HUBUNGAN ANTARA HARGA DIRI DAN KECENDERUNGAN PERILAKU BULLYING PADA SISWA SMP KRISTEN I MAGELANG

Ukuran: px
Mulai penontonan dengan halaman:

Download "HUBUNGAN ANTARA HARGA DIRI DAN KECENDERUNGAN PERILAKU BULLYING PADA SISWA SMP KRISTEN I MAGELANG"

Transkripsi

1 HUBUNGAN ANTARA HARGA DIRI DAN KECENDERUNGAN PERILAKU BULLYING PADA SISWA SMP KRISTEN I MAGELANG OLEH SERAFIKA RIZKA AMI VINTYANA TUGAS AKHIR Diajukan Kepada Fakultas Psikologi Guna Memenuhi Sebagian Dari Persyaratan Untuk Mencapai Gelar Sarjana Psikologi Program Studi Psikologi FAKULTAS PSIKOLOGI UNIVERSITAS KRISTEN SATYA WACANA SALATIGA 2015

2

3

4

5

6

7 HUBUNGAN ANTARA HARGA DIRI DAN KECENDERUNGAN PERILAKU BULLYING PADA SISWA SMP KRISTEN I MAGELANG Serafika Rizka Ami Vintyana Prof. Dr. Sutriyono, M.Sc. Dr. Ch. Hari S., MS. Program Studi Psikologi FAKULTAS PSIKOLOGI UNIVERSITAS KRISTEN SATYA WACANA SALATIGA 2015

8 ABSTRAK Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui signifikansi hubungan antara harga diri dengan kecenderungan perilaku bullying pada siswa. Dugaan awal yang diajukan dalam penelitian ini adalah ada hubungan negatif antara harga diri dengan kecenderungan perilaku bullying pada siswa. Subyek penelitian ini adalah siswa dengan rentang usia tahun yang berjumlah 101 orang. Skala dalam penelitian ini adalah skala kecenderungan perilaku bullying yang mengacu pada aspek-aspek yang dikemukakan oleh Olweus (Solberg & Olweus, 2003) sedangkan skala harga diri mengacu pada aspek-aspek yang dikemukakan oleh Coopersmith (1967). Corrected item total correlation skala kecenderungan perilaku bullying bergerak dari dengan koefisien reliabilitas Alpha Cronbach sebesar sedangkan corrected item total correlation skala harga diri bergerak dari dengan Alpha Cronbach sebesar Analisis data menggunakan teknik korelasi Pearson Product Moment. Koefisien korelasi dari Pearson sebesar dengan signifikansi p = (p < 0.05) yang artinya ada hubungan negatif antara harga diri dengan kecenderungan perilaku bullying pada siswa. Semakin tinggi harga diri maka semakin rendah kecenderungan perilaku bullying pada siswa, dan jika semakin rendah harga diri maka semakin tinggi kecenderungan perilaku bullying pada siswa. Kata kunci: Harga diri, Kecenderungan perilaku bullying i

9 ABSTRACT This study aims to determine the significance of the relationship between selfesteem with a tendency to bullying behavior in students. Initial hypothesis put forward in this study is that there is a negative correlation between self-esteem with a tendency to bullying behavior in students. The subjects of this study were 101 students aged years. The scale of this research is the tendency of bullying behavior which refers to aspects proposed by Olweus (Solberg & Olweus, 2003) while the self-esteem scale refers to the aspects raised by Coopersmith (1967). Corrected item total correlation scale bullying behavior tendency range between to with alpha reliability coefficient while Corrected item total correlation self-esteem scale range between to with alpha reliability coefficient Data were analyzed using Pearson correlation coefficient of with a significance p = (p <0.05), which means there is a negative relationship between self-esteem with a tendency to bullying behavior in students. The higher self-esteem score, the lower the tendency of bullying on students, or lower the self-esteem score, the higher the tendency of bullying behavior in students. Keywords: Self-esteem, Bullying behavior tendencies ii

10 1 PENDAHULUAN Sekolah merupakan suatu lembaga tempat menuntut ilmu sehingga erat kaitannya dengan pendidikan. Pendidikan merupakan usaha sadar dan terencana untuk mewujudkan suasana belajar dan proses pembelajaran agar siswa secara aktif mengembangkan potensi dirinya untuk memiliki kekuatan spiritual keagamaan, pengendalian diri, kepribadian, kecerdasan, akhlak mulia, serta ketrampilan yang diperlukan dirinya dan masyarakat. Namun tanpa kita sadari dunia pendidikan sering kali diwarnai dengan kekerasan atau perilaku bullying. Di dalam instansi pendidikan seperti sekolah, sering kali kita mendengar kasus bahwa siswa melakukan ancaman atau pemalakan seperti minta uang dan dibuatkan tugas, saling mengejek dengan memberi nama julukan yang tidak disenangi, menyebarkan rumor, menghasut, mengucilkan, menakut-nakuti (intimidasi), menindas, mengata-ngatai, mencubit, memukul, meneror dengan sms serta membentak-bentak antar siswa. Masih banyak siswa yang sampai saat ini belum mengerti mengenai apakah itu perilaku bullying. Selain itu masih banyak siswa yang cenderung melakukan perilaku bullying, akan tetapi mereka tidak tahu atau tidak mengerti bahwa perilaku yang dilakukan termasuk perilaku bullying. Hal ini karena para siswa masih jarang diberikan pemahaman tentang perilaku bullying dan dampaknya. Kasus bullying dalam kenyataannya tidak lepas dari pengaruh pewarisan ideologi dari para lulusan. Selain itu media massa juga memberikan edukasi antisosial, khususnya dalam sejumlah sinetron dan film. Walaupun sinetron atau film hanyalah fiksi, namun secara tidak langsung memberikan model bagi siswa untuk berperilaku. Kecenderungan perilaku bullying sering dijumpai diberbagai sekolah mulai dari TK hingga Perguruan Tinggi. Lingkungan pendidikan seharusnya merupakan tempat yang sehat dan aman di mana para siswa dapat mengembangkan diri. Akan tetapi pada saat ini lingkungan pendidikan telah banyak terjadi berbagai perilaku dan aksi kekerasan yang 1

11 mengkhawatirkan. Sampai saat ini perilaku bullying kurang mendapat perhatian dari masyarakat kita, terutama para pendidik dan orang tua. Umumnya para pendidik, orang tua dan masyarakat menganggap fenomena perilaku bullying di sekolah merupakan hal yang biasa dan baru merespon jika hal itu sudah membuat korban terluka hingga membutuhkan bantuan medis dalam hal perilaku bullying fisik. Sementara itu perilaku bullying sosial, verbal dan elektronik masih belum mendapat tanggapan baik. Mereka tidak mengetahui bahwa perilaku bullying bisa membawa dampak psikologis dan fisik bagi pelaku maupun korban bullying. Salah satu contoh yaitu di SMP Kristen I Magelang sering terdengar bahwa ada kasus siswa yang berkelahi, memalak bahkan tawuran. Pernah ada kasus beberapa siswa dikeluarkan dari sekolah lantaran melakukan pelanggaran yaitu melakukan bullying terhadap juniornya ataupun berkelahi. Sedangkan untuk aksi memalak biasanya dilakukan di lingkungan sekolah, dan yang menjadi korban biasanya adik kelas atau teman yang lebih lemah. Sedangkan untuk tindakan saling mengejek di sekolah ini juga cukup tinggi dan biasanya berakhir dengan perkelahian. Berdasarkan hasil observasi peneliti di bulan Agustus 2014 di SMP Kristen I Magelang, perilaku bullying terjadi ketika istirahat dan jam pulang sekolah. Perilaku bullying terlihat ketika ada seorang siswa yang meminta uang kepada adik kelasnya pada saat jam istirahat, kemudian pada saat pulang sekolah ada beberapa siswa yang menyerang siswa lainnya karena tidak terima dipanggil dengan nama orang tuanya. Harga diri merupakan istilah yang sering kita dengar dalam kehidupan sehari-hari, sehingga kita sudah tidak asing apabila mendengar istilah ini. Seseorang yang melakukan halhal memalukan bagi masyarakat sekitarnya akan dinilai tidak mempunyai harga diri dan yang melanggar aturan hukum dalam suatu masyarakat akan dianggap harga dirinya turun. Harga diri seseorang terbentuk sejak masih anak-anak. Harga diri adalah sebuah nilai perbandingan antara diri ideal seseorang dengan kenyataan yang ia dapati secara fisik. Saat seseorang 2

12 tumbuh biasanya ia akan memiliki figur otoritas dalam pandangannya seperti ayah, ibu, paman, bibi, kakek atau nenek atau siapapun juga. Selain itu lingkungan juga ikut membentuk cara kita memandang diri kita. Labeling yang kita berikan akan memperkuat cara pandang seorang terhadap dirinya sendiri. Akan tetapi ada pendapat yang menyebutkan bahwa harga diri adalah penilaian individu terhadap kehormatan diri, melalui sikap terhadap dirinya sendiri yang sifatnya implisit dan tidak diverbalisasikan dan menggambarkan sejauh mana individu tersebut menilai dirinya sebagai orang yang memiliki kemampuan, keberartian, berharga, dan kompeten, dan merupakan pemimpin bagi semua dorongan. Hasil penelitian dari Yayasan Sejiwa menunjukkan bahwa tidak ada satupun sekolah di Indonesia yang bebas dari tindakan kekerasan. Kejadian yang menunjukan bahwa di dunia pendidikan Indonesia telah terjadi perilaku bullying terhadap siswanya yaitu seorang taruna di sebuah akademi militer di Semarang yang dihajar oleh seniornya. Kisah yang sama terjadi beberapa tahun sebelumnya di sebuah sekolah tinggi di Bandung, di mana calon pejabat pemerintahan dipersiapkan hingga berakibat kematian salah satu siswanya yang dilakukan oleh beberapa senior. Hasil penelitian Dr. Amy Huneck (dalam Yayasan Semai Jiwa Amini, 2008) mengungkapkan bahwa 10-60% siswa Indonesia melaporkan mendapat ejekan, cemoohan, pengucilan, pemukulan, tendangan sedikitnya sekali dalam seminggu. Penelitian Yayasan Sejiwa 2008 tentang kekerasan bullying di tiga kota besar di Indonesia yaitu Yogyakarta, Surabaya dan Jakarta mencatat terjadinya tingkat kekerasan sebesar 67,9% di tingkat sekolah menengah atas (SMU) dan 66,1% di tingkat sekolah lanjutan pertama (SMP). Kekerasan yang dilakukan sesama siswa, tercatat sebesar 41,2% untuk tingkat SMP dan 43,7% untuk tingkat SMA dengan kategori tertinggi kekerasan psikologis berupa mengucilkan. Hasil penelitian dari Christhoporus, Stefanus, Praharesti (2008) menunjukkan ada hubungan negatif yang sangat signifikan antara harga diri dan perilaku bullying. Ada 3

13 hubungan negatif antara harga diri dengan perilaku bullying, yaitu semakin tinggi harga diri maka semakin rendah perilaku bullying pada siswa, demikian juga sebaliknya semakin rendah harga diri maka semakin tinggi pula kecenderungan perilaku bullying pada siswa. Sementara hasil penelitian dari Joceyln (2011) menunjukkan tidak ada hubungan antara bullying dengan harga diri pada remaja siswa sekolah yang menjadi korban. Dengan demikian semakin tinggi harga diri maka tidak akan berpengaruh terhadap kecenderungan perilaku bullying. Hal ini disebabkan oleh karena subyek penelitian yang dilakukan Joceyln memiliki harga diri dalam kategori tinggi dan kecenderungan perilaku bullying yang rendah. Melihat fenomena di atas, maka peneliti tertarik untuk meneliti tentang hubungan antara harga diri dan kecenderungan perilaku bullying pada siswa SMP Kristen I Magelang. Rumusan Masalah Berdasarkan latar belakang yang telah diuraikan di atas, maka dapat dirumuskan suatu masalah yaitu: Apakah ada hubungan negatif yang signifikan antara harga diri dan kecenderungan perilaku bullying pada siswa SMP Kristen I Magelang? TINJAUAN PUSTAKA Kecenderungan Perilaku Bullying Bullying adalah sebuah situasi di mana terjadinya penyalahgunaan kekuatan atau kekuasaan yang dilakukan oleh seseorang atau sekelompok. Perilaku bullying adalah perilaku yang disengaja yang menyebabkan orang lain terganggu baik melalui kekerasan verbal, serangan secara fisik, maupun pemaksaan dengan cara-cara halus seperti manipulasi. Menurut Sejiwa (2008) perilaku bullying diartikan sebagai situasi di mana seseorang yang kuat (bisa secara fisik maupun mental) menekan, memojokkan, melecehkan, menyakiti seseorang yang lemah dengan sengaja dan berulang-ulang untuk menunjukkan kekuasaannya sehingga korban merasa tertekan dan trauma serta tak berdaya. 4

14 Olweus (1993) menyatakan bahwa siswa yang melakukan bullying adalah ketika siswa secara berulang-ulang dan setiap saat berperilaku negatif yang mengakibatkan seseorang dalam keadaan tidak nyaman atau terluka dan biasanya terjadi berulang-ulang. Jadi kecenderungan perilaku bullying merujuk pada kecenderungan melakukan tindakan yang bertujuan menyakiti dan dilakukan secara berulang, korban biasanya anak yang lebih lemah dibandingkan dengan pelaku. Bentuk Perilaku Bullying Menurut Olweus (1993) perilaku bullying dikelompokkan ke dalam 3 kategori yaitu: a. Bullying Fisik Seperti menampar, menimpuk, menginjak kaki, menjegal, meludahi, memalak, melempar dengan barang, menghukum, dan menolak. b. Bullying Verbal Misalnya memaki, menghina, menjuluki, meneriaki, mempermalukan di depan umum, menuduh, menyoraki, menebar gosip, dan memfitnah. c. Bullying Mental atau Psikologis Misalnya memandang sinis, memandang penuh ancaman, mendiamkan, menampilkan ekspresi muka yang merendahkan, mengucilkan, mempermalukan, meneror lewat sms atau , memandang yang merendahkan, memeloti, dan mencibir. Karakteristik Pengalaman Bullying a. Pernah Mengalami Perilaku Bullying Menurut Sejiwa (2008) yaitu memiliki gangguan psikologis seperti merasakan cemas yang berlebihan dan merasakan kesepian, memiliki konsep diri yang negatif karena dirinya berpikir bahwa dia ditolak oleh teman-temannya, cenderung menjadi penganiaya ketika dewasa, berperilaku agresif dan kadang melakukan tindakan kriminal, merasakan stress, depresi, dan sulit mempercayai orang lain. 5

15 b. Tidak Pernah Mengalami Perilaku Bullying Menurut Sejiwa (2008) yaitu seseorang yang tidak mengalami perilaku bullying, itu berarti bahwa seseorang yang tidak pernah mengalami tekanan, maupun penindasan secara berulang-ulang, dari seseorang atau kelompok orang yang lebih kuat. Sehingga dirinya terbebas dari rasa terancam, terbebas dari rasa tidak berdaya, terbebas dari trauma, dan terbebas dari perasaan tidak percaya pada orang lain. Faktor-faktor yang Mempengaruhi Perilaku Bullying a. Faktor Keluarga Seorang anak akan meniru berbagai perilaku anggota keluarga yang ia lihat seharihari sehingga menjadi perilaku yang ia anut. Sehubungan dengan perilaku imitasi anak, jika anak dibesarkan dalam keluarga yang mentoleransi kekerasan atau bullying, maka ia mempelajari bahwa perilaku bullying adalah suatu perilaku yang bisa diterima dalam membina suatu hubungan atau dalam mencapai apa yang diinginkannya, sehingga kemudian ia meniru perilaku bullying tersebut. b. Faktor Sekolah Pihak sekolah terkadang mengabaikan keberadaan perilaku bullying sehingga anak pelaku bullying akan mendapatkan penguatan terhadap perilaku mereka untuk melakukan intimidasi anak-anak yang lainnya. Perilaku Bullying berkembang dengan pesat dalam lingkungan sekolah yang di dalamnya terdapat perilaku diskriminatif, kurangnya pengawasan dan bimbingan etika, adanya kesenjangan besar antara siswa, dan pola kedislipinan yang sangat kaku ataupun terlalu lemah, bimbingan yang tidak layak dan peraturan yang tidak konsisten. Perilaku Bullying berkembang dalam lingkungan sekolah yang sering memberikan masukan negatif kepada siswanya seperti hukuman tidak membangun sehingga tidak mengembangkan rasa menghargai dan menghormati antar sesama. 6

16 c. Faktor Kelompok Sebaya Seorang anak memiliki keinginan untuk tidak lagi terlalu bergantung pada keluarganya dan mulai mencari dukungan dan rasa aman dari kelompok sebayanya. Perilaku bullying disebabkan oleh adanya teman sebaya yang memberikan pengaruh negatif dengan cara menyebarkan ide bahwa perilaku bullying bukanlah suatu masalah besar dan merupakan suatu hal yang wajar dilakukan. Selain itu seorang anak terkadang melakukan bullying pada anak lainnya untuk membuktikan bahwa mereka bisa masuk dalam kelompok tertentu (Sejiwa, 2008). Harga Diri Menurut Coopersmith (1967) mengartikan harga diri sebagai hasil evaluasi individu terhadap diri sendiri yang diekspresikan dalam sikap terhadap diri sendiri. Evaluasi ini menyatakan suatu sikap penerimaan atau penolakan dan menunjukkan seberapa besar individu percaya bahwa dirinya mampu, berarti, berhasil, berharga menurut standar dan nilai pribadinya. Menurut Santrock (1999), harga diri merupakan evaluasi individu terhadap dirinya sendiri secara positif atau negatif. Evaluasi ini memperlihatkan bagaimana individu menilai dirinya sendiri dan diakui atau tidaknya kemampuan dan keberhasilan yang diperolehnya. Berdasarkan uraian di atas maka dapat disimpulkan bahwa harga diri adalah penilaian individu terhadap dirinya sendiri baik secara positif maupun negatif. Karakteristik Harga Diri Coopersmith membagi tingkat harga diri menjadi 2 yaitu : a. Individu dengan harga diri yang tinggi Individu dengan harga diri yang tinggi memiliki perasaan yang berasal dari penerimaan diri sendiri tanpa syarat, walaupun melakukan kesalahan, kekalahan dan kegagalan, tetap merasa sebagai orang yang penting dan berharga. Harga diri yang positif 7

17 akan membangkitkan rasa percaya diri, penghargaan diri, rasa yakin akan kemampuan diri, rasa berguna serta rasa bahwa kehadirannya diperlukan di dunia ini. b. Individu dengan harga diri yang rendah Individu dengan harga diri yang negatif akan cenderung merasa bahwa dirinya tidak mampu dan tidak berharga. Pada remaja yang memiliki harga diri negatif inilah sering muncul perilaku negatif. Berawal dari perasaan tidak mampu dan berharga, mereka mengkompensasikannya dengan tindakan lain yang, seolah-olah, membuat dia lebih berharga. Misalnya dengan mencari pengakuan dan perhatian dari teman-temannya. Dari sinilah kemudian muncul penyalahgunaan obat atau berkelahi, misalnya, yang dilakukan demi mendapatkan pengakuan dari lingkungannya. Aspek-aspek Harga Diri Coopersmith (1967) membagi harga diri ke dalam 4 aspek yaitu: a. Kekuasaan (power) Kemampuan untuk mengatur dan mengontrol tingkah laku orang lain. Kemampuan ini ditandai adanya pengakuan dan rasa hormat yang diterima individu dari orang lain. b. Keberatian (significance) Adanya kepedulian, penilaian, dan afeksi yang diterima individu dari orang lain. c. Kebajikan (virtue) Ketaatan mengikuti standar moral dan etika, ditandai oleh ketaatan untuk menjauhi tingkah laku yang tidak diperbolehkan. d. Kemampuan (competence) Mampu menyelesaikan tugas yang diberikan dan mengambil keputusan sendiri. 8

18 Hubungan antara Harga Diri dan Perilaku Bullying Seseorang yang memiliki harga diri yang positif memiliki penerimaan diri dan penghormatan diri yang cukup. Adanya penerimaan dan penghormatan diri menjadikan anak merasa mampu pada beberapa tugas di sekolahnya, dapat merasa nyaman dengan temantemannya serta memiliki rasa bangga diri, merasa dapat diterima keluarganya dan dapat menerima keadaan fisik apa adanya. Penerimaan dan penghormatan diri mengakibatkan anak merasa senang dan bangga dengan keadaan diri sehingga secara emosinal dirinya tidak mudah marah dan pada akhirnya anak mampu membina hubungan baik dengan teman dan menjaga hubungan pertemanan tersebut agar tidak melukai perasaan maupun fisik temannya, sehingga anak tersebut terhindar dari hal-hal yang mencerminkan perilaku bullying. Berbeda dengan anak yang memiliki harga diri negatif, anak tersebut akan memandang dirinya sebagai orang yang tidak berharga. Rasa tidak berharga tersebut dapat tercermin pada rasa tidak berguna dan tidak memiliki kemampuan baik dari segi akademik, interaksi sosial, keluarga dan keaan fisiknya. Harga diri yang negatif ini dapat membuat anak merasa tidak mampu menjalin hubungan dengan temannya sehingga dirinya menjadi mudah tersinggung dan marah. Akibatnya anak tersebut akan melakukan perbuatan yang dapat menyakiti temannya atau dengan kata lain anak tersebut melakukan perilaku bullying. Hipotesa Penelitian Berdasarkan beberapa penjelasan di atas maka peneliti merumuskan hipotesis sebagai berikut: Ada hubungan negatif yang signifikan antara harga diri dan kecenderungan perilaku bullying pada siswa SMP Kristen I Magelang. 9

19 METODE PENELITIAN Definisi Operasional Kecenderungan Perilaku Bullying Kecenderungan perilaku bullying adalah kecenderungan melakukan perilaku bullying yang disengaja yang menyebabkan orang lain terganggu baik melalui kekerasan verbal, serangan secara fisik, maupun pemaksaan dengan cara-cara halus seperti manipulasi. Kecenderungan perilaku bullying diartikan sebagai situasi di mana seseorang yang kuat (bisa secara fisik maupun mental) menekan, memojokkan, melecehkan, menyakiti seseorang yang lemah dengan sengaja dan berulang-ulang untuk menunjukkan kekuasaannya sehingga korban merasa tertekan dan trauma serta tak berdaya. Kecenderungan perilaku bullying diukur berdasarkan skor yang diperoleh dari hasil pengisian skala kecenderungan perilaku bullying yang dilakukan oleh subyek. Skala kecenderungan perilaku bullying disusun oleh peneliti berdasarkan 3 aspek perilaku bullying yang dikemukakan oleh Olweus (1993) yaitu bullying fisik, bullying verbal, bullying mental atau psikologis. Dengan ketentuan, semakin tinggi skor yang diperoleh berarti semakin tinggi pula tingkat kecenderungan perilaku bullying, dan sebaliknya semakin rendah skor yang diperoleh berarti semakin rendah pula kecenderungan perilaku bullying. Harga Diri Harga diri merupakan evaluasi individu terhadap dirinya sendiri secara positif atau negatif. Evaluasi ini memperlihatkan bagaimana individu menilai dirinya sendiri dan diakui atau tidaknya kemampuan dan keberhasilan yang diperolehnya. Harga diri mengandung arti suatu penilaian individu terhadap diri diungkapkan dalam sikap-sikap yang dapat bersikap negatif dan positif. Harga diri diukur berdasarkan skor yang diperoleh dari hasil pengisian skala harga diri yang dilakukan oleh subyek. Skala harga diri disusun oleh penulis berdasarkan 4 aspek harga 10

20 diri yang dikemukakan oleh Coopersmith (1967) yaitu kekuasaan, keberartian, kebajikan, dan kemampuan. Dengan ketentuan, semakin tinggi skor yang diperoleh berarti semakin tinggi pula tingkat harga diri, dan sebaliknya semakin rendah skor yang diperoleh berarti semakin rendah pula harga diri. Partisipan Penelitian Menurut Azwar (1998), partisipan didefinisikan sebagai kelompok subyek yang hendak dikenai generalisasi. Menurut Hadi (1992) partisipan adalah sejumlah individu yang mempunyai ciri atau sifat yang sama. Partisipan dalam penelitian ini adalah siswa SMP Kristen I Magelang yang berusia tahun. Jumlah partisipan siswa SMP Kristen I Magelang adalah 101 siswa yang terdiri dari kelas X yang berjumlah 52 siswa dan kelas XI yang berjumlah 49 siswa. Penelitian ini menggunakan teknik nonprobability sampling yaitu teknik sampling jenuh (sensus). Teknik sampling jenuh adalah teknik penentuan sampel bila semua anggota populasi digunakan sebagai sampel. Analisis Aitem dan Reliabilitas Alat Pengumpulan Data Azwar (2009), analisis aitem memiliki arti sejauh mana ketepatan dan kecermatan suatu alat ukur dalam melakukan fungsi ukurnya. Dalam penelitian ini analisis aitem alat ukur menggunakan Alpha Croncbach. Azwar menambahkan suatu item dikatakan mempunyai daya diskriminasi yang baik jika memiliki koefisien korelasi item total sebesar 0,30. Berdasarkan uji analisis aitem untuk skala bullying, dari 30 butir item yang diujikan kepada 101 responden, diperoleh 29 butir item kuesioner dinyatakan baik, sedangkan 1 butir item nomor 28 dinyatakan gugur, karena memiliki nilai koefisien korelasi di bawah 0.30 yaitu 0,147. Sedangkan untuk uji analisis aitem skala harga diri dari 30 butir item, diperoleh 29 butir item kuesioner dinyatakan baik, sedangkan 1 butir item nomer 22 gugur, karena memiliki nilai koefisien korelasi di bawah 0.30 yaitu 0,

21 Suryabrata (2002) mengatakan bahwa reliabilitas alat ukur menunjukkan sejauh mana hasil pengukuran dengan alat ukur menunjuk kepada sejauh mana perbedaan-perbedaan skor perolehan itu mencerminkan perbedaan-perbedaan atribut sebenarnya. Menurut Guilford- Futcher (dalam Azwar, 2008), suatu alat ukur dikatakan cukup reliabel jika berada pada koefisien 0,7 0,8; reliabel jika berada pada koefisien 0,8 0,9; dan sangat reliabel jika berada di atas 0,9. Untuk skala perilaku bullying memiliki nilai koefisien 0,834 dan untuk skala harga diri memiliki nilai koefisien 0,860. Berdasarkan pengujian reliabilitas, kedua skala dikatakan reliabel dikarenakan memiliki nilai koefisien di atas 0,8. HASIL PENELITIAN Berdasarkan hasil analisis, diperoleh mean empirik dan mean hipotetik sebagai berikut: Tabel 1. Gambaran Umum Skor Variabel-variabel Penelitian Variabel Statistik Hipotetik Empirik Kecenderungan Perilaku Bullying Skor Minimal 0 10 Skor Maksimal Mean Standard Deviasion Harga Diri Skor Minimal 0 37 Skor Maksimal Mean Standard Deviasion Sumber: Data primer yang diolah, 2015 Pada tabel mean empirik variabel kecenderungan perilaku bullying lebih kecil daripada mean hipotetik, hal ini berarti level kecenderungan perilaku bullying pada siswa tergolong rendah. Secara statistik siswa SMP Kristen I Magelang cenderung tidak melakukan perilaku bullying. Angka rata-rata kecenderungan perilaku bullying yang diperoleh oleh siswa, berada 12

22 dibawah nilai rata-rata dari skala yang digunakan. Sedangkan mean empirik pada variabel harga diri lebih besar daripada mean hipotetik, hal ini berarti level harga diri pada siswa tergolong tinggi. Standar deviasi empirik pada variabel kecenderungan perilaku bullying lebih rendah daripada standar deviasi hipotetik. Hal ini berarti skor kecenderungan perilaku bullying memiliki variasi yang rendah, artinya skor cenderung mirip dan tidak jauh beda. Sedangkan standar deviasi empirik pada variabel harga diri lebih rendah daripada standar deviasi hipotetik, artinya skor harga diri memiliki variasi yang rendah. Analisis Deskriptif Hasil analisa deskriptif pada variabel kecenderungan perilaku bullying guna mengetahui seberapa jauh tingkat perilaku bullying pada siswa kelas X dan XI di SMP Kristen I Magelang. Tabel 2. Kategorisasi Variabel Kecenderungan Perilaku Bullying Kategori Jenjang Jumlah Subjek Bobot Sangat Rendah x < 43, Rendah 43,5 x < Tinggi 58 x < 72, Sangat Tinggi 72,48 x 0 0 Total Pada tabel ada 36 siswa (35,6%) yang berkategori rendah pada variabel perilaku bullying. Selanjutnya ada 60 siswa (59,4%) berkategori sangat rendah. Berarti sebagian besar siswa SMP Kristen I Magelang (96 siswa/95%) berada pada kategori rendah sampai dengan sangat rendah pada variabel perilaku bullying, artinya siswa memiliki kecenderungan untuk menghindari tindakan melukai atau menyakiti siswa lain di dalam sekolah. 13

23 Tabel 3. Kategorisasi Variabel Harga Diri Kategori Jenjang Jumlah Subjek Bobot Sangat Rendah x < 43,5 2 2 Rendah 43,5 x < Tinggi 58 x < 72, Sangat Tinggi 72,48 x Total Pada tabel ada 35 siswa (34,7%) yang berkategori tinggi pada variabel harga diri. Selanjutnya ada 48 siswa (47,5%) berkategori sangat tinggi. Berarti ada sebagian siswa SMP Kristen I Magelang (83 siswa/82,2%) berada pada kategori tinggi sampai dengan sangat tinggi. Temuan ini menyimpulkan bahwa ada sebagian siswa SMP Kristen I Magelang yang mampu menerima keberadaan dirinya dan mengakui akan kemampuan yang dimilikinya, dikarenakan memiliki harga diri yang tinggi. Siswa menjadi mampu membedakan mana perbuatan yang baik maupun buruk dan menjaga perilaku agar tidak melukai dan bertindak menyakiti orang lain. Tabel 4. Uji Korelasi Pearson Bullying Harga Diri Bullying Pearson Correlation ** Sig. (1-tailed).000 N Harga Diri Pearson Correlation ** 1 Sig. (1-tailed).000 N **. Correlation is significant at the 0.01 level (1-tailed). 14

24 Dalam Pengujian hipotesis statistik digunakan analisis korelasi pearson diperoleh koefisien nilai sebesar -0,349 dengan signifikansi 0,000 (P < 0,05) yang berarti ada hubungan negatif yang signifikan antara harga diri dengan kecenderungan perilaku bullying. Dengan demikian dapat dikatakan, jika harga diri tinggi maka siswa cenderung berperilaku bullying kepada siswa lain begitu juga sebaliknya, jika harga diri rendah maka siswa cenderung tidak berperilaku bullying pada siswa lain. PEMBAHASAN Dalam hasil penelitian pada pengujian korelasi Pearson dengan jumlah sampel 101 siswa SMP diperoleh koefisien nilai sebesar -0,349 dengan signifikansi 0,000. Koefisien nilai sebesar -0,349 menunjukkan adanya korelasi yang negatif dikarenakan ada tanda - di depan 0,349. Sedangkan nilai signifikasi 0,000 jauh di bawah 0,05 mempunyai arti memiliki nilai yang sangat signifikan. Dengan demikian menunjukkan bahwa ada hubungan negatif yang signifikan antara harga diri dan kecenderungan perilaku bullying pada siswa SMP Kristen I Magelang. Semakin tinggi harga diri maka semakin rendah kecenderungan perilaku bullying pada siswa, semakin rendah harga diri maka semakin tinggi pula kecenderungan perilaku bullying pada siswa. Bullying merupakan suatu bentuk ekspresi, aksi bahkan perilaku kekerasan. Bullying sebagai kekerasan fisik dan psikologis yang berjangka panjang dimana korban akan mengalami perilaku bullying oleh pelaku selama kurun waktu tertentu. Pelaku dapat dilakukan oleh seseorang ataupun kelompok terhadap korban yang tidak mampu untuk mempertahankan diri dalam situasi di mana ada hasrat untuk melukai atau menakuti orang atau membuat orang tertekan, trauma atau depresi dan tidak berdaya. Bullying dilakukan secara berulang kali sebagai suatu ancaman, atau paksaan dari seseorang atau kelompok terhadap seseorang atau kelompok lain. Bila dilakukan terus menerus akan menimbulkan trauma, ketakutan, kecemasan, dan depresi. Kejadian tersebut sangat mungkin berlangsung 15

25 pada pihak yang setara, namun sering terjadi pada pihak yang tidak berimbang secara kekuatan maupun kekuasaan. Kecenderungan perilaku Bullying terjadi dengan tujuan untuk menyakiti orang lain atau dengan tujuan tertentu, misalnya mencari perhatian, menginginkan kekuasaan di sekolah, ingin dibilang jagoan, pamer atau menunjukan kekayaan seperti motor baru. Penelitian Dr. Amy Huneck (dalam Yayasan Semai Jiwa Amini, 2008) mengungkapkan bahwa 10-60% siswa Indonesia melaporkan mendapat ejekan, cemohan, pengucilan, pemukulan dan tendangan sedikitnya sekali dalam seminggu. Penelitian di 3 kota besar yaitu Yogyakarta, Surabaya dan Jakarta mencatat tingkat kekerasan terjadi 67,9% di tingkat SMA dan 55,1% di tingkat SMP. Penulis juga mendapatkan temuan yang sama di tingkat SMP di kota Magelang. Tercatat ada sekitar 57,4% sampel siswa di SMP Kristen I Magelang yang memiliki kecenderungan untuk melakukan tindakan melukai atau menyakiti siswa lain di dalam sekolah. Perilaku bullying tersebut dapat berupa memalak siswa lain, berkelahi antar siswa di dalam sekolah ataupun tawuran antar sekolah. Kecenderungan perilaku bullying seperti memalak biasanya terjadi antara senior terhadap junior atau teman sekelas yang terlihat lemah. Tindakan saling mengejek di dalam sekolah juga seringkali terjadi biasanya akan berakhir dengan perkelahian. Santrock (1999) menjelaskan bahwa harga diri merupakan evaluasi individu terhadap dirinya sendiri secara positif maupun negatif. Evaluasi ini memperlihatkan bagaimana individu menilai dirinya sendiri dan diakui atau tidaknya kemampuan dan keberhasilan yang diperolehnya. Penilaian tersebut terlihat dari penghargaan terhadap keberadaan dan keberartian dirinya, individu yang memiliki harga diri yang positif akan menerima dan menghargai dirinya sendiri apa adanya. 16

26 Menurut Christhoporus, Stefanus & Praharesti (2008) anak yang memiliki harga diri yang positif, dirinya akan menerima keberadaan dirinya dan mengakui akan kemampuan yang dimilikinya. Dengan adanya harga diri yang positif maka anak akan memiliki pemahaman moral yang tinggi, dimana dirinya akan mampu menilai suatu perbuatan apakah bernilai baik atau buruk. Anak akan menjaga perilakunya agar tidak melukai temannya dan tidak bertindak menyakiti orang lain dikarenakan anak mengerti itu adalah perbuatan yang buruk. Berbeda dengan anak yang memiliki harga diri yang negatif, dirinya kurang menerima keberadaan dirinya dan tidak menghargai dirinya. Dengan memiliki harga diri yang negatif maka anak akan memiliki pemahaman moral yang rendah, dimana setiap tindakannya tidak dipikirkan apakah memiliki nilai baik atau buruk sehingga memiliki kecenderungan untuk melakukan bullying. Temuan Joceyln (2011) berbeda dengan temuan penulis yang mengutarakan tidak ada hubungan antara bullying dengan harga diri pada remaja siswa sekolah yang menjadi korban. Dengan demikian semakin tinggi harga diri maka tidak akan berpengaruh terhadap kecenderungan perilaku bullying. Hal ini disebabkan oleh karena subjek penelitian yang dilakukan Joceyln memiliki harga diri dalam kategori tinggi dan kecenderungan perilaku bullying yang rendah. Sedangkan hasil penelitian Christhoporus, Stefanus & Praharesti selaras dengan temuan peneliti yang menunjukkan adanya hubungan negatif yang signifikan antara harga diri dan perilaku bullying. Dengan demikian semakin tinggi harga diri maka akan semakin rendah kecenderungan perilaku bullying pada siswa lain, demikian sebaliknya semakin rendah harga diri maka akan semakin tinggi kecenderungan perilaku bullying pada siswa lain. Hasil penelitian ini sejalan dengan temuan penulis yang menunjukkan hasil yang sama, ada hubungan negatif yang signifikan antara harga diri dengan kecenderungan perilaku bullying. 17

27 Temuan penulis menjelaskan bahwa anak yang memiliki harga diri yang rendah, menjadikan siswa menjadi kurang menerima keberadaan dirinya dan tidak menghargai dirinya. Hal ini berakibat dengan munculnya kecenderungan perilaku bullying terhadap siswa lain. Dengan harga diri yang rendah maka perilaku anak akan cenderung melukai dan menyakiti temannya. Perilaku anak ini cenderung muncul dimaksudkan untuk mencari perhatian seperti ingin dibilang jagoan, menginginkan kekuasaan di sekolah atau memang memiliki hasrat untuk menyakiti orang lain. Sedangkan anak yang memiliki harga diri yang tinggi, menjadikan siswa mampu menerima keberadaan dirinya dan mengakui akan kemampuan yang dimilikinya. Hal ini membuat siswa mampu memilah mana perbuatan yang baik maupun buruk. Anak dapat menjaga perilaku agar tidak melukai dan bertindak menyakiti orang lain, dikarenakan anak memahami itu adalah perbuatan yang buruk. PENUTUP Kesimpulan Berdasarkan hasil penelitian, maka diambil kesimpulan bahwa ada hubungan negatif yang signifikan antara harga diri dan kecenderungan perilaku bullying pada siswa SMP Kristen I Magelang. Semakin tinggi harga diri maka semakin rendah kecenderungan perilaku bullying pada siswa, semakin rendah harga diri maka semakin tinggi pula kecenderungan perilaku bullying pada siswa. Lebih lanjut varians bullying memberikan sumbangan yang signifikan sebesar 12,18% terhadap varians harga diri pada siswa SMP Kristen I Magelang, sedangkan 87,82% varians harga diri diprediksi oleh variabel-variabel yang lain seperti faktor keluarga, faktor sekolah, dan faktor kelompok sebaya. 18

28 Saran Dari Hasil Penelitian Berdasarkan hasil penelitian yang menunjukkan ada hubungan negatif pada antara Harga Diri dan Kecenderungan Perilaku Bullying pada siswa SMP Kristen I Magelang, maka saran yang perlu diperhatikan yaitu: 1. Pada Siswa SMP Kristen I Magelang Siswa perlu meningkatkan taraf harga diri yang tergolong rendah dengan menerima keberadaan dirinya dan menghargai kemampuan diri yang dimiliki. Dengan penerimaan keberadaan diri dan kemampuan diri, maka akan memunculkan perilaku positif dan menjauhkan diri dari tindakan melukai atau menyakiti siswa lain. 2. Pada Guru dan Kepala Sekolah Guru dan Kepala Sekolah diharapkan perlu memberikan bimbingan diri kepada para siswa untuk menghargai dirinya sebagaimana mestinya dan memberikan pengertian yang menyeluruh terhadap perilaku bullying dan akibat dari berperilaku tersebut. Para Guru maupun Kepala Sekolah perlu memantau secara periodik segala aktivitas kegiatan siswa selama di sekolah. Hal ini untuk mengurangi perilaku-perilaku siswa yang cenderung mengarah pada perilaku bulying. 3. Bagi Orangtua Orangtua diharapkan memberikan pemahaman kepada anak dalam menghargai dirinya sendiri. Anak diajarkan untuk menerima diri dengan seutuhnya serta kemampuan diri yang dimiliki. Selain itu Orangtua perlu memberikan contoh perilaku mana yang boleh dilakukan dan yang tidak boleh dilakukan oleh anak, sehingga saat di sekolah anak tidak melakukan perbuatan yang cenderung mengarah pada perilaku bullying. 19

29 DAFTAR PUSTAKA Ancok, D. (1987). Teknik penyusunan skala pengukuran. Yogyakarta: Pusat Penelitian Pendidikan Universitas Gajah Mada. Azwar, S. (1998). Metode penelitian. Yogyakarta: Pustaka Pelajar Offset (2009). Reliabilitas dan validitas (edisi ketiga). Yogyakarta : Pustaka Pelajar. Coloroso, B. (2007). Stop bullying. Jakarta: Penerbit Serambi Ilmu Semesta. Coopersmith, S. (1967). The antecedents of self-esteem. San Francisco: W.H Freeman and Company. Gerda, A. (2013). Mental imagery mengenai lingkungan sosial yang baru pada korban bullying. ejournal Psikologi. 1, Hadi, S. (1992). Metodologi research jilid 2. Yogyakarta: Andi Offset (1994). Statistik. Yogyakarta : Andi Offset. Jocelyn, C. (2011). Hubungan bullying dengan harga diri pada remaja siswa sekolah yang menjadi korban bullying. Jurnal Psikologi. I, Diunduh dari Olweus, D. (1993). Bullying at school: What we know and what we can do. Cambridge.Blackwell. Riauskina, Intan Indira., Djuwita, Ratna., Soesetio, Sri Rochani Gencet-gencetan di mata siswa/siswi kelas I SMA : Naskah kognitif tentang arti skenario, dan dampak gencet-gencetan. Jurnal Psikologi Sosial. 12, No. 1, September Rini, A. P., Robiansyah, N. (2012) Hubungan harga diri dengan kecenderungan melakukan bullying ditinjau dari jenis kelamin pada remaja. Jurnal Psikologi Universitas 17 Agustus 1945 Surabaya. VII, No. 2, November Santrock, J. W. (1999). Life span development. 7th edition. Boston. Mc Graw. Sejiwa. (2006). Bullying: Masalah tersembunyi dalam dunia pendidikan di Indonesia. Diunduh dari Sejiwa. (2008). Bullying : Mengatasi kekerasan di sekolah dan lingkungan sekitar anak. Jakarta : Grasindo. Suryabrata, S. (2002). Metodologi penelitian. Jakarta: PT. Raja Grafindo Perada. Tambunan, R. (2001). Harga Diri Remaja. Jurnal Psikologi. II, Diunduh dari Widiharto, C. A., Sandjaja, S. S., Eriany, P. (2008). Perilaku bullying ditinjau dari harga diri dan pemahaman moral anak. Jurnal Psikologi. IV Diunduh dari Zona Sekolah. (2009). Stop Bullying di Sekolah. Diunduh dari 20

BAB III METODE PENELITIAN. pola asuh otoriter) dan variabel terikat (perilaku bullying) sehingga

BAB III METODE PENELITIAN. pola asuh otoriter) dan variabel terikat (perilaku bullying) sehingga 35 BAB III METODE PENELITIAN A. Variabel dan Definisi Operasional 1. Identifikasi Variabel Variabel penelitian adalah objek penelitian, atau apa yang menjadi titik perhatian suatu penelitian (Arikunto,

Lebih terperinci

SELF ESTEEM KORBAN BULLYING (Survey Kepada Siswa-siswi Kelas VII SMP Negeri 270 Jakarta Utara)

SELF ESTEEM KORBAN BULLYING (Survey Kepada Siswa-siswi Kelas VII SMP Negeri 270 Jakarta Utara) Self Esteem Korban Bullying 115 SELF ESTEEM KORBAN BULLYING (Survey Kepada Siswa-siswi Kelas VII SMP Negeri 270 Jakarta Utara) Stefi Gresia 1 Dr. Gantina Komalasari, M. Psi 2 Karsih, M. Pd 3 Abstrak Tujuan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. LatarBelakangMasalah. dalam mengantarkan peserta didik sehingga dapat tercapai tujuan yang

BAB I PENDAHULUAN. A. LatarBelakangMasalah. dalam mengantarkan peserta didik sehingga dapat tercapai tujuan yang BAB I PENDAHULUAN A. LatarBelakangMasalah Perubahan zaman yang semakin pesat membawa dampak ke berbagai aspek kehidupan yang terutama dalam bidang pendidikan. Terselenggaranya pendidikan yang efektif dan

Lebih terperinci

INTENSITAS TERKENA BULLYING DITINJAU DARI TIPE KEPRIBADIAN EKSTROVERT DAN INTROVERT

INTENSITAS TERKENA BULLYING DITINJAU DARI TIPE KEPRIBADIAN EKSTROVERT DAN INTROVERT INTENSITAS TERKENA BULLYING DITINJAU DARI TIPE KEPRIBADIAN EKSTROVERT DAN INTROVERT Skripsi Untuk memenuhi sebagian persyaratan Guna menempuh derajat Sarjana S-1 Psikologi Disusun Oleh : AMALIA LUSI BUDHIARTI

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Sekolah merupakan sebuah lembaga atau tempat yang dirancang untuk

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Sekolah merupakan sebuah lembaga atau tempat yang dirancang untuk BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Sekolah merupakan sebuah lembaga atau tempat yang dirancang untuk pengajaran siswa atau murid di bawah pengawasan guru dalam proses belajar dan mengajarkan siswa

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. Maraknya kasus-kasus kekerasan yang terjadi pada anak-anak usia sekolah

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. Maraknya kasus-kasus kekerasan yang terjadi pada anak-anak usia sekolah BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Maraknya kasus-kasus kekerasan yang terjadi pada anak-anak usia sekolah saat ini sangat memprihatinkan bagi pendidik dan orangtua. Fenomena yang sering terjadi di sekolah

Lebih terperinci

BULLYING. I. Pendahuluan

BULLYING. I. Pendahuluan BULLYING I. Pendahuluan Komitmen pengakuan dan perlindungan terhadap hak atas anak telah dijamin dalam Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945 Pasal 28B ayat (2) menyatakan bahwa setiap

Lebih terperinci

DAMPAK PSIKOLOGIS BULLYING

DAMPAK PSIKOLOGIS BULLYING DAMPAK PSIKOLOGIS BULLYING PADA SISWA SMA CHRISTIN Program Sarjana, Universitas Gunadarma Abstrak Semakin hari kita semakin dekat dengan peristiwa kekerasan khususnya bullying yang dilakukan terhadap siswa

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. peserta didik. Banyak yang beranggapan bahwa masa-masa sekolah adalah masa

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. peserta didik. Banyak yang beranggapan bahwa masa-masa sekolah adalah masa BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Sekolah merupakan salah satu lembaga pendidikan formal yang secara sadar berupaya melakukan perbaikan perilaku, pengalaman dan pengetahuan peserta didik. Banyak

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masa remaja merupakan periode kehidupan yang penuh dengan dinamika, dimana pada masa tersebut terjadi perkembangan dan perubahan yang sangat pesat. Pada periode ini

Lebih terperinci

BAB III METODE PENELITIAN. A. Identifikasi Variabel Penelitian. Variabel yang digunakan dalam penelitian ini adalah:

BAB III METODE PENELITIAN. A. Identifikasi Variabel Penelitian. Variabel yang digunakan dalam penelitian ini adalah: BAB III METODE PENELITIAN A. Identifikasi Variabel Penelitian Variabel yang digunakan dalam penelitian ini adalah: 1. Variabel Tergantung : Bullying 2. Variabel Bebas : a. Secure Attachment dengan Orang

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. kognitif, dan sosio-emosional (Santrock, 2007). Masa remaja (adolescence)

BAB I PENDAHULUAN. kognitif, dan sosio-emosional (Santrock, 2007). Masa remaja (adolescence) BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masa remaja merupakan periode transisi perkembangan antara masa kanak-kanak dengan masa dewasa yang melibatkanperubahan biologis, kognitif, dan sosio-emosional (Santrock,

Lebih terperinci

BAB I RENCANA PENELITIAN. formal, pendidikan dilakukan oleh sebuah lembaga yang dinamakan sekolah,.

BAB I RENCANA PENELITIAN. formal, pendidikan dilakukan oleh sebuah lembaga yang dinamakan sekolah,. BAB I RENCANA PENELITIAN A. Latar Belakang Pendidikan merupakan suatu proses yang dilakukan sepanjang hayat (long life education), karena pada dasarnya pendidikan adalah suatu proses untuk memanusiakan

Lebih terperinci

BAB III METODE PENELITIAN

BAB III METODE PENELITIAN 4 BAB III METODE PENELITIAN A. Metode Penelitian yang Digunakan Metode penelitian yang digunakan dalam penelitian ini adalah metode penelitian kuantitatif. Metode penelitian kuantitatif adalah metode penelitian

Lebih terperinci

UNTUK PENCEGAHAN KEKERSAN DAN PENYIMPANGAN PERILAKU REMAJA OLEH RR. SUHARTATI, S.H.

UNTUK PENCEGAHAN KEKERSAN DAN PENYIMPANGAN PERILAKU REMAJA OLEH RR. SUHARTATI, S.H. UNTUK PENCEGAHAN KEKERSAN DAN PENYIMPANGAN PERILAKU REMAJA OLEH RR. SUHARTATI, S.H. Dinas Pendidikan, Pemuda, dan Olahrga Daerah Istimewa Yogyakarta Kurikulum adalah seperangkat rencana dan pengaturan

Lebih terperinci

PENGARUH KONFORMITAS DAN HARGA DIRI TERHADAP KECENDERUNGAN MENJADI KORBAN KEKERASAN (BULLYING VICTIM) PADA REMAJA

PENGARUH KONFORMITAS DAN HARGA DIRI TERHADAP KECENDERUNGAN MENJADI KORBAN KEKERASAN (BULLYING VICTIM) PADA REMAJA PENGARUH KONFORMITAS DAN HARGA DIRI TERHADAP KECENDERUNGAN MENJADI KORBAN KEKERASAN (BULLYING VICTIM) PADA REMAJA NUR IKHSANIFA Fakultas Psikologi Universitas 17 Agustus 1945 Samarinda INTISARI Penelitian

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. terselenggara apabila dipengaruhi oleh suasana kondusif yang diciptakan oleh

BAB I PENDAHULUAN. terselenggara apabila dipengaruhi oleh suasana kondusif yang diciptakan oleh 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Perubahan zaman yang semakin pesat pada saat sekarang ini, telah membawa dampak terhadap berbagai aspek kehidupan, terutama dalam bidang pendidikan. Pendidikan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. LatarBelakang. individu khususnya dibidang pendidikan. Bentuk kekerasan yang sering dilakukan

BAB I PENDAHULUAN. A. LatarBelakang. individu khususnya dibidang pendidikan. Bentuk kekerasan yang sering dilakukan 1 BAB I PENDAHULUAN A. LatarBelakang Kekerasan bukanlah fenomena baru yang mewarnai kehidupan sosial individu khususnya dibidang pendidikan. Bentuk kekerasan yang sering dilakukan siswa salah satunya adalah

Lebih terperinci

BAB IV LAPORAN PENELITIAN. melakukan persiapan yang nantinya akan digunkan dalam penelitian.

BAB IV LAPORAN PENELITIAN. melakukan persiapan yang nantinya akan digunkan dalam penelitian. 41 BAB IV LAPORAN PENELITIAN A. Orientasi Kancah Penelitian Langkah awal yang dilakukan peneliti sebelum melakukan penelitian yaitu menentukan subyek penelitian, mengenali tempat peneletian, dan melakukan

Lebih terperinci

BAB III METODE PENELITIAN

BAB III METODE PENELITIAN BAB III METODE PENELITIAN A. Lokasi dan Subjek Populasi/Sampel Penelitian 1. Lokasi Penelitian Penelitian ini dilakukan di SMA Laboratorium Percontohan Universitas Pendidikan Indonesia. 2. Subjek Penelitian

Lebih terperinci

H, 2016 HUBUNGAN ANTARA REGULASI EMOSI DAN KONTROL DIRI DENGAN PERILAKU BULLYING

H, 2016 HUBUNGAN ANTARA REGULASI EMOSI DAN KONTROL DIRI DENGAN PERILAKU BULLYING BAB I PENDAHULUAN Pokok bahasan yang dipaparkan pada Bab I meliputi latar belakang penelitian, rumusan masalah penelitian, tujuan penelitian, manfaat penelitian, dan struktur organisasi penelitian. A.

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. ukuran fisik, tapi bisa kuat secara mental (Anonim, 2008). Bullying di

BAB I PENDAHULUAN. ukuran fisik, tapi bisa kuat secara mental (Anonim, 2008). Bullying di BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Perilaku bullying adalah sebuah situasi dimana terjadinya penyalahgunaan kekuatan atau kekuasaan yang dilakukan oleh seseorang atau sekelompok. Pihak yang kuat disini

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Nilai-nilai keagamaan yang diajarkan, di pesantren bertujuan membentuk

BAB I PENDAHULUAN. Nilai-nilai keagamaan yang diajarkan, di pesantren bertujuan membentuk BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Pemahaman tentang pesantren merupakan lembaga pendidikan tertua yang erat dalam proses sejarah kehidupan Indonesia sejak ratusan tahun yang silam. Ia adalah

Lebih terperinci

BAB III METODE PENELITIAN. A. Desain Penelitian. Penelitian ini merupakan penelitian kuantitatif dalam bentuk penelitian

BAB III METODE PENELITIAN. A. Desain Penelitian. Penelitian ini merupakan penelitian kuantitatif dalam bentuk penelitian BAB III METODE PENELITIAN A. Desain Penelitian Penelitian ini merupakan penelitian kuantitatif dalam bentuk penelitian korelasional yaitu penelitian yang bertujuan menggambarkan secara sistematik dan akurat

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. mengatakan mereka telah dilukai dengan senjata. Guru-guru banyak mengatakan

BAB I PENDAHULUAN. mengatakan mereka telah dilukai dengan senjata. Guru-guru banyak mengatakan BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Permasalahan kekerasan di lingkungan pendidikan atau sekolah ini telah menunjukkan angka yang sangat memprihatinkan, 16% siswa kelas akhir mengatakan bahwa mereka

Lebih terperinci

METODE PENELITIAN Desain, Tempat dan Waktu Cara Pemilihan Contoh

METODE PENELITIAN Desain, Tempat dan Waktu Cara Pemilihan Contoh 23 METODE PENELITIAN Desain, Tempat dan Waktu Desain penelitian ini adalah cross-sectional study yaitu penelitian yang dilakukan dalam satu waktu tertentu. Lokasi penelitian dipilih secara purposive dengan

Lebih terperinci

BAB III METODOLOGI PENELITIAN. kuantitatif. Pendekatan kuantitatif digunakan untuk meneliti populasi atau sampel

BAB III METODOLOGI PENELITIAN. kuantitatif. Pendekatan kuantitatif digunakan untuk meneliti populasi atau sampel BAB III METODOLOGI PENELITIAN A. Pendekatan Metode Penelitian Pendekatan yang digunakan dalam penelitian adalah pendekatan kuantitatif. Pendekatan kuantitatif digunakan untuk meneliti populasi atau sampel

Lebih terperinci

BAB III METODE PENELITIAN. teori yang dikembangkan oleh Coloroso (2006:43-44), yang mengemukakan

BAB III METODE PENELITIAN. teori yang dikembangkan oleh Coloroso (2006:43-44), yang mengemukakan BAB III METODE PENELITIAN A. Definisi Operasional Variabel. Perilaku Bullying Secara operasional, definisi bullying dalam penelitian ini mengacu pada teori yang dikembangkan oleh Coloroso (006:43-44),

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang. Sekolah merupakan lembaga formal yang dirancang untuk

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang. Sekolah merupakan lembaga formal yang dirancang untuk BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Sekolah merupakan lembaga formal yang dirancang untuk memberikan pengajaran kepada siswa atau murid di bawah pengawasan guru dan kepala sekolah. Di dalam sebuah institusi

Lebih terperinci

BAB III METODOLOGI PENELITIAN

BAB III METODOLOGI PENELITIAN BAB III METODOLOGI PENELITIAN A. Rancangan Penelitian Penelitian ini termasuk dalam penelitian kuantitatif karena penelitian ini banyak menggunakan angka-angka, mulai dari pengumpulan data, penafsiran

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. pendidikan adalah usaha sadar dan terencana untuk mewujudkan suasana belajar

BAB I PENDAHULUAN. pendidikan adalah usaha sadar dan terencana untuk mewujudkan suasana belajar BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Menurut UU No. 20 Tahun 2003, tentang sistem pendidikan nasional, pendidikan adalah usaha sadar dan terencana untuk mewujudkan suasana belajar dan proses pembelajaran

Lebih terperinci

PENGARUH LAYANAN DISKUSI KELOMPOK DENGAN MENGGUNAKAN MEDIA AUDIO VISUAL TERHADAP PERILAKU BULLYING SISWA KELAS XI (Studi di SMA Negeri 5 Sigi )

PENGARUH LAYANAN DISKUSI KELOMPOK DENGAN MENGGUNAKAN MEDIA AUDIO VISUAL TERHADAP PERILAKU BULLYING SISWA KELAS XI (Studi di SMA Negeri 5 Sigi ) PENGARUH LAYANAN DISKUSI KELOMPOK DENGAN MENGGUNAKAN MEDIA AUDIO VISUAL TERHADAP PERILAKU BULLYING SISWA KELAS XI (Studi di SMA Negeri 5 Sigi ) Putri Wardhani 1 Muh. Mansyur Thalib Ridwan Syahran ABSTRAK

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. Sebagai makhluk sosial, manusia tidak akan dapat bertahan hidup sendiri.

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. Sebagai makhluk sosial, manusia tidak akan dapat bertahan hidup sendiri. 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Sebagai makhluk sosial, manusia tidak akan dapat bertahan hidup sendiri. Interaksi dengan lingkungan senantiasa dibutuhkan untuk memenuhi kebutuhannya. Salah satu

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. berperilaku dan segala sifat yang membedakan antara individu satu dengan individu

BAB I PENDAHULUAN. berperilaku dan segala sifat yang membedakan antara individu satu dengan individu BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Setiap manusia terlahir memiliki kesamaan dan perbedaan antara satu dengan lainnya, dan hal tersebut yang menjadikan manusia sebagai makluk yang unik. Manusia memiliki

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN. lingkungan sekolah, banyak siswa yang melakukan bullying kepada siswa lainnya

BAB 1 PENDAHULUAN. lingkungan sekolah, banyak siswa yang melakukan bullying kepada siswa lainnya BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Bullying merupakan fenomena yang marak terjadi dewasa ini terutama di lingkungan sekolah, banyak siswa yang melakukan bullying kepada siswa lainnya baik di

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. kesejahteraan, pendidikan dan mengasihi serta menghargai anak-anaknya (Cowie

BAB I PENDAHULUAN. kesejahteraan, pendidikan dan mengasihi serta menghargai anak-anaknya (Cowie 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Salah satu ukuran pencapaian sebuah bangsa yang diajukan oleh UNICEF adalah seberapa baik sebuah bangsa memelihara kesehatan dan keselamatan, kesejahteraan, pendidikan

Lebih terperinci

BAB IV PELAKSANAAN DAN HASIL PENELITIAN. A. Orientasi Kancah dan Persiapan. kecerdasan emosi dengan kecenderungan perilaku bullying pada siswa

BAB IV PELAKSANAAN DAN HASIL PENELITIAN. A. Orientasi Kancah dan Persiapan. kecerdasan emosi dengan kecenderungan perilaku bullying pada siswa 31 BAB IV PELAKSANAAN DAN HASIL PENELITIAN A. Orientasi Kancah dan Persiapan 1. Orientasi Kancah Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui hubungan antara kecerdasan emosi dengan kecenderungan perilaku

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. A. Harga Diri. Harris, 2009; dalam Gaspard, 2010; dalam Getachew, 2011; dalam Hsu,2013) harga diri

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. A. Harga Diri. Harris, 2009; dalam Gaspard, 2010; dalam Getachew, 2011; dalam Hsu,2013) harga diri BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. Harga Diri 1. Pengertian Harga Diri Menurut Coopersmith (1967 ; dalam Sert, 2003; dalam Challenger, 2005; dalam Harris, 2009; dalam Gaspard, 2010; dalam Getachew, 2011; dalam

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Penelitian

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Penelitian BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Penelitian Manusia merupakan makhluk sosial yang selalu membutuhkan orang lain dalam memenuhi kebutuhannya sehari-hari. Kebutuhan tersebut tidak hanya secara fisiologis

Lebih terperinci

BAB I. Pendahuluan. I.A Latar Belakang. Remaja seringkali diartikan sebagai masa perubahan. dari masa anak-anak ke masa dewasa.

BAB I. Pendahuluan. I.A Latar Belakang. Remaja seringkali diartikan sebagai masa perubahan. dari masa anak-anak ke masa dewasa. 12 BAB I Pendahuluan I.A Latar Belakang Remaja seringkali diartikan sebagai masa perubahan dari masa anak-anak ke masa dewasa. Remaja tidak termasuk golongan anak tetapi tidak pula golongan dewasa. Remaja

Lebih terperinci

BAB III METODE PENELITIAN

BAB III METODE PENELITIAN BAB III METODE PENELITIAN Metode penelitian merupakan hal yang penting dalam suatu penelitian. Dalam metode penelitian dijelaskan tentang urutan suatu penelitian yang dilakukan yaitu dengan teknik dan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Bab ini menyajikan hal-hal yang menjadi latar belakang penelitian,

BAB I PENDAHULUAN. Bab ini menyajikan hal-hal yang menjadi latar belakang penelitian, BAB I PENDAHULUAN Bab ini menyajikan hal-hal yang menjadi latar belakang penelitian, rumusan masalah dan pertanyaan penelitian, tujuan, manfaat penelitian serta mengulas secara singkat mengenai prosedur

Lebih terperinci

BAB II TINJUAN PUSTAKA

BAB II TINJUAN PUSTAKA BAB II TINJUAN PUSTAKA A. Perilaku Bullying. 1. Pengertian bullying. Menurut Priyatna (2010), bullying merupakan tindakan yang disengaja oleh pelaku kepada korban yang terjadi secara berulang-ulang dan

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. Kata kekerasan sebenarnya sudah sangat sering kita dengar dalam kehidupan sehari-hari,

I. PENDAHULUAN. Kata kekerasan sebenarnya sudah sangat sering kita dengar dalam kehidupan sehari-hari, I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang dan Masalah Kata kekerasan sebenarnya sudah sangat sering kita dengar dalam kehidupan sehari-hari, baik di lingkungan sekolah, di rumah maupun di masyarakat. Begitu banyaknya

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Dewasa ini sering kita dengar tentang banyaknya kasus kekerasan yang

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Dewasa ini sering kita dengar tentang banyaknya kasus kekerasan yang BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Dewasa ini sering kita dengar tentang banyaknya kasus kekerasan yang dilakukan dilingkungan institusi pendidikan yang semakin menjadi permasalahan dan menimbulkan

Lebih terperinci

BAB III METODE PENELITIAN. menekankan analisanya pada data-data numerical (angka) yang di olah dengan

BAB III METODE PENELITIAN. menekankan analisanya pada data-data numerical (angka) yang di olah dengan BAB III METODE PENELITIAN 3.1 Tipe penelitian Pendekatan yang digunakan dalam penelitian ini adalah pendekatan kuantitatif dengan jenis penelitian korelasional. Pendekatan pendekatan kuantitatif menekankan

Lebih terperinci

BAB III METODE PENELITIAN. secara objektif (Notoatmodjo, 2005). mahasiswa semester akhir Fakultas Psikologi dan Kesehatan.

BAB III METODE PENELITIAN. secara objektif (Notoatmodjo, 2005). mahasiswa semester akhir Fakultas Psikologi dan Kesehatan. BAB III METODE PENELITIAN A. Variabel Dan Definisi Operasional 1. Variabel Penelitian Penelitian ini menggunakan pendekatan deskriptif kuantitatif yang merupakan suatu metode penelitian yang dilakukan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah.

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah. BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah. Masa anak usia sekolah merupakan masa dimana anak mulai mengalihkan perhatian dan hubungan dari keluarga ke teman-teman sebayanya. Pada masa sekolah anak lebih

Lebih terperinci

BAB III METODE PENELITIAN. menguraikan mengenai identifikasi variabel penelitian, defenisi oprasional,

BAB III METODE PENELITIAN. menguraikan mengenai identifikasi variabel penelitian, defenisi oprasional, BAB III METODE PENELITIAN Metode penelitian merupakan unsur paling penting dalam penelitian ilmiah, karena metode yang digunakan dalam penelitian dapat menemukan apakah penelitian tersebut dapat dipertanggung

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. A. Bullying. itu, menurut Olweus (Widayanti, 2009) bullying adalah perilaku tidak

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. A. Bullying. itu, menurut Olweus (Widayanti, 2009) bullying adalah perilaku tidak BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. Bullying 1. Definisi Bullying Bullying adalah perilaku agresif yang dilakukan oleh individu atau kelompok yang lebih kuat terhadap individu atau kelompok yang lebih lemah, yang

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. 2010). Hal tersebut sejalan dengan Undang-Undang No.20 Tahun 2003 tentang

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. 2010). Hal tersebut sejalan dengan Undang-Undang No.20 Tahun 2003 tentang BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Pendidikan menurut Kamus Besar Bahasa Indonesia merupakan proses pengubahan sikap dan tata laku seseorang atau kelompok orang dalam usaha mendewasakan manusia melalui

Lebih terperinci

BAB III METODE PENELITIAN

BAB III METODE PENELITIAN BAB III METODE PENELITIAN 3.1 Jenis Penelitian Penelitian yang digunakan peneliti adalah penelitian eksperimen semu. Penelitian eksperimen ini dilakukan untuk mengetahui ada tidaknya penurunan perilaku

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. A. Pengertian. pengertian yang baku hingga saat ini. Bullying berasal dari bahasa inggris,

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. A. Pengertian. pengertian yang baku hingga saat ini. Bullying berasal dari bahasa inggris, BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. Pengertian 1. Pengertian Kecenderungan Perilaku Bullying Pengertian perilaku bullying masih menjadi perdebatan dan belum menemukan suatu definisi yang diakui secara universal,

Lebih terperinci

BAB III METODE PENELITIAN

BAB III METODE PENELITIAN 46 BAB III METODE PENELITIAN A. Rancangan Penelitian Dalam penelitian ini menggunakan penelitian kuantitatif, yang suatu penelitian dituntut menggunakan angka mulai dari pengumpulan data, penafsiran terhadap

Lebih terperinci

BAB III METODE PENELITIAN. A. Identifikasi Variabel Penelitian. 1. Variabel Tergantung : Kecenderungan Perilaku Bullying

BAB III METODE PENELITIAN. A. Identifikasi Variabel Penelitian. 1. Variabel Tergantung : Kecenderungan Perilaku Bullying BAB III METODE PENELITIAN A. Identifikasi Variabel Penelitian Varibabel-variabel yang digunakan dalam penelitian ini, diantaranya : 1. Variabel Tergantung : Kecenderungan Perilaku Bullying 2. Variabel

Lebih terperinci

BAB III METODE PENELITIAN. Penelitian ini menggunakan pendekatan kuantitatif. Pendekatan kuantitatif

BAB III METODE PENELITIAN. Penelitian ini menggunakan pendekatan kuantitatif. Pendekatan kuantitatif BAB III METODE PENELITIAN A. Desain Penelitian Penelitian ini menggunakan pendekatan kuantitatif. Pendekatan kuantitatif adalah metode yang digunakan untuk meneliti populasi atau sampel tertentu, pengumpulan

Lebih terperinci

BAB III METODE PENELITIAN

BAB III METODE PENELITIAN BAB III METODE PENELITIAN A. Rancangan Penelitian Rancangan penelitian adalah rancangan dan struktur penyelidikan yang disusun sedemikian rupa sehingga penelitian akan dapat memperoleh jawaban untuk pertanyaan-pertanyaan

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah

BAB 1 PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah BAB 1 PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Pendidikan merupakan salah satu proses penting dalam usaha mengembangkan potensi pada anak. Melalui proses pendidikan, seorang anak diharapkan dapat mengembangkan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. yang kompleks yang merupakan hasil interaksi berbagai penyebab dari keadaan

BAB I PENDAHULUAN. yang kompleks yang merupakan hasil interaksi berbagai penyebab dari keadaan BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Masa remaja merupakan masa yang paling mendapat perhatian dalam rentang kehidupan manusia. Hal ini disebabkan banyak permasalahan yang terjadi dalam masa remaja.

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. yang menunjukkan kebaikan dan perilaku yang terpuji. Akan tetapi, banyak kita

BAB I PENDAHULUAN. yang menunjukkan kebaikan dan perilaku yang terpuji. Akan tetapi, banyak kita BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Sekolah merupakan tempat pendidikan formal yang tidak hanya mengajarkan peserta didiknya pengetahuan secara kognitif akan tetapi juga mengajarkan kepada peserta didiknya

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. berdampingan, manusia membutuhkan adanya interaksi sosial.

BAB I PENDAHULUAN. berdampingan, manusia membutuhkan adanya interaksi sosial. BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Manusia adalah mahluk sosial, dalam kehidupan sehari-hari manusia tidak dapat hidup sendiri. Manusia membutuhkan orang lain. Untuk dapat hidup berdampingan,

Lebih terperinci

BAB III METODE PENELITIAN. Menurut Ghony rancangan penelitian adalah strategi suatu penelitian,

BAB III METODE PENELITIAN. Menurut Ghony rancangan penelitian adalah strategi suatu penelitian, BAB III METODE PENELITIAN A. Rancangan Penelitian Menurut Ghony rancangan penelitian adalah strategi suatu penelitian, yaitu merupakan upaya yang menggambarkan keseluruhan pemikiran atau program penelitian

Lebih terperinci

UPAYA MENGURANGI PERILAKU BULLYING DI SEKOLAH DENGAN MENGGUNAKAN LAYANAN KONSELING KELOMPOK

UPAYA MENGURANGI PERILAKU BULLYING DI SEKOLAH DENGAN MENGGUNAKAN LAYANAN KONSELING KELOMPOK UPAYA MENGURANGI PERILAKU BULLYING DI SEKOLAH DENGAN MENGGUNAKAN LAYANAN KONSELING KELOMPOK Dina Afriana (afriana.dina@yahoo.com) 1 Yusmansyah 2 Diah Utaminingsih 3 ABSTRACT The aims of this research to

Lebih terperinci

BAB III METODE PENELITIAN

BAB III METODE PENELITIAN BAB III METODE PENELITIAN 3.1 Jenis Penelitian Jenis penelitian yang digunakan adalah penelitian korelasional. Arikunto (2003) mengemukakan bahwa penelitian korelasional bertujuan untuk menemukan ada tidaknya

Lebih terperinci

BAB III METODE PENELITIAN. Penelitian kuantitatif dan (b). Penelitian kualitatif (Azwar, 2007: 5). Dalam

BAB III METODE PENELITIAN. Penelitian kuantitatif dan (b). Penelitian kualitatif (Azwar, 2007: 5). Dalam 49 BAB III METODE PENELITIAN A. Rancangan Penelitian Penelitian dapat diklasifikasikan dari berbagai cara dan sudut pandang. Dilihat dari pendekatan analisisnya, penelitian dibagi atas dua macam, yaitu:

Lebih terperinci

BAB III METODE PENELITIAN

BAB III METODE PENELITIAN 45 BAB III METODE PENELITIAN Bab ini merupakan bagian metode penelitian yang terdiri atas desain penelitian, populasi dan sampel penelitian, variabel dan definisi operasional, instrumen penelitian, prosedur

Lebih terperinci

BAB III METODE PENELITIAN. A. Identifikasi Variabel-variabel Penelitian. B. Definisi Operasional Variabel Penelitian

BAB III METODE PENELITIAN. A. Identifikasi Variabel-variabel Penelitian. B. Definisi Operasional Variabel Penelitian BAB III METODE PENELITIAN A. Identifikasi Variabel-variabel Penelitian Hipotesis dalam penelitian ini adalah hubungan kontrol diri dan perilaku bullying. Untuk membuktikan secara empiris hipotesis tersebut

Lebih terperinci

BAB III METODE PENELITIAN. Defenisi Operasional Variabel Penelitian, (C) Populasi, Sampel, Teknik

BAB III METODE PENELITIAN. Defenisi Operasional Variabel Penelitian, (C) Populasi, Sampel, Teknik BAB III METODE PENELITIAN Dalam bab ini peneliti akan menjelaskan tentang metode yang akan digunakan dalam penelitian ini meliputi: (A) Identifikasi Variabel Penelitian, (B) Defenisi Operasional Variabel

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang Masalah. Perubahan zaman yang semakin pesat ini membawa dampak ke berbagai

BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang Masalah. Perubahan zaman yang semakin pesat ini membawa dampak ke berbagai 1 BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Masalah Perubahan zaman yang semakin pesat ini membawa dampak ke berbagai aspek kehidupan terutama dalam bidang pendidikan. Terselenggaranya pendidikan yang efektif

Lebih terperinci

PERAN GURU BK/KONSELOR DALAM MENGENTASKAN PERILAKU BULLYING PARTICIPANT OF THE TEACHERS BK / COUNSELORS TO ALLEVIATE BULLYING BEHAVIOR

PERAN GURU BK/KONSELOR DALAM MENGENTASKAN PERILAKU BULLYING PARTICIPANT OF THE TEACHERS BK / COUNSELORS TO ALLEVIATE BULLYING BEHAVIOR CAHAYA PENDIDIKAN, 2(1): 84-91 Juni 2016 ISSN : 1460-4747 PERAN GURU BK/KONSELOR DALAM MENGENTASKAN PERILAKU BULLYING PARTICIPANT OF THE TEACHERS BK / COUNSELORS TO ALLEVIATE BULLYING BEHAVIOR Ramdani

Lebih terperinci

BAB III METODE PENELITIAN. kuantitatif yaitu penelitian yang menekankan analisisnya pada data-data numeric

BAB III METODE PENELITIAN. kuantitatif yaitu penelitian yang menekankan analisisnya pada data-data numeric BAB III METODE PENELITIAN A. Rancangan Penelitian Penelitian ini merupakan penelitian yang menggunakan pendekatan kuantitatif yaitu penelitian yang menekankan analisisnya pada data-data numeric (angka)

Lebih terperinci

BAB III METODOLOGI PENELITIAN

BAB III METODOLOGI PENELITIAN BAB III METODOLOGI PENELITIAN A. Identifikasi Variabel 1. Variabel tergantung : Kepuasan perkawinan. Variabel bebas : a. Self-esteem b. Penghargaan suami B. Definisi Operasional Variabel Definisi operasional

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. batas kewajaran. Kekerasan yang mereka lakukan cukup mengerikan, baik di

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. batas kewajaran. Kekerasan yang mereka lakukan cukup mengerikan, baik di 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Dewasa ini masalah kenakalan di kalangan pelajar sekolah sedang hangat dibicarakan. Perilaku agresif dan kekerasan yang dilakukan pelajar sudah di luar batas

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. meneruskan perjuangan dan cita-cita suatu negara (Mukhlis R, 2013). Oleh karena

BAB I PENDAHULUAN. meneruskan perjuangan dan cita-cita suatu negara (Mukhlis R, 2013). Oleh karena 1 BAB I PENDAHULUAN A. LATAR BELAKANG MASALAH Setiap negara pasti memerlukan generasi penerus untuk menggantikan generasi lama. Bangsa yang memiliki generasi penerus akan tetap diakui keberadaannya, oleh

Lebih terperinci

BAB III METODE PENELITIAN. yang digunakan untuk menyediakan informasi yang saling berkaitan dengan. kemauan, perilaku dan nilai ( Nursalam, 2013).

BAB III METODE PENELITIAN. yang digunakan untuk menyediakan informasi yang saling berkaitan dengan. kemauan, perilaku dan nilai ( Nursalam, 2013). BAB III METODE PENELITIAN A. Desain Penelitian Metode yang digunakan dalam penelitian ini adalah jenis penelitian non eksperimen yaitu deskriptif survei. Deskriptif survei adalah suatu rancangan yang digunakan

Lebih terperinci

BAB III METODE PENELITIAN

BAB III METODE PENELITIAN BAB III METODE PENELITIAN A. Identifikasi Variabel Penelitian Variabel merupakan sesuatu yang menjadi sasaran penyelidikan dan suatu yang mengacu pada variasi baik dalam jenis maupun tingkatannya (Hadi,

Lebih terperinci

BAB III METODE PENELITIAN. kuantitatif, yaitu penelitian yang prosesnya banyak menggunakan angkaangka

BAB III METODE PENELITIAN. kuantitatif, yaitu penelitian yang prosesnya banyak menggunakan angkaangka BAB III METODE PENELITIAN A. Jenis Penelitian Jenis penelitian yang digunakan oleh peneliti adalah jenis penelitian kuantitatif, yaitu penelitian yang prosesnya banyak menggunakan angkaangka dari mulai

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Individu sebagai makhluk sosial membutuhkan interaksi dengan lingkungan

BAB I PENDAHULUAN. Individu sebagai makhluk sosial membutuhkan interaksi dengan lingkungan BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Individu sebagai makhluk sosial membutuhkan interaksi dengan lingkungan sekitar. Baik lingkungan keluarga, atau dengan cakupan yang lebih luas yaitu teman sebaya

Lebih terperinci

BAB III METODOLOGI PENELITIAN. Sugiyono (2008:119) mengemukakan bahwa metode komparatif atau ex post facto

BAB III METODOLOGI PENELITIAN. Sugiyono (2008:119) mengemukakan bahwa metode komparatif atau ex post facto BAB III METODOLOGI PENELITIAN 3.1 Rancangan Penelitian Penelitian ini merupakan penelitian kuantitatif, karena dalam proses penelitiannya menggunakan angka, mulai dari pengumpulan data, penafsiran terhadap

Lebih terperinci

BAB III METODOLOGI PENELITIAN. Penelitian ini menggunakan pendekatan kuantitatif yang menekankan

BAB III METODOLOGI PENELITIAN. Penelitian ini menggunakan pendekatan kuantitatif yang menekankan BAB III METODOLOGI PENELITIAN A. Desain Penelitan Penelitian ini menggunakan pendekatan kuantitatif yang menekankan pengujian teori melalui pengukuran variabel penelitian dengan angka dan melakukan analisis

Lebih terperinci

BAB IV PEMBAHASAN. penelitian. Subyek dalam penelitian ini adalah mahasiswa baru tahun

BAB IV PEMBAHASAN. penelitian. Subyek dalam penelitian ini adalah mahasiswa baru tahun BAB IV PEMBAHASAN A. Deskripsi Subjek Penelitian ini adalah penelitian populasi, sehingga tidak digunakan sampel untuk mengambil data penelitian. Semua populasi dijadikan subyek penelitian. Subyek dalam

Lebih terperinci

HUBUNGAN PERHATIAN ORANG TUA DENGAN KEPRIBADIAN SISWA KELAS TINGGI SD N 1 MUDALREJO TAHUN AJARAN 2014/2015 ARTIKEL JURNAL

HUBUNGAN PERHATIAN ORANG TUA DENGAN KEPRIBADIAN SISWA KELAS TINGGI SD N 1 MUDALREJO TAHUN AJARAN 2014/2015 ARTIKEL JURNAL HUBUNGAN PERHATIAN ORANG TUA DENGAN KEPRIBADIAN SISWA KELAS TINGGI SD N 1 MUDALREJO TAHUN AJARAN 2014/2015 ARTIKEL JURNAL Diajukan kepada Fakultas Ilmu Pendidikan Universitas Negeri Yogyakarta untuk Memenuhi

Lebih terperinci

BAB III METODE PENELITIAN

BAB III METODE PENELITIAN 44 BAB III METODE PENELITIAN 3.1. Desain Penelitian Desain penelitian yang digunakan dalam penelitian ini adalah pendekatan kuantitatif dengan metode korelasional. Metode penelitian korelasional digunakan

Lebih terperinci

METODE PENELITIAN Desain, Tempat dan Waktu Penelitian Tehnik Pengambilan Contoh

METODE PENELITIAN Desain, Tempat dan Waktu Penelitian Tehnik Pengambilan Contoh 29 METODE PENELITIAN Desain, Tempat dan Waktu Penelitian Desain penelitian ini menggunakan cross sectional study yaitu suatu penelitian yang dilakukan pada saat dan waktu tertentu. Penelitian dilakukan

Lebih terperinci

BAB III METODE PENELITIAN

BAB III METODE PENELITIAN 58 BAB III METODE PENELITIAN A. Variabel dan Definisi Operasional 1. Identifikasi Variabel Penelitian Penelitian ini merupakan jenis penelitian kuantitatif yang bertujuan untuk mencari hubungan antar variabel.

Lebih terperinci

BAB III METODE PENELITIAN

BAB III METODE PENELITIAN 54 BAB III METODE PENELITIAN 3.1 Jenis Penelitian Jenis penelitian ini menggunakan metode kuantitatif, dimana penelitian yang bekerja dengan angka, yang datanya berwujud bilangan (skor atau nilai, beringkat

Lebih terperinci

HUBUNGAN ANTARA SELF ESTEEM DENGAN PERILAKU MENCONTEK PADA SISWA KELAS IV DAN V SD NEGERI BADRAN NO. 123 SURAKARTA TAHUN PELAJARAN 2015/2016

HUBUNGAN ANTARA SELF ESTEEM DENGAN PERILAKU MENCONTEK PADA SISWA KELAS IV DAN V SD NEGERI BADRAN NO. 123 SURAKARTA TAHUN PELAJARAN 2015/2016 HUBUNGAN ANTARA SELF ESTEEM DENGAN PERILAKU MENCONTEK PADA SISWA KELAS IV DAN V SD NEGERI BADRAN NO. 123 SURAKARTA TAHUN PELAJARAN 2015/2016 Vania Dwi Tristiana (14541084) Prodi : PGSD FKIP UNISRI ABSTRAK

Lebih terperinci

BAB III METODOLOGI PENELITIAN. hubungan serta berarti atau tidaknya hubungan itu.

BAB III METODOLOGI PENELITIAN. hubungan serta berarti atau tidaknya hubungan itu. BAB III METODOLOGI PENELITIAN 3.1 Jenis Penelitian Jenis Penelitian yang digunakan dalam penelitian ini adalah penelitian korelasional. Menurut Arikunto, (2003) Penelitian korelasi bertujuan untuk menemukan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang. Masa remaja merupakan suatu fase perkembangan antara masa kanakkanak

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang. Masa remaja merupakan suatu fase perkembangan antara masa kanakkanak BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masa remaja merupakan suatu fase perkembangan antara masa kanakkanak dan masa dewasa. Dimana pada masa ini remaja memiliki kematangan emosi, sosial, fisik dan psikis.

Lebih terperinci

BAB III METODE PENELITIAN. 1. Variabel Tergantung : Minat Belajar. 2. Variabel Bebas : Persepsi Siswa terhadap Kompetensi Guru

BAB III METODE PENELITIAN. 1. Variabel Tergantung : Minat Belajar. 2. Variabel Bebas : Persepsi Siswa terhadap Kompetensi Guru BAB III METODE PENELITIAN A. Variabel dan Definisi Operasional Penelitian 1. Variabel Penelitian Untuk menguji hipotesis penelitian, akan dilakukan pengidentifikasian variabel-variabel yang diambil dalam

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang Masalah. Salah satu tugas perkembangan siswa yaitu mencapai hubungan baru dan yang

BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang Masalah. Salah satu tugas perkembangan siswa yaitu mencapai hubungan baru dan yang BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Masalah Salah satu tugas perkembangan siswa yaitu mencapai hubungan baru dan yang lebih matang dengan teman sebaya baik pria maupun wanita serta mencapai peran sosial

Lebih terperinci

BAB III METODE PENELITIAN. kuantitatif. Pendekatan kuantitatif adalah penelitian yang banyak

BAB III METODE PENELITIAN. kuantitatif. Pendekatan kuantitatif adalah penelitian yang banyak 33 BAB III METODE PENELITIAN A. Rancangan Penelitian Rancangan dalam penelitian ini adalah menggunakan pendekatan kuantitatif. Pendekatan kuantitatif adalah penelitian yang banyak menggunakan angka-angka,

Lebih terperinci

BAB IV PELAKSANAAN, HASIL PENELITIAN, DAN PEMBAHASAN

BAB IV PELAKSANAAN, HASIL PENELITIAN, DAN PEMBAHASAN BAB IV PELAKSANAAN, HASIL PENELITIAN, DAN PEMBAHASAN A. Persiapan Penelitian Persiapan penelitian dimulai dengan mempersiapkan alat ukur, yaitu menggunakan satu macam skala untuk mengukur self esteem dan

Lebih terperinci

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN Dalam bab ini akan dibahas tentang orientasi kancah penelitian, subjek penelitian, prosedur penelitian, hasil uji coba, hasil uji asumsi, hasil uji hipotesa dan pembahasan.

Lebih terperinci

BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN. Subyek dalam penelitian ini adalah siswa MA Boarding School Amanatul

BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN. Subyek dalam penelitian ini adalah siswa MA Boarding School Amanatul BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN A. Deskripsi Subyek Subyek dalam penelitian ini adalah siswa MA Boarding School Amanatul Ummah Surabaya. Siswa MA Boarding School Amanatul Ummah Surabaya kelas XI

Lebih terperinci

BAB III METODE PENELITIAN

BAB III METODE PENELITIAN BAB III METODE PENELITIAN 3.1. Variabel Penelitian Variabel penelitian ini adalah dukungan sosial orang tua, harga diri (self-esteem) sebagai variabel bebas dan prestasi belajar sebagai variabel terikat.

Lebih terperinci

INTUISI Jurnal Ilmiah Psikologi

INTUISI Jurnal Ilmiah Psikologi INTUISI 7 (1) (2015) INTUISI Jurnal Ilmiah Psikologi http://journal.unnes.ac.id/nju/index.php/intuisi HUBUNGAN ANTARA PERSEPSI SISWA TERHADAP METODE MENGAJAR GURU MATEMATIKA DENGAN MINAT BELAJAR MATEMATIKA

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. pengaruh antara pendidik dengan yang di didik (Sukmadinata, 2011).

BAB I PENDAHULUAN. pengaruh antara pendidik dengan yang di didik (Sukmadinata, 2011). BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Pendidikan merupakan sebuah proses dengan metode-metode tertentu, sehingga orang memperoleh pengetahuan, pemahaman, dan cara betingkahlaku yang sesuai dengan kebutuhan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Hampir setiap hari kasus perilaku agresi remaja selalu ditemukan di media

BAB I PENDAHULUAN. Hampir setiap hari kasus perilaku agresi remaja selalu ditemukan di media BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Hampir setiap hari kasus perilaku agresi remaja selalu ditemukan di media massa, dimana sering terjadi di kota-kota besar seperti Jakarta, Surabaya dan Medan

Lebih terperinci

BAB III METODE PENELITIAN

BAB III METODE PENELITIAN BAB III METODE PENELITIAN A. Rancangan Penelitian Penelitian ini dapat diklasifikasikan ke dalam penelitian pendekatan kuantitatif. Penelitian kuantitatif adalah penelitian yang menggunakan data yang dinyatakan

Lebih terperinci