BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA. Hygiene adalah upaya kesehatan dengan cara memelihara dan melindungi

Ukuran: px
Mulai penontonan dengan halaman:

Download "BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA. Hygiene adalah upaya kesehatan dengan cara memelihara dan melindungi"

Transkripsi

1 8 BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA 2.2.Hygiene dan Sanitasi Pengertian Hygiene adalah upaya kesehatan dengan cara memelihara dan melindungi kebersihan subjeknya seperti mencuci tangan dengan air bersih dan sabun untuk melindungi kebersihan tangan, mencuci piring untuk kebersihan piring, membuang bagian makanan yang rusak untuk melindungi keutuhan makanan secara keseluruhan (Depkes RI, 2004). Hygiene adalah suatu usaha pencegahan penyakit yang menitik beratkan pada usaha kesehatan perseorangan atau manusia beserta lingkungan tempat orang tersebut berada (Widyati, 2002). Sanitasi adalah suatu usaha pencegahan penyakit yang menitikberatkan kegiatan pada usaha kesehatan lingkungan hidup manusia (Widyati, 2002). Sanitasi adalah upaya kesehatan dengan cara memelihara dan melindungi kebersihan lingkungan dari subyeknya. Misalnya menyediakan air yang bersih untuk keperluan mencuci tangan, menyediakan tempat sampah untuk mewadahi sampah agar tidak dibuang sembarangan. Hygiene dan sanitasi tidak dapat dipisahkan satu dengan yang lain karena erat kaitannya. Misalnya hygiene sudah baik karena mau mencuci tangan, tetapi sanitasinya tidak mendukung karena tidak cukup tersedia air bersih, maka mencuci tangan tidak sempurna (Depkes RI, 2004). 8

2 Prinsip Hygiene Sanitasi Makanan Dalam pengelolaan makanan ada 6 prinsip yang harus di perhatikan yaitu (Purawidjaja, 1995): 1. Pemilihan bahan baku makanan Perlindungan terhadap bahan baku dari bahaya-bahaya bahan kimia atau pertumbuhan mikroorganisme patogen dan pembentukan toksin selama transportasi dan penyimpanan bahan baku mutlak diperhatikan. Bahan-bahan yang dimakan dalam keadaan mentah harus diangkut dan disimpan terpisah dari bahan baku lain dan bahan-bahan yang bukan bahan pangan. Bahan pangan harus dikirim sedemikian rupa sehingga mencegah pertumbuhan mikroorganisme patogen atau pembentukan toksin dengan mengatur lamanya waktu pengiriman, suhu dan aktifitas air (water aktivity=aw) bahan baku. 2. Penyimpanan bahan makanan Kerusakan bahan makan dapat terjadi karena tercemar bakteri, karena alam dan perlakuan manusia, adanya enzim dalam makanan yang diperlukan dalam proses pematangan seperti pada buah-buahan dan kerusakan mekanis seperti gesekan, tekanan, benturan dan lain-lain. Untuk mencegah terjadinya kerusakan dapat dikendalikan dengan pencegahan pencemaran bakteri. Sifat dan karakteristik bakteri seperti sifat hidupnya, daya tahan panas, faktor lingkungan hidup, kebutuhan oksigen dan berdasarkan pertumbuhannya. Terdapat empat cara penyimpanan makanan sesuai dengan suhu yang dipersyaratkan, yaitu penyimpanan sejuk (cooling), penyimpanan dingin (chilling), penyimpanan dingin sekali (freezing), penyimpanan beku (frozen).

3 10 3. Pengolahan makanan Pengolahan makanan adalah proses pengubahan bentuk dari bahan mentah menjadi makanan yang siap santap. Pengolahan makanan yang baik adalah yang mengikuti kaidah dan prinsip-prinsip hygiene dan sanitasi. 4. Pengangkutan makanan Pengangkutan makanan yang sehat akan sangat berperan dalam mencegah terjadinya pencemaran makanan. Pencemaran pada makanan masak lebih tinggi risikonya daripada pencemaran bahan makanan. Oleh karena itu titik berat pengendalian yang perlu diperhatikan adalah pada makanan masak. 5. Penyimpanan makanan Bakteri akan tumbuh dan berkembang dalam makanan yang berada dalam suasana yang cocok untuk hidupnya sehingga jumlahnya menjadi banyak. Suasana yang cocok untuk pertumbuhan bakteri di antaranya suasana makanan banyak protein dan banyak air (moisture), ph normal (6,8-7,5), suhu optimum (10-60 C). Bahaya terbesar dalam makanan masak adalah adanya mikroorganisme patogen dalam makanan akibat terkontaminasinya makanan sewaktu proses pengolahan makanan maupun kontaminasi silang melalui wadah maupun penjamah. makanan, kemudian dibiarkan dingin pada suhu ruangan. Kondisi optimum mikroorganisme patogen dalam makanan siap saji ini akan mengakibatkan mikroorganisme berlipat ganda dalam jangka waktu antara 1-2 jam. Faktor risiko kejadian foodborne diseases yaitu pada proses pembersihan alat makan kontak dengan makanan. Faktor risiko juga dapat disebabkan oleh

4 11 temperatur dan waktu penyimpanan tidak baik, rendahnya personal hygiene, dan alat makan yang tercemar. 6. Penyajian makanan Makanan yang disajikan adalah makanan yang siap santap/laik santap. Laik santap dapat dinyatakan bilamana telah dilakukan uji organoleptik dan uji biologis. Dalam prinsip penyajian makanan wadah untuk setiap jenis makanan ditempatkan dalam wadah terpisah, dan diusahakan tertutup. Tujuannya agar makanan tidak terkontaminasi silang, bila satu makanan tercemar yang lain dapat diselamatkan, serta memperpanjang masa saji makanan sesuai dengan tingkat kerawanan pangan Persyaratan Teknis Higiene dan Sanitasi Jasaboga Persyaratan teknis higiene dan sanitasi jasaboga menurut Peraturan Menteri Kesehatan RI Nomor 1096/Menkes/Per/VI/2011 dapat dijelaskan sebagia berikut: A. Bangunan 1. Lokasi Lokasi jasaboga tidak berdekatan dengan sumber pencemaran seperti tempat sampah umum, WC umum, pabrik cat dan sumber pencemaran lainnya. a. Halaman (1) Terpampang papan nama perusahaan dan nomor Izin Usaha serta nomor Sertifikat Laik Higiene Sanitasi.

5 12 (2) Halaman bersih, tidak bersemak, tidak banyak lalat dan tersedia tempat sampah yang bersih dan bertutup, tidak terdapat tumpukan barang-barang yang dapat menjadi sarang tikus. (3) Pembuangan air limbah (air limbah dapur dan kamar mandi) tidak menimbulkan sarang serangga, jalan masuknya tikus dan dipelihara kebersihannya. (4) Pembuangan air hujan lancar, tidak terdapat genangan air. b. Konstruksi Konstruksi bangunan untuk kegiatan jasaboga harus kokoh dan aman. Konstruksi selain kuat juga selalu dalam keadaan bersih secara fisik dan bebas dari barang-barang sisa atau bekas yang ditempatkan sembarangan. c. Lantai Kedap air, rata, tidak retak, tidak licin, kemiringan/kelandaian cukup dan mudah dibersihkan. d. Dinding Permukaan dinding sebelah dalam rata, tidak lembab, mudah dibersihkan dan berwarna terang. Permukaan dinding yang selalu kena percikan air, dilapisi bahan kedap air setinggi 2 (dua) meter dari lantai dengan permukaan halus, tidak menahan debu dan berwarna terang. Sudut dinding dengan lantai berbentuk lengkung (conus) agar mudah dibersihkan dan tidak menyimpan debu/kotoran.

6 13 2. Langit-langit a. Bidang langit-langit harus menutupi seluruh atap bangunan, terbuat dari bahan yang permukaannya rata, mudah dibersihkan, tidak menyerap air dan berwarna terang. b. Tinggi langit-langit minimal 2,4 meter di atas lantai. 3. Pintu dan jendela a. Pintu ruang tempat pengolahan makanan dibuat membuka ke arah luar dan dapat menutup sendiri (self closing), dilengkapi peralatan anti serangga/lalat seperti kassa, tirai, pintu rangkap dan lain-lain. b. Pintu dan jendela ruang tempat pengolahan makanan dilengkapi peralatan anti serangga/lalat seperti kassa, tirai, pintu rangkap dan lain-lain yang dapat dibuka dan dipasang untuk dibersihkan. 4. Pencahayaan a. Intensitas pencahayaan harus cukup untuk dapat melakukan pemeriksaan dan pembersihan serta melakukan pekerjaan-pekerjaan secara efektif. b. Setiap ruang tempat pengolahan makanan dan tempat cuci tangan intensitas pencahayaan sedikitnya 10 candle/fc pada titik 90 cm dari lantai. c. Semua pencahayaan tidak boleh menimbulkan silau dan distribusinya sedemikian rupa sehingga tidak menimbulkan bayangan. d. Cahaya terang dapat diketahui dengan alat ukur lux meter (foot candle meter) 5. Ventilasi/penghawaan/lubang angin a. Bangunan atau ruangan tempat pengolahan makanan harus dilengkapi dengan ventilasi sehingga terjadi sirkulasi/peredaran udara.

7 14 b. Luas ventilasi 20% dari luas lantai, untuk : 1) Mencegah udara dalam ruangan panas atau menjaga kenyamanan dalam ruangan. 2) Mencegah terjadinya kondensasi/pendinginan uap air atau lemak dan menetes pada lantai, dinding dan langit-langit. 3) Membuang bau, asap dan pencemaran lain dari ruangan. 6. Ruang pengolahan makanan a. Luas tempat pengolahan makanan harus sesuai dengan jumlah karyawan yang bekerja dan peralatan yang ada di ruang pengolahan. b. Luas lantai dapur yang bebas dari peralatan minimal dua meter persegi (2 m 2 ) untuk setiap orang pekerja. Contoh : Luas ruang dapur (dengan peralatan kerja) 4 m x 5 m = 20 m 2. Jumlah karyawan yang bekerja di dapur 6 orang, maka tiap pekerja mendapat luas ruangan 20/6 = 3,3 m 2, berarti luas ini memenuhi syarat (luas 2 m 2 untuk pekerja dan luas 1,3 m 2 perkiraan untuk keberadaan peralatan). Luas ruangan dapur dengan peralatan 3 m x 4 m = 12 m 2. Jumlah karyawan di dapur 6 orang, maka tiap karyawan mendapat luas ruangan 12/6 = 2 m 2, luas ini tidak memenuhi syarat karena dihitung dengan keberadaan peralatan di dapur. c. Ruang pengolahan makanan tidak boleh berhubungan langsung dengan toilet/jamban, peturasan dan kamar mandi. d. Peralatan di ruang pengolahan makanan minimal harus ada meja kerja, lemari/ tempat penyimpanan bahan dan makanan jadi yang terlindung dari gangguan serangga, tikus dan hewan lainnya.

8 15 B. Fasilitas Sanitasi 1. Tempat cuci tangan a. Tersedia tempat cuci tangan yang terpisah dari tempat cuci peralatan maupun bahan makanan dilengkapi dengan air mengalir dan sabun, saluran pembuangan tertutup, bak penampungan air dan alat pengering. b. Tempat cuci tangan diletakkan pada tempat yang mudah dijangkau dan dekat dengan tempat bekerja. c. Jumlah tempat cuci tangan disesuaikan dengan jumlah karyawan dengan perbandingan sebagai berikut : Jumlah karyawan 1-10 orang : 1 buah tempat cuci tangan orang : 2 buah tempat cuci tangan Setiap ada penambahan karyawan sampai dengan 10 orang, ada penambahan 1 (satu) buah tempat cuci tangan. 2. Air bersih a. Air bersih harus tersedia cukup untuk seluruh kegiatan penyelenggaraan jasaboga. b. Kualitas air bersih harus memenuhi persyaratan sesuai dengan peraturan yang berlaku. 3. Jamban dan peturasan (urinoir) a. Jasaboga harus mempunyai jamban dan peturasan yang memenuhi syarat higiene sanitasi. b. Jumlah jamban harus cukup, dengan perbandingan sebagai berikut :

9 16 1) Jumlah karyawan : 1-10 orang : 1 buah; orang : 2 buah; dan orang : 3 buah. Setiap ada penambahan karyawan sampai dengan 25 orang, ada penambahan 1 (satu) buah jamban. 2) Jumlah peturasan harus cukup, dengan perbandingan sebagai berikut : Jumlah karyawan : 1-30 orang : 1 buah; orang : 2 buah. Setiap ada penambahan karyawan sampai dengan 30 orang, ada penambahan 1 (satu) buah peturasan. 4. Kamar mandi a. Jasaboga harus mempunyai fasilitas kamar mandi yang dilengkapi dengan air mengalir dan saluran pembuangan air limbah yang memenuhi persyaratan kesehatan. b. Jumlah kamar mandi harus mencukupi kebutuhan, paling sedikit tersedia : Jumlah karyawan : 1-30 orang : 1 buah. Setiap ada penambahan karyawan sampai dengan 20 orang, ada penambahan 1 (satu) buah kamar mandi. 5. Tempat sampah a. Tempat sampah harus terpisah antara sampah basah (organik) dan sampah kering (an organik). b. Tempat sampah harus bertutup, tersedia dalam jumlah yang cukup dan diletakkan sedekat mungkin dengan sumber produksi sampah, namun dapat menghindari kemungkinan tercemarnya makanan oleh sampah.

10 17 C. Peralatan Tempat pencucian peralatan dan bahan makanan a. Tersedia tempat pencucian peralatan, jika memungkinkan terpisah dari tempat pencucian bahan pangan. b. Pencucian peralatan harus menggunakan bahan pembersih/deterjen. c. Pencucian bahan makanan yang tidak dimasak atau dimakan mentah harus dicuci dengan menggunakan larutan Kalium Permanganat (KMnO4) dengan konsentrasi 0,02% selama 2 menit atau larutan kaporit dengan konsentrasi 70% selama 2 menit atau dicelupkan ke dalam air mendidih (suhu 80 C C) selama 1 5 detik. d. Peralatan dan bahan makanan yang telah dibersihkan disimpan dalam tempat yang terlindung dari pencemaran serangga, tikus dan hewan lainnya Kebijakan Peraturan Menteri Kesehatan Tentang Higiene Sanitasi Jasaboga Beberapa ketentuan yang tercantum dalam surat Permenkes RI No. 1096/Menkes/Per/ VI/2011 antara lain menyebutkan, bahwa setiap jasaboga harus memperkerjakan seorang penanggungjawab yang mempunyai pengetahuan higiene sanitasi makanan dan memiliki sertifikat higiene sanitasi makanan. Pengertian hygiene, merupakan upaya kesehatan dengan cara memelihara dan melindungi kebersihan individu subjeknya. Sedangkan pengertian sanitasi merupakan upaya kesehatan dengan cara memelihara dan melindungi kebersihan lingkungan dari subjeknya, misalnya menyediakan air bersih untuk mencuci tangan, menyediakan tempat sampah untuk menjaga agar sampah tidak dibuang sembarangan. Pengertian

11 18 lain menyatakan sanitasi sebagai pencegahan penyakit dengan cara menghilangkan atau mengawasi faktor-faktor lingkungan yang berkaitan dengan mata rantai perpindahan penyakit Jasa Boga Menurut Permenkes RI No. 1096/Menkes/Per/VI/2011, jasaboga adalah usaha pengelolaan makanan yang disajikan di luar tempat usaha atas dasar pesanan yang dilakukan oleh perseorangan atau badan usaha. Usaha Jasaboga dibagi menjadi tiga golongan, yakni golongan A, B, dan C yang golongan tersebut berdasarkan luas jangkauan pelayanan dan kemungkinan besarnya risiko yang dilayani. A. Jasaboga Golongan A 1. Jasaboga Golongan A1 a. Kriteria Jasaboga yang melayani kebutuhan masyarakat umum, dengan pengolahan makanan yang menggunakan dapur rumah tangga dan dikelola oleh keluarga. b. Persyaratan Teknis 1) Pengaturan ruang Ruang pengolahan makanan tidak boleh dipakai sebagai ruang tidur. 2) Ventilasi/penghawaan a) Apabila bangunan tidak mempunyai ventilasi alam yang cukup, harus menyediakan ventilasi buatan untuk sirkulasi udara. b) Pembuangan udara kotor atau asap harus tidak menimbulkan gangguan terhadap lingkungan.

12 19 3) Tempat cuci tangan dan tempat cuci peralatan Tersedia tempat cuci tangan dan tempat cuci peralatan yang terpisah dengan permukaan halus dan mudah dibersihkan. 4) Penyimpanan makanan Untuk tempat penyimpanan bahan pangan dan makanan jadi yang cepat membusuk harus tersedia minimal 1 (satu) buah lemari es (kulkas). 2. Jasaboga Golongan A2 a. Kriteria Jasaboga yang melayani kebutuhan masyarakat umum, dengan pengolahan yang menggunakan dapur rumah tangga dan memperkerjakan tenaga kerja. b. Persyaratan Teknis 1) Memenuhi persyaratan teknis jasaboga golongan A1. 2) Memenuhi persyaratan khusus sebagai berikut : a) Pengaturan ruang Ruang pengolahan makanan harus dipisahkan dengan dinding pemisah yang memisahkan tempat pengolahan makanan dengan ruang lain. b) Ventilasi/penghawaan Pembuangan asap dari dapur harus dilengkapi dengan alat pembuangan asap yang membantu pengeluaran asap dapur sehingga tidak mengotori ruangan. c) Penyimpanan makanan Untuk penyimpanan bahan pangan dan makanan yang cepat membusuk harus tersedia minimal 1 (satu) buah lemari es (kulkas).

13 20 d) Ruang ganti pakaian Bangunan harus dilengkapi dengan ruang/tempat penyimpanan dan ganti pakaian dengan luas yang cukup. Fasilitas ruang ganti pakaian berada/diletakkan di tempat yang dapat mencegah kontaminasi terhadap makanan. 3. Jasaboga golongan A3 a. Kriteria Jasaboga yang melayani kebutuhan masyarakat umum, dengan pengolahan yang menggunakan dapur khusus dan memperkerjakan tenaga kerja. b. Persyaratan teknis 1) Memenuhi persyaratan teknis jasaboga golongan A2. 2) Memenuhi persyaratan khusus sebagai berikut : a) Pengaturan ruang Ruang pengolahan makanan harus terpisah dari bangunan untuk tempat tinggal. b) Ventilasi/penghawaan : Pembuangan asap dari dapur harus dilengkapi dengan alat pembuangan asap atau cerobong asap atau dapat pula dilengkapi dengan alat penangkap asap (smoke hood). c) Ruang pengolahan makanan Tempat memasak makanan harus terpisah secara jelas dengan tempat penyiapan makanan matang.

14 21 Harus tersedia lemari penyimpanan dingin yang dapat mencapai suhu 50C dengan kapasitas yang cukup untuk melayani kegiatan sesuai dengan jenis makanan/bahan makanan yang digunakan. d) Alat angkut dan wadah makanan Tersedia kendaraan khusus pengangkut makanan dengan konstruksi tertutup dan hanya dipergunakan untuk mengangkut makanan siap saji. Alat/tempat angkut makanan harus tertutup sempurna, dibuat dari bahan kedap air, permukaan halus dan mudah dibersihkan. Pada setiap kotak (box) yang dipergunakan sekali pakai untuk mewadahi makanan, harus mencantumkan nama perusahaan, nomor Izin Usaha dan nomor Sertifikat Laik Higiene Sanitasi. Jasaboga yang menyajikan makanan tidak dengan kotak, harus mencantumkan nama perusahaan dan nomor Izin Usaha serta nomor Sertifikat Laik Higiene Sanitasi di tempat penyajian yang mudah diketahui umum. B. Jasaboga Golongan B 1. Kriteria Jasaboga yang melayani kebutuhan masyarakat khusus untuk asrama jemaah haji, asrama transito, pengeboran lepas pantai, perusahaan serta angkutan umum dalam negeri dengan pengolahan yang menggunakan dapur khusus dan mempekerjakan tenaga kerja.

15 22 2. Persyaratan teknis a. Memenuhi persyaratan teknis jasaboga golongan A3. b. Memenuhi persyaratan khusus sebagai berikut : 1) Halaman Pembuangan air kotor harus dilengkapi dengan penangkap lemak (grease trap) sebelum dialirkan ke bak penampungan air kotor (septic tank) atau tempat pembuangan lainnya. 2) Lantai Pertemuan antara lantai dan dinding tidak terdapat sudut mati dan harus lengkung (conus) agar mudah dibersihkan. 3) Pengaturan ruang Memiliki ruang kantor dan ruang untuk belajar/khusus yang terpisah dari ruang pengolahan makanan. 4) Ventilasi/penghawaan Pembuangan asap dari dapur harus dilengkapi dengan penangkap asap (hood), alat pembuang asap dan cerobong asap. 5) Fasilitas pencucian peralatan dan bahan makanan (a). Fasilitas pencucian dari bahan yang kuat, permukaan halus dan mudah dibersihkan. (b). Setiap peralatan dibebashamakan sedikitnya dengan larutan kaporit 50 ppm atau air panas 80 0 C selama 2 menit. (c). Tempat cuci tangan

16 23 Setiap ruang pengolahan makanan harus ada minimal 1 (satu) buah tempat cuci tangan dengan air mengalir yang diletakkan dekat pintu dan dilengkapi dengan sabun. (d). Ruang pengolahan makanan (1) Tersedia ruang tempat pengolahan makanan yang terpisah dari ruang tempat penyimpanan bahan makanan. (2) Tersedia lemari penyimpanan dingin yang dapat mencapai suhu -5 0 C sampai C dengan kapasitas yang cukup memadai sesuai dengan jenis makanan yang digunakan. C. Jasaboga Golongan C 1. Kriteria Jasaboga yang melayani kebutuhan alat angkutan umum internasional dan pesawat udara dengan pengolahan yang menggunakan dapur khusus dan memperkerjakan tenaga kerja. 2. Persyaratan a. Memenuhi persyaratan jasaboga golongan B. b. Memenuhi persyaratan khusus sebagai berikut : 1) Ventilasi/penghawaan a) Pembuangan asap dilengkapi dengan penangkap asap (hood), alat pembuang asap, cerobong asap, saringan lemak yang dapat dibuka dan dipasang untuk dibersihkan secara berkala. b) Ventilasi ruangan dilengkapi dengan alat pengatur suhu ruangan yang dapat menjaga kenyamanan ruangan.

17 24 2) Fasilitas pencucian alat dan bahan a) Terbuat dari bahan logam tahan karat dan tidak larut dalam makanan seperti stainless steel. b) Air untuk keperluan pencucian peralatan dan cuci tangan harus mempunyai kekuatan tekanan sedikitnya 15 psi (1,2 kg/cm 2 ). 3) Ruang pengolahan makanan a) Tersedia lemari penyimpanan dingin untuk makanan secara terpisah sesuai dengan jenis makanan/bahan makanan yang digunakan seperti daging, telur, unggas, ikan, sayuran dan buah dengan suhu yang dapat mencapai kebutuhan yang disyaratkan. b) Tersedia gudang tempat penyimpanan makanan untuk bahan makanan kering, makanan terolah dan bahan yang tidak mudah membusuk. c) Rak penyimpanan makanan harus mudah dipindahkan dengan menggunakan roda penggerak sehingga ruangan mudah dibersihkan Kebijakan Kesehatan Pengertian Kebijakan kesehatan memiliki peran strategis dalam pengembangan dan pelaksanaan program kesehatan. Kebijakan kesehatan juga berperan sebagai panduan bagi semua unsur masyarakat dalam bertindak dan berkontribusi terhadap pembangunan kesehatan. Melalui perancangan dan pelaksanaan kebijakan kesehatan yang benar, diharapkan mampu mengendalikan dan memperkuat peran stakeholders

18 25 guna menjamin kontribusi secara maksimal, menggali sumber daya potensial, serta menghilangkan penghalang pelaksanaan pembangunan kesehatan (Buse, 2009). Ada banyak gagasan mengenai definisi kebijakan kesehatan, misalnya di bidang ekonomi mengartikan bahwa kebijakan kesehatan adalah segala sesuatu tentang pengalokasian sumberdaya yang langka bagi kesehatan. Sementara seorang perencana memandang bahwa kebijakan kesehatan adalah cara untuk mempengaruhi faktor-faktor penentu di sektor kesehatan agar dapat meningkatkan kualitas kesehatan masyarakat, dan dari sisi seorang dokter maka kebijakan kesehatan diartikan sebagai segala sesuatu yang berhubungan dengan layanan kesehatan. Kebijakan kesehatan serupa dengan politik dan segala penawaran terbuka kepada orang yang berpengaruh pada penyusunan kebijakan, bagaimana mereka mengolah pengaruh tersebut, dan dengan persyaratan apa (Buse, 2009) Implementasi Kebijakan Implementasi kebijakan dipandang dalam pengertian yang luas, merupakan tahap dari proses kebijakan segera setelah penetapan Undang-Undang. Implementasi dipandang secara luas mempunyai makna pelaksanaan Undang-Undang dimana berbagai aktor, organisasi, prosedur, dan teknik bekerja bersama-sama untuk menjalankan kebijakan dalam upaya untuk meraih tujuan-tujuan kebijakan atau program-program (Winarno, 2007). Implementasi pada sisi lain merupakan fenomena yang kompleks yang mungkin dapat dipahami sebagai suatu proses, suatu keluaran (output) maupun sebagai dampak (outcome), misalnya, implementasi dikonseptualisasikan sebagai

19 26 suatu proses, atau serangkaian keputusan dan tindakan yang ditujukan agar keputusan-keputusan yang diterima oleh lembaga legislatif bisa dijalankan. Winarno (2007), dalam bukunya Kebijakan Publik Teori dan Proses, mengutip apa yang disampaikan oleh Ripley dan Franklin dalam Bureucracy and policy Implementation yang berpendapat bahwa implementasi adalah apa yang terjadi setelah Undang-Undang ditetapkan yang memberikan otoritas program, kebijakan, keuntungan, atau suatu jenis keluaran yang nyata. Istilah implementasi menunjuk pada sejumlah kegiatan yang mengikuti pernyataan maksud tentang tujuan-tujuan program dan hasil-hasil yang diinginkan oleh pejabat pemerintah. Implementasi mencakup tindakan-tindakan (tanpa tindakan) oleh berbagai aktor, khususnya para birokrat, yang dimaksudkan untuk program berjalan. Sedangkan menurut Agustino (2008), studi implementasi merupakan suatu kajian mengenai studi kebijakan yang mengarah pada proses pelaksanaan dari suatu kebijakan. Dalam praktiknya implementasi kebijakan merupakan suatu proses yang begitu kompleks bahkan tidak jarang bermuatan politis dengan adanya intervensi berbagai kepentingan. Selain hal tersebut, Agustino (2008), dalam bukunya Dasar- Dasar Kebijakan Publik, mengutip pernyataan yang dikemukakan oleh seorang ahli studi kebijakan yakni Eugene Bardach yang melukiskan kerumitan dalam proses implementasi, yaitu: adalah cukup untuk membuat sebuah program dan kebijakan umum yang kelihatannya bagus di atas kertas. Lebih sulit lagi merumuskannya dalam kata-kata dan slogan yang kedengarannya mengenakkan bagi telinga para pemimpin dan para pemilih yang mendengarkannya. Dan lebih sulit lagi untuk

20 27 melaksanakannya dalam bentuk cara yang memuaskan semua orang termasuk mereka anggap klien. Agustino (2008) mengutip pernyataan Daniel Mazmanian dan Paul Sabatier, dalam bukunya Implementation and Public Policy mendefinisikan implementasi kebijakan sebagai: Pelaksanaan keputusan kebijakan dasar, biasanya dalam bentuk Undang-Undang, namun dapat pula berbentuk perintah-perintah atau keputusankeputusan eksekutif yang penting atau keputusan badan peradilan. Lazimnya, keputusan tersebut mengidentifikasikan masalah yang ingin diatasi, menyebutkan secara tegas tujuan atau sasaran yang ingin dicapai, dan berbagai cara untuk menstrukturkan atau mengatur proses implementasinya. Menurut Nugroho (2008), implementasi kebijakan pada prinsipnya adalah cara agar sebuah kebijakan dapat mencapai tujuannya. Untuk mengimplementasikan kebijakan publik, ada dua pilihan langka yang ada, yaitu langsung mengimplementasikan dalam bentuk program atau menilai formulasi kebijakan derivate atau turunan dari kebijakan tersebut. Kebijakan publik dalam bentuk Undang-Undang atau Peraturan Daerah adalah jenis kebijakan publik yang memerlukan kebijakan publik penjelas atau yang sering diistilahkan sebagai peraturan pelaksana. Kebijakan publik yang bisa langsung operasional antara lain: Keppres, Inpres, Kepmen, Keputusan Kepala Daerah, Keputusan Kepala Dinas, dan lain-lain. Hogwood dan Gun dalam Nugroho (2008), menyebutkan bahwa secara umum ada tiga faktor yang menyebabkan kegagalan implementasi. Pertama, karena kebijakan yang buruk. Sejak awal perumusan kebijakan tersebut dilakukan secara sembrono, tidak lengkap informasi yang diperlukan dalam perumusan kebijakan,

21 28 salah memilih masalah, tujuan dan target yang tidak jelas. Kedua, karena pelaksanaannya yang memang buruk, misalnya kurang koordinasi antara pelaksana, tidak cukup sarana dan sarana penunjang. Ketiga, adanya faktor nasib yang tidak menguntungkan. Semua syarat untuk keberhasilan implementasi sudah terpenuhi, tetapi ada hambatan-hambatan yang tidak dapat ditanggulangi dengan cara rasional sekalipun. Tiga kegiatan utama yang paling penting dalam implementasi kebijakan adalah (Tangkilisan, 2005) : 1. Penafsiran, yaitu merupakan kegiatan yang menterjemahkan makna program ke dalam pengaturan yang dapat diterima dan dapat dijalankan. 2. Organisasi yaitu merupakan unit atau wadah untuk menempatkan program ke dalam tujuan kebijakan. 3. Penerapan yang berhubungan dengan perlengkapan rutin bagi pelayanan, upah, dan lain-lainnya. Menurut Wibawa (1994), secara sederhana tujuan implementasi kebijakan adalah untuk menetapkan arah agar tujuan kebijakan publik dapat direalisasikan sebagai hasil dari kegiatan pemerintah. Untuk mengimplementasikan kebijakan publik, dikenal beberapa model, antara lain: 1. Model Goggin Untuk mengimplementasi kebijakan dengan model Goggin ini dapat mengidentifikasikan variabel-variabel yang memengaruhi tujuan-tujuan formal pada keseluruhan implementasi, yakni: (1) Bentuk dan isi kebijakan, termasuk di dalamnya kemampuan kebijakan untuk menstrukturkan proses implementasi, (2) Kemampuan

22 29 organisasi dengan segala sumber daya berupa dana maupun insentif lainnya yang akan mendukung implementasi secara efektif, dan (3) Pengaruh lingkungan dari masyarakat dapat berupa karakteristik, motivasi, kecenderungan hubungan antara warga masyarakat, termasuk pola komunikasinya (Tangkilisan, 2005). 2. Model Grindle Implementasi kebijakan menurut Grindle, ditentukan oleh isi kebijakan dan konteks implementasinya. Ide dasar Grindle adalah bahwa setelah kebijakan ditransformasikan menjadi program aksi maupun proyek individual dan biaya telah disediakan, maka implementasi kebijakan dilakukan. Isi kebijakan mencakup: (1) Kepentingan yang terpengaruhi oleh kebijakan, (2) Jenis manfaat yang akan dihasilkan, (3) Derajat perubahan yang diinginkan, (4) Kedudukan pembuat kebijakan, (5) Siapa pelaksana program, dan (6) Sumber daya yang dikerahkan. Konteks kebijakan menurut Grindle adalah: (1) Kekuasaan, kepentingan dan strategi aktor yang terlibat, (2) Karakteristik lembaga dan penguasa, dan (3) Kepatuhan serta daya tanggap pelaksana 3. Model Meter dan Horn Wibawa (1994), merumuskan sebuah abstraksi yang memperlihatkan hubungan antar berbagai faktor yang memengaruhi hasil atau kinerja suatu kebijakan. Model implementasi kebijakan ini dipengaruhi 6 faktor, yaitu (Tangkilisan, 2005): a. Standar kebijakan dan sasaran yang menjelaskan rincian tujuan keputusan kebijakan secara menyeluruh. b. Sumber daya kebijakan berupa dana pendukung implementasi.

23 30 c. Komunikasi inter organisasi dan kegiatan pengukuran digunakan oleh pelaksana untuk memakai tujuan yang hendak dicapai. d. Karakteristik pelaksanaan, artinya karakteristik organisasi merupakan faktor krusial yang akan menentukan berhasil tidaknya suatu program. e. Kondisi sosial ekonomi dan politik yang dapat mempengaruhi hasil kebijakan dan Sikap pelaksanaan dalam memahami kebijakan yang akan diterapkan. 4. Model Sabatier dan Mazmania Menurut konsep Sabatier dan Mazmanian, Implementasi kebijakan merupakan fungsi dari tiga variabel, yaitu: (1) Karakteristik masalah, (2) Struktur manajemen program yang tercermin dalam berbagai macam peraturan yang mengoperasionalkan kebijakan, dan (3) Faktor-faktor di luar peraturan. Konsep Sabatier dan Mazmanian menganggap bahwa suatu implementasi akan efektif apabila birokrasi pelaksananya mematuhi apa yang telah digariskan oleh peraturan (petunjuk pelaksanaan, petunjuk teknis). Oleh karena itu model ini disebut model Top Down. 5. Model Edward III Model Edward III mengajukan empat faktor atau variabel yang berpengaruh terhadap keberhasilan atau kegagalan implementasi kebijakan. Empat variabel atau faktor tadi antara lain meliputi variabel atau faktor communication, resources, dispositions, dan bureaucratic structure. a) Faktor Komunikasi Komunikasi kebijakan memiliki beberapa macam dimensi, antara lain dimensi transformasi, kejelasan, dan konsistensi. Dimensi transformasi menghendaki agar

24 31 kebijakan publik dapat ditransformasikan kepada para pelaksana, kelompok sasaran, dan pihak lain yang terkait dengan kebijakan. Dimensi kejelasan menghendaki agar kebijakan yang ditransmisikan kepada para pelaksana, target grup, dan pihak lain yang berkepentingan langsung maupun tidak langsung terhadap kebijakan dapat diterima dengan jelas sehingga di antara mereka mengetahui apa yang menjadi maksud, tujuan, dan sasaran serta substansi dari kebijakan publik tersebut. b) Sumber Daya 1) Sumber Daya Manusia Efektifitas pelaksanaan kebijakan sangat tergantung kepada sumber daya manusia (aparatur) yang bertanggung jawab melaksanakan kebijakan. Sumber daya manusia ini harus cukup (jumlah) dan cakap (ahli). Selain itu sumber daya manusia tersebut harus mengetahui apa yang harus dilakukan. Oleh karena itu, sumber daya manusia pelaku kebijakan tersebut juga membutuhkan informasi yang tidak saja berkaitan dengan bagaimana cara melaksanakan kebijakan, tetapi juga mengetahui arti penting (esensi) data mengenai kepatuhan pihak lain yang terlibat terhadap peraturan dan pengaturan berlaku. Tidak cukupnya sumber daya berarti peraturan (law) tidak akan bisa ditegakkan (enforced), pelayanan tidak disediakan, dan peraturan yang digunakan tidak bisa dikembangkan. 2) Sumber Daya Anggaran Sumber daya anggaran mempengaruhi efektifitas pelaksanaan kebijakan, selain sumber daya manusia adalah dana (anggaran) dan peralatan yang diperlukan untuk membiayai operasionalisasi pelaksanaan kebijakan. Terbatasnya anggaran yang tersedia menyebabkan kualitas pelayanan pada publik yang harus diberikan kepada

25 32 masyarakat juga terbatas. Karena kurangnya insentif yang diberikan kepada pelaksana kebijakan dapat menyebabkan para pelaku kebijakan tidak dapat melaksanakan tugas dan fungsinya secara optimal. Terbatasnya insentif tersebut tidak akan mampu mengubah sikap dan perilaku (disposisi) para pelaku kebijakan. Oleh karena itu, agar para pelaku kebijakan memiliki disposisi (sikap dan perilaku) tinggi dalam melaksanakan kebijakan diperlukan insentif yang cukup. Besar kecilnya insentif tersebut dapat mempengaruhi sikap dan perilaku (disposisi) pelaku kebijakan. Insentif tersebut bisa diwujudkan dalam bentuk rewards and punishment. 3) Sumber Daya Peralatan Sumber daya peralatan merupakan sarana yang digunakan untuk operasionalisasi implementasi suatu kebijakan yang meliputi gedung, tanah, dan sarana yang semuanya akan memudahkan dalam memberikan pelayanan dalam implementasi kebijakan. Terbatasnya fasilitas yang tersedia, kurang menunjang efisiensi dan tidak mendorong motivasi para pelaku dalam melaksanakan kebijakan. 4) Sumber Daya Informasi dan Kewenangan Sebagaimana telah dikemukakan sebelumnya bahwa sumber daya informasi juga menjadi faktor penting dalam implementasi kebijakan. Terutama, informasi yang relevan dan cukup tentang berkaitan dengan bagaimana cara mengimplementasikan suatu kebijakan. Kewenangan juga merupakan sumber daya lain yang mempengaruhi efektifitas pelaksanaan kebijakan. Kewenangan sangat diperlukan terutama untuk menjamin dan meyakinkan bahwa kebijakan yang akan dilaksanakan adalah sesuai dengan yang mereka kehendaki.

26 33 c) Disposisi Keberhasilan implementasi kebijakan bukan hanya ditentukan oleh sejauh mana pelaku kebijakan mengetahui apa yang harus dilakukan dan mampu melakukannya, tetapi juga ditentukan oleh kemauan para pelaku kebijakan tadi memiliki disposisi yang kuat terhadap kebijakan yang sedang diimplementasikan. Mereka akan tahu bahwa kebijakan akan menguntungkan organisasi dan dirinya, manakala mereka cukup pengetahuan (cognitive), dan mereka sangat mendalami dan memahaminya (comprehension and understanding). Pengetahuan, pendalaman, dan pemahaman kebijakan ini akan menimbulkan sikap menerima (acceptance), acuh tak acuh (neutrality), dan menolak (rejection) terhadap kebijakan. d) Struktur Birokrasi Struktur birokrasi ini mencakup aspek-aspek seperti struktur organisasi, pembagian kewenangan, hubungan antara unit-unit organisasi yang ada dalam organisasi bersangkutan, dan hubungan organisasi dengan organisasi luar dan sebagainya. Oleh karena itu, struktur birokrasi mencakup dimensi fragmentasi dan standar prosedur operasi yang akan memudahkan dan menyeragamkan tindakan dari para pelaksana kebijakan dalam melaksanakan apa yang menjadi bidang tugasnya. Menurut Friedman (2009), setidaknya ada 3 (tiga) kondisi yang harus dipenuhi sebelum suatu tindakan hukum, yakni peraturan atau norma, bisa memiliki dampak terhadap orang tertentu yang menjadi sasarannya. a. Peraturan atau norma harus dikomunikasikan kepada subjek. b. Subjek harus mampu melaksanakan atau, bila tidak, mereka tidak melaksanakannya.

27 34 c. Subjek harus memiliki dorongan untuk menjalankannya, berangkat dari keinginan, rasa takut, atau motif lainnya. Syarat kedua merupakan syarat yang lemah, yang mudah ditemui dalam kasus biasa. Suatu hukum yang memerintahkan orang untuk terbang tentu saja akan sia-sia saja. Selain itu, peraturan atau hukum harus dikomunikasikan karena sangat vital bagi sistem hukum manapun. Sudah menjadi aksinoma bahwa tidak seorangpun yang bisa mengarahkan perilakunya menurut hukum kecuali ia mengetahui hukum itu Landasan Teori Setelah suatu kebijakan diformulaskan atau ditetapkan selanjutnya akan memasuki tahap implementasi kebijakan, yang dianggap sebagai tahap yang paling menentukan dalam proses suatu kebijakan. Menurut Akib (2010), bahwa implementasi kebijakan merupakan aktifitas yang terlihat setelah dikeluarkan pengarahan yang sah dari suatu kebijakan yang meliputi upaya input menghasilkan output atau outcome bagi masyarakat. Badjuri dan Yuwono (2002), mengatakan bahwa untuk memperoleh sumber informasi utama tentang implementasi kebijakan, maka dilakukan monitoring. Monitoring merupakan cara untuk membuat pernyataan yang sifatnya penjelasan tentang kebijakan di waktu lampau maupun sekarang.

28 Kerangka Konsep Berdasarkan landasan teori yang telah dijelaskan sebelumnya, maka kerangka konsep untuk penelitian ini dapat ditunjukkan dalam gambar berikut : Kelayakan Fisik Jasa Boga 1. Bangunan a. Lokasi b. Langit-langit c. Pintu dan Jendela d. Pencahayaan e. Ventilasi f. Ruang Pengolahan Makanan 2. Fasilitas Sanitasi a. Tempat Cuci Tangan b. Air Bersih c. Jamban d. Kamar Mandi e. Tempat Sampah 3. Peralatan Implementasi Permenkes RI No. 1096/Menkes/Per/ VI/ 2011 Tentang Higiene Sanitasi Jasaboga Gambar 2.4. Kerangka Konsep Penelitian

- 5 - BAB II PERSYARATAN TEKNIS HIGIENE DAN SANITASI

- 5 - BAB II PERSYARATAN TEKNIS HIGIENE DAN SANITASI - 5 - BAB II PERSYARATAN TEKNIS HIGIENE DAN SANITASI A. BANGUNAN 1. Lokasi Lokasi jasaboga tidak berdekatan dengan sumber pencemaran seperti tempat sampah umum, WC umum, pabrik cat dan sumber pencemaran

Lebih terperinci

Sanitasi Penyedia Makanan

Sanitasi Penyedia Makanan Bab 6 Sanitasi Penyediaan Makanan Sanitasi Penyedia Makanan Sanitasi Jasa Boga Sanitasi Rumah Makan & Restoran Sanitasi Hotel Sanitasi Rumah Sakit Sanitasi Transportasi Penggolongan Jasa Boga Jasa boga

Lebih terperinci

Lampiran 1. Aspek Penilaian GMP dalam Restoran

Lampiran 1. Aspek Penilaian GMP dalam Restoran LAMPIRAN Lampiran 1. Aspek Penilaian GMP dalam Restoran No Parameter Bobot Nilai A Kondisi umum sekitar restoran 1 Lokasi 1 0 Jarak jasaboga minimal 500 m dari sumber pencemaran seperti tempat sampah umum,

Lebih terperinci

Jasaboga. Usaha pengelolaan makanan yang disajikan di luar tempat usaha atas dasar pesanan yang dilakukan oleh perseorangan atau Badan Usaha.

Jasaboga. Usaha pengelolaan makanan yang disajikan di luar tempat usaha atas dasar pesanan yang dilakukan oleh perseorangan atau Badan Usaha. Jasaboga Usaha pengelolaan makanan yang disajikan di luar tempat usaha atas dasar pesanan yang dilakukan oleh perseorangan atau Badan Usaha. PENGGOLONGAN JASABOGA 1. Jasaboga golongan A Golongan A1 Golongan

Lebih terperinci

Gambar lampiran 1: Tempat Pencucian Alat masak dan makan hanya satu bak

Gambar lampiran 1: Tempat Pencucian Alat masak dan makan hanya satu bak Gambar lampiran : Tempat Pencucian Alat masak dan makan hanya satu bak Gambar lampiran 2: saluran limbah yang kotor dan tidak tertutup dekat dengan Pengolahan sambal Gambar lampiran 3: keadaan dapur yang

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN. termasuk makanan dari jasaboga. Menurut Keputusan Menteri Kesehatan Republik

BAB 1 PENDAHULUAN. termasuk makanan dari jasaboga. Menurut Keputusan Menteri Kesehatan Republik BAB 1 PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Meningkatnya pendapatan masyarakat dan meningkatnya kegiatan pekerjaan di luar rumah, akan meningkatkan kebutuhan jasa pelayanan makanan terolah termasuk makanan dari

Lebih terperinci

LEMBAR KUESIONER UNTUK PENJAMAH MAKANAN LAPAS KELAS IIA BINJAI. Jenis Kelamin : 1.Laki-laki 2. Perempuan

LEMBAR KUESIONER UNTUK PENJAMAH MAKANAN LAPAS KELAS IIA BINJAI. Jenis Kelamin : 1.Laki-laki 2. Perempuan LAMPIRAN 1 LEMBAR KUESIONER UNTUK PENJAMAH MAKANAN LAPAS KELAS IIA BINJAI A. IDENTITAS PEKERJA Nama Alamat Usia :... :... :. Tahun Jenis Kelamin : 1.Laki-laki 2. Perempuan Status Perkawinan : 1.Kawin 2.

Lebih terperinci

BAB 5 HASIL PENELITIAN

BAB 5 HASIL PENELITIAN BAB 5 HASIL PENELITIAN Penelitian ini menggunakan data sekunder sehingga memiliki keterbatasan dalam pengambilan variabel-variabelnya. Laik fisik penilaiannya berdasarkan ketentuan Kepmenkes No. 715 tahun

Lebih terperinci

PENILAIAN PEMERIKSAAN KESEHATAN LINGKUNGAN HYGIENE SANITASI DI RUMAH MAKAN/RESTORAN

PENILAIAN PEMERIKSAAN KESEHATAN LINGKUNGAN HYGIENE SANITASI DI RUMAH MAKAN/RESTORAN PENILAIAN PEMERIKSAAN KESEHATAN LINGKUNGAN HYGIENE SANITASI DI RUMAH MAKAN/RESTORAN Nama Rumah Makan/Restoran : Alamat : Nama Pengusaha : Jumlah Karyawan : Jumlah Penjamah Makanan : Nomor Izin Usaha :

Lebih terperinci

Pujianto, SE DINAS PERINKOP DAN UMKM KABUPATEN MAGELANG TAHUN 2015

Pujianto, SE DINAS PERINKOP DAN UMKM KABUPATEN MAGELANG TAHUN 2015 Pujianto, SE DINAS PERINKOP DAN UMKM KABUPATEN MAGELANG TAHUN 2015 APA ITU CPPOB? adalah cara produksi yang memperhatikan aspek keamanan pangan, antara lain dengan cara : a. mencegah tercemarnya pangan

Lebih terperinci

PEMERIKSAAN KELAIKAN HYGIENE SANITASI RUMAH MAKAN DAN RESTORAN 1. Nama rumah makan/restoran :. 2. Alamat :.

PEMERIKSAAN KELAIKAN HYGIENE SANITASI RUMAH MAKAN DAN RESTORAN 1. Nama rumah makan/restoran :. 2. Alamat :. b.. CONTOH FORMULIR RM.. PEMERIKSAAN KELAIKAN HYGIENE SANITASI RUMAH MAKAN DAN RESTORAN. Nama rumah makan/restoran :.. Alamat :... NamaPengusaha/penanggungjawab :.. Jumlah karyawan :... orang. Jumlah penjamah

Lebih terperinci

PERATURAN MENTERI KESEHATAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 1096/MENKES/PER/VI/2011 TENTANG HIGIENE SANITASI JASABOGA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

PERATURAN MENTERI KESEHATAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 1096/MENKES/PER/VI/2011 TENTANG HIGIENE SANITASI JASABOGA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PERATURAN MENTERI KESEHATAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 1096/MENKES/PER/VI/2011 TENTANG HIGIENE SANITASI JASABOGA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA MENTERI KESEHATAN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang : a. bahwa

Lebih terperinci

1 KUISIONER GAMBARAN HYGIENE SANITASI PENGELOLAAN MAKANAN DAN PEMERIKSAAN

1 KUISIONER GAMBARAN HYGIENE SANITASI PENGELOLAAN MAKANAN DAN PEMERIKSAAN Lampiran KUISIONER GAMBARAN HYGIENE SANITASI PENGELOLAAN MAKANAN DAN PEMERIKSAAN Escherichia coli PADA MAKANAN DI RUMAH MAKAN KHAS MINANG JALAN SETIA BUDI KELURAHAN TANJUNG REJO KECAMATAN MEDAN SUNGGAL

Lebih terperinci

I. Data Responden Penjamah Makanan 1. Nama : 2. Umur : 3. Jenis Kelamin : 4. Pendidikan :

I. Data Responden Penjamah Makanan 1. Nama : 2. Umur : 3. Jenis Kelamin : 4. Pendidikan : KUESIONER HIGIENE SANITASI PENGELOLAAN MAKANAN DAN PEMERIKSAAN Escherichia coli PADA PERALATAN MAKAN DI INSTALASI GIZI RUMAH SAKIT UMUM MAYJEN H.A THALIB KABUPATEN KERINCI TAHUN 0 I. Data Responden Penjamah

Lebih terperinci

LAMPIRAN Lampiran 1. Daftar Pertanyaan Keluhan Konsumen

LAMPIRAN Lampiran 1. Daftar Pertanyaan Keluhan Konsumen LAMPIRAN Lampiran. Daftar Pertanyaan Keluhan Konsumen. Kapan anda datang untuk makan di restoran ini? Jawab:....... Produk apa yang biasanya Anda beli? Jawab:....... Selama makan di restoran ini apakah

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN UMUM TENTANG PENGAWASAN HIGIENE SANITASI MAKANAN DAN MINUMAN DAN PENGERTIAN RESTORAN HOTEL

BAB II TINJAUAN UMUM TENTANG PENGAWASAN HIGIENE SANITASI MAKANAN DAN MINUMAN DAN PENGERTIAN RESTORAN HOTEL 18 BAB II TINJAUAN UMUM TENTANG PENGAWASAN HIGIENE SANITASI MAKANAN DAN MINUMAN DAN PENGERTIAN RESTORAN HOTEL 2.1 Pengawasan 2.2.1 Pengertian Pengawasan Pengawasan secara umum merupakan serangkaian kegiatan

Lebih terperinci

2011, No Nomor 99, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 3656); 3. Undang-Undang Nomor 32 Tahun 2004 tentang Pemerintahan Daerah (Le

2011, No Nomor 99, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 3656); 3. Undang-Undang Nomor 32 Tahun 2004 tentang Pemerintahan Daerah (Le BERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA No.372, 2011 KEMENTERIAN KESEHATAN. Sanitasi Jasa Boga. Pengawasan. Pelaksanaan PERATURAN MENTERI KESEHATAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 1096/MENKES/PER/VI/2011 TENTANG HIGIENE

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. 2.1 Pengertian dan Ruang Lingkup Hygiene Sanitasi Makanan

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. 2.1 Pengertian dan Ruang Lingkup Hygiene Sanitasi Makanan 8 BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Pengertian dan Ruang Lingkup Hygiene Sanitasi Makanan Pada dasarnya hygiene dan sanitasi mempunyai makna dan tujuan yang sama yaitu kegiatan yang mengupayakan agar manusia

Lebih terperinci

II Observasi. No Objek pengamatan. Total skor masing masing setiap kantin Bobot Nilai Lokasi & Bangunan SMA Lokasi : a.

II Observasi. No Objek pengamatan. Total skor masing masing setiap kantin Bobot Nilai Lokasi & Bangunan SMA Lokasi : a. LAMPIRAN I LEMBAR OBSERVASI KONDISI HIGIENE DAN SANITASI PENYELENGGARA MAKANAN DAN MINUMAN PADA KANTIN SEKOLAH MENENGAH ATAS (SMA) DI KECAMATAN PERBAUNGAN KABUPATEN SERDANG BEDAGAI TAHUN 0 I. Indentitas

Lebih terperinci

Lampiran 1. Pengukuran tingkat penerapan Good Manufacturing Practice

Lampiran 1. Pengukuran tingkat penerapan Good Manufacturing Practice 113 LAMPIRAN 113 114 Lampiran 1. Pengukuran tingkat penerapan Good Manufacturing Practice 1 Lokasi Lokasi produksi harus jauh dari tempattempat yang menjadi sumber cemaran, seperti: tempat pembuangan sampah,

Lebih terperinci

II OBSERVASI. NO OBJEK PENGAMATAN. TOTAL SKOR MASING MASING SETIAP KANTIN BOBOT NILAI LOKASI & BANGUNAN SMA LOKASI : A

II OBSERVASI. NO OBJEK PENGAMATAN. TOTAL SKOR MASING MASING SETIAP KANTIN BOBOT NILAI LOKASI & BANGUNAN SMA LOKASI : A II OBSERVASI. NO OBJEK PENGAMATAN. TOTAL SKOR MASING MASING SETIAP KANTIN BOBOT NILAI LOKASI & BANGUNAN SMA LOKASI : A LAMPIRAN I LEMBAR OBSERVASI KONDISI HIGIENE DAN SANITASI PENYELENGGARA MAKANAN DAN

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA 6 BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Pengertian Higiene dan Sanitasi Dalam Peraturan Menteri Kesehatan Republik Indonesia No.1096/MENKES /PER/VI tahun 2011 menyebutkan bahwa higiene sanitasi adalah upaya untuk

Lebih terperinci

Lampiran 1. Kategori Objek Pengamatan. Keterangan. Prinsip I : Pemilihan Bahan Baku Tahu. 1. Kacang kedelai dalam kondisi segar dan tidak busuk

Lampiran 1. Kategori Objek Pengamatan. Keterangan. Prinsip I : Pemilihan Bahan Baku Tahu. 1. Kacang kedelai dalam kondisi segar dan tidak busuk 94 Lampiran 1 Lembar Observasi Higiene Sanitasi Pengolahan Tahu Pada Industri Rumah Tangga Pembuatan Tahu di Kelurahan Sari Rejo Kecamatan Medan Polonia Kota Medan Tahun 2016 (Sumber : Keputusan Menteri

Lebih terperinci

LAMPIRAN ORGANISASI PENELITIAN

LAMPIRAN ORGANISASI PENELITIAN LAMPIRAN Lampiran 1. Organisasi Penelitian ORGANISASI PENELITIAN Pembimbing Peneliti Objek Penelitian Keterangan: 1. Pembimbing Pembimbing dalam penelitian ini adalah dosen Jurusan Gizi Politeknik Kesehatan

Lebih terperinci

MATERI KESEHATAN LINGKUNGAN

MATERI KESEHATAN LINGKUNGAN MATERI KESEHATAN LINGKUNGAN TEMPAT PENGOLAHAN MAKANAN dr. Tutiek Rahayu,M.Kes tutik_rahayu@uny.ac.id TEMPAT PENGOLAHAN MAKANAN 1 syarat LOKASI KONSTRUKSI Terhindar dari Bahan Pencemar (Banjir, Udara) Bahan

Lebih terperinci

B. Bangunan 1. Umum Bangunan harus dibuat sesuai dengan peraturan perundangundangan

B. Bangunan 1. Umum Bangunan harus dibuat sesuai dengan peraturan perundangundangan Syarat kesehatan yang mengacu pada Keputusan Menteri Kesehatan Republik Indonesia Nomor 519/MENKES/SK/VI/2008 tentang Pedoman Penyelenggaraan Pasar Sehat: A. Lokasi 1. Lokasi sesuai dengan Rencana Umum

Lebih terperinci

Kuesioner ditujukan kepada karyawan pengolah makanan

Kuesioner ditujukan kepada karyawan pengolah makanan Kuesioner ditujukan kepada karyawan pengolah A. Karakteristik Responden 1. Nama :. Umur :. Jenis Kelamin : 4. Pendidikan : B. Pertanyaan 1. Apakah ibu/bapak sebelum dan sesudah bekerja mengolah selalu

Lebih terperinci

LEMBAR PERSETUJUAN RESPONDEN (INFORMED CONSENT)

LEMBAR PERSETUJUAN RESPONDEN (INFORMED CONSENT) LAMPIRAN PROGRAM STUDI ILMU GIZI FAKULTAS ILMU-ILMU KESEHATAN UNIVERSITAS ESA UNGGUL Jl.Arjuna Utara 9, Kebun Jeruk, Jakarta Barat 0 Indonesia Telp. (02) 674223 Fax. (02) 674248 Saya yang bertanda tangan

Lebih terperinci

UNTUK KEPALA SEKOLAH SDN KOTA BINJAI

UNTUK KEPALA SEKOLAH SDN KOTA BINJAI Lampiran 1. LEMBAR KUESIONER UNTUK KEPALA SEKOLAH SDN KOTA BINJAI A. IDENTITAS INFORMAN Nama :. Alamat : Usia :.Tahun Jenis Kelamin : 1.Laki-laki 2. Perempuan Pendidikan terakhir : Unit Kerja : Masa kerja

Lebih terperinci

LAMPIRAN 1. DAFTAR PERTANYAAN

LAMPIRAN 1. DAFTAR PERTANYAAN 93 LAMPIRAN. DAFTAR PERTANYAAN Pertanyaan yang diberikan kepada responden Unit Usaha Jasa Boga dan Unit Usaha Pengguna Jasa Boga mengenai pengetahuan tentang sertifikat keamanan pangan.. Apakah anda mengetahui

Lebih terperinci

PERATURAN DAERAH KOTA MATARAM NOMOR : 11 TAHUN 2008

PERATURAN DAERAH KOTA MATARAM NOMOR : 11 TAHUN 2008 PERATURAN DAERAH KOTA MATARAM NOMOR : 11 TAHUN 2008 TENTANG USAHA JASA BOGA/ KATERING DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA WALIKOTA MATARAM, Menimbang : a. bahwa untuk menunjang peningkatan pelayanan makanan

Lebih terperinci

SURAT EDARAN DIREKTUR JENDERAL BINA HUBUNGAN KETENAGAKERJAAN DAN PENGAWASAN NORMA KERJA NO. : SE.86/BW/1989

SURAT EDARAN DIREKTUR JENDERAL BINA HUBUNGAN KETENAGAKERJAAN DAN PENGAWASAN NORMA KERJA NO. : SE.86/BW/1989 SURAT EDARAN DIREKTUR JENDERAL BINA HUBUNGAN KETENAGAKERJAAN DAN PENGAWASAN NORMA KERJA NO. : SE.86/BW/1989 TENTANG PERUSAHAAN CATERING NG MENGELOLA MAKANAN BAGI TENAGA KERJA Dalam rangka tindakan lanjut

Lebih terperinci

KEPUTUSAN MENTERI KESEHATAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 715/MENKES/SK/V/2003 TENTANG PERSYARATAN HYGIENE SANITASI JASABOGA

KEPUTUSAN MENTERI KESEHATAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 715/MENKES/SK/V/2003 TENTANG PERSYARATAN HYGIENE SANITASI JASABOGA KEPUTUSAN MENTERI KESEHATAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 715/MENKES/SK/V/2003 TENTANG PERSYARATAN HYGIENE SANITASI JASABOGA MENTERI KESEHATAN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang : a. bahwa masyarakat perlu dilindungi

Lebih terperinci

LEMBAR OBSERVASI HIGIENE SANITASI PENGOLAHAN BUBUR AYAM DI KECAMATAN MEDAN SUNGGAL TAHUN

LEMBAR OBSERVASI HIGIENE SANITASI PENGOLAHAN BUBUR AYAM DI KECAMATAN MEDAN SUNGGAL TAHUN LEMBAR OBSERVASI HIGIENE SANITASI PENGOLAHAN BUBUR AYAM DI KECAMATAN MEDAN SUNGGAL TAHUN 2012 (Sumber: Keputusan Menteri Kesehatan RI No. 942/MENKES/SK/VII/2003) No Objek Pengamatan Prinsip I : Pemilihan

Lebih terperinci

Nomor 64 Berita Daerah Kota Yogyakarta Tahun 2010 WALIKOTA YOGYAKARTA NOMOR : 64 TAHUN 2010 PERATURAN WALIKOTA YOGYAKARTA NOMOR 64 TAHUN 2010 TENTANG

Nomor 64 Berita Daerah Kota Yogyakarta Tahun 2010 WALIKOTA YOGYAKARTA NOMOR : 64 TAHUN 2010 PERATURAN WALIKOTA YOGYAKARTA NOMOR 64 TAHUN 2010 TENTANG Nomor 64 Berita Daerah Kota Yogyakarta Tahun 2010 1 WALIKOTA YOGYAKARTA NOMOR : 64 TAHUN 2010 PERATURAN WALIKOTA YOGYAKARTA NOMOR 64 TAHUN 2010 TENTANG HYGIENE SANITASI PENGELOLAAN PANGAN WALIKOTA YOGYAKARTA,

Lebih terperinci

BAB V PEMBAHASAN. higiene sanitasi di perusahaan dan konsep HACCP yang telah diteliti pada tahap

BAB V PEMBAHASAN. higiene sanitasi di perusahaan dan konsep HACCP yang telah diteliti pada tahap digilib.uns.ac.id BAB V PEMBAHASAN Berdasarkan hasil penelitian mengenai penyelenggaraan kantin, faktor higiene sanitasi di perusahaan dan konsep HACCP yang telah diteliti pada tahap penyajian makanan,

Lebih terperinci

TL-2271 Sanitasi Berbasis Masyarakat Minggu 3

TL-2271 Sanitasi Berbasis Masyarakat Minggu 3 TL-2271 Sanitasi Berbasis Masyarakat Minggu 3 Rizka Firdausi Pertiwi, S.T., M.T. Rumah Bangunan yang berfungsi sebagai tempat tinggal atau hunian dan sarana pembinaan keluarga. Perumahan Kelompok rumah

Lebih terperinci

Penyehatan Makanan dan Minuman Makanan adalah kebutuhan pokok manusia yang dibutuhkan setiap saat dan memerlukan pengelolaan yang baik dan benar agar

Penyehatan Makanan dan Minuman Makanan adalah kebutuhan pokok manusia yang dibutuhkan setiap saat dan memerlukan pengelolaan yang baik dan benar agar Penyehatan Makanan dan Minuman Makanan adalah kebutuhan pokok manusia yang dibutuhkan setiap saat dan memerlukan pengelolaan yang baik dan benar agar bermanfaat bagi tubuh. Menurut WHO, yang dimaksud makanan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. Definisi sanitasi menurut WHO adalah usaha pencegahan/

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. Definisi sanitasi menurut WHO adalah usaha pencegahan/ BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Definisi sanitasi menurut WHO adalah usaha pencegahan/ pengendalian semua faktor lingkungan fisik yang dapat memberikan pengaruh terhadap manusia terutama yang sifatnya

Lebih terperinci

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA Makanan siap santap dianggap mempunyai mutu yang baik jika dapat memuaskan konsumen dalam rasa, penampakan, dan keamanannya. Kandungan dan komposisi gizi seringkali tidak diperhatikan

Lebih terperinci

LEMBAR PENILAIAN PASAR SETONOBETEK SESUAI KEPMENKES RI NO. 519/MENKES/SK/VI/2008 YANG TELAH DIMODIFIKASI

LEMBAR PENILAIAN PASAR SETONOBETEK SESUAI KEPMENKES RI NO. 519/MENKES/SK/VI/2008 YANG TELAH DIMODIFIKASI LEMBAR PENILAIAN PASAR SETONOBETEK SESUAI KEPMENKES RI NO. 9/MENKES/SK/VI/ YANG TELAH DIMODIFIKASI NO. a. b. - VARIABEL UPAYA BANGUNAN PASAR Penataan ruang dagang Tempat penjualan bahan pangan dan makanan

Lebih terperinci

BAB IX SANITASI PABRIK

BAB IX SANITASI PABRIK BAB IX SANITASI PABRIK Sanitasi merupakan suatu kegiatan yang terencana terhadap lingkungan produksi, bahan baku, peralatan dan kebersihan, kesehatan, kesejahteraan pekerja, mencegah terjadinya pencemaran

Lebih terperinci

2. Tersedianya fasilitas ruang penyimpanan bahan makanan sesuai persyaratan.

2. Tersedianya fasilitas ruang penyimpanan bahan makanan sesuai persyaratan. Penyimpanan bahan makanan adalah suatu tata cara menata, menyimpan, memelihara bahan makanan kering dan basah serta mencatat serta pelaporannya. Setelah bahan makanan yang memenuhi syarat diterima harus

Lebih terperinci

Rumah Sehat. edited by Ratna Farida

Rumah Sehat. edited by Ratna Farida Rumah Sehat edited by Ratna Farida Rumah Adalah tempat untuk tinggal yang dibutuhkan oleh setiap manusia dimanapun dia berada. * Rumah adalah struktur fisik terdiri dari ruangan, halaman dan area sekitarnya

Lebih terperinci

BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN. Provinsi Gorontalo, yang secara geografis terletak pada 00⁰ ⁰ 35 56

BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN. Provinsi Gorontalo, yang secara geografis terletak pada 00⁰ ⁰ 35 56 38 BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN 4.1 Gambaran Umum A. Letak Geografis, Batas Wilayah dan Iklim Kota Gorontalo memiliki luas sebsesar 64,79 km² atau 0,53 % dari luas Provinsi Gorontalo, yang secara

Lebih terperinci

Keputusan Menteri Kesehatan No. 261/MENKES/SK/II/1998 Tentang : Persyaratan Kesehatan Lingkungan Kerja

Keputusan Menteri Kesehatan No. 261/MENKES/SK/II/1998 Tentang : Persyaratan Kesehatan Lingkungan Kerja Keputusan Menteri Kesehatan No. 261/MENKES/SK/II/1998 Tentang : Persyaratan Kesehatan Lingkungan Kerja Menimbang : MENTERI KESEHATAN REPUBLIK INDONESIA, bahwa untuk mencegah timbulnya gangguan kesehatan

Lebih terperinci

Lampiran 1. Penentuan Pohon Keputusan untuk Bahan Baku Pertanyaan 1 (P1) Apakah ada potensi bahaya yang berkaitan dengan bahan baku ini?

Lampiran 1. Penentuan Pohon Keputusan untuk Bahan Baku Pertanyaan 1 (P1) Apakah ada potensi bahaya yang berkaitan dengan bahan baku ini? 105 7. LAMPIRAN Lampiran 1. Penentuan Pohon Keputusan untuk Bahan Baku Pertanyaan 1 (P1) Apakah ada potensi bahaya yang berkaitan dengan bahan baku ini? Ya Tidak Pertanyaan 2 (P2) Apakah anda/ pelanggan

Lebih terperinci

LAMPIRAN 1 KUESIONER PENJAMAH MAKANAN DI RUMAH MAKAN

LAMPIRAN 1 KUESIONER PENJAMAH MAKANAN DI RUMAH MAKAN LAMPIRAN 58 LAMPIRAN 1 KUESIONER PENJAMAH MAKANAN DI RUMAH MAKAN KARAKTERISTIK SAMPEL Responden adalah penjamah makanan di rumah makan Jumlah responden adalah seluruh penjamah makanan di rumah makan Lembar

Lebih terperinci

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN. a. Sebelah Barat : berbatasan dengan Sungai Bulango. b. Sebelah Timur : berbatasan dengan Kelurahan Ipilo

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN. a. Sebelah Barat : berbatasan dengan Sungai Bulango. b. Sebelah Timur : berbatasan dengan Kelurahan Ipilo BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN 1.1 Deskripsi Lokasi Penelitian Berikut ini adalah deskripsi lokasi penelitian yang dilihat atas dua aspek, yaitu Geografi dan Demografi : 1.1.1 Keadaan Geografis Pasar jajan

Lebih terperinci

KEMENTERIAN PENDIDIKAN NASIONAL UNIVERSITAS ESA UNGGUL FAKULTAS ILMU KESEHATAN PROGRAM STUDI ILMU GIZI

KEMENTERIAN PENDIDIKAN NASIONAL UNIVERSITAS ESA UNGGUL FAKULTAS ILMU KESEHATAN PROGRAM STUDI ILMU GIZI Lampiran 1 KEMENTERIAN PENDIDIKAN NASIONAL UNIVERSITAS ESA UNGGUL FAKULTAS ILMU KESEHATAN PROGRAM STUDI ILMU GIZI KUESIONER PENELITIAN HUBUNGAN KARAKTERISTIK RESPONDEN, PENGETAHUAN, LINGKUNGAN, PELATIHAN

Lebih terperinci

BAB IV PEMBINAAN DAN PENGAWASAN

BAB IV PEMBINAAN DAN PENGAWASAN - 25 - BAB IV PEMBINAAN DAN PENGAWASAN A. PEMBINAAN DAN PENGAWASAN 1. Pembinaan Pemeriksaan berkala yang dilakukan pada jasaboga, Kepala Dinas Kesehatan Kabupaten/Kota/KKP dan dapat melibatkan Asosiasi

Lebih terperinci

PERATURAN MENTERI KESEHATAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 1096/MENKES/PER/VI/2011 TENTANG HIGIENE SANITASI JASABOGA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

PERATURAN MENTERI KESEHATAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 1096/MENKES/PER/VI/2011 TENTANG HIGIENE SANITASI JASABOGA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PERATURAN MENTERI KESEHATAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 1096/MENKES/PER/VI/2011 TENTANG HIGIENE SANITASI JASABOGA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA MENTERI KESEHATAN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang : a. bahwa

Lebih terperinci

HUBUNGAN KONDISI FASILITAS SANITASI DASAR DAN PERSONAL HYGIENE DENGAN KEJADIAN DIARE DI KECAMATAN SEMARANG UTARA KOTA SEMARANG.

HUBUNGAN KONDISI FASILITAS SANITASI DASAR DAN PERSONAL HYGIENE DENGAN KEJADIAN DIARE DI KECAMATAN SEMARANG UTARA KOTA SEMARANG. JURNAL KESEHATAN MASYARAKAT, Volume 1, Nomor 2, Tahun 2012, Halaman 922-933 Online di http://ejournals1.undip.ac.id/index.php/jkm HUBUNGAN KONDISI FASILITAS SANITASI DASAR DAN PERSONAL HYGIENE DENGAN KEJADIAN

Lebih terperinci

LEMBAR OBSERVASI PENELTIAN PENYELENGHGARAAN KESEHATAN LINGKUNGANSEKOLAH DASAR (SD) NEGERI DAN SD SWASTA AL-AZHAR DI KECAMATAN MEDAN JOHOR TAHUN

LEMBAR OBSERVASI PENELTIAN PENYELENGHGARAAN KESEHATAN LINGKUNGANSEKOLAH DASAR (SD) NEGERI DAN SD SWASTA AL-AZHAR DI KECAMATAN MEDAN JOHOR TAHUN No LEMBAR OBSERVASI PENELTIAN PENYELENGHGARAAN KESEHATAN LINGKUNGANSEKOLAH DASAR (SD) NEGERI 060934 DAN SD SWASTA AL-AZHAR DI KECAMATAN MEDAN JOHOR TAHUN 2016 Menurut 1429/Menkes/SK/XII/2006 tentang Pedoman

Lebih terperinci

SANITASI DAN KEAMANAN

SANITASI DAN KEAMANAN SANITASI DAN KEAMANAN Sanitasi adalah.. pengendalian yang terencana terhadap lingkungan produksi, bahan bahan baku, peralatan dan pekerja untuk mencegah pencemaran pada hasil olah, kerusakan hasil olah,

Lebih terperinci

Lembar Kuesioner Hygiene Sanitasi Pada Pedagang Siomay di Jl. Dr. Mansyur. Padang Bulan Di Kota Medan Tahun Nama : No.

Lembar Kuesioner Hygiene Sanitasi Pada Pedagang Siomay di Jl. Dr. Mansyur. Padang Bulan Di Kota Medan Tahun Nama : No. LAMPIRAN Lembar Kuesioner Hygiene Sanitasi Pada Pedagang Siomay di Jl. Dr. Mansyur Padang Bulan Di Kota Medan Tahun 2011 Nama : No.Sampel : Lokasi : Jenis Kelamin : Umur : Lama Berjualan : No Pertanyaan

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. (CPOB). Hal ini didasarkan oleh Keputusan Menteri Kesehatan RI.

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. (CPOB). Hal ini didasarkan oleh Keputusan Menteri Kesehatan RI. BAB II TINJAUAN PUSTAKA Industri farmasi diwajibkan menerapkan Cara Pembuatan Obat yang Baik (CPOB). Hal ini didasarkan oleh Keputusan Menteri Kesehatan RI. No.43/MENKES/SK/II/1988 tentang CPOB dan Keputusan

Lebih terperinci

Lampiran 1 : Uji kelaikan fisik untuk higiene sanitasi makanan jasaboga *

Lampiran 1 : Uji kelaikan fisik untuk higiene sanitasi makanan jasaboga * LAMPIRAN 78 Lampiran 1 : Uji kelaikan fisik untuk higiene sanitasi makanan jasaboga * No URAIAN BOBOT X No URAIAN BOBOT X LOKASI, BANGUNAN, PENGHAWAAN FASILITAS 1 Halaman bersih, rapi, tidak becek, dan

Lebih terperinci

II. PENGAWETAN IKAN DENGAN PENGGARAMAN & PENGERINGAN DINI SURILAYANI

II. PENGAWETAN IKAN DENGAN PENGGARAMAN & PENGERINGAN DINI SURILAYANI II. PENGAWETAN IKAN DENGAN PENGGARAMAN & PENGERINGAN DINI SURILAYANI 1. PENGERINGAN Pengeringan adalah suatu proses pengawetan pangan yang sudah lama dilakukan oleh manusia. Metode pengeringan ada dua,

Lebih terperinci

1. Pengertian Makanan

1. Pengertian Makanan PENYEHATAN MAKANAN 1. Pengertian Makanan Makanan merupakan satu hal yang sangat penting di dalam kehidupan manusia, makanan yang kita makan bukan saja harus memenuhi gizi dan mempunyai bentuk yang menarik,

Lebih terperinci

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN Sanitasi Dan Higiene Pada Tahap Penerimaan Bahan Baku.

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN Sanitasi Dan Higiene Pada Tahap Penerimaan Bahan Baku. BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1. Sanitasi Dan Higiene Pada Tahap Penerimaan Bahan Baku. Penerapan sanitasi dan higiene diruang penerimaan lebih dititik beratkan pada penggunaan alat dan bahan sanitasi.

Lebih terperinci

HIGIENE SANITASI DI TEMPAT KERJA PERTEMUAN KE-6

HIGIENE SANITASI DI TEMPAT KERJA PERTEMUAN KE-6 HIGIENE SANITASI DI TEMPAT KERJA PERTEMUAN KE-6 PERSONAL HIGIENE HIGIENE adalah usaha untuk memelihara dan mempertinggi derajat kesehatan atau ilmu yang mempelajari cara-cara yang berguna bagi kesehatan.

Lebih terperinci

Tempat-tempat umum merupakan tempat kegiatan bagi umum yang. pemerintah, swasta, dan atau perorangan yang dipergunakan langsung oleh

Tempat-tempat umum merupakan tempat kegiatan bagi umum yang. pemerintah, swasta, dan atau perorangan yang dipergunakan langsung oleh BAB 1 PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Tempat-tempat umum merupakan tempat kegiatan bagi umum yang mempunyai tempat, sarana dan kegiatan tetap yang diselenggarakan oleh badan pemerintah, swasta, dan atau

Lebih terperinci

PENGEMBANGAN PROSEDUR DAN LEMBAR KERJA

PENGEMBANGAN PROSEDUR DAN LEMBAR KERJA PENGEMBANGAN PROSEDUR DAN LEMBAR KERJA BAHAYA BIOLOGIS BAHAYA KIMIA AMANKAN PANGAN dan BEBASKAN PRODUK dari BAHAN BERBAHAYA BAHAYA FISIK BEBAS BAHAYA Direktorat Surveilan dan Penyuluhan 1 PROSEDUR Direktorat

Lebih terperinci

FORMULIR PEMERIKSAAN SARANA PRODUKSI PANGAN INDUSTRI RUMAH TANGGA. Kabupaten / Kota Propinsi Nomor P-IRT. Penanggungjawab :

FORMULIR PEMERIKSAAN SARANA PRODUKSI PANGAN INDUSTRI RUMAH TANGGA. Kabupaten / Kota Propinsi Nomor P-IRT. Penanggungjawab : Sub Lampiran 1 FORMULIR PEMERIKSAAN SARANA PRODUKSI PANGAN INDUSTRI RUMAH TANGGA Nama dan alamat fasilitas yang diperiksa Kabupaten / Kota Propinsi Nomor P-IRT Pemilik Fasilitas (Perusahaan atau Perorangan)

Lebih terperinci

BERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA KEMENTERIAN PERINDUSTRIAN. Produksi. Pangan Olahan.

BERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA KEMENTERIAN PERINDUSTRIAN. Produksi. Pangan Olahan. No.358, 2010 BERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA KEMENTERIAN PERINDUSTRIAN. Produksi. Pangan Olahan. PERATURAN MENTERI PERINDUSTRIAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR: 75/M-IND/PER/7/2010 TENTANG PEDOMAN CARA PRODUKSI

Lebih terperinci

BAB III METODE PENELITIAN

BAB III METODE PENELITIAN 55 BAB III METODE PENELITIAN A. KERANGKA KONSEP Variabel Bebas Variabel Terikat Pengetahuan pelaku industri Sanitasi Hygiene Hasil monitoring keamanan produk industri rumah tangga (PIRT) pada makanan dan

Lebih terperinci

KEPUTUSAN MENTERI KESEHATAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 715/MENKES/SK/V/2003 TENTANG PERSYARATAN HYGIENE SANITASI JASABOGA

KEPUTUSAN MENTERI KESEHATAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 715/MENKES/SK/V/2003 TENTANG PERSYARATAN HYGIENE SANITASI JASABOGA KEPUTUSAN MENTERI KESEHATAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 715/MENKES/SK/V/2003 TENTANG PERSYARATAN HYGIENE SANITASI JASABOGA MENTERI KESEHATAN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang : a. bahwa masyarakat perlu dilindungi

Lebih terperinci

KUISIONER PENELITIAN PENGETAHUAN, SIKAP DAN TINDAKAN MASYARAKAT TENTANG SANITASI DASAR DAN RUMAH SEHAT

KUISIONER PENELITIAN PENGETAHUAN, SIKAP DAN TINDAKAN MASYARAKAT TENTANG SANITASI DASAR DAN RUMAH SEHAT Lampiran KUISIONER PENELITIAN PENGETAHUAN, SIKAP DAN TINDAKAN MASYARAKAT TENTANG SANITASI DASAR DAN RUMAH SEHAT I. Karakteristik Responden. Nama :. Jenis Kelamin :. Pekerjaan : 4. Pendidikan : II. Pengetahuan

Lebih terperinci

BAB III CARA PENGOLAHAN MAKANAN YANG BAIK

BAB III CARA PENGOLAHAN MAKANAN YANG BAIK - 11 - BAB III CARA PENGOLAHAN MAKANAN YANG BAIK Pengelolaan makanan pada jasaboga harus menerapkan prinsip higiene sanitasi makanan mulai dari pemilihan bahan makanan sampai dengan penyajian makanan.

Lebih terperinci

PERATURAN DAERAH KABUPATEN SUMBAWA NOMOR 4 TAHUN 2013 TENTANG SERTIFIKASI LAIK SEHAT DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI SUMBAWA,

PERATURAN DAERAH KABUPATEN SUMBAWA NOMOR 4 TAHUN 2013 TENTANG SERTIFIKASI LAIK SEHAT DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI SUMBAWA, PERATURAN DAERAH KABUPATEN SUMBAWA NOMOR 4 TAHUN 2013 TENTANG SERTIFIKASI LAIK SEHAT DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI SUMBAWA, Menimbang : Mengingat : a. bahwa keracunan makanan dan minuman, proses

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. HIGIENE SANITASI 1. Pengertian Higiene dan Sanitasi a. Higiene Higiene adalah upaya kesehatan dengan cara memelihara dan melindungi kebersihan individu, seperti mencuci tangan

Lebih terperinci

Manajemen Penyelenggaraan Makanan Rumah Sakit berdasarkan Standar Joint Commission International Standar Prevention & Control of Infection

Manajemen Penyelenggaraan Makanan Rumah Sakit berdasarkan Standar Joint Commission International Standar Prevention & Control of Infection Manajemen Penyelenggaraan Makanan Rumah Sakit berdasarkan Standar Joint Commission International Standar Prevention & Control of Infection Suharyati 18 Nopember 2014 1 Rencana Strategis Kemenkes RI Ketersediaan

Lebih terperinci

CARA PRODUKSI PANGAN Jejaring Promosi Keamanan Pangan dalam Sistem Keamanan Pangan Terpadu Nasional SIAP SAJI YANG BAIK

CARA PRODUKSI PANGAN Jejaring Promosi Keamanan Pangan dalam Sistem Keamanan Pangan Terpadu Nasional SIAP SAJI YANG BAIK CARA PRODUKSI PANGAN Jejaring Promosi SIAP SAJI YANG BAIK BAHAYA BIOLOGIS BAHAYA KIMIA AMANKAN PANGAN dan BEBASKAN PRODUK dari BAHAN BERBAHAYA BAHAYA FISIK BEBAS BAHAYA Direktorat Surveilan dan Penyuluhan

Lebih terperinci

Untuk menjamin makanan aman

Untuk menjamin makanan aman Untuk menjamin makanan aman HIGIENE & SANITASI MAKANAN Mencegah kontaminasi makanan oleh mikroba Mencegah perkembangbiakan mikroba Mencegah terjadinya kontaminasi cemaran lain Higiene : upaya untuk memelihara

Lebih terperinci

KUESIONER PENELITIAN PERBEDAAN SANITASI PENGELOLAAN RUMAH MAKAN DAN RESTORAN BERDASARKAN TINGKAT MUTU (GRADE A,B DAN C) DI KOTA MEDAN TAHUN 2013

KUESIONER PENELITIAN PERBEDAAN SANITASI PENGELOLAAN RUMAH MAKAN DAN RESTORAN BERDASARKAN TINGKAT MUTU (GRADE A,B DAN C) DI KOTA MEDAN TAHUN 2013 KUESIONER PENELITIAN PERBEDAAN SANITASI PENGELOLAAN RUMAH MAKAN DAN RESTORAN BERDASARKAN TINGKAT MUTU (GRADE A,B DAN C) DI KOTA MEDAN TAHUN 2013 I. Identitas Responden 1. Nama Rumah makan : 2. Alamat :

Lebih terperinci

UU 11/1962, HYGIENE UNTUK USAHA USAHA BAGI UMUM

UU 11/1962, HYGIENE UNTUK USAHA USAHA BAGI UMUM UU 11/1962, HYGIENE UNTUK USAHA USAHA BAGI UMUM Presiden Republik Indonesia, Menimbang: bahwa dalam rangka pelaksanaan Undang-undang tentang Pokok-pokok Kesehatan perlu ditetapkan Undang-undang Hygiene

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. dapat melangsungkan kehidupan selain sandang dan perumahan. Makanan, selain mengandung nilai gizi, juga merupakan media untuk dapat

BAB I PENDAHULUAN. dapat melangsungkan kehidupan selain sandang dan perumahan. Makanan, selain mengandung nilai gizi, juga merupakan media untuk dapat BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Makanan merupakan salah satu kebutuhan pokok manusia untuk dapat melangsungkan kehidupan selain sandang dan perumahan. Makanan, selain mengandung nilai gizi, juga merupakan

Lebih terperinci

HANDOUT. PERTEMUAN KE : 7, 8 dan 9 MATA KULIAH : MANAJEMEN USAHA BOGA POKOK MATERI : Proses produksi dalam Suatu Usaha Boga

HANDOUT. PERTEMUAN KE : 7, 8 dan 9 MATA KULIAH : MANAJEMEN USAHA BOGA POKOK MATERI : Proses produksi dalam Suatu Usaha Boga HANDOUT PERTEMUAN KE : 7, 8 dan 9 MATA KULIAH : MANAJEMEN USAHA BOGA POKOK MATERI : Proses produksi dalam Suatu Usaha Boga MATERI PERKULIAHAN Proses produksi dalam Suatu Usaha Boga 1. Dapur Usaha Boga

Lebih terperinci

TINJAUAN PUSTAKA. melindungi kebersihan tangan. Sanitasi adalah upaya kesehatan dengan cara

TINJAUAN PUSTAKA. melindungi kebersihan tangan. Sanitasi adalah upaya kesehatan dengan cara TINJAUAN PUSTAKA Pengertian Higienis dan Sanitasi Higienis adalah upaya kesehatan dengan cara memelihara dan melindungi kebersihan subjeknya seperti mencuci tangan dengan air bersih dan sabun untuk melindungi

Lebih terperinci

Lampiran 1. Formulir Persetujuan Partisipasi Dalam Penelitian FORMULIR PERSETUJUAN PARTISIPASI DALAM PENELITIAN (INFORMED CONSENT) NASKAH PENJELASAN

Lampiran 1. Formulir Persetujuan Partisipasi Dalam Penelitian FORMULIR PERSETUJUAN PARTISIPASI DALAM PENELITIAN (INFORMED CONSENT) NASKAH PENJELASAN 97 Lampiran 1. Formulir Persetujuan Partisipasi Dalam Penelitian FORMULIR PERSETUJUAN PARTISIPASI DALAM PENELITIAN (INFORMED CONSENT) NASKAH PENJELASAN Sebagai persyaratan untuk menyelesaikan studi di

Lebih terperinci

PERATURAN DAERAH KABUPATEN PASURUAN NOMOR 26 TAHUN 2012 TENTANG SERTIFIKASI TEMPAT PENGELOLAAN MAKANAN, TEMPAT-TEMPAT UMUM DAN PENGAWASAN KUALITAS AIR

PERATURAN DAERAH KABUPATEN PASURUAN NOMOR 26 TAHUN 2012 TENTANG SERTIFIKASI TEMPAT PENGELOLAAN MAKANAN, TEMPAT-TEMPAT UMUM DAN PENGAWASAN KUALITAS AIR PERATURAN DAERAH KABUPATEN PASURUAN NOMOR 26 TAHUN 2012 TENTANG SERTIFIKASI TEMPAT PENGELOLAAN MAKANAN, TEMPAT-TEMPAT UMUM DAN PENGAWASAN KUALITAS AIR DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI PASURUAN,

Lebih terperinci

BAB IV KURSUS HIGIENE SANITASI MAKANAN

BAB IV KURSUS HIGIENE SANITASI MAKANAN - 18 - BAB IV KURSUS HIGIENE SANITASI MAKANAN A. PENYELENGGARAAN 1. Peserta, Penyelenggara, Penanggung Jawab dan Pembina Teknis a. Peserta pelatihan adalah setiap orang dan/atau pengusaha/pemilik/penanggung

Lebih terperinci

KESEHATAN DAN SANITASI LINGKUNGAN TIM PEMBEKALAN KKN UNDIKSHA 2018

KESEHATAN DAN SANITASI LINGKUNGAN TIM PEMBEKALAN KKN UNDIKSHA 2018 KESEHATAN DAN SANITASI LINGKUNGAN TIM PEMBEKALAN KKN UNDIKSHA 2018 PENYEBAB??? Status kesehatan suatu lingkungan yang mencakup perumahan, pembuangan kotoran, penyediaan air bersih dan sebagainya. Pentingnya

Lebih terperinci

Dasar-Dasar Rumah Sehat KATA PENGANTAR

Dasar-Dasar Rumah Sehat KATA PENGANTAR KATA PENGANTAR Guna menunjang program pemerintah dalam penyediaan infrastruktur perdesaan, Puslitbang Perumahan dan Permukiman, Badan Penelitian dan Pengembangan, Kementerian Pekerjaan Umum dan Perumahan

Lebih terperinci

ARTIKEL PENELITIAN HUBUNGAN KONDISI SANITASI DASAR RUMAH DENGAN KEJADIAN DIARE PADA BALITA DI WILAYAH KERJA PUSKESMAS REMBANG 2

ARTIKEL PENELITIAN HUBUNGAN KONDISI SANITASI DASAR RUMAH DENGAN KEJADIAN DIARE PADA BALITA DI WILAYAH KERJA PUSKESMAS REMBANG 2 ARTIKEL PENELITIAN HUBUNGAN KONDISI SANITASI DASAR RUMAH DENGAN KEJADIAN DIARE PADA BALITA DI WILAYAH KERJA PUSKESMAS REMBANG 2 Lintang Sekar Langit lintangsekar96@gmail.com Peminatan Kesehatan Lingkungan,

Lebih terperinci

ANALISA SANITASI DAN HIGIENE PENYAJIAN MAKANAN DI KANTIN UNIVERSITAS KRISTEN PETRA SURABAYA

ANALISA SANITASI DAN HIGIENE PENYAJIAN MAKANAN DI KANTIN UNIVERSITAS KRISTEN PETRA SURABAYA ANALISA SANITASI DAN HIGIENE PENYAJIAN MAKANAN DI KANTIN UNIVERSITAS KRISTEN PETRA SURABAYA Yessica Febriani Sutanto, Erni Lucyana Kuntani Program Manajemen Perhotelan, Fakultas Ekonomi, Universitas Kristen

Lebih terperinci

2015, No Undang-Undang Nomor 10 Tahun 2009 tentang Kepariwisataan (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2009 Nomor 11, Tambahan Lembar

2015, No Undang-Undang Nomor 10 Tahun 2009 tentang Kepariwisataan (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2009 Nomor 11, Tambahan Lembar No. 1939, 2015 BERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA KEMENPAR. Usaha. Hotel. Standar. PERATURAN MENTERI PARIWISATA REPUBLIK INDONESIA NOMOR 25 TAHUN 2015 TENTANG STANDAR USAHA MOTEL DENGAN RAHMAT TUHAN YANG

Lebih terperinci

TEKNIK PENGOLAHAN HASIL PERTANIAN

TEKNIK PENGOLAHAN HASIL PERTANIAN SUMBER BELAJAR PENUNJANG PLPG 2017 MATA PELAJARAN/PAKET KEAHLIAN TEKNIK PENGOLAHAN HASIL PERTANIAN BAB XV PENGENDALIAN MUTU SELAMA PROSES KEMENTERIAN PENDIDIKAN DAN KEBUDAYAAN DIREKTORAT JENDERAL GURU

Lebih terperinci

BAB IV HASIL PENELITIAN. Karanganyar terdapat 13 perusahaan tekstil. Salah satu perusahaan di daerah

BAB IV HASIL PENELITIAN. Karanganyar terdapat 13 perusahaan tekstil. Salah satu perusahaan di daerah BAB IV HASIL PENELITIAN A. Gambaran Umum Lokasi Penelitian Berdasarkan data dari kelurahan desa Waru, Kecamatan Kebakkramat, Karanganyar terdapat 13 perusahaan tekstil. Salah satu perusahaan di daerah

Lebih terperinci

WALIKOTA PARIAMAN PROVINSI SUMATERA BARAT PERATURAN DAERAH KOTA PARIAMAN NOMOR 9 TAHUN 2015 TENTANG IZIN USAHA DEPOT AIR MINUM

WALIKOTA PARIAMAN PROVINSI SUMATERA BARAT PERATURAN DAERAH KOTA PARIAMAN NOMOR 9 TAHUN 2015 TENTANG IZIN USAHA DEPOT AIR MINUM WALIKOTA PARIAMAN PROVINSI SUMATERA BARAT PERATURAN DAERAH KOTA PARIAMAN NOMOR 9 TAHUN 2015 TENTANG IZIN USAHA DEPOT AIR MINUM DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA WALIKOTA PARIAMAN, Menimbang : a. bahwa

Lebih terperinci

Peluang Usaha Budidaya Cabai?

Peluang Usaha Budidaya Cabai? Sambal Aseli Pedasnya Peluang Usaha Budidaya Cabai? Potensinya terbuka, baik pasar bebas maupun industri. Kebutuhan cabai perkapita (2013) adalah 5 Kg/ tahun. Dengan jumlah penduduk 230 juta jiwa, maka

Lebih terperinci

RUMAH SEHAT. Oleh : SUYAMDI, S.H, M.M Badan Lingkungan Hidup Kabupaten Karanganyar

RUMAH SEHAT. Oleh : SUYAMDI, S.H, M.M Badan Lingkungan Hidup Kabupaten Karanganyar RUMAH SEHAT Oleh : SUYAMDI, S.H, M.M Badan Lingkungan Hidup Kabupaten Karanganyar Pengertian Rumah Rumah Adalah tempat untuk tinggal yang dibutuhkan oleh setiap manusia dimanapun dia berada. * Rumah adalah

Lebih terperinci

HANDOUT Tujuan Instruksional Umum Mahasiswa mampu memahami dan memiliki pengetahuan tentang penyimpanan bahan pada katering pelayanan lembaga

HANDOUT Tujuan Instruksional Umum Mahasiswa mampu memahami dan memiliki pengetahuan tentang penyimpanan bahan pada katering pelayanan lembaga HANDOUT 8 Mata Kuliah : Katering Pelayanan Lembaga Program : Pendidikan Tata Boga/ Paket Katering Jenjang : S-1 Semester : VI Minggu : 12 dan 13 Pokok Bahasan : Penyimpanan Bahan Jumlah SKS : 3 sks 1.

Lebih terperinci

Lembar Observasi. : Rumah Sakit Umum Daerah Padangsidimpuan

Lembar Observasi. : Rumah Sakit Umum Daerah Padangsidimpuan Lembar Observasi KONDISI SANITASI RUANG RAWAT INAP KELAS III DAN PENGGUNAAN DESINFEKTAN TERHADAP JUMLAH ANGKA KUMAN LANTAI DI RUANG RAWAT INAP KELAS III RSUD KOTA PADANGSIDIMPUAN TAHUN 2015 Nama Rumah

Lebih terperinci

LEMBAR OBSERVASI HYGIENE SANITASI KAPAL

LEMBAR OBSERVASI HYGIENE SANITASI KAPAL 105 LEMBAR OBSERVASI HYGIENE SANITASI KAPAL (Berdasarkan International Health Regulation (2005) : Handbook for Inspection of Ships and Issuance of Ship Sanitation Certificates) 1. Nama Kapal : 2. Jenis

Lebih terperinci

Peraturan Menteri Kesehatan No. 304 Tahun 1989 Tentang : Persyaratan Kesehatan Rumah Makan Dan Restoran

Peraturan Menteri Kesehatan No. 304 Tahun 1989 Tentang : Persyaratan Kesehatan Rumah Makan Dan Restoran Peraturan Menteri Kesehatan No. 304 Tahun 1989 Tentang : Persyaratan Kesehatan Rumah Makan Dan Restoran MENTERI KESEHATAN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang : a. bahwa makanan yang baik dan memenuhi syarat

Lebih terperinci

KEPUTUSAN KEPALA BADAN PENGAWAS TENAGA NUKLIR NOMOR : 14/Ka-BAPETEN/VI-99 TENTANG KETENTUAN KESELAMATAN PABRIK KAOS LAMPU

KEPUTUSAN KEPALA BADAN PENGAWAS TENAGA NUKLIR NOMOR : 14/Ka-BAPETEN/VI-99 TENTANG KETENTUAN KESELAMATAN PABRIK KAOS LAMPU KEPUTUSAN KEPALA BADAN PENGAWAS TENAGA NUKLIR NOMOR : 14/Ka-BAPETEN/VI-99 TENTANG KETENTUAN KESELAMATAN PABRIK KAOS LAMPU KEPALA BADAN PENGAWAS TENAGA NUKLIR, Menimbang : a. bahwa proses pembuatan kaos

Lebih terperinci

LAMPIRAN PENYELENGGARAAN MAKANAN, KONSUMSI PANGAN DAN STATUS GIZI SANTRI PUTRI PONDOK PESANTREN DARUSALAAM BOGOR

LAMPIRAN PENYELENGGARAAN MAKANAN, KONSUMSI PANGAN DAN STATUS GIZI SANTRI PUTRI PONDOK PESANTREN DARUSALAAM BOGOR 53 LAMPIRAN Lampiran 1 Kuesioner Penelitian PENYELENGGARAAN MAKANAN, KONSUMSI PANGAN DAN STATUS GIZI SANTRI PUTRI PONDOK PESANTREN DARUSALAAM BOGOR Nomor : Nama : Alamat : Tanggal wawancara : DEPARTEMEN

Lebih terperinci

BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN. atau dikenal dengan kampus induk/pusat, kampus 2 terletak di Jalan Raden Saleh,

BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN. atau dikenal dengan kampus induk/pusat, kampus 2 terletak di Jalan Raden Saleh, 33 BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN 4.1 Gambaran Umum Universitas Negeri Gorontalo merupakan salah satu perguruan tinggi di Gorontalo. Kampus Universitas Negeri Gorontalo terbagi atas 3, yaitu kampus

Lebih terperinci