lebih terperinci

BAB III METODE PENELITIAN. dilakukan untuk mempermudah dalam melakukan penelitian. Dalam

BAB III METODE PENELITIAN. dilakukan untuk mempermudah dalam melakukan penelitian. Dalam BAB III METODE PENELITIAN 3.1 Desain Penelitian Pada bab ini akan dipaparkan skema umum penelitian yang dilakukan untuk mempermudah dalam melakukan penelitian. Dalam penelitian ini terdapat dua tahapan

Lebih terperinci

W = p V= p(v2 V1) Secara umum, usaha dapat dinyatakan sebagai integral tekanan terhadap perubahan volume yang ditulis sebagai

W = p V= p(v2 V1) Secara umum, usaha dapat dinyatakan sebagai integral tekanan terhadap perubahan volume yang ditulis sebagai Termodinamika Termodinamika adalah kajian tentang kalor (panas) yang berpindah. Dalam termodinamika kamu akan banyak membahas tentang sistem dan lingkungan. Kumpulan benda-benda yang sedang ditinjau disebut

Lebih terperinci

BAB IV HASIL DAN UJI COBA

BAB IV HASIL DAN UJI COBA BAB IV HASIL DAN UJI COBA IV.1. Tampilan Hasil Analisa berdasarkan penjelasan mengenai algoritma RC4 dan RC6, dapat diketahui beberapa perbedaan mendasar antara RC6 dengan RC4. RC6 menggunakan 4 register

Lebih terperinci