EKSPRESI MONOSIT KEMOTAKTIK PROTEIN-1 (MCP-1) PADA ENDOMETRIOSIS TESIS

Ukuran: px
Mulai penontonan dengan halaman:

Download "EKSPRESI MONOSIT KEMOTAKTIK PROTEIN-1 (MCP-1) PADA ENDOMETRIOSIS TESIS"

Transkripsi

1 EKSPRESI MONOSIT KEMOTAKTIK PROTEIN-1 (MCP-1) PADA ENDOMETRIOSIS TESIS OLEH EDY RIZALDY DEPARTEMEN OBSTETRI DAN GINEKOLOGI FAKULTAS KEDOKTERAN UNIVERSITAS SUMATERA UTARA RSUP. H. ADAM MALIK MEDAN 2015

2 PENELITIAN INI DI BAWAH BIMBINGAN TIM 5 PEMBIMBING: Dr. dr. Henry Salim Siregar,SpOG. K dr.ichwanul Adenin, M.Ked (OG),SpOG. K PENYANGGAH : dr.aswar Aboet, M.Ked (OG), SpOG.K dr.muldjadi Affandi, M. Ked (OG),SpOG. K dr.muara P. Lubis, M.Ked (OG),SpOG Diajukanuntukmelengkapitugas tugasdanmemenuhisalahsatusyaratuntukmencapaikeahlia ndalam bidangobstetridanginekologi

3 LEMBARAN PENGESAHAN Penelitian ini telah disetujui oleh TIM 5 : PEMBIMBING : Dr. dr. Henry Salim Siregar, SpOG. K.. Pembimbing I Tgl. dr. Ichwanul Adenin, M. Ked ( OG ), SpOG. K. Pembimbing II Tgl. PENYANGGAH : dr. Aswar Aboet, M. Ked ( OG ), SpOG. K.. Divisi Fertilitas Endokrinologi dan Reproduksi Tgl. dr. Muldjadi Affendi, M. Ked ( OG ), SpOG. K.. Divisi Obstetri Ginekologi Sosial Tgl. dr. Muara P. Lubis, M. Ked ( OG ), SpOG Divisi Feto Maternal. Tgl.

4 KATA PENGANTAR Alhamdulillahi Robbil Alaamiin, Ya Allah, Berkat Rahmat dan Karunia-MU, Kemurahan, Kemudahan serta Nikmat yang diberikan, penulisan tesis ini dapat diselesaikan dengan baik. Tesis ini disusun untuk melengkapi tugas-tugas dan memenuhi salah satu syarat untuk memperoleh keahlian dalam bidang Obstetri dan Ginekologi. Sebagai manusia biasa, saya menyadari bahwa tesis ini memiliki banyak kekurangan dan jauh dari sempurna, namun demikian besar harapan saya kiranya tulisan sederhana ini dapat bermanfaat dalam menambah perbendaharaan pustaka, dengan judul : EKSPRESI MONOSIT KEMOTAKTIK PROTEIN- 1 ( MCP 1 ) PADA ENDOMETRIOSIS Dengan selesainya penelitian ini, perkenankanlah saya menyampaikan rasa terima kasih dan penghargaan yang setinggitingginya kepada yang terhormat : 1. Rektor Prof.Dr.dr.Syahril Pasaribu, DTM&H, MSc (CTM), SpA. K dan Dekan Fakultas Kedokteran, Prof.dr.Gontar Alamsyah Siregar, SpPD (KGEH) yang telah memberikan kesempatan kepada saya untuk mengikuti Program Pendidikan Dokter Spesialis di Fakultas Kedokteran USU Medan. i

5 2. Prof.dr.Delfi Lutan, MSc, SpOG. Kdan Dr.dr. M. Fidel Ganis Siregar, M.Ked(OG), SpOG. K, selaku Ketua dan Sekretaris Departemen Obstetri dan Ginekologi FKUSU Medan. 3. Dr.dr.Henry Salim Siregar, SpOG. K, dan dr. M. Rhiza Z. Tala, M.Ked(OG), SpOG. K selaku Ketua Program Studi dan Sekretaris Program Studi Pendidikan Dokter Spesialis Obstetri dan Ginekologi FKUSU Medan. 4. Kepada Prof.dr.M. Jusuf Hanafiah, SpOG. K, Prof. dr. Djafar Siddik, Sp. OG. K, Prof.dr.Hamonangan Hutapea, SpOG. K, Prof.Dr.dr.H.M.Thamrin Tanjung, SpOG. K, Prof.dr.R.Haryono Roeshadi, SpOG. K, Prof.dr.T.M.Hanafiah, SpOG. K, Prof.dr.Budi R.Hadibroto, SpOG. K, Prof.dr.Daulat H.Sibuea,SpOG. K, Prof.dr.M.Fauzie Sahil, SpOG. K, dr. Deri Edianto, M. Ked (OG), SpOG. K, dandr. M. Rusda, M. Ked (OG), SpOG. Kyang secara bersama-sama telah berkenan menerima saya untuk mengikuti Program Pendidikan Dokter Spesialis di Departemen Obstetri dan Ginekologi. Semoga Tuhan Yang Maha Esa membalas kebaikan budi guru-guru saya tersebut. 5. Kepada dr.herbert Sihite, M.Ked(OG),Sp.OG selaku Bapak angkat saya selama menjalani masa pendidikan, yang telah banyak mengayomi, membimbing,membantu serta memberikan nasehat yang bermanfaat kepada saya selama dalam pendidikan. Terima Kasih, mohon maaf jika dalam masa pendidikan saya banyak berbuat salah, Hanya Allah SWT yang bisa membalas budi baik dokter. ii

6 6. Dr.dr.Henry Salim Siregar, SpOG. K dan dr.ichwanul Adenin, M. Ked (OG), SpOG. K, selaku pembimbing tesis saya, serta dr.aswar Aboet,M. Ked(OG), SpOG. K, dr. Muldjadi Affandi, M. Ked (OG) SpOG. K, dan dr. Muara P. Lubis, M.Ked(OG), SpOG, selaku penyanggah. Terimakasih kepada para guru saya di tim 5, atas segala koreksi, kritik yang membangun, segala bantuan, bimbingan, juga waktu dan pikiran yang telah diluangkan dengan penuh kesabaran, dalam rangka melengkapi penulisan dan penyusunan tesis ini hingga dapat terselesaikan dengan baik. 7. Kepada Divisi Ginekologi FK USU yang telah memberikan izin kepada saya untuk melakukan penelitian ini. 8. Kepada dr David Luther, M. Ked (OG), SpOG selaku pembimbing Referat Magister Kedokteran Klinis Obstetri dan Ginekologi saya yang berjudul Stres Inkontinensia Urine Paska Persalinan, kepada dr. Hayu Lestari Haryono, M.Ked (OG),SpOGselaku pembimbing Referat Fetomaternal saya yang berjudul : Kelainan Ginjal pada Janin, kepada Dr. dr.binarwan Halim, M.Ked(OG), SpOG. K selaku pembimbing Referat Fertilitas Endokrinologi dan Reproduksi saya yang berjudul Penggunaan Hormon GnRH Analog sebagai Induksi Ovulasi,dan kepada dr.roy Yustin Simanjuntak, SpOG. K selaku pembimbing Referat Onkologi-Ginekologi saya yang berjudul Terapi Hormonal pada Kanker Endometrium. 9. Para guru yang sayahormati, dr. MakmurSitepu, M.Ked (OG), SpOG.K (Kasubdivfetomaternal), dr. Ichwanul Adenin, M.ked (OG), SpOG.K iii

7 (Kasubdiv FER), Prof. Dr. M. FauziSahil, SpOG.K (Kasubdiv Onkologi), sertaseluruh Staf PengajarDepartemenObstetri dan GinekologiFakultasKedokteranUniversitasSumatera Utara yang tidakdapatsayasebutkansatupersatu, secaralangsungtelahbanyakmembimbing mendidiksayasejakawalhinggaakhirpendidikan.semogaallah yang dan Yang MahaPengasihmembalasbudibaik guru-guru sayatersebut. 10. Direktur RSUP. H.Adam Malik Medanbesertaseluruhstafmedis, paramedismaupun non medis-paramedis yang telahmemberikankesempatan, saranasertabantuankepadasayauntukbekerjaselamamengikutipendidik andanselamasayabertugas di rumahsakittersebut. 11. Direktur RSUD. dr.pirngadi Medan, dr. H. Edwin Effendi, MScdanWakilDirekturPelayananMedik RSUD. dr. Pirngadi Medan dr. RushakimLubis, M. Ked (OG), SpOG, Kepala SMF Kebidanan dan PenyakitKandungan dr. SyamsulArifinNasution, M.Ked(OG), SpOG. K, Koordinator PPDS Obgin RSUD dr. Pirngadi dr. Sanusi Piliang, SpOG, Ketua Komite Medik RSUD dr. Pirngadi Medan dr. Jenius L. Tobing, M. Ked (OG), SpOGsertaseluruhstafpengajar di SMF Obgyn RSUD dr. Pirngadi Medan.Semoga Allah Yang MahaPengasihmembalasbudibaik guru-guru sayatersebut.seluruhstafmedis, paramedismaupun non medis yang telahmemberikankesempatan, iv

8 saranasertabantuankepadasayauntukbekerjaselamamengikutipendidik an dan selamasayabertugas di rumahsakittersebut. 12. Direktur RS Haji Mina Medan dankepala SMF Kebidanan dan PenyakitKandungan dr.h.muslichperangin-angin, SpOG, besertaseluruhstaf yang telahmemberikesempatan dan saranasertabimbingankepadasayaselamabertugas di rumahsakittersebut. 13. Direktur RS TembakauDeli dan kepala SMF Kebidanan dan PenyakitKandungan dr.h.sofianabduilah, SpOG dan dr.h.nazaruddin Jaffar, SpOG.K beserta seluruh staf yang memberikan kesempatan dan sarana serta bimbingan kepada saya selama bertugas di rumah sakit tersebut. 14. Direktur RSU Sundari dan Kepala SMF Kebidanan dan PenyakitKandungan, dr.h.m.haidir, MHA, SpOG, dr. Ali Akbar, M. Ked (OG), SpOG dan ibusundari, Am.Kebbesertaseluruhstaf yang telahmemberikesempatan saranasertabimbingankepadasayaselamabertugas dan di rumahsakittersebut. 15. Kepala RUMKIT DAMII Bukit BarisandanKepala SMF Kebidanan dan PenyakitKandungan, dr.m. Rizky Pratama Yudha Lubis, M. Ked(OG), SpOG, dan dr YazimYaqub, SpOGsertaseluruhstafmedis, paramedismaupun non medis-paramedis yang telahmemberikankesempatan, v

9 saranasertabantuankepadasayauntukbekerjaselamamengikutipendidik an dan selamasayabertugas di rumahsakittersebut. 16. Direktur RSUD NaganRaya dan para stafmedismaupun non medis.terimakasihatassegalakesempatan, bantuan, kerjasamadanbimbingan yang telahdiberikanselamasayabertugas di KabupatenNaganRaya - Propinsi Aceh. 17. Kepada dr.putri C. Eyanoer,MPH, dan dr. Surya Darma, MPH yang telah meluangkan waktu dan pikiran untuk membimbing saya dalam penyelesaian uji statistik tesis ini. 18. Terima Kasih kepada dr. T. Ibnu Alferraly, SpPA Ketua Departemen Patologi Anatomi FK USU, dr. Jessy Christela, M. Ked (PA), SpPA beserta staf Departemen Patologi Anatomi FK USU yang telah memberikan izin dan telah membantu saya dalam melakukan pemeriksaan imunohistokimia untuk menyelesaikan penelitian ini. 19. Bupati dan Kepala Dinas Kesehatan Kabupaten Langkat, untuk kesempatan tugas belajar yang diberikan kepada saya. 20. Kepada semua senior-senior saya dan kepadatemantemanseangkatansayasertarekan-rekan PPDS,sayaberterima kasih atas segala bimbingan dan dukungan selama ini. 21. Seluruh PPDS yang pernah menjadi tim jaga saya dan dengan kebersamaan yang indah, saling mendukung dan memberikan semangat danberkomitmendenganpenuhloyalitasdalambertugasselama menempuh pendidikan ini, saya ucapkan terima kasih. vi

10 22. Kepada seluruhstafpegawainegeridanpegawaihonorerdan seluruh petugas yang bekerja di Lingkungan Departemen Obstetri dan Ginekologi RSP.H.Adam Malik dan RSUD.dr.Pirngadi Medan, terima kasih atas bantuannya selama ini. 23. Rekandoktermuda, stafmedis, paramedismaupun non medispadaseluruhinstansiditempatsayapernahmengikutipendidikanma upunbertugas. Terimakasihatassegalakerjasama, bantuan, bimbingan, sertakebaikan yang diberikanselama masa pendidikan yang sayajalani. Sembahsujud, hormat dan terimakasih yang tidakterhinggasayasampaikankepadakeduaorang Tua saya yang tersayang dan terkasihh. M. Ramli, SEdan ibundahj. Salbiah, SST.Tiadakata yang dapatmelukiskanucapan terimakasihtersebutkepadakeduaorangtuasaya, melainkan rasa syukur yang tiadaterhinggakepadaallah SWTkarenatelahmenitipkansayakepadaorangtua yang telahmembesarkan, membimbing, mendoakan, mendidik, dan mendukungsayadenganpenuhkeikhlasan dan kasihsayang, semenjaklahirhinggasaat ini. HanyaAllah SWT yang dapatmembalaskebaikan yang telahmerekaberikanselama ini, dansemogasayadapatmenjadihiasanduniamaupunakhiratbagimerekaberd ua.hormatsaya dan terimakasih yang tidakterhinggakepadakeduamertuasaya, dr. H. Syamsudin vii

11 Nasutiondan Hj. Nuraini Harahap yang telahmendoakan, membimbing,memberipengertian, motivasi, dan semangatkepadasayadalammenjalankanpendidikanini. Hormatsaya dan terimakasih yang tidakterhinggakepadakeduaorangtuaangkatsayaalmdr.erdjanalbar,spo G.KdanIbuDewiErdjanAlbar yang telahmendoakan, membimbing, memberimotivasi dan semangatkepadasayadalammenjalankanpendidikan ini. Kepadaistrikutercintadr. Listanti Nisa Nasution, M. Ked (clinpath), SpPKsayaucapkanterimakasihtak terhingga, yang telahmendampingisayadenganpenuhpengertian,perhatian, kesetiaan,mendukungsayadenganpenuhkesabarandankasihsayang. Kepada abang : Zainal Arifin, BBA, H.M. Ansyari, SST, M. Kes, danadikdr. Nurhandayani, M. Kes, M. Ked (Ped), SpA terima kasih atas dukungannya selama menjalani pendidikan. Kepadaseluruhpihak yang sayasebutkanmaupuntidaktersebutsebelumnya, sayamemohonmaafatassegalakekhilafan yang sayalakukanselama ini, baik yang disadarimaupuntidak. Semogakitasemuaselalumenjadiorangorang yang rendahhati, ikhlas, bersyukur, sertaselaludalamampunan, kemudahan, dankasihsayang dari Allah SWT. Medan, Maret2015 viii

12 Edy Rizaldy ix

13 DAFTAR ISI Kata Pengantar Daftar Isi Daftar Gambar Daftar Tabel Daftar Singkatan Abstrak abstract BAB I Pendahuluan 1.1 Latar BelakangPenelitian 1.2 RumusanMasalah 1.3 HipotesaPenelitian 1.4 TujuanPenelitian TujuanUmum TujuanKhusus 1.5 ManfaatPenelitian ManfaatTeoritis ManfaatMetodologis ManfaatAplikatif Hal i ix xi xii xiii xv xvi BAB II TinjauanPustaka Endometriosis Epidemiologi Endometriosis EtiologidanPatogenesis Endometriosis Klasifikasi Endometriosis Diagnosis Endometriosis Penatalaksanaan Endometriosis ResponimundanReaksiinflamasidalam endometriosis Inflamasi / Rekrutmenlekosit PerananMakropag MonositKemotaktik Protein 1 Peranan MCP 1 pada endometriosis KerangkaTeori ix

14 2.8 KerangkaKonsep 35 BAB III MetodologiPenelitian RancanganPenelitian WaktudanTempatPenelitian PopulasiPenelitian SubjekPenelitian BesarSampel IdentifikasiVariabel DefinisiOperasional Cara KerjadanTeknikPengumpulan Data KerangkaKerja RancanganAnalisis BAB IV HasilPenelitiandanPembahasan 46 BAB V Kesimpulandan Saran Kesimpulan Saran Daftarpustaka Lampiran 54 x

15 xi

16 Daftar Gambar Gambar. 1. Patofisiologi Endometriosis 10 Gambar.2. Klasifikasi endometriosis 11 Gambar.3. Lembaran Klasifikasi endometriosis berdasarkan American Society for Reproduktif Medicine 12 Gambar.4. Lesi Peritoneum endometriosis 13 Gambar.5. Mekanisme endometriosis 17 Gambar.6. Kelangsungan Hidup Sel Endometrium di dalam rongga Peritoneum 22 Gambar.7. Struktur Molekul CCL2/MCP1 29 Gambar.8. Reaksi Inflamasi dan Sitokin pada Endometriosis 32 Gambar.9. Histopatologi endometriosis 33 Gambar.10. Imunohistokimia MCP-1 pada Endometrium normal dan Endometriosis 33 Gambar.11. Proportion Score 41 xi

17 Daftar Tabel Tabel.3.1. Definisi Operasional, Cara Pengukuran, dan Skala Ukur Variabel Pengukuran 39 Table Karakteristik Subjek Penelitian 46 Table Perbedaan Proporsi Monosit Kemotaktik Protein-1 berdasarkan Kelompok penelitian 49 Table Hubungan Proportion Score Ekspresi Monosit Kemotaktik Protein-1 dengan Derajat Endometriosis 50 xii

18 Daftar Singkatan ASRM : American Sosiety for Reproductive Medicine CA-125 : Cancer antigen 125 CCL2 : Chemokine Ligand 2 CCR2 : Chemokine Reseptor 2 CCR2A CCR2B GnRH ICAM-1 IL LH MCP-1 MMP MRI : Chemokine Reseptor 2A : Chemokine reseptor 2B : Gonadotropin Relasing Hormon : Intercellular Adhesion Molecule-1 : Interleukin : Luteinizing Hormone : Monocyte Chemotactic Protein-1 : Matrix Metalloproteinase : Magnetic Resonance Imaging M1 : Makropag 1 M2 mrna NK cel NSAID RANTES : Makropag : messenger Ribonucleic Acid : Natural Kill cel : Non Steroidal Anti Inflamatory Drugs : Regulated on Activacation Normal T- cel Expressed and Secreted ROS TGF- : Reactive Oxidative Stress : Transforming Growth Faktor xiii

19 TNF- VEGF VEGFR : Tumor Necrosing Factor : Vascular Endothelial Growth Faktor : Vascular Endothelial Growth Factor Receptor xiv

20 EKSPRESI MONOSIT KEMOTAKTIK PROTEIN-1 ( MCP -1 ) PADA ENDOMETRIOSIS Rizaldy E, Siregar HS, Adenin I, Aboet A, Affandi M, Lubis. MP DivisiFertilitasdanEndokrinologiReproduksi DepartemenObstetridanGinekologi FakultasKedokteran- Medan, Indonesia, Maret 2015 ABSTRAK Tujuan: Untukmengetahuiperbedaamekspresimonositkemotaktik protein 1 pada endometriosis dibandingkandengan endometrium normal. Metode:PenelitianinimerupakanpenelitiananalitikdenganrancanganCase Controlterhadap 21 parafinblokjaringan endometriosis ektopikpenderita endometriosis yang di perolehdarilaparatomiataulaparoskopidan paraffin blokjaringan endometrium normal yang diperolehdarilaparotomiataukuretasepada endometrium.dilakukan pewarnaanimunohistokimiaterhadapjaringantersebutdenganmenggunakanantrumgaster sebagaikontrolpositif.hasilpenelitiandiinterpretasikanberdasarkankekuatanintensitas warnadandianalisasecarastatistik. HasilPenelitian: Dari 21 kasus endometriosis yang diamati, sebanyak 21 (100%) jaringan endometrium ektopikpenderita endometriosis terwarnaidenganintensita +1, +2 dan +3 sedangkan 21 kasusdari endometrium normal, keseluruhannya terwarnaindenganintensitasnegatif. EkspresiMonositKemotaktik Protein -1 (MCP-1) padajaringan endometrium ektopikpenderita endometriosis lebihtinggidibandingkan endometrium normal danbermaknasecarastatistik (p<0.05).berdasarkanperbandingan antaraproporsimonositkemotaktik Protein -1 (MCP-1) dengan stadium endometriosis terbanyakadalah3 (55,6%) danstadium 4 (44,4%) pada stadium 4, sedangkan proporsi skor ekspresi MCP-1 dengan score 2 seluruhnya dengan stadium 4(100%) dan Proportion score ekspresi MCP-1 dengan score 3 pada stadium 4 adalah 4 (54,5%) dan terendah dengan stadium 2 adalah 2 (18,2%). Dengan fisher exact test didapat nilai p >0,05 yang berarti tidak ada hubungan yang bermakna nilai proporsi ekspresi MCP -1 jaringan endometriosis dengan endometrium normal. Kesimpulan:TerdapathubunganEkspresiMonositKemotaktik Protein -1 (MCP -1) wanitadengan endometriosis dibandingkandenganwanitadengan endometrium normal.terdapatperbedaan yang bermaknaantarawanitadengan endometriosis dan endometrium normal.. Kata Kunci :Endometriosis, MonositKemotaktik Protein -1 (MCP -1), Imunohistokimia xv

21 EXPRESSION OF MONOCYTE CHEMOTACTIC PROTEIN-1 (MCP-1) ON ENDOMETRIOSIS Rizaldy E, Siregar HS, Adenin I, Aboet A, Affandi M, Lubis. MP Fertility and Endocrinology Reproduction-Obstetric and Gynecologic Departement Faculty of Medicine University of Sumatera Utara Medan, Indonesia March2015 ABSTRACT Objective:Todetermine differences inthe expression ofmonocytechemotacticprotein-1in endometriosiscomparedwithnormalendometrium. Methods:This analytical studywithcase-controldesignexamined21paraffinblock sectopicendometriosispatients with endometriosisthat was obtainedfrom laparotomyorlaparoscopyandparaffinblocksof normalendometrialtissue which obtainedfromlaparotomyorcurettageof the endometrium. Immunohistochemical stainingof the tissuewas performed by usingantrum gastricas apositive control.the resultswere interpretedbased on the strengthof colorintensityandstatisticallyanalyzed. Results:21 cases of endometriosis were observed, as many as 21 (100%) patients with endometriosis ectopic endometrial tissue stained with intensity +1, +2 and +3, while 21 cases of normal endometrium, the whole stained with negative intensity. Expression of Monocyte chemotactic protein 1 (MCP-1) in patients with endometriosis ectopic endometrial tissue is higher than normal endometrium and statistically significant (p <0.05). Based on the comparison between the proportion of Monocyte Chemotactic Protein 1 (MCP-1) with the majority of endometriosis stage is 3 (55.6%) and stage 4 (44.4%) in stage 4, whereas the proportion of expression scores MCP- 1 with a score 2 all of stage 4 (100%) and Proportion scores expression of MCP-1 with a score 3 in stage 4 is 4 (54.5%) and the lowest with stage 2 is 2 (18.2%). With Fisher exact test was obtained value p> 0.05, which means there is no significant relationship MCP-1 expression value proportion with normal endometrium of endometriosis tissue. Conclusions:Monocytechemotacticprotein-1 (MCP-1)expressionwas significantly associated withendometriosis women than withnormalendometrium women, with aasignificant differencebetweenwomenwithendometriosisandnormalendometrium. Keywords:Endometriosis, MonocyteChemotacticProtein1 (MCP-1), Immunohisto chemistry xvi

22 EKSPRESI MONOSIT KEMOTAKTIK PROTEIN-1 ( MCP -1 ) PADA ENDOMETRIOSIS Rizaldy E, Siregar HS, Adenin I, Aboet A, Affandi M, Lubis. MP DivisiFertilitasdanEndokrinologiReproduksi DepartemenObstetridanGinekologi FakultasKedokteran- Medan, Indonesia, Maret 2015 ABSTRAK Tujuan: Untukmengetahuiperbedaamekspresimonositkemotaktik protein 1 pada endometriosis dibandingkandengan endometrium normal. Metode:PenelitianinimerupakanpenelitiananalitikdenganrancanganCase Controlterhadap 21 parafinblokjaringan endometriosis ektopikpenderita endometriosis yang di perolehdarilaparatomiataulaparoskopidan paraffin blokjaringan endometrium normal yang diperolehdarilaparotomiataukuretasepada endometrium.dilakukan pewarnaanimunohistokimiaterhadapjaringantersebutdenganmenggunakanantrumgaster sebagaikontrolpositif.hasilpenelitiandiinterpretasikanberdasarkankekuatanintensitas warnadandianalisasecarastatistik. HasilPenelitian: Dari 21 kasus endometriosis yang diamati, sebanyak 21 (100%) jaringan endometrium ektopikpenderita endometriosis terwarnaidenganintensita +1, +2 dan +3 sedangkan 21 kasusdari endometrium normal, keseluruhannya terwarnaindenganintensitasnegatif. EkspresiMonositKemotaktik Protein -1 (MCP-1) padajaringan endometrium ektopikpenderita endometriosis lebihtinggidibandingkan endometrium normal danbermaknasecarastatistik (p<0.05).berdasarkanperbandingan antaraproporsimonositkemotaktik Protein -1 (MCP-1) dengan stadium endometriosis terbanyakadalah3 (55,6%) danstadium 4 (44,4%) pada stadium 4, sedangkan proporsi skor ekspresi MCP-1 dengan score 2 seluruhnya dengan stadium 4(100%) dan Proportion score ekspresi MCP-1 dengan score 3 pada stadium 4 adalah 4 (54,5%) dan terendah dengan stadium 2 adalah 2 (18,2%). Dengan fisher exact test didapat nilai p >0,05 yang berarti tidak ada hubungan yang bermakna nilai proporsi ekspresi MCP -1 jaringan endometriosis dengan endometrium normal. Kesimpulan:TerdapathubunganEkspresiMonositKemotaktik Protein -1 (MCP -1) wanitadengan endometriosis dibandingkandenganwanitadengan endometrium normal.terdapatperbedaan yang bermaknaantarawanitadengan endometriosis dan endometrium normal.. Kata Kunci :Endometriosis, MonositKemotaktik Protein -1 (MCP -1), Imunohistokimia xv

23 EXPRESSION OF MONOCYTE CHEMOTACTIC PROTEIN-1 (MCP-1) ON ENDOMETRIOSIS Rizaldy E, Siregar HS, Adenin I, Aboet A, Affandi M, Lubis. MP Fertility and Endocrinology Reproduction-Obstetric and Gynecologic Departement Faculty of Medicine University of Sumatera Utara Medan, Indonesia March2015 ABSTRACT Objective:Todetermine differences inthe expression ofmonocytechemotacticprotein-1in endometriosiscomparedwithnormalendometrium. Methods:This analytical studywithcase-controldesignexamined21paraffinblock sectopicendometriosispatients with endometriosisthat was obtainedfrom laparotomyorlaparoscopyandparaffinblocksof normalendometrialtissue which obtainedfromlaparotomyorcurettageof the endometrium. Immunohistochemical stainingof the tissuewas performed by usingantrum gastricas apositive control.the resultswere interpretedbased on the strengthof colorintensityandstatisticallyanalyzed. Results:21 cases of endometriosis were observed, as many as 21 (100%) patients with endometriosis ectopic endometrial tissue stained with intensity +1, +2 and +3, while 21 cases of normal endometrium, the whole stained with negative intensity. Expression of Monocyte chemotactic protein 1 (MCP-1) in patients with endometriosis ectopic endometrial tissue is higher than normal endometrium and statistically significant (p <0.05). Based on the comparison between the proportion of Monocyte Chemotactic Protein 1 (MCP-1) with the majority of endometriosis stage is 3 (55.6%) and stage 4 (44.4%) in stage 4, whereas the proportion of expression scores MCP- 1 with a score 2 all of stage 4 (100%) and Proportion scores expression of MCP-1 with a score 3 in stage 4 is 4 (54.5%) and the lowest with stage 2 is 2 (18.2%). With Fisher exact test was obtained value p> 0.05, which means there is no significant relationship MCP-1 expression value proportion with normal endometrium of endometriosis tissue. Conclusions:Monocytechemotacticprotein-1 (MCP-1)expressionwas significantly associated withendometriosis women than withnormalendometrium women, with aasignificant differencebetweenwomenwithendometriosisandnormalendometrium. Keywords:Endometriosis, MonocyteChemotacticProtein1 (MCP-1), Immunohisto chemistry xvi

24 BAB I Pendahuluan 1.1. Latar Belakang Penelitian. Endometriosis merupakan penyakit yang timbul pada 10% wanita reproduktif dan memiliki gejala nyeri pelvis, dismenorea, dan infertilitas. 1 Endometriosis didefinisikan sebagai timbulnya jaringan endometrium diluar kavum uteri. 2 Berdasarkan teori Sampson s, endometriosis berasal dari menstruasi yang retrogad yaitu penyakit yang berasal dari implantasi endometriosis dan pertumbuhan jaringan endometrium yang mencapai rongga peritoneal. 3 Dalam beberapa tahun terakhir, disfungsi imunologis telah dianggap sebagai satu faktor penyebab didalam perkembangan endometriosis, dan bisa jadi merupakan penyebab nyeri dan penurunan fertilitas pada sebagian pasien. Salah satu kelainan yang secara konsisten dilaporkan adalah aktivasi monosit dan pengambilannya kedalam kavum peritoneum pasien. Monosit/makrofag yang teraktivasi diketahui mensekresi banyak faktor angiogenik dan pertumbuhan lainnya, yang dapat mendorong pertumbuhan eksplan endometrium serta molekul proinflamasi lainnya, yang berakibat pada tereksaserbasinya reaksi inflamasi yang dijumpai pada kavum peritoneum pasien dengan endometriosis. 4 MCP-1 merupakan kemokin yang kandungan utama biologisnya yang diketahui sampai sekarang ini adalah aktivasi dan 1

25 pengambilan monosit kedalam tempat inflamasi. Selanjutnya, juga diketahui bahwa konsentrasi dan aktivitas biologis MCP-1 yang meningkat, baik pada cairan peritoneum maupun serum pasien dengan endometriosis. 4 Makrofag diaktifkan dari reaksi inflamasi dan sering berkontribusi pada patogenesis dari penyakit yang mendasarinya.monosit kemotaktik protein 1 dalam lesi inflamasi dimediasi oleh beberapa faktor.monosit Chemotactic Protein-1 (MCP- 1) adalah salah satu Faktor kemotaktik ampuh untuk monosit / makrofag. MCP-1 disekresikan oleh sejumlah tipe sel termasuk sel stroma endometrium, dan dalam cairan peritoneal pada wanita dengan endometriosis. 5 MCP-1 mungkin penting dalam perekrutan dan aktivasi makrofag peritoneal pada pasien endometriosis.laporan penelitian Jolicoeur et.al, mengatakan dengan adanya penyakit, peningkatan regulasi ekspresi MCP-1 muncul in vivo dan dapat in situ di endometrium rahim. Pada wanita dengan endometriosis, MCP-1 diangkat dalam kelenjar endometrium, baik di tingkat protein (imunohistokimia) dan mrna (in situ hibridisasi).hal ini diamati di seluruh siklus menstruasi dan bervariasi sesuai dengan tahap penyakit. Temuan ini sangat mendukung kehadiran perubahan patofisiologi eutopik pasien endometriosis dan membuat masuk akal MCP-1 sebagai mediator sel efektor utama terlibat dalam patogenesis penyakit. 6 2

26 Peneliti ingin meneliti bagaimana ekspresi Monosit KemotaktikProtein-1 pada endometriosis jika dibandingkan endometrium normal.belum adanya penelitian ini di Departemen Obstetri dan Ginekologi Fakultas Kedokteran Universitas Sumatera Utara, RSUP. H. Adam Malik Medan. 1.2.Rumusan Masalah. Bagaimana ekspresi monositkemotaktik protein-1pada jaringan pasien dengan endometriosis dibandingkan subjek dengan endometrium normal? 1.3. Hipotesa Penelitian. Ada perbedaan ekspresi monositkemotaktik protein-1 dengan menggunakan pemeriksaan imunohistokimia pada endometriosis dibandingkan endometrium normal Tujuan Penelitian Tujuan umum: Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui perbedaanekspresi monositkemotaktik protein-1 padaendometriosis dibandingkan endometrium normal. 3

27 1.4.2.Tujuan khusus: 1. Untuk mengetahui distribusi frekwensi karakteristik paritas dan usia pada endometriosis dibandingkan endometrium normal. 2. Untuk mengetahui nilai ekspresimonosit kemotaktik protein- 1padaendometriosis dan endometrium normal. 3. Untuk mengetahui perbedaan ekspresi monositkemotaktik protein-1 pada endometriosis berdasarkan derajat endometriosis 1.5. Manfaat penelitian Manfaat teoritis. Dapat diketahui bagaimana ekspresi monositkemotaktik protein-1pada endometrium penderita endometriosis dan endometrium normal. Sekaligus diharapkan dapat menjadi dasar pada penelitian selanjutnya pada endometriosis Manfaat Metodologis. Dapat diketahui bagaimana pemeriksaan ekspresi monositkemotaktik protein-1pada endometriosis dan endometrium normal dengan pemeriksaan imunohistokimia Manfaat Aplikatif. Penelitian ini diharapkan bermanfaat untuk memperoleh data tentang bagaimana ekspresi monositkemotaktik protein-1pada 4

28 endometriosis dapat menjadi salah satu landasan pilihan pemeriksaan dan mendiagnosapenderita endometriosis. 5

29 BAB II Tinjauan Pustaka 2.1. Endometriosis. Endometriosis didefinisikan susunan jaringan ( sel-sel kelenjar dan stroma ) abnormal mirip endometrium ( endometrium like tissue ) yang tumbuh di sisi luar kavum uterus dan memicu reaksi peradangan menahun EpidemiologiEndometriosis. Endometriosis merupakan penyakit progresif ginekologi yang sering ditemukan.endometriosis merupakan penyakit yang jinak akan tetapi endometriosis memiliki karakteristik keganasan seperti morfologi yang abnormal, invasi selular, dan neoangiogenesis. Endometriosis juga berpengaruh dengan infertilitas dan tidak dapat diobati yang didiagnosis pada 68% pasien yang menderita infertilitas. 3 Endometriosis merupakan penyakit yang sering terjadi yaitu sekitar 5% - 10% dari wanita usia reproduktif dan 60-80% dari wanita infertil atau wanita dengan nyeri pelvis. Dengan usia rata- rata 25 hingga 30 tahun. Banyak sekali penderita endometriosis yang tak bergejala, sehingga tidak waspada akan keadaannya. Meski endometriosis sering terkait dengan infertilitas, tetapi banyak pula 6

30 penderita endometriosis mencapai kehamilan tanpa penanganan, sehingga penyakit itu tidak sempat terdiagnosis Etiologi dan Patogenesis Endometriosis. Insidensi endometriosis meningkat dengan adanya penundaan kehamilan, riwayat penyakit yang sama di keluarga, penurunan insidensi pada penggunaan kontrasepsi oral, dan paparan terhadap toksin tertentu seperti dioksin. 7 Adhesi sel eksfoliata ke permukaan peritoneal akan menyebabkan pertumbuhan endometriosis. Sejumlah protein adhesif dan proteoglikan terlibat dalam proses ini.sejumlah penelitian membuktikan bahwa darah menstruasi mengandung zat yang dapat mengubah morfologi mesotelium peritoneal menjadi tempat adesi di sel peritoneal. Setelah itu, sel eksfoliataakan berproliferasi dan menginvasi jaringan peritoneal. Perkembangan endometriosis akan didukung dengan proses vaskularisasi. 8,9 Penyebab dan patofisiologi terjadinya endometriosis masih belum pasti. Beberapa hipotesa dibuat oleh para peneliti, yaitu: 1. Teori CoelomicMetaplasia. Pada awalnya teori ini diungkapkan oleh Mayer.Diketahui bahwa peritoneum pelvis, epitel germinal dari ovarium, dan duktus mullerian berasal dari epitelium coelomic.berdasarkan hipotesis Mayer, endometriosis timbul akibat pengaruh 7

31 transformasi bergantung hormon dari sel yang berjalan antara peritoneum ke mullerian.mayer juga menyatakan adanya infeksi atau stimulus lainnya dapat menyebabkan metaplasia dan menyebabkan endometrioisis di pelvis. Hipotesis ini semakin diperkuat dengan adanya penemuan endometriosis pada wanita prepubertas, wanita dengan ameorea primer, dan kasus endometriosis yang jauh misalnya pada rongga pleura. 10,11 2. Teori Induksi. Teori ini merupakan kelanjutan dari teori metaplasia yangmenyatakan faktor imunologi atau substansia biokemikal endogen dapat menginduksi sel undiferensiasi menjadi sel diferensiasi pada jaringan endometrium. Teori ini dikemukakan oleh Levander dan Normann yang menanamkan potongan dinding uterus yang diambil dari kelinci yang hamil ke jaringan subkutan kelinci betina berusia 2 bulan dan kemudian distimulasi dengan gonadotropin. 10,11 3. Teori penyebaran darah dan limfe. Endometriosis pada daerahnya yang jauh seperti pleura, umbilikus, rongga retroperitoneal dan ekstremitas bawah sering dihubungkan dengan penyebaran melalui darah. Endometriosis pada vagina dan serviks berhubungan dengan penyebaran melalui saluran limfe. 10,11 8

32 4. Teori Dmowski. Teori ini menyatakan wanita dengan defisit sel imun terutama reduksi limfosit T cenderung menderita endometriosis. 10,11 5.Teori Menstruasi Retrograde. Teori ini menyatakan bahwa darah menstrusi pada saat haid masuk kedalam kavum peritoneum melalui tuba akibat kontraksi yang tidak adekuat. Potongan endometrium tersebut kemudian mengimplantasikan dalam mesotelium.teori ini tidak dapat mejelaskan endometriosis letak jauh. 10,11 Teori yang paling luas diterima pada saat ini adalah teori implantasi yang diusulkan oleh Sampson pada pertengahan tahun an yang dapat menjelaskan mekanisme yang logis untuk terjadinya kebanyakan lesi endometriosis tetapi tidak dapat menjelaskan mengapa endometriosis terjadi pada sebagian kecil wanita tetapi tidak terjadi pada kebanyakan wanita. Kebanyakan wanita mengalami menstruasi retrograde (76-90%) ke dalam kavum peritoneum tetapi endometriosis terjadi hanya 5-10% saja 3. Oleh karena itu, perkembangan endometriosis kemungkinan tidak hanya melibatkan menstruasi retrograd tetapi melibatkan faktor-faktor lain pada tingkat molekuler yaitu defek genetik atau sistem imun atau kedua seperti adesi dan invasi sel-sel endometrium, proliferasi, angiogenesis dan lepasnya dari pengawasan sistem imun. 9

33 Lebih lanjut predisposisi genetik tampaknya terlibat dalam patogenesis endometriosis. 43 Gambar 1.Patofisiologi Endometriosis Klasifikasi Endometriosis. Klasifikasi berdasarkan American Society of Reproductive Medicine (ASRM) pada endometriosis dibagi menjadi 4 tahap yaitu tahap pertama atau minimal, tahap kedua atau ringan, tahap ketiga atau sedang, dan tahap keempat atau berat. Tahap ini didasarkan pada lokasi, luas dan kedalaman invasi endometriosis, ada tidaknya serta keparahan adhesi endometrium dan ada tidaknya serta ukuran endometrioma ovarium. 12,13 10

34 Pada umumnya wanita dengan endometriosis minimal maupun ringan akan beradhesi ringan dan implantasi yang superfisial. Endometriosis sedang dan berat dengan karakteristik kista coklat dan adhesi yang berat. Klasifikasi endometriosis tidak berhubungan dengan gejala yang timbul. 12,13 Gambar 2. Klasifikasi Endometriosis

35 Klasifikasi yang dianjurkan oleh American Fertility Society (AFS) adalah: Gambar 3. Lembaran Klasifikasi Endometriosis berdasarkan Klasifikasi American Society for Reproductive Medicine 12

36 Berdasarkan hasil laparoskopi diagnostik didapatkan jumlah skor: (1) Stadium I (minimal) : 1 5 (2) Stadium II (mild) : 6 15 (3) Stadium III (moderate) : (4) Stadium IV (servere) : bila berkisar ,13 Gambar 4.Lesi Peritoneum Endometriosis Diagnosis Endometriosis. Untuk menegakkan diagnosa endometriosis, dibuat atas dasar anamnesis dan pemeriksaan fisik dipastikan dengan laparoskopi Anamnesis. Adanya riwayat nyeri yang berhubungan dengan siklus haid, nyeri pelvik kronik, nyeri senggama, infertilitas atau haid yang 13

37 tidak teratur.nyeri haid atau biasa disebut dismenorea dapat menjadi gelaja endometriosis ataupun patologi pelvis lainnya seperti fibroid uterin atau adenomiosis.nyeri haid yang parah dapat disertai dengan mual, muntah, dan diare.dismenorea primer yang awalnya timbul pada tahun pertama dimulai dari pertama kali mendapatkan haid dan berkesinambungan hingga seterusnya biasanya tidak berhubungan dengan endometriosis. Dismenorea sekunder yang timbul pada usia dewasa harus diperhatikan dan biasanya semakin parah seiring berjalannya usia. 12 Endometriosis yang menyebabkan nyeri senggama disebut dispareunia.penetrasi yang dalam menyebabkan nyeri pada lingkaran ovarium dan menyebabkan jaringan parut pada puncak vagina. Nyeri juga dapat disebabkan akibat sentuhan penetrasi ke nodul endometriosis dibelakang uterus atau pada ligamen uterosakral yang menghubungkan serviks dengan sakrum. 12 Banyak penelitian menunjukkan endometriosis dapat menyebabkan infertilitas.endometrosis dapat ditemukan pada 50%pasien infertil.pasien dengan endometriosis sedang dan berat memiliki kemungkinan hamil hanya sekitar 2%. Akan tetapi tidak semua pasien endometriosis akan mengalami infertilitas. 12 Banyak kasus endometriosis ringan dan sedang tanpa adhesi juga mengalami infertilitas.banyak teori menghubungkannya dengan proses inflamasi, sistem imun yang 14

38 terganggu, perubahan hormonal, gangguan fungsi tuba fallopi, dan masalah pada implantasi. Pada endometriosis sedang dan berat, infertilitas disebabkan oleh penghambatan pengeluaran sel telur dan proses penutupan jalan sperma pada tuba falopi oleh endometriosis Pemeriksaan fisik. Pada pemeriksaan dapat ditemukan massa kenyal dibelakang serviks pada pemeriksaan vaginal dan rektal. Salah satu atau kedua ovarium dapat membesar Laparoskopi. Laparoskopi merupakan gold standard dalam menegakkan diagnosa pasti suatu endometriosis yaitu dengan cara melihat langsung ke dalam rongga abdomen.tampak lesi endometriosis yang berwarna merah atau kebiruan, berkapsul dan juga terlihat lesi endometriosis yang minimal.klasifikasi endometriosis dapat dinilai dari hasil laparoskopi. Skor 1-15 menunjukkan endometriosis minimal dan ringan, skor 16 dan selebihnya menunjukkan endometriosis sedang dan berat. 13 Endometriosis merupakan penyakit invasif dan didiagnosis berdasarkan laparoskopi yang bersifat traumatik dan memiliki risiko timbulnya komplikasi seperti cedera pembuluh besar ataupun cedera usus.untuk itu diperlukan pemeriksaan yang cepat, terpercaya, dan tidak invasif dalam mendiagnosis penyakit ini.selama ini marker 15

39 serum CA-125 dapat digunakan sebagai alat diagnosis dan manajemen endometriosis tahap lanjut.kadar CA-125 mengalami peningkatan pada endometriosis. Akan tetapi, CA-125 juga meningkat pada kondisi lain seperti neoplasma ovarium, mioma uteri dan penyakit radang pelvik sehingga memiliki spesifisitas yang tidak bermakna untuk menegakkan diagnosa endometriosis. CA-125 memiliki peranan untuk follow up endometriosis yang telah atau sedang menjalani terapi medis maupun terapi pembedahan. 14 Pemeriksaan dapat dilakukan dengan mendeteksi mrna overekspresi di darah tepi pasien dengan kanker melalui alat real time reverse transcription polymerase chain reaction (RT PCR). Vascular endothelial growth factor A (VEGFA) merupakan substansi untuk mengstimulasi proses angiogenesis dan meningkatkan permeabilitas pembuluh darah pada endometriosis. Matriks metalloproteinase-3 (MMP-3) berperan dalam proses degenerasi dan remodeling matriks ekstraselular, menstimulasi proliferasi sel, apoptosis, dan menginduksi migrasi sel. 15,16 Selain itu juga didapatkan penelitian bahwa cairan peritoneal dapat digunakan untuk mendiagnosis endometriosis melalui sitokin dan marker imunologi lainnya.bahkan terdapat penelitian yang menunjukkan ekspresi MMP dapat ditemukan meningkat pada urin penderita endometriosis.penelitian lain juga menggunakan interleukin- 6 dan tumor necrosis factor (TNF) sebagai penanda 16

40 endometriosis.marker diagnosis endometriosis juga dapat diambil dari ekspresi gen dengan metode hibridisasi. 15,16 Beberapa penelitian dipusatkan pada IL-8 dan monocyte chemotactic protein-1 (MCP-1). IL-8 merupakan agen angiogenik yang poten, chemoattractant dan activating cytokine untuk granulosit, sedangkan MCP-1 adalah chemoattractant dan activating cytokine untuk monosit dan makrofag. Sumber dari cytokines termasuk endometrium dan peritoneal mesothelium. Konsentrasi IL-8 dan MCP- 1 meningkat dalam cairan peritoneal pada wanita dengan endometriosis dibandingkan dengan wanita sehat dan peningkatan konsentrasi cytokines ini berhubungan dengan derajat keparahan penyakit. 26 Gambar 5. Mekanisme Endometriosis

41 Penatalaksanaan Endometriosis. Endometriosis dapat ditangani dengan berbagai cara yaitu: 1. Medisinalis. Terapi medisinalis pada endometriosis bertujuan untuk menurunkan ukuran massa dan menangani nyeri pelvis yang timbul. Regimen pengobatan yang selama ini digunakan adalah progesteron, kombinasi estrogen-progesteron, antiprogesteron, danazol, dan agonis gonadotropine releasing hormone.obat obatan ini cukup efektif dalam menurunkan massa endometriosis serta mengurangi nyeri pelvis yang timbul. Keuntungan penggunaan progesteron adalah efek samping yang minimal dan harga yang terjangkau. 17,18,19 Mekanisme regimen ini berhubungan dengan level aksis hipotalamus-pituitari. Supresi pelepasan gonadotropin dan deplesi kadar estrogen akan meregresi massa endometriosis dan nyeri pelvis. Hal ini disebabkan penurunan steroidogenesis pada ovarium. Supresi steroid ovarium dan diinduksi kondisi hipoestrogenik mencegah pertumbuhan di endometrium. 17,18,19 Progesteron merupakan agen imunosupresif yang poten yang dapat memblok kerja dan pelepasan sitokin.analog agonis gonadotropine releasing hormone dan danazol bekerja melalui sistem ini. Sitokin dan faktor pertumbuhan dari sel imun peritoneum meregulasi pertumbuhan di endometrium. 17,18,19 18

42 Selain itu, juga terdapat penelitian yang menunjukkan bahwa metformin dapat meregresi pertumbuhan endometriosis pada tikus dengan cara peningkatan penghambat matriks metalloproteinase-2 dan MMP-9.Di Korea didapatkan penelitian ekstrak cervus elarvus dapat menurunkan kadar matriks metalloproteinase-2 dan MMP-9.Di China juga didapatkan penelitian kapsul Guizhi Fuling dapat menurunkan volume besarnya endometriosis. 17,18,19 2. Pengobatan operatif. Pengobatan operatif dapat melalui eksisi ataupun ablasi. Terdapat penelitian yang menunjukkan 63% proses ablasi akan menimbukan gejala kembali. Adhesiolisis terbukti efektif dalam mengurangi gejala nyeri dengan cara mengembalikan bentuk normal anatomis. Prosedur operatif dapat berupa reseksi endometrioma, neurektomi presakral, dan histerektomi dengan bilateral ooforektomi Responimundan Reaksi inflamasi dalamendometriosis. Banyak faktor yang diduga memainkan peran dalam patogenesis endometriosis :untuk memungkinkan dan mempertahankan keberlangsungan hidup dan proliferasi sel endometrium. Faktor- faktor tersebut meliputi molekul-molekul bioaktif seperti hormon, growth factor, sitokin, dan prostaglandin. Demikian juga berbagai tipe sel yang terdapat 19

43 pada lesi endometriosis seperti sel imun, sel epitel endometrium, sel stroma, dan sel endotel vaskular. 35 Diantara berbagai faktor tersebut, sel imun tampaknya memiliki peran penting dalam hal penerimaan dan penolakan sel sel endometrium yang mengalami refluks. Selain fungsi utama mereka, sel sel imun juga berkontribusi terhadap proses perkembangan penyakit dengan mensekresikan berbagai sitokin yang mengontrol proliferasi sel, inflamasi, angiogenesis, dan sebagainya. Memang, berbagai sel imun seperti limfosit T dan B, sel Natural Killer, makrofag, dan sel mast telah terbukti didapati pada lesi sel endometriosis, yang menunjukkan adanya potensi peranan sel ini terhadap proses terjadinya penyakit. 35 Hasil pengamatan menunjukkan bahwa wanita dengan endometriosis mengalami peningkatan respon inflamasi dan perubahan fungsi imun. Sitokin dan sel-sel imun diduga dapat memodulasi perkembangan dan perilaku inflamasi dari implantasi endometriotik. Peningkatan jumlah makrofag yang teraktivasi dapat diamati pada cairan peritoneum penderita endometriosis. 24 Osterlynck dkk menyatakan adanya penurunan aktivitas dan sitotoksisitas sel natural killer di cairan peritoneum. Berkurangnya jumlah sel T yang teraktifasi dan sel dendritik matur merupakan temuan lain yang dapat diamati pada wanita dengan endometriosis. 36 Bahwa endometriosis dihubungkan dengan sebuah keadaan inflamasi subklinis peritoneum yang ditandai oleh peningkatan volume cairan peritoneum, peningkatan konsentrasi sel darah putih cairan 20

44 peritoneum (terutama makrofag dengan peningkatan aktivitasnya), dan peningkatan sitokin inflamasi, faktor pertumbuhan, dan substansi penyokong angiogenesis. Telah dilaporkan pada baboon bahwa inflamasi subklinis peritoneum terjadi selama menstruasi dan setelah injeksi peritoneum intrapelvik. Tingkat aktivasi basal yang lebih tinggi dari makrofag peritoneum pada pasien dengan endometriosis dapat mengganggu fertilitas dengan cara menurunkan motilitas sperma, meningkatkan fagositosis sperma, atau mengganggu fertilisasi, mungkin dengan meningkatkan kadar sitokin seperti TNF-α.TNF-α juga dapat memfasilitasi implantasi endometrium pada pelvis.perlekatan sel-sel stroma endometrium ke dalam sel-sel mesotel in vitro telah ditingkatkan dengan pretreatment sel-sel mesotel dengan dosis fisiologis TNF-α. Makrofag atau sel lain bisa menyokong pertumbuhan sel-sel endometrium dengan cara mensekresi growth factor dan angiogenetic factor sepertiepidermal growth factor (EGF), macrophage-derived growth factor (MDGF), fibronektin, dan adhesion molecule seperti integrin. Setelah perlekatan sel-sel endometrium ke peritoneum, terjadi invasi dan pertumbuhan lebih lanjut yang tampaknya diregulasi oleh matrix metalloproteinase (MMP) dan inhibitor jaringannya. 43 Sitokin inflamasi memainkan peran sentral dalam regulasi proliferasi, aktivasi, motilitas, adesi, kemotaksis dan morfogenesis dari sel. Beberapa sitokin seperti IL-1, IL-5, IL-6, IL-8, IL-15, monocyte chemotactic protein-1 (MCP-1), TNF-α, transforming growth factor-β (TGF-β) dan Regulated on Activation, Normal T-cell Expressed dan Secreted 21

45 (RANTES) telah diimplikasikan dalam patogenesis endometriosis. Telah juga diobservasi bahwa kadar beberapa sitokin dalam cairan peritoneum dan serum berkorelasi dengan keparahan penyakit. Ekspresi TNF-α, IL-8, dan MCP-1 lebih tinggi pada endometriosis tingkat dini dan menurun pada endometriosis tingkat lanjut, sementara ekspresi TGF-β menurun dengan penurunan keparahan penyakit. RANTES juga meningkat dalam cairan peritoneum wanita dengan penyakit yang lebih berat. 42 Gambar 6.Kelangsungan hidup dari Sel Endometrium di dalam Rongga Peritoneum. 2 22

46 2.3. Inflamasi / Rekrutmen lekosit. Rekrutmen leukosit dari kompartemen intravaskular ke tempat jaringan inflamasi membantu untuk melindung dari mikroorganisme yang menginvasi dan gangguan lain. Rekrutmen leukosit mengikuti kaskade adesi multitingkat yang diregulasi secara ketatyaitu : 44,45 1. Leukocyte capture. Pada waktu pengenalan patogen dan aktivasi oleh patogen, makrofag yang menetap di jaringan yang mengalami aktivasi melepaskan sitokin-sitokin seperti IL-1, TNF-α dan kemokin. IL-1 dan TNF-α menyebabkan endotel-endotel pembuluh darah yang dekat dengan tempat inflamasi mengekspresikan cellular adhesion molecule, termasuk selektin. Leukosit sirkulasi ditarik ke arah tempat inflamasi karena adanya kemokin. 2. Rolling adhesion. Ligand karbohidrat pada leukosit sirkulasi mengikat molekul selektin pada dinding sisi dalam dari pembuluh darah dengan affinitas yang lemah hingga sangat lemah. Ini menyebabkan leukosit bergerak lambat dan mulai berputar menggelinding (rolling) sepanjang permukaan dalam dinding pembuluh darah. Selama gerakan rolling ini, ikatan yang transien dibentuk dan dirusak antara selektin dan ligandnya. 3. Tight adhesion. Pada waktu yang sama, kemokin yang dilepaskan oleh makrofag mengaktifkan leukosit yang berputar dan menyebabkan molekul 23

47 integrin permukaan berubah dari keadaan affinitas rendah ke keadaan affinitas tinggi. Ini dibantu oleh aktivasi bersamaan integrin oleh kemokin dan faktor terlarut yang dilepaskan oleh sel-sel endotel sehingga leukosit terikat pada dinding endotel dengan affinitas tinggi. Ini menyebabkan imobilisasi leukosit, walaupun adanya shear forces dari aliran darah yang sedang berlangsung. 4. Transmigration. Sitoskeleton dari leukosit diorganisasi dengan cara bahwa leukosit tersebar pada permukaan endotel. Pada bentuk ini, leukosit membentuk pseudopodia dan menembus gaps antara sel-sel endotel. Transmigrasi leukosit terjadi karena protein PECAM, ditemukan pada permukaan leukosit dan sel-sel endotel, berinteraksi dan menarik secara efektif leukosit melalui endotelium. Leukosit mensekresikan protease yang mendegradasi membran basalis, memungkinkan mereka keluar dari pembuluh darah, proses yang disebut diapedesis. Sewaktu leukosit sudah berada di cairan interstisial, leukosit bermigrasi sepanjang gradien kemotaksis menuju tempat inflamasi Peranan Makrofag. Fagosit mononuklear (monosit dan makrofag) ditemukan pada kebanyakan jaringan tubuh dan berperan vital dalam sistem imun innate dan sistem imun didapat.monosit yang bersirkulasi yang diproduksi disumsum tulang dari progenitor mieloid adalah prekursor untuk makrofag 24

48 jaringan.pada waktu dilepaskan ke dalam sirkulasi darah perifer, monosit bersirkulasi selama beberapa menit sampai beberapa hari sebelum memasuki jaringan. Monosit mampu berdiferensiasi menjadi sel-sel efektor yang heterogen secara morfologi dan secara fungsional, termasuk makrofag yang tinggal dalam jaringan dan makrofag inflamasi. 46 Selama respons inflamasi, monosit darah direkrut ke jaringan yang mengalami jejas dengan cara melekat ke endotel pembuluh darah dan mengikuti gradien haptotaktik dan kemotaktik lokal sebelum berdiferensiasi menjadi makrofag. Makrofag baik yang tinggal di dalam jaringan atau yang baru direkrut adalah sumber utama kemokin dalam jaringan yang mengalami jejas, dan mungkin instrumental untuk rekrutmen makrofag tambahan berikutnya. 46 Pengetahuan konvensional menyatakan bahwa makrofag mononuklear mengikuti neutrofil ke dalam tempat inflamasi, memfagosit debris seluler dan material asing, dan akhirnya keluar dari tempat inflamasi.kehadiran yang berkepanjangan sejumlah besar makrofag mononuklear pada tempat perbaikan jaringan adalah biasanya menjadi indikasi adanya inflamasi kronik dengan pembentukan jaringan granulasi dengan luaran seperti nekrosis, fibrosis dengan enkapsulasi, dan atau beberapa derajat pembentukan jaringan parut.penelitian yang luas telah menunjukkan bahwa makrofag menunjukkan plastisitas, yaitu fenotip makrofag dapat berubah bergantung pada lingkungan lokal. Makrofag bisa diaktifkan secara klasik (M1 makrofag) atau diaktifkan secara alternatif (M2 makrofag), tetapi ada heterogenitas substansial dalam fenotip 25

49 makrofag, karena sebagian peran luas yang makrofag jalankan dalam respon inflamasi dan dalam mempertahankan homeostasis jaringan. 46 Makrofag adalah suatu elemen kunci dari respons imun nonspesifik, yaitu bagian dari sistem imun yang tidak spesifik antigen dan tidak melibatkan memori imunologik. Makrofag mempertahankan host dengan pengenalan, fagositosis, dan destruksi mikroorganisme yang menyerang dan juga berperan sebagai scavenger, membantu untuk membersihkan sel-sel yang mengalami apoptosis dan debris seluler. Makrofag mensekresikan berbagai sitokin, faktor pertumbuhan, enzimenzim dan prostaglandin yang membantu memperantarai fungsinya sendiri sementara menstimulasi pertumbuhan dan proliferasi tipe sel lain. Makrofag memiliki habitat normal pada cairan peritoneum dan jumlah dan aktivitasnya sangat meningkat pada wanita dengan endometriosis.bekerja sebagai scavenger (makrofag M1) untuk mengeliminasi sel-sel endometrium ektopik, makrofag peritoneum yang diaktifkan secara alternatif (makrofag M2) dan monosit sirkulasi pada wanita dengan endometriosis tampaknya menyokong endometriosis dengan mensekresi faktor pertumbuhan dan sitokin yang menstimulasi proliferasi endometrium ektopik dan menghambat fungsi scavengernya 47. Pada penelitian pada tikus percobaan, makrofag yang diaktifkan secara alternatif (makrofag M2) secara dramatis meningkatkan pertumbuhan lesi endometriosis pada tikus.sedangkan makrofag inflamasi (makrofag M1) secara efektif melindungi tikus dari endometriosis.oleh karena itu, makrofag endogen yang terlibat dalam remodelling jaringan 26

50 tampaknya berperan dalam perjalanan alamiah endometriosis yang dibutuhkan untuk membentuk vaskularisasi yang efektif dan pertumbuhan lesi endometriosis 48. Aktivasi alternafif makrofag (makrofag M2) adalah langkah kunci dalam perkembangan endometriosis dimana peningkatan makrofag M2 ini akan mensekresi dan meningkatkan konsentrasi sitokin, prostaglandin, komponen komplemen, dan faktor pertumbuhan seperti tumor necrosis factor-β (TNF-α), IL-6, dan transforming growth factor-β (TGFβ).Normalnya sel-sel endometriosis yang masuk ke kavum peritonei disingkirkan oleh makrofag.mekanisme aberasi pada endometriosis ini mengakibatkan tidak efektifnya sistem pembersihan imunologis terhadap agen asing. Makrofag M2 dan peningkatan kadar sitokin mengakibatkan inisiasi, progresi, dan pertumbuhan sel-sel endometrium juga neovaskularisasi 49. Jadi makrofag M2 lebih berperan dibandingkan makrofag M1 dalam patogenesis endometriosis.hal ini mungkin disebabkan oleh faktor genetik, hormonal, dan lingkungan.sebuah penelitian menyatakan bahwa estrogen meningkatkan aktivitas makrofag M2 melalui reseptor estrogen yang diekspresikan pada permukaannya. Dibawah pengaruh estrogen ini makrofag M2 akan mensekresikan sitokin dan faktor pertumbuhan (seperti VEGF, hepatocyte growth factor, dan TNF-α) yang berkontribusi terhadap perkembangan dan persistensi endometriosis 50. Fenotip makrofag dapat dikarakterisasi sebagai makrofag proinflamasi (makrofag M1) atau makrofag imunomodulator atau makrofag 27

51 remodelling jaringan (makrofag M2).Metode imunohistologi dapat digunakan untuk mengidentifikasi marker permukaan makrofag yaitu CD68, CD80 dan CCR7 (M1 profile), dan CD163 (M2 profile) selama proses remodelling MonositKemotaktik Protein-1. Monosit Kemotaktik protein-1 (MCP-1/CCL2) merupakan anggota keluarga kemokin C-C, dan satu faktor kemotaktin yang poten untuk monosit. MCP-1 diduga identik dengan JE, suatu gen yang ekspresinya diinduksi pada fibroblas tikus oleh faktor pertumbuhan yang diturunkan oleh faktor pertumbuhan. Akan tetapi, homolog manusia yang telah diidentifikasi sebagai CCL2, pertama kali dipurifikasi dari barisan sel manusia atas dasar kandungan kemotraktan. 25 Monosit Kemotaktik Protein-1 (MCP-1) adalah famili small inducible gene (SIG) dan subfamili kemokin C-C yang telah diketahui salah satu fungsinya adalah sebagai kemotraktan yang kuat terhadap monosit.mcp- 1 terletak pada kromosom 17 di regio 17q11.2-q12.Struktur domain dari MCP terdiri dari sheet alfa dan beta dengan loop residu sistein pada 30s dan 40s, senyawa in distablisasi dengan ikatan disulfide. 27,28 MCP-1 disebut juga sebagai CCL-2 yang terdiri dari 76 asam amino dan 13 kda.mcp ini adalah salah satu dari 4 member MCP.Homolog antara keempat jenis MCP ini berkisar 61-71%.MCP-1 diproduksi oleh berbagai tipe sel seperti endotel, fibroblas, epitelial, otot polos, mesangial, astrositik, monositik, dan sel mikroglia oleh induksi stres oksidatif, sitikoin, 28

52 atau faktor pertumbuhan. Protein ini berperan dalam regulasi migrasi dan infiltrasi monosit, limfosit T, dan sel NK sehingga berperan dalam timbulnya berbagai penyakit. 29 Reseptor MCP dikode oleh 360 asam amino dengan kode pada kromosom 3p21-22.Seluruh reseptor kemoik diidentifikasi sebagai GPCRs, suatu famili reseptor rodopsi atau serpentin. Reseptor ini terdiri dari N-terminus ekstraselular, tujuh domain transmembran hidrofobik yang dihubungkan dengan 3 loop ekstraselular dan intraselular, dan regio intraselular C-terminal. CCR terdiri dari tubtipe CCR2A dan CCR2B yang hanya berbeda pada ujung C-terminal nya. 30 Gambar 7. Sruktur Molekul CCL2 / MCP CCL2 memediasi efeknya melalui reseptor CCR2 dan tidak seperti CCL2, ekspresi CCR2 relatif terbatas terhadap beberapa jenis sel. Dijumpai dua bentuk CCR2 yang terpotong yakni, CCR2A dan CCR2B, yang hanya dapat dibedakan pada ekor ujung Cnya. CCR2A merupakan isoform utama yang diekspresikan oleh sel mononuklear dan sel otot polos pembuluh darah, sementara monosit dan NK cell yang teraktivasi mengekspresikan isoform CCRB

53 2.6.Peranan MCP-1padaEndometriosis. MCP-1 merupakan kemokin yang kerjanya sampai saat ini diketahui secara biologis untuk aktivasi monosit dan rekrutmen monosit menuju tempat inflamasi.terdapat peningkatan konsentrasi dan aktivitas biologis MCP-1, pada cairan peritoneum dan serumpasien dengan endometriosis.stimulasi sitokin proinflamasi secara in vitro dan sel-sel epitel endometrium eutopik akan menyekresikan MCP-1 dan sekresi tersebut lebih besar pada sel-sel wanita dengan endometriosis daripada sel-sel wanita dengan status ginekologis normal melalui laparaskopi. 24 Hal ini membuat MCP-1 menjadi mediator sel yang penting dalam aktivasi monosit di darah perifer dan makrofag di peritoneum pada pasien-pasien endometriosis. 31 Setelah endometriosis terjadi, kematian siklik sel endometrium sebagai konsekuensi dari penarikan progesteron menyebabkan pelepasan puing-puing sel, eritrosit dan heme terikat besi dalam rongga peritoneum.makrofag direkrut untuk melihat kematian sel yang sedang berlangsung dan kerusakan jaringan,pada pasien endometriosis untuk mengaktifkan program regeneratif reparatif / angiogenik yang diperlukan untuk pemeliharaan lesi, pertumbuhan dan penyebaran.aksi penyembuhan jaringan yang menetapdari makrofag yang terus mengganggu apoptosis fisiologis sementara mendorong proliferasi sel epitel mungkin mengatur skenario di mana perubahan genetik terakumulasi

54 Seperti diketahui bahwa pada proses inflamasi, stres oksidatif, dll, MCP-1 merekrut monosit ke tempat inflamasi aktif untuk merangsang lebih banyak monosit. Diketahui bahwa jalur ini melalui jalur RANTES yang merangsang monosit atau makrofag. Monosit akan banyak disekresikan dan bersirkulasi di serum dan direkrut ke KGB. 32 MCP-1 adalah suatu faktor kemotaktik yang mempromosikan migrasi monosit dari darah tepi menunju kavum peritoneal, di mana mereka bertransformasi menjadi makrofag dan berperan dalam inflamasi peritoneal lokal yang menjadi bagian dari patogenesis endometriosis.makrofag yang menginfiltrasi berperan dalam reaksi inflamasi lokal pada kavum peritoneal sehingga meningkatkan kejadian infertilitas pada endometriosis melalui penurunan kemampuan fagositik makrofag sehingga implantasi sel endometrial ektopik lebih gampang di mana pinositosis sperma meningkat dan fertilisasi menurun. Selain itu, aktivitas sekresi makrofag yang berinfiltrasi menurun sehingga banyak faktor kemotaksis seperti MCP-1 disekresikan dalam kavum peritoneal dan memicu infertilitas. 33 Dalam hal ini, berbagai penelitian mencoba untuk mencari fakta signfikansi pengaruh MCP-1 pada patogenesis endometrium.penelitian dilakukan pada cairan peritoneal yang cukup dinamis.cairan serosa (eksudat plasma dan eksudat ovarium) dalam peritoneal diapit oleh dua jaringan ikat jarang yang tersusun dari kolagen, serat elastik, sel lemak, makrofag, dan lapisan mesotelial. Tingginya inflamasi pada peritoneal lokal mengubah fungsional dan biokimia cairan peritoneum sehingga 31

55 memudahkan implantasi jaringan ektopik dan gangguan smotilitas sperma. 33 Gambar 8.Reaksi Inflamasi dan Sitokin pada Endometriosis. 38 Makrofag adalah komponen paling banyak pada cairan peritoneal, diproduksi di sum-sum tulang, makrofag masuk ke peritoneal melalui ekstravasasi melalui pori kecil pada dinding pembuluh darah. Saat diaktivasi, makrofag akan berfungsi sebagai fagosit. Makrofag memakan semua debris peritoneal termasuk spermatozoa.selain itu, makrofag juga mensekresikan sitokin, prostanoid, komplemen, dan enzim hidrolitik.pada pasien endometriosis, ditemukan makrofag yang besar dengan aktivitas yang sangat tinggi. MCP-1 juga ditemukan memicu terbentuknya endometrium ektopik

56 Gambar 9. Histopatologi Endometeriosis. 6 Gambar 10. Imunohistokimia MCP-1 pada Endometrium Normal dan Endometriosis. 6 33

57 2.7. Kerangka Teori Menstrurasi Retrograte Sel endometrium ektopik Endometriosis Estrogen lokal (aromatase) MCP-1 RANTES L-Selektin Leukocyte capture,rolling,adhesi kuat dan trasmigrasi leukosit ke dalam jaringan interstisial Ekspresi L-Selektin Makrofag jaringan M1 IL-1,IL-2,IL-6, IL-12,IL-23 M2 IL-1,IL-6,IL-8,IL10,IL- 4,IL-13,IL-22,TNFα,TFG-β,VEGF MMP Anti Apoptosis Proapoptosis Inflamasi Konik, invasi pertumbuhan sel 34

58 2.8. Kerangka Konsep Monosit Kemotaktik Protein-1 Endometriosis Variabel Independen Variabel Dependen 35

59 BAB III Metodologi Penelitian 3.1.Rancangan Penelitian Penelitian ini adalah penelitian analitik dengan menggunakan rancangan case control dimana dilakukanpemeriksaan imunohistokimia terhadap parafin blok jaringan endometriosis danparafin blok jaringan endometrium normal untuk melihat perbedaan ekspresimonosit kemotaktikprotein Waktu dan Tempat penelitian Penelitiandi lakukan di Departemen Obstetri dan Ginekologi Fakultas Kedokteran RSUP. H. Adam Malik Medan. Pemeriksaan imunohistokimia dilakukan oleh Departemen Patologi Anatomi (PA) Medan. Penelitian ini akan dimulai pada bulan desember 2014 hingga jumlah sampel terpenuhi Populasi Penelitian Parafin blok jaringan endometriosis dan endometrium normal yang diambil dari pasien paska laparotomi, laparoskopi atau kuretase di RSUP H.Adam Malik Medan/ Lab Patologi Anatomi FK USU- RSUP H.Adam Malik Medan 36

60 3.4. Subyek Penelitian Subyek penelitianadalah sebagian dari populasi yang memenuhi kriteria penelitian Pada penelitian ini yang menjadi kriteria penelitian adalah: Kelompok kasus: Parafin blok jaringan endometriosis. Dimana jaringan diambil dari data sekunder hasil laparoskopi maupun laparatomi. Kelompok kontrol : Pemeriksaan histopatologi pada parafin blok jaringan endometrium. Dimana jaringan dapat diambil dari data sekunder hasil laparatomi dan kuretase, misalnya pada pasien mioma uteri intramural dan kuretase pada endometrium Besar Sampel Penentuan besar sampel, dilakukan berdasarkan perhitungan statistik dengan menetapkan tingkat kepercayaan dan kekuatan uji(power test) 80. Dengan menggunakan rumus penentuan besar sampel untuk menguji perbedaan dua rata-rata, yaitu : Besar sampel penelitian dihitung secara statistik berdasarkan rumus: (Zα β n1 = n2 = (X1-X2) 37

61 Dimana: Z α = nilai baku normal dari tabel Z yang besarnya bergantung pada nilai α yang ditentukan. Nilai α = 0,05 Z α =1,96 Z β = nilai baku normal dari tabel Z yang besarnya bergantung pada nilai β yang ditentukan. Nilai β = 0,20 Z β =0,84 X 1 = proporsi monositkemotaktik protein-1 pada endometriosis(menurut penelitian Christine Jolicoeur dkk) = 0,61 X 2 = proporsi monositkemotaktik protein-1 pada endometrium normal (menurut penelitian Christine Jolicoeur dkk) = 0,10 n 1 =n 2 = 20,03 orang (merupakan sampel minimum). Pada penelitian ini akan menggunakan sampel untuk masing-masing kelompok sebanyak 21 orang. 3.6.Identifikasi variabel Variabel Bebas Monosit kemotaktik protein-1. Variabel Tergantung Endometriosis. 38

62 3.7. Definisi Operasional Tabel.3.1. Definisi operasional, Cara Pengukuran, dan Skala Ukur Variabel Penelitian. No Variabel Definisi Cara dan Alat ukur Kategori Skala Ukur 1 Endometriosis ( kasus ) 2 Endometrium normal (kontrol) 3 Ekspresi Monosit KemotaktikProtein- 1 Jaringan endometrium pada penderita endometriosis yang terdapat di luar uterus Jaringan endometrium di dalam kavum uterus normal dan lapisan dalam uterus normal Gambaran dari matriks metalloproteinase- 9 4 Umur Usia dihitung dalam tahun berdasarkan ulang tahun terakhir 5 Paritas Jumlah persalinan yang pernah dialami ibu 6 Stadium Endometriosis Derajat penyakit berdasarkan kriteria ASRM Pemeriksaan Histopatologi Pemeriksaan Histopatologi Imunohistokimia Negatif : Negatif +1: Lemah +2: sedang +3:kuat Melihat tanggal lahir dari data Rekam Medis Melihat jumlah persalinan dari data rekam medis Stadium endometriosis berdasarkan Skoring ASRM dari data Rekam Medik < 30 tahun tahun >40 tahun Numerik Interval 0 ; 1-3 ; Interval Std I : skor 1-5 Std II : skor 6-15 Std III : skor Std IV : skor >40 Interval Endometriosis : Defenisi :Jaringan endometrium pada penderitaendometriosis yang terdapatdiluar uterus. Alat ukur :Pemeriksaan histopatologi jaringan dinyatakan sebagai 39

63 Endometriosis. Cara ukur :Melihat hasil histopatologi. Skala ukur :Endometriosis dan endometrium normal. Endometrium Normal Defenisi adalah : Jaringan endometrium didalam kavum uterus normal lapisan dalam uterus normal. Alat ukur : Pemeriksaan histopatologi. Cara Ukur : Melihat hasil histopatologi. Skala ukur : Normal dan tidak normal. Ekspresi Monosit Kemotaktik Protein-1 Defenisi : Gambaran dari matriks metalloproteinase-9 dengan pewarnaan imunohistokimia. Alat ukur :Imunohistokimia. Cara ukur :Pewarnaan imunohistokimia jaringan endometrium normaldan jaringan endometriosis yang diamati oleh dua orang observer. Skala ukur : Ekspresi , +3 dan negatif (skala numerik). Proportion scoremenyatakan rata-rata jumlah sel yang terwarnai dari : 100 sel per lapangan pandang, yang dinyatakan dengan : 0 adalah : tidak ada yang terwarnai. 1 adalah : kurang dari 10 % sel terwarnai. 2 adalah : 10% 50% sel terwarnai. 40

64 3 adalah :> 50% sel terwarnai Gambar.11. Proportion Score (PS). Umur Defenisi Cara Ukur Skala Ukur :Usia dihitung dalam tahun berdasarkan ulang tahun terakhir. : Dengan melihat tanggal lahir dari data Rekam Medis. :< 30 tahun, tahun dan >40 tahun ( Skala interval ). Paritas Defenisi :Jumlah persalinan yang pernah dialami ibu. Cara Ukur : Dengan melihat jumlah persalinan dari data Rekam Medis. Skala Ukur : 0, 1-3 dan >4( Sklala interval ) Stadium Endometriosis Defenisi : Derajat penyakit berdasarkan kriteria ASRM. Alat Ukur : Laparoskopi. 41

65 Cara Ukur : Stadium endometriosis berdasarkan Skoring ASRM dari data Rekam Medik. Stadium I (Minimal) : Skor 1-5 Stadium II (Mild) : Skor 6-15 Stadium III (Moderate) : Skor Stadium IV (Severe) : Skor >40 ( skala interval ) 3.8. Cara kerja dan teknik pengumpulan data 1. Setelah mendapat persetujuan dari komisi etik untuk melakukan penelitian,dimulai dengan mengumpulkan data skunderdari histopatolgi pasien yang pernah diperiksa histopatologis dan didiagnosa sebagai endometriosis (sesuai kriteria inklusi dan eksklusi). Sedangkan kelompok kontrol diambil dari data skunder histopatologi Departemen PA pasien yang dilakukan histerektomi atau kuretase dan ditemukan uterus tidak terdapat adenomiosis, endometriosis dan keganasan dengan endometrium normal. 2. Dari data PA tersebut, diambil data rekam medik tentang identitas lengkap dan karakteristik pasien. 3. Dilakukan peminjaman sediaan parafin blok. 4. Cutting and mounting jaringan. 5. Dilakukan pewarnaan imunohistokimia. Prosedur imunohistokimia di PA FK USU meliputi : Deparafinisasi slide ( Xylol ). Rehidrasi ( Alkohol 96% ). 42

66 Masukkan slide kedalam PT Link Dako Epitope Retrieval : set up preheat 65 C, running time 98 C selama 15 menit. Pap pen, segera masukkan dalam Tris Buffered Saline ph 7,4. Blocking dengan peroksidase block. Cuci dalam Tris Buffered Saline ph 7,4. Blocking dengan normal horse serum 3%. Cuci dalam Tris Buffered Saline ph 7,4. Inkubasi dengan Antibodi Primer dari Mouse monoclonal anti- MCP-1 (10ug/mL dalam PBS yang mengandung 1% serum albumin sapi) Sistem R & D, Minneapolis. Cuci dalam Tris Buffered Saline ph 7,4. Dako Real Envision Rabbit/Mouse. Cuci dalam Tris Buffered Saline ph 7,4. DAB+Substrat Chromogen solution dengan pengenceran 20µL DAB : 1000µL substrat. Cuci dengan air mengalir. Counterstain dengan Hematoxylin. Cuci dengan air mengalir. Lithium carbonat. Cuci dengan air mengalir. Dehidrasi ( alkohol 96%). Clearing ( Xylol ). Mounting + cover glass. 43

67 6. Dilakukan interpretasi sediaan tersebut oleh dua orang ahli Patologi Anatomi, nilai koefisien korelasi akan dihitung ( uji Kappa). 7. Hasil interprestasi sediaan tersebut dilakukan analisa statistik Kerangka Kerja Data skunder dari Data Laporan Patologi Anatomi Data Laporan Rekam Medik : Diagnosa, data umum pasien Sampel Paraffin Blok Endometriosis Endometrium Normal Pewarnaan Imunohistokimiamonosit kemotaktik protein-1 Pewarnaan Imunohistokimiamonosit kemotaktik protein-1 ANALISIS STATISTIK 3.10.Rancangan Analisis. 44

68 Data hasil penelitian akanditabulasi dan disajikan dalam bentuk tabel distribusi frekuensi. Untuk menilai kesesuaian diantara observer akan dilakukan uji Kappa yang dianggap sesuai bila > 0,70. Untuk menganalisa perbedaan ekspresi monosit kemotaktik protein-1 pada kelompok endometriosis dengan endometrium normal dilakukan uji statistik dengan chi-square.penelitian ini menggunakan tingkat kepercayaan sebesar 95%. 45

69 BAB IV Hasil Penelitian dan Pembahasan 4.1. Hasil Penelitian. Penelitian ini menggunakan 21 blok parafin jaringan endometriosis dan 21 blok parafin jaringan endometrium normal.karakteristik subyek penelitian dengan endometriosis dan endometrium normal ditunjukkan pada tabel-tabel di bawah ini. Tabel 4.1. Karakteristik Subjek Penelitian. Kelompok Penelitian Karakteristik Endometriosis Endometrium Jumlah Normal N % N % 1. Usia (thn) < Paritas > Derajat Nyeri 46

70 Ringan Sedang 16 76, Berat 1 4, Tidak ada Stadium endometriosis , , Proporsi ekspresi Negatif Positif Proportion score , , , Berdasarkan tabel di atas dapat dilihat bahwa berdasarkan umur kelompok endometriosis sebagian besar dengan umur <30 tahun (71%) sedangkan pada kelompok endometrium normal lebih banyak dengan umur tahun (57%). Berdasarkan literatur, pada umumnya endometriosis paling sering ditemukan pada usia reproduksi. Prevalensi dari endometriosis berkisar antara 3-10% pada wanita reproduksi. Usia rata-rata saat diagnosis endometriosis bervariasi antara tahun. Endometriosis jarang 47

71 dijumpai pada wanita masa premenarche tetapi dapat diidentifikasi pada 50% atau lebih wanita dengan usia dibawah 20 tahun dengan keluhan nyeri pelvis kronis atau dispareuni ditemukan kurang dari 5% wanita yang memerlukan tindakkan pembedahan untuk endometriosis yang merupakan wanita paska menopouse. 39,40 Pada penelitian ini mendapatkan bahwa keseluruhan kelompok endometriosis adalah infertil (100%). Data tersebut mendukung keberadaan endometriosis yang sering dikaitkan dengan infertilitas. Dari literatur disebutkan bahwa 20%-40% wanita infertil disebabkan oleh endometriosis. Di indonesia ditemukan 15%-25% wanita infertil yang disebabkan endometriosis. Infertilitas yang disebabkan oleh endometriosis dikaitkan dengan proses inflamasi yang terjadi pada endometriosis sehingga dapat menyebabkan gangguan pada fungsi tuba fallopian, menurunya reseptivitas endometrium, menggangu perkembangan oosit dan embrio 40. Pada penelitian ini di dapatkan derajat nyeri yang paling banyak yaitu : nyeri sedang 76,2%, nyeri ringan 19% dan nyeri berat 4,8%. Pada penelitian ini tidak ditemukan pasien dengan endometriosis stadium 1, stadium 2 (9,6%), stadium 3 (36%), stadium 4 (52,4%). Pada penelitian ini ditemukan sebahagian besar pasien endometriosis ditemukan pada stadium lanjut. Hal ini dikarenakan kebanyakkan pasien datang berobat oleh karena keluhan-keluhan yang menyertai seperti : infertilitas, nyeri pelvik atau benjolan di perut. Pasien dengan keluhan nyeri yang ringan terkadang mengabaikan keluhan terutama dapat 48

72 dihilangkan dengan analgetik. Dan jika massa diperut masih berukuran kecil, biasanya pasien tidak menyadari atau mengabaikannya, sehingga jarang ditemukan pasien dengan stadium 1. Hal yang sama ditemukan oleh peneliti lain dimana pasien endometriosis dengan keluhan dismenorea ringan dan sedang ( 20% ) pada stadium 3 ( 63% ) dan pada stadium 4 (17% ), tidak ditemukan pada stadium Hasil uji kesesuaian penilaian proporsi score dari kedua observer didapatkan nilai Kappa 0,85 yang menunjukkan tingkat kesuaian kedua observer tinggi. Tabel.4.2. Perbedaan Proporsi Monosit Kemotaktik Protein-1 BerdasarkanKelompok Penelitian Proportion Ekspresi MCP-1 Negatif Kelompok Penelitian Endometriosis Endometrium Normal (n=21 ) (n=21 ) 0 0% % 9 43% 0 0% 1 5% 0 0% 11 52% 0 0% Nilai p* 0,0001 Jumlah % * Fisher Exact test Berdasarkan tabel di atas menunjukkan bahwa kelompok penelitian endometriosis lebih banyak dengan proporsi ekspresi MCP-1 +3 (52%) diikuti dengan proporsi ekspresi MCP-1 +1 (43%) dan tidak ada yang 49

73 ekspresi negatif, sedangkan pada kelompok penelitian endometrium normal seluruhnya dengan proporsi ekspresi MCP-1 negatif (100%). Berdasarkan uji statitistik dengan Fisher Exact test didapatkan nilai p<0,05 yang berarti ada perbedaan yang bermakna nilai proporsi ekspresi MCP-1 jaringan endometriosis dengan jaringan endometrium normal. Berdasarkan penelitian ini maka hipotesis yang menyatakan ada perbedaan ekspresi monosit kemotaktik protein-1 dengan menggunakan pemeriksaan imunohistokimia pada endometriosisdibandingkan endometrium normal diterima. Tabel 4.3. Hubungan ProportionScoreEkspresi MonositKemotaktik Protein-1 dengan Derajat Endometriosis. Proportion score Stadium Endometriosis (n) % (n ) % (n ) % , , , , ,5 Nilai p* 0,56 Jumlah * Fisher Exact test Berdasarkan tabel di atas dapat dilihat bahwa proporsi ekspresi MCP-1 dengan score 1 lebih banyak pada stadium 3 (55,6%) dan stadium 4 (44,4%), sedangkan proportion score ekspresi MCP-1 dengan score 2 seluruhnya dengan stadium 4 (100%) dan Proportion score ekspresi 50

74 MCP-1 dengan score 3 terbanyak dengan stadium 4 (54,5%) dan terendah dengan stadium 2 (18,2%). Secara statistik dengan Fisher Exact testdidapatkan nilai p>0,05 yang berarti tidak ada perbedaanyang bermakna nilai proporsi ekspresi MCP-1 jaringan endometriosis dengan stadium endometriosis. Dari literatur menunjukkan bahwa wanita dengan endometriosis memiliki kadar ekspresi MCP-1 lebih tinggi di endometrium eutopik di bandingkan dengan wanita normal yang memiliki status ginekologis normal bedasarkan laparoskopi. Pada penelitian sebelumnya menemukan bahwa stimulasi sitokin proinflamasi secara in vitro, sel sel epitel yang diisolasi dari endometrium wanita penderita endometriosis mensekresi kadar MCP-1 lebih tinggi dibandingkan wanita normal. 6 Hal ini konsisten dengan hipotesis dasar dan paling diterima oleh Samson tahun 1927, yang mendefinisikan endometriosis adalah pertumbuhan ektopik dari jaringan yang berasal dari endometrium uterus dan mencapai kavum peritoneum melalui refluks tuba selama mensturasi. Untuk berkembangnya fokus endometrium, sel-sel endometrium yang bermigrasi harus memiliki kemampuan intrinsik untuk berimplamasi di luar uterus dan mempertahankan pertumbuhan secara mandiri. Ini menunjukkan bahwa sel-sel endometrium uterus memiliki kemampuan untuk proliferasi dan lolos dari imunosurveilans. Sel - sel tersebut juga mengekspresikan aromatase secara abnormal, yang terkait dengan sintesis estrogen. Overekspresi dari MCP-1 oleh jaringan endometrium 51

75 memungkinkan bahwa endometriosis berhubungan dengan perubahan spesifik pada tingkat endometrium eutopik. 6 Dari literatur menunjukkan bahwa MCP-1 merupakan faktor penting aktivitas makrofag dan monosit pada endometriosis. Adanya peningkatan kosentrasi dan aktivitas biologis dari MCP-1 dalam cairan peritoneum, darah perifer pada pasien endometriosis dan sel-sel endometrium yang diimplantasi. Wanita dengan endometriosismenunjukkan peningkatan infiltrasi monosit bahkan di dalam endometrium eutopik. Hal ini sejalan dengan penelitian Christian Jolicoeur et al yang menyatakan bahwa MCP- 1 bisa jadi berperan dalam meningkatkan rekrutmen monosit. 6 Dari literatur menemukan bahwa peningkatan ekspresi MCP-1 di dalam endometrium eutopik pada wanita dengan endometriosis dibandingkan dengan wanita normal yang fertil tanpa adanya endometriosis melalui lapaskopi. Peningkatan ekspresi tersebut bergantung dengan stadium endometriosis. Bila sudah muncul secara ektopik, sel-sel ini memiliki kemampuan intrinsik untuk berimplantasi, berproliferasi dan menunjukkan respon yang berbeda terhadap stimulus di lingkungan baru. Data kami juga memunjukkan bahwa MCP-1 merupakan mediator kunci dalam patogenesis penyakit endometriosis. 6 52

76 BAB V Kesimpulan dan Saran 5.1. Kesimpulan. a. Dari data karakteristik menunjukkan endometriosis terjadi pada usia reproduktif. Berdasarkan stadium ditemukan stadium 4 yang terbanyak dari seluruh penderita endometriosis. b. Adanya perbedaan ekspresi Monosit Kemotaktik Protein 1 ( MCP-1 )wanita dengan endometriosis di bandingkan dengan wanita dengan endometrium normal. Hal ini ditunjukkan dengan adanya perbedaan yang bermakna antara wanita dengan endometriosis dan non endometrium normal. c. Tidak terdapat perbedaan MCP-1 berdasarkan stadium endometriosis tampak meningkat meskipun tidak ditemukan perbedaan yang signifikan Saran. 1. Dari penelitian ini didapat ekspresi MCP-1 yang lebih tinggi pada jaringan endometriosis sehingga diharapkan hasil penelitian ini dapat dijadikan data dasar untuk penelitian lebih lanjut dalam hal pengembangan strategi pengobatan tentang penggunaan obat-obatan 53

77 yang dapat menghambat kerja dari MCP-1 sehingga diharapkan dengan pemberian obat tersebut proses inflamasi yang terjadi akan berkurang. Daftar Pustaka 1. Nothnick W B. Medical Management of Endometriosis: Novel Target and Aprroaches the Development of Future Treatment Regimens. Gynecologic and Obstetric Investigation.2003; 55: Gupta et al. Serum and Peritoneal Abnormalities InEndometriosis: Potential use as Diagnostic Marker. Minerva Ginecol. 2006; 58: Sanctis et al. Matrix Metalloproteinase-3 mrna: A Promising Peripheral Blood Marker for Diagnosis of Endometriosis. Gynecologic and Obstetric Investigation.2011; 71: Serdar E. Bulun, MD,Mechanisms of disease Endometriosis. The New England Journal of Medicine, January Garcia, Juan A., et.al. Regulation of Monocyte Chemotactic Protein-1 Expression in Human Endometrial Stroma Cells by Integrin-Dependent Cell Adhesion in: Biology of Reproduction Joliceour,Christine,et.al. Increased Expression of Monocyte Chemotactic Protein-1 in the Endometrium of Women wiht Endometriosis in: American Journal of Pathology Vol

78 7. Christogoulakos et al. Pathogenesis of Endometriosis: The Role of Defective immunosurveilance. The European journal of Contraception and Reproductive Health. 2007; 12(3): Dmowski WP. Immunology of Endometriosis.Elsevier. 2004; 18 (2): Nap et al. Pathogenesis of Endometriosis. Elsevier. 2004; 18 (2): Burney R O, Linda C G. Pathogenesis and Pathophysiology of Endometriosis. Elsevier. 2012; 98 (3): Seli et al. Pathogenesis of Endometriosis.Obstet Gynecol Clin N Am. 2003; 30: Delbandi et al. Eutopic and ectopic stromal cells from patients with endometriosis exhibit differential invasive, adhesive, and proliferative behavior. Elsevier. 2013; 100 (3): ASRM. Endometriosis.American society of Reproductive medicine Bedaiwy M A, Tommaso F. Laboratory testing for endometriosis. Elsevier.2004; 340: Colette et al. Differential expression of steroidogenic enzymes according to endometriosis type. Elsevier.2013; 15: Mizumoto et al. Expression of matrix metalloproteinases in ovarian endometriomas: immunohistochemical study and enzyme immunoassay. Elsevier.2002; 71:

79 17. Soares et al. Pharmacologic therapies in endometriosis: a systematic review. Elsevier. 2012; 98 (3): Zhang et al. Application of the nuclear factor-kb inhibitor pyrrolidine dithiocarbamate for the treatment of endometriosis: an in vitro study. Elsevier. 2010; 94 (7): Timms et al. Gonadotropin-releasing hormone agonist (GnRH-a) therapy alters activity of plasminogen activators, matrix metalloproteinases, and their inhibitors in rat models for adhesion formation and endometriosis: potential GnRH-a regulated mechanisms reducing adhesion formation. Elsevier. 1998; 69 (5): Hadisaputra W. Clinical sign, Symptoms and serum level of interleukin- 6 and tumor necrosis factor in women with or without endometriosis. Elsevier. 2013; 2 (2): Yilmaz et al. Metformin regresses endometriotic implants in rats by improving implant levels of superoxide dismutase, vascular endothelial growth factor, tissue inhibitor of metalloproteinase-2, and matrix metalloproteinase-9. AJOG. 2010: Kim et al. Deer (Cervus elaphus) antler extract suppresses adhesion and migration of endometriotic cells and regulates MMP-2 and MMP-9 expression. Elsevier.2012; 140: Ji et al. Immunological regulation of Chinese herb Guizhi Fuling Capsule on rat endometriosis model.elsevier.2011; 134:

80 24. Schorge JO, Schaffer JI, Halvorson LM, Hoffman BL. Williams Gynecology. Endometriosis.Mc Graw-Hill Deshmane SL, Kremlev S, Amini S, Sawaya BE. Monocyte Chemoattractant Protein-1 (MCP-1): An Overview. Elsevier.2011; 134: Memarzadeh S., Muse KN, Fox MD. Endometriosis, In: Current Obstetric & Gynecologic Diagnosis & Treatment, 9th Edition, India: McGraw-Hill Companies, 2003: Daly C, Rollins BJ.( 2003). Monocyte chemoattractant protein-1 (CCL2) in inflammatory disease and adaptive immunity: therapeutic opportunities and controversies. Microcirculation.10 : Charo IF, Taubman MB, (2004). Chemokines in the Pathogenesis of Vascular Disease, Circ. Res. 95 ; Deshmane SL, Kremlev S, Amini S & Sawaya BE. Monocyte chemoattractant protein-1 (MCP-1): An Overview. J Interferon Cytokine Res 200: 29(6): Quinones MP. Ahuja SK. Jimenez F. Schaefer J. Garavito E. Rao A. Chenaux G. Reddick RL. Kuziel WA. Ahuja SS. Experimental arthritis in CC chemokine receptor 2-null mice closely mimics severe human rheumatoid arthritis. J Clin Invest.2004;113: Kumar V, Fausto N, Aster JC. (2010). Acute and Chronic Inflamation. In: Vinay Kumar AKA, Nelson Fausto, Jon C Aster, editor. Robbin's and Cotran; Pathologic Basic of Disease. 8 th ed. Philadelphia: Saunders Elsevier. p

81 32. Rodriguez JM, Coro AJV, Ana AM, Pablo J, Martinez C & Mellado M. The chemokine monocyte chemoattractant protein -1 induces functional responses through dimerization of its receptor CCR2. Proc Natl Acad Sci 1999; 96: Oral E, Olive DL & Arici A. The peritoneal environment in endometriosis.human Reprod Upd 1996; 2(5): Oral E, Olive DL & Arici A. The peritoneal environment in endometriosis.human Reprod Upd 1996; 2(5): Osuga Y, Koga K, Hirota Y, Yoshino O, Taketani Y. Lymphocytes in Endometriosis. Am J Reprod Immunol 65: 1-10, Oosterlynck DJ, Cornillie FJ, Waer M, Koninckx PR: Immunohistochemical characterization of leucocyte subpopulations in endometriotic lesions. Arch Gynecol Obstet 1993; 253: Paavola C, et al : Monomeric MCP-1 binds and activates the MCP-1 receptor CCR2B. J Biol Chem (1998) 273: Ioana Ilie,MD, PhD, Razvan Ilie, MD. Cytokines and Endometriosis the role of immunological alteration. Departemen of Endocrinology, Romania. Desember 2013 : Baziat Ali. Endokrinologi Ginekologi : Endometriosis. Edisi ketiga.penerbit Madia Aesculapius Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia.Jakarta : Speroff L, Fritz A.M. Clinical Gynecologic Endocrinology and infertility : Endometriosis. 7 th edition. Lippincott William &wikins. North Caroline :

82 41.Garcia-Menero M, Alcazar JL and Toledo G. Vascular endothelial growth factor ( VEGF) and ovarian endometriosis : correlation between VEGF serum levels, VEGF cellular expression, and pelvic pain. Fertil Steril Apr ; 24 (4) : p Strathy, J.H., Molgaard, C.A., Coulam, C.B., and Melton, L.J., Endometriosis and infertility: a laparoscopic study of endometriosis among fertile and infertile women. Fertil Steril. 38(6): D Hooghe, T.M., and Hill, J.A., Endometriosis. In: Berek, J.S., Berek & Novak s Gynecology. 14 th Edition. Philadelphia. Lippincott Williams & Wilkin: Sperandio, M., and Ley, K., The Physiology and Pathophysiology of P-selectin. University of Heidelberg. Germany. Mod. Asp Immunobiol. 15 : D Hooghe, T.M., and Hill, J.A., Endometriosis. In: Berek, J.S., Berek & Novak s Gynecology.14 th Edition. Philadelphia. Lippincott Williams & Wilkin: Valentine, J.E., Macrophage Involvement In The Remodelling Of An Extracelluler Matrix Scaffold. B.S. in Materials Science and Engineering, University of Florida: Fritz, M.A., and Speroff, L., Clinical Gynecologic Endocrinology and Infertility: Endometriosis. 8 th edition. Lippincott Williams & Wilkins. North Caroline: Bacci, M., Capobianco, A., Monno, A., Cottone, L., Di Puppo, F., Camisa, B., et al., Macrophages Are Alternatively Activated in 59

83 Patients with Endometriosis and Required for Growth and Vascularization of Lesions in a Mouse Model of Disease. Am J Pathol. 175(2): Gupta, S., Agarwal, A., Sekhon, L., Krajcir, N., Cocuzza, M., and Falcone, T., Serum and Peritoneal Abnormalities in Endometriosis: Potential Use As Diagnostic Markers. Minerva Ginecol. 58(6): Montagna, P., Capellino, S., Villaggio, B., Remorgida, V., Ragni, N., Cutolo, M., et al., Peritoneal Fluid Macrophage in Endometriosis: Correlation Between The Expression Of Estrogen Receptors and Inflammation. Fertil Steril. 90(1): Badylak, S.F., Valentin, J.E., Ravindra, A.K., McCabe, G.P.,and Stewart-Akers, A.M., Macrophage Phenotype as a Determinant of Biologic Scaffold Remodeling. Tissue Engineering Part A. 14(11):

84 61

85 Crosstabs Kel_Usia * Subyek Crosstabulation Subyek Endometriosis Endometrium normal Total Kel_Usia <30 tahun Count % within Subyek 71,4% 42,9% 57,1% tahun Count % within Subyek 28,6% 57,1% 42,9% Total Count % within Subyek 100,0% 100,0% 100,0% Crosstabs Paritas * Subyek Crosstabulation Subyek Endometriosis Endometrium normal Total Paritas 0 Count % within Subyek 100,0% 19,0% 59,5% 1-3 Count % within Subyek,0% 71,4% 37,5% >3 Count % within Subyek,0% 9,6% 4,8% Total Count % within Subyek 100,0% 100,0% 100,0%

86 Crosstabs Chi-Square Tests Asymp. Sig. Exact Sig. Value df (2-sided) (2-sided) Pearson Chi-Square 42,000 a 3,000,000 Likelihood Ratio 58,224 3,000,000 Fisher's Exact Test 47,919,000 Linear-by-Linear 29,329 b 1,000,000 Association N of Valid Cases 42 a. 4 cells (50,0%) have expected count less than 5. The minimum expected count is 1,50. b. The standardized statistic is -5,416. Crosstabs Proporsi dari observer 1 * Subyek Crosstabulation Subyek Endometriosis Endometrium normal Total Proporsi dari observer 1,00 Count % within Subyek,0% 100,0% 50,0% 1,00 Count % within Subyek 42,9%,0% 21,4% 2,00 Count % within Subyek 4,8%,0% 2,4% 3,00 Count % within Subyek 52,4%,0% 26,2% Total Count % within Subyek 100,0% 100,0% 100,0%

87 Chi-Square Tests Asymp. Sig. Exact Sig. Value df (2-sided) (2-sided) Pearson Chi-Square 42,000 a 3,000,000 Likelihood Ratio 58,224 3,000,000 Fisher's Exact Test 48,766,000 Linear-by-Linear 28,676 b 1,000,000 Association N of Valid Cases 42 a. 4 cells (50,0%) have expected count less than 5. The minimum expected count is,50. b. The standardized statistic is -5,355. Proporsi dari observer 1 * Proporsi dari obsrever 2 Crosstabulation Proporsi dari obsrever 2,00 1,00 2,00 3,00 Total Proporsi dari observer 1,00 Count % within Proporsi dari obsrever 2 100,0%,0%,0%,0% 50,0% 1,00 Count % within Proporsi dari obsrever 2,0% 100,0% 40,0%,0% 21,4% 2,00 Count % within Proporsi dari obsrever 2,0%,0% 20,0%,0% 2,4% 3,00 Count % within Proporsi dari obsrever 2,0%,0% 40,0% 100,0% 26,2% Total Count % within Proporsi dari obsrever 2 100,0% 100,0% 100,0% 100,0% 100,0%

88 Symmetric Measures Value Asymp. Std. Error a Approx. T b Approx. Sig. Measure of Agreement Kappa,855,065 8,734,000 N of Valid Cases 42 a. Not assuming the null hypothesis. b. Using the asymptotic standard error assuming the null hypothesis. Stadium * Proporsi dari observer 1 Crosstabulation Proporsi dari observer 1 1,00 2,00 3,00 Total Stadium 2,00 Count % within Proporsi dari observer 1,0%,0% 18,2% 9,5% 3,00 Count % within Proporsi dari observer 1 55,6%,0% 27,3% 38,1% 4,00 Count % within Proporsi dari observer 1 44,4% 100,0% 54,5% 52,4% Total Count % within Proporsi dari observer 1 100,0% 100,0% 100,0% 100,0% Chi-Square Tests Asymp. Sig. Exact Sig. Exact Sig. Value df (2-sided) (2-sided) (1-sided) Point Probability Pearson Chi-Square 3,809 a 4,433,480 Likelihood Ratio 4,819 4,306,517 Fisher's Exact Test 4,085,554 Linear-by-Linear,081 b 1,776,904,472,156 Association N of Valid Cases 21 a. 8 cells (88,9%) have expected count less than 5. The minimum expected count is,10. b. The standardized statistic is -,285.

89 HasilPemeriksaan MCP-1 No Nama No lab PA Usia Paritas DerajatNyeri Stad Endometriosis HistopatologiJaringan EkspresiMCP1 Intensity score Observer 1 Ekspresi MCP1 Intensity score Observer 2 1 Ny N R/HS/03/13 31thn P0A0 Ringan 3 Kista Endometriosis Ny A R/HS/04/13 27 thn P0A0 Sedang 3 Kista Endometriosis Ny E R/HS/07/13 35thn P0A0 Sedang 4 Kista Endometriosis Ny I R/HS/09/13 32thn P0A0 Sedang 3 Endometriosis Ny S R/HS/12/13 20 thn P0A0 Ringan 3 Endometriosis Ny R R/HS/18/13 35thn P0A0 Ringan 4 Endometriosis Ny J R/HS/21/13 27thn P0A0 Sedang 4 Kista Endometriosis Ny W R/HS/23/13 20thn P0A0 Sedang 3 Kista Endometriosis Ny H R/HS/25/13 28thn P0A0 Sedang 4 Kista Endometriosis Ny N R/HS/29/13 26thn P0A0 Sedang 4 Kista Endometriosis Ny L R/HS/33/13 24thn P0A0 Sedang 3 Kista Endometriosis Ny J R/HS/61/13 26 thn P0A0 Sedang 4 Kista Endometriosis Ny Y R/HS/62/13 27 thn P0A0 Berat 3 Kista Endometriosis Ny B R/HS/63/13 29 thn P0A0 Sedang 4 Kista Endometriosis Ny D R/HS/64/13 39 thn P0A0 Ringan 2 Kista Endometriosis Ny A R/HS/65/13 24 thn P0A0 Sedang 4 Kista Endometriosis Ny E R/HS/66/13 33 thn P0A0 Sedang 3 Kista Endometriosis Ny S R/HS/67/13 25 thn P0A0 Sedang 4 Kista Endometriosis Ny E R/HS/74/13 29 thn P0A0 Sedang 4 Kista Endometriosis Ny I R/HS/83/13 29 thn P0A0 Sedang 4 Endometriosis Ny N R/HS/96/13 19 thn P0A0 Sedang 2 Kista Endometriosis LaboratoriumPatologiAnatomi FK USU diketahui ( drjessychrestella, SpPA ) HasilPemeriksaan MCP-1

90 No Nama No lab PA Usia Paritas DerajatNyeri Stad Endometriosis HistopatologiJaringan Ekspresi MCP1 Proportion Observer 1 Ekspresi MCP1 Proportion Observer 2 1 Ny N R/HS/03/13 31 thn P0A0 Ringan 3 Kista Endometriosis Ny A R/HS/04/13 27 thn P0A0 Sedang 3 Kista Endometriosis Ny E R/HS/07/13 35 thn P0A0 Sedang 4 Kista Endometriosis Ny I R/HS/09/13 32 thn P0A0 Sedang 3 Endometriosis Ny S R/HS/12/13 20 thn P0A0 Ringan 3 Endometriosis Ny R R/HS/18/13 35 thn P0A0 Ringan 4 Endometriosis Ny J R/HS/21/13 27 thn P0A0 Sedang 4 Kista Endometriosis Ny W R/HS/23/13 20 thn P0A0 Sedang 3 Kista Endometriosis Ny H R/HS/25/13 28 thn P0A0 Sedang 4 Kista Endometriosis Ny N R/HS/29/13 26 thn P0A0 Sedang 4 Kista Endometriosis Ny L R/HS/33/13 24 thn P0A0 Sedang 3 Kista Endometriosis Ny J R/HS/61/13 26 thn P0A0 Sedang 4 Kista Endometriosis Ny Y R/HS/62/13 27 thn P0A0 Berat 3 Kista Endometriosis Ny B R/HS/63/13 29 thn P0A0 Sedang 4 Kista Endometriosis Ny D R/HS/64/13 39 thn P0A0 Ringan 2 Kista Endometriosis Ny A R/HS/65/13 24 thn P0A0 Sedang 4 Kista Endometriosis Ny E R/HS/66/13 33 thn P0A0 Sedang 3 Kista Endometriosis Ny S R/HS/67/13 25 thn P0A0 Sedang 4 Kista Endometriosis Ny E R/HS/74/13 29 thn P0A0 Sedang 4 Kista Endometriosis Ny I R/HS/83/13 29 thn P0A0 Sedang 4 Endometriosis Ny N R/HS/96/13 19 thn P0A0 Sedang 2 Kista Endometriosis LaboratoriumPatologiAnatomi FK USU diketahui ( drjessychrestella, SpPA ) HasilPemeriksaan MCP-1 No Nama No lab PA Usia Paritas DerajatNyeri Stad Histopatologi EkspresiMCP1 EkspresiMCP1

91 Endometriosis Jaringan Intensity score Observer 1 Intensity score Observer 2 1 Ny R O/HG/1/13 29 thn P3A0 Endometrium Negatif Negatif 2 Ny E O/HG/2/13 30 thn P1A0 Endometrium Negatif Negatif 3 Ny R O/HG/4/13 33 thn P1A0 Endometrium Negatif Negatif 4 Ny P O/HG/5/13 29 thn P2A0 Endometrium Negatif Negatif 5 Ny E O/HG/7/13 32 thn P2A1 Endometrium Negatif Negatif 6 Ny S O/HG/8/13 30 thn P1A1 Endometrium Negatif Negatif 7 Ny S O/HG/9/13 34 thn P4A2 Endometrium Negatif Negatif 8 Ny S O/HG/10/13 33 thn P1A0 Endometrium Negatif Negatif 9 Ny S O/HG/12/13 22 thn P1A0 Endometrium Negatif Negatif 10 Ny M O/HG/13/13 30 thn P4A0 Endometrium Negatif Negatif 11 Ny N O/HG/14/13 32 thn P2A1 Endometrium Negatif Negatif 12 Ny I O/HG/16/13 32 thn P1A0 Endometrium Negatif Negatif 13 Ny D O/HG/20/13 28 thn P3A2 Endometrium Negatif Negatif 14 Ny D O/HG/21/13 27 thn P1A0 Endometrium Negatif Negatif 15 Ny F O/HG/22/13 31 thn P2A0 Endometrium Negatif Negatif 16 Ny S O/HG/23/13 26 thn P3A0 Endometrium Negatif Negatif 17 Ny S O/HG/24/13 30 thn P3A1 Endometrium Negatif Negatif 18 Ny A O/HG/32/13 28 thn P0A0 Endometrium Negatif Negatif 19 Ny R O/HG/41/13 25 thn P0A0 Endometrium Negatif Negatif 20 Ny P O/HG/42/13 34 thn P0A0 Endometrium Negatif Negatif 21 Ny E O/HG/49/13 27 thn P0A0 Endometrium Negatif Negatif LaboratoriumPatologiAnatomi FK USU diketahui ( drjessychrestella, SpPA ) HasilPemeriksaan MCP-1 No Nama No lab PA Usia Paritas DerajatNyeri Stad Endometriosis Histopatologi Jaringan Ekspresi MCP1 Ekspresi MCP1 Proportion Proportion Observer Universitas 1 Sumatera Observer Utara 2

92 1 Ny R O/HG/1/13 29 thn P3A0 Endometrium Ny E O/HG/2/13 30 thn P1A0 Endometrium Ny R O/HG/4/13 33 thn P1A0 Endometrium Ny P O/HG/5/13 29 thn P2A0 Endometrium Ny E O/HG/7/13 32 thn P2A1 Endometrium Ny S O/HG/8/13 30 thn P1A1 Endometrium Ny S O/HG/9/13 34 thn P4A2 Endometrium Ny S O/HG/10/13 33 thn P1A0 Endometrium Ny S O/HG/12/13 22 thn P1A0 Endometrium Ny M O/HG/13/13 30 thn P4A0 Endometrium Ny N O/HG/14/13 32 thn P2A1 Endometrium Ny I O/HG/16/13 32 thn P1A0 Endometrium Ny D O/HG/20/13 28 thn P3A2 Endometrium Ny D O/HG/21/13 27 thn P1A0 Endometrium Ny F O/HG/22/13 31 thn P2A0 Endometrium Ny S O/HG/23/13 26 thn P3A0 Endometrium Ny S O/HG/24/13 30 thn P3A1 Endometrium Ny A O/HG/32/13 28 thn P0A0 Endometrium Ny R O/HG/41/13 25 thn P0A0 Endometrium Ny P O/HG/42/13 34 thn P0A0 Endometrium Ny E O/HG/49/13 27 thn P0A0 Endometrium 0 0 LaboratoriumPatologiAnatomi FK USU diketahui ( drjessychrestella, SpPA )

93 SANTA CRUZ BIOTECHNOLOGY, INC. MCP-1 (5J): sc BACKGROUND The monocyte chemotactic proteins, MCP-1, MCP-2 and MCP-3, form a subfamily of the C-C (or β) chemokines, which are characterized by a set of conserved adjacent cysteines. MCPs are produced by a variety of cells, including T lymphocytes, subsequent to their activation with cytokines such as IL-1, TNFα and IFN-γ. MCP-1 levels are increased during infection and inflammation, which are both characterized by leukocyte infiltration. In vitro studies have shown that the MCP isoforms exhibit their chemotactic effects on different subpopulations of lymphocytes. MCP-1 is a potent basophil activator but does not affect eosinophils, whereas MCP-2 stimulates both eosinophils and basophils. MCP-3 has been shown to have the broadest range of influence, activating monocytes, dendritic cells, lymphocytes, natural killer cells, eosinophils, basophils and neutrophils. Two MCP-1 receptors that differ in their carboxy-termini have been identified. REFERENCES 1. Charo, I.F., et al Molecular cloning and functional expression of two monocyte chemoattractant protein 1 receptors reveals alternative splicing of the carboxyl-terminal tails. Proc. Natl. Acad. Sci. USA 91: Taub, D.D., et al Monocyte chemotactic protein-1 (MCP-1), -2, and -3 are chemotactic for human T lymphocytes. J. Clin. Invest. 95: Weber, M., et al Monocyte chemotactic protein MCP-2 activates human basophil and eosinophil leukocytes similar to MCP-3. J. Immunol. 154: Combadiere, C., et al Monocyte chemoattractant protein-3 is a functional ligand for C-C chemokine receptors 1 and 2B. J. Biol. Chem. 270: Proost, P., et al Human monocyte chemotactic proteins-2 and -3: structural and functional comparison with MCP-1. J. Leukoc. Biol. 59: Dubois, P.M., et al Early signal transduction by the receptor to the chemokine monocyte chemotactic protein-1 in a murine T cell hybrid. J. Immunol. 156: Beall, C.J., et al Site-directed mutagenesis of monocyte chemoattractant protein-1 identifies two regions of the polypeptide essential for biological activity. Biochem. J. 313: Kuna, P., et al Chemokines in seasonal allergic rhinitis. J. Allergy Clin. Immunol. 97: CHROMOSOMAL LOCATION Genetic locus: CCL2 (human) mapping to 17q12. SOURCE MCP-1 (5J) is a mouse monoclonal antibody raised against recombinant MCP-1 of human origin. STORAGE Store at 4 C, **DO NOT FREEZE**. Stable for one year from the date of shipment. Non-hazardous. No MSDS required. PRODUCT Each vial contains 200 µg IgG 1 in 1.0 ml of PBS with < 0.1% sodium azide and 0.1% gelatin. Available azide-free for neutralizing, sc L, 200 µg/0.1 ml. APPLICATIONS MCP-1 (5J) is recommended for detection of MCP-1 of human origin by Western Blotting (starting dilution 1:200, dilution range 1:100-1:1000), immunoprecipitation [1-2 µg per µg of total protein (1 ml of cell lysate)], immunofluorescence (starting dilution 1:50, dilution range 1:50-1:500) and immunohistochemistry (including paraffin-embedded sections) (starting dilution 1:50, dilution range 1:50-1:500). Suitable for use as control antibody for MCP-1 sirna (h): sc-43913, MCP-1 shrna Plasmid (h): sc sh and MCP-1 shrna (h) Lentiviral Particles: sc v. Molecular Weight of MCP-1: 12 kda. Positive Controls: human PBL whole cell lysate. RECOMMENDED SECONDARY REAGENTS To ensure optimal results, the following support (secondary) reagents are recommended: 1) Western Blotting: use goat anti-mouse IgG-HRP: sc-2005 (dilution range: 1:2000-1:32,000) or Cruz Marker compatible goat antimouse IgG-HRP: sc-2031 (dilution range: 1:2000-1:5000), Cruz Marker Molecular Weight Standards: sc-2035, TBS Blotto A Blocking Reagent: sc-2333 and Western Blotting Luminol Reagent: sc ) Immunoprecipitation: use Protein A/G PLUS-Agarose: sc-2003 (0.5 ml agarose/2.0 ml). 3) Immunofluorescence: use goat anti-mouse IgG-FITC: sc-2010 (dilution range: 1:100-1:400) or goat anti-mouse IgG-TR: sc-2781 (dilution range: 1:100-1:400) with UltraCruz Mounting Medium: sc ) Immunohistochemistry: use ImmunoCruz : sc-2050 or ABC: sc-2017 mouse IgG Staining Systems. DATA 84 K- 46 K- 31 K- 25 K- 13 K- < MCP-1 MCP-1 (5J): sc Western blot analysis of human recombinant MCP-1. MCP-1 (5J): sc Immunoperoxidase staining of formalin fixed, paraffin-embedded human upper stomach tissue showing cytoplasmic staining of glandular cells. RESEARCH USE For research use only, not for use in diagnostic procedures. Santa Cruz Biotechnology, Inc fax Europe

BAB I. Pendahuluan. yang berasal dari implantasi endometriosis dan pertumbuhan jaringan. endometrium yang mencapai rongga peritoneal.

BAB I. Pendahuluan. yang berasal dari implantasi endometriosis dan pertumbuhan jaringan. endometrium yang mencapai rongga peritoneal. BAB I Pendahuluan 1.1. Latar Belakang Penelitian. Endometriosis merupakan penyakit yang timbul pada 10% wanita reproduktif dan memiliki gejala nyeri pelvis, dismenorea, dan infertilitas. 1 Endometriosis

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. yang dewasa ini paling banyak mendapat perhatian para ahli. Di. negara-negara maju maupun berkembang, telah banyak penelitian

BAB I PENDAHULUAN. yang dewasa ini paling banyak mendapat perhatian para ahli. Di. negara-negara maju maupun berkembang, telah banyak penelitian BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Penelitian Endometriosis merupakan salah satu penyakit jinak ginekologi yang dewasa ini paling banyak mendapat perhatian para ahli. Di negara-negara maju maupun berkembang,

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. sering ditemukan pada wanita usia reproduksi berupa implantasi jaringan

BAB I PENDAHULUAN. sering ditemukan pada wanita usia reproduksi berupa implantasi jaringan BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Penelitian Endometriosis merupakan salah satu penyakit ginekologi yang sering ditemukan pada wanita usia reproduksi berupa implantasi jaringan (sel-sel kelenjar dan

Lebih terperinci

Oleh : Arjuna Saputra DEPARTEMEN OBSTETRI DAN GINEKOLOGI

Oleh : Arjuna Saputra DEPARTEMEN OBSTETRI DAN GINEKOLOGI KADAR CA-125 PADA KEHAMILAN NORMAL DIBAWAH 20 MINGGU DAN ABORTUS DI RSUP. H. ADAM MALIK DAN RSU PIRNGADI MEDAN DAN RS JEJARING Oleh : Arjuna Saputra DEPARTEMEN OBSTETRI DAN GINEKOLOGI FAKULTAS KEDOKTERAN

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Endometriosis adalah pertumbuhan jaringan (sel-sel kelenjar dan stroma) abnormal mirip endometrium (endometrium like tissue) diluar kavum uterus. Terutama pada

Lebih terperinci

FAKTOR IMUNOLOGI PATOGENESIS ENDOMETRIOSIS

FAKTOR IMUNOLOGI PATOGENESIS ENDOMETRIOSIS FAKTOR IMUNOLOGI PATOGENESIS ENDOMETRIOSIS FATMAWATI MADYA SP2FER S ENDOMETRIOSIS Telah banyak hipotesa diajukan untuk menerangkan patogenesis endometriosis, tapi hingga kini belum ada satupun teori yang

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. seksama, prevalensi mioma uteri meningkat lebih dari 70%, karena mioma

BAB I PENDAHULUAN. seksama, prevalensi mioma uteri meningkat lebih dari 70%, karena mioma BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Mioma uteri merupakan neoplasma jinak yang berasal dari otot polos uterus dan bersifat monoklonal. 1,2 Prevalensi mioma uteri di Amerika serikat sekitar 35-50%. 1

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. Kanker ovarium merupakan keganasan yang paling. mematikan di bidang ginekologi. Setiap tahunnya 200.

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. Kanker ovarium merupakan keganasan yang paling. mematikan di bidang ginekologi. Setiap tahunnya 200. BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Kanker ovarium merupakan keganasan yang paling mematikan di bidang ginekologi. Setiap tahunnya 200.000 wanita didiagnosa dengan kanker ovarium di seluruh dunia dan 125.000

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Endometriosis adalah kelainan ginekologi dengan karakteristik. adanya implantasi jaringan endometrium di lokasi ektopik, misal:

BAB I PENDAHULUAN. Endometriosis adalah kelainan ginekologi dengan karakteristik. adanya implantasi jaringan endometrium di lokasi ektopik, misal: BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Penelitian Endometriosis adalah kelainan ginekologi dengan karakteristik adanya implantasi jaringan endometrium di lokasi ektopik, misal: peritoneum panggul, ovarium

Lebih terperinci

EKSPRESI RESEPTOR PROGESTERON B PADA ENDOMETRIOSIS OLEH : ARVITAMURIANY TRIYANTHI LUBIS

EKSPRESI RESEPTOR PROGESTERON B PADA ENDOMETRIOSIS OLEH : ARVITAMURIANY TRIYANTHI LUBIS EKSPRESI RESEPTOR PROGESTERON B PADA ENDOMETRIOSIS TESIS OLEH : ARVITAMURIANY TRIYANTHI LUBIS DEPARTEMEN OBSTETRI DAN GINEKOLOGI FAKULTAS KEDOKTERAN UNIVERSITAS SUMATERA UTARA MEDAN 2015 PENELITIAN INI

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. kematian ibu, disamping perdarahan dan infeksi. Dari kelompok hipertensi

BAB I PENDAHULUAN. kematian ibu, disamping perdarahan dan infeksi. Dari kelompok hipertensi BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Hipertensi dalam kehamilan merupakan penyebab 3 besar kematian ibu, disamping perdarahan dan infeksi. Dari kelompok hipertensi dalam kehamilan, syndrom preeklampsia,

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Universitas Sumatera Utara

BAB I PENDAHULUAN. Universitas Sumatera Utara BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Gastritis adalah suatu kondisi medis yang ditandai dengan peradangan pada lapisan lambung. Berbeda dengan dispepsia,yang bukan merupakan suatu diagnosis melainkan suatu

Lebih terperinci

ANALISA FAKTOR-FAKTOR PENYEBAB INFERTILITAS DI RS JEJARING DEPARTEMEN OBGIN FK USU PERIODE JANUARI 2012-DESEMBER 2013

ANALISA FAKTOR-FAKTOR PENYEBAB INFERTILITAS DI RS JEJARING DEPARTEMEN OBGIN FK USU PERIODE JANUARI 2012-DESEMBER 2013 TESIS MAGISTER ANALISA FAKTOR-FAKTOR PENYEBAB INFERTILITAS DI RS JEJARING DEPARTEMEN OBGIN FK USU PERIODE JANUARI 2012-DESEMBER 2013 OLEH: Chandran F Saragih PEMBIMBING: 1. dr. M.Rhiza Z Tala,M.Ked (OG),SpOG.K

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Kanker ovarium adalah suatu massa atau jaringan baru yang. abnormal yang terbentuk pada jaringan ovarium serta mempunyai sifat

BAB I PENDAHULUAN. Kanker ovarium adalah suatu massa atau jaringan baru yang. abnormal yang terbentuk pada jaringan ovarium serta mempunyai sifat BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Kanker ovarium adalah suatu massa atau jaringan baru yang abnormal yang terbentuk pada jaringan ovarium serta mempunyai sifat dan bentuk berbeda dari sel asalnya.

Lebih terperinci

PENGETAHUAN, SIKAP DAN PERILAKU IBU HAMIL TERHADAP KEHAMILAN RISIKO TINGGI DI RSUP. H. ADAM MALIK MEDAN

PENGETAHUAN, SIKAP DAN PERILAKU IBU HAMIL TERHADAP KEHAMILAN RISIKO TINGGI DI RSUP. H. ADAM MALIK MEDAN Tesis Magister PENGETAHUAN, SIKAP DAN PERILAKU IBU HAMIL TERHADAP KEHAMILAN RISIKO TINGGI DI RSUP. H. ADAM MALIK MEDAN OLEH : TIGOR P. HASUGIAN PEMBIMBING : 1. Dr. RUSLI P. BARUS, Sp.OG.K 2. Dr. YUSUF

Lebih terperinci

EKSPRESI HYPOXIA INDUCIBLE FACTOR-1α PADA JARINGAN ENDOMETRIOSIS

EKSPRESI HYPOXIA INDUCIBLE FACTOR-1α PADA JARINGAN ENDOMETRIOSIS EKSPRESI HYPOXIA INDUCIBLE FACTOR-1α PADA JARINGAN ENDOMETRIOSIS TESIS OLEH : YASMIEN HASBY PROGRAM STUDI MAGISTER KEDOKTERAN KLINIK FAKULTAS KEDOKTERAN UNIVERSITAS SUMATERA UTARA MEDAN 2015 PENELITIAN

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN 1.1. LATAR BELAKANG

BAB I PENDAHULUAN 1.1. LATAR BELAKANG BAB I PENDAHULUAN 1.1. LATAR BELAKANG Tumor ganas ovarium adalah penyebab kematian akibat tumor ginekologi yang menduduki urutan ke empat di Amerika Serikat. (1-10) Laporan statistik kanker Amerika Serikat

Lebih terperinci

CATATAN SINGKAT IMUNOLOGI

CATATAN SINGKAT IMUNOLOGI CATATAN SINGKAT IMUNOLOGI rina_susilowati@ugm.ac.id Apakah imunologi itu? Imunologi adalah ilmu yang mempelajari sistem imun. Sistem imun dipunyai oleh berbagai organisme, namun pada tulisan ini sistem

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Kanker Ovarium merupakan penyebab utama kematian dari kanker ginekologi. Selama tahun 2012 terdapat 239.000 kasus baru di seluruh dunia dengan insiden yang bervariasi

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA DAN KERANGKA PEMIKIRAN. kehamilan ektopik yang berakhir dengan keadaan ruptur atau abortus. 12 Kehamilan

BAB II TINJAUAN PUSTAKA DAN KERANGKA PEMIKIRAN. kehamilan ektopik yang berakhir dengan keadaan ruptur atau abortus. 12 Kehamilan 24 BAB II TINJAUAN PUSTAKA DAN KERANGKA PEMIKIRAN 2.1 Tinjauan Pustaka 2.1.1 Definisi Kehamilan Ektopik Terganggu Kehamilan ektopik merupakan kehamilan yang terjadi diluar rongga uteri. Lokasi tersering

Lebih terperinci

PENGARUH DIOXIN TERHADAP ENDOMETRIOSIS Oleh : Dr Hj. Putri Sri Lasmini, SpOG(K)

PENGARUH DIOXIN TERHADAP ENDOMETRIOSIS Oleh : Dr Hj. Putri Sri Lasmini, SpOG(K) PENGARUH DIOXIN TERHADAP ENDOMETRIOSIS Oleh : Dr Hj. Putri Sri Lasmini, SpOG(K) Abstrak Endometriosis adalah masalah ginekologi yang sering ditemui, namun penyebab pastinya belum diketahui. Penelitian

Lebih terperinci

Meet The Expert Fertilitas & Praktik Obgyn Sehari-hari

Meet The Expert Fertilitas & Praktik Obgyn Sehari-hari Editor: Hanom Husni Syam Anita Rachmawati Cover dan layout: Edwin Kurniawan Diterbitkan oleh: Departemen/SMF Obstetri dan Ginekologi Fakultas Kedokteran Universitas Padjadjaran RSUP dr. Hasan Sadikin Jl.

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN. oleh perempuan usia produktif. Sebanyak 25% penderita mioma uteri dilaporkan

BAB 1 PENDAHULUAN. oleh perempuan usia produktif. Sebanyak 25% penderita mioma uteri dilaporkan BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Perdarahan uterus abnormal (PUA) menjadi masalah yang sering dialami oleh perempuan usia produktif. Sebanyak 25% penderita mioma uteri dilaporkan mengeluh menoragia,

Lebih terperinci

BAB V PEMBAHASAN. Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui hubungan endometriosis dengan

BAB V PEMBAHASAN. Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui hubungan endometriosis dengan BAB V PEMBAHASAN Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui hubungan endometriosis dengan infertilitas. Sampel merupakan pasien rawat inap yang telah menjalani perawatan pada Januari 2012-Juli 2013. Data

Lebih terperinci

Tumor jinak pelvik. Matrikulasi Calon Peserta Didik PPDS Obstetri dan Ginekologi

Tumor jinak pelvik. Matrikulasi Calon Peserta Didik PPDS Obstetri dan Ginekologi Tumor jinak pelvik Matrikulasi Calon Peserta Didik PPDS Obstetri dan Ginekologi Definisi Massa pelvik merupakan kelainan tumor pada organ pelvic yang dapat bersifat jinak maupun ganas Tumor jinak pelvik

Lebih terperinci

HUBUNGAN ANTARA RESISTENSI INSULIN DENGAN JUMLAH CAIRAN KETUBAN PADA KEHAMILAN MINGGU T E S I S OLEH. Muhammad Jusuf Rachmatsyah

HUBUNGAN ANTARA RESISTENSI INSULIN DENGAN JUMLAH CAIRAN KETUBAN PADA KEHAMILAN MINGGU T E S I S OLEH. Muhammad Jusuf Rachmatsyah HUBUNGAN ANTARA RESISTENSI INSULIN DENGAN JUMLAH CAIRAN KETUBAN PADA KEHAMILAN 28 40 MINGGU T E S I S OLEH Muhammad Jusuf Rachmatsyah DEPARTEMEN OBSTERI DAN GINEKOLOGI FAKULTAS KEDOKTERAN UNIVERSITAS SUMATERA

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. ditandai dengan tumbuhnya jaringan endometrium (stroma dan kelenjar) di luar

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. ditandai dengan tumbuhnya jaringan endometrium (stroma dan kelenjar) di luar BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Endometriosis merupakan kelainan ginekologi yang umum terjadi yang ditandai dengan tumbuhnya jaringan endometrium (stroma dan kelenjar) di luar rongga uterus dan penyakit

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang Angka kematian ibu (AKI) merupakan salah satu indikator untuk

BAB 1 PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang Angka kematian ibu (AKI) merupakan salah satu indikator untuk BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Angka kematian ibu (AKI) merupakan salah satu indikator untuk mengukur status kesehatan ibu disuatu negara. Dari hasil Survei Demografi dan Kesehatan Dasar Indonesia

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Kanker Ovarium Epitel (KEO) merupakan kanker ginekologi yang. mematikan. Dari seluruh kanker ovarium, secara histopatologi dijumpai

BAB I PENDAHULUAN. Kanker Ovarium Epitel (KEO) merupakan kanker ginekologi yang. mematikan. Dari seluruh kanker ovarium, secara histopatologi dijumpai BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Kanker Ovarium Epitel (KEO) merupakan kanker ginekologi yang mematikan. Dari seluruh kanker ovarium, secara histopatologi dijumpai 85-90% adalah kanker ovarium epitel.

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. endometrium diluar lokasi normalnya dikavum uteri. kelainan ini

BAB I PENDAHULUAN. endometrium diluar lokasi normalnya dikavum uteri. kelainan ini BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Endometriosis merupakan suatu keadaaan ditemukannya jaringan endometrium diluar lokasi normalnya dikavum uteri. kelainan ini dideskripsikan sejak 1860 dan menjadi salah

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Menurut World Health Organization (WHO) ditingkat dunia AKB berkisar sekitar 37 per 1000

BAB I PENDAHULUAN. Menurut World Health Organization (WHO) ditingkat dunia AKB berkisar sekitar 37 per 1000 BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Angka angka kematian bayi (AKB) pada saat ini masih menjadi persoalan di Indonesia. Menurut World Health Organization (WHO) ditingkat dunia AKB berkisar sekitar 37

Lebih terperinci

PENGARUH VITAMIN E DALAM MENGURANGI NYERI HAID (DISMENORE) PADA WANITA USIA MUDA YANG DINILAI DENGAN VISUAL ANALOG SCALE

PENGARUH VITAMIN E DALAM MENGURANGI NYERI HAID (DISMENORE) PADA WANITA USIA MUDA YANG DINILAI DENGAN VISUAL ANALOG SCALE PENGARUH VITAMIN E DALAM MENGURANGI NYERI HAID (DISMENORE) PADA WANITA USIA MUDA YANG DINILAI DENGAN VISUAL ANALOG SCALE TESIS OLEH : M. FAISAL FAHMI PROGRAM MAGISTER KEDOKTERAN KLINIK FAKULTAS KEDOKTERAN

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Tindakan pembedahan ekstremitas bawah,dapat menimbulkan respons,

BAB I PENDAHULUAN. Tindakan pembedahan ekstremitas bawah,dapat menimbulkan respons, BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Tindakan pembedahan ekstremitas bawah,dapat menimbulkan respons, mencangkup beberapa komponen inflamasi, berpengaruh terhadap penyembuhan dan nyeri pascabedah.sesuai

Lebih terperinci

Mekanisme Pertahanan Tubuh. Kelompok 7 Rismauzy Marwan Imas Ajeung P Andreas P Girsang

Mekanisme Pertahanan Tubuh. Kelompok 7 Rismauzy Marwan Imas Ajeung P Andreas P Girsang Mekanisme Pertahanan Tubuh Kelompok 7 Rismauzy Marwan Imas Ajeung P Andreas P Girsang Imunitas atau kekebalan adalah sistem mekanisme pada organisme yang melindungi tubuh terhadap pengaruh biologis luar

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Cedera ginjal akut (Acute Kidney Injury / AKI) memiliki insidensi yang terus meningkat setiap tahunnya

BAB I PENDAHULUAN. Cedera ginjal akut (Acute Kidney Injury / AKI) memiliki insidensi yang terus meningkat setiap tahunnya 1 BAB I PENDAHULUAN I.1. Latar Belakang Cedera ginjal akut (Acute Kidney Injury / AKI) memiliki insidensi yang terus meningkat setiap tahunnya (Cerda et al., 2008). Berbagai macam strategi pencegahan telah

Lebih terperinci

Migrasi Lekosit dan Inflamasi

Migrasi Lekosit dan Inflamasi Migrasi Lekosit dan Inflamasi Sistem kekebalan bergantung pada sirkulasi terusmenerus leukosit melalui tubuh Untuk Respon kekebalan bawaan - berbagai limfosit, granulosit, dan monosit dapat merespon Untuk

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. Sebagian besar meningioma berlokasi di kavitas intra kranial, diikuti

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. Sebagian besar meningioma berlokasi di kavitas intra kranial, diikuti 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Sebagian besar meningioma berlokasi di kavitas intra kranial, diikuti spinal dan intra orbita, dan meskipun tidak mengivasi jaringan otak, meningioma menyebabkan penekanan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. utama morbiditas dan mortalitas ibu dan janin. The World Health

BAB I PENDAHULUAN. utama morbiditas dan mortalitas ibu dan janin. The World Health BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Preeklamsi merupakan penyulit utama dalam kehamilan dan penyebab utama morbiditas dan mortalitas ibu dan janin. The World Health Organization (WHO) melaporkan angka

Lebih terperinci

Pengertian. Endometriosis

Pengertian. Endometriosis Endometriosis Pengertian Endometriosis Suatu penyakit jinak yang didefinisikan dengan adanya kelenjar endometrium atau pun stroma ektopik (diluar uterus) yang sering dihubungkan dengan nyeri panggul dan

Lebih terperinci

BAB II LANDASAN TEORI

BAB II LANDASAN TEORI 4 BAB II LANDASAN TEORI A. Tinjauan Pustaka 1. Endometriosis Endometriosis merupakan penyakit yang terjadi pada masa belasan tahun sampai mencapai usia menopause, yang berarti dapat diderita sepanjang

Lebih terperinci

PENILAIAN PENGGUNAAN PARTOGRAF APN OLEH BIDAN DI PUSKESMAS PONED KOTA MEDAN

PENILAIAN PENGGUNAAN PARTOGRAF APN OLEH BIDAN DI PUSKESMAS PONED KOTA MEDAN PENILAIAN PENGGUNAAN PARTOGRAF APN OLEH BIDAN DI PUSKESMAS PONED KOTA MEDAN TESIS OLEH ZILLIYADDEIN RANGKUTI DEPARTEMEN OBSTETRI DAN GINEKOLOGI FAKULTAS KEDOKTERAN UNIVERSITAS SUMATERA UTARA RSUP.H.ADAM

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. dikalangan wanita sedunia, meliputi 16% dari semua jenis kanker yang diderita

BAB I PENDAHULUAN. dikalangan wanita sedunia, meliputi 16% dari semua jenis kanker yang diderita 1.1 Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN Kanker payudara merupakan jenis kanker yang paling sering ditemui dikalangan wanita sedunia, meliputi 16% dari semua jenis kanker yang diderita oleh kaum wanita dan

Lebih terperinci

TESIS OLEH JUHRIYANI M. LUBIS

TESIS OLEH JUHRIYANI M. LUBIS KURVA REGRESI β - HUMAN CHORIONIC GONADOTROPIN SERUM PADA PENDERITA PENYAKIT TROFOBLAS GANAS RESIKO RENDAH YANG MENDAPAT KEMOTERAPI METOTREXAT TUNGGAL DI RSUP. H. ADAM MALIK MEDAN TESIS OLEH JUHRIYANI

Lebih terperinci

RASIO PLATELET-LIMFOSIT PREOPERATIF SEBAGAI FAKTOR PROGNOSTIK KANKER OVARIUM EPITEL

RASIO PLATELET-LIMFOSIT PREOPERATIF SEBAGAI FAKTOR PROGNOSTIK KANKER OVARIUM EPITEL RASIO PLATELET-LIMFOSIT PREOPERATIF SEBAGAI FAKTOR PROGNOSTIK KANKER OVARIUM EPITEL TESIS Oleh : RAHMANITA SINAGA DEPARTEMEN OBSTETRI DAN GINEKOLOGI FAKULTAS KEDOKTERAN UNIVERSITAS SUMATERA UTARA 2015

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Persalinan kurang bulan merupakan masalah di bidang obstetrik dan perinatologi karena berhubungan dengan tingginya angka morbiditas dan mortalitas bayi. Tujuh puluh

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN A.Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN A.Latar Belakang Masalah BAB I PENDAHULUAN A.Latar Belakang Masalah Kanker serviks merupakan penyebab kematian terbanyak akibat penyakit kanker di negara berkembang. Setiap tahun sekitar 500.000 penderita kanker serviks baru di

Lebih terperinci

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA. tahun yang lalu oleh Rokitansky sebagai adanya kelenjar epitel dan

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA. tahun yang lalu oleh Rokitansky sebagai adanya kelenjar epitel dan BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Definisi Endometriosis (awalnya bernama adenomioma) ditemukan 150 tahun yang lalu oleh Rokitansky sebagai adanya kelenjar epitel dan stroma ektopik di endometrium. Endometriosis

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. kematian maternal (maternal mortality). Menurut World Health

BAB I PENDAHULUAN. kematian maternal (maternal mortality). Menurut World Health BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Pada umumnya ukuran yang dipakai untuk menilai baik atau buruknya pelayanan kebidanan (maternity care) dalam suatu negara atau daerah ialah kematian maternal (maternal

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Diperkirakan terdapat kasus baru kanker ovarium dan kasus meninggal

BAB I PENDAHULUAN. Diperkirakan terdapat kasus baru kanker ovarium dan kasus meninggal BAB I PENDAHULUAN I.1. Latar Belakang Kanker ovarium merupakan penyebab kematian ketujuh pada wanita di dunia. Diperkirakan terdapat 239.000 kasus baru kanker ovarium dan 152.000 kasus meninggal dunia

Lebih terperinci

BAB 5 PEMBAHASAN. penelitian terdiri atas pria sebanyak 21 (51,2%) dan wanita sebanyak 20

BAB 5 PEMBAHASAN. penelitian terdiri atas pria sebanyak 21 (51,2%) dan wanita sebanyak 20 70 BAB 5 PEMBAHASAN Telah dilakukan penelitian pada 41 penderita stroke iskemik. Subyek penelitian terdiri atas pria sebanyak 21 (51,2%) dan wanita sebanyak 20 (48,8%). Rerata (SD) umur penderita stroke

Lebih terperinci

PERBEDAAN RERATA KADAR VASCULAR ENDOTHELIAL GROWTH FACTOR (VEGF) PADA KANKER OVARIUM EPITELIAL DERAJAT DIFERENSIASI BAIK DENGAN SEDANG-BURUK

PERBEDAAN RERATA KADAR VASCULAR ENDOTHELIAL GROWTH FACTOR (VEGF) PADA KANKER OVARIUM EPITELIAL DERAJAT DIFERENSIASI BAIK DENGAN SEDANG-BURUK PERBEDAAN RERATA KADAR VASCULAR ENDOTHELIAL GROWTH FACTOR (VEGF) PADA KANKER OVARIUM EPITELIAL DERAJAT DIFERENSIASI BAIK DENGAN SEDANG-BURUK TESIS Universitas Andalas Oleh: Reno Muhatiah 1250305210 Pembimbing:

Lebih terperinci

Universitas Sumatera Utara

Universitas Sumatera Utara 0 LAMPIRAN LEMBAR INFORMASI PASIEN JUDUL PENELITIAN HUBUNGAN KADAR CA 125 PRE OPERATIF DENGAN STADIUM ENDOMETRIOSIS Assalamu alaikum Wr Wb Salam Sejahtera bagi kita semua, Nama saya Dr. Rizka Heriansyah,

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. pada pria dan 21,6% pada wanita (Zhu et al., 2011). Data tahun 2012 pada populasi

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. pada pria dan 21,6% pada wanita (Zhu et al., 2011). Data tahun 2012 pada populasi BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Prevalensi hiperurisemia pada populasi manusia cukup tinggi. Studi di Amerika tahun 2011 menunjukkan bahwa prevalensi hiperurisemia sebesar 21,2% pada pria dan 21,6%

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Endometriosis sudah diketahui sejak masa lampau yaitu 1600 SM. Publikasi lengkap yang pertama dibuat oleh Sampson pada tahun 1921. Namun demikian hingga kini etiologi

Lebih terperinci

Bab 1 PENDAHULUAN. Preeklampsia-eklampsia sampai saat ini masih merupakan the disease of

Bab 1 PENDAHULUAN. Preeklampsia-eklampsia sampai saat ini masih merupakan the disease of Bab 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Preeklampsia-eklampsia sampai saat ini masih merupakan the disease of theories, penelitian telah begitu banyak dilakukan namun angka kejadian Preeklampsia-eklampsia

Lebih terperinci

Ovarian Cysts: A Review

Ovarian Cysts: A Review Ovarian Cysts: A Review Cheryl Horlen, BCPS University of the Incarnate Word Feik School San Antonio, Texas 7/20/2010 US Pharm. 2010;35(7):HS-5-HS-8 Kista ovarium adalah penyebab umum dari prosedur bedah

Lebih terperinci

HUBUNGAN PANJANG TELAPAK KAKI DAN TINGGI BADAN IBU DENGAN UKURAN KEHAMILAN TESIS MAGISTER OLEH: MEITY ELVINA PEMBIMBING :

HUBUNGAN PANJANG TELAPAK KAKI DAN TINGGI BADAN IBU DENGAN UKURAN KEHAMILAN TESIS MAGISTER OLEH: MEITY ELVINA PEMBIMBING : UMini Referat Magister HUBUNGAN PANJANG TELAPAK KAKI DAN TINGGI BADAN IBU DENGAN UKURAN RADIKAL PINTU ATAS BEBAS PANGGUL DAN KEHAMILAN TESIS MAGISTER OLEH: MEITY ELVINA \ PEMBIMBING : Dr. LETTA S. OLEH

Lebih terperinci

BAB 2. TINJAUAN PUSTAKA. Perkembangan fase prapubertas menjadi pubertas membutuhkan jalur yang

BAB 2. TINJAUAN PUSTAKA. Perkembangan fase prapubertas menjadi pubertas membutuhkan jalur yang BAB 2. TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Siklus Menstruasi Remaja Perkembangan fase prapubertas menjadi pubertas membutuhkan jalur yang utuh dari hipotalamus-hipofise-ovarium. Struktur alat reproduksi, status nutrisi,

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN. 5 15% wanita usia reproduktif pada populasi umum. rumah sakit pemerintah adalah sebagai berikut : di RSUD dr.

BAB 1 PENDAHULUAN. 5 15% wanita usia reproduktif pada populasi umum. rumah sakit pemerintah adalah sebagai berikut : di RSUD dr. 1 BAB 1 PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Penelitian Kista coklat ovarium adalah salah satu entitas atau jenis kista ovarium yang paling sering ditemukan para klinisi dalam bidang obstetri dan ginekologi.

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN. disebabkan oleh Human Papillomavirus (HPV) tipe tertentu dengan kelainan berupa

BAB 1 PENDAHULUAN. disebabkan oleh Human Papillomavirus (HPV) tipe tertentu dengan kelainan berupa BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Kondiloma akuminata (KA) merupakan infeksi menular seksual yang disebabkan oleh Human Papillomavirus (HPV) tipe tertentu dengan kelainan berupa fibroepitelioma pada

Lebih terperinci

SYARAT-SYARAT PEMERIKSAAN INFERTIL

SYARAT-SYARAT PEMERIKSAAN INFERTIL SYARAT-SYARAT PEMERIKSAAN INFERTIL Setiap pasangan infertil harus diperlakukan sebagai satu kesatuan yang berarti apabila istri saja sedangkan suaminya tidak mau diperiksa, maka pasangan ini tidak diperiksa.

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang

BAB 1 PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang BAB 1 PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Kanker telah menjadi masalah kesehatan di dunia, termasuk di Indonesia. Data Badan Kesehatan Dunia (WHO) tahun 2014 menunjukkan kanker merupakan penyebab kematian

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Kesehatan reproduksi adalah kesejahteraan fisik, mental, sosial yang utuh dalam segala hal yang berkaitan dengan sistem, fungsi, dan proses reproduksi. 1 Pada saat

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. 8,7% di tahun 2001, dan menjadi 9,6% di tahun

BAB I PENDAHULUAN. 8,7% di tahun 2001, dan menjadi 9,6% di tahun BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar belakang Asma merupakan penyakit kronik yang sering ditemukan dan merupakan salah satu penyebab angka kesakitan pada anak di seluruh dunia. Di negara maju dan negara berkembang

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Karsinoma nasofaring (KNF) merupakan tumor ganas yang berasal dari epitel

BAB I PENDAHULUAN. Karsinoma nasofaring (KNF) merupakan tumor ganas yang berasal dari epitel BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Karsinoma nasofaring (KNF) merupakan tumor ganas yang berasal dari epitel mukosa nasofaring dengan predileksi di fossa Rossenmuller. Kesulitan diagnosis dini pada

Lebih terperinci

BAB I. PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Penelitian. morbiditas dan mortalitas. Di negara-negara barat, kanker merupakan penyebab

BAB I. PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Penelitian. morbiditas dan mortalitas. Di negara-negara barat, kanker merupakan penyebab 1 BAB I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Penelitian Kanker merupakan salah satu penyakit yang banyak menimbulkan morbiditas dan mortalitas. Di negara-negara barat, kanker merupakan penyebab kematian nomor

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. kanker yang paling sering ditemukan pada wanita, setelah kanker mulut

BAB I PENDAHULUAN. kanker yang paling sering ditemukan pada wanita, setelah kanker mulut 1 BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Kanker payudara adalah keganasan pada jaringan payudara yang berasal dari epitel duktus atau lobulus. 1 Di Indonesia kanker payudara berada di urutan kedua sebagai

Lebih terperinci

MEKANISME RESPON IMUN TERHADAP KANKER PAYUDARA

MEKANISME RESPON IMUN TERHADAP KANKER PAYUDARA MEKANISME RESPON IMUN TERHADAP KANKER PAYUDARA Penyusun : 1. Tiara Fenny Santika (1500023251) 2. Weidia Candra Kirana (1500023253) 3. Ratih Lianadewi (1500023255) 4. Muna Marzuqoh (1500023259) 5. Luay

Lebih terperinci

ANALISIS FAKTOR RISIKO PASIEN MIOMA UTERI DI RSUP. H. ADAM MALIK MEDAN DAN RS JEJARING TESIS

ANALISIS FAKTOR RISIKO PASIEN MIOMA UTERI DI RSUP. H. ADAM MALIK MEDAN DAN RS JEJARING TESIS ANALISIS FAKTOR RISIKO PASIEN MIOMA UTERI DI RSUP. H. ADAM MALIK MEDAN DAN RS JEJARING TESIS OLEH : RENNY ANGGRAINI DEPARTEMEN OBSTETRI DAN GINEKOLOGI FAKULTAS KEDOKTERAN UNIVERSITAS SUMATERA UTARA RSUP.

Lebih terperinci

II. ANAMNESIS Anamnesis tanggal : 10 November 2015 Keluhan utama : Nyeri perut kanan bawah saat menstruasi

II. ANAMNESIS Anamnesis tanggal : 10 November 2015 Keluhan utama : Nyeri perut kanan bawah saat menstruasi FAKULTAS KEDOKTERAN UKDW UNIVERSITAS KRISTEN DUTA WACANA Jl. Dr. Wahidin Sudirohusodo 5-5 Yogyakarta 55 Kepaniteraan Klinik Ilmu Obstetri dan Ginekologi Rumah Sakit Bethesda Yogayakarta Nama : Andre reynaldo

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. semakin meningkat. Peningkatan ini terjadi salah satunya karena perubahan pola

BAB I PENDAHULUAN. semakin meningkat. Peningkatan ini terjadi salah satunya karena perubahan pola 1 BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Akhir-akhir ini insiden kanker sebagai salah satu jenis penyakit tidak menular semakin meningkat. Peningkatan ini terjadi salah satunya karena perubahan pola hidup

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Kanker merupakan pertumbuhan yang cepat dan abnormal pada sel, tidak terkontrol, dan tidak terlihat batasan yang jelas dengan jaringan yang sehat serta mempunyai sifat

Lebih terperinci

Penyebab kanker ovarium belum diketahui secara pasti. Akan tetapi banyak teori yang menjelaskan tentang etiologi kanker ovarium, diantaranya:

Penyebab kanker ovarium belum diketahui secara pasti. Akan tetapi banyak teori yang menjelaskan tentang etiologi kanker ovarium, diantaranya: ASKEP CA OVARIUM A. Pengertian Kanker Indung telur atau Kanker ovarium adalah tumor ganas pada ovarium (indung telur) yang paling sering ditemukan pada wanita berusia 50 70 tahun. Kanker ovarium bisa menyebar

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Seiring proses penuaan mengakibatkan tubuh rentan terhadap penyakit. Integritas

BAB I PENDAHULUAN. Seiring proses penuaan mengakibatkan tubuh rentan terhadap penyakit. Integritas 1 BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Seiring proses penuaan mengakibatkan tubuh rentan terhadap penyakit. Integritas sistem imun sangat diperlukan sebagai mekanisme pertahanan tubuh terhadap ancaman,

Lebih terperinci

Tugas Biologi Reproduksi

Tugas Biologi Reproduksi Tugas Biologi Reproduksi Nama :Anggun Citra Jayanti Nim :09004 Soal : No.01 Mengkritisi tugas dari: Nama :Marina Nim :09035 Soal: No.05 factor yang memepengaruhi pematangan serviks Sebelum persalinan dimulai

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Kanker payudara menempati urutan pertama pada wanita setelah kanker leher

BAB I PENDAHULUAN. Kanker payudara menempati urutan pertama pada wanita setelah kanker leher BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar belakang Kanker payudara menempati urutan pertama pada wanita setelah kanker leher rahim. Di Indonesia 96% tumor payudara justru dikenali oleh penderita itu sendiri sehingga

Lebih terperinci

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN. jenis teripang yang berasal dari Pantai Timur Surabaya (Paracaudina australis,

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN. jenis teripang yang berasal dari Pantai Timur Surabaya (Paracaudina australis, BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1. Hasil Penelitian Penelitian ini dilakukan untuk mengetahui pengaruh pemberian ekstrak tiga jenis teripang yang berasal dari Pantai Timur Surabaya (Paracaudina australis,

Lebih terperinci

PETANDA TUMOR (Tumor marker) ELLYZA NASRUL Bagian Patologi Klinik FK Unand/RS.dr.M.Djamil Padang

PETANDA TUMOR (Tumor marker) ELLYZA NASRUL Bagian Patologi Klinik FK Unand/RS.dr.M.Djamil Padang PETANDA TUMOR (Tumor marker) ELLYZA NASRUL Bagian Patologi Klinik FK Unand/RS.dr.M.Djamil Padang IMUNOLOGI TUMOR INNATE IMMUNITY CELLULAR HUMORAL PHAGOCYTES NK CELLS COMPLEMENT CYTOKINES PHAGOCYTOSIS

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN. Karsinoma servik merupakan penyakit kedua terbanyak pada perempuan

BAB 1 PENDAHULUAN. Karsinoma servik merupakan penyakit kedua terbanyak pada perempuan 1 BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Karsinoma servik merupakan penyakit kedua terbanyak pada perempuan dengan usia rata-rata 55 tahun (Stoler, 2014). Diperkirakan terdapat 500.000 kasus baru setiap

Lebih terperinci

EKSPRESI VIMENTIN SEBAGAI PETANDA PADA ADENOKARSINOMA ENDOMETRIUM TESIS

EKSPRESI VIMENTIN SEBAGAI PETANDA PADA ADENOKARSINOMA ENDOMETRIUM TESIS EKSPRESI VIMENTIN SEBAGAI PETANDA PADA ADENOKARSINOMA ENDOMETRIUM TESIS OLEH : JESURUN BANGUN DAUD HUTABARAT DEPARTEMEN OBSTETRI DAN GINEKOLOGI FAKULTAS KEDOKTERAN UNIVERSITAS SUMATERA UTARA RSUP. H. ADAM

Lebih terperinci

BAB I. PENDAHULUAN. 1.1.Latar Belakang. respon terhadap stres adalah hippocampus. Hippocampus merupakan bagian dari

BAB I. PENDAHULUAN. 1.1.Latar Belakang. respon terhadap stres adalah hippocampus. Hippocampus merupakan bagian dari 14 BAB I. PENDAHULUAN 1.1.Latar Belakang Tantangan yang terjadi di masyarakat pada saat ini dapat mengakibatkan stres pada manusia(garciá et al., 2008). Organ yang berperan penting dalam respon terhadap

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. sampai 6 gram. Ovarium terletak dalam kavum peritonei. Kedua ovarium melekat

BAB I PENDAHULUAN. sampai 6 gram. Ovarium terletak dalam kavum peritonei. Kedua ovarium melekat BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Ovarium merupakan kelenjar kelamin (gonad) atau kelenjar seks wanita. Ovarium berbentuk seperti buah almond, berukuran panjang 2,5 sampai 5 cm, lebar 1,5 sampai 3 cm

Lebih terperinci

I. BAB I PENDAHULUAN. I.1. Latar Belakang

I. BAB I PENDAHULUAN. I.1. Latar Belakang I. BAB I PENDAHULUAN I.1. Latar Belakang Tumor ovarium dapat berasal dari salah satu dari tiga komponen berikut: epitel permukaan, sel germinal, dan stroma ovarium itu sendiri. Terdapat pula kasus yang

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Gamba. r 1. Beberapa Penyebab Infertilitas pada pasangan suami-istri. Universitas Sumatera Utara

BAB I PENDAHULUAN. Gamba. r 1. Beberapa Penyebab Infertilitas pada pasangan suami-istri. Universitas Sumatera Utara BAB I PENDAHULUAN 1.1 LATAR BELAKANG Infertilitas dalam arti klinis didefinisikan sebagai Ketidakmampuan seseorang atau pasangan untuk menghasilkan konsepsi setelah satu tahun melakukan hubungan seksual

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Selama kehamilan, wanita dihadapkan pada berbagai komplikasi yang mungkin terjadi, salah satunya adalah abortus. Abortus adalah kejadian berakhirnya kehamilan secara

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. biologis atau fisiologis yang disengaja. Menopause dialami oleh wanita-wanita

BAB I PENDAHULUAN. biologis atau fisiologis yang disengaja. Menopause dialami oleh wanita-wanita 1 BAB I PENDAHULUAN 1.2 Latar Belakang Menopause merupakan salah satu proses dalam siklus reproduksi alamiah yang akan dialami setiap perempuan selain pubertas, kehamilan, dan menstruasi. Seorang perempuan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Sepsis merupakan kondisi yang masih menjadi masalah kesehatan dunia karena pengobatannya yang sulit sehingga angka kematiannya cukup tinggi. Penelitian yang dilakukan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Karsinoma payudara merupakan kanker yang paling. sering pada wanita di negara maju dan berkembang, dan

BAB I PENDAHULUAN. Karsinoma payudara merupakan kanker yang paling. sering pada wanita di negara maju dan berkembang, dan BAB I PENDAHULUAN I.1. Latar Belakang Karsinoma payudara merupakan kanker yang paling sering pada wanita di negara maju dan berkembang, dan merupakan penyebab kematian kedua pada wanita setelah kanker

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN. Luka adalah terjadinya diskontinuitas kulit akibat trauma baik trauma

BAB 1 PENDAHULUAN. Luka adalah terjadinya diskontinuitas kulit akibat trauma baik trauma 3 BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Luka adalah terjadinya diskontinuitas kulit akibat trauma baik trauma tajam, tumpul, panas ataupun dingin. Luka merupakan suatu keadaan patologis yang dapat menganggu

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. berkembang secara bermakna setelah 2 minggu (Harper, 2005). 75% di antaranya berada di Asia, Afrika (20%), dan Amerika Latin (5%).

BAB I PENDAHULUAN. berkembang secara bermakna setelah 2 minggu (Harper, 2005). 75% di antaranya berada di Asia, Afrika (20%), dan Amerika Latin (5%). BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Pertumbuhan Janin Terhambat (PJT) merupakan masalah penting dalam dunia kedokteran, karena PJT dikaitkan dengan peningkatan mortalitas dan morbiditas neonatal. Selain

Lebih terperinci

Istilah-istilah. gangguan MENSTRUASI. Skenario. Menstruasi Normal. Menilai Banyaknya Darah 1/16/11

Istilah-istilah. gangguan MENSTRUASI. Skenario. Menstruasi Normal. Menilai Banyaknya Darah 1/16/11 Skenario gangguan MENSTRUASI Rukmono Siswishanto SMF/Bagian Obstetri & Ginekologi RS Sardjito/ Fakultas Kedokteran UGM Yogyakarta Anita, wanita berumur 24 tahun datang ke tempat praktek karena sejak 3

Lebih terperinci

Kanker Prostat. Prostate Cancer / Indonesian Copyright 2017 Hospital Authority. All rights reserved

Kanker Prostat. Prostate Cancer / Indonesian Copyright 2017 Hospital Authority. All rights reserved Kanker Prostat Kanker prostat merupakan tumor ganas yang paling umum ditemukan pada populasi pria di Amerika Serikat, dan juga merupakan kanker pembunuh ke-5 populasi pria di Hong Kong. Jumlah pasien telah

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN. membuat kadar kolesterol darah sangat sulit dikendalikan dan dapat menimbulkan

BAB 1 PENDAHULUAN. membuat kadar kolesterol darah sangat sulit dikendalikan dan dapat menimbulkan BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Pola makan modern yang banyak mengandung kolesterol, disertai intensitas makan yang tinggi, stres yang menekan sepanjang hari, obesitas dan merokok serta aktivitas

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN Latar Belakang

BAB 1 PENDAHULUAN Latar Belakang BAB 1 PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Tumor ovarium merupakan bentuk neoplasma yang paling sering ditemukan pada wanita. Sekitar 80% merupakan tumor jinak dan sisanya adalah tumor ganas ovarium (Crum,

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. kompleks, mencakup faktor genetik, infeksi Epstein-Barr Virus (EBV) dan

BAB I PENDAHULUAN. kompleks, mencakup faktor genetik, infeksi Epstein-Barr Virus (EBV) dan 1 BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Karsinoma nasofaring (KNF) adalah tumor ganas yang cenderung didiagnosis pada stadium lanjut dan merupakan penyakit dengan angka kejadian tertinggi serta menjadi

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Psoriasis vulgaris merupakan suatu penyakit inflamasi kulit yang bersifat

BAB I PENDAHULUAN. Psoriasis vulgaris merupakan suatu penyakit inflamasi kulit yang bersifat BAB I PENDAHULUAN I.1 Latar Belakang Psoriasis vulgaris merupakan suatu penyakit inflamasi kulit yang bersifat kronis dan kompleks. Penyakit ini dapat menyerang segala usia dan jenis kelamin. Lesi yang

Lebih terperinci

Gangguan Hormon Pada wanita

Gangguan Hormon Pada wanita Gangguan Hormon Pada wanita Kehidupan reproduksi dan tubuh wanita dipengaruhi hormon. Hormon ini memiliki fungsi yang berbeda-beda. Ada tiga hormon panting yang dimiliki wanita, yaitu estrogen, progesteron,

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Malaria merupakan salah satu penyakit menular utama di sebagian wilayah Indonesia seperti di Maluku Utara, Papua Barat, dan Sumatera Utara. World Malaria Report - 2008,

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN. Universitas Sumatera Utara

BAB 1 PENDAHULUAN. Universitas Sumatera Utara BAB 1 PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Kulit merupakan organ tubuh yang terletak paling luar dan membatasi dari lingkungan hidup manusia. Berat kulit kira-kira 15% dari berat badan seseorang. Kulit merupakan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. fibrovaskuler menyerupai sayap, merupakan lipatan dari konjungtiva yang

BAB I PENDAHULUAN. fibrovaskuler menyerupai sayap, merupakan lipatan dari konjungtiva yang 1 BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Pterigium merupakan suatu kelainan yang ditandai dengan pertumbuhan jaringan fibrovaskuler menyerupai sayap, merupakan lipatan dari konjungtiva yang menginvasi bagian

Lebih terperinci