STANDAR PROSEDUR OPERASIONAL (SPO) SISTEM PENGELOLAAN COLD CHAIN KEGIATAN SURVEILANS ILI

Ukuran: px
Mulai penontonan dengan halaman:

Download "STANDAR PROSEDUR OPERASIONAL (SPO) SISTEM PENGELOLAAN COLD CHAIN KEGIATAN SURVEILANS ILI"

Transkripsi

1 STANDAR PROSEDUR OPERASIONAL (SPO) SISTEM PENGELOLAAN COLD CHAIN KEGIATAN SURVEILANS ILI Pusat Biomedis dan Teknologi Dasar Kesehatan Badan Litbang Kesehatan Kementerian Kesehatan, Republik Indonesia Januari 2012

2 ABSTRAK Standar Prosedur Operasional (SPO) ini disiapkan atas kerjasama antara Pusat Biomedis dan Teknologi Dasar Kesehatan, Badan Penelitian dan Pengembangan Kesehatan, KEMENKES RI, USAID Deliver dan CDC USA sebagai bagian dari bantuan Teknis USAID DELIVER PROJECT di bawah, GPO Task order 6 project Standar Prosedur Operasional ini didasarkan pada berbagai hasil penilaian sistem pengelolaan cold chain pada laboratorium regional dan puskesmas sentinel ILI yang diselenggarakan pada bulan Nopember 2011 Januari SPO ini berisi pengelolaan cold chain spesimen ILI secara benar, dan merupakan pelengkap dari Buku Standar Operasional untuk Sistem Pengelolaan Logistik Laboratorium Surveilans ILI (Puslit BTDK, Januari 2011) maupun Pedoman Pelaksanaan Surveilans Epidemiologi dan Virologi ILI di Puskesmas dan Rumah Sakit (Puslit BMF, 2010), dan SPO Pengambilan, Pengepakan dan Pengiriman spesimen Surveilans Virologi ILI (Puslit BMF, 2010) untuk mendukung kegiatan Surveilans ILI berbasis laboratorium. 1

3 KATA PENGANTAR Penulisan Standar Prosedur Operasional untuk pengelolaan cold chain spesimen ILI pada kegiatan Surveilans ILI berbasis Laboratorium telah selesai dilaksanakan, maka diharapkan dapat menjadi acuan bagi para pelaksana baik di laboratorium regional maupun puskesmas sentinel ILI. Diharapkan agar spesimen ILI yang diambil dan diperiksa diperlakukan secara benar dan selalu berada dalam kisaran suhu optimal 4 ºC sebagaimana disyaratkan. Spesimen harus dijaga agar selalu berada pada kisaran suhu yang direkomendasikan sehingga dapat menghasilkan pemeriksaan laboratorik dengan PCR-RT maupun biakan virus yang terpercaya dan akurat. Hasil pemeriksaan laboratorik yang terpercaya dan akurat mutlak diperlukan dalam kegiatan Surveilans ILI agar dapat mendeteksi dan memetakan virus penyebab sehingga dapat dilakukan upaya penanggulangan yang sesuai. Pada umumnya SPO-SPO yang telah ada hanya memberikan pedoman agar spesimen dikelola pada suhu 4 ºC, namun tidak memberikan panduan bagaimana cara mengatur, memantau dan memelihara kinerja peralatan cold chain agar dapat memberikan suhu yang optimal. Para pelaksana pada umumnya menganggap bahwa peralatan cold chain yang dipakai misalnya lemari es dan Ice pack secara otomatis sudah memenuhi kebutuhan karena sudah dingin padahal banyak faktor produk, lingkungan dan manusia yang memberikan pengaruh pada kinerja peralatan pendingin yang digunakan. SPO ini berisi sistem pengelolaan cold chain dalam kegiatan Survailan ILI mulai dari saat pengambilan, penyimpanan, transportasi spesimen sampai kemudian dilakukan pemeriksaan laboratorium. SPO ini diharapkan dapat menjadi panduan untuk pengelolaan perangkat pendingin mulai dari penempatan, pengaturan suhu, perawatan maupun pemantauan peralatan pendingin yang digunakan pada kegiatan Surveilans ILI khususnya dan kegiatan Laboratorium lain pada umumnya. Dengan demikian akan dapat 2

4 menjamin mutu spesimen dan pada akhirnya memberikan hasil pemeriksaan yang terpercaya dan akurat. SPO ini terdiri dari 2 bagian yaitu: 1. SPO Sistem Pengelolaan Cold Chain Kegiatan Surveilans ILI untuk Lab Regional 2. SPO Sistem Pengelolaan Cold Chain Kegiatan Surveilans ILI untuk Puskesmas Sentinel Kedua SPO ini merupakan suatu kesatuan yang tidak dapat dipisahkan dari kegiatan Surveilans ILI dan merupakan pelengkap dari Buku standar Operasional untuk Sistem Pengelolaan Logistik Laboratorium Surveilans ILI (Puslit BTDK, Januari 2011) maupun Pedoman Pelaksanaan Surveilans Epidemiologi dan Virologi ILI di Puskesmas dan Rumah Sakit ( Pusat BMF, 2010), dan SOP Pengambilan, Pengepakan dan Pengiriman spesimen Surveilans Virologi ILI (Pusat BMF, 2010). Besar harapan kami SPO ini dapat bermanfaat bagi terciptanya sistem pengelolaan cold chain yang benar sehingga spesimen memenuhi syarat untuk pemeriksaan laboratorik yang akurat.. Kami sampaikan terimakasih kepada semua pihak yang mendukung penyusunan buku ini. Kritik dan saran untuk perbaikan buku ini sangat kami harapkan. Jakarta, Januari 2012 Kepala Pusat Biomedis dan Teknologi Dasar Kesehatan Drs. Ondri Dwi Sampurno, MSi. Apt. NIP

5 DAFTAR ISI KATA PENGANTAR... 2 DAFTAR ISI... 4 SINGKATAN... 5 TIM PENYUSUN... 6 UNGKAPAN TERIMA KASIH... 7 I. PENDAHULUAN... 8 A. Latar belakang sistem pengelolaan cold chain untuk spesimen ILI dalam kegiatan surveilans ILI... 8 B. Tujuan buku SPO pengelolaan cold chain untuk spesimen ILI C. Unit pelaksana yang terkait dengan sistem pengelolaan cold chain spesimen ILI dalam Surveilans ILI D. Bagan alur penemuan kasus dan penanganan spesimen ILI 1. Di Puskesmas Di Laboratorium Regional II. PERAN DAN TANGGUNG JAWAB DALAM MENGELOLA COLD CHAIN SPESIMEN ILI III. SPO LAB REGIONAL IV. SPO PUSKESMAS SENTINEL V. PENUTUP VI. KEPUSTAKAAN LAMPIRAN: 1. Formulir monitoring kondisi spesimen 2. Formulir grafik pencatatan suhu: a. Lemari es 2-8 C b. Freezer (-) 20 C c. Deep Freezer (-) 80 C 4

6 SINGKATAN CDC Atlanta Ditjen P2P-PL FK Hasanudin FK Udayana FK Undip FKUI ILI ILR JSI Kemenkes MOH RI RT-PCR Puskesmas Puslit BMF Puslit BTDK SOP TOR USAID WHO Communicable Disease Control Atlanta, USA Direktorat Jenderal Pengendalian Penyakit dan Penyehatan Lingkungan Fakultas Kedokteran Universitas Hasanudin, Makassar Fakultas Kedokteran Universitas Udayana, Denpasar Fakultas Kedokteran Universitas Diponegoro, Semarang Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia, Jakarta Influenza Like Illness Ice-lined Refrigerator John Snow, Inc. Kementerian Kesehatan Ministry of Health, Republic of Indonesia Reverse Transcriptase -Polymerase Chain Reaction Pusat Kesehatan Masyarakat/ Health Center Pusat penelitian dan pengembangan Biomedis dan Farmasi Pusat penelitian Biomedis dan Teknologi Dasar Kesehatan, Kementerian Kesehatan Standard Operating Procedure/ Standar prosedur operasional Terms of Reference/Kerangka Acuan United States Agency for International Development World Health Organization 5

7 TIM PENYUSUN PUSAT BTDK USAID DELIVER Jakarta Russ Vogel Anton Widjaya Juhartini Rio Chandra Dewa CDC ATLANTA - Kantor Jakarta 6

8 UNGKAPAN TERIMA KASIH Ungkapan terima kasih disampaikan kepada Tim Penyusun SPO ini yang mewakili Pusat Penelitian Biomedis dan Teknologi Dasar Kesehatan, Badan Litbang Kesehatan Kementerian Kesehatan, USAID Deliver dan CDC Atlanta yang telah melaksanakan kegiatan assessment cold chain kegiatan Surveilans ILI selama bulan Nopember 2011 Januari 2012 dan kemudian menyusun SPO ini. SPO diperlukan untuk meningkatkan manajemen cold chain terhadap spesimen ILI yang telah diambil di Puskesmas sentinel dan kemudian diperiksa di lab regional maupun laboratorium rujukan ILI dalam kerangka kegiatan Surveilans Influenza-Like Illnesses (ILI) di Indonesia. Ungkapan terima kasih juga disampaikan kepada Drs. Ondri Dwi Sampurno, MSi, Apt. Kepala BTDK, atas visi dan dukungannya yang berkesinambungan untuk kegiatan ini serta USAID DELIVER PROJECT serta USAID INDONESIA yang telah memberikan dukungan finansial dan bantuan teknis untuk kegiatan ini dan staf dari CDC/USA di Jakarta yang telah berpartisipasi secara aktif dalam kegiatan assessment maupun penyusunan SPO ini. 7

9 I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Sistem Pengelolaan Cold chain Spesimen dalam Kegiatan Surveilans ILI Infeksi virus influenza merupakan salah satu penyakit yang menjadi penyebab masalah kesehatan dengan potensi menyebabkan epidemi dengan angka kematian yang cukup tinggi di Indonesia dan bagian lain dunia. Kementerian Kesehatan beserta jajaran kesehatan di daerah sejak tahun 1975 berupaya melakukan pemantauan terhadap kasus dan virus penyebab influenza yang terjadi di Indonesia untuk mendapatkan gambaran epidemiologi influenza dan untuk kepentingan program penanggulangan penyakit influenza di Indonesia. Sejak bulan September 2004 Puslitbang BMF Badan Litbangkes (kini Pusat Biomedis dan Teknologi Dasar Kesehatan) bekerja sama dengan Ditjen P2PL KemenKes, CDC Atlanta dan WHO telah mengembangkan jejaring survailan epidemiologi dan virologi di 7 propinsi di Indonesia yang kemudian diperluas ke 22 propinsi di Sumatera, Jawa, Kalimantan, Sulawesi, Bali dan NusaTenggara dan Papua, dengan pemeriksaan kasus tersangka ILI dan pengambilan spesimen usap nasal dan atau usap tenggorok. Pengambilan spesimen usap hidung dan atau tenggorok dilakukan di 20 Puskesmas sentinel di 20 propinsi dan 8 Rumah Sakit sentinel. Kegiatan survailan antara lain dilakukan dengan penetapan 1 laboratorium rujukan nasional yaitu laboratorium virology Pusat BTDK Badan Litbangkes dan 5 laboratorium Regional untuk pemeriksaan PCR-RT ( 2 di Jakarta, dan masing masing 1 di Semarang, Bali, Makasar) terhadap spesimen yang dikirim oleh berbagai rumah sakit dan puskesmas sentinel ILI. Guna memperoleh hasil pemeriksaan laboratorium yang terpercaya dan akurat maka kualitas spesimen perlu dijaga antara lain dengan mempertahankan suhu spesimen tetap berada pada kisaran suhu optimal 8

10 4ºC/ (-) 70 C mulai dari saat pengambilan, penyimpanan, pengepakan dan pengiriman spesimen ke laboratorium regional ataupun laboratorium rujukan nasional. Berbagai pedoman pengambilan, pengepakan, pengiriman spesimen yang ada menekankan untuk selalu mempertahankan suhu spesimen pada suhu 4 o C, namun tidak ada petunjuk yang terinci mengenai berapa lama spesimen dapat diperlakukan dalam suhu 4 C dan tindakan apa bila waktu tersebut terlampaui. Juga bagaimana cara pengaturan dan pemantauan peralatan dan alat bantu cold chain agar diperoleh suhu yang optimal tersebut. Disamping masalah ketersediaan ketersediaan peralatan dan alat bantu yang diperlukan serta bagaimana persiapan atau pelatihan para petugas yang terkait dalam mengelola cold chain. Selama ini puskesmas dan laboratorium regional telah melakukan pengambilan spesimen maupun pemeriksaan laboratorik secara rutin namun hanya sedikit informasi yang ada mengenai penggunaan peralatan pelindung diri (PPE) saat pengambilan dan penanganan spesimen di Puskesmas maupun di laboratorium regional. Juga perlu diatur mengenai keberadaan dan kondisi peralatan dan alat bantu cold chain, penanganan limbah dan kegiatan pembinaan pada berbagai fasilitas tersebut. Pada umumnya petugas mempunyai persepsi bahwa peralatan dan alat bantu yang digunakan sudah secara otomatis memenuhi kebutuhan pengelolaan cold chain dan tidak memerlukan pengaturan lagi. Untuk itu perlu disusun SPO mengenai prosedur rantai dingin yang harus diterapkan, jenis, kapasitas dan kinerja peralatan penyimpanan dingin maupun peralatan pemantau suhu yang dipergunakan pada fasilitas pengambilan spesimen dan laboratorium ILI agar selanjutnya suhu optimal dan mutu spesimen dapat dipertahankan dan ditingkatkan. Standar prosedur operasional ini dirancang untuk memberikan acuan bagi para petugas laboratorium regional dan Puskesmas sentinel ILI yang berpartisipasi dalam kegiatan surveilans ILI dalam pengelolaan cold chain 9

11 terhadap spesimen ILI sejak pengambilan, pengepakan, pengiriman dan pemeriksaan. B. Tujuan Penyusunan Sistem Pengelolaan Cold chain dalam kegiatan Surveilans ILI Tujuan penyusunan SPO ini adalah untuk memastikan bahwa spesimen yang diambil di puskesmas sentinel ILI tetap baik mutunya sampai dengan dilakukan pemeriksaan virologi di lab regional maupun di lab rujukan nasional ILI sehingga hasil pemeriksaan akurat dan terpercaya. C. Unit pelaksana yang terkait dengan Pengelolaan Cold Chain kegiatan Surveilans ILI Unit pelaksana yang terkait dengan sistem pengelolaan cold chain ini dimulai dari unit yang melakukan pengambilan spesimen yaitu berbagai puskesmas sentinel dan laboratorium laboratoium regional dan laboratorium rujukan nasional ILI dimana kesemua unit ikut bertanggung jawab agar spesimen ILI yang diperoleh terjaga mutunya antara lain agar tetap diperlakukan dalam kisaran suhu 4ºC/ (-) 70 C selama waktu tertentu sejak pengambilan, pengepakan dan pengiriman spesimen tersebut sampai dilakukan pemeriksaan di laboratorium virologi yang ditunjuk. Pusat Biomedis dan Teknologi Dasar Kesehatan dan Badan Penelitian Pengembangan dan Kesehatan, Laboratorium Virologi Tim Pelaksana Surveilans ILI di Laboratorium Virologi BTDK memiliki tanggung jawab dalam sistem pengelolaan cold chain spesimen ILI pada berbagai unit pelaksana Surveilans ILI. Para anggota Tim Pelaksana Surveilans ILI akan menjadikan tugastugas manajemen cold chain spesimen ILI sebagai bagian dari keseluruhan kegiatan Surveilans ILI yang menjadi tanggung jawab mereka. 10

12 Para staf Tim Pelaksana Surveilans ILI yang akan bertanggung jawab dalam sistem pengelolaan logistik laboratorium adalah: - Koordinator Surveilans ILI - Koordinator Logistik Surveilans ILI - Koordinator Laboratorium Rujukan ILI (di Laboratorium Virologi BTDK) Tugas-tugas dari Tim Pelaksana Surveilans ILI dalam manajemen cold chain spesimen ILI termasuk: - Pemantauan dan pengawasan dari pengambilan, penyimpanan, pengepakan dan pengiriman sampai pemeriksaan laboratorik spesimen. - Menilai kinerja peralatan cold chain dan status persediaan perangkat penunjang cold chain yang dibutuhkan dan mengkoordinir distribusi peralatan penunjang cold chain untuk pengambilan, penyimpanan, pengepakan dan pengiriman spesimen bagi Laboratorium Rujukan (Lab Virologi BTDK), Laboratorium Regional ILI dan Puskesmas. - Secara rutin memberikan umpan balik, pelatihan kerja dan supervisi suportif yang mendukung bagi para staf di Laboratarium Rujukan, Laboratorium Regional ILI, dan Puskesmas yang bertanggung jawab atas mutu spesimen dalam kegiatan surveilans ILI. - Koordinasi dan komunikasi dengan para Petugas Surveilans di Dinas Kesehatan di tingkat provinsi dan kabupaten/kota untuk mendukung pelaksanaan sistem pengelolaan cold chain spesimen Surveilans ILI. Laboratorium Rujukan ILI (Lab Virologi BTDK) Laboratorium Virologi BTDK yang berfungsi sebagai Laboratorium Rujukan ILI akan menjamin kualitas dalam pengambilan/penerimaan dari puskesmas, penyimpanan, pengepakan, pengiriman sampai 11

13 pemeriksaan spesimen ILI di Laboratorium Rujukan, Laboratorium Regional ILI, dan Puskesmas. Laboratorium Rujukan ILI (Lab Virologi BTDK) juga berfungsi sebagai Laboratorium Regional ILI yang menerima, menyimpan, memeriksa spesimen ILI Laboratorium Rujukan ILI akan memantau dan memastikan kondisi penyimpanan yang tepat untuk menjaga kualitas spesimen ILI Laboratorium Regional ILI Laboratorium regional akan menjamin kualitas dalam pengambilan/penerimaan dari puskesmas, penyimpanan, pengepakan, pengiriman sampai pemeriksaan spesimen ILI di Laboratorium Regional ILI. Laboratorium Regional ILI berfungsi sebagai Laboratorium Regional ILI, dan akan menerima, menyimpan, memeriksa spesimen ILI Seluruh Laboratorium Regional ILI akan memantau dan memastikan kondisi penyimpanan yang tepat untuk menjaga kualitas spesimen ILI di wilayahnya. Puskesmas Sentinel ILI Seluruh Puskesmas yang dipilih sebagai lokasi sentinel untuk pemantauan ILI bertanggung jawab agar pengambilan, penyimpanan, pengepakan dan pengiriman spesimen ILI dilakukan secara benar dengan mengupayakan agar spesimen selalu berada pada suhu yang disyaratkan dalam kisaran 4ºC dalam batas waktu tertentu. Seluruh Puskesmas sentinel memantau dan memastikan kondisi penyimpanan, pengepakan, pengiriman yang tepat untuk menjaga kualitas spesimen ILI yang diambil. Dinas Kesehatan Provinsi (Dinkesprov) Petugas-petugas Surveilans di Dinkesprov akan melakukan koordinasi dan komunikasi dengan Tim Pelaksana Surveilans ILI BTDK, Puskesmas dan Lab regional untuk mendukung pelaksanaan 12

14 sistem pengelolaan cold chain terhadap spesimen ILI yang diambil di puskesmas sentinel. Dinas Kesehatan Kabupaten /Kota(Dinkeskab/kota) Petugas-petugas Surveilans di Dinkeskab akan melakukan koordinasi dan komunikasi dengan Tim Pelaksana Surveilans ILI BTDK, Lab regional dan Puskesmas untuk mendukung pelaksanaan sistem pengelolaan cold chain terhadap spesimen ILI yang diambil di puskesmas sentinel. 13

15 D.1. Bagan alur penemuan kasus dan penangananan spesimen ILI di Puskesmas BAGAN ALUR PENEMUAN KASUS DAN PENANGANAN SPESIMEN INFLUENZA LIKE ILLNES S (ILI) DI DOKTER/PERAWAT Identifikasi pasien ILI anamnesis pengukuran suhu tubuh dg termometer digital PUSKESMAS IDENTIFIKASI pasien dg panas 38 C + Batuk atau Sakit Tenggorokan. PERAWAT Dicatat dalam Buku Register ILI DOKTER/PERAWAT Informed Consent Isi Formulir Kasus ILI Pengambilan spesimen apus hidung & tenggorokan Pengelolaan limbah medis sesuai SPO Formulir Kasus ILI serahkan ke Petugas Surveilans Spesimen disimpan di dalam lemari es Peralatan Perlindungan Pribadi (PPE) Swab Cryotube Kertas tisu Parafilm Klip plastik Batasan waktu simpan Lemari es suhu 2-8 o C Penempatan dalam LE Termometer Form pencatatan suhu harian PETUGAS SURVEILANS/REKAM MEDIS Entry ke database PERAWAT Spesimen dikemas dalam coolbox Pengisian Formulir Pengiriman Spesimen Formulir + Spesimen diambil oleh Kurir UPAYAKAN TIBA DI LAB REG < JAM SEJAK PENGAMBILAN SPESIMEN Pralon dan tutup Cold box Ice pack beku Termometer Surat pengantar pengiriman Form kondisi & suhu spesimen Form ID pasien, kondisi pasien, dll 14

16 15

17 D.2. Bagan alur penemuan kasus dan penangananan spesimen ILI di Laboratorium Regional BAGAN ALUR PENEMUAN KASUS DAN PENANGANAN SPESIMEN INFLUENZA LIKE ILLNES S (ILI) DI LABORATORIUM REGIONAL Menerima spesimen dari Puskesmas Periksa kelengkapan dokumen Periksa kondisi dan suhu spesimen Periksa kelengkapan dokumen: Surat pengantar pengiriman Form kondisi & suhu spesimen Form ID pasien, kondisi pasien, dll. Dicatat dalam Log Book ILI Periksa kondisi & suhu spesimen: Periksa suhu lihat termometer Periksa peralatan pengemasan (pralon & tutup, ice pack beku, termometer, cool box). Spesimen di aliquot: 1. Spesimen asli disimpan dalam LE 2-8ºC untuk dikirim ke BTDK 2. Spesimen untuk lab reg disimpan dalam deep freezer (-)70ºC Pemeriksaaan spesimen: 1. Melakukan ekstraksi 2. Periksa PCR-RT bila positif tipe A lanjutkan dengan sub typing Penempatan dalam LE Termometer Form pencatatan suhu harian Peralatan Perlindungan Pribadi (PPE) Bio safety cabinet Peralatan Perlindungan Pribadi (PPE) Bio safety cabinet Pengiriman spesimen ke BTDK: Spesimen dikemas dalam coolbox Kelengkapan dokumen UPAYAKAN TIBA DI BTDK < JAM SEJAK PENGAMBILAN SPESIMEN Pralon dan tutup Cold box Ice pack beku Termometer Surat pengantar pengiriman Form kondisi & suhu spesimen Form ID pasien, kondisi pasien, dll 16

18 II. PERAN DAN TANGGUNG JAWAB DALAM MENGELOLA LOGISTIK PERALATAN PEMBANTU COLD CHAIN LABORATORIUM SURVEILANS ILI Pengelolaan logistik peralatan penunjang cold chain merupakan satu kesatuan dan bagian dari bahan logistik yang lain untuk laboratorium-laboratorium dan puskesmas Surveilans ILI. Peran dan tanggung jawab dalam mengelola logistik peralatan pembantu cold chain mengikuti SPO untuk sistem pengelolaan logistik laboratorium ILI yang telah ada. 17

19 III. SPO PENGELOLAAN COLD CHAIN SPESIMEN ILI DI LABORATORIUM REGIONAL 18

20 PROSEDUR BAKU TATALAKSANA COLD CHAIN SPESIMEN ILI UNTUK LABORATORIUM RUJUKAN DAN LABORATORIUM REGIONAL ILI/PUSAT BTDK KAIDAH UMUM SIFAT SPESIMEN: 1. Spesimen ILI merupakan bahan biologis yang peka terhadap suhu diatas kisaran suhu 2 o 8 o C. 2. Kerusakan spesimen karena penanganan cold chain yang tidak memenuhi syarat menyebabkan kerusakan pada spesimen sehingga tidak layak dilakukan pemeriksaanrt- PCR/lain lain. JENIS SPESIMEN ILI Jenis spesimen ILI yang diambil adalah: 1. Apus hidung. 2. Apus tenggorok. MEMPERTAHANKAN SUHU SPESIMEN ILI Suhu spesimen harus selalu diusahakan agar selalu berada pada suhu 4 o C dengan kisaran suhu 2 o 8 o C sejak pengambilan, penyimpanan, pengepakan dan pengiriman spesimen. Penyimpanan pada suhu 4 C sejak spesimen diambil, maksimum dapat dilakukan selama... 19

21 1. PERSIAPAN RUTIN HARIAN Persiapkan dan monitor kinerja/suhu lemari es untuk penyimpanan spesimen A. Pemilihan Lemari Es Untuk Penyimpanan Bahan Biologis Peka Panas (Heat Sensitive) 1. Untuk menyimpan bahan biologis peka-panas (heat sensitive) harus dipilih lemari es yang menggunakan sistem manual defrosting dan bukan jenis auto-defrosting. Hal ini disebabkan karena pada tipe auto defrosting lemari es dilengkapi pemanas yang akan bekerja bila bunga es menebal dan pada saat itu suhu dalamlemari es akan meningkat sehinga berisiko kerusakan bahan biologis yang disimpan di dalamnya. 2. Lemari es harus dari jenis yang menggunakan pendingin non-cfc dan tidak diperkenankan menggunakan pendingin jenis CFC/freon karena berisiko merusakkan lapisan ozon global. 3. Lemari es yang dipilih harus mempunyai kemampuan stabilitas suhu didalamnya bila listrik padam/sumber daya lain tidak berfungsi (hold over time) selama minimal 6 jam bila pintu tertutup. Lemari es domestik umumnya hanya mempunyai hold over time selama 1-2 jam. B. Pengaturan dan Pemeliharaan Lemari Es ILR/ LE Rumah tangga 1. Tempatkan lemari es cm dari dinding/antar lemari es/barang disekitar LE. 2. Hindari sinar matahari langsung. 3. Sebaiknya buka tutup lemari es maksimal 3-5 x/hari. 4. Termostat diatur agar suhu 2 o -5 o C pada pagi hari. JANGAN merubah termostat walaupun listrik padam 5. Tempatkan sensor termometer digital/termometer dalam LE, bila tidak ada display temperatur yang build- in pada lemari es. 20

22 6. Gunakan termometer atau termometer digital untuk memonitor suhu setiap hari dan catat pada grafik suhu yang ditempel. 7. Lakukan pembersihan bagian luar dan dalam LE dari genangan air secara rutin 8. Lakukan pembersihan lemari es dari bunga es bila sudah lebih dari 0.5 cm dengan cara: a. cabut kabel dari stopkontak b. pindahkan isi LE dalam cold box berisi Ice pack beku c. buka pintu, tunggu sampai bunga es meleleh (jangan lepaskan bunga es dengan benda tajam) dan keringkan lemari es d. pasang kembali aliran listrik 9. Bila tidak dipakai, bersihkan dan keringkan karet seal dan bagian dalam lemari es agar tidak berjamur. Sebaiknya dibiarkan terbuka sampai bagian dalam kering. C. Pengaturan Freezer/Deep Freezer 1. Tempatkan freezer/deep freezer cm dari dinding/antar lemari es/barang disekitarnya. 2. Hindari sinar matahari langsung. 3. Sebaiknya buka tutup maks. 3 5 x/hari. 4. Termostat diatur agar suhu ( ) 15 o sampai (-) 25 o C pada pagi hari. JANGAN merubah termostat walaupun listrik padam. 5. Monitor suhu setiap hari dan catat pada grafik suhu yang ditempel 6. Lakukan pembersihan bagian luar dan dalam freezer dari genangan air 21

23 7. Lakukan pembersihan LE dari bunga es sudah lebih dari 0.5 cm dengan cara : a. cabut kabel dari stopkontak b. pindahkan isi LE dalam cold box berisi Ice pack beku c. buka pintu dan tunggu sampai bunga es meleleh (jangan lepaskan bunga es dengan benda tajam) dan keringkan d. pasang kembali aliran listrik 8. Bila tidak dipakai, bersihkan dan keringkan karet seal dan bagian dalam freezer agar tidak berjamur. Sebaiknya dibiarkan terbuka sampai bagian dalam kering. D. Penggunaan Alat Pemantau Suhu Untuk memantau suhu lemari es dapat dipakai peralatan sbb.: 1. Pemantau suhu sesaat: mengukur suhu pada saat dibaca, antara lain: a. Termometer Mueller, kisaran pemantauan (-) 50⁰C sampai (+) 50⁰C. Diletakkan di dalam lemari es atau kotak dingin. b. Termometer digital, menggunakan sensor yang diletakkan di dalam lemari es ataupun freezer maupun dalam kotak dingin untuk transportasi. Display suhu di luar lemari dingin sehingga suhu dapat dibaca dari luar lemari dingin. c. Dial termometer, menggunakan sensor yang diletakkan di dalam lemari es atau freezer dan display suhu di luar lemari dingin sehingga suhu dapat dibaca dari luar lemari dingin. d. Termometer air raksa/cairan lain, jenis ini tidak dianjurkan karena perubahan suhu sangat cepat sehingga menyulitkan pembacaan. e. Freeze-tag: alat elektronik untuk memantau suhu beku di bawah 0⁰C. Alat ini diletakkan 22

24 di dalam lemari es/kotak pendingin bersama dengan vaksin. Display akan berubah dari tanda centang menjadi tanda silang bila suhu berada di bawah 0⁰C selama 1 jam. Alat pemantau ini terutama digunakan untuk memantau suhu yang dapat menimbulkankerusakan pada vaksin yang peka beku (freeze sensitive) seperti Hepatitis B, DPT, TT, DT dll. 2. Pemantau suhu berkelanjutan: mengukur dan mencatat riwayat paparan suhu secara kontinu selama suatu periode waktu tertentu, antara lain: a. Termograf, terdiri atas skala suhu yang dipasang di luar lemari pendingin dan kabel sensor yang diletakkan di dalam ruang dingin sehingga pembacaan suhu dapat dilakukan dari luar ruang dingin. Pencatatan dilakukan pada lempeng kertas grafik secara kontinu dan tergantung jenis pencatatannya berlaku untuk mingguan atau bulanan. Biasanya dipakai pada cold room atau freezer room yang besar. Pembacaan suhu saat itu dapat dilakukan dengan melihat skala suhu display sedangkan riwayat paparan suhu tercatat dalam lempeng kertas grafik. Pada umumnya termograf dilengkapi dengan sistem alarm yang akan berfungsi bila suhu berada di luar kisaran suhu yang sudah di-set. b. Temperature Data Logger TTM (Time Temperature Monitor): merupakan pemantau suhu yang berkelanjutan selama waktu dan interval yang diset dengan komputer. Alat ini dapat melakukan pembacaan suhu maksimal 1800 pembacaan dan dapat diset ulang setelah data lama diunduh. Kisaran suhu (-) 40 ⁰C sampai (+) 75 ⁰C. Riwayat paparan suhu dingin/panas dapat diunduh dengan komputer sehingga terdeteksi kapan adanya dan seberapa besar penyimpangan yang dialami. Dapat digunakan untuk pemantauan dalam lemari dan kotak pendingin maupun dalam pengiriman spesimen/bahan biologis seperti vaksin. 23

25 c. Fridge-Tag: merupakan pemantau suhu berkelanjutan. Fungsi dan kinerja mirip data logger sub (b) diatas. Kisaran pemantauan suhu (-) 20⁰C sampai (+) 55⁰C dilengkapi alarm bila terpapar suhu di atas 8⁰C selama 10 jam atau 60 menit dibawah 0,5⁰C. Dapat menunjukkan riwayat paparan suhu 30 hari terakhir. d. TTM (time temperature monitor): alat pemantau suhu untuk paparan panas dengan menggunakan prinsip perubahan warna bahan kimia seiring perubahan paparan suhu. Bekerja secara kumulatif dalam 4 tingkat A-B-C-D. Status C dan D menunjukkan bahan biologis/vaksin tidak layak pakai. Digunakan untuk menunjukkan layak pakai bahan biologis seperti oxytocin atau vaksin yang peka paparan panas berlebih (heat sensitive) seperti Polio, Campak, BCG dll. Alat diletakkan dalam lemari/kotak dingin bersama bahan biologis atau vaksin. Umumnya TTM ditempelkan pada kemasan bahan biologis /vaksin. E. Carrier/ Cold Box = Kotak Spesimen/Vaksin 1. Lakukan pembersihan bagian luar dan dalam cold box dari genangan air 2. Bila tidak dipakai, bersihkan dan keringkan bagian dalam carrier/cold box agar tidak berjamur. Sebaiknya dibiarkan terbuka sampai bagian dalam kering. Kapasitas yang umum tersedia: 0.6 L, 3.0 L, 5.3 L, 8.5 L, 20.7 L F. Ice pack = Kotak Dingin 1. Siapkan Ice pack (mis.kap. 0.6 L) sesuai dengan ukuran cold box. Setiap cold box diisi dengan 6 Ice pack. 2. Bekukan minimal 6 buah Ice pack setiap hari dalam freezer. Kapasitas yang umum tersedia: 0.4 L, 0.5 L, 0.6 L, 2.2 L, 5L 24

26 2. SAAT PENJEMPUTAN DI PUSKESMAS ATAU BILA DIKIRIM KE LAB REGIONAL A. Bila Spesimen Dijemput Oleh Petugas Dinas Kesehatan 1. Siapkan wadah pralon isi cryotube dan cold box berisi cukup Ice pack beku. 2. Pastikan bahwa spesimen disimpan dalam lemari es dengan kinerja baik dan suhu 4 o C dengan kisaran suhu 2 o 8 o C. 3. Masukkan spesimen dalam cold box dan masukkan minimal 6 buah Ice pack. 4. Buat catatan tentang kondisi dan Ice pack beku pada surat pengantar kiriman. 5. Maksimal berapa lama spesimen boleh disimpan dalam 4 o C B. Bila Spesimen Dikirim Ke Lab Regional Oleh Puskesmas 1. Petugas penerima periksa kondisi Ice pack apakah masih dalam keadaan beku (bila tidak ada pemantau suhu di dalam box) 2. Kembalikan spesimen ke dalam kemasan cold box atau pindahkan ke cold box lain dengan Ice pack beku dan bawa ke lab virologi secepatnya. 3. Pemindahan ke cold box lain dilakukan pada keadaan: (1) Cold box dan Ice pack akan dibawa kembali oleh pengirim (2) Mungkin spesimen tidak langsung dilakukan pemeriksaan oleh petugas lab. virologi 3. SAAT PENERIMAAN DI LAB VIROLOGI LAB REGIONAL A. Spesimen Langsung Diperiksa 1. Gunakan alat pelindung diri (PPE) 2. Petugas lab memeriksa kemasan luar cold box dan isi label pengantar. 3. Periksa kondisi Ice pack apakah masih dalam keadaan beku (bila tidak menggunakan pemantau suhu di dalam box). 25

27 4. Buat catatan tentang kondisi dan suhu spesimen yang diterima pada register spesimen. 5. Tetapkan berapa lama waktu/hari sejak pengambilan spesimen sampai di terima di laboratorium regional. 6. Bila spesimen sudah melampaui batas waktu yang telah ditetapkan, lakukan: Pastikan batasan jumlah spesimen yangminimal untuk melakukan pemeriksaan PCR dan subtyping secara efisien. 8. Pastikan tenggat waktu maksimum antara penerimaan spesimen sampai dilakukan pemeriksaan PCR dan sub typing.. 9. Bila spesimen telah melampau batas waktu maksimum, lakukan: Lakukan pemeriksaan sesuai prosedur B. Bila Pemeriksaan Tidak Langsung Dilakukan Maka Disimpan Dalam Deep Freezer (-) 70 o C 1. Letakkan spesimen di Cryorack ke dalam deep freezer. 2. Pastikan deep freezer memiliki kinerja baik. 3. Lakukan pemantauan penyimpanan spesimen agar batas waktu penyimpanan tidak terlampui. 4. Pastikan batasan waktu maksimum untuk pemeriksaan PCR dan sub-typing terpenuhi. 5. Bila spesimen telah melampau batas waktu maksimum, lakukan: Lakukan monitoring dan pencatatan suhu deep freezer setiap hari untuk memastikan stabilitas deep freezer. 26

28 4. BILA SPESIMEN DARI LAB REGIONAL AKAN DIRUJUK KE LAB. INFLUENZA NASIONAL/PUSAT BTDK KEMENKES A. Selalu Siapkan Peralatan Untuk Merujuk Spesimen: 1. Cryobox 2. Pralon bertutup 3. Termometer 4. Cold box/carrier 5. Cold box berisi minimal 6 Ice pack yang sudah dibekukan minimal 24 jam 5. PENGIRIMAN/TRANSPORTASI SPESIMEN DARI LAB. REGIONAL KE LAB NASIONAL INFLUENZA/PUSAT BTDK KEMENkES A. Selalu gunakan ice pack BEKU saat pengiriman B. Pastikan jumlah ice pack cukup dalam cold box ( minimal 6 buah) C. Pastikan label pada cold box terisi lengkap dan catatan bahwa Ice pack yang dipakai beku. D. bila perjalanan > 24 jam pastikan mengganti Ice pack dengan Ice pack beku baru saat dalam pengiriman. E. Pastikan Ice pack masih beku saat tiba di lab regional (petugas lab nasional memberikan catatan pada surat expedisi pengiriman) F. Tentukan moda pengiriman agar spesimen dapat terima dalam batasan waktu yang telah ditetapkan. 6. PENYIMPANAN SPESIMEN POSITIF (+) Untuk spesimen positif harus disimpan oleh laboratorium dalam suhu (-) 70 o C sekurang-kurangnya 18 bulan. 27

29 7. PENERIMAAN DAN PENYIMPANAN DI PUSAT BTDK A. Gunakan alat pelindung diri (PPE) B. Simpan spesimen pada ke dalam deep freezer (-)70 o C C. Petugas lab memeriksa kemasan luar cold box dan isi label pengantar. D. Periksa kondisi Ice pack apakah masih dalam keadaan beku (bila tidak menggunakan pemantau suhu di dalam box). E. Buat catatan tentang kondisi dan suhu spesimen yang diterima pada register spesimen. F. Tetapkan berapa lama waktu/hari sejak pengambilan spesimen sampai di terima di laboratorium regional. G. Bila spesimen sudah melampaui batas waktu yang telah ditetapkan, lakukan: PEMERIKSAAN PCR DAN ISOLASI VIRUS DI PUSAT BTDK A. Gunakan alat pelindung diri (PPE) B. Pastikan batasan jumlah spesimen yang efisien untuk pemeriksaan PCR dan sub typing. C. Pastikan tenggat waktu maksimum antara penerimaan spesimen sampai dilakukan pemeriksaan PCR dan sub-typing.. D. Bila spesimen telah melampau batas waktu maksimum, lakukan:... E. Pastikan tenggat waktu maksimum antara penerimaan spesimen sampai dilakukan isolasi. F. Bila spesimen telah melampau batas waktu maksimum, lakukan:... G. Lakukan pemeriksaan sesuai prosedur 28

30 IV. SPO PENGELOLAAN COLD CHAIN SPESIMEN ILI DI PUSKESMAS SENTINEL 29

31 PROSEDUR BAKU TATALAKSANA COLD CHAIN SPESIMEN ILI UNTUK PUSKESMAS SENTINEL ILI KAIDAH UMUM SIFAT SPESIMEN: 1. Spesimen ILI merupakan bahan biologis yang peka terhadap suhu diatas kisaran suhu 2 o 8 o C. 2. Kerusakan spesimen karena penanganan cold chain yang tidak memenuhi syarat menyebabkan kerusakan pada spesimen sehingga tidak layak dilakukan pemeriksaan PCR-RT/lain lain. JENIS SPESIMEN ILI Jenis spesimen ILI yang diambil: 1. Apus hidung. 1. Apus tenggorok. MEMPERTAHANKAN SUHU SPESIMEN ILI Suhu spesimen harus selalu diusahakan agar selalu berada pada suhu 4 o C dengan kisaran suhu 2 o 8 o C sejak pengambilan, penyimpanan, pengepakan dan pengiriman spesimen. Penyimpanan pada suhu 4 C sejak spesimen diambil, maksimum dapat dilakukan selama... 30

32 1. PERSIAPAN RUTIN HARIAN (PRA SAMPLING) Persiapkan dan monitor kinerja/suhu lemari es untuk penyimpanan spesimen A. Pemilihan Lemari Es Untuk Penyimpanan Bahan Biologis Peka Panas (Heat Sensitive) 1. Untuk menyimpan bahan biologis peka-panas (heat sensitive) harus dipilih lemari es yang menggunakan sistem manual defrosting dan bukan jenis auto-defrosting. Hal ini disebabkan karena pada tipe auto defrosting lemari es dilengkapi pemanas yang akan bekerja bila bunga es menebal dan pada saat itu suhu dalamlemari es akan meningkat sehinga berisiko kerusakan bahan biologis yang disimpan didalamnya. 3. Lemari es harus dari jenis yang menggunakan pendingin non-cfc dan tidak diperkenankan menggunakan pendingin jenis CFC/freon karena berisiko merusakkan lapisan ozon global. 4. Lemari es yang dipilih harus mempunyai kemampuan stabilitas suhu didalamnya bila listrik padam/sumber daya lain tidak berfungsi (hold over time) selama minimal 6 jam bila pintu tertutup. Lemari es domestik umumnya hanya mempunyai hold over time selama 1-2 jam. B. Pengaturan dan Pemeliharaan Lemari Es ILR/ LE Rumah tangga 1. Tempatkan lemari es cm dari dinding/antar lemari es. 2. Hindari sinar matahari langsung. 3. Sebaiknya buka tutup lemari es maksimal 3-5 x/hari. 4. Termostat diatur agar suhu 2 o -5 o C pada pagi hari. 5. Tempatkan sensor termometer digital/termometer dalam LE, bila tidak ada display temperatur yang build- in pada lemari es. JANGAN merubah termostat walaupun listrik padam. 31

33 5. Gunakan termometer atau termometer digital untuk memonitor suhu setiap hari dan catat pada grafik suhu yang ditempel. 6. Lakukan pembersihan bagian luar dan dalam LE dari genangan air secara rutin 7. Lakukan pembersihan LE dari bunga es sudah lebih dari 0.5 cm dengan cara: a. cabut kabel dari stop kontak. b. pindahkan isi LE dalam cold box berisi Ice pack beku. c. buka pintu dan tunggu sampai bunga es meleleh (jangan lepaskan bunga es dengan benda tajam) dan keringkan lemari espasang kembali aliran listrik. d. Bila tidak dipakai, bersihkan dan keringkan karet seal dan bagian dalam lemari es agar tidak berjamur. Sebaiknya dibiarkan terbuka sampai bagian dalam kering. C. Penggunaan Alat Pemantau Suhu Untuk memantau suhu lemari es dapat dipakai peralatan sbb.: 1. Pemantau suhu sesaat: mengukur suhu pada saat dibaca, antara lain: a. Termometer Mueller, kisaran pemantauan (-) 50⁰C sampai (+) 50⁰C. Diletakkan di dalam lemari es atau kotak dingin. b. Termometer digital, menggunakan sensor yang diletakkan di dalam lemari es ataupun freezer maupun dalam kotak dingin untuk transportasi. Display suhu di luar lemari dingin sehingga suhu dapat dibaca dari luar lemari dingin. 32

34 c. Dial termometer, menggunakan sensor yang diletakkan di dalam lemari es atau freezer dan display suhu di luar lemari dingin sehingga suhu dapat dibaca dari luar lemari dingin. e. Termometer air raksa/cairan lain, jenis ini tidak dianjurkan karena perubahan suhu sangat cepat sehingga menyulitkan pembacaan. f. Freeze-tag: alat elektronik untuk memantau suhu beku di bawah 0⁰C. Alat ini diletakkan di dalam lemari es/kotak pendingin bersama dengan vaksin. Display akan berubah dari tanda centang menjadi tanda silang bila suhu berada di bawah 0⁰C selama 1 jam. Alat pemantau ini terutama digunakan untuk memantau suhu yang dapat menimbulkankerusakan pada vaksin yang peka beku (freeze sensitive) seperti Hepatitis B, DPT, TT, DT dll. 2. Pemantau suhu berkelanjutan: mengukur dan mencatat riwayat paparan suhu secara kontinu selama suatu periode waktu tertentu, a.l. : a. Temperature Data Logger TTM (Time Temperature Monitor): merupakan pemantau suhu yang berkelanjutan selama waktu dan interval yang diset dengan komputer. Alat ini dapat melakukan pembacaan suhu maksimal 1800 pembacaan dan dapat diset ulang setelah data lama diunduh. Kisaran suhu (-) 40 ⁰C sampai (+) 75 ⁰C. Riwayat paparan suhu dingin/panas dapat diunduh dengan komputer sehingga terdeteksi kapan adanya dan seberapa besar penyimpangan yang dialami. Dapat digunakan untuk pemantauan dalam lemari dan kotak pendingin maupun dalam pengiriman spesimen/bahan biologis seperti vaksin. b. Fridge-Tag: merupakan pemantau suhu berkelanjutan. Fungsi dan kinerja mirip data logger sub (b) diatas. Kisaran pemantauan suhu (-) 20⁰C sampai (+) 55⁰C dilengkapi alarm bila terpapar suhu di atas 33

35 8⁰C selama 10 jam atau 60 menit di bawah 0,5⁰C. Dapat menunjukkan riwayat paparan suhu 30 hari terakhir. c. TTM (time temperature monitor): alat pemantau suhu untuk paparan panas dengan menggunakan prinsip perubahan warna bahan kimia seiring perubahan paparan suhu. Bekerja secara kumulatif dalam 4 tingkat A-B-C-D. Status C dan D menunjukkan bahan biologis/vaksin tidak layak pakai. Digunakan untuk menunjukkan layak pakai bahan biologis seperti oxytocin atau vaksin yang peka paparan panas berlebih (heat sensitive) seperti Polio, Campak, BCG dll. Alat diletakkan dalam lemari/kotak dingin bersama bahan biologis atau vaksin. Umumnya TTM ditempelkan pada kemasan bahan biologis /vaksin. D. Carrier/ Cold Box (Kotak Spesimen/Bahan Biologis) 1. Lakukan pembersihan bagian luar dan dalam cold box dari genangan air. 2. Bila tidak dipakai, bersihkan dan keringkan bagian dalam cold box agar tidak berjamur. Sebaiknya dibiarkan terbuka sampai bagian dalam kering. Kapasitas yang umum tersedia: 0.6 L, 3.0 L, 5.3 L, 8.5 L, 20.7 L E. Ice Pack (Kotak Beku) 1. Siapkan Ice pack (mis. Kap. 0,6 L) sesuai dengan ukuran cold box sejumlah 6 x jumlah cold box. 2. Bekukan minimal 6 bh Ice pack setiap hari dalam freezer. Kapasitas yang umum tersedia: 0.4 L, 0.5 L, 0.6 L, 2.2 L, 5L 34

36 F. Siapkan Beberapa Peralatan: 1. Cryotube untuk wadah spesimen usap yang diambil 2. Pralon bertutup untuk wadah beberapa spesimen. 2. SAAT PENGAMBILAN SPESIMEN Siapkan: A. Alat pelindung diri (PPE) B. peralatan cold chain saat pengambilan spesimen: cold box berisi minimal 6 Ice pack yang sudah dibekukan minimal 24 jam. 3. PENGEPAKAN A. Bila Spesimen Segera Dikirimkan Ke Lab Regional Setelah Diambil Setelah spesimen diambil dan langsung dikirimke lab regional: 1. Masukkan cryotube yang berisi spesimen ILI ke dalam pralon. 2. Susun Ice pack (minimal 6 buah) pada bagian bawah, samping di dalam cold box/carrier. 3. Masukkan pralon ke dalam cold box/carrier dan tutup bagian atas dengan satu buah Ice pack. 4. Letakkan termometer kemudian tutup cold box/carrier. 5. Beri label dan spesimen siap dikirimkan ke lab regional. 6. Tentukan moda pengiriman agar spesimen dapat tiba di lab reg dalam waktu < 4 hari sejak pengambilan?? B. Bila Spesimen Dikirimkan Secara Mingguan Ke Lab Regional? 1. Letakkan cryotube yang sudah berisi spesimen di dalam pralon dengan tutup ke dalam lemari es. 35

37 2. Pastikan kinerja lemari es baik dan mempunyai suhu 4 o C dengan kisaran suhu 2 o 8 o C. 3. Pastikan spesimen tiba di lab reg dalam waktu <... hari sejak pengambilan?? C. Penyimpanan Spesimen (Sementara) Sebelum Dikirim Ke Lab Regional 1. Letakkan cryotube yang sudah berisi spesimen ke dalam pralon dengan tutup ke dalam lemari es 2. Pastikan kinerja lemari es baik dan mempunyai suhu 4 o C dengan kisaran suhu 2 o 8 o C. 3. Pastikan spesimen tidak ditempatkan di bagian pintu lemari es. 4. Pastikan batasan waktu maksimal penyimpanan di puskesmas sejak pengambilan spesimen terpenuhi. 5. Lakukan monitoring dan pencatatan suhu lemari es setiap hari untuk memastikan stabilitas suhu lemari es. 4. PENGIRIMAN/TRANSPORTASI SPESIMEN DARI PUSKESMAS KE LAB. REGIONAL A. Selalu gunakan cool pack BEKU saat pengiriman. B. Pastikan jumlah Ice pack cukup dalam cold box ( minimal 6 buah) C. Pastikan label pada cold box terisi lengkap dan catatan bahwa Ice pack yang dipakai beku. D. Bila perjalanan > 24 jam pastikan mengganti Ice pack dengan Ice pack beku baru dalam perjalanan. E. Sertakan dokumen pengiriman menyertai pengiriman spesimen. F. Pastikan Ice packs masih beku saat tiba di lab regional (petugas lab regional mencatat pada surat expedisi pengiriman). G. Tentukan moda pengiriman agar spesimen dapat tiba di lab reg dalam waktu <... hari sejak pengambilan?? 36

38 V. PENUTUP Dengan menerapkan berbagai isu dalam SPO ini, akan membantu petugas pelaksana untuk menjamin mutu yang baik daripada Spesimen ILI sampai diperiksa oleh laboratorium. Bila sarana pendukung yang canggih belum ada pada saat ini, petugas harus menggunakan peralatan yang tepat guna dengan pendekatan pada berbagai alternatif yang terdapat dalam SPO ini. 37

39 VI. KEPUSTAKAAN 1. A practical guide to harmonizing virological and epidemiological Influenza Surveillance, WHO Wespro,November Effective Vaccine management (version 1.7), WHO,Unicef, GAVI Alliance, PATH, September Pedoman pelaksanaan Surveilans Epidemiologi dan Virologi Influenza Like Illness (ILI) di Puskesmas dan Rumah Sakit, Puslitbang Biomedis dan Farmasi, Badan Litbangkes Kementerian Kesehatan RI, Jakarta Protokol Sari (Severe Acute Respiratory Infection), Badan Litbangkes,Jakarta Standar Prosedur Operasi (SPO) Pengambilan, Pengemasan, Dan Pengiriman Spesimen Harmonisasi Surveilans Jakarta Timur,.Pusat BTDK, 2010 ) 6. Standar prosedur operasional pengambilan, pengepakan dan Pengiriman Spesimen Surveilans Virologi Influenza Like Illness (ILI), Pusat Biomedis dan Farmasi, Badan Litbang Kesehatan, kementerian Kesehatan RI, jakarta Spesimen Stock Management. Guidelines for Immunization Program and Spesimen Store Managers. WHO, Immunization, Spesimens, and Biologicals, WHO/IVB/ Spesimens and Biologicals. Ensuring the Quality of Spesimens at Community Level, WHO-UNICEF, WHO/V&B/ Guidelines for Sample Collection and Handling of Human Clinical samples for Laboratory Diagnosis of H1N1 Influenza, National Institute Of Communicable Diseases, 22- Sham Nath Marg New Delhi , DIRECTORATE GENERAL OF HEALTH SERVICES, MINISTRY OF HEALTH AND FAMILY WELFARE GOVT OF INDIA. 10. Collecting,preserving and shipping spesimens for the diagnosis of Avian Influenza A virus infection; Oct WHO/CDS/EPR/ARO/ Generic Protocol for Influenza Surveillance, PAHO/HDM/CD/V/411/ A practical guide for designing and conducting influenza disease burden studies, WHO Western Pacific Region-November

40 13. Interm Guidance on Specimen Collection, Processing, and Testing for Patients with Suspected Novel Influenza A (H1N1) Virus Infection CDC, May Sampling and shipping of influenza clinical Spesimens and virus isolates, WHO, March Laboratory Testing Protocol: Influenza Surveillance, DSHS Austin Laboratory, Publ. No Revised 11/03/ SOP on Laboratory Diagnosis of Influenza (Seasonal, Avian and Pandemic), Government of Nepal, MOHP, Feb Guidelines: Influenza Specimen Collection, Labeling, Storage and Handling, NCIRD/ID/SORT, Version 1.3, 10/28/ Manual for The Laboratory Diagnosis and Virological Surveillance of Influenza, WHO, Laboratory Diagnostics, Specimen Collection, and Biosafety Issues, CDC, s pdf. 39

41 Lampiran 1 KARTU MONITORING PENGIRIMAN/PENERIMAAN SPESIMEN ILI Puskesmas pengirim: No Item yg diperiksa Saat Saat Saat Saat dikirim dikirim diterima diterima oleh oleh Lab. oleh oleh Lab. Puskesma Regional Pusat Regional s ke BTDK BTDK 1 Tanggal pengiriman 2 Jam pengiriman 3 Suhu saat pengiriman C C C C 4 Jumlah spesimen bh bh bh bh 5 Warna spesimen 6 Termometer disertakan: Ya/Tidak 7 Jumlah Ice pack bh bh bh bh 8 Jumlah pralon bh bh bh bh 9 Nama petugas 10 Paraf petugas 40

42 Lampiran 2.a. 41

43 Lampiran 2.b. 42

44 Lampiran 2.c. 43

Assessment Cold Chain Kegiatan Surveilans ILI. Temuan dan Rekomendasi

Assessment Cold Chain Kegiatan Surveilans ILI. Temuan dan Rekomendasi Assessment Cold Chain Kegiatan Surveilans ILI Temuan dan Rekomendasi Januari 2012 DAFTAR ISI AKRONIM... 4 UCAPAN TERIMA KASIH... 5 I. KERANGKA ACUAN COLD CHAIN ASSESSMENT... 6 1. Tujuan Umum... 6 2. Tujuan

Lebih terperinci

Lampiran 1. Jadwal Penelitian. Bulan Maret April Mei Juni Juli

Lampiran 1. Jadwal Penelitian. Bulan Maret April Mei Juni Juli 66 Lampiran 1. Jadwal Penelitian Jenis kegiatan Pelaksanaan seminar proposal 1 penelitian Pengurusan surat pengantar penelitian dari jurusan Farmasi UII Pengurusan surat perijinan penelitian ke 3 Dinas

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN. sangat bermakna dalam rangka penurunan angka kesakitan dan kematian yang

BAB 1 PENDAHULUAN. sangat bermakna dalam rangka penurunan angka kesakitan dan kematian yang BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Program imunisasi merupakan program yang memberikan sumbangan yang sangat bermakna dalam rangka penurunan angka kesakitan dan kematian yang disebabkan oleh berbagai

Lebih terperinci

Kerusakan vaksin pada suhu dibawah 0 O C.

Kerusakan vaksin pada suhu dibawah 0 O C. Why.. RANTAI DINGIN Kerusakan vaksin pada suhu dibawah 0 O C. Hep B - 0,5 o C Maks ½ jam DPT, TT & DT - 5 C s/d 10 o C Maks 1,5 2 jam (Thermostability of Vaccines, WHO, 1998) Stabilitas vaksin di luar

Lebih terperinci

INSTRUMEN PENELITIAN PERILAKU BIDAN TENTANG PENYIMPANAN DAN TRANSPORTASI VAKSIN DI WILAYAH KERJA PUSKESMAS HELVETIA MEDAN 2014

INSTRUMEN PENELITIAN PERILAKU BIDAN TENTANG PENYIMPANAN DAN TRANSPORTASI VAKSIN DI WILAYAH KERJA PUSKESMAS HELVETIA MEDAN 2014 INSTRUMEN PENELITIAN PERILAKU BIDAN TENTANG PENYIMPANAN DAN TRANSPORTASI VAKSIN DI WILAYAH KERJA PUSKESMAS HELVETIA MEDAN 2014 No. Responden : (Diisi oleh peneliti) A. Data Karakteristik Responden Petunjuk

Lebih terperinci

PROFIL PENYIMPANAN VAKSIN DI PUSKESMAS DI KOTA KUPANG

PROFIL PENYIMPANAN VAKSIN DI PUSKESMAS DI KOTA KUPANG PROFIL PENYIMPANAN VAKSIN DI PUSKESMAS DI KOTA KUPANG Jefrin Sambara 1, Ni Nyoman Yuliani 2, Maria Lenggu 3, Yohana Ceme 4 Jurusan Farmasi Poltekkes Kemenkes Kupang Email : y.ninyoman@yahoo.com Abstrak

Lebih terperinci

MENJAMIN KUALITAS VAKSIN DENGAN MANAJEMEN RANTAI DINGIN

MENJAMIN KUALITAS VAKSIN DENGAN MANAJEMEN RANTAI DINGIN MENJAMIN KUALITAS VAKSIN DENGAN MANAJEMEN RANTAI DINGIN RINANSITA WARIHWATI Fakultas Kedokteran uiversitas Gadjah Mada Yogyakarta Email: rinansita.warihwati@gmail.com ABSTRAK Kemajuan Konsep paradigma

Lebih terperinci

PERILAKU BIDAN TENTANG PENYIMPANAN DAN TRANSPORTASI VAKSIN DI WILAYAH KERJA PUSKESMAS HELVETIA MEDAN TAHUN 2014

PERILAKU BIDAN TENTANG PENYIMPANAN DAN TRANSPORTASI VAKSIN DI WILAYAH KERJA PUSKESMAS HELVETIA MEDAN TAHUN 2014 PERILAKU BIDAN TENTANG PENYIMPANAN DAN TRANSPORTASI VAKSIN DI WILAYAH KERJA PUSKESMAS HELVETIA MEDAN TAHUN 2014 NOVITA SAFITRI JAMBAK 135102100 KARYA TULIS ILMIAH PROGRAM D-IV BIDAN PENDIDIK FAKULTAS KEPERAWATAN

Lebih terperinci

BAB III METODE PENELITIAN

BAB III METODE PENELITIAN BAB III METODE PENELITIAN 3.1 Rancangan Penelitian Penelitian ini merupakan penelitian observasional yang bersifat deskriptif dengan rancangan kualitatif. Pengumpulan data yang diperoleh berasal dari data

Lebih terperinci

Pedoman Surveilans dan Respon Kesiapsiagaan Menghadapi Middle East Respiratory Syndrome Corona Virus (MERS-COV) untuk Puskesmas di Kabupaten Bogor

Pedoman Surveilans dan Respon Kesiapsiagaan Menghadapi Middle East Respiratory Syndrome Corona Virus (MERS-COV) untuk Puskesmas di Kabupaten Bogor Pedoman Surveilans dan Respon Kesiapsiagaan Menghadapi Middle East Respiratory Syndrome Corona Virus (MERS-COV) untuk Puskesmas di Kabupaten Bogor DINAS KESEHATAN KABUPATEN BOGOR 2014 Pedoman Surveilans

Lebih terperinci

SOP PENYELENGGARAAN IMUNISASI

SOP PENYELENGGARAAN IMUNISASI SOP PENYELENGGARAAN IMUNISASI Direktorat Surveilans, Imunisasi, Karantina, dan Kesehatan Matra Direktorat Jendral Pengendalian Penyakit dan Penyehatan Lingkungan KEMENTERIAN KESEHATAN R.I. Tahun 2012 SOP

Lebih terperinci

Lampiran : 1. Kuesioner Penelitian

Lampiran : 1. Kuesioner Penelitian Lampiran : 1. Kuesioner Penelitian KUESIONER PENELITIAN Pengaruh Faktor Internal dan Eksternal terhadap Kepatuhan Petugas Kesehatan dalam Mengelola Vaksin di Kabupaten Labuhanbatu Selatan Identitas Responden

Lebih terperinci

CHECK LIST OBSERVASI LANGSUNG

CHECK LIST OBSERVASI LANGSUNG 84 Lampiran 1 CHECK LIST OBSERVASI LANGSUNG GAMBARAN TENTANG SISTEM COLD CHAIN DIHUBUNGKAN DENGAN PELAKSANAAN IMUNISASI DASAR LENGKAP DI PUSKESMAS CIPAGERAN KELURAHAN CITEURERUP KOTA CIMAHI PENGAMATAN

Lebih terperinci

2 BAB II TINJAUAN PUSTAKA. tersebut ia tidak akan menderita penyakit tersebut (Depkes RI, 2004). Imunisasi atau

2 BAB II TINJAUAN PUSTAKA. tersebut ia tidak akan menderita penyakit tersebut (Depkes RI, 2004). Imunisasi atau 2 BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Pengertian Imunisasi Imunisasi adalah suatu cara untuk meningkatkan kekebalan seseorang secara aktif terhadap suatu penyakit, sehingga bila kelak ia terpapar dengan penyakit

Lebih terperinci

BULETIN SURVEILANS ISPA BERAT DI INDONESIA (SIBI) : Maret 2014 Data masih bersifat sementara dan dapat berubah seiring dengan penerimaan laporan

BULETIN SURVEILANS ISPA BERAT DI INDONESIA (SIBI) : Maret 2014 Data masih bersifat sementara dan dapat berubah seiring dengan penerimaan laporan BULETIN SURVEILANS ISPA BERAT DI INDONESIA (SIBI) : Maret 2014 Data masih bersifat sementara dan dapat berubah seiring dengan penerimaan laporan Ringkasan Berdasarkan laporan sampai dengan tanggal 1 Maret

Lebih terperinci

Buletin ini dapat memantau tujuan khusus SIBI antara lain :

Buletin ini dapat memantau tujuan khusus SIBI antara lain : BULETIN SURVEILANS ISPA BERAT DI INDONESIA (SIBI) : April 2014 Data masih bersifat sementara dan dapat berubah seiring dengan penerimaan laporan Ringkasan Berdasarkan laporan sampai dengan tanggal 31 Maret

Lebih terperinci

Perkembangan Flu Burung pada Manusia dan Langkah-Langkah Pengendaliannya

Perkembangan Flu Burung pada Manusia dan Langkah-Langkah Pengendaliannya Perkembangan Flu Burung pada Manusia dan Langkah-Langkah Pengendaliannya Disampaikan pada Rapat Koordinasi Tingkat Menteri tentang Pengendalian Flu Burung Jakarta, 27 Desember 2012 1 Flu Burung (H5N1)

Lebih terperinci

LEMBAR PERSETUJUAN MENJADI RESPONDEN

LEMBAR PERSETUJUAN MENJADI RESPONDEN LEMBAR PERSETUJUAN MENJADI RESPONDEN Saya yang bernama Julita/095102081 adalah mahasiswa Program D IV Bidan Pendidik Fakultas Keperawatan Medan. Saat ini saya sedang melakukan penelitian tentang Pengetahuan

Lebih terperinci

No Kode DAR2/Profesional/582/011/2018 PENDALAMAN MATERI FARMASI MODUL 011: DISTRIBUSI OBAT-OBAT KHUSUS. Dr. NURKHASANAH, M.Si., Apt.

No Kode DAR2/Profesional/582/011/2018 PENDALAMAN MATERI FARMASI MODUL 011: DISTRIBUSI OBAT-OBAT KHUSUS. Dr. NURKHASANAH, M.Si., Apt. No Kode DAR2/Profesional/582/011/2018 PENDALAMAN MATERI FARMASI MODUL 011: DISTRIBUSI OBAT-OBAT KHUSUS Dr. NURKHASANAH, M.Si., Apt. Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan Kementerian Riset, Teknologi dan

Lebih terperinci

PEMERINTAH KABUPATEN GIANYAR DINAS KESEHATAN UPT KESEHATAN MASYARAKAT SE-KABUPATEN GIANYAR

PEMERINTAH KABUPATEN GIANYAR DINAS KESEHATAN UPT KESEHATAN MASYARAKAT SE-KABUPATEN GIANYAR UPT KESEHATAN MASYARAKAT SE-KABUPATEN GIANYAR STANDAR OPERASIONAL PROSEDUR (SOP) PENYIMPANAN VAKSIN UPT KESEHATAN MASYARAKAT SE-KABUPATEN GIANYAR STANDAR OPERASIONAL PROSEDUR (SOP) PENGELOLAAN BARANG JASA

Lebih terperinci

BULETIN SURVEILANS ISPA BERAT DI INDONESIA (SIBI) : Januari 2014 Data masih bersifat sementara dan dapat berubah seiring dengan penerimaan laporan

BULETIN SURVEILANS ISPA BERAT DI INDONESIA (SIBI) : Januari 2014 Data masih bersifat sementara dan dapat berubah seiring dengan penerimaan laporan BULETIN SURVEILANS ISPA BERAT DI INDONESIA (SIBI) : Januari 2014 Data masih bersifat sementara dan dapat berubah seiring dengan penerimaan laporan Ringkasan Berdasarkan laporan sampai dengan tanggal 31

Lebih terperinci

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1 Pengelolaan Vaksin Perencanaan nasional penyelenggaraan imunisasi dilaksanakan oleh Pemerintah berdasarkan perencanaan yang disusun secara berjenjang mulai dari puskesmas,

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. penginderaan terhadap objek tertentu. Sebagian besar pengetahuan diperoleh

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. penginderaan terhadap objek tertentu. Sebagian besar pengetahuan diperoleh BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. Konsep Pengetahuan (Knowledge) Pengetahuan merupakan hasil dari tahu, yang terjadi setelah orang melakukan penginderaan terhadap objek tertentu. Sebagian besar pengetahuan diperoleh

Lebih terperinci

Surveilans Respons dalam Program KIA Penyusun: dr. Sitti Noor Zaenab, M.Kes

Surveilans Respons dalam Program KIA Penyusun: dr. Sitti Noor Zaenab, M.Kes Surveilans Respons dalam Program KIA Penyusun: dr. Sitti Noor Zaenab, M.Kes Pengertian Surveilans adalah proses pengumpulan, pengolahan, analisis, dan interpretasi data secara sistematik dan terus menerus

Lebih terperinci

BAB III PELAKSANAAN KERJA PRAKTEK. Salah satu faktor kunci dari keberhasilan suatu bisnis dan merupakan inti

BAB III PELAKSANAAN KERJA PRAKTEK. Salah satu faktor kunci dari keberhasilan suatu bisnis dan merupakan inti 19 BAB III PELAKSANAAN KERJA PRAKTEK 3.1 Bidang Pelaksanaan Kerja Praktek Salah satu faktor kunci dari keberhasilan suatu bisnis dan merupakan inti dari suatu akifitas bisnis adalah pemasaran. Pemasaran

Lebih terperinci

PENGAMBILAN, PENGEMASAN DAN PENGIRIMAN SPESIMEN MERS-CoV dan EBOLA

PENGAMBILAN, PENGEMASAN DAN PENGIRIMAN SPESIMEN MERS-CoV dan EBOLA PENGAMBILAN, PENGEMASAN DAN PENGIRIMAN SPESIMEN MERS-CoV dan EBOLA Pusat Biomedis dan Teknologi Dasar Kesehatan Badan Litbangkes, Kemenkes RI Hotel Ameroosa-Bogor, 28 Agustus 2014 Overview Struktur virus

Lebih terperinci

GAMBARAN PENGELOLAAN RANTAI DINGIN VAKSIN PROGRAM IMUNISASI DASAR (Studi di 12 Puskesmas Induk Kabupaten Sarolangun)

GAMBARAN PENGELOLAAN RANTAI DINGIN VAKSIN PROGRAM IMUNISASI DASAR (Studi di 12 Puskesmas Induk Kabupaten Sarolangun) GAMBARAN PENGELOLAAN RANTAI DINGIN VAKSIN PROGRAM IMUNISASI DASAR (Studi di 12 Puskesmas Induk Kabupaten Sarolangun) Kairul, Ari Udiyono, Lintang Dian Saraswati Peminatan Epidemiologi dan Penyakit Tropik

Lebih terperinci

EVALUASI DISTRIBUSI DAN PENYIMPANAN VAKSIN DI DINAS KESEHATAN KAB.MAJENE SULAWESI BARAT

EVALUASI DISTRIBUSI DAN PENYIMPANAN VAKSIN DI DINAS KESEHATAN KAB.MAJENE SULAWESI BARAT FORUM NASIONAL II : Jaringan Kebijakan Kesehatan Indonesia EVALUASI DISTRIBUSI DAN PENYIMPANAN VAKSIN DI DINAS KESEHATAN KAB.MAJENE SULAWESI BARAT UMMU KALSUM T, S.Farm,Apt,MPH MANAJEMEN KEBIJAKAN OBAT

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Imunisasi merupakan salah satu kegiatan prioritas Kementerian Kesehatan dan sebagai bentuk nyata komitmen

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Imunisasi merupakan salah satu kegiatan prioritas Kementerian Kesehatan dan sebagai bentuk nyata komitmen BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Imunisasi merupakan salah satu kegiatan prioritas Kementerian Kesehatan dan sebagai bentuk nyata komitmen pemerintah untuk mencapai Millennium Development Goals (MDGs)

Lebih terperinci

BUKU SAKU PETUNJUK TEKNIS. Tenaga Kesehatan di Lapangan

BUKU SAKU PETUNJUK TEKNIS. Tenaga Kesehatan di Lapangan BUKU SAKU PETUNJUK TEKNIS Tenaga Kesehatan di Lapangan Pekan Imunisasi Nasional (PIN) Polio 8-15 Maret 2016 Buku petunjuk teknis ini merupakan panduan bagi tenaga kesehatan untuk melaksanakan Pekan Imunisasi

Lebih terperinci

Peraturan Gubernur Daerah Istimewa Yogyakarta Nomor 59 tahun 2012 tentang Pedoman Pelaksanaan Sistem Rujukan Pelayanan Kesehatan

Peraturan Gubernur Daerah Istimewa Yogyakarta Nomor 59 tahun 2012 tentang Pedoman Pelaksanaan Sistem Rujukan Pelayanan Kesehatan Peraturan Gubernur Daerah Istimewa Yogyakarta Nomor 59 tahun 2012 tentang Pedoman Pelaksanaan Sistem Rujukan Pelayanan Kesehatan Dinas Kesehatan DIY tgl 19 29 November 2012 Latar Belakang Masyarakat Provider/fasyankes

Lebih terperinci

Seksi Wabah dan Bencana Dinas Kesehatan Kota Surabaya

Seksi Wabah dan Bencana Dinas Kesehatan Kota Surabaya PEDOMAN PELAKSANAAN PIN POLIO Seksi Wabah dan Bencana Dinas Kesehatan Kota Surabaya Persiapan Pos PIN Polio Logistik : - Meja dan kursi - Vaksin Polio dan penetes/dropper - Vaccine carrier/termos - Cool

Lebih terperinci

Prevalensi Virus Influenza (Influenza Like Illness) di Laboratorium Regional Avian Influenza Semarang

Prevalensi Virus Influenza (Influenza Like Illness) di Laboratorium Regional Avian Influenza Semarang 157 Prevalensi Virus Influenza (Influenza Like Illness) di Laboratorium Regional Avian Influenza Semarang Prevalence of Influenza Viruses (Influenza Like Illness) In Regional Laboratory Avian Influenza

Lebih terperinci

PETUNJUK PENGOPERASIAN

PETUNJUK PENGOPERASIAN PETUNJUK PENGOPERASIAN LEMARI PENDINGIN MINUMAN Untuk Kegunaan Komersial SC-178E SC-218E Harap baca Petunjuk Pengoperasian ini sebelum menggunakan. No. Pendaftaran : NAMA-NAMA BAGIAN 18 17 16 1. Lampu

Lebih terperinci

RANCANG BANGUN SISTEM INFORMASI KALIBRASI UNTUK MENUNJANG GMP (GOOD MANUFACTURING PRACTICE) DI PT. BIO FARMA (Persero)

RANCANG BANGUN SISTEM INFORMASI KALIBRASI UNTUK MENUNJANG GMP (GOOD MANUFACTURING PRACTICE) DI PT. BIO FARMA (Persero) RANCANG BANGUN SISTEM INFORMASI KALIBRASI UNTUK MENUNJANG GMP (GOOD MANUFACTURING PRACTICE) DI PT. BIO FARMA (Persero) Disusun oleh : 10108982 FIELKA PRATAMA SETYALAYA JURUSAN TEKNIK INFORMATIKA FAKULTAS

Lebih terperinci

BAB II STUDI PUSTAKA

BAB II STUDI PUSTAKA BAB II STUDI PUSTAKA 2.1 Tinjauan Pustaka 2.1.1 Vaksin Vaksin merupakan suatu produk biologik yang terbuat dari kuman, komponen kuman, atau racun kuman yang telah dilemahkan atau dimatikan dan berguna

Lebih terperinci

PELATIHAN COLD CHAIN INVENTORY

PELATIHAN COLD CHAIN INVENTORY Term of Reference PELATIHAN COLD CHAIN INVENTORY 1. Latar Belakang Penilaian manajemen vaksin efektif dalam 2011/12 di Indonesia dilaporkan area utama bagi perbaikan untuk memenuhi standar internasional

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar belakang penelitian.

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar belakang penelitian. BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar belakang penelitian. Vaksin merupakan material biologis yang sangat mudah kehilangan potensinya. Bila ini terjadi maka akan terjadi kegagalan vaksin untuk menstimulasi respon

Lebih terperinci

BERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA

BERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA BERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA No.966, 2013 KEMENTERIAN KESEHATAN. Imunisasi. Penyelenggaraan. Pedoman. Pencabutan. PERATURAN MENTERI KESEHATAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 42 TAHUN 2013 TENTANG PENYELENGGARAAN

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN. Rencana Pembangunan Jangka Menengah Nasional (RPJMN) tahun

BAB 1 PENDAHULUAN. Rencana Pembangunan Jangka Menengah Nasional (RPJMN) tahun BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Tujuan pembangunan di bidang kesehatan adalah mewujudkan manusia yang sehat, cerdas dan produktif. Pembangunan kesehatan menitikberatkan pada programprogram yang mempunyai

Lebih terperinci

Prosiding Pendidikan Dokter ISSN: X

Prosiding Pendidikan Dokter ISSN: X Prosiding Pendidikan Dokter ISSN: 2460-657X Gambaran Penerapan Rantai Dingin Vaksin Imunisasi Dasar di Purwakarta Tahun 2017 (Studi yang dilakukan di seluruh Puskesmas Kabupaten Purwakarta) Gantinia Aditiyana

Lebih terperinci

Artikel Karya Tulis Ilmiah Diajukan untuk memenuhi tugas dan melengkapi syarat dalam menempuh Program Pendidikan Sarjana Fakultas Kedokteran

Artikel Karya Tulis Ilmiah Diajukan untuk memenuhi tugas dan melengkapi syarat dalam menempuh Program Pendidikan Sarjana Fakultas Kedokteran PERBEDAAN POLA PENYEBARAN VIRUS INFLUENZA PADA PENDERITA INFLUENZA LIKE ILLNESS DI PULAU JAWA BERDASARKAN UJI REAL TIME REVERSE TRANSCRIPTASE- POLYMERASE CHAIN REACTION Artikel Karya Tulis Ilmiah Diajukan

Lebih terperinci

EVALUASI PENYIMPANAN DAN PENDISTRIBUSIAN VAKSIN DARI DINAS KESEHATAN KOTA MANADO KE PUSKESMAS TUMINTING, PUSKESMAS PANIKI BAWAH DAN PUSKESMAS WENANG

EVALUASI PENYIMPANAN DAN PENDISTRIBUSIAN VAKSIN DARI DINAS KESEHATAN KOTA MANADO KE PUSKESMAS TUMINTING, PUSKESMAS PANIKI BAWAH DAN PUSKESMAS WENANG EVALUASI PENYIMPANAN DAN PENDISTRIBUSIAN VAKSIN DARI DINAS KESEHATAN KOTA MANADO KE PUSKESMAS TUMINTING, PUSKESMAS PANIKI BAWAH DAN PUSKESMAS WENANG 1) Gebbie Prisili Lumentut 1), Nancy C. Pelealu 1),

Lebih terperinci

UPT. PUSKESMAS KLUNGKUNG I

UPT. PUSKESMAS KLUNGKUNG I PERENCANAAN KEBUTUHAN Proses kegiatan seleksi obat dan bahan medis habis pakai untuk menentukan jenis dan jumlah obat dan bahan medis habis pakai dalam rangka pemenuhan kebutuhan obat dan bahan medis habis

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN. dapat dicegah dengan imunisasi (PD3I). Penyakit ini tetap menjadi salah satu

BAB 1 PENDAHULUAN. dapat dicegah dengan imunisasi (PD3I). Penyakit ini tetap menjadi salah satu BAB 1 PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Penyakit campak adalah salah satu penyakit menular yang masih menjadi masalah kesehatan pada bayi dan anak di Indonesia dan merupakan penyakit yang dapat dicegah dengan

Lebih terperinci

BIMBINGAN TEKNIS PENCATATAN DAN PELAPORAN TB-HIV

BIMBINGAN TEKNIS PENCATATAN DAN PELAPORAN TB-HIV BIMBINGAN TEKNIS PENCATATAN DAN PELAPORAN TB-HIV Bimtek pencatatan dan pelaporan TB-HIV Material: TB: TB 06 (termasuk pemeriksaan untuk Xpert), TB 01, TB 03, 4 (empat) triwulan terakhir, dan (untuk akses

Lebih terperinci

PENERAPAN STRATEGI DOTS DI RUMAH SAKIT HBS MODUL F HDL 1

PENERAPAN STRATEGI DOTS DI RUMAH SAKIT HBS MODUL F HDL 1 PENERAPAN STRATEGI DOTS DI RUMAH SAKIT HBS MODUL F HDL 1 RUMAH SAKIT PERLU DOTS? Selama ini strategi DOTS hanya ada di semua puskesmas. Kasus TBC DI RS Banyak, SETIDAKNYA 10 BESAR penyakit, TETAPI tidak

Lebih terperinci

Village Activity Mapping Service Availability Mapping Provinsi Jawa Barat

Village Activity Mapping Service Availability Mapping Provinsi Jawa Barat FORUM NASIONAL II : Jaringan Kebijakan Kesehatan Indonesia Village Activity Mapping Service Availability Mapping Provinsi Jawa Barat Deni K Sunjaya, Dewi MDH Universitas Padjadjaran HOTEL HORISON MAKASSAR,

Lebih terperinci

2.1. Supervisi ke unit pelayanan penanggulangan TBC termasuk Laboratorium Membuat Lembar Kerja Proyek, termasuk biaya operasional X X X

2.1. Supervisi ke unit pelayanan penanggulangan TBC termasuk Laboratorium Membuat Lembar Kerja Proyek, termasuk biaya operasional X X X 26/03/08 No. 1 2 3 4 5 6 URAIAN TUGAS PROGRAM TBC UNTUK PETUGAS KABUPATEN/KOTA URAIAN TUGAS Ka Din Kes Ka Sie P2M Wasor TBC GFK Lab Kes Da Ka Sie PKM MEMBUAT RENCANA KEGIATAN: 1.1. Pengembangan unit pelayanan

Lebih terperinci

SOP ( Standar Operasional Prosedur ) Imunisasi

SOP ( Standar Operasional Prosedur ) Imunisasi SOP ( Standar Operasional Prosedur ) Imunisasi Sesuai Peraturan Menteri Kesehatan Republik Indonesia Nomor 42 Tahun 2013 Tentang Penyelenggaraan Imunisasi, pengertian Imunisasi adalah suatu upaya untuk

Lebih terperinci

Kesiapsiagaan Menghadapi Pandemi Indluenza

Kesiapsiagaan Menghadapi Pandemi Indluenza Kesiapsiagaan Menghadapi Pandemi Indluenza Influenza adalah penyakit yang disebabkan oleh virus influenza. Virus influenza diklasifikasi menjadi tipe A, B dan C karena nukleoprotein dan matriks proteinnya.

Lebih terperinci

A. Formulir Pelacakan Kasus AFP

A. Formulir Pelacakan Kasus AFP Format 7.1 FP1 A. Formulir Pelacakan Kasus AFP Kabupaten/kota: Propinsi: Nomor EPID: Laporan dari : 1. RS:... Tanggal laporan diterima: I. Identitas Penderita 3. Dokter praktek : 2. Puskesmas:... 4. Lainnya

Lebih terperinci

Cara Distribusi Obat yang Baik (CDOB)

Cara Distribusi Obat yang Baik (CDOB) Cara Distribusi Obat yang Baik (CDOB) BPOM dalam mengawal obat Visi : Obat dan makanan terjamin aman,bermutu dan berkhasiat. Misi: Melindungi masyarakat dari obat dan makanan yang beresiko terhadap kesehatan.

Lebih terperinci

DINAS KESEHATAN KOTA TANGERANG

DINAS KESEHATAN KOTA TANGERANG DINAS KESEHATAN KOTA TANGERANG UPT PUSKESMAS PANUNGGANGAN Jl. Kyai Maja No. 2 Panunggangan Kecamatan Pinang, Kota Tangerang Telp. (021) 22353600 KERANGKA ACUAN KEGIATAN IMUNISASI PUSKESMAS PANUNGGANGAN

Lebih terperinci

PELAYANAN IMUNISASI PANDUAN BAB I DEFINISI BAB II

PELAYANAN IMUNISASI PANDUAN BAB I DEFINISI BAB II PELAYANAN IMUNISASI No. Kode : Terbitan : No. Revisi : PEMERINTAH KAB. BANJARNEGARA PANDUAN Tgl. : MulaiBerlaku Halaman : / Tanda tangan UPT PUSKESMAS PURWAREJA KLAMPOK 1 Ditetapkan oleh : Kepala Puskesmas

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. mencegah terhadap penyakit tertentu. Sedangkan vaksin adalah bahan yang

BAB I PENDAHULUAN. mencegah terhadap penyakit tertentu. Sedangkan vaksin adalah bahan yang BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Imunisasi merupakan usaha memberikan kekebalan pada bayi dan anak dengan memasukkan vaksin ke dalam tubuh agar tubuh membuat zat anti untuk mencegah terhadap penyakit

Lebih terperinci

BAB. I Pendahuluan A. Latar Belakang

BAB. I Pendahuluan A. Latar Belakang BAB. I Pendahuluan A. Latar Belakang Demam berdarah dengue (DBD) diketahui sebagai penyakit arboviral (ditularkan melalui nyamuk) paling banyak ditemukan di negara-negara tropis dan subtropis. World Health

Lebih terperinci

BERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA KEMENTERIAN KESEHATAN. Wabah. Penyakit. Penanggulangannya.

BERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA KEMENTERIAN KESEHATAN. Wabah. Penyakit. Penanggulangannya. No.503, 2010 BERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA KEMENTERIAN KESEHATAN. Wabah. Penyakit. Penanggulangannya. PERATURAN MENTERI KESEHATAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 1501/MENKES/PER/X/2010 TENTANG JENIS PENYAKIT

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. meningkatkan kesejahteraan rakyat secara menyeluruh. Pemberantasan penyakit. berperanan penting dalam menurunkan angka kesakitan

BAB I PENDAHULUAN. meningkatkan kesejahteraan rakyat secara menyeluruh. Pemberantasan penyakit. berperanan penting dalam menurunkan angka kesakitan BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Pembangunan kesehatan merupakan bagian dari pembangunan nasional yang dilaksanakan secara bertahap dan berkesinambungan serta ditujukan untuk meningkatkan kesejahteraan

Lebih terperinci

1 BAB I PENDAHULUAN. terhadap suatu penyakit sehingga seseorang tidak akan sakit bila nantinya terpapar

1 BAB I PENDAHULUAN. terhadap suatu penyakit sehingga seseorang tidak akan sakit bila nantinya terpapar 1 BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Imunisasi merupakan cara meningkatkan kekebalan tubuh secara aktif terhadap suatu penyakit sehingga seseorang tidak akan sakit bila nantinya terpapar penyakit tersebut

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Gudang merupakan sarana pendukung kegiatan produksi industri farmasi

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Gudang merupakan sarana pendukung kegiatan produksi industri farmasi BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Definisi Gudang merupakan sarana pendukung kegiatan produksi industri farmasi yang berfungsi untuk menyimpan bahan baku, bahan kemas dan obat jadi yang belum didistribusikan.

Lebih terperinci

2017, No Undang-Undang Nomor 4 Tahun 1984 tentang Wabah Penyakit Menular (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 1984 Nomor 20, Tambahan L

2017, No Undang-Undang Nomor 4 Tahun 1984 tentang Wabah Penyakit Menular (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 1984 Nomor 20, Tambahan L BERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA No.559, 2017 KEMENKES. Penyelenggaraan Imunisasi. Pencabutan. PERATURAN MENTERI KESEHATAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 12 TAHUN 2017 TENTANG PENYELENGGARAAN IMUNISASI DENGAN

Lebih terperinci

HUBUNGAN PENYIMPANAN VAKSIN DENGAN KERUSAKAN VAKSIN DI PUSKESMAS SE-KOTA MADYA SIBOLGA TAHUN 2015 ELSARIKA DAMANIK ABSTRAK

HUBUNGAN PENYIMPANAN VAKSIN DENGAN KERUSAKAN VAKSIN DI PUSKESMAS SE-KOTA MADYA SIBOLGA TAHUN 2015 ELSARIKA DAMANIK ABSTRAK HUBUNGAN PENYIMPANAN VAKSIN DENGAN KERUSAKAN VAKSIN DI PUSKESMAS SE-KOTA MADYA SIBOLGA TAHUN 2015 ELSARIKA DAMANIK ABSTRAK Vaksin merupakan bahan yang dipakai untuk merangsang pembentukan zat anti yang

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN 1.1. LATAR BELAKANG

BAB I PENDAHULUAN 1.1. LATAR BELAKANG 1 BAB I PENDAHULUAN 1.1. LATAR BELAKANG Novel Corona Virus yang berjangkit di Saudi Arabia sejak bulan maret 2012, sebelumnya tidak pernah ditemukan di dunia. Oleh karena itu berbeda karekteristik dengan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Peningkatan kasus infeksi human immunodeficiency virus (HIV) dan

BAB I PENDAHULUAN. Peningkatan kasus infeksi human immunodeficiency virus (HIV) dan BAB I PENDAHULUAN 1.1.Latar Belakang Peningkatan kasus infeksi human immunodeficiency virus (HIV) dan acquired immunodeficiency syndrome (AIDS) memerlukan deteksi cepat untuk kepentingan diagnosis dan

Lebih terperinci

UJI KUALITAS SERUM SIMPANAN TERHADAP KADAR KOLESTEROL DALAM DARAH DI POLTEKKES KEMENKES KALTIM

UJI KUALITAS SERUM SIMPANAN TERHADAP KADAR KOLESTEROL DALAM DARAH DI POLTEKKES KEMENKES KALTIM ISS CETAK. 2443-115X ISS ELEKTROIK. 2477-1821 UJI KUALITAS SERUM SIMPAA TERHADAP KADAR KOLESTEROL DALAM DARAH DI POLTEKKES KEMEKES KALTIM Supri Hartini, Maria Eka Suryani Politeknik Kesehatan Kemenkes

Lebih terperinci

PETUNJUK TEKNIS KEGIATAN FLYING DOCTOR HEALTH CARE DI PROVINSI PAPUA BARAT TAHUN 2012

PETUNJUK TEKNIS KEGIATAN FLYING DOCTOR HEALTH CARE DI PROVINSI PAPUA BARAT TAHUN 2012 PETUNJUK TEKNIS KEGIATAN FLYING DOCTOR HEALTH CARE DI PROVINSI PAPUA BARAT TAHUN 2012 PROGRAM : Pencegahan dan Pengendalian Penyakit 1. KEGIATAN : IMUNISASI 1. Imunisasi Bayi : HB0, BCG,DPT,POLIO,Campak

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Sustainable Development Goals (SDGs) merupakan kelanjutan dari apa yang sudah dibangun pada Millenium Development Goals (MDGs), memiliki 5 pondasi yaitu manusia,

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. penurunan angka kematian bayi dan balita (bayi dibawah lima tahun) adalah

BAB I PENDAHULUAN. penurunan angka kematian bayi dan balita (bayi dibawah lima tahun) adalah BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Indonesia masih menghadapi banyak masalah kesehatan yang cukup serius terutama dalam bidang kesehatan ibu dan anak. Salah satu faktor penting dalam penurunan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULIAN. Tuberculosis paru (TB paru) adalah penyakit yang disebabkan oleh kuman

BAB I PENDAHULIAN. Tuberculosis paru (TB paru) adalah penyakit yang disebabkan oleh kuman BAB I PENDAHULIAN 1.1 Latar Belakang Tuberculosis paru (TB paru) adalah penyakit yang disebabkan oleh kuman mycobakterium tuberculosis, kuman yang berukuran satu sampai lima micrometer, penyebarannya lewat

Lebih terperinci

Menetapkan : PERATURAN WALIKOTA BENGKULU TENTANG SISTEM RUJUKAN PELAYANAN KESEHATAN PERORANGAN.

Menetapkan : PERATURAN WALIKOTA BENGKULU TENTANG SISTEM RUJUKAN PELAYANAN KESEHATAN PERORANGAN. WALIKOTA BENGKULU PROVINSI BENGKULU PERATURAN WALIKOTA BENGKULU NOMOR 16 TAHUN 2016 TENTANG SISTEM RUJUKAN PELAYANAN KESEHATAN PERORANGAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA WALIKOTA BENGKULU, Menimbang

Lebih terperinci

KEPUTUSAN KEPALA BADAN KARANTINA PERTANIAN NOMOR: 406/Kpts/OT.160/L/4/2014 TENTANG

KEPUTUSAN KEPALA BADAN KARANTINA PERTANIAN NOMOR: 406/Kpts/OT.160/L/4/2014 TENTANG KEPUTUSAN KEPALA BADAN KARANTINA PERTANIAN NOMOR: 406/Kpts/OT.160/L/4/2014 TENTANG PEDOMAN PEMANASAN SARANG WALET UNTUK PENGELUARAN KE NEGARA REPUBLIK RAKYAT TIONGKOK DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

Lebih terperinci

METODE PENELITIAN. Kerangka Konsep. Kerangka konsep yang dibangun dalam penelitian ini digambarkan sebagai. berikut :

METODE PENELITIAN. Kerangka Konsep. Kerangka konsep yang dibangun dalam penelitian ini digambarkan sebagai. berikut : 25 METODE PENELITIAN Kerangka Konsep berikut : Kerangka konsep yang dibangun dalam penelitian ini digambarkan sebagai Manajemen Unggas di TPnA - Keberadaan SKKH - Pemeriksaan - Petugas Pemeriksa - Cara

Lebih terperinci

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA. kepatuhan (bahasa Inggris: compliance) berarti mengikuti suatu spesifikasi, standar,

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA. kepatuhan (bahasa Inggris: compliance) berarti mengikuti suatu spesifikasi, standar, BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Kepatuhan Kepatuhan berasal dari kata patuh, menurut kamus umum Bahasa Indonesia, patuh artinya suka dan taat kepada perintah atau aturan, dan berdisiplin. Kepatuhan berarti

Lebih terperinci

Stabat dalam rangka pembinaan Puskesmas. BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Pusat Kesehatan Masyarakat yang disingkat puskesmas adalah unit

Stabat dalam rangka pembinaan Puskesmas. BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Pusat Kesehatan Masyarakat yang disingkat puskesmas adalah unit Puskesmas dan sebagai bahan masukan kepada Dinas Kesehatan Kota Stabat dalam rangka pembinaan Puskesmas. BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Pengertian Puskesmas Pusat Kesehatan Masyarakat yang disingkat puskesmas

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Pengertian Puskesmas Pusat Kesehatan Masyarakat yang selanjutnya disingkat puskesmas adalah unit pelaksana teknis dinas kesehatan kabupaten/kota yang bertanggung jawab menyelenggarakan

Lebih terperinci

PERATURAN MENTERI KESEHATAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 59 TAHUN 2016 TENTANG PEMBEBASAN BIAYA PASIEN PENYAKIT INFEKSI EMERGING TERTENTU

PERATURAN MENTERI KESEHATAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 59 TAHUN 2016 TENTANG PEMBEBASAN BIAYA PASIEN PENYAKIT INFEKSI EMERGING TERTENTU PERATURAN MENTERI KESEHATAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 59 TAHUN 2016 TENTANG PEMBEBASAN BIAYA PASIEN PENYAKIT INFEKSI EMERGING TERTENTU DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA MENTERI KESEHATAN REPUBLIK INDONESIA,

Lebih terperinci

BAB IV PEMBINAAN DAN PENGAWASAN

BAB IV PEMBINAAN DAN PENGAWASAN - 25 - BAB IV PEMBINAAN DAN PENGAWASAN A. PEMBINAAN DAN PENGAWASAN 1. Pembinaan Pemeriksaan berkala yang dilakukan pada jasaboga, Kepala Dinas Kesehatan Kabupaten/Kota/KKP dan dapat melibatkan Asosiasi

Lebih terperinci

PREVALENSI ANTIBODI POLIO ANAK BALITA PASCA PEKAN IMUNISASI NASIONAL (PIN) IV DI DENPASAR, BALI.

PREVALENSI ANTIBODI POLIO ANAK BALITA PASCA PEKAN IMUNISASI NASIONAL (PIN) IV DI DENPASAR, BALI. PREVALENSI ANTIBODI POLIO ANAK BALITA PASCA PEKAN IMUNISASI NASIONAL (PIN) IV DI DENPASAR, BALI. Gendrowahyuhono* Abstrak Telah dilakukan penelitian prevalensi antibodi anak balita pasca PIN IV di Denpasar

Lebih terperinci

KODE KESALAHAN & ALARM

KODE KESALAHAN & ALARM KODE KESALAHAN & ALARM Alarm IKON ALARM ARTINYA PENGOPERASIAN Alarm Suhu Freezer Untuk menonaktifkan alarm selama 50 menit, tekan tombol mana pun. Alarm akan berbunyi, ikon suhu akan berkedip. Untuk menonaktifkan

Lebih terperinci

Swine influenza (flu babi / A H1N1) adalah penyakit saluran pernapasan yang disebabkan oleh virus Orthomyxoviridae.

Swine influenza (flu babi / A H1N1) adalah penyakit saluran pernapasan yang disebabkan oleh virus Orthomyxoviridae. Arie W, FKM Undip FLU BABI PIG FLU SWINE FLU Terbaru : Influensa A H1N1 Swine influenza (flu babi / A H1N1) adalah penyakit saluran pernapasan yang disebabkan oleh virus Orthomyxoviridae. Bersifat wabah

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. bersifat dinamis dan merupakan masalah kesehatan yang sedang dihadapi terutama

BAB I PENDAHULUAN. bersifat dinamis dan merupakan masalah kesehatan yang sedang dihadapi terutama BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Penyakit infeksi adalah penyakit yang disebabkan oleh mikroba patogen yang bersifat dinamis dan merupakan masalah kesehatan yang sedang dihadapi terutama oleh negara-negara

Lebih terperinci

PANDUAN PENDAFTARAN PASIEN RAWAT JALAN DAN PENERIMAAN PASIEN RAWAT INAP

PANDUAN PENDAFTARAN PASIEN RAWAT JALAN DAN PENERIMAAN PASIEN RAWAT INAP PANDUAN PENDAFTARAN PASIEN RAWAT JALAN DAN PENERIMAAN PASIEN RAWAT INAP BAB I DEFINISI Pelayanan pendaftaran adalah mencatat data sosial/mendaftar pasien utkmendapatkan pelayanan kesehatan yg dibutuhkan,

Lebih terperinci

BERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA

BERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA BERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA No.127, 2013 KEMENTERIAN KESEHATAN. Keracunan Pangan. Kejadian Luar Biasa. PERATURAN MENTERI KESEHATAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 2 TAHUN 2013 TENTANG KEJADIAN LUAR BIASA

Lebih terperinci

GOOD LABORATORY PRACTICE (PRAKTEK LABORATORIUM YANG BENAR) Hasil pemeriksaan laboratorium digunakan untuk :

GOOD LABORATORY PRACTICE (PRAKTEK LABORATORIUM YANG BENAR) Hasil pemeriksaan laboratorium digunakan untuk : GOOD LABORATORY PRACTICE (PRAKTEK LABORATORIUM YANG BENAR) Pelayanan laboratorium merupakan bagian integral dari pelayanan kesehatan yang diperlukan untuk menunjang upaya peningkatan kesehatan, pencegahan

Lebih terperinci

DINAS KESEHATAN KABUPATEN CIANJUR PUSKESMAS SUKALUYU Jln. Bojongsari Sukamulya, Sukaluyu Cianjur Telp

DINAS KESEHATAN KABUPATEN CIANJUR PUSKESMAS SUKALUYU Jln. Bojongsari Sukamulya, Sukaluyu Cianjur Telp DINAS KESEHATAN KABUPATEN CIANJUR PUSKESMAS SUKALUYU Jln. Bojongsari Sukamulya, Sukaluyu Cianjur 43284 Telp. 0263 2323683 PANDUAN TERTULIS UNTUK EVALUASI REAGENSIA BAB I. Definisi Evaluasi reagensia adalah

Lebih terperinci

BAB II GAMBARAN KINERJA SAAT INI

BAB II GAMBARAN KINERJA SAAT INI 6 BAB II GAMBARAN KINERJA SAAT INI 2.1 Gambaran Kinerja Aspek Pelayanan 2.1.1 Kinerja Pelayanan Laboratorium Balai Besar Laboratorium Kesehatan Surabaya sebagai Unit Pelaksana Teknis (UPT) Kementerian

Lebih terperinci

Instrumen 1: Pelayanan Jejaring Sistem Rujukan Vanguard Kegawat daruratan Ibu dan BBL (neonatal)

Instrumen 1: Pelayanan Jejaring Sistem Rujukan Vanguard Kegawat daruratan Ibu dan BBL (neonatal) Lampiran A: Instrumen bagi Rumah Sakit Instrumen 1: Pelayanan Jejaring Sistem Rujukan Vanguard Kegawat daruratan Ibu dan BBL (neonatal) Nama Fasililtas: Kabupaten: Kecamatan: Tanggal: Penilai: Pertunjukpengisian:

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN. Influenza adalah suatu penyakit infeksi saluran pernafasan. akut yang disebabkan oleh virus influenza. Penyakit ini dapat

BAB 1 PENDAHULUAN. Influenza adalah suatu penyakit infeksi saluran pernafasan. akut yang disebabkan oleh virus influenza. Penyakit ini dapat BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar belakang Influenza adalah suatu penyakit infeksi saluran pernafasan akut yang disebabkan oleh virus influenza. Penyakit ini dapat menyerang saluran pernafasan bagian atas maupun

Lebih terperinci

PENANGANAN INFLUENZA DI MASYARAKAT (SARS, H5N1, H1N1, H7N9)

PENANGANAN INFLUENZA DI MASYARAKAT (SARS, H5N1, H1N1, H7N9) PENANGANAN INFLUENZA DI MASYARAKAT (SARS, H5N1, H1N1, H7N9) INFLUENZA (FLU BURUNG, H1N1,SARS) Merupakan New Emerging Disease Penyakit menular yang disebabkan oleh virus influenza tipe A yang ditularkan

Lebih terperinci

SELAMAT ATAS PILIHAN ANDA MENGGUNAKAN LEMARI PENDINGIN (REFRIGERATOR) DOMO

SELAMAT ATAS PILIHAN ANDA MENGGUNAKAN LEMARI PENDINGIN (REFRIGERATOR) DOMO SELAMAT ATAS PILIHAN ANDA MENGGUNAKAN LEMARI PENDINGIN (REFRIGERATOR) DOMO Dengan cara pemakaian yang benar, Anda akan mendapatkan manfaat yang maksimal selama bertahun-tahun. Bacalah buku petunjuk pengoperasian

Lebih terperinci

PENUNTUN CSL Keterampilan Pengambilan Sampel Usap Tenggorok

PENUNTUN CSL Keterampilan Pengambilan Sampel Usap Tenggorok PENUNTUN CSL Keterampilan Pengambilan Sampel Usap Tenggorok Penyusun Prof. Dr. Muh. Nasrum Massi, Ph D CSL 2 Fakultas Kedokteran Universitas Hasanuddin 2017 TATA-TERTIB LABORATORIUM DAN SKILL LAB FAKULTAS

Lebih terperinci

Winarni, S. Kep., Ns. MKM

Winarni, S. Kep., Ns. MKM Winarni, S. Kep., Ns. MKM Konsep dan prinsip Patient safety Patient Safety adalah isu terkini, global, penting (high profile), dalam Pelayanan RS, (2000) WHO memulai Program Patient Safety th 2004 : Safety

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN. TB (Mycobacterium tuberculosis). Sebagian besar bakteri TB menyerang paru, tetapi

BAB 1 PENDAHULUAN. TB (Mycobacterium tuberculosis). Sebagian besar bakteri TB menyerang paru, tetapi 1 BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Tuberkulosis adalah penyakit menular langsung yang disebabkan oleh bakteri TB (Mycobacterium tuberculosis). Sebagian besar bakteri TB menyerang paru, tetapi dapat

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN. Immunodeficiency Virus (HIV)/ Accuired Immune Deficiency Syndrome (AIDS)

BAB 1 PENDAHULUAN. Immunodeficiency Virus (HIV)/ Accuired Immune Deficiency Syndrome (AIDS) BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Infeksi Menular Seksual merupakan penyakit infeksi yang ditularkan melalui aktivitas seksual dengan pasangan penderita infeksi yang disebabkan oleh virus, bakteri,

Lebih terperinci

Simulasi Kejadian Luar Biasa Flu Burung di Desa Dangin Tukadaya

Simulasi Kejadian Luar Biasa Flu Burung di Desa Dangin Tukadaya Simulasi Kejadian Luar Biasa Flu Burung di Desa Dangin Tukadaya Simulasi hari pertama : Kejadian Luar Biasa Flu Burung di Desa Dangin Tukadaya Desa Dangin Tukadaya disimulasikan sebagai daerah Kejadian

Lebih terperinci

UNIVERSITAS UDAYANA ANALISIS PERBEDAAN PENGELOLAAN VAKSIN TINGKAT PUSKESMAS DI KABUPATEN KARANGASEM DAN KABUPATEN BADUNG TAHUN 2012

UNIVERSITAS UDAYANA ANALISIS PERBEDAAN PENGELOLAAN VAKSIN TINGKAT PUSKESMAS DI KABUPATEN KARANGASEM DAN KABUPATEN BADUNG TAHUN 2012 UNIVERSITAS UDAYANA ANALISIS PERBEDAAN PENGELOLAAN VAKSIN TINGKAT PUSKESMAS DI KABUPATEN KARANGASEM DAN KABUPATEN BADUNG TAHUN 2012 OLEH NI KADEK ASTITI MULIANTARI NIM. 0820025025 PROGRAM STUDI ILMU KESEHATAN

Lebih terperinci

REPLIKASI isikhnas DAN SISTEM INFORMASI LABORATORIUM (INFOLAB) TERINTEGRASI isikhnas DI WILAYAH KERJA BALAI BESAR VETERINER DENPASAR

REPLIKASI isikhnas DAN SISTEM INFORMASI LABORATORIUM (INFOLAB) TERINTEGRASI isikhnas DI WILAYAH KERJA BALAI BESAR VETERINER DENPASAR REPLIKASI isikhnas DAN SISTEM INFORMASI LABORATORIUM (INFOLAB) TERINTEGRASI isikhnas DI WILAYAH KERJA BALAI BESAR VETERINER DENPASAR (isikhnas replication and laboratory information system isikhnas integrated

Lebih terperinci

PELAKSANAAN SURVEI AKREDITASI PUSKESMAS

PELAKSANAAN SURVEI AKREDITASI PUSKESMAS PELAKSANAAN SURVEI AKREDITASI PUSKESMAS AKREDITASI PUSKESMAS DAN KLINIK Akreditasi puskesmas adalah proses penilaian eksternal oleh Komisioner Akreditasi terhadap puskesmas apakah sesuai dengan standar

Lebih terperinci

BULETIN SISTEM KEWASPADAAN DINI DAN RESPONS

BULETIN SISTEM KEWASPADAAN DINI DAN RESPONS BULETIN SISTEM KEWASPADAAN DINI DAN RESPONS Minggu Epidemiologi Ke-52 Tahun 2016 (Data Sampai Dengan 6 Januari 2017) Website: skdr.surveilans.org Dikeluarkan oleh: Subdit Surveilans, Direktorat SKK, Ditjen

Lebih terperinci