BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang Masalah

Ukuran: px
Mulai penontonan dengan halaman:

Download "BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang Masalah"

Transkripsi

1 BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Ketika sebuah jemaat 1 akan mengadakan kegiatan, entah itu kebaktian umum, persekutuan kategorial, persekutuan wilayah maupun berbagai pembinaan tentulah didasari atas sebuah kebutuhan dan untuk mencapai tujuan tertentu. Kegiatan yang didasari pada kebutuhan dan demi mencapai tujuan tertentu seharusnyalah berguna bagi anggota jemaat. Dari kesadaran ini, tentu tidak berlebihan bila muncul harapan agar kegiatan-kegiatan tersebut direspon positif oleh anggota jemaat dalam bentuk partisipasi mereka. Gereja Kristen Indonesia (GKI) Kartasura, sebagai sebuah jemaat yang didewasakan 27 tahun yang lalu juga memiliki kerinduan yang sama: ketika mengadakan kegiatan, mengharapkan respon positif oleh anggota jemaatnya dalam bentuk partisipasi mereka. Hal inilah yang akhirnya menjadi keprihatinan bersama Majelis Jemaat dan aktivis jemaat, karena partisipasi anggota jemaat tidak sebesar dan seantusias yang diharapkan. Muncul kekawatiran bila partisipasi anggota jemaat akan menurun di masa-masa mendatang. Partisipasi yang dimaksud meliputi kehadiran jemaat dalam aktivitas gerejawi, peran serta dalam mempersiapkan dan melaksanakan aktivitas, serta peran serta dalam pendanaan aktivitas-aktivitas. Kekawatiran ini beralasan, bila melihat kurangnya partisipasi yang terjadi sebagaimana dipaparkan berikut ini. 2 Berkaitan dengan partisipasi dalam bentuk kehadiran anggota jemaat, GKI Kartasura saat ini memiliki anggota jemaat terdaftar 995 orang, termasuk anak-anak. 3 Dari jumlah tersebut 653 orang adalah anggota jemaat dewasa (sidi), dengan demikian ada harapan anggota jemaat dewasa yang hadir dalam kebaktian minggu mendekati jumlah tersebut, atau minimal 70%nya (sekitar 430an orang). Setiap minggunya GKI Kartasura mengadakan dua kali kebaktian di gereja induk, pagi dan sore, dan satu kali kebaktian di Pos Jemaat Duwet. 1 Kata jemaat saya gunakan sebagai padanan dari kata gereja dalam bentuk organisasi. Ini dibedakan dengan kata anggota jemaat, yang memiliki arti personal dari sebuah jemaat. 2 Apa yang disampaikan ini dipaparkan lebih jauh dalam Bab 3, bagian Peta Gerejawi dan Bab 4. 3 Berdasarkan laporan dari sekretariat gereja bahkan mencapai 1007 orang, namun setelah saya hitung ulang ternyata jumlah yang benar adalah 995 orang. Dalam buku Kehidupan Jemaat GKI Kartasura, tahun dicantumkan jumlah 959 orang. Berarti dalam satu tahun ada penambahan anggota sidi jemaat baru sebanyak 36 orang. Namun demikian saya harus berhati-hati dengan data-data ini, karena setelah penelitian lebih lanjut ternyata ada sekitar 141 orang yang tidak diketahui keberadaannya. Hal ini dijelaskan lebih jauh dalam Bab III, bagian Peta Gerejawi, halaman

2 Dari dua kali kebaktian tersebut, kehadiran anggota jemaat berkisar orang, dimana pagi hari rata-rata dikunjungi orang anggota jemaat dan sore hari rata-rata hanya orang anggota jemaat, sedang di Pos Jemaat rata-rata orang anggota jemaat. 4 Sebenarnya ini merupakan jumlah yang cukup bagus, namun belum sesuai harapan karena belum mencapai 50% dari keseluruhan jumlah anggota jemaat yang terdaftar. Apalagi bila melihat ke bulan Desember. Biasanya bulan Desember adalah saat dimana anggota jemaat banyak menghadiri ibadah Advent dan Natal, namun ternyata rata-rata kehadiran anggota jemaat hanya berkisar orang 5 atau sekitar 60% lebih, itupun sudah termasuk tamu yang merupakan keluarga anggota jemaat. Harapannya tentu seperti bulan Desember 2008, dimana pada waktu Natal jemaat yang hadir mencapai lebih dari 600 orang. Dari sini bisa dilihat bahwa masih ada kurang lebih 40-50% atau orang anggota jemaat yang memerlukan motivasi dan dorongan lebih agar meningkatkan kehadiran mereka dalam ibadah minggu. Keprihatinan bertambah bila memperhatikan kegiatan yang diadakan Komisi-komisi atau Wilayah-wilayah yang bersifat terbuka untuk seluruh anggota jemaat. Dalam kegiatankegiatan tersebut jumlah peserta yang hadir paling banyak hanya mencapai 100-an orang saja. Ini menunjukkan anggota jemaat dewasa yang berpartisipasi hanya mencapai 16% saja dari jumlah anggota jemaat dewasa yang terdaftar. Hanya dalam acara-acara besar seperti HUT GKI Kartasura, Perayaan Paskah, Perayaan Natal dan Puncak acara Pekan Keluarga, kehadiran anggota jemaat dapat dikatakan cukup banyak (bisa lebih dari 100 orang). Sedangkan kegiatan-kegiatan di sekitar acara-acara besar tersebut hanya dihadiri oleh beberapa orang, atau paling banyak beberapa puluh orang saja. 6 Misalnya dalam kegiatan yang bertemakan pembinaan yang diperuntukkan bagi lebih dari 100 orang aktivis jemaat (termasuk Majelis Jemaat) seringkali hanya dihadiri tidak sampai 20 orang saja. Berkaitan dengan partisipasi dalam bentuk mempersiapkan dan melaksanakan kegiatan, ternyata yang mau terlibat hanya orang itu-itu saja, bahkan terkadang mereka harus merangkap. Tentu hal ini menimbulkan pertanyaan bagi mereka yang terlibat aktif dalam 4 Hasil rata-rata ini tidak termasuk bulan Desember, karena kecenderungan jumlah pengunjung yang jauh berbeda dari bulan-bulan biasa. 5 Desember 2008 merupakan Natal terbesar dengan kehadiran anggota jemaat mencapai 600an orang lebih. 6 Biasanya dalam rangka perayaan acara-acara besar, selama satu minggu ada kegiatan Pemahaman Alkitab bersama di gereja, doa pagi, ataupun ceramah-ceramah, maupun kegiatan pengakraban berupa lomba dan permainan. 2

3 kegiatan pelayanan, Apakah dari 653 orang anggota jemaat dewasa hanya mereka yang bersedia terlibat? Saya pribadi turut merasakan keresahan mereka. Keprihatinan juga terjadi manakala memperhatikan partisipasi anggota jemaat dalam pendanaan aktivitas-aktivitas. Dalam tiga tahun terakhir keuangan gereja selalu dilaporkan defisit mencapai jutaan rupiah. Padahal bila melihat jumlah anggota, atau paling tidak berdasarkan tingkat kehadiran dalam ibadah (yang walau tidak maksimal) ada harapan kalau jumlah persembahan dapat mendanai kegiatan-kegiatan pelayanan. Syukurlah mulai Januari 2009 keuangan mulai membaik. Dari gambaran-gambaran ini kemudian timbul berbagai macam pertanyaan, yang bermuara pada pertanyaan besar: Ada apa dengan jemaat GKI Kartasura? Kalimat pertanyaan "Ada apa" tersebut jika dipertegas mempertanyakan: mengapa tingkat partisipasi jemaat dalam aktivitas gerejawi bersenjangan terlalu jauh dengan jumlah anggota jemaat yang terdaftar. Partisipasi tersebut tidak hanya berkaitan dengan aktifnya jemaat mengambil bagian dalam kegiatan pelayanan, namun paling tidak, mau hadir dalam aktivitas gereja. Partisipasi juga tidak hanya berkaitan dengan kehadiran dan pelayanan yang dikerjakan, namun juga termasuk sukacita dalam memberi persembahan. Kegelisahan tersebut mendorong saya untuk mengadakan penelitian ini. 1.2 Identifikasi Masalah Penelitian diawali dengan memperhatikan gagasan-gagasan tokoh Pembangunan Jemaat (selanjutnya disebut dengan PJ), di antaranya adalah Jan Hendriks, 7 yang berbicara tentang jemaat yang vital. 8 Istilah vital tampaknya dipergunakan Hendriks untuk menjelaskan keadaan jemaat dengan dinamika yang hidup. Itu sebabnya Hendriks mengkategorikan sebuah jemaat menjadi vital (jemaat yang vital) bila di dalamnya terdapat umat yang berpartisipasi dengan senang hati dimana partisipasi mereka memberikan hasil/efek (manfaat) yang baik bagi mereka sendiri maupun bagi pencapaian tujuan-tujuan jemaat. 9 Selain itu P. G. van Hooijdonk 10 menyebutkan bahwa partisipasi yang aktif dari anggota jemaat merupakan ungkapan keterlibatan mereka dalam gereja, karena di dalamnya menunjukkan bagaimana 7 Jan Hendriks, Jemaat Vital dan Menarik. (Yogyakarta, 2002) 8 Sebuah istilah yang dipopulerkan Hendriks, ibid 9 Hendriks, ibid, p P. G. van Hooijdonk, Batu-batu yang Hidup. (Jakarta, 1996) 3

4 kehidupan beriman anggota jemaat dan apa orientasi iman mereka. Dari sini dapat dikatakan, bahwa partisipasi anggota jemaat juga merupakan ungkapan kedewasaan spiritual jemaat. 11 Gagasan-gagasan ini perlu diperhatikan karena bersesuaian dengan gambaran jemaat GKI Kartasura. Pertama, Hendriks membicarakan partisipasi sebagai aktivitas yang beragam. Mengutip van Nijen, Hendriks membedakan tiga gradasi partisipasi, 12 yaitu: (1) Hadir, (2) Ikut dalam proses komunikasi dan interaksi, dan (3) Ikut memvitalkan keseluruhannya, sehingga dapat disebutkan partisipasi merupakan karakterisasi peranan anggota jemaat sebagai anggota, peserta dan kooperator (penyelenggara). Dalam hal ini, partisipasi jelas menjadi masalah bagi jemaat GKI Kartasura. Kedua, partisipasi yang dibicarakan ada dalam konteks jemaat lokal. Alasannya meskipun anggota jemaat sesungguhnya dapat menunjukkan partisipasinya melalui perhimpunan kecil maupun lebih luas dalam kehidupan sesehari mereka, namun secara umum jemaat lokal adalah media yang paling biasa diikuti bagi aktivitas iman. 13 Mungkin saja anggota jemaat GKI Kartasura banyak berpartisipasi dalam aktivitas iman dalam kehidupan sesehari mereka, namun bila tidak dilakukan dalam konteks jemaat lokal tentu saja kemudian menjadi masalah. Ketiga, partisipasi tidak hanya terjadi karena kepantasan dan keharusan, melainkan terjadi karena perasaan senang (gembira) sehingga partisipasi memberikan efek rasa bahagia, puas dan lega. 14 Saya tentu saja mengharapkan partisipasi anggota jemaat membuat mereka bahagia, puas dan lega, tapi saya harus bertanya pada mereka apakah mereka dapat merasakannya atau tidak. Keempat, partisipasi yang dilakukan juga harus bermanfaat (memberikan hasil dan efek yang baik) sebagaimana yang menjadi tujuan-tujuan jemaat. Manfaat itu misalnya 15 : (1) Relasi anggota jemaat dengan Allah diperdalam sehingga kepercayaan, kegembiraan dan syukur semakin berkembang dalam penghayatan hidup (Hendriks menyebutnya sebagai merayakan), 11 Hendriks, Jemaat Vital dan Menarik. p Hendriks, Jemaat Vital dan Menarik. p Bandingkan ibid, pp Ibid, p Ibid 4

5 (2) Anggota jemaat memahami bahwa dalam relasi mereka dengan Kristus, mereka direlasikan pula dengan jemaat dan lingkungan dimana mereka hidup, termasuk dalam keluarga dan masyarakat (Hendriks menyebutnya sebagai belajar), (3) Secara individual dan bersama, anggota jemaat merencanakan hidupnya di hadapan Tuhan dan semakin menyesuaikan hidupnya dengan rencana itu (Hendriks menyebutnya sebagai melayani). Saya pribadi berharap anggota jemaat GKI Kartasura benar-benar dapat merasakan manfaat dalam partisipasi mereka, terlebih bagi mereka yang telah berpartisipasi dalam gradasi kooperator, namun itupun harus ditanyakan pada anggota jemaat. Kelima, pluralitas dalam jemaat mempengaruhi partisipasi. Pluralitas yang dimaksud Hendriks adalah perbedaan pendapat atau pandangan yang cukup mendalam, misalnya mengenai penilaian pemimpin (dan kepemimpinan), pandangan mengenai ajaran, liturgi dan lain lain yang sulit didamaikan. 16 Dalam konteks jemaat GKI Kartasura juga terlihat keberagaman. Kelima gagasan tersebut tampaknya lebih jauh patut didiskusikan dengan anggota jemaat GKI Kartasura. Untuk menuju pada jemaat yang vital, Hendriks menawarkan pendekatan lima faktor sebagai hasil penelitian dan alat penelitian PJ. Faktor-faktor yang berpengaruh itu meliputi: 17 (1) Iklim yang positif, (2) Kepemimpinan yang menggairahkan (3) Struktur, baik relasi antar individu, maupun relasi antar kelompok dimana komposisinya menggairahkan, (4) Tujuan yang menggairahkan dan tugas yang menarik, serta (5) Konsepsi Identitas yang menggairahkan. Tampaknya istilah menggairahkan yang dipaparkan Hendriks merupakan penekanan untuk menggambarkan kesan adanya semangat, sekaligus kegembiraan. Dalam penelitian saya, fokus penelitian adalah masalah konsepsi identitas, yang memperhatikan keempat faktor lainnya dalam teori Hendriks. Konsepsi Identitas menjadi penting untuk diteliti karena pada umumnya organisasi yang mempunyai konsepsi identitas yang jelas dan yang dimiliki bersama lebih menarik daripada organisasi yang tidak 16 Bandingkan Hendriks, Jemaat Vital dan Menarik. p Ibid, pp

6 mempunyai konsepsi identitas yang jelas. 18 Bahkan konsepsi identitas yang jelas juga dapat mendorong faktor-faktor lain (iklim, kepemimpinan, struktur dan tujuan) ke arah yang positif bagi pengembangan partisipasi anggota jemaat. 19 Istilah Konsepsi Identitas saya pergunakan sebagaimana dipergunakan Hendriks dalam teori lima faktor. Hendriks memilih istilah Konsepsi Identitas, untuk memperlengkapi pengertian Identitas agar mempermudah pembaca dalam memahami teori PJ yang diajukannya. Hendriks memahami bahwa istilah identitas mengandung dua makna. Di satu bagian 20, identitas merupakan sesuatu yang khas, yang membedakan dan yang tetap, 21 namun di bagian lain identitas juga dapat berkembang dan berubah, karena identitas juga merupakan definisi diri, yaitu cara mengungkapkan siapa mereka dan apa misi mereka, dalam kultur ini dan dalam masyarakat ini. 22 Definisi pertama mengisyaratkan identitas itu tidak berubah, sedangkan definisi kedua mengandung pengertian, bahwa identitas dapat berubah. Pengertian Identitas sebagai yang dapat berubah (dinamis) ternyata sangat berguna bagi teori Hendriks yang menekankan keterlibatan anggota jemaat. Identitas yang dinamis inilah yang disebutnya sebagai Konsepsi Identitas. Sedangkan istilah identitas yang cenderung bermakna tetap (di dalamnya juga ada bagian yang dinamis) diistilahkannya sebagai inti hakikat keberadaan sebagai jemaat. 23 Sehingga konsepsi identitas dipergunakan Hendriks (demikian pula saya) manakala berbicara tentang cara untuk mengekspresikan siapakah jemaat dan apa misi jemaat di dalam masyarakat. Perlu dipertegas, bahwa konsepsi identitas ini adalah suatu kesepakatan bersama dari anggota-anggota jemaat, sehingga penemuannya perlu dieksplorasi dari, dan bersama anggota jemaat serta dibagikan dan dideklarasikan sebagai kesepakatan bersama. 24 Gambaran yang dipakai Hendriks untuk menerangkan Konsepsi identitas adalah sebagai berikut: 18 Ibid, p Ibid 20 Sengaja tidak disebut dengan di satu sisi, karena gagasan Hendriks tentang identitas yang berhubungan dengan konsepsi identitas adalah bagian. Lebih jauh perhatikan figur Bandingkan Hendriks, Jemaat Vital dan Menarik., pp Hal yang membedakan dan tetap dalam pengertian identitas dibahas lebih lanjut dalam Bab II, bagian Langkah-langkah Mencari Konsepsi Identitas bagi Jemaat GKI Kartasura. 22 Ibid 23 Ibid, pp Kesimpulan ini saya peroleh setelah mencermati contoh-contoh yang dikemukakan Hendriks, ibid 6

7 inti, hakikat keberadaan sebagai jemaat konsepsi identitas jemaat Masyarakat modern kemungkinan kemungkinan jemaat Figur 1. Proses Pengembangan Identitas 25 Dengan demikian, dari gagasan Hendriks saya menyimpulkan bahwa dalam rangka meningkatkan partisipasi anggota jemaat, langkah awal yang penting adalah menemukan konsepsi identitas jemaat GKI Kartasura. Karena itu saya berkeinginan mencari tahu bagaimanakah sebenarnya konsepsi identitas yang sesuai bagi jemaat GKI Kartasura, dalam rangka meningkatkan partisipasi anggota jemaat, baik secara kuantitas, maupun kualitasnya. Partisipasi tersebut tidak hanya berada pada gradasi keanggotaan, melainkan sampai pada gradasi peserta, dan kalau mungkin kooperator. Tidak hanya berupa kehadiran, bahkan sampai peran serta dalam pelayanan. Tidak hanya disadari sebagai kewajiban, namun kesenangan. Dan tidak hanya dukungan semangat, tapi juga dukungan dana tanpa keterpaksaan. 1.3 Kerangka Teori Dalam rangka menggali konsepsi identitas bagi jemaat GKI Kartasura, perlu ditetapkan kerangka teori sebagai berikut: Pertama, sebagaimana diperlihatkan dalam figur 1, maka untuk menemukan konsepsi identitas bagi jemaat GKI Kartasura perlu ditemukan dan dipahami (1) inti hakikat keberadaan sebagai jemaat, (2) konteks jemaat, dan (3) konteks masyarakat, dimana konsepsi identitas adalah dialog antara ketiga sumber tersebut. Kedua, dalam usaha menemukan inti hakikat keberadaan sebagai jemaat perlu digali model-model eklesiologi untuk mengidentifikasikannya. Untuk itu tulisan Avery Dulles dipakai untuk menunjukkan model-model gereja dan eklesiologi yang mendasarinya. 26 Sedangkan tulisan Roger Weverberg dipakai untuk menggali gambaran-gambaran yang 25 Hendriks, Jemaat Vital dan Menarik. p.184. Penjelasan dan pengembangan dari gambar ini dipaparkan lebih lanjut dalam Bab II, bagian Konsepsi Identitas Menurut Hendriks 26 Avery Dulles, Model-model Gereja. (Flores, 1987) 7

8 memperkaya proses penemuan eklesiologi tersebut, yaitu gambaran-gambaran (image) Allah. 27 Gagasan dua tokoh PJ ini juga perlu direferensikan dengan tokoh-tokoh lainnya sebagai pendukung dan pembanding. Ketiga, dalam usaha memahami inti hakikat keberadaan sebagai jemaat, Tata Gereja GKI perlu dicermati. Dalam hal ini, Tata Gereja GKI merupakan hasil dari proses usaha menemukan identitas. Kalau dihubungkan dengan Hendriks, saya melihat Tata Gereja sebagai inti hakikat keberadaan sebagai jemaat yang telah disistematisasikan, yang meskipun dapat berubah, namun relatif tetap. 28 Dengan demikian GKI Kartasura sebagaimana GKI-GKI yang lain, memiliki identitas dengan penerimaan mereka terhadap rumusan eklesiologi, struktur dan kepemimpinan, proses pengambilan keputusan, dan pengelolaan harta benda serta pembiayaan sebagaimana terdapat dalam Tata Gereja GKI. 29 Meskipun telah memiliki identitas namun untuk menghasilkan konsepsi identitas yang jelas, GKI Kartasura masih harus mendialogkannya dengan konteks jemaat dan konteks masyarakatnya. Keempat, masalah-masalah yang telah diuraikan di awal, dan beberapa alasan yang mengemuka merupakan konteks jemaat yang juga perlu digali untuk dipertemukan dengan inti hakikat keberadaan sebagai jemaat. Misalnya, masalah kepemimpinan, struktur dan fungsi serta relasi dan komunikasi adalah konteks jemaat GKI Kartasura. Faktor-faktor tersebut perlu digali lebih dalam, bersama dengan konteks masyarakatnya. 1.4 Perumusan Masalah Berdasarkan uraian di atas terlihat ada kerinduan untuk meningkatkan partisipasi anggota jemaat GKI Kartasura dalam aktivitas dan pelayanan. Kemudian berdasarkan kerinduan tersebut dirasa perlu untuk mengembangkan konsepsi identitas yang digali bersama sesuai pergumulan dalam konteks jemaat dan masyarakat. Sehingga rumusan masalahnya adalah : (1) Bagaimanakah konsepsi identitas yang sesuai dengan pergumulan dan konteks jemaat GKI Kartasura? (2) Bagaimana konsepsi identitas tersebut dapat mempengaruhi tingkat partisipasi anggota jemaat? 27 Roger Weverberg, Gambaran-gambaran Allah,Sarana Pembangunan Jemaat, Seri Pastoral 310, (terjemahan) (Yogyakarta, 2000). Dalam hal ini, gambaran-gambaran manusia, dan gambaran-gambaran masyarakat sengaja tidak diikutsetakan dalam pembahasan dalam rangka pembatasan masalah. 28 Tidak sampai 10 tahun, saat ini sedang diadakan proses amandemen bagi Tata Gereja GKI, dikarenakan ada beberapa pokok bahasan yang dirasa tidak menjawab persoalan-persoalan jemaat. 29 Badan Pekerja Majelis Sinode Gereja Kristen Indonesia, Tata Gereja Gereja Kristen Indonesia. (Jakarta, 2003) 8

9 1.5 Judul Sehubungan dengan permasalahan yang telah saya uraikan di atas, penelitian ini saya beri judul: Konsepsi Identitas Jemaat Gereja Kristen Indonesia Kartasura dalam rangka Pembangunan Jemaat 1.6 Tujuan Tujuan Penelitian ini adalah menemukan konsepsi identitas yang sesuai dengan pergumulan dan konteks jemaat GKI Kartasura dan melihat kemungkinannya untuk meningkatkan partisipasi anggota jemaat. 1.7 Metode Penelitian Penelitian ini mempergunakan metode penelitian literatur dan metode penelitian lapangan. Penelitian Literatur dipergunakan untuk menggali teori-teori PJ yang menjelaskan masalah konsepsi identitas bagi pembangunan dan pengembangan jemaat. Di dalamnya juga didialogkan Tata Gereja GKI sebagai sumber pertama pembentuk konsepsi identitas, dengan teori-teori yang ditemukan. Sedangkan penelitian Lapangan dipergunakan untuk menemukan sumber pembentuk konsepsi identitas yang kedua yaitu konteks jemaat, dan sumber pembentuk konsepsi identitas yang ketiga, yaitu konteks masyarakat. Hal ini dilakukan dengan cara menggali pengalaman empiris anggota jemaat dalam beraktivitas dan berpelayanan di GKI Kartasura melalui kuesioner dan wawancara, maupun memeriksa data-data kependudukan dari kelurahan Kartasura Dalam penelitian lapangan saya mempergunakan pendekatan survey, yang oleh John Mansford Prior disebut sebagai suatu metode pengumpulan informasi dengan cara menyebarkan kuesioner untuk diisi oleh responden atau lewat wawancara langsung. 30 Selanjutnya hasil survey dianalisa, baik secara kuantitatif maupun kualitatif. 31 Saya mempersiapkan survey dengan memperhatikan Survey Guided Development (SGD) yang dilampirkan Hendriks dalam bukunya, 32 maupun kuesioner penelitian lapangan yang 30 John Mansford Prior, Meneliti Jemaat: Pedoman Riset Partisipatoris. (Jakarta, 1997), p Gerrit Singgih, dalam tulisan "Persoalan Metode dalam Epistemologi: Induktip atau Deduktip", dalam Pengantar Metodologi Penelitian Interdisiplin.. (Yogyakarta, 2005), pp.1-17 menyimpulkan bahwa setiap penelitian sebenarnya melaksanakan dua pendekatan, kualitatip dan kuantitatip, hanya titik berangkatnya berbeda-beda, dan melihat keduanya sebagai komplementer. 32 Hendriks, Jemaat Vital dan Menarik. Pp

10 dikerjakan oleh Rijnardus A. van Kooij bersama tim 33 Adapun analisa kuantitatif dan kualitatif yang saya pergunakan dapat dijelaskan sebagai berikut: Analisa kuantitatif dipergunakan untuk menilai jawaban responden terhadap pertanyaan berskala 1-6 yang menampilkan dua kondisi yang berbeda, yaitu kondisi yang dialami dibandingkan dengan kondisi yang diharapkan sebagaimana dicontohkan dalam SGD. Dalam analisis kuantitatif diperhatikan analisis kondisi, analisis motivasi dan masalah Pembangunan Jemaat. (1) Analisis Kondisi a. Kondisi Lemah Yang dimaksud kondisi lemah adalah kondisi faktual yang negatif. Dengan kata lain variabel yang merupakan kategori ini berada dalam kondisi tidak baik dan kurang baik Lemah, menggambarkan kondisi faktual yang negatif. Dalam data kuantitatif, kondisi ini dapat dilihat dari nilai rata-rata kondisi faktual dengan nilai kurang dari atau sama dengan 1,25. Agak lemah, menggambarkan kondisi faktual yang netral ke arah negatif. Dalam data kuantitatif, kondisi ini dapat dilihat dari nilai rata-rata kondisi faktual lebih dari 1,25 kurang dari 2,5. b. Kondisi Netral Kondisi netral menggambarkan kondisi faktual yang tidak negatif dan tidak positif. Dalam data kuantitatif, kondisi ini dapat dilihat dari nilai rata-rata kondisi faktual = 2,5 c. Kondisi Kuat Kondisi kuat adalah kondisi faktual yang berada dalam tataran cukup baik dan sangat baik. Kategori ini terdiri dari kategori yang disebut: Agak kuat, menggambarkan kondisi faktual netral ke arah positif. Dalam data kuantitatif, kondisi ini dapat dilihat dari nilai rata-rata kondisi faktual dengan nilai lebih dari 2,5, kurang dari atau sama dengan 3,75. Kuat. Dalam data kuantitatif, digambarkan dengan kondisi faktual yang sangat positif, dengan nilai lebih dari 3, Lihat Rijnardus A. van Kooij, et.al, Menguak Fakta, Menata Karya Nyata: Sumbangan Teologi Praktis dalam Pencarian Model Pembangunan Jemaat Kontekstual. (Jakarta, 2007), pp

11 (2) Analisis Motivasi: Yang dimaksud motivasi dan kebutuhan adalah harapan besar dari responden untuk meningkatkan kondisi faktual ke arah lebih positif (lebih baik). Motivasi atau kebutuhan merupakan sinyal yang penting diperhatikan dalam transformasi kehidupan jemaat. Dalam data kuantitatif, motivasi dan kebutuhan dihitung dengan rumus: M/K = N + (25% x N ) M/K = motivasi /kebutuhan. N = rata-rata selisih kondisi ideal dan faktual. (3) Masalah Pembangunan Jemaat: Masalah Pembangunan Jemaat ditemukan manakala kondisi faktual yang ditunjukkan lemah namun motivasi atau kebutuhan tinggi. Identifikasi data dalam kategori-kategori di atas biasanya berguna dalam penentuan prioritas penanganan masalah dan menyiapkan langkah-langkah strategis, namun dalam penelitian ini akan dijadikan titik tolak dalam menentukan konsepsi identitas. Analisis kualitatif dipergunakan untuk menilai jawaban responden atas pertanyaan tertutup yang diajukan, dan memeriksa kecenderungan anggota jemaat dalam memberikan jawaban. Berapa sering anggota jemaat memberikan jawaban tertentu dalam sebuah pertanyaan menunjukkan kecenderungan yang berlaku dalam kehidupan jemaat. Saya mempergunakan piranti lunak excel untuk mengolah data-data yang masuk.. Tidak lupa saya membuat perbandingan antara kelompok responden yang satu dengan kelompok responden yang lain, utamanya berdasarkan gradasi partisipasi. Dari perbandingan tersebut dapat dianalisa kelompok mana bermasalah dengan apa dan kelompok mana tidak bermasalah. Adapun responden kuesioner maupun wawancara dipilih dengan teknik sampling dan khusus ditujukan bagi anggota jemaat dewasa (sidi), baik yang berjabatan gerejawi (dalam hal ini penatua saja) maupun anggota jemaat umum. Jumlah responden yang diminta mengisi kuesioner 60 orang, dan dipilih secara acak dengan memperhatikan keterwakilan wilayah, keterwakilan komisi, keterwakilan penatua, dan keterwakilan anggota jemaat tidak aktif, dimana didalamnya dipertimbangkan gradasi partisipasinya. Dari 60 orang, yang 11

12 mengembalikan kuesioner ada 55 orang. Dari 55 orang tersebut kuesioner dianalisa dalam empat klasifikasi, yaitu: (1) Klasifikasi struktural/gradasi partisipasi Dalam klasifikasi ini responden dibagi ke dalam 4 kelompok, yaitu: a. Responden Penatua Responden penatua dimaksud adalah anggota jemaat GKI Kartasura yang berjabatan penatua. Dalam penelitian ini jumlahnya mencapai 10 orang responden, atau 18% b. Responden aktivis ( kooperator) Responden aktivis dimaksud adalah anggota jemaat GKI Kartasura yang tingkat partisipasinya tinggi dan mampu mempengaruhi aktivitas pelayanan di GKI Kartasura. Dalam penelitian ini jumlahnya mencapai 12 orang, atau 22% c. Responden peserta aktivitas ( peserta) Responden peserta aktivitas dimaksud adalah anggota jemaat GKI Kartasura yang tingkat partisipasinya cukup tinggi, namun kurang dapat memberikan pengaruh bagi aktivitas pelayanan (hanya hadir). Dalam penelitian ini jumlahnya mencapai 16 orang, atau 29 % d. Responden tidak aktif/simpatisan ( anggota) Responden tidak aktif/simpatisan dimaksud adalah anggota jemaat GKI Kartasura yang tingkat partisipasinya sangat rendah sehingga tidak memberi pengaruh bagi aktivitas pelayanan di GKI Kartasura, maupun simpatisan yang belum terdaftar sebagai anggota jemaat GKI Kartasura namun tertarik untuk mengikuti aktivitas pelayanan di GKI Kartasura. Dalam penelitian ini jumlahnya mencapai 17 orang, atau 31% (2) Klasifikasi gender Dalam klasifikasi ini responden dibagi ke dalam 2 kelompok, yaitu: a. Responden laki-laki Responden laki-laki dimaksud adalah anggota jemaat dan simpatisan GKI Kartasura dengan gender laki-laki. Dalam penelitian ini jumlahnya mencapai 32 orang, atau 58% b. Responden perempuan Responden perempuan dimaksud adalah anggota jemaat dan simpatisan GKI Kartasura dengan gender perempuan. Dalam penelitian ini jumlahnya mencapai 23 orang, atau 42% 12

13 (3) Klasifikasi tingkat usia Dalam klasifikasi ini responden dibagi ke dalam 3 kelompok, yaitu: a. Responden usia muda Responden usia muda dimaksud adalah anggota jemaat dan simpatisan GKI Kartasura yang berusia tahun, yang rata-rata masih bersekolah atau kuliah, maupun mereka yang baru menikah, atau di masa-masa awal bekerja. Dalam penelitian ini jumlahnya mencapai 10 orang, atau 18% b. Responden dewasa produktif Responden dewasa produktif dimaksud adalah anggota jemaat dan simpatisan GKI Kartasura yang berada pada usia produktif, sekitar tahun. Dalam penelitian ini jumlahnya mencapai 30 orang, atau 55% c. Responden lanjut usia (lansia) Responden lanjut usia (selanjutnya disebut lansia) dimaksud adalah anggota jemaat dan simpatisan GKI Kartasura yang telah lanjut usia, atau sekitar 56 tahun ke atas. Dalam penelitian ini jumlahnya mencapai 15 orang, atau 27% (4) Klasifikasi tingkat pendidikan Dalam klasifikasi ini responden dibagi ke dalam 3 kelompok, yaitu: a. Responden pendidikan rendah Responden pendidikan rendah dimaksud adalah anggota jemaat dan simpatisan GKI Kartasura yang berpendidikan Sekolah Dasar (SD), maupun yang sederajat dan Sekolah Lanjutan Pertama (SD), maupun yang sederajat. SD dan SLTP saya kelompokkan menjadi satu dengan pertimbangan adanya wajib belajar 9 tahun, yang mengisyaratkan bahwa masyarakat Indonesia paling tidak memiliki pendidikan dasar sampai dengan SLTP. Sehingga anggapannya adalah SD dan SLTP merupakan tingkatan pendidikan terendah. Dalam penelitian ini jumlahnya mencapai 12 orang, atau 22% b. Responden pendidikan menengah Responden pendidikan menengah dimaksud adalah anggota jemaat dan simpatisan GKI Kartasura yang berpendidikan setingkat SLTA, termasuk didalamnya adalah sekolahsekolah kejuruan, atau SMK. Dalam penelitian ini jumlahnya mencapai 28 orang, atau 51% c. Responden pendidikan tinggi Responden pendidikan tinggi dimaksud adalah anggota jemaat dan simpatisan GKI Kartasura yang berpendidikan perguruan tinggi, dari diploma sampai sarjana. Dalam penelitian ini berjumlah 15 orang, atau 27 % 13

14 1.8 Sistematika Sistematika penelitian ini disusun sebagai berikut: Bab I : Pendahuluan Bab I memaparkan pentingnya penelitian dalam rangka Pembangunan Jemaat, untuk menemukan Konsepsi Identitas jemaat GKI Kartasura. Penemuan ini diharapkan mampu meningkatkan kehidupan berjemaat di GKI Kartasura. Semua itu diuraikan dalam latar belakang masalah, pembatasan masalah, kerangka teori, perumusan masalah, judul, tujuan, metodologi dan sistematika penelitian. Bab II : Mencari Konsepsi Identitas Jemaat GKI Kartasura Bab II memaparkan teori-teori yang terkait dengan usaha menemukan konsepsi identitas. Bab II diuraikan dengan membahas masalah konsepsi identitas dalam teori Hendriks yang dihubungkan dengan teori-teori PJ lainnya, Tata Gereja GKI sebagai pembentuk konsepsi identitas, konteks jemaat sebagai pembentuk konsepsi identitas, dan konteks masyarakat sebagai pembentuk konsepsi identitas Bab III : Penggalian Unsur-unsur Pembentuk Konsepsi Identitas Jemaat GKI Kartasura Bab III memaparkan usaha menggali dan menemukan sumber-sumber pembentuk konsepsi identitas Jemaat GKI Kartasura. Sumber-sumber ini dipaparkan ke dalam tiga bagian. Bagian pertama membahas Inti Hakikat Keberadaan Jemaat GKI Kartasura, bagian kedua membahas konteks jemaat, sedangkan bagian ketiga membahas konteks masyarakat. Bab IV : Konsepsi Identitas Jemaat GKI Kartasura dalam rangka Pembangunan Jemaat Bab IV memaparkan pembahasan masalah-masalah yang dapat dipertimbangkan sebagai sumber pembentuk konsepsi identitas jemaat GKI Kartasura, yang berpuncak pada usulan konsepsi identitas jemaat GKI Kartasura, dan dilengkapi dengan refleksi teologis yang mendukung usulan konsepsi identitas tersebut. Bab IV : Kesimpulan dan Saran 14

UKDW BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang Masalah

UKDW BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang Masalah BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Masalah Kehidupan di perkotaan diperhadapkan dengan sebuah realita kehidupan yang kompleks. Pembangunan yang terus berlangsung membuat masyarakat berlomba-lomba untuk

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. I.1. Permasalahan. I.1.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. I.1. Permasalahan. I.1.1 Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN I.1. Permasalahan I.1.1 Latar Belakang Hari Minggu umumnya sudah diterima sebagai hari ibadah umat Kristen. Dikatakan umumnya karena masih ada kelompok tertentu yang menekankan hari Sabat

Lebih terperinci

UKDW BAB I. PENDAHULUAN

UKDW BAB I. PENDAHULUAN BAB I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Permasalahan Pada jaman sekarang, tidak dapat dipungkiri bahwa Gereja berada di tengah-tengah konteks yang kian berubah dan sungguh dinamis. Hal tersebut tampak jelas

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. 1986, h Afra Siauwarjaya, Membangun Gereja Indonesia 2: Katekese Umat dalam Pembangunan Gereja

BAB I PENDAHULUAN. 1986, h Afra Siauwarjaya, Membangun Gereja Indonesia 2: Katekese Umat dalam Pembangunan Gereja BAB I PENDAHULUAN A. Latar belakang dan Kerangka Teori. Gereja, dalam ekklesiologi, dipahami sebagai kumpulan orang percaya yang dipanggil untuk berpartisipasi dalam perutusan Kristus yaitu memberitakan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN UKDW

BAB I PENDAHULUAN UKDW BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Kehidupan di kota saat ini mulai dipenuhi dengan aktivitas yang semakin padat dan fasilitas yang memadai. Kenyataan tersebut tidak dapat dipungkiri oleh gereja-gereja

Lebih terperinci

UKDW BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang Permasalahan

UKDW BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang Permasalahan 1.1 Latar Belakang Permasalahan BAB I PENDAHULUAN Berbicara mengenai gereja tentu saja ada berbagai permasalahan yang terdapat dalam setiap jemaat-jemaat, bukan hanya soal perkembangan jumlah anggota jemaat,

Lebih terperinci

UKDW BAB I PENDAHULUAN

UKDW BAB I PENDAHULUAN BAB I PENDAHULUAN I.1. Latar Belakang Kepemimpinan merupakan hal yang penting berada dalam gereja. Hal ini tidak terlepas dari keberadaan gereja sebagai organisasi. Dalam teori Jan Hendriks mengenai jemaat

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN UKDW

BAB I PENDAHULUAN UKDW 1 BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Masalah Ibadah merupakan sebuah bentuk perjumpaan manusia dengan Allah, pun juga dengan corak masing-masing sesuai dengan pengalaman iman dari setiap individu atau

Lebih terperinci

UKDW BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang Permasalahan

UKDW BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang Permasalahan BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Permasalahan Tidak dapat dipungkiri bahwa saat ini, di berbagai tempat di dunia, terkhusus di Indonesia, terjadi perubahan yang cukup mencolok dalam partisipasi jemaat

Lebih terperinci

BAB I Pendahuluan. 1.1 Latar Belakang Masalah Keadaan Umum Gereja Saat Ini

BAB I Pendahuluan. 1.1 Latar Belakang Masalah Keadaan Umum Gereja Saat Ini BAB I Pendahuluan 1.1 Latar Belakang Masalah 1.1.2 Keadaan Umum Gereja Saat Ini Gereja yang dahulu hanya berfungsi dan dianggap jemaat sebagai tempat bersekutu, merasa tenang, menikmati liturgi yang menarik,

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. GPIB, 1995 p. 154 dst 4 Tata Gereja GPIB merupakan peraturan gereja, susunan (struktur) gereja atau sistem gereja yang ditetapkan

BAB I PENDAHULUAN. GPIB, 1995 p. 154 dst 4 Tata Gereja GPIB merupakan peraturan gereja, susunan (struktur) gereja atau sistem gereja yang ditetapkan 10 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Permasalahan Secara umum gereja berada di tengah dunia yang sedang berkembang dan penuh dengan perubahan secara cepat setiap waktunya yang diakibatkan oleh kemajuan

Lebih terperinci

Dalam rangka mewujudkan kehidupan bergereja yang lebih baik, GKJ Krapyak mempunyai strategi pelayanan kemajelisan sebagai berikut :

Dalam rangka mewujudkan kehidupan bergereja yang lebih baik, GKJ Krapyak mempunyai strategi pelayanan kemajelisan sebagai berikut : BAB I PENDAHULUAN A. LATAR BELAKANG Jika melihat sekilas tentang bagaimana Gereja menjalankan karyanya -khususnya Gereja Kristen Jawa (GKJ)-, memang sangat tampak bahwa Gereja merupakan sebuah organisasi

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Bandung, 1999, hlm 30

BAB I PENDAHULUAN. Bandung, 1999, hlm 30 1 BAB I PENDAHULUAN A. Pendahuluan A.1. Latar belakang permasalahan Harus diakui bahwa salah satu faktor penting di dalam kehidupan masyarakat termasuk kehidupan bergereja adalah masalah kepemimpinan.

Lebih terperinci

@UKDW BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang Masalah

@UKDW BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang Masalah BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Masalah GKJ Salatiga, jika dibandingkan dengan GKJ yang lain khususnya di Salatiga, tergolong sebagai gereja yang besar. Dari segi wilayah pelayanan GKJ Salatiga terbagi

Lebih terperinci

Evaluasi Kuesioner Pembangunan Jemaat GKI Blimbing

Evaluasi Kuesioner Pembangunan Jemaat GKI Blimbing Evaluasi Kuesioner Pembangunan Jemaat GKI Blimbing Rangkuman: a. Catatan Umum: - Survei dilakukan setelah ibadah hari Minggu, 24 juli 2016, meskipun ada beberapa yang mengisi survey saat PD Lingkungan.

Lebih terperinci

UKDW BAB I PENDAHULUAN

UKDW BAB I PENDAHULUAN BAB I PENDAHULUAN 1. Latar Belakang Keberadaan gereja di dunia ini menjadi tanda dan alat bagi misi Allah. Misi Allah ini terkait dengan kehendak Allah yang menyelamatkan seluruh umat manusia. Dengan memperhatikan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN UKDW

BAB I PENDAHULUAN UKDW BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Permasalahan Sulawesi Utara adalah salah satu provinsi yang dikenal dengan banyaknya tradisi, ritual dan adat istiadat, yang membentuk identitas dari Minahasa. Salah

Lebih terperinci

UKDW BAB I PENDAHULUAN

UKDW BAB I PENDAHULUAN BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Gereja hidup di tengah masyarakat. Gereja kita kenal sebagai persekutuan orangorang percaya kepada anugerah keselamatan dari Allah melalui Yesus Kristus. Yesus Kristus

Lebih terperinci

UKDW BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang

UKDW BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Gereja Kristen Jawa Kutoarjo merupakan salah satu gereja dari 11 Gereja Kristen Jawa yang berada dibawah naungan Klasis Purworejo. GKJ Kutoarjo merupakan sebuah gereja

Lebih terperinci

Bab I Pendahuluan Bdk. Pranata Tentang Sakramen dalam Tata dan Pranata GKJW, (Malang: Majelis Agung GKJW, 1996), hlm.

Bab I Pendahuluan Bdk. Pranata Tentang Sakramen dalam Tata dan Pranata GKJW, (Malang: Majelis Agung GKJW, 1996), hlm. Bab I Pendahuluan 1. 1 Latar Belakang Masalah Selama ini di Greja Kristen Jawi Wetan (GKJW) dilakukan Perjamuan Kudus sebanyak empat kali dalam satu tahun. Pelayanan sebanyak empat kali ini dihubungkan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN 1. PERMASALAHAN

BAB I PENDAHULUAN 1. PERMASALAHAN 1 BAB I PENDAHULUAN 1. PERMASALAHAN 1.1. Latar Belakang Permasalahan Salah satu tugas panggilan Gereja adalah memelihara iman umat-nya. 1 Dengan mengingat bahwa yang menjadi bagian dari warga Gereja bukan

Lebih terperinci

UKDW. BAB I Pendahuluan. A. Latar Belakang

UKDW. BAB I Pendahuluan. A. Latar Belakang BAB I Pendahuluan A. Latar Belakang Kehidupan umat beragama tidak bisa dipisahkan dari ibadah. Ibadah bukan hanya sebagai suatu ritus keagamaan tetapi juga merupakan wujud respon manusia sebagai ciptaan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN 1. LATAR BELAKANG

BAB I PENDAHULUAN 1. LATAR BELAKANG BAB I PENDAHULUAN 1. LATAR BELAKANG Prinsip dasar bahwa untuk beriman kita membutuhkan semacam jemaat dalam bentuk atau wujud manapun juga. Kenyataan dasar dari ilmu-ilmu sosial ialah bahwa suatu ide atau

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. 1 M.M. Srisetyati Haryadi, PengantarAgronomi, PT Gramedia Pustaka Utama, Jakarta, 2002, p

BAB I PENDAHULUAN. 1 M.M. Srisetyati Haryadi, PengantarAgronomi, PT Gramedia Pustaka Utama, Jakarta, 2002, p BAB I PENDAHULUAN 1. PERMASALAHAN 1.1. Masalah Jemaat GKSBS Lembah Seputih merupakan jemaat yang sebagian besar pekerjaan warganya adalah di bidang pertanian. Sekelompok atau sekumpulan orang yang hidup

Lebih terperinci

UKDW BAB I PENDAHULUAN 1.1 PERMASALAHAN Latar Belakang Masalah

UKDW BAB I PENDAHULUAN 1.1 PERMASALAHAN Latar Belakang Masalah BAB I PENDAHULUAN 1.1 PERMASALAHAN 1.1.1 Latar Belakang Masalah Gereja Masehi Injili di Timor (GMIT) adalah Gereja mandiri bagian dari Gereja Protestan Indonesia (GPI) sekaligus anggota Persekutuan Gereja-Gereja

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. 1 Majelis Agung GKJW, Tata dan Pranata GKJW, Pranata tentang jabatan-jabatan khusu, Bab II-V, Malang,

BAB I PENDAHULUAN. 1 Majelis Agung GKJW, Tata dan Pranata GKJW, Pranata tentang jabatan-jabatan khusu, Bab II-V, Malang, BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Permasalahan Gereja adalah mitra kerja Tuhan Allah dalam mewujudkan rencana karya Tuhan Allah yaitu untuk menyelamatkan umat manusia. Dalam memenuhi panggilan-nya tersebut,

Lebih terperinci

UKDW BAB I PENDAHULUAN. 1. Latar Belakang Permasalahan

UKDW BAB I PENDAHULUAN. 1. Latar Belakang Permasalahan BAB I PENDAHULUAN 1. Latar Belakang Permasalahan Pendampingan dan konseling pastoral adalah alat-alat berharga yang melaluinya gereja tetap relevan kepada kebutuhan manusia. 1 Keduanya, merupakan cara

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN A. LATAR BELAKANG MASALAH

BAB I PENDAHULUAN A. LATAR BELAKANG MASALAH BAB I PENDAHULUAN A. LATAR BELAKANG MASALAH Proses perubahan yang terjadi dalam masyarakat, seperti perubahan pola pikir, perubahan gaya hidup, perubahan sosial, perubahan teknologi, dan sebagainya, memiliki

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN. Arus modernisasi membawa banyak perubahan dalam kehidupan masyarakat

BAB 1 PENDAHULUAN. Arus modernisasi membawa banyak perubahan dalam kehidupan masyarakat BAB 1 PENDAHULUAN 1.1. Permasalahan 1.1.1. Latar Belakang Masalah Arus modernisasi membawa banyak perubahan dalam kehidupan masyarakat dunia. Seluruh dunia mengalami perubahan besar seperti industrialisasi,

Lebih terperinci

UKDW BAB I PENDAHULUAN 1. LATAR BELAKANG MASALAH

UKDW BAB I PENDAHULUAN 1. LATAR BELAKANG MASALAH BAB I PENDAHULUAN 1. LATAR BELAKANG MASALAH Ibadah etnik merupakan salah satu bentuk ibadah yang memberi ruang bagi kehadiran unsurunsur budaya. Kehadiran unsur-unsur budaya yang dikemas sedemikian rupa

Lebih terperinci

UKDW BAB I PENDAHULUAN

UKDW BAB I PENDAHULUAN BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Berbicara akan persoalan Perjamuan Kudus maka ada banyak sekali pemahaman antar jemaat, bahkan antar pendeta pun kadang memiliki dasar pemahaman berbeda walau serupa.

Lebih terperinci

BAB I. Pendahuluan UKDW

BAB I. Pendahuluan UKDW BAB I Pendahuluan A. Latar Belakang Permasalahan Belakangan ini banyak gereja mencoba menghadirkan variasi ibadah dengan maksud supaya ibadah lebih hidup. Contohnya dalam lagu pujian yang dinyanyikan dan

Lebih terperinci

I.1. PERMASALAHAN I.1.1.

I.1. PERMASALAHAN I.1.1. BAB I PENDAHULUAN I.1. PERMASALAHAN I.1.1. Latar Belakang Masalah Gereja adalah perwujudan ajaran Kristus. AjaranNya tidak hanya untuk diucapkan, melainkan juga untuk diperlihatkan secara nyata di dalam

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Hanna, 2004, p Prapti Nitin, Buku Lustrum ke-25 Panti Wreda Hanna dalam Pendampingan Para Lanjut Usia di Panti Wreda

BAB I PENDAHULUAN. Hanna, 2004, p Prapti Nitin, Buku Lustrum ke-25 Panti Wreda Hanna dalam Pendampingan Para Lanjut Usia di Panti Wreda 1 BAB I PENDAHULUAN I. Latar Belakang Permasalahan Panti Wreda Hanna yang didirikan oleh Persekutuan Doa Wanita Oikumene Hanna (PDWOH) merupakan sebuah Panti Wreda khusus untuk kaum wanita. Panti Wreda

Lebih terperinci

BAB IV ANALISA PEMAHAMAN MENGENAI BENTUK-BENTUK PELAYANAN KOMISI DOA DI JEMAAT GPIB BETHESDA SIDOARJO SESUAI DENGAN

BAB IV ANALISA PEMAHAMAN MENGENAI BENTUK-BENTUK PELAYANAN KOMISI DOA DI JEMAAT GPIB BETHESDA SIDOARJO SESUAI DENGAN BAB IV ANALISA PEMAHAMAN MENGENAI BENTUK-BENTUK PELAYANAN KOMISI DOA DI JEMAAT GPIB BETHESDA SIDOARJO SESUAI DENGAN PRESPEKTIF KONSELING PASTORAL DAN REFLEKSI TEOLOGIS Dalam Bab ini akan dipaparkan analisa

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN UKDW

BAB I PENDAHULUAN UKDW BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Ibadah yang sejati seperti yang ditegaskan oleh Rasid Rachman 1 sebagai refleksinya atas Roma 12:1, adalah merupakan aksi dan selebrasi. Ibadah yang sejati tidak

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. I.1. Latar Belakang Permasalahan

BAB I PENDAHULUAN. I.1. Latar Belakang Permasalahan BAB I PENDAHULUAN I.1. Latar Belakang Permasalahan Kemiskinan, yang hadir bersama dengan pluralitas agama, adalah konteks kehidupan gerejagereja di Indonesia secara umum, dan gereja-gereja di Jakarta,

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Khotbah merupakan salah satu bagian dari rangkaian liturgi dalam

BAB I PENDAHULUAN. Khotbah merupakan salah satu bagian dari rangkaian liturgi dalam BAB I PENDAHULUAN I. Latar Belakang Masalah Khotbah merupakan salah satu bagian dari rangkaian liturgi dalam kebaktian yang dilakukan oleh gereja. Setidaknya khotbah selalu ada dalam setiap kebaktian minggu.

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN A. PERMASALAHAN

BAB I PENDAHULUAN A. PERMASALAHAN BAB I PENDAHULUAN A. PERMASALAHAN 1. LATAR BELAKANG MASALAH Gereja adalah suatu kehidupan bersama religius yang berpusat pada penyelamatan Allah dalam Tuhan Yesus Kristus 1. Sebagai kehidupan bersama religius,

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN A. LATAR BELAKANG MASALAH

BAB I PENDAHULUAN A. LATAR BELAKANG MASALAH BAB I PENDAHULUAN A. LATAR BELAKANG MASALAH Gereja dalam melaksanakan tugas dan panggilannya di dunia memerlukan beberapa alat pendukung, contohnya: kepemimpinan yang baik, organisasi yang ditata dengan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Permasalahan. A.1. Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN. A. Permasalahan. A.1. Latar Belakang Masalah 1 BAB I PENDAHULUAN A. Permasalahan A.1. Latar Belakang Masalah Pekabaran Injil adalah tugas dan tanggung jawab gereja di tengah dunia. Gereja dipanggil untuk menjadi pekabar Injil (kabar sukacita, kabar

Lebih terperinci

UKDW BAB I PENDAHULUAN I.1 LATAR BELAKANG

UKDW BAB I PENDAHULUAN I.1 LATAR BELAKANG BAB I PENDAHULUAN I.1 LATAR BELAKANG Gereja yang ada dan hadir dalam dunia bersifat misioner sebagaimana Allah pada hakikatnya misioner. Yang dimaksud dengan misioner adalah gereja mengalami bahwa dirinya

Lebih terperinci

UKDW. Bab I. Pendahuluan

UKDW. Bab I. Pendahuluan Bab I Pendahuluan 1. Latar Belakang Permasalahan Tak dapat dipungkiri bahwa manusia diciptakan sebagai makhluk sosial, maka dari itu kehidupan seorang manusia yang dimulai dari kelahiran dan diakhiri dengan

Lebih terperinci

UKDW BAB 1 PENDAHULUAN

UKDW BAB 1 PENDAHULUAN BAB 1 PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Gereja merupakan kepanjangan tangan dari Allah di dunia ini. Dunia memiliki konteks dimana ia hidup, sehingga kenyataan ini membuat Gereja harus memperhatikan

Lebih terperinci

UKDW BAB I PENDAHULUAN

UKDW BAB I PENDAHULUAN 1 BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Masalah Dilihat secara objektif, gereja merupakan suatu institusi yang di dalamnya terjadi perjumpaan antara manusia dengan Allah. Manusia berjumpa dengan keselamatan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Dalam bab I ini, penulis menjelaskan latar belakang terjadinya penulisan Disiplin

BAB I PENDAHULUAN. Dalam bab I ini, penulis menjelaskan latar belakang terjadinya penulisan Disiplin BAB I PENDAHULUAN Dalam bab I ini, penulis menjelaskan latar belakang terjadinya penulisan Disiplin Gereja dengan Suatu Kajian Pastoral terhadap dampak Psikologis bagi orang-orang yang dikenakan Disiplin

Lebih terperinci

RINGKASAN HASIL SURVEI, 24 JULI 2016

RINGKASAN HASIL SURVEI, 24 JULI 2016 GKI BLIMBING, www.gkiblimbing.com RINGKASAN HASIL SURVEI, 24 JULI 2016 1 Hasil Survei dalam grafik 1. Usia Responden sebagian besar di atas 51 tahun (46%). Usia Responden 51 th

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. 1 Dr. Harun, Iman Kristen (Jakarta: PT.BPK Gunung Mulia), 2001, hlm

BAB I PENDAHULUAN. 1 Dr. Harun, Iman Kristen (Jakarta: PT.BPK Gunung Mulia), 2001, hlm BAB I PENDAHULUAN A. LATAR BELAKANG Dalam kehidupan bermasyarakat, setiap manusia memerlukan orang lain untuk saling memberi dan menerima. Hal itu menunjukkan bahwa manusia adalah makhluk sosial sekaligus

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN 1.1 LATAR BELAKANG PERMASALAHAN

BAB I PENDAHULUAN 1.1 LATAR BELAKANG PERMASALAHAN BAB I PENDAHULUAN 1.1 LATAR BELAKANG PERMASALAHAN Gereja merupakan lembaga keagamaan yang ada dalam dunia ini. Sebagai sebuah lembaga keagamaan tentunya gereja juga membutuhkan dana untuk mendukung kelancaran

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Gereja adalah persekutuan orang percaya yang dipanggil oleh Allah dan diutus untuk menghadirkan Kerajaan Allah di dunia, ini merupakan hakikat gereja. Gereja juga dikenal

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. hal.1. 1 Dalam artikel yang ditulis oleh Pdt. Yahya Wijaya, PhD yang berjudul Musik Gereja dan Budaya Populer,

BAB I PENDAHULUAN. hal.1. 1 Dalam artikel yang ditulis oleh Pdt. Yahya Wijaya, PhD yang berjudul Musik Gereja dan Budaya Populer, BAB I PENDAHULUAN I. PERMASALAHAN I.1. Masalah Ibadah adalah salah bentuk kehidupan bergereja yang tidak terlepas dari nyanyian gerejawi. Nyanyian di dalam sebuah ibadah mempunyai beberapa fungsi yang

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. 1 Chris Hartono, Mandiri dan Kemandirian, dalam Majalah Gema STT Duta Wacana, Maret 1983, p. 46.

BAB I PENDAHULUAN. 1 Chris Hartono, Mandiri dan Kemandirian, dalam Majalah Gema STT Duta Wacana, Maret 1983, p. 46. BAB I PENDAHULUAN A. PERMASALAHAN Gereja sebagai persekutuan orang-orang percaya yang dipanggil dan ditempatkan di dunia ini mempunyai tugas. Tugas gereja adalah untuk menyatakan hakekatnya sebagai tubuh

Lebih terperinci

Bab I Pendahuluan. A. Latar Belakang Permasalahan. Gereja Kristen Protestan di Bali, yang dalam penulisan ini selanjutnya disebut

Bab I Pendahuluan. A. Latar Belakang Permasalahan. Gereja Kristen Protestan di Bali, yang dalam penulisan ini selanjutnya disebut Bab I Pendahuluan A. Latar Belakang Permasalahan Gereja Kristen Protestan di Bali, yang dalam penulisan ini selanjutnya disebut Gereja Bali atau singkatannya GKPB, adalah salah satu dari sedikit gerejagereja

Lebih terperinci

PEMAHAMAN MAKNA LITURGI (Studi Mengenai Makna Warna-warna Liturgis dalam Pemahaman Jemaat Gereja Kristen Protestan Bali/GKPB)

PEMAHAMAN MAKNA LITURGI (Studi Mengenai Makna Warna-warna Liturgis dalam Pemahaman Jemaat Gereja Kristen Protestan Bali/GKPB) PEMAHAMAN MAKNA LITURGI (Studi Mengenai Makna Warna-warna Liturgis dalam Pemahaman Jemaat Gereja Kristen Protestan Bali/GKPB) Diajukan Kepada Fakultas Teologi Sebagai Salah Satu Persyaratan Uji Kelayakan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Katolik, Hindu, dan Budha. Negara menjamin kebebasan bagi setiap umat bergama untuk

BAB I PENDAHULUAN. Katolik, Hindu, dan Budha. Negara menjamin kebebasan bagi setiap umat bergama untuk BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Masalah Dalam UUD 1945, disebutkan bahwa Indonesia sebagai Negara yang berlandaskan pada Pancasila mengakui adanya lima agama di dalamnya, antara lain: Islam, Kristen,

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. 1 Dra.Ny.Singgih D.Gunarsa, Psikologi Untuk Keluarga, BPK Gunung Mulia, Jakarta, 1988 hal. 82

BAB I PENDAHULUAN. 1 Dra.Ny.Singgih D.Gunarsa, Psikologi Untuk Keluarga, BPK Gunung Mulia, Jakarta, 1988 hal. 82 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Banyak orang berpendapat bahwa siklus hidup manusia adalah lahir, menjadi dewasa, menikah, mendapatkan keturunan, tua dan mati. Oleh karena itu pernikahan

Lebih terperinci

Bab I Pendahuluan UKDW

Bab I Pendahuluan UKDW Bab I Pendahuluan A. Latar Belakang Gereja Kristen Jawa (GKJ) Immanuel Ungaran merupakan salah satu gereja yang terletak di Kecamatan Ungaran Barat Kabupaten Semarang dengan jemaat berjumlah 417 jiwa.

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. 1 Kategorial bisa digolongkan berbagai macam, misalnya kategorial usia (anak, remaja, pemuda, dewasa, lansia),

BAB I PENDAHULUAN. 1 Kategorial bisa digolongkan berbagai macam, misalnya kategorial usia (anak, remaja, pemuda, dewasa, lansia), BAB I PENDAHULUAN 1. LATAR BELAKANG PERMASALAHAN Dalam rangka pembinaan kategorial 1, gereja senantiasa memberikan program-program pembinaan. Begitu juga dengan kategorial status pernikahan, yang ditujukan

Lebih terperinci

1. LATAR BELAKANG MASALAH

1. LATAR BELAKANG MASALAH BAB I PENDAHULUAN 1 1. LATAR BELAKANG MASALAH Manusia dalam kehidupannya memiliki banyak kebutuhan, antara lain : kebutuhan untuk diperhatikan, mendapatkan bimbingan, pemeliharaan, asuhan, penghiburan,

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN 1. Latar belakang

BAB I PENDAHULUAN 1. Latar belakang BAB I PENDAHULUAN 1. Latar belakang Pada umumnya dipahami bahwa warga gereja terdiri dari dua golongan, yaitu mereka yang dipanggil penuh waktu untuk melayani atau pejabat gereja dan anggota jemaat biasa.

Lebih terperinci

UKDW BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang

UKDW BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Katekisasi merupakan salah satu bentuk pelayanan pendidikan kristiani yang dilakukan oleh gereja. Istilah katekisasi berasal dari kerja bahasa Yunani: katekhein yang

Lebih terperinci

UKDW BAB I PENDAHULUAN

UKDW BAB I PENDAHULUAN BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Masalah Kehidupan manusia selalu diperhadapkan dengan berbagai keragaman, baik itu agama, sosial, ekonomi dan budaya. Jika diruntut maka banyak sekali keragaman yang

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Jurnal Teologi Gema Duta Wacana edisi Musik Gerejawi No. 48 Tahun 1994, hal. 119.

BAB I PENDAHULUAN. Jurnal Teologi Gema Duta Wacana edisi Musik Gerejawi No. 48 Tahun 1994, hal. 119. BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Pada umumnya, musik merupakan suatu bagian yang tidak dapat dipisahkan dari suatu kegiatan peribadatan. Pada masa sekarang ini sangat jarang dijumpai ada suatu

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Gereja adalah sebuah persekutuan orang-orang percaya, sebagai umat yang

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Gereja adalah sebuah persekutuan orang-orang percaya, sebagai umat yang BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Gereja adalah sebuah persekutuan orang-orang percaya, sebagai umat yang terpanggil dan dihimpun oleh Allah Bapa, keluar dari kegelapan menuju kepada Yesus Kristus

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Pemerintah Republik Indonesia mengakui ada 6 (enam) agama di Indonesia yaitu Islam, Kristen, Katolik, Hindu, Budha dan Kong Hu Cu. Keenam agama tersebut juga merupakan

Lebih terperinci

Bab I PENDAHULUAN. Perubahan tersebut juga berimbas kepada Gereja. Menurut Tata Gereja GKJ, Gereja adalah

Bab I PENDAHULUAN. Perubahan tersebut juga berimbas kepada Gereja. Menurut Tata Gereja GKJ, Gereja adalah 1 Bab I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Permasalahan Pemikiran dan ilmu pengetahuan selalu mengalami perubahan. Dunia di sekitarnya juga turut merasakan perubahan tersebut, terutama mempengaruhi pola pemahaman

Lebih terperinci

@UKDW BAB I PENDAHULUAN 1. LATAR BELAKANG MASALAH

@UKDW BAB I PENDAHULUAN 1. LATAR BELAKANG MASALAH BAB I PENDAHULUAN 1. LATAR BELAKANG MASALAH Minimnya partisipasi warga jemaat secara khusus para pemuda di HKBP Yogyakarta, tentu menjadi suatu keprihatinan bagi gereja. Partisipasi para pemuda dalam gereja

Lebih terperinci

BAB IV. Pandangan jemaat GPIB Bukit Harapan Surabaya tentang diakonia

BAB IV. Pandangan jemaat GPIB Bukit Harapan Surabaya tentang diakonia BAB IV Pandangan jemaat GPIB Bukit Harapan Surabaya tentang diakonia 4.1. Diakonia sebagai perwujudan Hukum Kasih Gereja dapat dikatakan sebagai gereja apabila dia sudah dapat menjalankan fungsinya, yaitu

Lebih terperinci

BAB I

BAB I BAB I PENDAHULUAN 11. LATAR BELAKANG Kepemimpinan yang baik merupakan salah satu syarat bagi pertumbuhan, kestabilan, dan kemajuan kelompok apa pun. Ini berlaku bagi kelompok berskala raksasa, seperti

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. bertemunya masyarakat yang beragama, yang disebut juga sebagai jemaat Allah. 1

BAB I PENDAHULUAN. bertemunya masyarakat yang beragama, yang disebut juga sebagai jemaat Allah. 1 BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Persekutuan di dalam Yesus Kristus dipahami berada di tengah-tengah dunia untuk dapat memberikan kekuatan sendiri kepada orang-orang percaya untuk dapat lebih kuat

Lebih terperinci

UKDW BAB I PENDAHULUAN 1.1.LATAR BELAKANG

UKDW BAB I PENDAHULUAN 1.1.LATAR BELAKANG BAB I PENDAHULUAN 1.1.LATAR BELAKANG Organisasi adalah perserikatan orang-orang yang masing-masing diberi peran tertentu dalam suatu sistem kerja dan pembagian dalam mana pekerjaan itu diperinci menjadi

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN. termasuk kepada anak-anak. Mandat ini memberikan tempat bagi anak-anak untuk

BAB 1 PENDAHULUAN. termasuk kepada anak-anak. Mandat ini memberikan tempat bagi anak-anak untuk BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Ketika Tuhan Yesus naik ke surga, Ia memberikan mandat kepada seluruh murid untuk pergi ke seluruh dunia dan menjadikan semua bangsa menjadi muridnya (Matius

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Permasahan. 1. Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN. A. Permasahan. 1. Latar Belakang Masalah 1 BAB I PENDAHULUAN A. Permasahan 1. Latar Belakang Masalah Gereja sebagai suatu kehidupan bersama religius yang berpusat pada Yesus Kristus 1 hadir di dunia untuk menjalankan misi pelayanan yaitu melakukan

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN. Hidup Menggereja Kontekstual, (Yogyakarta : 2001), p. 28.

BAB 1 PENDAHULUAN. Hidup Menggereja Kontekstual, (Yogyakarta : 2001), p. 28. BAB 1 PENDAHULUAN 1. 1 PERMASALAHAN 1. 1. 1 Latar Belakang Permasalahan Di Indonesia, pada umumnya konteks yang sekarang ini sedang dihadapi adalah konteks kemiskinan yang parah dan keberagaman agama.

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. imannya itu kepada Kristus dalam doa dan pujian. Doa, pujian dan kegiatan-kegiatan liturgi

BAB I PENDAHULUAN. imannya itu kepada Kristus dalam doa dan pujian. Doa, pujian dan kegiatan-kegiatan liturgi BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Penulisan Gereja adalah persekutuan umat beriman yang percaya kepada Kristus. Sebagai sebuah persekutuan iman, umat beriman senantiasa mengungkapkan dan mengekspresikan

Lebih terperinci

BAB V : KEPEMIMPINAN GEREJAWI

BAB V : KEPEMIMPINAN GEREJAWI BAB V : KEPEMIMPINAN GEREJAWI PASAL 13 : BADAN PENGURUS SINODE Badan Pengurus Sinode adalah pimpinan dalam lingkungan Sinode yang terdiri dari wakil-wakil jemaat anggota yang bertugas menjalankan fungsi

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN. Perjamuan kudus merupakan perintah Tuhan sendiri, seperti terdapat dalam Matius 26:26-29, Mar

BAB 1 PENDAHULUAN. Perjamuan kudus merupakan perintah Tuhan sendiri, seperti terdapat dalam Matius 26:26-29, Mar BAB 1 PENDAHULUAN A. LATAR BELAKANG Dalam pengajaran gereja sakramen disebut sebagai salah satu alat pemelihara keselamatan bagi umat Kristiani. Menurut gereja-gereja reformasi hanya ada dua sakramen,

Lebih terperinci

BAB I. Pendahuluan Latar Belakang Kajian

BAB I. Pendahuluan Latar Belakang Kajian BAB I Pendahuluan 1.1. Latar Belakang Kajian 1.1.1. Kemandirian Gereja, Antara Impian dan Kenyataan Hingga dewasa ini pada kenyataannya kita masih menemukan adanya gereja gereja yang belum dapat secara

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN UKDW

BAB I PENDAHULUAN UKDW BAB I PENDAHULUAN 1. Latar Belakang Permasalahan Dalam menjalani proses kehidupan, peristiwa kematian tidak dapat dihindari oleh setiap manusia. Namun, peristiwa kematian sering menjadi tragedi bagi orang

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Salah satu tantangan yang dihadapi oleh gereja gereja khususnya di Indonesia adalah

BAB I PENDAHULUAN. Salah satu tantangan yang dihadapi oleh gereja gereja khususnya di Indonesia adalah BAB I PENDAHULUAN A. Permasalahan A.1. Latar Belakang Masalah Salah satu tantangan yang dihadapi oleh gereja gereja khususnya di Indonesia adalah perkembangan budaya yang hingga saat ini masih menjadi

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN UKDW. E.P. Ginting, Religi Karo: Membaca Religi Karo dengan Mata yang Baru (Kabanjahe: Abdi Karya, 1999), hlm.

BAB I PENDAHULUAN UKDW. E.P. Ginting, Religi Karo: Membaca Religi Karo dengan Mata yang Baru (Kabanjahe: Abdi Karya, 1999), hlm. BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Permasalahan Secara umum masyarakat Karo menganggap bahwa agama Hindu-Karo adalah agama Pemena (Agama Pertama/Awal). Dalam agama Pemena, terdapat pencampuran konsep

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang Masalah BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Sejarah perbedaan gender (gender differences) antara manusia laki-laki dan perempuan terjadi melalui proses yang sangat panjang. Kata gender berasal dari kata

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN 1. Permasalahan 1.1. Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN 1. Permasalahan 1.1. Latar Belakang Masalah BAB I PENDAHULUAN 1. Permasalahan 1.1. Latar Belakang Masalah Setiap manusia tentunya memiliki masalah dan pergumulannya masing-masing. Persoalan-persoalan ini mungkin berkaitan dengan masalah orang per

Lebih terperinci

UKDW BAB I PENDAHULUAN. I.1 Latar Belakang Permasalahan

UKDW BAB I PENDAHULUAN. I.1 Latar Belakang Permasalahan BAB I PENDAHULUAN I.1 Latar Belakang Permasalahan Perkawinan adalah bersatunya dua orang manusia yang bersama-sama sepakat untuk hidup di dalam satu keluarga. Setiap manusia memiliki hak yang sama untuk

Lebih terperinci

Krisen Indonesia, 2009), hlm. 147

Krisen Indonesia, 2009), hlm. 147 IV. PERAN MAJELIS JEMAAT SEBAGAI PEMIMPIN DALAM PEMBERDAYAAN WARGA JEMAAT 4.1 Pemberdayaan sebagai Pembangunan Gereja Dalam Tata Gereja GKI Pemberdayaan berarti memampukan, memberi kesempatan, dan mengijinkan,

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. 1 Lih. Kis 18:1-8 2 The Interpreter s Dictionary of the Bible. (Nashville : Abingdon Press, 1962). Hal. 682

BAB I PENDAHULUAN. 1 Lih. Kis 18:1-8 2 The Interpreter s Dictionary of the Bible. (Nashville : Abingdon Press, 1962). Hal. 682 BAB I PENDAHULUAN I.1. LATAR BELAKANG PERMASALAHAN Rasul Paulus merupakan salah seorang rasul yang berperan sangat penting dalam kelahiran dan pertumbuhan jemaat Kristen mula-mula, terutama bagi kalangan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN A. PERMASALAHAN

BAB I PENDAHULUAN A. PERMASALAHAN BAB I PENDAHULUAN A. PERMASALAHAN A.1. Latar Belakang Masalah Memberitakan Injil dalam wacana kekristenanan dipandang sebagai tugas dan tanggung jawab melanjutkan misi Kristus di tengah dunia. Pemahaman

Lebih terperinci

III. PROFIL GKI PALSIGUNUNG DEPOK

III. PROFIL GKI PALSIGUNUNG DEPOK III. PROFIL GKI PALSIGUNUNG DEPOK 3.1 Sejarah dan Perkembangan GKI Palsigunung Depok Gereja Kristen Indonesia (GKI) merupakan buah penyatuan dari GKI Jawa Barat, GKI Jawa Tengah, dan GKI Jawa Timur. Berdirinya

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. memanggil mereka di dalam dan melalui Yesus Kristus. 1 Ada tiga komponen. gelap kepada terang, dari dosa kepada kebenaran.

BAB I PENDAHULUAN. memanggil mereka di dalam dan melalui Yesus Kristus. 1 Ada tiga komponen. gelap kepada terang, dari dosa kepada kebenaran. BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Gereja adalah kumpulan orang-orang yang telah dipanggil Allah keluar dari dunia ini untuk menjadi miliknya, umat kepunyaan Allah sendiri. Allah memanggil mereka di

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN UKDW

BAB I PENDAHULUAN UKDW BAB I PENDAHULUAN I. Latar Belakang Sakramen berasal dari bahasa Latin; Sacramentum yang memiliki arti perbuatan kudus 1. Dalam bidang hukum dan pengadilan Sacramentum biasanya diartikan sebagai barang

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN A. LATAR BELAKANG

BAB I PENDAHULUAN A. LATAR BELAKANG 1 BAB I PENDAHULUAN A. LATAR BELAKANG Tana Toraja merupakan salah satu daerah yang memiliki penduduk mayoritas beragama Kristen. Oleh karena itu bukan hal yang mengherankan lagi jikalau kita menjumpai

Lebih terperinci

UKDW BAB I. PENDAHULUAN 1. LATAR BELAKANG

UKDW BAB I. PENDAHULUAN 1. LATAR BELAKANG BAB I. PENDAHULUAN 1. LATAR BELAKANG Teologi merupakan suatu usaha atau kegiatan untuk mencermati kehadiran Tuhan Allah di mana Allah menyatakan diri-nya di dalam kehidupan serta tanggapan manusia akan

Lebih terperinci

UKDW. Bab I Pendahuluan

UKDW. Bab I Pendahuluan Bab I Pendahuluan I. A. Latar Belakang Perbedaan merupakan hal yang selalu dapat kita temukan hampir di setiap aspek kehidupan. Beberapa perbedaan yang seringkali ditemukan misalnya perbedaan suku bangsa,

Lebih terperinci

UKDW BAB I PENDAHULUAN. I.1. Latarbelakang

UKDW BAB I PENDAHULUAN. I.1. Latarbelakang BAB I PENDAHULUAN I.1. Latarbelakang Pluralitas agama merupakan sebuah kenyataan yang tidak dapat lagi dihindari atau disisihkan dari kehidupan masyarakat umat beragama. Kenyataan akan adanya pluralitas

Lebih terperinci

5 Bab Empat. Penutup. Dalam bab empat ini akan dibahas mengenai kesimpulan yang

5 Bab Empat. Penutup. Dalam bab empat ini akan dibahas mengenai kesimpulan yang 5 Bab Empat Penutup Dalam bab empat ini akan dibahas mengenai kesimpulan yang merupakan uraian singkat dari bab pendahuluan dan ketiga bab di atas, guna membuktikan kebenaran hipotesis penelitian dan hal-hal

Lebih terperinci

Bab I Pendahuluan BAB 1 PENDAHULUAN

Bab I Pendahuluan BAB 1 PENDAHULUAN BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 LATAR BELAKANG PENGADAAN PROYEK 1.1.1 Tinjauan Umum Gereja Dengan adanya perkembangan zaman dan pertumbuhan penduduk yang semakin cepat, mengakibatkan manusia berlomba-lomba dalam

Lebih terperinci

1 Wawancara dengan bpk sumarsono dan remaja di panti asuhan Yakobus

1 Wawancara dengan bpk sumarsono dan remaja di panti asuhan Yakobus BAGIAN IV TINJAUAN KRITIS ATAS UPAYA PELAKSANAAN PENDIDIKAN AGAMA KRISTEN BAGI REMAJA YANG BERAGAMA KRISTEN DAN NON KRISTEN DIPANTI ASUHAN YAKOBUS YANG SESUAI DENGAN PENDIDIKAN MULTIKULTURAL. 4.1 Pendidikan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN A. Permasalahan A.1. Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN A. Permasalahan A.1. Latar Belakang Masalah BAB I PENDAHULUAN A. Permasalahan A.1. Latar Belakang Masalah Gereja Kristen Pemancar Injil (GKPI) lahir pada tanggal 30 Mei 1959 di Tanjung Lapang, Kecamatan Malinau, Kabupaten Bulungan, Propinsi Kalimantan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. I. Latar Belakang Permasalahan

BAB I PENDAHULUAN. I. Latar Belakang Permasalahan 1 BAB I PENDAHULUAN I. Latar Belakang Permasalahan Dalam lingkup pendidikan di sekolah, istilah Pendidikan Agama Kristen (PAK) sudah sangat lazim digunakan. PAK adalah usaha menumbuhkembangkan kemampuan

Lebih terperinci

Bab I Pendahuluan Latar Belakang Permasalahan Pertumbuhan iman

Bab I Pendahuluan Latar Belakang Permasalahan Pertumbuhan iman Bab I Pendahuluan Latar Belakang Permasalahan Pertumbuhan iman merupakan sebuah konsep yang telah lama ada dan berkembang diantara orang-orang percaya. Umumnya mereka selalu menghubungkan konsep pertumbuhan

Lebih terperinci