BAB II LANDASAN TEORI
|
|
- Yanti Tanudjaja
- 7 tahun lalu
- Tontonan:
Transkripsi
1 BAB II LANDASAN TEORI A. PERSAHABATAN 1. Definisi Persahabatan Menurut Rubin (2004), persahabatan adalah multidimensi dalam sifat dan melayani manusia dalam berbagai cara (seperti kesenangan, harapan dan ketakutan, menyediakan afeksi, dukungan dan keamanan emosi). Persahabatan adalah hubungan dimana dua orang menghabiskan waktu bersama, berinteraksi dalam berbagai situasi, dan menyediakan dukungan emosional. (Baron & Bryne, 2006). Teman dekat didefinisikan sebagai seseorang untuk berbicara, untuk bergantung, dan menyandarkan diri untuk mendapatkan pertolongan, dukungan, dan kepedulian, dan bersenang-senang dalam melakukan sesuatu (Rawlins, dalam Tillmann-Healy, 2003). Menurut Weiss dalam Tillmann-Healy (2003), teman itu datang dan berkumpul bersama karena adanya kesenangan, rasa akan kebersamaan, dan afiliasi emosional. Persahabatan menurut Rawlins dalam Tillmann-Healy (2003) menunjukkan tali afektif (implies affective ties). Pada teman, kita mencari trust (kepercayaan), kejujuran, hormat, komitmen, keamanan, dukungan, kedermawanan, kesetiaan, kebersamaan, keteguhan, pengertian, dan penerimaan. (Rubin dalam Tillmann-Healy).
2 Dalam buku Child and Adolescent Development, Owens (2002) mengartikan persahabatan sebagai hal berkenaan dengan dibangunnya hubungan dyadic antara dua anak yang dikarakteristikkan dengan perasaan saling suka yang kuat. Menurut Shaffer (2005), persahabatan diartikan sebagai sebuah hubungan yang kuat dan bertahan lama antara dua individu yang dikarakteristikkan dengan kesetiaan, kekariban, dan saling menyayangi. Persahabatan adalah suatu bentuk hubungan yang dekat yang melibatkan kesenangan, penerimaan, percaya, respek, saling membantu, menceritakan rahasia, pengertian, dan spontanitas (Santrock, 2002). 2. Perkembangan Persahabatan Pada anak usia di bawah 8 tahun, prinsip dasar untuk persahabatan adalah common activity (aktivitas bersama), dimana anak-anak memandang teman adalah seseorang yang menyukai mereka dan senang dengan aktivitas bermain yang sama. Pada anak usia 8-10 tahun, sudah ada kemampuan role-taking skill (keahlian mengambil peran), mulai melihat teman sebagai individu yang mempunyai psikologis yang mirip dengannya, dapat dipercaya, setia, baik, kooperatif, dan sensitif terhadap perasaan dan kebutuhan satu sama lain (Berndt dalam Shaffer, 2005). Walaupun pemikiran mengenai kesetiaan dan atribut psikologis yang sama yang ditunjukkan kepada teman juga terdapat pada remaja, tapi konsepsi remaja mengenai persahabatan lebih fokus pada reciprocal emotional commitment (saling berkomitmen secara emosional). Teman dipandang sebagai teman karib yang benar-benar memahami kekuatan satu sama lain, dapat menerima kelemahan satu
3 sama lain, dan bersedia berbagi pemikiran dan perasaan mereka (Hartup dalam Shaffer, 2005). Walaupun anak-anak mempunyai banyak teman, tapi sedikit dari pertemanan ini yang menjadi teman dekat. Dalam observasi Gottman (1983), beliau menemukan beberapa perbedaan penting ketika bermain antara eventual friends (sahabat) dan nonfriends (bukan teman). Pertama, walaupun sahabat tidak selalu setuju terhadap permainan mana yang akan dimainkan, tapi mereka dapat mengatasi konflik dengan lebih baik daripada yang bukan teman. Sahabat lebih berhasil dalam mengkomunikasikan sesuatu dan bertukar informasi satu sama lain. Beberapa informasi yang disampaikan sahabat bersifat personal, dan sahabat lebih mampu melibatkan self-disclosure (pengungkapan diri). Pada remaja, yang ditekankan adalah kesetiaan mereka dalam persahabatan. Mereka percaya bahwa teman harus membela satu sama lain dan teman tidak boleh menipu atau meninggalkan satu sama lain. Penekanan pada kesetiaan dalam persahabatan remaja nampaknya juga sejalan dengan penekanan pada keakraban dimana jika teman tidak setia, remaja merasa takut akan terhina karena pemikiran dan perasaan karib mereka akan diketahui oleh banyak orang. Munculnya keakraban dalam persahabatan remaja menunjukkan bahwa teman adalah sumber dari dukungan sosial dan emosi (Kail & Cavanaugh, 2000).
4 3. Pentingnya Persahabatan Persahabatan mempunyai enam fungsi (Gottman dan Parker, 1987): a. Companionship adalah persahabatan memberikan anak pasangan yang familier, seseorang yang mau menghabiskan waktu dengan mereka dan ikut dalam kegiatan yang memerlukan kerja sama. b. Stimulation adalah persahabatan memberikan remaja informasi yang menyenangkan, kesenangan dan hiburan. c. Physical support adalah persahabatan memberikan waktu, sumber, dan bantuan. d. Ego support adalah persahabatan memberikan dukungan, dorongan, dan umpan balik yang dapat membantu anak-anak menjaga kesan mereka sebagai orang yang kompeten, menarik, dan individu yang berharga. e. Social comparison adalah persahabatan memberikan informasi mengenai kapan mereka berhadapan sebagai lawan dan kapan mereka mengerjakan sesuatu dengan baik. f. Intimacy/affection adalah persahabatan memberikan hubungan yang hangat, dekat, dapat mempercayai individu lain, sebuah hubungan yang mempunyai pengungkapan diri (self-disclosure). Dalam buku Child and Adolescent Development (2002), disebutkan bahwa fungsi persahabatan adalah: a. Persahabatan adalah tempat dimana anak-anak memperoleh keahlian sosial dasar seperti komunikasi dan kerjasama.
5 b. Persahabatan memberi pengetahuan mengenai diri sendiri seperti halnya memberi perngetahuan mengenai orang lain dan dunia. c. Persahabatan memberi dukungan emosional ketika menghadapi stres d. Persahabatan adalah awal untuk hubungan selanjutnya (percintaan, pernikahan, dan menjadi orang tua) dimana persahabatan memberikan pengalaman mengenai cara mengatasi kekariban dan saling mengatur (Hartup dalam Owens, 2002). 4. Karakteristik Persahabatan Parlee (dalam Santrock, 2002) mengkarakteristikkan persahabatan sebagai berikut: a. Kesenangan yaitu kita suka menghabiskan waktu dengan teman kita b. Penerimaan yaitu kita menerima teman kita tanpa mencoba mengubah mereka c. Percaya yaitu kita berasumsi bahwa teman kita akan berbuat sesuatu yang sesuai dengan kesenangan kita d. Respek yaitu kita berpikiran bahwa teman kita membuat keputusan yang baik e. Saling membantu yaitu kita menolong dan mendukung teman kita dan mereka juga melakukan hal yang demikian f. Menceritakan rahasia yaitu kita berbagi pengalaman dan masalah yang bersifat pribadi kepada teman g. Pengertian yaitu kita merasa bahwa teman kita mengenal dan mengerti kita dengan baik seperti apa adanya kita h. Spontanitas yaitu kita merasa bebas menjadi diri kita ketika berada di dekat teman kita
6 5. Kualitas Persahabatan Ciri-ciri persahabatan adalah atribut atau karakteristik dari persahabatan itu sendiri. Beberapa contoh ciri-ciri persahabatan adalah keakraban (intimacy), persahabatan (companionship) dan konflik. Setiap persahabatan memiliki ciri-ciri yang beragam. Pada teman yang sama terdapat keakraban, terdapat juga kebersamaan dalam aktivitas dan terdapat juga konflik di dalamnya. Contoh persahabatan tersebut memberi gambaran bahwa persahabatan mempunyai ciriciri positif dan negatif sekaligus (Bukowski, Newcomb, & Hartup) Berikut ini adalah aspek dari kualitas persahabatan (Bukowski dalam Cillesses, Jiang, West, Laszkowski, 2005): a. Companionship Menghabiskan waktu bersama antar sahabat. b. Conflict Seseorang berselisih dan berargumen dengan temannya, mereka merasa jengkel satu sama lain dan ada ketidaksepakatan dalam hubungan persahabatan mereka. c. Help/aid Saling membantu, menolong dan melindungi. d. Security Kepercayaan bahwa mereka dapat mempercayai, bersandar pada temannya. e. Closeness Perasaan kasih sayang atau pengalaman spesial yang dialami olah seseorang dengan temannya dan memperkuat ikatan orang tersebut dengan temannya.
7 6. Faktor-faktor yang Mempengaruhi Persahabatan Huyck (dalam Kail & Cavanaugh, 2000) mengatakan bahwa ada empat faktor yang dapat meningkatkan hubungan persahabatan, yaitu : a. Kedekatan mereka satu sama lain (proximity) b. Kesamaan akan minat dan sikap mereka (similarity) c. Saling melengkapi kepribadian mereka (complementarity) d. Ketertarikan fisik (physical attractiveness) B. ATTACHMENT 1. Definisi Attachment Istilah attachment untuk pertama kalinya dikemukakan oleh seorang psikolog dari Inggris pada tahun 1958 bernama John Bowlby. Kemudian formulasi yang lebih lengkap dikemukakan oleh Mary Ainsworth pada tahun Attachment merupakan suatu ikatan emosional yang kuat yang dikembangkan anak melalui interaksinya dengan orang yang mempunyai arti khusus dalam kehidupannya, biasanya orang tua (Mc Cartney dan Dearing, dalam Ervika 2005). Dalam buku Colin (1996) yang berjudul Human Attachment, Bowlby dan Ainsworth menjelaskan attachment adalah ikatan afektif abadi yang dikarakteristikkan dengan kecenderungan untuk mencari dan mempertahankan kedekatan dengan figur tertentu, terutama ketika berada di bawah tekanan. Contoh attachment yang paling familier adalah ikatan yang berkembang antara bayi dan pengasuh utamanya (umumnya ibunya). Attachment adalah ikatan emosional, bukan perilaku.
8 Dalam bahasa sehari-hari, attachment merujuk kepada hubungan antara dua individu yang mempunyai perasaan yang kuat terhadap satu sama lain dan melakukan beberapa hal untuk melanjutkan hubungan tersebut. Dalam bahasa psikologi perkembangan, attachment sering terbatas pada hubungan antara figur sosial yang penting dan sebagian fenomena yang diperkirakan akan menghasilkan karakteristik yang unik dari hubungan. Dalam kasus ini, periode perkembangan masa kecil, figur sosial adalah bayi dan satu atau lebih orang dewasa yang mengasuhnya, dan fenomena ini adalah suatu ikatan (Bowlby, dalam Santrock 1998). Ringkasnya, attachment adalah sebuah ikatan emosional yang dekat antara bayi dan pengasuh (Santrock, 1998). Penelitian Bowlby (1969, 1973) mengenai ibu dan bayi membawa dia kepada konsep attachment style, yaitu tingkat keamanan yang dirasakan individu dalam hubungan interpersonalnya. 2. Teori Attachment Terdapat empat teori yang mempengaruhi attachment, yaitu psychoanalytic theory, learning theory, cognitive-developmantal theory, dan ethological theory. Penjelasannya mengenai teori tersebut adalah sebagai berikut (dalam Shaffer, 2005): a. Psychoanalaytic theory : Saya mencintai kamu karena kamu memberi makan kepada saya Menurut Freud, bayi masih dalam tahap oral dimana kepuasan diperolehnya dari mengisap objek yang dimasukkan ke mulut sehingga bayi akan tertarik kepada siapa saja yang dapat memberinya kepuasan oral. Karena biasanya ibu
9 yang memberikan kenikmatan oral kepada bayi melalui menyusui, maka hal tersebut logis jika Freud menyebutkan bahwa ibu akan menjadi objek primer bayi dalam menunjukkan perasaan aman dan kasih sayang karena ibu yang paling baik dalam menyusui mereka. Erik Erikson juga percaya bahwa kegiatan menyusui yang dilakukan ibu akan mempengaruhi kekuatan perasaan aman yang ditunjukkan bayi melalui attachment bayinya. Erikson mengatakan bahwa keseluruhan respon yang diberikan ibu kepada bayinya lebih penting daripada kegiatan menyusui itu sendiri. Menurut Erikson, seorang pengasuh yang konsisten dalam merespon kebutuhan bayi akan mengembangkan perasaan trust kepada orang lain, sedangkan pengasuh yang tidak responsif dan tidak konsisten akan menimbulkan perasaan mistrust. Erikson juga menambahkan bahwa anakanak yang belajar untuk tidak trust kepada pengasuhnya selama masa bayi akan menghindari atau akan menjadi ragu-ragu dalam membangun hubungan yang harus saling mempercayai (close mutual-trust relationship) sepanjang hidupnya. b. Learning theory : Pemberian reward mengarah kepada rasa cinta Para ahli teori learning berasumsi bahwa bayi akan attached terhadap seseorang yang memberi mereka makan dan memuaskan kebutuhannya. Menyusui dipandang sebagai hal yang penting karena dua alasan. Pertama, karena hal tersebut dapat menimbulkan respon positif dari bayi (seperti tersenyum) yang akan meningkatkan kasih sayang terhadap bayi. Kedua, menyusui adalah kesempatan bagi ibu untuk memberikan kenyamanan kepada
10 bayi seperti memberi makanan, kehangatan, sentuhan kasih sayang, kelembutan. Bayi mulai menghubungkan ibunya dengan sensasi yang menyenangkan, sehingga ibunya menjadi barang yang berharga baginya. Ketika sang ibu memperoleh status sebagai secondary reinforcer, maka bayi akan attach dengan ibunya sehingga bayi akan melakukan apapun (seperti tersenyum, bergumam, atau mengikuti) untuk menarik perhatian dari individu yang dianggap penting baginya. c. Cognitive-Developmental theory : Untuk mencintai kamu, saya harus tahu kalau kamu ada di sana Teori cognitive-developmental jarang membahas orang dewasa seperti apa yang akan menarik bagi bayi, tapi teori cognitive-developmantal mengingatkan akan pentingnya karakter perkembangan dalam membentuk attachment karena hal ini tergantung pada tingkat perkembangan kognitif bayi. Sebelum terbentuknya attachment, bayi harus mampu membedakan orang yang dikenal dengan orang asing. Bayi juga harus mengetahui bahwa ibunya mempunyai permanence terhadap dirinya, karena akan sulit untuk membentuk hubungan yang stabil dengan seseorang jika dia merasa orang tersebut tidak ada untuknya. Itulah sebabnya attachment pertama kali tebentuk pada usia 7 sampai 9 bulan dimana bayi telah memasuki tahap keempat dari sensori motorik berdasakan teori Piaget, yaitu tahap dimana bayi mulai mencari objek yang disembunyikan dari mereka. Dalam percobaan yang dilakukan Barry Lester, ditemukan bahwa bayi usia 9 bulan yang mempunyai skor lebih tinggi dalam object permanence
11 dimana mereka melakukan protes ketika mereka dipisah dari ibu mereka, sedangkan anak dengan usia yang sama tapi skor object permanence yang lebih rendah tidak melakukan tidakan protes apapun ketika mereka dipisahkan dari siapapun. Kelihatannya hanya anak usia 9 bulan yang matang secara kognitif mempunyai kebutuhan akan attachment primer dengan ibunya. d. Ethological theory : Mungkin saya lahir untuk dicintai Ahli etiologi lebih tertarik pada penekanan emotional attachment sebagai awal dari perkembangan. Asumsi utama dari pendekatan etiologi bahwa semua spesies, termasuk manusia dilahirkan dengan kecenderungan perilaku bawaan yang akan berkontribusi dalam kelangsungan hidupnya dari evolusi. Bowlby yang mendukung teori psikoanalitik Freudian yang percaya bahwa perilaku yang dibawa sejak lahir didesain untuk membentuk attachment antara bayi dengan pengasuhnya. Dikatakan bahwa hubungan attachment bersifat adaptif, memberikan perlindungan kepada bayi dan memenuhi kebutuhannya. Ahli etiologi berpendapat bahwa tujuan jangka panjang dari adanya attachment primer adalah untuk mempertahankan generasi selanjutnya untuk bertahan hidup, mempertahankan kelangsungan hidup spesiesnya. 3. Jenis-jenis Attachment Walaupun attachment terhadap pengasuh meningkat pada pertengahan tahun pertama, kelihatannya beberapa bayi mempunyai pengalaman attachment yang lebih positif. Mary Ainsworth berpikiran demikian juga dan mengatakan, dalam secure attachment, bayi menggunakan pengasuhnya, biasanya ibunya, sebagai dasar yang aman untuk menjelajahi lingkungan. Ainsworth percaya
12 bahwa secure attachment pada tahun pertama kehidupan menyediakan fondasi penting untuk perkembangan psikososial dalam kehidupan selanjutnya. Sensitifitas pengasuh terhadap tanda-tanda yang ditunjukkan bayi meningkatkan secure attachment. Bayi yang merasakan ikatan yang aman dapat pergi meninggalkan ibunya dengan bebas tapi tetap memperhatikan keberadaan ibunya hanya dengan memandang sekilas. Bayi yang merasakan ikatan yang aman akan merespon positif apabila digendong oleh orang lain dan ketika diletakkan kembali, dan akan kembali bermain dengan bebas. Pada bayi yang merasakan ikatan yang tidak aman akan menghindar dari ibunya atau akan merasakan perasaan yang bertentangan terhadap ibunya, merasa asing, dan marah karena perpisahan yang sebentar setiap harinya. (Santrock, 1998). Mary Ainsworth bekerja sama dengan Bowlby menemukan bahwa kualitas attachment akan mempengaruhi perkembangan anak. Maka Ainsworth melakukan observasi alami dengan mengembangkan struktur tertentu untuk mengukur perilaku attachment menggunakan strange situation, yaitu prosedur dimana pengalaman anak pada serangkaian perpisahan dan pertemuan dengan pengasuhnya dan reaksi anak diamati (dalam Kaplan, 2000). Strange situation yang dikembangkan Mary Ainsworth, bayi dapat dikategorikan menjadi tiga kategori berdasarkan perilaku yang diamati. Kemudian, muncul kategori keempat dari perilaku yang teramati. Berikut adalah keempat kategori attachment (dalam Kaplan, 2000):
13 a. Secure attachment Bayi yang diklasifikasikan sebagai securely attached jika bertemu dengan ibunya, mereka menyapa ibunya dengan positif, berusaha untuk mendekatkan diri pada saat bertemu, dan hanya menunjukkan beberapa perilaku negatif terhadap ibunya. Bayi yang secure menggunakan ibunya sebagai dasar yang aman untuk menjelajahi lingkungannya. Ketika ibunya meninggalkannya, bayi akan protes atau menangis, tapi ketika ibu kembali, bayi akan menyapa dengan penuh kesenangan, dan anak ingin digendong dan dekat dengan ibunya. b. Anxious/avoidant attachment Bayi yang diklasifikasikan dalam avoidant mengabaikan ibunya ketika ibunya memasuki ruangan pada saat reuni/bertemu kembali dan menghindar untuk melakukan kontak dengan ibunya. Mereka menjelajahi lingkungan tanpa menggunakan ibunya sebagai dasar untuk eksplorasi dan tidak peduli apakah ibunya ada atau tidak. Ketika ibunya meninggalkannya, anak tidak terpengaruh dan ketika ibunya kembali lagi, anak akan menghindari ibunya. Mereka tidak mau mengadakan kontak ketika sedang distress dan tidak mau dipegang. c. Anxious /resistant attachment Bayi yang diklasifikasikan sebagai resistant menunjukkan kecemasan yang hebat ketika memasuki ruangan sebelum sesi dimulai. Dari awal bayi memegang erat ibunya dan takut untuk menjelajahi ruangan dengan sendiri. Mereka sangat cemas akan perpisahan dan sering menangis secara berlebihan. Mereka menunjukkan sikap marah ketika bertemu dengan ibunya. Mereka
14 menjadi bingung antara mencari atau menghindar untuk mengadakan kontak dengan ibunya. Bayi ini mencari kontak dengan ibunya dan pada saat yang sama juga menolak orang tuanya karena kemarahan mereka kepada orang tuanya. d. Anxious/disorganized-disoriented attachment Kelompok yang keempat, bayi disorganized/disoriented menunjukkan banyak perilaku yang berbeda. Kadang-kadang mereka mendekati pengasuhnya, kemudian menunjukkan penghindaran atau tiba-tiba menangis. Bayi juga menunjukkan perilaku yang bertentangan pada saat yang sama, seperti mendekati orang tuanya tanpa melihat kepada orang tuanya. Ada yang menunjukkan ketakutan terhadap pengasuhnya. Mereka menunjukkan kebingungan, kuatir dan depresi. Banyak anak yang diabaikan dan disiksa yang menunjukkan perilaku ini. Bayi juga menunjukkan tingkat hormon tinggi yang mengindikasikan stress. Pengukuran secure dan insecure attachment pada remaja dan orang dewasa umumnya menggunakan Adult Attachment Interview (AAI). Pengukuran ini mengukur ingatan individu mengenai hubungan attachment yang penting. Berdasarkan dari respon terhadap AAI, individu diklasifikasikan sebagai berikut (dalam Santrock, 2002): a. Secure-autonomous, dimana koresponden merespon bahwa masa bayinya mengalami secure attachment. b. Dismissing/avoidant attachment yaitu kategori insecure dimana individu tidak menekankan pentingnya attachment. Kategori ini berkaitan dengan
15 pengalaman penolakan yang konsisten dari pengasuhnya. Akibat yang mungkin terjadi dari dismissing/avoidant attachment adalah orang tua dan remaja saling menjauhi satu sama lain, dimana pengaruh orang tua terhadap remaja sedikit. Dismissing/avoidant attachment berhubungan dengan perilaku kekerasan dan agresif pada remaja. c. Preoccupied/ambivalent attachment yaitu kategori insecure dimana remaja merasa pengalaman attachment-nya hypertuned (terlalu dijaga). Hal ini umumnya terjadi karena keberadaan orang tua tidak konsisten untuk remajanya. Hal ini akan memunculkan perilaku mencari attachment yang tinggi, bercampur dengan perasaan marah. Konflik antara orang tua dan remaja dalam tipe attachment ini dianggap berlebihan untuk kesehatan perkembangan. d. Unresolved/disorganized attachment yaitu kategori insecure dimana remaja mempunyai ketakutan yang tinggi dan tidak jelas. Ini bisa disebabkan pengalaman traumatik karena kematian orang tua atau disiksa orang tua. Berdasarkan konsep internal working model dari Bowlby maka Bartholomew menyatakan empat kategori tipe adult attachment berdasarkan dua dimensi yaitu working model of self (seperti seberapa berharganya dirinya) dan working model of others (seperti seberapa besar orang lain dapat dipercaya). Model of self (positif dan negatif) dan model of others (positif dan negatif) tersebut menciptakan empat jaringan sel. Seorang individu dapat dikategorikan ke dalam satu dari keempat kategori tersebut. Keempat kategori tersebut adalah: secure, dismissing, preoccupied, dan fearful. Individu yang secure
16 dikarakteristikkan dengan adanya perasaan nyaman terhadap intimasi dan kebebasan dan mempunyai working model yang positif terhadap diri sendiri dan orang lain. Individu yang dismissing menghindari intimasi dimana hal tersebut akan menjadi ancaman bagi dirinya dan kebebasannya. Mereka mempunyai working model yang positif terhadap diri sendiri dan working model yang negatif terhadap orang lain. Individu yang preoccupied adalah orang yang cemas dan berpegang teguh dalam membentuk hubungan, asyik dengan hubungan yang terbentuk tersebut, dan mempunyai working model yang negatif terhadap diri sendiri dan working model yang positif terhadap orang lain. Individu yang fearful menghindari intimasi dimana mereka takut akan disakiti oleh orang lain atau perasaan sakit karena ditinggal oleh seseorang. Mereka mempunyai working model yang negatif terhadap diri sendiri dan orang lain. Di bawah ini akan digambarkan adult attachment style dari Bartholomew (dalam Baron, 2006).
17 MODEL OF SELF Positif Negatif SECURE PREOCCUPIED Positif Nyaman dengan intimasi Asyik dalam dan otonomi berhubungan MODEL OF OTHER DISMISSING FEARFUL Negatif Menolak intimasi Takut akan intimasi Menolak untuk tergantung pada orang lain Menghindari sosial situasi Gambar 1. Bartholomew s Adult Attachment Style Feeney, Noller, dan Hanrahan (dalam Stein, 2002) menciptakan Attachment Style Questionnaire (ASQ) berdasarkan 4 cluster utama dari adult attachment yang terdiri dari 40 aitem pernyataan. Dalam ASQ terdapat lima subskala yaitu: confidence, discomfort with closeness, relationship as secondary, need for approval, dan preoccupation with relationship. Pembagian subskala ini ke dalam cluster yaitu subskala confidence untuk mengukur secure attachment, subskala discomfort with closeness digunakan untuk mengukur fearful attachment, subskala relationship as secondary digunakan untuk mengukur dismissing attachment dan yang terakhir subskala need for approval dan preoccupation with relationship digunakan untuk mengukur preoccupied attachment.
18 4. Dampak Attachment Erikson (dalam Kail & Cavanaugh, 2000) percaya bahwa attachment antara bayi dan orang tua pada hubungan sosial pertamanya akan menjadi dasar bagi semua hubungan sosial bayi nantinya. Bayi yang merasakan trust dan kasih sayang dari secure attachment akan berinteraksi dengan percaya diri dan sukses dengan teman sebayanya. Sebaliknya, jika bayi tidak berhasil dalam hubungan sosial pertamanya akan mengalami masalah dalam interaksi sosialnya. Dugaan di atas diperkuat dengan penelitian yang hasilnya adalah sebagai berikut (dalam Kail & Cavanaugh, 2000): a. Pada anak usia 11 tahun, teman baik lebih responsif satu sama lain (memberikan perhatian kepada satu sama lain), kurang dalam mengkritik teman dan lebih sering melakukan sesuatu hal bersama-sama. b. Anak-anak prasekolah berperilaku dalam cara yang dianggap abnormal dimana tingkat permusuhannya berlebihan jika mereka memiliki disorganized attachment pada masa bayinya. c. Pada saat kemah musim panas, anak usia 11 tahun yang mempunyai hubungan secure attachment pada masa bayi akan menunjukkan kemampuan mereka yang lebih baik dan berinterksi lebih baik dengan teman sebayanya daripada anak yang insecure attachment. Prototipe yang muncul adalah secure attachment memberikan interaksi sosial yang lebih sukses nantinya. Secure attachment memberikan trust dan percaya diri yang akan mengarahkan anak menjadi lebih terampil dalam interaksi sosialnya nanti (Thompson dalam Kail & Cavanaugh, 2000)
19 Attachment hanya merupakan awal dari banyak langkah sepanjang jalan perkembangan sosial. Bayi yang mempunyai secure attachment tidak selamanya buruk, tapi langkah yang salah ini dapat mempengaruhi perkembangan sosial mereka (Kail & Cavanaugh, 2000). C. REMAJA 1. Pengertian Remaja Istilah adolescence atau remaja berasal dari kata Latin adolescere (kata bendanya adolescentia yang berarti remaja yang berarti tumbuh atau tumbuh menjadi dewasa. Bangsa primitif memandang masa puber dan masa remaja tidak berbeda dengan periode-periode lain dalam rentang kehidupan, anak dianggap sudah dewasa apabila sudah mampu mengadakan reproduksi. (Hurlock, 1999) Istilah adolescence, seperti yang dipergunakan saat ini, mempunyai arti yang lebih luas, mencakup kematangan mental, emosional, sosial, dan fisik. Pandangan ini diungkapkan oleh Piaget (dalam Hurlock, 1999) dengan mengatakan Secara psikologis, masa remaja adalah usia di mana individu berintegrasi dengan masyarakat dewasa, usia di mana anak tidak lagi merasa di bawah tingkatan orang-orang yang lebih tua melainkan berada dalam tingkatan yang sama, sekurang-kurangnya dalam masalah hak. Integrasi dalam masyarakat (dewasa) mempunyai banyak aspek efektif, kurang lebih berhubungan dengan masa puber.. Termasuk juga perubahan intelektual yang khas dari cara berpikir remaja ini memungkinkannya untuk mencapai integrasi dalam hubungan sosial orang dewasa, yang kenyataannya merupakan ciri khas yang umum dari periode perkembangan ini. Dalam masyarakat industrial modern, perjalanan dari masa kanak-kanak ke masa dewasa ditandai dengan periode transisi panjang yang dikenal sebagai
20 masa remaja. Remaja umumnya ditandai dengan dimulainya pubertas, proses menuju ke kematangan seksual, atau kesuburan (kemampuan untuk bereproduksi). Masa remaja dimulai dari usia 11 atau12 tahun sampai akhir dari masa remaja atau awal usia dua puluhan, dan adanya perubahan yang saling bergantung dengan semua bidang perkembangan. Jadi, remaja adalah transisi perkembangan antara masa kanak-kanak dan masa dewasa yang memerlukan perubahan dalam fisik, kognitif, dan psikososial (Papalia, 2004). Masa remaja, menurut Mappiare (1982) berlangsung antara umur 12 tahun sampai dengan 21 tahun bagi wanita dan 13 tahun sampai dengan 22 tahun bagi pria. Rentang usia remaja ini dapat dibagi menjadi dua bagian, yaitu usia 12/13 tahun sampai 17/18 tahun adalah remaja awal, dan usia 17/18 tahun sampai dengan 21/22 tahun adalah remaja akhir. 2. Pembagian Fase Remaja Setelah kita meninjau tahapan perkembangan individu secara umum sejak lahir, adalah bagaimana tahap-tahap perkembangan dalam periode remaja itu sendiri. Dari zaman Aristoteles sampai G.S. Hall nampak sudah ada kesepakatan tentang adanya kurun usia tertentu yang merupakan peralihan dari masa anakanak ke masa dewasa, tetapi bagaimana prosess itu terjadi dalam kurun usia termaksud belum ada penjelasannya. Untuk itu, salah satu penulis yang telah mencoba menerangkan tahap-tahap perkembangan dalam kurun usia remaja adalah Petro Blos (1962). Blos yang penganut aliran psikoanalisa berpendapat bahwa perkembangan pada hakikatnya adalah usaha penyesuaian diri (coping), yaitu untuk secara aktif mengatasi stress dan mencari jalan keluar baru dari
21 berbagai masalah. Dalam proses penyesuaian diri menuju kedewasaan, ada 3 tahap perkembangan remaja: a. Remaja awal (early adolescence) Seorang remaja pada tahap ini masih terheran-heran akan perubahanperubahan yang terjadi pada tubuhnya sendiri dan dorongan-dorongan yang menyertai perubahan itu. Mereka mengembangkan pikiran-pikiran baru, cepat tertarik pada lawan jenis dan mudah terangsang secara erotis. Dengan dipegang bahunya saja oleh lawan jenis, ia sudah berfantasi erotik. Kepekaan yang berlebih-lebihan ini ditambah dengan berkurangnya kendali terhadap ego menyebabkan para remaja awal ini sulit mengerti dan dimengerti orang dewasa. b. Remaja madya (middle adolescence) Pada tahap ini remaja sangat membutuhkan kawan-kawan. Ia senang kalau banyak teman yang menyukainya. Ada kecenderungan narcistic, yaitu mencintai diri sendiri, dengan menyukai teman-teman yang punya sifat-sifat yang sama dengan dirinya. Selain itu ia berada dalam kondisi kebingungan karena ia tidak tahu harus memilih yang mana: peka atau tidak peduli, ramairamai atau sendiri, optimis atau pesimis, idealis atau materialis dan sebagainya. Remaja pria harus membebaskan diri dari Oedipus Complex (perasaan cinta pada ibu sendiri pada masa kanak-kanak) dengan mempererat hubungan dengan kawan-kawan dari lain jenis.
22 c. Remaja akhir (late adolescence) Tahap ini adalah masa konsolidasi menuju periode dewasa dan ditandai dengan pencapaian 5 hal, yaitu: 1) Minat yang makin mantap terhadap fungsi-fungsi intelek. 2) Egonya mencari kesempatan untuk bersatu dengan orang-orang lain dan dalam pengalaman-pengalaman baru. 3) Terbentuk identitas seksual yang tidak akan berubah lagi. 4) Egosentrisme (terlalu memusatkan perhatian pada diri sendiri) diganti dengan keseimbangan antara kepentingan diri sendiri dengan orang lain. 5) Tumbuh dinding yang memisahkan diri pribadinya (private self) dan masyarakat umum (the public). Menurut Anna & Moretti, 2000, remaja dibagi dalam tiga episode usia yaitu: a. Remaja awal yaitu usia tahun b. Remaja tengah yaitu usia tahun c. Remaja akhir yaitu usia 19 tahun Dalam buku Child & Adolescent Development, Owens membagi usia remaja menjadi 3 (tiga) fase juga, yaitu: a. Remaja awal yang dikarakteristikkan dengan masa pubertas dan perubahan fisik lainnya yang biasanya terjadi pada usia 10 sampai 13 tahun b. Remaja tengah, dikarakteristikkan sebagai masa menyelesaikan isu identitas yang biasanya terjadi pada usia 14 sampai 16 tahun
23 c. Remaja akhir, ditandai dengan masa transisi ke dewasa dan biasanya terjadi pada usia 17 sampai 20 tahun. 3. Tugas-tugas Perkembangan Masa Remaja Tugas perkembangan masa remaja difokuskan pada upaya meninggalkan sikap dan perilaku kekanak-kanakan serta berusaha untuk mencapai kemampuan bersikap dan berperilaku secara dewasa. Adapun tugas-tugas perkembangan masa remaja menurut Hurlock (1991) adalah berusaha: 1. Mampu menerima keadaan fisiknya 2. Mampu menerima dan memahami peran seks usia dewasa 3. Mampu membina hubungan baik dengan anggota kelompok yang berlainan jenis 4. Mencapai kemandirian emosional 5. Mencapai kemandirian ekonomi 6. Mengembangkan konsep dan keterampilan intelektual yang sangat diperlukan unutk melakukan peran sebagai anggota masyarakat 7. Memahami dan mengintegrasikan nilai-nilai orang dewasa dan orang tua 8. Mengembangkan perilaku tanggung jawab sosial yang diperlukan untuk memasuki dunia dewasa 9. Mempersiapkan diri untuk memasuki perkawinan 10. Memahami dan mempersiapkan berbagai tanggung jawab kehidupan keluarga 4. Ciri-ciri Masa Remaja Seperti halnya dengan semua periode yang penting selama rentang kehidupan, masa remaja mempunyai ciri-ciri tertentu yang membedakannya
24 dengan periode sebelum dan sesudahnya. Ciri-ciri tersebut akan diterangkan secara singkat di bawah ini a. Masa remaja sebagai periode yang penting b. Masa remaja sebagai periode peralihan c. Masa remaja sebagai periode perubahan d. Masa remaja sebagai usia bermasalah e. Masa remaja sebagai masa mencari identitas f. Masa remaja sebagai usia yang menimbulkan ketakutan g. Masa remaja sebagai masa yang tidak realistik h. Masa remaja sebagai ambang masa dewasa D. HUBUNGAN ATTACHMENT TERHADAP PERSAHABATAN Pada masa kanak-kanak awal, anak-anak telah membangun hubungan yang penting pada anggota keluarga dan berjalannya pertambahan usia, maka hubungan tersebut juga dibangun dengan teman sebayanya. Aspek dari hubungan teman sebaya anak-anak dan persahabatannya juga berkaitan dengan fungsi psikososialnya (Rubin, Dwyer, Kim, & Burgess 2004). Proses hubungan antara orang tua dengan anak dan persahabatan bisa dihubungkan dengan fungsi psikososial dalam tiga cara. Pertama, hubungan tersebut bisa memberikan kontribusi yang mandiri dan unik sebagai hasilnya. Kedua, hubungan antara orang tua dengan anak dapat menjadi dasar dalam pembentukan persahabatan, yang berkaitan dengan penyesuaian psikososial. Ketiga, hubungan antara orang tua dan anak dapat dilihat dari kualitas
25 persahabatan. Menurut Bowlby (dalam Rubin, Dwyer, Kim, & Burgess 2004), penyesuaian pada beberapa tahapan kehidupan adalah hasil interaksi individu pada masa sebelumnya dan kaitannya terhadap hubungan sekarang dengan lingkungan yang lebih luas. Seperti halnya hubungan awal antara orang tua dengan anak dan pengalaman bersahabat akan berinteraksi satu sama lain dan akan mempengaruhi fungsi psikososial pada tahapan kehidupan selanjutnya. Aspek dari hubungan awal antara orang tua dengan anak, yaitu secure attachment digunakan untuk memprediksi kompetensi dalam membentuk persahabatan yang dekat pada anak usia 10 tahun. Anak yang mempunyai hubungan awal positif dengan orang tuanya akan mempunyai teman dekat pada usia 10 tahun (Freitag, Belsky, Grossmann, Grossmann, & Scheurer-Englisch, dalam Rubin, dkk 2004). Attachment antara ibu dan bayi juga dapat memprediksi kualitas persahabatan yang positif pada usia 5 tahun (Elicker dkk, Krollmann & Krappmann; Park & Waters, dalam Rubin, dkk 2004). Selain itu, attachment yang aman pada masa kanak-kanak akhir dan awal remaja berhubungan positif dengan jumlah persahabatan yang dimiliki anak di dalam kelas (Kerns dkk, dalam Rubin, dkk 2004) serta kualitas positif dari hubungan dengan teman sebaya yang dekat (Lieberman, Doyle, & Markiewicz, dalam Rubin, dkk 2004). E. HIPOTESA PENELITIAN Berdasarkan pemaparan teori dan masalah yang peneliti uraian di atas, maka peneliti membuat hipotesa sebagai berikut: 1. Terdapat pengaruh secure attachment terhadap kualitas persahabatan
26 2. Terdapat pengaruh fearful attachment terhadap kualitas persahabatan 3. Terdapat pengaruh dismissing attachment terhadap kualitas persahabatan 4. Terdapat pengaruh preoccupied attachment terhadap kualitas persahabatan
BAB I PENDAHULUAN. orang tua dengan anak. Orang tua merupakan makhluk sosial pertama yang
BAB I PENDAHULUAN A. LATAR BELAKANG Attachment pada manusia pertama kali terbentuk dari hubungan antara orang tua dengan anak. Orang tua merupakan makhluk sosial pertama yang berinteraksi dengan bayinya.
Lebih terperinciPsikologi Kepribadian I. Psikologi Psikologi
MODUL PERKULIAHAN Psikologi Kepribadian I Fakultas Program Studi Tatap Muka Kode MK Disusun Oleh Psikologi Psikologi 06 61101 Abstract Dalam perkuliahan ini akan didiskusikan pembahasan teori attachment
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. tentang orang lain. Begitu pula dalam membagikan masalah yang terdapat pada
BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Wanita merupakan individu yang memiliki keterbukaan dalam membagi permasalahan kehidupan maupun penilaian mereka mengenai sesuatu ataupun tentang orang lain.
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. berbeda dengan keadaan yang nyaman dalam perut ibunya. Dalam kondisi ini,
BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Manusia merupakan mahluk sosial yang tidak dapat hidup sendiri tanpa kehadiran manusia lainnya. Kehidupan menjadi lebih bermakna dan berarti dengan kehadiran
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. manusia pun yang dapat hidup sendiri tanpa membutuhkan kehadiran manusia lain
BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Manusia adalah makhluk sosial. Dalam kehidupan, belum ada seorang manusia pun yang dapat hidup sendiri tanpa membutuhkan kehadiran manusia lain (www.wikipedia.com).
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. (Papalia, 2009). Menurut Undang-Undang Republik Indonesia nomor 1 pasal 1
BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Pernikahan adalah salah satu tahap penting dalam siklus kehidupan individu di samping siklus kehidupan lainnya seperti kelahiran, perceraian, atau kematian
Lebih terperinciBAB II LANDASAN TEORI. Pada bab ini akan dibahas mengenai teori-teori yang menguraikan tahap
7 BAB II LANDASAN TEORI Pada bab ini akan dibahas mengenai teori-teori yang menguraikan tahap perkembangan khususnya pada tahapan dewasa muda, hubungan romantis, attachment dan tipe attachment. 2.1 Dewasa
Lebih terperinciBAB II TINJAUAN PUSTAKA. A. Penyesuaian Sosial. Manusia adalah makhluk sosial.di dalam kehidupan sehari-hari manusia
14 BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. Penyesuaian Sosial 1. Pengertian Penyesuaian Sosial Manusia adalah makhluk sosial.di dalam kehidupan sehari-hari manusia dituntut untuk dapat menyesuaikan diri dengan lingkungan.
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. Masa remaja merupakan masa transisi dari masa kanak-kanak menuju masa
15 BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Masalah Masa remaja merupakan masa transisi dari masa kanak-kanak menuju masa dewasa. Di usia remaja antara 10-13 tahun hingga 18-22 tahun (Santrock, 1998), secara
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. penyesuaian diri di lingkungan sosialnya. Seorang individu akan selalu berusaha
1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Manusia sebagai makhluk sosial yang selalu hidup berdampingan dengan orang lain tentunya sering dihadapkan pada berbagai permasalahan yang melibatkan dirinya
Lebih terperinciBAB 2 TINJAUAN PUSTAKA. Berikut ini akan dijelaskan mengenai definisi, tahapan, dan faktor-faktor yang
BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Regulasi Diri Berikut ini akan dijelaskan mengenai definisi, tahapan, dan faktor-faktor yang mempengaruhi regulasi diri. 2.1.1. Definisi Regulasi Diri Regulasi diri adalah proses
Lebih terperinciPerkembangan dari Attachment (kelekatan) Kita harus memakai orang yang khusus di dalam kehidupan yang dapat membimbing anak-anak untuk merasakan rasa
PERKEMBANGAN ATTACHMENT (KELEKATAN) Perkembangan dari Attachment (kelekatan) Kita harus memakai orang yang khusus di dalam kehidupan yang dapat membimbing anak-anak untuk merasakan rasa senang. Apabila
Lebih terperinciUNIVERSITAS KRISTEN MARANATHA
BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Pernikahan adalah tahap yang penting bagi hampir semua orang yang memasuki masa dewasa awal. Individu yang memasuki masa dewasa awal memfokuskan relasi interpersonal
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. berubah dari perubahan kognitif, fisik, sosial dan identitas diri. Selain itu, terjadi pula
BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Masalah Mahasiswa berada pada masa dewasa awal. Pada masa ini, mahasiswa berada pada masa transisi dari masa remaja ke masa dewasa. Pada masa transisi ini banyak hal
Lebih terperinciBAB II LANDASAN TEORI. tersebut mempelajari keadaan sekelilingnya. Perubahan fisik, kognitif dan peranan
BAB II LANDASAN TEORI A. KEMANDIRIAN REMAJA 1. Definisi Kemandirian Remaja Kemandirian remaja adalah usaha remaja untuk dapat menjelaskan dan melakukan sesuatu yang sesuai dengan keinginannya sendiri setelah
Lebih terperinciBAB 1 PENDAHULUAN. lain. Sejak lahir, manusia sudah bergantung pada orang lain, terutama orangtua
BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Manusia adalah makhluk sosial, artinya manusia memiliki kebutuhan untuk berinteraksi dan membentuk hubungan sosial dengan orang lain, karena pada dasarnya manusia tidak
Lebih terperinciHenni Anggraini Universitas Kanjuruhan Malang
HUBUNGAN KELEKATAN DAN KECERDASAN EMOSI PADA ANAK USIA DINI Henni Anggraini Universitas Kanjuruhan Malang ABSTRAK. Kelekatan (Attachment) merupakan hubungan emosional antara seorang anak dengan pengasuhnya
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. Masa remaja merupakan periode yang penting, walaupun semua periode
BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Masa remaja merupakan periode yang penting, walaupun semua periode dalam rentang kehidupan adalah penting namun kadar kepentingannya berbedabeda. Kadar kepentingan
Lebih terperinciBAB 2 TINJAUAN PUSTAKA
BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA Bab ini berisi tentang variabel-variabel dimana didalamanya terdapat definisi, faktor dan teori dari masing-masing variabel dan juga berisi tentang hipotesis penelitian ini. 2.1
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. yang ditandai dengan adanya perubahan-perubahan fisik, kognitif, dan psikososial
BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Penelitian Remaja merupakan masa transisi antara masa anak-anak dan masa dewasa yang ditandai dengan adanya perubahan-perubahan fisik, kognitif, dan psikososial (Papalia,
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. Masa remaja merupakan saat yang penting dalam mempersiapkan
BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar belakang Masalah Masa remaja merupakan saat yang penting dalam mempersiapkan seseorang memasuki masa dewasa. Masa ini merupakan, masa transisi dari masa anak-anak menuju dewasa.
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. lainnya untuk mempertahankan kelangsungan hidup. Oleh sebab itu manusia
BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Manusia adalah makhluk ciptaan Tuhan yang tidak mungkin dapat hidup sendiri. Di sepanjang rentang kehidupan, setiap manusia membutuhkan manusia lainnya untuk
Lebih terperinciBAB 1 PENDAHULUAN. Keberadaan manusia sebagai makhluk sosial tidak lepas dari hubungan
BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Keberadaan manusia sebagai makhluk sosial tidak lepas dari hubungan dengan orang lain yang meliputi interaksi di lingkungan sekitarnya. Sepanjang hidup, manusia akan
Lebih terperinciBAB II LANDASAN TEORI
BAB II LANDASAN TEORI II. A. DUKUNGAN SOSIAL II. A. 1. Definisi Dukungan Sosial Menurut Orford (1992), dukungan sosial adalah kenyamanan, perhatian, dan penghargaan yang diandalkan pada saat individu mengalami
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang
BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Remaja akhir merupakan rangkaian terakhir dalam rentang perkembangan remaja yang berkisar antara usia 18-21 tahun (Steinberg, 1993). Masa remaja dikatakan sebagai peralihan
Lebih terperinciRAUDHAH: Vol. IV, No. 2: Juli Desember 2016, ISSN: PERAN KUALITAS KEMELEKATAN ANAK TERHADAP PERILAKU SOSIAL. Fauziah Nasution, M.
PERAN KUALITAS KEMELEKATAN ANAK TERHADAP PERILAKU SOSIAL Fauziah Nasution, M.Psi Dosen Fakultas Ilmu Tarbiyah dan Keguruan Universitas Islam Negeri Sumatera Utara Jalan Williem Iskandar Pasar V Medan Estate
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. melalui tahap intimacy vs isolation. Pada tahap ini, individu berusaha untuk
1 BAB I PENDAHULUAN I.1. Latar Belakang Saat seseorang memasuki usia dewasa awal, ia mengalami perubahan dalam hidupnya. Pada usia ini merupakan transisi terpenting dalam hidup manusia, dimana remaja mulai
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. secara bertahap yaitu adanya suatu proses kelahiran, masa anak-anak, remaja,
BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Pertumbuhan dan perkembangan kehidupan seorang manusia berjalan secara bertahap yaitu adanya suatu proses kelahiran, masa anak-anak, remaja, dewasa, dan lanjut
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. Di masa sekarang ini, banyak perubahan-perubahan yang terjadi di dunia,
BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Di masa sekarang ini, banyak perubahan-perubahan yang terjadi di dunia, terutama dalam gaya hidup masyarakat. Indonesia pun tidak luput dari perubahanperubahan
Lebih terperinciBAB II KAJIAN PUSTAKA. 1. Pengertian Perilaku Seksual Pranikah
BAB II KAJIAN PUSTAKA A. Perilaku Seksual Pranikah 1. Pengertian Perilaku Seksual Pranikah Menurut Sarwono (2005) perilaku seksual pranikah adalah segala tingkah laku yang didorong oleh hasrat seksual
Lebih terperinciBAB II LANDASAN TEORI. rendah atau tinggi. Penilaian tersebut terlihat dari penghargaan mereka terhadap
BAB II LANDASAN TEORI II. A. Harga Diri II. A. 1. Definisi harga diri Harga diri merupakan evaluasi individu terhadap dirinya sendiri secara rendah atau tinggi. Penilaian tersebut terlihat dari penghargaan
Lebih terperinciBAB 2 TINJAUAN PUSTAKA. kali oleh seorang psikiater asal Inggris bernama John Bowlby pada tahun 1969.
BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA 2. 1. Attachment Attachment atau kelekatan merupakan teori yang diungkapkan pertama kali oleh seorang psikiater asal Inggris bernama John Bowlby pada tahun 1969. Ketika seseorang
Lebih terperinciBAB II TINJAUAN TEORI. ini, akan dijelaskan mengenai parasosial, dan penjelasan mengenai remaja
BAB II TINJAUAN TEORI Bab ini akan dibahas mengenai teori-teori yang digunakan didalam penelitian ini, akan dijelaskan mengenai parasosial, dan penjelasan mengenai remaja 2.1. Parasosial 2.2.1. Pengertian
Lebih terperinci1.PENDAHULUAN. I.1. Latar Belakang Masalah
1 1.PENDAHULUAN Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui gambaran attachment styles yang dialami oleh gay yang berada pada rentang usia dewasa muda. Oleh karena itu, pada bagian ini akan dijelaskan mengenai
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. masa beralihnya pandangan egosentrisme menjadi sikap yang empati. Menurut Havighurst
BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Manusia adalah makhluk sosial. Perkembangan sosial masa dewasa awal (young adulthood) adalah puncak dari perkembangan sosial masa dewasa. Masa dewasa awal adalah
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. Pertemanan atau persahabatan yaitu hubungan "akrab" antara sesorang
BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Pertemanan atau persahabatan yaitu hubungan "akrab" antara sesorang dengan orang lainnya. Teman merupakan salah satu yang berpengaruh besar terhadap prilaku
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. Manusia adalah makhluk sosial, yang tidak dapat hidup tanpa berelasi dengan
BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Masalah Manusia adalah makhluk sosial, yang tidak dapat hidup tanpa berelasi dengan orang lain. Setiap manusia, selalu berinteraksi dengan orang-orang yang ada dalam
Lebih terperinciBAB 2 TINJAUAN PUSTAKA
BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Identitas Ego 2.1.1 Definisi Identitas Ego Untuk dapat memenuhi semua tugas perkembangan remaja harus dapat mencapai kejelasan identitas (sense of identity) yang berkaitan dengan
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. Pada masa kanak-kanak, relasi dengan orangtua sangat menentukan pola attachment dan
BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Pada masa kanak-kanak, relasi dengan orangtua sangat menentukan pola attachment dan relasi antar pribadi pada masa dewasa. Hubungan attachment berkembang melalui
Lebih terperinciPerkembangan Sepanjang Hayat
MODUL PERKULIAHAN Perkembangan Sepanjang Hayat Adolescence: Perkembangan Psikososial Fakultas Program Studi TatapMuka Kode MK DisusunOleh Psikologi Psikologi 03 61095 Abstract Kompetensi Masa remaja merupakan
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. Manusia tidak dapat hidup seorang diri karena manusia merupakan
1 BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Masalah Manusia tidak dapat hidup seorang diri karena manusia merupakan makhluk sosial yang membutuhkan kehadiran individu lain dalam kehidupannya. Tanpa kehadiran
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. untuk pertama kalinya belajar berinteraksi atau melakukan kontak sosial
1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Keluarga merupakan lingkungan sosial pertama bagi anak. Anak untuk pertama kalinya belajar berinteraksi atau melakukan kontak sosial dengan orang lain dalam
Lebih terperinciKELEKATAN PADA ANAK. Oleh : Sri Maslihah
KELEKATAN PADA ANAK Oleh : Sri Maslihah Anak yang satu tetap nempel pada bundanya padahal sudah saatnya masuk ke kelas, ada juga anak lain menangis begitu melihat ibunya harus keluar dari kelasnya sementara
Lebih terperinciMateri kuliah e-learning HUBUNGAN ORANG TUA DENGAN ANAK REMAJA oleh : Dr. Triana Noor Edwina DS, M.Si Dosen Fakultas Psikologi Universitas Mercu
Materi kuliah e-learning HUBUNGAN ORANG TUA DENGAN ANAK REMAJA oleh : Dr. Triana Noor Edwina DS, M.Si Dosen Fakultas Psikologi Universitas Mercu Buana Yogyakarta Selamat membaca, mempelajari dan memahami
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. lingkungan luar. Perubahan-perubahan tersebut menjadi tantangan besar bagi
BAB I PENDAHULUAN Masa remaja merupakan masa peralihan atau masa transisi dari masa anakanak ke masa dewasa yang disertai dengan perubahan (Gunarsa, 2003). Remaja akan mengalami berbagai perubahan dalam
Lebih terperinciBAB II KAJIAN PUSTAKA. Istilah Kelekatan (attachment) untuk pertama kalinya. resiprokal antara bayi dan pengasuhnya, yang sama-sama memberikan
BAB II KAJIAN PUSTAKA A. Kelekatan 1. Pengertian kelekatan Istilah Kelekatan (attachment) untuk pertama kalinya dikemukakan oleh seorang psikolog dari Inggris pada tahun 1958 bernama John Bowlby. Keterikatan
Lebih terperinciHUBUNGAN ANTAR PRIBADI
HUBUNGAN ANTAR PRIBADI Modul ke: Fakultas Psikologi Macam-macam hubungan antar pribadi, hubungan dengan orang belum dikenal, kerabat, hubungan romantis, pernikahan, masalah-masalah dalam hubungan pribadi
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. Manusia adalah makhluk sosial yang artinya manusia membutuhkan orang lain dalam
BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Masalah Manusia adalah makhluk sosial yang artinya manusia membutuhkan orang lain dalam hidupnya. Adanya interaksi sosial antara manusia yang satu dengan yang lainnya
Lebih terperinciBAB II KAJIAN PUSTAKA, KERANGKA PEMIKIRAN DAN HIPOTESIS
8 BAB II KAJIAN PUSTAKA, KERANGKA PEMIKIRAN DAN HIPOTESIS 2.1. Bullying 2.1.1. Pengertian Bullying Beberapa tokoh mengemukakan bullying dalam berbagai definisi yang beragam. Sullivan (2000) menjelaskan
Lebih terperinciBAB II KAJIAN TEORI. dibaca dalam media massa. Menurut Walgito, (2000) perkawinan
6 BAB II KAJIAN TEORI 2.1. Pernikahan 2.1.1. Pengertian Pernikahan Pernikahan merupakan suatu istilah yang tiap hari didengar atau dibaca dalam media massa. Menurut Walgito, (2000) perkawinan adalah nikah,
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. Masa bayi adalah periode dalam hidup yang dimulai setelah kelahiran dan
1 BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Masalah Masa bayi adalah periode dalam hidup yang dimulai setelah kelahiran dan berakhir dengan berkembangnya penggunaan bahasa. Masa bayi berlangsung sekitar 18
Lebih terperinciBAB 2 TINJAUAN PUSTAKA. Attachment menurut Bowlby (dalam Mikulincer & Shaver, 2007) adalah
BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Attachment 2.1.1 Definisi attachment Attachment menurut Bowlby (dalam Mikulincer & Shaver, 2007) adalah suatu hubungan atau interaksi antara 2 individu yang merasa terikat kuat
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. interaksi dengan lingkungan sosial yang lebih luas di masyarakat dan
BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Dalam kehidupan sehari-hari, setiap manusia akan bersosialisasi dengan lingkungannya, keluarga, sekolah, tempat les, komunitas, dan lainlain. Manusia pada hakikatnya
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. mental. Hal ini seringkali membuat orangtua merasa terpukul dan sulit untuk
BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Beberapa pasangan suami istri menginginkan keturunan sebagai bagian dari keluarga mereka. Pasangan suami istri pasti berharap untuk mendapatkan anak yang sehat
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. mempengaruhi perkembangan psikologis individu. Pengalaman-pengalaman
BAB I PENDAHULUAN 1.1 LATAR BELAKANG MASALAH Sepanjang rentang kehidupan individu, banyak hal yang dipelajari dan mempengaruhi perkembangan psikologis individu. Pengalaman-pengalaman bersama keluarga dan
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Permasalahan. latin adolensence, diungkapkan oleh Santrock (2003) bahwa adolansence
BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Permasalahan Perkembangan dari masa kanak-kanak menuju dewasa ditandai dengan adanya masa transisi yang dikenal dengan masa remaja. Remaja berasal dari kata latin adolensence,
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. sendiri dan membutuhkan interaksi dengan sesama. Ketergantungan dengan
1 BAB I PENDAHULUAN 1.1.Latar Belakang Masalah Manusia adalah makhluk sosial oleh karena itu manusia tidak dapat hidup sendiri dan membutuhkan interaksi dengan sesama. Ketergantungan dengan manusia lain
Lebih terperinciBAB II. Tinjauan Pustaka
BAB II Tinjauan Pustaka Dalam bab ini peneliti akan membahas tentang tinjauan pustaka, dimana dalam bab ini peneliti akan menjelaskan lebih dalam mengenai body image dan harga diri sesuai dengan teori-teori
Lebih terperinciPerkembangan Sepanjang Hayat
Modul ke: Perkembangan Sepanjang Hayat Memahami Masa Perkembangan Dewasa Awal dalam Aspek Psikososial Fakultas PSIKOLOGI Hanifah, M.Psi, Psikolog Program Studi Psikologi http://mercubuana.ac.id Masa Dewasa
Lebih terperinciTINJAUAN PUSTAKA Interaksi Ayah-Anak
TINJAUAN PUSTAKA Interaksi Ayah-Anak Dalam kehidupan berkeluarga, ayah biasanya diidentikkan sebagai orang tua yang banyak meninggalkan rumah, menghukum, mempunyai pengetahuan yang lebih luas, berkedudukan
Lebih terperinciDalam keluarga, semua orangtua berusaha untuk mendidik anak-anaknya. agar dapat menjadi individu yang baik, bertanggungjawab, dan dapat hidup secara
BABI PENDAHULUAN BABI PENDAHULUAN 1.1. LA TAR BELAKANG MASALAH Dalam keluarga, semua orangtua berusaha untuk mendidik anak-anaknya agar dapat menjadi individu yang baik, bertanggungjawab, dan dapat hidup
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. namun akan lebih nyata ketika individu memasuki usia remaja.
BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar belakang permasalahan Setiap manusia tidak dapat hidup sendiri, manusia pasti membutuhkan orang lain disekitarnya mulai dari hal yang sederhana maupun untuk hal-hal besar didalam
Lebih terperinciBAB II TINJAUAN PUSTAKA
BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. Frekuensi Merokok 1. Definisi frekuensi Frekuensi berasal dari bahasa Inggris frequency berarti kekerapan, keseimbangan, keseringan, atau jarangkerap. Smet (1994) mengatakan
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Penelitian
BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Penelitian Manusia merupakan makhluk sosial yang selalu berhubungan dan membutuhkan orang lain dalam kehidupannya. Manusia sebagai makhluk sosial dalam bertingkah laku
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. Sebagai mahluk sosial, manusia senantiasa hidup bersama dalam sebuah
BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Masalah Sebagai mahluk sosial, manusia senantiasa hidup bersama dalam sebuah masyarakat. Manusia senantiasa berhubungan dengan manusia lain untuk memenuhi berbagai
Lebih terperinciPeriodisasi Perkembangan Peserta Didik
Periodisasi Perkembangan Peserta Didik Afid Burhanuddin Kompetensi Dasar Mahasiswa mampu menjelaskan tentang periodisasi perkembangan peserta didik Indikator Mahasiswa mampu menjelaskan periodisasi perkembangan
Lebih terperinciINFANCY. Psikologi Perkembangan Unita Werdi Rahajeng
INFANCY Psikologi Perkembangan Unita Werdi Rahajeng www.unita.lecture.ub.ac.id MASA SENSORIMOTOR (PIAGET) 1. Substage 1: Simple Reflex 2. Substage 2: Primary Circular Reaction 3. Substage 3: Secondary
Lebih terperinciBAB II TINJAUAN PUSTAKA. A. Kelekatan. melekat pada diri individu meskipun figur lekatnya itu tidak tampak secara fisik.
8 BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. Kelekatan 1. Defenisi Kelekatan (attachment) Menurut Bashori (2006) kelekatan adalah ikatan kasih sayang antara anak dengan pengasuhnya. Ikatan ini bersifat afeksional, maka
Lebih terperinciBAB 2 TINJAUAN PUSTAKA. Beberapa teori akan dipaparkan dalam bab ini sebagai pendukung dari dasar
BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA Beberapa teori akan dipaparkan dalam bab ini sebagai pendukung dari dasar pelitian. Berikut adalah beberapa teori yang terkait sesuai dengan penelitian ini. 2.1 Anxiety (Kecemasan)
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. afeksional pada seseorang yang ditujukan pada figur lekat dan ikatan ini
1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Ainsworth (dalam Helmi, 2004) mengartikan kelekatan sebagai ikatan afeksional pada seseorang yang ditujukan pada figur lekat dan ikatan ini berlangsung lama
Lebih terperinciHUBUNGAN ANTARA SECURE ATTACHMENT DENGAN KOMPETENSI INTERPERSONAL PADA REMAJADI SMAN 2 PADANG. Winda Sari Isna Asyri Syahrina
HUBUNGAN ANTARA SECURE ATTACHMENT DENGAN KOMPETENSI INTERPERSONAL PADA REMAJADI SMAN 2 PADANG Winda Sari Isna Asyri Syahrina Fakultas Psikologi Universitas Putra Indonesia ABSTRAK Tujuan penelitian ini
Lebih terperinciBAB II TINJAUAN PUSTAKA
BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. Perilaku Diet 1. Pengertian Perilaku Diet Perilaku diet adalah pengurangan kalori untuk mengurangai berat badan (Kim & Lennon, 2006). Demikian pula Hawks (2008) mengemukakan
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. pengaruh besar terhadap kehidupan selanjutnya. Istilah remaja atau adolescence
1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Setiap manusia pasti melalui tahap-tahap kehidupan yang saling mempengaruhi satu sama lainnya. Salah satunya adalah tahap remaja yang memiliki pengaruh besar
Lebih terperinciBAB II TINJAUAN PUSTAKA
BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. Body Image 1. Pengertian Body image adalah sikap seseorang terhadap tubuhnya secara sadar dan tidak sadar. Sikap ini mencakup persepsi dan perasaan tentang ukuran, bentuk, fungsi
Lebih terperinciBAB II LANDASAN TEORI. Keintiman berasal dari bahasa latin intimus yang artinya terdalam. Erikson
BAB II LANDASAN TEORI A. Keintiman 1. Pengertian Keintiman Keintiman berasal dari bahasa latin intimus yang artinya terdalam. Erikson (dalam Kroger, 2001) mendefinisikan keintiman mengacu pada perasaan
Lebih terperinciBAB 1 Pendahuluan 1.1. Latar Belakang
BAB 1 Pendahuluan 1.1. Latar Belakang Pacaran adalah istilah yang sudah tidak asing lagi didengar oleh masyarakat. Hampir seluruh masyarakat dapat melihat atau menjadi subjek dalam fenomena pacaran ini
Lebih terperinciBAB II LANDASAN TEORI
12 BAB II LANDASAN TEORI A. Remaja 1. Pengertian Remaja Kata remaja berasal dari bahasa latin yaitu dari kata adolescence yang berarti tumbuh atau tumbuh menjadi dewasa (Hurlock, 1980). Secara psikologis
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. kehidupannya senantiasa membutuhkan orang lain.kehadiran orang lain bukan hanya untuk
BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Setiap Manusia diciptakan sebagai makhluk sosial yang dalam menjalankan kehidupannya senantiasa membutuhkan orang lain.kehadiran orang lain bukan hanya untuk
Lebih terperinciDisusun oleh Ari Pratiwi, M.Psi., Psikolog & Unita Werdi Rahajeng, M.Psi., Psikolog
PELATIHAN PSIKOLOGI DAN KONSELING BAGI DOSEN PEMBIMBING AKADEMIK UNIVERSITAS BRAWIJAYA Disusun oleh Ari Pratiwi, M.Psi., Psikolog & Unita Werdi Rahajeng, M.Psi., Psikolog MAHASISWA Remaja Akhir 11 20 tahun,
Lebih terperinciPerkembangan Sepanjang Hayat
Modul ke: Perkembangan Sepanjang Hayat Memahami Masa Perkembangan Dewasa Madya dalam Aspek Psikososial Fakultas PSIKOLOGI Hanifah, M.Psi, Psikolog Program Studi Psikologi www.mercubuana.ac.id Setiap fase
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. Santrock, 2000) yang menyatakan bahwa tugas perkembangan yang menjadi
BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Masa dewasa muda merupakan masa dimana individu mulai mengemban tugas untuk menikah dan membina keluarga. Sesuai dengan pendapat Havighurst (dalam Santrock,
Lebih terperinciPENANGANAN ANAK BERMASALAH DENGAN KASIH SAYANG
PENANGANAN ANAK BERMASALAH DENGAN KASIH SAYANG Kita sering mendengar kasus anak-anak yang memiliki masalah di sekolah dan di rumah,seperti suka mencuri, suka berkelahi, mengganggu orang lain, suka berbohong,
Lebih terperinciBAB 1 PENDAHULUAN. Perkawinan merupakan suatu hal yang penting dalam kehidupan manusia.
BAB 1 PENDAHULUAN A. LATAR BELAKANG Perkawinan merupakan suatu hal yang penting dalam kehidupan manusia. Setiap individu memiliki harapan untuk bahagia dalam kehidupan perkawinannya. Karena tujuan perkawinan
Lebih terperinciErikson berpendapat bahwa perkembangan manusia melalui tahap tahap. psikososial dan tahap tahap perkembangan tersebut terus berlanjut sampai
Teori Psikososial, Erik Erikson ( 1902-1994 ) Erikson berpendapat bahwa perkembangan manusia melalui tahap tahap psikososial dan tahap tahap perkembangan tersebut terus berlanjut sampai manusia tersebut
Lebih terperinciPerkembangan Sepanjang Hayat
Modul ke: Perkembangan Sepanjang Hayat Memahami Masa Perkembangan Remaja dalam Aspek Psikososial Fakultas PSIKOLOGI Hanifah, M.Psi, Psikolog Program Studi Psikologi http://mercubuana.ac.id Memahami Masa
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. hubungan romantis. Hubungan romantis (romantic relationship) yang juga
digilib.uns.ac.id BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Kecemburuan merupakan hal yang wajar terjadi dalam sebuah hubungan antarindividu. Afeksi yang terlibat dalam hubungan tersebut membuat individu
Lebih terperinciBAB II TINJAUAN PUSTAKA. sesuai dengan posisi sosial yang diberikan baik secara formal maupun
BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. Peran Ayah 1. Definisi Peran Peran adalah serangkaian perilaku yang diharapkan pada seseorang sesuai dengan posisi sosial yang diberikan baik secara formal maupun informal (Supartini,
Lebih terperinciHUBUNGAN ANTARA POLA PARENTAL ATTACHMENT DENGAN KUALITAS PERSAHABATAN REMAJA AWAL AINI NOOR TAUHIDA ABSTRAK
HUBUNGAN ANTARA POLA PARENTAL ATTACHMENT DENGAN KUALITAS PERSAHABATAN REMAJA AWAL AINI NOOR TAUHIDA ABSTRAK Kebutuhan akan teman dekat pada masa remaja awal semakin meningkat. Hal ini mendorong remaja
Lebih terperinciBAB 1 PENDAHULUAN. Statistik (BPS) Republik Indonesia melaporkan bahwa Indonesia memiliki
BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Permasalahan Berdasarkan sensus penduduk terbaru yang dilaksanakan pada tahun 2010, Badan Pusat Statistik (BPS) Republik Indonesia melaporkan bahwa Indonesia memiliki
Lebih terperinciDATA SUBJEK SUBJEK I SUBJEK II SUBJEK III
DATA SUBJEK SUBJEK I SUBJEK II SUBJEK III Inisial A D V Usia 22 tahun 27 tahun 33 tahun Tempat/Tanggal Jakarta, 24 Mei 1986 Jakarta, 19 Maret 1981 Jakarta Lahir Agama Islam Kristen Protestan Katolik Suku
Lebih terperinciBAB 2 TINJAUAN PUSTAKA. berhubungan dengan orang lain (Stuart & Sundeen, 1998). Potter & Perry. kelemahannya pada seluruh aspek kepribadiannya.
7 BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Konsep diri 2.1.1. Pengertian Konsep diri Konsep diri adalah semua ide, pikiran, kepercayaan dan pendirian yang diketahui individu tentang dirinya dan mempengaruhi individu
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. dengan harapan. Masalah tersebut dapat berupa hambatan dari luar individu maupun
BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Individu memiliki berbagai macam masalah didalam hidupnya, masalah dalam diri individu hadir bila apa yang telah manusia usahakan jauh atau tidak sesuai dengan
Lebih terperinciBAB II LANDASAN TEORI
BAB II LANDASAN TEORI 2.1. Kepuasan Pernikahan 2.1.1. Definisi Kepuasan Pernikahan Kepuasan pernikahan merupakan suatu perasaan yang subjektif akan kebahagiaan, kepuasan dan pengalaman menyenangkan yang
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. asuhan, sebagai figur identifikasi, agen sosialisasi, menyediakan pengalaman dan
BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Orang tua berperan sebagai figur pemberi kasih sayang dan melakukan asuhan, sebagai figur identifikasi, agen sosialisasi, menyediakan pengalaman dan berperan
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. Masa remaja berhubungan dengan perubahan intelektual. Dimana cara
BAB I PENDAHULUAN A. LATAR BELAKANG Masa remaja berhubungan dengan perubahan intelektual. Dimana cara berpikir remaja mengarah pada tercapainya integrasi dalam hubungan sosial (Piaget dalam Hurlock, 1980).
Lebih terperinciBAB 2 TINJAUAN PUSTAKA
BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Perilaku Diet 2.1.1 Pengertian Perilaku Diet Perilaku adalah suatu respon atau reaksi organisme terhadap stimulus dari lingkungan sekitar. Lewin (dalam Azwar, 1995) menyatakan
Lebih terperinciBAB II TINJAUAN PUSTAKA. A. Kecerdasan Emosional pada Remaja Akhir. 1. Pengertian Kecerdasan Emosional Pada remaja Akhir
BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. Kecerdasan Emosional pada Remaja Akhir 1. Pengertian Kecerdasan Emosional Pada remaja Akhir Menurut Goleman (2000) kecerdasan emosional adalah kemampuan yang dimiliki seseorang
Lebih terperinciTAHAP PERKEMBANGAN ANAK USIA 12-17 TAHUN
TAHAP PERKEMBANGAN ANAK USIA 12-17 TAHUN LATAR BELAKANG Lerner dan Hultsch (1983) menyatakan bahwa istilah perkembangan sering diperdebatkan dalam sains. Walaupun demikian, terdapat konsensus bahwa yang
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. Masa remaja merupakan masa transisi dari anak-anak menuju masa. lainnya. Masalah yang paling sering muncul pada remaja antara lain
BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masa remaja merupakan masa transisi dari anak-anak menuju masa dewasa yang meliputi berbagai macam perubahan yaitu perubahan biologis, kognitif, sosial dan emosional.
Lebih terperinci